Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 09. Leukimia dan Penyakit Mieloproliferatif

Bab 09. Leukimia dan Penyakit Mieloproliferatif

Published by haryahutamas, 2016-08-03 14:48:12

Description: Bab 09. Leukimia dan Penyakit Mieloproliferatif

Search

Read the Text Version

Bab 9LEUKEMIA DAN PENYAKIT MIELOPROLIFERATIFLeukemia ialah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yangdisenai gangguan diferensiasi (maturation anest) pada berbagai tingkat-an sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif darikelompok (cbne) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudiansel leukemia beredar secara sistemikl-3'14 @Sel induk pluripoten.........---..-...> / Sel inid\uk Limfoid VPrekursor prekuisor prekursor prekursorsel-B selT granulosit eritroidl*1%6db'@Limfosit BLimfosit T \----lG:imbar 9-1. Bagan jenis leukemia yang dapat tirnbul dari berbagai tingkatan sel induk hemopoetik 1-3.14120

Leukemla dan Pengakit Mieloproliferatif 121 Gambaran skematik berbagai jenis leukemia yang timbul dari selinduk hemopoetik beserta turunannya dapat dilihat pada gambar9-1.KlasifikasiLeukemia dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara: 1. Garis turunan sel (cell line) yang mengalami transformasi ganas.Tabel 9-1Klasifikasi LeukemiaAkut Kronikl. Acute myeloiel leukemial l. Chronic myeloid leukemia Acute nonlymphoblastic (CML)leukemia (ANLL) ll. Chronic lymphocytic leuke-Klasifikasi FAB , mia (CLL)a. M0-myeloblastic without lll. Bentuk yang tidak biasa: differentiation a. hairy cell leukemia b. prolymphocyticb. Ml-myeloblastic without maturation c. cutaneus cell leukemia d. mycosis funguidesc. M2-myeloblastic withmaturationd. M3-acute promyelocytice. M4-acute myelomonocyticf. MS-monocyticg. M1-erythroteukemiah. M7-acute megakaryocytic leukemiall. Acute lymphoblastic leukemia (ALL) a. Common-ALL b. nutt-ALL c. Thy-ALL d. B.ALLVarian menurut FAB:a. Ll b. L2 c. L3lll. Sindrom preleukemialsindromMielodisplastik

122 Hematologi Klinik Ringkas 2. Onset penyal<tt: akur atau kronik Dengan demikian didapatkan klasifikasi, seperti yang terlihatpada tabel 9-1. Klasifikasi yang lain adalah klasifikasi MIC (morphologl,immunophenotyp;\"g, cytogenetics). Klasifikasi ini m€merlukanpemeriksaan morfologi konvensional, tetapi jug memerlukanpemeriksaan imunofenotipe dan pemeriksaan sitogenetik yangmemerlukan pemeriksaan yang lebih canggih.EpidemiologiLeukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanyamerupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapadata epidemiologi yang terkumpul menunjukkan hal-hal berikut: l. InsidenInsiden leukemia di negara Barat adalah 131100.000 penduduk/tahun. Leukemia merupakan 2,8o/o dari seluruh kasus kanker. Belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia.2. Frekuensi relatifFrekuensi relatif leukemia di Negara Barat menurut Gunz:Leukemia akut: 50o/oCLL: 25o/oCML: I5o/oDi Indonesia frekuensi CLL sangat rendah, CML merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai.3. UmurMengenai insiden menurur umur didapatkan data-data sebagaiberikut:ALL: terbanyak pada anak-anak dan dewasa mudaAML: pada semua umur, lebih sering pada orang dewasaCML: pada semua umur, tersering umur 40-60 tahun CLL: terbanyak pada orang rua.4. Jenis kelamin Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan: 1,2-2 : 1.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 123LEUKEMIA AKUTLeukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yangcepat,.tanpa pengobatan penderita rata-rata meninggal dalam 24bulan.'\" Namun, dengan pengobaran yang baik rernyara leukemiaakut mengalami kesembuhan lebih banyak dibandingkan denganleukemia kronik.KlasifikasiLeukemia akut dapat diklasifikasikan menurur klasifikasi F,\B (FrenchAmerican British Group), tetapi dalam praktik klinik sehari-hari cukupdibagi menjadi 2 golong\"r, bes\"r,15-t6l. Acute lympbobkstic leukemia (ALL) Secara morfologik, menurur F,\B (Frech, British and America), ALL dibagi menjadi tiga yairu: a. Ll: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84o/o dari ALL. b. L2: sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nu- kleoli prominen dan sitoplasma agak banyak. Merupakan c. 14o/o dari '\LL. L3: ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma baso- fil dengan banyak vakuola, hanya merupakan l% dari ALL. Secara imunofenotipe ALL dapat dibagi menjadi 4 golongan besarseperti terlihar pada tabel 9-2.Tabel 9-2Pembagian ALL Secara Imunofenotipe dan FrekuensiRelatifnyaSubtipe Frekuensi relatif1. Common-ALL (c-ALL) Anak-anak Dewasa2. Null-ALL 760h 51Yo 12% 38%3. T-ALL 12% 1jd/o4. B-ALL 1Yo 2Yo

124 Hematologi Klinik Ringkas2. Acute myeloid leuhemia (AML) a:.au acute non[rmpho blastic leuhe- mia (ANLL). Klasifikasi morfologik yang umum dipakai ialah klasifikasi dari FAB:15'16 a. M0 Acute myeloid leuhemia without dffirentiation b. Ml: Acute myeloid leukemia without maturatizn c. M2: Acute myeloid leuhemia with maturation d. M3: Acute promyelocytic leuhemia e. M4: Acute myelomonocytic leukemia f. M5: Acute monocytic leukemia i. Subtipe M5a: tanpa maturasi ii. Subtipe M5b: dengan maturasi g. M6: Erythroleuhemia h. M7: Megaharyoqrtic leukemia MI+M2+M3 disebut sebagai acute myeloblastic leuhemia yangmerupakan 75o/o dari seluruh ANI-L. \7HO membuat klasifikasi untuk leukemia mieloid akut, yangpada dasarnya merupakan klasifikasi MIC (morphologt, immunophe-notlPe, cltogenetil yang dapat dilihat pada tabel 9-3. Klasifikasi\7HO mempunyai hubungan yang lebih baik denganprognosis. Pentingnya nilai prognostik dari kelainan genetik ditun-jukkan dengan jelas pada AML dengan recu/rent cltromosome translo-catiznsi t(L5;17); t(8;21)(q22;q22) dan inul6(p13q22) yang secaraumum menunjukkan prognosis yang lebih baik jika diobati denganpengobatan yang tepat. Sebaliknya AML dengan kaqyotipe kompleks,delesi parsial atau hilangnya kromosom 5 danlatau 7 sering kali ditan-dai oleh mubilineage dysplasia, positif terhadap mubi-drug resistantglycoprotein disertai dengan respons yang ddak baik terhadap terapi.r6PatofisiologiProses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganassel induk hematologik atau turunannya. Proliferasi ganas sel indukini menghasilkan sel leukemia akan mengakibatkan: 1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone manota failure

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 125Tabel 9-3Klasifikasi Histotogik AML Menurut WHO16 Acute Myeloid Leukemia with Recurrent Genetic Abnormali- fies 1. AML with t (18;211 (q22;q22):(AML1/ETO) 2. AML with abnormal bone marrow eosinophils inv(16) (p13q22); (cBFB/MYH1) 3. Acute promyelocytic leukemia (AML with t(15;17)(q22:q12) (PMU RAR6) and varians. 4. AML with 11q23(MLL) abnormalities Acute myeloid leukemia with muttilineage dysplasia 1. Following myelodysplastic syndrome or myelodysplastic syndrome/myeloproliferative disorder 2. Without antecedent myelodysplastic syndrome Acute myeloid leukemia and myetodysplastic syndrome, therapy related 1. Alkylating agent-related 2. Topoisomerase type ll inhibitor-related (some may be lymphoid) 3. Others type Acute myetoid leukemia not otherwise cafegorised 1. Acute myeloid leukemia minimally differentiated 2. Acute myeloid leukemia without maturation 3. Acute myeloid leukemia with maturation 4. Acute myelomonocytic leukemia 5. Acute monocytic and monoblastic leukemia 6. Acute erythroid leukemia 7. Acute megakaryoblastic leukemia 8. Acute basophilic leukemia 9. Acute panmyelosis with myelofibrosis 10. Myeloid sarcoma 2. Infiltrasi sel leukernia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali 3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperka- tabolik.Skerrra patofisiologi rimbulnya gejala-gelaIa klinik pada leukemiaakut dapat dilihat pada gambar 9-2.

126 Hematologi Klinik Ringkas Faktor predisposisi Faktor etiologi Faktor pencetus I Mutasi sornatik sel induk I Proliferasi neoplastik & Differentiatkn anesl I Akumulasi sel muda dalam sumsum iulangKaheksiax\"thi.r\"r' GAGAL SUIVISUM TULANGx.ansA / Imatam / / HTPER- tI KATABOLIK Anemia Perdarahan & lnfeksiGagatt tIl /gdinnijaall t-\---.\ -Asam urat +Sel leukemia lnhibisi hemopoesis normal II INFILTRASI KE ORGANT+tu-llal+lntgl Darah RES Tempat ekstra meduler lainNtuylearni, s Sindroma Linrfadenopati Meningilis, Lesi kulit !;[?tg:ffiIHiperviskositas Pembesaran restisGambar 9-2. Skema patofisiologi leukemia akutGejala KlinikGejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnyatimbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemiaakut dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar:1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu: a. anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. b. netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok sepdk. c. trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit, perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 1272. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh: a. kaheksia b. keringat malam c. hiperurikemia yang dapar menimbulkan gout dan gagal ginjal3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti: a. nyeri tulang dan nyeri srernum b. limfadenopati superfisial. c. splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan d. hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit e. sindrom meningeal: sakit kepala, mual munrah, mara kabur, kaku kuduk4. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah: a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/pL. Penderita dengan leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visui. Leukostasis pulmoner diandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi dan adanya infiltrat pada foro ronrgen. b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai pada leukemia promielositik akut (M3). DIC juga dapat timbul pada saat pemberian kemorerapi yaitu pada fase regimen induksi remisi. c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal. d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, rerutama pada ALL. Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.Kelainan LaboratorikPada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik, sepertiberikut:l Darah tepi a. dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat. b. trombositopenia, sering sangar berat di bawah 10 x 106/l c. leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal arau menurun (abuhemic bukemia). Sekitar 25o/o menuryukkan leukosit normal

128 Hematologi Klinik Ringkas atau menurun, sekitar' 50% menujukkan leukosit meningkat 10.000-100.000/mm3, dan 25o/o meningkat di atas 100.000/ mmJ. d. apusan darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, erithroblast atau megakariosit) yang melebihi 5o/o dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang di- sertai dengan hipo atau agranular.2. Sumsum tulang Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leuke- mia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leuke- mic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). Sistem hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal 3}o/o dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sum- sum tulang).3. Pemerikaan immunopheno4tping Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marher guna membedakan jenis leuke- mia (rabel 9-4).4.'Pemeriksaan sitogenetik Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat di-perlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapatdihubungkan dengan prognosis, seperti terlihat pada klasifikasi \X;&IO.Membedakan ALL dan AMLMembedakan ALL dengan AML merupakan langkah yang harusdilakukan pada setiap leukemia akut, karena akan sangat menentu-kan jenis terapi dan prognosis penderita. Secara klinis AML sulitdibedakan dengan ALL karena pemeriksaan apusan darah tepi men-jadi sangat penting. Cara membedakan kedua jenis leukemia ter-sebut dapat dilihat pada tabel 9-5.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 129Tabel 9-4Petanda (markerl Imunologik untuk MembedakanAML dan ALL5 T +cCD22: cytoplasmic CD22Tdt; terminal deoxynucleotidyl transferaseDiagnosisDiagnosis leukemia akut harus dibuat berdasarkan hasil pemerik-saan sumsum rulang. Pemeriksaan darah tepi yang normal tidakdapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis, terutama pada aleu-kemic leuhemia. Tahap-tahap diagnosis leukemia \"pr.r,'1-6'13-141. Tentukan adanya leukemia akuta. Klinis i. adanya g€lala gagal sumsum tulang: anemia, perdarahan, dan infeksi, sering disertai tanda-tanda hiperkatabolik.

130 Hematologi Klinik RingkasGambar 9-3. Apusan darah tepi leukemia mieloid akut, panah menunjuk pada satu batang A:uer (Auer's rod) (A), dan leukemia lirnJoicl akut (B) ii. sering dijumpai organomegali: Iimfeadenopad, hepatome- gali, atau splenomegali b. Darah tepi dan sumsum tulang i. blast dalam darah tepi lebih dari 5o/o ii. blast dalam sumsum tulang lebih dari 30% Dari kedua pemeriksaan di atas kita dapat membuat diag- nosis kiinis leukemia akut. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis leukemia akut yang dihadapi. c. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi FAB. Jika terdapat fasilitas, iakukan. i. immunophenotyping ii. pemeriksaan sitogenetika (kromosom) Dengan langkah-langkah di atas akan ditegakkan diagnosis leu-kemia akut serta klasifikasi morfologik maupun imunologiknya danditentukan status prognostiknya.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 131Tabel 9-5Perbedaan ALL dan AML ALL AML1. Morfologi: Limfoblast: Mieloblast: o Kromatin: bergumpal o lebih halus o Nleubkihleoslei:d.ilkeitbih samar, o lebih prominent . Auer rod'. negatif o positif r Sel pengiring: limfosit o netrofil2. Sitokimia + a. mieloperok- sidase + +b. Sudan btack -c. esterase non- -spesifik (kasar)d. PASe. acid phospha- +(ThyALL) + (monositik) + (halus) tase + (M7)f . platelet pero-xidase3. Ensim: + - - a.Tdt +(monositik) b.Serumlysozime4. lmunofenotipe {lihat tabel 9-4) Di ,tempat-tempat dengan fasilitas rerbatas, yang terpentingialah membedakan antara AML dan ALL dengan teknik morfologikonvensional Dengan pengecatan konvensional, misalnya denganMGG ketepatan diagnosis hanya sekitar 30o/o. Membedakan AI-Ldengan AML sangat penting karena akan menentukan jenis peng-obatan.TerapiTerapi untuk leukemia akut dapar digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi 2. Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.

132 Hematologi Klinik RingkasKemoterapiThhapan pengobatan kemoterapi terdiri atasrl-6'13-14l. Fase induksi remisi Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang dari 5o/o. Dengan pemeriksaan morfo- logik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi.2. Fase postremisi Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan: a. kemoterapi lanjutan, terdiri atas: i. Terapi konsolidasi ii. Terapi pemeliharaan (maintenance) iii. Late intensifcation b. transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita, temtarna penderita yang berusia di bawah 40 tahun.Kemoterapi untuk ALLKemoterapi untuk ALL yang paling mendasar terdiri dari panduanobat (regimen):1. Induksi remisi: a. Obat yang dipakai terdiri atas: i. Vincristiae (VCR): 1,5 mglmzlminggu, i.v ii. Prednison (Pred): 6 mglm2lhari, oral rii. L Asparaginase (L asp): 10.000 U/m2 iv Daunorubicia (DNR): 25 mglm2lmtnggu4 minggu b. Regimen yang dipakai untuk AI-L dengan risiko standar ter- diri atas: i. Pred + VCR ii. Pred+VCR+Lasp c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara lain: i. Pred + VCR + DNR dengan atau tanpa L asp.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatil 133 ii. Kelompok GIMEMA dari italia memberikan DNR + VCR + Pred + Lasp dengan atau tanpa siklofosfamid.l2. Terapi postremisi a. terapi untuk sdnctudty phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis) i. triple IT yang terdiri atas: intrathecal methltrexdte (MTX), Ara C (cytosine arabinosid), dan dexarnenthason ii. oanial radiotherapy GRT) b. terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen noncross- resistant terhadap regimen induksi remisi c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya dipakai 6 mercaptopurine (6 MP) per oral dan MTX tiap minggu. Di- berikan selama 2-3 m.hun dengan diselingi terapi konsolidasi atau intensifikasi. Kelompok GIMEMA dari Italialmemberikan contoh skema pro-tokol untuk suatu ALL pada orang dewasa seperri tampak padagambar 94.INDUKSI I INDUKSI IIVPDAC V HDMTX C Doxo, DexaI P II .l_r -M-_r.:x.I I pexaltTr MMTTXX. Ara Cc, Dexa Il----------- --r----**---0 bulan 1lntensifikasi Pemeliharaan V, HDMTX, Ara C, Dexa @ MP, MTX, V, P F*x;lt------------------2aQ24Gambar 9-4. Skema protokol terapi ALL menurut GIMEMA 1Keterangan: V = vinkristin, P= prednison, D = doksorubisin, AC = 'siklofosfamid, FIDMTX = high dose methotrcxate, Dexa = deksametason, IT MTX = metotreksat intratekal, MP = 5 mercaptopurine

134 Hematologi Klinik RingkasKemoterapi untuk AMLRegimen kemoterapi untuk AML umumnya teridiri atas:1. Induksi remisi a. \"three plus seuen regimen\": Daunorubicin: 60 mg/M2lhari, i.v., hari 1-3 Ara-C: 200 mglmzlhari,iv, kontinu selama 7 hari. b. ada juga yang memakai regimen DN (daunorubicin, ARA-C dan6Thioguanin=6fq. c. sekarang dipakai juga mitoxantrzne atau etz?zside pada kasus dengan cadangan jantung yang compromised. d. pilihan lain adalah \"high dnse Ara-C'= HIDAC. fua-C diberi- kan 1-3 g/m2 setiap 12 sampai 24 jam sampai dengan 12 dosis. HIDAC dapat juga diberikan setelah regimen 7:3, yairu hari 8 sampai hari 10, disebut sebagai regimen 3 + 7 + 3. I e. untuk induksi remisi untuk kasus AML-M3 (leukemia pro- mielositik akut) daunorubisin digabungkan dengan ATRA (all-transretinoic acid). Untuk kasus yang relap diberikan arsenic trioxide.2. Terapi postremisi terdiri atas: a. Konsolidasi/intensifikasi 2-6 siklus Ara-C dan 6 TG dengan atau tanpa DNR dapat juga diberikan Ara-C dosis tinggi ataupun amsacrine; b. Terapi pemeliharaan Llmumnya, dengan terapi per oral jangka panjang meskipun manfaatnya masih diperdebatkan sehingga sebagian besar te- rapi pemeliharaan ddak diberikan pada AML; c. Imunoterapi Imunoterapi dapat diberikan, misalnya dengan BCG meski- pun manfaatnya masih belum terbukti.3. Thansplantasi sumsum tulang (bone marrow transplantation) ter- diri atas: a. merupakan terapi postremisi yang memberi harapan pe- nyembuhan

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 135 b. efek sarr,rping dapat berupa: pneumonia interstitial (cytomegalo uirus), grafi uersus ltost diseasq, dan grafi rejection c. hasil baik jika umur penderita <40 tahun d. sekarang lebih sering diberikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari darah tepi Qteripheral blood stem cell tansplantation)Terapi SuportifTerapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnyadengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilanterapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportifyang intensif pula, kalau tidak maka penderita dapat meninggalkarena efek samping obat, suatu kematian iauogenik. Terapi suportifberfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pe-nyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek sampingobat. Terapi suportif yang diberikan adalah:l. Terapi untuk mengatasi anemia: transfusi PRC untuk memper- tahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplan- tasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik rerdiri atas: a. antibiotika adekuat b. transfusi konsentrat granulosit c. perawaran khusus (isolasi) d. hemopoietic grrwth factor (G-CSF atau GM-CSF)3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas: a. transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10x106/ml, idealnya di atas 20x106/ml. b. pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC4. Tenpi untuk mengatasi hal-hal lain, yaitu: a. pengelolaan leukostasis: dilakukan dengan hidrasi intrave- nous dan leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit. b. pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberian alopurinol dan alkalinisasi urine.

136 Hematologi Klinik RingkasHasil PengobatanHasil pengobatan tergantung pada berikut ini: l. Tipe leukemia: pada umumnya ALL mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan AML. 2. Karakteristik faktor prognostik dari penderita. 3. Jenis regimen obat yang diberikan.Faktor prognosis untuk ALL dapat dilihat pada tabel 9-6 dan prog-nosis untuk AML pada tabel 9-7. Prognosis penderita leukemia akut sangat bervariasi dan bersifatindividualistik, tetapi pada umumnya didapat hasil sebagai berikut:1 . Hasil pengobatan ALL sangat baik, dengan terapi intensif dicapai kesembuhan pada 70-907o kasus ALL anak dan 40-50o/o pada kasus ALL dewasa, tetapi pada umur di atas 65 tahun hasilnya turun menjadi 5o/o.2. Hasil pengobatan AML tidak sebaik ALL, tetapi akhir-akhir ini hasil pengobatan mencapai kemajuan yang sangat pesat. Remisi dicapaiTabel 9-6Prognosis untuk ALL Good PoorSex Low High (> 50.000) Grrls Boyslmmunophenotyping ;-ALL(CDI0+) B-ALL ChildAge Adult (or infant <2 years)Cytogenetics Normal or Ph+,11q23 Hyperdiploidy(> 50) rearra ngeme nts TEL rearrangementsTime to clear blast < 1 week > 1 weekfrom btood >4weeksTimetoremisslon <4weeksCNS disease Absent Presentat presentationMinimal residual Negative at Still positive atdisease 1-3 months 3-6 months

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 137Tabel9-7Prognosis untuk AML Favourable UnfavourableCytogenetics t(15;17) Deletions of (8:21) chromosome 5 or 7Bone marrow FIl3 mutationresponse lo inv(16)Age 11q23 (6;9) abn (3q) Complex rearra- ngement <5%o blast after >20% blast after remission induction first course <60 years >60 years pada 60-800/o kasus, 30%o diantaranya tetap bebas leukemia setelah 3-5 tahun, sebagian besar darinya akan mengalami kesembuhan. Namun, pada umur di atas 65 tahun hanya didapat hasil kesem, buhan sekitar 57o.LEUKEMIA MIELOID KRONIKLeukemia mieloid kronik (LMK) atau cbonic myeloid leukemia (CML)merupakan leukemia kronik, dengan gqala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk mieloid.CML termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari pluripotent stemcell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif (rry-ebproliferatiue dtsordzrs). Nama lain untuk leukemia mieloid kronikadalah:l-3'14 |. c/tronic myelogenous leuhemia (Clrt9 2. chronic myelocytic leuleemia (CML)LMK terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu: a. leukemia mieioid kronik, Ph positif (CML, Ph+) (chronic granu- brytic leuhemia, CGL) b. leukemia mieloid kronik, Ph negatif (CML, Ph-) c. juuenile chronic myehid leuhemia

138 Hematologi Klinik Ringkas d. chronic neutrophilic leuhemia e. eosinopbilic leukemia f. chronic myelamonocytic leuhemia (CMML)Tetapi sebagian besar (>95%) CML tergolong sebagai CML, Ph+.Epidemiologi 1. CML merupakan l5-20o/o dari leukemia dan merupakan leu- kemia kronik yang paling sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di negara Barat leukemia kronik lebih banyak di- jumpai dalam bentuk CLL. 2. Insiden CML di negara Barat: 1-1,4/100.000/tahun. 3. Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak pada umur 40-50 tahun. Pada anak-anak dapat dijumpai ben- uk juuenile CML.PatogenesisPada CML dijumpai Philadelphia cltromosom (Phi chr) suaru reciprocaltranshcation 9,22 G 9;22), seperti terlihat pada gambar 9-5. Padat(9;22) terjadi translokasi sebagian materi genetik pada lengan pan-jang kromosom 22 ke lengan panjang kromosom 9 yang bersifatresiprokal. Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL padalengan panjang kromosom 9 mengalami juxtaposisi (bergabung)dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom 22. |kibat-nya terjadi gabungan onkogen baru (chimeric oncogen) yaitu bcr-abllnclgen. Gen baru akan mentranskripsikan chimeric RN,,4 sehinggaterbentuk chimeric protein (protein 210 hd). Timbulnya protein baruini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama melalui 4trosinehinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasipada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menye-babkan proliferasi pada seri mieloid.r-3'16Fase Perialanan PenyakitPerjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase, yaitu:l. Fase kronik Fase ini berjalan sela-ma 2-5 ahun dan responsif ter- hadap kemoterapi.2. Fase akselerasi atau transformasi akut:

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 139 Kromosom Phiiadephia e. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukemia akut. b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk ke dalam \" blast crisis\" atau krisis blastik. Sekitar 213 menurytkkan sel blast seri mieloid, sedangkan l/3 menunjukkan seri limfoid.GejalaKlinikGejala klinik CML tergantung pada fase yang kita jumpai padapenyakit rersebur, yaitu:A. Fase kronik terdiri atas: 1. gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anorek- sia, berkeringat malam (gambar 9-6). 2. splenomegali hampir selalu ada, sering masif 3. hepatomegali lebih janng dan lebih ringan 4. gejala gout, gangguan penglihatan, dan priapismus

140 Hematologi Klinik Ringkas 5. Anemia pada fase awal sering hanya ringan 6. kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau pemeriksaan untuk penyakit lainB. Fase transformasi akut terdiri atas: l. Perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin pro- gresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat dan trombosit menurun dan akhirnya meniadi gambaran leukemia akut. 2. Pada sekitar sepefiiga penderita, perubahan terjadi secara men- dadak, tanpa didahului masa prodromal keadaan ini disebutGambar 9-6. seorang penderita cML. penderita tampak kahektis dengan splenomegali yang sangat besar

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferattt 141krisis blastik (blast crisis). Tanpa. pengobatan adekuat pericl.,.rita sering meninggal dalam 1-2 bulan.Kelainan LaboratorikPada kasus CML dapat dijumpai kelainan laboratorik berikut:1. Darah tepi a. Leukositosis berat 20.000-50.000 pada permulaan kemu- dian biasanya lebih dari 100.000/mm3b. Apusan darah tepi: menunjukkan spektrum lengkap seri gra-nulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan kom-ponen paling menonjol ialah segemen netrofil dan mielosit(gambar 9-7 A). Stab, metamielosit, promielosit dan mielo- blast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5o/o.c. Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lan- jut, bersifat normokromik normositer.d. tombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.e. Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase INAPIscore) selalu rendah.2. Sumsum tulangHiperseluler dengan sistem granulosit dominan. Gambarannyamirip dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap4a :;.... \" :l. :,.:t:;..rt:.,.a),:::,a:::,:):,ja:ra.:..tt:::i,. :.-'.r.,t:ir'r:r....rlrrfr. .:t:r...',,;{i*$V*:.,;;;',,1''.;;,,;,,;''..i:t, tW''WW ri::tt::,,.. ' \"i'\"t w

142 Hematotogi Klinik Ringkas seri mieloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30o/o. Megakariosit pada fase kro- nik normal atau meningkat.3. Sitogenetik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada 95% kasus.4. Vitamin Bl2 serum dan 812 binding capacity meningkat.5. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr-abl pada 99olo kasus.6. Vitamin B12 serum dan Bl2 binding capacity meningkat.7. Kadar asam urat serum meningkat.Thnda:Tanda Transformasi akutPerubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandaioleh: 1. Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. 2. Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak adekuat. 3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil. 4. Blast dalam sumsum tulang >l0o/o.Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut \fHO adalah: 1. Blast l0-l9o/o dari \(/BC pada darah tepi dan/atau dari sel sumsum tulang berinti. 2. Basofil darah tepi >20o/o. 3. Thrombositopenia persisten (<100x10e/L) yang tidak dihubung- kan dengan terapi, atau thrombosistosis (>1000x10e/L) yang tidak responsif pada terapi. 4. Peningkatan ukuran lien atau 'WBC yang tidak responsif pada terapi. 5. Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal. Di pihak lain diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut\7HO adalah: 1. Blast >-2oo/o dari darah putih pada darah perifer atau sel sum- sum tulang berinti.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 143 2. Proliferasi blast esktramgduler. 3. Fokus besar atau clulter sel blast dalam biopsi sumsum tulang.TerapiTI e. raFapSi eCrKMrOLnl.Ktre:rl-g3.a1n3-t1u4ng pada dari fase penyakit, yaitu: Obat pilihan: a. Busulphan (Myleran), dosis: 0,i-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diurunkan setengahnya jika leu- kosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.0001 mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3 Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berke- panjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut. b. Hldroxiurea, memerlukan pengaturan dosis lebih sering, te- tapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping Iebih sedikit dan bahaya. keganasan sekunder hampir tidak ada. c. Interferon cr biasanya diberikan setelah jumlah leukosit ter- kontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hematologik pada 8oo/o kasus, te- tapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5-10%o kasus.2. Terupi fase akselerasi: sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.3. Tiansplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyem- buhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood. stem cell transplantatizn. Modus terapi ini merupakan satu-satunya yang dapat memberikan kesembuh- an total.4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleeuec) dapat mendud:uki ATP*binding site of abl oncogen sehingga dapat menekan aktivitas tyrosine hinase sehingga menekan proliferasi seri mieloid.

144 Hematologt Ktinik RingkasTabel 9-8|enis Leukemia Seri LimfoidFrekuensi Relatif Asal Sel Sel T Sel BCLI (chronic lymphocytic 70oh 99% 1% 80% 20%leukemia)PLL (protymphocytic 8%leukemial 100% O%HCL (hairy cell leukemia) 6%Pada trial fase II dan III terbukti imatinib lebih superior diban-dingkan dengan interferon, di mana remisi hematologik tercapaipada 90o/o kasus dan remisi sitogenetik pada 30-50o/o k\"sr.rr. 24TEUKEMIA KRONIK SERI LIMFOIDLeukemia limfoid kronik arau cltronic $mphoid leuhemia (CLL) ter-diri beberapa jenis kelainan yang ditandai oleh proliferasi m(tturelooking lymphocytes, baik sel B maupun sei T. Leukemia kronik seri limfoid terdiri dari 3 jenis leukemia (lihattabel 9-B):1-3'14 l. Leukemia limfositik kronik (chronic lymphocytic leuhemia-CLL) 2. Leukemia prolimfositik (pro lymp h o cytic leuk em ia=PLL) 3. Leukemia sel berambut (hairy cell leukemia)EpidemiologiDari segi epidJmiologi pada CLL dijumpai fakta sebagai berikut: 1. CLL jarang dijumpai di Indonesia atau Timur Jauh; 2. di Barat merupakan leukemia kronik yang paling sering (30o/o); 3. terutama mengenai umur rua (lebih dari 50 tahun).GejalaCLL memberikan gejala klinik sebagai berikut: 1. gejala sering perlahan-lahan dan 20o/o asimtomatik; 2. gejala yang paling menonjol adalah pembesaran kelenjar gerah bening (limfadenopati) superfisial yang sifatnya simetris dan

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 145 volumenya bisa cukup besar. Kelenjar bersifat tidak melekat kompak (discrete) dan tidak nyeri.3. anemia sering dijumpai;4. splenomegali pada 50%o kasus tetapi tidak masif;5. hepatomegali lebih jarang;6. sering disertai lterpes zoster dan pruritus.LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai:1. Darah tepi: a. limfositosis 30.000-300.000/mm3. Sebagian besar terdiri atas limfosit kecil. b. anemia normokromik normositer c. trombositopenia sering dijumpai d. sering disertai bashet cell atau smudged cell2. Sumsum tulang: infiltrasi \"small well dffirentiated lympbocyte\" difus, dengan limfosit merupakan 25-95% dari sel sumsum tulang.3. Pemeriksaan immunopheno4tping: pemeriksaan ini penting unruk membedakan jenis leukemia kronik seri limfoid, seperri terlihar pada rabel 9-9.Tabel 9-9Imunofenotipe Leukemia/Limfoma Limfoid'cD19 CLL PLL HGL FL MCLsigcD5 +++++ + weak. ++ ++ ++ ++CD2ZFMCT +-+cDTSb -++++CD103 - ++ -l+ ++ +-Sig: surface immunoglobulineCLL: chronic Qmphocytic leuhemiaPLL: prolymphocytic leukemia hairy cell leukemiaHCL:

146 Hematologi Klinik RingkasFL: follicular lymphomaMCL: mantle cell lymphomaDiagnosisDiagnosis CLL menurvt \"Interwttional l7orhshop on CLL (1989)\"adalah: t'3'14 1. limfositosis >5xl0e/L selama 4 minggu atau lebih; 2. sel dengan leapprt arau lambda light chain; 3. lou density cell sltrfice atttigen dan CD5 /tntigen positif; 4. limfosit matang yang disertai tidrk lebih dari 50olo sel limfosit; atipik arau imatur. 5. Sumsum tulang dengan > 30o/o limfosit.Derajat PenyakitDerajat penyakit CLL harus ditetapkan karena menentukan strategiterapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakaiialah klasifikasi Rai, r-3'r4 seperti yang terlihat pada tabel 9-10.Tabel 9-10Derajat Penyakit CLL Menurut Kriteria Rai, dkk. Stage Limfosit Limfadeno- Hepato- Hb.<11 Thrombosit >15.000 pati , megali g/dl <100.000Selanjutnya dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: A= lotu rish (stage 0) B= intermediate risk (stage f & fD. C= high ruk (stage flf (7 fW. Sistem penderajatan yang lain adalah dari International WorkingParty (Binet et al) pada tahun 1981.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 147Tabel 9-11Derajat Penyakit CLL Menurut Binet; et alSfage Organ Hemoglobin** Platelet enlargement* (g/dl) (x 10s/L)A (50-60%) 0,1 or 2 areas >10 > 100 3,4 or 5 areas < 100B (30%) not considere,d < 10 and/orc (<20%)* one AreA = fumphnodes > lcm in nech, axilla, groins or spleen, or liueren/argement** secondary causes of anemia (e.g. iron deficiencl or Autoimmunehemofitic anemia or autoimmune thrombocytopenia must be treatedbefore xaging.TerapiTerapi untuk CLL jarang dapat mencapai kesembuhan karenatujuan terapi bersifat konvensional, terutama unruk mengendalikangejala. Kemoterapi yang diberikan terlalu awal dapat memperPen-dek bukan memperpanjang suruiual. Obat yang umum dipakaiadalah chlorambucil dengan dosis 4-6 mg/hari atau 5 .ttgl-2, biasa-nya diberikan selama 24 6ulan. Obat lain adalah fludarabine yangtergolong sebagai purine analogue. Dapat diberikan secara intravenamaupun secara oral, dan merupakan obat pilihan pertama padakasus yang resisten pada chlorambucil. Skema kemoterapi untukCLL adalah: L Low risle: Chlorambttcil 0,T mg/kg, 4 hari setiap 3-4 minggu. 2. Intermediate risk: Sama dengan A 3. High risk: Sama dengan A ditambah prednison 40-60lhari untuk 7 hari seriap 34 minggu.PENYAKIT MIELOPROLIFERATIFPenyakit mieloproliferattf (myebproliferatiue disorder) adalah penyakitklonal akibat proliferasi sel yang berasal dari sel induk mieloid karenadapat'mengenai seri granulositik, monositik, eritroid, meg\"kariosit.l3-'a

148 HematoLogi Ktinik RingkasPenyakit mieloproliferatif dibagi 2 golongan besar:l. Penyakit mieloproliferatif yang jelas menunjukkan sifat maligna ffiank hematologic malignancies), yairu: a. leukemia mieloid akut; b. leukemia mielositik kronik; c. leukemia mielomonositik kronik.2. Penyakit mieloproliferarif yang tingkat keganasannya masih per- lu dibuktika n (non huh emic mye lopro liferatiue diso rders), yaitu: a. polisitemia vera; b. mielofibrosis dengan mieloid metaplasia; c. thrombositemia essensial; d. metaplasia mieloid tanpa mielofibrosis.Sifat-sifat penyakit mieloproliferarif nonmaligna adalah: 1. Proses mengenai lebih dari satu seri sel 2. Selalu terjadi proliferasi megakariosit 3. Selalu terjadi proliferasi jaringan hemopoetik ekstra medule sehingga menimbulkan splenomegali. Penyakit-penyakit ini berhubungan sangat dekat, terdapat ben-tuk transisi dan dapat rerjadi evolusi dari satu bentuk ke bentukyang lain dapat terjadi selama perjalanan penyakit (gambar 9-8).MIELOFIBROSIS DENGAN MIELOIDMETAPLASIAPenyakit mielofibrosis dengan metaplasia mieloid (MMM) ditandaioleh fibrosis progresif sumsum tulang disertai pembentukan hemo-poesis dalam hati dan limpa (dikenal sebagai metaplasia mieloid). Halini menyebabkan anemia dan hepatosplenomegali massif,l-3'13 Gambar-an klinik penyakit ini adalah: a. umur penderita relatif tua, lebih dari 50 tahun; b. gejala hipermetabolik: penurunan berat badan, anoreksia, de- mam dan keringat malam; c. disertai splenomegali masif; d. leukositosis >50.000/mm3, tingginya jumlah leukosit tidak se- banding dengan besarnya splenomegali;

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 149 Bone manow stem cell Acquired abnormalityPrinciple Granulocyte Red cell *+Megaka-- Reactivecellular precursors precursorsproliferation rryyocoycteys tes fibrosis + +Clinical *entity Acute Myeloid Leukemia 10%Gambar 9-8. Hubungan berbagai jenis penyakit mieloproliferatif e. anemia sering berat; f. tear drop cell dalam apusan darah tepi dan gambaran leukoeritro- blastik; g. neutrophil alhaline phosphatase normal, lactic dehydrogenase, dan asam urat meningkat; h. sumsum tulang: fibrosis dengan cluster sel megakariosit. MMM perlu dibedakan dengan leukemia mieloid kronik, di-mana pada MMM peningkatan leukosit tidak sebanding dengansplenomegali, fosfatase alkali netrofil normal, dan tidak dijumpaikromosom Philadelphia. Terapi untuk MMM berupa terapi paliatif untuk mengatasi anemiadan splenomegali. Ti'ansfusi dan asam folat folat diberikan secara teraturuntuk mengatasi anemia. Hidrolsiurea dapat mengurangi splenomegalidan gejala hipermetabolik. Splenektomi hanya dipertimbangkan jika

150 Hematologi Klinik Ringkasgejala splenomengali sangat menyolok disertai sindroma hipersple-nisme berat. Ada juga yang mempertimbangkan pemberian andro-gen atau alhylating agent.POLISITEMIAVERAPolisitemia vera adalah proliferasi berlebihan sel eritroid, disertaidengan seri mieloid dan megakariosit. Proliferasi maligna ini bersifatklonal dari sel induk hemapoerik.l-3'13 Polisitemia vera harus di-bedakan dengan polisitemia sekunder. Penyebab pisitemia secaraumum dapat dilihat pada abel 9-12.Ada 3 fase perjalanan penyakit polisitemia vera, yaitu: I . Fase preklinik 2. Fase stabil 3. Fase \" spenf'Tabel 9-12Penyebab PolisitemiaPrimerPolisitemia veraSekunderPeningkatan kompensatoar eritropoetin pada keadaan sebagai berikut: 1. ketinggian' 2. penyakit paru dan hipoventitasi alveoler 3. penyakit jantung kongenital dengan sianosis 4. perokok beratPeningkatan abnormal (inappropriate increase'1 eritropoetin pada kea-daan berikut 1. penyakit ginjal (hidronefrosis, kista, karsinoma) 2. tumor, seperti fibromioma uteri, hepatoma, hemangioblastoma, dan cerebellumRelatif 1. stres atau pseudopolisitemia 2. perokok : 3. dehidrasi 4. kehilangan plasma: luka bakar, enteropati

Leukemia dan Pengakit Mieloprotiferatif 151Gejala KlinikPolisitemia vera pada umumnya mengenai umur tua disertai gam-baran klinik berupa berikut: a. sakit kepala, sesak napas, penglihatan kabur, dan keringat malam; b. sering disertai gelala epigastreal distress, ulkus peptikum dijum- pai pada 5-10% kasus; c. disertai rasa gatal, kesemutan dan rasa terbakar pada tungkai; d. sering disertai plethora (muka kemerah-merahan=rudd! ryanosis); e. splenomegali dapat dijumpai pada 75o/o kasus, tetapi tidak masif; f. perdarahan; seperti perdarahan gastrointestinal, uterus, sere- bral, gejala thrombosis arterial: jantung, serebral, perifer; gejala thrombosis vena: superfisial pada kal<t, deep uein tltrombosis, - serebral, portal atau hepatik; g. hipertensi dijumpai pada sepertiga kasus; h. dapat dijumpai artritis gout karena hiperurisemia.Kelainan LaboratoriumPada polisitemia vera dapat dijumpai kelainan laboratorium sebagaiberi kut: a. hemoglobin, hematolrit dan eritrosit meningkat; b. leukositosis moderat dan trombositosis ringan pada lebih dari 50%o kasus; c. massa sel darah merah meningkat, diukur dengan teknik Cr51, dan volume plasma total juga meningkat, diukur dengatt l25I- albumin; d. neutrophil alhaline phosphatase (NAP) meningkat, vitamin B12; serum dan Bl2-binding capacity meningkat; e. viskositas darah meningkat; f. asam urat darah meningkau g. sumsum tulang hiperseluler dengan cluster megakariosit.DiagnosisDiagnosis polisitemia vera dibuat jika dijumpai peningkatan massaeritrosit dan dengan menyingkirkan penyebab polisitemia sekunderdan relatif, Po$cytltemia Wra Study Group membuat kriteria diagno-sis sebagai berikut: I

152 Hematologi Ktinik Ringkasl. Karegori A a. Massa sel darah merah total, yaitu: i. laki-laki >35 ml/kg ii. perempuan >32 mllkg b. Saturasi oksigen arrcrial >92o/o c. Splenomegali2. Karegori B a. Thrombosit >400x10e/l b. Leukosit >lzxl}ell c. Skor NAP meningkat d. Kadar vitamin B12 serum meningkatDi pihak lain WHO membuat kriteria diagnosis, seperti terlihatpada rabel 9-13.TerapiTerapi diusahakan unruk mempertahankan hematokrit sekitar 0,45dan thrombosit di bawah 400x10911.PhlebotomiVenaseksi untuk phlebotomi dikerjakan pada pasien umur mudadan penyakit ringan.SitostatikaHidroksiurea diberikan untuk mengendalikan eritrosit, leukosit danthrombosit. Perlu diberikan terapi pemeliharaan bertahun-tahun. Busulfan dapat juga diberikan secara intermiten dengan bebe-rapa efek samping yang merugikan.Fosfor 32Fosfor 32 diberikan untuk penderita usia lanjut dengan stadiumpenyakit yang lebih berat.lnterferonInterferon alfa dilaporkan memberikan hasil cukup baik, tetapi masihmemerlukan penelitian lebih lanjut.TROMBOSITEMIA ESENSIALThrombositemia esensial atau essential thrombocyihemia (ET) adalahkelainan mieloproliferatif klonal yang primer mengenai megakariosit

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatil 153Tabel 9-13Kriteria Diagnosis Polisitemia Vera Menurut WHO16 1. 41 Elevated RBC rnass > 25% above mean normal predicted value, or Hb > 18.5 g/dt in men, 16.5 g/dt in women 2. A2 No cause of secondary erythrocytosis, including: a. Absence of familial erythrocytosis b. No elevation of erythropoietin due to: i. hypoxia (arterial pO2 d\" 92%) ii. high affintty hemoglobin iii. truncated EPO receptor w. inappropriate EPO production of tumor 3. A3 Splenomegaly 4. A4 Ctonal geietic abnormatity other than Ph chromosome or BCN ABL fusion gene in marrow cell 5. A5 Endogenous erythroid colony in vitro 6. 81 Thrombocytosls > 4A0 x 10s/t 7. 82WBC> 12x 10e/t 8. 83 Eone marrow biopsy showing panmyelosisi with erythroid and . megakaryocytic protifetration 9. 84 Low serum erythropoietin levels Diagnose PV when A1 + A2 and othercategory A are present, orwhen A1 + A2 and any two of category B are presentyang ditandai oleh thrombositosis menetap dalam darah tepi danpeningkatan jumlah serta besar megakariosit dalam sumsum tulang. Insiden ET di Negara Barat diperkirakan 1-2,5 per 100.000penduduk per tahun. Sebagian besar kasus berumur 50-60 tahun,hampir sama pada laki-laki maupun p...-p,r\"n.tnGejala KlinikGejala klinik ET adalah: t-1't3'16 a. sekitar 50% bersifat asimtomatik; b. sekitar 20-50o/o menunjukkan gejala perdarahan abnormal atau thrombosis. Perdarahan terutama dari mukosa berupa: hematemesis melena atau hemoptoe. Oklusi mikrovaskuler menimbulkan transient ischemic attach, atau ischemia digital dengan parestesia atau gangrene.

154 Hematologi Klinik Ringkas Thrombosis arteri arau vena besar dapat terjadi, kadang-kadang disenai thrombosis pada vena hepar atau lien. c. splenomegali ringan dijumpai pada 5070 kasus: d. hepatomegali hanya dijumpai pada l5-20%o kasus.Kelainan Laboratorium a. trombosit meningkar, biasanya >600.000/mm;3 b. sering dijumpai leukositosis ringan; c. apusan darah tepi menunjukkan anemia normokromik-normo- siter thrombosit sangat meningkat, kadang-kadang dijumpai gambaran leukoeritroblastik dan tear drop cell; d. biopsi sumsum tulang normoseluler arau hiperseluler ringan. Yang khas adalah peningkatan jumlah megakariosit. Megaka- riosit besar-besar sampai giant megaharyocltes Tersusun dalam klaster longgar dengan sitoplasma banyak dan inti hiperlobu- lasi . Aspirasi sumsum tulang sering dry tap.DiagnosisSampai saat ini belum terdapat petanda genetik maupun biologikyang khas untuk ET. Oleh karena itu, diagnosis rerurama ditegak-kan dengan menyisihkan kemungkinan penyebab thrombositosissekunder. \7HO membuat kriteria diagnosis ET seperti terlihatpada tabel 9-14.TerapiTirjuan terapi pada ET adalah mengendalikan hitung thrombositsehingga mencegah thrombosis. Untuk penderita dengan risikotinggi thrombosis sebaiknya thrombosit dipertahankan di bawah600 x 10e/1. Hidroksiurea merupakan obat yang sering diberikanuntuk menurunkan jumlah thrombosit. Interferon-alpha dapar di-pertimbangkan pada penderita dengan umur yang lebih muda.Anagrelide merupakan obat yang sangar efektif untuk menurunkanjumlah thromb-osit, saat ini sedang mengalami uji klinik fase lanjut.Busulfan d\".r 32P dapat menurunkan thrombosit terapi efek sam-ping jangka panjangnya kurang baik. Untuk pengelolaan jangkapendek dapat dipertimbangkan platelet pheresis. Aspirin dapat di-berikan untuk mencegah thrombosis, sepanjang tidak ada riwayatperdarahan.6

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 155Tabel 9-14Diagnostic Criteriu for Essential Thrombocythemiat6 Positive criteria 1. Susfarned platelet count> 600 x 1Ts/t 2. Bone marrow biopsy specimen showing proliferation mainly of the megakaryocytic lineage with increased numbers of enlarged, ma' ture megakaryocytes. Criteria of exclusion 1. No evidence of polycythemia vera a. normal red cell rnass orHb <18.5 g/dl in men, and < 16.5 ldl in women. b. stainabte iron in marrow, normal serum ferritin or normal MCV c. if the former condition is not met, failure of iron trial to increase red cell rnass or hemoglobin levels to the PV range 2. No evidence of CML a. no Philadelphia chromosome and no BCNABL fusion gene 3. No evidence of chronic idiopathic myelofibrosis a. collagen flbrosls absent b. reticutin flbrosls minimal or absent 4. No evidence of mylodysplastic syndrome a. no det(Sq), t(3;3)(q21 q26), inv(3)(q21q26) b. no significant of granutocytic dysplasia, few if any micromegakaryocytes. 5. No evidence that thrombocytosis ls reacfive due to: a. underlying infection or inftammation b. underlying neoplasm c. prior splenectomySINDROM MIELODISPLASTIK(MYEL O DY S P L ASTIC S }A\IDR O ME)Sindrom mielodisplastik (SMD) atau myelodyspkstic syndrome(MDS) adalah kelainan neoplastik hemopoetik klonal yangdisebabkan oleh transformasi ganas sel induk mieloid sehinggamenimbulkan gangguan maturasi dan diferensiasi (displastik) serimieloid, eritroid atau megakariosit, y^ng ditandai oleh hema-tapoesis inefektif, sitopenia pada darah tepi, dan sebagian akanmengalami transformasi menjadi leukemia mieloid ak,,tt.1-t Sifatneoplastik klonal dari kelainan ini telah terbukti dan secara

156 Hematologi Klinik Ringkasklinik kelainan ini dapat dianggap sebagai suaur premalignant statesehingga disebut juga sebagai preJeukemia. MDS merupakan ke-lainan yang sangar heterogen, tetapi disatukan oleh adanya displasiapada satu atau lebih turunan seI (cell lineage), serta adanya kecen-derungan transformasi maligna pada sebagian besar kas*s.1-6 Meskipun klasifikasi resmi MDS baru muncul sejak 2 dekadeyang lalu, yaitu klasifikasi FAB,16 tetapi deskripsi kasus ini telahdimulai 60 tahun yang lalu. Rhoades dan Baker pada tahun 1938telah mengajukan 60 kasus anemia refrakter yang mendahului leu-kemia mieloid akut. Istilah prelukemia dipakai oleh Block et al.tahun 1953, sedangkan Rheingold et al. pada tahun 1963 meng-ajukan istrlah smoldering acute leukemia. Meischer dan Farquet padatahun 1974 mendeskripsikan kasus leukemia mielomonositik kro-nik, kemudian Dreyfus pada tahun 7976 mempublikasikan kasusrefactory anemia tuitlt excess myelobkst. Istilah dysmyelopoietic diper-kenalkan oleh Streuli et al. pada tahun 1980, kemudian Benner etal. dari grup FAB memakai istllah rnyelodysplastic syndrome mulaitahun 1982, terakhir Heaney dan Golde memakai isilah myelodys-pksia.t'te'20 Sebelum istilah MDS diterima secara luas, para klinisidibingungkan oleh berbagai terminologi lain seperti: preleukemia,subacute myeloid leukemia, smoldrring acute leuhemia, /temopoietic dlts-plasia, herald state of leuhemia, preleukemic anemia, refractory dysrrye-lopoietic anemia, dysmyelopoietic syndrome, myloid dysplasia, untukkasus-kasus yang sangar bervariasi ini. l-6'leEpidemiologilnsidenMDS adalah penyakit yang relatif baru, sehingga data mengenaiinsiden penyakit ini belum banyak dijumpai. Linman dan Bagby,yang dikutip oleh Heaney dan Golde20 memperkirakan di AmerikaSerikat pada tahun 1978 dijumpai 1500 kasus baru. Pada perte-ngahan tahun 1980-an, Leuhemia Research Fund di Inggris menda-patkan insiden 3,6/100.000/tahun, meskipun dengan variasi daerahper daerah yang cukup besar. Studi dari Dusseldorf yang diterbitkanpada tahun 1992, menunjukkan peningkatan insiden dari t,3l

Leukemia dan Pengakit Mietoproliferatif 157100.000/tahun untuk periode 1976-1990 menjadi 4,1/100.000/tahun untuk periode 1986-1990.'Williamson et al.r yang melaku-kan penelitian di Bournemouth (Inggri$ pada periode 1981-1990mendapatkan insiden 12,6/100.000/tahun. Insiden MDS padaumur tua lebih tinggi dibandingkan dengan leukemia mieloid akut. Data insiden MDS untuk Indonesia belum dijumpai sampai saatini. Soebandiri et al21 yang meneliti di Surabaya tahun 1981-1986mendapatkan sejumlah 38 kasus, dan terlihat kecenderungan yangse-akin meningkat setiap tahun. Suega .t melaporkan MDSmerupakan l4o/o dari 86 kasus yang diraw\"a1.t12pada Divisi Hema-tologi Bagian Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar, dan me-rupakan urutan kedua setelah anemia aplastik..Terdapat kecenderungan adanya peningkatan insiden MDS,meskipun laporan ini perlu dikonfirmasi. Apakah peningkatan inidisebabkan oleh peningkatan angka absolut, ataukah hanya bersifatrelatif karena perhatian yang lebih besar, ataukah karena kriteriadiagnostik yang lebih jelas, masih perlu diteliti lebih lanjut. Kesu-litan dalam penelitian insiden MDS disebabkan oleh kesulitan didalam mendapatkan penderita karena diagnostik MDS memerlukanpemeriksaan sumsum t,rl\"rrg.19Umur dan )enis KelaminMDS merupakan penyakit usia lanjut dengan >80%o kasus berumurdi atas 60 tahun, dengan umur rata-rata sekitar 65 tahun. Kasusdengan umur di bawah 50 tahun jarang dijumpai, meskipun kasusMDS pada anak juga pernah di laporkan. 'Williamson melaporkaninsiden pada kelompok umur <50 tahun adalah 0,5/100.000/tahun,5,3 untuk umur 50-59 tahun, 15 untuk umur 60-69 tahun, 49untuk umur 70-79 tahun, dan 89 untuk umur >80 tahun. MDSdijumpai hampir dua kali lebih sering pada laki-laki dibandingkandengan perempuan. Soebandiri et al. Surabaya mendapatkan rasiolaki-laki:perempuan= 1,9:1, sedangkan Suega et al. di Denpasarmendapatkan rasio l:7. r2'2t

158 Hematologi Klinik RingkasPenyebabSeperti halnya penyebab kanker pada umumnya, penyebab MDSyang pasti belum diketahui. Studi epidemiologi menunjukkanMDS dihubungkan dengan pemaparan terhadap bahan kimia:benzen, halogenated hydrocarbon, hidrogen peroksida serta pemapar-an terhadap sinar gama, thorium dan radium. Penelitian di Inggris8menunjukkan pemaparan terhadap dental X-ray memberikan risiko 1,85 dan radioterapi memberi risiko 1,89. Pemaparan terhadap kemoterapi rernyara menimbulkan apayang disebut therapy related MDS (t-MD$, y\".rg bersama dengan t-AML merupakan hal yang paling ditakuti setelah pengobatankanker. Kemoterapi yang paling sering dituduh adalah alkylatingagent (siHofosfamid, melphalan) dan DNA topoisomerase II inhibitor(Ara-C, teniposid, etoposid). Pemaparan terhadap radioterapi jugadicurigai tetapi dengan risiko lebih rendah. Masa laten anrara pema-paran sampai timbulnya MDS adalah 4-5 tahun.r' Thrrn11y relatedMDS lebih sering disertai kelainan sitogenetik, yaitu delesi atau'/lsskromosom 5 dan 7 setelah alhylating /xgent, sefia balanced trans/oca-tion yang mengenai band 3q26, Ilq23, dan 21q22 setelah pema-kaian inhibitor tropoisomease II.rFrekuensi Bentuk-Bentuk Klinik MDSFAB membagi MDS atas 5 kategori: RA (refactory anemia), RARS(refactory anemia utith ringed sideroblast), RALB (refractoty aneminwith excess blast), R-\EB-I (refactory anemia witb excess blast in trans-formation), dan CMML (chronic myelomonocytic leukemlal.tsFrekuensi jenis-jenis MDS menurut klasifikasi FAB di negara Bar-atataupun di Indonesia dapat dilihat pada tabel 9-15. Laporan penelitian mengenai frekuensi MDS di Indonesia masihjarang dijumpai. Perbedaan dalam angka-angka yang dijunipai da-pat disebabkan oleh perhatian dan fasilitas diagnosis yang l-rerbcda.Misalnya, di Denpasar, tidak dijumpai RARS karena fasilitas peng€-catan besi sumsum tulang belum tersedia.

Leukemia dan Pengaktt Mieloproliferatif 159Tabel 9-15Distribusi |enis MDS Menurut Klasifikasi FAB Jenis MDS Di negara Baratle Surabaya2l Denpasarl2RA 25% 29% 5B%RARSRAEB 15o/o 38% 29YoRAEB-t 29%CMML 35% 105% 15% 10% 2,50Klasifikasi MDSPada tahun 1976, FABI7 (French American British group) membuatklasifikasi leukemia akut, yang memasukkan juga sindrom mielodis-plastik sebagai diagnosis diferensial, yaitu untuk kasus dengan Per-jalanan penyakit yang lebih lambat dan terjadi pada umur yanglebih tua. Kasus ini disebut sebagai dysmyelopietic syndrome araumyelodysplastic syndrome. Kemudian pada tahun 1982, FAB18 mem-buat klasifikasi khusus untuk sindrom mielodisplastik yang diteri-ma secara luas sampai saat ini. FAB membagi MDS menjadi 5kategori (tabel 9-15) berdasarkan jumlah blast dalam darah tepidan sumsum tulang, jumlah monosit dalam darah tepi, serta jumlahringed sideroblast dalam sumsum tulang. MDS yang timbul setelah kemoterapi mempunyai gambaran klinikyang sama dengan MDS de nouo, tetapi mempunyai perbedaan dalamTabel 9-15Klasifikasi MDS Menurut FAB18 1. Refractory anemia (RA) 2.Refractory anemia with ringed stderob/asf (RARS) 3.Refractory anemia wifh excess blasl (RAEB) 4.Chronic myelomonocytic leukemia (CMML) 5. Refractory anemia with excess blast \"in transformation\" (RAEBa)

160 Hematologi Klinik Ringkasgambaran sitogenedk dan prognosis karena ada yang menggolong-kannya sebagai bentuk tersendiri: therapy rekted MDS (I-MDS). t'a'le Uraian mengenai bentuk-bentuk MDS sesuai dengan klasifikasiFAB disampaikan di bawah ini.Refractory Anemia (RA)Pada RA dijumpai sitopenia, paling sedikit pada satu turunan sel(cell lineag), pada umumnya pada seri eritroid. Sumsum tulanghiperseluler arau normoseluler dengan perubahan displastik ter,utama pada sistem eritroid, sistem granulosit dan megakariositmengalami perubahan displastik dalam derajar yang lebih ringan.Blast dalam darah tepi <lo/o dan dalam sumsum tulang .5o/o.t'teRefractory Anemia with Ring SrUerob/asf (RARS)Pada RARS dijumpai sitopenia (hampir selalu disertai anemia), per-ubahan displastik, jumlah blast seperti pada RA. Ringed sideroblastdijumpai >l5o/o dari sel eritroid berinti dalam sums,r^ t,rla.,g.1'teRefractory Anemia with Excess B/asf (RAEB)Pada RAEB dijumpai sitopenia dari dua atau lebih turunan sel (celllineag) pada darah tepi. Perubahan displastik pada kedga lineagedalam sumsum tulang lebih nyata. Blast darah tepi <5o/o dan dalamsumsum tulang antara 5-20o/o.1'r9Chronic Myelomonocytic Leukemia (CMML)Pada CMML dijumpai monositosis pada darah tepi (monosit >l x10e per liter). Blast dalam darah tepi <5o/o, sedangkan dalam sum-sum tulang blast sampai dengan 20o/o.t'19Refractory Anemia with Excess Blasf rnTra n sf o rm ati o n ( RA E B -t)Pada RAEB-I gambaran hematologik sama dengan RAEB, tetapiblast darah rcpi >5o/o atau blast dalam sumsum tulang 2l sampai30o/o arau adanya Auer rod pada sel bl\"st.l'leKlasifikasi MDS Menurut WHO\7HO16 pada tahun 2001 membuar klasifikasi MDS yang lebihdetail yang mungkin mempunyai hubungan lebih baik dengan

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 161prognosis. Klasifikasi MDS menurut\7HO dapat dilihat pada tabel9-r7. Kelainan darah tepi dan sumsum tulang pada berbagai jenisMDS menurut klasifikasi '!?HO dapat dilihat pada tabel 9-18.Tabel 9-17Klasifikasi MDS Menurut WHO16 1. Refractory anemia (RA) 2.Refractory anemia with ringed slderoblasf (RARS) 3. Refractory cytopenia with muttitineage dysplasia (RCMD) -4.Refractory anemia wth excess b/asf 1 (RAEB-1) -S.Refractory anemia with excess b/ast 2 (RAEB-2) 6. Myelodysplastic syndrome u nclassified (MD S-U) 7.MDS associated with del(Sq)Perbedaan Klasifikasi MDS Menurut FAB dan WHOSebetulnya tidak terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkanklasifikasi FAB dengan'WHO, tetapi klasifikasi \X/HO dimodifikasiuntuk lebih menajamkan prognosis, yait,r:t6'20 a. \fHO memasukkan refactory cltopenia sebagai salah satu kate- gori MDS karena dalam kenyataannya ada kasus-kasus MDS tanpa disertai anemia sehingga tidak dapat dimasukkan dalam klasifikasi FAB. b. FAB memakai istilah RAIB dan RAEB-I, sedangkan WHO memakai istilah RAEB-I dan RAEB-2 dengan titik pemilah jumlah blast yang sedikit berbeda. c. \f-HO memasukkan satu kategori baru MDS associated with del(5q), di klinik dikenal sebagai 5q-slndrome yang mempu- nyai prognosis yang sangat baik.Beberapa Permasalahan dalam Klasifikasi FAB ini adalah:r a. Mengenai nama anemia refrakter masih menjadi perdebatan, karena anemia yang tidak reponsif pada pengobatan tidak dapat ditentukan sebelum pengobatan diberikan dan tidak dapat diten- tukan secara morfologik. Anemia tidak selalu menjadi komponen MDS karena ada yang mengusulkan nama\"refractzry cltzPenia\".

162 HematoLogi Klinik RingkasTabel 9-18Kelainan Darah Tepi dan Sumsum Tulang pada MDSMenurut Ktasifikasi WHO16Jenis MDS Darah tepi Sumsum tulangRefractory anemia (RA) Anemia Erythroid dysplasia only No or rare blast < 5% blast < 15% ringedRefractory anemia with Anemia siderob/asf 215% ringedr(iRngAedRsiSde)roblast No b/asf sideroblast Erythroid dysplasia only < 5% blastRefractory cytopenia with Cytopenias (bicyto-Dysplasia in > 1A% ofmultilineage dysplasia penia/ pancyto- the celts in two or more penia)and ringed siderob/ast blast myeloid cetl lines No or rare >15% ringed sideroblast(RCMD-RS) No Auer rods < 5To blastsRefractory anemia with Cytopenias No Auer rods lJnitineage or multifi-excess btast-l (RAEB-I) < 5%o blasts neage dysplasia y?it7;,:\"::,. 5-9% blasts No Auer rods cytes Unilineage orRefractory anemia with Cytopeniasexcess blast-2 (RAEB-Z) G19% blasts multilineage dysplasia Auer rods + 10-19% blasts Auer rods +Myelodysplastic Cytopenia Unilineage dysptasia:syndrome- one myeloid cell lineUnclassified (MDS-U) No or rare blasts < 5% blast No Auer rods No Auer rodsMDS associated with Anemia Normal to increasedisolated del (5q) lJsually normal megakaryocytes with or increased platelet hypolobulated nuclei < 5%o blasts <5%o blasts lsolated del(5q) cytoge netic abnormality No Auer rods

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 163 b. Masalah kedua adalah mengenai kontroversi memasukkan CMML ke dalam MDS. CMML meskipun menunjukkan tanda- tanda displasia, tetapi lebih sering menunjukkan tanda-tanda mieloproliferatif: splenomegali dan leukositosis sehingga lebih tepat jika dimasukkan dalam MPD (myeloproliferatiue disorder). c. Masalah lain, seperti halnya pada setiap klasifikasi penyakit yang harus membuat perbatasan dari suatu \" continuum\" sebuah penyakit, adalah\"bersifat arbitrer. Mengambil angka blast 300/o sebagai perbatasan adalah hal yang secara biologik inkonsisten. 'S7HO menganggap angka 20o/o lebih tepat. Meskipun dengan segala kelemahannya, klasifikasi MDS dite-rima secara luas karena merupakan \"bench marh\" dalam diagnosisdan merupakan petunjuk kasar unruk prognosis.lAspek BiologiAsal-Usul Sel Neoplastik pada MDSSifat monoklonalitas MDS telah dibuktikan melalui penelitian iso-ensim G6PD, analisis sitogenetik, atau penelitian lromosom denganteknik yang lebih maju, yaitu FISH ffluorescent in situ hybridization),penelitian RJLP (restriction fagment length polymorphism) dengan X-linhed restriction DNA. Transformasi neoplastik terjadi pada tingkatsel induk mieloid (CFU-GEMM) karena transformasi ke arah leu-kemia selalu menjadi AML belum pernah dilaporkan menjadi ALL.Di samping itu, petanda sitogenetik hanya dijumpai pada sel tu-runan mieloid (granulosit, eritroid, megakariosit, monosit), tidakpada turunan limfoid. Biarpun demikian, pernah dilaporkan padalimfosit-T, tetapi sangat jarang.l'6Aspek SitogenetikKelainan kromosom (haryotype) sangat sering dijumpai pada kasusMDS dan mempunyai arti penting dalam hubungan dengan pato-biologi, diagnosis dan prognosis MDS. Kelainan kromosom tunggalatau multipel dapat dijumpai sena dapat mengalami perubahan lebihlanjut selama perjalanan penyakit. Kelainan sitogenetik klonal dijumpai

164 Hematologi Klinik Ringkaspada 30-50o/o MDS de nouo, dan pada lebih dari 807o kasus MDSsekunder (therapy related-MDS=t-MDS).1 6''o P\"d\" I-MDS kelainankromosom lebih sering bersifat kompleks, mengenai 3 atau lebihkromosom.2o K.I\"i.r\"., sitogenetik pada MDS dapat berupa, seperti: l. Hilangnya (delesi) sebagian atau seluruh kromosom, terutama kromosom 5(-515q-), kromosom 7 (-717q-), kromosom 20, kromosom X atau Y. 2. Penambahan (duplikasi) jumlah kromosom, misalnya nisomy B. 3. Balanced translocation jarang dijumpai, jauh lebih jarang di- bandingkan dengan pada AML.Insiden kelainan kromosom pada MDS de nouo dapat dilihat padatabel 9-19. Hubungan antara kelainan sitogenetik dengan jenis MDS(menurut klasifikasi FAB) masih belum jelas. Kecuali 5q- yang khasdijumpai pada RA, kelainan sitogenetik terdistribusi hampir meratapada seluruh MDS. Beberapa bentuk klinik yang khas dijumpaipada kelainan sitogenetik tertentu dapat dijumpai pada tabel 9-20.Tabel 9-19Kelainan Sitogenetik yang Paling Sering Diiumpaipada MDSl'1e'20Abnormalitas Kromosom Frekuensi(%)I nterstitiat alau terminal deletion 20Del 5q 20-1 0-Del 7qDel 20q 3-5Chromosome deletion 1 0-50.Del (7) 3-1 0.Del(Y) 3-17*Del (17)Chromosome duplication 10-1sInsomy ATranslocation 2-6t(3,3) atau inv 3 2-8%)(5,17) atau t(7,17)*angka yang lebih tinggi menunjukkan frekuensi pada I-MDS

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 165 Sindrom 5q-(the 5q- syndromr) penama kali dilaporkan oleh vanden Berghe et al pada tahun 1974, merupakan bentuk klinik yangkhas. Lebih sering dijumpai pada perempuan (70o/o1, dijumpai ane-mia makrositik refrakter, nerropenia jarang ditemukan atau hanyaringan saja, trombosit sering normal atau meningkat, dan dijumpaimikromegakriosit-nonlobulated pada sumsum tulang. Perjalanan pe-nyakit lebih ringan dengan angka transformasi menjadi leukemiarendah (<10%o).1'20 Kelainan sitogenetik yang khas sangar membantu diagnosis MDSdengan bentuk-bentuk yang tidak tipikal seperti hypoplastic MDSatau MDS dengan mielofibrosis. Kelainan sitogen*tik juga sangatmenentukan prognosis penderita MDS di samping jumlah blastdalam sumsum tulang, seperri dapat kita lihat pada InternationalPrognostic Scoring System for Myelodysplastic Syndrome. t'20Tabel 9-20Beberapa Bentuk Kelainan Sitogenetik yang Khas20(Cy t o geneti cally D efine d Sy n dr o m e)Kelainan Sitogenetik Gambaran KlinikopatologiDeletion 5q31 (5q)Deletion 17p RA (5q-syndrome) Pelgeroid neutrophils denganMonosomi T vakuolisasi sitoplasmaAbnormal3q26 (EVl-1) Disfungsi netrofil Trombositosis dengan megakariositAbnormal 12p displastikDeletion 20q CMML atau RAEB RA dengan prognosis baikKelainan HematopoesisPada percobaan in vitro (in uitro cbnogenic assa) dr1umpai bahwa kapa-sitas pembentukan koloni dari sel induk hematopoetik (CFU-GEMM,BFU-E, CFU-E, CFU-GM, CFU-Mk) sangat menurun, sesuatu halyang juga dijumpai pada kasus AML. Kemampuan pembentukanklaster juga menurun, disertai gangguan maturasi sel dalam koloni.l'\7Penelitian awal menunjukkan gangguan marurasi sel disebabkanoleh defek intrinsik dari klon sel neoplastik, sangat mungkin karena

166 Hematologi Klinik Ringkasgangguan transduksi sinyal.l Penelitian kinetik sumsum tulangmenunjukkan kecepatan divisi sel lebih tinggi dari sel normal.Kecepatan inkorporasi 3H+hymidinr ke dalam DNA menurun jikaterjadi transformasi dari MDS ke AML.t Penelitian in vitro (clonogenic assa) menunjukkan gangguan re-gulasi hemopoetik. Terjadi penurunan produksi ltemopoietic gruuthfactors (HGF), seperti GM-CSF, G-CSF, IL-3, M-CSE IL-6, danrespons sel hemopoetik terhadap HGF juga menurun. Akan tetapi,kadar HGF penghambat (inhibitor), seperti: TNF-c, TGF-p, INF-y,MIP-1a meningkat pada kasus MDS.r'20Perubahan Molekuler dan OnkogenPerubahan molekuler (molecular euent) pada MDS yang menyebab-kan gangguan proliferasi dan maturasi sangat heterogen dan belumdiketahui pasti. Kelainan lromosom pada MDS sangat sering di-jumpai yang memungkinkan terjadinya zncogene rearr/tngement.Perubahan ini bersifat multistep dengan mutasi sekuensial (sequentialmutations) yang pada akhirnya menimbulkan transformasi neoplas-tik pada tingkat feonotipe.l-6'20 Berbagai ekspresi onkogen abnormal dijumpai pada kasus MDS,seperti kelainan N-ras oncogene, turnzr suppressor genes: p53 dan.IRF-I,the antiapoptotic bcl-2 gene, the cell-cycle regulator gene: pIl\"n\"o, danthe transcription-factor gene: EVII dan MLL.|8 Gen-fms yang meng-kode CSFl-receptzr (M-CSF-receptor) dljumpai pada 12-18%o kasusMDS, terutama pada kasus CMML. Famili ras-znclgene yang meng-kode GTP-binding proteiz (penting dalam transduksi sinyal) dijum-pai pada 3-35o/o kasus MDS, juga terutama pada CMML.T-6'20 Mutasi p53 tumor suppresszr gene dljumpai dalam frekuensirendah pada MDS. Pada MDS sebagian besar kelainan kromosomberupa kehilangan seluruh atau sebagian materi kromosom teru-tama pada kromosom 5 dan 7, atau gain, seperti pada kromosom 8.Pada keadaan ini dihipotesiskan bahwa yang akan terjadi adalahberkurangnya pengaruh tumor supreiszr genet, berbeda dengan AMLdi mana kelainan kromosom terutama dalam bentuk balance-trans-location sehingga menimbulka n chimeric-onrogrrr.' Pembuktian hi-potesis ini masih menunggu penelitian lebih lanjut.

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 167 Apoptosis Qtrogrammed cell dtath) diperkirakan merupakan salahsatu mekanisme terjadinya inffictuie hematopoiesis pada MDS. Pe-nelitian menunjukkan meningkatnya apoptosis pada sel sumsumtulang, terutama pada CD34-hematopoietic Precursor rel/ (sel indukyang lebih muda). Apoptosis lebih sering dijumpai pada early MDS(RA dan RARS) dibandingkan dengan RAEB atau RAEB-I. Pening-katan apoptosis pada MDS diperkirakan melalui peranan inhibitorycytokines (seperti TNF-o, IFN-y, dan MIP-1a). Rasio Prl-aPzPtlticzncogen (bcl-2) dengan anti-apzptotic znclgenes (bax, c-myc arau p53)meningkat pada sel-CD34+, dengan demikian diperkirakan akanmeningkatkan apoptosis pada MDS.l-6'20Kelainan Imunologi pada MDSBerbagai kelainan imunologi dapat dijumpai pada kasus MDS, baikkelainan sistem imun humoral ataupun sistem imun seluler.Penderita MDS sangat mudah terkena infeksi, terutama oleh adanyanetropenia, tetapi pada kasus dengan angka netrofil normal infeksijuga sering terjadi, hal ini diduga karena kemampuan fagositosisnetrofil sangat menurun. Penyakit autoimun juga lebih sering di-jumpai pada MDS.l-6'20 Kelainan sistem imun humoral dijumpai berupa hipergamaglo-bulinemia poliklonal, hipergamaglobulinemia dan gamopati mono-klonal. Jumlah limfosit-B normal, tetapi secara fungsional bersifatimatur. Kelainan sistem imun seluler dijumpai dalam bentuk limfo-penia sel-T, gangguan fungsi limfosit-T, dan penurunan sel T-helper.Jumlah NK-cells juga menurun diserrai fungsi yang imatur. '-u''uPatogenesisOnkogenesis pada MDS bersifat multistep dimana terjadi proses aku-mulasi perubahan genetik yang pada akhirnya menuju suatu neo-plasma ganas, setelah sebelumnya melewati fase pre-maligna. Padafase awal, sel induk normal dan abnormal sama-sama berfungsi,tetapi pada fase selanjutnya klon sel ganas lebih dominan. Kecepatanperubahan menjadi leukemia dan adanya fase preleukemia tergantungpdda mutasi spgsifik sel induk. Penderita dengan balanced cltromo-somal translocation, seperti t(15;I7) dan t(8;21) biasanya langsungmenuju ouert leukemia, rctapi unbalanced qttogenetic abnormalities

168 Hematologi Klinik Ringkasseperti trisomi atau delesi sebagian atau seluruh kromosom biasanyadisertai hematopoesis inefektif dan mielodisplasia sebelum ber-kembang menjadi ouert leukemia. Balanced translocation akan me-nimbtrlkan oncogenic chimeric gene, sedangkan delesi menyebabkankehilangan turnor suPresso, grrr.t Penyebab MDS belum diketahui secara pasri, dan sulit dipisah-kan dari penyebab leukemia dan penyakit mieloproliferatif lainnya.Diajukan hipotesis bahwa pengaruh faktor lingkungan, kelainangenetik dan interaksi sel menimbulkan mutasi pada tingkat sel in-duk sehingga menimbulkan ketidakseimbangan proses proliferasidan diferensiasi. Variasi perubahan kedua proses ini akan menye-babkan transformasi ke arah leukemia akut, MDS atau penyakitmieloproliferatif (MPD). Oleh karena itu, menjadi sangar rasionalkalau terjadi perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain (leukemia,MDS atau MPD) pada seorang penderita. Pada MDS terjadi ketidakserasian antara proliferasi dengan di-ferensiasi, di mana daya proliferasi masih cukup tetapi terjadigangguan diferensiasi atau maturasi sehingga terjadi hemopoesisinefektif, dengan kematian prematur sel (eritroid, mieloid, mega-kariosit) dalam sumsum tulang sebelum sempat dilepaskan ke darahtepi. Hal ini berakibat terjadinya sumsum tulang hiperseluler, te-tapi terjadi sitopenia pada darah tepi.2o Instabilitas genetik menyebabkan terjadinya perubahan sitoge-netik lebih lanjut, perubahan DNA sehingga akan msnuju ke arahtransformasi ganas dalam bentuk leukemia akut nonlimfoblastik(ANLL). Faktor-faktor yang menentukan kecepatan transformasiantara lain bentuk MDS berdasarkan klasifikasi FAB, dan kom-pleksitas kelainan sitogenetik.Manifestasi KlinikGejala KlinikGejala klinik MDS pada umumnya dihubungkan dengan anemia,leukopenia, atau trombositopenia. Sebagian kecil bersifat asimtoma-tik, penderita didiagnosis secara kebetulan pada saat pemeriksaandarah rutin. Sebagian besar penderita berumur lanjut dengan insidentertinggi pada umur 65-70 tahun, retapi kasus MDS pada umurmuda juga dijumpai, bahkan juga dilaporkan MDS pada anak dan

Leukemia dan Pengakit Mieloproliferatif 169bayi. Hampir semua penderita (90o/o) disertai anemia dengan ke-luhan lemah, cepat lelah, dan pusing. Infeksi cukup sering dijumpaipada MDS yang dihubungkan dengan terjadinya netropenia danpenurunan fungsi netrofil. Infeksi merupakan keluhan utama dari10% kasus dan penyebab kematian pada 2lo/o kasus. Gejala perdarahankulit dan mukosa pada MDS disebabkan oleh trombositopenia.Manifestasi perdarahan dijumpai dalam bentuk petechie dan echymosispada 260/o kasus, atau dalam bentuk epistaksis, perdarahan gusi, danperdarahan mukosa lainnya. Organomegali kadang-kadang dapatdijumpai pada MDS dalam bentuk splenomegali, hepatomegali ataulimfadenopati. Splenomegali merupakan gejala klinik yang cukupsering dijumpai pada CMML (25o/o), sering bersifat masif. Pada14%o kasus dijumpai gejala kelainan autoimun, yang paling seringdalam bentuk cutaneous uasculitis, dan artritis monoartrikul.r.l-6'20 Schumaker dan Nand melaporkan bahwa 90% kasus MDS bersi-fat simtomatik pada saat dijumpai pertama kali. Simtom y^ng pa-ling sering adalah rasa lelah (B7o/o), berat badan menurun (29o/o),demam 24o/o, dan perdarahan (24Vo). Berat badan menurun lebihsering dijumpai pada CMML, sedangkan perdarahan dan demamlebih banyak pada RAEB dan RA-EB-I. Gejala klinik yang dijumpaiberupa petechie dan echymosis (260/o), splenomegali (l7o/o), dan he-patomegali (12o/o). Komplikasi dalam bentdk sepsis dijumpai pada40%o kasus, dan berupa perdarahan pada 2to/o kasus.2OKelainan LaboratoriumDarah TepiKelainan hematologik pada MDS sangat heterogen, tetapi defisiensikuantitatif saru arau lebih komponen darah tepi selalu terjadi. Se-l<nar 50o/o penderita menunjukkan pansitopenia, sebagian lagi de-ngan bisitopenia, hanya sekitar 5o/o dengan isolated cytopenia ataumonositosis.2o Sebagian besar penderita disertai anemia yang bersifat normokro-mik-normositer atau makrositer. Sebagian penderita menunjukkananemia berat. Anemia disenai retikulositopenia (aregeneratiue anemia).Leukopenia karena netropenia absolut dijumpai pada sekitar 50-600/okasus. Seri mieloid muda dapat dijumpai di darah tepi, tetapi denganblast <50lo. Tiombositopenia dijumpai pada 25-600/o kasus MDS.r-6'20


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook