162 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:160-173 tahun 2016 dan laporan tentang profil RSU Keterangan: Haji Surabaya. ∑Xi = total skor kepuasan N = jumlah responden Sebelum instrumen berupa kuesioner disebarkan, dilakukan uji Hasil dari mean komposit masing- validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan masing unsur digunakan untuk menghitung reliabilitas dilakukan dengan membagikan nilai rata-rata komposit keseluruhan kuesioner kepada 30 responden yaitu dengan cara: pasien di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya kemudian diolah menggunakan Rata-rata komposit keseluruhan= mean program SPSS. komposit / K Sebelum analisis data, dilakukan Keterangan: perhitungan kategori nilai baru (komposit) K = banyaknya unsur sebagai rating nilai komposit baru untuk menentukan kategori kepuasan pasien Analisis data dilanjutkan dengan dengan cara (Supranto 2001): menggunakan nilai mean komposit dan nilai rata-rata komposit keseluruhan ������������������������������ max −������������������������������������������������ 5−1 sebagai acuan. Unsur dengan mean ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ = 5 = 0,8 komposit ≥ rata-rata komposit keseluruhan berarti pasien puas dan bukan isu, Sehingga diperoleh kategori nilai baru sedangkan unsur dengan mean komposit komposit kepuasan sebagai berikut: kurang dari rata-rata komposit keseluruhan berarti pasien tidak puas dan menjadi isu. 1 - 1,8 = tidak puas Isu yang telah ditemukan selanjutnya = kurang puas digunakan untuk menyusun rekomendasi 1,81 - 2,6 = biasa saja/netral sebagai perbaikan mutu pelayanan. 2,61 – 3,4 = puas Penelitian ini telah memperoleh keterangan 3,41 – 4,2 = sangat puas lolos kaji etik dari Komisi Etik FKM No : 307-KEPK. > 4,2 HASIL Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan program Dimensi Fisik Microsoft Excel. Teknik analisis data dimulai dengan menghitung total skor Menurut Dabholkar (1996) dimensi kepuasan yaitu memberikan skor atas fisik meliputi penampilan fisik dan jawaban responden pada setiap unsur kenyamanan yang ditawarkan kepada dengan cara: pelanggan berkaitan dengan layout fasilitas fisik. Keteraturan tatanan interior dan ∑Xi=(n1x1)+(n2x2)+(n3x3)+(n4x4)+(n5x5) eksterior ruangan rawat inap yang menarik secara visual, perlengkapan medis dan non Keterangan: medis yang tertata rapi, kebersihan dan kenyamanan ruangan, serta kemudahan ∑Xi = total skor kepuasan pelanggan dalam mencari ruangan. n1 = frekuensi kepuasan 1 n2 = frekuensi kepuasan 2 Berdasarkan Tabel 1. dapat n3 = frekuensi kepuasan 3 diketahui bahwa terdapat lima unsur n4 = frekuensi kepuasan 4 termasuk kategori puas dan satu unsur n5 = frekuensi kepuasan 5 termasuk kategori biasa saja/netral. Sebagian besar pasien merasa puas Tahap analisis data selanjutnya yaitu menghitung mean komposit masing- masing unsur pertanyaan kepuasan dengan cara: Mean Komposit = ∑Xi / N
Kidhung Piranti dan Stefanus Supriyanto, Analisis Kepuasan Pasien Di... 163 terhadap pelayanan yang diberikan namun puas, namun terdapat beberapa unsur masih terdapat unsur dengan nilai mean dengan nilai mean komposit di bawah nilai komposit di bawah nilai rata-rata komposit rata-rata komposit keseluruhan sehingga keseluruhan sehingga dapat menjadi isu. dapat menjadi isu. Isu dalam unsur-unsur Isu dalam unsur-unsur dimensi fisik yaitu dimensi reliabilitas, yaitu kecepatan dan penataan layout interior dan eksterior, ketepatan pelayanan yang diberikan sejak kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil, awal serta ketepatan waktu pemeriksaan serta kenyamanan ruangan (penerangan, laboratorium. kesejukan, dan ketenangan). Dimensi Interaksi Personal Dimensi Reliabilitas Dimensi interaksi personal Dimensi reliabilitas berkaitan dengan pelayanan yang diberikan sejak berkaitan dengan pemberi layanan dalam awal tanpa membuat kesalahan dan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. menumbuhkan kepercayaan pasien dengan Reliabilitas dibagi menjadi dua sub dimensi yaitu keeping promise (memenuhi sikap sopan dan senantiasa membantu. janji) dan doing it right (memberikan layanan dengan tepat). Dimensi ini mencerminkan para petugas Berdasarkan Tabel 2. dapat memperlakukan pasien dengan diketahui bahwa semua unsur termasuk dalam kategori puas. Meskipun kategori pengetahuan yang memadai dalam menjawab pertanyaan dari pasien serta memberikan perhatian yang tulus sehingga pasien merasa aman dan nyaman dalam memanfaatkan pelayanan di rumah sakit. Tabel 1. Kepuasan Pasien terhadap Unsur Dimensi Fisik Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya Tahun 2017 Unsur Mean Komposit Kategori Ket.Isu Kelengkapan peralatan medis 3,85 Puas Bukan Isu 3,49 Puas Isu Penataan layout interior dan eksterior 3,66 Puas Bukan Isu Kerapian penempatan plastik tempat obat dan penampilan dokter 3,55 Puas Isu Kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil 3,91 Puas Bukan Isu 3,32 Biasa Isu Ketersediaan penunjuk nama ruang Kenyamanan ruangan (penerangan, kesejukan, saja/netral dan ketenangan) 3,63 Nilai Rata-Rata Komposit Keseluruhan Tabel 2. Kepuasan Pasien terhadap Unsur Dimensi Reliabilitas di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya Tahun 2017 Unsur Mean Komposit Kategori Ket.Isu Ketepatan visite dokter 3,82 Puas Bukan Isu Ketepatan jam makan pasien 4,13 Puas Bukan Isu Kecepatan dan ketepatan pelayanan yang 3,73 Puas Isu diberikan sejak awal Kemudahan mendapatkan obat yang 3,96 Puas Bukan Isu dibutuhkan pasien Ketepatan waktu pemeriksaan 3,45 Puas Isu laboratorium Nilai Rata-Rata Komposit Keseluruhan 3,82
164 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:160-173 Berdasarkan Tabel 3. dapat Dimensi Pemecahan Masalah diketahui bahwa terdapat 6 unsur termasuk dalam kategori puas dan 3 unsur termasuk Dimensi pemecahan masalah dalam kategori biasa saja/netral. Unsur berkaitan dengan kepekaan pemberi dengan kategori biasa saja/netral memiliki layanan terhadap keluhan dari pasien dan nilai mean komposit di bawah nilai rata- keluarga pasien. Termasuk kemampuan rata komposit keseluruhan sehingga dapat pemberi layanan dalam memecahkan menjadi isuIsu dalam unsur-unsur dimensi masalah pasien dengan tulus dan jujur interaksi personal yaitu empati perawat sehingga dapat mencegah ketidakpuasan. terhadap keluhan pasien, keramahan Dimensi ini melibatkan interaksi langsung perawat dalam memenuhi permintaan antara petugas dengan pasien secara pasien, serta respek perawat dalam spesifik dalam penanganan masalah. memperhatikan pasien. Pemecahan masalah juga mencakup keberadaan petugas kesehatan. Tabel 3. Kepuasan Pasien terhadap Unsur Dimensi Interaksi Personal di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya Tahun 2017 Unsur Mean Komposit Kategori Ket.Isu Dokter dan perawat memiliki pengetahuan yang memadai dalam menjawab pertanyaan 4,04 Puas Bukan Isu pasien Sikap dokter dapat menumbuhkan 4,17 Puas Bukan Isu kepercayaan pasien Isu Empati perawat terhadap keluhan pasien 3,40 Biasa Bukan Isu saja/netral Bukan Isu Responsif perawat dalam memberikan Isu pelayanan 3,72 Puas Bukan Isu Dokter memberitahu pasien kapan pelayanan Isu lebih lannjut diberikan 3,73 Puas Bukan Isu Keramahan perawat dalam memenuhi permintaan pasien 3,26 Biasa Perhatian dokter dan perawat kepada pasien saja/netral Respek perawat dalam memperhatikan 3,88 Puas pasien 3,34 Biasa Kesopanan dokter dan perawat menerima konsultasi via telepon saja/netral Nilai Rata-Rata Komposit Keseluruhan 3,72 Puas 3,70 Tabel 4. Kepuasan Pasien terhadap Unsur Dimensi Pemecahan Masalah di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya Tahun 2017 Unsur Mean Komposit Kategori Ket.Isu Kemudahan dokter untuk ditemui 3,15 Biasa Isu saja/netral Bukan Isu Perhatian tulus (care) dokter dan perawat 3,71 Puas dalam menyelesaikan masalah yang Bukan Isu dialami pasien 3,62 Puas Kemampuan dokter dan perawat 3,49 menangani komplain Nilai Rata-Rata Komposit Keseluruhan
Kidhung Piranti dan Stefanus Supriyanto, Analisis Kepuasan Pasien Di... 165 Berdasarkan Tabel 4. diketahui PEMBAHASAN bahwa terdapat 2 unsur termasuk dalam kategori puas dan 1 unsur termasuk dalam Pelayanan rawat inap adalah suatu kategori biasa saja/netral. Unsur dengan pelayanan utama yang terdapat di rumah kategori biasa saja/netral memiliki nilai sakit dan merupakan tempat interaksi mean komposit di bawah nilai rata-rata antara pasien dan tenaga kesehatan rumah komposit keseluruhan sehingga dapat sakit yang berlangsung dalam waktu lama. menjadi isu. Isu dalam unsur-unsur Menurut Muninjaya (2004) perawatan dimensi pemecahan masalah, yaitu rawat inap merupakan perawatan yang kemudahan dokter untuk ditemui. diberikan rumah sakit kepada pasien untuk menempati tempat perawat karena Dimensi Kebijakan keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medis, serta untuk Dimensi kebijakan berkaitan mendapatkan pelayanan medis lainnya. dengan unsur kualitas jasa yang Pelayanan rawat inap melibatkan dipengaruhi langsung oleh kebijakan hubungan yang sensitif antara pasien, rumah sakit. Kebijakan yang terdapat di dokter, dan perawat sehingga menyangkut sebuah rumah sakit akan mencerminkan kepuasan, mutu pelayanan, dan citra rumah tingkat responsif terhadap kebutuhan sakit. Menurut Supriyanto dan Wulandari pasien atau tidak. Dimensi kebijakan (2011) mutu merupakan gambaran meliputi ketepatan jam berkunjung, menyeluruh dari kemampuan suatu barang prosedur administrasi yang jelas, serta atau jasa dalam memuaskan kebutuhan ketersediaan ruang tunggu yang nyaman. pelanggan baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang Berdasarkan Tabel 5. dapat tersirat. Mutu tidak lepas dari kualitas diketahui bahwa terdapat tiga unsur suatu barang maupun jasa yang termasuk kategori puas dan dua unsur mengandung banyak makna seperti bebas termasuk dalam kategori biasa saja/netral. dari segala kerusakan atau kecacatan, Unsur dengan kategori biasa saja/netral kesesuaian produk dalam hal penggunaan, memiliki nilai mean komposit di bawah persyaratan, atau tuntutan, melakukan nilai rata-rata komposit keseluruhan segala sesuatu dengan benar sejak awal, sehingga dapat menjadi isu. Isu dalam pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak unsur-unsur dimensi kebijakan, yaitu awal dengan tepat, serta menumbuhkan kejelasan prosedur administrasi bagi pasien kepuasan pelanggan. serta ketersediaan ruang tunggu yang nyaman. Tabel 5. Kepuasan Pasien terhadap Unsur Dimensi Kebijakan di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya Tahun 2017 Unsur Mean Komposit Kategori Ket.Isu Keterjangkauan tarif pelayanan rawat inap 4,12 Puas Bukan Isu Ketepatan waktu masuk dan waktu keluar pasien 3,82 Puas Bukan Isu Ketepatan jam berkunjung bagi kerabat pasien 3,92 Puas Bukan Isu Kejelasan prosedur administrasi bagi pasien 3,32 Biasa Isu Ketersediaan ruang tunggu yang nyaman saja/netral Isu Nilai Rata-Rata Komposit Keseluruhan 3,25 Biasa saja/netral 3,68
166 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:160-173 Mutu pelayanan kesehatan fisik (kerapian) petugas serta kondisi merupakan suatu ukuran atau tingkat kebersihan dan kenyamanan ruangan, kesempurnaan penampilan pelayanan jaminan keamanan yang diberikan oleh kesehatan yang digunakan untuk mengukur petugas kesehatan seperti ketepatan jadwal peningkatan mutu dalam memenuhi pemeriksaan dan kunjungan dokter, kebutuhan dan harapan pasien untuk keandalan dan keterampilan petugas mencapai mutu layanan yang optimal. kesehatan dalam memberikan pelayanan, Mutu pelayanan rumah sakit merupakan serta kecepatan dan ketanggapan petugas ukuran kesempurnaan pelayanan rumah dalam menangani keluhan pasien dan sakit dalam pemenuhan kebutuhan keluarga pasien (Muninjaya 2004). masyarakat konsumen akan pelayanan Menurut Supriyanto dan Wulandari (2011) kesehatan yang sesuai standar profesi, salah satu alat yang digunakan untuk standar pelayanan profesi, dan standar mengukur kepuasan pelanggan adalah pelayanan dengan menggunakan potensi survey kepuasan konsumen atau sumber daya yang tersedia di rumah sakit pelanggan. Kebanyakan pelanggan yang secara wajar, efisien, dan efektif serta merasa tidak puas akan mengurangi memberikan pelayanan dengan aman kunjungan atau berpindah rumah sakit lain. sehingga dapat memuaskan sesuai norma, Dalam melakukan survey kepuasan, etika, hukum, dan sosio budaya dengan sebaiknya juga ditanyakan mengenai memperhatikan keterbatasan dan kebutuhan dan harapan pasien terhadap kemampuan pemerintah serta masyarakat pelayanan rumah sakit sehingga dapat konsumen. Dimensi mutu di bidang digunakan untuk memperbaiki mutu kesehatan dapat mencakup beberapa aspek, pelayanan. antara lain: kompetensi hubungan interpersonal, keamanan dan keselamatan Dabholkar, et al (1996) mengkritik pelanggan, efektivitas dan efisiensi bahwa model Servqual tidak mampu pengelolaan, memberikan pelayanan menjelaskan secara akurat persepsi dengan wajar dan efektif, kontinuitas, serta pelanggan terhadap kualitas jasa layanan dalam hal keterjangkauan. Mutu pelayanan yang diberikan. Dabholkar juga kesehatan umumnya berkaitan dengan mengembangkan kualitas jasa dievaluasi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh meliputi 5 faktor utama, yaitu dimensi fisik suatu institusi atau fasilitas kesehatan (physical aspect), reliabilitas (reliability), seperti rumah sakit kepada perorangan atau interaksi personal (personal interaction), pasien. pemecahan masalah (problem solving), serta kebijakan (policy). Setiap dimensi Menurut Kotler (1997) kepuasan mengandung beberapa unsur yang menjadi pelanggan merupakan tingkat perasaan penilaian bagi pasien terhadap pelayanan seseorang setelah membandingkan kinerja yang diterima selama berada di ruang yang diberikan dibanding harapan rawat inap. pelanggan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa Dimensi Fisik pelayanan kesehatan antara lain: aspek komunikasi antara petugas kesehatan Dimensi fisik meliputi penampilan dengan pasien mengenai pemahanan fisik dan kenyamanan yang ditawarkan pasien terhadap jenis pelayanan kesehatan pemberi layanan kepada pelanggan. Hasil yang akan diterima, sikap empati (peduli) dari setiap produk pelayanan yang yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan diberikan dan telah diterima oleh pasien yang akan menyentuh emosi pasien, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. kesesuaian biaya pelayanan dengan jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang Kepuasan pasien terhadap unsur- ditawarkan oleh rumah sakit, penampilan unsur dalam dimensi fisik adalah tanggapan atau tingkat perasaan pasien terhadap unsur-unsur pelayanan yang
Kidhung Piranti dan Stefanus Supriyanto, Analisis Kepuasan Pasien Di... 167 diberikan selama dan setelah mendapatkan dengan layout fasilitas. Kemenarikan pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini ruangan akan membuat pasien merasa dilakukan penilaian kepuasan pasien lebih nyaman dan membantu kondisi psikis terhadap enam unsur dalam dimensi fisik. pasien agar cepat sembuh. Rekomendasi Unsur pertama yaitu kelengkapan peralatan yang dapat diberikan adalah pihak rumah medis, merupakan rumah sakit yang sakit mengubah warna ruangan yang mempunyai peralatan lengkap dan canggih semula cream dan putih menjadi hijau agar sehingga pasien dapat memperoleh terkesan menyejukkan. Unsur kedua yaitu pelayanan dengan maksimal. Unsur kedua kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil. yaitu penataan layout interior dan Pasien merasa tidak puas terhadap unsur eksterior, merupakan kondisi dan penataan tersebut karena terdapat ruang rawat inap ruangan rawat inap baik interior maupun dengan jumlah kamar kecil yang tidak eksterior yang menarik secara visual sebanding dengan jumlah pasien yang sehingga pasien tidak bosan selama sedang dirawat sehingga perlu mengantri menempati ruangan. Unsur ketiga yaitu dan kamar kecil menjadi cepat kotor. kerapian penempatan dan penampilan Menurut Pohan (2007) terdapat beberapa dokter, merupakan kondisi keteraturan aspek yang mungkin dapat mempengaruhi penempatan plastik tempat obat serta kepuasan pasien rawat inap rumah sakit peralatan medis dan non medis lainnya yaitu instalasi rawat inap tertata rapi, juga penampilan dokter saat memberikan bersih, dan nyaman. Kebersihan juga dapat pelayanan. Unsur keempat yaitu mencegah penularan penyakit lain yang kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil, dapat memperparah kondisi pasien. merupakan kondisi fasilitas ruang tunggu dan kamar kecil yang memadai serta harus Rekomendasi yang dapat diberikan selalu bersih akibat banyaknya pasien dan adalah mengusulkan penempatan untuk pengunjung pasien. Unsur kelima yaitu menambah jumlah kamar kecil serta ketersediaan penunjuk nama ruang, pemantauan kinerja petugas kebersihan merupakan keberadaan penunjuk nama oleh pihak rumah sakit. Unsur ketiga yaitu ruang di setiap lokasi yang strategis untuk kenyamanan ruangan dalam hal memudahkan pasien dan kerabat pasien penerangan, kesejukan, dan ketenangan. dalam mencari ruangan. Unsur keenam Penerangan di ruang rawat inap saat siang yaitu kenyamanan ruang rawat inap, hari sudah cukup baik karena tersedia merupakan kondisi penerangan yang cukup jendela untuk mendapatkan sinar mencukupi, kesejukan di dalam ruangan, dari luar. Pasien merasa tidak puas serta ketenangan yang dirasakan pasien terhadap unsur tersebut karena kurangnya saat jam istirahat. kesejukan di dalam ruangan akibat keterbatasan jumlah kipas angin yang Berdasarkan hasil penelitian Tabel harus berbagi dan menyesuaikan kecepatan 1. terdapat tiga unsur dengan kepuasan kipas angin dengan kesepakatan pasien rendah yang berarti pasien merasa tidak lain. Untuk unsur ketenangan, pasien puas terhadap pelayanan yang tersedia merasa masih terdapat banyak anak kecil sehingga menjadi isu mutu layanan. Unsur yang berkeliaran serta pengunjung pertama yaitu penataan layout interior dan berlebihan sehingga mengganggu jam eksterior. Pasien merasa tidak puas istirahat pasien (Piranti, 2017). terhadap unsur tersebut karena tatanan Rekomendasi yang dapat diberikan adalah ruang rawat inap kurang menarik secara pengaturan jumlah pengunjung oleh pihak visual dan terkesan monoton sehingga rumah sakit agar ruangan tidak terasa pasien merasa cepat bosan. Menurut pengap dan tidak mengganggu jam Tjiptono (2006) aspek fisik mencakup istirahat pasien. penampilan fisik dan kenyamanan yang ditawarkan kepada pelanggan berkaitan
168 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:160-173 Dimensi Reliabilitas kecepatan mendapatkan pelayanan Dimensi reliabilitas merupakan khususnya mendapatkan tempat tidur. kemampuan memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat tanpa membuat Menurut Supriyanto dan Wulandari (2011) kesalahan sejak awal. Pelayanan yang cepat dapat memberikan informasi salah satu penilaian konsumen terhadap mengenai layanan yang akan diberikan. Reliabilitas dipilah menjadi dua sub produk adalah keinginan untuk dapat dimensi yaitu keeping promise dan doing it right. menyediakan pelayanan yang dibutuhkan Kepuasan pasien terhadap unsur- dengan segera. Salah satu indikator yang unsur dimensi reliabilitas adalah tanggapan atau tingkat perasaan pasien terhadap diukur adalah kecepatan pelayanan yang unsur-unsur pelayanan yang diberikan selama dan setelah mendapatkan pelayanan diberikan saat pasien membutuhkan kesehatan. Dalam penelitian ini dilakukan penilaian kepuasan pasien terhadap lima dengan waktu tunggu yang pendek. unsur dalam dimensi reliabilitas. Unsur pertama yaitu ketepatan visite dokter, Rekomendasi yang dapat diberikan adalah merupakan ketepatan kunjungan dokter yang memeriksa pasien tepat waktu. Unsur sebaiknya pihak rumah sakit melakukan kedua yaitu ketepatan jam makan pasien, merupakan ketepatan datangnya makanan evaluasi terhadap petugas di tempat untuk pasien setiap pagi, siang, dan malam serta pemberian makanan tambahan lainnya. memperlakukan sama terhadap semua Unsur ketiga yaitu kecepatan dan ketepatan pelayanan medis, merupakan pasien sesuai prosedur. Unsur kedua yaitu pemberian pelayanan yang dilakukan secara cepat dan tepat sejak awal. Unsur ketepatan waktu pemeriksaan keempat yaitu kemudahan mendapatkan obat, merupakan kemudahan pasien dan laboratorium. Pasien merasa tidak puas keluarga pasien dalam mencari obat yang dibutuhkan dengan mengetahui lokasi terhadap unsur tersebut karena lamanya apotek yang tersedia di rumah sakit. Unsur kelima yaitu ketepatan waktu pemeriksaan waktu menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, merupakan pelayanan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan laboratorium. Rekomendasi yang dapat yang dibutuhkan serta ketepatan waktu keluarnya hasil pemeriksaan laboratorium. diberikan adalah sebaiknya pihak rumah Berdasarkan hasil penelitian Tabel sakit melakukan evaluasi terhadap petugas 2. terdapat dua unsur dengan kepuasan rendah yang berarti pasien merasa tidak laboratorium untuk segera melakukan puas terhadap pelayanan yang tersedia sehingga menjadi isu mutu layanan. Unsur tindakan setiap terdapat permintaan pertama yaitu kecepatan dan ketepatan pelayanan yang diberikan sejak awal. pemeriksaan laboratorium. Pasien merasa tidak puas terhadap unsur tersebut karena masih terdapat perbedaan Dimensi Interaksi Personal perlakuan yang diberikan antara pasien umum dengan pasien BPJS dalam Dimensi interaksi personal menekankan pada kemampuan pemberi layanan dalam menumbuhkan kepercayaan kepada pasien dan sikap sopan atau suka membantu. Dimensi interaksi personal merefleksikan cara petugas kesehatan memperlakukan pasien secara langsung sehingga pasien merasa aman dalam memanfaatkan pelayanan di rumah sakit. Kepuasan pasien terhadap unsur- unsur dalam dimensi interaksi personal adalah tanggapan atau tingkat perasaan pasien terhadap unsur-unsur pelayanan yang diberikan selama dan setelah mendapatkan pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilakukan penilaian kepuasan pasien terhadap sembilan unsur dalam dimensi interaksi personal. Unsur pertama yaitu pengetahuan dokter dan perawat, merupakan sikap dokter dan perawat dalam menjawab segala pertanyaan yang diajukan pasien maupun keluarga pasien mengenai penjelasan perawatan medis
Kidhung Piranti dan Stefanus Supriyanto, Analisis Kepuasan Pasien Di... 169 yang akan diberikan beserta akibatnya bagi yang mungkin mempengaruhi kepuasan pasien. Unsur kedua yaitu sikap dokter pasien terhadap pelayanan kesehatan selama pelayanan, merupakan sikap dokter adalah keramahan petugas dalam dalam memberikan pelayanan dapat memberikan layanan. Unsur kedua yaitu menumbuhkan kepercayaan pasien dan keramahan perawat dalam memenuhi membuat pasien merasa aman. Unsur permintaan pasien. Salah satu faktor yang ketiga yaitu empati perawat, merupakan mempengaruhi kualitas jasa pelayanan sikap perawat dalam mendengarkan adalah keramahan dalam memberikan keluhan pasien dengan sabar dan turut pelayanan terutama bagi mereka yang merasakan hal yang sama dirasakan oleh melakukan interaksi dan kontak langsung pasien. Unsur keempat yaitu responsif dengan pelanggan (Gaspersz, 2002). Citra dokter dan perawat, merupakan pelayanan dari pelayanan jasa sangat ketanggapan dokter dan perawat dalam ditentukan oleh orang yang berada di garis mengatasi masalah pasien dan memberikan terdepan dalam melayani langsung solusi terbaik. Unsur kelima yaitu pelanggan. Menurut Supriyanto dan kejelasan informasi waktu pemeriksaan, Ernawaty (2010) petugas pemberi layanan merupakan dokter memberitahu pasien harus senantiasa murah senyum dalam kapan persisnya pelayanan lebih lanjut memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. akan diberikan. Unsur keenam yaitu Unsur ketiga yaitu respek (kesopanan) keramahan perawat, merupakan sikap perawat dalam memperhatikan pasien. perawat dalam memenuhi permintaan Kesopanan perawat dalam memberikan pasien dengan selalu tersenyum. Unsur pelayanan merupakan sikap yang harus ketujuh yaitu perhatian dokter dan perawat, selalu dilakukan agar pasien merasa aman merupakan ketulusan dokter dan perawat dan nyaman dalam menyampaikan keluhan kepada pasien selama menerima secara spesifik. Salah satu aspek yang perawatan. Unsur kedelapan yaitu respek mungkin mempengaruhi kepuasan pasien perawat, merupakan kesopanan perawat adalah kesopanan dalam melayani pasien. dalam memperhatikan setiap detail kondisi Rekomendasi yang dapat diberikan untuk pasien. Unsur kesembilan yaitu kesopanan ketiga unsur tersebut adalah sebaiknya dokter dan perawat dalam konsultasi, rumah sakit mengadakan pelatihan untuk merupakan kesopanan dokter dan perawat melakukan evaluasi terhadap interpersonal dalam menerima konsultasi melalui communication skill bagi petugas telepon jika sedang tidak berada di rumah kesehatan serta petugas yang memberikan sakit. layanan diharapkan mampu berkomunikasi dengan pasien menggunakan bahasa Tabel 3. menunjukkan terdapat tiga daerah setempat. unsur dengan kepuasan rendah yang berarti pasien merasa tidak puas terhadap Dimensi Pemecahan Masalah pelayanan yang tersedia sehingga menjadi isu mutu layanan. Unsur pertama yaitu Dimensi pemecahan masalah empati perawat terhadap keluhan pasien. mencakup kepekaan dan ketanggapan Pasien merasa tidak puas terhadap unsur pemberi layanan dalam mengatasi tersebut karena masih terdapat perawat komplain dari pasien dan keluarga pasien. yang kurang senyum dan terkesan cuek Dimensi ini melibatkan interaksi antara jika pasien mengajukan keluhan sehingga pasien dan petugas kesehatan secara pasien menjadi tidak nyaman. Dalam spesifik berkaitan dengan tanggapan memberikan pelayanan seharusnya petugas penanganan masalah. harus dapat memperlakukan pasien dengan mau mendengarkan keluhan pasien dengan Kepuasan pasien terhadap unsur- sabar dan menunjukkan sikap peduli. unsur dimensi pemecahan masalah adalah Menurut Pohan (2007) salah satu aspek tanggapan atau tingkat perasaan pasien terhadap unsur-unsur pelayanan yang
170 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:160-173 diberikan selama dan setelah mendapatkan Kepuasan pasien terhadap unsur- pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini unsur dalam dimensi kebijakan adalah dilakukan penilaian kepuasan pasien tanggapan atau tingkat perasaan pasien terhadap tiga unsur dalam dimensi terhadap unsur-unsur pelayanan yang pemecahan masalah. Unsur pertama yaitu diberikan selama dan setelah mendapatkan kemudahan dokter untuk ditemui, pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini merupakan keberadaan dokter yang mudah dilakukan penilaian kepuasan pasien ditemui untuk melakukan konsultasi jika terhadap lima unsur dalam dimensi sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pasien dan kebijakan. Unsur pertama yaitu keluarga pasien. Unsur kedua yaitu keterjangkauan tarif, merupakan kebijakan perhatian tulus (care) dokter dan perawat, rumah sakit dalam menentukan tarif rawat dalam menyelesaikan masalah yang inap yang terjangkau dan sesuai dengan dialami pasien selama menerima pelayanan yang dibutuhkan. Unsur kedua perawatan. Unsur ketiga yaitu kemampuan yaitu ketepatan waktu, merupakan dokter dan perawat dalam menangani ketepatan waktu masuk pasien saat keluhan pasien secara langsung dan pertama kali membutuhkan pelayanan serta memberikan solusi. waktu keluar pasien setelah mendapatkan pelayanan dan sembuh. Unsur ketiga yaitu Berdasarkan hasil penelitian Tabel ketepatan jam berkunjung, merupakan 4. terdapat satu unsur dengan kepuasan kebijakan rumah sakit mengenai jam rendah yang berarti pasien merasa tidak berkunjung bagi pengunjung yang puas terhadap pelayanan yang tersedia terpasang jelas sehingga membatasi jumlah sehingga menjadi isu mutu layanan yaitu pengunjung dan tidak menganggu waktu unsur kemudahan dokter untuk ditemui. istirahat pasien. Unsur keempat yaitu Pasien merasa tidak puas terhadap unsur kejelasan prosedur administrasi, tersebut karena pasien dapat bertemu merupakan kebijakan rumah sakit dalam dokter hanya pada saat visite dokter saja menyampaikan prosedur administrasi yang dengan waktu yang tidak tentu sehingga tidak berbelit dan mudah dimengerti saat pasien membutuhkan dokter secara sehingga pasien dan keluarga pasien tidak tiba-tiba dokter tidak sedang berada di kebingungan dalam melengkapi rumah sakit. Menurut Tjiptono (2011) persyaratan administrasi. Unsur kelima diperlukan meluangkan waktu untuk yaitu ketersediaan ruang tunggu, mendengarkan keluhan pelanggan dan merupakan kebijakan rumah sakit berusaha memahami situasi yang dirasakan mengenai ketersediaan ruang tunggu yang oleh pelanggan. Rekomendasi yang dapat nyaman agar pengunjung pasien tidak diberikan adalah pihak rumah sakit perlu merasa bosan dengan memberikan fasilitas memperbaiki kebijakan jumlah dokter jaga pendukung lainnya seperti televisi. sesuai dengan prosedur serta sebaiknya dokter tetap dapat melayani pasien via Berdasarkan hasil penelitian Tabel telepon atau email saat dokter sedang tidak 5. terdapat dua unsur dengan kepuasan berada di rumah sakit. rendah yang berarti pasien merasa tidak puas terhadap pelayanan yang tersedia Dimensi Kebijakan sehingga menjadi isu mutu layanan. Unsur pertama yaitu kejelasan prosedur Dimensi kebijakan mencakup adminsitrasi bagi pasien. Sebagian besar aspek kualitas jasa pelayanan yang secara pasien rawat inap adalah pasien BPJS langsung dapat dipengaruhi oleh kebijakan sehingga untuk pengurusan administrasi rumah sakit. Kebijakan suatu rumah sakit harus melewati beberapa prosedur dan dapat mencerminkan tingkat ketanggapan persyaratan tertentu. Pasien merasa rumah sakit terhadap harapan dan kesulitan karena banyaknya berkas yang kebutuhan pelanggan. harus disiapkan serta alur pengurusan yang
Kidhung Piranti dan Stefanus Supriyanto, Analisis Kepuasan Pasien Di... 171 kompleks. Pihak pengelola rumah sakit sedangkan unsur dengan mean komposit harus dapat selalu berpikir dan mengambil tindakan untuk memuaskan pelanggan kurang dari rata-rata komposit keseluruhan (Arifin dan Prasetya, 2006). Beberapa tuntutan konsumen yang harus dipenuhi berarti pasien tidak puas dan menjadi isu. antara lain penyediaan tenaga medis dan paramedis yang profesional, prosedur yang Masing-masing unsur dalam mutu tidak berbelit, kecepatan pelayanan, serta menciptakan lingkungan yang aman dan pelayanan kesehatan berdasarkan Dimensi nyaman. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebaiknya pihak rumah Mutu Dabholkar dengan kepuasan rendah sakit melakukan perbaikan pada kebijakan dalam hal prosedur administrasi agar lebih berarti pasien merasa tidak puas terhadap jelas, tidak berbelit, dan mudah dipahami oleh pasien dan keluarga pasien sehingga pelayanan yang tersedia sehingga menjadi proses administrasi dapat berjalan lancar. Unsur kedua yaitu ketersediaan ruang isu mutu layanan yang perlu diperbaiki. tunggu yang nyaman. Banyaknya pengunjung pasien membuat pasien merasa Berdasarkan dimensi fisik terganggu dan menjadi tidak puas. Penunggu pasien di rawat inap terkadang diketahui lima unsur dengan kategori puas lebih dari dua orang selaku keluarga dan/atau kerabat pasien sehingga harus dan satu unsur dengan kategori biasa duduk bahkan tidur di lantai menggunakan karpet pribadi. Menurut Gaspersz (2002) saja/netral, namun terdapat tiga unsur yang atribut yang harus diperhatikan dalam melakukan perbaikan jasa pelayanan antara menjadi isu mutu layanan antara lain: lain atribut pendukung lainnya seperti kebersihan, adanya ruang tunggu, fasilitas penataan layout interior dan eksterior, musik, televisi, dan lain sebagainya. Keadaan ruang tunggu yang nyaman akan kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil, membuat pengunjung pasien menjadi tidak bosan. Rekomendasi yang dapat diberikan serta kenyamanan dalam hal penerangan, adalah sebaiknya pihak rumah sakit menyediakan tempat khusus tambahan kesejukan, dan ketenangan. Berdasarkan bagi keluarga dan/atau kerabat pasien yang menunggu serta mempertegas kebijakan dimensi reliabilitas diketahui semua unsur mengenai jam berkunjung dan memberi teguran kepada keluarga dan/atau kerabat termasuk kategori puas namun terdapat pasien yang berkunjung di luar jam berkunjung yang telah ditetapkan. dua unsur yang menjadi isu mutu layanan SIMPULAN antara lain: kecepatan dan ketepatan Berdasarkan hasil penelitian dan pelayanan yang diberikan sejak awal serta pembahasan dapat diketahui kategori kepuasan tiap unsur dan nilai masing- ketepatan waktu pemeriksaan masing unsur dengan mean komposit lebih dari sama dengan rata-rata komposit laboratorium. Berdasarkan dimensi keseluruhan berarti puas dan bukan isu, interaksi personal diketahui enam unsur dengan kategori puas dan tiga unsur dengan kategori biasa saja/netral sekaligus menjadi isu mutu layanan antara lain: empati perawat terhadap keluhan pasien, keramahan perawat dalam memenuhi permintaan pasien, serta respek (kesopanan) perawat dalam memperhatikan pasien. Berdasarkan dimensi pemecahan masalah diketahui dua unsur dengan kategori puas dan satu unsur dengan kategori biasa saja/netral sekaligus menjadi isu mutu layanan yaitu kemudahan dokter untuk ditemui. Berdasarkan dimensi kebijakan diketahui tiga unsur dengan kategori puas dan dua unsur dengan kategori biasa saja/netral sekaligus menjadi isu mutu layanan antara lain: kejelasan prosedur administrasi bagi pasien serta ketersediaan ruang tunggu yang nyaman. Rekomendasi yang dapat diberikan pada dimensi fisik antara lain: pihak rumah sakit mengubah warna ruangan yang semula cream dan putih menjadi hijau agar
172 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:160-173 terkesan menyejukkan, mengusulkan Mencakup Aspek Pemasaran dan penempatan untuk menambah kamar kecil Manajemen Keuangan. Jakarta: PT. serta pemantauan kinerja petugas Elex Media Komputindo kebersihan oleh pihak rumah sakit, serta Kelompok Gramedia, Anggota pengaturan jumlah pengunjung oleh rumah IKAPI. sakit agar ruangan tidak terasa pengap dan Dabholkar, P.A., Thorpe, D.I. & Rentz, tidak menganggu waktu istirahat pasien J.O. 1996. A Measure of Service lain. Rekomendasi pada dimensi Quality for Retail Stories: Scale reliabilitas antara lain: sebaiknya pihak Development and Validation. rumah sakit melakukan evaluasi terhadap Journal of The Academy of petugas yang memberikan pelayanan untuk Marketing Science 24 (1): 3-16. memperlakukan sama terhadap semua Berlin: Springer-Verlag. [https:// pasien sesuai prosedur serta melakukan https://doi.org/10.1177/009207039 evaluasi terhadap petugas laboratorium 602400101] untuk segera melakukan tindakan setiap Gaspersz, V. 2002.Manajemen Kualitas terdapat permintaan pemeriksaan dalam Industri Jasa Manajemen laboratorium. Rekomendasi pada dimensi Bisnis Total. Jakarta: Gramedia interaksi personal antara lain: sebaiknya Pustaka Utara. pihak rumah sakit mengadakan pelatihan Gaspersz, V. 2005.Total Quality untuk melakukan evaluasi terhadap Management. Jakarta: Gramedia interpersonal communication skill serta Pustaka Utama. petugas diharapkan mampu menggunaakan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 bahasa daerah setempat. Rekomendasi Tahun 2008 tentang Standar pada dimensi pemecahan masalah antara Pelayanan Minimal Rumah Sakit. lain: pihak rumah sakit perlu memperbaiki Jakarta. kebijakan jumlah dokter jaga sesuai Kotler, Philip. 1997. Manajemen dengan prosedur serta sebaiknya dokter Pemasaran, Jilid 2. New Jersey: tetap dapat melayani konsultasi pasien Prentice Hall. melalui telepon atau email saat dokter Muninjaya, A.A. 2004. Manajemen sedang tidak berada di rumah sakit dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku sewaktu-waktu dibutuhkan. Rekomendasi Kedokteran EGC. pada dimensi kebijakan antara lain: Peraturan Menteri Kesehatan Republik sebaiknya pihak rumah sakit melakukan Indonesia Nomor 340 Tahun 2010 perbaikan terhadap kebijakan dalam hal tentang Klasifikasi Rumah Sakit. prosedur administrasi agar lebih jelas, Jakarta. tidak berbelit, dan mudah dipahami agar Piranti, K., 2017. Analisis Mutu Pelayanan proses administrasi berjalan lancar serta di Instalasi Rawat Inap Rumah sebaiknya rumah sakit menyediakan Sakit Umum Haji Surabaya tempat khusus tambahan bagi keluarga berdasarkan Dimensi Mutu dan/atau kerabat pasien yang menunggu Dabholkar. Skripsi. Surabaya: sekaligus mempertegas kebijakan Universitas Airlangga. mengenai jam berkunjung dan memberi Pohan, Imbalo. 2007. Jaminan Mutu teguran kepada keluarga dan/atau kerabat Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar pasien yang berkunjung di luar jam Pengertian dan Penerapan. Jakarta: berkunjung yang telah ditetapkan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. 2014. DAFTAR PUSTAKA LAKIP Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Tahun 2014. Surabaya. Arifin., Prasetya. 2006. Manajemen Rumah Sakit Modern Berbasis Komputer:
Kidhung Piranti dan Stefanus Supriyanto, Analisis Kepuasan Pasien Di... 173 Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. 2015. Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit LKj RSU Haji Surabaya Tahun Andi. 2015. Surabaya. Supriyanto, S., Wulandari, R. D. 2011.Manajemen Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. 2015. Kesehatan. Surabaya: Health Review RENSTRA RSU Haji Advocacy. Surabaya Tahun 2015-2019. Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Surabaya. Pemasaran, Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit Andi. Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. 2016. Tjiptono, Fandy. 2006. Pemasaran Jasa, Laporan Kinerja BLUD RSU Haji Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Surabaya Tahun 2016: Laporan Malang: Bayumedia Publishing. Akhir IKM RSU Haji Surabaya. Undang-Undang Republik Indonesia Surabaya. Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. PT. Andi Mahasatya: Jakarta. Supriyanto, S., Ernawaty. 2010. Pemasaran Industri Jasa
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR DI PUSKESMAS WONOKUSUMO KOTA SURABAYA THE CORRELATION BETWEEN MOTHER CHARACTERISTICS AND COMPLETE BASIC IMMUNIZATION IN WONOKUSUMO COMMUNITY HEALTH SERVICE, SURABAYA Larassita Rakhmanindra1, Nunik Puspitasari1 1Departemen Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indoneisa Alamat Korespondensi: Larassita Rakhmanindra Email: [email protected] ABSTRACT: Immunization is one of the main activities implemented by the Ministry of Health in order to decrease the number of child pain and mortality caused by diseases that can be prevented by immunization (PD3I). This research aims to analyze the correlation between the mother characteristics and complete basic immunization on infants at Wonokusumo Community Health Service, Semampir District, Surabaya. The research is analytical study by employing cross-sectional design. The research samples were 86 mothers taken by using simple random sampling techniques. The data collection was carried out by conducting interview based on the existing questionnaire to mothers with 1-2 years children in Wonokusumo area. The analyzed variables were mother’s age, knowledge, employment status, income level, antinatal maternal status, and motivation. The data analysis was carried out by Chi-Square.The results show that there is a correlation of the mothers’ formal education (p=0.005), mothers’ knowledge about immunization (p=0.000), income level (p=0.018), antenatal maternal status (p=0.000), and the mother’s motivation (p=0.000) and complete basic immunization. Meanwhile, the mothers’ age (p=0.849) and mothers’ employment status (p=0.059) have no correlation with the complete basic immunization. In conclusion, the mother’s formal education, knowledge about immunization, income level, antenatal maternal status, and motivation are crucial matters in conducting complete basic immunization. Keywords: complete basic immunization, education, income level, mothers’ motivation. ABSTRAK: Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan guna dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian anak yang disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan karakteristik ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Wonokusumo Kecamatan Semampir Kota Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan ialah studi analitik, dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian sebesar 86 ibu, diambil secara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya kepada ibu yang memiliki anak berusia 1-2 tahun di wilayah Wonokusumo. Variabel yang diteliti ialah umur ibu, pendidikan formal ibu, pengetahuan ibu, status bekerja ibu, tingkat pendapatan, status antenatal ibu, dan motivasi ibu. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi Square.Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pendidikan formal ibu (p=0,005), pengetahuan ibu tentang imunisasi (p=0,000), tingkat pendapatan (p=0,018), status antenatal ibu (p=0,000) dan motivasi ibu (p=0,000) dengan kelengkapan imunisasi dasar, sedangkan umur ibu (p=0,849) dan status bekerja ibu (p=0,059) tidak terdapat hubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendidikan formal, pengetahuan tentang imunisasi, tingkat pendapatan, status antenatal dan motivasi ibu merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan imunisasi dasar secara lengkap. Kata kunci: imunisasi dasar lengkap, pendidikan, pendapatan, motivasi ibu PENDAHULUAN dari terjadinya kematian anak. Upaya preventif merupakan bidang prioritas yang Penyakit yang disebabkan oleh efektif dalam mewujudkan tujuan infeksi masih banyak terjadi di negara pembangunan kesehatan. Pada sistem berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit kesehatan nasional, imunisasi merupakan infeksi merupakan salah satu sebab terbesar salah satu cara preventif dalam mencegah ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.174-185 Received 28 September 2017, received in revised form 02 October 2017, Accepted 24 Octover 2017, Published online: December 2019
Larassita Rakhmanindra dan Nunik Puspitasari, Hubungan Antara Karakteristik Ibu... 175 terjadinya penyakit infeksi menular terutama Campak (93,75%). Cakupan imunisasi dasar pada bayi dan balita. Adanya upaya lengkap di Kota Surabaya tahun 2015 preventif dalam mencegah penularan sebesar 93,77 % (Profil Kesehatan Kota penyakit menular pada bayi dan balita, Surabaya, 2015). diharapkan akan menurunkan pula angka kematian bayi dan balita (Achmadi, 2006). Target imunisasi dasar Kota Surabaya pada tahun 2016 adalah 91,5%. Imunisasi merupakan suatu program Pada beberapa puskesmas di Kota Surabaya yang dengan sengaja memasukan antigen masih terdapat yang masih belum mencapai lemah agar merangsang antibody keluar target UCI. Puskesmas Wonokusumo sehingga tubuh akan resisten terhadap merupakan daerah terendah cakupan penyakit tertentu (Proverawati, 2010). imunisasi dasar lengkapnya yaitu 58,9% Imunisasi dapat mencegah 2-3 juta kematian dengan rincian sebagai berikut: HB kurang anak. Imunisasi dasar lengkap dilakukan dari 7 hari 34,0%, BCG 53,5%, DPT3+HB3 sebagai upaya preventif dalam mencegah 57,8%, Polio 59,8%, dan Campak 58,9%. penyakit menular seperti campak, hepatitis Tahun 2014-2017 cakupan imunisasi b, polio, difteri, tetanus dan pertusis. Selain Puskesmas Wonokusumo mengalami itu imunisasi merupakan upaya intervensi penurunan. kesehatan manusia yang paling berhasil dan cost-effective, terutama bagi negara Terdapat beberapa alasan mengapa berkembang (WHO, 2012). ibu tidak mengimunisasi anaknya, yaitu ibu takut akan efek samping dari imunisasi, saat Pada hakekatnya masalah imunisasi jadwal imunisasi anak sedang sakit, dan tidak luput dari perhitungan untung dan rugi. tidak percaya akan manfaat dari imunisasi. Keuntungan dari imunisasi tidak terlihat Menurut Riskesdas tahun 2013 alasan anak secara materi mungkin tidak pula langsung tidak dimunisasi antara lain karena takut dirasakan. Anak yang mendapat imunisasi anaknya panas akibat imunisasi yang jarang menderitas sakit parah dan diberikan, keluarga tidak mengizinkan anak pertumbuhannya berjalan normal. untuk di imunisasi, tempat imunisasi jauh, Sebaliknya pada anak yang tidak mendapat kesibukan orang tua, seringnya anak sakit, imunisasi akan lebih besar risikonya untuk dan tidak tahu tempat imunisasi. mengalami sakit parah dan pertumbuhannya Berdasarkan karakteristik ibu didapatkan terhambat, bahkan berisiko dapat terjadi cakupan imunisasi dasar lengkap anak kematian. Masalah manfaat dan keuntungan tertinggi adalah pada ibu dengan pendidikan yang tidak langsung dapat dirasakan ini lulus perguruan tinggi, dan semakin tinggi merupakan salah satu hambatan sosial ekonomi keluarga maka semakin terlaksananya imunisasi (Achmadi, 2006). tinggi persentase imunisasi dasar lengkap pada anak (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan laporan info Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Terdapat beberapa faktor yang dapat pada tahun 2015 sebanyak 3 provinsi yang mempengaruhi keputusan ibu utuk melaporkan bahwa cakupan desa/kelurahan mengimunisasi anaknya, yaitu umur, tingkat UCI sebesar 100%, yaitu DKI Jakarta, D.I pendidikan, tingkat pendapatan, status Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Pada bekerja, tingkat pengetahuan, fasilitas realitanya cakupan UCI Jawa Timur berada kesehatan, dukungan orang sekitar dan di bawah rata-rata cakupan UCI Indonesia. lainnya. Faktor predisposisi (predisposing factor) yang terdiri atas umur ibu, tingkat Pada tahun 2015 dilaporkan bahwa pendidikan formal ibu, pengetahuan tentang UCI di Surabaya mencapai 85,71% dari 154 imunisasi ibu, status bekerja ibu, tingkat Kelurahan yang terdapat di Kota Surabaya. pendapatan, status antenatal ibu, dan Cakupan imunisasi dasar di Kota Surabaya motivasi ibu. Pada faktor predisposisi pada tahun 2015 yaitu: Imunisasi Hepatitis (predisposing factor) ini terdapat batasan B kurang dari 7 hari (84,95%), BCG variabel independen penelitian yang tidak (92,15%), Imunisasi DPT3+HB3 (92,18%), diteliti karena keterbatasan peneliti. Imunisasi Polio 4 (91,71%), Imunisasi
176 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:174-185 Tujuan dari penelitian ini adalah Penelitian dilakukan di wilayah kerja Menganalisis hubungan karakteristik ibu Puskesmas Wonokusumo Kecamatan yang terdiri dari dengan kelengkapan Semampir Kota Surabaya. Lokasi ini dipilih imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas sebagai lokasi penelitian karena memiliki Wonokusumo Kota Surabaya. cakupan imunisasi dasar yang terendah dari seluruh wiliyah kerja Puskesmas di METODE PENELITIAN Surabaya. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 sampai Juli 2017. Jenis penelitian yang digunakan Instrumen penelitian menggunakan ialah studi analitik karena untuk melakukan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. analisis hubungan antara karakteristitik ibu Variabel independen terdiri dari umur ibu, dangan kelengkapan imunisasi dasar pendidikan formal ibu, pengetahuan ibu lengkpa. Rancang bangun penelitian yang tentang imunisasi, status bekerja ibu, tingkat digunakan adalah dengan cross sectional. pendapatan, status antenatal ibu, dan motivasi ibu, sedangkan variabel Populasi pada penelitian ini adalah dependennya ialah kelengkapan imunisasi ibu yang memiliki anak yang telah melewati dasar. Analisis data dalam penelitian ini masa imunisasi dasar pada tahun 2016 menggunakan uji Chi squre. Penelitian ini berdasarkan data cakupan imunisasi di telah memperoleh keterangan lolos kaji etik wilayah kerja Puskesmas Wonokusumo dari Komisi Etik FKM No : 342-KEPK. Kecamatan Semampir Kota Surabaya. Jumlah populasi tersebut adalah 1094 ibu HASIL bayi. Puskesmas Wonokusumo merupakan Sampel di dalam penelitian ini salah satu puskesmas yang berada di adalah sebagian ibu yang memiliki anak usia wilayah Kecamatan Semampir Kota 1-2 tahun dari keseluruhan di Puskesmas Surabaya. Puskesmas Wonokusumo terdiri Wonokusumo dengan jumlah sampel dari puskesmas induk dan pembantu. sebesar 86 ibu. Hasil besar sampel Wilayah kerja Puskesmas Wonokusumo didapatkan dari rumus Lemeshow (1997): adalah Kelurahan Wonokusumo yang terbagi atas 16 RW dan 166 RT. Status ������.������12−���2��� . ������(1−������) kelengkapan imunisasi dasar adalah lengkap n = (������−1)������2+������12−���2��� .������(1−������) atau tidaknya imunisasi yang diperoleh balita tersebut mulai dari Hepatitis B, BCG, maka didapat sampel minimal dalam DPT, Polio dan Campak. Hasil penelitian penelitan ini: kelengkapan imunisasi sebagai berikut: 1094 (1,96)2.0,59(1−0,59) Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Status Kelengkapan Imunisasi di Puskesmas n= (1094−1)(0,1)2 + (1,96)2.0,59 (1−0,59) Wonokusumo 1008,65 Status Kelengkapan Jumlah % Imunisasi Dasar = 11,85 32 37,21 = 85,12 Tidak Lengkap 54 62,79 Lengkap 86 100,00 Teknik pengambilan sampel yang Jumlah digunakan di penelitian ini adalah menggunakan Simple Random Sampling Berdasarkan Tabel 1. diketahui yaitu metode pengambilan secara acak bahwa 37,21% ibu yang memiliki balita dimana masing-masing mempunyai peluang dengan status kelengkapan imunisasi dasar yang sama besar untuk terpilih sebagai yang tidak lengkap dan sisanya 62,79% sampel. berstatus lengkap. Terdapat beberapa alasan
Larassita Rakhmanindra dan Nunik Puspitasari, Hubungan Antara Karakteristik Ibu... 177 mengapa ibu tidak mengimunisasi balitanya, Berdasarkan usia ibu, terdapat 40% yaitu: Sakit saat jadwal imunisasi (59,38%), ibu yang berusia kurang dari 20 tahun takut akan efek samping imunisasi memiliki anak dengan imunisasi tidak (34,38%), dan tidak percaya akan imunisasi lengkap. Ibu yang berumur 20 tahun atau (6,25%). lebih, sebanyak 37,04% diantaranya memiliki anak dengan imunisasi dasar tidak Umur Ibu lengkap. Terdapat 60% ibu yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki anak dengan Kategori umur ibu berdasarkan dari imunisasi dasar lengkap. Sementara pada umur ideal seorang wanita menikah dan siap ibu berumur 20 tahun atau lebih terdapat memiliki anak menurut BKKBN. Perbedaan 62,96% diantaranya memiliki anak dengan umur ibu berhubungan dengan tingkat imunisasi dasar lengkap. Tidak ada paparan dan tingkat pengalaman yang perbedaan yang signifikan antara proporsi dimiliki. Perbedaan keterpaparan dan tingkat imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pengalaman akan berpengaruh pada menurut usia ibu (nilai p=0,849). pengambilan keputusan kesehatan. Tabel 2.Analisis Bivariate antara Umur Ibu dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Tidak Imunisasi Jumlah p – value Lengkap Lengkap 0,849* <20 tahun n% Usia 20 tahun n% n% 5 100,0 2 40,0 3 60,00 81 100,0 Jumlah 30 37,04 51 62,96 86 100,0 32 37,21 54 62,79 *signifikansi pada α = 0,05 Pendidikan Fomal Ibu dasar tidak lengkap. Ibu yang telah menjalani pendidikan formal lebih dari 9 Pendidikan formal ibu di kategorikan tahun, sebanyak 77,78% diantaranya menjadi pendidikan ibu kurang dari sama memiliki anak dengan imunisasi dasar dengan 9 tahun dan pendidikan ibu lebih dari lengkap. 9 tahun. Pendidikan ibu kurang dari sama dengan 9 tahun adalah dimana pendidikan Terdapat perbedaan yang signifikan yang telah di selesaikan ibu paling tinggi antara proporsi imunisasi dasar lengkap dan sampai sekolah menengah pertama tidak lengkap menurut pendidikan formal (SMP/sederajat) sedangkan, pendidikan ibu (nilai p=0,005). Nilai koefisien lebih dari 9 tahun adalah dimana ibu paling kontingensi 0,325 yang berartikan hubungan tidak telah pernah memasuki ranah sekolah yang dimiliki tidak begitu kuat karena nilai menengah atas (SMA/sederajat). Ibu yang tersebut mendekati nilai 0. telah melewati masa pendidikan formal lebih dari 9 tahun akan cenderung Pengetahuan Ibu mengimunisasi anaknya daripada ibu yang melewati pendidikan formal tidak lebih dari Pada variabel pengetahuan ibu 9 tahun. Berdasarkan pendidikan ibu dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu, terdapat 53,66% ibu yang telah menjalani pengetahuan rendah, pengetahuan sedang pendidikan formal selama 9 tahun atau dan pengetahuan tinggi. Berdasarkan kurang memiliki anak dengan imunisasi pengetahuan ibu, terdapat 90,90% ibu yang memiliki pengetahuan tentang imunisasi rendah memiliki anak dengan imunisasi
178 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:174-185 yang tidak lengkap. Terdapat 96% ibu yang pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar memiliki pengetahuan tentang imunisasi lengkap (nilai p=0,000). Nilai koefisien tinggi memiliki anak dengan imunisasi dasar kontingensi menunjukan 0,812 yang lengkap. Terdapat perbedaan yang berartikan hubungan yang dimiliki cukup signifikan antara proporsi imunisasi dasar kuat karena nilai tersebut mendekati nilai 1. lengkap dan tidak lengkap menurut Tabel 3. Analisis Bivariate antara Pendidikan Formal Ibu dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Tidak Imunisasi Jumlah p – value Lengkap Lengkap 0,005* Pendidikan 9 tahun N% n% Formal Ibu >9 tahun n% 19 46,34 41 100,0 22 53,66 35 77,78 45 100,0 Jumlah 10 22,22 54 62,79 86 100,0 *signifikansi pada α = 0,05 32 37,21 Tabel 4.Analisis Bivariate antara Pengetahuan Ibu dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Tidak Imunisasi Jumlah p – value Lengkap Lengkap 0,000* Pengetahuan Rendah n% n% Ibu Sedang n% 1 9,10 11 100,0 10 90,90 5 20,00 25 100,0 Tinggi 20 80,00 48 96,00 50 100,0 Jumlah 2 4,00 54 62,79 86 100,0 *signifikansi pada α = 0,05 32 37,21 Status Bekerja Ibu 3.296.212 dan lebih dari sama dengan Rp. 3.2296.212. Kategori ini dibedakan Status bekerja ibu ditunjukkan untuk berdasarkan UMK Kota Surabaya. Pada melihat apakah ibu memiliki penghasilan hasil yang telah dilapangan diketahui bahwa atau tidak. Berdasarkan penghasilan tersebut masyarakat di wilayah wonokusumo maka akan didapatkan cara ibu dalam merupakan masyarakat yang tegolong pada mendapat akses faslitas kesehatan. Selain itu pendapatan menengah kebawah. pendapatan akan melihat waktu dan kegiatan ibu sehari-harinya, apakah ibu memiliki Berdasarkan tingkat pendapatan ibu, waktu luang yang cukup banyak atau tidak. terdapat 45,90% ibu yang memiliki pendapatan kurang dari UMK memiliki anak Berdasarkan status bekerja ibu, dengan imunisasi dasar tidak lengkap. Ibu terdapat 43,75% ibu yang tidak bekerja yang memiliki pendapatan sesuai UMK atau memiliki anak dengan imunisasi dasar tidak lebih, sebanyak 84% diantaranya memiliki lengkap. Sementara 81,82% ibu yang anak dengan imunisasi dasar lengkap. bekerja memiliki anak dengan imunisasi Terdapat perbedaan yang signifikan antara dasar lengkap. Tidak ada perbedan yang proporsi imunisasi dasar lengkap dan tidak siginifikan antara proporsi imunisasi dasar lengkap menurut tingkat pendapatan ibu lengkap dan tidak lengkap menurut status (nilai p=0,018). Nilai koefisien kontingensi bekerja ibu (nilai p=0,059). 0,281 yang berartikan hubungan yang dimiliki tidakbegitu kuat karena nilai Tingkat Pendapatan tersebut mendekati nilai 0. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi tingkat pendapat kurang dari Rp.
Larassita Rakhmanindra dan Nunik Puspitasari, Hubungan Antara Karakteristik Ibu... 179 Status Antenatal sama dengan 4 kali. Kategori ini berdasarkan dari jumlah minimal kunjungan Status antenatal ibu dikategorikan antenatal yang dilakukan oleh ibu hamil. menjadi kurang dari 4 kali dan lebih dari Tabel 5.Analisis Bivariate antara Status Bekerja Ibu dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Imunisasi Jumlah p – value Tidak Lengkap Lengkap 0,059* Status Tidak Bekerja N% Bekerja Berkeja n% n% 64 100,0 28 43,75 36 56,25 22 100,0 Jumlah 4 18,18 18 81,82 86 100,0 32 37,21 54 62,79 *signifikansi pada α = 0,05 Tabel 6. Analisis Bivariate antara Tingkat Pendapatan dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Imunisasi Jumlah p – value Tidak Lengkap Lengkap 0,018* Tingkat < UMK n% n% n% 33 54,10 61 100,0 Pendapatan UMK 28 45,90 21 84,00 25 100,0 4 16,00 54 62,79 86 100,0 Jumlah 32 37,21 *signifikansi pada α = 0,05 Berdasarkan status antenatal ibu, Motivasi ibu dikategorikan berdasarkan terdapat 85% ibu yang melakukan hasil wawancara sesuai kuesioner yang ada. kunjungan antenatal kurang dari 4 kali Ibu yang memiliki motivasi yang tinggi memiliki anak dengan imunisasi dasar tidak diharapkan akan lebih melakukan imunisasi lengkap. Ibu yang melakukan kunjungan dasar lengkap daripada dengan ibu yang antenatal sebanyak 4 kali atau lebih, memiliki motivasi yang rendah.Berdasarkan sebanyak 77,27% diantaranya memiliki anak motivasi ibu, terdapat 74,07% ibu yang dengan imunisasi dasar lengkap. memiliki motivasi akan imunisasi dasar rendah memilki anak dengan imunisasi Diketahui nilai p adalah 0,000. Nilai dasar tidak lengkap. Ibu yang memiliki tesebut kurang dari 0,05 yang berartikan motivasi tinggi terdapat 79,66% yang terdapat perbedaan yang signifikan antara memiliki anak dengan status imunisasi dasar proporsi imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap. lengkap menurut status antenatal ibu. Nilai koefisien kontingensi diketahui sebesar Terdapat perbedaan signifikan antara 0,544 yang berartikan hubungan yang proporsi imunisasi dasar lengkap dan tidak dimiliki tidak begitu kuat karena nilai lengkap menurut motivasi ibu akan tersebut mendekati nilai 0. imunisasi dasar (nilai p=0,000). Nilai koefisien kontingensi 0,516 yang berartikan Motivasi Ibu hubungan yang dimiliki tidak begitu kuat karena nilai tersebut mendekati nilai 0. Motivasi ibu dikategorikan menjadi motivasi rendah dan motivasi tinggi.
180 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:174-185 Tabel 7. Analisis Bivariate antara Status Antenatal Ibu dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Imunisasi Jumlah p – value Tidak Lengkap Lengkap 0,000* Status < 4 kali n% Antenatal 4 kali n% N% 20 100,0 17 85,00 3 15,00 66 100,0 Jumlah 15 22,73 51 77,27 86 100,0 *signifikansi pada α = 0,05 32 37,21 54 62,79 Tabel 8.Analisis Bivariate antara Motivasi Ibu dan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Puskesmas Wonokusumo Tahun 2017 Variabel Imunisasi Imunisasi Jumlah p – value Tidak Lengkap Lengkap 0,000* Motivasi Ibu Rendah N% n% Tinggi N% 7 25,93 27 100,0 20 74,07 47 79,66 59 100,0 Jumlah 12 20,34 54 62,79 86 100,0 32 37,21 *signifikansi pada α = 0,05 PEMBAHASAN hasil bersama antara faktor internal maupun faktor eksternal. Umur Ibu Hasil penelitian ini sejalan dengan Umur merupakan salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati karakteristik utama yang dimiliki oleh (2014) di Kota Surabaya, tepatnya di seseorang. Umur mempunyai hubungan Kelurahan Krembangan Utara, bahwa tidak dengan tingkat keterpaparan akan suatu terdapat hubungan antara umur ibu dengan pengalaman. Perbedaan pengalaman kelengkapan imunisasi. Penelitian yang terhadap suatu kejadian masalah kesehatan sejalan lainnya adalah penelitian yang dipengaruhi oleh umur seseorang. Hasil dilakukan oleh Sugiarti (2014) di Kabupaten penelitian menunjukan nilai p > yang Gresik dan penelitian yang dilakukan oleh berartikan bahwa tidak terdapat hubungan Luke (2014) di West Kenya, dimana antara umur ibu dengan kelengkapan menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan imunisasi dasar. Hasil ini sama dengan hasil antara umur ibu dengan kelengkapan dilakukan oleh Rini (2009), yang imunisasi dasar. menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ibu dengan Terdapat penelitian lainnya yang kelengkapan imunisasi dasar. Penelitian ini tidak menunjukan hasil yang serupa, yaitu menunjukkan bahwa perbedaan pengalaman penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhani dan pengambilan keputusan tidak (2013) di Kabupaten Magetan, dimana dipengaruhi oleh umur. Hal ini terdapat hubungan antara umur ibu dengan menunjukkan bahwa umur tidak selalu kelengkapan imunisasi. Usia ibu yang dominan menunjang seseorang untuk mengalami peningkatan dalam batas tertentu berperilaku seperti halnya yang maka dapat meningkatkan pengalaman ibu diungkapkan oleh Notoatmodjo (2003) dalam mengasuh anak, sehingga akan bahwa seseorang berperilaku berdasarkan berpengaruh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan timbulnya penyakit (Rizqiawan, 2008).
Larassita Rakhmanindra dan Nunik Puspitasari, Hubungan Antara Karakteristik Ibu... 181 Pendidikan Formal Ibu Pengetahuan Ibu Pendidikan formal yang telah Pengetahuan merupakan hal yang dijalani ibu merupakan salah satu akses sangat penting dalam pembentukan perilaku dalam mendapatkan pengetahuan. Selain itu, seseorang (Notoatmodjo, 2003). Tingkat dengan pendidikan formal maka akses pengetahuan yang dimiliki ibu akan komunikasi dan pengalaman dengan memberikan respon yang positif terhadap institusi pendidikan lebih luas. Semakin program kesehatan. Pengetahuan yang tinggi pendidikan maka akses komunikasi dimiliki ibu akan berpengaruh positif pada dengan institusi pendidikan dan pengambilan keputusan dan perilaku ibu pengetahuan ibu akan semakin luas. Dengan untuk mengimunisasi bayinya. Ibu yang hal tersebut diharapkan ibu akan memiliki memiliki pengetahuan yang tinggi pengetahuan yang luas tentang imunisasi dimungkikan akan memiliki peluang yang dan cenderung melakukan imunisasi dasar lebih besar untuk melakukan imunisasi pada lengkap pada bayinya. bayinya. Hasil penelitian menunjukan nilai p Hasil penelitian menunjukan nilai p < yang berartikan bahwa terdapat < yang berarti terdapat hubungan antara hubungan antara pendidikan formal yang pengetahuan imunisasi yang dimiliki oleh telah dijalani ibu dengan kelengkapan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar. imunisasi dasar. Hasil ini sama dengan hasil Hasil ini sama dengan hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh Rini (2009) dilakukan oleh Rini (2009) bahwa terdapat bahwa terdapat hubungan antara pendidikan hubungan antara pengetahuan imunisasi ibu dengan kelengkapan imunisasi. Hal ini yang dimiliki oleh ibu dengan kelengkapan menunjukan bahwa kondisi pendidikan ibu imunisasi. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah Wonokusumo masih sama pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu di sampai saat ini. Wonokusumo masih menjadi variabel yang berhubungan dengan melakukan imunisasi Hasil penelitian di Wonokusumo pada bayinya. serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2014) di Kota Surabaya Penelitian ini didukung pula dengan tepatnya di Kelurahan Krembangan Utara, hasil penelitian yang dilakukan oleh bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Rahmawati (2014) di Kota Surabaya formal ibu dengan kelengkapan imunisasi. tepatnya di Kelurahan Krembangan Utara, Semakin tinggi pendidikan ibu akan bahwa terdapat hubungan antara berhubungan positif dengan kecenderungan pengetahuan imunisasi yang dimiliki ibu untuk mengimunisasi bayinya. Penelitian dengan kelengkapan imunisasi dasar. serupa juga dilakukan oleh Sugiarti (2014) Tingkat pengetahuan ibu yang kurang di Kabupaten Gresik, bahwa ibu yang berisiko untuk tidak melakukan imunisasi memiliki pendidikan tinggi maka akan lebih pada bayinya dan sebaliknya tingkat mudah menerima dan mengerti tentang pengetahuan ibu yang tinggi akan cenderung pesan-pesan imunisasi, sehingga diharapkan untuk melakukan imunisasi dasar pada dapat menerapkan informasi yang bayinya. diterimanya, yaitu memberikan imunisasi lengkap kepada anaknya. Penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Octaviani Hasil penelitian lainnya yang (2015) di Kabupaten Sampang, Isnayni menunjukan terdapat hubungan antara (2016) di Kabupaten Lamongan, Nur (2010) pendidikan formal ibu dengan kelengkapan di Yogyakarta, Triana (2015) di Padang, imunisasi dasar adalah penelitian yang Indrawan (2014) di Kelurahan Airlangga dilakukan oleh Nur (2010) di Yogyakarta. dan Kelurahan Gubeng Kota Surabaya, Selain itu terdapat hasil yang sama pada dimana tedapat hubungan antara sesama negara berkembang yaitu penelitian pengetahuan imunisasi yang dimiliki ibu yang dilakukan oleh Adebiyi (2013) di dengan kelengkapan imunisasi dasar. Nigeria dan Luke (2014) di Western Kenya. Semakin baik tingkat pendidikan, maka
182 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:174-185 semakin baik pula tingkat pengetahuan. informasi mengenai pentingnya imunisasi Selain pendidikan, faktor-faktor yang dan dapat menyebabkan pengetahuan ibu mempengaruhi pada peningkatan menjadi kurang. Pendidikan yang rendah pengetahuan seseorang adalah keikutsertaan menyebabkan ibu tidak tahu manfaat yang dalam pelatihan atau penyuluhan. terkandung dalam imunisasi bagi bayi atau Pengetahuan seseorang dapat bertambah balitanya. pula dengan cara memperkaya khasanah pengetahuan melalui membaca baik melalui Penelitian ini sejalan dengan media massa dan media elektrik (internet), penelitian Octaviani (2015) di Kabupaten walaupun tanpa melalui pendidikan formal Sampang, Isnayni (2016) di Kabupaten (Senewe, 2017). Lamongan, Nur (2010) di Yogyakarta, dan Triana (2015) di Padang, , dimana terdapat Status Bekerja hubungan antara pengetahuan imunisasi yang dimiliki ibu dengan kelengkapan Kelompok ibu yang memberikan imunisasi dasar. Penelitian yang dilakukan imunisasi dasar lengkap pada bayinya, oleh Adebiyi (2013) bertentangan dengan terdapat kecenderungan lebih besar ibu yang hasil penelitian ini, dimana terdapat bekerja daripada ibu yang tidak bekerja. Ibu hubungan antara status bekerja ibu dengan yang bekerja memiliki risiko lebih besar kelengkapan imunisasi. untuk mengimunisasi bayinya dibandingkan degan ibu yang tidak bekeja. Hal tersebut Tingkat Pendapatan dikarenakan ibu yang bekerja memiliki paparan informasi yang lebih banyak Tingkat pendapatan merupakan dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja komponen yang kuat dalam penentuan atau sebagai ibu rumah tangga. perilaku. Hal ini berhubungan dengan akses untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Hasil penelitian menunjukan nilai p Tingkat pendapatan yang tinggi > yang berartikan tidak terdapat hubungan menandakan bahwa status ekonomi yang antara status bekerja ibu dengan baik dan hal tersebut juga akan kelengkapan imunisasi dasar. Hasil ini sama mempengaruhi dalam mendapatkan fasilitas dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh kesehatan. Akses fasilitas kesehatan yang Rini (2009) bahwa tidak terdapat hubungan mudah didapat maka akan berpengaruh pada antara status bekerja ibu dengan status kesehatan seseorang dalam arti ini kelengkapan imunisasi. Hal ini ialah mendapatkan pelayanan imunisasi menunjukkan bahwa status bekerja para ibu dasar. di Wonokusumo masih menjadi variabel yang tidak berhubungan dengan melakukan Hasil penelitian menunjukan nilai p imunisasi pada bayinya. < yang berartikan terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan Penelitian ini didukung pula dengan kelengkapan imunisasi dasar. Hasil ini sama hasil penelitian yang dilakukan oleh dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2014) di Kota Surabaya Rini (2009) bahwa terdapat hubungan antara tepatnya di Kelurahan Krembangan Utara, tingkat pendapatan dengan kelengkapan bahwa tidak terdapat hubungan antara status imunisasi. Hal ini menunjukan bahwa bekerja ibu dengan kelengkapan imunisasi tingkat pendapatan di Wonokusumo masih dasar. Kesamaan pada penelitian ini adalah menjadi variabel yang berhubungan dengan rata-rata hasil jumlah ibu yang tidak bekerja melakukan imunisasi pada bayinya. atau sebagai ibu rumah tangga lebih besar daripada ibu yang bekerja. Keterkaitan Penelitian ini didukung pula dengan kelengkapan imunisasi dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai faktor, salah satunya dengan Rahmawati (2014) di Kota Surabaya tingkat pendidikan yang rendah dan dengan tepatnya di Kelurahan Krembangan Utara, status bekerja. Kedua hal tersebut akan bahwa terdapat hubungan antara tingkat menyebabkan ibu tidak mendapatkan pendapatan dengan kelengkapan imunisasi dasar. Persamaan hasil penelitian di
Larassita Rakhmanindra dan Nunik Puspitasari, Hubungan Antara Karakteristik Ibu... 183 Wonokusumo dan Krembangan Utara Motivasi Ibu adalah status ekonomi masyarakat sama- sama tergolong menengah kebawah. Status Motivasi adalah suatu alasan sosial ekonomi berhubungan erat dengan mendasar dalam bebuat sesuatu. Motivasi faktor psikologi pada masyarakat (Noor, menjadi sebuah kehendak dorongan tetentu 2000). Sehingga masyarakat menengah untuk melakukan sesuatu sampai kebawah takut akan dikenakan biaya jika ke tercapainya suatu tujuan tertentu. Motivasi pelayanan imunisasi, meskipun pada menjadi suatu kekuatan, tenaga atau daya, dasarnya mereka mengetahui bahwa atau suatu keadaan yang kompleks dan imunisasi dapat diperoleh secara gratis. kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik Hasil penelitian lain yang serupa disadari maupun tidak disadari. Motivasi juga pada negara perkembang seperti seseorang dapat ditimbulkan dan tumbuh Nigeria (Adebiyi, 2013) dan Western Kenya berkembang melalui dirinya sendiri atau (Luke, 2014), dimana ekonomi keluarga intrinsik dan dari lingkungan atau ekstrinsik. merupakan faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi. Ekonomi keluarga Hasil penelitian menunjukan nilai p ini dikaitkan dengan akses mendapatkan < yang berartikan terdapat hubungan pelayanan kesehatan dan mewujudkan status antara motivasi ibu dengan kelengkapan kesehatan keluarga. imunisasi dasar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Triana (2015) yang mengatakan Status Antenal bahwa terdapat hubungan yang bemakna antara motivasi ibu dengan kelengkapan Kunjungan antenatal merupakan imunisasi. kunjungan yang dilakukan oleh ibu saat kehamilaan. Dalam kunjungan antenatal ibu Penelitian lainnya menghasilkan akan mendapatkan pemeriksaan dan hasil yang serupa yaitu penelitian dari konsultasi. Selain itu ibu akan mendapatkan Senewe (2017) bahwa tedapat hubungan informasi dan arahan seputar kehamilan dan antara motivasi ibu dengan kepatuhan ibu juga kesehatan perawatan bayi setelah lahir. dalam imunisasi dasar lengkap. Seorang ibu Kunjungan antenatal yang dianjurkan adalah akan bersedia datang ke puskesmas atau minimal selama 4 kali. Ibu yang melakukan posyandu untuk melakukan imunisasi pada kunjungan antenatal maka akan bayinya karena memiliki motivasi yang mendapatkan paparan informasi dan tinggi yang didasari oleh berbagai faktor himbauan tentang imunisasi dasar lengkap intrinsik maupun ekstrinsik. yang lebih banyak dibandingan dengan ibu yang melakukan kunjungan kurang dari 4 SIMPULAN kali. Karakterisitik umur ibu di wilayah Hasil penelitian menunjukan nilai p Wonokusumo sebanyak 94,19% ibu berusia < yang berartikan terdapat hubungan lebih dari 20 tahun.Selanjutnya, 52,33% ibu antara status antenatal ibu dengan berpendidikan lebih dari 9 tahun dan kelengkapan imunisasi dasar. Hal ini 57,51% ibu memiliki pengetahuan yang baik dibuktikan dengan penelitian yang tentang imunisasi dasar. Mayoritas ibu tidak dilakukan oleh Luke (2013), bahwa ibu yang bekerja yaitu sebanyak 74,42% dan melakukan kunjungan antenatal paling tidak berpenghasilan kurang dari UMK yaitu 4 kali akan melakukan imunisasi lengkap 70,93%. Terdapat 76,74% ibu yang telah pada bayinya. Selain itu tedapat penelitian melakukan kunjungan antenatal lenih dari lainnya yang dilakukan oleh Etana (2012) sama dengan 4 kali dan 68,60% ibu menyatakan bahwa bayi yang diimunisasi memiliki motivasi tinggi tentang imunisasi lengkap berasal dari ibu yang mempunyai dasar. kunjungan antenatal sebanyak 4 kali atau lebih. Faktor karakteristik ibu yang memiliki hubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar adalah pendidikan formal
184 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:174-185 ibu, pengetahuan imunisasi, tingkat Indrawan, I. B. M. 2014. Hubungan pendapatan, status antenal ibu, dan motivasi ibu. Variabel yang tidak berhubungan Pegetahuan Serta Dukungan adalah umur ibu dan status bekerja ibu. Keluarga dengan Peran Kader dalam Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka saran yang dapat diberikan Pencapaian UCI Kelurahan. Jurnal adalah memberikan penyuluhan untuk ibu bayi, serta wawasan tentang imunisasi saat Berkala Epidemiologi, 2(1): pp.83- ibu hamil melakukan kunjungan antenatal. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan 92.[https://doi=10.20473/jbe.V2I120 pengetahuan ibu tentang imunisasi sejak hamil. 14.83-92] DAFTAR PUSTAKA Isnayni, E. 2016. Hubungan Karakteristik Achmadi. 2006. Imunisasi Mengapa Perlu?. Ibu dan Peran Keluarga (Inti dan Jakarta: Karya Cetakan I. Non Inti) dengan Kelengkapan Adebiyi, F. 2013. Determinants of Full Child Immunization Among 12-23 Imunisasi Dasar pada Bayi di Months Old In Nigeria. Thesis. University of The Witwatersrand. Puskesmas Pucuk Kabupaten Afriani, T., Andrajati, R., Supardi, S. 2014. Lamongan.Jurnal Berkala Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Epidemiologi, 4(3): pp.360-370. Dasar Pada Anak Dan Pengelolaan Vaksin Di Puskesmas Dan Posyandu [https://doi=10.20473/jbe.V4I32016. Kecamatan X Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 360-370] Arifianto. 2014. Pro Kontra Imunisasi. Luke, J. S. 2014. Family Factors Associated Noura Books. Jakarta:113-271. With Immunization Uptake In Etana, B., Deressa, W. 2012. Factors Associated With Complete Children Aged Between 12-59 Imminization Coverage in Children aged 12 - 23 Months in Months: A Household Survey In Amboworeda, Central Ethiopia. BMC Public Health, 2012(12): 566. Kakamega Central District, Western [https:// https://doi.org/10.1186/1471-2458- Kenya. Thesis. Auckland University 12-566] of Technology. Dwiastuti, P., Prayitno, N. 2013. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Menteri Kesehatan RI. 2016. Pusdatin Pemberian Imunisasi BCG di Wilayah Puskesmas UPT Cimanggis Kemenkes Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1): pp.36-46 Indonesia. Indonesia: Kementerin Green L.W., dan Kreuter M.W., 1999. Kesehatan RI. Health Promotion Planning: An Educational and Ecological Ningrum, P. E. 2008. Faktor-Faktor Yang Approach 3rd Edition. California: Mayfield Publishing Co. Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Puskesmas Bayudono Kabupaten Boyolali. Octaviani, F. A. 2015. Faktor yang Mempengaruhi Penolakan Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Puskesmas Kamoning Kabupaten Sampang Tahun 2014. Skripsi. Universitas Airlangga. Pratiwi, L. N. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Dasar pada Balita Umur 12-23 Bulan di Indonedia Tahun 2010. Skripsi. Universitas Indonesia. Rahmawati, A., I. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar di Kelurahan Krembangan Utara. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(1): pp: 59-70. [https://doi=10.20473/jbe.V2I12014. 59-70]
Larassita Rakhmanindra dan Nunik Puspitasari, Hubungan Antara Karakteristik Ibu... 185 Ramadhani, R. B. 20130. Faktor-Faktor Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di yang Berhubungan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Surabaya. Skripsi. Universitas di Desa Balegondo Kecamatan Airlangga. Ngariboyo Kabupaten Magetan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology: Surakarta Biopsychosocial Interaction 5thed. New York: John Willey and Sons, Ranuh, I. G. N., Suyitno, H., Hadinegoro, Inc. S.R.H., Kartasasmita, C.B. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Siska, P. 2010. Hubungan Kepatuhan Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit Melakukan Imunisasi Dasar Ikatan Dokter Anak Indonesia. Dengaan Angka Kejadian PD31 Pada Anak SDN 01 Pondok Labu Rini, A. P. 2009. Hubungan Antara Jakarta Selatan. Karakteristik Ibu, Jumlah Anak dan Pengetahuan Ibu Terhadap Status Sugiarti. 2014. Faktor-faktor yang Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Mempengaruhi Kepatuhan Ibu dalam Bayi di Kelurahan Wonokusumo Pemberian Imunisasi Dasar pada Kecamatan Semampir Surabaya Balita. Jurnal Kebidanan Griya Tahun 2008. Skripsi. Universitas Husada. Airlangga. Triana, V. 2016. Faktor Yang Berhubungan Rizqiwan, A., 2008. Faktor yang Dengan Pemberian Imunisasi Dasar Mempengaruhi Ibu dalam Lengkap Pada Bayi Tahun 2015. Ketidakikutsertaan Balitanya ke Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(2): pp.123-135.
KONDISI SANITASI PERALATAN DAN HIGIENE BAHAN MINUMAN TERHADAP KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA ES TEH DI WARUNG KELURAHAN MULYOREJO, SURABAYA THE SANITARY CONDITION OF EQUIPMENT AND THE HYGIENE OF BEVERAGE INGREDIENTS TO THE EXISTENCE OF ESCHERICHIA COLI BACTERIA IN ICE TEA FROM STALLS IN KELURAHAN MULYOREJO, SURABAYA Lisa Fitria Ningrum11, Lilis Sulistyorini2 1Puskesmas Bontang Utara Jl. A. Yani RT13 Bontang, Kalimantan Timur, Indonesia 2Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Lisa Fitria Ningrum E-mail:[email protected] ABSTRACT Food stall is one of catering services that provide food/beverages for the public. The handling of utensils and selecting good food and beverages are the efforts to prevent the presence of Escherichia coli on food and beverages in the food stalls. The study aims to describe the process of handling the utensils, selecting food ingredients, and testing the presence of Escherichia coli in iced tea. The method of this research was cross- sectional with 34 unit samples of food stalls in Mulyorejo Urban Village. The samples were inserted in plastic and tested in the laboratory with the Escherichia coli parameter. The interviews were conducted with the food vendors regarding the sources of clean water, the washing process, handling the utensils, and the iced tea ingredients, such as drinking water, tea, sugar, and ice cubes. The analysis was conducted in a descriptive approach. The results showed that 24% of the samples were positive containing Escherichia coli. The sellers’ primary source of clean water was derived from the the Water Company (PDAM) by 82.3%. Furthermore, 67.6% of the samples used detergent/soap in the washing process with two buckets, used to dip the utensils repeatedly. In terms of storing the utensils, 94.1% of the the utensils were glassware stored face down. The ingredients of iced tea consisted of boiled water (50%), obtained from the well and the Water Company (PDAM), the tea ingredients which had been registered in food control agency, the sugar which was not spoiled or smelled, and the ice cubes which were bought from the neighborhood area (88.2%). It is proven that Escherichia coli existed in the iced tea due to the sanitary components of utensils and the hygiene of beverage ingredients did not meet the requirements. It is recommended that the guidance can be given to the vendors, especially in washing the utensils correctly and selecting the beverage ingredients, such as water and ice cubes. Keywords: Ice tea stalls, Escherichia coli, sanitary utensils, hygienic ingredients ABSTRAK Warung merupakan jasa boga yang menyediakan makanan/minuman untuk kepentingan umum. Penanganan peralatan dan bahan makanan/minuman yang baik merupakan salah satu upaya mencegah keberadaan bakteri Eschericia coli dalam makanan/minuman yang dijual di warung. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan gambaran proses penanganan peralatan dan bahan makanan/minuman serta pengujian keberadaan bakteri Eschericia coli dalam es teh. Metode penelitian adalah cross sectional dengan besar unit sampel 34 warung di Kelurahan Mulyorejo. Sampel es teh kemudian dimasukkan di dalam plastik dan diujikan di laboratorium dengan parameter Eschericia coli. Wawancara dilakukan kepada 34 pedagang mengenai sumber air bersih yang digunakan, proses pencucian, cara penanganan peralatan dan penggunaan bahan pembuatan teh seperti air, teh, gula, dan es batu. Analisis dilakukan secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 24% sampel positif Eschericia coli. Sumber air bersih terbanyak yang digunakan pedagang adalah PDAM (82,3%), sebanyak 67,6% pencucian telah menggunakan detergen/sabun namun menggunakan 2 ember yang dicelupkan berulang, dan sebanyak 94,1% penataan peralatan minuman seperti gelas dilakukan telungkup. Pada bahan pembuatan es teh, sebanyak 50% menggunakan sumber air bersih seperti sumur dan PDAM yang telah direbus dahulu, bahan teh yang digunakan telah terdaftar di lembaga perizinan, kondisi gula tidak rusak, tidak bau dan tidak berair serta penggunaan es batu sebagian besar membeli es batu rumah tangga (88,2%). Keberadaan bakteri Eschericia coli di es teh menunjukkan bahwa masih terdapat komponen sanitasi peralatan dan higiene bahan minuman yang tidak memenuhi syarat. Diharapkan adanya pembinaan kepada pedagang terutama cara pencucian peralatan yang benar dan pemilihan bahan minuman seperti air minum dan es batu yang baik. ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.186-198 Received 12 July 2017, received in revised form 25 July 2017, Accepted 16 August 2017, Published online: December 2019
Lisa Fitria Ningrum dan Lilis Sulistyorini, Kondisi Sanitasi Peralatan Dan...187 Kata kunci: Warung es teh, Eschericia coli, sanitasi peralatan minuman, higiene bahan minum PENDAHULUAN diare, berdarah, dan sindrom hemolitik uremik (Cabral, 2010). Menurut Warung makan adalah salah satu jasa Permenkes No 1098/Menkes/SK/VII/2003 boga dimana lingkup kegiatan yang menyatakan bahwa keberadaan bakteri di menyediakan makanan dan minuman dalam makanan tidak boleh lebih dari untuk kepentingan umum (Peraturan 0/gram makanan sedangkan pada minuman Menteri Kesehatan No 1098 Tahun 2003). tidak boleh lebih dari 0/100 ml minuman. Warung makan adalah salah satu tempat Higiene dan sanitasi makanan merupakan umum yang ramai pengunjung dimana salah satu aspek yang sangat penting untuk kegiatan yang ada di warung makan menentukan kualitas makanan/minuman hampir berlangsung sepanjang hari melalui indikator keberadaan bakteri (Marissa dan Arifin, 2014). Seiring Eschericia coli dalam makanan/minuman perkembangan zaman, aktivitas manusia yang dapat menimbulkan penyakit akibat semakin meningkat, hal ini membuat makanan (food borne disease) (Yunus et manusia akan lebih memilih cara praktis al., 2015). Peralatan pengolahan makanan dalam pemenuhan kebutuhan pangan merupakan alat yang digunakan dalam mereka (Sawong et al., 2016). proses pengolahan maupun penyajian Meningkatnya kebutuhan masyarakat makanan (Permenkes No mengenai kebutuhan pangan yang praktis 1098/Menkes/SK/VII/2003). Perlengkapan harus diimbangi dengan usaha penyediaan atau peralatan yang digunakan dalam makanan bagi kepentingan umum penyiapan dan penyajian pangan dapat (makanan jajanan) yang terjamin berpotensi menjadi sumber kontaminasi keamanan dan kesehatannya (Yunus et al., (Motarjemi, 2003). Oleh karena itu 2015). Makanan jajanan merupakan peralatan yang digunakan seharusnya makanan atau minuman yang diolah dibersihkan dengan benar karena ditempat, disajikan secara langsung (siap kemampuan bakteri yang bisa tumbuh santap) dan dijual kepada masyarakat dalam makanan yang tersisa dan umum (Depkes RI, 2006). Makanan berpotensi mengontaminasi tahap jajanan yang dijual seharusnya memenuhi pengolahan setelahnya (Adams dan persyaratan Higiene dan sanitasi makanan Motarjemi, 2004). Bahan mentah jajanan yang baik (Rahmani dan merupakan salah satu sumber cemaran Handayani, 2016). Hal ini diperlukan mikroba (Azari, 2013). Pemilihan bahan karena pemenuhan kebutuhan pangan yang makanan yang baik merupakan salah satu baik merupakan salah satu syarat prinsip Higiene dan sanitasi yang perlu pencapaian derajat kesehatan optimal diperhatikan dalam pengolahan pangan (Kusumawati dan Yudhastuti, 2013). (Depkes RI, 2004) dimana bahan pangan Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri seharusnya dalam kondisi baik, tidak fekal yang biasanya digunakan sebagai rusak, membusuk, dan berasal dari sumber indikator mikrobiologis pencemaran resmi yang terawasi (Permenkes No pangan (Rahmani dan Handayani, 2016). 1098/Menkes/SK/VII/2003). Penelitian Bakteri Eschericia coli di dalam air juga pernah dilakukan oleh Agustina, 2011 memiliki keterkaitan dengan adanya bibit yang meneliti hubungan antara sanitasi alat penyakit. Masuknya Bakteri Eschericia dengan keberadaan bakteri Eschericia coli. coli ke dalam tubuh manusia akan Hasil menunjukkan bahwa terdapat menyebabkan penurunan kesehatan hubungan antara sanitasi alat dengan manusia dan terjadi gangguan kesehatan keberadaan Eschericia coli dengan p seperti diare (Yunus et al., 2015). Bakteri 0.042. pada penelitian yang sama dengan Eschericia coli terutama pada strain variabel bahan makanan, agustina O157:H7 dapat menyebabkan sakit perut, menyimpulkan juga terdapat hubungan
188 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:186-198 antara sanitasi bahan dengan keberadaan sampel yang diujikan, sebanyak 8 (24%) Escheicia coli dengan p 0.015. Oleh karena sampel positif bakteri Eschericia coli itu, peneliti tertarik untuk meneliti kondisi sedangkan 26 (76%) sampel bernilai peralatan dan bahan makanan terhadap negatif bakteri Eschericia coli. keberadaan bakteri Eschericia coli di Berdasarkan hasil pengujian dengan warung yang menjual es teh di Kelurahan parameter bakteri Eschericia coli pada 34 Mulyorejo, Kota Surabaya. sampel es teh di Warung Kelurahan Mulyorejo, didapatkan hasil sebagai METODE PENELITIAN berikut: Jenis penelitian ini adalah Keberadaan Bakteri penelitian deskriptif dengan desain Eschericia coli pada Sampel penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan. Populasi dalam Es Teh penelitian ini adalah seluruh warung di Kelurahan Mulyorejo yang memiliki Positif Negatif bangunan permanen sebesar 52. 24% Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus lemeshow didapatkan 76% besar sampel 34 warung. 1 warung merupakan satu unit sampel sehingga di Gambar 1. Hasil Pengujian Keberadaan dalam satu warung akan dilakukan Bakteri Eschericia coli pada wawancara terhadap 1 orang pedagang dan Sampel Es Teh akan diambil pula 1 sampel es teh untuk diuji. Pengambilan sampel warung Kondisi Sanitasi Peralatan Minuman dilakukan dengan metode simple random Terhadap Keberadaan Bakteri sampling, kemudian dilakukan wawancara Eschericia coli Sumber air bersih untuk mengenai penggunaan air bersih, cara mencuci peralatan pencucian, penanganan peralatan, penggunaan air sebagai bahan minuman, Sumber air bersih merupakan bahan teh, kondisi gula, dan jenis es batu. sumber air yang digunakan pedagang Responden yang diwawancarai merupakan dalam pencucian peralatan seperti gelas, pedagang di warung yang menjual es teh. teko, dan sendok. Sumber air bersih yang Sampel yang akan diujikan adalah es teh digunakan untuk mencuci peralatan ada 3 yang telah siap diminum. Seluruh sampel yakni PDAM, sumur, dan air gerobak dimasukkan kedalam plastik dan ice box dijual secara eceran. Berikut ini adalah lalu dibawa ke laboratorium untuk diuji. jenis sumber air yang digunakan pedagang Pengujian dilakukan dengan metode isolasi untuk mencuci peralatan dan keberadaan dan identifikasi untuk mengetahui ada bakteri Eschericia coli pada minuman es tidaknya keberadaan bakteri Eschericia teh. coli di dalam es teh. Penelitian ini telah memperoleh keterangan lolos kaji etik dari Tabel 1 Sumber Air Bersih yang Komisi Etik FKM No : 302-KEPK. Digunakan Pedagang untuk HASIL Mencuci Peralatan Uji Kualitas Bakteriologis Es Teh Sumber Eschericia coli Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, didapatkan bahwa dari 34 air Positif Negatif Total bersih n % n % PDAM 6 21,4 22 78,6 100,0 Sumur 2 50,0 2 50,0 100,0 Gerobak 0 0,0 2 100,0 100,0
Lisa Fitria Ningrum dan Lilis Sulistyorini, Kondisi Sanitasi Peralatan Dan...189 Sumber air bersih yang paling yang positif mengandung bakteri banyak digunakan pedagang untuk Eschericia coli. mencuci peralatan makan/minum adalah air PDAM yakni sebanyak 28 pedagang. Proses pencucian peralatan Dari 28 warung yang juga diambil sampel pada es teh tersebut, sebanyak 6 sampel Proses pencucian disini merupakan (21,4%) positif mengandung bakteri Eschericia coli. Sedangkan dari 4 warung tahap pencucian yang dilakukan oleh yang menggunakan sumber air bersih sumur, sebanyak 2 sampel (50%) positif pedagang dalam mencuci peralatan mengandung bakteri Eschericia coli. Sumber air bersih lain yang digunakan minum. Proses pencucian yang dilakukan pedagang adalah air yang dibeli secara eceran dengan gerobak. Dari 2 warung pedagang terdiri dari berbagai cara yaitu yang menggunakan sumber air bersih gerobak, tidak ditemukan bakteri pencucian dengan air mengalir, pencucian Eschericia coli pada es teh. menggunakan 3 bak yang terdiri dari tahap Penggunaan sabun saat pencucian peralatan dengan keberadaan bakteri perendaman, penggosokan, dan Penggunaan sabun/detergen pada pembilasan, proses pencucian saat pencucian peralatan minum merupakan kebiasaan penggunaan menggunakan 2 bak yang terdiri dari sabun/detergen oleh pedagang dalam pencucian peralatan minum seperti gelas, penggosokan dan pembilasan, serta sendok, dan teko apakah menggunkaan sabun atau tidak. peroses pencucian dengan 1 bak yang hanya dicelupkan tanpa diberi detergen. Proses pencucian peralatan yang dilakukan pedagang dalam mencuci perlatan dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3 Proses Pencucian Peralatan yang Dilakukan Pedagang Cara Eschericia coli Pencucia Positif Negatif Total n n% n % Air 1 25,0 3,0 75,0 100,0 mengalir Tabel 2 Penggunaan Sabun Saat 3 Bak 0 0,0 1,0 100,0 100,0 Pencucian Peralatan minum 2 Bak 7 30,4 16,0 69,6 100,0 Penggunaan Eschericia coli Total 1 Bak 0 0,0 6,0 100,0 100,0 Sabun/ Positif Negatif Sebagian besar pedagang detergen n % n % Ya 7 23,3 23 76,7 100,0 melakukan proses pencucian dengan Tidak 1 25,0 3 75,0 100,0 menggunakan 2 bak dengan proses Sebanyak 30 pedagang telah penggosokan dan pembilasan tanpa disertai menggunakan sabun/detergen dalam perendaman. Dari 23 pedagang yang pencucian peralatan dan hanya 4 pedagang melakukan pencucian dengan cara yang tidak menggunakan detergen dalam demikian, sebanyak 7 sampel (30,4%) pencucian peralatan. Peralatan makan positif Eschericia coli. Sementara itu hanya dicelupkan ke dalam timba tanpa sebanyak dari 4 pedagang yang melakukan direndam, digosok dengan detergen, dan pencucian peralatan menggunakan air dibilas terlebih dahulu. dari 30 pedagang mengalir, 1 sampel (25%) diketahui positif yang menggunakan sabun saat pencucian Eschericia coli. Dari 34 pedagang, hanya 1 peralatan, sebanyak 7 sampel (23,3%) pedagang yang mencuci peralatan pengujian menunjukkan positif bakteri menggunakan 3 bak melalui proses Eschericia coli. Sementara dari 4 pedagang perendaman, penggosokan, lalu yang melakukan pencucian peralatan pembilasan, dan hasil uji sampel makanan/minuman tanpa mengunakan menunjukkan negatif Eschericia coli. sabun/detergen, terdapat 1 sampel (25%) Namun masih ada pedagang yang mencuci
190 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:186-198 peralatan mereka menggunakan 1 bak Air yang paling banyak digunakan dengan dicelupkan tanpa diberi sabun, sebagai bahan pembuatan es teh adalah air sedangkan pengujian sampel meunjukkan matang yaitu sebanyak 17 warung (50%) hasil negatif. dan pengujian bakteri menunjukkan bahwa sebesar 3 sampel (17,6%) bernilai positif. Penataan peralatan Selain itu sebanyak 2 pedagang (5,8%) menggunakan air galon beli baru dan hasil Penataan peralatan merupakan cara pengujian sampel keduanya bernilai negatif. Sementara dari sebanyak 14 pedagang dalam memperlakukan dan warung yang menggunakan sumber air minum isi ulang, terdapat 3 sampel menyimpan peralatan makan/minum (21,4%) yang positif mengandung bakteri Eschericia coli. Masih terdapat 1 pedagang setelah dilakukan pencucian. Penataan yang menggunakan air mentah untuk membuat es teh dan hasil pengujian peralatan seperti gelas dapat ditata secara menunjukkan nilai positif bakteri. terbalik diatas tatakan maupun dikumpulkan di dalam baskom besar. Penataan peralatan dengan terbalik/telungkup akan membuat peralatan menjadi cepat kering namun apabila penataan peralatan tidak dilakukan terbalik Tabel 4. Sumber Air Untuk Bahan Es Teh akan memperlambat proses pengeringan Sumber Eschericia coli kecuali dilakukan pengelapan terlebih air Positif Negatif Total dahulu. Sebanyak 32 pedagang (94.1%) minum n % n% telah melakukan penataan gelas dan teko Beli 0 0,0 2 100,0 100,0 dalam keadaan terbalik dan disimpan baru diatas tatakan yang terbuka sehingga sisa Isi ulang 4 28,6 10 71,4 100,0 air cucian bisa luruh dan alat menjadi cepat Air 3 17,6 14 82,4 100,0 kering. Sementara 2 pedagang (5,8%) matang melakukan penataan baik gelas maupun Air 1 100,0 0 0,0 100,0 teko dengan dibaringkan di baskom besar. mentah Kondisi Higiene Bahan Minuman Higiene bahan teh Terhadap Keberadaan Bakteri Eschericia coli Bahan teh merupakan bahan teh yang digunakan oleh pedagang pada saat Sumber air minum pembuatan teh. Bahan teh yang baik seharusnya terdaftar di lembaga perizinan Sumber air minum merupakan seperti BPOM maupun dinas kesehatan. sumber air yang digunakan pedagang Berdasarkan hasil wawancara kepada sebagai bahan air untuk membuat teh. pedagnag, didapatkan bahwa sebanyak 33 Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 4 warung (97%) menggunakan bahan teh sumber air minum yang digunakan dengan merek yang telah terdaftar di pedagang, diantaranya adalah air galon beli Depkes RI, sedangkan terdapat 1 warung baru, air minum isi ulang, air matang, dan (2.9%) menggunakan merek teh yang tidak air mentah. Air galon beli baru berasal dari terdaftar di Depkes maupun BPOM, air galon yang selalu diganti baru, air isi namun berdasarkan pengujian, sampel ulang berasal dari Depot Air Minum Isi menunjukkan nilai negatif bakteri Ulang (DAMIU), air matang berasal dari Eschericia coli. air bersih yang telah direbus terlebih dahulu, sedangkan air mentah adalah air Kondisi fisik gula bersih tanpa direbus terlebih dahulu untuk membuat es teh. Berikut ini adalah sumber Kondisi fisik gula merupakan air minum yang digunakan pedagang kedaan fisik gula yang digunakan berdasarkan jumlahnya. pedagang sebagai bahan pembuatan es teh.
Lisa Fitria Ningrum dan Lilis Sulistyorini, Kondisi Sanitasi Peralatan Dan...191 Kondisi fisik dikatakan memenuhi apabila (50%) lainnya negatif. Dan dari 2 dalam keadaan tidak rusak, tidak bau, dan pedagang yang menggunakan es batu tidak berair. Seluruh sampel gula di balok, pengujian sampel es teh warung telah memenuhi persyaratan menunjukkan 1 sampel (50%) positif kondisi baik, tidak rusak, dan tidak Eschericia coli dan 1 lainnya bernilai membusuk. negatif. Jenis es batu PEMBAHASAN Es batu yang digunakan pedagang Uji Kualitas Bakteriologis Es Teh sebagai bahan pembuatan es teh terdiri dari 4 jenis yaitu es batu rumah tangga yang Pengujian dimana 8 sampel (24%) didapatkan dengan cara membeli, es kristal, es balok, dan membuat sendiri. bernilai positif mengandung bakteri Berikut ini merupakan hasil wawancara mengenai jenis es batu yang digunakan Eschericia coli menunjukkan bahwa masih pedagang untuk membuat es teh. terdapat minuman yang tercemar bakteri Eschericia coli di warung yang menjual es teh di Kelurahan Mulyorejo, Kota Surabaya. Padahal seharusnya, keberadaan Tabel 5. Jenis Es Batu yang Dipakai bakteri Eschericia coli harus bernilai nol Sebagai Bahan Pembuatan Es the dalam setiap 100 ml air (Permenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003) Eschericia coli sehingga dapat dikatakan bahwa masih Positif Negatif Jenis Es n% n % Total terdapat 8 (24%) minuman yang tidak Batu 5 17,8 23 82,2 100 memenuhi Permenkes No Rumah 1 50,0 1 50,0 tangga 1 50,0 1 50,0 100 1098/Menkes/SK/VII/2003 pada parameter Kristal 1 50,0 1 50,0 100 Balok 100 bakteri Eschericia coli. Penelitian serupa Membuat sendiri pernah dilakukan oleh Agustina (2011) yang meneliti “Hubungan antara Higiene penjamah dan sanitasi makanan dengan keberadaan Eschercia coli (Studi di Sebagian besar pedagang warung jus buah sekitar kampus UNNES menggunakan es batu plastik rumah tangga tahun 2011)”. Hasil menunjukkan bahwa sebagai bahan minuman es teh yang mereka jual. Dari 30 pedagang yang dari 21 sampel jus buah yang diuji, 15 menggunakan es batu plastik, sebanyak 28 pedagang mendapatkannya dengan cara menunjukkan positif bakteri Eschercia coli membeli sedangkan sebanyak 2 pedagang membuat sendiri. Dari 28 es batu rumah dan 6 sampel lainnya bernilai negatif. tangga yang didapatkan dengan membeli, sebanyak 5 sampel (17,8%) mengandung Penelitian lain dilakukan oleh Putri (2015) bakteri Eschericia coli. Sementara dari 2 es batu yang didapatkan dengan membuat yang melakukan pemeriksaan kualitas sendiri, 1 sampel (50%) bernilai positif bakteri dan 1 sampel (50%) lainnya mikrobiologi es batu pada es batu yang di negatif. Selain es batu rumah tangga, jenis es batu lain yang digunakan pedagang jual di warung nasi Kelurahan Pisangan. adalah es batu kristal dan es balok. Dari 2 pedagang yang menggunakan es batu Hasil menunjukkan bahwa 66,7% sampel Kristal, sebanyak 1 sampel (50%) mengandung bakteri sementara 1 sampel mengandung Eschercia coli dan 88,9 % sampel memiliki nilai diatas ambang batas. Penelitian serupa dilakukan oleh Yanti (2014) yang menguji Eschercia coli pada es batu yang digunakan pedagang di sepanjang pantai purus kota padang dengan sampel es batu balok, es batu kristal, dan es batu plastik rumah tangga. Hasil menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut positif mengandung bakteri Eschercia coli. Bakteri Eschericia coli
192 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:186-198 merupakan bakteri yang secara alami pencemaran air pada sumber air PDAM berada pada pencernaan manusia, namun adalah bocornya pipa, longgarnya jika keberadaannya berada diluar tubuh sambungan antar pipa, dan tekanan di manusia merupakan indikasi tercemar oleh dalam pipa yang rendah sehingga kotoran manusia (Kurniadi et al., 2013). memudahkan kotoran di luar pipa masuk Keberadaan bakteri Eschericia coli di ke dalam pipa dan mencemari air bersih dalam es teh mengindikasikan bahwa (Tumelap, 2011). masih adanya kontaminasi es teh oleh tinja manusia di warung yang menjual es teh di Sumber air bersih lain yang Kelurahan Mulyorejo Kota Surabaya. digunakan adalah air sumur yakni sebesar 11,7%. Keberadaan bakteri Eschericia coli Kondisi Sanitasi Peralatan Terhadap pada sampel dimana menggunakan air Keberadaan Bakteri Eschericia coli sumur sebagai bahan pencucian peralatan Sumber air bersih untuk mencuci dapat terjadi karena sumber air sumur peralatan sendiri yang tidak terlindungi sehingga air tercemar. Pencemaran air bersih yang Sumber air bersih sebagai menggunakan sumur dapat terjadi karena pencucian peralatan penting diperhatikan konstruksi sumur tidak memenuhi standar karna dapat mempengaruhi kualitas kesehatan dimana menurut Marsono makanan selanjutnya. Memang dalam air (2009) bangunan sumur yang tidak bersih, batas maksimum keberadaan memenuhi persyaratan kesehatan misalnya bakteri Eschericia coli adalah 10/100 ml, dinding tidak dibuat kedap air atau dilapisi namun keberadaan bakteri Eschericia coli beton akan membuat air sumur tercemar dalam es teh dapat terjadi salah satunya melalui air tanah yang merembes dan karena faktor kebersihan peralatan. Karena masuk melalui pori tanah, begitu pula menurut penelitian Agustina (2011), dengan bibir dan lantai yang tidak terdapat hubungan antara sanitasi alat dibangun. Selain itu kebiasaan manusia dengan keberadaan bakteri Eschericia coli melakukan aktivitas rumah tangga dengan dalam minuman. Pencucian peralatan jarak yang berdekatan dengan sumur akan dengan air tercemar akan membuat membuat air sumur terkontaminasi dengan peralatan turut tercemar. Peralatan makan sisa air yang telah digunakan. seharusnya dicuci dengan bersih karena berpotensi menyebabkan bibit penyakit Selain air PDAM dan air sumur, tertinggal, berkembang biak, dan pedagang juga menggunakan air yang mencemari makanan apabila pencucian dibeli dari gerobak eceran untuk mencuci tidak bersih (Tumelap, 2011). Pemasakan peralatan. Air gerobak adalah air yang memang dapat mematikan bakteri patogen, diangkut dengan gerobak/ kuda/keledai, namun apabila peralatan makan dicuci dan kendaraan bermotor yang dimasukkan menggunakan air mentah yang tercemar kedalam jerigen (Badan pusat statistik akan sama dengan membilas dengan air 2015). Hasil pengujian sampel produk tercemar walaupun menggunakan sabun yang pencuciannya menggunakan air (Tumelap, 2011). Sebagian besar (82,3%) gerobak ini menunjukkan negatif. Hasil ini pedagang menggunakan sumber air PDAM dapat disebabkan karena sumber air karena memang sebagian besar warung gerobak dorong ini sendiri biasanya adalah pedagang berada di daerah strategis yaitu air PDAM yang diangkut dengan jerigen dipinggir jalan yang mudah dijangkau yang tertutup sehingga masih aman PDAM. Keberadaan bakteri Eschericia digunakan sebagai air bersih. coli dimana proses pencucian peralatan menggunakan PDAM dapat terjadi karena Penggunaan sabun saat pencucian sumber air PDAM sendiri yang telah dengan keberadaan bakteri tercemar. Salah satu faktor terjadinya Peralatan yang bersih penting dikonndisikan karena peralatan akan
Lisa Fitria Ningrum dan Lilis Sulistyorini, Kondisi Sanitasi Peralatan Dan...193 bersentuhan langsung dengan Hal itu dikarenakan pencucian dengan air mengalir akan melarutkan semua kotoran makanan/minuman nantinya. Penggunaan dan terbuang bersama air, sedangakan proses perendaman akan memungkinkan sabun pada saat mencuci peralatan kotoran hasil bilasan terakumulasi di dalam bak dan dapat mencemari alat yang digunakan untuk menghilangkan kotoran akan dicuci selanjutnya (Azari, 2013). Memang dari 4 pedagang (11.7%) yang pada peralatan yang berpotensi menggunakan air mengalir pada proses pencucian, hanya 1 sampel (25%) yang mengontaminasi minuman. Hasil positif bakteri Eschericia coli, hal ini dapat terjadi karena kemungkinan air yang penelitian juga menunjukkan bahwa digunakan memang telah tercemar karena pencucian peralatan dengan air yang sebanyak 4 pedagang (11,7%) yang tidak tercemar akan turut mencemari peralatan tersebut. Cara pencucian terbanyak yang menggunakan sabun saat pencucian, dilakukan pedagang adalah dengan menggunakan 2 bak berulang-ulang tanpa sebesar 1 sampel (25%) positif perendaman terlebih dahulu. Dari 24 pedagang (67,6%) yang melakukan mengandung bakteri. Hal ini menunjukkan pencucian dengan cara tersebut, sebanyak 7 sampel produk (30,4%) menganduk bahwa kemungkinan minuman tercemar bakteri. Pencucian berulang-ulang akan membuat bakteri tertinggal dan mengotori bakteri Eschericia coli pada minuman peralatan yang akan dicuci selanjurnya. Menurut penelitian Isnawati (2012) air yang peralatannya tidak dicuci yang digunakan pada pencucian berulang- ulang tampak kotor sehingga pencucian menggunakan sabun/detergen. Detergen dengan air bersih perlu untuk menjaga efektivitas pencucian. berguna untuk melarutkan sisa makanan Penataan peralatan dan lemak di dalam peralatan makan Sebagian besar pedagang telah (Depkes, 2006). Pencucian peralatan tanpa melakukan penataan peralatan seperti gelas dan teko secara terbalik. Peralatan yang detergen akan memungkinan sisa makanan tidak ditata dalam keadaan terbalik adalah alat yang ringan seperti gelas plastik yang tertinggal didalam peralatan, padahal, sisa ditumpuk dalam satu baskom besar. Sebenarnya, penataan yang dilakukan makanan yang tertinggal walaupun sedikit secara terbalik adalah kemauan dari pedagang sendiri. Namun penataan dapat memberi kesempatan kuman peralatan minum dengan terbalik akan membuat peralatan menjadi lebih cepat berkembang biak dan membusukkan kering tanpa dilakukan pengelapan terlebih dahulu. Penataan dilakukan secara terbalik makanan (Tumelap, 2013). Sementara itu, maupun tidak terbalik tidak ada masalah yang terpenting adalah penyimpanan sebagian besar pedagang telah sadar akan peralatan dilakukan dalam keadaan tertutup karena penyimpanan dalam pencucian menggunakan detergen/sabun keadaan tertutup akan mengurangi risiko pada peralatan. Detergen yang digunakan sebagian besar adalah detergen cair, namun masih ada yang menggunakan detergen bubuk. Pencucian menggunakan detergen cair akan lebih baik karena detergen cair sangat larut dalam air sehingga sangat sedikit kemungkinan sisa sabun yang membekas pada peralatan (Depkes, 2006). Proses pencucian peralatan Tahap pencucian peralatan memasak sebaiknya adalah perendaman, pengguyuran/penggosokan detergen, lalu pembilasan yang dilakukan di dalam 3 bak pencucian (Kepmenkes No 715/Menkes/SK/V/2003). Terbukti bahwa 1 pedagang (2.94%) yang mencuci peralatan melalui 3 tahap tersebut tidak ditemukan keberadaan Bakteri Eschericia coli di dalam minumannya. Namun berdasarkan penelitian Azari (2013) pencucian peralatan makan dengan air mengalir lebih efektif menurunkan jumlah kuman dibandinkan dengan perendaman.
194 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:186-198 kontaminasi binatang pembawa bakteri depot, terdapat 4 depot dalam kategori baik seperti lalat, tikus, dan kecoa (Marissa dan dan 6 depot dalam kategori cukup dalam Arifin, 2014). Selain itu penyimpanan perilaku pemeliharaan alat. Diantara secara tertutup juga akan mencegah keenam depot tersebut, sebanyak 4 depot kontaminasi debu. belum memenuhi parameter total koliform, sehingga perilaku dan pemeliharaan alat Kondisi Higiene Bahan Minuman yang baik akan mempengaruhi kualitas Berdasarkan Keberadaan Bakteri produksi air yang baik. Sementara itu Eschericia coli Sumber air minum masih terdapat pedagang yang menggunakan air mentah dalam Air merupakan salah satu faktor pembuatan es teh. Hal ini tidak dibenarkan yang menentukan kualitas produk es karena air mentah tidak diperuntukkan karena air sendiri digunakan untuk bahan sebagai air minum. Proses pembekuan es baku pembuatan es dalam hal ini adalah es tidak langsung membunuh bakteri. Bakteri teh (Isnawati, 2012). Air bersih yang akan Eschericia coli tumbuh baik pada suhu dikonsumsi sebaiknya dimasak terlebih 8oC-46oC.bila berada dibawah temperatur dahulu dengan direbus sampai mendidih minimum maupun sedikit diatas minimal 5 menit sehingga dapat temperatur maksimum, bakteri ini tidak membunuh bakteri yang ada di dalam air segera mati, melainkan mengalami dorman tersebut (Puspitasari dan Mukono, 2013). (Misnadiarly, 2014). Hasil pengujian Karena bakteri Eschericia coli sendiri akan menunjukkan sampel positif mengandung mati pada suhu 60oC dalam waktu 30 bakteri Eschericia coli. Konsumsi air yang menit (Depkes, 1989) dan apabila waktu aman merupakan hal terpenting bagi pemasakan dipersingkat, maka suhu kesehatan manusia. Penelitian Shariq M et pemasakan harus dinaikkan diatas 60oC al., (2016) yang menguji 50 sampel air (Ademi dan Rinanda, 2011). Keberadaan minum di sekitar universitas Moradabad, bakteri Eschericia coli pada es teh dengan India, sebanyak 22 sampel (44%) positif sumber air bersih yang telah rebus dapat mengandung koliform. terjadi karena kurangnya waktu pemasakan air bersih sehingga masih ada bakteri yang Higiene bahan teh belum mati. Namun berdasarkan pengujian keberadaan bakteri Eschericia coli, hasil Bahan teh merupakan merek bahan positif terbanyak adalah pada sampel yang yang digunakan sebagai bahan baku es teh. menggunakan bahan air isi ulang untuk Bahan the memang tidak mempengaruhi membuat es teh. Dari 10 warung yang keberadaan bakteri Eschericia coli, namun menggunakan air isi ulang, sebanyak 4 ditakutkan bahan teh yang tidak terdaftar sampel (40%) diketahui positif di lembaga perizinan akan menentukan mengandung bakteri Eschericia coli. keamanan produk tersebut. Bahan pangan Sumber air minum yang digunakan dapat yang tidak terdaftarkan ditakutkan menjadi salah satu faktor keberadaan mengandung bahan yang dilarang bakteri di dalam produk es teh. Air minum penggunaannya dalam pangan sehingga isi ulang merupakan salah satu solusi akan berakibat buruk bagi kesehatan pemenuhan kebutuhan air, namun karena (BPOM No 29 Tahun 2013). belum adanya standar peraturan proses pengolahan air, sehingga kualitasnya Kondisi fisik gula masih diperdebatkan (Marpaung dan Marsono, 2013). Menurut penelitian Gula disimpan di dalam toples Marpaung dan Marsono, 2013 yang yang tertutup. Berdasarkan penelitian meneliti Depot Air Minum Isi Ulang Sofiana (2012) tidak terdapat hubungan (DAMIU) di Kecamatan Sukolilo, Kota antara penyimpanan bahan makanan Surabaya, didapatkan hasil bahwa dari 10 terhadap keberadaan bakteri Eschericia
Lisa Fitria Ningrum dan Lilis Sulistyorini, Kondisi Sanitasi Peralatan Dan...195 coli di dalam makanan. Namun dibenarkan karena air bersih tidak penyimpanan bahan makanan yang salah diperuntukkan sebagai air minum. Proses dapat membuat kerusakan pada bahan pembekuan es tidak langsung membunuh makanan dan membuat bahan makanan bakteri. Bakteri Eschericia coli tumbuh menjadi cepat busuk. Penyimpanan bahan baik pada suhu 8oC-46oC.bila berada makanan kering seharusnya berada pada dibawah temperatur minimum maupun suhu yang sejuk, udara kering, ventilasi sedikit diatas temperatur maksimum, baik, ruangan bersih dan kering, serta bakteri ini tidak segera mati, melainkan lantai dan dinding yang tidak lembab mengalami dorman (Misnadiarly, 2014). (Bartono, 2005). Hasil pengujian sampel produk pada es batu yang menggunakan air mentah Jenis es batu menunjukkan adanya keberadaan Eschericia coli. Jenis es batu lain yang Tiga Puluh pedagang yang digunakan pedagang adalah es batu kristal. menggunakan es batu rumah tangga, Alasan pedagang menggunakan es batu sebanyak 28 pedagang (93,3%) memilih kristal adalah karena lebih bersih, praktis membeli. Alasan pedagang membeli es dan tidak perlu memotong walaupun batu rumah tangga karena tidak sempat harganya lebih mahal. Sebanyak 2 jenis es untuk membuat es batu sendiri, harganya batu kristal yang digunakan pedagang, 1 murah, dan lebih bersih dibandingkan es sampel diketahui positif bakteri Eschericia batu lainnya. Dari 28 pedagang yang coli. Walaupun es batu kristal membeli es batu rumah tangga, sebanyak 5 diperuntukkan untuk minuman, namun sampel es (17.8%) didapatkan hasil positif tidak dapat dipungkiri bahwa cara bakteri Eschericia coli. Kondisi ini masih pembuatannya pun dapat tidak memenuhi tidak dapat dikatakan memenuhi karena persyaratan Higiene dan sanitasi sehingga bakteri Eschericia colisendiri tidak masih ditemui bakteri pada produk seharusnya berada di dalam minuman minuman. Jenis es batu lainnya yang dengan batas maksimum 0/100 ml digunakan yakni es batu balok. Sebanyak 2 minuman. Hal ini disebabkan pedagang pedagang menggunakan es batu balok tidak mengetahui sumber pembuatan es dalam pembuatan es. Alasannya adalah batu rumah tangga tersebut. Penelitian ini adalah karena lebih murah dan es batu pernah dilakukan oleh Hadi et al., 2014 tidak cepat cair. Berdasarkan pengujian yang menguji koliform pada 9 sampel es laboratorium, diketahui bahwa salah satu batu rumah tangga. Hasil menunjukkan sampel tersebut positif mengandung bahwa keseluruhan sampel positif Bakteri Eschericia coli. Penelitian serupa mengandung koliform. Semua pedagang es pernah dilakukan oleh Eliyanti (2014) batu memang memasak air terlebih dahulu yang membandingkan jumlah kandungan lalu dimasukkan ke dalam plastik. Namun bakteri Eschericia coli pada tiga jenis es pemasakan dilakukan tidak sampai yaitu es batu rumah tangga, es batu kristal, mendidih sehingga kemungkinan bakteri dan es batu balok. Jumlah bakteri terbesar tidak sampai mati. ada pada es batu balok yaitu 96/100ml sampel, sementara es batu Kristal Pedagang yang membuat es batu 15/100ml sampel, dan es batu rumah sendiri beralasan karena sudah memiliki tangga 15/100ml sampel. Kandungan kulkas sendiri dan mempunyai waktu bakteri pada es batu balok yang besar untuk membuat es batu. Namun 1 dari 2 kemungkinan karena sumber air yang tidak pedagang yang membuat es batu sendiri bersih, proses pengolahan, penyimpanan, mengaku bahwa mereka membuat es batu dan pendistribusian yang tidak higienis menggunakan air bersih yang telah direbus (Eliyanti, 2014). terlebih dahulu. Sementara 1 pedagang lainnya membuat es batu dengan air bersih tanpa direbus terlebih dahulu. Hal ini tidak
196 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:186-198 SIMPULAN 11(3): 134-142. Fakultas Kedokteran Hasil pengujian terhadap 34 sampel Universitas Siah Kuala. es teh di warung menunjukkan bahwa sebanyak 8 warung (24%) positif Agustina NL, 2011. Hubungan Antara mengandung bakteri Eschericia coli. Keberadaan bakteri Eschericia coli di Higiene Penjamah Dan Sanitasi dalam sampel es teh ini menunjukkan masih adanya faktor higiene dan sanitasi Makanan Dengan Keberadaan yang kurang. Kondisi sanitasi peralatan masih sebagian besar masih kurang baik Bakteri Escherichia coli (Studi Pada terutama pada proses pencucian masih terdapat pedagang yang tidak memakai Warung Jus Buah Di Sekitar Kampus sabun/detergen saat mencuci peralatan, proses pencucian menggunakan 2 ember UNNES, Sekaran Gunungpati dan dicelupkan secara berulang-ulang walaupun air yang digunakan adalah air Semarang Tahun 2011). Skripsi. sesuai peruntukkannya. Universitas Negeri Semarang. Kondisi higiene bahan minuman sudah baik. Para pedagang sudah Azari JT, 2013. Studi Komparatif menggunakan air yang diperuntukkan bagi air minum namun masih terdapat pedagang Pencucian Alat Makan Dengan yang menggunakan air sumur tanpa melalui pemasakan terlebih dahulu sebagai Perendaman Dan Air Mengalir bahan pembuatan es teh, untuk bahan teh, terdapat 1 dari 34 pedagang yang Terhadap Jumlah Kuman Pada Alat menggunakan teh dengan merek yang tidak terdaftar di lembaga perizinan, Makan Di Warung Makan Bu Am keseluruhan gula yang digunakan telah memenuhi yaitu kondisi baik, tidak rusak, Gonilan. Artikel Publikasi Ilmiah. dan tidak membusuk. Untuk penggunaan es batu, sebagian besar telah menggunakan Surakarta: Universitas es batu rumah tangga namun masih terdapat pedagang yang menggunakan es Muhammadiyah Surakarta. batu balok dan ada juga pedagang yang membuat es batu sendiri dengan air BPS 2015. Mewujudkan Aksesbilitas Air mentah. Minum dan Sanitasi yang Aman dan DAFTAR PUSTAKA Berkelanjutan Bagi Semua. Jakarta: Adams M dan Motarjemi Y, 2003. Dasar- dasar Keamanan Untuk Petugas Cv Dharmaputra. Kesehatan (Basic Food Safety For Health Workers). Jakarta: EGC. Bartono dan Ruffino, 2005. Food Product Ademi BT dan Rinanda T, 2011. Deteksi Management di Hotel dan Restoran. Cemaran Escherichia coli Pada Daging Burger Penjual Kaki Lima Di Yogyakarta: Andi. Desa Kopelma Darussalam Dan Restoran Cepat Saji Di Banda Aceh. Cabral JPS, 2010. Water Microbiology. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Bacterial Pathogens and Water. International Journal of Environmental Research and Public Health. 7(10): 3657- 370. [https:// doi: 10.3390/ijerph7103657] Depkes RI, 2006. Modul Khursus Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ditjen PPM dan PLP. Depkes RI, 2004. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPM dan PL. Jakarta Hadi B, Bahar E, Semiarti R, 2014. Uji Bakteriologis Es Batu Rumah Tangga yang digunakan Penjual Minuman di Pasar Lubuk Buaya Kota Padang.Jurnal Kesehatan Andalas. 3(2): 119-122. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Isnawati, 2012. Hubungan Higiene Sanitasi Keberadaan Bakteri Coliform Dalam Es Jeruk Di Warung Makan Kelurahan Tembalang Semarang.
Lisa Fitria Ningrum dan Lilis Sulistyorini, Kondisi Sanitasi Peralatan Dan...197 Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(2): Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1098 1005-1017. Kepmenkes RI No 715 Tahun 2003 Tahun 2003 tentang Persyaratan Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Higiene dan Sanitasi Rumah Makan Kurniadi, Saam Y, Afandi, 2013. Faktor Kontaminasi Bakteri E. Coli Pada dan Restoran. Makanan Jajanan Dilingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah Puspitasari S dan Mukono J, 2013. Kecamatan Bangkinang. Jurnal Ilmu Lingkungan. 7(1): 28-37. Fakultas Hubungan Kualitas Bakteriologis Air Kedokteran Universitas Riau. Kusumawati T dan Yudhastuti R, 2013. Sumur Dan Perilaku Sehat Dengan Higiene Dan Sanitasi Makanan Nasi Krawu Di Kecamatan Gresik Kejadian Waterborne Disease Di Kabupaten Gresik. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 7(1):38-44. Fakultas Desa Tambak Sumur, Kecamatan Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Waru, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Marrisa N dan Arifin AY, 2014. Higienitas Peralatan Makan Berdasarkan Kesehatan Lingkungan. 7(1): 76-82. Keberadaan Salmonella Sp. Di Warung Makan Kota Banda Fakultas Kesehatan Masyarakat Aceh.Jurnal Penelitian Kesehatan. 1(1): Departemen Kesehatan Universitas Airlangga. Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan. Putri ND, 2015. Identifikasi Bakteri Marpaung MDO dan Marsono BD, 2013. Uji Kualitas Air Minum Isi Ulang di Eschericia coli Pada Es Batu yang Kecamatan Sukolilo Surabaya Ditinjau dari Perilaku dan Dijual Warung Nasi di Kelurahan Pemeliharaan Alat. Jurnal Teknik Pomits. 2(2): 166-170. FTSP Institus Pisangan Tahun 2015.Laporan Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Marsono, 2009. Faktor-Faktor yang Penelitian. Unversitas Islam Negeri Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologi Air Sumur Gali di Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemukiman. Skripsi Online.Diakses 28 Agustus 2012. Rahmani N dan Handayani S, 2016. Misnadiarly dan Husjain D, 2014. Mikrobiologi untuk Klinik dan Kontaminasi Bakteri Eschericia Coli Laboratorium. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pada Makanan Dan Minuman Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Penjual Jajanan Di Lingkungan Nomor 29 Tahun 2013 Tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Pendidikan Muhammadiyah Limau, Obat Dan Makanan Tahun 2010- 2014. Jakarta Selatan. ARKEMAS. 1(1): 25- 35. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof Hamka Jakarta. Sawong K, Andrias D, Muniroh L, 2016. Penerapan Higiene Sanitasi Jasa Boga Pada Katering Golongan A2 Dan Golongan A3 Di Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah.Media Gizi Indonesia. 11 (1): 1-10. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.[https://doi:10.20473/mgi. v11i1.1-10] Shariq M, Singh S, Farooq U, Dhariyal KK, Singh K, dan Kaur N, 2016. Presumptive Coliform Count in Water Sample Collected from Different Sites of a University, Moradabad, Uttar Pradesh, India. International Journal of Scientific Study. 3(12):91-96. [https:// DOI: 10.17354/ijss/2016/128] Sofiana E, 2012.Hubungan higiene dan sanitasi dengan kontaminasi Eschericia coli pada jajanan di
198 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:186-198 sekolah dasar kecamatan tapos depok Kota Padang.Skripsi. (STKIP) PGRI tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia. Sumatera Barat Padang. Tumelap HJ, 2011. Kondisi Bakteriologik Peralatan Makan Di Rumah Makan Yunus S, Umboh J, Pinontoan O, 2015. Jombang Tikala Manado.Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1(1): 20-27. Hubungan Personal Higiene dan Kemenkes Manado. Yanti E, 2014. Studi Tentang Bakteri Fasilitas Sanitasi dengan Escherichia coli Dan Logam Berat Dalam Es Batu Yang Digunakan Kontaminasi Escherichia Coli Pada Pedagang Di Sepanjang Pantai Purus Makanan di Rumah Makan Padang Kota Manado Dan Kota Bitung.Artikel Penelitian. 5(2): 210- 220. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
MAYA INDEX DAN KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI ANTARA DUSUN TEGALREJO DAN DUSUN KRAJAN KIDUL NANGGUNGAN PACITAN MAYA INDEX AND THE DENSITY OF AEDES AEGYPTI LARVAE BETWEEN TEGALREJO VILLAGE AND KRAJAN KIDUL NANGGUNGAN VILLAGE PACITAN Yelly Atiefsa Narmala1, R. Azizah1 1Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat ,Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Yelly Atiefsa Narmala Email:[email protected] ABSTRACT Dengue fever remains a public health problem. Environmental factors influence the mosquito Aedes aegypti’s growth, especially if there are many containers in the neighborhood. The community of Nanggungan Village have a habit of storing water in containers, therefore, they risk to become breeding sites for mosquitoes. This study aims to identify the Maya Index status of Aedes aegypti between Tegalrejo and Krajan Kidul Village. The research was observational with a cross-sectional design. Total samples were 200 homes, which 100 homes from Tegalrejo and 100 homes from Krajan Kidul Village, taken by simple random sampling. The measurement of variables employed observation sheet and analyzed in a descriptive approach. The number of containers observed in the Tegalrejo Village was 394 units, and Karajan Kidul Village was 391 units. Maya Index statuses in Tegalrejo (92%) and Krajan Kidul Village (88%) were low. Maya Index status in Krajan Kidul (13%) was higher than Tegalrejo Village (8%). House Index (HI) in the Tegalrejo (18.0%) was lower than Krajan Kidul Village (25.0%), Container Index in Tegalrejo (5.30%) was lower than in Krajan Kidul Village (8.95%), Breteau Index in Tegalrejo (21.0%) was lower than in Krajan Kidul Village (35.0%), Density Figure in Tegalrejo and Krajan Kidul Village indicated a scale of 3 and 4. Based on the MI’s status, Tegalrejo and Krajan Kidul Village were included as a low-risk category of mosquito breeding sites. Based on the density number of larvae, two villages have a moderate risk of Dengue Fever transmission. The community should implement the Mosquitoes Breeding Sites Eradication Program (PSN 3M Plus) and minimize the presence of the containers. Keywords: Maya index, larvae density, container ABSTRAK Demam Berdarah Dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di lingkungan terdapat banyak kontainer. Masyarakat Desa Nanggungan memiliki kebiasaan menyimpan air di dalam kontainer, sehingga berisiko menjadi tempat perkembang biakannyamuk. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran Maya Index Aedes aegypti antara Dusun Tegalrejo dengan Dusun Krajan Kidul. Jenis penelitian observasional, rancang bangun cross sectional. Jumlah sampel 200 rumah, 100 rumah dari Dusun Tegalrejo dan 100 rumah dari Dusun Krajan Kidul. Pengambilan sampel menggunakan metode Purposive Sampling. Pengukuran variabel menggunakan lembar observasi dan dianalisa secara deskriptif. Jumlah kontainer teramati sebesar 394 buah di Dusun Tegalrejo dan 391 buah di Dusun Krajan Kidul. Status Maya Index di Dusun Tegalrejo (92%) dan Dusun Krajan Kidul (88%) adalah rendah. Status Maya Indexs sedang di Dusun Krajan Kidul (13%) lebih tinggi dibandingkan Dusun Tegalrejo (8%). House Index (HI) di Dusun Tegalrejo (18,0%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (25,0%), Container Index di Dusun Tegalrejo (5,30%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (8,95%), Breteau Index di Dusun Tegalrejo (21,0%) lebih rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul (35,0%), Density Figure di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul memiliki skala 3 dan 4. Berdasarkan status MI Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul masuk dalam kategori berisiko rendah sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Berdasarkan angka kepadatan jentik kedua dusun memiliki risiko penularan sedang terhadap DBD. Masyarakat sebaiknya melaksanakan PSN 3M Plus dan meminimalisir keberadaan kontainer. Kata Kunci: maya index, kepadatan jentik, kontainer disebabkan oleh virus dengue dan penularannya ke manusia melalui perantara PENDAHULUAN nyamuk Aedes aegypti. DBD di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan Demam Berdarah Dengue (DBD) masyarakat, bahkan sejak tahun 1968 hingga merupakan merupakan penyakit yang ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.199-209 Received 30 January 2017, received in revised form 7 February 2017, Accepted 17 February 2017, Published online: December 2019
200 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209 saat ini, dimana penyakit ini dapat lokasinya di dalam dan dekat rumah menimbulkan berbagai dampak diantaranya (Soegijanto,2006). dampak sosial dan dampak ekonomi. Dampak sosial yang ditimbulkan antara lain Keberadaan kontainer berperan menimbulkan kepanikan dalam keluarga, penting dalam peningkatan kepadatan vektor kehilangan anggota keluarga dan Aedes aegypti, karena semakin banyak berkurangnya usia harapan hidup jumlah kontainer yang ada di suatu wilayah masyarakat. Sedangkan dampak ekonomi maka semakin banyak pula tempat yang yang timbul adalah biaya pengobatan yang digunakan sebagai breeding place nyamuk harus dikeluarkan, kehilangan waktu kerja Aedes aegypti. Hal tersebut dapat dan lain seperti transportasi serta perawatan. memudahkan vektor Aedes aegypti untuk Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada berkembang biak, sehingga populasi tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. nyamuk tersebut akan terus meningkat Semakin lama jumlah kasus cenderung (Dinata dan Dhewantara, 2012). meningkat dan daerah penyebarannya semakin luas, yaitu pada tahun 2013 Kebiasaan masyarakat di Indonesia penyakit DBD telah tersebar di 33 provinsi dalam menggunakan kontainer untuk di Indonesia dan 436 kabupaten/kota (88%) menyimpan air juga perlu diperhatikan. (Dirjen PP&PL, 2012 dan Dirjen PP&PL, Penggunaan kontainer oleh masyarakat baik 2014). itu kontainer permanen maupun yang tidak permanen di daerah iklim tropis seperti di Salah satu daerah penyebaran penyakit Indonesia merupakan salah satu faktor risiko DBD adalah Kabupaten Pacitan. yang dapat mempengaruhi perkembangan Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan vektor Aedes aegypti. Menurut Sukana Pacitan, pada tahun 2014 terdapat 266 kasus (1993), di Indonesia diperkirakan setiap dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan rumah memiliki kontainer sebagai tempat jumlah kasus menjadi 917 kasus. Kasus penampungan air antara 5-6 buah. Perilaku DBD semakin meningkat hingga bulan masyarakat dalam menyimpan air sangat September 2016, data menunjukkan angka dipengaruhi oleh budaya setempat dan 1149 kasus di Pacitan, dimana wilayah kerja kebutuhan masyarakat akan air bersih. Puskesmas Tanjungsari Kecamatan Pacitan Sehingga hal itu dapat meningkatkan merupakan wilayah yang paling tinggi Controllable container yang dapat kejadian DBD, yaitu pada tahun 2014 digunakan sebagai breeding place nyamuk terdapat sejumlah 172 kasus dan meningkat Aedes aegypti. menjadi 390 kasus pada tahun 2015. Selanjutnya data kasus DBD pada tahun Pengendalian DBD hingga saat ini 2016 (hingga September) mengalami lebih banyak ditekankan pada upaya penurunan menjadi 325 kasus. memutus rantai penularan yaitu pada fase larva/jentik, karena gambaran jumlah Demam Berdarah Dengue (DBD) larva/jentik dapat menunjukkan jumlah merupakan penyakit yang berbasis populasi vektor Aedes aegypti. Indikator lingkungan, faktor lingkungan sangat yang digunakan untuk mengukur risiko berpengaruh terhadap perkembangan penularan penyakit DBD adalah kepadatan nyamuk Aedes aegypti, terutama bila di jentik yaitu dengan mempertimbangkan lingkungan tersebut terdapat banyak angka HI, CI dan BI di suatu wilayah. Selain kontainer yang menjadi breeding place bagi itu diperlukan juga data lingkungan yang nyamuk Aedes aegypti seperti bak terkait dengan bionomik nyamuk Aedes mandi/WC, gentong, kaleng bekas, dan lain- aegypti, yaitu Maya Index. Bionomik adalah lain. Kontainer yang berisi air jernih dan hubungan aktivitas dan perilaku nyamuk terlindung dari sinar matahari langsung dalam kesehariannya di lingkungan merupakan tempat per-kembangbiakan (Sigarlaki.,dkk, 2016). nyamuk Aedes aegypti terutama bila Maya index adalah indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 201 daerah berisiko tinggi sebagai tempat METODE PENELITIAN perkembangbiakan vektor Aedes aegypti berdasarkan status kebersihan lingkungan Penelitian ini merupakan penelitian HRI (Hygiene Risk Indicator) dan observasional , karena pada obyek yang keberadaan tempat yang berpotensi sebagai diteliti hanya dilakukan pengamatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk BRI wawancara, tanpa diberi perlakuan atau (Breeding Risk Indicator) (Danies-Lozano, intervensi. Rancang bangun penelitian ini 2002 dalam Dinata dan Dhewantara, 2015). adalah cross sectional, kemudian hasilnya Penelitian Purnama dan Baskoro (2012) di dianalisis secara deskriptif.Populasi dalam Kecamatan Denpasar menunjukkan bahwa penelitian ini adalah seluruh rumah di dusun maya index pada kasus lebih tinggi yang ada jumantik (Dusun Tegalrejo)dan dibandingkan dengan kontrol, serta ada seluruh rumah di dusun yang tidak ada hubungan antara maya index dengan jumantik (Dusun Krajan Kidul). Besar kejadian DBD. sampel adalah 100 rumah di Dusun Tegalrejo dan 100 rumah di Dusun Krajan Desa Nanggungan Pacitan sebagian Kidul Pacitan. Teknik pengambilan sampel masyarakat memiliki kebiasaan menyimpan yang digunakan adalah Purposive sampling. air di dalam kontainer seperti gentong, Pengambilan data dilakukan dengan cara ember, drum, dan sejenisnya untuk mengamati jenis kontainer, jumlah mengendapkan air bersih yang berasal dari kontainer, dan keberadaan jentik di dalam sumur dan mengendapkan air yang telah kontainer. Pengamatan jentik dilakukan dimasak untuk dikonsumsi. Selain itu masih dengan metode visual yaitu dengan melihat ditemukan pula keberadaan kaleng bekas, ada atau tidaknya jentik di setiap tempat botol bekas di lingkungan sekitar, serta genangan air tanpa mengambil jentiknya. terdapat ember bekas yang digunakan Alat yang digunakan untuk observasi adalah sebagai tempat untuk menampung air hujan. menggunakan senter dan lembar observasi. Hal tersebut apabila tidak diperhatikan dapat Setelah pengamatan dilakukan selanjutnya berpengaruh terhadap controllable hasilnya di catat pada lembar observasi. container dan disposible container, Kemudian dikategorikan menjadi sehingga dapat menjadi faktor risiko sebagai Controllable containers (CC) dan tempat perkembangbiakan vektor Aedes Disposable containers (DC). Controllable aegypti. Oleh karena itu perlu dilihat containers adalah tempat yang terkontrol indikator maya index dan kepadatan jentik di atau dapat dikendalikan oleh manusia agar wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan vektor tidak dapat berkembang biak seperti untuk mengidentifikasi maya index dan bak mandi, tempat minum burung, angka kepadatan jentik Aedes aegypti di ember,drum, dan sejenisnya.Penelitian ini Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul telah memperoleh keterangan lolos kaji etik Pacitan. dari Komisi Etik FKM No : 105-KEPK. Tabel 1. Matriks 3x3 Komponen BRI dan HRI pada Maya Index BRI HRI 1 1 2 3 (Rendah) (Rendah) (Sedang) (Tinggi) BRI3/HRI1 BRI1/HRI1 BRI2/HRI1 BRI3/HRI2 2 BRI1/HRI2 BRI3/HRI2 (Sedang) BRI1/HRI3 BRI3/HRI3 BRI3/HRI3 3 (Tinggi)
202 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209 Sumber : Miller,J., dkk (1992) dalam Dhewantara dan Dinata (2015) Tabel 2. Indeks Kepadatan Jentik Tingkat Kepadatan House Index Container Index (CI) Breteu Index (BI) (DF) (HI) 1-4 5-9 1 1-3 1-2 10-19 20-34 2 4-7 3-5 35-49 50-74 3 8-17 6-9 75-99 4 18-28 10-14 5 29-37 15-20 6 38-49 21-27 7 50-59 28-31 8 60-76 32-40 100-199 9 77+ 41+ 200+ Sumber : Queensland Goverment (2011) dalam Ariva dan Oginawati (2013) Disposable containers (DC) adalah HRI dan BRI tersebut dikategorikan menjadi tempat/wadah yang sudah tidak terpakai dan kategori rendah, sedang, dan tinggi keberadaannya berpotensi menampung air berdasarkan distribusi tertiles dengan rumus hujan sehingga dapat digunakan sebagai Rendah : x < (µ – 1,0 SD ) breeding place nyamuk Aedes aegypti Sedang : (µ – 1,0 SD ) ≤ x > (µ + 1,0 SD) seperti kaleng bekas, ban bekas, ember Tinggi : x > (µ + 1,0 SD ) bekas, dan sejenisnya (Dinata dan Dhewantara, 2015). Data yang diperoleh Nilai BRI dan HRI tiap rumah kemudian dianalisis secara deskriptif yaitu selanjutnya disusun dalam matrik 3x3 untuk menggambarkan Maya Index dan angka menentukan kategori Maya Index. kepadatan jentik di Dusun Tegalrejo dan Selanjutnya indikator yang digunakan untuk Dusun Krajan Kidul. Perhitungan Maya mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti Index dilakukan untuk mengetahui apakah di adalah House Index (HI), Container Index suatu wilayah berisiko tinggi sebagai tempat (CI), dan Breteau Index (BI) dengan rumus perkembangbiakan larva (larval breeding sebagai berikut : risk) berdasarkan kebersihan dan ada/ tidaknya tempat yang dapat menjadi =HI ������������������������������ℎ������������������������ℎ������������������������������������������������������������������������������ ������ 100 perkembangbiakan nyamuk. Indikator yang ������������������������������ℎ������������������������ℎ������������������������������������������������������������������������������ digunakan untuk menentukan Maya Index adalah Breading Risk Indicator (BRI) yaitu CI = ������������������������������ℎ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ ������ 100 indikator risiko tempat perkembangbiakan nyamuk, yang diperoleh dengan cara ������������������������������ℎ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ membagi jumlah Controllable container (CC) tiap rumah dengan rata-rata CC positif BI = ������������������������������ℎ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ ������ 100% larva, dan Hygiene Risk Indicator (HRI) yaitu risiko kebersihan lingkungan, yang 100 ������������������������ℎ������������������������������������������������������������������������������ diperoleh dengan cara membagi Disposable container (DC) tiap rumah dengan rata-rata Kepadatan jentik (Density Figure) DC yang positif larva. Selanjutnya indikator dihitung dengan cara menggabungkan hasil HI, CI, BI sehingga diperoleh kategori tingkat kepadatan jentik seperti pada Tabel 2: DF dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu: 1. Kepadatan rendah jika DF = 1 2. Kepadatan sedang jika DF = 2 – 5
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 203 3. Kepadatan tinggi jika DF = 6 – 9 Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul HASIL hampir sama yakni menunjukkan angka 98% dan 97% termasuk dalam kategori rendah. Tabel 3 menunjukkan jumlah Meskipun sebagian besar rumah di kedua kontainer yang ditemukan pada rumah dusun termasuk dalam kategori HRI rendah, responden sebanyak 394 kontainer di Dusun namun perlu juga diperhatikan karena Tegalrejo dan 391 kontainer di Dusun terdapat 2 rumah responden (2,0%) di Dusun Krajan Kidul. Kontainer tersebut dibedakan Tegalrejo dan 3 rumah responden (3,0%) di menjadi controllable sites dan disposable Dusun Krajan Kidul masuk dalam kategori sites (DS). Berdasarkan hasil survey, tinggi. HRI berkaitan dengan keberadaan menunjukkan bahwa proporsi controllable kontainer yang tidak terpakai/disposabe sites(CS)lebih banyak ditemukan sites (DS) dan menggambarakan risiko dibandingkan proporsi disposable sites kebersihan lingkungan di rumah responden. (DS). Jumlah controllable sites di Dusun Hasil tersebut menggambarkan bahwa masih Krajan Kidul yang ditemukan sebanyak 339 terdapat 2,0% dan 3,0% rumah responden di buah (86,7%) sedangkan di Dusun Tegalrejo kedua dusun dengan kebersihan lingkungan sebesar 336 buah (85,2%). Jenis kontainer yang masih rendah, sehingga dapat controllable sites yang paling banyak mempengaruhi status maya index di dusun ditemukan adalah bak mandi, dengan jumlah tersebut. 95 buah (25,3%) di Dusun Tegalrejo dan 92 buah (27,1%) di Dusun Krajan Kidul. Tabel 5 menunjukkan kategori maya Selanjutnya jumlah disposable sites (DS) index di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan yang ditemukan di kedua dusun hampir Kidul yang dibagi menjadi 3 kategori yakni sama yakni sebanyak 58 buah (14,7%) di rendah, sedang, tinggi. Berdasarkan hasil Dusun Tegalrejo dan 52 buah (13,3%) di survey pada100 rumah di Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul. Kaleng bekas dan 100 rumah di Dusun Krajan Kidul merupakan kontainer disposable sites yang menunjukkan bahwa terdapat 92 rumah lebih banyak ditemukan yakni sebanyak 25 (92%) di dusun Tegalrejo dan 88 rumah buah (43,1%) di Dusun Tegalrejo dan 24 (88%) di Dusun Krajan Kidul termasuk buah (46,1%) di Dusun Krajan Kidul. dalam status Maya Index(MI) rendah karena Keberadaan jentik pada controllable sites memenuhi syarat BRI1/HRI1, BRI1/HRI2, lebih banyak ditemukan di bak mandi yakni dan BRI2/HRI1. sebesar 7 buah (7,5%) dan 12 buah (13,0%). Sedangkan pada kontainer disposable sites Terdapat 8 rumah (8%) di Dusun (DS), keberadaan jentik paling banyak Tegalrejo dan 13 rumah (13,0%) di Dusun ditemukan pada kaleng bekas sebesar 16% Krajan Kidul masuk dalam status Maya di Dusun Tegalrejo dan 12,5% di Dusun index (MI) sedang karena memenuhi kriteria Krajan Kidul. BRI3/HRI1 dan BRI1/HRI3. Hasil tersebut menggambarkan status maya index sedang Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan di Dusun Krajan Kidul lebih tinggi bahwa sebanyak 89% dan 78% rumah dibandingkan Dusun Tegalrejo Berdasarkan responden di Dusun Tegalrejo dan Dusun Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat angka Krajan Kidul masuk dalam kategori BRI HI sebesar 18,0%, CI sebesar 5,3%, dan BI rendah. Proporsi BRI tinggi pada rumah sebesar 21,0%. Setelah diperoleh nilai dari responden di Dusun Tegalrejo sebesar 6,0% tiap indeks, kepadatan jentik (Density sedangkan di Dusun Krajan Kidul sebesar Figure) diperoleh dari gabungan nilai HI, 10,0%, hal ini menunjukkan bahwa BRI CI, dan BI yang dinyatakan dalam skala 1 – tinggi lebih banyak ditemukan pada rumah 9. responden di Dusun Krajan Kidul. HRI di
204 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209 Tabel 3. Distribusi Jenis Kontainer dan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul Pacitan 2016 Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul Jenis Kontainer Jumlah Positif % Jumlah Positif % diperiksa Jentik diperiksa Jentik Controllable Sites 336 16 4,8% 339 32 9,4% a. Bak mandi 95 7 7,5% 92 12 13,0% b. Bak WC 41 2 4,9% 36 3 8,3% c. Drum 5 1 20% 6 1 16,7% d. Tempayan 42 3 7,1% 56 5 8,9% e. Ember 44 3 6,8% 67 8 11,9% f. Tempat penadah air 18 0 0,0 14 0 0,0 dispenser g. Tempat penadah air 55 0 0,0 35 0 0,0 kulkas h. Pot tanaman hias 22 0 0,0 14 0 0,0 i. Tatakan pot 4 0 0,0 0 0 0,0 j. Tempat wudhu 2 0 0,0 6 3 50% k. Tempat minum 8 0 0,0 13 0 0,0 burung Disposable Sites 58 5 8,6% 52 3 5,8% a. Kaleng bekas 25 4 16% 24 3 12,5% b. Ban bekas 7 1 14,3% 2 0 0,0 c. Botol bekas 10 0 0,0 13 0 0,0 d. Pecahan piring 4 0 0,0 6 0 0,0 e. Pecahan mangkok 3 0 0,0 3 0 0,0 f. Pecahan gelas 3 0 0,0 2 0 0,0 g. Bekas akuarium 2 0 0,0 1 0 0,0 h. Bekas kolam ikan 4 0 0,0 1 0 0,0 dari semen Jumlah 394 21 5,3% 391 35 8,9% Berdasarkan hasil perhitungan 25,0% CI sebesar 8,9% dan BI sebesar tersebut, maka diketahui Density Figure 35,0%. Berdasarkan perhitungan indeks HI, (DF) di Dusun Tegalrejo masuk dalam skala CI, dan BI selanjutnya diperoleh Density 3 sehingga dapat dikatakan Dusun Tegalrejo Figure (DF) dengan skala 4 dapat dikatakan termasuk dalamkategori kepadatan sedang. Dusun Krajan Kidul termasuk dalam Dusun Krajan Kidul, berdasarkan kategori kepadatan sedang. perhitungan diperoleh angka HI sebesar Tabel 4. Distribusi Rumah Berdasarkan Berdasarkan BRI dan HRI di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul Nanggungan Pacitan 2016 Breeding Risk Index Hygiene Risk Index Kategori Dusun Dusun Dusun Dusun Krajan Tegalrejo Krajan Kidul Tegalrejo Kidul Rendah 89 (89,0%) 78 (78,0%) 98 (98,0%) 97 (97,0%) Sedang 5 (5,0%) 12 (12,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) Tinggi 6 (6,0%) 10 (10,0%) 2 (0,0%) 3 (3,0%) Total 100 100 100 100
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 205 Tabel 5. Matriks 3x3 Kombinasi Breeding Risk Indicator dan Hygiene Risk Indicator di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Nanggungan Pacitan 2016 Dusun Tegalrejo Dusun Krajan Kidul BRI BRI 1 231 2 3 (Rendah) (Sedang) (Tinggi) (Rendah) (Sedang) (Tinggi) HRI 1 (Rendah) 87 (87,0%) 5 (5,0%) 6 (6,0%) 76 (76,0%) 12 (12,0%) 10 2 (Sedang) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) (10,0%) 0 (0,0%) 3 (Tinggi) 2 (2,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (3,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) Tabel 6. Angka Kepadatan Jentik antara Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul Pacitan 2016 Rumah Kontainer Indeks Kepadatan Jentik Dusun Jumlah Ada Jumlah Ada HI CI BI Density diperiksa jentik diperiksa jentik (%) (%) (%) Figure (DF) (+) (+) Dusun Tegalrejo 100 18 394 21 18,0 5,3 21,0 3 Dusun Krajan Kidul 100 25 391 35 25,0 8,9 35,0 4 Hasil penelitian ini sejalan dengan controlable sites dan keberadaan jentik lebih penelitian yang dilakukan oleh Purnama dan banyak ditemukan pada controllable sites. Baskoro (2012) di Bali yaitu diperoleh angka kepadatan jentik sebesar 4 dan masuk Penelitian ini sekaligus sejalan dalam kategori penularan sedang. dengan penelitian Astuti.,dkk (2016) di Kota Tangerang Selatan yaitu sebanyak 94,3% PEMBAHASAN adalah kontainer yang terkontrol masyrakat dan kontainer positif jentik yang banyak Hasil penelitian menggambarkan ditemukan adalah pada controllable sites. bahwa sebagian besar rumah responden di Banyaknya jumlah controllable sites dan Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul banyaknya jumlah CS positif jentik yang menunjukkan status Maya Index (MI) masuk ditemukan di kedua dusun di-karenakan dalam kategori rendah. Namun hal itu tetap masyarakatnya masih memiliki kebiasaan harus diperhatikan karena masih terdapat menyimpan air bersih baik itu air hujan beberapa rumah responden yang maupun air sumur di dalam ember, gentong, menunjukkan status MI nya masuk dalam drum dan sejenisnya. Sebagian besar kategori sedang. Keberadaan kontainer dan masyarakat menggunakan air sumur bor kebersihan lingkungan sangat berpengaruh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terhadap keberadaan dan kepadatan nyamuk dimana air yang keluar kondisinya sangat Aedes aegypti di lingkungan tempat tinggal keruh sehingga masyarakat memiliki masyarakat (Astuti.,dkk 2016). Penelitian kebiasaan mengendapkan air terlebih dahulu ini menggambarkan bahwa sebagian besar sebelum digunakan, sehingga dapat kontainer yang ditemukan adalah mempengaruhi jumlah CS dan me- controllable sites dan keberadaan jentik mudahkan nyamuk Aedes aegypti untuk lebih banyak ditemukan pada kontainer yang berkembang biak di kontainer tersebut. mudah dikendalikan (controllable sites), Selain itu terdapat pula masyarakat yang hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian menampung air hujan di drum atau ember Dhewantara dan Dinata di Kota Banjar yang sebagai persediaan air untuk memberikan menunjukkan bahwa sebesar 92,8% minum pada hewan ternak seperti kontainer yang ditemukan adalah sapi/kambing.
206 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209 Berdasarkan hasil penelitian, kembangbiakan vektor. Tingginya indikator menunjukkan bahwa bak mandi merupakan BRI di Dusun Krajan Kidul di karenakan jenis kontainer yang paling banyak positif banyak ditemukannya controllable sites di jentik dibandingkan kontainer yang lain, hal Dusun tersebut sehingga dapat berisiko ini sejalan dengan penelitian Dhewantara menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. dan Dinata (2015) di Kota Banjar yang Berdasarkan Tabel 3, terbukti bahwa menunjukkan tempat penampungan air yang proporsi CS di Dusun Krajan Kidul lebih lebih banyak positif jentik Aedes aegypti tinggi dibandingkan Dusun Tegalrejo. Oleh adalah berada di bak mandi. Dhewantara dan karena itu keberadaan CS di Dusun Dinata (2015) menambahkan bahwa bak air Tegalrejo dan Krajan Kidul perlu merupakan kontainer kunci (key container) diperhatikan dan dijaga kebersihannya yang berperan dalam perkembangbiakan karena sangat berisiko menjadi tempat vektor DBD. Umumnya bak mandi berada di perindukan vektor DBD, dan pada dalam rumah, terlindung dari sinar matahari kenyataannya masih banyak masyarakat dan berisi air jernih sehingga disukai yang memiliki kebiasaan menyimpan air. nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat perindukan. Hal ini sesuai dengan teori HRI berkaitan dengan keberadaan Sogiejanto (2006) bahwa nyamuk Aedes kontainer yang tidak terpakai/disposable aegypti lebih menyukai tempat perindukan sites (DS) dan menggambarakan risiko yang berwarna gelap, terlindung dari sinar kebersihan lingkungan di lingkungan rumah matahari, permukaan terbuka lebar, dan responden. Meskipun sebagian besar rumah berisi air tawar yang jernih. Sebagian besar di kedua dusun termasuk dalam kategori masyarakat di kedua dusun masih HRI rendah, namun terdapat 2 rumah menggunakan bak mandi permanen di dalam responden (2,0%) di Dusun Tegalrejo dan 3 kamar mandi yang menyebabkan air di rumah responden (3,0%) di Dusun Krajan dalam bak mandi tidak langsung habis sekali Kidul masuk dalam kategori tinggi. Hal ini pakai dan terkadang mengendap sampai perlu diperhatikan, meskipun jumlah rumah berhari-hari, apabila perilaku masyarakat yang masuk HRI tinggi tidak banyak namun dalam menguras bak mandi tidak rutin maka rumah tersebut sangat berisiko untuk hal ini dapat memudahkan nyamuk untuk perkembangbiakan nyamuk karena berkembang biak di dalam bak mandi, didukung oleh keberadaan tempat sehingga dapat mempengaruhi indikator perkembangbiakan dan kurang bersihnya BRI. sanitasi lingkungan. Proporsi DS yang banyak ditemukan adalah kaleng bekas, Berdasarkan indikator HRI dan BRI keberadaan jentik juga lebih banyak yang tercantum pada Tabel 5, menunjukkan ditemukan pada kaleng bekas. Hal ini bahwa sebagian besar BRI di Dusun dikarenakan masyarakat di kedua dusun Tegalrejo maupun Dusun Krajan Kidul memiliki kebiasaan menggunakan kaleng masuk dalam kategori rendah, hal ini bekas untuk tempat minum hewan menunjukkan bahwa sebagian besar rumah peliharaan, untuk menampung air hujan dan responden di Dusun Tegalrejo maupun di sebagai tempat air untuk mengasah Dusun Krajan Kidul tidak berisiko menjadi arit/pisau, sehingga memungkinkan air tempat perkembangbiakan nyamuk. Namun, tergenang ditempat tersebut dan tetap harus diperhatikan karena masih memudahkan nyamuk Aedes aegypti untuk terdapat beberapa rumah responden yang berkembang biak di tempat tersebut. masuk dalam kategori BRI tinggi. BRI tinggi di Dusun Krajan Kidul sebesar 10% lebih Hasil penelitian ini menggambarkan besar dibandingkan Dusun Tegalrejo. BRI bahwa Maya indeks di dusun Krajan Kidul berkaitan dengan keberadaan kontainer yang lebih tinggi dibandingkan Dusun terpantau/ controllable sites (CS)dan Tegalrejo.Ini berarti Dusun Krajan Kidul menggambarkan banyaknya tempat per- lebih berisiko untuk menjadi tempat per- kembangbiakan nyamuk dibandingkan
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 207 dengan Dusun Tegalrejo. Purnama dan (8,9%). Selanjutnya nilai Breteau Index (BI) Baskoro yang menyatakan bahwa status MI di Dusun Tegalrejo (21%) lebih rendah tinggi pada kelompok kasus lebih besar dibandingkan Dusun Krajan Kidul (35%). dibandingkan pada kontrol dengan CI kedua dusun tersebut kurang dari 10% persentase 30,66%. Tingginya status MI di dan BI kurang dari 50%, sehingga termasuk Dusun Krajan Kidul dikarenakan di dusun dalam kategori rendah, berbanding terbalik ini memiliki jumlah kontainer yang tinggi. dengan penelitian Rokhmawanti.,dkk Keberadaan jentik juga banyak ditemukan (2015), dimana diperoleh nilai CI dan BI pada CS di Dusun Krajan Kidul masuk dalam kategori tinggi. Penelitian ini dibandingkan Dusun Tegalrejo. Jumlah sejalan dengan penelitian Dhewantara dan kontainer lebih banyak terdapat di Dusun Dinata (2015) di Kota Banjar yakni Tegalrejo namun status MI sedang justru didapatkan angka CI sebesar 3,85% dan BI banyak terdapat di Dusun Krajan Kidul, hal sebesar 35%. Meskipun nilai CI dan BI ini dikarenakan keberadaan jentik justru kurang dari 10% dan 50%, namun tetap lebih banyak ditemukan di Dusun Krajan perlu diwaspadai karena sudah Kidul. Kurangnya kesadaran masyarakat menunjukkan adanya potensi risiko dalam membersihkan kontainer yang berada penularan DBD, dikarenakan skala Density di dalam maupun di luar rumahnya, sehingga Figure menunjukkan kategori kepadatan sangat efektif sebagai tempat sedang. perkembangniakan nyamuk Aedes aegypti. Pratamawati (2012), bahwa perilaku Berdasarkan Density Figure, kedua sebagian besar masyarakat belum didasari dusun menunjukkan hasil yang sama, yaitu kesadaran akan pentingnya memelihara DF terdapat pada skala 3 di Dusun Tegalrejo kebersihan lingkungan. Kurang baiknya dan 4 di Dusun Krajan Kidul, sehingga tindakan masyarakat dalam melaksanakan dikatakan kedua dusun tersebut termasuk PSN DBD akan menciptakan lingkungan dalam kategori kepadatan sedang. Sejalan yang kondusif bagi per-kembangbiakan dengan penelitian Dhewantara dan Dinata nyamuk Aedes aegypti. (2015) di Kota Banjar dan Astuti.,dkk (2016) di Kota Tangerang Selatan yang Indikator lain yang dapat digunakan menunjukkan risiko penularan DBD kedua untuk mengukur tingkat risiko terjadinya daerah tersebut masuk dalam kategori penularan DBD adalah angka kepadatan sedang. Penelitian ini sejalan pula dengan jentik. Parameter yang digunakan untuk penelitian Purnama dan Baskoro (2012) mengukur angka kepadatan jentik adalah HI, yang dilakukan di Bali menunjukkan bahwa CI, dan BI. Berdasarkan Tabel 6 dapat angka House Index adalah 23,33% dan dilihat bahwa angka HI di Dusun Tegalrejo Container Index sebesar 10,69% memiliki sebesar 18,0% dan di Dusun Krajan Kidul Density Figure dengan skala 4, sehingga sebesar 25,0%, artinya dalam 100 rumah dapat diartikan bahwa daerah tersebut yang diperiksa terdapat 18,0% dan 25,0% memiliki risiko penularan sedang terhadap yang terdapat jentik. Meskipun angka HI di penyebaran penyakit DBD. Kepadatan Dusun Krajan Kidul lebih tinggi jentik merupakan faktor risiko terjadinya dibandingkan Dusun Tegalrejo, namun penularan DBD, artinya semakin tinggi keduanya sama masuk dalam kategori kepadatan nyamuk Aedes aegypti, maka daerah risiko tinggi penularan DBD risiko masyarakat untuk tertular DBD juga dikarenakan angka HI lebih besar dari 10%, semakin tinggi (Wati, 2009). sejalan dengan Rokhmawanti dkk (2015), di Kelurahan Tegalsari Kota Tegal yang Keberadaan kontainer merupakan menunjukkan nilai sebesar 66,0%. faktor risiko yang menyebabkan kepadatan jentik tinggi dan merupakan salah satu Berdasarkan nilai container index lingkungan fisik yang mempengaruhi (CI), CI di Dusun Tegalrejo (5,3%) lebih kehidupan nyamuk Aedes aegypti. rendah dibandingkan Dusun Krajan Kidul Keberadaan kontainer memiliki peran
208 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 2 December 2019:199-209 penting dalam peningkatan kepadatan vektor Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak (PSN) merupakan kegiatan yang paling jumlah kontainer yang ada di suatu wilayah berpengaruh terhadap keberadaan jentik maka semakin banyak pula tempat yang nyamuk di tempat penampungan air karena digunakan sebagai perindukan nyamuk berhubungan secara langsung. Menurut Aedes aegypti. Hal tersebut akan Taviv., dkk (2010) seseorang yang memudahkan vektor Aedes aegypti dalam melakukan praktik PSN 3M Plus dengan berkembang biak, sehingga populasi benar, maka keberadaan jentik nyamuk di nyamuk tersebut akan terus meningkat. dalam kontainer dapat berkurang atau (Dinata dan Dhewantara, 2012). Apabila bahkan hilang. Berdasarkan hal tersebut populasi vektor Aedes aegypti meningkat, perlu adanya upaya penggerakan masyarakat maka kepadatan vektor Aedes aegypti juga di Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul semakin meningkat. Keberadaan kontainer untuk melakukan Pem-berantasan Sarang pada kedua dusun menunjukkan bahwa Nyamuk (PSN) 3M Plus untuk menekan terdapat banyak kontainer yang ditemukan angka kepadatan jentik di dusun Tegalrejo maupun Dusun Krajan Kidul karena masyarakat masih memiliki SIMPULAN kebiasaan menyimpan air di dalam kontainer, sehingga hal ini perlu suatu upaya Berdasarkan analaisis Maya Index, untuk mengelola kontainer sehingga dapat Dusun Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul meminimalisir keberadaan jentik. memiliki risiko rendah sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan kontainer, kebersihan Angka kepadatan jentik di Dusun Tegalrejo lingkungan dan keberadaan jentik sangat masuk dalam skala 3 dan Dusun Krajan bergantung pada tindakan Pemberantasan Kidul masuk skala 4, sehingga termasuk Sarang Nyamuk (PSN). Terdapatnya rumah kategori daerah dengan kepadatan sedang. reponden dengan status Maya Index yang Keberadaan kontainer Controllable sites masih sedang dan angka kepadatan jentik sangat berpengaruh terhadap keberadaan yang masuk kategori penularan sedang di jentik sehingga hal itu dapat mempengaruhi Dusun Tegalrejo maupun Dusun Krajan status Maya Index dan kepadatan jentik. Kidul dimungkinkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam Status Maya Index di Dusun melakukan PSN sehingga berpengaruh Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul termasuk terhadap tindakannya dalam melakukan dalam kategori risiko rendah untuk PSN. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara pengendalian vektor yang sebaiknya tetap dipertahankan dan angka dilakukan dengan cara membasmi jentik kepadatan jentik di kedua dusun sebaiknya Aedes aegypti melalui gerakan 3M Plus dikendalikan dengan cara menggerakkan yaitu menguras tempat penampungan air masyarakat untuk mengelola lingkungan sedikitnya satu minggu sekali, menutup khususnya keberadaan kontainer dengan rapat tempat penampungan air dan melakukan kegiatan PSN 3M Plus setiap mengubur/mendaur ulang barang-barang satu minggu sekali yaitu meningkatkan bekas yang dapat menjadi tempat frekuensi pengurasan bak mandi setiap 3 perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes hari sekali, menutup semua tempat aegypti. Apabila praktik PSN baik maka penampungan air, dan mendaur ulang kepadatan jentik dapat diturunkan dan ABJ barang bekas seperti kaleng bekas dan dapat ditingkatkan. Menurut penelitian yang sejenisnya ke bank sampah. Penggerakan dilakukan oleh Widagdo., dkk (2008), jumantik sebaiknya dilakukan di Dusun menunjukkan bahwa ada hubungan antara Tegalrejo dan Dusun Krajan Kidul untuk PSN 3M Plus dengan kepadatan jentik. melakukan pemantauan jentik berkala pada kontainer di dalam rumah yang terkendali
Yelly Atiefsa Narmala Dan R. Azizah, Maya Index Dan Kepadatan... 209 (controllable container) dan menggerakkan Rokhmawanti, N., Martini., Ginandjar, P. tindakan PSN masyarakat dalam mengelola 2015. Hubungan Maya Index dengan lingkungan sekitar yang dapat menjadi Kejadian Demam Berdarah Dengue Di tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Kelurahan Tegalsari Kota Tegal. aegypti. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.3 No. 1. pp 162-170. DAFTAR PUSTAKA Sigarlaki, I.T., Pijoh, V.D., Tuda, J.S. 2016. Ariva, L., Oginawati, K. 2013. Identifikasi Gambaran Indeks Maya pada Rumah Densitiy Figure dan Pengendalian Penderita Demam Berdarah Dengue di Vektor Demam Berdarah pada Kelurahan Kombos Barat Kecamatan Kelurahan Cicadas Bandung. Singkil Tahun 2015. Jurnal e- Bandung: Institut Teknologi Bandung. Biomedik (eBm), Vol. 4, No.1. Astuti, E.P., Prasetyowati, H., Ginanjar, A. Soegijanto. 2006. Demam Berdarah 2016. Risiko Penularan Demam Dengue. Surabaya: Airlangga Berdarah Dengue berdasarkan Maya University Press. Indeks dan Indeks Entomologi di Kota Tangerang Selatan Banten. Media Sukana, B. 1993. Pemberantasan Vektor Litbangkes, Vol. 26 No. 4: 211-218 DBD di Indonesia. Media Litbangkes Vol. III No.01/1993. Direktorat Jenderal PP&PL. 2012. Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Taviv, Y., Saikhu, A., Sitorus, H. 2010. Nyamuk (PSN DBD) oleh Juru Pengendalian DBD Melalui Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Pemanfaatan Pemamntau Jentik dan Kementerian Kesehatan. Ikan Cupang di Kota Palembang. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 38, Direktorat Jenderal PP&PL. 2014. Situasi No.4 : 198-207. Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Wati, W.E. 2009. Beberapa Faktor yang Informasi Kementerian Kesehatan RI. Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Dhewantara, P.W., Dinata, A. 2015. Analisis diKelurahan Ploso Kecamatan Risiko Dengue Berbasis Maya Index Pacitan. Skripsi. Surakarta: pada Rumah Penderita DBD di Kota Universitas Muhammadiyah. Banjar. Balaba, Vol. 11 No. 01 : 1- 8.[https://DOI:10.22435/balaba.v11i1 Widagdo,L., Husodo, B.T., Bhinuri. 2008. .4148.1-8] Kepadatan Jentik Aedes aegypti sebagai Indikator Keberhasilan PSN Dinata, A., Dhewantara,P.W. 2012. (3 M Plus) di Kelurahan Srondol Karakteristik Lingkungan Fisik, Wetan Semarang. Makara Kesehatan, Biologi, dan Sosial di Daerah Endemis Vo/.12, No. 1: 13-19. DBD Kota Banjar. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.11, No. 4: 315-326. Pratamawati, D.A. 2012. Peran Juru Pemantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.6, No. 6. Purnama, S.G., Baskoro, T. 2012. Maya Index dan Kepadatan Larva Aedes aegypti terhadap Infeksi Dengue. Makara, Kesehatan, Vol. 16, No.2 : 57-64.
PENGARUH PENDIDIKAN GIZI DENGAN POSTER DAN KARTU GIZI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ANAK TENTANG GIZI SEIMBANG DI SDN PLOSO I-172 SURABAYA. THE EFFECTS OF NUTRITION EDUCATION WITH POSTER AND NUTRITION CARD TO INCREASE CHILDREN’S KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF BALANCED NUTRITION AT SDN PLOSO I-172 SURABAYA Sonya Hayu Indraswari Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondesni: Sonya Hayu Indraswari E-mail: [email protected] ABSTRACT: The prevalence of childhood obesity in Indonesia increase from year to year. This circumstance is believed to be associated with the high consumption of fatty foods and lack of knowledge of a balanced diet. Conducting the nutrition education of balance diet (nutrition counseling) is one of the ways to improve knowledge and attitude towards nutrition and to reduce nutritional problems. The study aims to analyze the effect of nutrition education by utilizing the poster and nutrition card on elementary students at SDN Ploso I-172 Surabaya. This study was Quasi- experimental research with pre-post test design involving 29 samples of elementary students at SDN Ploso I-172 Surabaya. The samples were chosen through a simple random sampling technique. The data were collected by interview using the questionnaire. The statistical test utilized the Paired Sample T-Test. The nutrition education with posters media increased the students’ knowledge (p=0.005) and attitude (p <0.001) on a balanced diet after the intervention. Similarly, in the case of nutrition education using nutrition card, there was an increase in knowledge (p=0.016) and attitude (0.002). The average students’ knowledge before they got nutrition education with poster media was 9.40, which then increased to 11.00, while the average students’ attitude score also increased from 71.47 to 78.20. The average students’ knowledge before they were given nutrition education with nutrition card media was 8.86 and increased to 11.57, the average students’ attitude value also increased from 72.21 to 79.28. In conclusion, there were the effects of nutrition education intervention using poster and nutrition card in improving the knowledge and attitude on balance diet of elementary students at SDN Ploso I-172 Surabaya. Keywords: obesity, nutrition card, knowledge, attitude ABSTRAK: Prevalensi kegemukan pada anak di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut disebabkan konsumsi makanan berlemak yang tinggi dan kurangnya pengetahuan mengenai gizi seimbang. Pemberian pendidikan kesehatan gizi seimbang (penyuluhan gizi) adalah Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap sadar gizi serta mengurangi permasalahan gizi yang ada untuk menganalisis pengaruh pemberian pendidikan gizi dengan media poster dan kartu gizi terhadap pengetahuan dan sikap tentang gizi seimbang pada siswa di SDN Ploso I-172 Surabaya. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan menggunakan rancangan pre-post test design dengan besar sampel 29 siswa SDN Ploso I-172 Surabaya yang dipilih dengan menggunkan sampel acak sederhana (simple random sampling). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah Paired Sampel T-Test. Pendidikan gizi dengan media poster mengalami peningkatan pengetahuan (p=0,005) dan sikap (p<0,001) anak tentang gizi seimbang setelah diberikan intervensi. Begitu pula pendidikan gizi dengan media kartu gizi, terjadi peningktan pengetahuan (p=0,002) dan sikap (0,016). Rata-rata nilai pengetahuan sebelum pemberian pendidikan gizi dengan media poster adalah 9,40 dan meningkat menjadi 11,00, rata-rata nilai sikap juga mengalami peningkatan dari 71,47 mnjadi 78,20. Rata-rata nilai pengetahuan sebelum pemberian pendidikan gizi dengan media kartu gizi adalah 8,86 dan meningkat menjadi 11,57, rata-rata nilai sikap juga mengalami peningkatan dari 72,21 mnjadi 79,28. Terdapat pengaruh pemberian pendidikan gizi dengan media potser dan kartu gizi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap anak tentang gizi seimbang. ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.210-220 Received 3 October 2017, received in revised form 2 November 2017, Accepted 30 November 2017, Published online: December 2019
Sonya Hayu Indraswari, Pengaruh Pendidikan Gizi Dengan... 211 Kata Kunci: obesitas, game kartu gizi, pengetahuan, sikap (2015) di Sekolah Dasar Negeri Ploso I-172 Surabaya, yaitu 63,4% dengan prevalensi PENDAHULUAN obesitas 34,6% dan gizi lebih 28,8%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang Obesitas adalah kelebihan berat dilakukan kepada seluruh siswa kelas V badan, akibat dari penimbunan lemak tubuh Sekolah Dasar pada 9 Maret 2017 di SDN yang berlebihan. Setiap orang memerlukan Ploso I-172 Surabaya ditemukan bahwa 5 lemak dalam tubuh untuk menyimpan siswa atau 4.9% tergolong kurus, 19 siswa energi, sebagai penyekat panas, penyerap atau 18.8% tergolong gemuk dan 7 orang guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata atau 6.9% orang tergolong obesitas. wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan Permasalahan obesitas tidak hanya yang normal antara lemak tubuh dengan masalah kelebihan berat badan, tetapi juga berat badan adalah sekitar 25-30% pada dapat menimbulkan berbagai gangguan wanita dan 18-23% pada pria (Nurrahman, kesehatan seperti diabetes tipe 2, tekanan 2013). Obesitas pada anak telah menjadi darah tinggi, stroke, serangan jantung, gagal masalah yang serius di Indonesia. jantung, kanker (jenis kanker tertentu, Berdasarkan data terbaru dari Riskesdas misalnya kanker prostat dan kanker usus tahun 2013, secara nasional prevalensi besar), batu kandung empedu dan batu kegemukan pada anak umur 5-12 tahun kandung kemih, gout dan artritis gout, masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari osteoartritis, tidur apneu (kegagalan untuk gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, (obesitas) 8,8 persen (Badan Penelitian dan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen Pengembangan Kesehatan, 2013). dalam darah), sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, Provinsi Jawa Timur mengalami underventilasi dan ngantuk) (Nurrahman, peningkatan prevalensi gizi lebih pada anak 2013). usia sekolah (6-12 tahun) pada tahun 2007 dan 2013 (Badan Penelitian dan Dengan tingginya presentase masalah Pengembangan Kesehatan, 2013). gizi yang terjadi pada anak usia sekolah, Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013 maka diperlukan adanya pendidikan gizi proporsi penduduk berumur lebih dari 10 yang dapat meningkatkan pengetahuan anak tahun dengan perilaku konsumsi makanan tentang gizi seimbang agar masalah tersebut berlemak, kolesterol dan makanan gorengan dapat dicegah. Munthofiah (2008) lebih dari satu kali dalam sehari secara menyebutkan salah satu faktor yang dapat nasional adalah 40,7% dan lima provinsi mempengaruhi status gizi adalah tingkat tertinggi diatas nilai nasional salah satunya pengetahuan. Tingkat pengetahuan yang adalah Jawa Timur (49,5%). baik mempunyai kemungkinan 17 kali lebih besar untuk mempunyai status gizi yang Prevalensi kejadian obesitas pada baik. Alfyan (2010) juga menyebutkan siswa di SD Negeri Ploso II-173 Surabaya bahwa terdapat hubungan antara sebanyak 2% dan prevalensi gizi lebih pengetahuan gizi dengan status gizi anak adalah 18%. Faktor yang menyebabkan sekolah. Pemberian pendidikan kesehatan kejadian kegemukan dan obesitas pada siswa gizi seimbang (penyuluhan gizi) adalah adalah status sosial ekonomi orang tua, Salah satu cara yang dapat digunakan untuk pemenuhan gizi yang berlebihan, faktor meningkatkan pengetahuan dan sikap sadar genetik dan aktivitas fisik (Yaqin, 2014). gizi serta mengurangi permasalahan gizi Prevalensi kegemukan yang lebih besar yang ada. ditemukan oleh Rosyidah dan Andrias
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160