KONSEP DAN STRATEGI MENYUSUN SOAL HOTS Abdul Muis Joenaidy Suwari i
KONSEP DAN STRATEGI MENYUSUN SOAL HOTS Abdul Muis Joenaidy Suwari Copyright©2020 Diterbitkan Oleh: Mahameru Press Kompleks Rumah Baca Mahameru Jl. Raya Kebonsari RT 10 RW 4 Kebonsari Yosowilangun – Lumajang -Jawa Timur 67382 Website: www.pustakamahameru.com Facebook: Mahameru Press Email: [email protected] Cover: Mahameru Team Editor: Mahameru Team Layouter: Mahameru Team Terbit: Januari 2020 ISBN: -------------------------------- Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit. ii
KATA PENGANTAR Evaluasi atau Penilaian selama ini menjadi hal yang dirasa sulit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran oleh sebagian besar guru. Beragam aspek dalam penilaian harus dikuasai oleh guru dalam rangka mencapai tuntutan yang ada dalam rubrik penilaian. Sejatinya, penilaian adalah hak mutlak guru. Kebebasan dan kemerdekaan guru dalam mengevaluasi hasil belajar, menjadi satu keniscayaan. Dengan kata lain, guru adalah raja dan hakim penentu terhadap hasil belajar melalui serangkaian penilaian yang dilakukan. Tentu, kemampuan guru dalam menilai hasil belajar peserta didik harus berdasarkan indikator dan serta memenuhi aspek-aspek tertentu. Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka mewujudkan penilaian objektif. Sehingga capaian hasil belajar pun menjadi semakin baik. iii
Buku ini disusun atas dasar itu semua. Berusaha mengantarkan guru agar mudah melakukan penilaian pembelajaran. Diadopsi dari beragam sumber, buku ini disusun secara sederhana dan sistematis serta ringkas, sehingga memudahkan guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Semoga buku ini bermanfaat dan dapat membantu guru mengatasi berbagai masalah dan kesulitan yang selama ini dihadapi, terutama yang berkaitan dengan evaluasi dalam pembelajaran. Lumajang, Januari 2020 Penulis iv
DAFTAR ISI Kata Pengantar ~ ii Daftar Isi ~ v Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ~ 1 Kemampuan Berpikir Kritis ~ 6 Kemampuan Berpikir Kreatif ~ 12 Penyusunan dan Pengembangan Soal HOTS ~ 16 Penilaian dan Praktiknya dalam Pembelajaran ~ 28 Daftar Pustaka ~ 37 *** v
vi
>> 1 << KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS) Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (disingkat HOTS), dapat diamati pada jabaran berikut. Higher Order thinking conceived of as the top end of the Bloom’s cognitive taxonomy: Analyze, Evaluate, and Create, or, in the older labguage, Analysis, Synthesis, and Evaluation. The teaching goal behind any of cognitive taxonomy is equipping student to be able to do transfer. ”being able to think” means studenk can apply the knowledge and skill they developed during their learning to new contexts. “New” here means applications that the student has not thought of before, not necessarily something - Klik Media Indonesia -
>> 2 << universally new. Higher-order thinking is conceived as students being able to relate their learning to other elements beyond those they were taught to associate with it. Brookhart (2010:5) Pernyataan tersebut mengandung beberapa hal berikut. 1. Kemampuan berpikir tingkat tinggi berada pada bagian atas taksonomi kognitif Bloom yang meliputi kemampuan analisis, evaluasi dan mencipta 2. Tujuan pembelajaran dalam taksonomi kognitif adalah membekali peserta agar dapat melakukan proses transfer pengetahuan 3. Kemampuan berpikir artinya pererta didik mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka kembangkan selama mempelajari hal yang baru Higher Order Thinking Skills atau kemampuan berpikir tingkat tinggi pada dasarnya berarti pemikiran yang terjadi pada tingkat tinggi dalam suatu proses - Klik Media Indonesia -
>> 3 << kognitif. Menurut taksonomi Bloom yang telah dirievisi keterampilan berpikir pada ranah kognitif terbagi menjadi enam tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Syafa’ah & Handayani, 2015). Schraw et al. (2011: 191) mengklasifikasikan keterampilan berpikir yang dimiliki Bloom menjadi dua tingkatan yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills) yang terdiri atas pengetahuan dan pemahaman, serta keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) yang terdiri atas aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Agar guru lebih mudah dalam memahami dan mengimplementasikan HOTS dalam pembelajaran, tabel berikut dapat dijadikan acuan dan panduan. Tabel level HOTS beserta kata kerja operasional ini dapat digunakan guru menyusun soal dan penilaian HOTS. Bukan sebatas soal saja yang harus HOTS, namun pelaksanaan pembelajaran di kelas juga beriklim HOTS, sehingga antara materi (dalam - Klik Media Indonesia -
>> 4 << pembelajaran) dengan penilaian yang akan dilaksanakan, keduanya berjalan sejajar. Siswa diharapkan mampu menjawab seluruh pertanyaan dala soal (yang berlevel HOTS) setelah melalui serangkaian pembelajaran berkualitas dengan level HOTS pula. Tabel Level HOTS dan Kata Kerja Operasional Tingkat HOTS Kata Operasional Analisis: dapatkah peserta Menilai, didik membedakan antara membandingkan, konsep-konsep yang mengkritik, berbeda? mengurutkan, membedakan, menentukan, mengurutkan Evaluasi: dapatkah Mengevaluasi, menilai, peserta didik mengkritik, membenarkan suatu memilih/menyeleksi, pernyataan atau pilihan menghubungkan, tertentu dengan memberikan pendapat memberikan alasan - Klik Media Indonesia -
>> 5 << Mencipta: dapatkah Merakit, mendisgn, peserta didik membuat merancang, membuat, atau mengembangkan memformulasikan. produk, teori atau sudut pandang baru berdasarkan pembelajaran? Selain menurut taksonomi yang direvisi Bloom, ada juga HOTS model Heong et al. (2011) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir adalah penting untuk peserta didik dan pendidik terutama di lembaga pendidikan tinggi. Heong et al. (2011) mengindentifikasi 13 keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu: 1. membandingkan (comparing), 2. mengklasifikasi, (classifying), 3. menginduksi (inducing), 4. menyimpulkan (deducing), 5. menganalisis kesalahan (analyzing error), 6. membangun pendukung (constructing support), 7. menganalisis perspektif (analyzing perspective), 8. mengabstraksi (abstracting), - Klik Media Indonesia -
>> 6 << 9. mengambil keputusan (making decision), 10. memecahkan masalah (solving problem), 11. menemukan eksperimen (inquiring eksperimen), 12. dan menemukan konsep dalam kerangka dimensi belajar (inventing concept which work within the dimensions of learning framework). Disamping itu, Heong et al. (2011) juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan jenis kelamin, hasil akademis, dan status sosial ekonomi. Oleh karena itu peserta didik harus belajar keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk membantu mereka memecahkan masalah dalam belajar dan meningkatkan hasil akademik mereka. Dengan demikian, pemahaman dan hasil belajar peserta didik akan meningkat dalam pembelajaran. Kemampuan Berpikir Kritis Nitko & Brookhart (2011: 236) berpendapat bahwa kemampuan berpikir kritis paling baik diukur - Klik Media Indonesia -
>> 7 << dan dinilai dalam konteks pembelajaran tertentu, bukan secara umum. Untuk itu, guru yang berkepentingan mengukur kemampuan berpikir kritis perlu mengejawantahkan indikator-indikator kemampuan berpikir kritis ke dalam konteks materi pembelajaran yang bersangkutan. Selain itu, penting pula menghubungkan materi pembelajaran tersebut dengan kondisi kehidupan keseharian dalam melakukan pengukuran terhadapa kemampuan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis menurut Nitko & Brookhart (2011:234-236) diidentifikasi menjadi lima kategori, yaitu: 1. Klarifikasi dasar, 2. dukungan dasar, 3. menyimpulkan, 4. klarifikasi tingkat lanjut, dan 5. strategi dan taktik. - Klik Media Indonesia -
>> 8 << Perhatikan tabel berikut (Adaptasi dari Nitko & Brookhart (2011: 234-236)). Tabel Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Kategori Indikator Indikator Soal 1. Fokus pada Melakukan pertanyaan Disajikan sebuah Klarifikasi dasar 2. Menganalisis masalah, aturan, argumen kartun, atau eksperimen dan hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan. Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat: (1) menyimpulkan - Klik Media Indonesia -
>> 9 << Kategori Indikator Indikator Soal Menilai dukungan 3. Menilai argumentasi secara dasar kredibilitas sumber cepat, (2) memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung argumen yang disajikan. Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya. - Klik Media Indonesia -
>> 10 << Kategori Indikator Indikator Soal 4. Membuat Membuat Kesimpulan secara Disajikan sebuah Kesimpulan deduktif pernyataan yang 5. Membuat kesimpulan secara diasumsikan induktif kepada peserta didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti. Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan - Klik Media Indonesia -
>> 11 << Kategori Indikator Indikator Soal 6. menilai definisi Melakukan kesimpulan, peserta klarifikasi tingkat lanjut didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan memberikan alasannya. Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya. - Klik Media Indonesia -
>> 12 << Kategori Indikator Indikator Soal 7. mendefinisikan asumsi Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi. Menerapkan strategi 8. Mengambil Merumuskan dan taktik dalam keputusan dalam menyelesaikan tindakan alternatif solusi masalah Kemampuan Berpikir Kreatif Johnson (2009: 183), berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman yang baru. Johnson (2009) menambahkan bahwa berpikir kreatif merupakan sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan - Klik Media Indonesia -
>> 13 << memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuat sudut pandang yang menakjubkan, serta membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif merupakan kegiatan mental yang menghasilkan sesuatu yang baru hasil dari pengembangan. Utami Munandar (2002: 37) menyatakan “Beberapa ciri pribadi yang kreatif yaitu: imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat luas, mandiri dalam berpikir, senang berpetualang, penuh energi, percaya diri, bersedia mengambil risiko, dan berani dalam berpendirian dan berkeyakinan”. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri kreatif antara lain: 1. Bebas dalam berpikir dan bertindak 2. Adanya inisiatif menumbuhkan rasa ingin tahu 3. Percaya pada diri sendiri 4. Mempunyai daya imajinasi yang baik - Klik Media Indonesia -
>> 14 << Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif digunakan tes uraian untuk memperoleh data sebelum dan setelah pembelajaran. Perhatikan tabel berikut. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Aspek Indikator a. Fluency - Menjawab dengan sejumlah (Kelancaran) jawaban jika ada pertanyaan - Mempunyai banyak gagasan b. Flexibility (Keluwesan) mengenai suatu masalah - Memberikan bermacam-macam c. Originality (Keaslian) penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah - Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya - Menggolongkan hal-hal menurut kategori yang berbeda - Memikirkan masalah-masalah yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain - Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk - Klik Media Indonesia -
>> 15 << Aspek Indikator d. Elaboration menemukan penyelesaian yang (Keterperincian) baru - Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah - Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain - Klik Media Indonesia -
>> 16 << PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN SOAL HOTS Dalam menulis soal untuk pengembangan higher order thinking skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi terlebih dahulu kita harus mengetahui bahwa berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1. pemecahan masalah, 2. membuat keputusan, 3. berpikir kritis dan 4. berpikir kreatif. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. Caranya adalah seperti berikut ini. - Klik Media Indonesia -
>> 17 << 1. Materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan) 2. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus). Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan. 3. Mengukur kemampuan berpikir kritis. Ada 11 kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. a. Menfokuskan pada pertanyaan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan. - Klik Media Indonesia -
>> 18 << b. Menganalisis argumen Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung argumen yang disajikan. c. Mempertimbangkan yang dapat dipercaya Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya. d. Mempertimbangkan laporan observasi Contoh indikator soalnya: Disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan observer/reporter, peserta didik dapat - Klik Media Indonesia -
>> 19 << mempercayai atau tidak terhadap laporan itu dan memberikan alasannya. e. Membandingkan kesimpulan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti. f. Menentukan kesimpulan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan alasannya. - Klik Media Indonesia -
>> 20 << g. Mempertimbangkan kemampuan induksi Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan memberikan alasannya. h. Menilai Contoh indikatornya: Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya. i. Mendefinisikan Konsep Contoh indikator soal: Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta didik dapat mendefinisikan konsep yang dinyatakan. - Klik Media Indonesia -
>> 21 << j. Mendefinisikan asumsi Contoh indikator soal Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi. k. Mendeskripsikan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video klip, peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan (Dadan Rosana, 2014: 394-400). Berikut disajikan contoh soal berpikir kritis dan berpikir kreatif. Guru dapat mengembangkan sendiri soal sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Contoh berikut diambil dari beberapa sumber. Dapat dijadikan acuan dan panduan penyusunan soal. - Klik Media Indonesia -
>> 22 << Kritis Kreatif Membuat kesimpulan Keluwesan secara induktif Contoh soal: Contoh soal: Pada tahun 2006 gunung merapi Terdapat sebuah pipa meletus dan mengeluarkan lahar mendatar dengan luas dingin dengan kecepatan aliran 8 penampang yang berbeda m/s pada suatu titik yang diketahui yaitu 8 cm2dan 2 cm2 mempunyai tinggi aliran 5 meter dilengkapi dengan pipa tegak dan lebar 15 m. ke atas seperti gambar Erupsi tersebut terjadi selama 4 berikut. jam dan lahar dingin sampai ke Jika pipa tersebut dialiri air sungai sehingga merusak desa- dengan kecepatan 0,1 m/s desa di sekitar sungai. Dengan masuk pada pipa yang besar. melihat data pada kejadian Maka, apakah ketinggian air tersebut, pemerintah berencana antara pipa kanan dan kiri membuat bendungan penahan sama seperti yang lahar (sabo dam) sebanyak 244 ditunjukkan pada gambar di buah dengan kapasitas per sabo atas? Jika berbeda berapa dam 3.104 m3. Apakah sabo dam selisih ketinggian air antara yang dibangun pemerintah cukup kedua kaki tersebut? untuk menampung keseluruhan lahar dingin yang dimuntahkan oleh gunung merapi? - Klik Media Indonesia -
>> 23 << Contoh Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer Ilmu Pengetahuan, pada aspek mencipta, dengan indikator menghasilkan karya alat sederhana (restitusi meter) yang merupakan penerapan tumbukan lenting sebagian. Maka soal yang diberikan seperti contoh berikut. Buatlah alat sederhana untuk mengukur koefisien restitusi bola pingpong dengan bahan: (1) pipa kaca 1 meter berlubang-lubang, (2) skala, dan (3) penahan bola. Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri: transfer satu konsep ke konsep lainnya; memproses dan menerapkan informasi; mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda- beda; menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah; dan menelaah ide dan informasi secara kritis. Pada dasarnya, secara sederhana, soal HOTS disusun berdasarkan langkah-langkah berikut. - Klik Media Indonesia -
>> 24 << 1. Analisa KD Analisis KD diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun 2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat kognitifnya. Tidak semua KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun 2018 berada dalam tingkat kognitif yang sama. KD yang berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi) dapat disusun soal HOTS. KD yang berada pada tingkat kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) tidak dapat langsung disusun soal HOTS. KD tersebut dapat disusun soal HOTS, bila sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu IPK pengayaan dengan tingkat kognitif C4, C5, dan C6. Guru-guru secara mandiri atau melalui forum KKG/MGMP dapat melakukan analisis KD yang dapat disusun menjadi soal-soal HOTS. - Klik Media Indonesia -
>> 25 << 2. Menyusun Kisi Soal Kisi-kisi penyusunan soal digunakan guru untuk menyusun soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut memandu guru dalam memilih KD yang dapat dibuat soal HOTS; menentukan lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji; merumuskan indikator soal; menentukan nomor soal; menentukan level kognitif (L1 untuk tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuk tingkat C3, dan L3 untuk tingkat kognitif C4, C5, dan C6); dan Menentukan bentuk soal yang akan digunakan. 3. Memilih stimulus yang tepat dan kontekstual Stimulus yang digunakan harus tepat, artinya mendorong peserta didik untuk mencermati soal. Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. - Klik Media Indonesia -
>> 26 << Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat. 4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir. 5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban - Klik Media Indonesia -
>> 27 << dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat. - Klik Media Indonesia -
>> 28 << PENILAIAN DAN PRAKTIKNYA DALAM PEMBELAJARAN Penilaian menurut Permendikbud No. 23 Tahun 2016 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Proses tersebut dilakukan melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen, dan berasal dari berbagai sumber agar lebih komprehensif. Penilaian harus dilakukan secara efektif. Oleh sebab itu, pengumpulan informasi yang akan digunakan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik harus lengkap dan akurat agar dihasilkan keputusan yang tepat. Untuk mengetahui ketercapaian KD, pendidik harus merumuskan sejumlah indikator - Klik Media Indonesia -
>> 29 << pencapaian kompetensi (IPK). IPK digunakan sebagai acuan penilaian. Pendidik atau satuan pendidikan (sekolah) juga harus menentukan pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM). Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar, tetapi juga pada proses belajar. Peserta didik dilibatkan dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri dan penilaian antar peserta didik (penilaian antar teman) sebagai sarana untuk berlatih melakukan penilaian. Penilaian bukan sekadar untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses belajar. Selama ini, seringkali penilaian cenderung dilakukan hanya untuk mengukur hasil belajar peserta didik, sehingga penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning - Klik Media Indonesia -
>> 30 << (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran). 1. Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi di akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu. Setiap pendidik melakukan penilaian yang dimaksudkan untuk memberikan pengakuan terhadap pencapaian hasil belajar setelah proses pembelajaran selesai, yang berarti pendidik tersebut melakukan assessment of learning. Ujian Nasional, ujian sekolah/madrasah, dan berbagai bentuk penilaian sumatif merupakan assessment of learning (penilaian hasil belajar). 2. Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Pada assessment for learning pendidik memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan - Klik Media Indonesia -
>> 31 << menentukan kemajuan belajarnya. Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk meningkatkan performa peserta didik. Penugasan, presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh-contoh bentuk assessment for learning (penilaian untuk proses belajar). 3. Assessment as learning mempunyai fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Perbedaannya, assessment as learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antar teman merupakan contoh assessment as learning. Dalam assessment as learning peserta didik juga dapat dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan - Klik Media Indonesia -
>> 32 << pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal. Selama ini assessment of learning paling dominan dilakukan oleh pendidik dibandingkan assessment for learning dan assessment as learning. Penilaian pencapaian hasil belajar seharusnya lebih mengutamakan assessment as learning dan assessment for learning dibandingkan assessment of learning. Mari kita perhatikan bagan gambar berikut ini. Praktik Penilaian oleh Guru KKM adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan. Dalam menetapkan KKM, satuan pendidikan harus merumuskannya secara - Klik Media Indonesia -
>> 33 << bersama antara kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya. KKM dirumuskan setidaknya dengan memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu karakteristik peserta didik (intake), karakteristik mata pelajaran (kompleksitas materi/kompetensi), dan kondisi satuan pendidikan (guru dan daya dukung) pada proses pencapaian kompetensi. Ada beberapa model KKM. Model KKM terdiri atas lebih dari satu KKM dan satu KKM. Satuan pendidikan dapat memilih salah satu dari model penetapan KKM tersebut. Setelah KKM ditentukan, capaian pembelajaran peserta didik dapat dievaluasi ketuntasannya. Peserta didik yang belum mencapai KKM berarti belum tuntas, wajib mengikuti program remedial, sedangkan peserta didik yang sudah mencapai KKM dinyatakan tuntas dan dapat diberikan pengayaan. Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Lingkup penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar - Klik Media Indonesia -
>> 34 << oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian Hasil belajar oleh pendidik terdiri atas penilaian sikap, penilaian pengetahuan dan penilaian keterampilan. 1. Penilaian Sikap. Pelaksanaan penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui kecenderungan perilaku spiritual dan sosial peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas sebagai hasil pendidikan. Disamping itu penilaian sikap dimaksudkan juga untuk mengetahui capaian/perkembangan sikap peserta didik dan memfasilitasi tumbuhnya perilaku peserta didik sesuai butir-butir nilai sikap dari KI-1 dan KI- 2. Tekniknya meliputi: observasi, penilaian diri, penilaian antar teman. 2. Penilaian Pengetahuan. Merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur proses dan hasil pencapaian kompetensi peserta didik yang berupa kombinasi penguasaan proses kognitif (kecakapan berpikir) mengingat - Klik Media Indonesia -
>> 35 << (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing), menilai (evaluating), dan mengkreasi (creating) dengan pengetahuan faktual (Elemen-elemen dasar yang harus diketahui peserta didik untuk mempelajari suatu ilmu atau menyelesaikan masalah di dalamnya), konseptual (Hubungan- hubungan antar elemen dalam sruktur besar yang mermungkinkan elemennya berfungsi secara bersama-sama), prosedural (Pengetahuan tentang bagaimana (cara) melakukan sesuatu, mempraktekkan metode-metode penelitian, dan kriteria-kriteria untuk menggunakan keterampilan, algoritma, dan metode), dan metakognitif (kesadaran tentang kognitif diri sendiri, bagaimana kognitif bekerja serta bagaimana mengaturnya). Tekniknya meliputi: tes tulis, tes lisan, dan penugasan. 3. Penilaian Keterampilan. Merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan untuk melakukan tugas tertentu di berbagai macam - Klik Media Indonesia -
>> 36 << konteks keterampilan, sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi (IPK). Penilaian keterampilan tersebut meliputi ranah berpikir dan bertindak. Keterampilan ranah berpikir meliputi keterampilan menggunakan, mengurai, merangkai, modifikasi, dan membuat. Keterampilan dalam ranah bertindak meliputi membaca, menulis, menghitung, menggambar, dan mengarang. Tekniknya meliputi: praktik, produk, proyek, portofolio. - Klik Media Indonesia -
>> 37 << DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (Eds). (2010). Kerangka landasan untuk pembelajaran, pengajaran, dan asesmen: revisi taksonomi pendidikan Bloom.(Terjemahan Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Buku asli diterbitkan tahun 2001). Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking Skillss in Your Class-room. Alexandria: ASCD. Cottrell, S. (2005). Critical Thinking Skills, Developing Effective analysis and Argument. New York: Palgrave Macmillan. Dadan Rosana. 2014. Evaluasi Pembelajaran Sains (Asesmen Pendekatan Saintifik Pembelajaran Terpadu). Yogyakarta: UNY Press. - Klik Media Indonesia -
>> 38 << Edi Istiyono, Djemari Mardapi & Suparno. (2014). Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PhysTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol. 14, No.1, p: 1-12. Elaine B. Johnson. (2014). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa. H. K. Syafa’ah, L. Handayani. (2015). Pengembangan Metacognitive Self–Assessment Untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Evaluasi Dalam Membaca Teks Sains Berbahasa Inggris. Unnes Physics Education Journal, Vol. 4, No. 1, p: 43- 48. Heong, Y.M, et al. (2011). The level of Marzano higher order thinking skillss among technical education students. International Journal of Social Science and humanity. Vol 1, No. 2. pp 121-125. - Klik Media Indonesia -
>> 39 << Limbach, B & Waugh, W. (2010). Developing Higher Level Thinking. Journal of Instructonal Pedagogies. p: 1-9. McNeill, M., Gosper, M., & Xu, J. (2012). Assessment choices to target higher order learning outcomes: the power of academic empowerment. Research in Learning Technology, Vol.20. Mundilarto. (2010). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Instruksional Sains. Narayanan, S., & Adithan, M. (2015). Analysis Of Question Papers In Engineering Courses With Respect To Hots (Higher Order Thinking Skills). American Journal of Engineering Education (AJEE), Vol. 6, No. 1, p:1-10. Nitko, A.J. & Brookhart, S.M. (2011). Educational Assessment of Student (6th ed). Boston: Pearson Education. - Klik Media Indonesia -
>> 40 << Ramos J.L.S., Dolipas, B.B., Villamor, B.B. (2013). Higher Order Thinking Skillss and Academic Performance in Physics of College Students: A Regression Analysis. International Journal of Innovative Interdisciplinary Research, Issue 4, p: 48-60. Schraw, Gregory et al. (2011). Assessment Of Higer Order Thinking Skillss. America: Information Age Publishing. Sulaiman, T., Ayub, A. F. M., & Sulaiman, S. (2015). Curriculum Change in English Language Curriculum Advocates Higher Order Thinking Skills and Standards-Based Assessments in Malaysian Primary Schools. Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol. 6, No. 2, p: 494- 500. Tim Penyusun. (2019). Buku Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills. Jakarta: Dirjen GTK Kemdikbud. - Klik Media Indonesia -
>> 41 << Utami Munandar. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. William, J.D. (2011). How science works: Teaching and learning in the science classroom. Chennai: Continuum. - Klik Media Indonesia -
Search
Read the Text Version
- 1 - 49
Pages: