Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 04 Informasi Tentang Risiko

Bab 04 Informasi Tentang Risiko

Published by haryahutamas, 2016-08-22 10:02:35

Description: Bab 04 Informasi Tentang Risiko

Search

Read the Text Version

4« Informasi Tcntans RisiicoSecara rutin para dokter memberikan informasi kepada pasien tentangrisiko-risiko dari tindakan medik yang diusulkan. Ini terutama merupakanbagian terpenting dari Informed Consent Isu ini sebagian muncul untukmemenuhi persyaratan hukum, namun juga ditimbulkan karena ber-kembang terus pengobatan modern dan penelitian yang harus dilakukansecara pro-aktif. Yang menyangkut praktek medik, Hukum Kedokteransudah banyak menentukan cara bagaimana Informed Consent itu harusdijalankan. Namun memang tampaknya masih menghadapi banyakkendala. Di Indonesia terutama yang menyangkut sosial-budaya, tingkatpendidikan dan kecerdasan pasien, faktor keuangan, dan sebagainya.Sementara itu di luar negeri yang berkaitan dengan riset klinis sudahdikodifikasikan dalam berbagai regulasi internasional, sehingga sudahmenjadi lebih formal.Di dalam suatu gugatan malpraktek medik ada yang berkaitan secaralangsung dengan pemberitahuan tentang risiko yang melekat dan risikolain yang mungkin timbul sebagai akibatnya. Pasien bisa mengklaimbahwa pemberian informasi tentang risikonya tidak cukup. Merekamengatakan bahwa jiwa risiko itu sebelumnya diberitahukan, merekatidak akan memberikan persetujuannya.Hal ini merupakan masalah yang sukar. Lagipula gugatan itu diajukanbelakangan sesudah risiko itu timbul {hindsight). Di dalam praktekadalah tidak praktis dan tidak mungkin untuk memberitahukan tentangsegala risiko yang kemungkinan bisa timbul. Selain akan meminta waktuyang panjang untuk memberi penjelasan selengkapnya, kadangkalatingkat pendidikan pasien juga akan mempersulit menerima danmengerti apa yang diterangkan.Kendala lain terletak juga pada pihak profesi dokter itu sendiri.Sepanjang pengetahuan di Fakultas Kedokteran rasanya belum ada matapelajaran tentang : cara-cara bagaimana jika berhadapan dengan22

pasien, caranya memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya. Selain itu intonasu suara, cara menjelaskan merupakan seni juga. Cara memberi informasi yang langsung dan terlalu singkat {straight to the point) untuk pasien tertentu juga sukar menerimanya dan menjadi ketakutan. Hal ini tidak dapat disamakan dengan pasien di negeri Barat yang bahkan kepada dokter diwajibkan untuk memberikaninformasi selengkapnya.Timbul pertanyaan : apa yang dianggap lengkap ? Apa risiko sampaisekecil-kecilnya juga harus diungkapkan ? Apa ukurannya ? Persentase ?Untuk ini mungkin akan lebih jelas dengan melihat contoh yurisdprudensiyang sudah menjadi keputusan landmark di bawah. Namun sebelumnyaperlu disinggung sedikit tentang risiko.RisikoUnsur dari informasi di dalam kaitan pemberian informasi adalah factor\"risiko\". Pengadilan agak menyederhanakan ide Informed Consent dalamkaitan risiko yang melekat hanya sebagai kewajiban untuk memberitahu-kan adanya risiko-risiko yang melekat (Katz). Namun di dalam praktekpersyaratan untuk memperoleh Informed Consent terutama terfokuskankepada pengungkapan risiko dan dipisahkan dari informasi penting lainnya.Untuk dapat menentukan risiko yang mana yang harus diberitahukan,seorang dokter harus melihat dari standar pengungkapan yang sedangdianuti. Pengadilan dan pembentuk hokum sering menunjukkan adanyaperbedaan antara risiko yang bersifat \"material, substantial, probableand significant risks\". Hal ini di pelaksanaannya tidak begitu mudahuntuk mengetrapkannya. Karena kasus kedokteran bersifat sangatkasuistis. Di dalam suatu kasus tertentu harus diakui bahwa risiko ituharus diungkapkan, tetapi sang dokter harus mempertimbangkan dalamangka standar yang berlaku terhadap pengungkapan risiko-risikotersebut. apakah risiko itu dalam kasus tertentu harus diinformasikanatau tidak. Pengadilan tidak berusaha untuk mengadakan analisa secarasubstansial untuk arti \"risiko\" tersebut. Hal ini dapat dilihat padakewajiban dokter untuk mempertimbangkan 4 aspek risiko dalammenentukan pengungkapannya, yaitu : (1) Sifat dari risiko (the nature of the risk), (2) Kepentingan dari risiko (the magnitude of the risk). 23

(3) Kemungkinan timbulnya risiko itu (the probability that the risl< might materialize), (4) Segera tidaknya akan timbul risiko (the imminence of risl< materialization).Apabila misalnya risikc dari suatu prosedur tertentu bisa akan dapat ataumungkin melukai saraF yang mengontrol pergerakan dari suatu anggotatubuh : sifat dari risi<o itu adalah kehilangan kemampuan gerak darianggota itu. Sifat risiko menjadi penting apabila bagi pasien untukmenentukan apakah menyetujui atau tidak prosedur yang diusulkan.Kepentingan (magnitude) atau seriusnya risiko yang saling terkaitdengan factor lainnya. Misalnya sebuah analisa dari kepentingandiumpamakan, misaln/a : kehilangan kemampuan gerak dari anggotatubuh, kebutaan, atau kematian dianggap hal-hal yang penting.Kadangkala harus dipertimbangkan juga interaksi antara sifat (nature)dari risiko tersebut dan situasi / kondisi pasien tertentu. Misalnya suatukehilangan rasa pada satu tangan dari seorang pensiunan yang terutamasehari-hari dilewatkan dengan menonton televise adalah tidak begituberarti, tetapi menjadi kritis apabila dibandingkan dengan pensiunan ituadalah seorang pemahat patung.Walaupun kemungkinan timbulnya risiko (probability of a risk) adalahsangat serius - seperti: paraplegia, buta, kematian) tidaklah berartibahwa hal itu harus diinformasikan. Apabila kemungkinan timbulnyaadalah sangat rendah. Demikian pula, apabila suatu risiko adakemungkinan besar bias terjadi, tetapi termasuk ringan (minor), makauntuk tidak mengungkapkan juga masih bisa dibenarkan.Prosedur yang dilakukan harus dibedakan antara yang bersifat diagnosticatau terapeutik. Apabila sifatnya diagnostic, maka risiko-risiko itu harusdiinformasikan. Mengapa demikian ? Karena untuk pasien yangterpenting adalah penyembuhan dari penyakitnya. Selain itu kalauprosedur itu bersifat irvasive, maka perlu diinfomasikan juga.Kadangkala aspek reievan lainnya adalah : lamanya prosedur tersebut,lokasi dimana akan dilakukan, kebutuhan anestesi, mungkin jugainstrument yang dipergunakan dan bagian tubuh yang akan terkenaprosedur tersebut. EJanyak pasien yang khawatir terkena radiasi,pemakaian radiasi. Pula apabila prosedur itu bersifat eksperimen jugasangat penting untuk diinformasikan risikonya (Appelbaum).24

\"Sidaway v. Board of Governors of the Bethlehem RoyalHospital (1985) AC 871\"Penggugat menderita kesakitan yang kronis. Salah satu cara untukmenghilangkan adalah dengan operasi \"cervical vertebrae\". Operasi inimengandung risiko sekitar 2% kerusakan pada akar saraf (nerve root).Namun operasi ini ada pula mengandung risiko sebesar 1% pada \"spinalcord\". Yang terakhir ini membawa konsekuensi yang lebih serius jikasampai timbul. Apa lacur, hal ini benar telah terjadi. Penggugatmenderita lumpuh berat (severe disability) karenan'^a. Pada pemeriksaandi Pengadilan dinyatakan bahwa operasi itu sendiri telah dilaksanakandengan baik dan benar. Namun dokter itu memberikan informasi kepadapasien hanya tentang kemungkinan terjadinya risiko terhadap \"nerveroot\" dan tidak adanya risiko terhadap \"spinal cord\" itu yangmengakibatkan sampai kelumpuhan berat.Hakim Skinner J. berpendapat bahwa dokter bedah syaraf tersebutsudah melakukan menurut apa yang menjadi standard para ahli bedahpada saat itu.Ada komentar pula dari Lord Scarman tentang kasus Sidaway ini. Iamengatakan bahwa adalah suatu hak dasar pokok (a basic human right)berkenaan dengan hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Faktanyaadalah bahwa kewajiban dokter itu timbul dari hak-hak pasiennya, bukansebaliknya.Lebih lanjut menurut pendapatnya terdapat 4 prinsip inti yangmenyangkut doktrin Informed Consent yang dianuti di Amerika danCanada, yaitu: (1) Adalah konsep dasar bahwa seseorang yang sudah dewasa dan berpikiran sehat behak untuk memilih apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya (Schloendorff v. Society of New York Hospitals (1914) 105 NE 92) (2) Persetujuannya adalah pelaksanaan pilihan (informed choice) dan ada kesempatan untuk menilai pilihan-pilihan dan memahami risiko-risiko yang ada dikandung pada pilihannya. (3) Maka dokter harus mengungkapkan semua risiko yang mungkin timbul (disclose all \"material risks'). 25

Risiko itu dianggap material apabila seorang pasien yang hati- hati (prudent patient) di dalam posisi pasien tersebut akan menganggap risiko itu sangat penting dalam pengambilan keputusan terhadap usul tindakan yang diberikan. (4) Namun masih ada lagi \"tiierapeutic priviiege\", privilese yang diberikan kepada dokter untuk mempertimbangkan kerugian psikologis pasien (a psyctiologicai detriment to ttie patient).Pendapat lain yang berkaitan dengan kasus Sidaway adalah dari LordBridge. Ia mengatakan : jika demikian halnya maka bisa timbul pendapatlain yang ekstrim dari Pengadilan, yaitu pengungkapan informasiberdasarkan pertimbangan klinik murni (ttie pureiy ciinicai ievei ofinformation disclosure).Argumentasinya demikian: sesudah berpendapat bahwa operasi tertentuitu adalah yang terbaik untuk pasien (in the best interests of thepatient), maka dokter akan memastikan sendiri secara kliniskebutuhannya. Maka tidak lagi perlu memberi informasi kepada pasienyang menyangkut risiko, manfaat atau alternative lainnya. Namun hal iniakan menjadi suatu ekspresi dari Paternalisme yang sudah ditinggalkan.Dokter telah memutuskan apa yang terbaik bagi pasiennya, sehinggamengapa harus menjelaskan lagi kepada pasiennya ? *Rogers V. Whiteaker (1992) 175 CRL 479)Lord Scarman mengatakan bahwa :Hokum harus menentukan bahwa seorang dokter mempunyai kewajibanuntuk memberitahukan kepada pasien tentang risiko material yangmelekat di dalam tindakan yang diusulkan. Suatu risiko adalah materialapabila, di dalam situasi kasus tertentu itu - seorang biasa di dalamkedudukan sebagai pasien, jika mengetahui akan risiko itu - akanmenganggap penting masalah khusus mengenai risiko tersebut. Ataudokternya secara wajar harus dapat menyadari bahwa pada pasientertentu itu, apabila diberitahukan tentang risikonya, akan menganggapsesuatu yang penting.26

Teks aslinya:( The law should recognize that a doctor has a duty to warn a patient ofa material risk inherent in the proposed treatment; a risk is material if, inthe circumstances of the particular case, a reasonable person in thepatient's position, if warned of the risk, would likely to attach significanceto it or if the medical practitioner is or should reasonable be aware thatthe particular patient, if warned of the risk, would be likely to attachsigniftcance to it). *Dua ukuran StandardDi dalam doktrin Hukum Kedokteran kini dikenal 2 macam ukuran, yaitu: (1) Standar Profesi (Professional Standard), (2) Standar Pasien yang wajar (Reasonable Person Standard)(1) Professional StandardDalam perkembangan hukum dari doktrin Informed Consent sekitartahun 1950 dan 1960 - Pengadilan berpendirian bahwa tingkatpengungkapan yang diberikan kepada pasien pada hakekatnya terletakdalam pendapat di bidang medik. Karenanya kewajiban profesi dokteruntuk mengungkapkan risikonya terbatas terhadap pengungkapan yangdiukur oleh para profesi medik yang wajar di dalam situasi dan kondisiyang sama. Standar ini adalah yang dinamakan \"Professional Standard\".Slater v. Baker and Stapelton, 1767Standar professional ini pertama kali dipakai untuk mengukur pemberianpersetujuan di Inggris. Di dalam keputusan landmark ini dua doktermula-mula telah menyambungkan fraktur femoral pasien. Namun padakunjungan kemudian dokter itu telah mematahkan kembali untukmembetulkan lagi sambungannya tanpa persetujuan pasien. Doktertersebut diajukan ke Pengadilan memutuskan bahwa biasanya dokterharus meminta persetujuan pasiennya terlebih dahulu untuk melakukansesuatu. Hakim memutuskan dan mengatakan bahwa adalah suatukebiasaan bahwa pra dokter harus memperoleh persetujuan lebih dahulu 27

dari pasiennya yang merupal<an bagian dari tugas profesinya. Adalahtidak tepat untuk memisahkan kembali callous yang sudah mulaimenyatu tanpa izin pasien. Cara demikian menunjukkan sesuatu yangbersifat keacuhan dan tidak professional di dalam kasus khusus ini.Mereka telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan standarprofesi yang seharusnya tidak dilakukan; \"It appears from the evidence of the surgeons that it was improper todisunite the callous without consent; this is the usage and law ofsurgeons: then it was ignorance and unskillfuiness in that very particular,to do contrary to tha rule of the profession, what no surgeons ought tohave done\".Salgo V. Leiand Junior University Board of Trustees, 1967 di Californiaistilah Informed Consent pertama-tama dikemukakan pada tahun 1957dalam kasus tersebut di atas dalam suatu pendapat dari seorang hakimbanding yang dimasukkan ke dalam pertimbangan hukumnya.Keputusan ini kemudian menjadi suatu keputusan landmark yang sampaisekarang masih senng dikutip. Ukuran yang dipakai juga adalahpengungkapan yang dipakai adalah \"professional standard\".(2) Reasonable StandardBerdasarkan ukuran standar ini, maka keputusan apakah seorang pasienseharusnya diberi informasi tentang suatu risiko didasarkan apakahseorang yang wajar (reasonable person) dalam kedudukan dan situasipasien akan inginkan diberitahukan informasi tentang risiko tersebutatau tidak. Ukuran \"standar pasien yang wajar\" diciptakan oleh HakimRobionson di dalam suatu keputusan landmark dalam suatu kasus USFederal \"Canterbury v. Spence\" pada tahun 1972.Pendirian ini kemudian diadopsi oleh Supreme Court di Canada.Tampaknya kini para pengadilan di Inggris dan Australia juga bergerakke arah aliran ini. *28

Natanson v. Kline Kasus ini sering disebut dalam isu \"negligence\"dalam kaitan Informed Consent. Ny. Natanson menggugat dokternya karena dianggap tidak mendapat izinya untuk melakukan cobalt therapy sesudah dilakukan mastektomi. Ia sampai menderita luka hangus yang agak luas padathoraksnya. Dokternya mengakui bahwa pasien tidak diberitahukansecara jelas tentang adanya risiko pada prosedur tersebut. Hakimmengatakan bahwa dokter berkewajiban untuk mengungkapkan danmenjelaskan kepada pasien dalam bahasa sederhana mungkin tentangsifat dari penyakitnya, sifat dari tindakan yang diusulkan, kemungkinankeberhasilannya dan alternatifnya, dan akibat yang negatif yangmungkin timbul, dan kondisi di dalam tubuh yang tidak dapatdiperhitungkan sebelumnya.(to disclose and explain to tfie patient in language as simple asnecessary the nature of the ailment, the nature of the proposedtreatment, the probability of success or of alternatives, and perhaps therisks of unfortunate results and unforeseen conditions within the body).Mitchell V. Robinson, 1960Di dalam kasus ini pasien diberikan therapy \"insulin shock\"dau \"electroshock\" untuk pengobatan schizophrenia. Namun tindakan ini sampaimengakibatkan fraktur dari beberapa vertebrae.Di dalam kedua-dua tindakan sudah diberikan consent oleh pasiennya.Namun mereka mengatakan bahwa para dokter mempunyai suatukewajiban untuk mengungkapkan risiko yang terkandung dalam tindakantersebut. ternyata informasi tentang risikonya tidak diberikan, sehinggadapat tergolong keialaian.Sementara pada kasus Mitchell, pengadilan hanya menekankan kepadainformasi tentang risiko. Pada kasus Natanson hakim bertindak lebihjauh. Disyaratkan pemberian informasi tentang sifat penyakitnya, sifatdari tindakan medik yang diusulkan, kemungkinan keberhasilannya, dankemungkinan adanya alternatif lain.Profesi dokter menyadari juga bahwa semua tindakan medik danprosedur medik - walaupun yang bersifat sederhanapun - mengandung 29

suatu risiko dari yang ringan sampai membaliayakan nyawa danterdapat perbedaan (jalam frekuensi dari yang sering sampai yangsangat jarang terjadi. I^ertanyaan yang mereka ajukan adalain: Dari risikoyang sekian banyaknya, yang mana para dokter diwajibkan sekaranguntuk mengungkapkannya ? (Appelbaum)Truman v. Thomas (1984)Dokter telah mengusulkan kepada pasien untuk melakukan \"Pap smear\",namun pasiennya menolak. Dokternya tidak memberi penjelasan tujuanuntuk melakukan tes Pap smear pasien kemudian meninggal karenakanker servikal. Pengadilan menjelaskan bahwa adalah kewajiban dokteruntuk mengungkapkan risiko tersebut. pelaksanaannya diukur denganseberapa jauh pengeitahuan pasien untuk melakukan suatu pilihansesudah diberikan informasi (Ir)formed choice).Kadangkala ada juga pasien yang secara tegas menyatakan bahwa iatidak ingin diberitahukan tentang risikonya. Namun pertanyaan yang lainadalah : apakah anggota keluarga terdekatnya tidak harus diberitahukanjuga, bahwa pasien tidak ingin diberitahukan tentang risiko tersebut. Disini mulai timbul isu kultural. Di Jepang misalnya - dan juga di negaraAsia lainnya - bahkan seringkali anggota keluarganya yang memintaagar pasien tidak diberitahukan apabila ia menderita panyakit yangsudah dalam tahap terminal.30


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook