Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Penelitian Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang

Penelitian Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang

Published by perpustakaanpublikasi, 2021-02-19 05:17:41

Description: Penelitian Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang

Search

Read the Text Version

PENELITIAN implementasi kebijakan penyelenggaraan penertiban pemanfaatan ruang Disusun Oleh: Sutaryono Arsan Nurrokhman DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENGEMBANGAN DAN STANDARISASI KEBIJAKAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN 2020 NDIN HAERUDIN, ST ROMI NUGROHO, S.SI SURYALITA, A.PTNH

PENELITIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENERTIBAN PEMANFAATAN RUANG TIM PENYUSUN : Dr. Sutaryono, M.Si. : Arsan Nurrokhman, S.Si., M.A.P. Koordinator : Johanes Hamidin, S.Si., M.Sc. Pembantu Peneliti : Jauhari Thonthowi, S.Si. Tenaga Ahli Sekretaris Peneliti Diterbitkan Oleh: Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas Udik, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16966 Cetakan Pertama - 2020 ISBN: Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.



Laporan Akhir DAFTAR ISI Kata Pengantar.................................................................................................................... ii DAFTAR ISI........................................................................................................................ 1 BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 2 A. Latar Belakang..............................................................................................................2 B. Perumusan Masalah ......................................................................................................4 C. Tujuan ...........................................................................................................................4 D. Manfaat Penelitian ........................................................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 6 A. Tata Ruang di Negara Berkembang..............................................................................6 B. Pengendalian dan Penertiban Pemanfaatan Ruang .......................................................7 C. Audit Tata Ruang........................................................................................................12 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 15 A. Objek Kajian ...............................................................................................................15 B. Lokasi..........................................................................................................................15 C. Teknik Analisis ...........................................................................................................15 BAB IV KEBIJAKAN PENERTIBAN PEMANFAATAN RUANG ........................... 18 A. Kedudukan Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang .............................................18 B. Produk Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang ....................................................19 C. Pemangku Kepentingan yang Terlibat........................................................................25 BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEMANFAATAN RUANG28 A. Delivery Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang..................................................28 B. Penyelesaian Pelanggaran Pemanfaatan Ruang..........................................................28 C. Permasalahan Pelaksanaan Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang.....................53 D. Strategi Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang ...................................................55 BAB VI PENUTUP ........................................................................................................... 57 A. Kesimpulan .................................................................................................................57 B. Rekomendasi...............................................................................................................57 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 59 Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 1

Laporan Akhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas persoalan dalam penataan ruang menunjukkan bahwa urusan penataan ruang adalah urusan yang bersifat dinamis dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Hal ini terjadi mengingat sejatinya rencana tata ruang adalah guidance pembangunan yang harus menjadi acuan agar terwujud tertib ruang dan terjaga kelestarian wilayah. Namun demikian, realitas belum menunjukkan hal tersebut. Berdasarkan berbagai fenomena yang ditemui di lapangan maupun berdasarkan data, informasi maupun kajian-kajian yang berhubungan dengan penataan ruang, terdapat permasalahan umum yang hingga saat ini masih dirasakan, yakni: (1) Rencana tata ruang dan peraturan perundang-undangannya tidak efisien dan efektif. Kurangnya informasi dan sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan tata ruang menyebabkan kurang dipahaminya kebijaksanaan penataan ruang oleh masyarakat, dunia usaha maupun oleh aparat pemerintah; (2) Persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap rencana tata ruang, seringkali menjadi penyebab terjadinya conflict of interest antar segenap stake holder; (3) Rencana tata ruang kurang mampu mengakomodasikan kepentingan segenap stake holder yang berkepentingan terhadap pemanfaatan ruang, yang menyebabkan disharmoni dan konflik ruang; (4) Kebijaksanaan dan strategi penataan ruang yang diterapkan sering tidak konsisten dan terpadu. Orientasi ekonomi yang mengedepan seringkali dijadikan alasan pembenar dalam penyimpangan terhadap desain tata ruang yang telah disepakati: (5) Munculnya dualisme kepentingan antara orientasi ekonomi dan keberlanjutan lingkungan dalam kebijakan penataan ruang dan implementasinya (Sutaryono, 2007). Berbagai permasalahan di atas salah satunya disebabkan oleh kurang proporsionalnya dalam penyelenggaraan penataan ruang. Dalam hal ini aras pengawasan cenderung tertinggal dengan aras pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan. Dalam hal pelaksanaan pentaan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang juga tertinggal dari perencanaan dan pemanfaatan ruang. Oleh karena itu sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara perencanaan, pemanfaatan ruang dengan pengendalian pemanfaatan ruang, sudah saatnya mengalihkan fokus utama pelaksanaan penataan ruang dan perencanaan tata ruang ke pengendalian pemanfaatan ruang (Hadimoeljono, B. 2013). Sejalan dengan hal tersebut Pemerintah melalui Ditjend Penataan Ruang, Kementerian PU Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 2

Laporan Akhir pada tahun 2014 telah mencanangkan Program Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang (P5R). Program ini dikedepankan, mengingat sudah saatnya mengalihkan fokus utama pelaksanaan penataan ruang dari perencanaan ke pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam konteks kekinian, isu strategis bidang penataan ruang yang tercantum dalam Rencana Strategi Kementerian ATR/BPN Tahun 2020 – 2024 adalah “Rendahnya Kepastian dan Ketaatan Penataan Ruang”. Isu strategis terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang adalah “pelaksanaan pengendalian pemanfaatan tata ruang berbasis data terpadu”. Dalam hal ini kendala terbesar dalam pengendalian pemanfaatan ruang adalah kurangnya transparansi dan sharing mechanism produk tata ruang, perijinan dan administrasi pertanahan. Di samping hal tersebut, upaya-upaya pengendalian pemanfaatan ruang juga belum ter-deliver secara baik ke dalam kegiatan penertiban, utamanya pada pelanggaran terhadap rencana tata ruang. Secara normatif upaya pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui instrumen yang bersifat pencegahan (pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif) serta instrumen yang bersifat penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang yang telah terjadi melalui pengenaan sanksi. Persoalannya, selama ini yang menjadi fokus adalah agenda-agenda perencanaan dan pemanfaatan ruang. Agenda pengendalian pemanfaatan ruang jauh tertinggal di belakang. Disamping keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM, peraturan zonasi belum direalisasikan, perijinan belum menjadi mekanisme pengendalian, sistem insentif-disinsentif dan sanksi belum disiapkan sistem dan mekanisme penerapannya. Akibatnya sudah dapat diduga, pemanfaatan ruang abai terhadap kaidah-kaidah pengendalian pemanfaatan ruang. Hal di atas menunjukkan bahwa selama ini penyediaan dan penerapan instrumen pencegahan lebih diutamakan dibandingkan dengan instrumen penertiban. Oleh karena itu agenda-agenda pengendalian pemanfaatan ruang perlu mendapatkan prioritas, baik pada aras pencegahan maupun pada aras penindakan/penertiban. Pada aras pencegahan, sudah ada kebijakan percepatan penyediaan Rencana Detail Tata Ruang- Peraturan Zonasi (RDTR-PZ), yang diikuti dengan kemudahan dalam perizinan dan pemberian insentif-disinsentif dalam pemanfaatan ruang. Pada aras penindakan/penertiban perlu didorong melalui kebijakan dan program yang progresif agar upaya perwujudan tertib ruang dapat direalisasikan. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 3

Laporan Akhir Instrumen utama yang menjadi dasar dalam penindakan/penertiban adalah audit tata ruang. Dalam hal ini audit tata ruang merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan dan evaluasi terhadap data dan informasi spasial serta dokumen pendukung untuk mengevaluasi suatu laporan atau temuan yang diduga sebagai indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang. Data pada Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), menunjukkan bahwa audit tata ruang dalam kurun waktu 2015 – 2018 menemukan 6.621 lokasi yang terindikasi melanggar pemanfaatan ruang. Banyaknya jumlah temuan tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang terindikasi melanggar tata ruang sangat besar. Hal ini menjadi tantangan dalam agenda penertiban pemanfaatan ruang, utamanya untuk mewujudkan penataan ruang yang berdaya guna, berkualitas, dan berkelanjutan. Berkenaan dengan hal di atas, agar agenda pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara sistemik, terintegrasi dan berorientasi pada keberlanjutan maka perlu diformulasikan dalam bentuk kebijakan dan strategi penertiban pemanfaatan ruang. Dalam hal ini kebijakan dan strategi yang dirumuskan terkait penguatan kelembagaan dan SDM, penguatan regulasi, penyiapan instrumen dan implementasi kebijakan dan strategi penerbitan pemanfaatan ruang. B. Perumusan Masalah Di dalam kegiatan penelitian ini ada beberapa perumusan masalah, seperti dijabarkan di bawah ini: a. Bagaimana kondisi kebijakan penertiban pemanfataan ruang? b. Bagaimana implementasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang? c. Bagaimana kebijakan dan strategi penertiban pemanfaatan ruang di agar dapat berjalan dengan baik? C. Tujuan Tujuannya kegiatan ini adalah: a. mengevaluasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang; b. mengevaluasi implementasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang; Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 4

Laporan Akhir c. merumuskan kebijakan dan strategi penertiban pemanfaatan ruang berdasarkan hasil evaluasi. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a. manfaat praktik: sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi kebijakan bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang Pertanahan (ATR/BPN) dan para aktor kebijakan publik lainnya yang terkait. b. manfaat teoritik; sebagai tambahan kajian dalam khazanah studi Tata Ruang, Geografi Pembangunan, Perencanaan Wilayah dan Kota serta Kebijakan Publik. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 5

Laporan Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Ruang di Negara Berkembang Masalah tata ruang perkotaan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara, khususnya negara berkembang. Tantangan tentang tata ruang kota semakin penting ketika sejak 2007 untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, separuh populasi dunia akan menjadi tinggal di kota. Populasi perkotaan diperkirakan meningkat 1,5 miliar selama 20 tahun ke depan dan karena jumlah tersebut kota-kota besar akan berlipat ganda. Pada 2015, PBB memperkirakan akan ada 358 kota dengan penduduk lebih dari satu juta dan 27 kota dengan penduduk sepuluh juta atau lebih. Banyak dari pertumbuhan ini akan terjadi di negara berkembang. Skala dan kecepatan urbanisasi telah membuka kemungkinan yang tidak terduga. Konsentrasi besar orang dan barang memberikan peluang yang lebih besar untuk kreativitas, pasar tenaga kerja yang lebih besar, dan tingkat produktivitas yang lebih tinggi, belum lagi peluang budaya dan politik yang terkait dengan kehidupan perkotaan. Namun, ledakan perkotaan juga menjadi tantangan yang berat. Bisa mengakibatkan pengangguran dan investasi yang tidak mencukupi dalam layanan dasar yang mengakibatkan masalah lingkungan dan sosial (Freire, 2006). India adalah negara yang dianggap tidak bisa merencanakan perkembangan kota- kotanya. Studi yang dilakukan oleh Roy (2009) mengungkapkan bahwa pertumbuhan pesat perekonomian India dan khususnya kota-kotanya telah menghasilkan krisis perkotaan. Krisis tersebut ditandai dengan kekurangan infrastruktur yang memadai dan minimnya manajemen pertumbuhan yang akhirnya menimbulkan perbedaan lanskap kota yang tajam antara kantong-kantong perumahan mewah dan permukiman kumuh. Menurut Ananya Roy, rezim perencanaan India adalah entitas informal yang memiliki banyak ambigu, deregulasi dan pengecualian. Perencanaan tidak dapat 'menyelesaikan' krisis ini karena perencanaan terlibat dalam produksi krisis. Sejak dari awal perencanaan di India bermasalah karena bersifat privat, informal, banyak pengecualian dan tak terpetakan. Selain informalitas perencanaan, negara berkembang juga memiliki masalah munculnya perumahan informal. Menurut Ahsan & Quamruzzaman (2009), permasalahan menjamurnya pembangunan perumahan informal di kota-kota negara Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 6

Laporan Akhir berkembang sebenarnya bukan hal baru. Ia muncul seiring dengan populasi perkotaan negara-negara berkembang yang meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Sejak akhir 1980-an, lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Badan-badan PBB telah memberi perhatian khusus untuk mendukung negara berkembang merehabilitasi perumahan informal yang biasanya memiliki karakteristik ketidakamanan kepemilikan, standar rendah dalam infrastruktur dan layanan. Catatan penting yang dibuat oleh Alterma (2014) adalah bahwa meskipun menerapkan atau merevisi undang-undang perencanaan adalah tren yang berkembang pesat di seluruh dunia, namun kenyataannya praktik di negara berkembang berbeda dengan negara-negara ekonomi maju. Ia juga menambahkan, sebelum terburu-buru meniru hukum perencanaan negara maju, bagaimanapun, negara berkembang harus benar-benar mempertimbangkan model yang akan diadopsi. Di negara berkembang, perkembangan kota nyatanya tidak diatur oleh undang-undang perencanaan, meskipun undang-undang tersebut ada di atas kertas. Atribut yang muncul adalah kemiskinan yang meluas; kesenjangan sosial ekonomi yang mencolok; migrasi desa-ke-kota yang intens; kekurangan besar perumahan layak yang mengarah ke \"megaslum\". Masih banyak tenurial informal (tanah tak terdaftar); sistem pendaftaran tanah dan pencatatan properti yang lemah atau tidak ada. Di negara-negara berkembang yang memiliki undang-undang perencanaan pun, hukum tidak ada dalam praktiknya dan penegakan hukum dilakukan secara sembarangan. B. Pengendalian dan Penertiban Pemanfaatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pada Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilakukan untuk mewujudkan tertib tata ruang. Ketentuan mengenai Pengendalian Pemanfaatan Ruang diatur dalam Pasal 35 UUPR yang menyatakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Sementara itu, maksud pengendalian penataan ruang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 35, bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 UU No. 26 Tahun 2007 yang merupakan tindakan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 7

Laporan Akhir penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang, Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang diatur dalam Pasal 147 sampai dengan Pasal 181. Berdasarkan norma-norma di atas, dapat disebutkan bahwa penertiban pemanfaatan ruang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengendalian pemanfaatan ruang. Secara praksis, tindakan penertiban pemanfaatan ruang dilakukan setelah melalui sekuensi pengendalian pemanfaatan ruang (Gambar 1). Gambar 0.1 Hubungan Pengendalian dan Penertiban Pemanfaatan Ruang (Sumber: UU No. 26/2007) a) Peraturan Zonasi Arahan peraturan zonasi merupakan arahan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang, sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Berdasarkan Permen ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 8

Laporan Akhir 2018 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota disebutkan bahwa RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. Hal tersebut menunjukkan bahwa peraturan zonasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari RDTR. Dalam hal ini persoalan yang mengemuka adalah ketersediaan RDTR-PZ yang masih sangat terbatas. Data yang ditampilkan oleh portal Ditjend Tata Ruang Kementerian ATR/BPN (www.tataruang.atrbpn.go.id/protaru), saat ini baru terdapat 53 RDTR yang berhasil diperdakan. Jumlah yang sangat kecil apabila dibandingkan kebutuhan yang mencapai sekitar 2000-an RDTR di seluruh Indonesia. Beberapa kendala yang dihadapi berkenaan dengan lambatnya capaian RDTR-PZ selama ini adalah: (1) Rendahnya atau bahkan tidak adanya political will dan komitmen pimpinan daerah, untuk mewujudkan RDTR; (2) Ketersediaan data dan informasi spasial dengan skala detail (1:5000) yang sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kebutuhan data dan informasi untuk penyusunan RDTR-PZ tidak terpenuhi; (3) Ketersediaan sumberdaya manusia yang terbatas, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dalam hal ini tidak hanya SDM aparatur pemerintah yang terbatas, tetapi juga kalangan profesional yang berperan sebagai konsultan ahli atau penyedia jasa dalam penyusunan RDTR-PZ; (4) Anggaran yang terbatas, baik untuk kajian, penyiapan naskah akademik hingga legislasinya. Anggaran yang dibutuhkan untuk menyusun RDTR-PZ cenderung lebih besar dari pada untuk penyusunan RTRW, mengingat sifat RDTR-PZ yang lebih detail; (5) Adanya konflik kepentingan. Sifat RDTR-PZ yang detail dan mengikat, menjadikan keengganan birokrasi pemerintah daerah untuk segera memperdakan. Bahkan ada beberapa anggapan bahwa RDTR-PZ merupakan penghambat tumbuhnya investasi di daerah (Sutaryono, 2019). b) Perizinan Secara normatif, perizinan merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, bukan sebagai pintu masuk dalam pemanfaatan ruang. Dalam hal ini arahan perizinan: (a) merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang RTRWN, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; (b) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya; (c) pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 9

Laporan Akhir menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan: (d) pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan oleh Menteri. Isu terkait dengan perizinan pemanfaatan ruang adalah adanya stigma negatif terhadap pelaksanaan perizinan, dimana tata ruang diperhadapkan dengan tata uang (Sutaryono, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa tata ruang belum menjadi mainstream (arus utama) dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa tata ruang yang harusnya berperan dalam pengendalian pemanfaatan ruang justru menjadi instrumen dalam ‘tata uang’. Mengapa? Proses pembangunan saat ini cenderung sarat dengan kepentingan pemodal yang menempatkan ‘uangnya’ untuk berproduksi pada ruang-ruang yang menguntungkan. Kepentingan ini menjadikan munculnya komersialisasi ruang dalam pembangunan wilayah, dimana ‘tata uang’ menjadi faktor yang dominan dalam pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan ruang. c) Arahan Pemberian Insentif Dan Disinsentif Arahan pemberian insentif dan disinsentif merupakan acuan bagi pemerintah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan/Peraturan Pemerintah. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional dilakukan oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah dan kepada masyarakat. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya. a. Insentif kepada Pemerintah Daerah diberikan, antara lain dalam bentuk: (1) pemberian kompensasi; (2) urun saham; (3) pembangunan serta pengadaan infrastruktur; atau (4) penghargaan. b. Insentif kepada Masyarakat diberikan, antara lain dalam bentuk: (1) keringanan pajak; (2) pemberian kompensasi; (3) imbalan; (4) sewa ruang; (5) urun saham; (6) Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 10

Laporan Akhir penyediaan infrastruktur; (7) kemudahan prosedur perizinan; dan/atau (8) penghargaan. c. Disinsentif kepada Pemerintah Daerah diberikan, antara lain, dalam bentuk: (1) pembatasan penyediaan infrastruktur; (2) pengenaan kompensasi; dan/atau (3) penalti. d. Disinsentif dari Pemerintah kepada Masyarakat dikenakan, antara lain, dalam bentuk: (1) Pengenaan pajak yang tinggi; (2) Pembatasan penyediaan infrastruktur; (3) Pengenaan kompensasi; dan/atau (4) Penalti. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Menteri (di tingkat Pemerintah Pusat), Gubernur (di tingkat Pemerintah Daerah Provinsi) dan Bupati/Walikota (di tingkat Kabupaten/Kota). d) Arahan Sanksi Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap: (a) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (b) Pelanggaran ketentuan arahan peratuan zonasi sistem nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (c) Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota; (d) Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota; (e) Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota; (f) Pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau (g) Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. Terhadap pelanggaran sebagaiamana di atas dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana. Keempat instrument pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana di atas, tiga instrumen (peraturan zonasi, perizinan, insentif-disinsentif) merupakan instrument pencegahan (ex-ante factum) dan satu instrumen (pengenaan sanksi) merupakan instrumen penindakan/penertiban (post factum). Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 11

Laporan Akhir Dalam hal penindakan/penertiban pemanfaatan ruang dilakukan setelah melalui proses-proses pengendalian pemenfaatan ruang. Adapun bentuk penindakan/penertiban dapat berupa penghentian sementara kegiatan, pemberian denda, pencabutan izin, pemberian denda, hingga pembongkaran. Bentuk-bentuk penertiban tersebut jamak dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah. Meskipun demikian, masing-masing daerah melaksanakan praktik penertiban pemanfaatan menggunakan dasar peraturan perundang-undangan dan metode pelaksanaan yang berbeda-beda. C. Audit Tata Ruang Gejala perkembangan wilayah yang tidak terkendali dapat menyebabkan banyaknya penyimpangan terhadap rencana tata ruang, maka audit tata ruang menjadi salah satu upaya untuk mengungkap adanya indikasi pelanggaran. Audit tata ruang juga merupakan alat untuk menindaklanjuti adanya hasil-hasil pengawasan dan adanya pengaduan dari masyarakat terhadap indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan audit tata ruang, sebagai salah satu bentuk pengawasan khusus sekaligus sebagai upaya pencegahan sejak dini atas indikasi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau langkah awal upaya penertiban atas pelanggaran tata ruang. Hingga kini, belum semua pemerintah daerah yang mengatur dengan rinci mengenai penertiban pemanfaatan ruang dalam bentuk peraturan daerah. Instrumen penertiban pemanfaatan ruang dalam RTRW (provinsi/kabupaten/ kota) masih bersifat normatif dan perlu dirinci lagi sehingga dapat lebih implementatif. Dalam implementasi penertiban pemanfaatan ruang tersebut, dan juga di setiap tahapan penataan ruang, perlu dukungan sistem informasi yang berkaitan dengan dinamika pemanfaatan ruang di lapangan. Keterbatasan data/informasi, dokumen, peta RTRW dan kondisi di lapangan seringkali menyulitkan upaya-upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga peran masyarakat menjadi penting untuk dilakukan. Dalam hal pengawasan penataan ruang, PP No. 15/2010 menyebutkan bahwa masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan penataan ruang dengan menyampaikan hasil pengawasan melalui sarana yang disediakan oleh Pemerintah/ pemerintah daerah. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 12

Laporan Akhir Berbagai kondisi tersebut membuat kajian terhadap praktik pelaksanaan penertiban di daerah dan keefektifannya perlu dilakukan sebagai upaya dalam penyusunan kebijakan standar pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang. Demikian juga peran serta masyarakat yang merupakan elemen penting dalam penertiban tata ruang perlu untuk dicari formula yang lebih sesuai di tengah keterbatasan kapasitas pemerintah daerah dalam penertiban ruang selama ini. Berdasarkan Pasal 5 (2) Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2017 tentang Audit Tata Ruang, audit tata ruang dapat dilakukan berdasarkan: (a) laporan atau pengaduan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran di bidang penataan ruang; (b) temuan indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang; atau (c) bencana yang diduga disebabkan adanya indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang. Dalam konteks ini, agenda penertiban atau penindakan dilakukan salah satunya berdasarkan pada hasil audit tata ruang. Hasil audit tata ruang yang berupa adanya indikassi pelanggaran pemanfaatan ruang ditindaklanjuti dengan agenda penertiban tata ruang. Penertiban tata ruang dilaksanakan sebagai upaya penegakan hukum tata ruang. Kegiatan yang dilaksanakan dalam penertiban tata ruang adalah melaksanakan rekomendasi arahan sanksi tata ruang yang diperoleh dari hasil audit tata ruang. Pelaksanaan penertiban tata ruang diarahkan untuk sanksi administratif dan sanksi pidana sesuai dengan arahan audit tata ruang. Untuk sanksi administrasi meliputi surat peringatan, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, hingga pencabutan izin. Sedangkan untuk sanksi pidana meliputi tuntutan pidana sesuai ketentuan hukum dengan melibatkan operasi PPNS yang bekerjasama dengan kepolisian. Pelaksanaan penertiban tata ruang perlu mendapat perhatian karena biasanya pelaksanaannya kurang. Kebiasaan perijinan yang terkadang melibatkan “deal” kepala daerah dengan pengusaha seringkali mempengaruhi keputusan dalam pelaksanaan penertiban tata ruang, dimana status PPNS adalah aparatur sipil negara yang juga wajib tunduk kepada kepala daerah. Keterbatasan jumlah PPNS penataan ruang di sebuah daerah seringkali tidak sebanding dengan potensi pelanggaran tata ruang di daerah tersebut juga ikut andil dalam efektifitas penertiban tata ruang. Secara normatif, kinerja penertiban tata ruang merupakan bagian dari penilaian kinerja tata ruang yang telah dilaksanakan. Penilaian kinerja ini dimulai dari kegiatan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 13

Laporan Akhir audit tata ruang, dimana pada kegiatan ini dimulai dengan masuknya indikasi pelanggaran penataan ruang berdasarkan pengaduan masyarakat atau temuan (hasil monev tata ruang atau temuan lapangan) dan atau hal yang mendesak. Setelah melalui kegiatan audit tata ruang maka akan dihasilkan temuan pelanggaran tata ruang yang selanjutnya diberikan rekomendasi arahan sanksi yang kemudian didalami lagi secara hukum untuk bisa dilaksanakan penertibannya. Untuk kuantifikasi hasil penertiban bisa dimulai dari berapa persen temuan indikasi pelanggaran tata ruang di awal audit yang menjadi temuan pelanggaran tata ruang dan berapa persen dari rekomendasi arahan sanksi hasil audit tata ruang yang sudah dilaksanakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. AUDIT TATA RUANG RTRW Izin/Penetapan Pembangunan/ PENERTIBAN Lokasi Pemanfaatan SANKSI SANKSI Ruang ADM PIDANA IndikasiPelanggaranTataRuang RDTR Pembangunan tdk 1. Pengaduanmasyarakat 2. Temuanhasil monev sesuai Perda RTR/ 3.Temuanlapangan P tanpa izin 4. Kebutuhanmendesak E N P G Pembangunan tidak E A sesuai dengan izin NW G A Pembangunan tidak S sesuai dengan A A ketentuan dalam izin W N A S Menghalangi askes A publik Gambar 0.2 . SNkema Kerangka Konseptual Izin tidak sesuai RTRW/RDTR Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 14

Laporan Akhir BAB III METODE PENELITIAN Metode penyusunan dalam penelitian ini adalah Desk study. Desk Study yang dilakukan mengutamakan content analysis digunakan sebagai metode dalam kajian ini. Content analysis dilakukan terhadap regulasi, program dan kegiatan, data dan informasi serta berbagai penelitian terdahulu terkait dengan penertiban pemanfaatan ruang. dan petunjuk teknis penataan ruang, baik pada aras perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang. A. Objek Kajian Kajian penertiban pemanfaatan ruang ini berfokus pada kebijakan penertiban pemanfaatan ruang dan implementasinya pada wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Objek kajian pendukung berupa hasil penelitian, pemikiran dan opini dari berbagai sumber yang relevan dengan program dan kegiatan pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang. B. Lokasi Pada prinsipnya, sebuah desk study tidak membutuhkan lokus secara khusus, tetapi mengingat kebutuhan data dan informasi serta informan terkait kajian ini maka lokasi yang dijadikan sasaran adalah Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, utamanya adalah Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN. C. Teknik Analisis Secara operasional, teknik analisis diskriptif digunakan untuk mengelaborasi kondisi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang pada wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kondisi kebijakan adalah level kebijakan, lingkup pengaturan dan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan tersebut. Metode evaluatif digunakan untuk mengetahui kondisi implementasi kebijakan penertiban pemenfaatan ruang. Metode evaluasi yang digunakan dalam kajian ini adalah menggunakan analisis komparatif. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam metode ini adalah sebagai berikut: Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 15

Laporan Akhir 1. pengumpulan data dan dokumen kegiatan audit pemanfaatan ruang yang telah dilakukan Kementrian ATR, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia. 2. melakukan analisis dan memberikan penilaian dari hasil audit yang telah dikumpulkan dengan menggunakan formulasi komparatif. 3. memberikan kesimpulan dan rekomendasi untuk pelaksanaan penertiban tata ruang ke depan. Komparasi antara jumlah pelanggaran tata ruang yang terjadi dengan jumlah tindakan penertiban yang telah dilaksanakan akan menunjukkan rasio penyelesaian pelanggaran pemanfaatan ruang. Secara sederhana dibuat dalam sebuah formulasi komparatif sebagai berikut: Kualitas Pengawasan Tata Ruang = x 100% Kualitas Penertiban Tata Ruang = x 100% Dimana I : Jumlah indikasi pelanggaran tata ruang A: Jumlah pelanggaran tata ruang P: Jumlah penertiban tata ruang yang sudah dilaksanakan Angka hasil dari perhitungan di atas dapat digunakan sebagai tolok ukur pengawasan tata ruang dan penertiban tata ruang. Angka maksimal 100% menunjukkan bahwa kualitasnya baik dan semakin kecil angka maka menunjukkan kualitas yang rendah (Tabel 1). Tabel 0.1 Rentang Nilai Kualitas Penertiban Tata Ruang No Rentang Nilai Kualitas Penertiban Tata Ruang 1 < 20% Sangat Rendah 2 20% - 40% Rendah 3 40%-60% Sedang 4 60%-80% Tinggi 5 80% - 100% Sangat Tinggi Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 16

Laporan Akhir Pendalaman terhadap kondisi implementasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang di atas digunakan untuk menemukenali berbagai permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan penertiban pemenfaatan ruang. Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan alternatif penyelesaian masalah melalui perumusan kebijakan dan strategi kebijakan dan implementasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang. Secara ilustratif dapat dilihat pada gambar berikut ini. Metode Penelitian Pengumpulan 1 2 3 Data Seluruh Kegiatan Audit Analisis Data dan Kesimpulan dan dan Informasi Pemanfaatan Ruang yang Informasi Rekomendasi pernah dilakukan di Indonesia 1. Audit Pemanfaatan Kualitas Pengawasan Tata Tingkat kualitas Ruang yang dilakukan Ruang = x 100% penertiban : Kementrian ATR Kualitas Penindakan  tinggi 2. Audit Pemanfaatan Tertib Tata Ruang  sedang Ruang yang dilakukan = x 100%  rendah Pemprov . Strategi Penertiban 3. Audit Pemanfaatan Tata Ruang Ruang yang dilakukan Penilaian % Hasil Pemkab/Pemkot Pemantauan dan Hasil Penindakan Gambar 0.1 Diagram alir metode penelitian Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 17

Laporan Akhir BAB IV KEBIJAKAN PENERTIBAN PEMANFAATAN RUANG A. Kedudukan Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang Dalam konteks pengaturan, kebijakan penertiban pemanfaatan ruang menginduk pada kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang. Berdasarkan muatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas revisi muatan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi. Dalam hal ini, dipahami bahwa ranah pelaksanaan kebijakan penertiban pemanfaatan ruang berada pada instrumen pengenaan sanksi (kuratif), baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif dikenakan apabila pemanfaatan ruang dilakukan dengan tidak melihat kesesuaiannya dengan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang. Adapun sanksi pidana dikenakan apabila telah memenuhi delik-delik pidana yang termuat di dalam Undang-Undang Penataan Ruang. Dalam konteks kelembagaan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penertiban pemanfaatan ruang merupakan tugas dan fungsi dari Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Adapun Subdirektorat yang berada di bawah Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang, selain menjalankan tugas dan fungsi Direktorat, juga memiliki tugas melaksanakan penertiban pemanfaatan ruang termasuk pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dalam hal ini, PPNS adalah PPNS Penataan Ruang yakni pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Penataan Ruang yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Berdasarkan dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kedudukan kebijakan penertiban pemanfaatan ruang bersifat saling terkait dengan kebijakan perencanaan tata ruang. Kebijakan penertiban pemanfaatan ruang merupakan salah satu alat untuk mewujudkan kebijakan perencanaan tata ruang. Demikian pula sebaliknya, kebijakan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 18

Laporan Akhir perencanaan pemanfaatan ruang menentukan bentuk dari kebijakan penertiban pemanfaatan ruang. Kedudukan kebijakan penertiban pemanfaatan ruang sebagai alat untuk mewujudkan perencanaan tata ruang terlihat dari digunakannya dokumen rencana tata ruang sebagai dasar penilaian indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang. Hasil dari penilaian tersebut bermuara pada penentuan bentuk sanksi yang dikenakan, apakah sanksi administratif atau sanksi pidana. Adapun kedudukan kebijakan penertiban pemanfaatan ruang yang bentuknya ditentukan oleh kebijakan perencanaan tata ruang terlihat dari penerjemahan rencana tata ruang ke dalam kriteria penilaian indikasi pelanggaran rencana tata ruang. B. Produk Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang Kebijakan penertiban pemanfaatan ruang dapat dimaknai sebagai kebijakan yang bersifat kuratif. Kebijakan ini seyogyanya berbentuk penindakan atau penegakan hukum atas pelanggaran di bidang penataan ruang. Namun demikian, kebijakan penertiban pemanfaatan ruang yang dijadikan acuan saat ini cenderung hanya berhenti pada hasil penilaian indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dan dampak yang ditimbulkannya. Adapun tindak lanjut hasil audit yakni pengenaan sanksi sangat jarang dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan pembedahan kembali muatan dari kebijakan penertiban pemanfaatan ruang yang selama ini menjadi acuan bagi pelaksanaan kegiatan penertiban pemanfaatan ruang. Arahan kebijakan penertiban pemanfaatan ruang tertuang di dalam Undang- undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dimana disebutkan pada Pasal 39 bahwa ”Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.” Pasal 35 sendiri merupakan pasal terkait pengendalian pemanfaatan ruang (peraturan zonasi, perijinan, insentif disinsentif dan pengenaan sanksi). Dapat disimpulkan bahwa kegiatan penertiban pemanfaatan ruang adalah sebuah aksi dari pengenaan sanksi di saat terjadi pelanggaran tata ruang yang diidentifikasi sebagai pelanggaran rencana tata ruang sebagaimana di atur di dalam peraturan zonasi. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 19

Laporan Akhir Jenis-jenis sanksi yang diberikan sebagai aksi dari penertiban sesuai dengan undang-undang 26 Tahun 2007 Pasal 62, Pasal 63, Pasal 69 sampai Pasal 75 adalah: 1. Sanksi Administrasi yang berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. 2. Sanksi Pidana yang berupa: a. Pidana penjara b. Pidana Denda Selain dalam Undang-undang No 26 Tahun 2007, aturan mengenai penertiban tata ruang juag diatur di dalam perda rencana tata ruang nasional maupun daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Peraturan Daerah terkait tata ruang umumnya merefer secara utuh pasal terkait penertiban sesuai dengan di Undang- undang No 26 Tahun 2007 baik perda tata ruang yang bersifat umum seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maupun rencana detail tata ruang (RDTR). Secara garis besar, produk kebijakan penertiban pemanfaatan ruang yang digunakan selama ini adalah 2 (dua) Peraturan Menteri yang membidangi penataan ruang yakni Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang. Permen tentang PPNS Penataan Ruang mengatur tentang pedoman bagi PPNS Penataan Ruang dalam menjalankan tugas fungsinya menangani tindak pidana bidang penataan ruang. Sementara Permen tentang Pedoman Audit Tata Ruang mengatur tentang pedoman Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 20

Laporan Akhir operasional bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan audit tata ruang. Muatan utama dari Permen ATR/KBPN No. 3 Tahun 2017 adalah PPNS Penataan Ruang terdiri atas dua hal pokok yakni terkait kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab PPNS Penataan Ruang, dan terkait pedoman proses penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Penataan Ruang dalam penanganan tindak pidana bidang penataan ruang. Namun demikian, dalam rentang waktu kebijakan tersebut ditetapkan sampai dengan saat ini, pelaksanaan tugas dan fungsi PPNS Penataan Ruang cenderung belum sampai pada penyerahan berkas perkara kepada penuntut. Setidaknya terdapat hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam rangka optimalisasi kinerja PPNS Penataan Ruang. Hal tersebut adalah perlindungan terhadap PPNS Penataan Ruang. Dalam hal ini perlindungan meliputi perlindungan terhadap pemberhentian dari jabatan dan perlindungan terhadap keselamatan kerja ketika melakukan penyidikan. Perlindungan terhadap pemberhentian dari jabatan diperlukan mengingat pada dasarnya PPNS Penataan Ruang adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat menjadi PPNS Penata Ruang oleh Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan penanganan tindak pidana bidang penataan ruang. Dalam Pasal 20 disebutkan bahwa PPNS Penataan Ruang dapat diberhentikan dari jabatannya, salah satunya apabila tidak bertugas lagi di teknis operasional bidang penata ruang atau hukum. Sebagai PNS yang secara hirarki struktural berada di bawah Kepala Daerah, PPNS Penataan Ruang di daerah sangat mungkin mengalami mutasi ke luar bidang teknis operasional penataan ruang apabila Kepala Daerah memutuskan untuk melakukan mutase dimaksud. Dengan mutasi tersebut, maka secara otomatis jabatan sebaga PPNS Penataan Ruang akan terhenti. Apabila yang bersangkutan sedang melaksanakan tugas penyidikan, maka yang bersangkutan tidak dapat lagi terlibat dalam proses penyidikan dimaksud. Perlindungan terhadap keamanan PPNS Penataan Ruang selama menjalankan tugas penyidikan merupakan hal krusial yang perlu untuk diatur lebih lanjut. Hal ini mengingat tugas yang dilakukan oleh PPNS Penataan Ruang merupakan bidang yang berkorelasi dengan pihak-pihak yang memiliki pengaruh dan kekuasaan cukup besar. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 21

Laporan Akhir PPNS Penataan Ruang memerlukan perlindungan khusus untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugasnya. Berdasarkan hal di atas, maka dapat dipahami bahwa faktor perlindungan terhadap PPNS Penataan Ruang merupakan persoalan penting yang harus segera diformulasikan penyelesaiannya. Apabila hal tersebut tidak segera diselesaikan, maka jumlah PPNS Penataan Ruang akan mengalami penurunan. Hal tersebut tentu saja akan berimplikasi pada penurunan efektifitas kinerja PPNS Penataan Ruang dan berujung pada tidak tegaknya hukum di bidang penataan ruang. Hal tersebut makin diperparah oleh sulitnya mendapatkan PNS untuk dididik menjadi PPNS Penataan Ruang. Durasi waktu pendidikan dan pelatihan PPNS Penataan Ruang yang cukup lama membuat daerah enggan untuk mengirimkan kandidat untuk dididik menjadi PPNS Penataan Ruang. Muatan utama dari Pedoman Audit Tata Ruang adalah pelaksanaan dan pelaporan Audit Tata Ruang. Pelaksanaan dan pelaporan tersebut mengerucut pada penentuan indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang. Di dalam pelaksanaan, muatan yang diatur adalah hal yang berkaitan dengan kriteria, tipologi, dan proses penilaian indikasi pelanggaran di bidang tata ruang. Adapun di dalam pelaporan, muatan yang diatur berkaitan dengan substansi pokok laporan yang meliputi hasil penilaian indikasi pelanggaran, dampak yang ditimbulkan, serta rekomendasi penanganan, baik penanganan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Tindak lanjut dari kegiatan Audit Tata Ruang adalah penetapan kebijakan dan/atau pelaksanaan kegiatan sesuai rekomendasi hasil audit, serta pelaksanaan penyidikan oleh PPNS Penataan Ruang jika indikasi pelanggaran memenuhi unsur pidana penataan ruang. Apabila melihat pada efektivitas pelaksanaan tindak lanjut hasil audit, setidaknya terdapat 3 (tiga) poin yang perlu dibahas lebih lanjut dalam muatan Permen tentang Pedoman Audit Tata Ruang. Hal yang pertama berkaitan dengan tipologi indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang, hal kedua berkaitan dengan wilayah kewenangan Tim Audit Tata Ruang, dan hal yang ketiga adalah batas waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Tipologi Indikasi Pelanggaran di Bidang Penataan Ruang Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 22

Laporan Akhir Tipologi indikasi pelanggaran bidang penataan ruang hendaknya tidak hanya ditentukan setelah melalui tahap pelaksanaan Audit Tata Ruang, tetapi juga sebelum pelaksanaan audit. Hal tersebut mengingat bahwa input bagi dilaksanakannya audit salah satunya berasal dari pelaporan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat merupakan suatu entitas dengan tingkat pemahaman bidang tata ruang yang beragam dan hal tersebut berimplikasi pada beragamnya kasus-kasus pelanggaran yang dilaporkan (kasus ringan, sederhana, dan berat). Oleh karena itu, pedoman ini hendaknya memuat juga tipologi awal indikasi pelanggaran yang berasal dari laporan-laporan yang masuk. Laporan-laporan yang masuk kemudian disaring untuk kemudian dilakukan pemeringkatan penanganan kasus yang dilengkapi dengan informasi terkait pihak- pihak yang berwenang menangani pelaksanaan audit, pihak-pihak yang berpotensi untuk diperiksa, serta pihak-pihak yang memiliki kompetensi untuk memberikan bantuan dalam pelaksanaan audit. Hal tersebut diharapkan akan dapat menentukan efektivitas tindak lanjut hasil audit karena sedari awal sudah terpetakan kendala- kendala yang akan dihadapi sehingga langkah-langkah antisipasi pun dapat diskenariokan di awal pelaksanaan. b. Wilayah Kewenangan Tim Audit Tata Ruang Permintaan pelaksanaan Audit Tata Ruang di luar wilayah kewenangan hendaknya tidak hanya berlaku atas permintaan daerah ke pusat, tetapi juga dari pusat ke daerah. Hal ini mengingat tipologi kasus pelanggaran tata ruang sangat beragam (ringan, sedang, berat) sehingga sangat dimungkinkan terdapat kasus ringan yang terjadi di wilayah yang menjadi kewenangan pusat sehingga akan lebih efektif jika audit dilaksanakan oleh pemerintah daerah. c. Batas waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit Muatan pedoman belum mengatur tentang batas waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit pasca laporan hasil audit disampaikan. Jangka waktu yang diatur di dalam pedoman terbatas pada jangka waktu pelaksanaan Audit Tata Ruang. Ketiadaan pengaturan terkait jangka waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit pasca penyampaian laporan Audit Tata Ruang membuat pelaksanaan pengenaan sanksi dan/atau penyidikan oleh PPNS Penataan Ruang (bila dinilai terdapat indikasi Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 23

Laporan Akhir pelanggaran yang masuk ke dalam unsur pidana penataan ruang), menjadi tidak berkesudahan dan sangat bergantung pada political will dari pihak-pihak yang berwenang melaksanakan tindak lanjut tersebut. Arahan untuk kegiatan penertiban menjadi lebih jelas dalam produk Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 17 tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang. Dimana di dalam permen ATR ini diatur jenis pelanggaran hasil temuan audit Tata Ruanag apa saja yang perlu diberikan sanksi jenis apa. Arahan sanksi sebagai langkah penertiban yang tertuang dalam permen ATR ini merupakan penjabaran operasional dari Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut: Tabel 0.1 Tipologi Pelanggaran dan Ancaman Sanksi No Tipologi Pelanggaran Ancaman Pemanfaatan Ruang yang Tidak Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Sanksi/Tuntutan Hukum a) Memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang Administratif tidak sesuai dengan peruntukannya b) Memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang Administratif sesuai dengan peruntukannya c) Memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang Administratif 1 tidak sesuai dengan peruntukannya d) Memanfaatkan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan Administratif; peruntukannya dan mengakibatkan perubahan fungsi Pidana e) Memanfaatkan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan Administratif; peruntukannya dan mengakibatkan kerugian Pidana f) Memanfaatkan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan Administratif; peruntukannya dan mengakibatkan kematian orang Pidana Pemanfaatan Ruang yang Tidak sesuai dengan Izin Pemanfaatan Ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang a) Tidak menindaklanjuti izin yang dikeluarkan Administratif 2 b) Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang Administratif tercantum dalam izin pemanfaatan ruang Administratif; c) Pemanfaatan Ruang yang Tidak sesuai dengan Izin Pemanfaatan Pidana Ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang yang mengakibatkan perubahan fungsi Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 24

Laporan Akhir Ancaman No Tipologi Pelanggaran Sanksi/Tuntutan Hukum d) Pemanfaatan Ruang yang Tidak sesuai dengan Izin Pemanfaatan Administratif; Ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang yang mengakibatkan Pidana kerugian e) Pemanfaatan Ruang yang Tidak sesuai dengan Izin Pemanfaatan Administratif; Ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang yang mengakibatkan Pidana kematian orang Pemanfaatan Ruang yang Tidak sesuai dengan Persyaratan Izin yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang a) Melanggar batas sempadan Administratif; Pidana b) Melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang ditentukan Administratif; c) Melanggar ketentuan dasar lantai bangunan yang ditentukan Pidana 3 Administratif; d) Melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan Pidana e) Melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan Administratif; Pidana f) Tidak menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum sesuai dengan Administratif; persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang Pidana g) Tidak sesuai dengan ketentuan persyaratan izin yang telah Administratif; Pidana ditetapkan lainnya Pidana 4 Memberikan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang Pidana 5 Menutup atau tidak memberikan akses terhadap kawasan yang Administratif; dinyatakan perundang-undangan sebagai milik umum Pidana; Sumber: Lampiran Permen ATR/KBPN No 17 Tahun 2017 C. Pemangku Kepentingan yang Terlibat Pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan penertiban tata ruang di daerah dibagi menjadi 2 (dua). Yang pertama adalah yang terkait penertiban dengan sanksi administrasi dan yang kedua adalah terkait penertiban dengan saksi pidana. Perbedaan penertiban secara administrasi dan secara pidana telah diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 yang dijabarkan secara detail di dalam Permen ATR/Kepala BPN No. 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang. Pemangku kepentingan yang terlibat di dalam penertiban tata ruang di daerah dengan adalah: Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 25

Laporan Akhir 1. Masyarakat. Masyarakat dapat mengadukan sebuah pelanggaran tata ruang secara langsung ke dinas terkait seperti OPD yang mengampu tata ruang di daerah, satpol PP maupun lembaga ombudsman di daerah. Pelaporan yang dilakukan masyarakat bisa terkait pelanggaran yang mendapat ancaman sanksi administrasi maupun ancaman sanksi pidana. 2. Ombudsman. Lembaga ombudsman di daerah dapat menampung pelaporan dari masyarakat terkait pelanggaran tata ruang dan meneruskannya ke aparat yang berwenang untuk menindaklanjuti pelanggaran tata ruang yang ada, baik pelanggaran tata ruang yang terancam sanksi administrasi maupun terancam sanksi pidana. 3. OPD pengampu tata ruang. OPD pengampu tata ruang di daerah khususnya bidang yang mengampu pengawasan dan pengendalian tata ruang memiliki peran dalam menerima laporan pengaduan dari masyarakat terkait pelanggaran tata ruang maupun melakukan sendiri audit tata ruang sebagai bagian dari upaya pengawasan dan pengendalian tata ruang di daerah. Selain menerima laporan dan melakukan kegiatan audit tata ruang, OPD pengampu tata ruang juga melakukan tindaklanjut dari hasil pelaporan terkait pelanggaran tata ruang dengan melakukan pengecekan lapangan dan sampai memberikan diskresi penerapan sanksi administrasi kepada pelanggar tata ruang. Disamping itu juga bisa memberikan rekomendasi dan pelimpahan kasus ke PPNS penataan ruang untuk menindaklanjuti kasus pelanggaran tata ruang yang terancam sanksi pidana. 4. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Tata Ruang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dengan indikasi tindak pidana penataan ruang. Adapun regulasi yang mengatur terkait ini adalah peraturan menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 3 tahun 2017 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang. Jadi khusus untuk pelanggaran tata ruang yang terancam sanksi pidana yang dapat diampu oleh PPNS Penataan Ruang. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 26

Laporan Akhir 5. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Satpol PP adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Karena urusan penataan ruang juga berupa produk hukum Perda, maka Satpol PP dapat berperan dalam membantu penertiban khususnya sanksi administrasi, seperti pemasangan papan peringatan, penghentian kegiatan, pembongkaran untuk mengembalikan ke fungsi semula dan lain- lain. 6. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Ditreskrimsus berperan menjadi partner PPNS penataan ruang untuk dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pelanggaran penataan ruang yang terancam sanksi pidana. Pelibatan ditreskrimsus adalah sesuai dengan tupoksinya sebagai penyelenggara penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dimana bersama-sama PPNS penataan ruang melakukan pemberkasan sampai P21 untuk ditindaklanjuti ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan di pengadilan. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 27

Laporan Akhir BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEMANFAATAN RUANG A. Delivery Kebijakan Penertiban Pemanfaatan Ruang Kebijakan teknis terkait dengan penertiban pemanfaatan ruang, baik Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang maupun Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang dapat dikatakan sudah ter-deliver secara baik. Indikatornya adalah pengetahuan dan pemahaman regulasi tersebut oleh pelaksana atau pemangku kepentingan bidang penertiban pemanfaatan ruang di daerah. Pengetahuan dan pemahaman tersebut disamping diperoleh melalui literasi secara mandiri, juga di-trigger oleh adanya sosialisasi dan pembinaan dari Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang. Untuk menunjang implementasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang, pemerintah pusat melalui Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang juga mengalokasikan anggaran audit tata ruang pada berbagai wilayah. Alokasi anggaran ini dilakukan mengingat implementasi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang perlu didorong oleh pemerintah agar kegiatan pemeriksaan dan evaluasi terhadap data dan informasi spasial dapat digunakan untuk mengetahui indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang. Diketahuinya indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tertib pemanfaatan ruang. Dari sisi pemerintah daerah, informan yang dihubungi menyatakan bahwa pemerintah daerah yang bersangkutan belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan audit tata ruang. Hal ini dimaknai bahwa agenda pengendalian pemanfaatan ruang dianggap bukan sebagai prioritas. Disamping itu juga ditunjukkan oleh adanya keterbatasan sumberdaya manusia yang mempunyai kemampuan teknis dalam pelaksanaan audit tata ruang B. Penyelesaian Pelanggaran Pemanfaatan Ruang Dari hasil kajian pustaka terhadap beberapa hasil audit pemanfaatan ruang dan tindaklanjutnya diperoleh beberapa bukti empirik. Beberapa bukti empirik yang didapatkan adalah berupa tipologi pelanggaran yang ditemukan pada sampel kasus audit di Indonesia bisa dilihat pada tabel berikut. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 28

Laporan Akhir Tabel V.0.1 Tabel bukti empirik pelanggaran pemanfaatan ruang No Kod Kelurahan Kecamata Kota/ Lu Rencan Kondisi Indikasi .e 1 W1 / Desa n Kabupate as a Pola Eksisting Pelanggaran 2 K2 3 K3 (disamark (disamark n (H Ruang Pemanfaatan Ruang 4 D1 an) an) (disamark a) 5 G4 an) 6 D3 P W Kota X 0.1 Sempad Peternakan 1. Pasal 183 PP 0 an dan No. 15 Tahun 2010 Sungai Pemotong 2. Peraturan (PS) an Ayam Daerah Kota X No. … Tahun …. T K Kabupaten 0.0 Sempad Pertokoan 3. Pasal 183 PP Y 3 an No. 15 Tahun 2010 Sungai 4. Pasal 73 ayat (PS-1) 6 Peraturan Daerah Kab. Y No. … Tahun … T K Kabupaten 0.7 Perdaga Perumaha 1. Pasal 183 PP Y 2 ngan n No. 15 Tahun 2010 dan Jasa 2. Pasal 73 ayat Deret 6 Peraturan Daerah (K-3) Kab. Y No. .. Tahun … M D Kabupaten 0.7 Kawasa Toko 1. Pasal 182 dan S 8 n Banguna Pasal 183 huruf B PP Permuk n Nomor 15 Tahun iman 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … A G Kabupaten 0.0 Kawasa Pemotong 1. Pasal 182 dan S 9 n -an Ayam Pasal 183 huruf B Permuk PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … C D Kabupaten 0.2 Kawasa Rumah 1. Pasal 182 dan S 4 n dan Pasal 183 huruf B Permuk Perguda- PP Nomor 15 iman ngan Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 29

Laporan Akhir No Kod Kelurahan Kecamata Kota/ Lu Rencan Kondisi Indikasi .e / Desa n Kabupate as a Pola Eksisting Pelanggaran (disamark (disamark n (H Ruang Pemanfaatan Ruang an) an) (disamark a) an) 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … 7 D2 C D Kabupaten 0.2 Kawasa Fasilitas 1. Pasal 182 dan S 2 n Umum Pasal 183 huruf B Permuk Olahraga PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … 8 G2 T G Kabupaten 0.3 Kawasa Industri 1. Pasal 182 dan S 2n Pasal 183 huruf B Permuk PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … 9 G1 N G Kabupaten 1.1 Kawasa Industri 1. Pasal 182 dan S 3 n dan Pasal 183 huruf B Permuk Perguda- PP Nomor 15 iman ngan Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … 10 M1 S M Kabupaten 2.1 Kawasa Perumah- 1. Pasal 182 dan S 0 n an Pasal 183 huruf B Permuk PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … 11 M2 S M Kabupaten 0.7 Kawasa Kafe dan 1. Pasal 182 dan S 4n Resto Pasal 183 huruf B Permuk PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 30

Laporan Akhir No Kod Kelurahan Kecamata Kota/ Lu Rencan Kondisi Indikasi .e / Desa n Kabupate as a Pola Eksisting Pelanggaran (disamark (disamark n (H Ruang Pemanfaatan Ruang an) an) (disamark a) an) Nomor … Tahun … 12 M3 S M Kabupaten 0.4 Kawasa Pergu- 1. Pasal 182 dan S 7 n dangan Pasal 183 huruf B Permuk PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 90 ayat 3 dan Pasal 106 ayat 1 Perda Kab. S Nomor … Tahun … 13 N1 S N Kabupaten 0.6 Kawasa Aparte- 1. Pasal 182 dan V 2 n men Pasal 183 huruf B PP Permuk Nomor 15 Tahun iman 2010 2. Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 56 ayat 1 Perda Kab. V Nomor … Tahun … 14 N2 S N Kabupaten 2.5 Kawasa Rencana 1. Pasal 182 dan V 7 n Aparte- Pasal 183 huruf B Permuk men PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 56 ayat 1 Perda Kab. V Nomor … Tahun … 15 N3 S N Kabupaten 0.6 Kawasa Hotel 1. Pasal 182 dan V 1n Pasal 183 huruf B Permuk PP Nomor 15 iman Tahun 2010 2. Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 56 ayat 1 Perda Kab. V Nomor … Tahun … Dari tabel di atas kemudian oleh tim audit pemanfaatan ruang dilakukan arahan rekomendasi untuk penindakan. Arahan rekomendasi untuk penindakan tersebut seperti dijelaskan pada tabel berikut ini. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 31

Laporan Akhir Tabel V.2 Tabel Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . 1. Melakukan penetapan kebijakan berupa Fasilitasi Penertiban oleh pejabat 1 W1 yang berwenang dalam rangka penegakan hukum terkait adanya dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh Pelaku Usaha dalam membangun peternakan ayam di Kawasan Perlindungan Setempat Sepadan Sungai; 2. Melakukan pengumpulan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, dan alat bukti yang lain berupa surat-surat yang dapat berupa dokumen perizinan; 3. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali b. Penutupan Lokasi Dilakukan apabila peringatan secara tertulis diabaikan maka pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa dan setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban. c. Pembongkaran bangunan Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan dan pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2 K2 1. Dilakukan Fasilitasi Penertiban oleh pejabat yang berwenang dalam rangka penegakan hukum terkait adanya dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh Pelaku Usaha dalam membangun gudang di lahan pertanian lahan basah; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang- undangan berupa : a. Peringatan Tertulis; Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 32

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali b. Penutupan Lokasi; Dilakukan apabila peringatan secara tertulis diabaikan maka pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa dan setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban. c. pembongkaran bangunan Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan dan pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembongkaran bangunan dilakukan karena lokasi yang terbangun berada dalam Kawasan pertanian lahan basah yang tidak memperbolehkan adanya bangunan dan memperkecil luasan pertanian; d. pemulihan fungsi. Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dan diawasi oleh pejabat yang berwenang. Apabila tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa. Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang. Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. Pemulihan fungsi dilakukan agar terjadinya lahan sesuai dengan arahan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 33

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . RTRW dan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sehingga tetap 3 K3 mempertahankan fungsi kawasan. 4 D1 e. Denda Administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya tidak terjadi pembangunan perumahan karena akan berdampak pada ketidak sesuaian rencana tata ruang 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya PT. ……………dalam melakukan pembangunan Pertokoan Bahan Bangunan dan Perlengkapan Rumah \"………..\" segera mengurus Izin Lokasi; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang- undangan berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... ;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengembang jogja Landmark melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 34

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai 5 G4 dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal …. ayat … Peraturan Daerah …. Nomor ….. Tahun ….. tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ….. Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. ……,- (…… Rupiah). 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya pemilik bangunan dalam membangun bangunan yang dipergunakan sebagai kandang ternak rumahan dan rumah pemotongan ayam segera mengurus perizinan pemanfaatan ruang berupa Izin Lokasi dan IMB serta izin lain berdasarkan ketentuan Perundang- Undangan; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang- undangan berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... ;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 35

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengembang jogja Landmark 6 D3 melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya Pelaku Usaha dalam melakukan pembangunan bangunan yang dipergunakan sebagai tempat pergudangan kayu segera mengurus Izin Pemanfaatan Ruang berdasarkan ketentuan Perundang-Undangan; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang- undangan berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... ;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 36

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang 7 D2 berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengembang XXX Landmark melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya Pelaku Usaha dalam melakukan pembangunan bangunan yang dipergunakan sebagai tempat olahraga segera mengurus Izin Pemanfaatan Ruang berdasarkan ketentuan Perundang- Undangan; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan perundang- undangan berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... ;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 37

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . peraturan perundang-undangan. 8 G2 b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengembang XXX Landmark melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dalam membuat gudang segera mengurus Izin Pemanfaatan Ruang berdasarkan ketentuan perundang-undangan; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 38

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan 9 G1 peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya (PT. Indoroti Prima Cemerlang) dalam melakukan Usaha Industri Roti segera mengurus Izin Lokasi; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 39

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . Penyelenggaraan Penataan Ruang. 10 M1 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya PT. Formula Land dalam melakukan pembangunan Perumahan segera mengurus IMB; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 40

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....; 11 M2  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dalam membuat restoran dan taman bermain anak segera mengurus Izin Pemanfaatan Ruang berdasarkan ketentuan perundang- undangan; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 41

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni 12 M3  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dalam membuat gudang agar segera mengurus IMB dan Izin Lingkungan berdasarkan ketentuan perundang-undangan; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 42

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 13 N1 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya pengembang Apartemen Amarta segera mengurus Izin Lokasi; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang berupa : Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 43

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . a. Peringatan Tertulis; 14 N3 Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. 1. Dilakukan pengawasan dan pengamatan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka supaya Pelaku Usaha dalam melakukan pembangunan Hotel berbintang segera mengurus Izin Lokasi; 2. Diberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 44

Laporan Akhir No Kode Rekomendasi Tindak Lanjut Penertiban Pemanfaatan Ruang . Ruang berupa : a. Peringatan Tertulis; Dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan berisikan : 1) rincian pelanggaran dalam penataan ruang yakni  Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten ..... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun .....;  Pasal 183 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. penghentian sementara kegiatan; Dilakukan apabila peringatan tertulis diabaikan, maka pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang dan melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa sampai pengelola/pengembang melaksanakan kewajibannya mengurus perijinan pemanfaatan ruang. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. denda administratif jumlah denda disesuaikan dengan kerugian performa ruang dalam bentuk nominal 3. Diberikan Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 106 ayat 1 Peraturan Daerah ...... Nomor.... Tahun.... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ..... Tahun ..... dengan ancaman Pidana Kurungan 3 Bulan dan/atau denda paling banyak Rp. .................. Berdasarkan rekomendasi arahan sanksi dari tim audit tata ruang, kemudian pada tahun berikutnya dilakukan kegiatan penindakan. Kegiatan penindakan yang dilakukan Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 45

Laporan Akhir kebanyakan adalah pemberian himbauan (non yustisi) dan sanksi administrasi (surat/papan peringatan) dan itupun per tahun hanya berkisar kurang dari 10% dari seluruh total hasil temuan audit yang ditindaklanjuti ke penertiban. Semisal dari temuan sebanyak 14 kasus seperti di atas maka kelanjutan penertiban di tahun berikutnya hanya 4 kegiatan penertiban. Gambar V.1 Contoh penertiban tata ruang dengan pemasangan plang Himbauan sebagai tindak lanjut hasil audit pemanfataan ruang Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 46

Laporan Akhir Gambar V.2 Contoh penertiban tata ruang dengan pemasangan plang Peringatan sebagai tindak lanjut hasil audit pemanfataan ruang Penyelesaian pelanggaran pemanfaatan ruang dilakukan melalui penindakan atau penertiban pemanfaatan ruang yang diawali dengan ditemukannya indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang melalui kegiatan audi tata ruang. Berdasarkan Pemen ATR/KBPN Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang hasil audit ditindaklanjuti melalui penetapan kebijakan dan/atau pelaksanaan kegiatan sesuai rekomendasi hasil audit, serta pelaksanaan penyidikan oleh PPNS Penataan Ruang jika indikasi pelanggaran memenuhi unsur pidana penataan ruang. Dalam hal tindaklanjut tersebut terdapat 3 (tiga) hal ranah yang perlu mendapatkan pencermatan, yakni berkaitan dengan tipologi indikasi pelanggaran, wilayah kewenangan Tim Audit Tata Ruang, serta batas waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit. Penyelesaian pelanggaran pemanfaatan ruang dilakukan terhadap hasil audit tata ruang berdasarkan tipologinya. Berdasarkan beberapa sampel kasus audit tata ruang di Indonesia dapat diidentifikasi beberapa tipologi pelanggaran. Tabel V.1 berikut Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penertiban Pemanfaatan Ruang 47


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook