Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore RIZKI ALMU ALI KOSASIH

RIZKI ALMU ALI KOSASIH

Published by Alvira Salsabilla, 2022-12-23 06:31:42

Description: RIZKI ALMU ALI KOSASIH

Search

Read the Text Version

ANALISIS SEMIOTIK CITRA POLITIK HARY TANOESOEDIBJO DALAM IKLAN PARTAI PERINDO DI TELEVISI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh Rizki Almu Ali Kosasih NIM: 1111051000060 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 24 Desember 2015 Rizki Almu Ali Kosasih

ANALISIS SEMIOTIK CITRA POLITIK HARY TANOESOEDIBJO DALAM IKLAN PARTAI PERINDO DI TELEVISI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh Rizki Almu Ali Kosasih NIM: 1111051000060 Pembimbing Siti Nurbaya, M.Si NIP: 19790823 200912 2 002 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2016 M.

PENGESAHAAN PANITIAN UJIAN Skripsi yang berjudul ANALISIS SEMIOTIK CITRA POLITIK HARY TANOESOEDIBJO DALAM IKLAN PARTAI PERINDO DI TELEVISI telah diujikan dalam sidang munaqasyah di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Maret 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 22 Maret 2016 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota, Dr. Masran, MA Dedi Fakhrudin, M.Ikom NIP: 19601202 199503 1 001 NIP: 19781208 201411 1 001 Anggota, Penguji I, Penguji II, Dr. Sihabudin Noor, MA Rubiyanah, MA NIP: 19690221 199703 1 001 NIP: 19730822 199803 2 001 Pembimbing,

ABSTRAK Rizki Almu Ali Kosasih Analisis Semiotik Citra Politik Hary Tanoesoedibjo dalalm Iklan Partai Perindo di Televisi Menjelang dimulainya kontestasi pemilu pada tahun 2014 lalu, pemilik dari media-media besar di Indonesia berpartisipasi memperebutkan kursi lembaga legislatif dan eksekutf. Sebut saja Abu Rizal Bakrie, Surya Paloh dan Hary Tanoe yang bersaing mendulang suara melalui media yang berada di bawah kekuasaannya. Mereka melakukan publikasi lewat iklan politik, untuk menampilkan citra politik diri dan partainya. Karena televisi merupakan media masa yang paling efektif dalam menyampaikan informasi, Hary Tanoe dengan partai Perindo yang baru saja lahir dalam dunia politik Indonesia, memerlukan publisitas untuk menunjukan eksistensi diri dan partainya di tengah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah penelitian yaitu, bagaimana citra politik Hary Tanoe dalam iklan partai Perindo di televisi digambarkan? Dan apa saja ikon, indeks dan simbol yang terdapat dalam iklan partai Perindo di televisi? Dalam penelitian ini, teori yang digunakan sebagai unit analisis adalah teori semiotika model Charles Sanders Peirce, yang membagi tanda menjadi ikon, indeks dan simbol. Peirce juga memperkenalkan istilah semiosis, yaitu proses pemaknaan dan penafsiran tanda melalui tiga tahap, yakni tahap pencerapan aspek representamen (melalui pancaindra), tahap mengaitkan secara spontan represetamen dengan pengalaman dalam kognisis manusia yang memaknai represetamen itu (objek), dan tahap menafsirkan objek sesuai dengan keinginannya (interpretant). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis dengan pendekatan penelitian kualitatif. Sementara teknik penulisan dalam penelitian, mengacu pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance). Tujuan dilaksanakannya penelitian adalah untuk mengetahui ikon, indeks dan simbol dalam iklan partai Perindo, serta bagaimana citra Hary Tanoe digambarkan dalam iklan tersebut. Kemudian, penelitian ini juga memiliki manfaat yakni memberikan gambaran bagaimana iklan bisa menampilkan citra tersendiri yang dilakukan oleh media. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu bermanfaat bagi masyarakat untuk menjadi modal dasar dalam berpikir lebih kritis mengenai iklan dari partai politik dalam memilah dan memilih serta menentukan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Setelah melakukan penelitian, peneliti mengambil kesimpulan bahwa citra politik yang ingin ditampilkan dalam iklan partai Perindo adalah sosok Hary Tanoe yang merangkul masyarakat ekonomi lemah karena mereka merupakan pondasi agar terciptanya Indonesia yang sejahtera. Hary Tanoe juga sosok yang sangat mengakui pluralitas yang ditandai dengan ikon, indeks dan simbol yang muncul dalam iklan yang menggambarkan keberagaman rakyat Indonesia. Keyword: Citra, Iklan, Semiotika, Politik, Partai Perindo, Hary Tanoe v

KATA PENGANTAR ‫ﺑِ ْﺴِﻢ ِﷲ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ اﻟﱠﺮ ِﺣْﻴِﻢ‬ Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, dzat Yang Maha Sempurna, yang senantiasa menyempurnakan kenikmatan kepada hamba- Nya. Shalawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW beserta sahabat dan keluarganya, pembawa misi penyempurna akhlak yang mulia, bagi seluruh ummat manusia di dunia. Dengan tetap merendahkan hati, peneliti tetap mengharapkan karunia, pertolongan dan petunjuk-Nya, alhamdulillah peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Semiotik Citra Politik Hary Tanoesoedibjo dalam Iklan Partai Perindo di Televisi” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari, dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan diberbagai tempat, oleh karena itu peneliti sangat menerima koreksi dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, dan dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik; Dra.

Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan Keuangan; dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Kemahasiswaan. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, SS, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Ketua Sidang Munaqsyah, Bapak Drs. Masran, MA; dan Sekertaris Sidang Munaqasyah, Bapak Dedi Fakhrudin, M. Ikom. Beserta Penguji I, Bapak Dr. Shihabudin Noor, MA dan Penguji II, Ibu Rubiyanah, MA. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk hadir dalam undangan peneliti dan memberikan nilai, kritik dan saran kepada peneliti untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Siti Nurbaya, M.Si yang telah meluangkan waktunya dan memberikan pemaham lebih dalam mengenai tema, konsep dan alur penelitian, serta motivasi, kritik dan saran juga semangat sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Kencie Kosasih dan Ibu Rani Pujihartini, terima kasih telah mendengarkan keluh kesah peneliti dan terus menyediakan materil yang peneliti butuhkan selama proses penelitian, terima kasih atas do’a dan kucuran kasih sayang tanpa batas kepada peneliti. Terima kasih kepada Wina Saputri dan El Sheva Pranajaya yang telah menjadi keluarga kecil bagi peneliti. Terima kasih atas kasih sayang, canda dan tawa, kehangatan dan kebersamaan kalian yang menjadi motivasi lebih dan semangat dalam menyelesaikan skripsi dan dalam hidup bagi peneliti. Terima kasih kepada Achmad Maulana Sirojjudin, Ismo Tri Hatmodjo, Wulan Purnamawati, Muhammad Reza Fansuri, Umamah Nisaul Jannah, Setya

Malikh Kevin Turangga atas pemikiran-pemikirannya dan kesediaan meluangkan waktunya mengerjakan Skripsi bersama. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas niat baik kalian, Aamiin Ya Rabbal’alamin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, 22 Maret 2016 Rizki Almu Ali Kosasih

DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................ v KATA PENGANTAR...................................................................................... vi DAFTAR ISI..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 4 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5 E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6 F. Metodologi Penelitian ................................................................ 8 G. Sistematika Penulisan ................................................................ 11 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Komunikasi Politik .................................................................... 14 1. Citra Politik .......................................................................... 15 2. Publisitas Politik .................................................................. 18 B. Semiotika dan Semiologi ........................................................... 20 1. Konsep Semiotika Charles Sanders Peirce .......................... 22 2. Ikon, Indeks dan Simbol ...................................................... 24 C. Iklan Televisi.............................................................................. 26 1. Konsep Iklan ........................................................................ 26 2. Konseptual Iklan Politik....................................................... 30 BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Hary Tanoesoedibjo ......................................................... 32 B. Profil Partai Perindo................................................................... 35 ix

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Semiotik Iklan Politik Partai Perindo di Televisi Versi “Deklarasi Partai Perindo” ......................................................... 44 B. Analisis Semiotik Iklan Politik Partai Perindo di Televisi Versi “Siapakah Indonesia?” ............................................................... 57 C. Interpretasi Penelitian ................................................................ 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 82 B. Saran........................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 84 LAMPIRAN...................................................................................................... 88

DAFTAR TABEL 1. Tabel 2.1 Perbedaan Antara Publikasi dengan Publisistas ........................... 20 2. Tabel 2.2 Semiotika Peircean........................................................................ 25 3. Tabel 4.1 Analisis Gambar Hary Tanoesoedibjo .......................................... 45 4. Tabel 4.2 Analisis Gambar Kondisi Pasar Tradisional ................................. 47 5. Tabel 4.3 Analisis Gamabar Kegiatan UMKM ............................................ 49 6. Tabel 4.4 Analisis Gambar Petani................................................................. 51 7. Tabel 4.5 Analisis Gambar Nelayan ............................................................. 52 8. Tabel 4.6 Analisis Gambar Buruh................................................................. 54 9. Tabel 4.7 Analisis Gambar Pengangguran.................................................... 56 10. Tabel 4.8 Analisis Gambar Tulisan “Siapakah Indonesia?” ......................... 58 11. Tabel 4.9 Analisis Gambar Suku Papua ....................................................... 60 12. Tabel 4.10 Analisis Gambar Pemeluk Agama Hindu ................................... 62 13. Tabel 4.11 Analisis Gambar Nenek ............................................................. 64 14. Tabel 4.12 Analisis Gambar Hary Tanoe dengan Masyarakat ..................... 66 15. Tabel 4.13 Karakteristik UMKM.................................................................. 72 xi

DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2.1 Segitiga Semiotika Peircean...................................................... 24 2. Gambar 3.1 Hary Tanoesoedibjo .................................................................. 32 3. Gambar 3.2 Lambang Partai Perindo............................................................ 42 4. Gambar 4.1 Gambar Hary Tanoe.................................................................. 45 5. Gambar 4.2 Gambar Kondisi Pasar Tradisional .......................................... 47 6. Gambar 4.3 Gambar Kegiatan UMKM ........................................................ 49 7. Gambar 4.4 Gambar Petani........................................................................... 50 8. Gambar 4.5 Gambar Nelayan........................................................................ 52 9. Gambar 4.6 Gambar Buruh........................................................................... 54 10. Gambar 4.7 Gambar Pengagguran ................................................................ 55 11. Gambar 4.8 Gambar Tulisan awal iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?”) ................................................................................................. 58 12. Gambar 4.9 Gambar Suku Papua.................................................................. 60 13. Gambar 4.10 Gambar Agama Hindu ............................................................ 62 14. Gambar 4.11 Gambar Nenek ........................................................................ 64 15. Gambar 4.12 Gambar Hary Tanoe dengan Masyarakat................................ 66 xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Atau juga sebagai pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar, telivisi, dan majalah atau di tempat umum.1 Masyarakat Perikalanan Indonesia, dalam Rhenald Kasali,2 mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Secara sederhana iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukkan kepada masyarakat lewat suatu media. Objek iklan tidak sekedar tampil dalam wajah yang utuh, melainkan melalui proses pencitraan, sehingga citra produk lebih mendominasi bila dibandingkan dengan produk itu sendiri. Pada proses ini cita produk diubah menjadi citra produk. Perjalanan mengubah cita menjadi citra, adalah persoalan interaksi simbolis di mana objek iklan dipertontonkan. Fokus perhatian pada makna simbolis konsumen 1Ebta Setiawan, “Pengertian Iklan”, artikel diakses pada 2 Mei 2015 dari http://kbbi.web.id/iklan 2Rhenald Kasali, Membidik Pasar Indonesia Segmentasi Targeting Possittioning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 9-7 1

2 iklan yang ditampilkan dalam iklan itu sendiri, di mana simbol-simbol budaya dan kelas sosial menjadi bagian dominan dalam kehidupannya. 3 Dalam komunikasi politik, adanya komponen terpenting yaitu adanya pesan yang ingin disampaikan melalui iklan yang ditayangkan oleh media televisi. Iklan politik dapat dilakukan diberbagai media baik massa, elektronik ataupun media cetak. Melalui iklan politik pula dapat menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh calon kandidat dari partai politik tersebut. Iklan politik tersebut juga dimanfaatkan sebagai bentuk publisitas untuk menginformasikan visi dan misi, program kerja yang dicanangkan dan citra diri yang baik dari partai atau kandidat politik. Oleh karena itu, pemilik dari media televisi dewasa ini banyak berpartisipasi ke dalam dunia perpolitikan Indonesia dengan bergabung dalam sebuah partai politik atau bahkan mendirikan partai politik. Sebagai contohnya, Hary Tanoesoedibjo. Pemilik dari MNC Group ini menciptakan sebuah partai baru, yakni Partai Perindo untuk berpastisipasi dalam pemilu 2019 mendatang. Dikutip dari situs youtube.com,4 partai Perindo telah resmi menjadi badan hukum partai politik pada tanggal 8 Oktober 2014 lalu. Dan mendeklarasikan berdirinya partai tersebut pada tanggal 7 Februari 2015 dengan mengundang ketua umum partai politik lain seperti Abu Rizal Bakrie, Annis Matta, Wiranto dan sejumlah pejabat tinggi negara. Partai Perindo memiliki basis perjuangan mewujudkan Indonesia sejahtera lahir dan batin. 3Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 79. 4Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo Hary Tanoe dalam Deklarasi Partai Perindo 7 Februari 2015”, video diakses pada 2 Mei 2015 dari https://www.youtube.com/watch?v=_Gv4kCNoGqQ

3 Sebagai partai politik baru dan ketua umumnya merupakan pemilik dari media MNC Group, walaupun saat ini tidak sedang musim kampanye, partai Perindo dapat dengan mudah melakukan iklan politik di empat stasiun televisi yang dimiliki MNC Group tersebut, yaitu RCTI, MNC TV, Global TV. Iklan politik merupakan penghubung dari sebuah partai politik ke masyarakat, khususnya calon pemilih. Selain merupakan kegiatan pemasaraan, periklanan juga merupakan kegiatan komunikasi. Dilihat dari segi komunikasinya, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju dan melalui media apa iklan politik tersebut sebaiknya disosialisasikan.5 Belum genap satu tahun usia Partai Perindo, tercatat Partai Perindo telah menayangkan empat buah versi iklan yang berbeda pada televisi di bawah naungan MNC Group, yakni RCTI, Global TV, MNC TV dan iNews TV. Ke-empat versi iklan tersebut adalah versi “kelahiran Partai Perindo”, versi “Deklarasi Partai Perindo”, versi “Event Liga Futsal Perindo”, dan versi “Siapakah Indonesia?”. Kemudian, setelah usia pertamanya sebagai partai politik di Indonesia, Partai Perindo kembali merilis sebuah iklan dengan tema “Mars Partai Perindo.” Dengan demikian, hingga saat ini tercatat ada lima buah versi iklan yang berbeda yang telah tayang di media televisi di bawah naungan MNC Group. Dan sampai saat ini, iklan dengan tema atau versi “Mars Partai Perindo” yang masih tayang di televisi milik Hary Tanoe tersebut. Dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan suatu penelitian mengenai iklan dari partai Perindo tersebut, dengan menganalisa maksud dan tujuan mengenai makna yang terkandung mengenai pembentukan citra politik dari 5Sumbo Tinarbuko, Iklan Politik dalam Realitas Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), hal 2

4 Hary Tanoe di dalam iklan tersebut, dengan judul penelitian “Analisis Semiotik Citra Politik Hary Tanoesoedibjo Dalam Iklan Partai Perindo di Televisi”. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, peneliti mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian dan lebih terarah, iklan yang peneliti pilih sebagai batasan masalah adalah iklan versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?”. Hal tersebut dikarenakan, kedua iklan versi tersebut sangat terlihat pencitraan politik Hary Tanoe sebagai aktor utama dalam iklan tersebut. Selain itu, alasan peneliti tidak memilih iklan versi “Mars Partai Perindo” dikarenakan oleh iklan tersebut tayang pertama kali pada saat peneliti telah sampai pada akhir analisis. Padahal, iklan Partai Perindo versi “Mars Partai Perindo” sarat akan pencitraan politik Hary Tanoe dan Liliana Tanoesoedibjo. Kemudian, stasiun televisi yang peneliti pilih sebagai batasan penelitian adalah stasiun RCTI dan Global TV. Hal tersebut dikarenakan kedua stasiun televisi tersebut merupakan stasiun unggulan yang frekuensi tayangan kedua iklan yang peneliti pilih sangat banyak tayang.

5 2. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana citra politik Hary Tanoe dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?” digambarkan? b. Apa saja tanda yang digunakan dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi ”Siapakah Indonesia?”? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui citra politik Hary Tanoe dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi ”Siapakah Indonesia?” digambarkan. b. Untuk mengetahui ikon, indeks dan simbol yang terdapat dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo”dan versi ”Siapakah Indonesia?”. D. Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan mengenai teori-teori komunikasi beserta ruang lingkupnya kepada pembaca, khususnya mengenai semiotika, citra politik dan publistas, serta iklan dan iklan politik, serta berkaitan tentang komunikasi politik dan dunia

6 periklanan televisi. Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana iklan bisa memberikan citra tersendiri yang dilakukan oleh media. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang keberagaman iklan politik di media televisi dan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam menghadapi serbuan iklan politik di media televisi pada saat mendekati musim pemilihan umum, agar dapat berpikir kritis untuk menentukan pillihan dalam menggunakan hak pilihnya. E. Tinjauan Pustaka Dari beberapa penelitian sebelumnya, peneliti memilih hasil penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu: 1. Makna Kepemimpinan Islami Dalam Iklan Politik di Televisi (Analisis Semiotika Iklan Kampanye Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013) oleh Arief Fadillah, mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan unit analisis, objek dan subjek penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan. Yakni analisis Semiotik model Charles Sanders Peirce, dengan tayangan iklan politik di televisi sebagai subjek dan makna berupa ikon, indeks dan symbol dalam tayangan iklan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan skripsi tersebut sebagai sumber referensi teori dan cara melakukan analisis dalam penelitian.

7 2. Representasi Citra Politik Dalam Iklan Hanura Win-HT Bersih Peduli Tegas di RCTI oleh Alvina Malvi, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayutllah Jakarta 2014. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan unit analisis, objek dan subjek penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan. Yakni analisis Semiotik model Charles Sanders Peirce, dengan tayangan iklan politik di televisi sebagai subjek dan makna berupa ikon, indeks dan symbol dalam tayangan iklan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan skripsi tersebut sebagai sumber referensi teori dan cara melakukan analisis dalam penelitian. 3. Konstruksi Citra Politik Hatta Rajasa Menjelang Pemilihan Presiden 2014 (Analisis Semiotik Pada Iklan MAPAN) oleh Vania Utamie Subiakto, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan unit analisis, objek dan subjek penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan. Yakni analisis Semiotik model Charles Sanders Peirce, dengan tayangan iklan politik di televisi sebagai subjek dan makna berupa ikon, indeks dan symbol dalam tayangan iklan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan skripsi tersebut sebagai sumber referensi teori dan cara melakukan analisis dalam penelitian. 4. Politik Pencitraan Partai Gerindra Terhadap Prabowo Subianto Pada Pilpres 2009 oleh Ridho Abdi Winahyu, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah

8 Jakarta tahun 2012. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan pembahasan mengenai partai politik. Oleh Karena itu, peneliti menjadikan sebagai salah satu sumber referensi mengenai konsep tentang partai politik. 5. Analisis Wacana Kritis Iklan Kampanye Partai Politik Pemilu 2009 Di Televisi oleh Wiliani, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2009. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan pembahasan mengenai iklan kampanye dan partai politik. Oleh Karena itu, peneliti menjadikan sebagai salah satu sumber referensi mengenai konsep tentang iklan kampanye dan partai politik. F. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut definisi Harmon (1970) yakni sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas.6 Paradigma yang digunakan adalah paradigma konstruktivisme. Konstruktivisme diambil dari kata “konstruksi” yakni merancang, dan apa yang dirancang? Konstruksivisme berasumsi, “Bagaimana pesan di konstruksi atau di susun.”7 Dalam hal ini, paradigma konsturksivisme lebih mengkaji soal pesan, dimana pesan dikonstruksikan (dibentuk). Di dunia pertelevisian pesan disebut juga dengan teks dimana teks bukan hanya sekedar tulisan yang tercetak 6Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) Cet. 28, h. 49. 7Ardianto Elvinaro. & Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 154.

9 melainkan semua yang ada dalam layar kaca televisi mulai dari teks, audio, video bahkan grafis yang semuanya memiliki maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator agar dapat menyamakan persepsinya dengan komunikan. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang di dalamnya terdapat metode penelitian analisis semiotika. Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tanda (sign), objek (referent) dan pemikiran manusia. Pendekatan semiotika mencakup bagaimana tanda mewakili objek, ide, siruasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri. Metode penelitian analisis semiotik yang peneliti gunakan adalah model dari semiotik Charles Sanders Pierce. Untuk mengkaji atau mendeskripsikan dan menganalisa, maka digunakan pendekatan deskriptif analisis. Tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara. Pengertian dari analisis deskriptif sendiri adalah suatu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran, dan mengualifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya, setelah itu baru disimpulkan. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian adalah iklan politik dari partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?” di RCTI dan Global TV. Sementara yang menjadi objek penelitian adalah makna yang

10 terkandung dalam tayangan iklan partai Perindo di stasiun televisi berupa ikon, indeks dan simbol serta bagaimana citra Hary Tanoe digambarkan dalam tayangan iklan seperti yang telah dibahas pada rumusan masalah. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Obesrvasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang diteliti. Observasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan, peninjauan, penyelidikan dan riset.8 Penelitian melakukan observasi langsung yaitu dengan teknik observasi teks, yakni pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek yang diteliti yakni iklan partai Perindo dan objeknya yaitu makna yang terkandung dalam tayangan iklan-iklan partai Perindo di stasiun televisi berupa ikon, indeks dan simbol. b. Dokumentasi Untuk memperdalam penelitian ini, peneliti juga mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan iklan partai Perindo dari berbagai dokumen seperti buku-buku, majalah, jurnal, media massa dan lainnya yang sebelumnya telah terlebih dahulu membahas tentang iklan politi. Selain itu peneliti juga menggunakan dokumentasi berupa video yang berasal dari internet, yang peneliti dapatkan dengan me-download video iklan tersebut. 8Sutrisno Hadi, Metedologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 92.

11 5. Teknik Analisis Data Menurut Patton yang dikutip oleh Sugiono,9 analisis data adalah proses mengatur uraian data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar. Setelah semua data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Peneliti akan menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif, analisis semiotik dari Charles Sanders Pierce untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Unsur penting dalam analisis semiotik adalah makna yang ditonjolkan kepada khalayak berupa ikon, indeks dan simbol dalam tayangan iklan. G. Sistematika Penulisan Teknik penulisan dalam penelitian, peneliti mengacu pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance). Kemudian, agar penulisan penelitian ini menjadi lebih sistematis, peneliti membagi isi skripsi ini menjadi lima bab, tiap bab di dalamnya terdapat beberapa sub-bab agar lebih jelas dalam pembahasannya. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: Penulisan ini dimulai dengan BAB I, yang menjelaskan latar belakang masalah penelitian. Di dalamnya mendeskripsikan garis besar iklan televisi, iklan politik, kemudian latar belakang lahirnya Partai Perindo dan sepak terjang dari 9Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta), 2007, h. 88.

12 sosok pendiri Partai Perindo sekaligus pemilik dari MNC Group, Hary Tanoesoedibjo. Di dalam bab Pendahuluan ini juga berisikan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konsep dan teori, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Kemudian, bab selanjutnya adalah BAB II. Di dalam bab Landasan Teori dan Kerangka Konsep ini berisikan mengenai teori-teori dan berbagai konsep yang peneliti gunakan berdasarkan rumusan masalah penelitian. Peneliti ingin meneliti citra Hary Tanoe dalam iklan Partai Perindo di televisi, yang akan dianalisis dengan semiotika. Oleh sebab itu, dalam bab ini berisikan teori tentang semiotika, yang peneliti akan gunakan adalah model semiotika Charles S. Peirce. Selain itu, dalam bab ini juga terdapat konsep mengenai komunikasi politik, yang di dalamnya berfokus pada citra dan publisitas politik. Selanjutnya, konsep mengenai politik dalam islam, iklan di televisi dan iklan politik juga terdapat dalam bab ini. Profil dan sepak terjang dari Hary Tanoesoedibjo serta profil dan sejarah berdirinya Partai Perindo akan peneliti bahas dalam BAB III yang berisi Gambaran Umum. Selain itu, bab ini juga membahas secara singkat iklan dari Partai Perindo di televisi yang peneliti pilih untuk diteliti, yakni iklan Partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?”. Inti atau point dari penulisan penelitian akan peneliti sajikan dalam BAB IV mengenai Temuan dan Analisis Data. Di dalam bab ini, peneliti menguraikan secara lengkap hasil analisis peneliti mengenai tanda dan makna yang terkandung dalam iklan Partai Perindo yang tayang di televisi versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?”. Kemudian, bab ini juga berisi interpretasi

13 penelitian untuk membongkar lebih luas dan lengkap mengenai tanda dan makna yang terdapat dalam iklan Partai Perindo tersebut. Selanjutnya, bab terakhir dari penelitian adalah BAB V yang merupakan bab Penutup. Dalam bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil dari penelitian analisis semiotik citra Hary Tanoe dalam iklan Partai Perindo di televisi, serta menjelaskan substansi dari bab-bab sebelumnya yang menjelaskan tentang apa yang menjadi tema dari penelitian ini. Dalam bab ini juga terdapat saran-saran dari peneliti yang semoga bisa bermanfaat, serta mencantumkan daftar pustaka yang peneliti gunakan dalam penulisan sebagai rujukan dan lampiran-lampiran yang peneliti kira penting.

BAB II TEORI A. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah suatu kaji`an sebagai studi atau ilmu pengetahuan yang muncul pada masa kontemporer. Komunikasi politik secara teoritis dan praktis bersifat dinamis, dan merupakan suatu kajian yang interdisipliner. Artinya, komunikasi politik adalah suatu ilmu yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik. Hafied Cangara menjelaskan, secara etimologis, “komunikasi” berasal dari bahasa Latin yaitu “Communico” yang artinya membagi, dan “Communis” yang berarti persamaan. Secara terminologis, “komunikasi” adalah proses penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain (kelompok). Harold D. Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses “Who, Says what, In which channel, To whom, With what effect”. Ia terinspirasi dari Aristoteles yang hidup empat abad sebelum masehi, yang dalam bukunya dengan judul Rethoric mendefinisikan komunikasi dengan menekankan “siapa mengatakan apa kepada siapa”.1 Gun Gun Heryanto dalam buku yang berjudul Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar mengatakan,2 pengertian “politik” secara etimologis, diambil dari bahasa Latin, “politicus” dan bahasa Yunani, “politicos” yang berarti “relating to a citizen” (hubungan kepada masyarakat). Kedua kata tersebut berasal dari kata 1Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strattegi, h. 14. 2Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 2. 14

15 “polis” yang bermakna “kota”. Definisi politik secara terminologis, merupakan aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk memengaruhi dengan jalan mengubah atau memertahankan suatu bentuk susunan masyarakat. Sementara Harold D. Lasswell dalam Hafied Cangara, 3 juga menjelaskan politik sebagai ilmu tentang kekuasaan “when we speak of the science of politics, we mean the science of power”. Filsuf Yunani Kuno abad kelima sebelum masehi, seperti Plato dan Aristoteles, menganggap politik sebagai usaha mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Politik pada umumnya dapat dikatakan suatu usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. 4 Dari konsep mengenai komunikasi dan konsep tentang politik yang telah dijelaskan di atas, komunikasi politik suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi terhadap aktivitas politik. Komunikasi politik adalah upaya sekelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran atau ideologi politik tertentu dalam rangka menguasai atau mendapatkan kekuasaan disuatu wilayah. 1. Citra Politik Citra berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti gambar. Kemudian dikembangkan menjadi gambaran sebagai padanan kata image dalam bahasa Inggris. Citra merupakan sesuatu yang abstrak dan kompleks serta melibatkan aspek emosi (afektif) dan penalaran (kognisi). Pada hakikatnya, citra dapat didefinisikan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi khalayak terhadap 3Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strattegi, h. 23. 4Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 14.

16 individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan kiprahnya dalam masyarakat.5 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), citra adalah rupa, gambar atau gambaran. Citra merupakan gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. Sedangkan citra politik didefinisikan sebagai strategi suatu partai politik atau politisi untuk membangun gambaran positif diri. Suparmin berpendapat, 6 bahwa citra politik sangat berkaitan dengan berbagai macam identitas seorang tokoh politik, dan merupakan rangkaian atribut yang diberikan oleh pihak luar membentuk entitas seorang tokoh partai politik. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima melalui media, baik media sosial maupun media massa, yang bekerja menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Citra politik mencakup beberapa beberapa hal, yaitu: (1) seluruh pengetahuan politik seseorang (kognisi), baik yang benar maupun keliru; (2) semua referensi (afeksi) yang melekat kepada tahap tertentu dari peristiwa politik yang menarik; (3) semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa yang terjadi jika berperilaku dengan cara berganti-ganti terhadap objek dalam situasi itu. Citra politik selalu berubah sesuai dengan berubahnya pengetahuan politik dan pengalaman politik seseorang.7 Gun Gun Heryanto berpendapat, citra politik bisa diperoleh melalui publisitas politik. Publisitas menurut Howard Stephenson yang dikutip dari Gun 5Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 178. 6Suparmin, “Konstruksi Citra dan Politik Media Massa”, artikel diakses pada 5 Agustus 2015 dari www.kompasiana.com/suparmin/konstruksi-citra-dan-politik-media- massa_54f91d21a33311f1068b46e1 7Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, h. 178.

17 Gun Heryanto, adalah berita mengenai kejadian-kejadian yang direncanakan. Citra politik sangat diperlukan untuk membangun image yang baik dimasyarakat, agar memperoleh dukungan dari masyarakat. Jika citra suatu partai atau tokoh politik itu baik dimata masyarakat, berarti sejalan dengan tingginya tingkat popularitas partai atau tokoh politik tersebut. 8 Dalam Citra Politik, ada beberapa jenis citra yaitu (1) Citra Bayangan (mirror image), citra yang melekat pada orang-orang dalam atau anggota oragnisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, akibat dari kurangnya informasi, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh angggota dalam organisasi itu mengenai pendapat dari pihak luar tersebut; (2) Citra yang Berlaku (current image), citra yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra yang sepenuhnya ditentukan oleh banyak atau sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya; (3) Citra Majemuk (multiple image), adanya citra yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi dengan tingkah laku yang berbeda-beda dengan tujuan organisasi; dan (4) Citra yang Diharapkan (wish image), citra yang diinginkan pleh pihak organisasi. Biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenai informasi tersebut.9 8Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, h. 89. 9Frank Jefkins, Public Relation (Edisi kelima), (Jakarta; Erlangga, 1998), h. 20 dan 412.

18 2. Publisitas Politik Jefkins menjelaskan publisitas adalah suatu upaya dari seseorang atau organisasi agar kegiatannya diberitakan media massa. Publisitas lebih menekankan komunikasi satu arah. Kata publisitas berasal dari bahasa Inggris, publicity, yang berarti informasi yang berasal dari sumber luar yang digunakan media massa karena memiliki nilai berita. Publisitas merupakan sebuah metode yang tidak dapat terkontrol dalam penempatan pesan di media.10 Tujuan dari publisitas adalah meningkatkan popularitas lembaga atau kandidat politik. Namun secara lebih jelas, tujuan dari publisitas politik adalah: (1) memperoleh perhatian. Konsep dasar dari publisitas adalah menarik perhatian khalayak dari isu-isu yang yang dibuat secara terencana dan akan lebih baik jika media massa mengulangnya berhari-hari bahkan berminggu-minggu; (2) memperoleh penghargaan. Dengan publisitas dapat mengangkat popularitas dari partai atau tokoh politik. Dengan terencana dan sistematis, maka partai atau tokoh politik tersebut akan dianggap penting bagi khalayak.; (3) good will. Adanya upaya dari pihak lain untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan yang mengarah pada kerja sama; dan (4) popularitas. Adanya pengakuan eksistensi yang meluas dari khalayak bagi kandidat, sehingga meningkatkan elektabilitas sementara untuk memperbesar pengaruh politik. Publisitas dalam praktiknya juga memiliki bentuk yang berbeda-beda, yakni: (1) Pure Publicity, Publisitas yang biasanya memanfaatkan kejadian yang biasa terjadi. Sebagai contoh, dipersimpangan jalan ataupun lampu merah ketika bulan Ramadhan banyak spanduk yang mengucapkan selamat menjalankan ibadah 10Jefkins, Public Relation, h. 90.

19 puasa, akan tetapi sepanduk tersebut terdapat logo salah satu partai politi atau organisasi; (2) Paid Publicity, bentuk dari publisitas dengan cara membeli rubrik, kolom ataupun air time media. Jika iklan pada umumnya menampilkan produk atau jasa, gagasan lembaga atau kandidat secara langsung, maka bentuk publisitas jauh lebih soft atau elegan, dengan cara masuk di talkshow, editorial, dokumenter atau program yang seolah-olah tidak direncanakan dan tidak dibentuk. Selanjutnya (3) Free Ride Publicity, publisitas yang biasanya memanfaatkan keberadaan pihak lain. Dengan menggunakan event atau situasi pihak ketiga tersebut keuntungan diperoleh dalam hal popularitas. Contohnya dengan menjadi narasumber dalam suatu seminar, maka secara langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi khalayak dalam event tersebut. Dan (4) Tie-in Publicity, memanfaatkan kejadian luar biasa yang mengundang jurnalis untuk meliput. Contohnya seperti bencana alam, yang banyak partai politik memanfaatkan kejadian tersebut.11 Namun pada praktiknya, tidak semua publikasi merupakan publisitas, namun publisitas sudah pasti publikasi. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai indikator. Faktor yang pertama adalah tujuannya, publikasi bertujuan untuk memberitahu informasi kepada khalayak, sementara publisitas berusaha untuk mempopulerkan citra diri. Kemudian publikasi berfokus pada pemindahan informasi, sementara publisitas berfokus pada kejadian yang direncanakan. Selanjutnya publikasi bersifat tidak memihak, sedangkan publisitas memihak pada seseorang atau suatu lembaga. Dan yang terakhir publikasi mengangkat multi-isu, sementara publisitas hanya satu atau sedikit isu saja yang diangkat. 11Jefkins, Public Relation, h. 93.

20 Tabel 2.1 (Perbedaan antara Publikasi dengan Publisitas)12 Indikator Publikasi Publisitas Tujuan Memberitahu informasi Mempopulerkan citra diri Fokus Pemindahan pesan Kejadian yang direncanakan Sifat Tidak memihak Memihak pada seseorang atau Informasi lembaga Isu Multi-isu Satu atau sedikit isu B. Semiotika Dan Semiologi Semiotika atau semiologi, merupakan dua istilah yang digunakan untuk satu bidang keilmuan yang sama. Dua istilah tersebut muncul dari dua tokoh, Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce, yang keduanya merupakan pemikir dalam bidang ilmu yang mengkaji tentang tanda. Tidak banyak perbedaan yang mencolok mengenai pengertian dari dua istilah tersebut, akan tetapi semiotik dan semiologi dapat dibedakan dari di mana dua istilah itu terkenal dan banyak digunakan. “Semiotics is the study of signs and signs sistems. It grew out of two entirely separate tradition in the early 1900s: Semiology (sêmiologie in the original French), proposed by Ferdinand de Saussure, a linguist in Switzerland, as an extension of psychology; and semiotic, proposed by Charles Sanders Peirce, a philosopher in the United States, as an extension of the study of logic. The term semiology is still used, though more often in Europe than in the United States; the term semiotic (singular form) is rarely used; the term of choice in the United States today is most often semiotics (plural form) in an attempt to consolidate areas of research.”13 Dalam buku Semiotika Komunikasi, Alex Sobur menjelaskan istilah semiologi yang banyak digunakan oleh pengikut Ferdinand de Saussure di Eropa. Menurut pengertian Saussure, semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari displin psikologi sosial, dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda- 12Jefkins, Public Relation, h. 95. 13Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics and Semiology, In Stephen W. Littlejhon and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication, (California, SAGE Publications, 2009), h. 874.

21 tanda berserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. Sementara semiotika lebih terkenal oleh masyarakat yang menggunakan bahasa Inggris dan mereka adalah pengikut dari paham Charles Sanders Peirce. Yang menjadi dasar dari pemikiran Peirce adalah konsep mengenai tanda. Menurutnya, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri apabila terkait dengan pemikiran manusia seluruhnya terdiri dari tanda-tanda.14 Namun pada akhirnya, menurut resolusi yang diambil oleh komite internasional di Paris pada bulan Januari 1969 diputuskan semiotics menjadi istilah untuk semua peristilahan lama semiology. Kemudian hal tersebut dikukuhkan juga oleh Association for Semiotics Studies pada tahun 1974. Dalam buku Analisis Teks Wacana yang ditulis oleh Alex Sobur, 15 secara etimologis, istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti “tanda” atau “seme” yang berarti “penafsir tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Sementara secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai suatu tanda. Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Semiotika menjadikan kebudayaan sebagai objek kajian utamanya. Para strukturalis (merujuk pada Ferdinand de Saussure dan pengikutnya), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan 14Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 12-13. 15Alex Sobur, Analisis Teks Wacana: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.

22 makna (isi, yang dipahami oleh seseorang). Mereka melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil proses tersbut) dalam kognisi manusia.16 Sementara para pragmatis (Charles S. Peirce beserta pengikutnya) melihat tanda seabagi sesuatu yang mewakili sesuatu. “Sesuatu” itu dapat berupa hal yang konkret (dapat ditangkap oleh pancaindera manusia). Yang kemudian melalui sebuah proses, “sesuatu” tersebut mewakili yang ada di dalam kognisi manusia. Jadi menurut para pragmatic, tanda bukanlah suatu struktur, melainkan suatu proses kognitif yang berasal dari apa yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia. Danesi dalam bukunya menjelaskan,17 semiotika adalah ilmu yang mengkaji mengenai tanda-tanda. Tanda memungkinkan manusia untuk mempresentasikan dunia dalam pelbagai cara, melalui simulasi, indikasi dan kesepakatan bersama. Kehidupan manusia dicirikan oleh “pencampuran tanda”. Karena jenis-jenis tanda berbeda di tiap budaya, tanda menciptakan pelbagai pencontohan mental yang pasti akan membentuk pandangan yang dimiliki orang terhadap dunia. 1. Konsep Semiotika Charles Sanders Peirce Charles Sanders Peirce adalah tokoh dibalik digunakannya istilah semiotika/semiotik di dunia. Ia adalah seorang filsuf yang berasal dari Amerika. Peirce terlahir dari keluarga intelektual pada tahun 1839 di Cambridge, Massachusetts. Ayahnya adalah seorang professor Matematika di Harvard, bernama Benjamin. Peirce menjalani pendidikan di Harvard University, dan 16Benny H. Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Komunitas Bambu, 2014), h. 15. 17Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi), (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 33.

23 memberikan kuliah logika dan filsafat di Universitas John Hopkins dan Harvard. Ia memberikan sumbangan yang penting pada logika filsafat dan matematika, khususnya semiotika, Pierce melihat teori semiotikanya sebagai yang tak terpisahkan dari logika. Menurut Peirce, dalam Sobur,18 tanda adalah “something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Ia juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari Kepertamaan, objeknya adalah Kekeduaan, dan penafsirnya adalah contoh dari Keketigaan. Keketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tanpa batas (semiosis). Danesi dalam bukunya menjelaskan arti dari semiosis, semiosis adalah kapasitas otak untuk memproduksi dan memahami tanda.19 Kemudian, proses semiosis diterangkan oleh Hoed, yakni proses yang melalui tiga tahap, yang pertama adalah pencerapan tanda melalui pancaindera (representament), selanjutnya adalah tahap mengaitkan secara spontan represetamen dengan pengalaman dalam kognisis manusia yang memaknai represetamen itu (objek), dan tahap menafsirkan objek sesuai dengan keinginannya (interpretant).20 “Peirce divided signs into three components: the sign, or representatum; the object, that to which the representatum refers; and the interpretant, the meaning it conveys (alternatively, the third part is sometimes understood to be the person making the interpretation).”21 18Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 40. 19Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, h. 24. 20Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, h. 9. 21Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics and Semiology, In Stephen W. Littlejhon and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication, (California, SAGE Publications, 2009), h. 874.

24 Gambar 2.1 (Segitiga Semiotik Peircean) Dengan demikian menurut Peirce, sebuah tanda atau representament memiliki relasi “triadik” langsung dengan interpretan dan objek-nya. Apa yang dimaksud dengan proses “semiosis” merupakan suatu proses yang memadukan entitas (berupa representament) dengan entitas lain yang disebut objek. Proses inilah yang menurut Peirce disebut sebagai signifikasi. 2. Ikon, Indeks dan Simbol Charles S. Peirce juga mendefinisikan 66 jenis tanda yang berbeda, dan tiga diantaranya lazim digunakan dalam pelbagai karya semiotika saat ini. Ketiganya yaitu ikon, indeks dan simbol. “Signs are generally divided into types. Peirce named 66 types; of these, three are accepted as the most important. They are distinguished by the type of relationship between the signifier and signified. An icon has a relationship of similarity (a photograph is an icon because it normally looks like the person or object depicted). An index has a relationship of contiguity or connection, thus an index points to what it stands for (if their wedding cake topper is saved by the couple to be eaten on their anniversary, that is an index because it was originally part of the wedding cake and only conveys meaning as a result of that connection). A symbol has a relationship of arbitrariness (that the word cat has no whiskers, as Gregory Bateson famously noted, means it is a symbol).”22 22Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics and Semiology, In Stephen W. Littlejhon and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication, (California, SAGE Publications, 2009), h. 874.

25 a. Ikon Peirce menyebut objek sebuah ikon sebagai objek yang “langsung”. Ia mengistilahkan sumber acuan yang sesungguhnya, yang berada di luar tanda dan dapat direpresentasikan melalui cara yang tak terhitung jumlahnya sebagai objek “dinamis”. Ikon adalah tanda yang mewakili sumber acuan melalui sebuah bentuk replikasi, simulasi, imitasi, atau persamaan. Misalnya foto, peta, cap jempol dan lain sebagainya. b. Indeks Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Misalnya asap dan api yang menandakan adanya api, atau awan gelap (mendung) yang menandakan akan segera turun hujan. c. Simbol Simbol adalah tanda yang makna representamen-nya diberikan berdasarkan konvensi sosial. Simbol mewakili sumber acuannya dalam cara yang konvensional. Misalnya burung Garuda yang bagi bangsa Indonesia adalah lambang negara. Tabel 2.2 (Tabel Semiotika Peircean) Jenis Hubungan antara tanda dan sumber Contoh Tanda acuannya Ikon Tanda dirancang untuk Segala macam gambar, merepresentasikan sumber acuan melalui poto, kata-kata simulasi atau persamaan (sumber acuan onomatopoeia dan dapat dilihat, didengar dan seterusnya, seterusnya. dalam ikon)

26 Indeks Tanda dirancang untuk mengindikasikan Jari yang menunjuk, kata Simbol sumber acuan atau saling keterangan seperti di sini, menghubungkan sumber acuan. di sana, kata ganti seperti aku, kamu, dan Tanda dirancang untuk menyandikan seterusnya. sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan. Simbol sosial. C. Iklan Televisi 1. Konsep Iklan Meminjam istilah “iklan” yang dikemukakan oleh Danesi, 23 ‘advertising’ (iklan) adalah kata kerja dari bahasa Latin advertere yang memiliki arti ‘mengarahkan perhatian seseorang ke’. Hal tersebut menyatakan satu bentuk atau jenis pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau layanan tertentu. Sementara Bovee di dalam Advertising Excellence,24 mendeskripsikan iklan sebagai sebuah proses komunikasi, dimana terdapat: pertama, orang yang disebut sebagai munculya ide iklan; kedua, media sebagai medium; dan ketiga, adalah audiens. Iklan telah menjadi salah satu komunikasi massa yang paling mudah dikenal dan paling menarik perhatian dengan hamper seluruh anggota masyarakat terpapar padanya. Citra dan pesan yang setiap hari disebarkan oleh iklan menggambarkan pemandangan sosial. Iklan sudah menjadi strategi bersama yang dipakai untuk membujuk orang lain melalui sesuatu: misalnya mendorong seorang kandidat politik, mendukung tujuan bersama, dan sebagainnya. Perusahaan bisnis, partai dan 23Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 222. 24Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 108.

27 para kandidat politik, organisasi sosial, kelompok dan minat khusus, dan pemerintahan memasang iklan secara rutin dalam pelbagai media untuk menciptakan ‘citra’ mereka sendiri yang baik bagi pikiran orang-orang. Iklan merupakan salah satu bentuk dari komunikasi. Secara aktual, iklan dibentuk dengan sangat terstruktur dari komunikasi terapan, yang memadukan pesan verbal dan non-verbal yang disusun untuk memenuhi format waktu dan ruang yang spesifik yang telah ditentukan. Iklan diarahkan pada sekelompok khalayak atau audiens, bukan ditujukan pada individu tertentu. Hal itu desebabkan karena tujuan iklan adalah sebagai bentuk dari komunikasi massa. Kebanyakan iklan dilakukan dengan cara berbayar kepada pihak penyedia layanan iklan, yang dalam hal ini bias saja media cetak, televisi atau juga internet. Namun tidak semua iklan berbayar, ada juga seperti iklan layanan masyarakat yang diapasang oleh lembaga-lembaga nirlaba. Biasanya terdapat suatu kerjasama oleh dua organisasi tersebut, sehingga iklan tidak berbayar. Hingga pada akhirnya, iklan harus menggunakan medium untuk mencapai khalayak luas. Medium dari iklan adalah media yang dibayar oleh pemasang iklan untuk meletakan iklannya sehingga mampu menjangakau khalayak luas. Dari sinilah dikenal berbagai bentuk iklan yang didasarkan pada media yang digunakan, seperti iklan radio, iklan televisi, iklan koran, iklan luar ruang (spanduk, poster, baliho dsb). Agar iklan menjadi efektif, iklan harus dilakukan dengan dukungan strategi pemasaran mendasar. Ada beberapa strategi pemasaran mendasar yaitu segmentasi (segmentation), diferensiasi (differentiation), dan penempatan (positioning). Segmentasi adalah proses dan memecah pasar konsumen dari jumlah besar dan

28 heterogen kedalam subpasar atau segmen, biasanya dilakukan dengan berdasarkan kemiripan dari konsumen di pasar negoisasi. Diferensiasi dapat diartikan sebagai proses penciptaan perbedaan yang diterima oleh konsumen, di dalam pikiran konsumen diantara merek yang dibuat dengan competitor yang lain. Selanjutnya positioning yang merupakan proses mendesain merek shingga dapat mengatasi jarak antara merek dan konsumen dan kemudian menempatkkan nilai pada pikiran konsumen.25 Secara garis besar, tujuan dari iklan adalah untuk menginformasikan suatu produk barang dan jasa kepada khalayak. Selanjutnya iklan juga bertujuan mengarahkan konsumen atau khalayak untuk mengkonsumsi produk barang dan jasa tertentu, atau mengubah sikap agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemasang iklan. Dan yang terakhir adalah agar konsumen selalu mengingat produk tersebut sehingga tetap setia mengkonsumsinya. Ketiga tujuan dari iklan di atas sekaligus menunjukan bagaimana iklan bekerja. Iklan televisi dibuat untuk mengomunikasikan produk kepada masyarakat luas. Namun, agar komunikasi itu efektif untuk memengaruhi audiens atau khalayak terhadap produk atau jasa yang ditampillkan, maka pencipta iklan mencoba menggunkan symbol yang diterjemahkan sendiri sebagai sesuatu yang berkesan lebih baik. Sebaliknya komunikasi bermuatan symbol-simbol itu ditangkap dan dimaknai sendiri pula oleh khalayak sebagai konsekuensi logis dalam interaksi simbolis. Sehingga tahap berikutnya akan terjadi proses pemaknaan dari berbagai pihak sebagai subjek dalam interaksi simbolis. 25Fajar Junaedi, Komunikasi Politik: Teori, Aplikasi dan Strategi Di Indonesia, (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2013), h. 112.

29 Dalam pemaknaan symbol-simbol akan terjadi tiga kemungkinan; pertama, symbol ditafsirkan sama oleh kedua belah pihak; kedua, symbol ditafsirkan berbeda-beda di antara kedua pihak; dan ketiga, audiens kebingungan menafsirkan symbol-simbol tersebut. Dalam peristiwa kedua dan ketiga, iklan televisi dianggap tidak berhasil mentraformasikan makna symbol sehingga komunikasi sepenuhnya berhasil, sedangkan peristiwa pertama iklan televisi berhasil mentraformasikan symbol-simbol ke masyarakat.26 Bovee dalam Burhan Bungin, 27 menjelaskan bahwa iklan televisi adalah salah satu dari iklan lini atas (above-the-line). Umumnya iklan televisi terdiri atas iklan sponsorship, iklan layanan masyarakat, iklan spot, Promo Ad, dan iklan politik. Iklan sponsorship merupakan dominasi utama dalam iklan televisi. Iklan ini perkembanganya lebih pesat karena didukung oleh dana yang besar dan kreativitas yang menajubkan serta sarat dengan harapan-harapan konsumtif. Sementara iklan layanan masyarakat penayangannya di telivisi dapat dilakukan melalui kerjasama antara lembaga nonkomersil dengan media. Sedangkan iklan spot adalah sebuah iklan televisi yang menampilkan gambar-gambar tidak bergerak dengan latar suara tertentu sebagai dukungan terhadap gambar tersebut. Selanjutnya, Promo Ad yaitu televisi menayangkan lead acara atau film tertentu di sepanjang waktu yang sekiranya tayangan lead ini dapat disisipkan, dengan tujuan untuk mendujung acara tertentu yang diharapkan meraih benyak audiens untuk menyaksikan. 26Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 72. 27Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 111.

30 2. Konseptual Iklan Politik Media televisi saat ini sudah digunakan sebagai media iklan untuk kepentingan politik, sehingga iklan yang demikian dikategoi ke dalam iklan politik. Iklan politik umumnya berupaya mengkonstruksi pemirsa yang juga adalah segmen politik sebuah partai pada saat pemilihan umum (pemilu) partai tersebut. Gagasan yang dimunculkan sama dengan iklan konsumen, hanya saja berbeda pada ‘produk’ yang dijual dan penyelesaian akhir tujuan klan. Iklan politik tidak menujual barang, namun menjual program partai dan tidak mengarah khalayak kepada perilaku membeli, melainkan mengarahkan kepada sikap menerima sebuah partai dan memilihnya pada saat pemilihan umum. Iklan politik dapat diartikan sebagai pembelian dan penggunaan ruang iklan untuk mengomunikasikan pesan politik pada khalayak. Media yang digunakan dalam iklan politik juga tidak berbeda dengan iklan lainnya, secara garis besar terbagi atas iklan yang menggunakan media lini bawah dan lini atas. Bolland dalam Cangara, mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesan- pesan lembaga atau institusi dalam media. Karena itu iklan politik didefinisikan “… political advertising refers to the purchase and use of advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political message to a mass audience.”28 Devlin menyebutkan beberapa kategori iklan politik ditelevisi; pertama, iklan primitif, terlihat kaku dan tampak dibuat-buat; kedua, ‘talking heads’, dirancang untuk menyoroti suatu isu dan menyampaikan citra bahwa kandidat mampu menangani isu tersebut dan melakukan pekerjaaanya nanti; ketiga, iklan 28Cangara, Komunikasi Politik, h. 280.

31 negatif, yang menyerang kebijakan lawan kandidat; ketiga, iklan konsep, dirancang untuk menggambarkan ide-ide besar dan penting mengenai kandidat; keempat, ‘cinema-verite’, teknik yang menggunakan siuasi informal dan alami; kelima, iklan kesaksian (testimonial) baik dari orang biasa maupun dari tokoh terkenal mengenai kandidat politik; keenam, format reporte netral, yaitu rangkaian laporan mengenai kandidat dan membebrikan kesempatan kepada khalayak untuk menilai kandidat.29 Diamond dan Bates menggambarkan beberapa bentuk iklan politik dan kecenderungannya yang terlihat dalam media; pertama, The Shrinking Spot (Penyusutan iklan), iklan politik ditelevisi berdurasi antara 30 sampai 60 detik; kedua, The Rise of Image (Kemunculan Citra), iklan politik ditelevisi lebih menekankan pada citra sang kandidat dari pada isu atau materinya; ketiga, Myth and Simbol (Mitos dan Simbol), dalam iklan politik ditelivisi terdapat beragam simbol dan mitos yang mendukung kandidat politik; keempat, Signifying Power, iklan politik ditelevisi merupakan simbol dari kekuasaan dan kekuatan kandidat politik. Biasanya digunakan oleh tokoh incumbent yang telah memiliki pengalaman memerintah dan berkuasa; kelima, Negatives, iklan politik ditelivisi yang lebih memilih tentang dugaan kelemahan lawan kandidat dari pada keunggulan dirinya sendiri.30 29Deddy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi: Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Praktisi Politik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 82-85. 30Brian McNair, An Introduction to Political Communication, (New York: Routledge, 2011), h. 92-97.

BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Hary Tanoesoedibjo Gambar 3.1 (Hary Tanoesoedibjo)1 Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo, atau yang dikenal Hary Tanoesoedibjo, akrab dipanggil Hary Tanoe, lahir di Surabaya pada 26 September 1965. Ia adalah Presiden Direktur dari PT. Media Nusantara Citra (MNC) dan Ketua Umum dari Partai Perindo (Persatuan Indonesia). Ia dilahirkan dari pasangan Ahmad Tanoesoedibjo dan Lili Yohana. Meskipun ayahnya seorang Muslim, namun Hary Tanoe beragama Kristen. Hary Tanoe merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, ia memiliki dua orang saudara kandung yang bernama Hartono Tanoesoedibjo dan Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Sejak kecil ia dikenal sangat dekat dengan sang ibunda. Hary Tanoe menikah dengan Liliana Tanaja dan dikaruniai lima orang anak yang bernama Angela Herliani Tanoesoedibjo, Valencia Herliani Tanoesoedibjo, Jessica Herliani 1Gambar diakses pada 5 September 2015 dari http://www.deliknews.com/asset/themes/Transcript/cache/2013/01/Hary-Tanoe.jpg 32

33 Tanoesoedibjo, Clarissa Herliani Tanoesoedibjo dan Warren Haryputra Tanoesoedibjo.2 Hary Tanoe adalah lulusan dari Carleton University, Ottawa-Kanada dengan gelar Bachelor of Commerce (Honours) pada tahun 1988. Serta gelar Master of Business Administration yang ia peroleh dari Ottawa University, Ottawa- Kanada setahun berselang.3 Setelah lulus kuliah, Hary Tanoe pulang ke Indonesia dan mendirikan perusahaan pertamanya, yaitu PT Bhakti Investama Tbk. di Surabaya dengan modal hanya Rp.200.000.000 saja. Di masa krisis ekonomi melanda Indonesia, Hary Tanoe melakukan merger dan berhasil mengakuisisi banyak perusahaan yang mengalami krisis, salah satunya adalah PT Bimantara Citra Tbk. yang diketahui perusahaan tersebut milik Bambang Trihatmodjo, putra mantan Presiden Soeharto. Setelah memiliki mayoritas saham di perusahaan tersebut, akhirnya PT Bimantara Citra Tbk berganti nama menjadi PT Global Mediacom Tbk. Global Mediacom menjadi holding company yang sukses dibidang usaha multimedia dan komunikasi, dan lewat MNC menanungi sejumlah media cetak maupun elektronik seperti RCTI, MNC TV, Global TV, harian Seputar Indonesia, tabloid Genie, Okezone.com dan Radio Trijaya Network (Radio Dangdut 97,1 FM, Women Radio 94,3 FM dan Radio ARH 88,4 FM). Karir politiknya dimulai ketika Hary Tanoe memutuskan bergabung ke Partai Nasdem (Nasional Demokrat) pada tanggal 9 Oktober 2011 yang diketuai oleh Surya Paloh. Di partai Nasdem, Hary Tanoe menduduki posisi sebagai Ketua 2Erlin Wulandari, “Hary Tanoesoedibjo Resmi Menjadi Kakek,” artikel diakses pada 30 Juli 2015 dari http://www.kompasiana.com/erlinwulandari/hary-tanoesoedibjo-resmi-menjadi- kakek_552c3ad46ea83474158b4645 3Rinjani Nursafitri, “Profil Hary Tanoesoedibjo Orang Super Kaya di Indonesia,” artikel diakses pada 30 Juli 2015 dari http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-hary-tanoesoedibjo- orang-super-kaya-di-indonesia/

34 Dewan Pakar dan Wakil Ketua Majelis Nasional. Tidak berselang lama, tepatnya pada tanggal 21 Januari 2013, Hary Tanoe mengumumkan secara resmi bahwa dirinya mengundurkan diri dari partai Nasdem yang dikarenakan perbedaan pendapat dan pandangan terhadap struktur kepengurusan partai. Menurutnya, politik adalah idealisme, hal tersebut yang menjadi alasan kuat kenapa Hary Tanoe meninggalkan partai yang selama hampir 2 tahun ia telah berkontribusi di dalamnya. Mengingat tepat pada tanggal 8 Januari 2013 partai Nasdem dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU menjadi peserta pemilu 2014 dengan nomer urut 1.4 Kemudian tepat pada tanggal 17 Februari 2013, di kantor DPP Partai Hanura Hary Tanoe mengumumkan bahwa dirinya bergabung pada partai tersebut. Hary Tanoe langsung menjabat posisi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura. Alasan Hary Tanoe memilih Hanura dikarenkan berbagai pertimbangan yang diantaranya diketahui bahwa figure Wiranto dan keterbukaan partai Hanura menerima dirinya beserta fraksi yang mengukutinya keluar dari partai Nadem. Setelah empat bulan bergabung dengan partai Hanura, dirinya dideklarasikan maju menjadi calon wakil presiden 2014 mendampingi Wiranto. Dua hari sebelumnya, Hary Tanoe juga telah dilantik sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu partai Hanura. Suara yang diperoleh Partai Hanura pada pileg 2014 tidak memungkinkan bagi pasangan Wiranto – Hary Tanoe untuk maju. Saat pasangan capres dan cawapres sudah mengerucut menjadi dua pasang, Wiranto dan Hary Tanoe mendukung pasangan yang berbeda. Wiranto mendukung pasangan Jokowi – Jusuf 4Rinjani Nurafitri, “Profil Hary Tanoesoedibjo Orang Super Kaya di Indonesia.”

35 Kalla, sementara Hary Tanoe mendukung pasangan Prabowo – Hatta Rajasa. Hingga pada akhirnya, Hary Tanoe memutuskan untuk mundur dari Hanura. Hary Tanoe sempat mendirikan sebuah organisasi yang bernama Persatuan Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu organisasi tersebut menjadi sebuah partai politik berbadan hukum yang sah pada tanggal 8 Oktober 2014 dan baru dideklarasikan secara luas yang ditayangkan di media televisi milik MNC Group pada tanggal 7 Februari 2015 dengan mengundang sejumlah tokoh politik dan pemerintahan pada acara tersebut.5 B. Profil Partai Perindo Partai Perindo lahir dari sebuah organisasi kemasyarakatan non-partisan yang dideklarasikan oleh Hary Tanoesoedibjo bersama tokoh-tokoh nasional lainnya di Jakarta pada 7 Februari 2015, untuk mendedikasikan dirinya pada fokus pengembangan dan pemberdayaan masyarakat kelas bawah, tak terkecuali pemuda dan perempuan dalam rangka perwujudan keadlian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.HH-03.AH.11.01 Tahun 2014, tanggal 8 Oktober 2014, Perindo telah sah menjadi partai politik berbadan hukum.6 Partai Perindo memiliki basis perjuangan mewujudkan Indonesia sejahtera lahir dan batin. Yang melatarbelakangi berdirinya Partai Perindo adalah teringgalnya Indonesia dibanyak bidang kehidupan, seperti kesejahteraan, 5Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo Hary Tanoe dalam Deklarasi Partai Perindo 7 Februari 2015,” video diakses pada 9 September 2015 dari https://www.youtube.com/watch?v=_Gv4kCNoGqQ 6DPW Partai Perindo, “Latar Belakang Partai Perindo,” artikel diakses pada 9 September 2015 dari www.dpwpartaiperindo.com

36 pendidikan dan moral. Partai Perindo bertekad, yang tentunya bersama-sama dengan partai politik lainnya dan Pemerintah, sebagai mitra kerja untuk mengatasi permasalahan-permasalahan bangsa. Sehingga cita-cita sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat sejahtera lahir dan batin dapat kita mujudkan.7 Partai Perindo bertekad untuk selalu mengembangkan demokrasi dan mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan dan bebas KKN, ikut menjaga keutuhan NKRI, menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, menegakkan HAM, serta fokus pada pertumbuhsn ekonomi yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi golongan lemah. Hal ini sejalan dengan pancasila yang juga menjadi basis ideologi partai Perindo dan UUD 1945. Hal ini juga sejalan dengan cita-cita kemerdekaan dan pendiri bangsa kita di mana dalam sila terakhir pancasila dengan jelas disebutkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang mencerminkan perlunya bangsa Indonesia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin.8 Platform partai Perindo adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, harus ada suatu perubahan yang meyeluruh, sistematis, terpadu dan terarah. Partai Perindo mendorong secara penuh terwujudnya Indonesia sebagai Welfare State (Negara Kesejahteraan) yang berdasarkan Pancasila. Partai Perindo berkeyakinan bahwa stabilitas politik dan kualitas demokrasi di Indonesia akan terwujud apabila kebutuhan dan hak dasar rakyat terpenuhi. Politik transaksional, money politics, dan perilaku koruptif yang selama ini tumbuh subur dalam setiap pelaksanaan pemilu, 7Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo …,” 8Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo …,”

37 akan semakin berkurang bahkan menghilang seiring dengan tingkat kesejahteraan yang makin meningkat. Bagi partai Perindo, kesejahteraan tidak hanya ditinjau dari perspektif ekonomi semata sebagaimana lazim terekam dalam PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita, tetapi juga ditinjau dari pencapaian disektor sosial yaitu pendidikan dan kesehatan yang terefleksi kedalam Tingkat Melek Huruf (TMH) dan Tingkat Harapan Hidup (THH) sebagai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks yang digunakan untuk menggambarkan pencapaian kesejahteraan masyakat secara agregat, karena indeks ini menangkap perkembangan disektor ekonomi dan sector sosial sekaligus.9 Berikut struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo:10 Majelis Persatuan Partai Ketua : Hary Tanoesoedibjo Sekretaris : David Fernando Audy Anggota : Henry Suparman Anggota : Liliana Tanoesodibjo Anggota : Ahmad Rofiq Dewan Pimpinan Pusat : Hary Tanoesoedibjo Ketua Umum : Syafril Nasution KetBid Organisasi 9DPW Partai Perindo, “Platform Partai Perindo,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari www.dpwpartaiperindo.com/platform-partai-perindo/ 10DPW Partai Perindo, “Sususnan Pengurus Partai,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari https://dpwpartaiperindo.com/profil-partai-perindo/

38 KetBid Kader, Anggota dan Saksi : Armyn Gultom KetBid Litbang dan IT : Sururi Alfaruq KetBid Politik : Arya Mahendra Sinulingga KetBid Pendidikan dan Kebudayaan : Budiyanto Darmastono KetBid Hukum dan Advokasi : Christophorus Taufik KetBid Pemberdayaan Perempuan : Ratih Purnamasari KetBid Sosial Ekonomi : A. Wishnu Handoyono KetBid Hubungan Antar Lembaga : Mohammad Yamin Tawary KetBid Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Keamanan : H Didi Supriyanto KetBid Pemuda, Pemilih pemula : Anna Luthfie Sekertaris Jendral : Ahmad Rofiq Bendahara Umum : Henry Suparman Mahkamah Partai Ketua : Syafril Nasution Sekretaris : Christophorus Taufik Anggota : 1. Armyn Gultom 2. M Budi Rustanto 3. Agus Mulyanto Sebagai partai politik baru, partai Perindo memiliki Visi yaitu “Mewujudkan Indonesia yang berkemajuan, bersatu, adil, makmur, sejahtera, berdaulat, bermartabat dan bebudaya”. Indonesia berkemajuan adalah Indonesia yang ditandai dengan majunya peradaban, tingginya tingkat pendidikan rakyat,


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook