Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial (Eksperimen)

Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial (Eksperimen)

Published by Fransiska Novia, 2021-12-04 09:00:16

Description: Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial

Search

Read the Text Version

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? APAKAH GOSIP BISA MENJADI KONTROL SOSIAL ? Eko A Meinarno 1 Sunu Bagaskara 2 Mely Putri Kurniati Rosalina 3 Abstract expected that most gossip, but does not control or at least influence other people. It could, the This study set out in the social life of the supervisory functions should be something people of Indonesia. This issue is all about concrete, not just talk about word of mouth. gossip as social control. If all this gossip to talk bad about as far as is known, then the Foster Keywords : gossip, adolescents, social (2004) explains that one function of gossip is to control, GFQ (questionnaire Gossip Foster) influence people. One form that seems extreme is social control. The existence of social control Salah satu bentuk komunikasi yang are expected to achieve harmony in social life. mungkin dianggap tidak menyenangkan adalah gosip. Dikategorikan sebagai bentuk In the current study focused on komunikasi yang tidak menyenangkan karena adolescents. In the adolescent phase of this pada umumnya gosip telah dianggap sebagai development has wider social life and diverse. omongan-omongan tak menyenangkan Patterns of friendship that extends also part of terhadap orang lain. Omongan itu umumnya one's youth. Another important point is very terkait aib atau keburukan pihak lain. Tidak sensitive to adolescents evaluative information against him. Thus gossip as a tool for social control could be the entrance to evaluate the adolescents in their everyday lives. Researchers take a sample of mengherankan jika dampak dari gosip approximately 250 adolescents randomly dianggap berbahaya pada diri orang yang sampling with this type of random sampling. dibicarakan sampai pihak yang The proportion of men and women equally, the menyebarkannya. Bahkan pada keyakinan median age was 18.58 years (SD = 1.79). In this agama, membicarakan aib orang lain atau study used self-report measure of modality. gosip adalah tingkah laku yang diharamkan. Subtest function measurement using gossip as a tool to influence others from scale measuring Sedemikian rupa kekhawatiran terhadap GFQ (questionnaire Gossip Foster), composed gosip justru menimbulkan pertanyaan by Eric foster (2004). As a result, 55.2 per cent tersendiri, apakah memang gosip semata of participants of the important functions of hanya bentuk komunikasi buruk atau ada gossip influence others. However, if both sexes bentuk lainnya? Apakah gosip sebatas yang were compared results were not found buruk-buruk saja sehingga dikategorikan substantial differences (though the average haram? Secara umum masyarakat lebih higher for women). Using these results can be senang untuk mendengar hal-hal buruk dari 1 Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas orang lain daripada berita-berita yang bagus. Indonesia Hal ini didasari bahwa ketika membicarakan yang buruk kita mengetahui bahwa ada pihak- 2 Staf Pengajar di Fakultas Psikologi YARSI 3 Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 78 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? pihak yang melanggar norma sosial, sehingga sedang berlangsung; (b) isi dari komunikasi informasi ini menarik. Sementara itu, informasi tersebut utamanya adalah evaluasi atau yang sekedar menyampaikan bahwa orang- penilaian terhadap orang atau pihak yang orang patuh pada norma dianggap biasa-biasa dibicarakan, baik itu yang bersifat negatif saja (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). maupun yang positif; dan (c) pentingnya faktor situasional dalam percakapan (Foster, 2004). Memasukkan isu gosip dalam psikologi tidaklah mudah, Pertama, gosip jelas sebuah Oleh karena keunikan inilah maka komunikasi sehingga akan lebih mudah peneilitian tentang gosip dari waktu ke waktu ditemukan dalam kajian komunikasi. Kedua, meningkat. Penelitian awal gosip telah dalam sejarah justru antropologi yang pertama dilakukan oleh banyak peneliti (Besnier, 1989; kali mencatatkan penelitian awal tentang gosip. Eder dan Enke, 1991; Gilmore, 1978; Hannerz, Namun bukan berarti ilmuwan psikologi tidak 1967; Haviland, 1977; Loudon, 1961; Roy, bisa berkontribusi terhadap tema gosip. 1958; Szwed, 1966; Yerkovich, 1977. Pertama, komunikasi yang khas dilakukan Kesemunya dalam Foster, 2004; Besnier, manusia adalah bagian dari kajian psikologi. 2009). Berdasar berbagai temuan tadi Tak ketinggalan bahwa komunikasi adalah tampaknya bisa diasumsikan bahwa gosip bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan penting bagi kehidupan sosial. Bahkan manusia misalnya, A Maslow menuliskan lima Baumeister, Zhang dan Vohs (2004) tingkatan kebutuhan cukup mendasar. Kedua, menegaskan bahwa gosip bisa memberikan kgosip yang merupakan manivestasi hubungan informasi yang berharga. interpersonal yang umumnya terjadi dalam komunitas (jika tidak dikatakan kelompok Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kecil). Dengan kedua acuan tadi maka ilmuwan gosip terkait dengan kehidupan sosial. Gosip psikologi bisa memasuki tema gosip dan bisa secara prinsip memiliki fungsi melebihi tataran menelitinya., hubungan antarpribadi, dengan demikian tentunya gosip juga mempunyai fungsi-fungsi Sebelum masuk lebih dalam dalam yang berguna bagi masyarakat. Ada cukup pembahasan psikologi, penulis memberikan banyak fungsi-fungsi itu, tapi Foster secara batasan terhadap gosip terlebih dahulu. garis besar membaginya ke dalam empat Definisi yang secara umum dipakai untuk gosip fungsi utama (Foster, 2004). Pertama gosip khususnya secara psikologis adalah berfungsi sebagai sumber informasi. Sebagai membicarakan pihak ketiga tanpa sebuah mekanisme pertukaran informasi, kehadirannya (tentunya dengan terlebih dulu gosip seringkali dianggap sebagai alat yang ada dua pihak) (Stirling, 1956 dalam Foster, efisien dan ekslusif dalam mengumpulkan dan 2004; Besnier, 2009). Gosip merupakan menyebarkan informasi. Melalui gosip, pertukaran informasi (bisa positif maupun seseorang akan mendapatkan gambaran negatif) dalam bentuk evaluatif (positif atau umum mengenai lingkungan sosialnya negatif) terhadap pihak ketiga yang tak hadir (Hannerz, dalam Foster 2004). Dalam dari kejadian pertukaran informasi tadi (Foster, pembahasan pertukaran sosial di bidang 2004). Tentunya dengan definisi tadi perlu psikologi, gosip digambarkan sebagai sejenis dipertegas dengan tiga hal utama yang “mata uang” yang diperjualbelikan dan dinilai membedakannya, yaitu (a) pihak yang berdasarkan waktu, manfaat, dan tingkat dibicarakan tidak hadir dalam percakapan yang kesulitan dalam mendapatkannya. Rosnow 79 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? dan Fine (dalam Foster, 2004) melihat bahwa hukuman sosial bagi orang-orang yang sifat transaksional gosip tampak serupa melanggar norma dan ketentuan masyarakat dengan pola pertukaran ekonomi. setempat. Melalui gosip, anggota masyarakat juga dapat memahami peran dan tingkah laku Kedua, sebagai hiburan. Gosip juga apa yang diharapkan darinya oleh masyarakat. memiliki fungsi sebagai hiburan. Sejumlah Sebagai alat untuk mempengaruhi yang peneliti mengungkapkan bahwa masyarakat bersifat evaluatif khususnya ketika bergosip untuk mendapatkan kesenangan membicarakan moral (Besnier, 2009). belaka, bukan untuk tujuan tertentu lainnya. Baumesiter, Zhang dan Vohs (2004) juga Kesenangan inilah yang membuat orang-orang menyimpulkan bahwa gosip juga memberi sangat nyaman terlibat dalam percakapan pendidikan kepada para pelaku atau yang mengandung gosip. Dalam penelitiannya pendengarnya tentang norma-norma sosial pada masyarakat pedesaan Spanyol, yang diharapkan tetap tegak di masyarakat. Gilmore(1978) menemukan masyarakat pedesaan sangat menikmati gosip karena Bagaimana di Indonesia? Kajian ini masih gosip merupakan sumber utama dari hiburan minim jika tidak dikatakan tidak ada sama yang bisa mereka dapatkan. Fungsi hiburan ini sekali. Besar kemungkinan gosip menjadi tidak lah yang kemudian mendorong berbagai media cukup diperhatikan karena di mata masyarakat massa banyak mengangkat tema gosip (dan mungkin peneliti sosial), gosip telah dinilai sebagai porsi utama dari tayangan atau artikel buruk. Hal ini tidak bisa disalahkan, karena mereka. pada salah satu fungsi gosip yang diajukan oleh Foster (2004) adalah sebagai pengaruh Ketiga, gosip sebagai pertemanan. Fungsi yang dalam pengejawantahannya adalah lain dari gosip adalah merekatkan tali upaya kontrol sosial.sebuah temuan persahabatan dan ikatan dalam kelompok yang Malinowski (1926 dalam Kottak, 2006) tentang lebih luas. Melalui gosip, akan tercipta gosip pada masyarakat kepulauan Trobriand pertukaran informasi yang kemudian menjadi cukup menegangkan. Ketika tersebar gosip norma bersama, lalu menciptakan batasan bahwa seorang ayah berhubungan badan yang jelas antara ingroup dan outgroup. dengan anak perempuannya (inses), si ayah Pertukaran informasi yang tadinya bersifat tidak dihukum. Ia tetap dibiarkan hidup dengan privat antara satu orang dengan orang lain situasi sosial biasa. Namun gosip yang pada tingkat kelompok berkembang menjadi menyebar tanpa diduga telah membuatnya pengetahuan, norma, dan ikatan kepercayaan tertekan sehingga pada satu hari si ayah kelompok. Pertukaran gosip merupakan tanda ditemukan tewas bunuh diri. Karakter bahwa telah terjalin lingkaran kepercayaan Indonesia yang sering dikategorikan sebagai antara penggosip dengan pendengar. Bila negara yang kolektivis menjadikan tema gosip pertukaran ini terus terjadi, maka kerekatan menjadi pas. Gosip bahkan bisa menjadi dalam persahabatan dan kelompok akan senjata sosial yang ampuh terhadap individu. meningkat. Namun kenyataan di lapangan justru Dan fungsi terakhir, gosip sebagai alat berbeda, untuk kasus inses tetap dibutuhkan untuk mempengaruhi. Terakhir, fungsi gosip hukuman sebagaimana yang terjadi di Austria menurut Foster (2004) adalah sebagai alat (Meinarno, Widianto dan Halida, 2011). Begitu untuk menyebarkan pengaruh di dalam pula dalam kajian psikologi, bahwa proses masyarakat. Gosip biasa digunakan sebagai 80 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? belajar dibutuhkan contoh nyata dengan sengaja dilakukan terhadap remaja. Seperti penguatan positif atau negative (Baumeister, dijelakan juga bahwa bergosip membuka Zhang dan Vohs, 2004). peluang untuk belajar tentang hal-hal normatif (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Secara Tujuan Penelitian khusus, Mettetal (1982, dalam Foster, 2004) dalam pengamatannya menemukan bahwa Penelitian ini secara khusus ditujukan pada remaja terjadi aktivitas gosip, hanya saja kepada remaja. Istilah remaja berasal dari semakin muda usia remaja itu maka yang lebih bahasa latin adolescence yang berarti tumbuh dibicarakan adalah hal-hal yang negatif. atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas Metode Penelitian lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Penelitian ini hendak mengungkap, apakah Definisi remaja menurut Santrock (2007) dapat fungsi gosip sebagai pengaruh (atau kontrol diartikan sebagai masa perkembangan transisi sosial) terbukti. Pendekatan penelitian ini antara masa kanak-kanak dan masa dewasa adalah kuantitatif. Untuk itu, penulis yang mencakup perubahan biologis, kognitif, menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang dan sosial-emosional. telah dibuat dan dikembangkan oleh Foster (2004). Sebutan alat itu adalah Gossip Foster Dari sudut usia Marat (2005) Questinaire atau GFQ. mengemukakan bahwa batasan usia bagi remaja adalah 12 hingga 21 tahun. Pembagian Penulis menerjemahkan alat tersebut dari secara spesifiknya yaitu: usia 12-15 tahun bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Bentuk merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun alat ini berupa skala tipe likert. Dengan merupakan masa remaja pertengahan, dan 18- demikian para partisipan mengisi derajat 21 tahun merupakan masa remaja akhir. kesetujuan dari pernyataan-pernyataan yang ada. GFQ ini terdiri dari sembilan butir Remaja juga membutuhkan hubungan pernyataan. Salah satu bentuk butir antarpribadi yang baik. Salah satu bentuknya pernyataan itu adalah “jika seseorang adalah kebutuhan afiliasi. Di dalam kegiatan ini melakukan hal yang tidak pantas, saya pikir terdapat proses bertukar informasi yang orang lain harus mengetahuinya sehingga wujudnya bisa yang positif (untuk orang tersebut menjadi lebih mungkin untuk meningkatkan self esteem) atau bisa juga yang tidak mengulanginya lagi”. negatif yang sifatnya untuk evaluasi diri atau kelompoknya berbanding kelompok lain. Pada awal penelitian ini, diharapkan bisa Tingkah laku ini wajar karena ada terjaring 400 remaja dengan setting kecenderungan bagi remaja untuk universitas. Penyebaran dilakukan secara acak menyesuaikan tingkah laku mereka pada (random sampling dengan jenis accidental tingkat individual hingga kelompok. Pada sampling). Waktu penyebaran dilakukan pada kelompok teman ini, terjadi proses belajar Dari 400 kuesioner yang disebar dengan ketrampilan dan strategi sosial (Halimah, bantuan mahasiswa, yang kembali dan bisa 1998). diolah adalah 250 kuesioner. Saat penyebaran kuesioner, penulis tidak secara terbuka Dengan melihat bahwa kebutuhan menyebutkan bahwa penelitian ini adalah berkomunikasi amat tinggi dan salah satu tentang gosip. Hal ini jelas untuk menghindari bentuknya adalah gosip maka penelitian ini bias dan perasaan khususnya perasaan negatif terhadap gosip. 81 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? Sebagai pengayaan, penelitian ini juga Seperti dipaparkan pada bagian metode dilakukan wawancara dan diskusi kelompok penelitian, bahwa penelitian ini juga terarah (focus group discussion). Wawancara menggunakan wawancara dan FGD untuk dilakukan pada satu remaja perempuan dan mendapatkan data secara kualitatif. Dari diskusi dilakukan terhadap sekelompok remaja pertanyaan tentang gosip terkait control sosial, lelaki. Bahan pertanyaan untuk wawancara dan terungkap sebuah pernyataan dari partisipan FGD, tidak sama dengan yang terdapat dalam perempuan (21 tahun) seakan mempertegas kuesioner. Walau demikian tetap satu ide, fungsi gosip ini: misalnya: “menurut Anda, sejauh apa gosip dibutuhkan untuk menegakkan norma-norma “……….. Jadi kaya, dan juga menurut gue sosial?”. Diharapkan dengan wawancara dan kaya norma..apa ya..si norma sosial ini tuh FGD ini bisa mendapat tambahan data yang emang dihasilkan dari gossip menurut gua. lebih lengkap dan bisa memberi nuansa baru Jadi kaya selaen lo gosipin orang, dari hasil yang berupa data kuantitatif. sebenernya lo tuh juga buat norma baru. Mana yang boleh dan mana yang ga boleh. Hasil Penelitian Udah gitu. Kaya gitu.” Dari penelitian ini terungkap beberapa data. Sebagian lainnya juga menyatakan bahwa Hasil demografik menunjukkan 125 orang gosip dapat mereka gunakan sebagai alat perempuan dan 125 lelaki. Rerata usia adalah untuk menjatuhkan orang lain yang tidak 18,58 tahun (SD = 1,79). Dengan demikian mereka sukai, dalam hal ini dapat dikaitkan para partisipan masih masuk kategori remaja, dengan fungsi gosip sebagai alat untuk secara khusus fase remaja akhir. Mereka mempengaruhi orang lain. Hasil dari semua berlatar belakang pendidikan akhir wawancara dengan seorang partisipan SMA/sederajat dan sekarang tengah kuliah. perempuan adalah sebagai berikut: Penelitian dilakukan medio November 2010. Begitu pula dengan partisipan yang “Iya, karena.. karna gw sebel aja ama tuh diwawancara, remaja perempuan usia 21 orang, jadi ya udah gosipin aja.” tahun. Partisipan FGD adalah lima remaja lelaki yang juga tengah kuliah. Pernyataan remaja perempuan ini mengindikasikan bahwa gosip digunakan Hasil penelitian dalam kuantitatif untuk “serangan” terhadap orang yang menunjukkan 55,2% partisipan mempunyai dipandang bertentangan dengan norma nilai tinggi pada fungsi gosip untuk (setidaknya norma versi dirinya). mempengaruhi orang lain. Sebuah angka yang memang tidak terlalu jauh berbeda dengan Berdasarkan hasil FGD remaja laki-laki, persentase bernilai rendah. fungsi gosip terkait pengaruh atau kontrol sosial dilihat sebagaimana yang mereka Pengolahan kedua dari data penelitian ini ungkapkan berikut ini: adalah membandingkan nilai dari kedua jenis kelamin. Setelah diolah maka hasilnya tidak “Yaa bener juga sih, dari gossip itu bisa ditemukan perbedaan yang signifikan (walau membuat image seseorang misalkan dia rerata nilainya lebih tinggi pada perempuan). kan di ekonomi terkenal cacatnya tuh, suka Gejala ini cukup menarik. Jika dilihat sekedar lari-lari gak jelas hehehehe! Bisa ditangkap tingginya angka maka stereotip remaja public kalo dia cacatnya kaya gitu.. ya bisa perempuan lebih suka bergosip dengan fungsi membentuk image.” untuk kontrol sosial adalah benar. 82 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? “….kalo saya sih sama, kurang lebih sih menghabiskan waktu bersama teman sebaya sama ngomong2 gitu, jadi gosip itu kalo (peer group) yang mana lebih menekankan dalam kehidupan bermasyarakat jadi kita kebersamaan dan tak ingin menyakiti hati kaya bisa dapet gambaran gitu kalo orang dalam kelompoknya. Gosip umumnya misalkan ke daerah itu jadi kita bisa lebih muncul dari kelompok lain kepada kelompok tau juga kalo masyarakat disini itu tingkah lainnya, sehingga sebuah gosip yang ditujukan lakunya seperti apa jadi kita kalo di tempat pada anggota teman sebaya belum tentu ini ga boleh seperti ini, jadi kita harus ee sampai pada individu tadi. Ini dikarenakan mengurangi hal yang tidak disukai di secara alami, teman-temannya akan masyarakat.” “melindungi” individu tadi. Kedua cuplikan di atas dari remaja lelaki Dari penelitian yang dilakukan oleh menegaskan bahwa gosip memang bisa Baumeister, Zhang dan Vohs (2004), digunakan untuk membangun citra (positif- menempatkan gosip sebagai alat untuk belajar negatif). Dengan demikian individu harus kebudayaan. Individu bisa belajar kebudayaan pandai-pandai berperilaku dalam kehidupan sekitar dirinya melalui gosip, sebagaimana ia sosialnya. Citra diri yang buruk akan membuat berfungsi sebagai kontrol sosial. Remaja dirinya sulit bergerak dalam masyarakatnya. khususnya yang memiliki kelompok tampaknya Setidaknya perilaku sehari-hari kita memang paham atas hal ini. Dengan demikian gosip di sedianya adalah perilaku yang pas dengan kalangan remaja takkan mudah hilang. Mereka masyarakatnya. Dengan gosip yang beredar, butuh untuk control atas perilaku diri, kelompok seseorang yang baru menjadi anggotanya atau sampai kepada kelompok lainnya agar bisa yang memang belum tahu menjadi tahu hal-hal diterima di kalangan remaja itu sendiri. apa yang diharapkan oleh masyarakat. Berperilaku yang disukai atau dikehendaki Namun bagaimana hasilnya tidak terlalu warga bisa mengurangi konflik antara individu tinggi? Padahal gosip juga salah satu cara dan masyarakat. Dampak selanjutnya adalah belajar peraturan sosial yang ada (Baumeister, citra diri positif, yang bisa diterima oleh Zhang dan Vohs, 2004). Beberapa sudut masyarakat. pandang bisa menjelaskan hal ini. Peneliti memperkirakan bahwa untuk remaja, kontrol Diskusi sosial yang paling efektif adalah sesuatu yang konkrit, bukan sekedar omongan dari mulut ke Dari hasil penelitian ini ternyata gosip dapat mulut. Sesuatu yang nyata pada umumnya dianggap sebagai alat kontrol sosial, adalah sesuatu yang terlihat dan mudah sebagaimana yang diperkirakan dipahami, seperti tingkah laku. Dengan sebelummnya. Tentunya hasil ini tetap perlu demikian, walau gosip bisa berfungsi sebagai dikaji dan diperhatikan. Hasil perhitungan kontrol sosial, setidaknya untuk mencapai taraf statistik deskriptif dari penelitian ini tampaknya mempengaruhi tetap dibutuhkan tingkah laku gosip berkontribusi (walau tidak besar) besar yang menunjukkan fungsi itu. untuk bisa mengontrol atau setidaknya mempengaruhi orang lain. Mengapa mesti perempuan lebih tinggi daripada lelaki? Pertanyaan klasik ini sering Gosip yang berfungsi sebagai kontrol sosial muncul dalam penelitian tentang gosip. Dalam akan sulit mana kala remaja lebih banyak penelitian ini, sesungguhnya tidak terdapat perbedaan signifikan pada masing-masing 83 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? kelompok jenis kelamin. Hanya saja angka Saran pada kelompok remaja perempuan lebih tinggi. Kecenderungan ini telah diketahui sejak Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat penelitian-penelitian awal tentang gosip. gambaran gosip yang salah satu fungsinya Mungkin ini terkait dengan temuan Baumeister, adalah untuk menjadi kontrol sosial. Masih Zhang dan Vohs (2004) yang menyebutkan banyak hal mesti dibenahi. Salah satunya bahwa tema gosip para lelaki adalah para adalah partisipan yang dalam dipilih untuk pesaohor (selebritas) dan politisi. Pola ini bagian penelitian kualitatif dari penelitian ini dikatakan sebagai wajar karena lelaki yang sekiranya harus lebih berusia remaja. lebih berorientasi sosial dan kebudayaan. Di pihak remaja perempuan, tema gosip yang Sebagai penelitian awal masih banyak sering muncul adalah para anggota keluarga membutuhkan masukan-masukan yang bisa dan teman-teman dekatnya. Sangat mungkin menambah kuat hasil yang didapat saat ini. dalam penelitian ini, para remaja lelaki merasa Penulis menyadari kelemahan-kelemahan “tidak” bergosip, sedangkan para perempuan kontrol atas variabel-variael penelitian masih justru menegaskan aktivitas gosip. terbuka. Dengan demikian, kritik dari penelitian ini bisa mewujud dalam bentuk penelitian yang Bahwasanya gosip menjadi “senjata” sosial sekaligus mengoreksi kesalahan yang ada. yang khususnya dilakukan oleh para Malahan bisa member solusi atas hal-hal yang perempuan cukup sinambung dengan tak terjawab dalam penelitian ini. penelitian-penelitian psikologi. Kajian psikologi untuk agresivitas (Pidada dkk, 2002; Feldman, Penelitian ini masih terbuka untuk 2009) juga menunjukkan bahwa perempuan dievaluasi secara luas. Dari sudut kebudayaan, lebih menggunakan pola pasif agresif. perlu diingat bahwa gosip dikatakan haram Bentuknya yang paling umum adalah dengan oleh kelompok agama tertentu. Padahal gosip bergosip. Dengan demikian hasil penelitian ini adalah hal lumrah dan bahkan memiliki fungsi dapat dikatakan sejalan dengan penelitian- untuk penegakan norma. Hal yang saling penelitian sebelumnya. bertentangan ini tentunya bisa menjadi kajian baru bagi penelitian tentang gosip di Indonesia. Lantas menngapa mesti para perempuan? Para perempuan sebagai pihak yang sering kali dianggap pasif dan lebih tunduk kepada aturan akan menggunakan gosip lebih kuat. Rasa ikatan emosional yang kuat pada remaja perempuan membuat mereka lebih taat pada aturan yang ada. Mereka cenderung menghindari hukuman-hukuman, sehingga mereka cepat mempelajari sesuatu yang dianggap melanggar norma (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). 84 Jurnal Psikologi Pitutur

Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? Daftar Pustaka Antropologi Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Besnier, N. (2009). Gossip and the everyday production of politics. Honolulu: University Kottak, Phillip C. (2006). Anthropology: The of Hawai’I Press. exploration of Human Diversity. McGraw Hill. Boston. Bloom, P. (2004). Postcript to the Special Issue on Gossip. Peer Reviewed Journal, Vol Louis, M.,Rrosenblum, L. A. (1975). Friendship 8(2), 138-140. and Peer Relation. New Jersey: John Willey & Sons Eder, Donna., Enke, JL. (1991). The Structure of Gossip: Opportunities and Constraints on Mar’at, Samsunuwiyati. (2005). Psikologi Collective Expression among Adolescents. Perkembangan. Bandung. PT. Remaja American Sociological Review, Vol. 56, No. Rosdakarya. 4, pp. 494-508. Maulida, N. (2008). Pengaruh Peer Group Feldman, RS (2009). Understanding Terhadap Kesadaran Beragama Pada Psychology. Boston: McGraw Hill. Anggota Pengajian Remaja Masjid Syarif, Saripanmakamhaji Pada Tahun 2008. Foster, E.K. (2004). Research on Gosip: Surakarta. Fakultas Agama Islam Taxonomy, Methods, and Future Directions. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Review of General Psychology. Vol. 8, No. 2, 78–99. McAndrew, F. T., Bell, E. K., & Garcia, C. M. (2007). Who do we tell, and whom do we tell French, DC., Jansen, EA., Pidada, S. (2002). on? Gossip as a strategy for status United States and Indonesian children's enhancement. Journal of Applied Social and adolescent's report of relational Psychology, 37, 1562-1577. aggression by disliked peers. Child Development, July/August 2002, Vol. 73, Meinarno, EA., Widianto, B., Halida, R. (2011). number 4, pp 1143-1150. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta. Salemba Humanika. Furlong, N. E., Lovelace, E. A., Lovelace, K. L. (2000). Research Method and Statistic: An Santrock, John W. (2007). Adolescence. 11th Integrated Approach. Orlando : Harcourt ed. Boston: McGraw Hill. College Publisher. Sarwono, S Wirawan. (2009). Pengantar Gilmore, David. (1978). Varieties of gosip in a Psikologi Umum. Jakarta. Rajawali Press. Spanish rural community. Ethnology, Vol. 17, No. 1, (Jan.), pp. 89-99. Suriani (1989). Pengaruh jaringan sosial terhadap pola kelakuan remaja kelas sosial Gravetter, FJ., Forzano, LB. (2009). Research bawah: Suatu studi kasus siswa SMA di DKI Methods for The Behavioral Sciences. 3rd Jakarta. Fakultas Pascasarjana Universitas Edition. USA: Wadsworth Cengage Indonesia. Tidak dipublikasikan. Learning. Wert, Sarah R., Salovey, Peter. (2004). Halimah, S. (1998). Remaja dan peer group: Introduction to the Special Issue on Gosip. Suatu kajian kasus mengenai kehidupan Review of General Psychology, Vol. 8, No. keluarga di perkotaan. Tesis. Program Studi 2, 76–77. 85 Jurnal Psikologi Pitutur


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook