Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore ASAKU TAK ADAM

ASAKU TAK ADAM

Published by riamahmudah3, 2021-11-08 02:56:24

Description: ASAKU TAK ADAM
MERUPAKAN KARYA GURU-GURU SMPN 34 SURABAYA

Keywords: SMPN 34 SURABAYA,KUMPULAN CERPEN,LITERASI

Search

Read the Text Version

ii

KUMPULAN CERPEN ASAKU TAK PADAM (Sehimpun karya Guru SMPN 34 Surabaya sebagai tanda cinta kepada “Guru” di Hari Guru Nasional) Penulis : Tim Penulis Guru SMPN 34 Surabaya Penyunting dan tata Letak : Ria Mahmudah, S.Pd. Lilik Moertiningsih, S.Pd. Desainer sampul : canva.com (dengan editing) i

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena buku ini telah selesai disusun. Buku ini adalah persembahan dari Bapak, Ibu guru, dan siswa SMPN 34 Surabaya dalam rangka memperingati hari Guru, November 2021. Kami sangat bersyukur kepada Allah ta’ala karena di masa pandemi seperti ini masih diberikan kesehatan dan semangat untuk terus mengajar, berkarya, dan berinovasi dalam kondisi yang memprihatinkan. Semoga pandemi cepat berlalu. Adapun bentuk karya yang kami satukan dalam buku ini berupa kumpulan cerpen karya guru spentipat. Mereka memiliki beraneka macam pengalaman yang berbeda. Karya tersebut berupa cerpen yang merupakan satu kesatuan utuh dikemas dalam buku ini. Buku ini kami beri judul “ASAKU TAK PADAM”. Mengapa kami beri judul seperti itu, tentu pembaca memahami bahwa semangat dan cita-cita kami persembahkan untuk kota kami tercinta. Baik buruknya mereka bisa bersumber dari teknologi. Terima kasih pula kepada Bapak Kepala Sekolah Budi Setyawan,yang telah mempercayai kami dalam mewujudkan buku ini. Semoga kekeluargaan, keakraban, kekompakkan dapat mewujudkan kemajuan sekolah ini. Tanpa dukungan Bapak, apalah artinya kami. Salam sukses selalu. Penulis menyadari jika dalam buku kecil ini mempunyai kekurangan. Meski begitu cukup berharga bagi kami karena berupa pengalaman tak terlupakan di masa pandemi kami harus terus eksis dalam pembelajaran, meski kondisi para siswa kurang mendukung dengan berbagai alasan. Semoga sedikit menghibur dan bermanfaat bagi pembaca. Bila ada kekurangan dalam buku ini, kami siap menerima kritik dan saran yang membangun. Agar buku ini menjadi sempurna. Meski kesempurnaan itu hanya milik Allah. Wassalamualaikum, Tim Penulis ii

DAFTAR ISI Identitas buku ………………………………………………… ............................ i Kata pengantar …………………………………………………………… ....... ii Daftar isi ……………………………………………………………….………. iii Kumpulan cerpen Rini …………………………………………………………………………...... 1 Menggapai cita-cita……….………………….………………...…………........ 5 ……..………………………………………………....... 9 Generasi emas surabaya …………………………………………………........... 13 ………………………………………. 17 Belajar teguh …………….……………………………………………………. 19 Kumpulan puisi ……….……………………………………………………… 24 iii

KUMPULAN CERPEN KARYA KAMI, GURU SMPN 34 Surabaya ������������RINI������������ \"Onde-onde anget, ketan salak, lemper....!!\" Gadis kecil itu menjajakan kuenya yang dibawanya di atas nyiru, lalu diletakkan di atas kepalanya yang bulat. Di sebuah rumah\"gedhong\", seorang anak perempuan berwajah bulat telur, bermata redup tengah membaca buku yang berisi soal-soal latihan EBTANAS. Begitu mendengar lengkingan bocah penjaja kue, dia segera menghampirinya. \"Laris Mbak sih?\"tanyanya sambil tersenyum lebar ke arah Suwarsih, si penjaja kue itu. Sambil menghela nafas panjang Suwarsih menggeleng. \"Hari ini agak sepi Mbak Rin, mungkin karena tanggal tua,\"jelasnya sambil menunduk.Ketingat meleleh di wajah dan lehernya. \" Mampir ke rumah yuk. Mumpung Bapakku ada di rumah\", Tepat pada saat itu terdengar panggilan dari dalam rumah. \"Rini..., ajak Suwarsih ke rumah Nduk !,\"Mendengar panggilan ayahnya, Rini mengajak Suwarsih masuk. \"Ada kue apa saja nduk?\"tanya Pak Imam ayah Rini. \"Biasa Pakdhe ada lemper, onde-onde ketan salak dan getas,\" jawab Warsih sambil berharap ayah sahabatnya memborong kue-kue yang dijajakannya. \" Ayo Rin kamu suka apa? Sekalian tanya masmu dan mbakmu. Suruh mereka ke sini. Biar milih sendiri,\" dalam sekejab kue di atas nyiru yang dijajakan Suwarsih ludes \"Wah..wah ki piye to. Bowo, Yudi, Titik, Endang ayo dihitung yang betul lho. Jangan sampai Suwarsih rugi!\" kata Pak Imam mengingatkan. Setelah dihitung dengan betul Pak. Imam membayar dengan dua lembar uang sepuluh ribuan dan satu lembar lima ribuan. \"Uangnya terlalu banyak Pakdhe. Namung kalih dasa ewu,\" kata Suwarsih sambil menyodorkan uang lima ribuan. \" Gak nak itu untuk sangu sekolahmu,\"jawab Pak Imam sambil tersenyum. \"Wah maturnuwun sanget, Pakdhe Imam,\" jawab Warsih sambil terseyum penuh rasa syukur. Akhirnya setelah berpamitan Warsih pulang. 1

Sepeninggal Warsih Pak Imam mengumpulkan putra putrinya. Meminta mereka untuk meneladani kegigihan Suwarsih dalam membantu orang tuanya. Kepada putrinya Rini Pak Imam berpesan agar membantu Suwarsih belajar. Sebantar lagi Ebtanas berlangsung. *** Sebelum EBTANAS berlangsung, Guru kelas enam membagi murid-murid dalam beberapa kelompok. Anak laki-laki hampir semuanya ingin bergabung dengan kelompok Rini. Gadis cilik itu cukup kebingungan mencatat nama teman- temannya yang bergabung. Guru berpesan satu kelompok maksimal sepuluh orang. Pak Sukardi selaku Guru kelas enam sekaligus Kepala Sekolah mereka menenangkan suasana yang gaduh. \"Anak-anak coba tenang sebentar,\"ujar beliau sambil memukulkan penggaris ke meja guru.Anak-anak masih tetap gaduh.Bergantian mendatangi bangku Rini minta agar namanya dicatat sebagai anggota. \" Aduh!\" tiba- tiba Rini berteriak kesakitan. Dia menoleh ke belakang sambil melotot.Dua teman laki-lakinya tampak menutup mulut menahan tawa. Rini marah pada Achmad dan Anwar. Tangannya berkacak pinggang. Belum sempat melabrak dua temannya, Pak Sukardi menjewer dua muridnya dan membawanya ke depan papan tulis. \"Kalian berdua benar-benar keterlaluan!!!\", bentak beliau dengan marah.Mukanya merah padam. Seluruh kelas mendadak senyap. Tidak ada satupun yang berani mengangat muka. Kalau sudah begini anak sebandel Achmad dan Anwar pun tak berani berkutik. \"Dari tadi Bapak sudah menyuruh kalian untuk diam.Tapi tidak ada yang mendengarkan saya!!!\"ujar Pak Kardi menshan marah. Beliau kemudian menoleh ke arah Anwar dan Achmad. \"Kalian berdua. Mengapa menarik rambut Rini? Mengapa???\", lanjut beliau masih dengan wajah merah padam. \"Maaf Pak. Saya disuruh Anwar .\"jawab Anwar lirih.Memang tadi yang menyuruh menarik rambut Rini Anwar. Tapi demi Allah sekarang dia menyesal dan ketakutan dapat hukuman dari Kepala Sekolahnya. 2

\"Benar demikian Anwar? Kamu yang menyuruh Achmad menarik kuncir Rini?\"tanya Pak Sukardi.Matanya menatap tajam ke arah Anwar. \" Ya Pak.\" Jawab Anwar lirih. Dia jengkel namanya tidak dimasukkan kelompok Rini. Buntut peristiwa itu Pak Kardi menyuruh mereka meminta maaf pada Rini dan menyuruh gadis itu menghukum Achmad dan Anwar. Rini menerima permintaan maaf mereka tanpa menghukum mereka. Seusai pulang sekolah Rini menceritakan peristiwa di sekolahnya pada ayahnya. Pak Imam dengan bijak menasehati putrinya agar tidak membedakan teman dan merasa sombong karena menjadi rebutan teman- temannya. Suwarsih satu kelompok dengan Rini.Dia terpaksa sering terlambat mengikuti belajar kelompok karena harus berjualan dulu. Kepala Sekolah mendatangi orang tuanya agar tidak menyuruh anak berjualan selama musim ujian. Nampaknya orang tua Suwarsih keberatan jika putrinya berhenti berjualan. Ayah Suwarsih seorang tukang kayu. Dia jatuh dari atap rumah berlantai dua. Akibatnya dia tidak bisa bekerja lagi dan ibunya membuat kue-kue untuk dijual keliling kampung. Demikianlah detik detik masa ujian semakin dekat. Rini berusaha memimpin teman-temannya belajar bersama dari soal-soal yang diberikan Pak Kardi dan buku kumpulan soal yang dibelikan ayahnya. Sepulang teman-temannya belajar di rumahnya, Rini masih melanjutkan bersama ayahnya hingga larut malam. Pak Imam kagum melihat kegigihan putrinya.Semangatnya untuk jadi yang terbaik diantara teman-temanya. Pernah Pak Imam bertanya pada Rini apa cita- cita putrinya itu.Dengan mantap dan tegas Rini menjawab bahwa dirinya kelak ingin menjadi seorang HAKIM. Pak Imam mengacungkan jempol dan berpesan agar putrinya belajar giat.Itu yang membuat Rini belajar tanpa lelah. Meski matanya mengantuk. Hari yang ditunggu-tunggupun tiba. Semua anak berupaya dapat mengerjan semua soal ujian. Mereka terlihat serius. Tidak ada satupun anak yang bermain saat pulang ujian. Dua minggu setelah itu hasil ujian diumumkan di papan putih. Semua anak cemas. Mereka sibuk mencocokkan nomor peserta ujian masing-masing.Wajah- wajah yang mendung mendadak berseri saat nomor mereka dinyatakan LULUS. 3

Rini terpaksa harus membujuk Suwarsih untuk melihat pengumuman kelulusan. Gadis itu menangis ketakutan. Dia tak yakin jika lulus. Akhirnya Rini terpaksa memapahnya.Rini membesarkan hati Suwarsih. \" Mbak, sampeyan lulus!!!Lulus mbak lihat!\" teriak Rini memberitahu Suwarsih. Kedua sahabat itu berpelukan. Suwarsih menangis terharu. Seluruh kelas lulus. Mereka saling berpelukan. Anak- anak menemui Pak Kardi untuk mengucapkan terimakasih atas bimbingannya. Pak Kardi merasa terharu dan bersyukur semua siswanya dapat lulus semua. Pak Kardi menahan Rini dan memberitahukan bahwa gadis itu lulus dengan nilai terbaik. Beliau berpesan agar hal itu dirahasiakan. Rini mengangguk dan berpamitan. Seperti ingin terbang Rini menuju rumahnya. Dari halaman rumahnya dia sudah berteriak-teriak memanggil ayahnya.Rini memberitahu ayahnya bahwa dia lulus dengan nilai terbaik. Pak Imam menggendong putrinya. Rini disuruh ayahnya bersujud mengucapkan syukur pada Allah. Hari itu ibu masak istimewa untuk merayakan keberhasilan Rini. Seluruh anggota keluarga berbahagia. Surabaya, 28-10-'21 ***Kutulis cerpen ini untuk mengenang orang- orang tersayang yang telah berpulang ke pangkuan Allah. 4

MENGGAPAI CITA-CITA Hari itu Rini bangun lebih pagi.Ya dia harus mengikuti Tes Masuk SMP di kota. Ayah menyuruhnya mencoba untuk menjalani tes di sebuah sekolah favorit di Surabaya. Dua hari lalu dia selesai mengikuti Tes Masuk SMP Negeri yang berjarak empat kilo meter dari rumahnya. Sebenarnya dia masih lelah. Apalagi hari ini ada pesta perpisahan kelas di sekolahnya. Namun Rini tak ingin mengecewakan ayahnya untuk jadi murid sekolah favorit di Surabaya. Ayah menyetopkan bus untuk Rini. Dia hanya membawa tas sekolah yang berisi alat tulis dan buku kumpulan soal. Rini meras bukan murid SD lagi. Rambutnya dikepang dua. Ibu yang mengepangnya. Saat kindektur minta ongkos, Rini mengeluarkan uang dari saku seragamnya. Ahh dia merasa sudah besar. Tidak ada ketakutan di wajahnya meski ayah tidak mengantarnya. 'Dik...dik...Bangun.Ini sudah sampai Terminal Joyoboyo,\" kata kondektur bus. Rini mengerjapkan matanya. Dia masih ingin memejamkan matanya. Matanya menyapu seluruh bus. “Ah… Para penumpang sudah turun semua,” dengan sigap Rini turun dari bus. Rini berjalan ke arah sekolah yang ditujunya. Ayah kemarin menunjukkan padanya cara sampai ke sekolah favoritnya itu. Bisa naik bus kota atau naik angkutan kota. \"Nak, jika naik dari terminal sampai ke sekolah harus bayar tiga puluh rupiah.\"kata ayah sambil tersenyum ke arah putrinya. \"Ayah yakin anak ayah ini kuat berjalan sampai sekolah,\"lanjut ayah. \"Ehmm..tapi gak jauh kan yah?\"tanya Rini mencoba memastikan. \"Untuk seorang pemalas pasti terasa jauh.\" Sambung ayah sambil mengelus rambut putrinya. \"Ayah yakin anak ayah pasti mampu!\" ayah mencoba meyakinkan Rini. Rini tidak mau dicap sebagai pemalas atau anak lemah. Kakinya melangkah menuju sekolah yang dimaksud ayahnya. Rini merasa cukup jauh juga jarak yang harus dia tempuh. Dia melewati Kebun Binatang Surabaya. Seorang polisi membantunya menyeberang jalan. Polisi itu menyuruhnya berjalan di atas trotoar. “Kalau hendak menyeberang harus lewat 5

zebra cross atau jembatan penyeberangan. Letaknya di atas jalan Raya,” kata polisi kepada Rini. Setelah beberapa saat berjalan Rini sampai di sebuah sekolah yang bangunannya bergaya arsitek Belanda. Rini menyeberang bersama beberapa siswa. Mulutnya berdecak kagum melihat calon sekolahnya yang megah. SANCTA MARIA. Bergegas gadis pemberani itu bertanya kepada petugas tempat tes masuk di selenggarakan. Sudah ada empat orang yang mengisi kursi yang disediakan.Rini mengelap wajahnya yang penuh keringat.Lumayan jauh juga sekolah ini dari Terminal Jayabaya. Dalam hati dia berkata inilah perjuangan. Ujian pertama bisa naik bus sendiri ke Surabaya tanpa bantuan ayah. Berjalan sendiri menelusuri trotoar hingga sampai di sekolahnya. Nah yang ini ujian yang sesunggauhnya. Sorang petugas dari yayasan membagikan soal. Hari itu peserta seleksi harus mengerjakan tiga mata pelajaran sekaligus. BAHASA INDONESIA, BERHITUNG DAN KEWARGANEGARAAN. Mata Uji Bahasa Indonesia dapat diselesaikan Rini dalam waktu tiga puluh lima menit, Berhitung enam puluh lima menit, dan Kewarganegaraan lima puluh menit. Rini selesai mengerjakan semua mata uji paling cepat dibanding yang lain. Dia harus menunggu hasil tes. Tiba-tiba kepalanya pening dan matanya berkunang- kunang. Sesaat kemudian terdengar suara keras.Grrobyakk!!! \"Minum nak. Ayo ini teh hangat. Minumlah,\" sebuah suara lembut menyadarkannya. \"Ssayya dimana Bu?\"tanyanya cemas. \"Jangan takut kamu berada di Ruang UKS,\"jawab wanita yang bersuara lembut tadi. Dia mengenakan jubah biru muda. Sebuah hijab, tunggu bukan hijab itu. Sebuah kalung berhiaskan salib menggantung di lehernya yang jenjang. \" Suster Ferdin tolong ke Ruang saya,\" sebuah suara berat berwibawa memanggil wanita bersuara lembut tadi. Rini tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Sejuruh kemudian Suzter Fernanda kembali je tempat Rini dibaringkan. \"Namamu siapa nak? Kamu sakit? Rumahmu dimana?\" tanya. 6

\"Nama saya Setyorini Suzter. Saya dari luar kota.Rumah saya di Krian, Sidoarjo.\" jawab Rini pelan. Kepalanya masih terasa pusing. \" Kamu sakit? lihat keringat dinginmu deras sekali.\" Sambil berkata demikian Suzter Ferdianda menyorongkan sehelai kaos padanya. Selesai berganti kaos olah raga yg bertuliskan SERVIAM, Rini berkata pada Suzter yang baik hati itu. \"Saya...saya...,\"ujarnya sambil menggigit bibirnya. Dia malu berterus terang bahwa perutnya kosong. \"Ayo Setya jangan takut. Kemu sakit apa hingga jatuh dari bangkumu?\"tanya Suzter Ferdin. \"Saya tadi berangkat tanpa sempat sarapan Suzter. Kata ayah saya tidak boleh terlambat, \" jelas Rini samvil menundukkan muka. Dia sangat malu. Sesaat kemudian Suster Ferdin masuk ke dalam ruang Kepala Sekolah dan menemui Rini. Dia sudah mampu duduk.Rini melihat teman- temannya mengintip dari jendela kaca. \"Setyarini makanlah. Mungkin dua potong roti dan susu hangat ini mampu membuatmu bertahan. Makanlah nak,\" \"Terimakasih banyak Suzter.Maaf saya telah merepotkan.\", ujar Rini. Selesai makan roti dan minum susu Kasek memanggilnya. Rini masuk ke ruangan Kepala Sekolah yang sejuk. \"Siapa namamu gadis pemberani?\" tanya wanita berpakaian biarawati itu dengan suara lembut berwibawa. \"Setyarini...!\" jawabnya lirih. Suzter Ferdin membisikkan sesuatu. \" Setyarini, Mere,\" jawab Rini tegas. \"Siapa yang mengantarmu kemari untuk mengikuti tes?\" tanya Ibu Kepala Sekolah. Ada tulisan berukir nama beliau di atas meja. M.Emerentuana.Colpaert. \"Setya..? Diantar ayah?\", tanya Mere Emerentiana. Rini menggeleng. Hatinya sedih. Ayah tidak bisa mengantar karena tidak punya uang. \"Maaf, Mere ayah tidak bisa mengantar karena...\", dia mengambil sebuah amplop dari tasnya dan memberikan pada Mere Emerentiana. \" Mohon maaf ayah menitipkan ini untuk Mere. Rini hanya mampu menunduk sambil berdoa semoga Mere tidak marah. \"Well Setyarini saya sudah membaca surat dari ayahmu. Sampaikan salam hormat saya untuk beliau.,\" jelas Mere Emerentiana. 7

\"Sebenarnya pengumuman diterima tidaknya peserta tes diumumkan besuk pagi,\" lanjut wanita yang dikagumi Rini ini. \"Melihat gigihnya upayamu mengikuti tes tanpa bantuan orang tuamu, maka dengan ini saya nyatakan kamu LULUS TES MASUK SMP SANTA MARIA!\" Rini hampir tak percaya dengan pendengarannya. Benarkah dia lulus? \"Selamat anakku. Ingat kamu harus jadi siswa terbaik di sini ya.\", ucap Mere Emerentiana diikuti Suzter Ferdin. Rini hanya mampu mencium tangan Mere Emerentiana dan memeluk Suzter Ferdin. Sebuah tambahan kebahagiaan diterima Rini.Mere Emerentiana memberinya sebuah dompet yang berisi lembaran uang ribuan. Setelah mengucapkan terimakasih Rini segera keluar. Teman- temanya sudah pulang semua. Tinggal seorang teman namanya Ursula Aditirta. Mereka sempat berkenalan sebelum tes. \" Ehh Rin, lu gak papa ya?\"tanyanya dalam logat Betawi. \"Alhamdulillah Allah masih melindungiku, teman jawab Rini sambil tersenyum manis. Tak henti-hentinya dia mengucap syukur pada Allah yang melimpahi dengan rahmat dan nikmat. Akhirnya dengan diantar mobil Ursula Rini menuju Terminal Jayabaya. Dia tidak sabar ingin segera sampai rumah dan mengabarkan kabar gembira itu pada ayah dan seluruh keluarga besarnya. Pukul empat sore Rini telah sampai di depan rumahnya.Dia gembira sekali ketika ayah ibunya dan kakak-kaknya sedang menunggunya di bangku bersemen di taman depan. Rini menyeberang dan berteriak, bertakbir, \" Allahuakbar ! Rini lulus tes Yah, Ibu!!!\" Ayah, ibu dan kakak-kakaknya bergantian memeluk dan menciumi dia. Bahkan Mas Bowo dan Mas Yudi,dua kakak lelakinya menggendongnya bergantian keliling halaman. Rini segera menceritakan semua kisahnya dan menyampaikan titipan Mere Emerentiana kepada ayahnya. Seluruh keluarga berbahagia. Mereka bangga pada adik bungsunya yang berhasil melewati ujian demi ujian. Rini mendapat hadiah kejutan dari ayah.Sebuah tas sekolah. Dari sekolah ada banyak hadiah untuknya. Dia terpilih sebagai BINTANG PELAJAR. Rini melakukan sujut syukur berulang. Ya Allah terimakasih atas semua anugerahmu. Surabaya, bilik Sunyi 30-10-'21 Yan Saptaatmaja( Nur Indriyani, S.Pd) 8

Hari Sabtu yang cerah. Langit tampak biru.Rini membantu ayahnya berkebun. Membersihkan pelepah daun pisang yang kering.Menyirami air semua tanaman di kebun. Sepetak tanah ditanami ibunya dengan sayuran, cabe, dan teman. Meski melelahkan karena harus mengambil air ke sungai, Rini senang mengerjakannya. \" Hati- hati, nduk. Tangganya agak licin!\", pesan Pak Imam. \" Njih, Pak. (red ya Pak) Rini kan biasa mengambil air , Pak\", jawab Rini. Tiba-tiba terdengar beberapa anak berlarian tertawa-tawa menuju kebun. \" Mbak Rini....!\". \"Riniiii...!\" Beberapa anak berbincang dengan ayahnya.Rupanya bertanya dimana Rini.Sambil menaiki tangga besi Rini menjawab \"Haiiii...aku di sini!\" teriak Rini sambil tertawa. Teman-temannya berlomba menjumpai Rini. \" Sini Rin.Biar kubawakan,\" jawab Anwar si Jangkung. \"Aku saja, Rin,\" jawab Achmad sambil melotot ke arah Anwar. \"Wes...wes ra sah tukaran,\"(red sudah- sudah jangan bertengkar) kata Rini menengahi. \" Mbak Sih...!\" Teriak Rini sambil memeluk Suwarsih. Dua sahabat itu berangkulan. Rini senang Suwarsih datang. Pak Imam datang membawa gembor (red: sejenis alat untuk mengambil air, mirip cerek tapi besar). \"Nah dari pada bertengkar ini bantu Rini ambil air. Tapi hati-hati ya,\"kata Pak Imam. Benar saja, sebentar kemudian semua tanaman sudah tersirami. Tepat pada saat itu Bu Imam memanggil mereka. Di tangannya ada sepiring ubi dan ketela pohon. Masih mengepulkan asap. \"Horeee! Terimakasih Bu,\" ujar Rini sambil mencium kedua pipi ibunya. \"Ayoo anak-anak silakan dimakan!\" kata Bu Imam mempersilahkan teman-teman Rini. \"Eitt.. cuci tangan dulu dong!\" kata Rini sambil tersenyum. Suwarsih diminta ibu membawa sebuah ceret berisi teh hangat. Keempat anak itu makan sambil berbincang menanyakan kabar masing-masing.Anwar diterima di ST 9

Negeri. Mei di SMP Negeri 1, Achmad tidak melanjutkan karena tidak ada biaya. Suwarsih...? Mukanya muram dan airmatanya jatuh perlahan. \"Mbak jangan menangis.Kenapa?\"tanya Rini lembut sambil memeluk sahabatnya.Suwarsih tidak menjawab. Mukanya menunduk. Dari sakunya dikeluarkannnya sesuatu. \"Apa itu?\"tanya Rini. \"Minggu depan Warsih sudah jadi Nyonya Zakaria, Rin,\" Anwar yang menjawab. Suwarsih makin tersedu. Akhirnya Pak Imam dan Bu Imam turun tangan menenangkan Suwarsih. Usai menghabiskan ubi dan ketela pohon rebus , anak-anak berpamitan. Suwarsih diantar Rini pulang. **** Masa liburan sudah berakhir. Mulai besuk Rini dan kakaknya harus tinggal bersama Paman Saimin dan istrinya Bibi Tikah. Rini kurang suka tinggal bersama mereka. Selain rumahnya berdinding anyaman bambu, dinding itu berlubang. Malam pertama Rini kedinginan. Mbak Ida kakaknya tidur dengan nyenyak. Rini sulit memejamkan mata. Selain banyak nyamuk hawa dingin menusuk tulang. Selesai sholat malam Rini berdoa untuk ayah ibunya. Air matanya menetes saat membatangkan wajah ayahnya. \"Ayah...Rini kangen,\" ucapnya lirih sambil terisak. \"Rin pingin pulang ayah..!\" Rini benar-benar ingin berlari. Ingin pulang. Tinggal bersama ayah ibunya. Namun teringat nasihat ayahnya saat menitipkan dia dan kakaknya. Rini menghentikan isaknya. Ya Allah beri hamba kekuatan. Demi sebuah cita- cita. Nenjelang Subuh Rini baru bisa memejamkan mata. Adzan Subuh membangunkannya untuk melaksanakan sholat Subuh. Siang itu hari pertama Rini masuk sekolah. Gadis manis itu bertemu teman yang kemarin mengantarnya ke terminal. \"Hai Rini !\" Panggil Ursula sambil tertawa. \"Ohh hai Ursula. Pa kabar?\". \"Baiklah. Kalau gak mana bisa gue ketemu lu,\" jawab Ursula \"Rin kita sekelas lho. Kelas I F,\" terang Ursula sambil menyeret Rini ke papan pengumuman. Rini lega ada teman yang dikenalnya di tempat yang baru itu. Setelah dipanggil satu persatu semua murid dipersilahkan masuk ke kelas masing-masing. Mereka diperkenalkan pada wali kelasnya. Namanya Bu Umar. 10

Beliau mengajar Bahasa Indonesia. Setelah menjelaskan beberapa peraturan sekolah, Bu Umar berpamitan dan berpesan agar anak-anak berdisiplin. Bel berbunyi. Anak- anak diminta mengikuti doa yang dipandu dari ruang Kepala Sekolah. Selesai berdoa anak-dipersilakan pulang. \"Rin, main ke rumahku yuk.Lu kan belum tahu rumah gue toh!\"bujuk Ursula. \"Maaf Ursula. Aku tajut dimarahi bibiku. Tadi pesannya aku gak boleh main kemana-mana,\" jawab Rini nenolak secara halus. \"Bibimu kan gak tahu kita pulang siang. Mau ya? Ntar pulangnya gue anterin dech,\" kata Ursula sambil nenyeret teman barunya ke arah becak- becak yang parkir. Rini tak bisa berbicara sepatah katapun dia terpaksa mengalah karena tampaknya teman barunya wataknya keras. Tidak mau mengalah. Sesampai di rumah Ursula Rini tak segera masuk. “Amboi.. Rumah atau istana ini yah?”, dia berdecak kagum. Tiba-tiba Ursula berteriak memanggilnya. \"Ayoo. Hai, ngapain bengong gitu sih. Ini rumah bokap nyokap gue. Bukan rumah gue. Cepetan masuklah!\" seru Ursula dari dalam rumah. \"Masuklah nak. You teman si Zula ya?\" sapa seorang pria setengah baya. Rini yakin beliau pasti ayah temannya.\" Yyaa Oom. \"jawabnya. Kakinya baru melangkah satu langkah ketika suara gonggongan anjing membuatnya lari berbalik keluar. \"Gak papa nak. Sini masuk ruangan Om,\"tandas ayah Ursula berusaha menenangkan Rini. \"Blacky..hus..hus ayo masuk!\" Perintah ayah Ursula menyuruh anjing yang berwarna hitam dan galak itu masuk. Ayah Ursula menuntun Rini yang pucat pasi ketakutan. Dia membawa Rini ke sebuah ruang tamu yang membuat Rini berdecak kagum. \"Mih... tolong teman Zola nih dikasih minum. Kasihan dia ketakutan mendengar blacky menyalak dan menggeram,\" kata ayah Ursula. Oh ini pasti ibunya Ursula. Tante Aditirta segera menuangkan segelas air dingin dan mempersilakan Rini minum. Sementara Rini tidak tahu keberadaan teman barunya itu. Dia ingin segera pulang, sudah pukul 16.15 wib. Bibi Tikah pasti sudah menunggunya dengan pandang mata yang tajam. Setelah berbincang sebentar dengan orang tua Ursula, Rini berpamitan. Tante Aditirta memanggil putrinya dan menegurnya karena telah 11

mengabaikan Rini. \"Ntar dulu dong. Ini kan masih siang. Nanti juga gue antar ,\" protes Ursula. Dia sedang asyik bertelpon ria dengan kawan- kawannya. Pak Aditirta menyuruh sopirnya mengantar Rini pulang ditemani Ursula. Sampai di rumah bibinya sudah berdiri di depan pintu. Melihat Rini turun dari mobil mewah, mulutnya yang cemberut mendadak tertawa renyah. Apalagi dilihatnya Ursula membawa berisi roti, susu,coklat dan buah-buahan. \" Masuk, Non. Silahken.Yah gini ini gubuknya bibi,\" sapanya pada Ursula. \"Lain kali ya, Bi. Sudah sore. Rini takut bibi marahi. Makanya saya antar,\" jawab Ursula sekaligus berpamitan. Orang kampung keluar semua. Heran kok ada mobil mewah singgah di rumah Bibi Tikah. Sepulang Ursula dari rumah Bibi Tikah berpesan pada Rini untuk berteman dengan anak-anak seperti Ursula. Semua oleh-oleh dibawa masuk ke kamar bibi. **** Surabaya, 31-10-'21. Bilik Sunyi: Yan Saptaatmaja Sebuah Cerpen Karya Nur Indriyani,S.Pd. (Guru Bahasa Indonesia SMPN 34 Surabaya) 12

TEMA Gelorakan Literasi Numerisasi, Wujudkan Profil Pelajar Pancasila SUB TEMA Generasi Emas Surabaya KISAH SERIBU RUPIAH TET, TET, TET! Bel di sekolah berbunyi. Asyik, saatnya pulang! Aku menengok jam yang kupakai di tangan kiriku. Jam menunjukkan pukul 16.04. Aku melangkah gontai keluar dari kelas. Bukan karena tak semangat untuk pulang, tapi karena aku lapar. Rasanya seperti aku tak punya tenaga lagi meski hanya berjalan ke gerbang. Entah kenapa, gerbang yang berjarak dua puluh meter dari kelas terasa jauh sekali. Sesampainya di gerbang, aku menyapukan pandanganku dari kiri ke kanan. Aku ulangi lagi melihat sekitar dengan teliti dari kanan ke kiri. Tak terlihat sedikit pun batang hidungnya ayah. Ayah kemana, ya? Kutunggu sajalah, mungkin kena macet. Dua puluh menit pun berlalu, ayah tetap tak kunjung datang. Aku menghela napas panjang. Apa aku naik angkot saja, ya? Kurogoh kantong bajuku. Kutemukan selembar uang kertas. Setelah kulihat, aku pun tersenyum masam, ternyata seribu rupiah. Beberapa detik kemudian aku tersadar, uang saku itu kupakai untuk beli mainan yang diinginkan adik. Alamak, cerobohnya aku! Kenapa tak kuperhitungkan hal di luar dugaan seperti ini? Lagi-lagi, aku menghela napas panjang. Sepertinya aku harus berjalan kaki sampai rumah meski tubuhku lemas kelaparan. Saat aku berjalan, kuhibur diriku dengan memandangi langit jingga Kota Surabaya. Burung-burung terlihat berterbangan kesana kemari. Sinar jingga matahari menerpa pepohonan di lorong jalan yang kulalui, membentuk siluet yang indah. Semilir angin berembus sejuk menambah syahdu suasana sore. Ketika pandanganku tak lagi menatap pesona langit, tiba-tiba aku dikagetkan oleh sesosok wanita berambut putih terurai yang duduk bersandar di salah satu pohon. “Nduk, mbah luwe1,” ucapnya lirih. Aku terpaku beberapa saat setelah mendengar suara wanita itu. Bulu kudukku berdiri. Aku beranikan diri mendekat. Berjalan perlahan demi perlahan, semakin mendekat, memastikan yang kulihat bukan makhluk lain. 1 Nak, nenek lapar 13

“Nduk, mbah luwe1,” ucapnya lirih sambil melirik ke arahku. Saat mendengar kedua kalinya ucapan itu, aku bernapas lega, “Alhamdulillah, manusia ternyata.” Kali ini nenek itu tak hanya sekadar melirik, tapi menatapku lekat-lekat penuh harap. Aku mendekatkan diri ke arah telinga si nenek, ”Mbah, kulo namung kagungan artho sakedhik, mboten saget kangge mundhut dhaharan2,” Nenek itu terdiam mendengar penjelasanku. Raut wajahnya berubah, terlihat putus asa. Aku pun menengok kanan dan kiri. Jalanan ini memang sepi, jarang sekali ada orang berjalan. Kendaraan bermotor yang melintasi jalan ini pun bisa dihitung jari. Apa yang bisa kuperbuat untuk si nenek dengan uang seribu? Sejenak aku terdiam berpikir. Kalau aku hanya memberikan seribu rupiah milikku itu bukan solusi. Si nenek akan tetap merasa lapar, tapi aku bisa melanjutkan perjalananku pulang. Kalau aku bilang ke nenek untuk menungguku sebentar, lalu aku berjalan lagi mencari pedagang makanan, tapi aku sendiri juga kelaparan dan harus susah payah berjalan kembali lagi ke sini. Sekian detik termenung, aku mendekat lagi ke telinga nenek, “Mbah, kulo badhe tumbas jajan dateng mergi ngajeng. Panjenengan entosi sekedap rumiyen, nggih.3” Nenek itu pun melihatku dengan senyum sumringah sembari menganggukkan kepalanya. Terlihat sedikit giginya yang ompong itu. Aku kumpulkan tekad untuk berjalan kembali. Kupercepat langkahku sebelum azan Magrib berkumandang. Namun, secepat-cepatnya langkahku, langkahku tetap gontai. Rasa laparku semakin kuat. Tidak, aku sudah bertekad membantu nenek itu. Aku masih bisa makan di rumah nanti, sedangkan nenek itu belum tentu bisa makan hari ini. Setelah berjalan sekitar dua puluh menit, akhirnya aku menemukan pedagang makanan gorengan. Alhamdulillah, dapat dua biji, lumayan bisa buat mengganjal perut yang lapar. Aku pun bergegas kembali ke tempat si nenek duduk. Tiba-tiba terdengar suara motor butut mendekatiku dan ada suara pria yang memanggil namaku. “Ki...!” teriak ayah. “Ayah...!” ucapku dengan wajah bahagia. “Kiara, maafkan ayah, ya, Nak. Ayah terlambat menjemputmu.” “Tak apa, Yah. Mungkin pekerjaan ayah sedang banyak, ya?” ucapku sambil tersenyum. 2 Nek, saya hanya punya uang sedikit, tidak cukup untuk beli makanan 3 Nek, saya mau membeli makanan di jalan depan. Nenek tunggu sebentar, ya 14

Ayah tersenyum tipis dan mengangguk, lalu mengerutkan keningnya, “Eh, kenapa kamu jalan sejauh ini?” “Penjelasannya nanti dulu. Ayo, bantu aku tolong si nenek, Yah. Kasian neneknya kelaparan.” “Hah? Nenek siapa?” “Sudah, ayo buruan. Tanyanya nanti saja.” Sesampainya di tempat nenek, aku langsung memberikan gorengan yang kubeli dengan penuh perjuangan itu. Si nenek tersenyum bahagia melihat kedatanganku membawa makanan. Ia membuka kantong plastiknya dan memakan dengan lahap gorengan tape yang masih hangat. Lalu, ayah mendekatiku dan nenek. Ayah memberikan sekotak terang bulan. Aku menoleh ke ayah, “Yah, kenapa diberikan semua? Kita sekeluarga sudah menunggu-nunggu untuk makan terang bulan ini dari bulan lalu.” “Tak apa, Ki. Nenek ini lebih membutuhkan dari pada kita. Kita masih bisa makan hari ini dan besok, tapi nenek ini belum tentu bisa makan buat besok. Jika tak ada orang berhati mulia, tak ada orang yang sempat memberikan uang atau makanan ke nenek itu.” Beberapa saat aku terdiam. Aku kesal dengan ayah. Padahal, aku hanya bisa menikmati terang bulan itu belum tentu sebulan sekali. Bahkan bisa enam bulan sekali baru terbeli. Ya, maklum hidup keluargaku memang pas-pasan. Ayahku seorang kurir ekspedisi dan ibuku buruh cuci baju. Dengan muka masam, aku angkat suara, “Kenapa ayah tak membaginya secara adil saja? Terang bulan itu ada enam potong. Berikan ke nenek itu satu, sisanya buat ayah, ibu, aku, adik Kaila, dan adik Keisa.” “Ki, arti adil itu bukan begitu. Adil itu memberikan sesuai porsinya, bukan membagikan sama rata. Coba kamu bayangkan, adik Keisa masih berumur satu tahun, belum bisa makan terang bulan satu potong sampai habis. Adik Kaila juga, perutnya masih kecil, belum tentu habis satu potong.” Lagi-lagi, aku terdiam. “Tapi, Yah, Kenapa diberikan semua ke nenek itu?” Ayah tersenyum takzim. “Bersedekahlah yang ikhlas. Allah melihat dan mencatat segala amal baik yang sudah kamu lakukan. Balasannya pasti ada. Mungkin tak langsung hari ini, tapi nanti. Percayalah.” “Baik, Ayah. Aku mengerti. Kita harus saling tolong-menolong, kan, ya? Menolong juga harus disertai keikhlasan, kan, ya?” ucapku. Ayah tersenyum sambil mengelus-elus rambutku. “Yuk, kita pulang. Pamit sama neneknya, Ki.” 15

Setelah tiga puluh menit perjalanan menggunakan motor butut, akhirnya aku dan ayah sampai rumah. Aku dan ayah terkaget-kaget melihat dua kotak terang bulan ada di meja kecil ruang tamu. “Bu, bu, terang bulan dari siapa?” “Tadi ada orang bagi-bagi terang bulan di jalan. Ibu dapat dua kotak.” “ALHAMDULILLAH,” ucapku dan ayah berbarengan. TAMAT JUNIATI TRI WULANDARI, S.Pd. Guru Bahasa Inggris SMPN 34 Surabaya 16

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu dikemas sedemikian rupa dengan metode, strategi tersendiri untuk lebih mudah dipelajari, dimengerti dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Guru tertantang untuk kreatif dan berinovasi agar anak benar-benar mengesan dalam ingatan anak-anak, sehingga masuk di long memory atau memori jangka panjang. Masa pandemi Covid-19 satu tahun kita alami menjadi motivasi juga untuk menyusun strategi agar anak tidak bosan dengan pembelajaran daring. Suharnan (2005) menyebutkan mnemonik merupakan suatu strategi atau teknik yang dipelajari untuk membantu kinerja ingatan yang dapat dioptimalkan dengan latihan untuk mengoptimalkan kinerja memori. Teknik ini dapat digunakan oleh siapapun tanpa harus memiliki kemampuan otak yang spesial. Kemampuan seseorang dalam menggunakan teknik mnemonik semakin optimal ketika teknik tersebut semakin sering digunakan. Cara Menghafal dengan Teknik Mnemonik. Ada beberapa cara di antaranya akronim, menyingkat kata. Teknik ini cocok untuk mengingat informasi yang tidak cukup panjang, misalnya menghafalkan runtutan kejadian suatu peristiwa dan tempatnya. Laser (Light Amplication by Simulated Emission of Radiation).  Materi kalor untuk mengingat rumus kalor untuk mengubah wujud (tidak memuat  Perubahan suhu QUMALU kalau nilai 0 (Q= m x L) ,  QUMAU jika suhunya 100 (Q= m x U),  Jika suhu berubah dalam grafik ditandai dengan gambar miring maka QLEPON MECOTHOT (Q= m x cx ∆t.  Materi sistem organ tubuh manusia dan mekanismenya, misalnya ;  Urut - urutan sistem Pencernaan Mu - Ke - L - Uh - Besar - An [ Mulut - Kerongkongan - Lambung - Usus halus - usus Besar - Anus ],  untuk enzimnya PtePeReALiTE [ Ptialin- Pepsin- Renin- Amilase -Lipase Tripsin -Empedu ] 17

 Urut - urutan mekanisme sistem Ekskresi [ Ginjal ] Fi - R - A [ Filtrasi - Reabsorbsi - Augmentasi ], untuk pengeluran urinnya Gi - Ter - Kami - Tra [ Ginjal - ureTer - Kantung kemih - ureTra ]  Untuk sistem Reproduksi pada Wanita bisa 2OUV [ Ovarium - Oviduk - Uterus - Vagina ] pada Laki-laki  TESPen [ Testis - Epididimis - Skrotum - Penis ] . Semoga melalui mnemonik dapat meningkatkan pemahaman materi IPA, sehingga kita bisa belajar sambal bermain namun materi inti tidak akan hilang, bahkan bisa digunakan sebagai refreshing. Mei Hajati, S.Pd Guru IPA SMPN 34 Surabaya 18

Belajar Teguh Oleh Sumarni Pada kedatangan tak diundang dan tanpa pemberitahuan, pemuda enam belas tahun itu sudah menyiapkan sebuah cerita untuk Sari, gadis yang saban petang selalu di simpang kabupaten. ( Kebiasaan yang sudah berumur dua puluh lima tahun ). Namun alih-alih mendengarkannya, perempuan itu bahkan tidak serta-merta bisa menerima kedatangan seorang tak dikenal. Pemuda itu berusaha tampak tenang, seolah sudah mengantisipasi semua kemungkinan. Ia katakan bahwa sudah hampir dua tahun ia mencarinya. Jadi adalah konyol apabila ia harus kembali tanpa menuntaskan maksudnya. Saya datang dari Landungsari, sebuah desa di Dau, katanya. Namun apalah arti sebuah tempat bagi kedatangan yang tiba-tiba. Sari bergeming seperti tidak mendengar apa-apa. Bagi si pemuda, itu pertanda baik. Apalagi perempuan itu lalu membuka daun pintu lebih lebar dan menyilahkan masuk. Ehm, lampu-lampu di sepanjang jalan tujuannya mulai menyala. Namun, baru saja ia duduk di kursi rotan tua dalam rumah papan itu, perempuan itu sudsh mengejutkannya.” Namamu Govind, “ begitu gumamnya. intonasinya datar sehingga kalimat itu tak menjadi kalimat tanya. Dan ia sepertinya memang tak memerlukan jawaban. Ia hanya menatap si pemuda tanpa selidik. “ Aku tak pernah berfikir kalau kali ini mimpiku akan menjadi kenyataan.” Lalu ia berlalu ke bilik belakang, menyeka tirai kerang yang jarang dan renggang. “ Pemuda itu diam. Matanya menatap punggung si perempuan yang lenyap di balik bilik. “ Sudah puluhan tahun, ada suara yang selalu berdenging dalam mimpi- mompiku. Seorang pemuda bernama Govind akan datang dalam waktu dekat. “ Suara Sari yang terdengar jelas dar balik bilik kayu itu. Sesekali bunyi sendok yang beradu dengan cangkir sayup mengetuk gendang telinga. “ Namamu memang rada aneh tapi kedengarannya tak asing. Aku tak tahu kapan dan di mana namamu pernah kuakrabi. Ah, biarlah, namanya juga mimpi, kadang tak bisa dinalar.” Perempuan 19

itu sudah kembali menerobos tirai dengan secangkir teh hangat di tangan kirinya. “Tapi mimpi kali ini, bagaimanapun, rasanya ada yang lain. “ Ia meletakkan cangkir teh itu di atas meja lalu duduk di kursi rotannya. “ Minumlah. Tamu adalah raja. Apalagi tamu dari alam mimpi.” Ia tertawa kecil, seperti mengejek kata-katanya sendiri. “ Pemuda itu tersenyum tipis dan diam membisu. “ Di zaman sekarang, mimpi yang benar-benar mengisyaratkan sebuah kejadian sudah langka. Mimpi tak lebih sebagai perpanjangan kehendak seseorang: apa-apa yang tidak tahu atau belum mampu diraih di alam nyata, ia bawa kedalam tidurnya. Mimpi yang begitu , yang disebut bunga tidur , mimpi yang tak berguna!”. “ Lalu untuk apa seseorang dalam mimpi mendatangimu?”, tanya pemuda itu setelah menyeruput teh. Untuk membawa gadis yang sudah kuanggap sebagai anak kembali kepadaku, batin Sari sebelum menggeleng. “ Tapi ... bukannya, kau ingin bercerita ?” Hardiyata, seorang lelaki mengungkapkan rahasia terbesarnya dalam hidunya. Ketika masih muda, ia menjalin hubungan dengan seorang gadis. Pemuda itu ingin mempersembahkan kejutan kepada gadisnya dengan meminang tiba-tiba. Benar! Apa yang ia lakukan memang mengejutkan. Pinangannya ditolak. O, bagaimana ia lupa kalau seseorang yang lahir, tinggal, dan berdikari di Landungsari, yang hidup dari menyadap karet, taklah mampu berdiri di atas anak tangga yang sama dengan gadis yang dari keluarga kaya raya di desa itu. Tercorenglah keluarga sang pemuda. Betapa malunya. Sang gadis benar- beanr kecewa dengan apa yang diperbuat keluarganya. Ia memang menyesalkan tingkah kekasihnya yang tiba-tiba datang dengan dua puluh orang sanak kerabat, dua belas nampan berisi beraneka jajan dan kue, enam tandan pisang tanduk, dan sepikul beras dayang rindu. Namun sungguh, semuanya menguap dan menjadi tak berarti bila dibandingkan dengan ketidak-terimaanya atas kepongahan keluarganya. Maka, lewat seorang pesuruh yang setia, ia mengirimkan sepucuk surat kepada si pemuda. Ternyata maksud tak selamanya selaras dengan kenyataan. Surat yang 20

diantarkan si pesuruh – sebagaimana amanah si gadis untuk sang pemuda- terterima oleh ayahnya. Sebuah rencana pembalasan pun disiapkan.Sang Ayah tak pernah menyampaikan surat itu ke putranya. Bahkan, hingga ia meninggal dan putranya meminang seorang perempuan yang masih kerabatnya jauh satu tahun kemudian. Apa yang dilakukan putranya tak lain sebab kekecewaan yang menggunung pada kekasihnya yang tak mengirim setangkai kabar pun setelah pengusiran itu. Bagi si Pemuda, peristiwa memalukan itu bagai menegaskan bahwa gadis itu sengaja menjauh darinya, melepas hubungan yang sudah sekian lama dijalani. Maisarah, demikian nama isterinya. Pernikahan mereka mmenghadirkan tiga anak bujang. Endra, Jatiadi dan Govind. Sayang sekali, hujan panas merenggut dua anak pertamanya. Dan inilah muslihat hujan panas itu, hujan yang membawa petaka, petaka yang menumbuhkan petaka-petaka lainnya di masa depan, termasuk petaka pada hubungannya dengan sang isteri. Sejak kehilangan dua putra mereka, hujan panas memorak-porandakan hubungan asmara mereka berdua. Entah karena ajal yang sudah tiba atau rajaman muslihat hujan nan keparat, sang isteri meregang nyawa satu tahun usai melahirkan anak yang ketiga. Di saat yang berdekatan, sahabat dekat ayahnya memberikan ia sebuah surat. Surat yang disimpan mendiang ayahnya sekian lama. “ Maaf, seharusnya surat ini kusampaikan tak lama setelah kepergian ayahmu, tapi aku lupa, “ ujarnya memohon pemakluman. “Maafkanlah ayahmu. Tentu dia tak bermaksud buruk seperti perkiraanmu setelah membaca surat dari kekasihmu dulu.” Betapa terpukulnya laki-laki itu begitu mengetahui rahasia di balik gagalnya pertemuan itu ; di Simpang Kalangan jelang terbenamnya matahari yang tak pernah ia beritakan kepada putranya. Namun nasib sudah menjadi kerak. Penyesalan adalah saudara kembar ratapan. Dan haram bagi seseorang yang memelihara perasaan tak berguna itu. Maka, ia pun membesarkan putra semata wayangnya sendirian. Ia ingin membuktikan pada mendiang ayahnya, bahwa cintanya kepada Gadis itu takkan luruh hingga kapan pun, oleh apa pun. Simpang Kalangan – Kapupaten ? “ Tiba-tiba perempuan itu menyela. 21

Pemuda itu mengangguk. “ Petang?” Pemuda itu mengangguk lagi. “Jadi surat itu tak pernah dibacanya? Apakah laki-laki itu tahu bahwa, hingga saat ini, gadisnya masih melajang?” Pemuda itu diam. “ .. dan hidup sebatang kara karena keluarganya tak sudi punya anak pembangkang, tak sudi serumah dengan gadis yang mencintai pemuda tak sepadan.” Tiba-tiba perempuan itu bangkit dari tempat duduknya. “Mengapa, mengapa ceritamu ....” “ Ya, mungkin Ibu heran mengapa ceritaku sangat mirip dengan kisah hidup Ibu, bukan ? Ibu pernah tinggal di Dau ?” “ Jangan sok tahu !” Suara Sari meninggi. “ Bukannya Ibu yang sok tahu?” Pemuda itu balas berseru. “ Ibu sok tahu kalau gadis dalam ceritaku masih melajang hingga kini!” Sari tercenung seperti terenyak. Lalu perlahan ia kembali duduk. “Ternyata penantianku adalah panggilan tanpa bunyi dan jawaban.” Suaranya terdengar lempang tanpa gairah. Matanya memerah. “ Penantian? Menantikan laki-laki dalam ceritaku?” suara pemuda itu lirih, hampir tak terdengar. Sari tak menjawab. Hanya air matanya yang tiba-tiba meleleh. “ Menantikan Samin? “ Suara pemuda itu bagai tercekat. “ Dan kau adalah Govind,” suara Sari memarau. Ada senyum tipis, sangat tipis, menggurat di bibir perempuan itu. Ia menyeka air matanya dengan ujung bajunya katunnya. “ Kau adalah buah perkawinan Samin dan Maisarah yang tak berumur lama. Mulut pemuda itu terkunci. “ Dan gadis Dau itu adalah Sari Nilam binti Umar Hamid, kan?! Pemuda itu tiba-tiba merasa kerongkongannya menyempit. Perempuan itu kini tersenyum, benar-benar tersenyum.” Terima kasih atas ceritama. Ayahmu memang orang yang patuh terhadap orang tua. Untuk menjelaskan semua keganjilan masa silam kami, ia bahkan merasa perlu 22

mengutusmu untuk bertandang dalam mimpi-mimpiku sebelum akhirnya hadir di hadapanku. Pemuda itu tersenyum, senyuman lega. Kemudian Pemuda itu mencium punggung tangan Sari dengan takzim, seolah tengah mengucapkan selamat tinggal kepada ibu kandungnya, untuk membawa kabar gembira ini kepada Samin, ayahnya. Sari tersenyum memandang kepergian Pemuda itu. ============== 00000 ============= 23

24

********************************************** 25

26

27


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook