114 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 107-118 anak lebih tau inilah organ reproduksi Informan mengaku bahwa tidak mereka. Jadi mereka tidak malu dengan lawan jenis, begitu. Kalau materi yang pernah mendapatkan pelatihan mengenai keseluruhan di buku ada tapi hanya gambar animasi yang tidak vulgar. Begitu pendidikan KRR, tidak adanya pelatihan saya pisah yang laki sendiri, perempuan sendiri saya beri gambar aslinya, membuat guru tidak dapat menyampaikan maksudnya ya gambar hidup. Tapi ya memang pertama kali gitu anak-anak ada materi secara mendalam. Sedangkan rasa canggung, jadi tertawa gitu lo. Terus saya bilang gini, “jangan tertawa, itukan penelitian Triyanto, et al. (2013) organ reproduksi mu sendiri””(HN, 50 Tahun). menyatakan bahwa pelatihan bukanlah satu- Informan AB dan NS membenarkan satunya cara untuk mewujudkan proses bahwa metode yang sering digunakan oleh guru adalah ceramah tanya jawab, pembelajaran yang efektif dan efisien. sedangkan informan HN memisahkan kelas antara laki-laki dan perempuan saat Selain mengikuti pelatihan mengenai pembelajaran mengenai sistem reproduksi manusia. Seperti yang dituturkan oleh pendidikan KRR, sekolah dapat informan NS sebagai berikut: meningkatkan kualitas pembelajaran “...biasanya dijelasin di depan kelas, kadang juga ditanya-tanya... Iya pernah di dengan cara mendorong guru untuk putarkan film juga.. Iya dipisah. Kan ngambil yang 2 jam, satu jam buat cewe, meningkatkan pengetahuan dan terus satu jam buat cowo. Semuanya di ajarin, alat reproduksinya perempuan sama profesionalisme dalam mengajar. Sekolah laki-laki juga, kan kalau ujian keluar juga. Iya tapi membahasnya kalau perempuan juga perlu mendorong guru untuk lebih banyak tentang reproduksi perempuan. Jadi kita gak malu kalau mau meningkatkan penggunaan media dalam tanya-tanya sama guru” (NS, 14 Tahun). pembelajaran. Selain itu sekolah harus PEMBAHASAN melengkapi sarana-prasarana pembelajaran Pemahaman Guru tentang Pendidikan KRR serta mengadakan pertemuan rutin antara Sebagian besar informan kurang guru-guru dengan kepala sekolah untuk faham mengenai pendidikan KRR komprehensif. Informan merasa tabu dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. menyampaikan materi ini. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Hermiyanty, Peran menyampaikan pendidikan KRR et al. (2016) yang menyatakan bahwa guru sebagai tenaga pendidik harus memiliki Seluruh informan menyadari bahwa kemampuan untuk mengatur proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru memiliki peran penting untuk dasar yang berlaku. menyampaikan pendidikan KRR. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Maolinda, et al (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi penting untuk dilaksanakan. Pendidikan ini merupakan hak reproduksi yang harus diterima remaja. Penelitian Wijayanti (2007) menyebutkan bahwa remaja mempunyai minat yang tinggi untuk mengetahui tentang kesehatan reproduksinya. Orang tua dan guru merupakan sumber yang paling baik dalam memberikan pendidikan ini. Hal ini dikarenakan orang tua dan guru adalah orang yang paling dekat dengan remaja serta dapat memberikan informasi yang benar dan tepat. Namun beberapa informan utama merasa tabu untuk memberikan pendidikan ini. Informan utama tersebut menganggap
Hanifa Fitriana dan Pulung Siswantara, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja… 115 bahwa materi KRR yang diajarkan dapat bertanya mengenai kesehatan reproduksi membuat siswa berperilaku menyimpang. pada orang tuanya. Nursal (2008) juga Hal ini sesuai dengan penelitian Pakasi dan menyatakan bahwa orang tua yang tertutup Kartikawati (2013) yang menyatakan untuk membicarakan kesehatan reproduksi bahwa guru memiliki anggapan bahwa dengan anaknya dapat menyebabkan remaja pendidikan reproduksi merupakan suatu hal mencari informasi menggunakan cara yang tabu untuk dibicarakan dengan siswa. mereka sendiri, sedangkan informasi yang Guru memiliki kekhawatiran bahwa didapatkan remaja belum tentu benar. Hal pendidikan tersebut dapat meningkatkan tersebut merupakan penyebab rasa ingin tahu siswa dan mendorong terjerumusnya remaja pada perilaku mereka melakukan seks pranikah. beresiko. Selain itu penelitian Maolinda, et Guru memiliki peran utama dalam al (2012) juga menyebutkan bahwa dunia pendidikan, hal tersebut dikarenakan guru berinteraksi langsung dengan siswa pelaksanaan pendidikan ini memerlukan dalam memberikan pendidikan. Penelitian Setiawan (2013) menyatakan bahwa selain kerjasama dengan berbagai institusi, meningkatkan kemampuan akademik siswa, sekolah juga memiliki tujuan untuk sehingga tidak hanya pengetahuan saja membentuk karakter positif siswa. Sehingga tugas guru tidak hanya yang didapatkan, namun juga dukungan menyampaikan materi didalam kelas, namun juga membentuk siswa menjadi emosional dari seluruh pihak diharapkan pribadi yang lebih baik. Guru juga memiliki pengaruh yang cukup besar pada bisa membentuk sikap positif remaja. pembentukan karakter, kecerdasan intelektual, sosial dan emosional peserta Persepsi Guru terhadap materi KRR didik. dalam Kurikulum Disamping itu guru berpendapat Hasil wawancara menunjukkan bahwa pendidikan KRR merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, bahwa materi KRR terdistribusi dalam guru, masyarakat dan juga pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Farihah berbagai mata pelajaran. Sebagian besar (2015) yang menyatakan bahwa pendidikan keluarga berkaitan dengan pembentukan informan guru menilai materi KRR yang perilaku positif anak didik. Penelitian Nursal (2008) menyebutkan bahwa ada saat ini sudah memadai. Namun pada seharusnya pertama kali pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak penyampaiannya perlu beberapa disampaikan oleh orang tua. Orang tua dapat menjelaskan norma dan berbagai pengembangan oleh guru. Salah satu ketentuan mengenai hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh sorang remaja. informan guru dan siswa menyatakan Menurut penelitian Anas (2010) lingkungan keluarga yang kondusif dan informatif bahwa pendidikan KRR dalam kurikulum diperlukan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Sebagian keluarga yang belum memadai. Hal tersebut dikarenakan menganggap bahwa seks tabu untuk dibicarakan menyebabkan remaja enggan semakin banyak masalah kesehatan reproduksi pada usia lebih dini. Hal tersebut sesuai dengan BKKBN (2013) yang menyatakan bahwa pendidikan KRR komprehensif dapat diberikan pada anak- anak hingga remaja. Pendidikan KRR pada anak-anak dapat dimulai pada usia 5 tahun. Penelitian Bella dan Istianah (2017) menyebutkan bahwa cara melindungi anak dari penyimpangan seksual dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan reproduksi yang terstruktur dengan baik. Selain itu Bella dan Istianah (2017) menyampaikan bahwa keterlibatan lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan pendidikan kesehatan reproduksi komprehensif. Kurikulum memiliki fungsi untuk mencapai tujuan pendidikan, sehingga
116 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 107-118 kurikulum merupakan acuan dalam pendidikan bertujuan agar tercipta suasana kegiatan belajar-mengajar. Salah satu belajar yang menyenangkan sehingga siswa pertimbangan dalam penyusunan kurikulum mampu mengikuti pelajaran dengan adalah keadaan dan perkembangan peserta maksimal. Untuk meningkatkan semangat didik. Masalah kesehatan reproduksi remaja siswa dalam belajar, informan perlu yang semakin banyak memerlukan upaya menerapkan metode belajar yang sesuai pencegahan yang terpadu, salah satunya dengan karakteristik siswa. adalah pendidikan KRR di sekolah. Adanya pendidikan KRR di sekolah memudahkan Salah satu karakteristik siswa adalah remaja mendapatkan informasi mengenai merasa malu saat membahas materi KRR kesehatan reproduksi yang sesuai dan yang sensitif yaitu tentang sistem bertanggungjawab. Materi KRR yang reproduksi manusia. Hal tersebut sesuai dimasukkan dalam kurikulum tentunya dengan penelitian Wulandari, et al. akan mencegah remaja mendapatkan Wulandari, et al (2012) menyatakan bahwa informasi yang menyesatkan, sehingga seringkali siswa merasa tidak nyaman atau remaja dapat lebih bertanggung jawab atas tabu untuk membicarakan masalah kesehatan reproduksinya. Studi dokumen kesehatan reproduksi dan seksualitas, yang dilakukan peneliti menyatakan bahwa namun karena rasa ingin tahu siswa cukup tidak semua materi KRR menjadi pokok besar maka mereka akan berusaha untuk bahasan dalam mata pelajaran Kurikulum mendapatkan informasi ini. Untuk 2013. Hal tersebut sesuai dengan penelitian mengatasi rasa tidak nyaman dan tabu dari Wardani, et al (2006), yang tersebut, salah satu informan SMPN 52 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan Surabaya memisahkan laki-laki dan reproduksi sudah diajarkan namun belum perempuan saat pembelajaran. Hal tersebut maksimal. Pengajaran materi kesehatan sesuai dengan penelitian Masdudi (2013) reproduksi disisipkan ke dalam beberapa yang menyatakan bahwa sebelum memulai mata pelajaran yang mengajarkan aspek pembelajaran guru terlebih dahulu harus fisik dan sosial seperti biologi, penjaskes, mengenal karakteristik masing-masing agama, serta kegiatan ekstrakurikuler. siswanya agar guru lebih mudah menyampaikan materi pelajaran pada siswa Penyampaian Materi KRR dan mampu mengantisipasi segala perubahan yang terjadi pada perilaku Penampilan guru di kelas belajar siswa, sehingga proses pembelajaran merupakan salah satu hal yang paling dapat tercapai sesuai yang diharapkan. penting untuk menyampaikan pelajaran. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam Memisahkan kelas antara laki-laki menyampaikan materi sangat dibutuhkan dan perempuan pada pembelajaran sistem agar siswa tidak merasa tabu dan terbuka reproduksi manusia ternyata mampu saat proses pembelajaran. Hampir seluruh membuat siswa terbuka dan lebih aktif informan utama menggunakan metode dalam proses pembelajaran. Hal tersebut ceramah, tanya jawab dan juga diskusi saat sesuai dengan penelitian Azhar (2013) yang pembelajaran dalam kelas, selain itu menyatakan bahwa penggunaan metode beberapa informan utama juga yang baik dimaknai apabila metode tersebut menggunakan permainan dan pemutaran dapat menciptakan interaksi antara siswa video. Hal tersebut sesuai dengan dengan guru. Metode pembelajaran yang pernyataan Notoadmodjo (2007) yang baik dapat membuat siswa tertarik untuk menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan belajar, memotivasi siswa bertanya dan reproduksi berkelompok dapat dilakukan meningkatkan keaktifan siswa dalam melalui beberapa metode antara lain metode pembelajaran. ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat, dan permainan simulasi. Metode
Hanifa Fitriana dan Pulung Siswantara, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja… 117 SIMPULAN Azhar, S.K., Daharnis, Sukmawati, I., 2013. Persepsi Siswa Tentang Layanan Tidak semua informan memahami Informasi Kesehatan Reproduksi pendidikan KRR komprehensif, namun Remaja yang diberikan Guru BK seluruh informan menyatakan bahwa SMAN 1 Kubung. Jurnal Ilmiah pendidikan KRR penting untuk Konseling, 2 (1). disampaikan. Beberapa informan merasa tabu dan kurang mampu untuk Bella, S.M., and Istianah, F., 2017. menyampaikan pendidikan KRR, hal Pendidikan Seksualitas Sejak Dini tersebut dapat disebabkan karena belum sebagai Upaya Menghindarkan adanya pelatihan dari pemerintah mengenai Anak-Anak Usia Sekolah Dasar dari pendidikan ini. Materi KRR terdistribusi Penyimpangan Seksualitas. Jurnal pada beberapa mata pelajaran, namun ada beberapa materi KRR yang tidak terdapat Penelitian Pendidikan Guru Sekolah dalam kurikulum serta belum ada koordinasi antar guru mata pelajaran Dasar, 5 (3). mengenai materi KRR sehingga informan BKKBN, 2013. Bimbingan Teknis menyampaikan materi dengan beberapa pengembangan pribadi. Penyampaian Kesehaan Reproduksi dan materi KRR dilakukan dengan berbagai metode, salah satu guru SMPN 52 Surabaya Seksualitas yang Komprehensif. memisahkan laki-laki dan perempuan saat Jakarta: BKKBN pemberian materi yang sensitif. Metode Farihah. 2015. Pengetahuan Kesehatan tersebut terbukti dapat meningkatkan Reproduksi Remaja Melalui keaktifan siswa untuk bertanya dan Pendidikan Keluarga. Jurnal berdiskusi lebih dalam dengan guru. Keluarga Sehat Sejahtera, 13 (26). Hermiyanty, Hasanah, and Setiawan, H., Keberhasilan pendidikan KRR ini 2016. Implementasi Pendidikan perlu kerjasama antara orang tua, guru, Kesehatan Reproduksi Remaja masyarakat dan pemerintah. Sekolah perlu dalam Kurikulum Pendidikan bekerjasama dengan orang tua, agar orang Jasmani Olahraga dan Kesehatan di tua selalu mengaawasi dan membimbing Sekolah Menengah Atas Kota Palu. anaknya. Sekolah dapat bekerjasama Jurnal Kesehatan Tadulako, 2 (1). dengan Puskesmas dan dinas pendidikan Irawan, P., 2006. Penelitian Kualtatif dan setempat agar memberikan sosialisasi Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja Jakarta: Universitas Indonesia pada tenaga pendidik (guru). Sedangkan Kementrian Kesehatan RI, 2015. Infodatin pemerintah dapat memberikan sosialisasi dan pelatihan Pendidikan Kesehatan Pusat Data dan Informasi Reproduksi Remaja Komprehensif bagi guru serta menyesuaikan materi Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Jakarta. kurikulum dengan keadaan remaja saat ini. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Selain itu masyarakat dapat memberikan Kementrian Kesehatan, Kementrian pengawasan pada remaja di lingkungannya. Agama, United Nations Population Fund (UNFPA), 2014. Modul DAFTAR PUSTAKA Pendidikan Kesehatan Reproduksi Anas, S.H., 2010. Sketsa Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Studi untuk Peserta Didik SMP/MTs dan Gender & Anak, 5 (1). Sederajat. Jakarta. KPAI. 2016. Rincian Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak, 2011-2016. Maolinda, N., Sriati, A., and Maryati, I., 2012. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Siswa Terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi
118 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 107-118 Remaja di SMAN 1 Mergahayu. 2013. Peran Kepemimpinan Kepaia Jurnal Unpad, 1 (1). Masdudi. 2013. Karakteristik Perilaku Sekoiah daiam Pemanfaatan Media Sosial Siswa dalam Proses pendidikan. Jurnal Pendidikan Pembelajaran sebagai Upaya Sosial & Ekonomi, 2(1) Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Peningkatan Kuautas Proses Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Pembelajaran. Jurnal Teknologi Noviana, I., 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak Dan Pendidikan, 1(2). Penanganannya Child Sexual Abuse: Impact And Hendling. Utomo, I. D., McDonald, P., 2009. Jurnal Sosio Informa, 1(1). Nursal, D. G. A., 2008. Faktor-Faktor yang Adolescent reproductive health in Berhubungan dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri di Kota Indonesia: contested values and Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2 (2). policy inaction. Studies in Family Pakasi, T.D., and Kartikawati, R., 2013. Antara Kebutuhan dan Tabu: Planning Journal, 40 (2). Pendidikan Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Wardani, ., et al., Tim Litbang Pusat Studi di SMA. Jurnal Makara Seri Kesehatan, 17(2). Seksualitas KPBI DIY., 2006. Setiawan, D., 2013. Peran Pendidikan Karakter Dalam Mengembangkan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Kecerdasan Moral. Jurnal Pendidikan Karakter, 3 (1). di Sekolah (Riset Kebijakan dan Triyanto, E., Anitah, S., and Suryani, N., Pengembagan Kurikulum Kespro). Jurnal Bening, 7 (1). Wijayanti,R., Swasti, K.G., and Rahayu, E., 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Seksual Remaja Pada Siswa SMA di Kecamatan Baturraden dan Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman, 2(2). Wulandari, V.F., Nirwana, H., and Nurfarhanah. 2012. Pemahaman Siswa Mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Layanan Informasi. Jurnal Ilmiah Konseling, 1(1).
HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, LEMAK,DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI (Studi Kasus pada Pekerja Wanita Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Jember) Nabila Permata Siwi1, Indriati Paskarini2 1,2Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Alamat korespondensi: Nabila Permata Siwi Email: [email protected] ABSTRACT Kalijompo Plantation is one of rubber plantations in Jember. One of rubber production is rubber tapping that is done not only by male but also female workers. One of the factors that can affect productivity is nutrition status. Nutrition status is influenced by the adequancy of nutrients, especially carbohydrates, fats, and proteins as energy producers. The purpose of this research was to study the correlation between carbohydrates, fats, and proteins intake with nutrition status in female tap rubber workers of Kalijompo Plantation in Jember. This research was analytical observational research and had a cross sectional design. The population of this research were all female tap rubber workers of Kalijompo Plantation in Jember with the sample consisted of 33 respondents. The variables of this research carbohydrates intake, fats intake, proteins intake, and nutrition status. Data collection included measurement of weight body, measurement of height body, and food recall 1x24 hours.The results showed that there was no correlation between carbohydrates intake with nutrition status (p=0.968), there was no correlation between fats intake with nutrition status (p=0.646), and there was no correlation between proteins intake with nutrition status (p=0.679). The conclusion of this research was the intake of carbohydrates, fats, and proteins are not factors that can affect good or bad nutrition status in female rubber tapping workers of Kalijompo Plantation in Jember. Keywords : carbohydrates intake, fats intake, protein intake, nutrition status. ABSTRAK Perkebunan Kalijompo merupakan salah satu perkebunan karet di Kabupaten Jember. Salah satu aktivitas produksi karet adalah penyadapan getah karet yang dilakukan oleh pekerja laki-laki dan wanita. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah status gizi. Status gizi dipengaruhi oleh kecukupan zat gizi khususnya karbohidrat, lemak, dan protein sebagai penghasil energi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari hubungan antara asupan karbohidrat, lemak, dan protein dengan status gizi pekerja wanita penyadap getah karet di Perkebunan Kalijompo Jember. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dan memiliki rancang bangun cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja wanita penyadap getah karet di Perkebunan Kalijompo Jember dengan sampel penelitian berjumlah 33 responden. Variabel penelitian adalah asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, dan status gizi. Pengumpulan data meliputi penimbangan berat badan, pengukuran berat badan, dan foood recall 1x24 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi (p=0,968), tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan status gizi (p=0,646), dan tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi (p=0,679). Kesimpulan penelitian ini adalah asupan karbohidrat, lemak, dan protein bukan merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap baik atau buruknya status gizi pada pekerja wanita penyadap getah karet di Perkebunan Kalijompo Jember. Kata kunci : asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, status gizi PENDAHULUAN migas adalah karet. Ekspor karet yang dilakukan Indonesia ke luar negeri Salah satu komoditi perkebuan yag mencapai 1.874 ton dengan nilai ekspor menduduki posisi cukup penting di terbesar yaitu 2.181 juta U$D pada tahun Indonesia sebagai sumber devisa non 2012 (BPS, 2013). Karet (Havea ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.1-12 Received 8 January 2018, received in revised form 17 January 2018 , Accepted 19 January 2018 , Published online: July 2018
2 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:1-12 brasiliensi) merupakan tanaman yang biologi. Keseimbangan zat gizi tersebut menghasilkan getah, disebut lateks dan salah satunya dapat mempengaruhi selanjutnya diolah menjadi karet alam di aktivitas. Status gizi menjadi salah satu hal beberapa unit pabrik pengolah karet. yang menentukan kualitas aktivitas bekerja Kualitas produksi karet yang dihasilkan atau produktivitas kerja seorang pekerja. ditentukan oleh bahan baku, teknologi Telah banyak dilakukan penelitian terkait pengolahan, sumber daya pekerja, dan hubungan antara status gizi dengan lainnya (Yudhantara, 2015). produktivitas kerja. Penelitian Andianto (2010) menunjukkan bahwa terdapat Salah satu faktor yang dapat hubungan yang signifikan antara status gizi menentukan kualitas produksi karet adalah dengan produktivitas kerja tenaga kerja di sumber daya manusia. Produktivitas kerja CV. Faisal Putra. Penelitian lainnya, yang yang baik berdampak positif terhadap hasil dilakukan oleh Kusuma (2011), juga kerja. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan faktor gizi. Gizi yang baik akan berdampak antara status gizi dengan produktivitas pada perfoma pekerja sehingga berdampak kerja. positif pada produktivitas kerjanya. Di beberapa negara berpenduduk padat Status gizi dipengaruhi oleh dengan tingkat hidup yang relatif rendah, konsumsi zat gizi. Suharno (1990) tersedianya tenaga kerja dalam jumlah mengatakan perbaikan konsumsi zat gizi berlebihan, tidak diikuti dengan dapat memperbaiki status gizi. Zat gizi kesejahteraan dan kebutuhan gizi yang yang cukup penting untuk mendukung baik, hal ini terutama pada tenaga kerja aktivitas, khususnya dalam melakukan dari kelas bawah atau pekerja kasar. pekerjaan adalah zat gizi penghasil energi Masalah gizi pada pekerja contohnya yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. adalah tingkat defisiensi gizi terutama Energi dalam jumlah besar dibutuhkan energi dan defisiensi zat gizi mikro seperti untuk kerja otot skelet yang melakukan vitamin. Keadaan tertentu yang dapat kerja luar. Penelitian sebelumnya mendorong terjadinya gizi kurang pada membuktikan bahwa terdapat hubungan tenaga kerja di Indonesia diantaranya antara karbohidrat, lemak, dan protein adalah jam kerja yang panjang. Jam kerja dengan status gizi, contohnya adalah yang dapat menyerap seluruh cadangan penelitian yang dilakukan oleh Gumala energi dalam tubuh. Lokasi pabrik yang (2011) yang menunjukkan hubungan yang jauh juga mengharuskan pekerja yang bermakna antara tingkat konsumsi zat gizi seringkali melewatkan makan pagi. (protein, lemak, dan karbohidrat) dengan Adanya pengawasan kerja yang sangat status gizi pasien di BPK RS Jiwa Provinsi ketat, tidak memungkinkan bagi pekerja Bali. Penelitian yang dilakukan oleh untuk berhenti sejenak untuk sarapan, Rokhmah, et al (2016), juga menunjukkan sementara saat di perusahaan waktu bahwa terdapat hubungan yang signifikan istirahat yang disediakan sangat terbatas antara tingkat kecukupan protein, lemak, (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). dan karbohidrat dengan status gizi siswi SMA di Pondok Pesantren Al-Izzah Kota Status gizi adalah keadaan Batu. kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik Perkebunan Kalijompo merupakan akan energi dan zat gizi lainnya yang salah satu perkebunan karet di Jember. diperoleh dari makanan yang dampak Aktivitas penyadapan pohon karet tidak fisiknya diukur secara antropometri hanya dilakukan oleh pekerja laki-laki (Suhardjo, 2005). Status gizi juga dapat tetapi juga wanita. Pekerjaan menyadap dikatakan sebagai keadaan keseimbangan pohon karet tergolong pekerjaan berat bagi antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat wanita. Status wanita yang juga berperan gizi oleh tubuh untuk keperluan proses sebagai istri dan ibu, mengharuskan
Nabila Permata Siwi dan Indriati Paskarini, Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak... 3 pekerja wanita penyadap getah karet Status gizi diketahui melalui pengukuran memperhatikan kebutuhan sekaligus berat badan dan tinggi badan, selanjutnya keadaan gizinya. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penghitungan Indeks Massa peneliti tertarik untuk mempelajari Tubuh (IMT) yang digunakan untuk hubungan antara asupan karbohidrat, menentukan status gizi responden. lemak, dan protein dengan status gizi pada Hubungan antara dua variabel tersebut pekerja wanita penyadap getah karet di diuji dengan uji korelasi Spearman (α = Perkebunan Kalijompo Jember. Penelitian 5%). ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara asupan karbohidrat, lemak, dan HASIL protein dengan status gizi pada pekerja wanita penyadap getah karet di Perkebunan Asupan Karbohidrat Pekerja Wanita Kalijompo Jember. Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Jember METODE PENELITIAN Asupan karbohidrat merupakan Penelitian ini bersifat observasional jumlah karbohidrat per hari yang berasal dengan rancang bangun cross sectional. dari makanan dan minuman yang Penelitian ini termasuk dalam penelitian dikonsumsi responden selama 2 kali (1x24 lapangan yaitu dalam mengumpulkan data jam) terakhir. Hasilnya kemudian didapatkan melalui pengukuran secara disesuaikan dengan kebutuhan karbohidrat langsung. Terkait dengan metode analisis, sesuai AKG, sehingga dapat diketahui penelitian ini termasuk dalam penelitian status responden. Responden dalam status analitik. defisit jika asupan karbohidrat responden kurang dari 70% AKG, status kurang jika Lokasi penelitian dilaksanakan di asupan karbohidrat responden 70-80% Perkebunan Kalijompo, Kabupaten Jember. AKG, status sedang jika asupan Dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus karbohidrat responden 80-99% AKG, dan 2017. Populasi pada penelitian ini adalah status baik jika asupan karbohidrat seluruh pekerja wanita penyadap getah responden lebih besar sama dengan 100% karet di Perkebunan Kalijompo Jember AKG. Asupan karbohidrat responden yaitu sebanyak 48 orang. Teknik terendah yaitu sebesar 176,2 gr dan asupan pengambilan sampel ditentukan dengan karbohidrat tertinggi responden sebesar metode simple random sampling karena 555 gr. Distribusi asupan karbohidrat populasi pada penelitian ini homogen. responden dilihat pada Tabel 1. Variabel dalam penelitian ini terdiri Tabel 1. Distribusi Asupan Karbohidrat dari dua jenis yaitu variabel independen Pekerja Penyadap Getah Karet di dan variabel dependen. Variabel Perkebunan Kalijompo Jember independen dalam penelitian ini terdiri dari Tahun 2017 asupan karbohidrat, asupan lemak, dan protein. Variabel dependen dalam Asupan Karbohidrat n % penelitian ini adalah status gizi. Asupan karbohidrat, lemak, dan protein diketahui Defisit 2 6,1 dari hasil wawancara menggunakan metode food recall 2 kali (1x24 jam). Hasil Kurang 3 9,1 food recall dihitung berdasar asupan karbohidrat, lemak, dan protein Sedang 3 9,0 menggunakan program Nutri Survey. Asupan keempat zat gizi responden Baik 25 75,8 tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG). Total 33 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (75,8%)
4 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:1-12 memiliki asupan karbohidrat yang paling dan minuman yang dikonsumsi oleh baik. responden terakhir kali selama 2 kali (1x24 jam) yanga dicatat menggunakan food Asupan Lemak Pekerja Wanita recall 2 kali (1x24 jam). Hasil dari food Penyadap Getah Karet di Perkebunan recall tersebut dimasukkan pada Kalijompo Jember Nutrisurvey untuk mengetahui asupan protein responden. Asupan protein Asupan lemak merupakan jumlah responden tersebut kemudian dibandingkan lemak per hari yang berasal dari makanan dengan kebutuhan lemak sesuai AKG dan minuman yang dikonsumsi terakhir untuk menentukan statusnya yang terdiri oleh responden terhitung selama 2 kali dari status defisit yaitu jika asupan protein (1x24 jam), yang dicatat menggunakan responden sebesa kurang dari 70% AKG, food recall. Banyaknya asupan lemak kurang jika asupan protein responden responden kemudian disesuaikan dengan berada pada rentang 70-80% AKG, sedang kebutuhan lemak sesuai AKG, sehingga jika asupan protein responden berkisar diketahui responden termasuk dalam status antara 80-99% AKG, dan baik jika asupan defisit yaitu jika asupan lemak responden protein responden adalah lebih besar sama adalah kurang dari 70% AKG, kurang jika dengan 100% AKG. Diketahui asupan asupan lemak responden berada pada protein terendah sebesar 27,8 gr dan rentang 70-80%, sedang jika asupan lemak tertinggi 130 gr. Distribusi asupan protein responden berkisar antara 80-99% AKG, responden dapat dilihat pada Tabel 3. atau baik jika asupan lemak responden adalah lebih besar sama dengan 100% Tabel 3. Distribusi Asupan Protein Pekerja AKG. Diketahui asupan lemak terendah Penyadap Getah Karet di dari responden adalah 7,9 gr dan tertinggi Perkebunan Kalijompo Jember sebesar 157,3 gr. Distribusi asupan lemak Tahun 2017 responden dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Asupan Lemak Pekerja Asupan Protein n% Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Jember Defisit 2 6,1 Tahun 2017 Kurang 13 Sedang 2 6,1 Baik 28 84,8 33 100 Total Asupan Lemak n% Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (84,8%) Defisit 14 42,4 memiliki asupan protein yang baik. Kurang 13 Sedang 7 21,2 Status Gizi Pekerja Wanita Penyadap Baik 11 33,3 Getah Karet di Perkebunan Kalijompo 33 100 Jember Total Berdasarkan Tabel 2, diketahui Status gizi pada penelitian ini bahwa sebagian besar (42,4%) mengalami dilihat berdasarkan nilai IMT. Untuk defisit asupan lemak. menentukan IMT, dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan Asupan Protein Pekerja Wanita responden. Hasil penimbangan dan Penyadap Getah Karet di Perkebunan pengukuran tersebut selanjutnya dihitung Kalijompo Jember menggunakan rumus IMT yang menghasilkan nilai IMT. IMT terdiri dari 5 Asupan protein merupakan jumlah protein per hari yang berasal dari makanan
Nabila Permata Siwi dan Indriati Paskarini, Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak... 5 kategori, yang terdiri dari sangat kurus, 31,8. Distribusi pekerja wanita penyadap kurus, normal, gemuk, dan sangat gemuk. getah karet di Perkebunan Kalijompo Responden dikatakan sangat kurus jika Jember berdasarkan status gizi dapat nilai IMT adalah kurang dari 17,0, kurus dilihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jika nilai IMT berada pada rentang 17,0- sebagian besar responden (60,6%) 18,4, normal jika nilai IMT berada pada memiliki status gizi normal. rentang 18,5-25,0 , gemuk jika nilai IMT berada pada rentang kurang dari 25,1-27,0, Hubungan Asupan Karbohidrat dengan dan sangat gemuk jika nilai IMT lebih Status Gizi pada Pekerja Wanita besar dari 27,0. Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Jember Tabel 4. Distribusi Status Gizi Pekerja Wanita Penyadap Getah Karet di Hubungan antara asupan Perkebunan Kalijompo Jember Tahun 2017 karbohidrat dengan status gizi pada pekerja wanita penyadap getah karet di Perkebunan Status Gizi n% Kalijompo Jember dapat ditinjau Kurus 13 berdasarkan tabulasi silang. Tabulasi silang Normal 20 60,6 Gemuk 6 18,2 merupakan analisis data statistik yang Sangat gemuk 6 18,2 33 100 bersifat deskriptif dan berbentuk tabel Total frekuensi untuk dua variabel. Distribusi hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi pada pekerja wanita Diketahui bahwa nilai IMT penyadap getah karet di Perkebunan terendah dari responden adalah 18,4 dan nilai IMT tertinggi dari responden adalah Kalijompo Jember dapat dilihat pada tabulasi silang pada Tabel 5. Tabel 5. Tabulasi Silang Antara Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi pada Pekerja Wanita Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Tahun 2017 Status Gizi Asupan Karbohidrat Kurus Normal Gemuk Sangat Total Gemuk n % n % n %n % n % Defisit 0 0 1 50 1 50 0 0 2 100 Kurang 0 0 2 66,7 1 33,3 0 0 3 100 Sedang 0 0 2 66,7 0 0 1 33,3 3 100 Baik 1 4 15 60 4 16 5 20 25 100 Berdasarkan Tabel 5 diketahui menunjukkan bahwa responden dengan bahwa terdapat responden yang mengalami kondisi asupan karbohidrat yang baik defisit asupan karbohidrat dengan status memiliki status gizi yang normal. gizi normal dan gemuk, masing-masing Berdasarkan hasil uji statistik sebesar 50%. Responden yang mengalami menggunakan uji korelasi spearman kurang asupan karbohidrat dengan status diperoleh nilai p= 0,968. Nilai p tersebut gizi normal sebesar 66,7%. Responden diketahui melebihi nilai α yaitu sebesar dengan asupan karbohidrat sedang dan 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa memiliki status gizi normal sebesar 66,7%. tidak terdapat hubungan yang signifikan Responden dengan asupan karbohidrat antara asupan karbohidrat dengan status yang baik dan kondisi gizinya yang gizi. berstatus normal sebesar 60%. Tabel 5
6 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:1-12 Hubungan Asupan Lemak dengan mengetahui ada atau tidaknya hubungan status Gizi pada Pekerja Wanita serta mengetahui kekuatan hubungan Penyadap Getah Karet di Perkebunan antara kedua variabel tersebut. Kalijompo Jember Hasil penelitian menunjukkan Hubungan antara asupan lemak bahwa sebagian besar asupan lemak dengan status gizi responden pada responden berada pada kondisi defisit penelitian ini dapat dilihat berdasarkan asupan lemak yaitu sebanyak 14 responden. hasil tabulasi silang dan uji korelasi Asupan lemak responden paling rendah Spearman. Hubungan antara asupan lemak berada pada kondisi kurang yaitu sebanyak dengan status gizi dapat dilihat secara 7 responden. Distribusi responden deskriptif menggunakan tabulasi silang. berdasarkan asupan lemak dan status gizi Uji korelasi Spearman digunakan untuk dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tabulasi Silang Antara Asupan Lemak dengan Status Gizi pada Pekerja Wanita Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Tahun 2017 Status Gizi Asupan Lemak Kurus Normal Gemuk Sangat Total Gemuk n %n % n %n % n % Defisit 0 0 10 71,4 2 14,3 2 14,3 14 100 Kurang 0 0 0 0 0 0 1 100 1 100 Sedang 0 0 5 71,4 2 28,6 0 0 7 100 Baik 1 9,1 5 45,5 2 18,2 3 27,3 11 100 Berdasarkan Tabel 6 diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara bahwa terdapat responden mengalami asupan lemak dengan status gizi pada kondisi defisit asupan lemak dengan status pekerja wanita penyadap getah karet di gizi normal yaitu sebesar 71,4%. Perkebunan Kalijompo Jember. Responden yang mengalami kurang asupan Berdasarkan hasil tabulasi silang lemak dengan status gizi sangat gemuk dan uji statistik yang menggunakan uji yaitu sebesar 100%. Responden dengan korelasi spearman, diketahui bahwa tidak asupan lemak sedang dan status gizi nya terdapat hubungan antara asupan lemak normal sebesar 71,4%. Responden dengan dengan status gizi pada pekerja wanita asupan lemak yang baik dan kondisi penyadap getah karet di Perkebunan gizinya berstatus normal sebesar 45,5%. Kalijompo Jember. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa responden dengan kondisi defisit asupan Hubungan Asupan Protein dengan lemak memiliki status gizi yang normal. Status Gizi pada Pekerja Wanita Uji korelasi spearman digunakan Penyadap Getah Karet di Perkebunan untuk mencari hubungan atau untuk Kalijompo Jember menguji signifikansi hipotesis asosiatif jika pada setiap variabel yang dihubungkan Uji korelasi spearman digunakan skala datanya berbentuk ordinal. Hasil uji untuk mencari ada atau tidaknya hubungan statistik menggunakan uji korelasi antara asupan protein dengan status gizi spearman, diketahui nilai p= 0,646. Nilai p atau untuk menguji signifikansi hipotesis tersebut diketahui bahwa melebihi nilai α asosiatif serta kekuatan hubungan antar yang sebesar 0,05. Hasil yang kedua variabel tersebut. Hasil pada menunjukkan bahwa nilai p melebihi nilai penelitian ini menunjukkan bahwa α, hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak sebagian besar asupan protein responden
Nabila Permata Siwi dan Indriati Paskarini, Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak... 7 berada pada kondisi yang baik sebanyak 28 berada pada kondisi yang kurang hanya 1 responden. Asupan protein responden responden saja. berada pada kondisi yang sedang dan defisit masing-masing sebanyak 2 Distribusi responden berdasarkan responden, sedangkan asupan protein yang asupan protein dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Asupan Protein dengan Status Gizi pada Pekerja Wanita Penyadap Getah Karet di Perkebunan Kalijompo Tahun 2017 Status Gizi Asupan Protein Kurus Normal Gemuk Sangat Total Defisit n% n %n % Gemuk n% Kurang 00 2 100 Sedang 00 0 0 1 50 n% 1 100 Baik 00 1 100 0 0 2 100 1 3,6 2 100 0 0 1 50 28 100 17 60,7 5 17,9 00 00 5 17,9 Berdasarkan Tabel 7 yang merupakan status gizi pada pekerja wanita penyadap tabulasi silang, digunakan untuk analisis data getah karet di Perkebunan Kalijompo Jember. yang bersifat deskriptif, diketahui bahwa terdapat responden mengalami kondisi defisit PEMBAHASAN protein dengan status gizi gemuk dan sangat gemuk, masing-masing sebesar 50%. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Terdapat responden yang mengalami kurang Status Gizi Pekerja Wanita Penyadap asupan protein dengan status gizi normal Getah Karet di Perkebunan Kalijompo yaitu sebesar 100%. Responden dengan Jember asupan protein sedang dan status gizi nya normal yaitu sebesar 100%. Selanjutnya Karbohidrat adalah sumber energi terdapat responden dengan asupan protein yang baik dan kondisi gizinya berstatus utama bagi manusia yang relatif murah. normal yaitu sebesar 60,7%. Jika dilihat berdasarkan kecenderungan data pada Tabel Karbohidrat terdiri dari 2 golongan yaitu 7, diketahui bahwa sebagian besar responden dengan kondisi asupan protein kurang dan karbohidrat sederhana dan karbohidrat sedang memiliki status gizi normal. kompleks. Karbohidrat sederhana merupakan Uji korelasi spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau untuk gula dan merupakan bagian alami dari menguji signifikansi hipotesis asosiatif jika pada setiap variabel yang dihubungkan skala beberapa makanan seperti buah, sayur, dan datanya berbentuk ordinal. Berdasarkan hasil uji statistk yang menggunakan uji korelasi susu. Karbohidrat kompleks merupakan spearman , diketahu nilai p= 0,679. Nilai p tersebut diketahui melebihi nilai α (0,05). tepung. Makanan tingi karbohidrat kompleks Hasil yang menunjukkan bahwa nilai p yaitu lentil, buncis, kacang kapri, kentang, melebihi α, menunjukkan bahwa antara jagung, ercis, nasi, pasta, grits, seral, tepung asupan protein dengan status gizi tidak terdapat hubungan yang signifikan. Kedua uji jagung, roti, dan oatmeal (Kowtaluk, 2001). tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan Sebagian besar responden memperoleh asupan karbohidrat dari konsumsi nasi. Terdapat responden yang mengkonsumsi 300 gr nasi dalam 1 kali makan. Menurut penuturan responden, jika konsumsi nasi kurang maka akan membuat responden tidak kuat bekerja. Pekerjaan menyadap getah karet dapat dikatakan berat, terlebih bagi wanita (Santosa, 2004). Sebesar 40% waktu pekerja digunakan untuk berdiri
8 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:1-12 menyadap pohon karet dan 60% waktu Penelitian sejenis telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian yang digunakan untuk berjalan mengambil getah dilakukan oleh Elnovriza (2009) menunjukkan bahwa antara asupan karet serta memikul ember berisi getah karet karbohidrat dengan status gizi tidak terdapat hubungan yang signifikan. Penelitian lainnya (Almatsier, 2009). yang dilakukan oleh Atika, et al (2015) menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat Sebagian besar responden hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi pada pelajar di SMP Negeri 13 memperoleh karbohidrat kompleks dari Kota Manado. konsumsi nasi. Asupan karbohidrat Hubungan Asupan Lemak dengan Status sederhana diperoleh dari konsumsi sayur. Gizi Pekerja Wanita Penyadap Getah Sebagian besar responden jarang dan bahkan Karet di Perkebunan Kalijompo Jember tidak pernah mengkonsumsi makanan yang Lemak merupakan sumber energi paling padat, zat gizi ini menghasilkan 9 mengandung karbohidrat kompleks dan kalori untuk setiap gramnya yaitu 2,25 kali lebih besar energi yang dihasilkan oleh sederhana lainnya, seperti susu dan buah. Hal karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi ini karena kondisi tempat tinggal responden tubuh terbesar. Simpanan lemak tersebut berasal dari konsumsi salah satu atau yang berada di kaki gunung sehingga untuk kombinasi beberapa zat energi yaitu karbohidrat, lemak, dan protein (Almatsier, memperoleh susu lebih sulit dan mahal 2009). Sumber lemak berasal dari mentega, margarin, minyak tumbuh-tumbuhan (minyak dibandingkan memperoleh nasi dan sayur. kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, dan jagung), daging, ikan, ayam, Meskipun banyak buah yang tumbuh di telur, susu, krim, keju, kacang-kacangan, biji- bijan, alpukat, makanan yang dipanggang, lingkungan tempat tinggal responden, mereka dan makanan yang digoreng (Kowtaluk, 2001, dan Almatsier, 2009). lebih memilih untuk menjual buah tersebut Sebagian besar responden memiliki dibandingkan mengkonsumsinya sendiri. asupan lemak yang defisit, konsumsi makanan responden yang mengandung lemak Berdasarkan Tabel 5 diketahui lebih sedikit dibandingkan karbohidrat dan protein. Menurut responden, dengan bahwa sebagian besar responden dengan mengkonsumsi lebih banyak nasi yang mengandung karbohidrat jauh lebih asupan karbohidrat yang baik, sedang, bertenaga dibandingkan lauk pauk yang mengandung lemak. Terdapat responden kurang, dan defisit cenderung memiliki status yang mengkonsumsi sedikit makanan yang mengandung lemak dan keadaan tersebut gizi normal. Ditinjau dari hasil uji korelasi diperparah dengan freukensi makan yang hanya 2 kali dalam sehari. Spearman diketahui bahwa tidak terdapat Makanan mengandung lemak yang hubungan yang signifikan antara asupan sering dikonsumsi oleh sebagian besar responden adalah telur dan ikan khususnya karbohidrat dengan status gizi. Seseorang yang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan kegemukan (Almatsier, 2009). Senada dengan hal tersebut, menurut Kowtaluk (2001), jumlah asupan zat gizi salah satunya adalah karbohidrat dapat menimbulkan kegemukan. Kegemukan dapat terjadi akibat konsumsi makanan yang melebihi angka kecukupan gizi (Adriani danWirjatmadi, 2012). Karbohidrat dapat menimbulkan kegemukan. Responden dengan kondisi defisit dan kurang karbohidrat dapat tetap memiliki status gizi yang baik karena fungsi karbohidrat dalam menghasilkan energi, dibantu oleh konsumsi makanan responden yang mengandung lemak dan terutama protein. Lemak dan protein yang juga dapat menghasilkan energi, sehingga asupan energi responden sesuai dengan aktivitas yang dilakukan maka tidak terjadi masalah dengan status gizinya.
Nabila Permata Siwi dan Indriati Paskarini, Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak... 9 ikan cakalang, pindang tongkol, teri, dan ikan makannya sedikit. Selain itu, konsumsi asin. Selain faktor kemudahan mendapatkan responden terhadap kafein dari teh dan kopi makanan, faktor ekonomi juga menjadi khususnya, dianggap cukup untuk melakukan alasan. Responden jarang mengkonsumsi aktivitas menyadap getah karet. Hal tersebut makanan yang mengandung lemak sesuai dengan yang dinyatakan oleh Harpaz khususnya daging dan ayam. Kedua makanan (2016), bahwa kafein dapat meningkatkan tersebut dianggap mewah oleh sebagian besar performa fisik dan mengurangi kelelahan, responden. Responden mengaku bahwa sehingga responden merasa cukup dengan untuk mengkonsumsi kedua makanan konsumsi kopi dan/atau teh tanpa makan pagi tersebut hanya pada saat menghadiri atau dan/atau dengan prosi makan yang sedikit.. mengadakan hajatan atau pada saat hari raya. Telah banyak penelitian sejenis yang Berdasarkan Tabel 6. diketahui menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bahwa seluruh responden dengan kondisi antara asupan lemak dengan status gizi. kurang asupan lemak memiliki status gizi Penelitian yang dilakukan Elnovriza (2009) yang sangat gemuk. Sebagian besar pada mahasiswa di asrama Universitas responden dengan kondisi asupan lemak Andalas, menunjukkan bahwa tidak terdapat yang defisit sedang, dan baik cenderung hubungan antara asupan lemak dengan status memiliki status gizi yang normal. Ditinjau gizi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh dari hasil uji korelasi Spearman diketahui Arifiyanti (2016) pada remaja putri di bahwa tidak terdapat hubungan yang Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta, signifikan antara asupan lemak dengan juga menunjukkan bahwa tidak terdapat karbohidrat. hubungan antara asupan lemak dengan status gizi. Senada dengan penelitan tersebut, Cadangan lemak yang berlebihan penelitian yang dilakukan Adani, et al (2016) dapat menimbulkan seseorang memiliki berat juga menyatakan bahwa tidak terdapat badan lebih (Suhardjo dan Kusharto, 1992). hubungan antara asupan lemak dengan status Wanita setelah menopause akan mengalami gizi. peningkatan lemak tubuh terutama lemak pusat (Demerath, et al, 2007). Asupan lemak Hubungan Asupan Protein dengan Status berpengaruh besar terhadap keseimbangan energi. Kondisi seseorang dengan asupan Gizi Pekerja Wanita Penyadap Getah lemak rendah, tinggi karbohidrat, tinggi protein, konsumsi kafein, dan tinggi serat Karet di Perkebunan Kalijompo Jember maka yang terjadi adalah energi yang masuk lebih sedikit dibandingkan energi yang keluar. Protein merupakan zat gizi penghasil Jika kondisi seseorang dengan asupan tinggi energi yang relatif lebih mahal. Protein lemak, rendah karbohidrat, rendah protein, terdiri dari banyak asam amino. Berdasarkan dan rendah serat maka yang terjadi adalah pada kandungan asam amino, dapat energi yang masuk lebih banyak dikatakan bahwa makanan yang dibandingkan energi yang keluar (Doucet dan menyediakan protein komplit dan protein Tremblay, 1997). inkomplit. Protein komplit mengandung asam amino esensial dalam jumlah yang Responden dengan kondisi kurang cukup, beberapa makanan seperti daging, asupan lemak tetapi memiliki status gizi yang ayam, ikan, telur, susu, dan keju gemuk atau sangat gemuk, dapat terjadi menyediakan protein jenis ini. Protein karena cadangan lemak di dalam tubuhnya inkomplit, mengandung kurang atau lebih yang berlebihan. Cadangan lemak yang asam amino esensial, beberapa makanan berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas seperti buncis, kacang kapri, serealia, dan yang sesuai, dapat menimbulkan kenaikan kacang-kacangan menyediakan lebih banyak berat badan. Selain itu, menurut penuturan protein jika dibandingkan sayur dan buah responden mengaku bahwa meskipun ia (Kowtaluk, 2001). Menurut Almatsier (2009), mengalami kegemukan, porsi dan frekuensi sumber protein yang baik didapatkan dari
10 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:1-12 bahan makanan hewani, baik dalam jumlah aktivitas yang dilakukan, sehingga responden maupun mutunya seperti telur, susu, daging, dapat mengalami kegemukan. unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai yang sering Penelitian yang dilakukan oleh dihasilkan produk olahan seperti tempe dan Elnovriza (2009) menunjukkan bahwa tidak tahu. Padi-padian serta produk hasil terdapat hubungan antara asupan protein olahannya relatif rendah protein, akan tetapi dengan status gizi mahasiswa di asrama karena dikonsumsi dalam jumlah yang Universitas Andalas. Penelitian lainnya yang banyak, maka dapat memberi sumbangan dilakukan pada pelajar di SMP Negeri 13 besar terhdap konsumsi protein. Makanan Kota Manado menunjukkan bahwa tidak yang mengandung protein yang setiap hari terdapat hubungan antara asupan protein dikonsumsi oleh sebagian besar responden dengan status gizi (Atika, et al, 2015). adalah tahu, telur, dan ikan. Porsi makan Senada dengan hal tersebut, penelitian yang responden terhadap makanan yang dilakukan Rinanti (2014) juga menunjukkan mengandung protein dapat dikatakan cukup, bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan dalam 1 kali makan responden dapat protein dengan status gizi. mengkonsumsi tempe dan/atau tahu, ikan cakalang, telur, dan nasi setiap harinya. SIMPULAN Berdasarkan Tabel 6, diketahui Hasil penelitian menyatakan bahwa bahwa seluruh responden dengan kondisi tidak terdapat hubungan antara asupan asupan protein yang kurang dan sedang, karbohidrat dengan status gizi pada pekerja masing-masing memiliki status gizi normal. wanita penyadap getah karet di Perkebunan Sebagian besar responden dengan kondisi Kalijompo Jember dengan nilai p= 0,968. asupan protein yang baik memiliki status gizi Tidak terdapat hubungan antara lemak normal. Terdapat responden dengan kondisi dengan status gizi pada pekerja wanita defisit asupan protein memiliki status gizi penyadap getah karet di Perkebunan gemuk dan sangat gemuk. Ditinjau dari hasil Kalijompo Jember dengan nilai p= 0,646. uji korelasi Spearman diketahui bahwa tidak Tidak terdapat hubungan antara protein terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi pada pekerja wanita dengan status gizi. penyadap getah karet di Perkebunan Kalijompo Jember dengan nilai p= 0,679. Protein merupakan salah satu zat Saran yang dapat diberikan adalah pekerja penghasil energi selain karbohidrat dan agar mengurangi konsumsi kafein dari kopi lemak, keseimbangan energi dengan aktivitas dan teh, serta dapat menambah konsumsi yang dilakukan dapat memberikan berat makanan yang mengandung lemak. Pekerja badan yang seimbang atau normal (Kowtaluk, dapat menyeimbangkan asupan karbohidrat, 2001). Berdasarkan hal tersebut, responden lemak, dan protein baik itu melalui jenis dengan kondisi kurang asupan protein makanan yang lebih beragam, frekuensi memiliki status gizi yang normal sebagai makan dalam sehari agar diubah dari 2 kali akibat dari kebutuhan untuk asupan energi sehari menjadi 3 kali sehari maupun yang dibantu oleh karbohidrat dan lemak menambah porsi makan. Pekerja perkebunan sehingga energi yang dimiliki cukup dan disarankan agar mengadakan cek status gizi seimbang dengan aktivitas yang dilakukan, secara rutin sehingga status gizi pekerja dapat sehingga berat badan atau status gizi terkontrol. responden normal. Responden dengan kondisi defisit asupan protein tetapi memiliki DAFTAR PUSTAKA status gizi yang gemuk dapat terjadi karena kebutuhan energinya tercukupi dari Adani, V., Pangestuti, D., R., and karbohidrat dan lemak tetapi proteinnya Rahfiluddin, M., Z., 2016. Hubungan kurang. Responden tersebut kecukupan Asupan Makanan (Karbohidrat, energi yang dimiliki lebih besar daripada
Nabila Permata Siwi dan Indriati Paskarini, Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak... 11 Protein, dan Lemak) dengan Status Elnovriza, D., Bachtiar, H., and Yenrina, Gizi Bayi dan Balita (Studi pada Taman Penitipan Anak Lusendra 2009-2010. Hubungan Pengetahuan Kota Semarang Tahun 2016). Jurnal Kesehatan Masyarakat (Online), Vol. dan Asupan Zat Gizi dengan Status 4., No. 3. Andianto, B., 2010. Faktor yang Gizi Mahasiswa di Asrama Berhubungan dengan Produktivitas Kerja Tenaga Kerja di Bagian Universitas Andalas. Jurnal Pencetakan Kerupuk CV. Faisal Putra. Skripsi. Surabaya: Universitas Kesehatan Masyarakat (Online), Vol. Airlangga. Adriani, M., and Wirjatmadi, B., 2012. 4, No. 1. Peranan Gizi dalam Siklus Gumala, N. M. Y., 2011. Tingkat Konsumsi Kehidupan. Jakarta: Prenamedia Zat Gizi dan Status Gizi Berdasarkan Group. Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Karakteristik Pasien di BPK RS Jiwa Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arifiyanti, A. D., 2016. Hubungan Asupan Provinsi Bali. Jurnal Ilmu Gizi Energi dan Lemak dengan Status Gizi pada Remaja Putri di Pondok (Online), Vol. 2, No 1, Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta. Harpaz, E., Tamir, S., Weinstein, A., and Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Weinstein, Y., 2016. The Effect of Atika, W., Punuh, M. I., and Kapantow, N.H., 2015. Hubungan Antara Asupan Caffeine on Energy Balance. De Energi dan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi pada Pelajar di SMP Gruyter, Vol. 28, No. 1. Negeri 13 Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi (Online), Vol. 4, No. Kowtaluk, H., 2001. Discovering Food and 4. BPS. 2013. Statistik Karet Indonesia 2013. Nutrition. USA: Mc Graw Hill. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Demerath, E., W., Sun, S., S., Rogers, N., Kusuma, G., D., 2011. Faktor-faktor yang Lee, M., Reed, D., Choh, A., C., Couch W., Czerwinski, S., A., Mempengaruhi Produktivitas Kerja Chumlea, C., Siervogel, R., M., Towne, B., 2007. Anatomical pada Pelinting Rokok di Perusahaan Patterning of Visceral Adipose Tissue: Race, Sex, and Age Variation. Rokok Cemara Mas. Skripsi. Obesity, Vol. 15, No. 12. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Surabaya: Universitas Airlangga. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Rinanti, O., S., 2014. Hubungan Asupan Zat Kesehatan Masyaraka. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gizi Makro dan Pengetahuan Gizi Doucet, E., and Tremblay, A., 1997. Food Intake, Energy Balance and Body Seimbang dengan Status Gizi Siswa- Weight Control. European Journal of Clinical Nutrition, Vol. 51. Siswi di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rokhmah, F., Muniroh, L., and Nindya, T. S., 2016. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi Siswi SMA di Pondok Pesantren Al-Izzah Kota Batu. Media Gizi Indonesia (Online), Vol. 11, No. 1, Santosa, G., 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka Suhardjo, 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Suhardjo, and Kusharto, C. M., 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius. Suharno, D., 1990. Gizi Kerja pada Masyarakat Kerja Sektor Informal. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
12 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:1-12 Yudhantara, E., P., 2015. Analisis Faktor- Kecamatan Gumelar Kabupaten faktor yang Mempengaruhi Capaian Produksi Tenaga Kerja Penyadap Banyumas. Skripsi. Universitas Karet di PT. Rumpun Sari Antan IV Diponegoro Semarang.
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIANCY VIRUS (HIV) DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGOBATAN DI PUSKESMAS DUPAK Sindi Paratika1, Ernawaty2 1,2Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga1,2 Alamat korespondensi: Sindi Paratika Email: [email protected] ABSTRACT Dupak primary health care is one of health care which have complete HIV and Acquired Immuno Deficiency Syndrom (AIDS) prevention program. The number of HIV-AIDS sufferers increasing every year, but the number of new HIV positive cases taking Anti Retroviral Virus(ARV) treatment at Dupak primary health care are low. The purpose of this research was analyzed the HIV treatment decision making process of patients at Dupak primary health care. The method in this research was descriptive quantitive research through questionnaires. Variables of this study are individual characteristics include age, level of education, knowledges, status of severity with decision making process of treatment. The results of this study indicate that most respondents (50%) have a high knowledge of HIV treatment. Decision-making process of HIV positive patient treatment have 2 stages that most respondents didn’t do. There are stage of the information search (75%) and stage of alternative evaluation (56.25%). The conclusion of this research are most respondents didn’t do information searching and alternative evaluation in decision making process at Dupak primary health care. According suggested from this study are to improve HIV related socialization programs through promotional activities and discussions related to HIV treatment services to improve knowledge and activeness of seeking information through print and electronic media. Keywords: decision-making process, HIV positive patients, knowledge, primary health care, severity level ABSTRAK Puskesmas Dupak adalah salah satu puskesmas yang memiliki program penanggulangan HIV dan AIDS secara lengkap. Jumlah penderita HIV-AIDS mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun jumlah kasus baru HIV positif yang melakukan pengobatan ARV di Puskesmas Dupak tergolong rendah. Penelitian ini digunakan untuk menganalisis proses pengambilan keputusan pasien untuk melakukan pengobatan HIV di Puskesmas Dupak. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif melalui hasil kuesioner. Variabel penelitian ini adalah hubungan karakteristik individu yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status keparahan dengan proses pengambilan keputusan pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan pengobatan HIV yang tinggi sebesar 50%. Proses pengambilan keputusan pengobatan terdapat 2 tahap yang sebagian besar tidak dilakukan oleh responden yaitu pada tahap information search sebesar 75% dan tahap evaluation alternative sebesar 56,25%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar responden tidak melakukan tahap information search dan evaluation alternative pada proses pengambilan keputusan pengobatan di Puskesmas Dupak. Saran dari penelitian ini adalah meningkatkan program sosialisasi terkait HIV melalui kegiatan promosi dan diskusi terkait pelayanan pengobatan HIV untuk meningkatkan pengetahuan dan keaktifan mencari informasi melalui media cetak maupun media elektronik. Kata kunci : proses pengambilan keputusan, pasien HIV positif, pengetahuan, puskesmas, status keparahan PENDAHULUAN mencantumkan target sebesar kurang dari 0,50% terhadap pengendalian HIV pada Indonesia memiliki komitmen tahun 2019 melalui pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk mengendalikan epidemi kasus HIV (RPJMN). Virus HIV menyerang bagian sistem kekebalan tubuh terutama sel CD4 yang cenderung selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga Indonesia ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.59-70 Received 8 January2018, received in revised form 23 January2018 , Accepted 25 January 2018 , Published online: July 2018
60 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 59-70 yang membantu sistem kekebalan tubuh Menurut Permenkes Nomor 75 manusia (Ardhiyanti, 2015). tahun 2014, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Dinas HIV pertama kali ditemukan pada Kesehatan kabupaten/kota dan merupakan tahun 1987 sampai dengan bulan pelaksana tingkat pertama pembangunan September tahun 2016, jumlah kasus HIV kesehatan di Indonesia. Puskesmas dan AIDS tersebar di 407 dari 507 diharapkan memberikan layanan kabupaten/kota di seluruh Provinsi di dukungan, perawatan, dan pengobatan HIV Indonesia. Jumlah kasus HIV yang telah secara mandiri sesuai dengan standard dilaporkan pada tahun 2014 yaitu sebanyak layanan di fasilitas tingkat pertama 32.711 kasus HIV, pada tahun 2015 yaitu (Sugiana, 2015). sebanyak 30.935 kasus HIV dan pada tahun 2016 dilaporkan sebanyak 27.963 Puskesmas Dupak merupakan salah kasus HIV. Jumlah infeksi HIV pada tahun satu puskesmas yang dinyatakan sebagai 2016 pada bulan Juli hingga September puskesmas rujukan dan menjadi satelit yaitu sebanyak 10.116 kasus infeksi HIV, ARV di Kota Surabaya. Puskesmas Dupak sedangkan jumlah AIDS dilaporkan juga memiliki penanggulangan HIV dan sebanyak 412 kasus AIDS (Kemenkes RI AIDS secara lengkap yang melaksanakan Ditjen PP dan PL Tahun 2016). Layanan Kesehatan Berkesinambungan (LKB). Pelaksanaan layanan baik melalui Statistika kasus HIV dan AIDS di dukungan, perawatan dan pengobatan Indonesia tertinggi berada di Provinsi DKI sudah dilaksanakan oleh Puskesmas Dupak Jakarta yaitu sebanyak 43.738 kasus, sebagai upaya untuk mengendalikan sedangkan Propinsi Jawa Timur berada di penyakit menular di wilayah kerjanya, posisi tertinggi kedua kasus HIV yaitu namun jumlah temuan kasus baru HIV di sebanyak 28.979 kasus HIV. Jumlah AIDS Puskesmas Dupak tergolong tinggi setiap di Indonesia tertinggi berada di Provinsi tahunnya. Jawa Timur yaitu sebanyak 16.432 kasus, sedangkan Provinsi dengan jumlah AIDS Jumah kasus baru HIV positif di tertinggi kedua adalah Provinsi Papua yaitu Puskesmas Dupak masih tinggi setiap sebanyak 13.335 kasus AIDS (Kemenkes tahunnya. Tahun 2015, jumlah kasus baru RI Ditjen PP dan PL Tahun 2016). HIV positif di Puskesmas Dupak sebesar Menurut data Dinas Kesehatan Kota 22 orang yang berasal dari poli umum dan Surabaya pada tahun 2013-2016, jumlah 4 orang berasal dari poli Kesehatan Ibu dan temuan kasus baru HIV dan AIDS Anak (KIA). Tahun 2016, jumlah kasus mengalami peningkatan sebanyak 24,0% baru HIV positif di Puskesmas Dupak pada tahun 2014 kemudian mengalami sebesar 20 orang yang berasal dari poli penurunan sebanyak 0,21% pada tahun umum dan 2 orang berasal dari poli KIA. 2015 dan pada tahun 2016 mengalami Menurut manajer kasus yang menangani penurunan sebanyak 1,07%. kasus HIV dan AIDS di Puskesmas Dupak, pasien yang dinyatakan sebagai HIV Perkembangan kasus HIV dan positif yang berasal dari poli KIA langsung AIDS hingga saat ini masih menjadi dirujuk ke Rumah Sakit dr. Soetomo, tantangan besar untuk daerah-daerah yang sehingga pengobatan HIV yang sedang berkembang (Inggit, 2017). dilaksanakan di Puskesmas Dupak berasal Penanganan HIV dan AIDS diperlukan dari pasien yang melakukan Provider perhatian yang serius dari berbagai pihak, Initiated Testing and Counselling (PITC) hal ini dikarenakan penyakit HIV dan di poli umum dan poli TB. AIDS menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat menyebabkan kualitas Penemuan pengobatan HIV dengan hidup dan produktifitas bangsa juga menggunakan terapi ARV adalah suatu mengalami penurunan (Elly, 2009). perkembangan perawatan kepada Orang dengan HIV AIDS (ODHA) (Adhithyan,
Sindi Paratika dan Ernawaty, Hubungan Karakteristik Pasien... 61 2016). Menurut laporan HIV dan AIDS Faktor yang berasal dari masyarakat P2P Kemenkes RI tahun 2016, menunjukkan bahwa jumlah ODHA yang meliputi tingkat pendidikan dan status telah mendapatkan pengobatan ARV hingga bulan September tahun 2016 sosial ekonomi masyarakat (Swasta, 2005). sebanyak 73.037 orang. Kelangsungan pengobatan HIV dan AIDS di Puskesmas Kualitas pelayanan puskesmas, citra Dupak pada tahun 2014 ditemukan kasus baru sebanyak 10 kasus yang kemudian layanan kesehatan di puskesmas, dan citra pasien memutuskan untuk berobat di Puskesmas Dupak sebanyak 9 orang, tenaga kesehatan dapat mempengaruhi berobat pada fasilitas kesehatan lainnya sebanyak 1 orang. Tahun 2015 sebanyak pengambilan keputusan untuk 22 kasus yang kemudian pasien memutuskan untuk berobat di Puskesmas menggunakan layanan kesehatan (Arwyn, Dupak sebanyak 1 orang, data pasien meninggal sebanyak 2 orang. Sebanyak 19 2017). pasien HIV positif lainnya memutuskan untuk melakukan pengobatan di fasilitas Berdasarkan latar belakang, layanan kesehatan lainnya yang melayani pengobatan HIV atau pelayanan kesehatan terdapat berbagai faktor yang dapat layanan rujukan ARV. mempengarui pengambilan keputusan pada Laporan tahun 2017 dari Puskesmas Dupak menyebutkan, bila pasien HIV positif dalam penggunaan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2016 sebanyak 20 kasus. Pasien yang layanan kesehatan untuk pengobatan dan melakukan pengobatan HIV di Puskesmas Dupak sebanyak 2 orang, pasien penanganan penyakit HIV dan AIDS, meninggal sebanyak 2 orang, sedangkan pasien kasus baru HIV positif yang sehingga peneliti tertarik untuk meneliti melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan lainnya sebanyak 16 orang. hubungan antara faktor individi pasien Jumlah ditemukan pasien kasus baru HIV positif yang melakukan pemeriksaan tes HIV positif untuk melakukan pengambilan HIV awal di Puskesmas Dupak mencapai angka yang tinggi setiap tahunnya. Jumlah keputusan pengobatan di Puskesmas pasien kasus baru HIV positif yang melakukan pengobatan HIV di Puskesmas Dupak Kota Surabaya. Penelitian ini Dupak tergolong pada angka rendah yaitu sebanyak 2 orang atau 10% dari jumlah bertujuan untuk mengetahui hubungan pasien kasus baru HIV positif di Puskesmas Dupak pada tahun 2016. antara faktor karakteristik individu yang Rendahnya penggunaan fasilitas meliputi umur, tingkat pendidikan, layanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari penyedia pengetahuan dan status keparahan dengan layanan dan faktor masyarakat. Faktor yang berasal dari penyedia layanan proses pengambilan keputusan pengobatan meliputi fasilitas yang disediakan oleh pelayanan kesehatan, jarak, dan biaya pasien HIV positif di Puskesmas Dupak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Kota Surabaya (Notoatmojo, 2003). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif melalui hasil kuesioner dengan menggunakan rancang bangun cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang telah dinyatakan sebagai pasien HIV positif dan melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak dengan karakteristik yang ditentukan melalui kriteria inklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu responden telah dinyatakan menjadi pasien kasus baru HIV positif di Puskesmas Dupak Surabaya, pasien HIV positif yang melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak, pasien HIV positif yang datang saat acara sosialisasi pada tanggal 14 Agustus 2017, serta bersedia menjadi responden. Responden dalam penelitian ini sebanyak 16 pasien HIV positif yang
62 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 59-70 melakukan pengobatan di Puskesmas balita (0-5 tahun), anak-anak (5-11 tahun), Dupak. Penelitian ini dilakukan di remaja (12-25 tahun), dewasa (26-45 Puskesmas Dupak yang berlokasi di Jl. tahun), lansia (46-65 tahun), dan manula Dupak Bangunrejo Gg. Poliklinik No. 6 (lebih dari 65 tahun). Kecamatan Krembangan Kota Surabaya. Variabel independen dalam penelitian ini Tingkat pendidikan pasien HIV adalah faktor karakteristik pasien HIV positif pada penelitian ini dilihat positif yang meliputi umur, tingkat berdasarkan jenjang pendidikan formal pendidikan, pengetahuan, serta status yang ditempuh oleh responden yang keparahan pasien HIV positif yang meliputi tidak sekolah, Sekolah Dasar melakukan pengobatan di Puskesmas (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Dupak. Variabel dependen pada penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA), dan ini adalah proses pengambilan keputusan Perguruan Tinggi. Pengetahuan pasien pengobatan di Puskesmas Dupak. HIV positif yang melakukan pengobatan dalam penelitian ini dikelompokkan Penelitian ini menggunakan teori menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan pengambilan keputusan menurut Solomon, tinggi, sedang dan rendah. Status Gary, Soren, Margaret, dan Hogg dalam keparahan pasien HIV positif pada buku “Consumer Behaviour Third Edition” penelitian ini ditinjau dari tingkat stadium pada tahun 2006. Berdasarkan teori pasien HIV positif saat melakukan Solomon et al (2006), terdapat 5 tahap pengobatan di Puskesmas Dupak Kota pengambilan keputusan yaitu tahap Surabaya yaitu stadium I, stadium II, problem recognition, information search, stadium III, dan Stadium IV. evaluation of alternative, purchase, dan outcome. Data yang telah diperoleh Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan kemudian dianalisis dengan menggunakan bahwa rentang umur responden yang teknik analisis deskriptif berupa distribusi melakukan pengobatan di Puskesmas frekuensi dan tabulasi silang (cross- Dupak pada kelompok remaja, dewasa, tabulation). Penelitian ini telah hingga lansia. Rentang kelompok umur mendapatkan keterangan lolos uji etik yang pasien HIV positif yang menjadi responden berasal dari Komisi Etik Penelitian dalam penelitian ini adalah 23-55 tahun. Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Sebagian besar kelompok umur responden No. 434-KEPK. yang melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak dengan memiliki persentase HASIL tertinggi adalah pada rentang usia dewasa yaitu sebesar 75,0%. Tingkat pendidikan Karakteristik Pasien HIV Positif yang responden diukur sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh Melakukan Pengobatan di Puskesmas oleh pasien HIV positif di Puskesmas Dupak. Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan Dupak bahwa tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh responden mayoritas Karakteristik responden pada tamatan SMA dengan persentase sebesar penelitian ini meliputi umur, tingkat 43,75%, sedangkan responden yang pendidikan, pengetahuan, dan status menempuh pendidikan formal tamatan keparahan pasien HIV positif yang berobat SMP sebesar 25,0% dan tamatan SD di Puskesmas Dupak. Umur adalah jumlah sebesar 31,25%. tahun hidup pasien HIV positif mulai dari lahir hingga saat dilakukan pengisian Tingkat pengetahuan responden lembar kuesioner di Puskesmas Dupak. menunjukkan bahwa sebagian besar dalam Pengelompokkan umur pasien HIV positif kategori tinggi dengan peresentase pada penelitian ini dikelompokkan tertinggi yaitu sebesar 50,0%. Pengetahuan berdasarkan rentang umur menurut responden termasuk dalam kategori tinggi Departemen Kesehatan tahun 2009 yaitu
Sindi Paratika dan Ernawaty, Hubungan Karakteristik Pasien... 63 karena telah mengetahui terkait dengan arti besar dalam kondisi tingkat keparahan pengobatan HIV, fungsi pengobatan HIV, pada stadium III yaitu sebesar 43,75%. manfaat pengobatan HIV, efek samping tidak menyelesaikan pengobatan HIV, efek Pengambilan Keputusan Pengobatan samping mengkonsumsi obat HIV, serta konsekuensi mengkonsumsi pengobatan Pasien HIV Positif HIV yang dikonsumsi seumur hidup. Keputusan adalah hasil dari sebuah Tabel 1. Data Distribusi Karakteristik proses yang dipengaruhi oleh beberapa Responden yang Melakukan faktor termasuk pengetahuan dan Pengobatan di Puskesmas lingkungan, sehingga pengambilan Dupak Tahun 2017 keputusan merupakan sebuah proses pemikiran dan pertimbangan yang Karakteristik Jumlah Persentase dilakukan secara mendalam dan sistemik (n) (%) dengan langkah-langkah yang berurutan. Individu Menurut Marquis dan Husto (2010), 1 6,25 pengambilan keputusan merupakan proses Umur (Tahun) 12 75,00 atau upaya untuk memutuskan serangkaian Remaja (12-25) tindakan, sehingga keputusan sering Dewasa (26-45) 3 18,75 dianggap sinonim denga manajemen. Lansia (46-55) 16 100,00 George R Terry dalam Gita Farelya (2015) Total menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan sebuah pemilihan yang didasari Pendidikan 5 31,25 dengan kriteria tertentu pada dua atau lebih SD 4 25,00 alternative, terdapat 5 hal pokok dalam SMP pengambilan keputusan yaitu intuisi 7 43,75 berdasarkan perasaan, pengalaman, fakta, SMA 16 100,00 wewenang, dan rasional. Menurut Total Solomon et al (2006), terdapat 5 tahap dalam melakukan pengambilan keputusan Pengetahuan 8 50,00 yaitu problem recognition, information Tinggi 4 25,00 search, evaluation of alternative, purchase, 4 25,00 dan ourcome. Sedang 16 100,00 Rendah Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa alasan responden melakukan Total pengobatan yaitu berasal dari keinginan diri sendiri memiliki prsentase tertinggi Status Keparahan 1 6,25 yaitu sebesar 68,75%. Identifikasi tahap Stadium I 4 25,00 information search dilihat dari keaktifan Stadium II 7 43,75 responden mencari informasi pelayanan Stadium III pengobatan HIV baik di Puskesmas 4 25,00 maupun fasilitas kesehatan lainnya. Stadium IV 16 100,00 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa Total sebagian besar responden tidak aktif melakukan pencarian informasi terkait Status keparahan dilihat dari pelayanan pengobatan di Puskesmas tingkat stadium pasien HIV positif yang Dupak maupun fasilitas kesehatan lainnya melakukan pengobatan di Puskesmas sebesar 56,25%. Dupak. Tingkat stadium pada penyakit HIV meliputi Stadium I, Stadium II, Identifikasi pada tahap evaluation Stadium III, dan Stadium IV. Status of alternative dalam penelitian ini dilihat keparahan pasien HIV yang melakukan dari keaktifan responden melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak sebagian perbandingan pelayanan pengobatan di
64 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 59-70 Puskesmas Dupak maupun di fasilitas Hubungan Karakteristik Individu kesehatan lainnya. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar dari dengan Tahap Problem Recognition di jumlah total responden sebanyak 62,50% pasien HIV positif tidak melakukan Puskesmas Dupak perbandingan dan penilaian terhadap tempat pelayanan pengobatan HIV di Problem recognition adalah proses Puskesmas Dupak. yang terjadi saat seseorang melihat perbedaan yang signifikan antara keadaan Tabel 2. Distribusi Tahap Pengambilan saat ini dan keadaan yang diinginkan atau Keputusan Pengobatan di yang dibutuhkan (Solomon et al, 2006). Puskesmas Dupak Tahun 2017 Keinginan dan kebutuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang menjadi Tahapan Jumlah Persentase dorongan bagi seseorang untuk Pengambilan (n) (%) mendapatkan kepuasan terhadap keinginan Keputusan dan kebutuhan pada diri seseorang 68,75 (Trihono, 2005). Problem Recognition 31,25 100,00 Faktor internal dan eksternal yang Keingian sendiri 11 dapat mempengaruhi proses seseorang melakukan pengambilan keputusan adalah Dorongan 5 faktor pribadi, faktor psikologis, faktor budaya, maupun faktor social (Schiffman Total 16 dan Kanuk, 2007). Faktor pribadi meliputi usia, pekerjaan, kepribadian, dan gaya Information Search hidup. Faktor psikologis mliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, memori, dan Aktif 7 43,75 kepercayaan. Faktor budaya meliputi budaya, sub budaya, dan kelas sosial. Tidak Aktif 9 56,25 Faktor sosial meliputi keluarga, peran, dan status (Notoatmojo, 2003). Total 16 100,00 Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan Evaluation of Alternatif 6 37,50 bahwa semakin tua umur pasien maka 10 62,50 pengenalan kebutuhan untuk melakukan Aktif 16 100,00 pengobatan HIV di Puskesmas Dupak yang Tidak Aktif berasal dari keinginan diri pasien Total cenderung semakin tinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin rendah Purchase 12 75,00 tingkat pendidikan pasien maka Diri Sendiri 4 25,00 pengenalan kebutuhan pengobatan HIV di Dorongan orang Puskesmas Dupak yang berasal dari lain 16 100,00 keinginan diri sendiri cenderung semakin Total tinggi. Berdasarkan pengetahuan responden, sebagian besar alasan Identifikasi pada tahap purchase responden yang melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak yang berasal dari adalah dilihat dari subjek yang keinginan didominasi oleh responden yang cenderung memiliki tingkat pengetahuan mempengaruhi responden untuk yang tinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas responden melakukan melakukan pengobatan di Puskesmas pengobatan HIV di Puskesmas Dupak yang berasal dari keinginan pasien sendiri Dupak. Tabel 2 menunjukkan bahwa didominasi oleh stadium I dan stadium IV. keputusan pembelian pengobatan pasien HIV positif di Puskesmas Dupak sebagian besar berasal dari dorongan terhadap keinginan atau kebutuhan yang berasal dari diri sendiri memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 75,0%.
Sindi Paratika dan Ernawaty, Hubungan Karakteristik Pasien... 65 Tabel 3. Hubungan Karakteristik Individu melakukan pencarian informasi terkait dengan Tahap Problem pelayanan pengobatan di Puskesmas Recognition Pengobatan HIV di Dupak. Puskesmas Dupak Tabel 4. Hubungan Karakteristik Individu Karak- Problem Recognition Total dengan Tahap Information teristik Keinginan Dorongan Search Pengobatan HIV di n % n% n% Puskesmas Dupak Umur Remaja 0 0,0 1 100,0 1 100,0 Information Search Dewasa 8 66,7 4 33,3 12 100,0 Lansia 3 100,0 0 0,0 3 100,0 Karak- Aktif Tidak Total teristik Aktif n% Umur n %n% Remaja Tingkat Pendidikan 1 20,0 5 100,0 Dewasa 1 100,0 0 0,0 1 100,0 SD 4 80,0 2 50,0 4 100,0 Lansia 3 25,0 9 75,0 12 100,0 2 28,6 7 100,0 0 0,0 3 100,0 3 100,0 SMP 2 50,0 SMA 5 71,4 Pengetahuan 62,5 3 37,5 8 100,0 Tingkat Pendidikan Tinggi 5 50,0 4 100,0 50,0 2 0,0 4 100,0 SD 0 0,0 5 100,0 5 100,0 Sedang 2 100,0 0 4 100,0 Rendah 4 SMP 2 50,0 2 50,0 7 100,0 Status Keparahan SMA 2 28,6 5 71,4 Stad. I 1 100,0 0 0,0 1 100,0 Pengetahuan Stad. II 1 25,0 3 75,0 4 100,0 Stad. 5 71,4 2 28,6 7 100,0 Tinggi 3 37,5 5 62,5 8 100,0 III Sedang 1 25,0 3 75,0 4 100,0 Stad. 4 100,0 0 0,0 4 100,0 IV Rendah 0 0,0 4 100,0 4 100,0 Keterangan: Stad. = Stadium 100,0 Status Keparahan Hubungan Karakteristik Individu Stad. I 0 0,0 1 100,0 1 100,0 dengan Tahap Information Search di Stad. II 1 25,0 3 75,0 4 100,0 Puskesmas Dupak Stad. III 1 14,3 6 85,7 7 100,0 Information search adalah proses Stad. IV 2 50,0 2 50,0 4 100,0 seseorang mengamati lingkungan untuk mendapatkan suatu informasi sesuai Keterangan: Stad. = Stadium dengan kebutuhan untuk membuat sebuah keputusan (Solomon et al, 2006). Berdasarkan Tabel 4, hubungan Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa antara pengetahuan dengan tahap semakin tua umur responden, maka information search di Puskesmas Dupak pencarian informasi terkait pelayanan yaitu semakin rendah tingkat pengetahuan pengobatan cenderung semakin menurun. pasien HIV maka cenderung semakin Karakteristik pada tingkat pendidikan menurun tingkat keaktifan pasien untuk responden menunjukkan bahwa semakin melakukan pencarian informasi terkait rendah pendidikan pasien yang melakukan pelayanan pengobatan HIV di Puskesmas pengobatan HIV di Puskesmas Dupak, Dupak Kota Surabaya. Berdasarkan Tabel maka semakin tidak aktif responden 4, keaktifan responden dalam melakukan pencarian informasi terkait pelayanan
66 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 59-70 pengobatan di Puskesmas didominasi oleh untuk melakukan perbandingan pelayanan responden dengan status keparahan pada pengobatan HIV baik di Puskesmas Dupak stadium IV, sehingga dapat disimpulkan maupun dengan fasilitas layanan kesehatan bahwa semakin tinggi status keparahan lainnya. pasien maka semakin aktif pasien melakukan pencarian informasi pelayanan Tabel 5. Hubungan Karakteristik Individu pengobatan di Puskesmas Dupak. dengan Tahap Evaluation of Alternative Pengobatan HIV di Hubungan Karakteristik Individu Puskesmas Dupak dengan Tahap Evaluation of Alternative Evaluation of di Puskesmas Dupak Karak- Alternative Total teristik n% Evaluation of alternative adalah Aktif Tidak proses mempertimbangkan setiap Umur Aktif informasi yang telah didapatkan guna Remaja membandingkan untuk membuat pilihan Dewasa n % n% terbaik secara keseluruhan sehingga dapat Lansia membuat keputusan sesuai dengan 1 100,0 0 0,0 1 100,0 keinginan dan kebutuhan (Solomon et al, 4 33,3 8 66,7 12 100,0 2006). Tahap evaluation of alternative 1 33,3 2 66,7 3 100,0 memiliki tiga konsep dasar dalam proses evaluasi yang dilakukan oleh konsumen Tingkat Pendidikan yaitu konsumen memiliki usaha untuk mendapatkan keinginan dan kebutuhan, SD 1 20,0 4 80,0 5 100,0 konsumen mencari manfaat dari solusi terhadap suatu produk atau jasa, konsumen SMP 2 50,0 2 50,0 4 100,0 mengasumsikan produk atau jasa sebagai atribut dengan kemampuan dan pelayanan SMA 3 42,8 4 51,2 7 100,0 yang berbeda dalam memberikan manfaat untuk memuaskan keinginan dan Pengetahuan 62,5 3 37,5 8 100,0 kebutuhan (Syafitri, 2012). Tinggi 5 25,0 3 75,0 4 100,0 Sedang 1 4 100,0 Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan Rendah 0 0,0 4 100,0 bahwa semakin muda umur pasien HIV positif, maka cenderung semakin aktif Status Keparahan 1 100,0 melakukan perbandingan pelayanan Stad. I 0 0,0 1 100,0 4 100,0 pengobatan di fasilitas kesehatan lainnya. Stad. II 2 50,0 2 50,0 7 100,0 Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin Stad. III 2 28,6 5 71,4 4 100,0 rendah tingkat pendidikan pasien, maka Stad. IV 2 50,0 2 50,0 pasien semakin tidak aktif untuk melakukan perbandingan pelayanan Keterangan: Stad. = Stadium pengobatan HIV baik di Puskesmas Dupak maupun pada fasilitas layanan kesehatan Hubungan Karakteristik Individu lainnya. Tabel 5, menunjukkan bahwa dengan Tahap Purchase di Puskesmas semakin rendah tingkat pengetahuan Dupak pasien maka keaktifan pasien melakukan perbandingan pelayanan pengobatan di Purchase adalah keputusan Puskesmas Dupak dengan fasilitas pembelian dengan menentukan pilihan kesehatan lain cenderung semakin yang mengintegrasikan informasi dari menurun. Tabel 5 menunjukkan bahwa berbagai sumber seperti pengalaman, semakin rendah status keparahan penyakit kepercayaan, maupun informasi yang pasien, maka pasien semakin tidak aktif didapatkan saat melakukan pembelian (Solomon et al, 2006). Berdasarkan Tabel 6, pada tahap pengambilan keputusan
Sindi Paratika dan Ernawaty, Hubungan Karakteristik Pasien... 67 pengobatan di Puskesmas Dupak di Puskesmas Dupak yang berasal dari menunjukkan bahwa semakin tua umur keputusan diri sendiri didominasi oleh pasien HIV positif, maka cenderung responden dengan status keparahan pada dipengaruhi oleh dorongan orang lain yang stadium I dan stadium IV, sehingga meliputi keluarga dan petugas kesehatan. semakin rendah status keparahan maka Tabel 6 menunjukkan bahwa semakin pengambilan keputusan pengobatan di tinggi tingkat pendidikan pasien, maka Puskesmas Dupak cenderung berasal dari pengambilan keputusan untuk melakukan keinginan diri sendiri. pengobatan di Puskesmas Dupak cenderung berasal dari diri sendiri. PEMBAHASAN Tabel 6. Hubungan Umur dengan Tahap Hubungan Karakteristik Individu Purchase Pengobatan HIV di Puskesmas Dupak dengan Proses Pengambilan Keputusan Karak- Purchase Total Pengobatan di Puskesmas Dupak teristik Diri Doronga Sendiri n orang n% Hasil penelitian ini menunjukkan Umur N % n% bahwa keputusan pasien untuk melakukan Remaja 1 100,0 pengobatan di Puskesmas Dupak mayoritas Dewasa 1 100,0 0 0,0 12 100,0 pada rentang umur dewasa awal yang Lansia 9 75,0 3 25,0 3 100,0 termasuk dalam kategori umur yang 2 66,7 1 33,3 matang untuk membuat suatu keputusan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang Tingkat Pendidikan dilakukan oleh Novita (2015) yang menyatakan bahwa umur seseorang SD 3 60,0 2 40,0 5 100,0 mempengaruhi pengambilan keputusan 2 50,0 4 100,0 karena pada kelompok dewasa cukup SMP 2 50,0 0 0,0 7 100,0 matang untuk memilih dan membeli sesuatu. SMA 7 100,0 Hasil penelitian menunjukkan Pengetahuan 62,5 3 37,5 8 100,0 bahwa semakin tua umur maka semakin Tinggi 5 75,0 1 25,0 4 100,0 meningkatkan keinginan untuk melakukan Sedang 3 100,0 0 0,0 4 100,0 proses pengambilan keputusan dalam Rendah 4 melakukan pengobatn di Puskesmas Dupak. Menurut Solomon (2006), seiring Status Keparahan 1 100,0 dengan bertambahnya umur, maka Stad. I 1 100,0 0 0,0 4 100,0 kebutuhan dan preferensi juga berubah, Stad. II 3 75,0 1 25,0 7 100,0 sehingga umur memberikan pengaruh yang Stad. III 4 47,2 3 42,8 4 100,0 signifikan pada identitas dan cenderung Stad. IV 4 100,0 0 0,0 tidak memiliki kesamaan dengan orang yang memiliki umur yang sama. Keterangan: Stad. = Stadium Tingkat pendidikan formal dapat Tabel 6 menunjukkan bahwa meningkatkan daya nalar dan jalan untuk semakin rendah pengetahuan pasien maka memudahkan seseorang untuk menerima pengambilan keputusan pengobatan di motivasi dari lingkungan luar. Tingkat Puskesmas Dupak cenderung berasal dari pendidikan juga dapat menentukan diri sendiri. Tabel 6 juga menunjukkan permintaan kesehatan, sehingga tinggi bahwa pengambilan keputusan pengobatan rendahnya terhadap permintaan pelayanan kesehatan dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan yang telah diperoleh (Setiawan, 2010). Hasil tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan proses
68 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 59-70 pengambilan keputusan pada penelitian ini terdapat peningkatan responden melakukan menunjukkan bahwa responden yang alur pengambilan keputusan seiring dengan melakukan alur proses pengambilan tingkatan stadium yang semakin tinggi. keputusan pengobatan di Puskesmas Dupak sebagian besar didominasi oleh SIMPULAN responden dengan tingkat pendidikan tamatan SD dan SMA. Hal ini Berdasarkan hasil penelitian dan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka lebih analisis pembahasan dapat disimpulkan cenderung untuk melakukan alur proses pengambilan keputusan. Hal ini sesuai bahwa responden yang terdiri dari 16 dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita (2015) bahwa tingkat pasien HIV positif yang melakukan pendidikan formal yang tinggi lebih banyak melakukan pertimbangan sebelum pngobatan di Puskesmas Dupak mayoritas memutuskan untuk memilih dan menggunakan pelayanan jasa. pada rentang usia dewasa (26-45 tahun), Pegetahuan setiap orang memiliki pendidikan formal yang telah ditempuh tingkatan yang mempengaruhi perilaku atau tindakan yang diambil. Pengetahuan responden sebagian besar tamatan sekolan mempengaruhi kesadaran terhadap masalah kesehatan (Budiani, 2015). menengah atas (SMA), dan pasien HIV Menurut Sumarwan (2002), pengetahuan merupakan sebuah informasi yang dimiliki positif memiliki tingkat pengetahuan yang untuk mengetahui terkait suatu barang/jasa serta informasi yang berhubungan dengan tinggi terkait pengobatan HIV, serta status manfaat dan fungsinya. Hal ini sesuai pada penelitian ini, yang menunjukkan bahwa keparahan yang ditinjau dari tingkat keputusan responden untuk melakukan pengobatan HIV di Puskesmas Dupak stadium penyakit HIV yang diderita berada menunjukkan bahwa mayoritas memiliki tingkat pengetahuan yan tinggi terkait pada fase stadium III (simptomatik). dengan pelayanan pengobatan HIV. Semakin tinggi pengetahuan responden, Berdasarkan data distribusi maka semakin menurun keaktifan responden untuk melakukan proses problem recognition, responden pengambilan keputusan baik pada tahap melakukan pengobatan yang didasari problem recognition, information search, dengan keinginan diri sendiri, sehingga evaluation of alternative, maupun pada tahap purchase untuk melakukan tidak ada peran yang mempengaruhi pengobatan HIV di Puskesmas Dupak Surabaya. responden melakukan pengobatan di Status keparahan pada penelitian Puskesmas Dupak. Tahap information ini dilihat dari tingkat stadium penyakit responden terhadap keputusan untuk search, sebagian besar responden tidak melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak menunjukkan mayoritas responden aktif melakukan pencarian informasi berada pada tingkat stadium III melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak. Hasil mengenai pelayanan pengobatan baik di pada penelitian ini menunjukkan bahwa Puskesmas Dupak maupun di fasilitas kesehatan lainnya. Data distribusi pada tahap evaluation of alternative, menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak melakukan perbandingan dengan fasilitas kesehatan lainnya, sehingga informasi yang didapatkan terkait dengan pelayanan pengobatan HIV hanya berasal dari petugas kesehatan maupun pihak LSM yang memberikan penyuluhan (Dwinada, 2012). Responden cenderung mengikuti alur dan saran dari petugas kesehatan. Keputusan untuk melakukan pengobatan di Puskesmas Dupak sebagian besar berasal dari keinginan diri responden tanpa adanya pengaruh dari keluarga, kelompok referensi yang meliputi teman, pengalaman seseorang, maupun petugas kesehatan di Puskesmas Dupak.
Sindi Paratika dan Ernawaty, Hubungan Karakteristik Pasien... 69 Berdasarkan kesimpulan dari hasil 2014/ [pdf] Indonesia; Ditjen PP penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran bagi Puskesmas Dupak dan PL Kemenkes Republik yaitu dengan meningkatkan program sosialisasi terkait HIV melalui kegiatan Indonesia. promosi dan diskusi interaksi dengan petugas kesehatan untuk meningkatkan Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2014. pengetahuan pasien. Berdasarkan hasil responden yang kurang aktif melakukan Statistik Kasus HIV/AIDS di pencarian informasi, maka sebaiknya pihak Puskesmas Dupak perlu memberikan Indonesia Dilapor s/d Maret 2016. informasi terkait pelayanan pengobatan HIV melalui media cetak maupun media [pdf] Indonesia: Ditjen PP dan PL elektronik sebagai bentuk penyampaian informasi sehingga dapat digunakan Kemenkes RI. sebagai referensi untuk membandingkan pelayanan pengobatan di Puskesmas Dwinada, F., 2012 Analisis Faktor-Faktor Dupak dengan fasilitas kesehatan lainnya. Keputusan Pembelian Minyak DAFTAR PUSTAKA Goreng Kemasan Merek Bimoli Adithyan G.S., 2016. A Study on HIV Knowledge and Preventive (Studi Kasus: Rumah Tangga di Behavioral Practice Among FWF’S in Mumbai. Journal. Academic Kota Bogor). Skripsi: Institut Journal: Journal of AIDS and HIV Research. Pertanian Bogor. Ardhiyanti, Y., Novita, L., and Kiki, M., Effendy, N. A., 2012. Analisis Faktor yang 2015. Bahan Ajar AIDS pada Asuhan Kebidanan. Cetakan Berpengaruh Terhadap pertama: Yogyakarta: Deepublish. Pengambilan Keputusan Pemilihan Arwyn, N., Sanfia, T., and Sevnat J., 2017. Faktor yang Mempengaruhi Tempat Persalinan Oleh Ibu di Pengambilan Keputusan dalam RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik. Penggunaan Layanan Kesehatan Skripsi: Universitas Airlangga. pada Wilayah Kerja Puskesmas Elly, N., and Mustikasari., 2009. Faktor Tawiri. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Pencegahan HIV/AIDS Akibat Budiani, W., 2015. Pengaruh Motivasi Konsumen dan Konformitas Perilaku Berisiko Tertular pada Kelompok Terhadap Keputusan Membeli Tas Branded Imitasi. Siswa SLTP. Depok: Universitas Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah. Center for Disease Control and Prevention. Indonesia. 2016. HIV/AIDS Transmission. USA: U.S. Departement of Health Gita, F., and Nurrobikha., 2015. Etikolegal & Human Services. Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2014. dalam Pelayanan Kebidanan. Edisi Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d September I. Cetakan I. Yogyakarta: Deepublish. Inggit, R., Veny, R., and Abdul K., 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dengan Perilaku Seksual Pranikah Pelajar. Jurnal: Akademi Kebidanan Riau. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1507 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing). Jakarta: Kementerian Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional: Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2009. HIV dan AIDS Sekilas Pandang. Edisi Kedua: Jakarta.
70 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 59-70 Marquis and Huston. 2010. Kepemimpinan Solomon, M., Gary, B., Soren, A., and Margaret, K, Hogg., 2006. dan Manajemen Teori dan Aplikasi Consumer Behavior A European Alih Bahasa Widyawati dan Perspective: Third Edition. Pearson Handayani. Edisi 4. Jakarta: EGC. Education Limited. Notoatmojo, S., 2003. Pendidikan dan Sumarwan. 2002. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya. Jakarta: Perilaku Kesehatan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rineka Cipta. Sugiana. 2015. Analisis Kesiapan Layanan Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Puskesmas sebagai Satelit Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Antiretroviral Therapy bagi Orang Tentang Penanggulangan HIV dan dengan HIV/AIDS (ODHA) di AIDS. Jakarta: Kementerian Kabupaten Badung. Tesis: Kesehatan. Universitas Udayana. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Swasta dan Irawan. 2005. Manajemen Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 Pemasaran Modem. Yogyakarta: Tentang Pedoman Pencegahan Liberty. Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Syafitri, L., 2012. Faktor-Faktor yang Jakarta: Kemeterian Kesehata. Berhubungan dengan Pemanfaatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Pelayanan Pitc bagi Tahanan dan Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Warga Binaan Pemasyarakatan Tentang Pelayanan Kesehatan (Wbp) Berisiko Tinggi HIV/AIDS Masyarakat. Jakarta: Kementerian di Poliklinik Rutan Klas I Cipinang Kesehatan. Tahun 2012. Tesis: Universitas Schiffman, L. G., and Kanuk, L., 2007. Indonesia. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Trihono., 2005. Arrimes Manajemen Jakarta: Prentice Hall inc. Setiawan, A. P., 2010. Faktor yang Puskesmas Berbasis Paradigma Mempengaruhi Pemanfaatan Rawat Inap Berdasarkan Perilaku Sehat. Cetakan Ke-I. Jakarta: Konsumen dan Mutu pelayanan Sagung Seto. Kesehatan di Puskesmas Sidoarjo. Skripsi Thesis: Universitas Airlangga.
PENGARUH LAMA PRAKTIK DAN PENGETAHUAN DOKTER PRAKTIK MANDIRI TERHADAP PENEMUAN TERDUGA TUBERCULOSIS ANAK DI WILAYAH SURABAYA UTARA Fildah Alyani1, Chatarina Umbul W2. 1RSUD Panembahan Senopati Bantul, Daerah Istimewah Yogyakarta 2Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Alamat Korespondensi: Fildah Alyani Email: [email protected] ABSTRACT Indonesia is the second most populated country with TB in the world. The proportion of Tuberculosis (TB) and adult tuberculosis cases in Indonesia is increasing every year. East Java is ranked second in TB cases in Indonesia. Surabaya is the most common city of TB cases. Therefore, WHO recommends the DOTS program for TB control that focuses on finding and healing TB patients, especially TB children. However, the implementation of this program has an imbalance in the number of adult TB findings and child TB. Factors that influence the discovery of TB suspected children are the length of practice and knowledge of Independent Practice Doctors (DPM). The purpose of this study was to analyze the effect of long time practice and knowledge of Practice Doctor Mandiri on TB child suspected finding. This research is an umbrella research of operational research of child TB treatment network with cross sectional study design. The sampling technique is simple random sampling with the amount of 42 people. Data collection is secondary data using data collection sheets. Data analysis using logistic regression. The result shows that there is a long effect of practice on TB children with p value 0,015 <0,05 and OR value is 8,182. Independent Practice Physician Knowledge has no effect on TB children with p value 0,297> 0,05 and OR 2,125. There is a need for regular socialization of child TB, especially the management of child TB and the commitment of the Independent Practice Doctor to the discovery of TB suspected. Keywords: TB child, independent practice doctor, duration of practice, knowledge ABSTRAK Indonesia merupakan negara peringkat kedua terbanyak penderita TB di dunia. Jumlah proporsi kasus TB dewasa dan TB anak di Indonesia meningkat setiap tahun. Jawa Timur menduduki peringkat kedua kasus TB di Indonesia. Surabaya merupakan kota yang paling banyak ditemukannya kasus TB. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan program DOTS untuk penanggulangan TB yang berfokus pada penemuan dan penyembuhan penderita TB terutama TB anak. Namun, dalam pelaksanaan program ini terdapat ketimpangan jumlah temuan TB dewasa dan TB anak. Faktor yang mempengaruhi penemuan terduga TB anak adalah lama praktik dan pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh lama praktik dan pengetahuan Dokter Praktik Mandiri terhadap penemuan terduga TB anak. Jenis penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain studi cross sectional. Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling dengan jumlah 42 orang. Pengambilan data berupa data sekunder menggunakan lembar pengumpul data. Analisis data menggunakan regresi logistik. Didapatkan hasil ada pengaruh lama praktik terhadap penemuan terduga TB anak dengan nilai p 0,015 (nilai p < 0,05) dan nilai OR 8,182 dengan 95% CI (1,495- 44,772). Pengetahuan Dokter Praktik Mandiri tidak berpengaruh terhadap penemuan terduga TB anak dengan nilai p 0,297 (nilai p > 0,05) dan nilai OR 2,125 dengan 95% CI (0,515-8,770). Perlu adanya sosialisasi yang berkala tentang TB anak, terutama penatalaksanaan TB anak dan peningkatan komitmen Dokter Praktik Mandiri dalam penemuan terduga TB anak. Kata kunci: TB anak, dokter praktik mandiri, lama praktik, pengetahuan PENDAHULUAN umumnya, bakteri ini menyerang paru. Namun, bakteri ini juga dapat menyerang Tuberkulosis (TB) merupakan bagian tubuh lainnya, seperti: ginjal, tulang penyakit menular yang disebabkan oleh dan otak. Penyakit TB paru ditularkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada oleh penderita TB BTA positif. Penularan ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.37-47 Received 8 January 2018, received in revised form 21 January2018 , Accepted 23 January 2018 , Published online: July 2018
38 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 37-47 melalui udara dalam bentuk droplet 2015, jumlah penderita dewasa kasus baru (percikan) pada saat penderita batuk BTA positif di Jawa Timur sebanyak ataupun bersin sehingga infeksi penularan 41.523, sedangkan jumlah penderita anak terjadi ketika orang yang sehat menghirup kasus baru BTA positif di Provisinsi Jawa droplet (percikan ludah) melalui saluran Timur sebanyak 2.563 (Kemenkes RI, pernafasan mereka (Kemenkes RI, 2010). 2016). Sebagian besar penderita penyakit Penderita TB di Jawa Timur tuberkulosis diderita oleh orang dewasa. banyak ditemukan di Kota Surabaya. Namun, tidak menutup kemungkinan Surabaya menempati urutan pertama penyakit tersebut juga diderita oleh anak- sebagai Kota penyumbang penderita TB anak. Menurut Global Tuberculosis Report terbanyak di Jawa Timur dengan jumlah (2015), WHO telah menemukan sebesar kasus baru BTA positif sebanyak 2.054 6,3% kasus baru pada anak dengan usia penderita, diikuti Kabupaten Jember kurang dari 15 tahun. WHO sebanyak 2.070 penderita dan Kabupaten memperkirakan sebanyak 1,2 juta anak di Pasuruan sebanyak 1.132 penderita bawah usia 5 tahun telah terkonfirmasi (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2014). bakteriologis diantara pasien terduga TB, sedangkan yang dilaporkan telah Namun, berdasarkan jumlah kasus melakukan pengobatan sesuai kebijakan TB anak, urutan pertama diduduki oleh yang berlaku pada usia tersebut sebanyak Kabupaten Lamongan sebesar 14,37%, 87.236 (7,1%). diikuti Kota Kediri sebesar 13,36% dan Kabupaten Ponorogo sebesar 11,95%. Penyakit tuberkulosis merupakan Jumlah kasus TB anak di Surabaya hanya salah satu masalah utama penyakit menular sebesar 1,57% (Dinkes Provinsi Jawa di negara berkembang, termasuk Timur, 2014). Meskipun jumlah kasus TB Indonesia. Indonesia berada diurutan kedua anak di Surabaya tergolong rendah, tetapi setelah India dengan jumlah penderita Surabaya merupakan Kota dengan sebesar 10% dari jumlah total pasien TB di penderita TB terbanyak di Jawa Timur dunia. WHO menyatakan terdapat sehingga risiko penularan penyakit TB peningkatan insidens pada seluruh tipe TB cukup tinggi. dari tahun 2013 ke tahun 2014. Awalnya, seluruh tipe TB sebanyak 183 per 100.000 Semakin meningkatnya jumlah penduduk menjadi sebanyak 399 per kasus TB di Indonesia, World Health 100.000 penduduk (WHO, 2015). Organization (WHO) dan International Insiden TB Anak di Indonesia Union Against TB and Lung Disease diperkirakan sebanyak 75 per 100.000 penduduk yang terbagi menjadi 39 per (IUATLD) merekomendasikan program 100.000 pada anak laki-laki dan 36 per yang disebut Directly Observed Treatment 100.000 pada anak perempuan (WHO, Short Course (DOTS) pada awal tahun 2015). Berdasarkan laporan dari Kemenkes 1990. Program DOTS digunakan sebagai RI (2016), proporsi kasus tuberkulosis strategi dalam penanggulangan TB dengan anak mengalami peningkatan dari tahun berfokus pada penemuan dan 2014 ke tahun 2015. Proporsi kasus penyembuhan penderita TB. Pelaksanaan tuberkulosis anak semula sebesar 7,1% program ini dengan cara memutuskan menjadi 8,59%. rantai penularan TB sehingga angka insidens kasus TB di masyarakat Menurut data profil kesehatan diharapkan akan menurun (Kemenkes RI, Indonesia (2016), Jawa Timur menempati 2011). urutan kedua sebagai Provinsi dengan penyumbang penderita TB terbanyak di Selama pelaksanaan program Indonesia setelah Jawa Barat. Pada tahun DOTS terdapat ketimpangan cakupan temuan TB dewasa dan TB anak. Jumlah kasus TB anak jauh lebih sedikit daripada
Fildah Alyani dan Chatarina Umbul W, Pengaruh Lama Praktik Dan... 39 jumlah kasus TB dewasa. Menurut pemahaman Dokter Praktik Mandiri Kartasasmita (2009), kesulitan dalam (DPM) dalam menerima informasi juga konfirmasi diagnosis TB anak dapat baik. Oleh karena itu, semakin baik menjadi salah satu penyebab rendahnya pengetahuan Dokter Praktik Mandiri cakupan TB anak. Hal ini mengakibatkan (DPM) berkaitan tentang TB anak penanganan TB anak cenderung terabaikan diharapkan akan semakin banyak pula sehingga sampai beberapa waktu TB anak cakupan temuan penderita TB anak di Kota tidak termasuk masalah prioritas kesehatan Surabaya. Penelitian yang dilakukan oleh masyarakat di berbagai negara, termasuk di Mahendradhata, dkk (2007) yang Indonesia. menyatakan bahwa sebanyak 58 dari 87 dokter umum (66,7%) memiliki Organisasi TB Indonesia (2017), pengetahuan kurang tentang DOTS. juga menyebutkan rendahnya cakupan Penelitian lain yang juga dilakukan oleh penemuan TB anak di Indonesia Mahendradhata (2011) dalam Departemen disebabkan oleh beberapa faktor yaitu Kesehatan RI (2012) menyatakan bahwa sulitnya mendiagnosis TB pada anak. tidak seluruh dokter pernah menjumpai Kemampuan anak dalam berdahak dan suspek TB anak ataupun kasus TB di perlunya kombinasi gambaran klinis serta tempat praktik swasta. Bahkan, banyak pemeriksaan penunjang yang relevan Dokter Praktik Swasta (DPS) yang belum berpengaruh dalam mendiagnosis TB anak. pernah mendapatkan informasi mengenai Faktor lain yang menjadi penyebab adalah DOTS dan scoring chart TB anak. DPS tidak diketahuinya beban kasus TB anak di cenderung meresepkan obat lepas dan Obat dunia. Hal ini diakibatkan tidak adanya alat Anti Tuberculosis (OAT) lini ke-2 untuk diagnostik yang “child-friendly” serta kasus TB baru serta tidak melaporkan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pasien TB tersebut ke Dinas Kesehatan. pelaporan kasus TB pada anak. Berdasarkan permasalahan di atas, Dokter Praktik Mandiri (DPM) peneliti tertarik untuk melakukan berperan dalam penemuan terduga TB penelitian mengenai pengaruh karakteristik anak. Keberhasilan penemuan terduga TB dan pengetahuan Dokter Praktik Mandiri anak yang dilakukan oleh Dokter Praktik (DPM) tentang TB anak terhadap tindakan Mandiri (DPM) dapat dipengaruhi oleh penemuan penderita terduga TB anak di beberapa faktor diantaranya lama praktik Wilayah Surabaya Utara. Hal ini karena dan pengetahuan Dokter Praktik Mandiri Surabaya Utara merupakan wilayah (DPM). Rentang waktu praktik yang lebih kantong TB di Surabaya. Berdasarkan data lama akan memungkinkan Dokter Praktik profil Dinas Kesehatan Kota Surabaya Mandiri (DPM) memiliki pengalaman dan (2015), jumlah kasus TB dewasa sebanyak kentrampilan dalam melaksanakan peran 947 kasus dan TB anak sebanyak 1 kasus. sehingga dapat menjamin produktifitas Penelitian ini bertujuan untuk kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian mengidentifikasi karakteristik, tingkat yang dilakukan oleh Sumartini (2014) yang pengetahuan, dan tindakan penemuan menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang penderita terduga TB anak oleh Dokter signifikan antara lama kerja dengan peran Praktik Mandiri (DPM), serta menganalisis petugas kesehatan dalam penemuan kasus pengaruh karakteristik dan pengetahuan TB di Kota Mataram. Dokter Praktik Mandiri (DPM) terhadap tindakan penemuan penderita terduga TB Faktor lain yang berperan dalam anak. penemuan terduga TB anak adalah pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM). Secara umum, tingkat pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang tergolong baik maka menunjukkan tingkat
40 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 37-47 METODE PENELITIAN sekunder yang diambil menggunakan lembar pengumpul data. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain Analisis data yang dilakukan terdiri penelitian yang digunakan adalah studi dari dua analisis, yaitu analisis univariat cross sectional. Lokasi penelitian di untuk mengetahui distribusi frekuensi wilayah Surabaya Utara dengan waktu karakteristik, tingkat pengetahuan, penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni penemuan terduga TB anak oleh Dokter sampai dengan bulan November 2017. Praktik Mandiri (DPM). Analisis yang Waktu pengambilan data dilaksanakan kedua adalah analisis bivariat pada bulan September sampai dengan menggunakan Uji regresi logistik dengan bulan Oktober 2017. tingkat signifikansi α = 0,05 untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas Populasi dalam penelitian ini dan terikat. adalah seluruh Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang memenuhi kriteria inklusi HASIL penelitian yang seluruhnya berjumlah sebanyak 75 orang. Sampel penelitian ini Karakteristik Dokter Praktik Mandiri adalah sebagian Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang memenuhi kriteria inklusi Pada Tabel 1 dapat diketahui penelitian. Adapun kriteria inklusi dalam bahwa sebagian besar responden berusia penelitian ini adalah Dokter Praktik antara 36-45 tahun sebanyak 14 orang Mandiri (DPM) yang memiliki Surat (33,3%). Dilihat dari tingkat pendidikan Tanda Registrasi (STR), Surat Ijin Praktik Dokter Praktik Mandiri (DPM), dapat (SIP) dan telah berpraktik di wilayah diketahui bahwa responden terbanyak Surabaya Utara minimal satu tahun. memiliki kualifikasi tingkat pendidikan Kriteria eksklusi penelitian ini adalah sebagai dokter umum sebanyak 40 orang penemuan terduga TB anak di luar praktik (95,2%). Sedangkan, terdapat 2 orang mandiri dokter tersebut. lainnya (4,8%) memiliki kualifikasi tingkat pendidikan sebagai dokter spesialis Besar sampel dalam penelitian ini patologi klinik. dihitung menggunakan rumus Lemeshow (1997), dan didapatkan besar sampel Berdasarkan lama waktu praktik penelitian sebanyak 42 orang. Teknik responden di wilayah Surabaya Utara, pengambilan sampel menggunakan teknik sebagian besar responden memiliki lama simple random sampling. Langkah pertama praktik lebih besar sama dengan 10 tahun yang dilakukan dalam pengambilan sampel yaitu sebanyak 22 orang (52,4%). Rata-rata yaitu mendaftar seluruh nama dari seluruh lama praktik responden di wilayah anggota populasi yang telah ditetapkan Surabaya Utara yaitu selama 13 tahun yaitu sebanyak 75 orang. Selanjunya, dengan waktu praktik terlama 49 tahun dan membuat tabel random untuk menentukan waktu praktik tersingkat 1 tahun. Distribusi sampel yang akan diambil, kemudian dari responden terkait riwayat penemuan TB tabel random tersebut didapatkan sampel anak dapat diketahui bahwa responden yang dibutuhkan sesuai perhitungan yang terbanyak tidak pernah menemukan TB dilakukan yaitu sebanyak 42 orang. anak selama tiga bulan terakhir yaitu sebanyak 34 orang (81,0%). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penemuan penderita terduga TB Berdasarkan riwayat responden anak. Sedangkan, variabel bebas dalam dalam mengikuti kegiatan sosialisasi TB penelitian ini adalah lama pratik dan DOTS dapat diketahui bahwa sebagian pengetahuan Dokter Praktik Mandiri besar responden pernah mengikuti (DPM). Seluruhnya merupakan data sosialisasi TB DOTS yaitu sebanyak 29 orang (69,0%). Penyelenggara kegiatan sosialisasi TB DOTS terbanyak pada
Fildah Alyani dan Chatarina Umbul W, Pengaruh Lama Praktik Dan... 41 Dokter Praktik Mandiri (DPM) di wilayah Pengetahuan Dokter Praktik Mandiri Surabaya Utara adalah Dinas Kesehatan Kota (DKK) sebesar 23,8%, selanjutnya Tabel 2.Distribusi Responden Berdasarkan diikuti oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Pengetahuan di Wilayah Surabaya Rumah Sakit dengan masing-masing Utara Tahun 2017 sebesar 11,9% (Sugiyono, 2015). Pengetahuan Frekuensi % Pada Tabel 1 akan disajikan hasil penelitian mengenai karakteristik Dokter Dokter Praktik Praktik Mandiri (DPM) di wilayah Surabaya Utara sebagai berikut. Mandiri Kurang Baik 21 50,0 Baik 21 50,0 Tabel 1.Distribusi Responden Berdasarkan Total 42 100,0 Karakteristik di Wilayah Surabaya Utara Tahun 2017 Sumber: Data OR Membangun Jejaring Tata Laksana TB Anak Melalui Peran DPM Tahun 2017 Karakteristik Frekuensi % Pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM) terbagi menjadi dua Dokter Praktik kategori, yaitu pengetahuan baik dan kurang baik. Pengetahuan responden Mandiri dikatakan baik apabila respoden mampu menjawab pertanyaan dengan benar lebih Usia besar 75% dan dikatakan kurang baik apabila responden mampu menjawab 26-35 9 21,4 pertanyaan kurang dari sama dengan 75% dari seluruh pertanyaan tentang TB anak. 36-45 14 33,3 Data mengenai pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM) dapat dilihat pada 46-55 12 28,6 tabel 2. 56-65 2 4,8 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang >65 5 11,9 memiliki pengetahuan baik sebanyak 21 orang (50%). Pengetahuan responden Total 42 100,0 diukur berdasarkan 11 aspek pengetahuan tentang TB anak meliputi tanda dan gejala Tingkat Pendidikan terduga TB anak, kriteria penetapan terduga TB anak, penegakkan diagnosis Dokter Umum 40 95,2 TB anak menurut WHO dan petunjuk teknis manajemen TB anak, cara Dokter Spesialis 2 4,8 mendapatkan sampel sputum pada anak, sistem skoring, waktu pengobatan TB Total 42 100,0 anak, regimen OAT anak, cara pemantauan pengobatan TB anak, waktu penggunaan Lama Praktik Mandiri INH, dan kewajiban Dokter Praktik Mandiri (DPM) dalam pengendalian TB < 10 tahun 20 47,6 anak. ≥ 10 tahun 22 52,4 Total 42 100,0 Riwayat Penemuan TB Anak Tidak Pernah 34 81,0 Pernah 8 19,0 Total 42 100,0 Riwayat Sosialisasi TB DOTS Tidak Pernah 13 31,0 Pernah 29 69,0 Total 42 100,0 Sumber: Data OR Membangun Jejaring Tata Laksana TB Anak Melalui Peran DPM Tahun 2017 Penemuan Terduga TB Anak Berikut ini hasil yang diperoleh dari penemuan terduga TB anak yang
42 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 37-47 dilakukan oleh Dokter Praktik Mandiri Berikut ini disajikan hasil tabulasi (DPM) dapat dilihat pada Tabel 3. silang pengaruh lama praktik mandiri terhadap penemuan terduga TB anak yang Tabel 3.Distribusi Responden Berdasarkan dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Penemuan Terduga TB Anak di Tabel 4 dapat diketahui bahwa Wilayah Surabaya Utara Tahun keberhasilan penemuan terduga TB anak 2017 sebagian besar dilakukan oleh Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang memiliki Penemuan Frekuensi % lama praktik kurang dari sama dengan 10 tahun sebanyak 20 orang (64,5%). Terduga TB Nilai Odds ratio sebesar 8,182 Anak (tingkat signifikansi sebesar 95%, Confidence interval 1,495<OR<44,772) Tidak 31 73,8 yang artinya Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang memiliki lama praktik kurang Menemukan dari 10 tahun memiliki risiko tidak menemukan terduga TB anak 8,182 kali Menemukan 11 26,2 dibandingkan Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang memiliki lama praktik 10 Total 42 100,0 tahun ke atas. Sumber: Data OR Membangun Jejaring Tata Nilai Odds ratio (OR) bermakna Laksana TB Anak Melalui Peran DPM karena 95% Confidence Interval tidak Tahun 2017 melewati angka 1,00 yang artinya ada perbedaan Dokter Praktik Mandiri (DPM) Berdasarkan Tabel 3 dapat dalam melakukan penemuan terduga TB diperoleh hasil bahwa sebagian besar anak berdasarkan lama praktik Dokter Dokter Praktik Mandiri (DPM) tidak Praktik Mandiri (DPM) di wilayah berhasil dalam menemukan terduga TB Surabaya Utara. Hasil Uji statistik anak yaitu sebanyak 31 orang (73,8%). menggunakan Uji regresi logistik diperoleh Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang nilai p = 0,015 yangmana nilai p < 0,05. berhasil menemukan terduga TB anak Hal ini menunjukkan ada pengaruh antara sebanyak 11 orang (26,2%). Sebelas orang lama praktik mandiri (DPM) di wilayah yang ditemukan TB terdapat 1 dokter yang Surabaya Utara terhadap penemuan berhasil menemukan 6 orang terduga TB terduga TB anak. anak. Pengaruh Pengetahuan Dokter Praktik Pengaruh Lama Praktik Mandiri terhadap Penemuan Terduga TB Anak Mandiri terhadap Penemuan Terduga Tabel 4. Pengaruh Lama Praktik Mandiri TB Anak terhadap Penemuan Terduga TB Anak di Wilayah Surabaya Utara Hasil tabulasi silang keberhasilan Tahun 2017 penemuan terduga TB anak oleh Dokter Praktik Mandiri (DPM) berdasarkan Penemuan Terduga pengetahuan tentang TB anak dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 dapat Lama TB Anak diketahui bahwa keberhasilan penemuan terduga TB anak sebagian besar dilakukan Praktik Tidak Menemukan oleh Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang Mandiri Menemukan memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 17 orang (81,0%). N% n % <10 tahun 2 9,1 20 64,5 ≥10 tahun 9 45,0 11 55,0 OR = 8,182 p = 0,015 95% CI = 1,495 - 44,772 Sumber: Data OR Membangun Jejaring Tata Laksana TB Anak Melalui Peran DPM Tahun 2017
Fildah Alyani dan Chatarina Umbul W, Pengaruh Lama Praktik Dan... 43 Tabel 5. Pengaruh Pengetahuan Dokter lebih energik dalam bekerja sehingga lebih Praktik Mandiri terhadap mampu untuk menemukan terduga TB Penemuan Terduga TB Anak di anak. Hasil penelitian ini didukung dengan Wilayah Surabaya Utara Tahun penelitian Suparyanto (2005) yang 2017 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dengan rentang usia antara 20 sampai Penemuan Terduga dengan 50 tahun memiliki masa usia produktif yang masih cukup lama sehingga Hasil TB Anak memungkinkan tenaga kesehatan untuk Tahu dapat meningkatkan kinerjanya. Tidak Menemukan Menemukan Menurut Suparyanto (2005), pendidikan merupakan kegiatan yang n% n % bertujuan untuk memperbaiki kemampuan yang ada pada diri individu berupa ilmu Kurang 4 19,0 17 81,0 dan ketrampilan baru yang akan dimilikinya. Dilihat dari distribusi tingkat Baik 7 33,3 14 66,7 pendidikan, sebagian besar responden memiliki kualifikasi tingkat pendidikan p = 0,29 OR = 2,125 sebagai dokter umum sebanyak 40 orang. Hal ini karena terbatasnya jumlah dokter 95% CI = 0,515 - 8,770 spesialis, terutama dokter spesialis anak dan dokter spesialis paru (Mubarak, 2007). Sumber: Data OR Membangun Jejaring Tata Dilihat dari distribusi frekuensi Laksana TB Anak Melalui Peran DPM lama praktik mandiri dapat diketahui bahwa sebagian besar Dokter Praktik Tahun 2017 Mandiri (DPM) memiliki lama praktik lebih dari 10 tahun sebanyak 22 orang. Nilai Odds ratio sebesar 2,125 Responden dengan lama praktik di wilayah (tingkat signifikansi sebesar 95%, Surabaya Utara lebih dari 10 tahun Confidence interval 0,515<OR<8,770) dianggap memiliki pengalaman lebih yang artinya Dokter Praktik Mandiri dalam memahami situasi dan kondisi (DPM) yang berpengetahuan kurang baik wilayah tersebut sehingga cenderung memiliki risiko tidak menemukan terduga mampu untuk lebih banyak terlibat dalam TB anak 2,125 kali dibandingkan Dokter upaya penemuan terduga TB anak. Praktik Mandiri (DPM) yang Pernyataan ini didukung oleh Suparyanto berpengetahuan baik. (2005) yang menyatakan bahwa petugas kesehatan yang memiliki masa kerja cukup Nilai Odds ratio (OR) tidak lama (di atas 10 tahun) dianggap lebih bermakna karena 95% Confidence Interval berpengalaman dalam tugas dan perannya melewati angka 1,00 maka artinya ada sebagai petugas program penanggulangan tidak ada perbedaan Dokter Praktik dan pencegahan TB (P2TB) sehingga Mandiri (DPM) dalam melakukan penanggulangan penyakit TB di penemuan terduga TB anak berdasarkan masyarakat dapat berjalan dengan baik. kategori pengetahuan. Hasil Uji statistik menggunakan Uji regresi logistik diperoleh Berdasarkan riwayat penemuan TB nilai p = 0,297, dengan nilai p value > anak diperoleh informasi bahwa sebagian 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak besar responden tidak pernah menemukan ada pengaruh antara pengetahuan Dokter terduga TB anak selama tiga bulan terakhir Praktik Mandiri (DPM) tentang TB anak yaitu sebanyak 34 orang. Hal ini karena terhadap penemuan terduga TB anak. penderita TB anak cenderung jarang dan PEMBAHASAN Gambaran Karakteristik Responden Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa usia responden terbanyak dalam rentang usia 36-45 tahun yang merupakan usia produktif yaitu sebanyak 14 orang. Hal ini memungkinkan responden untuk
44 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 37-47 sulit ditemukan. yang diselenggarakan oleh pihak Fakultas TB DOTS merupakan program Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga bekerjasama dengan Kementrian yang direkomendasikan oleh WHO sejak Kesehatan Republik Indonesia dan tahun 1990-an. Program ini bertujuan GLOBAL FUND. Namun, pelaksanaan untuk memanggulangi kasus TB yangmana workshop tersebut tidak memberikan tersusun atas lima komponen kunci dampak langsung terhadap tingkat meliputi: dukungan politik, penemuan pengetahuan Dokter Praktik Mandiri kasus melalui pemeriksaan dahak (DPM). Hal ini karena setiap responden mikroskopis, pengobatan yang standar, memiliki kemampuan, wawasan dan sistem pengelolaan dan ketersediaan obat pengetahuan yang berbeda terlebih anti TB (OAT) yang efektif, serta sistem penegakkan diagnosis TB pada anak monitoring pencatatan dan pelaporan yang memang cenderung sulit untuk dilakukan. baik (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Dilihat dari riwayat sosialisasi tentang TB Hasil penelitian ini didukung DOTS, sebagian besar responden penelitian lain yang dilakukan oleh Yovi, menyatakan pernah mengikuti sosialisasi dkk (2015) dengan judul “Pengetahuan TB DOTS yaitu sebanyak 29 orang. Dokter Umum Praktik Swasta mengenai Penyelenggara sosialisasi TB DOTS Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru di Kota banyak dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Pekanbaru” yang menyatakan bahwa Kota (DKK). Hal ini karena TB merupakan sebagian besar Dokter Umum Praktik salah satu penyakit menular yang menjadi Swasta (DUPS) memiliki tingkat program prioritas oleh Dinas Kesehatan pengetahuan kurang sebanyak 177 orang Kota (DKK) Surabaya guna mengurangi (85,5%). jumlah penderita TB sehingga materi tentang TB DOTS sering disosialisasikan Penemuan Terduga TB Anak kepada petugas kesehatan (Dedek, 2008). Penemuan penderita TB anak Pengetahuan Dokter Praktik Mandiri merupakan salah satu indikator utama dalam pelaksanaan keberhasilan program Pengetahuan merupakan hasil tahu. penanggulangan TB dengan strategi DOTS Hal ini terjadi setelah seseorang melakukan (Widjanarko, 2006). Menurut Kementrian pengindraan pada suatu objek tertentu Kesehatan RI (2016), upaya Pemerintah melalui pancaindra manusia pada suatu dalam menemukan terduga TB anak objek tertentu melalui indra penglihatan, dilakukan dengan dua cara, yaitu pendengaran, penciuman, rasa dan raba penemuan secara pasif dan penemuan dengan sendiri (Riyanto, 2013). Sebagian secara aktif. Upaya yang digunakan dalam besar pengetahuan manusia diperoleh penelitian ini adalah upaya penemuan melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, terduga TB anak secara pasif dimana anak 2010). Pengetahuan merupakan domain dengan tanda dan gejala klinis TB datang yang sangat penting dalam membentuk ke petugas kesehatan, seperti Dokter tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Praktik Mandiri (DPM). Berdasarkan hasil penelitian Keberhasilan penemuan terduga TB diketahui bahwa Dokter Praktik Mandiri anak terbagi menjadi dua kategori yaitu (DPM) yang memiliki tingkat pengetahuan menemukan dan tidak menemukan. Hasil kurang sebanyak 21 orang. Meskipun penelitian menunjukkan bahwa sebagian sebelumnya, responden yang terlibat dalam besar responden tidak menemukan terduga penelitian ini telah mendapatkan workshop TB anak yaitu sebanyak 31 orang. tentang “Optimalisasi Peran Dokter Praktik Penderita terduga TB anak jarang ditemukan karena pada saat anak berusia Mandiri (DPM) dalam penemuan Kasus kurang dari tiga bulan telah mendapatkan TB Anak di Kota Surabaya Tahun 2017”
Fildah Alyani dan Chatarina Umbul W, Pengaruh Lama Praktik Dan... 45 imunisasi BCG sehingga risiko kecil untuk memiliki tugas rangkap sehingga dapat tertular penyakit TB. Hasil penelitian ini mengoptimalkan perannya selaku Dokter sejalan dengan penelitian yang dilakukan Praktik Mandiri (DPM) dalam menemukan oleh Ahwan (2014) di Kabupaten Boyolali terduga TB anak. yang menyatakan bahwa angka penemuan kasus baru BTA positif oleh pengelola Pengaruh Pengetahuan Dokter Praktik program TB Puskesmas masih di bawah target nasional (70%) yaitu kurang dari Mandiri terhadap Penemuan Terduga sama dengan 16%. TB Anak Pengaruh Lama Praktik Mandiri Hasil tabulasi silang antara terhadap Penemuan Terduga TB Anak pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM) dapat diketahui bahwa penemuan Lama mengelola atau lama profesi terduga TB anak sebagian besar dilakukan seseorang maka konsistensi dalam perilaku temuan tersebut oleh responden yang di masa lalu adalah dasar perkiraan yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik paling baik dari perilaku di masa depan tentang TB anak yaitu sebanyak 17 orang. sehingga diperkirakan bahwa semakin Hal ini didukung oleh penelitian Duhri, lama mengelola maka akan lebih baik hasil dkk (2012) yang menyatakan bahwa yang diperoleh (Robin, 2008). Hasil sebagian besar petugas Puskesmas tabulasi silang antara lama praktik mandiri berpengetahuan kurang dalam penemuan dengan penemuan terduga TB anak dapat penderita TB paru yaitu sebesar 56,5%. diketahui bahwa penemuan terduga TB anak sebagian besar dilakukan oleh Dokter Hasil Uji statistik dapat Praktik Mandiri (DPM) yang memiliki disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh lama praktik kurang dari 10 tahun. Hasil antara pengetahuan Dokter Praktik Mandiri Uji statistik menunjukkan bahwa ada (DPM) tentang TB anak terhadap pengaruh antara lama praktik terhadap penemuan terduga TB anak. Namun 11 penemuan terduga TB anak (Indradin, aspek pengetahuan tentang TB anak yang 2016). berpengaruh terhadap penemuan terduga TB anak adalah aspek tentang tanda dan Namun, hasil penelitian ini tidak gejala terduga TB anak dan aspek kriteria sejalan dengan penelitian Ahwan (2014) penetapan terduga TB anak. Hal ini karena yang menyatakan bahwa tidak ada setiap responden memiliki kemampuan pengaruh antara lama mengelola program pemahaman, analisis dan daya ingat yang TB di Puskesmas dengan angka penemuan berbeda terlebih tingkat pengetahuan kasus TB di Kabupaten Boyolali. Hal responden yang dipengaruhi oleh banyak serupa juga disampaikan oleh Ratnasari hal seperti: usia, pendidikan, pengalaman, (2015) dalam penelitiannya yang berjudul informasi, dan lain-lain. Pernyataan ini faktor-faktor yang berpengaruh pada didukung oleh Notoatmodjo (2012) yang pencapaian petugas terhadap Case menyampaikan bahwa perubahan perilaku Detection Rate (CDR) program TB paru di didasari adanya perubahan atau Kabupaten Rembang dengan hasil tidak penambahan pengetahuan, sikap atau ada pengaruh antara masa kerja terhadap ketrampilannya. Namun demikian, pencapaian petugas kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap ini Case Detection Rate (CDR) pada program belum merupakan jaminan terjadinya TB paru di Kabupaten Rembang tahun perubahan perilaku, sebab perilaku baru 2015. Adanya perbedaan hasil penelitian tersebut kadang-kadang memerlukan dikarenakan responden yang berpraktik dukungan material dan motivasi. kurang dari 10 tahun, cenderung tidak Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Awusi, dkk (2009) dengan hasil tidak ada pengaruh yang bermakna secara
46 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 37-47 statistik antara pengetahuan petugas TB Kesehatan terkait. Bagi peneliti lain perlu terhadap penemuan penderita TB paru. adanya penelitian lebih lanjut berkaitan Penelitian lain yang mendukung adalah dengan motivasi Dokter Praktik Mandiri penelitian yang dilakukan oleh Ahwan (DPM) terutama berkaitan dengan (2014) dengan hasil tidak ada pengaruh pelaporan dan pencatatan penemuan antara pengetahuan pengelola program TB penderita terduga TB anak. dengan angka penemuan kasus TB di Kabupaten Boyolali. DAFTAR PUSTAKA SIMPULAN Ahwan, R. 2014. Pengaruh antara Kesimpulan yang dapat ditarik Karakteristik Individu Pengelola dalam penelitian ini adalah sebagian besar responden masuk dalam golongan usia Program TB Puskesmas terhadap antara 36-45 tahun dengan kualifikasi tingkat pendidikan sebagai dokter umum angka penemuan kasus TB di dan telah berpraktik selama 10 tahun atau lebih di wilayah Surabaya Utara serta tidak Kabupaten Boyolali. Skripsi. pernah menemukan penderita TB anak selama tiga bulan terakhir dan pernah Universitas Muhammadiyah mengikuti sosialisasi tentang TB DOTS. Surakarta. Dilihat dari pengetahuan responden tentang TB anak, jumlah responden yang Awusi, S., Y.D., Hadiwijoyo, Y., 2009. memiliki tingkat pengetahuan kurang baik sebesar 50%. Keberhasilan penemuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi terduga TB anak oleh Dokter Praktik Mandiri (DPM) diketahui bahwa sebagian Penemuan Penderita TB Paru di besar responden tidak menemukan terduga TB anak. Kota Palu Provinsi Sulawesi Berdasarkan hasil analisis dapat Tengah. Berita Kedokteran diperoleh informasi bahwa terdapat pengaruh antara lama praktik di wilayah Masyarakat, [e-journal] Volume Surabaya Utara terhadap penemuan terduga TB anak tidak ada pengaruh antara 25(2). pengetahuan Dokter Praktik Mandiri (DPM) tentang TB anak terhadap Azwar, S. 2013. Sikap Manusia: Teori dan penemuan terduga TB anak. Pengukurannya. Yogyakarta: Saran yang dapat diberikan bagi Dinas Kesehatan adalah perlu adanya Pustaka Pelajar sosialisasi TB DOTS bagi Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang dilakukan secara Dedek, M. 2008. Faktor Predisposing, berkala yaitu dua kali dalam setahun dengan diutamakan materi tentang tanda Enabling, dan Reinforcing gejala dan kriteria penetapan terduga TB anak serta tentang penatalaksanaan TB terhadap Penggunaan Alat anak. Bagi Dokter Praktik Mandiri (DPM) diharapkan meningkatkan pengetahuan, Pelindung Diri dalam asuhan dan komitmen dalam penemuan dan pelaporan kasus TB anak kepada Dinas Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh. Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2012. Warta Tuberkulosis Indonesia Vol. 20. Jakarta: Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2015. Profil Kesehatan Tahun 2015. Surabaya: Dinas Kesehatan Kota Surabaya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2014. Jawa Timur: Dinas Kesehatan Provinsi Duhri, A.P., Thaha, I.L.M., Ansariadi, 2012. Kinerja Petugas Puskesmas
Fildah Alyani dan Chatarina Umbul W, Pengaruh Lama Praktik Dan... 47 dalam Penemuan Penderita TB Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Paru di Puskesmas Kabupaten Rineka Cipta Wajo. [e-journal]. Ratnasari, D. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pencapaian Indradin dan Irwan. 2016. Strategi dan Petugas terhadap Case Detection Rate (CDR) pada Program TB Paru Perubahan Sosial. 1st ed. [e-book] di Kabupaten Rembang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Yogyakarta: Deepublish. Riyanto, A., dan Budiman. 2013. Kapita Kartasasmita, C.B. 2009. Epidemiologi Selekta Kuesioner Pengetahuan Tuberkulosis. Bandung: Fakultas dan Sikap dalam Penelitian Kedokteran Universitas Padjajaran Kesehatan. Jakarta: Salemba Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman medika Robbins, S.P., dan Judge. 2008. Perilaku Nasional Pengendalian Organisasi. Jakarta: Salemba Empat Tuberkulosis. Edisi kedua Cetakan Sugiyono. 2012. Metode Penelitian ke 1. Jakarta: Kementrian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kesehatan Republik Indonesia Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Sugiyono. 2015. Statistika Non Nasional Pengendalian Parametriks untuk Penelitian. Tuberkulosis. Edisi kedua Cetakan Bandung: Alfabeta Sumartini. 2014. Penguatan Peran Kader ke 1. Jakarta: Kementrian Kesehatan dalam Penemuan Kasus Kesehatan Republik Indonesia Tuberkulosis BTA Positif melalui Edukasi dengan Pendekatan Theory Kementrian Kesehatan RI. 2016. Profil of Planned Behaviour (TPB). [e- journal] Vol 8.: 1. Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Widjanarko, B., Prabamurti, P.N., Widayat, E., 2006. Pengaruh Kementrian Kesehatan Republik Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program Indonesia Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap penemuan Ssupek TB Kementrian Kesehatan RI. 2016. Petunjuk Paru di Kabupaten Blora, [e- journal] Volume 1(1). Teknis Manajemen dan WHO. 2015. Global Tuberculosis Report 2015 Ed. 20. Switzerland: WHO Tatalaksana TB Anak. Jakarta: WHO. 2016. Global Tuberculosis Report 2016. Switzerland: WHO Kementrian Kesehatan Republik Yovi, I., Anggraini, D., Maulidya, D.Y., Murni, M.D., Wijaya, P.B., Putri, Indonesia W., 2015. Pengetahuan Dokter Umum Praktik Swasta Mengenai Lemeshow, S. 1997. Besar Sampel dalam Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru di Kota Pekanbaru. J Respir Indo, Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: [e-journal] Vol.35. Gadjah Mada University Mahendradhata, Y., Utarini, A., Lazuardi, U., Boelaert, M., dan Stuyft, P.V., 2007. Private Practitioners and Tuberculosis Care Detection in Jogjakarta, Indonesia: Actual Role and Potensial. Journal Tropical Medicine and Intenational Health. [e-journal] Volume 12 (10). Mubarak, dkk. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140