Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore bab 10

bab 10

Published by haryahutamas, 2016-05-21 03:02:08

Description: bab 10

Search

Read the Text Version

10GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSISyahrul Rauf, Deviana Soraya Riu, Isharyah SunarnoTwjwan Instruksional UmumMemahami patofisiologi abortus babitualis sehingga mam?u menjelaskan aspele klinis dan berbagaietiologi habitwalis, patofisiologi kebamilan ektopik sehingga mampu menjelaskan aspek klinisleebamihn ektopik, dan patofisiologi penyakit trofobks gesasional (PTG) sehinga mampu men-jekskan aspek klinis PTG.Twjwan Instrwksional Kbwsws1. Mampw menjelaskan faktor-faktor penyebab abot\"tus babitualis.2. Mampw menjekskan aspek blinis dan penatalaksanaan abortus habitualis.3. Mampw menjekskan mekanisme terjadinya kehamilan ektopik di berbagai lokasi.4. Mampw menjelaskan aspek genetile, penatakksanaan dan prognosis kebamilan ektopik.5. Mampu menjelaskan klasifikasi berbagai jenis PTG.6. Mampu menjelaskan beberapa istikb bistopatologr. PTG.7. Mampu menjelashan molahidatidosa dan oariasi perkembangan serta terapinya. ABORTUS HABITUALISPENDAHULUANDefinisi abortus habitualis yang dapat diterima saat ini adalah abortus spontan yangterjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Sekitar 1. - 2% perempuan usia reproduksimengalami abortus spontan 3 kali atau lebih secara berturut-turut, dan sekitar 5\"h me-ngalami abortus spontan 2 kali atau lebih.l

198 GANGGUAN BERSANGKI]TAN DENGAN KONSEPS] Penyebab dari abortus habitualis pada sebagian besar kasus belum diketahui. Akantetapi penting untuk mengetahui penyebab yang mungkin mendasari untuk menentu-kan prognosis dari kehamilan selanjutnya.2FAKTOR PENYEBAB ABORTUS HABITUALISFaktor GenetikPenelitian yang menilai adanya hubungan antara kelainan kromosom dengan kejadianabortus habitualis memberikan hasil yang bervariasi. Pasangan yang salah satu pa-sangannya merupakan kromosom pembawa abnormal, memiliki risiko yang lebih tinggiuntuk mengalami abortus berulang dengan janin menunjukkan kariotipe yang abnormal.Tipe terbanyak dari kelainan kromosom pada orang tua adalah balanced translocationatau Robertsonian translocation yaitu jumlah kromosom hanya 45 tetapi seluruh infor-masi genetik tetap utuh.3 Hasil konsepsi dari pasangan orang uuayang memiliki risikotinggi mengalami translokasi yang tidak seimbang (wnbalanced translocation ), umumnyamengalami abortus pada trimester pertama. Prevalensi kromosom abnormal pada pa-sangan orang tua yang mengalami abortus berulang dilaporkan sekitar 3 - 5'h.3Faktor EndokrinTelah lama diketahui bahwa diabetes mellitus merupakan faktor penting dalam terjadi-nya abortus berulang. Diabetes yang tidak terkontrol meningkatkan risiko rcrjadinyaabortus pada trimester awal, dan telah terdapat bukti nyata bahwa DM yang terkontrolbaik tidak dihubungkan dengan abortus.2,3 Disfungsi tiroid telah dilaporkan berhubungan dengan abortus berulang, tetapi buktilangsung yang mendukung hal tersebut masih kurang, tes fungsi tiroid dari perempuandengan abortus berulang jarangyang abnormal. Tampaknya lebih dihubungkan denganantitiroid antibodi.3 Hubungan antara defek fase luteal dengan infertilitas dan riwayat abortus masih kon-troversi. Masih terdapat perbedaan dalam hal definisi, diagnosis, relevansi klinik, danmanfaat pengobatan untuk defek fase luteal. Awalnya diduga bahwa sekresi progesteronyang tidak adekuat apakah dari segi jumlah ataupun durasi dari korpus luteum pada faseluteal yang dikenal sebagai defek fase luteal menghambat maturasi endometrium se-hingga tidak mampu untuk mendukung proses implantasi janin. Hasil penelitian yangdilakukan oleh Peters dan kawan-kawan (1992)3 melaporkan bahwa tidak ditemukanperbedaan yang bermakna dari hasil biopsi antara peremPuan infertil dan yang me-ngalami abortus berulang dibandingkan dengan perempuan fertil sebagai kontrol. Halini menunjukkan bahwa defek fase luteal bukan merupakan faktor penting pada infertildan abortus berulang.3 Prevalensi sindroma polikistik ovarium tinggi secara signifikan pada penderita abortushabitualis.2 Hipersekresi Luteinising Flormon (LH) dianggap berperan penting terhadaphasil luaran kehamilan yang buruk. Perempuan dengan kadar LH yang tinggi dilaporkan

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 199menunrnkan angka keberhasilan feruilisasi, angka konsepsi yang rendah, dan angka abor-tus yang tinggi saat melakukan prosedur induksi ovulasi dan IVF. Peranan LH padafungsi reproduksi terutama terhadap oosit, endometrium melalui sekresi androgen yangabnormal ataupun resistensi insulin.3Infeksi dan Penyakit IbuPerempuan hamil yang mengalami infeksi yang ditandai dengan demam tinggi akibatinfeksi seperti iniltenza, pielitis, malaria merupakan predisposisi untuk mengalamiabortus. Infeksi spesifik seperti sifilis, listeria monositogenes, Mikoplasma spp dan tok-soplasma gondii juga dapat menyebabkan abortus tetapi tidak ditemukan bukti bahwaorganisme tersebut menyebabkan abortus habitualis, utamanya pada trimester kedua.2Peranan organisme penyebab infeksi khsususnya infeksi saluran genital sebagai penye-bab abortus habitualis tidak jelas. Sebagian besar kuman tidak akan menetap dalam wak-tu lama sehingga dapat menyebabkan abortus habitualis.3 Bakterial vaginosis (BV) yang merupakan infeksi polimikrobial anerobik telah di-laporkan sebagai faktor risiko untuk persalinan prematur, abortus pada trimester ke-dua, tetapi tidak pada trimester pertama.z'3 Pengobatan dengan antibiotik untuk BVhanya bermanfaat untuk perempuan dengan ri'wayat persalinan prematur. Hal tersebutmenjadi dasar bahwa BV tidak menyebabkan abortus kecuali bersama-sama denganfaktor lain, yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.3Faktor AnatomiSekitar 15 - 30% anomali utems menyebabkan abortus berulang.2 Kelainan uterus se-perti sinekia intratterrn-Asherman syndrorne,leiomioma, polip endometrial dan inkom-petensi serviks, dan kelainan uterus akibat gangguan pembentukan seperti utenis sep-tate, bikornu dan uterus unikornu, dan uterus didelphys.a'5 Secara klinis, inkompetensi serviks menyebabkan abortus spontan pada trimesterkedua atau persaiinan prematur dini. Abortus cenderung cepat terjadi tanpa nyeri dankurang mengalami perdarahan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan meng-gunakan busi Hegar tanpa kesulitan pada penderita yang tidak hamil atau melaiuipemeriksaan USG atau histerogram. Dengan pemeriksaan USG transvaginal dapat di-nilai penipisan serwiks dan fwnnelling pada ostium uteri interna sebelum terjadi pem-bukaan serviks dapat meningkatkan akurasi dan memungkinkan untuk lebih selektifdalam melakukan serklase serviks.3 Inkompetensi serviks dapat bersifat kongenital te-tapi umumnya disebabkan oleh kerusakan mekanis akibat dilatasi mekanik atau akibatkerusakan selama proses persalinan.2Faktor AutoimunPenyakit autoimun seperti systemic lupws erytbematosus (SLE) dan sindrom antifosfo-Iipid merupakan kelainan imunologi yang dihubungkan dengan abortus habitualis.Abortus pada awal kehamilan jarang ditemukan pada perempuan yang menderita SLE

200 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSItetapi insiden meningkat 2 - 4kali pada abortus lanjut. Hampir semua kematian ianinpada SLE dihubungkan dengan antifosfolipid antibodi.5 Antifosfolipid antibodi (aPL) - lupus antikoagulan (LA) dan antikardiolipin antibodi(ACA) ditemukan pada sekitar 15\"/, perempuan dengan riwayat abortus berulang tetapihanya 2o/o perempuan dengan kehamilan normal. Tanpa pengobatan angka keberhasilanlahir hidup pada perempuan dengan sindrom antifosfolipid primer sekitar 10\"/\".2 Pato-fisiologi dari aPL masih belum diketahui dengan jelas. Diduga dimediasi melalui trom-bosis dan deposit fibrin pada banyak pembuluh darah termasuk pada vaskularisasi ute-ruplasenta d*r, *errggr.rggu fungsi trofoblas.2,3 Hal tersebut mungkin disebabkan olehinhibisi produksi prostasiklin endotel sehingga memicu terjadinya pelepasan trombok-.rn oleh tromboslt, menurunkan produksi antitrombin III atau menurunkan aktivasiprotein C.3,a Selain abortus juga meningkatkan risiko terjadinya pertumbuhan ianin ter-hambat, preeklampsia, dan trombosis venosus.2'3Defek TrombofilikActit;ated protein C resistance (APCR) merupakan jenis terbanyak dari defek trombo-filik, dengan prevalensi sekitar 3 - 5%. Sekitar 90% kasus disebabkan karena mutasipada faktor V Leiden. Perempuan dengan abortus habitualis sekitar 2Oo/\" mengalamiAPCR. Dilaporkan bahwa Hyperhomocysteinaemia juga berhubungan dengan abortusberulang, dengatt prevalensi sekitar 12 - 21'/..3 Merupakan keadaan dengan peningkatankadar hlmosiitein darah yang dihubungkan dengan trombosis dan penyakit vaskulerprematur, juga dapat disebabkan kekurangan asam folat.aFaktor AlloimunPenelitian terhadap kemungkinan dasar imunologi pada abortus berulang telah ditelitiberdasarkan hipotesis bahwa terdapat kegagalan dari respons imun protektif atau eks-presi dari relatil antigen non-imungenik oleh sitotofoblas menyebabkan terjadinya reaksi'pmeannollaekwaknoqteterhaadnatigpeanlslo(gHraLfAja)niyna.zngIHdailctuerrisgeabi umt edriuhpuabkuanngkfaanktodrenpgreadnisppeonsiinsgi ktaetrajand.Hinwya-abortus habitualis.sPENATALAKSANAAN ABORTUS HABITUALISCunningham FG dan kawan-kawanr, Tbe American College of Obstetricians and Gy- necologilts (2001) melaporkan bahwa hanya 2 jenis pemeriksaan yang perlu dilakukan.r.rtrlklbo.trs habitualis, yaitu analisis sitogenetik parental dan lupus antikoagulan danantibodi antikardiolipin. Pemeriksaan kariotipe sebaiknya dilakukan terhadap pasangan yang mengalami abor-tus berulang untuk merencanakan kehamilan berikutnya. Sebaiknya Pasangan yang me-ngalami haftesebut dirujuk ke ahli genetik dan dianjurkan untuk meiakukan pemerik-

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 241saan prenatal untuk kehamilan berikutnya.3 Valaupun hasil pemeriksaan kariotipe me-nunjukkan hasil yang normal, tidak selamanya menyingkirkan adanya kelainan genetiksebagai penyebab abortus.a Perempuan dengan persisten lupus antikoagulan dan antikardiolipin antibodi dapatdiobati dengan lou-dosis aspirin dan heparin selama kehamilan berikutnya.2 Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk menilai adanya ovarium polikistik dankelainan pada uterus. Serklase serviks dianjurkan dilakukan pada usia kehamilan 14 - 16minggu pada kasus inkompetensi serviks, dapat menurunkan insiden persalinan prema-tur dan meningkatkan angka harapan hidup janin.2 Gangguan tiroid mudah diidentifikasi dan diobati dan sebaiknya disingkirkan melaluipemeriksaan TSH. Evaluasi kadar glukosa dan hemoglobin AIC diindikasikan untukperempuan yang diketahui atau dicurigai menderita diabetes mellitus. Risiko abortushabitualis yang meningkat pada perempuan dengan sindroma polikistik ovarium dapatdikurangi dengan pemberian metformin.5 Pemeriksaan serologis secara nrtin, kultur servikal, dan biopsi endometrium untukmendeteksi adanya infeksi pada perempuan dengan riwayat abortus habitualis tidakdianjurkan. Evaluasi terbatas pada perempuan yang secara klinis menderita servisitis,bakterial vaginosis kronik atau berulang, atau adanya keluhan infeksi panggul.s Dengan pengecualian perempuan yang mengalami gangguan antifosfolipid antibodiatau serviks inkompeten, sekitar 70 - 75% perempuan dengan abortus habitualis dapatberhasil hamil pada kehamilan berikutnya tanpa mendapatkan pengobatan tertentu.l KEHAMILAN EKTOPIKPENDAHULUANOvum yang telah dibuahi (blastosit) secara normal akan meiakukan implantasi padalapisan endometrium di dalam kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan kehamilanyang ter)adi di luar kar,,um uteri.6 Sekitar 2 dari 100 kehamilan di Amerika Serikatmerupakan kehamilan ektopik, dan sekitar 95'/. pada tuba fallopii. Bentuk lain darikehamilan ektopik yaitu kehamilan servikal, kehamilan ovarial, dan kehamilan abdo-minal.7,8 Di Amerika Serikat terjadi peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada 2 dekadeterakhir dan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak pada trimester pertama ke-hamilan.T Pada tahun 1970, The Centers for Dkease Control and Preaentioz (CDC)melaporkan kejadian kehamilan ektopik sebesar 12.800 kasus dan pada tahun 1992,meningkat menjadi 108.800 kasus. Namun, angka kematian menurun dari 35,5 kema-tian per 10.000 kasus pada tahun 1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus padatahw 1.992.e Peningkatan insiden kehamilan ektopik mungkin disebabkan oleh:1oo Insiden faktor risiko yang meningkat seperti penyakit menular seksual dan penyakit tuba.

202 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI kehamilan interstisial kehamilan abdominal kehamilan ismus i;+t:q!r:i-!- kehamilan .-.;ll\"rd#f ampulla d?dnii: :;i&*i:f : . :t, ': :;a)idi: : : riu ifrsrkehamilan servikal kehamilan fimbria Gambar 1O-1. Lokasi kehamilan ektopik. Sumber: Ectopic ?regnancy:A 5-step plan for medical management. OBG Management. 2004: 74-85.14a Meningkatnya metode diagnostik.a Penggunaan Assisted REroduaioe Tecltnologt (ART) untuk pengobatan infertilitas (kehamilan ektopik pada kehamilan dengan ART sekitar 2%). Tabel 1O-1. Faktor risiko kehamilan ektopik.Faktor,risiko RisikoRisiko tinggi 21,0 Rekonstruksi tuba 9,3 8,3 Sterilisasi tuba 5,6 Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Paparan dietilstilbestrol (DES) intrauterin t)_a\ 3,8 - 21 Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) Patologi tuba ) \ - )tRisiko sedang Infertil -2,5 3,7 Riwayat infeksi genital Sering berganti pasangan 2,1,Risiko ringan Riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya n q1 _ 1 R Merokok )7 -)\ Douching 1,1 - 3,1 Koitus sebelum 18 tahun 1,6(Sumber: Cunningham FG, Leoeno KJ, Bloom SL, eds. Abortion. In: \Xlilliams Obstetrics,22\"d ed. Neu York: McGraut-Hill; 2005.)

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 203MEKANISME TERJADINYA KEHAMILAN EKTOPIKTerdapat sejumlah faktor predisposisi yang dapat menyebabkan kerusakan tuba dandisfungsi tuba. (Tabel 10-1) Riwayat operasi tuba sebelumnya, apakah untuk memper-baiki patensi tuba ataupun untuk sterilisasi, meningkatkan risiko terjadinya penyem-pitan lumen. Risiko untuk mengalami kehamilan ektopik kembali setelah kehamilanektopik sebelumnya, sebesar 7 - 15%. Riwayat salpingitis-radang panggul merupakanrisiko yang umum ditemukan. Perlengketan perituba sebagai akibat dari pascaabortusataupun infeksi nifas, apendisitis atau endometriosis dapat menyebabkan kinking padatuba dan menyempitkan lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan tuba. Riwa-yat seksio sesarea dihubungkan dengan risiko kehamilan ektopik walaupun rendah.Pertubasi hormonal diduga dapat menyebabkan disfungsi tuba. Penggunaan kontrasepsiprogestin oral, estrogen dosis tinggi pascaomlasi (moming after pill) dan induksi or,'ulasimeningkatkan risiko untuk mengalami kehamilan ektopik.8Kehamilan TubaFertilisasi dapat terjadi di bagian mana sa)a di tuba fallopii, sekitar 55'/. terjadr di ampulia,25% di ismus, 177o di fimbria.5 OIeh karena lapisan submukosa di tuba fallopii tipis,memungkinkan ovum yang telah dibuahi dapat segera menembus sampai ke epitel, zi-got akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas berproliferasi dengan cepatdan menginvasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah ibu terbukamenyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara trofoblas danjaringan di bawahnya. Dinding tubayang menjadi tempat implantasi zigot mempunyaiketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio atau janin pada kehamilanektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.8Abortus TubaTerjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. IJmumnya terjadi bila im-plantasi di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila implantasi di daerah ismus.Adanya perdarahan menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding tuba. Jikaplasenta terlepas seluruhnya, semua produk konsepsi dapat keluar melalui fimbria kerongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya menghilang.Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di tuba. Darah akanmenetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di karum Douglasi. Jika fimbriamengalami oklusi, darah akan terkumpul di tuba membentuk hidrosalfing.8Ruptur TubaProduk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada beberapatempat. Jika tuba mptur pada minggu-minggu pertama kehamilan, biasanya implantasiterjadi di ismus, jika implantasi terjadi di pars interstisial, ruptur terjadi agak lebih lambat.

244 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSIRuptur umumnya terjadi spontan, tetapi dapat pula disebabkan oleh trauma akibat koitusdan pemeriksaan bimanual. Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil,perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. Jikahasil konsepsi keluar ke rongga abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat teriadidi daerah mana saja di rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang cukup,sehingga dapat bertahan dan berkembang. Namun, hal tersebut jarang terjadi. Sebagianbesar hasil konsepsi yang berukuran kecil umumnya akan diresorbsi. Kadang-kadang,jika ukurannya besar, dapat. tertahan di kalum Dougiasi membentuk massa yang ber-kapsul atau mengalami kalsifikasi membentuk lithopedon.8Beberapa Jenis Kehamilan Ektopik LainKehamilan AbdominalKehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil konsepsi di dalamkavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal primer, atau awalnya darikehamilan tuba yang nrptur dan hasil konsepsi yang terlepas selanjutnya melakukanimplantasi di kar,rrm abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal sekunder.2 Efek kehamilan tuba yang ruptur terhadap kelangsungan kehamilan bervariasi, ter-gantung pada luasnya kerusakan plasenta. Janin akan mati bila plasentanya rusak cukupluas. Akan tetapi, jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat perlekatannya di tuba,perkembangan lanjut bisa terjadi. Selain itu, plasenta dapat pula terlepas dari tuba danmengadakan implantasi pada struktur panggul, termasuk uterus, usus, atauPun dindingpanggul.8 Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah, malaise, dannyeri saat janin bergerak. Gambaran klinik yang paling sering ditemukan adalah nyeritekan abdomen, presentasi janin abnormal, dan lokasi serviks uteri yang berubah. USGmerupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menegakkan diagnosis, tetapiyang dapat didiagnosis sebelum terjadi perdarahan intraabdominal kurang dari setengahkasus. Pilihan penanganan adalah segera melakukan pembedahan, kecuali pada beberapakasus tenentu, seperti usia kehamilan mendekati viabel. Jika memungkinkan jainganpiasenta sebaiknya dikeluarkan, jika tidak, dapat dilakukan pemberian metotreksat.l2Kehamilan OaarialGejala klinik hampir sama dengan kehamilan tuba. Kenyataatnya, kehamilan ovarialseringkali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat pembedahan, diagnosisseringkali dibuat setelah pemeriksaan histopatologi. Kriteria diagnosis termasuk tubaipsilateral utuh, jelas terpisah dari ovarium, kantong gestasi berada di ovarium, kan-tong kehamilan berhubungan dengan uterus melalui ligamentum ova.rium, iaringanovarium di dinding kantong gestasi.l2

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 205Kehamilan SeroikalRiwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predisposisi kehamilan servika, ditemukanpada lebih dari 2/a. Selain itu, tindakan In aito fenilization (IVF) dan riwayat seksiosesarea sebelumnya juga meningkatkan risiko. Gejala yang umum ditemukan adalahperdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks membesar, hipe-remis, atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakkan hanya secara kebetulan saat mela-kukan pemeriksaan USG rutin atau saat kuret karena dugaan abortus inkomplit.Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantong kehamilan di sekitar seviks saatmelakukan pemeriksaan USG. Bila kondisi hemodinamik stabil, penanganan konsela-tif untuk mempertahankan uterus merupakan pilihan. Pemberian metotreksat dengancara lokal dan atart sistemik menunjukkan keberhasilan sekitar 80%. Histerektomidianjurkan jika kehamilan telah memasuki trimester kedua akhir ataupun ketiga.l2GEJALA KLINIKGambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi, tergantung bagian tuba yang ruptur(Tabel 10-2). Gejala awal dan teknik pemeriksaan yang lebih baik memungkinkan un-tuk dapat mengidentifikasi kehamilan tuba sebelum ruptur pada beberapa kasus.Umumnya perempuan tidak menyadari bahwa dirinya hamil atau berpikir bahwakehamilannya normal, atau mengalami abortus. Saat ini, tanda dan gejala kehamilanektopik kadang- kadang tidak jelas bahkan tidak ada.8Tabel 10-2. Tanda dan gejala kehamilan ektopikNyeri abdomen 97%Perdarahan pervaginam 79%Nyeri tekan abdomen 9t%Nyeri di daerah adneksa 54%Riwayat infertil 15%Akseptor ADR 14%Riwayat kehamilan ektopik 11%(Sumber: Drife I. Blcedinginpregnancy. In: Chamberlain G, Steer PJ, eds. Turnbull's Obstetrics.i3d ed. Lo n d in Ch u rcb i I lTivi n gitone;'2 00 I )Gejala Klinik AkutGambaran klasik kehamiian ektopik adalah adanya ri:wayat amenorea, nyeri abdomenbagian bawah, dan perdarahan dari utems. Nyeri abdomen umumnya mendahului ke-luhan perdarahan pervaginam, brasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dandengan cepat menyebar ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya darahdi rongga abdomen. Adanya darah di rongga pemt menyebabkan iritasi subdia{ragmayang ditandai dengan nyeri pada bahu dan kadang-kadang terjadi sinkop.2

206 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI Periode amenorea umumnya 6 - 8 minggu, tetapi dapat lebih lama 1lka implantasiterjadi di pars interstisial atau kehamilan abdominal. Pemeriksaan klinik ditandai denganhipotensi bahkan sampai syok, takikardi dan gejala peritonism seperti distensi abdomendan rebownd tenderness.2 Pada pemeriksaan bimanual ditemukan nyeri saat porsio digerakkan, forniks posteriorvagina menon;'ol karena darah terkumpul di kar.um Douglasi, atauteraba massa di salahsatu sisi uterus.8Gejala Klinik SubakutSetelah fase amenorea y^rg singkat, pasien mengeluh adanya perdarahan pervaginamdan nyeri perut yang berulang. Sebaiknya, setiap perempuan yang mengalami amenoreadisertai nyeri perut bagian bawah dicurigai adanya kemungkinan kehamilan ektopik.Pada keadaan subakut, dapat teraba massa di salah satu sisi forniks vagina.2 Diagnosis kehamilan ektopik akut tidak sulit untuk ditegakkan. Yang suiit adalahkehamilan ektopik subakut. Keadaan tersebut kadang sulit dibedakan dengan abortusiminens atau abortus inkomplit. Selain itu, dapat pula dikacaukan dengan salpingitis akutatau apendisitis dengan peritonitis pelvik. Demikian pula dengan kista ovarium yangmengalami perdarahan atau pecah.2 Kadar hemoglobin akan turun akibat perdarahan di rongga abdomen, tetapi kadarlekosit umumnya normal atau sedikit meningkat. Hasil negatif pada pengukuranktdarbeta-hCG akan menyingkirkan kehamilan ektopik dengan spesifisitas lebih 99%. Pada857o kasus, kehamilan dengan janin intrauterin akan menunjukkan peningkatan kadarbeta-hCG dua kali lipat dalam 48 jam. Pengukuran kadar beta-hCG serum bersamadengan pemeriksaan USG dapat membantu untuk membedakan abortus dan kehamilanektopik sampai 857o kasus, laparoskopi umumnya digunakan untuk konfirmasi. Gam-baran USG panggul menunjukkan kehamilan tuba pada 2% kasus atau bila terdapatgambaran cairan bebas intraperitoneal, tetapi terutama untuk membantu menyingkir-kan kehamilan intrauterin. Bila tidak ditemukan gambaran kehamilan ektopik, dapatdilakukan kuret dan bila hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya reaksidesidua dan fenomena Arias-Steila, menjadi dasar untuk melakukan laparoskopi.2 Tabel 10-3. Pemeriksaan untuk mendeteksi kehamilan ektopik. Uli diagnostik S',e.n(s?itiovi)t,a:s Spesifisitas , , {o/\"). \"USG transvaginal dmenl g-(a1n.50k0adlaUr beta-hCG per 1.1 67 sampai 100 fiO (virtual> 1.500 mTU per 36 cettainty)Kadar beta-hCG tidak meningkat secara tepat 15 63 sampai 71kKeahdaamr ilpanrog-eeksttoerpoikn tunggal untuk membedakan 95 40 dari- nonektopi kKadar progesteron tunggal unruk membedakankegagalan kehamilan dari kehamilan intra-uterin yang mampu hidupBeta-hCG = subunit beta buman chorionic ponadotroDin(sumber: Lozeau AM, Poxer B. Diagnosis o'nd management of ectopic pregnanryAm Fam Pbysician. 200t:72(e): l7A7-14)

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 207TERAPIPasien dengan hemodinamik baik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah untuk per-sediaan transfusi. Laparotomi dilakukan sesegera mungkin dan mengeluarkan tuba yangrusak.PembedahanSalpingektomiJika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateral baik. Jika implantasi terjadidi pars interstisial, mungkin dapat dilakukan reseksi kornu uterus.SalpingotomiJika hasil konsepsi masih berada di tuba, masih memungkinkan untuk mempertahan-kan tuba dengan mengeluarkan produk konsepsi dan melakukan rekonstruksi tuba. Halini terutama dilakukan bila tuba kontralateral rusak atau tidak ada. Sekitar 67o kasusmembutuhkan pembedahan ulang atau pengobatan bila jaringan trofoblas masih ter-tinggal. Kesempatan hamil intrauterin untuk kedua tindakan tersebut menunjukkan angkayang sama, walaupun risiko kehamilan ektopik berulang lebih besar pada tindakan sal-pingotomi.2 Salpingektomi merupakan pilihan temtama bila tuba mptur, mengurangiperdarahan, dan operasi lebih singkat.2 Kedua tindakan tersebut dapat dilakukan denganIaparotomi ataupun laparoskopi.2,1o Keuntungan laparoskopi adalah penyembuhan le-bih cepat, perlengketan yang terbentuk lebih minimal, dan merupakan pilihan bilakondisi pasien masih baik.2MedikamentosaTerapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dengan pemberian metotreksat, baiksecara sistemik maupun dengan injeksi ke kehamilan ektopik melalui laparoskopi ataudengan bantuan USG.2 Syarat pemberian metotreksat adalah:10. Tidak ada kehamilan intrauterino Belum terjadi rupturo lJkuran massa adneksa < 4 cmo Kadar beta-hCG < 10.000 mlU/ml Metotreksat menghambat produksi hCG oleh trofoblas, dan selanjutnya akan me-nurunkan produksi progesteron oleh korpus luteum. Efek sampingyang dapat ter)adiadalah distres abdomen, demam, dizzines, imunosupresi, lekopeni, malaise, nausea, sto-matitis ulseratif, fotosensitif, dan fatiq.1o

208 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI Tabel 10-4. Hasil pengobatan untuk kehamilan ektopik. jumlah Jurnlah Jumlah Ke- Rerata. Rera1a: Fertilitas rPasien berhasilan dirkemudian hari P'eneli- Fatensi Metode 1.516 Tuba KIenhtarmaiulatne.r'i. r tran , (e3%) 314 (e3%) Kehamilan 34A (87%) Ektopik 502 (76%)Pembedahan 32 1.626 42s (68%) t7a/223 366/647 (57%) 87/647 (13%)laparoskopJ t2konservatrt 338 (76%) 21 393Metotreksat 660 136/182 5s/es (58%) 7/e5 (7%)dosis terbagi t4 628 (75%)Metotreksatdosis tunggal 61/75 3e/64 (61%) 5/64 (8%)Metotreksat (81%)injeksi direk t30/162 87/1s2 (57%) e/1.52 (6%)Penangananekspek-tatif (80%) 60/7e 12/11 (86%) 1./14 (7%) (76%)(S_umber: Buster JE, Barnhart K. Ectopic pregnancy: A 5-step plan for medical management. OBGManagement. 2A01: 74-8 5) PENYAKIT TROFOBLAS GESTASIONALPENDAHULUANPenyakit trofoblas gestasional' (PIG) (Gesational Trophobksic Disease) adalah kelainanproliferasi trofoblas pada kehamilan, berupa suatu spektrum tumor saling berhubungantetapi dapat dibedakan secara histologis.is-ts Trofoblas adalah jaringan yang pertamakali mengalami diferensiasi pada masa embrional dini kemudian berkembang menjadijaringan ekstraembrionik dan membentuk plasenta yang merupakan interfase janin -maternal. Penyakit trofoblas dapat berupa tumor atau keadaan yang merupakan pre-disposisi terjadinya tumor.16 Petanda tumor yang khas pada penyakit ini adalah subunit B human Cborionic Go-nado*opin (B-hCG) dan memiliki kecenderungan invasi lokal dan penyebaran. Neopla-sia trofoblas gestasional (NTG - Neoplasia Trophobla.stic Gesutional) adalah bagian dariPTG yang berkembang menjadi je;'as keganasan.13KLASIFIKASI PTGI(asifikasi PTG dibuat olehWorld Heabh Organization Scientific Group on GestationalTrophoblastic Disease pada tahun 1983, kemudian diperbaharui oleh International Fe-deration of Gynecolog and Obstetrics (FIGO Oncologt Committee) pada tahrn 2aO2dan disempurnakan oleh American College of Obstetrics and Gynecologt pada tahun 2Oa4sebagai berikut. 13,14,16

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPS] 2A9Lesi molar. Moiahidatidosa - Komplit - Parsial. Mola invasifLesi nonmolar (Neoplasia Trofoblastik Gestasional = NTG). Koriokarsinoma. Placenal site trophoblastic twmoro Tumor trofoblastik epiteloid Insiden PTG di negara miskin lebih tinggi dibanding negara- maju. Dilaporkan bahwainsidennya adalah 1 dari 90 kehamilan.lT Prognosis NTG adalah baik dan pasien denganmetastasis jauh sekalipun dapat disembuhkan dengan baik. Fungsi fertilitas bisa diper-tahankan dan dapat diharapkan hasil luaran yang baik pada kehamilan selanjutnya.l3 Tabel 10-5. Klasifikasi klasik PTG. Sttdiunl Deskribsi PenyakittrofoblastikgestasionalnonmetastatikStadiuml Penyakit trofoblastik gestasional metastatikStadium II \":'ffis,3:. ,,,\" < loo.ooo rrJ/24 jamatau kadar hcG serum < 40.000 IUll . Gejala timbul selama < 4 bulan n Tidak terdapat metastasis ke otak atau hepar . '^:*ff:\":I;;;*'ffir,\" a,erm (misaln yamola, ektopik. aiau abortus spontan) \".,.tT;:]'i'.: urin > 1oo.o0 a rrJ/24jam atau kadar hcG serum > 40.000 IU/l . Gejala timbul seiama > 4 bulan . Terdapat metastasis ke otak atau hepar : l\"#*#::;H:::r::fiffi\"^:;i:i :::.*-''bCG = human chorionic ponadotroDin(Sumber: Soper T, Creasian WT. Gestational tropboblastic disease. In: DiSaia PJ, Creavnan'WT,editors. Clinical gtnecologt oncologt. 7'h ed. Phila'delphia: Elseoier, 2007: 201-30)

210 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSIBEBERAPA ISTILAH HISTOPATOLOGI PTG16MolahidatidosaIstilah umum mencakup dua penyakit yaitu molahidatidosa komplit dan parsial; keduabentuk tersebut memiliki gambaran umum vili hidropik dan hiperplasia trofoblas.Molahidatidosa KomplitHasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embrio - janin, dengan pembengkakanhidropik vili plasenta dan seringkali memiliki hiperplasia trofoblastik pada kedua Ia-pisan. Pembengkakan vili menyebabkan pembentukan sisterna sentral disertai pene-kanan jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan pembuluh darah.Molahidatidosa ParsialHasil kehamilan tidak normal dengan adanya embrio - fetus yang cenderung mati padakehamilan dini, dengan pembentukan sisterna sentral pada plasenta akibat pembeng-kakan fokal vili korialis, dan disertai hiperplasia trofoblastik fokal yang seringkali ha-nya melibatkan sinsitiotrofoblas. Vili yang tidak terpengaruh memberikan gambarannormal dan pembuluh darah vili korialis menghilang bersamaan dengan kematian janin.Mola InvasifSuatu tumor atau proses menyerupai tumor yang menginvasi miometrium dan mem-berikan gambaran hiperplasia trofoblastik serta struktur vili plasenta menetap. Tumorini dapat mengalami metastasis tetapi tidak menunjukkan perkembangan ke arah ke-ganasan dan dapat mengalami penyembuhan spontan.Koriokarsinoma GestasionalSuatu karsinoma yang berasal dari epitel trofoblas dan menunjukkan gambaran bagiansitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Tumor ini dapat berasal dari hasil konsepsi berupakelahiran hidup, kelahiran mati, abortus, kehamilan ektopik, atau molahidatidosa, atau-pun timbul ab initio.Placental Site Trophoblastic TumorSuatu tumor yang berasal dari trofoblas atau pembuluh darah plasenta dan terutamaterdiri dari sel-sel sitotrofoblas. Tumor ini mencakup lesi keganasan stadium rendahdan tinggi. Pada kehamilan selanjutnya, molahidatidosa terjadi hanya pada 1 - 2% kasus jikapenatalaksanaan PTG tidak ganas dilakukan secara tepat. Hasil luaran kehamilan pe-rempuan dengan iwayat molahidatidosa komplit ataupun parsial tidak berbeda dari ke-hamilan normal. Penanganan keganasan NTG dengan kemoterapi dapat mempertahan-

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 211kan fertilitas dan tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan kongenital bayipada kehamilan selanjutnya.l8MOLAHIDATIDOSA DAN VARIASI PERKEMBANGANI{YAMolahidatidosaMolahidatidosa adalah plasenta dengan vili korialis yang berkembang tidak sempurnadengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga menunjukkanberbagai ukuran trofoblas profileratif tidak norma1.14,1e Molahidatidosa terdiri dari:molahidatidosa komplit dan molahidatidosa parsial; perbedaan antara keduanya adalahberdasarkan morfologi, gambaran klinikopatologi, dan sitogenetik.le Di Asia, insiden molahidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1. dari 77kehamilan dan 1 dari 52 persalinan.2o Faktor risiko molahidatidosa adalah nutrisi, sosio-ekonomi (asupan karoten rendah, defisiensi vitamin A), dan usia marernal.l5 Molahidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat andro-genetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawakromosom 23,X- melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa genmaternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot.Namun, fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XYata:u 46XX heterosigot. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester dua molahida-tidosa komplit berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakansecara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairandalam jumlah lebih sedikit, bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dr., iitotro-fobias hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.1,3'21,22 Affim\- [hi]-*sl \"ffi qffikromo so m paternalGambar 10-2. Genetika kehamilan molahidatidosa: (A) molahidatidosa komplit; (B) molahidatidosa parsial. (dikutip dari: Kaoanagh', dan kauan-kawan).2i

212 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI Molahidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set kromosompaternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set kromosommaternal tidak menjadi molahidatidosa parsial. Pada molahidatidosa parsial, seringkaliterdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh darah vilikorialis.22 Diagnosis ultrasonografi (USG) kehamilan dini molahidatidosa komplit seringkalidihubungkan dengan abortus atau kehamilan nirmudigah. Molahidatidosa komplit dapatberhubungan dengan kelainan USG plasenta. Namun, USG memiliki keterbatasan dalammemprediksi molahidatidosa parsial. Pada kehamilan ganda dengan janin yang dapar.hidup dan suatu kehamilan mola, maka kehamilan tersebut dianjurkan untuk diteruskan.(RCOG: III-C;.zr Tidak ditemukannya pewarnaan p5Tkrpz dapat membedakan arnaramolahidatidosa komplit dan sisa kehamilan.22 Gambar 10-3. USG transvaginal tanpa (A) dan dengan (B) pencitraan Doppler berwarna pada kasus PTG menunjukkan massa terpisah dari endometrium (E) dengan episenter miometrium (panah). (dikutip dari: Betel, dan kauan-kauan).17 Setelah diagnosis ditegakkan dan dilakukan pemeriksaan penuniang (pemeriksaandarah lengkap, PhCG, dan foto toraks), maka dilakukan evakuasi dengan kuret isapdilanjutkan dengan kuret tumpul kavum uteri. Selama dan setelah prosedur evakuasi,diberikan oksitosin intr av ena.24 Tidak dianjurkan evakuasi ulangan rutin. (SOGC: III-C, RCOG: III/N-C).21'24 Jtkasetelah evakuasi a'wal gejala (misalnya perdarahan pervaginam) menetap, maka perlu di-konsultasikan dengan pusat skrining sebelum dilakukan pernbedahan (RCOG: IV-C);pasien dengan perdarahan pervaginam abnormal menetap pascakehamilan non-mola,perlu melakukan uji kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan neoplasia trofo-blastik gestasional (NTG). NTG menetap dipertimbangkan pada semua perempuanyang mengalami gejala respiratori akut atau gejala neurologi pascakehamilan. (RCOG:III/N-C)21 Pada molahidatidosa parsial, jika ukuran janin tidak memungkinkan di-lakukan kuret isap, maka dapat digunakan terminasi medis; tetapi terjadi peningkatanrisiko PTG menetap. (SOGC: III-C;z+

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSE?SI 213 Pemantauan ketat pascaevakuasi mola sangat penting untuk mengidentifikasi pasienberisiko keganasan. Pemeriksaan kadar hCG dilakukan tiap minggu hingga diperolehtiga kali kadar negatif, kemudian enam kali kadar hCG normal yang diperiksa sebanyakenam kali disertai pemeriksaan panggul. Jika kadar hCG meningkat, maka perlu dila-kukan pemeriksaan foto toraks. Penting dilakukan pemantauan kadar hCG pascapem-bedahan. (RCOG: II-:B;z+ Pascakehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien tidak dianjurkan hamilhingga kadar hCG normal selama 5 bulan. (RCOG dan SOGC: III-C). Pil kontrasepsikombinasi dan terapi sulih hormon aman digunakan setelah kadar hCG menjadi normal.(RCOG: IV-C;zr Setelah kehamilan mola, jika pasien menginginkan sterilisasi operati{maka dapar. dipertimbangkan histerektomi dengan mola in situ. (SOGC: III-C)24 Indikasi pemberian kemoterapi pascaevakuasi mola:2ar Pola kadar hCG mengalami regresi abnormal (peningkatan kadar hCG > 10\"/\" atau kadar hCG menetap tiga kali dalam pemeriksaan dua minggu). Teriadi rebound hCG. Diagnosis histologi koriokarsinoma atalu placenal site tropboblastic tumor. T erdapat metastasis. Kadar hCG tinggi (> 20.000 mlU/ml selama lebih dari empat minggu pascaevakuasi)o Kadar hCG meningkat secara menetap enam bulan pascaevakuasi.Mola InvasifMola invasif adalah NTG dengan geiala adanya vili korialis disertai pertumbuhan ber-lebihan dan invasi sel-sel trofoblas. Jaringan mola invasif melakukan penetrasi jauh kedalam miometrium, kadang-kadang melibatkan peritoneum, parametrium di sekitarnya,atau dinding vagina. Mola invasif menginvasi secara lokal tetapi memiliki kecenderunganbesar untuk metastase jauh yang merupakan ciri koriokarsinoma.l3,l4 Mola invasif terjadipada sekitar 15% pasien pascaevakuasi molahidatidosa komplit.15 Gejala yang timbul berupa perdarahan pervaginam ireguler, kista teka lutein, sub-involusi uterus, atau pembesaran uten s asimetrik. Tumor trofoblas dapat menyebabkanperforasi miometrium dan menyebabkan perdarahan intraperitoneal atau erosi ke dalampembuluh darah uterus sehingga menyebabkan perdarahan pervaginam. Tumor besardan nekrotik dapat melibatkan dinding uterus dan merupakan nidus untuk terjadirryainfeksi. Pasien juga dapat mengeluh nyeri dan adanya pembengkakan pada abdomenbagian bawah.ts,22 Diagnosis mola invasif ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan kadar B-hCG.Pada pemeriksaan serial hCG urin atau senrm, kadarnya menetap atau meningkat da-lam beberapa minggu pascaevakuasi molahidatidosa komplit atau parsial. Mola invasifdapat dibedakan dari koriokarsinoma dengan ditemukannya vili korialis pada peme-riksaan histologi. ts,zz

214 GANGGI]AN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI AB Gambar 10-4. USG transvaginal tanpa (A) dan dengan (B) pencitraan Doppler berwarna pada kasus PTG dengan invasi jauh ke miometrium (panah). Juga tampak jelas hipervaskularisasi. (dikwtip dari: Betel, dan kauan-kawan)t7KoriokarsinomaKoriokarsinoma merupakan tumor ganas yang terdiri dari lapisan-lapisan sel sitotro-foblas dan sinsitiotrofoblas dengan perdarahan, nekrosis, dan invasi pembuluh darahyang je1as.13 Tumor ini digolongkan sebagai karsinoma epitel korionik tetapi pola per-tumbuhan dan metastasinya bersifat seperti sarkoma.l4 Metastasis seringkali terjadi pada tahap dini dan hematogen karena afinitas sel-seltrofoblas terhadap pembuluh darah. Tempat metastasis paling sering adalah paru-paru(sekitar 75%) danvagina (sekitar 50%). Kista teka lutein ovarium dapat ditemukanpadasepertiga kasus.14 Metastasis pada paru-paru memberikan empat gambaran khas: polaalveoler atau \"badai salju\", densitas bulat, efusi pleura, serta emboli akibat oklusi arteripulmoner dan dapat menyebabkan hipertensi pulmoner.l5 Kriteria diagnosis neoplasia trofoblastik gestasional pascamolahidatidosa berdasarkanFIGO Council 2000:25. Peningkatan kadar hCG > 10\"k pada tiga kali pemeriksaan dalam waktu 2 minggu (hari 1, 7, dan 14).r Kadar hCG menetap (t 10%) pada empat kali pemeriksaan yang dilakukan dalam waktu 3 minggu (hari 1, 7, L4, darr 21,).o Kadar hCG menetap dalam waktu > 6 bulan pascaevakuasi mola.. Diagnosis histologi koriokarsinoma.

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 215 Tabel 1o-6. Revisi sistem klasifikasi NTG berdasarkan FIGO. Stadiunr :Deskr p..$iStadium I Penyakit terbatas pada uterusStadium II NTG meluas keluar dari uterus tetapi terbatas pada organ genitalir (adneksa. vagina, ligamentum latum)Stadium III NTG meluas ke paru-paru dengan ^t^1r taflPa melibatkanStadium [V saluran genitalia V,+riabel Semua tempat metastase lainnya Sknr.fakt8r,riiikor menlrrl*,FIGOUsia (tahun) 40 >40Kehamilan aterm se- Molahi- Abortus Aterm > 1.2belumnya datidosa 7-1.2 4-6lnterval (bulan) sejak indeks <4kehamilan < 103 -103 101 > 104 - 1os > 10'Kader hCG sebelunr terrpi(mIU/ml;Ukuran tumor terbesar 3-4cm 5cmtermasuk uterusTempat metastasis Lien/ginjal Saluran GI Otak/heparJumlah metastasis yangieridentifikasi 0 1.-4 5-8 >BKegagalan kemoterapi Obat tunggal > 2 obat sebelumnva:FIGO = lntemational Federation of Gynecologt and Obstetrics, Q^l gartrointestinaliSu*br, : Leiser AL, Agbajanian C.'Eailuation*and management of gestalional tropboblasticdisease. Community oncolog. 2006: 3(3): 152-6) Pasien dengan neoplasia trofoblastik gestasional menetap ditangani di pusat rujukandengan ke-oierapi yang sesuai (RCOG: III - sangat direkomendasikan berdasarkanp.r,[rh-o.r klinil dari kelompok pembuat pedornan).2l Pasien risiko rendah, baiki.rr[rn penyakit metasrasis maupun non-metastasis ditangani dengan pemberian ke--o*.rpi tunggal: merotreksat atau daktinomisin (II-3B). Pasien dengan risiko sedangdiberi kemoterapi ganda dengan MAC (metotreksat, daktinomisin, siklofosfamid, atauklorambusil) atau EMA (etoposid, metotreksat, daktinomisin) (SOGC: III-C); jugadapat digunakan kemoterapi tunggal (III-C). Pasien risiko tinggi diberikan kemoterapigr\"a, EMA/CO (etoposid, metotreksat, daktinomisin diberikan interval satu mingguJiselingi dengan vinkristin dan siklofosfamid), disertai pembedahan dan radioterapiselektif (SOCC: II-3B). Pada keadaan resisten, maka diberikan tindakan penyelamatanberupa kemoterapi dengan EP/EMA (etoposid, sisplatin, etoposid, metotreksat, dak-tinomisin) dan pembedahan (SOGC: III-C). Pascakemoterapi, pasien tidak dianjurkanhamil hingga kadar hCG normal selama 1 tahun (SOGC: III-C). Pil kontrasepsikombinasi aman digunakan bagi perempuan dengan neoplasia trofoblastik gestasional(SOGC: III-C;.2+

21,6 GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSIPlacental Site Trophoblastic Twmor (PSTT)PSTT merupakan jenis koriokarsinoma yang terutama terdiri dari sel-sel trofoblasintermediat dari sitotrofoblas sehingga kadar hCG yang dihasilkan oleh tumor ini relatifsedikit dibandingkan dengan ukuran massanya. Namun, PSTT memiliki pewarnaan kuatuntuk hwman placenal lactogen (hPL) dan glikoprotein gl.ts,zz Perjalanan penyakit PSTTterjadi secara lambat dan manifestasi klinik dapat teriadi beberapa tahun setelah persa-linan aterm, abortus non-moiar, atau molahidatidosa komplit. PSTT cenderung terbatasdalam kar.rrm uteri, metastasis terjadi dalam fase lanjut perjalanan penyakit. Penyebarancenderung terjadi melalui infiltrasi lokal dan pembuluh limfe, tetapi dapat ),tga terjadimetastasis jauh. Gejala kiinik adalah perdarahan pervaginam dan dapat terjadi amenoreaatau galaktorea atau keduanya akibat produksi hPL oleh sel-sel sitotrofoblas yangmenyebabkan hiperprolaktinemia. 1 5 Untuk membedakannya dari nodul plasenta yang mengalami regresi, dapat diguna-kan peningkatankadar Yi-67. Berdasarkan analisis genetik, sebagian besar PSTT adalahdiploid; oleh karena itu, biparental jika berasal dari hasil konsepsi normal ata:u andro-genetik jika berasal dari molahidatidosa komplit.22 PSTT relatif tidak sensitif terhadap kemoterapi.l5'22 Pena:al^ksanaan tumor yangjarang te{adi ini dianjurkan diperoleh dari pusat registrasi (RCOG: III-C;.zt p51tnon-metastatik ditangani dengan histerektomi (III-C). PSTT metastatik ditangani de-ngan pemberian kemoterapi; yang paling sering digunakan adalah EMA/CO (SOGC:IIi-C;.2+Tumor Trofoblastik EpiteloidTumor trofoblastik epiteloid lebih sering berhubungan dengan riwayat kehamilan atermdaripada ri'wayat kehamilan mola. Tumor ini berkembang dari perubahan neoplastiksel-sel trofoblas intermediat tipe korionik. Secara mikroskopik menyerupai PSTT, tetapisel-selnya lebih kecil dan memiliki lebih sedikit inti pleomorfik serta memiliki gambaranepitel yang terbentuk dengan baik. Gambaran mikroskopiknya sangat menyerupai kar-sinoma sel skuamosa dan dapat dibedakan dengan pewarnaan imunohistokimia yangmenunjukkan adanya inhibin dan sitokeratin 18. Secara makroskopik, tumor berasal darimassa intramural dalam miometrium atau serviks dan bertumbuh dalam pola noduler,berbeda dari PSTT yang bertumbuh secara infiltratif. Metode penatalaksanaan vtamaadalah histerektomi, tetapi sekitar 20 - 25% pasien mengalami metastasis.l3'1eRUJUKAN 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Abortion. In: Williams Obstetrics. 22\"d ed. New York: McGraw-Hill; 2005 2. Symonds EM, Symonds IM. Complication of early pregnancy. In: Essential Obstetrics and Gynecology. 4'h ed. Edinburgh: Churchill Livingstone, 2Oa4:277-86 3. Regan L, Cliford K. Sporadic and recurrent miscariage. In: Chamberlain G, Steer PJ, eds. Turnbull's Obstetrics. 3'd ed. London: Churchill Livingstone, 2OaL 1,17.25

GANGGUAN BERSANGKUTAN DENGAN KONSEPSI 2174. Scorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM. First trimester abortion. In: lVilliams Gynecology. New York: McGraw-Hill, 20085. Speroff L, Fritz MA. Recurrent early pregnancy loss. In: Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 7'h ed. Philadelphia: Lippincot \flilliams &'Wilkins, 2aO5: 1069-1026. Lozeau AM, Potter B. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. Am Fam Physician. 2005; 7 2 (9) : 1,7 a7 - 1 a. Available f rom: http://www.aalp.or g/ af p7. Leveno KJ, Cunningham FG, Alexander JM. Ectopic pregnancy. In: lVilliams Manual Of Obstetrrcs, Pregnancy Complication. 22\"d ed. Singapore: McGraw-Hill. 2OO8: 15-218. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Abortion. In: lVilliams Obstetrics. 22\"d ed. New York: McGraw-Hill, 2a05: 231-519. Sepilian VP, lVood E. Ectopic pregnancy. Medicine, 2007. Available from: http://www. medscape.com10. Buster JE, Barnhart K. Ectopic pregnancy: A 5-step plan for medical management. OBG Management. 2004: 7 4-85. Available from: http://www.obgmanagement.com11. Drife J. Bleeding in pregnancy. In, Chamberlai. d, S,\"\", PJ. Turnbull's Obstetrics. 3'd ed. London: Churchill Livingstone; 2001: 212-1.312. Speroff L, Frirz MA. Recurrent early pregnancy 1oss. In: Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. lh ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Vilkins, 2OO5: 1274-9613. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. Gestational trophoblastic disease. In: Loeb M, Davis K, editors. 'W'illiams Gynecology. New York: McGraw-Hill; 2048: 755-6914. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III L, \(enstrom KD. Gestational tro- phoblaslic disease. In: Seils A, Edmonson KG, Davis K, editors. V'illiams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGraw-HiLL: 2005 : 27 3 -8 415. Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic disease. In: BerekJS, editor. Berek & Novak's gynecology. Philadelphia: Lippincott Villiams & Vilkins, 2007: 1581-60316. \fHO Scientific Group. Gestational trophoblastic diseases. Geneva, Switzerland; 198317. Betel c, Atri M, Arenson A-M, Khalifa M, osborne R, Tomlinson G. Sonographic diagnosis of gestational trophoblastic disease and comparison with retained products of conception. J Ultrasound Med. 2006; 25: 985-9i18. Soper J, Creasman'VT. Gestational trophoblastic disease. In: DiSaia PJ, Creasman'MI, editors. Clinical gynecology oncology. 7'h ed. Philadelphia: Elsevier, 20A7:201-3019. Bentley RC. Pathology of gestational trophoblastic disease. In: Soper JT, Hawins JL, editors. Clinical obstetrics and gynecology. Philadelphia: Lippincott \Williams & Vilkins; 2003: 513-2220. Chhabra S, Qureshi A. Gestational trophoblastic neoplasms with special reference to invasive mole. Obstet Gynecol India. 2007 ; 57 (2) : 1.24-721. Tidy JA, Hancock BV. The management of gestational trophoblastic neoplasia. RCOG Guideline. 2044;38: 1-722. Seckl MJ, Newlands ES. Management of gestational trophoblastic disease. In: Gershenson DM, Mcuire rffP, Gore M, Quinn MA, Thomas G, editors. Gynecologic cancer controversies .in management. Philadelphia: Elsevier; 2A04: 555-7 123.Kavma[hJJ, Gershenson DM. Gestational trophoblastic disease. In: KatzYL, Lentz GM, Lobo RA, G..sh\".rron DM, editors. Comprehensive gynecology. 5,h ed. Philadelphia: Elsevier, 2ao7: 889-9024. Gerulath AH. Gestational trophoblastic disease. J Obstet Gynaecol Can. 20a2;24(5): a34-925. Eiser AL, Aghajanian C. Evaluation and management of gestational trophoblastic disease. Community oncology. 2006; 3 (3) : 1.52-6


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook