Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore NASKAH MERPATI BERTELUR EMAS

NASKAH MERPATI BERTELUR EMAS

Published by NUR KAMIDAH, 2021-11-26 06:42:04

Description: NASKAH MERPATI BERTELUR EMAS

Search

Read the Text Version

i

Merpati Bertelur Emas dan Elang yang Bijaksana Penulis: Nur Kamidah Penyunting: Khoshshol Fairuz Tata Sampul: Khoshshol Fairuz Tata Isi: Nurul Aini Diterbitkan oleh: CV. Nakomu Cangkring Malang, Sidomulyo, Megaluh, Jombang E-mail: [email protected] Facebook: Penerbit Kertasentuh Instagram: @penerbitkertasentuh WA: 085-850-5857-00 atau 0857-3333-7747 Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan KDT Merpati Bertelur Emas dan Elang yang Bijaksana, Nur Kamidah Khoshshol Fairuz Nakomu, 2021 iv+90 hlm.; 14,8cm x 21cm ISBN: 978-623-6279-77-9 I. Nur Kamidah II. Khoshshol Fairuz Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta: (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan pencipta atau memberi izin untuk itu, dapat dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ii

Kata Pengantar Teriring ucapan syukur alhamdulillah yang dipanjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahcurahkan rahmat dan karunia-Nya shingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Buku kumpulan dongeng anak berjudul Merpati Bertelur Emas Dan Elang Yang Bijaksana menceritakan tentang keberanian, kebersamaan, kejujuran, kerja sama dan persaudaraan. Melalui buku ini penulis berharap, jiwa petualang dan kreativitas dalam diri tidak pernah padam. Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan yang terdapat di dalam buku ini. Oleh karena itu, kritik dan saran demi kesempurnaan buku ini selalu diharapkan dan diterima dengan senang hati. Semoga buku ini mampu membawa manfaat bagi kita semua. Penulis iii

Daftar Isi Kata Pengantar.............................................................................iii Daftar Isi ...................................................................................... iv Amari Penjahit Profesional ........................................................1 Apel Merah Paman Koala ............................................................9 Ulat Bulu Baik Hati ....................................................................16 Noni Si Penari............................................................................. 25 Merpati Bertelur Emas............................................................ 33 Tongkat Ajaib Chiro ................................................................. 39 Naomi Si Kuda Putih ................................................................. 46 Gorila Sang Pelopor .................................................................. 53 Lomba Balap Karung.................................................................. 60 Elang Yang Bijaksana................................................................ 67 Lebah yang Beruntung.............................................................. 75 Persahabatan Singa dan Tikus............................................... 82 Kelinci Takabur .......................................................................... 86 BIODATA PENULIS .................................................................91 iv

Amari Penjahit Profesional Sinar matahari menyinari seluruh pelosok sudut hutan. Sebuah suara mesin jahit menggema di sebuah rumah. Gaun-gaun mewah terpajang di dalamnya. Burung-burung turut hinggap di atapnya, mengamati kegiatan Amari. Amari, seekor tupai cantik yang gemar menjahit. Ia menjahit dengan penuh hati-hati, hingga menghasilkan jahitan yang luar biasa indahnya. Amari tak pernah sepi pesanan. Bahkan, ia juga pernah memperoleh penghargaan sebagai penjahit profesional. Maka dari itu, seluruh penduduk hutan mempercayainya untuk menjahit baju mereka. Selain menjahit, Amari juga senang membuat pola-pola baju yang menjadi impian para penduduk hutan. Amari tak pernah meminta bayaran mahal, cukup memberinya buah-buahan saja. Hingga suatu hari, rumahnya kedatangan tamu istimewa, yakni raja hutan. Seekor singa yang sangat disegani di hutan. Amari merasa sangat bangga. Raja hutan 1

meminta Amari untuk menjahit sebuah gaun untuk ulang tahun anaknya satu bulan lagi. Ia sangat percaya, Amari mampu menciptakan sebuah gaun istimewa untuk putrinya. “Sebulan lagi, putriku ulang tahun. Aku ingin kau membuatkan gaun istimewa untuknya. Aku percaya, kau mampu melakukannya,” pinta raja hutan. Amari mulai mengukur badan putri raja hutan itu. Dengan cepat ia membuat pola gaun yang sangat rapi dan indah. “Kurang lebih gaun putrimu akan ku buat seperti ini,” kata Amari sambil menunjukkan gambar pola itu. “Indah sekali, Amari. Tak heran kau mendapat julukan penjahit profesional,” puji raja hutan. Raja hutan meninggalkan rumah Amari. Ia juga memberi buah-buahan segar kesukaan Amari. “Terima kasih, raja, akan segera ku buat,” ucap Amari. Amari melanjutkan menjahit, pesanannya begitu menumpuk. Ia harus menyelesaikan hari itu juga supaya hari esok ia segera membuat gaun istimewa untuk pernikahan putri raja hutan. Amari hanya berhenti menjahit ketika makan saja. Ia bisa berhari-hari tidak tidur demi menyelesaikan pesanan jahitan itu. Amari tidak 2

ingin mengecewakan para tetangga yang sudah mempercayainya Hari berganti, Amari masih sibuk dengan mesin jahitnya. Mesin jahit itu segalanya bagi Amari. Amari berhenti sejenak untuk sarapan. Ia keluar rumah untuk merenggangkan badannya, meliukkan ke kanan dan ke kiri. Menghirup udara pagi yang begitu segar dan membuat dirinya rileks kembali. Ia mengupas satu persatu buah- buahan. Setelah ia merasa kenyang, ia membereskan kulit- kulit buah yang berserakan itu. Kemudian, kembali menghampiri mesin jahit. Satu persatu pesanan telah diselesakainnya. Para pemesan telah mengambil jahitan tersebut. Kini, Amari menggarap jahitan permintaan dari raja hutan. Namun, Amari kehabisan bahan-bahan untuk membuat baju. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli bahan-bahan di tempat biasanya, yakni di hutan seberang yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. “Amari!” teriak Lili, kelinci yang juga gemar menjahit. Namun, hasil jahitan Lili tak sebagus hasil jahitan Amari. 3

Amari menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Lili. “Hai, Lili, lama tak jumpa, bagaimana kabarmu?” tanya Amari. “Kabarku baik, namun pesananan jahitanku sepi,” jawab Lili. “Kau hendak ke mana, Amari?” tanyanya. “Aku hendak ke hutan seberang untuk membeli beberapa bahan. Bahan jahitanku telah habis. Raja hutan memintaku untuk menjahitkan baju istimewa untuk ulang tahun putrinya satu bulan lagi,” jawab Amari membuat Lili tercengang. “Jadi, raja hutan memintamu menjahitkan baju untuk putrinya? Kemarin ia sempat ke rumahku, namun pesanannyatiba-tiba dibatalkan,” kata Lili dengan kesal. “Oh.. Maafkan aku Lili, aku tidak tahu,” jawab Amari tidak enak hati. “Jika kau butuh pekerjaan, datanglah ke rumahku, kau bisa membantuku mejahit,” pinta Amari. “Oh, tidak. Terima kasih atas tawaranmu, namun aku rasa aku tidak mau, Amari,” ucap Lili angkuh. “Aku tidak bermaksud demikian, Lili, aku hanya ingin mengajakmu bekerja sama, aku akan sangat senang bekerja bersamamu,” kata Amari. 4

Lili segera pergi meninggalkan Amari. Lili tampak marah, wajahnya pun memerah. Ia berlari sangat kencang. Amari pun melanjutkan perjalannya, mumpung hari masih terang. Setelah memperoleh barang-barang itu, Amari pun kembali pulang. Ia segera memegang mesin jahit, dan melihat kembali pola yang telah ia ciptakan. Ia mulai menjahit sedikit demi sedikit. Jahitannya begitu rapi. Amari ingin menciptakan karya terbaiknya. Tok tok tok... Terdengar suara ketukan pintu. Amari menghentikan aktivitasnya. Ia membuka pintu rumahnya. Ternyata ia adalah Lili. “Lili, mari masuk,” pinta Amari. Lili menerima tawaran Amari untuk bekerja dengannya. Dengan senang hati, Amari menerima Lili untuk bekerja sama dengannya. Lili pun mulai bekerja saat itu juga. Berkali-kali Lili melakukan kesalahan, namun Amari tak memarahinya. Ia mengajari Lili dengan sangat sabar. Waktu terus berjalan. Tinggal dua hari lagi acara ulang tahun itu akan tiba. Gaun istimewa itu pun telah terselesaikan dengan baik. Amari hendak mengantar gaun itu ke rumah raja hutan. Namun, Lili mencegahnya. Ia meminta Amari untuk beristirahat, karena berhari-hari ia 5

belum tidur. “Terima kasih, Lili, kau memang teman baikku,” ucap Amari. Lili pergi dengan membawa gunting. Di tengah perjalanan, gaun itu digunting dan dirobek oleh Lili. Kemudian, Lili memberikannya kepada raja hutan. Raja hutan sangat marah dan kecewa dengan jahitan Amari. “Ini buah untuk Amari, sampaikan padanya, aku sangat marah dan kecewa!,” ucap raja hutan. “Baik, raja. Aku akan menyampaikannya. Amari membuat gaun ini dengan tergesa-gesa, bahkan Ketika aku ingin membantunya pun tidak diperbolehkan. Dan jika raja mau, aku memiliki satu buah gaun yang sangat indah. Masih ada dua hari lagi sebelum acara ulang tahun dan membutuhkan gaun secepatnya bukan?” bujuk Lili. Raja hutan menerima tawaran Lili. Lili mengambil gaun tersebut dan memberikannya ke raja hutan. Putri raja hutan tidak senang dengan gaun cipataan Lili, namun acara ulang tahunnya tinggal menghitung hari. Di hari ulang tahun putri raja hutan semua penduduk begitu ceria dan bahagia. Tapi tidak dengan putri sang raja. Ia cemberut dan hatinya sangat sedih, karena tidak bisa memakai gaun impiannya di hari istimewa itu. Amari datang lebih pagi. Raja hutan mengusirnya, 6

“Pergilah! Kau telah mengecewakan putriku,” usir raja hutan. “Raja, aku datang sepagi ini karena aku ingin mengantar gaun putrimu yang telah aku jahit selama sebulan ini. Aku minta maaf, kemarin Lili salah membawa gaun, dan aku baru mengetahuinya tadi pagi. Sungguh, aku tidak berbohong,” ucap Amari sambil memberikan gaun cantik itu. Putri raja yang sedari tadi bersedih, kini tersenyum bahagia. “Ayah, ini gaun impianku, sepertinya Nyonya Amari memang tidak berbohong. Mana mungkin ia menjahit baju serumit dan seteliti ini dalam waktu sehari saja,” ucap putri raja, dan segera membawa gaun itu ke dalam rumah. “Bolehkah aku meminta gaunku kemarin? Karena yang Lili bawa adalah gaunku,” pinta Amari. Raja hutan memberikan gaun robek-robek itu kepadanya. Amari terkejut melihat gaun yang digunting. “Kemarin aku melihat Lili membawa gunting,” ucap raja hutan. Lili pun datang, ia melihat Amari di rumah sang raja. Raja hutan menatapnya dengan penuh amarah. Lili melangkahkan kaki ke belakang, ia langsung lari terbirit- 7

birit meninggalkan rumah raja hutan. “Perbuatan Lili sungguh tercela dan tidak pantas ditiru!” seru raja hutan. Kini, pesta ulang tahun berlangsung meriah. Putri raja hutan sangat gembira. Ia terlihat sangat cantik memakai gaun buatan Amari tersebut. Semua penduduk memuji gaun yang dipakainya itu. “Terima kasih Amari, berkat jahitanmu, aku merasa jadi ratu hari ini,” ucap putri raja dengan gembira. 8

Apel Merah Paman Koala Di perkebunan Paman Koala yang luas, tampak buah apel merah yang sudah siap untuk dipanen beberapa minggu lagi. Paman Koala menghampiri apel-apel merah itu. Menyirami dengan penuh kasih sayang. “Selamat pagi apel-apelku, segera tumbuhlah,” ucap Paman Koala. Para burung berdatangan untuk meminta buah apel kepada Paman Koala. “Selamat pagi Paman, bolehkah aku meminta apelmu? Satu buah saja,” pinta seekor burung. “Ambilah, aku tak ingin melihatmu dan keluargamu kelaparan,” ucap Paman Koala baik hati. Para burung mengambil buah apel itu secukupnya, untuk makan dirinya dan keluarganya. Selain baik hati, Paman Koala juga senang berbagi. Ia merawat apel-apel itu dengan telaten. Mulai dari benih hingga menjadi buah yang manis untuk di makan. Paman Koala juga menggunakan pupuk berkualitas. Apel merah Paman Koala adalah apel merah terenak di seluruh penjuru hutan. 9

Perkebunan apel Paman Koala tak pernah sepi pengunjung. Selain burung-burung juga banyak penduduk yang membeli apel merahnya. Paman Koala menjual dengan harga yang murah, supaya semua penduduk bisa turut merasakan. Namun, Paman Koala tidak pernah meminta bayaran kepada penduduk yang miskin, ia memberikan apel merah itu secara gratis kepadanya. “Selamat pagi, Paman Koala,” sapa Ibu Kelinci. “Selamat pagi, Ibu Kelinci,” jawab Paman Koala. “Paman, apel merahmu itu apel terlezat di seluruh hutan. Aku ingin kau menghadiri perlombaan Apel yang akan diadakan di hutan barat. Aku yakin apelmu yang akan menang,” ucap Ibu Kelinci. Berharap Paman Koala menerima tawarannya. Paman Koala tersenyum dan tertarik atas tawaran Ibu Kelinci itu. Ibu Kelinci kembali ke rumahnya, dan Paman Koala memilih-milih apel yang akan ia bawa ke perlombaan dua minggu lagi. Ia memilih apel yang belum terlalu matang, supaya saat perlombaan apel itu masih segar. Ada lima biji dalam satu tanaman yang ia pilih. Ia mengelus-elus apel itu dengan penuh cinta, “Tumbuhlah dengan manis,” ucap Paman Koala. 10

Tak lama, Pak Panda datang berkunjung. Pak Panda juga merupakan pengusaha apel. Namun, apel Pak Panda berwarna hijau, dan rasanya lebih asam segar. Pak Panda memetik salah satu apel milik Paman Koala tanpa meminta izin terlebih dahulu. Namun, Paman Koala tidak marah. Ia sudah terbiasa dengan sifat Pak Panda. “Bagaimana bisa apel-apelmu ini begitu manis?” tanya Pak Panda. “Aku merawatnya dengan sepenuh hati. Aku menyiraminya setiap pagi dengan air bersih. Aku juga memberinya pupuk yang berkualitas,” jawab Paman Koala sambil tersenyum. “Apa kau akan mengikuti perlombaan yang akan diadakan di hutan Suki?” kata Pak Panda penuh penasaran. “Ya, tentu saja. Aku harap kau juga akan ikut, karena rasa apelmu mempunyai ciri khas tersendiri,” ucap Paman Koala. “Kau menyindir apelku?!” tanya Pak Panda dengan sedikit marah. “Tidak Panda, aku sama sekali tidak menyindirmu. Justru, rasa asam di apelmu itu membuat keunikan dan 11

menarik rasa penasaran bagi pencinta apel,” jawab Paman Koala. Tanpa mengucapkan terima kasih, Pak Panda meninggalkan perkebunan itu. Paman Koala hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kembali menyemprot apel supaya terhindar dari ulat-ulat nakal. Tampak seekor ulat bermain di kebun Pak Panda. Ulat-ulat itu dibiarkan menggerogoti apel miliknya, namun ulat itu hanya makan sedikit karena apelnya sangat asam. “Makanlah yang banyak, Ulat!” seru Pak Panda dengan rasa kesal, karena apelnya tak semanis milik Paman Koala. “Terima kasih, tapi aku sudah kenyang. Kau tampak sangat kesal hari ini, ada apa Pak Panda?” tanya Ulat. “Sebentar lagi akan ada perlombaan Apel Terenak di hutan Barat. Aku yakin, apelku akan kalah dengan apel merah Paman Koala,” jawab Pak Panda. “Aku akan membantumu supaya kamu bisa menang. Aku sangat membenci Paman Koala, karena tubuhku selalu kena semprotan air yang mengandung obat meracuniku,” kata Ulat. Pak Panda dan Ulat akan menjalankan misinya di malam hari. 12

Hari mulai gelap. Pak Panda dan Ulat pergi ke perkebunan Paman Koala. Pak Panda mencuri tangki yang berisi air untuk menyemprot tanaman itu. Ia juga mencuri apel-apel milik Paman Koala. Ulat pun bebas memakan apel di perkebunan itu. Sebelum ketahuan Paman Koala, mereka berdua segera meninggalkan perkebunan tersebut. Pagi telah tiba. Paman Koala kaget melihat kebunnya berserakan, apel-apel miliknya dicuri, dan sisanya digerogoti oleh ulat. Burung-burung yang berdatangan melihat kejadian mengenaskan itu. “Oh, tidak. Apa yang terjadi, Paman? Mengapa kebunmu berserakan dan apel-apelmu hilang?” tanya Burung Pipit. “Aku tidak tahu, ketika aku bangun tidur tiba-tiba kebunku sudah berubah menjadi seperti ini. Apel yang akan aku ikutkan lomba pun menghilang,” jawab Paman Koala sedih. Mereka memperbaiki perkebunan itu, banyak hewan yang datang untuk membantunya. Paman Koala memutuskan untuk membuat perkebunan baru di lahan kosong belakang rumahnya. Paman Koala yakin, apelnya akan tumbuh seperti apel-apel sebelumnya. Ia mulai menggali tanah, menanam benih, memberi pupuk, dan 13

menyiraminya. Ia melakukannya setiap hari, tak lupa ia merawatnya dengan penuh hati. Perkebunan itu dijaga oleh burung-burung secara bergantian. Sehingga tidak akan ada yang berani mencuri dan memakan apel-apel milik Paman Koala lagi. Tak disangka, apelnya tumbuh dengan cepat, burung-burung mencicipi apel itu, dan rasanya sangat manis, bahkan lebih manis dari sebelumnya. Warnanya merah. Paman Koala memilih tiga apel yang akan ia bawa ke perlombaan. Paman Koala pergi ke hutan Barat untuk mengikuti perlombaan. Ia mengumpulkan apel merahnya itu. Ia melihat apel milik Pak Panda berwarna merah sama dengan miliknya. Para penduduk hutan tahu, Pak Panda tidak pernah memiliki apel merah. Pak Panda pun diteriaki sebagai pencuri. Namun, Paman Koala hanya diam, ia tidak ingin menuduh sembarangan. Dewan juri mencicipi satu persatu apel. Terakhir ia mencicipi apel merah yang dibawa Pak Panda. Para juri muntah-muntah, karena apel itu busuk. Ia mengaku, apel itu dicurinya dari perkebunan Paman Koala. Apel itu didiamkannya hingga membusuk. Pak Panda pun hendak dihukum, karena ia sudah mencuri. Namun, Paman Koala 14

meminta kepada para penduduk supaya memaafkan Pak Panda. Apel merah Paman Koala dinyatakan sebagai Apel Terenak. Semua penduduk hutan sudah menduga pasti apel merah Paman Koala lah pemenangnya. “Silakan kalian semua berkunjung ke kebunku, ambillah apel-apel itu semau kalian,” ucap Paman Koala membuat seluruh penduduk girang dan menari-nari atas kemenangan Paman Koala. “Yuhu.., hore.., mari kita pergi ke kebun Paman Koala,” ucap Landak. “Serbuuuuu....!” teriak penduduk senang. 15

Ulat Bulu Baik Hati “Kukuruyukkkk...,” kokok Cito, si ayam jago yang memiliki suara paling keras. Cito mulai berkokok membangunkan seisi hutan. Para penduduk bergegas mencari makan untuk anak-anak mereka di rumah. Tampak bayangan panjang, ia memiliki bulu-bulu tegak dan tebal berwana hitam. Jalannya pun sangat lamban. Ia melewati rumah Cito. Cito terlihat sedang asyik menikmati makanan buatan ibunya, “Hai, Cito.,” sapa Uli dengan ramah. Cito kaget dan tersedak melihat Uli tiba-tiba. Tubuh Uli yang kecil, tak jarang membuatnya tak sengaja terinjak dan kedatangannya tak dilihat oleh para penduduk. “Hai, Uli, selamat pagi,” jawab Cito. “Lama tak melihatmu. Kau tampak sangat lelah, Uli, mampirlah dulu ke rumahku. Pagi ini, ibuku membuat makanan yang sangattttt enak,” pinta Cito. 16

“Aku memang sangat lelah, Cito. Aku baru saja mengunjungi pamanku di hutan sebelah. Terima kasih atas tawaranmu, namun aku hendak ke danau saja,” jawab Uli. Ulat bulu itu melanjutkan perjalanannya. Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, akhirnya ia tiba di danau sudut hutan. Seekor buaya yang memiliki mata jeli melihat tubuh mungil Uli yang tengah berjalan mendekat ke danau. “Uli...!!!!” teriaknya. Para penduduk yang sedang berada di danau itu menghentikan aktivitasnya, sudah lama mereka tak melihat Uli. Mereka tempak gembira memanggil nama Uli. Uli mempercepat jalannya, ia rindu dengan kawan- kawannya itu. Uli memiliki sifat yang baik dan suka menolong, maka dari itu banyak penduduk hutan yang berkawan dengannya. “Uli, kami sangat merindukanmu,” ucap Paman Buaya. “Aku juga sangat merindukan kalian,” balas Uli. Uli yang sedari tadi menahan haus, matanya bersinar kembali setelah melihat air danau yang begitu bersih dan segar. “Paman, izinkan aku meminum air danau ini, aku sangat haus,” pinta Uli. 17

“Sudah kukatakan berulang kali, Uli, minumlah semaumu. Danau ini milik penduduk di hutan ini” jawab Paman Buaya. “Barangkali setelah aku pergi cukup lama, kau sudah tidak menganggapku sebagai penduduk hutan ini, Paman,” canda Uli. Semua teman-teman Uli tertawa. Mereka merasa nyaman berteman dengan Uli. Badan Uli yang terbungkus oleh bulu membuat raja hutan takut padanya. Raja hutan akan menyerang para penduduk jika Uli tidak berada di dekatnya. Salah seekor binatang memberikan makanan kepada Uli. Uli sangat menyukai dedaunan. “Wah, terima kasih, Paman Jerapah,” ucap Uli. Uli melahap dedaunan itu dengan sangat cepat. Uli merasa senang, teman-temannya sangat peduli dengannya. Satu persatu binatang pergi ke tengah hutan untuk mencari makan, ada pula yang pamit pulang sambil membawa kendi berisi air. Hanya tersisa Uli dan Paman Buaya. Mereka sangat akur dan bercakap-cakap mengenai keberadaan hutan ketika Uli pergi. “Uli, aku sangat prihatin dengan kondisi hutan Patri ini ketika kau pergi kemarin,” kata Paman Buaya. “Ada apa, Paman?” tanya Uli. 18

“Para binatang merasa terancam, karena raja hutan bebas menerjang mereka kapan pun dan di mana pun karena ia tahu kau sedang pergi jauh,” jawab Paman Buaya. “Aku merasa bersalah sudah meninggalkan hutan ini begitu lama, aku berjanji, aku tidak akan pergi lama lagi,” ucap Uli. Mereka berbincang-bincang tanpa henti. Tak terasa, hari mulai gelap. Matahari tampaknya sudah lelah, saatnya ia harus kembali ke rumahnya. Begitu juga dengan Uli, ia pamit meninggalkan danau sekaligus rumah Paman Buaya itu. Hutan makin gelap, namun Uli belum juga sampai di rumahnya. Ia berjumpa dengan anak Serigala. Uli hampir terinjak olehnya, “Jangan....!!!” teriak Uli. Anak Serigala itu menghentikan langkahnya, “Maaf Uli, aku tidak melihatmu,” kata anak Serigala. “Tidak apa, anak Serigala. Segeralah pulang, ibumu pasti mencari. Sore akan segera terganti oleh malam,” pinta Uli. “Terima kasih, Uli, atas perhatianmu, aku akan segera kembali, ibu pasti sudah menungguku,” jawab anak Serigala. Ia melanjutkan perjalanannya, begitu juga 19

dengan Uli. Anak Serigala itu berjalan sambil menggaruk- garuk badannya. Tak lama, ia berjumpa dengan raja hutan, “Ampun, Paman, jangan memakanku..,” pintanya. “Tidak, anak Serigala, tenanglah. Tadi aku melihatmu bersama Uli, dan sekarang kau menggaruk- garuk badanmu, tampaknya tubuhmu sedang gatal bukan?” kata raja hutan. “Benar, Paman, tubuhku gatallll sekali..,” kata anak Serigala sambil terus menggaruk badannya. “Aku tidak akan memangsamu, namun aku minta kau bujuk para binatang di hutan ini supaya mereka tidak berteman dengan Uli. Jika mereka terus berkawan dengan Uli, maka tubuhnya akan gatal dan kulitnya akan memerah seperti kulitmu saat ini,” pinta raja hutan. Anak Serigala itu menolak, ia tahu sebelum bertemu dengan Uli tubuhnya sudah gatal. Namun, raja hutan mengancam akan memakannya jika ia tidak menuruti kemauannya. Uli pun menyetujui, dan esok ia akan menjalankan perintah itu. “Jangan berteman dengan Uli...! Karenanya tubuhku menjadi gatal dan kulitku memerah..!” teriak anak Serigala sambil berkeliling hutan. 20

Para binatang pun melihat tubuh anak Serigala yang tampak menjijikkan. Mereka terhasut dan menjauhi Uli. Ketika Uli menyapa mereka, semuanya membisu, bahkan ada yang langsung melarikan diri untuk melindungi anak- anaknya. Uli merasa bingung, mengapa para binatang menjauhi dirinya. “Apa yang terjadi? Kemarin mereka masih sangat baik denganku,” kata Uli. Ia pun mencubit badannya, ia masih mengira jika ia sedang bermimpi. “Ternyata ini memang nyata, aku tidak sedang bermimpi.” Seperti biasa, Uli beranjak ke danau. Namun, ia tak menjumpai satu binatang pun di sana. Paman Buaya nampaknya juga sedang bersembunyi. Para binatang berbondong-bondong menghampiri Uli, Uli merasa senang akhirnya kawan-kawannya datang. Akan tetapi, hal yang tak terduga terjadi. Mereka mengusir Uli dari hutan Patri. “Kau sudah membuat badan anak Serigala menjadi gatal, kulitnya pun hampir membusuk karena bekas garukannya yang tak kunjung mengering. Bulumu menjadikan masalah di hutan Patri, jadi lebih baik kau pergi dari hutan ini!” tegas raja hutan. Uli pergi meninggalkan hutan itu. Para binatang pun sebenarnya tidak rela Uli harus pergi dari hutan itu. 21

Namun, ia tak ingin anak-anaknya menjadi seperi anak Serigala. Melihat Uli sudah berjalan sangat jauh, raja hutan pun langsung menerjang satu persatu binatang. Para binatang lari berhamburan sambil berteriak meminta tolong. Satu persatu anak binatang menjadi mangsa. Para induk binatang hanya bisa menangis. “Ada apa ini?!!” teriak Ibu Serigala. Raja hutan pun kabur dengan menenteng tubuh anak Kancil di mulutnya. “Satu persatu anak kami dimangsa oleh raja hutan, huhuhuhuhu,” jawab salah satu ibu binatang. “Di mana si Ulat Bulu baik hati itu?” tanya Ibu Serigala. “Dia sudah diusir dari hutan ini, karenanya anakmu menjadi gatal-gatal dan tubuhnya hampir membusuk bukan?” tanya Paman Buaya. “Tidak! Tubuh anakku gatal-gatal karena ia tidak mau mandi selama sebulan ini, ia takut dengan air. Ia pernah keracunan ketika ia minum air di danau hutan sebelah. Maka dari itu, anakku takut jika bersentuhan lagi dengan air. Ini bukan salah Uli, bukan!” bantah Ibu Serigala. 22

Para binatang menyesal telah percaya dengan berita yang belum pasti benarnya itu. “Uli...! Uli...! Kembalilah...!” teriak para binatang. Dua minggu kemudian, Uli memberanikan diri untuk kembali ke hutan Patri. Ia sudah berjanji dengan Paman Buaya, jika ia tidak akan lagi meninggalkan hutan Patri itu lama-lama. Para binatang yang sedang berkumpul mengetahui kedatangan Uli. Mereka sangat senang, dan langsung mendekati Uli. Para binatang meminta maaf kepadanya. Selain baik hati, Uli juga pemaaf. “Uli, kami sangat minta maaf kepadamu, kami sudah menuduhmu. Kepergianmu membuat kami berduka setiap hari. Satu persatu anak kami menjadi incaran raja hutan,” kata seekor Ibu Kancil. Raja hutan itu langsung menerjang para binatang dan menyakiti mereka. Ia tidak tahu bahwa Uli sudah kembali. Uli langsung menyelamatkan mereka dengan menaiki tubuh raja hutan. Bulunya membuat badan raja hutan menjadi sangat panas dan gatal. “Panas...! Gatallllll...! Ampun...! Aku tidak akan mengulanginya lagi, ampun...!” teriak raja hutan. Uli pun turun dari tubuh sang raja hutan, kemudian raja hutan berlari meninggalkan hutan itu. 23

“Hore.....!!! Hidup Uli, hidup Uli...!!!” kata para binatang bersahut-sahutan. Mereka sangat senang, karena raja hutan memutuskan untuk berpindah ke hutan sebelah, dan tidak akan mengganggu mereka lagi. Mereka pun mengadakan pesta untuk merayakan kebahagiaan itu. 24

Noni Si Penari Panggung megah digelar di tengah hutan. Satu persatu penduduk hutan mulai berdatangan untuk menyaksikan pertunjukan. Mereka duduk dengan rapi. Paman Jerapah pun memandu pagelaran tersebut. “Selamat pagi teman-teman. Semoga hari kalian menyenangkan. Pertunjukan akan segera dimulai. Kita akan menyaksikan berbagai pertunjukan, mulai dari sirkus, melukis, bernyanyi, hingga menari. Jangan membuat gaduh sampai pertunjukan selesai. Setuju...?!” tanya Paman Jerapah. “Setujuuuuu.....!” teriak para penonton. Lampu panggung menyala secara bergantian. Pertunjukan diawali dengan pertunjukan sirkus oleh Paman Beruang. Kemudian dilanjutkan pertunjukan melukis oleh Gajah. Gajah melukis Noni, si Kelinci cantik yang pandai menari. Noni sangat bahagia karena dilukis oleh pelukis profesional. Hasilnya begitu mencengangkan. Setelah itu, dilanjutkan oleh Tupai yang pandai bernyanyi. Suaranya 25

begitu merdu. Paman Tupai beberapa kali memenangkan perlombaan bernyanyi. Dan akhirnya, penampilan yang ditunggu-tunggu pun tiba. Noni sengaja tampil di akhir pertunjukkan supaya penonton tidak bubar terlebih dahulu. Mereka tahu, bahwa yang ditunggu-tunggu adalah penampilan dari Noni. Badan Noni begitu lentur dan gemulai. Penonton terkesima menyaksikan penampilan luar biasa itu. Noni kerap diundang untuk mengisi acara pertunjukan, karena ia adalah penari handal di hutan. “Aku yakin kalian sudah tidak sabar. Langsung saja, kita sambut, Noni...,” ucap pemandu acara. Semua penonton bertepuk tangan, bersorak menyambut Noni. Musik mulai berbunyi, Noni memasuki panggung dengan sangat anggun. Semua tercengang dan tidak bisa berkata-kata. Penampilan Noni tak pernah mengecewakan siapa pun. Penonton sangat menikmati penampilannya. Bahkan, ketika Noni sudah selesai menari, penonton meminta lagi. Noni menuruti permintaan penonton, ia menari lagi demi mereka. Hingga akhirnya pertunjukan itu selesai. Pengunjung pulang dengan gembira karena pertunjukan 26

Noni yang begitu maksimal. “Terima kasih, Noni, berkatmu para penonoton merasa senang,” kata Paman Jerapah. “Sama-sama, Paman, terima kasih telah mengundangku,” jawab Noni. Noni kembali ke rumahnya, ia diantar oleh Paman Beruang, Paman Gajah, dan Ibu Tupai. Noni paling kecil di antara mereka. Ia mengucapkan terima kasih kepada teman-temannya karena sudah mengantarnya. Nama Noni sangat familiar bagi seluruh penduduk hutan manapun. Sekali ada yang menyebut nama Noni, mereka ingat bahwa ia adalah penari cilik yang sangat berbakat. Bakatnya membuat ia mendapat gelar Penari Terbaik. Walaupun demikian, Noni tidak pernah sombong, ia tetap rendah hati. Bakat Noni turun dari sang ibu. Ketika masih muda, Ibu Noni juga merupakan penari terbaik di hutan. Maka dari itu, ayah dan ibunya sangat mendukungnya. Hari sudah mulai senja. Ibu Noni menyiapkan berbagai makanan lezat untuk makan malam. Seusai makan malam bersama keluarganya, Noni segera beristirahat, karena hampir setiap hari ia memperoleh undangan pesta maupun pertunjukan. 27

Fajar mulai tampak dari arah timur, sebagai tanda pagi akan tiba. Noni pun terbangun lebih awal, ia bersiap- siap menghadiri undangan pertunjukkan di hutan utara. Letak hutan utara lumayan jauh dari rumahnya, maka Noni harus berangkat di pagi buta. Di tengah jalan, ia terjerat perangkap pemburu. Untung saja, Noni masih bisa melarikan diri. Namun malang, kakinya berdarah dan jalannya menjadi pincang. “Aduh, sakit..,” rintih Noni kesakitan. Ibu Kuda tengah melintas di hutan itu, ia menjumpai Noni sendirian. “Noni, apa yang terjadi?” tanya Ibu Kuda. Ia merasa panik, penari terbaik di hutan mengalami kecelakaan. “Tadi aku hampir terjerat perangkap pemburu, aku melarikan diri dengan memaksakan kakiku keluar dari perangkap itu. Jadi, kakiku berdarah dan terluka,” jelas Noni. “Naiklah ke punggungku, Non. Aku akan mengantarmu pulang, kau harus istirahat dan segera mengobati kakimu,” pinta Ibu Kuda. “Terima kasih Ibu Kuda, tapi aku tidak ingin mengecawakan orang yang telah mengundangku, aku harus menari di acara pertunjukan itu,” kata Noni dengan 28

menahan sakit. Walaupun kakinya pincang, Noni nekat untuk pergi ke hutan utara. Namun, Ibu Kuda mengobati kakinya terlebih dahulu, dan baru mengantar Noni ke tempat pertunjukan itu. Sesampai di hutan utara, pertunjukan itu sudah dimulai, dan Noni sudah digantikan dengan penari lain karena ia datang terlambat. “Maaf Non, aku tidak menyangka kau akan mengecewakanku,” ucap Ibu Kancil. Noni belum sempat menjawab, namun Ibu Kancil itu sudah pergi, ia tampak sangat kecewa dengan Noni. Noni pun kembali pulang bersama Ibu Kuda. “Aku sangat merasa bersalah karena telah mengecewakan Ibu Kancil,” kata Noni kepada Ibu Kuda. “Kau tidak sengaja melakukannya Non, tenanglah,” jawab Ibu Kuda menenangkan. Noni tiba di rumah, ia menceritakan kejadian yang menimpanya tadi kepada ayah dan ibu. Ibu Kuda itu pamit pulang. “Terima kasih banyak, Ibu Kuda,” ucap Noni. Sejak kejadian itu, sekarang Noni sepi undangan. Tidak ada pertunjukan atau acara-acara yang mengundangnya. Apalagi ditambah kaki Noni yang pincang. Para penduduk semakin tidak yakin mengundangnya. 29

Siang hari, Noni menari-nari di tengah hutan, ditemani oleh sang surya yang tak pernah bosan menyaksikannya. Walaupun kakinya masih sakit, namun tariannya tetap begitu indah. Noni rindu pertunjukan. Tiba-tiba ia mendengar Ibu Kancil berteriak, Noni segera menghampirinya. Ibu Kancil terjerat oleh tali pemburu. Noni membantu melepaskan tali itu dengan menggerogoti satu persatu talinya. Akhirnya, Ibu Kancil berhasil bebas. “Terima kasih Non, aku tidak tahu bagaimana nasibku jika tidak ada dirimu,” kata Ibu Kancil dengan gemetar. “Sama-sama, Ibu Kancil. Kau mau ke mana? Mengapa pergi seorang diri di hutan ini?” tanya Noni penasaran. “Aku ingin meminta maaf padamu Noni, aku sungguh tidak tahu jika saat itu kau terlambat karena terjerat perangkap pemburu hingga kakimu terluka. Ibu Kuda memberitahuku kemarin. Aku bermaksud ingin mengundangmu lagi di acaraku besok lusa. Semua penontonku kecewa dengan penari pengganti, mereka ingin menyaksikan tarianmu. Aku mohon, aku tidak ingin mengecewakan mereka kembali,” mohon Ibu Kuda. 30

Dengan senang hati Noni menerima tawaran itu. Ia berjanji tidak akan mengecawakan Ibu Kancil. Ibu Kancil pun tersenyum bahagia. Pertunjukan tiba, kali ini Noni diantar oleh ayah dan ibunya. Penduduk hutan utara menyambut baik kedatangannya. Mereka tersenyum sumringah dan sangat menikmati pertunjukan dari Noni. Bahkan, mereka tak ingin Noni menghentikan tarian indahnya itu. Kini, undangan untuk Noni mulai ramai kembali. Bahkan, mereka berebut supaya Noni mengisi acara pertunjukannya lebih dahulu. “Datanglah ke tempat dahulu, Noni..,” pinta Paman Serigala. “Noni penari terbaik! Pilihlah acaraku dahulu..!!” susul Paman Buaya. “Tidak! aku akan menyiapkan berbagai makanan lezat untukmu, aku akan menuruti semua permintaanmu, asal kau memilih untuk datang ke pestaku terlebih dulu,” mohon Paman Kijang. “Maaf, Paman, aku akan datang ke acara Ibu Kuda dahulu. Ia lah yang lebih dulu mengundangkanku. Aku akan tetap hadir ke acara kalian, tenang saja. Noni tidak hanya penari hebat, tapi juga kelinci kuat, hahahaha,” canda Noni. 31

Seluruh penonton bersorak gembira. “Horeee...!!! Hore....! Noni akan datang ke pestaku, hore..!!” teriak para penonton bersahut-sahutan. 32

Merpati Bertelur Emas Mentari tertutup awan pagi ini. Suasana hutan tampak gelap dan sedikit sunyi. Udaranya pun terasa lebih dingin dibanding biasanya. Rintik hujan perlahan mulai mengguyur hutan. Daun-daun pepohonan turut bergoyang ke kanan dan ke kiri karena tertiup angin yang datang bersama hujan. Tampak seekor Merpati mendekap telur berwarna emas miliknya. Merpati itu bernama Riri. Hanya Riri lah yang bisa bertelur emas. Telur emas Riri menjadi incaran pemburu. Namun, banyak hewan yang turut melindungi telur itu. Berulang kali, Merpati bertelur emas, namun tetap saja kecolongan. Kali ini, Riri sangat berhati-hati hingga telur emas itu menetas dan menjadi seekor anak burung yang cantik seperti induknya. Riri tak bisa meninggalkan telur itu lama-lama. Riri juga kerap tidak tidur demi telur emasnya. Riri benar-banar takut kehilangan telurnya lagi. 33

Burung Kenari datang ke sarang Riri dengan keadaan basah kuyup. “Merpati, bolehkah aku berteduh sebentar di sini?” tanya Kenari dengan sedikit menggigil. “Oh, tentu saja boleh, Kenari, kemarilah,” Merpati mempersilahkan. “Wah, kau bertelur lagi, Merpati?” tanya Kenari merasa takjub melihat telur emas itu. “Betul, Kenari. Usianya hampir dua puluh hari,” jawab Merpati. “Aku tidak sabar menanti kehadirannya, ia pasti akan menjadi burung tercantik di hutan ini,” ucap Kenari membuat hati Riri merasa senang. Hujan terus mengguyur hutan. “Lebih baik kau tidur di rumahku malam ini, hujan masih begitu deras,” pinta Merpati. Merpati memang terkenal sebagai burung cantik dan baik hati. Ia senang menolong sesama. Kenari pun menuruti kata Merpati. Kenari turut menjaga telur emas yang tampak bersinar itu. Matahari bersinar dengan terang. Merpati mulai berkicau menyambut pagi. Ia juga membangunkan Kenari yang tampak tertidur pulas. “Selamat pagi, Merpati. Selamat pagi telur emas,” ucap Kenari dengan ceria. 34

“Selamat pagi, Kenari,” balas Merpati. “Karena kau sudah mengizinkan aku menginap di sini, maka aku akan mencari makan untuk kita hari ini, Merpati. Kau di sini saja menjaga telur emasmu itu,” kata Kenari. Merpati merasa sangat senang memiliki kawan sebaik Kenari. Kenari meninggalkan sarang itu. Ia mengepakkan sayapnya dengan indah. Tak lama, datanglah Paman Hamster mengagetkan Merpati. Telur emas itu pun hampir jatuh. Namun, masih bisa ditangkap oleh sayap Merpati. Paman Hamster itu meminta maaf kepada Merpati. “Aku minta maaf, Riri, aku tidak sengaja,” ucap Paman Hamster dengan rasa bersalah. Paman Hamster ingin meminta tolong kepada Merpati untuk menghias panggung pesta anaknya. Merpati memang pandai menghias, para penduduk kerap meminta tolong kepadanya. Merpati adalah hewan yang ringan tangan. Ia selalu membantu siapa saja yang membutuhkan. Namun, kali ini ia kebingungan. Ia harus menjaga telur emasnya. Jika ia membawanya, ia takut telur itu akan pecah ketika dibawa terbang. Akhirnya, ia memutuskan untuk menolong Paman Hamster, namun ia menunggu Kenari lebih dulu. Setelah 35

Kenari tiba, mereka sarapan bersama dan Merpati menitipkan telur emas itu kepadanya. “Kenari, kau kawanku yang baik. Aku mempercayaimu untuk menjaga telurku, tolong aku sebentar ya. Aku tidak akan lama, aku pasti akan segera kembali,” mohon Riri. “Tenang saja, Ri. Aku tahu telur ini sangat berharga untukmu. Aku akan menjaganya. Pergilah,” ucap Kenari meyakinkan Riri. Merpati segera pergi menuju rumah Paman Hamster. Merpati mulai menghias panggung itu dengan sangat indah. Ia juga terus memikirkan telur emasnya itu. Merpati ingin cepat-cepat kembali. Di tengah ia menghias, ia melihat pemburu membawa telur emas. Telur itu seperti milik Merpati. Merpati merasa panik. “Paman, izinkan aku melihat telur emasku dahulu. Aku baru saja melihat pemburu membawa sebuah telur emas seperti milikku, aku merasa khawatir,” ucap Merpati ketakutan. Paman Hamster mengizinkan Merpati pergi untuk melihat telur miliknya. Sesampai di sarang, telur emas itu tidak ada. Merpati mencari ke sana kemari namun tidak juga menemukannya. Merpati bergegas pergi ke rumah Kenari, namun Kenari tidak ada di sarangnya. “Tolong.., tolong., telur emasku hilang..!” teriak Merpati. 36

Di tengah jalan ia berjumpa dengan beberapa penduduk. “Halo, teman-teman, apakah kalian melihat telur emasku?” tanya Merpati. Tidak ada satu pun penduduk yang mengetahuinya. “Kenapa telurmu bisa hilang, Riri?” tanya Monyet. “Tadi aku menolong Paman Hamster menghias panggung untuk pesta anaknya. Kemudian, aku menitipkan telur itu kepada Kenari. Aku melihat pemburu membawa telur emas dan telur itu sama persis dengan telurku. Setelah aku pulang, benar saja, telurku tidak ada di sarang,” jelas Riri sambil menangis. Penduduk hutan turut membantu mencari telur emas itu ke seluruh penjuru hutan. Namun, mereka tidak menemukannya. Mereka berkumpul kembali dan melewati rumah raja hutan. Raja hutan mendekap sebuah telur emas. Tidak ada satu pun penduduk yang berani mendekat. Namun, dengan penuh keberanian, Merpati pun mendekati raja hutan. “Permisi, raja hutan.” Raja hutan terbangun dari tidur nyenyaknya. “Maaf, raja hutan, jika aku mengganggu tidurmu,” ucap Merpati. “Tidak, Merpati. Kau hendak mengambil telur emas milikmu ini bukan?” tanya raja hutan. 37

“Itu telur emas milikku? Benarkah?” tanya Merpati. Ia tidak percaya bisa bertemu kembali dengan telur emasnya. Tiba-tiba datanglah Kenari, “Hai, Merpati. Kau sudah pulang? Tadi aku melihat pemburu berjalan ke arah sarangmu. Kemudian, aku membuat telur buatan yang aku cat dengan warna emas supaya pemburu itu tidak mengambil telurmu, dan aku menitipkan telurmu kepada raja hutan, karena aku hendak mencari makan. Para pemburu tentu saja tidak berani mendekati raja hutan ini, jadi telurmu aman,” jelas Kenari. Merpati segera memeluk telur emas miliknya. Telur itu bergerak dan retak. Ternyata telur itu hendak menetas. Munculah bayi merpati yang begitu mungil dan menggemaskan. Merpati itu merasa bahagia melihat anaknya untuk pertama kali. Seluruh penduduk hutan pun merayakan kelahiran anak merpati dari telur emas itu. Tiba-tiba hutan menjadi sangat terang, dan cahaya berkat sinar yang berasal dari anak Merpati. “Waaawww....,” para penduduk keheranan sekaligus bahagia. 38

Tongkat Ajaib Chiro Pagi mulai beranjak menggantikan malam. Kicau burung menyambut hangat matahari. Penghuni hutan masih asyik mendengkur sebelum ayam jago berkokok. Namun, ada pula yang sudah mulai beranjak mencari makanan. Terlihat seekor kucing dengan bulunya lebat dan berwarna putih. Matanya bersinar berwarna biru. Ia bernama Chiro. Ia tersesat di hutan, karena ia mengejar monyet yang mengambil tongkat ajaibnya. “Oh tidak, hari sudah berganti dan aku belum juga pulang. Ayah dan ibu pasti mencariku. Namun, aku tidak tahu jalan pulang,” katanya dengan panik. Ia menemukan beberapa penduduk hutan sedang menikmati sarapan. “Permisi,” sapa Chiro. Para warga tercengang heran melihat kucing sepertinya. Mereka belum pernah melihat kucing itu, yang mereka tahu, hanya ada kucing liar di hutan. “Ka., kau siapa?” tanya Jerapah dengan terbata-bata. 39

“Namaku Chiro. Aku berasal dari hutan selatan. Apakah kalian tahu jalan arah ke hutan tersebut? Aku tersesat dari kemarin sore,” tanya Chiro. Hutan selatan adalah hutan yang dihuni oleh para penduduk kaya. Semua warga terdiam, karena ia tahu Chiro bukan kalangan mereka. “Halo.., mengapa kalian terdiam? Bisakah kalian membantuku? Aku akan membayar kalian dengan pertunjukan sulapku,” pinta Chiro. “Chiro, kami sering mendengar bagaimana kehidupan di hutan selatan. Namun, kami tidak tahu di mana letak hutan selatan itu. Kami juga tahu, para penghuni hutan selatan itu kalangan kaya raya,” jawab Kijang. “Ah, tidak juga. Kehidupan hutan selatan tidak jauh berbeda dengan hutan ini,” jawab Chiro dengan rendah hati. “Tadi kau berkata, jika kau akan bermain sulap. Mengapa kau tidak menghilang saja? Biasanya para pesulap memiliki tongkat ajaib,” tanya Paman Kelinci. “Aku memang punya tongkat ajaib, dan hanya bisa digunakan untuk permainan sulap, bukan menghilang, aku 40

ini hewan bukan jin, hahahaha,” jawab Chiro dengan cekikikan. Para warga itu tertawa mendengar jawaban Chiro. Chiro pun segera menunjukkan aksinya. Ia bermain sulap di hadapan para warga. Mereka bertepuk tangan menyaksikan pertunjukan dari kucing pesulap itu. “Wah, hebat sekali, Chiro,” puji Paman Kijang. Chiro meminta izin untuk tinggal sementara di hutan. Ia berharap, esok ayah dan ibunya mencari di hutan itu. Dengan senang hati para warga mengizinkan Chiro untuk tinggal di hutan mereka. Malahan, mereka berharap Chiro tinggal selamanya di hutan itu, karena mereka sudah lama tidak tertawa dan tidak mendapat hiburan. “Chiro, tinggalah bersamaku untuk sementara waktu,” pinta Paman Kelinci. Tidak hanya Paman Kelinci yang menawari, para warga berlomba-lomba supaya ia mau tinggal bersamanya. Namun, Chiro memutuskan untuk tinggal bersama Paman Kelinci yang menawarinya terlebih dulu. Setelah sore tiba. Chiro pulang bersama Paman Kelinci. Sesampainya di rumah, Paman Kelinci membersihkan diri di belakang rumah. Chiro menggunakan tongkat ajaibnya untuk menghasilkan makanan. Paman Kelinci kaget, tiba-tiba di 41

meja sudah ada makanan yang sangat beragam. Paman Kelinci lebih menyukai wortel, sedangkan Chiro lebih suka daging. “Dari mana makanan ini?” tanya Paman Kelinci panasaran. “Dari tongkat ajaibku, Paman,” jawab Chiro. “Wah, aku tidak menyangka, tongkatmu begitu ajaib Chiro,” puji Paman Kelinci. “Ya, tongkat ini memang ajaib, Paman. Namun, ibuku berpesan supaya menggunakan tongkat ajaib ini seperlunya. Selebihnya, aku hanya boleh menggunakannya untuk bermain sulap,” jelas Chiro. Mereka pun makan malam bersama. Setelah mereka merasa kenyang, mereka beristirahat dan tidur bersama. “Terima kasih, Chiro, berkat tongkat ajaibmu aku bisa makan enak malam ini,” ucap Paman Kelinci. Kicau burung menyambut pagi hari. Ia melintasi rumah Paman Kelinci. Kenari menyaksikan Chiro yang tengah bermain sulap. Kenari menghampirinya, “Hai, siapa namamu? Aku baru melihat kucing dirimu di hutan ini.” Tanya Kenari “Hai, burung, namaku Chiro,” jawab Chiro. 42

“Kau tampak sangat hebat bermain sulap Chiro,” puji Kenari. “Aku mendengar, akan ada kompetisi sulap seminggu lagi, aku harap kau bisa mendaftar, karena hadiahnya sangat besar,” imbuhnya. Chiro tertarik dengan perkataan Kenari. Chiro memainkan tongkatnya dengan begitu lihai. Berbagai atraksi ia tunjukkan, mulai menghilangkan daun, merubah daun menjadi buah-buahan lezat, hingga merubah daun menjadi pakaian cantik. Ia terus berlatih, disaksikan oleh Kenari dan Paman Kelinci. Kompetisi pun tiba. Kenari menghampiri Chiro di rumah Paman Kelinci. Namun, ia menyaksikan Chiro dan Paman Kelinci sedang kebingungan. Ternyata tongkat ajaib Chiro hilang. Mereka bertiga mencari di sekitar rumah Paman Kelinci. “Di mana terakhir kali kau meletakan tongkatmu itu, Chiro?” tanya Kenari. “Aku meletakannya di kursi depan rumah, aku lupa membawanya masuk,” jelas Chiro. Chiro tetap berangkat dengan tangan kosong. Chiro diantar oleh Kenari dan Paman Kelinci. Di sepanjang jalan, ia memikirkan bagaimana cara ia bermain sulap tanpa tongkat ajaibnya itu. Hingga akhirnya, mereka tiba di tempat kompetisi. Chiro melihat seekor monyet 43

memainkan tongkat miliknya dengan sembrono. Chiro hendak mengejarnya, namun Monyet itu berlari dan naik ke atas panggung. Ia memainkan tongkatnya tanpa tahu aturan. Monyet itu malah merubah dirinya sendiri menjadi seekor katak. Semua penonton tidak takjub, malainkan malah terkejut dan merasa takut. Chiro naik ke atas panggung dan mengambil tongkatnya, “Ini milikku, tongkat ini tidak bisa dipakai sembarangan, tongkat ini akan mengutuk siapa saja yang berbuat jahat. Dan Monyet ini telah mencuri tongkat milikku,” jelas Chiro di hadapan para pengunjung. Semua menyoraki Monyet itu. Monyet menyesali perbuatannya. Ia berjanji tidak akan mencuri lagi. Chiro mengembalikan tubuh Monyet seperti semula. Monyet langsung kabur karena ia malu atas apa yang ia lakukan. Chiro mulai mempertunjukkan aksinya. “Bimmmmsalabimm...,” ucap Chiro sambil menagyunkan tongkat ke sebuah daun. Daun itu berubah menjadi ribuan wortel. “Wah......,” ucap para penonton kagum. Banyak sekali aksi sulap yang ditunjukkan Chiro. Dan akhirnya, Chiro dinyatakan sebagai pemenang dalam kompetisi sulap itu. Semua penonton sangat terhibur atas 44

aksinya. Chiro juga melihat ayah dan ibunya datang dalam pertunjukan itu. “Ayah..., Ibu....!” seru Chiro. Chiro memeluk ayah dan ibunya. Akhirnya mereka bisa berjumpa kembali. Dan mereka memutuskan untuk tinggal di hutan. Tongkatnya pun turut menari-nari. Semua penduduk hutan merasa gembira, mereka memiliki warga baru yang pandai sulap. 45

Naomi Si Kuda Putih “Keteprok.., keteprok..,” terdengar suara Langkah kaki yang sedang berlari. Larinya sungguh cepat. Ternyata ia adalah Naomi, seekor kuda berwarna putih. Ekornya pun panjang dan rapi. Naomi adalah kuda perempuan yang memiliki kemampuan lari luar biasa. Sejak kecil, Naomi sering ikut sang ayah latihan berlari cepat di pagi dan sore hari. Beberapa kali Naomi selalu dikalahkan oleh sang ayah. Namun, ia tidak menyerah begitu saja. Baginya, untuk meraih impian memang perlu usaha. Katika masih muda, Ayah Naomi adalah pelari tercepat di hutan. Tidak ada satu pun warga hutan yang bisa mengalahkannya. Kini usianya telah menua, dan gelar pelari tercepat berpindah kepada si kuda Hitam. Ia sangat mendukung cita-cita Naomi menjadi pelari tercepat. Belum pernah ada kuda perempuan yang mampu mengalahkan kuda Hitam pelari tercepat saat ini. 46


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook