Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Kajian Kebijakan Penertiban Tanah atau Kawasan Tanah Terlantar

Kajian Kebijakan Penertiban Tanah atau Kawasan Tanah Terlantar

Published by perpustakaanpublikasi, 2021-02-23 02:53:38

Description: Kajian Kebijakan Penertiban Tanah atau Kawasan Tanah Terlantar

Search

Read the Text Version

KAJIAN KEBIJAKAN penertiban tanah/kawasan tanah terlantar Disusun Oleh: Agus Jatmiko Arditya Wicaksono DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENGEMBANGAN DAN STANDARISASI KEBIJAKAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN 2020 NDIN HAERUDIN, ST ROMI NUGROHO, S.SI SURYALITA, A.PTNH

KAJIAN KEBIJAKAN PENERTIBAN TANAH/KAWASAN TANAH TERLANTAR TIM PENYUSUN : Drs. Agus Jatmiko, S.H., M.M. : Arditya Wicaksono, S.I.P., M.Si. Koordinator : Husni Yamin Siregar Pembantu Peneliti Sekretaris Peneliti Diterbitkan Oleh: Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas Udik, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16966 Cetakan Pertama - 2020 ISBN: Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

Prakata Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan laporan kajian penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar ini dapat terselesaikan. Tujuan penyusunan laporan kajian ini adalah untuk memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penertiban tanah/ kawasan terlantar sebagai tindak lanjut dari Terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja . Penyesuaian sudah kami lakukan dengan menyerap semua aspirasi di level internal organisasi dan pemerhati isu-isu mengenai tanah terlantar, penguatan integrasi database, penyempurnaan regulasi dan aktualisasi isu-isu kontemporer menjadi fokus utama kajian ini sehingga beberapa poin penting perbaikan administratif dan mekanisme penetapan yang lebih konkrit diharapkan mampu menjadi solusi pengelolaan tanah dan kawasan terlantar di Indonesia. Sebuah kesempurnaan tentunya sulit ditemukan, kami selaku penyusun laporan ini tentunya tak luput dari kesalahan, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat memotivasi menuju ke arah perbaikan. Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam pelaksanaan kegiatan ini. Kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan sebagai panitia penyelenggara. Jakarta, Desember 2020 Tim Penyusun i



RINGKASAN EKSEKUTIF Tanah dipandang sebagai sumber kemakmuran bagi rakyat untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi Indonesia, memerlukan tanah yang jumlah terbatas. Salah cara yang dapat dioptimalkan untuk menopang pembangunan ekonomi adalah dengan penertiban dan pendayagunaan tanah / kawasan terlantar. Selama ini pelaksanaan menimbulkan permasalahan dan kendala yang dihadapi terutama dalam tahapan pelaksanaan. Konsep Pendayagunaan Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) belum sepenuhnya dapat ditindak lanjut., Sebab pada saat penetapan tanah terlantar masih terdapat gugatan dari pemegang hak melalui Peradilan TUN, penggarapan oleh masyarakat belum didata oleh Badan Pertanahan Nasional, akibatnya tumpang tindih pemegang hak, belum dilakukan revisi luas terhadap penetapan tanah terlantar. Kajian ini mendiskusikan agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional agar mampu menghadapi gugatan hukum diperdilan dan upaya apa saja yang dapat dilakukan agar penangan tanah terlantar menjadi lebih optimal pemanfaatannya. Apalagi dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang dapat memperkuat landasan hukum yang mengatur tentang penertiban kawasan/ tanah terlantar untuk dapat memberikan masukan dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang kawasan/ tanah terlantar. Berdasarkan hasil kajian maka rekomendasi yang dusulkan : perlu sosialisasi, pembinaan dan pengawasan kepada Panitia C atau pihak terkait lainnya terkait peraturan penertiban tanah terlantar, pelaksanannya menggunakan sistem elektronik yang terintegrasi sejak mulai diterbitkannya SK pemberian hak sampai dengan tahapan pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar terkait, mengubah atau menambahkan ketentuan dalam peraturan yang sudah ada dengan beberapa ketentuan, menyiapkan regulasi tata kelola penertiban dan pendayaagunaan tanah terlantar berbasis elektronik, tindak lanjut gugatan dengan diterbitkan kembali surat keputusan baru penetapan tanah terlantar dengan mencantumkan di klausal menimbang terkait dengan putusan pengadilan yang kalah, dan apabila pemegang hak tidak mengindahkan hak dan kewajiban Pejabat yang berwenang membatalkan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. iii

DAFTAR ISI PRAKATA .................................................................. i KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................. ii DAFTAR ISI .................................................................. iii DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. iv I. KONTEKS PERMASALAHAN v ................................................................. vi A. Permasalahan ………………………………………….. 1 B. Implikasi Kebijakan ………………………………………….. II. KOMENTAR KEBIJAKAN A. Penyebab Kekalahan Perkara .................................................................. 1 Penetapan Tanah Terlantar Di .................................................................. 8 Pengadilan B. Upaya Kementerian Agraria dan .................................................................. 12 Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional ................................................................. 12 III. REKOMENDASI A. Penyebab Kekalahan Perkara ................................................................. 19 Penetapan Tanah Terlantar Di ................................................................. 21 Pengadilan ................................................................. 21 B. Upaya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan .................................................................. 22 Pertanahan Nasional DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 23 DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. 25 iv

DAFTAR TABEL Tabel 1 Gugatan Penetapan Tanah Terlantar....................................................................... 9 Tabel 2 9 Analisis Terhadap Kekalahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN Tabel 3 Sebagai Tergugat 1................................................................................................. 10 Rekapitulasi Penanganan Perkara Tanah Terlantar Pada Direktorat Penanganan Perkara Tanah Dan Ruang Di Pengadilan Tata Usaha Negara Sampai Dengan Juni 2018.................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Usulan RPP Tanah Terlantar.............................................................25 Lampiran 2. Usulan Perubahan Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.............................................................29 vi

I. KONTEKS PERMASALAHAN A. Permasalahan Tanah dipandang sebagai sumber kemakmuran. Mengusahakan tanah dirasa mampu untuk mensejahterakan pemiliknya. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa untuk dapat menciptakan lapangan kerja, perekonomian Indonesia perlu tumbuh 6-7 persen. \"Lapangan kerja tercipta sejalan dengan hadirnya investasi. Namun, masalahnya lebih sulit mengurus izinnya. Sekarang saja, ada sekitar 67 buah peraturan perundang-undangan yang menghambat hadirnya investasi1. Salah satu instrumen yang bisa dioptimalkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi adalah penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Tanah terlantar2 adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Berdasarkan keinginan untuk menciptakan indonesia kedepan dan menciptakan iklim investasi di Indonesia, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), dengan sistem omnibus law. \"Ini adalah bentuk ijtihad pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia, utamanya menciptakan lapangan kerja dan investasi dengan mengoptimalkan tanah terlantar dan pola bank tanah ,\" ujar Sofyan A. Djalil3. Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar tahun 1945 merefleksikan dasar demokrasi ekonomi negara yang artinya kemakmuran bagi semua orang menjadi prioritas, bukan kemakmuran orang seorang. Undang-Undang Dasar tahun 1945 menunjukkan adanya superlatif kolektivisme daripada kepentingan individu, dan kepentingan kolektif itulah yang menjadi tujuan dari negara. Kepentingan kolektif menjadi superior daripada kepentingan individual karena dipengaruhi oleh suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) saat itu yang memendam kebencian terhadap imperialisme, individualisme, kapitalisme dan semua ajaran yang berasal dari negara-negara Barat. Berdasarkan uraian 1Siaran pers Kementerian ATR BPN https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/ruu-ciptaker- permudah-ciptakan-lapangan-kerja-dan-investasi-125524 diakses 20 jili 2020 pukul 16.30 2 Pelaksanaan peruntukan penertiban tanah terlantar bermuara pada Tanah Cadangan Umum Negara untuk program strategis negara dimanfaatkan antara lain untuk pengembangan sektor pangan, energi, perumahan rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. TCUN dengan alokasi PSN diperntukan bagi : masyarakat, badan hukum dan/atau kerjasama masyarakat dan badan hukum. 3https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/empat-klaster-tanggung-jawab-kementerian-atrbpn- alam-rancangan-omnibus-law-114051diakses tanggal 18 juli 2020 pukul 13.30 wib 1

di atas, dapat diartikan bahwa negara menjadi mempunyai kewenangan untuk menguasai tanah di wilayahnya atau mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk mengatur. Makna ’dikuasai negara’ dalam Pasal 33 ayat (3) merupakan dasar bagi konsep hak penguasaan negara. Pengertian ’dikuasai negara’ menurut Mohammad Yamin4 termasuk mengatur dan atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi. Notonagoro5 memberikan pengertian hak menguasai negara sebagai berikut: istilah dikuasai dan dipergunakan adalah dua hal yang berbeda, dipergunakan itu sebagai tujuan dari pada dikuasai, meskipun kata penghubungnya dan, hingga itu tampaknya dua hal yang tidak ada sangkut pautnya dalam hubungan sebab akibat. Pengertian dikuasai bukan berarti dimiliki, tetapi kepada negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi yang diberikan kewenangan. Makna dikuasai negara tidak terbatas pada pengaturan, pengurusan, dan pengawasan terhadap hak-hak perorangan akan tetapi negara mempunyai kewajiban untuk turut ambil bagian secara aktif dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan rakyat. Pengertian “dikuasai negara” menurut Mohammad Hatta.6 “Dikuasai Negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan Negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal” Pengertian ”dikuasai negara” menurut Bagir Manan7: 1. penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui pemerintah adalah satu satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak, wewenang atasnya, termasuk disini bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; 2. mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan; 3. penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep ”dikuasai negara” artinya negara mengatur. Negaralah yang mempunyai kewenangan mengelola dan mengatur tanah guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, pada tingkatan tertinggi negaralah yang berhak mengatur peruntukan dan pemanfaatannya.8 4 Mohammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, Djambatan, Jkt, 1954, h.42 5 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Pancuran Tujuh, Jkt, 1974, h.79 6 Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 UUD 1945, Mutiara, Jkt, 1977, h.28 7 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara (penyunting Mashudi dan Kuntana Magnar), Mandar Maju, Bandung, 1995, h.11-12 8 Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschaplijkrecht) Dalam Konsolidasi Tanah, Rajagrafindo.Jakarta.2009. h. 44 2

Pengaturan oleh negara diperlukan karena kekhawatiran bahwa tanpa campur tangan negara akan terjadi ketidakadilan dalam akses terhadap perolehan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat. Dengan demikian ’dikuasai negara’ menunjuk makna kekuasaan hukum dalam bidang hukum publik yang merupakan bentuk pelayanan negara terhadap rakyat dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat melalui tanah sebagai domein publik. Dikuasai negara dengan makna kekuasaan hukum di dalam hukum publik mempunyai makna kewenangan pemerintah (berstuursbevoegdheid) pusat. 9 Tanah pada prinsipnya mempunyai peranan penting bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan. Pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah diperlukan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3): yang menyatakan bahwa : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Untuk mewujudkan cita-cita dan harapan pemerintah tersebut, ketersediaan tanah yang jumlahnya terbatas sangat dibutuhkan dan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan dalam kegiatan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah10. Menempatkan Pasal 33 di dalam konstitusi, telah membawa konsekuensi tertentu di dalam tugas negara dalam hubungannya dengan masyarakat. Dalam konteks teori,11 9 Pemerintah Pusat adalah: Presiden dibantu para menteri (Bab V tentang Kementerian Negara), Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar tahun 1945. 10 Mengutip pula Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm.45. Rumusan Pasal 33 UUD 1945 ini bukan sekedar memberikan petunjuk tentang susunan perekonomian dan wewenang negara mengatur kegiatan perekonomian dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, melainkan mencerminkan cita-cita dan suatu keyakinan yang dipegang teguh serta diperjuangkan secara konsisten oleh para pimpinan bangsa 11 Menempatkan Pasal 33 di dalam konstitusi, telah membawa konsekuensi tertentu di dalam tugas negara dalam hubungannya dengan masyarakat. Dalam konteks teori,3 konstitusi Indonesia terutama pada Pasal 33 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa Secara teoritik dan kesejarahan terdapat tiga konsep utama terkait dengan tugas negara. Pertama, dikenal dengan political state yang berlangsung pada kurun waktu abad ke IV sampai dengan XV dalam masa ini kekuasaan sepenuhnya terpusat pada raja yang dijalankan oleh abdi- abdinya dan pada masa ini belum mengenal adanya pembagian kekuasaan. Raja di dalam posisinya sebagai representasi Tuhan dimuka bumi memiliki kekuasaan absolut, dan rakyat selalu diposisikan sebagai abdi yang harus menuruti kehendak raja. Kedua, konsep negara legal state (Negara Hukum Statis) kekuasaan despotik raja mendapatkan perlawanan dari masyarakat, yang menginginkan kebebasan dari kesewenangan- wenangan absolut raja. Gagasan untuk membebaskan diri dari kekuasaan despotik raja ini mendapat legitimasi konseptual/teoritik dengan berlandaskan pada premis bahwa sesungguhnya kekuasan raja/penguasa memerintah bukan atas dasar kekuasaan yang suci berasal dari Tuhan, namun justru berasal dari rakyat yang dituangkan di dalam suatu perjanjian sosial antara masyarakat dan negara. Untuk mencegah agar tidak terjadi absolutisme dari penguasa, maka kekuasaan tersebut harus dipisahkan ke dalam beberapa cabang kekuasaan yang dikenal dengan trias politica. Kemudian, hak-hak individual merupakan suatu hak yang harus dihormati oleh negara, sehingga negara memiliki batasan di dalam mengatur kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya berimplikasi kepada peran negara yang hanya diposisikan sebagaipenjaga malam yang hanya bertindak jika ada gangguan terhadap keamanan. Ketiga, ialah konsep negara Welfare State (negara kesejahteraan), yang merupakan antitesis dari negara malam. Kelemahan utama di dalam 3

konstitusi Indonesia terutama pada Pasal 33 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa Indonesia merupakan negara kesejahteraan (welfare state). Dalam Pasal tersebut dinyatakan secara jelas bahwa adanya kewajiban penyelenggara negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan menyediakan kebutuhan dasar bagi masyarakat. Untuk itu negara diberikan sebuah wewenang untuk mengatur dan mengurus sumber daya alam yang ada di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka memajukan kemakmuran masyarakat tersebut. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, (untuk selanjutnya disebut UUPA) menyatakan bahwa “hubungan antara bangsa Indonesia, Bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi. Hubungan yang bersifat abadi ini berarti bahwa hubungan bangsa Indonesia bukan hanya dalam generasi sekarang saja tetapi generasi yang akan datang untuk anak cucu kita, oleh karena itu sumber daya alam harus dijaga jangan sampai rusak atau diterlantarkan Karena tanah sebagai sumber penghidupan masyarakat tetap tidak bertambah, sedangkan manusia bertambah terus, maka banyak manusia berlomba-lomba menguasai dan memiliki tanah seluas-luasnya, hanya saja penguasaan tanah tersebut tidak diikuti dengan pengusahaan, pemanfaatan dan penggunaan tanahnya dan bahkan tidak memperhatikan batas minimum dan maksimum yang ditentukan menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku sehingga terjadi pembiaran atas tanah menyebabkan tanah tidak terawat yang berakibat tanah menjadi terindikasi terlantar bahkan bisa menjadi terlantar.12 Istilah Tanah Negara dan pengertian tanah negara ditemukan dalam Peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Tentang Penguasaan Tanah-tanah negara, bahwa dalam Pasal 1 huruf a. disebutkan “tanah negara, ialah tanah yang dikuasai penuh oleh negara.”Selanjutnya, “Tanah Negara” menunjukan suatu status hubungan hukum dalam konteks ini lebih kepada hubungan kepemilikan atau kepunyaan antara subyek dan obyek yang bersangkutan. Pengertian tersebut di atas maka jika kita menyebutkan tanah negara artinya adalah tanah sebagai obyek dan negara sebagai subyeknya dimana egara sebagai subyek mempunyai hubungan hukum tertentu dengan obyeknya yakni tanah. Adapun konsep negara malam terletak pada kesenjangan sosial yang melanda negara-negara Eropa Barat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan negara untuk mengatur dalam hal pendistribusian kekayaan, mengingat semangat yang menggejala pada masa konsep negara hukum statis ialah kapitalisme dan individualisme dengan jargonnya yang terkemuka /aissez faire. Negara kesejahteraan, mendorong agar negara tidak hanya berperan sebagai pengatur (reguleren) namun juga untuk mengurus kesejahteraan umum (bestuurzorg). Perluasan tugas negara tersebut ditujukan untuk menciptakan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi warga negara seperti kesehatan, pendidikan, perumahan dan ketenagakerjaan. S.F Marbun dan Mob. Mahfud M.D, Pokok- Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, (Yogyakarta, 1997), hlm.41-46. 12 Fauzie Kamal Ismail. 2013. Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar Melalui Program Reformasi Agraria 2013 halaman 2 4

hubungan hukum itu dapat berupa hubungan kepemilikan kekuasaan atau kepunyaan. Didalam konsep hukum sebutan menguasai atau dikuasai dengan dimiliki ataupun kepunyaan dalam konteks yuridis mempunyai arti/makna berbeda dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. Arti dikuasai tidak sama dengan pengertian dimiliki. Jika kita menyebutkan tanah tersebut dikuasai atau menguasai dalam arti “ possession” makna yuridisnya adalah tanah tersebut dikuasai seseorang secara fisik dalam arti faktual digarap, dihuni, namun belum tentu bahwa secara yuridis dia adalah pemilik atau yang punya tanah tersebut. Demikian juga bila menyebutkan bahwa tanah tersebut di miliki atau kepunyaan dalam arti “ Ownership” dalam pengertian juridis maka dapat diartikan bahwa tanah tersebut secara yuridis merupakan tanah milik atau kepunyaan, namun bukan berarti juga dia secara fisik menguasai tanah tersebut, karena mungkin adanya hubungan kerjasama atau kontraktual tertentu. Definisi tanah terlantar merujuk A.P. Parlindungan mengemukakan konsep tanah terlantar dengan merujuk pada hukum adat yaitu sesuai dengan karakter tanah terlantar (kondisi fisik yang telah berubah dalam waktu tertentu (3,5 sampai dengan 10 tahun) maka haknya gugur dan kembali kepada hak ulayat13. Sudarto Gautama, menyatakan bahwa istilah diterlantarkan berarti diartikan Antara keadaan jika tanah yang tidak dipakai sesuai dengan keadaannya14.Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka tanah terlantar lebih mengarah kepada kondisi fisik tanah yang tidak lagi produktif dan tidak bertuan. Merujuk pasal 27 UUPA hak atas tanah akan berakhir apabila tanahnya ditelantarkan, maka secara teoritis, apabila hak atas tanah yang diperoleh sebagai sebuah kesempatan untuk memperoleh manfaat dari sebidang permukaan bumi tidak dimanfaatkan, dalam arti sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan daripada pemberian haknya (Penjelasan Pasal 27 UUPA), maka hak atas tanah tersebut menjadi berakhir. Boedi Harsono15 menyatakan, Fungsi Sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai tanah untuk mempergunakan tanah, sesuai dengan keadaanya, artinya keadaan tanahnya, sifat, dan tujuan pemberian haknya. Jika kewajiban tersebut diabaikan dengan sengaja, maka dapat mengakibatkan hapusnya atau batalnya hak yang bersangkutan.Lebih lanjut dinyatakan, tanah bukan komoditas perdagangan, biarpun 13 A.P. Parlindungan,1990. Berakhirnya Hak- HakAtas Tanah Menurut Sistem UUPA,Bandung: Mandar Maju, 1990, halaman 7 14 Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Cetakan Ke Sembilan,Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1993), halaman 136 15 Budi Harsono,\"Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, ISI dan Pelaksanaannya, Jilid I, Hukum Tanah Nasional\", Jambatan, Jakarta, 1999, hal 228 5

dimungkinkan tanah yang dipunyai di jual, ... tanah pun tidak boleh dijadikan objek investasi semata-mata,... sungguh bertentangan dengan fungsi sosial kalau tanah dijadikan objek spekulasi16.Penanganan tanah terlantar merupakan salah satu program strategis pertanahan karena terkait dengan kebijakan Reforma Agraria maupun penanganan sengketa, konflik dan perkara. Hubungan tanah terlantar dengan Reforma Agraria, salah satu sumber tanah yang dapat dijadikan obyek Reforma agraria adalah pendayagunaan tanah terlantar. Persoalan tanah terlantar ini diuraikan lebih jelas oleh Achmad Sodiki17 menyatakan, tiadanya pedoman yang jelas (untuk menilai) tentang keadaan sebidang tanah terlantar atau (sengaja) diterlantarkan, menyebabkan ketidakpastian hukum, walaupun banyak bidang tanah berada dalam keadaan terlantar, sehingga timbul persoalan apakah arti tanah diterlantarkan ?, Bagaimana dan oleh siapa status tanah diterlantarkan ?, Apakah pemilik yang dinyatakan telah menelantarkan tanah tersebut sama sekali kehilangan haknya ? dan lain sebagainya Dalam konsideran menimbang, ditegaskan bahwa ditetapkannya PP No 11 tahun 2010 dikarenakan kondisi bahwa saat ini penelantaran tanah makin menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat serta menurunkan kualitas lingkungan, sehingga perlu pengaturan kembali penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar18. Konteks permasalahan kajian dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar sesuai dengan Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan tanah terlantar dan Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara penertiban tanah terlantar, belum berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perlu dikaji apakah penyebab kekalahan dalam penetapan tanah terlantar dalam perkara di pengadilan dan apa yang harus dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN dalam menghadapi gugatan di pengadilan. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dalam pelaksanaan menimbulkan permasalahan dan kendala –kendala yang dihadapi terutama dalam tahapan pelaksanaannya. Permasalahan berikutnya terjadi pada 16 Budi Harsono Ibid, hal:289. 17 Achmad Sodiki, dalam Gunawan Wiradi, Bachriadi & Bonnie Setiawan, Ed.all, \"Perubahan Politik, Sengketa, dan Agenda Pembaharuan Agraria di Indonesia. Reformasi Agraria\",Kerjasama Konsorsium Pembaharuan Agraria dengan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jaklarta, 1997: 47. 18 Ketidakefektifan pelaksanaan PP No. 11 tahun 2010 mengakibatkan banyak tanah-tanah yang berskala luas yang tidak dimanfaatkan, yang secara hukum melanggar peraturan dan berpotensi menciptakan ketidakadilan sosial. Banyaknya bidang-bidang tanah yang berskala luas yang tidak dimanfaatkan (terlantar) tersebut, membatasi akses masyarakat terhadap tanah dan tanah tanah tersebut tidak dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Penelantaran tanah ini berdampak juga secara ekonomi yang dapat mengakibatkan “opportunity loss” terhadap manfaat guna dari tanah sebagai sumber ekonomi masyarakat. Oleh karena itu penyelesaian masalah tanah terlantar harus menjadi prioritas untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang telah digariskan oleh pemerintah. (Renstra BPN RI 2010-2014 ; 20) 6

Pendayagunaan TCUN belum sepenuhnya dapat di tindaklanjuti, karena pada saat penetapan tanah terlantar masih terdapat hambatan, kendala dan masalah sebagai berikut19:  Dalam pelaksanaannya tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar masih terdapat gugatan dari pihak pemegang hak melalui Peradilan TataUsaha Negara (PTUN) atas penetapan tanah terlantar sebanyak 19 perkara yang terdiri dari 18 perkara Tata Usaha Negara dan 1 perkara perdata. Kemudian dari 19 perkara tersebut 15 perkara kalah di pengadilan dan 4 perkara menang. Dari permasalahan tersebut masih terdapat regulasi yang belum dapat mengakomodir pelasanaan dilapangan sebagai contoh surat pemanggilan pemegang hak yang sampai 3 ( tiga ) kali pemanggilan tidak diketahui alamt Kantor pemegang haknya  Penggarapan oleh masyarakat yang belum didata oleh Tim dari Badan Pertanahan Nasional dari informasi tersebut seharusnya pada saat pendataan harus didampingi oleh pemegang yang mengetahui batas-batasnya dan tanah tersebut tidak dimanfaatkan sesuai dengan surat keputusan pemberian haknya  Terjadinya bidang tanah yang tumpang tindih pemegang hak antara perusahan pemegang hak yang satu dengan yang lain disebabkan tanda batas hak tidak jelas, koordinat tidak jelas, penunjuk batas pemegang hak belum mengetahui dengan pasti  Belum dilakukan revisi luas terhadap penetapan tanah terlantar yang kurang dari 25 %.  Tanah Negara yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar tidak dapat didayagunakan karena kondisi fisik tanah, diantaranya seperti kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV), rawa, parit, bekas tambang, dan kawasan abrasi tinggi.  Sebagian dari obyek Tanah Cadangan Umum Negara tidak tersedia akses jalan. Berdasarkan uraian tersebut diatas permasalahan dalam kajian penertiban tanah/ kawasan terlantar adalah sebagai berikut ; 1. Apakah penyebab kekalahan dalam penetapan tanah terlantar dalam perkara di pengadilan 2. Apakah yang harus dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN dalam menghadapi gugatan di pengadilan 19 Merujuk pada hasil inventariasasi tim pengkaji yang disarikan dari hasil pengumpulan literatur di direktorat tanah terlantar, direktorat penanganan masalah tanah dan ruang. Banyak kendala teknis untuk menemui pemilik hak atas tanah. Hasil kajian yang dilakukan 7

Berdasarkan permasalahan diatas kajian kebijakan penertiban tanah / kawasan terlantar ini bertujuan untuk mendiskusikan hal-hal apa saja penyebab kekalahan dalam penetapan tanah terlantar dalam perkara di pengadilan dan apa yang harus dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang /BPN dalam menghadapi gugatan di pengadilan. Sedangkan manfaat kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait dengan perbaikan langkah-langkah strategis menghadapi konsekuensi hukum terhadap tanah terlantar di pengadilan dan upaya konkrit supaya obyek tanah terlantar ini bisa digunakan pemanfaatan dan penggunaannya terhadap proyek strategis nasional (bank tanah dan mendukung Undang-Undang Cipta Kerja dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penertiban Tanah/ Kawasan Terlantar B. IMPLIKASI KEBIJAKAN PENERTIBAN TANAH TERLANTAR DI INDONESIA Pelakasanaan penertiban tanah terlantar dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan tanah terlantar dan peraturan pelaksanaannya sesuai Peraturan Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara penertiban tanah terlantar, Namun dalam pelaksanaan nya masih banyak mengalami hambatan dan kendala yang dihadapi terutama dalam hal penetapan tanah terlantar. Berdasarkan data dari Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN selaku Tergugat Sering kalah dalam perkara Tata Usaha Negara (TUN) dalam Penetapan Tanah Terlantar20. Dari 19 ( sembilan belas ) putusan TUN penetapan tanah terlantar 81,00 % dinyatakan kalah, 9,5 % dinyatakan kalah, 4,75% damai dan 4,75 % Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) sesuai Tabel 1 gugatan penetapan tanah terlantar 20 Ada beberapa poin lain yang perlu dilakukan pengkajian dengan seksama antara lain:  Pelaksana Penertiban Tanah Terlantar di daerah sebagian belum memahami tata cara pelaksanaan kegiatan penertiban tanah terlantar;  Pelaksana penertiban Tanah Terlantar di daerah sebagian tidak melaksanakan kegiatan penertiban tanah terlantar;  Terdapat data tanah terindikasi terlantar yang sudah dilaksanakan penertiban namun tidak tuntas dengan alasan yang tidak jelas;  Terdapat data tanah terindikasi terlantar pada masa lalu yang sudah dilaksanakan kegiatan penetapan tanah terlantar sampai pada tahap usulan penetapan tanah terlantar namun belum ditindaklanjuti dengan penetapan tanah terlantar : a. Berkas tidak lengkap; b. Tidak sesuai prosedur; c. Data fisik sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.  Data tanah terlantar belum maksimal terdigitalisasi dalam aplikasi. 8

Tabel. 1 Gugatan Penetapan Tanah Terlantar NO. KRITERIA BOBOT 1 Menang 9,50% 2 Kalah 81,00% 3 Damai 4,75% 4 Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) 4,75% Sumber : Data dari Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Terhadap 19 (sembilan belas ) Putusan TUN Penetapan Tanah Terlantar Penyebab kekalahan dikarenakan Prosedur Penetapan Tanah Terlantar melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan melanggar Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) khususnya Asas Kecermatan. Hasil telaahan terhadap pertimbangan hakim dalam putusan-putusan TUN Penetapan Tanah Terlantar mengindikasikan sebagaimana tabel berikut: Tabel 2 Analisis Terhadap Kekalahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN Sebagai Tergugat 1 NO. KETERANGAN BOBOT 1 Panitia C tidak cermat dalam melaksanakan identifikasi dan penelitian lapang : 40%  Tidak turun ke lapang/tidak tahu lokasi;  Tidak membuat analisis penyebab penelantaran tanah;  Tidak membuat catatan dalam BA Sidang Panitia C alasan pemegang hak tidak hadir/ tidak menandatangani BA Panitia C;  Tidak cermat dalam melaksanakan Pasal 7 PP No, 11/2010 jo. Pasal PerKBPN No. 4/2010 jo. Pasal 11 PerKBPN No. 9/2011. 2 Surat pemberitahuan identifikasi, Surat Peringatan tidak sampai kepada 20% pemegang hak/tidak sesuai/tidak relevan dengan format peraturan (diingkari oleh pemegang hak) 3 Peringatan I, II, II kepada pemegang hak kurang/ melewati waktu yang 10% ditentukan dalam peraturan 4 Data penertiban tanah terlantar (warkah BT/SK/tanda terima 20% suratpemberitahuan/peringatan, dll) tidak teradministrasikan dengan baik sehingga lemah dalam pembuktian. 5 Hakim beranggapan bahwa obyek TUN tidak terlantar : 10%  Tidak ada akses ke lokasi;  Belum ada izin dari instansi terkait;  Kemiringan lereng lebih dari 45º  Pernyataan pemegang hak untuk mengusahakan.  Obyek dalam keadaan sengketa dan sedang usaha penyelesaian;  Terlantar karena krisis ekonomi;  Terlantar hanya sebagian. Sumber : Hasil telaahan terhadap pertimbangan hakim dalam putusan-putusan TUN Penetapan Tanah Terlantar 9

Tabel. 3 Rekapitulasi Penanganan Perkara Tanah Terlantar Pada Direktorat Penanganan Perkara Tanah Dan Ruang Di Pengadilan Tata Usaha Negara Sampai Dengan Juni 2018 No NOMOR PERKARA PARA PIHAK OBYEK PERKARA HASIL (PTUN, PT TUN, KASASI, PK) 1 118/G/2012/PTUN-JKT P : SK KBPN RI tanggal 8 Mei 2012, No. BPN kalah PT.SUNNYMAS 18/PTT-HGU/BPN RI/2012 tentang Sudah PRIMA AGUNG T: PTT HGU No. 1 an PT. Sunnymas dilaksanakan KBPN RI Prima Agung pembatalan SK tanah terlantar 2 99/G/2012/PTUN-JKT P : PT. Borneo Indo SK KBPN RI tanggal 8 Mei 2012 BPN Subur T : KBPN RI Nomor 15/PTT-HGU/BPN RI/2012 menang tentang PTT atas HGU no. 7 an. PT.BIS. -SK KBP RI tanggal 8 Mei 2012 Nomor 16/PTT-HGU/BPN RI/2012 ttg PTT HGU no. 8 an. PT.BIS - SK KBP RI tanggal 8 Mei 2012 Nomor 16/PTT-HGU/BPN RI/2012 ttg PTT HGU no. 9 an. PT.BIS 3 71/G/2013/PTUN-JKT P : PT Swarna Nusa SK KBPN RI Tgl.11 april 2013, No. BPN kalah Sentosa T: KBPN 60 /PTT-HGU/BPN RI /2012 tentang RI PTT HGU no.05 an PT. Swarna Nusa Sentosa 4 24/G/2013/PTUN.JKT. P : PT. Sumber 1. SK KBPN RI tgl 16 Jan 2013 No. DAMAI Mahardhika Graha 1/PTT-HGU/BPN RI/2013. 2. SK T: KBPN RI KBPN RI tgl 16 Jan 2013 No. 2/PTT- HGU/BPN RI/2013 5 58/G/2012/PTUN.JKT PT. Krama Yudha Surat Keputusan Kepala Badan BPN kalah Sapta (Penggugat) Pertanahan Nasional Republik Sudah Vs Kepala Badan Indonesia tanggal 18 Januari 2012 dilaksanakan Pertanahan Nomor 14/PTT-HGU/BPN RI/2012 pembatalan Nasional R.I tentang Penetapan Tanah Terlantar SK tanah atas Tanah Hak Guna Usaha Nomor 1 terlantar atas nama PT. KRAMA YUDHA SAPTA terletak di Kelurahan Air Itam, Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 6 118/G/2013/PTUN.JKT PT. KEBUN ARIA Surat Keputusan Kepala Badan BPN kalah Vs Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Pertanahan Indonesia tanggal 11 April 2013 Nasional R.I. Nomor 59/PTT-HGU/BPN RI/2013 tentang Penetapan Tanah Terlantar yang berasal dari Hak Guna Usaha Nomor 1/Pontianak atas nama PT. Kebun Aria terletak di Desa Serimbu dan Desa Air Besar (dahulu Desa Nyayum), Kecamatan Ngabang (dahulu Kecamatan Air Besar), Kabupaten Landak (dahulu Kabupaten Pontianak), Provinsi Kalimantan Barat. 10

7 125/G/2013/PTUN.JKT PT. PP London Surat Keputusan Kepala Badan BPN kalah Sumatera Indonesia Pertanahan Nasional Republik 8 16/G/2012/PTUN.Srg Tbk. Vs Kepala Indonesia tanggal 11 April 2013 BPN kalah Badan Pertanahan Nomor 62/PTT-HGU/BPN RI/2013 9 13/G/2012/PTUN-SRG Nasional R.I. tentang Penetapan Tanah Terlantar BPN kalah yang berasal dari Hak Guna Usaha 10 16/G/2012/PTUN-SRG PT Pasetran Nomor 14/Lahat atas nama PT. PP BPN kalah 11 25/G/2013/PTUN-JKT Wanarattindo (P) London Sumatera Indonesia Tbk BPN 12 62/G/2013/PTUN.SBY Kepala Kantor terletak di Desa Cempaka Sakti, menang 13 6/Pdt.G/2017/PN.Ptk Wilayah Provinsi Bunga Mas, Sukoharjo, Sukamakmur, BPN 14 28/G/2013/PTUN.Mks Banten (P1) Kepala Purworejo, Kecamatan Kikim Timur menang Kantor Pertanahan dan Lahat, Kabupaten Lahat, Provinsi Gugatan 15 273/G/2014/ PTUN- Kota Cilegon Sumatera Selatan. tidak dapat JKT P : PT. PONDOK Keputusan Kepala badan Pertanahan diterima KALIMAYA Nasional Republik Indonesia Nomor (NO} PUTIH T : KBPN 4/PTT-HGB/BPN RI/2012 tanggal 18 BPN kalah RI Januari 2012 BPN kalah P : PT. PASETRAN 1. SK KBPN RI No. 1/ PTT- WANARATTINDO HGB/BPN RI/ 2012 Tanggal 18 T : KBPN RI Januari 2012 P : PT. 2. SK KBPN RI No. 2/ PTT- PERKEBUNAN HGB/BPN RI/ 2012 Tanggal 18 TRATAK T : Januari 2012 KBPN RI 3. SK KBPN RI No. 3/ PTT- P : PT Mojokerto HGB/BPN RI/2012 Tanggal 18 Industrial Park T : Januari 2012 KBPN RI SK KBPN RI No. 4/ PTT-HGB/BPN RI/ 2012 tanggal 18 Januari 2012 P : Kebunaria T : Menteri ATR/BPN SK KBPN RI No. 7/ PTT-HGU/BPN RI/ 2013 tanggal 16 Januari 2013 SK KBPN RI No. 15/PTT-HGU/BPN RI/2013 s.d. SK KBPN No. 58/PTT- HGU/BPN RI/2013 tanggal 18 Maret 2013 SK KBPN RI No. 59/PTT-HGU/BPN RI/2013 tanggal 11 April 2013 P : PT. Unggul 1. Surat Keputusan Kepala Badan Widya Teknologi Pertanahan Nasional Republik Lestari T : KBPN Indonesia Nomor 8/PTT-HGU/BPN RI RI/2013, tanggal 16 Januari 2013 2. Surat Keputusan Kepala Badan P : PT Sinar Putra Pertanahan Nasional Republik Murni T I : Menteri Indonesia Nomor 9/PTT-HGU/BPN ATR/KBPN RI/2013, tanggal 5 Maret 2013 1. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10/PTT-HGB/BPN RI/2014 tanggal 18 September 2014 2. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13/PTT-HGB/BPN RI/2014 tanggal 18 September 2014 11

16 274/G/2014/ PTUN- P : PT Sinar Putra Keputusan Kepala Badan Pertanahan BPN kalah JKT Murni T : Menteri Nasional Republik Indonesia Nomor BPN kalah ATR/KBPN 11/PTT-HGB/BPN RI/2014 tanggal BPN kalah 17 275/G/2014 /PTUN- 18 September 2014 JKT P : PT Sinar Keputusan Kepala Badan Pertanahan BPN kalah Waluyo T : Menteri Nasional Republik Indonesia Nomor 18 276/G/2014/ PTUN- ATR/KBPN 14/PTT-HGB/BPN RI/2014 tanggal JKT 23 September 2014 P : PT Sinar 1. Keputusan Kepala Badan Waluyo T : Menteri Pertanahan Nasional Republik ATR/KBPN Indonesia Nomor 12/PTT-HGB/BPN RI/2014 tanggal 18 September 2014 19 118/G/2015/PTUN-JKT P : PT Mitra Aneka 2. Keputusan Kepala Badan Rezeki T : Menteri Pertanahan Nasional Republik ATR/KBPN Indonesia Nomor 15/PTT-HGB/BPN RI/2014 tanggal 23 September 2014 1. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1/PTT-HGU/Kem- ATR/BPN 2015, tanggal 25 Februari 2015 2. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2/PTT-HGU/Kem- ATR/BPN 2015, tanggal 25 Sumber : Data dari Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Terhadap Putusan TUN Penetapan Tanah Terlantar sampai dengan Juni 2018 II. KOMENTAR KEBIJAKAN A. Penyebab Kekalahan Penetapan Tanah Terlantar Dalam Perkara Peradilan Penyelenggaraan pengaturan kembali tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar disebabkan karena saat ini penelantaran tanah semakin menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat serta menurunkan kualitas lingkungan. Pengertian tanah terlantar dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 1 ayat 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Secara teknis, berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, terdapat 4 (empat) tahapan yang harus dilakukan dalam penertiban tanah terlantar , yaitu sebagai berikut : a. inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi terlantar; 12

b. identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar; c. peringatan terhadap pemegang hak; d. penetapan tanah terlantar. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar harus mengutamakan prinsip kehati-hatian, cermat dan sungguh-sungguh mengingat dalam implementasinya masih ditemukan atau terdapat kekurangan dalam memahami dan melaksanakan peraturannya sehingga pada saat terjadi gugatan dari pemegang hak dan diselesaikan melalui pengadilan, pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (BPN) lebih banyak mengalami kekalahan khususnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu tentunya merugikan BPN baik dari aspek finansial, waktu dan kepastian hukum dalam pelaksanaan penyelenggaraan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Adanya pengaturan kembali melalui pembaharuan peraturan tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar serta implementasi yang sesuai dengan peraturannya diharapkan dapat menimbulkan pemerataan sosial, ekonomi, kesejahteraan rakyat, dapat meningkatkan kualitas lingkungan, dapat mengurangi kerugian bagi Kementerian Agrria dan Tata Ruang/ BPN serta dapat memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Penyebab kekalahan dalam penetapan tanah terlantar yang dilaksanakan oleh dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN sesuai dengan bisnis proses sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Inventarisasi tanah terindikasi terlantar Dalam pelaksanaan Inventarisasi tanah terindikasi terlantar sesuai dengan Pasal 6 huruf a dan c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar, pengumpulan data mengenai tanah yang terindikasi meliputi data tekstual meliputi nama dan alamat pemegang hak, nomor, dan tanggal keputusan pemberian hak, nomor, tanggal, dan berakhirnya sertipikat, letak tanah, luas tanah, penggunaan tanah, luas tanah terindikasi terlantar dan data spasial merupakan data grafis berupa peta yang dilengkapi dengan koordinat posisi bidang tanah terindikasi terlantar. Pengelompokan data tanah yang terindikasi terlantar dilakukan nmenurut wilayah Kabupaten / Kota dan jenis hak/ dasar untuk keperluan pelaporan, bahan analisis dan penentuan tindakan selanjutnya. 13

Dalam pelaksanaannya inventasisasi tanah terlantar petugas pelaksanaannya belum dilaksanakan secara optimal antara lain : a. Pemantauan dan pendataan hak atas tanah belum dilaksanakan secara optimal b. Data tanah terindikasi terlantar saat ini hasil laporan dari Kanwil BPN Provinsi dari hasil laporan Tahun 2010 belum lengkap baik data fisik, yuridis maupun data pendukung lainnya, c. Data tanah terindikasi terlantar sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan d. Belum sinkronnya data tanah terindikasi terlantar antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang Dengan Kanwil BPN Provinsi. e. Belum tersedianya data tanah terindikasi terlantar dalam bentuk digital/ aplikasi. Pelaksanaan pemantuan dan pendataan hak atas tanah belum dilaksanakan secara optimal hal tersebut disebabkan terbatasnya sumber daya manusia di tingkat Kantor Pertanahan dan keterbatasan anggaran untuk pemantauan kelapangan terutama untuk daerah kabupaten yang objek tanahnya secara geografis memerlukan effort besar21 Data tanah terindikasi terlantar sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dilapangan seiring dengan berjalannya waktu dan hasil pendataan tanah yang sudah dilakukan sejak tahun 2010 hingga sekarang dan semakin berkembangnya wilayah dilokasi tanah terlantar perlu diinventarisasi ulang sementara anggaran pejalanan dinas kelapangan sudah tidak tersedia Belum sinkronnya data tanah terindikasi terlantar antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang Dengan Kanwil BPN Provinsi dan belum tersedianya data tanah terlantar secara digital, karena data yang dsampaikan masih dalam bentuk manual sehingga tingkat keakuratannya masih kurang dan dimungkinkan terjadi kesalahan data. 21 Sementara anggaran pemantuan yang tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten /Kota hanya sebatas untuk perjalanan dinas dalam kota sehingga pelaksanaan pemantauan dapat dilaksanakan secara maksimal Laporan dari Kanwil BPN Provinsi dari hasil laporan Tahun 2010 belum lengkap baik data fisik, yuridis maupun data pendukung lainnya, dengan berlakunya Peraturan pemerintah No.11 Tahun 2010 dan Perkaban No. 4 Tahun 2010 untuk memenuhi permintaan data tanah terlantar pihak Kanwil BPN Provinsi tidak melakukan identifikasi dan penelitian lapangan, sehingga data tanah terlantar yang dilaporkan hanya sebatas pendataan tanah secara administrasi saja. 14

2. Identifikasi dan penelitian lapangan Identifikasi dan penelitian lapang merupakan tindak lanjut yang harus dilaksanakan oleh Panitia C setelah tanah yang terindikasi terlantar diinventarisasi sebagaimana diamanatkan pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 4 Tahun 2010. Selanjutnya dtindaklanjuti dengan kegiatan berdasarkan Pasal 8 ayat (2), namun dalam pelaksanaannya berdasarkan Tabel 2 angka 1, Panitia C mengalami 4 (empat) kendala atau hambatan untuk melaksanakan tindak lanjut tersebut sehingga implementasinya tidak dapat tercapai secara optimal dan Panitia C dianggap tidak cermat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pelaksanaan Penertiban Tanah Terlantar tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, antara lain: a. Kanwil/Panitia C tidak melakukan proses identifikasi dan penelitian tanah terlantar (keadaan yang mengakibatkan terlantar, analisis penyebab terjadinya terlantar); b. Dalam proses kegiatan identifikasi dan penelitian objek tanah terlantar, Panitia tidak meminta keterangan dari pihak pemegang hak dan pihak terkait; c. Panitia C tidak pernah memberitahu kepada pemegang hak berkaitan dengan penggunaan, pemanfaatan dan penguasaan tanah; d. Panitia Tidak ada analisis hasil inventarisasi untuk menyusun dan menetapkan target yang akan dilakukan identifikasi dan penelitian terhadap tanah terindikasi tanah terlantar; e. Tahapan inventarisasi atas tanah terindikasi terlantar tidak didasarkan pada informasi yang jelas sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2011. 3. Pemberian Peringatan Salah satu tugas Panitia C sesuai dengan Pasal 14 adalah memberikan peringatan dan pemberitahuan kepada pemegang hak yang telah mentelantarkan tanahnya. Dalam pelaksanaannya Panitia C memberikan peringatan dan pemberitahuan belum sesuai sesuai dengan ketentuan antara lain : a. Pengumuman Peringatan I tidak dapat dimaknai sebagai tahapan peringatan dan pemberitahuan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan 15

Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 Pasal 14 ayat (1) karena waktu pengumuman Peringatan I adalah sama dengan waktu pemberitahuan akan dilakukan identifikasi dan penelitian lapangan; b. Tidak adanya Peringatan II dan Peringatan III dari Panitia C kepada pemegang hak atau pihak terkait; c. Peringatan I dan II memiliki jarak yang terlalu dekat, sehingga terdapat komplain dari si pemegang hak untuk menindaklanjuti peringatan tersebut. 4. Penetapan Tanah terlantar Penetapan Tanah terlantar merupakan keputusan Menteria Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN terhadap tanah yang terindikasi terlantar menjadi tanah terlantar. Untuk dapat diputuskan menjadi tanah terlantar perlu dilengkapi dengan data fisik dalam bentuk spasial maupun dalam bentuk tekstual tentang tanah yang telah dimanfaatkan sesuai dengan SK hak/ Dasar penguasaan atas tanah, yang belum dimanfatkan tidak sesuai SK hak/ Dasar penguasaan atas tanah, dan tanah yang ditelantarkan dan kalau sudah ada yang digarap/ dikuasai pihak lain (masyarakat ). Selain data data tersebut juga perlu dilengkapi dengan laporan hasil identifikasi dan penelitian, berita acara Panitia C, surat peringan I, II dan III, hasil pemantuan dan evaluasi, peta penggunaan dan pemanfaatan tanah , peta penguasaan tanah pada akhir peringatan III ( terkahir ). Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan, sehingga sangat rawan dengan adanya gugatan dari pegang hak. Menurut data yang diperoleh dari Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Terhadap Putusan TUN Penetapan Tanah Terlantar sampai dengan Juni 2018 Penanganan Perkara Tanah Dan Ruang di Pengadilan Tata Usaha Negara telah terjadi 19 gugatan dari pemegang hak, dan 18 perkara dinyatakan kalah dan 5 perkara dinyatakan menang. Hal ini membuktikan bahwa dalam proses penetapan tanah terlantar kurang cermat antara lain : a. Panitia C tidak cermat dalam melaksanakan identifikasi penelitian lapang : 1) Panitia C tidak turun ke lapang baik yang tidak disebabkan maupun yang disebabkan karena tidak mengetahui lokasi objek tanah terlantar yang telah diinventarisasi. Apabila Panitia C tidak turun ke lapang karena kesengajaan, maka dapat dikatakan Panitia C tersebut tidak taat hukum, sedangkan Panitia C tidak turun ke lapang dikarenakan tidak mengetahui objek tanah terlantar tersebut, maka seharusnya dapat diupayakan lebih lanjut untuk meminta 16

penetapan pengadilan di wilayah hukum obyek tanah terlantar tersebut guna memperkuat dasar / alat bukti surat Panitia C dalam membuat Berita Acara atau laporan identifikasi dan penelitiannya. 2) Tidak membuat analisis penyebab penelantaran tanah; Analisis penyebab terjadinya tanah terlantar harus dibuat oleh Panitia C berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan yuridis sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) huruf a sampai dengan d Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 4 Tahun 2010 karena panitia C tidak melakukan identifikasi dan penelitian kelapangan maka Panatia C tidak dapat membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar karena analisis penyebab tersebut merupakan dasar pertimbangan untuk penetapan tanah terlantar akibat tidak membuat analisis maka dalam berpeluang untuk digugat oleh pemegang hak. 3) Tidak membuat catatan dalam BA Sidang Panitia C alasan pemegang hak tidak hadir/ tidak menandatangani BA Panitia C; Dalam sidang panitia C sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) huruf i Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 4 Tahun 2010 panitia C setelah melaksanakan sidang harus membuat berita acara yang menghasilkan saran pertimbangan kepada Kepala Kantor Wilayah yang ditandatangani oleh anggota disertai dengan catatan. Namun dalam pelaksanaannya tidak membuat berita acara dengan alasan pemegang hak tidak hadir, sehingga tidak dapat memperoleh informasi alasan kenapa tanah tersebut ditelantarkan dan pemegang hak tidak menandatangani berita acara sidang panitia C 4) Tidak cermat dalam melaksanakan Pasal 7 PP No, 11/2010 jo. Pasal PerKBPN No. 4/2010 jo. Pasal 11 PerKBPN No. 9/2011. b. surat pemberitahuan identifikasi, Surat Peringatan tidak sampai kepada pemegang hak/tidak sesuai/tidak relevan dengan format peraturan (diingkari oleh pemegang hak). Hal tersebut karena pada saat akan menyampaikan surat pemberitahuan tidak ditemukan alamat pemegang haknya untuk dapat memperoleh alamat telah berusaha mencari informasi kepada Kementerian Hukum dan HAM namun hasilnya nihil alias tidak diketahui dan surat pemberitahuan yang dikirimkan kembali c. peringatan I, II, II kepada pemegang hak kurang/ melewati waktu yang ditentukan dalam peraturan. Dalam pemberian peringatan I, II dan III kepada pemegang hak waktunya terlalu singkat hanya 30 hari sementara pemegang hak harus 17

menindaklanjuti isi pemberian peringatan tersebut dalam kurun waktu lebih dari 30 hari d. data penertiban tanah terlantar (warkah BT/SK/tanda terima surat pemberitahuan/peringatan, dll) tidak teradministrasikan dengan baik sehingga lemah dalam pembuktian., karena pengelolaan warkah masih menggunakan manual dengan demikian risiko kehilangan warkah ,Buku Tanah/SK dan tanda terima pemberitahuan / peringatan sangat dimungkinkan e. hakim beranggapan bahwa obyek TUN tidak terlantar : 1) tidak ada akses ke lokasi; 2) belum ada izin dari instansi terkait; 3) kemiringan lereng lebih dari 45º 4) pernyataan pemegang hak untuk mengusahakan. 5) obyek dalam keadaan sengketa dan sedang usaha penyelesaian; 6) terlantar karena krisis ekonomi; 7) terlantar hanya sebagian. Hal ini terjadi karena kurang cermatnya pada saat pengecekan kelengkapan berkas usulan penetapan tanah terlantar di mulai dari Usulan Kakanwil BPN Provinsi sampai dengan sebelum proses penerbitan SK penetapan tanah terlantar, sehingga berpeluang pemegang hak untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan akibatnya Menterian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional 5. Pendayagunaan TanahTerlantar Pendayagunaan tanah terlantar adalah pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar melalui peruntukan dan pengaturan peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan masyarakat melalui reforma agraria, program strategis negara dan untuk cadangan negara lainnya. Telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar pasal 16 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor : 5 Tahun 2011 tentang Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar menyatakan bahwa “ Tanah negara bekas tanah terlantar adalah tanah yang sudah ditetapkan sebagai tanah terlantar, dihapuskan haknya, diputus hubungan hukumnya, dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara merupakan Tanah Cadangan Umum Negara, selanjutnya disebut TCUN.” Dalam Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal hal tersebut dapat dilihat 18

dari kuisioner yang disampaikan sebanyak 15 orang kepada Kepala Bidang PMPP menyatakan bahwa 28,6 % dimanfaatkan untuk program reforma Agraria, 7,1 % untuk tanah cadangan umum lainnya dan 64,3 % belum dimanfaatkan. Berdasarkan infomasi dari salah satu Kakanwil BPN Provinsi belum termanfaatkannya tanah negara bekas tanah terlantar karena belum adanya petunjuk teknis pendandayagunaan dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendayagunaan tanah terlantar di daerah. B. Upaya Yang Harus Dilakukan Kementerian ATR/ BPN Dalam Menghadapi Gugatan Di Pengadilan Penertiban tanah/ kawasan terlantar merupakan kegiatan yang awal yang sangat strategis dalam meningkatan kesejahteraan rakyat, Namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami hambatan dan kendala terutama dalam penetapan tanah terlantar, Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN dalam menghadapi gugatan di pengadilan. Apa yang harus dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN dalam menghadapi gugatan di pengadilan. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dalam pelaksanaan menimbulkan permasalahan dan kendala – kendala yang dihadapi terutama dalam tahapan pelaksanaannya. Permasalahan berikutnya terjadi pada Pendayagunaan TCUN belum sepenuhnya dapat di tindaklanjuti, karena pada saat penetapan tanah terlantar masih terdapat hambatan, kendala dan masalah antara lain adanya gugatan di pengadilan tata Usaha Negara. Untuk menghadapi gugatan di pengadilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Dengan dibelakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah diusulkan perubahan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penertiban Tanah/ Kawasan Terlantar yang berisi tentang beberapa perubahan sebagai berikut : a. Inventarisasi, Identifikasi, dan Penelitian yang sebelumnya dilakukan terhitung mulai 3 tahun sejak diterbitkannya HAT atau sejak Perakhirnya DPAT paling cepat 2 tahun sejak diterbitkannya HAT/DPAT menjadi terhitung paling capat 2 tahunsejak diterbitkannya HAT/DPAT b. Pemberian peringatan yang sebelumnya Peringatan I 1bulan peringatan II 1 bulan dan peringatan III 1 bulan dirubah menjadi peringatan I 90 hari, peringatan II 45 hari dan peringatan III 30 hari dengan demikian waktu 19

yang diberikan kepada pemegang HAT/DPAT cukup untuk melakukan kegiatan dilapangan c. Terkait dengan hapusnya HAT adalah Tanah yang ditelantarkan > 25 % dan < 100 % mengakibatkan HAT secara keseluruhan dan kepada bekas pemegang hak diberikan kembali sebagian tanah yang benar-benar diusahakan, dipergunakan dan dimanfaatkan melalui prosedur pengajuan permohonan HAT dan Tanah yg diterlantarkan ≤ 25% mengakibatkan hapusnya HAT pada bagian yg diterlantarkan dan selanjutnya Pemegang Hak mengajukan permohonan revisi luas bidang tanah dirubah menjadi sebagian tanah yang ditelantarkan mengakibatkan hapusnya HAT pada bagian yang ditelantarkan namun tidak mengakibatkan hapusnya HAT pada bagian tanah yang ditelantarkan d. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar melalui Reforma Agraria, Program Strategis Negara dan Cadangan Negara Lainnya diubah menjadi Reforma Agraria, Proyek Strategis Nasional, Bank Tanah dan Cadangan Negara lannya. e. Objek Tanah terlantar ditambahkan objek kawasan indusstri, pertambangan, perkebunan, kawasan pariwisata dan kawasan laninya yang pengusahaannya diberikan pada izin, konsesi atau perizinan berusaha dan diperjelas Objek Tanah terlantar HM, HGB, HGU, HPL, dan Hak Pakai dan DPAT f. Inventarisasi sebelumnya dilaksanakan oleh Kantor Wialayah BPN Provinsi diubah menjadi dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan berdasarkan informasi atau laporan yang bersumber dari Hasil pemantauan dan evaluasi hak atas tanah dan dasar penguasaan atas tanah, Kementerian/lembaga Pemerintah daerah Masyarakat g. Dalam pelaksanaan identifikasi dan penelitian tugas panitia C di pertegas kemudian untuk membantu identifikasi dan penelitian Kepala Kantor Wilayah BPN membentuk tim identifikasi dan penelitian 2. Penanganan gugatan terkait dengan tanah terlantar sebelum menangani permasalahan gugatan di pengadilan TUN harus dilakukann terlebih dahulu hal- hal sebagai berikut : a. penyiapan administrasi seperti surat kuasa surat tugas b. Petugas mempelajari terlebih dahulu gugatan yang telah diajukan 20

c. Melakukan gelar perkara dengan unit teknis terkait dengan pengendalian kawasan/ tanah terlantar dengan Direktorat pengendalian kawasn dan tanah terlantar untuk menanggapiu gugatan yang diajukan oleh pemegang HAT III. REKOMENDASI KEBIJAKAN Authority (wewenang) juga didefinisikan sebagai kekuasaan yang dilembagakan,22 sementara Lasswel dan Kaplan mengartikan authority (wewenang) sebagai kekuasaan formal dan menurut Andrain wewenang mempunyai hubungan erat dengan nilai, norma dan simbol-simbol formal negara. Merujuk Perpres Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola tanah dan ruang sebesar besar kemakmuran rakyat. Mengambil opsi untuk mengatur ulang terhadap tanah terindikasi terlantar agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya lebih optimal. Merujuk Konsep dalam mengukur implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Skelcher,23 yaitu ekonomis, efisien, dan efektif. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar merupakan kebijakan yang tepat untuk pemerataan penggunaan dan pemanfaatan tanah tetapi dalam implementasinya masih terdapat kendala atau hambatan. Ada beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dijadikan perbaikan, yaitu : A. Penyebab Kekalahan Penetapan Tanah Terlantar Dalam Perkara Peradilan 1. melakukan sosialisasi, pembinaan dan pengawasan kepada Panitia C atau pihak terkait lainnya terkait peraturan dan pelaksanaan peraturan yang berlaku tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. 2. untuk memudahkan dan mengamankan proses administrasi, maka diusulkan untuk menggunakan sistem elektronik yang terintegrasi sejak mulai diterbitkannya SK pemberian hak sampai dengan tahapan pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar terkait dengan hal teknis hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah . 3. dengan adanya kebutuhan menjadi institusi berstandar dunia tahun 2025 yang antara lain adalah terjadinya perubahan yang cepat dalam teknologi, demografi, ekonomi, masyarakat sehingga terjadinya transformasi di instansi pemerintah yaitu 219Surbakti., Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992, hal 96 23 C.Skelcher, Ibid 21

transformasi struktural, kultural dan transformasi digital perlu menyiapkan regulasi tata kelola penertiban dan pendayaagunaan tanah terlantar berbasis elektronik dari manual menjadi digital agar pelaksanaan peneriban dan pendayagunaan tanah terlantar lebih akurat, efisien dan efektif. 4. perlu diterbitkan petunjuk teknis tentang pelaksanaan pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar sebagai pedoman dalam rangka peruntukan dan pengaturan peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan TCUN B. Upaya Yang Harus Dilakukan Kementerian ATR/ BPN Dalam Menghadapi Gugatan Di Pengadilan 1. mengubah atau menambahkan ketentuan dalam peraturan yang sudah ada dengan beberapa ketentuan sebagai berikut : a. penjelasan lebih lanjut tentang pengecualian obyek tanah terlantar khususnya penjelasan atau penjabaran tentang istilah “secara tidak sengaja” sebagaimana disebutkan pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar b. penyampaian surat pemberitahuan atau surat peringatan perlu penambahan waktu dan ditambahkan pengumuman melalui surat kabar nasional dan/atau mengajukan penetapan pengadilan jika alamat pemegang hak tidak diketahui kedudukannya pada peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar; c. perlu ditambahkan peraturan Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dengan mecantumkan tata cara penertiban dan pendayagunaan kawasan terlantar 2. penetapan tanah terlantar yang telah digugat dan dinyatakan kalah Surat Keputusannya dibatalkan dan hasil putusan ditindak lanjuti dengan cara dilengkapi dengan bukti-bukti pesyaratan yang harus dipenuhi, selanjutnya setelah ditindaklanjuti diterbitkan kembali dengan surat keputusan baru dengan mencantumkan di klausal menimbang terkait dengan putusan pengadilan yang kalah. 22

5. merujuk pada Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan Dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha, maka makna kategori terlantar apabila tidak mengindahkan hak dan kewajiban yang diatur dalam peraturan Menteri, maka Pejabat yang berwenang membatalkan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sesuai Pasal 57 ayat ( 9 ) 6. beberapa poin masukan terhadap RPP Tanah/Kawasan Terlantar lihat di lampiran kajian ini beserta usulan revisi Perkaban Nomor Tahun 2010 23

DAFTAR PUSTAKA A.P. Parlindungan,1990. Berakhirnya Hak- HakAtas Tanah Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung. Bagir Manan,1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung. Budi Harsono,1999. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, ISI dan Pelaksanaannya, Jilid I, Hukum Tanah Nasional, Djembatan, Jakarta. Gunawan Wiradi, Bachriadi & Bonnie Setiawan. 1997. Perubahan Politik, Sengketa, dan Agenda Pembaharuan Agraria di Indonesia. Reformasi Agraria,Kerjasama Konsorsium Pembaharuan Agraria dengan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jaklarta. Marbun dan Moh. Mahfud M.D, 1997. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta. Notonagoro, 1974. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Pancuran Tujuh, Jakarta. Sudargo Gautama,1993. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Cetakan Ke Sembilan, PT. Citra AdityaBakti, Bandung. Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional.2009.Tata Cara Pendayagunaan Tanah Terlantar Yudhi Setiawan, 2009. Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschaplijkrecht) Dalam Konsolidasi Tanah. Rajagrafindo,Jakarta Rencana Strategis Badan Pertanahan Nasional 2010-2014 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah negara Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun1998 tentang Pemanfaatan Tanah Kosong Untuk Tanaman Pangan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1998 ditetapkan untuk memelihara ketahanan pangan nasional Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pengaturan Dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha 24

Nama Lengkap BIODATA TIM PENGKAJI NIP Tempat/Tanggal Lahir Kordinator Tim Pangkat/Golongan : Drs. Agus Jatmiko,S.H.,M.M. Jabatan Fungsional : 19600121 198603 1 001 Instansi/Unit Kerja : Jakarta, 10 Agustus 1960 Pendidikan : Pembina Utama Madya (IV/d) : Widyaiswara Ahli Utama Nama Lengkap : Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Agraria NIP : S1 Ilmu Hukum Tempat/Tanggal Lahir : S2 Magister Manajemen Pangkat/Golongan Jabatan Fungsional Pembantu Tim Instansi/Unit Kerja Pendidikan : Arditya Wicaksono S,IP. M.Si : 19840405 200912 1 005 Nama Lengkap : Banyuwangi, 5 April 1984 NIP : Penata Muda Tk 1 (III/b) Tempat/Tanggal Lahir : Peneliti Ahli Pertama Pangkat/Golongan : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jabatan Fungsional : SI Ilmu Administrasi Instansi/Unit Kerja : S2 Kebijakan Publik Pendidikan Sekretariat : Husni Yamin Siregar :- : Kupang, 13 Februari 1993 :- : Asisten Pengadministrasi Umum : Pusat Penelitian dan Pengembangan : S1 Manajemen 25

Lampiran 1 USULAN REVISI PP TANAH TERLANTAR NO. PP NO. 11 TAHUN 2010 USULAN PERUBAHAN RPP TANAH TERLANTAR I OBJEK PENERTIBAN 1. OBYEK PENERTIBAN : OBYEK PENERTIBAN : Objek Kawasan Telantar dapat berupa: HM, HGU, HGB, HP atau DPAT a. kawasan pertambangan; yang sengaja tidak diusahakan, tidak b. kawasan perkebunan; dipergunakan, atau tidak c. kawasan industri; dimanfaatkan sesuai dengan d. kawasan pariwisata; atau keadaannya atau sifat dan tujuan e. kawasan lain yang pengusahaannya didasarkan pemberian hak atau dasar pada Izin, Konsesi, atau Perizinan Berusaha yang penguasaannya. terkait dengan pemanfaatan tanah dan ruang. (merujuk ketentuan umum RPP Tanah/kawasan terlantar) note 6 november 2020 Objek Tanah Telantar meliputi tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh atas dasar penguasaan. 2. TIDAK TERMASUK OBYEK TIDAK TERMASUK OBYEK PENERTIBAN PENERTIBAN TANAH TANAH/ KAWASAN TERLANTAR : TERLANTAR : Perlu diperjelas yang tidak termasuk obyek tanah Hak Milik atau Hak Guna penertiban tanah/ kawasan terlantar lebih lanjut Bangunan atas nama perseorangan tentang pengecualian obyek tanah terlantar yang secara tidak sengaja tidak khususnya penjelasan atau penjabaran tentang istilah dipergunakan sesuai dengan keadaan “secara tidak sengaja” atau sifat dan tujuan pemberian haknya; dan tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. II INVENTARISASI 1. 1. Inventarisasi dilakukan oleh TANAH TERLANTAR Kepala Kakanwil BPN Provinsi. (1) Inventarisasi kawasan terindikasi telantar 2. Sumber informasi : Pemantauan, dilaksanakan berdasarkan informasi atau laporan dinas/instansi lainya, Pemda, yang bersumber dari: masyarakat, pemegang hak. a. Pemegang Izin, Konsesi, atau Perizinan 3. Waktu : Berusaha;  Terhitung Mulai 3 (tiga) tahun b. Instansi; atau masyarakat. sejak diterbitkan hak atas c. Data Base Kementerian ATR/BPN tanah terintegrasi  Sejak berakhirnya DPAT. (2) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan oleh Instansi. 26

4. Hasil inventarisasi dilaporkan ke (3) Inventarisasi oleh Instansi sebagaimana Kakanwil selanjutnya ke Dirjen dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama untuk keperluan pelaporan,bahan 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya Izin, analisis dan penetuan tindakan Konsesi, atau Perizinan Berusaha. selanjutnya Pasal 10 RPP (1) Dalam hal Instansi tidak melaksanakan inventarisasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya informasi atau laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1), inventarisasi kawasan terindikasi telantar dapat dilakukan oleh Menteri. (mengingat tengat waktu singkat perlu dibangun data base tanah terlantar yang terintegrasi) Merujuk pasal 13 dan 14 RPP Perlu dibuat SOP yang terintegrasi proses pemberian Hak dengan proses monitoring evaluasi pengendalian tanah terlantar III IDENTIFIKASI DAN PENELITIAN 1. 1. Identifikasi dan penelitian Identifikasi dan Penelitian Kawasan Telantar dilakukan oleh Kantor Wilayah Pasal 17 (data fisik/yuridis). (1) Identifikasi dan penelitian Kawasan Telantar 2. Penetapan lokasi oleh Kakanwil. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a 3. Pemeriksaan oleh Panitia C dilakukan terhadap objek Kawasan Telantar (detail: diatur lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. didalam Permen) (2) Identifikasi dan penelitian Kawasan Telantar 4. Rapat Panitia C, hasil BA, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: dilaksanakan oleh kelompok kerja yang dibentuk  Tanah yang diusahakan dan ditetapkan oleh pimpinan tertinggi Instansi.  Tanah yang tidak diusahakan Note merujuk pasal 6 (enam) perlu diatur secara 5. Panitia C melaporkan hasil jelas SOP dan tugas fungsi tim identifikasi serta pemeriksaan dan BA ke makna pimpinan instansi tertinggi Kakanwil. Hal inii juga termasuk makna instansi terkait lalai dalam pelaksanaan tugas perlu penjelasan dalam permen dan juknis yang lebih rinci Makna kalimat identifikasi dan penelitian Kawasan Telantar diatur dalam peraturan pimpinan tertinggi Instansi (perlu penjelasan rinci ) 2. 1. Kakanwil mengusulkan Peringatan dan Penetapan Kawasan Telantar penghapusan dari database Pasal 20 terhadap tanah yang diusahakan. Berhubung singkatnya waktu peringatan maka 2. Dirjen menindaklajuti usulan apabila terkendala penyampaian ke pihak terkait Kakanwil maka fungsi database digital menjadi sangat urgen 3. Kakanwil melanjutkan proses untuk segera terbentuk sehingga komunikasi dengan penertiban terhadap tanah yang pemegang hak tidak terjadi kendala tidak diusahakan IV PERINGATAN 1. 1. Pemberitahuan sekaligus Terhadap tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal Peringatan I ( oleh Kakanwil 26 ayat (3) huruf b, kepala Kantor Wilayah BPN memberitahukan kepada Pemegang Hak, Pemegang Jangka waktu 1 ( satu Bulan ) Hak Pengelolaan, atau Pemegang Dasar Penguasaan 2. Peringatan II waktu 1 ( bulan ) Atas Tanah dan/atau pihak lain yang berkepentingan. 3. Peringatan III Waktu 1 ( bulan ) 27

4. Dalam masa Peringatan I,II dan Perlu buatkan klausul pemegang hak tidak dapat III pemegang hak wajib menggugat apabila komunikasi terkait peringatan melaporkan kemajuan dan seterusnya terhambat karena pemegang hak tidak penggunaan dan pemanfaatan koperatif dan atau ada kendala penyampaian tanah setiap 2 ( minggu ) Kepada informasi Kakanwil 5. Kakanwil melakukan pemantauan dan evaluasi laporan pemegang hak V PENETAPAN 1. 1. Penetapan Tante ditetapkan oleh TANAH TERLANTAR Kepala Badan 1. Penetapan Tante oleh Menteri atas 2. Penetapan Tante atas hak atas pertimbangan Timnas. tanah 2. Usulan penetapan yang tidak memenuhi  Hapusnya hak  Putusnya hubungan hukum syarat dilakukan penertiban ulang  Penegasan tanah tanah 3. Penetapan tante atas tanah hak keseluruhan, dikuasai negara memuat : 3. Penetapan Tante dikelompokan  Putusnya hubungan hukum  Hapusnya HAT menjadi :  Penegasan tanah dikuasai langsung oleh  100 persen terlantar  Lebih 25 persen sampai Negara 4. Penetapan tante atas tanah hak sebagian, dengan kurang dari 100 memuat :  Tidak hapus bagian HAT yg tdk terlantar persen  Putus hubungan hukum bagian tanah yg  kurang dari 25 persen 4. Apabila seluruh hamparan ditelantarkan tanah diterlantarkan diberlakukan  Penegasan sebagai TN penetapan tanah terlantar  Pelaksanaan revisi luas (beban pemegang terhadap seluruh hamparan hak hak) atas tanahnya 5. Penetapan Tante atas tanah DPAT : 5. Penetapan tante atas tanah DPAT  Putusnya hubungan hukum  Penegasan tanah dikuasai langsung oleh Pemegang DPAT mengajukan permohonan HAT thd tanah yg Negara benar-benar dimanfaatkan KAWASAN TERLANTAR 1. Hasil evaluasi peringatan ketiga Pemegang Izin/Konsesi tetap tidak mengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkan kawasan yang dikuasainya secara aktif, pimpinan tertinggi pada instansi yang menerbitkan Izin/Konsesi menetapkan kawasan tersebut sebagai Kawasan Terlantar. 2. Penetapan Kawasan Terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (12) memuat juga:  pencabutan Izin atau Konsesi; dan  penegasan sebagai kawasan yang dikuasai langsung oleh negara. VI. PENDAYAGUNAAN 1. TANAH TERLANTAR TANAH TERLANTAR Pendayagunaan untuk 1. Pendayagunaan untuk pertanian dan non kepentingan masyarakat dan pertanian dalam rangka kepentingan masyarakat negara melalui : dan Negara melalui : 1. Reforma Agraria 2. Reforma Agraria : 2. Program strategis Negara 3. Program Stratgis Negara (termasuk Bank Tanah) 3. Cadanga Negara Lainnya 4. Cadangan Negara Lainnya. 28

2. 5. Adapat ditetapkan sebagai aset Bank tanah KAWASAN TERLANTAR VII PEMELIHARAAN DATA Pendayagunaan ditujukan untuk kepentingan 1. masyarakat dan Negara melalui kebijakan dan program strategis nasional. Dapat ditetapkan sebagai aset bank tanah. 1. Pemeliharaan data tanah terindikasi terlantar dilakukan dengan :  Penyesuaian data (hasil pemutakhiran/hasil analisis dan evaluasi)  Penghapusan data (hasil pemutakhiran, tahapan penertiban/analisis dan evaluasi) 2. Persyaratan penghapusan data : Kesanggupan tetap memanfaatkan tanahnya sesuai pemberian haknya Kawasan Terlantar Tidak diatur 29

Lampiran 2 USULAN PERUBAHAN PERATURAN MENTERI ATR/ BPN No. Permen ATR/BPN No. 4 Usulan Perubahan Tahun 2010 1. Fase Identifikasi dan Perlu dibuat Harga Satuan Biaya Keluaran ( Inventarisasi HSBK ) terkait pelaksanaan identifkasi dan inventarisasi untuk Hak atas tanah yang lokasinya jauh dan luas sementara untuk memcapai lokasi memerlukan transportasi menggunakan pesawat udara dengan biaya ccukup besar sementara HSBK yang ada perjalanan dinas hanya dalam kota dan menggunakan transport darat 2. Fase Identifikasi dan Perlu dipisahkan anggaran identifikasi dan Inventarisasi inventarisasi Identifikasi  Pra belum penertiban ( 1 tahun sebelum penertiban ( T minus 1 )  Identifikasi dan inventarisasi ( Tahun berjalan )  Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar ( Tahun 2 ( T+ 1 ) 3. Fase Identifikasi dan Perlu dibuat regulasi tata kelola penertiban dan Inventarisasi pendayaagunaan tanah/ kawasan terlantar terintegrasi berbasis elektronik pengembangan dari Aplikasi Tante 4. Fase Identifikasi dan Perlu penjelasan lebih lanjut tentang Inventarisasi pengecualian obyek tanah terlantar khususnya penjelasan atau penjabaran tentang istilah “secara tidak sengaja” sebagaimana disebutkan pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar 5. Fase Pemberitahuan dan Dalam penyampaian surat pemberitahuan atau pemberian peringatan surat peringatan perlu penambahan waktu dan ditambahkan pengumuman melalui surat kabar nasional dan/atau mengajukan penetapan pengadilan jika alamat pemegang hak tidak diketahui kedudukannya pada peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar; 30


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook