Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 201907-V14N1 The Indonesia Journal of Public Health

201907-V14N1 The Indonesia Journal of Public Health

Published by UMG, 2022-07-20 02:04:08

Description: 201907-V14N1 The Indonesia Journal of Public Health

Search

Read the Text Version

100 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:93-103 tersebut berkembang biak dan memicu (keputihan), namun mereka masih belum timbulnya penyakit (Anurogo and mengetahui tentang bahaya penggunaan Wulandari, 2011). sabun kewanitan/bahan kimia yang dibasuhkan ke alat kelamin. Kebanyakan Siswi SDN Kamoning juga masih responden menganggap bahwa sabun memiliki persepsi yang keliru tentang cara kewanitaan/bahan kimia lainnya dapat membasuh alat kelamin dari depan ke mematikan bakteri tidak normal, tetapi belakang. Pada penelitian Kurniawati nyatanya sabun tersebut bisa mematikan (2014) menjelaskan bahwa membasuh alat bakteri normal yang ada di daerah kelamin dari depan ke belakang dengan air kewanitaan. Penggunaan sabun ini dapat bersih. Membasuh alat kelamin dari depan mengubah kondisi lingkungan organ kebelakang adalah hal yang benar dan kelamin bagian luar sehingga bakteri yang penting dilakukan agar bakteri di anus tidak tidak normal atau bakteri pengganggu dapat terbawa ke dalam organ kelamin yang berkembang biak dan menyebabkan berisiko menimbulkan infeksi. Pada keputihan (Jones, 2009). Sabun kewanitaan penelitian Rimawati (2012) juga dapat mematikan bakteri yang fungsinya menjelaskan bahwa cara menyeka yang untuk pertahanan diri terhadap infeksi benar adalah dari arah depan kebelakang (Yuliarti, 2014). agar bibit penyakit yang bersarang di anus tidak terbawa ke organ kelamin yang dapat Mengeringkan alat kelamin dengan menimbulkam infeksi, peradangan dan tisu masih jarang dilakukan oleh siswi SDN gatal-gatal. Kamoning, hampir sama dengan penelitian Fitriyah (2014) bahwa responden tidak Menjaga higiene menstruasi lainnya mengeringkan organ kelamin bagian luar yaitu tidak membasuh alat kelamin dengan dengan tisu kering setelah membersihkan sabun yang akan membahayakan alat organ kelamin bagian luar. Mengeringkan kelamin. Lebih dari separuh responden alat kelamin dengan tisu kering dilakukan menyatakan tidak setuju jika membasuh supaya organ kelamin bagian luar tidak alat kelamin dari depan kebelakang. Hal ini lembab dan mencegah bakteri jahat tumbuh serupa dengan penelitian Fitriyah (2014) di daerah kemaluan (Kurniawati, 2014). tentang gambaran perilaku higiene menstruasi pada remaja putri SDN Wilayah Perilaku lainnya untuk menjaga Kerja Puskesmas Pisangan. Penelitian higiene menstruasi yaitu mengganti celana tersebut menjelaskan bahwa lebih dari dalam 2 kali sehari/lebih. Siswi masih separuh respondennya setuju dengan sedikit yang melakukan hal tersebut, hal ini pernyataan membersihkan alat kelamin bisa dilihat dari jawaban responden bahwa menggunakan sabun. Setiap remaja yang beberapa siswi menjawab tidak setuju jika sudah mengalami menstruasi sebaiknya mengganti celana minimal 2 kali dalam tidak perlu menggunakan sabun khusus sehari. Hal ini juga sesuai dengan penelitian karena pada organ kelamin bagian luar Fitriyah (2014) bahwa siswi jarang terdapat kuman doderlin yang berfungsi mengganti celana dalam minimal 2 kali memproduksi asam yang dapat mencegah sehari saat menstruasi. mengganti celana bakteri masuk ke dalam organ kelamin. Jika dalam secara rutin minimal 2 kali sehari kita membersihkan organ kelamin bagian atau segera ketika celana dalam terkena luar menggunakan pembersih khusus secara darah dapat mencegah organ kelamin rutin maka dapat membunuh kuman bagian luar dari kelembapan yang tersebut dan memicu bakteri jahat berlebihan. Selain itu, infeksi juga sering berkembang biak sehingga menyebabkan terjadi akibat celana dalam yang tidak infeksi. bersih (Kusmiran, 2012). Penelitian Kurniawati (2014) Beberapa siswi juga masih ada yang menjelaskan bahwa responden mengetahui tidak mengganti pembalutnya setelah buang akibat tidak menjaga higiene menstruasi air kecil/besar, kemungkinan hal ini karena

Nurul Lailatul Badriyah dan Ira Nurmala, Hubungan Antara Persepsi Risiko... 101 siswi tidak membawa pembalut saat di banyak yang keliru/tidak benar. Hal ini sekolah dan UKS tidak menyediakan karena pemahaman tentang higiene pembalut bagi siswi yang sudah menstruasi. menstruasi yang kurang (Fitriyah, 2014). Hal ini sama dengan penelitian Fitriyah (2014) bahwa sebagian responden tidak Keinginan Siswi SDN Kamoning Dalam mengganti pembalut setiap setelah buang Menjaga Higiene Menstruasi air kecil/besar. Penggantian pembalut tidak boleh dari 6 jam, karena pembalut akan Keterpaparan dengan informasi menyimpan bakteri ketika lama tidak mempengaruhi pengetahuan sehingga diganti dan individu merasa tidak nyaman individu yang berperilaku buruk disebabkan karena organ kelamin bagian luar lembab, karena memiliki pengetahuan yang kurang mikroorganisme dan jamur akan dan kepercayaan yang dianutnya. berkembang biak sehingga dapat Pengetahuan adalah hasil penginderaan mengganggu ekosistem vagina yang bisa manusia terhadap objek melalui indera yang menyebabkan vagina mengalami gata-gatal dimilikinya baik penglihatan, pendengaran, dan berbau (Fitriyah, 2014). Penggunaan penciuman. Pengetahuan merupakan celana dalam yang ketat juga tidak konstruksi kognitif seseorang terhadap disarankan agar terhindar dari rasa gatal- objek, pengalaman dan lingkungan yang gatal pada alat kelamin (Manan, 2011). telah diketahui, dipersepsikan, diyakini, Beberapa responden penelitian lebih sehingga menimbulkan motivasi keinginan memilih menggunakan celana dalam yang untuk bertindak, pada akhirnya perwujudan ketat dibanding celana dalam yang longgar keinginan tersebut menghasilkan sebuah saat menstruasi. Hal ini juga dialami oleh perilaku. Perilaku yang didasari oleh responden penelitian Fitriyah (2014) dan pengetahuan akan lebih langgeng daripada Yuliarti (2014) bahwa saat menstruasi perilaku yang tidak didasari pengetahuan responden lebih suka menggunakan celana (Notoadmodjo, 2007). dalam yang ketat. Mereka kurang mengetahui bahwa celana dalam yang ketat Teori HAPA menjelaskan bahwa akan menyebabkan daerah kewanitaan seseorang akan memiliki keinginan dalam lembab karena kulit susah bernapas, bertindak salah satunya jika ia memiliki memudahkan jamur berkembang biak dan persepsi risiko yang benar sehingga menimbulkan iritasi pada organ terdapat hubungan antara persepsi risiko kewanitaan. dengan keinginan seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Siswi SDN Penggunaan pembalut yang bersih Kamoning yang tidak memiliki keinginan sudah menjadi hal yang harusnya dilakukan melakukan higiene menstruasi. saat menstruasi, tapi tidak dengan siswi SDN Kamoning yang masih beberapa siswi SIMPULAN menggunakan kain sebagai pembalut saat menstruasi. Penggunaan kain sat menstruasi Ada hubungan antara persepsi risiko dan dipakai ulang setelah di cuci lalu dengan keinginan dalam menjaga higiene dikeringkan sangatlah tidak disarankan. menstruasi, sehinngga orang yang memiliki Tindakan ini berisiko terhadap tumbuhnya persepsi risiko keliru cenderung tidak mikroba dan larva serangga sehingga melakukan higiene menstruasi. karena menggunakan pembalut yang siap pakai, sebagian besar masih memiliki persepsi bukan pembalut kain, karena dikhawatirkan risiko yang masih keliru, sedangkan siswi pembalut kain kurang bersih akibat yang memiliki keinginan kemungkinan perawatannya yang kurang baik (Ali and besar memiliki persepsi risiko yang benar Mohammad, 2007). Persepsi siswi tentang tentang dampak tidak menjaga higiene risiko tidak melakukan higiene menstruasi menstruasi (keputihan). Diharapkan menunjukkan bahwa perepsi mereka Puskesmas bisa memberikan sosialisasi kepada siswi SDN Kamoning tentang cara

102 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:93-103 menjaga higiene menstruasi dan dampak Jones. 2009. Kebersihan organ genetalia jika tidak menjaga higiene menstruasi. wanita. Yogyakarta : Fitramaya. Diharapkan Sekolah mengaktifkan kembali UKS yang ada, guna diadakannya Kurniawati, C.V., 2014. Aplikasi teori konseling tentang kesehatan reproduksi remaja khususnya cara menjaga higiene health belief model terhadap menstruasi. Diharapkan siswi yang sudah menstruasi setelah diberi leaflet tentang perilaku remaja putri dalam cara menjaga higiene menstruasi, pengetahuan siswi tentang higiene pencegahan patologis keputihan. menstruasi bertambah sehingga tidak mempunyai persepsi keliru lagi. Skripsi. Fakultas Kesehatan DAFTAR PUSTAKA Masyarakat Universitas Airlangga. Ali,M., and Mohammad, A., 2007. Kusmiran, E.,2012. Kesehatan Reproduksi Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Remaja Dan Wanita. Jakarta : aksara. Salemba Medika. Anurogo, D., and Wulandari, A., 2011. Cara jitu mengatasi nyeri haid. Mahfiana, L., Elfi,Y.R. dan Retno,W. 2009. Yogyakarta : ANDI Remaja dan Kesehatan Reproduksi. Bandura, A., 1997. Social foundation of thought and action. Englewood Ponorogo : STAIN Ponorogo Press. cliffs, NJ : Prentice Hall. Manan, E., 2011. Miss V. Yogyakarta : Bobak., and jensen, L., 2005. Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta : Buku Biru. EGC Nasdaldy. 2012. Jenis kanker leher rahim, Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. pencegahan, deteksi dini. Fitriyah, I., 2014. Gambaran Perilaku Notoadmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan Higiene Menstruasi Pada Remaja Putri Di Sekolah Dasar Negeri Di dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineke Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Cipta. Hidayatullah. Panda et al. Incidence of candidiasis and Ginarhayu. 2013. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan usia trichomoniasis in leucorrhoea menarche remaja putri (9-15 tahun) pada siswi sekolah dasar dan patients. IJCRR Vo 05 issue 03. sekolah lanjutan tingkat pertama di jakarta pada tahun 2013. Tesis. 2013. Universitas indonesia. Proverawati and Misaroh. 2009. Menarche Indah, F.T.N., 2013. Kejadian Pruritus Saat Menstruasi Pada Remaja Putri dan menstruasi pertama penuh (Stusi pada siswi SMAN1 Ngimbang Kabupaten Lamongan. makna. Yogyakarta : Nuha medika. Iskandar, S.S., 2015. Awas keputihan bisa Pudiastuti, R.D. 2012. 3 Fase penting pada mengakibatkan kematian dan kemandulan. wanita (Menarche, Menstruasi, dan Menopause). Pulungan, P.W. 2009. Gambaran usia menarche pada remaja putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah dan SMP Nurul Hasanah. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Rahayu, R.T., Aminoto, C., and Madkhan, M., 2012. Efektivitas penyuluhan peer group dengan penyuluhan oleh petugas kesehatan terhadap tingkat pengetahuan tentang menarche. Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan. Vol.8, No.2, Hal. 31- 36. Rahmat, J., 2000. Psikologi komunikasi. Bandung : Remaja Karya Rahmatika, D., 2012. Pengaruh pengetahuan dan sikap tentang personal hygiene menstruasi terhadap tindakan personal hygiene

Nurul Lailatul Badriyah dan Ira Nurmala, Hubungan Antara Persepsi Risiko... 103 remaja putri pada saat menstruasi di Sulaiman, A., 2017. Angka kematian ibu di SMK Negeri 8 Medan tahun 2010. Tesis. Universitas sumatera utara. Sampang menurun. Tersedia dia repository.usu.ac.id diakses tanggal 3 Desember 2016. Suryati. 2012. Perilaku kebersihan remaja Rimawati, E., 2012. Kebersihan organ reproduksi pada perempuan saat menstruasi. Jurnal Health pedesaan di kelurahan polaman kecamatan mijen semarang. Quality. Vol. 3, No.1. Riskesdas. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Setiawan, A., and Saryono., 2010. Santrock, J.W. 2009 Adolescene Perkembangan Remaja. Jakarta : Metodelogi penelitian kebidanan. Erlangga Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Nuha Medika CV Alfabeta : Bandung. Widyastuti, Rahmawati, and Purnamaningrum., 2009. Kesehatan reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya Yuliarti. 2014. Higiene menstruasi remaja awal. Jakarta : Sagung Seto.

PENGARUH AKTIVITAS FISIK TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA USIA DEWASA THE EFFECT OF PHYSICAL ACTIVITY ON THE RISK OF OBESITY IN ADULTHOOD Rivan Virlando Suryadinata1, Devitya Angielevi Sukarno2 1Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Surabaya (UBAYA), Surabaya, Indonesia 2Laboratorium Fisiologi, Departemen Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Surabaya (UBAYA), Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi:Rivan Virlando Suryadinata Email: [email protected] ABSTRACT Indonesia has an increasing number of obese people every year. Risk factors and complications caused by obesity can increase morbidity and mortality in the community. One of factors causing the increasing number of obese people is caused by the decreasing level of physical activities done by Indonesian people. This study aims to determine the effect of physical activity levels on the risk of obesity. The study used an observational analytic case control design. Subjects were chosen through a purposive sampling method. The population was young adults in Surabaya. The sample of the study included 97 obese adults and 97 non-obese adults. The study was conducted in March - July 2018 in South Surabaya through distributing questionnaires to two groups. The questionnaire given used the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). The results showed that physical activity performed by adult age group of obesity was mostly classified as low activity (59,8%), while non-obese adult age group was mostly included in medium activity (56,6%). This shows a significant difference in physical activity between obese and non-obese groups (p=0,047). It can be concluded that decreased levels of physical activity may increase the risk of obesity in adult. Keyword : adult, ,obesity, physical activity ABSTRAK Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita obesitas setiap tahunnya. Faktor risiko dan komplikasi yang ditimbulkan obesitas dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas di masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya peningkatan obesitas adalah semakin menurunnya tingkat aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat aktivitas fisik terhadap risiko terjadinya obesitas. Penelitian ini menggunakan metode case control. Pengumpulan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah masyarakat usia dewasa muda di Surabaya Selatan. Sampel penelitian berjumlah 97 orang kelompok usia dewasa dengan obesitas dan 97 orang kelompok usia dewasa non obesitas. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2018 – Juli 2018 di daerah Surabaya Selatan dengan cara membagikan kuisioner pada kedua kelompok. Kuisioner yang diberikan menggunakan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Hasil penelitian menunjukan aktivitas fisik yang dilakukan oleh kelompok usia dewasa obesitas sebagian besar tergolong aktivitas rendah (59,8%), sedangkan kelompok usia dewasa non-obesitas sebagian besar termasuk aktivitas sedang (56,6%). Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan aktifitas fisik yang signifikan antar kelompok obesitas dan non-obesitas (p=0,047). Sehingga dapat disimpulkan penurunan tingkat aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas pada usia dewasa. Kata kunci : dewasa , obesitas, aktivitas fisik PENDAHULUAN prevalensi obesitas hingga mencapai 2-4 kali lipat. Pada tahun 2010, diperkirakan Jumlah penderita obesitas didunia kelebihan berat badan dan obesitas telah telah meningkat secara signifikan setiap menyebabkan kematian hingga mencapai tahunnya (Ermona and Wirjatmadi, 2018). 3,4 juta orang dan kerugian Disability Banyak negara berkembang maupun negara Adjusted Life Year (DALYs) sebesar 3,8% maju yang mengalami peningkatan (The GBD 2013 Obesity Collaboration, ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.104-114 Received 7 February 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019

Rivan Virlando Suryadinata dan Devitya Angielevi Sukarno, Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap... 105 2014). Peningkatan prevalensi obesitas mempengaruhi peningkatan kelebihan tidak hanya terjadi pada usia dewasa namun berat badan dan obesitas seperti faktor juga pada anak-anak. Tahun 2030 sosial ekonomi, demografis, geografis, diperkirakan 38% populasi dunia pada usia gaya hidup dan nutrisi. Pada kelompok usia orang dewasa akan mengalami kelebihan anak dan remaja lebih rentan terkena berat badan sedangkan 20% lainnya akan obesitas dibandingkan kelompok usia tua. menderita obesitas (Steven et al., 2012). Anak laki-laki memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut Peningkatan berat badan dan akan berbanding terbalik ketika masuk obesitas pertama kali terjadi dan diamati kedalam kelompok usia dewasa. Pada usia oleh negara-negara maju pada populasi tersebut, perempuan mengalami remaja dan dewasa. Pada penduduk peningkatan obesitas lebih tinggi dari pada Amerika peningkatan obesitas terlihat pada laki-laki. Peningkatan berat badan menjadi kelompok usia, umur, etnis, tingkat semakin tinggi ketika perempuan telah pendidikan dan sosial ekonomi tidak menikah hingga menapai hampir 2 kali lipat menunjukan perbedaan yang signifikan. dari perempuan yang belum menikah. Pada etnis afrika amerika dan meksiko Selain itu, pekerjaan perempuan juga amerika memiliki prevalensi yang lebih berpengaruh terhadap peningkatan tinggi dibandingkan kaukasia, yang obesitas. Perempuan yang bekerja sebagai peningkatan tiap tahunnya hampir menapai ibu rumah tangga cenderung memiliki 2-3 kali tiap kelompok (Mitchell et al., risiko anak yang menderita obesitas 2011). Di Amerika, sepertiga populasi dibandingkan perempuan yang bekerja. remaja dan dewasa mengalami peningkatan Selain itu, tingkat pendapatan keluarga berat badan dan obesitas. Namun, beberapa yang semakin tinggi akan membuat tahun terakhir negara berkembang juga peningkatan risiko kelebihan berat badan mengalami peningkatan berat badan dan dan obesitas semakin bertambah (Rahmi et obesitas yang hampir sama (Sand et al., al., 2015) 2015). Kelebihan berat badan dan obesitas pada usia dewasa juga terjadi peningkatan Hal ini menunjukkan bahwa di cina. Penambahan jumlah penduduk pencegahan dan pengobatan awal pada yang mengalami berat badan lebih dan penderita berat badan lebih dan obesitas obesitas mencapai 50% hingga tahun 2000. harus dimulai sejak awal kehidupan, masa Sedangkan pada tahun 2011, prevalensi kanak-kanak hingga saat pertama kali obesitas telah meningkat dari 2,88% kehamilan (Gillman and Ludwig, 2013). menjadi 11,8% pada laki-laki usia dewasa Sehingga ketika memasuki usia remaja dan dan 4,55% menjadi 11% pada usia dewasa telah dapat membentuk kebiasaan perempuan dewasa (Mi et al., 2015). pola konsumsi dan gaya hidup sehari-hari. Peningkatan prevalensi ini juga terlihat Walaupun demikian, pada tahap remaja dan pada anak-anak usia 3-4 tahun, yang dewasa sangat rentan dipengaruhi oleh mencapai 8,8% pada tahun 2006 hingga berbagai macam faktor dari luar seperti 10,1% pada tahun 2010 (Xiao et al., 2015). sosial media, teman sebaya dan promosi iklan yang biasanya berpengaruh lebih Indonesia juga mengalami besar daripada pengaruh orang tua atau peningkatan jumlah penduduk yang lingkungan keluarga (Sand et al., 2015). mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Pada usia dewasa, prevalensinya Tingkat pendapatan pada telah mencapai 19,8% di tahun 2007 dan masyarakat juga menjadi salah satu faktor meningkat hingga 23% di tahun 2010. pemicu, semakin rendah pendapatan yang Persentase terbanyak didapatkan pada diperoleh di masyarakat akan menunjukan wanita yang berkisar 29,4% dibandingkan penurunan jumlah populasi yang terkena dengan laki-laki yang hanya berkisar 17% obesitas dibandingkan dengan pendapatan di tahun 2010. Banyak faktor yang yang lebih tinggi. Namun, perbedaan

106 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:104-114 tersebut tidak berpengaruh terhadap pada usia dewasa yang tinggal di perkotaan prevalensi peningkatan jumlah penderita daripada perdesaan. Hal ini disebabkan obesitas pada kedua kelompok. Sedangkan adanya perubahan pola konsumsi dan gaya pada tingkat pendidikan memperlihatkan hidup yang terjadi pada masyarakat jumlah penderita obesitas yang lebih besar perkotaan (Rahmi et al., 2015). pada tingakat pendidikan tinggi, tetapi Peningkatan berat badan akibat jenis keduanya juga menunjukan peningkatan asupan makanan, dikaitkan dengan jumlah penderita obesitas yang signifikan konsumsi karbohidrat yang tinggi seperti (Mitchell et al., 2011). minuman bersoda, makanan cepat saji dan makanan mengandung index glikemik Obesitas membawa kerugian yang glukosa darah tinggi yang banyak terdapat besar baik dari beban ekonomi, pada perkotaan. Selain itu, jumlah asupan produktivitas kerja maupun risiko penyakit makanan berkarbohidrat yang berlebih dan yang ditimbulkan. Beberapa tahun terakhir jadwal makan yang sering berdekatan juga berbagai macam penyakit yang timbul pada dapat menjadi faktor penyebab obesitas usia geriatri timbul lebih awal pada usia (Sartorius et al., 2017). dewasa akibat obesitas. Prevalensi dislipidemia terlihat peningkatan pada Obesitas juga dapat menunjukkan dewasa obesitas. Data dari the Third tanda-tanda adanya stress oksidatif yang National Health and Nutritional diakibatkan oleh peningkatan radikal bebas Examination Survey (NHANES III) dalam tubuh seperti Reactive Oxygen menunjukkan bahwa pada usia remaja Species (ROS dan Reactive Nitrogen terjadi peningkatan trigliserida sebesar 25% Species (RNS) (Huang et al., 2015). Stres dan kolesterol LDL sebesar 40%. oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan Peningkatan tersebut menyebabkan radikal bebas yang dihasilkan dengan terjadinya sidroma metabolik dan memicu antioksidan yang ada di dalam tubuh terjadinya penyakit cardiovascular lebih (Suryadinata et al., 2017). Sehingga dapat cepat (Adamo et al., 2015). Diabetes juga menyebabkan peradangan sistemik, merupakan salah satu dampak akibat dari proliferasi sel endotel, apoptosis dan obesitas, dikarenakan dapat mengganggu peningkatan vasokontriksi. Faktor-faktor toleransi glukosa dan memicu terjadinya inilah yang menghubungkan stress sindroma metabolik (Pulgaron and oksidatif dan disfungsi endotel dengan Delamater, 2014). penyakit aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular (CVD) (Mauley et al., 2014; Kelebihan berat badan dan obesitas Huang et al., 2015). Obesitas juga dapat merupakan akumulasi jaringan lemak yang memiu berbagai macam penyakit lainnya berlebihan sehingga dapat menggagu seperti sindroma metabolik (Stanhope, kesehatan fisik dan psikososial. Banyaknya 2016), Ginjal (Wickman and Kramer, 2013) faktor yang memicu terjadinya obesitas, dan Diabetes (Al-Goblan et al., 2014). maka dapat dikatakan bahwa obesitas Sehingga penanganan peningkatan adalah penyakit yang cukup kompleks. penderita obesitas harus dilakukan secara Kebanyakan penelitian melibatkan cepat dan tepat. ketidakseimbangan asupan kalori yang diterima dan yang dikeluarkan. Gangguan Penurunan aktivitas fisik akibat Basal Metabolism Rate (BMR) (Sahoo et perubahan pola gaya hidup yang al., 2015), retensi insulin dan genetik juga disebabkan perkembangan teknologi yang sering dikaitkan dengan peningkatan berat semakin maju dapat dijadikan salah satu badan dan obesitas (Kumah et al., 2015). pemicu utama terjadinya obesitas. Kegiatan Faktor lain yang dapat mempengaruhi berupa aktivitas ringan yang dilakukan saat obesitas pada masyarakat adalah lokasi waktu luang seperti duduk santai, tempat tinggal. Penelitian memperlihatkan menonton televisi dan bermain komputer bahwa risiko obesitas menjadi lebih besar dapat menyebabkan penurunan energi yang

Rivan Virlando Suryadinata dan Devitya Angielevi Sukarno, Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap... 107 dihasilkan oleh tubuh sehingga terjadi yang dilakukan sehari-hari mencakup ketidak seimbangan antara energi yang aktivitas pada waktu luang (seperti dihailkan dari makanan dengan energi yang berjalan, menari, berkebun, berenang), digunakan untuk melakukan aktivitas. Hal pekerjaan rumah tangga (seperti mencuci, ini dapat mengakibatkan penumpukan memasak, menyapu), kegiatan di tempat jaringan lemak yang mengakibatkan kerja dan bermain (WHO, 2017). Aktivitas peningkatan risiko obesitas terutama pada fisik berdasarkan intensitasnya dibedakan usia dewasa (Elder et al., 2016). menjadi 2 macam yaitu aktivitas fisik Moderate dan aktivitas fisik Vigorous. Prevalensi kelebihan berat badan Tingkat pengeluaran energi pada aktivitas dan obesitas dinyatakan dengan Index fisik Vigorous mencapai 2 kali lebih besar Massa Tubuh (IMT). Perhitungan Index dibandingkan dengan aktivitas fisik Massa Tubuh (IMT) dilakukan dengan cara Moderate. Jumlah pengeluran energi pada Massa tubuh atau berat badan penderita aktivitas fisik Moderate diperkirakan yang dinyatakan dalam satuam Kilogram sebesar 3 – 5,9 METs (Metabolic (Kg) dibagi dengan kuadrat Tinggi badan Equivalent Tasks) sedangkan pada aktivitas penderita yang dinyatakan dalam Meter fisik Vigorous lebih besar dari 6 METs (m). Pada laki-laki usia dewasa, kelebihan (Metabolic Equivalent Tasks) (Gebel, berat badan dinyatakan bila memiliki nilai 2015). IMT lebih besar atau sama dengan 25 dan lebih rendah dari 27 sedangkan obesitas Penggolongan intensitas aktivitas dinyatakan bila nilai IMT lebih besar atau fisik Moderate dan Vigorous dapat sama dengan 27. Pada perempuan usia dilakukan dengan melihat hasil dari dewasa, kelebihan berat badan dinyatakan sesudah proses aktivitas fisik dilakukan. bila nilai IMT lebih besar atau sama dengan Aktivitas fisik Vigorous digolongkan 23 dan lebih rendah dari 27, sedangkan sebagai aktivitas fisik yang dapat membuat dikatakan obesitas bila nilai IMT lebih penapasan lebih cepat dan peningkatan besar atau sama dengan 27 (Pedoman kerja jantung (seperti joging, bersepeda, praktis terapi gizi medis Departemen aerobik, tenis, memanjat atau bemain sepak Kesehatan RI 2003). bola) sedangkan aktivitas fisik Moderate digolongkan sebagai aktivitas fisik yang Pencegahan obesitas melalui aktivitas fisik hanya menimbulkan peningkatan kerja dapat ditunjukkan secara umum dengan jantung (seperti berjalan cepat, menari, cara melakukan aktivitas jenis intensitas berkebun, berjalan santai atau membawa sedang selama minimal 150-250 menit per beban ringan kurang dari 20 kilogram) minggu, disamping itu juga perlu dilakukan (Dietary Guidelines, 2015). pembatasan makanan berlebih, istirahat yang cukup (6-8 jam pada usia dewasa) dan Usia 26 – 45 tahun merupakan mengurangi stress (Hruby and Hu, 2015). kelompok umur usia dewasa. Pada usia Aktivitas fisik dengan intensitas sedang dewasa tingkat produktifitas mencapai nilai yang secara rutin dilakukan dapat tertinggi dari semua kelompok umur, mengurangi risiko terjadinya obesitas, sehingga dapat dijadikan tolak ukur dikarenakan adanya keseimbangan antara produktivitas maksimal pada masyarakat di energi yang dikeluarkan dengan energi suatu negara. Obesitas pada usia dewasa yang di konsumsi (Swift et al., 2014). dapat secara langsung berdampak pada peningkatan beban ekonomi suatu negara. Aktivitas fisik yang dimaksud pada Biaya pengeluaran medis penurunan usia dewasa tidak hanya berolahraga atau aktivitas fisik dan peningkatan jumlah latihan yang terencana, tapi kegiatan rutin ketidakhadiran di tempat kerja terkait penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas dapat dijadikan tolak ukur penurunan produktivitas suatu negara. Karyawan atau

108 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:104-114 buruh yang memiliki obesitas pekerjaan maupun di waktu luang seperti berjalan kaki, mencuci, memasak dan membutuhkan waktu yang lebih untuk membersihkan rumah. Selain itu, aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan menyelesaikan tugas dan keterbatasan terstruktur juga dapat memberikan kebugaran fisik. Aktivitas fisik biasanya kemampuan dalam melakukan pekerjaan diklasifikasikan berdasarkan intensitas dan durasinya. Metrik metabolik (MET) adalah fisik. Sedangkan pada karyawan atau buruh pengukuran yang berguna untuk mewakili intensitas aktivitas fisik dan didefinisikan yang memiliki berat badan normal tidak sebagai jumlah pengambilan oksigen sambil duduk saat istirahat. Penyerapan memiliki atau sedikit gangguan terkait oksigen 3,5 mL/kg per menit sama dengan tingkat metabolisme basal istirahat dan kesehatan (Bustillos et al., 2015). dianggap 1 MET. Misalnya, kegiatan berjalan sama dengan hanya 2.0 METs, Berbagai penelitian sedangkan berjalan dengan anak-anak setara dengan 4.0 METs (intensitas sedang) memperlihatkan rendahnya aktivititas fisik (Hamasaki, 2016). terhadap obesitas yang dihubungkan METODE PENELITIAN dengan berbagai macam penyakit seperti Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode case diabetes, hiperlipidemia dan jantung. control dimana subjek akan diberikan kuisioner mengenai kegiatan aktivitas fisik Namun, tidak membuktikan keterkaitan yang dilakukan sehari-hari. Variabel penelitian merupakan hasil skor kuisioner aktivitas fisik dengan obesitas dikarenakan mengenai aktivitas fisik pada masyarakat usia dewasa yang menderita obesitas dan adanya pengaruh faktor usia dan penyakit non-obesitas. Penentuan kedua kelompok dilakukan dengan menggunakan tabel skor penyerta. Penelitian ini memperlihatkan Indek Massa Tubuh (IMT) melalui penimbangan berat badan (dalam pengaruh aktivitas fisik dengan obesitas Kilogram) dan pengukuran tinggi badan (dalam Meter). Alat ukur berat badan pada usia dewasa muda yang dapat dilakukan menggunakan timbangan badan sedangkan alat ukur tinggi badan dikategorikan sebagai kelompok usia yang menggunakan mikrotoise. Setelah itu, akan dilakukan perhitungan Index Massa Tubuh aktif dan belum memiliki penyakit dengan menggunakan rumus Index Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan dalam metabolik. kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter sehingga ditemukan Salah satu pencegahan risikonya nilainya. Responden laki–laki yang memiliki nilai IMT diatas atau sama dengan terjadinya obesitas adalah dengan 25 dan perempuan yang memiliki nilai IMT diatas atau sama dengan nilai 23 tergolong peningkatan aktifitas fisik. Pada dalam kelompok obesitas sedangkan manajemen berat badan menyarankan minimal 60 menit/hari untuk usia 6-17 tahun dan 150 menit/minggu aktifitas moderate atau 75 menit/minggu aktivitas vigorous untuk orang dewasa. Namun kepatuhan terhadap rekomendasi ini hanya 5% pada usia dewasa. Selain itu, pengaturan diet juga dibutukan untuk membatasi asupan kalori dengan meningkatkan kualitas makanan seperti buah, sayuran dan makanan yang banyak mengandung serat serta membatasi makanan yang rendah gula dan lemak jenuh. Kombinasi antara peningkatan aktivitas fisik dan pengaturan diet dapat menurunkan dan menegah terjadinya obesitas pada masyarakat (Maier and Barry, 2015). Aktifitas fisik yang dilakukan sehari-hari didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dilakukan secara kontinyu melalui kontraksi otot rangka untuk menghasilkan peningkatan pengeluaran energi dalam kegiatan yang rutin. Kegiatan yang dimaksud dapat dilakuakn baik dalam

Rivan Virlando Suryadinata dan Devitya Angielevi Sukarno, Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap... 109 responden yang memiliki nilai dibawahnya Dengan keterangan: tergolong kedalam kelompok non-obesitas. n = Jumlah minimum sampel yang Variabel aktivitas fisik diukur dengan menggunakan menggunakan Global diperlukan untuk penelitian. Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Partisipan akan diwawancara oleh peneliti Z = Derajat kemaknaan/besarnya untuk melihat aktivitas fisik yang dilakukan selama seminggu terakhir, kemudian, akan derajat koefisiensi pada dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu Mild Physical Activity, Moderate Physical kepercayaan tertentu atau nilai Activity dan Vigorous Physical Activity. Z2(1-α) adalah 1,96 untuk taraf Penggolongan aktivitas fisik berdasarkan pada hasil kuisioner. Kategori kepercayaan 95%. Vigorous Physical Activity bila melakukan aktivitas berat minimal 3 hari (1500 MET p = Proporsi kelompok populasi menit/minggu) atau kombinasi selama 7 hari (3000 MET menit/minggu); kategori pertama (0,017) (RISKESDAS, Moderate Physical Activity adalah intensitas aktivitas kuat minimal 20 2008) menit/hari (3hari) atau aktivitas sedang 30 menit/hari (5 hari) atau kombinasi aktivitas q = Proporsi persentase kelompok fisik (600 MET menit/minggu); kategori Mild Physical Activity adalah bila tidak populasi kedua atau proporsi memenuhi kriteria keduanya. sisa (1-p) Populasi penelitian ini adalah masyarakat usia dewasa di Surabaya. d = Presisi penyimpangan terhadap Subjek penelitian adalah penderita obesitas dan non-obesitas usia dewasa yang populasi atau derajat ketepatan diperoleh di Surabaya Selatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. yang diinginkan/persetase Kriteria inklusi pada penelitian adalah pasien berusia 26 – 45 tahun yang bersedia perkiraan kemungkinan dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan dan mengisi kekeliruan dalam menentukan kuisioner. Sedangkan, kriteria eksklusinya adalah populasi usia dewasa yang memiliki ukuran sampel (berkisar 0,1 riwayat penyakit penyerta seperti kardiovaskular, stroke, respirasi dan liver sampai 0,5). Dalam penelitian tidak dapat dijadikan responden. Selain itu adanya gangguan beraktivitas yang dimiliki ini taraf kepercayaan yang responden juga tidak dapat dimasukkan kedalam kriteria penelitian dikarenakan digunakan adalah 90% atau akan mempengaruhi pergerakan aktivitas sehari-hari. d=0,1. Besar sampel dalam penelitian ini Dalam perhitungan di atas nilai p dan minimal 97 orang. Metode perhitungan q diasumsikan memiliki besar yang sama besar sampel menggunakan rumus : yakni 0,5 karena belum diketahui jumlah responden maka nilai yang dipakai yaitu: Z2(1-α) = 95%, dengan nilai 1,96; p = 0,5; q = 0,5; d = 0,1 sehingga jumlah sampel minimal (n) dalam penelitian ini adalah 96,04 ~ 97 orang. Kuisioner yang diberikan kepada responden menggunakan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Parameter yang digunakan dalam pengukuran berupa data ordinal dengan mengklasifikasikan hasil berdasarkan rangking. Hasil dari kuisioner berupa klasifikasi level aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik kurang, minimum dan tinggi. Subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dilakukan wawancara untuk melengkapi identitas diri. Setelah itu dilakukan penimbangan berat badan badan dan pengukuran tinggi badan. Sampel dengan perhitungan Index Massa Tubuh yang termasuk kelompok obesitas dan non-

110 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:104-114 obesitas akan diminta mengisi kuisioner Distribusi responden menurut usia dan jenis mengenai aktivitas fisik yang dilakukannya kelamin dapat diliat pada Tabel 1. sehari-hari. Selanjutnya data yang Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis diperoleh akan dilakukan penilaian dan dikelompok kan menjadi tiga yaitu aktivitas Kelamin dan Usia pada Kedua rendah, sedang dan tinggi. Data akhir yang Kelompok sudah diperoleh akan dilakukan uji perbandingan antara kelompok obesitas dan Frekuensi non-obesitas dengan menggunakan uji Chi- square. Kategori Obesitas Non (n= 97 Obesitas HASIL Jenis Laki-laki orang) (n=99 orang) Penelitian dilakukan pada bulan Maret 31 32% 27 27,3% 2018 sampai dengan Juli 2018 di daerah Surabaya Selatan. Kelamin Karakteristik Subjek Penelitian Perempuan 66 68% 72 72,7% Karakteristik sampel penelitian atau Usia 26-45 97 100% 99 100% responden dilakukan pada saat pengisian tahun sampel penelitian dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Seluruh Hasil penelitian menunjukkan usia responden merupakan usia dewasa 26-45 seluruh responden merupakan kelompok tahun. Kategori jenis kelamin dibedakan dewasa. Jumlah responden obesitas dan berdasarkan laki-laki dan perempuan. non-obesitas terbanyak adalah perempuan, yaitu 68% untuk obesitas dan 72,7% untuk non obesitas (Tabel 1). Tabel 2. Distribusi Kategori Indek Massa Tubuh pada Responden Frekuensi Kategori Obesitas Non Obesitas (n=97 orang) (n=99 orang) IMT Kurus (IMT < 18,5) 0 0 21 21,2% (Indeks Massa Normal (IMT : 18,5 – 22,9) 0 0 63 63,6% Tubuh) Berat Badan Lebih (IMT : 23 – 24,9) 0 0 15 15,2% 68 70,1% 0 Obesitas I (IMT : 25 – 29,9) 29 29,9% 0 0 Obesitas II (IMT : ≥ 30) 0 Total 97 100% 99 100% Perhitungan Indek Massa Tubuh Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa kelompok obesitas berjumlah 97 Penggolongan Indek Massa tubuh orang yang terdiri dari kategori obesitas I diperoleh dari perhitungan yaitu berat sebesar 68 orang (70,1%) dan obesitas II badan dalam kilogram dibagi dengan sebesar 29 orang (29,9%) sedangkan pada kuadrat tinggi badan dalam meter. Setelah kelompok non-obesitas berjumlah 99 orang didapatkan hasilnya, maka dapat yang terbagi menjadi kategori kurus sebesar dikategorikan menjadi 5 kelompok yaitu 21 orang (21,2%), normal sebesar 63 orang kurus, normal, berat badan lebih, obesitas I (63,6%) dan berat badan lebih sebesar 15 dan obesitas II Tabel 2. (15,2%) (Tabel 2).

Rivan Virlando Suryadinata dan Devitya Angielevi Sukarno, Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap... 111 Hasil perbedaan aktivitas fisik pada orang, aktifitas sedang sebesar 37 orang dan kelompok responden obesitas dan non- aktifitas tinggi sebesar 2 orang. Pada obesitas kelompok non-obesitas didapatkan aktifitas rendah sebesar 40 orang, aktifitas sedang Kuisioner yang telah dijawab oleh sebesar 56 orang dan aktifitas tinggi sebesar 3 orang. responden akan dilakukan penilaian dan Hasil analisis dengan uji chi square dikelompokkan sesuai dengan kriteria digunakan untuk melihat adanya perbedaan aktifitas fisik antara kelompok obesitas tingkat aktivitas fisik yaitu aktifitas fisik dengan non obesitas pada usia dewasa menunjukkan nilai p value = 0,025 rendah, sedang, dan tinggi. Setelah itu, (p<0,05). Sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) dilakukan uji perbandingan dengan diterima, berarti terdapat perbedaan tingkat aktifitas fisik yang signifikan antara menggunakan uji Chi square untuk kelompok obesitas dan non-obesitas pada usia dewasa. mengetahui adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik antara kelompok obesitas dan non obesitas (Tabel 3). Hasil penilaian kuisioner menunjukkan pada kelompok obesitas didapatkan aktifitas rendah sebesar 58 Table 3. Uji Chi Square Hasil Kuisioner Aktifitas Fisik Kelompok Obesitas Non Obesitas p Value 40 (40,4%) 0,025 Aktivitas Rendah 58 (59,8%) 56 (56,6%) Fisik Sedang 37 (38,1%) 3 (0,3%) Tinggi 2 (0,21%) 99 (100%) Total 97 (100%) PEMBAHASAN Pada kategori IMT, kelompok obesitas memiliki angka terbesar pada kategori Jumlah responden pada penelitian obesitas I (70,1%) dan kelompok non- berjumlah 196 orang berusia dewasa (26 - obesitas terletak pada kategori berat badan 45 tahun) yang terbagi dalam dua kelompok normal (63,6%). Kelompok obesitas, yaitu obesitas dan non-obesitas. Penentuan tingkat aktifitas fisik tertinggi terdapat pada kedua kelompok tersebut dilakukan kriteria aktifitas rendah (59,8%), sedangkan berdasarkan tabel Indek Massa Tubuh pada kelompok non-obesitas, tingkat (IMT), yaitu berat badan dalam kilogram aktifitas fisik tertinggi terdapat pada dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam aktifitas sedang (56,6%). meter. Sebelumnya responden dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran Indek Massa Tubuh (IMT) pada tinggi badan, dari data tersebut maka dapat responden menunjukkan tingginya jumlah dilakukan perhitungan IMT. Setelah obesitas I dibandingkan dengan obesitas II. dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, Hal ini membuktikan terjadinya tren maka dilanjutan dengan pengisian peningkatan berat badan terutama pada kuisioner mengenai data diri dan aktifitas negara berkembang. Jika hal ini terus fisik yang dilakukan sehari-hari. berlanjut maka diperkirakan akan meningkatkan angka morbiditas, mortalitas Pada penelitian ini, responden dan beban ekonomi (Hruby and Hu, 2015). perempuan memiliki angka yang terbesar Hasil penelitian memperlihatkan kelompok pada kedua kelompok dibandingkan obesitas memiliki aktifitas fisik yang lebih dengan responden laki-laki yaitu berkisar rendah dibandingkan dengan non obesitas. antara 70% pada masing-masing kelompok. Hal ini dikarenakan sebagian besar orang dengan obesitas sering menghabiskan

112 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:104-114 waktu dengan kegiatan yang ringan atau Dietary Guidelines. (2015). Physial sedentary life. Perilaku ini dapat dikaitkan dengan ganguan metabolik, jantung, Activity Guidelines for Americans. pernapasan hingga kanker (Suryadinata et al, 2017b). Pencegahan penambahan berat Elder B.L., Ammar E.M., and Pile D. badan dibutuhkan untuk mengurangi faktor risiko timbulnya penyakit, dengan (2016). Sleep Duration, Activity meningkatkan aktifitas dan mengurangi asupan yang berlebih (Strasser, 2013). Levels and Measures of Obesity in Adults. Public Health Nurs. 33(3):200-205. [https:// DOI:10.1111/phn.12230] Ermona ND. And Wirjatmadi B. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dan SIMPULAN Asupan Gizi Dengan Status Gizi Lebih Pada Anak Usia Sekolah Tingkat aktifitas fisik yang dilakukan Dasar di SDN Ketabang 1 Kota pada kelompok obesitas dan non obesitas menunjukkan perbedaan yang signifikan. Surabaya tahun 2017. Amerta Hal ini memungkinkan penurunan aktivitas fisik pada obesitas akan memberikan Nutrition. 2(1):97-105. [https:// pengaruh bagi kesehatan. Keterbatasan pada penelitian ini adalah lingkup wilayah DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.97- pengambilan sampel yang terbatas pada daerah Surabaya Selatan, sedangkan 105] kelebihannya adalah banyaknya jumlah responden yang ikut dalam penelitian. Gebel K. Ding D., Chey T., et al. (2015). Effect of Moderate to Vigorous Physical Activity on All-Cause Mortality in Middle-aged and Older Australians. JAMA Internal Medicine. 175(6):970-977.[https:// DOI:10.1001/jamainternmed.2015 DAFTAR PUSTAKA .0541] Gillman and Ludwig. (2013). How early Adamo E.D., Guardamagna O., Ciarelli F., should obesity prevention start. Bartuli A., Liccardo D., Ferrari F., New England Journal of Medicine. and Nobili V. (2015). Atherogenic 369(23):2173–2175. [https:// Dyslipidemia and Cardiovascular DOI:10.1056/NEJMp1310577] Risk Factors in Obese Children. Hamasaki H. (2016). Daily physical International Journal of activity and type 2 diabetes: A Endocrinology. ID 912047. review. World J Diabetes. 2016 Jun 25; 7(12): 243–251. [https:// [http://dx.doi.org/10.1155/2015/91 doi: 10.4239/wjd.v7.i12.243] 2047] Hruby A., and Hu F.B. (2015). The Al-Goblan A.S., Al-Alfi M.A. and Khan Epidemiology of Obesity: A Big M.Z. (2014). Mechanism linking Picture. Pharmacoeconomics. 33(7): 673–689. [https:// diabetes mellitus and obesity. Diabetes Metab Syndr Obes. 7: DOI:10.1007/s40273-014-0243-x] 587–591. Huang C.J., McAllister M.J., Slusher A.L., Bustillos A.S., Vargas K.G. and Cuadra Webb H.E., Mock J.T. and Aevedo R.G. (2015). Work productivity E.O. (2015). Obesity-Related among adults with varied Body Oxidative Stress: the Impact of Mass Index: Results from a Physical Activity and Diet Canadian population-based survey. Manipulation. Sport Medicine Journal of Epidemiology and Open, Springer. 1:32. Global Health. 5(2):191-199. Kumah D.B., Akuffo K.O., Abaka-can J.E., [https://DOI:10.1016/j.jegh.2014.0 Affram D.E. and Osae E.A. (2015). 8.001] Prevalence of Overweight and

Rivan Virlando Suryadinata dan Devitya Angielevi Sukarno, Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap... 113 Obesity among Students in the Health, Elsevier. 147:20-29. Kumasi Metropolis. Jurnal of [https:// doi: Nutrition and Metabolism. Vol 10.1016/j.puhe.2017.02.002] 2015:1-4. Sahoo K., Sahoo B., Choudhury A.K., Sofi [http://dx.doi.org/10.1155/2015/61 N.Y., Kumar R., and Bhadoria A.S. 3207] (2015). Childhood obesity: causes Maier J.H. and Barry R. (2015). and consequences. Journal of Associations among Physical family medicine and Primary care. Activity, Diet, and Obesity 4(2): 187–192. [https:// Measures Change during doi: 10.4103/2249-4863.154628] Adolescence. Journal of Nutrition Sand A.S., Emaus N. And Lian L. (2015). and Metabolism. PMC4619959. Overweight and obesity in young [https://doi: 10.1155/2015/805065] adult women: A matter of health or McAuley P.A., Chen H., Lee D.C., Artero appearance? The Tromsø study: Fit E.G., Bluemke D.A., and Burke futures. International Journal of G.L (2014). Physical activity, Qualitative Studies on Health and measures of obesity, and Well-being. 10:1-12. [https:// cardiometabolic risk: the Multi- doi: 10.3402/qhw.v10.29026] Ethnic Study of Atherosclerosis Sartorius B., Sartorius K., Aldous C, (MESA). J Phys Act Health. Madiba T.E., Stefan C., and 11(4):831-7. [https:// Noakes T. (2017). Carbohydrate DOI:10.1123/jpah.2012-0326] intake, obesity, metabolic Mi Y.D., Zhang B, Wang H.J., Yan J., Han syndrome and cancer risk? A two- W., Zhao J., Liu D.W. and Tian part systematic review and meta- Q.B. (2015). Prevalence and analysis protocol to estimate Secular Trends in Obesity Among attributability. BMJ Open. Chinese Adults, 1991–2011. Am J Prev Med. 49(5): 661–669. [https:// 6:e009301. Stanhope K.L. (2015). Sugar consumption, DOI:10.1016/j.amepre.2015.05.005 metabolic disease and obesity: The ] state of the controversy. Crit Rev Mitchell N., Catenacci V., Wyatt H.R., and Clin Lab Sci. 53(1):52-67.[https:// Hill J.O. (2011). Obesity: Overview doi:10.3109/10408363.2015.1084 of an Epidemic. Psychiatr Clin 990] North Am. 2011 Dec; 34(4): 717– Strasser B. (2013). Physical activity in 732. [https:// doi: obesity and metabolic syndrome. Ann. N.Y. Acad. Sci. 1281: 141– 10.1016/j.psc.2011.08.005] Pedoman praktis terapi gizi medis 159. [https:// doi: 10.1111/j.1749- Departemen Kesehatan RI 2003. 6632.2012.06785.x] Kementrian Kesehatan Republik Stevens G.A., Singh G.M., Lu Y., Danaei Indonesia G., Lin J.K., Finucane M.M., et al. Pulgaron E.R. and Delamater A.M. (2014). (2012). National, regional, and Obesity and Type 2 Diabetes in global trends in adult overweight Children: Epidemiology and and obesity prevalences. Popul Treatment. Curr Diab Rep. 14(8): Health Metr. 10(1):22. [https:// 508. [https:// doi: 10.1007/s11892- doi: 10.1186/1478-7954-10-22] 014-0508-y] Suryadinata R.V., Wirjatmadi B., and Rachmi C.N., Li M., and Baur A. (2017). Adriani M. (2017a). Efektivitas Overweight and obesity in Penurunan Malondialdehyde Indonesia: prevalence and risk dengan Kombinasi Suplemen factors—a literature review. Public Antioksidan Superoxide Dismutase

114 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:104-114 Melon dan Gliadin Akibat Paparan 1980-2013: A systematic analysis. Rokok. Global Medical and Health Lancet. 384 (9945) : 766–781. Communication. 5(2):79–83 [https:// doi: 10.1016/S0140- Suryadinata R.V., Lorensia A., and Sari 6736(14)60460-8] R.K. (2017b). Perbedaan Asupan WHO. (2017) World Health Organization : Nutrisi Makanan dan Indeks Massa Global Strategy on Diet, Physical Tubuh (IMT) Antara Perokok Aktif Activity and Health. dengan Non-perokok pada Usia Wickman C. And Kramer H. (2013). Dewasa. Jurnal Farmasi Klinik Obesity and kidney disease: Indonesia. 6(3):171–180. [https:// potential mechanisms. Semin DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.3.171] Nephrol. 33(1):14-22. [https:// doi: Swift D.L., Johannsen N.M., Lavie .J., 10.1016/j.semnephrol.2012.12.006 Earnest C.P. and Church T.S. .] (2014). The Role of Exercise and Xiao Y., Qiao Y., Pan L., Liu J., Zhang T., Physical Activity in Weight Loss Li N., Liu E., Wang Y., Liu H., Liu and Maintenance. Prog Cardiovasc G., Huang G., and Hu G. (2015). Dis. 56(4): 441–447.[https:// doi: Trends in the Prevalence of 10.1016/j.pcad.2013.09.012] Overweight and Obesity among The GBD 2013 Obesity Collaboration. Chinese Preschool Children from (2014). Global, regional and 2006 to 2014. PLoS One. 10:8. national prevalence of overweight [https://doi.org/10.1371/journal.po and obesity in children and adults ne.0134466]

HUBUNGAN STATUS GIZI, ANEMIA DAN PARITAS TERHADAP BERAT BAYI LAHIR DI KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA TAHUN 2016 THE RELATIONSHIP BETWEEN NUTRITIONAL STATUS, ANEMIA AND BABY’S BIRTH WEIGHT IN SEMAMPIR SUB-DISTRICT OF SURABAYA CITY IN 2016 Rizkie Ayu Wahyunda Departemen Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Rizkie Ayu Wahyunda Email: [email protected] ABSTRACT Birth weight is a measurement for the baby an hour after birth, and it is categorized into three types. They are low birth weight (<2500 gram), normal birth weight (2500-4000 gram), and obese birth weight (>4000 gram). According to the Ministry of Health of Indonesia, low birth weight could be at risk of death, disorder of growth and development. This research aimed to determine the correlation between nutritional status, anemia and parity to birth weight in Semampir sub-district of Surabaya city in 2016. It was an observational study with cross sectional design. The data used were secondary data about birth weight as dependent variable, whereas nutritional status, anemia and parity as independent variables. The result of Pearson’s linier correlation test showed that on one hand, there was a significant correlation between nutritional status, anemia and parity to birth weight with p-value = 0,017 and 0,000. On the other hand, there was no correlation between anemia and birth weight (p = 0,857). The conclusion was mother with normal nutritional status and mother with no risk of parity between 2 – 4 times were mostly delivering babies in normal birth weight. Keywords: nutritional status, anemia, parity, birth weight ABSTRAK Berat bayi lahir merupakan penimbangan terhadap berat badan bayi yang dilakukan setelah satu jam bayi tersebut dilahirkan. Berat bayi lahir dikategorikan menjadi 3 yaitu berat bayi lahir rendah (kurang dari 2500 gram), berat bayi lahir normal (2500 – 4000 gram) dan berat bayi lahir lebih (lebih dari 4000 gram). Berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, bayi dengan berat lahir rendah berisiko terhadap kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan apabila tidak ditangani dengan baik dan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi, anemia dan paritas terhadap berat bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder tentang berat bayi lahir sebagai variabel dependen, status gizi, anemia dan paritas sebagai variabel independen. Hasil uji statistik Korelasi Linier Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi dan paritas terhadap berat bayi lahir dengan nilai p = 0,017 dan p = 0,000. Sedangkan anemia tidak berhubungan terhadap berat bayi lahir (p = 0,857). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ibu yang mempunyai status gizi normal dan paritas tidak berisiko antara 2 – 4 kali mayoritas melahirkan bayi dengan berat lahir normal. Kata kunci: status gizi, anemia, paritas, berat bayi lahir PENDAHULUAN Rate) dan Angka Kematian akibat penyakit tertentu. Menurut BPS (2012), Angka Kematian (mortalitas) merupakan Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya salah satu komponen demografi yang dapat kematian pada bayi sebelum mencapai usia mempengaruhi jumlah dan komposisi satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada umur penduduk selain fertilitas dan migrasi tahun tertentu. AKB merupakan salah satu (Faqih, 2009). Mortalitas di suatu daerah indikator yang dapat digunakan sebagai dapat dilihat melalui indikator Angka tolak ukur dalam menggambarkan derajat Kematian Bayi (Infant Mortality Rate), kesehatan masyarakat di suatu daerah Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality tertentu. ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.115-126 Received 20 Febaruary 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019

116 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:115-126 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, berat bayi lahir normal (BBLN) dan lebih 2015 dari 4000 gram disebut berat bayi lahir lebih (BBLL) (Riskesdas, 2013). Kelahiran Gambar 1. Pemetaan Angka Kematian bayi menurut hubungan waktu kelahiran Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup Provinsi dengan umur kelahiran dikategorikan menjadi tiga yaitu bayi kurang bulan Jawa Timur Tahun 2014 (prematur) dengan masa kehamilan (gestasi) kurang dari 37 minggu, bayi AKB tertinggi pada tahun 2014 cukup bulan dengan masa kehamilan adalah Kabupaten Probolinggo dengan antara 37 – 42 minggu dan bayi lebih bulan jumlah sebesar 61,48 per 1.000 kelahiran dengan masa kehamilan lebih dari 42 hidup. Sedangkan AKB terendah sebesar minggu (Kemenkes RI, 2015). 17,99 per 1.000 kelahiran hidup adalah Kota Blitar. Pada tahun sebelumnya yaitu Kelahiran seorang bayi dapat tahun 2013, komposisi daerah tertinggi dan berisiko terhadap beberapa masalah terendah tersebut masih sama. Berdasarkan kesehatan diantaranya adalah terjadinya Profil Kesehatan Kota Surabaya tahun kelahiran dengan berat bayi lahir rendah 2015, AKB di Kota Surabaya adalah (BBLR). Menurut Ohlsson & Shah (2008), sebesar 6,48 per 1.000 kelahiran hidup atau determinan berat bayi lahir yang dapat 282 bayi dengan rincian 145 bayi laki-laki menyebabkan BBLR dan bayi prematur dan sisanya sebanyak 137 merupakan bayi antara lain usia ibu, tingkat pendidikan, perempuan. Jumlah tersebut mengalami status pekerjaan, sosial ekonomi, status peningkatan apabila dibandingkan dengan gizi ibu, paritas, umur kehamilan, jarak AKB pada tahun 2014 yaitu sebesar 6,62 kehamilan, umur kehamilan, anemia, per 1.000 kelahiran penduduk. Kematian riwayat antenatalcare, faktor lingkungan pada bayi ini dapat disebabkan oleh (paparan asap rokok dan zat beracun), beberapa faktor diantaranya adalah faktor asupan nutrisi, gaya hidup dan faktor yang berasal dari ibu selama masa genetik. kehamilan maupun dari janinnya. Salah satu faktor tersebut adalah kematian akibat Keadaan status gizi pada ibu berat bayi lahir yang tidak normal. selama masa kehamilan merupakan salah satu elemen yang dapat berpengaruh Berat bayi lahir (birth weight) terhadap tumbuh kembang janin selama merupakan penimbangan berat badan pada dalam kandungan. Status gizi berkaitan bayi yang dilakukan setelah satu jam bayi erat dengan kenaikan berat badan pada ibu tersebut dilahirkan. Kategori berat badan sebelum dan saat hamil. Menurut Karima lahir pada bayi dapat dikelompokkan dan Achadi (2012), faktor yang paling menjadi tiga, antara lain kurang dari 2500 berpengaruh terhadap berat badan lahir gram dikatakan sebagai berat bayi lahir bayi adalah berat badan prahamil ibu. rendah (BBLR), 2500 – 4000 gram adalah Seorang ibu dengan berat badan prahamil kurang dari 50 kg memiliki peluang 6,64 kali lebih besar melahirkan bayi dengan berat badan lahir kurang dari 3.000 gram. Turhayati (2006) juga menyebutkan bahwa ibu selama masa kehamilan yang mempunyai asupan energi kurang dari 70% AKG dan pertambahan berat badan kurang dari 9 kg berisiko lebih besar melahirkan bayi dengan berat 2500 – 2999 gram daripada ibu dengan asupan energi lebih dari sama dengan 70% AKG dan pertambahan berat badan selama

Rizkie Ayu Wahyunda, Hubungan Status Gizi, Anemia... 117 kehamilan lebih dari 9 kg. Selain berat 594.461 bayi baru lahir yang ditimbang. badan, status gizi seorang ibu hamil dapat Pada tahun 2015 jumlah BBLR di Jawa dilihat berdasarkan pengukuran terhadap Timur mengalami penurunan yakni sebesar LILA dan IMT ibu. 1.802 bayi dengan persentase sebesar 0,3% (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015). Anemia ibu hamil merupakan suatu kondisi dimana seorang wanita hamil 2.75% 2.71% 2.43% 2.58% mengalami kekurangan kadar Hemoglobin 2.70% 2013 2014 2015 (Hb) dalam darah yang dapat berpengaruh 2.65% terhadap kesehatan dan kehamilannya. Di 2.60% Indonesia total penderita anemia mencapai 2.55% 70% artinya terdapat 7 wanita hamil yang 2.50% mengalami anemia di setiap 10 wanita 2.45% hamil (Sinsin, 2008). Menurut Widyastuti 2.40% (2009), wanita hamil yang mengalami 2.35% anemia mempunyai risiko 3,61 kali 2.30% melahirkan BBLR dibandingkan dengan 2.25% wanita hamil tidak anemia. Penelitian lain menurut Mahayana (2015) menunjukkan BBLR (Tahun) bahwa anemia saat hamil memiliki risiko 9,84 kali lebih besar melahirkan BBLR Sumber : Dinas Kesehatan, 2015 dibandingkan yang tidak anemia. Gambar 2. Perkembangan Berat Bayi Selain status gizi dan anemia, Lahir di Kota Surabaya Tahun 2013 – 2015 paritas merupakan salah satu risiko tertinggi dan paling dominan sebagai Persentase bayi dengan keadaan penyebab kematian ibu dan perdarahan BBLR pada tahun 2015 adalah sebesar post partum. Ibu dengan paritas lebih dari 2,58% dari 48.783 bayi lahir yang 3 mempunyai risiko perdarahan post ditimbang. Jumlah bayi BBLR sebanyak partum 0,7 kali lebih besar dibandingkan 631 orang pada bayi laki-laki dan 630 dengan paritas kurang dari 3. Selain itu, orang bayi perempuan. Apabila paritas ibu hamil juga berisiko dibandingkan dengan jumlah kasus BBLR menyebabkan BBLR pada bayi yang akan pada tahun 2014 menunjukkan dilahirkan (Lusiana, et.al., 2015). peningkatan. Pada tahun 2014, persentase Berdasarkan penelitian yang telah BBLR adalah sebesar 2,43% dari 46.031 dilakukan oleh Andrian dan Ezy (2015) bayi lahir yang ditimbang dengan rincian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan bayi BBLR laki-laki 582 orang dan paritas berisiko akan mempunyai peluang 5 perempuan 536 orang. Kasus BBLR kali lebih besar melahirkan bayi BBLR. terbanyak di Surabaya tahun 2015 berada di Kecamatan Semampir dengan jumlah Berdasarkan hasil riskesdas tahun kasus sebanyak 114 bayi BBLR dari 2846 2013, persentase BBLR di Indonesia pada bayi baru lahir yang ditimbang. tahun 2013 adalah sebesar 10,2%. Hasil tersebut mengalami penurunan jika Dampak yang ditimbulkan dengan dibandingkan dengan persentase BBLR di adanya BBLR antara lain dapat Indonesia pada tahun 2010 yakni sebesar menyebabkan kondisi yang tidak baik bagi 11,1%. Persentase BBLR tertinggi pada pertumbuhan, perkembangan, daya hidup tahun 2013 yaitu terdapat di Provinsi dan perkembangan penyakit saat bayi Sulawesi Tengah sebesar 16,9% dan tersebut dewasa. Bayi dengan BBLR terendah di Sumatera Utara sebesar 7,2%. mudah terinfeksi penyakit, sakit yang Di Provinsi Jawa Timur, kejadian BBLR diderita lebih berat dan lebih lama serta pada tahun 2012 mencapai 3,32% yang mempunyai keterbatasan intelektual diperoleh dari persentase 19.712 bayi dari (Sunarti, 2004). BBLR juga berisiko terhadap kematian, gangguan pertumbuhan

118 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:115-126 dan perkembangan anak serta berisiko antara variabel independen terhadap menjadi pendek apabila tidak ditangani variabel dependen dan seberapa kuat dengan baik dan benar (Kemenkes RI, hubungan tersebut terjadi. 2016). Korelasi linier pearson digunakan Berdasarkan latar belakang diatas untuk melihat hubungan linier antara 2 maka akan dibahas mengenai hubungan variabel dengan syarat data harus berskala antara status gizi, anemia dan paritas ibu minimal interval. Pengujian korelasi linier dengan kejadian berat bayi lahir di pearson dilakukan setelah terpenuhinya uji Kecamatan Semampir Kota Surabaya pada normalitas. Uji normalitas tersebut tahun 2016. digunakan untuk melihat apakah saampel yang diteliti berdistribusi normal atau METODE PENELITIAN tidak. Jenis penelitian ini adalah HASIL PENELITIAN penelitian observasional artinya peneliti tidak melakukan intervensi terhadap subjek Karakterisik Responden yang diteliti. Desain penelitian menggunakan cross sectional karena Karakteristik responden merupakan penelitian dilakukan pada satu titik waktu gambaran dari sebuah penelitian. (at one point in time) dan digunakan untuk Karakteristik responden di Kecamatan menggambarkan kejadian dalam suatu Semampir Kota Surabaya dibedakan waktu tertentu. Lokasi penelitian dilakukan menurut karakteristik bayi dan di Kecamatan Semampir Kota Surabaya karakteristik ibu. Karakteristik bayi di pada periode waktu bulan Januari hingga digambarkan berdasarkan berat lahir bayi Agustus 2017. Populasi adalah semua ibu dan jenis kelamin bayi. Sedangkan yang melahirkan dan melakukan karakteristik ibu digambarkan berdasarkan penimbangan pada bayinya di Kecamatan usia ibu saat melahirkan, status gizi ibu, Semampir tahun 2016. Sedangkan sampel anemia dan paritas. dalam penelitian adalah ibu yang melahirkan dan melakukan penimbangan Berat lahir bayi di Kecamatan pada bayinya di Kecamatan Semampir Semampir Kota Surabaya dapat tahun 2016 sebesar 518 orang. Cara dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu pengambilan sampel menggunakan metode kurang dari 2500 gram, 2500 sampai 4000 simple random sampling artinya semua gram dan lebih dari 4000 gram. Berikut populasi mempunyai kesempatan yang adalah hasil dari distribusi frekuensi berat sama menjadi sampel penelitian. bayi lahir: Variabel yang digunakan dalam Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berat Bayi penelitian ini antara lain variabel dependen yaitu Berat Bayi Lahir dan variabel Lahir di Kecamatan Semampir independen berupa status gizi, anemia dan paritas. Sumber data berasal dari data Kota Surabaya Tahun 2016 sekunder dengan pengumpulan data menggunakan dokumen rekam medis yang Berat Bayi Frekuensi Persentase ada pada 3 Puskesmas di Kecamatan Lahir (gr) (%) Semampir Kota Surabaya pada bulan Januari hingga Desember 2016. Data < 2500 32 6,2 tersebut telah dinyatakan valid dan reliabel 2000 – 4000 468 90,3 karena dibuat oleh petugas puskesmas. Analisis data menggunakan Korelasi > 4000 18 3,5 Linier Pearson untuk melihat hubungan Total 518 100 Berdasarkan Tabel 1 diatas, dari total 518 orang bayi terdapat 468 orang

Rizkie Ayu Wahyunda, Hubungan Status Gizi, Anemia... 119 bayi yang dilahirkan dengan berat normal orang (80,1%) dari total keseluruhan 518 yaitu antara berat 2500 – 4000 gram. orang ibu. Sedangkan sebanyak 7,9% ibu Sedangkan sisanya dilahirkan dengan berat melahirkan pada saat usia kurang dari 20 lahir rendah (kurang dari 2500 gram) tahun dan melahirkan di usia lebih dari 35 sebanyak 32 orang bayi (6,2%) dan berat tahun sebanyak 12,0%. lahir tinggi (lebih dari 4000 gram) sebanyak 18 orang bayi (3,5%). Karakteristik ibu berdasarkan status gizi ibu dikategorikan menjadi status gizi Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis normal dan status gizi kurang. Seorang ibu dikatakan mempunyai status gizi normal Kelamin Bayi di Kecamatan apabila pengukuran LILA menunjukkan hasil lebih dari atau sama dengan 23,5 cm. Semampir Kota Surabaya Begitu juga sebaliknya, apabila ibu mempunyai LILA kurang dari 23,5 cm Tahun 2016 maka ibu tersebut mempunyai status gizi kurang atau buruk (malnutrisi). Hasil Jenis Frekuensi Persentase disribusi frekuensi status gizi dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Kelamin (%) Laki-laki 264 51 Perempuan 254 49 Total 518 100 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Tabel 2 diketahui Ibu di Kecamatan Semampir bahwa mayoritas bayi di Kecamatan Semampir Kota Surabaya berjenis kelamin Kota Surabaya Tahun 2016 laki-laki yaitu sebesar 51% dari total bayi 518 orang. Sedangkan sebanyak 49% bayi Status Gizi Frekuensi Persentase berjenis kelamin perempuan. (%) Usia ibu saat melahirkan Normal 411 85,1 dikategorikan menjadi usia kurang dari 20 tahun, usia 20 sampai 35 tahun, dan usia Kurang 77 14,9 lebih dari 35 tahun. Usia ibu yang berisiko terhadap berat bayi lahir adalah usia Total 518 100 kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Sedangkan usia antara 20 hingga 35 Berdasarkan Tabel 4 diatas terdapat tahun merupakan usia ibu hamil yang tidak 411 orang ibu (85,1 %) yang mempunyai berisiko. status gizi normal dari total keseluruhan 518 orang ibu. Sedangkan sisanya sebanyak 77 orang (14,9 %) mempunyai status gizi kurang. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Paritas di Tabel 5. Distribusi Frekuensi Anemia di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016 Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016 Usia Ibu Frekuensi Persentase Anemia Frekuensi Persentase (%) (%) < 20 tahun 41 7,9 Tidak 420 81,1 Anemia 20 – 35 tahun 415 80,1 Anemia 98 18,9 > 35 tahun 62 12,0 Total 518 100 Total 518 100 Hasil dari tabel diatas menunjukkan Anemia pada ibu hamil dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu bahwa sebagian besar ibu melahirkan pada tidak anemia dengan kadar Hb dalam darah usia 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 415 sebesar 11 g% dan menderita anemia

120 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:115-126 dengan kadar Hb dalam darah kurang dari Tabel 7. Hasil Pengujian Asumsi 11 g%. Distribusi frekuensi pada tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 420 orang Normalitas ibu (81,1%) yang tidak mengalami anemia. Sedangkan sebanyak 98 orang ibu (18,9%) Variabel Variabel P-value mengalami anemia pada masa kehamilan. Dependen Independen Berat Bayi Status Gizi 0,051 Lahir Anemia Tabel 6. Distribusi Frekuensi Paritas di Paritas Kecamatan Semampir Kota Berikut adalah hipotesis yang digunakan dalam analisis korelasi linier Surabaya Tahun 2016 pearson: H0 : Tidak ada hubungan antara status Paritas Frekuensi Persentase (%) gizi, anemia dan paritas dengan berat bayi lahir < 2 185 35,7 H1 : Ada hubungan antara status gizi, anemia dan paritas dengan berat 2–4 312 60,2 bayi lahir > 4 21 4,1 Total 518 100 Karakteristik ibu berdasarkan Tabel 8. Hasil Pengujian Korelasi Linier paritas dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang dari 2 kali, 2 sampai 4 kali dan Pearson lebih dari 4 kali. Berdasarkan distribusi frekuensi pada tabel 6 diperoleh hasil Variabel P-value Koef. bahwa terdapat 312 orang (60,2%) yang Korelasi mempunyai paritas 2-4 kali. Sedangkan sebanyak 185 orang (35,7%) mempunyai Berat Bayi 0,017 0,105 paritas kurang dari 2 kali dan sebanyak 21 Lahir*Status Gizi orang (4,1%) mempunyai paritas lebih dari 4 kali. Berat Bayi 0,857 -0,008 Lahir*Anemia Pengujian Korelasi Linier Pearson Berat Bayi 0,000 0,168 Salah satu syarat yang harus Lahir*Paritas terpenuhi dalam pengujian korelasi linier pearson adalah data harus berdistribusi Berdasarkan hasil pengujian normal. Hipotesis yang digunakan dalam Korelasi Linier Pearson dapat diketahui uji normalitas adalah sebagai berikut: bahwa terdapat 2 variabel yang H0 : Sampel berdistribusi normal mempunyai nilai p-value kurang dari α = H1 : Sampel tidak berdistribusi normal 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Berdasarkan Tabel 7 diperoleh Variabel tersebut yang berhubungan hasil p-value sebesar 0,051 lebih dari α = dengan berat bayi lahir di Kecamatan 0,05 berarti H0 diterima artinya sampel Semampir Kota Surabaya pada tahun 2016 berdistribusi normal. Hasil uji normalitas antara lain status gizi (0,017) dan paritas antara status gizi, anemia, paritas sebagai (0,000). Sedangkan anemia tidak variabel independen dan variabel dependen berhubungan dengan berat bayi lahir yaitu berat bayi lahir tersebut dapat dengan nilai p-value = 0,857. digunakan untuk uji korelasi linier pearson karena telah memenuhi syarat uji Hasil koefisien korelasi yang normalitas. diperoleh berdasarkan pengujian korelasi linier person yaitu status gizi sebesar 0,105, anemia sebesar -0,008 dan paritas sebesar 0,168. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa status gizi dan paritas mempunyai hubungan sangat

Rizkie Ayu Wahyunda, Hubungan Status Gizi, Anemia... 121 rendah dengan berat bayi lahir dan hubungan yang sangat rendah dengan berhubungan searah. Sedangkan anemia kejadian berat bayi lahir. Nilai tersebut dengan berat bayi lahir berhubungan menunjukkan hubungan yang searah terbalik dan sangat rendah dengan berat karena bernilai positif (+) artinya apabila bayi lahir. status gizi ibu selama kehamilan baik dan tidak berisiko maka bayi yang dilahirkan PEMBAHASAN akan mempunyai berat bayi normal. Begitu juga sebaliknya, apabila ibu dengan status Hubungan Antara Status Gizi dan Berat gizi buruk (malnutrisi) dan berisiko dapat Bayi Lahir melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Status gizi seorang ibu dapat dilihat melalui antropometri ibu saat hamil dengan Hasil tersebut sesuai dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) dan penelitian yang dilakukan oleh Suwarni, mengukur lingkar lengan atas (LILA). IMT et.al., (2016) tentang hubungan antara dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu, paritas, LILA, kadar Hb dan usia ibu hamil kurang (IMT kurang dari 18,5), normal dengan berat bayi lahir. Penelitian ini (IMT 18,5 – 25), overweight (IMT 25,1 – menyatakan bahwa terdapat hubungan 27) dan obesitas (IMT lebih dari 27). antara LILA sebagai indikator status gizi Sedangkan apabila LILA ibu lebih dari ibu dengan berat bayi lahir dengan nilai p atau sama dengan 23,5 cm maka status gizi sebesar 0,001. Penelitian tersebut ibu tersebut normal. Mariyatul, et.al., menunjukkan bahwa ibu hamil dengan (2014) menyebutkan bahwa LILA ibu status gizi kurang (LILA kecil kurang dari hamil berhubungan dengan kejadian bayi 23,5 cm) mempunyai risiko 22,168 kali lahir mati. Ibu hamil dengan LILA kurang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan dari 23,5 cm mempunyai peluang 14 kali berat lahir rendah (BBLR). lebih besar mengalami kejadian bayi lahir mati dibandingkan dengan ibu hamil Penelitian yang sama juga dengan LILA lebih dari sama dengan 23,5 dilakukan oleh Suryaningsih (2010) di cm. Sehingga perlu adanya perhatian dari RSU Dr. Soetomo Surabaya yang pihak terkait terhadap ibu dengan berat menyebutkan bahwa terdapat hubungan (status gizi) prahamil kurang dan LILA yang signifikan antara status gizi ibu kurang dari 23,5 cm agar tidak berisiko selama kehamilan dengan berat badan bayi melahirkan bayi dengan kejadian BBLR lahir. Nilai p yang diperoleh pada maupun bayi lahir mati. penelitian tersebut yaitu sebesar 0,000. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Berdasarkan hasil analisis yang Yulianti dan Hargiono (2016), ibu dengan dilakukan dengan menggunakan pengujian status gizi normal akan melahirkan bayi korelasi linier pearson menunjukkan nilai p normal dan tidak BBLR karena aliran = 0,017. Sehingga dapat disimpulkan makanan melalui plasenta dari ibu ke janin bahwa H0 ditolak artinya terdapat berjalan baik sehingga terpenuhinya nutrisi hubungan antara status gizi ibu saat hamil yang dibutuhkan oleh janin. Pada dengan terjadinya berat bayi lahir. Hal penelitian tersebut menghasilkan nilai tersebut diperoleh berdasarkan pengujian sebesar 0,013 maka H0 ditolak artinya terhadap 518 ibu hamil dengan rincian 411 terdapat hubungan antara status gizi ibu mempunyai status gizi normal dan 77 dengan kejadian BBLR di RSUD DR sisanya mempunyai status gizi yang tidak Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. normal atau berisiko. Ibu yang mempunyai status gizi Nilai koefisien korelasi yang buruk (malnutrisi) dapat berakibat pada dihasilkan dalam pengujian adalah sebesar pertumbuhan janin yang buruk pula serta 0,105 yang berarti status gizi mempunyai berdampak pada kelahiran bayi dengan retardasi pertumbuhan. Selain itu, ibu

122 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:115-126 dengan status gizi lebih juga berisiko Berdasarkan penelitian yang mengalami keguguran, bayi lahir mati dan dilakukan mengenai anemia dan berat bayi prematur serta melahirkan anak yang lahir pada 518 ibu hamil dengan 98 ibu menderita diabetes dan penyakit jantung menderita anemia dan sisanya 420 ibu (Anggraeni dan Subakti, 2013). Menurut tidak anemia menunjukkan hasil nilai p Soetjiningsih (1995) agar bayi tidak sebesar 0,857 sehingga H0 diterima. Hal mengalami BBLR saat dilahirkan, ibu tersebut dapat dikatakan bahwa anemia perlu diberi suplementasi gizi saat masa tidak berhubungan dengan kejadian berat kehamilan. Waktu yang baik untuk bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota memberikan suplementasi gizi tersebut Surabaya pada tahun 2016. pada ibu hamil adalah saat trimester II dan III. Pada waktu tersebut pertumbuhan janin Nilai koefisien korelasi yang berjalan sangat cepat sehingga dapat dihasilkan yaitu sebesar – 0,008 artinya menurunkan dampak BBLR. hubungan antara anemia dengan kejadian berat bayi lahir sangat rendah bahkan dapat Namun penelitian yang dilakukan dikatakan tidak berhubungan karena oleh Kusmawati (2012) tidak sesuai mendekati nilai 0. Tanda negatif (–) dengan penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan antara kedua variabel beberapa peneliti diatas. Berdasarkan tersebut berhubungan terbalik atau penelitian tersebut status gizi ibu hamil berlawanan arah. Apabila seorang ibu tidak mempunyai hubungan yang hamil tidak mengalami anemia maka bayi signifikan dengan bayi berat lahir rendah yang dilahirkan berisiko mempunyai berat (BBLR) di RSUDZA Banda Aceh tahun lahir rendah maupun tinggi. Begitu juga 2012. Hasil uji statistik menunjukkan sebaliknya, ibu dengan anemia pada masa bahwa nilai p yang diperoleh adalah kehamilan dapat melahirkan bayi dengan sebesar 1,000. berat lahir normal. Hubungan Antara Anemia dan Berat Berdasarkan penelitian yang Bayi Lahir dilakukan oleh Lidiya (2016) tentang hubungan anemia pada ibu hamil dengan Seorang wanita saat masa berat badan bayi lahir di RSUD Dr. H. kehamilan dapat dikatakan mengalami Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun anemia apabila kekurangan kadar Hb 2015 didapatkan nilai p = 0,850 yang dalam darah. Kadar Hb normal pada berarti H0 diterima. Hasil tersebut wanita hamil adalah 11 gr %. Berdasarkan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kadar Hb tersebut anemia pada wanita saat yang signifikan antara anemia pada ibu masa kehamilan dapat digolongkan hamil dengan berat badan bayi lahir. menjadi 3, yaitu anemia ringan (Hb 9 – 10 gr %), anemia sedang (Hb 7 – 9 gr %) dan Penelitian diatas tidak sejalan anemia berat (Hb 5 – 7 gr %). Anemia dengan penelitian yang dilakukan oleh pada ibu hamil merupakan anemia akibat Wijaya (2013) yang menyebutkan bahwa defisiensi Fe yang disebabkan oleh terdapat hubungan antara anemia pada ibu kurangnya konsumsi makanan bergizi yang hamil dengan kejadian bayi berat lahir mengandung Fe. Anemia hamil disebut rendah di RSUD Raden Mattaher Jambi. juga sebagai potensial yang Berdasarkan uji statistik yang telah membahayakan bagi ibu dan anak dilakukan menunjukkan hasil p = 0,026. (potential danger to mother and child) oleh Penelitian dengan hasil sejenis juga sebab itu perlu mendapatkan perhatian dari dilakukan oleh Suwarni, et al. (2016) semua pihak dalam upaya menurunkan dengan hasil p – value = 0,001 yang berarti jumlah BBLR (Manuaba, 2007). bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Hb (anemia) dengan berat lahir bayi di Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut periode tahun 2012.

Rizkie Ayu Wahyunda, Hubungan Status Gizi, Anemia... 123 Berdasarkan penelitian tersebut ibu dengan kejadian berat bayi lahir. Nilai korelasi kadar Hb berisiko mempunyai peluang linier pearson yang dihasilkan yaitu p = 20,907 kali lebih besar untuk melahirkan 0,000 sehingga H0 ditolak. Hasil tersebut BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak diperoleh berdasarkan pengujian pada 518 berisiko. ibu dengan 312 ibu mempunyai paritas tidak berisiko antara 2 – 4 kali sedangkan Hartanti (2010) menyebutkan sisanya sebesar 206 ibu mempunyai paritas bahwa kejadian anemia pada ibu hamil berisiko yaitu kurang dari 2 dan lebih dari trimester III mempunyai hubungan yang 4 kali. bermakna dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Hasil uji statistik menunjukkan Koefisien korelasi pearson yang nilai p yang diperoleh adalah sebesar 0,001 dihasilkan melalui uji statistik terkait kurang dari 0,05. Pada trimester ketiga hubungan paritas terhadap berat bayi lahir wanita hamil cenderung terkena anemia adalah sebesar 0,168. Hubungan yang karena pada masa ini janin menimbun terjadi antara kedua variabel tersebut cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sangat lemah karena mendekati nilai 0 sebagai persediaan saat bulan pertama (nol). Koefisien korelasi tersebut bernilai sesudah lahir. Kehamilan berulang atau positif (+) sehingga dapat dikatakan jarak antar kehamilan yang terlalu dekat sebagai hubungan searah yang berarti juga dapat menyebabkan anemia pada ibu apabila ibu dengan paritas tidak berisiko 2 hamil (Sinsin, 2008). – 4 kali akan melahirkan bayi dengan berat lahir normal. Sedangkan ibu yang Hasil tersebut sesuai dengan teori mempunyai paritas kurang dari 2 atau lebih yang menyatakan bahwa anemia pada ibu dari 4 berisiko melahirkan bayi dengan saat masa kehamilan yang mengakibatkan berat lahir rendah. rendahnya kadar Hb dalam darah akan berdampak baik secara langsung maupun Hasil penelitian diatas sesuai tidak langsung terhadap imunitas dan berat dengan penelitian yang dilakukan oleh badan lahir bayi. Menurut Syafrudin dan Endriana, et.al., (2012) yang menyebutkan Hamidah (2009) kejadian anemia pada ibu bahwa ada hubungan paritas ibu dengan hamil dapat terjadi karena pada masa berat bayi lahir di RB Citra Insani kehamilan ibu tidak mengkonsumsi tablet Semarang dengan nilai p = 0,007 serta Fe (zat besi) sesuai yang dianjurkan yaitu terdapat hubungan yang positif (r = 0,198). minimal 90 tablet. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi paritas ibu yang melahirkan Hubungan Antara Paritas dan Berat semakin besar berat bayi yang dilahirkan. Bayi Lahir Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum, et.al., (2015) tentang Paritas adalah banyaknya kelahiran hubungan paritas dengan berat bayi lahir di hidup yang dimiliki oleh seorang wanita. Rumah Sakit Umum Daerah DR. Wahidin Paritas dapat dikategorikan menjadi 3, Sudiro Husodo Mojokerto juga antara lain primipara (wanita yang pernah menyatakan bahwa ada hubungan antara melahirkan satu kali satu janin), multipara paritas dengan berat bayi lahir. Penelitian (wanita yang pernah melahirkan bayi dengan hasil sejenis juga disebutkan oleh viabel/hidup beberapa kali) dan Mahu (2016) bahwa paritas mempunyai grandemultipara (wanita yang telah hubungan yang bermakna dengan kejadian melahirkan 5 orang anak atau lebih) BBLR di RSUD Ben Mboi Ruteng dengan (Manuaba, 2010). nilai p = 0,029. Hasil penelitian yang dilakukan di Menurut penelitian yang telah Kecamatan Semampir Kota Surabaya dilakukan oleh Trihardiani (2011), ibu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempunyai paritas lebih dari sama yang signifikan antara paritas dengan dengan empat kali berisiko 5,3 kali untuk

124 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:115-126 melahirkan BBLR dibandingkan ibu paritas adalah sangat lemah dengan nilai dengan paritas kurang dari empat. koefisien korelasi mendekati 0 (nol) Mahayana et.al., (2015) juga menyebutkan sehingga dapat disimpulkan bahwa masih bahwa ibu hamil dengan paritas lebih dari terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh 4 kali memiliki risiko 4,50 kali lebih besar terhadap berat bayi lahir. melahirkan BBLR dibandingkan ibu dengan paritas kurang dari 4 kali. Hubungan status gizi dengan berat bayi lahir bernilai positif sehingga dapat Namun bebarapa penelitian tersebut dikatakan sebagai hubungan searah, artinya diatas tidak sesuai dengan penelitian yang semakin baik status gizi ibu maka bayi dilakukan oleh Alya (2014) di Rumah yang dilahirkan akan mempunyai berat Sakit Ibu dan Anak di Banda Aceh Tahun lahir normal. Sama halnya dengan status 2013. Penelitian tersebut menyebutkan gizi, hubungan antara paritas dengan berat bahwa paritas tidak berhubungan secara bayi lahir adalah searah sehingga dapat signifikan dengan kejadian BBLR dengan disimpulkan bahwa ibu dengan paritas nilai p = 1,000. Penelitian dengan hasil tidak berisiko yaitu antara 2 – 4 kali dapat yang sama juga dilakukan oleh Pinontoan meningkatkan terjadinya kelahiran bayi dan Tambokan (2015) tentang hubungan dengan berat lahir normal. Sedangkan umur dan paritas ibu dengan kejadian bayi hubungan antara anemia dengan berat bayi berat lahir rendah. Berdasarkan penelitian lahir bernilai negatif maka hubungan tersebut diperoleh hasil nilai p = 0,137 tersebut dikatakan berlawan arah atau lebih dari α (0,05), sehingga dapat terbalik yang berarti seorang ibu tidak disimpulkan bahwa tidak ada hubungan mengalami anemia selama kehamilan yang signifikan antara paritas dengan berisiko melahirkan bayi berat lahir kejadian BBLR di ruangan NICU RSUP rendah. Agar bayi yang dilahirkan oleh Prof. DR. R.D. Kandou Manado. seorang ibu mempunyai berat bayi lahir normal maka intervensi yang dapat SIMPULAN dilakukan adalah menjaga status gizi ibu selama masa kehamilan dengan Berdasarkan uraian hasil penelitian memperhatikan asupan makanan dalam dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemenuhan gizi, mengkonsumsi tablet Fe di Kecamatan Semampir Kota Surabaya sesuai dengan yang dianjurkan sehingga Tahun 2016, karakteristik bayi yang tidak mengalami anemia selama masa dilahirkan mayoritas berjenis kelamin laki- kehamilan serta mempersiapkan dan laki dan mempunyai berat badan lahir mengatur jarak kehamilan. Pengawasan normal antara 2000 – 4000 gram. kepada ibu hamil secara rutin oleh tenaga Sedangkan karakteristik ibu berdasarkan kesehatan sangat diperlukan agar ibu hamil usia, status gizi, anemia dan paritas tersebut terpantau kesehatannya dan segera mayoritas melahirkan saat berusia antara mendapatkan tindakan yang sesuai apabila 20 sampai 35 tahun, mempunyai status gizi terjadi gangguan terhadap kehamilan. normal dengan ukuran LILA lebih dari Selain itu, karena hubungan yang terjadi 23,5 cm, tidak menderita anemia saat antara status gizi, anemia dan paritas kehamilan dan mempunyai paritas tidak dengan berat bayi lahir sangat lemah maka berisiko antara 2 sampai 4 kali. untuk peneliti selanjutnya disarankan agar dapat menemukan faktor lain yang lebih Berdasarkan uji statistik Korelasi berhubungan serta mempunyai hubungan Linier Pearson menunjukkan bahwa yang sangat kuat dengan kejadian berat terdapat hubungan antara status gizi dan bayi lahir di Kecamatan Semampir Kota paritas dengan berat bayi lahir. Sedangkan Surabaya. variabel yang tidak berhubungan dengan berat bayi lahir adalah anemia. Hubungan yang terjadi antara status gizi, anemia dan

Rizkie Ayu Wahyunda, Hubungan Status Gizi, Anemia... 125 DAFTAR PUSTAKA Nasional, Vol. 7 No. 3: 111-119. Alya, D. 2014. Faktor-faktor yang [http://dx.doi.org/10.21109/kesmas. Berhubungan dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah v7i3.57]. Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun 2013. Skripsi. STIKes Kemenkes RI. 2014. Riskesdas 2013. U’Budiyah Banda Aceh. Jakarta: Badan Penelitian dan Andrian, D., Ezy, Z.N. 2015. Hubungan Umur dan Paritas Ibu dengan Pengembangan Kesehatan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Kemenkes RI. Daerah Dr Ahmad Mochtar Kota Bukittinggi Tahun 2014. Jurnal Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Ilmu Kesehatan ‘Afiyah, Vol. 2 No. 2. Indonesia 2014. Jakarta: Pusat Data Anggarani, D.R., Subakti, Y. 2013. Kupas dan Informasi Kesehatan. Tuntas Seputar Kehamilan. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Kemenkes RI. 2016. Situasi Balita Pendek. BPS. 2012. Angka Kematian Bayi (AKB). Jakarta: Pusat Data dan Informasi Jakarta: Badan Pusat Statistik. Kesehatan. Dinkes Kota Surabaya. 2015. Profil Kesehatan Kota Surabaya Tahun Kusmawati, N. 2012. Hubungan Status 2015. Surabaya: Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2015. Profil Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014. Surabaya: Dinas di RSUD DR. Zainoel Abidin Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Banda Aceh Tahun 2012. Skripsi. Endriana, S.D., Indrawati, N.D., Rahmawati, A. 2012. Hubungan Universitas Syiah Kuala Umur dan Paritas Ibu dengan Berat Bayi Lahir di RB Citra Insani Darussalam Banda Aceh. Semarang Tahun 2012. Jurnal Kebidanan, Vol. 2 No. 1: 77-83. Lidiya, A. 2016. Hubungan Anemia pada [https://doi.org/10.26714/jk.2.1.201 3.%25p]. Ibu Hamil dengan Berat Badan Faqih, A. 2010. Kependudukan – Teori, Bayi Lahir di RSUD Dr. H. Moch. Fakta dan Masalah. Yogyakarta: Dee Publish. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun Hartanti, A. 2010. Hubungan Anemia Ibu 2015. Skripsi. STIKES Sari Mulia Hamil Trimester III dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Banjarmasin. (BBLR) di RSUD Pandan Arang Boyolali. Karya Tulis Ilmiah. Lusiana, N., Andriyani, R., Megasari, M. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2015. Buku Ajar Metodologi Karima, K., Achadi, E.L. 2012. Status Gizi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Ibu dan Berat Badan Lahir Bayi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Deepublish. Mahayana, S.A.S., Chundrayetti, E., Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr.M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 4 No.3: 664-673. Mahu, S.D. 2016. Hubungan antara Usia dan Jumlah Paritas pada Ibu Bersalin dengan Kejadian BBLR di RSUD Ben Mboi Ruteng. Skripsi. Universitas Airlangga Surabaya. Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan

126 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:115-126 Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Syafrudin, Hamidah. 2009. Kebidanan Kedokteran EGC. Mariyatul, Triawanti, Noor, M.S. 2014. Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Lahir Mati Kedokteran EGC. di Kabupaten Banjar Periode 2011 – 2012. Jurnal Publikasi Kesehatan Trihardiani, I., 2011. Faktor Risiko Masyarakat Indonesia, Vol. 1 No. 1: 52-59. Kejadian Berat Badan Lahir [http://dx.doi.org/10.20527/jpkmi.v 1i1.601] Rendah di Wilayah Kerja Ohlsson, A., Shah, P. 2008. Determinants and Prevention of Low Birth Puskesmas Singkawang Timur dan Weight: A Sypnosis of The Evidence. Canada: Institute of Utara Kota Singkawang. Skripsi. Health Economics. Pinontoan, V. M., Tombokan, S.G.J. 2015 Universitas Diponegoro. Hubungan Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Turhayati, E. R. 2006. Hubungan Rendah. Jurnal Ilmiah Bidan, Vol. 3 No. 1: 20-25. Pertambahan Berat Badan Selama Sinsin, I. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak Masa Kehamilan dan Kehamilan dengan Berat Lahir Persalinan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Bayi di Sukaraja Bogor Tahun Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang 2001 – 2003. Jurnal Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Masyarakat Nasional, Vol. 1 No. 3: Sunarti, E. 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menyenangkan. 139-144. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [http://dx.doi.org/10.21109/kesmas. Suryaningsih, A. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Lahir v1i3.310]. Bayi di RSU DR. Soetomo Surabaya. Skripsi. Universitas Wahyuningrum, T., Saudah, N., and Airlangga Surabaya. Suwarni, Y., Noor, M.S., Rahayu, A. 2016. Novitasari, W.W. 2013. Hubungan Hubungan Antara Paritas, LILA, Kadar Hb dan Usia Ibu Hamil Paritas dengan Berat Bayi Lahir di dengan Berat Lahir Bayi (Studi Observasi di Kecamatan Pelaihari Rumah Sakit Umum Daerah DR. Kabupaten Tanah Laut Periode Tahun 2012). Journal of Public Wahidin Sudiro Husodo Health Publivations Indonesia, Vol. 1 No. 1: 60-66. Mojokerto. Jurnal Kebidanan Widwiferia, Vol. 1 No. 2: 87-92. [http://doi.org/10.21070/mid.v1i2.3 52]. Widyastuti, P., 2009. Faktor-Faktor Risiko Ibu Hamil yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ampel 1 Boyolali Tahun 2008. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Wijaya, R.S., Elrifda, S., Noerjasin, H. 2013. Hubungan Anemia Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Artikel Ilmiah. Universitas Jambi. Yulianti, I., Hargiono, R.A. 2016. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSUD DR Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. SURYA Vol. 8 No. 3: 56-62.

INTERAKSI SOSIAL ASOSIATIF EKS PENDERITA KUSTA DI DUSUN SUMBERGLAGAH, KABUPATEN MOJOKERTO ASSOCIATIVE SOCIAL INTERACTIONS OF EX-LEPROSY PATIENTS IN SUMBERGLAGAH VILLAGE OF MOJOKERTO REGENCY Rena Ratri Anggoro1, Mochammad Bagus Qomaruddin2 1Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Jl Jend A Yani No 118A Surabaya 60231, Indonesia 2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Alamat Korespondensi: Rena Ratri Anggoro Email : [email protected] ABSTRACT Ex-leprosy patients still got stigma and discrimination from community although they had been cured. The stigma from community has been raising psychological and social problems that can affect their social interaction. This study aimed to describe associative social interactions of ex-leprosy patients in Sumberglagah Village of Mojokerto Regency based on the concept of social health aspect. The study employed descriptive qualitative method with the data collection techniques including observation, interview, and documentation. The instrument used in this study was interview guidelines. In this case, interview was conducted with 11 informants consisting of 8 ex leprosy patients as informants and 3 public figures as key informants. Informants were chosen based on characteristics that had been determined by the researcher. Besides, aspects examined in this study included cooperation, accommodation, and assimilation between ex-leprosy patients and other communities. Data were analyzed through several phases including reduction, data presentation, and drawing the conclusion. The results showed that first, the form of coorporation occurring between ex-leprosy patients and other communities was a bargaining process. Second, accomodation that occurred between ex-leprosy patients and other communities was tolerance. In this circumstance, ex-leprosy patients served the other communities with wrapped drinks and foods. Third, the assimilation aspect was marriage. It could be concluded from the study that the associative interactions that occurred could realize the patterns of good social interaction to support the realization of good social health conditions for ex-leprosy patients in Sumberglagah Village. Keywords: social interaction, associative, ex-leprosy patient ABSTRAK Eks penderita kusta masih mendapat stigma dan diskriminasi dari masyarakat meskipun telah dinyatakan sembuh secara medis. Selain mempengaruhi kondisi psikologis, adanya stigma dan penolakan dari masyarakat dapat menimbulkan masalah sosial yang dapat mempengaruhi interaksi sosial khususnya bagi eks penderita kusta. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan interaksi sosial asosiatif eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah, Kabupaten Mojokerto berdasarkan konsep sehat dari aspek sosial. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan 11 orang yaitu 8 orang eks penderita kusta sebagai informan dan 3 orang tokoh masyarakat sebagai informan kunci. Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini meliputi kerja sama, akomodasi, dan asimilasi yang dilakukan oleh eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis melalui tahap reduksi, penyajian data, selanjutnya penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerja sama yang terjadi adalah dalam hal jual beli. Akomodasi yang terjadi yaitu dalam bentuk toleransi dengan menjamu masyarakat luar dengan makanan dan minuman yang berbungkus. Asimilasi yang yang terjadi yaitu dalam hal pernikahan. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu interaksi asosiatif yang terjadi dapat mewujudkan pola interaksi sosial yang baik. Hal ini dapat mendukung terwujudnya kondisi kesehatan sosial yang baik bagi eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah. Kata Kunci: interaksi sosial, asosiatif, eks penderita kusta PENDAHULUAN konsep sehat dari World Health Organization (1948) kondisi kesehatan Kesehatan merupakan salah satu individu tidak hanya dilihat dari dimensi aspek penting dalam menunjang kesehatan fisik, namun juga dilihat dari kesejahteraan manusia. Berdasarkan dimensi kesehatan mental dan sosial ©2019 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl14il.2019.127-137 Received 3 August 2018, received in revised form 20 February 2019, Accepted 21 February 2019, Published online: July 2019

128 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:127-137 sehingga dapat mendukung individu Dusun Sumberglagah merupakan tersebut untuk melakukan aktivitas secara optimal. Adanya suatu penyakit yang salah satu dusun yang berada di Desa dialami individu dapat menimbulkan dampak pada kondisi fisik, mental/psikis, Tanjung Kenongo, Kecamatan Pacet, maupun sosialnya (Azahra, 2013). Salah satu penyakit yang dapat menimbulkan Kabupaten Mojokerto. Dusun dampak pada kesehatan fisik, mental/psikis, maupun sosial yaitu penyakit kusta. Sumberglagah dijuluki sebagai kampung Penyakit kusta merupakan salah kusta karena masyarakat yang tinggal di satu penyakit menular kronis yang disebabkan oleh mycobacterium leprae dusun tersebut mayoritas adalah mantan yang bisa masuk melalui kulit dan mukosa hidung (Depkes RI, 2007). Berdasarkan pasien kusta yang telah dinyatakan sembuh data World Health Organization (WHO), sejak tahun 2006 hingga tahun 2013 oleh Rumah Sakit Kusta Sumberglagah. Di Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kusta tertinggi yang Dusun Sumberglagah terdapat Rumah Sakit menempati peringkat ke 3 dunia setelah India dan Brazil. Banyaknya kasus kusta di Kusta Sumberglagah yang dinobatkan Indonesia hingga saat ini masih menimbulkan berbagai stigma dan rasa sebagai rumah sakit kusta terbesar di takut di masyarakat. Stigma dan rasa takut tersebut muncul akibat kecacatan yang Indonesia. Pasien yang berobat di Rumah dialami penderita kusta. Sakit Kusta Sumberglagah berasal dari Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia pada tahun 2015, jumlah berbagai daerah baik dari Provinsi Jawa penderita kusta yang mengalami kecacatan tingkat I sebanyak 2.082 jiwa, sedangkan Timur maupun luar Jawa Timur (Shobihah, penderita kusta yang mengalami kecacatan tingkat II yaitu sebanyak 1.687 jiwa. 2014). Eks penderita kusta yang saat ini Menurut Munir (2001) adanya kecacatan tersebut menimbulkan ketidakmampuan tinggal di Dusun Sumberglagah menempati penderita kusta dalam melaksanakan fungsi sosial secara normal, kehilangan status tanah seluas 51.050 m2 yang berada tepat di sosial secara progresif, serta terisolasi dari masyarakat, keluarga dan teman-temannya. sebelah timur Rumah Sakit Sumberglagah. Menurut data profil kesehatan Tanah tersebut disediakan oleh Dinas Sosial Indonesia, Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah kasus baru kusta Kabupaten Mojokerto. (Aulya & Zain, tertinggi di Indonesia yaitu sebanyak 4.116 kasus pada tahun 2014 dan 4.013 kasus 2016). pada tahun 2015. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut Provinsi Jawa Timur Secara fisik, penyakit kusta dapat telah memiliki 2 rumah sakit kusta yaitu Rumah Sakit Kusta Kediri dan Rumah Sakit membawa dampak kecacatan jika penderita Kusta Sumberglagah. Keberadaan Rumah Sakit tersebut menjadi sarana bagi penderita kusta terlambat melakukan pengobatan kusta untuk melakukan pengobatan. (Depkes RI, 2007). Sedangkan secara psikis penyakit kusta dapat menimbulkan goncangan mental pada penderitanya akibat adanya stigma dan penolakan dari masyarakat. Keberadaan kelompok eks penderita kusta yang lebih memilih menetap di Dusun Sumberglagah daripada kembali ke daerah asalnya menunjukkan keadaan bahwa sulit bagi eks penderita kusta untuk kembali bergabung dengan masyarakat. Sepanjang sejarah penderita kusta menjadi terasing, tidak dapat memainkan peran sosial, bahkan karena penyakit yang diderita dapat menyebabkan kecacatan, penderita kusta dijadikan orang terbuang (Luka, 2010). Selain mempengaruhi kondisi psikologis, adanya stigma dan penolakan dari masyarakat dapat menimbulkan masalah sosial yang dapat mempengaruhi interaksi sosial khususnya bagi eks penderita kusta. Bentuk interaksi sosial yang terjadi di masyarakat meliputi interaksi asosiatif dan disosiatif. Interaksi

Rena Ratri Anggoro dan Mochammad Bagus Qomaruddin, Interaksi Sosial Asosiatif Eks... 129 asosisatif merupakan interaksi yang Informan pada penelitian ini yaitu eks mengarah pada terjadinya persatuan. penderita kusta di Dusun Sumberglagah. Interaksi asosiatif terjadi dalam bentuk Cara penentuan informan dalam penelitian kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. ini yaitu dipilih berdasakan kriteria yang Sedangkan interaksi disosiatif merupakan ditentukan oleh peneliti. Kriteria inklusi interaksi yang mengarah pada terjadinya informan penelitian yaitu eks penderita perpecahan. Interaksi disosiatif terjadi kusta yang telah tinggal di Dusun dalam bentuk persaingan, kontravensi, dan Sumberglagah minimal 6 bulan dan pertentangan (Soekanto, 2013). bersedia dilibatkan sebagai informan penelitian. Eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah juga merupakan makhluk Teknik pengumpulan data sosial yang pada hakikatnya juga tidak bisa menggunakan data primer dan data hidup tanpa membutuhkan dan berinteraksi sekunder. Data primer diperoleh dari proses dengan orang lain, khususnya masyarakat wawancara mendalam dan observasi. Data sekitar di luar Dusun Sumberglagah. sekunder diperoleh melalui kajian literatur Masyarakat merupakan suatu sistem yang dan data penunjang lainnya yang diperoleh terorganisasi yang terbentuk melalui dari kepala dusun dan Rumah Sakit Kusta interaksi antara individu dalam masyarakat. Sumberglagah. Guna mendapatkan data Oleh karena itu interaksi yang terjadi dalam yang reliabel dan valid, penelitian ini masyarakat memiliki suatu pola (Macionis, menggunakan triangulasi sumber dan 1989). Penelitian ini bertujuan untuk teknik. Triangulasi sumber dilakukan mendeskripsikan pola interaksi asosiatif dengan melakukan wawancara mendalam yang terjadi pada eks penderita kusta di pada eks penderita kusta di Dusun Dusun Sumberglagah, Kabupaten Sumberglagah dan tokoh masyarakat di Mojokerto. Desa Tanjung Kenongo. Sedangkan triangulasi teknik yang dilakukan yaitu METODE PENELITIAN menggunakan teknik wawancara dan observasi. Proses analisis data dilakukan Metode penelitian ini menggunakan bertahap yaitu meliputi pengumpulan data pendekatan kualitatif yang menghasilkan mentah, reduksi data, penafsiran data, dan kata-kata atau lisan dari subjek penelitian. data kemudian dianalisis dengan penarikan Desain penelitian ini menggunakan desain kesimpulan. deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu HASIL atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi. Penelitian dilakukan di Karakteristik Informan Dusun Sumberglagah, Desa Tanjung Kenongo, Kabupaten Mojokerto pada bulan Berdasarkan hasil pada Tabel 1, Mei tahun 2017. Aspek yang diamati pada dapat diketahui bahwa eks penderita kusta penelitian ini yaitu interaksi asosiatif eks yang menjadi informan pada penelitian ini penderita kusta di Dusun Sumberglagah yaitu berasal dari berbagai daerah. Saat meliputi perilaku kerja sama, akomodasi telah dinyatakan sembuh mereka enggan dan asimilasi. untuk kembali ke daerah asalnya. Mereka lebih memilih tinggal di Dusun Jumlah seluruh informan pada Sumberglagah karena eks penderita kusta penelitian ini ada 11 orang yang terdiri dari menganggap semua yang tinggal di Dusun 3 informan kunci dan 8 orang informan. Sumberglagah ini adalah satu kompleks, Informan kunci yaitu tokoh masyarakat satu kesatuan keluarga, senasib yang meliputi Kepala Desa Tanjung sepenanggungan, sehingga sudah tidak ada Kenongo dan Kepala Dusun yang ada di Desa Tanjung Kenongo. Sedangkan

130 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:127-137 perasaan minder untuk berinteraksi antar bagaimana kondisi masyarakat sekitarnya. warga. Begitupun hubungan sosial yang terjalin antara tokoh masyarakat dan eks penderita Tabel 1. Karakteristik Informan kusta di Dusun Sumberglagah telah terjalin dengan baik. Informan Jenis Inisial Asal ED Gresik Penelitian Kelamin MM Mojokerto Tabel 2. Karakteristik Informan Kunci IS Lamongan Informan P KS Lamongan TB Mojokerto 1 TT Tuban Informan Jenis Inisial Lama SW Mojokerto Penelitian Kelamin Tinggal Informan L TH Bangkalan Informan 1 WN 21 tahun P AM 2 Informan 2 AB 41 tahun Informan 3 L 48 tahun Informan L P 3 Informan P 4 Bentuk Kerja Sama Informan L 5 Berdasarkan data hasil penelitian mengenai kerja sama yang dilakukan Informan P informan dengan masyarakat di luar Dusun Sumberglagah, didapatkan jawaban bahwa 6 mayoritas informan melakukan tindakan kerja sama dengan masyarakat luar dusun. Informan P Kerja sama yang dilakukan MM 7 dengan masyarakat luar dusun yaitu menerima pesanan menjahit pakaian. MM Informan L seringkali menerima pesanan dari warga Dusun Sumber Kembar. Sedangkan 8 masyarakat Dusun Sumber Kembar menjual bubur ke warga Dusun Perasaan dan minder tersebut Sumberglagah. MM menganggap bahwa dirasakan informan ketika berinteraksi saat ini masyarakat tersebut sudah tidak dengan masyarakat di daerah asalnya. Hal memiliki rasa takut dan khawatir untuk ini disebabkan karena ketika informan tertular. pulang kampung ke daerah asalnya, mereka merasa berbeda dengan orang-orang di Hal serupa juga dialami oleh IS. sekitarnya. Selain itu, hal yang menjadi Kerja sama yang dilakukan IS dengan alasan informan untuk tinggal di Dusun masyarakat luar dusun yaitu berupa jual beli Sumberglagah yaitu karena adanya bantuan ternak dan hasil panen. IS menjual sapi, ubi, dan fasilitas yang diberikan oleh Dinas dan gabah ke masyarakat luar dusun. Selain Sosial Kabupaten Mojokerto. itu, IS juga melakukan kerja sama dengan salah satu warga Dusun Sumber Jejer dalam Karakteristik Informan Kunci hal penggarapan sawah. IS kemudian memberikan upah kepada warga Dusun Berdasarkan hasil pada Tabel 2, Sumber Kembar yang telah membantu dapat diketahui bahwa informan kunci pada menggarap sawahnya. penelitian ini yaitu telah memiliki masa tinggal yang lama di Desa Tanjung Kerja sama yang dilakukan KS Kenongo. Informan kunci pada penelitian dengan masyarakat luar dusun yaitu dalam ini yaitu Istri Kepala Desa Tanjung hal jual beli sayuran. Tukang sayur keliling Kenongo, Kepala Dusun Tanjung Sari, dan yang berasal dari luar dusun menjual sayur- Kepala Dusun Sumber Jejer. Mayoritas sayuran dan bahan-bahan untuk memasak informan kunci merupakan warga asli Desa ke Dusun Sumberglagah. KS menganggap Tanjung Kenongo, sehingga sejak masa kecil hingga saat ini informan kunci selaku tokoh masyarakat sudah mengetahui

Rena Ratri Anggoro dan Mochammad Bagus Qomaruddin, Interaksi Sosial Asosiatif Eks... 131 tukang sayur yang setiap hari menjajakan Selain itu, kerja sama yang dilakukan juga dagangannya ke Dusun Sumberglagah dalam bentuk jasa penggarapan sawah. sudah biasa dan tidak merasa jijik meskipun mayoritas pembelinya adalah eks penderita Bentuk Akomodasi kusta. Berdasarkan data hasil penelitian TT mengatakan bahwa kerja sama mengenai sikap yang dilakukan eks yang dilakukan dengan masyarakat luar penderita kusta untuk saling menghargai dusun yaitu dalam hal jual beli makanan terhadap masyarakat lain, didapatkan dan minuman siap saji. Masyarakat luar jawaban yang bervariasi dari informan. dusun menjual jamu dan ubi kepada warga Dusun Sumberglagah. Menurut TT pola ED mengatakan bahwa jika ada yang terjadi yaitu masyarakat luar sebagai masyarakat dari luar dusun yang bertamu ke penjual, sedangkan warga Dusun rumahnya, ED menyajikan minuman Sumberglagah sebagai pembeli. berupa air minum dalam kemasan baik Berdasarkan jawaban informan mengenai kemasan gelas ataupun kemasan botol. kerja sama yang dilakukan eks penderita Namun, ED dapat melakukan penilaian kusta dengan masyarakat di luar Dusun terlebih dahulu pada tamunya. Jika menurut Sumberglagah, hal ini sesuai dengan ED masyarakat yang bertamu tidak jawaban dari informan kunci. Berikut memiliki rasa jijik terhadap ED, maka ED cuplikan kuotasi penelitian. akan memberikan sajian yang dibuat langsung oleh ED seperti kopi. Namun “Nggeh kadang-kadang nek untuk menjaga perasaan dan menghargai tiyang mriko enten sing tamunya agar sebisa mungkin menerima misale..kan enten sing koyok dirinya tanpa rasa jijik maka ED selalu pedagang kapuk ngoten a menyajikan makanan dan minuman yang nggeh kulak kapuk mriki berbungkus. disade ten mriko nggeh enten. Tiyang mriki tumbas gabahe Hal serupa juga dilakukan oleh TB. mriko enten”. (AM, 41 tahun). TB memberikan sajian makanan dan (Ya kadang-kadang kalau ada minuman yang berbungkus jika ada orang sana yang misalnya. kan masyarakat luar dusun yang bertamu ke ada pedagang kapuk gitu kalau rumahnya. Hal tersebut dilakukan TB agar beli kapuk ke sini terus dijual masyarakat berkenan memakan sajiannya. ke Sumberglagah ya ada. Namun menurut TB masih ada beberapa Orang sini yang beli gabahnya masyarakat yang enggan memakan sajian orang sana ya ada) berbungkus yang telah ia sediakan. Berdasarkan data hasil penelitian Hal tersebut berbeda dengan cara dapat disimpulkan bahwa bentuk kerja yang dilakukan oleh MM untuk menghargai sama yang dilakukan oleh eks penderita masyarakat lain. MM berusaha sebisa kusta dengan masyarakat luar Dusun mungkin untuk menjaga penampilan Sumberglagah yaitu dalam bentuk kegiatan dirinya agar jika ada orang melihatnyya jual beli. Masyarakat luar menjajakan tidak merasa takut dan jijik. Karena MM dagangannya yang berupa jamu, bubur, ubi, terbiasa melepas bajunya saat menjahit di sayur, dan kapuk kepada masyarakat Dusun rumahnya, maka jika MM kedatangan tamu Sumberglagah. Sedangkan masyarakat dari masyarakat luar dusun MM akan Dusun Sumberglagah tidak menjual barang menggunakan pakaiannya secara rapi. berbentuk makanan atau minuman ke luar Selain itu, karena MM mengalami dusun, namun menjual hasil ternak seperti kecacatan pada jari kakinya, maka jika ada sapi dan hasil panen seperti gabah dan ubi. masyarakat luar dusun yang bertamu, MM akan menggunakan alas kaki untuk menutupi kecacatan pada jari kakinya. Hal

132 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:127-137 ini dilakukan MM agar masyarakat lain bisa Berdasarkan data hasil penelitian menerima dirinya dan tidak jijik jika dapat disimpulkan bahwa sikap yang melihatnya. dilakukan informan untuk menghargai masyarakat lain yaitu ditunjukkan dalam Upaya menghargai orang lain yang bentuk sapaan terhadap orang luar ketika dilakukan TT yaitu dengan memberikan melewati rumah informan, menjamu tamu sapaan pada masyarakat luar dusun saat dengan makanan dan minuman yang melewati depan rumah TT. TT juga berbungkus, serta menjaga kebersihan diri memberikan tawaran agar masyarakat luar dan penampilan saat menemui orang lain berkenan mampir ke rumah TT. Jika orang agar orang lain tidak jijik melihatnya. tersebut berkenan mampir ke rumah TT, Sedangkan bentuk toleransi yang dilakukan maka TT akan menjamu tamunya dengan masyarakat luar terhadap eks penderita memberikan tawaran jamuan terlebih kusta yaitu ditunjukkan ketika ada dahulu. Seperti misalnya jika tamu undangan hajatan dari warga berkenan dibuatkan wedang atau minuman Sumberglagah masyarakat datang secara langsung oleh TT, maka TT akan memenuhi undangan dan memakan membuatkannya. Namun, jika tamu hidangannya, namun tidak semua mau tersebut tidak berkenan, maka TT akan memakan hidangan meskipun disajikan memberikan makanan dan minuman yang dalam keadaan berbungkus. Apabila ada berbungkus. Seringkali TT memberikan undangan hajatan dari warga dusun lain, mie instan yang masih terbungkus kepada masyarakat juga mengundang beberapa tamunya untuk dibawa pulang. dari warga Dusun Sumberglagah. Untuk menghargai eks penderita kusta, Berdasarkan jawaban informan masyarakat luar yang masih ada perasaan mengenai sikap yang dilakukan eks jijik berusaha untuk tidak menunjukkan penderita kusta untuk saling menghargai rasa jijiknya di hadapan eks penderita terhadap masyarakat lain, hal ini juga sesuai kusta. dengan jawaban yang disampaikan oleh Informan kunci. Berikut cuplikan kuotasi Bentuk Asimilasi penelitian. Berdasarkan data hasil penelitian “Sing pas ono acara ruwat mengenai pendapat tentang pernikahan deso aku oleh undangan aku yang terjadi antara eks penderita kusta teko. Tapi loh ngunu iku wong dengan masyarakat lain, didapatkan kunu rumongso dewe mbak. jawaban yang bervariasi dari informan. Misale koyok nyuguhi iku Sebagian kecil informan telah mengalami koyok salak, kacang, gedhang, perikahan tersebut. TB dan TH adalah jeruk, roti bungkusan. Koyok informan yang mengalami pernikahan ngombene langsung iku antara eks penderita kusta dengan botolan ngunu” (AB, 48 masyarakat lain. tahun). (Kalau ada acara ruwat desa Menurut TB pernikahan yang saya kan diundang, saya ya terjadi antara eks penderita kusta dengan datang. Tapi gitu itu orang masyarakat lain yang memiliki kondisi sana ya menyadari sendiri sehat adalah hal yang sudah biasa terjadi di mbak. Misalnya menjamu itu Dusun Sumberglagah. TB memiliki suguhannya kayak salak, seorang istri yang merupakan orang sehat. kacang, pisang, jeruk, roti Istri dan keluarga dari istri TB dapat bungkusan. Minumnya ya menerima TB yang merupakan eks yang botolan gitu). penderita kusta. Tidak ada rasa takut dan khawatir untuk menikah dengan

Rena Ratri Anggoro dan Mochammad Bagus Qomaruddin, Interaksi Sosial Asosiatif Eks... 133 masyarakat lain, karena menurut TB (Orang sini ya ada bebeapa penyakit kusta bukan merupakan penyakit yang nikah dama orang mantan turunan. Selain itu TB pun sudah yakin kusta sana mbak. Ya sudah bahwa dirinya benar-benar telah dinyatakan nggak apa-apa. Mertuanya juga sembuh dari penyakit kusta. Hal ini yang sudah baik. Sudah banyak juga meyakinkan TB dan istrinya untuk yang punya pasangan dari luar. melakukan pernikahan dan bertahan hingga Kecuali kalau orangnya masih saat ini. jijik ya nggak mau). Hal serupa juga dialami oleh TH. Berdasarkan jawaban informan Menurut TH pernikahan yang terjadi antara tersebut dapat disimpulkan bahwa eks penderita kusta dengan masyarakat lain pernikahan yang terjadi antara eks merupakan hal yang mustahil. TH pernah penderita kusta dengan masyarakat lain memiliki seorang istri yang sehat, namun sudah biasa dan sudah banyak terjadi pada saat ini istri TH telah meninggal dunia masyarakat Dusun Sumberglagah. 2 dari 8 akibat menderita penyakit diabetes. informan mengalami sendiri pernikahan Meskipun demikian, kehidupan rumah tersebut, tidak menjadi masalah bagi tangga yang dialami sebelumnya berjalan mereka dan keluarga. dengan harmonis. Istri TH dan keluarga dari istri TH bisa menerima kondisi dan status PEMBAHASAN TH sebagai eks penderita kusta. Meskipun TH mengalami kecacatan pada jari-jari Bentuk Kerja Sama tangan dan kakinya namun istri dan keluarganya tetap bisa menerima TH. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau IS juga mengatakan bahwa kelompok manusia untuk mencapai satu pernikahan yang terjadi antara eks penderita atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama kusta dengan masyarakat lain cukup banyak timbul karena orientasi orang perorangan dialami oleh warga di Dusun Sumberglagah terhadap kelompoknya (in group) dan yang mayoritas adalah eks penderita kusta. kelompok lainnya (out group). Pada Menurut TB, hal tersebut terjadi karena penelitian ini kerja sama yang dilihat adalah sebenarnya eks penderita kusta sudah out group yaitu antara eks penderita kusta dinyatakan sembuh, tidak menular, dan di Dusun Sumberglagah dengan masyarakat dapat hidup disamakan dengan masyarakat lain luar dusun. Menurut Soekanto (2013) lain pada umumnya. bentuk kerja sama yang dilakukan oleh eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah Berdasarkan jawaban informan dengan masyarakat luar dusun yaitu mengenai pernikahan yang sudah biasa termasuk dalam kategori bargaining. terjadi antara eks penderita kusta dengan Bargaining merupakan pelaksanaan masyarakat lain, hal ini juga sesuai dengan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jawaban dari Informan kunci. Berikut jasa antara dua organisasi atau lebih cuplikan kuotasi penelitian. (Soekanto, 2013). Pola kegiatan jual beli yang dilakukan yaitu masyarakat luar “Tiyang mriki wonten menjual makanan, sayuran dan minuman di beberapa sing nikah kalih Dusun Sumberglagah. Sedangkan tiyang mantan kusta mriko masyarakat Dusun Sumberglagah menjual mbak. Pun mboten nopo-nopo hasil panen, hasil ternak dan jasa kepada se. Morotuwone nggeh pun sae. masyarakat luar. Masyarakat Dusun Pun kathah nggeh an tiyang Sumberglagah tidak berani menjual sing nggadah bojo saking luar. makanan atau minuman keluar dusun, Kecuali nek tiyange tasik jijik nggeh mungkin mboten purun” (AM,41 tahun).

134 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:127-137 karena menurut mereka pasti tidak laku. Hal Peningkatan derajat kesehatan masyarakat ini disebabkan masih ada stigma yang dilihat tentunya tidak hanya sebatas masyarakat sekitar yang menganggap kesehatan fisik saja, namun juga kesehatan bahwa makanan atau minuman yang dijual sosial. warga Sumberglagah adalah tidak higenis, menjijikkan dan takut tertular. Apabila Bentuk Akomodasi yang dijual adalah hasil panen atau hasil ternak masyarakat luar masih mau Akomodasi merupakan proses membelinya. Namun adanya bentuk kerja sama antar eks penderita kusta dengan penyesuaian diri individu atau kelompok masyarakat luar dusun menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat sekitar takut dan manusia dengan semula saling bertentangan enggan untuk menjalin hubungan sosial dengan eks penderita kusta. Hal ini untuk upaya mengatasi ketegangan. disebabkan karena kedua belah pihak sama- sama membutuhkan dan mereka sudah Akomodasi berarti adanya keseimbangan terbiasa bertemu dan menjalin hubungan sosial dengan orang-orang tersebut. Hal ini interaksi sosial dengan norma dan nilai sesuai dengan pernyataan Surminah (2015) bahwa faktor yang mempengaruhi yang ada dalam masyarakat (Soekanto, kerjasama yaitu hal timbal balik, orientasi individu, dan komunikasi. 2013). Salah satu bentuk akomodasi yaitu Menurut Piagam Ottawa (1986), toleransi. Toleransi merupakan bentuk promosi kesehatan merupakan proses memungkinkan masyarakat untuk akomodasi tanpa adanya persetujuan resmi meningkatkan kendali (control) atas kesehatannya sehingga dapat meningkatkan karena tanpa disadari dan direncanakan status kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan serta adanya keinginan untuk masyarakat perlu menggunakan strategi. Strategi promosi kesehatan menurut menghindarkan diri dari perselisihan yang Piagam Ottawa (1986) yaitu mengembangkan kebijakan berwawasan saling merugikan. kesehatan (healthy public policy), menciptakan lingkungan yang mendukung Bentuk akomodasi yang terjadi (supportive environment), memperkuat gerakan masyarakat (strength community antar eks pederita kusta dengan masyarakat action), mengembangkan ketrampilan individu (develop personal skill), dan luar dusun melalui upaya menghargai orang reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service). lain menunjukkan bahwa upaya tersebut Pada penelitian ini adanya jalinan dapat menyatukan dan menjalin hubungan kerja sama dan hubungan sosial antara eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah baik 2 kelompok masyarakat. Sesuai dengan masyarakat luar dusun merupakan kondisi yang dapat menciptakan dengan pendapat Soekanto (2013) bahwa lingkungan yang mendukung untuk meningkatkan derajat kesehatan salah satu tujuan akomodasi adalah masyarakat baik di Dusun Sumberglagah maupun masyarakat di luar dusun. mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia akibat perbedaan paham. Pada penelitian ini, eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah menganggap dirinya sebagai satu kesatuan kompleks yang berbeda dengan masyarakat luar dusun. Eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah telah memahami karakteristik dan sikap masyarakat luar dusun. Sebagian dari masyarakat luar memang sudah bisa menerima tanpa merasa jijik, namun sebagian masyarakat masih memiliki perasaan jijik. Hal ini tentunya juga akan mempengaruhi hubungan sosial yang terjadi antara masyarakat luar dusun dengan eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah. Padahal sebagai makhluk sosial, antar kelompok masyarakat tentunya tidak akan bisa terlepas dari bantuan pihak lain. Oleh karena itu diperlukan kesadaran

Rena Ratri Anggoro dan Mochammad Bagus Qomaruddin, Interaksi Sosial Asosiatif Eks... 135 dari masing-masing pihak agar dapat penyandang disabilitas eks kusta adalah orang yang pernah mengalami penyakit mewujudkan hubungan sosial yang baik kusta yang sudah dinyatakan sembuh oleh medis. Dalam kehidupan nyata, dapat melalui upaya akomodasi. diamati secara kasat mata bahwa eks kusta sebagian besar menjadi cacat akibat Pada penelitian ini bentuk pengobatan yang terlambat diberikan. Kecacatan yang dialami penderita kusta akomodasi yang dilihat yaitu mengenai memberikan gambaran yang menakutkan bagi masyarakat. Sehingga jika makanan upaya untuk menghargai masyarakat lain di yang disajikan langsung buatan tangan eks penderita kusta maka beberapa masyarakat luar dusun saat bertamu. Eks penderita masih enggan untuk memakannya. kusta memberikan sajian makanan atau minuman yang berbungkus agar bisa diterima oleh masyarakat luar. Hal yang mendasari upaya tersebut yaitu pihak eks penderita kusta menyadari bahwa meskipun masyarakat luar sudah bisa menerima keberadaannya namun kalau masalah hidangan apabila disajikan langsung oleh Bentuk Asimilasi mereka maka masyarakat belum sepenuhnya bisa menerima. Hal ini Asimilasi merupakan proses sosial disebabkan karena masih ada stigma dan dalam taraf lanjut yang ditandai dengan rasa jijik apabila memakan makanan yang adanya usaha mengurangi perbedaan yang langsung dibuat oleh tangan eks penderita terdapat antara orang-perorangan atau kusta. Sehingga agar tidak menimbulkan kelompok manusia dan juga meliputi usaha konflik, maka eks penderita kusta untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap menyajikan makanan yang tertutup atau dan proses mental dengan memperhatikan berbungkus untuk menghargai tamunya. kepentingan dan tujuan bersama. Proses Hal ini sejalan dengan hasil asimilasi ditandai dengan pengembangan penelitian Purwaningnsih (2013) tentang sikap yang sama, walau kadang kala pola interaksi sosial antara masyarakat bersifat emosional, dengan tujuan untuk mantan penderita kusta perkampungan mencapai kesatuan, atau paling sedikit rehabilitas kusta Donorejo dengan mencapai integrasi dalam organisasi, masyarakat Padukuhan Juwet, Desa pikiran, dantindakan (Soekanto, 2013). Banyumanis, Kecamatan Donorejo, Gordon (1964) mengemukakan Kabupaten Jepara menunjukkan hasil suatu model asimilasi yang terjadi dalam bahwa bentuk akomadasi yang dilakukan proses yang multi-tingkatan (multi-stages antara masyarakat sekitar dengan eks of assimilation). Model asimilasi ini penderita kusta yaitu mau memakan memiliki tujuh tingkatan yaitu Asimilasi hidangan, mau berjabat tangan tanpa budaya atau perilaku (cultural or menggunakan sarung tangan, behavioral assimilation) yang berhubungan berkomunikasi dengan tidak mencela fisik dengan perubahan pola kebudayaan guna eks penderita kusta, dan berkomunikasi de- menyesuaikan diri dengan kelompok ngan tidak menggunakan masker wajah. mayoritas. Asimilasi struktural (structural Rasa jijik yang masih dirasakan oleh assimilation) yang berkaitan dengan masyarakat sekitar Dusun Sumberglagah masuknya kelompok minoritas secara yaitu karena mereka melihat kondisi fisik besar-besaran ke dalam perkumpulan eks penderita kusta yang mayoritas kelompok primer dari golongan mayoritas mengalami kecacatan pada jari-jari tangan seperti dalam hal pendidikan dan ekonomi. dan kakinya. Kecacatan yang dialami eks Asimilasi perkawinan (marital penderita kusta di Dusun Sumberglagah assimilation) yang berkaitan dengan mayoritas karena adanya keterlambatan perkawinan antar-golongan secara besar- untuk berobat. Hal ini sesuai dengan basaran. Asimilasi identifikasi pernyataan Depkes RI (2007) bahwa (identificational assimilation)

136 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 14, No 1 Juli 2019:127-137 yangberkaitan dengan kemajuan rasa di lakukan di WIRESKAT dengan prosesi pernikahan secara agama Islam karena kebangsaan secara eksklusif berdasarkan kedua mempelai adalah Muslim. kelompok mayoritas. Asimilasi penerimaan sikap (attitude receptional assimilation) yang menyangkut tidak adanya prasangka SIMPULAN (prejudice) dari kelompok mayoritas. Asimilasi penerimaan perilaku (behavior Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk kerja sama yang receptional assimilation) yang ditandai dilakukan eks penderita kusta dengan masyarakat luar dusun yaitu melalui dengan tidak adanya diskriminasi dari kegiatan jual beli (bargaining), bentuk akomodasi yang dilakukan eks penderita kelompok mayoritas. Asimilasi kusta di Dusun Sumberglagah yaitu toleransi yang ditunjukkan dengan kewarganegaraan (civic assimilation) yang menyajikan makanan dan minuman yang berbungkus untuk tamu, dan bentuk berkaitan dengan tidak adanya perbenturan asimilasi yang dilakukan yaitu asimilasi perkawinan. Interaksi asosiatif tersebut atau konflik nilai dan kekuasaan dengan dapat mewujudkan pola interaksi sosial yang baik untuk mendukung terciptanya kelompok mayoritas. kondisi kesehatan sosial yang baik bagi eks penderita kusta. Pada penelitian ini asimilasi yang Peneliti selanjutnya dapat dilihat yaitu model asimilasi perkawinan. melakukan penelitian pada eks penderita kusta sebagai individu bukan sebagai satu Pernikahan yang terjadi antara masyarakat kelompok yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Sehingga mungkin kondisi eks penderita kusta dengan masyarakat lain sosialnya akan berbeda dengan eks penderita kusta yang tinggal dalam satu non kusta cukup banyak dialami kelompok seperti di Dusun Sumberglagah. masyarakat Dusun Sumberglagah. Menikah dengan orang sehat sudah bukan lagi khayalan bagi mereka, karena sudah banyak mengalami sendiri. Adanya pernikahan yang cukup banyak terjadi di Dusun Sumberglagah disebabkan karena penerimaan dari masyarakat luar terhadap eks penderita kusta di Dusun Sumberglagah sudah cukup baik. Menurut Hurlock (1990) terdapat lima kriteria keberhasilan dalam penyesuaian pernikahan yaitu kebahagiaan suami istri, kemampuan memperoleh DAFTAR PUSTAKA kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam Aulya, N. A., and Zain, I. M. 2016. Kajian hal keuangan, dan penyesuaian yang baik Faktor-Faktor Eks Penderita Kusta dari pihak keluarga. Pada penelitian ini, Memilih Tinggal Di Dusun keberhasilan pernikahan yang terjadi antara Sumberglagah Desa Tanjung eks penderita kusta dengan masyarakat lain Kenongo Kecamatan Pacet salah satunya disebabkan karena adanya Kabupaten Mojokerto. Swara Bhu- penyesuaian yang baik dari pihak keluarga. mi, 3(3). Pihak keluarga pasangan telah dapat Azahra, M. 2013. Peran Konsep Diri dan menerima dan bersikap baik pada eks Dukungan Sosial terhadap Depresi penderita kusta sebagai menantunya. pada Penderita Gagal Ginjal yang Hasil penelitian Kusharnanto (2013) Menjalani Terapi mengenai kehidupan sosial mantan Hemodialisis. EMPATHY Jurnal penderita kusta di Wisma Rehabilitasi Fakultas Psikologi, 2(1). Sosial Katolik Blora juga menyatakan Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Nasional bahwa terdapat pernikahan antara mantan Pemberantasan Penyakit Kusta. penderita kusta dan seorang perempuan Jakarta: Dirjen Pengendalian yang tidak menderita kusta. Pernikahan ini

Rena Ratri Anggoro dan Mochammad Bagus Qomaruddin, Interaksi Sosial Asosiatif Eks... 137 Penyakit dan Penyehatan Kabupaten Jepara. Skripsi. Lingkungan. Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Universitas Islam Negeri Sunan Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi Kalijaga Yogyakarta. 5. Jakarta: Erlangga. Kusharnanto, C. N. 2013. Kehidupan Sosial Shobihah, P. I. 2014. Politik Identitas Eks Mantan Penderita Kusta di Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik Penderita Kusta Dusun (Wireskat) Dukuh Polaman Desa Sendangharjo Kabupaten Blora. Sumberglagah. Jurnal Mahasiswa Doctoral dissertation. Universitas Negeri Semarang. Teknologi Pendidikan, 2(1). Luka, E. E. 2010. Understanding The Stigma of leprosy. South Sudan Soekanto, S. 2013. Sosiologi Suatu Medical Journal. (Online) Kementerian Kesehatan RI, 2016. Profil Pengantar. Jakarta: PT Grapindo Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Persada. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Surminah, I. 2015. Pola Kerjasama Kementerian Kesehatan RI. Macionis, J. J. 1989. Sociologi. Second Lembaga Litbang dengan Pengguna Edition. New Jersey: Prentice Hall. Purwaningsih. H. 2013. Pola Interaksi dalam Manajemen Litbang (Kasus Sosial Antara Masyarakat Eks Penderita Kusta Perkampungan Balai Penelitian Tanaman Pemanis Rehabilitasi Kusta Donorejo dengan Masyarakat Padukuhan Juwet, Desa dan Serat). Jurnal Bina Praja: Banyumanis, Kecamatan Donorojo, Journal of Home Affairs Governance, 5(2), 101-112. [https:// DOI: https://doi.org/10.21787/jbp.0 5.2013.101-112] WHO. 2014. Weekly epidemiological report, global leprosy update 2013, reducing disease burden. (Online), WHO. 1948. Definition of Health. (Online), WHO. 1986. Ottawa Charter for Health Promotion. International Conference on Health Promotion: Ottawa. Gordon. M. M. 1964. Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Free Press.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook