Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 27. TRAUMA RAHANG-WAJAH

27. TRAUMA RAHANG-WAJAH

Published by haryahutamas, 2016-04-02 19:51:20

Description: 27. TRAUMA RAHANG-WAJAH

Search

Read the Text Version

27 TRAUMA RAHANG-WAJAHKent S. Wilson, M-D. Pada prirsipnya setiap dokter perlu mengenal prinsip-prinsip dasar dalam perawatan pasien dengancedera rahang wajah ataupun laring yang menetap. Dengan makin meningkatnya angka-angka kece-lakaan dari kendanan rekreasi, volume kecelakaan mobil yang konstan, dan cedera konflik antar in-dividu, maka setiap dokter pada suatu waktu dapat dihadapkan dengan pasien yang memerlukanperawatan trauma leher ataupun kepala. Cedera pada wajah dan leher harus ditangani dengan tepatbaik pada stadium awal maupun lanjut, karena cedera demikian dapat melibatkan bagian-bagian pen-ting dari sitem pernapasan, vaskular, susunan saraf pusat, saluran cerna atas, dan sistem penglihatan,demikian pula bagian-bagian wajah dengan keterlibatan kosmetik. Perawatan medis pada cedera rahang-wajah lebih merupakan suatu kerja kelompok sejak tahapevaluasi awal hingga terapi definitif. Setiap dokter harus dapat menilai secara cepat keparahan cederarahang-wajah ataupun laring, dan harus dapat merumuskan rencana yang tepat untuk penatalaksanaanpasien tenebut. Rencana perawatan pada cedera mayor biasanya menyertakan penanganan oleh salahsatu atau beberapa anggota tim termasuk ahli bedah rahang-wajah (dapat dilakukan oleh seorang ahliTHT ataupun ahli bedah plastik), ahli oftahnologi, seorang ahli bedah saraf, dan ahli bedah mulut ataudokter gigi. Bab ini ditujukan untuk para dokter yang akan bertanggung jawab terhadap evaluasi awalmaupun terapi definitifpada kasus-kasus yang lebih ringan.EVALUASI AWAL DAN PENATALAKSANAANPerawatan Awal' Perawatan awal bergantung pada keparahan cedera. Cedera rahang- wajah dan cedera laring dapatbervariasi mulai dari fraktur tulang hidung tanpa epistaksis bermakna dan hanya dengan deformitashidung minor, hingga cedera remuk wajah yang paling luas, di rnana melibatkan secara luas seluruhkepala dan leher. Perawatan awal berupa evaluasi umum secara cepat dari tanda-tanda vital pasien danbila perlu pelaksanaan tindakan-tindakan dasar penyokong hidup. Pemclih araan lalan mpas Pemelih.araan jalan napas merupakan prioritas pertama, dan dapat me-rc rup ak an p ri or ltas p crb,n a. merlukan penghisapan rongga mulut dan hidung untuk mengeluarkan darah atau debris lainnya. Bila pasien dalam keadaan koma, atau bila fraktur man-dibula mengakibatan dasar mulut menjadi tidak stabil disertai prolaps lidah ke dalam faring, makasuatu jalan napas oral mungkin diperlukan. Jika untuk alasan apa pun, suatu jalan napas oral ternyatatidak memuaskan dan ventilasi trakea merupakan keharusan, maka intubasi endotrakea merupakanmetode terpilih. Trakeostomi darurat perlu dihindarkan bilamana mungkin, oleh karena prosedur ini

510 BAGIAN DELAPAN-BEDAII PLASTIKpenuh bahaya jika operator tidak betul-betul mengenal anatomi dan telah berpengalaman dalam teknikbedah ini. Trakeostomi darurat harus dibatasi pada keadaan-keadaan di mana segala tindakan lain telahgagal ataujika dicurigai terjadi cedera laring.Curah jantung yary atkup Prioritas kedua dalam penatalaksanaan awal pasien trauma adalah peme-mcrupakan prioiltas kcdta, liharaan curah jantung yang memadal. Penyebab tenering dari curah jantung yang tidak adekuat pada pasien trauma adalah syok hipovolemik. Keadaan inibiasanya berespons dengan penggantian volume dan tindakan hemostatik yang tepat. Setelah stabilitastercapai, maka menyusul tindakan-tindakan resusitatif awal, dilakukan pemeriksaan kepala dan lehersecara sistematis.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik , Seperti cedera pada sistem organ lain, maka evaluasi awal pada trauma kepala dan leher memerlu-kan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan akurat. Riwayat peristiwa trauma harus ter-masuk saat cedera serta deskripsi rinci mengenai keadaan sekeliling pada saat insiden terjadi. Detilseperti apakah pasien mengenakan sabuk pengaman, kecepatan kendaraan.tersangkut, dan apakahkenderaan rekreasi seperti mobil salju terlibat, dapat memberi petunjuk mengenai tipe cedera yangharus dicari. Pemeriksaan fisik harus dilakukan segera mungkin oleh karena pembengkakan akan menyamarkandeformitas tulang ataupun tulang nwan. Hal pertama yang perlu diamati adalah status kesadaran pa-sien, oleh karena adanya cedera otak merupakan prioritas pertama dalam penatalaksanaan pasiensetelah fungsi kardiovaskular dan pernapasan menjadi stabil. Jaringan lunak yang menutup kepala danleher perlu diinspeksi secara cermat dan menyeluruh guna mencari laserasi, termasuk bagian dalamtelinga, hidung dan mulut. Mobilitas wajah perlu perhatian khusus, karena ada tidaknya paralisis sarafketujuh dapat sangat penting artinya dalam penatalaksanaan pasien selanjutnya. Semua luka perludieksplorasi cukup dalam untuk menentukan apakah ada cedera tulang atau tulang menjadi terpapar,atau apakah terdapat benda asing dalam luka. Pemeriksa mempalpasi seluruh kepala dan leher, mulai dari puncak kepala dan bergerak ke bawah,untuk mencari fraktur yang tergeser ataupun struktur gerak yang abnormal. Integritas sutura fron-tozigomatikus perlu diperhatikan, di mana biasanya mengalami fraktur. Perhatian khusus diarahkanpada daerah frontal di mana fraktur sinus dapat menimbulkan komplikasi intrakranial yang cukup ber-makna, seperti fistula cairan serebrospinal, yang mana memerlukan penanganan segera. Fraktur sinusfrontalis biasanya ditandai oleh suatu lekukan pada daerah tengah dahi. Terkadang fragmen-fragmenfraktur dapat dipalpasi pada lapisan epidermis, atau sedalam luka jaringan lunak. Pada palpasi hidung,perlu diperhatikan adanya deformitas tulang atau gerakan abnormal, khususnya septum. Mobilitas sep-tum paling baik dipastikan dengan memegang septum anterior dengan ibu jari dan jari tengah danditekan dari samping. Pipi perlu dipalpasi untuk menentukan apakah ada nyeri tekan yang biasanyamenunjukkan fraktur zigoma. Seluruh mandibula sebaiknya dipalpasi untuk menentukan ada nyeritekan yang mengesankan fraklur. Gerakan bagian mandibula yang abnormal ataupun fraktur tergeserdapat juga diketahui dari palpasi. Ggi perlu diperiksa apakah ada gerakan abnormal ataupun pekanyeri oleh karena fraktur dan luksasi gigi memerlukan penanganan segera. Leher perlu dipalpasi untukmencari apakah ada udara bebas yang memberi kesan ruptur percabangan trakeobronkial, serta untukmencari krepitasi atau nyeri tekan di atas laring, yang mengesankan fraktur laring. Cedera vertebra servikalis, seperti fraktur ataupun dislokasi dapat diisyaratkan oleh spasme otot-otot tengkuk, namun hal ini tidak selalu terjadi. Dianjurkan imobilisasi pada pasien cedera berat adalahseolah-olah telah terjadi suatu cedera vertebra servikalis, sampai secara radiografi dan klinis dapatdibuktikan bahwa vertebra servikalis dalam keadaan norrnal.

27-TRAUMA RAHANG WAJAI{ 511Pemeriksaan Radiografi Pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan lainnya dapat membantu mencapai diagnosis yang akuratsetelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Fnktur hidung biasanya paling baik terlihat de-ngan radiogram lateral, sementara fraktur sepertiga tengah wajah dan sinus paranasalis paling jelasdiperlihatkan dengan proyeksi Waten. Penilaian laminagrafik dapat sangat membantu dalam usabamenentukan apakah ada fraktur dasar orbit ataupun fosa kranii anterior. Fraktur mandibula paling jelasterlihat dalam pandangan oblik atau Iebih disukai dengan radiogram panoramik (Gbr.27-l). CT scanmungkin akan sangat membantu dalam mendiagnosis cedera tulang wajah ataupun Iaring. Rekonstruk-si, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar T7-2 dapat cukup membanfu dalam perencanaan pena-nganan. I-aserasi pipi yang hebat dapat dievaluasi memakai teknik sialografi guna menentukan apakahduktus parotis masih utuh. Prosedur ini memerlukan kontras media yang harus dimasukkan secararetrograd ke dalam muara duktus parotis. Jika terjadi paralisis saraf ketujuh, maka diperlukan pemerik-saan elektris sebagai penunjuk untuk dekompresi saraftenebut dalam kanalis falopii.Prioritas Tindakan Dalam perawatan pasien trauma, telah dikembangkan suatu skala prioritas yang sangat jelas,menyusul tindakan resusitasi yang bertujuan merstabilkan jalan napas dan mempertahankan curah jan-tung. Urutan dari skala prioritas ini adalah sebagai berikut: (1) evaluasi dan penanganan tiap cederasisterh sarafpusat, (2) evaluasi dan penanganan tiap cedera abdomen ataupun toraks, (3) penangananGAMBAR 27-1, a, Fraktur mandibula yang diperlihatkan dengan oftopantomogram. b, Reposisi fraktur dengan menggunakanplate metalik.

5I2 BAGIAN DELAPAN_BEDA}I PLASTIKGAMBAR 27-2. Rekonstruksi CT scan ini memberikan suatu pandangan tiga dimensi dari maksila kanan yang fraktur. Ccdera wajah tidak harus trauma pada jaringan lunak, wajah dan ekstremitas, dan (4) reduksi dan fiksasimengalihkan prhatian dari dari fraktur wajah dan ekstremitas. Bilamana diterapkan pada kasus trauma cvaluasi sistcmik, wajah, maka panduan ini mengharuskan luka jaringan lunak ditutup dalam empat hingga lima jarn peftama setelah c€dera.Bila mungkin, reduksi frakfur harus dilakukan pada waktu itu. Namun, jika cedera-cedera lainnyamenyebabkan reduksi dan fiksasi fraktur wajah tidak dapat dilakukan dalam masa pascit trauma dini,maka tindakan ini sebaiknya ditunda hingga hari keempat atau kelima setelah trauma di mana edemawajah sudah sangat berkurang. Hampir pada semua keadaan, fraktur wajah harus direduksi dalam duaminggu perlama guna menghindari masalah malunion karena penyembuhan yang cepat ataupun non-union karena keterlambatan reduksi dan fiksasi.Cedera Jaringan Lunak Evaluasi dan penanganan ceder'a jaringan lunak secara dini mutlak perlu untuk mendapatkan hasilkosmetik dan fungsional yang memuaskan dalam rekonstruksi wajah. Perneriksaan fisik awal termasukevaluasi lengkap dari seluruh luka, meskipun jika perlu dilakukan anestesi lokal ataupun umum. Per-hatian khusus harus diberikan untuk memastikan luas cedera pada daerah-daerah di sekitar mata,daerah nasolakrimalis, di dekat ataupun melibatkan saraf fasialis dan di sekitar duktus parotis. Semuajaringan harus ditangani dengan sangat hati-hati, dan semua benda asing dikeluarkan dengan irigasimemakai garam steril. Mungkin diperlukan penyikatair dengan sikat bedah untuk mencegah pemben-tukan tattoo, yaitu bilamana debris ataupun kotoran telah melekat dalam kulit. Debridement wajahharus mutlak dibuat seminimal rnungkiu. Karena wajah yang kaya suplai darah, maka fragmen-frag-men kecil jaringan yang akan mati pada bagian tubuh lainnya, dapat bertahan hidup pada wajah.I:serasi harus dijahit menurut lapisan anatomi, dimulai pada bagian dalam luka dengan benang yangdapat diserap dan diteruskan hingga ke pennukaan, di mana dibuat jahitan subkutan berupa jahitanpermanen ataupun dengan benang yang dapat diserap. Jahitan subkutikular ataupun kulit yang per-

27_TRAUMA RAHANG WAJAI{ 5I3nlanen dapat dipakai untuk menutup kulit dan perlu diangkat. Penutupan kulit perlu dilakukan denganci::iiyiat dan halus agar parut minimal\" Setelah ditufup, maka laserasi wajah dapat disokong denganplester penufup kulit selama beberapa minggu atau bulan untuk meminimalkan pembentukan jaringanparut. Keputusan untuk memberikan antibiotik harus disesuaikan dengan masalah tiap-tiap kasus, apa-iah terkontaminasi, tertunda ditutup, dan pertimbangan Iainnya. Luka yang terkontaminasi luas, atauluka yang mencapai tulang perlu diatasi dengan antibiotik'JENIS-JENIS FRAKTURFraktur Hidung Pdt $mut ccdcrt Cedera tulang wajah yang paling sering terjadi adalah fraktur hidung. Per'huwg h.rut dilt*uktn lu diingat bahwa hidung tidak banya disusun oleb tulang belaka, tetapi jugapcnllilan dt lidaknyt tulang rawRn dan jaringan lunak, dan jaringan'jaringan ini juga dapat ntsak pada cedera. Tanda-tanda fraktur bidung yang lazim adalah (1) depresi atau h6m.tomt taphJm,p€rges€ran tulang-rulang bidung (Gbr\" 2?*3), (2) edema bidung, (3) epistaksis, dan (4) fraktur dari kar-tilago septum disertai pergeserar\ ataupun dapat digerakkan. Pasien harus selalu diperiksa terbadapadanya bematoma seprum akibat fraktur, bilamana tidak terdeteksi dan tidak dirawat dapat berlanjutmenjadi abscs, di mana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas bidung pelana (saddle nose)yang berat. Fenanganan henratorna septurn berupa insisi dan drainase helnatolna, pemasangan drainsementara, pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum dan memperkecil risikopembentukan kembali hematoma, dan dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi. Perbaikan fraktur hidung biasanya dapat dilakukan dengan anestesi lokal setelah edema mereda.Pengolesan kokain 4Vo secara topikal dengan kapas, dilanjutkan dengan infiltrasi lidokain biasanyacukup memadai. Pada orang dewasa diberikan tidak lebih dari 5 ml kokain 4 penen, sedangkan padaanak, agiknya kokain lebih baik tidak diberikan. Reduksi fraktur hidung pada anak biasanya memer-lukan anestesi umum. Jenis fraktur tersering menirnbulkan depresi pada qatu tulang hidung disertai pergeseran piramidhidung ke sisi satunya. Elevasi tulang bidung yang mengalauri depresi tersebut dengan suatu elevatoryang pipih, diikuti dengan penggeseran piramid kembali ke posisi semula biasanya dapat dilakukantanpa kesulitan (Gbr. n4).Jika teknik reduksi tertutup tidak memberikan hasil yang memuaskan,maka mungkin diperlukan teknik reduksi lerbuka tennasuk metnaparkan secara luas sePtum hidungdan bagian-bagian tulang hidung. Cedera berat tidak hanya memerlukan reduksi terbuka namuil jugaberbagai teknik fiksasi seperti pemasangan kawat langsung, penyangga eksternal, atau bahkan transfik-sasi dengan kawat stainless steel dan pemasangan lernpeng plumburn. Umumnya balutan hidung internal ataupun eksternal sangat bennanfaat setelah reduksi frakturhidung. Suatu balutan internai yang niemadai adalah berupa kainkassalataupun l inci yang diolesisalep antibiotik. Balutan eksternal dipasang untuk melindungi hidung ataupun untuk nempertahankanreduksi atau keduanya. Balutan eksternal dapat bcrupa letnbaran aluminium, atau plastik termolabil,plaster of paris atau baban stent gigi. Terapi antibiotik umumnya dianjurkan pada kasus sering padafraktur hidung, terutama bila disertai kerusakan jaringan lunak yang luas, atau bilamana diperlukanbalutan internat untuk waktu lama, atau bila telah dilakukan reduksi terbuka. Balutan internal biasanyadibiarkan selama tiga hingga tujub hari, tergantung keparahan cedera.Fraktur Mandibula Frallur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah. Tanda dan gejala yangmengarahkan pada diagnosis fraktur mandibula termasuk (1) maloklusi geligi, (2) gigi dapat digerak-

514 BAGI.AN DELAPAN_BEDAH PLASTIK AB GAMBAR 27-3, A dan B memperlihatkan fraktur hidung dalam derajat yang makin beral. A memperlihatkan depresi dan remukan tulang hidung kiri tanpa disertai pergeseran dorsum ataupun fiaktur seplum yang berntakna. B memperlihatkan remukan tutang hidung yang lebih hebat disertai fraktur tulang dan rewan septum. Cedera yang lebih berat ini biasanya berakibat deformiras eksrernal, dan fraktur ssptum seringkali mcngakibatkan defleki obstruktif. C memperlihatkan sualu fraktur s€plum hidung dengan pcmbenrukan hematoma di bawah dorsum dan pada bagian lengah septum. Hematoma ini dapat dikenali dari suatu ,'daerah lunak\" pada palpasi ekternal dorsum, alau sebagai sualu masa lunak c:ir pada palpasi intranasal dengan suatu aplikaror bcrujung kapas. Jika hematoma tidak diketahui atau menjadi terinfcksi, kelak akan terjadi resorpei kartilago yang bcr- \"kib\"t kol\"prny. rawan septum dan deformilas eklerna, serta biasanya juga obstruksi hiduog seperti yang digambarkan pada D. kan, (3) laserasi intraoral, (4) nyeri rnengunyah, dan (5) defonnitas tulang. Evaluasi awal terrnasuk pemeriksaan apakah terdapat fraktur pada geligi dan penilaian baik dengan menanyakan ataupun langsung memeriksa oklusi geligi pasien. Umumnya pasien dapat menyatakan dengan tepat apakah rangkaian geligi atas dan bawah dapat pas mengatup, dan pemeriksaan dapat mengungkapkan kontur lengkung geligi atas atau bawah yang tidak tepat. Peneriksaan intraoral dapat memperlihatkan laserasi di atas mandibula atau mungkin deformitas mandibula yang jelas terlihat atau dapat diraba, di mana kedua keadaan ini memberi kesan frakrur. Bagian rnandibula yang paling sering fraktur adalah kon- dilus dan angulus mandibulae (Gbr. 27-5)' Perbaikan fraktur mandibula menerapkan prinsip-prinsip umum pernbidaian mandibula dengan geligi utuh terhadap maksila dengan geligi yang utub juga, lrngkung geligi atas biasanya diikatkan pada lengkung geligi bawah rnemakai batang-batang lengkung ligasi dengan kawat. Batang-batang lengkung ini memiliki kait kecil yang dapat menerima simpai kawat atau elastis guna mengikatkan lengkung geligi atas ke lengkung bawab (Gbr. 27-6). Fraktur mandibula yang lebih kornpleks mung- kin memerlukan reduksi terbuka dan pemasangan kawat ataupun pelat secara langsung pada fragmen- fragmen guna mencapai stabilitas, di samping melakukan fiksasi intermaksilaris dengan batang-batang lengkung. Pemasangan pelat pi,da fraktur wajah telah rnenjadi populer dalarn dasawars'a yang lalu dan memberikan imobilisasi fraktur yang sangat bagus, dan seringkali tidak perlu lagi mernpertahankan

27_TRAUMA RATIANG WAJAH 515GAMBAR 27-4. Reduksi suatu fraktur hidung yang disertai depresi dan dislokasi. Teknik reduksi rerdiri dari dua tahap setelahdilakukan anestesi. Tahap pertama adalah elcvasi tulang hidung yang mengalami depresi seperti yang terlihat pada gambar, dankemudian penggeseran piramid ke garis tengah secara manual.Fraktur pada mandibula fiksasi lengkung geligi alas dan bawah. Tindakan ini meninggikan tingkat ke- umumnya compound. nyanranan pasien, higicne mulut, bicara, jalan napas dan pemberian makanan. Teknik terbuka ini mungkin dipcrlukan pada situasi-situasi tulang remukhebat, pergeseran yang nyata, ataupun fraktur nrullipel, di mana tindakan reduksi terfutup <tan teknikrsfinkilusinkaosmpi eeinrrituoepsratnekruaamknsiollnabarainstdtitbeiduraplakilihmmee-nmeanpdtpeaerilluuendrtaiubt kepramikdeaannrsnlpaaanbddilakibausnleam,nulsaaenhdpiinabgsugileaanfyrfaarankkgtutuprramtraanhna.cnlAdibniubtluiablaihoaotimlkeph-irksapereelannlaui-merupakan fraktur compound. Antibiotik harus diberikan sejak saat fraktur hingga mukoperiosteummenyembuh dan fraktur menjadi stabil.GAMBAR 27-5, Frekuensi fraktur pada beberapa lokasianatomi mandibula. (Dari Mathog RH, Boies LR Jr:Nonunion of the mandible. l-aryngoscope 86:912, 1976). ,olo\"\"l\",o1)l'o''\"\" \ angulus \ \ 28,s% . .,. . simfisis 14.0%

516 BAGIAN DELAPAN-BEDAII PLAS]IK GAMBAR 274. Uraian prinsip-prinsip pembidaian suatu lengkung gcligi terhadap lengkung geligi lainnya dengan menggunakan batang- batang lcngkung yang diikatkan pada geligi dan kemudian digabung- kan memakai simpai kawat ataupun simpai elastik. Perawalan awal segera setelah fraklur ulandibula harus ntcntpcrhatikan higicne ltlulut dcngan lne-lakukan penghisapan dan obat kuurur, pclubcrian tcrapi anlibiotik yang tclah dijclaskan di atas, sertaanalgesik, demikian juga tindakan stabilisasi darurat pada fraktur yang sangat tidak stabil. Elastikangka delapan ataupun balutan Barton di sekeliling kcpala laziur dilakukan unluk urenyokong uran-dibula, menstabilkan fragmen-fragureu fraktur dan nrengurangi nyeri. Makanan dapat diberikan lewatmulut asalkan dalam benluk cair ataupun sangat lunak, nleskipun cedera yang berat ntenterlukan pem-berian makanan dengan tuba ataupun intravena. Perawalan pasien setelah dilakukan reduksi frakturmandibula menekankan pada pelnberian urakanan dan higiene mulut. Dict pasca reduksi haruslah ber-nilai gizi normal dan mencakup sebagian besar makanan yang dikonsumsi sebelum cedera. Bahanbaku makanan dapat dihaluskan dengan blcnder agar dapal dibcrikan dalam keadaan rahang dan geligiterkatup. Higiene mulut harus dipelihara dan paling baik dilakukan deugan alat senlprot air bertenagajet @ater Pik). Larutan hidrogen peroksida (kekuatan separuh) juga dapat dipakai sebagai obat kumurunfuk memelihara higiene nulut.Fraktur Zigoma dan Dasar Orbita Mengenali dan menangani suatu fraktur zigoma atau dasar orbita adalah sangat penting (Gbr.27J). Jika fraktur demikian tidak dirawat, maka sekuele yang dapat tinrbul terurasuk pipi yang men-jadi datar dan komplikasi pada mata seperti enoftalmus atau diplopia.P c m eri ks a an oftal mol ogi Cedera yang nrenimbulkan fraktur zigoma biasanya akibat suatu benturanharus mcrupakan bagian pada korpus zigoma atau toujolan malar. Dasar orbita dapat pula mengalami fraktur pada proses tersebut, atau dapat dapat di\"hantam\" oleh suatu objek dari cvaluasi fraklur. seperti bssebellalau bola tenis yang nenutup orbita saat benda tersebut nre-nerpa wajah (Gbr. 27aA) dan B). Fraktur zigon'ra dapat dicirikan oleh (1) deformitas yang dapat dira-ba pada lingkar bawah orbita, (2) diplopia saat urelirik ke atas, (3) hipestesia pada pipi, (4) pendataransisi lateral pipi, (5) ekimosis periorbita, atau (6) pergeseran bola mata ke bawah. Adakalanya hanyaarkus zigomatikus yang mengalami fraktur dengan suatu pencekungan pada sisi lateral regio tempo-ralis. Fraktur dasar orbita dapat hanya ditandai oleh keterbatasan untuk nelirik ke atas akibat ter-perangkapnya otot rektus inferior. Hipestesia pada pipi merupakan akibat kontusio atau laserasi cabang

27-TRAUMA RAHANG WAJAH 5I7GAMBAR 27-7. Radiogram dari fraktur malar \"tripod.\" Panah menunjukkan tempal-tempat fraktur.maksilaris dari saraf trigeminus bila terjadi fraktur naksila. Jika dicurigai fraktur dasar orbita, makaevaluasi planigrafik ataupun Cl scan akan sangat membantu dalam menentukan derajat cedera dasarorbita. Perbaikan fraktur-fraktur ini terkadang dapat dilakukan dengan teknik reduksi tertutup, namunlebih sering memerlukan teknik reduksi terbuka, khususnya bila suatu fraktur dasar orbita jelas meng-alami pergeseran. Reduksi terbuka pada fraktur zigoma biasanya memerlukan insisi lateral alis untukGAMBAR 274. A, Hubunganokular-orbita yang normal.8, Me-kanisme fraktur \"hantaman\" dae-rah orbila di mana kekuataneksternal menyebabkan pening-kalan tekanan orbita dan perge-seran fraktur ke dalam sinus mak-silaris dengan hemiasi isi orbita.Bila tidak dikenali, fraktur ini da-pat menimbulkan enoftalmus atauketerbatasan gerak otot-ototekstra-okular.

sIE BAGIAN DELAPAN-BEDAH PLASTIKdapat mencapai sutura frontozigomatikus yang fraktur dan suatu insisi infraorbita medial guna men-capai daerah zigomatikomaksilaris yang mengalami fraktur. Pendekatan alternatif termasuk insisi in-traoral untuk memaparkan bagian bawah zigoma dan atau subsiliaris, atau insisi konjungtiva gunamencapai dasar orbita dan lingkar orbita. Dasar orbita dapat dieksplorasi dan direkonstruksi melaluipendekatan infraorbita ini. Rekonstruksi dasar orbita paling baik dilakukan dengan penataan kembalifragmen-fragmen tulang yang tergeser, namun bilamana tindakan ini tidak menghasilkan dasar yangstabil, maka mungkin diperlukan suatu implant ataupun cangkokan tulang atau bahan sintetik. Bilafraktur zigoma telah direduksi melalui berbagai pendekatan ini, selanjutnya difiksasi pada tempatnyadengan pengikat kawat baja stainless. Plat logarn kecil dapat pula dimanfaatkan dan dipakai sebagaipengganti pengikat kawat. Terkadang, cedera pada zigoma dapat demikian beratnya, sehingga tulangtenebut perlu dibantu dengan alat traksi luar guna mempertahankan posisinya. Teknik ulnum ini dike-nal sebagai fiksasi eksterna dan biasanya ruernerlukan suatu bingkai \"halo.\" Bilarnana tulang tenebuthilang ataupun sangat remuk, maka suatu pencangkokan segera dengan tulang panggul, iga ataupunkalvaria, dapat merupakan tindakan yang tepat. GAMBAR 27-9, Klasifikasi fraktur maksila menurut [-e Fort. Fraktur [-e Fort I merupakan suatu fraktur maksila ren- dah yang memisahkan makila setinggi dasar hidung. Fraktur [-e Fort I] berakibat terpisahnya bagian sepertiga tengah wajah dari dasar kranium. Fraktur [-e Fort III berakibat pemisahan lengkap kor,npleks zi gomatikomaksilaris dari da- sar kranium.A

27-TRAUMA RAHANG WAJAH 5I9Fraktur MaksilarisFraktur maksila merupakan salah satu cedera wajab yang paling paling berat, dan dicirikan olch (f)mobilitas ataupun pergeseran palatum, (2) mobilitas hidung yang menyertai palatum, (3) episraksis,atau (4) mobilitas atau pergeseran seluruh bagian sepertiga tengah wajah. Klasifikasi fraktur maksilamenurut Le Fort sangat memuaskan baik untuk kepentingan diagnosis maupun terapeutik. Namundemikian, perlu diingat bahwa tidak setiap fraktur maksila akan memenuhi seurua gambaran klasikyang dibuat oleh tersebut (Gbr. 27-94 dan B). Klasifikasi k Fort ini berdasarkan pengamatan Ir Fortbahwa fraktur-fraktur kerangka tulang wajah memiliki pola stereotipik bilamana terjadi pada traumakecepatan rendah. Fraktur I-e Fort I adalah fraktur melintang rendah pada maksila yang hanya melibat-kan palatum, dan dicirikan oleh mobilitas atau pergeseran arkus dentalis maksila dan palaturn; malo-klusi geligi biasanya te{adi. Fraktur [r Fort II atau fraktur pirarnid, merupakan fraktur en bloc padapalatum dan sepertiga tengah wajah termasuk hidung. Fraktur ini dicirikan oleh trobilitas palatun danhidung en bloc,juga epistaksis yang jelas. Biasanya terjadi pula maloklusi gigi dan pergeseran palatumke belakang. Fraktur Le Fort III merupakan cedera yang paling berat, di mana seluruh perlekatan rang-ka wajah pada kranium terputus. Seluruh kornpleks zigornatikornaksilaris dapat rnenjadi rnobil dan ter-geser. Pada cedera demikian, biasanya diperlukan terapi teknik reduksi terbuka dengan pemasangankawat secara langsung bersamaan dengan fiksasi interuraksilaris. Prinsip dasar dalam penatalaksanaanini adalah fiksasi fragmen-fragmen fraktur secara kuat pada bagian rangka wajah yang r,rtuh denganteknik pemasangan kawat secara langsung atau uremakai kawat penyangga internal seperti yang diper-lihatkan pada Gambar 27-l0A dan B. Plat tulang yang kecil juga dapat dipakai untuk imobilisasi seg-men-segmen fraktur sebagai pengganti kawat pengikat. Seperti yang ditekankan pada pembahasanfraktur mandibula, pemakaian plat stabilisasi dapat menggantikan kebutuhan untuk fiksasi lengkunggigi atas dan bawah pasca operasi. Berbagai pcndekatan bedah urungkin diperlukan dalarn penangananfraktur maksila. Insisi yang berhati-hati nremungkinkan paparan seluruh kerangka wajah, denganhanya meninggalkan parut yang paling minimal pasca operasi. Bila dengan teknik reduksi terbuka danfiksasi interna memakai kawat tidak mernberi reduksi atau fiksasi yang lnemuaskan, rnaka mungkin lv rl .r,t/,GAMBAR 27-10. A. Suatu fraktur maksila yang berat-fraktur -dan[-efikFaorst iIIiIn,tedriosesertuasi suatu fraktur angulus mandibulae kiri. B,Pada reparasi dilakukan fiksasi intermaksilaris, reduksi terbuka me.makai kawai pada fraktur mandibuladanzigomatikomaksilaris, dan fiksasi penyangga maksila dari prosesus frontalis.

S2O BAGL{N DELAPAN-BEDAI-I PLASTIK GAMBAR 27-11. Suatu bidai akilik yang dipasang pada ulir tulang(bone screw), nenghadirkan suatu reduksi dan fiksasi tiga dimensi. (Dari Wilson KS, Christiansen TC, Quick C: External fixation in maxillofacial surgery. Otol Clin North Am 9(2):530, re16.)dapat digunakan alat fiksasi eksterna untuk nleurbuat traksi lateral atau anterior juga diperlukan (Gbr.27-II). Diketahui sebelumnya suatu bingkai \"halo\"juga dapatdipakai (Gbr.27-12). Karena kebanyakan fraktur maksilaris bersifat majemuk (compounQ, melibatkan baik rongga murlut ataupun hidung, maka pemberian antibiotik adalah sangat tepat. Penisilin merupakan obat pilihanpada pasien yang tidak alergi.Fraktur Sinus Frontalis Meskipun fraktur sinus frontalis relatif jarang terjadi, naulun dapat sangat serius akibat deformitaskosmetik dan keterlibatan sistem sarafpusat yang ditinrbulkannya. Cedera ini dicirikan oleh (1) depre-si tabula anteriordari sinus frontalis, (2) epistaksis, dan (3) kadang-kadang terputusnya tabula posteriorsinus frontalis dengan ruptur durarnater dan rinore cairan serebrospinalis. Fralirur yang hanya me- GAMIIAR 2l-t2. Gambar ini mengilustrasikan pemakaian suatu \"halo\" eksternal untuk menstabilkan suatu fraktur wajah tengah yang herat- 7'%

27-TRAUMA RAHANG WAIAH 52Ingenai tabula anterior sinus frontalis biasanya dapat dirau,at secara ulcnruaskan urclalui teknik rcduksiterbuka dan fiksasi interna. Fraktur yang nlengcnai labula posterior, discrtai ruptur duranratcr da1 fls-tula cairan serebrospinalis, diatasi secara bcdah sarafdan nrungkin nrcnrcrlukan suatu pcndckalan apa-kah melalui sinus ataukah nelalui fosa kranii ante rior guna nleuulup robckan duranratcr.Deformitas Lanjut Deformitas lanjut pada wajah sebagai akibat traunla yang tidak dirawat atau dirawat tidak senrpur-na atau akibat trauma berat biasanya dapat diperbaiki secara bedah. Hanrpir sentua parut yang tidaksedap dipandang, dapat diStasi dengan pembedahan revisi yang ulenggunakan teknik kamuflasc, serlainstruksi untuk menggunakan kosn-retik secara biiaksana. Banyak defornritas tulang wajah lanlut dapatdiperbaiki dengan remobilisasi serta reduksi dan fiksasi pacla posisi analomi yang lebih alamlah. Ti1-dakan ini khususnya dapat diterapkan pada kasus defloruritas hiclung luar ataupun tlalam, di managangguan pada jalan napas ataupun hasil kosuretik tidak cukup nyala untuk mcnyebabkan pasien men-cari bantuan sampai setelah episode traurnalik. Dcfornritas tulang yang tidak clapat n.t\"n.op.i rnobilisa-si seringkali dapat dikamuflase n.relalui inrplan(asi autograf dan atau tulang homograf, atau karrilago,atau terkadang bahan sintetik.KepustakaanDingman O, Nawig P: Surgery of Facial Fracrures. Philadelphia, WB Saunders Co,1964.Foster A, sherman JE: Surgery of Facial Bone Fracrures. New york, churchill Livingsrone, 19g7.Mathog RH: Maxillofacial Trauma. Baltimore, Williarn & Wilkins, 1984.Rowe Nl Killey HC: Fracrures of rhe Facial skeleron. 2nd ed. Edinburgh, E & s Livingsrone, 196g.Sisson Gd Tardy J: Plastic and Reconstructive Surgery of the Face and Neck: Proceidings of the Second Inrernational Sym- posium. Vol 2: Rehabilitative Surgery. New York, Grune & Srratron, 1977.Taydon J, Brown JB: Early Treatment of Facial Injuries. philadelphia, tra & Febiger, 1964.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook