Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Buku Pidato Pengukuhan Guru Besar - Prof. Engkos A. Kosasih

Buku Pidato Pengukuhan Guru Besar - Prof. Engkos A. Kosasih

Published by Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021-04-09 06:16:59

Description: Buku Pidato_Prof. Engkos

Search

Read the Text Version

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknologi Pengering pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok, 10 April 2021

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknologi Pengering pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok, 10 April 2021

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Bismillahirrahmaanirrahim Yang saya hormati, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia Rektor dan Wakil Rektor Universitas Indonesia Ketua dan Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Dekan, Wakil Dekan dan jajaran pimpinan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Para Dekan dan Wakil Dekan Fakultas di Universitas Indonesia Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Para Ketua dan sekretaris Departemen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Ketua dan Anggota Senat Akademik Fakultas Teknik Universitas Indonesia Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Seluruh Sivitas Akademika Universitas Indonesia Guru Besar dari perguruan tinggi lain yang menjadi tamu kehormatan kami Sahabat-sahabat sekolah dan kuliah tercinta Serta sanak saudara yang saya cintai, dan Ibu, Bapak, segenap undangan yang saya hormati. 1

Engkos Achmad Kosasih Assalamualaikum Wr. Wb Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya memanjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang atas anugerahNya kita diperkenankan hadir pada upacara pengukuhan saya sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Teknologi Pengering di Universitas Indonesia. Shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Hadirin yang berkenan meluangkan waktu untuk mengikuti upacara ini. Kerelaan segenap Hadirin merupakan suatu kehormatan dan kebahagiaan bagi saya bersama keluarga. Hadirin yang saya hormati, Izinkanlah saya menyampaikan pidato saya yang berjudul: Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Pengeringan Di era globalisasi sekarang ini, tingkat kebutuhan teknologi pengeringan sangatlah dibutuhkan. Sehingga upaya untuk memastikan ketersediaan kebutuhan pangan sangat perlu untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) nomor 2 yaitu untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Tujuan ini tentunya sejalan dengan prioritas pembangunan Indonesia yang termaktub ke dalam prioritas ketahanan pangan. Salah satu solusi dalam 2

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan suatu rekayasa teknologi pengeringan makanan agar makanan tetap awet atau tahan lama dan dapat menghambat perubahan mikrobiologis atau biokimia pada makanan tersebut [1]. Dimana, proses pengeringan suatu material secara umum membutuhkan aliran udara kering dengan temperatur tinggi [2]. Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki tingkat kelembaban udara relatif tinggi memiliki peluang dalam pengembangan teknologi pengeringan. Namun, daerah tropis menurut pengukuran temperatur adalah daerah tropis dengan temperatur rata-rata 20ºC, sedangkan rata-rata temperatur di wilayah Indonesia umumnya dapat mencapai 35ºC dengan tingkat kelembaban yang tinggi, dapat mencapai 85% (iklim tropis panas lembab) [3]. Disisi lain, perlu diketahui untuk memenuhi kebutuhan manusia, banyak sekali bahan yang membutuhkan proses pengeringan. Khususnya di Indonesia dengan potensi alam yang sangat kaya tentu sangat membutuhkannya. Misalnya hasil kekayaan alam Indonesia yang membutuhkan pengeringan diantaranya: Ikan hasil laut, cangkang kelapa sawit yg dapat diolah sebagai bahan bakar yang mana sebesar 75% buah kelapa sawit berupa cangkang, batubara kualitas rendah sampai sedang, bahan-bahan makanan, obat-obatan, biji mineral dan lain sebagainya. Singkatnya, Indonesia yang mempunyai kelembaban relative (RH) rata rata tahunan yang tinggi, terutama di daerah pantai yaitu 85 % atau lebih ini sangat brpeluang untuk dilakukan pengembangan teknologi pengeringan ini. Pengeringan merupakan suatu proses mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu material dengan menggunakan energi panas, sehingga bahan hasil yang telah melewati proses pengeringan dapat bertahan lebih lama [4]. Pengeluaran air dari suatu material dilakukan sampai kadar air mencapai titik keseimbangannya. Karena pada dasarnya, tujuan 3

Engkos Achmad Kosasih proses pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan air pada material untuk mencapai kadar air keseimbangannya sehingga material akan menjadi lebih tahan lama untuk disimpan karena proses kimia dan biologi menjadi lebih lambat pada bagian internal material [5]. Misalnya, pada pengeringan makanan yang berarti menghilangkan air dari bahan makanan tersebut. Teori Dasar Pengeringan Hal mendasar yang harus diketahui dalam konsep pengeringan adalah tiga keadaan air (three states of water), dimana air murni bisa ada dalam tiga keadaan diantaranya; padat, cair dan uap. Keadaannya setiap saat bergantung pada kondisi temperatur dan tekanan. Dalam hal ini dapat diilustrasikan pada diagram fasa, seperti pada Gambar 1. berikut ini. Gambar 1. Diagram Fasa untuk Air. Sumber : [6] Jika kita memilih suatu kondisi temperatur dan tekanan dan menemukan titik yang sesuai pada diagram, maka titik ini secara umum akan berada di salah satu dari tiga wilayah berlabel; padat (solid), cair (liquid), atau gas (vapour). Hal ini akan memberikan keadaan air di bawah kondisi yang dipilih. Dalam kondisi tertentu, 4

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering dua keadaan mungkin ada berdampingan, dan kondisi seperti itu hanya ditemukan di sepanjang garis diagram. Ketiga kondisi fasa (padat, cair, dan uap) mungkin ada bersamaan; kondisi ini sering disebut titik rangkap tiga (triple point), yang ditunjukkan oleh titik O pada diagram. Untuk air terjadi pada temperatur; 0,0098°C dan tekanan; 0,64 kPa (4,8 mmHg). Jika panas diterapkan ke air dalam kondisi apa pun pada tekanan konstan, temperatur naik dan kondisi bergerak horizontal melintasi diagram, dan saat melewati batas, perubahan fasa akan terjadi. Misalnya, pada Gambar 1, dimulai dari kondisi A pada diagram penambahan panas akan menghangatkan es, selanjutnya mencairkannya (titik berada pada garis OM, jenuh solid-liquid), kemudian menghangatkan air, kemudian menguapkan air (titik berada pada garis OP, jenuh liquid-vapour), dan terakhir memanaskan uap sampai ke kondisi A'. Disisi lain, mulai dari kondisi B yang terletak di bawah triple point, ketika panas ditambahkan maka es akan menghangat dan kemudian menyublim pada titik jenuhnya (titik berada pada garis OS, jenuh solid-vapour) tanpa melewati keadaan cair apapun. Gambar 2. Kurva Tekanan/Temperatur Uap untuk Air. Sumber : [6] 5

Engkos Achmad Kosasih Ditambah lagi bahwa cairan dan uap berada berdampingan dalam kesetimbangan hanya di bawah kondisi di sepanjang garis OP. Garis ini disebut garis tekanan/temperatur uap. Tekanan uap adalah ukuran kecenderungan molekul untuk lepas sebagai gas dari cairan. Kurva tekanan/temperatur uap air ditunjukkan pada Gambar 2, yang merupakan pembesaran dari garis OP pada gambar 1. Pendidihan terjadi ketika tekanan uap air sama dengan tekanan total pada permukaan air. Titik didih pada tekanan atmosfer tentu saja 100°C. Pada tekanan di atas atau di bawah atmosfer, air mendidih pada temperatur yang sesuai di atas atau di bawah 100°C, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 di atas. Singkatnya, pengeringan merupakan suatu proses mengeluarkan atau menghilangkan pelarut atau air dari suatu material dengan menggunakan energi panas. Pengeluaran air dari suatu material dilakukan sampai kadar air tertentu yang lebih besar atau sama dengan kadar air pada titik keseimbangannya dengan medium pengering. Ditambah lagi bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi laju pengeringan meliputi; pertama faktor eksternal yang merupakan faktor diluar bahan yang dikeringkan atau faktor medium pengering, dalam hal ini udara. Dan yang kedua faktor internal yg merupakan bahan itu sendiri. a. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah medium disekitar material yg dikeringkan, yaitu tempat membuang uap air. Untuk membahas uap air ini, kita akan membahas diagram fasa air seperti pada Gambar 1. Dimana bidang pada diagram fasa p-T dibagi menjadi 3 daerah yaitu daerah solid/ padat, daerah liquid / cair dan vapour / uap. Dengan memetakan nilai tekanan dan nilai temperatur pada diagram maka didapat satu titik pada diagram dan fasa H2O tersebut bisa diketahui. Pada diagram tersebut terdapat 3 garis keseimbangan yaitu garis pembekuan OM (campuran es – 6

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering air), garis penguapan OP (campuran air – uap), dan garis sublimasi OS (campuran es – uap). Untuk garis OS dan OP, tekanan uap di permukaan es atau air berada pada kondisi jenuh dan nilainya tergantung pada temperature permukaan. Pada umumnya, proses pengeringan melibatkan perubahan cair menjadi uap (penguapan), yaitu garis OP, kecuali pada pengeringan beku vakum, yaitu melibatkan proses perubahan padat (es) menjadi uap (proses sublimasi), yaitu garis OS. Terkait media pengering udara, dimana udara sebagai medium pengering merupakan udara basah yaitu campuran antara udara kering (kelembaban = nol) dan uap air. Kandungan uap air dalam udara adalah bagian yang kecil dengan demikian tekanan parsial uap air (selanjutnya disebut tekanan uap udara) adalah bagian yang kecil pula. Jika antara permukaan bahan yg dikeringkan dan udara pengering terdapat perbadaan tekanan uap (tekanan uap udara lebih rendah) maka akan terjadi perpindahan uap dari permukaan ke udara, sehingga uap di permukaan berkurang dan menyebabkan air dipermukaan akan menguap. Demikian juga jika antara permukaan bahan yg dikeringkan dan udara pengering terdapat perbadaan temperature (biasanya temperature udara lebih tinggi) maka akan ada perpindahan energy panas dari udara ke permukaan. Energi ini digunakan untuk menguapkan air tadi. Sehingga Laju pengeringan tergantung pada perbedaan tekanan dan perbedaan temperatur tadi, koef perpindahan panas, koef perpindahan massa serta luas permukaan. Untuk mengetahui kelembaban udara pengering biasanya digunakan persamaan-persamaan psikrometrik atau diagram psikrometrik. 7

Engkos Achmad Kosasih b. Faktor Internal Faktor internal ini sangat beragam sesuai dengan karakteristik dari material terlarut (padatan), missal pada material non higroskopik, semua kandungan air adalah air yang terikat ke sesama molekol air lainnya (air bebas) dan tidak ada air terikat ke material. Sedangkan pada material higroskopik, selain air bebas terdapat juga kandungan air baik yang terikat secara fisika maupun terikat secara kimia, bahkan ada air sebagai larutan padat. Sedangkan air yang merupakan bagian dari material disebut air hydrasi. Selama proses pengeringan, aliran H2O dari dalam material menuju permukaan bisa berupa difusi melalui kapiler yg kecil (karena gradien konsentrasi air dalam material) maupun aliran air dan uap air (dalam kapiler yg besar) karena perbadaan tekanan. Ketika dipermukaan masih selalu tersedia air yang akan menguap, maka kondisi permukaan masih jenuh dan tekanan uap dipermukaan adalah tekanan uap jenuh (fungsi dari temperatur). Jika dipermukaan sudah mulai tidak selalu terdapat air yang akan menguap (tekanan uap turun) yg berarti kadar air dipermukaan sudah turun juga sehingga mulai terjadi gradien konsentrasi air dalam material sehingga mulai terjadi difusi didalam material. Kondisi permulaan laju penguapan turun ini disebut kondisi kritis, dan kandungan airnya disebut Critical Moisture Content, CMC. 8

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Gambar 3. Histeresis paada Isoterm Pembasahan dan Pengeringan. Sumber : [6] Pada kadar air yang sudah sangat kecil, faktor internal ini menjadi factor yang dominan dalam pengeringan. Lama kelamaan tekanan uap permukaan sama dengan tekanan uap udara pengering sehingga laju perpindahan massa (pengeringan) akan terhenti dan kadar air mencapai kadar air keseimbangan Equilibrium Moisture Content, EMC. Selain tergantung pada jenis material, kadar air kesimbangan ini tergantung juga pada temperatur udara dan kelembaban udara. Dalam hal ini, kurva EMC sebagai fungsi RH yang ditunjukan pada Gambar 3 untuk temperature tertentu disebut isoterm kelembaban keseimbangan (Equilibrium Moisture Isotherms), yang ternyata mengalami hysteresis waktu desorpsi (pengeringan/drying) dan waktu adsorpsi (pembasahan/wetting). 9

Engkos Achmad Kosasih Moisture Isotherms Produk kering disebut higroskopis jika mampu mengikat air dengan penurunan tekanan uap secara bersamaan. Produk yang berbeda sangat bervariasi dalam sifat higroskopisnya. Alasannya adalah struktur molekulnya, kelarutannya, dan luas permukaan reaktifnya. Sorption isotherms yang diukur secara eksperimental dalam kondisi isotermal digunakan untuk menggambarkan sifat higroskopis suatu produk. Berikut ini grafik terkait kelembaban yang terikat oleh sorption per unit weight diplotkan terhadap kelembaban relatif, dan sebaliknya. Isoterm tersebut ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa molecular sieves sangat higroskopis tetapi bubuk polyvinyl chloride (PVC) agak higroskopis. Kentang dan susu menunjukkan higroskopisitas menengah. Gambar 4. Isoterm kesetimbangan kelembaban pada suhu kamar untuk material: (1) serat asbes, (2) PVC (508C), (3) arang kayu, (4) kertas Kraft, (5) rami, (6) gandum, (7) kentang. Sumber : [6] 10

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Gambar 5. Bentuk sorption isotherms untuk bahan dengan berbagai higroskopisitas. Sumber : [6] Gambar 6 secara kualitatif menggambarkan kurva laju pengeringan khas dari produk higroskopis. Produk yang mengandung air di-treatment berbeda saat dikeringkan sesuai dengan kadar airnya. Selama tahap pertama pengeringan, laju pengeringan adalah konstan. Permukaannya mengandung kelembaban jenuh seperti permukaan air murni. Penguapan terjadi dari sana, dan beberapa pengerutan mungkin terjadi karena permukaan uap air ditarik kembali ke permukaan padat. Menjelang akhir periode laju konstan, uap air harus diangkut dari dalam padatan ke permukaan dengan gaya kapiler dan laju pengeringan mungkin masih konstan. Ketika kadar air rata-rata telah mencapai kadar air kritis CMC, lapisan kelembaban permukaan telah dikurangi dengan penguapan sehingga pengeringan lebih lanjut menyebabkan bintik-bintik kering muncul di permukaan. Karena, bagaimanapun, laju dihitung berkenaan dengan luas permukaan padat keseluruhan, laju pengeringan turun meskipun laju per unit luas permukaan padat basah tetap konstan. Ini menimbulkan tahap pengeringan kedua atau bagian pertama dari periode laju penurunan, periode pengeringan permukaan tak jenuh, tekanan 11

Engkos Achmad Kosasih uap di permukaan lebih kecil dari tekanan uap jenuh. Tahap ini berlanjut sampai lapisan permukaan cairan menguap seluruhnya. Gambar 6. Entalpi sorption sebagai fungsi dari kadar air higroskopis. Sumber : [6] 12

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Pada pengeringan lebih lanjut (periode laju penurunan kedua atau tahap pengeringan ketiga), laju di mana uap air dapat bergerak melalui padatan sebagai hasil dari gradien konsentrasi antara bagian yang lebih dalam dan permukaan merupakan langkah pengontrol. Transmisi panas sekarang terdiri dari perpindahan panas ke permukaan dan konduksi panas dalam produk. Karena kedalaman rata-rata tingkat kelembaban meningkat secara progresif dan konduktivitas panas dari zona eksternal yang kering sangat kecil, laju pengeringan semakin dipengaruhi oleh konduksi panas. Namun, jika produk kering memiliki bulk density yang relatif tinggi dan volume rongga kecil dengan pori-pori yang sangat kecil, pengeringan tidak ditentukan oleh konduksi panas tetapi oleh ketahanan yang cukup tinggi terhadap difusi di dalam produk. Laju pengeringan dikontrol oleh difusi uap air dari dalam ke permukaan dan kemudian perpindahan massa dari permukaan. Selama tahap ini beberapa kelembaban yang terikat oleh penyerapan dihilangkan. Saat konsentrasi kelembaban diturunkan dengan pengeringan, laju pergerakan internal kelembaban menurun. Laju pengeringan turun lebih cepat dari sebelumnya dan berlanjut sampai kadar air turun ke nilai kesetimbangan (EMC) dengan kelembaban udara dan kemudian pengeringan berhenti. Transisi dari satu tahap pengeringan ke tahap lainnya tidak tajam, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Dalam praktik aktual, bahan baku mungkin memiliki kadar air yang tinggi dan produk mungkin diharuskan memiliki kadar air sisa yang tinggi sehingga semua pengeringan dapat terjadi dalam periode laju yang konstan. Namun dalam kebanyakan kasus, kedua fenomena tersebut ada, dan untuk bahan yang pengeringan lambat, sebagian besar pengeringan dapat terjadi dalam periode laju penurunan. Seperti disebutkan sebelumnya, dalam periode laju konstan laju pengeringan ditentukan oleh laju penguapan. Ketika semua permukaan padatan yang terbuka tidak lagi dibasahi, pergerakan uap melalui difusi dan kapilaritas dari dalam 13

Engkos Achmad Kosasih padatan ke permukaan merupakan langkah-langkah pengontrol laju. Singkatnya, pada tahapan pengeringan, laju pengeringan untuk berbagai material sebelum dan sesudah CMC berbeda- beda, gambar yg kanan adalah untuk material higroskopis. Dimulai dg tahap awal yaitu laju pengeringan konstan (yang didahului dengan preheating atau precooling sebentar) sampai mencapai CMC. Sesudah CMC ini adalah tahap 2, laju pengeringan menurun sampai mencapai EMC (kurva A pada gambar kiri), bahkan ada yg mengalami dua jenis laju pengeringan menurun (tahap 3) sebelum mencapai EMC (kurva B pada gambar kiri). Beberapa material lain tidak melalui tahap-tahap ini dengan jelas, bahkan ada yang langsung mengalami laju pengeringan yg menurun. Klasifikasi Pengeringan Secara umum, proses pengeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, diantaranya pertama; proses pengeringan alami (natural drying process) melalui panas matahari [7]. Proses pengeringan alami ini juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu proses pengeringan alami menggunakan sinar matahari langsung (direct sunlight) dan tidak langsung (indirect sunlight) [8]. Untuk direct sunlight dapat diterapkan di daerah yang memiliki iklim panas dan kelembaban udara rendah, sedangkan indirect sunlight menggunakan energi panas matahari secara tidak langsung untuk memanaskan udara yang akan dialirkan pada bahan makanan [9]. Selanjutnya yang kedua; proses pengeringan tidak alami (unnatural drying process) menggunakan udara hasil proses yang panas dan kering [10]. Proses pengeringan tidak alami ini dapat dikelompokkan berdasarkan jenis alat pengering yang digunakan; diantaranya ada cabinet drying [11], kiln drying [12], spray drying 14

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering [13], dan tunnel drying [14]. Pada dasarnya, prinsip kerja dari semua jenis alat tersebut sama, dimana udara pengering diproses melalui dehumidifier supaya mengurangkan kelembaban berlebih dari udara [9]. Sehingga udara tersebut menjadi panas dan kering sebelum dialirkan melalui kiln, cabinet, dan spray drying atau dialirkan melalui tunnel drying pada material yang akan dikeringkan. Dalam proses pengeringan tidak alami (unnatural drying process), salah satu sub-proses yang harus dilalui adalah proses dehumidifikasi dan pemanasan udara pengering. Pada proses ini, udara dari lingkungan diproses menggunakan cara-cara tertentu supaya menjadi udara panas dan kering yang digunakan dalam proses pengeringan material nantinya [15]. Dalam kebanyakan kasus, pengeringan dilakukan dengan penguapan air yang terkandung dalam makanan, dan untuk melakukan ini panas penguapan harus diberikan. Dengan demikian, ada dua faktor pengontrol proses penting yang masuk ke dalam operasi unit pengeringan, diantaranya sebagai berikut [6]. 1. Perpindahan panas untuk menghasilkan panas laten penguapan yang diperlukan. 2. Pergerakan air atau uap air melalui bahan makanan dan kemudian air akan bergerak untuk mengalami pemisahan air tersebut dari bahan makanan. Disisi lain, berdasarkan temperature pengeringan proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut [6]. 1. Pengeringan udara kontak pada tekanan atmosfer; yang mana dalam pengeringan ini, panas ditransfer melalui bahan baik dari udara panas atau dari permukaan yang dipanaskan. Sehingga, uap air dibuang ke udara. 2. Pengeringan vakum (vacuum drying); yang mana dalam pengeringan vakum ini keuntungan diambil dari kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih mudah pada tekanan yang lebih rendah daripada pada tekanan yang 15

Engkos Achmad Kosasih lebih tinggi. Perpindahan panas dalam pengeringan vakum ini umumnya melalui konduksi, terkadang melalui radiasi. 3. Pengeringan beku (freeze drying); dimana dalam pengeringan beku, uap air menyublim dari makanan yang beku. Struktur makanannya lebih terjaga dalam kondisi ini. Namun, temperatur dan tekanan yang sesuai harus ditetapkan di pengering untuk memastikan bahwa sublimasi terjadi. Pengeringan produk alami telah dilakukan sejak awal dengan menggunakan angin dan matahari sebagai agen untuk menghilangkan kelembaban. Karena kondisi cuaca yang berbeda- beda, metode alternatif telah diadopsi secara bertahap, seperti mengeringkan di dalam ruangan di ruangan berpemanas dan berventilasi khusus. Saat ini, kita masih membicarakan ruang pengering, yaitu ruangan yang dikecilkan menjadi ukuran lemari atau bejana. Variasi bahan yang akan dikeringkan dan jenis pengering yang tersedia tidak sesuai dengan klasifikasi sederhana. Namun, ada tiga faktor utama yang menentukan sifat pengering yang mana faktor ini akan dipertimbangkan secara bergantian diantaranya: a. Metode pengangkutan material melalui bagian pengeringan b. Metode memanaskan material c. Tekanan dan temperatur operasi Sebagian besar pengering modern dioperasikan secara kontinyu, atau semi kontinyu selama hari kerja, karena pengering kontinu membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja, bahan bakar, dan ruang lantai dibandingkan pengering batch dengan kapasitas yang sama. Namun, pengeringan batch akan dipilih setiap kali laju produksi kecil (di bawah 200 kg/h-1), atau sejumlah besar produk harus ditangani dalam unit yang sama, atau kapan pun material berukuran besar harus dikeringkan dengan proses yang ekstensif 16

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering dan kompleks, contohnya untuk pengeringan perlengkapan saniter porselen dan papan kayu gergajian. Tabel 1. memberikan ringkasan jenis pengering versus bentuk bahan baku (feedstock form), yang dapat berupa bubur, pasta, saringan, bubuk, butiran, kristal, pelet, atau bahan berserat atau berbentuk. Karena sensitivitas termal serta efisiensi dan ukuran pengering sangat bergantung pada kondisi termal produk yang terpapar di dalam pengering, Tabel 1 dan tabel 2 disajikan untuk mengklasifikasikan pengering konveksi dan konduksi atas dasar ini. Informasi semacam itu sering kali membantu dalam menentukan pilihan pengering [6]. Tabel 1. Pemilihan pengering versus bentuk bahan baku (feedstock form) 17

Engkos Achmad Kosasih Tabel 2. Paparan padatan terhadap kondisi panas Konsumsi Energi Pengering Pengeringan adalah suatu proses untuk menguapkan air dari suatu material dengan mengkonsumsi antara 9% hingga 25% energi nasional pada negara-negara maju. Proses pengeringan tersebut mengakibatkan konsumsi energi hingga 70% dari total energi dalam industri pengeringan kayu, 50% dalam pembuatan kain tekstil dan lebih dari 60% dari produksi jagung pertanian. Akibatnya, meningkatkan efisiensi energi peralatan pengering untuk mengurangi atau memulihkan sebagian dari kehilangan energi, sebagian besar karena pelepasan udara lembab (mewakili sekitar 85% pengering industri yang ada), sedangkan di Indonesia, konsumsi energi ini bisa lebih besar lagi mengingat Indonesia memiliki kelembaban udara yang tinggi (rata rata diatas 85 %, terutama di sekitar pantai). Di antara metode lain yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi energi secara global (listrik dan fosil) dalam industri pengeringan, terdapat pengering yang dibantu heat pump. Alat pengering identik dengan konsumsi energi yang tinggi, 18

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering yang mana konsumsi energi didominan oleh pemanas. Sekedar untuk menguapkan air saja, energi yang dibutuhkan setidaknya 2.270 kJ/kg air. Kombinasi Pengering untuk Menurunkan Konsumsi Energi Menipisnya bahan bakar fosil dan meningkatnya persyaratan untuk perlindungan lingkungan telah mendorong Research and Develoment untuk mengembangkan sistem pemanas dan pendingin baru yang memiliki efisiensi yang lebih baik. Contohnya system heat pump yang dimanfaatkan untuk memulihkan panas limbah industri yang dikombinasikan dengan sumber energi terbarukan (energi surya dan panas bumi) [16]. Kemajuan R&D (Research and Develoment) pada perusahaan yang bergerak dalam pengeringan makanan mengacu pada komponen baru yang telah didesain seperti kompresor, fluida kerja, dan alat penukar kalor, serta siklus heat pump tingkat lanjut dengan metode kontrol yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja sistem secara keseluruhan. Terdapat beberapa kombinasi pengeringan yang dilakukan yang berupaya menghasilkan konsumsi energi yang lebih rendah, salah satunya adalah MAHPD (Microwave-Assisted Modified Atmosphere Heat Pump Drying). MAHPD merupakan sistem pengering heat pump yang dikombinasikan dengan menggunakan microwave. Heat pump bertujuan untuk pengkondisian udara agar udara pengering memiliki kelembaban yang lebih rendah. Sedangkan microwave bertujuan untuk menaikkan temperatur pengeringan sekaligus sebagai ruang pengering. Selanjutnya Vaccum Freeze drying juga dapat dikombinasikan dengan microwave yang menghasilkan penghematan konsumsi energi yang cukup besar. Waktu pengeringan freeze drying yang dicapai dengan menggabungkan kedua sistem ini menyebabkan total waktu freeze drying pada 30°C adalah 9,5 jam dengan kondisi 19

Engkos Achmad Kosasih material yang dikeringkan tidak mengalami kerusakan yang berarti jika dibandingan sistem pengeringan lainnya. . Pengeringan Bahan Sensitif Panas: Vaccum Drying dan Vaccum Freeze Drying Suhu dan kondisi pengeringan pada proses pengeringan pada suatu produk akan mempengaruhi kualitas dari produk [16]. Semakin banyak panas yang terpapar pada material, maka semakin cepat material tersebut mengering [17]. Pada proses pengeringan bahan yang peka terhadap panas berlebih, kadar air pada bahan tersebut mengalami penurunan (kurang dari 5%) sehingga mikroorganisme atau enzim yang terdapat pada bahan pangan tersebut tidak dapat berkembang biak. Sel-sel mikroorganisme pada bahan makanan akan rusak jika udara pengering memiliki suhu lebih dari 100 °C. Kondisi pengeringan yang ideal untuk beberapa bahan pangan, termasuk buah-buahan, sayur, daging sapi, ikan, dan bahan biologis lainnya yang mengandung vitamin A,B1,C, D dan lain-lain adalah suhu udara saluran keluar sistem pengeringan di bawah 60 ° C dengan dan Rh>30% [18]. Vitamin adalah kelompok senyawa organik yang berperan penting dalam metabolisme manusia, untuk membantu proses pertumbuh dan perkembang. Vitamin A dapat larut dalam lemak serta memainkan peran dalam pengaturan pigmen retina dan dalam pemeliharaan kesehatan kulit dan kekebalan tubuh. Vitamin A terkandung pada susu (28 mg); ikan kakap (30 IU), kembung (30 IU)); sayuran, seperti wortel (835 μg), brokoli (800 mg), ubi jalar (709 mg), kangkung (681 μg), bayam (469 μg), labu (400 mg), kacang-kacangan (38 mg), brokoli (31 mg); seperti cabai merah (952 IU), wortel (16706 IU), pisang (300 IU), tomat (1800 IU). UI merupakan (Internasional Unit) setara dengan 1/40 mikrogram. Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan asam askorbat banyak digunakan dalam industri makanan dan kesehatan, 20

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering ditemukan pada buah-buahan seperti apel, pisang, jeruk, lemon; dan sayuran seperti tomat dan cabai. Namun, mungkin rusak karena 2 minggu disimpan. Kerusakan bahkan dapat dimulai setelah panen sebesar 20% - 50%, terbukti kerusakan fisik dapat menurunkan nilai fisik dan gizi. Pengeringan dalam suhu tinggi pasti menyebabkan kerusakan pada bahan, terutama untuk bahan yang sensitif terhadap panas termasuk vitamin C [15]. Vitamin C lebih sensitif dibandingkan vitamin lainnya. Pengkodisian Udara Pengering Kondensor Ganda Sistem refrigrasi yaitu sistem yang dapat memindahkan panas dari suhu lingkungan yang lebih rendah menuju temperatur yang lebih tinggi. Alat yang menghasilkan pendinginan disebut refrigrators sedangkan siklus yang bekerja yaitu refrigeration cycles (siklus pendingin). Siklus pendinginan yang konvensional adalah mesin pendingin siklus kompresi uap menggunakan fluida kerja refrigeran diuapkan dan terkondensasi secara bergantian dan dikompresi dalam fase uap. Siklus pendinginan terkenal lainnya adalah siklus pendinginan gas di mana refrigeran tetap berada dalam fase gas sepanjang sistem. Siklus refrigrasi kompresi uap ideal dapat menguapkan refrigeran sepenuhnya sebelum dikompresi dan dengan menggunakan sebuah katup ekspansi atau tabung kapiler. Siklus refrigrasi kompresi uap paling banyak digunakan untuk refrigerator, sistem Air Conditioning, dan heat pump. Skematik dan diagram T-s dari siklus refrigrasi kompresi uap ideal ditunjukkan pada Gambar 13 yang terdiri dari empat proses: 1-2 Kompresi isentropik pada kompresor 2-3 Pelepasan kalor tekanan konstan dalam kondensor 3-4 Penurunan tekanan di katup ekspansi 4-1 Penyerapan kalor tekanan konstan dalam evaporator 21

Engkos Achmad Kosasih Gambar 7. Diagram T-s untuk Siklus Refrigrasi Kompresi Uap Ideal. Sumber : [19] Berdasarkan skematik siklus refrigrasi kompresi uap ideal, refrigeran memasuki kompresor pada keadaan 1 sebagai uap jenuh dan dikompresi secara isentropik hingga tekanan kondensor. Temperatur refrigeran meningkat selama proses kompresi isentropik di atas suhu sekitar penghantarnya. Refrigeran kemudian masuk ke kondensor sebagai superheated vapor di tingkat keadaan 2 dan keluar sebagai saturated liquid pada tingkat keadaan 3 akibat pelepasan kalor ke lingkungan sekitar dengan temperatur refrigeran masih di atas suhu lingkungan. Refrigeran yang menjadi cair jenuh pada tingkat keadaan 3 dibatasi menuju tekanan evaporator melalui katup ekspansi sehingga temperatur refrigeran terjadi penurunan di bawah suhu ruangan. Refrigeran memasuki evaporator pada tingkat keadaan 4 sebagai campuran jenuh kualitas rendah dan menguap hasil dari penyerapan kalor pada ruangan. Refrigeran 22

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering keluar dari evaporator sebagai uap jenuh dan masuk kembali pada kompresor untuk menyelesaikan siklus. Kurva proses pada T-s diagram menunjukkan perpindahan panas untuk internal proses reversible. Pada daerah di bawah kurva proses 4-1 menunjukkan kalor yang diserap oleh refrigeran di evaporator dan area di bawah kurva proses 2-3 menunjukkan kalor yang dibuang kondensor. COP meningkat 2 hingga 4 persen untuk setiap °C pada temperatur penguapan dinaikkan atau temperatur kondensasi diturunkan. Gambar 8. Diagram Kurva P-h untuk Siklus Refrigrasi Kompresi Uap Ideal. Sumber : [19] Diagram kurva P-h digunakan dalam analisis siklus refrigrasi kompresi uap, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Pada diagram ini, tiga dari empat proses muncul sebagai garis lurus, dan perpindahan panas di kondensor dan evaporator sebanding dengan panjang sesuai kurva proses. Tekanan tidak mengalami perubahan pada tingkat keadaan 4 menuju 1, sama halnya tingkat keadaan 2 menuju tingkat keadaan 3. 23

Engkos Achmad Kosasih Pengkondisian Udara Pengering Kondensor Ganda Berdasarkan gambar 9 terlihat perbedaan yang menggambarkan dari sistem pengkondisian udara yang ada. Secara umum sistem pengkondisian udara umumnya seperti yang digambarkan pada (a). Namun sistem pengkondisian udara sederhana ini dapat dimodifikasi yang bertujuan untuk mengeringkan udara pengering dengan memanfaatkan sisi evaporatornya. Pada gambar (b) terlihat kondesor dibuat menjadi dua buah, yaitu kondenser 1 dan 2. Kondenser 1 dimanfaatkan sebagai heat recovery yang bertujuan untuk menaikan temperatur udara pengering, sebagai pre-heater. Sedangkan kondenser 2 bertujuan untuk melepaskan kalor berlebih yang tidak digunakan ke lingkungan. Dengan udara udara yang lebih kering maka waktu pengeringan akan lebih cepat. . (a) (b) Gambar 9. (a) Sistem pengkondisian udara kondensor tunggal (b) Sistem pengkondisian udara kondensor ganda. 24

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Simulasi Termodinamik untuk Pengkodisian Udara Pengering Kondensor Ganda Simulasi termodinamika pada penelitian ini dilakukan untuk mengganti refrigerant R-134a dengan refrigeran lain yang memenuhi suhu operasional pengeringan bahan peka panas. Refrigeran R-152a memiliki nilai konsumsi energi spesifik terendah dibandingkan dengan refrigeran R-12, R-134a dan R-600a. Refrigeran R-152a direkomendasikan untuk menggantikan R-134a dalam penggunaan alat kombinasi sistem spray drying dan sistem refrigerasi dengan kondensor ganda untuk material yang sensitif terhadap panas dengan penghematan energi lebih dari 39%. Gambar 10. Grafik Konsumsi Energi Spesifik dan Rasio Konsumsi Energi Spesifik dari Refrigeran R-134a, R-12, R- 152a dan R-600a. Sumber : [20] 25

Engkos Achmad Kosasih Gambar 10 menunjukkan perbandingan konsumsi energi spesifik masing-masing refrigeran. Nilai konsumsi energi spesifik terendah menunjukkan penggunaan energi biaya terendah. Refrigeran R-134a memiliki nilai yang hampir sama dengan refrigeran R-600a. Sedangkan keunggulannya terlihat pada referigerant R-152a. R-152a memiliki keunggulan dalam hal konsumsi energi yang mendekati 90 J/kg. Dan lebih hemat pada temperatur tinggi yaitu pada temperatur udara saat temperatur kondenser berada pada 90°C. Gambar 11 menunjukkan suhu udara yang keluar dari kondensor dimulai dari suhu 60 hingga 90°C, disimulasikan pada tiga kondisi kelembaban udara dari ruang evaporator yaitu pada suhu 10, 15, dan 20°C. Udara pengeringan suhu bisa mencapai suhu 60 hingga 140°C. menunjukkan bahwa suhu udara pengering yang dihasilkan dari sistem refrigerasi ini adalah kering dan mampu mengeringkan bahan peka panas dari 60°C hingga kisaran suhu 140°C jika diperlukan. Perlu dicatat dari Gambar 11, bahwa terdapat suhu kelembaban udara terbaik pada kondisi udara yang keluar dari evaporator yaitu 15°C untuk refrigeran R152a. Dan saat suhu udara keluar kondensor berada pada suhu 90°C. Menunjukkan nilai kinerja refrigeran R152a terbaik dengan konsumsi energi spesifik terendah. Hal ini menunjukkan keefektifan sistem refrigerasi dengan kondensor ganda dan pemanas udara elektrik dapat beroperasi hingga temperatur tinggi. 26

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Gambar 11. Grafik Konsumsi Energi Spesifik dan Temperatur Udara Keluar dari Kondenser 90°C dari Refrigeran R-152a pada Suhu Udara Kering yang dihasilkan. Sumber : [20] 27

Engkos Achmad Kosasih Spray Dryer dengan Pengkondisian Udara Kondensor Ganda Spray dryer biasa dioperasikan pada suhu tinggi yang lebih dari 100°C yang menjadi penyebab kerusakan bahan sensitif terhadap panas. Sistem refrigerasi menggunakan evaporator sebagai dehumidifier dan memanfaatkan kembali panas yang dilepaskan dari kondensor pertama untuk preheat udara pengering digunakan untuk menurunkan suhu pengeringan. Udara lingkungan dihisap oleh blower dengan mengukur debit aliran udara dari pembacaan rotameter Hitachi SJ200 dan melalui orifice Dwyer Pressure (SCFM-lpm). Perbedaan tekanan diukur di orifice dan kemudian diubah menjadi beda ketinggian dengan manometer, dengan variasi blower sebagai berikut: 150 lpm atau 0,0029 kg/s, 300 lpm atau 0,0058 kg/s dan 450 lpm atau 0,0087 kg/s. Udara dialirkan ke evaporator dalam sistem dehumidifier dimana udara dehumidified (dengan kelembaban spesifik dikurangi), atau udara terkondensasi, sistem pengeringan semprot sebelum dimasukkan ke ruang pengering sebagai udara pengering [15]. Sistem dehumidifier disini menggunakan sistem pendingin udara yang meliputi kompresor kedap udara (Kulthorn AEA 2415Y), kondensor, katup ekspansi, evaporator dan blower. Evaporator adalah alat penukar kalori yang berfungsi untuk mendinginkan udara yang masuk dari lingkungan; oleh karena itu, udara yang dikompresi oleh kompresor sudah memiliki suhu dan kelembaban yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu lingkungan atau diekstraksi ke kelembaban spesifiknya atau dehumidifikasi dengan mengatur tekanan melalui rotasi needle valve untuk menentukan suhu outlet evaporator dari kondensor (evaporator variasi suhu: 10°C, 15°C dan 20°C). Gambar skematik sistem dapat dilihat pada gambar 12 berikut ini. 28

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Gambar 12. Skema Dehumidifikasi Udara Pengering Spray Drying Menggunakan Kondensor Ganda. Sumber : [15] Nilai RH pada saluran udara yang keluar dari evaporator juga diukur dengan RH meter. Kemudian kompresi udara dilanjutkan ke bagian kondensor. Kondensor merupakan alat penukar kalori yang berfungsi sebagai pendingin kondensor. Penelitian ini menggunakan refrigeran R134a. Kalori dilepaskan karena tekanan tinggi dan temperatur uap refrigeran pada akhir proses kondensasi. Dalam studi ini, kedua kondensor melakukan metode pendinginan yang berbeda. Kondensor pertama melakukan pendinginan melalui udara yang dialirkan ke ruang pemanas dan yang kedua melalui udara panas yang selanjutnya akan dipanaskan oleh pemanas dan dialirkan ke ruang pengering dalam sistem pengering semprot. Panas yang keluar pada proses kondensasi tentunya membantu heater mencapai suhu kontrol pemanas udara pada sistem spray dryer sehingga kerja heater bisa diminimalisir. Namun, jika ada panas berlebih di udara, maka kondensor kedua 29

Engkos Achmad Kosasih dengan kipas pendingin akan memindahkan panas ke lingkungan. Di ruang pengering, bahan yang telah diatomisasi oleh nosel pneumatik akan bercampur dengan udara yang keluar dari pemanas. Katup ekspansi akan mengembangkan fluida refrigeran bertekanan tinggi dan suhu tinggi secara adiabatis untuk mencapai suhu dan tekanan rendah di evaporator. Siklus ini akan terus berlanjut. Sedangkan material pump akan diaktifkan (peristaltic long pump BT 100-2J dan booster pump; Pompa pendorong Kemflo NF 1800) untuk mengatur laju material di mana fluida diubah menjadi tetesan dengan menyemprotkannya dengan alat penyemprot. Regulator tekanan digunakan untuk mengatur tekanan udara dari kompresor pada nosel pneumatic 1 batang. Tetesan air dari bahan yang telah membentuk tetesan tersebut akan bersentuhan dengan suhu udara panas yang tinggi yang dikeluarkan dari heater dengan variasi temperatur sebagai berikut: 60°C, 90°C dan 120°C. Di ruang pengering, bahan diatomisasi oleh nosel tekanan dengan bantuan semprotan kompresor dan dicampur dengan udara dari pemanas. Kontak ini menyebabkan tetesan air mengering dan berubah bentuk menjadi bubuk padat. Proses perpindahan kalori dan massa terjadi di ruang pengering. Air pada material akan menguap, material yang dikeringkan akan jatuh ke bak penampungan di bawah ruang pengering dan sebagian akan terbawa udara. Karena pengaruh siklon terhadap gaya sentrifugal, beberapa material akan mempengaruhi dinding dan jatuh ke bak penampungan pada siklon tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi vitamin A yang diukur dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) pada tomat meningkat secara signifikan saat suhu udara pengering meningkat dari 90°C menjadi 120°C, dan tidak dapat dikontrol pada suhu lebih tinggi dari 120°C. Pada laju aliran udara sebesar 450 lpm, kapasitas pengeringan pada suhu udara pengering 60°C menggunakan sistem refrigerasi untuk rasio kelembaban 0,005 [kg H2O/kg udara kering] sama dengan kapasitas pengeringan pada udara pengering suhu 120°C tanpa 30

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering sistem refrigrasi untuk rasio kelembaban 0,021 [kg H2O/kg udara kering]. Kapasitas pengeringan pada suhu udara pengering 90°C dengan sistem refrigerasi bahkan menjadi 1,5 kali lipat kapasitas pengeringan pada suhu udara pengering 120°C (tanpa refrigerasi). Kombinasi sistem pengering semprot dengan sistem pendingin (kondensor ganda) seperti ditampilkan pada Gambar 12 lebih bermanfaat untuk mengeringkan bahan yang sensitif terhadap panas, seperti vitamin A. Vitamin A yang diambil dari buah tomat dengan melakukan metode pengeringan spray drying, dengan menikkan temperature pengeringan dari 90 °C ke 120°C menyebabkan penurunan konsentrasi vitamin A dalam 100gr buah tomat, yang ditunjukkan pada gambar 13. Gambar 13. Grafik produk tomat yang dikeringkan terhadap kelembaban udara pengering pada berbagai debit udara pengering. Sumber : [13] Spray drying merupakan metode pengawetan yang banyak digunakan dalam industri makanan dan farmasi. Meskipun demikian, temperatur pengeringan pada spray drying merupakan masalah umum yang dihadapi selama proses pengeringan. Pengeringan dalam suhu tinggi pasti menyebabkan kerusakan pada bahan, terutama untuk bahan yang peka panas termasuk 31

Engkos Achmad Kosasih vitamin C. Vitamin C memiliki karakteristik yang lebih sensitif jika dibandingkan dengan vitamin lainnya. Pada tomat, mungkin menjadi kecoklatan karena suhu pengeringan yang tinggi dalam proses pengeringan. Untuk mengatasinya, spray drying kemudian digabungkan dengan sistem dehumidifier. Tujuan kombinasi ini adalah untuk mengetahui suhu pengeringan yang aman dan juga mengetahui konsumsi energi spesifik saat menggunakan sistem kombinasi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan vitamin C yang bersal dari tomat dan juga sari vitamin C (murni). Berdasarkan hasil penelitian suhu udara pengering tidak dianjurkan untuk melebihi 90 ° C. Hal ini dikarena kandungan vitamin C akan menurun pada suhu tersebut. Gambar 14. Kandungan konsentrasi vitamin C terhadap pengaruh perubahan temperature pengeringan. Sumber : [15] 32

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Gambar 15. Kandungan konsentrasi vitamin C buah tomat terhadap pengaruh perubahan temperatue pengeringan. Sumber : [15] Pada gambar 14 dan 15 terlihat jelas bahwa dampak dari meningkatkan temperature pengeringan akan mengakibatkan penurunan kadar vitamin C yang cukup besar yang diuji dengan menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Rasio konsumsi energi spesifik (RSEC) pada laju udara pengering 450 Lpm pada berbagai temperature pengeringan dan kelembaban udara dapat dilihat pada gambar 14. Produktifitas dan RSEC dan Spray Drying Penggunaan system pengkondisian udara pada system pengeringan memberikan banyak keuntungan dari sisi produktifitas. Hal ini dapat dilihat pada gambar 16. 33

Engkos Achmad Kosasih Gambar 16. Grafik produk tomat yang dikeringkan terhadap kelembaban udara pengering pada berbagai temperatur udara pengering. Pada gambar diatas menunjukkan produktifitas dari tomat yang menunjukkan hasil yang memiliki keunggulan Ketika system pengering yang memanfaaikan system pengkondisian udara pada udara pengering. Produksi tomat yang diperoleh dengan mengatur temperature pengeringan 60 °C dengan kelembaban udara pengering 8 gr/kg udara kering, memberikan hasil sebesar 0.21 Lph, yang mana nilai tersebut memiliki nilai yang lebih jika dibandingkan system pengering tanpa system pengkondisian udara pada temperature 120 °C. 34

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Gambar 17. Grafik Ratio of Specific Energy Consumption terhadap variasi kelembaban udara pada berbagai temperature pengeringan. Sumber : [15] Pada gambar 17 menunjukkan nilai terendah pada kondisi 0.45 pada kelembaban udara 0.008 kg/kg da dan temperature pengeringan 120 °C. pada temperature 90 °C dan 120°C memiliki nilai RSEC yang tidak berbeda jauh, namun untuk pengeringan untuk menghasilkan vitamin C tetap lebih baik menggunakan temperature maksimum 90°C karena akan berdampak pada produktifitas vitaminnya [15]. Dengan demikian, semakin kering udara pengering dan semakin tinggi debit udara pengering, maka material yang dapat dikeringkan akan semakin banyak juga. Oleh sebab itu, penggunaan sistem dehumidifier pada spray dryer akan meningkatkan konsumsi energinya tetapi kapasitas produksi akan ditingkatkan dengan menjaga kualitas vitamin yang terkandung ada buah tomat hingga dua kali lipat sehingga konsumsi energi spesifik akan berkurang [15]. 35

Engkos Achmad Kosasih Penutup Untuk tujuan menurunkan temperatur udara dan konsumsi energi pengering, beberapa penelitian yang perlu dilakukan diantaranya adalah: ➢ Mengkombinasikan sistem sengkondisian udara ini dengan berbagai pengering. ➢ Karakterisasi material yang mau dikeringkan ➢ Membuat simulasi dan optimasi baik sistem besar maupun CFD ➢ Modifikasi dan mengkombinasikan antara pengering pengering maupun alat alat lain (sebagai alat tambahan pada pengering) 36

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering DAFTAR PUSTAKA 1. Yang, W.-c., Handbook of fluidization and fluid-particle systems. 2003: CRC press. 2. Misha, S., et al., Review of solid/liquid desiccant in the drying applications and its regeneration methods. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 2012. 16(7): p. 4686-4707. 3. Oh, S.J., et al., Evaluation of a dehumidifier with adsorbent coated heat exchangers for tropical climate operations. Energy, 2017. 137: p. 441-448. 4. Bhandari, B., Handbook of Industrial Drying, Edited by AS Mujumdar: CRC Press: Boca Raton, FL; 2015. ISBN: 978-1- 4665-9665-8. 2015, Taylor & Francis. 5. Keey, R., Theoretical foundations of drying technology. Advances in drying, 1980. 1: p. 1-22. 6. Mujumdar, A.S., Handbook of industrial drying. 1987: Dekker New York. 7. Chua, K.J., et al., Heat pump drying: Recent developments and future trends. Drying Technology - DRY TECHNOL, 2002. 20: p. 1579-1610. 8. Minea, V., Advances in Heat Pump-Assisted Drying Technology. 2016. 9. Earle, R.L., Unit operations in food processing. 2013: Elsevier. 10. Sadeghiamirshahidi, M. and S.J. Vitton, Analysis of drying and saturating natural gypsum samples for mechanical testing. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering, 2019. 11(2): p. 219-227. 11. Hutchinson, J.E., Drying cabinet. 1930, Google Patents. 12. Daş, M., E. Alıç, and E. Kavak Akpinar, Numerical and experimental analysis of heat and mass transfer in the drying 37

Engkos Achmad Kosasih process of the solar drying system. Engineering Science and Technology, an International Journal, 2020. 13. Kosasih, E.A., Warjito, and N. Ruhyat. Use of a double condenser in a dehumidifier with a spray dryer for vitamin A extraction in tomato as a heat-sensitive material. in AIP Conference Proceedings. 2017. AIP Publishing LLC. 14. Usub, T., et al., Experimental performance of a solar tunnel dryer for drying silkworm pupae. Biosystems engineering, 2008. 101(2): p. 209-216. 15. Kosasih, E.A., M. Rafdi, and Firdaus. Experimental investigation of vitamin C yield of tomatoes and vitamin C essence by spray drying and dehumidifying the drying air: Product quality and energy consumption. AIP Conference Proceedings. 2018. AIP Publishing LLC. 16. Nguyen, V.M., S.B. Riffat, and P.S. Doherty, Development of a solar-powered passive ejector cooling system. Applied Thermal Engineering, 2001. 21: p. 157-168. 17. Masters, K., Spray drying handbook. Spray drying handbook., 1985. 18. Langrish, T. and D. Fletcher, Spray drying of food ingredients and applications of CFD in spray drying. Chemical Engineering and Processing: Process Intensification, 2001. 40(4): p. 345-354. 19. Cengel, Y.A. and M.A. Boles, Thermodynamics: An Engineering Approach 6th Editon (SI Units). 2007: The McGraw-Hill Companies, Inc., New York. 20. Ruhyat, N. and E.A. Kosasih. Low energy-specific consumption of refrigerants for combination of electric air heater and refrigeration system using double condensers: A simulation of thermodynamic system. AIP Conference Proceedings. 2019. AIP Publishing LLC. 38

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Ucapan terima kasih Hadirin yang saya hormati, perkenankan saya kembali memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia, limpahan rezki, dan nikmat yang tidak terhitung yang telah Allah berikan kepada saya dan keluarga selama ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Nadiem Anwar Makarim, yang telah memberikan kepercayaan kepada saya dengan mengangkat saya menjadi Guru Besar tetap pada fakultas teknik universitas Indonesia, serta kepada Rektor Universitas Indonesia Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. beserta jajaran Pimpinan Universitas Indonesia dan kepada Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD beserta seluruh anggauta dewan guru besar universitas Indonesia yang telah menerima kehadiran saya di dalam jajaran jabatan akademik yang terhormat ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Dr. Ir. Hendri D.S. Budiono, M. Eng., Ketua dewan guru besar fakultas teknik Prof. Yulianto S. Nugroho Ir., PhD. beserta anggauta dewan guru besar fakultas teknik universitas Indonesia, Wakil Dekan Prof. Dr. Ing Nandy Putra dan Dr. Muhammad Asvial beserta jajaran Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, manajer umum dan fasilitas FTUI Jos Istianto PhD, ketua departemen teknik mesin Prof. Dr. Ario Sunar Baskoro, sekretaris departemen teknik mesin Dr. Agus Pamitran yang telah memproses, mengusulkan dan mendukung saya sehingga pengukuhan guru besar ini dapat terlaksana dengan baik. Terimakasih kepada tim review usulan guru besar saya, baik dari internal departemen teknik mesin Prof. Dr. Ir. Muhamad Idrus 39

Engkos Achmad Kosasih Alhamid, Prof. Ir. Yulianto Sulistyo Nugroho, M.Sc, Ph.D. dan juga dari ekternal Prof. Dr. Ir. Khairil, MT, dari departemen teknik mesin, Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan tenaga , pikiran dan waktu dalam me-review karya-karya ilmiah saya. Ucapan terimakasih saya sampaikan untuk Prof. Dr. Ir. Raldi Artono Koestoer, DEA yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk bergabung dengan Departemen Teknik Mesin menjadi dosen pada 29 tahun lalu, beliau adalah pembimbing tugas akhir S1 saya yang selalu menjadi panutan saya serta pemberi inspirasi dan motivasi kepada saya. Terimakasih juga saya sampaikan untuk Prof. Dr. Ir. Bambang Suryawan, MT dan Prof. Dr. Ir. Muhamad Idrus Alhamid yang telah menjadi Promotor dan Co-promotor dalam pendidikan penelitian S3 saya, yang telah mendorong dan membimbing saya. Beliau berdua juga, sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, yang telah menerima saya untuk bergabung dengan Departemen Teknik Mesin sebagai staf pengajar. Terima kasih juga saya sampaikan kepada kolega saya di laboratorium Perpindahan Panas: Prof. Dr. Ir. Raldi Artono Koestoer, DEA, Prof. Dr.-Ing. Ir. Nandy Setiadi Djaya Putra, Dr. Ir. Imansyah Ibnu Hakim, M.Eng, Ardiyansyah, ST., M.Eng, Ph.D untuk semua dukungan dan kerja samanya. Terima kasih saya sampaikan kepada rekan-rekan dosen dan guru besar di departemen teknik mesin. Terima kasih saya juga ucapkan kepada Dr. Ir. Warjito, M.Eng dan Dr. Ir. Gatot Prayogo, M.Eng untuk diskuasi-diskusi masalah kemanusiaan. Tidak lupa saya haturkan terima kasih kepada Prof. Dr.Ir. Harry Sudibyo S., DEA. untuk obrolan obrolan yang sangat mendorong dan memberi arah dalam pencapaian akademik di kampus tercinta ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. Dedi Priadi, Wakil Rektor Universitas Indonesia dan Direktur SDM Universitas Indonesia bersama jajarannya, Manajer SDM Fakultas Teknik 40

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering Universitas Indonesia Jos Istiyanto, Ph.D. beserta jajarannya, yang telah menjalankan tugas dengan sangat baik dalam proses pengusulan saya untuk menjadi guru besar. Saya sampaikan terimaksih kepada semua karyawan DTM FTUI, khususnya untuk pak H. Maruih, saya mengucapkan terimakasih atas bantuannya mengumpulkan dan merapikan berkas pengusulan guru besar saya. Terimakasih juga untuk semua karyawan P2M DTM FTUI. Yang terutama, saya mengucapan terima kasih saya yang tak terhingga kepada mendiang orang tua, ibu saya Siti Halimah alm, bapak saya Saptoer Mertapradja alm, ibu mertua Yayah Rokayah alm, dan bapak mertua Yunus Sulaiman alm. Pidato ini saya persembahkan terutama kepada beliau beliau ini. Kepada isteri tercinta, tersayang dan terkasih Sri Mulyati dan anak-anak tersayang; Seli Siti Sholihat, Fani Siti Hanifah, Rima Siti Mariam, Imam Ahmad Nurfalah, dan Ihsan Ahmad Zulkarnain, terima kasih untuk segala kasih sayang, pengorbanan dan dukunganya selama ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada adik, kakak, adik ipar, dan kakak ipar bersama keluarga besar, serta saudara kami yang selalu mendukung saya. Terimakasih kepada bapak dan ibu guru saya di SD Citapen 2 Tasikmalaya, SMPN 1 Tasikmalaya dan SMA Pancasila Tasikmalaya, serta para dosen di Jurusan Teknik Mesin FTUI yang telah mendidik saya dengan tulus, semoga menjadi amal jariyah untuk para guru dan dosen yang saya cintai. Terimakasih juga saya sampaikan kepada alumni seangkatan Mesin 84 (M84) yang telah banyak mendukung dan membantu semasa saya kuliah S1 dulu. Saya ucapkan terima kasih juga kepada pribadi-pribadi yang masih banyak lagi dan yang tidak mungkin disebutkan satu demi 41

Engkos Achmad Kosasih satu atas semua bantuan dan dukungannya. Untuk itu saya mohon maaf yang sebesar besarnya. Akhir kata saya berterima kasih untuk kehadiran dan doanya kepada seluruh hadirin, sahabat dan handai taulan. Juga saya memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kata yang salah dan kekurangan dalam upacara pengukuhan ini. Semoga Allah SWT menganugrahkan balasan yang lebih baik atas budi baik bapak dan ibu sekalian Terima kasih. Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, Wassalaamualaikum warahmatullahi Wabarakaatuh 42

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. Engkos Achmad Kosasih, M.T. NIP/NUP : 195906061992031001 Pangkat/Golongan : Pembina Tk. I / IV/b Jabatan : Guru Besar (TMT 1 Agustus 2020) Tempat/Tanggal lahir : Tasikmalaya / 6 Juni 1959 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Nama Isteri/Suami : Sri Mulyati Nama Anak : 1. Seli Siti Sholihat 2. Fani Siti Hanifah 3, Rima Siti Mariam 4. Imam Ahmad Nurfalah 5. Ihsan Ahmad Zulkarnain Orang Tua : Saptoer Mertapradja (ayah) Siti Halimah (ibu) Pendidikan Formal: Keterangan Tahun 1992 S1 Teknik Mesin Universitas 1997 Indonesia 2006 S2 Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung S3 Teknik Mesin Universitas Indonesia 43

Engkos Achmad Kosasih Pendidikan Non Formal: Tahun Keterangan 2011 Workshop on Industrial Drying: Principle & Practice, NUS 2010 Pelatihan Asesor BAN - PT 2000 Teaching Improvement Workshop, ITB 1992 Process Design, ITB Riwayat Pekerjaan/Jabatan: Tahun Keterangan 2009 - sekarang Kepala Lab. Perpindahan Panas, Dept. Teknik Mesin FT UI 2014 - 2019 Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia 2011 - 2013 Asesor BAN-PT 2001 – 2003 Wakil Direktur P2M, Dept. Teknik Mesin FT UI 1999 - 2001 Sekretaris Departemen Teknik Mesin FT UI Penghargaan: Tahun Keterangan 2016 Satyalancana Karya Satya XX tahun 2008 Satyalancana Karya Satya X tahun 2006 Cum Laude Program Doktor Universitas Indonesia 44

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering PUBLIKASI HASIL RISET DALAM LIMA TAHUN TERAKHIR Jurnal 1. Zikri, A., E.A. Kosasih, M.I. Dzaky, and Firdaus, Combination of Dehumidifier, Heat Pump and Air Heater: Influence of Temperature, Specific Humidity, And Mass Flow Rate of Air on Specific Energy Consumption. Journal of Advanced Research in Fluid Mechanics and Thermal Sciences, 2020. 76(1): p. 124-134. 2. Wibisono, I., Yanuar, and E.A. Kosasih, Numerical study of hybrid third order compact scheme for hyperbolic conservation laws. Energy Reports, 2020. 6: p. 698-702. 3. Palamba, P., et al., Effect of surface dry layer thickness on the smoldering combustion of a stratified moisture content peat layer. International Journal of Advanced Science and Technology, 2020. 29(5): p. 2117-2139. 4. Kosasih, E.A., A. Zikri, and M.I. Dzaky, Effects of drying temperature, airflow, and cut segment on drying rate and activation energy of elephant cassava. Case Studies in Thermal Engineering, 2020. 19. 5. Kosasih, E.A., H. Tandjono, and D. Prasetyo, A study on 2- butanol droplet: Analysis of introduced constant in the new approach on film stagnant model. Journal of Advanced Research in Fluid Mechanics and Thermal Sciences, 2020. 65(2): p. 303-313. 6. Dzaky, M.I., E.A. Kosasih, and A. Zikri, Aquadest production with compression system: Influence cyclone separator pressure and percentage of water discharged on specific energy consumption. Journal of Advanced Research in Fluid Mechanics and Thermal Sciences, 2020. 75(2): p. 79-93. 7. Ruhyat, N., E.A. Kosasih, Warjito, and Imansyah, I.H., Combination system of spray dryer and low evaporator temperature refrigeration for drying vitamine B1. Journal of 45

Engkos Achmad Kosasih Advanced Research in Fluid Mechanics and Thermal Sciences, 2019. 55(1): p. 102-110. 8. Putra, N., et al., Preparation of beeswax/multi-walled carbon nanotubes as novel shape-stable nanocomposite phase- change material for thermal energy storage. Journal of Energy Storage, 2019. 21: p. 32-39. 9. Budiarso, et al., Drag reduction by combination of flow control using inlet disturbance body and plasma actuator on cylinder model. Journal of Mechanical Engineering and Sciences, 2019. 13(1): p. 4503-4511. 10. Trisno, R., Harinaldi, and E.A. Kosasih, The influence of the excitation frequency of the cavity changes of synthetic jet actuator to the formation of vortex ring. International Journal of Mechanical Engineering and Robotics Research, 2018. 7(3): p. 279-284. 11. Palamba, P., et al., Drying kinetics of Indonesian Peat. International Journal of Technology, 2018. 9(5): p. 1006-1014. 12. Ramadhan, M.L., et al., Experimental study of the effect of water spray on the spread of smoldering in Indonesian peat fires. Fire Safety Journal, 2017. 91: p. 671-679. 13. Putra, N., et al., Characterization of the thermal stability of RT 22 HC/graphene using a thermal cycle method based on thermoelectric methods. Applied Thermal Engineering, 2017. 124: p. 62-70. 14. Amin, M., et al., Thermal properties of beeswax/graphene phase change material as energy storage for building applications. Applied Thermal Engineering, 2017. 112: p. 273- 280. 15. Supriyadi, et al., Improving hydrogen physisorption energy using swcnts through structure optimization and metal doping substitution. International Journal of Technology, 2016. 7(8): p. 1454-1462. 46

Pengkondisian Udara Pengering dengan Sistem Refrigerasi Kompresi Kondensor Ganda untuk Menurunkan Konsumsi Energi dan Temperatur Udara Pengering 16. Novianto, S., et al., Void fraction of flow boiling with propane in circular horizontal tube. International Journal of Technology, 2016. 7(2): p. 235-243. 17. Nasruddin, et al., Optimization of hydrogen storage capacity by physical adsorption on open-ended single-walled carbon nanotube as diameter function. International Journal of Technology, 2016. 7(2): p. 264-273. 18. Kosasih, E.A. and N. Ruhyat, Combination of electric air heater and refrigeration system to reduce energy consumption: A simulation of thermodynamic system. International Journal of Technology, 2016. 7(2): p. 288-295. 19. Kosasih, E.A., Harinaldi, and R. Trisno, Characteristics of vortex ring formation by synthetic jet actuators in different cavities. International Journal of Technology, 2016. 7(2): p. 296-305. Prosiding terindeks Scopus 1. Yang, W.-c., Handbook of fluidization and fluid-particle systems. 2003: CRC press. 2. Misha, S., et al., Review of solid/liquid desiccant in the drying applications and its regeneration methods. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 2012. 16(7): p. 4686-4707. 3. Oh, S.J., et al., Evaluation of a dehumidifier with adsorbent coated heat exchangers for tropical climate operations. Energy, 2017. 137: p. 441-448. 4. Bhandari, B., Handbook of Industrial Drying, Edited by AS Mujumdar: CRC Press: Boca Raton, FL; 2015. ISBN: 978-1- 4665-9665-8. 2015, Taylor & Francis. 5. Keey, R., Theoretical foundations of drying technology. Advances in drying, 1980. 1: p. 1-22. 6. Earle, R.L., Unit operations in food processing. 2013: Elsevier. 47

Engkos Achmad Kosasih 7. Sadeghiamirshahidi, M. and S.J. Vitton, Analysis of drying and saturating natural gypsum samples for mechanical testing. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering, 2019. 11(2): p. 219-227. 8. Daş, M., E. Alıç, and E. Kavak Akpinar, Numerical and experimental analysis of heat and mass transfer in the drying process of the solar drying system. Engineering Science and Technology, an International Journal, 2020. 9. Kosasih, E.A., A. Zikri, and M.I. Dzaky, Effects of drying temperature, airflow, and cut segment on drying rate and activation energy of elephant cassava. Case Studies in Thermal Engineering, 2020. 19: p. 100633. 10. Jokiel, M., et al., Modelica-based modelling of heat pump- assisted apple drying for varied drying temperatures and bypass ratios. Thermal Science and Engineering Progress, 2020. 19: p. 100575. 11. Hutchinson, J.E., Drying cabinet. 1930, Google Patents. 12. Dulău, M. and I. Madaras, Development of a Monitoring and Control System for Timber’s Drying Process. Procedia Manufacturing, 2019. 32: p. 545-552. 13. Kosasih, E.A., Warjito, and N. Ruhyat. Use of a double condenser in a dehumidifier with a spray dryer for vitamin A extraction in tomato as a heat-sensitive material. in AIP Conference Proceedings. 2017. AIP Publishing LLC. 14. Usub, T., et al., Experimental performance of a solar tunnel dryer for drying silkworm pupae. Biosystems engineering, 2008. 101(2): p. 209-216. 15. Kosasih, E.A., M. Rafdi, and Firdaus. Experimental investigation of vitamin C yield of tomatoes and vitamin C essence by spray drying and dehumidifying the drying air: Product quality and energy consumption. in AIP Conference Proceedings. 2018. AIP Publishing LLC. 48


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook