212 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:210-220 Pendidikan gizi adalah pemberian terhadap pengetahuan anak. Berdasarkan informasi mengenai gizi yang dapat uraian tersebut peneliti tertarik melakukan meningkatkan pengetahuan anak dan penelitian dengan metode dan media diharapkan dapat merubah pola makan dan permainan yang baru yaitu game kartu gizi. kebiasaan makan anak. Pemberian Melalui game ini diharapkan anak lebih pendidikan gizi pada anak sekolah harus mudah menyerap informasi yang diberikan menggunakan cara dan metode yang tepat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan agar dapat menarik perhatian anak sehingga anak dan akan berpengaruh terhadap sikap anak dapat dengan mudah menyerap anak untuk melakukan kebiasaan dan pola informasi yang diberikan (Nuryanto dkk, makan yang baik. 2014). Salah satu metode dan media yang sering digunakan adalah ceramah dengan METODE PENELITIAN menggunakan poster. Selain itu, terdapat metode dan media yang juga berpengaruh Jenis penelitian ini adalah quasi terhadap tingkat pengetahuan anak yaitu eksperimental atau eksperimen semu dengan dengan permainan. Menurut Zaini (2015), menggunakan rancangan pre-post test bermain adalah salah satu metode design. Penelitian dilakukan di SDN Ploso I- pendekatan yang dapat berdampak baik 172 Surabaya pada bulan Juni-Juli 2017 dalam kegiatan pendidikan. Dengan dengan melakukan 4 kali intervensi. Subyek bermain, anak dapat menemukan dan dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas mempelajari hal-hal baru yang belum V SDN Ploso I-172 Surabaya. Cara diketahui sebelumnya. Selain itu, anak juga pemilihan sampel yang digunakan dalam dapat belajar berinteraksi dengan orang lain. penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling), dengan jumlah Berdasarkan teori perilaku terencana sampel 29 responden. 15 responden atau Theory of Palanned Behavior (TPB) merupakan kelompok kontrol dan 14 yang disampaikan Ajzen (1991) bahwa responden adalah kelompok perlakuan. manusia berperilaku dengan sadar dan Pengumpulan data didapatkan dengan cara mempertimbangan segala informasi yang wawancara dengan menggunakan kuesioner. didapatkan. Informasi tersebut akan Media yang digunakan dalam penelitian ini mempengaruhi sikap, norma subjektif dan adalah poster untuk kelompok kontrol dan kontrol perilaku serta intensi manusia. Oleh kartu gizi untuk kelompok perlakuan. karena itu, pemberian informasi berupa pendidikan gizi sangatlah penting dalam Variabel bebas pada penelitian ini proses pembentukan perilaku manusia. adalah pemberian pendidikan gizi dengan Berdasarkan hasil penelitian Demitri, dkk media poster dan kartu gizi, sedangkan (2015) ada pengaruh antara pemberian variabel terikatnya adalah pengetahuan dan pendidikan gizi melalui game puzzle sikap anak. Tingkat pengetahuan terhadap pengetahuan anak. Hasil penelitian dikelompokkan menjadi 3 yaitu kurang, PKM Pengabdian Masyarakat IPB pada sedang dan baik (Khomsan, 2000). Sikap tahun 2013 tentang Permainan Edukatif dikelompokkan menjadi 5 yaitu tidak baik, (Nutriroll) Pengenalan Gizi Seimbang Untuk kurang baik, cukup, baik dan sangat baik Anak Sekolah Dasar selama tiga bulan, juga (Narimawati, 2008). Data dasar yang terdapat pengaruh antara pemberian diambil dalam penelitian ini adalah permainan edukatif terhadap pengetahuan karakteristik anak yang meliputi umur dan anak. Selain itu menurut Tuzzahroh (2015) jenis kelamin anak dan karakteristik Ibu pendidikan gizi melalui media video, poster yang terdiri dari pekerjaan dan pendidikan dan kwartet selama satu bulan berpengaruh terakhir ibu. Analisis data dalam penelitian
Sonya Hayu Indraswari, Pengaruh Pendidikan Gizi Dengan... 213 ini terdiri dari analisis univariat dan analisis pendidikan terakhir ibu., tersaji dalam Tabel bivariat. Analisis univariat digunakan untuk 1. menggambarkan distribusi frekuensi dari data dasar dan variabel yang diteliti. Analisis Jumlah responden pada penelitian ini bivariat digunakan untuk mengetahui adalah 29 siswa. 15 siswa masuk dalam pengaruh antara variabel bebas dan variabel kelompok kontrol dan 14 siswa masuk daam terikat. Analisis bivariat pada penelitian ini kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol menggunakan Uji Paired Sampel T-Test. dan kelompok perlakuan rata-rata berusia Materi pendidikan gizi yang akan diberikan 11-12 tahun. Hal tersebut dikarenakan usia adalah Gizi Seimbang, Triguna Makanan, tersebut adalah usia yang tepat untuk anak Empat Pilar Gizi seimbang dan 10 Pedoman sekolah yang duduk di bangku kelas V Umum gizi Seimbang. Game kartu gizi Sekolah Dasar apabila mengacu pada dilakukan oleh 3-5 orang pemain, cara Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI bermainnya adalah mengumpulkan kartu (2002) bahwa syarat usia diterimanya anak yang berisi bahan makanan pada anjuran di Sekolah Dasar adalah 7 tahun, maka pada piring makanku, yaitu makanan pokok, lauk saat anak sudah duduk di bangku kelas V SD hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Setiap usia mereka adalah 11-12 Tahun. pemain diberikan lima kartu secara acak Berdasarkan data siswa di Sekolah Dasar pada awal permainan, sisa kartu diletakkan Negeri Ploso I-172 Surabaya, diketahui di tengah para pemain, lalu dengan bahwa jumlah siswa yang berjenis kelamin bergantian pemain mengambil kartu yang perempuan lebih besar dari pada laki-laki. ada ditengah untuk menukar kartu yang Keluarga responden kebanyakan adalah tidak diinginkan dan membuang kartu keluarga muda yang masih memiliki 1 atau 2 tersebut ke pemain berikutnya. Pemain orang anak saja berikutnya memiliki hak untuk mengambil kartu buangan dari pemain sebelumnya atau Surabaya merupakan salah satu kota mengambil kartu ditengah (pilih salah satu), industri terbesar di Indonesia. Pembangunan begitu pula pemain berikutnya, sampai salah dibidang industri mencakup pembangunan satu dari pemain memiliki lima kartu industri rumah tangga, industri kecil dan lengkap yang berisi makanan pokok, lauk industri menengah. Perkembangan industri hewani, lauk nabati, sayur dan buah. tersebut ditandai dengan berdirinya pabrik- Penelitian ini telah memperoleh keterangan pabrik di kota Surabaya. Semakin banyak lolos kaji etik dari Komisi Etik FKM No : pabrik berdiri maka semakin banyak tenaga 109-KEPK. kerja yang diserap (Julianto, 2016). Sebagian besar ibu responden bekerja sebagai HASIL karyawan swasta baik di industri kecil Karakteristik Responden maupun industri besar. Pekerjaan adalah faktor yang dapat mempengaruhi Sampel pada penelitian adalah siswa- pengetahuan apabila dilihat dari jenis siswi kelas V SDN Ploso I-172 Surabaya pekerjaan dan intensitas interaksi dengan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan orang lain. Orang yang lebih banyak eksklusi. Karakteristik responden dalam berinteraksi dengan orang lain akan lebih penelitian ini terdiri dari karakteristik anak banyak mendapatkan pengetahuan baru yang meliputi umur, jenis kelamin dan (Notoadmojo, 2003). Kemudahan urutan anak dalam keluarga dan karakteristik memperoleh informasi dapat mempercepat Ibu yang meliputi pekerjaan ibu dan seseorang memperoleh pengetahuan dan informasi yang baru dan dapat menggantikan ataupun menyempurnakan informasi sebelumnya (Yusniar, 2013).
214 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:210-220 Tingkat pendidikan ibu responden pendidikan kesehatan adalah satu hal yang tergolong baik. Tingkat pendidikan ibu dapat penting dan diperlukan untuk membentuk mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang perilaku positif dalam hal memenuhi gizi, semakin tinggi pendidikan ibu maka kebutuhan gizi sebagai salah satu unsur akan semakin tinggi pula kesadaran terhadap penting untuk mendukung status kesehatan pentingnya kesehatan dalam keluarga seseorang. (Octaviani dan Margawati, 2012). Selain itu menurut Hariyadi dan Ekayani (2011) bahwa Tabel 1. Karakterstik Responden Variabel Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan n % n% Umur 11 Tahun 5 33,3 7 50 12 Tahun 10 66,7 5 35,7 13 Tahun 0 0 2 14,3 Jenis Kelamin Laki-laki 5 33,3 2 14,3 Perempuan 10 66,7 12 85,7 Urutan Anak Dalam Keluarga Anak ke-1 7 46,7 9 64,3 Anak ke-2 4 26,7 1 7,1 Anak ke-3 3 20 2 14,3 Anak ke-4 0 0 2 14,3 Anak ke-5 1 6,7 0 0 Pekerjaan Ibu Swasta 5 33,3 6 42,9 Wiraswasta 3 20 3 21,4 Tidak Bekerja 7 46,7 5 35,7 Pendidikan Terakhir Ibu SD 2 13,3 1 7,1 SMP 1 6,7 2 14,3 SMA 10 66,7 9 64,3 Perguruan Tinggi 2 13,3 2 14,3 kelompok kontrol setelah diberikan Distribusi Frekuensi Tingkat pendidikan gizi dengan media poster Pengetahuan tentang gizi seimbang mengalami peningkatan pada akhir sebelum dan sesudah intervensi penelitian. Sebelum dilakukan intervensi sebagian besar responden memiliki Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan kurang dan sedang namun pengetahuan tentang gizi seimbang sebelum setelah diberikan intervensi, responden yang dan sesudah intervensi berupa pendidikan memiliki pegetahuan kurang menjadi gizi dengan media poster dan game kartu berkurang dan responden yang memiliki gizi selama 1 bulan waktu penelitian di SDN pengetahuan baik bertambah. Ploso I-172 Surabaya tersaji dalam gambar 1 dan gambar 2. Berdasarkan gambar 1. dapat diketahui bahwa hasil penelitian pada
Sonya Hayu Indraswari, Pengaruh Pendidikan Gizi Dengan... 215 60 53,3 80 73,3 73,3 50 46,7 46,7 40 60 30 26,7 20 20 40 26,7 10 6,7 20 20 0 6,7 Baik Sangat Baik kurang pre-tesestdangpost-tesbtaik 0 0 Cukup pre-test post-test Gambar 1. Distribusi frekuensi pengetahuan Gambar 3. Distribusi frekuensi sikap tentang gizi seimbang sebelum tentang gizi seimbang dan sesudah dilakukan sebelum dan sesudah pendidikan gizi dengan media dilakukan pendidikan gizi poster dengan media poster 70 64,3 57,1 60 57,1 57,1 60 50 42,9 50 40 35,7 40 30 28,6 30 21,4 20 14,3 14,3 20 10 10 7,1 0 0 Baik Sangat Baik kurang pre-tesstedangpost-test baik 0 Cukup Gambar 2. Distribusi frekuensi pengetahuan pre-test post-test tentang gizi seimbang sebelum dan sesudah dilakukan Gambar 4. Distribusi frekuensi sikap pendidikan gizi dengan media tentang gizi seimbang kartu gizi sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan gizi Gambar 3 menunjukkan bahwa hasil dengan media poster penelitian pada kelompok kontrol setelah diberikan pendidikan gizi dengan media Setelah dilakukan intervensi poster mengalami peningkatan pada akhir Responden mampu menyebutkan sumber penelitian. Sebelum dilakukan intervensi makanan apa saja yang terdapat dalam rata-rata nilai sikap pada keompok kotrol anjuran piring makanku. Responden dapat adalah 71,47 dan meningkat menjadi 78,20 menyebutkan 3 kelompok zat gizi setelah dilakukan intervensi. Terjadi berdasarkan fungsinya beserta contoh peningkatan sebesar 6,73 poin. Peningkatan makanannya. Responden juga mampu sikap yang terjadi pada responden adalah menyebutkan hal penting apa saja yang tentang sarapan dan aktivitas fisik. terdapat dalam tumpeng gizi seimbang.
216 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:210-220 Berdasarkan Gambar 2. dapat Berdasarkan tabel 2. didapatkan hasil bahwa diketahui bahwa hasil penelitian pada ada perbedaan antara pretest dan post test kelompok perlakuan setelah diberikan pengetahuan pada kelompok kontrol maupun pendidikan gizi dengan media kartu gizi kelompok perlakuan yang artinya ada mengalami peningkatan pada akhir pengaruh pemberian pendidikan gizi dengan penelitian. Sebelum dilakukan intervensi media poster pada kelompok kontrol sebagian besar responden memiliki (p=0,005) dan media kartu gizi pada pengetahuan kurang namun setelah kelompok perlakuan (p=0,002) terhadap diberikan intervensi, responden dengan tingkat pengetahuan anak tentang gizi kategori kurang menurun. Peningkatan seimbang di SDN Ploso I-172 Surabaya. pengetahuan ini dikarenakan responden mampu menyebutkan pedoman gizi Dari tabel tersebut juga didapatkan seimbang dengan benar, mampu hasil bahwa ada perbedaan antara pretest menyebutkan empat pilar gizi seimbang dan dan posttest sikap pada kelompok kontrol mampu menyebutkan hal penting apa saja maupun kelompok perlakuan yang artinya yang terdapat dalam tumpeng gizi seimbang. ada pengaruh pemberian pendidikan gizi dengan media poster pada kelompok kontrol Distribusi Frekuensi Sikap tentang gizi (p<0,001) dan media kartu gizi pada seimbang sebelum dan sesudah intervensi kelompok perlakuan (p=0,016) terhadap sikap anak tentang gizi seimbang di SDN Distribusi frekuensi sikap tentang Ploso I-172 Surabaya. gizi seimbang sebelum dan sesudah intervensi berupa pendidikan gizi dengan Tabel 2. Pengaruh Pemberian Pendidikan media poster dan game kartu gizi selama 1 Gizi terhadap Peningkatan bulan waktu penelitian di Sekolah Dasar Pengetahuan dan Sikap Negeri Ploso I-172 Surabaya tersaji dalam Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 4 Variabel Kelompok Kelompok menunjukkan bahwa hasil penelitian pada Kontrol Perlakuan kelompok perlakuan setelah diberikan Pengetahuan Pre- Post- pendidikan gizi dengan media poster Mean Pre- Post- test test mengalami peningkatan pada akhir SD test test penelitian. Sebelum dilakukan intervensi p-value 8,86 11,57 rata-rata nilai sikap pada keompok kotrol 9,40 11 2,54 1,95 adalah 72,21 dan meningkat menjadi 79,28 2,29 1,96 0,002 0,002 setelah dilakukan intervensi. Terjadi 0,005 0,005 peningkatan sebesar 7,07 poin. Peningkatan sikap yang terjadi pada responden adalah Sikap 71,47 78,20 72,21 79,28 tentang sarapan, aktivitas fisik, empat pilar Mean 6,78 5,39 7,20 5,22 gizi seimbang dan 10 pedoman umum gizi SD 0,000 0,000 0,016 0,016 seimbang. p-value Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap PEMBAHASAN Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah intervensi Pengetahuan adalah hasil dari tahu, hasil tersebut didapatkan dari hasil Uji statistik dengan menggunakan uji penginderaan terhadap objek tertentu. Paired Sampel T-Test untuk menguji Sebagian besar pengetahuan manusia pengetahuan dan sikap tersaji dalam tabel 2.
Sonya Hayu Indraswari, Pengaruh Pendidikan Gizi Dengan... 217 didapatkan dari mata dan telinga sehingga penyuluhan kesehatan dapat lebih (Notoadmojo, 2007). Tingkat pengetahuan efektif jika menggunakan media yang lebih seseorang tentang gizi dapat mempengaruhi banyak menampilkan gambar, terlebih pada sikap dan perilaku dalam hidup sehat, sasaran audience siswa sekolah dasar. contohnya adalah dapat memilih makanan yang baik, dapat memahami manfaat suatu Pengetahuan gizi memiliki peranan bahan makanan dan mengenal manfaat penting dalam pembentukan kebiasaan atau kandungan gizi yang ada dalam makanan makan seseorang karena hal tersebut akan tersebut (Azwar, 2011). Menurut Wawan mempengaruhi seseorang dalam memilih (2010), ada 2 faktor yang dapat makanan jenis dan jumlah makanan yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu akan dimakan. Seseorang yang memiliki faktor internal dan faktor eksternal. Faktor pengetahuan gizi yang baik akan internal adalah faktor yang berasal dalam memperhatikan keadaan gizi setiap makanan diri manusia itu sendiri yaitu pendidikan, yang dimakan (Almatsier, 2011). Tingkat pekerjaan, dan umur, sedangkan faktor pengetahuan seseorang tentang gizi dapat eksternal adalah faktor yang berasal dari luar mempengaruhi sikap dan perilaku dalam yaitu lingkungan dan sosial budaya. hidup sehat, contohnya adalah dapat memilih makanan yang baik, dapat Berdasarkan hasil penelitian memahami manfaat suatu bahan makanan didapatkan bahwa pada kelompok kontrol dan mengenal manfaat kandungan gizi yang pengetahuan responden mengalami ada dalam makanan tersebut. Pengetahuan peningkatan setelah diberikan pendidikan gizi diharapkan dapat mempengaruhi gizi dengan media poster, begitu pula pada konsumsi makanan seseorang sehingga akan kelompok perlakuan, terjadi peningkatan berdampak pada status gizi orang tersebut pengetahuan setelah diberikan pendidikan (Azwar, 2003). gizi dengan media kartu gizi. Peningkatan pengetahuan pada kelompok kontrol dan Sikap merupakan perbuatan yang kelompok perlakuan dalam kategori baik berasal dari suatu keyakinan atau adalah sama. Hal tersebut menunjukkan kecenderungan terhadap objek tertentu, bahwa pemberian pendidikan gizi dengan kecenderungan ini bukan merupakan media poster maupun kartu gizi efektif pembawaan atau keturunan, akan tetapi meningkatkan pengetahuan gizi pada adalah hasil dari proses belajar. Sikap adalah responden. Akan tetapi pendidikan gizi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dengan media kartu gizi memiliki nilai perilaku seseorang (Ajzen, 1991). Menurut peningkatan pengetahuan yang lebih tinggi. Notoadmojo (2003), sikap dapat dipelajari Hal ini dikarenakan pendidikan gizi tersebut dan sikap juga dapat berubah pada keadaan mengunakan metode dan media yang tepat tertentu. Menurut Azwar (2011) ada bagi responden, sehingga responden dapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menerima materi yang diberikan dengan sikap yaitu, pengalaman pribadi, pengaruh baik. Seperti yang telah disampaikan oleh orang lain yang dianggap penting, pengaruh Tuzzahroh (2015) bahwa faktor-faktor yang kebudayaan, informasi atau media massa, dapat mempengaruhi peningkatan lembaga pendidikan dan lembaga agama pengetahuan pada proses penyuluhan adalah yang menyampaikan pendidikan tersebut, metode, media dan waktu penyuluhan yang dan faktor emosional dari responden. diterapkan. Siregar dan Sondang (2014) juga menyampaikan bahwa pesan visual berupa Berdasarkan hasil penelitian gambar lebih mudah tertanam dalam pikiran didapatkan bahwa kelompok kontrol dan audience dibandingkan dengan kata-kata, kelompok perlakuan mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi. Pada kelompok kontrol, sebelum diberikan pendidikan gizi
218 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:210-220 dengan media poster rata-rata nilai sikap pemberian pendidikan gizi dengan media responden adalah 71,4, setelah diberikan poster ataupun media kartu gizi dapat pendidikan gizi rata-rata nilai sikap berpengaruh terhadap peningkatan meningkat menjadi 78,2. Pada kelompok pengetahuan respoden. Seperti yang telah perlakuan, sebelum diberikan pendidikan disampaikan oleh Yustisa (2003) bahwa gizi dengan media kartu gizi rata-rata nilai terdapat pengaruh penggunaan poster dalam sikap responden adalah 72,2 setelah promosi kesehatan terhadap peningkatan diberikan pendidikan gizi rata-rata nilai pengetahuan siswa sekolah dasar. Siregar sikap meningkat menjadi 79,2. Hal tersebut dan Sondang (2014) juga mengatakan bahwa menunjukkan bahwa pemberian pendidikan Poster efektif meningkatkan pengetahuan gizi dengan media poster maupun kartu gizi anak tentang kebersihan gigi di SDN efektif meningkatkan sikap pada responden. Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kota Akan tetapi pemberian pendidikan gizi Medan. Selain itu, pemberian pendidikan dengan media kartu gizi memiliki gizi dengan metode dan permainan juga peningkatan nilai sikap yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pengetahuan anak, karena peningkatan nilai responden dapat seperti yang disampaikan oleh Dhemitri dipengaruhi oleh peningkatan pengetahuan (2014) bahwa peningkatan pengetahuan anak yang juga dialami responden. Pengetahuan sekolah tentang pola makan seimbang dapat gizi responden yang meningkat akan meningkat dengan pemberian pendidikan membantu sikap responden dan akan gizi melalui game puzzle. Sebelum mempengaruhi kebiasan responden dalam dilakukan pendidikan gizi, pengetahuan anak memilih makanan yang sehat. Seperti yang yang masuk dalam kategori kurang adalah dikataan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa 26.7%, namun setelah dilakukan pendidikan komponen pengetahuan merupakan salah gizi, tidak ada lagi yang masuk dalam satu faktor yang menentukan sikap. kategori kurang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dlakukan PKM Pengabdian Menurut Merdhika, dkk (2014) Masyarakat IPB bahwa terdapat peningkatan terdapat pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan anak tentang gizi seimbang tingkat pengetahuan ibu menyusui dalam setelah diberikan permainan edukatif Nutri- pemberian ASI Eksklusif dan terdapat Roll selama 3 bulan penelitian. pengaruh penyuluhan terhadap sikap ibu menyusui dalam pemberian ASI Eksklusif. Bedasarkan hasil penelitian setelah Sedangakan menurut Azzahrah, dkk (2015) dilakukan uji statistika menggunakan uji ada perbedaan tingkat pengetahuan Ibu Paired t-test didapatkan hasil bahwa tentang pemberian MP-ASI sebelum dan pemberian pendidikan gizi dengan media sesudah diberikan pendidikan gizi berupa poster ataupun media kartu gizi dapat konseling, begitu pula dengan sikap Ibu berpengaruh terhadap peningkatan sikap tentang pemberian MP-ASI yang mengalami responden. Menurut Rachmawati (2014) peningkatan sebelum dan sesudah diberikan pada penelitiannya yang berjudul pengaruh konseling tentang MP-ASI. Hal tersebut juga pemberian penyuluhan gizi terhadap dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan pengetahuan gizi dan sikap hidup sehat oleh Nuryanto, dkk (2014) bahwa remaja di SMAN 2 Sidoarjo, menyebutkan pendidikan yang diberikan dapat bahwa pemberian penyuluhan materi gizi mempengaruhi pengetahuan dan sikap anak dan hidup sehat berpengaruh terhadap sikap tentang gizi. hidup sehat pada remaja di SMAN 2 Sidoarjo. Norviatin (2016) juga Berdasarkan hasil penelitian setelah menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan, dilakukan uji statistika menggunakan uji perilaku dan sikap ibu tentang diare pada Paired t-test didapatkan hasil bahwa
Sonya Hayu Indraswari, Pengaruh Pendidikan Gizi Dengan... 219 balita mengalami perubahan yang signifikan terhadap Stunting di Propinsi setelah diberikan penyuluhan tentang Kalimantan Barat. Jurnal Teknologi dan kesehatan. Kejuruan vol. 34 no. 1 Pebruari 2011 hal. 71-80. SIMPULAN Julianto, F.T. 2016. Analisis Pengaruh Jumlah Industri Besar dan Upah Minimum Terdapat pengaruh pemberian 4 sesi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota pendidikan gzi dengan media poster dan Surabaya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis kartu gizi terhadap peningkatan pengetahuan Hal 229-256 Volume 1, Nomor 2, dan sikap anak tentang gizi seimbang yang September 2016. dilakukan selama satu bulan penelitian. Oleh Kementerian Pendidikan RI. 2002. Keputusan karena itu diperlukan pemberian pendidikan Menteri Pendidikan Nasional RI tentang gizi secara berkelanjutan dengan media Penerimaan Siswa pada Taman Kanak- poster dan kartu gizi agar dapat menjadi kanak dan Sekolah. Jakarta: kebiasaan yang baik dan bermanfaat untuk Kementerian Pendidikan RI. kesehatan. Khomsan. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Fakultas Ekologi DAFTAR PUSTAKA Manusia Institut Pertanian Bogor.Bogor. Merdhika, Widha Ayu Rima, Mardji dan Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Mazarina Devi. 2014. Pengaruh Organizational Behavior and Human Penyuluhan ASI Ekslusif terhadap Decision Processes 50, 179-121 (1991). Pengetahuan Ibu Tentang ASI Eksklusif University of Massachusetts at Amberst. di Kecamatan Kanigoro Kabupaten [https://doi.org/10.1016/0749- Blitar. Jurnal Teknologi dan Kejuruan, 5978(91)90020-T] Vol 37, No. 1, Pebruari 2014:65-72. Munthofiah, Siti. 2008. Hubungan antara Alfyan, MT. 2010. Hubungan Pengetahuan Gizi Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Siswa di SMA dengan Status Gizi Anak Balita. Tesis. Harapan 1 Medan. Skripsi. Universitas Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sumatera Utara. Narimawati, U. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Azwar, S. 2011. Sikap Manusia Teori dan Aplikasi. Bandung: Agung Media. Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Norviatin, Dini. 2016. Pengaruh Penyuluhan dan Yogyakarta. Pemberian Leaflet terhadap Peningkatan Pengetahuan, Perilaku dan Sikap ibu Azzahrah, Fatimah dan Lailatul Muniroh.2015. tentang Diare pada Balita di Puskesmas Pengaruh Konseling terhadap Maja Kabupaten Majalengka. Pengetahuan dan Sikap Pemberian MP- Universitas Swadaya Gunung Jati ASI. Universitas Airlangga. Surabaya. Cirebon. Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kesehatan.PT Rineka Cipta. Jakarta. 2013. Riset Kesehatan Dasar Notoadmojo, S. 2007. Perilaku Kesehatan dan (Riskesdas) 2013: Laporan Nasional. Ilmu Perilaku.PT Rineka Cipta. Jakarta. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Nurrahman. 2013. Obesitas Di Kalangan Anak- Anak dan Dampaknya terhadap Penyakit Demitri, A., Nasution, E., Aritonang, E. 2015. Kardiovaskular. Skripsi. Universitas Pengaruh Pendidikan Gizi Tentang Pola Muhammadiyah Semarang. Makan Seimbang Melalui Game Puzzle Nuryanto, A.P., Puruhita, N., dan Muis, S.F. Terhadap Peningkatan Pengetahuan 2014. Pengaruh Pendidikan Gizi Anak SDN 067690 Kota Medan. Jurnal Terhadap Pengetahuan dan Sikap Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Tentang Gizi Anak Sekolah Dasar. Epidemiologi Vol 1, No.2 (2015). Hariyadi, D., dan Ekayani, I. 2011. Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi
220 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:210-220 Jurnal Gizi Indonesia (ISSN : 1858- Sukma, DC. dan Margawati, A. 2014. Hubungan 4942). Octaviani, I.A., dan Margawati, A., 2012. Pengetahuan dan Sikap dala Memilih Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu Buruh Pabrik tentang KADARZI Makanan Jajajanan dengan Obestas pada (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Anak Balita (Studi di Kelurahan Remaja di SMP Negeri 2 Brebes. Pagersari, Ungaran). Journal of Nutrition College vol. 1 no. 1 Tahun Journal of Nutrition College, Volume 2012 hal. 46-54. PKM Pengabdian Masyarakat. 2013. Nutri-Roll 3(4): 862-870. Permainan Edukatif Pengenalan Gizi Seimbang Untuk Anak Sekah Dasar. [https://doi.org/10.14710/jnc.v3i4.6892 ] Institut Pertanian Bogor. Pratiwi, DA., Yuniar, N. dan Erawan, PEM. Tuzzahroh, F. 2015. Pengaruh Penyuluhan Gizi 2015. Pengaruh Penyuluhan Metode Permainan Edukatif dan Metode Seimbang dengan Media Video, Poster Ceramah Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang Pencegahan dan Permainan Kwartet Gizi Terhadap Penyakit Diare pada Murid SD di Kecamatan Poasia Kota Kendari Tahun Pengetahuan Gizi dan Status Gizi Siswa 2015. Skripsi. Universitas Halu Oleo. Rachmawati, Melsandi. 2014. Pengaruh di Sekolah Dasar Negeri Karangasem III Pemberian Penyuluhan Gizi terhadap Pengetahuan Gizi dan Sikap Hidup Kota Surakarta. Skripsi. Universitas Sehat Remaja di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Sidoarjo. Ejournal boga, Muhammadiyah Surakarta. Vol 3(3): 31-35. Universitas Negeri Surabaya. Wawan, A. 2010.Teori dan Pengukuran Rosyidah, Zia dan Dini Ririn Andrias (2015). Jumlah Uang Saku dan Kebiasaan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Melewatkan Sarapan Berhubungan dengan Status Gizi Lebih Anak Sekolah Manusia.Nuha Medika. Yogyakarta. Dasar. Jurnal Media Gizi Indonesia, Vol 10, No. 1 Januari-Juni 2015: hlm 1-6. Yaqin, MK. 2014. Prevalensi Obesitas pada Safitri, CH., Wilujeng, CS dan Handayani, D. 2014. Perbedaan Metode Team Game Anak Usia SD Menurut IMT/U di SD Tournament dan Ceramah Terhadap Peningkatan Pengetahuan Pemilihan Negeri Ploso II No 173 Surabaya. Jajanan Sehat. Indonesian Journal of Human Nutrition, Desember 2014, Vol. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya. 1 No. 2: 89-105. Siregar, R dan Sondang. 2014. Efektifitas Yusniar. 2013. Hubungan Informasi dan Penyuluhan dengan Media Poster terhadap Peningkatan Pengetahuan Pendidkan dengan Pengetahuan Bidan tentang Kebersihan Gigi pada Siswa/I Kelas III dan IV di SDN 104186 tentang Hypnobirthing di Puskesmas Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2014. Jurnal Imliah PANNMED Krueng Mane Kabupaten Aceh Utara. Vol. 9 No. 2 September Desember 2014. Karya Tulis Ilmiah. STIKES U’Budiyah. Banda Aceh. Zaini, A. 2015. Bermain Sebagai Metode Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini. Jurnal Thufula Volume:3 No:1. STAIN Kudus.
IDENTIFIKASI RESOURCES CONSTRAINT PADA KINERJA PELAYANAN DENGAN PENDEKATAN THEORY OF CONSTRAINT DI INSTALASI RAWAT INAP RSU HAJI SURABAYA IDENTIFYING THE CONSTRAINT RESOURCES ON SERVICE PERFORMANCE WITH THE THEORY OF CONSTRAINT APPROACH ON INPATIENT INSTALLATION OF SURABAYA HAJJ HOSPITAL Vida Indira Puspita1, Setya Haksama1 1Departemen Administrasi Kebijakan dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Vida Indria Puspita Email: [email protected] ABSTRACT The trend of Gross Death Rate (GDR) Surabaya Hajj Hospital had tended to increase from 2012 to 2015. However, it eventually decreased in 2016. This research aims to analyze the constraints in the service performance at the inpatient unit of Surabaya Hajj Hospital. The research utilized the theory of constraint to minimize the constraints and to prevent the trend of increased GDR over the years. The research employed observational descriptive and cross-sectional design. The primary data were directly collected from the nurses as respondents through questionnaires. The results of the research indicated that the resource constraints were the workload, lack of facilities, lack of medical and non-medical equipment, and lack of nurse workforce. In conclusion, with all the foregoing constraints, such as the workload, lack of facilities, medical, and non-medical equipment, and lack of nurse's workforce, do not directly affect the service performance of the nurses. Accordingly, improvement efforts are recommended for the existing obstacles. Keywords: service performance, Gross Death Rate (GDR), theory of constraint ABSTRAK Trend angka Gross Death Rate (GDR) RSU Haji Surabaya cenderung meningkat dari tahun 2012 hingga tahun 2015 namun pada tahun 2016 menurun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kendala yang ada dalam kinerja pelayanan di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya dengan pendekatan theory of constraint sehingga dapat meminimalkan kendala dan trend angka GDR tidak meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancang bangun cross sectional. Kuesioner diberikan secara langsung kepada responden yaitu perawat sebagai cara pengumpulan data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi kendala sumberdaya adalah beban kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, kelengkapan alat medis dan non medis, dan kekurangan jumlah petugas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya hambatan sumberdaya berupa beban kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, kelengkapan alat medis dan non medis dan kekurangan jumlah petugas tidak mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja pelayanan perawat. sehingga dapat direkomendasikan upaya perbaikan untuk kendala yang ada. Kata kunci: kinerja pelayanan, Gross Death Rate (GDR), theory of constraint PENDAHULUAN Keterbatasan organisasi inilah yang dimaksud dengan constraint atau kendala. Constraint atau kendala menjadi semua hal yang dapat membatasi sistem Theory of constraint atau dikenal baik perusahaan maupun organisasi dalam dengan TOC diartikan sebagai pendekatan mencapai target perusahaan atau organisasi untuk peningkatan proses yang berfokus (Goldratt, 2004). Setiap organisasi pada unsur-unsur yang menjadi kendala memiliki keterbatasan sumber daya dalam dan membatasi performa untuk setiap proses kegiatan untuk mencapai meninggikan output. Theory of constraint tujuan (Hansen dan Mowen, 2007). menjelaskan bahwa kinerja organisasi pasti dibatasi minimal oleh satu constraint/kendala (Dettmer, 1998). ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.221-231 Received 24 August 2017, received in revised form 7 October 2017, Accepted 24 October 2017, Published online: December 2019
222 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:221-231 Prinsip dasar TOC adalah setiap satu sakit dengan tipe B. RSU Haji Surabaya sistem mempunyai minimal satu buah berperan dalam meningkatkan pelayanan constraint yang membatasi kinerja sistem kesehatan sesuai dengan fungsi dan tugas tersebut. TOC menekankan bahwa pokoknya. Berdasarkan hasil pencapaian perbaikan performa constraint akan indikator kinerja pelayanan di RSU Haji langsung menghasilkan perbaikan Surabaya angka GDR mengalami performa sistem secara menyeluruh (Sadat, peningkatan setiap tahun dari tahun 2012 2009). hingga 2015 namun pada tahun 2016 menurun. Menurut Wijono dalam Kinerja pelayanan didefinisikan Satrianegara (2014) performa/kinerja sebagai seluruh hasil pada saat rumah sakit dapat dilihat melalui performa memberikan pelayanan selama periode pelayanan antara lain Average Length of tertentu, contohnya sasaran/kriteria/target Stay/ALOS, Turn Over Interval/TOI, Net yang sudah ditentukan terlebih dahulu dan Death Rate/NDR, Bed Turn Over/BTO, sudah disepakati oleh bersama, standar dari Bed Occupancy Ratio/BOR, Gross Death hasil kerja. Menurut Juran (1988) dan Rate/GDR rata-rata kunjungan poliklinik Maxwell (1984) dalam Pohan (2007) per hari. mengatakan bahwa kinerja pelayanan rawat inap dapat diukur dan diamati Berdasarkan data sekunder yang melalui informasi, kompetensi teknis, diperoleh dan telah diolah oleh peneliti hubungan antar manusia, lingkungan dan trend pencapaian GDR RSU Haji Surabaya ketepatan waktu. dari tahun 2012 hingga 2015 mengalami peningkatan sedangkan pada tahun 2016 Rumah sakit yang mempunyai menurun. Angka BOR pada tahun 2012 mutu pelayanan yang baik akan menjadi hingga 2016 belum mencapai target yaitu pilihan utama bagi masyarakat. Pelayanan 70% dan angka GDR yang meningkat yang memiliki mutu baik dari sebuah setiap tahun menunjukkan kinerja rumah sakit akan membuat persepsi dari pelayanan masih ada yang belum sesuai pandangan pasien/pelanggan tentang dan harus ditingkatkan. Penelitian ini akan layanan rumah sakit semakin bagus, menggunakan pendekatan TOC yang selanjutnya akan mempengaruhi merupakan suatu teori manajemen yang peningkatan penggunaan jasa rumah sakit dapat membantu suatu organisasi atau sehingga kualitas pelayanan rumah sakit perusahaan untuk mengidentifikasi juga semakin baik. Menurut Satrianegara hambatan-hambatan yang mempengaruhi (2014), indikator pelayanan mutu proses produksi, kemudian dengan pelayanan kesehatan ada beberapa, yaitu memaksimalkan sumber daya yang salah satunya mengukur tingkat efisiensi dimiliki untuk meningkatkan kinerja dan rumah sakit menggunakan indikator mutu keutungan serta dapat memaksimalkan pelayanan, indikator mutu pelayanan throughput. digunakan sebagai pengaturan tingkat efisiensi rumah sakit meliputi jumlah Penelitian ini bertujuan untuk pasien jatuh dari tempat tidur, unit cost menganalisis hambatan sumber daya yang rawat jalan, jumlah pasien mengalami ada dalam kinerja pelayanan berdasarkan dekubitus, Average Length of Stay/ALOS theory of constraint serta pengaruh adanya 7-10 HARI, Bed Turn Over/BTO 5-45 hambatan pada kinerja pelayanan perawat kali/1 tempat tidur/tahun, Bed Occupancy di instalasi rawat inap RSU Haji Surabaya. Ratio/BOR 70-85%, Turn Over Diharapkan dengan adanya penelitian ini Interval/TOI 1-3 hari tempat tidur yang dapat menemukan hambatan yang ada kosong. dalam kinerja pelayanan serta dapat menggambarkan tingkat kinerja pelayanan Rumah Sakit Umum (RSU) Haji perawat, meskipun pada suatu sistem Surabaya merupakan salah satu organisasi dibatasi minimal oleh satu kesehatan yang termasuk dalam rumah
Vida Indira Puspita dan Setya Haksama, Identifikasi Resources Constraint ... 223 kendala/hambatan. Sehingga dapat tinggi, nilai 3 untuk jawaban cukup tinggi, direkomendasikan suatu upaya perbaikan nilai 2 untuk jawaban rendah dan nilai 1 untuk meminimalisir kendala tersebut. untuk jawaban sangat rendah. Kemudian dikategorikan menurut hasil yaitu rendah METODE PENELITIAN dengan nilai 1-2, sedang dengan nilai 2,01- 3, dan kategori tinggi dengan nilai 3,01-4. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yaitu hanya karena Untuk mengetahui hasil pengaruh mengumpulkan fakta dari gejala yang ada dari resource constraint terhadap kinerja dengan mengamati dan mencatat tanpa pelayanan maka dilakukan uji regresi memberika perlakuan apapun kepada logistik menggunakan SPSS. Penelitian ini subyek dan deskriptif karena peneliti ingin telah memperoleh keterangan lolos kaji menjelaskan hasil dari kuisioner dari hasil etik dari Komisi Etik FKM No : 299- penelitian. Rancang bangun penelitian ini KEPK. cross sectional karena dilakukan di satu waktu tertentu. Populasi penelitian ini HASIL adalah 135 perawat di instalasi rawat inap RSU Haji Surabaya. Penentuan sampel TOC terdapat konsep penting yaitu ditentukan dengan teknik simple random bahwa semua organisasi minimal sampling menggunakan asumsi bahwa mempunyai satu kendala di dalamnya. populasi dalam penelitian ini dianggap Kendala adalah suatu aspek yang homogen, mudah dan estimator populasi membatasi perusahaan/organisasi dalam tidak bias (Budijanto, 2015). Besar sampel mencapai keberhasilan. Kendala sumber penelitian ini sebanyak 56 perawat. daya (resource constraint) menurut Kaplan dan Atkinson (1998) merupakan kendala Pengumpulan data dilakukan yang berupa kompetensi faktor input dengan menggunakan kuisioner penelitian produksi, seperti jam mesin, bahan baku mengenai kendala dalam kinerja pelayanan dan tenaga kerja. Menurut Dettmer dan instalasi rawat inap RSU Haji Surabaya Schragenheim (2000) Resource constraint berdasarkan theory of constraint. Lima merupakan kendala yang berasal dari langkah berurutan TOC yang sumber daya manusia serta mesin yang dikembangkan Goldrat yang bertujuan dimiliki suatu organisasi. Terdapat untuk memperbaiki suatu sistem, yaitu; beberapa faktor penting dalam sumber mengidentifikasi kendala, memanfaatkan daya yang dapat memenuhi kinerja. Mesin sistem yang ada, subordinasi sumber produksi juga dapat mempengaruhi proses lainnya, memaksimalkan sistem, jika dalam suatu organisasi. Resource ditemukan kendala baru, maka kembali ke constraint adalah segala sesuatu yang langkah pertama. Pada penelitian ini menghambat kinerja pelayanan yang hanya membahas tentang resource berasal dari sumber daya manusia dan constraint yang berhubungan dengan peralatan yang digunakan. Resource kinerja pelayanan. Kategori constraint atau constraint terdiri dari 7 variabel yaitu bukan constraint dihitung dengan beban kerja, sikap petugas, kelengkapan menggunakan nilai median komposit. sarana dan prasarana, kelengkapan alat subvariabel dengan rentang nilai komposit medis dan non medis, jumlah petugas, 56-140 dikategorikan sebagai constraint. kerusakan alat medis dan non medis, dan Sementara itu, variabel dengan rentang kompetensi petugas. nilai komposit 140,1-224 dikategorikan sebagai bukan constraint. Berikut ini merupakan hasil perhitungan nilai komposit untuk Variabel kinerja pelayanan dalam mengetahui mana yang constraint dan penelitian ini diukur menggunakan skala bukan constraint. likert yaitu nilai 4 untuk jawaban sangat
224 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:221-231 Tabel 1. Constraint Kinerja Pelayanan Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya pada tahun 2017 Penilaian Responden Jumlah Skor Variabel Tidak Sesuai Sesuai (bobot Kategori Komposit Komposit Beban Kerja (bobot 1) 4) Sikap Petugas Kelengkapan Sarana dan F Nilai f Nilai Prasarana Kelengkapan Alat Medis 28 28 28 112 140 Constraimt dan Non Medis 206 Bukan Constraint Jumlah Petugas 6 6 50 200 Kerusakan Alat Medis Constraint dan Non Medis 31 31 25 100 131 Kompetensi Petugas 28 28 28 112 Constraint 41 41 15 60 140 14 14 42 168 0 0 56 224 101 Constraint Bukan Constraint 182 224 Bukan Constraint Berdasarkan Tabel 1. dapat Tabel 2. Kategeori Variabel Kinerja diketahui bahwa terdapat empat variabel Pelayanan dengan kategori constraint. Keempat variabel tersebut yaitu beban kerja, Penilaian Jumlah Persentase kelengkapan sarana dan prasarana, (Orang) (%) kelengkapan alat medis dan non medis dan Rendah jumlah petugas. keempat variabel yang Sedang 0 0,00 termasuk ke dalam kategori constraint Tinggi 46 82,14 merupakan kendala atau hambatan yang 10 17,86 ada di dalam kinerja pelayanan perawat. Total 56 100,00 terdapat tiga variabel yang masuk ke dalam kategori bukan constraint yaitu sikap Berdasarkan Tabel 2. dapat petugas, kerusakan alat medis dan non diketahui bahwa kinerja pelayanan yang medis, serta kompetensi petugas. jumlah dilakukan oleh perawat terbanyak petugas mendapatkan skor komposit termasuk ke dalam kategori sedang, namun terendah dan kompetensi petugas ada juga perawat yang masuk ke dalam mendapatkan jumlah skor komposit kategori tinggi, dan tidak ada perawat yang tertinggi. kinerja pelayanan masuk ke dalam kategori rendah. Tabel 3. Signifikasi Pengaruh Resource Constraint terhadap Kinerja Pelayanan Variabel p value Exp (β) Ket. Beban Kerja 0,525 - Tidak Signifikan Sikap Petugas 0,999 - Tidak Signifikan Kelengkapan Sarana dan Prasarana 0,635 - Tidak Signifikan Kelengkapan Alat Medis dan Non Medis 0,174 - Tidak Signifikan Jumlah Petugas 0,908 - Tidak Signifikan Kerusakan Alat Medis dan Non Medis 0,173 - Tidak Signifikan Kompetensi Petugas - - Tidak Signifikan
Vida Indira Puspita dan Setya Haksama, Identifikasi Resources Constraint ... 225 Berdasarkan Tabel 3. dapat kendala terbatas dan bukan berarti kendala diketahui bahwa dari uji regresi logistik kapasitas. Jika suatu kendala telah berganda pada resource constraint tidak dipecahkan, maka kendala berikutnya ada variabel yang signifikan dapat diidentifikasi dan diperbaiki. mempengaruhi kinerja pelayanan di Realisasi di lapangan bahwa dengan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum adanya hambatan dalam kinerja pelayanan, Haji Surabaya. Variabel dikatakan tidak mempengaruhi secara langsung ke mempengaruhi jika p value < 0,05. Pada dalam kinerja pelayanan perawat. Tingkat hasil penelitian yang sudah dilakukan uji kinerja pelayanan perawat, meskipun regresi logistik berganda tidak ada p value adanya hambatan tidak ada yang masuk < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kategori rendah, hanya saja masih tidak ada variabel yang signifikan beberapa perawat yang sudah bisa mempengaruhi kinerja pelayanan di mencapai tingkat kinerja pelayanan tinggi. Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Tetapi sebagian besar perawat sudah Haji Surabaya. masuk ke dalam kategori sedang dalam kinerja pelayanan. Hambatan dalam kinerja pelayanan tidak mempengaruhi kinerja pelayanan Pihak manajemen harus tetap perawat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. memperhatikan hambatan yang ada dalam bahwa dengan adanya hambatan/ kendala kinerja pelayanan perawat. pihak tidak signifikan mempengaruhi kinerja manajemen dapat mengidentifikasi dan pelayanan perawat untuk mencapai ke mengatur kendala/hambatan yang ada tingkat kinerja yang tinggi. sehingga dapat meningkatkan dan memperbaiki kinerja pelayanan perawat PEMBAHASAN serta dapat menemukan jika ada hambatan/kendala yang baru dalam kinerja Constraint dalam kinerja pelayanan pelayanan di instalasi rawat inap Rumah di instalasi rawat inap RSU Haji Surabaya Sakit Umum Haji Surabaya. hanya akan menghambat ke pencapaian kinerja yang lebih tinggi. Namun setelah Tersine (1994) mendefinisikan dilakukan uji regresi logistik dapat dilihat TOC sebagai suatu filosofi pada bahwa dengan adanya constraint dalam identifikasi atas kendala untuk pncapaian kinerja pelayanan tidak mempengaruhi tujuan perusahaan. Dengan demikian TOC signifikan secara langsung. Constraint memusatkan perhatian pada kendala atau atau kendala sebagai segala hal yang hambatan yang dapat memperlambat membatasi sistem, baik organisasi ataupun kiernja suatu sistem. perusahaan (Goldratt,2004). Constraint juga dapat didefinisikan sebagai segala Langkah pertama dalam tahapan sesuatu yang menghambat suatu sistem theory of constraint adalah penentuan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. kendala. Penentuan kendala diperoleh dari Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel.2 menghitung nilai constraint per variabel. kinerja pelayanan yang dilakukan oleh Dalam penelitian ini hanya membahas perawat terbanyak masuk ke dalam tentang resource constraint yang kategori sedang. TOC memiliki dasar yaitu berhubungan dengan kinerja pelayanan. bahwa setiap organisasi minimal Hasil perhitungan nilai constraint mempunyai satu kendala yang dapat ditunjukkan pada Tabel 1. Setelah menghambat pencapaian kinerja yang mengidentifikasi kendala pada langkah tinggi. Kendala-kendala tersebut pertama tahapan TOC kemudian seharusnya diidentifikasi dan diatur untuk memprioritaskan hambatan/kendala mana memperbaiki kinerja, biasanya jumlah yang akan terlebih dahulu untuk diperbaiki. Cara untuk memprioritaskan hambatan/kendala mana yang akan terlebih
226 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:221-231 dahulu untuk diperbaiki adalah Kelengkapan alat kesehatan krusial memprioritaskan menurut pengaruh menurut Depkes (2008) yaitu faktor yang terhadap tujuan, meskipun mungkin ada memegang peranan penting dalam beberapa kendala dalam suatu periode menyelenggarakan pelayanan kesehatan waktu, namun biasanya hanya sedikit kepada masyarakat adalah peralatan kendala yang sesungguhnya dalam suatu kesehatan. Perlunya dukungan dari sistem. peralatan kesehatan yang selalu dalam keadaan lengkap jenis, dapat difungsikan Uji signifikan pengaruh yang telah dengan baik serta siap pakai dapat dilakukan menggunakan SPSS dengan Uji menghasilkan pelayanan kesehatan yang regresi logistik berganda, maka untuk berkesinambungan. Jika alat medis dan prioritas masalah dapat dilihat dari p value non medis lengkap maka kinerja pelayanan yang paling mendekati angka 0,05. yang dilakukan petugas pun juga baik dan Menggunakan angka 0,05 karena suatu seimbang. Sebaliknya jika alat medis dan variabel akan signifikan berpengaruh jika p non medis tidak lengkap maka kinerja value menunjukkan angka kurang dari pelayanan yang dilakukan petugas tidak 0,05. Maka dari hasil penelitian Tabel 3. akan bisa maksimal. Berdarkan hasil variabel yang mendekati angka 0,05 adalah penelitian pada Tabel 1. Kelengkapan alat kelengkapan alat medis dan non medis medis dan non medis termasuk ke dalam dengan p value sebesar 0,174, beban kerja kategori constraint. dengan p value 0,525, kelengkapan sarana dan prasarana dengan p value 0,635, dan Kelengkapan alat medis dan non jumlah petugas dengan p value 0,908. Jadi medis menjadi salah satu hambatan dalam untuk memperbaiki hambatan/kendala kinerja pelayanan yang ada di instalasi yang ada di Instalasi Rawat Inap Rumah rawat inap Rumah Sakit Umum Haji Sakit Umum Haji Surabaya prioritas Surabaya namun tidak signifikan hambatan/kendala yang akan diperbaiki berpengaruh terhadap kinerja pelayanan terlebih dahulu adalah kelengkapan alat petugas. Pada ayat 1 pasal 16 UU. No. 44 medis dan non medis kemudian beban Tahun 2009 tentang Rumah Sakit kerja petugas. Setelah hambatan/kendala di mengatakan bahwa peralatan medik dan prioritaskan maka dapat berlanjut ke non medik harus memenuhi standar langkah kedus dalam theory of constraint pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi yaitu menemukan solusi dari kecukupan jumlah hambatan/kendala yang telah ditemukan. Lengkap tidaknya alat medis dan Langkah kedua dalam tahapan non medis termasuk dalam kelengkapan Theory Of Constraint adalah menemukan sarana di rumah sakit, menurut Depkes solusi dari hambatan/kendala yang telah (2008) pelayanan kesehatan perlu ditemukan. Dalam mengatasi kendala yang didukung dengan peralatan yang selalu ada ditentukan dengan memaksimalkan dalam keadaan siap pakai serta dapat sumber daya yang dimiliki. Yang termasuk difungsikan dengan baik agar dapat ke dalam kategori constraint ialah variabel berkesinambungan. Alat medis di instalasi kelengkapan alat medis dan non medis, rawat inap Rumah Sakit Umum Haji beban kerja, kelengkapan sarana dan Surabaya masih ada yang belum prasarana, serta jumlah petugas. Penjelasan dikalibrasi, dikarenakan pada saat akan tentang empat variabel yang termasuk dilakukan jadwal kalibrasi alat tersebut constraint adalah sebagai berikut. masih dipakai oleh pasien yang sedang rawat inap sehingga harus dilakukan Kelengkapan Alat Medis dan Non Medis penundaan jadwal kalibrasi. Langkah pertama yaitu Kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan menentukan mengidentifikasi kendala pada variabel kebenaran konvensional nilai penunjukan kelengkapan alat medis dan non medis.
Vida Indira Puspita dan Setya Haksama, Identifikasi Resources Constraint ... 227 alat ukur dengan cara membandingkan Kinerja perawat salah satunya terhadap standar ukur yang mampu tertelusur pada standar nasional maupun dapat dipengaruhi oleh beban kerja. Beban internasional. Peralatan medis harus dikalibrasi dan diuji oleh Balai Pengujian kerja perawat menurut Marquis dan Fasilitas Kesehatan institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang Houston (2000) diartikan sebagai semua dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan secara berkala (UU No. 44 aktivitas/kegiatan yang dilakukan perawat Tahun 2009 Pasal 16 ayat 2). Kelengkapan alat medis dan non medis tidak signifikan selama bekerja/bertugas pada unit mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja pelayanan petugas terhadap pasien, pelayanan keperawatan. Beban kerja dapat namun tetap harus diperhatikan agar tidak mempengaruhi sistem yang lainnya secara didefinisikan sebagai patient days yang langsung yaitu mutu pelayanan. melihat pada jumlah prosedur pemeriksaan Langkah kedua adalah menemukan solusi dari hambatan/kendala yang telah kunjungan pada pasien. Terdapat dua ditemukan. Rekomendasi upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan macam beban kerja, yaitu beban kerja mengadakan pengadaan barang/alat medis dan non medis yang dibutuhkan, kemudian kualitatif dan beban kerja kuantitatif. melakukan perencanaan dan membuat daftar alat yang akan dikalibrasi sehingga Beban kerja kualitatif adalah tanggung pada saat jadwal yang telah ditentukan alat yang akan dikalibrasi tidak sedang terpakai jawab yang tinggi dalam memberikan oleh pasien rawat inap. Kalibrasi peralatan medis juga harus dilakukan secara berkala asuhan kepada pasien, sedangkan beban agar dapat berfungsi dengan baik. meski demikian, alat yang sudah dikalibrasi saja kerja kuantitatif adalah besarnya tidaklah cukup. Hal ini juga perlu didukung dengan pengoperasian oleh tugas/pekerjaan yang harus dilaksanakan tenaga ahli, sehingga diperluka sumber daya manusia yang mampu dan menguasai untuk memenuhi keperluan pasein. cara operasi alat tersebut. Ilyas (2002) mengatakan bahwa kelelahan dan keletihan dapat disebabkan oleh beban kerja perawat yang tinggi. Kelelahan dan keletihan perawat dapat terjadi apabila perawat melakukan pekerjaan lebih dari 80% dari standar waktu kerja mereka. Dapat dikatakan bahwa waktu produktif bekerja perawat yaitu kurang lebih 80%, jika perawat bekerja lebih maka beban kerja perawat tidak sesuai dan dikatakan tinggi, sehingga perlu adanya pertimbangan untuk menambah jumlah perawat di ruang perawatan yang bersangkutan dan memerlukan tambahan tenaga perawat. Menurut Mudayana (2012) untuk beban kerja karyawan butuh untuk dikaji dan diperhatikan agar tidak terjadi Beban Kerja kelebihan yang dapat mengakibatkan stress Langkah pertama yaitu yang mempengaruhi pada performance mengidentifikasi kendala pada variabel karyawan. Beban kerja petugas di instalasi beban kerja. Beban kerja adalah sejumlah rawat inap Rumah Sakit Umum Haji aktivitas yang wajib diselesaikan dalam Surabaya tidak berpengaruh secara periode waktu tertentu oleh pemegang langsung terhadap kinerja perawat namun jabatan atau suatu unit organisasi (Menpan, dapat menimbulkan stress yang berakibat 1997). Kinerja merupakan pencapaian pada kinerjanya. Glasser, dkk (1999) yang dapat di capai oleh karyawan dalam beban kerja yang tinggi dapat melaksanakan pekerjaan pada suatu menimbulkan stress sehingga organisasi (Wibowo, 2011). Berdasarkan mempengaruhi kinerja. Besar kecilnya hasil penelitian pada Tabel 1. Diketahui beban kerja tidak akan mempengaruhi bahwa beban kerja termasuk ke dalam kinerja karyawan jika tidak merasakan kategori constraint. stress.
228 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:221-231 Beban kerja menjadi kendala dalam Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. kinerja pelayanan meskipun tidak Kelengkapan sarana dan prasarana berpengaruh secara langsung namun dapat termasuk ke dalam kategori constraint. berakibat pada sistem yang lainnya secara tidak langsung, seperti stress kerja dan Menurut Rundungan, dkk (2015) kelelahan kerja yang dapat berdampak fasilitas yang ada seharusnya dengan jenis kepada performance perawat dalam dan jumlah yang memadai dan selalu melakukan pelayanan. Langkah kedua dalam keadaan siap pakai dan ditunjang yaitu menemukan solusi dari ddengan fasilitas yang lengkap untuk hambatan/kendala yang telah ditemukan. melakukan tindakan. Kelengkapan sarana Rekomendasi upaya perbaikan yang dapat dan prasarana di instalasi rawat inap diberikan adalah dengan melakukan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya masih evaluasi, monitoring serta perbaikan perlu adanya perbaikan seperti pada lift terhadap pemberian beban kerja perawat yang menuju ke instalasi rawat inap shofa sesuai dengan aturan, kemampuan dan dan marwah. Kelengkapan sarana dan kapasitas sumber daya manusia. Pemberian prasarana tidak mempengaruhi signifikan beban kerja yang sesuai untuk petugas secara langsung terhadap kinerja pelayanan adalah agar beban kerja berada di batas perawat terhadap pasien, namun tetap yang sesuai dan wajar dengan tugas yang harus diperhatikan agar tidak telah diberikan di instalasi rawat inap mempengaruhi sistem yang lainnya secara Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Beban tidak langsung yaitu mutu pelayanan. kerja yang normal dapat mempertahankan Selain dari kelengkapan dan penyediaan kinerja perawat karena perawat akan sarana dan prasarana, pemeliharaan dari merasa nyaman dan tidak mengalami stress sarana dan prasarana perlu diperhatikan. dan kelelahan dalam bekerja sehingga Pemeliharaan sarana dan prasarana dapat kinerja perawat akan meningkat dan ditinjau salah satunya adalah kecepatan menjadi lebih baik. waktu. Kecepatan waktu adalah waktu yang diperlukan dimulai dari laporan suatu Kelengkapan Sarana dan Prasarana alat rusak diterima hingga ditanggapinya laporan oleh petugas pemeriksaan. Langkah pertama yatiu Langkah kedua yaitu menemukan mengidentifikasi kendala pada variabel solusi dari hambatan/kendala yang telah ditemukan. Rekomendasi upaya perbaikan kelengkapan sarana dan prasarana. Sarana yang dapat dilakukan adalah dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang dan prasarana secara umum adalah alat ada, lalu mengadakan pengadaan barang/alat yang dibutuhkan, melakukan penunjang keberhasilan suatu proses yang kerja sama operasional dengan pihak ketiga. Contohnya, seperti suatu alat yang dilakukan di dalam pelayanan publik, telah dipinjami oleh distributor atau pabriknya kemudian dari pihak rumah karena apabila keduanya tidak tersedia sakit hanya membeli reagen atau bisa juga alat dari pihak ketiga sharing tariff, maka semua kegiatan yang sudah pembagian tariff tergantung kesepakatan dari pihak terkait bisa 70%-30%, 60%- dilakukan tidak bisa mencapai hasil yang 40% atau sesuai dengan kesepakatan per tindakan. Dari segi sumber daya manusia telah diharapkan sesuai yang sudah dapat ikut serta dalam pelatihan, pendidikan lanjutan, kursus singkat direncanakan. keahlian yang dapat meningkatkan kualitas Menurut Rundungan, dkk (2015) peralatan untuk bekerja harus dipelihara sesuai dengan prosedur, standar, metode siap pakai, sebab jika tidak maka adanya gangguan pada sarana kerja bisa berakibat fatal. Prasarana yang menjadi fasilitas penunjang dari sarana diharapkan sesuai dengan aturan/standar yang telah ditetapkan dan lengkap sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu layanan.
Vida Indira Puspita dan Setya Haksama, Identifikasi Resources Constraint ... 229 dari sumber daya manusia sehingga kinerja Global Health Workface Alliance pelayanan perawat dapat meningkat. (2011) menyatakan terlengkapinya jumlah tenaga kerja juga sangat penting karena Jumlah Petugas tenaga kesehatan adalah kunci utama dalam kesuksesan pencapaian tujuan Langkah pertama yaitu pembangunan kesehatan Jumlah petugas medis (perawat) yang belum terpenuhi di mengidentifikasi kendala dari variabel instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Haji Surabaya tidak signifikan secara jumlah petugas. Rumah sakit yaitu langsung mempengaruhi kinerja pelayanan petugas, namun dapat mempengaruhi perusahaan pelayanan jasa, dimana hasil sistem yang lain seperti mutu pelayanan. Contohnya kecepatan pelayanan petugas yang dihasilkan sifatnya tidak berwujud dalam menangani pasien, karena adanya kekurangan jumlah petugas sehingga dan berasal dari pemberi pelayanan yang pasien harus bergantian dan menunggu giliran untuk mendapatkan pelayanan. dalam hal ini adalah SDM atau petugas. Pasien yang tidak sabar menunggu akan mengeluh sehingga tingkat kepuasan Sumber daya manusia merupakan aspek pasien menurun dan mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit. penting baik pada produksi maupun Langkah kedua yaitu menemukan penyampaian jasa. Sumber daya manusia solusi dari hambatan/kendala yang telah ditemukan. Kendala yang ditemukan menjadi bagian penting dimana perusahaan adalah kurangnya jumlah perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum jasa menciptakan nila tambah dan Haji Surabaya karena adanya perkembangan pelayanan dan pertambahan memperoleh keunggulan kompetensinya. jumlah pasien. Rekomendasi upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah Jumlah petugas (perawat) yang belum pihak manajemen rumah sakit membuat rencana kebutuhan sumber daya manusia dapat dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit secara sesuai dan tepat. Setelah itu mengadakan rekruitmen pegawai baru Umum Haji Surabata sesuai dengan khususnya perawat sesuai dengan rencana kebutuhan sumber daya manusia yang perkembangan pelayanan dan pertambahan telah dibuat. kesesuaian jumlah rencana kebutuhan sumber daya manusia yang jumlah pasien menjadi kendala dalam kerja telah dibuat, agar bisa melakukan optimalisasi pada pelayanan yang sedang pelayanan di instalasi rawat inap Rumah berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan pasien. Selain Sakit Umum Haji Surabaya. Berdasarkan rekruitmen, upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan rotasi/mutasi. hasil penelitian pada Tabel 1. diketahui Rotasi yaitu perputaran satu karyawan dari unit satu ke unit yang lain, sedangkan bahwa kurangnya jumlah petugas termasuk mutasi adalah perpindahan satu karyawan dari satu instansi ke instansi yang lain. ke dalam kategori constraint. Mutasi/rotasi perawat dapat dilihat dari analisis beban kerja perawat, jadi perawat Kurangnya jumlah petugas tidak signifikan secara langsung mempengaruhi kinerja pelayanan. Dalam melakukan upaya rumah sakit dalam memberikan pelayanan medis yang memuaskan terdapat suatu hambatan yaitu keterbatasan fasilitas penunjang terutama teknologi kedokteran yang merupakan poin penting dalam penanganan tindak medis dan keterbatasan sumber daya. Sementara untuk menghasilkan fasilitas penunjang dan sumber daya membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga untuk beberapa unsur penting dari sumber daya manusia dilalaikan. Pentingnya unsur manajemen kinerja, masih banyak manajemen rumah sakit yang kurang memahami. Pada saat sumber daya manusia dirasa sebagai salah satu aset organisasi atau perusahaan, maka proses peningkatan mutu kinerja dan biaya yang dikeluarkan akan menjadi aset jangka panjang yang dimiliki.
230 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:221-231 yang beban kerjanya rendah dapat di Haji Surabaya yaitu empat variabel. rotasi/mutasi ke unit dengan beban kerja Variabel tersebut adalah beban kerja, yang tinggi. kelengkapan sarana dan prasarana, kelengkapan alat medis dan non medis Upaya yang akan dilakukan serta kekurangan jumlah petugas. keempat terlebih dahulu adalah dari variabel tersebut masuk ke dalam kategori hambatan/kendala kelengkapan alat medis constraint karena jumlah skor kompositnya dan non medis kemudian beban kerja, kurang dari sama dengan 140. kelengkapan sarana dan prasana dan yang terakhir adalah upaya perbaikan untuk Kinerja pelayanan perawat di jumlah petugas. Upaya yang dilakukan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum sesuai dengan prioritas hambatan/kendala Haji Surabaya tidak signifikan yang diminimalisir terlebih dahulu. Upaya mempengaruhi secara langsung meskipun yang telah dilakukan diharapkan dapat adanya hambatan/kendala didalamnya, meminimalisir kendala/hambatan yang tetapi hambatan/kendala yang terjadi dapat dapat membatasi kinerja pelayanan mempengaruhi sistem lain yang ada. perawat di instalasi rawat inap Rumah Rekomendasi upaya perbaikan yang dapat Sakit Umum Haji Surabaya. Bilamana dilakukan adalah dengan melakukan rekomendasi upaya yang telah dilakukan perencanaan dan membuat daftar alat yang masih belum bisa memecahkan akan dikalibrasi, melakukan kalibrasi kendala/hambatan yang ada, maka dapat secara berkala, melakukan evaluasi, dilakukan penilaian/evaluasi kegiatan monitoring serta perbaikan terhadap ataupun evaluasi kebiajakan yang pemberian beban kerja sesuai dengan mendukung kinerja pelayanan. aturan, kemampuan dan kapasitas SDM, memaksimalkan sarana dan prasarana yang Namun jika hambatan/kendala ada, melakukan rotasi/mutasi pegawai. dapat diselesaikan dengan upaya yang telah dipilih, maka tahap selanjutnya DAFTAR PUSTAKA adalah kembali ke tahap awal yaitu identifikasi kembali hambatan/kendala Astuti, W.B. 2015. Analisis Kinerja yang membatasi kinerja pelayanan di Pelayanan Instalasi Rawat Inap instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum RSUD Kabupaten Pacitan dengan Haji Surabaya. Identifikasi Pendekatan Theory Of Constraint. hambatan/kendala dilakukan kembali Surabaya: Universitas Airlangga. untuk mengetahui apabila ditemukan kendala baru yang menjadi penghambat Cox, J.F & Schleier, J.G. 2010. Theory Of dalam kinerja pelayanan. Hal ini sesuai Constraint Handbook. New York: dengan proses atau tahap implementasi McGraw Hill. Theory Of Constraint yang merupakan siklus tidak terputus. Dengan demikian Dettmer, H.W. 1998. Constraint Theory: A rumah sakit yang menerapkan Theory Of Logic-Based Approach to System Constraint akan dapat menyelesaikan Improvement [eelectronic version], masalah atau kendala yang ditemukan [online] kemudian menentukan upaya perbaikan dari kendala tersebut, sehingga kinerja Dettmer, H.W. 2000. Constraint pelayanan akan menjadi lebih baik. Management. America: Quality America Inc. SIMPULAN Glasser, N.D. Tatum, B.C. Nebeker, M.D. Resource constraint yang Sorensen, C.R. Aiello, R.J. 1999. ditemukan pada kinerja pelayanan di Wirkload and Social Support: Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Effect on Performance and Stres, Human Performance, 12 (2), 155- 176.[https://doi.org/10.1080/08959 289909539865]
Vida Indira Puspita dan Setya Haksama, Identifikasi Resources Constraint ... 231 Goldratt, E.M. 2004. The Goal: A Process Fakultas Kesehatan Masyarakat of Ongoing Improvement. s.l:s.n. Universitas Airlangga. Hansen, D.R., Mowen, Maryanne M. 2000. Rundungan, Ria O. Rattu, AJM. Mariaty, Management Accounting 6th ed. NW. 2015. Analisis Kinerja USA: International Thompson Petugas Kesehatan Gigi Terhadap Publishing. Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Ilyas, Y. 2002. Kinerja, teori, penilaian, Mulut Di Poliklinik Gigi RSUD dan penelitian. Jakarta: Pusat Datoe Binangkang Kabupatn Kajian Ekonomi Kesehatan FKM Bolaang Mongondow. Manado: Universitas Indonesia Program Pascasarjana Fakultas Kaplan, R.S. & Atkitson, A.A. 1998. Kesehatan Masyarakat Universitas Advanced Management Sam Ratulangi. Accounting. New Jersey: Prentice Sadat, S. 2009. Theory Of Constraint For Hall Inc. Publicly Funded Health System. Marquis, B.L. dan Huston, C.L. 2000. [online] Leadership roles and management Satrianegara, M.F. 2014. Organisasi dan function in nursing. (3rd ed) Manajemen Pelayanan Kesehatan. Philadelphia: Lippincot- Raven Jakarta: Salemba Medika. Publisher. Satria, Wa. Sidin, A Indahwaty. Noor, Menpan. 1997. Definisi Beban Kerja. Noer Bahry. 2013. Hubungan [online] Beban Kerja Dengan Kinerja Mudayana, A.A. 2012. Hubungan Beban Perawat Dalam Kerja Dengan Kinerja Karyawan Mengimplementasikan Patient Di Rumah Sakit Nur Hidayah Safety Di Rumah Sakit Universitas Bantul. Yogyakarta: Fakultas Hasanuddin Tahun 2013. Kesehatan Masyarakat. Universitas Makassar: Fakultas Kesehatan Ahmad Dahlan. Masyarakat UNHAS. Mulyono, M.Hadi. Hamzah, Asiah. Suriana. 2014. Analisis Kinerja Perawat Abdullah, Zulkifli. 2013. Faktor (Studi Ruang Rawat Inap Di Yang Berpengaruh Terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Tanjung Uban Provinsi Kepulauan Tingkat III 16.06.01 Ambon. Riau). Riau: Program Ilmu Makassar: Fakultas Kesehatan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Masyarakat UNHAS. Sosial dan Politik Universitas Pohan Imbali. 2007. Jaminan Mutu Maritim Raja Ali Haji. Layanan Kesehatan Dasar-Dasar Tersine, R.J. 1994. Principles of Inventory Pengerian dan Penerapak EGC. and Materials Management. New Jakarta. Jersey: Prentice Hall Inc. Puspita, Vida Indira. 2017. Analisis Undang-Undang Kesehatan Nomor 44 Kinerja Pelayanan di Instalasi Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rawat Inap Rumah Sakit Umum Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja Haji Surabaya dengan Pendekatan (Edisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Theory Of Constraints. Surabaya: Persada.
APLIKASI REGRESI ORDINAL PADA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP AKTIFITAS ENZIM CHOLINESTERASE DARAH (Studi di Dusun Binangun Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu) THE APPLICATION OF ORDINAL REGRESSION ON THE INFLUENCING FACTORS OF THE CHOLINESTERASE ENZYME OF BLOOD ACTIVITY (Study in Binangun Sub-village, Bumiaji Village, Bumiaji Subdistrict, Batu City) Diky Novariyanto1, Arief Wibowo1 1Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Diky Novariyanto Email: [email protected] ABSTRACT The case of pesticide contamination in Batu City in 2017 was relatively high, with the percentage of 82.7%. The case of pesticide contamination could be detected by examining the cholinesterase enzyme activity in blood. The Bumiaji villagers (Batu City) mostly work as a pesticide spray farmers. The study aims to analyze the factors that affect cholinesterase enzyme’s activities on the blood of the farmers who spray pesticide. The study was observational with cross-sectional design and used ordinal regression method. The research samples were 81 farmers selected through accidental sampling method. The independent variables of this study were the use of Personal Protective Equipment (PPE) and farmers’ work duration. The dependent variable of this study was the cholinesterase enzyme’s activities in the farmers’ blood. The results of the study were that most farmers experienced cholinesterase enzyme activity changes, misused PPE (80.2%), and worked for less than 8 hours each day (92.6%). Based on the ordinal regression analysis, the variables which affected to the cholinesterase enzyme activity of the farmers’ blood was the use of PPE with a p-value of 0.00 < α (0.05). Based on the regression model, the farmers who properly used PPE had 0.12 higher chance to avoid the change of cholinesterase enzyme activity in the blood. It is necessary to held a dissemination about the use of personal protective equipment to the farmers, as a preventive effort by the district health office, local village office, and the management of farmer groups in Binangun sub-village, Bumiaji Village, Bumiaji Subdistrict, Batu City. Keywords: Cholinesterase enzyme activity, pesticide, farmers ABSTRAK Kasus kontaminasi pestisida di Kota Batu pada tahun 2017 cukup tinggi, dengan persentase sebesar 82,7%. Kasus kontaminasi pestisida dapat dideteksi dengan pemeriksaan aktifitas enzim cholinesterase darah. Penduduk Desa Bumiaji sebagian besar berprofesi sebagai petani penyemprot pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap aktifitas enzim cholinesterase darah petani. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancang bangun cross sectional dan menggunakan metode regresi ordinal. Populasi penelitian ini sebanyak 100 petani, dengan sampel penelitian sebanyak 81 petani yang dipilih secara accidental sampling dari kelompok petani Bumijaya II dan Bumi Abadi Utara. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Binangun Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Variabel independen (faktor) penelitian yaitu pemakaian kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) dan karakteristik petani (lama kerja). Variabel dependen penelitian yaitu aktifitas enzim cholinesterase darah petani. Hasil penelitian adalah sebagian besar petani mengalami perubahan aktifitas enzim cholinesterase darah, petani yang tidak menggunakan kelengkapan APD sesuai aturan (80,2%), dan bekerja selama kurang dari 8 jam perhari (92,6%). Berdasarkan analisis regresi ordinal, faktor yang berpengaruh terhadap aktifitas enzim cholinesterase darah petani adalah pemakaian kelengkapan APD dengan nilai p (0,00) kurang dari α (0,05). Berdasarkan model regresi ordinal yang tersusun, petani yang memakai kelengkapan APD sesuai aturan berpeluang 0,12 kali lebih besar untuk terhindar dari perubahan aktifitas enzim cholinesterase darah. Perlu adanya kegiatan sosialisasi penggunaan alat pelindung diri kepada petani sebagai upaya preventif yang dilakukan oleh dinas kesehatan, perangkat desa dan pengurus kelompok petani di Dusun Binangun Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Kata kunci: aktifitas enzim cholinesterase, pestisida, petani ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.232-242 Received 31 March 2017, received in revised form 7 April 2017, Accepted 16 April 2017, Published online: December 2019
Diky Novariyanto dan Arief Wibowo, Aplikasi Regresi Ordinal Pada... 233 PENDAHULUAN dalam tubuh melalui alat pencernaan atau digesti, saluran pernafasan atau inhalasi Pestisida merupakan bahan kimia, dan melalui permukaan kulit yang tidak campuran atau bahan-bahan lain yang terlindungi atau penetrasi. Apabila bersifat bioaktif. Pestisida telah pestisida golongan organofosfat dimanfaatkan secara luas di berbagai mengkontaminasi manusia dalam jangka bidang kehidupan masyarakat, terutama waktu lama, maka dapat menimbulkan dalam bidang pertanian (Raini, 2007). efek berupa kontaminasi (keracunan) Penggunaan pestisida dalam bidang pestisida kronis yang akan berpotensi pertanian sudah menjadi hal yang wajar. karsinogen pada tubuh manusia Pestisida sering digunakan untuk (Novarianto, 2013). memberantas hama dan penyakit pada tanaman, baik buah, sayur, dan tanaman Enzim cholinesterase secara hias. Bahkan, dewasa ini, petani sudah normal bertugas menghidrolisis senyawa semakin akrab dengan sarana produksi asetilkolin menjadi asetat dan kholin. Pada pestisida, meski penggunaannya berpotensi saat aktifitas enzim cholinesterase menimbulkan dampak negatif, baik bagi terhambat dapat mengakibatkan pengguna, konsumen, dan lingkungan, peningkatan jumlah senyawa asetilkolin serta akan berdampak pula pada sosial yang mengikat reseptor muskarinik dan ekonomi masyarakat (Wibowo, 2017). nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal ini dapat menyebabkan Menurut Djojosumarto dalam timbulnya gejala keracunan yang (Novarianto, 2017) Pestisida pada berpengaruh pada seluruh tubuh (Karyadi, dasarnya bersifat racun dan berpotensi 2008). Kasus kontaminasi pestisida mengandung bahaya. Ketidakbijaksanaan organofosfat dapat dideteksi dengan dalam penggunaan pestisida dapat pemeriksaan aktifitas enzim cholinesterase menimbulkan beberapa dampak negatif darah dengan menggunakan Tintometer Kit bagi pengguna. Pestisida bisa (Sutrisna, 2011). mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan Cholinesterase yaitu suatu enzim keracunan. Keracunan yang diderita oleh yang terdapat pada cairan ekstra seluler pengguna dapat berupa keracunan akut yang berfungsi menghentikan aksi dari ringan dengan gejala sakit kepala, iritasi asethilcholin dengan jalan menghidrolisa kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare; menjadi kholin dan asam asetat. keracunan akut berat yang dirasakan Asetilcholin adalah suatu neurohormon adalah mual, menggigil, kejang perut, sulit yang terdapat antara ujung-ujung saraf dan bernafas, keluar air liur, pupil mata otot sebagai media kimia yang fungsinya mengecil, dan denyut nadi meningkat, meneruskan rangsangan saraf/impuls ke bahkan bisa mengakibatkan kematian; dan reseptor sel-sel otot dan kelenjar (Guntur, keracunan dalam jangka waktu lama 2014). Pestisida yang masuk kedalam (kronis) yang dapat menimbulkan tubuh, baik melalui kulit, mulut dan gangguan kesehatan, diantaranya iritasi saluran pencernaan serta saluran mata dan kulit, cacat pada bayi, kanker, pernafasan akan berpengaruh terhadap mutasi gen, gangguan endokrin, gangguan aktifitas enzim cholinesterase. Apabila reproduksi, tetratogenesis, blood disorder enzim cholinesterase dalam tubuh terikat serta gangguan saraf, hati, ginjal dan oleh pestisida jenis organofosfat, maka pernafasan. kerja saraf akan terganggu. Dengan demikian gerak otot tidak dapat Pestisida yang paling banyak dikendalikan, akhirnya terjadi kekejangan, digunakan di Indonesia adalah pestisida lumpuh atau pingsan yang bisa jenis organofosfat (Desimal, 2013). menyebabkan kematian (Guntur, 2014). Pestisida organofosfat dapat masuk ke
234 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:232-242 Tabel 1. Pengukuran Aktifitas Enzim Cholinesterase Darah Aktifitas Tingkat Tindakan Penyelamatan Cholinesterase Keracunan 76%-100% Normal Dapat terus bekerja, namun perlu pemeriksaan berkala Melakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya sama, 51%-75% Keracunan Ringan pekerja dijauhkan dari pestisida organfosfat, kemudian melakukan pemeriksaan ulang dalam waktu 2 minggu. 26%-50% Keracunan Melakukan pemeriksaan ulang, jika hasilnya sama, Sedang: menghentikan paparan pestisida pada pekerja, dan bila ditemukan gejala perlu memberikan pemeriksaan dokter. Keracunan Berat Melakukan pemeriksaan ulang dan melarang pekerja 0%-25% dan sangat untuk bekerja sampai ada rekomendasi dari dokter. berbahaya Sumber: Novariyanto, 2013 petani. Sebesar 82,7% petani di Kota Batu mengalami kasus kontaminasi pestisida Berdasarkan penelitian terdahulu (Dinkes, 2017). Tidak semua kasus (Asyim, 2009); (Wanodya, 2011) dan kontaminasi pestisida menyebabkan (Novariyanto, 2013), menyatakan bahwa korban jiwa, namun seluruh kasus telah perubahan aktifitas enzim cholinesterase terbukti diakibatkan oleh kontaminasi darah yang disebabkan oleh kontaminasi pestisida. Data Departemen Kesehatan pestisida dapat diklasifikasikan menjadi Republik Indonesia tentang monitoring empat tingkatan yaitu kategori normal, kontaminasi pestisida organofosfat pada keracunan ringan, keracunan sedang dan petani yang terdapat di 27 provinsi keracunan berat. Pengukuran tingkat menunjukkan bahwa 38,18% petani aktifitas enzim cholinesterase darah dapat mengalami kontaminasi pestisida dengan digolongkan pada tabel 1. rincian berikut: 1,3% petani mengalami keracunan berat; 9,98% petani terindikasi Organisasi kesehatan dunia (WHO) keracunan sedang; dan 26,89% petani memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta kasus kontaminasi pestisida atau keracunan ringan (Raini, 2007). sekitar 68.493 kasus setiap hari. Salah satu Berdasarkan litbangkes Dinas penelitian di Multan Pakistan, selama tahun 1996-2000 menemukan 578 pasien Kesehatan Kota Batu pada tahun 2012 yang keracunan di suatu rumah sakit. kepada 330 petani yang tersebar di 3 kecamatan (Kecamatan Batu, Bumiaji Sebanyak 370 pasien terdiagnosa kasus dan Junrejo), didapatkan hasil sebagian kontaminasi pestisida dengan korban jiwa besar petani (73,5%) mengalami sebanyak 54 orang yaitu terjadi pada keracunan ringan. Sebanyak 75% petani petani atau pekerja di bidang pertanian yang mengalami keracunan ringan (Raini, 2007). Di Indonesia, berdomisili di Kecamatan Bumiaji. Hasil ketergantungan petani akan pestisida dapat produksi pertanian di Kecamatan Bumiaji dilihat dari peningkatan penggunaan didominasi oleh tanaman hias dan pestisida dari 11.587,2 ton pada tahun holtikultura. Kecamatan Bumiaji 1998 menjadi 17.977,2 ton pada tahun merupakan sektor pertanian terbesar di 2000. Pestisida jenis organofosfat banyak Kota Batu. Sebanyak 27,84% penduduk diaplikasikan pada tanaman hortikultura, Desa Bumiaji berprofesi sebagai petani, terutama tanaman sayuran (Hasibuan, bahkan di Desa Bumiaji terdapat 6 2015). kelompok petani yang aktif bekerja sebagai petani penyemprot pestisida (profil Kasus kontaminasi pestisida di Desa Bumiaji, 2015). Kondisi tersebut Kota Batu mayoritas dialami oleh para
Diky Novariyanto dan Arief Wibowo, Aplikasi Regresi Ordinal Pada... 235 menjadikan petani di Desa Bumiaji Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. memiliki risiko tinggi untuk Langkah ini merupakan salah satu upaya terkontaminasi pestisida (Desimal, 2013). untuk mencegah dan mengendalikan faktor yang berpengaruh terhadap kasus Perubahan aktifitas enzim kontaminasi pestisida. cholinesterase darah petani dapat dihubungkan dengan beberapa faktor. METODE PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian Asyim (2009), Wanodya (2011) dan Novariyanto Penelitian ini merupakan penelitian (2013); faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kontaminasi pestisida observasional, peneliti tidak memberikan adalah pemakaian kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) dan lama kerja perlakuan pada objek penelitian petani. Berdasarkan peraturan Dirjen PP dan PL tahun 1993 dalam (Novariyanto, (Qudratullah, 2013). Berdasarkan waktu 2013) persyaratan alat pelindung diri yang dipakai petani pada saat melakukan penelitian, penelitian ini termasuk cross penyemprotan pestisida di luar ruangan adalah sepatu boots, baju lengan panjang, sectional study, kemudian data dianalisis celana panjang, topi, sarung tangan dan masker. Pemakaian kelengkapan APD statistik menggunakan metode regresi dikatakan tidak sesuai aturan apabila tidak memakai salah satu dari keenam ordinal. Penelitian berlangsung pada bulan perlengkapan tersebut. Sedangkan menurut Suma’mur dalam (Novariyanto, 2017) Maret 2017, di Dusun Binangun Desa menyatakan bahwa persyaratan lama waktu bekerja seseorang dalam satu hari Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu. adalah 8 jam perhari. Populasi dalam penelitian ini adalah petani Keempat penelitian terdahulu menggunakan metode chi square guna tanaman hias dan holtikulutra yang mengidentifikasi variabel independen (faktor) yang berpengaruh, namun tidak berjumlah 100 orang, berasal dari pada besar pengaruh dari masing-masing variabel independen tersebut (Abdhidama, kelompok petani Bumijaya II dan Bumi 2015). Metode chi square tidak bisa memberikan gambaran kausalitas (sebab- Abadi Utara. Sampel dalam penelitian akibat). Berdasarkan uraian diatas maka metode statistik yang tepat digunakan terdiri dari 81 responden yang berasal dari dalam penelitian ini adalah metode regresi ordinal. Metode regresi ordinal (Fattah, kelompok Bumijaya II sebanyak 45 orang 2013) dapat digunakan ketika variabel dependen berbentuk data kategori/ordinal responden dan 36 orang responden dari dan variabel independen berbentuk data kategori atau kontinyu. Aktifitas enzim kelompok Bumi Abadi Utara. Teknik cholinesterase darah berperan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini. pengambilan sampel yang digunakan Penelitian ini bertujuan untuk adalah teknik accidental sampling (Latan, menganalisis faktor (pemakaian kelengkapan APD dan lama kerja petani) 2014); karena sampel dalam penelitian yang berpengaruh terhadap aktifitas enzim cholinesterase darah petani di Desa bertepatan dengan sampel pemeriksaan aktifitas enzim cholinesterase darah yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Batu. Variabel independen (faktor) dalam penelitian ini meliputi: data pemakaian kelengkapan APD dan karakteristik petani, yakni lama kerja. Sedangkan variabel dependen adalah aktifitas enzim cholinesterase darah petani. Data pemakaian kelengkapan APD dan karakteristik petani (lama kerja) merupakan data primer. Sedangkan data sekunder penelitian adalah data aktifitas enzim cholinesterase darah petani. Pada penelitian ini faktor pemakaian kelengkapan APD dikategorikan menjadi dua, yakni: pemakaian kelengkapan APD sesuai aturan dan pemakaian kelengkapan APD tidak
236 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:232-242 sesuai aturan. Sedangkan faktor lama kerja dalam program statistik. Data yang telah terbagi menjadi dua kategori yaitu: lama dientry diuji multikolinearitas kemudian kerja kurang dari 8 jam perhari dan lama dianalisis menggunakan metode regresi kerja lebih dari sama dengan delapan jam ordinal (Fattah, 2013). perhari. Menurut Iban (2017), data yang telah diuji multikolinearitas dilanjutkan dengan uji Data pemakaian kelengkapan APD kesesuaian model guna mengetahui apakah dan karakteristik petani (lama kerja) model regresi ordinal yang didapat sudah diperoleh melalui wawancara pada sesuai untuk menggambarkan hubungan responden yang dibantu oleh dua orang antara variabel dependen dengan variabel enumerator menggunakan kuesioner independen. Kemudian menentukan model penelitian. Selain itu, data primer juga terbaik regresi ordinal. Metode regresi dikumpulkan melalui kegiatan observasi ordinal dapat memberikan ketepatan dalam lapangan menggunakan lembar observasi. melakukan prediksi suatu kejadian. Pengumpulan data primer dengan cara Penelitian ini telah memperoleh menyebar kuisioner yang dilakukan pada keterangan lolos kaji etik dari Komisi Etik saat kegiatan pemeriksaan aktifitas enzim FKM No : 65-KEPK. cholinesterase darah petani oleh Dinas Kesehatan Kota Batu. HASIL Analisis Deskriptif Hasil pengamatan selanjutnya dicatat pada lembar pengamatan. Data Analisis deskriptif dilakukan untuk kelengkapan APD petani dikategorikan melihat distribusi data dari variabel - menjadi dua, yaitu penggunaan variabel penelitian. Berdasarkan hasil kelengkapan APD sesuai aturan dan penelitian (tabel 2) dapat diketahui bahwa penggunan kelengkapan APD tidak sesuai proporsi aktifitas enzim cholinesterase aturan. Sedangkan karakteristik petani darah pada petani di Dusun Binangun Desa (lama kerja) digolongkan menjadi dua Bumiaji hanya sebesar 17,3% (14 orang kategori, yaitu: lama kerja lebih dari 8 petani) yang memiliki aktifitas enzim jam/hari dan lama kerja kurang dari sama cholinesterase normal. Lebih dari 50% dengan 8 jam/ hari. Sedangkan aktifitas petani diindikasikan mengalami keracunan enzim cholinesterase darah petani pestisida dengan proporsi sebagian besar diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kota pada kondisi keracunan ringan yaitu Batu. Peneliti ikut serta dalam kegiatan sebesar 58,0% (47 orang petani). 24,7% pemeriksaan aktifitas enzim cholinesterase (20 orang petani) berada pada kondisi darah petani yang dilakukan oleh Dinas keracunan sedang, dengan proporsi petani Kesehatan Kota Batu dalam runtutan di kelompok Bumijaya II lebih tinggi, kegiatan pada tahun 2016. Data yang telah yakni sebesar 16% (13 orang petani). diperoleh selanjutnya dikategorikan. Sebesar 8,6% (7 orang petani) yang mengalami keracunan pestisida pada Pengklasifikasian aktifitas enzim kondisi keracunan sedang merupakan cholinesterase menjadi 4 tingkatan yakni: petani dari kelompok Bumi Abadi Utara. normal, keracunan ringan, keracunan sedang dan keracunan berat. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel Pengklasifikasian itu berdasarkan 3) dapat diketahui bahwa petani di Dusun peraturan Dirjen PP dan PL tahun 1993 Binangun Desa Bumiaji hanya sebesar (Novariyanto, 2013). Berdasarkan 19,8 % (16 orang petani) yang tingkatan tersebut data aktifitas enzim menggunakan kelengkapan APD sesuai cholinesterase dapat diolah dengan metode aturan. Banyak petani yang tidak regresi ordinal (Iban, 2017). menggunakan kelengkapan APD sesuai Keseluruhan data yang telah didapat, hasilnya direkapitulasi dalam bentuk tabel, kemudian data dimasukkan
Diky Novariyanto dan Arief Wibowo, Aplikasi Regresi Ordinal Pada... 237 aturan, yaitu sebesar 80,2% (65 orang Analisis Regresi Ordinal petani). Proporsi pemakaian kelengkapan Berdasarkan uji multikolinearitas APD yang tidak sesuai aturan lebih banyak ditemukan pada petani dari kelompok pada tabel 5, faktor pemakaian Bumijaya II, yakni sebanyak 43,2% (35 kelengkapan APD petani memiliki nilai orang petani), dibandingkan dengan petani tolerance (0,393 lebih dari 0,1) dan nilai dari kelompok Bumi Abadi Utara, yakni VIF (2,547 kurang dari 10), sehingga sebanyak 37% (30 orang petani). dapat disimpulkan bahwa pemakaian kelengkapan APD tidak bersifat Berdasarkan hasil penelitian (tabel multikolinearitas. Selanjutnya untuk 4) dapat diketahui bahwa sebagian besar faktor lama kerja petani penyemprot (92,6% atau sebanyak 75 orang) petani di pestisida memiliki nilai tolerance (0,287 Dusun Binangun Desa Bumiaji memiliki lebih dari 0,1) dan nilai VIF (3,489 kurang lama kerja kurang dari 8 jam setiap dari 10), kesimpulannya adalah faktor harinya. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat lama kerja tidak bersifat multikolinearitas. bahwa proporsi petani dengan lama kerja Berdasarkan hasil uji multikolinearitas, kurang dari 8 jam perhari pada kelompok kedua faktor tersebut tidak bersifat petani Bumijaya II lebih tinggi (49,4%) multikolinearitas maka analisis regresi dibandingkan petani dari kelompok petani ordinal dapat dilakukan (Palupi, 2013). Bumi Abadi Utara (43,2%). Tabel 2. Distribusi Data Aktifitas Enzim Cholinesterase Darah Petani di Dusun Binangun Desa Bumiaji Kota Batu 2017 Aktifitas Enzim Kelompok Petani % Total % Cholinesterase Bumijaya II % Bumi Abadi Utara Keracunan sedang 13 16 7 8,6 20 24,7 Keracunan ringan 24 29,6 23 28,4 47 58,0 Normal 8 9,9 6 7,4 14 17,3 Total 45 55,6 36 44,4 81 100 Tabel 3. Distribusi Data Pemakaian Kelengkapan APD Petani di Dusun Binangun Desa Bumiaji Kota Batu 2017 Pemakaian Bumijaya II Kelompok Petani % Total % Kelengkapan APD % Bumi Abadi Utara Tidak sesuai aturan 35 43,2 30 37 65 80,2 Sesuai aturan 10 12,3 6 7,4 16 19,8 Total 45 55,6 36 44,4 81 100 Tabel 4. Distribusi Data Lama Kerja Petani di Dusun Binangun Desa Bumiaji Kota Batu 2017 Kelompok Petani Lama Kerja Bumijaya II % Bumi Abadi % Total % Utara < 8 jam/hari 40 49,4 35 43,2 75 92,6 ≥ 8 jam/hari 5 6,2 1 1,2 6 7,4 Total 45 55,6 36 44,4 81 100 Tabel 5. Uji Multikolinearitas Collinearity statistics No Variabel Tolerance VIF 1 Pemakaian kelengkapan APD 0,393 2,547 2 Lama kerja 0,913 1,095
238 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:232-242 Tabel 6. Analisis Regresi Ordinal Variabel Estimate Dependen Aktifitas enzim cholinesterase darah (Beta / β0) -2,675 Variabel Estimate P. value Independen Pemakaian kelengkapan APD (Beta / β1) 0,00 -5,652 Lama kerja -3,357 0,98 Abadi Utara yang mengalami keracunan Hasil analisis regresi ordinal ringan berjumlah 28,4% (23 orang petani). menunjukkan bahwa faktor pemakaian Tidak ada perbedaan pada aspek aktifitas kelengkapan APD memiliki nilai p. value enzim cholinesterase darah antara 0,00 kurang dari nilai alpha 0,05; kelompok petani Bumijaya II dan Bumi sedangkan faktor lama kerja memiliki nilai Abadi Utara. Hal tersebut dikarenakan P value 0,98 lebih dari nilai alpha 0,05. teknik penyemprotan pestisida dari kedua Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kelompok petani tersebut sama. pemakaian kelengkapan APD berpengaruh Pemakaian kelengkapan APD terhadap aktifitas enzim cholinesterase sesuai aturan merupakan salah satu upaya darah. pengendalian risiko bahaya dalam Model regresi ordinal yang keselamatan dan kesehatan kerja (K3). terbentuk (Greene, 2012); yaitu: Beberapa upaya pengendalian risiko selain β0 = - 2,675 alternatif pemakaian kelengkapan APD adalah eliminasi, subtitusi, pengendalian β1 = - 5,652 secara teknis dan pengendalian secara administratif. Pengendalian dengan cara pemakaian kelengkapan APD merupakan alternatif pengendalian yang terakhir (Ramli, 2011). Pemakaian kelengkapan APD dalam kegiatan penyemprotan pestisida diluar ruangan telah diatur dalam PEMBAHASAN Peraturan Dirjen PP dan PL tahun 1993 (Novariyanto, 2013). Kelengkapan APD Hasil penelitian ini menunjukkan yang dimaksud terdiri dari sepatu boots, bahwa faktor yang berpengaruh adalah baju lengan panjang, celana panjang, topi, faktor pemakaian kelengkapan APD. sarung tangan dan masker. Berdasarkan Berdasarkan (Tabel 2) sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa petani di Dusun Binangun Desa Bumiaji sebagian besar petani di Dusun Binangun Kecamatan Bumiaji Kota Batu memiliki Desa Bumiaji lebih memilih untuk tidak aktifitas enzim cholinesterase darah memakai kelengkapan APD sesuai aturan. kategori keracunan ringan dengan jumlah Keputusan tersebut dikarenakan petani 58% (47 orang petani) dan tidak memakai merasa tidak nyaman ketika harus kelengkapan APD sesuai aturan sebanyak menggunakan kelengkapan APD sesuai 80,2% (65 orang petani). Kedua hal aturan saat melakukan aktifitas tersebut memiliki keterkaitan. penyemprotan pestisida. Petani pada kelompok Bumijaya II yang memakai Petani dari kelompok Bumijaya II kelengkapan APD sesuai aturan berjumlah yang memiliki aktifitas enzim 12,3% (10 orang petani) dan petani pada cholinesterase darah kategori keracunan kelompok Bumi Abadi Utara yang ringan sebanyak 29,6% (24 orang petani), memakai kelengkapan APD sesuai aturan sedangkan petani dari kelompok Bumi
Diky Novariyanto dan Arief Wibowo, Aplikasi Regresi Ordinal Pada... 239 sebanyak 7,4% (6 orang petani). Beberapa (2012) menyatakan bahwa aktifitas enzim upaya pengendalian risiko selain alternatif pemakaian kelengkapan APD adalah cholinesterase bisa mengalami perubahan eliminasi, subtitusi, pengendalian secara teknis dan pengendalian secara akibat asupan gizi yang dikonsumsi petani administratif. Pengendalian bahaya dengan cara pemakaian kelengkapan APD tidak sesuai anjuran. Beberapa asupan gizi merupakan alternatif yang terakhir (Ramli, 2011). Pengelolaan pestisida yang tepat yang dibutuhkan diantaranya mineral, meliputi tata cara penyimpanan, pencampuran dan pengaplikasian yang kalori dan protein (Djianto, 2012). tepat. Selain itu ada beberapa faktor lain yang dapat berpengaruh yakni: faktor Menurut Djojosumarto dalam pengetahuan, pendidikan, pengalaman, lingkungan dan kebiasaan dari masing- Novariyanto (2017), menyatakan bahwa masing individu (Sugiarto, 2013). seorang petani penyemprot pestisida yang Perbedaan antara kelompok petani Bumijaya II dan Bumi Abadi Utara mengalami keracunan disarankan untuk ditemukan pada faktor pemakaian kelengkapan APD, kelompok petani tidak melakukan kontak secara langsung Bumijaya II memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi dalam hal pemakaian dengan pestisida dalam kurun waktu kelengkapan APD. Setiap tiga bulan sekali pada kelompok petani Bumijaya II tertentu. Berdasarkan faktor lama kerja diadakan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh pengurus organisasi. petani tidak ada perbedaan. Kelompok Kelompok petani Bumi Abadi Utara terbentuk kurang lebih satu tahun, petani Bumijaya II dan Bumi Abadi Utara sehingga pada kelompok ini perlu adanya usulan diadakannya penyuluhan tentang memiliki lama kerja (durasi) kurang dari bahaya kontaminasi pestisida yang diakibatkan oleh pemakaian kelengkapan delapan jam perhari. Petani memulai APD yang tidak sesuai aturan. bekerja pada pukul 07.00-11.00 WIB dan Menurut Ramli (2011) menyatakan bahwa setiap 30.000 kali tindakan yang 14.00-16.00 WIB. tidak aman maka akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat, Berdasarkan hasil analisis regresi 300 kali kecelakaan serius dan 3000 kali kecelakaan ringan. Dari pernyataan ordinal pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin lama penyemprot pestisida Dusun ada pengaruh antara pemakaian Binangun Desa Bumiaji melakukan kontak dengan pestisida maka dimungkinkan kelengkapan APD terhadap aktifitas enzim rentan terjadi peristiwa kontaminasi pestisida. cholinesterase darah petani. Hal tersebut Pada kasus kontaminasi pestisida terbukti dari nilai p. value (0,00) faktor di Kota Batu terindikasi bahwa faktor status gizi petani dapat berpengaruh pemakaian kelengkapan APD kurang dari terhadap perubahan aktifitas enzim cholinesterase darah. Menurut Djianto nilai alpha (0,05). Sedangkan faktor lama kerja petani tidak berpengaruh terhadap aktifitas enzim cholinesterase darah, karena nilai p. value (0,98) faktor tersebut lebih dari nilai alpha (0,05). Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan dari Asyim (2009), Wanodya (2011) dan Novariyanto (2013), yang menyatakan bahwa petani yang memakai kelengkapan APD tidak sesuai aturan akan berisiko tinggi mengalami perubahan aktifitas enzim cholinesterase darah. Diperkuat oleh pernyataan ini, berdasarkan kajian “Risk Assessment dan Pengendalian Risiko pada Sektor Pertanian” Ernawati (2013), menyatakan bahwa pemakaian kelengkapan APD dapat mengurangi risiko dari bahaya kontaminasi pestisida ke dalam tubuh. Faktor lama kerja petani tidak berpengaruh, dikarenakan dalam satu hari bekerja petani tidak hanya melakukan penyemprotan pestisida saja. Kegiatan lain yang dilakukan petani adalah melakukan pemupukan tanaman, pembuatan sarana
240 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:232-242 irigasi kebun dan pembibitan tanaman Berdasarkan model yang didapat, Pi merupakan variabel dependen penelitian hias. Sehingga waktu kontak terhadap (aktifitas enzim cholinesterase darah). Xi merupakan variabel independen / faktor pestisida berkurang (Rahmawati, 2014). penelitian (pemakaian kelengkapan APD). Interpretasi model regresi ordinal: Menurut Desimal (2013) dan Pengkodean: Pemakaian kelengkapan APD sesuai aturan (X1) = 1. Pemakaian Rahmawati (2014), memperkuat hasil kelengkapan APD tidak sesuai (X0) aturan = 0 Maka didapatkan persamaan sebagai penelitian ini, yang menyatakan bahwa berikut: faktor lama kerja petani tidak berpengaruh terhadap perubahan aktifitas enzim cholinesterase darah. Pada kedua penelitian sebelumnya terdapat argumentasi bahwa aktifitas enzim cholinesterase darah dapat berangsur - angsur meningkat dalam kurun waktu dua minggu, sehingga teori lama kerja dapat mempengaruhi aktifitas enzim cholinesterase darah dapat terbantahkan. Hasil penelitian ini bertentangan Tabel 7. Hasil Uji Pseudo R2 dengan hasil penelitian dari Rahmawati (2014), yang menyatakan bahwa tidak ada Statistik Uji Nilai pengaruh antara faktor penggunaan APD McFadden 0,326 terhadap aktifitas enzim cholinesterase Berdasarkan model regresi ordinal yang didapat maka petani yang memakai darah petani. Adanya ketidaksesuaian hasil kelengkapan APD sesuai aturan dalam proses penyemprotan pestisida memiliki penelitian dikarenakan terdapat perbedaan risiko tidak mengalami perubahan aktifitas enzim cholinesterase darah sebesar 0,12 dalam pengkategorian data pada variabel kali lebih besar dibanding petani yang memakai kelengkapan APD tidak sesuai (faktor) penggunaan APD. Sebelum aturan. Berdasarkan analisis regresi ordinal terdapat beberapa uji parameter untuk melakukan analisis regresi ordinal perlu mengetahui ketepatan dari model regresi ordinal (Nanda., Surya., dan Darma; 2012) dilakukan uji multikolinearitas. Hal ini Parameter tersebut yakni : Uji Pseudo R2. Berdasarkan hasil uji Pseudo R2 pada tabel dilakukan sebagai persyaratan dalam 7 dapat disimpulkan bahwa faktor pemakaian kelengkapan APD pada model analisis regresi ordinal. Fungsi dari uji regresi ordinal mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen penelitian (aktifitas multikolinearitas untuk melihat hubungan enzim cholinesterase darah) sebesar 32,6%; sedangkan 67,4% merupakan antara faktor, apabila faktor - faktor dalam faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Sehingga dapat disimpulkan penelitian saling berhubungan maka akan bahwa faktor pemakaian kelengkapan APD berdampak signifikan dalam berdampak pada hasil regresi ordinal yang mencegah kasus kontaminasi pestisida. kurang valid (Iban, 2017). Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada Tabel 5, faktor-faktor dalam penelitian tidak saling berhubungan. Sehingga metode regresi ordinal dapat memberikan hasil yang valid. Berdasarkan hasil analisis regresi ordinal (tabel 5) didapatkan model sebagai berikut: β0 = - 2,675 β1 = -5,652 SIMPULAN Mayoritas petani di Dusun Binangun Desa Bumiaji memiliki aktifitas
Diky Novariyanto dan Arief Wibowo, Aplikasi Regresi Ordinal Pada... 241 enzim cholinesterase darah pada kategori masyarakatnya. Sosialisasi tersebut dapat keracunan ringan. Proporsi keracunan dilakukan pada saat acara pengajian, acara ringan pada kelompok petani Bumi Jaya II 17 agustus dan lain-lain. Sedangkan untuk lebih rendah dibandingkan kelompok peneliti selanjutnya perlu adanya petani Bumi Abadi Utara. Sebagian besar penambahan faktor lain yang diteliti untuk petani tidak memakai kelengkapan APD mengetahui faktor - faktor yang sesuai aturan, dan memiliki lama kerja berpengaruh terhadap aktifitas enzim kurang dari 8 jam per hari. Ada pengaruh cholinesterase darah. Salah satu contonya antara pemakaian kelengkapan APD penambahan faktor lingkungan dalam terhadap aktifitas enzim cholinesterase kaitan kasus kontaminasi pestisida. darah petani tanaman hias dan holtikulutra yang menggunakan pestisida. Berdasarkan DAFTAR PUSTAKA model regresi ordinal yang tersusun dapat Abdhidama. 2015. Pemodelan Tingkat disimpulkan bahwa petani yang memakai kelengkapan APD sesuai aturan pada saat Katarak Dengan Pendekatan penyemprotan pestisida, maka akan Regresi Logistik Ordinal. Jurnal berpeluang lebih besar untuk tidak Biosains. Surabaya, Universitas mengalami perubahan aktifitas enzim Airlangga. cholinesterase darah sebesar 0,12 kali Asyim. 2009. Hubungan Antara Alat dibandingkan petani yang tidak memakai Pelindung Diri (APD) Dengan kelengkapan APD sesuai aturan. Aktifitas Cholinesterase Darah. Sedangkan faktor lama kerja petani tidak Jurnal Kesling. Surabaya, berpengaruh terhadap aktifitas enzim Poltekkes Surabaya. cholinesterase darah. Desimal. 2013. Pengaruh Paparan Pestisida Organofosfat Terhadap Model regresi ordinal yang Aktifitas Enzim Kolinesterase Pada terbentuk, yakni: Petani Penyemprot Apel Di Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Pengurus kelompok petani Batu. Jurnal Kesling. Surabaya, Universitas Ailangga. Bumijaya II dan Bumi Abadi Utara perlu Dinas Kesehatan Kota Batu. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan mengadakan kegiatan sosialisasi Cholinesterase. Batu, Dinkes Batu. Djianto. W. 2012. Hubungan Asupan Gizi pemakaian kelengkapan APD yang sesuai Petani Dengan Perubahan Enzim Cholinesterase darah di Kota Batu. aturan pada anggotanya (memakai sepatu Jurnal Gizi. Surabaya, Poltekkes Surabaya. boots, baju lengan panjang, celana Ernawati, D., Tualeka, A.R 2013. Risk Assessment dan Pengendalian panjang, topi, sarung tangan dan masker). Risiko pada Sektor Pertanian (Studi Kasus di Pertanian Bawang Bagi Dinas Kesehatan Kota Batu perlu Merah Desa Kendalrejo, Kecamatan Bagor, Kabupaten melakukan tindakan promosi kesehatan Nganjuk). The Indonesian Journal Of Occupational Safety And dalam upaya preventif kasus kontaminasi Health, Volume 2 Nomor 2, hal. 154-161. Surabaya, Universitas pestisida pada petani. Beberapa cara yang Airlangga. Fattah. 2013. Analisis Faktor-faktor yang bisa digunakan adalah penyuluhan Mempengaruhi Masa Studi kesehatan, membuat media poster dan leaflet kesehatan petani (Hasibuan, 2015). Pada pihak pengurus desa perlu adanya sosialisasi tindakan preventif kasus kontaminasi pestisida kepada
242 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:232-242 Lulusan Mahasiswa Program Novariyanto, D. 2017. Pemodelan Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Magister Institut Teknologi Aktifitas Enzim Cholinesterase Darah Dengan Pendekatan Metode Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Regresi Ordinal. Skripsi. Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Menggunakan Regresi Logistik Universitas Airlangga. Ordinal dan Regresi Probit Ordinal. Palupi, W.G.G. 2013. Perbandingan model logistik Ordinal dengan regresi Jurnal Statistika. Surabaya: model probit terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sikap siswa Fakultas MIPA Institut Teknologi smp pada mata pelajaran matematika. Jurnal online Sepuluh Nopember. Universitas Negeri Malang. Greene, W.H. 2012. Econometric analysis. Rahmawati, Y. 2014. Pengaruh Antara Faktor Karakteristik Petani New York: New York University. Terhadap Aktifitas Enzim Cholinesterase Darah. The Hasibuan, 2015. Hubungan Penggunaan Indonesian Journal of Public Health. Surabaya. Universitas Alat Pelindung Diri Dengan Gejala Airlangga. Keracunan Pada Penyemprot Raini. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida Di Perkebunan Kelapa Pestida. Jurnal Online, Media Litbang Kesehatan Volume XVII Sawit Tanjung Garbus Pagar Nomor 3, Jakarta. Trisuna. Merbau PTPN II. Skripsi. FKM- Ramli, S. 2011. Pedoman Praktis Manajemen Risiko. Jakarta, Dian USU, Medan, Rhineka. Rakyat. Cet – 2. Iban. 2017. Perbandingan Analisis Regresi Sugiarto. M. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Aktifitas Ordinal Model Logit Dan Probit Enzim Cholinesterase Darah Petani. Jurnal Kesling. Surabaya, Pada Faktor Ibu Yang Poltekkes Surabaya. Mempengaruhi Berat Badan Lahir Sutrisna, R. 2011. Pestisida, Yogyakarta. Kanisius. Rendah. Jurnal Biometrika dan Qudratullah, F. 2013. Analisis Regresi Kependudukan. Surabaya, Terapan Teori, Contoh Kasus dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta. Universitas Airlangga. Andi. Karyadi. 2008. Dampak penggunaan Wanodya, E. 2011. Hubungan Faktor Karakteristik Dan Kelengkapan pupuk dan pestisida yang APD Dengan Kadar Cholinesterase Dalam Darah. Jurnal Kesling. berlebihan terhadap kandungan Surabaya, Poltekkes Surabaya. residu tanah pertanian bawang Wibowo, P. 2017, Panduan Praktis Penggunaan Pupuk dan Pestisida. merah di Kecamatan Gemuh Jakarta, Penebar Swadaya. Kabupaten Kendal. Agromedia. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Jember, Universitas Jember. volume 26 No.1; pp 10-19. Guntur, K. 2014. Pedoman Praktikum Laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Semarang. Undip. Nanda., S., Darma. 2012. Pemilihan Model Regresi Logistik Multinomial dan Regresi Ordinal Terbaik Berdasarkan R2 MC. Fadden. Jurnal Matematika. Malang: Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Novariyanto, D. 2013. Hubungan Antara Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Aktifitas Enzim Cholinesterase Darah. Jurnal Kesling. Surabaya, Poltekkes Surabaya.
PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI DAN KADAR KOLESTEROL DARAH ANTARA PEROKOK DAN NON PEROKOK THE DIFFERENCE IN CONSUMPTION LEVELS AND BLOOD CHOLESTEROL LEVELS BETWEEN SMOKERS AND NON-SMOKERS Dina Fahmawati Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi:Dina Fahmawati Email: [email protected] ABSTRACT Cigarette smoke contains nicotine which disturbs health. Nicotine is capable of reducing the taste of food, so there is appetite suppressant. The ability of nicotine in increasing blood liposuction process can affect the increase in blood cholesterol level. The research aims to study the difference between food intake and blood cholesterol level between smokers and non-smokers. This study was a comparative observational analytic study using cross-sectional design. The data of particular subjects and smoking habit were obtained from the questionnaire. The food intake was obtained by interview using 2x24 hours food recall form while the blood cholesterol level was obtained by blood sampling which was then analyzed using laboratory test. The subjects were 13 smokers and 13 non-smokers, taken by simple random sampling. The data were analyzed by Independent t-Test. The results have suggested that the difference in the average food intake and blood cholesterol level between smokers and non-smokers were not significant. The substantial average difference was found in the level of cholesterol intake, so the statistical test has showed a significant difference, p-value = 0.005 < α (0.05). Smoking has a harmful effect for health so people must decrease its consumption or stay abstinent from it. The longer human get exposed to cigarette, the more susceptible they get the illness from it. Keywords: cigarette, blood cholesterol level, food intake ABSTRAK Asap rokok mengandung nikotin yang mengganggu kesehatan. Nikotin dapat mengurangi cita rasa makanan sehingga terjadi penekanan selera makan. Kemampuan nikotin dalam meningkatkan proses pelarutan lemak darah dapat mempengaruhi peningkatan kadar kolesterol darah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan tingkat konsumsi dan kadar kolesterol darah antara perokok dan non perokok. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dan bersifat komparatif dengan rancangan cross sectional. Karakteristik responden dan kebiasaan merokok diperoleh dari kuesioner. Tingkat konsumsi diperoleh dengan metode wawancara food recall 2x24 jam dan kadar kolesterol darah diperoleh melalui pengambilan sampel darah menggunakan alat uji laboratorium. Besar sampel sebanyak 13 perokok dan 13 non perokok dipilih dengan simple random sampling. Analisis data menggunakan uji Independent t-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi zat gizi dan kadar kolesterol darah antara responden perokok dan responden non perokok tidak berbeda jauh. Selisih rata-rata terbesar ditemukan pada tingkat konsumsi kolesterol sehingga secara uji statistik memiliki perbedaan yang signifikan, p = 0,005 < α (0,05). Merokok memberikan dampak buruk bagi kesehatan sehingga diperlukan untuk mengurangi jumlah rokok yang dihisap atau bahkan menghindari merokok. Semakin lama terkena paparan rokok maka lebih mudah terkena penyakit akibat paparan rokok. Kata kunci: rokok, kadar kolesterol darah, tingkat konsumsi. PENDAHULUAN Sebanyak 50,6 juta penduduk Indonesia tercatat sebagai perokok. Jumlah perokok Menurut data World Health yang sangat banyak tidak hanya ditemukan Organization – Framework Convention on di negara berkembang tetapi juga di negara Tobacco Control (WHO – FCTC) tahun maju. Sebanyak 21,6 juta penduduk 2015, Indonesia menempati peringkat Amerika tercatat sebagai perokok dan ketiga teratas berdasarkan distribusi menempati peringkat keenam teratas dunia. perokok laki-laki berusia 15 tahun ke atas. ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.243-251 Received 23 March 2017, received in revised form 17 April 2017, Accepted 18 May 2017, Published online: December 2019
244 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:243-251 Perokok aktif di Indonesia Merokok dapat penyebab cenderung meningkat baik pada laki-laki maupun perempuan berdasarkan data Riset timbulnya radikal bebas dalam tubuh. Kesehatan Dasar tahun 2010 dan 2013. Perokok aktif (laki-laki dan perempuan) Radikal bebas tersebut akan merusak usia di atas 15 tahun adalah 34,7% pada tahun 2010 dan 35,1% pada tahun 2013. berbagai komponen biologis dalam tubuh Peningkatan lebih banyak pada perempuan dari 4,2% pada tahun 2010 menjadi 6,7% termasuk LDL kolesterol. Rokok dapat pada tahun 2013, sedangkan pada laki-laki dari 65,9% pada tahun 2010 menjadi 66% merendahkan kadar kolesterol HDL sekitar pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan 4,5 – 6% akibatnya kadar kolesterol LDL bahwa merokok telah menjadi gaya hidup buruk yang susah dihilangkan semakin tinggi dan hal ini memberikan (Balitbangkes RI, 2010 dan 2013). Saat ini masalah kesehatan bergeser dari penyakit pengaruh pada kadar kolesterol total yang infeksi ke penyakit degeneratif. Perubahanan gaya hidup, pola makan, relatif semakin tinggi pula (Listiana, 2010). kurangnya aktivitas fisik, faktor stres dan lingkungan diduga merupakan menjadi Berdasarkan penelitian Kusumasari penyebabnya. Merokok merupakan gaya hidup yang buruk (Departemen Kesehatan (2015) pada pegawai salah satu pabrik gula RI, 2007). menunjukkan bahwa responden yang Zat berbahaya utama pada rokok adalah nikotin, tar dan karbon monoksida merokok dan mempunyai kadar kolesterol (Larson, 2003). Reaksi nikotin dalam tubuh terjadi sangat cepat dimulai masuk tinggi sebanyak 26 responden sedangkan ke mulut kemudian larut dalam air ludah. Nikotin yang larut dalam air ludah masuk responden yang merokok dan mempunyai ke pembuluh darah dan terbawa hingga ke otak sehingga mempengaruhi berbagai kadar kolesterol normal sebanyak 4 proses dalam tubuh (Healey, 2011). Efek nikotin pada perokok salah satunya adalah responden. Dari kelompok kontrol dapat mempengaruhi selera makan. Perokok cenderung mengurangi porsi didapatkan responden yang tidak merokok makannya karena nikotin menyebabkan penekanan selera makan. Merokok dan mempunyai kadar kolesterol normal cenderung mengurangi cita rasa pada makanan bagi perokok sehingga perokok sebanyak 27 responden sedangkan lebih memilih merokok daripada mengkonsumsi makanan (Ilfandari, 2015). responden yang tidak merokok dan Seorang perokok lebih berisiko untuk berperilaku makan tidak sehat mempunyai kadar kolesterol tinggi dibandingkan bukan perokok. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang sebanyak 3 responden. Rata-rata kadar menyatakan bahwa perokok secara signifikan lebih mungkin untuk terlibat kolesterol total responden yang merokok dalam pembatasan diet yang tidak sehat daripada non perokok (Cavallo et al dalam adalah 250,5 mg/dL, sedangkan rata-rata Aginta, 2011). kadar kolesterol responden yang tidak merokok adalah 166,2 mg/dL. Didapatkan perbedaan kadar kolesterol total yang signifikan antara responden yang merokok dan responden yang tidak merokok. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar kolesterol lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan non perokok. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan mempelajari perbedaan tingkat konsumsi dan kadar kolesterol darah antara perokok dan non perokok. Penelitian ini dilakukan pada pegawai laki-laki perokok dan non perokok Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya. Yang disebut pegawai dalam penelitian ini adalah mereka yang tercatat sebagai tenaga kerja di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat non dosen. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan observasional analitik dan bersifat
Dina Fahmawati dan Merryana Adriani, Perbedaan Tingkat Konsumsi Dan... 245 komparatif dengan rancangan cross medis kemudian diperiksa di Laboratorium sectional. Variabel dalam penelitian ini Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat meliputi tingkat konsumsi zat gizi (energi, Universitas Airlangga Surabaya dengan karbohidrat, protein, lemak, kolesterol dan satu kali pemeriksaan. Sebelumnya serat), kadar kolesterol darah dan responden berpuasa selama 8 jam. Data kebiasaan merokok. Lokasi penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji adalah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Independent t-Test (α = 0,05). Universitas Airlangga Surabaya. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari Pengumpulan data dilakukan 2017. Subjek yang diteliti dalam penelitian setelah responden diberi penjelasan ini adalah pegawai laki-laki perokok dan sebelum persetujuan (PSP) dan pengisian bukan perokok yang berjumlah masing- lembar persetujuan menjadi responden. masing sebanyak 13 orang. Responden Penelitian ini telah memperoleh perokok merupakan seorang perokok aktif persetujuan dari komisi etik penelitian yang dikategorikan berdasarkan Indeks kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Brinkman. Indeks Brinkman merupakan Universitas Airlangga pada tanggal 15 perkalian antara jumlah rata-rata batang Desember 2016 dengan Nomor:648- rokok yang dihisap sehari dan lama KEPK. merokok dalam tahun. Hasil tersebut kemudian dikategorikan menjadi perokok HASIL berat, sedang dan ringan (Wikibuku, Karakteristik Responden 2015). Tabel 1 menunjukkan karakteristik Data konsumsi makanan diperoleh responden meliputi umur dan tingkat melalui wawancara menggunakan pendidikan. Diperoleh sebagian besar umur kuesioner penilaian konsumsi pangan food perokok dan non perokok pada pegawai recall 2x24 jam yang meliputi jenis dan laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat jumlah makanan yang dikonsumsi. Tingkat Universitas Airlangga Surabaya adalah kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara umur 30 – 49 tahun. Berdasarkan tingkat membandingkan jumlah konsumsi zat gizi pendidikan dapat dilihat bahwa sebagian dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). besar perokok menempuh pendidikan Pengukuran kadar kolesterol darah formal terakhir pada tingkat menggunakan sampel darah yang diambil SMA/Sederajat sedangkan non perokok pada pembuluh darah vena oleh tenaga pada tingkat Perguruan Tinggi. Tabel 1. Karakteristik Perokok dan Non Perokok pada Pegawai Laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Umur (tahun) Non Perokok Perokok 19 – 29 Jumlah Persen Jumlah Persen 30 – 49 1 7,7 2 15,4 50 – 64 10 76,9 9 69,2 65 – 80 2 15,4 1 7,7 0 0,0 1 7,7 Total 13 100,0 13 100,0 Tingkat Pendidikan 6 46,2 11 84,6 SMA/Sederajat 7 53,8 2 15,4 Perguruan Tinggi 13 100,0 13 100,0 Total
246 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:243-251 Tabel 2. Kebiasaan Merokok Perokok pada Pegawai Laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Kebiasaan Merokok Jumlah Persen Jumlah batang rokok yang dihisap per hari < 10 5 38,5 10 – 20 7 53,8 > 20 1 7,7 Total 13 100,0 Lama merokok 4 30,8 5 – 10 tahun Lebih dari 10 tahun 9 69,2 Total 13 100,0 Kategori menurut Indeks Brinkman Perokok ringan 5 38,5 Perokok sedang 6 46,1 Perokok berat 2 15,4 Total 13 100,0 Tabel 3. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Perokok dan Non Perokok pada Pegawai Laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Zat Gizi Non Perokok Perokok Jumlah Persen Jumlah Persen Energi Cukup 2 15,4 1 7,7 Tidak Cukup 11 84,6 12 92,3 Total 13 100,0 13 100,0 Karbohidrat 0 00,0 0 00,0 Cukup 13 100,0 13 100,0 Tidak Cukup Total 13 100,0 13 100,0 Protein 11 84,6 7 53,8 Cukup 2 15,4 6 46,2 Tidak Cukup Total 13 100,0 13 100,0 Lemak 9 69,2 9 69,2 Cukup 4 30,8 4 30,8 Tidak Cukup Total 13 100,0 13 100,0 a. Serat 0 00,0 0 00,0 Cukup 13 100,0 13 100,0 Tidak Cukup Total 13 100,0 13 100,0 b. Kolesterol Baik 7 53,8 12 92,3 Lebih 6 46,2 1 7,7 Total 13 100,0 13 100,0
Dina Fahmawati dan Merryana Adriani, Perbedaan Tingkat Konsumsi Dan... 247 Tabel 4. Perbedaan Konsumsi Zat Gizi Perokok dan Non Perokok pada Pegawai Laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Non Perokok Perokok Zat Gizi (n=13) (n=13) p Mean Standar Mean Standar Deviasi Deviasi Energi (kkal) 1.428,45 293,38 1.380,95 222,19 0,646 Karbohidrat (g) 169,84 53,52 171,58 29,28 0,920 Protein (g) 58,41 11,06 49,19 17,06 0,115 Lemak (g) 58,36 18,87 56,33 19,66 0,790 Kolesterol (mg) 285,75 131,15 155,29 131,15 0,005 Serat (g) 7,71 2,91 6,45 1,55 0,178 Tabel 5. Kadar Kolesterol Darah Perokok dan Non Perokok pada Pegawai Laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Kadar Kolesterol Darah (mg/dL) Non Perokok Perokok Jumlah Persen Jumlah Persen Normal 11 84,6 10 76,9 Tinggi 2 15,4 3 23,1 Total 13 100,0 13 100,0 Tabel 6. Perbedaan Kadar Kolesterol Darah Perokok dan Non Perokok pada Pegawai Laki- laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Kadar Kolesterol Darah (mg/dL) Non Perokok Perokok p (n=13) (n=13) Mean 174,64 173,11 0,916 Standar Deviasi 34,669 38,281 Kebiasaan Merokok Perokok Airlangga. Menurut tingkat konsumsi energi dan protein, responden non perokok Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa yang tergolong cukup lebih banyak berdasarkan Indeks Brinkman, perokok daripada responden perokok. Menurut pada pegawai laki-laki di Fakultas tingkat konsumsi karbohidrat dan serat, Kesehatan Masyarakat Universitas seluruh responden baik non perokok Airlangga Surabaya paling banyak maupun perokok tergolong tidak cukup. merupakan perokok sedang. Diperoleh Menurut tingkat konsumsi lemak, sebagian sebagian besar perokok menghisap rokok besar responden baik non perokok maupun sebanyak 10 – 20 batang dalam sehari dan perokok tergolong cukup. Menurut tingkat telah merokok selama lebih dari 10 tahun. konsumsi kolesterol, responden non perokok yang tergolong baik lebih sedikit Tingkat Konsumsi Zat Gizi daripada responden perokok. Tingkat konsumsi zat gizi energi, Perbedaan Tingkat Konsumsi Zat Gizi karbohidrat, protein, lemak, dan serat dikategorikan menjadi cukup dan tidak Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa cukup. Sedangkan zat gizi kolesterol perokok memiliki rata-rata konsumsi dikategorikan menjadi baik dan lebih. energi, protein, lemak, kolesterol dan serat Tabel 3 di atas menunjukkan tingkat lebih rendah daripada non perokok. Namun konsumsi zat gizi perokok dan non responden perokok memiliki rata-rata perokok pada pegawai laki-laki di Fakultas konsumsi karbohidrat lebih tinggi daripada Kesehatan Masyarakat Universitas responden bukan perokok. Berdasarkan uji
248 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:243-251 statistik menggunakan Independent t-Test konsumsi zat gizi lainnya tidak terdapat didapatkan nilai p untuk kolesterol lebih kecil dari α (0,05) yaitu sebesar 0,005 perbedaan. sedangkan nilai p untuk energi, Menurut Healey (2011), paparan karbohidrat, protein, lemak dan serat lebih besar dari α (0,05). Artinya tidak terdapat nikotin yang masuk tubuh seorang perokok perbedaan tingkat konsumsi zat gizi dapat bereaksi dengan cepat melalui mulut kecuali kolesterol antara perokok dan non perokok pada pegawai laki-laki di Fakultas kemudian larut dalam air ludah. Lalu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya. nikotin masuk dalam pembuluh darah hingga terbawa ke otak. Nikotin akan diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memicu sistem dopaminergik pada jalur imbalan yang dapat mengurangi selera makan. Merokok membuat makanan Kadar Kolesterol Darah kurang bercita rasa bagi beberapa perokok Kadar kolesterol darah sehingga memicu perokok untuk dikategorikan menjadi normal dan tinggi. mengurangi porsi makan (Ilfandari, 2015). Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa Berdasarkan uji statistik pada perokok yang memiliki kadar kolesterol penelitian ini diketahui bahwa tidak darah dengan kategori tinggi lebih banyak terdapat perbedaan tingkat konsumsi zat daripada non perokok pada pegawai laki- gizi kecuali kolesterol antara perokok dan laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat non perokok pada pegawai laki-laki di Universitas Airlangga Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya. Namun Perbedaan Kadar Kolesterol Darah hasil pengolahan data konsumsi Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa responden perokok rata-rata kadar kolesterol darah perokok lebih rendah daripada non perokok. memiliki rata-rata konsumsi energi, Berdasarkan uji statistik menggunakan Independent t-Test didapatkan nilai p protein, lemak, kolesterol dan serat lebih sebesar 0,916. Artinya tidak terdapat perbedaan kadar kolesterol darah antara rendah daripada responden non perokok. perokok dan non perokok pada pegawai laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Hal tersebut sejalan dengan penelitian Universitas Airlangga Surabaya. Cavallo et al dalam Aginta (2011) yang menyatakan bahwa perokok secara signifikan lebih mungkin untuk terlibat dalam pembatasan diet yang tidak sehat daripada non perokok. Menurut hasil wawancara menggunakan kuesioner penilaian PEMBAHASAN konsumsi pangan food recall 2x24 jam yang meliputi jenis dan jumlah makanan Hasil penelitian ini menunjukkan yang dikonsumsi, responden perokok bahwa hanya konsumsi kolesterol yang memiliki signifikansi p = 0,005 < α (0,05). cenderung memiliki jenis dan jumlah Konsumsi energi memiliki signifikansi p = 0,646, karbohidrat memiliki signifikansi p makanan yang lebih sedikit daripada = 0,920, protein memiliki signifikansi p = 0,115, lemak memiliki signifikansi p = responden non perokok. Rata-rata 0,790, dan serat memiliki signifikansi p = 0,178. Artinya, hanya terdapat perbedaan konsumsi energi responden perokok lebih konsumsi kolesterol antara responden perokok dan non perokok pada pegawai rendah sebesar 47,5 kkal dari responden laki-laki di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya sedangkan non perokok. Rata-rata konsumsi protein responden perokok lebih rendah sebesar 9,22 gram dari responden non perokok. Rata-rata konsumsi lemak responden perokok lebih rendah sebesar 2,03 gram dari responden non perokok. Rata-rata konsumsi kolesterol responden perokok
Dina Fahmawati dan Merryana Adriani, Perbedaan Tingkat Konsumsi Dan... 249 lebih rendah sebesar 130,46 mg dari responden memiliki waktu paruh lebih lama. Nikotin non perokok. Rata-rata konsumsi serat memiliki waktu paruh sekitar 2 jam, sedangkan responden perokok lebih rendah sebesar 1,26 kotinin memiliki waktu paruh sekitar 48 jam. gram dari responden non perokok. Tetapi Kotinin dapat meningkatkan sekresi adrenalin responden perokok memiliki rata-rata pada korteks adrenal yang mendorong konsumsi karbohidrat lebih tinggi daripada peningkatan konsentrasi serum asam lemak responden non perokok. Rata-rata konsumsi bebas yang selanjutnya menstimulasi sintesis karbohidrat responden perokok lebih tinggi dan sekresi kolesterol hepar ke dalam sirkulasi sebesar 1,74 gram dari responden non perokok. darah sehingga meningkatkan kadar kolesterol darah. Selisih rata-rata konsumsi zat gizi antara responden perokok dan non perokok Menurut penelitian Kusumasari (2015) tidak terlalu jauh. Selisih rata-rata konsumsi pada pegawai salah satu pabrik gula zat gizi paling besar ditemukan pada menunjukkan bahwa responden yang merokok kolesterol. Rata-rata konsumsi kolesterol dan mempunyai kadar kolesterol tinggi responden perokok adalah 155,29 mg sebanyak 26 responden sedangkan responden sedangkan responden non perokok adalah yang merokok dan mempunyai kadar 285,75 mg. Sehingga ditemukan perbedaan kolesterol normal sebanyak 4 responden. Dari tingkat konsumsi kolesterol yang signifikan kelompok kontrol didapatkan responden yang antara responden perokok dan non perokok. tidak merokok dan mempunyai kadar kolesterol normal sebanyak 27 responden Menurut Arisman (2009), kebiasaan sedangkan responden yang tidak merokok dan makan seseorang dapat dipengaruhi berbagai mempunyai kadar kolesterol tinggi sebanyak 3 hal lain selain perilaku merokok. Kebiasaan responden. makan dapat berasal dari kebiasaan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Kebiasaan Penelitian Kusumasari (2015) tersebut mempengaruhi pola frekuensi makan menunjukkan bahwa rata-rata kadar kolesterol seseorang yang akan berdampak terhadap total responden yang merokok adalah 250,5 asupan zat gizinya. Selain itu, pola atau mg/dL, sedangkan rata-rata kadar kolesterol frekuensi makan juga dipengaruhi oleh responden yang tidak merokok adalah 166,2 ketersediaan pangan, keadaan ekonomi dan mg/dL. Didapatkan perbedaan kadar kolesterol kepercayaan pribadi seseorang terhadap total yang signifikan antara responden yang makanan. Kebiasaan makan seseorang juga merokok dan responden yang tidak merokok. dapat dipengaruhi oleh fisiologi makan. Sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan Hipotalamus adalah pusat pengendali selera bahwa rata-rata kadar kolesterol darah makan terbesar. Sepasang nucleus lateralis responden perokok adalah 173,11 mg/dL dalam hipotalamus berperan sebagai pusat sedangkan rata-rata responden non perokok lapar dan nucleus ventromedial dalam adalah 174,64 mg/dL. Selisih rata-rata kadar hipotalamus berperan sebagai pusat kenyang. kolesterol darah tidak terlalu jauh, yaitu 1,53 Jika terjadi kerusakan pada kedua nucleus ini mg/ dL. maka dapat mempengaruhi asupan makan seseorang (Guyton dan Hall, 2006). Namun Hasil pemeriksaan kadar kolesterol pada penelitian ini faktor tersebut tidak darah menunjukkan bahwa responden perokok diidentifikasi. Hal tersebut menjadi yang memiliki kadar kolesterol darah dengan keterbatasan penelitian ini. Untuk variabel kategori tinggi adalah sebesar 23,1% kadar kolesterol darah, hasil penelitian ini sedangkan responden bukan perokok adalah menunjukkan bahwa kadar kolesterol darah sebesar 15,4%. Artinya, jumlah responden memiliki signifikansi p = 0,916 lebih dari α yang memiliki kadar kolesterol darah dengan (0,05). Artinya, tidak terdapat perbedaan kadar kategori tinggi lebih banyak ditemukan pada kolesterol darah antara responden perokok dan perokok daripada responden non perokok. bukan perokok. Responden perokok pada penelitian ini yang tergolong perokok ringan sebesar 38,5%, Menurut Mustikaningrum (2010), perokok sedang sebesar 46,1% dan perokok nikotin merupakan bahan kimia yang paling berat hanya sebesar 15,4%. Hasil penelitian banyak di dalam rokok. Metabolisme nikotin Trivedi, et al. (2013) menyatakan bahwa kadar dalam tubuh perokok sangat kompleks. Nikotin koleterol total lebih tinggi pada perokok tersebar dengan cepat dalam darah dan hati. dibandingkan dengan non perokok. Nikotin dipecah menjadi kotinin yang Peningkatan yang signifikan ditemukan pada
250 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:243-251 perokok berat. Berdasarkan analisis mengenai kolesterol darah pada responden perokok. durasi dan intensitas dari merokok, Namun selisih rata-rata kadar kolesterol darah peningkatan kolesterol serum yang signifikan antara responden perokok dan non perokok berhubungan dengan durasi dan intensitas dari tidak terlalu jauh sehingga peningkatan kadar merokok. Semakin banyak jumlah rokok yang kolesterol darah yang signifikan pada perokok dihisap semakin tinggi juga kadar kolesterol pada penilitian ini belum dapat ditemukan. total pada responden (Devaranavadgi et al., Selain faktor makanan, faktor karakteristik 2012 dalam Kusumasari, 2012). individu seperti umur juga dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah Hasil penelitian Sulviana (2008) seseorang. Menurut National Institute of didapatkan sebanyak 15 responden mempunyai Health (2002), kategori umur yang berisiko kebiasaan merokok dengan sebagian besar lebih besar menderita hiperkolesterolemia telah merokok selama lebih dari 15 tahun. adalah lebih dari 45 tahun. Semakin tua Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, 8 seseorang maka semakin berkurang responden tergolong perokok ringan, 3 kemampuan reseptor LDL-nya. LDL reseptor responden tergolong perokok sedang dan 4 merupakan faktor penghambat sintesis responden tergolong perokok berat. Seluruh kolesterol dalam tubuh. Semakin menurunnya responden merokok mempunyai kadar aktivitas reseptor LDL akan menyebabkan kolesterol total yang normal. Hasil penelitian sintesis kolesterol menjadi meningkat sehingga tersebut menyimpulkan bahwa jumlah rokok kadar total kolesterol tinggi. Kadar kolesterol yang dihisap berhubungan dengan kadar darah manusia bervariasi dan meningkat kolesterol total. Sedangkan responden perokok sejalan dengan pertambahan umur (Mayes, pada penelitian ini sebagian besar merupakan 2000 dalam Ayuandira, 2012). Pada penelitian perokok sedang. Artinya, peningkatan kadar ini, rata-rata umur responden perokok adalah kolesterol darah yang signifikan pada perokok 41,69 tahun dan responden bukan perokok pada penilitian ini belum dapat ditemukan. adalah 42,15 tahun. Artinya, umur responden perokok dan bukan perokok masih berada di Hiperkolesterolemia adalah suatu bawah faktor risiko hiperkolesterolemia. keadaan kadar kolesterol darah melebihi batas Sehingga perbedaan yang signifikan kadar nilai normal, yaitu kurang dari 200 mg/dL kolesterol darah antara perokok dan non (National Heart, Lung and Blood Institute, perokok pada penelitian ini belum dapat 2005). Selain faktor merokok terdapat berbagai ditemukan. hal lain yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol total seseorang. Kadar kolesterol SIMPULAN darah dapat dipengaruhi oleh makanan di antaranya asupan kolesterol dan lemak yang Berdasarkan hasil penelitian yang telah tinggi. dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata konsumsi zat gizi dan kadar kolesterol Berdasarkan hasil penelitian dapat darah antara responden perokok dan responden diketahui bahwa terdapat perbedaan tingkat non perokok pada pegawai laki-laki di Fakultas konsumsi kolesterol antara responden perokok Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan non perokok. Rata-rata konsumsi Surabaya tidak berbeda jauh. Rata-rata tingkat kolesterol responden perokok adalah 155,29 konsumsi kolesterol antara responden perokok mg sedangkan responden non perokok adalah dan responden non perokok memiliki selisih 285,75 mg. Rata-rata konsumsi kolesterol terbesar sehingga secara uji statistik memiliki responden perokok lebih rendah sebesar perbedaan yang signifikan. Sedangkan rata- 130,46 mg dari responden non perokok. rata kadar kolesterol darah antara responden Mengonsumsi makanan yang mengandung perokok dan responden non perokok memiliki kolesterol tinggi berisiko meningkatkan kadar selisih kecil sehingga secara uji statistik tidak kolesterol darah (Malik, et al., 2013). Jika memiliki perbedaan yang signifikan. Namun banyak mengkonsumsi bahan makanan yang pada penelitian ini jumlah responden yang mengandung kolesterol tinggi, maka hati akan memiliki kadar kolesterol darah dengan menghentikan pengambilan LDL karena hati kategori tinggi lebih banyak ditemukan pada mempunyai cukup kolesterol, sehingga perokok daripada responden non perokok. meningkatkan kolesterol dalam darah (Ayuandira, 2012). Oleh karena itu, rata-rata kadar kolesterol darah pada responden non perokok lebih tinggi daripada rata-rata kadar
Dina Fahmawati dan Merryana Adriani, Perbedaan Tingkat Konsumsi Dan... 251 Merokok memberikan dampak buruk Listiana, L. 2010. Kadar Kolesterol Total pada bagi kesehatan sehingga diperlukan untuk Usia 25 – 60 Tahun. Jurnal mengurangi jumlah rokok yang dihisap atau bahkan menghindari merokok. Semakin lama Keperawatan Muhammadiyah, terkena paparan rokok maka lebih mudah terkena penyakit akibat paparan rokok. Volume 5 (1), pp. 36 – 40. DAFTAR PUSTAKA Malik, M.A., Mewo, Y.M., Kaligis, S.H.M. Aginta, E., 2011. Hubungan antara Merokok 2013. Gambaran Kadar Kolesterol dan Kebiasaan Makan dengan Status Gizi pada Remaja Putra. Artikel Total Darah pada Mahasiswa Penelitian. Universitas Diponegoro. Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Universitas Sam Ratulangi dengan Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Indeks Massa Tubuh 18,5-22,9 kg/m2. Jakarta: EGC. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume Ayuandira, A. 2012. Hubungan Pola Konsumsi 1(2), pp. 1008 – 1013. Makan, Status Gizi, Stres Kerja dan Faktor Lain dengan https://doi.org/10.35790/ebm.1.2.2013. Hiperkolesterolemia pada Karyawan PT Semen Padang Tahun 2012. 3310 Skripsi. Universitas Indonesia. Mustikaningrum, S. 2010. Perbedaan Kadar Balitbangkes, RI. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010. Indonesia. Trigliserida Darah pada Perokok dan Balitbangkes, RI. 2013. Laporan Hasil Riset Bukan Perokok. Skripsi. Universitas Kesehatan Dasar 2013. Indonesia. Sebelas Maret. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan National Heart Lung and Blood Institute Pembuluh Darah. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, (NHLB). 2005. What Is Cholesterol?. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. National Institute of Health. 2002. Third Guyton, A.C., Hall, J.E. 2006. Textbook of Report of National Cholesterol Medical Physiology, 11th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Education Program (NCEP) Expert Saunders. Panel on Detection, Evaluation and Healey, J. 2011. Tobacco Smoking. Australia: Spinney Press. Treatment of High Blood Cholesterol Ilfandari, A. 2015. Hubungan Perilaku in Adults (Adults Treatment Panel III). Merokok dengan Indeks Massa Tubuh Remaja Putra. E-Jurnal Obstetrika, NIH Publication. 3(1):1 – 15. https://doi.org/10.1001/jama.285.19.24 Kusumasari, P. 2015. Hubungan antara Merokok dengan Kadar Kolesterol 86 Total pada Pegawai Pabrik Gula Tasik Madu Karanganyar. Skripsi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Universitas Muhammadiyah Surakarta. Indonesia No. 75 Tahun 2013 Tentang Larson, D.E. 2003. Mayo Clinic Family Health Book: The Ultimate Home Medical Angka Kecukupan Gizi Yang Reference. 3rd Ed. USA: Mayo Clinic. Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta. Sulviana, N. 2008. Analisis Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan Kadar Lipid Darah dan Tekanan Darah pada Penderita Jantung Koroner. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Trivedi, R.S., Anand, A.K., Jamnagar. 2013. Effect of Smoking on Lipid Profile. National Journal of Otorhinolaryngology and Head & Neck Surgery. 1(10): 13 – 15. WHO-FCTC. 2015. WHO Report on The Global Tobacco Epidemic 2015 Raising Taxes on Tobacco. WikiBuku. 2015. Indeks Brinkman.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DIET LANSIA PENDERITA HIPERTENSI THE CORRELATION OF EMOTIONAL SUPPORT AND ELDERLY DIET COMPLIANCE WITH HYPERTENSION Dita Rahmatika Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Dita Rahmatika Email:[email protected] ABSTRACT Hypertension is a condition where a person's blood pressure reaches 140/90 mmHg. Hypertension is the silent disease that causes death in Indonesia. Elderly people mostly suffer from hypertension. This study aims to investigate the correlation of emotional support and dietary compliance of elderly patients with hypertension around the area of Sukomulyo Community Health Center, Manyar subdistrict, Gresik. This study was an observational analytical research, based on the data collection. This research employed a cross sectional method. The samples used simple random sampling with a sample size of 37 respondents who were elderly patients with hypertension. The respondents’ characteristics were mostly female with the age criteria of 60- 70 years old, and working as housewives. Meanwhile, the characteristics based on education level suggested that more than half of the respondents were high school graduates. Almost all respondents got emotional support with good category (83.8%), and most respondents were quite obedient in doing diet reaching 67.6%. The result of statistical test of the correlation between emotional support and the adherence of elderly diet of hypertension show a p-value of 0.552. There is no correlation between family emotional support and the compliance of elderly diet in hypertensive patients in the integrated health post of elderly in the working area of Sukomulyo Community Health Center. The elderly’s family is expected to provide more attention to the elderly to be obedient in having the hypretensive diet. Keywords: emotional support, hypertension, dietary compliance, elderly ABSTRAK Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang diatas normal yaitu (120/80 mmHg). Hipertensi merupakan penyakit the silent disease dan menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia. Hipertensi sebagian besar diderita oleh orang dengan usia lanjut. Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan antara dukungan emosional dengan kepatuhan diet pada lansia penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sukomulyo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, berdasarkan waktu pengumpulan datanya penelian ini bersifat cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan besar sampel sebanyak 37 responden yaitu lansia penderita hipertensi. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin bahwa sebagian besar responden berjenis perempuan yaitu sebesar 54% dengan kriteria umur 60-70 tahun serta pekerjaan mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga. Sementara karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan lebih dari separuh responden Tamat SMA. Hampir seluruh responden mendapatkan dukungan emosional dengan kategori baik yaitu sebesar 83,8% serta sebagian besar responden cukup patuh dalam melakukan diet yaitu sebesar 67,6%. Hasil uji statistik hubungan antara dukungan emosional dengan kepatuhan diet lansia penderita hipertensi menunjukkan p=0,552 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan kepatuhan diet lansia pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sukomulyo. Bagi keluarga diharapkan memberikan perhatian lebih pada lansia yang ada dikeluarganya agar patuh dalam melakukan diet hipertensi. Kata kunci: dukungan emosional, hipertensi, kepatuhan diet, lansia PENDAHULUAN tertinggi di Indonesia (Tumenggung, 2013). Penyakit hipertensi telah Tekanan darah diatas 140/90 membunuh 9,4 juta warga dunia setiap mmHg maka disebut Hipertensi. tahunnya. Ada satu miliar orang yang Hipertensi merupakan penyakit the silent terkena hipertensi, dan akan terus disease dan menyebabkan kematian meningkat seiring jumlah penduduk yang ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.252-262 Received 9 May 2017, received in revised form 17 May 2017, Accepted 20 June 2017, Published online: December 2019
Dita Rahmatika, Hubungan Antara Dukungan Emosional... 253 membesar. Persentase penderita hipertensi dihargai dan dicintai. (Setiadi, 2008) saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang (WHO, 2011). Prevalensi Selain itu, dukungan sosial juga dikatakan hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% berdasarkan hasil Riskesdas (2013) dan di suatu hubungan interpersonal yang Provinsi Jawa Timur sebesar 37,4%. Penyakit degeneratif sering ditemukan memberikan dukungan emosional, pada usia lanjut atau lansia misalnya penyakit jantung koroner (PJK), diabetes persahabatan dan bantuan. (Pender dan melitus, reumatik, kanker dan salah satu penyakit yang paling sering diderita adalah Murdaugh 2002). hipertensi (Darmojo, 2010). diperkirakan tahun 2025 terjadi peningkatan penderita Individu banyak memperoleh hipertensi mencapai 1,6 miliar orang di Dunia, khususnya pada lansia yaitu dukungan sosial dari lingkungan sekitar. mengalami peningkatan sebesesar 1,2 miliar jiwa (Bandiyah, 2009). Sistem dukungan natural, sistem dukungan Peningkatan tekanan darah sejalan teman sebaya, sistem dukungan organisasi dengan bertambahnya umur seseorang. Tekanan darah sistolik akan terus keagamaan, sistem dukungan organisasi meningkat sampa pada umur 80 tahun dan tekkanan diastolic akan terus meningkat tenaga professional, kelompok dukungan sampai usia 55-60 tahun. Walau mengalami pningkatan pada akhirnya baik yang tidak langsung dengan tenaga sistolik maupun diastolik akan cenderung menurun secara bertahap. Prevalensi professional merupakan beberapa sistem hipertensi di Cina menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir dukungan sosial yang berkaitan dengan (Jiang, 2016). Cara mencegah hipertensi bisa dilakukan dengan mempertahanlan kesehatan. Namun dukungan dari keluarga berat badan, menurunkan kadar kolestrol, mengurangi konsumsi garam, diet tinggi (dukungan system natural) tetap serat, mengkonsumsi buah – buahan dan sayuran serta menjalankan hidup secara merupakan kelompok dukungan yang sehat (Ridwan, 2002). Upaya lain yang sangat dibutuhkan oleh penderita utama. Dukungan keluarga adalah sebagai hipertensi adalah support systemutamanya dari keluarga (Ridwan, 2002). Rendahnya suatu proses hubungan antara keluarga kesadaran keluarga untuk memberikan dukungan kepada lansia untuk dengan lingkungan sosial (Setiadi, 2008). memeriksakan tekanan darahnya secara rutin dan memiliki pola makan yang tidak Bentuk dukungan bagi penderita sehat serta kurangnya olahraga memicu terjadinya peningkatan kasus hipertensi hipertensi salah satunya adalah berupa (Hamid, 2013) dukungan emosional. Dukungan emosional Dukungan sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu tersebut antara lain berupa merawat lansia dengan memperoleh keadaan yang bermanfaat dari orang yang dipercayai sehingga individu penuh kasih sayang dan simpati, rasa tersebut tau bahwa dirinya diperhatikan, aman, memberikan semangat, membangkitkan atas keputusasaan, mengurangi rendah diri serta mengurangi keterbatasan akibat ketidak mampuan fisik yang dialami (Nugroho, 2000). Membantu dan merawat lansia dengan penuh kasih sayang, menunjukkan wajah yang menyenangkan saat membantu atau melayani lansia, tidak membiarkan lansia sendiri saat menghadapi masalah merupakan bentuk lain dari dukungan emosional yang dapat diberikan terhadap lansia dengan hipertensi (Zulkifli, 2006). Puskesmas Sukomulyo Kecamatan Manyar didapatkan angka kejadian hipertensi [ada lansia sejumlah 1464 orang lansia pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 3861 lansia. Dari hasil wawancara kepada lansia dengan hipertensi didapatkan keterangan bahwa mereka masih mengkonsumsi gorengan, ikan asin, dan jeroan. Demikian juga aktifitas fisik mereka seperti jalan kaki atau senam jarang dilakukan. Hal ini
254 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:252-262 menyebabkan mereka mengalami kenaikan silang serta persentase. Untuk mengetahui tekanan darah disamping faktor usia. hubungan dukungan emosional dengan Dalam penanganan penderita hipertensi kepatuhan diet pada lansia dilakukan diperlukan adanya dukungan dar keluarga dengan uji spearman dengan derajat salah satunya berupa dukungan emosional. kemaknaan (α) 0,05. Hasil penelitian ini Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dikatakan bermakna jika hasil p kurang mengetahui hubungan antara dukungan dari sama dengan 0,05 yang artinya ada emosional dengan kepatuhan diet pada hubungan antara dukungan emosional lansia penderita hipertensi di wilayah kerja dengan kepatuhan diet pada lansia Puskesmas Sukomulyo Kecamatan Manyar penderita hipertensi. Penelitian ini telah Kabupaten Gresik. lolos kaji etik dengan No: 636-KEPK dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas METODE PENELITIAN Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, berdasarkan waktu HASIL pengumpulan datanya penelian ini bersifat cross sectional. Pengambilan sampel Puskesmas Sukomulyo merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas menggunakan teknik pencuplikan acak Kesehatan Kabupaten Gresik. 3 besar masalah kesehtaan yang banyak diderita sederhana dengan besar sampel sebanyak oleh lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Sukomulyo yaitu hipertensi sebesar 1,87%, 37 responden yaitu lansia penderita myalgia sebesar 20,4% dan ISPA 16%. hipertensi. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Oktober – November 2016. Karakteristik penelitian antara lain umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Penelitian ini dilakukan Di Puskesmas Karakteristik responden Sukomulyo Gresik. Kuisioner karakteristik dan kuisioner dukungan keluarga yang Berikut ini merupakan gambaran karakteristik lansia penderita hipertensi diadaptasi dari kuisioner hubungan berdasarkan jenis kelamin di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Manyar. dukungan keluarga dan self care Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar responden (54%) berjenis managementlansia dengan kelamin perempuan yaitu sebanyak 20 orang. Sedangkan responden yang berjenis hipertensimerupakan instrumen yang kelamin laki-laki sebesar 46%. digunakan dalam penelitian. Variabel dukungan emosional diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner sebanyak 4 pertanyaan dengan kriteria nilai: selalu skor 4, sering skor 3, jarang skor 2 dan tidak pernah skor 1. Variabel Tabel 1. Distribusi Karakteristik Lansia kepatuhan diet diperoleh menggunakan Penderita Hipertensi Berdasarkan kuisioner dengan klasifikasi patuh jika Jenis Kelamin di Posyandu responden mengkonsumsi lebih dari sama Wilayah Kerja Puskesmas dengan 75% makanan yang dianjurkan & Sukomulyo Tahun 2016. kurang dari sama dengan 10% makanan Jenis Kelamin N% Laki – laki 17 46 yang tidak dianjurkan, tidak patuh jika responden mengkonsumsi kurang dari Perempuan 20 54 sama dengan 75% makanan yang Total 37 100 dianjurkan dan lebih dari sama dengan 10% makanan yang tidak dianjurkan. Karakteristik responden Analisis data disajikan dalam berdasarkan umur dalam penelitian bentuk tabel distribusi frekuensi, tabulasi dikategorikan menurut Undang-Undang
Dita Rahmatika, Hubungan Antara Dukungan Emosional... 255 No.13 Tahun 1998 yang selanjutnya pendidikan yang dijelaskan dalam gambar dijelaskan dalam tabel di bawah ini: dibawah ini: Tabel 2. Distribusi Karakteristik Lansia 70 59.4% Penderita Hipertensi Berdasarkan 60 Umur di Posyandu Wilayah Kerja 50 Puskesmas Sukomulyo Tahun 40 2016. 30 Umur N% 21.7% 60-70 31 83,8 20 Tahun >70 Tahun 6 16,2 Total 37 100 Tabel 2 menunjukkan hampir seluruh 10 8.1% 8.1% responden berusia 60-70 Tahun yaitu 3.7% sebesar 83,3%. Dalam penelitian ini juga ditemukan responden dengan umur kurang 0 dari 70 Tahun yaitu sebanyak 6 orang dengan persentase 16,2%. Karakteristik Gambar 2. Karakteristik responden responden lainnya adalah berdasarkan berdasarkan tingkat pekerjaan responden yang dijelaskan pendidikan. dalam gambar dibawah ini: 30% 46% Ibu Rumah Pada Gambar 2 diketahui bahwa Tangga sebagian besar tingkat pendidikan 8% buruh responden adalah tamat SMA yaitu sebesar 16% 59,4%. Tingkat pendidikan paling sedikit wiraswasta yang dimiliki oleh responden adalah tidak lulus SD yaitu sebesar 3,7%. pensiun Dukungan Emosional Gambar 1. Karakteristik responden Dukungan emosional dalah dukungan yang diberikan keluarga dalam berdasarkan pekerjaan. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bentuk perhatian, kasih sayang dan bahwa jenis pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh responden adalah ibu rumah simpati. Dalam penelitian ini pengambilan tangga yaitu sebesar 46%. Karakteristik responden terakhir adalah tingkat data dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Kriteria penelitian untuk dukungan emosional dijelaskan dalam tabel dibawah ini: Tabel 3. Kriteria Penilaian Jawaban Responden. Jawaban Skor Tidak pernah 1 Jarang 2 Sering 3 Selalu 4
256 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:252-262 Skor total jawaban responden Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa mengenai dukungan emosional adalah 16. hampir seluruh responden mendapatkan Dalam penelitian ini interpretasi dukungan dukungan emosional dengan kategori baik emosional dikategorikan menjadi 3, yaitu yaitu sebesar 83,8%. baik jika skor 12-16, cukup jika skor 8-12 dan kurang jika skor 4-7. Pada bagian ini Kepatuhan Diet disajikan hasil persentase dukungan emosional responden yaitu sebagai berikut: Kepatuhan diet merupakan tindakan atau perilaku kepatuhan untuk mentaati Tabel 4. Persentase dukungan emosional diet rendah garam pada penderita pada lansia penderita hipertensi di hipertensi. Pada bagian ini disajikan hasil Posyandu wilayah kerja persentase kepatuhan diet pada lansia Puskesmas Sukomulyo Tahun penderita hipertensi. Hasil tersebut didapat 2016. dari wawancara dengan lansia Kategori n % menggunakan kuisioner pola konsumsi Baik 31 83,8 makanan yang dianjurkan dan makanan Cukup 6 16,2 yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi Kurang 0 0 oleh lansia penderita hipertensi. Total 37 100 Data diambil melalui wawancara dengan bantuan kuisioner dengan klasifikasi sebagai berikut: Tabel 5. Klasifikasi penilaian kepatuhan diet. Kategori Keterangan Patuh jika responden mengkonsumsi ≥75% makanan yang dianjurkan dan ≤10% makanan yang tidak dianjurkan. Tidak patuh jika responden mengkonsumsi ≤75% makanan dianjurkan dan ≥10% makanan yang tidak dianjurkan. Tabel 6. Kepatuhan Diet Lansia Penderita Hipertensi di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Sukomulyo Tahun 2016. Kepatuhan diet n % Tidak patuh 11 29,7 Patuh 26 70,3 Total 37 100 Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui dukungan emosional dengan kepatuhan distribusi lansia dengan hipertensi di Posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas diet. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui Sukomulyo. Sebanyak 70,3% mematuhi diet. bahwa dari hasil uji statistik menggunakan Hubungan Dukungan Emosional spearman rho dengan nilai signifikan p = dengan kepatuhan diet. 0,552 lebih besar dari α = 0,05. Hal ini Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan merupakan hasil dari uji spearman antara dukungan emosional dengan kepatuhan diet pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Sukomulyo.
Dita Rahmatika, Hubungan Antara Dukungan Emosional... 257 Tabel 7. Hubungan Antara Dukungan Emosional Dengan Kepatuhan Diet Lansia Penderita Hipertensi Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sukomulyo Tahun 2016. Kepatuhan diet Duku-ngan emo- Tidak patuh Patuh Total sional n%n%n % Kurang 00000 0 Sedang 1 3 5 13 6 16 10 27 21 57 31 84 Baik Spearmen Rho p= 0,552 PEMBAHASAN Sebagian besar mereka mempunyai pola hidup sedenter yang ditandai dengan Karakteristik aktivitas fisik rendah dan pola makan yang tidak sehat, sehingga meningkatkan risiko Berdasarkan hasil penelitian keterpaparan terhadap hipertensi. karakterisitik responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis Berdasarkan hasil penelitian pada kelamin perempuan yaitu sebanyak 54%. responden diketahui sebagian besar berusia Penyakit hipertensi dikategorikan sebagai 60-70 tahun sebanyak 83,8%. Hipertensi the silent disease karena penderita tidak erat kaitannya dengan umur, semakin tua mengetahui dirinya mengidap hipertensi seseorang semakin besar risiko terserang sebelum memeriksakan tekanan darah. hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian wanita menopause lebih rentan terkena yang dilakukan oleh Siringoringo, et. al penyakit kardiovaskuler dibandingkan (2013), yang mengungkapkan terdapat wanita sebelum menopause dikemukakan hubungan yang bermakna antara umur oleh Nuraini (2015), karena peran hormon dengan kejadian hipertensi pada kelompok eksterogen dalam peningkatan kadar High usia 45-59 tahun dengan kelompok usia Density Lipoprotein (HDL) mengalami 60-74 tahun. Rasio prevalensi kejadian penurunan. Kadar HDL yang tinggi ini hipertensi pada kedua kelompok tersebut merupakan pemicu terjadinya proses adalah 0,734 artinya lansia pada kelompok aterossklerosis. Hal ini didukung oleh usia 60-74 tahun memilki risiko lebih besar penelitian Faisal et.al (2012), dalam mengalami hipertensi dibandingkan penelitiannya menyebutkan bahwa wanita kelompok umur 45-59 tahun. Hal ini lebih rentan mengalami hipertensi didukung oleh Dafey (2003), bahwa dipengaruhi lingkungan pekerjaannya yang tekanan darah secara alami cenderung tidak sehat, pekerjaan yang menjenuhkan, meningkat seiring bertambahnya usia. dan berulang-ulang, serta masalah yang bersumber dari kehidupan rumah tangga Menurut Nina (2007), pada usia dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. lanjut secara fisiologis dapat dilihat bahwa Dalam hal ini faktor psikologis memainkan tekanan darahnya cenderung tinggi. Hal ini peranan yang besar karena penyakit dapat dapat terjadi karen adanya pengurangan muncul dari konflik mental yang terjadi aktifitas di usia senja. Kondisi ini juga baik di lingkungan pekerjaan maupun diperkuat dengan adanya penebalan tempat tinggal. Hal ini didukung oleh dinding arteri lansia serta kakunya dinding penelitian Fitriani (2012), mengemukakan arteri karena adanya arterioklorosis bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, sehingga darah dipaksa untuk melalui wanita dengan sosial ekonomi rendah pembuluh darah yang sempit daripada banyak berkumpul pada Lembaga biasanya. Hal ini akan menyebabkan Masyarakat seperti majelis taklim. peningkatan darah pada lansia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggara dan Prayitno
258 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:252-262 (2013), diketahui bahwa pekerjaan yang diperkenalkan padanya akan memiliki hubungan terhadap peningkatan terhambat (Irawati dan Wahyuni 2011). tekanan darah dengan nilai (p=0,00). Pekerjaan memiliki pengaruh terhadap Menurut gambar 2 dapat dilihat aktifitas fisik seseorang dengan bekerja bahwa sebagian besar lansia dengan maka diharapkan orang tersebut memiliki hipertensi memiliki tingkat pendidikan aktifitas fisik lebih banyak jika tamat SMA yaitu sebesar 61%. Penemuan dibandingkan orang yang tidak bekerja. dalam penelitian ini sesuai dengan Pada orang yang tidak bekerja terjadi penelitian Murti dan Rebecca (2014), peningkatan resiko hipertensi karena bahwa tingkat pendidikan berhubungan aktfitas fisiknya sedikit. Demikian juga signifikan dengan hipertensi pada lansia di dengan orang yang tidak aktif kabupaten Sukoharjo. Lansia dengan karenacenderung mempunyai frekuensi pendidikan SMP atau SMU mempunyai denyut jantung yang lebih tinggi sehingga risiko 1/5 lebih kecil mengalami hipertensi otot jantungnya bekerja lebih keras pada dibandingkan dengan yang berpendidikan setiap kontraksi. Besarnya tekanan tekanan SD atau tidak sekolah sedangkan lansia yang dibebankan pada arteri disebabkan berpendidikan PT mempunyai risiko 1/10 oleh semakin keras dan semakin sering kali lebih kecil untuk mengalami hipertensi otot jantung bekerja. (Aris, 2007). dibandingkan dengan berpendidikan SD atau tidak sekolah. Sebagian besar lansia yang menderita hipertensi pada penelitian ini Dukungan Emosional (46%) bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT). Dimana risiko menderita hipertensi Perhatian, kasih sayang dan empati pada IRT lebih tinggi, hal ini disebabkan merupakan bentuk dari dukungan oleh kurangnya aktivitas fisik seperti emosional dalam keluarga. Dukungan olahraga. Kebanyakan IRT melakukan emosional merupakan fungsi afektif rutinitas yang sama setiap hari sehingga keluarga yang memiliki fungsi internal membuat suntuk. Kesibukan yang dimulai dalam memenuhi kebutuhan psikososial dari pagi sampai malam hari untuk anggota keluarga melalui rasa saling mengurusi kebutuhan keluarga membuat mengasuh, cinta kasih, kehangatan dan IRT jarang melakukan olahraga, padahal saling mendukung serta menghargai antar olaharga adalah salah satu cara pencegahan anggota keluarga. Penderita hipertensi terjadinya hipertensi pada usia lanjut yang mendapatkan dukungan dari keluarga (Agrina, 2011). akan memudahkan pasien dalam menghadapi penyakit yang dideritanya Pendidikan merupakan salah satu karna dia merasa tidak perlu menanggung faktor yang paling penting untuk beban sendiri akan tetapi masih ada orang menentukan perilaku seseorang. lain yang memperhatikan, mendengarkan, Pendidikan merupakan salah satu usaha simpati dan empati. Bahkan diharapkan pengorganisasian masyarakat sebagai salah keluarga dapat membantu memecahkan satu langkah untuk meningkatkan derajat masalah yang dihadapinya. (Friedman, kesehatan. Pendidikan diharapkan dapat 2010). digunakan sebagai dasar untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan Menurut Niven (2008), dukungan perubahan perilaku pada dirinya. Semakin emosional merupakan salah satu tinggi tingkat pendidikan seseorang mekanisme dukungan keluarga dalam semakin mudah pula penerimaan informasi bentuk nyata. Keadaan stress dapat kesehatan. Sebaliknya jika pendidikan mengurangi perasaan seseorang akan hal seseorang rendah maka penerimaan dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional informasi kesehatan dan nilai – nilai baru diharapkan dapat menggantikan dan menguatkan perasaan ini. Dukungan
Dita Rahmatika, Hubungan Antara Dukungan Emosional... 259 emosional oleh keluarga sebagai sebuah serta pegembangan kepribadiannya. Faktor tempat yang aman dan damai serta pendukung kedua adalah akomodasi, pemulihan penguasaan emosi yang keterlibatan psien dalam pengobatan akan meliputi ungkapan empati, kepedulian dan meningkatkan partisipasi pasien dalam perhatian. Dalam penelitian diketahui pengobatan. Faktor ketiga adalah faktor bahwa hampir seluruh responden memilki lingkungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dengan kategori baik membangun dukungan keluarga. Faktor dari keluarganya yaitu sebesar 83,8%. yang terakhir adalah prubahan model Hasil berbeda diungkapkan oleh Nisfiani terapi yang mudah dimengerti oleh pasien (2014) bahwa sebagian besar responden sehingga mudah untuk dilakukan. (64,8%) mendapat dukungan keluarga kurang. Dukungan keluarga yang kurang Diet adalah satu cara untuk ini menunjukkan kurangnya bantuan mengatasi hipertensi tanpa menyebabkan keluarga dalam bentuk informasi, finansial, efek yang serius, dengan metode emosi serta penghargaan. Bentuk pengendalian yang alami. Banyak orang dukungan emosional dalam penelitian ini yang menganggap diet hpertensi meupakan adalah berupa perhatian keluarga dalam suatu hal yang sulit karena banyak merawat dan mendengarkan keluhan lansia makanan yang harus dihindari. Prinsip serta mengingatkan untuk makan makanan yang digunakan dalam diet hipertensi sehat setiap hari. Bentuk lainnya adalah adalah makan makanan gizi seimbang, menunjukkan wajah yang menyenagkan kemudian sesuaikan kompisisi makanan saat membantu dan melayani lansia. dengan kondisi penderita serta pembatasan dalam peggunaan jumlah garam (Utami, Kepatuhan Diet 2009). Menurut kamus umum bahasa Asupan garam dalam makanan kita Indonesia patuh dapat diartikan sebagai relatif banyak dan perlu pengurangan yang suka dan taat pada ajaran atau perintah diharapkan dapatmenurunkan tekanan serta disiplin. Sedangkan kepatuhan dapat darah secara signifikan. Anjuran diartikan sebagai sifat patuh terhadap pengurangan asupan garam yang terbaru peraturan atau saran (anjuran) yang adalah sampai di bawah 6 gram per hari diberikan pada seseorang tersebut (Hasan, (sekitar 1 sendok teh). Kadar garam yang 2008). Pendapat yang hampir sama tinggiterdapat dalam sebagian besar diungkapkan oleh Notoatmodjo (2008), makanan yang diproses seperti roti, sereal, bahwa kepatuhan merupakan suatu makanan siap saji dan saus. Berapa banyak perubahan perilaku dari perilaku yang asupan garam yang secara tidak sadar telah dinilai tidak mentaati peraturan ke perilaku kita konsumsi sangat penting untuk kita yang mentaati peraturan. Dan dapat dilihat ketahui. Diet dengan mengkonsumsi dari kepatuhan seseorang dalam makanan tanpa garam disebut diet rendah melaksanakan suatu aturan atau perilaku garam. Dalam proses pembuatan diet yang disarankan oleh pihak lain rendah garam dimasak tanpa menggunakan kepadanya. garam dapur sama sekali dan mengurangi penggunaanbahan makanan yang tinggi Menurut Notoatmodjo (2008), kandungan natriumnya. Sedangkan yang terdapat beberapa faktor yang mendukung dimaksud dengan diet rendah garam dalam sikap patuh seseorang. Faktor pendukung arti yang sebenarnya adalah rendah sodium pertama adalah pendidikan, pendidikan atau natrium (Na). Diet ini tidak hanya merupakan suatu usaha manusia untuk membatasi garam dapur tetapi juga harus memprolejh kedewasaan seta perubahan membatasi sumber sodium lainnya berupa perilaku menuju penyempurnaan makanan yang mengandung soda kue, kehidupan manusia, melalui pembinaan baking powder, MSD (Mono sodium glutamate) atau bumbu penyedap
260 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:252-262 makanan, pengawet makanan atau natrium lingkungan sehingga mempengaruhi seseorang dalam bertindak termasuk dalam benzoate yang terdapat dalam saus, kecap, melakukan diet hipertensi (Notoatmodjo, 2012). Faktor lainnya yaitu karakteristik selai, jeli dan lainlain), makanan yang responden sebagai ibu rumah tangga dapat mempengaruhi kemampuan untuk terbuat dari mentega, serta obat yang melaksanakan modifikasi diet hipertensi yang tentunya membutuhkan biaya mengandung Na biasanya obat sakit kepala tersendiri. Anggota keluarga tidak membedakan masakan bagi keluarga dan atau obat lainnya (Palmer, 2007). responden adalah salah satu contoh keterbatasan dalam biaya perawatan bagi Menurut Niven (2008), Pendidikan, pasien dalam menjalankan diet hipertensi (Nisfiani, 2014). Berdasarkan hasil akomodasi, modifikasi faktor lingkungan penelitian yang dilakukan pada responden kepatuhan dalam pembatasan penggunaan dan sosial, perubahan model terapi serta garam (1/2 sendok teh) dalam sehari ketika mengolah makanan untuk lansia termasuk peningkatan interaksi pasien dengan tenaga sering dilakukan, dengan dukungan keluarga tersebut maka kepatuhan diet kesehatan merupakan faktor yang sangat hipertensi pada lansia dikatakan cukup baik. mempengaruhi kepatuhan diet hipertensi. Hubungan Dukungan Emosional Pendidkan diharapkan dapat mendorong dengan Kepatuhan Diet. meningkatnya kepatuhan diet hipertensi. Dukungan emosional diwujudkan dalam bentuk memberikan makanan Membangun dukungan social dalam khusus kepada responden dengan anggota keluarga dengan harapan tidak mengalami keluarga dan teman juga dapat kekambuhan hipertensi sebagai akibat patuh dalam menjalankan program diet mendukunga terbentuknya perilaku patuh hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan terhadap program pengobatan. Program antara dukungan emosional dengan kepatuhan diet lansia penderita hipertensi. pengobatan terkait hipertensi sebaiknya Hal ini disebabkan karena anggota keluarga menjadi kurang berkenan ketika dibuat sesedarhan mungkin agar pasien responden makan makanan yang berpatang seperti makanan berlemak sehingga dapat terlibat dalam program tersebut. meminta responden untuk segera tidak mengkonsumsi makanan tersebut. Peningkatan interaksi tenaga kesehatan Penelitan Rini (2013), menyimpulkan hal yang sama bahwa tidak ada hubungan dengan pasien merupakan hal yang penting antara dukungan keluarga dalam bentuk emosional dengan kepatuhan dalam untuk meberikan feedback pada pasien menjalankan diet hipertensi. Hal ini disebabkan adanya faktor lain seperti setelah memperoleh informasi tentang pengetahuan ataupun sikap penderita hipertensi itu sendiri, kejenuhan serta tidak diagnosis serta penjelasan mengenai penyakitnya. Baik mengenai penyakit ataupun pengobatan serta peningkatan kepercayaan dari pasien agar mau daang kembali melakukan konsultasi dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan diet. Bakri dan Lawrence (2008), mengungkapkan bahwa kepatuhan penatalaksanaan pasien hipertensi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengontrol tekanan darah mencegah komplikasi, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 70,3% lansia patuh melakukan diet hipertensi. Menurut Niven (2008), kepatuhan mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan program – program yang berkaitan dengan promosi kesehatan, yang sebagian besar ditentukan oleh penyelenggara perawat kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku salah satunya adalah faktor keterbatasan pengetahuan, kesibukan dan faktor
Dita Rahmatika, Hubungan Antara Dukungan Emosional... 261 terbiasanya penderita untuk menjalankan Darmojo,R. Buku Ajar Geriatic (Ilmu diet hipertensi. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Nisfiani et. al (2014) Kesehatan Lanjut Usia) Edisi Ke-4. bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada usia Jakarta: Balai Penerbit FKUI. lanjut dengan p= 0,012. Semakin baik dukungan emosional yang diberikan oleh Faisal, E., Djarwoto, B., Murtiningsih, B., keluarga maka dalam menjalankan kepatuhan diet hipertensi semakin baik. 2011. Faktor Risiko Hipertensi Pada SIMPULAN Wanita Pekerja dengan Peran Ganda Berdasarkan hasil penelitian Kabupaten Bantul Tahun 2011. diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar responden berjenis perempuan Jurnal Berita Kedokteran sebesar 54% yang memilik kriteria umur 60-70 Tahun dengan pekerjaan mayoritas Masyarakat, Vol.28(2). responden adalah Ibu Rumah Tangga dengan tingkat pendidikan lebih dari Fitriani, A., 2012., Kondisi Sosial Ekonomi separuh responden Tamat SMA. Hampir seluruh responden mendapatkan dukungan dan Stres pada Wanita Hipertensi emosional baik dari keluarga sehingga sebagian responden patuh dalam Anggota Majelis Taklim.Jurnal menjalankan diet namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan Kesehatan Masyarakat Nasional, emosinonal dengan kepatuhan diet. Vol.7(5). DAFTAR PUSTAKA https://doi.org/10.21109/kesmas.v7i5 Agrina, R., Hairitama, R., 2011. Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi Dalam .43 Pemenuhan Diet Hipertensi. jurnal keperawatan Community of Hamid, S, A. 2013. HubunganPengetahuan Publishing in Nursing edisi Januari- April 2016 [e-journal]. dan Sikap KeluargaTentang Anggara, FHD.,Prayitno, N. 2013. Faktor – Pencegahan HipertensiDengan faktor yang berhubungan dengan Tekanan Darah Di Puskemas Telaga Kejadian Hipertensi. Thesis online. Murni Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1)., Hasan, A., 2007. Kamus Besar Bahasa Januari 2013. Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Aris, S. 2007. Mayo klinik Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Irawati, E., Wahyuni., 2011. Gambaran Jakata: PT. Intisari Mediatama. Karakteristik Keluarga Tentang Bakri, S., Lawrence, G., 2008. Genetika Hipertensi. Medan: USU Press. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Bandiyah.2009. Lanjut Usia dan Pada Tatanan Rumah Tangga Di Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Desa Karangasem. Jurnal GASTER vol.8(2). Jiang, H., 2016. Hypertension in China: a large and increasing public health challenge. Jurnal of Hypertension, Vol. 34. https://doi.org/10.1097/HJH.0000000 000000818 Murti. B., Rebecca. 2003. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Hipertensi Pada Wanita Di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal online. Nina, W. 2007. It’s Never Too Late: Physical Activity and Elderly People. Human Kinetics Journals Vol.12(2). Nisfiani, A., 2014. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Desa Begajah Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Naskah Publikasi. Niven, N. 2008. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional. Jakarta: EGC.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160