278 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 268-280 (2016), menyatakan bahwa niat Hasil penelitian ini sejalan dengan berhubungan secara signifikan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Lestary perilaku. Anniswah (2016)melakukan (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada peneltian kualitatif, yang secara mendalam hubungan yang signifikan antara tingkat meneliti niat perilaku dari beberapa pengetahuan dan perilaku pacaran responden yang menunjukkan bahwa berisiko. Secara teori, pengetahuan adanya hubungan antara niat perilaku memiliki hubungan positif dengan perilaku pacaran berisiko dan perilaku pacaran seksual, semakin baik pengetahuan remaja berisiko. Kemungkinkan terjadi karena maka semakin rendah perilaku pacaran adanya faktor yang memacu berperilaku berisiko, dan sebaliknya. Jika terdapat seksual berisiko. Niat untuk melakukan kontradiksi terhadap suatu faktor maka ada hubungan seksual pra nikah muncul secara faktor lain yang lebih besar pengaruhnya tiba-tiba ketika berada bersama pasangan, yang mengendalikan faktor. Pada dan ketika mereka mulai melakukan penelitian ini terjadi kontradiksi karena perilaku pacaran berisiko lainnya. Hal ini responden yang memiliki perilaku pacaran menunjukkan bahwa niat untuk berisiko sangat paham akan pengetahuan melakukkan pacaran berisiko akan muncul reproduksi (Agung, 2014). ketika dipengaruhi oleh faktor yang secara langsung mempengaruhi niat responden SIMPULAN dan pasangannya. Sehingga penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya niat Berdasarkan hasil analisis dan mahasiswa perantau asal Papua melakukan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai pacaran berisiko dan tidak ada hubungan berikut, hasil distribusi menunjukkan antar niat dengan perilaku pacaran berisiko bahwa perilaku pacaran berisiko pada (Yaunin, 2016). mahasiswa perantau asal Papua sebesar 72,9%. Sedangkan 27,1% remaja yang Hasil penelitian menunjukkan berstatus sebagai mahasiswa yakni bahwa tingkat pengetahuan mengenai mahasiswa perantau asal Papua tidak seksualitas, tingkat pengetahuan terhadap berprilaku pacaran berisiko. perilaku pacaran berisiko tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Mahasiswa perantau asal Papua perilaku pacaran berisiko pada mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian perantau asal Papua di Kota Surabaya. ini adalah remaja yang berstatus Pengetahuan mahasiswa perantau asal mahasiswa, dengan kisaran usia 18-21 Papua berbanding terbalik dengan perilaku tahun, berstatus sedang berpacaran, pacaran mereka, mahasiswa lebih banyak pacaran jarak jauh, dan sedang tidak mengetahui namun banyak juga berpacaran meskipun pernah berpacaran melakukan pacaran berisiko. Berdasarkan selama masa studi. Mahasiswa perantau hasil penelitian responden memiliki asal Papua memiliki tingkat pengetahuan pengetahuan yang sangat baik tentang yang tinggi terhadap perilaku seksual perilaku pacaran berisiko. Sebagian besar khususnya perilaku pacaran berisiko dan mahasiswa mengetahui bentuk perilaku tidak memiliki niat untuk melakukan pacaran berisiko, mengetahui dampak pacaran berisiko. perilaku pacaran berisiko bagi kesehatan, dan hal-hal yang berkatan dengan Determinan perilaku pacaran seksualitas. Pengetahuan mahasiswa berisiko pada mahasiswa perantau asal perantau asal Papua berbanding terbalik Papua yaitu status hubungan pacaran dengan perilaku pacaran mereka, mahasiswa, yakni status berpacaran. mahasiswa lebih banyak mengetahui Mahasiswa perantau asal Papua yang namun banyak juga melakukan pacaran berstatus sedang berpacaran memiliki berisiko. pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pacaran berisiko. Dengan nilai p
Christine Ohee dan Windhu Purnomo, Pengaruh Status Hubungan Berpacaran... 279 sebesar 0,001 yang mana lebih besar dari Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 22,933, yang berarti risiko mahasiswa melakukan Keluarga Berencanan Nasional, pacaran berisiko yang sedang berpacaran sebesar 22,933 kali dari pada mahasiswa Departemen Kesehatan, & Macro yang sedang tidak berpacaran. International. (2013). Survei Variabel lain yaitu usia, jenis kelamin, niat perilaku pacaran berisiko, Demografi dan Kesehatan tingkat pengetahuan tidak berpengaruh terhadap perilaku pacaran berisiko pada Indonesia 2012. SDKI, 16. mahasiswa prantau asal Papua di Kota Surabaya. https://doi.org/10.1111/j.1471- DAFTAR PUSTAKA 0528.2007.01580.x Agung, A., Agung, P., R., Wayan, N., Chandra, N. (2012). Gambaran Perilaku Wulan, C., & Putri, S. (2014). Hubungan Antara Jenis Kelamin Seksual Remaja Di Sekolah Dan Status Sosioekonomi Keluarga Terhadap Seks Pranikah Pada Menengah Kejuruan (SMK) Remaja SMA / Sederajat Di Wilayah Kerja Puskesmas Swasta X2 di Kota Depok Tahun Sukawati I Pada Tahun 2014. 2012 Anniswah, N. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Giyai, M. (2017). Analisis Perilaku Seksual Berisiko IMS Pada Remaja Pria Di Indonesia. Seksual Pada Mahasiswa Papua Di https://doi.org/10.1017/CBO97811 07415324.004 Surabaya. Jurnal Kesehatan Azinar, M. (2013). Perilaku Seksual Masyarakat Pranikah Berisiko Terhadap Harefa Y, N. (2013) ‘Studi Kualitatif Kehamilan Tidak Dinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Perilaku Seks Pranikah Remaja 8(2), 153–160. https://doi.org/10.15294/kemas.v8i Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2.2639 2013’, repository USU, pp. 1–67. Angket, K. (2008). METODE doi: PENELITIAN A . Jenis Penelitian B . Metode Pengumpulan Data C . 10.1017/CBO9781107415324.004. Populasi dan Sampel, 27–32. Hidayangsih, P. S. (2014). Perilaku Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencanan Nasional, Berisiko Dan Permasalahan Departemen Kesehatan, Macro International, Badan Pusat Statistik Kesehatan Reproduksi Pada Indonesia, Menua, Iba, P. (2015). Kualitas Sumber Daya Manusia Remaja. Jurnal Kesehatan Dalam Menggapai Bonus 1–10. Demografi Rachmawati Madjid. Reproduksi, 5(2), Jurnal Populasi, 2(1), 102–114. https://doi.org/2101018 https://doi.org/10.22435/KESPRO. V5I2.3886.89-101 Kementerian Kesehatan RI. (2015). Sexual Health Reproductiv; Situasi kesehatan Reproduksi remaja. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan (2015) Profil Kesehatan Indonesia 2014, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. doi: 10.1037/0022- 3514.51.6.1173. Kusuma Dewi Pujianti, (2012), Gambaran Faktor-Faktor Risiko Perilaku Seksual Remaja SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Halmahera Kota Semarang Tahun 2012. Skripsi. Lestary, H., & Sugiharti. (2011). Perilaku Berisiko Remaja Di Indonesia Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal
280 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 268-280 Kesehatan Reproduksi, 1(3), 136– Pengaruh pacaran terhadap 144. perilaku seks pranikah. Jurnal Soul, 1(2), 59–7 Lestari, I. A. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Sumiatin, T., Purwanto, H., & Ningsih, W. Seks Pranikah Pada Mahasiswa T. (2017). Pengaruh Persepsi Unnes. Unnes Journal of Public Remaja Tentang Perilaku Seks Health, 3(4), 27–38. Terhadap Niat Remaja Dalam Mahmudah, U., Cahyati, W. H., & Melakukan Perilaku Seks Berisiko. Jurnal Keperawatan, 8(1), 96–101. Wahyuningsih, A. S. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat, Suwarni, L., & Selviana. (2015). Inisiasi 8(2), 113–120. https://doi.org/ISSN Seks Pranikah Remaja dan Faktor 1858-1196 yang Mempengaruhi. Jurnal Muliyati. (2012). Faktor- Faktor yang Kesehatan Masyarakat, 10(2), 113–120. Berhubungan dengan Perilaku Gaya Pacaran pada Siswa SMU X https://doi.org/10.15294/kemas.v10 dan MAN Y Kabupaten Sidrap i2.3378 Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Syamsiah, S. (2007). Hubungan 2012. Pengetahuan dan Sumber Informasi Riskesdas (2013), Riset Kesehatan Dasar, Siswa Tentang Kespro Remaja Badan Penelitian dan Dengan Sikap Siswa Terhadap Pembangunan Kesehatan tentang Seks Bebas. Perilaku Seksual Remaja. Tri Sulastri Lesteri (2015), Perubahan Rosdarni, Dasuki, D., & Waluyo, S. D. Perilaku Pacaran Remaja (2015). Pengaruh Faktor Personal Sekolah Menengah Pertama Negeri terhadap Perilaku Seksual Pranikah 2 Sendawar Di Kutai Barat, pada Remaja. Jurnal Kesehatan Mahasiswa Program S1 Sosiatri- Masyarakat Nasional, 9(3), 214– Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan 221. Ilmu Politik, Universitas https://doi.org/10.21109/kesmas.v9 Mulawarman. i3.567 Umaroh, ayu khoirul. (2015). Hubungan SDKI (2012), Survei Demografi antara faktor internal dan eksternal Kesehatan Indonesia tentang dengan perilaku seksual pranikah Kesehatan Reproduksi Remaja. remaja indonesia. Jurnal Sekarrini. (2012). Faktor-Faktor Yang Kesehatan Masyarakat Andalas, 10, 65–75. Berhubungan Dengan Perilaku Reksual Remaja Di SMK Yaunin, Y., & Lestari, Y. (2016). Artikel Kesehatan Di Kabupaten Bogor Penelitian Faktor-Faktor yang Tahun 2011. Skripsi. Depok: Berhubungan dengan Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Seksual Remaja di Kota Padang. Jurnal FK Unand, 5(2), 448–455. UI. Setiawan, R., & Nurhidayah, S. (2008).
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN BUDAYA DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN AIR SUNGAI (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura 2) Sharah Monica Yunida Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Alamat Korespondensi: Sharah Monica Yunida Email: [email protected] ABSTRACT Diarrhea is one of the most common infectious diseases. It has related three factors such ass environment, food and contact with an infected person. One of the environmental factor of diarrhea is the domestic water use behavior. The main objective of this study was to analyse the relation between knowledge, atitude and habit to domestic water use behavior in Martapura 2 Public Health Center, work area Pasayangan Selatan Village, sub- district of Martapura, Banjar, South Kalimantan Province. Case control study design was used in this study. The population of the study were all diarrhea patients in Martapura 2 Public Health Center work area from february 2017 until february 2018. The Lemeshow was used to determine research sample size. The study sample consisted of 45 case diarrhea patients and 45 control non diarrhea patient. Samples were taken from all eligible cases and controls on specified inclusion and exclusion criteria. Data will analysed use Chi Square. Based on the results of this study comparing between case group and control group, most of the respondents in the case group have knowledge in poor knowledege was 25 people (55.6%) and the control group in good knowledge that was 35 people (77.8) with Chi Square, all p < 0,001. Attitudes of respondents in the case group were in the not good category is 26 people (58.0%) and control group in good category that was 32 people (71,1%) with (p value 0,000 in case and control 0,004). Utilitation habit respondents in the case group were in the non-existent category of 26 persons (57.8%) and the control group in the category of no 37 people (82.2%) with (p value in case 0.006 and control 0.000). Conclusively, the variable of knowledge, attitude and habit have very significant relation on the group of case and control. Keyword: diarrhea, water use behavior, knowledge ABSTRAK Salah satu penyakit menular yang paling sering terjadi adalah diare. Diare memiliki tiga faktor yang erat kaitannya dengan lingkungan, makanan serta kontak dengan orang yang terinfeksi. Salah satu faktor lingkungan penyebab diare adalah perilaku penggunaan air sungai. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan budaya terhadap perilaku penggunaan air sungai di wilayah kerja Puskesmas Martapura 2, studi di Desa Pasayangan Selatan Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah seluruh penderita diare di wilayah kerja Puskesmas Martapura 2 dari February 2017 sampai Februari 2018. Pengambilan sampel penelitian menggunakan rumus Lemeshow. Sampel penelitian terdiri dari 45 responden kasus diare dan 45 responden control bukan pasien diare. Sampel diambil dari semua yang memenuhi syarat kasus dan kontrol pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Analisis data menggunakan Chi Square. Berdasarkan hasil penelitian membandingkan antar kelompok kasus dan kontrol, sebagian besar responden pada kelompok kasus memiliki pengetahuan pada kategori tidak tahu yaitu 25 orang (55,6%) dan kelompok kontrol pada kategori tahu yaitu 35 orang (77,8) dengan Chi Square, keduanya p < 0,01. Sikap responden pada kelompok kasus berada pada kategori kurang baik yaitu 26 orang (58,0%) dan kelompok kontrol pada kategori baik yaitu 32 orang (71,1%) dengan (p-value pada kasus 0,000 dan pada kontrol 0,004). Utilitation habit responden pada kelompok kasus berada pada kategori tidak ada yaitu 26 orang (57,8%) dan kelompok kontrol pada kategori tidak ada 37 orang (82,2%) dengan (p-value pada kasus 0,006 dan kontrol 0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan, sika dan budaya terdapat hubungan yang bermakna pada kelompok kasus dan kontrol. Kata kunci: diare, perilaku penggunaan air sungai, pengetahuan ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018. 232-243 Received 3 May 2018, received in revised form 19 May 2018 , Accepted 21 May 2018 , Published online: December 2018
Sharah Monica Yunida, Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan... 233 PENDAHULUAN Berdasarkan penelitian sebelumnya Pada saat ini Indonesia sedang yang dilakukan oleh Felicia (2003), terdapat mengalami transisi epidemiologi dalam hal masalah kesehatan dimana kondisi penyakit hubungan antara faktor lingkungan yang menular yang belum dapat diatasi seluruhnya. Permasalahan penyakit menular meliputi sumber air minum (p=0,001). Ini diantaranya yang paling sering terjadi adalah diare. Diare merupakan suatu keadaan berarti sumber air sebagai pemenuhan terjadinya perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Diare merupakan baung air kebutuhan fisilogis manusia merupakan besar dengan konsistensi lembek atau cair yang berupa air saja yang frekuensinya lebih salah satu hal yang berperan dalam dari biasanya (tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). terjadinya kejadian diare. Penggunaan Dikutip dari Profil Kesehatan sumber air yang dilakukan berulang kali, Indonesia (2015) penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia. Diare juga menentukan kebiasaan perilaku merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan menggunakan air. kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18 Kalimantan Selatan memiliki banyak kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1. 213 orang dan kematian 30 orang (CFR sungai, sungai yang terdapat disana 2,47%). Salah satu dari provinsi yang menjadi lokasi terjadinya KLB adalah digunakan sebagai sumber air bersih dan Provinsi Kalimantan Selatan (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). banyak pemukiman yang berdiri di pinggir Diare merupakan salah satu masalah sungai. Selain itu sungai juga menunjang kesehatan masyarakat yang paling menonjol di Kalimantan Selatan, walaupun untuk aktivitas masyarakat seperti MCK, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular pun mengalami perdagangan, jalur transportasi ataupun peningkatan pencapaian, namun hal ini tetap menjadi konsentrasi dalam rencana dan pariwisata. Sungai memiliki definisi sebagai strategi. Berdasarkan rencana dan strategi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan tempat-tempat dan wadah-wadah serta Selatan tahun 2016 -2021. Kasus diare di Provinsi Kalimantan Selatan yang tercatat di jaringan pengaliran air mulai dari mata air Fasilitas Kesehatan sebesar 51.416 dan yang dapat tertangani sebesar 31.314 dengan sampai muara dengan dibatasi kanan dan persentase sebesar 60,9 (Profil Kesehatan Kalimantan Selatan, 2015). kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh Dari 230 Puskesmas yang berada di garis sempadan (PP RI No 35 tahun 1991). Provinsi Kalimantan Selatan, hampir semua Puskesmas di Provinsi ini memiliki kasus Seiring dengan adanya kemajuan diare. Salah satu Puskesmas yang memiliki kasus diare tertinggi di Provinsi ini adalah pada teknologi masa kini, maka manusia Puskesmas Pasayangan Martapura (Profil Kesehatan Kalimantan Selatan, 2015). difasilitasi untuk mendapatkan berbagai sumber air. Seperti ketersediaan air PDAM dan air minum juga adanya ketersediaan air minum air isi ulang yang dapat dicapai dengan mudah. Berdasarkan data yang telah disajikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa banyaknya penyakit diare setiap tahunnya cenderung menurun dan perbandingannya lebih kecil dari angka maksimal. Hal tersebut dikarenakan salah satunya pemahaman masyarakat tentang penggunaan air bersih dan sanitasi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Observasi yang dilakukan pada lingkungan masyarakat yang bermukim padat daerah aliran sungai (DAS) di sekitar Martapura 2, sebagian besar masyarakat sudah memiliki kakus di rumahnya sendiri. Sebagian masyarakat masih menggunakan air sungai untuk keperluan MCK (mandi, cuci, kakus). Untuk keperluan konsumsi masyarakat telah banyak menggunakan air PDAM dan air sumur walaupun tidak dipungkiri bahwa air sungai
234 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 232-243 juga masih digunakan. Berdasarkan survei penderita diare di wilayah kerja Puskesmas pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20-21 bulan Mei tahun 2017, terlihat bahwa Martapura 2. masyarakat yang mengalami diare sebagian besar tinggal pada daerah aliran sungai Sampel penelitian ini adalah Martapura. Berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa sebagian besar masyarakat masyarakat yang pernah mengalami wilayah kerja Puskesmas Martapura 2 memiliki kebiasaan mencuci pakaian penyakit diare dalam waktu 1 tahun terakhir maupun peralatan dapur, buang air besar/kecil, mencuci kendaraan bermotor (Februari 2017-Februari 2018) yang hingga konsumsi untuk air minum diambil dan dilakukan di sungai Martapura. tercakup dalam wilayah kerja Puskesmas Hasil survey pendahuluan pada Pasayangan. Penentuan sampel tanggal 20-21 bulan Mei tahun 2017 yang dilakukan menjelaskan bahwa sebagian menggunakan kriteria inklusi yaitu penderita besar masyarakat di wilayah aliran sungai Martapura masih melaksanakan berbagai diare yang tercatat dalam data Puskesmas macam aktivitas di sungai sehingga kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi Martapura 2 pada kurun waktu 1 tahun silang pada air sungai bisa saja terjadi. Perilaku masyarakat yang buruk tentang terakhir, penderita diare dengan alamat sanitasi terutama dalam hal penyediaan dan penggunaan air bersih dapat menurunkan lengkap yang tercatat di Puskesmas derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Martapura 2, dan dapat menyetujui menjadi METODE PENELITIAN responden. Kriteria eksklusi yaitu penderita Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Proses penggalian informasi diare yang tercatat dalam data Puskesmas diwujudkan dalam bentuk angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa (selain Februari 2017- Februari 2018) yang diketahui (Notoadmojo, 2004). Pendekatan yang digunakan adalah case Martapura 2, dan penderita diare dengan control/ kasus kontrol adalah studi analitik yang menganalisis hubungan kausa dengan alamat diluar kelurahan Pasayangan. menggunakan logika terbalik, yaiu menentukan penyakit (outcome) terlebih Kriteria inklusi digunakan pada dahulu kemudian mengidentifikasi penyebab. Riwayat paparan dalam penelitian kelompok kasus diare sedangkan kriteria ini dapat dipelajari dari register medis atau berdasarkan wawancara dari responden eksklusi digunakan pada kelompok kontrol. penelitian (Kuntjojo, 2009). Menggunakan rumus lemeshow didapatkan Studi kasus kontrol dilakukan dengan mengindentifikasi kelompok kasus hasil yaitu 43 orang, dengan memperkirakan dan kelompok kontrol, kemudian secara retrospektif diteliti faktor risiko yang adanya kemungkinan eror yang terjadi mungkin dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol dapat terkena paparan atau reponden digenapkan menjadi 45 responden tidak. Populasi Penelitian ini adalah seluruh penderita diare dan karena menggunakan case control denga menggunakan sampel minimal 1 : 1 maka kontrol yang ada adalah 45 responden yang tidak menderita diare jadi total sampel adalah 90 responden Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden yang mnjadi sampel penelitian dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder didapatkan dari jumlah kasus diare perbulan wilayah Puskesmas Martapura 2 tahun 2009 - 2013 dan 2014 dan jumlah kasus diare Perbulan wilayah Puskesmas Martapura 2 tahun 2014- 2016, Data laporan bulanan diare Puskesmas Martapura 2. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji statistik uji Chi Square. Data yang dianalisis dengan uji Chi Square atau dengan tujuan mengetahui adanya hubungan pengetahuan, sikap dan budaya terhadap perilaku penggunaan air sungai. Nilai α pada uji signifikansi penelitian ini sebesar 5% atau 0,05.
Sharah Monica Yunida, Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan... 235 Penarikan kesimpulan dari analisis kontrol dalam penelitian ini adalah adalah jika nilai signifikansi kurang dari kelompok yang tidak pernah menderita diare 0,05 maka terdapat hubungan antara dan berada diluar kelurahan pasayangan pengetahuan, sikap dan budaya terhadap serta berada wilayah kerja Puskesmas perilaku penggunaan air sungai dan jika nilai Martapura 2. signifikansi lebih dari 0,05, maka tidak terdapat hubungan antara pengetahuan, Tabel 1. Karakteristik Kelompok Kasus sikap dan budaya terhadap perilaku Diare penggunaan air sungai. Dasar pengambilan keputusan adalah terbukti yang kemudian Umur Jumlah % diolah dan dianalisis menggunakan < 20 - 35 th 25 55,6 computer. Kemudian disajikan melalui tabel 36 – 50 th 15 33,3 berdasarkan hasil yang telah diperoleh 5 11,1 (Morton, 2009). > 50 th 45 100 Total % HASIL PENELITIAN Pendidikan Jumlah 33,3 Tidak Sekolah 15 13,3 Gambaran Karakteristik Responden SD 6 20,0 SMP 9 26,7 Karakteristik responden digunakan SMA 12 6,7 untuk mengetahui keragaman responden PT 3 100 berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, Total 45 % riwayat sakit diare, tempat tinggal dan 6,7 penggunaan air sungai. Hasil penelitian pada Pekerjaan Jumlah 2,2 Tabel 1. menjelaskan bahwa sebagian PNS 3 40,0 responden berada pada umur kurang dari 20- 1 17,8 35 tahun, yaitu sejumlah 25 responden Pegawai Swasta 18 33,3 (55,6%). Menurut tingkat pendidikan, Wiraswasta 8 100 responden yang terkategori tidak sekolah IRT 15 % yaitu 15 responden (33,33%). Sebagian 45 besar responden memiliki pekerjaan Tidak Bekerja 0 wiraswasta yaitu 18 orang (40,0%). Untuk Total Jumlah 82,2 riwayat sakit diare sebagian responden 15,6 memiliki riwayat 1-2 kali sejumlah 37 orang Riwayat Sakit 0 2,22 (82,2%). Sedangkan berdasarkan data yang Diare 37 100 diperoleh sebagian responden memiliki 7 % tempat tinggal berjarak 0-2 km dari aliran Tidak Pernah 1 sungai sejumlah 41 orang (91,1%). 1-2 kali 45 91,1 Berdasarkan penggunaan air sungai oleh 3-5 kali Frekuensi 8,9 responden sejumlah 19 orang (42,2%) >5 kali 100 hampir setengah dari total jumlah responden Total 41 % kelompok kasus diare yaitu 45 orang. 4 42,2 Berdasarkan penelitian diperoleh hasil Tempat Tinggal 45 57,8 mengenai karakteristik responden pada (Aliran sungai) Jumlah kelompok kasus diare disajikan dalam Tabel 19 100 1. Selain mengambil sampel pada kelompok 0-2 km 26 kasus diare, peneliti juga mengambil sampel >2 km pada kelompok kontrol. Kelompok kontrol Total 45 pada sebuah penelitian berfungsi sebagai Penggunaan Air pembanding, dari sebuah kelompok Menggunakan perlakukan atau observasi. Kelompok Tidak Menggunakan Total Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2. menjelaskan bahwa sebagian responden berada pada umur 36 -
236 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 232-243 50 tahun, yaitu sejumlah 22 kelompok kasus Sebagian kelompok kasus diare memiliki diare (48,9%). tempat tinggal berjarak 0-2 km dari aliran sungai sejumlah 41 orang (91,1%) Tabel 2. Karakteristik Kelompok Kontrol Berdasarkan penggunaan air sungai oleh kelompok kasus diare sejumlah 13 orang Umur Jumlah % (28,9%) atau sepertiga dari total jumlah yaitu 45 orang. < 20 - 35 th 13 28,9 36 – 50 th 22 48,9 Hubungan Tingkat Pengetahuan 10 22,2 > 50 th 45 100 Responden Terhadap Perilaku Total Jumlah % Pendidikan 6 13,3 Penggunaan Air Sungai Tidak Sekolah 9 20,0 SD 10 22,2 Pengetahuan merupakan salah satu SMP 16 35,6 faktor yang mempunyai pengaruh dalam SMA 4 8,9 melakukan perilaku penggunaan air sungai. PT 45 100 Berdasarkan data primer yang diperoleh Total Jumlah % melalui wawancara dengan menggunakan Pekerjaan 1 2,2 kuesioner, diperoleh hubungan tingkat PNS 0 pengetahuan responden terhadap perilaku Pegawai Swasta 19 0 penggunaan air sungai sebagai berikut : Wiraswasta 10 42,2 IRT 15 22,2 Tabel 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tidak Bekerja 45 33,3 Responden Terhadap Perilaku Total Jumlah 100 Penggunaan Air Sungai Riwayat Sakit 45 % Tidak Pernah 0 Pengetahuan Jumlah % p value 1-2 kali 0 0 Kasus 3-5 kali 0 0 Tahu 20 44,4 >5 kali 45 0 25 55,6 0,000 Total Jumlah 0 Tidak Tahu 45 100 Tempat Tinggal 34 100 Total Jumlah % p value 0-2 km 11 % >2 km 45 75,6 Pengetahuan 35 77,8 Total Jumlah 24,4 Kontrol 10 22,2 0,000 Penggunaan Air 100 Tahu 45 100 % Tidak Tahu Total Menggunakan 13 28,9 Hasil perhitungan Chi-Square Test Tidak 32 71,1 pada Tabel 3. pada kelompok kasus dan kontrol dapat diketahui nilai p = 0,000, Menggunakan 45 100 artinya p kurang dari 0,05. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada hubungan antara Total pengetahuan pada kelompok kasus diare dan kontrol terhadap perilaku penggunaan air Menurut tingkat pendidikan, sungai. Sebagian besar responden pada responden yang terkategori pada tingkat kelompok kasus berada pada tidak tahu yaitu SMA yaitu sejumlah 16 kelompok kasus 25 orang (55,6%) dan kelompok kontrol diare (35,6%). Berdasarkan data yang pada tahu yaitu 35 orang (77,8%). diperoleh, sebagian besar kelompok kasus diare memiliki jenis pekerjaan wiraswasta Rendahnya pengetahuan pada yaitu 19 orang (42,2%). Sebagian kelompok kelompok kasus yang sebagian besar hanya kasus diare memiliki tidak pernah memiliki pada tingkat tidak sekolah/ tidak tamat SD riwayat sakit sejumlah 45 orang (100%). dapat dipengaruhi oleh pendidikan rendah serta umur yang masih tergolong muda kurang dari 20- 35 tahun ini menyebabkan
Sharah Monica Yunida, Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan... 237 pengalaman yang dimiliki sedikit sedangkan sungai. Berdasarkan penelitian yang pengetahuan yang dimiliki kelompok dilakukan sebagian responden pada kontrol. Hasil penelitian pada kelompok kelompok kasus memiliki sikap kurang baik kontrol menunujukkan bahwa pendidikan yaitu 26 orang (58,0%) dan kelompok yang cukup dan umur yang tergolong cukup kontrol memilki sikap baik yaitu 32 orang 36-50 tahun sehingga sebagian besar (71,1%). responden memiliki pengetahuan pada tahu. Sikap kurang baik yang dimiliki oleh Hubungan Sikap Responden Terhadap kelompok kasus dapat diperngaruhi oleh Perilaku Penggunaan Air Sungai rendahnya pendidikan, umur yang muda serta letak tempat tinggal yang dekat dari Sikap merupakan salah satu daerah aliran sungai sehingga hal tersebut komponen penting yang berpengaruh dalam mendorong responden melakukan perilaku perilaku penggunaan air sungai karena penggunaan air sungai. Sedangkan sikap tindakan yang dilakukan oleh seserang dapat baik yang dimilki kelompok kontrol tergambar dari sikap yang diperlihat oleh didukung oleh pengetahuan yang baik, seseorang tersebut. Sikap menjadi sebuah pendidikan yang tinggi dan umur yang hal yang penting. Berdasarkan data primer cukup yang dimiliki oleh responden yang diperoleh melalui wawancara dengan sehingga hal tersebut mendorong responden menggunakan kuesioner, diperoleh memiliki sikap yang baik dalam perilaku hubungan sikap responden terhadap perilaku penggunaan air sungai yaitu sikap yang penggunaan air sungai sebagai berikut: cenderung menjauhi perilaku seperti tidak melakukan konsumsi terhadap air sungai Tabel 4. Hubungan Sikap Responden dan hanya menggunakan air sungai yang Terhadap Perilaku Penggunaan tidak terkait dengan konsumsi. Air Sungai Hubungan Budaya Responden Terhadap Sikap Jumlah % p value Kasus Perilaku Penggunaan Air Sungai 18 40,0 0,000 Baik 26 58,0 p value Budaya merupakan hal yang tidak Kurang Baik 45 100 dapat dipisahkan dalam kehidupan di Jumlah masyarakat karena budaya. Berdasarkan Total % data primer yang diperoleh melalui 32 wawancara dengan menggunakan kuesioner, Sikap 13 71,1 diperoleh hubungan budaya responden Kontrol 45 28,9 0,004 terhadap perilaku penggunaan air sungai 100 sebagai berikut: Baik Kurang Baik Total Hasil perhitungan Chi-Square Test Tabel 5. Hubungan Budaya Responden pada Tabel 4. pada kelompok kasus dapat Terhadap Perilaku Penggunaan diketahui nilai p = 0,000, artinya p kurang Air Sungai dari 0,05. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap pada kelompok Budaya Jumlah % p value kasus diare terhadap perilaku penggunaan Kasus air sungai. Sedangkan hasil perhitungan Chi-Square Test pada tabel 2 pada kelompok Ada 19 42,2 kontrol dapat diketahui bahwa nilai p = Tidak Ada 26 57,8 0,006 0,004, artinya p kurang dari 0,05. Sehingga 45 100 bisa disimpulkan bahwa ada hubungan Total antara pengetahuan pada kelompok kontrol diare terhadap perilaku penggunaan air Budaya Jumlah % p value Kontrol Ada 8 17,8 Tidak Ada 37 82,2 0,000 Total 45 100
238 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 232-243 Hasil perhitungan Chi-Square Test semakin banyak pengalaman yang dimiliki. pada tabel 5. pada kelompok kasus dapat diketahui nilai p = 0,006, artinya p kurang Pengambilan keputusan yag didasari oleh dari 0,01. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada hubungan antara budaya pada kelompok pengalaman memiliki manfaat bagi kasus diare terhadap perilaku penggunaan air sungai. Sedangkan hasil perhitungan pengetahuan praktis, karena dengan Chi-Square Test pada tabel 2 pada kelompok kontrol dapat diketahui bahwa nilai p = pengalaman yang dimiliknya, maka 0,000, artinya p kurang dari 0,01. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ada hubungan seseorang dapat memperkirakan sesuatu antara budaya pada kelompok kontrol diare terhadap perilaku penggunaan air sungai. keadaan, serta dapat memperhitungkan Sebagian besar responden pada kelompok kasus berada pada tidak ada yaitu 26 orang untung-ruginya dan baik-buruknya akan (57,8%) dan kelompok kontrol pada kategori tidak ada yaitu 37 orang (82,2%). keputusan yang dihasilkan. Keberadaan budaya dalam suatu Pada hasil penelitian diperoleh data kelompok masyarakat dipengaruhi oleh berbagai macam hal, yang terbesar adalah respoden pada kelompok kasus diare kondisi jaman yang mempengaruhi budaya tersebut bertahan dalam suatu tatanan sebagian besar responden terkategori berada masyarakat atau tidak. Pengaplikasian budaya berdasarkan kebiasaan yang ada pada tingkat tidak sekolah / tidak tamat SD. tergantung pada individu itu sendiri. Sedangkan pada kelompok kontrol PEMBAHASAN terkategori berada pada tingkat Gambaran Karakteristik Responden SMA/Sederajat. Jenjang pendidikan Pada hasil penelitian diperoleh data responden pada kelompok kasus diare yang memegang peranan yang cukup penting mendominasi adalah pada kategori umur kurang dari 20 tahun - 35 tahun. Sedangkan dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan pada kelompok konrol diare mayoritas responden berumur 36 tahun - 50 tahun. Hal seseorang yang tinggi memudahkan orang ini sejalan dengan pernyataan Suraatmaja (2007) bahwa semakin muda umur tersebut dalam penerimaan informasi, baik seseorang, semakin tinggi kecenderungan terserang diare. Daya tahan tubuh yang dari orang lain maupun media masa. rendah membuat tingginya angka kejadian diare. Banyaknya informasi yang masuk akan Salah satu faktor yang membuat pengetahuan tentang penyakit mempengaruhi perilaku kesehatan adalah umur. Menurut Suryabudhi (2003) semakin diare semakin bertambah. Hal ini lama hidup seseorang maka pengalaman hidupnya semakin banyak, pengetahuannya menggambarkan bahwa kelompok kasus semakin luas, keahliannya semakin mendalam serta kearifannya semakin baik diare banyak diderita oleh orang-orang yang dalam pengambilan keputusan tindakannya. Semakin tua umur seseorang biasanya memiliki pendidikan rendah yang memungkingkan kurangnya dalam penerimaan informasi yang diterima. Menurut Johnnie (1993) pendidikan merupakan proses mendapatkan pengetahuan dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk memahami aktivitas dan lingkungan sekitar. Pendidikan menengah yang diperkirakan sudah cukup baik dalam menggunakan pengetahuan baik itu terkait diare yang akan berdampak pada perilaku yang akan dilakukannya juga. Didukung pula oleh Green (2005), yang menyatakan tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang untuk menerima informasi dan edukasi. Pada hasil penelitian diperoleh data respoden pada kelompok kasus diare dan kontrol sebagian besar didominasi pekerjaan yaitu wiraswasta. Pada umumnya responden memilih profesi wiraswasta seperti pedagang, pengusaha, guru ngaji, tukang ojek dan lainnya. Wiraswata merupakan pekerjaan yang termasuk dalam sektor
Sharah Monica Yunida, Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan... 239 informal. Pada umumnya pekerja informal karena seseorang yang pernah diare ini berdiri sendiri atau membentuk dianggap mampu menghindari faktor – kelompok-kelompok kecil, berpindah- faktor risiko yang dapat menyebabkan diare pindah dan bekerja dengan berbagai seperti perilaku penggunaan air sungai. keterbatasan yang ada seperti modal yang kecil, penguasaan teknologi yang terbatas Pada hasil penelitian diperoleh data dan rendahnya pengetahuan termasuk pada kelompok kasus diare dan kontrol pengetahuan dibidang kesehatan. Rendahnya menunjukkan responden bertempat tinggal pengetahuan pekerja informal akan yaitu 0-2 Km dari aliran sungai. Tempat kesehatan dan keselamatan kerja ini tinggal berkaitan dengan resources (sumber menyebabkan mereka sangat berisiko untuk daya) yang ada dalam salah satu komponen terkena penyakit (Kemenkes, 2015). Teori WHO hingga hal ini berpengaruh terhadap perilaku kesehatan yang Pekerjaan merupakan kegiatan yang menyebabkan kesakitan dalam penilitian ini dilakukan seseorang untuk menghasilkan yaitu diare. Tempat tinggal merupakan sesuatu serta memenuhi kebutuhannya. wujud bangunan rumah, tempat berteduh, Manusia memiliki kebutuhan pokok. atau struktur lainnya yang digunakan Lingkungan pekerjaan menjadikan sebagai tempat untuk tinggal. seseorang memperoleh pengalaman dan Didominasinya tempat tinggal yang dekat pengetahuan baik secara langsung maupun dengan sumber air tersebut diasumsikan tidak langsung. Pengalaman dan dapat menjadi salah satu faktor masih pengetahuan yang secara tidak langsung terdapatnya perilaku penggunaan air sungai diperoleh melalui pekerjaan secara tidak oleh responden. langsung memberikan dampak terhadap perilaku kesehatan yang dilakukannya. Salah satu faktor yang menentukan Seperti guru ngaji yang menyatakan derajat kesehatan masyarakat adalah faktor kebersihan sebagian dari iman maka sudah lingkungan dalam hal ini jarak tempat pasti dia menerapkan cuci tangan dan mandi tinggal termasuk juga dalam kemudahan teratur dalam rangka menjaga kebersihan akses pada lingkungan fisik yaitu jarak yang dirinya (Suhartini, 2007). dekat dengan pemukiman (Blum, 1974) Pada hasil penelitian diperoleh data Hubungan Pengetahuan Terhadap pada kelompok kasus diare sebagian besar responden memiliki riwayat 1-2 kali. Perilaku Penggunaan Air Sungai Riwayat sakit tersebut diderita dalam kurun waktu setahun terakhir yaitu februari 2017- Pada penelitian ini diperoleh hasil 2018 sesuai data register bulanan. Riwayat terdapat hubungan yang bermakna pada sakit dapat dipengaruhi perilaku yang kelompok kasus diare terhadap perilaku dilakukan responden. Pada kelompok penggunaan air sungai. Pengetahuan salah kontrol tidak terdapat responden yang satunya diperoleh dari pendidikan, dari segi menderita diare dalam kurun waktu setahun pendidikan kelompok kasus diare memiliki terakhir. pendidikan yang rendah. Maka peneliti berasumsi pengetahuan rendah dimiliki Hal ini sejalan dengan penelitian kelompok kasus diare, didukung pula yang dilakukan oleh Anjar (2009) pendidikan rendah selain itu informasi bisa menyebutkan bahwa riwayat penyakit yang didapatkan melalui pengalaman yang terdapat dalam keluarga dapat mendorong dimiliki responden seperti pekerjaan. seseorang untuk berperilaku sehat dan Pengalaman yang dimaksudkan adalah melakukan deteksi dini pada penyakit pengalaman individu untuk dapat melakukan tersebut. Jika seseorang pernah mengalami perilaku yang sama atau berulang-ulang diare seharusnya dia mampu melindungi sehingga seseorang dapat memiliki dirinya lebih baik dari seseorang yang keyakinan pada perilaku penggunaan air pernah mengalami diare. Hal ini disebabkan sungai.
240 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 232-243 Pada kelompok kontrol diperoleh Hubungan Sikap Terhadap Perilaku hasil terdapat hubungan yang bermakna terhadap perilaku penggunaan air sungai. Penggunaan Air Sungai Dari segi pendidikan maka control yaitu responden yang tidak menderita diare Pada penelitian ini diperoleh hasil memiliki tingkat pendidikan cukup baik terdapat hubungan yang bermakna pada dengan sebagian besar berada pada tingkat kelompok kasus diare dan kontrol pada SMA. Semakin tinggi tingkat pendidikan sikap responden terhadap perilaku seseorang maka semakin banyak penggunaan air sungai. Penelitian ini sejalan pengalaman, sehingga untuk cara dengan penelitian Ginting (2011) tentang berfikirnya akan semakin berbeda, bersikap, hubungan antara kejadian diare pada balita dan berperilaku dibandingkan dengan dengan sikap dan pengetahuan ibu tentang individu yang memiliki tingkat pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat di lebih rendah. Seseorang yang memiliki Puskesmas Siantan Hulu Pontianak tingkat pendidikan akan memandang suatu Kalimantan Barat, menyatakan adanya permasalahan jauh lebih logis dan rasional. hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rudi (2008) Newcomb dalam Notoatmodjo tentang hubungan pengetahuan dan sikap (2005) menyatakan sikap adalah kesiapan ibu dengan kejadiaan diare pada batita di atau kesediaan untuk bertindak. Fungsi sikap Desa Sawojajar, yang menyatakan bahwa belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) terdapat hubungan yang signifikan antara atau aktivitas, akan tetapi merupakan pengetahuan ibu dengan tingkat kejadian predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi diare pada anaknya. Dan penelitian oleh terbuka. Sehingga sikap menjadi gambaran Dofi (2013) tentang hubungan antara sebelum terjadi tindakan. pengetahuan dengan kejadian diare pada anak di kelurahan Pabbundukang, Sikap terdiri dari sikap positif dan kecamatan Pangkajene, kabupaten Pangkep negatif. Sikap positif akan membawa juga menyatakan adanya hubungan antara sesseorang dalam melakukan perilaku yang pengetahuan terhadap kejadian diare. baik khususnya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan sikap negatif akan Pemikiran dan perasaan seseorang membawa seseorang dalam perilaku yang digambarkan melalui pengetahuan dan kurang baik hingga berdampak buruk sikap. Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan terhadap kesehatan (Nasikin, 2007). terjadi setelah orang tersebut melakukan pengamatan dan penginderaan terhadap Seharusnya sikap yang baik suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi mendorong seseorang untuk menjauhi melalui panca indera manusia yaitu: indera perilaku yang negatif yaitu masih penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa menggunaan air sungai, ini berarti sikap dan raba. Sebagian besar pengetahuan yang ada belum sampai pada tahap manusia diperoleh melalui mata dan telinga melakukan tindakan yang baik pula. Masih (Notoadmodjo, 2003). Pendidikan tinggi besarnya kecenderungan responden mengajarkan orang untuk berpikir lebih menggunakan air sungai dapat menjadi salah logis dan rasional untuk melihat sebuah isu satu penyebab terjadinya kesakitan (diare) dari berbagai sisi, sehingga dapat melakukan pada responden. Sikap berpengaruh terhadap analisis dan memecahkan permasalahan perilaku, yaitu bahwa sikap yang diyakini tertentu. Selain itu, pendidikan tinggi oleh seseorang menentukan apa yang akan memperbaiki keterampilan kognitif yang dilakukan olehnya. Semakin khusus sikap diperlukan untuk dapat terus belajar di luar seseorang yang kita ukur dan semakin sekolah (Laflamme, 2004). khusus pula untuk kita mengidentifikasi perilaku terkait, maka semakin besar kemungkinan kita dapat memperoleh
Sharah Monica Yunida, Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan... 241 hubungan yang signifikan diantara penderita diare yaitu kepercayaan mencuci keduanya. tangan, kebiasaan mandi di sungai bersama saat pagi hari, kebiasaan mencuci peralatan Sikap jika dilihat dari sudut pandang masak/alat dapur menggunakan air sungai, evaluasi. Sikap dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan mencuci pakaian di sungai, dan sistem evaluasi positif atau negatif, yakni kebiasaan memasak air sungai untuk di suatu kecenderungan untuk menyetujui atau konsumsi. menolak. Sikap positif terbentuk apabila rangsangan atau efek yang datang pada Budaya adalah suatu pandangan seseorang memberikan pengalaman atau hidup dari sekelompok orang dalam bentuk kesan yang menyenangkan (Sudaryat, 2010). perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol- Sedangkan sikap negatif akan timbul bila simbol yang mereka terima tanpa sadar yang rangsangan yang datang memberi semuanya diwariskan melalui proses pengalaman atau kesan yang tidak komunikasi dari satu generasi ke generasi menyenangkan. Perbedaan sikap tersebut berikutnya. Sehingga kebudayaan yang ada berhubungan dengan derajat kesukaan atau didapatkan dari warisan nilai-nilai yang ada ketidaksukaan seseorang terhadap suatu sejak dulu. Budaya merupakan aspek yang obyek, dengan kata lain sikap berkaitan sangat erat kaitannya dengan kehidapan di dengan kesiapan individu untuk bereaksi masyarakat. Budaya merupakan aspek yang terhadap obyek tertentu berdasarkan konsep susah dihilangkan, namun dapat berubah penilaian positif-negatif. secara perlahan dan bertahap mengikuti perkembangan zaman (Adisasmito, 2007). Sikap merupakan pernyatan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak. Sikap Kebiasaan yang ditanamkan sejak pada responden kelompok kasus dan kontrol kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan menggambarkan bahwa karakteristik pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya responden mendorong hingga sikap memilki saja, ketika manusia terbiasa menggunakan hubungan yang bermakna terhadap peilaku air sungai sejak kecil, akan sulit diubah penggunaan air sungai. Sikap pada kebiasaan makannya setelah dewasa. kelompok kasus cenderung berada pada hal Budaya dalam penelitian ini terkait dengan positif sedangkan pada kelompok kontrol masih ditemukannya masyarakat yang cenderung berada pada hal negatif yag mandi di sungai, mencuci peralatan masak mendorong perilaku penggunaan air sungai dengan air sungai, serta masih ada (Aditya, 2008). masyarakat yang menggunakan air sungai untuk minum (Jogiyanto, 2007). Hubungan Budaya Terhadap Perilaku SIMPULAN Penggunaan Air Sungai Karakteristik responden pada Pada penelitian ini diperoleh hasil kelompok kasus sebagian besar berada pada terdapat hubungan yang bermakna antara rentang umur kurang dari 20-35 tahun, habit terhadap perilaku penggunaan air terkategori pada tingkat pendidkan rendah sungai pada kelompok kasus diare dan (tidak sekolah/ tidak tamat SD), memilki kelompok kontrol. Ini berarti kebudayaan pekerjaan wiraswasta, tempat tinggal memberikan peranan erat terkait dengan berjarak 0-2 km dari aliran air sungai dan perilaku penggunaan air sungai yang memiliki riwayat 1-2 kali diare dan kurun dilakukan oleh responden (Solahudin, 2008). waktu setahun terakhir. Sedangkan karakteristik responden pada kelompok Budaya merupakan suatu tatanan kontrol sebagian besar berada pada rentang yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, umur 26-50 terkategori pendidikan pada moral, adat-istiadat serta kemampuan dan tingkat SMA, memiliki pekerjaan kebiasaan lain yang dimiliki manusia wiraswasta, tempat tinggal berjarak 0-2 km sebagai bagian masyarakat (Hawkins, 2012). Habit ditemukan pada kelompok kasus
242 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 232-243 dari aliran air sungai dan tidak memiliki Aditya, D.P. 2008. Perilaku Menggunakan riwayat sakit diare dalam kurun waktu Air Sungai Ditinjau Dari Persepsi setahun terakhir. Terdapat hubungan antara Terhadap Kesehatan. Skripsi. pengetahuan, sikap dan budaya terhadap Universitas Katolik Soegijapranata. perilaku penggunaan air sungai pada Anjar, P.W. 2009. Hubungan Antara Faktor kelompok kasus diare dan kontrol. Lingkungan dan Faktor Bagi responden kelompok kasus Sosiodemografi dengan Kejadian diare dan kontrol bukan penderita diare yaitu Diare Pada Balita Di Desa Blimbing melakukan pengalihan penggunaan air Kecamatan Sambirejo Kabupaten sungai dengan peralatan yang tidak Sragen Tahun 2009. Skripsi. digunakan untuk konsumsi seperti mencuci Universitas Muhammadiyah kendaraan, Menimbulkan kesadaran pada Surakarta. keluarga akan pentingnya pengunaan air Blum, Hendrik L. 1974. Planning for Health, bersih dengan pengolahan yang baik untuk Development and Aplication of menghindari berbagai dampak buruk yang Social Changes Theory. New York: bisa ditimbulkan, Lebih banyak menambah Human Sciences Press informasi mengenai diare dan Depkes RI. 2010. Buku Pedoman penanggulangannya dalam rangka Pengendalian Penyakit Diare. pencegahan kejadian diare berikutnya, Jakarta: Depkes RI. Sebaiknya membiasakan untuk tidak Departemen Kesehatan RI. 2002. Rencana menggunakan sumber air bersih yang belum Strategi Direktorat Jenderal melalui proses pengolahan ataupun mutunya Pemberantasan Penyakit Menular terjamin baik secara kualitas dan kuantitas dan Penyehatan Lingkungan, 2001- dan hanya menggunakan air yang sudah 2004. Jakarta: Depkes RI mengalami pengolahan dengan baik seperti Depkes RI. 2003. Pedoman Pemberantasan air PDAM atau air galon untuk melakukan Diare, Direktorat Jenderal Bina kegiatan sehari-hari yang terkait konsumsi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: seperti sikat gigi, mencuci peralatan Depkes RI memasak, dan konsumsi air minum dan Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan memasak. Kepada instansi kesehatan yatu Penyakit Diare Edisi 4. Jakarta: lebih menggiatkan promosi kesehatan Depkes RI. mengenai penggunaan sumber air yang Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan layak untuk dikonsumsi karena masih Timur, 2016. Profil Kesehatan kuatnya pengaruh budaya di masyarakat dan Provinsi Kalimantan Timur 2015. menggandeng para tokoh masyarakat terkait Banjar: Dinas Kesehatan Provinsi untuk lebih gencar mempromosikan Kalimantan Timur meminimalkan penggunaan air sungai Dinkeskab Banjar. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Banjar. Martapura: DAFTAR PUSTAKA Dinkes Kabupaten Banjar. Dofi, P. 2013. Hubungan Antara Adisasmito W. 2007. Faktor Risiko Diare Penggunaan Air Sungai dan Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia: Systematic Review Penelitian Kejadian Diare pada Keluarga yang Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Bermukim Di Sekitar Sungai Kapuas Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. Makara, Kelurahan Siantan Hilir Pontianak. Kesehatan, Vol. 11, No. 1, Juni 2007: 1-10. Naskah Publikasi. Universitas Tanjung Pura. Feliciana, V.S.C.W. 2003. Hubungan Sarana Air Bersih, Jamban, dan Sarana Pebuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare Pada Balita di
Sharah Monica Yunida, Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan... 243 Kabupaten Tangerang Tahun 2003. Nasikin M. 2007. Pemanfaatan Sungai Jjar Sebagai Sarana Mandi Cuci dan Skripsi. Universitas Indonesia. Kakus (MCK); Studi Kasus Terhadap Perilaku Masyarakat di Ginting. 2011. Hubungan Antara Kejadian Kelurahan Singorejo Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Thesis. Diare pada batita dengan Sikap dan Universitas Negeri Semarang Pengetahuan Ibu Tentang PHBS Di Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Jakarta: Rineka Cipta. Kalimantan Barat. Jurnal Pendidikan Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Bidan ISSN: 2089- 2225. Cipta. Green, L. 1980. Health Education Planning Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: A Diagnostic Approach. Baltimore. Rineka Cipta The John Hopkins University: PPRI 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. Jakarta: Departemen Pekerjaan Mayfield Publishing Co Umum Green L, Kreuter M. 2005. Health Solahudin, E. 2008. Buku Kiat Jitu Promotion Planning: An Mendapatkan Pekerjaan Idaman. Educational and Ecological Jakarta: Escaeva Sudaryat, S. 2010. Gastroenterologi Anak Approach. Mountain View.CA : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Mayfield. Fakultas UNUD. Bali: Universitas Hawkins, P. 2012. Creating a Coaching Udayana. Suhartin. 2007. Perbedaan Sikap Tentang Habit. New York: Bell and Bain Ltd. Perilaku Seks Pranikah Antara Jogiyanto, 2007. Sistem Informasi Remajja Laki-Laki dan Perempuan Keperilakuan Edisi Revisi. di SMAN 1 Tenggarang, Bondowoso. Yogyakarta: Andi Offset DIV Kebidanan UNS. KTI. Sulthon, R.A.A. 2013. Faktor Penyebab Johnnie, P. 1993. Formal Education: A Masyarakat Melakukan Mandi Cuci Kakus (MCK) Di Sungai. Skripsi. Paradigm of Human Resource Universitas Jember. Suraatmaja S. 2007. Kapita Development. The International selektagastroenterologi. Jakarta: Sagung Seto. Journal of Educational Management. Suryabudhi, M. 2003. Cara Merawat Bayi dan Anak-anak. Bandung: Alfabeta. Kementrian Kesehatan. 2014. Profil WHO. 1992. Reading on Diarrhoe. Geneva: World Health Organization Digital Kesehatan Indonesia. Jakarta: Library Kemenkes Kepmenkes RI Nomor 1216/Menkes/SK/X1/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Depkes RI. Kuntjojo. 2009. Metodelogi Penelitian. Kediri: Universitas Nusantara PGRI. Laflamme L, K. Engström, J. Möller, J. Hallquist. 2004. Is perceived failure in schools performance a trigger of physical injury? A case-crossover study of children in Stockholm County. Journal of Epidemiology and Community Health, no. 58, pp. 407–411. Morton, R. 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistik. Jakarta: EGC.
ANALISIS KUALITAS TAHU TAKWA DENGAN PENDEKATAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI INDUSTRI RUMAH TANGGA Desi Listianingsih1, R. Azizah2 1,2Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Alamat korespondensi: Desi Listianingsih E-mail: [email protected] ABSTRACT The production process of knowing the traditional poultry requires a supervisory system with Good Manufacturing Practices (GMP) approach as stipulated in Regulation of BPOM Head of 2012 on Good Food Making. The quality of tofu produced by a domestic industry must be in accordance with Indonesian National Standard (SNI) 01-3142-1998 about the quality of tofu so that the products know that piety produced safe. This study aims to analyze the quality of know-how with the approach of Good Manufacturing Practices (GMP) and consumer attitudes toward tofu products in one household industry in Kediri. This research was descriptive with cross sectional approach. Aspects of GMP examined were the location and environment of production, buildings and facilities, production equipment, water supply or water supply facilities, hygiene and sanitation facilities and activities, storage, process control, food labeling, supervision by persons responsible, product recall, record and documentation, and employee training, and see the quality of the IRT. The results of the assessment of the implementation of GMP on IRT know this pardon of 59.67%, included in the category of poor assessment. Therefore, it was necessary to improve the production process from the IRT to know piety against the unfavorable aspects, such as facilities and hygiene and sanitation activities, maintenance and hygiene and sanitation programs, storage, supervision by the responsible person, and recording and documentation, so that aspects it complies with the standards and produces quality tofu according to the standard. Keywords: quality of tofu, Good Manufacturing Practices (GMP), production process, consumer attitude ABSTRAK Proses produksi tahu takwa yang masih tradisional memerlukan sistem pengawasan dengan pendekatan Good Manufacturing Practices (GMP) yang diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 tentang Cara Pembuatan Pangan yang Baik. Kualitas tahu yang dihasilkan oleh suatu industri rumah tangga harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998 tentang kualitas tahu agar produk tahu takwa yang diproduksi aman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas tahu takwa dengan pendekatan Good Manufacturing Practices (GMP) dan sikap konsumen terhadap produk tahu takwa di salah satu industri rumah tangga di Kediri. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Aspek GMP yang diteliti adalah lokasi dan lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air atau sarana penyediaan air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan pangan, pengawasan oleh penanggungjawab, penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi, dan pelatihan karyawan, serta melihat kualitas yang dihasilkan oleh IRT. Hasil penilaian penerapan GMP pada IRT tahu takwa ini sebesar 59,67%, termasuk dalam kategori penilaian kurang baik. Sehingga, perlu adanya perbaikan proses produksi dari pihak IRT tahu takwa terhadap aspek-aspek yang kurang baik, yaitu fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, pemeliharaan dan program higiene dan sanitasi, penyimpanan, pengawasan oleh penanggungjawab, dan pencatatan dan dokumentasi, sehingga aspek-aspek tersebut sesuai dengan standar dan menghasilkan kualitas tahu sesuai dengan standar. Kata kunci: kualitas tahu takwa, good manufacturing practices (GMP), proses produksi ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.281-290 Received 08 May 2018, received in revised form 26 May 2018 , Accepted 28 May 2018 , Published online: December 2018
282 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 281-290 PENDAHULUAN Sihombing (2001), beberapa tahu kuning Pangan merupakan kebutuhan yang dijual di Jakarta mengandung bahan primer yang memerlukan perhatian karena pangan yang tidak aman dapat pewarna non-pangan. Makanan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Menurut World Health Organization minuman yang tidak berkualitas dan (WHO), banyak orang yang sakit dan meninggal dikarenakan makanan yang tercemar dapat menimbulkan foodborne tidak aman, sekitar lebih dari 200 jenis penyakit disebabkan oleh pencemaran disease. Foodborne disease disebabkan makanan, sehingga diperlukan cara perlakuan makanan yang aman dan karena makanan dan minuman bermutu. terkontaminasi oleh mikroorganisme Berdasarkan Laporan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) patogen. Mikroorganisme yang sering pada tahun 2014, penyebab keracunan berdasarkan jenis makanan tertinggi adalah menjadi penyebab foodborne disease masakan rumah tangga sebanyak 17 kejadian (36%), sedangkan 13 kejadian adalah Salmonella dan E. coli. (28%) pangan jasa boga, 12 kejadian (26%) pangan jajanan, dan 5 kejadian Industri rumah tangga (IRT) yang (11%) pangan olahan, di mana umumnya pangan jajanan dan pangan jasa boga akan diteliti merupakan salah satu industri dihasilkan oleh industri pangan siap saji. Data BPOM tentang kelompok penyebab yang memproduksi tahu takwa di Kediri. keracunan tertinggi di Indonesia pada tahun 2016 juga diakibatkan keracunan IRT ini terletak di pusat Kediri, yang oleh konsumsi makanan. merupakan jalur penghubung antar kota Kota Kediri merupakan salah satu kota penghasil makanan dengan beberapa yaitu sebagai lokasi penelitian. IRT ini produk unggulan yang dihasilkan. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota merupakan salah satu IRT dari beberapa Kediri pada Tahun 2016, tahu merupakan salah satu produk unggulan di Kota Kediri. IRT tahu takwa yang memproduksi tahu Salah satu tahu yang terbanyak produksi dan paling diminati adalah tahu takwa secara tradisional. IRT tersebut dipilih dengan ciri khas berwarna kuning, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi untuk penelitian karena mempunyai konsumen. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota kapasitas produksi terbanyak di Kediri atau Kediri (Disperindag) pada tahun 2013, jenis usaha dengan jumlah unit usaha paling banyak diminati oleh konsumen terbanyak adalah usaha tahu sebanyak 121 unit. baik pendatang maupun masyarakat sekitar Tahu takwa merupakan salah satu yang berkunjung ke Kediri. jenis tahu yang menarik karena berwarna kuning. Warna tersebut merupakan daya Menurut Rudiyanto (2016), guna tarik bagi konsumen dalam membeli tahu. Berdasarkan penelitian G. Nainggolan- menghasilkan produk pangan yang aman dan layak konsumsi, maka terdapat pedoman atau panduan yang mensyaratkan produsen makanan untuk menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) bagi industri rumah tangga atau disebut dengan GMP. Berdasarkan identifikasi masalah, penelitian ini dibatasi pada penerapan GMP. Penelitian ini mencakup tentang penerapan proses produksi pada produk tahu takwa apakah sudah sesuai dengan prinsip dasar GMP. Berdasarkan data dari studi pendahuluan, IRT yang di salah satu IRT di Kediri ini merupakan salah satu IRT yang memproduksi tahu secara tradisional. Proses produksi tahu yang masih tradisional memerlukan sistem pengawasan sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 tentang Cara Pembuatan Pangan yang Baik serta tahu yang dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998
Desi Listianingsih dan R. Azizah, Analisis Kualitas Tahu Takwa... 283 tentang tahu. (SNI) 01-3142-1998 tentang karyawan. Variabel kualitas tahu takwa, tahu meliputi kualitas fisik (bau, warna, antara lain: kualitas fisik (warna, bau, dan dan rasa), kualitas mikrobiologi (E. coli rasa), mikrobiologis (E. coli), dan kimia dan Salmonella), dan kualitas kimia (bahan (pewarna kuning pada tahu). tanbahan pangan pewarna Tartrazine CI 19140). Data dikumpulkan dengan teknik antara lain, observasi, kuesioner, pengujian METODE PENELITIAN laboratorium, dan dokumen dari pihak IRT. Jenis penelitian ini adalah observasional. Berdasarkan sifatnya, Sampel air bersih sebanyak 250 ml penelitian ini bersifat deskriptif. dilakukan secara simple random sampling Sedangkan berdasarkan waktunya, yang digunakan untuk proses produksi penelitian ini bersifat cross sectional. tahu takwa di salah satu IRT tahu takwa di Kediri untuk diteliti keberadaan koliform. Populasi pada penelitian ini Sampel tahu takwa dan air bersih meliputi industri rumah tangga, 250 gram dimasukkan ke dalam coolbox dan dibawa produk tahu takwa, dan 250 mL air bersih. ke Laboratorium Kesehatan untuk Penelitian ini juga melibatkan karyawan dilakukan pengujian. Sampel karyawan sebagai penjamah produk yang berjumlah sebagai penjamah makanan diambil guna 15 orang. mengetahui higiene penjamah makanan. Sampel karyawan diperoleh dengan Sampel penelitian ini meliputi: mengambil seluruh populasi dari sampel tahu takwa 250 gram diambil dari karyawan, yaitu sebanyak 15 orang. hasil produksi IRT tahu takwa di salah satu IRT tahu takwa di Kediri dengan cara HASIL diiris membujur agar mendapatkan sampel dari setiap bagian. Pengambilan sampel IRT tahu takwa ini merupakan dilakukan secara simple random sampling salah satu industri yang memproduksi tahu untuk diteliti kualitas bakteriologis terkait takwa di Kediri. IRT ini terletak di pusat keberadaan Escherichia coli dan Kediri, yang merupakan jalur penghubung Salmonella, kualitas kimia (Bahan antar kota yaitu sebagai lokasi penelitian. Tambahan Pangan/BTP), dan kualitas fisik IRT ini merupakan salah satu IRT dari yang meliputi: bau, rasa, dan warna. beberapa IRT tahu takwa yang memproduksi tahu secara tradisional. IRT Penelitian ini dilakukan di lokasi tahu takwa ini sudah berdiri sejak Tahun produksi di salah satu IRT tahu takwa di 1993. Pemilik memulai usaha tahu takwa Kediri. Lokasi ini dipilih sebagai penelitian ini berawal dari memproduksi tahu yang karena mempunyai jumlah produksi dan hanya dijual di pasar saja, apabila tahu penjamah makanan paling banyak telah habis maka pulang dan memproduksi dibandingkan IRT tahu takwa lainnya. lagi. Kemudian pemilik mengikuti Penelitian ini dilakukan pada Bulan Mei program Usaha Kecil Menengah (UKM) 2018. yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri pada Tahun 2007. Setelah itu, usaha Variabel yang diteliti untuk industri tahu takwa ini semakin berkembang rumah tangga, antara lain: lokasi dan sampai kini membuka usaha pertokoan lingkungan produksi, bangunan dan oleh-oleh tahu takwa yang berlokasi fasilitas, peralatan produksi, suplai air atau strategis, yang jaraknya 3,5 km saja dari sarana penyediaan air, fasilitas dan Kantor Kabupaten Kediri. kegiatan higiene dan sanitasi, penyimpanan, pengendalian proses, Luas lokasi produksi tahu takwa ini pelabelan pangan, pengawasan oleh yaitu 70 m2. Proses produksi dilakukan di penanggungjawab, penarikan produk, rumah Bapak Gatot sebagai pemilik usaha pencatatan dan dokumentasi, dan pelatihan
284 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 281-290 tahu takwa ini. Waktu proses produksi Berdasarkan hasil observasi dengan dimulai pada pukul 06.00 WIB sampai menggunakan standar Peraturan Kepala pukul 13.00 WIB. Apabila permintaan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. pasar lebih banyak, maka bisa sampai HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 pukul 15.00 WIB. Tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga, diketahui Bahan baku pembuatan tahu takwa skor penilaian IRT tahu takwa di salah satu diperoleh melalui produsen kedelai yang IRT tahu takwa di Kediri ini adalah didatangkan langsung dari pasar ke lokasi sebesar 179 dari jumlah total skor 300 produksi setiap harinya. Selain itu, bahan yang harus diperoleh. Presentase aspek baku lain seperti garam dan kunyit juga GMP pada IRT tahu takwa ini adalah diperoleh dari produsen di pasar. Kedelai sebesar: 179/300 x 100% = 59,67%, yang dibutuhkan untuk produksi adalah 5 termasuk dalam kategori kurang baik. kwintal untuk sekitar 21 masakan per hari. Sekali proses produksi, membutuhkan rata- Hasil penilaian menunjukkan rata 12 kg kedelai. Kunyit bahan baku bahwa aspek lokasi dan lingkungan untuk pewarna alami kuning dibutuhkan produksi termasuk dalam kategori cukup rata-rata 2 kg per hari. Garam dibutuhkan baik dengan perolehan skor 10 dari 15 poin lebih kurang 1 kg setiap harinya. (66,67%). Hasil penilaian menunjukkan bahwa aspek bangunan dan fasilitas Hasil produksi tahu takwa dijual di termasuk dalam kategori cukup baik toko tahu takwa dengan merk ini sebagai dengan perolehan skor 14 dari 21 poin pusat oleh-oleh khas Kediri yang terdapat (66,67%). Hasil penilaian menunjukkan tidak jauh dari lokasi produksi. Tidak bahwa aspek peralatan produksi termasuk hanya itu, tahu takwa ini dijual kepada dalam kategori cukup baik dengan agen tahu takwa yang berjumlah 15. perolehan skor 11 dari 21 poin (52,38%). Biasanya, tahu takwa diambil oleh agen Hasil penilaian menunjukkan bahwa aspek atau diantar oleh distributor dari lokasi ke suplai air atau sarana penyediaan air tempat agen berjualan. Tidak setiap hari termasuk dalam kategori cukup baik hal tersebut dilakukan, hanya dilakukan dengan perolehan skor 24 dari 24 poin pada saat stok sudah habis saja. (100%). Hasil penilaian menunjukkan bahwa aspek fasilitas dan kegiatan higiene Proses produksi tahu takwa ini dan sanitasi termasuk dalam kategori diproduksi oleh 15 orang karyawan dengan kurang baik dengan perolehan skor 12 dari jumlah 10 laki-laki dan 5 perempuan. 30 poin (40%). Hasil penilaian Laki-laki yang bertugas pada bagian menunjukkan bahwa aspek kesehatan dan produksi, sedangkan sisanya yaitu higiene karyawan termasuk dalam kategori perempuan bertugas mengemas produk cukup baik dengan perolehan skor 30 dari tahu takwa yang sudah jadi. Masing- 45 poin (66,67%). Hasil penilaian masing karyawan dari 9 karyawan laki-laki menunjukkan bahwa aspek pemeliharaan bekerja pada pada 8 tahap proses produksi, dan program higiene dan sanitasi termasuk yaitu penimbangan penyortiran dan dalam kategori kurang baik dengan pencucian bahan baku, perendaman dan perolehan skor 9 dari 27 poin (33,33%). pencucian bahan baku, pengayakan, Hasil penilaian menunjukkan bahwa aspek penggilingan, perebusan dan pemberian penyimpanan termasuk dalam kategori cuka, penyaringan dan pencetakan, dan kurang baik dengan perolehan skor 10 dari pewarnaan, serta pengemasan. Sedangkan 21 poin (47,61%). Hasil penilaian 1 sisanya bertugas secara fleksibel. menunjukkan bahwa aspek pengendalian Namun, seluruh karyawan tetap harus bisa proses termasuk dalam kategori cukup baik melakukan semua tahapan proses produksi, dengan perolehan skor 16 dari 24 poin sehingga pegawai yang bekerja tidak tetap (66,67%). Hasil penilaian menunjukkan pada satu tahapan saja.
Desi Listianingsih dan R. Azizah, Analisis Kualitas Tahu Takwa... 285 bahwa aspek pelabelan pangan termasuk Kualitas kimia bahan tambahan dalam kategori cukup baik dengan pangan (BTP), berupa Tartrazine CI 19140 perolehan skor 12 dari 18 poin (40%). digunakan oleh IRT ini sebagai tambahan Hasil penilaian menunjukkan bahwa aspek pewarna buatan pada tau takwa, namun pengawasan oleh penanggungjawab tidak menggunakan takaran yang jelas termasuk dalam kategori kurang baik sesuai dengan peraturan dari dengan perolehan skor 5 dari 15 poin PERMENKES RI No. 722 Tahun 1988 (33,33%). Hasil penilaian menunjukkan tentang Bahan Tambahan Pangan adalah bahwa aspek penarikan produk termasuk 70 µg/mL produk siap dikonsumsi untuk dalam kategori baik dengan perolehan skor minuman atau makanan cair. Kesimpulan 12 dari 12 poin (100%). Hasil penilaian dari hasil pemeriksaan kualitas tahu adalah menunjukkan bahwa aspek pencatatan dan tidak memenuhi persyaratan SNI 01-3142- dokumentasi termasuk dalam kategori 1998 tentang kualitas tahu. kurang baik dengan perolehan skor 4 dari 12 poin (33,33%). Hasil penilaian PEMBAHASAN menunjukkan bahwa aspek pelatihan karyawan termasuk dalam kategori baik IRT tahu takwa ini tidak (100%). menggunakan ukuran yang diperbolehkan untuk penggunaan pewarna Tartrazine CI Berdasarkan Tabel 1. di atas dapat 19140, hanya menggunakan perkiraan diketahui bahwa kualitas fisik tahu takwa karyawan saja. Bahan baku lainnya, seperti IRT tahu takwa di salah satu IRT tahu kedelai, garam, kunyit, dan cuka sesuai takwa di Kediri sudah sesuai dengan dengan takaran dan dalam kondisi yang standar, yaitu tidak berbau busuk, rasanya baik, serta tidak melebihi tanggal normal seperti tahu pada umumnya, dan kadaluarsa. Menurut BPOM (2012), warnanya kuning normal. Pengujian persyaratan bahan baku yang baik adalah keberadaan mikrobiologis dilakukan di kondisinya baik atau tidak rusak dantidak Laboratorium Kesehatan Surabaya. Hasil mengandung bahan berbahaya. Apabila pengujian tersebut menunjukkan bahwa menggunakan bahan tambahan pangan, produk tahu takwa tersebut positif E. coli. maka harus sesuai dengan batas aman yang telah ditetapkan. Bahan baku merupakan Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kualitas Tahu syarat yang harus dipenuhi agar kualitas Takwa Berdasarkan SNI 01-3142- tahu takwa tetap terjaga. 1998 tentang Kualitas Tahu Pencucian dan perendaman Kualitas Hasil Memenuhi Tidak dilakukan dengan menggunakan air. Air Fisik: V - bersih yang digunakan dalam proses ini Bau Tidak V - berasal dari air bak penampungan yang berbau V - telah dipakai untuk mencuci peralatan Warna Tidak - V produksi. Pengayakan dilakukan untuk berwarna V - menghilangkan kotoran kedelai sebelum Rasa Tidak memasuki tahap penghancuran kedelai berasa - V menjadi bubur kedelai. Pengayakan Biologi: E.coli: dilakukan secara langsung tanpa E.coli positif menggunakan sarung tangan. Menurut Salmonel Salmonel Wulandari (2012), Seharusnya penjamah la la: makanan, yaitu karyawan menggunakan negatif sarung tangan pada saat bersentuhan Kimia: Positif langsung dengan makanan. Penggunaan Tartrazin sarung tangan wajib dilakukan oleh setiap e CI penjamah makanan untuk melindungi tahu 19140
286 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 281-290 terhadap kontaminasi dari tangan penjamah makanan, yaitu karyawan penjamah ke tahu. menggunakan sarung tangan pada saat Mesin penggilingan tahu pada tahap ini digunakan untuk menghaluskan bersentuhan langsung dengan makanan biji kedelai menjadi bubur kedelai yang siap untuk dimasak dan dibuat tahu. Cat (Wulandari, 2012). Rachmadia et al (2018) pada alat penggiling agak megelupas, sehingga kondisi mesin sedikit berkarat. menyatakan bahwa jarak waktu antara Dalam proses perebusan atau pemasakan bubur tahu, karyawan tidak menggunkan proses pendiginan dengan pengemasan sarung tangan sebagai pelindung makanan dari kontaminasi tubuh. Seharusnya dapat mengakibatkan terjadinya penjamah makanan, yaitu karyawan menggunakan sarung tangan pada saat kontaminasi pada makanan. bersentuhan langsung dengan makanan. Kondisi peralatan yang digunakan untuk Lokasi IRT rata-rata basah karena proses penyaringan dan pencetakan dalam kondisi baik, terbuat dari kayu berbentuk air sehingga kotoran mudah membuat persegi, dan tidak berkarat, sehingga aman untuk digunakan. Namun, pencetakan tahu kotor lantai. Jarak IRT tahu takwa ini tidak dilakukan penjamah dengan menggunakan sarung tangan. dengan TPS (Tempat Penampungan Gambar 1. Produk Tahu Takwa dengan Sementara) lebih dari 100 meter. Kondisi Pewarna Kuning Kunyit dan Tartrazine CI 19140 lokasi tidak berbau. Lokasi IRT cukup Berdasarkan Gambar 1 dapat sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM diketahui bahwa hasil produk tahu takwa oleh industri rumah tangga melalui proses Tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan pewarnaan menggunakan pewarna alami kunyit yang ditambahkan garam dan yang Baik (CPPB), hanya saja untuk pewarna makanan Tartrazine CI 19140. Namun penggunaan pewarna Tartrazine CI kebersihan perlu ditingkatkan. Menurut 19140 tidak dilakukan dengan menggunakan takaran yang sudah penelitian dari Nicolas dkk (2006), bahwa ditetapkan. Pengemasan makanan dilakukan secara langsung tanpa apabila lingkungan tidak dekat dengan menggunakan sarung tangan. Seharusnya sampah, maka tidak akan menimbulkan bau dan hewan pengganggu, seperti serangga dan lainnya. Bahan lantai adalah keramik, lantai rata, halus, dan licin, tetapi kuat dan mudah dibersihkan ke saluran pembuangan karena bentuknya yang sengaja dibuat miring ke arah saluran pembuangan. Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012. Dinding bangunan terbuat dari batubata yang disemen dan dilapisi cat. Namun cat pada dinding terlihat kotor dan beberapa bagian mulai mengelupas, sehingga tidak kedap air dan tidak mudah dibersihkan. Dinding yang kotor dapat mengakibatkan pencemaran atau kontaminasi silang pada makanan (Avita et al, 2015). Tidak terdapat langit-langit pada IRT ini, tetapi atap. Atap terbuat dari asbes yang merupakan bahan tahan lama, tahan air dan tidak bocor, tidak mudah terkikis, dan bersih karena terlihat masih baru. Sehingga meminimalisir kontaminasi makanan dengan kotoran. Menurut BPOM (2012), desain atap yang baik akan mencegah adanya penumpukan debu, adanya lumut atau jamur yang tumbuh, dan tempat bersarangnya hama. Ventilasi atau jendela pada ruang produksi ada 6 sisi dengan ukuran masing-masing 30 x 30 cm.
Desi Listianingsih dan R. Azizah, Analisis Kualitas Tahu Takwa... 287 Selain itu, terdapat ventilasi alami lainnya penjamah tidak memakai APD saat yaitu berasal dari pintu ruangan yang letakknya di belakang. Seluruh jendela dan produksi tahu takwa. Kecuali pintu ruangan dalam keadaan terbuka. Hasil dari pengukuran pencahayaan menggunakan sepatu kerja berupa sepatu dengan menggunakan luxmeter di ruang produksi yaitu sebesar 123,34 lux. Hasil booth. Semua penjamah laki-laki tidak pencahayaan yang ada di IRT tahu takwa tersebut belum memenuhi standar yang ada menggunakan baju atau pakaian kerja pada menurut Permenkes No.1096 Tahun 2011 Tentang Jasa Boga, yaitu sebesar 200 lux. saat proses produksi berlangsung. Menurut Pada peralatan produksi mesin Purnawijayanti (2001), penjamah makanan penggilung tahu terdapat sedikit cat yang mengelupas, sehingga sedikit berkarat harus memakai pakaian kerja yang bersih pada mesin penggilingan. Menurut Rudiyanto (2016), adanya karat menjadi dan setiap hari diganti agar mencegah sumber kontaminan pada makanan hasil produksi. Sehingga, perlu adanya proses adanya pencemaran makanan melalui pengecatan ulang pada mesin penggiling, agar mencegah terjadi kontaminasi pada penjamah. 3 dari 10 orang penjamah laki- tahu. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, air yang digunakan untuk laki yang mencuci sabun sebelum produksi proses produksi tidak memenuhi standar air minum karena total koliform yang ada dan 2 orang setelah proses produksi. pada air sebesar lebih dari 1600 MPN/ 100 mL. Berdasarkan Permenkes No.492 Sedangkan perilaku mencuci tangan Tahun 2010 bahwa total koliform yang diperbolehkan ada pada air sebesar 0 setelah dari toilet hanya dilakukan oleh 4 MPN/ 100 ml. Karena jumlah fasilitas pada ruang produksi kurang. Tidak penjamah saja. Sesuai dengan penelitian terdapat tempat cuci tangan atau wastafel pada ruang produksi tahu takwa, wastafel Sari (2016), perilaku tidak mencuci tangan hanya tersedia di ruang produksi produk lain. Sedangkan keadaan toilet tidak cukup dengan menggunakan sabun menyebabkan baik karena dinding dan lantai dan gayung toilet yang berlumut, pintu toilet yang kotoran dari tangan mencemari makanan. sudah tidak layak pakai atau banyak bagian yang berlubang, tidak cukup air di toilet, Sebanyak 4 penjamah perempuan selalu tidak terdapat sabun cuci tangan, sehingga tidak nyaman untuk dipakai. Hal tersebut menggunakan alas kaki sandal bukan sesuai dengan teori Purnawijayanti (2001), bahwa karyawan sebagai penjamah sepatu kerja, sedangkan 1 orang makanan melakukan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir untuk perempuan tidak pernah memakai alas menghilangkan bakteri di tangan. kaki. Alas kaki yang dipakai oleh Pada IRT tahu takwa ini tidak terdapat SOP (Standar Operasional penjamah laki-laki pada saat proses Prosedur) tentang perilaku dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) pada saat produksi adalah bertujuan untuk proses produksi berlangsung, sehingga menghindarkan diri dari kecelakaan kerja atau agar tidak terpeleset. Menurut Sari (2016), perilaku penjamah makanan dapat mempengaruhi kualitas produk pangan yang dihasilkan. Penjamah melakukan pemeriksaan 3 bulan sekali, 5 penjamah 6 bulan sekali, dan 6 penjamah 1 tahun sekali. Menurut Purnawijayanti (2001), seharusnya penjamah makanan melakukan pemeriksaan kesehatan minimal 6 bulan sekali agar diketahui gangguan kesehatan pada penjamah makanan dan adanya pencegahan penularan penyakit dari penjamah ke makanan. Komponen yang kurang baik adalah pada kegiatan pembasmian serangga dan hewan pengganggu lainnya yang tidak dilakukan oleh pihak IRT. Menurut Koswara (2006), hama berupa serangga dan hewan pengganggu lainnya dapat berbahaya bagi berlngsungnya proses produksi karena dapat merusak bahan baku, fasilitas, dan menyebabkan penyakit.
288 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 281-290 Bahan baku kunyit disimpan di Pemilik sebagai penanggungjawab wadah anyaman bambu yang tidak tertutup atau dibiarkan terbuka. Sesuai dengan tidak memiliki sertifikat penyuluhan penelitian oleh Wulandari (2012) bahwa adanya bakteri dipengaruhi oleh keamanan pangan (Sertifikat PKP), kelembapan, suhu, dan sanitasi dalam ruang yang mana bakteri tersebut dapat pengawasan bahan, pengawasan proses, menyebabkan penyakit pada karyawan. Wadah dan pengemas hanya diletakkan di dan tindakan koreksi atau pengendalian. tempat yang tidak jauh dari tempat produksi tanpa dimasukkan di lemari atau Namun, biasanya mahasiswa dari beberapa ruangan khusus yang menghindarkan dari debu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian universitas pernah melakukan penyuluhan Wulandari (2012), bahwa penyimpanan yang tidak baik dapat menyebabkan tentang higiene dan sanitasi karyawan. kontaminasi bakteri pada produk. Penyimpanan peralatan tidak diletakkan Selama ini tidak ada produk yang ditarik pada tempat yang tertutup atau memungkinkan kontaminasi dengan debu. dari peredaran. Namun, pemilik IRT tahu Peralatan produksi seharusnya diletakkan pada tempat yang menghindarkan dari takwa ini akan menarik produk tahu takwa debu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Rudiyanto (2016), penyimpanan peralatan dari peredaran apabila diduga yang aman, yaitu menghindarkan dari kontaminasi dengan debu. menimbulkan penyakit atau keracunan. Pengendalian proses produksi yang Tidak ada pencatatan dan dokumentasi sudah dilakukan di IRT tahu takwa di salah satu IRT tahu takwa di Kediri ini adalah yang dilakukan oleh IRT tahu takwa ini, penetapan spesifikasi bahan baku yang digunakan, yaitu kedelai, kunyit, garam, yang meliputi penerimaan bahan baku, dan cuka, penetapan komposisi dan formulasi bahan dalam pembuatan adonan, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penetapan cara produksi yang baku, dan penetapan jenis, ukuran , dan spesifikasi penolong sekurang-kurangnya memuat kemasan. Aspek pengendalian proses yang tidak dilakukan yaitu penetapan keterangan nama bahan, jumlah, tanggal pembelian, lengkap tentang produk. Tidak adanya keterangan tanggal bulan dan tahu nama dan alamat pemasok. produksi, tanggal bulan dan tahun kadaluarsa, dan berat bersih. Label pangan Pemilik sudah pernah mengikuti yang belum ada pada tahu takwa ini adalah tanggal bulan dan tahu produksi, tanggal penyuluhan tentang cara produksi pangan bulan dan tahun kadaluarsa, dan berat bersih. Adanya label pada pangan yang baik untuk industri rumah tangga di bertujuan untuk memberi informasi pada konsumen. Menurut BPOM (2012), beberapa kesempatan, salah satunya adalah kemasan pada makanan seharusnya memberikan informasi yang jelas agar mengikuti program Usaha Kecil Menengah konsumen dapat lebih mudah untuk memperlakukan pangan. (UKM) yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri pada Tahun 2007. Perlunya pelatihan bagi penjamah adalah untuk meningkatkan pengetahuan penjamah tentang cara produksi makanan yang baik dan benar. Hasil penelitian fisik, mikrobiologis, dan kimia yang telah dilakukan adalah produk tahu takwa dari IRT tahu takwa di salah satu IRT tahu takwa di Kediri telah memenuhi standar kualitas fisik, namun tidak memenuhi persyaratan secara mikrobiologis dan kimia. Hal tersebut dapat diketahui dari pengujian yang telah dilakukan bahwa terdapat bakteri E. coli pada produk tahu takwa. Hal tersebut tidak sesuai dengan SNI 01-3142-1998 tentang Tahu. Hal tersebut terjadi karena adanya proses produksi yang salah, yaitu pada proses perebusan yang menggunakan air dari bak pencucian peralatan produksi, proses pencetakan dan pengemasan yang dilakukan secara langsung tanpa menggunakan sarung tangan, serta
Desi Listianingsih dan R. Azizah, Analisis Kualitas Tahu Takwa... 289 pewarnaan yang juga dilakukan langsung kimia, yaitu bahan tambahan pangan tanpa menggunakan sarung tangan pada (BTP) Tartrazine CI 19140. Sedangkan saat memindahkan tahu ke dalam wadah pemeriksaan fisik, terdiri dari bau, warna, anyaman bambu. rasa, dan penampakan sudah sesuai dengan standar. Aspek GMP di salah satu IRT tahu Selain itu, terdapat bahaya pada takwa di Kediri termasuk dalam kategori proses pengemasan karena faktor debu dan kurang baik. kontaminasi bakteri dari karyawan sebagai penjamah makanan, serta serangga. Upaya Saran yang dapat diberikan kepada yang bisa dilakukan untuk mengurangi industri rumah tangga agar produk tahu risiko bahaya pada proses produksi adalah takwa memenuhi persyaratan SNI 01- menggunakan air bersih yang dikhususkan 3142-1998 tentang kualitas tahu adalah untuk proses perebusan dan menggunakan melengkapi label kemasan pada produk sarung tangan pada saat proses produksi tahu takwa tentang kode produksi, tangga (Wulandari, 2012). produksi dan kadaluarsa, dan berat bersih agar menjamin keamanan pangan yang Hasil penelitian kimia diketahui dihasilkan, melakukan perbaikan terhadap bahwa produk tahu takwa di salah satu IRT perilaku karyawan untuk menerapkan tahu takwa di Kediri menggunakan penggunaan sarung tangan, celemek, pewarna kuning yang jumlahnya tidak masker, dan penutup kepala pada dilakukan pengukuran, hanya perkiraan penjamah makanan, dan melakukan dari penjamah saja. Dari hal tersebut pengukuran terhadap kadar pewarna diketahui bahwa penggunaan BTP pewarna Tartrazine CI 19140 yang sesuai dengan kuning Tartrazine CI 19140 dapat standar sebelum ditambahkan pada saat berbahaya bagi kesehatan karena tidak proses pewarnaan, menyediakan tempat sesuai dengan PERMENKES RI No. 722 khusus untuk menyimpan bahan baku, Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan bahan berbahaya, dan produk jadi agar Pangan. Penambahan Tartrazine CI 19140 terhindar dari debu dan hewan yang melebihi batas maksimal yang pengganggu. diizinkan akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan baik jangka panjang, DAFTAR PUSTAKA yaitu kanker maupun jangka pendek, seperti iritasi pada tenggorokan dan usus, Avita, Y. N., & Dwi, Y. 2015. Analisis serta keracunan. Menurut Miller (1982), pewarna kuning Tartrazine CI 19140 yang Kondisi Sanitasi Industri Rumah digunakan pada makanan dapat menyebabkan gejala reaksi alergi Tangga (IRT) Tape Singkong di (urtikaria, rinitis, atau asma). Kabupaten Bondowoso. Artikel SIMPULAN Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa Berdasarkan hasil penelitian produk tahu takwa di salah satu IRT tahu 2015. Universitas Jember. Jember. takwa di Kediri, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas tahu takwa menurut SNI Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-3142-1998 yang dihasilkan oleh salah satu IRT tahu takwa di Kediri terdiri dari SNI 01-3142-1998 tentang Kualitas pemeriksaan kualitas fisik, mikrobiologis, dan kimia. Pengujian dan pemeriksaan Tahu. yang tidak sesuai dengan standar, antara lain pengujian mikrobiologis Escherichia BPS. 2016. Tabel Perkembangan UMKM coli dan Salmonella, serta pemeriksaan pada Periode 1997-2013. BPOM, R.I. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Info POM Badan Pengawas Obat dan Makanan.Vol. 9 No. 2. [Online]. Koswara, S. 2006. Manajemen Pengendalian Hama dalam Industri Pangan eBookPangan.com [Online]
290 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 281-290 Nicolas, Abdoul, Aly, Amadou, Jules, dan dan Kualitas Mutu pada Wingko Alfred. 2006. Higienic Status Bedasarkan SNI-01-4311-1996. Assessment of Dish Washing Jurnal Kesehatan Lingkungan, Waters, Utensils, Hands and Pieces 8(2): 148-157. of Monies from Street Food Sari, F. N., 2016. Penerapan Good Processing Sites in Ouagadougou Manufacturing Practices (GMP) di (Burkina Faso). African Journal of Dapur Rumah Sakit. Jurnal Biotechnology, 5(11): 1107-1112. Kesehatan Lingkungan, 8(2): 248- 257 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Wulandari, R. 2012. Konsep Pengendalian Tahun 2010 Tentang Persyaratan Mutu dan HACCP (Hazard Kualitas Air Minum. Analysis Critical Control Point) Proses Produksi Wingko Babat di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Usaha Kecil Menengah “Jenang Tahun 2011 Tentang Jasa Boga. Asli” Sukoharjo. Laporan Tugas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Akhir. Universitas Sebelas Maret Tahun 1998 Tentang Bahan Surakarta. Tambahan Pangan. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Peraturan Kepala BPOM Nomor Rachmadia et al. 2018. Penerapan Sistem HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan Hazard Analisis Critical Control Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Point (HACCP) pada Produk Ayam Bakar Bumbu Herb di Divisi Purnawijayanti, H., 2001. Sanitasi Higiene Katering Diet di PT. Prima Citra Nutrindo Surabaya. Amerta Nutr dan Keselamatan Kerja dalam (2018): 17-28 Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius. Rudiyanto, H., 2016. Kajian Good Manufacturing Practices (GMP)
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125