Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore AMIR SI TUKANG SEMIR

AMIR SI TUKANG SEMIR

Published by anita.sukmahan, 2022-07-15 22:50:31

Description: AMIR SI TUKANG SEMIR

Keywords: Amir

Search

Read the Text Version

Amir tidak menjawab. Wajahnya pucat murung. Ia melanjutkan latihan. *** Malam itu, Amir tak bisa tidur. Ia memikirkan kakeknya. Bagaimana keadaannya. Ia keluar dari kamar. Suasana sepi, Pak Wahyu belum pulang. Waktu sudah pukul 9 malam. Amir tak lagi tahan. Ingin bertemu kakek. Amir masuk kamar, dan mengambil tas sekolahnya. Ia pergi tanpa pamit. Menemui kakeknya. Untung, malam itu masih ada angkot menuju panorama. Ia berangkat sendirian. Di angkot itu juga sepi. Sang sopir tak bicara padanya. Suasana senyap. Hanya suara knalpot angkot yang terdengar. Amir memeluk tasnya. Untuk mengurangi rasa dingin malam itu. Ia tiba di panorama. Rumah kontrakan kakeknya tampak sepi. Amir segera turun dari angkot. Mengetuk 44

pintu rumah Bunan. Tok...tok...tok... “Asalamualaikum. Kakek! Ini Amir.” Namun belum ada tanda-tanda dari dalam rumah. Amir memanggil lagi “Asalamualaikum, Kek. Ini Amir. Kakek ada di dalam?” “Waalaikum salam.” Bukan Bunan yang keluar. “Oh, Pak Sito. Kakek ada di dalam?” “Amir? Mari masuk. Kakekmu ada. Ia sedang tidur” Pak Sito mengajak Amir masuk. Pak Sito heran, ada apa gerangan Amir datang malam-malam. “Ada apa, Mir? Kok malam-malam begini datang?” “Tidak ada, Pak. Aku cuma rindu kakek. Rasanya aku tidak pernah serindu ini padanya sebelumnya. Bagaimana keadaan kakek , Pak?” Amir sambil mengelus tangan keriput kakeknya. “Mir, Kakekmu sakitnya semakin parah. Sudah dua hari bapak menemaninya di sini. Bapak mau ajak ke rumah sakit, tapi kakekmu tidak mau. Dia juga rindu 45

kamu, Mir. Bapak mau menjemputmu kemarin, tapi kakekmu melarang. Katanya jangan ganggu kamu. Dia mau kamu fokus untuk tes kepolisian. Dia mau kamu berhasil. Karena cuma kamu satu-satunya keluarga yang ia punya.” Tiba-tiba... “Amir...” suara serak Bunan terdengar. “Kakek? Ini Amir, Kek” “Kamu ....” suara kakeknya terhenti. Tampak ia meahan rasa sakit. “Kakek?” Amir pun cemas. “Pak, kita bawa saja kakek ke rumah sakit sekarang!” Karena khawatir, ia tak mau membuang waktu. Pak Sito segera mencari angkot di depan gang. Setelah mendapatkan angkot. Bunan segera dibawa ke rumah sakit. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, Bunan sempat berkata “Kakek baik-baik saja. Kamu jangan 46

khawatir. Ini sudah biasa. Kamu harus siapkan diri untuk tes polisi.” Nafas Bunan semakin cepat-pendek. Ia menyerengit menahan sakit. Amir memeluknya sepanjang perjalanan. Tak henti-henti memegang tangannya. Setiba di rumah sakit, ia langsung dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD). Pak Sito segera mengurus segala administrasi. Dokter segera menangani Bunan. *** Keluarga Pak Wahyu sibuk mencari Amir. Mereka bingung. Amir tak pernah pergi tanpa pamit. Pak Wahyu segera mencari ke rumah Pak Santo. Ternyata tak ada. “Amir pasti ke rumah kakeknya.” Kata Pak Santo. Mereka menuju rumah Bunan. Setibanya di sana. Tak ada orang. Seorang tetangga memberi tahu bahwa 47

Bunan dibawa ke rumah sakit. Tak menunggu lama. Pak Wahyu dan Pak Santo menyusul. Tampak di depan ruang UGD Pak Sito duduk lesu. Mereka segera ke dalam. Amir meringkuh sambil menangis. “Kakek, ayah!” “Innalillahi wa-ina ilaihi raji’un” *** Sejak kepergian Bunan, Amir menjadi murung. Tes kepolisian gagal diikuti. Ia tak ada semangat untuk melanjutkan cita-citanya. Pak Santo yang tegas pun tak bisa memaksanya untuk bangkit. Ia tak pernah keluar rumah selain berziarah. Jum’at itu. Pak Sito datang menemui Amir. Kondisi Amir semakin menyedihkan. Ia berusaha bicara dengan Amir. Hingga sampai pada cerita tentang Bunan. “Mir, kakekmu malam itu selalu menyebut namamu, sebelum kau tiba di rumahnya. Ia ingin bapak berjanji 48

untuk selalu menjagamu dan membantumu agar menjadi polisi, cita-citamu. Jika ia masih hidup, dia pasti melakukan apapun agar kamu menjadi polisi. Dia pasti bangga sekali jika kau melanjutkan cita-citamu. Sekarang sudah waktunya kamu membuatnya bangga. Berhentilah meratap!” Perlahan, Amir berusaha bangkit kembali. Ia kembali latihan dan mendaftarkan diri menjadi perwira muda. Serangkaian tes berhasil diselesaikan. Ia pun diterima dan menjadi polisi. Ia persembahkan itu untuk Bunan. 49

Biodata Penulis Defita Juliansyah, duta bahasa 2013. Berdasarkan KTP lahir di Kelobak, Kabupaten Kepahiang Tanggal 11 Juli 1994. Muslim tulen dari lahir. Belajar menulis sejak bekerja di Media Massa TVRI Bengkulu dan Bengkulu Ekspress TV. Pernah beberapa kali menulis cerpen, dan pernah juga menang di beberapa lomba. Penulis saat ini masih aktif bekerja di BETV. Nomor ponsel yang bisa dihubungi 081367763207 50


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook