122 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129 Populasi kasus yaitu semua balita HASIL yang datang ke Puskesmas Taman pada periode bulan Agustus 2016- Mei 2017 Kabupaten Sidoarjo pada tahun yang didiagnosis ISPA pneumonia oleh 2015 mempunyai jumlah penduduk tenaga kesehatan. Populasi kontrol adalah 2.117.279 jiwa tersebar di 18 kecamatan, semua balita yang datang ke Puskesmas sebagian besar di wilayah utara yang Taman yang didiagnosis ISPA tanpa berbatasan dengan Surabaya dan Sidoarjo pneumonia oleh tenaga kesehatan. Sampel bagian tengah. Kabupaten Sidoarjo kasus yaitu balita yang datang ke menjadi daerah utama bagi pencari kerja Puskesmas Taman yang didiagnosis ISPA dan tempat hunian baru mengingat banyak dengan pneumonia oleh tenaga kesehatan. industri di wilayah ini. Jumlah penduduk Kriteria inklusi sampel kasus adalah balita tertinggi Kabupaten Sidoarjo terdapat di yang bertempat tinggal di wilayah kerja Kecamatan Waru dan Kecamatan Taman. Puskesmas Taman, sedangkan kriteria Luas wilayah Puskesmas Taman 19,71 eksklusi adalah terdapat 2 balita dalam satu km², wilayah kerja Puskesmas Taman rumah dan pernah memperbaiki rumah terbagi menjadi 8 kelurahan, 7 desa yang setelah balita diklasifikasi pneumonia semuanya sudah swasembada dengan 101 seperti mengecat, dan menambah ventilasi. RW dan 448 RT. Jumlah penduduk di Sampel kontrol adalah balita yang datang wilayah kerja Puskesmas Taman tahun ke Puskesmas Taman yang didiagnosis 2015 sebanyak 142.543 jiwa. Jumlah ISPA tanpa pneumonia oleh tenaga antara penduduk laki-laki dan penduduk kesehatan. Kriteria inklusi sampel kontrol perempuan relatif seimbang yaitu 71.607 adalah balita yang bertempat tinggal di (50,23%) jiwa penduduk laki-laki dan wilayah kerja Puskesmas Taman, 70.936 (49,76%) jiwa penduduk sedangkan kriteria eksklusi adalah terdapat perempuan. 2 balita dalam satu rumah. Sampel dalam penelitian ini diambil sesuai dengan Tabel 1. Menunjukkan kelompok kriteria sebanyak 64 responden dengan yang menderita pneumonia balita banyak jumlah sampel kasus 32 dan sampel terjadi pada umur 25- 59 bulan sebanyak kontrol 32. 23 balita (71,9%), pada kelompok tidak menderita pneumonia balita banyak terjadi Cara pengambilan sampel pada umur 2- 24 bulan sebanyak 19 balita dilakukan dengan menggunakan teknik (59,4%). Berdasarkan jenis kelamin pengambilan sampel non probability sebanyak 32 balita yang menderita sampling yaitu dengan purposive pneumonia balita sebagian besar 21 balita sampling. Penelitian ini dilakukan di (65,6%) memiliki jenis kelamin wilayah kerja Puskesmas Taman perempuan. Kelompok yang tidak Kabupaten Sidoarjo. menderita pneumonia memiliki jumlah yang sama antara laki-laki dan perempuan Penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu masing-masing 16 balita (50,0%). yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah kondisi lingkungan Sebanyak 64 ibu balita yang rumah meliputi kepadatan hunian, luas menjadi responden sebanyak 32 balita ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, dan yang menderita pneumonia sebagian besar paparan asap rokok. Variabel terikat adalah 24 balita (75,0%) memiliki umur ibu 20-35 kejadian pneumonia pada balita. Teknik tahun. Balita yang tidak menderita pengumpulan data dilakukan dengan pneumonia sebagian besar 27 balita wawancara dan observasi. Penelitian ini (84,4%) memiliki ibu yang beurmur 20-35 sudah melewati tahap kaji etik. tahun. Karakteristik ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan bervariasi mulai dari SD hingga tamat pergururan tinggi.
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 123 Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita Variabel Kasus (n= 32) Kontrol (n=32) % Jumlah % Jumlah Karakteristik Balita 9 28,1 19 59,4 Umur balita 23 71,9 13 40,6 2-24 bulan 25- 59 bulan 11 34,4 16 50,0 Jenis Kelamin Balita 21 65,6 16 50,0 Laki-laki Perempuan 0 0,0 0 0,0 Karakteristik Ibu 24 75,0 27 84,4 8 25,0 5 15,6 Umur Ibu <20 tahun 12 37,5 8 25,0 20- 35 tahun 20 >35 tahun 62,5 24 75,0 Pendidikan Ibu 13 Rendah (SD, SMP) 19 40,6 10 31,3 Tinggi (SMA, Perguruan 59,4 22 68,7 Tinggi) rumah yang tidak normal atau padat. Status Pekerjaan Ibu Kelompok balita yang tidak menderita Bekerja pneumonia balita sebagian besar 18 balita Tidak Bekerja (56,3%) memiliki kepadatan hunian yang tidak normal atau padat. Artinya, balita Kelompok yang menderita yang mempunyai kepadatan hunian padat pneumonia balita sebagian besar 20 balita memiliki proporsi kejadian pneumonia (62,5%) memiliki ibu berpendidikan balita dan tidak pneumonia balita sama tinggi. Kelompok balita yang tidak tinggi. menderita pneumonia sebagian besar 24 balita (75,0%) memiliki ibu berpendidikan Penderita pneumonia maupun tidak tinggi. Pendidikan ibu menentukan tingkat pneumonia balita memiliki proporsi besar pengetahuan terhadap kesehatan dan nilai yang sama luas ventilasi tidak pencegahan penyakit pneumonia. memenuhi syarat yaitu 32 balita (100,0%). Karakteritik ibu balita berdasarkan status Artinya, semua balita memiliki luas pekerjaan sebanyak 32 balita yang ventilasi tidak memenuhi syarat. menderita pneumonia sebagian besar 19 Kebanyakan rumah balita berupa kos- balita (59,4%) mempunyai ibu yang tidak kosan atau kontrakan. Balita yang bekerja. Balita yang tidak menderita menderita pneumonia sebagian besar 24 pneumonia balita sebagian besar 22 balita balita (75,0%) terpapar oleh asap rokok. (68,8%) memiliki ibu yang tidak bekerja. Kelompok balita yang tidak menderita Sebagian besar aktivitas yang dilakukan pneumonia sebagian besar 17 balita (53,1 oleh ibu sehari- hari adalah mengurus anak %) tidak terpapar oleh asap rokok. dan suami atau biasa disebut sebagai ibu rumah tangga. Kelompok balita yang menderita pneumonia sebagian besar 22 balita (68,8%) memiliki kepadatan hunian
124 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129 Tabel 2. Analisis Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Kondisi Lingkungan Kasus (n= 32) Kontrol (n=32) Rumah Jumlah % Jumlah % n% Kepadatan Hunian 22 68,8 18 56,3 40 62,5 Padat 10 31,2 14 43,7 24 37,5 Standar 32 100,0 32 100,0 64 100,0 Luas Ventilasi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Paparan Asap Rokok Ada 24 75,0 15 46,9 39 60,9 Tidak ada 8 Jenis Lantai 25,0 17 53,1 25 39,1 Tidak memenuhi syarat 5 Memenuhi syarat 27 15,6 3 9,40 8 12,5 Jenis Dinding Tidak memenuhi syarat 6 84,4 29 90,6 56 87,5 Memenuhi syarat 26 18,8 9 28,1 15 23,4 81,2 23 71,9 49 76,6 rumah dengan jumlah anggota keluarga Kelompok balita yang menderita yang tinggal dalam rumah. Hasil penelitian pneumonia sebagian besar 27 balita (84,4%) memiliki jenis lantai yang dari 64 rumah balita menunjukkan bahwa memenuhi syarat (tegel/keramik). Kelompok balita yang tidak menderita sebagian besar rumah memiliki kepadatan pneumonia sebagian besar 29 balita (90,6%) memiliki jenis lantai yang rumah yang tinggi. Beberapa rumah balita memenuhi syarat (tegel/keramik). Artinya, balita yang memiliki jenis lantai memenuhi tersebut berupa kos-kosan atau kontrakan syarat memiliki proporsi kejadian pneumonia sama besar dengan balita yang yang dihuni 4-5 anggota keluarga. Jenis tidak menderita pneumonia. tempat tinggal kos-kosan/ kontrakan sangat Kelompok balita yang menderita pneumonia sebagian besar 26 balita sempit dan tidak cukup ruang gerak untuk (81,3%) memiliki jenis dinding memenuhi syarat. Kelompok balita yang tidak keluarga. Frekuensi kontak dan kedekatan menderita pneumonia sebagian besar 23 balita (68,8%) memiliki jenis dinding yang antara satu orang dengan orang lainnya memenuhi syarat. Artinya, balita yang memiliki jenis dinding memenuhi syarat dalam satu rumah juga semakin tinggi, memiliki proporsi kejadian pneumonia sama besar dengan balita yang tidak sehingga menyebabkan suhu di dalam menderita pneumonia. rumah terasa panas dan cukup lembab. Selain itu, keberadaan banyak orang dalam suatu rumah akan mempercepat transmisi mikroorganisme bibit penyakit dari seseorang ke orang lain. Menurut Okoko dkk (2017) kamar yang dihuni lebih dari 2 orang berisiko 1,8 kali menyebabkan kematian balita akibat pneumonia. Hal ini didukung oleh penelitian Wulandari dkk (2016) yang menyatakan bahwa kepadatan hunian rumah berhubungan dengan kejadian PEMBAHASAN pneumonia balita. Kepadatan Hunian Rasio penghuni harus disesuaikan Nilai kepadatan rumah didapatkan dengan luas rumah, jika luas rumah sempit dari hasil perhitungan antara luas lantai sedangkan jumlah anggota keluarga banyak akan tidak seimbang. Kondisi
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 125 rumah yang padat memicu tumbuhnya ventilasi rumah dengan kejadian bakteri dan virus penyebab pneumonia pneumonia pada anak balita. yang dapat menular melalui saluran pernapasan. Anak-anak yang masih di Lancar atau tidaknya kecepatan bawah umur rentan tertular bakteri dan ventilasi dalam suatu ruangan ditentukan virus tersebut. Luas lantai rumah yang oleh luas ventilasi. Luas ventilasi yang sehat harus cukup untuk penghuni rumah kurang akan mengakibatkan pergantian di dalamnya, artinya agar tidak terjadi udara yang tidak adekuat, sehingga udara kelebihan penghuni dalam rumah maka menjadi kotor akan mikroorganisme jumlah penghuni harus disesuaikan dengan patogen penyebab penyakit respirasi. luas lantai rumah tersebut (Listyowati, Ventilasi yang buruk juga berpengaruh 2013). terhadap peningkatan kelembapan dalam ruangan yang merupakan media baik untuk Kamar tidur balita minimal tempat hidup mikroorganisme patogen. memiliki luas 3m2 / orang dan kamar tidur Ventilasi yang baik akan mengencerkan tidak bertingkat. Selain itu, kamar tidur konsentrasi mikroorganisme patogen dan tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali alergen penyebab penyakit respirasi, untuk suami istri dan anak kurang dari 2 sehingga menurunkan penularan penyakit tahun. Hal ini untuk mengendalikan saluran pernapasan salah satunya adalah kepadatan hunian dalam rumah, sehingga pneumonia (Kemenkes RI, 2013). dapat mengurangi risiko pneumonia pada balita (Soesanto, 2000). Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri gram positif, berbentuk Luas Ventilasi bulat telur atau seperti bola dan penghuni normal dari saluran pernapasan bagian atas Luas ventilasi yang memenuhi manusia. Bakteri ini dapat tumbuh dengan syarat menurut Permenkes RI No. baik pada suhu 37,5ºC dalam media 1077/Menkes/Per/V/2011 adalah 10% dari dengan pH 7,6-7,8 pada suasana aerob dan luas lantai rumah. Hasil ketika di lapangan fakultatif anaerob. Bakteri Streptococcus menunjukkan bahwa seluruh rumah balita pneumoniae dapat bertahan selama yang menjadi responden memiliki luas beberapa hari dalam perbenihan biasa dan ventilasi tidak memenuhi syarat. Rata-rata dalam sputum kering yang tidak terkena ventilasi kecil dan minim cahaya masuk. sinar matahari langsung dapat bertahan Ventilasi tersebut juga jarang di buka dan selama beberapa bulan. Bakteri ini hanya beberapa rumah ada yang ventilasinya mati oleh sinar matahari langsung (Radji, rusak, bahkan ada juga rumah balita yang 2010). tidak memiliki ventilasi. Paparan Asap Rokok Luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dapat disebabkan oleh Berdasarkan hasil pemeriksaan tipe rumah yang kecil kerena kepemilikan menunjukkan bahwa balita yang menderita lahan yang sedikit. Kepemilikan lahan ISPA pneumonia sebagian besar memiliki yang sedikit akibat harga lahan di anggota keluarga yang merokok, perkotaan yang mahal dan jumlah sedangkan balita yang menderita ISPA penduduk yang semakin padat (Trisiyah, tanpa pneumonia sebagian besar tidak 2017). memiliki anggota keluarga yang merokok. Keberadaan perokok ini sebagian besar Menurut Khasanah dkk (2016) luas adalah kepala keluarga/ ayah dari balita. ventilasi rumah yang tidak memenuhi Biasanya ayah balita merokok tidak jauh syarat berisiko 3,6 kali lebih besar terkena dari balita tersebut. Beberapa di antaranya pneumonia. Penelitian Hayati dkk (2017) ayah balita merokok di dalam rumah. menyatakan hal yang berbeda bahwa tidak Sumber asap rokok di dalam ruangan ada hubungan yang signifikan antara luas (indoor) lebih membahayakan daripada di
126 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129 luar ruangan (outdoor), karena sebagian dari zat tersebut merupakan zat karsinogen, besar balita menghabiskan 60-90% yaitu zat yang dapat menyebabkan kanker. waktunya di dalam ruangan (Kemenkes RI, Third hand smoke juga dapat 2010). mengakibatkan kerusakan organ seperti kerusakan fungsi liver dan jantung, Kejadian pneumonia erat kaitannya gangguan pernapasan, juga perilaku dengan paparan asap rokok. Balita yang hiperaktif pada anak yang tinggal di terpapar asap rokok berisiko 18,480 kali lingkungan third hand smoke. Pneumonia mengalami pneumonia dibandingkan merupakan satu dari sekian banyak dengan balita yang tidak terpapar asap penyakit pernapasan yang disebabkan rokok (Supriyatin, 2015). Hal ini didukung oleh third hand smoke pada anak-anak dan oleh penelitian Wijaya (2014) balita (Matt dkk, 2011). menyebutkan bahwa kebiasaan merokok anggota keluarga berhubungan dengan Asap rokok yang dihisap baik pada kejadian pneumonia balita. perokok aktif maupun pasif akan menyebabkan fungsi silia menurun bahkan Efek rokok sangat membahayakan tidak berfungsi. Jika silia tidak berfungsi, bagi kesehatan baik untuk perokok aktif maka tubuh akan memproduksi dahak maupun perokok pasif. Perokok pasif juga yang berlebihan. Selain itu, potensi infeksi biasa disebut dengan second hand smoke. pada saluran napas sangat besar. Asap Paparan asap rokok pada perokok pasif rokok juga dapat menyebabkan iritasi, dapat berupa sidestream smoke yaitu asap peradangan dan penyempitan saluran rokok samping yang dihasilkan oleh napas. Proses penyembuhan bagi penderita pembakaran rokok itu sendiri, maupun pneumonia akan membutuhkan waktu berupa mainstream smoke yang merupakan yang lama jika penderita masih terpapar asap rokok utama yang dihembuskan asap rokok karena proses pertahanan tubuh kembali ke udara oleh perokok aktif. terhadap infeksi tetap akan terganggu Sidestream smoke memiliki kandungan zat (Kusumawati, 2010). beracun yang lebih berbahaya dibandingkan dengan mainstream smoke. Jenis Lantai Asap rokok lingkungan atau environmental tobacco smoke merupakan kombinasi dari Hasil pemeriksaan menunjukkan sidestream smoke dan mainstream smoke. bahwa sebagian besar lantai rumah telah Environmental tobacco smoke terdiri dari berubin atau memenuhi syarat, namun sekitar 85% sidestream smoke dan 15% beberapa rumah kondisi lantai masih mainstream smoke (Pieraccini dkk, 2008). terlihat kotor/ jarang dibersihkan. Menurut Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 Asap rokok yang mengandung zat- tentang persyaratan kesehatan perumahan zat residu rokok dapat terhirup langsung adalah jenis lantai yang baik harus kedap oleh orang lain dan dapat tersebar di air dan mudah dibersihkan. lingkungan hingga jarak 10 meter. Asap rokok juga dapat menempel di baju Menurut penelitian Padmonobo maupun benda, seperti gorden, seprai, dan dkk (2012) lantai rumah balita yang tidak sebagainya yang kemudian dapat dihirup permanen berisiko 2,635 kali lebih besar oleh orang lain. Zat-zat residu rokok menderita pneumonia dibanding dengan tersebut biasa disebut dengan third hand balita yang tinggal di rumah dengan lantai smoke. Anak-anak dan balita yang tinggal yang permanen. Rumah yang sudah di rumah dengan perokok aktif menjadi berubin memiliki kelembapan yang rendah kelompok yang paling berisiko untuk jika dibandingkan dengan rumah yang terkena pajanan dari third hand smoke. lantainya belum berubin. Balita yang Zat-zat residu rokok merupakan zat-zat sering bermain di lantai yang belum yang berbahaya bagi tubuh apabila berubin atau lantainya belum memenuhi terpapar dalam dosis yang tinggi. Beberapa
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 127 syarat akan mempunyai risiko terkena mudah terbakar. Kondisi dinding rumah pneumonia lebih tinggi (Yuwono, 2008). yang tidak dilengkapi dengan luas ventilasi dapat memberikan kontribusi terciptanya Jenis lantai tanah akan kelembapan yang tidak normal di dalam menyebabkan kondisi dalam rumah rumah. Kelembapan rumah yang tidak berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai normal akan menjadi pra kondisi salah satu bentuk terjadinya polusi udara pertumbuhan bakteri maupun virus dalam rumah (indoor air pollution). Debu penyebab pneumonia. (Padmonobo dkk, dalam udara apabila terhisap akan 2012). menempel pada saluran napas bagian bawah yang menyebabkan pergerakan silia SIMPULAN menjadi lambat, sehingga mekanisme pembersihan saluran pernapasan menjadi Terdapat lima variabel dalam terganggu. Jika mekanisme ini terganggu penelitian ini. Sebagian besar balita dapat mengakibatkan balita kesulitan memiliki kepadatan hunian rumah yang bernapas. Oleh karena itu, lantai perlu padat serta balita sering terpapar asap dilapisi bahan kedap air (disemen, rokok di dalam rumah. Luas ventilasi dari dipasang tegel atau keramik) (Sugihartono seluruh responden adalah tidak memenuhi dkk, 2012). syarat. Jenis Dinding Saran yang dapat diberikan yaitu bagi orang tua balita yang merokok agar Hasil penelitian menunjukkan mengubah perilaku merokok yaitu dengan tidak merokok saat sedang bersama balita bahwa sebagian besar kondisi dinding dan saat berada di dalam rumah. Selain itu, orang tua harus membiasakan diri rumah telah memenuhi syarat yaitu terbuat membuka pintu rumah agar sirkulasi udara di dalam rumah dapat berjalan dengan dari bahan yang kedap air, namun ada juga baik. kondisi dinding rumah yang terbuat dari papan/ triplek. Secara teoritis penyebab pneumonia pada balita sangat bervariasi yaitu Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Respiratory DAFTAR PUSTAKA Syncytial Virus (RSV), Hitoplasma capsulatum, maupun Mycoplasma Bustan, M. 2007. Epidemologi Penyakit pneumoniae (WHO, 2006). Menular. Yogyakarta: Rineka Menurut penelitian Yuwono (2008) Cipta. kondisi dinding rumah balita yang tidak Departemen Kesehatan RI tahun 1999. memenuhi syarat mempunyai risiko Kepmenkes RI terkena pneumonia sebesar 2,9 kali lebih No.829/Menkes/SK/VII/1999. besar dibandingkan kondisi rumah balita Persyaratan Kesehatan yang kondisi dinding rumahnya memenuhi Perumahan. Jakarta: Depkes RI syarat. Penelitian lain mengatakan berbeda Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo bahwa balita yang memiliki jenis dinding tahun 2013. Data Profil Kesehatan tidak normal tidak memiliki hubungan Kabupaten Sidoarjo tahun 2013. dengan kejadian pneumonia (Husnah, Sidoarjo: Dinas Kesehatan 2016). Kabupaten Sidoarjo. Dinding yang baik adalah terbuat Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo dari bahan kedap air dan tahan terhadap tahun 2014. Data Profil Kesehatan api serta tidak terbuat dari bahan yang Kabupaten Sidoarjo tahun 2014. mudah melepaskan zat-zat yang dapat Sidoarjo: Dinas Kesehatan membahayakan kesehatan seperti tembok Kabupaten Sidoarjo. dan keramik. Dinding yang tidak baik adalah terbuat dari kayu/ bambu dan
128 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 119-129 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Khasanah M., Suhartono, Dharminto. tahun 2015. Data Profil Kesehatan 2016. Hubungan Kondisi Kabupaten Sidoarjo tahun 2015. Lingkungan dalam Rumah dengan Sidoarjo: Dinas Kesehatan Kejadian Pneumonia Pada Balita di Kabupaten Sidoarjo. Wilayah Kerja Puskesmas Puring Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Kebumen. Jurnal tahun 2015. Data Profil Kesehatan Kesehatan Masyarakat [e-journal] Puskesmas Taman tahun 2015. 4(5). Sidoarjo: Dinas Kesehatan Kusumawati, Ita, 2010. Hubungan Antara Kabupaten Sidoarjo. Status Merokok Anggota Keluarga Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan Lama Pengobatan ISPA tahun 2015. Data Profil Kesehatan Balita di Kecamatan Jenawi. Provinsi Jawa Timur tahun 2015. Thesis. Surakarta: Universitas Surabaya: Dinas Kesehatan Sebelas Maret. Provinsi Jawa Timur. Listyowati, 2013. Hubungan Kondisi Hayati A. M., Suhartono, Sri W. 2017. Lingkungan Fisik Rumah Dengan Hubungan Antara Faktor Kejadian Pneumonia pada Balita di Lingkungan Fisik Rumah dengan Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Kejadian Pneumonia pada Anak Barat Kota Tegal. Jurnal Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kesehatan Masyarakat [e-journal] Semin I Kabupaten Gunung Kidul. 2(1). Jurnal Kesehatan Masyarakat [e- Matt, G., Quintana, P., Destaillats, H., journal] 5(5). Gundel, L., Sleiman, M., Singer, Husnah, 2016. Kondisi Lingkungan B., Jacob, P., Benowitz, N., Rumah Sebagai Faktor Risiko Winickoff, J., Rehan, V., Talbot, Kejadian Pneumonia Balita. P., Schick, S., Samet, J., Wang, Y., Skripsi. Surabaya: Universitas Hang, B., Martins-Green, M., Airlangga. Pankow, J. and Hovell, M. 2011. International Vaccine Access Center Thirdhand Tobacco Smoke: (IVAC). 2016. Pneumonia & Emerging Evidence and Arguments Diarrhea Progress Report: for a Multidisciplinary Research Reaching Goals Through Action Agenda. Environ Health Perspect and Innovation. IVAC. [e-journal] 119(9). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode tahun 2010. Pneumonia Balita. Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Buletin Jendela Epidemiologi, Gadjah Mada University Press. Okoko A.R., Hossie E., N’djobo- Volume 3. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Mamadoud I.C., Moyen E., Ekouya Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Bowasa G., Moyen G. 2017. tahun 2013. Profil Kesehatan Pneumonia of Children under 5 Indonesia 2013. Jakarta: Years of Age in Brazzaville Kementrian Kesehatan RI. (Republic of Congo). Open Journal Kementrian Kesehatan Republik Indonesia of Pediatrics [e-journal]. tahun 2015. Profil Kesehatan Padmonobo, H., Setiani o., Joko T. 2012. Indonesia 2015. Jakarta: Hubungan Faktor-Faktor Kementrian Kesehatan RI. Lingkungan Fisik Rumah dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kejadian Pneumonia ada Balita di tahun 2016. Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Indonesia 2016. Jakarta: Jatibarang Kabupaten Brebes. Kementrian Kesehatan RI.
Carina Delvi Trisiyah dan Chatarina Umbul W, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah... 129 Jurnal Kesehatan Lingkungan Dan Rumah Tidak Sehat dengan Indonesia. [e-journal] 11(2). Kejadian Pneumonia pada Anak Peraturan Menteri Kesehatan Republik Balita di Puskesmas Wirobrajan Indonesia tahun 2011. Keputusan Yogyakarta Tahun 2015. Skripsi. Menteri Kesehatan Republik Yogyakarta: STIKES Aisyiyah. Indonesia Nomor Trisiyah, C. D., 2017. Hubungan Pola 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Menyusui dan Kondisi Lingkungan Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah dengan Kejadian Rumah. Jakarta. Pneumonia pada Balita di Wilayah Pieraccini, G., Furlanetto, S., Orlandini, S., Kerja Puskesmas Taman Bartolucci, G., Gramini, L., Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. Pinzauti, S., & Moneti, G. 2008. Surabaya: Universitas Airlangga. Identification And Determination WHO. 2006. Pneumonia the Forgotten Of Mainstream And Side Stream Killer of Children.WHO. Smoke Components In Different WHO. 2009. Global Action Plan for the Brands And Types Of Cigarettes Prevention and Control of By Means Of Solid- Phase Pneumonia (GGAP). WHO. Microextraction- Gas WHO. 2013. Ending Preventable Child Chromatography- Mass Deaths from Pneumonia and Spectometry. Journal of Diarrhoea by 2025. WHO. Chromatography [e-journal] Wijaya, Bahar, H., 2014. Hubungan 1180(1). Kebiasaan Merokok, Imunisasi Radji M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi dengan Kejadian Penyakit Panduan Mahasiswa Farmasi dan Pneumonia pada Balita di Kedokteran. Jakarta: EGC. Puskesmas Pabuaran Tumpeng Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Kota Tangerang. Forum Ilmiah [e- Balitbang Kemenkes RI. journal] 11(3). Soesanto, S.S., Lubis, A. 2000. Hubungan Wulandari, P.S., Suhartono, Dharminto, Kondisi Perumahan dengan 2016. Hubungan Lingkungan Fisik Penularan Penyakit ISPA dan TB Rumah dengan Kejadian Paru. Media Litbang Kesehatan [e- Pneumonia pada Balita di Wilayah journal] 10(2). Kerja Puskesmas Jatisampurna Sugihartono S, Rahmatullah P, Nurjazuli Kota Bekasi. Jurnal Kesehatan N. 2012. Analisis Faktor Risiko Masyarakat [e-journal] 4(5). Kejadian Pneumonia Pada Balita Yuwono, T.A., 2008. Faktor-Faktor Di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkungan Fisik Rumah yang Sidorejo Kota Pagar Alam. Jurnal Berhubungan dengan Kejadian Kesehatan Lingkungan Indonesia Pneumonia pada Balita di Wilayah [e-journal] 11(1). Kerja Puskesmas Kawungaten Supriyatin, O., Sulistyaningsih. 2015. Kabupaten Cilacap. Thesis. Hubungan Paparan Asap Rokok Semarang: Universitas Diponegoro.
HUBUNGAN USIA BALITA DAN SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA DI DESA TUMAPEL KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2017 Maulidiyah Dwi Azti Putri1), Retno Adriyani2) 1Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Mojokerto 2Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Alamat Korespondensi: Maulidiyah Dwi Azti Putri E-mail: [email protected] ABSTRACT ARI is a major killer of toddlers the world, more than AIDS, malaria, and measles combined. In the world, every year estimated more than 2 million toddlers died because of ARI (Unicef/WHO, 2006). This research was an observational study with cross sectional design. The population in this research were children was 50 toddlers. Sampling using cluster random sampling technique. The dependent variable was ARI in toddlers in Tumapel Village, Mojokerto District. The independent variables were toddlers characteristics and the physical sanitary home. The methods used to take primary data were interview with questionnaire, observation, and measurement. While secondary data collection was from the device of Tumapel Village, Dlanggu Public Health Center, and the Health Departemen of Mojokerto. This research used logistic regression with confidence interval 0,05 (α = 5%). The result showed there were 2 variables that had significant correlation with ARI, they were age of toddlers (p=0,013) and the physical sanitary home (p=0,015). The results of temperature and humidity measurement were not correlated, moreover, PM2,5 measurement in the respondents’ house exceed the limit sets by the Ministry of Health (Permenkes No. 1077 Tahun 2011). The conclusion of this research was age of the toddlers and the physical sanitary home had correlation with ARI. It was recommended to improve toddlers immunity through giving the balance diet and to improve environmental health with closing house ventilation in the day and afternoon so the concentration of PM2,5 in the house can be decreased to lower the risk of ARI. Keywords: the age of toddlers, the physical sanitary home, and incidence of ARI ABSTRAK ISPA adalah pembunuh utama anak balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta anak balita meninggal karena ISPA (UNICEF/WHO,2006). Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah anak balita dengan besar sampel sebanyak 50 anak balita. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Variabel terikat adalah kasus ISPA pada anak balita di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto. Variabel bebas adalah karakteristik anak balita dan sanitasi fisik rumah. Metode pengambilan data primer yaitu melakukan wawancara dengan kuesioner, observasi, dan pengukuran. Pengumpulan data sekunder dari Ponkesdes, Puskesmas Dlanggu, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini menggunakan uji statistik regresi logistik dengan derajat kepercayaan 0,05 (α = 5%). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 2 variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian ISPA yaitu karakteristik umur anak balita (p=0,013) dan sanitasi fisik rumah (p=0,015). Hasil pengukuran suhu udara dan kelembapan tidak memenuhi syarat, serta pengukuran PM2,5 dalam rumah responden melebihi batas maksimal Peraturan Menteri Kesehatan no 1077 tahun 2011. Kesimpulannya adalah karakteristik umur balita dan sanitasi fisik rumah memiliki hubungan dengan kasus ISPA. Disarankan agar ada upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh balita dengan memberikan makanan dengan menu gizi seimbang dan meningkatkan kesehatan lingkungan rumah yaitu dengan menutup ventilasi rumah ketika siang dan sore hari agar konsentrasi PM2,5 dapat berkurang di dalam rumah sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya ISPA. Kata kunci: usia anak balita, sanitasi fisik rumah, dan kejadian ISPA ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.95-106 Received 7 December 2017, received in revised form 19 January2018 , Accepted 22 January 2018 , Published online: July 2018
96 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 95-106 PENDAHULUAN sehat pada tahun 2014 sebesar 74,50% dan pada tahun 2013 jumlah rumah sehat Kualitas udara di dalam rumah sebesar 72,43%. sangat erat kaitannya dengan sanitasi fisik rumah dan berpengaruh terhadap kesehatan ISPA yang diawali dengan panas penghuninya terutama pada anak balita. disertai salah satu atau lebih gejala demam, Apabila lingkungan rumah tidak sehat pilek, sakit tenggorokan, dan batuk kering maka akan memudahkan terjadinya atau berdahak yang merupakan gejala awal berbagai penyakit. Penularan jenis dari terjadinya infeksi (Badan Penelitian penyakit berbasis lingkungan salah satunya dan Pengembangan Kesehatan, 2013). yaitu Infeksi Saluran Pernapasan Akut Penyakit ISPA sering terjadi pada anak (ISPA). Sanitasi fisik rumah yang tidak balita. Rentang waktu anak terkena memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi penyakit batuk dan pilek diperkirakan 3-6 lingkungan yang tepat bagi pertumbuhan kali per tahun, artinya seorang balita rata- dan perkembangbiakan bakteri penyebab rata dapat serangan batuk dan pilek ISPA pada anak balita. Luas ventilasi yang sebanyak 3-6 kali dalam satu tahun tidak memenuhi persyaratan dapat (Widoyono, 2011). ISPA adalah pembunuh memengaruhi kondisi kelembapan di utama anak balita di dunia, jika dalam ruangan, begitu pula kepadatan dibandingkan dengan gabungan penyakit hunian di dalam suatu ruangan dapat AIDS, malaria dan campak. Di dunia mempercepat penularan penyakit (Putri, setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta 2017). anak balita meninggal karena ISPA. Pneumonia merupakan salah satu kasus Menurut laporan EPA (2017) ISPA yang banyak dijumpai. Penyebab bahwa tingkat konsentrasi pencemaran utama pneumonia pada anak balita yaitu udara outdoor lebih tinggi yaitu 2-5 kali bakteri patogen streptococcus pneumoniae dibandingkan tingkat konsentrasi (UNICEF/ WHO,2006). Anak balita pencemaran udara indoor. Jika konsentrasi berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko PM2,5 di dalam ruangan yang melebihi terkena ISPA dibandingkan anak balita batas maksimal akan mempermudah yang berjenis kelamin perempuan. terjadinya ISPA pada anak balita, hal ini Terdapat hubungan antara karakteristik dikarenakan adanya konsentrasi PM2,5 anak balita menurut jenis kelamin dengan dapat masuk ke dalam saluran pernapasan kasus ISPA (Iskandar dkk 2015; Rasyid, bagian bawah yaitu alveoli sehingga 2013; Ranantha dkk 2012). berisiko terjadi ISPA. Terdapat beberapa kategori penilaian sanitasi fisik rumah Pola asuh anak yang tidak memadai yaitu baik, cukup, dan kurang. Apabila akan memengaruhi status gizi balita. Hal sanitasi fisik rumah baik maka anak balita ini dapat disebabkan karena kurangnya terkena ISPA menurun dan apabila sanitasi penge-tahuan, keterampilan ibu mengenai fisik rumah kurang maka risiko anak balita gizi serta imunisasi, dan pelayanan terkena ISPA semakin tinggi, serta terdapat kesehatan dasar yang tidak memadai. Anak hubungan antara sanitasi fisik rumah balita dengan keadaan gizi buruk dan gizi dengan kasus ISPA pada anak balita kurang lebih mudah terkena infeksi (Yusup, 2005; Iswarini, 2006). dibandingkan dengan balita dengan gizi baik, hal ini disebabkan lemahnya daya Berdasarkan hasil data pemeriksaan tahan tubuh balita. Anak balita dengan sanitasi fisik rumah sehat di Kabupaten status gizi kurang lebih berisiko terkena Mojokerto pada tahun 2015, rumah yang ISPA dibandingkan anak balita dengan dinyatakan sehat sebesar 62,13% dari status gizi baik. Terdapat hubungan antara jumlah rumah yang diperiksa (Dinkes status gizi anak balita dengan kasus ISPA Kabupaten Mojokerto, 2015). Hal ini (Surdirman, 2003; Febrianto dkk, 2014; menunjukkan penurunan jumlah rumah Nugraheni, 2014; Widia, 2017).
Maulidiyah Dwi Azti Putri dan Retno Adriyani, Hubungan Usia Balita dan ... 97 Anak balita memiliki kerentanan METODE PENELITIAN terhadap penyakit, salah satunya adalah penyakit ISPA, dikarenakan daya tahan Jenis penelitian ini adalah tubuh yang masih lemah dibandingkan penelitian observasional dimana peneliti orang dewasa. Penyakit ISPA pada balita hanya melakukan pengamatan langsung dapat dicegah dengan melakukan imunisasi terhadap variabel yang diteliti tanpa lengkap sejak usia 0-12 bulan dan memberikan perlakuan. Desain penelitian mendapatkan ASI eksklusif sejak usia 0-6 yang digunakan adalah cross sectional. bulan tanpa memberikan makanan Dalam penelitian cross sectional dilakukan tambahan kepada anak balita. Anak balita pengamatan variabel yang diteliti secara dengan status imunisasi tidak lengkap lebih serentak dan pada saat yang sama. berisiko terkena ISPA dibandingkan anak balita dengan status imunisasi lengkap. Populasi penelitian adalah seluruh Terdapat hubungan antara status imunisasi anak balita yang tinggal di Desa Tumapel dengan kasus ISPA pada anak balita pada bulan Juni tahun 2017 yaitu 103 anak (Adelina, 2014; Rasyid, 2013). Anak balita balita. Sampel penelitian adalah anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif yang tinggal di Desa Tumapel, dengan lebih berisiko terkena ISPA dibandingkan kriteria inklusi yaitu anak balita harus anak balita yang mendapatkan ASI didampingi oleh orang tua atau anggota eksklusif. Terdapat hubungan pemberian keluarga yang lebih tua yang tinggal ASI eksklusif dengan kasus ISPA pada serumah dengan responden, dan anak anak balita (Abbas dkk, 2010; Widarini balita tidak memiliki riwayat penyakit dkk, 2010; Rasyid, 2013). bawaan sejak lahir. Besar sampel penelitian adalah 50 anak balita yang Data kasus ISPA non pneumonia diperoleh dari hasil perhitungan besar Desa Tumapel pada tahun 2014 yaitu sampel menggunakan rumus Lemeshow sebanyak 249 kasus dari jumlah populasi dkk (1997) dengan tingkat kesalahan 10%, 124 anak balita. Pada tahun 2014, kasus adapun rumus yang digunakan adalah ISPA non pneumonia mengalami sebagai berikut: peningkatan kasus hingga 100% dari jumlah anak balita di Desa Tumapel. Pada n= tahun 2015 data kasus ISPA non pneumonia yaitu 228 kasus dari jumlah Keterangan: populasi 133 anak balita. Pada tahun 2015 n = Besaran sampel kasus ISPA non pneumonia mengalami 1-ɑ/2 = Selang kepercayaan 95% (maka penurunan jumlah kasus ISPA Z1-ɑ/2 = 1,96) dibandingkan pada tahun 2014, tetapi p = Perkiraan proporsi (prevalensi) jumlah kasus ISPA non pneumonia di Desa Tumapel masih terbilang tinggi penyakit (atau paparan) pada dikarenakan anak balita menderita ISPA 2- populasi. Apabila tidak diketahui 4 kali dalam 1 tahun. Adanya maka digunakan p: 0,5 untuk permasalahan tingginya kasus ISPA non menghasilkan nilai n terbesar pneumonia dan kondisi sanitasi fisik rumah (Notoatmodjo, 2010) warga menjadi latar belakang untuk q = 1-p melakukan penelitian mengenai hubungan N = Besaran populasi karakteristik dan sanitasi fisik rumah d = Presisi absolute yang diinginkan dengan kejadian ISPA pada balita di Desa pada kedua sisi proporsi populasi, Tumapel Kabupaten Mojokerto. yaitu sebesar 5% Cara penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
98 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 95-106 menggunakan teknik cluster random sanitasi fisik rumah dilakukan dengan melakukan observasi secara langsung sampling, yaitu pengambilan sampel menggunakan check list yang disusun sesuai dengan pedoman penilaian rumah dengan cara pengelompokan berdasarkan sehat dan melakukan pengukuran sanitasi fisik rumah (suhu, kelembapan, wilayah atau lokasi populasi. Sampel pencahayaan, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan PM2,5). Pengukuran sanitasi dikumpulkan berdasarkan masing-masing fisik rumah dengan menggunakan alat thermohygrometer untuk mengukur suhu kelompok dengan perhitungan serta kelembapan, lux meter untuk mengukur pencahayaan, EPAM 5000 menggunakan rumus Nursalam (2013) untuk mengukur kadar debu PM2,5 dan roll meter untuk mengukur luas ventilasi dan sebagai berikut: kepadatan hunian. Observasi dan pengukuran sanitasi fisik rumah ini Keterangan: didampingi oleh laboran Fakultas N = Besar seluruh populasi Kesehatan Masyarakat Universitas N1 = Besar populasi tiap RT Airlangga. n = Besar seluruh sampel n1 = Besar sampel tiap RT Hasil pengukuran sanitasi fisik rumah kemudian dibandingkan dengan Desa Tumapel memiliki 3 Dusun standar peraturan terkait dan dikategorikan menjadi 2 (memenuhi syarat dan tidak yaitu Dusun Tarukan (RW1), Dusun memenuhi syarat). Data pendukung di dapat dari Puskesmas Dlanggu, Ponkesdes Dempel (RW2), dan Dusun Seduri (RW3). Desa Tumapel dan Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto sebagai data Tiga RW terdapat 7 RT di Desa Tumapel. sekunder. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji statistika yaitu uji regresi Pembagian besar sampel berdasarkan logistik dengan melihat derajat kemaknaan hubungan apabila nilai p kurang dari 0,05 wilayah atau lokasi. Pembagian besar (p kurang dari α) yang artinya terdapat hubungan signifikan. Penelitian ini telah sampel berdasarkan RT diantaranya RT 1 memperoleh persetujuan dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kesehatan terdapat 7 sampel anak balita, RT 2 Masyarakat Universitas Airlangga dengan no : 181-KEPK pada tanggal 04 Mei 2017. terdapat 8 sampel anak balita, RT 3 HASIL terdapat 8 sampel anak balita, RT 4 Karakteristik Anak Balita terdapat 6 sampel anak balita, RT 5 Variabel yang digunakan untuk terdapat 5 sampel anak balita RT 6 terdapat mengidentifikasi karakteristik anak balita adalah umur, jenis kelamin, imunisasi, ASI 8 sampel anak balita, RT 7 terdapat 8 eksklusif, dan status gizi dalam bentuk kuesioner. Hasil analisis karakteristik anak sampel anak balita, dan RT 8 terdapat 8 balita disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut: sampel anak balita. Prosedur acak dilakukan dengan metode lotre technique. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juni 2017. Lokasi penelitian adalah di Desa Tumapel Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto. Cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara, observasi, dan pengukuran. Pengumpulan data mengenai kejadian ISPA pada anak balita dan karakteristik anak balita (umur, jenis kelamin, status gizi, ASI eksklusif, dan imunisasi) dilakukan dengan mewawancarai orang tua anak balita dan melihat buku KMS/KIA. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan didampingi oleh bidan dan kader Desa Tumapel. Cara pengumpulan data
Maulidiyah Dwi Azti Putri dan Retno Adriyani, Hubungan Usia Balita dan ... 99 Tabel 1. Karakteristik Anak Balita di Desa gangguan kesehatan yang dialami oleh ibu Tumapel, Kecamatan Dlanggu, kandung dari anak balita sehingga sang ibu Kabupaten Mojokerto 2017 tidak dapat memberikan ASI eksklusif. Karakteristik Total Karakteristik anak balita menurut status gizi diketahui bahwa sebagian besar Responden n % anak balita memiliki status gizi baik (94,0%). Terdapat 1 anak balita yang Umur 24 48,0 berstatus gizi kurang, hal ini dikarenakan 1-2 tahun 9 18,0 anak balita tersebut susah makan, terutama 2-3 tahun 12 24,0 dalam mengkonsumsi sayuran serta buah- 3-4 tahun 5 10,0 buahan. 4-5 tahun Sanitasi fisik rumah Jenis Kelamin 23 46,0 Laki-laki 27 54,0 Variabel untuk mengidentifikasi Perempuan sanitasi fisik rumah menggunakan panduan observasi penilaian rumah sehat dan Imunisasi dibandingkan dengan Permenkes 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Lengkap 49 98,0 Udara dalam Ruang Rumah, dengan 6 variabel. Variabel pengukuran sanitasi fisik Tidak 1 2,0 rumah tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yaitu suhu, Lengkap kelembapan, pencahayaan, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan PM2,5. Hasil analisis ASI eksklusif 38 76,0 mengenai sanitasi fisik rumah di Desa Ya 12 24,0 Tumapel disajikan dalam Tabel 2 sebagai Tidak berikut: Status gizi 2 4,0 Tabel 2. Distribusi Pengukuran Sanitasi Lebih 47 94,0 Fisik Rumah di Desa Tumapel Baik 1 2,0 Kabupaten Mojokerto Tahun Kurang 2017. Tabel 1 menyatakan bahwa jumlah distribusi umur anak balita terbanyak adalah 1-2 tahun yaitu 48,0%. Kasus ISPA sering terjadi pada anak balita usia 1 - 2 tahun. Jenis kelamin anak balita diketahui sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebesar 54,0%. Karakteristik anak balita menurut kelengkapan imunisasi diperoleh bahwa sebagian besar anak balita di Desa Sanitasi Memenuh Tidak Fisik i Syarat Memenuh Tumapel telah mendapatkan imunisasi i Syarat Rumah yang lengkap (98,0%). Terdapat 1 anak Suhu balita yang tidak mendapatkan imunisasi n%n% Kelembapa 28 56,0 22 44,0 yang lengkap dikarenakan ketika ada n Pencahayaa posyandu anak balita sedang sakit sehingga n Luas tidak dapat mengikuti kegiatan posyandu ventilasi 12 24,0 38 76,0 serta tidak mendapatkan imunisasi. Kepadatan hunian Karakteristik anak balita menurut 37 74,0 13 26,0 ASI eksklusif diperoleh sebagian besar anak balita mendapatkan ASI eksklusif 37 74,0 13 26,0 (76,0%). Anak balita pada usia 0-6 bulan hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan ataupun susu formula. Masih 46 92,0 4 8,0 terdapat beberapa anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dikarenakan
100 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 95-106 Tabel 2 menyatakan bahwa sanitasi Hubungan antara karakteristik dengan fisik rumah pada pengukuran suhu udara kasus ISPA pada anak balita dalam ruang diketahui bahwa sebagian besar rumah telah memenuhi syarat Sub variabel yang digunakan untuk (56,0%) sesuai dengan Permenkes 1077 menganalisis hubungan karakteristik anak Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan balita dengan kasus ISPA adalah umur, Udara dalam Ruang. jenis kelamin, imunisasi, ASI eksklusif, dan status gizi. Sanitasi fisik rumah pada pengukuran kelembapan dalam ruang Umur diketahui bahwa sebagian besar rumah tidak memenuhi syarat (76,0%). Sanitasi Tabel 4. Hubungan Karakteristik Umur fisik rumah pada pengukuran pencahayaan dengan Kasus ISPA pada Anak dalam ruang diketahui bahwa sebagian Balita di Desa Tumapel besar rumah responden telah memenuhi Kabupaten Mojokerto Tahun syarat (74,0%). 2017 Sanitasi fisik rumah pada Umur Kasus ISPA pada Total pengukuran luas ventilasi dalam rumah Anak Balita diketahui bahwa sebagian besar rumah 1-2 Tahun 24 telah memenuhi syarat (74,0%). Sanitasi 2-3 Tahun ISPA Tidak 48,0% fisik rumah pada pengukuran kepadatan 3-4 Tahun ISPA hunian dalam rumah diketahui bahwa 4-5 Tahun 9 sebagian besar memenuhi syarat (92,0%). Total 13 11 18,0% PM2,5. Hasil analisis pengukuran konsentrasi debu PM2,5 pada rumah 26,0% 22,0% 12 responden diketahui bahwa seluruh rumah 24,0% tidak memenuhi syarat sesuai dengan 72 Permenkes 1077 Tahun 2011 tentang 5 Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang. 14,0% 4,0% 10,0% 11 1 50 100,0% 22,0% 2,0% 50 Kasus ISPA pada balita 10,0% 0,0% Kasus ISPA pada anak balita di 36 14 Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto pada bulan Mei Tahun 2017 disajikan dalam 72,0% 28,0% Tabel 3 sebagai berikut: p-value = 0,013<α Tabel 3. Distribusi Kasus ISPA pada Anak Hasil analisis hubungan antara Balita di Desa Tumapel karakteristik anak balita menurut umur Kecamatan Dlanggu Kabupaten dengan data kasus ISPA disajikan dalam Mojokerto Tahun 2017 Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa nilai p untuk variabel Kasus ISPA Total umur sebesar 0,013 atau nilai p kurang dari 0,05 (p kurang dari α) yang Ya n% artinya,terdapat hubungan signifikan antara Tidak 36 72,0 karakteristik umur dengan kasus ISPA 14 28,0 pada anak balita di Desa Tumapel Total 50 100,0 Kabupaten Mojokerto. Mayoritas umur anak balita yang terkena ISPA adalah 1-2 Tabel 3 menunjukkan sebagian tahun sebesar 26,0%. Anak balita yang besar responden yang pernah menderita tidak terkena ISPA berusia 4-5 tahun ISPA dalam rentang waktu 3 bulan terakhir sebesar 28,0%. Daya tahan tubuh anak (72,0%).
Maulidiyah Dwi Azti Putri dan Retno Adriyani, Hubungan Usia Balita dan ... 101 balita yang berusia 4-5 tahun relatif sudah Tabel 6. Hubungan Karakteristik baik. Imunisasi dengan Kasus ISPA pada Anak Balita di Jenis kelamin Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto Tahun 2017 Hasil analisis hubungan antara karakteristik anak balita menurut jenis Kasus ISPA kelamin dengan kasus ISPA disajikan dalam Tabel 5 sebagai berikut: pada Anak Berdasarkan hasil analisis diperoleh Imunisasi Balita Total bahwa nilai p untuk variabel jenis kelamin sebesar 0,764 atau nilai p lebih dari 0,05 (p ISPA Tidak kurang dari α) artinya tidak ada hubungan ISPA signifikan antara jenis kelamin dengan kasus ISPA pada anak balita di Desa Lengkap 36 13 49 Tumapel Kabupaten Mojokerto. Tidak 72,0% 26,0% 98,0% Lengkap 01 1 0,0% 2,0% 2,0% Tabel 5. Hubungan Karakteristik Jenis Total 36 23 50 Kelamin dengan Kasus ISPA pada Anak Balita di Desa 72,0% 28,0% 100,0% Tumapel Kabupaten Mojokerto Tahun 2017 p-value = 0,272>α Kasus ISPA ASI eksklusif Jenis pada Anak Hasil analisis hubungan antara Kelamin karakteristik anak balita menurut ASI Balita Total eksklusif dengan kasus ISPA disajikan dalam Tabel 7 sebagai berikut: ISPA Tidak 23 ISPA 46,0% Laki-laki 18 5 27 Tabel 7. Hubungan Karakteristik ASI 54,0% Eksklusif dengan Kasus ISPA 36,0% 10,0% pada Anak Balita di Desa 55 Tumapel Kabupaten Mojokerto Perempuan 18 9 100,0% Tahun 2017 36,0% 18,0% Total 36 14 72,0% 28,0% Kasus ISPA p-value = 0,764>α pada Anak Imunisasi ASI Balita Total Eksklusif Berdasarkan hasil analisis ISPA Tidak 38 diperoleh bahwa nilai p untuk variabel Ya ISPA 76,0% imunisasi sebesar 0,272 atau nilai p lebih dari 0,05 (p lebih dari α) yang artinya tidak 27 11 12 ada hubungan signifikan antara 24,0% karakteristik imunisasi dengan kasus ISPA 54,0% 22,0% pada anak balita di Desa Tumapel 55 Kabupaten Mojokerto. Hasil analisis Tidak 93 100,0% hubungan antara karakteristik imunisasi anak balita dengan kasus ISPA disajikan 18,0% 6,0% dalam Tabel 6 sebagai berikut: Total 36 14 72,0% 28,0% p-value = 0,965>α Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa nilai p untuk variabel ASI eksklusif sebesar 0,965 atau nilai p lebih
102 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 95-106 dari 0,05 (p lebih dari α) yang artinya tidak kasus ISPA pada anak balita di Desa ada hubungan signifikan antara Tumapel disajikan pada Tabel 9 sebagai karakteristik ASI eksklusif dengan kasus berikut: ISPA pada anak balita di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa mayoritas anak balita yang pernah Status gizi mengalami ISPA dalam rentang waktu 3 bulan terakhir di Desa Tumapel termasuk Tabel 8. Hubungan Karakteristik Status sanitasi fisik rumah dalam kategori kurang. Gizi dengan Kasus ISPA pada Jumlah rumah anak balita yang masuk Anak Balita di Desa Tumapel dalam kategori sanitasi fisik rumah kurang Kabupaten Mojokerto Tahun sebesar 44,0%. Mayoritas anak balita yang 2017 tidak mengalami ISPA dalam rentang waktu 3 bulan terakhir di Desa Tumapel Kasus ISPA pada termasuk sanitasi fisik rumah dalam Anak Balita kategori cukup sebesar 12,0%. Status ISPA Tidak Total Tabel 9. Hubungan Sanitasi Fisik Rumah Gizi 2 ISPA dengan Kasus ISPA di Desa Lebih 2 Tumapel Kabupaten Mojokerto 0 4,0% Tahun 2017. Baik 47 4,0% 0,0% 94,0% Sanit Kasus ISPA Kurang Ya Tidak 33 14 1 asi Total Total 2,0% 66,0% 28,0% 50 Fisik 100,0% 10 Rum n%n%n % 2,0% 0,0% ah 36 14 Baik 4 8,0 5 10,0 9 18,0 (76- 72,0% 28,0% 100) Cuku p-value = 0,237>α p (56- 13 26,0 6 12,0 19 38,0 75) Hasil analisis hubungan antara Kura 19 38,0 3 6,0 22 44,0 karakteristik anak balita menurut status ng (0- gizi dengan kasus ISPA disajikan dalam 55) 36 72,0 14 28,0 50 100,0 Tabel 8. Berdasarkan hasil analisis Total p-value = 0,015< α diperoleh bahwa nilai p untuk variabel status gizi sebesar 0,237 atau nilai p lebih Hasil tabulasi silang menunjukkan dari 0,05 (p lebih dari α). Hal ini berarti, kecenderungan apabila sanitasi fisik rumah tidak ada hubungan signifikan antara semakin baik maka jumlah kasus ISPA karakteristik status gizi dengan kasus ISPA menurun, demikian sebaliknya. Hasil uji pada anak balita di Desa Tumapel statistik regresi logistik menyatakan bahwa Kabupaten Mojokerto. p = 0,015 dimana p kurang dari 0,05 (p kurang dari α), yang artinya terdapat Hubungan sanitasi fisik rumah dengan hubungan signifikan antara sanitasi fisik kasus ISPA pada anak balita rumah dengan kasus ISPA pada anak balita di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto. Variabel sanitasi fisik rumah dikategorikan menjadi 3 kategori penilaian yaitu kategori baik, cukup, dan kurang. Hubungan sanitasi fisik rumah dengan
Maulidiyah Dwi Azti Putri dan Retno Adriyani, Hubungan Usia Balita dan ... 103 PEMBAHASAN kasus ISPA pada anak balita. Anak balita berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko Hubungan antara karakteristik dengan terkena ISPA 2,761 kali dibandingkan dengan anak balita berjenis kelamin kasus ISPA pada anak balita di Desa perempuan. Tumapel Kabupaten Mojokerto tahun Hasil analisis hubungan status gizi dengan kasus ISPA pada anak balita tidak 2017 sesuai dengan penelitian Febrianto, dkk (2014) bahwa terdapat hubungan antara Hasil penelitian mengenai status gizi dengan kasus ISPA pada anak karakteristik responden dengan kasus ISPA balita serta apabila status gizi anak balita pada anak balita di Desa Tumapel kurang maka kasus terjadinya ISPA tinggi menunjukkan bahwa, dari 5 sub variabel dan apabila status anak balita baik maka karakteristik anak balita yang terdiri dari kasus terjadinya ISPA menurun. Penelitian umur, jenis kelamin, imunisasi, ASI Surdiman (2003) menyatakan bahwa eksklusif, dan status gizi yang memiliki terdapat hubungan antara status gizi hubungan signifikan dengan kasus ISPA di dengan kasus ISPA pada anak balita. Anak Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto balita dengan status gizi kurang lebih hanya umur. Hal ini sesuai dengan berisiko menderita pneumonia 3,3 kali penelitian Iskandar, dkk (2015) bahwa dibandingkan dengan anak balita dengan terdapat hubungan antara umur dengan status gizi baik. Penelitian Ranantha, dkk kasus ISPA pada anak balita di Rumah (2012) menyatakan bahwa terdapat Sakit Umum Nurhayati Kabupaten Garut. hubungan antara status gizi balita dengan Tetapi hal ini tidak sesuai dengan kasus ISPA pada anak balita. Anak balita penelitian Fattah (2013) yang menyatakan dengan status gizi kurang lebih berisiko bahwa tidak terdapat hubungan antar umur terkena ISPA 10,947 kali dibandingkan dengan kasus ISPA pada anak balita di dengan anak balita dengan status gizi baik. Puskesmas Barugia Kabupaten Kepulauan Selayar. Hasil analisis hubungan status imunisasi dengan kasus ISPA pada anak Hasil penelitian sub variabel balita tidak sesuai dengan penelitian karakteristik anak balita yaitu jenis Rasyid (2013) yang menyatakan bahwa kelamin, imunisasi, ASI eksklusif, dan status imunisasi anak balita berhubungan status gizi diperoleh bahwa nilai p lebih dengan kasus ISPA pada anak balita. Anak dari α. Dari empat sub variabel tersebut balita dengan status imunisasi tidak tidak ada hubungan signifikan dengan lengkap berisiko terkena ISPA 1,636 kali kasus ISPA pada anak balita di Desa dibandingkan anak balita dengan status Tumapel Kabupaten Mojokerto. Hasil ini imunisasi lengkap. Penelitian Adelina sesuai dengan penelitian Diaz (2012) (2014) menyatakan bahwa terdapat bahwa antara karakteristik imunisasi dan hubungan bermakna antara status status gizi tidak ada hubungan dengan imunisasi anak balita dengan kasus ISPA kasus ISPA pada anak balita di Puskesmas pada anak balita. Anak balita dengan status Kecamatan Taman Sari Jakarta Barat. imunisasi tidak lengkap berisiko terkena Hasil analisis ini tidak sesuai dengan ISPA 0,253 kali dibandingkan anak balita penelitian Ranantha, dkk (2012) yang dengan status imunisasi lengkap. menyatakan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik jenis kelamin dengan Hasil analisis hubungan pemberian kasus ISPA pada anak balita. Anak balita ASI eksklusif dengan kasus ISPA pada berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko anak balita tidak sesuai dengan penelitian terkena ISPA 5,641 kali dibandingkan Abbas, dkk (2010) dan Catiyas (2012) dengan anak balita berjenis kelamin yang menyatakan bahwa terdapat perempuan. Penelitian Iskandar, dkk hubungan antara pemberian ASI eksklusif (2015) bahwa terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan
104 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 95-106 dengan kasus ISPA pada anak balita. diperbolehkan sebesar 35 µg/m3. Penelitian Widarani, dkk (2010) Konsentrasi PM2,5 yang melebihi batas menyatakan bahwa terdapat hubungan yang diperbolehkan dalam seluruh rumah, antara pemberian ASI eksklusif dengan maka anak balita yang berada di dalam kasus ISPA pada anak balita. Anak balita rumah berisiko terkena penyakit ISPA. yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih berisiko terkena ISPA 4,960 kali Rumah anak balita yang termasuk dibandingkan dengan anak balita yang dalam kategori kurang disebabkan karena mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian sebagian besar hasil pengukuran suhu dan Rasyid (2013) menyatakan bahwa terdapat kelembapan udara yang tidak sesuai hubungan antara ASI eksklusif dengan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No kasus ISPA pada anak balita. Anak balita 1077 Tahun 2011. Suhu nyaman di dalam yang tidak mendapatkan ASI eksklusif rumah seharusnya berkisar antara 18ºC- lebih berisiko terkena ISPA 1,994 kali 30ºC dan kelembapan nyaman di dalam dibandingkan anak balita yang rumah berkisar antara 40%-60%. Suhu dan mendapatkan ASI eksklusif. kelembapan dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi Hubungan antara sanitasi fisik rumah lingkungan yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri penyebab dengan kasus ISPA pada anak balita di ISPA. Sebagian besar rumah responden untuk variabel luas ventilasi dan kepadatan Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto hunian telah memenuhi syarat. tahun 2017 Sebagian besar rumah warga Desa Tumapel memang memiliki pekarangan Hasil penelitian mengenai sanitasi rumah yang cukup luas berupa tanah. fisik rumah dengan kasus ISPA pada anak Pekarangan rumah yang masih berupa balita di Desa Tumapel menunjukkan tanah memungkinkan tingginya debu bahwa ada hubungan signifikan antara (PM2,5)di lingkungan rumah (Putri, 2017). sanitasi fisik rumah dengan kasus ISPA Setiap rumah memiliki ventilasi yang pada anak balita di Desa Tumapel cukup banyak sehingga cahaya alami dapat Kabupaten Mojokerto. masuk ke dalam rumah. Ketika pengukuran pencahayaan lampu tidak Hal ini sesuai dengan penelitian dinyalakan di ruang tamu, pencahayaan di Yusup (2005) yang menyatakan bahwa dalam ruang tamu sudah sesuai dengan terdapat hubungan antara sanitasi fisik Peraturan Menteri Kesehatan No 1077 rumah dengan kasus ISPA pada anak balita Tahun 2011. Rumah responden berdiri di di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan atas tanah yang relatif cukup luas. Hampir Rungkut Kota Surabaya. Hasil penelitian pada seluruh rumah yang diobservasi Iswarini (2006) juga menyatakan bahwa hampir seluruh rumah terdapat 2-3 ruang ada hubungan antara kondisi fisik rumah tempat tidur, sehingga kepadatan hunian di dengan kasus ISPA pada anak balita di Desa Tumapel sebagian besar telah Kelurahan Manukan Kulon Kecamatan memenuhi syarat, dimana dalam 1 kamar Tandes Kota Surabaya. tidur dihuni 2 orang dewasa dengan 1 balita. Sanitasi fisik rumah yang diteliti bervariasi, meski terdapat rumah yang Kesehatan perumahan dan masuk dalam kategori baik tetapi tidak ada lingkungan pemukiman adalah kondisi yang mendapatkan skor penilaian fisik, kimia, biologi di dalam rumah, memenuhi syarat sepenuhnya dikarenakan lingkungan rumah dan perumahan yang terdapat konsentrasi PM2,5 yang melebihi memungkinkan penghuni mendapat derajat ambang batas di dalam rumah. Peraturan kesehatan yang optimal. Persyaratan Menteri Kesehatan no 1077 Tahun 2011 kesehatan perumahan dan lingkungan menyatakan bahwa di dalam rumah batas konsentrasi debu PM2,5 yang
Maulidiyah Dwi Azti Putri dan Retno Adriyani, Hubungan Usia Balita dan ... 105 pemukiman merupakan ketentuan teknis balita (1-5 tahun) di Puskesmas kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penguni dan Teladan Medan. Medan: Fakultas masyarakat yang bermukim di perumahan dan atau masyarakat sekitar dari bahaya Keperawatan Universitas Sumatera atau gangguan kesehatan. Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi Utara. persyaratan lingkungan pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat Badan Penelitian dan Pengembangan diperlukan karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar Kesehatan Kementerian Kesehatan. terhadap peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat 2013. Riset kesehatan dasar. (Keman, S. 2005). Jakarta: Kementerian Kesehatan. SIMPULAN Catiyas, E., 2012. Faktor-faktor yang Kesimpulan yang dapat ditarik adalah karakteristik umur anak balita dan berhubungan dengan kejadian ISPA sanitasi fisik rumah memiliki hubungan yang signifikan dengan kasus ISPA pada pada balita di wilayah Kecamatan anak balita di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto. Gomboong Kabupaten Kebumen Disarankan agar dilakukan upaya Jawa Tengah. Skripsi. Depok: untuk meningkatkan daya tahan tubuh balita dengan memberikan makanan Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan menu gizi seimbang dan meningkatkan kesehatan lingkungan rumah Universitas Indonesia. yaitu dengan menutup ventilasi ketika siang dan sore hari untuk menurunkan Environmental Protection Agency. 2017. konsentrasi PM2,5. Debu yang terdapat di EPA’s Report on the Environment pekarangan rumah tidak masuk ke dalam rumah melalui ventilasi. Hal ini diharapkan (ROE) indoor air quality. dapat menurunkan risiko terjadinya kasus ISPA pada anak balita di Desa Tumapel Diaz, Y., 2012. Hubungan karakteristik Kabupaten Mojokerto. balita dan lingkungan terhadap DAFTAR PUSTAKA kasus penyakit ISPA pada balita di Abbas, P., dan Haryati, A., 2011. Hubungan pemberian ASI eksklusif Puskesmas Kecamatan Taman Sari dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Jakarta Barat. Jakarta: Universitas balita. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Esa Unggul. Sultan Agung. Dinas Kesehatan. 2015. Data pemeriksaan Adelina, B., 2014. Hubungan status imunisasi dengan Infeksi Saluran rumah sehat. Kabupaten Pernapasan Akut (ISPA) pada Mojokerto. Fattah, A., 2013. Hubungan umur dan status imunisasi terhadap kasus penyakit ISPA pada balita 0-5 tahun di Puskesmas Barugia Kabupaten Kepulauan Selayar. Riau: Akbid Mutiara Jaya Persada. Febriyanto, W., Mahfoedz, I., Mulyanti., 2014. Status gizi berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas Wonosari I Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Yogyakarta: STIKES Alma Ata. Iskandar, A., Tanuwijaya, S., and Yuniarti, L., 2015. Hubungan jenis kelamin dan usia anak satu tahun sampai 5 tahun dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jurnal. Bandung: Universitas Islam Bandung. Iswarini, D., 2006. Hubungan antara kondisi fisik rumah, kebersihan
106 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 95-106 rumah, kepadatan penghuni dan kejadian ISPA pada balita Desa pencemaran udara dalam rumah dengan keluhan penyakit ISPA Gandon Kecamatan Kaloran pada balita. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Kabupaten Temanggung. Universitas Airlangga. Keman, S., 2005. Kesehatan perumahan Semarang: Universitas Dian dan lingkungan pemukiman. Surabaya: Kesehatan Lingkungan Nuswantoro. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Rasyid, Z., 2013. Faktor-faktor yang Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J dan Lwanga, S.K., 1997. Besar sampel berhubungan dengan kejadian dalam penelitian kesehatan. pneumonia anak balita di RSUD Jogjakarta: Gajahmada university Bangkinang Kabupaten Kampar. press. Nugraheni, M., 2014. Hubungan status gizi Pekanbaru: Fakultas Ilmu dengan kejadian ISPA pada balita Kesehatan Masyarakat Universitas di Posyandu Dahlia Desa STIKes Hang Tuah. Tirtonirmolo Kasihan Bantul Sudirman. 2003. Faktor lingkungan fisik Yogyakarta. Yogyakarta: Sekolah rumah dan faktor risiko lainnya Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiah. Nursalam. 2013. Metode penelitian ilmu dengan kejadian pneumonia pada keperawatan: Pendekatan Praktis balita di Puskesmas Teluk Pucung Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Kota Bekasi Tahun 2003. Tesis. Notoatmodjo, S., 2010. Metode penelitian Depok: Fakultas Kesehatan kesehatan. Jakarta: Rieneka Cipta. Peraturan Menteri Kesehatan. 2011. Masyarakat Universitas Indonesia. Persyaratan kualitas udara dalam UNICEF/WHO. 2006. Pneumonia the rumah no 1077. Republik forgotten killer of children. Indonesia. Putri, M. D. A., 2017. Hubungan sanitasi Widoyono. 2011. Penyakit tropis: fisik rumah dan PM10 dengan kejadian ISPA pada anak balita di epidemiologi, penularan, pemukiman sekitar lingkungan industri Desa Tumapel Kabupaten pencegahan, dan Mojokerto. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat pemberantasannya. Jakarta: Universitas Airlangga. Ranantha, R., Mahawati, E., Kriswiharsih, Erlangga. K., 2012. Hubungan antara Widarani, N. dan Sumasari, N., 2010. karakteristik balita dengan Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita. Bali: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Widia, L., 2017. Hubugan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Jurnal Darul Azhar Indonesia. Yusup, A., 2005. Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian ISPA pada balita. Surabaya: Jurnal Kesehatan Lingkungan Universitas Airlangga.
THE RISK FACTOR OF HYPERTENSION AND SEX TO CORONARY ARTERY DISEASE AT JEMURSARI ISLAMIC HOSPITAL SURABAYA Hanin Dhany Robby Department of Biostatistics and Population Faculty of Public Health, Universitas Airlangga Corespondence Address: Hanin Dhany Robby Email: [email protected] ABSTRACT Coronary Artery Disease (CAD) is one of the non-communicable diseases which need concern nowadays because it leads cause of the death worldwide and estimates attacking more people in year by year. The risk factors of CAD divided into two categories such as modifiable risk and non-modifiable risk presented in this study including hypertension and sex. The study aimed to analyze the risk factor of hypertension and sex to CAD in patients who visited Cardiovascular Polyclinic of Jemursari Islamic Hospital in April 2017. The research was non-reactive study with analytical research design involved 850 respondents as the sample which chosen by systematic random sampling from 2474 people as the population. The data were analyzed with R using test of chi square and test of binary logistic regression. The result showed in chi square test that there was a relationship between hypertension and sex with CAD. In addition, factors of hypertension and sex were significantly related to CAD with the test of binary logistic regression. In conclusion, hypertension and sex were the risk factors of CAD and hypertension and sex were associated with CAD. The study suggested taking anti- hypertensive drugs for the treatment of hypertension in order to reduce the CAD risk, to reduce the consumption of salt and categorized the modifiable risk for men and women as the prevention from sudden coronary death. Keywords: coronary artery disease, hypertension, risk factor, sex INTRODUCTION Data dan Informasi Kesehatan RI, 2014). The province’s ranking was 2nd highest of Coronary Artery Disease (CAD) CAD among other provinces in Indonesia, still becomes the leading cause of death Surabaya, one of the cities in East Java worldwide in non-communicable disease Province, also indicated a high prevalence (Hanson et al., 2013). CAD refers to the of CAD based on the data from Jemursari pathologic process of atherosclerosis Islamic Hospital which located at the affecting the coronary arteries (Hanson et downtown of Surabaya. The medical al., 2013). CAD is one of cardiovascular record of Jemursari Islamic Hospital noted disease which predicted to be the main 5,649 outpatients have CAD between cause of death globally within the next 15 January–July 2017 (Medical Record of years particularly in developing countries RSI Jemursari, 2017). (Hansson, 2005). Indonesia as one of developing countries had a high prevalence CAD factors divide into two types, of CAD. According to 2013 Basic Health non-modifiable risk and modifiable risk. Research (Riskesdas), conducted by Health The non-modifiable risks for CAD are age, Ministry of Republic of Indonesia, the race, sex, and heredity of CAD (Rosendoff prevalence of CAD estimated 1.5% of the et al., 2015). Several studies found the Indonesia population (Kementerian majority sex who had CAD were male Kesehatan RI, 2013). Moreover, the health (Hansson, 2005; Yulsam et al., 2015). The survey estimated 375,127 individuals with modifiable risks are several risks that can CAD in East Java Province by 2013 (Pusat be managed through lifestyle and treatment ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.130-142 Received 28 November 2017, received in revised form 14 January2018 , Accepted 16 January 2018 , Published online: July 2018
(Hanson et al., 2013) including Hanin Dhany Robby, The Risk Factor Of...133 hypertension. Surabaya during January – December 2016 Hypertension is an independent risk (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2017). factor for CAD for all age or race or sex Therefore, discovering those data assured based on epidemiological studies this study to investigate the risk factor of (Rosendoff et al., 2015). The 7th Report of CAD from hypertension variable. the Joint National Committee used the Jemursari Islamic Hospital located in definition of hypertension as systolic blood Surabaya has the cardiovascular polyclinic pressure (SBP) of ≥140 mmHg or diastolic and received 8520 patients in 2016. Its blood pressure (DBP) of ≥90 mmHg medical record revealed that the and/or the current treatment of anti- cardiovascular polyclinic diagnosed 4371 hypertensive drugs (Joint National patients with CAD and 992 patients with Committee VII, 2004). According to the hypertension during September 1, 2016 – result of 2013 Basic Health Research, the February 28, 2017. The study chose this prevalence of hypertension in age ≥18 hospital for its huge record of CAD patients and hypertension patients to years old estimated 25.8% of the Indonesia research the risk factor of CAD. population (Kementerian Kesehatan RI, 2013). This study sought to analyze the risk factors of hypertension and sex to Sex is an important variable for CAD at Jemursari Islamic Hospital understanding the risk factor of CAD Surabaya as 18,345 outpatients visited its nowadays. By identifying sex into research Cardiovascular Polyclinic between can lead better science and improve the January–July 2017. This study also could prevention, diagnosis, and treatment both provide the data for the recent situation of males and females in CAD (Humphries et CAD in Indonesia especially in Surabaya al., 2017). The risk factor of CAD in both due to a large population for this research. men and women could be difference because their biological mechanism is also METHODS different. Some studies seemed to believe that risk factor of CAD in women is a The research was a non-reactive for unique case due to hormone and using the medical record from Jemursari reproduction (Mackay & Mensah, 2004). Islamic Hospital Surabaya because the Referring to those facts force us to do the respondents or the subjects of this study most recent research of CAD risk factor in were not aware as part of the research order to consider the prediction, project (Lee, 2000). The study conducted prevention, and treatment. Besides, risk analytical research design with cross- factor analysis can help the primary health sectional approach to identify the risk care provider to identify patients who need factor of Hypertension and sex to CAD. It more intensive diagnosis and treatment. took the secondary data of outpatients Therefore, we need to analyze the risk attended Cardiovascular Polyclinic of factors of CAD particularly sex. Jemursari Islamic Hospital Surabaya in April 2017. The population was 2,474 As mentioned by Dinas Kesehatan patients and the sample involved 850 of East Java Province at Health Report patients using systematic random 2015, Surabaya city had 137,337 patients sampling. with hypertension as the highest prevalence of hypertension among other The research variables were CAD cities and regions in East Java Province status (yes and no), Hypertension status (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2016). (yes and no) and sex (female and male) Another fact, as stated by Dinas Kesehatan from the medical record of outpatients of of Surabaya, hypertension was ranked in 7 Cardiovascular Polyclinic. Data collecting among top ten the most diseases in took directly from the medical record as
134 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 130-142 the secondary data from the hospital Table 1 described the result that the information system especially the unit of number of respondents with no CAD was medical record of Jemursari Islamic more than those people with CAD. Hospital. All of disease code categorized Table 2. Frequency Distribution of as stated by ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Hypertension Related Health Problems 10) which defines the universe of diseases, disorders, Hypertension Frequency Percentage injuries and other related health conditions (%) for all clinical and research purposes (WHO, 2016). The code disease for CAD Yes 597 70.2 was I25.4 or Coronary Artery Aneurysm and hypertension with the code of I11.9 No 253 29.8 and I10. The study was approved by the local ethics committee and the hospital Total 850 100 itself. Statistical analysis used R Program version 3.3.2 with regression of binary Source:Medical Record of Jemursari Islamic logistic test for analyzing the multivariable with nominal variable and with chi square Hospital, 2017 test for analyzing the relationship between the independent and the dependents. The result of table 2 described that Statistical significance was assumed when the frequency of respondents with P was < 0.05 (two-tailed). Hypertension was more than those patients with no Hypertension. The most hypertension was essential hypertension and hypertensive heart disease with or without congestive heart failure. Table 3. Frequency Distribution of Sex RESULTS Sex Frequency Percentage (%) The distribution of characteristic Male 413 48.6 respondents divided into three variables which were CAD, hypertension and sex. Female 437 51.4 All of variables categorized into two groups describing the frequency and its Total 850 100 percentage. Among those variables, hypertension and sex were treated as Source:Medical Record of Jemursari Islamic independent variables. Hospital, 2017 Table 1. Frequency Distribution of CAD Table 3 summarized the entire of sex CAD Frequency Percentage characteristic from the respondents that the (%) female patients were more than the male patients. The difference between male Yes 366 43.1 group and female group was not too far, only 2.8%. No 484 56.9 Table 4 showed the relationship Total 850 100 between independent variables and CAD using Chi Square test. The relationship of Source:Medical Record of Jemursari Islamic hypertension with CAD was statistically significant where p value < 0.05. It also Hospital, 2017 same for the interaction between sex and CAD showed a significant relationship where p value < 0.05.
Hanin Dhany Robby, The Risk Factor Of...135 Table 4. The Chi Square Test of the Independents Variables with CAD Variable Category Yes CAD % p Value Hypertension 234 % No Yes 132 Sex No 206 39.2 363 60.8 0.0001258 Male 160 Female 52.2 121 47.8 49.9 207 50.1 0.0006307 36.6 277 63.4 Table 5. The Binary Logistic Regression present CAD. As the women, they who Test of the Risk of CAD had not hypertension, the probability to get CAD event was 0.45. Variable B Std. p DISCUSSION -0.193 Error 0.193 Intercept -0.491 0.148 0.001 Hypertension is not only the Hypertension 0.153 strongest risk in CAD but also for all (Yes) 0.515 0.000 almost cardiovascular diseases such as left Sex(Male) 0.141 ventricular hypertrophy, valvular heart diseases, and cardiac arrhythmias The binary logistic regression was (Kjeldsen, 2017). It has become one of the used to calculate a function model for major cardiovascular disease risk factors evaluation whether the risk factors and the second major of risk factors after influenced CAD event. Table 5 showed alcohol in low mortality developing that hypertension and sex were included as countries including Indonesia by 5% the risk factor of CAD because each (Mackay & Mensah, 2004). The significant variable has p value < 0.05. It also enabled relationship between hypertension and the public health stakeholder to determine CAD occurred because the high blood which characteristics were independently pressure increases the blood flow faster so associated with the CAD event. result the damage in the blood vessel (Naga, 2012). B was the value for the model to predict the probability from independent The result from the study that variables determined the dependent hypertension was a significant as the CAD variable. The estimated model of binary risk factors compared to the study regression logistic for the risk factor of conducted by Xu et al. (2017) which also hypertension and sex to CAD was written showed same result for a significant below, determinant between hypertension and CAD. Moreover, their study supported the 1 result of hypertension was higher in f(z) = 1 + ������0.193+0.491(������������������)−0.515(������������������������) women than in men (Xu et al., 2017).However, the result was contrary to Interpreting the estimate from binary a study from the University of Ottawa logistic regression test was also important Heart Institute which aimed to identify the in order to know the probability from each interaction between hypertension and high- risk factor. The probability to occur CAD risk CAD (Yang et al., 2015). for a male patient who had hypertension was 0.49. In other risk factors, the Patients with hypertension have a J probability from a female patient who had shaped relationship between blood hypertension to occur CAD was 0.335. For pressure and morbidity or mortality the men who had not a history of particularly to those patients with CAD hypertension, the probability was 0.58 to
136 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 130-142 (Jennings, 2015). The J shaped relationship It still believed that major risk was a curve that explained the lower blood factors from hypertension can be changed pressure may be related to increased (Kotseva et al., 2012). Information such as mortality in various cardiovascular hypertension is always available including diseases (Lee et al., 2017).Although many sex, age and diabetes history (Xu et al., research has been questioning this 2017). The early diagnosis of CAD can theoretical reason but this curve was strong help in determining life style changes in theory particularly to those with CAD high risk patients and reduce their (Jennings, 2015). Blood flow to the complications. The high risk patients need myocardium occurs during diastole so to be considered by health services as the perfusion pressure may be impaired when candidates for more aggressive there is a combination of obstructive management that may include cardiac coronary artery disease and low diastolic cauterization (Xu et al., 2017). pressure. Furthermore, many people with hypertension develop left ventricular There was uncommon finding hypertrophy. The combined effects of low about our study. Unlike the study from perfusion pressure and obstructive Zahrawardani (2013), this research coronary disease are likely to be enhanced revealed that the patients with when there is a thicker myocardium as the hypertension and no CAD were higher sub-endocardial layer is particularly than those with hypertension and CAD vulnerable to ischemia (Jennings, 2015). (see table 4). We assumed the patients with hypertension used to see the doctor every The risk of cardiovascular disease month to be checked and have medications doubles for every ten point increase in refilled or adjusted. They frequently diastolic blood pressure or every 20 point obtained anti-hypertensive drugs for increase in systolic blood pressure treatment. Rosendoff (2015) stated that the (Mackay & Mensah, 2004). This fact has risk of CAD in the patients with been shown for all ages (Kjeldsen, 2017). hypertension has shown to be greatly The relationship with blood pressure reduced with effective anti-hypertensive extends from high blood pressure levels to therapy. Therefore, treatment has the main relatively low values of 110–115 mmHg effect to prevent the risk factor of CAD for systolic blood pressure and 70–75 because it affected to lower blood pressure. mmHg for diastolic blood pressure. Kjeldsen (2017) also mentioned the Systolic blood pressure is a more potent individuals with high blood pressure and predictor of occasions than diastolic blood no other risk factor have low risk in pressure after the age of fifty years cardiovascular disease. (Vishram et al., 2012). Systolic blood pressure and isolated systolic hypertension Jennings (2015) indicated that were major CAD risk factors in both sexes patients who had hypertension and knew at all ages (James et al., 2014). In patients they have coronary disease were likely to at the age of < 50, diastolic blood pressure be more receptive to obtain treatment was the strongest predictor of CAD risk recommendations including those related but contrary to the patients at the age of 60 to physical activity and nutrition. Some and older, it was negatively related to CAD more extensive guidance on non-drug risk so that pulse pressure became measures, such as early diagnosis and remarkable to systolic blood pressure health promotion, for this population (Franklin et al., 2001). In addition, would be welcome. As contended by diastolic blood pressure <60 mmHg also Kjeldsen (2017), anti-hypertensive associated with increased risk of CAD only treatment strategies such as initiation and for patients with atherosclerosis (McEvoy intensity of treatment, use of drug et al., 2017). combination, as well as other treatments applied for those patients in high risk.
Besides, for lower risk individuals, they Hanin Dhany Robby, The Risk Factor Of...137 may obtain other different treatments from those in high risk individuals. This was there was interaction between sex and because of the evidence found in high risk CAD (Xu et al., 2017; Yang et al., 2015). people blood pressure control was more Furthermore, many studies documented difficult and required more frequently the that there was a sex difference in the combination of anti-hypertensive drugs burden of risk factors among patients with together with other therapy first of all CAD (Lotfi-Tokaldany et al., 2017). statin treatment (Kjeldsen, 2017). Overall, 49% of males and 32% of females over 40 years are at risk of CAD in their Life style is an obvious reason life (Jacobs, 2009). about why the hypertension prevalence always high in Surabaya, particularly salt Most of CAD patients here were consumption. Indonesians frequently take males like other studies also showed that a high consumption of salt for their food males were more likely to occurred CAD because they prefer to add salt in order to compared to females (Yulsam, et al., 2015; make delicious taste. As eloquently stated Susilo, 2015; Zahrawardani, et al., 2013). by the data of 2013 Basic Health Research Nonetheless, the majority of the risk (Riskesdas), 48.6% of males and 47.7% of factors for CAD was similar for male and females consumed the salt 1-6 times per female (Yahagi et al., 2015) including high week. Aprillia (2007) in her study revealed blood pressure as the modifiable risk. that there was correlation between Another study also concluded higher rates consumption of salt and blood pressure in of CAD among male compared with patients who attended at Dr. Soetomo female (Mackay & Mensah, 2004). Health Care Services Surabaya. Her respondents indicated a high intake of salt A study in Finland revealed that the with 4-5 times or more than 5 gram incidence of CAD in men was because the recommended of salt approximately three times higher and consumption is less by 5 gram (Aprillia, mortality was approximately five times 2007). higher than in women (Jousilahti et al., 1999). The CAD prevalence was higher in Hypertension relates to diet males than in females because men’s especially food contained salt and the food characteristics such as the incidence of processing may be high in salt. In addition, angina, total cholesterol ratio, smoking people used to add salt for taste. Dietary habits and serum creatinine were higher in salt increased blood pressure in most of the males than females (Jousilahti et al., 1999; people with hypertension, and in about a Xu et al., 2017). Besides, the differences in quarter of those with normal blood serum total cholesterol level, body mass pressure, particularly with growing age. index, blood pressure, and diabetes An excessive intake of salt independently indicates about 1/3 of the age-related would increase the risk of CVD in increase in CAD risk among men and overweight people (Mackay & Mensah, 50%-60% among women (Jousilahti et al., 2004). So, lowering dietary salt is the 1999). Xu et al. (2017) added the fact that recommendation for patients in the risk of the male sex had an odds ratio of 1.96 hypertension. In other words, the treatment which implied a male patient has 1.96 with anti-hypertensive drugs for high risk times higher risk of CAD than in females. patients still implement as the strategy for The onset of CAD in males usually obtains initiation and intensity of treatment but it from myocardial infarction or sudden may be different from those patients in coronary death (Papakonstantinou et al., lower risk (Kjeldsen, 2017). 2013). Cholesterol profiles of males and females particularly levels of low-density Investigation among other studies, lipoproteins were lower in women than in they showed as same as the result that men until the age of 50 (Yahagi et al., 2015). Hormonal status has known
138 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 130-142 influencing CAD risk in male because lipoproteins levels increased in women women has estrogen with its impact of after the age of 50 so this change lipid protective from atherosclerosis events levels may increase CAD in older women (Braundwald & Antman, 2010). Those sex (Yahagi et al., 2015). differences explained the most of the risk factors were more favorable in females but In women, the role of menopause the sex difference diminished with has a crucial part as risk factors for CAD increasing age (Yahagi et al., 2015). because the CAD risk will increase after the menopause (Yahagi et al., 2015). After According to Duenas et al. (2011), menopause, low density lipoprotein although males experience CAD four times cholesterol level and the total cholesterol more than females, females were more level in women increased likely to die after the first episode of an (Papakonstantinou et al., 2013). Early acute myocardial infarction. In cardiac menopause before age 45 also showed to anatomy-biology, females have smaller be related with an increased CAD risk as and stiffer hearts than males (Regitz- compared to women in whom menopause Zagrosek et al., 2010), as left ventricular occurs later than 45 years old (Muka et al., mass is higher in men than in women after 2016). Early menarche significantly puberty (Campbell et al., 2011). associated with an increased risk of CAD Furthermore, the females’ vasculature is mainly women who have early menarche also smaller and stiffer (Duenas et al., at age 10 (Canoy et al., 2015). In addition, 2011). women who smoke and have high triglyceride levels, diabetes, obesity and CAD in females lags behind males depression are at higher risk of CAD than by 10-15 years as the result of the men who smoke (Mackay & Mensah, protecting effect of estrogen on 2004; Humphries et al., 2017). Depression atherosclerosis and decreasing the risk in women refers to early life trauma and factors in younger women (Burke et al., symptoms of PTSD (Post Traumatic Stress 2001). Moreover, women compared to Disorders) which related to increased risk men had a lower burden of CAD with up of CAD even in younger women (Korkeila to 50% at age 30-44 group and 40% at age et al, 2010; Edmondson et al, 2013). 45-59 group (Chiha et al., 2015). Estrogens played a significant role in the difference Generally, compared to males, of CAD (Papakonstantinou et al., 2013). females were more vulnerable to high There are many benefits from estrogen in blood pressure, hypercholesterolemia, biologic mechanism including: (1) peripheral vascular disease, diabetes increasing HDL and decreasing LDL mellitus, and unstable angina cholesterol levels; (2) enhancing the (Papakonstantinou et al., 2013). release of nitric oxide from endothelial Furthermore, despite females have less cells so that resulting in increasing extensive disease among patients with vasorelaxation; (3) endothelium dependent unstable and stable angina pectoris vasodilation and (4) positive effect of compared to males, the former have more hemostatic (Humphries et al., 2017). severe symptoms (Tamis-Holland et al., However, women have higher risk of 2011). Moreover, even left ventricular hypertension than men because the factor systolic dysfunction was less frequent in of its disorder related to pregnancy and females; they more often have congestive reproduction specifically preeclampsia, heart failure (Papakonstantinou et al., hypertensive disorder of pregnancy, 2013). Female patients with CAD also menarche, menopause and gestational receive less intensive treatment than male diabetes (Mehta et al., 2016). In addition, patients (Lawesson et al., 2012) because cholesterol profiles of women and men they neglect health care needs due to their differ with age such as when low-density household obligation (Duenas et al., 2011).
Hanin Dhany Robby, The Risk Factor Of...139 The rate of coronary death in women with Keteraturan Minum Obat dengan CAD was twice higher than in men after Tekanan Darah Penderita myocardial infarction and Hipertensi (Studi di Puskesmas dr. revascularization procedure Soetomo Kecamatan Tegalsari (Papakonstantinou et al., 2013). Kota Surabaya). Undergraduate The difference of the burden CAD Thesis. Surabaya: Universitas between women and men is confirmed by Airlangga FKM UNAIR. presenting with chest pain and the Braundwald, E. & Antman, E.M., 2010. investigation of suspected angina (Chiha et Harrison's Principles of Internal al., 2015). Furthermore, CAD was Medicine. 17th ed. New Jersey: Mc accompanied by more severe symptoms of Graw Hill. typical or atypical angina in women than in Burke, A.P., Farb, A., Malcom, G. & men for any given extent of disease Virmani, R., 2001. Effect of (Papakonstantinou et al., 2013). Menopause on Palque Morphologic Cardiovascular diseases including CAD Characteristics in Coronary still remain the most common cause of Atherosclerosis. American Heart death in non-communicable disease for Journal, (141). both women and men (Yahagi et al., 2015). Campbell, D.J. Somaratne, J.B., Jenkins, According to the risk factor from some A.J., Prior, D.I., Yii, M., Kenny, studies between men and women J.F., Newcomb, A.E., Kelly, D.J., suggested categorizing the modifiable risk & Black, M.J., 2011. Differences in factors of CAD into specific groups of men Myocardial Structure and Coronary and women. It can improve the prevention Microvasculature between Men and of CAD and reduce the sudden coronary Women with Coronary Artery death. Disease. Hypertension, (57). Canoy, D. Beral, V., Balkwill, A., Wright, CONCLUSION F.L., Kroll, M.E., Reeves, G.K., Green, J., & Cairns, B.J., 2015. The study showed significant Age at Menarche and Risk od relationship between hypertension and CAD. Another finding showed statistically Coronary Heart and Other Vascular significant the interaction between sex and CAD among the cardiovascular polyclinic Diseases in a Large UK Cohort. in Jemursari Islamic Hospital Surabaya. Hypertension and sex were significant as Million Women Study the risk factors of CAD. Cardiovascular, (131). This study suggest to reduce the intake of salt in dietary of daily life to Chiha, J. Mitchell, P., Gopinath, B., Plant, prevent from hypertension, to obtain anti- hypertensive drugs for lowering the CAD A.J.H., Kavoor, P., & risk and to divide the modifiable risk factors between men and women to Thiagalingam, A., 2015. Gender prevent CAD because even all most of the risk factors were similar but there were Differences in the Severity and some were unique case in women. Extent of Coronary Artery Disease. IJC Heart & Vasculature, (8). Duenas, M., Ramirez, C., Arana, R. & Faide, I., 2011. Gender Differences and Determinants of Health Related Quality of Life in Coronary Patients: A Follow Up Study. BMC Cardiovascular Disorders, (11). Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2016. Profil REFERENCE Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2015. Annual Report. Surabaya: Aprillia, B., 2007. Hubungan antara Status Kementerian Kesehatan RI Gizi, Konsumsi Garam serta Kementerian Kesehatan RI.
140 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 130-142 Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2017. 10 and American Society of Penyakit Terbanyak Januri - Desember 2016. [Online] Hypertension about Treatment of Edmondson, D. Kronish, L.M. Shaffer, Hypertension. Heart, Lung and J.A., Falzon, L., & Burg, M.M., 2013. Posttraumatic Stress Disorder Circulation, (24). and Risk of Coronary Heart Disease: a Meta-analytic Review. Joint National Committee VII, 2004. The American Heart Journal, (166). Seventh Report of the Joint Franklin, S.S., Larson, M.G. & Khan, S.A., 2001. Does the Relation of Blood National Committee on Prevention, Pressure to Coronary Heart Disease Risk Change with Aging? The Detection, Evaluation and Framingham Heart Study. Circulation, (103). Treatment of High Blood Pressure. Hanson, M.A. Fareed, M.T., Argenio, S.L., Complete Report. New York: NIH Agunwamba, A.O., & Hanson T. R., 2013. Coronary Artery Disease. Publication US Department of Rochester: El Sevier. Health and Human Services. Hansson, G.K., 2005. Inflammation, Atherosclerosis and Coronary Jousilahti, P., Vartiainen, E., Tuomilehto, Artery Disease. The New England Journal of Medicine, XVI(352). J. & Puska, P., 1999. Sex, Age, Humphries, K.H. Izadnegahdar, M., Cardiovascular Risk Factors and Sedlak, T., Saw, J., Johnston, N., Schenck-Gustafsson, K., Shah, Coronary Heart Disease: A R.U., Regitz-Zagrosek, V., Grewal, J., Vaccarino, V., Wei, J., & Bairey Prospective Follow-Up Study of Merz, C.N., 2017. Sex Differences in Cardiovascular Disease - Impact 14786 Middle-Aged men and on Care and Outcomes. Frontiers in Neuroendocrinology, (46). Women in Finland. Circulation, Jacobs, A.K., 2009. Coronary Intervention (99). in 2009: Are Woman No Different than Men? Circulation Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Cardiovascular Intervention, (2). Kesehatan Dasar 2013. Health James, P.A., Oparil, S. & Carter, B.I., 2014. Evidence-Based Guideline Report. Jakarta: Kemenkes RI for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the Badan Litbangkes Kemenkes RI. Panel Members Appointed to the Eight Joint National Committee 8. Kjeldsen, S.E., 2017. Hypertension and Journal American Medical Cardiovascular Risk: General Association, (311). Aspects. Pharmacological Jennings, G.L.R., 2015. A New Guideline Research, III(11). on Treatment of Hypertension in Those with Coronary Artery Korkeila, J. Vahtera, J., Korkeila, K., Disease: Scientific Statement from the American Heart Association, Kivimaki, M., Sumanen, M., American College of Cardiology, Kosvenvuo, K., & Kosvenvuo, M., 2010. Childhood Adversities as Predictors of Incident Coronary Heart Disease and Cerebrovascular Disease. Heart, (96). Kotseva, K., Jennings, C.S. & Turner, E.L., 2012. ASPIRE-PREVENT: A Survey of Lifestyle, Risk Factor Management and Cardio protective Medication in Patients with Coronary Heart Disease and People at High-Risk of Developing Cardiovascular Disease in the UK. Heart, (98). Lawesson, S., Alfredsson, J., Frederikson, M. & Swahn, E., 2012. Time Trends in STEMI - Improved Treatment and Outcome but Still A Gender Gap: A Prospective Observational Cohort Stud from the
SWEDEHEART Register. BMJ Hanin Dhany Robby, The Risk Factor Of...141 Open, (2). from the American Heart Association. Circulation, (133). Lee, R.M., 2000. Unobtrusive Methods in Muka, T. Oliver-William, C., Kunutsor, S., Laven, J.S. Fauser, B.C., Social Research. Buckingham: Chowdhury, R., Kavousi, M., & Franco, O.H., 2016. Association of Open University Press. Age at Onset of Menopause and Time since Onset of Menopause Lee, S.E., Lee, H.Y., Cho, H.J., Choe, with Cardiovascular Outcomes, Intermediate Vascular Traits, and W.S., & Oh, B.H., 2017. Reverse J- All-Cause Mortality: A Systematic Review and Meta-Analysis. JAMA Curve Relationship between On- Cardiovascular, (1). Naga, 2012. Buku Panduan Lengkap Treatment Blood Pressure and Penyakit Dalam. Jakarta: Diva Press. Mortality in Patients with Heart Papakonstantinou, N.A. Stamou, M.I., Baikoussis, N.G., Goudevenos, J., Failure. JACC: Heart Failure, & Apostolakis, E., 2013. Sex Differentiation with regard to V(11). Coronary Artery Disease. Journal of Cardiology, (62). Lotfi-Tokaldany, M., Abbasi, S.H., Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI, 2014. Info Datin: Situasi Karimi, A., Kassaian, S.E., Kesehatan Jantung. Annual Health Report. Jakarta: Pusdatin Davarpasand, T., Jalali, A., & Kemenkes RI Kementerian Kesehatan RI. Sadeghian, S., 2017. Sex- Regitz-Zagrosek, V., Oertlet-Prigione, S., Seeland, U. & Hetzer, R., 2010. Dependent Effects of Diabetes Sex and Gender Differences in Myocardial Hypertrophy and Heart Mellitus on the Revascularization Failure. Circulation Journal, (74). Rosendoff, C. Lackland, D.T., Allison, Rate in Mid-Term Follow Up of M.T., Black, H.R., Blumenthal, R.S., Findeiss, L., Gersh, B.J., Young Patients with Coronary Gore, J.M., Levy, D., Long, J.B., O'Connor, C.M., Ogedegbe, O., Artery Disease. Journal of Diabetes O'Gara, P.T., Cannon, C., de Lemos, J.A., Elliot, W.J., Oparil, and Its Complications, (31). S., & White, W.B., 2015. Treatment of Hypertension in Mackay, J. & Mensah, G.A., 2004. the Patients with Coronary Artery Disease. Journal of the American Atlas of Heart Disease and Stroke. College of Cardiology, 65(18). Susilo, C., 2015. Identifikasi Faktor Usia, Geneva: WHO. Jenis Kelamin dengan Luas Infark Miokard pada Penyakit Jantung McEvoy, J.W. Post, W.S., Blumnethal, Koroner di Ruang ICCU RSD dr. R.S., Blaha, M., Psaty, B.M., Budoff, M.J., Nasir, K., & Faisal, R., 2017. Relation of Diastolic Blood Pressure and Coronary Artery Calcium to Coronary Events and Outcomes (from the Multiethnic Study of Atherosclerosis). The American Journal of Cardiology, VII(94). Medical Record of RSI Jemursari. 2017. Medical Record of RSI Jemursari in Cardiovascular Polyclinic of Jemursari Islamic Hopital April 2017. [Medical Record]. SIMRS Jemursari Surabaya: Medical Record RSI Jemursari. Mehta, L.S., Beckie, T.M., DeVon, H.A., Grines, C.L., Krumholz, H.M., Johnson, M.N., Lindley, K.J., Vaccarino, V., Wang, T.Y., Watson, K.E., & Wenger, N.K., 2016. Acute Myocardial Infarction in Women: A Scientific Statement
142 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 Agustus 2018: 130-142 Soebandi Jember. The Indonesia’s Yahagi, K., Davis, H.R., Arbustini, E. & Journal of Health Science, VI(1). Virmani, R., 2015. Sex Differences Tamis-Holland, J.E. Lu, J., Bittner, V., in Coronary Artery Disease: Magee, M.F., Lopes, N., Adler, Pathological Observations. Journal D.S., Kip, K.E., Schwartz, I., of Atherosclerosis, I(17). Groenewoud, Y.A., & Jacobs, Yulsam, P.Y., Oenzil, F. & Efrida, 2015. A.K., 2011. BARI 2D Study Insidens Riwayat Hipertensi dan Group, Sex, Clinical Symptoms, Diabetes Melitus pada Pasien and Angiographic Findings in Penyakit Jantung Koroner di RS Patients with Diabetes Mellitus and Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Coronary Artery Disease (from the Kesehatan Andalas, 4(2). Bypass Angioplasty Yang, Y. Chen, L., Yam, Y., Achenbach, Revascularization Investigation 2 S., Al-Mallah, M., Berman, D.S., Diabetes Trial). American Journal Budoff, M.J., Cademartiri, F., of Cardiology, (107). Callister, T.Q., Chang H., Chengm Vishram, J.K., Borglykke, A., Andreasen, V.Y., Chinnaiyan, K., Cury, R., A.H., Jeppesen, J., Ibsen, H, Delago, A., Dunning, A., Jorgensen, T., Broda, G., Palmieri, Feuchtner, G., Hadamitzky, M., L., Glampaoli, S., Donfransesco, Hausleiter, J., Karlsberg, R.P., C., Kee, F., Mancia, G., Cesana, Kaufmann, P.A., Kim, Y., Leipsic, G., Kuulasma, K., Sans, S., & J., LaBounty, T., Lin, F., Maffei, Olsen, M.H., 2012. On Behalf of E., Raff, G.L., Shaw, L.J., Villines, the MORGAM Project Impact of T.C., Min, J.K., & Chow, B.J.W., Age on the Importance of Systolic 2015. A Clinical Model to Identify and Diastolic Blood Pressure for Patients with High-Risk Coronary Stroke Risk:the MOnica, risk, Artery Disease. JACC: genetics, archiving and monograph. Cardiovascular Imaging, VIII(4). Hypertension, LX. Zahrawardani, D., Herlambang, K.S. & WHO, 2016. Classification of Diseases. Anggraheny, H.D., 2013. Analisis [Online]. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Xu, H. Duan, Z., Miao, C., Gengm S., & Jantung Koroner di RSUP Dr Jin, Y., 2017. Development of A Kariadi Semarang. Jurnal Diagnosis Model for Coronary Kedokteran Muhammadiyah, I(2). Artery Disease. Indian Heart Journal, (69).
EFEKTIFITAS HAND LETTERING SEBAGAI MEDIA PROMOSI KESEHATAN REMAJA MENGENAI BAHAYA ROKOK (STUDI DI SMK PGRI 4 SURABAYA) Azmi Luthfia1, Pulung Siswantara2 1,2Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Alamat Korespondensi: Azmi Luthfia Email: [email protected] ABSTRACT Indonesia is a country with largest smoker in South East Asia. According to Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2013), there is rising trends of cigarette smooking during three periods, especially in adolescents aged ≥15 years. Therefore it is necessary to take effort to prevent existence of it. Providing health promotion media in the form of hand lettering can be an alternative in providing effective information and education. Now days, Hand lettering is a popular art design for adolescents. This research was conducted on the students of class XI TKR SMK PGRI 4 Surabaya. The purpose of this study was to know the efectiveness of hand lettering as a health promotion media of harmfull effect of cigarettes in adolescents. It was quasi experimental research. Samples are 90 students of class XI TKR SMK PGRI 4 Surabaya, taken by total sampling technique. Knowledge was dependent variable, while giving treatments was independent variables. Results showed that there were differences knowledge betwween before and after hand lettering given (p = 0,000). Media effectiveness shows that hand lettering is effective for improving knowledge. It can be used as a health promotion media of harmfull effect of cigarettes in adolescents. Keywords: hand lettering, health promotion media, harmfull effect of cigarettes ABSTRAK Indonesia, negara dengan presentase jumlah perokok terbesar di Asia Tenggara. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan peningkatan prevalensi merokok selama 3 periode. Peningkatan terbanyak berada pada remaja usia 15 tahun keatas. Oleh karena itu dibutuhkan upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Pemberian media promosi kesehatan berupa hand lettering dapat menjadi alternatif untuk memberikan informasi dan edukasi. Saat ini hand lettering merupakan seni yang sedang populer di kalangan remaja. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI TKR SMK PGRI 4 Surabaya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas hand lettering sebagai media promosi kesehatan mengenai bahaya rokok pada remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu dengan rancangan pre test - post test group design. Jumlah sampel adalah 90 siswa yang dibagi menjadi 3 kelompok. Sampel diambil berdasarkan teknik total populasi. Varibel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian perlakuan dengan media hand lettering dan poster, sedangkan variabel terikat adalah pengetahuan dan sikap. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan hand lettering (p=0,000). Efektifitas media menunjukkan bahwa hand lettering efektif meningkatkan pengetahuan responden. Kesimpulan penelitian ini adalah hand lettering efektif digunakan sebagai media promosi kesehatan bahaya rokok pada remaja. Kata kunci: hand lettering, media promosi kesehatan, bahaya rokok PENDAHULUAN disebut dengan perokok pasif. Selain berdampak pada masalah kesehatan, Rokok menjadi salah satu penyebab merokok juga dapat berdampak pada terbesar kematian yang dapat dicegah di sosial, ekonomi dan lingkungan. Rokok masyarakat. Akibat yang dapat menjadi faktor risiko kejadian berbagai ditimbulkan tidak hanya bagi perokok penyakit kronis yang mematikan, seperti sendiri (perokok aktif) namun juga pada kanker, penyakit paru-paru dan penyakit orang yang ikut menghirup asapnya yang kardiovaskuler (WHO, 2013). Risiko ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.25-36 Received 28 November 2017, received in revised form 21 January2018 , Accepted 23 January 2018 , Published online: July 2018
26 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:25-36 tersebut muncul akibat zat kimia yang berani menanggung risiko atas terkandung di dalamnya seperti nikotin dan perbuatannya tanpa didahului oleh karbon monoksida serta racun-racun pertimbangan yang matang (BKKBN, lainnya yang dihisap dan masuk ke dalam 2009). Apabila keputusan yang diambil tubuh. Jika jumlah konsumsi rokok tidak tepat dapat menjerumuskan ke dalam semakin meningkat maka akan berdampak perilaku yang tidak sehat. Salah satunya pada semakin tingginya angka morbiditas adalah perilaku merokok. Berdasarkan dan mortalitas akibat rokok. data Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), pada tahun 2015 Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 2.839.115 jiwa jumlah dari Infodatin (2013), pada tahun 2030 perokok anak-anak dan remaja di Jawa diperkirakan angka kematian akibat rokok Timur dari total 3.094.028 jiwa, dan 46% di dunia akan semakin bertambah hingga dari perokok tersebut berumur 15-19 mencapai 10 juta jiwa. Angka kematian tahun. tersebut sebagian besar berasal dari negara berkembang. Terdapat 1,2 milyar perokok Surabaya merupakan salah satu di dunia dan 800 juta di antaranya berada kota besar yang berada di Jawa Timur, di negara berkembang. Terdapat lebih dari sehingga tidak menutup kemungkinan separuh penduduk Asia dan Australia yang bahwa remaja di Surabaya juga berisiko mengonsumsi rokok yaitu 57%. Indonesia terhadap perilaku merokok. Remaja usia merupakan negara dengan presentase 15-19 tahun merupakan remaja yang jumlah perokok terbesar di Asia Tenggara sedang menduduki Sekolah Menengah yaitu sebanyak 46,16%. Atas (SMA) ataupun yang sederajat. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI Data Riskesdas tahun 2013 4 Surabaya adalah salah satu sekolah menyebutkan bahwa sebagian besar swasta setingkat SMA yang terdapat di perokok di Indonesia merupakan penduduk Kota Surabaya. Berdasarkan hasil studi laki-laki. Terdapat peningkatan perilaku pendahuluan menyebutkan sebagian besar merokok selama tiga periode berturut-urut, siswa-siswi yang berada di sekolah ini terutama pada penduduk umur diatas 15 berasal dari keluarga dengan tingkat tahun. Pada tahun 2007 terdapat 34,2%, ekonomi menengah ke bawah. Marmot dan tahun 2010 meningkat menjadi 34,7%, dan Wilkinson (2006) menyebutkan bahwa tahun 2013 meningkat menjadi 36,3%. tingkat ekonomi merupakan determinan Tren peningkatan usia mulai merokok sosial kesehatan yang mengarah pada tertinggi dan terbanyak berada pada usia perilaku berisiko seperti merokok. 15 – 19 tahun. Hal ini menunjukkan tren Semakin rendah tingkat ekonomi merokok di Indonesia didominasi oleh seseorang semakin rentan terjerumus remaja (Riskesdas, 2013). perilaku merokok. Sebagian besar siswa di sekolah ini berusia 15-19 tahun. Usia WHO menyebutkan bahwa tersebut merupakan usia rawan bagi remaja remaja merupakan masa peralihan dari untuk mencoba hal baru termasuk perilaku kanak-kanak menuju dewasa. Batasan usia merokok. Saat ini pihak sekolah telah remaja adalah 12-24 tahun. Kementrian melakukan upaya pencegahan perilaku Kesehatan RI tahun 2010, batas usia merokok di kalangan remaja melalui remaja yaitu antara 10-19 tahun dan belum materi yang disampaikan oleh guru. menikah. Pada masa remaja terjadi Namun sayangnya masih terdapat siswa pertumbuhan dan perkembangan yang yang mencoba perilaku tersebut setelah pesat baik secara fisik, psikologis, maupun keluar dari lingkungan sekolah. Oleh intelektual. Remaja memiliki sifat khas karena itu perlu dilakukan alternatif lain yaitu rasa keingintahuan yang besar, ingin sebagai upaya pencegahan agar remaja mencoba hal baru, lebih senang berkumpul bersama teman- temannya, mudah terpengaruh oleh lingkungannya, seta
Azmi Luthfia dan Pulung Siswantara, Efektifitas Hand Lettering Sebagai ... 27 tidak terjerumus kedalam perilaku berisiko saat ini sudah banyak diinovasi dengan seperti merokok. berbagai ornamen modern tersebut sering menghiasi tempat berkumpulnya anak Promosi kesehatan merupakan muda seperti cafe, kedai-kedai makanan, salah satu upaya untuk meningkatkan dan toko yang sering dikunjungi oleh kesehatan masyarakat yang berfokus pada remaja. Hand lettering dapat dimanfaatkan upaya promotif dan preventif. Upaya ini sebagai media alternatif dan inovatif dalam bertujuan untuk mengubah perilaku promosi kesehatan terutama bagi remaja. masyarakat agar mampu menjaga dan Telah dibuktikan dari penelitian yang meningkatkan derajat kesehatannya secara dilakukan oleh Dewi (2016) bahwa hand mandiri (Ottawa Charter, 1996 dalam lettering ekfektif untuk meningkatkan Puspromkes, 2011). Pemberian informasi pengetahuan remaja mengenai HIV dan dan edukasi melaui media merupakan salah AIDS sehingga perlu dilakukan penelitian satu bentuk promosi kesehatan. Media untuk mengkaji efektifitas hand lettering merupakan alat bantu saluran komunikasi terkait bahaya rokok. Tujuan dari yang bermanfaat untuk mempermudah penelitian ini adalah untuk penyampaian pesan kesehatan pada mengidentifikasi efektifitas hand lettering masyarakat (Notoatmodjo, 2007) sebagai media promosi kesehatan bahaya Penggunaan media seperti poster dan hand rokok pada remaja. lettering dapat menjadi alternatif untuk menyampaikan informasi kepada METODE PENELITIAN masyarakat khususnya remaja. Metode penelitian yang digunakan Penggunaan poster sebagai media promosi kesehatan sudah sering dijumpai. dalam penelitian ini adalah metode Poster sering digunakan karena tahan lama, pembuatannya murah, memberikan rasa kuantitatif dengan pendekatan keindahan serta mempermudah pemahaman. Namun pemelitian yang eksperimental semu. Rancangan penelitian dilakukan oleh Kusuma (2014) menyebutkan bahwa efektifitas poster pada yang digunakan adalah pre - post test remaja saat ini berkurang dibandingkan media lain. Penggunaan hand lettering group design. Responden dibagi menjadi 3 sebagai media promosi kesehatan masih jarang dilakukan. Sebenarnya karya ini kelompok yaitu 2 kelompok perlakuan dan sudah muncul sejak puluhan tahun yang lalu dan sering menghiasi dunia periklanan 1 kelompok kontrol. Sebelum diberikan pada masanya (Alessio, 2013). Saat ini karya hand lettering kembali menjadi trend perlakuan, ketiga kelompok ini diberikan terutama di kalangan anak muda dan remaja. Karya ini merupakan sebuah pre-test kemudian diberikan intervensi. media komunikasi untuk menyampaikan pesan melalui seni menggambar atau Intervensi yang diberikan berupa media mempercantik huruf. Menurut Keesee (2017), sejak 3 tahun terakhir karya yang poster pada kelompok perlakuan I dan pada zaman dahulu pernah populer ini, sekarang kembali diminati karena hand lettering pada kelompok perlakuan II. desainnya yang simple dan kreatif. Hal itu dibuktikan dengan munculnya beberapa Kelompok kontrol tidak diberikan akun sosial media yang memuat konten hand lettering baik dari dalam negeri perlakuan. Media poster yang digunakan maupun luar negeri. Selain itu karya yang dalam penelitian ini didapatkan dari bagian promosi kesehatan kementrian kesehatan. Hand lettering merupakan transformasi dari poster tersebut. Pemberian intervensi dilakukan selama 15 menit. Setelah diberikan perlakuan responden diberikan kuesioner post-test. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas XI jururan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) di SMK PGRI 4 Surabaya. Jumlah populasi adalah 108 siswa dan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Sample diambil
28 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:25-36 berdasarkan teknik total populasi dan Berdasarkan Tabel 1 dapat ditemukan responden sebanyak 90 anak diketahui bahwa responden yaitu siwa yang memenuhi kriteria inklusi. Tiap kelas kelas XI TKR SMK PGRI 4 Surabaya terdiri dari 30 siswa. Kriteria inklusi dalam berusia 15 hingga 18 tahun. Rata-rata usia penelitian ini adalah siswa yang usia responden antara ketiga kelompok mendapatkan persetujuan orang tua untuk adalah 15-16 tahun. Hasil penelitian ikut serta dalam penelitian ini, dan hadir diketahui bahwa seluruh responden yaitu pada saat penelitian. Pengambilan data siswa kelas XI TKR SMK PGRI 4 dilakukan pada bulan Oktober 2017. Surabaya memiliki jenis kelamin laki-laki. Variabel bebas pada penelitian ini adalah perlakuan yang diberikan, sedangkan Pengetahuan Responden Sebelum dan variabel terikat adalah pengetahuan Sesudah Diberikan Poster responden. Tingkat pengetahuan responden Pengkajian efektifitas hand sebelum dan sesudah diberikan poster lettering dilakukan dengan menganalisis diukur dengan menggunakan kuesioner pre adanya perubahan nilai pengetahuan dari - post-test. Kemudian hasil tersebut diUji hasil pre-test dan post-test pada tiap menggunakan Uji t berpasangan untuk kelompok. melihat adakah perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan media poster. Uji statistik penelitian ini Sebelum dilakukan pengukuran terlebih menggunakan Uji t berpasangan untuk dahulu dilakukan Uji normalitas data pada melihat perbedaan sebelum dan setelah kedua variabel. Uji normalitas data diberikan perlakuan dan Uji t sampel menunjukan bahwa variabel pre-test dan bebas untuk melihat perbedaan antar post-test berdistribusi normal. Setelah kelompok. diUji menggunakan Uji t berpasangan diperoleh nilai signifikansi p sebesar 0,72 HASIL yang berarti nilai p lebih dari α (0,05) Karakteristik Responden sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum Jumlah responden yang memenuhi dan sesudah diberikan media poster. Rata- kriteria inklusi pada penelitian ini adalah rata pengetahuan responden menganai 90 siswa yang terbagi menjadi 3 kelompok. bahaya rokok pada kelompok poster Pada tiap kelas terdapat 30 responden. sebelum dan sesudah diberikan perlakuan Karakteristik umur responden dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 2. pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Responden Usia Frekuensi Persentase Responden Tabel 2. Rata-rata Pengetahuan Responden pada Media Poster Sebelum dan (tahun) Sesudah Perlakuan Kelompok Poster 15-16 21 70 17-18 9 30 Nilai Rata-rata p value n Sebelum Total 30 100 Sesudah 56,13 0,072 30 59,60 Kelompok Hand Lettering 15-16 17 57 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan 17-18 13 43 pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan media poster. Walaupun Total 30 100 demikian hasil kuesioner menunjukkan bahwa masih terdapat 47% responden tidak Kelompok Kontrol 15-16 17 57 17-18 13 43 Total 30 100
Azmi Luthfia dan Pulung Siswantara, Efektifitas Hand Lettering Sebagai ... 29 menjawab pertanyaan mengenai Tabel 3 menunjukkan terjadinya kandungan berbahaya di dalam rokok peningkatan pengetahuan pada responden dengan benar setelah diberikan poster. pada kelompok hand lettering berdasarkan Sebagian besar responden pada kelompok nilai rata-rata sebelum dan setelah ini belum mengetahui bahwa di dalam diberikan perlakuan. Berdasarkan hasil rokok juga terkandung zat berbahaya yang kuesioner masih terdapat 38% responden biasa digunakan pada racun tikus, bahan tidak menjawab dengan benar terkait pembuatan baterai, dan pestisida. pertanyaan mengenai kandungan bahan Sementara itu hasil kuesioner mengenai berbahaya di dalam rokok, setelah bahaya rokok bagi kesehatan menunjukkan diberikan hand lettering. Sebagian besar bahwa 32,8% responden tidak menjawab responden pada kelompok ini belum dengan benar. Sebagian besar responden mengetahui bahwa di dalam rokok juga belum mengetahui bahwa rokok juga dapat terkandung zat berbahaya seperti geranol menyebabkan penyakit seperti bercak yang biasanya digunakan sebagai pestisida. merah, berair, dan gatal yang disebut Sementara itu hasil kuesioner mengenai dengan psoriasis. bahaya rokok bagi kesehatan menunjukkan bahwa 32% responden tidak menjawab Pengetahuan Responden Sebelum dan dengan benar. Seperti halnya pada kelompok poster, sebagian besar responden Sesudah Diberikan Hand Lettering pada kelompok ini juga belum mengetahui bahwa rokok dapat menimbulkan penyakit Pada kelompok ini perlakuan yang psoriasis. diberikan berupa pemberian media hand lettering mengenai bahaya rokok. Pengetahuan Responden Pada Responden pada kelompok hand lettering Kelompok Kontrol juga diberikan kuesioner pre-test dan post- test untuk melihat adakah perbedaan Pada kelompok kontrol, responden tingkat pengetahuan responden antara tetap diberikan kuesioner pre-test dan post- sebelum dan sesudah diberikan media hand test untuk mengetahui adakah perubahan lettering. Setelah dilakukan Uji normalitas tingkat pengetahuan responden. Hasil Uji data, diperoleh hasil bahwa data normalitas menunjukan bahwa data berdistribusi normal sehingga dapat berdistribusi normal sehingga dapat dilakulan Uji t berpasangan. Hasil Uji dilakukan Uji t berpasangan. Hasil Uji t tersebut menunnjukkan nilai signifikansi p menunjukkan nilai signifikansi p adalah kurang dari α (0,05) yaitu sebesar 0,000 1,000. Nilai tersebut lebih besar dari α (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa sehingga dapat dikatakan terdapat tidak ada perbedaan antara pre-test dan perbedaan pengetahuan antara sebelum dan post-test pada kelompok kontrol. Rata-rata sesudah diberikan media hand lettering. pengetahuan responden menganai bahaya Rata-rata pengetahuan responden rokok pada kelompok kontrol sebelum dan mengenai bahaya rokok pada kelompok sesudah diberikan perlakuan dapat dilihat hand lettering sebelum dan sesudah pada Tabel 4. diberikan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Pengetahuan Responden Tabel 4. Rata-rata Pengetahuan Responden pada Media Hand Lettering pada Kelompok Kontrol Sebelum Sebelum dan Sesudah Perlakuan dan Sesudah Perlakuan Nilai Rata-rata p value n Nilai Rata-rata p value n Sebelum 54,93 0,000 30 Sebelum 54,80 1,000 30 Sesudah 67,87 Sesudah 54,80
30 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:25-36 Tabel 4 menunjukkan tidak ada Sementara itu hasil Uji t perbedaan nilai rata-rata pada kelompok berpasangan pada kelompok hand lettering kontrol. Hasil kuesioner pada kelompok ini dan kelompok kontrol menunjukkan nilai menunjukkan bahwa sebagian besar signifikansi p kurang dari α. Nilai p pada responden (65%) tidak menjawab kelompok ini adalah 0,000 sehingga dapat pertanyaan mengenai kandungan dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara berbahaya di dalam rokok dengan benar. kelompok hand lettering dan kelompok Sebagian besar responden pada kelompok kontrol. Selanjutnya perbandingan antara ini belum mengetahui bahwa di dalam kelompok poster dan kelompok hand rokok juga terkandung zat berbahaya yang lettering menunjukkan nilai p= 0,04. Nilai biasanya digunakan sebagai bahan tersebut kurang dari α sehingga dapat pestisida, baterai, dan racun tikus. dikatakan bahwa terddapat perbedaan Sementara itu hasil kuesioner mengenai antara kelompok poster dan hand lettering. bahaya rokok bagi kesehatan menunjukkan bahwa 49% responden tidak menjawab Efektifitas Media dengan benar. Sebagian besar responden belum mengetahui bahwa rokok dapat Efektifitas media diukur menimbulkan karies pada gigi dan menyebabkan osteoporosis serta hilangnya berdasarkan nilai rata-rata pre-test dan pendengaran. post-test pada tiap kelompok. Media Perbedaan Antara Kelompok Poster, dikatakan efektif apabila terdapat Hand Lettering, dan Kelompok Kontrol peningkatan nilai rata-rata lebih besar sama Perbedaan antar kelompok pada penelitian ini dianalisis berdasarkan hasil dengan 10%. Perubahan nilai rata-rata Uji statistik menggunakan Uji t dua sample bebas. Pertama, Uji t dilakukan dengan pada tiap kelompok dapat dilihat pada membandingkan antara kelompok poster dan kelompok kontrol. Kedua, kelompok tabel 5. hand lettering dengan kelompok kontrol. Ketiga, antara kelompok poster dan hand Tabel 5. Efektifitas Media Pada Kelompok lettering. Poster, Hand Lettering, dan Kontrol Sebelum dilakukan Uji t dua sample bebas, data pre-test dan post-test Kelompok Rata- Rata- Nilai terlebih dahulu dilakukan Uji normalitas rata rata Efektif dan pada pre - test. Berdasarkan Uji normalitas diperoleh bahwa data tersebut Pre-test Post-test itas berdistribusi nornal. Varians data (%) merupakan varians homogen menurut hasil Poster 56, 13 59,60 6,18 Lavene’s test. Hand 54,93 67,87 Lettering 23,56 Setelah dilakukan Uji t dua sampel Kontrol 54,80 54,80 0,00 bebas pada kelompok poster dan kelompok kontrol diperoleh nilai signifikansi p Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat adalah 0,059. Artinya nilai tersebut lebih bahwa nilai efektifitas pada kelompok dari α (0,05). Oleh karena itu dapat poster dan kontrol kurang dari 10%, dikatakan bahwa secara statistik tidak sedangkan pada kelompok hand lettering terdapat perbedaan yang signifikan antara lebih dari 10%. Oleh karena itu dapat kelompok poster dan kelompok kontrol. dikatakan bahwa media poster pada penelitian ini kurang efektif untuk meningkatkan pengetahuan responden terkait bahaya rokok, sedangkan media hand lettering efektif untuk meningkatkan pengetahuan respoden terkait bahaya rokok.
Azmi Luthfia dan Pulung Siswantara, Efektifitas Hand Lettering Sebagai ... 31 Berdasarkan hasil kuesioner pengetahuan responden terbanyak sebelum mengenai efektifitas media terdapat diberikan perlakuan adalah 60-69 yang responden yang menjawab bahwa ukuran termasuk dalam kategori cukup (Nursalam, huruf yang terdapat di media poster terlalu 2008). Nilai tersebut menunjukan bahwa kecil dan tulisan yang dimuat kurang jelas. sebelum diadakannya penelitian ini Hal tersebut berbeda dengan tulisan yang responden pernah terpapar informasi tercantum dalam media hand lettering. mengenai bahaya rokok. Hal tersebut Oleh karena itu tulisan pada poster sulit sesuai dengan hasil wawancara dengan staf dibaca oleh responden. Selain itu walaupun pengajar bahwa siswa di sekolah ini pernah bahasa dan pesan yang disampaikan pada diberikan materi mengenai kenakalan kedua media ini sama, namun menurut remaja yang di dalamnya mencakup responden bahasa yang digunakan pada bahaya rokok. Sebagian responden hand lettering lebih mudah dimengerti mengatakan pernah merokok karena sehingga pesan yang disampaikan mudah kemungkinan mereka pernah terpapar oleh untuk diterima serta dipahami. Namun kemasan rokok. Paparan bahaya rokok terkait warna pada kedua media tersebut, diperoleh remaja dari televisi. Informasi responden kurang menyukai komposisi mengenai bahaya rokok juga tercantum warna yang digunakan. pada kemasan rokok hampir setiap hari remaja terpapar televisi karena tidak PEMBAHASAN sedikit iklan di televisi yang menayangkan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu Karakteristik Responden remaja memiliki kemudahan akses dalam memperoleh informasi terkait bahaya Berdasarkan hasil penelitian rokok. Hal tersebut sesuai dengan diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan Liviyana (2017) bahwa yaitu siswa kelas XI TKR SMK PGRI 4 kemudahan akses informasi mengenai Surabaya berusia 16 dan 17 tahun. Usia bahaya rokok didapat melalui iklan rokok tersebut termasuk dalam kategori usia di televisi dan kemasan rokok, namun rentan mulai merokok menurut riskesdas kualitas informasi tentang bahaya rokok (2013). Selain itu WHO juga dirasa masih kurang. menyampaikan bahwa pada usia tersebut termasuk dalam usia remaja. Sebagai Setelah diberikan perlakuan, remaja responden memiliki kondisi psikis tedapat peningkatan pengetahuan pada yang masih labil dan mudah dipengaruhi responden. Peningkatan tersebut oleh lingkungan sekitar, memiliki rasa menandakan adanya informasi baru yang ingin tahu yang besar dan senang diperoleh responden setelah mengamati berkumpul bersama teman-temannya poster bahaya rokok yang diberikan. sehingga dapat dimanfaatkan untuk Setelah diberikan poster responden menyebarkan informasi yang positif. Salah mengetahui berbagai zat berbahaya yang satu informasi yang dapat disampaikan terkandung di dalam rokok dan bahaya kepada remaja adalah informasi mengenai rokok bagi kesehatan sesuai yang tertera di rokok yang mencakup bahan berbahaya dalam poster tersebut. Notoatmodjo (2007) yang terkandung di dalam rokok dan menyampaikan bahwa pengetahuan bahayanya bagi kesehatan. merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek Pengetahuan Responden Sebelum dan tertentu. Pada penelitian ini poster Sesudah Diberikan Poster berperan sebagai objek yang diamati oleh responden sehingga menghasilkan Pada kelompok yang diberikan pengetahuan. Beberapa penelitian perlakuan berupa media poster, nilai sebelumnya juga telah membuktikan bahwa poster dapat meningkatkan
32 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:25-36 pengetahuan responden, seperti penelitian rokok belum dapat meningkatkan yang dilakukan oleh Zuliyani (2016) dan Kusuma (2014). Jika pada penelitian pengetahuan terkait bahaya rokok (Widati, sebelumnya peningkatan pengetahuan terjadi secara signifikan, namun pada 2013). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian ini tidak demikian sehingga pada saat dilakukan Uji statistik dengan responden penelitian ini. Walaupun mereka menggunakan Uji t berpasangan diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan signifikan sudah tidak asing lagi dengan kemasan antara sebelum dan sesudah diberikan media poster. Walaupun sama-sama rokok ataupun iklan di televisi namun menggunakan poster sebagai objek penelitian namun poster yang digunakan mereka tidak memperhatikan informasi dalam penelitian ini berbeda sehingga berbeda pula kemampuan media tersebut yang ada di dalamnya sehingga hasil untuk meningkatkan pengetahuan. Selain itu sebelum diberikan media poster yang pengetahuan responden mengenai bahaya diambil dari promkes depkes tersebut responden telah memiliki pengetahuan rokok pada kelompok ini masih kurang. yang cukup sehingga kemungkinan mereka pernah terpapar oleh poster yang lebih Setelah diberikan media hand menarik. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan yang terjadi setelah dilakukan lettering, terjadi peningkatan pengetahuan intervensi tidak signifikan. responden. Adanya peningkatan tersebut Pengetahuan Responden Sebelum dan diperkuat dengan hasil Uji t berpasangan Sesudah Diberikan Hand Lettering yang menunjukkan adanya perbedaan yang Pada kelompok ini media yang diberikan berupa hand lettering. Hasil signifikan sebelum dan sesudah diberikan kuesioner pre-test menunjukkan sebagian besar responden memiliki nilai perlakuan. Peningkatan yang terjadi secara pengetahuan kurang yaitu 40-49. Walaupun terdapat kemudahan akses signifikan pada kelompok ini kemungkinan dalam memperoleh informasi kesehatan terkait bahaya rokok melalui tayangan dilatar belakangi oleh tingkat pengetahuan iklan di televisi atau pun kemasan rokok seperti yang dikatakan oleh Liviyana awal responden yang masih kurang (2017), namun tidak semua orang dapat memahami pesan yang disampaikan. mengenai bahaya rokok sehingga ketika Penelitian yang dilakukann oleh Zuliyani (2016) menyebutkan bahwa remaja hanya diberikan media hand lettering mengenai melihat gambar yang tertera pada kemasan rokok dan tidak melihat tentang kandungan informasi tersebut responden yang ada di dalamnya, sedangkan pesan bahaya rokok melalui tayangan televisi mendapatkan informasi baru. Berdasarkan tidak diperhatikan remaja karena mereka hanya melihat secara sepintas saja. hasil tersebut maka dapat disimpulkan Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pesan yang terkandung dalam kemasan bahwa hand lettering mampu menyampaikan informasi yang terkandung di dalamnya sehingga dapat meningkatkan pengetahuan responden. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Abbey (2016) bahwa pembuatan hand lettering bertujuan untuk menyampaikan informasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2016) telah membuktikan bahwa hand lettering dapat meningkatkan pengetahuan responden. Pengetahuan Responden Pada kelompok Kontrol Pada kelompok kontrol, responden tidak diberikan media apapun. Namun tetap diberikan pre-test dan post-test untuk mengukur seberapa besar pengaruh intervensi yang diberikan pada penelitian ini. Hasil pre-test pada kelompok ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki nilai pengetahuan antara 50-59. Nilai tersebut termasuk dalam kategori kurang dan cukup
Azmi Luthfia dan Pulung Siswantara, Efektifitas Hand Lettering Sebagai ... 33 menuurut Nursalam (2008). Hal tersebut hand lettering sehingga nilai yang diperoleh responden setelah diberikan juga menunjukan bahwa responden pada poster tidak jauh berbeda dengan post-test pada kelompok yang tidak diberikan media kelompok kontrol pernah terpapar atau kelompok kontrol. informasi mengenai bahaya rokok seperti Hasil dalam penelitian ini tentu saja tidak sesuai dari penelitian sebelumnya hasil pre-test pada kelompok poster dan yang dilakukan Mohamad (2012) dan Kusuma (2014) yang menyebutkan bahwa hand lettering. terdapat perbadaan bermakna antara kelompok poster dan kontrol. Hal tersebut Setelah dilakukan post-test, tidak kemungkinan dapat disebabkan oleh pembuatan poster yang digunakan dalam terdapat peningkatan antara hasil pre-test penelitian ini belum memenuhi kriteria poster yang baik. Supriyono (2010) dan post-test. Begitu pula saat diUji menyebutkan bahwa terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam statistik tidak terdapat perdedaan. Hal pembuatan poster yang baik diantaranya adalah ukuran huruf tidak boleh terlalu tersebut wajar terjadi pada kelompok kecil, tampilan poster dibuat menarik dan simpel, berisi informasi penting, terdapat kontrol karena memang tidak adanya elemen penting yang ditonjolkan, informasi penting harus ditonjolkan stimulan yang berisi informasi kepada dengan ukuran, warna, atau kontras, memuat unsur seni, elemen dan huruf responden sehingga tidak ada pengetahuan visual disusun secara logis, ilustrasi gambar atau foto yang digunakan memiliki baru yang diterima oleh responden. unsur unusual agar lebih terlihat, dan huruf poster sebaiknya tebal atau kontras. Penggunaan kelompok kontrol Adanya perbedaan yang bermakna dimaksudkan untuk mengetahui seberapa pada kelompok hand lettering dengan kontrol dan poster membuktikan bahwa besar pengaruh intervensi atau perlakuan hand lettering mampu dijadikan sebagai alat komunikasi. Hal tersebut sesuai yang diberikan, seperti yang pernah dengan teori yang disampaikan oleh Abbey (2016) bahwa hand lettering digunakan dilakukan oleh Arimurti (2012) dan Haq sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan secara visual kepada (2015) di dalam penelitiannya. pembaca. Selain itu Alessio (2013) menyebutkan bahwa pada zaman dahulu Perbedaan Antara Kelompok Poster, hand lettering telah digunakan di dunia Hand Lettering, dan Kelompok Kontrol periklanan untuk memberi tahu kepada khalayak mengenai informasi tertentu. Hasil perbandingan antar kelompok Informasi yang disampaikan pada menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penelitian ini adalah informasi mengenai yang signifikan antara kelompok hand bahaya rokok. Peneliitian yang dilakukan lettering dan kelompok kontrol. Hal yang oleh Gouveia, Ferias, dan Gatto (2009) sama juga terjadi pada perbandingan antara juga menyebutkan bahwa lettering biasa kelompok hand lettering dan poster, digunakan untuk menyampaikan informasi, sedangkan pada kelompok poster dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Adanya perbedaan antara kelompok yang diberikan hand lettering dan poster menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh pada kelompok hand lettering jauh lebih tinggi dari pada poster. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2016) mengenai perbandingan hand lettering dan poster sebagai media promosi kesehatan HIV- AIDS yang menyatakan bahwa adanya perbedaan bermakna antara kelompok hand lettering dan poster. Walaupun jika dilihat dari peningkatan nilai mean keduanya sama-sama dapat meningkatkan nilai post-test responden, namun peningkatan yang terjadi pada kelompok poster tidak sebanyak peningkatan pada
34 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:25-36 peringatan, dan iklan yang terpampang di sederhana, poster merupakan konsep visual sudut-sudut kota besar. yang terdiri dari kombinasi garis, warna, dan kata-kata untuk menangkap perhatian Efektifitas Media pembaca (Benny, 2014). Namun dalam penelitian ini poster yang digunakan Efektifitas media dilihat dari kurang diminati oleh responden. Terdapat peningkatan nilai mean (lebih dari sama beberapa kriteria pembuatan poster yang dengan 10%) pada tiap kelompok terkait baik menurut Supriyono (2010), salah bahaya rokok. Penentuan efektifitas media satunya adalah poster tersebut mampu tersebut dirujuk berdasarkan penelitian menarik perhatian pembaca. Pada Kusuma (2013) dan Widayani (2015) penelitian ini media poster yang mengenai efektifitas media. ditampilkan kurang menarik perhatian dan minat baca responden karena memang Hasil penelitian menunjukkan tulisan yang tercantum ada poster ini bahwa pemberian media hand lettering terlalu kecil dan desainnya kurang diminati efektif dalam meningkatkan pengetahuan oleh responden sehingga pesan yang responden, namun tidak pada media poster. disampaikan kurang diterima dan dipahami Walaupun sebenarnya baik hand lettering oleh responden. Seperti yang disampaikan maupun poster sama-sama dapat di dalam penelitian Dewi (2016) bahwa meningkatkan pengetahuan, namun desain poster yang kurang sesuai dengan peningkatan pada poster yang digunakan selera responden serta tulisan yang terlalu dalam penelitian ini dinilai kurang efektif kecil dapat menghambat masuknya karena memiliki peningkatan nilai mean informasi pada responden. Demikian juga kurang dari 10%. Nilai mean pada penelitiann yang dilakukan oleh Furlan, responden yang diberikan media hand Kitson, dan Andes (2007) menyebutkan lettering lebih tinggi dari pada nilai mean bahwa dalam pembuatan poster harus responden yang diberikan poster. Oleh memperhatikan penggunaan tulisan yang karena itu dapat disimpulkan bahwa hand jelas, tidak terlalu banyak, dan ukuran lettering lebih diminati oleh responden dari yang sesuai agar dapat dibaca responden. pada poster. Saat ini baru terdapat satu Selain itu jika dilihat dari komposisi penelitian yang meneliti mengenai hand warnanya, responden mengatakan bahwa lettering sebagai media promosi kesehatan komposisi warna pada kedua media ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewi kurang menarik. Sanyoto (2005) (2016). Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa warna dapat diperoleh hasil bahwa hand lettering lebih memberikan pengaruh yang besar terhadap efektif untuk meningkatkan pengetahuan perhatian dan emosi manusia. dari pada poster. Perbedaannya adalah jika pada penelitian sebelumnya mengkaji Poster dan hand lettering termasuk mengenai HIV-AIDS, pada penelitian ini dalam media visual. Kedua media ini mengkaji mengenai bahaya rokok. sama-sama dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi. Seperti yang telah kita ketahui Wibawanto (2017) menyebutkan bahwa bahwa saat ini karya seni hand lettering media dapat berfungsi sebagai media kembali menjadi trend di kalangan anak pembelajaran. Media visual sebagai media muda termasuk remaja (Keesee, 2017). pembelajaran media berperan menjadi alat Oleh karena itu responden sebagai remaja bantu pendidikan yang memungkinkan lebih tertarik dengan media tersebut seseorang memperoleh pengetahuan, sehingga informasi yang disampaikan lebih ketrampilan atau sikap. Media visual tidak mudah diterima. Jika hand lettering lebih hanya berperan di dalam pendidikan, mengutamakan penggunaan huruf sebagai namun media juga dapat dimanfaatkan objek yang disusun menjadi kata-kata untuk kepentingan kesehatan. Seperti sehingga tersusun sebagai desain yang
Azmi Luthfia dan Pulung Siswantara, Efektifitas Hand Lettering Sebagai ... 35 halnya pada penelitian ini, penggunakan rokok, karena sudah terUji media tersebut dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan keefektifitasannya. Hand lettering yang pesan kesehatan kepada sasaran (responden) terkait bahaya rokok. akan digunakan sebagai media promosi Pada penelitian sebelumya telah kesehatan hendaknya disesuaikan dengan dibuktikan bahwa hand lettering efektif digunakan sebagai media promosi karakterstik sasaran, begitu pula dengan kesehatan terkait HIV-AIDS pada remaja (Dewi, 2016). Penelitian membuktikan poster. Pembuatan poster juga perlu bahwa hand lettering yang karya seni melukis huruf dapat digunakan sebagai disesuaikan dengan kriteria pembuatan media promosi kesehatan mengenai bahaya rokok, bahkan efektifitasnya dalam poster yang baik seperti desain, komponen meningkatkan pengetahuan lebih tinggi jika dibandingkan dengan efektifitas poster warna yang menarik dan tulisan yang tidak yang digunakan. Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan terlalu kecil sehingga dapat dilihat dengan merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk suatu tindakan. Perilaku yang jelas dan mudah dipahami oleh responden. didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng atau bertahan lama jika DAFTAR PUSTAKA dibandingkan dengan perilaku tanpa didasari pengetahuan. Oleh karena itu Abbey, S. 2016. The ABC of Hand semakin banyak pengetahuan yang diserap responden diharapkan semakin besar Lettering Indonnesian Edition. peluang seseorang untuk melakukan dan mempertahankan perilaku kesehatan. Depok: Haru Media Penelitian ini membuktikan bahwa hand lettering mampu memberikan pengetahuan Alessio, J. 2013. Understanding the lebih tinggi kepada responden sehingga kedepannya dapat dimanfaatkan sebagai Difference Between Type and media promosi kesehatan. Lettering. Arimurti, I D. 2012. Pengaruh Pemberian Komik Pendidikan Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan Gizi Siswa Kelas V SDN Sukasari 4 Kota Tangerang Tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia. Benny, A P. 2014. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : PT. Dian. BKKBN. 2009. Buku Penyuluhan Bina Keluarga Remaja: Pengantar Kader tentang Pembinaan Anak Remaja. Jakarta: Direktorat Pengembangan Ketahanan Keluarga Badan Koordinasi SIMPULAN Keluarga Berencana Nasional. Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset Berdasarkan penelitian terdapat Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan perbedaan yang signifikan antara media Litbang Kemenkes RI. poster dan hand lettering tersebut. Media Dewi, N S. 2016. Perbandingan Antara hand lettering lebih efektif untuk Hand Lettering dan Poster sebagai meningkatkan pengetahuan remaja Media Promosi Kesehatan mengenai bahaya rokok, oleh karena itu HIV/AIDS pada Remaja. Skripsi. hand lettering dapat digunakan sebagai Universitas Airlangga. media promosi kesehatan mengenai bahaya Furlan, Y P, Kitson, H, and Andes, C. rokok pada remaja. 2007. Chemistry, Poetry, and Setelah dilakukan penelitian ini Artistic Illustration: An diharapkan media hand lettering dapat Interdisciplinary Approach to digunakan oleh institusi yang setara Teaching and Promoting dengan SMK sebagai alternatif Chemistry. Journal of Chemical penyampaian informasi mengenai bahaya education. 84 (10).
36 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018:25-36 Gouveia, A P S, Farias, P S, dan Gatto, P Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan S. 2009. Letters and Cities: dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Reading The Urban Environment Cipta. With The Help of Perception Nursalam. 2008. Konsep dan Penerpan Theories. Sage Journal. 8 (3). Metodologi Penelitian Ilmu Haq, Z. 2015. Efektifitas Komik Sebagai Keperawatan. Jakarta: Salemba Media Promosi Kesehatan Anak Medika Usia Sekolah Dasar Tentang Puspromkes Kemenkes RI. 2011. Promosi Kesehatan Gigi. Skripsi. Kesehatan Komitmen Global dari Universitas Airlangga. Ottawa-Jakarta-Helsinki Menuju Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Rakyat Sehat. Jakarta: Kementrian Indonesia. 2013. Indonesia Kesehatan RI. Tobacco Atlas edisi 2013. Tobacco Sanyoto, S E. 2005. Dasar-Dasar Tata Control Support Center. Rupa dan Desain. Yogyakarta. Infodatin RI. 2013. Perilaku Merokok Supriyono. 2010. Desain Komunikasi Masyarakat Indonesia: Hari Tanpa Visual (Teori dan Aplikasi). Tembakau Sedunia. Pusat Data dan Yogyakarta: Andi Informasi Kementrian kesehatan WHO. 2013. WHO Report on The Global RI. Tobacco Epidemic. Luxembourg: Keesee, M. 2017. The Effects of the Hand WHOLibrary Catalouging. Lettering Trend. Wibawanto, W. 2017. Desain dan Kusuma, I A. 2013. Perdedaan Efektiifitas Pemrograman Multimedia Leaflet dan Poster Produk Komisi Pembelajaran Interaktif. Jember : Penanggulangan AIDS Kabupaten Cerdas Ulet Kreatif. Jember dalam Perilaku Pencegahan Widati, S. 2013. Efektivitas Pesan Bahaya HIV/AIDS. Skripsi. Universitas Rokok Pada Kemasan Rokok Jember. Terhadap Perilaku Merokok Liviyana, O. 2017. Faktor – Faktor Yang Masyarakat Miskin. Jurnal Berhubungan Dengan Praktik Promkes, 1(2). Merokok Pada Mahasiswi S1 Widayani, H P. 2015. Pengembangan Universitas Diponegoro Semarang. Media Permainan Monopoli Jurnal Kesehatan Masyarakat Sarapan dan Universitas Diponegoro. Efektifitasnya Terhadap Semarang. Peningkatann Pengetahuan Sarapan Marmot, M and Wilkinson, G R. 2006. pada Siswa Kelas V SD N Social Determinants of Helath, 2nd Kalijudan I. Skripsi. Universitas Edition. Oxford University. Airlangga. Mohamad, F. 2012. Peningkatan Zuliyani. 2016. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Pengetahuan Remaja Tentang Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Bahaya Rokok di SMP 2 Sanden Melalui Poster Dengan Partisipasi Bantul Yogyakarta. Skripsi. Siswa di Kabupaten Gorontalo. Universitas Muhammadiyah Journal of Community Medicine Yogyakarta. and Publict Health Universitas Gadjah Mada.
PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMPN 52 SURABAYA Hanifa Fitriana1, Pulung Siswantara2 1,2Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Alamat Korespondensi: Hanifa Fitriana E-mail: [email protected] ABSTRACT Teenager is a period of rapid physical, psychological and intellectual development. Adolescents tend to like challenges without careful consideration. This caused various problems of adolescents, especially in reproductive health. Adolescent Reproductive Health (ARH) Education by teachers is an effort to overcome the problem of reproductive health of students. The purpose of this research was to identify the transfer process of adolescent reproductive health education at SMPN 52 Surabaya. This research used observational case study research with qualitative approach. Informants in this study consisted of teachers and students. Data was collected through in-depth interviews and document studies. This study found that most teacher informants have poor understanding of comprehensive ARH. The teacher informants said that ARH education is the responsibility of parents, school, community and government. The teacher informants delivered the ARH material with various methods. Teacher separated male and female students during delivering process of sensitive ARH materials. This method can encourage students' activeness to ask questions to the teachers. A better understanding of teachers on KRR materials can improve the quality of students' material delivery.ARH education is not only the responsibility of the school, but also family, community to government. The government needs to provide training for teachers related to theARH education. Families need to provide ARH education at home, meanwhile the community needs to provide supervision for adolescents in their neighborhood. Keywords: adolescent, education, reproductive health ABSTRAK Remaja mengalami perkembangan fisik, psikologis dan intelektual yang pesat. Remaja cenderung menyukai tantangan tanpa pertimbangan yang matang. Hal tersebut menimbulkan berbagai permasalahan pada remaja, khususnya permasalahan kesehatan reproduksi. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) oleh guru merupakan suatu upaya untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penyampaian materi kesehatan reproduksi remaja di SMPN 52 Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus observasional dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari guru dan siswa. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi dokumen. Penelitian ini mengungkapkan bahwa sebagian besar informan guru kurang memahami KRR komprehensif. Informan guru menyatakan bahwa pendidikan KRR adalah tanggung jawab orang tua, sekolah, masyarakat dan pemeritah. Informan guru menyampaikan materi KRR dengan berbagai metode. Saat menyampaikan materi KRR yang sensitif, guru memisahkan siswa laki-laki dan perempuan. Metode tersebut dapat meningkatkan keaktifan siswa untuk tanya-jawab dengan guru. Pemahaman guru mengenai materi KRR yang semakin baik dapat meningkatkan kualitas penyampaian materi pada siswa. Pendidikan KRR bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, namun perlu mendapatkan dukungan dari keluarga, masyarakat hingga pemeritah. Pemerintah perlu memberikan pelatihan pada guru terkait pendidikan KRR. Keluarga perlu memberikan pendidikan KRR di rumah, sedangkan masyarakat perlu memberikan pengawasan pada remaja di lingkungannya. Kata kunci: remaja, pendidikan, kesehatan reproduksi PENDAHULUAN karakteristik remaja yaitu memiliki keingintahuan yang besar, menyukai Menurut BKKBN (2013) remaja petualangan dan tantangan serta berani menanggung risiko atas perbuatannya mengalami pertumbuhan dan tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Hal ini menimbulkan banyak perkembangan pesat pada aspek fisik, psikologis dan juga intelektual. Beberapa ©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.107-118 Received 4 January 2018, received in revised form 27 January2018 , Accepted 29 January 2018 , Published online: July 2018
108 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 107-118 permasalahan pada remaja, salah satunya Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah permasalahan mengenai kesehatan terdapat sebanyak 2,6% perkawinan reproduksi. pertama dilakukan pada usia kurang dari 15 tahun dan 23,9% usia perkawinan Kesehatan reproduksi merupakan pertama berada pada usia 15-19 tahun. keadaan sehat fisik, mental, dan sosial Angka kehamilan pada remaja umur secara utuh, tidak hanya bebas dari kurang 15 tahun adalah sebesar 0,02% dan penyakit atau kecacatan yang berkaitan kehamilan pada usia 15-19 tahun sebesar dengan sistem, fungsi, dan proses 1,97% (Kemenkes, 2015). Hal tersebut reproduksi. Sedangkan Kesehatan menunjukkan kesadaran anak dan remaja Reproduksi Remaja (KRR) merupakan terhadap pentingnya kesehatan reproduksi bagian terpadu dari program kesehatan dan remaja di Indonesia masih jauh tertinggal. keluarga berencana di Indonesia. Program terpadu ini secara khusus bertujuan untuk Kemenkes (2015) menyatakan mengatasi masalah terkait pernikahan dini, bahwa sekitar 33,3% remaja perempuan kehamilan tidak diinginkan, konsumsi dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia tembakau dan alkohol, serta HIV-AIDS 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat (Kemenkes, 2015). mereka belum berusia 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan remaja belum Berdasarkan data dari KPAI (2016) memiliki keterampilan hidup yang menunjukkan bahwa jumlah kasus anak memadai, sehingga mereka memiliki dan remaja sebagai korban prostitusi resiko untuk melakukan seks pranikah. online di Indonesia adalah sebanyak 83 Hasil survei yang dilakukan BKKBN kasus pada tahun 2014 dan 117 kasus pada (2011) di Surabaya menyebutkan bahwa tahun 2015. Sedangkan kasus anak sebagai sekitar 54% remaja wanita belum menikah korban Eksploitasi Seks Komersial Anak telah kehilangan keperawanannya. Hal ini (ESKA) adalah sebanyak 46 kasus pada menunjukkan bahwa Surabaya memiliki tahun 2014 dan 72 kasus pada tahun 2015. permasalahan kesehatan reproduksi remaja Kasus pornografi dan cyber cryme pada yang cukup besar. anak adalah sebanyak 322 kasus pada tahun 2014, 463 kasus pada tahun 2015 Sebagian besar anak dan remaja dan 315 kasus pada Januari-Juli tahun yang berusia 5-19 tahun terpapar dengan 2016. Komisioner KPAI Jasra Putra lembaga pendidikan dalam jangka waktu mengungkapkan, data menunjukkan bahwa cukup lama. Kemenkes (2015) menyatakan pihaknya menemukan 218 kasus kekerasan partner diskusi tentang kesehatan seksual anak pada tahun 2015. Sementara reproduksi yang paling disukai remaja pada 2016, KPAI mencatat terdapat 120 berturut-turut adalah teman sebaya, guru, kasus kekerasan seksual terhadap anak- dan ibu. Berdasarkan data tersebut maka anak. Kemudian pada tahun 2017 tercatat sekolah merupakan lembaga potensial sebanyak 116 kasus. Banyaknya jumlah untuk penyampaian pendidikan KRR. kasus anak dan remaja tersebut tidak dapat Guru memiliki peran penting dalam ditangani tanpa adanya kerjasama dengan pendidikan, sehingga pengetahuan dan berbagai pihak. Noviana (2015) pemahaman guru mengenai materi menyebutkan bahwa penanganan pembelajaran menjadi kunci dalam kekerasan seksual terhadap anak keberhasilan proses pendidikan. Selain memerlukan kerjasama antara keluarga, menyampaikan materi pembelajaran di masyarakat dan pemerintah. dalam kelas, guru juga memiliki tugas untuk mendidik siswa menjadi pribadi BKKBN (2013) mengungkapkan yang lebih baik. Oleh karena itu guru juga bahwa remaja yang mengaku mempunyai memiliki peran dalam pembentukan teman yang pernah melakukan hubungan karakter peserta didik. seksual pranikah usia 14-19 tahun sebesar 34,7% perempuan dan 30,9% laki-laki.
Hanifa Fitriana dan Pulung Siswantara, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja… 109 Utomo dan McDoland (2009) mendapatkan ijin dari wali murid. menyatakan bahwa program pendidikan Penelitian dilaksanakan di SMPN 52 seksualitas dan kesehatan reproduksi di Surabaya pada bulan Mei-Oktober 2017. Indonesia belum komprehensif. Hal tersebut dikarenakan pendidikan Pengumpulan data dilakukan seksualitas dan kesehatan reproduksi di melalui wawancara dan studi dokumen. Indonesia lebih fokus pada aspek biologis Wawancara dalam penelitian ini dan pencegahan penyakit menular. menggunakan wawancara terstruktur. Penelitian Pakasi dan Kartikawati (2013) Dalam penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa pendidikan kesehatan menggunakan alat bantu untuk reproduksi dan seksualitas dianggap mengumpulkan data seperti pedoman penting untuk diajarkan, namun masih wawancara, cheklist materi KRR serta terdapat anggapan bahwa pendidikan ini telepon genggam untuk merekam sesi tabu bila dibicarakan secara publik, selain wawancara. Teknis analisis data yang itu terdapat kekhawatiran pendidikan ini digunakan dalam penelitian ini adalah dapat membuat remaja ingin mengetahui analisis data kualitatif yaitu pengumpulan dan mendorong untuk melakukan seks data, transkip data, pembuatan koding, pranikah. Berdasarkan data tersebut kategorisasi data, penyimpulan sementara, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi triangulasi dan penyimpulan akhir (Irawan, penyampaian materi kesehatan reproduksi 2006). remaja oleh guru pada salah satu SMP Surabaya. HASIL METODE PENELITIAN Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian SMPN 52 Surabaya terletak di studi kasus observasional dengan Kota Surabaya bagian timur. SMP ini pendekatan kualitatif deskriptif. Desain berada di Kelurahan Medokan Semampir, penelitian yang digunakan oleh peneliti Kecamatan Sukolilo. SMP ini merupakan adalah studi kasus. Hal tersebut sekolah yang baru berdiri tahun 2011. dikarenakan setiap objek penelitian Sekolah yang berdiri diatas lahan 5.000 m2 memiliki keunikan tersendiri (Irawan, ini merupakan sekolah satu lokasi yang 2006). berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Jumlah guru Informan dalam penelitian ini SMPN 52 Surabaya adalah sebanyak 37 ditentukan dengan cara purposive orang, sedangkan jumlah siswa sebanyak sampling. Menurut Irawan (2006), sampel 770 siswa. Jumlah siswa tersebut tersebar purposif adalah sampel yang sengaja di kelas VII, VIII dan IX. Rentang usia dipilih oleh peneliti dikarenakan sampel siswa SMP ini adalah 13-17 tahun. memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat Sekolah ini telah menggunakan Kurikulum memperkaya penelitian. Informan dalam 2013 dalam pembelajaran. penelitian ini terdiri dari guru dan siswa. Kriteria inklusi informan guru adalah guru Tabel 1. Karakteristik Informan mata pelajaran yang terkait dengan fisik dan sosial dan bersedia menjadi informan Inisial Usia (tahun) Jabatan penelitian. Informan siswa dalam penelitian ini berasal dari kelas IX. Kriteria AT 55 Guru PKN inklusi informan siswa adalah siswa yang MR 55 Guru Agama menyimak dalam kegiatan belajar HN 50 mengajar dengan baik, bersedia menjadi PR 49 Guru IPA informan penelitian, dan harus AB 15 Guru PJOK NS 14 Siswa Siswa
110 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 107-118 Karakteristik informan penelitian Informan HN sebagai guru IPA menyatakan bahwa kesehatan reproduksi yang dipilih oleh peneliti terbagi menjadi remaja adalah segala hal yang berkaitan dengan organ reproduksi. Informan HN dua jenis yaitu guru dan siswa. Guru mata menyadari bahwa remaja memiliki ketertarikan mengenai berbagai hal yang pelajaran yang menjadi informan berkaitan dengan reproduksi. Selain itu, HN juga menyadari bahwa seringkali penelitian berpendidikan minimal sarjana. remaja berperilaku tanpa memikirkan akibatnya. HN memberikan materi KRR Seluruh informan guru belum pernah lebih komprehensif dengan mengaitkan pada aspek fisik, psikis, agama, nilai, mendapatkan pelatihan mengenai norma, dan budaya untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai kesehatan kesehatan reproduksi remaja reproduksinya. HN berharap agar remaja mampu menghindari perilaku yang komprehensif. Siswa yang menjadi menyimpang. Berikut cuplikan wawancara dengan informan HN: informan penelitian berasal dari kelas IX. Keterlibatan siswa bertujuan untuk triangulasi data penelitian yaitu mengklarifikasi jawaban dari guru mata pelajaran yang menjadi informan penelitian. Pemahaman Guru tentang Pendidikan “Kesehatan reproduksi remaja ya yang KRR berhubungan dengan organ reproduksi. Kalau perempuan ya berhubungan dengan Berdasarkan hasil wawancara vagina, laki-laki ya penis seperti itu. diketahui bahwa tidak semua informan Kadang anak-anak itu tidak berfikir mengetahui materi Kesehatan Reproduksi panjang, hanya berfikir sesaat jadi perlu Remaja secara komprehensif. Guru mata untuk menjelaskan akibatnya. Contohnya, pelajaran PKN, Agama, dan PJOK lebih mereka melihat gambar, terus terangsang cenderung mengaitkan kesehatan dan ingin mencoba. Jadi mereka tidak reproduksi remaja pada keadaan fisik, berfikir bahwa itu bisa menyebabkan sedangkan KRR terkait pula pada aspek kehamilan. Ya seperti itu tadi, dan psikis, agama, nilai, norma, dan budaya. pergaulan remaja bagaimana dengan Berikut adalah cuplikan wawancara lawan jenis dsb perlu dijelaskan.... dengan informan AT dan MR: kemudian saya jelaskan juga dengan hadist..” (HN, 50 Tahun) “Hemm yang berkaitan dengan reproduksi ya.. libido ya.. apa ya mudah terangsang Setiap guru memiliki karakteristik kalau lihat video atau lihat temannya seperti itu ya mbak.” (AT, 55 Tahun). tersendiri dalam menyampaikan “Ya ini pertanyaan sulit menurut saya. pembelajaran. Beberapa guru seringkali Kesehatan reproduksi remaja yang saya tahu itu berhubungan dengan kebersihan memberikan nasehat pada siswanya. alat reprodusksi terutama kalau mau cebok gitu mana yang harus didahulukan, Menurut informan NS, guru yang paling arahnya bagaimana. Berhubungan dengan alat reproduksinya gitu. Dan lagi kalau sering memberikan nasehat saat sebelum cebok tangannya lebih baik dicuci dulu, bisa jadi kotor ada kuman-kuman pembelajaran adalah informan HN dan AT. yang bisa masuk kedalam. Kemudian menstruasi, kalau menstruasi jangan Berikut cuplikan wawancara dengan sampai pembalut itu ditandon sampai lama sampai jadi sarang bakteri. Dan selama informan tambahan: belum menikah ya jangan sampai terjadi perzinaan lah.” (MR, 55 Tahun). “Bu HN itu kalau ngajar selalu ngingetin muridnya. Satu kata yang selalu saya ingat dari Bu HN itu, “nak, hidup itu adalah pilihan”. Bu HN itu selalu ngasih- ngasih ceramah agama agar anak-anak
Hanifa Fitriana dan Pulung Siswantara, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja… 111 tidak nyelewang. Nah kalau Bu AT selalu Persepsi Guru terhadap materi KRR ngajarin kedisiplinan, biar anak-anak itu dalam Kurikulum tidak semena-mena sama orang yang lebih tua, kata-katanya dijaga” (NS, 14 Kurikulum memiliki peran penting tahun). dalam dunia pendidikan sebagai pedoman Peran menyampaikan pendidikan KRR penyelenggaraan pembelajaran. Seluruh informan menyadari peran dalam menyampaikan pendidikan KRR Berdasarkan keterangan dari informan AT, merupakan tanggung jawab dari berbagai pihak. Menurut informan dari pihak MR dan PR materi KRR yang ada saat ini sekolah yang bertanggung jawab menyampaikan pendidikan ini adalah guru, yang sudah cukup memadai, namun pada dan juga kepala sekolah. Selain itu, pendidikan ini juga menjadi tanggung penyampaiannya guru perlu memberikan jawab dari orang tua, masyarakat, puskesmas, dinas kesehatan, dinas sosial, beberapa pengembangan. Berikut kepolisian, dan pemerintah. Namun beberapa guru masih merasa tabu saat merupakan cuplikan wawancara dengan menyampaikan materi ini. Berikut cuplikan wawancara dengan informan informan MR: guru: “Pendidikan KRR yang diajarkan sudah “Yang bertanggung jawab untuk cukup mbak, tapi gak semuanya.... memberikan materi mengenai KRR ini ya Mengenai reproduksi itu, yang termasuk semuanya.. ya orang tua, guru, ya dalam agama itu yang berhubungan puskesmas dengan melakukan penyuluhan, dengan baligh, kewajiban, ya hukum- pihak dinas kesehatan, kader UKS juga” hukum itu. ....kalau seperti pergaulan gitu (AT, 55 Tahun). termasuk dalam pengembangan. Ini biasanya menyangkut pergaulan itu pun “Saya itu rasa tabunya itu ada, takut nya tidak terlalu khusus materinya, tapi ya anak-anak itu mengartikan apa yang gurunya mengembangkan kemana-mana diajarkan salah, jadi saya mengajarkan kayak gitu” (MR, 55 Tahun). yang tidak baik gitu lo. Kalau pendidikan itu baiknya dari keluarga, guru dan Sedangkan menurut informan HN, masyarakat” (MR, 55 Tahun). pendidikan KRR dalam kurikulum masih belum memadai. Hal tersebut disebabkan “.. yang bertanggung jawab yang jelas ya semakin banyak masalah kesehatan biologi, agama, kemudian karena norma reproduksi pada usia belia, sehingga PKn seperti itu. Kalau lingkup sekolah ya pendidikan KRR perlu diajarkan lebih dini. kepala sekolah. Kalau lingkungan rumah Menurut informan HN, pendidikan KRR yang berperan sekali itu ibu, yang kedua yang diajarkan pada usia yang lebih dini ayah” (HN, 50 Tahun). dapat menurunkan permasalahan kesehatan reproduksi pada anak dan remaja. Berikut “Kalau umum gitu kan kerjasamanya cuplikan wawancara dengan informan HN: banyak mbak, dinas kesehatan, kepolisian, dinas sosial masuk juga mbak itu. Kalau di “Belum memadai mbak, sekarang gini, sekolah gini guru olahraga dan BK juga” sebenarnya pendidikan itu kan di mulai (PR, 49 Tahun). dari SD. Lha ini SMP yang berhubungan dengan kespro itu ada di kelas IX. Sedangkan sekarang kejadian kayak pelecahan seksual, hubungan seksual itu sudah ada sejak usia belia. Usia 10 tahun sudah ada yang diperkosa, padahal anak- anak itu juga nggak tahu itu apa maksudnya. Apalagi ada juga kejadian pada anak TK, itu kan sudah mengalami kejadian yang tidak pernah dia bayangkan
112 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 1 July 2018: 107-118 karena meraka tidak tahu” (HN, 50 Peneliti melakukan studi dokumen Tahun). terhadap Model Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Selain itu informan HN Tsanawiyah (SMP/MTs) Tahun 2017 menambahkan bahwa materi KRR dalam untuk mengetahui distribusi materi KRR mata pelajaran IPA adalah mengenai dalam mata pelajaran. Peneliti anatomi dan fisiologi organ reproduksi dan menggunakan Modul Pendidikan cara perawatannnya. Menurut HN materi Kesehatan Reproduksi untuk Peserta Didik tersebut masih belum cukup untuk SMP/MTs sederajat sebagai acuan studi mencegah permasalahan remaja. dokumen. Hasil studi dokumen Berdasarkan hal tersebut, informan HN menunjukkan bahwa tidak ada mata memberikan tambahan informasi pada pelajaran yang khusus mengajarkan siswa untuk menambah pengetahuan siswa pendidikan kesehatan reproduksi mengenai kesehatan reproduksi. Berikut komprehensif. Materi ini tersebar pada cuplikan hasil wawancara dengan HN: beberapa mata pelajaran. Namun tidak semua materi KRR dalam Modul “Terkait KRR di materi kelas IX hanya Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk menyebutkan tentang organ reproduksi Peserta Didik SMP/MTs sederajat menjadi fungsinya untuk ini dan cara merawatnya, pokok bahasan dalam silabus mata seperti ganti celana dalam, tidak boleh pelajaran Kurikulum 2013. Distribusi lembab. Jadi saya mengantisipasinya Materi KRR pada beberapa mata pelajaran (permasalahan kesehatan reproduksi) dapat dilihat pada tabel 2. dengan mengajarkan lebih dalam ” (HN, 50 Tahun). Penyampaian Materi KRR Keterangan dari informan HN juga Berdasarkan hasil wawancara dibenarkan oleh informan AB. Informan didapatkan hasil bahwa seluruh informan AB memiliki pendapat sebaiknya menggunakan metode ceramah, tanya pendidikan diberikan lebih dini. Berikut jawab dan juga diskusi. Terkadang cuplikan kuotasi dengan AB: informan juga menggunakan media film untuk menyampaikan pendidikan. “Ya perlu. Paling enggak ya di kelas 6 lah. Informan AT juga menggunakan Soalnya di usia itu udah ada gejala-gejala permainan dalam pembelajaran, sedangkan pubertas” (AB, 15 Tahun). HN memisahkan laki-laki dan perempuan ketika mengajarkan materi KRR yang Sebagian informan belum sensitif yaitu tentang sistem reproduksi mengetahui bahwa materi KRR telah manusia. Metode tersebut digunakan agar terdistribusi dalam berbagai mata siswa tidak merasa malu saat pelajaran. Hal tersebut menunjukkan pembelajaran. Berikut cuplikan wawancara bahwa belum ada koordinasi antar guru dengan informan guru: mata pelajaran untuk menyampaikan materi KRR. Berikut cuplikan wawancara “Saya pakai metode ceramah, ya tanya dengan informan AT: jawab, diskusi. Kalau untuk reproduksi “...pendidikan KRR kedepannya ya kalau bisa itu, disisipkan ke berbagai mata saya biasanya saya putarkan film pakai pelajaran, jadi biar anak-anak itu tahu lebih jauh. Agar kami guru-gurunya juga proyektor mengenai janin dalam bisa memberikan pendidikan dengan lebih baik” (AT, 55 Tahun). kandungan dan juga saya contohkan apa yang mereka lihat, gitu aja” (MR, 55 Tahun).
Hanifa Fitriana dan Pulung Siswantara, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja… 113 Tabel 2. Distribusi Materi KRR Pada Mata Pelajaran Materi Mata pelajaran KONSEP UTAMA 1: Hubungan dengan Orang Lain Konsep diri PAI (kelasVII, VIII, IX), B. Indonesia (kelas VIII, IX) Keluarga PAI (kelas VII, VIII, IX), IPS (kelas IX) Pertemanan dan cinta kasih PAI (kelas VII), PKN (kelas VII), IPS (kelas IX) Toleransi dan menghargai PAI (kelas VII, VIII, IX), PKN (kelas VII, IX), IPS (kelas IX) Pernikahan dan pengasuhan - KONSEP UTAMA 2: Nilai, Sikap dan Keterampilan Pemahaman, sikap dan nilai PAI (kelas VII, VIII,IX), PKN (kelas VII), IPS (kelas IX) Menghadapi pengaruh teman sebaya PJOK (kelas VIII), IPS (kelas IX) Mencari bantuan dan dukungan IPS (kelas IX) KONSEP UTAMA 3: Budaya, Sosial dan Hak Asasi Manusia Budaya dan hukum PKN (kelas VII,IX), IPS (kelas IX), Seni Budaya Peran media seksual IPS (kelas IX), B. Indonesia (kelas VIII) - Kesetaraan gender dan - Kekerasan berbasis gender KONSEP UTAMA 4: Kesehatan Reproduksi Pubertas IPA (kelas IX), PJOK (kelas VII), PAI (kelas VII) Reproduksi IPA (kelas IX) KONSEP UTAMA 5: Infeksi Menular Seksual, HIV-AIDS dan NAPZA Infeksi Menular Seksual IPA (kelas IX) HIV-AIDS IPA (kelas IX) NAPZA PAI (kelas VIII), IPA (kelas VIII) Lainnya, sebutkan.... Pergaulan Bebas PJOK (kelas VIII) Kenakalan Remaja IPS (kelas IX) “Saya ceramah tanya jawab, sama kuis hukuman biar anak-anak sekalian ngapalin kadang games.. senam otak itu lo mbak, mbak” (AT, 55 Tahun) nanti ada yang kalah diberi hukuman. Hukuman nyanyi.. (tertawa). Kadang anak “Saya kumpulkan laki-laki dulu, saya itu Indonesia Raya juga kurang hafal mbak, jelaskan mengenai organ reproduksi laki- Garuda Pancasila juga gitu, jadi saya kasih laki, kemudian gantian wanita. Mengapa saya pisahkan seperti itu, jadi agar anak-
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140