modern ialah, hanya menyerahkan diri penulis sepenuhnya. Ketika penulis ditanya anak seminari apa yang bisa penulis berikan pada mereka, penulis hanya menjawab penulis hanya bisa memberikan diri penulis. Semangat pertapa dan penyerahan diri, menghayati spiritualitas ini penulis belajar juga dari suster-suster OCD di Wisma Samadi,“ jawab Rm.Ari menjelaskan. “Pernahkah Romo memikirkan untuk hidup berkeluarga sebelum ini?” tanya penulis. “Tentu saja, dahulu penulis pernah memikirkan akan hal tersebut. Penulis akan punya keluarga kecil dan tinggalnya di pedesaan serta kami akan hidup bertani.” Setiap panggilan adalah kemauan dan rencana dari sang Ilahi. Maka kami harus tau apa yang merupakan rencana atau kehendak Tuhan dalam hidup kami. Memilih panggilan imamat sebagai seorang imam berarti mempunyai suatu totalitas dalam hidup yaitu kerelaan meninggalkan segalanya demi panggilan ilahi. Segala kerelaan dan pengorbanan yang dilakukan seorang imam tidaklah sia-sia, karena dengan tujuannya, mengikuti kerajaan Allah. Maka seperti yang dijanjikan dalam kamib suci bahwa kami akan menerima upah yang besar dalam kerajaan surga. 93 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
CERMINAN HATI OFISI -Laurentius Nugraha Wijaya- Hati mencerminkan perasaan. Melalui perasaan lahirlah sebuah tindakan. Apakah dalam menjalani tugas, mereka yang disebut Ofisi sudah benar? Bagaimana tentang opini yang beredar? Pantaskah mereka disebut seorang pemimpin? Melalui sebuah tempat yang disebut asrama, tumbuh berbagai cerita. Semua yang terlibat di dalamnya memiliki keluh kesah. Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah tetapi pantas untuk dicoba. Walaupun banyak opini negatif yang dilontarkan, itu merupakan sebuah tantangan tersendiri. Penulis yang diselamatkan dari keterpurukan ini memiliki motivasi untuk berbagi dengan teman-teman yang membaca tulisan ini. Semoga cerminan hati menjadi nampak bagi pembaca semua. Ofisi Seminari, sebuah kelompok yang terdapat di dalam komunitas bernama Seminari Menengah Wacana Bhakti. Ofisi berarti pekerjaan/pusat. Di dalam seminari, para anggota ofisi ini biasa disebut Bidak/Pengurus Ofisi Inti. Mereka adalah orang-orang yang melakukan segala pekerjaan inti di dalam kepengurusan seminari. Biasanya ofisi ini memiliki anggota delapan orang yang terdiri dari Bidum (Bidel Umum), Wabidum (Wakil Bidel Umum), Sekretaris, Bidak Kelas Persiapan Atas (KPA), Bidak kelas 3, Bidak kelas 2, Bidak kelas 1, dan Bidak Kelas Persiapan Pertama (KPP). Masing-masing orang yang 94 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
diberikan kepercayaan oleh angkatannya untuk memimpin, kecuali Bidum dan Wabidum yang dipilih langsung oleh satu komunitas seminari. Masa jabatan seorang ofisi inti hanya satu semester (6 bulan) dalam satu tahun. Setelah melalui masa jabatan, maka para anggota ofisi tidak lagi bisa terpilih. Sehingga anggota lain dari satu komunitas harus menggantikannya. Para ofisi dipilih dengan cara pemungutan suara dalam satu angkatan. Jika seseorang sudah terpilih maka ia akan mengemban tanggung jawab sebagai seorang pemimpin yang harus bisa mengkoordinir dan menjadi contoh bagi para angotanya. Penulis mendapat kepercayaan dari angkatan KPA untuk menjadi bidak. Setiap satu minggu sekali sesuai dengan jadwal yang ditentukan penulis harus bangun pada pukul empat pagi untuk mempersiapkan diri. Pada pukul setengah lima pagi penulis menyalakan lagu-lagu klasik sebelum pukul 4.45 untuk membunyikan bel sebanyak tiga kali agar para seminaris dapat bangun tepat waktu. Pada pukul 5.10, penulis membunyikan bel lagi untuk memberitahukan teman-teman seminaris bahwa waktunya untuk laudes (Ibadat Pagi) akan dimulai. Penulis harus membunyikan bel selama satu hari penuh untuk mengingatkan waktu sekolah, makan siang, istirahat, bacaan rohani dan lain sebagainya. Apabila penulis terlambat untuk membunyikan bel di pagi hari, maka penulis akan mendapatkan hukuman selama seminggu penuh untuk membunyikan bel. Selain membunyikan bel para anggota 95 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
ofisi juga memiliki tugas untuk rapat bersama para pamong (Pastor Pembimbing) untuk membahas kegiatan- kegiatan yang akan dilakukan di seminari seperti HOTS (Hari Orang Tua Seminari), Rekoleksi, Retret Promosi Panggilan, Expo, JP II Cup (John Paul II Cup), dan masih banyak lagi. Sesaat setelah makan malam, penulis juga membacakan pengumuman untuk hari esok seperti petugas liturgi, dan pengumuman lainnya seperti acara atau hal tertentu lainnya. Setiap di awal semester para ofisi mengadakan rapat bersama komunitas yang disebut evaluasi perbidelan. Di dalam rapat tersebut para ofisi menjadi koordinator dan pemimpin rapat, sedangkan anggota yang lain menampilkan presentasinya untuk dinilai oleh pamong, ofisi, dan komunitas. Bangun pada pukul empat pagi bagi seorang seminaris cukup sulit. Akibat padatnya jadwal di seminari, para seminaris sering kali kelelahan sehingga pada saat pelajaran para seminaris sangat mudah mengantuk. Termasuk para anggota ofisi yang harus bangun lebih awal terkadang tidur terlambat akibat rapat bersama pamong sampai larut malam. Datang lebih awal pada saat jam pelajaran, karena harus menyiapkan daftar absen bagi siswa dan guru. Di saat jam pelajaran berlangsung, biasanya ofisi akan diminta lebih dahulu untuk menjawab sebuah pertanyaan. Terkadang jika ada sebuah kesulitan seperti menyalakan mesin AC, memasang proyektor, menghapus papan tulis, membersihkan kelas, memberi instruksi, maka sebagai 96 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
seorang bidak akan mengerjakannya kecuali sudah ada orang yang biasa ditunjuk untuk menyelesaikan pekerjaan itu misalnya petugas piket. Ofisi harus menjadi contoh bagi yang lain. Terkadang jika ada satu kesalahan, maka semua kebaikan yang sudah dilakukan akan menjadi sirna. Ofisi harus selalu berjuang menjadi yang terbaik. Setiap usaha pastilah memiliki hasil. Termasuk bagi para bidak yaitu termasuk penulis sendiri. Biasanya seorang bidak akan lebih mudah dikenal banyak orang seperti pamong, frater, angkatan lain dalam satu komunitas dan teman satu kelas karena keaktifan ofisi di komunitas. Mempunyai banyak teman dan haters merupakan suatu keuntungan bagi penulis. Kenapa haters? Berbekal pengalaman dengan adanya musuh, maka penulis dapat lebih berbenah diri dan mampu mengevaluasi segala kesalahan yang telah dibuat. Adanya seorang haters maka ada orang yang memperhatikan segala kesalahan penulis. Mereka seperti penilai setia bagi penulis dan anggota ofisi lainnya, atau bisa dibilang fans berat kata salah satu guru di seminari. Memiliki banyak teman mengakibatkan seorang ofisi bisa dengan mudah mendapatkan berbagai informasi dengan sendirinya. Berbagai rahasia-rahasia yang tidak diketahui oleh orang lain menjadi keunggulan tersendiri bagi seorang ofisi. Memiliki banyak teman maka hidup di komunitas menjadi lebih mudah, ditambah dengan haters yang membuat lebih indah. Mengapa indah? Haters membuat 97 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
hidup menjadi berwarna menurut penulis. Apapun warnanya, diri sendiri yang menentukan. Suatu kelompok akan berhasil apabila pemimpinnya menjadi contoh yang baik. Kira-kira itulah yang menggambarkan tanggung jawab seorang ofisi secara penuh. Dalam suatu kelas biasanya ofisi memiliki kewajiban untuk mengingatkan suatu tugas dan masa tenganggnya secara detail. Memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan yang lain jika ada suatu perubahan dalam jadwal komunitas. Jika dalam satu angkatan ada suatu masalah, maka seorang bidak akan menjadi penengah dalam masalahnya dan bersama komunitas menemukan sebuah solusi yang akan menyelesaikan masalah tersebut. Jika ofisi sendiri memiliki masalah dengan anggotanya atau sebaliknya, maka suasana akan menjadi sangat tidak kondusif. Bagaimanapun sebagai seorang ofisi kebijaksanaanlah yang dituntut di dalam diri seorang ofisi? Terkadang seorang ofisi jika memang memiliki sebuah kesalahan maka hal yang paling pertama adalah dilakukan sebuah diskusi terbuka dengan komunitas baik angkatan maupun seluruh komunitas. Walaupun tidak salah, terkadang ofisi harus menempatkan diri sebagai orang yang berada di tengah. Tidak salah dan tidak benar karena bagaimanapun sebagai seorang ofisi, tanggung jawab yang utama adalah menciptakan suatu suasana kekeluargaan dan menciptakan suatu keharmonisan dalam komunitas. 98 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
Berbagai perbincangan dan opini muncul di kalangan komunitas seminari. Ada yang berpendapat kalau seorang bidak terkadang suka berbicara namun tidak ada aksi nyata. Mementingkan diri sendiri, suka mengambil peran orang lain, memaksakan kehendak, dan menyalahgunakan kekuasaan adalah hal yang paling sering dilontarkan jika seorang bidak memiliki sebuah masalah. Termasuk jika pada saat pagi hari, sesuai kebiasaan seminaris mengadakan laudes (ibadat pagi) ada anggota ofisi yang tidak bernyanyi, tetapi tidur di kapel seminari. Terlepas dari tanggapan tersebut, penulis selalu bernyanyi pada saat laudes. Berbagai kritik disampaikan oleh seminaris pada saat penulis mengadakan wawancara kecil. Ternyata di balik berbagai kekurangannya, seorang ofisi juga memiliki kelebihan menurut para seminaris. Bersahabat, terbuka terhadap orang lain, perhatian kepada anggota komunitas, ramah, serta dapat membawa suasana merupakan sebuah kelebihan yang membuat seorang ofisi menjadi unggul menurut para anggota seminaris pada saat mengadakan wawancara kecil dengan penulis. Sebagai seorang ofisi, penulis ingin sekali menyampaikan banyak hal kepada para anggota seminaris. Khususnya untuk KPA dan KPP angkatan 33 di Seminari Menengah Wacana Bhakti. Penulis sebagai seorang pemimpin memiliki banyak sekali kekurangan, kelemahan yang terkadang penulis tidak menyadarinya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, yang sempurna 99 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
hanya ada di negeri dongeng, kira-kira itulah yang menggambarkan diri seorang ofisi dan penulis sendiri. Walaupun ofisi memiliki banyak kekurangan, namun harus disadari juga kalau para anggota ofisi telah banyak berkorban untuk teman-teman semua. Mulai dari waktu, tenaga, pikiran serta berbagai kesempatan yang dikorbankan demi komunitas. Menurut penulis sebagai seorang ofisi, tidak ada yang merugikan bagi penulis. Dalam kitab suci menuliskan bahwa: Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. (Yoh 15:13) Kira-kira itulah yang menjadi semangat sebagai seorang ofisi, setidaknya untuk penulis sendiri seperti itu. Kasih menjadi semangat penulis dalam melayani. Penulis akan selalu memperbaiki diri, berkorban, dan melayani sesama walaupun akan berjalan dengan segala kekurangan, namun penulis tetap memiliki harapan untuk berbuah baik. Semoga penulis dapat menjadi pribadi yang lebih baik bagi sesama dan dunia ”Dum Spiro Spero (Selama aku bernafas, aku berharap)”. Dari tulisan ini penulis ingin menyampaikan bahwa para ofisi menjalani tugas dengan sepenuh hati atas dasar kasih. Memang dalam menjalani tugas kami masih memiliki banyak kekurangan. Yakinlah bahwa kekurangan kami selalu kami imbangi dengan pelayanan. 100 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
POLA SOSIALISASI SEMINARIS -Leonardo Alvin Seven Pakpahan- Sebagai calon imam yang menempuh pendidikan di seminari, para seminaris memiliki pola sosialisasi yang sangat unik. Apakah hal tersebut sama dengan kebanyakan orang? Seperti makhluk sosial pada umumnya, para seminaris membutuhkan orang lain—khususnya rekan- rekan komunitas dalam rangka perkembangannya sebagai calon imam. Maka dari itu, satu hal yang perlu dan tidak dapat dihindari adalah sosialisasi dan interaksi di antara mereka. Ruang lingkup pergaulan yang sangat terbatas dan intens menuntut para seminaris untuk membentuk persahabatan yang kuat walau tidak menutup kemungkinan terhadap pertikaian. Hal mendasar dan paling sederhana yang dilakukan dalam setiap jenis komunikasi adalah bertegur sapa. Kebiasaan menyapa ini memang seringkali dianggap sebagai sesuatu yang remeh, namun sangat berjasa dalam membentuk ppembacangan orang lain atas diri seseorang. Biasanya mereka yang sering menyapa diasosiasikan sebagai orang yang ramah, begitu pula sebaliknya mereka yang jarang menyapa dianggap sebagai orang yang angkuh atau sombong. Sebagai calon imam yang kelak akan bersinggungan dengan banyak umat dan memiliki keunikan masing-masing, para seminaris dituntut untuk menjadi pribadi yang ramah. 101 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
Sapaan ini sudah layak dan sepantasnya direspon dengan ramah atau nada yang bersahabat. Akan tetapi selaras dengan heterogenitas sifat manusia, balasannya pun juga beragam. Ada yang menjawab dengan antusias, sekadar menganggukkan kepala atau mengacungkan ibu jari maupun mengangkat alis, atau bahkan hanya diam tanpa merespon. Para seminaris dituntut untuk memiliki ikatan yang solid sehingga dapat saling menjaga satu sama lain. Bukan hanya agar tidak kehilangan panggilan, namun juga agar berbuat sepatutnya atau dalam kata lain selalu menaati aturan yang ada. Seperti kata pepatah, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. ”Ketaatan menjadi suatu hal istimewa yang harus dimiliki, karena pada permasalahan inilah biasanya para imam jatuh dan meninggalkan imamatnya. Maka tidak heran selain dilatih untuk menaati aturan, para seminaris juga dilatih untuk saling mengingatkan. Seperti menegur seminaris yang berisik ketika jam studi, mencuci pakaian di kamar mandi, membangunkan teman untuk opera (kerja tangan), dan lain-lain. Akan tetapi, acapkali kebiasaan ini menjadi sesuatu yang kelewat batas, yaitu ketidakpercayaan bahwa orang lain dapat melaksanakan aturan seminari sehingga terjerumus sebagai seorang ‘polisi moral’ tanpa melihat ke dalam diri sendiri. Walaupun setiap hari bertemu dan berdinamika bersama, para seminaris tidak terlepas dari gesekan- gesekan yang terkadang dapat memercikan api 102 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
permusuhan. Benih konflik ini dapat muncul dari mana saja bahkan hal-hal sepele dan tidak penting. Seperti menyenggol, adu domba oleh angkatan lain, kabar bohong, atau dianggap memiliki raut wajah yang tidak ramah. Berdasarkan konflik-konflik yang sudah terjadi, sumber yang paling subur adalah kejahilan yang dianggap kelewat batas – hal yang sering dilakukan oleh para remaja yang sedang mencari jati diri. Ketika emosi akibat konflik tidak dapat ditahan, perkelahian pun tidak dapat dihindari. Entah itu silat lidah dengan mengeluarkan kata-kata kasar, perkelahian fisik, atau sama sekali tidak berkomunikasi dalam jangka waktu tertentu. Dalam Matius 5:24, Yesus bersabda, “Tinggalkanlah persembahanmu di mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” Hal ini berarti bahwa setiap konflik dan permusuhan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Maka dari itu, terdapat berbagai upaya berjenjang untuk menyelesaikan hal buruk ini. Hal yang pertama kali dilakukan adalah penyelesaian secara pribadi. Jika tidak berhasil, maka akan dibawa ke angkatan untuk dilakukan mediasi secara bersama-sama. Pihak seminari memberikan waktu khusus bagi tiap-tiap angkatan untuk berkumpul, yaitu pada jam doa angkatan setiap hari Selasa malam. Dalam ‘doa’ tersebut dibahas mengenai setiap permasalahan beserta solusinya atau sebagai ajang penyampaian keluh 103 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
kesah. Pada kesempatan inilah biasanya hampir setiap permasalahan dapat diselesaikan. Namun, apabila dirasa belum cukup maka pihak-pihak yang bertikai akan dipanggil oleh pamong angkatan (frater/pastor) untuk dimediasi. Pertikaian tidak hanya terjadi antar teman dalam satu angkatan, tetapi juga dapat terjadi secara lintas angkatan. Penyebabnya dapat bermacam-macam seperti kesalahpahaman dan senioritas. Dibandingkan dengan pertikaian antar teman dalam angkatan, pertikaian jenis ini lebih mendesak untuk diselesaikan. Alasannya adalah selain tidak ada waktu khusus seperti doa angkatan, biasanya dua pihak yang bertikai cenderung akan menceritakan permasalahan tersebut kepada teman-teman satu angkatannya. Ketika hal ini terjadi, maka seolah akan muncul kewajiban untuk membela atas nama solidaritas. Sehingga konflik pribadi tersebut akan meluas menjadi konflik antar angkatan. Melalui berbagai pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pola sosialisasi yang dimiliki para seminaris koheren dengan pola sosialisasi antar sahabat. Perbedaan mendasarnya hanya pada kuantitas. Jika sahabat pada umumnya hanya satu, seminaris terdiri dari ratusan orang yang memiliki sifat berbeda-beda. Para seminaris harus menganggap setiap orang dalam satu komunitas layaknya sebagai sahabat, sehingga dapat merasa dekat secara emosional dan tidak lagi canggung dalam bergaul. Memahami setiap pribadi, baik 104 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
kekurangan maupun kelebihannya. Diksi ‘solidaritas’ tidak dipakai secara melenceng. Para seminaris tidak akan diam membiarkan temannya yang melakukan kesalahan atas dasar ‘kasihan’ jika dihukum. Akan tetapi, akan menegurnya sehingga dapat berkembang bersama sebagai calon imam pada rel yang benar. 105 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
SEMINARIS DI MATA PAMONG -Vincentius Michael Rully- Seminari? Apa sih seminari itu? Seminari merupakan tempat di mana bibit-bibit muda dikembangkan untuk menjadi calon imam atau Abdi Allah,” kata Romo Ari atau yang biasa dipanggil oleh anak Seminari Menengah Wacana Bakti dengan sapaan Pater Ari. Beliau adalah salah satu pastor yang berkarya di Keuskupan Agung Jakarta dan beliau mendapat amanah dari bapak Uskup Mgr. Ignatius Suharyo untuk menjadi pamong umum di Seminari Menengah Wacana Bakti. Beliau juga mengatakan “Bahwa dulu ada namanya Seminari kecil yang jenjangnya dari SMP (Sekolah Menengah Pertama). Tapi menurut penulis, Seminari kecil itu adalah berasal dari keluarga, karena keluarga adalah tempat di mana bibit awal tersebut terbentuk”. Awalnya beliau tidak pernah berpikir bahwa dia akan diutus oleh Bapak Uskup untuk berkarya di Seminari Menengah Wacana Bakti. Tapi, karena ketaatannya dengan Bapak Uskup dan yakin bahwa suara Bapak Uskup adalah suara Tuhan, ia siap diutus kemana pun oleh bapak Uskup. “Saya merasa tidak keberatan sama sekali ketika diutus oleh Bapak Uskup untuk menjadi Pamong di Seminari Wacana Bhakti dan membimbing para kaum muda yang ada di seminari ini. 106 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
Saya juga tidak tahu bagaimana cara uskup memilih, tapi penulis selalu siap kemana pun penulis akan diutus.” Sebelumnya, beliau diutus oleh Bapak Uskup untuk menjadi Pastor Paroki Merakai Gereja Maria Immaculata sebelum beliau menjadi Pamong Umum di Seminari Wacana Bakti. Beliau adalah pribadi yang sangat menyukai suasana yang hening, jadi wajar saja bila beliau harus lebih keras mencari waktu untuk hening di seminari daripada ketika beliau menjadi Pastor Paroki, karena seperti yang kami ketahui bahwa suasana di seminari ini bisa di bilang cukup ramai dan terkadang di jam hening sekalipun ada saja kebisingan yang dapat mengganggu seseorang untuk hening. “Tapi itu sih sudah merupakan konsekuensinya, dan penulis harus lebih bisa beradaptasi dengan kondisi yang ramai seperti di seminari ini, tapi penulis juga merasa sangat senang bahwa penulis diutus untuk membantu para seminaris yang masih sangat muda untuk berproses.” tutur Pater Ari. “Harapan saya sih, semoga para seminaris bisa menjadi pribadi yang suka akan keheningan, karena menurut saya, ketika penulis hening, saya bisa menemukan diri saya sendiri dan panggilan saya. Penulis juga berharap untuk para seminaris untuk menjadi pribadi yang jujur terhadap dirinya sendiri tanpa sembunyi- sembunyi.” lanjut beliau. 107 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
Pater Ari juga berharap dengan kehadiran beliau di seminari ini bisa membantu para seminaris dalam panggilannya. Membuat para seminaris menjadi terdorong untuk lebih mencintai Tuhan dan tentu saja menjadi anak muda yang berani untuk terus berusaha menanggapi panggilan Tuhan. 108 | S E M I N A R I W A C A N A B H A K T I J A K A R T A
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117