Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Historiografi Pendidikan Indonesia

Historiografi Pendidikan Indonesia

Published by Beam Nursupriatna, 2021-10-29 23:45:29

Description: Historiografi Pendidikan Indonesia

Search

Read the Text Version

46 | Rezza Maulana sisi Mirza Ghulam Ahmad dimana kelom- rangkat melalui Semarang ke Kalkuta yai- pok pertama berpendapat bahwa Mirza tu (1) Djoendab, (2) Muhammad Sabitoen, adalah nabi, sedangkan kelompok kedua (3) Maksoem, dan (4) Djoemhan (Irfan berpendapat bahwa Mirza hanya sebatas Dahlan) yang merupakan putra KH. Ah- mujaddid. mad Dahlan (Zulkarnain, 2005a, p. 187). PEMBAHASAN Setelah Muhammadiyah memutuskan, dalam Kongres ke-18 di Solo tahun 1928, Penguatan Dakwah dan Perintisan bahwa siapa pun yang mempercayai ajaran Amal Usaha Pendidikan Ahmadiyah tidak boleh bergabung menja- di anggota Muhammadiyah, maka terjad- Awal gerakan Ahmadiyah Lahore di Indo- ilah migrasi keluar beberapa tokoh penting nesia ditandai dengan kedatangan dua guru Muhammadiyah seperti Djojosoegito dan dari India yaitu Maulana Ahmad dan Mir- Muhammad Husni dengan mendirikan za Wali Ahmad Baig di Yogyakarta tahun organisasi bernama De Indonesische Ah- 1924. Kehadiran mereka cukup mendapat madijah-Beweging atau Gerakan Ahmadi- sambutan dari kelompok muslim setempat yah Indonesia (Beck, 2005, pp. 236–239; khususnya dari pengurus Muhammadiyah. Zulkarnain, 2005a, pp. 231–232) Tidak hanya menyambutnya dalam kon- gres Muhammadiyah 1924 - 1925, namun Mengingat bahwa tokoh – tokoh pendi- juga mengundangnya dalam berbagai per- ri GAI kebanyakan adalah kaum terpelajar temuan informal warga Muhammadiyah atau guru, maka model penguatan pema- (Zulkarnain, 2005a, pp. 180–186). Dalam haman dan keimanan melalui pendidikan periode tersebut dapat dikatakan bahwa publik yaitu penerbitan majalah, buku dan metode pembelajaran atau pendidikan penerjemahan Tafsir Al-Qur’an. Beberapa terhadap pemahaman Ahmadiyah Lahore majalah yang terbit seperti majalah bula- bertumpu pada forum pengajian dan disku- nan berbahasa Jawa dengan nama Moeslim si langsung kepada Maulana Ahmad dan tahun 1929. Setelah tahun 1954 majalah Mirza Wali Ahmad Baiq. Di samping itu, ini terbit kembali dengan menggunakan sumber informasi juga dapat diperoleh dari Bahasa Indonesia. Kemudian ada majalah beberapa majalah dan surat kabar masa itu Risalah Ahmadiyah yang pemimpin redak- seperti Islamic Review terbitan Singapu- sinya adalah Sudewo. Nama terakhir mer- ra, majalah Het Licht dari organisasi Jong upakan tokoh yang sangat produktif dalam Islamieten Bond (JIB), Bintang Islam dan menulis buku atau penerjemahan, terma- Al-Manak Muhammadiyah. Bahkan be- suk penerjemahan Holy Qur’an: Arabic berapa karya Ahmadiyah diterbitkan oleh Text, English Translation and Commentary ‘Taman Pustaka’ yang merupakan penerbit karya Maulana Muhammad Ali ke dalam resmi Muhammadiyah. Bahasa Belanda pada tahun 1935. Sedang- kan tokoh lain R. Djojosugito dibantu Kemudian yang lebih strategis lagi dengan M. Mufti Sharif berhasil mener- adalah pengiriman pemuda ke Lahore un- jemahkan tafsir Holy Qur’an ke dalam Ba- tuk belajar tentang Ahmadiyah. Setidaknya hasa Jawa dengan judul Tafsir Qur’an Sut- tercatat pada tahun 1924 empat orang be- ji Djarwa Djawi yang selesai tahun 1948 Jurnal Sejarah

Pendidikan dan Pendidikan Sejarah di Perguruan Islam Republik Indonesia Yogyakarta 1947-2005 | 47 (Zulkarnain, 2005a, pp. 233–234). Meski- perlu berdiri sendiri dalam bentuk Yayasan pun penerjemahan al Qur’an tersebut men- terlepas dari struktur GAI. Sebagai ketua jadi polemik pro dan kontra tokoh dan ger- Yayasan adalah Ibu Kustirin Djojosoegito akan Islam saat itu, namun tak dipungkiri dan Bapak Djojosugito menduduki sebagai bahwa terjemah Holy Qur’an banyak ber- ketua Badan Pemangku Asas (penasehat) pengaruh pada dinamika pemikiran Islam (Yayasan PIRI, 1969, pp. 36–37). Yayasan era 1920 (Ichwan, 2001; Ropi, 2010). ini diperkuat dengan terbitnya AD / ART dengan akta notaris pendirian tertanggal 3 Perguruan Islam Republik Indonesia, Februari 1959. selanjutnya disingkat dengan PIRI, berdi- ri pada tanggal 1 September 1947 di Yog- Dengan tegas dinyatakan dalam Pasal yakarta. Pendirian institusi ini merupakan 4 Anggaran Dasar bahwa maksud dan tu- realisasi dari hasil keputusan Muktamar juan Yayasan adalah untuk menegakkan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) yang Kedaulatan Tuhan, agar supaya umat ma- diselenggarakan di Purwokerto pada bulan nusia di Indonesia mencapai keadaan jiwa Mei 1947 (Yayasan PIRI, 1969, p. 3). Pada (state of mind) atau kehidupan batin (inner muktamar tersebut terlahir dua keputusan life) yang disebut: salam (damai). Kemu- penting yaitu pertama, menerima Pancasila dian di Pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa sebagai Dasar Negara Republik Indone- Yayasan berhak menyelenggarakan usaha sia, dan kedua adalah mendirikan sekolah. dan tindakan dalam rangka mencapai tu- Menurut Pak Mulyono3, keputusan per- juan dengan mendirikan pondok pesantren, tama sangat terkait dengan situasi politik sekolah, madrasah, taman pustaka, masjid negara saat itu dimana terdapat tekanan dan sebagainya (Yayasan PIRI, 1969, p. dari beberapa kelompok Islam yang ingin 33). Meskipun Yayasan PIRI mempunyai mendirikan negara Islam dan tekanan dari wewenang yang cukup besar, secara rohani militer Belanda yang membuat ibukota tetap dipengaruhi oleh visi Ahmadiyah. dipindah ke Yogyakarta. Keputusan kedua Hal ini disebabkan oleh keharusan dalam merupakan salah satu langkah dalam rang- Dewan Pemangku Asas terdiri dari anggo- ka membentuk kader Ahmadiyah yang ta GAI yang sudah lama dan setia, seper- dilakukan melalui sistem pondok.4 Meski- ti yang tertuang dalam Pasal 10 (Yayasan pun yang terwujud adalah sekolah-sekolah PIRI, 1969, p. 36). umum seperti SMP, SMA dan STM. Beberapa Tokoh Penting PIRI Dalam susunan pengurus yang perta- ma, PIRI dipimpin oleh Alimurni Partokoe- Terlahir dengan nama Minhad 16 April ta- soemo dengan anggota antara lain Suprato- hun 1889 (w. 1966), setelah naik haji nama- lo, Surono Citrosancoko, dan Ibu Kustirin mya menjadi Minhadjurrahman Djojosoe- Djojosoegito. Kemudian setelah muktamar gito, anak pertama dari empat bersaudara GAI tahun 1958 diputuskan bahwa PIRI dari pasangan putri dari Kyai Hasan Mus- tarom dengan Kyai Mangunarso, penghulu 3  Sekretaris PB GAI, wawancara tanggal 20 Agustus di Sawit Boyolali, Surakarta. Kyai Hasan 2018. Mustarom yang juga penghulu di Slang­ reng, Magetan bersaudara dengan Kyai 4  Sistem pondok baru terwujud pada tahun 2014 dengan nama Pondok Pesantren Minhadjurrahman yang berlokasi di kompleks Baciro. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

48 | Rezza Maulana Ilyas Sewulan yang merupakan bapak mer- Pengalaman sebelumnya sebagai pengurus tua dari Kyai Hasyim As’ary, pendiri NU. Muhammadiyah dan guru partikelir telah Dengan kata lain, Bapak Djojosoegito ma- banyak membantu dalam perkembangan sih berkerabat dekat, sepupu dengan Kyai arah gerakan. Selain pernah menjabat se- Wahid Hasyim (Hartatik, 1995, p. 15). bagai ketua majelis pengajaran Muham- madiyah dan asrama siswa Muhammad- Dengan latar belakang keluarga ulama, iyah, ia termasuk kepala sekolah pertama pendidikan agama yang diperoleh sejak Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. kecil lebih dari cukup, apalagi beliau juga Ia juga pernah mengajar di beberapa tem- mendapat bimbingan dari pamannya an- pat seperti HIS Purworejo, HIS Kutoarjo, tara lain; Kyai Djumali, Kyai Na’im, Kyai OSVIA Probolinggo, sekolah guru Yogya- Imam Barmawi, dan Kyai Zaenal Muchtar- karta, MULO Purwokerto, MULO Malang om. Pada tahun 1915, beliau berkesem- dan MULO Yogyakarta (Hartatik, 1995, patan belajar pada K.H Ahmad Hisyam pp. 51–52). Zaini di Kauman Surakarta. Secara formal Djojosoegito mendapatkan pendidikan di Sebelum berdirinya PIRI, pengaja- H.I.S, kemudian melanjutkan di tingkat ran sekaligus pengajian GAI lebih banyak menengah pada K.E.S (Koningin Emma dilakukan di rumah anggota atau simpa- School) dan K.S atau Kweek School (Har- tisan. Daerahnya pun mengikuti di mana tatik, 1995, p. 21). tokoh GAI bertugas sebagai guru. Namun terkadang juga mengikuti undangan penga- Pada awalnya Djojosoegito terlibat jian di luar kota. Ketika kembali bertugas aktif di Muhammadiyah, selain sebagai di Yogyakarta pada tahun 1939, sembari guru di sekolah Muhammadiyah, ia juga mengajar di HIK sebagai Haalonderwi- menjabat sebagai sekretaris Muhammadi- jzer, ia berkesempatan mengisi pengajian yah tahun 1921. Bahkan setelah terbentuk di masjid Pakualaman dan sekolah Islami- Majelis Pimpinan Pengajaran Muham- yah. Di dalam kesempatan seperti itulah, madiyah tahun 1923, ia dipercaya menjadi pengajian, awal dari ketertarikan dan pem- ketuanya. Setelah memilih keluar dari Mu- bentukan kader GAI. Selain dari penerbi- hammadiyah beliau mendirikan Muslim tan tulisan di majalah dan penerbitan buku. Broederscap yang kemudian berkembang menjadi Indonesische Ahmadiyah Beweg- Begitu juga dengan Ibu Kustirin Djo- ing pada tahun 1928. Oleh karena gerakan josoegito (1906-1986), istri kedua Bapak ini baru mendapatkan ketetapan hukum Djojosoegito yang merupakan seorang setahun berikutnya, maka tahun 1929 di- guru lulusan Normaalschool Yogyakarta anggap menjadi tahun berdirinya Gerakan tahun 1921. Selain mengajar, Ibu Kusti- Ahmadiyah Indonesia (Zulkarnain, 2005a, rin merupakan ketua Yayasan PIRI perta- p. 203). ma sejak berpisah secara administrasi dari GAI pada tahun 1959. Selain sebagai ketua Djojosoegito menjadi ketua umum Yayasan, Ibu Kustirin juga merangkap se- GAI mulai dari berdirinya organisasi hing- bagai guru agama di sekolah PIRI hingga ga tahun 1966. Selama periode tersebut, tahun 1972. Selepas itu, beliau lebih fokus organisasi mengalami perkembangan pe- pada pembinaan dan pengembangan PIRI sat dari segi kegiatan dan pengelolaannya. Jurnal Sejarah

Pendidikan dan Pendidikan Sejarah di Perguruan Islam Republik Indonesia Yogyakarta 1947-2005 | 49 hingga menjelang wafatnya di tahun 1986. dok Pesantren Salafiyah Al-Huda Oro-oro Pembinaan yang dilakukan oleh Ibu Kusti- Ombo dan Pesantren Jamsaren di Surakar- rin sebagai ketua Yayasan adalah menye- ta (Ali, 2017). lenggarakan pengajian rutin sebulan sekali yang bersifat umum dan pengajian khusus. Sejak bergabung di GAI pada tahun Pengajian khusus ini yaitu pertama, penga- 1971, ia mendapat kepercayaan dari ket- jian kelompok untuk keluarga di tiap seko- ua GAI saat itu H. Muhamad Bachrun un- lah, pengajian khusus untuk kepala-kepala tuk menjadi pengajar agama Islam. Tahun sekolah dan pengurus seminggu sekali dan 1975, ia merintis pendidikan khusus kader pengajian khusus untuk guru-guru agama mubaligh Ahmadiyah selama enam bulan seminggu sekali (A. Yasir, 1989, p. 7). di Yogyakarta. beberapa lulusan kader ini kemudian di sekolahkan lagi ke Lahore, Selain berperan dalam pengelolaan Pakistan untuk melanjutkan pendidikan Yayasan, Ibu Kustirin juga berperan besar mubaligh yang diselenggarakan oleh Ah- dalam menyusun buku – buku pemikiran madiyya Anjuman Isha’ati Islam Lahore keislaman yang merujuk pada tokoh Ah- (AAIIL) sekurang-kurangnya tiga tahun. madiyah dan materi pengajaran agama un- Selain itu Ia juga merintis program kur- tuk sekolah PIRI. Beberapa judul tulisan sus untuk rekrutmen calon guru-guru ag- tersebut antara lain: Sejarah Nabi Muham- ama di lingkungan sekolah PIRI. Beberapa mad saw, jilid 1; Ilmu Aqoid; Fiqh Islam guru yang telah selesai pengkaderan juga dan Mujaddid, Masih dan Mahdi. Bahkan dikirim ke Lahore, antara lain Yatimin A.S. gaji sebagai ketua Yayasan tidak pernah dari Magetan dan S.A. Syurayuda dari Ja- diambil, justru disumbangkan kembali karta. pada Yayasan PIRI yang memang mem- butuhkan banyak dana. Mengikuti khittah Selain aktif di GAI, Ustad Ali Yasir perjuangan PIRI yang diwasiatkan oleh juga terlibat di sejumlah organisasi sep- pendiri PIRI yaitu “kumpulan iki kudu di- erti Lembaga Pengkajian Agama dan Ke- urip-urip, aja kanggo urip” (A. Yasir, 1989, percayaan (LPAK), Yayasan Bina Ummat p. 7). Muallaf Indonesia (YABUMI), Angkatan Muda Islam Indonesia (AMII) cabang Yo- Tokoh penting berikutnya adalah gyakarta, Biro Pemuda Majelis Dakwah ustadz Ali Yasir atau lengkapnya berna- Indonesia (MDI) DIY (1995-2000), dan ma Sami’an Ali Yasir yang lahir di Ngawi Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendeki- tanggal 16 Juni 1946 (w. 2017). Ia besar awan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi dan tumbuh di lingkungan pondok pesant- Wilayah DIY (1996-2000). ren tempat kelahirannya, Walikukun, Nga- wi. Kemudian menyelesaikan pendidikan Salah satu peran penting ustadz Ali Ya- dasar tahun 1960, beliau melanjutkan stu- sir adalah menyusun buku pegangan pen- di formalnya di Pendidikan Guru Agama gajaran agama Islam (PAI) untuk siswa di (PGA) 4 Tahun di Madiun (lulus 1963) lingkungan sekolah PIRI, baik SMP, SMA dan kemudian berlanjut ke PGA 6 Tahun dan SMK. Dalam buku pegangan tersebut di Surakarta (lulus 1965). Ia juga sempat terdapat pengajaran mengenai sejarah Is- mencicipi kehidupan pesantren di Pon- lam di mana Keahmadiyahan atau ke-PI- RI-an merupakan bagian dari sejarah Is- Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

50 | Rezza Maulana lam Indonesia. Materi tersebut terangkum Belanda tahun 1948, kondisi sekolah ban- dalam sub bidang At-Tajdid fil-Islam dan yak berubah karena siswanya banyak yang Mengenal Nabi Muhammad saw melalui meninggalkan Yogyakarta dan sebagian Nubuat. Selain buku pegangan tersebut, masih terlibat dalam perjuangan fisik. setiap guru agama perlu merujuk dan ber- pegang pada dua sumber penting yaitu Pada saat penamaan sekolah, sempat Qur’an Suci terjemah Bahasa Indonesia ada perbedaan pendapat yaitu satu pihak karya H. M. Bachrun (1977) yang merupa- ingin mencantumkan nama Ahmadiyah kan terjemah langsung dari Holy Qur’an menjadi Perguruan Islam Ahmadiyah In- karya Maulana Ali dan buku Islamologi donesia (PIAI), sedangkan satu pihak lagi karya H. M Bachrun dan R. Kaelan (1977). tidak ingin mencantumkan nama Ahmadi- yah karena khawatir kalau tidak ada mu- Beberapa karya tulis lainnya adalah rid karena masih banyak orang yang tidak Alquran, Bagaimana Memahaminya? menyukai Ahmadiyah. Mengingat bahwa (1980), Jihad dan Penerapannya Pada Ahmadiyah mempunyai tujuan dakwah Masa Kini (1980), Jihad dan Penerapan- Islam, maka ada kesepakatan untuk meng- nya Pada Masa Kini (1982), Salib di Mata utamakan kata Islam dalam nama sekolah Alkitab (1985), Alquran yang Sempurna yaitu Perguruan Islam Republik Indonesia dan Menyempurnakan (1991), Injil Dari (Hartatik, 1995, p. 74). Yesus dan Injil Tentang Yesus (1992), Nu- zulul Qur’an menurut Injil (1993), Benark- Perlu diketahui bahwa sekolah PIRI ah Alkitab Dipalsukan? Oo..benar! (1993), ini dirintis dengan modal niat, karena GAI Mengungkap Misteri Penyaliban Yesus tidak memberikan modal apapun. Panitia (1994), Kristologi Qurani Dasar I (1994), kemudian menghubungi beberapa kole- Rahasia Kesempurnaan Bibel dan Alquran ga personal di luar GAI yang terbuka dan Diperbandingkan (1995), Kristianologi mempunyai niat yang sama dalam dakwah Qur’ani Jilid I (2005), Rumah Laba-laba, Islam, seperti: Abbas Sutan Pamuncak Tanggapan Atas Fatwa MUI tahun 2005 nan Sati, Arifin Tenyang, Sutan Muham- tentang Ahmadiyah (2005), Mengungkap mad Said, KRT Tani Prodjo dan M. Mar- Misteri Kehamilan Maryam (2008), dan toseno (Warta Keluarga GAI, 1987, pp. Al-Bayyinah, Tanggapan atas 10 Kriteria 14–15). Tempat belajar mengajar pun mes- Sesat MUI (2009) ti meminjam pada sekolah negeri dan ma- suk pada sore hari. Kelas pertama adalah Pengembangan Sekolah Sebagai kelas 1 SMP pada bulan September 1947 Partisipasi Pada Masyarakat dengan bertempat di gedung SMP 1 Terban Taman (sekarang SMPN 5 Kota Yogyakar- Selain sebagai pembentukan kader, seko- ta). Pada bulan oktober 1947, secara resmi lah yang didirikan oleh GAI pada tahun dibuka untuk SMA PIRI bagian A dan B, 1947 menjadi sebuah ‘penampungan’ anak kelas 1,2 dan 3 dengan meminjam Gedung – anak warga Indonesia yang mengungsi sekolah SMA negeri 6 di jalan Pakem no ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu- 2 (sekarang Jl C Simanjutak). Kemudian kota negara RI. Namun pasca agresi militer mendapat izin resmi dari kepala bagian alat-alat pelajaran atau Gedung Kementeri- Jurnal Sejarah

Pendidikan dan Pendidikan Sejarah di Perguruan Islam Republik Indonesia Yogyakarta 1947-2005 | 51 an P.P & K tanggal 26 Mei 1950 No. 8591/ dan STM tahun 1967; di Margodadi Lam- Pts/E/g/1950 (Sutrisno & Djauhar, 1972, pung dibuka SMP dan SMA pada tahun pp. 11–12). 1992; dan di Simpang Sumatera Selatan dibuka SMEA pada tahun 1996 (Iskandar, Bapak Djoyosoegito pun membu- 2008, p. 98). ka sekolah khusus agama (SGA) dengan meminjam tempat di SKP negeri Lempuy- Selain mendapatkan bantuan dari pe- angan Wangi yang masuk sore hari. Seko- merintah, baik berupa peminjaman tempat, lah ini dibantu oleh rekan beliau saat se- tenaga pengajar dan subsidi, sekolah PIRI kolah di Kweekschool bernama Pinandoyo juga mendapatkan bantuan dari sumbangan dan menggunakan nama PIAI (Perguruan para guru dan pegawai sekolah. Setelah Islam Ahmadiyah Indonesia). Hingga awal mendapatkan bentuk legal berupa Yayasan tahun 1951, terdapat dua kelas untuk SMP, PIRI, sekolah menjadi lebih mudah dalam sepuluh kelas untuk SMA, satu kelas SGA, menerima sumbangan dari berbagai pihak. dua kelas SGB, dengan jumlah total siswa Seperti misalnya bantuan pada STM / SMK 700 anak dan guru 60 orang. PIRI 1, berdiri tahun 1967 dan menjadi se- kolah subsidi tahun 1970, yang berasal dari Meskipun beberapa masih meminjam NOVIB Belanda tahun 1978 berupa ban- Gedung sekolah negeri dan beberapa tel- tuan bangunan dan peralatan – peralatan ah menyewa Gedung sendiri, tahun 1952 mesin konvensional. Kemudian bantuan sekolah PIRI mengalami kemajuan antara dari Austria berupa mesin CNC (Computer lain, SGA menjadi enam kelas, SMA men- Numerically Controlled) yakni mesin-mes- jadi 13 kelas, SGB menjadi 11 kelas dan in yang dioperasionalkan dengan komput- SMP menjadi 11 kelas dengan jumlah mu- er pada tahun 1982 (Salman Agustiawan A, rid telah menjadi 1400 siswa. Sedangkan 2015, p. 9). untuk pengajarnya, PIRI mendapatkan se- jumlah guru pemerintah yang diperbantu- Menariknya adalah proses pemban- kan di sekolah SGA, SGB dan SMP. Dan gunan dan pengembangan sekolah PIRI, pada tahun 1959, SGB putri PIRI menja- secara institusional, tetap berjalan ke arah di sekolah bersubsidi (swasta) dengan SP positif, meskipun secara ideologis afili- Kementerian PP & K tanggal 26 Agustus asinya mendapatkan tekanan pasca fatwa 1960 no. 72475/B.II, sedangkan SMP PIRI MUI tahun 1980. Misalnya STM / SMK berubah menjadi sekolah subsidi pada ta- PIRI 1 yang berlokasi di kompleks Ba- hun 1964 (Sutrisno & Djauhar, 1972, p. ciro. Pasca 1980 STM PIRI 1 menambah 61). dua jurusan lagi yaitu jurusan otomotif dan elektronika, sehingga menjadi empat juru- Perkembangan sekolah PIRI mulai di- san dimana dua jurusan sebelumnya ada- buka di beberapa kota di luar Yogyakarta, lah jurusan mesin dan listrik. Pada tahun seperti di antaranya: di Purwokerto dibu- 1990 status akreditasi sekolah meningkat ka SGB pada tahun 1953, SMP pada tahun menjadi disamakan berdasarkan keputusan 1957, dan SMA tahun 1978, STM produksi Kepala Kantor Wilayah Departemen Pen- tahun 1967, STM audio/video dan otomo- didikan dan Kebudayaan Nomor. 349/C/ tif di tahun 1996; di Madiun telah dibuka Kep/I/1990 tanggal 27 Desember 1990. SGB pada tahun 1953, SMP tahun 1957 Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

52 | Rezza Maulana Pada tahun 2001 sekolah mendapat bantu- kolah PIRI. Secara umum, pada 25 tahun an dari Direktorat Pendidikan Menengah pertama perkembangan PIRI lebih pada Kejuruan berupa dana untuk pengadaan upaya pembangunan fisik. Sedangkan pada jaringan internet (Salman Agustiawan A, 25 tahun berikutnya, hingga sekitar tahun 2015, pp. 9–10). 1997, PIRI mulai membangun rohani leb- ih mantap dengan meningkatkan produksi Meskipun terlihat kemajuan di bebera- buku dan pembagian Qur’an Suci (Holy pa sektor, sejumlah permasalahan pun per- Qur’an) bagi setiap siswa (Iskandar, 2008, nah terjadi menimpa PIRI. seperti terjadin- p. 97). ya kasus manipulasi keuangan oleh seorang pengurus PIRI pada tahun 1954-1956, pe- Seperti yang ditegaskan oleh Sekjen mogokan guru SMEP di tahun 1957, protes PB GAI Bapak Iwan Yusuf Bambang Le- siswa STM PIRI tahun 1997/1998 dan lana (Mashudi, 2008, p. 60) bahwa PIRI ti- gempa Yogyakarta 2006 yang mengakibat- dak hanya bertujuan untuk berdakwah dan kan kerusakan parah Gedung sekolah PIRI pengkaderan, tetapi juga pengembangan di Nitikan (Iskandar, 2008, p. 100). dunia pendidikan secara umum di Indone- sia. Sekolah PIRI mengedepankan keter- Berdasarkan data Zulkarnain (Zulkar- bukaan dan kebebasan berkeyakinan seh- nain, 2005a, pp. 289–291), pada tahun ingga menerima siswa dari berbagai latar 2000 Yayasan PIRI yang berpusat di Yog- belakang apapun, baik etnis atau agama. yakarta telah mempunyai tiga cabang, yaitu Dalam hal pilihan untuk bergabung dan di Purwokerto, Lampung dan Sumatera Se- berbaiat pada Ahmadiyah mereka merujuk latan. Satu buah TK dan sebuah SD hanya pada sabda Nabi; “Tidak ada paksaan da- terdapat di Yogyakarta. Sedangkan SMP, lam mengikutiku”. Salah satu bentuk usa- selain terdapat di Yogyakarta (7 buah) juga ha menarik minat calon kader di sekolah terdapat di Purwokerto (1 buah) dan Lam- adalah dengan membagikan setiap siswa pung (1 buah). Untuk SMA terdapat lima baru dengan Tafsir Al-Qur’an berbahasa unit sekolah yang tersebar di Yogyakarta Indonesia terjemahan dari karya Maulana (3 buah), Lampung (1) dan Sumatera Sela- Muhammad Ali mulai tahun 2007. Model tan (1). Kemudian SMK terdapat tiga buah pendekatan Ahmadiyah Lahore ini sering yang tersebar di Yogyakarta (2) dan Pur- disebut sebagai gerakan intelektual liber- wokerto (1). Dan untuk perguruan tinggi al dan berbeda sekali dengan Ahmadiyah baru terdapat satu buah yaitu di Yogyakar- Qodian yang lebih konservatif dan spiri- ta dengan nama Akademi Teknik PIRI atau tualis. Perbedaan model dakwah dua faksi ATEKPI yang mempunyai dua program Ahmadiyah ini lebih jelasnya dapat dibaca DIII yaitu Teknik Sipil dan Teknik Infor- dalam tulisan Ahmad Najib Burhani (Bur- matika. Jika dilihat dari jumlah siswa yang hani, 2013a). masuk di sekolah dan akademi PIRI pada tahun yang sama sejumlah 8574 siswa den- Meskipun secara fisik terdapat perkem- gan jumlah pengajar mencapai 455 guru. bangan yang positif pada sekolah-sekolah Dari sekian guru tersebut, hanya sejumlah PIRI dengan bertambahnya aset gedung 116 guru PNS yang diperbantukan pada se- dan tanah, tetapi dari segi jumlah siswan- Jurnal Sejarah

Pendidikan dan Pendidikan Sejarah di Perguruan Islam Republik Indonesia Yogyakarta 1947-2005 | 53 ya justru mengalami pasang surut. Bahkan Perihal Pengajaran Sejarah Islam dan di beberapa tempat yang jumlah siswanya Islam Indonesia berkurang mengakibatkan penutupan se- kolah. Beberapa kasus penutupan sekolah Seperti kebanyakan lembaga pendidikan PIRI di luar Yogyakarta adalah SGB, SMP, yang berada di bawah yayasan atau bera- SMA dan STM produksi di Purwokerto. filiasi kepada kelompok (agama) tertentu, Begitu juga dengan SGB, SMP dan STM pengajaran sejarah tentang organisasi mer- di Madiun. Sedangkan di Yogyakarta seko- upakan hal yang penting untuk menum- lah yang ditutup antara lain sebuah SMA buhkan rasa memiliki dan melahirkan di Dlingo, Bantul, sebuah SD dan SMP di kader penerus. Begitu juga dengan sekolah Baciro, sebuah SMA di Nitikan dan sebuah PIRI yang berafiliasi pada kelompok Ah- SMP di Banguntapan (Iskandar, 2008, p. madiyah Lahore. 100). Dalam konteks PIRI, pengajaran seja- Pasca dikeluarkannya fatwa MUI dan rah Islam mencakup sejarah kelahiran dan peristiwa kekerasan di Parung tahun 2005, perkembangan gerakan Ahmadiyah yang proses belajar di sekolah-sekolah PIRI di terangkum dalam tulisan Pengantar Pem- Yogyakarta tidak terpengaruh banyak. baharuan dalam Islam atau Tajdid Islam Masjid GAI yang berada di kompleks Ba- dan Mengikuti Jejak Orang – Orang Tulus ciro pun masih didatangi warga sekitar yang disusun oleh S. Ali Yasir dengan ar- untuk melaksanakan sholat Jum’at. Meski- ahan langsung dari Ibu Kustirin Djojosu- pun demikian, tetap muncul kekhawatiran gito dan H. M. Bachrun. Materi ini diber- pihak sekolah jika terjadi peristiwa seru- ikan sebagai bagian dari buku Pendidikan pa di Yogyakarta. Pihak keamanan secara Agama Islam (PAI) terbitan Yayasan PIRI rutin berkoordinasi dengan pengurus GAI untuk kelas tiga, baik di SMP atau SMA/ untuk mendapatkan informasi langsung SMK. mengenai organisasi Ahmadiyah. Selain itu, pihak keamanan juga berjaga di sekitar Oleh karena sifatnya yang diperun- kompleks pada waktu rawan tertentu sep- tukkan sebagai pengenalan awal, penjela- erti selepas waktu subuh dan sholat Jum’at san mengenai sejarah Ahmadiyah disam- (Mashudi, 2008, p. 77). paikan lebih sederhana dan singkat. Mulai dari tokoh pembaharu, perpecahannya, Pada tahun ajaran 2005/2006 jumlah tokoh di kelompok Lahore, cabangnya di siswa yang terdaftar di sejumlah sekolah belahan dunia dan pembedaannya dengan PIRI di Yogyakarta mengalami penurunan kelompok pecahannya (Qadian) yang tak yang tidak terlalu signifikan. Namun sampai 10 halaman. Kemudian penjelas- menurut eksponen Yayasan, penurunan an konsepsi dari beberapa tema yang ber- tersebut tidak terkait langsung dengan sifat teologis di jelaskan dalam 33 hala- peristiwa di Parung, tetapi lebih terkait man. Tema tersebut antara lain: muhadats; langsung dengan kebijakan kementeri- wahyu ilahi; mujadid, masih dan mahdi; an pendidikan mengenai Ujian Nasional kenabian Zarathustra, Buddha dan Kong (Mashudi, 2008, pp. 79–80). Hu Cu; Nasikh mansukh; Nabi Adam; ji- had; ketidakkekalan neraka; isra’ & mi’raj: Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

54 | Rezza Maulana Nabi Isa berbapak; wafatnya nabi Isa; dan tradisi Islam di Nusantara dan pentingnya cara menafsirkan Qur’an suci (S. A. Yasir, toleransi dan penghargaan terhadap per- 2009, pp. 96–139). bedaan. Begitu pula dengan materi untuk mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab kelu- Meskipun dalam pelajaran sejarah Is- aran Kemenag yang berjudul “Sejarah Ke- lam, keahmadiyahan diperkenalkan pada budayaan Islam” (2013). Dalam buku pe- setiap siswa di sekolah PIRI, pada kenyata- lajaran kelas 9 terdapat penekanan materi annya tidak semua alumni sekolah PIRI tentang Islam di Nusantara mulai dari ker- mengikuti atau bergabung dengan Gerakan ajaan Islam, Walisongo, ulama Nusantara Ahmadiyah Indonesia. Bahkan beberapa di (Syaikh Abdur Rauf As Singkili, Syaikh antara alumni malah menjadi pengurus di Muhammad Arsyad al Banjari, KH. Hasy- organisasi keislaman lain seperti pengurus im Asyari dan KH. Ahmad Dahlan) dan ranting Muhammadiyah, pengurus PCNU budaya nusantara yang diwakili oleh Islam atau jemaat Majelis Tafsir Al Qur’an Jawa, Islam Sunda, Islam Melayu, Islam (Mulyono, 2018). Bugis, Islam Minang dan Islam Madura. Penekanan materi pengajaran sejarah PENUTUP Ahmadiyah di sekolah lewat mata pela- jaran Pendidikan Agama Islam mende- Yayasan PIRI yang menaungi puluhan se- sak dilakukan karena tidak hanya untuk kolah PIRI di beberapa kota seperti Yogya- melakukan kederisasi tapi juga karena karta, Purwokerto, Lampung dan Sumatera buku – buku sejarah mengenai Islam di Selatan, merupakan lembaga pendidikan Indonesia (historiografi) dan atau yang yang telah cukup lama berdiri, 71 tahun. Di ditulis oleh orang Indonesia tidak mema- Yogyakarta, sekolah PIRI mengalami masa sukkan gerakan Ahmadiyah di Indonesia keemasan di sekitar tahun 1980 - 2000an sebagai eksponen umat Islam. Sejumlah awal. Bahkan merupakan sekolah swasta literatur seperti Sejarah Umat Islam (Ham- pilihan sebelum berkembangnya sekolah - ka, 1994), Sejarah Umat Islam Indonesia sekolah swasta di bawah Muhammadiyah. (Abdullah & Hisyam, 2003) dan Api Seja- Sekolah ini terus bertahan hingga saat ini rah (Suryanegara, 2016) tampaknya tidak meski mengalami pasang surut akibat per- menyertakan aktifitas Ahmadiyah sedikit- saingan antar lembaga pendidikan maupun pun di dalamnya. faktor sosial politik karena berafiliasi den- gan Ahmadiyah Lahore. Walaupun secara Begitu juga dengan materi pengajaran de jure, Ahmadiyah yang difatwakan oleh sejarah Islam di sekolah negeri baik yang MUI adalah Ahmadiyah Qadian, sekolah berada di bawah Kementerian Pendidikan PIRI tetap terpengaruh akibat masyarakat dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. belum terlalu paham dengan perbedaan Di dalam buku keluaran Kemendikbud prinsip diantara keduanya, Lahore dan Qa- berjudul “Pendidikan Agama Islam dan dian. Budi Pekerti” (2013) yang diperuntukkan bagi siswa SMP/MTs baik kelas 7, 8 dan 9, Pendidikan sejarah Islam di sekolah sama sekali tidak menyebutkan nama gera- PIRI merupakan bagian dari penanaman kan Ahmadiyah. Walaupun di buku kelas 9 terdapat bab (11 dan 12) yang menjelaskan Jurnal Sejarah

Pendidikan dan Pendidikan Sejarah di Perguruan Islam Republik Indonesia Yogyakarta 1947-2005 | 55 nilai ke Ahmadiyahan, meskipun hal terse- Beck, H. L. (2005). The Rupture Between the but tidak dipaksakan untuk menjadi anggo- Muhammadiyah and the Ahmadiyya. Bijdragen ta GAI. Sekolah PIRI memberikan ruang Tot de Taal-, Land- En Volkenkunde, 161(2), kebebasan sebagai bagian dari inklusifit- 210–246. as Gerakan Ahmadiyah Indonesia. Sum- ber-sumber sejarah dan pemikiran menge- Blood, M. (1974). The Ahmadiyah in Indonesia: nai Ahmadiyah Lahore banyak ditulis oleh Its Early History and Contribution to Islam in tokoh – tokohnya di Indonesia maupun the Archipelago (Master Thesis). Australian yang merupakan terjemahan dari tulisan National University, Canberra. tokoh Ahmadiyah Lahore yang berada di India atau di Inggris. Burhani, A. N. (2013a). Conversion to Ahmadiyya in Indonesia: Winning Hearts through Ethical Di samping itu adalah masih adanya and Spiritual Appeals. Sojourn: Journal of ortodoksi dalam materi pengajaran sejarah Social Issues in Southeast Asia, 29(3), 657–690. Islam Indonesia di sekolah menengah dan https://doi.org/10.1355/sj29-3e Ì atas. Di mana buku-buku pengajaran untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Burhani, A. N. (2013b). When Muslims are not disusun tanpa mengenalkan keberadaan Muslim: The Ahmadiyya Community and kelompok minoritas di luar mainstream, the Discourse on Heresy in Indonesia (Ph.D walaupun di dalam kurikulumnya menga- Dissertation). University of California, Santa cu pada penerimaan keragaman. Barbara. DAFTAR PUSTAKA Hamka. (1994). Sejarah Umat Islam (2nd ed.). Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd. Arsip Hartatik. (1995). Biografi dan Perjuangan R. Ng. H. Yayasan PIRI. Anggaran Dasar dan Anggaran Minhadjurrahaman Djojosugito (BA Thesis). Rumah Tangga PIRI, (1969). UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Wawancara Ichwan, M. N. (2001). Differing Responses to an Ahmadi Translation and Exegesis. The Holy Mulyono. (2018, November 18). Qur’ân in Egypt and Indonesia. Archipel, 62(1), 143–161. Buku Iskandar, N. R. (2008). Dasa Windu Gerakan Abdullah, T., & Hisyam, M. (Eds.). (2003). Sejarah Ahmadiyah Indonesia 1928-2008. Jakarta: Umat Islam Indonesia (2nd ed.). Jakarta: MUI Darul Kutubil Islamiyah. & Pustaka Umat. Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Ahmad, F. (2008). Hubungan Keberagaman dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Hidup dalam Konteks Toleransi antara Jamaah Pustaka Utama. Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah di Desa Baciro D. I Yogyakarta (BA Thesis). UIN Sunan Kisai, A. A. (2006). Konsep Pendidikan Gerakan Kalijaga, Yogyakarta. Ahmadiyah Indonesia (GAI) di Yogyakarta (BA Thesis). UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ali, B. A. (2017, March). In Memoriam: Sami’an Ali Yasir (1946-2017). Retrieved November 13, Lathan, A. (2008). The Relativity of Categorizing 2018, from http://ahmadiyah.org/memoriam- in the Context of the Aḥmadiyya. Die Welt Des samian-ali-yasir-1946-2017/ Islams, 48(3/4), 372–393. Lavan, S. (1970). The Ahmadiyah Movement: Its Nature and Its Role in Nineteenth and Early Twentieth Century India (Ph.D Dissertation). McGill University, Montreal. Lubis, A. (2006). Strategi Dakwah Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) (BA Thesis). UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Mashudi, M. (2008). Eksistensi Islam Pinggiran: Studi Tentang Interaksi Sosial Keagamaan Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

56 | Rezza Maulana Gerakan Ahmadiyah Indonesia Pasca Peristiwa Seperempat Abad dan Reuni Yayasan PIRI. Parung di Kotamadya Yogyakarta (BA Thesis). UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Thoriquttyas, T. (2017). Discovering the scholarship dimension of Ahmadiyya: Ahmadiyya’s school Ropi, I. (2010). Islamism, Government Regulation, on Indonesian Islam’s views. Attarbiyah: and The Ahmadiyah Controversies in Indonesia. Journal of Islamic Culture and Education, 2(1), Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies, 48(2). 55–78. https://doi.org/10.18326/attarbiyah. v2i1.55-78 Salman Agustiawan A. (2015). Laporan Individu Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Warta Keluarga GAI. (1987). (5). PIRI 1 Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Yasir, A. (Ed.). (1989). 100 Tahun Ahmadiyah: 60 Tahun Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia. Shodiq, J. ’far. (2004). Model Pendekatan Dakwah Yogyakarta: PB GAI. Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) di Yogyakarta (BA Thesis). UIN Sunan Kalijaga, Yasir, S. A. (2009). Pendidikan Agama Islam Yogyakarta. (Untuk SMP). Yogyakarta: Yayasan PIRI. Suryanegara, A. M. (2016). Api Sejarah 1 (2nd ed.). Zulkarnain, I. (2005a). Gerakan Ahmadiyah di Bandung: Surya Dinasti. Indonesia. Yogyakarta: LKiS. Sutrisno, & Djauhar, M. (Eds.). (1972). Seperempat Zulkarnain, I. (2005b). Gerakan Ahmadiyah di Abad PIRI 1947-1972. Yogyakarta: Panitia Indonesia. Yogyakarta: LKiS. Jurnal Sejarah

VOLUME 03 | NOMOR 1 | JUNI 2019 Menjadi Sejarawan Cilik: Belajar Sejarah dari Dekat Nur Janti Majalah Historia [email protected] ABSTRAK – Ada sebuah anggapan bahwa pelajaran sejarah adalah hal yang membosankan dan semata hafalan tentang tahun dan tokoh. Padahal, mempelajari sejarah jauh dari hafalan karena sejatinya, tujuan utama mempelajari sejarah adalah memahami bagaimana sesuatu bisa terjadi. Mengajarkan sejarah ke anak SD harus dimulai dengan membangkitkan keingintahuan dan ketertarikannya pada sejarah. Ketertarikan itu bisa muncul bila pengenalan sejarah dimulai dari sesuatu yang paling dekat dengan keseharian anak-anak. Misalnya saja, memahami pohon keluarga, memahami asal nama desa, atau memahami asal usul permainan. Perlahan, anak akan dikenalkan pada peristiwa-peristiwa besar tentang terbentuknya bangsa Indonesia, namun semua itu tak bisa dilepaskan dari lingkungannya. Untuk membangkitkan rasa nasionalisme dan penghargaannya pada perjuangan kemerdekaan, anak akan dikenalkan dengan sumber sejarah yang nyata, yang bisa mereka alami langsung dengan bertemu mantan pejuang atau mendatangi gedung bersejarah di daerahnya. Mengenalkan sejarah tentang sesuatu yang jauh dari jangkauan anak (abstrak) hanya akan menyulitkan imajinasinya. Itulah mengapa pelajaran sejarah menjadi semata hafalan dan menjemukan. Karenanya, perlu dilakukan perubahan dalam pengajaran sejarah sejak dini dengan mengajak anak terlibat langsung, menjadi sejarawan cilik. Mari menumbuhkan ketertarikan anak-anak pada cerita sejarah dan mengajarkan sejarah dengan menyenangkan. KATA KUNCI – pengajaran, sejarah, anak ABSTRACT – There is a popular opinion that historical lesson is boring and it just tell about years and characters that rely on memory. In fact, studying history is far from memorizing because the main purpose is understanding the origin of something or some event. Therefore, teaching history to elementary school children must begin with arousing curiosity and interest in past story. That attraction can arise if the introduction of history starts from something closest to the daily lives of children. For example, knowing the family tree, familiar with the origin of the village name, or understand the origin of the game. Slowly, the children will be introduced to major events, such as history of Indonesian nation, yet the subject matter cannot be separated from their life hood. To arouse their sense of nationalism and appreciation for the struggle for independence, children will be introduced to historical sources, so they can meet up ex-combatants or visiting historic buildings in their area. Introducing history about something out of reach (abstract) will only complicate their imagination. That is why historical lessons become merely memorizing and boring. Therefore, it is necessary to make changes in the way of teaching history in early stage, by attract children to be involved directly, becoming child historians. Let’s grow children’s interest in historical stories and teach history in a fun way. KEYWORDS – teaching, history, children

58 | Nur Janti PENDAHULUAN Materi sejarah di pelajaran IPS SD dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Mengantuk, bosan, jenuh, penuh (Joko Sayono, 2013: 10) dimulai sejak ke- hafalan menjadi hal yang iden- las II semester 1. Materi sejarah di dalamn- tik dengan pelajaran sejarah di ya cukup sederhana dengan memperkenal- semua tingkat pendidikan. Di tingkat uni- kan life history bertema sejarah keluarga. versitas peminat jurusan sejarah pun rela- Pada Kelas III semester 2 diisi sejarah tif sedikit jika dibanding dengan jurusan uang, kelas IV semester 1 menjadi cuk- lain, meski jumlah mahasiswanya mening- up banyak, seperti peninggalan sejarah di kat tiap tahun. Gambaran membosankan sekitar kabupaten dan provinsi serta upaya yang lekat pada materi sejarah tak lepas pelestariannya. Siswa kelas VI juga ditun- dari jurus hafalan yang selalu digunakan tut untuk meneladani kepahlawanan dan tiap kali menjelang ujian. Ketika pelajaran patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya. berlangsung, materi sejarah belum tentu dipahami karena seringnya hanya memb- Di tingkat selanjutnya, yakni kelas V acakan ulang isi buku tanpa pemahaman semester 1, materi menjadi lebih luas yak- riil mengenai manfaat sejarah dan relevan- ni sejarah Hindu-Budha dan Islam serta sinya pada kehidupan masa kini. Padahal, mengenal tokoh-tokohnya. Pada Kelas V sejarah berguna untuk menumbuhkan pe- semester 2 pelajaran IPS diisi materi se- mahaman terstruktur pada siswa sejak dini jarah dari perjuangan zaman Belanda, ke- juga punya keterkaitan dengan kehidupan merdekaan, hingga perjuangan memper- riil siswa tentang bagaimana sebuah per- tahankan kemerdekaan. soalan, dan bagaimana kehidupan mereka sekarang ini bisa berjalan. Sementara berdasar aturan baru, yakni Permendikbud No. 24 Tahun 2016, materi Di Sekolah Dasar (SD), sejarah masuk sejarah SD dimulai sejak kelas IV dengan dalam mata pelajaran IPS yang punya tiga materi awal mengidentifikasi kerajaan Hin- kerangka dasar, seperti sarana pendidikan du-Buddha-Islam di lingkungan daerah se- kewarganegaraan, sebagai dasar pengena- tempat serta pengaruhnya pada kehidupan lan ilmu-imu sosial, dan sebagai cara men- masyarakat masa kini. Materi ini cukup genalkan siswa pada persoalan riil yang bagus karena bisa mengenalkan anak den- ada di sekitar kehidupannya. (Wawancara gan peninggalan-peninggalan bersejarah di Waluyo Albanjary via telepon, 19 Novem- tempat tinggal mereka. ber 2018). Ketiga unsur ini memang diba- wa dalam pengajaran sejarah di sekolah, Di kelas V anak diminta untuk men- namun yang paling ditekankan adalah pen- gidentifikasi faktor-faktor penting penye- umbuhan semangat kebangsaan. Akhirnya, bab penjajahan bangsa Indonesia dan sejarah seringkali terjebak dalam peristiwa upaya bangsa Indonesia dalam memper- besar, politik praktis, yang sebenarnya jauh tahankan kedaulatannya. Sementara pada dari jangkauan anak SD dan sulit mene- kelas VI anak diminta untuk memahami mukan keterkaitan langsung dengan alam makna proklamasi kemerdekaan, upaya pikir sederhana mereka. mempertahankan kemerdekaan, dan upaya mengembangkan kehidupan kebangsaan yang sejahtera. Jurnal Sejarah

Menjadi Sejarawan Cilik: Belajar Sejarah dari Dekat | 59 METODE dalam beberapa tahap, yakni: Ide penulisan esai tentang sejarawan ci- • Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 ta- lik datang dari anggapan umum tentang hum pembelajaran di sekolah padahal sejarah tak melulu mempelajari angka dan tahun. • Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 ta- Lebih jauh sejarah mengajarkan cara ber- hun pikir historis, sebab segala hal tak mun- gkin tiba-tiba muncul. Dari kritik terhadap • Tahap operasional konkret : 6 – 12 pengajaran sejarah inilah, sumber-sumber tahun penulisan esai dikumpulkan lewat telaah pustaka juga wawancara narasumber untuk • Tahap operasional formal : 12 ta- mematangkan ide tulisan. hun ke atas Telaah pustaka dan wawancara nara- Setiap orang melalui seluruh tahapan sumber dilakukan secara bersamaan. Lewat namun dengan kecepatan yang berbeda, wawancara dengan Seto Mulyadi, penu- bisa lebih lambat atau lebih cepat. Meski lis mendapat gambaran tentang tahapan demikian, urutan perkembangan intelektu- tumbuh kembang anak untuk kemudian, alnya tetap sama setiap anak. Setiap taha- penelusuran dilanjutkan lewat buku sum- pan sebelumnya terintegrasi dan menjadi ber yang direkomendasikan Seto Mulyadi. bagian dari tingkat-tingkat berikutnya. Dari wawacara dengan Waluyo Albanjary Dan tahap berikutnya bisa dimasuki ketika didapatkan gambaran tentang kurikulum otak anak sudah cukup matang untuk me- dan sistem pengajaran sejarah di sekolah mungkinkan logika jenis baru. dasar. Dari Waluyo pula, Permendikti ten- tang pembelajaran sejarah di SD penulis Pada anak usia SD (7-12 tahun), dalam dapatkan. teori Piaget masuk dalam tahapan opera- sional konkret. Dalam fase ini anak mema- PEMBAHASAN hami persoalan sebatas yang bisa diamati langsung dan dapat direspons oleh si anak. Tahapan Tumbuh Kembang Intelektual Melalui pengalaman, amatan (observasi) Anak awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman, yang biasanya terjadi melalui interaksi Untuk memberi materi sejarah yang rele- langsung dengan lingkungan, mengand- van dan mudah dipahami anak, guru sejar- ung hal unik yang direspons oleh anak dan ah seyogianya memahami tahapan tumbuh mempengaruhi struktur kognitifnya. Hal kembang anak agar anak tak merasa terbe- inilah yang memungkinkan perkembangan bani dengan materi sejarah yang diberikan. intelektual terus terjadi. Seto Mulyadi ketika diwawancara Pendek kata, anak akan sulit memaha- penulis menjelaskan tahap perkembangan mi dan menerima informasi abstrak tanpa anak oleh Jean Piaget (Psikolog Swiss objek fisik di hadapan mereka. Anak-anak yang fokus pada tumbuh kembang anak). pada tahap operasional konkret awal masih Piaget membagi tahapan intelektual anak mengalami kesulitan besar dalam menyele- saikan tugas-tugas logika sederhana dan konkret, misalnya saja penjumlahan dan pengurangan tanpa alat bantu karena kon- Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

60 | Nur Janti sep jumlah menjadi hal baru dalam dunia Selama ini, materi pelajaran IPS, seper- mereka. ti yang sudah disebutkan dalam awal pem- bahasan, hanya memberi cerita tentang se- Tahap operasi konkret pada anak bisa jarah politik pada anak. Pengajaran sejarah ditandai dengan pola pemahaman berdasar- memang beririsan dengan peristiwa masa kan apa yang kelihatan (nyata) dan dira- lampau, namun tak berarti masa lampaulah sakan langsung. Anak masih menerapkan tujuannya. Tujuan pembelajaran sejarah logika berpikir pada hal-hal konkret dan sendiri hadir sebagai sarana untuk meng- belum bersifat abstrak-sementara pelajaran etahui bagaimana sebuah peristiwa atau sejarah adalah hal yang sangat abstrak dan persoalan. Sementara, sejarah yang sering- mengawang-awang. kali berisi politk dan perebutan kekuasaan praktis yang jauh dari jangkauan anak- Pada tahap ini anak mulai memiliki anak mau tak mau mendorong mereka un- gambaran secara menyeluruh tentang inga- tuk menghafal tanpa pernah si anak tahu tan, pengalaman, dan objek yang dialami, seluk-beluk sebuah peristiwa sejarah. yang disebut adaptasi dengan gambaran menyeluruh. Adaptasi dengan lingkungan Anak tidak memiliki orientasi ruang disatukan dengan gambaran akan lingkun- dan waktu hanya dengan mempelajari se- gan itu melalui imajinasi anak. Anak mulai jarah politik yang tidak ada sangkut-paut- bisa melihat persoalan dari berbagai segi, nya dengan kehidupan mereka. Anak akan mulai memahami persoalan dari sudut kesulitan membangun cerita sejarah dan pandang yang lebih luas, bukan semata membayangkannya karena sejarah ma- persepsinya saja. cam ini kurang sesuai sebagai wahana pe- nalaran. Materi sejarah yang terbatas pada Pada tahap operasional konkret, anak pengetahuan fakta-fakta juga membuatnya belum memiliki pemahaman pada hal-hal menjadi steril dan kering hingga memati- abstrak. Anak akan kesulitan berpikir tanpa kan segala minat dalam sejarah. Ujungnya, pertolongan benda atau peristiwa konkret, anak terpaksa menghafal nama, tahun, dan ia belum mempunyai kemampuan untuk tokoh untuk dapat lolos dari ujian kom- berpikir abstrak. Anak-anak juga belum petensi hingga kehilangan cerita menarik mampu memahami bentuk argumen dan yang menjelaskan mengapa sebuah peris- masih bingung dengan perbedaan argu- tiwa bisa terjadi dan bagaimana dampakn- men. ya. Kurikulum yang hanya mementingkan materi pelajaran yang telah ditentukan dari Menumbuhkan Kesadaran Sejarah pemerintah pusat, tidak memberi kesem- patan pada anak untuk berinteraksi dnegan Mengingat anak SD dalam masa tumbuh lingkungan sekitarnya. kembangnya masuk dalam tahap opera- sional konkret dan belum bisa memaha- Padahal, menurut sejarawan Sartono mi materi yang bersifat abstrak, yang bisa Kartodirdjo pembelajaran sejarah harus dilakukan dalam pemberian materi sejarah menggunakan pendekatan lokosentris, adalah mengubah temanya menjadi lebih yakni pembelajaran sejarah dengan berpi- ringan, lebih dekat, dan lebih bisa dira- jak pada sejarah lokal. Dalam hal ini, guru sakan oleh anak. Jurnal Sejarah

Menjadi Sejarawan Cilik: Belajar Sejarah dari Dekat | 61 sebagai pendamping siswa sebaiknya me- pada anak bisa melalui hal yang paling mahami prinsip paralelisme waktu dalam dekat dengan dunia mereka. Dalam men- menyajikan peristiwa. Selain itu, guru juga jalankan proses ini guru sejarah minimal diharuskan memahami sejarah lokal untuk memahami metode penelitian sejarah dan membimbing murid agar lebih memahami paham bahwa sejarah bisa punya beragam seluk-beluk daerahnya. Dengan demikian, versi sehingga tak melulu menilai pemaha- guru akan selalu menghubungkan peris- man anak dengan benar-salah. tiwa nasional dengan peristiwa di daerah tempat dia bertugas. Menjadi sejarawan cilik berarti siswa melakukan kegiatan yang menyerupai cara Pembelajaran sejarah menjadi ber- sejarawan profesional menggali peristiwa makna ketika anak dapat menemukan nilai sejarah, namun tema yang diangkat lebih sebuah peristiwa masa lampau yang dapat ringan dan merupakan sejarah lokal. Den- digunakan untuk memahami kondisi masa gan begitu, guru akan membawa siswa pada kini. Pasalnya, pada dasarnya memahami situasi nyata di lingkungannya. Pengajaran sejarah yakni belajar tentang kemanusiaan sejarah lokal menjadi sarana menerobos dalam segala aspeknya dan bisa melahir- batas antara dunia sekolah dan lingkungan kan kesadaran tentang hakikat perkem- sekitar kehidupan anak sehingga anak se- bangan budaya dan peradaban manusia. cara langsung mengenal dan memahami Hasil belajar inilah yang kemudian dikenal lingkungan terdekatnya. Anak menjadi sebagai kesadaran sejarah (historical con- lebih mudah memproyeksikan pengalaman sciousness). Dan sejatinya tujuan utama masa lampau dengan situasi terkini. pembelajaran sejarah adalah melahirkan kesadaran sejarah. Harapannya, anak akan terdorong un- tuk menjadi lebih peka pada lingkugan “Telah tumbuh benih-benih pengakuan dan mengembangkan keterampilan khu- bahwa yang benar-benar penting dalam se- sus, misalnya mengobservasi, bertanya, jarah adalah justru hidup sehari-hari, yang dan menyusun cerita sejarah untuk dirin- normal, yang biasa, dan bukan pertama-ta- ya sendiri. Hal ini mendorong siswa untuk ma kehidupan luar buasa dari kaum ek- mendapat pengalaman belajar yang bersi- stravagan serba mewah tetapi kosong kon- fat discovery, mereka menemukan ceritan- sumtif. Dengan kata lain, kita mulai belajar ya sendiri. bahwa tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum Pengajaran sejarah lokal ini mengh- rakyat biasa yang sehari-hari, yang barang- adapkan murid maupun guru pada sum- kali kecil dalam harta maupun kuasa, na- ber-sumber sejarah, baik fisik maupun mun besar dalam kesehariannya,” seperti cerita dari narasumber untuk mereka ditulis YB Mangunwijaya. kumpulkan, amati, dan ceritakan ulang. Guru dalam proses ini menjadi rekan, pen- Menjadi Sejarawan Cilik yang Tak damping, dan organisator bagi siswa un- Sekadar Didongengi tuk mengamati pengalaman masa lampau dari generasi terdahulu, menemukan kon- Menciptakan sejarah yang lebih konkret sep-konsep atau ide dasar dalam peristiwa masa lampau. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

62 | Nur Janti Pengamatan sejarah bagi anak bisa Keterkaitan materi dan pembahasan akan dimulai dari rumah sebagai lingkungan ter- melibatkan tidak hanya pikiran tetapi juga kecil, lalu sekolah, tetangga, dan lingkun- emosional, sehingga akan melahirkan ke- gan lokal. Beberapa tema yang bisa diga- sadaran adanya kesinambungan sejarah di li anak untuk mencari sejarahnya sendiri, luar dan di daerahnya sendiri serta antara seperti sejarah keluarga, sejarah desanya masa lalu dengan apa yang terjadi seka- tentang asal usul maupun perkembangan rang. desa sesuai periodisasi, atau monumen se- jarah di daerahnya masing-masing. Dengan mengajak anak menjadi seja- rawan cilik, siswa diajak berkeliling desa Penyampaian sejarah memerlukan ke- memahami tempat-tempat bersejarah di mampuan imajinasi untuk bisa menangkap daerah masing-masing atau mendengar dan menghayati karena pada dasarnya sifat cerita dari tetua desa setempat. Lewat sejarah abstrak. Karena itulah mengum- sini, anak akan diajak menghayati peristi- pulkan jejak-jejak sejarah yang masih bisa wa-perstiwa sejarah, sehingga sejarah bu- disaksikan menjadi penting untuk mem- kan semata ilmu kering penuh hafalan. buat kisah sejarah terasa nyata, meski tidak bisa utuh, persis seperti peristiwa terjadi. Pengajaran sejarah bisa dimulai dari Namun paling tidak, anak merasakannya sejarah keluarga, sejarah desa, atau sejar- langsung, menemui dan mendapat pen- ah produk budaya yang mereka temui se- galaman sejarahnya. hari-hari, seperti cara makan, cara berpa- kaian, dan makanan yang mereka temui. Dengan begitu, belajar sejarah bisa jadi Dengan demikian, pelajaran sejarah hadir tak melulu hafalan. Ada beragam metode untuk memberi kesempatan anak mengenal yang bisa dipilih untuk membuat anak perkembangan dunia sekitarnya, memaha- lebih betah dan tertarik dengan pelajaran mi bahwa dunia terus berubah. Dengan be- sejarah. Model bercerita yang menarik, gitu, anak bisa belajar tentang kehidupan penggunaan audio-visual, atau kunjungan yang ada di sekelilingnya. Bukan dari ke- ke situs sejarah juga bisa mempermudah hidupan raja-raja dan panglima yang bisa anak memahami sejarah tanpa perlu mera- jadi tak ada urusan langsung dengan ke- sa bosan, dan tentu menulis sejarahnya hidupan keseharian anak SD. sendiri. “Kami tidak menganut cara pembe- Namun, bila materi sejarah yang diber- lajaran sejarah dengan mengacu pada ikan tetap berat dipikir untuk dunia anak raja-raja, para panglima, dan poli- dan lagi-lagi membahas masalah politik, tik tinggi, tetapi tentang sejarah ke- agaknya anak perlu dikenalkan dengan hidupan sehari-hari, bagaimana orang sejarah yang lebih konkret dan dekat den- makan, berpakaian, membangun ru- gan mereka, seperti tema-tema yang sudah mah, bergaul, bermain, bekerja, dan disebut sebelumnya. Bila kemudian anak belajar di masa lalu. Juga tentu saja diharuskan memahami peristiwa proklam- tentang penderitaan akibat kerja bak- asi, maka guru sebisa mungkin juga men- tu, perang, penyakit, dan eksploitasi jelaskan peristiwa yang terjadi di daer- oleh kaum yang lebih berkuasa,” (YB ahnya sendiri tepat di momen proklamasi. Mangunwijaya) Dengan materi yang dekat dengan Jurnal Sejarah

Menjadi Sejarawan Cilik: Belajar Sejarah dari Dekat | 63 dunianya, anak jadi bisa lebih bercerita DAFTAR PUSTAKA dan berimajinasi. Dan bahan cerita sejarah yang paling konkret, bisa langsung dira- Wawancara sakan dan ditemui, ada di sekeliling mere- ka, berhamburan, dan belum tersentuh. Seto Mulyadi, Psikolog anak, 19 November 2018. Waluyo Albanjary, Ketua Sub Bagian Kurikulum PENUTUP SD Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, Pembelajaran sejarah yang punya kesan Kemdikbud, 19 November 2018. membosankan tidak sebatas disiasati den- gan metode pembelajaran. Materi sejarah Buku dalam kurikulum kita perlu ditinjau lagi tentang kesesuaian dengan tahapan tum- Dedy Pradipto, Y., Belajar Sejati vs Kurikulum buh kembang anak dan relevansinya den- Nasional: kontestasi kekuasaan dalam gan kehidupan mereka. Materi seyogianya pendidikan dasar, 2007, Yogyakarta: Kanisius. tidak hanya berkutat pada politik makro yang jauh dari jangkauan anak. Fatimah Ibda, “Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget”, dalam Intelektualita, Vol. 3, No. 1, Ada baiknya untuk memberi materi Januari-Juni 2015. yang dekat dengan kehidupan sehari-hari anak SD. Sebagai contoh sejarah keluar- I Gde Widja, Dasar-Dasar Pengembangan Strategi ga, desa, dan produk budaya yang biasa serta Metode Pengajaran Sejarah, 1989, ditemui, seperti es krim, sendok garpu, dan Jakarta: Depdiknas PPLPTK. sejarah guling. Dengan begitu, anak bisa melakukan penelusuran sejarah versinya Joko Sayono, “Pembelajaran Sejarah Di Sekolah: sendiri. Dengan praktik sederhana untuk Dari Pragmatis Ke Idealis”, Juni 2013. jadi sejarawan cilik ini, sejarah bukan se- mata ilmu kering penuh hafalan tapi per- Kuntowidjojo, Pengantar Ilmu Sejarah, 1995, mainan detektif kenangan yang barangkali Yogayakrta: Bentang Pustaka. menyenangkan. Paul Suparno, Teori dan Perkembangan Kognitif Jean Piaget, TT, Yogyakarta: Kanisius. Permendikbud, No. 24 Tahun 2016. Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangn historiagrafi Indonesia, 1982, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

VOLUME 03 | NOMOR 1 | JUNI 2019 Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo Siti Hasanah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada [email protected] ABSTRAK – Artikel ini membicarakan tentang beberapa sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda di Situbondo, diantaranya Hollandsh-Inlandsche School (HIS), Europeesche Lagere School (ELS), dan Meisjesschool. Selain itu juga membicarakan sekolah partikelir Taman Siswa dan Madrasah Moh Alwi sebagai pelopor pendidikan yang tidak hanya mengajarkan santri-santrinya kurikulum keagamaan saja, namun juga mengajarkan baca tulis hitung serta bahasa Belanda. Besuki merupakan pusat administrasi bagi empat kabupaten yang saat ini berdiri menjadi Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi. Tahun 1892 terdapat aturan kewajiban pendidikan dasar harus ada pada setiap karesidenan, Kabupaten, Kawedanan, pusat perdagangan dan beberapa tempat yang dianggap perlu. Selain karena aturan politik etis, banyaknya perkebunan tebu dan kopi yang terdapat di wilayah Situbondo mengharuskan pemerintah kolonial mendirikan sekolah-sekolah guna mencetak tenaga kerja dan pegawai yang murah untuk dipekerjakan di kantor-kantor perkebunan dan tenaga administrasi pemerintahan. Yang menjadi unik pada pendidikan masa kolonial di Situbondo adalah bagaimana keterbukaan masyarakatnya terhadap pendidikan ala barat masa waktu itu di tengah religiusitas masyarakatnya yang tinggi, menjadikan wilayah Situbondo (eks ibukota Karesidenan Besuki) masa kini dengan mudah mengkolaborasikan pendidikan modern dengan pendidikan pesantren. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pendidikan formal berbasis pesantren yang tinggi serta menjadikan Situbondo basis kota santri dan kota bumi sholawat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dan tahapan kerja ilmu sejarah. Mengumpulkan arsip-arsip tulisan dan foto-foto yang didapatkan dari arsip daerah dan dari penggiat sejarah Situbondo. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap pelaku sejarah (mantan siswa HIS dan Sekolah Rakyat) guna melengkapi memori yang seluas-luasnya dalam penggalian perjalanan sejarah pendidikan di Situbondo yang tidak terekam dalam dokumen dan foto. KATA KUNCI – Pendidikan Kolonial, Madrasah, Perkebunan, Situbondo ABSTRACT – This article discuss about several schools established by the Dutch colonial government in Situbondo, including Hollandsh-Inlandsche School (HIS), Europeesche Lagere School (ELS), and Meisjesschool. In addition, it also discussed the private school Taman Siswa and Madrasah Moh Alwi as a pioneer of education that not only teaches their students with religious curricula, but also teaches with literacy and Dutch. Besuki is the administrative center for four districts, which today famous called as Situbondo, Bondowoso, Jember and Banyuwangi Regencies. In 1892 there were rules regarding the obligation of basic education in every residence, Regency, Kawedanan, trade center and some places deemed necessary. In addition to the ethical political rules, the large number of sugar cane and coffee plantations in the Situbondo area. The colonial government established schools to produce cheap labors and employees to be employed in plantation offices and government administrative personnel. What became unique in colonial education in Situbondo was how the openness of the community towards western-style education at that time in the high religiosity in this area. Today, its formed the Situbondo region (the former capital of the Besuki Residency) have saverals schools that collaborate between modern education and pesantren education. This can be seen from the high number of formal pesantren based education and

Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo | 65 formed Situbondo famous with Kota Santri and Kota Bumi Shalawat Nariyah. This research uses historical method that are heuristics, Criticism, Interpretation and historiography. Collect some written archives and photos that obtained from Regional Archives (Situbondo) and from historical activists. In addition, interviews were conducted with historical actors (ex HIS students and the Sekolah Rakyat) to complete the widest possible memory in exploring the history of education in Situbondo which was not recorded in documents and photographs. KEYWORDS – Colonial Education, Madrasah, Plantation, Situbondo PENDAHULUAN ngan enam pabrik gula yang beroperasi sejak jaman kolonial Belanda. Tidak heran Situbondo merupakan salah satu ka- jika daerah ini dikenal di negara Belanda bupaten yang pernah menjadi ibuko- sana sebagai daerah yang makmur. Po- ta Karesidenan Besuki. Dilihat dari tensi dan keistimewaan Situbondo dalam pertumbuhan penduduknya, Karesidenan menopang perekonomian negara Belanda Besuki tahun 1890-1930 memiliki laju terlihat pada tahun 1927 para pembesar pertumbuhan penduduk yang cenderung Eropa merayakan ulang tahun Ratu Wil- meningkat. Dalam periode 1890-1900, helmina secara besar-besaran dan meli- Besuki mengalami besaran pertumbuhan batkan masyarakat untuk memeriahkan tahunan lebih dari 3 persen, jauh lebih acara ini. Sebagai wilayah yang memang dibanding Jawa secara keseluruhan (ku- banyak dihuni oleh para pembesar Eropa rang dari 2 persen). Di Banyuwangi bah- dan pribumi yang tentu berkaitan dengan kan dalam periode 1920-1930 mencapai tingginya perekonomian di bidang pertani- hingga 7,5 persen (Horsmann dan Rutz, an dan perkebunan. Oleh karena itu sejalan 1980:99). Pertumbuhan penduduk Kares- dengan modernisasi yang diterima oleh idenan Besuki selain karena faktor kela- wilayah ini, menggugah para pembesar hiran, juga yang terpenting adalah faktor pribumi maupun Eropa untuk memperha- migrasi, yang menurut Boomgard dikenal tikan kebutuhan tenaga kerja administratif sebagai daerah tujuan migrasi. Wilayah baik di lingkungan pemerintahan maupun ini merupakan salah satu karesidenan di lingkungan administrasi kerja. Un- Jawa dengan penduduk migran tertinggi tuk mengatasi hal tersebut adalah dengan (Boomgard, 1989:177). Migrasi ini dom- memberikan pendidikan untuk penduduk inan dilakukan orang-orang Madura ke pribumi guna menghasilkan para pekerja Jawa yang memang didorong oleh kepent- administratif tanpa harus mendatangkan ingan ekonomi, dikarenakan lingkungan dari negeri Belanda. Madura sendiri yang kurang subur sehing- ga penduduk Madura banyak yang bermi- Historiografi Situbondo hingga saat grasi untuk menjadi buruh-buruh perke- ini dominan dihubungkan dengan nara- bunan dan menetap di wilayah Besuki. si Pelabuhan Panarukan, Pabrik Gula dan Situbondo sendiri merupakan daerah sen- administrasi Besuki. Sebagai wilayah yang tra dari ibukota Karesidenan Besuki. banyak ditinggali oleh pembesar Eropa tentu saja banyak aspek yang belum terja- Situbondo sentra penghasil gula de­ Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

66 | Siti Hasanah mah dan belum banyak dieksplorasi oleh pewarisan jabatan dalam Regeeringsregle- para peneliti. Salah satunya tentang kebu- ment tahun 1836 yang mengijinkan rakyat tuhan tenaga kerja dan pendidikan. Tulisan pribumi tetap berada dibawah pimpinan ini bertujuan untuk membuka tabir sejarah dan kekuasaan langsung dari kepala-kepa- pendidikan di Situbondo dengan cara me- la mereka sendiri, sejauh keadaan mengi- metakan sekolah-sekolah yang pernah ber- jinkan. Ide dalam Regeerinsreglement diri di Situbondo semasa kolonial Belanda tahun 1854 tetap dipertahankan. Namun dan Jepang. demikian pada tahun 1870-an ketika im- plementasi kebijakan modernisasi menca- METODE pai puncaknya, pengangkatan bupati tidak lagi semata-mata berdasarkan keturunan, Metode yang digunakan dalam penelitian tetapi status dalam standar tertentu diper- ini adalah metode dan tahapan kerja ilmu oleh berdasarkan usaha (achieved status) sejarah. Metode sejarah menurut Louis yang pada umumnya didasarkan pada pen- Gottschalk ada empat tahapan yaitu (1) didikan barat (Retno Winarni, 2012 : 28). pengumpulan sumber yang berasal dari zaman itu dan pengumpulan bahan-bahan Beberapa kategori harus dimiliki oleh tercetak, tertulis, dan lisan yang boleh jadi para kandidat ambtenaar (calon pegawai) relevan (heuristik) dalam hal ini meng- yang akan melamar pekerjaan (Overduyn, umpulkan arsip-arsip tulisan, ijazah dan 190 : 4-21). Kelima kategori tersebut yai- foto-foto dari pelaku sejarah dan penggiat tu, pertama lulus diploma Hoofdenschool sejarah. Mengingat foto merupakan media yaitu sekolah khusus untuk calon pejabat yang tidak dapat berdiri sendiri sehingga (Bijblad 4762 tahun 1864). Kedua, diplo- perlu diperiksa silang melalui metode se- ma Klein ambtenaarsexamen, adalah uji- jarah lisan (oral history). Metode sejarah an untuk para pegawai rendahan. Ketiga, lisan dilakukan terhadap pelaku sejarah memiliki sertifikat yang menerangkan bah- (mantan siswa HIS dan Sekolah Rakyat) wa seorang calon pejabat telah mengikuti guna melengkapi memori yang seluas-lu- kursus Europesche School. (Artikel 6 dari asnya dalam penggalian perjalanan sejarah Staadsblad van Nederlandsch Indie, no pendidikan di Situbondo yang tidak ter- 194, 1864 dalam Winarni). Khusus jabatan ekam dalam tulisan. (2) menyingkirkan ba- menengah dan atas, pelaksanaan peraturan han-bahan yang tidak otentik (kritik sum- itu sudah mulai sejak tahun 1863, dengan ber), (3) interpretasi, dan (4) historiografi. mewajibkan ujian khusus bagi calon-calon (Louis Gottschalk, 1986:18). pejabat. Ujian ini dinamakan grottambte- naarsexamen. Ujian itu mula-mula hanya PEMBAHASAN ada di negeri Belanda yaitu di Delf dan Leiden, tetapi kemudian diadakan juga di Sekolah Kabupaten Batavia, dengan dibukanya bagian B di Gymnasium Willem III pada tahun 1867. Keresahan sempat melanda para bupati Sementara Kleinambtenaaexamen awaln- atas nasib anak-anak mereka akibat mun- ya yaitu pada tahun 1867 diwajibkan kepa- culnya Peraturan Pemerintah tentang asas da pegawai rendahan dalam birokrasi kolo- Jurnal Sejarah

Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo | 67 nial. Para pegawai ini kebanyakan adalah Barat (Simbolon, 1995 : 226). golongan Indo. Namun demikian keten- Di Karesidenan Besuki pendidikan tuan ini pun akhirnya juga berlaku bagi pegawai pemerintahan pribumi (Simbolon, Barat bagi anak bupati sudah dikenalkan 1995 : 178). Di Karesidenan Besuki, groot- sejak tahun 1829. Pada tahun tersebut Bu- tambtenaarsexamen tampaknya belum dit- pati I Besuki mendirikan Sekolah Kabu- erapkan. Belum ditemukan sumber yang paten yang tempat belajarnya di rumah bu- bisa dijadikan bukti tentang pelaksanaan pati. Guru-guru yang mengajar di sekolah peraturan ini. Malahan di Jawa dan Madura ini adalah pegawai Belanda, yang digaji pun peraturan ini belum bisa direalisasikan dengan uang bupati sendiri. Sekolah Kabu- (Herlina Lubis, 19998 : 36-37). paten ini tidak hanya menerima murid-mu- rid anak-anak bupati, dan kerabat dekat Strategi adaptasi berusaha dilakukan bupati, tetapi juga terbuka kesempatan oleh para bupati dalam rangka menghadapi bersekolah bagi anak-anak dari para pega- tuntutan baru dari pemerintah kolonial. Hal wai di Kabupaten Besuki (Retno Winarni, ini terkait dengan kekhawatiran terhadap 2012:29). Adapun yang bertindak sebagai masa depan anak-anak mereka. Oleh kare- pimpinan sekolah adalah Residen Besu- na itu para bupati menyadari akan penting- ki, B.C Verploegh, yang berperan sebagai nya pendidikan Barat pada anak-anak mer- pelindung dan pimpinan sekolah adalah eka. Salah satu upaya yang mereka lakukan Bupati Besuki sendiri yaitu Raden Adipati adalah berusaha memanfaatkan hubungan Ario Prawiro Adiningrat I. Guru-guru dari mereka dengan orang-orang Belanda guna sekolah ini adalah J. Kooij, J.H Dickelman, memperkenalkan anak-anak mereka terha- JH. Hagestein, serta seorang sekretaris yai- dap tradisi dan budaya Barat. Para bupati ti- tu J.C.G Borwater). Akhir tahun 1854, di dak mengalami kesulitan untuk mendekat- sekolah ini masih berjalan, dengan jum- kan anak-anak mereka dengan keluarga lah murid 24 orang, dan murid-muridnya Belanda. Sebaliknya, beberapa keluarga hanya terdiri dari anak-anak bupati dan Belanda juga ingin memberikan teman anak-anak para kepala pribumi yang lain. bermain yang serasi bagi anak-anaknya, Di Banyuwangi sekolah sejenis didirikan sehingga mereka juga mengundang pemu- pada tahun 1852 (Verslag van het beheer da-pemuda pribumi dari keturunan bang- en den staat (Utrecht : Kemink En Zoom, sawan untuk dipersilakan tinggal di dalam 1858 :67 dalam Retno Winarni). rumahnya. Dari sudut pandang priyayi, hal ini merupakan kesempatan yang berguna Sekolah-Sekolah Kolonial Belanda di untuk mempelajari cara hidup kasta yang Situbondo berkuasa dan mengadakan kontak-kontak yang berharga. Peranan dari patron-pa- Pasca Sekolah Kabupaten yang ada di tron seperti itu, yang terdiri dari pejabat Situbondo, belum banyak ditelusuri ten- BB setempat, sangat menentukan dalam tang tahun yang tepat untuk pendirian HIS membentuk karir pribadi pribumi, dan dis- yang ada di Kabupaten Situbondo. Pasca amping itu dalam memperkuat momentum Sekolah Kabupaten memang terdapat tiga yang menghendaki berlakunya pendidikan lembaga pendidikan tingkat sekolah dasar Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

68 | Siti Hasanah (Soewarto 89 tahun, 2018). Sekolah-seko- 3. Sekolah Dalam Jangka Waktu Tujuh lah itu terdiri dari: Tahun Sekolah tersebut terdiri dari enam lembaga 1. Sekolah Dalam Jangka Waktu Tiga pendidikan yang diantaranya yaitu Tahun a. ELS Masa pendidikan dari sekolah ini mengha- ruskan selama tiga tahun untuk mendapa- Europeesche Lagere School (Sekolah tkan ijazah. Sekolah tersebut dinamakan Dasar Eropa) dahulunya berlokasi di Volksschool atau Sekolah Desa yang didi- Jalan kartini sebelah barat pendopo Ka- rikan pada tahun 1907, menurut Brugman bupaten Situbondo atau saat ini menjadi sekolah ini hanya dikhususkan untuk mas- gedung perpustakaan daerah Situbondo. yarakat pertanian (J. Brugmans, 1938:289). Para muridnya hanya berasal dari kalan- Sekolah ini juga didirikan di Situbondo gan anak-anak pembesar Eropa dan Cina, mengingat daerah perkebunan dan pertani- khususnya yang orang tuanya bekerja di an. Untuk di Situbondo, dahulu lokasinya berbagai pabrik gula Situbondo dan Pra- berada di beberapa kecamatan antara lain jekan. Di awal abad 20, Bahasa Belanda berlokasi di jalan Sawunggaling, Besuki sudah menjadi primadona dan diajarkan di yang kini bernama Sekolah Dasar Besuki sekolah-sekolah karena bahasa ini menja- V dan Besuki VIII. Tujuan awal dari pendi- di penting ketika masuk dalam pekerjaan dikan ini adalah untuk memenuhi kebutu- bisnis kolonial maupun pelayanan sipil han mandor pabrik gula di Situbondo. Sep- (Kees Groeneboer, 1998). erti yang kita ketahui bahwa pabrik gula di Situbondo terdapat 6 pabrik diantaranya di Besuki, Wringin Anom, Olean, Tanjungsa- ri, Panji, dan Asembagus. 2. Sekolah Dalam Jangka Waktu Lima Tahun Masa pendidikan lima tahun untuk Foto anak-anak Europeesche Lagere School Situ- mendapatkan ijazah. Sekolah tersebut dise- bondo. Saat ini menjadi gedung Perpustakaan Daer- but sebagai Tweede Inlandsche School (Se- ah Situbondo.Sumber: koleksi pribadi Abdul Halek kolah Pribumi Kedua atau Sekolah Ongko Loro) dan Vervolgschool (Sekolah Lanju- b. HIS tan). Situbondo memiliki 2 buah Sekolah lanjutan yang hingga saat ini lokasinya be- Hollandsch Inlandsche School (Sekolah rada di jalan Jaksa Agung Suprapto, yaitu Pribumi Belanda) sebenarnya merupakan di sisi timur dan barat jalan tersebut. Semua pergantian dari “the First-Class school” gurunya adalah warga pribumi (Soewarto 89 tahun, 2018). Jurnal Sejarah

Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo | 69 di tahun 1914.3 Gedungnya tidak beru- Siswa-siswi HIS Situbondo di depan gedung seko- bah, saat ini menjadi Sekolah Dasar Neg- lah. Saat ini menjadi SDN 3 Patokan Situbondo. eri 3 Patokan, tepat berada di depan Gor Sumber: Koleksi Foto Pribadi Abdul Halek Baluran Situbondo. Sebagian besar mu- ridnya terdiri dari anak-anak aembtenaar Gurunya berjumlah 7 orang yang ter- atau pegawai negeri dan ada pula bebera- diri dari 6 pribumi yang bernama Meneer pa orang anak dari etnis Cina. Sejak kelas atau tuan guru Gantil, Soetomo, Tayib, satu para murid sudah mulai diperkenalkan Soekardi, Soerjosoebroto, dan Moentahar bahasa Belanda. Khusus untuk murid yang serta seorang kepala sekolah orang Belan- duduk di kelas 6 diberi pelajaran tamba- da yang bernama Meneer atau guru A. Twi- han bahasa melayu seminggu sekali pada est. Terdapat salah seorang guru HIS yang sore hari. Selepas dari HIS Situbondo, mu- tampak pada foto yang berlokasi di depan rid-muridnya biasanya melanjutkan ke jen- gedung GOR Baluran saat ini, di pojok jang yang lebih tinggi di Jember (termasuk kanan dan menggunakan jarik (kain pan- bapak Suwarto yang diwawancarai) yaitu jang) merupakan Meneer Soekardi (wa­ untuk menempuh sekolah lanjutan MULO wancara dengan Soewarto 89 tahun, 2018). (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau Para guru mengenakan pakaian lengkap Sekolah Menengah Pertama) yang saat itu yaitu menggunakan celana panjang dan hanya berada di kabupaten Jember, Malang jas berwarna putih, dasi berwarna hitam, dan Probolinggo. dan bersepatu. Satu-satunya guru yang me- makai blangkon dan kain panjang adalah Foto diambil dari depan gedung GOR Baluran Situ- Meneer Suhardi, yaitu guru dari kelas 4. bondo. Saat ini (seberang SDN 3 Patokan yang da- Oleh karena pada masa itu belum ada mo- hulunya merupakan gedung HIS). Sumber: Koleksi bil, sepeda motor, dan becak seperti seka- Foto Pribadi Abdul Halek rang maka para guru menggunakan sepeda. Menurut penuturan dan pengalaman masa 3  Director of Education and Religious Affairs lalu oleh Bapak Soewarto, para orangtua [DERA] to Gouvernor General [GG], 17 Mar. 1913 and dari murid-murid HIS berlangganan dokar 20 Nov. 1914, in S.L. van der Wal, Het onderwijsbeleid untuk setiap hari rutin mengantar dan men- in Nederlands-Indië 1900-1940: Een bronnenpu- blikatie jemput anak-anak mereka. Setiap pagi (Groningen: J.B. Wolters, 1963), pp. 227 , 286-8; J. Kats, mereka menunggu dipinggir jalan rumah Overzicht van het onderwijs Nederlands-Indië (Batavia: masing-masing untuk menunggu jemputan Landsdrukkerij, 1915), hlm. 19 dalam Agus Suwignyo, The Greet Depression and the changing trajectory of public education policy in Indonesia 1930-42 in Journal of Southeast Asian Studies, vol 44. No 3 (Oktober 2013), pp. 465-489. Cambridge University Press on behalf of Departemen of History, National University of Singapore. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

70 | Siti Hasanah dokar menuju sekolah. Waktu belajarnya d. Madrasah Mohammad Alwi: Pelopor dari jam 7 pagi hingga jam 1 siang. Madrasah Pertama di Situbondo c. Meisjesschool Menelusuri perjalanannya lembaga pen- Meisjesschool (Sekolah Perempuan) mer- didikan madrasah memang sudah lama upakan bentuk pendidikan Belanda ber- dikenal di daerah Jawa Timur. Madrasah jangka waktu lima tahun. Bekas gedungn- Jawa Timur pertama didirikan oleh Nizam ya masih digunakan sebagai Sekolah Dasar El Muluk, yaitu seorang menteri dari dun- Patokan V. Sekolah tersebut khusus untuk ia Arab ( Sejarah Pendidikan Daerah Jawa perempuan yang pada umumnya adalah Timur, hlm. 68). Untuk madrasah pertama anak pegawai negeri atau dari kalangan di Situbondo didirikan oleh Mohammad keluarga religius yang menginginkan anak Alwi, merupakan putra dari H. Gamaroes perempuannya bersekolah terpisah den- Zaman, seorang hakim penghulu pertama gan laki-laki. Di sekolah ini anak perem- di Situbondo. Berasal dari status sosial yang puan diajarkan untuk mengikuti kursus dan tinggi, maka Mohammad Alwi memiliki pelatihan pekerjaan yang berkaitan dengan kesempatan untuk dapat mengenyam pen- keterampilan perempuan dan melatih mer- didikan barat yang tidak semua anak dapat- eka menjadi ibu rumah tangga yang baik. kan yaitu dapat menempuh pendidikan for- Di masa Pak Soewarto bersekolah di HIS, mal di HIS Situbondo. Pasca mengenyam guru dari Meijesschool berjumlah 7 orang pendidikan formal di HIS, sebagai putra terdiri dari 6 orang warga pribumi dan seo- dari hakim penghulu di Situbondo M. Alwi rang kepala Sekolah yang berwarga Belan- juga berkesempatan mengenyam pendi- da bernama Banizeth (Soewarto 89 tahun, dikan pesantren di Termas Ponorogo atas 2018). perintah ayahnya. Pasca pulang dari pendi- dikan pesantren di Ponorogo, beliau men- Foto siswi-siswi Meijesschool Situbondo (Sekolah jadi seorang pegawai pemerintahan daerah Perempuan). Gedungnya saat ini menjadi lokasi di Situbondo. Melihat kondisi pendidikan SDN 5 Patokan. Sumber: Koleksi Foto Pribadi Ab- yang minim ketika masa itu, tergerak hat- dul Halek inya untuk mendirikan sebuah madrasah di tahun 1895 yang terletak di kelurahan Dawuhan RT 2 RW 1. Madrasah ini ma- sih menjadi satu-satunya madrasah pribu- mi mengingat pendidikan bagi masyarakat pribumi masih di batasi. Agar para santri tidak ketinggalan dan tidak kalah dengan murid-murid dari sekolah formal, Moh. Alwi yang sebelumnya juga pernah berke- sempatan mengenyam pendidikan HIS pada akhirnya juga mengajari para santri untuk juga berhitung dan mengajari baha- sa belanda. Masa-masa pergerakan nasio­ Jurnal Sejarah

Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo | 71 nal, Moh. Alwi juga aktif bergabung dalam e. HCS pergerakan Hisbullah Situbondo. Di tahun 1940 saat situasi politik di Indonesia dan Hollandsche Chineesche School (Sekolah juga di Situbondo memanas, oleh karenan- Cina Belanda) merupakan sekolah yang di- ya madrasah ini juga menjadi incaran para dirikan oleh pemerintah kolonial Belanda kolonial Belanda. Menurut Isum Al-Faridi di Indonesia khusus untuk anak-anak dari (60 tahun) yang merupakan cucu dari Moh. etnis Tionghoa. Awalnya sekolah ini didi- Alwi mengatakan bahwa di tahun-tahun rikan untuk menandingi sekolah-sekolah perang kemerdekaan di madrasah terse- Tiong Hoa Hak Tong, yang merupakan but sudah tidak ada lagi kegiatan belajar sekolah yang didirikan oleh perkumpulan megajar, namun tempatnya digunakan un- Tionghoa yang merasa didiskriminasi oleh tuk tempat para pejuang di Situbondo men- pemerintah kolonial Belanda. Pertama kali gadakan rapat dan markas dalam menga- sekolah Tiong Hoa Hak Tong dibangun tur strategi perang. Pasca kemerdekaan di di Jakarta tahun 1901, lalu kekhawatiran tahun 1950, gedung ini akhirnya berubah pemerintah kolonial atas banyaknya anak- fungsi menjadi kantor Masyumi Situbon- anak yang bersekolah di sekolah ini lalu do dan Moh. Alwi sendiri menjadi kepala menjadi progresif, lalu pemerintah kolo- Penerangan di Kabupaten Panarukan (Ab- nial Belanda mencoba untuk mendirikan dul Halek, 2018). dan mewadahi anak-anak etnis Tionghoa dengan mendirikan Hollands Chineese Siswa-siswi Madrasah Moh. Alwi. Sumber: Koleksi School (HCS). HCS didirikan tahun 1908 Foto Pribadi Abdul Halek dengan model sekolah gaya Barat namun khusus etnis Cina (Ming T.N Govaars-Tjia, 2005:85). Selanjutnya HCS berkembang di berbagai daerah dan di Karesidenan Besu- ki. Lokasi sekolah HCS masa pemerintah- an kolonial Belanda di Situbondo, saat itu berada di sisi sebelah timur alun-alun Situ- bondo (utara jalan Diponegoro saat ini). Pendirian sekolah HCS mengingat banyak- nya etnis Tionghoa yang berada di wilayah Karesidenan Besuki. f. Taman Siswa Bangunan Madrasah Moh. Alwi saat ini menjadi Taman siswa adalah lembaga pendidikan rumah salah seorang warga, namun arsitektur ru- partikelir yang didirikan oleh tokoh pen- mah di dalam pagar tidak berubah. Sumber: Koleksi didikan tingkat nasional bernama KH. Foto Siti Hasanah Hajar Dewantara. Pendirian Taman Siswa yang awalnya hanya di Yogyakarta hingga merambah ke berbagai wilayah dan residen merupakan sebuah wujud ketidakpuasan Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

72 | Siti Hasanah Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan Rumah mantan Asisten Residen yang pernah men- pemerintah Belanda yang tidak merata. jadi tempat belajar mengajar sekolah Taman Siswa Beberapa alasan sekolah taman siswa didi- Situbondo, saat ini menjadi milik atas nama Polres rikan di berbagai daerah diantaranya: Pen- Situbondo. Sumber: Koleksi Siti Hasanah didikan yang diselenggarakan pemerintah kolonial bertujuan hanya terbatas untuk 4. Sekolah Masa Kolonial Jepang di memenuhi tuntutan tenaga kerja, pend- Situbondo ikan yang diadakan pemerintah kolonial hanya sebatas bisa membaca dan menulis, Setelah Pemerintahan Kolonial Hindia Be- bukan tujuan mencerdaskan pribumi, dan, landa menyerah kepada Jepang dalam bu- pendidikan dari pemerintah kolonial bu- lan Maret 1942, berdasarkan Undang-un- kan untuk membenahi kedudukan pribumi dang nomor 12 tentang pembukaan sekolah dan tidak untuk memelihara cita-cita ke- dan aturan tentang sekolah, menetapkan manusiaan, tetapi untuk menjadikan anak bahwa sekolah-sekolah pada masa pemer- jajahan yang patuh dan menjadikan anak intahan Belanda yang ditutup akibat pera- Indonesia sebagai alat pemerintah kolonial lihan kekuasaan antara Belanda ke Jepang (Tauchid, 1955 : 101). Oleh karena itu, di kembali dibuka pada 29 April 1942. Seko- Situbondo yang notabenenya merupakan lah dasar pada masa pemerintahan Belanda wilayah yang banyak masyarakat pribumi seperti Volkschool (Sekolah Desa), Sekolah dan menjadi wilayah yang penting bagi Kelas Dua atau Sekolah Pribumi Lengkap para buruh perkebunan gula dan kopi, se- (Volledige Tweede Klas School), Hollands hingga Taman Siswa juga didirikan disini. Inlandsche School (HIS), Schakelschool di Taman Siswa awal pendiriannya berlokasi masa pendudukan Jepang semua berganti di sisi utara jalan Basuki Rahmat (Timur nama menjadi Sekolah Rakyat (Kan Po, Simpang Empat saat ini). Tempat bela- 2603/1943, hlm.12). Perubahan itu juga jar mengajarnya merupakan bekas rumah secepatnya terjadi di Situbondo, sekolah Asisten residen yang tidak lagi ditempati. yang sebelumnya bernama HIS diganti Tahun 1938 kepala sekolah Taman Siswa dengan nama menjadi Sekolah Rakyat No di Situbondo bernama Soetjipto (Soewar- 1 Situbondo dengan kepala sekolah berna- to, 89 tahun, 2018). ma Moentahak, merupakan pribumi yang sebelumnya sempat menjadi salah seorang Taman Siswa untuk mewujudkan pen- didikan nasional menggunakan kurikulum dengan inti tujuannya antara lain: isi kuri- kulum bersifat kebudayaan nasional, pela- jaran yang diberikan harus dapat menum- buhkan semangat kebangsaan, pelajaran harus memuat pendidikan moral, Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pen- gantar, sementara bahasa daerah diajarkan secukupnya di daerah masing-masing ( Ahmadi, 1987: 55-56) Jurnal Sejarah

Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo | 73 guru HIS. Gedung yang dipakai oleh Seko- 24 Maret 1943 dengan ijazah bertuliskan lah Rakyat Situbondo tetap menggunakan huruf Jepang. Sedangkan lulusan kedua gedung sekolah HIS. Pada Sekolah Rakyat terjadi pada tanggal 24 Maret 1944 yang mata pelajaran ada 16 jenis terdiri dari: memperoleh ijazah sama dengan tahun se- belumnya. Soewarto merupakan salah satu a. Syamsin (Latihan Cohaui) dari tiga orang murid yang memiliki nilai tertinggi di Sekolah Rakyat, sehingga be- b. Nippon go (Bahasa Nippon) liau diberi surat penghargaan khusus yang juga bertuliskan huruf Jepang. Pada tahun c. Malai go (Bahasa Melayu) 1944 Soewarto melanjutkan sekolahnya di Jember. Hanya terdapat 6 (Enam) orang d. Jihon go (Bahasa Daerah) yang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, yang mana terdiri dari 4 (Em- e. Rekisi (Sejarah) pat) orang ke sekolah menengah pertama (Gyakko) di Jember dan 2 (Dua) orang ke f. Jiri (Ilmu Bumi) Sekolah Pertanian (No Gyakko) di Bon- dowoso. g. Sansua (Ilmu Berhitung) h. Rika (Ilmu Alam) i. Tairen (Latihan Jasmani) j. Ongaku (Seni Suara) k. Syuazi (Latihan Menulis) l. Koosaku (Latihan Kerajinan) m. Yugo (Latihan Menggambar) n. Gyan (Latihan Bekerja) o. Zitugyoa (Perusahaan) p. Kosai (Urusan Rumah Tangga) Untuk menanamkan rasa hormat dan Hasil nilai raport Bapak Soewarto 89 Tahun, Siswa kagum terhadap Jepang, oleh karena itu Sekolah Rakyat Situbondo. Sumber: Dokumen pelajaran bahasa dan kebudayaan Jepang Pribadi Bapak Soewarto diajarkan di semua sekolah (Sumarwo- to, 2004 : 72 dan 77). Anak-anak Sekolah Rakyat di Situbondo juga sebelum memu- lai pelajaran dan memasuki kelas terlebih dahulu wajib mengikuti seremonial acara di halaman sekolah mengikuti aba-aba dari pimpinan upacara untuk menghadap ke arah Tokyo, untuk memberi hormat kepa- da Raja Jepang bernama Tenno Heika dan bernyanyi lagu kebangsaan Kimigayo. Menelusuri perjalanan salah satu nara- sumber sekaligus pelaku sejarah yang mengalami masa sekolah di HIS dan Se- kolah Rakyat, Soewarto (89 tahun). Beliau merupakan lulusan pertama dari Sekolah Rakyat dengan ijasah kelulusan tertanggal Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

74 | Siti Hasanah Surat Keterangan Sekolah Menengah milik bapak Soewarto (89 tahun) yang di keluarkan di Djember 23 Agustus 1948. Sumber: Dokumen Pribadi Bapak Soewarto PENUTUP Pasca peralihan kekuasaan Belanda ke Jepang, akh- Kesadaran akan pentingnya pendidikan di irnya Bapak Soewarto dialihkan ke Sekolah Rakyat wilayah Karesidenan Besuki khususnya (gedung sekolahnya tetap berada di gedung sekolah Situbondo memang sudah sejak awal abad HIS yaitu sekolah Soewarto sebelumnya) dan di ta- ke 19 tepatnya tahun 1829 Bupati Besuki hun 1944 lulus dari SD Istimewa. Sumber: Doku- sendiri yaitu Raden Adipati Ario Prawiro men Pribadi Bapak Soewarto Adiningrat I membuka Sekolah Kabu- paten. Guru-guru dari sekolah ini adalah J. Kooij, J.H Dickelman, JH. Hagestein, serta seorang sekretaris yaitu J.C.G Bor- water). Perkembangan pendidikan lebih digencarkan lagi atas prakarsa Politik Etis disamping terkait dengan mencetak para pegawai murah tanpa harus mendatangkan dari negeri Belanda. Hal ini erat berkaitan dengan wilayah Situbondo yang potensial dalam perkebunan dan pabrik gula sehing- ga membutuhkan tenaga administrasi dan pegawai yang lebih banyak. Oleh karena itu, di Situbondo sendiri sudah mulai di- dirikan beberapa sekolah pendidikan barat atas prakarsa Pemerintah Kolonial Belan- da, meskipun kebanyakan adalah sekolah rendah yang kebutuhan pemerintah kolo- nial hanya terbatas pada pemenuhan tenaga kerja administratif. Selain sekolah-sekolah yang diprakarsai oleh pemerintah kolonial Belanda, terdapat sekolah partikelir (swas- ta) yang ada di Situbondo diantaranya Ta- man Siswa dan Sekolah Madrasah Moh. Alwi, yang pada akhirnya menjadi pelopor sekolah madrasah pertama di Situbondo yang kurikulum didalamnya tidak hanya pendidikan agama namun juga pendidikan formal seperti baca tulis huruf latin dan mempelajari bahasa Belanda. Sentuhan Jurnal Sejarah

Potret Pendidikan Masa Kolonial di Situbondo | 75 pendidikan kolonial barat yang pada akh- merupakan lulusan HIS Situbondo dan Sekolah irnya juga merambah pada banyak pesant- Rakyat 1 Situbondo. ren yang berusaha memasukkan pengaja- ran umum dan secara tidak langsung juga Buku menjadi satu celah masuknya modernisasi di kalangan pesantren. Ini yang memben- Ahmadi. 1987. Pendidikan dari Masa ke Masa. tuk wajah pendidikan di Situbondo saat Bandung: Armico. ini, yakni pendidikan formal berbasis pe- santren lebih banyak ditemui di daerah ini. Brugmans, J. 1938. Geschiedenis van het onderwijs Sejarah panjang inilah yang juga memben- in Nederlandsch-Indie. Groningen & Batavia: tuk Situbondo menjadi kota santri dan kota J.B Wolters. bumi shalawat nariyah. Boomgaard, Peter. 1989. Children of The Colonial Kajian tentang sejarah pendidikan di State: Population Growth and Economic Situbondo seolah menjadi alternatif baru Development in Java, 1795-1880. Amsterdam: dalam historiografi di Situbondo di tengah Free University Press. historiografi Situbondo yang lebih banyak pada sejarah perkebunan dan kemariti- Horsmann, K dan W. Rutz, 1980. The Population man. Melalui berbagai sumber yang dapat Distribution on Java 1971: a Map of Population ditelusuri dari koleksi foto Moh. Halek dan Density by Sub-Districts and Its Analyst. Tokyo: beberapa memori masa lalu dari pelaku Institute of Developing Economics. sejarah, historiografi pendidikan di Situ- bondo mulai memiliki harapan untuk ter- Groeneboer, Kees. 1998. Gateway to the West: The us ditelusuri. Heuristik dalam artikel ini Dutch langaunge in Colonial Indonesia 1600- tentu sangat terbatas dengan waktu, oleh 1950: a History of language policy, trans. Myra karenanya artikel ini perlu banyak masu- Scholz. Amsterdam: Amsterdam University kan dan kritikan guna terus memperbaiki Press. historiografi pendidikan di Situbondo dan penelitian-penelitian lanjutan terkait pen- Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: didikan di Situbondo juga masih menjadi Penerbit Universitas Indonesia, 1986. lahan basah untuk terus ditelusuri. Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Menak DAFTAR PUSTAKA Priangan 1800-1942. Arsip Overduyn F.K “Benoeming, Promosie en Pensioneering van Inslandsche Ambtenaren Staadsblad van Nederlandsch Indie, no 194, 1864). of Java en Madoera” TBB. 19de deel, no 1-6. Tauhid, Mohammad. 1955. Perguruan Partikelir. 1900. (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Winarni, Retno. “Bertahan di Tengah Menguatnya Siswa). Kekuasaan Kolonial dan Modernisasi: Bupati- Bupati di Karesidenan Besuki Jawa Timur 1820- Wawancara an 1930an”, Disertasi, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2012. Bapak Soewarto (89 tahun) pelaku sejarah, T.N. Goovaars-Tjia, Ming. 2005. Dutch Colonial Education: The Chinese experience in Indonesia, 1900-1942, trans: Lorre Lynn Trytten. Singapore: Chinese Study Centre. Foto Koleksi pribadi milik Abdul Halek, merupakan tokoh penggiat sejarah Situbondo. Koleksi Bapak Soewarto (89 tahun) pelaku sejarah, merupakan lulusan HIS Situbondo dan Sekolah Rakyat 1 Situbondo. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

VOLUME 03 | NOMOR 1 | JUNI 2019 PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 Joshua Jolly Sucanta Cakranegara Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta email: [email protected] ABSTRAK – Artikel ini bertujuan membahas salah satu episode dalam sejarah pendidikan sejarah di Indonesia, yaitu Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), khususnya pada periode awal penerapannya, yakni pada tahun ajaran 1984/1985. Sumber utama dalam penulisan artikel ini adalah surat kabar yang merekam dinamika PSPB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mata pelajaran PSPB dirancang untuk diterapkan di setiap lapisan pendidikan formal di Indonesia, mulai dari Taman Kanak- kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga Perguruan Tinggi (PT). Sejak awal keberadaannya, PSPB menarik perhatian para peneliti dan pemerhati sejarah serta khalayak luas. Pada lapisan atas, antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) serta banyak ahli sejarah, PSPB menuai kritik tajam. Pada lapisan bawah, pro-kontra para guru yang harus mengimplementasikan kebijakan ini turut berpengaruh dalam dinamika PSPB. PSPB yang pada dasarnya menekankan nilai afektif dalam pendidikan sejarah juga mempengaruhi perkembangan historiografi Indonesia pada masa itu. Oleh sebab itu, PSPB merupakan bagian tak terpisahkan untuk melihat salah satu episode dalam sejarah pendidikan sejarah sekaligus sejarah penulisan sejarah di Indonesia. KATA KUNCI – PSPB, kebijakan pendidikan, nilai afektif, pro-kontra, dan historiografi. ABSTRACT – This article aims to discuss one of the episodes in the history of historical education in Indonesia, namely Historical Education of the Nation’s Struggle (PSPB), especially in the initial period of its application, i.e. in the academic year 1984/1985. The main source in writing this article is a newspaper that records the dynamics of PSPB. The result of this study shows that PSPB subject is designed to be applied at every level of formal education in Indonesia, ranging from kindergarten (TK), elementary school (SD), junior high school (SMP), high school (SMA), to college (PT). Since its inception, PSPB has attracted the attention of researchers and observers of history and the wider audience. At the top, between the Ministry of Education and Culture (Depdikbud) and many historians, PSPB has received sharp criticism. At the lower levels, the pros and cons of the teachers who have to implement this policy also influenced the dynamics of PSPB. PSPB which basically emphasizes affective value in historical education also influences the development of Indonesian historiography at that time. Therefore, PSPB is an integral part of seeing one episode in the history of historical education as well as the history of historical writing in Indonesia. KEYWORDS – PSPB, education policy, affective value, pros and cons, and historiography.

PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 77 PENDAHULUAN didikan dan pengajaran sejarah, yang ser- ing digunakan untuk membahas tema ini, Mengulas sejarah penulisan se- memiliki perbedaan yang cukup berarti. jarah (historiografi) Indonesia Taufik Abdullah menyatakan bahwa antara tidak akan habis-habisnya den- pengajaran atau onderwijs dengan pendi- gan persinggungan tiga hal utama, sesuai dikan atau opvoeding memiliki perbedaan dengan apa yang disampaikan oleh H.A.J. konseptual yang sebenarnya sudah dile- Klooster, yaitu sejarah populer (de popu- bur (Abdullah dalam Depdikbud, 1998: laire geschiedschrijving), sejarah ilmiah 43). Akan tetapi, Culemborg, sebagaima- (de wetenschappelijke geschiedschrijving), na dikutip oleh Sarita Pawiloy, menya- dan sejarah dalam ranah pendidikan (het takan bahwa pengajaran diartikan sebagai geschiedenisonderwijs) (Klooster, 1985: perkembangan akal, sedangkan pendidikan 1). Pengklasifikasian ini tidak jauh berbeda tertuju pada pembinaan watak (Pawiloy dengan apa yang disampaikan Taufik Ab- dalam Depdikbud, 1991: 124). Perbedaan dullah dan Abdurrachman Surjomihardjo. konseptual di antara keduanya perlu dipa- Menurutnya, genre penulisan sejarah In- hami, sekalipun dalam banyak hal keduan- donesia ada tiga, yaitu sejarah ideologis, ya disamakan pengertiannya. sejarah pewarisan, dan sejarah akademis (Abdullah dan Surjomihardjo, 2016: 29- Mengingat tujuan dan fungsi histo- 30). Semua jenis historiografi tersebut riografi Indonesia sebagai cara untuk mem- bukanlah sekadar merupakan kegiatan bentuk kesadaran nasional dan identitas intelektual, tetapi juga kegiatan dengan bangsa, maka tidak dapat dipungkiri jika makna sosial-politis (Nordholt, Purwanto, pendidikan adalah salah satu alat utaman- dan Hapsari (eds.), 2013: vii). Hal ini tidak ya. Sartono Kartodirdjo menyadari bahwa terlepas dari tiga fungsi historiografi untuk pelajaran sejarah merupakan salah satu alat mengungkapkan sesuatu yang telah terjadi pendidikan civics (kewarganegaraan) yang (genetis), memperkuat kontinuitas tradisi penting. Unsur integrasi yang terkandung dengan membuat banyak pelajaran dan dalam narasi sejarah Indonesia dinilai suri teladan (didaktis), serta melegitima- mampu menghidupkan kepribadian bang- sikan sesuatu kekuasaan, atau dalam kon- sa Indonesia (Kartodirdjo, 2014: 324-345). teks yang lebih luas, kesatuan politik yang Tanpa pelajaran sejarah yang menumbuh- lebih jauh disebut sebagai bangsa (pragma- kembangkan kesadaran sejarah, kesadaran tis) (Kartodirdjo, 2017: 271-272). nasional serta identitas nasional tidak dapat berkembang (Kartodirdjo, 2017: 275). Se- Merupakan hal yang menarik ketika lain itu, menurut Moh. Ali, pelajaran seja- kita menengok historiografi Indonesia un- rah memang tidak hanya memperkenalkan tuk kepentingan pendidikan. Namun, sebe- riwayat manusia pada masa lalu, tetapi lum melangkah lebih lanjut, terdapat be- juga menanamkan nilai-nilai perjuangan di berapa masalah, yang mungkin dianggap dalamnya. Penitikberatan peran manusia di sepele tetapi memiliki konsekuensi logis, dalamnya menjadi penting (Ali, 2005: 359- dalam memahami historiografi Indonesia 364). Di sisi lain, W.J. Van Der Meulen SJ pada ranah pendidikan. Terminologi pen- menyatakan bahwa pendidikan sejarah Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

78 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara menjadi penting karena tidak semata-mata akhir masa pemerintah kolonial Belan- menghadirkan sejumlah fakta historis, teta- da hingga pendudukan Jepang. Moh. Ali pi juga menjelaskan proses-proses peruba- menyatakan bahwa kekacauan yang terjadi han yang berkesinambungan tentang pas- pada periode sebelum Indonesia merdeka ang surutnya kehidupan kemasyarakatan menjadi salah satu dasar bagaimana pe- dalam lingkungan bangsanya sendiri dan merintah menyusun perangkat pendidikan umat manusia. Ia bahkan secara luas meli- sejarah yang seragam. Bahkan, salah satu hat bahwa ilmu sejarah bisa disifatkan se- dasar pelaksanaan Seminar Sejarah Na- bagai cinta bangsa dan manusia yang men- sional pertama tersebut adalah mengkaji cari pengertian. Kecintaan terhadap bangsa berbagai macam metode pengajaran sejar- dan manusia harus diperdalam dengan pen- ah yang memenuhi persyaratan ilmiah (Ali gertiannya terhadap masa lalunya (Meulen, dalam Soedjatmoko, Ali, Resink, dan Ka- 1987: 83-84). Gagasan-gagasan tersebut hin (eds.), 1995: 1-2). terangkum dalam pernyataan I Gde Widja bahwa sejarah diajarkan sebagai sarana Dengan demikian, fokus dalam tulisan pewarisan budaya (cultural transmission) ini menyoroti dua tema pertama yang sebe- dalam rangka proses sosialisasi dan enkul- narnya berkaitan erat, yaitu (1) proses pen- turasi untuk mewujudkan penumbuhan jati didikan sejarah, sebagai bentuk tarik ulur diri generasi baru (generasi penerus) atau antara pemerintah sebagai pengambil kebi- sumber nilai yang memberikan moral pre- jakan maupun lembaga pendidikan formal cepts sehingga integrasi kelompok (dalam sebagai pelaksana kebijakan, yang kemu- hal ini bangsa) dapat terjamin (Widja da- dian terwujud dalam (2) buku teks sebagai lam Depdikbud, 1997: 174). panduan/pedoman proses pembelajaran dan pendidikan sejarah. Setelah melihat beberapa sisi konsep- tual sejarah (atau ilmu sejarah) dan pendi- METODE dikan sejarah, kini sejarah harus dilihat da- lam ranah praktisnya. Sejarah dalam dunia Penelitian ini merupakan penelitian awal pendidikan menjadi salah satu hal penting dalam mendalami dinamika PSPB dalam yang dibahas dalam Seminar Sejarah Na- dunia pendidikan sejarah secara khusus, sional I pada 14-18 Desember 1957 di Yo- maupun dunia pendidikan Indonesia secara gyakarta. Hal ini terlihat tiga dari enam umum. Sumber-sumber untuk mengungkap tema yang diangkat di dalamnya, yaitu (1) fakta substantif dalam artikel ini adalah su- Syarat-syarat Mengarang Kitab Sejarah In- rat kabar yang sezaman dengan penerapan donesia yang Bercorak Nasional; (2) Pela- awal PSPB, yakni surat kabar berangka jaran Sejarah Nasional di Sekolah-sekolah; tahun 1985. Untuk menunjang fakta sub- dan (3) Pendidikan Ahli Sejarah (Panitia stantif tersebut, kerangka konseptual yang Seminar Sejarah Tahun 1957, 2017). Jika menaunginya merupakan gagasan-gagasan ditarik ke belakang, persoalan pendidikan para peneliti dan pemerhati sejarah terha- sejarah sudah timbul bahkan sebelum In- dap pendidikan sejarah di Indonesia yang donesia merdeka. Usaha penyeragaman tercantum dalam referensi yang digunakan. pendidikan sejarah sudah terlihat sejak Metode interpretasi yang digunakan adalah Jurnal Sejarah

PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 79 analisis sekaligus sintesis, sebagai bagian Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa tak terpisahkan dari fakta substantif dan (PSPB) sebagai mata pelajaran wajib da- kerangka konseptual dalam artikel ini. lam kurikulum. Tidak hanya dalam bentuk keputusan menteri, pemberlakuan PSPB PEMBAHASAN diperkuat dengan Tap MPR Nomor II/ MPR/1983. PSPB termasuk dalam bagian Sistem pendidikan nasional Indonesia ti- integral Pendidikan Pancasila bersama P-4 dak pernah terlepas dari masalah kuriku- dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). lum. Sejak Indonesia merdeka, penyusu- PSPB diterapkan secara resmi pada kuri- nan kurikulum selalu berkaitan dengan kulum 1984 pada tahun ajaran 1984/1985 kekuatan politik yang berpengaruh dalam (Hasan dalam Basis, 2010: 4-5). menentukan visi pendidikan. Said Hamid Hasan mengungkapkan bahwa sejak pem- PSPB lahir dengan latar belakang bahasan undang-undang pendidikan tahun bahwa pelajaran sejarah tidak sekadar 1949, status pendidikan agama, bahasa In- mengajarkan pengetahuan sejarah bela- donesia, sejarah, dan pendidikan jasmani ka, melainkan juga menanamkan nilai- diperdebatkan. Suasana politik pada waktu nilai perjuangan bangsa dalam hati siswa. itu yang masih kental dengan perjuangan Presiden Soeharto mencanangkan hal ini menegakkan kehidupan berbangsa dan setelah ia mengetahui dari Jenderal M. Yu- bernegara menjadikan pendidikan sejarah suf bahwa calon taruna Akabri memiliki mendapat tempat cukup istimewa. Hal ini pengetahuan yang dangkal tentang sejarah kemudian bertransformasi pada masa pe- perjuangan bangsa. Urusan internal ABRI merintahan Orde Lama yang memberlaku- diangkat menjadi urusan nasional yang kan Manipol Usdek. Dunia pendidikan di mendikte kepentingan masyarakat secara Indonesia diperkenalkan dengan satu mata keseluruhan. Nugroho Notosusanto mer- pelajaran baru, yaitu Civics (pendidikan upakan tokoh sentral kebijakan ini. Seka- kewarganegaraan) guna membentuk ma- lipun PSPB diterapkan secara nyata pada nusia Indonesia baru. Oleh sebab itu, pen- masa jabatannya, ia telah lama mengusul- didikan sejarah tetap memiliki kedudukan kan hal ini dan baru akhirnya terwujud keti- yang penting dan dipertahankan. Pergan- ka ia menjadi Menteri Pendidikan dan Ke- tian kekuasaan ke tangan Soeharto mengu- budayaan (Mendikbud). Landasan hukum bah arah kebijakan politik nasional. Pen- penerapan PSPB adalah TAP MPR No. II/ didikan Pancasila diperkenalkan sebagai MPR/1982 tentang Garis-garis Besar Ha- upaya menangkal ajaran komunisme yang luan Negara (GBHN) yang menyebutkan mulai dilarang pada waktu itu. Sejak 1978, adanya kewajiban pemberian pendidikan Pendidikan Pancasila ditetapkan dan lima sejarah perjuangan bangsa kepada genera- tahun kemudian diintegrasikan dengan si muda di sekolah negeri maupun swasta P-4. Pada tahun yang sama, Menteri Pen- untuk meneruskan dan mengembangkan didikan dan Kebudayaan waktu itu, Nugro- jiwa, semangat, dan nilai-nilai 1945 (Pur- ho Notosusanto mengeluarkan keputusan wanto dan Adam, 2017: 72-73). yang menetapkan adanya mata pelajaran Sebelum PSPB, pelajaran sejarah su- dah ada pada jenjang pendidikan formal. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

80 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara Namun, penerapan PSPB yang terpisah sejarah dinilai kontroversial dan harus dengan pelajaran sejarah lebih menekank- diperbarui. Hal ini menimbulkan banyak an pada aspek afektif, yaitu penghayatan masalah di lapangan, terutama berkaitan nilai-nilai, seperti penderitaan rakyat In- dengan pengajaran sejarah yang menjadi donesia akibat penjajahan Belanda, kebe- tumpang-tindih dan tidak efektif. Kritik naran perjuangan para pahlawan, persatuan ini mulai menyeruak ke permukaan setelah dan kesatuan dalam melawan politik dev- wafatnya Mendikbud Nugroho Notosusan- ide et impera, penyimpangan UUD 1945 to yang menjadi pelaksana ide PSPB seka- akibat tidak adanya persatuan, pemaksaan ligus arsitek utamanya pada 1985. kehendak oleh aksi-aksi sepihak PKI, ke- beranian melawan PKI, dan keyakinan Salah seorang sejarawan yang mel- bahwa Orde Baru mengutamakan kepent- ancarkan kritiknya terhadap PSPB adalah ingan negara dan masyarakat. Nilai-nilai Abdurrachman Surjomihardjo. Dalam tu- tersebut jelas bermuatan politis. Sepuluh lisannya, ia sejak awal menyatakan bahwa tahun kemudian, PSPB tidak diajarkan PSPB dilancarkan dengan tergesa-gesa. lagi. Dengan demikian, aspek sejarah tetap Hal ini dapat dilihat dari buku pelajaran dimasukkan dalam mata pelajaran sejarah, dan pengajarnya yang belum siap (Sur- sedangkan aspek moral/nilai dimasukkan jomihardjo dalam Sejarah, 1996: 25). Mes- dalam mata pelajaran Pendidikan Kewar- ki kritik ini tidak dilancarkan pada masa ganegaraan (PKn). Semata-mata PSPB pemberlakuan PSPB, tetapi tulisan-tulisan dihentikan karena tujuan penanaman nilai- yang sezaman dengannya dapat menjabar- nilai tersebut tidak tercapai di lapangan kan kritik Abdurrachman Surjomihardjo (Purwanto dan Adam, 2017: 73-74). berikutnya. Rekam jejak Nugroho Notosusanto Kompas edisi 12 September 1985 dalam historiografi Indonesia sangat kuat, menampilkan salah satu berita yang men- terutama dalam menempatkan militer se- yoroti PSPB. Buku pegangan PSPB di- bagai salah satu tokoh kunci dan sentral. anggap justru menghitamkan sejarah dan Sejarawan yang berlatar belakang militer mendiskreditkan tokoh-tokoh nasional. Di ini bahkan disebut melakukan rekayasa se- bawah judul “PSPB Harus Dijauhkan dari jarah, terutama dalam bidang pendidikan. Tulisan Emosional”, Krissantono men- Rekayasa ini telah dilakukan dalam buku yatakan bahwa PSPB yang menekankan SNI (Sejarah Nasional Indonesia) terutama aspek afektif-edukatif harus memberikan jilid 6. Setelah SNI, Nugroho Notosusanto rangsangan agar anak-anak bangga men- mengeluarkan kebijakan untuk menerap- jadi anak Indonesia dan bangga memili- kan PSPB sebagai mata pelajaran wajib ki tokoh-tokoh nasional yang besar. Oleh (Adam dalam Frederick dan Soeroto (eds.), sebab itu, tulisan-tulisan emosional harus 2005: xx-xxi). dihindarkan dan pengungkapan masa lalu harus dilakukan secara jujur (Kompas, 12 Pada awal penerapannya, PSPB su- September 1985: 1, 12). dah menuai banyak kritik. Hal ini terekam dalam harian Kompas paling tidak dalam Dua hari kemudian, Kompas juga edisi September-Oktober 1985. Penulisan kembali menyoroti PSPB dengan judul yang cukup menarik, yaitu “Buku PSPB Jurnal Sejarah

PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 81 Mulai Diperbaiki, Mendikbud: Membo- Pengembangan Pendidikan dan Kebu- hongi Anak Itu Dosa”. Pernyataan Men- dayaan (Kalitbang Dikbud) menilai penu- dikbud Fuad Hassan menjadi semacam lisan sejarah nasional masa itu belum pro- konklusi tegas bahwa PSPB sudah meny- porsional, keliru, dan pincang. Alasannya impang dari tujuan awalnya. Depdikbud adalah sejarah nasional lebih banyak meng- (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) hadirkan kekurangan dan kelemahan tokoh yang dipimpinnya mulai berusaha mem- yang kurang tepat dalam dunia pendidikan benahi buku pegangan PSPB yang dahulu serta dominasi atas daerah dan golongan mengandung alinea kontroversial seputar tertentu, terutama politik dan militer. Tu- Sukarno seperti pernyataan bahwa Sukar- juan sejarah nasional yang berusaha mem- no pernah menerima komisi berupa uang bangun citra tokoh untuk meningkatkan jutaan dolar dari perusahaan-perusahaan rasa kebangsaan menurut Bachtiar masih asing yang melakukan impor ke Indonesia. kurang. Bachtiar juga mengkritik PSPB (Kompas, 14 September 1985: 1, 12). karena terpisah (berdiri sendiri) dari mata pelajaran sejarah (terutama sejarah nasion- Sementara itu, pada Kompas edisi 17 al), padahal substansi di antara keduanya September 1985, Ibrahim Alfian, Guru tidak jauh berbeda, juga sama-sama kon- Besar Ilmu Sejarah UGM yang menjadi troversial dan membosankan. Ia menduga Dekan Fakultas Sastra UGM waktu itu, terjadi salah tafsir atas GBHN tahun 1982 menyatakan bahwa penyegaran kemba- yang mewajibkan PSPB berdiri sendiri. li atas penulisan sejarah (historiografi) Berkaitan dengan substansinya yang kon- bangsa bukan sesuatu yang tabu. Gagasan troversial, ia menegaskan bahwa buku ini beliau lontarkan terkait dengan usulan pegangan PSPB tidak perlu ditarik. Just- Fuad Hassan untuk memperbarui buku ru, hal yang diperlukan adalah buku-buku PSPB yang dinilai kontroversial. Perkem- lain sebagai pembanding. Walau demiki- bangan-perkembangan baru dinilai Ibrahim an, akhirnya Departemen Pendidikan dan Alfian sebagai dasar atau syarat penyega- Kebudayaan (Depdikbud) menarik buku ran buku Sejarah Nasional Indonesia dan tersebut untuk dibenahi (Kompas, 17 Sep- PSPB. Ibrahim Alfian menegaskan bahwa tember 1985: 12). setiap penulisan sejarah tentu ada hal yang ingin ditulis dan dihilangkan, yang sangat Kritik pada masa itu sesungguhnya dipengaruhi oleh interestingness (Kompas, ditujukan pada penulisan sejarah nasional 17 September 1985: 1, 12). Hal senada juga secara luas, yang kebetulan PSPB terkait disampaikan kemudian oleh Bambang Pur- di dalamnya. Misalnya, Tajuk Rencana wanto dalam kata pengantar “Ketika Seja- Kompas edisi 17 September 1985 berjud- rah Berseragam” bahwa setiap tindakan ul “Penulisan Sejarah Indonesia”. Dengan sejarawan tidak akan pernah terlepas dari terus terang, menyatakan bahwa kritik yang prinsip eksklusi dan inklusi dalam mengh- dilancarkan pada buku PSPB berbuat jasa adirkan kembali masa lalu sebagai sejarah dalam perkembangan penulisan sejarah (Purwanto dalam McGregor, 2008: xxi). nasional, karena mampu menyoroti adan- ya narasi yang menyimpang terhadap to- Masih pada edisi yang sama, Harsya koh besar, misalnya Soekarno yang diang- W. Bachtiar selaku Kepala Penelitian dan Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

82 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara gap keterlaluan dan tidak pada tempatnya pdikbud Kumpulkan Ahli Sejarah Berb- (proporsional). Penulisan sejarah demikian agai Kalangan”. Dalam berita tersebut, dianggap sesat serta sarat akan subjektivi- Depdikbud bermaksud menyelenggarakan tas penguasa. Kompas bahkan menuliskan pertemuan dengan para ahli sejarah untuk istilah subyektivitas (sic) yang obyektif membahas kembali buku pegangan PSPB (sic) sebagai bukti bahwa sekalipun seja- yang kontroversial. Bahkan, Mendikbud rah sangat dipengaruhi oleh subjektivitas Fuad Hassan menyatakan dengan lugas penulisnya, sejarah mampu menghadirkan bahwa terjadi tumpang-tindih antara P-4, fakta-fakta, terlepas dari orang atau sia- PSPB, PMP, dan Sejarah Nasional. Ia men- pa yang ditulisnya. Sikap kritis demikian jelaskan bahwa tumpang-tindih yang terja- yang menurut Kompas seharusnya tumbuh di paling tidak ada dua, yaitu tumpang-tin- (Kompas, 17 September 1985: 4). dih horizontal dan tumpang-tindih vertikal. Tumpang-tindih horizontal berarti pembe- Hal ini bertolak belakang dengan situ- rian materi pelajaran yang sama pada satu asi waktu itu yang dinilai merupakan peri- jenjang pendidikan dan tumpang-tindih ode yang cukup stabil, sehingga seharusn- vertikal berarti pemberian materi pelajaran ya para sejarawan mampu berpikir jernih yang sama pada jenjang pendidikan yang dan tidak penuh dengan emosi dalam tidak sama. Pengulangan demi pengu- mengkaji serta merekonstruksi ulang masa langan materi dinilai tidak sesuai dengan lalu. Hal senada juga diungkap oleh Taufik pendekatan historis-didaktik yang menja- Abdullah. Ia menilai bahwa masa-masa itu di nilai integral dalam PSPB (Kompas, 20 (Orde Baru) merupakan masa ilmu sejar- September 1985: 1, 8). ah dapat tumbuh dan berkembang dengan cukup baik, terlepas dari segala macam Persoalan lain yang timbul tidak sep- ironi dan dominasinya terhadap pengua- utar buku PSPB, melainkan penerapannya saan ingatan kolektif bangsa dan peng- dalam sistem pendidikan dan pengajaran. etahuan sejarah di tanah air. Tulisannya St. Sularto/S.E. Darsono melabeli PSPB yang berjudul “Pengalaman yang Berlaku, sebagai contoh improvisasi pendidikan. Tantangan yang Mendatang: Ilmu Sejarah Label ini diberikan karena PSPB menu- di Tahun 1970-an dan 1980-an” menya- ai banyak masalah, apalagi di dalam tu- takan bahwa perkembangan ilmu sejarah buh Depdikbud sendiri. Pada para pejabat didukung oleh para sejarawan yang telah sendiri terjadi saling silang pendapat se- memperoleh gelar master dan doktor, baik hingga berdampak pada guru-guru yang di dalam maupun di luar negeri, serta peng- dibebankan tugas mengajar mata pelaja- gunaan pendekatan multidimensional yang ran PSPB. Kesemrawutan ini diperparah diperkenalkan oleh Sartono Kartodirdjo. dengan buku PSPB yang selama ini tidak Selain itu, perbaikan dan perkembangan melibatkan para sejarawan dalam peny- masyarakat sejarawan juga berpengaruh usunannya. Orientasi pengajaran PSPB di dalamnya. (Abdullah dalam Depdikbud, juga simpang siur, mengingat substansinya 1991: 43-73). yang tidak jauh berbeda dengan mata pe- lajaran sejarah dan pendidikan Pancasila. Kompas edisi 20 September 1985 Melihat situasi demikian, Nugroho No- menyajikan sebuah berita berjudul “De- Jurnal Sejarah

PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 83 tosusanto pun mengambil alih wewenang Melihat situasi yang kacau ini, St. untuk mengurus hal ini dengan menarik Sularto/S.E. Darsono mengajukan tiga al- buku PSPB dari peredaran. Sebagai peng- ternatif sebagai berikut. Pertama, PSPB gantinya, buku 30 Tahun Indonesia Merde- merupakan salah satu unsur dalam Pen- ka dan Sejarah Nasional Indonesia digu- didikan Pancasila bersama-sama dengan nakan sebagai pegangan. Walau demikian, P-4 dan PMP, sehingga tidak terjadi tump- kritik juga menghujani kedua buku ini, ang-tindih dan dinilai efektif dari segi buku terutama Sejarah Nasional Indonesia yang pegangan dan penatarannya. Kedua, Pen- mengandung alinea menghebohkan. Keju- didikan Pancasila merupakan gabungan juran ilmiah penulis dipertanyakan dalam dari keempat mata pelajaran yang saling buku tersebut. Ketika Fuad Hassan meng- tumpang-tindih, yakni PSPB, P-4, PMP, gantikan Nugroho Notosusanto, ia menya- dan sejarah nasional Indonesia, hampir takan akan mengkaji ulang keberadaan P-4 serupa dengan alternatif pertama. Ketiga, (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan PSPB digabungkan dengan mata pelajaran Pancasila), PSPB, Pendidikan Moral Pan- sejarah, yang terdiri dari sejarah nasional casila (PMP), dan Sejarah yang dinilain- Indonesia dan sejarah dunia. Berkaca dari ya tumpang-tindih, karena berbagai ma- negara lain yang tidak mengkhususkan teri berulang-ulang disajikan di dalamnya adanya pendidikan moral, nilai-nilai PSPB (Kompas, 30 September 1985: 4-5). dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran sejarah. Agar tidak tumpang-tindih, di sisi Persoalan yang diangkat seputar PSPB lain, unsur sejarah dalam PMP harus dihi- oleh St. Sularto/S.E. Darsono antara lain langkan atau dikurangi. Ketiga alternatif seputar periodisasi PSPB. Paling tidak, ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh ada beberapa opsi yang muncul, yaitu se- Depdikbud waktu itu, sehingga kebijakan jak masa prasejarah, sejak Proklamasi 17 PSPB jauh lebih matang dan tidak tump- Agustus 1945, serta sejak zaman Kerajaan ang-tindih. Selain itu, mengikutsertakan Sriwijaya dan Majapahit. Nugroho Noto- para sejarawan dan ahli pendidikan dalam susanto dalam instruksinya menyatakan pengkajian PSPB juga diharapkan mampu bahwa periodisasi PSPB dimulai sejak menyelesaikan kemelut ini (Kompas, 30 Proklamasi 17 Agustus 1945. Ketika ia September 1985: 4-5). meninggal, kebijakan ini terkesan men- gambang. Setelah digantikan oleh J.B. Su- Titik terang mulai ditemukan pada 1 marlin dan Fuad Hassan, PSPB dinyatakan Oktober 1985. Kompas edisi tersebut men- tetap dilanjutkan. Hal ini menuai persoalan yajikan sebuah berita berjudul “Para Se- di masyarakat. Guru-guru sebagai pelaksa- jarawan Bersepakat Perbaiki Pengajaran na utama di lapangan merasa kebingungan, Sejarah”. Satu keputusan penting dari hasil bahkan jenuh dan kesal dengan silih-ber- pertemuan para sejarawan dengan Dep- gantinya kebijakan PSPB. Persoalan ini dikbud pada waktu itu adalah penggabun- juga merembet ke buku pegangan PSPB gan PSPB dengan Sejarah Nasional. Salah yang tidak dibedakan dengan buku pegan- satu dasarnya adalah pengajaran sejarah gan pelajaran sejarah nasional, sehingga diibaratkan seperti dua sisi mata uang, yaitu menjadi tumpang tindih. aspek kognitif dan afektif, yang tidak dapat Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

84 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara dipisahkan dan berkaitan erat satu sama lapping (tumpang tindih) di antara keduan- lain. Dengan pernyataan ini, setidaknya ya. Ketika Mendikbud Fuad Hassan akan para guru yang merupakan pelaksana ke- menggabungkan Sejarah Nasional dengan bijakan di lapangan tidak merasa bingung PSPB, hal ini disambut gembira. Menurut dengan ketumpangtindihan materi yang A.A. Padi, persoalan tidak selesai sampai sebenarnya berakar dari Sejarah Nasion- di situ saja. Pengajaran sejarah—persoalan al. Harsya W. Bachtiar dalam komentarn- yang lebih mendasar—perlu dibenahi un- ya menyatakan bahwa penyusunan buku tuk mengatasi kegagalan yang ada. pegangan akan segera dilakukan. Tidak hanya satu, ia berharap minimal tiga buku A.A. Padi menawarkan beberapa lang- dapat disusun agar sekolah dapat memilih kah untuk mengatasi kekurangan (bahkan di antaranya. Bahan-bahan buku pegangan kegagalan) pengajaran sejarah. Tahap per- pada masa sebelumnya dikaji ulang untuk tama adalah pengenalan peristiwa sejarah penyusunan buku pegangan yang lebih (domain kognitif rendah). Tahap kedua baik (Kompas, 1 Oktober 1985: 1, 12). adalah menganalisis, membandingkan, dan mencari relevansi peristiwa sejarah den- Sepuluh hari kemudian, Kompas gan kehidupan masa kini (domain kognitif memuat pendapat A.A. Padi yang merupa- lebih tinggi). Tahap ketiga adalah menilai kan staf pengajar IKIP Sanata Dharma Ju- pentingnya suatu peristiwa juga nilai-nilai rusan Pendidikan Sejarah. Ia menyatakan moral (domain afektif). Tahap keempat bahwa kehadiran PSPB dapat dinilai posi- adalah penerapan nilai-nilai peristiwa se- tif sekaligus negatif. Positif karena men- jarah, misalnya dalam sikap hormat keti- gangkat citra jurusan sejarah yang menja- ka upacara, dramatisasi peristiwa sejarah, di ngetop pada waktu itu. Negatif karena serta renungan dalam peringatan peristiwa pendidikan sejarah selama ini dinilai gagal sejarah (domain psikomotoris). Tiga tahap menanamkan nilai-nilai nasionalisme, seh- awal jika dijalankan dengan baik akan ingga diperlukan mata pelajaran lain, yai- cukup bagi pendidikan sejarah yang tidak tu PSPB, untuk mengemban misi tersebut sekadar memaparkan fakta, tetapi juga (Kompas, 10 Oktober 1985: 4). menanamkan nilai. Tahap demikian me- mang memerlukan kompetensi guru yang A.A. Padi berusaha menyoroti beber- berpengalaman. Selain itu, keaktifan siswa apa hal yang menjadi akar permasalahan dalam pelajaran juga dibutuhkan. PSPB, antara lain sebagai berikut. Per- tama, tujuan pengajaran sejarah, yakni Kedua, materi sejarah. Berkaca dari menanamkan nilai nasionalisme dan inte- kurikulum sebelum PSPB diterapkan, yai- grasi nasional. Sejarah nasional seharusn- tu Kurikulum 1975, pengalokasian materi ya mampu membangun misi pembentukan sejarah sangat padat dengan waktu yang identitas nasional atas masyarakat kepu- terbatas. Selain itu, kedudukan Indonesia lauan Nusantara yang berbeda-beda. Ke- dalam materi sejarah masih belum men- gagalan sejarah dalam menghadirkan juga dominasi. Oleh sebab itu, perlu ada penga- menanamkan hal-hal tersebut membuat turan ulang antara materi sejarah dan PSPB. PSPB dianggap diperlukan. Namun, ia tel- Ketiga, alokasi waktu, yang terkait dengan ah mengkhawatirkan akan terjadinya over- persoalan kedua. Materi sejarah yang be- Jurnal Sejarah

PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 85 gitu padat harus dibarengi dengan alokasi pula yang menyatakan bahwa PSPB memi- waktu yang memadai, terlebih lagi beban liki kegunaan yang berarti. Beberapa tu- sejarah untuk menanamkan nilai afektif lisan, terutama dari pakar pendidikan atau juga besar. Oleh sebab itu, A.A. Padi me- orang yang berlatar belakang ilmu pendi- nilai penggabungan sejarah dengan PSPB dikan, menyatakan hal tersebut. H. Soedi- mampu meningkatkan jam pertemuan di jarto menyatakan bahwa PSPB merupakan kelas. Keempat, sistem ujian. Jika menga- penunjang pendidikan nilai yang memang cu pada Kurikulum 1975, mata pelajaran merupakan tuntutan pada masa itu. Selain sejarah tidak diujikan. Hal ini dikhawatir- itu, PSPB dinilai merupakan wahana in- kan dapat mengurangi sikap pentingnya ternalisasi nilai-nilai perjuangan bangsa pelajaran sejarah bagi anak didik. (Soedijarto dalam Depdikbud, 1998: 29). Sebuah penelitian yang dikaji oleh E.J. Dalam penutupnya, A.A. Padi berkes- Manuhutu juga menyatakan bahwa PSPB impulan bahwa jika keempat persoalan ini yang diterapkan telah diterima baik oleh mampu dibenahi, keberadaan PSPB dinilai generasi muda, bahkan siswa-siswi SMA tidak diperlukan sebab misi tersebut sudah Negeri di Kotamadya Manado bersikap tercapai dalam pengajaran sejarah. Peng- sangat positif menerima bidang studi gabungan PSPB dengan sejarah menimbul- PSPB (Manuhutu dalam Depdikbud, 1991: kan konsekuensi besar dalam pembenahan 196-197). Di sisi lain, I Putu Gede Suwitha pengajaran sejarah. Persoalan lain yang menulis sebuah refleksi berjudul “Pendi- tidak kalah pentingnya, yakni penulisan dikan Sejarah Perjuangan Bangsa: Sebuah sejarah, menurutnya, juga harus dibenahi Pengalaman Mengajar”. Dalam kesim- (Kompas, 10 Oktober 1985: 4-5). Hal ini pulannya, ia menyatakan bahwa memas- selaras dengan kebijakan Depdikbud yang yarakatkan PSPB memang tidak gampang. menggabungkan mata pelajaran PSPB dan Maju-mundurnya sebuah bangsa berada di Sejarah Nasional. pundak para sejarawan dan pengajar sejar- ah (Suwitha dalam Depdikbud, 1990: 120). Dalam satu periode singkat sejak September-Oktober 1985, perkembangan Berbagai persoalan terkait PSPB sebe- PSPB menarik untuk dikaji. Tulisan-tu- narnya berputar pada beberapa hal kunci. lisan pada periode kemudian juga meng- Sultan Kasim menyatakan bahwa masalah gambarkan bagaimana melihat PSPB dari ini merupakan masalah mendasar dalam perspektif yang beragam. Salah satu tu- pengajaran sejarah, yaitu kurikulum, isi lisan yang lugas dalam menyimpulkan di- buku teks, dan kualitas pengajar. Tiga hal namika PSPB adalah tulisan Said Hamid ini merupakan kesimpulan sekaligus sa- Hasan berjudul “25 Tahun Pendidikan Se- ran yang disampaikannya sebagai langkah jarah”. Ia menyatakan bahwa PSPB bukan yang harus segera dilakukan atau bersifat sejarah karena mata pelajaran tersebut ha- mendesak (Kasim dalam Sejarah, 1992: nya berfungsi sebagai media pendidikan 63). Selain persoalan teknis seputar kuri- untuk membentuk semangat kebangsaan kulum, buku teks, dan pengajar, PSPB (Hasan dalam Depdikbud, 1990: 70). Se- merupakan salah satu bukti bagaimana lain itu, ketika banyak pihak menyatakan sejarah yang dihadirkan seringkali men- kontra terhadap PSPB, tidak sedikit pihak Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

86 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara gandung kontroversi. Kontroversi sejarah jadi sudah lama, jauh sebelum PSPB diter- secara metodologis, menurut Tsabit Azinar apkan dan wafatnya Nugroho Notosusanto Ahmad, merupakan persoalan yang lum- sebagai arsitek utama kebijakan ini. Jika rah dalam proses penyusunan historiografi, ditarik ke belakang, perkembangan histo- apalagi historiografi dengan tujuan praktis riografi Indonesia mencapai satu momen- (dalam ranah pendidikan) (Ahmad, 2016: tum yang sebenarnya cukup membangga- 8). Hal ini tidak dapat dipungkiri, mengin- kan, yaitu dikeluarkannya Sejarah Nasional gat hal ini merupakan hal problematik ke- Indonesia sebagai buku pegangan. Kritik tika tuntutan untuk selalu menegakkan se- sudah mulai dilancarkan pasca-peluncu- jarah yang “lurus” sampai pada praktik di rannya. Apalagi dengan munculnya PSPB lapangan atau masyarakat, secara khusus yang dinilai tumpang-tindih dan semrawut, dalam dunia pendidikan (Widja, 2002: 2). serta wafatnya Nugroho Notosusanto, kri- tik yang semakin pedas terus terjadi. Pro PENUTUP dan kontra mewarnai PSPB, baik dari ting- kat atas selaku pengambil kebijakan hingga Historiografi Indonesia tidak akan pernah tingkat bawah selaku pelaksana kebijakan. terlepas dari aspek normatif dan ideolo- gis. Sejarah dibutuhkan guna membangun Persoalan PSPB membuktikan bah- identitas kebangsaan yang mempersatukan wa persoalan historiografi Indonesia ti- (integratif) di tengah keberagaman ma­ dak hanya bersifat filosofis dan substantif, syarakat Indonesia. Sadar akan pentingnya tetapi juga afektif dan ideologis. Kedua sejarah, maka penulisan dan pendidikan se- aspek ini memiliki kedudukan yang sa- jarah mengemban dua misi sekaligus, yaitu ma-sama kuat, walau pada akhirnya aspek memaparkan fakta sekaligus menanamkan kedua jauh lebih mendominasi kemudi- nilai. Ketika misi kedua tersebut dinilai an. Setidak­nya, persoalan PSPB mampu gagal, dicetuskan ide PSPB. Kemunculan mengangkat kembali wacana penyegaran ide ini menuai kritik, meski sesungguhnya kembali historiografi Indonesia. Terlepas penulisan sejarah Indonesia yang dinilai dari misi penanaman nilai, kebenaran fak- sudah menyimpang merupakan dasar kritik ta di dalamnya harus dikaji ulang sesuai tersebut. Jika ditarik ke belakang, gagasan dengan perkembangan zaman. Kejujuran menghadirkan PSPB tidak dapat dilepas- ilmiah para sejarawan terutama sangat di- kan dari kebijakan politik penguasa yang harapkan, apalagi di tengah situasi waktu sejak masa pemerintah kolonial hingga itu yang sesungguhnya “kondusif” dalam kemerdekaan telah ditanamkan. PSPB se- perwujudan wacana tersebut. bagai salah satu kebijakan pendidikan tidak terlepas dari produk politik. Kepent­ingan Ketika historiografi Indonesia sudah tersebut berbenturan dengan kata “sejarah” masuk ke ranah edukatif, ia harus dihad- yang disandangnya sebagai ilmu yang be- irkan seutuhnya, tanpa mengurangi atau rusaha seobjektif mungkin menghad­irkan melebih-lebihkan aspek tertentu. Penana- masa lalu. man nilai dalam pengajaran sejarah dinilai wajar, tetapi jangan sampai “kebablasan”, Kesadaran akan penyimpangan ini ter- atau bahkan tidak ada sama sekali. Jika kemudian dicetuskan kebijakan PSPB, se- Jurnal Sejarah

PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 87 harusnya hal ini menjadi otokritik atas pen- IV: Sub Tema Pendidikan Sejarah. Jakarta: gajaran sejarah selama ini. Dengan demiki- Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah an, dapat disimpulkan bahwa historiografi Nasional, 1991. Indonesia yang mengemban dua misi seka- ligus ini berusaha dihadirkan secara luas, ______. 1998. “Organisasi Profesi Kesejarahan baik pada masyarakat umum, kalangan dan Peningkatan Mutu Pengajaran Sejarah” akademisi, juga dunia pendidikan, dengan dalam Depdikbud. Simposium Pengajaran lebih seimbang, tidak berat sebelah, tidak Sejarah (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: “over-subjektif”, bahkan tidak sekadar Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah menjadi alat penguasa untuk melegitimasi Nasional, 1998. kekuasaannya. Abdullah, Taufik danAbdurrachman Surjomihardjo. Saran 2016. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Yogyakarta: Ombak. Sebagai penelitian awal, artikel ini berusa- ha menjadi pemantik bagi para peneliti dan Adam, Asvi Warman. 2005. “Sejarah Politik dan pemerhati sejarah, khususnya dalam sejar- Politik Sejarah” dalam William H. Frederick dan ah pendidikan, untuk mendalami bagaima- Soeri Soeroto. Pemahaman Sejarah Indonesia na sejarah berada dalam dunia pendidikan, Sebelum dan Sesudah Revolusi, Jakarta: LP3ES, terutama pendidikan formal sejak usia dini 2005. hingga dewasa. Selain itu, artikel ini ber- maksud sebagai refleksi atas pendidikan Ahmad, Tsabit Azinar. 2016. Sejarah Kontroversial sejarah yang telah terjadi di masa lalu untuk di Indonesia: Perspektif Pendidikan. Jakarta: menyusun atau memformulasikan ulang Yayasan Pustaka Obor Indonesia. sistem pendidikan sejarah yang di satu sisi mutakhir dalam substantif serta mutakhir Ali, Mohammad. 1995. “Beberapa Masalah tentang dalam metodologinya, tanpa menomordu- Historiografi Indonesia” dalam Soedjatmoko, akan nilai pedagogik pendidikan itu sendi- Mohammad Ali, G.J. Resink, dan G. McT. ri. Diharapkan, para pengambil, pelaksana, Kahin (eds.). Historiografi Indonesia: Sebuah dan pemerhati kebijakan pendidikan secara Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, umum, maupun pendidikan sejarah secara 1995. khusus, memperhatikan dan mendalami ar- tikel ini sebagai refleksi yang dapat ditin- Ali, R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah daklanjuti di kemudian hari. Indonesia. Yogyakarta: LKiS. DAFTAR PUSTAKA Depdikbud. 1990. Seminar Sejarah Nasional V: Subtema Pengajaran Sejarah. Jakarta: Artikel dan Buku Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Abdullah, Taufik. 1991. “Pengalaman yang Berlaku, Tantangan yang Mendatang: Ilmu ______. 1991. Seminar Sejarah Nasional IV: Sub Sejarah di Tahun 1970-an dan 1980-an” Tema Pendidikan Sejarah. Jakarta: Proyek dalam Depdikbud. Seminar Sejarah Nasional Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. ______. 1997. Kongres Nasional Sejarah Tahun 1996 Sub Tema Perkembangan Teori dan Metodologi dan Orientasi Pendidikan Sejarah. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. ______. 1998. Simposium Pengajaran Sejarah (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Frederick, William H. dan Soeri Soeroto. 2005. Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES. Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

88 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara Hasan, Said Hamid. 1990. “25 Tahun Pendidikan ungkapan Fakta Sejarah untuk Tujuan Sejarah” dalam Depdikbud. Seminar Sejarah Pendidikan” dalam Depdikbud. Seminar Nasional V: Subtema Pengajaran Sejarah. Sejarah Nasional IV: Sub Tema Pendidikan Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Sejarah Nasional, 1990. Dokumentasi Sejarah Nasional, 1991. ______, 2010. “Pendidikan Sejarah: Lika-liku dan Purwanto, Bambang. 2008. “Kata Pengantar: Potensi Pengembangannya” dalam Basis No. Ketika Historiografi Hanya Sebuah Topeng” 07-08, Tahun ke-59, 2010. dalam Katharine E. McGregor. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Kartodirdjo, Sartono. 2014. Pemikiran dan Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia. Perkembangan Historiografi Indonesia, Yogyakarta: Syarikat, 2008. Yogyakarta: Ombak. Purwanto, Bambang dan Asvi Warman Adam. ______. 2017. Pendekatan Ilmu Sosial dalam 2017. Menggugat Historiografi Indonesia, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Yogyakarta: Ombak. Kasim, Sultan. 1992. “Beberapa Catatan tentang Soedijarto, H. 1998. “Pengajaran Sejarah sebagai Pelajaran Sejarah di SMA” dalam Masyarakat Wahana Pendidikan Nilai dan Sikap” dalam Sejarawan Indonesia. Sejarah: Pemikiran, Depdikbud. Simposium Pengajaran Sejarah Rekonstruksi, Persepsi 2. Jakarta: Gramedia (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Proyek Pustaka Utama, 1992. Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1998. Klooster, H.A.J. 1985. Indonesiërs Schrijven hun Geschiedenis: De Ontwikkeling van de Soedjatmoko, Mohammad Ali, G.J. Resink, dan Indonesische Geschiedbeoefening in Theorie G. McT. Kahin (eds.). 1995. Historiografi en Praktijk, 1900-1980. Dordrecht-Holland/ Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Cinnaminson-U.S.A.: Foris Publications. Gramedia Pustaka Utama. Manuhutu, E.J. 1991. “Relevansi Pendidikan Surjomihardjo, Abdurrachman. 1996. “Pendidikan Sejarah dalam Pendidikan Nasional” dalam Sejarah dalam Tiga Zaman” dalam Masyarakat Depdikbud. Seminar Sejarah Nasional IV: Sejarawan Indonesia. Sejarah: Pemikiran, Sub Tema Pendidikan Sejarah. Jakarta: Rekonstruksi, Persepsi 6. Jakarta: Gramedia Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Pustaka Utama, 1996. Nasional, 1991. Suwitha, I Putu Gede. 1990. “Pendidikan Sejarah Masyarakat Sejarawan Indonesia. 1992. Sejarah: Perjuangan Bangsa” dalam Depdikbud. Seminar Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi 2. Jakarta: Sejarah Nasional V: Subtema Pengajaran Gramedia Pustaka Utama. Sejarah. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1990. ______. 1996. Sejarah: Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi 6. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Van der Meulen SJ, W.J. 1987. Ilmu Sejarah dan Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. McGregor, Katharine E. 2008. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Widja, I Gde. 1997. “Permasalahan Metodologi dalam Menyusun Sejarah Indonesia. dalam Pengajaran Sejarah di Indonesia Suatu Yogyakarta: Syarikat. Tinjauan Reflektif dalam Mengantisipasi Perkembangan Abad XXI” dalam Depdikbud. Nordholt, Henk Schulte, Bambang Purwanto, dan Kongres Nasional Sejarah Tahun 1996 Sub Ratna Saptari (eds.). 2013. Perspektif Baru Tema Perkembangan Teori dan Metodologi Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan dan Orientasi Pendidikan Sejarah. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, KITLV-Jakarta; Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Denpasar: Pustaka Larasan. Nasional, 1997. Panitia Seminar Sejarah Tahun 1957. 2017. Widja, I Gde. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Laporan Seminar Sejarah 14-18 Desember Sejarah. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama. 1957 di Yogyakarta. Yogyakarta: Ombak. Pawiloy, Sarita. 1991. “Pemilihan dan Peng­ Jurnal Sejarah

Majalah dan Surat Kabar PSPB: Dinamika Pendidikan Sejarah di Indonesia Pada 1985 | 89 Basis No. 07-08, Tahun ke-59, 2010 ______, 20 September 1985 Kompas, 12 September 1985 ______, 30 September 1985 ______, 14 September 1985 ______, 30 September 1985 ______, 17 September 1985 ______, 1 Oktober 1985 ______, 10 Oktober 1985 Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

VOLUME 03 | NOMOR 1 | JUNI 2019 Mohammad Hatta dan Sejarah Sebagai Pendidikan Ilham Nur Utomo Mahasiswa Magister Bidang Sejarah, Universitas Diponegoro [email protected] ABSTRAK – Artikel ini membahas gagasan Mohammad Hatta mengenai sejarah, terutama kritik terhadap pendidikan sejarah masa kolonial dan peran pendidikan sejarah dalam membentuk manusia ideal. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sejarah dalam pandangan Mohammad Hatta bukanlah ilmu yang sekedar membahas cerita masa lalu. Sejarah secara mendasar memberikan pengertian dari peristiwa masa lalu. Penyampaian sejarah yang tidak sesuai memberikan pengaruh negatif terhadap rakyat, sebagaimana pendidikan sejarah masa kolonial. Ketidaksesuaian perspektif dan penyampaian materi menjadi salah satu pokok kritik Mohammad Hatta terhadap pendidikan sejarah yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial. Sejarah juga menjadi unsur penting dalam pergerakan kemerdekaan dengan memasukkan sejarah sebagai media pendidikan kader Pendidikan Nasional Indonesia, dan juga dalam pendidikan Islam yang dapat memperluas pandangan agama. Sebagaimana sejarah sebagai ilmu, pendidikan yang mengandung muatan sejarah sudah seharusnya memberikan dampak signifikan kepada rakyat. Tanpa ragu, Mohammad Hatta memasukkan sejarah sebagai salah satu unsur dalam pendidikan guna membentuk manusia ideal. Perhatian terhadap sejarah dan pendidikan sejarah, tidak kalah serius dengan disiplin ilmu ekonomi yang melekat dalam diri Mohammad Hatta. KATA KUNCI – Kritik Pendidikan, Mohammad Hatta, Pendidikan Sejarah. ABSTRACT – This article discusses Mohammad Hatta’s ideas on history. Focusing on his criticism towards History Education in colonial era and the roles of history education in building ideal human being. This study conducted by using historical methods; heuristic, verification, interpretation, and historiography. History according to Mohammad Hatta is not a science that merely addresses past stories but more on the understanding the values of past events. Inappropriate historical learning in colonial time has negative impact to the people. Perspectives incompatibility on its learning delivery was the main points of Mohammad Hatta’s criticism of historical education organized by the colonial government. History plays an important role in the independence movement as well as media of education for young generations. Historical learning should have positive impact to the citizens. Undoubteltly, Mohammad Hatta included history as one of the important elements in education to shape ideal human being. KEYWORDS – Education Criticism, Mohammad Hatta, History Education.

Mohammad Hatta dan Sejarah Sebagai Pendidikan | 91 PENDAHULUAN ah, khususnya sejarah nasional. M. Yamin menghasilkan karangan-karangan sejarah Sejarah dalam perjalanan bangsa In- yang jelas sekali mencerminkan nasional- donesia memiliki peran yang sig- ismenya, antara lain tentang Gadjah Mada nifikan. Pengaruh sejarah hampir dan Diponegoro (Kartodirdjo, 2014: 31). selalu terlihat pada setiap masa yang dig- M. Yamin memang bukan seorang sejar- erakkan oleh berbagai tokoh, termasuk to- awan akdemik, melainkan seorang politi- koh-tokoh nasionalis Indonesia. Sukarno kus. Namun, memiliki kegemaran terhadap dan Yamin menjadi sedikit contoh akan sejarah dan diejawantahkan melalui karan- perhatiannya yang diberikan kepada seja- gan-karangannya tentang sejarah. rah. Perhatian mereka terhadap sejarah di- representasikan ke dalam beberapa bentuk, Dengan melihat Sukarno dan M. Yam- baik secara lisan maupun tulisan. Namun, in, terdapat hal unik di mana tokoh-tokoh tetap menempatkan sejarah sebagai faktor nasionalis atau politikus pada masa perge­ penting, terutama guna membangun se- rakan hingga akhir masa pemerintahan buah bangsa. Pada hakikatnya, dalam pem- Sukarno memberikan perhatian terhadap bentukan suatu bangsa ada faktor-faktor sejarah, baik sejarah sebagai peristiwa, historis yang banyak dan kompleks sifat- maupun sejarah sebagai ilmu. Di sisi lain, nya (Kartodirdjo, 2014: 326). Penempatan Mohammad Hatta sebagai tokoh perger- sejarah semacam ini sesuai dengan latar akan sekaligus tokoh nasionalis turut belakang mereka sebagai tokoh nasionalis. memberikan perhatian terhadap sejarah. Hatta merupakan seorang pemikir yang Perhatian Sukarno terhadap sejarah kompleks. Selain dikenal sebagai pemikir dapat dilihat melalui pidato yang disam- ekonomi dan politik, Hatta tercatat pernah paikan. Pidato pada 17 Agustus 1966 di ha- menuliskan pandangannya tentang sejarah dapan MPRS menjadi sebuah pidato mon- dalam bentuk gagasan maupun kritik yang umental, di mana Sukarno menyampaikan, berkaitan dengan sejarah. Pandangan Hat- “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah”. ta terhadap sejarah menjadi sesuatu yang Dari kalimat tersebut, kemudian lahir isti- menarik untuk dikaji, mengingat seringkali lah “Jas Merah”. Jas merah, menurut A.H. diidentikan dengan pemikiran ekonomi dan Nasution merupakan akronim yang dibuat politik. Bentuk pandangan yang dikemu- oleh Kesatuan Aksi, sedangkan judul pida- kakan Hatta tentang sejarah tersebut yang to ditulis oleh Sukarno sendiri, yakni ”Kar- membedakan posisi Hatta dengan tokoh no Mempertahankan Garis Politiknya yang nasionalis lainnya. Berlaku, Jangan Sekali-kali Meninggal- kan Sejarah” (Mahfud, 2015: Sindonews. Hatta sebagai tokoh yang dipandang com). Melalui pidato tersebut, menunjuk- memiliki integritas dan intelektualitas kan adanya atensi Sukarno terhadap sejar- mumpuni memiliki kesadaran tinggi akan ah sekaligus menempatkan sejarah sebagai pentingnya ilmu. Sejarah sebagai ilmu salah satu unsur penting dalam kehidupan. yang mengkaji peristiwa masa lalu juga ti- dak lepas dari perhatian Hatta. Dari masa Tokoh nasionalis lain, yakni M. Yamin, pergerakan nasional, pandangan tentang juga memberikan perhatian kepada sejar- sejarah sudah dikemukakan oleh Hatta, Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

92 | Ilham Nur Utomo hingga memasuki masa kemerdekaan per- PEMBAHASAN hatian terhadap sejarah tidak pernah dile- paskan begitu saja. Bentuk perhatian Hat- Pengertian Sejarah ta terhadap sejarah cukup kompleks jika dibandingkan dengan tokoh nasionalis lain Di kalangan masyarakat, Mohammad pada zamannya. Kompleksitas ini yang Hatta lebih dikenal sebagai Wakil Presi- juga merepresentasikan pandangan Hatta den Republik Indonesia, Proklamator Ke- mengenai sejarah yang meliputi berbagai merdekaan, dan Bapak Koperasi. Di balik aspek, seperti pengertian, kritik, dan guna pemahaman mainstream masyarakat ten- sejarah, khususnya sebagai pendidikan se- tang sosok Hatta, terdapat sisi lain yang jak masa kolonial hingga kemerdekaan. belum banyak diketahui, bahwa Hatta Aspek-aspek tersebut menjadi fokus pem- memberikan perhatian yang besar terha- bahasan dalam makalah ini. dap sejarah. Terkait dengan sejarah, Hatta memberikan pandangannya tentang pen- METODE gertian sejarah, metode dalam sejarah, dan kegunaan sejarah bagi manusia. Penelitian ini menggunakan metode sejar- ah yang terdiri dari heuristik, verifikasi, in- Sejarah sebagai ilmu memiliki karakter terpretasi, dan historiografi. Sesuai dengan tersendiri yang membedakan dengan imu- topik yang diteliti, yaitu Mohammad Hatta ilmu lain. Menurut Kuntowijoyo (2013: dan sejarah sebagai pendidikan, digunakan 10), sebagai ilmu, sejarah terikat pada sumber-sumber primer relevan. Sumber prosedur penelitian ilmiah. Metode dan primer menjadi penting karena sumber metodologi menjadi unsur penting dalam inilah yang paling valid dan reliabel (Dali- penelitian sejarah kritis. Namun terdapat man, 2012: 55). Karya Mohammad Hatta pula perdebatan argumentatif oleh para seperti buku, pidato, dan artikel dalam ma- ahli mengenai sejarah sebagai ilmu yang jalah digunakan sebagai referensi dalam sudah terjadi sejak lama. Di Indonesia, penelitian ini. terdapat pandangan mengenai hal tersebut yang dikemukakan oleh Mohammad Hat- Sumber-sumber lain dalam bentuk ta. Mengenai sejarah sebagai ilmu, den- buku dan artikel yang berkaitan dengan gan tegas Hatta meyakini bahwa sejarah topik artikel ini juga digunakan sebagai merupakan ilmu dan dapat disebut sebagai penunjang penelitian. Buku yang berkaitan ilmu. Keputusan tersebut bukan tanpa ala- dengan konsep pendidikan dan sejarah juga san. Jika kita perhatikan apa yang disebut digunakan sebagai bagian dari metodologi ilmu dan metode yang dipakainya, nyata- sejarah. Melalui sumber-sumber tersebut, lah bahwa tidak ada alasan untuk menia- kemudian dilakukan verifikasi, dan kemu- dakan sifat keilmuan pada sejarah (Hatta, dian ke tahap interpretasi serta historiogra- 1960: 54). fi sebagai langkah akhir dari penelitian ini, yang tentunya berdasar pada sumber-sum- Ilmu memang lekat dengan metode ber yang telah diperoleh. atau prosedur penelitian. Dalam sejarah, menurut Hatta dikenal metode histori- ka. Lebih lanjut lagi, metode historika digunakan untuk menerangkan keadaan- Jurnal Sejarah

Mohammad Hatta dan Sejarah Sebagai Pendidikan | 93 keadaan yang terjadi sekali lalu, yang ti- ya disinggung, di sini terlihat kecermatan dak berulang kembali, dan kejadian-keja- Hatta dalam memandang sejarah, khususn- dian yang berlalu itu, yang terjadi sekali ya sebagai ilmu. saja ialah sejarah (Hatta, 1960: 36). Hat- ta dalam metode historika, tidak disebut- Pengertian menjadi sesuatu yang men- kan tahapan-tahapan seperti yang dikenal dasar dalam sebuah ilmu karena berkaitan dalam studi sejarah, yaitu heuristik, veri- dengan hakikat. Jika melihat pengertian fikasi, interpretasi, dan historiografi. Na- sejarah, maka hal yang seringkali muncul mun, dijelaskan Hatta mengenai metode adalah mengenai peristiwa masa lampau. historika, bahwa hasil penelitian menggu- Namun, terdapat hal menarik dari penger- nakan metode historika dapat dikatakan tian sejarah oleh Mohammad Hatta, bahwa mengupas yang terjadi sekali lalu dan sejarah bukan sekedar masa lalu. Sejarah menyusun keadaan yang diterangkan itu wujudnya memberikan pengertian dari menurut tempat dan waktu (Hatta, 1960: pada masa lalu (Hatta, 1960: 54). Selama 36). Pandangan tersebut sudah dapat me- sejarawan hanya menceritakan peristiwa wakili apa yang disebut metode sejarah maka belum dianggap menulis sejarah. yang terdiri dari empat tahap, meskipun Pengertian tersebut menunjukkan bahwa masih dalam konteks yang sederhana. Ber- sejarah memerlukan interpretasi, di mana kaitan dengan sejarah sebagai ilmu, Hatta seorang sejarawan melakukan penafsiran (1960:54) menuliskan sebagai berikut. yang berpegang pada filsafat sejarah atau frame of reference. Filsafat sejarah bertu- “Tidak benar, kalau dikatakan bah- juan untuk memberikan arti atau makna wa sedjarah hanja mentjeritakan apa kepada seluruh sejarah kegiatan manusia, jang sudah terdjadi. Sedjarah me- kepada pola keseragaman dan keragaman mang bersangkut dengan kedjadian dari gerak-gerak kegiatan manusia pada dimasa jang lalu, tetapi kedjadian itu masa lampau (Sjamsuddin, 2012: 124). dikupasnja dengan menerangkan per- Lebih sederhananya memberikan penjela- hubungan sebab dan akibat, hingga san atau pengertian mengenai sebab terjad- orang akan mengerti akan kedudukan inya suatu peristiwa, serta seberapa pent- hal itu. Kedjadian itu dipandangnja ingnya peristiwa tersebut bagi kehidupan sebagai satu masalah! Sebab itu sed- manusia. jarah adalah ilmu”. Meski sejarah disusun berdasarkan Dari pandangan tersebut, terlihat aspek sumber-sumber dan menggunakan metode kausalitas dalam sejarah juga diperhatikan serta metodologi, tetapi mustahil untuk oleh Hatta. Kausalitas dalam arti sederha- menyajikan karya sejarah yang melu- na merupakan sebab-akibat. Menunjuk- kiskan peristiwa secara utuh. Ini disadari kan kausalitas sesungguhnya merupakan oleh Hatta, melalui pandangannya bahwa inti dari penjelasan sejarah, yang dihara- sejarah bukan melahirkan lukisan yang pkan dari penjelasan itu tidak lain adalah lengkap dari masa lalu, karena itu tidak jawaban terhadap pertanyaan (Kartodirdjo, dapat dilakukan, sehingga mustahil dapat 2014: 110). Kausalitas menjadi aspek pent- disusun semua rangkaian peristiwa ke da- ing dalam merekonstruksi sejarah, teruta- lam otak kita (Hatta, 1960: 54). Sejarah ma bagi sejarawan akademisi. Meski han- Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019

94 | Ilham Nur Utomo memang sulit untuk direkonstruksi secara maupun Soedjatmoko kelak berimbas terh- utuh, terlebih sumber sejarah sulit untuk adap penyelenggaraan pendidikan. Sejarah ditemukan. Oleh karena itu, seringkali yang dimasukkan sebagai mata pelajaran merekonstruksi sejarah diartikan sama hal- dari jenjang sekolah dasar hingga menen- nya dengan menyusun kembali gelas kaca gah atas akan mengekor pada hasil peneli- yang pecah. tian yang dilakukan oleh sejarawan profe- sional. Ketika sejarah tidak didasarkan atas Di balik kemustahilan merekonstruksi perspektif dari dalam (history from within), peristiwa sejarah secara utuh, terdapat ke- maka akan berakibat pada pembelajaran wajiban bagi sejarawan untuk menunjuk- sejarah ditingkat sekolah. kan nilai-nilai yang terkandung dari masa lampau. Sejarah mengemukakan mana Pada dasarnya penggunaan perspektif yang dipandangnya berharga bagi perad- “luar” dalam pendidikan di sekolah sudah aban (Hatta, 1960: 56). Hatta sangat me- dimulai sejak masa Hindia Belanda. Seko- nekankan pada nilai. Sejarah dianggapnya lah-sekolah yang didirikan oleh Pemerintah memiliki kegunaan yang signifikan bagi Hindia Belanda menggunakan perspektif kehidupan manusia. Sejarah mengajarkan Barat dalam menyampaikan materi pem- manusia melihat sesuatu yang relatif, yang belajaran. Meskipun siswa di dalam ke- sementara dalam segala kejadian di dunia las tidak hanya kaum Belanda, melainkan ini (Hatta, 1960: 68). Sebuah guna sejarah juga kaum bumiputra. Atas dasar tersebut, yang mengajarkan manusia untuk selalu Mohammad Hatta menyampaikan ketidak- bergerak maju karena sifat manusia yang sepakatan dengan materi pendidikan pada dinamis dan relatif, sebagaimana sejarah. masa Hindia Belanda, khususnya menge- nai mata pelajaran sejarah. Kritik Terhadap Pendidikan Sejarah Masa Kolonial Ketidaksepakatan Hatta dikemuka- kan melalui pleidoi Indonesie Vrij ketika Permasalahan perspektif dalam penulisan melakukan pembelaan atas penangkapan sejarah Indonesia menjadi topik menarik aktivis Perhimpunan Indonesia (PI) di pada penyelenggaraan Seminar Nasion- Belanda pada tahun 1928. Dengan tegas al Indonesia I di Yogyakarta tahun 1957. Hatta mengkritik praktik pendidikan oleh Terjadi perdebatan argumentatif menarik Pemerintah Hindia Belanda, terutama antara M. Yamin dan Soedjatmoko menge- mengenai pelajaran sejarah. Menurutnya, nai perspektif penulisan sejarah. M. Yamin sudah sejak di Sekolah-sekolah Rendah melihat bahwa penelitian keilmuan selay- Belanda, anak-anak Indonesia dicekokkan aknya mengarah pada penafsiran tentang untuk mencintai dan mengagumi pahla- nasionalisme yang digunakan untuk men- wan-pahlawan kemerdekaan Eropa seperti guatkan kesadaran nasional, akan tetapi Wilhelm Tell, Mazzini, Garibaldi, Willem Soedjatmoko memiliki pandangan berbeda van Oranye, dan banyak lagi (Hatta, 2005: dan lebih melakukan kritik terhadap “uto- 7). Di sisi lain, para pejuang bumiputra pia masa lalu” (Ahmad, 2016: 24). Jika dit- direpresentasikan sebagai pemberontak injau lebih jauh, baik pendapat M. Yamin dan pengacau. Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar dan pejuang lain digambar- Jurnal Sejarah

Mohammad Hatta dan Sejarah Sebagai Pendidikan | 95 kan sebagai orang yang tidak mencermink- bangsa. Sejarah tetap memiliki nilai guna an jiwa kepahlawanan, sedangkan kepada dalam pendidikan dan perlu adanya per- para pahlawan kemerdekaan Eropa kita spektif yang tepat untuk mendidik anak- berutang budi (Hatta, 2005: 8). Kesadaran anak ditingkat sekolah dasar sampai me- akan perspektif dari dalam mengenai pen- nengah, seperti apa yang disampaikan oleh didikan pada masa kolonial sudah ada pada Hatta melalui pleidoi. diri Hatta. Sejarah dalam Pergerakan PNI Baru Kritik terhadap hasil dari apa yang dipraktikan oleh pemerintah pada masa Pergumulan Mohammad Hatta dalam itu mengenai hasil dari pendidikan juga pergerakan kemerdekaan telah membuka dikemukakan Hatta. Setelah lebih dari pintu cakrawala bagi perkembangan pe- tiga abad, apa yang disebut sebagai “kaum mikirannya. Menjalani hidup sebagai ang- pembawa peradaban” tidak dapat men- gota dan kemudian terpilih menjadi ketua jadikan lebih dari 7% penduduk menjadi Perhimpunan Indonesia di Belanda mem- melek huruf (Hatta, 2005: 51). Pendidikan berikan pemahaman bahwa ia merupakan yang diselenggarakan pada masa kolonial seorang nasionalis sekaligus intelektual. belum mampu meningkatkan kemampuan Dari sini perlawanan terhadap kolonial- bumiputra secara menyeluruh. Gambaran isme yang mencakup rasialisme serta pen- tersebut menunjukkan bahwa bumiputra indasan semakin terlihat mencolok. Perger- masih jauh dari apa yang dinamakan se- akan yang berlangsung di Eropa kemudian bagai kemerdekaan yang seharusnya bisa sampailah di Hindia Belanda melalui PNI dicapai melalui pendidikan. Sebagaimana Baru yang didirikan pada akhir tahun 1931 pandangan Ki Hadjar Dewantara (2013: 3), di Yogyakarta. bahwa pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya la- Pada 1932, Hatta kembali ke Hindia hir, sedang merdekanya hidup batin itu ter- Belanda. Bersama Sjahrir, Hatta melaku- dapat dari pendidikan. kan pergerakan kemerdekaan melalui PNI Baru. Terdapat hal menarik mengenai PNI Menurut Taufik Abdullah (2016: 2), Baru di mana pendidikan digunakan se- esensi utama dari pidato pembelaan Hat- bagai dasar pergerakan. Sifat PNI Baru ta, sebagai seorang pemimpin pergerakan adalah pendidikan, karena memang ber- nasional, tidak terlupakan, tetapi protes maksud untuk mendidik diri kita (Hat- dan keluhannya tentang pengajaran seja- ta, 1978: 259). Dasar pendidikan tidak rah terlewatkan begitu saja, bahkan juga jauh dari nama organisasi PNI Baru yang ketika perkembangan historiografi Indo- merupakan kependekan dari Pendidikan nesia sedang dibicarakan. Pandangan yang Nasional Indonesia. Sebagai dasar pela- dikemukakan Hatta ini memang dilakukan jarannya, Hatta memusatkan pada perso- pada tahun 1928, di mana pembicaraan alan internasional dan sejarah Indonesia, tentang sejarah Indonesiasentris belum mengajarkan faktor-faktor yang menopang sepopuler masa sekarang dalam berbagai imperialisme, serta menunjukkan sifat ek- forum. Perspektif dalam pendidikan me- megang peran penting dalam membangun Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook