ONKOLOGI 1. PRINSIP KEMOTERAPI PADA KANKERANAK SutaryoSecara umum pengobatan kanker terdiri dari pengobatan bedah, radioterapi clan kemoterapi.Karena prevalensi leukemia clan limfo ma pada anak cukup tinggi, maka kemoterapi menj adiurutan pertama. Kemoterapi kanker anak saat ini mempunyai arti sangat penting karena telah berhasilmenaikkan angka kesembuhan kanker anak. Pengaruh obat terhadap perj alanan kankertergantung dari jenis obat, dosis, cara pemberian, lama pemberian, farm akokinetik, biologitumor, ketersediaan obat, clan toleransi tubuh. Kejadian clearance (pembersihan) obat antarpasien bervariasi sangat besar. Perbedaan tersebut, meskipun dengan dosis yang sama, clear-ance berkisar antara du a sampai sepuluh kali lipat. Kali ini akan berpenga ruh pada kadarobat dalam plasma clan dalam sel kanker dengan segala efek baik clan buruknya.Dasar pemberian kemoterapiObat anti kanker yang sekarang ini digunakan secara klinis mempunyai efek sitos tatik dengancara mempengaruhi sintesis atau fungsi DNA. Titik tangkap obat kemoterapi terhadap seltumor dapat dibagi menj adi 12 titik tangkap, terutama peran dalam menghambat atau merusaksiklus sel kanker.Kemoterapi tunggal dan kombinasiPada masa awal pengobatan kanker, kemoterapi yang digunakan adalah kemoterapi tunggal.Setahap demi setahap dosis kemoterapi tunggal berubah menj adi kemoterapi kombinasi.Kemudian dibuktikan bahwa kemoterapi kombinasi mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi.Pada umumnya terapi kombinasi menggunakan beberapa obat dengan titik tangkap yangberbeda. Meskipun keberhasilan kemoterapi kombinasi lebih baik, tetapi harus dipikirkansungguh -s ungguh tentang efek sa mping yang lebih bera t dari pada kemoterapi tunggal.On k ol ogi 227
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOI nr;1ANAK 200fi OOSIS YANG DIBERtt<AN i - · Kepatuhan pasien DOSIS YANG DIMINUM • Absorpsi • D1stribusi • Metabolisme • Eliminasi PAPARAN SISTEMIK. Cellular uptake (transpor aktif, difusl pasif)__....,,__l Metabolisme dalam sel tumorKONSENTRASI PADA SITE OF ACTION1-:- Sensitivitas tumor Sensitivitas 1aringanINTENSITAS EFEK FARMAKOLOGIKGambar Vl.1-1. Variabel yang mempengaruhi efek farmakologi obat kanker (dikutip dari Pui 1997).228 Onko lo g i
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK ·2006 Gambar Vl.1-2. Titi k tangkap obat anti kanker (Dikutip dari Beg leiter and Israels, 2002).Keberhasilan kemoterapi kombinasi banyak dipengaruhi oleh sensitifitas terhadap obat, clanefek sinergis dari kombinasi tersebut.Kemoterapi ajuvanKemoterapi ajuvan berarti kemoterapi tambahan terhadap pengobatan utama. Misalnya padatumor Wilms, terapi utama adalah pembedahan. Pasca pembedahan diberikan kemoterapitambahan, atau kemoterapi ajuvan. Dengan kemoterapi ajuvan angka kesembuhan lebihtinggi. Hal tersebut climungkinkan karena kemoterapi ajuvan dapat membunuh sel kankeryang tercecer waktu operasi, clan sel-sel mikrometastasis yang ticlak kelihatan secara klinis.Onkologi 229
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Tabel Vl.1-1. Kemoterapi antineoplastik*• Sumber : Begleiter and Israels, 2002Kemoterapi pra-bedahPacla keaclaan tertentu, misalnya pacla neuroblastoma clan tumor Wilms, cliperlukankemoterapi pra-beclah. Hal tersebut climaksuclkan untuk mengecilkan volume tumor, clansecepatnya menangkal mikrometastasis. Kemoterapi pra-beclah juga berguna sebagai tinclakanpencegahan kalau acla sel yang tercecer karena ruptur atau pecahan massa tumor waktuclilakukan tinclakan operasi.230 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Kemoterapi dosis tinggiKemoterapi dosis tinggi adalah kemoterapi dengan dosis yang tidak lazim. Sebagai contoh,dosis metotreksat biasanya 30 mg/m2/kali pemberian peroral pada leukemia limfoblastik akut,tetapi pada fase konsolidasi digunakan 2000 - 8000 mg/m2. Tentang batasan berapa dosisyang diberikan sehingga dinamakan dosis tinggi belum ada kesepakatan. Oleh karena ituada istilah dosis tengah, dosis tinggi, dosis mega. Penggunaan metotreksat dosis tinggi dimaksudkan untuk sebanyak mungkin inematikansel kanker. Tujuan lain adalah untuk mengurangi sifat resistensi sel kanker terhadapmetotreksat. Kalau pada dosis biasa obat anti kanker melewati membaran sel secara difusiaktif, pada penggunaan dosis tinggi menjadi difusi pasif karena tingginya kadar obat diluarsel. Karena penggunaan obat dengan dosis tinggi akan merusak sel normal maka keberadaanobat di dalam tubuh harus segera dieliminasi. Pada penggunaan dosis tinggi metotreksat,pada waktu tertentu setelah pemberian obat tersebut harus segera diberikan leukovorin.Apabila terlambat pemberian leukovorin berakibat timbulnya deperesi sumsum tulang, clankerusakan sel epitel yang ditunjukkan dengan gejala stomatitis yang berat.Kemoterapi untuk saraf pusatKemoterapi untuk saraf pusat menjadi sangat penting setelah diketahui bahwa salah satutempat relaps pada leukemia limfoblastik akut adalah di meningen clan otak. Secara statistikternyata kanker pada saraf pusat merupakan tumor padat yang paling sering dijumpai padaanak. Pada leukemia , selain relaps pada saraf pusat juga terdapat relaps pada testis. Padasaraf pusat ada sistem sawar otak sedang di testis tidak ada. Sistem sawar otak tersebutdibentuk oleh sel endotel kapiler yang padat. Oasis obat anti kanker yang biasa digunakan tidak dapat menembus atau sangat sedikityang dapat melewati sistem sawar otak. Untuk keperluan tersebut diperlukan dosis tinggi.Pemberian dosis metotreksat clan arabinose yang tinggi dapat menghasilkan konsentrasiobat yang cukup untuk membunuh sel kanker di sistem saraf pusat. Kadar obat di cairanliquor serebrospinalis tidak selalu sesuai dengan kadar obat di dalam tumor. Seperti padapenggunaan etoposide, kadar di dalam tumor dapat 20 kali lebih tinggi dibanding dengankadar di dalam liquor serebrospinalis. Demikian pula dengan penggunaan carboplatin. Pada tumor otak sistem tersebut tidak selalu ada pada seluruh kapiler darah di dalamtumor ; hanya ada beberapa bagian kapiler yang mempunyai sistem tersebut. Hal inimenjadikan farmakokinetik obat anti kanker otak ada yang spesifik, berbeda dengan kankerorgan lain. Penetrasi obat ke tumor otak dipengaruhi oleh besar molekul, kelarutan dalamlemak, clan muatan elektris. Ikatan obat dengan protein tidak begitu berperanan padapenetrasi obat karena molekulnya terlalu besar untuk dapat melewati sistem sawar otak.Onkologi 231
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Resistensi obatKegagalan suatu kemoterapi, seperti halnya pada penggunaan antibiotika, mungkindiakibatkan oleh adanya resistensi. Resistensi itu dapat terjadi terhadap beberapa obat antikanker, disebut multidrug resistance (MOR). Resistensi terhadap obat banyak dideteksi dengan cara MIT (metilthiazol tetrazoliumbromide )assay.Toksisitas berbagai macam kemoterapiToksisitas dipengaruhi oleh sifat antiproliferasi dari obat anti kanker. Obat anti kanker akanmerusak sel yang mempunyai aktivitas proliferasi yang berlebih, seperti sumsum tulang clansel epitel mukosa. Karena itu pada kemoterapi sudah dapat diduga akan timbul depresi sumsumtulang, alopesia, clan mukositis.Tabel Vl.1-2. Toksisitas obat kemoterapi**Sumber Riccardi (1997)KardiotoksisitasToksisitas terhadap jantung paling banyak karena penggunaan antrasiklin. Toksisitas akutsete lah pemberian antrasikilin berupa gejala aritmia. Toksisitas jangka lama berupakardiomiopati. Kejadian kardiomiopati akan meningkat setelah pemberian dosis kumulatifadriamisin 450mg/m2 clan daunorubisin 600mg/m2. Cara yang sangat sensitif untuk memeriksa kardiomiopati akibat antrasiklin adalahmengadakan biopsi miokard, untuk melihat perubahan morfologik sel jantung. Pemeriksaannon invasif seperti ekhokardiografi clan angiografi radionuklir yang seringkali digunakan,tidak dapat memprediksi secara tepat adanya kardiomiopati. Dianjurkan untuk menghentikanpemberian antrasiklin kalau hasil pemeriksaan ekhokardiografi menunjukkan fraksi ejeksikurang dari 50%, atau kalau menurun dibandingkan dengan baseline lebih dari 10%. Dilaporkan dexrazoxane (ICRF-187) dapat mengurangi efek kardiomiopati akibatantrasiklin pada anak. Tetapi efek pengurangan tersebut hanya terjadi pada fase awal, bukanpada fase akhir kardiomiopati.232 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Toksisitas pulmonalBleomisin adalah obat anti kanker yang paling sering menimbulkan toksisitas pada anak,tetapi obat ini relatif jarang digunakan pada anak. Lesi yang terjadi adalah penumonitisinterstitial dengan infiltrat peradangan di alveoli, interstitial, edema intraalveolar,pembentukan membran hialin pulmonal, clan fibrosis interstitial subsequent. Progresifitasfibrosis tetap berlanjut meskipun obat sudah dihentikan. Kejadian tergantung pada dosis.Pada dosis lebih dari 450 IU/m2 insidens fibrosis antara 10-20%. Baik tingginya tekananoksigen maupun iradiasi pulmonal mungkin akan lebih memperbesar kerusakan paru-paru. Selain bleomisin, kerusakan paru-paru juga dapat terjadi pada penggunaan carmustinclan busulfan, juga berupa pneumonitis interstitial.Toksisitas renalToksisitas renal berupa kerusakan tubuler sering dijumpai terutama karena penggunaancisplatin, metotreksat dosis tinggi, ifosfamid, siklofosfamid, clan vinkristin. Pencegahan kerusakan dilakukan dengan cara hidrasi clan pemberian diuretika ;disamping itu hati-hati dengan penggunaan obat yang bersifat nefrotoksik, misalnyaaminoglikosida. Siklofosfamid clan vinkristin menyebabkan hiponatremia. Ifosfamid menyebabkan gagalginjal akut, fungsi tubular renal menjadi terganggu. Sebaiknya hati-hati juga dalampenggunaan obat - obatan yang bersifat nefrotoksik. Pada umumnya gangguan pada ginjal akan membaik lebih dari 2-3 minggu, setelahobat dihentikan.Toksisitas heparToksisitas hepar yang disebabkan oleh metotreksat dosis tinggi berupa kenaikan ensim tran-saminase. Metotreksat juga menyebabkan fibrosis sampai sirosis. Kolestasis intrahepatikdisebebkan oleh sitosin arabinoside clan 6-mercaptopurin. Veno-occlusive disease(hepatomegali-ikterus-asites) dapat disebabkan oleh actinomisin-D clan busulfan dosis tinggi.Toksisitas sarafKejadian ini hampir dijumpai pada semua penggunaan anti kanker. Pada anak umumnyadisebabkan oleh vinkristin. Neurotoksisitas perifer meliputi sensorik clan motorik, disertairasa nyeri. Refleks tendon dalam clan parestesi juga sering muncul. Kelumpuhan kaki clantangan merupakan manisfestasi yang berat dari neurotoksisitas obat. Pada sistem saraf pusatgejala yang muncul adalah hoarseness clan diplopia. Ototoksisitas dapat disebabkan oleh dosis kumulatif cisplatin. Pada pemakaian dosistinggi neuropati yang disebabkan defisiensi Bl dapat terjadi. Keadaan jarang yang adalahsebagai akibat pemberian arabinoside C yang menyebabkan disfungsi otak clan otak kecilOnkologi 233
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006dengan gejala berupa ataksia, disartria, nistagmus clan somnolen. Toksisitas ini berhubungandengan dosis yang melebihi 24g/m2 dalam satu siklus.Pencegahan efek samping obat anti kanker pada petugas kesehatanDi negara berkembang aspek pencegahan paparan obat anti kanker sering di abaikan. Terhadappetugas kesehatan yang memberikan obat anti kanker sebaiknya ada latihan khusus. Latihantersebut meliputi tata cara menyiapkan obat dengan pakaian clan kaca mata khusus ditempatyang spesial untuk persiapan obat. Tidak semua rumah sakit menyediakan laminar flow sebagaitempat persiapan tersebut. Kemudian memberi label pada obat yang sudah disiapkan. Setelahpemberian obat, maka semua peralatan clan bahan habis pakai perlu mendapat tempat yangkhusus. Pembuangan sampah alat yang sudah dipakai untuk obat anti kanker perlu disediakankhusus. Penyimpanan obat juga harus ada tempat khusus. Pakaian pasien kanker, apalagi kalauada urin clan bahan muntahan perlu dirawat secara khusus. Petugas kesehatan yang sedanghamil tidak diperkenankan menjadi pelayan kesehatan kasus kanker.Daftar Pustaka1. Pui CH, Reiling MY, Masson E, Rivera GK, Crist WM, Evans WE. Pharmacokinetic resistance in childhood leukemia. Dalam: Pieters R, Kaspers GJL, Veerman AJP, penyunting. Drug resistance in Leukemia and Lymphoma II. Harvood Academic Pub- lishers; 1997. h. 1-8.2. Riccardi R, Lasorella A, Mastrangelo B. 1997. Principles of cancer chemotheraphy in children. Dalam: Barret AN, Voute T, penyunting. Leukemia. 1997. h. 44- 49.3. Begleiter A, Israels l. Chemotherapeutic antineoplastics. Dalam: Israels LG, Israels ED, penyunting. Mechanism in Hematology. Edisi ke-3. Philadelphia: Core publisher; 2002. h. 289-308.4. Lemerle J, Voute PA, Tournade MF, et al. Effectiveness of preoperative chemotherapy in wilms tumour : results of international society of pediatric oncology (siop) clinical trial. Journal of Clinical Oncology; 1983; 1: 604-609.5. Slany J, Grundmann M, Brozmanova H, Blazek B, Sterba J. High-dose methotrexate for treatment ofacute lymphoblastic leukemia in children (a pharmacokinetic study). Dalam: Pieters R, Kaspers GJL, Veerman AJP, penyunting. Drug Resistasnce in Leukemia and Lymphoma II. Harvood Academic publishers; 1997. h. 183-188.6. Frei E, Canellas GP. Dose: a critical factor in cancer chemotherapy. American Journal of Medicine; 1980: 69; 585-594.7. Morrow CS, Cowan KH. Mechanisms and clinical significance of multidrug resistance. Oncology; 1988: 2; 55-68.8. Veerman AJP, Kaspers GJL, Klumper E, Pieters R. Drug resistance determined with a short-term cultures assay is related to clinical outcome and to cell biological features in childhood lymphoblastic leukemia. Dalam: Pieters R, Kaspers GJl, Veerman AJP, penyunting. Drug resistance in leukemia and lymphoma II. Harvood Academic Pub- lishers; 1997. h. 43-50.234 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 20069. Hausdorf G, Morf G, Berman G, et al. Long-term doxorubicin cardiotoxicity in child- hood: non-invasive evaluation of the contractile state of diastolic tilling. British Health Journal; 1988: 60; 309-315.10. Lipshultz SE, Colan SAD, Gelber RD, Perez AR, Sallan SE. Late cardiac effects of doxo- rubicin in therapy for acute lymphoblastic leukemia in childhood. New England Journal of Medicine; 1991; 324(12): 808-815.11. Wexler LH, Andrich MP, Venzon P, et al. Randomized trial of the cardioprotective agent ICRF-187 in pediatric sarcoma patients treated with doxorubicin. New Engl J Med ; 1996; 14(2) : 362-372.12. Calvert AH, Newll DR, Gumbrell LA, et al. Carboplatin dosage: prospective evalua- tion of a simple formula based on renal function. J Clin Oncol; 1989; 7: 1748-1756.13. Woods WG, O'Leary M, Nesbit ME. Life threatening neuropathy and hepatotoxicity in infants during induction therapy for acute lymphoblastic leukemia. J Pediat; 1981; 98: 642.14. Riccardi R, Riccardi A, Di Rocco C, et al. Cerebrospinal fluid pharmacokinetics of carboplatin in children with barin tumours. Cancer Chemotherapy and Pharmacology; 1992; 30: 21-24.Onkologi 235
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 2. LEUKEMIA AKUT Bambang Permono, IDG UgrasenaLeukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnor mal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit.Le ukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur clan tidak terkendali clan fungsinyapunmenjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normaljuga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemiaakut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) clan leukemia mieloblastik akut (LMA)EpidemiologiLeukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. lnsidens rata-rata4 - 4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawh 15 tahun. Di negara berkembang 83% ALL, 17%AML, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam. Di Asia kejadian leuke-mia pada anak lebih tinggi dari pada anak kulit putih. Di Jepang mencapai 4/100.000 anak,clan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta pada tahun 1994insidennya mencapai 2. 76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,sementara itu di RSUDr. Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru. Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, clan terdiridari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA)82% clan leukemia mieloblastik akut (LMA)18%.Leukemia kronik mencapai 3 % dari seluruh leukemia pada anak. Di RSU Dr. SardjitoLLA 79%,LMA 9% clan sisanya leukemia kronik, sementara itu di RSU Dr. Soetomo padatahun 2002 LLA 88%,LMA8 % clan 4 % leukemia kronik Rasio laki-laki clan perempuan adalah 1, 15 untuk LLA clan mendekati 1 untukLMA.Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan ALL,hal ini disebabkan banyaknya kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidaktampak pada kulit hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-faktorlingkungan di negara industri yang belum diketahui.EtiologiPenyebab leukemia masih belum diketahui, namun anak-anak dengan cacat genetik (Trisomi21, sindrom \"Bloom's, anemia \"Fanconi's clan ataksia telangiektasia) mempunyai lebih tinggiuntuk menderita leukemia clan kembar monozigot.236 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan pasca natal. Moskowmelakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan paternal/maternal terhadappestisida dan produk minyak bumi. Terdapat peningkatan risiko leukemia pada keturunannya. Penggunaan marijuana maternal juga menunjukkan hubungan yang signifikan. Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di Hiroshima dan Nagasakisesudah ledakan born atom. Meskipun demikian paparan radiasi dosis tinggi in utero secarasignifikan tidak mengarah pada peningkatan insidens leukemia, demikan juga halnya denganradiasi dosis rendah. Namun hal ini masih merupakan perdebatan. Pemeriksaan X-ray abdo-men selama trimester I kehamilan menunjukkan peningkatan kasus LLA sebanyak 5 kali. Selama40 tahunan metode ini digunakan secara rutin, tetapi saat ini pemeriksaan tersebut amat jarangdan hanya sedikit kasus yang bisa dijelaskan hubungannya dengan faktor ini. Kontroversi tentang paparan bidang elektromagnetik masih tetap ada. Beberapa studitidak menemukan peningkatan, tapi studi terbaru menunjukkan peningkatan 2X diantaraanak-anak yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena jumlahanak yang terpapar sedikit. Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia pada anak-anak adalahperanan infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander 1993).Ia mempercayai ada 2 langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama kehamilan atauawal masa bayi dan kedua selama·tahun pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari responsterhadap infeksi pada umumnya. Tahun-tahun terakhir, perhatian khusus dilakukan terhadap LMA sekunder setelahkemoterapi yang agresif. Risiko LMA setelah penyakit Hodgkin disebabkan oleh obatpengalkilasi. Kloning leukemia sering menunjukkan adanya kelainan kromosom nomer 5 dan7 dan memiliki FAB tipe M 1/M2. Terdapat pula hubungan antara penggunaan epipodofilotoksindengan LMA sekunder. Oiperkirakan bahwa anak-anak dengan LLA yang mendapat terapiepipodofilotoksin dosisi tinggi (VP-16 dan, atau VM 26) memiliki risiko kumulatif5-12% menjadiLMA sekunder. LMA-nya berbeda dengan yang mendapat terapi obat pengalkilasi, yaitu terdapatperiode laten yang lebih pendek dan mayoritas melibatkan perubahan kromosom 1lq23 dansebagian FAB tipe M4/M5. Mielodisplasia dan LMA sekunder juga meningkat pada pasienyang mendapat terapi mieloblatif pada transplantasi sel stem autologus. Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor risiko terjadinya leukemia pada anak, sepertiyang dilaporkan oleh Cnattingius dkk (1995). Faktor-faktor tersebut adalah penyakit ginjalpada ibu,penggunaan suplemen oksigen,asfiksia,berat badan lahir > 4500 gram, dan hipertensisaat hamil. Sedangkan Shu dkk (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsialkohol meningkatkan risiko terjadinya leukemia pada bayi, terutama LMA.Patofisiologi dan klasifikasi morfologikLeukemia sebenarnya merupakan suatu istilah untuk beberapa jenis penyakit yang berbedadengan manifestasi patofisiologis yang berbeda pula. Mulai dari yang berat dengan penekananOnkologi 237
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 200nsumsum tulang yang berat pula seperti pada leukemia akut sampai kepada penyakit denganperjalanan yang lambat clan gejala ringan (indolent) seperti pada leukemia kronik. Padadasamya efek patofisiologi berbagai macam leukemia akut mempunyai kemiripan tetapi sangatberbeda dengan leukemia kronik. Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya termasuk asal mula \"gugus\"sel (clonal), kelainan proliferasi,kelainan sitogenetik clan morfologi,kegagalandiferensiasi,petanda sel clan perbedaan biokimiawi terhadap sel normal. Terdapat bukti kuat bahwa leukemia akut dimulai dari sel tunggal yang berproliferasisecara klonal sampai mencapai sejumlah populasi sel yang dapat terdeteksi. Waiau etiologileukemia pada manusia belum diketahui benar, tetapi pada penelitian mengenai proses leu-kemogenesis pada binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab (agent)nya mempunyaikemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA, clan kemampuan ini meningkat bilaterdapat suatu kondisi (mungkin suatu kelainan) genetik tertentu sepertitranslokasi,amplifikasi clan mutasi onkogen seluler. Pengamatan ini menguatkan anggapanbahwa leukemia dimulai dari suatu mutasi somatik yang mengakibatkan terbentuknya \"gugus\"(clone) abnormal. Dari analisis mengenai sitogenetik,isoensim clan fenotip sel,dapat ditarik kesimpulanbahwa transformasi sel pada LMA dapat terjadi di berbagai tempat pada jalur perkembangansel induk. Dengan demikian ekspresinya berupa perkembangan gugus sel tertentu(clone)dengan akibat dapat terjadi berbagai jenis sel leukemia. Misalnya transformasi leukemia terjadipada sel induk pluripoten, yang akan mengenai eritrosit clan trombosit, atau terjadi padagugus sel induk yang telah dijuruskan untuk granulositopoisis atau monositopoisis. Telah pula dapat dibedakan masing-masing sel leukemia yang termasuk golongan LMAyang berasal dari sel induk granulosit-monosit yang relatif tua(mature) dari sel indukyang lebih muda fenotipnya. Perbedaan ini mudah dikenal oleh para ahli clan berdasarkanhal ini dibuatlah klasifikasi jenis leukemia yang termasuk golongan LMA clan yangsekarang dianut, adalah klasifikasi morfologik menurut FAB(Perancis ,Amerika,British)seperti berikut :M-0 leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimalM-1 leukemia mielositik akut tanpa maturasiM-2 leukemia mielositik akut dengan maturasiM-3 leukemia promielositik hipergranulerM-4 leukemia mielomonositik akutM-5 leukemia monositik akutM-6 leukemia eritroblastik (eritroleukemia)M- 7 leukemia megakariositik akut Penelitian yang dilakukan pada leukemia limfoblastik akut menunjukkan bahwa sebagianbesar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel bias dari setiap pasien. Halini memberi dugaan bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal. Oleh karenahomogenitas itu maka dibuat klasifikasi LLA secara morfologik untuk lebih memudahkan238 Onkologi
Bu ku A iar HEMATOLOG I - ONKOLOG I ANAK 2006pemakaiannya clalam klinik , sebagai berikut:L-1 tercliri clari sel- sel limfoblas kecil serupa, clengan kromatin homogen,an ak inti umumnya ticlak tampak clan sitoplasma sempit.L-2 pacla jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi,kromatin lebih kasar clengan satu atau lebih anak inti.L-3 tercliri clari sel limfoblas besar, homogen clengan kromatin berbercak,banyak clitemukan an ak inti serta sitoplasma yang basofilik clan bervakuolisasi. Akibat terbe ntuknya populas i se l le uke mia yang ma kin lama makin banya k akanmenimbulkan clampak yang buruk bagi procluksi sel normal, clan bagi fa al tubuh ma upundampak karena infiltrasi sel leukemia ke clalam organ tubuh. Kegagalan hematopoisis normal merupakan akibat yang besar pacla patofisiologi leuke-mia akut, walaupun clemikian patogenesisnya masih sangat seclikit cliketahui. Bahwa ticlakselamanya pansitopenia yang terj acli clisebabkan desakan populasi sel leukemia,terlihat paclakeaclaan yan g sama (pansitopenia) tetapi clengan gambaran sumsum tulang yang justruhipose luler. Kematian pacla pasien leukemia akut pacla umumnya cliakibatkan penekanan sumsumtulang yang cepat clan hebat, akan tetapi dapat pula clisebabkan oleh infiltrasi sel le ukemiatersebut ke organ tubuh pasien .lmunofenotipSeperti clisebutkan diatas sel- sel leukemia aclalah h asil dari mutasi pacla tahap perkembanganawal hemopoitik. Klasifikasi imunofenotip sangat berguna clalam mengklasifikasikan leuke-mia ses uai ta hap-tah ap ma turas i no rmal yang diken al. Keban ya kan kelompo k saa t inimengklasifikasikan LLA clalam prekursor sel-B atau leukemia sel-T. Prekusor sel-B termasukCD 19, C D 20, CD 22 clan CD 79. Ka re kteristik se l-B ma tur aclalah imunoglobin pacla permukaa n, seme nta ra sel-Tmembawa imunofenotip C D 3, C D7 , CD 5 atau C D 2. Petancla mieloicl spesifik termasukC D 13, C D 14 clan C D 33. Petancla sel-B clan a tau petancla sel T kaclang-kaclang clapatclicleteksi pacla konsentrasi renclah . Se! leukemia dapat menunjukkan antigen mieloid clanlimfoid pacla saat yan g bersamaan , leukemia tersebut dianggap bifenotip.Gambaran genetikKeticlak normalan klon kromosom sekarang clapat cliiclentifikasikan pacla sebagian besar kasusleukemia anak. Jumlah kromosom (DNA content) per sel leukemia dikenali sebagai parameterprognostik yang penting. Pada penyakit leukemia clengan hipercliploicl (> 50 kromosom/sel)progn osisnya sangat baik, sebaliknya prognosis buruk pada hipodiploid (< 45 kromosom/ sel) . Translokasi t (9;22) clikenal sebagai suatu petancla prognosis yan g ama t buruk, clanditemu kan pada 5% kasus LLA anak clan 25% kasus dewasa. Translokasi lain yang pentingOn k o log i 239
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006pada LLA yaitu [ t(8;21)] hampir secara ekslusif ditemukan pada Ml clan M2. Semua kasusM3 membawa translokasi t(l5;17) clan MS berhubungan dengan t(9;11). Kromosom 16abnormal terlihat dominan pada M4 clan sebagai berhubungan dengan peningkatan eosinofildi sumsum tulang. Pada bayi, umumnya perubahan kromosom melibatkan 1lq23. Banyakkromosom berperan dalam translokasi yang melibatkan lokus ini . Gen pada kromosom 11(MLL, HRX atau ALL-1) berhubungan dengan sebuah gen homebox pada Drosophila yangbila bermutasi meningkatkan malformasi morfologi pada dada clan perut pasien. Translokasiyang terlihat pada leukemia promielositik (FAB M3) [t(l5; 17)], break point pada kromosom17 adalah gen encoding dari retinoic acid nuclear receptor alpha (RAR-a) clan kromosom 15pada gen yang awalnya disebut mye kemudian dinamakan PML (Warrell, dkk 1993). Leuke-mia bereaksi pada semua trans retinoic acid. ' Prociuk gen dari translokassi t(8;21) (q22;q22) sudah terdeteksi. Break point padakromosom 21 melibatkan gen LMA-1 clan kemungkinan merupakan kandidat kromosom 8yang disebut EQT Translokasi ini hasil produksi gen chimerik clan sebuah pesan yang kadang-kadang mengarah pada keganasan. Gen supresor tumor WTI yang diimplikasikan pada tu-mor Wilm's dapat dideteksi pada 45 pasien LMA yang diperiksa (Inoue, dkk 1994) clanterlihat bahwa ekspresi tinggi berhubungan dengan prognosis yang buruk.Faktor prognostikBerdasarkan faktor prognostik maka pasien dapat digolongkan kedalam kelompok risiko biasaclan risiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian clan membuktikan faktor prognostikitu ada hubungannya dengan in vitro drug resistanceFaktor prognostik LLA, sbb :1. Jumlah leukosit awal, yaitu pada saat dignosis ditegakkan, mungkin merupakan faktor prognosis yang bermakna tinggi.Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit awal clan perjalanan pasien LLA pada anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai prognosis yang buruk.2. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat diagnosis clan hasil pengobatan. Pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara itu. Khusus pasien dibawah umur 1 tahun atau bayi terutama dibawah 6 bulan mempunyai prognosis pal- ing buruk. Hal ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan dengan gene re-arrangement pada kromosoml lq23 seperti t (4;11) atau t (11;19) clan jumlah leukosit yang tinggi.3. Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfloblas saat diagnosis juga mempunyai nilai prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi \"kappa\" clan \"lambda\" pada pem1ukaan bias diketahui mempunyai prognosis yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-B, prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prog- nosis yang jelek, clan diperlakukan sebagi risiko tinggi. Dengan terapi intensif, sel-T leukemia mumi tanpa faktor prognostik buruk yang lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol risiko tinggi.240 Onkologi
Buku AJar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 20064. Nilai prognostik jenis kelamin telah banyak dibahas. Dari berbagai penelitian,sebagian besar menyimpulkan bahwa anak perempuan mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak laki. Hal ini dikatakan karena timbulnya relaps testis clan kejadian leukemia sel-T yang tinggi , hiperleukositosis clan organomegali serta massa mediatinum pada anak laki- laki. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolisme merkaptopurin clan metotreksat.5. Respons terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel bias di darah tepi sesudah 1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel bias pada sumsum tulang pada incluksi hari ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk.6. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis . LLA hiperploid (> 50 kromosom) yang biasa ditemukan pada 25% kasus mempunyai prognosis yang baik. LLA hipodiploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti t (1;19). Translokasi t (9;22) pacla 5% anak atau t (4;11) pada bayi berhubungan clengan prognosis buruk.Faktor risiko LMA lebi h su lit untuk cliidentifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain:1. Umur saat diagnosis tidak terlalu penting seperti pada ALL. Pengalaman beberapapeneliti menunjukkan bahwa bayi mempunyai prognosis lebih baik.2. Leukosit tinggi, tetapi tidak pada semua studi.3. FAB M3 (promielositik leukemia) bereaksi pada asam retinoik, sebaiknya cliterapi dengankombinasi vitamin clan kemoterapi. . . ._4. Anak-anak dengan sindrom Down terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar merupakanFAB M7 clan mempunyai respons baik clengan kemoterapi. Translokasi kromosom adalahfaktor penting. Prognosis baik berhubungan clengan t(8;21), t(l5;17) clan inversi 16.Ploidi juga mempengaruhi prognosis.5. Respons awal terhadap terapi.DiagnosisGejala klinis clan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosisleukem ia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsumtulang,dan dilengkapi dengan pemeriksaan racl iografi dada,cairan serebrospinal,dan beberapapemeriksaan penunjang yang lain. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus,sedangkansisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut,yaitu sitokimia,imunologi,sitogenetika,danbiologi molekuler. Pada pemeriksaan darah lengkap clidapatkan anemia,kelainan juml ah hitung jenis leukositclan trombositopenia. Bisa terdapat eosinofilia reaktif. Pada pemeriksaan preparat apus darahtepi didapatkan sel-sel bias. Berdasarkan protokol WK-ALL clan protokol Nasional (protokolJakarta) pasien LLA climasukkan clalam kategori risiko tinggi bila jumlah leukosit > 50.000 11,ada massa mecliastinum,clitemukan leukemia susunan saraf pusat(SSP) serta jumlah se l biastotal setelah 1 minggu diterapi dengan deksametason lebih dari 1000/mm3. Massa mediasti-num tampak pacla racl iografi dada. Untuk menentukan adanya leukemia SSP harus clilakukanaspirasi cairan serebrospinal (pungsi lumbal) clan dilakukan pemeriksaan sitologi.Onkologi 241
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 Di negara berkembang, diagnosis harus dipastikan dengan aspirasi sumsum tulang (BMA)secara morfologis, immunofenotip clan karakter genetik. Leukemia dapat menjadi kasus gawatdarurat dengan komplikasi infeksi, perdarahan atau disfungssi organ yang terjadi secara sebagaiakibat leukostasis. Kadang-kadang diagnosis LMA diawali dengan prolonged preleukemia, biasanyaditunjukkan adanya kekurangan produksi sel darah yang normal sehingga terjadi anemiarefrakter, neutropenia atau trombositopeni. Pemeriksaan sumsum tulang tidak menunjukkanleukemia, tetapi ada perubahan morfologi yang jelas. Kondisi ini sering mengarah pada sindrommielodiplastik (MOS) clan mempunyai klasifikasi FAB sendiri (Hasle 1994). Biasanya sumsumt~lang menunjukkan hiperseluler, kadang-kadang hipoplastik yang kemudian berkembangmenjadi leukemia akut Oiagnosis,evaluasi,dan terapi anak yang menderita LMA belum memuaskan biladibandingkan dengan LLA. Pada LMA, hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanyaanemia, trombositopenia ,clan leukositosis. Kadar hemoglobin sekitar 7.0 sampai 8.5 g/dl,jumlah trombosit umumnya <50.000/ul clan jumlah leukositnya sekitar 24.000/ul. Sekitar20% pasien jumlah leukositnya > 100.000/ul. Pada saat diagnosis leukemia ditegakkan akan menimbulkan beberapa permasalahan,baik karena tindakan yang invasif maupun kondisi psikologis orang tua atau keluarga. Aspirasisumsum tulang clan pungsi lumbal dapat dapat menimbulkan nyeri clan ketakutan pada anakclan kekhawatiran pada orang tua, sehingga perlu penjelasan clan edukasi,pemberian obatpenenang clan pendekatan psikologi. Tindakan tersebut juga perlu dilakukan pada saatmengevaluasi perkembangan penyakit/kemajuan pengobatan,sesuai jadual yang sudahditentukan. Edukasi clan pendampingan orang tua pada saat dilakukan tindakan aspirasisumsum tulang clan pungsi lumbal adalah langkah yang bertujuan untuk mengurangi rasasakit clan meningkatkan rasa percaya diri pasien.Diagnosis bandingDiagnosis banding leukemia pada anak yang perlu dipikirkan antara lain anemia aplastik,gangguan mieloproliferatif,PTI,keganasan lain, penyakit reumatologi atau penyakit kolagenvaskular,sindrom hemofagosit familial atau induksi virus,infeksi virus Ebstein-Barr, infeksimononukleosis,reaksi leukemoid, clan sepsis.PengobatanPenanganan leukemia meliputi kuratif clan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatanpenyakit lain yang menyertai leukemia clan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberiantransfusi darah/trombosit,pemberian antibiotik ,pemberian obat untuk meningkatkangranulosit,obat anti jamur,pemberian nutrisi yang baik, clan pendekatan aspek psikososial. Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapiyang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat clan rumatan.242 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Saat ini diIndonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaituprotokol Nasional Qakarta) clan protokol WK-ALL 2000 Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda (deksametason, vinkristin, L-asparaginase clan atau antrasiklin). Kemungkinan hasil yangdapat dicapai remisi komplit,remisi parsial, atau gaga!. lntensifikasi merupakan kemoterapiintensif tambahan setelah remisi komplit clan untuk profilaksi leukemia pada susunan sarafpusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi clan meningkatkankesembuhan. Pada pasien risiko sedang clan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaikikualitas remisi. Lebih dari 95% pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi SSPyaitu secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat metotreksat, seringdikombinasi dengan infus berulang metotreksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggipusat pengobatan (3-5 gr/m2). Di beberapa pasien risiko tinggi dengan umur > 5 tahunmungkin lebih efektif dengan memberikan radiasi cranial (18-24 Gy) disamping pemakaiankemoterapi sistemik dosis tinggi. Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari clanmetotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama perawatan tahunpertama. Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi adalah 2-21 /2 tahun clan tidakada keuntungan jika perawatan sampai dengan 3 tahun. Dosis sitostatika secara individualdipantau dengan melihat leukosit clan atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatan. Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan clan bebas gejala klinis leu-kemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel bias < 5% dari sel berinti, hemo-globin > 12g/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3000/ul dengan hitung jenis leukositnormal,jumlah granulosit > 2000/ul, jumlah trombosit > 100.000/ul, clan pemeriksaan cairanserebrospinal normal. Dengan terapi intensif modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien. 2-3% dari pasienanak akan meninggal dalam CCR (Continuous Complete Remission) clan 25-30% akan kambuh.Sebab utama kegagalan terapi adalah kambuhnya penyakit. Relaps sumsum tulang yangterjadi (dalam 18 bulan sesudah diagnosis) memperburuk prognosis (10-20% long-term sur-vival) sementara relap yang terjadi kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prog-nosis lebih baik, khususnya relap testis dimana long-term survival 50-60% . Terapi relaps haruslebih agresif untuk mengatasi resistensi obat. Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh,khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosisyang buruk dengan terapi sitostatika konvensional. Secara keseluruhan survival setelah relaps adalah 20-40% pada seri yang berbeda. Sur-vival meningkat dari 53% (1981-1985), sampai 68% (1986-1991) sampai dengan saat ini81 % (1992-1995). Alasan utama dibalik perbaikan ini adalah lebih intensifnya terapi untuksemua kelompok risiko.Onkologi 243
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Salah satu protokol pengobatan LLA : WK..ALL..2000 PROTOCOL: SR ONSOl IOATION OA IA q~ - 11 17VlR.t.r LS mg m yBMP jONRJv • 30 mq m ll A i.lv oOOOu en6 MP.po:SOm<J m I BMP 'f ....Hllto1.:.m •JEIA OOSMil I Jiit ts l ---~ llays >2l•c1t.e i ' <1yir• l-alx. l,u1 l1111h )Yfff1 tlfllfl~ ~h3yun l?qh: ,. . . . . . . . . . 1 •aom t.STerapi LMATiga puluh tahun yang lalu, hampir sctiap anak dengan AML, meninggal dan tidak adakelompok yang tcridentifikasi. Saat ini gambaran survival hidup lebih dari 40% dilaporkanpada banyak studi. Perubahan terjadi pada tahun 70-an dengan dikenalnya sitarabin (Ara-C) dan antrasiklin. Dengan kombinasi obat yang berbeda, rcmisi bisa berpengaruh pada 75-85% anak, namun tanpa terapi lebih lanjut kebanyakan anak-anak relaps dalam 1 tahun. Perhatian psikologis dan kebutuhan untuk menangani pasien dan seluruh keluarga padasuatu lingkungan adalah suatu keharusan. Ku alitas remisi harus diperbaiki dcngan terapi konsolidasi intensif, namun intensitasremisi juga bisa mempengaruhi hasil yang tidak berharga dari tipc terapi konsolidasi yangdigunakan. Tiga metode terapi konsolidasi adalah kemoterapi sendiri, transplantasi sumsum tulangautologus, atau transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik. Saat ininampaknya transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil baik , namuntransplantasi alogen ik dari donor dengan HLA yang identik masih merupakan yang terbaikuntuk kesembuhan.244 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 I Wl(..ALL..2000 PROTOCOL: HR ILeukemia Promielositik Akut (M3)M3 berjumlah sekitar 10-15% . Penyakit ini dikarakteristikan dengan t( 15; 17) dimanabreakpoint pada gen untuk reseptor inti asam retinoik pada kromosom 17 dan PML(promyelocytic leukemia) berada pada kromosom 15. Tahun 1998 ilmuwan Cina melaporkanbahwa induksi remisi lengkap bisa terjadi pada M3 dengan menggunakan asam retinoik(ATRA) sebagai agen tunggal. Tentu saja keterlibatan reseptor inti untuk asam retinoikmempengaruhi sensitivitas leukemia terhadap vitamin ini, meskipun detail molekuler masihbelum diketahui. Kerugian terbesar dari terapi retinoik ATRA adalah komplikasi perdarahanyang tidak bisa dihindari.Daftar Pustakal. Baruchel A, Leblanc T and Schaison G. Pathology of Acute Lymphoblastic Leukemia in Pediatric Hematology edited Lilleyman J, Han Ian and Blanchette V 2'\"1ed. Churchill Livingstone 2000: 519-535.2. Crist W, Pullen J, Boyett et al. Acute Lymphoid Leukemia in Adolescents: Clinical and Biology Feature Predict A Poor Prognosis-A Pediatric. Oncology Group Study, J Clin Oncol 1988; 6: 34-43.Onkologi 245
Buku Ajar HEM ATOLOG I - ONKOLOGI ANAK 20063. Gajjar A, Ribeiro R, Hancock ML, et al. Persistence of Circulating. Blasts After 1 Week of Multi Agent Chemotherapy Cancer A Poor Prognosis in Childhood Acute Lympho- blastic Leukemia. Blood 1995; 86: 1292-12954. Greaves MF. Speculation on The Cause of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. Leukemia 1988; 2: 120-125.5. Hunger SP, Sklar J, Link MP et al. Acute Lymphoblastic Leukemia Occuring as A Second Malignant Neoplasm in Childhood: Report of Three Cases and Review of The Literature. J Clin Oneal 1992; 10: 156-163.6. Ilcun FM, Sather HN, Gaynon PS et al. Clinical Feature and Treatment Outcome of Children with Myeloid: Antigen Positive Acute Lymphoblastic Leukemia: A Report From Children's Cancer Group. Blood 1997; 90 : 28-35.7. Jablon S, Tachikawa K, Belsky JL, Steer A. Cancer in Japanese Exposed as Children to Atomic Bombs. Lancet 1971; I: 927-932.8. Kaspers GJ, Smets LA, Pieters R, Van Zantwijh CN, Van Wering ER, Veerman AJP. Favorable Prognosis of Acut Lymphoblastic Leukemia Maybe Explained by Sensitivity to Antimetabolitis and Other Drugs : Results of An in Vitro-Study. Blood 1995; 85: 751-756.9. Linet MS, Hatch EE, Kleinerman RA et al. Residential Exposure to Magnetic Field and Acute Lymphoblastic Leukemia in Children. N Engl J Med. 1997; 337: 1-7.10. Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute Lymphoblastic Leukemia in Principles and Practice of Pediatric Oncology 4'h eds. Pizzo PA, Poplack DG eds. Lipincot William & Wilkins Philadelphia 2002. h. 489-544.11. Miller DR, Coccia PF, Bleyes WA, et al. Early Response to Induction Therapy As a Prechictor of Disease Free Several and Late effect of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia: A Report from The Children's Cancer Study Group. J Chin Oncol 1989; 7: 1807-1 815.12. Miller DR, Leikin S, Albo Vet al. Prognostic Importance of Morphology (FAB Classi- fication) in Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. Br J Hematol 1981; 48: 199- 206.13. Moloney W Leukemia in Survivors of Atomic Bombing. N Engl J Med 1955; 253: 88- 90.14. Neglia J, Robison L. Epide miology of Childhood Leukemia. Pediatr. Clin North Am 1988; 35: 675-692.15 . Pui CH, Ribiero RC, Hancocks MI et al. Acute Myeloid Leukemia in Children Treated with in Acute Lympoblastic Leukemi a. N Engl J Med 1991 ; 325: 1682-1687.16. Parkin DM, Stiller GA, Draper GJ, Bieber CA. The International Incidence of Child- hood Cancer. Int J Cancer 1988; 42: 511-520.17. Pendergrass TW. Epidemiology of Acute Lymphoblastic Leukemia. Semin Oncol 1985; 12: 80-91.18. Pui CH, Boyett JM, Hancock ML, Pratt CB, Meyer WH, Crist WM. Outcome of Treat- ment for Childhood Cance r in Blood as Compared with White Children. The St Jude Children's. Research Hospital Experience, 1962 through 1992. Jama 1995; 273 : 633- 637 .246 Onkologi
Bu~u Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 200619. Pui CH, Crist WM, Look T. Biology and Clinical Significan of Cytogenetic Abnormal- ity in Childhood Acute Lympoblastic Leukemia. Blood 1990; 76: 1449-1463.20. Reaman G, Zeltzer P, Bleyer WA et al. Acute Lymphoblastic Leukemia in Infants Less Than One Year of Age : A Cumulative Experience of The Children's Study Group. J Chin Oncol 1985; 3: 1513-1521.21. Ritter J and Schrappe M. Clinical Featness and Therapy of Lymphoblastic Leukemia in Pediatric Hematology Edited Lilleyman J, Han Ian and Blanchette V 2\"ded. Churchill Livingstone 2000: 537-563.22. Rivera GK, Pinke! D, Simone JV, Hancock ML, Crist WM. Treatment of Acute Lym- phoblastic Leukemia : 30 Years Experience at St Jude Children's Research Hospital. N Engl J. Med, 1993; 329: 1289-1295.23. Sather HN. Age at Diagnosis in Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. Med Pediatr Oncol 1986; 14: 166-172.24. Shuster]], Falletta JM, Pullen DJ et al. Prognostic Factors in Childhood T-cell Acute Lymphoblastic Leukemia : A Pediatric Oncology Group Study. Blood 1990; 75: 166- 173.25. Simone JV, Verzosa MS, Rudy JA. Initial Features and Prognosis in 363 Children with Acute Lymphocytic Leukemia. Cancer 1995; 36: 2099-2108.26. Urabe A. Chemotherapy for Chronic Myelogenous Leukemia. Asia Med.]. 1996; 39 (10): 528-534.27. Zipursky A, Poon A, Doyle]. Leukemia in Down Syndrome: A Review. Pediatr Hemato! Oncol 1992; 9: 139-149.Onkologi 247
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 3. LIMFOMA MALIGNA Bambang Sudarmanto, Mudrik T, AG SumantriLimfoma maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Se! ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum. Limfosit yangmeru pakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasireaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non-Hodgkin pada dasarnyamerupakan keganasan sel limfosit.1. Limfoma non-HodgkinLNH merupakan penyakit yang heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotipingdan respons terhadap terapi. Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan padaanak daripada dewasa. Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan padaanak (90%) daripada gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa.EpidemiologiLimfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertigadari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angkakejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 2 tahun.Laki- laki lebih sering bila dibandingkan wanita dengan perbandingan 2,5 : l. Angkakejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak dibawahusia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahuidengan pasti.Gambaran histologikKlasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang lainmisalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masihmembingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K), Lukes andCollins, WHO dan Working Formulation (WF) (tabel VI.3-1) LNH pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan dimasukkan dalam 3kategori gambaran histologik sebagai berikut :1. Limfoblastik Burkitt's (K) atau small non cleaved (WF)2. Limfoblastik (WF) non Burkitt's (K)3. lmunoblastik dan sentroblastik (K) atau \"large cell\" (WF)248 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Tabel Vl.3-1. Klasifikasi histopatologik LNH pada anak Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% darikasus yang terdiagnosis.lmunofenotipingDengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang LNH, khususnya denganditemukannya antibodi monoklonal yang dapat diidentifikasi adanya antigen permukaanbaik pada sel B maupun sel T juga pada tingkat pematangan sel. Antibodi tersebut digolongkandalam cluster differentiation (CD). Dengan pemeriksaan tersebut diatas LNH pada anak dapat dikelompokkan dalam 3kelompok:1. Proloferasi Sel-B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal di permukaan sei.2. Proliferasi sel-T3. Proliferassi non T - non BPembagian ini nampaknya hampir sama pada LLASitogenetik dan biologi molekulerPemeriksaan sitogenetik clan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu kitamengetahui proses LNH lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan untuk tindakanterapi. Pada limfoma Burkitt's sel tumor ditandai oleh adanya translokasi pada lengan panjangkromosom 8, regio q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa variasi lainnya t (2;8) (pl2;p24)dan t (8;22) (q24;qll)Gambaran klinisLNH mempunyai gambaran klinis oleh massa intra abdominal clan intratorakal (massa me-diastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada anak yang lebih besarOnkologi 249
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada limfoma limfoblastiksel T Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagi, sesak napas, pembengkakan daerah leher,muka, clan sekitar leher, akibat adanya obstruksi vena kava superior. Pembesaran kelenjarlimfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher, supraklavikular atau aksiler,tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran limpa clan hati menunjukkan adanyaketerlibatan sumsum tulang clan seringkali pasien menunjukkan gejala-gejala leukemialimfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan syaraf pusat, kadang-kadang disertaipembesaran testis. Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif,dengan gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan. Gambaranlaboratorium biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH clan asam urat yangmeningkat sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya nekrosis jaringan.DiagnosisRiwayat penyakit clan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan biopsi,pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila dimungkinkan denganpemeriksaaan imunologik clan sitogenik untuk membedakan antara sel Batau sel T Kriteriauntuk masing-masing kelompok tersebut adalah:a. Limfoblastik Sel B ditandai oleh: 1. Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel clan pertanda sel B lainnya misalnya: CD 19-24 2. Translokasi (8;14), t(2;8) atau t (8;22) 3. Gambaran histologis: Burkitt's clan B limfoblastik (K) atau undifferentiated atau small non cleaved (W) 4. Gambaran L3 pada klasifikasi F AB 5. Primernya ada di intra abdominalb. Limfoblastik sel T ditandai oleh: 1. Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8) 2. Gambaran histologi: limfoblastik 3. Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB 4. Reaksi positif dengan asam fosfat 5. Primer pada kelenjar timus Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsihati clan fungsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.Penentuan stadiumPenentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa jaringanlimfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak digunakanadalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel VI.3.2).250 Onkologi
Buku AJar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Tabel Vl.3-2. Skema stadium LNH dari St. Jude Children's Research HospitalPengobatanLNH khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai dengan berbagai komplikasi,untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum pengobatan dengan kemoterapi harusdiperhatikan terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah dan gangguan metabolikyang ada. Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup dan alkalinasi urin perlu segera diberikanpada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya nefropati akibat lisistumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T2. Penyakit Hodgkin'sSampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas etiologi maupun patologi penyakitHodgkin's, namun diakui bahwa banyak diantara anak dengan penyakit Hodgkin's yangmampu bertahan hidup dalam beberapa tahun. Masih banyak kontroversi tentangpenggolongan dan pengobatan penyakit ini secara optimal.Epidemiologi dan etiologiAngka kejadian penyakit Hodgkin's mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-laki maupun pada perempuan, dengan salah satu puncaknya pada usia 15 tahun - 30 tahunyang diikut dengan puncak lainnya pada usia 45 - 55 tahun. Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun clan puncakkedua pada umur 50 tahun. Sementara di negara sedang berkembang seperti di Indonesia,umur puncak terjadi pada umur sebelum remaja.Onkologi 251
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 Studi epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat tidak ada perbedaan bentuk daripenyakit Hodgkin's, karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan kausa yangmendasarinya :1. Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada usia 14 tahun atau lebih muda.2. Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun.3. Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55 - 74 tahun.Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan pada wanita.Patologi dan klasifikasiKetepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar,bahan pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum clan irisan beku segar pada jaringan kurangdapat menggambarkan struktur clan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaanjaringan limfonodi secara mikroskopis clan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik: merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nucleus yang mengeliling nuclei sehinggamemberikan gambaran seperti halo. Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang membagipenyakit Hodgkin's menj adi 4 subtipe:1. limfositik predominan/LP2. Sel campuran/MC3. Deplesi limfositik/LD4. Nodul sklerosis/NS Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfositabnormal dengan sel normal.Gambaran klinikPembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hil ang timbul dan tidakmenimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan penyakit Hodgkin'spembesaran kelenjar leher yang menonj ol 60% diantaranya juga disertai pembesaran massadi mediatinal yang akan menimbulkan gejala kompresi pada trachea clan bronkus. Pembesarankelenjar juga ditemukan di daerah inguinal, aksiler clan sup ra diafragma meskipun jarang.Gejala konstitusi yang menyertai diantaranya adalah demam, keringat malam hari, beratbadan sulit naik bahkan berkurang. Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik diantaranya adalah leukositosis,limfofenia, eosinofilia clan monositosis. Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dariaktivitas yang meningkat di sistem retikuloendotelial (misalnya laju endap darah yangmeningkat, kadar serum feritin, kadar serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasiperjalanan penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang timbul merupakan deplesi dariimobilisasi zat besi yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang telah melu as.252 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Anemi hemolitik pada penyakit H odgkin's menggambarkan tes Coomb positif menunjukkanadanya retikulosis clan normob lastik hiperplasia dari sumsum tulang.DiagnosisUntuk membuat diagnosis penyakit H odgkin's pada anak dibutu hkan beberapa tahappemeriksaan diantaranya adalah :a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai ukuran.b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi h ati dan ginjal, kadar alkali fosfatase.c. Biopsi kelenjar limfe .d. Foto polos dada maupun skaning.e. Skaning abdomen dan pelvis atau MRIf. Limfogramg. Laparotomih. Aspirasi sumsum tulangi. Skaning tulang. Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit H odgkin'spada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.StadiumPenentuan stadium ini menggunakan klasifikasi Ann Arbor yang berdasarkan anatom is.PengobatanUntuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin segerasetelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya adalahumur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yangdiberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, denganTabel Vl.3-3. Stadium penyakit Hodgkin's berdasarkan klasifikasi Ann Arbor TADIUMII 253vOnkologi
Buku Ajar HEM ATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah.Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja kadang-kadangdengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas. Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah : nitrogen mustard, onkovin,prednison, prokarbasin (MOPP), Adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD).siklofosfamid, Onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) clan banyak lagi protokol lain yangdigunakan.Daftar pustaka1. Patte C. Non Hodgkin's Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting. Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical; 1997. h. 278-295.2. Oberlin 0, Mc Dowell HP. Hodgkin's Disease. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN penyunting. Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical; 1997. h. 296-319.3. Hudson MM, Donaldson SS. Dalam Poplack DG, Pizzo PZ penyunting. Principles and Prcatice of Pediatric Oncology. Edisi ke-4. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 661-705.4. Magrath It. Malignant Non-Hodgkin's Lymphomas in Children. Dalam Poplack DG, Pizzo PA penyuting. Principles and Practice of Pediatric Oncology. Edisi ke-4. Philadel- phia; Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 661-705.5. Buyupamuk~u M. Non-Hodgkin's Disease. Dalam Voute PA, Kalifa C, and Barret A penyunting. Cancer in Children Clinical Management, Edisi ke-4. New York; Oxford University Press; 1999. h. 119-136.6. Oberlin 0. Hodgkin's Disease. Dalam Voute PA, Kalifa C, and Barret A penyunting. Cancer in Children Clinical Management, Edisi ke-4. New York; Oxford University Press; 1999. h. 137-153.7. Lanzkowsky MB, ChB. Hodgkin's Disease. Dalam Lanzkowsky MB, ChB, penyunting. Manual of Pediatric Hematology Oncology. Edisi ke-2. N ew York; Churchill Livingstone; 1995. h. 347-373.8. Lanzkowsky MB, ChB. Non-Hodgkin's Disease. D a lam Lanzkowsky MB, ChB, penyunting. Manual of Pediatric Hematology Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone; 1995. h. 375-396.254 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 4. NEUROBLASTOMA Bambang Permono, IDG. UgrasenaN euroblastoma, ganglioneuroblastoma,dan ganglioneuroma merupakan tumor embrional dari sistem saraf simpatis yang berasal dari primitive neural crest. Neuro blastoma merupakan tumor padat pada anak dengan gejala klinis yang sangatbervariasi. Perjalanan penyakit pada beberapa neuroblastoma ada yang membaik secaraspontan clan sebagian bisa sembuh dengan pemberian kemoterapi clan yang lainnya resistendengan dengan kemoterapi yang intensif sekalipun. Neuroblastoma yang telah mengadakanmetastasis terutama pada anak yang berumur diatas dari 1 tahun mempunyai prognosisburuk. Waiau awalnya nampak ada respons dengan kemoterapi, kekambuhan sering terjadipada sebagian besar anak dengan neuroblastoma karena resistensi obat. Saat ini telah banyak diketahui tentang patologi molekuler clan genetik dari penyakitini, sehingga dipakai sebagai penuntun dalam mengobati pasien neuroblastoma clan prog-nosis menjadi baik sert.a mampu mengurangi toksisitas obat.EpidemiologiJumlah pasien neuroblastoma diperkirakan 10% dari semua tumor padat pada anak. Di RSCipto Mangunkusumo Jakarta dilaporkan 13.5% berusia dibawah 1 tahun, di Medan 3.5%dari semua tumor anak sementara di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 1998-2002ditemukan 6.8 %: lnsidens pertahun 10.5 per juta anak usia dibawah 15 tahun clan insidensini tidak ada hub1:1ngannya dengan geografi serta ras. Neuroblastoma lebih sering terjadipada anak laki dibanding perempuan dengan perbandingan 1,2 : 1. Puncak insidens terjadipada usia antara 0 - 4 tahun dehgan rata-rata pada usia 2 tahun. Empat puluh persen daripasien akan memperlihatkan gejala di bawah usia 1 tahun clan kurang dari 5% di atas 10tahun. Kushner dkk 1986 pemah melaporkari. adanya kasus neuroblastoma familial. Bayidibawah usia 1 tahun dikatakan mempunyai prognosis yang baik, sebaliknya anak yangberusia diatas 1 tahun mempunyai prognosis yang buruk clan biasanya sudah ada metastasis.Skrining terhadap neuroblastoma dapat mendeteksi bayi dengan memeriksa katekolamindalam urin.PatologiSecara histologi, neuroblastoma sangat heterogen clan terutama terdiri dari 2 tipe sel yaituneuroblas/sel ganglion clan sel Schwann. Telah terbukti bahwa sel Schwann pada neuroblas-toma merupakan sel yang reaktif yang berasal dari jaringan non neoplastik yang kemudian diOnkologi 255
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006rekrut ke dalam sel tumor. Gambaran histologi yang tipikal pada neuroblastoma undifferenti-ated ada lah adanya sel bulat kecil (small round), tumor sel biru (blue cell tumour) . Ukuranselnya sama, inti sel hiperkromasi ,clan sitoplasmanya sedikit. Homer-Wright pseudorosettessering dijumpai. Menurut International Neuroblastoma Patology Classification neuroblastomadapat dikelompokkan berdasarkan :1. derajat diferensiasi sel neuroblas2. ada I tidaknya stroma sel Schwann3. ada I tidaknya nodul neuroblastik4. index dari keag;esifitas sel tumor ( diindikasikan oleh mitotic-karyorrhexis index- MKI) Berdasarkan hal di atas ini tumor dapat digolongkan menjadi neuroblastoma (undiffer-entiated poorly differentiated, atau differentiating ), ganglioneuroblastoma (intermixed ataunoduler) clan ganglioneuroma. Membedakan kedua tipe dari ganglioneuroblastomamerupakan hal yang sangat penting. Ganglioneuroblastoma intermixed menunjukkandiferensiasi yang progresif clan mempunyai prognosis yang baik.Aberasi genetik pada neuroblastomaPada neuroblastoma terjadi peningkatan frekuensi kelainan genetik. Penelitian genetik padasediaan dari tumor ini diutamakan pada amplifikasi dari onkogen atau kromosom regiotertentu clan juga pada lokasi hilangnya kromosom yang menyebabkan inaktifasi dari gensupresor tumor.Gejala klinik .,Gejala klinis sangat bervariasi tergantung lokasi tumor primernya; neuroblastoma bisa b~rasaldari setiap tempat sepanjang sistem saraf simpatis. Kebanyakan tumor primer terjadi dalamrongga abdomen (65%). Pada bayi tumor primer lebih sering terjadi pada daerah toraks clanleher. Kira-kira 1% dari pasien neuroblastoma tidak ditemukan tumor primernya. Metastasisbisa melalui kelenjar limfe clan secara hematogen. Penyebaran ke kelenjar limfe regionalterjadi sebanyak 35%. Penyebaran secara hematogen sering terjadi ke sumsum tulang, tulang,hepar clan kulit. Jarang terjadi penyebaran penyakit ke paru clan parenkim otak, yang biasanyaterjadi akibat kambuhnya penyakit atau penyakit sudah dalam stadium terminal. Gejalaklasik yang tampak pada anak usia 3 - 5 tahun adalah pucat, iritabel clan lemah sertaekimosis periorbital. Pada bayi sering terjadi pembesaran hepar dengan nodul subkutan. Gejala klinis penyakit selain tergantung lokasi tumor primer juga tergantung pada adatidaknya metastasis. Bila massa di abdomen akan menimbulkan perasaan tidak enak, perutterasa penuh, clan timbul gejala obstruksi (jarang). Pada pemeriksaan fisis tumor teraba keras,terfiksir. Penyebaran ke hepar sering terjadi pada bayi (stadium 4s) clan akan menimbulkangangguan pernafasan. Besarnya tumor primer maupun tumor metastasis di abdomenmenimbulkan kompresi pada pembuluh darah vena clan aliran limfa tungkai bawah sehinggatimbu l edema skrotum clan tungkai bawah. Hipertensi, dapat terjadi meskipun jarang, hal ini256 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006karena gangguan pada pembuluh darah ginj al. Pelepasan epinefrin oleh neuroblastoma sangatjarang se hingga gejala hipertensi, takikardi, berkeringat juga jarang ditemukan. Pembesaran tumor abdomen yang tiba-tiba akan menyebabkan peningkatan distensiabdomen hal ini disebabkan karena terjadinya perdarahan spontan massa tumor. Tumor primerdi rongga dada sering ditemukan secara tidak sengaja ketika melakukan pemeriksaan roent-gen dada terhadap terjadinya trauma atau infeksi. Massa di rongga dada clan leher yangletaknya tinggi sering berhubungan dengan sindrom H om er yaitu ptosis unilateral, miosis,clan anhidrosis. Kadang tumor di rongga dada yang besar se ring menimbulkan obstruksimekanik clan sindrom vena cava superior. Tumor paraspinal dalam rongga dada, abdomen ,clan daerah pelvis bisa menyebar ke foramen neural clan korpus vertebra sehingga timbu lgejala (akibat kompresi pada saraf, spinal cord) seperti nyeri radikuler, akut atau subakut,paraplegi serta gangguan fungsi kandung kencing clan usus. Beberapa gejala klasik yang sering didapat adalah proptosis clan ekimose periorbitalakibat infiltrasi tumor ke tulang periorbita. Penyebaran ke tul ang clan sumsum tu langmenimbulkan gejala nyeri tulang sehingga pada anak yang lebih muda menyebabkan anaklemah clan iritabel. Di dalam sumsum tulang akan terjadi \"penggantian\" sumsum tulang(bone marrow replacement) sehingga muncul gejala kegagalan fungsi sumsum tulang sepertianemia, perdarahan , clan pengingkatan risiko infeksi. Penyebaran ke kulit berupa nodulsubkutan warna kebiruan sering dijumpai pada bayi dengan tumor stadium 4s. Gejala lainyang sering muncul adalah demam, gaga! tumbuh.Sindrom paraneoplastikSindrom ini jarang terjadi; sekitar 4% dapat menunjukkan gejala opsomioklonus. Sindromini terdiri atas mioklonik, ireguler, tersentak (jerking ) , clan random eye movement yang seringberhubungan dengan ataksia serebeler. Bila gejala ini muncul, menunjukkan prognosis yangbaik . Diare sekretori yang disebabkan oleh vasoactive intestinal polypeptide (VIP), sulit diatasiclan d apa t menimbulkan dehidrasi hipokalemi-sindrom Kerner Morrison . Tumor yangmense kresi VIP secara histologi adalah jenis yang matur (ganglioneuroblastoma atau gan-glioneuroma), pasien ini menunjukkan hasil yang baik terhadap pengobatan.DiagnosisKriteria diagnosis untuk neuroblastoma telah ditetapkan oleh kelompok INSS (Interna-tional Neuroblastoma Staging System). Neuroblastoma dapat ditegakkan berdasa rkan salahsatu dari berikut yaitu: secara histologi ad alah neuroblastoma atau dengan ditemukanad anya tumor non hematopoitik di sumsu m tulang disertai adanya peningkata n kad arkatekolamin urin. Dalam sumsum tulang neuroblastoma sering menunjukkan gambaran\"pseudorosettes\" dengan peningkatan jar in gan ika t cl an re tikulin . Adanya antigenneuroektodermal dipermukaan se l tumor dapat diketahui dengan pemeriksaan antibodimonoklonal untuk konfirmasi diagnosis.Onkologi 257
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Sistem penentuan stadiumDimasa lalu ada 2 sistem yang digunakan untuk menentukan stadium penyakit ini yaitusistem Evan clan sistem yang digunakan St Jude Children Research Hospital dan POG (Paediat-ric Oncology Group). Disamping ada sistem lain yang menggunakan kalsifikasi TNM. Saat iniyang banyak digunakan untuk menentukan stadium neuroblastoma adalah berdasarkan sistemstadium neuroblastoma internasional sbb:Stadium neuroblastoma internasional menurut INSS (Brodeur dkk, 1993)Stadium 1. Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap, dengan/tanpa adanya penyakit residual secara mikroskopik; tidak ada pembesaran KGB ipsilateral dan kontralateral terhadap tumor secara mikroskopik (mungkin didapatkan pembesaran KGB yang melekat pada tumor primer dan diambil secara bersamaan).Stadium 2A. Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas tidak lengkap, tidak ada pembesaran KGB yang ipsilateral dan tidak melekat pada tumor secara mikroskopis.Stadium 2B. Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap/tidak lengkap; didapatkan pembesaran KGB ipsilateral dan tidak melekat pada tumor, pembesaran KGB kontralateral harus tidak didapatkan secara mikroskopis.Stadium 3. Tumor unilateral yang tidak dapat dioperasi dan terjadi infiltrasi melewati garis tengah, dengan/tanpa adanya pembesaran KGB regional; atau tumor terlokalisasi unilateral dengan pembesaran KGB kontralateral regional; atau tumor di garis tengah dengan adanya perluasan bilateral secara infiltrasi yang tidak dapat dioperasi atau dengan adanya pembesaran KGB.Stadium 4. Tumor primer dimanapun dengan penyebaran jauh ke KGB, tulang, sumsum tulang, hepar, kulit dan/atau organ lain (kecuali yang terdapat di stadium 4s).Stadium 4s. Tumor primer terlokalisasi (-stadium 1, 2a, 2b) dengan penyebaran yang terbatas pada kulit, hepar dan/atau sums um tulang (khusus untuk bayi < 1 tahun).RadiodiagnostikPemeriksaan pencitraan dengan CT scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukanbatas atau perluasan tumor primer dan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yangberkaitan (tabel IV4-1). Deteksi metastasis ke hepar dapat dilakukan dengan CT scan ab-domen, sedangkan adanya pembesaran KGB dan batas tumor primer dapat dilihat denganCT scan atau MRI dengan hasil yang cukup baik. Bila dikerjakan oleh seorang ahli radiologisanak yang berpengalaman, maka pemeriksaan CT scan atau MRI dapat digantikan denganultrasonografi abdomen. MRI merupakan teknik yang optimal untuk menunjukkan adanyaperluasan ke intraspinal melalui foramen neural.258 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOG I ANAK 2006MIBG scanningMeta-iodobenzylguanidine (MBIG) merupakan substansi yang akan masuk ke dalam sel sistemsarafsimpatis yang terutama terlibat dalam sintesis katekolamin. O leh karena itu, bila substansitersebut diberi label radioaktif maka dapat menunjukkan lokalisasi neurobl astoma primerclan metast asisn ya dengan sensitivitas > 90% cl an spesifisitas > 98%. Untuk mencegahpengambilan zat iodine radioaktif oleh tiroid, maka sebelum pemberian isotop akan diberikaniodine Lugo! yang dapat menghambat proses pengambilan tersebut secara spesifik. Pada 5-10% kas us neuroblastoma, tidak terj adi pengambilan MIBG sehingga tidak dapatdideteksi adanya metastasis dengan tidak didapatkannya hasil positif pada pemeriksaan initerhadap tumor primer. MIBG telah dikenal lu as sebagai teknik pemeriksaan yang palingsensitif, bahkan hasilnya lebih baik daripada survei tu lang atau skeletal dengan 99m Tc-difosfonat scintigrafi . Akan tetapi bila tidak didapatkan pengambilan MIBG ke dalam tumorprimer, maka dianjurkan untuk pemeriksaan scan tulang dengan 99m Tc.Penanda tumorTerdapat beberapa jenis katekolamin yang kadarnya dapat meningkat dalam urine pasienneuroblastoma. Metabolit yang paling sering diperiksa kadarnya adalah asam vanilglikolat(VGA= asam vanilmandelat = VMA) , vanilglikol (VG), asam asetat katekol (CAA), asamvanilasetat (VAA = asam homovanilat = HYA) clan asam vanilaktat (VLA) . Kadar dopamindapat pula diperiksa sebagai pemeriksaan tambahan . Pada 90-95% urine pasien neuroblas-toma akan didapatkan peningkatan sekresi metabolit-metabolit tersebut. Penguku ran rasio antara konsentrasi metabolit katekolamin dalam urine dengan kadarkreatinin dalam urine akan memberikan hasil yang dapat dipercaya. Konsentrasi LDH, feritinclan enolase spesifik neuron dalam serum dapat dipakai sebagai penanda prognosis.Pemeriksaan sumsum tulangAdanya metastasis ke sumsum tulang merupakan salah satu hal yang paling banyak ditemuipada kas us-kas us ne uroblas toma denga n prognos is yan g buruk. Penelitian te rdahu lumendapatkan data bahwa metastasis yang mungkin terj adi ke sumsum tulang tidak sefalumudah dideteksi dengan pemeriksaan aspirat sumsum tulang. Oleh karena itu , berdasarkankonsensus internasional (INSS) telah disepakati bahwa semu a pasien neu roblastoma harusmenj alani pemeriksaan histologi terhadap aspirat sumsum tulang clan trephine yang diambild ari 2 temp at ya ng berbeda . Dengan cara terse but diharapkan ba hwa kemungkinanmendapatkan atau mendeteksi sumsum tulang yang 'patchy ' akan lebih besar. Pemeriksaanaspira t sumsum tul ang dapat dinil ai dengan mikroskop konvensional clan biasanya akandidapatkan kelompok-kelompok keganasan non-hematopoeitik multipel bila ada metasta-sis. Sel- sel non-hematopoietik tersebu t cenderung untuk mengelompok clan membentukpseudorosette. Pandu an internasional menyarankan pemeriksaan histologi sumsum tulangterhadap minimal 1 cm jaringan hematopoietik untuk mendapatkan hasil yang adeku at.Onk o log i 259
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Tabel Vl.4-1. Penilaian perluasan penyakitStrategi pengobatanStadium 1 dan 2Konsensus yang berlaku menetapkan bahwa tumor stadium 1 dan 2 dapat diobati hanyadengan tindakan operasi tanpa adanya gejala sisa akut maupun jangka panjang. Walaupundidapatkan penyakit residual, tidak ada indikasi untuk pemberian kemoterapi maupunradioterapi. Saat ini, Kelompok Studi Neuroblastoma Eropa merekomendasikan terapi untuktumor terlokalisasi yang rekuren hanya dengan operasi clan regresi spontan masih mungkindidapatkan.Stadium 3Dahulu bayi dengan stadium 3 mendapatkan kemoterapi pasca operasi yang kemudiandihubungkan dengan gejala sisa akut dan jangka panjang akibat kemoterapi, juga ditemukanmorbiditas clan mortalitas yang signifikan akibat operasi. Kematian lebih banyak ditemukano le h karena terapi yang diberikan daripada o leh karena penyakitnya. Saat inidirekomendasikan bahwa diperlukan observasi ketat pasca operasi dengan pengukuran kadarkatekolamin dalam urine clan ditunjang dengan pemeriksaan radiologi. Adanya massa re-sidual yang persisten yang diketahui dengan adanya kenaikan kadar beberapa jeniskatekolamin dalam urine dapat dicurigai sebagai suatu ganglioneuroma matur. Adanyaprogresivitas penyakit hanya dicurigai bila didapatkan peningkatan ukuran tumor secarabermakna.260 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 Anak berusia lebih dari 1 tahun dengan stadium 3 telah banyak diterapi dengan kombinasioperasi/reseksi tumor primer, kemoterapi, operasi lanjutan/evaluasi clan diikuti denganradioterapi dan/atau kemoterapi lebih lanjut. Stadium 3 ini sekarang disubklasifikasikanberdasar pada amplifikasi gen MYCN clan bila ada amplifikasi dan/atau delesi lp menunjukkanindikasi untuk pemberian kemoterapi secara intensif.Stadium 4 pada anak berusia lebih dari 1 tahunPendekatan terapi yang secara umum dipakai adalah dengan pemberian kemoterapi awal,diikuti dengan operasi tumor primer clan konsolidasi dengan terapi mieloablatif clan sel stemhemopoitik. Modulasi sistem imun dengan 13-cis-asam retinoat, antibodi GD 2, lL-2,seringkali diberikan pada penyakit dengan residual yang minimal yang diberikan sesudahterapi mieloablatif. Permutasi obat sitotoksik aktif telah digunakan pada kemoterapi induksi.Akan tetapi, yang paling sering digunakan adalah senyawa platinum, baik cisplatin/carboplatin, etoposid clan siklofosfamid. Belum diketahui keuntungan doksorubisin dalampengobatan. Regimen VECl merupakan contoh yang baik. Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk pemberian dosis yang lebih tinggi denganjadwal yang intensif. Penelitian tersamar sedang berjalan untuk mempelajari tentangkeuntungan peningkatan dosis ini.Bayi dengan neuroblastoma stadium 4s dan stadium 4Sebagian besar bayi dengan neuroblastoma stadium 4s tidak membutuhkan terapi karenapada umumnya terjadi regresi spontan. lndikasi terapi hanya bila didapatkan kegawatanseperti diperlukannya penunjang pernafasan karena pembesaran hepar secara progresif.Beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan meliputi radioterapi dosis rendah pada heparclan kemoterapi intensitas rendah. Penting untuk diingat bahwa pemberian terapi dalamjumlah sekecil mungkin adalah yang efektif clan seringkali hanya diperlukan satu serial terapiuntuk menginduksi terjadinya regresi. Melalui pendekatan ini, 85% bayi akan dapatdisembuhkan. Dahulu pasien berusia kurang dari 1 tahun dengan neuroblastoma stadium 4 yang tidakmemenuhi kriteria stadium 4s, diberikan kernoterapi konvensional tanpa terapi rnieloablatif.Hal ini disebabkan oleh prognosis yang lebih baik pada bayi clan toksisitas dari terapirnieloablatif tersebut.MIBG sebagai anti kankerMIBG rnerupakan analog adrenalin yang diambil secara aktif clan disimpan pada lebih dari90% tumor neuroblastoma. Penggabungan MIBG dengan 1-radioisotop rnemungkinkannyadigunakan sebagai target radioterapi. Dewasa ini 1-MIBG dipakai pada 3 kelompok pasienneuroblastoma, yaitu:Onkologi 261
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 20061. Pasien dengan tumor terlokalisasi yang tidak dapat dioperasi2. Terapi awal pada pasien dengan stadium 3 clan 4 yang tidak dapat dioperasi3. Pasien yang mengalami kekambuhan/rekurensi. Pada kasus-kasus yang tidak dapat dioperasi, terutama pada neuroblastoma abdominalatau pelvik, terapi 1-MIBG telah digunakan untuk mengecilkan tumor sehingga tumor dapatdioperasi atau bahkan untuk menghindari operasi. Telah banyak dicoba penggunakan 1-MIBG sebagai satu-satunya anti-kanker pada awalterapi pada pasien stadium 3 clan 4 yang tidak dapat dioperasi. Pemberian beberapa seri 1-MIBG akan menghasilkan respons terapi yang cepat clan cukup tinggi dengan toksisitas yangsangat rendah. Sesudah terapi awal dengan MIBG, dilakukan terapi bedah berupa reseksitumor primer, kombinasi intensif antara kemoterapi clan terapi mieloablatif pada pasien sta-dium 4.Hasil pengobatanStadium 1 dan 2Angka pertahanan hidup (survival rate) clan ketahanan hidup bebas-gejala (event-free sur-vival rate) yang cukup tinggi didapatkan pada pasien yang hanya menjalani terapi bedah.Angka ketahanan hidup bebas gejala adalah sebesar >90% pada stadium 1 clan 85% padastadium 2. Tumor stadium 2 dengan amplifilkasi gen MYCN mempunyai angka kelangsunganhidup sebesar 50%.Stadium 3Enam puluh lima persen pasien dengan tumor stadium 3 merupakan kelompok pasien yangmampu bertahan hidup dalam jangka panjang. Kelompok pasien dengan amplifikasi genMYCN mempunyai kemungkinan angka kelangsungan hidup bebas gejala sebesar 20%,sedangkan 85% pasien tanpa amplifikasi MYCN secara histologi dapat bertahan hidup.Stadium 4 pada anak > 1 tahunAnak berusia lebih dari 1 tahun dengan stadium 4 neuroblastoma mempunyai salah satuprognosis terburuk dari semua keganasan pada anak. Sebagian besar keganasan bersifatkemosensitif pada tahap awal namun kemudian resiste1isi terhadap obat muncul. Hasilpengobatan dengan strategi terapi yang telah disebutkan di atas berlaku konsisten secarainternasional; bila dilakukan regimen kemoterapi secara intensif, maka diharapkan didapatkantingkat ketahanan hidup dalam 5 tahun sebesar 25%.Stadium 4 dan 4s pada bayi <1 TahunAngka kelangsungan hidup bebas gejala (EFS) pada stadium 4 adalah sebesar 85% clan262 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006sebagian bayi akan berisiko mati karena besarnya massa tumor clan sebagian kecil bayi akanberkembang menjadi progresi£ Angka ketahanan hidup sebesar 60% didapatkan pada bayidengan stadium 4 clan adanya amplifikasi gen MYCN menunjukkan buruknya prognosis.Aspek klinikobiologikalPengamatan klinis menunjukkan bahwa spektrum penyakit neuroblastoma lebih menyerupaisuatu sindroma yang terdiri dari beberapa kelompok penyakit yang spesifik. Adanya dejalaklinis yang spesifik pada perluasan stadium 4s neuroblastoma ditunjukkan dengan tingginyakemungkinan untuk regresi spontan. Hal ini berbeda dengan pasien stadium 4 neuroblas-toma yang sebagian besar akan mempunyai gejala klinis yang buruk walaupun telahmendapatkan berbagai macam modalitas terapi. Neuroblastoma yang terlokalisir seperti padastadium 1 clan 2 mempunyai prognosis yang sangat baik sesudah operasi. Data shining neu-roblastoma menunjukkan bahwa insidens stadium 1 clan 2 neuroblastoma meningkat dengantajam tanpa adanya penurunan bermakna dari stadium 3 clan 4 pada kelompok usia yanglebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sebagian pasien dengan neuroblastomaterlokalisir yang mengalami regresi spontan sebelum dapat terdeteksi secara klinis. Pengamatan tersebut menyimpulkan adanya 3 kategori pasien neuroblastoma, yaitu'perluasan dengan kecenderungan regresi', 'perluasan secara agresif' clan 'terlokalisir denganprognosis baik'. Pada tiap kelompok didapatkan perbedaan kelainan biologis yang memicutransformasi keganasan. Parameter klinis seperti stadium, usia pasien, kadar seruni. feritinclan LOH berperan sebagai faktor biologis yang menentukan kategori neuroblastoma clanjuga sebagai faktor prognostik. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak dapat diperhitungkansecara penuh dalam memperkirakan perjalanan penyakit. Stadium 4s neuroblastoma dapatmenunjukkan progresi tumor atau rekurensi dengan karakter 'perluasan secara agresif'. Hasilakhir yang kurang baik didapatkan pada 10-20% kasus, beberapa kasus terlokalisir dapatmengalami rekurensi tumor yang tak dapat disembuhkan clan 15-25% pasien stadium 4 dapatsembuh dengan terapi yang intensif. Beberapa kelainan genetika yang berhubungan kuat dengan karakter 'perluasan secaraagresif' telah dilaporkan. Kelompok pasien risiko tinggi ditunjukkan dengan adanya amplifikasiN-myc clan delesi kromosom lp, tidak tergantung pada usia, stadium clan karakter klinislainnya. ldentifikasi terhadap beberapa karakter kelainan biologis yang berbeda pada tiapkelompok penyakit pada sindroma neuroblastoma ini pada akhirnya akan memungkinkanpemilihan terapi yang optimal pada tiap pasien. Pada masa mendatang diharapkan akantersedia beberapa modalitas terapi dengan target perubahan biologis yang spesifik.Daftar pustakal. Brodeur GM, Maris JM. Neuroblastoma. Dalam Principles and practice of pediatric oncology penyunting Pizzo PA, Poplack DG, edisi ke4, Lippincott William & Wilkins Philadelphia 2002. h. 895-924.Onkologi 263
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 20062. Brodeur GM, Pritchard J, Berthold F, Carlsen NL et al. Revisions of international crite- ria for neuroblastoma diagnosis,staging and response to treatment. J Clin. Oneal 11, 1993: 1466-1477.3. Caron H, Pearson A. Neuroblastoma. Dalam Cancer in children clinical management, penyunting Voute PA, Kalifa C,Barret C, Oxford university press New York. Edisi ke 4, 1999. h. 274-291.4. DeBernadi B,Conte M, Mancini A, Donfrancesco A, Alvisi P, Toma P, et al. Localized resectable neuroblastoma : results of the second study of the Italian Cooperative Group for neuroblastoma. J Clin Oneal; 1995, 13884-893.5. Kushner BH, Gilbert F,and Helson L. Familial neuroblastoma : case report, literature review, and etiologic consideration, Cancer, 57, 1986: 1887-19906. Kushner BH,Cheung NKV, La Quaglia MP,Ambors PF,Ambors IM,Bonilla MA. Sur- vival from locally invasive or widespread neuroblastoma without cytotoxic therapy. J Clin Oneal.; 1996; 14: 373-381.7. Lanzkowsky P. Neuroblastoma . Dalam Manual of pediatric hematology and oncology, penyunting Lanzkowsky P, Churchill Livingstone New York, edisi ke 2, 1995. h. 419-4368. Lubis B. Neuroblastoma in Medan. ESO-SIOP pediatric oncology course, Surabaya 2002.9. Ninane J, Pearson ADJ. Neuroblastoma. Dalam Paediatric oncology clinical practice and controversies, penyunting Pinkerton CR and Plowman PN, Chapman&Hall medical,London, 1997. h. 443-483.10. Permono B, Ugrasena IDG. Neuroblastoma in Dr. Soetomo hospital .ESO-SIOP pediat- ric oncology course, Surabaya 2002.11. Silbert JH,Evans AE, and Friedman M. Models to predict outcome from childhood neu- roblastoma: the role of serum ferritin and tumor histology. Cancer Res; 1991; 51: 1426- 1433.12. Windiastuti E, Gatot D, Abdul Salam M. Neuroblastoma in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. ESO-SIOP pediatric oncology course, Surabaya, 2002264 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 5. TUMOR WILMS Dasril DaudT umor Wilms adalah tumor ganas embrional ginjal yang berasal dari metanefros. Nama lain tumor ini adalah nefroblastoma atau embrioma renal. Tumor ini pertama kali dilaporkan oleh Runce pada tahun 1814, tetapi nama tumor \"Wilms\" berasal dariseorang ahli bedah (Max Wilms) yang mengungkapkan gambaran klasik secara lengkappenyakit tersebut dalam tahun 1899. Tumor wilms merupakan tumor ganas ginjal yang terbanyak pada bayi clan anak. Sekitar80% tumor ini terjadi pada anak di bawah 6 tahun, dengan puncak insidens pada umur 2-4tahun. Tumor Wilms dapat juga dijumpai pada neonatus. Tumor Wilms terhitung 6% dariseluruh penyakit keganasan pada anak. Insidens penyakit ini hampir sama di setiap negara, karena _tidak ada perbedaan ras,iklim clan lingkungan, yaitu diperkirakan 8 per 1 juta anak di bawah umur 15 tahun.Perbandingan insidens laki-laki clan perempuan hampir sama. Lokasi tumor biasanya unilat-eral, lebih sering di sebelah kiri, bisa juga bilateral (sekitar 5%).Etiolog iTumor Wilms berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat tidak adanyastimulasi yang normal dari duktus metanefron untuk menghasilkan tubuli clan glomeruliyang berdiferensiasi baik. Perkembangan blastema renalis untuk membentuk struktur ginjalterjadi pada umur kehamilan 8-34 minggu. Sehinga diperkirakan bahwa kemampuan blast-ema primitif untuk merintis jalan ke arah pembentukan tumor Wilms, apakah sebagai mutasigerminal atau somatik, itu terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu. Sekitar 1,5% pasien mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang juga menderitatumor Wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat keturunan yang berbeda dengankasus tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus Tumor Wilms diturunkan secara autosomaldominan. Mekanisme genetik yang berkaitan dengan penyakit ini, belum sepenuhnyadiketahui. Pada pasien sindrom WAGR (tumor Wilms, aniridia, malformasi genital clanretardasi mental) memperlihatkan adanya delesi sitogenetik pada kromosom 11, daerah p13.Pada beberapa pasien, ditemukan gen WTl pada lengan pendek kromosom 11, daerah pl3.Gen WTl secara spesifik berekspresi di ginjal clan dikenal sebagai faktor transkripsi yangdiduga bertanggung jawab untuk berkembangnya tumor Wilms.PatologiTumor Wilms tersusun dari jaringan blastema metanefrik primitif. Disamping itu tumor iniOnkologi 265
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006sering menganclung jaringan yang ticlak biasanya terclapat pacla metanefron normal, misalnyajaringan tulang, tulang rawan clan epitel skuamous. Gambaran histologik yang sangat beragammerupakan suatu ciri clari tumor Wilms. Gambaran klasik tumor Wilms bersifat trifasik,termasuk sel epitel blastema clan stroma. Berclasarkan korelasi histologis clan klinis, gambaran histopatologik tumor Wilms clapatclikelompokkan clalam tiga kelompok, yaitu tumor risiko rendah (favourable), tumor risikosedang clan tumor risiko tinggi (unfavourable).Tumor risiko tinggi(favourable): nefroblastoma dengan diferensiasi parsial yang bersifat kistik nefroblastoma dengan tipe epitelial berdiferensiasi tinggi nefroblastoma dengan struktur fibroadenomatous nefroblastoma nefromaTumor risiko sedang: nefroblastoma tipe campuran nefroblastoma epitelial yang bercliferensiasi jelek nefroblastoma blastemik nefroblastoma tipe stromaTumor risiko tinggi (unfavourable): nefroblastoma dengan anaplasia nefroblastoma tipe sarkomaPerkembangan dan penyebaranTumor ini membentuk pseudokapsul, sehingga tumor ini mempunyai batas-batas makroskopisjelas yang tertutup oleh jaringan ginjal. Dalam perkembangannya tumor ini mendesakpseudokapsul tersebut, diikuti dengan infiltrasi ke dalam jaringan ginjal sendiri, selanjutnyamenyebar ke clalam jaringan perirenal clan mulailah penyebaran atau metastasis:• Perkontinuitatum: penyebaran langsung melalui jaringan lemak perirenal lalu ke peri- toneum clan organ-organ abdomen (ginjal kontralateral, hepar dll).• Hematogen: terjadi setelah pertumbuhan tumor masuk ke dalam vasa renalis, selanjutnya menyebar melalui aliran darah ke paru-paru (90%), otak clan tulang-tulang.• Limfogen: penyebaran limfogen terjadi pada kelenjar regional sekitar vasa para-aorta! atau clalam mecliastinum.Stadium (gradasi) tumor wilmsThe National Wilms Tumor Study (NWTS) membagi 5 stadium tumor Wilms, yaitu:Stadium I tumor terbatas di dalam jaringan ginjal tanpa menembus kapsul. Tumor ini dapat direseksi dengan lengkap.266 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Stadium II tumor menembus kapsul clan meluas masuk kedalam jaringan ginjal clan sekitar ginjal yaitu jaringan perirenal, hilus renalis, vena renalis clan kelenjar limfe para-aorta!. Tumor masih dapat di reseksi dengan lengkap.Stadium III tumor menyebar ke rongga abdomen (perkontinuitatum), misalnya ke hepar, perito- neum, di!.Stadium IV tumor menyebar secara hematogen ke ronga abdomen, paru-paru, otak, tu!ang.Gejala klinikAdanya massa dalam perut (tumor abdomen) merupakan gejala tumor Wilms yang palingsering (75-90%), yang sebagian besar diketahui pertama kali oleh orang tua atau keluargapasien. Kadang-kadang ditemukan secara kebetulan oleh seorang dokter pada saat melakukanpemeriksaan fisik. Tumor Wilms dapat membesar sangat cepat, yang dalam beberapa keadaandisebabkan karena terjadinya perdarahan. Hematuri (makroskopis) terdapat pada sekitar 25% kasus, akibat infiltrasi tumor kedalam sistem kaliks. Hipertensi ditemukan pada sekitar 60% kasus, diduga karena penekanan tumor atau hematompada pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal, sehingga terjadi iskemi jaringanyang akan merangsang pelepasan renin, atau tumor sendiri mengeluarkan renin. Gejala lain berupa anemia, penurunan berat badan, infeksi saluran kencing, demam,malaise clan anoreksia. Pada beberapa pasien dapat ditemukan nyeri perut yang bersifat kolik,akibat adanya gumpalan darah dalam saluran kencing. Tumor Wilms tidak jarang dijumpai bersama kelainan kongenital lainnya, seperti aniri-dia, hemihipertrofi, anomali saluran kemih atau genitalia clan retardasi mental.DiagnosisDiagnosis tumor Wilms berdasarkan atas gejala klinik, pemeriksaan radiologik (IVP clanUSG), laboratorium clan dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan tumor. Gejalaklinik untuk diagnosis adalah seperti telah diuraikan di atas, terutama adanya tumor dalamperut (tumor abdomen). Dengan pemeriksaan IVP tampak distorsi sistem pielokalises (perubahan bentuk sistempielokalises) clan sekaligus pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui fungsi ginjal. USGmerupakan pemeriksaan non invasif yang dapat membedakan tumor solid dengan tumoryang mengandung cairan. Dengan pemeriksaan USG, tumor Wilms nampak sebagai tumorpadat di daerah ginjal. Hasil pemeriksaan laboratorium yang penting yang menunjang untukOnkologi 267
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006tumor Wilms adalah kadar lactic dehydrogenase (LOH) men inggi clan Vinyl mandelic acid(VMA) dalam batas normal.PengobatanModalitas pengobatan tumor Wilms terdiri dari, operasi (pembedahan), kemoterapi clanradioterapi. Pengobatan tumor Wilms hampir selalu dimulai dengan operasi. Pembedahandilakukan untuk mengangkat tumor atau memperkecil masa tumor ginj al. Telah lamadiketahui bahwa tumor Wilms sensitif terhadap radiasi. Demikian pula didapatkan beberapajenis kemoterapi memberikan hasil efektif pada tumor ini, yaitu daktinomisin, vinkristin,doksorubisin clan siklofosfamid. Informasi tentang jenis sel clan penyebaran tumor sangatdiperlukan untuk menetapkan strategi pengobatan. Pada tumor stadium I clan II dengan jenis sel fav orable, dilakukan operasi dengankombinasi kemoterapi dactinomycin clan vincristin tanpa pemberian radiasi abdomen. Tu-mor stadium III dengan jenis sel fav orable diberikan pengobatan pembedahan dengankombinasi daktinomisin, vinkristin clan doksorubisin disertai radiasi abdomen. Untuk tumorstadium IV dengan jenis sel favorable, diberikan kombinas i daktinomisin, vinkristin clandoksorubisin. Pasien ini mendapat pula radiasi abdomen clan paru bila sudah ada penyeberanke dalam jaringan paru. Pada kasus stadium II sampai IV dengan jenis sel anaplastik (unfavorable) diberikanpengobatan pembedahan dengan kombinas i daktinomisin, vinkristin clan doksorubisinditambah siklofospamid. Pada pasien ini menerima pula radiasi abdomen clan paru.PrognosisBeberapa faktor menentukan prognosis, yaitu ukuran tumor, gambaran histopatologik, umurpasien clan stadium atau tingkat penyebaran tumor. Mereka yang mempunyai prognosis yangbaik adalah ·pasien yang mempunyai ukuran tumor masih kecil, tingkat diferensiasi sel tinggisecara histopatologik, stadium masih dini atau belum ada metastasis clan umur pasien dibawah du a tahun.Daftar pustaka1. Aron BS. Wilms' tumor a clinical study of eighty- one patients. Cancer, 1974; 33: 63 7-46.2. Breslow N, Olsham A , Beckwith JB, Green OM. Epidemiology of Wilms Tumor. MP0,1993 ; 21: 172-181.3. Cassady JR, Tefft M, Filler RM. Consideration in the radiation therapy of Wilms' tumor. Cancer,1973; 32: 598-607 .4. Chintagumpala MM, Steuber CP. Nephroblastoma. Dalam: Mc Millan JA, penyunting. Oski's pediarics principles and practice. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. h. 515-7 .268 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 20065. Cowell JK, Wadey RB, Buckle BB, Pritchard J. The aniridia-Wilms' tumor association: molecular and genetic analysis of chromosome deletions on the short arm of chromo- some 11. Hum Genet, 1989; 82: 123-6.6. deCamargo B, Weitzman S. Nephroblastoma. Dalam: Voute PA, Kalifa C, Barret A, penyunting. Cancer in children: clinical management. Edisi ke-4. New York: Oxford; 1998. h. 259-73.7. Ehrlich RM, Goodwin WE. The surgical treatment of nephroblastoma (Wilms' tumor). Cancer,1973; 32: 1145-9.8. Lanzkowsky P. Wilms' Tumor. Dalam: Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone;l995. h. 437-51.9. Madden SL, Cook OM, Morris JF, Gashler A, Sukhatme VP, Rauscher FJ. Transcrip- tional repression mediated by the WTl Wilms tumor gene product. Science,1991; 253: 1550-3.10. Schwartz CE, Haber DE, Stanton VP, Strong LC, Skolnick MH, Housman DE. Familial predisposition to Wilms tumor does not segregate with the WTl gene. Genomics, 1991; 10: 927-30.Onkologi 269
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 6. RABDOMIOSARKOMA Djajadiman Gatot, Bulan G. MuntheRabdomiosarkoma ialah kanker jaringan lunak yang paling sering pada anak dengan derajat keganasan tinggi dan diperkirakan timbul dari sel-sel mesenkimal primitif :yang kemudian hari menjadi otot lurik; dapat dijumpai dimana saja dalam tubuh,termasuk ditempat yang tidak biasanya terdapat otot lurik. Paling banyak ialah kepala danleher (40%), selanjutnya saluran kemih (20%), anggota gerak ekstremitas (18%), tubuh(7%), retroperitoneum (7%), dan sisanya didaerah perineum, dan tempat lain (8%).Rabdomiosarkoma merupakan 4-5% dari seluruh tubuh pada anak dan pada ras kaukasusmempunyai angka kejadian frekwensi 4,3 per juta anak dibawah 15 tahun. Terdapat duapuncak angka kejadian, yang pertama diantara 2-5 tahun dan yang kedua pada masa adolsen,lelaki sedikit lebih banyak dari perempuan (1,4-1, 7 : 1).Etilogi dan genetikaPenyebab Rabdomiosarkoma pada anak masih tidak diketahui. Dari data epidemiologi, adaindikasi bahwa faktor genetik tampaknya mempunyai peranan penting pada penyebab,setidaknya untuk beberapa jenis sarcoma pada anak. Angka kejadian kelainan bawaanmeningkat terutama yang melibatkan saluran kemih kelamin dan susunan saraf pusatdihubungkan dengan Rabdomiosarkoma. Perkembangan dibidang biomolekuler telah menunjukkan indikasi kelainan kromosompada berbagai jenis keganasan jaringan lunak. Pada Rabdomiosarkoma translokasi (2; 13)(q35;ql4) merupakan keadaan yang selalu dapat ditemukan pada subtipe alveolar. Padasubtipe embrional sampai saat ini tidak ditemukan kelainan kariotipik, namun demikianmasih dapat ditemukan hilangnya heterogenositi konstitusional (loss of constitutional het-erozygosity) pada kromosom 11 p 15.Tanda dan gejalaRabdomiosarkoma adalah tumor yang sangat agresif clan cenderung berinfiltrasi dipermukaanclan dalam jaringan disekitarnya dan juga menyebar secara limfogen clan hematogen. Sekitar80% pasien dengan tumor lokal ataupun regional pada saat dioperasi. Gejala tergantungpada tempat tumor primer, dari mulai tanpa gejala sampai pada proptosis mata, poliposis(tumor) di daerah telinga, hidung atau vagina atau hidung selalu berdarah. Tumor di daerahkepala clan leher dapat menyerupai parotitis atau menyebabkan disfungsi neurologis akibat270 Onkologi
Buku Ajar HEM ATOLOG I - ONKOLOG I ANAK 2006pendesakan tumor ke dalam otak, tumor di daerah penis dapat menyebabkan gangguankencing atau retintio urinae. Lesi perifer lebih disebabkan oleh subtipe alveolar, jenis ini pulayang bermetastasis lebih dini se telah itu susunan saraf pusat, kelenjar regional, tulang, jaringanlunak clan sumsum tulang.Diagnosis dan penderajatan (staging)Anamnesis mengenai perj alanan penyakit termas uk riwayat adanya kecenderungannyakanker dalam kelu arga (Ll -Fraumenn), pemeriksaan fisik yang teliti untuk menentukanletak clan ukuran tumor clan kelenj ar ge tah bening regional. Pemeriksaan laboratoriumyang diperlukan te rmas uk darah lengkap, faa l hati clan ginjal, elektrolit serum, kalsiumclan bila mungkin kadar magnesium, asa m urat clan fungsi pembeku an. Aspirasi sumsumtulang juga diperlukan untuk dugaan RMS parameningeal. Pemeriksaan radiologi yangdianjurkan ialah foto rongen toraks. CT scan clan ultra sonografi daerah tumor primer;bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan MRI terhadap tum or primer. Selanjutnyadilakukan biopsi da ri tumor primer clan kelenj ar getah bening yang dicuriga i. Penentu anderajat I stadium tumor dil akukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh, selaindapa t pul a dilakukan penge lompokan (group) waktu operasi secara singkat pembagianstadium seperti tertera di bawa h ini:Tabel Vl.6-1 . Stad ium dan Penderajatan pada RabdomiosarkomaFaktor prognosisBerbagai faktor dihu bungkan dengan prognos is pada RMS diantaranya letak tumor primer,stadium pada waktu operasi, gambaran histo patologis clan genetik. Penelitian dengan RMSstadium I clan II mempunyai prognosis yang baik, demikian pula pasien dengan RMS stadiumI. Tumor primer yang berasal dari orbita mempu nyai prognosis yang lebih baik dibandingkantumor yang berasal dari tempat lain. Pada awalnya RMS dibagi berdasarkan gambaran arsiteksel RMS yang dibagi menj ad i empat jenis: embrional, batryoid, alveolar clan pleomorfik.Pada waktu itu empat jenis tersebut tidak dibandingkan dengan prognosis, tetapi denganpenggunaan kemoterapi. Beberapa jenis RMS memberikan respons pengobatan yang baikOnko logi 271
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006dibandingkan lainnya. Setelah itu dibuat klasifikasi untuk menghubungkan gambaranmorfologi dengan prognosis. Salah satu yang diambil ialah seperti yang tertera dibawah ini :1. Prognosis baik a. Botryoid b. Se! kumparan (spindle cell)2. Prognosis menengah a. Embrional3. Prognosis buruk a. Alveolar(Dikutip dari Newton. et.al. (1995) Cancer, 7b (6s, 1073-85). Pada klasifikasi ini tidaktermasuk tipe pleomorfik, karena sangat jarang ditemukan pada anak. Dari penelitianbiomolekuler ditemukan bahwa tumor dengan sifat non-hiperdiplodi clan mempunyai aktifitasproliferasi (S-phase > 14%) dihubungkan dengan prognosis yang buruk.TatalaksanaApabila pengangkatan tumor lengkap baik makroskopi maupun mikroskopik. Radioterapitidak diperlukan, radioterapi diberikan bila terdapat sisa tumor atau metastasis setelah operasiclan berkisar antara 6000-6500 cGy, tergantung pada umur clan letak tumor. Biasanya dapatdiberikan pada daerah tumor (local control) pada 90% kasus, tetapi dengan efek sampingyang cukup berat. Penambahan kemoterapi pada radioterapi clan operasi secara dramatistelah meningkatkan kesintasan sejak 20 tahun terakhir. Kemoterapi dapat diberikan sebagaiajuvan maupun neo-ajuvan. Kombinasi vinkristin clan daktinomisin biasanya cukup baikuntuk tumor dengan prognosis baik. Untuk prognosis menengah umumnya dipakai kombinasi vincristine, daktinomisin clansiklofosfamid. Beberapa pusat pengobatan mengganti siklofosfamid dengan ifosfamid. Pasienyang kambuh dapat dicoba dengan kombinasi ifosfamid clan etoposid. Adapula yangmenambahkan doksorubisin pada kombinasi VAC, namun penambahan ini tidakmerripengaruhi kesintasan secara bermakna pada stadium III clan IV Pasien dengan tumorparameningeal mempunyai risiko tinggi untuk keterlibatan susunan saraf pusat (SSP). Untukini perlu dipertimbangkan pemberian kemoterapi, intratekal sebagai profilaksis.Hasil pengobatanPenggunaan terapi multimodal telah menghasilkan perbaikan yang dramatis pada kesembuhananak dengan Rabdomiosarkoma. Angka kesintasan (survival) keseluruhan menurut stadiumpenyakit untuk yang tidak disertai metastasis dapat dilihat pada tabel berikut :272 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 Tabel VI. 6-2. Kesintasan 5 tahun menurut stadium (%) Sumber: Intergroup RMS Study; ICS: Italian Co-operative Study; CWS : German Co-operative study.Sedangkan hasil penelitian berdasarkan letak tumor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Letak tumor Kesintasan 5 tahun (%) Orbita 94 Kepala dan leher 50 Para testicular 80 Vagina 67 Pelvis (lain) 31 Anggota gerak 44Daftar pustaka1. Womer RB, Sinniah 0. Soft tissue sarcoma in: D'angioGJ, Sinniah D, Meadow AT, Evans AE, Pritchard J, editors. Practical Pedriatic Oncology; 211d edn. New York: Wiley- Liss, 1992. h. 318-323.2. Carli M, Gughelmi M, Sotti G, Ceochetto G, Ninto V Soft tissue sarcoma in: Pinkerton Cr, plowman PN,editors. Paediatric oncology. Clinical practical and controversies.; 211d edn. London:Chapman & Hall medical, 1997. h. 380-416.3. Stevens MCG. Rhabdomyosarcoma in: Voute PA, Kalifa C, Barren A,editors. Cancer in children. Clinical management; 4'h edn. Oxford : Oxford University Pres, 1998. h. 193- 213.Onkologi 273
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 7. HISTIOSITOSIS Harry Raspati, Susi Susanah, Lelani R.H istiosit berasal dari monosit yang berada di sirkulasi yang kemudian berdiferensiasi menjadi banyak jumlahnya clan masuk ke dalam jaringan. Histiosit normal terdapat dalam jaringan, bila pada jaringan jumlahnya meningkat disebut histiositosis. Fungsidari histiosit adalah fagositosis clan antigen presentation cell (APC) yang akan membantu sel Tclan sel B untuk timbulnya antibodi. Histiositosis dapat timbu l mendahului suatu kelainanhematologi antara lain leukemia atau timbul setelah terjadi penyakit infeksi. Kelainan initerjadi secara sistemik ke berbagai organ clan menimbulkan berbagai gambaran klinis sehinggadisebut juga sindrom histiositosis. lnsidens histiositosis ini 1 : 100.000/thn pada anak dibawah 1 tahun atau 0.2 : 100.000pada anak dibawah 15 tahun.Definisi dan klasifikasiSindroma histiositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi berbagai manifestasi klinis yangterjadi akibat proliferasi clan infiltrasi dari sistem sel fagosit mononuclear clan mengalamiakumulasi sel dalam jaringan ikat. Dapat disertai atau tidak reaksi inflamasi dengan peranserta eosinofil, neutrofil clan sel mononuklear kedalam jaringan kulit, tu lang clan viscera.Berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi histiositosis dibagj menjadi 3 tipe yaitu:1. Tipe I : Langerhans cell histiocytosis (LCH) I Histiositosis X Terdiri dari 3 kelainan klinis : • Hand Schuller-Christian • Letterrer-Siwe • Granuloma eosinofilik2. Tipe II : Histiositosis atau fagosit mononuklear selain sel Langerhans Terdiri dari : a. Infection Associated Histiocytosis Syndrome (IAHS) b. Familial Enthrophagocytic Limphohistiocytosis (FEL) c. Sinus Histiocytosis with massive lymphadenopathy3. T ipe III : Malignant histiocytosis terdiri dari 3 bentuk: a. Acute Monocytic Leukemi b. Malignant Histiocytosis c. True histiocytosis LymphomaEtiologi dan PatogenesisDiduga berhubungan dengan proses reaksi terhadap infeksi atau merupakan suatu kelainangenetik yang menyebabkan kerusakan sistem imunoregulator. Histiositosis terjadi karenaproliferasi clan infiltrasi dari histiosit clan mengalami akumulasi sel dalam jaringan ikat.274 Onkologi
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006 Pada Histiositosis Tipe I, tidak diketahui dengan pasti, tetapi digolongkan sebagai kelainannon herediter. Menurut Lichtman dkk bahwa proliferasi terjadi karena terjadi penyimpanganreaksi imunologi atau terjadi penyakit autoimun. Dengan pemeriksaan imunofenotip dapatmengetahui tipe dari histiositosis, dengan ditemukannya CDla. sedangkan perbandinganCD4 clan CDS untuk mengetahui penurunan komplemen. Sedangkan pada tipe II terdiri dari Infection associated hemophagocytic syndrome (IAHS)didapat adanya imunosupersi, yang terjadi karena adanya riwayat infeksi yang berat olehinfeksi virus (virus sitomegalo, virus Epstein Barr, rubella), bakteri (demam tifoid, bruselosis,tuberkolosis) clan Parasit. Faktor genetikpada : Familial erithhrophagocytic lymphohistiocytosis(FEL) yang diturunkan secara autosomal resesif, yang didapatkan pada satu keluarga dimanadidapatkan imunodefisiensi. Tipe III Malignant Histiocytosis (MH) terdapat 3 bentuk, Acute Monocytic Leukemia,Malignant Histiocytosis clan True Histiocytosis Lymphoma. Pada tipe ini terjadi proliferasi patologisdari histiosit atau prekursor sel.Manifestasi klinis dan laboratoriumTipe I Langerhans Cell Histiocytosis (LCH)Penyakit proliferasi yang terjadi spesifik pada sistem monosit makrofag yang dikenal dengansel Langerhans, yang dapat disertai atau tidak reaksi inflamasi. Penyebab LCH tidak diketahui.Pada penyakit ini didapatkan 3 sindroma klinik yaitu Granuloma eosinofilik, Hand Schuller-Christian, Letterer-Siwe. Pada granuloma eosinofilik terjadi kelainan di tulang panjang, sedangkan pada anakdidapatkan kelainan di tulang kepala, vertebra, kosta clan pubis dengan lesi tunggal ataumultipel. Sindrom Hand-Schuller Christian sering terjadi pada anak dibandingkan bayi. Terdapattiga klinis klasik yang biasanya insidens tertinggi terjadi pada usia 2 sampai 6 tahun yaitu :1. Kelainan tulang membranosa, terutama tengkorak, akibat proses osteolitik2. Eksoptalmus, dapat unilateral atau bilateral dapat disertai gangguan visus akibat destruksi tulang pada tulang orbita clan penimbunan lemak pada orbita.3. Diabetes insipidus, akibat infiltrasi histiosit pada kelenjar hipofise. Terjadinya histiositosis diseminata hanya terjadi pada Hand-Schuller clan Letterer Siweterjadi pada bayi clan anak kecil bersifat progesif clan fatal. Dapat mengenai kulit (papulayang tersebar seluruh badan, dermatitis seboroik, petekie clan purpura), hepar, noduslimpatikus, tulang clan sistem hematopoitik. Biasanya tidak fatal tetapi berjalan kronis,bertahun-tahun. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan granula Birbeck's dalam sel pada tipe I,sedangkan pada tipe lain tidak didapatkan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan ane-mia, perdarahan karena trombositopeni. Serum kalsium, fosfor clan alkali fosfatase normal.Onkologi 275
Buku Ajar HEMATOLOGI - ONKOLOGI ANAK 2006Pada kegagalan fungsi hati, total protein < 5,5 gr%, albumin < 2,5gr%, peningkatan LOH,masa protombin (prothrombine time) memanjang. Oidapat juga gangguan osmolaritas urin. Letterer-Siwe merupakan penyakit Hand-Schuller-Christian yang bersifat akut diseminatayang terjadi pada bayi, jarang diatas usia 2 tahun. Umumnya klinis yang di dapat hanyaerupsi kulit seperti papula, purpura, dermatitis seboroik, hepatosplenomegali, limfadenopati,otitis media sampai terjadi destruksi pada tulang petrosus clan mastoideus.Tipe II Histiositosis atau Fagosit Monoklear selain sel LangerhansHistiositosis Tipe II terjadi karena adanya macrophage cell type. Tipe ini tidak didapatkangranula Birbeck clan COL Fagosit mononuklear dapat dibedakan dengan pemeriksaanmorfologi, marker imunologi clan histokimiawi. Pada tipe ini bersifat progesif clan sangatfatal. Gambaran klinis berupa demam, hepatosplenomegali, lymphadenopati, purpura, ikterik,hipergamaglobulinemi. Terdapat dua bentuk yang sering ada yaitu FEL clan LAHS, sedangkanyang ke tiga sinus histiocytosis with massive lymphadenopathy. Pada FEL tidak ada manifestasi klinis pada tulang clan kulit yang menonjol kelainansistem saraf pusat dengan infiltrasi histiosit pada meningen clan hemofagostik. Padapemeriksaan laboratorium terdapat gangguan fungsi hati clan koagulasi, hipfibrinogenemia,hiperlipidemi, penurunan protein lipase, hiperferitinemia, pansitopeni, pada sumsum tulanginfiltrasi eosinofil minimal terdapat riwayat yang sama pada anggota keluarga penyakit inidapat timbul kematian karena perdarahan clan sepsis. Sedangkan pada IAHS, awalnya diketahui sebagai sindroma virus hemofagostik hanyadisebabkan oleh virus. Pada laboratorium didapat pansitopeni clan proliferasi histiomonositikpada sumsum tulang. Biasanya tidak terdapat riwayat penyakit yang sama pada keluarga.Gejala klinis adanya demam yang tinggi, hepatosplenomegali, kegagalan fungsi hati clan sistemkoagulasi. Tapi saat ini dikenal dengan beberapa penyebab antara lain virus, bakteri, jamur.Reaktivitas sindrom Hemofagositik dapat menyertai limfoma maligna atau lupus eritematosussistemik. Jarang terjadi proliferasi histiosit pada selaput otak, gastrointestinal, paru. Pada yang sinus hitiositosis didapatkan demam tinggi, leukositosis penonjolan noduslimphatikus yang besar, secara patologi anatomi hanya dilatasi pada subskapuler clan sinusmodularis akibat proliferasi histiosit. Tidak didapatkan Birbecks granule clan CDia. Selaludidapatkan dalam bentuk jinak clan tidak mengenai sumsum tulang, kulit, hati, limfe clanparu.Tipe Ill (MH)Terdapat tiga bentuk: Acute Monocytic Leukemia, Malignant Histiocytosis dan True Histiocyto-sis Lymphoma. Penyakit ini non-familial, dengan cepat dapat terjadi fatal. Penyakit ini ditandaidengan demam, limfadenopati, hepatosplenomegali, infiltrasi inflamasi subkutan, pansitopenia276 Onkologi
Search