KAJIAN KEBIJAKAN aspek hukum sertipikat elektronik Disusun Oleh: Inyo Cancer Cetarie Septina Marryanti Prihatin DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENGEMBANGAN DAN STANDARISASI KEBIJAKAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN 2020 NDIN HAERUDIN, ST ROMI NUGROHO, S.SI SURYALITA, A.PTNH
KAJIAN KEBIJAKAN ASPEK HUKUM SERTIPIKAT ELEKTRONIK TIM PENYUSUN : Inyo Cancer Hetarie, A.Ptnh., M.H. : Septina Marryanti Prihatin, S.Si., M.Si. Koordinator : Tri Siwi Kurniasari, S.AP. Pembantu Peneliti Sekretaris Peneliti Diterbitkan Oleh: Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas Udik, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16966 Cetakan Pertama - 2020 ISBN: Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.
BAB I KONTEKS PERMASALAHAN A. Permasalahan Perubahan mendasar yang saat ini sedang terjadi di dunia yaitu Revolusi Industri 4.0, dimana teknologi informasi menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari termasuk membawa pengaruh terhadap pengembangan pelayanan publik di Indonesia. Revolusi industri 4.0 menuntut tata kelola pemerintahan dengan memperkuat teknologi dan komunikasi tujuannya agar dapat membangkitkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dengan tetap berpegang pada prinsip akuntabilitas dan transparansi. Perkembangan teknologi informasi mengubah proses bisnis di segala bidang dan menjadikan kegiatan yang semula dilakukan secara manual dapat dilakukan melalui teknologi informasi. Meminjam istilah Thomas Friedman, kolumnis New York Times, pemenang Pulitzer, kita tengah memasuki age of acceleration yang ditandai dengan kecepatan perkembangan teknologi. Data dan jaringan komunikasi berbasis teknologi sangat menentukan perubahan yang terjadi1. Penemuan baru atau Inovasi utamanya bidang teknologi mendorong perubahan, dimana perubahan belum tentu inovatif, sedangkan inovasi adalah identik atau mengandung makna perubahan. Menurut Besant, kata inovation (inovasi) berasal dari kata in dan navare, yang maknanya membuat sesuatu yang baru, atau untuk berubah2. Perubahan adalah perubahan yang inovatif yang merupakan terobosan untuk mencapai kemajuan dan kinerja yang lebih baik (better performance) dan bermanfaat bagi organisasi/unit organisasi sektor publik yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan negara dan bangsa Indonesia. Tujuan utama suatu negara, bangsa, dunia usaha, pemerintah, organisasi/unit organisasi sektor publik dan bahkan individu adalah mencapai kondisi yang lebih dari 1 Gun Gun Heryanto. (2020). Narasi Komunikasi Pandemi. Kompas, Sabtu 30 Mei 2020 halaman 6. 2 Budi, Setia. (2019). Modul Manajemen Perubahan Sektor Publik Pelatihan Kepemimpinan Administrator. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1
sebelumnya, demikian seterusnya (better performance, better condition, better life). Tidak ada satu negara, bangsa, pemerintah, birokrasi, individu yang berkeinginan mencapai kondisi lebih rendah/buruk. Upaya untuk mencapai kondisi yang lebih baik adalah suatu keniscayaan. Instansi pemerintah di tingkat nasional (kementerian/ lembaga) hingga ke tingkat kelurahan/desa juga terdampak perkembangan lingkungan strategis. Jika ingin tetap eksis dan memiliki peran strategis bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia, maka setiap instansi pemerintah harus senantiasa melakukan perubahan (continous improvement) sekecil apapun sepanjang sesuai peraturan, dengan tujuan meningkatkan kinerja atau mencapai kinerja yang lebih baik (better perfomance) dalam rangka membangun birokrasi yang lebih efisien, efektif dan mampu mendorong kemajuan. Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi telah melahirkan model pelayanan publik yang dilakukan melalui e-government. Pelayanan pemerintah yang birokratis dan terkesan kaku, dengan pemanfaatan e-government menjadi lebih fleksibel dan berorientasi pada kepuasan masyarakat. E-government menawarkan pelayanan publik yang dapat diakses sepanjang waktu, kapanpun dan dari manapun masyarakat berada. E-government juga memungkinkan pelayanan publik tidak dilakukan secara face-to-face sehingga pelayanan menjadi lebih efisien. Adanya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan babak baru bagi tata kelola atau manajemen pemerintahan di Indonesia. Berdasarkan kebijakan tersebut, seluruh instansi pemerintah wajib menerapkan SPBE atau yang lebih dikenal dengan e- government. Penerapan SPBE ditujukan untuk mewujudkan proses kerja yang efektif dan efisien serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Reformasi birokrasi di bidang pelayanan publik dituntut untuk selalu dilakukan pada instansi pemerintah (kementerian/lembaga) agar dapat memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat. Arti reformasi birokrasi adalah upaya perubahan untuk mencapai kinerja yang lebih baik dan mewujudkan instansi pemerintah yang berkinerja tinggi. Perubahan dilakukan dengan upaya-upaya inovatif untuk memperbaiki, meningkatkan dan menyempurnakan sesuatu yang sudah ada menjadi lebih baik secara berkelanjutan (better performance and continous improvement). Instansi pemerintah perlu 2
memiliki rencana perubahan baik dalam bentuk grand design atau rencana strategis dan rencana kerja. Demikian halnya dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), saat ini sedang menyiapkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Tahun 2020-2024 dengan Visi dan Misi Kementerian ATR/BPN sebagai berikut. Visi : Pengelolaan Ruang dan Pertanahan yang Terpercaya dan Berstandar Dunia dalam pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden untuk mewujudkan Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden : “Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”. Misi : 1. Menyelenggarakan Penataan ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Produktif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan; 2. Menyelenggarakan Pelayanan Pertanahan dan Ruang yang Berstandar Dunia. Proyeksi Kementerian ATR/BPN pada Tahun 20243 : memberlakukan Stelsel Positif pendaftaran tanah, mendaftarkan seluruh bidang tanah, mewujudkan kantor layanan modern dengan memberikan produk dan layanan pertanahan dan tata ruang secara elektronik, meningkatkan standar kompetensi SDM menuju birokrasi standar dunia, mewujudkan RDTR di seluruh wilayah untuk memaksimalkan pemanfaatan dan pengendalian ruang, menjadi pusat informasi pertanahan dan tata ruang berbasis teknologi informasi dengan inovasi dan kolaborasi, meningkatkan PNBP 10 (sepuluh) kali dengan layanan informasi pertanahan dan tata ruang sebagai basis penerimaan negara. Sesuai dengan salah satu proyeksi Kementerian ATR/BPN pada Tahun 2024, yakni mewujudkan kantor layanan modern dengan memberikan produk dan layanan pertanahan dan tata ruang secara elektronik maka pada road map pada tahun 2021, salah satu program prioritasnya adalah transformasional digital berbasis elektronik dimana akan diberlakukanya sertipikat hak atas tanah elektronik. Oleh karena itu sejak memasuki tahun 2020 ini dilakukan berbagai upaya dalam pengelolaan administrasi pertanahan (land registration), yakni dengan kegiatan digitalisasi data pertanahan meliputi data tekstual dan data spasial bidang tanah yang telah terdaftar serta peningkatan mutu produk pendaftaran 3 Himawan Arief Sugoto. (2020). Bahan Rapat Kerja Nasional Kementeri ATR/BPN 2020 Roadmap Menuju Tercapainya Restra Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-2024. 3
tanah. Kegiatan digitalisasi tersebut meliputi validasi buku tanah dan surat ukur serta warkah penerbitan sertipikat hak atas tanah. Sertipikat hak atas tanah elektronik yang akan diwujudkan bersumber dari data spasial bidang tanah elektronik dan data tekstual elektronik yang dapat menjamin kepastian hukum dan merupakan produk dari kegiatan pendaftaran tanah yang dilaksanakan di seluruh Indonesia. Pasal 19 ayat (2) UUPA, pendaftaran tanah meliputi : pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak dan pemberian surat-surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Prof. Boedi Harsono menyebutkan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan yaitu : bidang fisik atau teknis kadasteral, bidang yuridis dan penerbitan dokumen tanda bukti hak4. Ketentuan lebih lanjut dari Pasal 19 UUPA tersebut diuraikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan Pendaftaran Tanah Pertama Kali dan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 12 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, meliputi : (1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : a. pengumpulan dan pengolahan data fisik; b. pembuktian hak dan pembukuannya; c. penerbitan sertipikat; d. penyajian data fisik dan data yuridis; e. penyimpanan daftar umum dan dokumen. (2) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi : a. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak; b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya. Menurut A.P Parlindungan Guru Besar Hukum Agraria di Universitas Sumatera Utara tentang Pendaftaran Tanah bahwa : “Secara terminologi pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre, suatu istilah teknis untuk suatu record atau rekaman, menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu capistratum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Cadastre berarti record pada lahan-lahan, atau nilai dari tanah dan pemegang haknya 4 Prof. Boedi Harsono Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya. hal 74). 4
dan untuk kepentingan perpajakan, cadastre dapat diartikan sebagai alat yang tepat untuk memberikan suatu uraian dan identifikasi tersebut dan sebagai rekaman berkesinambungan dari hak atas tanah.”5 Pembuktian hak dan pembukuannya, menurut R. Hermanses adalah pemeriksaan yang harus dilakukan oleh pejabat pendaftaran hak pada pendaftaran tanah tersebut akan mengenai atau bukti-bukti hak seseorang. Pendaftaran hak dalam daftar-daftar umum adalah pendaftaran hak-hak atas tanah dalam daftar-daftar umum, yaitu daftar-daftar yang terbuka bagi setiap orang yang memerlukan keterangan dari daftar-daftar itu atas nama pemegang haknya yang mempunyai kekuatan bukti6. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Prof. Boedi Harsono menerangkan bahwa “urutan kegiatan pendaftaran tanah adalah pengumpulan datanya, pengolahan atau processing-nya, penyimpanannya dan kemudian penyajiannya. Bentuk penyimpanannya bisa berupa tulisan, gambar/peta dan angka-angka di atas kertas, mikro film atau dengan menggunakan bantuan komputer. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi baik data pendaftaran tanah untuk pertama kali maupun pemeliharaanya kemudian. Dalam pengertian penyajian termasuk penerbitan dokumen informasi kepada pihak yang memintanya, berdasarkan data yang dihimpun. Berdasarkan data yang dihimpun diterbitkan surat tanda bukti haknya.”7 Sebagaimana rancangan renstra tersebut di atas bahwa seluruh bidang tanah di Indonesia sudah terdaftar pada tahun 2024, maka sejak tahun 2016 sampai dengan saat ini telah dilaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh seluruh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Indonesia. Bahwa pada pelaksanaan PTSL sejak memasuki awal tahun 2020 telah diupayakan pelaksanaannya dengan meningkatkan kualitas data spasial dan data tekstual yang ditunjukan dengan indikator penetapan lokasi desa lengkap pada saat penetapan lokasi PTSL tahun 2020. Upaya peningkatan kualitas data spasial dan tekstual PTSL 2020 tertuang dalam Petunjuk Teknis (Juknis) PTSL Tahun 2020 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN pada 5 A.P Parlindungan Guru Besar Hukum Agraria di Universitas Sumatera Utara, dalam bukunya “Pendaftaran Tanah di Indonesia”, Cetakan Pertama, Bandung : CV Mandar Maju, 1999 halaman 18-19. 6 Hermases, R. Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Diktat. Yogyakarta: Akademi Pertanahan Nasional. 7 Prof. Boedi Harsono Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya. hal 73- 74 5
bulan Maret 2020. Parameter yang menjadi dasar penentuan kualitas ketersediaan data tekstual dan spasial pertanahan (Juknis PTSL Tahun 2020) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kualitas Data berdasarkan Ketersediaan Data Pedoman dalam menentukan kualitas data bidang terdaftar yang dikelompokan menjadi KW1 sd KW6 sebagai berikut : terdapat dua kelompok data spasial yaitu bidang tanah sudah dipetakan (disebut dengan KW1,2,3) dan bidang-bidang terdaftar yang belum dipetakan (disebut dengan KW 4,5,6). Pada bidang tanah yang telah terpetakan (KW 1,2,3) dibedakan menjadi dua, yang sudah valid (posisi, bentuk dan luas) dan belum valid. Dalam Juknis PTSL Tahun 2020 tersebut untuk data spasial terlihat cukup jelas petunjuk penanganan peningkatan kualitas data spasial bidang terdaftar yang belum dapat dipetakan. Sedangkan untuk data tekstual seperti buku tanah bidang tanah terdaftar belum ada kriteria/indikator yang jelas untuk melakukan validasinya dalam menetapkan kualitas buku tanah. Kualitas data dalam penyelenggaraan tata usaha pendaftaran tanah ini bermuara pada kualitas sertipikat hak atas tanah elektronik yang akan dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN. Kualitas data tekstual bidang tanah terdaftar bersumber dari data yuridis bidang tanah dalam pendaftaran tanah pertama kali. Oleh karena itu, kajian terhadap aspek hukum sertipikat elektronik ini menitikberatkan pada kajian mengenai pembuktian hak dan pembukuannya sampai diterbitkannya sertipikat elektronik. Kajian terhadap aspek hukum sertipikat elektronik ini dilakukan dengan menitikberatkan pada kegiatan pendaftaran tanah pertama kali, khususnya kegiatan pembuktian hak dan pembukuannya sampai dengan penerbitan sertipikat elektronik. Dalam 6
praktek pengelolaan administrasi pertanahan, kegiatan pembuktian hak dan pembukuannya sampai penerbitan sertipikat yang dilaksanakan di Kantor Pertanahan, meliputi kegiatan : 1) pembuktian hak atas tanah; 2) penyelenggaraan pengakuan hak dan penyelenggaraan pemberian hak; dan 3) pendaftaran hak dalam daftar umum, Ketiga kegiatan tersebut merupakan simpul kegiatan pengelolaan administrasi pertanahan yang menghasilkan produk antara yang belum final sampai diterbitkannya sertipikat hak atas tanah yang bersifat konkrit, individual dan final dan memenuhi aspek hukum administrasi yaitu kesesuaian prosedur, kesesuaian kewenangan dan kesesuaian subtantif sebagaimana dimaksud UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN), UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN. Adapun permasalahannya adalah apakah simpul kegiatan yang menghasilkan produk antara sampai dengan penerbitan sertipikat hak atas tanah dalam pengelolaan administrasi pertanahan dapat dilakukan dengan sistem elektronik berdasarkan norma hukum yang selama ini berlaku. Secara rinci permasalahan kajian dapat dirinci sebagai berikut: 1. Apakah simpul kegiatan pembuktian hak atas tanah dapat dilakukan dengan sistem elektronik berdasarkan pada norma hukum yang selama ini berlaku? 2. Apakah simpul kegiatan penyelenggaraan pengakuan dan pemberian hak dapat dilakukan dengan sistem elektronik berdasarkan pada norma hukum yang selama ini berlaku? 3. Apakah simpul kegiatan pendaftaran hak dalam daftar umum dapat dilakukan dengan sistem elektronik berdasarkan pada norma hukum yang selama ini berlaku? 4. Apakah simpul kegiatan penerbitan sertipikat tanah dapat dilakukan dengan sistem elektronik berdasarkan pada norma hukum yang selama ini berlaku? 5. Apakah simpul kegiatan penyajian data fisik dan data yuridis dapat dilakukan dengan sistem elektronik berdasarkan pada norma hukum yang selama ini berlaku? Kerangka kajian dapat dilihat pada Gambar 1.1. 7
Gambar 1 Kerangka Kajian Aspek H
Hukum terhadap Sertipikat Elektronik 21
B. Implikasi Kebijakan Pelaksanaan penerbitan sertipikat hak atas tanah elektronik sepatutnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada kegiatan pengelolaan administrasi pendaftaran tanah sebagai berikut : 1. Peraturan Perundang-undangan tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi: a. Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE); b. Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; c. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik; d. Peraturan Presiden (PP) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). 2. Peraturan Perundang-undangan Pertanahan : a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA); b. Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; c. Peraturan Menteri Negara Agraria (PMNA)/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah; d. Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik; e. Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Penerapan Tanda Tangan Elektronik; f. Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah; g. Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara elektronik. 22
Perubahan penerbitan sertipikat hak atas tanah manual menjadi elektronik berpengaruh terhadap Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) Atas Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta peraturan pelaksanaannya. Perubahan ini dimaksudkan guna penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik atau e-goverment sesuai Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan UU Nomor 11 Tahun 2008 dan perubahannya sebagaimana UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam penerbitan sertipikat elektronik. 23
BAB II KOMENTAR KEBIJAKAN Kajian terhadap aspek hukum sertipikat elektronik ini dilakukan dengan menitikberatkan pada kegiatan pendaftaran tanah pertama kali, khususnya kegiatan pembuktian hak dan pembukuannya sampai dengan penerbitan sertipikat elektronik, meliputi kegiatan : pembuktian hak atas tanah, penyelenggaraan pengakuan dan pemberian hak, serta pendaftaran hak dalam daftar umum. A. Aspek Hukum Pembuktian Hak atas Tanah secara Elektronik Pembuktian hak terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pembuktian berasal dari kata dasar “bukti” yang dalam arti etimologi (cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah : 1. sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa; keterangan nyata; tanda; 2. hal yang menjadi tanda perbuatan jahat. Sedangkan kata “pembuktian” adalah: 1. Proses, cara, perbuatan membuktikan; 2. Usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan. Kemudian kata “hak” adalah : 1. Benar; 2. Milik, kepunyaan; 3. Kewenangan; 4. Kekuasaan untuk berbuat sesuatu; 5. Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuat; 6. Derajat atau martabat; 7. Wewenang menurut hukum. Berdasarkan dari arti kata tersebut dapat diperoleh pengertian pembuktian hak bidang tanah dalam pendaftaran tanah adalah keterangan nyata/tanda membuktikan hak 24
yang diperoleh atau dimiliki seseorang atau badan hukum perdata atas bidang tanah. Berdasarkan pengertian asal-usul kata tersebut pembuktian hak sinonim dengan alat-alat bukti berupa surat/dokumen tertulis kepemilikan adanya hak atas bidang tanah yang dikuasainya. 1. Pembuktian Hak Baru Pembuktian hak baru atas tanah disebutkan pada Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa untuk keperluan pendaftaran hak: a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan: 1) penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan; 2) asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik. b. hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang; c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf; d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan; e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan. Dari bunyi isi Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut, pembuktian hak baru merupakan surat atau dokumen tertulis yang diperoleh seseorang atau badan hukum perdata atas bidang tanah yang dikuasainya setelah berlakunya UUPA. Pembuktian hak baru sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1996 tersebut di atas, merupakan alat bukti berbentuk dokumen tertulis yang dapat dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu Penetapan Pemberian Hak dari Pejabat yang berwenang dan Pembuatan Akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)/Gubernur/Bupati/Walikota. a. Penetapan Pemberian Hak dari Pajabat yang Berwenang Penetapan Pemberian Hak dari Pejabat yang berwenang terdiri dari: - Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah Hak Pengelolaan sebagaimana PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 23 huruf a. 1), dan 25
- Penetapan pemberian Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah Negara oleh pejabat yang berwenang sebagaimana Pasal 23 huruf b PP Nomor 24 Tahun 1997. Penetapan pemberian hak oleh Pejabat yang berwenang ini diatur dalam ketentuan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP Atas Tanah sebagai berikut: 1) Bab II Pemberian HGU Bagian Ketiga Terjadinya HGU Pasal 6 : (1) HGU diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan pemberian HGU diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. 2) Bab III Pemberian HGB Bagian Ketiga Terjadinya HGB Pasal 22 : (1) HGB atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2) HGB atas tanah HPL diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang HPL. (3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian HGB atas tanah Negara dan atas tanah HPL diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. 3) Bab IV Pemberian HP Bagian Ketiga Terjadinya Hak Pakai Pasal 42 (1) HP atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (2) HP atas HPL diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang HPL. (3) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian HP atas tanah Negara dan tanah HPL diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP Atas Tanah tidak mengatur tentang Hak Milik, mengingat ketentuan yang mengatur tentang pemberian hak milik atas tanah diatur dengan UU, sesuai yang diamanatkan oleh Pasal 50 UUPA yaitu: 1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan UU. 2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai HGU, HGB dan HP dan Hak Sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan. Memperhatikan ketentuan Pasal 50 UUPA tersebut di atas, dimana untuk HM sampai dengan saat ini belum diterbitkan UU mengenai HM, maka ketentuan pemberian HM masih mengacu pada norma hukum yang diatur Pasal 22 UUPA yaitu: 1) Terjadi hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. 26
2) Selain menurut cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena : a) Penetapan Pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b) Ketentuan UU. Ketentuan Pasal 22 ayat (2) huruf a) di atas bahwa terjadinya hak milik dengan penetapan pemerintah maka dianalogikan, hak milik dapat diberikan atas tanah Negara dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, dan hak milik tidak dapat diberikan di atas tanah HPL. Terobosan yang dilakukan Kementerian ATR/BPN, yakni dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pemberian HM Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah dan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian HM Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal. Demikian halnya dengan HPL, bahwa PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP Atas Tanah tersebut tidak mengatur tentang pemberian HPL. HPL adalah pelaksanaan hak menguasai dari Negara sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA dan penjelasannya, serta dijelaskan lebih lanjut dalam PP Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. Pemberian HPL atas tanah Negara dan persyaratannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tersebut dapat dianalogikan bahwa bahwa HPL dapat diberikan atas tanah Negara dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan uraian tersebut di atas diketahui bahwa : (1) Pemberian HM, HGU, HGB, HP dan HPL atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 27
(2) Pemberian HGB dan HP atas tanah tanah HPL diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (3) Pemberian HPL atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Kewenangan Menteri atau pejabat yang ditunjuk memberikan hak atas tanah yaitu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan yang memberikan keputusan pemberian HM, HGU, HGB dan HP sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2013 dan perubahannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, berdasarkan pada luas bidang tanah yang akan diberikan haknya. Sedangkan kewenangan pemberian HGB atau HP atas tanah HPL oleh Kepala Kantor Pertanahan. Dalam rangka pelaksanaan layanan elektronik, keputusan pemberian hak atas tanah oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan di atas merupakan keputusan pejabat tata usaha negara yang belum final yang dapat berbentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu : Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”. (Angka 4). b. Akta PPAT/PPAIW/Gubernur/Bupati/Walikota Bahwa akta PPAT yang memuat pemberian HGB atau HP oleh pemegang HM kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai HGB dan HP atas tanah HM. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan dan pemberian hak tanggungan 28
dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan sebagaimana PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 23 huruf a angka 2), huruf c, huruf d dan huruf e. Akta PPAT memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang HM kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai HGB dan HP atas tanah HM diatur dalam ketentuan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP Atas Tanah sebagai berikut : - Bab III Pemberian HGB Bagian Ketiga Terjadinya HGB Pasal 24 : (1) HGB atas tanah HM terjadi dengan pemberian oleh Pemegang HM dengan akta yang dibuat oleh PPAT. (2) Pemberian HGB atas tanah HM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarakan pada Kantor Pertanahan. (3) HGB atas tanah HM mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian HGB dan pendaftaran HGB atas HM diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. - Bab IV Pemberian HP Bagian Ketiga Terjadinya Hak Pakai Pasal 44 : (1) HP atas tanah HM terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang HM dengan akta yang dibuat oleh PPAT. (2) Pemberian HP atas tanah HM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan (3) HP atas tanah HM mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Ketentuan lain mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran HP atas tanah HM diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemberian HGB atau HP atas tanah HM dalam praktek di lapangan telah dilaksanakan oleh PPAT yang didahului dengan perjanjian perdata secara notarial antara pemegang HM dengan calon penerima HGB atau HP yang isinya antara lain, mengenai persyaratan, hak dan kewajiban masing-masing pihak dan jangka waktu pemberian haknya. Akta perjanjian tersebut dibuat oleh dan dihadapan Notaris. Atas dasar akta pernjanjian perdata tersebut, kemudian dibuatkan akta PPAT pemberian HGB atau HP atas tanah HM. Dan akta PPAT tersebut yang didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk diterbitkan sertipikat HGB atau HP atas tanah HM. Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran HGB/HP atas tanah HM sesuai PP Nomor 40 Tahun 1996 tersebut akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden, sampai dengan saat ini belum dikeluarkan keputusan presiden tersebut maupun peraturan menteri atau keputusan menteri mengenai hal itu. 29
Mengenai tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian ATR/BPN. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Akta Ikrar wakaf tersebut harus didaftarkan untuk diterbitkan sertipikat tanah wakaf. Mengenai hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan yang disahkan oeh Bupati/Walikota, dan untuk provinsi DKI Jakarta oleh Gubernur, sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, yaitu : Pasal 25 (1) Dalam membangun rumah susun, pelaku pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pasal 26 : (1) Pemisahan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian. (2) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk menetapkan NPP, SHM sarusun atau SKBG sarusun, dan perjanjian pengikatan jual beli. (3) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan rumah susun. (4) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk akta pemisahan yang disahkan oleh bupati/walikota. (5) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disahkan oleh Gubernur. Bunyi Pasal 26 ayat (4) UU Nomor 20 Tahun 2011 mengenai akta pemisahan yang disahkan oleh bupati/walikota atau untuk provinsi DKI Jakarta oleh Gubernur dalam bentuk tertulis. Mengenai pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. 30
Pendaftaran Hak Tanggungan sudah dilakukan secara elektronik sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara elektronik. Berdasarkan hal-hal tersebut maka keberadaan akta-akta yang dibuat oleh PPAT/PPAIW/Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana diuraikan di atas sebagai alat bukti dalam pembuktian hak baru atas tanah. Hal ini dikecualikan dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam arti tetap akta asli merupakan dokumen tertulis sebagaimana ketentuan Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 5 : (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. (3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. (4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut UndangUndang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Tetapi untuk pendaftaran hak dalam daftar umum dan penerbitan sertipikat hak atas tanah elektronik, sertipikat wakaf elektronik, hak milik satuan rumah susun elektronik dan hak tanggungan elektronik dapat diproses dengan sistem elektronik, yang dimungkinkan akta PPAT/PPAIW/Gubernur/Bupati/Walikota dialih media dari akta asli/dokumen analog menjadi data digital/elektroni (pdf) dan diproses dengan sistem elektronik dan dalam bentuk dokumen elektronik, sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Asli akta disimpan oleh PPAT/PPAIW/ Gubernur/Bupati/Walikota. 31
Pasal 6 Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Khusus untuk pendaftaran hak tanggungan secara elektronik sudah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Pendaftaran Hak Tanggungan Terintegrasi secara Elektronik : Pasal 15 (1) Hasil Pelayanan HT-el berupa Dokumen Elektronik yang diterbitkan oleh Sistem HT-el, meliputi: a. Sertipikat HT-el; b. catatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; dan c. catatan Hak Tanggungan pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Pasal 16 (1) Hasil Pelayanan HT-el sebagaimana dimaksud Pasal 15 disahkan dengan Tanda Tangan Elektronik (TTE) oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang diberi kewenangan, untuk menjaga keutuhan dan keautentikan Dokumen Elektronik; (2) TTE dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan Tanda Tangan Elektronik Marta Simbolon selaku Narasumber dari Direktorat Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyampaikan penjelasan tentang alih media dokumen tertulis/manual/analog ke digital/elektronik dan penggunaan Tanda Tangan Elektronik (TTE). Beberapa hal yang disampaikan antara lain : 1. TTE memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan Pasal 11 UU Nomor 11 Tahun 2008, sebagai berikut: a. Identitas: data pembuatan TTE terkait hanya kepada penanda tangan, dan data pembuatan TTE pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan. b. Integritas: segala perubahan terhadap TTE yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui, dan segala perubahan terhadap informasi 32
elektronik yang terkait dengan TTE tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; c. Nirsangkal: terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya, dan terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait. 2. TTE berfungsi autentikasi dan verifikasi atas : identitas penanda tangan, serta keutuhan dan keautentikan informasi elektronik. 3. TTE dibagi atas : a. TTE tersertifikasi : Memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum TTE sebagaimana Pasal 59 ayat (3); Menggunakan Sertifikat Elektronik yang dibuat oleh jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) Indonesia dan dibuat dengan menggunakan Perangkat Pembuat TTE tersertifikasi; b. TTE tidak tersertifikasi : dibuat tanpa menggunakan jasa PSrE Indonesia. TTE Tersertifikasi mampu menjaga keutuhan, keaslian, dan nirsangkal Dokumen Elektronik sehingga dimungkinkan membuat dokumen legal/terpercaya. 4. Alih media menurut Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008, agar hasil alih media dokumen digital/elektronik dapat menjamin kepastian hukum maka diberikan TTE yang dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menerangkan suatu keadaan. Asep Heri selaku Narasumber menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik, berbagi pengalaman dalam menerapkan Layanan Derivatif Elektronik. Dalam rangka mewujudkannya, dibuatlah tata laksana alih media data pertanahan menjadi data digital dengan menempelkan barcode pada buku tanah/surat ukur pada sertipikat asli, agar dapat di akses TTE pada buku tanah/surat ukur elektronik. Alih media dilakukan oleh pihak ketiga, yakni PT. Reycom Document Solusi selaku penjamin. Dokumen yang dialih media diberi stempel agar memudahkan penelusuran (Gambar 2). 33
Gambar 2. Pemberian Stempel pada Buku Tanah yang Telah Dialih Media Menurut Denden Imadudin Soleh selaku Narasumber menjabat sebagai Kepala Subbagian Penyusunan Rancangan Peraturan Direktorat Jenderal Aptika Kementerian Komunikasi dan Informasi, menerangkan bahwa TTE memiliki kekuatan hukum. Pejabat yang melakukan TTE pada dokumen elektronik, kebenarannya tidak bisa dibantah. TTE dapat dilakukan digital forensik secara sistem. Ferry Indrawan selaku Narasumber menjabat sebagai Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), menerangkan bahwa TTE yang tersertifikasi merupakan tanda tangan digital dengan kriptografi. Sedangkan tanda tangan yang tidak bersertifikasi seperti scan, siapapun bisa menggunakan, karena sangat rawan dan bisa disanggah. Foto surat tanah ada tanda tangan scan dapat dihapus dengan menggunakan aplikasi. Tanda tangan scan tidak bisa dibuktikan keabsahannya dari suatu dokumen. Badrus Zaman selaku Narasumber menjabat sebagai pengajar Program Studi Sistem, Universitas Airlangga Surabaya, menerangkan bahwa dokumen elektronik mudah disimpan, namun sulit untuk memastikan adanya perubahan yang tidak diketahui. Oleh karenanya, memerlukan pengelolaan yang baik dan keamanan (safety) merupakan hal yang menjadi perhatian utama dari dokumen elektronik. 34
Keberadaan Akta Asli PPAT/PPAIW/Gubernur/ Bupati/Walikota Asli akta yang telah dialihmediakan dan didaftarkan secara elektronik di Kantor Pertanahan, disimpan oleh PPAT untuk akta pemasangan Hak Tanggungan (vide : Pasal 10 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020 dan Pasal 102 ayat (4) Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2019). Demikian juga dapat diberlakukan hal sama untuk Akta Asli yang dibuat oleh PPAIW/Gubernur/Bupati/Walikota disimpan oleh yang bersangkutan, mengingat PPAT/PPAIW/Gubernur/Bupati/Walikota adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan menyimpan dokumen asli, sehingga dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan Berdasarkan kajian terhadap Pembuktian Hak Baru meliputi kajian Penetapan Pemberian Hak dari Pejabat yang Berwenang dan kajian terhadap Akta PPAT/PPAIW/Gubernur/Bupati/Walikota tersebut di atas maka diusulkan untuk : 1. Merubah Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut menjadi 3 (tiga) ayat: (1) berbunyi seperti semula isi Pasal 23; (2) dalam pelayanan elektronik penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 1) dan huruf b dapat berbentuk dokumen elektronik; (3) pendaftaran akta ikrar wakaf, akta pemisahan untuk rumah susun dan akta hak tanggungan dapat dilaksanakan terintegrasi secara elektronik. 2. Menindaklanjuti Ketentuan PP Nomor 40 Tahun 1996 : a) Pasal 6, 22 dan 42 tentang ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian, HGU, HGB dan HP atas tanah Negara dan pemberian HGB dan HP atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atau peraturan menteri. Dalam hal ini Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU : 35
1) Untuk HM menambahkan satu pasal 16A, yang isinya lebih kurang: Keputusan pemberian HM atau keputusan penolakan sebagaimana dimaksud Pasal 16 dapat berupa dokumen elektronik; 2) untuk HGU menambahkan satu ayat (7) pada Pasal 26 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017, yang bunyi isi ayat (7) lebih kurang: Keputusan pemberian HGU dan Keputusan Penolakan Pemberian HGB dapat berupa dokumen elektronik; 3) Untuk HGB menambahkan satu pasal 48A, yang isinya lebih kurang: Keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HGB atau keputusan penolakan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HGB sebagaimana dimaksud Pasal 48 dapat berupa dokumen elektronik; 4) Untuk HP menambahkan satu pasal 65A, yang isinya lebih kurang : Keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HP sebagaimana dimaksud Pasal 65 dapat beruapa dokumen elektronik; 5) Untuk HPL menambahkan satu Pasal 75A, yang isinya lebih kurang : Keputusan pemberian atau penolakan pemberiah HP sebagaimana dimaksud Pasal 75 dapat berupa dokumen elektronik. b) Pasal 24 dan Pasal 44 tentang ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran HGB atau HP atas HM diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atau peraturan menteri. Mengingat belum ada pengaturannya maka diusulkan apabila akan menyusun peraturan menteri dapat dibuatkan langsung secara elektronik. Untuk lebih jelasnya kajian aspek hukum pembuktian hak baru dapat dilihat pada Tabel 2. 36
Tabel 2 Kajian Aspek Hukum No Pembuktian Hak Dasar Hukum Produk Baru - Keputusan 1. Penetapan pemberian - PP No.24/1997 pemberian hak atas hak dari pejabat yang - Permenag /Kepala BPN tanah Negara atau berwenang No.9/1999 tanah HPL oleh Menteri memberikan hak yang - Permen ATR/Kepala atau pejabat yang bersangkutan menurut BPN No.7/2017 ditunjuk ketentuan yang - Keputusan pemberian berlaku apabila HPL atas tanah pemberian hak Negara oleh Menteri atau tersebut berasal dari pejabat yang ditunjuk tanah Negara atau tanah hak pengelolaan.
m Pembuktian Hak Baru ITE Usulan Dokumen 1. Merubah Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 elektronik surat tersebut menjadi 3 (tiga) ayat: keputusan (1) berbunyi seperti semula isi Pasal 23; pemberian hak (2) dalam pelayanan elektronik penetapan atas tanah pemberian hak dari pejabat yang berwenang Negara atau sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) huruf a HPL atau surat angka 1) dan huruf b dapat berbentuk dokumen keputusan elektronik; pemberian HPL (3) pendaftaran akta ikrar wakaf, akta pemisahan atas tanah untuk rumah susun dan akta hak tanggungan Negara dapat dilaksanakan terintegrasi secara elektronik. 2. Menindaklanjuti Ketentuan PP Nomor 40 Tahun 1996 : a) Pasal 6, 22 dan 42 tentang ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian, HGU, HGB dan HP atas tanah Negara dan pemberian HGB dan HP atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atau Peraturan Menteri. Dalam hal ini Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU : 1) Untuk HM menambahkan satu pasal 16A, yang isinya lebih kurang: keputusan pemberian HM atau keputusan penolakan sebagaimana dimaksud Pasal 16 dapat berupa dokumen elektronik; 37
No Pembuktian Hak Dasar Hukum Produk Baru
ITE Usulan 2) untuk HGU menambahkan satu ayat (7) pada Pasal 26 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017, yang isinya lebih kurang: keputusan pemberian HGU dan Keputusan Penolakan Pemberian HGB dapat berupa dokumen elektronik; 3) Untuk HGB menambahkan satu pasal 48A, yang isinya lebih kurang: keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HGB atau keputusan penolakan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HGB sebagaimana dimaksud Pasal 48 dapat berupa dokumen elektronik; 4) Untuk HP menambahkan satu pasal 65A, yang isinya lebih kurang: keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaruan HP sebagaimana dimaksud Pasal 65 dapat berupa dokumen elektronik. 5) Untuk HPL menambahkan satu Pasal 75 A, yang isinya lebih kurang: keputusan pemberian atau penolakan pemberian HPL sebagaimana dimaksud Pasal 75 dapat berupa dokumen elektronik. b) Pasal 24 dan Pasal 44 tentang ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran HGB atau HP atas HM diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atau peraturan menteri, perlu di masukan pasal pendaftaran akta PPAT pemberian HGB atau HP atas HM terintegrasi secara elektronik. 38
No Pembuktian Hak Dasar Hukum Produk Baru 2. Asli akta PPAT yang - UU No 41/2004 tentang Akta PPAT/ memuat pemberian Wakaf PPAIW/Bupa hak tersebut oleh - UU No.20/2011 tentang ti/ Walikota pemegang hak milik Rumah Susun kepada penerima hak - UU No.4/1996 tentang yang bersangkutan Hak Tanggungan atas apabila mengenai Hak Tanah beserta Benda- Guna Bangunan dan benda yang Berkaitan Hak Pakai atas tanah dengan Tanah. Hak Milik serta tanah - PP No. 4/1996 tentang wakaf dibuktikan HGU, HGB dan HP Atas dengan akta ikrar Tanah wakaf, Hak Milik atas - PP No. 24/1997 tentang satuan rumah susun Pendaftaran Tanah dibuktikan dengan - PP Nomor 42 Tahun 2006 akta pemisahan dan tentang Pelaksanaan UU pemberian Hak Nomor 41 Tahun 2004 Tanggungan tentang Wakaf dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan.
ITE Usulan - Akta Asli - Untuk pendaftaran hak dalam daftar umum dan a PPAT/ penerbitan sertipikat hak atas tanah elektronik, PPAIW/Bupati sertipikat wakaf elektronik, hak milik satuan rumah /Walikota susun elektronik dan hak tanggungan elektronik sebagaimana dapat diproses dengan sistem elektronik, dimana Pasal 5 dimungkinkan akta PPAT/PPAIW/ 11/2008 Gubernur/Bupati/Walikota dialihmedia dari akta asli/analog menjadi data digital (pdf) dan diproses dengan sistem elektronik dan dalam bentuk dokumen elektronik, sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Asli akta di disimpan oleh PPAT/PPAIW/ Gubernur/Bupati/Walikota. 39
2. Pembuktian Hak Lama Pembuktian hak lama merupakan alat-bukti yang dimiliki seseorang atau badan hukum perdata telah mempunyai hak atas bidang tanah yang dikuasainya sebelum berlakunya UUPA. Pembuktian hak lama atas tanah disebutkan pada Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : a. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak- hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. b. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat: 1) penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; 2) penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Pembuktian hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan. Alat-alat bukit mengenai adanya hak tersebut dalam Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan penjelasan dari Pasal 24 ayat (1) disebutkan bahwa : “bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak. Alat-alat bukti tertulis dimaksudkan diuraikan dalam penjelasan pasal tersebut dari huruf a sampai dengan m. Bahwa dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.” 40
Alat-alat bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, untuk Pendaftaran Tanah Secara Sistematik diatur pada Pasal 60 ayat (2) dan Pasal 61. Sedangkan untuk Pendaftaran Tanah Secara Sporadik diatur pada Pasal 76. Pembuktian hak lama dalam rangka pelayanan elektronik diusulkan pembuktian hak lama berupa alat-alat bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan dilakukan alih media dari surat tertulis/manual/analog menjadi dokumen digital/elektronik (pdf). Setelah alat bukti tersebut berupa dokumen elektronik, langkah selanjutnya melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen elektronik tersebut dengan aslinya (autentikasi) dengan memberikan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik tersebut oleh pihak yang diberikan kewenangan secara formal pada sistem elektronik dalam hal ini aplikasi KKP (Komputerisasi Kegiatan Pertanahan) yang disiapkan. Alih Media Alat-alat Bukti Tertulis/Keterangan Saksi/Pernyataan yang Bersangkutan ke Bentuk Dokumen Elektronik Denden Imadudin Soleh, S.H., M.H., CLA., selaku Narasumber menjabat sebagai Kepala Subbagian Penyusunan Rancangan Peraturan Direktorat Jenderal Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika, menerangkan bahwa akan ada konsekuensi hukum terhadap sertipikat yang telah diterbitkan secara elektronik, terhadap data-data yang telah ditransformasikan dari analog ke digital maka data-data analog lebih baik diberikan kepada pemegang sertipikat, jika dikemudian hari terjadi sengketa hukum lebih pada penguatan pemegang sertipikat. Dr. Asep Nursobah, S.H., M.H. selaku Narasumber menjabat sebagai Hakim Yustisial/Koordinator Data dan Informasi Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia membahas bahan dasar yang akan didigitalisasi/dialih media. Hal ini akan kembali pada pengaturan yang akan dibuat oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam rangka sistem yang dapat menunjukkan bahwa data digital itu sudah valid. Praktek di pengadilan masih menggunakan alat bukti yang kuat pada akta 41
yang asli, oleh karenanya data manual harus tetap disimpan. Hal ini juga dikuatkan Pasal 1888 Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata yang menyebutkan bahwa kekuatan pembuktian pada suatu tulisan, maka salinan serta kutipannya dapat dipercaya sepanjang salinan/kutipan sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk dirujukan. Dengan demikian terhadap keberadaan asli alat-alat bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan setelah dilakukan alih media dapat disimpan oleh pemohon/pemegang sertipikat tetapi harus dikuatkan dengan Undang-Undang di Bidang Pertanahan untuk menjawab Pasal 1888 KUH Perdata. Selama belum ada UU- nya maka tetap disimpan sebagai warkah sampai diberlakukannya sistem pendaftaran tanah positif. Terhadap alih media alat-alat bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan tersebut, yakni dengan menambahkan pasal di Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, yaitu Pasal 61A untuk Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan Pasal 76A untuk Pendaftaran Tanah Secara Sporadik yang bunyi isi pasal tersebut lebih kurang sebagai berikut : Alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama dan keterangan saksi-saksi atau keterangan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 60 atau Pasal 75 dan 76 dapat berupa dokumen elektronik. Secara ringkas, penjelasan mengenai aspek hukum pembuktian hak lama dapat dilihat pada Tabel 3. 42
Tabel 3 Kajian terhadap No Pembuktian Hak Dasar Hukum Produk Lama 1. Alat-alat bukti - PP No. Bukti tertulis huruf mengenai adanya 24/1997 a sd m penjelasan hak tersebut berupa tentang Pasal 24 ayat (1) bukti-bukti tertulis. Pendaftaran UUPA Tanah 2. Keterangan Saksi - PP No. Surat tertulis atau Pernyataan 24/1997 yang bersangkutan. tentang Pendaftaran Tanah
p Aspek Hukum Pembuktian Hak Lama ITE Usulan Dokumen Menambahkan pasal di Peraturan Menteri Negara elektronik Agraria/Kepala BPN, Pasal 61A untuk Pendaftaran (pdf) Tanah Secara Sistematik dan Pasal 76A untuk Pendaftaran Tanah Secara Sporadik yang isinya lebih kurang berbunyi: alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama dan keterangan saksi-saksi atau keterangan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 60 atau Pasal 75 dan 76 dapat berupa dokumen elektronik. Dokumen Menambahkan pasal di Peraturan Menteri Negara eletronik Agraria/Kepala BPN, Pasal 61A untuk Pendaftaran (pdf) Tanah Secara Sistematik dan Pasal 76A untuk Pendaftaran Tanah Secara Sporadik yang isinya lebih kurang berbunyi: alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama dan keterangan saksi-saksi atau keterangan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 60 atau Pasal 75 dan 76 dapat berupa dokumen elektronik. 43
B. Penyelenggaraan Pengakuan Hak dan Pemberian Hak Penyelenggaraan pengakuan hak merupakan tahapan kegiatan dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari pembuktian hak lama, yakni alat- alat bukti tertulis sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal 24 ayat (1). Sedangkan penyelenggaraan pemberian hak atas tanah merupakan tahapan kegiatan dalam proses penetapan keputusan pemberian hak atas tanah Negara atau tanah HPL atau pemberian HPL atas tanah Negara. Kajian terhadap aspek hukum dalam penyelenggaraan pengakuan hak dan pemberian hak atas tanah secara elektronik dimaksudkan melakukan kajian peraturan- peraturan pertanahan yang mengatur tahapan penyelenggaraan pengakuan hak dan penyelenggaraan pemberian hak atas tanah dikaitkan penerapan sistem elektronik bersumber dari UU ITE. Penerapan sistem elektronik tersebut dapat dilakukan setelah dipahami simpul-simpul kegiatan dalam penyelenggaraan pengakuan hak dan pemberian hak yang menghasilkan produk administrasi pertanahan antara yang belum final sebelum diterbitkannya sertipikat hak atas tanah secara elektronik yang bersifat kongkrit, individual dan final Kajian simpul-simpul kegiatan dimaksud dengan menelaah prosedur dan proses bisnis berdasarkan aturan hukum yang tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP Atas Tanah. Penyelenggaraan pengakuan hak secara elektronik dengan tetap berpedoman pada dasar hukum PP Nomor 24 Tahun 1997 dalam pelaksanaannya secara ringkas dapat dilihat pada tabel 2.3., dan dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Penyelenggaraan Pengakuan Hak Penyelenggaraan pengakuan hak diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan. 44
Adapun kegiatan yang dilakukan serta produk antara yang dihasilkan sebagai berikut: a. Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis Pengumpulan dan penelitian data yuridis berdasarkan pada Pasal 25 PP Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan : (1) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. (2) Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri. Daftar isian dimaksud dalam Pasal 140 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 yaitu Daftar Isian (D.I) 201: Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas yang ditandatangani oleh pemohon, petugas yuridis/panitia ajudikasi dalam pendaftaran sistematik dan kepala kantor dalam hal ini petugas/analis/panitia pemeriksaan tanah A dalam pendaftaran tanah sporadik. Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, untuk Pendaftaran Tanah Secara Sistematik diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 62, sedangkan untuk Pendaftaran Tanah Secara Sporadik dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 85. Dalam layanan elektronik sebagaimana UU ITE, pengumpulan data yuridis dilaksanakan di lapang, sedangkan hasil penelitian yang dituangkan dalam D.I 201 dapat digantikan dengan sistem elektronik dalam hal input data, analisa data dan penandatangan hasil analisa (lengkap/tidak lengkap/tidak adanya alat bukti) dengan membubuhkan tanda tangan elektronik oleh petugas yuridis/panitia ajudikasi dalam pendaftaran sistematik dan kepala kantor/petugas/analis/panitia pemeriksaan tanah A dalam pendaftaran tanah sporadik. Data dimaksud merupakan alat-alat bukti hak- hak lama, surat pernyataan pemohon yang menyatakan kebenaran alat bukti, 45
penguasaan fisik, dan tanah tidak sengketa sebagaimana tersebut dalam pembuktian hak-hak lama berupa dokumen elektronik di atas. Diusulkan bahwa ketentuan Pasal 25 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana tersebut dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri, dianalogikan untuk dituangkan dalam sistem elektronik dengan menambah Pasal 62A dalam Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan Pasal 85A dalam Pendaftaran Tanah Sporadik pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, bunyi isi pasal lebih kurang sebagai berikut : pelaksanaan penelitan hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis dapat dilakukan dengan sistem elektronik dan hasil penelitian diuraikan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas berupa dokumen elektronik. b. Pengumuman Pengumuman diatur dalam Pasal 26 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan : (1) Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta di tempat lain yang dianggap perlu. (3) Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan melalui media massa. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri. Daftar isian terkait dengan pengumuman dalam Pasal 140 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, adalah D.I. 201B : Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis dan D.I. 201C : Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah. 46
Search