KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DIAGNOSIS DAN STRATEGI PENGELOLAAN 2363itu mengenai berbagai faktor risiko terjadinya komplikasi untuk terjadinya komplikasi kronik DM seperti tekananvaskular kronik DM dan kemudian usaha menegakkan darah, lipid dan kegemukan serta merokok. Penyandangdiagnosis dini menjadi sangat penting maknanya. DM dengan mikroalbuminuria seyogyanya dikelola oleh dokter yang berpengalaman dan mumpuni dalamRetinopati memodifikasi berbagai faktor risiko terkait terjadinyaBerbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, komplikasi kronik DM. Penyandang DM dengan lajumulai dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai filtrasi glomerulus atau bersihan kreatinin <30 mL/menitperdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih seyogyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuklanjut lagi dapat mengakibatkan kebutaan. Diagnosis menjajagi kemungkinan dan untuk persiapan terapidini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya beruparetina secara rutin. Pada praktik pengeloaan DM sehari- dialisis maupun transplantasi ginjal.hari, dianjurkan untuk memeriksa retina mata padakesempatan pertama pertemuan dengan penyandang Penyakit Jantung KoronerDM dan kemudian setiap tahun atau lebih cepat lagi kalau Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakitdiperlukan sesuai dengan keadaan kelainan retinanya. pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya Ada beberapa cara untuk memeriksa retina: kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai• Cara Langsung dengan memanfaatkan oftalmoskop riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner atau pun riwayat keluarga DM yang kuat. Jika ada kecurigaan standard seperti misalnya ketidak-nyamanan pada daerah dada, Oftalmoskopi Indirek dengan slit lamp harus segera dilanjutkan dengan pemeriksaan penjaring biomicroscope yang teliti untuk mencari dan menangkap kemungkinan Fotografi Retina (cara penjaringan yang paling adanya penyakit pembuluh darah koroner, paling sedikit dianjurkan) dengan pemeriksaan EKG saat istirahat, kemudian Kelainan yang ada pada retina sangat bervariasi. dilanjutkan dengan pemeriksaan EKG dengan beban, serta Beberapa keadaaan memerlukan rujukan pada ahli sarana konfirmasi diagnosis lain untuk deteksi dini CAD. penyakit mata. Pada penyandang DM, rasa nyeri mungkin tidak nyata Rujukan harus sesegera mungkin: retinopati proliveratif, akibat adanya neruopati yang sering sekali terjadi pada rubeosis iridis/glaukoma neovaskular, perdarahan penyandang DM. vitreous, retinopati lanjut Rujukan sedini mungkin: Perubahan-perubahan Penyalcit Pembuluh Darah Perifer pre-proliveratif, Makulopati, Menurunnya tajam Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait penglihatan lebih dari 2 baris pada kartu Snellen terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal Rujukan Rutin: katarak, retinopati diabetik non yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya proliferatif yang tidak mengancam makula/fovea masalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki (callus, kapalan, dll.), neurupati dan adanya penurunanNefropati suplai darah ke kaki merupakan hal yang harus selalu dicariKelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dan diperhatikan pada praktik pengelolaan DM sehari-dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian hari. Penyuluhan pada para penyandang DM mengenaiberkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut diabetes melitus pada umumnya serta perawatan kakidengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan pada khususnya harus digalakkan. Memberdayakanberakhir dengan keadaan gagal ginjal yang memerlukan penyandang diabetes agar dapat mandiri mencegah danpengelolaan dengan pengobatan substitusi. Pemeriksaan mengelola berbagai hal sederhana terkait terbentuknyauntuk mencari mikroalbuminuria seyogyanya selalu ulkus kaki diabetes maupun berbagai komplikasi kronik DMdilakukan pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah lain merupakan hal yang sangat penting untuk dilewatkanitu diulang setiap tahun. Penilaian terhadap adanya begitu saja. Penggunaan monofilamen SemmesWeinsteinmikroalbuminuria harus dilakukan dengan cermat dan yang sangat mudah dan sangat sederhana perlu digalakkanperlu diulang beberapa kali untuk memberikan keyakinan untuk mendeteksi insensitivitas pada kaki yang potensialyang lebih besar. Beberapa keadaan dapat memberikan rentan untuk menyebabkan terjadinya masalah kakihasil positif palsu, seperti misalnya latihan jasmani, diabetes dan ulkus diabetes. Demikian juga pengukuraninfeksi saluran kemih, hematuria, minum berlebihan, cara rutin indeks ankle-brachial merupakan hal yang haruspenampungan yang tidak tepat dan juga semen. dilakukan pada setiap pengunjung poliklinik DM. Ditemukannya mikroalbuminuria mendorong dan Pendekatan multidisipliner dengan mengaktifkan timmengharuskan agar dilakukan pengelolaan DM yang lebihintensif termasuk pengelolaan berbagai faktor risiko lain
2364 DIABETES MILITUSmultidisiplin pengelola kaki sangat penting dikembang- Pengendalian Lipidkan di setiap sarana pengelola DM. Setiap penyandang Mengenai pengelolaan lipid pada penyandang diabetesDM seyogyanya mendapatkan pencerahan dan kemudahan melitus juga sudah dibicarakan secara ekstensif. Padauntuk mendapat layanan tim multidisipliner tersebut. pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktorPemeriksaan kaki lengkap berkala setiap tahun merupakan risiko yang setara dengan penyakit jantung koroner,hal yang perlu dikerjakan untuk mencegah terjadinya sehingga adanya DM pada dislipidemia harus dikelolakaki diabetes/ulkus-gangren diabetes yang merupakan secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuksalah satu kompliksai kronik DM yang paling ditakuti para penyandang DM seyogyanya lebih rendah daripada orangpenyandang DM maupun para pengelola DM. yang normal, non-DM, yaitu konsentrasi kolesterol LDL kurang dari 100 mg/dL. Dianjurkan untuk menurunkanSTRATEGI PENGELOLAAN BERBAGAI KOMPLIKASI konsentrasi kolesterol LDL sampai 70 mg/dL pada pasienKRONIK DM dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolikDengan mengetahui berbagai faktor risiko terkait lain seperti konsentrasi kolesterol HDL yang rendah, danterjadinya komplikasi kronik diabetes melitus secara konsentrasi trigliserida yang tinggi. Demikian juga denganumum maupun faktor risiko khusus kompikasi kronik adanya faktor risiko lain yang kuat, seperti misalnya padadiabetes melitus yang tertentu seperti mikroalbuminuria perokok berat.untuk nefropati atau pun deformitas kaki untuk penyakitpembuluh darah perifer, kemudian dapat segera dilakukan Faktor Lainberbagai usaha umum untuk pencegahan kemungkinanterjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Pola hidup sehat. Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utamaPengendalian Konsentrasi Glukosa usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronik DM.Saat ini pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakanpengaturan makan, kegiatan jasmani dan pemakaian obat sepanjang hidup.hipoglikemiak oral maupun insulin, baik sendiri maupundengan cara kombinasi berbagai obat hipoglikemiak. Walaupun belum ada bukti yang meyakinkan,Usaha menggabungkan berbagai sarana pengelolaan merokok dikatakan dapat mempercepat timbulnyatersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna mikroalbuminuria dan kemudian perkembangan lebihmenurunkan insidensi komplikasi kronik DM, seperti yang lanjut ke arah makroproteinuria. Merokok juga sudahsudah dibuktikan pada studi UKPDS, dan studi Kumamoto dengan sangat jelas berperan penting pada terjadinyapada DM tipe 2 serta studi DCCT pada penyandang DM kelainan makrovaskular pada penyandang DM. Olehtipe 1.Banyak sekali ditemui berbagai algoritma dan karena itu berhenti merokok merupakan satu anjuranpetunjuk praktis pengelolaan DM, termasuk yang diajukan yang harus digalakkan bagi semua penyandang DMoleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia pada tahun dalam rangka pencegahan terjadinya komplikasi kronik2002. Mengenai sasaran pengelolaan konsentrasi glukosa DM secara umum.darah untuk dapat menghasilkan pencegahan komplikasikronik yang maksimal juga banyak didapatkan pada Perencanaan makan. Perencanaan makan yang sesuaiberbagai buku dan sumber/bacaan lain. dengan anjuran pelaksanaan pola hidup meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhanTekanan Darah maupun persentase masing komponen diet baikUntuk mendapatkan tekanan darah yang sebaik-baiknya makronutrien maupun mikronutriennya, yang tercakupguna mencegah komplikasi kronik DM, sudah banyak secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagibuku petunjuk dan algoritma yang dikemukakan, juga oleh penyandang DM.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Obat penghambatsistem renin angiotensin (Inhibitor ACE, ARB atau pun Walaupun hubungan antara masukan protein tinggikombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah dengan risiko terjadinya mikroalbuminuria maupunkemungkinan terjadinya dan kemungkinan semakin perburukan lebih lanjut mikroalbumiuria belum secarabertambah beratnya mikroalbuminuria. Cara menurunkan konklusif terbukti, pada metanalisis sudah dapattekanan darah dan sasaran tekanan darah yang harus ditunjukkan bahwa paling sedikit pada penyandangdicapai pada penyandang DM juga sudah dibicarakan DM tipe 1 yang disertai nefropati, restriksi masukandengan lebih rinci pada bagian lain buku ini. protein terbukti dapat memperlambat perburukan laju filtrasi glomerular. Saat ini dianjurkan untuk memberikan masukan protein sebanyak 0,8 g /kg berat badan idaman bagi penyandang DM dengan nefropati. Dianjurkan untuk memberikan protein dengan nilai biologis yang tinggi.
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DIAGNOSIS DAN STRATEGI PENGELOLAAN 2365 Sebagai pencegahan primer terjadinya komplikasi gorong-gorong (stent) merupakan cara yang banyakkronik DM, Aspirin sebanyak 75-162 mg terbukti dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi pembuluh darahbermanfaat dan dianjurkan pada semua penyandang DM koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan tindakandi atas umur 40 tahun yang mempunyai risiko tambahan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsiuntuk terjadinya komplikasi seperti riwayat keluarga jantungnya.yang kuat, adanya hipertensi, dislipemia, merokok danmikroalbuniuria. Penyakit Pembuluh Darah Perifer Usaha mencegah terjadinya ulkus dan gangren kaki Alfa tokoferol, asam alfa lipoik, dan asam askorbat diabetik sering gagal dan penyandang DM jatuh kemerupakan zat yang dikatakan dapat mengurangi efek keadaan terjadinya ulkus bahkan kemudian disertainegatif stres oksidatif dan inflamasi pada penyandang gangren yang dapat merenggut nyawa. Usaha untukDM. menyelamatkan kaki dengan mengoptimalisasikan pengelolaan kaki menjadi sangat penting untukCARAKHUSUSPENCEGAHAN DAN PENGELOLAAN dikerjakan. Pada pengelolaan ulkus/gangren kakiBERBAGAI KOMPLIKASI KRONIK DM diabetik harus selalu diperhatikan bahwa berbagai aspek pengelolaan harus dicermati dengan baik: kendaliDi samping usaha pencegahan primer komplikasi kronik metabolik, kendali infeksi, kendali vaskular, keharusanDM secara umum seperti yang sudah dikemukakan di atas, untuk mengistirahatkan kaki untuk tidak mendapatberbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masing- beban, penyuluhan agar penyandang DM dengan ulkusmasing komplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan dan gangren DM dapat bekerja sama mencapai tujuanprimer komplikasi kronik maupun usaha memperlambat untuk menyelamatkan kaki, semua harus dikerjakanprogresi komplikasi kronik yang sudah terjadi. secara menyeluruh.Retinopati Pendekatan pengelolaan dengan memanfaatkan kerjaPengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat sama tim akan sangat membantu tercapainya keberhasilanbermanfaat mencegah perburukan retina lebih lanjut usaha penyelamatan kaki diabetes ini.yang kemudian mungkin akan mengancam mata. Fotokoagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan Neuropatilain yang mungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan Adanya keluhan dan kemudian ditegakkannya diagnosisberbagai macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain neuropati diabetik mengharuskan kita untuk berusahaseperti perbaikan ablasio retinanya dapat dilakukan untuk mengendalikan konsentrasi glukosa darah sebaikmenolong mencegah perburukan fungsi mata. mungkin.Nefropati Pengelolaan keluhan neuropati umumnya bersifatSetelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak simtomatik, dan sering pula hasilnya kurang memuaskan.berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular, Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit,dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal- berbagai usaha untuk pencegahan dan pengelolaan DMpenyakit ginjal tahap terminal, dapat dilakukan serta berbagai faktor risikonya harus juga dikerjakan.pengelolaan pengganti untuk membantu fungsi ginjal, Berbagai obat simtomatik untuk nyerinya dapat pulabaik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Di diberikan, namun umumnya tidak banyak menjanjikansamping kedua modalitas tersebut di atas, transplantasi hasil yang baik. Saat ini didapatkan berbagai saranaginjal merupakan pilihan lain terapi pengganti fungsi yang dapat diberikan untuk mengatasi keluhan rasaginjal yang dapat dilakukan pada penyandang DM nyeri yang hebat pada penyandang neuropati DMdengan gagal ginjal. dengan nyeri ini. Berbagai obat untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan, Demikian pula obat berupa obatPenyakit Pembuluh Darah Koroner gosok seperti krim Capsaicin (Capzacin) dapat dipakaiPengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah pada penyandang DM dengan neuropati yangkoroner dapat diberikan kepada penyandang DM. Berbagai menyakitkan.obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak cara baiksemi-invasif maupun invasif yang dapat dipakai untuk Dengan adanya pengetahuan baru mengenaimenolong penyandang DM dengan penyakit pembuluh terjadinya komplikasi kronik DM, dan berbagai cara barudarah koroner. Tindakan melebarkan pembuluh darah untuk mendeteksi dan kemudian mengelola komplikasikoroner secara peniupan dengan balon dan pemasangan kronik DM dapat dimungkinkan keberhasilan usaha untuk mencegah, memperbaiki, atau paling sedikit mengurangi berbagai akibat komplikasi kronik DM ini. Nasib penyandang DM diharapkan akan lebih cerah.
2366 DIABETES MILITUSKESIMPULAN DAN SARAN Marrero MB, Stem D M . Structure and Function of the Vessel Wall. In: Marso SF, Stem D M , Eds. Diabetes and Cardiovascular Insidensi DM dan komplikasi kronik akibat DM Disease: Integrating Science and Clinical Medicine. meningkat dengan pesat di seluruh dunia, termasuk Philadelphia:Lipincot Williams & Wilkins; 2004.p. 3-18. di Indonesia Mekanisme terjadinya komplikasi kronik DM sangat Meeking D, Holland E, Land D. Diabetes and Foot Disease. kompleks, mencakup beberapa jalur mekanisme In: Shaw K M and Cummings M H , Eds. Diabetes Chronic biokimiawi dan beberapa proses patobiologik Complications. Second Edition. John Wilev & Sons Ltd; Deteksi dini berbagai komplikasi kronik DM seyogyanya 2005.p. 21-41. merupakan bagian rutin praktik pengelolaan DM sehari-hari Shotliff K, Duncan G. Diabetes and the Eye. In : Shaw K M and Usaha pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM Cummings M H , Eds. Diabetes Chronic Complications. seyogyanya dilakukan dengan cermat dan sedini Second Edition. John Wiley & Sons Ltd. 20O5.p. 1-21. mungkin, yaitu dengan melakukan pengelolaan DM sedemikian rupa sehingga tercapai sasaran The Indonesian Society ofEndocrinology. Guidelines for the pengendalian metabolik DM secara komprehensif Management of Diabetes in Indonesia. Jakarta 2002. dan holistik (mencakup bukan hanya mengenai konsentrasi glukosa darah, tetapi juga mengenai The American Diabetes Association. Standard of Medical Care in tekanan darah, lipid, kegemukan dan mencegah Diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S15-35. merokok serta berbagai faktor risiko terjadinya komplikasi DM yang lain) The American Diabetes Association. Nutrition Principles and Kemungkian terjadinya komplikasi kronik DM harus Recommendation in Diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); diantisipasi sedini mungkin dengan usaha deteksi S36-46. dini, dan kemudian komplikasi yang sudah timbul segera dikelola sebaik-baiknya dengan memanfaatkan The American Diabetes Association. Preventive foot care i n berbagai sarana dan cara yang mungkin dilakukan diabetes 2004; 27(1); S63-4. baik cara yang non invasif maupun kemudian juga berbagai cara yang invasif The American Diabetes Association. Dyslipidemia danagement in adults with diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S68-71. The American Diabetes Association. Smoking and diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S74-5. The American Diabetes Association. Aspirin in diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S72-3. The American Diabetes Association. Nephropathy in diabetes. Diabetes Care 2004; 27(1); S79-83. The American Diabetes Association. Retinopathy in Diabetes. Diabetes Care 2004; 27(1); S84-87. The American diabetes association. Hypertension Management in Adults with Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2004; 27(1): S65-7. West I C .Radicals and oxidative stress in diabetes. Diabetic Medicine. 2000;17:171-80.REFERENSIDevaraj S, Vega-Lopez S, Jialal I . Antioxidants, oxidative stress and inflammation in diabetes. In: Marso SP, Stem D M , Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams & Wilkins; 2004.p. 19-29.Fisher M, Shaw K M . Diabetes and the heart. In: Shaw K M and Cummings M H , Eds. Diabetes Chronic complications. Second Edition. John Wiley & Sons Ltd; 2005.p. 121-41.Grant PJ, Lucinda K, S u m m e r s M . Diabetes, impaired fibrinolysis and thrombosis. In: Marso SP, Stem D M , Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams& Wilkins; 2004.p. 269-85.Grundy S M , et al. Circulation 2004;110:227-39.He Zhiheng, Ma RCW, King GL. Role of Protein Kinase C Isoforms in Diabetic Vascular Dysfunction. In: Marso SP, Stem D M , Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams & Wilkins; 2004.p. 37-48.Kelly R, Steinhubl SR. Platelet Dysfunction. In: Marso SP, Stem D M , Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams& Wilkins; 2004.p. 251-61.LaRosa JC et al. N Engl J Med 2005;352:e-pages.Maclsaac RJ,Watts GF. Diabetes and the Kidney. In: Shaw K M and Cummings M H , Eds. Diabetes Chronic Complications. Second Edition. John Wiley & Sons Ltd. 2005.p. 21-41.
308KAKI DIABETES Sarwono WaspadjiPENDAHULUAN menormalkan konsentrasi glukosa darah untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi DM tipe 2 sudah terbuktiDiabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan pada berbagai penelitian epidemiologis skala besar danmetabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang lama seperti misalnya pada UKPDS.disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulinatau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, Hiperglikemia pada DM dapat terjadi karenaseiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa masukan karbohidrat yang berlebih, pemakaian glukosaprevalensi DM meningkat terutama di kota besar. Jika di jaringan tepi berkurang, akibat produksi glukosa hatitidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian yang bertambah, serta akibat insulin berkurang jumlahkomplikasi kronik DM juga akan meningkat, termasuk maupun kerjanya. Dengan memperhatikan mekanismekomplikasi kaki diabetes, yang akan menjadi topik bahasan asal terjadinya hiperglikemia ini, dapat ditempuh berbagaiutama kali ini. langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah sampai batas yang aman untuk Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi menghindari terjadinya komplikasi kronik DM.pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan,pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan perencanaan makan yang baik, kegiatan jasmani yangpada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot memadai dan penggunaan obat berkhasiat menurunkanjantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, konsentrasi glukosa darah seperti golongan sekretagogmanifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada insulin (sulfonilurea, repaglinid dan nateglinid), golonganpembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung metformin, golongan inhibitor alfa glukosidase, golongankoroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). tiazolidindion dan insulin. Dengan mengkombinasikanKomplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih berbagai macam obat berkhasiat menurunkan konsentrasiterhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi glukosa darah, akan dapat dicapai sasaran pengendaliansaluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang konsentrasi glukosa darah yang optimal untuk mencegahkemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren terjadinya komplikasi kronik DM.diabetes. KAKI DIABETES Berbagai teori dikemukakan untuk menjelaskanpatogenesis terjadinya komplikasi DM. Di antaranya yang Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronikterkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosilasi dan DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetesterakhir adalah teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupunmenjelaskan secara keseluruhan berbagai teori sebelumnya penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes(unifying mechanism). Apapun teori yang dianut, semuanya berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saatmasih berpangkal pada kejadian hiperglikemia, sehingga ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalahusaha untuk menurunkan terjadinya komplikasi DM harus yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karenadilakukan dengan memperbaiki, mengendalikan dan sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetes.menormalkan konsentrasi glukosa darah. Manfaat usaha 2367-
2368 DIABETES MILITUSJuga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacudiabetes (podiatrist, chiropodist belum ada). Di samping kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasiitu, ketidak-tahuan masyarakat mengenai kaki diabetes mutakhir dianjurkan oleh Internationalmasih sangat mencolok, lagi pula adanya permasalahanbiaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh Working Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDISmasyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya 2003-lihat lampiran). Adanya klasifikasi kaki diabetesmasalah kaki diabetes. yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian Di negara maju kaki diabetes memang juga masih dari berbagai tempat di muka bumi. Dengan klasifikasimerupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebihtetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arahklinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnyaprimer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3)cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasiditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49- dan memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya85% dari sebelumnya. Tahun 2005 International Diabetes kalau faktor infeksi menonjol (14), tentu pemberianFederation mengambil tema Tahun Kaki Diabetes antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktormengingat pentingnya pengelolaan kaki diabetes untuk mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksidikembangkan. untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan. Di RSUPN dr CiptoMangunkusumo, masalah kaki Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dandiabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian sangat erat dengan dengan pengelolaan adalah klasifikasibesar perawatan penyandang DM selalu menyangkut yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabeteskaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi (Edmonds 2004-2005):masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (dataRSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca Stage 7 .• Normal Footamputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3 % akan • Stage 2 : High Risk Footmeninggal dalam setahun pasca amputasi,dan sebanyak37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Stage 3 : Ulcerated Foot Stage 4 : Infected FootPATOFISIOLOGI KAKI DIABETES Stage 5: Necrotic Foot Stage 6: Unsolvable FootTerjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemiapada penyandang DM yang menyebabkan kelainan Untuk sfoge 1 dan 2, peran pencegahan primer sangatneuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, penting, dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayananbaik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupunakan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan oleh dokter umum/dokter keluarga.otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahandistribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukanmempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebihterhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak memadai umumnya sudah memerlukan pelayananmenjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang spesialistik.juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaankaki diabetes (gambar patofisiologi terjadinya kaki Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasusdiabetes-lamplran). rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter bedah,KLASIFIKASI KAKI DIABETES utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dariyang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari King's Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, padaCollege Hospital London, Klasifikasi Liverpool yang sedikit setiap tahap harus diingat berbagai faktor yang yang haruslebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dikendalikan, yaitu:dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi mechanical control-pressure control metabolic control • vascular control educational control wound Control microbiological Control-Infection Control Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada stadium 1 dan
KAKI DIABETES 23692 tentu saja faktor wound control dan infection control Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untukbelum diperlukan, sedangkan untuk untuk stadium 3 dan pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan denganselanjutnya tentu semua faktor tersebut harus dikendalikan, keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukandisertai keharusan adanya kerjasama multidisipliner yang sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peranbaik. Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, peran usaha ahli rehabilitasi medis terutama dari segi ortotik sangatpencegahan untuk tidak terjadi ulkus sangat mencolok. besar pada usaha pencegahan terjadinya ulkus. DenganPeran rehabilitasi medis dalam usaha mencegah terjadinya memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkaitulkus dengan usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapatmemakai alas kaki khusus, serta berbagai usaha untuk dicegah.non-weight bearing lain merupakan contoh usaha yangyang sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risikoakibat deformitas yang terjadi pada kaki diabetes. tersebut: Untuk kaki yang kurang merasa/insensitif (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan benar, untukPENGELOLAAN KAKI DIABETES melindungi kaki yang insensitif tersebut.Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dankelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes 5), perlu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kakidan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan padaperlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kaki.kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder danpengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi). Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki perlu diperhatikan benar untukPENCEGAHAN PRIMER memperbaiki vaskularisasi kaki.Kiat-kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semuaPenyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat usaha dan dana seyogyanya perlu dikerahkan untukpenting untuk pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk keharus selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan usaha pencegahan sekunder yang akan dibahas lebihdengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan lanjut di bawah ini.kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semuapihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, PENCEGAHAN SEKUNDERahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigenpengelolaan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetikmelihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multi-mengingatkan kembali mengenai cara pencegahan disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harusdan cara perawatan kaki yang baik. Berbagai kejadian/ ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaantindakan kecil yang tampak sepele dapat mengakibatkan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dankejadian yang mungkin fatal. Demikian pula pemeriksaan semuanya harus dikelola bersama:yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yangsangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka mechanical control-pressure controlmelepaskan sepatu dan kausnya. wound control microbiological control-infection control Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan vascular controlberdasar risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah metabolic controlyang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes • educational controlberdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg): 1). sensasinormal tanpa deformitas; 2). sensasi normal dengan Untuk pengelolaan ulkus/gangren diabetik yangdeformitas atau tekanan plantar tinggi; 3). insensitivitas optimal, berbagai hal di bawah ini merupakan penjabarantanpa deformitas; 4). iskemia tanpa deformitas; 5). lebih rinci dari keenam aspek tersebut pada tingkatkombinasi/complicated: (a) kombinasi insensitivitas, pencegahan sekunder dan tersier,yaitu pengelolaaniskemia dan/atau deformitas, (b) riwayat adanya tukak, optimal ulkus/gangren diabetikdeformitas Charcot. Kontrol metabolik. Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi
2370 DIABETES MILITUSglukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas,diperbaiki. Nutrisi yang baikjelas mennbantu kesembuhan sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudahluka. Berbagai hal lain harus juga diperhatikan dan melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasiHb dan derajat oksigenisasi jaringan. Demikian juga Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedahfungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut tentu akan pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkandapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak untuk prosedur endovascular-PTCA. Pada keadaandiperhatikan dan tidak diperbaiki. sumbatan akut dapat pula dilakukan trombo-arterektomi.Kontrol vaskular. Keadaan vaskular yang buruk tentu Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasiakan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaandiagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak faktor vaskularpasien dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggalpembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai bergantung pada berbagai faktor lain yang juga masihcara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan banyak jumlahnya.arteri Dorsalis Pedis dan arteri Tibialis Posterior sertaditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuksaat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringanmengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Walaupunnon-invasif maupun yang invasif dan semiinvasif, seperti demikian masih banyak kendala untuk menerapkan terapipemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kakipressure, T c P 0 2 , dan p e m e r i k s a a n e k h o d o p l e r dan diabetes.kemudian pemeriksaan arteriografi. Wound control. Perawatan luka sejak pertama kali pasien Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengandapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermatdarah perifer dari sudut vakular, yaitu berupa: mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridemen yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekaliModlflkasI Faktor Risiko faktor risiko terkait macam dressing (pembalut) yang masing-masing tentu Stop merokok dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan Memperbaiki berbagai juga letak luka tersebut. Dressing yang mengandung aterosklerosis komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, Hiperglikemia alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang Hipertensi masih produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing Dislipidemia atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa Walking Program-Latihan kaki merupakan domain bahwa tindakan debridemen yang adekuat merupakanusaha yang dapat diisi oleh jajaran rehabilitasi medik. syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasikasikan luka. Debridement yang baikTerapi Farmakologis dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangiKalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengandikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan cairan dari ulkus/gangren.lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akanbermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untukDM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salinkuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silverguna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagaikaki penyandang DM. cara debridemen non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, sepertiRevaskularisasi preparat enzim.Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah ataujikalau ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksirevaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing yang dapatrevaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja untuk kesembuhan luka kronik seperti pada luka kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka
KAKI DIABETES 2371selalu dalam keadaan optimal, dengan demikian penyem- Crutchesbuhan luka akan terjadi sesuai dengan tahapan yang harus Wheelchairselalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan. Electric carts Craddled insoles Selama proses inflamasi masih ada, prosespenyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangiselan-jutnya yaitu proses granulasi dan kemudian tekanan pada luka seperti: 1). Dekompresi ulkus/absesepitelialisasi. dengan insisi abses, 2). Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat Education control. Edukasi sangat penting untukperawatan kaki diabetes. semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik Berbagai sarana dan penemuan baru dapat maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantudimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagraft, dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untukapligraft, growth factor, protease inhibitor dsb, untuk kesembuhan luka yang optimal.mempercepat kesembuhan luka. Bahkan ada dilaporkanterapi gen untuk mendapatkan bakteri E coli yang dapat Rehabilitasi merupakan program yang sangat pentingmenghasilkan berbagai faktor pertumbuhan. Ada pula yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes.dilaporkan pemakaian maggot (belatung) lalat (lalat hijau) Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik danuntuk membantu membersihkan luka. Berbagai laporan kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahlitersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangibelum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan kecacatan yang mugkin timbul pada pasien. Keterlibatandalam pengelolaan rutin kaki diabetes. ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan bagi para amputeeMicrobiological control. Data mengenai pola kuman menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas kaki/perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akanberbeda. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta data sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkusterakhir menunjukkan bahwa pada pasien yang datang yang terjadi berikut memberikan prognosis yang jauh lebihdari luar, umumnya didapatkan infeksi bakteri yang buruk daripada ulkus yang pertama.multipel, anaeob dan anerob. Antibiotik yang dianjurkanharus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman REFERENSIdan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun2004 di RS. Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, umumnya American Diabetes Association Expert Committee. Report of thedidapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Expert Committee o n theDiagnosis and Classification ofgram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk Diabetes Mellitus. Diabetes Care 1997;20-1183.luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertamapemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease i nspektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif People with Diabetes. Diabetes Care 2003;26(12): 3333-41.(seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikandengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob Boulton A J M . T h eDiabetic Foot. Medicine International(seperti misalnya metronidazol). 2002;2(1):36-40.Pressure control. Jika tetap dipakai untuk berjalan Edmonds M E , Foster A V M , Sanders LJ.A Practical Manual of(berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-i^e/g/?f Diabetic Footcare. Blackwell Publishing Ltd. 2004.bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akansempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak Edmonds ME, Foster A V M . Managing the Diabetic Foot. Seconddi bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Peran edition. Blackwell Publishing Ltd. 2005.jajaran rehabilitasi medis pada usaha pressure control inijuga sangat mencolok. Flakol PJ,Carlson M ,Cherington A . Physiologic action of insulin. Dalam: Diabetes Mellitus. A Fundamental and Clinical Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight- Text. LeRoith D, Taylor SI,Olefsky J M (eds). Edisi ke-2.bearing dapat dilakukan antara lain dengan: Philadelphia: Lippincot- Williams& Wilkins; 2000. p.148-61 Removable cast walker Giugliano D, Ceriello A . Paulisso G Oxidative stress and diabetic Total contact casting vascular complications. Diabetes Care 1996;19(3):257-67. Temporary shoes Felt padding International WorkingGroup o nthe Diabetic Foot.International Consensus o ntheDiabetic Foot. Noordwijkerhout, the Netherland 2003. Kusmardi Sumarjo. Hubungan gambaran klinis pasiendan jenis kuman penyebab infeksi kaki diabetes. Tesis PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2005. Levin ME. Pathogenesis and general management of foot lesions in the diabetic patients. Dalam: Levin M E , O'Neal L W , Bowker JH, Pfeifer M A , editors. The Diabetic Foot, Edisi 6,St Louis. The C VMosby Company 2001.
2372 DIABFTFC M i i m i cPerkeni. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta:PB Perkeni; 2002.Retno Gustaviani. Data Perawatan Kaki Diabetes di Ruang Rawat Inap Kelas 2dan 3 RSUPN dr. CiptoMangunkusumo 2003.Sarwono Waspadji. Pengelolaan Kaki Diabetes Sebagai Suatu Model Pengelolaan Holistik, Terpadu dan Komprehensif di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai G u r u Besar Tetap IPD F K U I 2004Sarwono Waspadji. Anhbiotic choices in the infected diabetic foot/ ulcer. Acta Medica Indonesiana 2005;37(2): 94-101.
KAKI DIABETES 2373LAMPIRANLampiran 2. Klasifikasi Texas Tingkat Stadium 1^ Tanpa tukak atau pasca tukak, Luka superfisial, tidak sampai Luka sampai tendon Luka sampai atau kapsul sendi tulang/ sendi kulit intak/utuh tulang tendon atau kapsul sendi Dengan Infeksi.... Dengan Iskemia.. .Dengan infeksi dan iskemia Diabetes Melitus Hiperlipidemla Neuropati Merokok Penyakit vaskular periperal Somatik Neuropati Autonomic neuropathyPain sensation menurun Masalah Limited joint Keringat menurun Altered blood flowProprioseptive menurun Ortopedi Movement Plantar Pressure t DDrrvy ssKkiinn fTiissssuurraa E^n^g^or^ge^d^^^vein, LOtot hipotropik Callus •> Ulkus pada khaki <— Ischemic limb i InfeksiLampiran 1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik (Sumber: Boulton AJM. Diabetic Med. 1996;3:(suppl.1))
2374 DIABETES MILITUSLampiran 3. Klasifikasi pada Ulkus DiabetikKlasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2003Impaired Perfusion 1 = none 2 = PAD + but not critical 3 = critical limb ischemiaSize/Extent in mm^Tissue Loss/Depth 1 = superficil fullthickness, not deeper than dermis 2 = deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon 3 = all subsequent layers of the foot involved including bone and or jointInfection 1 = no symptoms or signs of infection 2 _ infection of skin and subcutaneous tissue only 2 _ erythema >2cm or infection involving subcutaneous structure(s). No systemic sign(s) of inflammatory response ^ _ infection with systemic manifestation: Fever, leucocytosis, shift to the left, metabolic instability, hypotension, azotemiaImpaired 1 = absentSensation 2 = presentKlasifikasi Wagner (klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai)0. Kulit intak/utuh1. Tukak superfisial2. Tukak dalam (sampai tendo, tulang)3. Tukak dalam dengan infeksi4. Tukak dengan gangren pada 1-2jari kaki5. Tukak dengan gangren luas seluruh kakiKlasifikasi LiverpoolKlasifikasi primer : vaskular neuropati neuroiskemikKlasifikasi sekunder Tukak sederhana, tanpa komplikasi Tukak dengan komplikasi
309KETOASIDOSIS DIABETIK Tri Juli Edi TariganPENDAHULUAN EPIDEMIOLOGIKetoasidosis diabetik (KAD) adalah salah satu komplikasi Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000akut diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas pengidap diabetes dan masih menjadi problem yangedukasi yang diberikan kepada seorang pengidap merepotkan di rumah sakit terutama rumah sakit dengandiabetes melitus (DM) tipe 2, sementara pada DM fasilitas minimal. Angka kematian berkisar 0,5-7%tipe 1, seringkali ketoasidosis merupakan pintu awal tergantung dari kualitas pusat pelayanan yang mengeloladiagnosis. Sekitar 80% dari pasien KAD telah mengetahui KAD tersebut. Di negara Barat yang banyak pengidapbahwa mereka pengidap diabetes sehingga pencegahan diabetes tipe 1, kematian banyak diakibatkan olehsangatlah penting dan berhubungan dengan beratnya edema serebri, sedangkan di negara yang sebagian besarkeadaan saat datang ke rumah sakit. Pada dekade 10 pengidap adalah diabetes tipe 2, penyakit penyerta dantahun terakhir tidak terlalu banyak perubahan pada pencetus KAD sering menjadi penyebab kematian.konsep teori maupun pengelolaan KAD, masih berbasispada pemberian cairan yang rasional, insulin intravena, PATOGENESISkoreksi elektrolit, penanganan komorbid, dan koreksi Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif danasam basa jika diperlukan. Walaupun demikian, terdapat peningkatan kadar hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan, danhal-hal baru dalam pengelolaan seperti rekomendasi somatostatin) akan mengakibatkan akselerasi kondisiuntuk penggunaan ketonometer bedside, tidak harus katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatanmemberikan insulin priming, kalau tidak perlu cukup produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisismemeriksa pH vena, dan meneruskan insulin long acting dan glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa dijika sebelumnya sudah memakainya. Hanya saja belum perifer yang berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas.semua kalangan memakai rekomendasi baru tersebut di Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontratempat praktek masing-masing. regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkanDEFINISI peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis dan ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik. PopulasiKAD adalah fenomena unik pada seorang pengidap benda keton utama terdiri dari 3-beta hidroksibutirat,diabetes akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan asetoasetat, dan aseton. Sekitar 75-85% benda ketonpeningkatan hormon kontra regulator, yang mengakibatkan terutama adalah 3-beta hidroksibutirat, sementara asetonlipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya benda- sendiri sebenarnya tidak terlalu penting. Walaupun sudahbenda keton dengan segala konsekuensinya. KAD perlu dibentuk banyak benda keton untuk sumber energi, sel-seldikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka tubuh tetap masih lapar dan terus membentuk glukosa.akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas denganperawatan yang mahal.
2376 DIABETES MILITUSHiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis PENCETUSosmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahantersebut akan memicu lebih lanjut hormon stres sehingga Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi. Pencetusakan terjadi perburukan hiperglikemia dan hiperketonemia. lain diantaranya adalah menghentikan atau mengurangiJika lingkaran setan tersebut tidak diinterupsi dengan insulin, infark miokard, stroke akut, pankreatitis, danpemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi obat-obatan. Awitan baru atau penghentian pemakaianberat dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan insulin seringkali menjadi sebab DM tipe 1 jatuh padadiperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan keadaan KAD. Pada beberapa pasien yang dianggap DMyang buruk. tipe 2, kadang-kadang tidak ditemukan pencetus yang jelas dan setelah diberikan insulin dalam periode pendek Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi keadaannya cepat membaik, bahkan tidak membutuhkanhormon kontra regulator yang meningkat sebagai respon medikasi sama sekali. Varian diabetes seperti tersebutterhadap kondisi stres seperti sepsis, trauma, penyakit dalam literatur disebut diabetes tipe 1,5.gastrointestinal yang berat, infark miokard akut, stroke,dan Iain-Iain. Dengan adanya kondisi stres metabolik DIAGNOSIStertentu, keberadaan insulin yang biasanya cukup untukmenekan lipolisis menjadi tidak cukup secara relatif karena Untuk menegakkan diagnosis tentu selalu dilakukandibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme danuntuk menekan lipolisis. Defisiensi Hormon Defisiensi Insulin Absolut Kontra Regulator Insulin Relatif LipolisisT Sintesis Proteini Proteolisist Tanpa atau minimal katogenesis Asam Lemak i Bebas di Hatit -•Substrat Glukoneogenikt Ketogenesist Utilisasi Glukosai GlukoneogenesisT GlikogenolisisT Persediaan AlkaliJ' Hiperglikemia -4 Ketoasidosis Glikosuria (diuresis osmotik) Triasilgliserol Hiperlipidemla Kehilangan cairan Berkurang Hiperosmoler dan elektrolit asupan cairan SHH Gambar 1. Patogenesis KAD i •Penurunan Fungsi Ginjal SHH
KETOASIDOSIS DIABETIK 2377Tabel 1. Perbedaan KAD dan SHH KAD Ringan KAD Sedang KAD Berat HHS >600Glukosa Plasma (mg/dL) >250 >250 >250 <7.30pH Arteri 7.25-7.30 7.00-7.24 <7.00 <15Serum Bikarbonat (mEq/L) <10 RendahKeton Urin 15-18 10-15 Positif RendahKeton Serum Positif Positif Positif Normal/TinggiBeta-Hidroksibutirat Positif Positif Tinggi >320Osmolalitas Serum (mOsm/kg) Tinggi Tinggi Variasi VariasiAnion Gap Variasi Variasi >12 Sopor/KomaKesadaran Sopor/Koma >10 >12 Sadar Sadar/Ngantukdengan anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik yang seperti itu jika angka H C 0 3 kurang dari 18 mEq/l ditambahteliti, dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang yang dengan keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukupdiperlukan. Dari anamnesis bisa ditemukan riwayat untuk menegakkan KAD.seorang pengidap diabetes atau bukan dengan keluhanpoliuria, polidipsi, rasa lelah, kram otot, mual muntah, dan Pada saat masuk rumah sakit seringkali terdapatnyeri perut. Pada keadaan yang berat dapat ditemukan lekositosis pada pasien KAD karena stres metabolik dankeadaan penurunan kesadaran sampai koma. dehidrasi, sehingga jangan terburu-buru memberikan antibiotik jika jumlah lekosit antara 10.000-15.000 m^ Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tandadehidrasi, nafas Kussmaul jika asidosis berat, takikardi, DIAGNOSIS BANDINGhipotensi atau syok, flushing, penurunan berat badan,dan tentunya adalah tanda dari masing-masing penyakit Ketoasidosis harus dibedakan dengan status hiperglikemipenyerta. hiperosmolar (SHH), walaupun pengelolaannya hampir sama tetapi prognosisnya sangat berbeda. Pada SHH Trias biokimiawi pada KAD adalah hiperglikemia, hiperglikemia biasanya lebih berat, dehidrasi juga berat,ketonemia dan atau ketonuria, serta asidosis metabolik selalu disertai gangguan kesadaran tanpa ketoasidosisdengan beragam derajat. Pada awal evaluasi tentu yang berat.kebutuhan pemeriksaan penunjang disesuaikan dengankeadaan klinis, umumnya dibutuhkan pemeriksaan dasar Beberapa keadaan ketoasidosis karena sebab lainjugagula darah, elektrolit, analisis gas darah, keton darah dan harus dipikirkan saat berhadapan dengan pasien yangurin, osmolalitas serum, darah perifer lengkap dengan dicurigai KAD. Ketosidosis alkoholik dan ketosis starvasihitung jenis, anion gap, EKG, dan foto polos dada. dapat disingkirkan dengan anamnesis yang baik dan hasil gula darah yang rendah sampai meningkat ringan saja. Kunci diagnosis pada KAD adalah adanya peningkatan Biasanya hasil H C 0 3 jarang di bawah 18 mEq/l. Asidosistotal benda keton di sirkulasi. Metode lama untuk metabolik anion gap tinggi karena sebab lain harusmendeteksi adanya benda keton di darah dan urin disingkirkan seperti karena obat-obatan (salisilat, ethyleneadalah dengan menggunakan reaksi nitropruside yang glycol, dan paraldehyde), asidosis laktat, dan juga asidosismeng-estimasi kadar asetoasetat dan aseton secara metabolik pada gagal ginjal akut atau kronik.semikuantitatif. Walaupun sensitif tetapi metodetersebut tidak dapat mengukur keberadaan beta PENATALAKSANAANhidroksibutirat, benda keton utama sebagai produkketogenesis. Peningkatan benda-benda keton tersebut Kesuksesan pengelolaan KAD membutuhkan koreksiakan mengakibatkan peningkatan anion gap. terhadap dehidrasi, hiperglikemia, gangguan elektrolit, komorbiditas, dan monitoring selama perawatan. Karena Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai spektrum klinis sangat beragam maka tidak semua kasuskriteria diagnosis utama KAD, walaupun ada istilah KAD KAD harus dirawat di ICU, hanya saja karena kasus yangeuglikemik, dengan demikian setiap pengidap diabetes ringan sekalipun membutuhkan monitor yang intensif,yang gula darahnya lebih dari 250 mg/dl harus dipikirkan maka sebaiknya minimal perawatan adalah di ruangankemungkinan ketosis atau KAD jika disertai dengan yang bisa dilakukan monitor intensif {high care unit).keadaan klinis yang sesuai. Derajat keasaman darah (pH)yang kurang dari 7,35 dianggap sebagai ambang adanyaasidosis, hanya saja pada keadaan yang terkompensasiseringkali pH menunjukkan angka normal. Pada keadaan
2378 DIABETES MILITUS Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal jika pH darah kurang dari 6,9. Hanya saja pada keadaanpenatalaksanaan KAD setelah resusitasi kardiorespirasi. dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan, seringkaliTerapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan intraselular, sulit membedakan apakah asidosisnya karena KAD atauintravaskular, interstisial, dan restorasi perfusi ginjal. Jika karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari koreksi bikarbonattidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik yang tidak pada tempatnya adalah meningkatnya risikoberat, cairan salin isotonik (NaCI 0,9%) diberikan dengan hipokalemia, menurunnya asupan oksigen jaringan, edemadosis 15-20 cc/kg BB/jam pertama atau satu sampai satu serebri, dan asidosis susunan saraf pusat paradoksal.setengah liter pada jam pertama. Tindak lanjut cairanpada jam-jam berikutnya tergantung pada keadaan FOSFAThemodinamik, status hidrasi, elektrolit, dan produksiurin. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan Meskipun terjadi hipopasfatemia pada KAD, serum fosfat24 jam, dan penggantian cairan sangat mempengaruhi sering ditemukan dalam keadaan normal atau meningkatpencapaian target gula darah, hilangnya benda keton, saat awal. Kadar fosfat akan turun dengan pemberiandan perbaikan asidosis. insulin. Dari beberapa studi tidak ditemukan manfaat yang nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan pemberianINSULIN fosfat yang berlebihan akan mencetuskan hipokalsemia berat. Pada keadaan konsentrasi serum fosfat kurang dariInsulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD. 1 mg/dl dan disertai dengan disfungsi kardiak, anemia,Pemberian insulin intravena kontinyu lebih disukai atau depresi nafas akibat kelemahan otot, maka koreksikarena waktu paruhnya pendek dan mudah dititrasi. Dari fosfat menjadi pertimbangan penting.beberapa studi prospektif dengan randomisasi didapatkanbahwa pemberian insulin regular dosis rendah intravena TRANSISI KE INSULIN SUBKUTANmerupakan cara yang efektif dan terpilih. Jika dosis insulinintravena yang diberikan sekitar 0,1-1,15 unit/jam, maka Setelah krisis hiperglikemia teratasi dengan pemberiansebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming dose) insulin intravena dosis rendah, maka langkah selanjutnyadi awal. Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah adalah memastikan bahwa KAD sudah memasuki fasediharapkan terjadi penurunan glukosa plasma dengan resolusi dengan kriteria gula darah kurang dari 200 mg/kecepatan 50-100 mg/dl setiapjam sampai glukosa turun dl dan dua dari keadaan berikut: serum bikarbonat lebihke sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin diturunkan atau sama dengan 15 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gapmenjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah hitung kurang atau sama dengan 12 mEq/l.berada di sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infusdekstrose dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia. Agar tidak terjadi hiperglikemia atau KAD berulang maka sebaiknya penghentian insulin intravena dilakukanKALIUM 2 jam setelah suntikan subkutan pertama. Asupan nutrisi merupakan pertimbangan penting saat transisiSejatinya pasien KAD akan mengalami hiperkalemia melalui ke subkutan, jika pasien masih puasa karena sesuatu halmekanisme asidemia, defisiensi insulin, dan hipertonisitas. atau asupan masih sangat kurang maka lebih baik insulinJika saat masuk kalium pasien normal atau rendah, maka intravena diteruskan.sesungguhnya terdapat defisiensi kalium yang berat ditubuh pasien sehingga butuh pemberian kalium yang Jika pasien sudah terkontrol regimen insulin tertentuadekuat karena terapi insulin akan menurunkan kalium sebelum mengalami KAD, maka pemberian insulin dapatlebih lanjut. Monitorjantung perlu dilakukan pada keadaan diberikan ke regimen awal dengan tetap mempertimbang-tersebut agar jangan terjadi aritmia. Untuk mencegah kan kebutuhan insulin pada keadaan terakhir. Pada pasienhipokalemia maka pemberian kalium sudah dimulai yang belum pernah mendapat insulin maka pemberianmanakala kadar kalium di sekitar batas atas nilai normal. injeksi subkutan terbagi lebih dianjurkan. Jika kebutuhan insulin masih tinggi maka regimen basal bolus akan lebihBIKARBONAT menyerupai insulin fisiologis dengan risiko hipoglikemia yang lebih rendah.Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksibikarbonat tidak direkomendasikan diberikan rutin, kecuali KOMPLIKASI Komplikasi tersering adalah hipoglikemia, hipokalemia.
Cairan IV r Bikarbonat 1 \"1 Rute ITentukan status hidrasi ipH S 6.9 ipH< 6.9 (KAD dan No 100 mmol dim 0.1 U/kg 400 ml H20 bolus HCO3 + 20 mEq KCL infusHipovolemi Hipovolemi 1 selama 2 jam Berat Ringan Syok Kardiogenik Berikan Monitor 0.1 U/kgB0.9% NaCI hemodinamik IV drip in(1.0 L/jam) Evaluasi Ulangi tiap 2 jam Jika glu serum Na+ sampai pH ^7. 10% dalam Monitor serum K* 0 tiap 2 jam lanjutkan Serum Na' \"1 KAD normal Serum Na* Jika serum glukosa menc _J rendah 200 mg/dL, kurangi infus i menjadi 0.02-0.05 U/kg/ja 0.45% NaCI 0.9% NaCI(250-500 ml/jam) (250-500 ml/jam) atau berikan rapid acti insulin 0.1 U/kg SC tiap 2 tergantung tergantung Jaga serum glukosa dian status hidrasi status hidrasi 150-200 mg/dL sampai re KAD Serum glukosa mencapai Periksa elektrolit, pH darah, kre 200 mg/dL (KAD) atau Setelah resolusi KAD 300 mg/dL (SHH) ganti berikan mu menjadi 5% dextrose Untuk transfer dari dengan 0.45% NaCI selama 1-2 jam 150-250 ml/jam level insul Pada pasi 0.5 U/kg-0.8 U/kgbb/Gambar 2. Protokol manajemen KAD (Kitabchi 2009)
Insulin r KaliumIV Rute IV Fungsi ginjal adekuat SHH) (KAD dan SHH) (urine output 50ml/jam)gBB 0.15U/kgBB/jamIV IV drip insulinBB/jam K*<3 mEq/L K>5 mEq/Lnsulinukosa serum tidak turun Hentikan insulin, Jangan berikan K*, m 1 jam pertama, berikan berikan 20-30 mEq/jam tapi cek serum K'0.14 U/kg bolus IV n dengan Rx sebelumnya sampai K' >3 mEq/L tiap 2 jamcapai SHH K' = 3-5 mEq/Linsulinam IV, Jika serum glukosaing mencapai 300 mg/dL,2 jam. kurangi infus insulin menjadintara 0.02-0.05 U/kg/jam IV solusi Jaga serum glukosa diantara 200-300 mg/dL sampai pasien sadar eatinin dan glukosa tiap 2-4 jam sampai stabil Berikan 20-30 mEq K'D atau SHH dan pasien dapat makan, tiap liter cairan IV untuk menjagaultidosis SC insulin regimen. K' serum antara 4-5 mEq/L IV ke SC, lanjutkan infus insulin IVm setelah insulin SC mencapai lin plasma yang adekuat ien insulin naiv, mulai dari/hari dan sesuaikan kebutuhan insulin.
2380 D I A D C T C S IVIILI Idan hiperglikennia berulang. Hiperkloremia juga sering PROGNOSISdidapatkan hanya saja biasanya sementara dan tidakmembutuhkan terapi khusus. Agar jangan terjadi Umumnya pasien membaik setelah diberikan insulinkomplikasi tersebut maka diperlukan monitoring yang dan terapi standar lainnya, jika komorbid tidak terlaluketat (gula darah diperiksa tiap 1 -2 jam) dan penggunaan berat.Biasanya kematian pada pasien KAD adalah karenainsulin dosis rendah. Harus menjadi catatan bahwa pasien penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut.KAD yang mengalami hipoglikemia seringkali tidak Kematian meningkat seiring dengan meningkatnya usiamenunjukkan gejala hiperadrenergik. dan beratnya penyakit penyerta. Komplikasi lain yang juga harus menjadi perhatian REFERENSIadalah kelebihan cairan, termasuk edema paru, sehinggapada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal Kitabchi AE, Miles JM, Umpierrez GE, Fisher JN. Hyperglycemicjantung, pemberian cairan dimodifiksasi sesuai dengan crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care. 2009;volrisiko terjadinya kelebihan cairan. 32,No 7:1335-43. Hal lain yang jarang mendapatkan perhatian adalah Joint British Diabetes Society Inpatient Care Group. Thekomplikasi edema serebri, walaupun jarang didapatkan management of diabetic ketoacidosis in adult. March 2010.pada usia dewasa. Keadaan ini tetap harus menjadiperhatian jika kita mendapatkan pasien KAD yang W o l f s d o r f J, C r a i g M E , D a n e m a n D , D u n g e r D , E d g e J, Lee W ,kesadarannya tidak membaik dengan terapi standar Rosenbloom, Sperling M , Hanas R. Diabetic ketoacidosis inatau bahkan memburuk. Pada kasus seperti ini evaluasi children and adolescent with diabetes. Pediatric diabetes.neurologis mutlak diperlukan karena membutuhkan 2009; 10 9suppl.l2):118-33.pengelolaan tambahan. Trachtenbarg D. Diabetic ketoacidosis. American Family PhycisianPENCEGAHAN 2005. V o l 71, N o . 9; 1705-14.Edukasi merupakan tulang punggung pencegahan KAD, Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. In: Sudoyo A W , Setiyohadikarena untuk sampai ke keadaan KAD tentu melalui B, A l w i I , Simadibrata M , Setiati S. B u k u ajar i l m u penyakitproses dekompensasi metabolik yang berkepanjangan dalam. Edisi IV. Interna Publishing. 2009.1906-11dan membutuhkan waktu. Ketosis merupakan keadaansebelum terjadinya KAD sehingga jika kita menemukan KitabchiAE, Umpierrez GE, Fisher JN, Murphy MB, Stentz FB.di fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan Thirty years of personal experience in hyperglycemic crises:dan pengelolaannya lebih mudah. Tabel 2 merupakan diabehc ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar state.beberapa strategi untuk pencegahan KAD. J Clin Endocrinol Metab 2008.93'(5):1541-52. Tabel 2. Strategi Pencegahan Ketoasidosis Diabetik Edukasi paripurna tentang diabetes untuk pasien dan keluarga Monitoring gula darah secara terstruktur Manajemen hari- hari sakit Memantau keton dan beta-hidroksibutirat Suplementasi insulin kerja singkat saat dibutuhkan Diet makanan cair mudah cerna saat sakit Mengurangi, tetapi bukan menghentikan insulin, saat pasien tidak makan Pedoman saat pasien butuh perhatian medis Pemantauan ketat pada pasien risiko tinggi Edukasi khusus untuk pasien pengguna pompa insulin
310 KOMA HIPEROSMOLARHIPERGLIKEMIK NONKETOTIK Pradana SoewondoKetoasidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar dibagi menjadi enam kategori: infeksi, pengobatan,hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaanakut/emergensi Diebetes Melitus (DM). Sindrom HHNK obat, dan penyakit penyerta (Tabel 2). Infeksi merupakanditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai penyebab tersering (57.1%). Compliance yang burukadanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkanhiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan HHNK (21%).neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. PATOFISIOLOGI Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalamjangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresisminggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan padadisertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yangKoma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunanmerupakan suatu spektrum dekompensasi metabolik volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah adapada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular,derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis. (Tabel 1) menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkanEPIDEMIOLOGI keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jikaData di Amerika menunjukkan bahwa insidens HHNK terdapat resistensi insulin.sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insiden ini sedikit lebihtinggi dibanding insiden KAD. HHNK lebih sering ditemukan Tidak seperti pasein dengan KAD, pasien HHNK tidakpada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. HHNK mengalami ketoasidosis, namun tidak diketahui denganlebih sering ditemukan pada orang lanjut usia, dengan jelas alasannya. Faktor yang diduga ikut berpengaruhrata-rata usia onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaanpada kasus HHNK cukup tinggi, sekitar 10-20%. hiperosmolar, konsentrasi asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untukFAKTOR PENCETUS menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadapHHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang glukagon.mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkanmenurunnya asupan makanan.^ Faktor pencetus dapat Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa 2381
2382 DIABETES MILITUS Tabel 1. Perbandlngan KAD dengan HHNK Varlabel Ringan KAD Berat HHNK >2S0 Sedang >250 Kadar Glukosa Plasma (mg/dL) <7,00 >600 Kadar pH arteri 7,25-7,30 >250 <10 >7,30 Kadar Bikarbonat Serum (mEq/L) 15-18 7,00-7,24 Positif >15 Keton pada Urine atau Serum Positif Bervariasi Sedikit/ negatif Osmolaritas Serum Efektif (mOsm/kg) 10-<15 >320 Anion gap Bervariasi Positif >12 Bervariasi Kesadaran Stupor, koma Stupor, koma >10 Bervariasi Sadar >12 Sadar, drowsy Dikutip dari Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone Jl, et al. Hyperglycemic crises in diabetes. Diabetes Care 2004;27(suppl1):S95. Tabel 2. Faktor Pencetus HHNK Pengobatan Antagonis kalsium Penyakit Penyerta Obat kemoterapi Klorpromazin (thorazine) Simetidin (tagamet) Infark miokard akut Diazoxid (hyperstat) Tumor yang menghasilkan hormon adrenokortikotropin Glukokortikoid Kejadian serebrovaskular Loop diuretics Sindrom cushing Olanzapin (zyprexa) Hipertermia Fenitoin (dilantin) Hipotermia Propranolol (Inderal) Trombosis mesenterika Diuretik tiazid Pankreatitis Nutrisi parenteral total Emboli paru Gagal ginjal Noncompliance Luka bakar berat Penyalahgunaan obat Tirotoksikosis Infeksi Alkohol Selulitis Kokain Infeksi gigi DM tidak terdiagnosis Pneumonia Sepsis Infeksi saluran kemih Dikutip dari Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state, American Academy of Family Physician, http://www.aafp. org/afp/20050501 /1723.htmloleh jaringan perifer termasuk oleh sel otot dan sel lemak, konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnyaketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolarpada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone antiuntuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya diuretik. Keadaan hiperosmolar ini juga akan memicukonsentrasi glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin timbulnya rasa haus.tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan konsentrasiglukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolarmasukan karbohidrat oral. ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkanosmotik, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguantotal. Dalam ruang vaskular, dimana glukoneogenesis dan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatumasukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimanacairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannyahilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan dengan hipotensi.
KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NONKETOTIK 2383GEJALA KLINIS pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis,Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum dan penyakit Cushing.diketahui mempunyai DM, dan pasien DM tipe-2 yang Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lainmendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik tiazid, furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid,oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin danmemperberat masalah, misalnya diuretik. haloperidol (neuroleptik). Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit Keluhan pasien HHNK iaIah: rasa lemah, gangguan kardiovaskular, aritmia, pendarahan, gangguanpenglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatikkeluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika dan operasi.dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien datangdengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, PEMERIKSAAN LABORATORIUMhemiparesis, kejang atau koma. Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda adalah konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggidehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi (>600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi (>320yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang mOsm per kg air [normal=290±5]), dengan pH lebih besardingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuhpula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengantinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya beratabdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. (>12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik Perubahan pada status mental dapat berkisar dari tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapatdisorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kaliumyang timbul berhubungan secara langsung dengan dapat meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin,osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selaluserum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilanganper kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berbagai macam elektrolit.berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapatjuga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasikoreksi defisit cairan. glukosa darah pasein sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung dari konsentrasi natrium yang sudah Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus:KAD terutama bila hasil laboratorium seperti konsentrasiglukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada sodium + 165 x (glukosa darah (mg per dL) - 100)hasilnya. Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dantanda sebagai pegangan: (mEq/L) 100 Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari Misalkan, konsentrasi natrium hasil pemeriksaan 145 60 tahun, semakin muda semakin berkurang, dan pada mEq per L (145 mmol per L) dan konsentrasi glukosa anak belum pernah ditemukan. darah 1.100 mg per dL (61.1 mmol per L) maka konsentrasi• Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM natrium koreksi: atau DM tanpa insulin. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% 145 + 165 X (1.100 - 100) = 145 + 16,5 = 161,5 mEq/L 100Tabel 3. Kehilangan Elektrolit pada HHNK Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat Elektrolit Hilang digunakan rumus:Natrium 7 - 1 3 mEq per kgKlorida 3 - 7 mEq per kg (2 X sodium (mEq per L) + Glukosa darah (mg per dL)Kalium 5 - 1 5 mEq per kg 18Fosfat 70 - 140 mmol per kgKalsium 50 - 100 mEq per kg Misalkan, konsentrasi natrium 150 mEq per L (150Magnesium 50 - 100 mEq per kg mmol per L), dan konsentrasi glukosa darah 1,100 mg perAir 100 - 200 mL per kg dL. Maka osmolaritas serum efektifnya:Dikutip dari Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state,American Academy of Family Physician, http://www.aafp.org/afp/20050501/ 1723. html
2384 DIABETES MILITUS (2x150) + 1.100 = 300 + 61 = 361 mOsm/kg akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan 18 mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus danPENATALAKSANAAN irama jantung pasien juga harus dimonitor.Penatalaksanaannya serupa dengan KAD, hanya cairan Jika konsentrasi kalium awal <3.3 mEq per L (3.3yang diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). mmol per L), pemberian insulin ditunda dan diberikanPemantauan konsentrasi glukosa darah harus lebih ketat, kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampaidan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3.3 mEq per L).Respons penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik. Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5.0 mEq per L (5.0Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampailebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih di bawah 5.0 mEq per L, namun sebaiknya konsentrasibanyak disertai kelainan organ-organ lainnya. kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi awal kalium antara 3.3-5.0 mEq per L, maka 20-30mEq Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravenaterhadap kondisi pasien dan responsnya terhadap terapi yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat)yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat, dan untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4.0 mEqsebagian besar dari pasien-pasien tersebut sebaiknya per L (4.0 mmol per L) dan 5.0 mEq per L.dirawat di ruang rawat intensif atau intermediate. Insulin Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan: 1). Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunyaRehidrasi intravena agresif; 2). Penggantian elektrolit; 3). pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. JikaPemberian insulin intravena; 4). Diagnosis dan manajemen insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairanfaktor pencetus dan penyakit penyerta; 5). Pencegahan. akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.CairanLangkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBBsebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan perjam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau mg per dL (13.9 mmol per L) sampai300 mg per dL. Jikatotal rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonik akan konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dLdapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketikamungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat konsentrasi glukosa darah sudah mencapai di bawah 300dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dandifus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan IL dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnyanormal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok kesadaran dan keadaan hiperosmolar.hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jikapasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan IDENTIFIKASI DAN MENGATASI FAKTORmonitor hemodinamik. PENYEBAB Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikansedangkan konsekuensi dari terapi yang tidak memadai antibiotik kepada semua pasien yang dicurigai mengalamimeliputi oklusi vaskular dan peningkatan mortalitas. infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil menunggu hasil kultur pada pasien usia lanjut dan Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan pada pasien dengan hipotensi. Berdasarkan penelitianmenurun, bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive protein dandapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi interleukin-6 merupakan indikator awal sepsis pada pasiencairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak dengan HHNK.bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per jam, hal inibiasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang KOMPLIKASI TERAPIatau gangguan ginjal. Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusiElektrolit vaskular, infark miokard, low-flow syndrome, disseminatedKehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahuipasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapatnormal atau tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya
KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NON-KETOTIK 2385intravascular coagulopathy dan rabdomiolisis. Overhidrasi Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. Dalam: Penatalaksanaandapat nnenyebabkan adult respiratory distress syndrome Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusatdan edema serebri, yang jarang ditemukan namun Informasi danPenerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultasfatal pada anak-anak dan dewasa muda. Edema serebri Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000.p. 89-96ditatalaksana dengan infus mnitol dengan dosis 1-2g/kgBBselama 30 menit dan pemberian deksametason intravena. Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state. American AcademyMemperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak, of Family Physician, Accessed from: http://www.aafp.org/dapat mencegah edema serebri. afp/20050501/1723.html. Accessed at: 20th Januari 2006.PENCEGAHAN Trachtenbarg D.Diabetic ketoacidosis. A m Fam Physician. 2005; 71 (9):1705-14.Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalahperlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan Osama Hamdy. Diabetic ketoacidosis. Accessed from: w w w .konsentrasi glukosa darah dan compliance yang tinggi emedicine.com. Accessed at: 20th November 2005. Lastterhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang updated: June 13, 2004.juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadappersediaan air. Jika pasein tinggal sendiri, teman atau Waspadji Sarwono. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam:anggota keluarga terdekar sebaiknya secara rutin Penatalaksanaan Kedaruratan d iBidang Ilmu Penyakitmenengok pasien untuk memperhatikan adanya Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmuperubahan status mental dan kemudian menghubungi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;dokter jika hal tersebut ditemui. 2000.p. 83-8. Pada tempat perawatan, petugas yang terlibatdalam perawatan harus diberikan edukasi yang memadaimengenai tanda dan gejala HHNK dan juga edukasimengenai pentingnya asupan cairan yang memadai danpemantauan yang ketat.PROGNOSISBiasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasienbukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiritetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya.Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara majudapat dikatakan penyebab utama lematian adalah infeksi,usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi.Di negara maju, angka kematian dapat ditekan menjadisekitar 12%.REFERENSIBoedisantoso Asman. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik N o n Ketohk. Dalam : Sjaifullah Noer M h etalBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 1996. 627-30.Delaney M F , Zisman A and Kettyle W M . Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome. Endocrinol and Metab'clin North A m 2000 ; 29 :683-705.Kitabchi A E , Umpierrez GE, M u r p h y M B , Barrett EJ, Kreisberg R A , Malone Jl, et al. Hyperglycemic crises i n diabetes. Diabetes Care 2004;27(suppl 1):S95.Sagarin M .Hyperosmolar Hyperglycemic nonketotic coma. Accessed from: www.emedicine.com. Accessed at: November 20, 2005. Last updated :January 13, 2005.
311NEFROPATI DIABETIK HendromartonoPENDAHULUAN pasien DM yang menjalani terapi pengganti ginjal menderita DM tipe 2 dibandingkan DM tipe ^^Nefropati DM merupakan penyebab utama penyakit ginjalpada pasien yang mendapat terapi pengganti ginjal dan EPIDEMIOLOGIterjadi pada 40% dari seluruh pasien DM tipe 1 dan tipe2. Penyakit ini meningkatkan angka kematian terutama Nefropati DM merupakan penyebab paling sering terjadinyakarena pengaruh kardiovaskular, dan didefinisikan sebagai penyakit ginjal tahap akhir yang memerlukan dialisis dipeningkatan eksresi albumin urin tanpa adanya gangguan AS. Insiden nefropati DM di negara ini meningkat secaraginjal. Hiperglikemia, peningkatan tekanan darah, dan substansial dalam beberapa tahun terakhir.^ Nefropatifaktor genetik merupakan faktor risiko utama timbulnya diabetik ditandai dengan adanya mikroalbuminuria.nefropati DM. Peningkatan lipid serum, kebiasaan merokok, Risiko terjadinya nefropati pada mikroalbuminuria 20 kalidan jumlah konsumsi protein juga berperan sebagai faktor lipat lebih besar dibandingkan dengan normoalbuminuria.risiko. Menjaga kondisi metabolik, mengobati hipertensi, Mikroalbuminuria sering telah didapatkan pada saatmenggunakan obat-obatan dengan efek blockade RAS, diagnosis DM tipe 2 ditegakkan.\"^dan mengobati dislipidemia merupakan strategi yangefektif untuk mencegah timbulnya mikroalbuminuria, Penelitian pada orang kulit hitam di Amerika tahundalam usaha menghambat progresivitas nefropati dan 1996 mendapatkan bahwa penyandang yang baru di-mengurangi mortalitas kardiovaskular pada pasien DM diagnosis DM tipe 2 mempunyai angka kejadian makro-tipe 1 dan tipe 2.^^ albuminuria 3,8% dan mikroalbuminuria sebesar 23,4%, sedangkan penelitian di India Selatan pada tahun 1998DEFINISI mendapatkan angka kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 36,3%.^ Faktor-faktor yang mempengaruhi-Nefropati DM ditandai dengan adanya mikroalbuminuria nya adalah pengendalian konsentrasi glukosa darah,(30mg/hari, atau 20Mg/menit) tanpa adanya gangguan tekanan darah, kolesterol, dan lamanya menyandangginjal, disertai dengan peningkatan tekanan darah DM.^sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulusdan akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. Sitompul R, pada tahun 1991 melaporkan angkaAkhir-akhir ini kaitan erat antara nefropati dan penyakit kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 6,9-kardiovaskular telah mengarah kepada inklusi penyakit 31,3% dan makroalbuminuria 4,4-8,6%.' Haryono, padakardiovaskular dini, risiko kardiovaskular meningkat seiring tahun 1992 melaporkan angka kejadian mikroalbuminuriadengan albuminuria. Saat ini nefropati DM merupakan pada DM tipe 2 sebesar 31,3% dan makroalbuminuriasatu-satunya penyebab paling sering terjadinya gagal 4,4%.^ Pada pengamatan selanjutnya, setelah 1,5 tahunginjal tahap akhir di seluruh dunia dan diketahui sebagai kemudian 40,4% penyandang normoalbuminuria ber-faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. kembang menjadi mikroalbuminuria, sedangkan padaPada berbagai negara, termasuk TimurTengah mayoritas kelompok mikroalbuminuria ternyata 8,4% berkembang menjadi makroalbuminuria. Penelitian di Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/ RSUPN 2386
NEFROPATI DIABETIK 2387 Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2001 mendapatkan degradasi protein.\" Pembentukan dan degradasi matriks bahwa pasien yang baru pertama kali menjalani cuci juga diatur sebagian oleh interaksi sel dengan matriks.^'''^^ darah mempunyai angka kejadian nefropati diabetik Penelitian terbaru membuktikan bahwa patologi ginjal sebesar 15%.' yang mengakibatkan perubahan strukturdan fungsi pada nefropati karena DM tipe 2 sama dengan yang terjadi Apabila tidak diobati, 80% dari penderita DM tipe 1 pada DM tipe 1.^^dan mikroalbuminuria akan berkembang menjadi overtnephropathy (proteinuria yang ditandai dengan ekskresi Patologi pada nefropati diabetik ini disebabkan olehalbumin > 300 mg/hari), sedangkan hanya 20-40% pasien perubahan-perubahan metabolik, hemodinamik, danyang menderita DM tipe 2 selama lebih dari 15 tahun intraselular yang kompleks. Pada aspek metabolik, terdapatakan berkembang menjadi overt nephropathy. Nielsen et pembentukan AGEs sebagai konsekuensi hiper-glikemiaal menjelaskan lebih dari sepuluh tahun yang lalu bahwa dan peningkatan jalur reduktase aldosa. Perubahan- petanda dini dan jelas dari adanya perkembangan penyakit perubahan metabolik ini mengaktifkan berbagai sinyaladalah meningkatnya tekanan darah sistolik, meskipun intraselular yang rumit, salah satunya menyebabkandalam kisaran prehipertensi. Diantara pasien yang penimbunan protein MES di mesangium. Aspek hemo-menderita DM tipe 1 dengan nefropati dan hipertensi, dinamik diwakili oleh peran vasokonstriktor seperti 50% akan berkembang menjadi penyakit ginjal tahap angiotensin II (ATI!) dari SRA, endotelin (ET) dan nitric oxideakhir dalam waktu 10 tahun. Mortalitas diantara pasien (NO) yang berperan dalam perkembangan dan perburukandialisis dengan DM sekitar 22% lebih tinggi dalam tahun komplikasi mikrovaskular. Namun, SRAjuga memiliki efek pertama diikuti oleh mulainya terapi dialisis dan 15% lokal non-hemodinamik yang bekerja secara autokrinlebih tinggi pada 5 tahun pertama dibandingkan dengan dan parakrin di sel-sel ginjal sebagai pemicu proliferasipasien tanpa DM.^ sel dan berbagai sitokin lainnya. Pada tahap yang lanjut akan terlihat adanya fibrosis tubulus interstisialis. SetelahPATOGENESIS terjadi ekspansi selama bertahun-tahun, fibrosis mulaiManifestasi patologis nefropati diabetik adalah berkembang karena pengaruh TGF-p yang merangsangglomerulosklerosis dengan penebalan membran basalis pembuatan kolagen dan fibronektin.di glomerulus dan ekspansi mesangial serta peningkatanpenimbunan MES. Perubahan dini yang terjadi pada ginjal GEJALA DAN TANDAdiabetik adalah hiperfiltrasi di glomerulus, hipertrofiglomerulus, peningkatan ekskresi albumin urin (EAU), Nefropati DM dikategorikan menjadi mikroalbuminuriapeningkatan ketebalan membran basal, ekspansi mesangial dan makroalbuminuria berdasarkan jumlah eksresi albumindengan penimbunan protein-protein MES seperti kolagen, urin. Nilai normal yang digunakan berdasarkan/A/r?enconfibronektin, dan laminin. Nefropati diabetik lanjut ditandai Diabetes Association (waktu tertentu, 24 j a m , dan urindengan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, penurunan sewaktu) untuk diagnosis mikro dan makro-albuminuriabersihan kreatinin, glomerulosklerosis, dan fibrosis serta gejala klinis utama untuk tiap-tiap tahap, dijelaskaninterstisial. pada tabel 1. Penebalan membran basalis dan ekspansi mesangial *Sampel urin sewaktu. + Pengukuran proteinuriadengan peningkatan penimbunan MES pertama kali total (>500 mg/24 jam atau >430 mg/l pada sampel urindiamati pada penyandang DM tipe 1 {insulin-dependent sewaktu) dapat digunakan untuk mendefinisikan tahapdiabetes mellitus) y a n g m e n y e b a b k a n g a m b a r a n ini.glomerulosklerosis. Derajat ekpansi mesangial iniberhubungan langsung dengan tingkat keparahan Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwaproteinuria, hipertensi dan kerusakan ginjal.^° Ekspansi risiko munculnya nefropati DM dan penyakit kardiovaskularmesangial pada glomerulosklerosis diabetik dapat terjadi saat nilai ekskresi albumin urin masih berada dalamdianggap sebagai akibat ketidakseimbangan antara kisaran normoalbuminuria. Progresifitas menjadi mikroproduksi protein matriks mesangial dan degradasinya atau makroalbuminuria lebih sering terjadi pada pasiensehingga terjadi penimbunan protein matriks. Produksi penderita DM tipe 2 dengan dasar ekskresi albumin urinprotein matriks yang berlebihan dapat disebabkan oleh di atas rata-rata (2.5 mg/24 jam).^hipertensi glomerular, pembentukan sitokin-sitokinprosklerotik seperti TGF-p, angiotensin II, dan faktor ETIOLOGIpertumbuhan lainnya.Peningkatan konsentrasi glukosajuga dapat menghambat degradasi protein matriks melalui Penyebab pasti nefropati DM masih belum diketahui,proses glikosilasi non-enzimatik dan penghambatan jalur namun beberapa teori yang telah dikemukakan
2388 DIABETES MILITUSTabel 1.Tahap Albuminuria cut-off values Clinical characteristicsMikroalbuminuria 20-199 pg/menit Penurunan dan peningkatan BP nokturnal yang abnormal 30-299 mg/24 jam Peningkatan trigliserida, kolesterol total dan HDL serta asamMakroalbuminuria 30-299 mg/g* lemak jenuh Peningkatan frekuensi komponen sindrom metabolik >L200 ^jg/menit Disfungsi endotelial >L300 mg/24 jam Hubungan dengan retinopati DM, amputasi, dan penyakit >300 mg/g* kardiovaskular Peningkatan mortalitas kardiovaskular GFR stabil Hipertensi Peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan LDL Iskemia miokardial asimptomatik Penurunan GFR progresif*Sannpel urin sewaktu. + Pengukuran proteinuria total (>:500 mg/24 Jam atau >.430 mg/l pada sampel urin sewaktu) dapat digunakanuntuk mendefinisikan tahap ini.menyebutkan hiperglikemia (menyebabkan hiperfiltrasi glikasi protein, dan aktivasi enzim protein kinase C (PKC).dan lesi ginjal), produk glikosilasi lanjutan, dan aktivasi Hipertensi sistemik dan intraglomerular merupakansitokin. Terjadinya interaksi faktor-faktor metabolik dan bagian dari aspek hemodinamik yang antara lainhemodinamik disebabkan oleh penyakit DM. Dalam disebabkan oleh hormon vasoaktif seperti AT II. Interaksifaktor-faktor metabolik terdapat metabolisme glukosa antara kedua aspek tersebut mengarah pada aktivasiyang tidak normal yaitu peningkatan jalur poliol, proses sitokin-sitokin intraselular, yang terpenting di antaranya METABOLIK HEMODINAMIK GlikosaT TekananT AGE PKC Bll Sitokon Permeabilitas (TGF-p, VEGF) vaskulart Ikatan matriks Matriks ekstraseluiart Ekstraseluiart r Proteinuria Gambar 1. Skema interaksi antara faktor metabolik dan hemodinamik pada patogenesis nefropati diabetik.^«
NEFROPATI DIABETIK 2389adalah TGF-p, dan berakhir pada peninnbunan MES serta glukosa dengan merangsang ekspresi GLUT-1. Kemudian,peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan aktivasi jalur pensinyalan ini merangsang ekspresiproteinuria (Gambar 1).^^ protein MES dan menyebabkan ekspansi mesangium glomerular. Perubahan-perubahan fungsional di glomerulus dansel-sel mesangial terjadi akibat kelainan metabolik pada Keadaan hiperglikemia dapat membangkitkanDM, terutama pada jalur sinyal yang dipicu oleh adanya reactive oxygen species (ROS) yang dapat mengaktivasiglukosa. Pertama-tama, glukosa diangkut ke dalam sel berbagai kaskade peristiwa (Gambar 2).^° Salah satumelalui reseptor GLUT-1 dan terutama dimetabolisme kaskade adalah aktivasi TGF-p dari bentuk latennyamelalui jalur glikolitik. Namun, jika terdapat dalam melalui pembentukan AGEs ekstraselular dan interaksijumlah berlebihan, glukosa juga akan dimetabolisme TGF-p aktif dengan reseptornya. ROS yang dihasilkanoleh berbagai jalur pensinyalan lain, yaitu jalur poliol, intraselular dari metabolisme glukosa dan ikatan AGEdiasilgliserol (DAG) dan heksoamin yang terdapat di dengan reseptornya (RAGE) memicu aktivasi PKC dansel-sel mesangial. jalur MAPK. Kombinasi tersebut memicu faktor-faktor transkripsi seperti NF-KB, fos dan jun (AP-1), dan lainnya. Peningkatan pembentukan DAG denovo menyebabkan Faktor-faktor transkripsi ini bersama-sama dengan familipeningkatan aktivasi PKC dan mitogen-activated protein protein Smad (yang diaktifkan oleh TGF-p dan reseptorkinase (MAPK). Selain itu, glukosa juga diubah menjadi TGF-P) mengatur transkripsi berbagai gen, termasuksorbitol oleh reduktase aldosa (AR) dan kemudian angiotensinogen. Kemudian angiotensinogen merangsangmenjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase (SDH). Jalur terbentuknya ROS dan ekspresi TGF-p. Induksi protein-biosintetik heksosamin muncul dari glikolisis fruktosa-6- protein MES membutuhkan aktivasi TGF-p dan sitokinfosfat (F-6-P) dengan bantuan enzim glutamin-fructos-6- prosklerotik lain yaitu connective tissue growth factorphosphate-aminotransferase (GFAT). Aktivasi PKC-MAPK (CTGF). Pembentukan CTGF di sel-sel ginjal juga dipicudapat merangsang gen-gen tertentu seperti gen TGF-p. oleh keadaan hiperglikemia, AGEs, dan ROS melaluiAktivasi TGF-p selanjutnya akan merangsang ambilanGambar 2. Model mekanisme hiperglikemia memicu akumulasi protein matriks ekstraselular oleh sel-sel mesangial.'
2390 DIABETES MILITUSaktivasi TGF-p. CTGF merupakan salah satu produk Episode singkat hiperglikemia, infeksi saluran kemih,TGF-p pada sel-sel mesangial.^^ Induksi CTGF oleh TGF-p hipertensi, gagal jantung, dan demam febril akut, dapattampaknya tergantung oleh PKC dan MAPK.^^ Bersama- menyebabkan peningkatan transien pada ekskresisama dengan TGF-p, CTGF merupakan mediator penting albumin urin. Jika tes mikroalbuminuria tidak tersedia,dalam merangsang ekspresi protein MES. maka skrining dengan reagen tablet atau dipstick dapat dilakukan, karena memiliki sensitivitas 95% dan spesifisitasSKRINING DAN DIAGNOSIS 93% apabila dikerjakan oleh petugas yang terlatih. Karena strip reagen hanya menunjukkan konsentrasi dan tidakPengenalan awal terhadap adanya perubahan pada ginjal mengkoreksi kreatinin seperti halnya albumin urin sewaktumeningkatkan kesempatan untuk mencegah terjadinya terhadap rasio albumin-kreatinin, strip ini sangat rentanprogresi dari nefropati insipien menjadi overt. Suatu terhadap adanya kesalahan akibat perubahan konsentrasites untuk mengetahui adanya mikroalbuminuria harus urin. Seluruh hasil tes yang positif berdasarkan strip ataudilakukan pada saat diagnosis pasien DM tipe 2. Mikro- tablet reagen harus dikonfirmasi menggunakan metodealbuminuria jarang terjadi dalam waktu singkat pada pasien yang lebih spesifik. Selain itu, terdapat variasi ekskresiDM tipe 1; oleh karena itu, skrining pada penderita DM albumin per hari yang signifikan, sehingga pengumpulantipe 1 harus dimulai setelah 5 tahun diagnosis. Beberapa sampel sebanyak dua dari tiga kali dalam periode 3-6penelitian mengatakan bahwa diabetes pada masa bulan harusnya dapat menunjukkan peningkatan kadarprepubertas mungkin berperan penting pada munculnya albumin sebelum mendiagnosis mikroalbuminuria padakomplikasi mikrovaskular; oleh karena itu, penilaian klinis pasien. Algoritma skrining mikroalbuminuria dapat dilihatberperan penting dalam menegakkan diagnosis. Akibat pada gambar 3.adanya kesulitan dalam menentukan kapan onset DMtipe 2, skrining harus dimulai saat tegaknya diagnosis. Pemeriksaan mikroalbuminuria per tahun tidak begituSetelah skrining awal dan tidak adanya tanda-tanda jelas setelah ditegakkannya diagnosis mikroalbuminuriamikroalbuminuria sebelumnya, tes mikroalbuminuria dan pemberian terapi ACE/ARB serta kontrol tekanan darah.harus dilakukan setiap tahun. Skrining mikroalbuminuria Banyak ahli menyarankan pemantauan berkelanjutan untukdapat dilakukan melalui 3 metode, yaitu pengukuran rasio menilai baik respons terhadap terapi dan perkembanganalbumin-kreatinin pada sampel urin sewaktu, sampel urin penyakit. Sebagai tambahan terhadap penilaian ekskresi24 jam dengan kreatinin (pengukuran secara bersamaan albumin urin, penilaian fungsi glomerulus juga pentingdengan klirens kreatinin), dan sampel berdasarkan waktu untuk pasien dengan nefropati DM.^^(4 j a m atau overr)ight). PENATALAKSANAAN Metode pertama merupakan metode yang palingmudah dilakukan dan bersifat informatif sehingga lebih Setelah ditegakkan diagnosis mikro atau makro-sering diterapkan; sampel urin pagi hah sangat baik karena albuminuria, pasien harus menjalani evaluasi lengkapadanya variasi diurnal ekskresi albumin, tapi jika waktu termasuk pemeriksaan untuk faktor penyebab lain,ini tidak bisa digunakan, kesamaan waktu pengumpulan penilaian fungsi ginjal, dan ada/tidaknya hubungansampel yang berbeda pada individu yang sama harus dengan faktor komorbid lainnya.diterapkan. Uji spesifik harus dilakukan untuk mendeteksiadanya mikroalbuminuria karena standar uji laboratorium Diagnosis banding biasanya muncul berdasarkanrumah sakit untuk protein urin tidak cukup sensitif untuk riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, hasil lab, danmengukur level tersebut. Mikroalbuminuria dianggap gambaran ginjal. Diagnosis nefropati DM sangat mudahpositif bila ditemukan ekskresi albumin urin senilai >.30 ditegakkan pada pasien DM tipe 1 dengan durasi sakitmg/24 jam (sama dengan 20 ng/menit pada sampel yang sudah lama (> 10 tahun), terutama apabila ditemukanberdasarkan waktu atau 30 mg/g kreatinin pada sampel pula adanya retinopati. Nefropati DM juga muncul padasewaktu) (Tabel 2 ) . \" pasien DM tipe 2 dengan proteinuria dan retinopati. Namun, terkadang sulit untuk mendiagnosis nefropatiTabel 1. Deteksi Albuminuria Sampel sewaktu Sampel 24 jam Sampel berdasar waktu ^ (pg/mg kreatinin) (mg/24 jam) (pg/mnt)Normal <30 <30 <30 30-299 20-199Mikroalbuminuria 30-299 >300 >200Makroalbuminuria >300
NEFROPATI DIABETIK 2391 Tes Mikroalbuminuria Albumin (+) Ya Tidak Kondisi lain Tidak Tidak penyebab albuminuria Ya Obati atau tunggu hingga membaik. Ulangi tes. Protein +/- Ya Ulangi tes mikroalbuminuria 2 x dalam periode 3-6 bulan Skrining ulang Tidak 2 dari 3 tes setelah 1 tahun menunjukkan hasil (+) Ya Mikroalbuminuria, mulai terapi Gambar 3. Skrining untuk mikroalbuminuria^^DM pada pasien DM tipe 2 karena onset diabetes tidak nefropati DM. Adanya risiko penyakit kardiovaskulardiketahui pasti dan tidak ditemukan retinopati pada sekitar yang tinggi pada pasien nefropati DM mengharuskan28% pasien DM tipe 2. dilakukannya pemeriksaan rutin untuk memeriksa ada/ tidaknya penyakit jantung koroner, tanpa adanya gejala GFR merupakan parameter terbaik dalam menilai jantung. Komplikasi aterosklerotik lainnya seperti penyakitfungsi ginjal dan harus diukur atau diperkirakan pada karotis, penyakit arteri perifer, dan stenosis arteri ginjalpasien diabetes dengan mikro dan makroalbuminuria. Pada harus dinilai.pasien mikroalbuminuria, GFR tetap pada keadaan stabil,namun beberapa pasien menunjukkan adanya penurunan Tujuan dari terapi adalah untuk mencegahkadar GFR yang cepat. Pada pasien DM tipe 1 dengan perkembangan dari mikro menjadi makroalbuminuria,mikroalbuminuria yang tidak diterapi, GFR menurun sekitar mencegah penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan1.2 ml/menit/bulan. Pada pasien DM tipe 2, penurunan makroalbuminuria, dan munculnya kejadian kardiovaskularGFR lebih bervariasi. Suatu penelitian melaporkan bahwa Strategi dan target terapi dijelaskan dalam tabel 3.^rata-rata penurunan GFR sebesar ~ 0.5 ml/menit/bulan,meskipun pada beberapa pasien GFR tetap stabil untuk KONTROL GULA DARAH KETATjangka waktu lama. Pasien dengan penurunan GFR yangcepat biasanya mengalami glomerulopati lanjut dan Efek dari kontrol gula darah ketat pada perkembangankontrol metabolik yang buruk. mikro menjadi makroalbuminuria dan penurunan fungsi ginjal pada pasien makroalbuminuria masih kontroversial. Retinopati sangat penting untuk diperiksa karena Pada studi DCCT, kontrol gula darah ketat tidak menurun-sering muncul pada nefropati DM dan merupakan salah kan angka progresivitas menjadi makroalbuminuria padasatu petunjuk untuk diagnosis nefropati DM. Suatu pasien DM tipe 1 yang sudah mengalami mikroalbuminuriapenelitian terhadap pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwaretinopati DM merupakan petanda adanya perkembangan
2392 DIABETES MILITUSTabel 3. Strategi dan Target Terapi^ Terapi Mikroalbuminuria Target MakroalbuminuriaACE inhibitor dan/atau ARB dan diet Penurunan albuminuria atau kembali Proteinuria seminimal mungkin ataurendah protein (0.6- 0.8 g/kgBB/hari menjadi normoalbuminuria <0.5 g/24jamObat-obatan antihipertensiKontrol glukosa ketat Stabilisasi GFR Penurunan GFR <2ml/menit/tahunStatinAsam asetil salisilat Tekanan darah < 130/80 atau 125/75 mmHgt Ale < 7% Kolesterol LDL < 100 mg/dl* Pencegahan trombosisHindari merokok Pencegahan perkembangan aterosklerosisDiet rendah protein: Efikasinya belum terbukti pada pasien mikroalbuminuria. +Target: 125/75 mmHg dengan peningkatan kreatininserum dan proteinuria >1.0 g/24jam. tKolesterol LDL <70 mg/dl dan adanya penyakit kardiovaskularpada awal studi. Pada pasien DM tipe 2, sangat sedikit menurunkan makroalbuminuria menjadi mikroalbuminuriapenelitian yang menganalisa peranan kontrol gula pada pasien DM tipe 2.darah pada progresivitas nefropati DM. Pada studi yangdilakukan oleh Kumamoto, penurunan progresivitas Meskipun belum ada penelitian yang membandingkantersebut dinilai melalui suatu terapi intensif. Meskipun efek antara efek ACE-inhibitor dan ARB pada progresivitasdari kontrol gula darah ketat pada progresivitas nefropati mikroalbuminuria menjadi overt nefropati, kedua jenis obat-DM masih belum jelas, namun tetap harus dilakukan pada obatan tersebut terbukti dapat mengurangi albuminuria.seluruh pasien. Oleh karena itu, penggunaan ACE-inhibitor atau ARB direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk pasien Beberapa obat-obatan antihiperglikemik sangat DM tipe 1 dan tipe 2 dengan mikroalbuminuria meskipunberguna. Rosiglitazone, jika dibandingkan dengan mereka normotensif.glyburide, memiliki kemampuan untuk menurunkanekskresi albumin urin pada pasien DM tipe 2. Beberapa INTERVENSI DIET'obat-obatan sebaiknya tidak digunakan pada pasiendengan penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu, Pada suatu penelitian diperoleh bahwa mengganti dagingkebanyakan pasien DM tipe 2 dengan nefropati harus dengan ayam dapat mengurangi ekskresi albumin urinditerapi menggunakan insulin. hingga 46% dan menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL, dan apolipoprotein B pada pasien DM tipe 2 denganTERAPI INTENSIF TEKANAN DARAH DAN mikroalbuminuria. Hal ini mungkin berkaitan denganBLOKADE RAS rendahnya jumlah lemak jenuh dan tingginya asam lemak takjenuh pada daging ayam jika dibandingkan denganBanyak penelitian telah membuktikan bahwa penanganan daging sapi. Efek menguntungkan dari asam lemakhipertensi pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dengan takjenuh pada fungsi endotel juga dapat menurunkanmikroalbuminuria membawa efek baik. Blokade RAS ekskresi albumin urin. Diet protein dengan ayam sebagaidengan obat-obatan ACE- inhibitor atau ARB memberi satu-satunya sumber daging dapat dijadikan strategikeuntungan pada fungsi ginjal. Efek renoprotektif tersebut tambahan untuk terapi pasien DM tipe 2 dengantidak berhubungan dengan penurunan tekanan darah mikroalbuminuria. Suatu metaanalisis dari 5 penelitiandan mungkin berkaitan dengan penurunan tekanan yang melibatkan total 108 pasien, diet dengan restriksiintraglomerular dan lewatnya protein melalui tubulus protein dapat memperlambat progresivitas nefropatiproksimal. Obat-obatan ini menurunkan ekskresi albumin DM pada pasien DM tipe 1. Penelitian terbaru pada 82urin dan laju progresivitas mikroalbuminuria menjadi tahap pasien DM tipe 1 dengan nefropati DM yang progresifnefropati DM yang lebih lanjut. Suatu metaanalisis dari menunjukkan bahwa diet rendah protein (0.9 g/kgBB/12 penelitian yang melibatkan 698 orang pasien DM tipe hari) menurunkan risiko gagal ginjal tahap akhir atau1 nonhipertensif dengan mikroalbuminuria menunjuk- kematian hingga 76%, meskipun tidak berpengaruh padakan bahwa terapi dengan ACE-inhibitor menurunkan penurunan GFR. Mekanisme penurunan progresivitasrisiko progresivitas menjadi makroalbuminuria sebesar nefropati DM melalui diet rendah protein masih belum60% dan meningkatkan kemungkinan regresi menjadi diketahui, namun mungkin berkaitan dengan membaiknyanormoalbuminuria. Obat-obatan ARB juga efektif dalam profil lipid dan/atau hemodinamik glomerulus.
NEFROPATI DIABETIK 2393DISLIPIDEMIA darah dengan target HbAlc 7% dapat menurunkan angkaTarget kolesterol LDL sekitar < 100 mg/dl untuk pasien DM komplikasi mikrovaskular secara keseluruhan (retinopatisecara umum dan <70 mg/dl untuk pasien DM denganrisiko kardiovaskular. Efek penurunan lipid oleh obat- dan nefropati) hingga 25% tanpa memperhitungkanobatan antilipemik pada progresivitas nefropati DM masihbelum diketahui. Sejauh ini, belum ada penelitian yang bagaimana mencapai keadaan normoglikemia.menganalisa apakah terapi dislipidemia dapat mencegahperkembangan nefropati DM atau mencegah penurunan PENCEGAHAN PROGRESIVITASfungsi ginjal. Meskipun demikian, terdapat beberapabukti yang menyatakan bahwa terapi dislipidemia dapat Untuk mencegah progresivitas mikroalbuminuria ataumenjaga kestabilan GFR dan menurunkan proteinuriapada pasien DM. proteinuria, perlu dilakukan usaha yang terintegrasiINTERVENSI MULTIFAKTORIAL meliputi kontrol tekanan darah melalui terapi farmakologiIntervensi multifaktorial terdiri atas pelaksanaan beberapa dengan blokade RAS oleh ACE-inhibitor atau ARB, kontollangkah seperti perubahan gaya hidup, terapi farmakologis,diet rendah lemak, program olahraga ringan 3-5 kali glikemik yang intensif, berhenti merokok, penurunan BBseminggu, program berhenti merokok, dan penggunaanACE-inhibitor atau A R B dan a s p i r i n . Melalui terapi jika diperlukan, dan restriksi prptein. Penurunan GFR secaratersebut dapat dicapai penurunan risiko terjadinya makro-albuminuria hingga 6 1 % dan penurunan risiko retinopati signifikan berkurang pada pasien DM tipe 2 yang men-serta neuropati autonom sebesar 58 dan 63%.^ dapat terapi seperti yang telah disebutkan di atas.^\"*PENCEGAHAN REFERENSIPencegahan OnsetSuatu konsensus dan American Diabetes Association (ADA) 1. Gross JL, De Azevedo MJ, Silveiro SP. Diabetic nephropathy:telah dibuat sebagai rekomendasi untuk pencegahan diagnosis, prevention,and treatment. Diabetes Care, Volumeprogresivitas nefropati DM. Tabel 4 memberikan rangkuman 28, Number 1,January 2005.informasi yang diperlukan mengenai pencegahan tersebut.Suatu penelitian oleh Kumamoto menyebutkan bahwa 2. Obineche E N , A d e m A. Update i n diabetic nephropathy. Intterapi intensifikasi insulin dapat mencegah onset dan J Diabetes & Metabolism (2005) 13:1-9.progresivitas komplikasi mikrovaskular DM termasuknefropati pada pasien DM tipe 2. Sama halnya dengan 3. Kovacs GL. Diabetic nephropathy. Diabetic Nephropathy -UKPDS yang menemukan bahwa kontol ketat terhadap gula eJIFCC 20/012009. Diunduh dari http://www.ifcc.org pada tanggal 30 November 2011. Tabel 4. Pencegahan Onset Nefropati DM^^ • Mencapai TD normal serendah mungkin yang bisa 4. Molitch M E , DeFronzo RA, Frans MJ, Keane W F , Mogensen CE, Parving H H . Diabetic nephropathy. Diabetes Care. ditoleransi dengan ACE-inhibitor atau ARB 2003;26 Suppl l:S94-8. • Restriksi garam (< 6 g/hari), intake protein 5. Varghese A , Deepa R, R e m a M , M o h a n V . Prevalence o f direkomendasikan sebesar 0.8 to 1.0 g/kgBB microalbuminuria in type 2 diabetes mellitus ata diabetes • Kontrol hiperglikemia (target HbAlc < 7.0) centre in southern India. Postgrad Med ]. 2001;77:399-402. • Berhenti merokok • Penggunaan statin 6. Kohler K A , McCellan W M , Z i e m e r D C , K l e i n b a u m D G , • Penurunan BB (jika gemuk), olahraga aerobik ringan Boring JR. Risk factors for microalbuminuria i n black Americans with newly diagnosed type 2 diabetes. A m J secara teratur Kidney Dis. 2000;36(5):903-13. • Hindari penggunaan analgesik minor • Hindari penggunaan obat-obatan nefrotoksik (media 7. S i t o m p u l R. A l b u m i n u r i a p a d a p e n d e r i t a N I D D M d a n hubungannya dengan berbagai keadaan klinis. Jakarta: kontras, antibiotik, nonsteroid) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1991. 8. H a r i y o n o . M i k r o a l b u m i n u r i a pada N I D D M : Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994. 9. Lydia A , Siregar P, Prodjosudjadi W . The one-year profile of new hemodialysis patients i nCipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, Jakarta; 2001 10. Danne T, Spiro MJ, and Spiro RG. Effect of high glucose on type IV collagen production by cultured glomerular epithelial cells, endothelial and mesangial. Diabetes. 1993;42:170-7. 11. Steffes M W , Bilous R W , Sutherland DER, and Mauer S M . Cell and matrix components of the glomerular mesangium in type I diabetes. Diabetes. 1992;41:679-84. 12. W h i t e K E , Bilous R W . T y p e 2 diabetic patients w i t h nephropathy show structural-functional relationships that are similar to type I disease. J A m Soc Nephrol. 2000;11:1667- 73. 13. Schrijvers BF, De Vriese AS, Flyvbjerg A. F r o m hyperglicemia to diabetic kidney disease: the role at metabolic, hemodynamic, intrasellular factors and growth factors/cytokines. Endorc Rev. 2004;25:971-1010. 1 4 . C o o p e r M a r k E . P a t h o g e n e s i s , p r e v e n t i o n , a n d t r e a t m e n t of
2394 DIABETES MILITUS diabetic nephropathy. The Lancet. 1998;352:213-19.15. Haneda M , Koya D, Isono M , K i k k a w a R. Overview of glucose signaling in mesangial cells in diabetic nephropathy. J A m Soc Nephrol. 2003;14:1374-82.16. Mason R M , Wahab N A . Extrasellular matrix metabolism in diabetic nephropathy. J A m Soc Nephrol. 2003;14:1358-73.17. Blom I, Dijk Van, w'ieten L, Duran K, Ito Y , Kleji L,et al. In vitro evidence for differential involvement of CGTF, TGFbeta, and PDGG-BB in mesangial response to injury. Nephrol Dial Transplant. 2001;16:1139-48.18. Chen Y , B l o m IE, Sa S, Goldschmeding R, A b r a h a m DJ, Leask A. C T G F expression in mesangial cells: infolvement of SMADs, M A P kinase and PKC. Kidney Int. 2002;62:1149-59.19. Anderson A R , Christiansen JS, A n d e r s o n JK, et al. Diabetic nephropathy in type 1 (insulin-dependent) diabetes: a n epidemiological study. Diabetologia. 1983;25:496-501.20. Krolewski AR, W a r r a m JH, Chriestlieb AR, et al. The changing natural history of nephropathy in type I diabetes. American Journal of Medicine. 1985;78:785-93.2 1 . R i p p i n D . J o n a t h a n , P a t e l A s h o k , B a i n C . S t e p h e n . G e n e t i c of diabetic nephrophaty. Best Practice & Research Clinical and Metabolism. 2001;15:pp.345-58.22. Seaquist R W , G o e t z F C , R i c h S, a n d Barbosa J. F a m i l i a l clustering o fdiabetic kidney disease. Evidence for genetic susceptibility todiabetic nephropathy. N Engl J Med. 1989;320:1161-5.23. American Diabetes Association. Nephropathy in diabetes. Diabetes Care, Volume 27, Supplement 1, January 2004.24. Wolf G, Ritz E. Diabetic nephropathy in type 2 diabetes prevention and patient management. J A m Soc Nephrol 14: 1396-1405, 2003
312NEUROPATI DIABETIK Imam SubektiPENDAHULUAN tidak mengurangi keluhan, sehingga kualitas hidup dapat diperbaiki.Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasikronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus (DM). Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinyaRisiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain ND dan faktor-faktor yang berperan, merupakan landasaniaIah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yangdan amputasi jari/ kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan lebih rasional.bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yangberakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien DEFINISIDM dengan ND.^-^ Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari Hingga saat ini patogenesis ND belum seluruhnya 1988 di San Antonio, disebutkan bahwa ND adalah istilahdiketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinishiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitusmetabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguanterhadap terjadinya ND, tetapi beberapa teori lain yang neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atauditerima iaIah teori vaskular, autoimun dan nerve growth otonom dari sistem saraf perifer.*factor.^ Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkanbahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati PREVALENSIjuga berhubungan dengan risiko kardiovaskular yangpotensial masih dapat dimodifikasi.'' Berbagai studi melaporkan prevalensi NDyang bervariasi. Bergantung pada batasan definisi yang digunakan, Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa kriteria diagnostik, metode seleksi pasien dan populasikeluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan yang diteliti, prevalensi ND berkisar dari 12-50%. Angkaelektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa kejadian dan derajat keparahan ND juga bervariasi sesuaijuga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau dengan usia, lama menderita DM, kendali glikemik, jugasistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui DM. Padasaraf yang terkena lesi.* suatu penelitian besar, neuropati simtomatis ditemukan pada 28,5% dari 6.500 pasien DM. Pada studi Rochester, Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian walau-pun neuropati simtomatis ditemukan hanyaproses yang dinamis dan bergantung pada banyak faktor, pada 13% pasien DM, ternyata lebih dari setengahnyamaka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya ditemukan neuropati dengan pemeriksaan klinis.^ Studimerupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara lain melaporkan kelainan kecepatan hantar saraf sudahkeseluruhan. Untuk mencegah agar ND tidak berkembang didapati pada 15,2% pasien DM baru, sementara tandamenjadi ulkus diabetik seperti ulkus atau gangren pada klinis neuropati hanya dijumpai pada 2,3%.^kaki, diperlukan berbagai upaya khususnya pemahamanpentingnya perawatan kaki. Bila ND disertai dengan nyeri,dapat diberikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipenyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling
2396 DIABETES MILITUSPATOGENESIS Kelainan Vaskular^ '* Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia jugaProses kejadian ND berawal dari hiperglikennia mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikalaktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS).products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular danprotein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut ber- menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasiujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebutke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dapat melalui penebalan membrana basalis; trombosisdalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombositbahwa kejadian ND berhubungan sangat kuat dengan dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnyalama dan beratnya DM. aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada sarafFaktor Metabollk^^ akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari olehProses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasiberkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yangaktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol,yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidroge- Mekanisme Imun^nase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang penyandang DM tipe 1 memiliki complement fixing a ntisciaticbelum jelas. Salah satu kemungkinan-nya iaIah akibat nerve antibodies dan 2 5 % DM tipe 2 memperlihatkanakumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hasil yang positip. Hal ini menunjukkan bahwa antibodihipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem tersebut berperan pada patogenesis ND. Bukti lain yangsaraf Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenikmioinositol masuk ke dalam sel saraf Penurunan mioinosi- ND adalah adanya antineural antibodies pada serumtol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredarstres osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorikmenstimulasi protein kinase C {PKQ. Aktivasi PKC ini akan dan sensorik yang bisa dideteksi dengan imunofloresensmenekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intra- indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodiselular menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralismioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi memperlihatkan kemungkinan peran proses imun padagangguan transduksi sinyal pada saraf. patogenesis ND. Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya Peran nerve growth factor {NGF)^p e r s e d i a a n NADPH saraf y a n g m e r u p a k a n kofaktorpenting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahan-merupakan kofaktor penting untuk glutathion dan nitricoxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut kan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadarmembatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikalbebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasihiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkanterbentuk-nya advance glycosilation end products (AGEs). gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptideAGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh,t e r m a s u k sel saraf. Dengan t e r b e n t u k n y a AGEs dan {CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi,sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yangberakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itumenurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam selsaraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal metabolik awal mengalami gangguan pada ND.masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yangoptimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut KLASIFIKASImenjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan strukturalakson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. Neuropati diabetik merupakan kelainan yang heterogen, sehingga ditemukan berbagai ragam klasifikasi. Secara umum ND yang dikemukakan bergantung pada 2 hal, pertama, menurut perjalanan penyakitnya (lama menderita DM) dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.
NEUROPATI DIABETIK 23971. Menurut perjalanan penyakitnya, ND dibagi menjadi:\" Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang terhadap:\" muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi. 1. Refleks motorik Pada fase ini belum ada kelainan patologik 2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sehingga masih reversibel. Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono Pada fase ini masih ada komponen yang reversible. Semmes-Weinstein) Kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadi 3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu. penurunan kepadatan serabut saraf akibat 4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi. Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan iaIah perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, diabetic autonomic neuropathy (DAN).''\" seperti polineuropati simetris distal. Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan:2. Menurut jenis serabut saraf yang terkena l e s i : ' Tes respons denyut jantung terhadap maneuver Neuropati difus valsava Polineuropati sensori-motor simetris distal Variasi denyut jantung (interval RR) selama napas Neuropati otonom:neuropati sudomotor, dalam (denyut jantung maksimum-minimum neuropati otonom kardiovaskular, neuropati gastrointestinal, neuropati genitourinaria Uji komponen simapatis DAN dilakukan dengan: Neuropati lower limb motor simetris proksimal Respons tekanan darah terhadap berdiri (amiotropi) (penurunan sistolik) Neuropati vokal Respons tekanan darah terhadap genggaman Neuropati kranial (peningkatan diastolik) Radikulopati/pleksopati Entrapment neuropathy PENGELOLAAN Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhansaraf perifer yang secara umum dibagi atas 3 sistem yaitu neuropati diabetik dibagi ke dalam 3 bagian. Strategisistem motorik, sensorik dan sistem otonom. pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, diikuti strategi kedua dengan kendali glikemik dan perawatan Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut kaki sebaik-baiknya, dan strategi ketiga ditujukan padasaraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetiksaraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi setelah strategi kedua dikerjakan.^\"proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atausensorik atau otonom, maka manifestasi klinis ND menjadi Mengingat ND merupakan komplikasi kronik denganbervariasi, mulai kesemutan; kebas; tebal; mati rasa; rasa berbagai faktor risiko yang terlibat, maka pada pengelolaanterbakar; seperti ditusuk; disobek, ditikam dll. ND perlu melibatkan banyak aspek, seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameterDIAGNOSIS metabolik lain sebagai komponen tak terpisahkan secara terus menerus.'\"Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distalsymmetrical sensorymotorpolyneuropathy {DPN) merupakan Perawatan Umum/Kakijenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatudengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropatidan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada kompresi.bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.'\"'Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari- Pengendalian Glukosa Darahhari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yanganamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban harus dilakukan iaIah pengedalian glukosa darah dan monitortidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk H b A l c secara berkala. Di samping itu pengendalian faktormengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.
2398 DIABETES MILITUS Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agarComplications TriaV^ (DCCT), Kumamoto S t u d y \" dan dapat memberi terapi yang lebih rasional, meskipunUnited Kingdom Prospective Diabetes Study^* (UKPDS) terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifatmembuktikan baliwa dengan mengendalikan glukosa simtomatis.darah, komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati-dapat dikurangi. Pada DCCT, kelompok pasien dengan Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri, yang dian-terapi intensif yang berhasil menurunkan H b A l c dari 9 ke jurkan iaIah:7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkembangnyakomplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mgtimbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada 2x/hari)studi Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT tetapi Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malampada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan terapi hari, imipramin lOOng/hari, nortriptilin 50-150mgintensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk malam hari, paroxetine 40mg/hari)perbaikan kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari,vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan karbamazepin 200mg 4x/hari)hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya. Antiaritmia (mexilletin 150-450mg/hari) Topikal: capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine ImgTerapi Medlkamentosa 3x/hari, transcutaneous electrical nerve stimulation.Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum adabukti kuat suatu terapi dapat memperbaiki atau mencegah Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggalneuropati diabetik.* Namun demikian, untuk mencegah mampu mengatasi nyeri neuropati diabetes. Meskipuntimbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengantermasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung adaobat-obat yang berperan pada proses timbulnya tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkankomplikasi kronik diabetes, yaitu:^-\" hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi anti-konvulsan cukup efektif Bila dengan rejimen ini belum menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat Penghambat ACE topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi Neurotropin obat yang lain dapat dilakukan.* Nerve growth factor EdukasI'''' Brain-derived neurotrophic factor Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat sehingga dengan kenyataan seperti itu, edukasi pasien membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri ND. peroksil serta membentuk kembali glutation. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, Penghambat Protein Kinase C dan hindari memberi pengharapan yang berlebihan. Gangliosides, merupakan komponen utama membran Perlu penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sel sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekursor membran setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya evaluasi fosfolipid secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya ND pada Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan pasien DM. AGEs Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki KESIMPULAN gangguan neurologik maupun non neurologik akibat penyakit autoimun. Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dansangat dianjurkan untuk memahami mekanisme yang NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND,mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktorreseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlokasi metabolik merupakan dasar utama patogenesis ND.di membran post sinaptik spinal cord dan pengeluaransubstance P dari serabut saraf besar A yang berfungsi Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaansebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat ND pada pasien DM, yang penting iaIah diagnosis diikutiberupa rasa terbakar; hiperalgesia; alodinia, nyeri menjalar pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
NEUROPATI DIABETIK 2399baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnyabersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obatyang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhannyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasukedukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan totalsulit bisa dicapai.REFERENSI1. Vinik AI.,Park TS., Stansberry KB., dkk. Diabetic neuropathies. Diabetologia 2000;43:957-973.2. Jude EB., Boulton AJM. The diabetic foot. D a l a m Diabetes Current Perspective. Betteridge DJ (ed). Martin Dunitz Ltd, United Kingdom 2000:179-196.3. V i n i k A I . Diabetic neuropathy: pathogenesis and therapy. A m J Med 1999; 107(2B):17S-26S.4. Tesfaye S., Chaturvedi N., Eaton SEM., dkk. Vascular risk factors and diabetic neuropathy. N Engl J Med 2005;352:341- 350.5. D u b y JJ., C a m p b e l l R K . , S e t t e r S M . , d k k . D i a b e t i c n e u r o p a t h y : an intensive review. A m J Health-Syst Pharm 2004;61(2):160- 176.6. Report and Recommendation of the San A n t o n i o Conference on Diabetic Neuropathy. Diabetes 1988;37:1000-1004.7. Lehtinen JM., U U s i t u p a M . , Siitonen O., dkk. Prevalence of neuropathy in newly diagnosed N I D D M and non diabetic control subjects. Diabetes 1989;38:1307-1313.8. V i n i k A I . N e u r o p a t h y : n e w concepts i n evaluation and treatment. Shouth Med J2002;95(l):21-23.9. Thomas PK. Classification, differential diagnosis and staging of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes 1997;46(suppl 2):S54-S57.10. Feldman EL., Stevens MJ., Greene DA. Diabetic neuropathy. Dalam Diabetes in the N e w Millennium.John RTurtle, Toshio Kaneko and Shuichi Osato (ed). The Endocrinology and Diabetes Research Foundation of the University of Sidney, Sidney, N S W 2006, Australia 1999:387-402.11. Boulton AJM. Management of diabetic peripheral neuropathy. Prescribers' Journal 2000;40:107-112.12. D C C T Research Group. N Eng J Med 1993;329:977-986.13. Shichiri M., Kishikawa H., Ohkubo Y., dkk. Long-term results of the Kumamoto study on optimal diabetes control in type 2 diabetic patients. Diabetes Care 2000;23(Suppl 2):B21-B29.14. A m e r i c a n Diabetes Association P o s i t i o n Statement: Implications ofthe United Kingdom Prospective Diabetes Study. Diabetes Care 2003;26(Suppl 1):S28-S32.15. Malik RA. Current and future strategies for the management of diabehc neuropathy. Treat Endocrinol 2003;2(6):389-400.
313RETINOPATI DIABETIK Karel PandelakiPENDAHULUAN EPIDEMIOLOGIRetinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20- setelah 10-15 tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar74 tahunJ Pasien diabetes melitus (diabetes) memiliki antara 25-50%. Sesudah 15 tahun prevalensi meningkatrisiko 25 kali lebih mudah untuk mengalami retinopati menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai 100%.''dibanding nondiabetes. Risiko mengalami retinopati Pasien diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkanpada pasien diabetes meningkat sejalan dengan sekitar 20% di antaranya sudah ditemukan retinopatilamanya menderita diabetes. Penyebab retinopati diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkatdiabetik belum diketahui pasti, namun hiperglikemia menjadi lebih dari 60-85%.^ Di Amerika Utara dilaporkanyang berlangsung lama diduga merupakan faktor risiko sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes mengalamiutama.^^ Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini kebutaan setiap tahun.^ Di Inggris dan Wales tercatatpenting dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik. sekitar 1000 pasien diabetes setiap tahun mengalamiMetode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini juga kebutaan sebagian sampai kebutaan total.^ Di Indonesiamengalami kemajuan pesat sehingga risiko kebutaan belum ada data mengenai prevalensi retinopati diabetikbanyak berkurang.\"*^ Terapi fotokoagulasi dengan sinar secara nasional. Namun apabila dilihat dari jumlah pasienlaser, vitrektomi, vitreolisis, penggunaan obat-obatan diabetes yang meningkat dari tahun ke tahun, makaseperti sorbinil, anti protein kinase C (PKC), anti vascular dapat diperkirakan bahwa prevalensi retinopati diabetikendothelial growth factor (VEGF), somatostatin dan anti di Indonesia juga cukup tinggi.inflamasi merupakan modalitas terapi yang dewasa inidigunakan untuk pengobatan maupun pencegahan PATOFISIOLOGIretinopati diabetik. Namun demikian retinopati diabetiktetap masih menjadi masalah global mengingat angka Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda darikejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitasmeningkat. metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jejaring yangDEFINISI menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea.6 Kelainan dasar dari berbagai bentukRetinopati diabetik iaIah suatu kelainan mata pada retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.pasien diabetes yang disebabkan karena kerusakan Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan berturut-kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga turut dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalismenimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkanringan sampai berat bahkan sampai terjadi kebutaan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletaktotal dan permanen.^ di antara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan 2400
RETINOPATI DIABETIK 2401jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1 timbulnya retinopati diabetik yaitu aktivasi jalur poliol,sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan glikasi nonenzimatik dan peningkatan diasilgliseroltersebut mencapai 20:1. Fungsi sel perisit antara lain yang menyebabkan aktivasi PKC.^^ Selain itu, hormoniaIah untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur pertumbuhan dan beberapa faktor pertumbuhan lainkontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier seperti VEGF diduga juga berperan dalam progresifitasdan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi retinopati diabetik.''^sel endotel. Membrana basalis kapiler berfungsi sebagaibarrier untuk mempertahankan permeabilitas agar tidak Aktivasi Jalur Poliolterjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu Hiperglikemia yang berlangsung lama menyebabkansama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstra sel dari peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase sehinggamembrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat produksi poliol yaitu suatu senyawa gula dan alkoholselektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul meningkat dalam jaringan termasuk di lensa, pembuluhkecil, termasuk bahan kontras fluoresein yang digunakan darah dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa polioluntuk diagnosis penyakit kapiler retina. Perubahan iaIah tidak dapat melewati membrana basalis sehinggahistopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel.^^°dimulai dari penebalan membrana basalis kemudian Penimbunan senyawa poliol dalam sel tersebut akandisusul dengan hilangnya sel perisit dan meningkatnya menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehinggaproliferasi sel endotel. Pada keadaan lanjut, sel perisit menimbulkan gangguan morfologi dan fungsional sel.tidak mampu lagi mengendalikan proliferasi sel endotel Percobaan pada hewan yang diberi inhibitor enzim aldosesehingga perbandingan antara sel endotel dan sel perisit reduktase (aminoguanidin) ternyata dapat mengurangi ataukapiler retina meningkat sampai mencapai 10:1.7 memperlambat terjadinya retinopati diabetik.\" Namun uji klinik pada pasien diabetes tipe 1 yang diberi aminoguanidin Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima kemudian diamati selama 3-4 tahun ternyata tidak memberiproses yang terjadi di tingkat kapiler yaitu: 1) pembentukan pengaruh terhadap timbulnya maupun perlambatanmikroaneurisma, 2) peningkatan permeabilitas, 3) progresifitas retinopati diabetik. Sampai saat ini masih teruspenyumbatan, 4) proliferasi pembuluh darah baru dilakukan penelitian dengan menggunakan inhibitor enzim(neovascular) dan pembentukan jaringan fibrosis, aldose reduktase yang lebih kuat.^^5) k o n t r a k s i j a r i n g a n fibrosis k a p i l e r dan vitreus.^Penyumbatan dan hambatan perfusi (nonperfusion) Glikasi Nonenzimatikmenyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asamdapat terjadi pada semua komponen darah.^^ Kebutaan deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemiaakibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui beberapa akan menghambat aktivitas enzim dan keutuhanmekanisme yaitu: 1) edema makula atau nonperfusi kapiler, DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal2) pembentukan pembuluh darah baru dan kontraksi bebas dan akan menimbulkan perubahan fungsi sel.^^jaringan fibrosis sehingga terjadi ablasio retina (retinal Penggunaan aminoguanidin, yaitu suatu bahan yang jugadetachment), 3) pembuluh darah baru yang terbentuk bekerja menghambat pembentukan advanced glycationmenimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4) terjadi end product (AGE) pada tikus diabetes dilapurkanglaukoma yang juga merupakan akibat dari pembentukan dapat mengurangi pengaruh diabetes terhadap aliranpembuluh darah b a r u . \" Perdarahan adalah bagian dari darah di retina, permeabilitas kapiler dan parameterstadium retinopati diabetik proliferatif dan merupakan mikrovaskuler yang lain. Aminoguanidin terbukti jugapenyebab utama kebutaan permanen.^ Selain itu, dapat menghambat produksi senyawa oksida nitrat yangkontraksi dari jaringan fibrovaskular sehingga terjadi merupakan vasokonstriktor kuat.^ablasio retina (terlepasnya lapisan retina)juga merupakanpenyebab kebutaan yang terjadi pada retinopati diabetik Diasilgliserol dan Aktivasi Protein Kinase Cproliferatif^ Protein kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membranaETIO-PATOGENESIS basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiper- glikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkatMeskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini akibat peningkatan sintesis de novo diasilgliserol, yaitubelum diketahui secara pasti, namun keadaan hiper- suatu regulator PKC dari gukosa.3 Diasilgliserol terbuktiglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai diproduksi dalam jumlah yang banyak di retina anjingfaktor risiko utama.\"^^ Beberapa proses biokimiawi yang dengan galaktosemia yang disertai retinopati. Dewasaterjadi pada hiperglikemia dan diduga berkaitan dengan ini para ahli sedang melakukan uji klinik penggunaan
2402 DIABETES MILITUSruboxistaurin yaitu suatu penghambat PKC p-isoform pada Retinopati Diabetik Nonproliferatifpasien retinopati diabetil<J^ Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk retinopati yang paling ringan dan sering tidak Beberapa hipotesis mengenai mel<anisme patogenesis memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanyaretinopati diabetik yang kemungkinan dapat dikembangkan dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupunmenjadi target intervensi farmakologis dapat dilihat pada tidak langsung. Cara pemeriksaan yang paling baik iaIahtabel 1. dengan menggunakan foto warna fundus atau dengan FFA. Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retinaDIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI merupakan tanda awal yang dapat ditemukan pada RDNP Dengan oftalmoskopi atau foto warna fundus,Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dan seringpemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan fundal kelihatan pada bagian posterior.^ Penyebab timbulnyafluorescein angiography (FFA) m e r u p a k a n m e t o d e mikroaneurisma masih belum jelas. Diduga ada hubunganpemeriksaan yang paling dipercaya. Namun dalam klinik dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel,pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit,untuk pemeriksaan penyaringJ Klasifikasi retinopati serta meningkatnya tekanan intra lumen kapiler^ Kelainandiabetik umumnya didasarkan atas beratnya perubahan morfologi yang lain iaIah penebalan membrana basalis,yang terjadi pada mikrovaskular retina dan ada atau perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagaitidakadanya pembentukan pembuluh darah baru. Early bercak warna kuning dan eksudat lunak yang tampakTreatment Diabetic Retinopathy Research Study Group sebagai bercak halus {cotton wool spot). Perdarahan(ETDRS)^ membagi retinopati diabetik atas dua stadium terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibatyaitu nonproliferatif dan proliferatif Retinopati diabetik kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkannonproliferatif (RDNP) hanya ditemukan perubahan ringan edema terjadi akibat kebocoran plasma.'' Retinopatipada mikrovaskular retina. Kelainan fundus pada RDNP diabetik nonproliferatif berat sering juga disebut sebagaidapat berupa mikroaneurisma atau kelainan intraretina retinopati diabetik iskemik, retinopati obstruktif atauyang disebut intra-retinal microvascular abnormalities retinopati preproliferatif Gambaran yang dapat ditemukan(IRMA).*'^ Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan yaitu bentuk kapiler yang berkelok tidak teratur akibathambatan perfusi yang secara klinik ditandai dengan dilatasi yang tidak beraturan dan cotton wool spot, yaituperdarahan, kelainan vena dan IRMA. Iskemia retina yang suatu daerah retina dengan gambaran bercak warna putihterjadi akibat hambatan perfusi akan merangsang proliferasi pucat dimana kapiler mengalami sumbatan.-^ Dalam waktupembuluh darah baru (neovaskular).^^ Pembentukan 1-3 tahun RDNP berat (retinopati reproliferatif) seringpembuluh darah baru merupakan tanda khas dari berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif, baikretinopati diabetik proliferatif (RDP).^^ disertai maupun tidak disertai dengan edema makula.Tabel 1. Hipotesis Patogenesis Retinopati Diabetik Mekanisme Cara kerja TerapiAldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, menyebabkan kerusakan sel Aldose reduktase inhibitorInflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada endotel kapiler, Aspirin hipoksia, kebocoran, edema maculaProtein kinase C Diaktifkan oleh DAG, mengaktifkan VEGF Inhibitor PKC p-isoformROS Merusak enzim dan komponen sel yang pentingAGE Mengaktifkan enzim-enzim yang merusak AntioksidanNitrit oxide synthase Meningkatkan produksi radikal bebas dan VEGF AminoguanidinMenghambat ekspresi gen Menghambat jalur metabolisme sel AminoguanidinApoptosis sel perisit dan endotel Penurunan aliran darah ke retina, menyebabkan hipoksia Belum adaVEGF Meningkat pada hipoksia retina, menimbulkan kebocoran, Belum ada edema makula, neovaskular Fotokoagulasi, anti VEGFPEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun pada hiper- Induksi produksi PEDF oleh glikemia genGH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-receptor blocker, octreotidePKC=protein kinase C; \/EGf=vascular endothelial growth factor, DAG-diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AG£=advancedglycation end-product; PEDf-pigment epithelium derived factor, GH=grov\/th hormone; IGF-1 =insulin-like growth factor 1.
RETINOPATI DIABETIK 2403Pasien diabetes dengan keadaan tersebut merupakan baru yang meliputi satu per empat daerah diskus, adanyacalon untuk mendapat terapi fotokoagulasi. perdarahan preretina, pembuluh darah baru yang terjadi di mana saja {neovascularization elsewhere) yang disertaiRetinopati Diabetik Proliferatif perdarahan, atau terdapat perdarahan di lebih dari separuhRetinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pada daerah diskus atau vitreus.^^®pembentukan pembuluh darah baru. Dinding pembuluhdarah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel Makulopati Diabetiksaja tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga Makulopati diabetik merupakan penyebab kebutaansangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan.6 paling sering pada pasien diabetes. Makulopati diabetikPembentukan pembuluh darah baru tersebut sangat cenderung berhubungan dengan diabetes tipe 2 usiaberbahaya karena dapat tumbuh secara abnormal keluar lanjut, sedangkan retinopati diabetik proliferatif cenderungdari retina meluas sampai ke vitreus, menyebabkan ditemukan pada usia muda.^ Tergantung perubahanperdarahan di sana dan dapat menimbulkan kebutaan.6 utama yang terjadi pada kapiler retina, makulopatiPerdarahan dalam vitreus akan menghalangi transmisi diabetik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk yaitucahaya ke dalam mata dan pada lapangan penglihatan makulopati iskemik, makulopati eksudatif dan edemamemberi penampakan berupa bercak warna merah, makula.^ Makulopati iskemik terjadi akibat penyumbatanabu-abu atau hitam. Apabila perdarahan terus berulang, yang luas dari kapiler di daerah sentral retina. Makulopatidapat terbentuk jaringan fibrosis atau sikatriks pada eksudatif terjadi karena kebocoran setempat sehinggaretina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis terbentuk eksudat keras seperti yang ditemukan padayang terdiri dari beberapa lapis sel saja, maka sikatriks RDNP Makulopati eksudatif perlu segera dilakukan terapidan jaringan fibrosis yang terbentuk dapat menarik retina fotokoagulasi untuk mencegah hilangnya visus secarasampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina (retinal permanen. Edema makula terjadi akibat kebocoran yangdetachment). Pembuluh darah baru dapat juga terbentuk difus. Apabila keadaan tersebut menetap, maka akandalam stroma dari iris dan bersama-sama dengan jaringan terbentuk kista berisi cairan yang dikenal sebagai edemafibrosis dapat meluas sampai ke chamber anterior. Keadaan makula kistoid. Bila keadaan ini terjadi maka gangguantersebut dapat menghambat aliran keluar dari aqueous visus akan menetap dan sukar diperbaiki. Dibandinghumor sehingga menimbulkan glaukoma neovaskular dengan metode diagnostik yang lain, optical coherenceyang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokular. tomography (OCT) merupakan metode yang paling baikKebutaan dapat terjadi apabila ditemukan pembuluh darah untuk mendiagnosis makulopati diabetik.^Tabel 2. Klasifikasi Retinopati Diabetik Menurut ETDRS^Retinopati diabetik nonproliferatif1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan in- traretina yang kecil atau eksudat keras2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, per- darahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA3. Retinopati nonproliferatif berat: terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran4. Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati non-proliferatif berat.Retinopati diabetik proliferatif1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus2. Retinopati proliferatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru di mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus, d) perdarahan vitreus Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan risiko tinggi.ETDRS = Early Treatment Diabetic Retinopathy Study, NVD = new vessels on disc; NVE = new vessels elsewhere
2404 DIABETES MILITUSPENCEGAHAN DAN PENGOBATAN dengan insulin selama 36 bulan mengalami penurunan risiko terjadi retinopati sebesar 76%. Demikian juga padaPencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan kelompok yang sudah menderita retinopati, terapi intensifupaya yang harus dilakukan secara bersama untuk mencegah dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesaratau menunda timbulnya retinopati dan memperlambat 54%.^^ Efek perlindungan melalui mengendalikan glukosaproses perburukan. Tujuan utama pengobatan retinopati darah juga terlihat dari hasil penelitian United Kingdomdiabetik iaiah untuk mencegah terjadinya kebutaan Prospective Diabetes Study (UKPDS) terhadap pasienpermanen. Pendekatan multidisiplin dengan melibatkan diabetes tipe 2. Pasien yang diterapi secara intensif, setiapahli diabetes, perawat edukator, ahli gizi, spesialis mata, penurunan 1 % HbAI c akan diikuti dengan penurunan risikooptometris dan dokter umum, akan memberi harapan bagi komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.^ Hasil penelitianpasien untuk mendapatkan pengobatan optimal sehingga DCCT dan UKPDS tersebut memperlihatkan bahwakebutaan dapat dicegah.^\"* Kontrol glukosa darah yang baik meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapatmerupakan dasar dalam mencegah timbulnya retinopati mencegah terjadinya retinopati secara sempurna, namundiabetik atau memburuknya retinopati diabetik yang sudah dapat mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik danada.^\"'^^ Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secarameliputi:^^ klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi kontrol glukosa darah fotokoagulasi dengan sinar laser.^^^ kontrol tekanan darah kontrol profil lipid Kontrol Tekanan Darah ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (Jarang dilakukan) Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap fotokoagulasi dengan sinar laser: retinopati diabetik, UKPDS melakukan penelitian terhadap 1148 pasien hipertensi dengan diabetes tipe 2 yang fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaukoma dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok yang dilakukan neovaskular kontrol tekanan darah tidak ketat (<180/105mmHg) dan fotokoagulasi fokal untuk edema makula kelompok yang dilakukan kontrol tekanan darah ketat vitrektomi/vitreolisis untuk perdarahan vitreus atau (<150/85mmHg). Pasien mendapat pengobatan dengan ablasio retina angiotensin concerting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) intervensi farmakologi (umumnya masih dalam tahap atau 6-blockerdan dilakukan pengamatan rata-rata selama percobaan) seperti pemberian inhibitor enzim aldose 8,4 tahun. Hasil penelitian menunjukkan kelompok pasien reduktase, inhibitor hormon pertumbuhan, anti VEGF, dengan kontrol tekanan darah ketat mengalami penurunan inhibitor PKC dan anti inflamasi. risiko progresifitas retinopati sebanyak 34%.''^ Apropriate Blood Control in Diabetes (ABCD) Study m e l a k u k a n Pasien diabetes dengan retina normal atau RDNP penelitian terhadap kelompok pasien diabetes yang jugaminimal perlu diperiksa setiap tahun karena pasien menderita hipertensi dan diterapi dengan target tekananyang sebelumnya tanpa retinopati pada waktu diagnosis diastolik <75mmHg dibanding dengan kelompok yangdiabetes ditegakkan, 5%-10% akan mengalami retinopati diterapi dengan target tekanan darah diastol antara 80-89setelah 1 tahun. Pasien RDNP derajat sedang dengan mmHg. Sebanyak 470 pasien diberi terapi nisoldipin ataumikroaneurisma, perdarahan yang jarang, atau ada enalapril secara acak kemudian dilakukan pengamataneksudat keras tetapi tidak disertai edema makula, perlu rata-rata selama 5,3 tahun. Tekanan darah rata-rata yangpemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering dicapai pada kelompok pertama adalah 132/78 mmHgprogresif. Suatu penelitian terhadap pasien diabetes sedangkan kelompok kedua mencapai tekanan darah rata-tipe 1 ditemukan 16% dari RDNP derajat sedang yang rata 138/86 mmHg. Meskipun kelompok terapi intensifhanya ditandai eksudat keras dan mikroaneurisma, dapat mengalami penurunan angka kematian cukup bermakna,berkembang kearah stadium proliferatif hanya dalam namun hasil analisis statistik ternyata antara keduawaktu 4 tahun. kelompok tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam mencegah progresifitas retinopati. Saat ini tekanan darahKontrol Glukosa Darah pasien diabetes dianjurkan kurang dari 130/85 mmHg.^^Beberapa penelitian skala besar membuktikan bahwakontrol glukosa darah yang baik dapat mencegah timbulnya Ablasi Kelenjar Hipofisisdan memburuknya retinoapti diabetik. Diabetes Control D u g a a n a d a n y a h u b u n g a n a n t a r a growth hormoneand Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian pada dan retinopati diabetik didasarkan atas laporan dari1441 pasien diabetes tipe 1 yang belum disertai retinopati sarjana Poulsen pada tahun 1953 mengenai kasusdan yang sudah menderita RDNP Kelompok pasien yangbelum disertai retinopati dan mendapat terapi intensif
RETINOPATI DIABETIK 2405retinopati diabetik pada seorang pasien diabetes wanita Terapi Farmakologiyang mengalanni infark hipofisis sewaktu melahirkan.Setelah dilakukan hipofisektonni ternyata retinopati Proses biokimiawi dan hormonal yang terjadi padadiabetik yang sudah ada nnengalanni perbaikan. Sejak keadaan hiperglikemia diduga terkait dengan timbulnyaitu tindakan hipofisektonni sering dilakukan pada pasien retinopati diabetik. Dewasa ini sedang dilakukan uji klinikdiabetes yang disertai retinopati diabetik proliferatif. beberapa obat yang ditujukan pada proses tersebut sepertiReran growth hormone terhadap timbulnya retinopati misalnya inhibitor enzim aldose reduktase (aminoguanidin,diabetik didasarkan atas fakta bahwa retinopati diabetik benfotiamin), inhibitor PKC (ruboxistaurin), anti-VEGFberkembang cepat selama usia pubertas. Pada masa intravitreal (pegaptanib, bevacizumab, ranibizumab),tersebut kepekaan jaringan terhadap growth hormone anti inflamasi (aspirin, kortikosteroid) dan analogsangat tinggi. Bukti lain yang memperkuat hipotesis somatostatin.^^tersebut yaitu pasien kerdil akibat defisiensi growthhormone yang j u g a menderita diabetes ternyata tidak inhibitor aldose reduktase. Penggunaan aminoguanidinpernah mengalami retinopati diabetik dan juga penyakit (Sorbinil®) pada hewan percobaan terbukti dapatmikrovaskular yang lain. Meskipun demikian, hipofisektomi menghambat timbulnya dan memburuknya retinopatipada pasien diabetes dengan retinopati diabetik saat ini diabetik.^\" Namun pada manusia penggunaansudah hampir tidak pernah dilakukan. aminoguanidin tersebut ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan. Dewasa ini sedang dilakukanFotokoagulasi berbagai penelitian pada hewan maupun manusia denganSuatu uji klinik berskala besar yang dilakukan National menggunakan inhibitor aldose reduktase yang lebih kuatInstitutes of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan yaitu ARI-809.12bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laserapabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif Inhibitor protein kinase C. Penelitian pada hewanuntuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan menunjukkan penggunaan ruboxistaurin mesilat yaituedema makula. Indikasi terapi fotokoagulasi dengan sinar suatu inhibitor selektif dan kuat terhadap PKC-6 isoform,laser iaIah retinopati diabetik proliferatif, edema makula potensial mencegah timbulnya retinopati diabetik. Suatudan neovaskular yang terletak pada sudut chamber uji klinik fase III pemberian ruboxistaurin 32 mg seharianterior.^^^ Ada tiga metode terapi fotokoagulasi dengan dengan kontrol plasebo yang dilakukan pada 685 pasiensinar laser yaitu: 1) scatter (panretinal) photocoagulation, diabetes di 70 senter selama 36 bulan, menunjukkan angkadilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang kejadian hilangnya visus pada kelompok yang mendapatcepat dan untuk menghilangkan neovaskular pada saraf terapi ruboxistaurin hanya 5,5%, sedangkan padaoptikus dan permukaan retina atau pada sudut chamber kelompok plasebo 9,1%. Setelah dilakukan pengamatananterior; 2) focal photocoagulation, ditujukan pada selama 3 tahun ternyata 40% dari pasien dengan RDNPmikroaneurisma di fundus posterior yang mengalami sedang, dapat dicegah perkembangannya menjadi RDNPkebocoran untuk mengurangi atau menghilangkan berat.\"edema makula; 3) grid photocoagulation, suatu teknikpenggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan Anti VEGF. Beberapa uji klinik membuktikan bahwa VEGFbentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema.^^^'Terapi berperan penting dalam timbulnya retinopati diabetik.edema makula sering dilakukan dengan menggunakan Efek biologis VEGF terjadi melalui ikatannya terhadapkombinasi focal dan grid photocoagulation. reseptor permukaan sel yang spesifik. Suatu uji klinik fase II menunjukkan pasien retinopati diabetik yang mendapatVitrektomi suntikan anti VEGF pegaptanib setiap 6 minggu mengalami perbaikan visus sehingga tidak lagi memerlukan terapiVitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang fotokoagulasi.^^ Suntikan anti VEGF bevacizumabmengalami kekeruhan (opacity) vitreus, perdarahan dan intravitreal juga menyebabkan regresi neovaskularyang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat pada RDP Anti VEGF lain yang juga cukup potensialjuga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang iaIah ranibizumab. Suntikan intravitreal ranibizumabekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular. 4 dosis selama 6 minggu pada 10 pasien diabetesSelain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang dengan penurunan visus menunjukkan 85% diantaranyamengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah mengalami perbaikan visus secara bermakna.^''fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yangtidak mengalami perbaikan.^^ Selain vitrektomi, dapat Analog somatostatin. Hipofisektomi merupakan salahjuga dilakukan vitreolisis dengan menggunakan enzim satu cara yang dilakukan zaman dulu untuk pengobatanhialuronidase (Vitrase®), plasmin atau mikroplasmin.^°'^^ RDP Metode pengobatan tersebut sekarang dikembangkan dengan menggunakan analog somatostatin kerja panjang untuk mencegah RDP Suatu uji klinik terapi octreotide
2406 DIABETES MILITUS(suatu analog sonnatostatin kerja panjang) berskala segera diterapi dengan fotokoagulasi. Teknik yangkecil pada 23 pasien diabetes dengan RDNP beratatau RDP nnenunjukkan penurunan junnlah pasien yang dilakukan iaIah dengan scatter photocoagulation. Pasiennnemerlukan terapi fotokoagulasi dibanding dengan yangnnendapat terapi konvensional. Nannun dalann skala besar RDP risiko tinggi yang disertai CSME, terapi fotokoagulasipenggunaan terapi octreotide ternyata pengaruhnyaterhadap progresifitas retinopati tidak dapat disinnpulkan dimulai dengan menggunakan metode fokal dannneskipun secara klinik terjadi perbaikan visus.\" Sekarangsedang dicoba dengan nnenggunakan analog sonnatostatin panretinal (scatter). Oleh karena metode fotokoagulasiyang lebih selektif. panretinal dapat menimbulkan eksaserbasi dari edemaAnti inflamasi. Dua studi nnengenai penggunaan aspirinpada pasien retinopati diabetik yaitu Joint French-UK makula, maka untuk terapi dengan metode panretinalAspirin and Dipyridamole Trial dan ETDRS. Studi yangpertanna nnenggunakan aspirin 330nng tiga kali sehari (scatter) perlu dibagi dalam 2 tahap atau lebih.^^''dengan atau tanpa konnbinasi dipiridannol. Setelah 5tahun dievaluasi ternyata hanya sedikit yang mengalanni REFERENSIpembentukan mikroaneurisma baru.^^ Meskipun temuantersebut secara statistik bermakna, namun manfaatnya 1. Fong SO, Aiello L, Gardner TW, et al. Retinopathy in diabetes.hanya sedikit. Hasil penelitian dalam skala yang lebih Diabetes Care 2004, 27: suppl. 64-87lebih besar dari ETDRS menunjukkan penggunaan aspirin650 mg sehari pada 3711 pasien dengan retinopati yang 2. Constable IJ. Diabetic retinopathy: pathogenesis, clinicallebih berat, tidak memberikan efek. Sejauh ini, penelitian- feature, and treatment. In: Turtle JL, et al, editor. Diabetes inpenelitian yang dilakukan dengan menggunakan aspirin the New Millennium. Sydney: University of Sydney, 1999:dosis tinggi hanya bermanfaat untuk mencegah timbulnya p. 365-76retinopati diabetik. Penggunaan kortikosteroid sepertitriamsinolon asetonida intravitreal dilaporkan cukup 3. Brownlee M. The pathobilogy of diabetic complications, aefektif untuk pengobatan retinopati diabetik namun dapat unifying mechanism. Diabetes 2005; 54:1615-1625menimbulkan komplikasi peningkatan tekanan intraokulerdan infeksi. 4. Masharani U , German MS. Panceatic hormones and diabetes mellitus. In: Gardner IDG, Shoback D, editor. Basic & ClinicalPERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS Endocrinology, 9th edition. New York; McGrawHill, 2011: p. 573-644Pasien RDNP minimal yang hanya ditandai mikroaneurismayang jarang, memiliki prognosis baik sehingga cukup 5. Silva SP, Cavallerano JD, Aiello LM, et al. Ocular complications.dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.^ Pasien yang In: Lebovitz H E , editor. 5th edition. Therapy for Diabetestergolong RDNP sedang tanpa disertai edema makula, Mellitus and Related Disorders. Alexandria: Americanperlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan oleh Diabetes Association, 2009: p.458-473karena sering bersifat progresif.^ Pasien RDNP derajatringan sampai sedang dengan disertai edema makula 6. Heaven CJ, Boase D L . Diabetic retinopathy. In: Shaw K N ,yang secara klinik tidak signifikan, perlu diperiksa kembali editor. Diabetic Complications. Baffin Lane; John Wiley &dalam waktu 4-6 bulan oleh karena memiliki risiko besar Son, 1996: p. 1-26untuk berkembang menjadi edema makula yang secaraklinik signifikan (CSME).^ Untuk pasien RDNP dengan 7. King G L , Banskota NK. Mechanism of diabetic microvascularCSME harus dilakukan terapi fotokoagulasi. Pasien RDNP complications. In: Kahn CR, Weir G C , editor. Joslin's Diabetesberat memiliki risiko tinggi menjadi RDP Separuh dari Mellitus. 13th edition. Philadelphia; Lea & Febiger, 1994: p.pasien RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam 631-6471 tahun di mana 15% diantaranya tergolong RDP denganrisiko tinggi. Pasien RDNP sangat berat, risiko menjadi 8. C h e w E Y . Pathophysiology of diabetic retinopathy. In:RDP dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya LeRoith D et al, editor. Diabetes Mellitus a Fundamental andtergolong RDP risiko tinggi. Oleh sebab itu pasien RDNP Clinical Text, 2nd edihon. Philadelphia; Lippincott Williamyang sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulang & Wilkins, 2000: p. 890-898setiap 3-4 bulan.^ Pasien dengan RDP risiko tinggi harus 9. Frank R N . Diabetic retinopathv. N E n g J Med. 2004; 35: 48-58 10. C h e u n g SS, C h u n g S K . A l d o s e reductase in diabetes microvascular complications. Curr Drug Targets 2005; 6 (4): 475-486 11. Oishi N , Kubo E, Takamura Y, et al. Correlation between erythrocyte aldose reductase level and human diabetic retinopathy. Br J Ophthalmol. 2002; 86:1361-1366 12. Sun W, Oates DJ, Coutcher JB, et al. A selective aldose reductase inhibitor of a new structural class prevents or reverses early retinal abnormalities in experimental diabetic retinopathy. Diabetes 2006; 55(10): 2575-2562 13. Lang G E . Treatment of diabetic retinopathy with protein kinase C subtype H inhibitor. Dev Ophthalmol. 2007; 39: 157-165 14. Walkins PJ. A B C of diabetic retinopathy. BMJ 2003; 329: 924-926 15. C h a l a m K V , L i n S, Mostafa S. Management of diabetes retinopathy in the twenty-first century. Spring; Northeast Florida Medicine, 2005: p. 8-15 16. The Diabetes Control and Complications Trial Research Group. The effect of intensive treatment of diabetes on the development and progression of long-term complications in insulin dependent diabetes mellitus. N E n g J Med. 1993; 329: 977-986 17. U K Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Intensive blood glucose control with sulphonylureas or insulin compared
RETINOPATI DIABETIK 2407 with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998; 352: 837-85318. Estacio R O , Jeffers BW, Gifford N , et al. Effect of blood pressure control on diabetic microvascular complications in patiens with hypertension and type 2 diabetes. Diabetes Care 2000; 23 (suppl.2): B54-B6419. Neubauer A S , Ulbig M W . Laser treatment in diabetic retinopathy. Ophthalmology 2007; 221 (2): 95-10220. Kuppermann BD, Thomas E L , deSmet MD, et al. Vitrase® for Vitreus Haemorrhage Study Groups. Safety results of two phase III trials of an intravitreous injection of highly purified ovine hyaluronidase (Vitrase®) for the management of vitreus haemorrhage. A m J Ophthalmol. 2005; 140 (4): 585-597.21. Sakuma T, Tanaka M, Mirota A , et al. Safety of in vivo pharmacologic vitreolysis with recombinant microplasmin in rabit eyes. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2005; 46 (9): 3295- 329922. Aiello L P , Davis MD, Girach A, et al. Effect of ruboxistaurin on visual loss in patients with diabetic retinopathy. Ophthalmology 2006; 113 (12): 2221-223023. Adamis AP, Altaweel M, Bressler NM, et al. Changes in retinal neovascularization after pegaptanib (Macugen) therapy in diabetic individuals. Ophthalmology 2006; 113 (1): 23-2824. Averyl R L , Pieramici DJ, Rabena M D , et al. Intravitreal bevacizumab (Avastin) for neovascular age-retated macular degenerahon. Ophthalmology 2006; 113 (3): 363-37225. Boehm B O . Use of long-acting somatostatin analogue treatment in diabetic retinopathy. Dev Ophthalmol. 2007; 39:111-12126. Zheng L, Howell SJ, Hatala D A , et al. Salycilate-based anti inflammatory drugs inhibit the early lesion of diabetic retinopathy. Diabetes 2007; 56 (2): 337-345.
314KARDIOMIOPATI DIABETIK AIwi ShahabPENDAHULUAN gejala selama beberapa tahun sebelum timbul gejala- gejala dan tanda-tanda klinis yang nyata. Stadium awalHubungan antara payah jantung dan diabetes nnelitus dari kardiomiopati diabetik ditandai dengan perubahantelah lanna diketahui orang, nannun adanya kardionniopati patologik didalam interstisium miokardium. Hiperglikemidiabetik sebagai suatu kelainan klinis tersendiri masih terus kronik merupakan faktor penyebab utama terjadinyadiperdebatkan. Pada tahun 1881, Leyden mengemukakan kardiomiopati diabetik, karena dapat menyebabkanbahwa payah jantung merupakan penyulit DM yang sering kelainan ditingkat kardiomiosit yang pada akhirnya akanditemukan. Mayer menyatakan bahwa penyakit jantung menimbulkan gangguan struktur dan fungsi jantung.pada diabetes melitus dapat terjadi akibat gangguanmetabolisme. Pada tahun 1972, Rubier dan kawan kawan EPIDEMIOLOGImengemukakan istilah kardiomiopati diabetik, setelahmelakukan studi post mortem terhadap 4 orang pasien Bukti-bukti epidemiologi dari seluruh dunia menunjukkandiabetes melitus yang meninggal akibat payah jantung bahwa komplikasi makrovaskular (Penyakit arteri koroner,tanpa adanya riwayat alkoholisme, hipertensi, penyakit Penyakit vaskuler perifer dan stroke) lebih seringjantung koroner atau penyakit jantung katup. Diseksi ditemukan diantara pasien diabetes melitus dibandingkananatomik dari jantung pasien-pasien tersebut menunjukkan populasi non diabetes. Angka kematian akibat penyakitadanya hipertrofi ventrikel kiri dan fibrosis tanpa atheroma arteri koroner 3 kali lebih sering terjadi pada pasien DMarteri koroner. Kelainan ini kemudian dikenal dengan dibandingkan populasi non DM pada umur dan jeniskardiomiopati diabetik. Kardiomiopati diabetik merupakan kelamin yang sama. Prevalensi payah jantung padaentitas klinis yang masih membingungkan, walaupun populasi umum berkisar antara 1 sampai 4%, namunpenelitian klinis dan biomolekular telah dilakukan lebih pada pasien DM sebesar 12%. Prevalensi meningkatdari 3 dekade. Hal ini antara lain dikarenakan belum sebesar 22% pada pasien di atas usia 64 tahun. Lebihada kesepakatan dalam mendefinisikan kardiomiopati sepertiga dari semua pasien yang masuk rumah sakitdiabetik. dengan payah jantung adalah pengidap Diabetes Melitus. Diabetes Melitus juga merupakan prediktor kuat terhadapDEFINISI morbiditas dan mortalitas kardiovaskular serta merupakan faktor risiko independen terhadap kematian pada pasienKardiomiopati diabetik adalah kelainan kardiovaskular dengan payahjantung.yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus, ditandaidengan dilatasi dan hipertrofi miokardium, penurunan The Framingham Heart Study melaporkan sebesarfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri serta proses 2,4 kali peningkatan angka kejadian payah jantungterjadinya tidak berhubungan dengan penyebab-penyebab pada laki-laki DM dan sebesar 5,1 kali pada wanita DM,umum dari penyakit jantung seperti penyakit jantung dibandingkan populasi non DM. Studi lain dengan populasikoroner, penyakit jantung katup dan penyakit jantung yang lebih besar juga menunjukkan hasil yang sama. Thehipertensif Kardiomiopati diabetik dapat terjadi tanpa Cardiovascular Health Study (CHS) yang dilakukan pada pasien-pasien di atas umur 65 tahun menunjukkan bahwa 2408
KARDIOMIOPATI DIABETIK 2409DM disertai dengan peningkatan angka kejadian payah perkembangan kardiomiopati diabetik telah lamajantung. The Strong Heart Study (SHS) nnenunjukkan adanya diketahui. Densitas reseptor Angiotensin II dan ekspresihubungan yang kuat antara DM dan nnassa ventrikel kiri, mRNA mengalami peningkatan pada jantung pasienpenebalan dinding ventrikel, peningkatan kekakuan arteri DM. Aktivasi sistem renin angiotensin pada DM disertaidan disfungsi diastolik, dibandingkan dengan kelonnpok dengan peningkatan kerusakan oksidatif, apoptosis dankontrol. Infornnasi terbaru dari studi MESA {Multi-Ethnic nekrosis kardiomiosit serta sel endotel. Hambatan terhadapStudy of Atherosclerosis) melaporkan adanya perbedaan sistem renin angiotensin dapat mengurangi produksi ROSinter-rasial dari massa ventrikel kiri, volume ventrikel kiri (reactive oxygen species) pada hewan percobaan, dimanadan fungsi ventrikel kiri diantara pasien DM. efeknya menyerupai efek terapi anti oksidan. Juga pada hewan percobaan menunjukkan bahwa terapi dengan ACE- Studi U K P D S (UK Prospective Diabetes Study) inhibitor kaptopril memberikan efek kardioprotektifmendapatkan peningkatan prevalensi payahjantung padapasien DM tipe 2, yang berkorelasi dengan tingginya kadar Peningkatan Stres OksidatifHbAlc. Setiap kenaikan 1 % dari kadar HbAlc, risiko untuk Peningkatan produksi ROS pada jantung pasien DMmengalami payahjantung meningkat sebesar 8%. merupakan faktor pendukung terjadinya dan progresivitas kardiomiopati diabetik. Kerusakan dan disfungsi selPATOGENESIS akibat pengaruh superoksida akan terjadi bila terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan ROS danPatogenesis kardiomiopati diabetik bersifat multifaktorial. kemampuan degradasi ROS. Meningkatnya pembentukanBeberapa hipotesis telah dikemukakan, antara lain akibat ROS dan menurunnya mekanisme pertahanan antioksidandisfungsi otonom, gangguan metabolisme, abnormalitas akan meningkatkan stress oksidatif pada jantung pasienhomeostasis ion, perubahan struktur protein dan fibrosis DM. Dalam kondisi fisiologis, sebagian besar ROSinterstisium. Hiperglikemi yang berkepanjangan akan dihasilkan oleh mitokondria. Peningkatan produksi ROSmeningkatkan glikosilasi protein-protein interstisium didalam mitokondria dapat terjadi diberbagai jaringanseperti kolagen yang mengakibatkan kekakuan miokardium seperti di dalam sel endotel sebagai akibat pajanan yangdan gangguan kontraksi miokardium. Mekanisme lama dari hiperglikemi.terjadinya gangguan kontraksi miokardium antara laindisebabkan karena beberapa keadaan, antara lain: 1). Bukti-bukti dari beberapa penelitian menunjukkanGangguan homeostasis kalsium; 2). Aktivasi sistem renin- adanya peningkatan produksi ROS dari sumber-sumberangiotensin; 3). Peningkatan stres oksidatif; 4). Perubahan diluar mitokhondria seperti NADPH oxidase atausubstrat metabolisme; 5). Disfungsi mitokondria. menurunnya aktivitas neuronal nitric oxide synthase (NOS 1) disertai dengan meningkatnya aktivasi xanthineGangguan Homeostasis Kalsium oxidoreductase. Peningkatan produksi ROS disertaiKalsium intraseluler merupakan regulator utama kontraksi dengan peningkatan apoptosis, kerusakan DNA danjantung. Di dalam kardiomiosit, masuknya kalsium memicu penurunan aktivitas jalur DNA repairaktivasi depolarisasi membran sel. Kalsium kemudian akanberdiffusi melalui ruang sitosol untuk mencapai protein Disamping menimbulkan kerusakan ditingkat selular,kontraksi, berikatan dengan troponin C. Selanjutnya akan peningkatan produksi ROS juga dapat menyebabkanmemicu terjadinya pergeseran filamen tipis dan tebal, gangguan fungsi jantung melalui mekanisme lain,yang menyebabkan kontraksi jantung pada fase sistolik. seperti peningkatan aktivasi Protein Kinase C, AdvancedKalsium kemudian kembali ke kadar diastolik melalui Glycosylation End Products dan Jalur Aldose Reductase.aktivasi Sarcoplasmic Reticulum Ca + + 2 pump (SERCA2a),sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan sarcolemmal Ca2 + Perubahan Substrat MetabolismeATPase. Gangguan homeostasis kalsium yang merubah Diabetes melitus ditandai dengan penurunan metabolismefungsi jantung pada DM terjadi akibat penurunan: glukosa dan laktat serta peningkatan metabolisme asam lemak. Pada tikus percobaan diabetes, didapatkan aktivitas enzim ATP ase peningkatan ambilan asam lemak yang melebihi kecepatan kemampuan ambilan kalsium oleh retikulum oksidasinya didalam jantung, sehingga menyebabkan sarkoplasma akumulasi lemak didalam miokardium yang akan aktivitas sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan enzim menimbulkan lipotoksisitas. Hasil-hasil sampingan sarcolemmal Ca2+ ATP ase. metabolisme lemak seperti ceramide akan menyebabkan apoptosis kardiomiosit.Aktivasi Sistem Renin AngiotensinPeranan aktivasi sistem renin angiotensin dalam Disfungsi Mitokondria Diabetes melitus menyebabkan perubahan fungsi dan
2410 DIABETES MILITUS DIABETES f EkspratI GLUT / ^ n^f'^^ Ambilan GlukOM / ^C^-\" ^•fPRARci ' Signaling Gangguan Akumulaai lipid di Sinyal Jantung Insulin > ^ l i m R f r OktidMl >t PKC >t AGE ilukosaj \" \" ' V ^ H . fiiMkotomrtiita»i, Fibroait j f M I t Q C h o n d r i a l u n c o u p U n g / ^ r C E Disfungsi Jantung KARDIOMIOPATI DIABETIK Gambar 1. Kontributor utama dalam patogenesis kardiomiopati diabetikFFA=Free Fatty Acid; PDK4=Pyruvate dehydrogenase kinase 4; PPARa=Peroxisome Proliferator Activated Receptor-a\ W\CD=Malonyl-coenzyme A decarboxylase; JG = Triglyceride; MCoA=Malonyi-coenzyme A; GLUT=G/ucose Transporter, ACoA=Acetyi-coenzymeA; ACC=Acetyl coenzyme A carboxylase; CPT^=Carnitine-palmitoyl-transferase 1; PDH = Pyruvate dehydrogenase; C£=Cardiacefficiency, PKC=Protein kinase C; AGE=Advanced glycation end products; ROS=Reactive Oxygen Speciesstruktur mitokondria. Gangguan fungsi mitokondria pada indeks massa ventrikel kiri (menggunakan cardiac MRI).DM merupakan refleksi dari gangguan transkripsi gen Temuan ini juga didukung oleh penelitian dengan jumlahyang terlibat dalam proses fosforilasi oksidatif, namun sampel yang lebih besar di Swedia yang menunjukkanbukan gen yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. adanya hubungan antara sindrom metabolik, resistensiProduksi hidrogen peroksida meningkat sedangkan insulin dan peningkatan massa dan ketebalan dindingkadar glutathione menurun pada jantung DM, hal ini ventrikel kiri.menunjukkan terjadinya peningkatan produksi ROS yangberasal dari mitokondria. Disfungsi Diastolik Disfungsi diastolik ditandai dengan gangguan relaksasiGEJALA DAN TANDA dan pengisian pasif dari ventrikel kiri, sedangkan dikatakan payah jantung diastolik bila disfungsi diastolik disertaiGejala-gejala dan tanda-tanda klinis kardiomiopati dengan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikeldiabetik dapat berupa perubahan struktur jantung kiri, gambaran klinis payah jantung dengan fraksi ejeksiyang berhubungan erat dengan perubahan fungsinya. ventrikel kiri yang normal.Perubahan-perubahan tersebut antara lain: Disfungsi diastolik merupakan temuan umumHipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) baik pada orang normal maupun pada pasien-pasienBeberapa penelitian membuktikan adanya hubungan kardiomiopati diabetik yang asimtomatik. Oleh karenaantara DM dan HVK. The Strong Heart Study (SHS) itu, disfungsi diastolik merupakan pertanda gangguanmelaporkan terjadi peningkatan massa ventrikel kiri dan fungsi dini pada kardiomiopati diabetik. Dalam suatuketebalan dinding ventrikel kiri baik pada wanita maupun studi terhadap pasien DM tipe 2 dengan kendali glukosapria dengan DM. Temuan yang sama juga dilaporkan pada darah yang baik, 47% ditemukan mengalami disfungsithe Cardiovascular Health Study (CHS) dan the Multi- diastolik.Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA). Studi terbarupada pasien DM tipe 2 di Jepang, melaporkan adanya Disfungsi Sistolikhubungan antara resistensi insulin, kekakuan arteri dan Disfungsi sistolik adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah pada fase sistolik. Payah jantung sistolik adalah keadaan dimana terjadi tanda-
KARDIOMIOPATI DIABETIK 2411tanda dan gejala-gejala payah jantung sebagai akibat sensitif dan spesifik untuk payahjantung kongestif, namundari disfungsi sistolik. Gambaran khas dari disfungsi tidak dapat membedakan antara payah jantung sistoliksistolik adalah menurunnya fraksi ejeksi ventrikel kiri. dan diastolik, sehingga membatasi kegunaannya dalamPada kardiomiopati diabetik, disfungsi sistolik terjadi mendiagnosis kardiomiopati diabetik.belakangan, setelah sebelumnya pasien telah mengalamidisfungsi diastolik yang berat. Jadi apabila telah ditemukan PENATALAKSANAANdisfungsi sistolik pada pasien dengan kardiomiopatidiabetik, menandakan prognosis yang buruk, dimana Kendali Glikemikdalam suatu penelitian menunjukkan angka kematiansebesar 15-20% pertahun. Kendali glikemik yang buruk pada pasien DM, akan meningkatkan risiko kematian kardiovaskular, dimanaDIAGNOSIS setiap kenaikan 1 % kadar HbAlc terjadi peningkatan kematian kardiovaskular sebesar 1 1 % . Perbaikan kendaliWalaupun tidak ada uji diagnostik khusus untuk glikemik akan memberikan efek menguntungkan terhadapmenegakkan diagnosis kardiomiopati diabetik, namun penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.dengan berbagai modalitas pencitraan yang berbedadiharapkan dapat mendeteksi gambaran kelainan jantung. UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)Saat ini pendekatan diagnostik yang umum digunakan gagal membuktikan manfaat kendali glukosa darah intensifdalam praktik klinis meliputi: 1). Ekokardiografi; 2). dalam menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskularCardiac MRI; 3). Cardiac biomarker seperti NT-BNP pada pasien DM tipe 2 menggunakan sulfonilurea[(N-Terminal pro-BNP (brain natriuretic peptide)] atau insulin. Sangat penting dicatat bahwa terdapat keterbatasan metodologi dalam penelitian UKPDS dalamEkokardiografi hal interpretasi hasil penelitian.Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang noninvasif dan praktis dalam menentukan struktur dan fungsi P a d a p e n e l i t i a n D C C T (Diabetes Control andjantung. Penilaian kuantitatif dan kualitatif jantung dapat Complication Trial), sebanyak 1441 pasien DM tipe 1dibuat melalui pemeriksaan geometri ventrikel kiri, wall secara acak diberikan terapi konvensional atau intensifmotion, fungsi sistolik dan diastolik serta anatomi dan fungsi selama rata-rata 6,5 tahun. Jumlah pasien yang mengalamikatup-katup jantung. Two dimensional echocardiography komplikasi makrovaskular major sebanyak 40 orang padamerupakan cara terpilih dalam mendeteksi dan menilai kelompok yang mendapat terapi konvensional, sedangkanhipertrofi ventrikel kiri. Walaupun merupakan baku pada kelompok yang mendapat terapi intensif ditemukanemas untuk menilai fungsi diastolik ventrikel kiri, namun sebanyak 23 orang. Secara statistik tidak bermakna,kateterisasi jantung jarang digunakan untuk mendiagnosis walaupun terjadi perbaikan profil lipid pada kelompokdisfungsi diastolik karena bersifat invasif. Pulse-wave terapi intensif.Doppler echocardiography merupakan metoda yang palingpraktis dan sering digunakan untuk menilai fungsi diastolik Beta-blockersedangkan Tissue Doppler Imaging (TDI) echocardiography Stimulasi kronik dari sistem syaraf simfatis akanmerupakan metoda yang lebih sensitif dalam mendeteksi meningkatkan denyut jantung dan perubahan ekspresikelainan fungsi Ventrikel Kiri yang ringan. gen yang akan menyebabkan remodelling jantung baik pada pasien dengan payah jantung maupun diabetesCardiac Magnetic Resonance Imaging ( M R I ) melitus. Secara tradisionil, terdapat keberatan penggunaanCardiac MRI mempunyai akurasi yang lebih baik daripada beta bloker pada pasien DM karena kekawatiran terhadapekokardiografi, dan merupakan baku emas dalam efek samping resistensi insulin dan meningkatkan risikomengukur massa ventrikel kiri (left ventricular mass). terjadinya hypoglycemia unawereness.Namun penggunaannya terbatas hanya untuk tujuan risetdikarenakan biayanya mahal, memakan waktu lama dan Namun dengan kemajuan pemahaman terhadapmemerlukan keahlian khusus. payahjantung dan kenyataan betapa pentingnya peranan sistem saraf simfatis dalam pelepasan zat-zat vasoaktif,Cardiac Biomarkers maka beta bloker menjadi penting peranannya dalamBrain Natriuretic Peptide (BNP) m e r u p a k a n h o r m o n pengobatan payah jantung. Jadi beta bloker berperanjantung yang dihasilkan sebagai respons terhadap penting dalam mencegah bahkan memperbaiki remodellingkelebihan tekanan dan volume ventrikel. Walaupun BNP jantung, sehingga dapat memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan menurunkan mortalitas. Pada studi CIBIS II (Cardiac Insufficiency BisoprololStudy II) dan MERIT-HF (Metoprolol Controlled-release Randomised Intervention Trial in Heart Failure) y a n g meneliti p a s i e n - p a s i e n d e n g a n payah
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125