Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore MODUL STEM (2)

MODUL STEM (2)

Published by i_Par Wala, 2021-03-13 08:22:07

Description: MODUL STEM (2)

Search

Read the Text Version

Helwiya, M.Pd Penyusun: HELWIYA,M.Pd 1

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Segala puji dan rasa syukur kepada Allah Swt, yang telah memberikan kesehatan dan kejernihan pikiran kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan modul “Pembelajaran STEM, menjawab tantangan abad 21 dan indutri 4.0” ini tepat waktu. Modul ini akan digunakan sebagai bahan atau materi pada Bimtek STEM Education untuk guru-guru di Kabupaten Bengkalis, yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 sampai dengan 16 Februari 2020 yang akan datang. Penulis berharap modul ini dapat digunakan sebagai referensi dalam mengimplementasikan STEM dalam pembelajaran. Terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Founder Kanal Serumaster STEM pak Edi Syahputra, S.Pd; Penanggungjawab Kanal pak Hakim Lao, S.Pd., M.Kom yang telah menjadi inspirasi bagi penulis dalam meningkatkan kompetensi sebagai guru. Terimakasih yang tidak terhingga juga penulis hadiahkan kepada seluruh teman-teman Coach Serumaster STEM Indonesia, telah menjadi motivasi yang besar bagi penulis dalam memperdalam pengetahuan tentang STEM. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh rekan-rekan guru serta siswa SMAN 2 Rengat yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan modul ini. Penulis menyadari bahwa modul ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan modul ini sehingga dapat menjadi referensi bagi guru lainnya dalam mengembangkan pembelajaran STEM. Akhirnya penulis berharap semoga modul ini dapat menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca, khususnya kepada penulis kedepannya bisa digunakan sebagai tindak lanjut untuk pembelajaran yang akan datang. Rengat , Februari 2020 Penulis Helwiya, M.Pd 2

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR ........................................................................... i DAFTAR ISI ........... ............................................................................ ii BAB I . PENDAHULUAN ....................................................................1 A. Latar Belakang ......................................................................1 B. Tujuan ..... .............................................................................3 C. Manfaat ... ............................................................................4 BAB II. KAJIAN TEORI .......................................................................5 A. Sejarah STEM .......................................................................5 B. Falsafah STEM ......................................................................7 C. STEM dan Pembelajaran ........................................................9 BAB III. IMPLEMENTASI STEM DALAM PEMBELAJARAN .......14 A. Karakter Pembelajaran Pada Setiap Tingkat Pendidikan .......14 a. Karakter Pembelajaran di PAUD/TK ..............................14 b. Karakter Pembelajaran di Sekolah Dasar .........................20 c. Karakter Pembelajaran di Sekolah Tingkat Pertama ........23 d. Karakter Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas .........27 B. Kemerdekaan Belajar ...........................................................34 C. Berbagai Model dalam Pendekatan STEM ...........................41 D. Desain Pembelajaran ...........................................................45 E. Latihan ..... ..........................................................................60 BAB IV. PENUTUP ..........................................................................61 A. Kesimpulan .........................................................................61 B. Saran .... ..........................................................................62 DAFTAR RUJUKAN ..........................................................................63 Helwiya, M.Pd 3

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengajaran saat ini begitu cepat berubah. Seluruh dimensi kehidupan sangat berpengaruh pada perkembangan sistem pembelajaran dan pengajaran pada setiap tingkat. Perubahan dimensi dan cara pandang manusia pada setiap zaman juga sangat berpengaruh pada penentuan sistem pengajaran yang dilakukan baik pada level umum maupun keluarga. Bersamaan dengan perkembangan dimensi dan peradaban manusia, efektifitas kurikulum yang digunakan saat itu juga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari setiap praktisi pendidikan. Di Indonesia saat ini sedang menggunakan kurikulum 2013 atau yang disebut kurikulum Nasional sebagai pedoman implementasi seluruh sistem dan pengelolaan pembelajaran pada lembaga formal. Kurikulum ini diberlakukan sejak mulai dari pendidikan dasar sampai menengah dengan berbagai macam aturan dan tata cara dalam implementasinya. Pelaksanaan kurikulum nasional ini sesuai dengan petunjuk teknis dan pelaksanaan yang telah dibuat sedemikian kompleks oleh tim perancang kurikulum, yang notabene terdiri dari pakar-pakar yang mumpuni di bidangnya. Seluruh prosedural yang dibuat tentu sudah melalui proses pemikiran yang panjang dan juga telah dilakukan uji coba yang mendukung kelayakan sebuah kurikulum dapat dijadikan pedoman pada sebuah negara. Dari proses panjang tersebut tidak jarang pula, kurikulum mengalami revisi dan penyempurnaan di tengah-tengah penggunaannya. Hal ini tidak terlepas dari tujuan mulia tim perumus untuk menghasilkan kurikulum yang benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah kurikulum merupakan indikator keberhasilan pendidikan pada sebuah negara, di samping implementasi yang benar-benar efektif dari pelaksana kurikulum itu sendiri. Untuk itulah suatu kurikulum harus bersifat fleksibel. Artinya dapat mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan manusia di zaman itu, dan harus sesuai dengan tingkat pendidikan. Helwiya, M.Pd 4

Implementasi kurikulum Nasional untuk tingkat SMA misalnya, haruslah mampu mewakili keinginan dan kebutuhan siswa. Perkembangan kemampuan berpikir siswa usia SMA sudah mampu melakukan analisis terhadap kasus tertentu. Oleh sebab itu, pembelajaran di tingkat SMA harus lebih banyak mendorong siswa untuk melakukan aktifitas mengembangkan keterampilan mereka. Siswa SMA tidak akan tertarik jika diminta untuk mendengarkan saja penjelasan guru tanpa diberikan peluang untuk berargumentasi tentang permasalahan yang sedang terjadi. Dengan karakteristik siswa SMA yang rata-rata usianya 15 sampai 18 tahun, adalah merupakan masa remaja yang penuh dinamis dan selalu memiliki keinginan dan mencoba hal-hal baru yang menantang. Remaja usia SMA ini memiliki pandangan berbeda dalam menanggapi hal yang sama. Mereka juga memiliki cara dan pendapat yang berbeda bahkan mungkin saja agak ekstrim dalam mengambil keputusan. Oleh karenanya, mereka memiliki cara tersendiri dalam menyikapi suatu permasalahan, yang tidak dapat dipaksa untuk mengikuti cara orang lain yang lebih dewasa dari mereka, termasuk dari guru. Keaktifan dan keterbukaan dari siswa harus diakomodir dengan baik melalui teknik dan pendekatan pembelajaran yang refresentatif, sehingga mampu menampung aspirasi dari setiap siswa. Seluruh siswa harus memiliki kesempatan sama untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka dalam diskusi yang menginspirasi bersama guru. Untuk itulah metode dan pendekatan belajar yang dapat digunakan adalah pendekatan yang melibatkan mereka secara aktif sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat itu. Salah satu perkembangan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah pendekatan STEM dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 menginstruksikan siswa harus memiliki keterampilan abad 21 yang dikenal dengan 4C ( Critical Thinking, Creative thinking, Colaboration dan Communication). Dalam pendekatan STEM ( Science, Technology, Engineering and Math) siswa dilatih bagaimana dapat menumbuhkan keterampilan dalam Sains, Teknologi, Desain dan Matematika, yang juga mendukung terbentuknya keterampilan 4C tersebut. Keterampilan 4C ini merupakan keterampilan yang dapat dilatihkan dengan selalu mengajak siswa berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik Helwiya, M.Pd 5

dalam sebuah diskusi baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Siswa harus diajak untuk mampu berpikir lebih luas dan berkembang dengan memasukkan permasalahan itu menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Dengan demikian seluruh siswa akan merasa bertanggungjawab terhadap permasalahan itu sebagai bagian dari permasalahan yang harus mereka selesaikan bersama. Seluruh siswa akan mengerahkan kreativitas dan berpikir kritisnya dalam setiap solusi yang akan menjadi andalan mereka. Keterampilan ini, jika terus dilatihkan akan menjadi modal bagi generasi muda dalam menghadapi tantangan kehidupan zaman digital saat ini. Keterampilan ini dapat dilatihkan dengan pendekatan STEM dalam pembelajaran. Beberapa contoh cara serat model yang dapat digunakan dalam pendekatan berbasis STEM akan anda peroleh dalam modul ini. Modul ini akan menjadi referensi bagi guru dalam menerapkan pembelajaran berbasis STEM dalam berbagai bidang ilmu. B. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai setelah anda membaca dan memahami isi modul ini adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan pendekatan STEM dalam pembelajaran 2. Meningkatkan keterampilan guru dalam membuat desain pembelajaran dengan pendekatan STEM 3. Meningkatkan keterampilan guru dalam melatihkan keterampilan 4C pada siswa 4. Meningkatkan keterampilan guru dalam berinovasi dalam menciptakan suasana belajar kondusif bagi para siswa baik di dalam maupun di luar kelas. 5. Meningkatkan keterampilan guru dalam memotivasi siswa untuk berkreasi dalam menyampaikan ide-ide dalam penyelesaian masalah. Helwiya, M.Pd 6

C. Manfaat Setelah membaca dan memahami isi modul ini, diharapkan mampu memberikan manfaat pada pembacanya. Manfaat dari penggunaan modul ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru - Mampu menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis STEM dalam proses KBM di kelas - Mampu meningkatkan profesionalitasnya dalam memberikan pembelajaran sesuai dengan tuntutan abad ke – 21 dan industri 4.0. - Mampu menjadi inspirasi bagi teman sesama guru dan siswa dalam meningkatkan kualitas diri menghadapi tantangan global. 2. Bagi siswa - Memotivasi siswa dalam berpikir kritis, kreatif, berkolaborasi dan mampu berkomunikasi dengan baik sebagai modal ketika akan terjun ke masyarakat. - Melatihkan siswa selalu berpikir positif dan optimis dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa kini dan akan datang. - Mendapatkan keterampilan awal sebagai bekal pasca sekolah yang bermanfaat buat diri mereka sendiri dan orang banyak. - Siap menghadapi persaingan dunia kerja dan memasuki jenis pekerjaan baru yang belum ada sebelumnya. 3. Bagi sekolah - Meningkatkan prestise melalui kualitas guru yang semakin meningkat. - Meningkatkan kepercayaan publik atas keberadaan sekolah - Meningkatkan integritas sekolah sehingga menjadi destinasi tempat belajar bagi masyarakat sekitar sekolah. Helwiya, M.Pd 7

BAB. II KAJIAN TEORI A. Sejarah STEM Istilah STEM pertama sekali muncul pada tahun 2000-an di Amerika Serikat dengan istilah SMET, yang bermula dari pertemuan beberapa guru yang sedang menyusun kurikulum sains. Di sini terjadi pergantian susunan SMET menjadi STEM. Pada awal perkembangannya STEM hanya bergerak pada empat bidang yaitu sains, teknologi, teknik dan matematika. Keempat bidang ini dianggap merupakan bidang yang akan menjadi garda terdepan dalam mendukung pembentukan kemampuan keterampilan yang akan berguna dalam menghadapi era industri 4.0. Perkembangan selanjutnya pendekatan STEM dalam pembelajaran ini dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu diluar sains, teknologi, teknik dan matematik. Prinsip dasar STEM menurut para ahli ternyata mampu diterapkan dalam berbagai ilmu dalam memahami implementasi pengetahuan dan keterampilan bidang ilmu tersebut. Analisis sains, teknologi, teknik dan matematik juga sangat diperlukan dalam bidang social dan humaniora termasuk bidang keagamaan bahkan seni. Di Asia, STEM sudah berkembang di negeri jiran Malaysia. Bermula tahun 2011, Robiah menulis bahwa pendidikan Malaysia menekankan konsep kesepaduan dan menyeluruh dalam penilaian, bukan saja aspek kognitif, psikomotor, juga melibatkan afektif. Dengan menerapkan nilai kesepaduan antara agama dan sains ini, Malaysia berusaha mengurangi sekularisme dalam pendidikan sains, dan memupuk sikap saintifik dan nilai murni dalam pembelajaran sains di sekolah. Di Indonesia, melalui kerjasama dengan USAID ( United States Agency for International Development)mulaia mengembangkan model pembelajaran berbasis STEM, tahun 2015. Suwarna, dkk (2015), juga menyatakan bahwa pembelajaran berbasis STEM memotivasi siswa aktif dalam belajar, dan mampu Helwiya, M.Pd 8

meningkatkan prestasi belajar peserta didik ( artikel STEM Indonesia @ stem.id.CSR Aceh) Dinas Pendidikan kota Bandung saat ini mulai menggagas model pembelajaran berbasis Science, Technology, Engineering dan Mathematics (STEM) yang diproyeksikan sebagai salah satu upaya untuk merevolusi pembelajaran masa depan di Kota Bandung. Seperti yang diungkapkan oleh Kasi PPSMP Disdik Kota Bandung (Bambang Ariyanto) beberapa waktu yang lalu (Jabar Express, 6/8/2018), tujuan dari pengembangan model pembelajaran ini adalah untuk menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan yang menunjang kehidupan di abad 21. Selain di Bandung, model pembelajaran berbasis STEM juga telah mulai dikembangkan di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Jakarta dan Sumatera Selatan. http://jabarekspres.com/2018, diunduh tanggal 9 Februari 2020, jam 15.07. Perkembangan selanjutnya, melalui berbagai bimteks dan workshop yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal maupun lembaga independent lainnya, sedang menggalakkan pembahasan tentang pendidikan STEM untuk diterapkan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran STEM sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan siswa menghadapai tantangan abad 21 dan industri 4.0. Mulai tahun 2018, istilah STEM dalam pembelajaran mulai buming di Indonesia. Banyak guru yang dilatih untuk memiliki keterampilan dalam menerapkan pembelajaran STEM di kelas mereka. Fenomena ini diharapkan Indonesia mampu merubah paradigma pengajaran lebih berpihak pada siswa, dengan memberikan kebebasan dalam mengembangkan kreatifitas mereka, menanamkan karakter (akhlak) mulia, melatihkan keterampilan berkomunikasi, sikap sosial dan kerjasama. Dengan demikian Indonesia emas tahun 2045, akan menjadi Indonesia yang menjadi pemimpin di dunia dalam hal pendidikan, karakter, ekonomi dan sektor lainnya. Helwiya, M.Pd 9

B. Falsafah STEM Berawal dari inisiatif pemerintah Amerika Serikat secara global, bahwa pengajaran dan pembelajaran berbasis sains, teknologi, teknik dan matematika yang secara umum disebut STEM, merupakan konsentrasi yang tinggi dari agenda pemerintah USA secara global. Banyaknya persediaan ilmuwan, ahli teknologi, insinyur dan ahli matematika yang berkualitas tinggi diharapkan mampu mengamankan peningkatan aktivitas ekonomi, kemakmuran, keamanan dan kesejahteraan sosial suatu Negara. Namun berdasarkan data banyaknya anak muda yang tidak siap bekerja dan tingginya tingkat putus sekolah yang sangat mengkhawatirkan, maka pemerintah mulai berbagai kursus berbasis STEM sebagai proyeksi untuk memenuhi kebutuhan akan lulusan yang terampil dan memiliki pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang dilatihkan dalam STEM. Krisis ini mengarah pada masalah yang sangat memprihatinkan bagi pengambil kebijakan seluruh dunia. Selama lebih dari satu dekade, STEM menjadi diskusi serius internasional. Diskusi yang didorong dari tantangan pada perubahan secara global di bidang ekonomi, social, dan bidang lainnya. Terjadi juga kekahawatiran yang besar dari jumlah pekerja yang berbasis STEM sangat kurang dan putusnya komunikasi dari dalam kelas ke luar kelas. Salah satu cara pemerintah untuk menghadapi tantangan yang muncul adalah dengan reformasi pendidikan (Banks dan Barlex, 2014). Berbagai proyek dilakukan untuk mengekspolrasi kegiatan-kegiatan inovatif berbasis STEM dan memasukkan pembelajaran STEM secara indivual. Di beberapa tempat kebijakan kerajaan seringkali tidak sama, dan sering tidak mempertimbangkan pentingnya teknologi dan teknik dasar dalam pendidikan STEM, tapi hanya difokuskan pada matematika dan sains saja.. Tujuan utamanya adalah meningkatkan status pembelajaran STEM dan jumlah siswa yang berminat dengan matematika serta fisika sebanyak 50% pada level A selama tiga tahun. Helwiya, M.Pd 10

Dalam kontek pendidikan, STEM harus terintegrasi penuh dalam kurikulum. STEM dapat diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran secara terpisah, atau berkolaborasi antar mata pelajaran. Pendekatan yang dilakukan harus diintegrasikan agar dapat mewakili perkembangan kompetensi yang diharapkan dari setiap mata pelajaran. Barlex dan Banks (2014), menyatakan bahwa untuk mendukung penyampaian kurikulum secara individu melewati empat disiplin ilmu, mereka mempromosikan untuk melirik mata pelajaran lainnya. Sementara itu kesadaran kita yang masih kurang memicu ketidakadilan sesama guru. Yang akan berujung pada kinerja guru itu sendiri. Pendekatan antar disiplin ilmu hendaklah berakar pada pengajaran STEM itu sendiri ( Gomes dan Albrecht, 2013). Keempat aspek dalam STEM harus saling mendukung satu sama lainnya. Menurut Capraro, et.al (2013) penggagas pembelajaran berbasis masalah, penerapan STEM harus difokuskan pada pembejaran melakukan pengetahuan yang diperoleh. Siswa akan menyadari hubungan yang mereka pelajari dengan dunia nyata, dengan demikian mereka akan termotivasi untuk terlibat. Ada beberapa perbedaan cara pandang guru terhadap penerapan STEM dalam pembelajaran. Berdasarkan penelitian, maka pemahaman guru bterhadap STEM dapat dikategorikan atas empat deskripsi yang berbeda, yaitu: 1. STEM terbatas pada pengetahuan yang dipaksakan dari luar. Pada tahap ini, pemahaman guru tentang STEM, seolah pembelajaran tersebut diharuskan pada mereka dengan paksa. Pad tahap ini kesadaran kan pengetahuan itu sangatlah terbatas, maka secara emosional akan meningkatkan rasa apatis dan ketakutan. 2. Pada tahap ini sudah ada keterlibatan dari dalam (internal), namuan pemahaman yang masinh sangat kurang. Sehingga penyampaian praktek STEM pada orang lain melalui proses regurgitasi. Dalam hal ini ada keinginan secara internal untuk memperolah pembelajaran yang baru. Helwiya, M.Pd 11

3. Adanya keterlibatan internal disertai dengan pemahaman terhadap pengetahuan tersebut. Penyampaian pada orang lain disertai dengan transfer ilmu supaya menjadi paham. STEM dikembangkan secara pribadi, sehingga tumbuh kepercayaan untuk menerapkan pengetahuan baru. 4. Keterlibatan internal disertai dengan pengetahuan yang dianalisis dan disintesis dengan sepenuhnya, sehingga menghasilkan pengetahuan yang mendalam. Di sini terjadi pendekatan pragmatis untuk menyampaikan STEM. Sehingga menunjukkan pemahaman yang komplit. Persepsi guru tentang STEM tergantung pada pengetahuan dan pemahaman mereka secara intrinsik terkait dengan efektifitas pelaksanaan STEM di ruang kelas. Ketika pemahaman guru kurang, maka potensi pembelajaran siswa akan sangat terbatas, dan tidak berkembang. C. STEM dan Pembelajaran Menurut Bloom (1976) ada tiga kategori yang menjadi penyebab siswa malas belajar, ketiga kategori tersebuat adalah; (1) siswa menganggap bahwa mata pelajaran itu sangatlah sulit, (2) mereka tidak tertarik dan tidak ada kepentingan dengan mata pelajaran tersebut, (3) guru yang mengajar tidak menguasai cara menyampaikan mata pelajaran tersebut. Minat siswa sangat penting dalam membantu siswa mempelajari mata pelajaran tertentu ( Lavonen et al, 2005). Minat yang dimiliki siswa akan menjadi dorongan yang kuat dari dalam diri mereka untuk memotivasi mereka dalam memahami sesuatu. Dan minat ini sangat memengaruhi siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu untuk memahamkan pada siswa bahwa apa yang sedang mereka pelajari adalah hal yang sangat penting dan akan sangat berguna dalam kehidupan mereka kelak. Disamping kemampuan guru dalam mengajar menjadi faktor pendukung yang sangat kuat dalam memengaruhi siswa untuk mempelajari suatu materi tertentu. Kegagalan guru dalam mengajar sering dipicu Helwiya, M.Pd 12

oleh kurangnya pengetahuan pedagogi dan pengalaman, sehingga tidak mampu memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswanya. Untuk dapat memberikan pengalaman belajar yang baik dan menyenangkan pada siswa, guru harus selalu melatih diri dengan berbagai keterampilan tentang model dan pendekatan dalam mengajar. Pendekatan yang dipilih haruslah mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga siswa akan merasakan pentingnya belajar. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sedang digalakkan saat ini adalah pendekatan pembelajaran berbasis STEM ( Science, Technology, Engineering and Math). Pendekatan ini sudah berkembang lama di Negara luar dan baru diterapkan di Indonesia secara intens dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini. Mengapa harus STEM? STEM adalah kegiatan yang melibatkan sains, teknologi, teknik dan matematika. Di mana faktor intrinsik dalam konsep ini adalah menghubungkan dua atau lebih komponen pembelajaran. Sumber:https://www.hotcourses.co.id/study-abroad-info/subject-info/sejarah- singkat-tentang-stem (diunggah tanggal 9 November 2019) Helwiya, M.Pd 13

Kemajuan teknologi di zaman era digital ini, seperti transaksi ekonomi secara online, robotic, pembelajaran online, cetak 3D sampai Internet of Things ( IoT), memaksa dunia pendidikan bergerak cepat. Program STEM banyak menawarkan teknologi baru sebagai jawaban dari tantangan industry 4.0. Adapun visi besar dari pembelajaran STEM adalah bagaimana pendidkan dengan pendekatan STEM ini mampu mengaitkan interdisiplin untuk menyelesaikan masalah, ruang belajar yang fleksibel, suasana inklusif dan aksebilitas pendidikan. Dalam hal ini siswa diberikan kebebasan sesuai minat dan bakatnya untuk berkembang dan berkreasi dalam menyelesaikan masalah. Fakta penyelidikan menyatakan bahwa penerapan praktis dari prinsip dan teori STEM adalah berusaha menciptakan lingkungan belajar yang memiliki tujuan, yang memungkinkan siswa memahami konteks yang ingin mereka terapkan. Dengan demikian STEM menjadikan mereka lebih literat. Pada awalnya memang STEM ini hanya bergerak di bidang Sains, teknologi, teknik dan matematika, namun setelah dipahami prinsip STEM lebih mendalam, STEM dapat juga digunakan untuk lintas mata pelajaran, baik umum, bahasa maupun sosial. Hal ini karena prinsip STEM adalah prinsip yang dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa dalam menghadapai setiap permasalahan yang terjadi, bahkan sampai dengan masalah sosial dalam kehidupan sehari-hari. Untuk lebih memahami hal ini, marilah kita uraikan satu persatu makna kata dari STEM. Science : ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan alam, untuk memahami alam semesta (NRC 1996), merupakan dasar dari teknologi. Technology : hasil modifikasi segala sesuatu yang alamish untuk memenuhi kebutuhan masnusia. Engineering : aplikasi kreatif dari prinsip sains untuk merancang atau mengembangkan rangka, mesin, alat-alat, atau suatu proses pabrikasi dalam membuat rancangan yang telah dibuat berdasarkan berbagai Helwiya, M.Pd 14

pertimbangan seperti ekonomi dan keselamatan ( American Engineers Council for Profesional Development). Mathematics : merupakan ilmu yang mempelajari keteraturan pola dan hubungannya. (AAAS, 1993). Matematika juga merupakan bahasa eksakta untuk teknologi, sains dan engineering. Keempat aspek dalam STEM ini saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh karenanya dalam pembelajaran STEM, keempat aspek tersebut tidak dapat dipahamkan secara terpisah pada siswa kita. Keempat aspek STEM ini harus terintegrasi dalam langkah-langkah kegiatan yang digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian prinsip pembelajaran STEM akan menjadi modal bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan mereka pasca sekolah. Penjelasan tentang makna STEM dapat juga kita pahami dari gambar berikut: Sumber: Seameo Regional Center For Qitep In Science Pembelajaran abad- 21 adalah pembelajaran yang harus mampu meningkatkan kompetensi siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi ( High Other Thinking Skills). Untuk memenuhi kebutuhan abad-21 dan Helwiya, M.Pd 15

tantangan industry 4.0, maka siswa harus selalu dilatihkan memiliki kemampuan berpikir 4C, yaitu Critical thinking, Creative thinking, Colaboration dan Communication). Hal ini berarti dalam setiap proses pembelajaran siswa harus memiliki peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kompetensi mereka dalam mengahdapai berbagai permasalahan yang diberikan dalam belajar. Hal ini berarti pula setiap siswa berkesempatan untuk mengembangkan pengetahuan mereka melalui berbagai kegiatan yang melibatkan mereka secara fisik dan psikis dalam mencari informasi dari berbagai sumber. Untuk memenuhi tuntutan pembelajaran seperti itulah, guru harus mampu menerapkan berbagai model dan metode dalam pembelajaran. Dengan tujuan model dan metode yang digunakan akan menjadi jembatan bagi mereka untuk memahami hal-hal abstrak menjadi konkrit. Dalam implementasinya kebebasan siswa haruslah melalui pengawasan dan bimbingan guru walau bukan bermaksud menekan atau mengarahkan pada satu gaya belajar. Siswa diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat mereka dalam diskusi yang terarah bersama guru. Setiap guru perlu berlatih untuk dapat memiliki keterampilan dalam menerapkan pendekatan STEM dalam pembelajaran mereka di kelas. Karena STEM mampu memberikan peluang bagi siswa dan guru berinteraksi secara luas dan puas. Dengan demikian hubungan interpersonal antara guru dan siswa akan terjalin dengan baik. Jika hubungan ini sudah terbentuk kondusif, maka akan sangat mudah bagi guru untuk memahamkan materi pelajaran bagi siswa mereka. Helwiya, M.Pd 16

BAB III. IMPLEMENTASI STEM DALAM PEMBELAJARAN KARAKTERISTIK STEM Oke, para guru hebat. Anda tentunya sudah memahami lebih jauh tentang STEM, bukan. Jika demikian, maka kita boleh masuk ke Bab berikutnya, untuk memahami implementasi STEM dalam pembelajaran. Adapun pembahasan dalam BAB ini adalah tentang karakter pembelajaran pada setiap tingkat pendidikan, kemerdekaan belajar, berbagai model dalam pendekatan STEM, desain pembelajaran dan akan ada latihan untuk lebih membuat bapak ibu menjadi mahir STEM. Yok kita ikuti! A. Karakter Pembelajaran Pada Setiap Tingkat Pendidikan a. Karakter Pembelajaran di Pendidikan Usia Dini atau Taman Kanak-kanak ( PAUD/TK) Anak usia dini boleh dikatakan berkisaran umur 2 – 6 tahun, adalah anak- anak yang sedang mengalami perkembangan luar biasa baik dari segi fisik maupun psikis. Di perkotaan, anak-anak usia 2 – 6 tahun ini, sudah diserahkan orang tuanya pada lembaga penitipan anak atau PAUD/TK. Perkembangan biologis pada masa ini berjalan dengan pesat, namun secara sosiologis masih sangat tergantung pada lingkungan. Pada usia ini, anak-anak pada umumnya sangat gemar meniru, bermain, berkhayal, yang kesemuanya itu akan sangat berpengaruh pada keterampilan Helwiya, M.Pd 17

mereka. Oleh karenanya pengalaman-pengalaman yang akan diberikan pada anak usia ini haruslah pengalaman yang akan mengarahkan mereka pada kebiasaan- kebiasaan baik. Kebiasaan yang terbentuk sejak dini akan menjadi karakter bagi pribadi kanak-kanak yang terbawa sampai mereka dewasa. Menurut Erikson, Muslich ( Christine, Afiatin, Anggia, 2018), kesuksesan orang tua dalam membimbing anak-anak mereka akan sangat berpengaruh pada kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa datang. Usia dini adalah usia yang sangat penting bagi orang tua dalam membentuk karakter. Anak usia dini sangat tergantung pada contoh atau pemodelan yang ditunjukkan orang tuanya. Karena anak usia ini sangat mudah meniru dan menjadikan orang dewasa yang selalu ada bersamanya sebagai model dalam hidupnya. Orang tua dan guru adalah model yang sangat dekat dengan mereka. Karenanya orang tua dan guru harus mampu memberikan pengelaman terbaik bagi anak-anak usia ini, sehingga mereka memperoleh keterampilan yang akan menjadi bekal untuk melangkah ke jenjang sekolah dasar. Bekal keterampilan ini juga dapat diperoleh melalui kegiatan belajar yang menerapkan proses STEM. Proses STEM yang dilakukan guru di TK, tentulah harus sesuai dengan perkembangan psikis dan usia mereka. Guru PAUD/TK harus mampu berkreasi bagaimana proses belajar yang dilakukan dapat menampung seluruh keinginan anak usia ini. Kegiatan belajar yang dilakukan hendaknya merupakan kegiatan yang melatih motorik, membiasakan mereka bersosialisasi dengan berkelompok, dengan petualangan sederhana, dan proses meniru yang kreatif. Disamping itu, seorang guru TK tidak boleh mengenyampingkan pembiasaan akhlak, disamping melatihkan berpikir analisis sederhana dengan matematika sederhana, melatihkan tanggungjawab pribadi dengan melatih meletakkan benda sesuai tempatnya, atau bahkan melatihkan kemandirian, misalnya gosok gigi atau memakai kaos kaki sendiri. Pembiasaan yang dilatihkan sedari dini, diharapkan akan menjadi aktivitas harian anak usia ini sampai pulang ke rumah. Keterampilan yang dimiliki ini akan menjadi pondasi kuat dalam pembentukan karakter mereka. Terutama dalam Helwiya, M.Pd 18

menghadapai era globalisasi ini, anak-anak usia ini sangat mudah terkontaminasi dengan efek negatif dari digitalisasi. Orang tua dan guru bertanggungjawab penuh untuk menghindarkan mereka dari keterpurukan mental akibat kemajuan zaman. Keterampilan STEM yang dilatihkan dalam kegiatan belajar mereka, mampu mengurangi keasyikan mereka dengan gadget, dalam kegiatan STEm, meraka diarahkan untuk melakukan kegiatan secara aktif dengan seluruh indera, sehingga secara fisik dan psikologi mereka akan mengalami perkembangan pengetahuan tentang diri mereka, bagaiamana berteman dengan baik, dan mampu memberikan alasan pada suatu hal yang mereka sukai atau tidak sukai. Beberapa kegiatan STEM yang dapat dilakukan di PAUD/TK adalah: 1. Mengenalkan tentang ketuhanan. Hal ini dapat dilakukan dengan bercerita/membacakan cerita tentang pemahamanan ketuhanan yang sederhana yang dapat mereka mengerti dan yakini, sebagai bekal keyakinan yang tertanam kuat dalam hati mereka tentang Sang Pencipta. Kegiatan ini juga dapat dilakukan dengan mengenalkan mereka pada tempat ibadah, misalnya membawa mereka ke masjid, mengajak shalat berjamaah. 2. Mengenalkan mereka tentang bentuk dan warna. Pengenalan warna sangat penting bagi mereka untuk mengenali alam sekitar. Warna adalah symbol yang kuat diajarkan pada anak usia dini, agar mereka mengenali hal-hal yang berada di sekitar mereka. Pengenalan bentuk Helwiya, M.Pd 19

dan warna sebagai proses untuk mempelajari auditory, visual dan memory bagi mereka. Ketiga aspek ini sangat berhubungan dengan perkembangan intektual mereka. Hal ini juga bearti pengenalan sains bagi anak usia dini. Mengenalkan warna juga mengasah kemampuan estetika dan konsentrasi anak. Selain itu, symbol warna warni juga menjadi alat yang dapat digunakan untuk melatih perkembangan dan kecerdasan emosi anak. Mengajarkan beberapa warna sejak dini, juga akan menjadi stimulus bagi anak untuk menumbuhkan kreatifitas mereka dalam memadupadankan warna. 3. Melatih mencocokkan dan menyusun gambar atau bentuk lainnya Kegiatan ini adalah salah satu kegiatan untuk melatih memori, dan kemampuan analisis matematika anak. Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan untuk melatihkan kemampuan ini di PAUD/TK. Salah satu kegiatan untuk melatihkan kemampuan ini adalah bermain puzzle. Bermain puzzle saat ini banyak sekali ragamnya, di rea milineal saat ini, puzzle dibuat sangat kreatif, memiliki banyak karakter yang dapat Helwiya, M.Pd 20

dipilih ayah bunda, ibu guru untuk melatih keterampilan motoric dan kemampuan berpikir analisis anak usia 2 – 6 tahun. Bermaina puzzle bersama teman-temannya juga sekaligus melatihkan sikap social mereka sejak dini, bagaimana mereka menghargai teman dan memiliki kesabaran antri menyusun puzzle mereka secara bersama. Hal ini akan membangun rasa kerjasama yang kuat sesama mereka dan rasa percaya diri mereka akan meningkat. Sehingga permainan ini melatih mereka untuk mampu menyelesaikan masalah. Salah satu aspek yang harus diselesaikan dalam STEM education. 4. Mencari perbedaan gambar. Keterampilan yang ingin dilatihkan di sini adalah kemampuan berpikir analisis anak dengan mencari beberapa perbedaan pada gambar yang mirip. Dengan memberikan kegiatan ini, anak-anak akan dilatih untuk mencari solusi dari suatu permasalahan, yaitu melihat gambar dengan teliti dan mencocokkannya dengan gambar lainnya. Di sini kesabaran dan kecerdasan emosi anak juga terlatihkan, dimana semangat pentang menyerah untuk mencari perbedaan dari gambar akan terlihat saat mereka penasaran pada gambar tersebut. Helwiya, M.Pd 21

Intinya banyak sekali kegiatan yang dapat dilakukan ayah bunda dan guru untuk melakukan kegiatan STEM pada anak PAUD/TK. Tenunya kegiatan ini harus disusun sedemikian rupa sehingga merupakan kegiatan yang dapat dilakukan mereka sambil bermain. Karena di awal kita tahu usia anak PAUD/TK adalah usia bermain. Jadi kegiatan STEM yang dilakukan lebih banyak pada aktifitas bermain. Tugas 1 Buatlah desain sederhana (menggunakan langkah-langkah STEM) bagaimana mengenalkan siswa untuk menjaga kebersihan dengan menggunakan bahan-bahan bekas yang terdapat di sekitar kita. Langkah kerja: - Buat perencanaan 22 - Pilih alat dan bahan - Buat desain produk yang akan dibuat - Lakukan uji coba (eksperimen) - Evaluasi ( uji produk yang dibuat) - Selesaikan produk - Presentasikan. Selamat mencoba! Helwiya, M.Pd

b. Karakter Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) Anak sekolah dasar, adalah anak yang berusia sekitar 7 – 12 tahun. Anak usia ini sudah memiliki kemerdekaan sendiri dalam berpikir, yang harus kita fasilitasi supaya tidak salah dalam kebebasannya. Usia anak seperti ini menurut Piaget (Agustiani, Hendriati, 2009) sudah mampu berpikir logis mengenai suatu kejadian, mampu mengklasifikasi menurut beberapa tanda dan mampu menyusunnya dalam satu seri berdasarkan satu dimensi, seperti ukuran misalnya. Anak-anak usia antara 7 – 12 tahun, merupakan usia yang selalu berpikir konkrit. Perkembangan kognitif akan dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pembelajaran konstruktivisme berpedoman pada teori Piaget, dimana proses pembelajaran yang akan diberikan pada anak usia ini harus sesuai dengan perkembangan psikilogis di usia tersebut. Anak usia SD mulai berkembang ke arah meta kognisi, yaitu keterampilan dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya. Preisseisen ( kompasiana, 3 Februari 2020, jam 15.10 Wib), menyatakan bahwa meta koqnisi terbagi atas empat jenis keterampilan, yaitu: 1. Pemecahan masalah (Problem Solving), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpoikirnya untuk menyelesaikan masalah. 2. Pengambilan keputusan ( Decision Making), kemampuan individu untuk memilih keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada 3. Keterampilan berpikir kritis (Critical Thinking), kemampuan untuk menggunakan kemampuan berpikirnya dalam menganalisa argument dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan logis 4. Kemampuan berpikir kreatif (Creative Thinking), kemampuan berpikir untuk menciptakan gagasan yang baru dan konstruktif. Helwiya, M.Pd 23

Keempat keterampilan di atas, saling bersinergi dan terkait satu sama lain dalam memecahkan masalah, dan mengambil keputusan atas solusi yang dipilih. Anak usia SD, sudah mampu berargumentasi tentang suatu persoalan yang dihadapi. Mereka juga memiliki kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat atas apa yang sedang terjadi. Namun semua itu haruslah melalui bimbingan yang baik dari guru. Karena mereka juga harsu diajarkan bagaimana etika dan estetika dalam pergaulan. Dalam belajar kelompok, maka guru jangan pernah bosan mengingatkan mereka akan attitude dalam sebuah diskusi kelompok, hal ini agar jika mereka kelak terjun di dalam masyarakat, mereka akan mengerti bagaimana caranya bersikap dan berbuat yang terbaik untuk orang banyak. Nah… bapak dan ibu super. Kalau kita baca penjelasan di atas, maka langkah-langkah pembelajaran yang harus dilakukan adalah menerapkan STEM dalam proses pembelajaran. Pembelajaran STEM di anak usia SD akan menumbuhkembangkan kemampuan berpikir analisis dan sosial merka lebih baik lagi. Beberapa kegiatan STEM yang dapat dilakukan pada sekolah dasar, yaitu: Kegiatan ini misalnya dengan mengenalkan siswa dengan sains, alam, dan produk-produk sains lainnya. Sehingga mereka merasakan keberadaan mereka di alam sangatlah penting demi kelangsunngan dan kelestrarian alam di masa depan. Kegiatan ini dapat juga berupa mengajak mereka belajar langsung dari alam, misalnya belajar aneka ragam hayati pada lingkungan sekitar sekolah. Atau boleh juga mengajak mereka mengunjungi tempat industri sains yang terdekat, misalnya industri rumahan yang ada di daerah tersebut. Seperti industri pembuatan tempe, keripik pisang atau lainnya. Helwiya, M.Pd 24

Contoh kasus: bagaimana cara membuat berbagai bentuk hasil teknologi dengan menggunakan berbagai bentuk ruang matematika. 1. Science Yaitu dimulai dari memilih bahan dan alat, misalnya karton manila warna warni dan alat alat yang akan digunakan dalam membuat produk. 2. Tencnology Merencanakan berbagai bentuk yang akan dibuat menggunakan alat-lat sederhana atau teknologi sederhana. 3. Engineering Membuat desain bangun runag yang akan dibentuk sesuai rencana produk yang akan dibuat 4. Mathematics Menggunakan alat ukur dan melakukan penguruan dan perhitungan matematika untuk membuat bangun ruang yang pas, simetri sehingga dapat disusun menjadi sebuag produk yang bagus dan indah. Tugas 2. Rancanglah sebuah proyek STEM menggunakan bahan yang ada di sekitar untuk membuat sebuah topi cantik. Helwiya, M.Pd 25

c. Karakter Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Usia SMP adalah usia anak pada masa remaja awal, yaitu antara 12 – 16 tahun. Pada usia ini anak-anak sudah memasuki masa pubertas. Pada usia ini, anak-anak sudah mulai berpikir tentang figure yang akan menjadi contoh dalam perjalanan hidupnya. Setiap fungsi dalam perkembangan budaya anak akan muncul dua kali, yaitu awalnya ditingkat social dalam hubungan antar manusia dan interpsikologi, kemuadian di tingkat personal yaitu dalam diri anak itu sendiri, intrapsikologi, (Salkind, 2004). Ini berarti perkembangan koqnitif anak dipengaruhi oleh proses sosial dan budaya pada diri anak tersebut. Menurut teori Sociocultural Contructivist yang dikemukakan oleh Vygotsky (Khadijah, 2016). Bahwak pengetahuan berada dalam kontek sosial, untuk itu perlu bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi sosial dan berorientasi pada aktivitas. Anak-anak akan belajar dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas yang bermakna, bersama orang lain yang lebih pandai dari mereka. Cara ini ditempuh dengan berinteraksi bersama orang lain, siswa akan memperbaiki pemahaman dan pengetahuan mereka dan membantu untuk memahami orang lain. Jadi menurut Vygotsky, kemampuan anak akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran yaitu tataran sosial bersama orang lain dilingkungannya dan tataran psikologis, yang berasal dalam diri anak tersebut. Berdasarkan perbincangan psikologis, anak SMP adalah anak remaja antara usia 12 – 15 tahun, di sebut juga masa remaja awal (Rumini dan Sundari, 2004), anak usia ini mengalami perkembangan dalam semua aspek dan fungsi. Terdapat sejumlah karakteristik yang terlihat umum pada anak usia SMP, diantaranya: 1. Terjadi ketidakseimbangan proporsi antara berat dan tinggi badan 2. Mulai terlihat ciri-ciri seks sekunder Helwiya, M.Pd 26

3. Cenderung ambivalensi, yaitu antara keinginan menyendiri dan bergaul serta ingin bebas dari dominasi orang tua. 4. Mulai suka memabndingkan kaedah-kaedah, nilai etika atau norma, dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa 5. Bertanya secara skeptic tentang eksistensi dan sifat kemurahan, keadilan Tuhan 6. Emosi lebih stabil 7. Mulai mengembangakan standard an harapan dari perilaku sendiri yang sesuai dengan dunia sosial 8. Pemilihan dan minat karer sudah semakin jelas Dengan berbagai karakteristi di atas, anak-anak usia SMP mengalami perkembangan yang sangat kompleks tentang konsep diri mereka. Desmita, 2014 ( Mas Wedan) menyebutkan ada beberapa perkembangan tentang konsep diri, yaitu: a. Abdtract and idealistic Anak remaja menggambarkan diri mereka dengan lebih abstrak dan idealis. b. Differentiated Selalu menggambarkan diri mereka sesuai dengan konteks atau semakin terdeferensiasi. Mereka berbeda c. Contradiction within them self Selalu terjadi kontradiksi di dalam diri mereka sendiri. d. The Fluctuating Self Remaja selalu menampilkan dirinya fluktuasi dalam setiap situasi, mereka memiliki ketidak stabilan yang tinggi, sampai mereka menemukan konsep diri yang utuh. Helwiya, M.Pd 27

e. Real and Ideal, true and false selves Kemampuan mengkonstruksi diri mereka, meyadari adanya perbedaan yang nyata dengan yang ideal, dan menunjukkkan adanya perkembangan koqnitif. f. Self conscious Kesadaran akan dirinya sudah meningkat dibandingkan dengan kanak-kanak. Sehingga mereka lebih introspektif terhadap diri mereka g. Self Protective Mereka memiliki cara tersendiri dalam melindungi diri sendiri. Seperti gambaran positif tentang dirinya. Masa usia SMP ini memiliki ciri khas yaitu, mereka selalu berpikir kausatif, senang bereksperimen dan eksplorasi. Mereka mampu mengadaptasi diri dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian pembelajaran pada anak usia SMP, haruslah mendukung perkembnagan psikologis mereka secara. Berikan kesempatan pada mereka untuk eksplor lebih dalam sumber belajar yang terdapat di sekitar. Sebagai contoh, beberapa proyek STEM di SMP. Merangkai miniature dongkrak hidrolik (sumber; internet) 28 Helwiya, M.Pd

Contoh proyek STEM di tingkat SMP ( memanfaatkan barang bekas) Sumber: internet (ririsphidt.wordpress.com, diunduh pada tanggal 8 Februari 2020, pukul 11.28 Wib) Sumber: https://www.drsampah.com/2019/02/membuat-bros-bunga-dari-kain- perca.html, diunduh tanggal 8 Februari 2020, pukul 11.35 Wib. Helwiya, M.Pd 29

Tugas 3: Serbaneka Kain Perca 1. Rancanglah pembuatan berbagai produk dengan menggunakan kain perca 2. Pilih produk apa yang akan anda buat 3. Buatlah pemilihan alat dan bahan yang berasal dari kain perca 4. Desain produk yang akan dibuat 5. Lakukan pengukuran terhadap bahan yang akan dibuat, perkirakan jenis dan jumlah bahan yang akan digunakan. 6. Lakukan proses pembuatan 7. Evaluasi berbagai kendala dan hal-hal yang perlu 8. Ulangi lagi proses pembuatan 9. Lakukan perbaikan pada hal-hal yang telah dievaluasi 10. Selesaikan 11. Buatlah laporan dari hasil kelompok anda, dan presentasekan! d. Karakter Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas ( SMA) Kita ketahui usia SMA adalah usia remaja antara 17 sampai dengan 19 tahun. Usia ini adalah usia di mana remaja sedang mencari jati dirinya. Mencari model atau figur yang akan menjadi panutannya. Remaja dengan segala macam perubahan yang terjadi merupakan fenomena yang harus dihadapi oleh guru. Di usia remaja, seseorang cenderung mencari kedekatan dan kenyamanan dengan teman sebayanya baik dalam bentuk saran ataupun nasihat, Hazan & Shaver, Schneider & Younger ( Miranti Rasyid, 2012). Remaja akan merasa memiliki hubungan saling tergantung satu sama lainnya, jika ada komunikasi dan kepercayaan dari teman sebayanya, Armsden & Greenberg ( Miranti Rasyid, 2012). Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa, remaja SMA akan dapat melakukan proses belajar dengan baik jika terjadi komunikasi dan kepercayaan yang baik dari guru. Berdasarkan karakter remaja SMA seperti itu, maka pendekatan pembelajaran berbasis STEM akan sangat sesuai untuk meningkatkan kemampuan siswa SMA untuk berkomunikasi, baik dengan sesame temannya maupun dengan Helwiya, M.Pd 30

guru. Dalam program STEM siswa diajak untuk melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan seluruh anggota tubuh dan inderanya. Dengan demikian siswa mau tidak mau harus berhubungan satu sama lainnya. Di sini STEM akan melatihkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik, sehingga terjadi hubungan yang kondusif dalam masa mencari pengalaman belajar bersama guru. Siswa usia SMA sebaiknya dipersiapkan memiliki keterampilan menggunakan segala sumber daya yang ada dan dimilikinya. Bekal ini akan digunakan oleh siswa pada tingkat pendidikan selanjutnya. Dengan keterampilan dasar yang diberikan semasa belajar di SMA, siswa SMA tidak akan merasa asing ketika harus berkomunikasi ketika mereka melakukan kegiatan diskusi atau tukar pendapat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. White (2010) menyatakan pendekatan STEM dalam pembelajaran akan memberikan pengenalan yang baik bagi siswa pasca melewati masa sekolah. Bagi siswa yang tidak beruntung untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi, maka bekal ini dapat digunakan sebagai modal dalam melakukan berbagai kerja sesuai kompetensi yang dimilikinya. Mereka akan memiliki kreatifitas untk membuat jenis pekerjaan baru sesuai dengan peluang dan kebutuhan masyarakat saat ini, mulai dari yang sederhana sampai kompleks. Penerapan STEM dalam pembelajaran di tingkat SMA haruslah terintegrasi selama proses pembelajaran. Keempat aspek STEM harus terlibat dalam langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam kegiatan inti. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Aspek sains ( Hannover, 2011) dapat berupa keterampilan menggunakan pengetahuan dan proses sains dalam memahami gejala alam dan memanipulasi gejala tersebut agar dapat dilaksanakan. 2. Aspek teknologi, adalah keterampilan peserta didik dalam mengetahui bagaimana dan apa teknologi baru yang dapat dikembangkan. Teknologi digunakan untuk memudahkan kerja manusia. Helwiya, M.Pd 31

3. Aspek engineering, adalah tahapan yang digunakan dalam fase pembelajaran. Aspek ini juga disebut sebagai keterampilan untuk mengoperasikan atau merangkai sesuatu. Engineering dapat disamakan dengan mendesain atau merancang. Bligh (2015) mengklasifikasikan aspek engineering merujuk pada pengetahuan sains dan keterampilan dalam menggunakan teknologi untuk menciptakan suatu cara yang bermanfaat. 4. Aspek matematika, keterampilan yang digunakan untuk menganalisis, memberi alasan, mengkumunikasikan ide secara efektif. Mampu menyelesaikan masalah dan menginterpretasikan solusi berdasarkan perhitungan dan data matematis. Torlakson (2014) menyatakan bahwa pendekatan dari keempat aspek ini merupakan pasangan serasi antara masalah yang terjadi di dunia nyata dan juga pembelajaran berbasis masalah. Jadi intinya pembelajaran STEM adalah pembelajaran yang melatihkan siswa untuk menyelesaikan masalah secara baik. Dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, siswa akan mampu merancang dan menentukan pengambilan keputusan atas solusi dari permasalahan yang dihadirkan dalam pembelajaran, dan mampu menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Bybee (2010) menyatakan bahwa karakter dalam pembelajaran STEM adalah kemampuan peserta didik mengenali sebuah konsep atau pengetahuan dalam sebuah kasus. Pfeiffer, Ignotov dan Poelmane (2013), menyatakan bahwa dalam pembelajaran STEM keterampilan dan pengetahuan digunakan secara bersamaan oleh peserta didik. Jadi keempat aspek STEM ini adalah integrasi dari pengetahuan dan keterampilan yang akan dilakukan siswa secara bersamaan, tidak terpisah satu sama lainnya. Pendekatan STEM akan mampu menciptakan sebuah system pembelajaran secara kohesif dan pembelajaran aktif dimana keempat aspek dibutuhkan secara bersamaan dalam menyelesaikan masalah. Melalui pembelajaran STEM, siswa mampu menyatukan konsep abstrak dari setiap aspek, sehingga menjadi solusi yang konkrit. Helwiya, M.Pd 32

Beberapa kegiatan STEM di SMAN 2 Rengat dapat dilihat pada penjelasan berikut: 1. Sains, mempersiapkan alat dan bahan yang berasal dari limbah koran yang terdapat banyak sekali terbengkalai demikian saja di sekitar kita. Ada juga gunting, lem, penggaris, ini semua adalah produk sains. 2. Memilih teknologi / cara yang akan digunakan dalam menghasilkan produk yang akan dibuat. Dalam hal ini siswa hanya menggunakan cara manual (handmade) dalam proses pembuatannya. 3. Merancang produk yang akan dibuat, mendesain ( engineering). Helwiya, M.Pd 33

Para siswa membuat rancangan dari produk yang akan mereka buat. Di sini juga telah terjadi analisis dan pengukuran secara matematika, untuk menghasilkan ukuran dan desain yang tepat. Analisis dan sintesis yang tepat dari siswa akan menghasil pengukuran yang optimal, sehingga diharapkan menghasilkan produk yang berkualitas. 4. Melakukan eksperimen untuk membuat produk 5. Menguji coba dan membuatnya kembali menjadi sebuah produk jadi. Helwiya, M.Pd 34

Pembuatan parsel bunga dari kain planel 1. Proses sains, teknologi dan matematika 2. Proses desain 35 Helwiya, M.Pd

3. Penyelesaian produk Beberapa produk karya siswa lainnya. 36 Helwiya, M.Pd

B. Kemerdekaan Belajar (happy learning) Konsep merdeka belajar kembali lagi mencuat ke permukaan ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim membeberkan artikel yang berjudul “Nadiem Beberkan Konsep Merdeka Belajar, Ini 3 Catatan dari PGRI” yang ditayangkan Kompas.com pada tanggal 14/12/2019 kemaren. Sebenarnya konsep merdeka belajar ini, juga berarti happy learning. Dalam hal ini guru memiliki kebebasan dalam melaksanakan pembelajaran kepada siswanya. Guru bebas melakukan kegiatan yang mampu mendorong siswa Helwiya, M.Pd 37

untuk mencapai tujuan belajar, dengan menggunakan berbagai teknik, pendekatan dan model pembelajaran yang mereka kuasai. Guru memiliki kemerdekaan dalam mengajar, artinya guru tidak lagi dibebani dengan berbagai aturan dan administrasi yang rumit dan banyak, sehingga tidak waktu untuk mempersiapkan pembelajaran yang baik bagi siswanya. Salah satu implementasinya adalah pembuatan RPP yang diringkaskan menjadi satu lembar, dengan komponen utama tujuan pembelajaran, langkah- langkah dalam pelaksanaan pembelajaran dan assesmen. Dalam mencanangkan merdeka belajar ini, Nadiem Makarim melakukan empat gebrakan dalam merdeka belajar, yaitu; (1) menghapus UN dan menggantinya dengan assesmen yang lebih menekankan pada ptaktik baik pada level Internasional, seperti PISA dan TIMSS, (2) guru dan sekolah merdeka dalam menilai hasil belajar siswa, (3) penilaian untuk UN akan dilakukan pada tengah jenjang sekolah, misalnya kelas 4, 8 dan 11, (4) efisiensi pada RPP guru. Merfeka belajar juga menagndung pengertian, bahwa siswa diberikan kebebasan untuk memahami materi dengan gaya belajar mereka yang beragam. Guru harus memfasilitasi mereka, sampai meraka mencapai tujuan belajar. Dengan memberikan kegiatan yang melibatkan seluruh siswa dan memberi kesempatan seluas-luasnya pada mereka untuk mengeluarkan pendapat dan kreativitas mereka dalam mencari solusi atas permasalahan belajar mereka. Kebebasan disini bukan berarti tanpa aturan dan tanpa standar. Karena pendidikan di setiap tingkatan itu, ada standar, pedoman kurikulum yang harus dipatuhi. Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam melakukan kegiatan pengalaman belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka, sesuai dengan keberagaman gaya belajar mereka. Mereka juga diberikan kebebasan dalam mencari sumber belajar, untuk menjawab pertanyaan dalam mengelaborasi pengetahuan mereka lebih dalam dan luas lagi. Sebenarnya konsep merdeka belajar ini adalah konsep lama yang coba dimunculkan kembali. Semangat kemerdekaan dalam belajar ini, pertama kali dicetuskan di Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 1952. Yang Helwiya, M.Pd 38

menyatakan bahwa kemerdekaan belajar hendaknya diberikan kepada anak-anak dalam belajar yaitu terhadap cara berpikir mereka, tidak boleh selalu dipelopori, atau dipaksa mengakui buah pikiran orang lain. Merdeka belajar menawarkan pada siswa untuk bebas berkreasi untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadirkan dalam belajar. Mereka boleh menggunakan berbagai sumber belajar, sesuai dengan gaya belajar mereka. Untuk menciptakan suasana belajar seperti tiu, guru haruslah memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara menyelami karakter siswanya. Jadi untuk melaksanakan merdeka belajar, sosok guru juga haruslah guru yang merdeka dalam mengajar. Seorang guru yang merdeka dalam mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Selalu berusaha meningkatkan kompetensi dirinya dengan mengikuti berbagai pelatihan tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran yang berkesan di dalam maupun di luar kelas. 2. Selalu membangun kemandirian belajar pada siswa-siswanya, dengan cara meminta siswa mencari informasi tentang materi, memfasilitasi siswa berhasil dalam belajar, membangun kebiasaan kelas yang positif, meminta siswa ikut memantau kemajuan dalam belajar, dan melakukan differensiasi pengajaran. 3. Selalu menumbuhkan kebiasaan refleksi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, selalu memberikan pertenyaan yang bervariasi, mendokumentasikan proses dan hasil belajar, melibatkan siswa dalam melakukan assesmen diri, menyediakan waktu belajar yang tidak terstruktur, dan menunjukkan toleransi terhadap kekeliruan yang terjadi pada siswa. 4. Selalu membangun komitmen dalam mencapai tujuan belajar, dengan cara menyuburkan motivasi internal, melibatkan siswa menetapkan tujuan, memahamkan siswa akan manfaat belajar, selalu memberikan umpan balik yang konstruktiv, dan selalu menyediakan tantangan dalam belajar sehingga pembelajaran lebih bermakna dan memiliki tingkatan. Helwiya, M.Pd 39

5. Selalu melibatkan siswa dalam setiap proses mencari pengalaman dalam belajar dengan menerapkan berbagai metode sehingga setiap gaya belajar siswa dapat dirangkul. Guru merdeka belajar pada pertemuan awal akan mengajak dan membuat kesepakan bersama dengan siswanya. Kesepatan ini mengajak siswa untuk dapat mengelola diri saat proses belajar berlangsung. Guru selalu mengajarkan pada siswa untuk saling mengingatkan dan memberitahu. Dengan demikian akan terjadi hubungan yang baik dan positif antara sesama siswa, akan terbentuk karakter sosial yang kuat sesama siswa. Kegiatan ini dapat menjadi wadah bagi guru untuk menanamkan pada siswa untuk selalu meningkatkan kesetiakawanan pada sesama teman. Guru merdeka belajar selalu mengajak siswanya berdiskusi dalam menyelesaikan masalah tertentu, baik tentang materi pelajaran maupun permasalahan kelas, seperti kebersihan kelas, menghias kelas sehingga mereka merasa memiliki kelas. Jika sikap ini dapat dibangun, maka siswa akan merasakan manfaat belajar, siswa akan betah mengikuti pemberian pengalaman belajar yang diberikan guru, belajar akan menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan, bukan justru menjadi beban. Sejumlah penelitian, seperti yang dilakukan Moos dan Ringdal, 2012, pengajaran dengan menerapkan merdeka belajar akan berkorlasi positif terhadap capaian siswa, baik pada pendidikan dasar maupun menengah. Merdeka belajar merupakan prediktor terbaik untuk memprediksi kinerja guru, Kamyabi Gol, Atiyeh dan Royaei, Nahid, 2013 ( Kompas.com). Hal ini menjadi dasar bagi kita untuk berusaha menerapkan merdeka belajar di kelas-kelas kita. Merdeka belajar dapat dilakukan dengan memfasilitasi cara berpikir yang terdapat pada siswa. Secara garis besar metode atau cara berpikir seseorang dapat dibagi atas dua kelompok yaitu: 1. Divergent thinking: yaitu metode atau cara berpikir untuk menghasilkan ide-ide kreatif dengan cara mengeluarkan ide sebanyak-banyaknya. Menggunakan Helwiya, M.Pd 40

imjinasinya untuk mengeluarkan ide yang banyak, kreatif/ horizontal thinking (brainstorming). 2. Convergent thinking: ini terjadi dengan cara mengevaluasi ide yang muncul dari divergent kemudian mendapatkan ide terbaik. Seseorang yang berpikir konvergen adalah oarng yang selalu berpikir logis, berpikir berdasarkan fakta, menganalisis dulu sesuatu, baru kemudian menjadi sebuah ide yang terbaik. Guru merdeka belajar mampu mengapresiasi kedua cara berpikir ini untuk memfasilitasi siswa dalam mencari solusi dari permasalahan belajar yang dihadapi. Guru merdeka belajar akan memanfaatkan kedua cara berpikir ini untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menggembirakan, dan melahirkan kegiatan belajar yang menginspirasi dan memotivasi setiap peserta didik untuk berbuat yang terbaik. Pendidikan abad 21 menuntut siswa memiliki kreatifitas dalam berpikir, kritik dalam menghadapai permasalahan, mampu berkolaborasi dengan teman dan mampu mengkomunikasikannya dengan baik. Kompetensi ini juga sangat berhubungan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi ( HOTs = High Other Thinking Skill). Dan jika kita selaraskan dengan merdeka belajar, maka semua tuntutan belajar ini akan diakomodasi dalam kegiatan belajar yang berpihak pada siswa, atau student centered. Kondisi berpikir seseorang terletak pada kompetensi menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Kompetensi ini terletak pada tataran HOTs. Dengan demikian guru merdeka haruslah selalu memfasilitasi siswa untuk mencapai tingkat berpikir tersebut. Kegiatan yang mampu mengakomodir pencapaian kompetensi ini adalah kegiatan belajar yang merdeka. Dalam merdeka belajar dan merdeka mengajar, siswa diarahkan untuk dapat menganalisis perencanaan yang mereka buat, mengevaluasinya dan menciptakan sesuatu sebagai solusi dari permasalahan belajar yang diberikan guru. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa, merdeka belajar adalah suatu kegiatan belajar yang harus dilakukan di kelas kita. Mereka belajar menjadi suatu kegiatan yang mampu menjadi sarana Helwiya, M.Pd 41

untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTs) dan juga mampu menjawab tantangan pembelajaran abad 21, yaitu mencapai keterampilan abad 21 yang dikenal dengan 4C (Critical Thinking, Creative Thinking, Colaboration and Communication). Beberapa contoh kegiatan merdeka belajar, dapat dilihat pada gambar berikut: Mengenali warna dan bentuk ( sumber: internet) Helwiya, M.Pd 42

Belajar membuat laporan ( sumber: internet) Berdiskusi untuk memecahkan masalah 43 Helwiya, M.Pd

Kegiatan hidroponik C. Berbagai Model dalam Pendekatan STEM Oke, baiklah bapak ibu guru hebat, kita sudah berbicara banyak tentang proses pembelajaran STEM. Tentunya bapak ibu guru sudah sangat memahami bagaimana cara menjalankan pendekatan STEM dalam proses pembelajaran di kelas bapak ibu nantinya. Nah, bapak ibu guru, saatnya kita mempelajari berbagai model yang dapat digunakan dalam pendekatan STEM. Untuk melakukan langkah-langkah dari keempat aspek STEM, maka kita boleh memakai berbagai model pembelajaran yang mendukung terlaksananya STEM dalam pembelajaran. Adapun model yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Helwiya, M.Pd 44

1. Model Problem Based Learning ( Bransford & Stein) Sumber: materi bimtek STEM PSMA 2. Model Project Based Learning (PjBL) Lucas atau Laboy Rush a. PJBL Lucas Helwiya, M.Pd 45

Sumber: materi bimtek STEM PSMA b. PJBL Laboy Rush Helwiya, M.Pd 46

Sumber: materi bimtek STEM PSMA 3. Model Learning Cycle-5E Sumber: materi bimtek STEM PSMA. Kita dapat menggunakan salah satu model pembelajaran di atas untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STEM. Helwiya, M.Pd 47

D. Desain Pembelajaran Ciri dari pembelajaran STEM adalah adanya EDP ( Engineering Design Process). EDP ini digunakan untuk mengintegrasikan Sains, Teknologi, desain dan matematika dalam pembelajaran tersebut. Dalam kurikulum 2013 kita mengenal apa yang dinamai pendekatan saintifik, yaitu suatu pendekatan dalam pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik mampu secara aktif mengkonstruk konsep, hukum dan prinsip melalui tahapan mengamati, menanya, mencoba, menganalisis dan mengkomunikasikan. Kelima tahapan ini dikenal dengan 5M, dan kelima tahapan ini harus dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Apa bedanya dengan EDP dalam pembelajaran STEM? EDP dalam pembelajaran STEM adalah proses rekayasa yang digunakan untuk melatihkan siswa dalam memecahkan masalah (Problem Solving) ke dalam konteks dunia nyata ( Real World). Jadi EDP ini adalah proses yang dilakukan dalam pembelajaran, dengan maksud siswa akan mampu merealisasikannya dalam dunia nyata. Jadi merupakan pengembangan dari pendekatan pada kurikulum 2013. Perbandingan kedua pendekatan itu dapat diilustrasikan sebagai berikut: Tahapan Pendekatan saintifik EDP ( engineering design psocess) 1 Ask a question or make an Define the problem observation 2 Write a hypothesis Plan solutions 3 Make a prediction Make a model 4 Perform tests or experiment Test the model 5 State your conclusions Reflect and redesign Helwiya, M.Pd 48

Untuk melakukan pembelajaran berbasis STEM di kelas kita, maka kita harus mengikuti langkah-langkah implementasi STEM sebagai berikut: 1. Identifikasi berbagai KD, yang sesuai dengan pembelajaran STEM 2. Identifikasi topic sesuai dengan KD 3. Rumuskan IPK ( indicator pencapaian kompetensi) 4. Buat analisis STEM pada topic yang dipilih 5. Buat rancangan STEM pada RPP Contoh analisis STEM pada berbagai mata pelajaran: Helwiya, M.Pd 49

Helwiya, M.Pd 50