Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Ada lima ustadz dan sepuluh relawan yang rutin membersamai para lansia belajar mengaji. Sesi belajar pagi diampu oleh ustad Ukhuwan dan ustad Ihsan. Saat TPQ lansia mulai dibuka pada awal 2018 lalu ustad Ikhsan masih menempuh pendidikan di IAIN Salatiga. Sesi belajar sore diampu tiga relawan, yaitu ustad Jarkoni, ustad Nurkholis, ustad Solikin. Ketiganya berdomisili di luar Gedong. Ahmad Winarno saat menerima kunjungan 39
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Riwayat sebuah kandang ayam Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat dirintis dengan fasilitas yang—boleh dibilang— alakadarnya. Terdiri dari satu ruang kelas, 4 kamar buat asrama santri perempuan dan satu rumah sewaan untuk santri laki-laki. Meskipun dimulai dengan fasilitas yang serba bersahaja itu, KPRR berhasil meraih kepercayaan masyarakat. Sejumlah lembaga sosial, instansi pemerintah, swasta, lembaga pendidikan atau perseorangan telah mengunjungi tempat itu dan menjadi saksi bagaimana PKRR terus bertumbuh serupa pohon yang akarnya menghunjam ke bumi dan rantingnya menjangkau ke langit. *** Winarno tak pernah mengira sambutan khalayak pada cikal bakal pesantren ini sedemikian meriahnya. Setiap waktu Whatsapp dan media sosial yang dikelolanya dibanjiri pertanyaan dari calon santri tentang syarat- syarat menjadi santri PKRR. “Semua ini terjadi karena Allah yang menggerakkan,” kata bapak tujuh anak ini merendah. 40
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Sambutan khalayak dan bertambahnya santri TPQ dan santri mukim menjadi tantangan baru bagi Winarno sebagai tulang punggung kegiatan pesantren di masa-masa babad alas. Saat itu, pesantren belum memiliki sarana yang representatif. Asrama pun masih menyewa. Namun impian tentang sebuah pesantren yang memuliakan lansia semakin kokoh menancap di benaknya. Oleh karena itu ia pun berjuang keras menyediakan sarana buat santri lansia, minimal asrama dan tempat belajar. Ustad Solikin mengatakan, di mana pun dan dalam kondisi seperti apapun, PKRR harus memiliki tempat definitif yang statusnya milik sendiri. Ini penting agar PKRR memiliki posisi yang permanen dan jelas di mata publik. Maka sejak awal, kedudukan PKRR sudah menjadi atensi Winarno dan timnya. Tapi di mana pesantren itu akan didirikan? Tiada rotan akar pun jadi. Mungkin itu pepatah yang tepat untuk menggambarkan bagaimana PKRR dirintis dari tempat yang apa adanya. Di sebelah rumah sang Ibu ada sebidang tanah yang tak begitu luas. Di atas tanah itu berdiri sebuah kandang ternak tempat memelihara kambing dan ayam. 41
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Sebagaimana umumnya kehidupan di kampung, orang- orang memelihara hewan ternak (ayam, kambing atau sapi) sebagai penopang sumber penghidupan. Binatang ternak itu biasanya dijual manakala ada kebutuhan mendesak seperti membayar SPP, berobat atau hajatan keluarga. Demikian juga dengan ibunda Winarno. Cara bertahan cara bertahan hidup seperti itu sudah dilakoninya sejak ia dan keluarganya kembali dari tanah rantau pada 1990-an lampau. Awalnya sang Ibu enggan. Dari mana biaya pembangunan pesantren ini nanti? Ia tahu kondisi keuangan anaknya, sedangkan ia sediri tak berada dan tak punya apa-apa. Tapi setelah Winarno meyakinannya bahwa Allah akan menyediakan jalan keluarnya, akhirnya sang Ibu berkenan. Dalam khasanah pengetahuannya yang terbatas tentang Allah, perempuan kampung itu meyakini bahwa bila kita berniat baik dan berbuat baik kepada sesama pasti Allah pun bakal menolongnya dari kesulitan. Atas restu sang ibu, dibongkarlah aset berharga satu- satunya itu. Ini adalah sebuah pekerjaan yang nekat. Bagaimana tidak, saat itu Winarno tak memiliki modal yang memadai untuk mendirikan sebuah bangunan berbahan bata dan semen. Tak pelak, untuk menambal biaya pembangunan asrama dan kelas tersebut ia terpaksa 42
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman menggandaikan satu-satunya mobil tuanya. Sang ibu bahkan merelakan ternaknya untuk tambahan biaya. Untuk menghemat biaya pembangunan, beberapa bagian dinding dibuat dari papan kayu bekas. Bangunan berukuran 10x13 meter itu berdiri 2 bulan kemudian. Lahan bekas kandang itu pun disulap menjadi ruang kelas dan asrama. Ada 4 kamar yang total berkapasitas 8 orang. Di bagian tengah ruangan dimanfaatkan untuk ruang belajar dengan meja lesehan. Dari bangunan yang amat bersahaja itulah PKRR mengukir sejarahnya. Secara tampilan ia mungkin memang tidak menarik. Dari tampilan luarnya tak jauh beda dengan rumah-rumah penduduk pada umumnya, bahkan jauh dari kata mewah. Posisinya pun agak menjorok ke belakang, melewati jalan kecil menanjak yang hanya cukup dilewati satu sepeda motor. Tampaknya memang tak ada yang istimewa. Dari sisi geografis, letak Desa Gedong, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang sendiri juga bukan tempat yang mudah dijangkau. Dari jalan raya Kecamatan Banyubiru jaraknya sekitar 10 Km. Desa ini berada di ketinggian 800 mdpl, berjarak 60 Km dari Kota Semarang. Bagi pengunjung yang baru pertama berkunjung medan jalan ke sana menjadi tantangan tersendiri karena sempit, penuh tanjakan dan berliku dengan tebing jurang di kanan 43
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman kiri. Syukurlah jalannya sudah berlapis semen cor sehingga cukup membantu. Selalu yang menjadi pertanyaan pengunjung adalah, apa sisi menariknya pesantren ini? Mengapa banyak instansi maupun perorangan yang berkunjung ke tempat ini? “Salah satu daya tarik pesantren ini adalah lokasi alamnya yang eksotis, dikelilingi bukit-bukit dan lembah. Titik lokasi yang tidak mudah dijangkau, berkelok-kelok dan menantang justru menjadi kesan tersendiri buat pengunjung,” ujar Winarno. “Di sini hawanya sejuk. Suasananya sangat Perataan tenang sehingga cocok untuk bertafakur,” tutur lahan Bu Yani, santri asal Karawang yang nyantri di sini pesantren sejak petengahan tahun 2018 lalu. di masa- masa awal 2018 Selain itu tentu saja adalah program- programnya yang komprehensif melayani seluruh kebutuhan lansia, dari kesehatan, psikologis hingga spiritual. 44
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Tantangan di Masa Awal Periode babad alas alias merintis adalah masa penentu apakah sebuah impian akan sampai pada titik tujuannya. Periode ini menjadi masa terberat karena segala sesuatunya masih terbatas. Lebih-lebih bagi PKRR; lembaga ini bukan didirikan oleh seorang tokoh yang populer yang bisa menjadi jaminan kredibilitas, tidak pula didukung dengan SDM yang memadai, tidak juga dari aspek finansial. Boleh dikata PKRR murni dimulai dari nol dalam pengertian yang sebenarnya. 45
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Tantangan PKRR dalam periode babad alas bukan hanya karena dukungan yang serba terbatas, tapi juga dari sisi penerimaan warga sekitar. Bagi masyarakat umum, pesantren lansia adalah produk yang masih asing alias langka. Orang lebih mengenal pesantren sebagai lembaga pendidikan untuk usia pelajar, bukan untuk lansia. Demikian pula halnya dengan masyarakat Desa Gedong yang mayoritas kaum abangan, pada mulanya “menolak” keberadaan PKRR. Penolakan memang tidak dilakukan secara verbal tetapi lewat sabotase atau komentar- komentar minor. “Merantau sejak remaja pulang-pulang bukannya membawa keberhasilan malah bawa orang gila,” kisah Winarno menirukan cemooh warga sekitar. Santri PKRR angkatan pertama memang datang dengan ragam masalahnya masing-masing. Mulai dari yang cacat fisik, problem psikis, masalah keluarga hingga yang hidup sebatang kara. Sepanjang sejarah desa Gedong baru kali ini “putra daerah” punya gawe aneh seperti ini. “Terusterang yang paling merasakan ini adalah ibu saya. Saya maklum beliau perempuan, meskipun hidup dalam kekurangan selama ini hidupnya damai-damai saja. Komentar minor warga seperti membuatnya tersudut dan terasing,” sambung Winarno. Penolakan warga tidak hanya berwujud kata-kata, tetapi juga tindakan fisik berupa sabotase. Pernah akses 46
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman jalan ditutup salah seorang warga, hingga tamu-tamu PKRR tak bisa lewat. Winarno pun membangun akses jalan sendiri menuju pesantren di atas. Namun Winarno tidak menjawab dengan kata- kata tapi dengan pembuktian. Dengan elegan, ia yang di masa remaja pernah mendapat pendidikan misionaris, berhasil membalik keadaan. Latar belakang sosio kultural masyarakat Desa Gedong yang lekat dengan falsafah Jawa menjadi strategi dakwah PKRR yang khas. Istilah, bahasa dan khasanah budaya Jawa diaplikasikan dalam segenap atribut kelembagaan, mulai dari nama yayasan, nama pesantren, value lembaga hingga bentuk bangunan. Perlahan namun pasti, PKRR berhasil membalik situasi. Posisi PKRR di lingkungannya semakin menguat seiring dukungan yang terus mengalir dari luar daerah. Keberadaan PKRR tidak hanya memberi manfaat buat santri-santri lansia tetapi juga warga sekitar bahkan buat warga non-Muslim di Gedong. Bahkan kini PKRR memiliki dua sumber mata air mandiri yang mengaliri rumah 120 keluarga di Gedong. PKRR seperti ajaran Raden Rahmat menjadi lembaga dakwah yang memberi solusi pada kebutuhan riil masyarakat. “Seperti strategi dakwah Wali Songo, mula-mula mereka mendekati masyarakat Jawa saat itu dengan pendekatan kultural, menawarkan solusi bagi persoalan masyarakat yang berbasis pertanian,” terang Winarno. 47
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Dihina calon Santri Ada kisah lain yang mengiringi perjalanan PKRR di masa awal, yaitu ketika seorang calon santri menghina PKRR. Suatu hari Winarno menerima telepon dari Lampung, dari seorang anak yang ingin memondokkan ayahnya. Pendiri pesantren lansia ini sudah menceritakan kondisi pondok apa adanya, yang saat itu memang belum sebagus sekarang. Ia dan ustad Ihsan pun menjemput calon santri tersebut di Poncol yang berjarak 50 Km dari Desa Gedong. “Saat itu di saku saya hanya ada uang 200 ribu. 100 ribu buat beli bensin, 50 ribunya saya beli kartu tol. Sisanya buat jaga-jaga siapa tahu calon santri tersebut butuh sesuatu di jalan,” kenangnya. Namun sesampai di pondok dan melihat kondisi pondok yang kelewat sederhana, santri tersebut tidak jadi mondok dengan melemparkan cemooh. “Pesantren kok kayak kandang sapi gini,” kata Winarno menirukan ucapan calon santri tersebut. Hari itu juga ia minta diantar balik ke terminal. Dengan ringan hati, Winarno pun menuruti permintaan calon santri tersebut. Padahal hari sudah menjelang malam. Syukurlah masih ada bus 48
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Salah seorang penghuni shelter Yayasan Pitutur Luhur antar kota malam itu. Winarno dan Ustad Ikhsan menunggu sampai yang bersangkutan naik bus. Di tengah peristiwa yang tak mengenakkan hati itu, Winarno tetap berusaha tabah. Tetap khusnuzan bahwa di balik peristiwa ini pasti Allah bakal memberi kejutan yang indah. Dalam perjalanan pulang dari terminal malam itu, ia sempat mengungkapkan perasaan itu kepada sahabat seperjuangan yang setia menemaninya, Ustad Ikhsan. Katanya, “Ustad, kita nggak tahu Allah mau memberi hadiah apa buat kita. Tapi saya kok yakin Allah sedang menyiapkan sesuatu yang indah.” Dan benar saja, tiga hari setelah peristiwa itu, 49
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman datang seorang dermawan pengasuh Pesantren Iskariman. Winarno sendiri benar-benar tak menduga. Ustad Ikhsan sendiri yang alumni pesantren Iskariman juga tak menyangka pengasuh pondoknya berkunjung ke PKRR. Selang beberapa hari setelah kunjungan itu, salah satu bunda dari rombongan menanyakan apa yang bisa dibantu untuk pesantren ini? Gayung bersambut. Salah satu desain PKRR adalah mendirikan masjid sekaligus aula kelas yang ramah lansia di lingkungan pesantren. Sehingga para santri lansia tak perlu berjalan jauh ketika hendak beribadah di masjid. Selama ini jika hendak ke masjid kampung, para santri harus melewati gang sempit yang licin ketika hujan. Belum lagi anjing-anjing yang berkeliaran setiap saat. Ditanya seperti itu, Winarno langsung menyebut bahwa pesantren ingin mendirikan masjid. Lokasinya sudah tersedia, yaitu tanah yang dibeli Winarno beberapa tahun sebelumnya. Tanpa syarat macam- macam, pengasuh Iskariman tersebut langsung menyumbangkan uang 50 juta rupiah. Dari sanalah PKRR mulai membangun fondasi masjid yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada November 2019. Sungguh berkah yang luar biasa. Setelah itu 50
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman berturut-turut datang sumbangan dari sejumlah dermawan. Antara lain bu Endah, seorang pengusaha dari Ponorogo yang menyumbang hampir 100 juta. Irma Pangkalanbun, Bu Yatmi dan bu Etik. Keempat ibu tersebut yang mengawali pembangunan masjid Al-Karimiyah. “Jadi, masjid ini fondasinya ditopang oleh pundak para emak-emak,” kata Winarno berkelakar. Winarno, yang memang membersamai perjalanan PKRR ini menit per menit, hari per hari hingga hitungan 4 tahun sejak awal 2018 menginsafi betul bahwa setiap kebaikan akan menemukan batu sandungan. Rintangan dan hambatan itulah yang bakal menguji setangguh apa cita-cita di balik kebaikan. Pengalaman demi pengalaman “pahit” yang dialami sejak babad alas di tahun pertama kini menjadi fondasi yang kokoh bagi PKRR untuk mencapai impiannya memuliakan para lansia. 51
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Joglo di atas angin Sebuah bangunan berukuran 10 x 13 meter berdiri bersahaja di bagian timur Desa Gedong. Posisinya lumayan menjulang ke atas, di bagian paling tinggi desa itu. Saat pagi datang, cahaya matahari leluasa membilas area seluas 3500 meter persegi itu. Batu bata sebagai bahan utama bangunannya dibiarkan mencolok apa adanya tak berlapis semen. Namun justru dengan begitu tampilannya tampak eksotis, menggambarkan keselarasan dengan alam sekitarnya nan hijau. Komplek aula dan asrama Yayasan Pitutur Luhur difoto dari udara 52
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Dipandang dari kejauhan, bangunan itu tampak seperti sebuah padepokan dalam cerita-cerita silat tempo dulu; sederhana tapi berwibawa, kokoh namun mendamaikan. Di tempat inilah santri PKRR bermukim, menghabiskan sisa-sisa hidup menyambut pelukan hari akhir yang damai. Itulah joglo Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat. Di bagian timur berjarak sekitar 100-an meter berdiri masjid setengah jadi. Tampilannya mirip dengan Joglo tadi, susunan bantu bata tanpa lapisan semen. Bangunan ini direncanakan dua setengah lantai. Lantai atas untuk penginapan pengunjung atau para musafir. Bagian bawah untuk masjid. Saat ini, selain berfungsi sebagai masjid, lantai bawah dimanfaatkan juga sebagai ruang pertemuan. Itulah Masjid Al-Karimiyah, yang pembangunan awalnya ditopang oleh sumbangan empat perempuan (lihat cerita: dihina calon santri). Diapit kedua bangunan tersebut, terdapat dua “rumah kelinci”, yaitu bangunan berbahan kayu berwujud kerucut yang bisa dihuni 2 orang. Bangunan ini dihuni santri laki-laki. 53
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Rumah Kelinci, asrama pertama untuk lansia laki-laki Saat ini, PPKR tengah membangun asrama untuk para calon santri yang sudah mengantre. Winarno menceritakan, PKRR terpaksa menolak calon santri mukim karena keterbatasan asrama. Masjid Al Karimiyah mulai dibangun pada November 2019. Karena keterbatasan biaya, pembangunan masjid ini sempat terhenti. Pada pertengahan 2020, pembangunan dilanjutkan dengan melibatkan sejumlah kelompok relawan antara lain: Sayur Barokah, Sahabat Babinsa, 54
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Komunitas Sego Jumat dan sejumlah relawan lain. Untuk sampai finis, pembangunan diperkirakan menelan biaya Rp 1,2 miliar. Pembangunan Joglo Lansia sendiri dimulai pada akhir 2020. Pembangunan dikebut karena pada Agustus 2021 kontrakan asrama yang di bawah, yang berjarak 300 meter dari joglo lansia akan habis masa kontraknya. Ini bukan pekerjaan mudah, karena kemiringan lokasi lahan mencapai 40 derajat. Butuh bantuan alat berat untuk 55
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman perataan lahan. Bahkan PKRR perlu membangun jalan cor sendiri untuk akses ke lokasi. Alhamdulillah, pada awal 2020 pembangunan rampung dan PKRR resmi boyongan ke Joglo Lansia. Saat ini, bekas kandang ayam yang menjadi cikal bakal PKRR digunakan untuk menginap para tamu yang datang dari luar kota. Joglo, masjid dan asrama yang saat ini tengah dalam proses pembangunan tersebut menempati lahan seluas 3500 meter persegi. “Salah satu kelebihan di lokasi ini adalah tempatnya cukup terbuka untuk cahaya matahari. Maka ke depannya, PKRR berencana membangun instalasi listrik terbarukan berbasis energi matahari,” papar Winarno dengan optimis. 56
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Pembangunan sumur wakaf Kisah Air dan Doa Kelangkaan air adalah cerita tersendiri yang membayangi warga Desa Gedong selama puluhan tahun. Meskipun dikelilingi sejumlah mata air, namun nasib warga desa yang terlindung bukit dan lembah itu ibarat pepatah ayam mati di lumbung padi. Karena keterbatasan sarana dan dana, sumber mata air alam itu tak sampai mengalir ke rumah-rumah warga. Dari generasi ke generasi, warga Desa Gedong memenuhi kebutuhan air harian dengan proses yang tidak mudah. Mereka menggotong 57
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman air dengan jerigen dari mata air yang berada di sela-sela bukit. Bagi mereka yang berkecukupan, kebutuhan air harian bisa dipenuhi dengan cara membeli dari jasa penyedia air yang per tangkinya seharga Rp 50 ribu. Ide untuk mengalirkan air dari sumber mata air di perbukitan itu sebenarnya telah lama terpikirkan oleh warga. Namun mereka sadar jua, perlu biaya ratusan juta untuk membangun sanitasi dan mengalirkannya sampai ke rumah-rumah. “Untuk memenuhi kebutuhan air para santri, per bulan rata-rata kami harus merogoh saku Rp 4 juta lebih,” ungkap Winarno menceritakan bagaimana pondok yang saat itu baru berusia beberapa bulan mesti berhemat. Hingga satu hari datang rombongan pengasuh Pesantren Isykariman, Semarang. Mereka datang untuk menyalurkan bantuan pendirian masjid Al- Karimiyah sembari melihat-lihat potensi alam sekitar pesantren. Di titik lokasi yang hendak didirikan masjid, yang saat itu masih berupa lahan yang dirimbuni semak belukar, rombongan berteduh tepat di bawah pohon apel. “Apa kesulitannya di sini, Mas?” tanya salah 58
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman seorang ustad anggota rombongan. “Di sini warga sering mengalami kelangkaan air, terutama saat kemarau,” jawab Winarno yang mendampingi rombongan. Sambil menepuk-nepuk pundak pendiri PKRR itu, ustad tersebut berkata; “Jangan khawatir, Mas. Insya Allah di sini tidak akan mengalami kelangkaan air lagi. Bahkan tidak hanya air yang mengalir, pondok ini insya Allah bakal dibanjiri pengunjung dan dukungan warga sekitar. Tapi tolong bersabar.” Kata-kata itu begitu menggetarkan hati Winarno. Dengan takzim diraihnya tangan ustad tersebut. “Mohon doakan kami, Ustad.” Sekilas fragmen itu hanya seperti iklan tv beberapa menit yang melintas sambil lalu. Namun tidak demikian adanya. Beberapa Minggu setelah itu, pihak Isykariman mengontak Winarno untuk menggali informasi lebih rinci bagaimana mengatasi kelangkaan air di Gedong. Winarno menyambut permintaan itu dengan antusias. Segera ia konsultasi kepada tokoh-tokoh setempat. Kebetulan saat itu akan diselenggarakan proyek Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis 59
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Masyarakat (Pamsimas). Pamsimas adalah proyek Pemerintah RI di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Komposisi pembiayaannya. 70% APBN, 30% masyarakat (20% masyarakat, 10% dana desa). Untuk biaya instalasi dan meteran, setiap kepala keluarga diminta kontribusi dana sebesar 750 ribu. “Karena sebagian besar warga tidak mampu membayar, maka panitia berencana meminjam dana ke BPR yang angsuran bulanannya dibebankan kepada warga,” terang Winarno. Tentu saja itu cara yang tidak benar-benar memecahkan masalah. Bagi sebagian besar warga Desa Gedong yang berpenghasilan pas-pasan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah ngos-ngosan, apalagi harus dibebani angsuran ratusan ribu rupiah per bulan. Menyadari hal itu, Winarno pun berusaha mencari sumber pendanaan lain untuk menalangi dana yang dibebankan kepada warga. Alhamdulillah, dari bantuan pengasuh Pesantren Isykariman dan sejumlah dermawan kewajiban 120 kepala keluarga tersebut dapat diselesaikan. Namun demikian, perjalanan berikutnya tak 60
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman berarti mulus begitu saja. Meskipun PKRR telah membantu menalangi dana untuk 120 kepala keluarga yang masing-masing dibebani kontribusi Rp 750 ribu, namun ada sejumlah orang yang memobilisasi warga untuk menyabotase agar PKRR tidak mendapat jatah air. Tak ingin tenggelam dalam kondisi kisruh seperti itu, Winarno berjuang mencari alternatif. Atas bantuan kenalannya ahli geologi yang meneliti peta titik mata air di Desa Gedong, ia mendapati data bahwa di depan masjid kampung terdapat sumber mata air. Qodarullah lahan titik sumber mata air itu milik ustad Ikhsan, salah seorang pengajar PKRR. Pertolongan Allah pun datang. Tak tanggung- tanggung, empat lembaga menawarkan bantuan. Radio Suara Muslim Surabaya dan Sahabat Muslim Surakarta (SMS) mendanai pipanisasi sepanjang 3,5 Km. Proyek pipanisasi itu sendiri melibatkan 350 relawan dari berbagai daerah. Sementara itu, bantuan lain datang dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mendanai pembangunan sumur wakaf dan MCK yang dilengkapi tempat wudu. Proyek pengeboran dimulai pada 17 Januari 2021 61
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman memakan waktu sebulan. Dilanjutkan pipanisasi yang memakan waktu dua bulan. “Dari gabungan empat lembaga tadi nilai proyek sanitasi air tersebut sekitar 250 juta,” terang Winarno. Alhamdullah, hasil kolaborasi berbagai lembaga sosial, donatur perorangan dan relawan tersebut membuahkan hasil yang membawa kegembiraan. Kini secara de facto PKRR memiliki dua sumber mata air mandiri yang terpisah dari proyek Pamsimas. Tak hanya pondok (PKRR), 120 kepala keluarga Desa Gedong turut merasakan manfaat proyek ini. Banyaknya lembaga dan relawan yang terlibat dalam proyek air tersebut menggambarkan daya panggil sekaligus kontribusi Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat untuk warga sekitar. 62
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman -BAB III- Bukan Panti Jompo 63
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Hingga saat ini jumlah pesantren lansia masih bisa dihitung dengan jari. Jika pun ada, sistem pendidikannya berupa majelis taklim yang “hanya” memberi pembinaan dari aspek spiritual keislaman semata. Para santri lansia tersebut biasanya datang beberapa hari dalam seminggu, mendengarkan ceramah agama dari ustad atau kiai dalam beberapa jam kemudian kembali ke rumah masing- masing. Dalam istilah pesantren santri-santri yang pulang pergi ini disebut sebagai santri kalong alias tidak menetap. 64
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Foto kolase lansia produktif PKRR Dari sisi fungsi, pesantren identik dengan murid usia sekolah atau yang belum berkeluarga. Belum banyak pesantren (dalam artian tempat nyantri) yang diperuntukkan bagi lansia. Inilah tantangan yang sejak awal dihadapi Winarno dkk. Ketika pertama kali melemparkan ide tentang pesantren untuk lansia, banyak pihak yang mencibir, menganggap gagasan ini hanya utopia belaka. 65
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Secara perlahan namun pasti, dengan edukasi kepada masyarakat yang terus menerus, Winarno dkk berhasil membalik anggapan ini. Kini banyak lansia yang ingin mondok di PKRR. Pesantren lansia pun menjadi tren baru dalam khasanah pendidikan untuk usia lanjut. Sejak awal para pengasuh PPKR menegaskan bahwa PKRR bukanlah panti jompo. Panti jompo atau panti wreda yang selama ini dipahami masyarakat adalah tempat penampungan orang usia lanjut yang tidak lagi produktif. Tak pelak panti jompo pun memiliki persepsi minor di tengah masyarakat. Para lansia enggan masuk ke panti jompo lantaran mereka seperti dibuang oleh keluarganya, dijauhkan dari kehidupan normal. Anggapan inilah yang ingin direduksi PKRR. PKRR ingin menghadirkan persepsi yang lebih beradab mengenai sebuah tempat yang diperuntukkan bagi lansia. Maka PKRR pun memilih nama pesantren kasepuhan. Lebih dari sekadar memberangus persepsi buruk tentang panti jompo, PKRR benar-benar mewujudkan persepsi positif itu dalam wujud nyata. Misalnya bisa dilihat dari fasilitas asrama, fasilitas pengajaran, atmosfer lingkungan yang nyaman. Pendek kata, menghadirkan layanan yang ramah terhadap lansia. 66
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Mengapa Pesantren? Sebuah pertanyaan yang menarik diulik, mengapa founder PKRR memilih model pesantren ketimbang panti wreda seperti umumnya? Sebelum mendirikan PKRR, Winarno telah melakukan kajian terhadap panti jompo atau wreda dan posyandu lansia. Bahkan sebelum resmi berdiri, PKRR telah lebih dulu membuka posyandu lansia yang masih berjalan hingga kini. Namun panti wreda dan posyandu lansia punya domain yang berbeda. Panti jompo, yang secara formal di bawah binaan Kementerian Sosial hanya mengurusi aspek sosial. Sementara posyandu lansia yang di bawah Kementerian Kesehatan hanya fokus ke soal kesehatan. Ada satu lubang di antara keduanya. Yaitu tiadanya pembinaan spiritual dan pendampingan psikologis. Jika pun ada, bentuknya parsial. Winarno selaku founder PKRR mencoba merumuskan sebuah model yang cocok buat menjembatani keduanya, yaitu menyediakan layanan pendidikan bagi lansia. Model pesantren pun akhirnya dipilih. Bagian itu dikasih tanda petik ini: “Sebetulnya ada alternatif lain, yaitu sekolah lansia. Namun model ini dianggap kurang cocok untuk usia lanjut. Orang tua tidak butuh sekolah. Yang dibutuhkan adalah pengamalan ilmu dan ajaran agama secara praksis,” terang Teguh Priyanto, Direktur Kurikulum PKRR. 67
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Orang tua tidak butuh sekolah. Yang dibutuhkan adalah pengamalan ilmu dan ajaran agama secara praksis,” terang Teguh Priyanto, Direktur Kurikulum PKRR. Setidaknya ada dua alasan mengapa PKRR memilik model pesantren sebagai sarana pendampingan lansia. Pertama, pesantren identik muatan agama yang tidak didapat pada dua model lembaga panti jompo dan posyandu lansia. Secara epistemologis istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an. Santri sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya cantrik atau murid. Dilihat dari tradisi asalnya, pendidikan di pondok pesantren memberikan keseimbangan antara pendidikan jasmani dan rohani, keseimbangan antara pengetahuan alam dan pengetahuan sosial dan budaya. Kekuatan pendidikan ala pesantren adalah, santri tidak sekadar mendapatkan pengetahuan agama seacara teknis tapi juga pengamalan atas ilmu tersebut karena ada disiplin yang ketat dan kontinu. Misalnya pelaksanaan ibadah- ibadah wajib seperti salat dan ibadah sunah, semuanya termonitor dalam sistem pesantren. Inilah kemudian yang 68
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman membentuk karakter tertib dan disiplin dalam kehidupan santri pesantren. Kedua, pesantren identik dengan suasana kekeluargaan. Di pesantren ada pengasuh (kiai atau ustad) yang berkedudukan sebagai pemimpin (orang tua) bagi para santri, juga santri-santri itu sendiri yang semuanya dianggap sebagai anggota keluarga. Kehidupan pesantren memang memungkinkan santri untuk hidup bersama laiknya keluarga. Mereka menjalani waktu bersama selama 24 jam. Di sinilah mereka berbagai tanggung jawab, mengembangkan komunikasi yang selaras, membangun kebersamaan dalam suka duka dan saling menghargai satu sama lain. “Secara naluriah, setiap orang, apalagi dalam usia lansia, ingin mendekatkan diri dengan yang transendental, yaitu penciptanya (Allah). Mereka ingin mendalami agamanya (Islam) namun dengan metode yang cocok dengan usia mereka. Dan menurut kajian kami, pesantren adalah wadah yang cocok untuk usia lanjut seperti mereka,” terang ustad Teguh. Inilah alasan mengapa PKRR memilih model pesantren. Dan seperti yang sudah dijalani selama 4 tahun ini pesantren terbukti jadi model yang tepat bagi lansia. Ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator. Pertama, banyak 69
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman lansia yang ingin mondok di PKRR. Hingga kini setiap bulan PKRR terpaksa harus menolak puluhan calon santri karena keterbatasan asrama yang kini tengah digenjot pembangunannya. Kedua, banyak santri yang tetap bertahan di PKRR atas kemauan sendiri. Bahkan ada santri lansia yang mondok di PKRR lebih dari dua tahun. Memasuki usia empat tahun pada 2022 ini, PKRR terus mengembangkan layanan fisik maupun non fisik, mengikhtiarkan diri menjadi lembaga yang ramah bagi lansia. Banyak santri yang tetap bertahan di PKRR atas kemauan sendiri. Bahkan ada santri lansia yang mondok di PKRR lebih dari dua tahun. 70
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman STRUKTUR ORGANISASI PESANTREN KASEPUHAN RADEN RAHMAT DEWAN PEMBINA Agung Budi Margono, ST; MT DEWAN PENGAWAS Ahmad Winarno, S.Sos.I Khaulah Azkarillah Aulia Karimah Asykarillah PIMPINAN WAKIL SEKRETARIS BENDAHARA PPKRR PIMPINAN Mohammad Amrih S, S.Pd. Maulida Al Nurkholis, S.Pd Mohammad Munawaroh, Solikin, S.Ag M.I.Kom A.Md. Kep KEPALA KEPALA KEPALA KEPALA BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG KURIKULUM ASRAMA UMUM & HUMAS Ukuwan, S.T M. Nur Ichsan RUMAH Aulia Karimah TANGGA Asykarillah Kamtinah 71
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman DIREKTUR BIDANG PELAYANAN KESEHATAN PESANTREN Samirun SKM Muhamad BIDANG KEROHANIAN LANSIA Solikin Ahmad Munib BIDANG PERAWATAN LANSIA Kadarwati BIDANG SOSIAL KEMASYARAKATAN Kristin, Isriyanto BIDANG PARTISIPASI MASYARAKAT Damar Saputro BIDANG KEAMANAN PESANTREN Sodiq, Komarudin BIDANG PEMBERDAYAAN Amrih S.Pd BIDANG PARIWISATA M. Ikhsan 72
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Kurikulum Rojiro Pada praktiknya santri-santri PKRR tidak melulu berusia lanjut seperti kategori lansia yang ditetapkan WHO dan Kemensos RI. Baik WHO maupun Kemensos RI menetapkan usia manula adalah 65 tahun ke atas. Lebih spesifik WHO membagi usia lansia dalam tiga kategori; pertama usia 46-55 masa lansia awal, kedua usia 56-65 masa lansia akhir dan ketiga usia 65 ke atas sebagai manula. Dari sejak penerimaan santri pertama hingga saat ini, tercatat santri termuda usia 50 tahun dan tertua usia 76 tahun. Secara sosiologis mereka berasal dari beragam latar belakang keluarga, pendidikan, ekonomi dan latar keislaman. Ada santri yang berkecukupan secara ekonomi ada pula yang sebaliknya. Ada yang berpendidikan tinggi, ada pula yang buta huruf. Ada yang telah menjalankan perintah wajib agama Islam secara tertib, ada yang mulai belajar agama dari nol. Tidak sekadar sebagai wadah memperdalam agama Islam laiknya pesantren, dalam perjalanannya PKRR juga menjadi semacam ruang pemulihan jiwa/mental dan spiritual. Berdasarkan kajian ilmiah, selain rentan secara fisik, 73
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman usia senja adalah usia yang rentan secara mental/psikis. Misalnya gangguan kecemasan, kesepian, merasa tak berharga karena fisik sudah lemah, mudah emosi dan beragam masalah mental lainnya. Di sisi lain ada yang datang mondok di PKRR dengan membawa masalah problem rumah tangga. Itu semua menjadi agenda pokok di PKRR. Sebab itulah PKRR mendesain sebuah sistem pendidikan yang komprehensif yang disebut Olah Rogo, Olah Jiwo, Olah Roso. Untuk memudahkan penyebutan, ketiganya disingkat Rojiro (roso, jiwo, rogo/rasa, jiwa. raga). Rojiro bisa dibilang sebagai falsafah utama pendidikan lansia di PKRR, selain juga menjadi tagline yang mengidentifikasikan pesan-pesan luhur PKRR ke dunia luar. Falsafah Rojiro ini kemudian dirumuskan ke dalam kurikulum yang lebih rigid. Secara garis besar Rojiro adalah sistem pengajaran yang meliputi tiga ranah. Yaitu; Olah Rogo meliputi Kognitif dan Pencegahan Kepikunan, Kesehatan Fungsi Motorik dan Perilaku Kesehatan Keselamatan. Olah jiwo meliputi Moral dan Spiritualitas, Sosial Emosional. Olah Roso meliputi Komunikasi, Seni dan Estetika. 74
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman 3 RANAH PEMBINAAN PADA LASIA Olah Raga Olah Jiwa Olah Rasa Dioptimalkan Dikuatkan Ditumbuhkan meliputi Kognitif meliputi Moral dan meliputi Komunikasi, dan Pencegahan Spiritualitas, Sosial Seni dan Estetika. Kepikunan, Kesehatan Fungsi Motorik dan Emosional. Perilaku Kesehatan Keselamatan. Spiritualitas Sosial, Emosional Kesehatan, Fungsi Motorik 75
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Terinspirasi Lagu Lansia Itulah lirik lagu lansia, Masa Tua Bahagia. Sebagai pembina lansia selama kurang lebih 9 tahun, Ustad Solikin hafal lagu tersebut. Tidak sekadar hafal, ia menangkap pesan inti yang tersurat di dalamnya yang mencakup tiga ranah. Ranah kesehatan termaktub dalam lirik Periksa kesehatan, Mencegah penyakit datang. Ranah jiwa/spiritual termuat dalam lirik Bertaqwa kepada Tuhan yang melimpahkan rahmat. Ranah sosial, Tingkatkan hubungan social dalam masyarakat. Dari sanalah ia kemudian merumuskan sebuah konsep yang selaras dengan strategi dakwah kultural yang ingin dikembangkan Winarno lewat pesantren lansia, yaitu budaya Jawa. Maka munculah konsep Olah Rogo, Olah Jiwo, Olah Roso yang juga menjadi tagline Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat. Konsep itu kemudian dipertajam dan diperdalam oleh Coach Teguh Priyanto, pakar dalam dunia pendidikan anak usia dini, hingga muncul konsep 3 ranah 6 aspek, atau disebut sebagai Kurikulum 36. Dengan Kurikulum 36 ini, diharapkan para lansia mencapai level ideal lansia luhur, yaitu sehat lebih lama, emosional stabil dan spiritual meningkat. 76
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman -BAB IV- Lansia Dalam Angka dan Litelatur 77
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Sore itu, suasana haru biru menyelimuti rumah berlantai semen dan berdinding kayu itu. Sembari meraba Al Qur’an braille di pangkuannya, seorang lelaki 75 tahun tengah melafalkan ayat-ayat Allah dengan suara terbatas-bata. 78
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Begitulah rutinitas Pak Muhammad Ubay, seorang tunanetra binaan Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat- Semarang. Gangguan penglihatan tak menghalangi semangatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pak Ubay adalah warga Dusun Rowo Kasam Kecamatan Banyubiru, Kab Semarang. Bersama Samrotun, istrinya yang sama-sama tunanetra, Pak Ubay menjalani kehidupan apa adanya. Memiliki keterbatasan fisik tak lantas membuat keduanya berpangku tangan. Untuk memenuhi kebutuhan 79
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman sehari-hari, Pak Ubay mencari nafkah dengan menawarkan jasa sebagai tukang pijat. Dari profesi memijat ini, umumnya pengguna jasanya membayar sebesar Rp 25.000 - 50.000, Setiap Minggu, rata-rata ia melayani sejumlah 3- 4 pasien. Tentu saja penghasilan yang tak menentu tersebut jauh dari layak, apalagi sekarang pak Ubay sedang dalam kondisi kurang sehat yakni mengalami struk ringan dan gula, sehingga kini yang bisa memijat hanya sang istri Lain lagi cerita Pak Tomi. Tinggal sebatangkara tanpa anak-istri dan tempat tinggal, pria berusia 60 tahun ini nyaris hidup terlunta-lunta. Semula ia bekerja sebagai kuli serabutan di Jakarta. Namun seiring usianya yang mulai senja dan kesehatannya yang menurun, sejak 3 tahun lalu ia sudah tidak kuat lagi bekerja. Pak Ubay, tunanetra binaan Yayasan Pitutur Luhur 80
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Sejak tiga tahun lalu (Red 2019) Pak Tomi mulai mondok di Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat- Semarang yang kini menjadi rumah tinggalnya. Bersama teman sesama lansia, ia mulai belajar mengaji dan tertib menjalankan salat 5 waktu. Pria kelahiran Semarang ini mengaku, waktu bekerja di Jakarta tak terpikirkan olehnya untuk menjalankan ibadah. “Waktu saya tersita untuk memikirkan nasib. Sibuk mencari uang hingga tak sempat memikirkan ibadah,” kata pria asal ciledug jakarta ini. Pak Ubay, istrinya dan Pak Tomi hanyalah sedikit contoh lansia binaan Pesantren Lansia Raden Rahmat- Semarang. Selain lansia mukim, Pesantren Lansia Raden Rahmat juga melayani ratusan lansia yang tersebar di 12 desa dalam 4 Kecamatan di Kabupaten Semarang. “Waktu saya tersita untuk memikirkan nasib. Sibuk mencari uang hingga tak sempat memikirkan ibadah,” 81
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Pelayanan dilakukan secara mengunjungi langsung rumah para lansia tersebut untuk menyalurkan bantuan biaya hidup dan pembinaan dari sisi psikologis dan spiritual. “Karena keterbatasan ruang asrama, untuk saat ini kami hanya bisa menampung 30-an lansia. Insya Allah, pada bulan Ramadhan nanti kami sudah bisa menyiapkan 8 kamar berkapasitas 40 orang,” kata Winarno, pengasuh Pesantren Lansia. Winarno mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan bulanan para lansia binaan Pesantren Lansia, mereka membutuhkan dana Rp 25 juta rupiah per bulan. Dana itu untuk biaya makanan dan gizi serta perawatan kesehatan. Kisah pak Tomi dan keluarga pak Ubay sekaligus menggambarkan kondisi umumnya lansia di Indonesia yang menghadapi ketidakpastian di hari tua. Di usia yang seharusnya berada dalam ketengangan, mereka masih harus bergelut dalam masalah ekonomi, kesehatan dan psikologis yang hampir tak terurus. 82
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Siapa Lansia? Ditinjau dari segi batasan umur, ada sejumlah definisi mengenai lansia. Kami mengambil dua contoh dari WHO (Health Organization) atau Badan Kesehatan Dunia dan Departemen Kesehatan RI. Menurut WHO: 1) Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun 2) Usia Lanjut (Elderly) : 60-74 tahun 3) Usia Tua (Old) : 75-89 tahun 4) Usia sangat tua (Very Old) : >90 tahun Menurut Depkes RI: 1) Menjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan ini dikatakan sebagai masa virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa dan keperkasaan fisik. 2) Usia lanjut dini (55-64 tahun), yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut 3) Usia lanjut yaitu usia 65 tahun ke atas 4) Usia lanjut beresiko (>65 tahun), lansia yang beresiko menderita berbagai penyakit degeneratif. 83
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Dua definisi menurut WHO dan Depkes RI tersebut (juga pendapat para ahli lainnya) pada prinsipnya mengandung pengertian yang sama. Bahwa lansia adalah usia ketika grafik perkembangan seseorang menuju titik rendah (menurun), baik menurun dari aspek fisik (kesehatan) maupun psikis. Karena itulah di negara-negara maju lansia sangat diperhatikan. Di Australia, misalnya, pemerintah membuka klub-klub lansia yang dibiayai pemerintah. Di klub-klub tersebut, para lansia memiliki banyak kegiatan yang bisa menghibur dan tetap produktif. Menurut Global Age Watch Index, Swedia adalah negara terbaik dengan kualitas hidup lansia yang terjamin. Indikator yang digunakan adalah keamanan, lansia adalah pendapatan, pekerjaan, usia ketika grafik jaminan kesehatan, pendidikan, perkembangan seseorang menuju dan lingkungan. Setelah titik rendah (menurun), Swedia, ada Norwegia, baik menurun dari aspek fisik Jerman, Belanda, dan Kanada. (kesehatan) maupun psikis. Di Jerman, para lansia bisa mendapat tunjangan kesehatan 84
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman dan asuransi pensiun. Uang ini dipotong selama masa kerja sehingga saat pensiun, mereka otomatis mendapat sekitar 2/3 gaji bulanan. Negara Asia yang masuk ada Jepang di peringkat 10, satu-satunya negara yang dianggap paling nyaman untuk orang lanjut usia. Sementara Indonesia hanya ada di posisi 71, jauh dari Thailand (42) dan Filipina (44). Jepang memang menganggap serius lansia karena populasi mereka banyak yang menua. Negeri Sakura itu mempersiapkan rumah jompo, perawat khusus orang tua, dana pensiun, fasilitas pensiun, asuransi kesehatan, dan banyak lagi fasilitas lainnya. Bagaimana di Indonesia? Harus diakui, pemerintah belum cukup memberi ruang terhadap kaum lansia. Regulasi terkait lansia memang sudah ada, namun pelaksanaannya di lapangan masih centang perenang. Di tengah masyarakat sendiri, terutama di desa-desa nasib kaum lansia hampir tak terdeteksi. Mereka hidup di rumah-rumah dalam kehampaan menunggu kematian tanpa perhatian yang layak. 85
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman JEPANG Posisi 10 Thailand FILIPINA Posisi Posisi 42 44 INDONESIA Posisi 71 Negara Asia yang masuk ada Jepang di peringkat 10, satu-satunya negara yang dianggap paling nyaman untuk orang lanjut usia. Sementara Indonesia hanya ada di posisi 71, jauh dari Thailand (42) dan Filipina (44). 86
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Lansia dalam Perspektif Islam Islam menempatkan lansia dalam posisi istimewa. Dalam rentang perjalanan hidup manusia, Islam memandang usia lansia sebagai usia matang sekaligus ujung perjalanan hidup manusia menuju alam kematian, meskipun tentu saja soal kematian tak memandang usia. Namun dalam konteks ini lansia adalah etape terakhir dari sebuah perjalanan panjang kehidupan, yang karenanya Islam memberikan panduan mengisi hari-hari pada etape terakhir ini dengan banyak berdoa, bersyukur dan bertaubat, seperti termaktub dalam Al-Quran surat Al- Ahqaf ayat 15. Secara spesifik, Al-Quran surat Al-Ahqaf ayat 15 menyebut usia 40 tahun. Saat seseorang telah menginjak usia 40 tahun, maka secara fisik, psikis, dan spiritual manusia telah mencapai usia matang. Ilmu pengetahuan membuktikan saat manusia mencapai usia 40 tahun, tulang rawan pada tengkorang akan makin sempurna tingkatan kerasnya. Tulang tersebut akan tumbuh dan menyempurnakan struktur tengkorak kepala sehingga memengaruhi inti akal yang terletak di otak. Itulah alasan mengapa Allah Swt mengangkat Muhammad menjadi rasul pada usia 40 tahun. 87
Pitutur Luhur Harmoni Dalam Keberagaman Dalam pandangan kaum sufi terdahulu, usia 40 adalah fase istimewa di mana seharusnya manusia lebih fokus mendekatkan diri kepada Allah. Syeikh Abdul Wahhab bin Ahmad Asy-Sya’rani, dalam kitab Bahrul Maurud, menulis, “...apabila umur telah mencapai 40 tahun, hendaklah bersiap-siap melipat kasur dan selalu ingat pada setiap tarik nafas, bahwa kita sedang berjalan menuju akhirat, sampai tak merasa tenang lagi rasanya hidup di dunia.” Makna dari “melipat kasur” ialah mengurangi tidur untuk memperbanyak ibadah. Saat seseorang telah menginjak usia 40 tahun, maka secara fisik, psikis, dan spiritual manusia telah mencapai usia matang. Ilmu pengetahuan membuktikan saat manusia mencapai usia 40 tahun, tulang rawan pada tengkorang akan makin sempurna tingkatan kerasnya. 88
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119