Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Jangan Memanjat Pohon yang Salah Pandangan dan Eksperimen dalam Pendidikan

Jangan Memanjat Pohon yang Salah Pandangan dan Eksperimen dalam Pendidikan

Published by Beam Nursupriatna, 2021-11-02 14:59:47

Description: Jangan Memanjat Pohon yang Salah Pandangan dan Eksperimen dalam Pendidikan

Search

Read the Text Version

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— berpendidikan tinggi menjadi sumber utama dari keunggulan bersaing. Hanya diperlukan akal sehat (common sense) saja untuk melihat dan memahami bahwa ‘kesuksesan’ di atas tidak akan berlangsung lama, karena begitu banyak masalah besar dan berat yang mengikutinya. Masalah- masalah tersebut menjadi semacam ‘bom waktu’ yang suatu hari akan meledak dan meluluhlantakkan semua yang telah dibangun, kecuali apabila kita berhasil ‘menjinakkan’ bom tersebut sebelumnya (‘bom’ tersebut ternyata meledak pada tahun 1998 dan berakibat krisis yang amat parah di negeri ini). Jelaslah bagi banyak kalangan bahwa tidak ada jalan pintas untuk keluar dari berbagai masalah itu. Bahkan untuk meminimumkan besarnya masalah saja diperlukan usaha yang luar biasa dari semua pihak yang terkait (pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat pada umumnya) dan akan memakan waktu yang lama. Banyak hal yang harus dilakukan. Satu hal yang sangat penting untuk solusi jangka panjang adalah pendidikan dalam arti yang luas. Masyarakat dengan orang-orang yang berpendidikan baik akan berada pada posisi yang lebih baik untuk mencegah makin memburuknya masalah, dan mudah-mudahan, mereka akan lebih berdaya untuk mencari cara yang secara bertahap dapat mengatasi semua masalah tersebut. Dalam hal Indonesia, hal ini berarti menyiapkan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik bagi sekitar 42 juta anak-anak sekolah dan mahasiswa di negeri yang berpenduduk 208 juta orang, yang hidup tersebar di sekitar 10.000 pulau. Usaha ini memerlukan banyak inovasi agar berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang lebih baik dan pada tingkatan yang lebih tinggi. Keprihatinan terhadap pendidikan inilah yang telah menghela sekelompok dosen dan peneliti di PPT-ITB untuk memulai mengujicobakan program yang disebut “Kreativitas untuk Kualitas Hidup dan Kualitas Lingkungan”. Kegiatan ini 23

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— dimulai pada bulan Desember tahun 1992. Makalah ini akan membahas tahapan perkembangannya, tujuannya, pendekatan yang diambil, dan hasil yang telah dicapai. MASA INKUBASI Memilih Tema Pada awalnya, kami, Tim Peneliti di Pusat Penelitian Teknologi ITB (PPT-ITB), hanya memiliki dorongan dan keinginan yang kuat untuk berbuat sesuatu yang nyata bagi pendidikan, namun belum punya gagasan yang jelas tentang apa yang akan dilakukan. Tim menyadari sepenuhnya bahwa masalah yang dihadapi sangat besar dan rumit. Selanjutnya Tim memutuskan untuk memusatkan perhatian kepada satu masalah spesifik saja, yang sudah diketahui seluk-beluknya oleh Tim dan dapat menarik banyak orang. Akhirnya, Tim memilih ‘kreativitas’ sebagai isu sentral dan menggunakannya sebagai tema dari proyek percobaan ini. Ada beberapa alasan menjenis di balik pemilihan ini, yaitu: • Birokrasi dan pengawasan atas sekolah-sekolah hampir tidak menyisakan ruang untuk kreativitas, kepatuhan dianggap lebih penting daripada keingintahuan dan semangat untuk mencoba. Keadaan semacam ini harus diubah atau dibalikkan. • Kreativitas adalah istilah atau pokok bahasan yang tidak asing bagi banyak orang, terutama para guru dan pendidik, dan pada umumnya mereka bersikap positif terhadap kreativitas. Oleh sebab itu, tidak ada yang merasa terancam. Pertimbangan ini amatlah penting karena pada saat itu (1992), birokrasi di bawah pemerintahan yang berwenang dapat setiap saat 24

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— melarang program atau kegiatan yang mereka anggap akan mengganggu ‘stabilitas’. • Kreativitas adalah kemampuan generik yang sangat diperlukan oleh masyarakat umum di Indonesia untuk dapat menolong diri mereka sendiri, untuk memperoleh cara menyelesaikan masalah mereka sendiri, yang membuat mereka lebih ulet, sehingga mereka tidak akan menjadi korban dari (yang disebut) pembangunan. Menemukenali Mitra Utama Menjelang pertengahan tahun 1992, Tim telah mendapat ide tentang jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proyek. Tahu akan besarnya permasalahan, Tim menyadari sepenuhnya tentang perlunya mencari mitra yang bersedia diajak kerjasama. Ada tiga mitra yang potensial, yaitu: tenaga pengajar di perguruan tinggi yang lain, yang tertarik dan tergerak oleh gagasan pengembangan kreativitas, para guru dan kepala sekolah, dan lembaga non-pemerintah yang tertarik pada pendidikan masyarakat umum, masyarakat ‘akar-rumput’. Ada beberapa alasan mengapa guru dan kepala sekolah dipilih sebagai mitra utama: • Mereka berada di garis depan pada kegiatan belajar di sekolah dan penentu kualitas pendidikan. Tidak akan ada pendidikan yang baik tanpa guru yang baik. • Mereka bisa menjangkau masyarakat luas. Lewat guru kami bisa menjangkau, paling tidak murid-muridnya di kelas. Lewat kepala sekolah kami dapat menjangkau seluruh siswa di sekolah. • Mereka sering berperan sebagai pemimpin dalam banyak kegiatan masyarakat di daerah tempat tinggal mereka, terutama yang tinggal di perdesaan. 25

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— • Sejauh yang menyangkut birokrasi yang sarat korupsi, guru termasuk kelompok yang paling kurang tercemari. Ketika sedang mencari mitra dari kalangan lembaga non- pemerintah, secara kebetulan sekali Tim PPT-ITB bertemu dengan pimpinan Globetree Foundation. Globetree Foundation juga menaruh perhatian yang sama terhadap pendidikan anak, terutama dalam mempersiapkan anak-anak agar mereka dapat membangun kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui diskusi dengan Globetree (yang dimotori oleh Kajsa Dhalstrom dan Ben van Bronchorst) kemudian tema kegiatan dibuat lebih spesifik, ‘kreativitas untuk kualitas hidup dan kualitas lingkungan’. Pengujian Gagasan Untuk mengetahui tanggapan para guru dan kepala sekolah terhadap gagasan kreativitas dalam pendidikan, PPT-ITB menyelenggarakan dua seminar dan satu lokakarya. Penyelenggaraan seminar dan lokakarya tersebut dibiayai oleh beberapa alumni ITB yang dapat menihat nilai dari ide kami. Ada sekitar 400 guru dan kepala sekolah dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, hadir dalam seminar dan lokakarya tersebut. Semangat dan kegairahan para guru tersebut dalam menanggapi tema seminar dan berbagai saran yang mereka sampaikan kepada panitia, menunjukkan bahwa tema yang dipilih dapat diterima dengan baik. Setelah seminar dan lokakarya tersebut, Tim makin yakin akan perlu adanya perubahan, dan para guru dan kepala sekolah dapat menjadi mitra yang bersungguh- sungguh dan bertanggung jawab. Berdasarkan saran para guru yang hadir dalam seminar dan lokakarya tersebut, konsep pengembangan kreativitas yang sudah ada dirapikan 26

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— dan beberapa pendekatan untuk menerapkan gagasan pengembangan kreativitas disusun. Menjelang pertengahan tahun 1993, diputuskan untuk memulai kegiatan dengan memusatkan usaha pada pembinaan kreativitas siswa sekolah menengah, terutama siswa yang berasal dari sekolah-sekolah yang ‘kurang beruntung’ (sekolah yang sebagian besar orangtua siswanya dari golongan dengan pendapatan menengah ke bawah), melalui guru mereka. Tujuan program jangka panjang adalah membangun kreativitas masyarakat luas, masyarakat di tingkat akar-rumput, kreativitas untuk semua orang. Kegiatan yang dilakukan tidak ditekankan pada diskusi mengenai teori kreativitas, tetapi pada kegiatan berbuat sesuatu yang kreatif, yang punya karateristik berikut: ‐ Berguna, yang akan menguntungkan mereka yang melakukannya dan orang lain. ‐ Bermakna, proses kreativitas dan hasil kreativitas hendaknya dapat menimbulkan kepuasan spiritual, bahwa seseorang telah berbuat hal yang baik dalam hidupnya. ‐ Digerakkan oleh visi, dalam arti bahwa kegiatan ini sebagai bagian dari usaha seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu masa depan yang lebih baik daripada keadaan sekarang. Menetapkan Tujuan Tujuan umum proyek ini adalah untuk meningkatkan keberdayaan para guru dan kepala sekolah melalui penetapan visi atau cita-cita, penigkatan pengetahuan dan keterampilan, dan pembentukan jejaring kerjasama agar mereka mampu memulai dan mengelola perubahan di sekolah mereka masinhg-masing. Kegiatan ini dipusatkan 27

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— pada usaha meningkatkan daya dan kemampuan mereka untuk menciptakan iklim dan proses belajar yang menggugah kreativitas, terutama kreativitas yang membuat siswa dapat menolong diri mereka sendiri dan dapat menjaga lingkungan hidupnya. PENERAPAN Mencari sponsor Banyak ide, mimpi besar, motivasi tinggi, tetapi tak punya dana, begitulah status program ini pada pertengahan tahun 1993. Konsep sudah diuji selama enam bulan, dan Tim optimis bahwa konsep ini dapat diterapkan. Di samping itu PPT-ITB memiliki tim pakar yang bersedia dan masih bersemangat untuk menjadi relawan untuk melakukan program rintisan ini. Tetapi, untuk kelanjutan program ini dibutuhkan dukungan dana untuk melaksanakan pelatihan, menyelenggarakan lokakarya, dan mengembangkan proyek kreativitas kecil-kecil di sekolah. Mengingat gaji guru di Indonesia yang kecil, taklah mungkin bagi mereka untuk membayar semua biaya pelatihan dan kegiatan lain-lainnya. Mereka harus diberi potongan harga (diskon) yang besar (diberi diskon 100%). Jadi, sekarang waktunya mencari sponsor. Adalah atas prakarsa Globetree Foundation, proyek rintisan ini akhirnya mendapat dukungan dana dari Swedish International Development Agency (SIDA) untuk tiga tahun pertama. Pelatihan kreativitas yang pertama diadakan pada bulan Mei tahun 1993. 28

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— Pendekatan Dalam pelaksanaan proyek rintisan ini, Tim PPT-ITB menerapkan pendekatan banyak segi (multifaceted) berikut. a. Menggugah kesadaran akan perlunya berubah Tidak akan terjadi perubahan yang berkelanjutan kecuali orang betul-betul merasakan dan memahami dengan jelas bahwa perubahan itu merupakan keharusan. Keadaan akan makin memburuk apabila kondisi seperti yang ada sekarang ini dibiarkan; berubah atau kalah. Jadi, langkah pertama yang dilakukan adalah menggugah kesadaran akan perlunya berubah di antara para guru. b. Memulihkan rasa harga diri Agar dapat membangun iklim belajar yang mendukung pengembangan kreativitas, guru perlu merasa nyaman dalam melakukan tugasnya. Ini berarti bahwa mereka perlu menyadari bahwa mengajar adalah jabatan yang mulia, dan bahwa apa yang mereka lakukan dan cara mereka menjalankan tugasnya adalah sangat penting dan dapat mempengaruhi dan berdampak besar bagi para siswanya. Di Indonesia, sekitar tahun 50-an, mengajar adalah jabatan yang terhormat. Namun demikian, dalam empat dasa warsa terakhir ini, guru tidak mendapat gaji yang memadai. Rendahnya gaji yang diterima telah menjadikan pekerjaan mengajar menjadi jabatan yang kurang terpandang. Selain itu, dalam hirarki birokrasi departemen pendidikan, guru terkena mekanisme kendali birokrasi yang sangat ketat. Keadaan ini menimbulkan perasaan bahwa mereka adalah pecundang. Kebanyakan guru merasa bahwa mereka hanyalah seperti baut yang sangat kecil dalam mesin birokrasi yang besar. 29

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— Mereka merasa tidak mampu berbuat apa-apa untuk mengubah keadaan dan merasa bahwa mengajar bukanlah hal yang penting. Tujuan utama program pelatihan ini adalah meluluhkan rasa tidak berharga itu, melupakannya, dan mulai memulihkan rasa harga diri. c. Mulai dari diri sendiri Dalam situasi kehidupan kerja di sekolah-sekolah Indonesia, ada banyak hal yang dipandang sebagai hambatan bagi pengembangan kreativitas (birokrasi kaku, gaya manajemen yang otoriter). Semua hal itu berada di luar kendali para guru. Di lain pihak, ada banyak hal juga yang dapat diubah oleh guru dan kepala sekolah tanpa harus minta ijin dari pejabat di birokrasi. Para guru dianjurkan untuk memulai dengan hal- hal yang dapat mereka lakukan, apa yang dapat mereka lakukan dengan lebih baik, apa yang mereka sendiri dapat lakukan secara berbeda, dan agar mereka tidak dilumpuhkan oleh hal-hal yang berada di luar lingkaran pengaruh mereka. d. Membina kegiatan kreativitas kecil-kecil tetapi banyak Guru dianjurkan untuk berbuat sesuatu yang menjadikan keadaan jadi lebih baik, meskipun hanya merupakan sumbangan yang kecil saja, dan mendorong lebih banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Ini pelajaran yang dapat kita tarik dari sifat ombak di lautan. Ombak yang besar dan kuat adalah kumpulan dari bermilyar-milyar tetes air yang kecil-kecil, yang bergerak bersama ke arah yang sama dan pada waktu yang sama. Jangan pernah meremehkan setiap sumbangan dan usaha, betapa pun kecilnya. 30

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— e. Berorientasi pada proses, menghargai upaya Hasil memang penting, namun posisi yang diambil dalam proyek rintisan ini adalah bahwa proses lebih penting. Perhatian lebih diberikan kepada pembinaan semangat berkreasi dan proses berkreasi. Semangat dan proses berkreasi inilah yang akan bertahan lama, dan akan diterapkan para peserta pelatihan dalam berbagai situasi yang dihadapinya. f. Membina jejaring kerjasama Dalam perkembangannya, kelompok atau lembaga mana saja yang tertarik hendak memulai dan mengembangkan program yang serupa, hendaknya didukung dan diberikan kuasa penuh untuk mengelola programnya. Kerja sama antar- kelompok atau antar-lembaga akan membentuk jejaring kerja sama antar-organisasi, yang dipersatukan oleh prinsip dan visi bersama. g. Memperluas jangkauan, efek menggelindingkan bola salju Guru atau kepala sekolah yang telah mengikuti program kreativitas dianjurkan untuk membagikan pengetahuan dan pandangan mereka kepada teman dan rekan mereka di tempat kerja atau tempat tinggal mereka, dengan mengadakan pelatihan, lokakarya, memberikan teladan, atau dengan proyek dan kegiatan nyata. h. Seleksi-sendiri dan menciptakan kepemilikan bersama Untuk menjamin kesungguhan tekad dan tanggung jawab, proyek rintisan ini menerapkan proses ‘seleksi sendiri’. Guru ikut dalam program atas kemauan mereka sendiri dan bukan karena ditugasi atasannya. Untuk mendapatkan kesungguhan 31

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— tekad jangka panjang, sejak awal proyek ini didudukkan sebagai proyek bersama di antara Tim PPT-ITB dan para guru. PPT-ITB, Globetree Foundation, dan Yayasan Sasana Daya Cipta hanyalah pemrakarsa. Para gurulah yang akan menjalankan program secara penuh. Mereka adalah pemilik program yang paling penting. Lingkup kegiatan Pengembangan kegiatan dan sarananya berlangsung secara bertahap. Ada ide-ide baru yang muncul selama proses pembinaan. Sekarang proyek ini mencakup kegiatan-kegiatan berikut: a. Pelatihan dasar tentang kreativitas dan perbaikan kualitas Pelatihan ini merupakan pembuka bagi guru untuk masuk dalam aliran gerakan kreativitas. Bahan pelatihan mencakup: penajaman visi pribadi, penemukenalan nilai- nilai (pribadi), penetapan tujuan, pembinaan tim, pengelolaan perubahan, penyelesaian konflik, pengenalan teknik mengembangkan gagasan, perbaikan kualitas, dan pemahaman tentang sistem lingkungan. Kegiatan pelatihan ini berlangsung selama 60 jam, dengan teknik belajar berdasar pengalaman. b. Gugus kreativitas di sekolah-sekolah Setelah mengikuti pelatihan, peserta disarankan untuk mengembangkan proyek kecil di sekolah mereka sendiri dengan melibatkan siswanya, di bidang apa saja yang 32

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— mereka sukai. Hal ini dilakukan untuk mendorong orang mencoba sesuatu yang baru, yang nyata, betapa pun kecilnya, untuk menjadi lebih baik. Guru diharapkan berperan sebagai fasilitator. c. Forum Pengembang Kreativitas Guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti pelatihan dianjurkan untuk tetap berhubungan satu dengan yang lain melalui organisasi ‘longgar’ yang disebut Forum Pengembang Kreativitas. Forumini sepenuhnya dikelola oleh para guru. d. Kegiatan belajar terus-menerus Forum Pengembang Kreativitas ini secara berkala menyelenggarakan seminar, lokakarya, atau ceramah lepas tentang topik yang menarik perhatian mereka (kepemimpinan transformasional, teori kecerdasan majemuk, kecerdasan emosi, teknologi tepat guna, meningkatkan kemampuan belajar dengan memanfaatkan internet, dll.). e. Konvensi dan festival kreativitas tahunan Setiap tahun, Forum Pengembang Kreativitas menyelenggarakan Konvensi Kreativitas, yang terdiri atas konvensi guru dan konvensi siswa. Kegiatan ini merupakan ajang pertemuan para guru dan siswa untuk saling berbagi pengalaman dan saling belajar, dan mengambil manfaat dari kegiatan-kegiatan yang berhasil baik. Forum ini telah menyelenggarakan festival kreativitas tahunan sejak tahun 1996. 33

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— f. Program pelatihan untuk pelatih Anggota Forum Pengembang Kreativitas yang tertarik untuk menjadi pelatih mendapat kesempatan untuk mengikuti program pelatihan untuk pelatih. Mereka disarankan untuk menjalankan pelatihan untuk guru-guru yang lain. g. Arena belajar di luar ruang kelas Kegiatan belajar di luar ruang kelas ini, biasanya dilaksanakan di tempat perkemahan, dengan tujuan hendak memberikan progam belajar dengan merasakan pengalaman belajar untuk siswa. Guru dan kepala sekolah, yang telah mengikuti pelatihan untuk pelatih, menjadi fasilitator untuk kegiatan ini. h. Lembaga maya untuk pembinaan kreativitas Lembaga maya ini merupakan pusat belajar maya, bertujuan melayani kebutuhan akan belajar terus menerus, juga sebagai sarana agar guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti pelatihan dapat berkomunikasi secara intensif. HASIL Perkembangan ke Kota-kota dan Provinsi-provinsi lain Uji coba pembinaan kreativitas di Institut Teknologi Bandung ini telah menarik perhatian perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Saat ini, Forum Pengembang Kreativitas telah hadir di empat kota besar di empat provinsi di Indonesia. Pengembangan ini disponsori oleh empat perguruan tinggi, 34

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— yaitu Institut Teknologi Bandung di Provinsi Jawa Barat, Universitas Negeri Yogyakarta di Daerah Khusus Yogyakarta, Universitas Udayana di Provinsi Bali, dan Universitas Hasanuddin di Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak tahun 1997, DANIDA ikut mendukung perluasan program ini dari Jawa Barat ke provinsi-provinsi lain. Sekitar 1000 guru dan kepala sekolah telah bergabung dengan forum kreativitas ini. Tahun ini, proyek ini akan dikembangkan ke empat provinsi yang lain. Makin lama makin banyak guru yang ingin bergabung dengan forum kreativitas. Kegiatan Forum Kreativitas yang Berkelanjutan Forum kreativitas yang sepenuhnya dijalankan para guru sekarang telah berkembang menjadi organisasi yang mengarahkan, mengatur, dan mendukung dirinya sendiri. Forum ini tetap mencari cara-cara baru untuk menciptakan nilai bagi para guru, yang menyebutnya sebagai Forum 3 B: ‘B ‘yang pertama, forum untuk ‘Belajar’. Artinya, guru yang bergabung dalam forum pasti akan memperolah kesempatan untuk belajar hal-hal baru, yang akan memperkaya modal intelektual mereka. ‘B’ yang kedua, forum untuk ‘Berteman’. Artinya, dengan bergabung dan berperanserta dalam kegiatan forum, guru akan beroleh banyak kesempatan untuk membangun jejaring kerjasama dengan guru-guru lain dalam bidang yang menarik perhatian mereka bersama. Forum ini akan berperan sebagai media bagi guru untuk membangun modal sosial mereka. ‘B’ yang ketiga, forum untuk ‘Beramal’. Artinya, dengan terlibat dalam proyek atau kegiatan forum, seperti: berbagi pengetahuan dengan sesama guru, secara sukarela memprakarsai proyek-proyek tertentu yang bermanfaat bagi sekolah dan siswanya, dan berbagai kegiatan sejenis lainnya, seorang guru sebenarnya telah melakukan hal 35

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— yang baik dalam kehidupan mereka. Dengan berbuat demikian, guru secara bertahap mengumpulkan modal spiritual mereka. Sampai saat ini masih banyak guru, yang walaupun gaji mereka kecil, bersedia menjadi relawan untuk menjalankan program forum kreativitas. Menumbuhkan Proyek Kreativitas di Sekolah Banyak guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti pelatihan dan bergabung dalam forum telah memprakarsai proyek-proyek kreativitas di sekolah mereka masing-masing. Tema kreativitas mereka sangat beragam: menghijaukan lingkungan sekolah, mencoba menanam jenis pohon tertentu untuk mencegah erosi dan untuk membuat daerah itu menjadi lebih hijau, memanfaatkan sampah untuk beternak ikan, membina kegemaran membaca bagi siswa di perdesaan, membuat produk baru dengan memanfaatkan bahan setempat. Perubahan Sikap Guru terhadap Siswanya Dari cerita para guru dan siswa mereka, Tim PPT-ITB menyimpulkan bahwa sikap guru terhadap siswa telah berubah setelah guru mengikuti pelatihan kreativitas dan bergabung dengan forum kreativitas. Pada umumnya para guru lebih ramah terhadap siswanya, mereka tidak lagi berlaku sewenang-wenang, mereka lebih banyak memberikan perhatian, dan menjadi lebih terbuka terhadap ide dan gagasan baru. 36

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas——————————— Pengembangan Forum Kreativitas Pelajar Di Bandung, sekelompok siswa yang pernah ikut dan hadir dalam Konvensi Kreativitas, secara sukarela telah membentuk forum yang diberi nama Forum Kreativitas Pelajar (FAJAR). Forum ini telah menjelma menjadi kelompok yang mandiri, mengarahkan, mengatur, dan menolong diri mereka sendiri. KATA PENUTUP Berbagai hasil yang dikemukakan di atas hanyalah hasil sementara dari percobaan ini. Proyek ini masih berada dalam tahap percobaan, meskipun telah berlangsung selama delapan tahun. Statusnya sebagai percobaan akan berakhirapabila proyek ini berhasil meraih paling sedikit 20% dari jumlah guru dan 20% dari jumlah siswa di seluruh Indonesia dan terjamin keberlangsungannya. Mimpi yang masih perlu diwujudkan adalah membangun dan mengembangkan komunitas belajar yang mampu memberikan pendidikan berkualitas baik bagi semua anak Indonesia, di mana pun mereka tinggal dan dari suku atau kelompok mana pun mereka berasal. 37

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— 38

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— 3 BELAJAR MENGAJAR DENGAN HATI *  PENDAHULUAN Sudah menjadi keyakinan dan pengetahuan umum bahwa kualitas guru dan cara mereka memandu proses pembelajaran sangat menentukan hasil pembelajaran khususnya, dan kualitas pendidikan pada umumnya. Konsep kurikulum boleh sangat baik. Namun hasil pembelajaran di sekolah tidak akan seperti yang diharapkan apabila para guru tidak memiliki kemampuan untuk memandu proses pembelajaran dengan baik dan mereka bekerja setengah hati. Dari interaksi yang cukup luas dengan para guru dan para orangtua siswa, penulis mendapat kesan bahwa makin banyak guru merasakan proses belajar mengajar sebagai beban bagi mereka dan bagi para siswa. Kedua belah pihak bekerja keras, dengan banyak pekerjaan rumah, tetapi kedua belah pihak merasa tidak bahagia. Gairah dan kegembiraan telah menghilang dari proses pembelajaran. Dalam hal Indonesia, belajar dan mengajar di sekolah telah menjadi beban bagi sebagian besar siswa yang berjumlah sekitar 45 juta siswa dan bagi sebagian besar guru yang berjumlah sekitar 2,5 juta orang. * Risalah ini disajikan pada ‘Roots and Space: Perspectives of The Rights of Children and Agenda 21’ Seminar, Stockholm Globe Arena, 4 – 5 Juni 2002. Risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris. 39

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— Saya amati bahwa ada banyak siswa yang potensial, yang ‘dihancurkan’ di sekolah. Mereka tidak lagi dapat mengembangkan potensi mereka karena lingkungan belajarnya, baik psikologis maupun sosial, kurang tepat. Hal ini terjadi di sekolah-sekolah yang guru dan kepala sekolahnya tidak menyadari betapa dahsyat dan dalamnya pengaruh (lewat kata-kata, emosi, dan tindakan) yang mereka tanamkan di dalam pikiran dan kemudian muncul sebagai perilaku siswa. Tiga puluh tahun pemerintahan Presiden Suharto telah ditandai dengan penanaman modal besar-besaran untuk pembangunan fisik, yang sebagian besar didanai pinjaman luar negeri, dan sangat sedkit perhatian yang diberikan kepada pembangunan modal insani. Hal yang paling memprihatinkan dalam kurun waktu tersebut adalah, uang gampang yang diperoleh dari pinjaman luar negeri telah menjadi ladang subur bagi berkembangnya dan merajalelanya korupsi. Perkembangan tersebut menyebabkan jatuhnya negeri ini ke dalam krisis yang parah pada tahun 1998 dan menyebabkan Indonesia menjadi negeri dengan Index Pembangunan Manusia yang paling rendah di antara negeri- negeri lain di dunia. Pemerintah yang sekarang telah memprakarsai beberapa perubahan kebijakan, terutama yang mengarah ke sistem yang lebih terdesentralisasi. Tetapi, kurangnya sumber daya yang dialokasikan bagi pendidikan mengakibatkan perbaikan di tingkat masyarakat umum, masyarakat akar-rumput, sangat sulit. Tidak ada tanda adanya perbaikan bagi standar kehidupan guru. Gaji guru sangat kecil, dan nilainya makin berkurang akibat krisis ekonomi. Bertambah banyak anak yang putus sekolah, terutama yang berasal dari keluarga yang kurang berada. Guru, terutama yang bekerja di sekolah- 40

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— sekolah di daerah pedalaman, jauh dari kota, boleh dikatakan tidak memiliki sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengajar mereka. Di dalam masyarakat yang cenderung mengukur keberhasilan dengan kepemilikan harta benda, menjadi guru menjadi jabatan yang kurang dihargai. Di lain pihak, tidaklah mudah bagi mereka di lingkungan birokrasi untuk menghilangkan kebiasaan mereka yang sudah mendarah daging, terutama tingkah laku otokratik dan sentralistik. Masalahnya jadi makin rumit di tengah-tengah proses globalisasi yang makin lama makin meluas dan makin intensif. Dunia menjadi tidak berbatas, informasi mengalir dengan bebas, demikian juga modal dan tenaga kerja. Negeri atau orang dengan modal intelektual yang tinggi telah mendapatkan amat banyak kesempatan untuk menghasilkan kekayaan lebih banyak bagi diri mereka sendiri. Tetapi, negeri-negeri atau orang-orang yang tertinggal dalam pembangunan modal intelektual, dengan jejaring kerjasama yang amat terbatas, proses globalisasi cenderung membawa lebih banyak kebingungan dan kekacauan ketimbang kesempatan. Mereka hanya mendapat dampak negatif dari dunia yang tanpa batas, seperti krisis ekonomi, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan yang baru-baru ini ‘teroris tanpa batas’. Mereka tersesat dan menjadi korban proses globalisasi. Makin lama mereka makin tidak dapat mengendalikan nasib mereka sendiri. 41

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— BELAJAR : MEMBANGUN KEMAMPUAN UNTUK MENGENDALIKAN MASA DEPAN DENGAN BAIK ‘Control your destiny or someone else will’, begitu bunyi judul sebuah buku [1] ; kendalikan nasib Anda, kalau tidak, orang lain yang akan mengendalikannya. Di dalam dunia yang tidak lagi berbatas dan yang berubah dengan cepat, makin banyak kemungkinan bagi seseorang untuk kehilangan kendali atas nasib atau masa depannya sendiri. Godaan untuk ikut dan larut dalam arus massa tak pelak lagi jadi makin menarik. Banyak anak muda yang tumbuh untuk kemudian kehilangan jati diri. Yang sangat memprihatinkan, hanya sedikit di antara mereka yang menyadarinya. Pendidik seharusnya memberikan lebih banyak perhatian dan usaha untuk mengatasi masalah ini. Belajar mengendalikan nasib sendiri mencakup mengembangkan kemampuan dan kecakapan untuk membangun masa depan yang lebih baik, masa depan yang mereka pilih sendiri, melakukan hal yang mereka rasa dan anggap sangat penting dan bermakna, yang mendatangkan manfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Ini berarti bahwa belajar haruslah lebih dari sekedar menguasai pengetahuan dan keterampilan. Belajar seharusnya juga mencakup pembinaan kreativitas, pencerahan mengenai tujuan hidup, pembangunan rasa harga diri dan rasa mampu, memperjelas dan meningkatkan komitmen terhadap nilai-nilai luhur dan prinsip hidup yang bersifat universal, dan rasa kesalingtergantungan. Ini berarti bahwa lebih banyak perhatian dan usaha perlu diberikan untuk pengembangan kecerdasan interpersonal dan intrapersonal. 42

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— Kecerdasan intrapersonal menyangkut kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan baik – termasuk memahami hasrat, kecemasan, dan kemampuan diri sendiri – dan menggunakan pemahaman diri itu secara efektif untuk mengatur hidup. Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami niat, motivasi, dan hasrat orang lain, dan dengan sendirinya, kemampuan untuk bekerja sama secara efektif dengan orang lain. [2] Kualitas mental yang berkaitan dengan kecerdasan intrapersonal adalah kesadaran akan tujuan hidup, harga diri, kemampuan diri, dan komitmen untuk berpegang pada nilai- nilai luhur tertentu. Kesadaran itu berfungsi sebagai penunjuk arah, pedoman, dan juga motivator bagi kehidupan seseorang. Kesadaran itu akan membantu seseorang dalam meminimumkan risiko tersesat di dalam lingkungan yang makin kompleks dan selalu berubah, dan menghindari kemungkinan bekerja keras seumur hidup untuk tidak menjadi siapa-siapa. Di sisi lain, rasa kesalingtergantungan membuat seseorang menaruh perhatian terhadap apa yang akan terjadi pada orang lain, suatu hal yang penting untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan saling mempercayai. Semua ini akan menolong seseorang untuk mengatasi keberagaman, membina kerjasama kreatif, dan menyelesaikan konflik dengan damai. Ini adalah ranah kecerdasan interpersonal. Pertanyaannya sekarang adalah: Dapatkah kita membuat belajar di sekolah lebih banyak menyumbang dalam mengembangkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal siswa? Apa yang diperlukan agar guru dapat lebih berperan efektif dalam upaya ini? Semua pertanyaan itu mungkin tidak 43

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— penting atau tidak relevan bagi mereka yang tinggal di negara industri atau negara maju. Tetapi tidaklah demikian halnya dengan di negara di mana guru mendapat gaji yang kurang layak, pengetahuan mereka belum dimutakhirkan, sarana belajar dan mengajar yang sangat kurang, menjadi guru bukanlah jabatan yang dihargai tinggi dan sekolah-sekolah juga penuh dengan berjuta-juta anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. CARA BELAJAR YANG BERBEDA Kelihatannya, untuk dapat merumuskan visi pribadi atau tujuan hidup diri sendiri serta menemukenali nilai-nilai luhur yang akan dipegang, diperlukan proses belajar yang panjang. Proses belajar ini memanfaatkan banyak rujukan. Konsep kita tentang kehidupam yang berhasil dan bermakna mungkin amat dipengaruhi oleh buku yang kita baca, seperti biografi tentang seorang pahlawan atau orang terpandang, keberhasilan yang dicapai atau karakter dari tokoh yang kita kagumi, kearifan yang tersembunyi di dalam cerita rakyat atau mitologi dalam budaya tertentu, pengalaman hidup yang diperoleh dari lingkungan sosial tertentu, serta peristiwa khusus yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Dari sumber yang banyak itu, seseorang dapat memilih nilai atau prinsip tertentu yang dianggapnya paling baik atau mulia, dan merumuskan visi atau tujuan hidupnya. Kebanyakan dari kita mungkin tidak menyadari akan adanya proses belajar seperti ini. Semuanya berlangsung secara alamiah, dan tidak berstruktur. Kita tidak mempelajarinya seperti, misalnya, belajar matematika. Kita mempelajarinya dengan cara yang berbeda. Inspirasi, idealisasi, refleksi, perenungan, pencerahan, metafora atau kiasan, interaksi sosial, berperan sangat penting dalam proses belajar ini. Kita menetapkan 44

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— tujuan, kita bertekad berpegang teguh pada nilai luhur dan prinsip tertentu karena sifatnya yang sangat menggugah dan menyentuh hati kita. Dalam hal ini, belajar mencakup proses memilih dan memilah. Seseorang menetapkan tujuan hidupnya, atau cita-citanya, atau visinya, atau mendahulukan nilai-nilai tertentu di antara pilihan lain, semuanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman orang itu sendiri, yang hidup di dalam suatu lingkungan fisik, sosial, mental, emosional, dan spiritual tertentu. Peran guru di sini lebih pada menciptakan lingkungan belajar yang menggugah ilham atau inspirasi, idealisme,memfasilitasi interaksi sosial yang positif dan memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk memprakarsai percobaan atau kegiatan yang secara bertahap akan memperkuat rasa percaya diri, harga diri, dan menambah kemampuan mereka untuk hidup bersama dengan serasi dan kreatif, di dalam masyarakat yang penuh kebhinekaan. Dalam banyak hal, guru diharapkan berperan sebagai pemimpin transformasional, yang dapat mempengaruhi siswa-siswanya lewat penciptaan lingkungan belajar yang tepat. Lingkungan belajar ini hendaknya dapat mendukung interaksi dan memudahkan siswa dalam melakukan usaha yang mereka arahkan sendiri untuk membangun dan menyalurkan potensi mereka menuju pencapaian tujuan yang bermakna. Untuk menggugah inspirasi, idealisme dan membangkitkan rasa percaya diri dan harga diri, diperlukan guru yang terinpirasi, percaya diri, mempunyai harga diri, dan menggunakan hatinya dalam memandu proses pembelajaran. Seperti halnya dengan semangat dan sikap optimis, yang bersifat menular, demikian juga inspirasi, rasa percaya diri dan harga diri. Di sini, guru meningkatkan kemampuan belajar dan motivasi siswanya lewat sentuhan yang 45

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— membesarkan hati, menumbuhkan kesadaran dan kepekaan rasa. Inilah adalah gambaran suasana pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan, menggairahkan, dan membanggakan. TANTANGAN Di Indonesia, sebagai akibat dari gaya pemerintahan yang otoriter dan sentralistik di masa lalu, iklim belajar di sekolah- sekolah menjadi sangat mekanistik dan berorientasi pengawasan. Kegiatan mengajar ditekankan pada usaha mengalihkan pengetahuan dari guru ke murid. Pengajaran yang berkaitan dengan logika seperti matematika, fisika, dan biologi lebih dihargai dari pada yang lain-lain. Sedikit sekali perhatian yang diberikan bagi penciptaan lingkungan psikologis atau iklim belajar yang dapat merangsang siswa untuk menetapkan agenda belajarnya sendiri. Program pelatihan untuk guru lebih banyak ditekankan kepada penguasaan subjek atau mata pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum. Pada umumnya, guru merasa tidak berdaya, mereka bergantung sepenuhnya pada pedoman dan instruksi dari birokrasi sekolah. Ketaatan kepada atasan adalah aturan yang tak boleh dibengkokkan. Usaha memperkenalkan cara baru untuk mengerjakan tugas bukanlah hal yang biasa dilakukan, karena tindakan itu dianggap seperti berenang melawan arus. Kepala sekolah memandang tugasnya sebagai administrator dan sebagai pengawas, dan biasanya mereka enggan mengadakan perubahan di sekolahnya. Pada umumnya, mereka bersikap menghindari risiko dan ketidakpastian. 46

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— Tantangannya adalah mencari cara untuk mengubah keadaan tersebut di atas. Dapatkah kita memotivasi atau menggerakkan guru untuk mempelajari hal-hal baru agar mereka dapat berperan secara efektif di dunia yang baru? Dapatkah kita mendorong dan membersarkan hati mereka untuk memulai proses memberdayakan diri sendiri? Dapatkah kita meyakinkan mereka bahwa mereka sangat penting dan sangat berpengaruh, lebih dari yang mereka pikirkan? MENUMBUHKAN KESADARAN Upaya menciptakann lingkungan belajar yang menginspirasi dan memotivasi mensyaratkan bahwa guru haruslah yakin, percaya dan merasakan benar bahwa mereka itu melakukan hal yang sangat penting; bahwa menjadi guru itu pekerjaan mulia, bahwa mereka sangat kuat dalam pengertian mereka dapat mempengaruhi banyak orang, sekarang dan untuk waktu yang lama; bahwa mereka dapat mengubah ‘dunia’. Tujuannya di sini adalah memulihkan harga diri mereka, menggugah motivasi yang bersumber pada diri mereka sendiri (intrinsic motivation)dan menganjurkan mereka untuk menemukan makna dari apa yang mereka kerjakan. Inilah bagian yang paling penting dari proses perubahan. Untunglah, ada banyak kearifan adati di daerah yang dapat dirujuk sebagai dasar bagi pemulihan dan penguatan harga diri. Guru diharapkan menyadari dunia baru yang sekarang kita tempati. Sekarang kita berada di era modal maya. Peranan modal fisik dalam menciptakan kesejahteraan makin lama makin berkurang dibanding dengan peranan modal maya, 47

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— seperti modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas. Modal intelektual mencakup penguasaan pengetahuan dan keterampilan; modal sosial meliput kemampuan membangun jejaring sosial dan bekerja sama secara kreatif dengan orang lain; kredibilitas adalah keyakinan pada orang lain bahwa seseorang dapat dipercaya. Semua modal maya itu ditanamkan pada masyarakat. Guru berada di garis depan dalam penciptaan modal maya tersebut. Mereka adalah aktor strategis dalam menumbuhkan kesadaran awal di antara para siswa akan pentingnya modal maya tersebut dan menganjurkan serta mendorong mereka untuk mengubah potensi mereka dan menjelmakannya menjadi modal maya. Penting juga untuk menyadari dan memahami peran teramat penting dari harga diri, percaya diri, dan rasa mampu. Kesadaran ini akan sangat mempengaruhi pengembangan kecerdasan matematika, linguistik, spasial atau keruangan, kinestika raga, musik,dan kecerdasan interpersonal. Rasa harga diri, percaya diri, dan rasa mampu yang rendah dapat menghambat pengembangan berbagai kecerdasan itu. Ini berkaitan dengan fenomena ‘ramalan yang mewujud sendiri’ (self-fulfilling prophecy). Hal yang juga sama pentingnya adalah kesadaran akan risiko bila kita tidak menanggapi tantangan yang baru ini. Bila guru tidak memperbarui visi, sikap, dan keterampilan mereka, risikonya sangat besar; mereka akan menyia-nyiakan dan menurunkan kualitas dari kekayaan yang sangat berharga bagi negeri ini, yaitu potensi insani dari generasi mudanya. Dengan sikap seperti itu, seorang guru bukannya membina generasi baru yang dapat membangun masa depan yang lebih baik, namun mereka membiarkan siswanya tersesat di dunia yang kompleks. 48

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— BELAJAR BERSAMA Untuk dapat memulai perubahan, di samping harga diri, seseorang memerlukan perasaan bahwa ia mampu dan dapat mencapai impiannya. Di sini, dorongan dan apresiasi dapat berperan penting untuk memupuk pembinaan rasa mampu tersebut. Belajar bersama dalam kelompok yang anggota- anggotanya memiliki dorongan yang sama, dapat mempercepat proses penguatan rasa mampu itu. Belajar bersama menumbuhkan rasa optimis dan gairah di antara anggota kelompok, yang secara bertahap akan menghilangkan rasa ketidakberdayaan mereka. Di dalam kelompok belajar, guru dan siswa dapat belajar bersama melalui proyek kecil- kecil yang mereka gagas sendiri. Kelompok belajar ini selanjutnya dapat menetapkan visi dan misi bersama, membayangkan gambaran tentang masa depan yang lebih baik bagi kelompok ini, dan menjabarkan hal-hal yang akan mereka lakukan dan cara mencapainya. Mereka menciptakan ta-nilai atau prinsip yang diyakini bersama. Di sini, proses belajar jauh lebih penting dari substansi pelajaran. Proses ini adalah proses pemberdayaan diri. Anggota kelompok perlahan-lahan mulai belajar mengendalikan nasib mereka sendiri. Prosesnya mengalir secara alami. Di sini, belajar berarti berbuat sesuatu untuk perbaikan. Mulai dengan berbuat sesuatu sekarang, tak jadi masalah bila yang dilakukan itu hal yang kecil, kemudian, berbagi pengalaman, dan belajar menghargai kemajuan yang dicapai, betapa pun kecilnya. Dalam proses ini, guru belajar untuk tidak memandang rendah kemampuan mereka sendiri, dan juga untuk tidak meremehkan potensi orang lain. Setiap usaha 49

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— perlu dihargai, setiap sumbangan juga perlu dihargai. Samudra yang luas terbentuk dari milyaran tetes air, dan setiap tetes itu penting. MENCIPTA, PEDULI, BERBAGI UNTUK MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK Kelompok yang diharapkan mendapatkan manfaat dari semangat belajar dan mengajar yang baru ini adalah para siswa. Dalam usaha ini guru berperan sebagai agen perubahan. Para guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang baru, yang dapat menumbuhkan kesadaran siswa sejak dini mengenai pentingnya memiliki visi pribadi atau tujuan hidup, berpegang pada nilai luhur dan prinsip tertentu yang akan menuntun hidup mereka, menumbuhkan sikap yang membuat mereka dapat hidup bersama dengan serasi di dunia yang penuh kebhinekaan. Hal ini menjadi langkah awal yang diperlukan oleh siswa untuk menyusun rumusan mengenai hidup yang bermakna. Pendekatan baru ini diharapkan dapat menyebarkan rasa optimis, percaya diri, harga diri, bahkan idealisme di antara siswa. Sikap mental demikian sangatlah penting sebagai persyaratan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Ini bahkan lebih penting dalam menghadapi masa-masa yang sulit. Semua itu memungkinkan seseorang untuk melihat secercah sinar di dalam kegelapan. Batin yang sehat tersebut dapat menjadi sumber motivasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi seseorang secara optimal untuk menjadi lebih baik. 50

————————————— Belajar Mengajar dengan Hati —————————————— Lebih jauh lagi, siswa diharapkan dapat mengembangkan kreativitas mereka, menciptakan sesuatu untuk kesejahteraan mereka dan membagikannya bagi kesejahteraan orang lain juga. Mereka juga diharapkan dapat berbagi secara suka rela, secara tulus, karena di dalam lubuk hati mereka yang paling dalam, mereka peduli. Akhirnya, diharapkan semua usaha itu akan memberikan mereka rasa bahwa mereka berhasil dan dapat menemukan makna dari segala tindakan mereka. KATA PENUTUP Mengajar dengan hati sebenarnya bukanlah bercerita tentang cara mengajar. Mengajar dengan hati lebih bercerita tentang penciptaan proses dan lingkungan belajar, yang secara sosial dan psikologis, dapat: • Menggugah kesadaran tentang pentingnya visi pribadi, tujuan hidup, prinsip-prinsip yang menuntun seseorang agar dapat hidup bersama secara kreatif, damai, dan serasi di dalam dunia yang penuh kebhinekaan. • Memampukan siswa untuk membuat pilihan yang tepat bagi dirinya sendiri dan menggunakannya sebagai penggerak bagi pengembangan potensi mereka dengan sebaik-baiknya. • Memotivasi siswa agar menjadi lebih kreatif, mau berbagi, dan peduli terhadap orang lain dan lingkungan mereka. Pada akhirnya, mengajar dengan hati adalah paparan tentang memampukan siswa dan anak sekolah untuk dapat belajar dengan hati, membuat kegiatan belajar menjadi lebih membesarkan hati, menarik, lebih manusiawi dan alami, serta belajar mencintai apa yang dilakukan dan melakukan hal 51

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— yang dicintai, dan melihat profesi sebagai guru tidak hanya sebagai pekerjaan, tetapi sebagai panggilan hidup. Catatan Akhir [1] Judul sebuah buku yang ditulis oleh Noel M. Tichy dan Stratford Sherman, Harper Collin Publisher, 2001 [2] Howard Gardner, Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century, Basic Books, 1999, h.43. 52

———— Bagian II: Pendidikan Karakter & Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna ———— Bagian II PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN BERMAKNA 53

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— 54

———— Bagian II: Pendidikan Karakter & Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna ———— ‘Maksud pendidikan itu adalah sempurnanya hidup manusia, sehingga bisa memenuhi segala keperluan hidup lahir dan batin yang kita dapat dari kodrat alam ……………. Pengetahuan, kepandaian janganlah dianggap maksud dan tujuan, tetapi alat, perkakas, lain tidak. Bunganya, yang kelak akan jadi buah, itulah yang harus kita utamakan. Buahnya pendidikan yaitu matangnya jiwa, yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci dan manfaat bagi orang lain. (Ki Hadjar Dewantara) Tulisan yang menjadi materi pada Bagin II buku ini adalah makalah-makalah yang temanya diangkat dan dikembangkan berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia sejak pertengahan dekade 1980-an. Empat issues utama di bawah ini menjadi pemicu dari pandangan, gagasan dan eksperimen yang ditampilkan pada bagian ini: Masalah pendidikan yang dilihat terpisah dari model pembangunan. Sudah berpuluh-pululuh tahun mereka yang peduli tentang pendidikian, dari berbagai kalangan, mengetahui bahwa Indonesia menghadapi masalah besar dalam bidang pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Sayangnya, dalam mencari jalan keluar, masalah pendidikan tidak dilihat sebagai suatu masalah yang terkait erat dengan model pembangunan yang diterapkan di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an (awal Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, tahun 1969). Model pembangunan yang terus menerus bertumpu pada sumber daya fisik, khususnya eksploitasi sumber daya alam, dan kriteria keberhasilan pembangunan yang hanya didasarkan pada perubahan yang bersifat fisik, telah menempatkan pembangunan kualitas manusia melalui pendidikan pada prioritas yang relatif 55

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— rendah. Ini sangat berbeda dengan negara-negara yang model pembangunannya bertumpu pada kualitas manusia. Negara- negara ini menjadikan pembangunan manusia melalui pendidikan sebagai prioritas utama. Persoalan pendidikan yang membelit Indonesia sekarang ini, seperti makin rendahnya penghargaan terhadap profesi guru, menurunnya mutu guru, tidak berkembangnya mutu pendidikan, makin besarnya kesenjangan mutu pendidikan antara ‘kota’ dan ‘desa’ dan kesenjangan antar daerah, merupakan akibat ikutan dari model pembangunan yang tidak menjadikan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama. Pemecahan masalah pendidikan tanpa menyentuh sumber masalah yang bersifat makro ini hanya akan menghasilkan perbaikan yang sangat terbatas. Pendidikan tereduksi menjadi pengembangan kompetensi. Kemajuan dalam penguasaan teknologi yang ditunjukkan oleh beberapa negara tetangga di Asia, khususnya Asia Timur, dan keinginan Inidonesia untuk mengejarnya, nampaknya telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya berbagai kebijakan yang mereduksi pendidikan menjadi pengembangan kompetensi. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah, seolah-olah menjadi ‘pabrik’ pengembangan kompetensi untuk menyiapkan ‘sumber daya manusia’. Tanpa disadari, di samping mereduksi makna pendidikan, kegandrungan pada kompetensi ini juga mereduksi manusia menjadi hanya sebagai sumber daya, seperti sumber daya lainnya: bahan baku, mesin dan uang. Ketika manusia hanya dilihat sebagai sumber daya, maka dimensi lain yang ada pada manusia yang membuatnya menjadi insan yang utuh dan manusiawi, seperti kesadaran baru, karakter yang baik dan kuat, serta cita-cita yang luhur, kemudian dinomorduakan. Harus diakui, pengembangan kompetensi memang penting; tetapi orang-orang dengan kompetensi 56

———— Bagian II: Pendidikan Karakter & Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna ———— tinggi namun dengan karakter buruk, akan menjadi sumber masalah besar bagi suatu masyarakat atau bangsa. Lembaga pendidikan hanya menjadi unit pelatihan. Ketika kompetensi menjadi ‘panglima’ dalam pendidikan, perlahan-lahan lembaga pendidikan menyempitkan perannya menjadi hanya sebagai unit pelatihan. Dalam pendidikan ada proses pelatihan, tetapi dalam pelatihan belum tentu ada pendidikan. Dalam pelatihan, pusat perhatian adalah pengembangan keterampilan, keterampilan fisik maupun mental. Pendidikan, lebih dari itu. Pendidikan membantu seseorang mengembangkan kesadaran baru, mengembangkan budi, mengembangkan kebajikan, mengembangkan kualitas diri yang membuat seseorang tidak hanya menjadi orang yang cerdas namun juga orang yang berahlak mulia serta punya rasa tanggung jawab sosial yang besar. Upaya perubahan yang kurang memperhatikan perubahan mind-set. Banyak upaya perubahan yang diusahakan dilakukan oleh pemerintah, termasuk memperkenalkan berbagai konsep dan pendekatan baru dalam proses pembelajaran. Namun seringkali dalam pelaksanaan di lapangan para guru dan kepala sekolah tetap memegang cara dan perilaku lama. Salah satu penyebabnya adalah karena pemrakarsa perubahan sering lupa bahwa perilaku baru dan metoda pembelajaran baru seringkali mensyaratkan adanya perubahan kersadaran, cara pandang dan pola pikir, atau yang secara singkat disebut sebagai perubahan mind-set. Apabila persyaratan ini tak dipenuhi, maka konsep baru atau pendekatan baru hanya akan menjadi ‘pengetahuan’; artinya, orang tahu tetapi tidak melakukan, atau tidak ada penerapan dan perubahan nyata yang berkelanjutan di lapangan. Perubahan mind-set ini tidak 57

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— hanya diperlukan oleh para pelaku utama di lapangan seperti para guru dan kepala sekolah, namun juga oleh pembuat kebijakan dan pengelola pendidikan di lembaga- lembaga pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. 58

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— 4 PENDIDIKAN: Lebih dari Pengembangan  Kompetensi *  Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya (W.R. Supratman) PENDAHULUAN: PERTANYAAN-PERTANYAAN. Melihat ke Dalam. Tidak perlu argumentasi panjang untuk menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah permasalahan besar di Republik ini. Besar dan banyaknya permasalahan dalam bidang pendidikan menyebabkan tidak mudah menggambarkannya secara utuh. Sebab itu, risalah ini dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan. * Risalah ini disajikan pada Lokakarya ‘Membangun Indonesia Abad 21’ yang diselenggarakan oleh Majelis Guru Besar ITB tanggal 12-13 Juli 2004 di Balai Pertemuan Ilmiah ITB 59

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— Pertanyaan ini pada dasarnya diarahkan agar kita bisa memahami persoalan yang dihadapi dengan lebih baik. Dengan demikian kita akan memperkecil kemungkinan ’memberikan jawaban yang benar terhadap persoalan yang salah’ (right solution to the wrong problem). Salah satu indikator kemajuan sebuah negara yang mengandung unsur pendidikan di dalamnya adalah Human Development Index. Human Development Index Indonesia pada tahun 2003 berada pada peringkat 112 dari 175 negara di dunia. Ini adalah salah satu posisi terendah diantara negara- negara di Asia [1]. Malaysia berada pada peringkat 58, Thailand peringkat 74, Philipina 85 dan China 104. Pada tataran yang lebih praktis, Indonesia menghadapi masalah tingkat dan mutu pendidikan. Banyak usaha telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi masalah pendidikan ini. Bermacam-macam konsep diperkenalkan, diantaranya Normalisasi Kehidupan Kampus, Link and Match, CBSA, memperkenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan mencatumkan besarnya anggaran pendidikan di UUD. Ketika berusaha memperbaiki mutu pendidikan, semua orang menyadari bahwa peran guru sangat menentukan dalam hal ini. Tanpa guru yang bermutu tidak ada pendidikan bermutu. Semua orang juga tahu bahwa sekitar 2,6 juta orang guru di Indonesia bekerja dengan gaji relatif sangat kecil dan kebanyakan dengan bekal pengetahuan yang hampir tidak diperbarui. Kurangnya dana atau anggaran adalah salah satu alasan klasik yang digunakan untuk tidak menaikkan gaji para guru. 60

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan sebuah negara atau pemerintah seperti di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun (bahkan sampai sekarang) lebih suka memakai dananya untuk membayar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) daripada menyalurkan dana tersebut untuk memperbaiki mutu pendidikan? Sudah sangat jelas, subsidi BBM, khususnya bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan industri, mengandung unsur ketidakadilan, sebab masyarakat miskin yang tidak memiliki kendaraan bermotor dan memiliki industri justru harus membayar subsidi kelompok orang yang lebih kaya, yang memiliki kendaraan bermotor dan industri? Apakah yang menyebabkan sebuah negara atau bangsa seperti Indonesia selama puluhan tahun hanya mau mengirimkan warga-negaranya, khususnya para staf pengajar perguruan tinggi dan peneliti, belajar keluar negeri untuk pendidikan yang lebih tinggi, hanya apabila mendapat ’grant’ dari sebuah negara asing atau lembaga internasional? Bukankah ini bisa diibaratkan sebagai orang tua yang tidak mau membiayai pendidikan anaknya dan hanya mau menyekolahkannya apabila mendapat ’sedekah’ dari tetangga? Apakah yang menyebabkan dua Departemen yang paling dekat hubungannya dengan pengembangan kualitas manusia seperti Departemen Pendidikan dan Departemen Agama menempati posisi paling tinggi dalam peringkat korupsi? Menengok Ke Luar Di Asia Timur, ada negara seperti Korea Selatan yang keadaannya pada awal tahun 1960-an mirip dengan Indonesia, namun pada awal tahun 2000, keadaannya sudah sangat berbeda dengan Indonesia. Korea Selatan sekarang 61

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— menjadi negara industri yang sangat diperhitungkan. Produk- produk yang dihasilkan oleh perusahaan Korea Selatan menjadi pesaing berat dari produk yang dibuat oleh perusahaan Jepang dan perusahaan Barat. Padahal, Korea Selatan tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia. Masih di Asia, kita melihat negara-negara seperti Jepang dan Taiwan yang juga maju pesat. Ini adalah contoh negara-negara yang membangun kekuatan ekonomi dan kesejahteraannya tidak atas sumber daya alam namun bertumpu pada kualitas manusia, kualitas masyarakat dan kualitas institusi lembaga pemerintahan dan masyarakatnya. Kesejahteraan dan kemajuan yang dihasilkan karena masyarakatnya bersemangat, bersedia kerja keras, giat belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, memakai potensi kreatifnya sebaik mungkin, berupaya menyelesaikan konflik atau perbedaan dengan cara-cara damai, lembaga-lembaga pemerintahnya punya kredibilitas. Ini adalah negara atau bangsa-bangsa yang memasuki abad 21 mencapai kemajuan dengan tumpuan utama pada modal yang bersifat maya (virtual), bukan modal fisik. Sangat dekat dengan kita adalah Malaysia. Malaysia memperoleh kemerdekaannya 12 tahun sesudah Indonesia, namun dalam perkembangannya melesat jauh meliwati Indonesia. Pada awal tahun 1960-an banyak mahasiswa Malaysia yang dikirim belajar ke Indonesia dan banyak staf pengajar Perguruan Tinggi Indonesia yang diminta mengajar di perguruan-tinggi Malaysia. Sekarang keadaannya terbalik. Di sini yang perlu dipertanyakan adalah mengapa Indonesia tidak tertarik untuk menempuh jalan yang ditempuh oleh negara-negara tetangga di Asia tersebut di atas? Mengapa 62

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— kita tidak mau atau sulit belajar dari keberhasilan mereka? Sementara negara negara tetangga kita melakukan investasi besar-besaran untuk meningkatkan kecerdasan masyarakatnya melalui pendidikan, mengapa Indonesia selama tiga dekade tetap hanya menyisihkan sebagain kecil saja dari angggarannya untuk pendidikan? BUKAN SEKEDAR SOAL TEKNIS DAN SOAL DANA. Pertanyaan di atas diajukan untuk menunjukkan bahwa rendahnya anggaran untuk pendidikan, kurangnya perhatian terhadap perbaikan mutu dan kesejahteraan guru adalah akibat dari suatu ’keadaan’ yang lebih mendasar. Anggaran pendidikan bukanlah akar masalah pendidikan. Akarnya terletak pada model-mental dan kepekaan. Secara singkat model-mental adalah ’internal picture of the world’ [2]. Istilah model-mental mengacu pada dua hal, yaitu ‘peta’ tentang dunia atau realitas, yang bersifat semi permanen, yang ada pada ingatan jangka panjang seseorang, dan persepsi jangka pendek yang dikembangkan oleh seseorang sebagai bagian dari proses penalaran sehari-hari[3]. Model-mental ini bisa berbentuk kerangka teori, asumsi, atau persepsi. Kapitalisme dan komunisme adalah dua model-mental yang sangat berbeda (bahkan antagonistik) mengenai kesejahteraan manusia. Demikian model-mentalnya berbeda maka kebijakan yang dikeluarkanpun akan sangat berbeda, termasuk kebijakan pengalokasian sumber daya. Penulis berkeyakinan bahwa pemerintah atau pembuat kebijakan pembangunan di sebuah negara yang mengabaikan pendidikan, dalam model mental pembangunnanya tidak 63

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— menaruh kualitas manusia dan masyarakat sebagai pusat atau poros kemajuan. Atau, dalam model-mental yang menggambarkan pembangunan, perbaikan kualitas manusia dan masyarakat hanya salah satu program pembangunan saja yang prioritasnya tidak lebih penting dari program yang lain (lihat gambar 1a dan 1b). Model mental pembanguan dengan berporos pada manusia dan masyarakat adalah model pembangunan kesejahteraan masyarakat yang bertumpu pada modal maya. Ini tidak berarti bahwa peran modal fisik khususnya sumber daya alam tidak diperlukan. Sumber daya alam tetap diperlukan, namun kebijakan atau cara pemakaian dana yang diperoleh dari sumber daya alam akan berbeda apabila model-mental pembangunan yang dipegang berbeda. Model mental ini mempengaruhi atau menentukan jenis kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dengan cara pandang seperti ini mudah-mudahan menjadi lebih jelas mengapa berpuluh-puluh tahun pemerintah Indonesia lebih suka memakai angarannya untuk mensubsidi BBM daripada memakainya untuk memperbaiki tingkat dan mutu pendidikan warga negaranya. Akar masalah yang kedua adalah kepekaan. Di sini kita berbicara hanya pada dua jenis kepekaan yaitu kepekaan terhadap lingkungan dan kepekaan terhadap dampak tingkah laku atau perbuatan. Lemahnya kepekaan terhadap keadaan di sekitar mengakibatkan rendahnya kemampuan belajar dari keberhasilan atau kegagalan pihak lain. Hal ini juga yang mengakibatkan rendahnya kemampuan untuk mengetahui bahwa lingkungan di sekitar kita sudah berubah atau kita berada pada lingkungan yang berbeda. Ketika penciptaan nilai atau kesejahteraan dalam perekonomian dunia makin bertumpu pada modal maya seperti pengetahuan, jejaring sosial, kredibilitas dan semangat juang sebuah bangsa, masih banyak yang berpegang pada anggapan 64

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— Gambar 1a Model Pembangunan yang menempatkan Pengembangan Kualitas Manusia hanya sebagai salah satu sektor pembangunan yaitu sektor Pendidikan Gambar 1b Model Pembangunan yang berpusat pada Pengembangan Kualitas Manusia 65

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— bahwa modal fisik tetap bisa menjadi tumpuan utama kemajuan. Ketika dunia makin tidak menerima atau makin memandang rendah masyarakat atau bangsa yang tingkat korupsinya tinggi, sebagian dari kita atau mungkin sebagian terbesar ’tidak merasa terusik’ oleh opini masyarakat internasional seperti itu. Di pihak lain, kurangnya kepekaan terhadap dampak dari perbuatan bisa menghalangi pelaksanaan sebuah kebijakan yang tujuannnya baik atau arahnya sudah tepat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, bisa saja pemerintah mengalokasikan anggaran yang lebih besar, namun sasaran kebijakan bisa tidak tercapai, kalau pemerintah tidak bisa mencegah merebaknya praktek korupsi pada tingkat pelaksanaan. Dalam keadaan di mana hukum dirasakan belum dapat mewujudkan keadilan, maka korupsi terjadi karena kurangnya kepekaan terhadap akibat dari tindakan atau perilaku. Orang tidak merasa bahwa setiap kenikmatan, kemajuan atau kesenangan yang didapat melalui korupsi, sebenarnya adalah kenikmatan yang diperoleh dengan merampas kenikmatan yang seharusnya menjadi hak orang lain. Diantara orang lain itu termasuk sanak-keluarga, teman- teman, tetangga, petani yang hidup di pedesaan, dan anak- anak yang berada di panti asuhan yang hidup jujur. Dengan merampas anggaran pendidikan pada saat ini, sebenarnya seseorang telah dengan sadar merampas peluang generasi yang akan datang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Kepekaan berkurang karena hilangnya rasa bersalah dan rasa malu. 66

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— BEBERAPA FAKTOR YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA PERHATIAN TERHADAP PENGEMBANGAN KUALITAS MANUSIA DAN MASYARAKAT. Terlena oleh Sumber Daya Alam yang Melimpah. Di setiap pikiran orang Indonesia sejak puluhan tahun ditanamkan pandangan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Sumber daya alamnya melimpah. Hal ini dijadikan salah satu unsur kebanggaan bangsa kita. Memang memiliki sumber daya alam yang melimpah perlu disukuri, namun dipihak lain hal itu juga bisa membawa permasalahan. Masalah pertama adalah anggapan bahwa persediaan sumber daya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk mengubahnya menjadi kekeyaaan sumber daya alam ini harus diolah melalui proses yang memerlukan kecerdasan manusia. Tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber daya alam tetap tidak punya nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa menjadi beban atau sumber malapetaka. Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa kepulauan Nusantara menjadi inceran kaum penjajah karena daya tarik sumber daya alamnya. Karena kita kalah cerdas dari kaum penjajah, kita menjadi masyarakat jajahan selama ratusan tahun. Masalah kedua adalah tumbuhnya perasaan ‘karena sudah kaya, lalu tidak perlu kerja keras.’ Hidup itu bisa dinikmati begitu saja, seperti yang dinyatakan dalam lagu Koes Plus ......’Orang bilang tanah kita tanah sorga. Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman. Kail dan jala cukup menghidupimu. Ikan dan udang menghapirimu’.....Masalah ketiga, karena merasa sudah punya kekayaan yang melimpah dari sumber daya alam, kita lalu melupakan atau menomor duakan 67

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— pengembangan sumber kekayaaan yang potensinya jauh lebih besar dan sangat diperlukan dalam sistem ekonomi modern sekarang ini yaitu kualitas manusia dan kualitas mayarakat. Jadi tanpa disadari Indonesia telah menjadi korban ’resource curse’, di mana sumber ’kekayan’ telah menjadi belenggu daripada menjadi pemicu dan pemacu untuk mencapai kemajuan yang lebih besar. Terjebak Konsep ’Ratu Adil’. Sebagian masyarakat kita meyakini bahwa Indonesia akan sejahtera apabila dipimpin olah seorang ’Ratu Adil’. Konsep ini memandang bahwa peran seorang pemimpin yang baik sangatlah besar. Pendapat ini masih sejalan dengan pemikiran modern sekarang ini yang juga melihat besarnya pengaruh kepemimpinan dalam menentukan keberhasilan sebuah institusi atau negara. Namun di pihaklain, pandangan ini bisa juga membawa jebakan, yaitu masyarakat menunggu datangnya pemimpin dan menyerahkan masa depannya di tangan pemimpin. Pemimpin menjadi pusat segala-galanya, yang menghitam-putihkan negara, dan masyarakat hanya mengikuti dan menurut. Pada saat yang sama seorang pemimpin dapat merasa ’dia yang paling penting dan paling tahu’ dan rakyat atau masyarakat tidak perlu susah-susah, yang penting menurut. Nampaknya pikiran yang seperti inilah yang menyebabkan, sejak kemerdekaan Indonesia, sebagian terbesar perhatian ditujukan pada pemimpin, dan lebih sedikit perhatian untuk meningkatkan kualitas masyarakat dan membangun sistem atau institusi yang sehat. Dalam kehidupan bernegara dan pergaulan internasional yang sangat kompleks seperti sekarang ini tidak ada pemimpin yang bisa memecahkan semua persoalan negara sendirian, apalagi negara yang penuh dengan keaneragaman seperti Indonesia. Hal yang sangat diperlukan adalah 68

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— masyarakat yang cerdas yang lebih mampu mengatur dirinya sendiri, dan institusi atau sistem yang baik. Kurang Berhasil Belajar dari Pengalaman Bangsa Sendiri. Dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa kita untuk mencapai kemerdekaan ada perubahan cara berjuang dari berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal fisik menjadi berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal maya. Beberapa pahlawan Nasional kita, seperti Pattimura, Diponegoro, Teuku Umar, mengangkat senjata, mengobarkan peperangan untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang gagah berani yang tidak takut mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah cita-cita luhur. Namun demikian, mereka belum berhasil mengalahkan penjajah lewat kekuatan senjata. Generasi berikutnya, Bung Karno, Bung Hatta, dan pejuang seangkatannya memilih memperjuangkan kemerdekaan dengan kekuatan intelektual mereka, dengan membangun modal sosial, dan membangun kredibilitas di dunia internasional. Mereka membangun partai politik, mereka meningkatkan kecerdasan rakyat, membangun kesadaran baru yaitu kesadaran sebagai satu bangsa, mengembangkan visi atau idealisme, membangkitkan kepercayaan diri, menumbuhkan rasa harga diri, membangkitkan semangat, menumbuhkan keberanian dan kerelaan berkorban. Mereka membangun kredibilitas kepemimpinan mereka di mata internasional. Semua hal yang mereka bangun bersifat maya, tidak satupun bersifat fisik. Untuk mengembangkan kemampuan membangun modal maya ini, mereka tidak 69

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— segan-segan belajar dari pengalaman bangsa lain, dari pemikir dan pejuang besar di dunia. Memang menjelang dan beberapa waktu sesudah proklamasi kemerdekaan ada perjuangan bersenjata. Namun perjuangan bersenjata tersebut adalah bagian dari strategi perjuangan yang lebih besar yang berdasarkan kecerdasan. Memang di masa lalu cara menyampaikan informasi liwat media menimbulkan kesan bahwa kemerdekaan Indonesia seolah- olah hanya hasil perjuangan fisik. Namun menurut pendapat penulis, basis dari keberhasilan perjuangan kemerdekaan adalah modal maya: idealisme, kemampuan intelekktual, rasa persatuan, semangat berkontribusi atau berkorban, kemampuan bekerjasama secara kreatif dan kredibilitas. Semua kualitas modal maya ini melekat pada manusia. Uraian ini tidak dimaksudkan untuk mengajak orang-orang kembali ke romantisme masa lalu, namun untuk menyadarkan kita bahwa konsep modal maya bukanlah hal yang sama sekali baru bagi masyarakat kita. Para pejuang kemerdekaan sudah menerapkan bahkan sebelum istilahnya dikenal dan pernah berhasil dalam membangun dan memanfaatkannya. Surutnya Idealisme, Berkembangnya Sikap Pragmatis ‘Overdoses’. Pada awal pemerintahan Presiden Suharto orang berbicara tentang ’ekonomi sebagai panglima’. Ini dianggap sebagai koreksi terhadap doktrin dari pemerintah sebelumnya yang dianggap mempanglimakan politik. Sebagai konsekuensinya, keberhasilan atau kemajuan pembangunan terutama sekali dilihat dari besaran-besaran yang bisa diukur dalam variabel ekonomi. Hal-hal yang tidak bisa diukur dalam besaran ekonomik dianggap tidak penting atau tidak mendapat 70

———————— Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ————————— perhatian. Angka-angka pertumbuhan ekonomi, hasil-hasil pembangunan yang bersifat fisik, menjadi pusat perhatian. Kecenderungan yang terlalu mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat sebagian dari masyarakat terperangkap dalam sikap pragmatis yang berlebihan, dan kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku ‘tujuan menghalalkan cara’. Idealisme kurang mendapat tempat, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini adalah era di mana banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik, berlaku etikal dalam berbisnis dianggap hal yang mustahil. Orang mempertentangkan antara kehidupan dengan standard etika yang tinggi dengan kesejahteraan material. Banyak orang tidak yakin bahwa kejujuran dan berlaku etis diperlukan agar seseorang bisa hidup sejahtera. Bersamaan dengan itu, di Indonesia kemudian mulai berkembang sikap ’makan siang gratis’, dalam arti bahwa orang bisa hidup sejahtera, sekurang- kurangnya secara material, tanpa harus kerja keras. Sisi Negatif Pergeseran dari Masyarakat Kolektif ke Masyarakat Individualis. Masyarakat Indonesia, seperti masyarakat di Asia pada umumnya, mempunyai ciri kuat sebagai masyarakat kolektif. Dalam masyarakat koletif, anggota masyarakat lebih suka mengidentifikasikan diri dengan kelompoknya dari pada dengan keunikan dirinya. Dalam masyarakat kolektif, anggota masyarakat tidak melanggar aturan atau norma, karena mereka dikendalikan oleh rasa malu. Di pihak lain, dalam masyarakat individualis, orang lebih suka mengidentikasikan diri dengan keunikan dirinya dari pada dengan kelompok. Dalam masyarakat indiviualis, orang tidak melanggar aturan 71

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ——————————— atau norma, karena anggota masyarakat dikendalikan oleh rasa bersalah. Penerapan sistem pembanguan ekonomi modern di Indonesia dan derasnya arus globalisasi telah menyebabkan terjadinya pergerseran dari masyarakat kolektif ke arah masyarakat individualis, khususnya pada kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Kalau pergeseran ini berjalan baik, maka masyarakat kita akan mentaati aturan dan norma karena anggota masyarakatnya dikendalikan oleh rasa malu dan rasa bersalah. Namun yang terjadi nampaknya hal yang sebaliknya. Kita masih memiliki ciri-ciri masyarakat kolektif tetapi tanpa rasa malu, dan bersamaan dengan itu mulai memilki ciri-ciri masyarakat individualis namun tanpa rasa bersalah. Hal ini yang menjadikan orang tak malu melakukan korupsi, karena tindakan korup ini dilakukan berkelompok, dan pelakunya secara individual merasa tidak bersalah. TANTANGAN BESAR PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Melepaskan Bangsa Indonesia dari Ketergantungan pada Sumber daya Alam. Pada suatu hari nanti kandungan minyak bumi yang ada di Indonesia akan habis terkuras. Demikian juga halnya dengan batubara, tembaga, mas, dan sumber daya alam lain yang sama sekali tidak terbarukan. Pada saat itu, kalau kualitas manusia dan masyarakat Indonesia masih seperti sekarang ini, dalam arti masih menggantungkan diri dari sumber daya alam, masih jauh tertinggal dari bangsa lain dari tingkat kecerdasan atau penguasaaan ilmu pengetahuan, masih puas 72


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook