Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Jurnal Pertanahan Vol.10 No.1

Jurnal Pertanahan Vol.10 No.1

Published by perpustakaanpublikasi, 2020-09-10 05:11:23

Description: Jurnal Pertanahan Vol.10 No.1 Edisi Juli Tahun 2020

Keywords: Jurnal,Jurnal Pertanahan,Journal,Buku

Search

Read the Text Version

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 Juli 2020 79 - 89 Notaris membuat keterangannya berdasarkan atas orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu surat-surat yang ditunjukan kepadanya; jika perlu dibuat; ia dapat meminta keterangan dari beberapa orang saksi yang mengetahui tentang keluarga yang 3) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai dibuatkan surat keterangan hak waris itu. Notaris tempat, dimana akta itu dibuat; membuat kesimpulan (konklusi) siapa yang menjadi ahli warisnya dari orang yang meninggal dunia 4) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai itu, berdasarkan hukum yang berlaku sehingga waktu pembuatan akta itu (G.L. Tobing, 1992). surat keterangan waris ini betul-betul merupakan keterangan dari Notaris sendiri berdasarkan Suatu akta autentik dibuat dengan tujuan untuk penyelidikannya (R. S. Notodisoerjo, 1982). dipergunakan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini diatur B. Kekuatan Pembuktian Akta dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang menjelaskan Keterangan Hak Mewaris bahwa suatu akta autentik memberikan di antara Bagi Warganegara Indonesia para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau Keturunan Tionghoa Dalam orang–orang yang mendapat hak dari mereka, suatu Bentuk Partij Akta Maupun bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di Ambtelijke Akta. dalamnya. Akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris mempunyai kekuatan pembuktian Notaris adalah pejabat umum yang berwenang yang sempurna sehingga tidak perlu dibuktikan atau untuk membuat akta autentik. Akta autentik yang ditambah dengan alat bukti lainnya, dan jika ada dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak dan tata cara yang ditetapkan dalam undang- benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau undang disebut akta notaris. Menurut Pasal 1868 pernyataannya sesuai aturan hukum yang berlaku KUHPerdata, akta autentik adalah akta yang (Sugiono, 2008). Akta notaris sebagai akta autentik di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian, undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yaitu: yang berwenang untuk itu dimana tempat akta itu 1) Kekuatan pembuktian yang lahiriah (uitwendige diperbuat. Berdasarkan ketentuan di Pasal 1868 KUHPerdata, unsur-unsur akta autentik, yaitu: bewijskracht), yaitu syarat-syarat formal yang diperlukan agar supaya sesuatu akta notaris 1) Akta itu harus dibuat “oleh” atau “dihadapan” dapat berlaku sebagai akta autentik. seorang pejabat umum; 2) Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht) ialah kepastian bahwa sesuatu 2) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul- ditentukan oleh undang-undang; betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap. 3) Pejabat umum “oleh” atau “dihadapan” siapa 3) Kekuatan pembuktian materiil (materile akta itu dibuat harus mempunyai wewenang bewijskracht), ialah kepastian bahwa apa yang untuk membuat akta itu (G. L. Tobing, 1992). tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat Wewenang notaris sebagai pejabat umum yang akta atau mereka yang mendapat hak dan dimaksud, meliputi 4 hal, yaitu: berlaku untuk umum, kecuali pembuktian sebaliknya (R. S. Notodisoerjo, 1982). 1) Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu; 2) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai 86

Legalitas Bentuk Akta Keterangan Hak Mewaris Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Dalam Turun Waris Samson Aprinaldi Situmorang dan Winoto Joyokusumo Berdasarkan peraturan yang mengatur tentang ada di dalam partij akta maupun di dalam ambtelijke penggolongan pembuatan keterangan ahli waris akta, mempunyai kekuatan pembuktian formal dan tersebut di atas, surat tanda bukti sebagai ahli waris berlaku terhadap setiap orang,yakni mengenai apa bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghia yang ada dan terdapat di atas tanda tangan mereka berupa akta keterangan hak mewaris yang dibuat (H. Adjie, 2015). Akta keterangan hak mewaris yang Notaris. Akta keterangan hak mewaris yang dibuat merupakan produk dari Notaris sebagai pejabat Noaris merupakan akta autentik. Di dalam ketiga umum, maka penilaian terhadap akta keterangan peraturan tersebut, memang tidak diatur mengenai hak mewaris tersebut harus dilakukan dengan Asas bagaimana jenis akta yang dapat digunakan pada Praduga Sah (Vermoeden van Rechtmatigheid) akta keterangan hak mewaris yang dibuat Notaris. atau Presumptio Iustae Causa, yang berarti akta Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang keterangan hak mewaris yang dibuat Notaris, dalam menyatakan akta tersebut tidak sah dengan gugatan bentuk partij akta maupun ambtelijke akta legal ke pengadilan umum (H. Adjie, 2015). Selama dan secara hukum karena tidak ada ketentuan atau sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada peraturan yang mengaturnya dan Notaris mempunyai keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan kewenangan untuk membuat akta autentik dalam ke hokum yang tetap (inkracht), maka akta notaris dua (dua) bentuk akta tersebut. tetap sah dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut (H. Adjie, Dengan demikian Akta Keterangan Hak 2015). Mewaris bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang dibuat dalam Partij Akta maupun IV. KESIMPULAN Ambtelijke Akta, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta keterangan hak mewaris Berdasarkan seluruh uraian di atas dapat ditarik yang merupakan akta notaris sebagai bukti tulisan kesimpulan sebagai berikut: yang berkedudukan sebagai akta autentik memiliki “kekuatan pembuktian” yang tertinggi di antara 1) Bentuk akta yang yang diperbolehkan secara jenis-jenis akta lainnya (H. Bachrudin, 2019). hukum atau legal di mata hukum untuk akta Kekuatan pembuktian dalam konteks hukum sebagai keterangan hak mewaris bagi warga Negara kemampuan dari suatu alat bukti (evidence) untuk Tionghoa yang dibuat oleh Notaris ada 2 membuktikan tentang terjadinya suatu peristiwa yaitu partij akta dan ambtelijke akta. Hal ini hukum dan/atau adanya suatu hak dari subjek diperbolehkan karena Notaris mempunyai hukum, melalui proses pembuktian (proof) hingga kewenangan untuk membuat kedua bentuk menghasilkan suatu kesimpulan hukum mengenai akta itu. Selain itu di Surat Departemen Dalam benar atau tidaknya telah terjadi suatu peristiwa Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat hukum dan/atau adanya suatu hak yang didalilkan, Pendaftaran Tanah (Kadaster) tanggal 20 sebagai dasar pengambilan keputusan hakim dalam Desember 1969, Nomor: Dpt/12/63/12/69 suatu perkara (H. Bachrudin, 2019). tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan juncto Surat Menurut G.H.S. Lumban Tobing sebagaimana Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dikutip Habib Adjie, mengenai kekuatan tanggal 25 Maret 1991 Nomor KMA/041/III/1991 pembuktian formal, partij akta dan ambtelijke akta perihal : “Mohon Fatwa sehubungan dengan adalah sama, yang artinya bahwa keterangan pejabat permohonan penetapan ahli waris”, juncto Surat yang terdapat di dalam kedua jenis akta itu, ataupun Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang 8 Mei 1991, Nomor MA/KUMDIL/171/V/K/1991 87

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 Juli 2020 79 - 89 Tahun 1991 tentang Fatwa sehubungan dengan Bachrudin, H. (2019). Hukum Kenotariatan Teknik permohonan penetapan ahli waris juncto Pembuatan Akta dan Bahasa Akta, cetakan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun kesatu, Bandung; Refika Aditama. 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Budiono, H. (2013). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Pendaftaran Tanah tidak mengatur secara jelas di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua, mengenai bentuk akta yang dimaksud. Bandung: Citra Aditya 2) Akta Keterangan Hak Mewaris bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang Bakti. dibuat Notaris dalam bentuk partij akta ataupun ambtelijke akta, mempunyai kekuatan Hadikusuma, H. (2013). Hukum Waris Adat. Bandung: pembuktian yang sempurna. Akta keterangan Citra Aditya Bakti. hak mewaris yang merupakan produk dari Notaris sebagai pejabat umum, maka penilaian Haris. F. & Helena. L. (2017). Notaris Indonesia, terhadap akta keterangan hak mewaris Jakarta Pusat: Lintas Cetak Djaja. tersebut harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah (Vermoeden van Rechtmatigheid) atau Kie, T. T. (2011). Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Presumptio Iustae Causa, yang berarti akta Notaris, Cetakan Kedua, Jakarta: Ichtiar notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah Baru Vaqn Hoeve. dengan gugatan ke pengadilan umum. Marzuki, P. M. (2005). Penelitian hukum, cetakan DAFTAR PUSTAKA kesatu, Jakarta: Kencana. Buku Notodisoerjo,R.S.(1982).HukumNotariatDiIndonesia Adjie, Habib. (2008). Pembuktian Sebagai Ahli Suatu Penjelasan, cetakan pertama, Waris Dengan Akta Notaris Dalam Bentuk Keterangan Waris, Bandung: Bandar Maju. Jakarta: Rajawali. _________. (2015). Penafsiran Tematik Hukum Parman, A. (1995). Kewarisan Dalam Al-Quran, Notaris Indonesia Berdasarkan Undang- Cetakan Pertama. Jakarta: Rajawali Pers. Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor Purwaka, I. G. (1999). Keterangan Hak Mewaris yang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Dibuat Oleh Notaris Berdasarkan Ketentuan cetakan pertama, Bandung: Refika Aditama. Kitab Undang _________. (2015). Kebatalan dan Pembatalan Akta Undang Hukum Perdata (Burgerlijke Notaris, cetakan ketiga, Bandung: Refika Aditama. Wetboek), Program Spesialis Notariat dan Pertanahan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Jakarta. Sjarif, S. A. & Elmiyah, N. (2006). Hukum Kewarisan Perdata Barat. Jakarta: Kencana Renada Media Group. Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum, cetakan ketiga. Jakarta: UI-Press. __________ & Mamudji, S. (2007). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. . 88

Legalitas Bentuk Akta Keterangan Hak Mewaris Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa Dalam Turun Waris Samson Aprinaldi Situmorang dan Winoto Joyokusumo Sugiono. (2008). Akta Autentik Notaris, Suatu Wicaksono, F. S. (2011). Hukum Waris Cara Mudah Tinjauan Yuridis dan Praktis, Bandung: dan Tepat Membagi Harta Warisan. Jakarta: Visimedia. Balei. Jurnal Sumarningsih, F. E. (2001). Peraturan Jabatan Notaris, Diktat Kuliah, Program Studi Magister Ahmad,A., Sihabudin & Hamidah. S. (2018). Kepastian Kenotariatan, Fakultas Hukum, Hukum Surat Keterangan Waris Sebagai Universitas Dipenogoro, Semarang. Persyaratan Pengambilan Jaminan Kredit. Jurnal Selat, 6(1), 19-36. Suparman, E. & Gunarsa, A. (2005). Hukum waris Indonesia: dalam perspektif Islam, adat, dan BW. PT Refika Aditama. Tobing, G. L. (1992). Peraturan Jabatan Notaris, cetakan ketiga. Jakarta: Erlangga. 89



Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri MENINJAU EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM PENATAAN RUANG DALAM RANGKA MEWUJUDKAN TERTIB TATA RUANG EFECTIVITY OF SPATIAL PLANNING LAW ENFORCEMENT TO ACHIVE THE ORDERLY SPATIAL PLAN Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Jakarta Selatan E-mail : [email protected] ABSTRAK Upaya penegakan hukum yang tegas merupakan salah satu cara mewujudkan tertib tata ruang sehingga menciptakan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Instrumen hukum penataan ruang dibuat untuk ditegakan dan mencegah terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang. Meskipun telah ada instrumen hukum yang mengatur terkait penataan ruang, pada pelaksanaannya pengaturan tersebut sulit diaplikasikan dalam kondisi faktual di lapangan bilamana terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang sehingga berpengaruh terhadap efektivitas penegakan hukum penataan ruang. Melalui metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis, penelitian ini mencoba menjawab: (1) apakah faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum penataan ruang, (2) apakah penegakan hukum penataan ruang yang sudah berjalan dapat dinilai efektif, (3) bagaimana solusi untuk mencapai efektivitas penegakan hukum tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum penataan ruang adalah faktor hukum, penegak hukum, sarana/fasilitas penunjang, masyarakat dan kebudayaan. Dari kelima faktor tersebut dapat diketahui penegakan hukum penataan ruang belum efektif. Solusi agar penegakan hukum penataan ruang dapat efektif yakni dengan perbaikan kualitas perencanaan tata ruang, penerapan asas ultimum remedium, membuat aturan pelaksanaan yang menunjang proses penegakan hukum dan memperbaiki skema kelembagaan bagi penegak hukum tata ruang. Kata kunci : Penataan Ruang, Penegakan Hukum, Efektivitas Hukum. ABSTRACT Strict law enforcement efforts are one way to achieve the orderly spatial plan so as to create a safe, comfortable, productive and sustainable national space. Spatial planning legal instruments are made to be enforced and prevent violations of spatial use. Even though Indonesia have an instrument that regulate spatial planning, the implementation of these regulations is difficult to apply in the factual field conditions as well as a violation of spatial use that affect the effectiveness of spatial planning law enforcement. Through normative research with descriptive analytic research characteristic, this research tries to answer: (1) what are the factors that influence the effectiveness of spatial planning law enforcement, (2) whether the law enforcement of existing spatial planning can be considered effective, (3) how to solve the problems in order to achieve the effectiveness of law enforcement. The results showed that the factors that influence the law enforcement of spatial planning are legal factors, law enforcement, facilities/supporting facilities, society and culture. It can be seen from the five factors that law enforcement on spatial planning is not yet effective.The solutions for law enforcement of spatial planning which can be effective by improving spatial plan quality, applying the principle of ultimum remedium, make implementing regulations that support the process of law enforcement and improve institutional schemes for spatial law enforcement. Keywords : Spatial Planning, Law Enforcement, Law Evectivity 91

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 I. PENDAHULUAN atau sebaliknya dan ada pula alih fungsi lahan budidaya menjadi budidaya. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang Pada tahun 2019 Kementerian ATR/BPN meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, mencatat berdasarkan hasil audit penertiban termasuk ruang di dalam bumi maupun sebagai pelanggaran pemanfaatan ruang yang dilakukan sumber daya dilindungi dan dikelola secara sejak tahun 2015-2018 terdapat 6.621 lokasi di berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Indonesia yang terindikasi melanggar dan sebaran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 paling banyak terdapat di wilayah Pulau Jawa Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Sebanyak 5.286 lokasi (atr.go.id, 28 Agustus 2019). Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang Melihat dari jumlah pelanggaran tersebut, tentu menegaskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan bukan jumlah yang sedikit. Pelanggaran penataan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh ruang yang terjadi merupakan alih fungsi kawasan negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya lindung menjadi budidaya (lindung-budidaya), kemakmuran rakyat”. Sebagai wadah tempat maupun sebaliknya yakni budidaya menjadi manusia dan mahluk lain melangsungkan hidup lindung (budidaya-lindung) dan banyak pula terjadi pada dasarnya ketersediaan ruang tidak tak terbatas. pelanggaran alih fungsi kawasan budidaya menjadi Oleh karena itu, dibentuklah Undang-Undang Nomor budidaya (budidaya-budidaya). Beberapa contoh 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang kasus pelanggaran pemanfaatan ruang (lindung- mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang budidaya) terdapat di Kota Bandar Lampung dimana yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam kawasan peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan dimanfaatkan untuk perumahan bersubsidi dan telah keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan mendapatkan izin pemanfaatan ruang. Selain di Kota sumber daya buatan, serta dapat memberikan Bandar Lampung, peruntukan Ruang Terbuka Hijau pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan (RTH) yang dimanfaatkan untuk perumahan terdapat dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pula di Kota Palembang. Hal lainnya terjadi di Kota pemanfaatan ruang. Batam dimana alih fungsi kawasan peruntukan hutan lindung dimanfaatkan untuk perumahan dan belum Konsep penataan ruang dalam Undang- memiliki izin pemanfaatan ruang (Kementerian Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ATR/BPN, Laporan Hasil Audit, 2019). Kemudian Ruang sudah sedemikian rupa disusun dari mulai pelanggaran pemanfaatan ruang (budidaya- perencanaan peruntukan setiap ruang, pemanfaatan budidaya) terjadi pula di Kota Padang yakni kawasan ruang untuk mewujudkan perencanaan tersebut peruntukan permukiman dan didalamnya terdapat dan pengendalian ruang bilamana pemanfaatan peternakan ayam. Lokasi peternakan berada di ruang tersebut tidak sesuai dengan perencanaan. lahan perbukitan, dimana di area bawah merupakan Namun, problematika yang sering terjadi adalah kawasan permukiman padat penduduk. Peternakan apakah antara aturan dan pelaksanaannya sudah tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran ada keselarasan atau tidak. Demikian pula terjadi pada badan air dan tanah. (Kementerian ATR/BPN, dalam penataan ruang, kondisi faktual saat ini Laporan Hasil Audit, 2015) dan kemudian terjadi di menggambarkan bahwa ketentuan penataan ruang Kabupaten Bekasi yakni pembangunan Waterpark di yang disusun tidak sejalan dengan pelaksanaannya. Kali Cibeet (atr.go.id 2 Maret 2020). Hal tersebut dapat kita lihat dengan maraknya alih fungsi lahan, baik lahan lindung menjadi budidaya Jika terus dibiarkan, pelanggaran pemanfaatan ruang tentu akan berdampak negatif terhadap 92

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri kualitas ruang. Persoalan banjir pada umumnya faktor ini dapat dibuktikan dalam hal dikeluarkannya sangat terkait erat dengan berkembangnya kawasan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang perkotaan yang selalu diiringi dengan peningkatan Percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang jumlah penduduk, aktifitas dan kebutuhan lahan, ana menyatakan bahwa PSN dapat menyesuaikan baik untuk pemukiman maupun kegiatan ekonomi. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Karena keterbatasan lahan di perkotaan, terjadi Detail Tata Ruang (RDTR) ataupun Rencana Zonasi pengalihan fungsi yang seharusnya sebagai daerah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil apabila konservasi dan ruang terbuka hijau dijadikan daerah lokasi PSN tidak memungkinkan untuk dipindahkan, pemukiman penduduk. Akibatnya, daerah resapan padahal Jakarta sendiri telah memiliki Rencana air semakin sempit sehingga terjadi peningkatan Detail Tata Ruang (RDTR) yang mana dokumen aliran permukaan dan erosi. Hal ini berdampak tersebut digunakan acuan keseluruhan recana pada pendangkalan (penyempitan) sungai, sehingga pembangunan yang ada di wilayah Jakarta (Ibid). air meluap dan memicu terjadinya banjir Sebagai Fenomena banjir lainnya dapat dilihat pada bencana contoh, merujuk pada fenomena banjir di Jakarta banjir yang terjadi di Sulawesi Selatan. Selain curah yang baru saja terjadi di tahun 2019  adalah salah hujan ekstrem, bencana banjir dan tanah longsor satu bukti bahwa Ibukota Negara sedang tidak baik- yang terjadi Kota Makassar dan lima kabupaten di baik saja. Sebagai kota terbesar di Indonesia yang Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disebut sebagai padat penduduknya, maka kepadatan tersebut akibat penyalahgunaan tata ruang (Kompas.com : 26 juga tentu saja sejalan dengan berkembangnya Januari 2019). pembangunan, baik dalam kawasan pemukiman sampai dengan pengembangan infrastruktur. Atas pelanggaran pemanfaatan ruang tersebut Penataan ruang kota di Jakarta, seharusnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang mengacu kepada tiga konsep utama penataan ruang Penataan Ruang mengatur pengenaan sanksi yaitu perencanaan, pemanfaatan hingga pengedalian administrasi bilamana pemanfaatan ruang tidak pemanfaatan ruang yang pada praktiknya justru tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan pengenaan berkesinambungan. Padahal, konsep ini merupakan sanksi pidana bila mengakibatkan perubahan salah satu wujud guna mencapai penelolaan ruang fungsi ruang. Dari beberapa kasus pelanggaran secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna pemanfaatan ruang diatas sulit dikenai sanksi (icel.or.id, 13 Januari 2020). administrasi maupun sanksi pidana dikarenakan pengaturan sanksi dalam UUPR tersebut sangat Pembuktian ketidakselarasan antara konsep sulit diaplikasikan terhadap kondisi faktual diatas. dan praktik penataan ruang kota di Jakarta Contohnya, untuk mengenakan sanksi administrasi semakin terlihat dengan bencana banjir yang atas pelanggaran pemanfaatan ruang di Kota semakin tahun semakin meningkat kuantitas air Bandar Lampung perlu justifikasi pemanfaatan ruang yang menggenangnya. Ditambah lagi pemukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam padat penduduk yang dibangun semakin marak Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang menyebabkan banyak ruang yang dimanfaatkan Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung, peraturan tidak sesuai dengan peruntukannya. Lebih lanjut, zonasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak terdapat penyebab lain banjir juga diprakarsai oleh perbedaan dalam batang tubuh melainkan dalam lampiran. kebijakan dalam regulasi dan kurangnya koordinasi Hal tersebut menjadi perdebatan beberapa ahli antar pemangku kepentingan, baik Pemerintah pusat hukum dimana untuk melanggar dan dikenai sanksi maupun Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta haruslah melanggar norma sedangkan dalam kasus sendiri dalam konsep keruangan. Pembuktian tersebut yang dilanggar bukanlah ketentuan norma 93

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 karena penjelasan pasal hanyalah penjelasan atas Kawasan-kawasan yang seharusnya berfungsi norma yang diatur dalam batang tubuh. Meskipun lindung pun berubah menjadi lokasi pembangunan demikian, beberapa ahli hukum berpendapat rumah peristirahatan (villa), budidaya hotikultura, dan ketentuan lampiran dalam suatu produk hukum kegiatan lainnya yang secara signifikan menurunkan tidak terpisahkan dari batang tubuhnya. Hal lain fungsi lindung kawasan. (Departemen Pekerjaan yang membuat sulitnya dikenai sanksi administrasi Umum, 2015). terjadi di Kabupaten Bekasi, yakni permasalahan kepastian hukum dalam Pasal 52 ayat (4) Peraturan Kenyataan diatas menggambarkan keberadaan Daerah Nomor 12 tahun 2011 tentang Rencana Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi, Penataan Ruang belum mampu dijadikan ruh mengatur terkait Ketentuan Umum Peraturan Zonasi perbaikan penataan ruang di Indonesia (Kompas (KUPZ) yakni pelarangan pendirian bangunan Online, 2 Januari 2019). Jika instrumen hukum yang kecuali dimaksudkan untuk pengelolaan badan ada belum dapat mencapai perbaikan penataan air/pemanfaatan air namun diatur pula pendirian ruang tentu akan berdampak terhadap efektivitas bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi penegakan hukumnya. Berdasarkan latar belakang taman rekreasi. Hal tersebut dapat saja bermakna diatas secara garis besar permasalahan akan pembangunan Waterpark merupakan bangunan mengerucut kepada (1) apakah faktor-faktor yang penunjang taman rekreasi dan diperbolehkan. mempengaruhi efektivitas penegakan hukum penataan ruang (2) apakah penegakan hukum Hal lainnya dari keempat kasus tersebut, untuk penataan ruang yang sudah berjalan dapat dinilai mengenakan sanksi pidana sangat sulit dikarenakan efektif (3) bagaimana solusi untuk mencapai unsur perubahan fungsi ruang belum dapat efektivitas penegakan hukum tersebut. dibuktikan karena belum ada parameter yang jelas. Karena itulah, sampai dengan saat ini belum ada II. KAJIAN LITERATUR kasus tata ruang yang masuk ke ranah pengadilan dan sejauh ini hanya ditindaklanjuti melalui A. Konsep Penataan Ruang pemberian surat peringatan dan pemasangan papan peringatan. (Kementerian ATR/BPN, 2020). Penataan ruang adalah suatu sistem proses Lemahnya penegakan hukum secara langsung perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 1 angka penataan ruang. Persepsi yang telah berkembang 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang di masyarakat telah menjadi pembenaran bahwa Penataan Ruang) Proses perencanaan tata ruang pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dapat dijelaskan dengan pendekatan sistem yang penataan ruang pun bukan merupakan sesuatu yang melibatkan input, proses dan output. Input yang harus dihindari, apalagi ditakuti. Pemanfaatan lahan- digunakan adalah keadaan fisik seperti kondisi lahan di sepanjang sempadan sungai, trotoar jalan, alam dan geografis, sosial budaya seperti demografi taman, dan lahan-lahan yang seharusnya bebas dari sebaran penduduk, ekonomi seperti lokasi pusat kegiatan apapun dipergunakan untuk perumahan, kegiatan perdagangan yang ada maupun yang perdagangan, dan sebagainya merupakan potensial dan aspek strategis nasional lainnya. pemandangan yang biasa di kawasan-kawasan Keseluruhan input ini diproses dengan menganalisis perkotaan. Di kawasan perdesaan, hal serupa juga input tersebut secara integral baik kondisi saat ini terjadi, bahkan dengan intensitas yang lebih tinggi. maupun ke depan untuk masing-masing hirarki tata Tidak sedikit kawasan yang telah ditetapkan sebagai ruang Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota hutan lindung dirambah untuk kegiatan budidaya. untuk menghasilkan output berupa Rencana Tata Ruang. 94

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri Di Indonesia, terdapat hierarki produk 5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) 26 Tahun 2007 yakni Perencanaan pada tingkat disinkronisasikan dengan pelaksanaan nasional dalam bentuk Rencana Tata Ruang Nasional pemanfaatan ruang wilayah administratif (RTRWN), Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis sekitarnya. Nasional (RTR KSN), Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota 6) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud (RTRW Kab/kota) serta Rencana Detail Tata Ruang pada ayat (1) dilaksanakan dengan dan Peraturan Zonasi (RDTR Kab/Kota). Seluruh memperhatikan standar pelayanan minimal jenis produk rencana di Indonesia memiliki jangka dalam penyediaan sarana dan prasarana. waktu 20 (dua puluh) Tahun dengan setiap 5 (Tahun) dilakukan peninjauan kembali. Rencana Tata Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang adalah Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (Pasal 1 rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota hingga angka 15 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 rencana detail. tentang Penataan Ruang). Proses pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui peraturan Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk zonasi, pemberian insentif dan disinsentif, perizinan mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dan pemberian sanksi. Pengendalian pemanfaatan dengan rencana tata ruang melalui penyusunan ruang penting dilakukan mengingat kondisi dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya lingkungan di Indonesia banyak sekali bencana (Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun alam yang terjadi di berbagai wilayah dan salah satu 2007 tentang Penataan Ruang). Ketentuan umum penyebabnya adalah karena dalam pelaksanaannya tentang pemanfaatan ruang ditegaskan dalam Pasal pemanfaatan ruang tidak selalu sejalan dengan 32 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Penataan Ruang sebagai berikut: Kecenderungan penyimpangan tersebut dapat terjadi karena produk rencana tata ruang kurang 1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui memperhatikan aspek pelaksanaan atau sebaliknya pelaksanaan program pemanfaatan ruang bahwa pemanfaatan ruang kurang memperhatikan beserta pembiayaannya. rencana tata ruang. Pesatnya perkembangan kawasan perkotaan, selain memberikan dampak 2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud positif bagi perkembangan ekonomi, ternyata pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pada sisi lainnya dapat mengakibatkan timbulnya pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang permasalahan lingkungan (BPHN; 2014: 2-5). secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi. B. Mengkaji Adanya Pelanggaran Pemanfaatan Ruang 3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada Setiap orang yang melanggar ketentuan ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dikenai utama yang termuat di dalam rencana tata sanksi administratif (Pasal 62 Undang-Undang ruang wilayah. Nomor 26 Tahun 2007) . Bilamana perbuatan diatas mengakibatkan peubahan fungsi ruang, kerugian 4) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara harta/benda, dan kematian orang dapat dikenai bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi sanksi pidana (Pasal 69-74 Undang-Undang Nomor program utama pemanfaatan ruang yang 26 Tahun 2007). Bilamana membaca ketentuan ditetapkan dalam rencana tata ruang. 95

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 Pasal 61 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dengan peta rencana pola ruang. Hasil per- tentang Penataan Ruang, dapat diketahui bahwa tampalan tersebut menghasilkan peta yang perbuatan pelanggaran pemanfaatan ruang menunjukkan perbedaan penggunaan lahan berarti perbuatan memanfaatkan ruang yang tidak terhadap peta rencana pola ruang. Hasil mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam dari tahap pertama ini dapat menunjukkan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. lokasi-lokasi yang terindikasi tidak sesuai Cara menilai ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. adalah melalui kajian spatial dan kajian hukum terhadap ketentuan yang terdapat dalam rencana b) Menggunakan rumus fungsi berdasarkan tata ruang. Adapun tahapannya sebagai berikut: atribut ketentuan pemanfaatan. 1) Cross-cheking Peta Rencana Pola Ruang Proses pertampalan dalam rangka analisis terhadap Pemanfaatan Ruang (Kajian Spatial) kesesuaian pemanfaatan ruang dengan ren- cana tata ruang dapat dilaksanakan dalam Tahapan awal ini biasa disebut dengan satu langkah, yaitu menggunakan rumus metode pertampalan. Metode pertampalan analisis fungsi logika “if” dengan melihat ketentuan kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata peraturan zonasi. ruang ini dilakukan dengan melakukan pertampalan 2) Cross-cheking Kesesuaian Pemanfaatan terhadap penggunaan lahan eksisting dengan peta Ruang terhadap Batang Tubuh Rencana Tata rencana pola ruang beserta dengan ketentuan Ruang pemanfaatannya. Ketentuan pemanfaatan dapat berupa ketentuan kegiatan dan peruntukan ruang Langkah selanjutnya adalah melakukan yang terdapat dalam rencana rinci, atau ketentuan pemeriksaan ulang masing-masing perbedaan umum peraturan zonasi yang terdapat pada pemanfaatan ruang terhadap peruntukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/ pemanfaatan ruang pada Batang Tubuh Rencana Kota. Sebelum melakukan proses pertampalan, Tata Ruang. Proses ini dilaksanakan dengan perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: ketentuan sebagai berikut: a) Menyamakan skala ketelitian peta penggu- a) Pemanfaatan ruang yang dilakukan setelah naan lahan eksisting dengan peta rencana ditetapkannya rencana tata ruang dan tidak tata ruang yang digunakan. sesuai dengan rencana pola ruang dengan ketentuan peruntukan dapat diindikasikan b) Menyamakan pengelompokan penggunaan telah memanfaatkan ruang tidak sesuai den- lahan. gan rencana tata ruang; Dalam melakukan pertampalan dapat dilakukan b) Melihat arahan pemanfaatan ruang yang ter- dengan dua cara, yaitu: tera dalam rencana tata ruang; a) Pemeriksaan bertahap c) Melihat arahan perwujudan indikasi program pola ruang tersebut; dan Pemeriksaan bertahap dalam rangka ana- lisis kesesuaian pemanfaatan ruang den- d) Pemanfaatan ruang yang telah dilakukan gan rencana tata ruang melalui metode sejak sebelum pemanfaatan ruang ditetap- pertampalan dilakukan dalam dua langkah. kan, maka memiliki hak untuk melakukan Langkah pertama adalah melakukan per- penyesuaian selama 3 tahun sejak rencana tampalan peta penggunaan lahan eksisting tata ruang ditetapkan. Dalam waktu 3 tahun penyesuaian tersebut, sesuai dengan Pen- 96

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri jelasan dalam Peraturan Pemerintah Nomor dan Tata Ruang melalui Direktorat Penertiban 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pemanfaatan ruang telah mengadakan audit Penataan Ruang, tidak dapat dilakukan tata ruang. Audit tata ruang adalah serangkaian upaya penertiban secara paksa. kegiatan pemeriksaan dan evaluasi terhadap data dan informasi spasial serta dokumen pendukung C. Potret Penegakan Hukum Tata untuk mengevaluasi suatu laporan atau temuan Ruang Dewasa Kini yang diduga sebagai indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang (Peraturan Menteri ATR/ Sebelum menjelaskan mengenai penegakan BPN Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman hukum penataan ruang, penegakan hukum dilakukan Audit Tata Ruang). Indikasi tersebut kemudian bila terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang. dikaji kembali, bilamana hasil kajian menunjukan Pelanggaran pemanfaatan ruang dapat diketahui adanya pelanggaran administratif maka dilakukan dari: kegiatan Fasilitasi Penertiban. Fasilitasi Penertiban merupakan serangkaian kegiatan pendampingan 1) Adanya laporan/pengaduan dari masyarakat dalam rangka mmeberdayakan Pemerintah secara tertulis/lisan; Daerah dalam melaksanakan kegiatan penertiban pemanfaatan ruang secara mandiri (Petunjuk 2) Temuan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Teknis Pendampingan Pelaksanaan Penertiban (PPNS) penataan ruang; Pemanfaatan Ruang Nomor 491/JUKNIS- 700/V/2018) karena Undang-Undang Nomor 23 3) Hasil pengawasan teknis atau pengawasan Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sejatinya khusus; mengatur bahwa Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten maupun Kota mempunyai kewenangan 4) Hasil audit tata ruang; masing-masing dalam urusan penyelenggaraan penataan ruang, maka dari itu harus mempunyai 5) Hasil Pengawasan, Pengamatan, Penelitian andil juga terhadap penertibannya, atau Pemeriksaan (Wasmatlitrik) atas dugaan adanya tindak pidana bidang penataan ruang Bilamana suatu pelanggaran pemanfaatan ruang diduga mengandung unsur perbuatan pidana, 6) Tertangkap tangan oleh Penyidik Pegawai sebelum dilakukan penyidikan atas pelanggaran Negeri Sipil (PPNS) penataan ruang; pemanfaatan ruang, dilakukan Pengawasan, Pengamatan, Penelitian atau Pemeriksaan Penegakan hukum tata ruang dilakukan atas (Wasmatlitrik). Wasmatlitrik adalah serangkaian adanya pelanggaran pemanfaatan ruang. Dalam tindakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pasal 61 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Penataan Ruang untuk mencari dan menemukan tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana orang wajib: di bidang Penataan Ruang guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan sesuai dengan 1) Menaati rencana tata ruang yang telah ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal ditetapkan; 1 angka 8 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil 2) Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin Penataan Ruang). Dalam kegiatan Wasmatlitrik pemanfaatan ruang dari pejabat yang seorang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berwenang; 3) Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan 4) Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pada tahun 2015-2019 Kementerian Agraria 97

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 dapat melakukan pengolahan Tempat Kejadian secara perdata dan tata usaha negara. Di dalam Perkara (TKP) termasuk didalamnya melakukan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, ketentuan pengumpulan barang bukti dan permintaan ini dapat dilihat di dalam Pasal 66 juncto Pasal 67. keterangan terhadap pihak-pihak terkait guna Undang-Undang ini hanya mengatur secara umum membentuk fakta hukum. Dengan kata lain, jika terkait dua rezim ini. Ini karena sifat rezimnya lebih dalam keseharian dikenal tindakan penyelidikan individual dan mengatur hubungan orang perorangan. maka dalam penegakan hukum penataan ruang Rezim yang terakhir adalah rezim pidana. Undang- dikenal dengan kegiatan Wasmatlitrik. Undang Penataan Ruang ini memuat tujuh pasal yang mengatur tentang sanksi pidana dan satu pasal Terkait dengan penegakan hukum di dalam terkait proses penyidikannya. Ketentuan mengenai penataan ruang, Undang-Undang Nomor 26 Tahun sanksi pidana dapat dilihat di dalam ketentuan 2007 membaginya menjadi empat rezim yaitu Bab XI. Sedangkan pengaturan mengenai proses rezim administrasi, perdata, tata usaha negara, dan penyidikannya dapat dilihat di dalam ketentuan pidana. Penegakan hukum secara administratif di Bab X. Perbuatan yang digolongkan perbuatan dalam penataan ruang secara tersurat terdapat di pidana untuk penataan ruang adalah antara lain: dalam ketentuan Pasal 62 juncto Pasal 63 Undang- Tidak menaati rencana tata ruang yang telah Undang Nomor 26 Tahun 2007. Secara teori hukum, ditetapkan; Tidak menaati rencana tata ruang yang tujuan sanksi administratif ini bukanlah memberikan telah ditetapkan dan berakiat timbulnya kerugian nestapa namun untuk mengembalikannya ke terhadap harta benda atau kerusakan barang; Tidak keadaan semula. Ini dapat dilihat dengan jenis sanksi- menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sanksi yang diberikan yaitu: peringatan tertulis; dan mengakibatkan kematian orang; Memanfaatkan penghentian sementara kegiatan; penghentian ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; ruangnya; Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda perubahan fungsi ruang; Memanfaatkan ruang administratif (Muhar Junef, 2017). tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan mengakibatkan kerugian terhadap harta benda Dari jenis-jenis sanksi yang telah disebutkan atau kerusakan barang; Memanfaatkan ruang tidak diatas, bahwa objeknya bukanlah pelaku pelanggaran sesuai dengan izin pemanfaatan ruangnya dan tapi ditujukan kepada kegiatan yang melanggar. Disini mengakibatkan kematian orang; Tidak mematuhi dapat dilihat bahwa sanksi administratif ini ditujukan ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan untuk mengembalikan keaadaan yang salah menjadi izin pemanfaatan ruang; Tidak memberikan akses kembali seperti semula dengan menitikberatkan terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan pada kegiatannya dan konsistensi dengan izin yang perundang-undangan dinyatakan sebagai milik diminta untuk kegiatan tersebut. Sanksi administratif umum; dan Pejabat Pemerintah yang berwenang ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan tata ruang. Ruang. Di dalam peraturan pemerintah tersebut diatur juga mengenai kriteria dan hukum acara Jenis hukumannya cukup bervariasi dengan pemberian sanksi administratif. Namun saat ini sistematika sanksi kumulatif penjara dan denda. belum ada aturan teknis terkait penyelenggaraan Jika ditelaah secara menyeluruh, maka dapat dilihat pemberian sanksi administratif. lamanya hukuman penjara yang dapat dijatuhkan antara 1 tahun sampai dengan 15 tahun. Sedangkan Rezim kedua dan ketiga terkait penegakan hukum penataan ruang adalah penegakan hukum 98

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri besaran denda yang dijatuhkan paling banyak D. Penerapan Asas Ultimum lima miliar rupiah. Bahkan khusus untuk pemberi Remedium dalam Penegakan izin, selain dipenjara dan denda, dia dapat dikenai Hukum pedana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. Secara singkat Dalam tatanan hukum mengenal adanya Asas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran pidana Ultimum Remedium. Ultimum remedium merupakan terhadap penataan ruang dapat dijatuhi hukuman salah satu asas yang terdapat di dalam hukum yang cukup berat. Apabila dilihat dari jenis sanksi pidana Indonesia yang menyatakan bahwa hukum dan hukuman yang dijatuhkan seperti yang telah pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam dijelaskan di atas, bahkan beberapa diantaranya hal penegakan hukum. Sudikno Mertokusumo dapat menggabungkan sanksi pidana dan sanksi mengartikan bahwa ultimum remedium sebagai alat administratif, seharusnya ini menimbulkan efek terakhir (Mertokusumo, 2009: 128). Artinya bahwa takut bagi para pelaku pelanggaran pidana terhadap sanksi pidana dapat digunakan apabila sanksi- penataan ruang sanksi yang lain sudah tidak dapat memberikan efek jera bagi pelakunya. Ketentuan sanksi pidana dalam Penegakan hukum penataan ruang sangat suatu Undang-Undang diberlakukan sebagai sanksi penting dalam proses penataan ruang. Proses ini yang terakhir setelah sanksi administratif maupun dibutuhkan untuk menjaga agar penataan ruang yang sanksi perdata tidak dapat ditempuh lagi. Upaya ini telah direncanakan tetap diaplikasikan secara taat ditujukan agar dalam proses hukum pidana yang sehingga tujuan pembangunan tersebut tercapai. cukup panjang, korban maupun pelaku kejahatan Dalam hal ekonomi, penegakan hukum terhadap dapat memperoleh keadilan dan memberikan penataan ruang akan memberikan efek positif tidak kepastian hukum. hanya bagi pertumbuhan ekonomi namun juga lingkungan di daerah tersebut. Dengan rencana tata Dalam asas ultimum remedium juga ruang yang ideal, investor akan merasa aman untuk mengandung unsur tujuan agar penjatuhan sanksi menanamkan modalnya tanpa harus menggganggu pidana dapat diberikan kepada orang yang tepat, kepentingan yang lain. Efek positif lainnya adalah karena pelaku tindak pidana juga memiliki hak pengawasan terhadap pemberian izin menjadi asasi manusia diantaranya hak untuk memperoleh terfokus sesuai dengan zonasi yang telah ditentukan keadilan, hak hidup, dan hak untuk memperbaiki (ibid). Namun sayangnya, proses penegakan hukum diri. Adanya hak-hak asasi manusia inilah yang di bidang pelanggaran penataan ruang saat ini jauh pada akhirnya memunculkan adanya asas Ultimum dari apa yang tertuang dalam norma peraturan Remedium dalam penegakan hukum. Penerapan perundang-undangan diatas dikarenakan belum ada Ultimum Remedium ini harus diartikan sebagai tolak ukur yang jelas yang dibuktikan dengan kajian upaya (jalan tengah) yang dapat menguntungkan teknis terkait unsur perbuatan merubah fungsi ruang. bagi semua pihak, baik itu sebagai korban, sebagai Jadi, sampai saat ini penegakan hukum hanya pelaku maupun untuk kepentingan masyarakat luas. berjalan sampai kepada tahap pemberian surat peringatan dan pemasangan papan pelanggaran Rezim Undang-Undang Penataan Ruang (Ibid, Kementerian ATR/BPN, Laporan Penegakan tidak menyatakan secara tegas bahwa ia menerapkan Hukum tahun 2015-2019). Bilamana hal demikian asas ultimum remedium atas penegakan hukumnya. terus terjadi, akan sulit menimbulkan efek jera bagi Dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor pihak yang melanggar penataan ruang. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hanya mengatur bahwa penyelesaian sengketa pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tidak 99

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 secara tegas menyatakan bahwa rezim Undang- dan menganalisis kondisi yang sebenarnya tentang Undang ini menganut asas ultimum remedium. penegakan hukum terkait penataan ruang (Amirudin Sebagai perbandingan, ada ketentuan Undang- & Zainal Asikin, 2004: 118). Undang yang secara tegas menyatakan bahwa rezim undang-undang tersebut menganut asas Dalam rangka memperoleh kesimpulan dalam ultimum remedium seperti dalam Undang-Undang penelitian ini, tahapan yang dilakukan adalah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan dengan melakukan penelitian kepustakaan dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan cara pengumpulan data, memahami, mengutip, dalam penjelasan angka 6 bahwa Penegakan merangkum dan membuat catatan-catatan serta hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas menganalisis peraturan perundang-undangan. ultimum remedium yang mewajibkan penerapan Bahan hukum primer yang digunakan adalah penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir peraturan perundang-undangan. Bahan hukum setelah penerapan penegakan hukum administrasi sekunder yang digunakan adalah bahan hukum yang dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum memberikan penjelasan mengenai bahan hukum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil primer yakni terdiri dari literatur, laporan-laporan tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran hasil penegakan hukum dan bahan hukum tersier baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan. sebagai penjelasan tambahan berupa kamus dan penelusuran internet. III. METODE IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat dua pendekatan penelitian hukum yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis A. Faktor Penghambat Efektivitas sosiologis, pendekatan yuridis normatif merupakan Penegakkan Hukum Penataan penelitian yang bertujuan pencarian jawaban Ruang terhadap permasalahan dan tujuan penelitian berdasarkan kerangka teori hukum normatif, yang Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu dipergunakan untuk menelaah data adalah teori- effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang teori yang lazim dikenal dalam teori hukum doktrinal, dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Kamus seperti kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum, Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang pengertian hukum dan sebagainya (Soerjono ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) Soekanto, 2009 : 56). Sedangkan pendekatan yuridis sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang sosiologis yang bercirikan pada pencarian jawaban atau peraturan (KKBI Online, 2020). Soerjono terhadap permasalahan dan tujuan penelitian dengan Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas menggunakan teori hukum empiris-sosiologis hukum dalam penegakan hukum pada lima hal yakni : (Ibid). Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis Faktor hukum itu sendiri, fakor penegak hukum, normatif dengan menganalisis data sekunder seperti faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat itu bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari sendiri dan faktor kebudayaan itu sendiri (Soerjono bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan Soekanto, 2007:5). bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan Faktor Pertama, faktor hukumnya itu sendiri. dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hukum yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Selain itu, penelitian ini bersifat deskriptif analitis atau peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat yang bertujuan menggambarkan, menginventarisir, oleh pemerintah. Faktor hukum yang dimaksud adalah bermula dari Undang-undangnya itu sendiri yang bermasalah dan mempengaruhi penegakan hukumnya (Business-law.Binus.ac.id Riyanto Agus, 100

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri 2018) terdapat beberapa permasalahan mengenai sebagai bagian tidak terpisahkan dari Ketentuan instrumen hukum penataan ruang diantaranya: Umum Peraturan Zonasi (KUPZ). Ketiga, fleksibilitas yang diberikan lebih luas dalam Ketentuan Umum 1) Kepastian hukum dalam Perencanaan Tata Peraturan Zonasi (KUPZ) yang menyebutkan bahwa Ruang semua kegiatan diperbolehkan sepanjang tidak merubah atau mengganggu fungsi utama kawasan Kepastian hukum yang dimaksud disini peruntukan. Sehingga, sangat dimungkinkan adanya dikarenakan dalam setiap regulasi perencanaan kegiatan lain pada kawasan peruntukan sepanjang tata ruang terdapat Ketentuan Umum Peraturan tidak merusak atau mengganggu, namun tentunya Zonasi (KUPZ) yang menjabarkan ketentuan daftar harus dibarengi kajian terhadap keberadaan dan kegiatan apasaja yang diizinkan, dilarang, dibatasi dampak eksternalitas negatif. Fleksibilitas lainnya, maupun bersyarat. Kadangkala, terjadi multitafsir diberikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah dalam mengaplikasikan ketentuan Ketentuan Umum daerah untuk melengkapi persyaratan teknis dan Peraturan Zonasi (KUPZ) terhadap kondisi faktual persyaratan administrasi pada saat pemberian izin di lapangan. Sebagai contoh yang telah disebutkan pemanfaatan ruang. Terakhir, fleksibilitas ditemukan diatas yakni adanya pembangunan Waterpark di juga pada upaya mendorong perkembangan kawasan peruntukan sempadan sungai di Kabupaten kawasan yang didorong pengembangannya melalui Bekasi. Dalam Ketentuan Umum Peraturan Zonasi penerapan mekanisme insentif (www.atrbpn.go.id, (KUPZ) yang terdapat dalam Peraturan daerah 17 Agustus 2019). (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi disebutkan pelarangan pendirian Permasalahan selanjutnya yakni telah bangunan kecuali dimaksudkan untuk pengelolaan disebutkan bahwa dalam UUPR terdapat hierarki badan air/pemanfaatan air namun diatur pula pendirian produk perencanaan. Rencana Tata Ruang Nasional bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi nantinya akan menjadi acuan terhadap rencana taman rekreasi. Bunyi Ketentuan Umum Peraturan tata ruang provinsi, kabupaten/kota hingga rencana Zonasi (KUPZ) tersebut menjadi tidak pasti karena detail. Hal tersebut berarti sudah seharusnya dapat saja ditafsirkan pembangunan Waterpark Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merujuk kepada tersebut dilarang karena tidak dimaksudkan untuk pengaturan hierarki produk perencanaan diatasnya. pengelolaan badan air namun dapat juga ditafsirkan Dalam kenyataannya, masih ada Rencana Detail pembangunan Waterpark tersebut diperbolehkan Tata Ruang (RDTR) yang tidak merujuk kepada dengan terbatas karena fungsinya yang menunjang pengaturan hierarki produk perencanaan diatasnya taman rekreasi. bahkan cenderung dipaksakan sama dengan pemanfaatan eksistingnya. Seperti contohnya Hal lain terkait kepastian hukum dalam ketentuan terdapat di Kota Medan, yakni suatu lokasi Ketentuan Umum Peraturan Zonasi (KUPZ) yakni peruntukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dalam ketentuan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi (RTRW) sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) (KUPZ) mengenal adanya fleksibilitas Rencana namun dalam kenyataannya dimanfaatkan sebagai Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pertama, fleksibilitas perdagangan dan jasa sehingga dalam Rencana pengaturan peruntukan ruang dalam RTRW Detail Tata Ruang (RDTR) yang dikeluarkan yang bersifat dominasi. Sehingga, masih sangat tahun 2015 peruntukan kawasan tersebut menjadi dimungkinkan kegiatan lain berada pada peruntukan perdagangan dan jasa. Sama dengan permasalahan tertentu. Kedua, Rencana Tata Ruang Wilayah pertama, yakni permasalahan kepastian hukum (RTRW) Kabupaten/Kota tidak hanya terbatas peruntukan kawasan tersebut sehingga untuk pada ‘warna’ peruntukan ruang yang terdapat pada rencana pola ruang dan struktur ruang, tetapi 101

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 menjustifikasi kawasan tersebut tidak sesuai dengan menurunnya kualitas performa ruang dan tidak rencana tata ruang akan menjadi sulit. ada penjelasan lebih lanjut terkait performa ruang. Telah disebutkan diatas beberapa contoh kasus Dikarenakan ketiga faktor diatas, dalam menilai pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak dapat bahwa suatu pemanfaatan ruang tidak sesuai dikenai sanksi pidana karena unsur mengakibatkan dengan rencana tata ruang menjadi sulit. Padahal perubahan fungsi ruang belum ada tolok ukur yang dalam pengenaan salah satu sanksi pidana dalam jelas. UUPR yakni sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 69 ayat (1) UUPR harus memenuhi setidaknya 3) Belum ada aturan pelaksanaan mengenai 2 (dua) unsur perbuatan yakni perbuatan tidak pemberian insentif dan disinsentif, sanksi menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan administrasi. dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang. Kemudian mengenai permasalahan Rencana Detail Dalam UUPR pengendalian pemanfaatan ruang Tata Ruang (RDTR) yang dipaksakan menyesuaikan dilakukan salah satunya dengan pemberian insentif dengan pemanfaatan eksisting dapat berakibat fatal dan disinsentif, kemudian dalam Undang Nomor 26 terhadap penegakan hukum penataan ruang di Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengenal bidang perizinan karena merujuk kepada Peraturan pengenaan sanksi administrasi. Ketentuan lebih menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang lanjut mengenai keduanya diatur dalam Peraturan Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Pemerintah yakni PP No 15 Tahun 2010 tentang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota menyebutkan Penyelenggaraan Penataan Ruang. Sampai dengan penyusunan RDTR sejatinya menjadi dasar saat ini belum ada aturan teknis mengenai keduanya penerbitan izin pemanfaatan ruang. padahal hal tersebut dibutuhkan mengingat salah satu fleksibilitas RTRW mendorong perkembangan 2) Perbuatan merubah fungsi ruang kawasan yang didorong pengembangannya melalui penerapan mekanisme insentif. Kemudian, dalam Menurut pakar hukum pidana Moeljanto, untuk hal pemberian sanksi administrasi bilamana tidak menentukan adanya tindak pidana harus memenuhi ada pengaturan teknisnya akan sulit penerapannya unsur perbuatan (manusia), yang memenuhi rumusan di lapangan. Melalui peraturan teknis tersebut, dapat Undang-Undang (syarat formal), dan bersifat diketahui bagaimana mekanisme yang lebih detail melawan hukum (Moeljanto, 2002:56). Perbuatan dalam pengenaan sanksi administrasi, apakah yang memenuhi rumusan Undang-Undang tersebut pemberian sanksi yang diatur dalam Pasal 61 diatur dalam pasal 69-74 UUPR dan salah satunya bersifat kumulatif atau berjenjang, bagaimana kriteria adalah perbuatan merubah fungsi ruang yang pengenaan sanksi yang lebih detail karena pada terdapat dalam 69 ayat (1) UUPR. Jika kajian spatial hakikatnya dan menurut Undang-Undang Nomor sudah menunjukan adanya perbuatan tidak menaati 30 Tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan rencana tata ruang namun tidak terbukti unsur pejabat pemerintahan dalam menggunakan merubah fungsi ruang, unsur perbuatan pidana tidak wewenangnya harus berdasarkan peraturan akan terpenuhi. Dalam Undang-Undang Nomor perundang-undangan dan asas umum pemerintahan 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tidak yang baik. dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan mengakibatkan perubahan fungsi ruang. Salah satu Faktor kedua, yakni faktor penegak hukum pendekatan untuk mengetahui unsur perubahan yang dimaksudkan dengan penegak hukum itu fungsi ruang dapat diketahui dari Lampiran III adalah pihak-pihak yang langsung maupun tidak Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2017 langsung terlibat dalam penegakan hukum mulai dari tentang Pedoman Audit Tata Ruang yakni dengan Polisi, Jaksa, Hakim, Penyidik Pegawai Negeri Sipil 102

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri (PPNS), Penasehat Hukum (Advokat) dan hingga Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap tersebut. Permasalahan ketiga yakni belum adanya profesi penegak hukum mempunyai wewenang penyediaan skema pengangkatan dan remunerasi atau kekuasaan tugas masing-masing. Hakim yang berbasis kinerja. (www.direktoratpenertiban. berada dalam peranan yang sangatlah menentukan id, 7 Maret 2020). Dapat disimpulkan permasalahan ketika suatu keputusan diharapkan untuk lahir dan pelik dari faktor penegak hukumnya yaitu faktor pelaksanaan tugas tersebut, hakim berada di dalam independensi dalam melakukan tugasnya sebagai kemandiriannya sendiri, sedangkan tugas dari penyidik dan dalam hal ini perlu adanya political penegak hukum yang lainnya adalah meyakinkan dan will dari Kementerian ATR/BPN untuk mengadakan menjelaskan kepada hakim apa dan bagaimanakah pembenahan secara internal terkait kelembagaan permasalahan hukumnya, sehingga akan diperoleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). suatu keyakinan hakim untuk dapat memutuskanya secara adil dan juga bijaksana. Namun Faktor ketiga, yakni mengenai sarana dan permasalahannya tidak sesederhana itu, sebab prasarana. Menurut Soerjono Soekanto bahwa para kenyataannya penegakan hukum tidak berjalan penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, dalam koridor yang benar, sehingga penegakan apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan hukum mengalami kendala dalam tingkatan teknis alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena operasional di masing-masing penegak hukum (Ibid, itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang Riyanto Agus, Desember 2018).  sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan Kendala dalam tingkatan teknis operasional mungkin penegak hukum menyerasikan peranan tersebut yakni permasalahan kelembagaan Penyidik yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dalam Pasal 68 Dalam penegakan hukum penataan ruang, terkait Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan faktor sarana dan prasarana terkadang terdapat Ruang disebutkan bahwa selain penyidik kepolisian, hambatan teknis yang menyulitkan contohnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang peta lampiran pada Rencana Tata Ruang Wilayah lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang (RTRW) tidak sesuai koordinat misalnya seperti penataan ruang diberi wewenang khusus sebaga Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang penyidik untuk membantu penyidik kepolisian. Wilayah (RTRW) Kabupaten Pesawaran yang Permasalahan pertama yakni saat ini Penyidik bergeser ke arah Barat sehingga mempersulit Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang pada proses overlay. Sarana dan prasarana terkait masih tersebar di berbagai Satuan Kerja Perangkat lampiran peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah dan ditugaskan di unit yang tidak berkaitan memegang peranan penting dalam proses kajian sama sekali dengan tugasnya sebagai penyidik. spatial dan menentukan apakah pemanfaatan ruang Misalnya, ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah sesuai peruntukan atau tidak. (PPNS) penataan ruang yang ditugaskan di Dinas Pariwisata yang tentu saja tidak menjalankan tugas Faktor keempat, yakni faktor masyarakat. yg berkaitan dengan penataan ruang. Permasalahan Penegak hukum berasal dari masyarakat dan kedua yakni timbulnya konflik kepentingan dalam bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan kepala masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok daerah. Misalnya, jika sebuah pelanggaran sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. dilakukan oleh atasannya sendiri dan kepala daerah Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan atas wewenangnya dapat saja merotasi Penyidik hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan 103

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan penegakan hukumnya. Soerjono Soekanto salah satu indikator berfungsinya hukum yang tidak menjelaskan faktor manakah yang sangat bersangkutan. Kesadaran hukum dalam penegakan berpengaruh besar dari keseluruhan faktor tersebut, hukum pemanfaatan ruang disini dikaitkan dengan tetapi yang patut dicatat adalah bahwa salah satu kepatuhan memiliki izin pemafaatan ruang sebelum faktornya dapat mendukung membentuk efektifitas melakukan pemanfaatan ruang. Selama ini, tidak hukum dalam penegakan hukumnya. Namun, sedikit bangunan-bangunan yang berdiri tidak dengan memperhatikan sistematikanya dari kelima memiliki izin pemanfaatan ruang. faktor ini jika difungsikan secara optimal penegakan hukum, maka setidaknya hukum itu dinilai dapat Faktor, kelima yakni faktor kebudayaan. dikategorisasikan efektif. Yang dimaksudkan adalah Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya bahwa dengan sistematika itu dapat membangun mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang efektifitas penegakan hukum, seharusnya, diawali berlaku, maka nilai-nilai mana merupakan konsepsi- mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik disusul bagaimana penegak hukumnya, lalu dan apa yang dianggap buruk. Penegakan hukum bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, jika dilihat dari kebudayaan, dapat ditelusuri dari kemudian bagaimanakah masyarakat merespon zaman dahulu kala, pada saat masa-masa zaman serta kebudayaan yang terbangun. Melihat tidak kerajaan. Orang-orang tertentu jika ingin bertemu terlaksananya kelima faktor diatas dengan baik, raja atau menginginkan sesuatu jabatan dari raja dapat dikatakan bahwa penegakan hukum penataan atau keinginan lainnya akan memeberikan upeti ruang belum efektif (Ibid, Riyanto Agus, Desember pada orang yang bersangkutan atau pada raja 2018). supaya apa yang diinginkannya cepat tercapai. Hal ini ternyata masih berlanjut sampai sekarang, hanya B. Penegakan Hukum Penataan saja bentuk dan namanya yang telah berbeda. Ruang yang Efektif Pada zaman sekarang dikenal dengan adanya suap (Ibid, Riyanto Agus, Desember 2018). Suap yang Telah dijelaskan diatas faktor-faktor dimaksud dalam penegakan hukum penataan ruang penghambat efektivitas penegakan hukum penataan yakni suap agar izin pemanfaatan ruang yang tidak ruang. Kemudian, telah dijelaskan pula bilamana sesuai rencana tata ruang dapat diterbitkan. Hal ini sistematika dari kelima faktor tersebut difungsikan sudah tidak asing lagi karena sudah menjadi rahasia secara optimal maka setidaknya penegakan hukum umum untuk hampir semua instansi pemerintah dapat berjalan efektif. Mengenai faktor hukumnya itu pernah mengalaminya. Suap ini dapat terus ada sendiri, agar penegakan hukum berjalan efektif perlu dan menjadi budaya karena adanya penjual dan dilakukan perbaikan kualitas perencanaan tata ruang pembeli daripada suap tersebut dari waktu ke waktu. agar kedepannya dalam membaca Ketentuan Umum Tentu sampai kapan pun jika budaya ini tidak hilang, Peraturan Zonasi (KUPZ) tidak terjadi multitafsir. penegakan hukum tidak akan berjalan sebagaimana Perlu diatur pengenaan sanksi bagi perencanaan mestinya. yang bertujuan pemutihan agar kedepannya kualitas perencanaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Penegakan hukum satu dengan yang lainnya Lebih lanjut bilamana unsur perbuatan merubah akan dapat saling mempengaruhi dalam perjalanan fungsi ruang tidak dapat dibuktikan, namun kajian penegakannya. Kelemahan yang satu berdampak spatial telah menunjukan adanya ketidaksesuaian kepada kendala yang lainnya, karena keseluruhannya pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta baiknya menerapkan asas ultimum remedium. Asas dalam rangka mempeoleh tolok ukur dari efektifitas ultimum remedium adalah asas yang menjadikan 104

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri hukum pidana sebagai tonggak terakhir penegakan penting dilakukan mengingat ketersediaan ruang hukum. Selama ini, penegakan hukum terhambat semakin hari semakin terbatas. Meskipun telah ada dikarenakan belum ada parameter yang jelas instrumen hukum yang mengatur tentang penataan terkait perubahan fungsi ruang. Namun disisi lain ruang, bilamana terjadi pelanggaran pemanfaatan pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang tidak dapat ruang instrumen hukum tersebut sulit diaplikasikan dibiarkan begitu saja dan perlu ditindak tegas. sehingga penegakan hukum penataan ruang tidak berjalan efektif sebagaimana mestinya. Faktor- Selama ini pengenaan sanksi administrasi faktor yang mempengaruhi penegakan hukum memang sudah diterapkan dengan memberikan penataan ruang adalah faktor hukum, penegak surat peringatan dan papan peringatan diatas hukum, sarana/fasilitas penunjang, masyarakat bangunan yang berdiri tersebut, namun perlu diingat dan kebudayaan. Dari kelima faktor tersebut dapat hakikat dari pengenan sanksi admiistratif sejatinya diketahui penegakan hukum penataan ruang belum bertujuan mengembalikan keadaan yang salah efektif. Solusi agar penegakan hukum penataan menjadi keadaan seperti semula. Maka, jika hanya ruang dapat efektif yakni ; dengan surat peringatan dan papan peringatan bangunan tersebut masih tetap ada, sebaiknya 1) Melakukan perbaikan kualitas perencanaan dalam pemberian sanksi administratif kedepannya tata ruang, dimana dalam penyusunan aturan lebih bersifat teknis yang berorientasi pulihnya rencana tata ruang harus memuat pasal-pasal ruang seperti semula seperti misalnya jka ada yang tegas dan tidak multitafsir terutama dalam bangunan yang berdiri di kawasan rentan bencana ketentuan umum peraturan zonasinya. Misalnya, longsor, pemberian sanksi administratif haruslah dalam zonasi ruang terbuka hijau harus nyata- pembongkaran bangunan. Tentu tidak sesederhana nyata memuat norma apa pemanfaatan ruang itu dalam pelaksanaannya, maka dari itu perlu apa saja yang diperbolehkan, dilarang, dan disusun aturan teknis yang lebih detail akan hal ini. diperbolehkan bersyarat. Mengenai faktor penegak hukum, harus ada 2) Melaksanakan kaidah pembentukan peraturan political will dari Kementerian ATR/BPN selaku perundang undangan, bahwa aturan yang instansi yang menaungi terkait penataan ruang tingkatannya lebih rendah dilarang bertentangan agar memperbaiki sistem kelembagaan Penyidik dengan aturan yang lebih tinggi derajatnya. Pegawai Negeri Sipil (PPNS) penataan ruang. Dalam rencana tata ruang misalnya rencana Dalam hal ini, pembentukan jabatan fungsional bagi detail tata ruang harus mengacu kepada PPNS Penataan ruang dianggap mampu menjawab peraturan yang telah ada sebelumnya dan lebih kebutuhan skema pengangkatan dan remunerasi tinggi derajatnya. yang berbasis kinerja bagi PPNS Penataan ruang. Begitupun mengenai sarana dan prasarana, perlu 3) Mengatur pelaksanaan pengenaan sanksi ada perbaikan kualitas perencanaan dan untuk faktor terhadap pemutihan rencana tata ruang. kepatuhan hukum masyarakat dan kebudayaan Seringkali jika suatu zona dikatakan melanggar, perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas zona pada kawasan tersebut diadakan setelah ketiga hal diatas yakni perbaikan kualitas perubahan pada rencana peruntukannya. perencanaan, penerapan asas ultimum remedium Misalnya jika ada pelanggaran pada zona dan perbaikan skema kelembagaan PPNS dilakukan. ruang terbuka hijau dan beralihfungsi menjadi perumahan maka diadakan revisi pada rencana V. KESIMPULAN tata ruang wilayah tersebut menjadi zona peruntukan perumahan. Jika pemutihan terus Penegakan hukum dalam rangka tertib ruang dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk 105

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 91 - 107 terhadap citra penegakan hukum penataan Investasi. Diperoleh pada 12 Mei 2020 ruang, masyarakat akan berfikir bahwa daripada https://www.atrbpn.go.id/Berita/ melanggar peruntukan ruang berujung dengan Siaran-Pers/fleksibilitas-rtrw-dalam- diperbolehkan. penerbitan-izin-tegaskan-tata-ruang-tak- 4) Penerapan asas ultimum remedium dengan hambat-investasi-93203 membuat aturan pelaksanaan yang menunjang proses penegakan hukum. Pengenaan sanksi Humas. Kementerian ATR/BPN: Dwisari Waterpark merupakan salah satu instrumen pengendalian Melanggar Rencana Tata Ruang dan Harus pemanfaatan ruang, bilamana belum ada Dibongkar. Diperoleh pada 15 Mei 2020 parameter yang jelas terkait perbuatan daripada https://www.atrbpn.go.id/Berita/ merubah fungsi ruang dalam mengenakan Siaran-Pers/kementerian-atrbpn-dwisari- sanksi pidana, dapat mengenakan sanksi waterpark-melanggar-rencana-tata-ruang- administrasi. Misalnya jika ada alih fungsi dan-harus-dibongkar-115166 ruang dan hendak mengenakan pasal pidana, namun perbuatan merubah fungsi ruang tidak Hutapea, E . Bencana Banjir di Sulses Disebut Akibat dapat dibuktikan, atas perbuatan tidak menaati Penyalahgunaan Ruang. Diperoleh pada rencana tata ruang dapat dikenai sanksi 22 Juni 2020 daripada https://properti. administrasi agar penegakan hukum dapat kompas.com/read/2019/01/26/161937921/ berjalan efektif dan memberi efek jera. Tentu bencana-banjir-di-sulsel-disebut-akibat- saja sebelum pelaksanaan sanksi administrasi penyalahgunaan-tata-ruang?page=all. harus dibentuk aturan pelaksanaannya. Tidak hanya pengenaan sanksi, instrumen Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diperoleh pada pengendalian juga dapat dilakukan melalui 12 Mei 2020 daripada https://kbbi.web.id/ insentif dan disinsentif namun pelaksanaannya efektif harus dibekali aturan pelaksanaan sehingga sebaiknya dibentuk aturan-aturan pelaksanaan Kementerian ATR/BPN. (2015). Laporan Hasil tersebut, Audit Tata Ruang Tahun 2015, Jakarta: Kementerian ATR/BPN. 5) Memperbaiki skema kelembagaan bagi penegak hukum tata ruang. Dalam hal ini, pembentukan Kementerian ATR/BPN. (2015). Laporan Penegakkan jabatan fungsional penyidik penataan ruang Hukum Tahun 2015, Jakarta: Kementerian sehingga ada satu aparatur yang khusus ATR/BPN. bertugas menyidik, dan mendapatkan status kejelasan dan reward atas kinerjanya. Kementerian ATR/BPN. (2016). Laporan Penegakkan Hukum Tahun 2016, Jakarta: Kementerian DAFTAR PUSTAKA ATR/BPN. Amirudin & Zainal Asikin. (2004). Pengantar Metode Kementerian ATR/BPN. (2017). Laporan Penegakkan Penelitian Hukum. Jakarta: Radja Grafindo. Hukum Tahun 2017, Jakarta: Kementerian ATR/BPN. Departemen Pekerjaan Umum. 2015. Naskah Akademik RUU Penatan Ruang. Jakarta. Kementerian ATR/BPN. (2018). Laporan Penegakkan Hukum Tahun 2018, Jakarta: Kementerian Humas. Fleksibilitas RTRW dalam Penerbitan ATR/BPN. Izin, Tegaskan Tata Ruang Tak Hambat Kementerian ATR/BPN. (2019). Laporan Hasil Audit Tata Ruang Tahun 2019, Jakarta: Kementerian ATR/BPN. Kementerian ATR/BPN. (2019). Laporan Penegakkan 106

Meninjau Efektivitas Penegakan Hukum Penataan Ruang dalam Rangka Mewujudkan Tertib Tata Ruang Stevanus Eko Pramuji dan Viorizza Suciani Putri Hukum Tahun 2019, Jakarta: Kementerian Pemerintah Tak Bedaya. Kompas ATR/BPN. Online. Diperoleh pada tanggal 15 Mei 2020 daripada https://properti.kompas. Mertokusumo, Sudikno, (2009). Penemuan Hukum com/ read/2019/01/02/115534521/ada- Sebuah Pengantar, Jakarta:Liberty pelanggaran-tata-ruang-pemerintah-tak- berdaya Moeljanto. (2002). Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta. Riyanto Agus. Penegakan Hukum, Masalahnya Muhar Junef. 2017. Jurnal De Jure, Penegakan apa? Diperoleh pada 16 Maret 2020 Hukum dalam Rangka penataan Ruang Guna Mewujudkan Pembangunan daripada https://business-law.binus. Berkelanjutan Vol 17 No.4 ac.id/2018/12/26/penegakan-hukum- NA/AF. Terdapat 6.621 Lokasi di Indonesia Terindikasi Melanggar Tata Ruang. Diperoleh pada masalahnya-apa/ 15 Mei 2020 daripada https://www.atrbpn. go.id/Berita/Siaran-Pers/terdapat-6621- Soekanto Soerjono. (2007). Faktor-Faktor yang lokasi-di-indonesia-terindikasi-melanggar- Mempengaruhi Penegakan Hukum, tata-ruang-93911 Jakarta: Raja Grafindo Persada Parsa, I Wayan, BPHN. (2014). Laporan Akhir Tim Soekanto Soerjono. (2009). Penelitian Hukum Pengkajian Hukum tentang Penegakan Normatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hukum Penataan Ruang dalam Kerangka Otonomi Daerah, Jakarta: BPHN Tasya. (2020). Kegagalan Konsep Penataan Ruang Jakarta: Banjir Jakarta dan Sekelumit Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2011 tentang Penyebabnya. Diperolehi pada 22 Juni RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011- 2020 daripada https://icel.or.id/isu/ 2031. kegagalan-konsep-penataan-ruang- jakarta-banjir-jakarta-dan-sekelumit- Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 tahun 2018 penyebabnya/ tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Kabupaten/Kota. Indonesia. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2017 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tentang Pedoman Audit Tata Ruang Penataan Ruang. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2017 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang tentang Pedoman Audit Tata Ruang. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Petunjuk Teknis Pendampingan Pelaksanaan Penertiban Pemanfaatan Ruang Nomor V/Afr. Optmalisasi Peran PPNS Melalui Pembentukan 491/JUKNIS-700/V/2018 Jabatan Fungsional Penyidik Pentaan Ruang Diperoleh pada 15 Mei 2020 Prabowo Dani. Ada Pelanggaran Tata Ruang, daripada http://www.direktoratpenertiban. id/web /content/5e62ef92f3794. 107



Menghitung Dampak Tanah Terlantar terhadap Potensi Kerugian Ekonomi di Indonesia Benny Lala Sembiring dan Yohanes N Agung Wibowo MENGHITUNG DAMPAK TANAH TERLANTAR TERHADAP POTENSI KERUGIAN EKONOMI DI INDONESIA ESTIMATING THE IMPACT OF ABANDONED LAND ON POTENTIAL ECONOMIC LOSS IN INDONESIA BENNY LALA SEMBIRING DAN YOHANES N AGUNG WIBOWO Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah dan Direktorat Jenderal Tata Ruang, Jakarta Selatan E-mail : [email protected] dan [email protected] ABSTRAK Tulisan ini secara khusus bertujuan untuk menghitung dampak dari tanah terlantar terhadap potensi kerugian ekonomi di Indonesia. Kajian ini menggunakan metode deskriptif-kuantitatif dengan menganalisis dampak tanah terlantar yaitu tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) pada periode 2019 terhadap potensi kerugian ekonomi, yaitu nilai produk domestik regional bruto di sektor perkebunan. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Terdapat tanah HGU yang terindikasi terlantar seluas 1,2 juta Ha di tahun 2019 di seluruh Indonesia. Metode kuantitatif dilakukan untuk menghitung dampak potensi kerugian ekonomi. Estimasi kami menunjukkan bahwa akibat dari tanah terindikasi terlantar berpotensi terhadap kerugian nilai ekonomi sebesar 15,1 triliun rupiah dan kehilangan penyerapan tenaga kerja lebih dari 400 ribu orang pada sektor perkebunan. Kata kunci : Tanah Terlantar, Potensi Kerugian Ekonomi, Perkebunan ABSTRACT This study primarily aims to estimate the impact of land abandonment on potential economic loss in Indonesia. This paper uses a descriptive-quantitative framework approach by analyzing the number of abandoned land size, specifically the number and size of Cultivation Rights Tittle land (HGU), in Indonesia, in 2019, on economic loss, which are related to potential loss of share of gross domestic regional product (GDRP). This paper also estimates the impact of abandoned land on potential loss on number of employments in estate crops. Using indication of abandoned land data provided by Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency, there are more than 1.2 million Ha in 2019 Cultivation Rights Tittle indicated as abandoned land. A quantitative method is conducted to estimate the potential loss. Our estimation suggests that abandoned land in 2019 generate an economic potential loss in 29 provinces in estate crops sector nearly 15.1 Trillion Rupiah and more than 400 thousand workforce absorption. Keywords : Abandoned Land, Economic Potential Loss, Estate Crops 109

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 109 - 120 I. PENDAHULUAN dan tidak menguntungkan untuk digarap. Ada beragam pengertian dan pendekatan Dalam konteks di Indonesia, di bagian mengenai tanah terlantar. Russo (2007) menjelaskan konsideran Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tanah terlantar sebagai pergeseran pola pemanfaatan No. 5 Tahun 1960 menyatakan bahwa “negara wajib lahan dari umumnya pertanian tradisional yang luas untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin ke pola penggunaan lahan yang kurang intensif yang penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh disebabkan penurunan aktivitas manusia di atasnya. wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk Baudry (1991) menyatakan bahwa tanah terlantar sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara tidak selalu berkaitan dengan kurangnya kegiatan perorangan maupun secara gotong-royong”. Negara, pertanian tetapi juga dapat terjadi karena alih fungsi kemudian, menerjemahkan amanat tersebut pada pasal lahan dari pola tradisional atau pola yang digunakan 2 ayat (2) dengan “mengatur dan menyelenggarakan saat ini ke pola lain yang kurang intensif. Coppola peruntukkan, penggunaan, persediaan dan (2004) dan Keenleyside & Tucker (2010) berpendapat pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa”. Negara, kalau tanah terlantar merupakan sumber daya yang oleh karenanya, menentukan bermacam-macam hak tidak dimanfaatkan baik untuk kepentingan ekonomi atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat maupun lingkungan. Dari perspektif ekonomi, berdasar diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik penjelasan ahli-ahli di atas, tanah terlantar merupakan sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain lahan yang tidak digunakan sebagai sumber daya serta badan hukum. Setiap hak yang diberikan oleh ekonomi. Todaro dkk (2002) menyebutkan ada negara kepada penerima hak dapat dihapus atau tiga elemen pertumbuhan ekonomi yakni sumber dibatalkan, salah satunya, karena ditelantarkan. daya manusia sebagai sumber utama tenaga kerja, teknologi, dan akumulasi kapital. Akumulasi kapital Berdasarkan Peraturan Kepala Badan terjadi jika porsi penghasilan dijadikan tabungan Pertanahan Nasional Nomor 4/2010, tanah yang dan diinvestasikan untuk memperbesar output dan diindikasi terlantar adalah tanah yang diduga penghasilan di masa mendatang. Termasuk dalam tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak akumulasi kapital ini adalah modal fisik yang berupa dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan peralatan dan mesin, gedung/bangunan, dan tanah, tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya serta semua investasi yang diinvestasikan ke dalam yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. modal fisik ini. Tanah, oleh karenanya, merupakan Mekanisme penetapan tanah terlantar dilakukan salah satu modal dasar (basic capital) dalam melalui tahapan yang meliputi inventarisasi tanah pertumbuhan ekonomi. Taylor (1922) dan Schumacher terindikasi terlantar, identifikasi dan penelitian tanah (1973) beragumen jika tanah adalah bagian dari terindikasi terlantar, peringatan I, II dan III beserta faktor-faktor produksi. Tanpa tanah, tidak ada produksi pemantauan dan evaluasinya, diakhiri dengan barang atau jasa oleh petani, pabrik, pedagang, pengusulan tanah terlantar kepada Menteri Agraria dan lainnya (Taylor, 1922). Peran penting tanah dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. sebagai faktor produksi khususnya sektor pertanian mengharuskan utility dan manfaat tanah sebagai Tindakan penelantaran tanah adalah perbuatan sumber daya harus dijaga (Schumacher, 1973). yang mengakibatkan hilangnya potensi ekonomi Penelitian tanah terlantar di Eropa yang dilakukan oleh dan menyebabkan rusaknya hubungan sosial di Hatna dkk (2011) pada periode 1990 sampai 2006 masyarakat karena mencederai rasa keadilan yaitu menjelaskan bahwa penelantaran tanah sebagian meningkatnya ketimpangan penguasaan tanah karena besar terdapat pada lokasi yang miskin produktivitas orang lain yang seharusnya bisa memperoleh tanah dan mampu memanfaatkannya, menjadi terhalang. Easterly (2001) dan Rodrik (2007) menyatakan jika 110

Menghitung Dampak Tanah Terlantar terhadap Potensi Kerugian Ekonomi di Indonesia Benny Lala Sembiring dan Yohanes N Agung Wibowo ekonomi akan relatif dapat lebih berkembang manakala dampak ekologi seperti keanekaragaman hayati yang ketimpangan lahan lebih berkurang. Beberapa penelitian hilang, meningkatnya probabilitas kebakaran lahan, di Indonesia mengindikasikan kerugian ekonomi akibat erosi dan berkurangnya kuantitas air. Namun demikian, lahan yang ditelantarkan. Perbuatan atas tanah yang seperti dua sisi mata uang, penelantaran tanah, pada mengakibatkan tanah terlantar berdampak terhadap sisi yang lain, memiliki keuntungan yaitu reboisasi dan kerugian dengan hilangnya potensi ekonomi tanah revegetasi yang alami, terjadinya siklus nutrisi tanah (Dayat Limbong, 2017). Tanah-tanah yang tidak untuk mendukung keanekaragaman hayati (Benayas dimanfaatkan sesuai peruntukannya dapat menjadi dkk, 2007). salah satu faktor yang menghambat pembangunan, yang bisa diperoleh dari meningkatnya kesejahteraan A. Tanah Terindikasi Terlantar masyarakat karena memanfaatkan tanah, yang pada gilirannya dapat menjadi obyek pendapatan negara Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian (Fauzi Ismail, 2013). Selain itu, hal tersebut berpotensi Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengakibatkan ketahanan pangan dan ekonomi (ATR/BPN), secara konsisten berupaya mengurangi yang rentan, serta terkuncinya akses sosio-ekonomi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat (Mahruf, 2013). Negara juga dirugikan dari yang, salah satunya, dilakukan melalui penertiban tidak terurusnya suatu tanah, sebab jika difungsikan tanah terlantar untuk tanah bersertipikat Hak Guna dengan benar sesuai peruntukannya maka negara dapat Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak menarik pajak atasnya (Yuwono, 2009). Kondisi tanah Pengelolaan yang tidak dimanfaatkan atau sudah habis yang terlantar berhubungan dengan rasio ketimpangan masa berlakunya. Di tahun 2010, dalam skala nasional, kepemilikan tanah, terutama pada kepemilikan tanah terdapat 900 bidang tanah HGU yang peruntukan yang luas. Hal ini menjadi sebuah paradoks karena haknya sebagian besar di sektor perkebunan banyak petani yang tidak memiliki tanah akan tetapi diindikasikan tidak dimanfaatkan, dengan total luas memiliki kemampuan dalam mengembangkan sektor lahan sebesar 962,9 ribu Ha. Sementara untuk indikasi pertanian, dalam rangka meningkatkan kualitas sejenis berstatus HGB sebesar 69,5 ribu Ha. Kemudian kehidupan mereka, di tengah luasnya tanah yang di tahun 2019, tanah dengan status HGU terindikasi tidak dimanfaatkan oleh para pemilik hak tanah terlantar mengalami peningkatan hampir sebesar 25% skala besar (Nurcahyo dan Manurung, 2013). Dari yaitu dengan total luas sebesar 1,2 juta Ha di 973 bidang sisi lingkungan, terbengkalainya tanah menimbulkan tanah (gambar 1 dan 2). Pada tahun yang sama, tanah bersertipikat HGB yang terindikasi tidak dimanfaatkan sebesar 68,1 ribu Ha. Sumber: Basis Data Tanah Terindikasi Terlantar, Kem ATR/BPN (2019), diolah. Gambar 1 : Luas HGU perkebunan di Indonesia 2010 dan 2019 111

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 109 - 120 Sumber: Basis Data Tanah Terindikasi Terlantar, Kem ATR/BPN (2019), diolah. Gambar 2 : Jumlah bidang tanah dan distribusi HGU terindikasi terlantar 2010 dan 2019 Sementara itu, distribusi tanah HGU perkebunan teratas dengan persentase luasan tanah indikasi yang terindikasi tidak dimanfaatkan pada tahun terlantar terhadap luas lahan perkebunan adalah 2019 tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan Papua Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, proporsi terbesar berada di Provinsi Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat, masing-masing secara Timur dan Sumatera Selatan yakni, secara berurutan, berurutan mempunyai proporsi 18,1%; 17,3%; sebesar 17,7% dan 13,6%. Untuk delapan provinsi 11,5%; dan 10,6%. Dari Tabel 1, kita juga melihat besarannya berkisar dari 3% s.d. 8%, berturut- provinsi seperti Kalimantan Timur, kendati sektor turut dari yang terbesar yakni Kalimantan Tengah, pertanian tidak menjadi motor ekonominya, Sulawesi Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, perkebunan memiliki kontribusi 52% terhadap sektor Sumatera Utara, Lampung, dan Aceh. Luasan HGU pertaniannya, dengan dominasi komoditas kelapa terlantar provinsi-provinsi selebihnya kurang dari 3% sawit (96% dari luas areal perkebunan yang ditanam (gambar 2). merupakan perkebunan kelapa sawit). Namun demikian, Provinsi ini memiliki rasio tanah terindikasi Dari total luas 26,5 juta hektar lahan perkebunan, terlantar terhadap luas areal perkebunan eksisting 4,5% di antaranya terindikasi tidak dimanfaatkan. yang tinggi yakni 17% atau seluas 211 ribu hektar. Untuk subsektor perkebunan ini, empat provinsi Tabel 1 : Data perkebunan di tahun 2019 Provinsi Luas Vol PDRB Share Share Tenaga Luas % Luas Aceh Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Pertanian Kerja Tanah Tanah Sumut (Ribu Ton) ADHK 2000 terhadap Terlantar Terlantar Sumbar (Ribu (Milyar Rp) terhadap Perkebunan (Ribu terhadap Sumsel Hektar) PDRB PDRB Luas Riau 10,615.30 Provinsi 352,520 Ha) Perkebunan Jambi 1051.3 1,271.95 75,505.17 Pertanian 1,179,151 Bengkulu 2502.6 6,296.40 10,966.01 27.77% 35.34 3.4% Babel 1,984.55 20,008.63 28.94% 285,135 Lampung 937.7 5,114.81 88,079.62 24.79% 1,348,445 56.99 2.3% Kepri 2426.6 10,003.38 25,136.83 56.46% 21.83% 26.14 Banten 3642.9 2,642.71 29.16% 16.54% 949,273 162.37 2.8% 1463.5 1,197.41 2,090.29 38.32% 26.16% 653,913 67.40 4,442.43 67.90% 25.99% 313,001 24.79 6.7% 589.9 992.22 15,845.84 64.79% 27.47% 157,236 31.43 360.5 1,753.23 1,211.38 16.41% 18.37% 730,938 1.9% 931.0 2,871.16 46.33% 27.76% 9.47 87.03 23.35% 13,906 48.50 1.7% 95.0 104.93 21.12% 3.15% 43,384 137.0 11.76% 5.33% 5.17 5.3% 5.54 2.6% 5.2% 5.4% 4.0% 112

Menghitung Dampak Tanah Terlantar terhadap Potensi Kerugian Ekonomi di Indonesia Benny Lala Sembiring dan Yohanes N Agung Wibowo Provinsi Luas Vol PDRB Share Share Tenaga Luas % Luas Perkebunan Perkebunan Perkebunan Perkebunan Pertanian Kerja Tanah Tanah Jabar (Ribu Ton) ADHK 2000 terhadap Terlantar Terlantar Jateng (Ribu (Milyar Rp) terhadap Perkebunan (Ribu terhadap DIY Hektar) PDRB PDRB Luas Jatim 8,706.37 Provinsi 156,901 Ha) Perkebunan Kalbar 413.4 439.44 12,775.82 Pertanian 577,432 Kalteng 458.3 529.96 7.02% 23.73 5.7% Kalsel 232.06 8.32% 12.42% 35,468 0.80 Kaltim 68.6 87.72 26,903.00 10.37% 1,303,050 - 0.2% Sulut 846.3 1,575.85 17,237.04 7.83% 4.89 Gorontalo 2075.6 3,465.17 14,397.82 2.84% 10.04% 741,038 0.0% Sulteng 1851.3 6,448.46 16.24% 23.35% 300,823 86.17 Sulsel 847.7 2,596.86 5,481.88 53.83% 21.10% 266,320 74.73 0.6% Sulbar 1220.3 3,276.50 17,405.78 67.96% 13.96% 140,939 59.56 Bali 377.0 29.46% 165,915 211.55 4.2% NTB 150.3 311.35 4,881.00 52.17% 6.85% 10.90 NTT 788.4 118.51 959.25 28.15% 1.95% 22,105 4.0% Maluku 625.6 775.14 261,871 1.04 Papua 414.3 435.58 12,856.80 9.00% 37.48% 298,324 25.01 7.0% Papua Brt 149.0 683.63 12,280.68 42.87% 27.02% 129,130 72.23 Indonesia 162.6 18.42% 20.16% 21.72 17.3% 453.9 94.49 5,753.82 45.33% 38.61% 91,901 249.6 115.44 2,289.60 10.59% 13.28% 137,041 0.62 2.9% 247.4 157.93 1,394.30 22.94% 313,857 17.25 148.8 171.09 1,663.30 6.46% 26.70% 33.09 0.7% 26,559.5 338.99 1,063.42 8.98% 23.33% 79,549 236.68 1,348.01 14.66% 12.34% 21,462 8.46 3.2% 53,876.48 8.11% 10.08% 6.65 566.71 9.05% 11.17% 7,902 26.91 11.5% 404,969.32 30.72% 11,411,987 1,194.37 5.2% 0.4% 10.6% 7.3% 3.4% 2.7% 18.1% 4.5% Sumber: Diolah dari Provinsi Dalam Angka 2020, BPS.Data pekebunan untuk provinsi DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara tidak tersedia sehingga tidak kami sertakan dalam analisis. Paper ini, oleh karena itu, bertujuan untuk membuka peluang bagi penelitian-penelitian lanjutan menghitung potensi kerugian yang timbul akibat HGU terutama dalam hal dampak ekonomi tanah terlantar perkebunan yang diindikasikan terlantar, dengan di Indonesia. Menyusuli bagian pendahuluan ini, membandingkan antara kondisi produksi eksisting akan dibahas metode dan hasil serta pembahasan. dan kemungkinan produksi subsektor ini bila lahan Di bagian akhir, disajikan kesimpulan berdasarkan tersebut dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Dalam hasil penelitian. estimasi ini, dana tanah terlantar adalah data tanah terindikasi terlantar yang telah diinventarisasi dan II. METODE secara fisik menunjukkan bahwa tanah benar tidak dimanfaatkan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif- kuantitatif dengan mengolah seluruh data sekunder Sepanjang pengetahuan penulis, sejauh ini yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Data belum ada kajian yang membahas dampak tanah yang digunakan merupakan data sekunder dari 30 terlantar terhadap kerugian ekonomi wilayah. Kami (tiga puluh) provinsi di Indonesia pada tahun 2019. berharap dapat memberikan sumbangsih terhadap Dalam penelitian ini digunakan data tanah terindikasi literatur di Indonesia terkait hal ini dari sisi perkiraan terlantar dengan status HGU, kemudian dari data kerugian produksi dan penyerapan tenaga kerja tersebut, hampir semua objek tanah terindikasi perkebunan di level provinsi. Ketersediaan data, terlantar, peruntukannya adalah untuk perkebunan. membatasi kami melakukan estimasi pada satu Penelitian ini memakai data panel pada tahun 2019 tahun saja yakni 2019. Kami percaya studi ini dari 30 provinsi yang memiliki tanah dengan status 113

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 109 - 120 HGU yang terindikasikan terlantar. kita juga mencoba mengukur potensi kerugian berdasarkan selisih antara nilai produksi kontrafaktual Penelitian ini, lebih lanjut, menggunakan dan nilai produksi existing yaitu ketika tanah HGU beberapa asumsi. Asumsi-asumsi ini digunakan yang terindikasi terlantar tidak dimanfaatkan. agar hasil peneltian dapat diterima secara umum. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain: PKEi = Q’i - Qi (2-1) (1) objek tanah HGU yang terindikasi terlantar dalam analisis peruntukannya adalah untuk lahan Q’i merupakan estimasi produksi subsektor perkebunan; (2) data hasil produksi pekebunan terdiri dari banyak komoditas (karet, kelapa sawit, perkebunan jika tanah indikasi terlantar dimanfaatkan. kopi, kelapa, kakao, cengkeh, lada, jambu mete, teh, tebu, kapas, tembakau, nilam, sagu, dan pala) Sementara itu, produktivitas subsektor perkebunan akan tetapi dalam studi ini kami menggunakan total komoditas perkebunan dengan tidak memisahkan sama dengan total produksi dibagi jumlah tenaga komoditas per komoditas; dan (3) faktor-faktor yang memengaruhi objek tanah menjadi terlantar kami kerja subsektor perkebunan, sehingga persamaan asumsikan nol atau semua faktor tetap (ceteris paribus). (2-1) dapat ditulis menjadi: (Potensi) kerugian ekonomi merupakan PKEi = (q’iL’i) - (qiLi) (2-2) perbedaan output ekonomi antara skenario baseline (business as usual/BAU) dan skenario output dari q’i dan qi berturut-turut adalah produktivitas perlakuan di luar skenario BAU. Sebagai output kontrafaktual (counterfactual output) adalah skenario subsektor perkebunan setelah dan sebelum tanah output ekonomi yang diharapkan jika tanah terlantar dimanfaatkan sesuai peruntukannya, dalam hal terlantar dimanfaatkan, serta L’i dan Li merupakan ini HGU perkebunan. Output ekonomi umumnya didefinisikan sebagai produksi barang dan jasa jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan di suatu dalam suatu sistem ekonomi dalam kurun satu tahun. provinsi tertentu paska dan pra-pemanfaatan tanah Sebagai estimasi, potensi kerugian ekonomi diukur berdasarkan kepadatan output, dalam hal ini terlantar. Tenaga kerja subsektor perkebunan produktivitas lahan subsektor perkebunan. Perkiraan kerugian ekonomi, oleh karena itu, kita peroleh dari diasumsikan tersebar merata di lahan-lahan perkalian antara produktivitas lahan tersebut perkebunan yang ada di suatu provinsi, sehingga dan luas tanah terlantar. kepadatan tenaga kerja subsektor ini merupakan pembagian jumlah tenaga kerja dan luas lahan perkebunan di suatu provinsi. Lebih lanjut, persamaan (2-2) dapat kita tulis: PKEi = (q’il’iA’i) - (qiliAi) = (q’il’i(Ai+TTi)) - (qiliAi) (2-3) Sebagai catatan, li dan l’i secara berurutan merupakan kepadatan tenaga kerja subsektor perkebunan sebelum dan sesudah pemanfaatan tanah terlantar, serta Ai dan A’i adalah luas lahan perkebunan sebelum dan sesudah tanah terlantar diberdayakan. Model ini mengasumsikan (1) produktivitas dan kepadatan tenaga kerja sama PKEi merupakan potensi kerugian ekonomi sebelum dan sesudah pemanfaatan lahan terlantar subsektor perkebunan, sementara Qi adalah (constant return to scale), sehingga q’i = qi dan l’i = li. Persamaan (2-3), untuk memperkirakan kerugian produksi subsektor perkebunan dalam hal ini PDRB perkebunan, Ai adalah luas lahan perkebunan, dan ekonomi, oleh karena itu, dapat kita tulis ulang TTi merupakan luasan indikasi tanah terlantar suatu sebagai berikut: provinsi. PKEi = (q’il’iA’i) - (qiliAi) Untuk menguji formula pada persamaan (1), = (qili) - (TTi) (2-4) 114

Menghitung Dampak Tanah Terlantar terhadap Potensi Kerugian Ekonomi di Indonesia Benny Lala Sembiring dan Yohanes N Agung Wibowo Dari sini, kita bisa membuktikan kalau Variabel Deskripsi Sumber perhitungan estimasi kerugian ekonomi dari Potensi Potensi persamaan (1) dan (2-4) adalah sama. Kerugian kerugian Ekonomi (PKEi) produksi Kedua alternatif, oleh karena itu, menghasilkan subsektor perkiraan yang sama. Potensi perkebunan Penyerapan akibat lahan Tenaga Kerja terlantar (PTKi) yang tidak dimanfaatkan, Selain itu, kita juga dapat menghitung perkiraan ADHK 2010 potensi penyerapan tenaga kerja,yang akan Potensi berdampak pada penurunan tingkat pengangguran penyerapan terbuka (TPT) di suatu provinsi melalui persamaan tenaga kerja (2-5) sebagai berikut: subsektor perkebunan dari pemanfaatan lahan terlantar PTKi = L’i - Li (2-5) III. HASIL DAN PEMBAHASAN = liTTi A. Analisis Deskriptif A. Data dan Variabel Pada tahun 2019, sebagaimana disajikan Variabel Deskripsi Sumber Tabel 2, Jawa Timur dan Sumatera Utara adalah Produksi (Qi) PDRB Provinsi Dalam dua provinsi teratas dalam produktivitas lahan atau subsektor Angka 2020, kepadatan output di angka 32 juta rupiah dan 31 juta (TLei)naga Kerja perkebunan BPS rupiah per hektar. Untuk produktivitas tenaga kerja, suatu provinsi Statistik distribusinya membentang dari 5 juta rupiah s.d. 124 Produktivitas tahun 2019, Ketenagakerjaan juta rupiah per orang. Kalimantan Timur menikmati (qi) atas dasar Sektor Pertanian produktivitas buruh tertinggi dan satu-satunya harga konstan Semester II provinsi yang mencapai angka di atas 100 juta rupiah Luas Lahan (ADHK) 2010 Tahun 2019, per orang. Produktivitas tertinggi berikutnya adalah Perkebunan Tenaga kerja Kementan Riau dan Kepulauan Riau sebesar 93 juta rupiah (Ai) subsektor dan 87 juta rupiah per orang. Nusa Tenggara Timur Indikasi Tanah perkebunan Provinsi Dalam menjadi daerah dengan produktivitas tenaga kerja Terlantar (TTi) suatu provinsi Angka 2020, yang terendah. Dalam konteks kepadatan tenaga Kepadatan tahun 2019 BPS kerja subsektor perkebunan, Jawa Timur dan Jawa Tenaga Kerja Basis Data Tengah menjadi wilayah terpadat dengan jumlah (Ii) PDRB Tanah Indikasi buruh per hektar di atas 1 (satu) yakni 1,6 dan 1,3 subsektor Terlantar 2019, orang per hektare. Papua Barat dan Papua menjadi perkebunan Kem ATR/BPN dua provinsi dengan tingkat kepadatan terendah suatu provinsi yakni 0,05 dan 0,09 orang per hektare. Dari sisi dibagi pengangguran secara total, tingkat pengangguran tenaga kerja terbuka (TPT), berkisar dari yang terendah di Bali subsektor (1,5%) sampai yang tertinggi di Aceh (9,4%). Jika kita tersebut lihat dari nominal pengangguran, angka tertinggi ada Luasan lahan di Jawa Barat sejumlah 1,9 juta orang dan terendah subsektor di Sulawesi Barat sebanyak 21 ribu orang. perkebunan suatu provinsi tahun 2019 (dalam hektar) Indikasi luas tanah terlantar subsektor perkebunan tahun 2019 (dalam hektar) Tenaga kerja subsektor perkebunan dibagi luas lahan perkebunan suatu provinsi 115

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 109 - 120 Tabel 2 : Produktivitas dan kepadatan output perkebunan, serta kondisi tenaga kerja provinsi secara Provinsi umum tahun 2019 Kepadatan Produktivitas TK Kepadatan TK Total TPT Output Perkebunan Perkebunan Pengangguran (Juta Rp per Ha) (Juta Rp per Ha) (Orang per Ha) Aceh 10.10 30.11 0.34 146,622 9.42% Sumut 30.17 64.03 0.47 382,438 5.41% Sumbar 11.69 38.46 0.30 138,459 5.33% Sumsel 14.84 0.56 185,918 4.48% Riau 8.25 92.79 0.26 190,143 5.97% Jambi 24.18 38.44 0.45 73,965 4.19% Bengkulu 17.18 0.53 34,439 3.39% Babel 6.68 0.44 26,871 3.62% Lampung 3.54 28.25 0.79 171,455 4.03% Kepri 12.32 21.68 0.15 69,479 6.91% Banten 17.02 87.11 0.32 490,808 8.11% Jabar 12.75 66.18 0.38 1,901,498 7.99% Jateng 20.96 55.49 1.26 819,355 4.49% DIY 21.06 22.13 0.52 69,170 3.14% Jatim 27.88 1.54 843,754 5.60% Kalbar 6.54 0.36 110,272 4.45% Kalteng 3.38 20.65 0.16 56,790 4.10% Kalsel 31.79 23.26 0.31 91,730 4.31% Kaltim 47.86 0.12 110,574 6.09% Sulut 8.30 20.58 0.44 75,485 6.25% Gorontalo 7.78 123.50 0.15 23,809 4.06% Sulteng 6.47 29.42 0.33 46,802 3.15% Sulsel 14.26 43.40 0.48 200,304 4.97% Sulbar 12.95 49.10 0.31 21,054 3.18% Bali 6.38 41.17 0.62 37,551 1.52% NTB 16.31 44.56 0.84 84,516 3.42% NTT 19.63 24.91 0.69 83,030 3.35% Maluku 13.89 10.17 0.32 54,575 7.08% Papua 15.37 0.09 67,173 3.65% Papua 8.58 5.30 Barat 3.66 13.37 0.05 28,846 6.24% 4.26 62.81 5.45 71.72 3.81 Sumber: Diolah dari Provinsi Dalam Angka 2020, BPS. estimasi menunjukan hubungan positif antara variabel luas tanah terindikasi terlantar terhadap B. Hasil Estimasi estimasi potensi kergian ekonomi yang dilihat dari potensi produksi perkebunan. Selain itu, potensi Tujuan utama penelitian ini adalah distribusi subsektor ini terhadap sektor pertanian memperkirakan potensi kerugian ekonomi akibat pada tingkat nasional naik sebesar 2%. Peningkatan lahan perkebunan yang terindikasi terlantar. Dari share tertinggi dialami Kalimantan Timur di level 9%. Tabel 3, setelah melakukan perhitungan melalui persamaan (2-4) dan (2-5), kita mendapatkan Dari sisi tenaga kerja, potensi penyerapan estimasi total potensi produksi ekonomi lebih dari tenaga kerja jika lahan digunakan, pada tingkat 15 triliun rupiah (ADHK 2010), dari yang terkecil di nasional, adalah 420 ribu orang lebih, yang berandil Gorontalo pada level 6 miliar rupiah dan tertinggi di Kalimantan Timur senilai 3 triliun rupiah. Hasil 116

Menghitung Dampak Tanah Terlantar terhadap Potensi Kerugian Ekonomi di Indonesia Benny Lala Sembiring dan Yohanes N Agung Wibowo pada penurunan tingkat pengangguran terbuka 1,6%, dan 1,4%. Secara nominal, penurunan jumlah (TPT) sebesar 0,6%. Sumatera Selatan, Bengkulu, pengangguran tebesar bepotensi terjadi di Sumatera dan Kalimantan Timur berpotensi mengalami Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat, berurutan, penurunan TPT tertinggi berturut-turut sebesar 2,1%, sejumlah 90 ribu, 38 ribu, dan 30 ribu pekerja. Tabel 3 : Estimasi Potensi Kerugian Ekonomi Subsektor Perkebunan Tahun 2019 Provinsi Luas Indikasi Potensi Kerugian Potensi Potensi Potensi Terlantar Produksi Kenaikan Penyerapan Penurunan Aceh (Ha) Share terhadap Tenaga Kerja Sumut Perkebunan Pertanian (Penurunan TPT Sumbar (Juta Rp) Pengangguran) Sumsel 0.50% Riau 35,339 356,837 0.97% 11,850 0.38% Jambi 56,992 1,719,456 1.29% 26,852 0.31% Bengkulu 26,137 0.81% 2.17% 162,375 305,664 2.56% 7,948 0.55% 67,403 1,338,884 1.26% 90,232 0.63% 24,791 1,629,710 1.10% 17,564 1.64% 31,431 0.87% 11,077 0.56% 425,807 16,676 0.90% 111,368 0.08% 0.03% Babel 9,474 116,740 1.22% 4,132 0.04% Lampung 48,499 825,433 1.22% 38,076 0.01% Kepri 1.15% 0.00% Banten 5,166 65,883 0.48% 756 0.04% Jabar 5,537 116,078 0.48% 1,754 1.24% Jateng 23,734 499,789 0.02% 9,007 0.88% DIY 0.00% 1,009 0.88% Jatim 801 22,320 0.09% 1.35% Kalbar - - 2.24% - 0.40% Kalteng 2.74% 7,533 0.03% Kalsel 4,893 155,538 2.07% 30,766 0.56% Kaltim 86,173 715,644 9.04% 12,143 0.85% Sulut 74,727 581,168 0.81% 18,712 1.02% Gorontalo 59,561 385,155 0.06% 24,435 0.02% Sulteng 211,554 3,017,630 1.36% 4,797 0.59% Sulsel 10,900 141,119 2.13% 0.92% Sulbar 2.38% 153 0.35% Bali 1,041 6,645 0.04% 8,305 0.03% NTB 25,006 407,766 0.69% 34,443 0.31% NTT 72,233 1,417,878 0.65% 6,770 0.63% Maluku 21,719 301,649 0.50% Papua 0.22% 382 Papua Barat 620 9,529 1.64% 14,541 Indonesia 17,250 147,949 1.97% 22,885 33,095 121,279 2,697 8,463 36,051 577 6,648 36,220 26,907 102,477 1,429 1,158,469 15,117,662 427,501 Sumber: Kalkulasi penulis (2020) 117

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 109 - 120 IV. KESIMPULAN lahan sesuai peruntukkannya. Paper ini mencoba menghitung potensi Lebih lanjut, estimasi potensi kerugian ini kerugian ekonomi dan hilangnya kesempatan memerlukan pengembangan. Penulis menggunakan dalam penyerapan tenaga kerja di subsektor beberapa asumsi terutama terkait ketersediaan perkebunan dengan menggunakan kepadatan data yang ada. Di masa mendatang perlu output/produktivitas lahan serta produktivitas dan dilakukan penelitian atau estimasi potensi dengan kepadatan tenaga kerja. Data pada level provinsi menggunakan metode causal-effect sehingga di Indonesia mengindikasikan potensi kerugian hasilnya dapat tergambar dengan lebih jelas dan ekonomi subsektor perkebunan senilai Rp15 triliun spesifik. dan penurunan pengangguran di atas angka 420 ribu orang. Bila dianalisis lebih detail, wilayah yang DAFTAR PUSTAKA memiliki potensi kerugian yang tinggi berada pada wilayah yang memiliki kekuatan di sektor pertanian. Badan Pusat Statistik. (2020). Provinsi Dalam Angka/ Pemanfaatan lahan yang terindikasi terlantar ini, oleh Region in Figures 2020. Jakarta, DKI: karenanya, dapat memperkuat kontribusi ekonomi di Penulis. Diperoleh dari https://www.bps. sektor pertanian. go.id/publication.html Dari perkiraan potensi kehilangan nilai ekonomi Basis Data Tanah Terindikasi Terlantar, Direktorat yang cukup besar ini, diperlukan analisis yang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah kuat yang mampu mengevaluasi kapasitas dan Terlantar, Direktorat Jenderal Pengendalian kapabilitas secara holistik dalam menerima usulan Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan permohonan hak atas tanah, dalam konteks ini HGU, Tanah, Kementerian ATR/BPN (2019). sehingga memperkecil probabilitas tanah tersebut ditelantarkan. Salah satu analogi proses seleksi ini Benayas, Jose & Martins, Ana. & Nicolau, Jose & dapat memakai teori keadilan distributif Aristoteles. Schulz, Jennifer. (2007). Abandonment Jika kita ingin memberikan sepuluh seruling kepada of Agricultural Land: An Overview of seratus orang warga negara, siapa yang akan dipilih? Drivers and Consequences. CAB Reviews Menurut Aristoteles, dengan prinsip persamaan Perspectives in Agriculture Veterinery hak sebagai warga negara, kita harus memberikan Science Nutrition and Natural Resources. kepada orang yang mampu memainkan seruling 2. 10.1079/PAVSNNR20072057. dengan baik sebab untuk itulah fungsi seruling tersebut tercipta. Dari situ kita akan mencari sepuluh Baudry, Jacques. (1991). Ecological consequences pemain seruling terbaik. of grazing extensification and land abandonment: Role of interactions between Yang tidak kalah penting dan perlu menjadi environment, society and techniques. perhatian serius adalah mempercepat proses Options Méditerranéennes. 15. penertiban tanah terlantar sesuai peraturan perundangan, yang dilanjutkan dengan Coppola, A. (2004): An Economic Perspective on pendayagunaannya. Sebagai bentuk disinsentif, Land Abandonment Processes. Working perlu dipertimbangkan alternatif opsi penerapan paper No. 1/2004 presented at the pajak progresif kepemilikan tanah serta denda AVEC Workshop on “Effects of Land penelantaran tanah agar yang menguasai tanah Abandonment and Global Change on Plant terutama dalam skala besar dapat memanfaatkan and Animal Communities”. Anacapri, Oct 11–13, 2004. Easterly, William (2001). The Middle Class Consensus and Economic Development. Journal of 118

Menghitung Dampak Tanah Terlantar terhadap Potensi Kerugian Ekonomi di Indonesia Benny Lala Sembiring dan Yohanes N Agung Wibowo Economic Growth. 6(4), 317-35. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Hatna, Erez and Bakker, Martha M. (2011). Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Abandonment and Expansion of Arable Tanah Terlantar. Land in Europe. Ecosystem Journals. 14: Purbo Nurcahyo, Rahmat & Manurung, Mandala. 720-731. (2013). Abandoned Plantation Land in Sumatera: Causes Factors and Potential Ismail, Fauzie Kamal (2013). Pendayagunaan Tanah Loss. Program Magister Perencanaan Negara Bekas Tanah Terlantar Melalui dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Program Reformasi Agraria, Lex Jurnalica. Universitas Indonesia. 10(2). Rodrik, Dani (2007). One Economics, many recipes: Keenleyside, C and Tucker, G M (2010) Farmland Globalization, Institutions, and Economic Abandonment in the EU: an Assessment of Growth. New Jersey: Princetown University Trends and Prospects. Report prepared for Press. WWF. Institute for European Environmental Policy, London. Russo, Danilo. (2007). Effects of Land Abandonment on Animal Species in Europe: Conservation Kementerian Pertanian. (2020). Buku Statistik and Management Implications. Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Agustus 2019. Jakarta, DKI: Penulis. Diakses dari Schumacher, E F (1973). Small Is Beautiful: Economics http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/ As If People Mattered. New York: Harper & arsip-perstatistikan/164-statistik/statistik- Row. tenaga-kerja-pertanian/651-buku-statistik- ketenaga-kerjaan-sektor-pertanian- Taylor, Henry Charles (1922). Agricutural Economics. agustus-2019 New York: The Macmillan Company. Limbong, Dayat (2017). Tanah Negara, Tanah Todaro, Michael P. and Smith, Stephen C. 2003. Jurnal Economic Development (11th Edition). Terlantar dan Penertibannya, Boston: Pearson Mercatoria.10(1). Education. Mahruf (2013). Analisis Hapusnya HGU Berdasarkan Surat Keputusan Penetapan Tanah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Terlantar dari BPN: Studi Kasus atas Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Putusan Nomor: 25/G/2013/PTUN.JKT, Jurnal Ilmu dan Budaya. 40(55). Yuwono (2009). Tanah Terlantar, Menyalahi Fungsi Sosial Tanah, Jurnal Sosial Humaniora. 2(1). 119

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 109 - 120 APPENDIKS 1) Perhitungan potensi kerugian ekonomi Prov TT A Q L q l PKE PTK 1 2 3 4 5 6=4/5 7=5/3 8=6*7*2 9=7*2 35,339 1,051,286 10,615,300 352,520 Aceh 56,992 2,502,636 75,505,170 1,179,151 30.11 0.34 356,837 11,850 Sumut 26,137 937,692 10,966,010 285,135 64.03 0.47 1,719,456 26,852 Sumbar 162,375 2,426,568 20,008,630 1,348,445 38.46 0.30 Sumsel 67,403 3,642,853 88,079,620 949,273 14.84 0.56 305,664 7,948 Riau 24,791 1,463,484 25,136,830 653,913 92.79 0.26 1,338,884 90,232 Jambi 31,431 589,938 2,090,290 313,001 38.44 0.45 1,629,710 17,564 Bengkulu 9,474 360,533 4,442,426 157,236 0.53 11,077 Babel 48,499 931,030 15,845,840 730,938 6.68 0.44 425,807 16,676 Lampung 5,166 94,985 1,211,376 13,906 28.25 0.79 111,368 Kepri 5,537 136,959 2,871,155 43,384 21.68 0.15 116,740 4,132 Banten 23,734 413,447 8,706,370 156,901 87.11 0.32 825,433 38,076 Jabar 458,277 12,775,822 577,432 66.18 0.38 Jateng 801 68,561 232,059 35,468 55.49 1.26 65,883 756 DIY 846,329 26,903,000 1,303,050 22.13 0.52 116,078 1,754 Jatim 4,893 2,075,571 17,237,043 741,038 1.54 499,789 9,007 Kalbar 86,173 1,851,289 14,397,822 300,823 6.54 0.36 1,009 Kalteng 74,727 847,724 5,481,883 266,320 20.65 0.16 22,320 Kalsel 59,561 1,220,252 17,405,780 140,939 23.26 0.31 - - Kaltim 211,554 376,994 4,881,000 165,915 47.86 0.12 7,533 Sulut 10,900 150,314 959,254 22,105 20.58 0.44 155,538 30,766 Gorontalo 788,445 12,856,796 261,871 123.50 0.15 715,644 12,143 Sulteng 1,041 625,636 12,280,680 298,324 29.42 0.33 581,168 18,712 Sulsel 25,006 414,284 5,753,822 129,130 43.40 0.48 385,155 24,435 Sulbar 72,233 149,005 2,289,605 91,901 49.10 0.31 3,017,630 4,797 Bali 21,719 162,565 1,394,300 137,041 41.17 0.62 141,119 NTB 453,885 1,663,300 313,857 44.56 0.84 153 NTT 620 249,642 1,063,420 79,549 24.91 0.69 6,645 8,305 Maluku 17,250 247,425 1,348,010 21,462 10.17 0.32 407,766 34,443 Papua 33,095 148,798 566,710 7,902 0.09 1,417,878 6,770 Papua Brt 25,686,407 404,969,322 11,077,930 5.30 0.05 301,649 Indonesia 8,463 13.37 0.43 382 6,648 62.81 9,529 14,541 26,907 71.72 147,949 22,885 1,158,469 1,204.50 121,279 2,697 36,051 577 36,220 102,477 1,429 15,117,662 427,501 120

Pelaksanaan Reforma Agraria Berasal dari Tanah Cabutan Asing (Studi Kasus Kabupaten Bangli Provinsi Bali) Semarang Achmad Taufiq Hidayat PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA BERASAL DARI TANAH CABUTAN ASING (STUDI KASUS KABUPATEN BANGLI PROVINSI BALI) IMPLEMENTATION OF AGRARIAN REFORM COMES FROM CONFISCATED FOREIGN LAND (CASE STUDY OF BANGLI REGENCY IN BALI PROVINCE) Achmad Taufiq Hidayat Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bogor E-mail : [email protected] dan [email protected] ABSTRAK Reforma Agraria merupakan program prioritas nasional dalam Nawacita Presiden, sesuai dengan amanat RPJMN 2020-2024 dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Di sisi lain, reforma agraria sering dikemas menjadi kepentingan politik dalam kampanye pemilihan pemimpin baik di tingkat nasional maupun daerah. Namun seiring perjalanan dari awal pencetusan sampai saat ini, keberhasilan reforma agraria yang dirasakan oleh rakyat masih dipertanyakan dan perlu dibuktikan secara empiris dengan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini Negara tidak bisa bekerja sendiri, butuh seluruh komponen bangsa untuk menggerakkan cita-cita luhur reforma agraria yang dibutuhkan rakyat (petani tidak memiliki tanah) namun mempunyai itikad baik untuk memanfaatkan tanahnya secara aktif. Di Kabupaten Bangli ada beberapa desa yang masyarakatnya bergantung kepada tanahnya untuk bercocok tanam, namun belum mendapatkan legalitas dan belum memperoleh akses pemberdayaan masyarakat. Tanah yang dijadikan obyek Reforma Agraria bersumber dari Tanah Cabutan Asing, menurut informasi dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli merupakan tanah swapraja dan berasal dari penghapusan tanah partikelir. Adapun tujuan dari penulisan, adalah (1) Untuk melihat dukungan kelembagaan dari para Pemangku Kepentingan (2) Mengkaji proses pelaksanaan reforma agraria dan (3) Tindaklanjut yang dilaksanakan paska legalisasi aset . Tulisan ini mengkaji pelaksanaan reforma agraria di Kabupaten Bangli, yang diselenggarakan pada tahun 2019 dan diberikan kepada 200 petani setelah vakum pelaksanaan Reforma Agraria selama 11 (sebelas) tahun. Diharapkan pelaksanaannya berkesinambungan dan dapat menjadi success story bagi pelaksanaan daerah lain. Kata kunci : Reforma Agraria, Tanah Cabutan Asing ABSTRACT Agrarian Reform is a national priority program in the President’s Nawacita in accordance with the mandate of the RPJMN 2020-2024 and Presidential Regulation Number 86 Year 2018 regarding Agrarian Reform. On the other hand, Agrarian Reform is often packaged into political interests in the context of the election campaign for leaders both at national and regional levels. But along the journey from the beginning of the proposal to the present, the success of the Agrarian Reform felt by the citizen is still questionable and needs to be proven empirically with scientific studies that can be answered. In this case the State cannot work alone, it requires all components of the nation to move the noble ideals of Agrarian Reform that are needed by the citizen, especially farmers who do not own land but have good faith to utilize their land actively. In Bangli Regency there 121

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 121 - 132 are several villages where the people depend on their arable land for farming but so far they have not received legality and have not received an access to the community empowerment comprehensively. The land which was used as the object of Agrarian Reform was originated from the Confiscated Foreign Land, according to information from the Head of Land Office of the Regency of Bangli, which was a swapraja land (king’s land) and originated from the elimination of private land. The purpose of this paper are (1) To see the institutional support of the Stakeholders (2) To examine the process of implementing Agrarian Reform (3) Follow up on what has been done after asset reform. This paper reviews the implementation of agrarian reform in Bangli Regency which was held in 2019 and was given to 200 subjects of beneficiary farmers, after a vacuum of Agrarian Reform for 11 (eleven) years. The implementation is expected to be sustainable and can be a success story for implementation in other areas. Keywords : Agrarian Reform, Confiscated Foreign Land sudah ada, bahkan reforma agraria sendiri adalah amanat reformasi sebagaimana Ketetapan MPR RI I. PENDAHULUAN No.IX tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Tap MPR RI ini A. Latar Belakang memberi tugas dan tanggungjawab kepada DPR RI dan Presiden RI untuk menjalankan reforma agraria Komitmen dan momentum untuk melaksanakan dan pembaruan sistem pengelolaan sumberdaya Reforma Agraria pernah singgah dalam kekuasaan alam sehingga lebih berkeadilan dan berkelanjutan nasional beberapa kali. Tak lama setelah Indonesia (NF.Rahman, 2016). mencapai kemerdekaannya, Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya menyadari makna penting Pelaksanaan reforma agraria perlu ditangani peletakan dasar-dasar baru politik hukum agraria dengan seoptimal mungkin oleh segenap jajaran nasional sebagai pengganti politik hukum agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan kolonial yang menyengsarakan. Setelah melalui Pertanahan Nasional di pusat dan daerah serta proses panjang (1946-1960), para pendiri republik stake holder terkait. Oleh karena itu diperlukan berhasil mencapai konsensus dengan menyepakati keterlibatan seluruh sumberdaya secara optimal penerbitan Undang-Undang No.5/1960 tentang dalam rangka mendukung tercapainya tujuan Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang dikenal reforma agraria, yaitu terselenggaranya aset reform sebagai UUPA. Di bawah payung UUPA inilah disertai akses reform1 (proses penyediaan akses reforma agraria pernah diusahakan untuk menjawab bagi penerima manfaat terhadap sumber-sumber sisa-sisa feodalisme dan kolonialisme di lapangan ekonomi dan politik yang memungkinkan mereka agraria. untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan dan pemberdayaan masyarakat). Dalam Dalam rentang waktu 1961-1965 akibat implementasi pelaksanaannya, terdapat 5 (lima) sampingan dari pelaksanaan UUPA dalam skala kegiatan utama reforma agraria, yaitu: (1) penguatan nasional tidak semuanya berbuah manis (A.W. kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria; Wirayuda 2011). Selanjutnya belum tuntas dijalankan, (2) penataan penguasaan dan pemilikan tanah terjadi peralihan rezim pemerintah dari Soekarno obyek reforma agraria; (3) kepastian hukum dan ke Soeharto membawa implikasi pada perubahan legalisasi aset atas tanah obyek reforma agraria; haluan politik agraria nasional dari populistik menjadi (4) pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan, kapitalistik. Masa reformasi yang ditandai dengan pemanfaatan dan produksi obyek reforma agraria; liberalisasai politik pun ternyata belum sanggup dan pembentukan (5) kelembagan pelaksanaan menuntaskan warisan sejarah berupa ketidakadilan reforma agraria. agraria yang memiskinkan rakyat dan membuat bangsa selalu terbelakang. Meskipun demikian, pergerakan pelaksanaan reforma agraria di Indonesia tidaklah dimulai dari nol. Kerangka politik hukum bagi pelaksanaan reforma agraria kontemporer 122

Pelaksanaan Reforma Agraria Berasal dari Tanah Cabutan Asing (Studi Kasus Kabupaten Bangli Provinsi Bali) Semarang Achmad Taufiq Hidayat Di sisi lain, isu reforma agraria sering 2) Bagaimana proses pelaksanaan reforma dikemas secara komprehensif dari sisi teori, agraria di Kabupaten Bangli? Apakah empiris dan praksis, untuk selanjutnya dijadikan berkesinambungan? isu kepentingan politik dalam rangka kampanye pemilihan pemimpin baik di tingkat nasional maupun 3) Hal-hal apa saja yang telah ditindaklanjuti daerah. Namun seiring perjalanan reforma agraria setelah proses asset reform(penataan kembali dari awal pencetusan sampai dengan saat ini penguasaan, pemilikan, penggunaan dan keberhasilan reforma agraria yang dirasakan oleh pemanfaatan tanah (P4T) berdasarkan hukum rakyat masih dipertanyakan dan perlu dibuktikan dan peraturan perundangan pertanahan) secara empiris dengan kajian ilmiah yang dapat (sertifikasi)? dipertanggunjawabkan. Dalam hal ini Negara tidak bisa bekerja sendiri, butuh seluruh komponen C. Tujuan Penulisan bangsa untuk menggerakkan cita-cita luhur reforma agraria sehingga apabila ini terjadi, Indonesia yang Adapun tujuan dari penulisan ini, selain dikenal sebagai Negara Agraris dapat menopang mengkaji dan memotret lokasi reforma agraria, seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa dan memiliki adalah sebagai berikut: fundamental yang kuat termasuk untuk mendukung sektor industri di era 4.0 bahkan di masa pandemic 1) Melihat dukungan kelembagaan dan para covid19 seharusnya tidak berpengaruh secara pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan signifikan terutama dalam pasokan kebutuhan bahan reforma agraria; makanan pokok yang berasal dari dalam negeri. 2) Mengkaji proses pelaksanaan reforma agraria Keberhasilan reforma agraria sangat di Kabupaten Bangli, baik dari tahapan dibutuhkan oleh rakyat terutama petani penggarap pelaksanaan maupun skema reforma agraria yang tidak memiliki tanah atau rakyat yang bangga yang dijalankan; dengan profesinya sebagai petani dan memiliki itikad baik untuk memanfaatkan tanahnya secara D. Manfaat Penulisan aktif. Di Kabupaten Bangli ada beberapa Desa yang masyarakatnya bergantung kepada tanah Manfaat dari penulisan terkait reforma agraria garapannya untuk bercocok tanam, baik untuk di Kabupaten Bangli Provinsi Bali ini, adalah sebagai tanah pertanian maupun hortikultura namun selama berikut: ini belum mendapatkan legalitas atas asset tanah 1) Sebagai best practice dan success story bagi yang digarapnya dan belum memperoleh akses pemberdayaan masyarakat secara komprehensif. daerah lain baik di dalam maupun di luar Provinsi Bali terkait implementasi pelaksanaan B. Perumusan Masalah reforma agraria secara berkesinambungan serta tindaklanjut pasca legalisasi asset; Dalam pelaksanaan reforma agraria di Kabupaten Bangli ada beberapa permasalahan yang 2) Diharapkan dapat menjadi sumber referensi mengemuka, diantaranya : atau literature baru terkait tanah partikelir yang berasal dari Tanah Cabutan Asing yang dapat 1) Apakah pelaksanaan reforma agraria mendapat ditindaklanjuti dengan penulisan atau penelitian dukungan dari para pemangku kepentingan di yang lebih mendalam. wilayah Kabupaten Bangli sesuai kelembagaan yang ada?. 3) Karya tulis ini diharapkan dapat berguna bagi perencanaan atau penyusunan kebijakan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional baik di tingkat pusat maupun di daerah serta Pemerintah Daerah setempat. 123

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 121 - 132 E. Gambaran Umum Wilayah Selayang Pandang Reforma Agraria (RA) Kabupaten Bangli Gambar 1 : Peta Bidang dan Penggunaan Tanah Obyek Reforma Agraria Kab. Bangli Pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten Dan Pemberian Ganti Kerugian Pasal 1 huruf c, Bangli dalam beberapa tahun belakangan ini, yaitu : tanah-tanah yang dalam rangka pelaksanaan khususnya dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir Landreform akan dibagikan menurut ketentuan- yaitu tahun 2017 s/d saat ini dilaksanakan melalui ketentuan dalam Peraturan ini ialah: tanah-tanah Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Swapraja dan bekas Swapraja yang telah beralih (PTSL). Namun sejak tahun 2019 selain melalui kepada Negara, sebagai yang dimaksudkan dalam PTSL dilaksanakan juga melalui Redistribusi Tanah Diktum Keempat huruf A Undang-undang Pokok Obyek Reforma Agraria (TORA) yang bersumber Agraria; Hak-hak dan wewenang-wewenang atas dari tanah negara. bumi dan air dari Swapraja atau bekas-swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang- Berdasarkan informasi dari Kepala Kantor undang ini hapus dan beralih kepada Negara. Pertanahan Kabupaten Bangli dan catatan di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli sumber TORA Selanjutnya dalam perjalanannya, tanah negara dikenal dengan istilah Tanah Cabutan Asing (TCA), tersebut beralih kepada orang tionghoa dan terkena awalnya merupakan Tanah Swapraja sesuai dengan ketentuan Undang Undang Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 224 nomor 1 tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Tanah Partikelir, dimana pemiliknya sebelum Undang 124

Pelaksanaan Reforma Agraria Berasal dari Tanah Cabutan Asing (Studi Kasus Kabupaten Bangli Provinsi Bali) Semarang Achmad Taufiq Hidayat Undang Nomor 1 Tahun 1958 berlaku, mempunyai Implementasi Pelaksanaan Redistribusi TOL di hak-hak pertuanan dan luasnya lebih dari 10 bau ( Kabupaten Bangli dapat dikelompokkan menjadi : ± 7 hektar) yang terkena likuidasi atau penghapusan dan berdasarkan pasal 3 Undang Undang nomor 1 1) Pelaksanaan Redistribusi TOL melalui kegiatan tahun 1958, demi kepentingan umum hak-hak pemilik dan anggaran rutin sebelum Tahun 2008 atau beserta hak-hak pertuanannya atas semua tanah- sebelum adanya Program Pembaruan Agararia tanah partikelir hapus dan tanah-tanah bekas tanah Nasional (PPAN) pada tahun 2008 namun partikelir itu karena hukum seluruhnya, serentak belum memiliki data yang valid terutama data menjadi tanah Negara. Selanjutnya sesuai Undang- penerima manfaat; Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 2 ayat 2, hak 2) Pelaksanaan Redistribusi TOL melalui PPAN menguasai dari Negara memberi wewenang untuk pada Tahun Anggaran 2008 seluas 417,8851 (a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, Ha kepada 385 subyek penerima manfaat, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, dengan perincian sebagai mana tabel di bawah air dan ruang angkasa; (b) menentukan. dan ini: mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dengan bumi, air dan ruang-angkasa; (c) Tabel 1 : Realisasi Program Pembaruan menentukan dan mengatur hubungan-hubungan Agraria Nasional (PPAN) Tahun hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan 2008 hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. No Nama Desa Keterangan (Luas dan Subyek) Tanah cabutan asing Kabupaten Bangli seluas kurang lebih 966,89 hektar telah ditindaklanjuti 1. Selulung 12,3891 Ha dengan penerima = melalui penegasan Tanah Obyek Landreform (TOL) 49orang dengan : 2. Satera 237,756 Ha dengan penerima = 1) Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri 83 orang No. 277/DJA/1985 tanggal 9-10-1985 seluas 765 Ha, terletak di 13 (tiga belas) desa, yaitu 3. Catur 105,630 Ha dengan penerima = :Desa Satra, Ulian, Mengani, Serai, Catur, 48 orang Selulung, Bunutin, Siakin, Kintamani, Belanca, Lembean, Langgahan dan Desa Tiga; 4. Mengani 13,1565 Ha dengan penerima = 48 orang 2) Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri No. 166/DJA/1987 tahun 1987 seluas 201,889 5. Bunutin 18,709 Ha dengan penerima = ha, terletak di 6 (enam) desa, yaitu : Desa Awan, 8 orang Binyan, Daup, Belanga dan Bayung Cerik. 6. Langgahan 20,6795Ha dengan penerima = Dari kedua SK tersebut seluas ± 966,89 Ha, 110 orang yang akan dibagikan kepada subyek penerima manfaat seluas ± 431,20 Ha sedangkan seluas ± 7. Siakin 9,5650 Ha dengan penerima = 535,69 Ha merupakan tanah Negara bebas (dikuasai 39 orang masyarakat/perorangan seluas ± 72,59 Ha dan sisanya merupakan Tanah Aset Pemerintah Daerah Sumber : Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang perlu kepastian tentang keberadaannya) Provinsi Bali, 2019 3) Redistribusi TOL paska PPAN tahun 2008, dilaksanakan kembali pada tahun 2019, setelah terhenti selama 11 (sebelas) tahun semenjak tahun 2008. Kevakuman ini terjadi karena kegiatan Redistribusi swadaya (rutin) sejak tahun 2007 dihapus, dikarenakan secara ketentuan peraturan kegiatan pembagian tanah melalui Redistribusi TOL merupakan kewajiban dari pemerintah. Hal ini membutuhkan usaha yang keras namun penuh kehati-hatian terutama bagi pelaksana dan pegiat Reforma Agraria khususnya dari institusi pertanahan untuk meyakinkan dan memastikan para calon subyek penerima manfaat dan para 125

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 121 - 132 pemangku kepentingan bahwa Reforma Agraria stake holder terkait baik dari internal Kementerian bisa berjalan secara harmoni sebagaimana Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ketentuan yang berlaku. (Pusat, Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan) maupun dari eksternal (Pemerintah Daerah, LSM, II. METODE NG0 dll). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif III. HASIL DAN PEMBAHASAN dengan pendekatan studi kasus yang dilaksanakan di Kabupaten Bangli. Analisa yang digunakan adalah A. Program Reforma Agraria (RA) analisa SWOT. Analisis SWOT dalam penulisan ini dilakukan dengan mengkaji berbagai faktor- Definisi yang menjadi rujukan bagi para faktor yang mempengaruhi baik internal maupun pengambil kebijakan, mengartikan Reforma Agraria eksternal, kemudian menerapkannya dalam sebagai pengaturan kembali atau perombakan gambar matrik SWOT, kemudian dilakukan analisa penguasaan tanah agar tidak terjadi ketimpangan bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil kepemilikan tanah secara sempurna. Oleh karena keuntungan dari peluang (opportunities) yang ada, itu kata kunci yang digunakan: redistribusi tanah/ bagaimana cara mengatasi kelemahan (weakness) aset dan akses(Asset Reform dan Access Reform) yang mencegah dari keuntungan dan peluang agar tercipta pemerataan dan keadilan. Sedangkan (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana definisi sesuai era dan cara kerja Reforma Agraria kekuatan (strenghts) mampu menghadapi ancaman diterapkan oleh Pemerintah Era Presiden Soesilo (threats) yang ada, dan yang terakhir bagaimana Bambang Yudoyono (SBY) dan Kabinetnya, cara mengatasi kelemahan (weakness) yang mampu Reforma Agraria merupakan suatu proses yang membuat ancaman (threats) menjadi ancaman yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan nyata, kemudian disimpulkan beberapa rekomendasi kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan tentang pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten pemanfaatan tanah, dilaksanakan dalam rangka Bangli Provinsi Bali, sehingga menjadi Best Practise tercapainya kepastian dan perlindungan hukum dan Success Story pelaksanaan Reforma Agraria serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat yang dapat menjadi referensi bagi daerah lain Indonesia, selanjutnya saat ini di Era Presiden Jokowi dan dapat berguna bagi penyusunan kebijakan dan Kabinetnya, Reforma Agraria didefinisikan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan secara lebih luas dengan melihat praktik Reforma Pertanahan Nasional baik di tingkat pusat maupun Agraria secara politik ekonomi: Reforma Agraria di daerah. adalah proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, penguasaan/akses dan penggunaan lahan. Definisi Selain itu, analisa deskriptif dilakukan secara ini menimbulkan politik praktik kebijakan RA dalam menyeluruh untuk mendapatkan gambaran yang dua skema besar: Reforma Agraria (RA) dan dapat memotret lokasi penulisan pada saat proses Perhutanan Sosial (PS), sebagaimana diagram di perencanaan, persiapan, pelaksanaan sampai bawah ini : dengan tahap akhir pelaporan dari berbagai sumber 126

Pelaksanaan Reforma Agraria Berasal dari Tanah Cabutan Asing (Studi Kasus Kabupaten Bangli Provinsi Bali) Semarang Achmad Taufiq Hidayat Diagram 2. Gambar 2 : Skema Reforma Agraria Reforma Agraria yang akan dikaji dalam seluruh Bupati/Walikota se-Provinsi Bali. Selain Tim penulisan ini adalah melalui skema Redistribusi Aset Gugus Tugas juga dibentuk Tim Pelaksana Harian dengan target nasional sebesar 4,5 juta Ha dengan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala berbagai program yang menurut para pelaksana dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi pegiat Reforma Agraria membutuhkan effort dan Bali. usaha yang keras untuk dapat merealisasikannya. Adapun Tugas Tim Pelaksana Harian GTRA B. Implementasi Pelaksanaan Provinsi adalah sebagai berikut: Tahun Anggaran 2019 a) Menyiapkan pelaksanaan administrasi keg- 1) Kelembagaan Reforma Agraria iatan termasuk penyiapan konsep SK dan keanggotaan Gugus Tugas Reforma Agraria Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tingkat Provinsi; Reforma Agraria di Provinsi Bali telah dibentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sejak tahun b) Melaksanakan Inventarisasi, Identifikasi, 2018. Pembentukan Tim Gugus Tugas Reforma Pengolahan, Analisa, Updating data TORA Agraria tingkat Provinsi Bali untuk membantu hasil pengumpulan data TORA ke Kabupat- pelaksanaan Reforma Agraria di Provinsi Bali Tahun en/Kota; 2019 diketuai oleh Gubernur Bali dengan wakil ketua Sekretaris Daerah Provinsi Bali dan sekretaris c) Melaksanakan Inventarisasi dan Identifikasi Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (pengumpulan data) potensi pemberian pe- Provinsi Bali serta anggota Pejabat Satuan Kerja nataan akses baik oleh Pemerintah Dae- Perangkat Daerah Provinsi, Pejabat Kantor Wilayah rah maupun pihak terkait lainnya di tingkat Badan Pertanahan Nasional, serta wakil dari Provinsi; masyarakat yang berpengalaman di bidang Reforma Agraria. Semenjak tahun 2018 sudah 2 (dua) kali d) Menyusun data/rencana kerja pemberian mengadakan Rapat Koordinasi dengan mengundang Asset Reform dan Akses Reform masyarakat Reforma Agraria baik oleh Pemerintah Dae- rah maupun pihak terkait lainnya; 127

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 121 - 132 e) Menyiapkan bahan penyelesaian konflik Tahun Anggaran 2019 melalui skema Redistribusi agraria di tingkat Provinsi; Tanah Objek Reforma Agraria, salah satu faktor utama adalah dengan membentuk Panitia f) Memfasilitasi pelaksanaan integrasi pena- Pertimbangan Landreform Kabupaten Bangli agar taan aset dan penataan akses di tingkat memiliki persepsi yang sama dalam implementasi Provinsi; pelaksanaanya. Adapun proses tahapan secara lengkap adalah sebagai berikut: g) Penyusunan data by name by address pe- nataan aset dan penataan akses di tingkat a) Penyuluhan Provinsi; b) Inventarisasi dan Identifikasi Subyek Objek h) Menyusun dan membuat system data base TORA di tingkat Provinsi; 9. Menyusun dan c) Pengukuran dan Pemetaan menyampaikan Laporan GTRA Provinsi ke- pada GTRA Pusat d) Sidang Panitia Pertimbangan Landreform Sedangkan untuk mendukung kelancaran e) Penetapan Objek dan Subjek Redistribusi pelaksanaan Reforma Agraria di Provinsi Bangli telah dibentuk Panitia Pertimbangan Landreform f) Penerbitan Surat Keputusan Redistribusi- (PPL) pada tanggal 20 November 2019 yang diketuai Tanah oleh Bupati Bangli dengan beranggotakan beberapa perangkat Forkopimda dan Kantor Pertanahan g) Pembukuan Hak dan PenerbitanSertipikat Kabupaten Bangli. Salah satu tugas utamanya adalah menetapkan Subyek penerima manfaat Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria kegiatan Redistribusi TOL pada Tahun Anggran di Kabupaten Bangli diselenggarakan pada tahun 2019. anggaran 2019, merupakan sisa SK Tanah Objek Landreform (TOL) sebagaimana disampaikan dalam Untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan sub bab selayang pandang dan telah meredistribusi Reforma Agraria khususnya di Kabupaten Bangli, tanah seluas 705.897 m2 dengan subyek penerima perlu terjalin koordinasi dan komunikasi yang manfaat sebanyak 200 subyek petani penerima efektif antara Tim GTRA Provinsi Bali dengan PPL manfaat (realisasi capaian sebesar 100%). Data-data Kabupaten Bangli, agar dapat membentuk Tim terkait sebaran peta obyek dan subyek Redistribusi GTRA Kabupaten Bangli sehingga pelaksanaan Tanah sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 Reforma Agraria lebih komprehensif sesuai tujuan (satu) sampai dengan Lampiran 4 (empat) Reforma Agraria, terutama kegiatan penataan akses reform untuk meningkatkan kesejahteraan penerima 3) Pelaksanaan Akses Reform manfaat. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik 2) Redistribusi TOL Tahun Anggaran 2019 Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Kabupaten Bangli. Agraria (Perpres Reforma Agraria) dalam Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa Pelaksanaan Reforma Kabupaten Bangli merupakan satu-satunya Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat Kabupaten di Provinsi Bali yang melasanakan (2) huruf b dilaksanakan melalui tahapan penataan kegiatan Redistribusi TOL pada Tahun Anggaran aset (sertifikasi Redistribusi TOL) dan penataan 2019 atau semenjak adanya kevakuman di Provinsi akses. Sesuai Perpres Reforma Agraria Pasal 15 Bali selama kurun waktu 11 (sebelas) tahun. ayat (1), penataan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilaksanakan berbasis Pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten klaster dalam rangka meningkatkan skala ekonomi, Bangli Provinsi Bali diselenggarakan kembali pada nilai tambah serta mendorong inovasi kewirausahaan Subjek Reforma Agraria. Penataan Akses 128

Pelaksanaan Reforma Agraria Berasal dari Tanah Cabutan Asing (Studi Kasus Kabupaten Bangli Provinsi Bali) Semarang Achmad Taufiq Hidayat sebagaimana dimaksud dalam Perpres Reforma telah direalisasikan melalui mekanisme Legalisasi Agraria meliputi: pemetaan sosial, peningkatan Aset sambil menunggu terlaksananya Akses Reform kapasitas kelembagaan, pendampingan usaha, peningkatan keterampilan, penggunaan teknologi yang telah mulai berproses di Kabupaten Bangli. tepat guna, diversifikasi usaha, fasilitasi akses permodalan, fasilitasi akses pemasaran (offtaker), Penyelenggaraan penataan akses penguatan basis data dan informasi komoditas dan/ atau penyediaan infrastruktur pendukung. dilaksanakan oleh kementerian atau lembaga terkait Selanjutnya penataan akses sesuai Perpres yang dikoordinasikan oleh Gugus Tugas Reforma Reforma Agraria dilaksanakan dengan pola: Agraria dan dapat menunjuk pendamping dan/atau a) pemberian langsung oleh pemerintah; mitra kerja Subjek Reforma Agraria. Untuk lokasi b) kerja sama antara masyarakat yang memiliki Sertipikat Hak Milik dengan badan hukum Reforma Agraria di Kabupaten Bangli sendiri telah melalui program kemitraan yang berkeadi- lan; dan/atau dialokasikan kegiatan penataan akses yang dibentuk c) kerja sama antara kelompok masyarakat oleh Tim Gugus Tugas Reforma Agraria pada Tahun yang memiliki hak kepemilikan bersama dengan badan hukum melalui program tan- Anggaran 2020. Namun demikian sampai dengan ah sebagai penyertaan modal. saat ini masih dalam proses perencanaan dan Berdasarkan kondisi faktual yang berkembang persiapan, terhambat karena wabah pandemic covid di Provinsi Bali terkait dengan pelaksanaan program 19 sejak bulan Maret 2020. Akses Reform maka program-program Akses Reform dan Pemberdayaan pada tahun 2020 diarahkan 4) Analisa SWOT untuk mengitegrasikan dengan Asset Reform yang Analisa Implementasi pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten Bangli Provinsi Bali dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis dilakukan dengan meganalisis factor internal yang meliputi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness), serta faktor eksternal yang meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threat). Berikut adalah hasil analisis SWOT sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2. 129

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 121 - 132 Tabel 2 : Analisa SWOT Berdasarkan Matriks analisa SWOT diatas Bangli melakukan penelitian dan verifikasi sisa dapat diambil beberapa rekomendasi sebagai data TORA; berikut : 4) Melakukan edukasi kepada masyarakat tentang 1) Mengoptimalkan data subyek penerima pentingnya pemanfaatan lahan dengan itikad Redistribusi TORA untuk ditindaklanjuti baik dan sesuai dengan arahan fungsi kawasan dengan akses reform dan pemberdayaan dalam tata ruang dalam upaya pencegahan masyarakatnya; konversi lahan kepemilkan dan alih fungsi dari pertanian ke non pertanian. 2) Melanjutkan program Reforma Agraria secara berkelanjutan untuk sisa TORA yang berasal IV. KESIMPULAN dari Tanah Cabutan Asing di Kabupaten Bangli; Setelah vakum pelaksanaan selama 11 3) Melakukan koordinasi dengan Pemkab Bangli (sebelas) tahun, ReformaAgraria di Kabupaten Bangli agar membentuk Tim GTRA dan bersama- telah dilaksanakan kembali pada tahun 2019 dengan sama dengan Kantor Pertanahan Kabupaten skema Redistribusi Tanah Obyek Reforma Agraria 130

Pelaksanaan Reforma Agraria Berasal dari Tanah Cabutan Asing (Studi Kasus Kabupaten Bangli Provinsi Bali) Semarang Achmad Taufiq Hidayat yang mendapat dukungan kelembagaan dari para 2024 (2020)diperoleh pada 25 Mei pemangku kepentingan baik kelembagaan Gugus 2020 daripada https://www.bappenas. Tugas Reforma Agraria tingkat Provinsi maupun go.id/id/berita-dan-siaran-pers/rencana- Panitia Pertimbangan Landreform Kabupaten pembangunan-jangka-menengah- Bangli. Dalam implementasinya, pelaksanaan nasional-rpjmn-2020-2024/ reforma agraria yang berkesinambungan dibutuhkan pendekatan yang persuasif dengan memberikan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli, pandangan yang beorientasi ke depan tentang pemahaman reforma agraria secara menyeluruh Kabupaten Bangli Dalam Angka tahun dengan tetap mempertimbangkan kearifan lokal. 2018, Badan Pusat StatistikKabupaten Untuk memastikan implementasi Reforma Agraria dijalankan secara komprehensif, Banglidiperoleh pada 20 Maret perlu membentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Bangli yang bersama-sama 2020daripada https://banglikab. Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli untuk (1) melaksanakan kegiatan akses reform dan bps.go.id/publication/2018/08/16/ pemberdayaan masyarakat di lokasi Redistribusi TORA (2) melakukan penelitian dan verifikasi e6037dcf107fba5f2f915776/kabupaten- terhadap sisa data TORA yang belum diredistribusi (3) Melakukan edukasi kepada masyarakat tentang bangli-dalam-angka-2018.html pentingnya pemanfaatan lahan dengan itikad baik dan sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Direktorat Jenderal Penataan Agraria. Kementerian tata ruang dalam upaya pencegahan konversi lahan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan kepemilkan dan alih fungsi dari pertanian ke non Nasional. Petunjuk Teknis Redistribusi pertanian. Tanah Tahun 2019. Jakarta Sinergitas antar stakeholder terkait, merupakan Hadikusumo, Hilman (1992), Pengantar Ilmu Hukum suatu keniscayaan dan sangat diharapkan peran Adat Indonesia, Bandung, CV Mandar serta aktifnya secara optimal sesuai dengan Maju kewenangan yang diberikan agar Reforma Agraria di Provinsi Bali khususnya di Kabupaten Bangli Harsono, Boedi (1999), Hukum Agraria Indonesia, dapat terlaksana secara konsisten, harmony dan Sejarah Pembentukan Undang-undang berkelanjutan. Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, Jakarta, Djambatan Iskandar (2009), Metodologi Penelitian Kualitatif: Aplikasi untuk Penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi dan Manajemen, Sosial, Humanior, Politik, Agama dan Filsafat, Jakarta, Gaung Persada Press DAFTAR PUSTAKA Jatmiko, Agus dkk (2017), Dasar-Dasar Landreform, Bogor, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Arya W. W, Dari Klaim Sepihak hingga Land Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Reform Konflik Penguasaan Tanah di Badan Pertanahan Nasional Surabaya 1959-1967, (2011), STPN Press. Yogyakarta. Keputusan Presiden No 55 Tahun1980 tentang Organisasi danTata Kerja PenyelenggaraanLandreform Badan Perencanaan Pembangnunan Nasional. Ketetapan Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia No.IX tahun 2001 tentang Rencana Pembangunan Jangka Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Menengah Nasional (RPJMN) 2020- 131

JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 121 - 132 Kotler, P dan Keller, L,K, , Manajemen Pemasaran Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang (2009), Jilid I Edisi ke-13 Jakarta Erlangga Reforma Agraria Mubyarto, (1989), Pengantar Ekonomi Pertanian, Prasetya, Irawan (2004), Logika dan Prosedur Edisi Ketiga, Jakarta, LP3ES Penelitian, Jakarta, STIALAN Press. Murdiana R., Aziz S.R.M., Ramadhan K., & Malik Rizky, P.A., Yairiba B., & Mumpuni A. Perjalanan L.A., (2019, Juni 6)Reforma Agraria di Reforma Agraria di Indonesia diperoleh Indonesia : Makin Terang atau Malah pada 20 Mei 2020 dari padahttps://www. Mundur ke Belakang. Kompasiana alinea.id/nasional/perjalanan-reforma- diakses dari https://www.kompasiana.com/ agraria-di-indonesia-b1Uwd9PA kelvinrh/5cf688a6c01a4c101b72dd66/ reforma-agraria-di-indonesia-makin- Sidipurwanty, Eliana dkk, 2018, Penelitian terang-atau-mundur-kebelakang?page=all Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian, Bogor, Pusat Penelitian Moleong, Lexy J. (2006), Metodologi Penelitian dan Pengembangan Kementerian ATR/ Kualitatif, Bandung, PT Remaja BPN Rosdakarya Sugiyono (2010), Memahami Penelitian Kualitatif, Nazir, Moh. (1988), Metode Penelitian, Jakarta, Bandung, CV. Alfabeta Ghalia Indonesia Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 1958 tentang Penghapusan Tanah Tanah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Partikelir Pelaksanaan Pembagian Tanah Dan Pemberian Ganti Kerugian Rahman N, F & Setiawan U, Buku Putih Reforma Agraria: Reforma Agraria Mewujudkan Kemandirian Bangsa (2016), KPA, Jakarta 132





JURNAL ISSN 0853 -1676 PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI) DALAM PENERBITAN JURNAL PERTANAHAN 1. Naskah ditulis menggunakan Ms. Word, ukuran kertas A4 (210 mm x 297 mm), font Arial, ukuran 10, spasi 1,15, kecuali tabel (spasi 1). Batas atas, bawah, dan kanan masing-masing 2 cm, dan batas kiri 2,5 cm. 2. Jumlah maksimal tulisan adalah 20 halaman cetak, termasuk lampiran. 3. Judul, Nama Penulis, Abstrak, dan Kata Kunci a. Judul terdiri dari maksimal 15 kata, ditulis dalam dwi bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris), menggunakan huruf kapital, tebal (bold), posisi di tengah (center). b. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa pencantuman gelar. Di bawahnya diikuti alamat penulis (nama asal lembaga/instansi penulis dan alamatnya), serta alamat surat elektronik penulis. c. Jika Penulis lebih dari satu orang, maka pencantuman satu alamat dianggap cukup mewakili alamat penulis lainnya. d. Abstrak dan Kata Kunci e. Abstrak dan Kata Kunci ditulis dalam dwi bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris), maksimal memuat 250 kata. Kata kunci terdiri dari 3-5 kata. 4. Sistematika Pembaban, terdiri dari : I. PENDAHULUAN; II. METODE; III. HASIL DAN PEMBAHASAN; IV. KESIMPULAN; V. DAFTAR PUSTAKA. 5. Tingkatan level subbab : a. Maksimal terdiri dari 4 (empat) tingkatan subbab; b. Subbab level kesatu ditulis dengan angka romawi, cetak tebal (bold). Contoh : I. PENDAHULUAN c. Subbab level kedua ditulis dengan huruf alphabet kapital, cetak tebal (bold). Contoh : A. Latar Belakang d. Subbab level ketiga ditulis dengan angka yang diikuti dengan tanda kurung tutup. Contoh : 1) …… e. Subbab level keempat ditulis dengan huruf alphabet kecil, diikuti dengan tanda kurung tutup. Contoh : a) …… 6. Penyajian instrument pendukung : a. Tabel 1) Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel, rata kiri, font Arial ukuran 12; 2) Tulisan “Tabel” dan “nomor” ditulis cetak tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal; 3) Gunakan angka arab (1, 2, 3, dst.) untuk penomoran judul tabel; 4) Tabel ditampilkan rata kiri halaman (left); 5) Isi tabel menggunakan font Arial dan ukuran huruf disesuaikan dengan kebutuhan (ukuran 8-10), dengan jarak spasi 1; 6) Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah tabel, rata kiri (left), menggunakan font Arial ukuran 10. b. Gambar, Grafik, atau Diagram 1) Judul gambar, grafik, atau diagram ditulis di bawah ilustrasi, di tengah (center), font Arial, ukuran 12; 2) Tulisan “Gambar, Grafik, atau Diagram” dan “nomor” ditulis cetak tebal (bold), sedangkan judul Gambar, Grafik, atau Diagram ditulis normal;


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook