Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Novel

Novel

Published by Agustina Anie, 2021-06-27 20:46:52

Description: Novel

Search

Read the Text Version

MODUL PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA KELAS XII MAHIR SASTRA INDONESIA AGUSTINA ANIE PUSPITASARI S.S SMA KOLESE GONZAGA Jl. Pejaten Barat No. 10A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

BAB I MENDALAMI NOVEL INDONESIA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, siswa diharapkan ●mampu : menganalisis unsur-unsur yang membangun ●novel; menyajikan laporan hasil analisis unsur-unsur ●yang membangun novel; menganalisis nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam novel, serta menyajikan hasil analisis nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam novel ●Karakter yang Dikembangkan Rasa ingin tahu, yaitu kesadaran untuk mencari dan menelusuri unsur-unsur yang membangun novel dan nilai-nilai kehidupan ●yang terdapat dalam novel Proaktif, yaitu lebih aktif mengeksplorasi unsur-unsur yang membangun novel dan nilai- nilai kehidupan dalam novel.



APERSEPSI Sebagai salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa yang mengisahkan problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang, novel memberikan nilai-nilai kehidupan kepada pembacanya, seperti nilai sosial, agama, hingga budaya. Bagaimana cara menemukan nilai-nilai kehidupan dalam sebuah novel? Selain itu, apa saja yang perlu kita pelajari dari sebuah novel? Untuk itu, marilah kita pelajari bab berikut. A.KARAKTERISTIK NOVEL Masih ingatkah Anda dengan pembahasan cerpen pada bab sebelumnya? Seperti halnya cerpen, novel merupakan salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa yang mengisahkan problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang. Novel berasal dari bahasa Italia, novella, yang berarti sebuah barang baru yang kecil. Banyak hal menarik yang dapat diperoleh dengan membaca sebuah novel. Hal-hal menarik ini dapat menjadi karakteristik novel tersebut. Apa saja hal-hal menarik itu? 1. Tema cerita yang menarik 2. Karakter tokoh 3. Konflik yang menegangkan 4. Alur yang penuh kejutan 5. Amanat atau pesan yang ingin disampaikan 6. Gaya bahasa Berikut adalah contoh tulisan yang mengulas hal-hal menarik yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami. Sebagai informasi, novel ini ditetapkan sebagai pemenang sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta pada 1998.

Karya Ayu Utami memamerkan teknik komposisi yang belum pernah dicoba oleh pengarang lain di Indonesia, bahkan mungkin di negara lain. Ditambah lagi, keunikannya memadukan narasi, esay, dan puisi. Semua itu disampaikan dalam bahasa yang membuat saya terheran-heran dan bertanya-tanya. Hal menarik lainnya yang terdapat dalam novel tersebut adalah pemakaian bahasanya. Bahasa digunakan secara optimal, baik deskriptif maupun naratif. Pada beberapa tempat sebagai puncak pencapaiannya, kata-kata bagaikan bercahaya seperti kristal. Dalam novel ini, ada kisah cinta yang intens, kisah hantu yang mencekam, kisah pengalaman spiritual keagamaan, hingga kisah tentang perempuan yang bernada feminis. Oleh karena itu, dari segi materi, novel ini jauh lebih kaya dibandingkan novel-novel lainnya. Kendati keduanya memiliki persamaan, ada hal-hal yang membedakan antara novel dan cerpen. Perbedaan tersebut dapat Anda amati dalam tabel berikut.

Unjuk Pemahaman 1 Jawablah pertanyaan berikut dengan mengasosiasikan informasi yang sudah di dapat. 1.Apa yang dimaksud dengan novel? 2.Bagaimana karakteristik novel? 3.Bagaimana kaitan novel dengan peristiwa sehari-hari? 4.Apa saja hal-hal menarik yang terdapat dalam novel? 5.Jelaskan persamaan dan perbedaan antara novel dan cerpen. Unjuk Kegiatan 1 Bentuklah kelompok beranggotakan 3-4 orang, lalu selesaikan kegiatan berikut dengan mengasosiasikan informasi yang telah diperoleh. 1.Bacalah sebuah novel yang ada di perpustakaan sekolah atau sumber lain, seperti internet. 2.Secara berdiskusi, buktikanlah bahwa cerita tersebut merupakan sebuah novel, baik berdasarkan tema, penokohan, latar, alur, sudut pandang, maupun amanat. Jelaskan pula hal-hal menarik dari novel tersebut. 3.Laporkanlah sebuah kegiatan kelompok Anda dalam rubrik berikut, Judul novel : ..... Pengarang : ..... Penerbut : ..... Jumlah halaman : ..... Sinopsis : .....

Hasil Analisis 4. Presentasikanlah laporan yang telah disusun di hadapan kelompok lain. dengan 5. Mintalah penilaian dan tanggapan mereka menggunakan rubrik berikut.

B. UNSUR-UNSUR NOVEL Masih ingatkah Anda tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun sebuah cerpen? Seperti halnya cerpen, novel juga memiliki unsur-unsur yang membangun ceritanya. Unsur-unsur tersebut adalah tema, penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Perhatikan kembali suatu novel yang pernah Anda baca. Sebagaimana teks narasi lainnya, novel juga memiliki unsur tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, amanat dan gaya bahasa. 1. TEMA Tema adalah inti atau pokok yang menjadi dasar pengembangan sebuah novel. Tema sebuah novel dapat berupa persoalan kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Tema umumnya diungkapkan secara tersirat dan dapat diketahui setelah membaca novel tersebut secara keseluruhan. Tema sebuah novel dapat diketahui melalui alur, dalam hal ini dengan melihat hubungan antar peristiwa atau konflik yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, dapat diketahui melalui peran-peran yang dilakoni para tokohnya. Sebagai contoh, jika tokohdalam sebuah novel adalah para pelajar, tema yang dikedepankan tentu seputar masalah remaja atau anak sekolah. Selain melalui alur dan tokohnya, tema juga dapat diketahui melalui penuturan pengarang, yakni kata-kata yang sering diungkapkan pengarang. Perhatikan cuplikan novel berikut.

Hari mulai gelap di Libanon Utara dan salju menyelimuti pedesaan yang dikelilingi lembah Kadesha, membuat ladang dan padang rumput menjadi seperti selembar kertas dari kulit yang sangat besar dan di atasnya alam yang hemat ini merekam banyak perbuatannya. Para pria pulang dari jalan saat kesunyian mulai menelan malam. Di dalam satu-satunya rumah dekat pedesaan itu, tinggallah seorang wanita yang duduk di dekat perapian sedang memintal wol dan di sebelahnya duduk anak tunggalnya sedang menatap api dan juga menatap ibunya secara bergantian. Sesekali deru guruh yang mengerikan mengguncang rumah itu sehingga anak laki-laki kecil itu menjadi takut. Dia memeluk ibunya, berusaha mencari perlindungan dari alam yang galak dalam kasih sayang ibunya. Ibunya merengkuh dia ke dalam dadanya, menciumnya, kemudian mendudukkan dia di pangkuannya dan berkata, jangan takut anakku, karena alam hanya berani mengadu kekuatannya yang besar itu dengan kelemahan manusia. Masih ada yang maha kuasa di atas salju yang turun awan yang pekat, dan angin yang bertiup kencang. Dia mengetahui apa yang dibutuhkan bumi karena dia yang menciptakannya. Dia juga selalu memandang orang lemah dengan mata yang penuh belas kasih. Cuplikan novel tersebut bertema tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Sosok ibu dalam tokoh tersebut terlihat sangat sayang kepada anaknya. Anaknya pun membutuhkan perlindungan ibunya.

2. ALUR Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Secara umum, alur novel terbagi ke dalam bagian-bagian berikut. a.Pengenalan situasi cerita (expotition, orientation) Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh serta menata adegan dan hubungan antar tokoh. b. Pengungkapan peristiwa (complication) Dalam bagian ini, peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesulitan-kesulitan bagi para tokohnya diungkapkan. c. Menuju pada adanya konflik (rising action) Terjadi peningkatan perhatian, kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesulitan tokoh. d. Puncak konflik (turning point) Bagian ini disebut juga dengan klimaks. Inilah bagian cerita yang paling menegangkan dan menebarkan. Pada bagian ini pula, perubahan nasib para tokoh ditentukan. Sebagai contoh, apakah tokoh berhasil menyelesaikan masalahnya atau tidak. e. Penyelesaian (ending) Sebagai bagian dari akhir cerita, penyelesaian berisi tentang penjelasan nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak. Namun, ada pula novel yang penyelesaiannya diserahkan kepada imajinasi atau persepsi pembacanya. Jadi, akhir cerita novel tersebut dibiarkan menggantung tanpa ada penyelesaiannya.

Alur sebuah novel terkadang berbelit-belit dan penuh kejutan, namun ada juga yang beralur sederhana. Kendati demikian, alur novel yang sederhana tidak akan sesederhana alur dalam cerpen. Novel memiliki jalan cerita yang lebih panjang. Hal ini karena tema cerita yang dikisahkannya lebih kompleks dengan persoalan para tokohnya yang juga lebih rumit. Bagian-bagian alur antara novel yang satu dengan yang lainnya tidaklah seragam. Susunannya terkadang langsung pada penyelesaian, lalu kembali pada bagian pengenalan. Ada pula yang diawali dengan pengungkapan peristiwa, kemudian pengenalan, penyelesaian peristiwa, hingga puncak konflik. Tidak sedikit pula cerita yang alurnya berbelit-belit dan penuh kejutan. Konflik merupakan inti dari alur sebuah cerita. Tidak ada konflik, tidak akan ada cerita. Demikian ungkapan yang sering dilontarkan berkenaan dengan pentingnya konflik dalam cerita, termasuk dalam novel. Hal ini karena novel yang tidak memiliki konflik, tidak akan menarik ceritanya. Konflik dalam novel bentuknya dapat bermacam- macam, yakni : a.konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), b.konflik manusia dengan sesamanya, c.konflik manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, atau d.konflik manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.

3. LATAR Latar (setting) adalah unsur dalam suatu cerita yang menunjukkan kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita berlangsung. Latar meliputi tempat, waktu, dan suasana. Latar dalam suatu cerita dapat bersifat faktual atau imajinasi pengarang. Amati cuplikan cerita berikut. Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bus, tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menysuri jalan raya arah ke barat, maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan Tuan temukan sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temukan seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek. Cuplikan cerita tersebut menyatakan latar tenpat secara perinci, yakni tentang keadaan kota kelahiranku. Hal tersebut sebagaimana yang dinyatakan dalam kalimat pertama. Oleh pengarang, latar tersebut dideskripsikan dengan lebih jelas, yakni terdapat pasar, jalan perkampungan, surau tua, dan kolam ikan. Latar lainnya, seperti tempat dan suasana tidak ditemukan dalam cuplikan tersebut.

4. Penokohan Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh dalam karya sastra. Ada beberapa teknik yang digunakan pengarang dalam menyajikan penokohan dalam karyanya sebagai berikut. Diceritakan secara langsung oleh pengarang, misalnya dengan disebutkan bahwa tokoh itu dermawan, baik hati, jahat, sombong dan sebagainya. Penggambaran fisik dan perilaku tokoh, misalnya menyebutkan bahwa tokoh itu rupawan, berkulit bersih, kata-katanya santun, dan tingkah lakunya terpelajar. Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, misalnya menyebutkan bahwa tokoh tersebut tinggal di kompleks perumahan elite, senang bergaul dengan banyak orang, atau bisa mondar- mandir di terminal angkutan kota. Penggambaran tata kebahasaan tokoh, misalnya mengutip perkataan tokoh yang kata-katanya banyak menggunakan bahasa gaul atau bahasa asing. Pengungkapan jalan pikiran tokoh, misalnya pengarang menyebutkan pikiran-pikiran tokoh dalam memecahkan masalahnya secara brilian. Penggambaran tokoh lain, misalnya pengarang menggambarkan sifat dari tokoh Lala dengan cara menceritakannya melalui pembicaraan Doni atau Meta. Perhatikan cuplikan cerita berikut.

Pada malam itulah Hanafi baru dapat “menguak” utangnya kepada ibunya, yaitu utang yang kira-kira akan langsung terbayar meskipun ia membuat mahligai tinggi bagi ibunya itu. Hanafi mengakulah sekarang bahwa ibunya bukan orang bodoh, karena itulah makin timbul sebab adab dari ciinta kepada orang itu, sebab selamanya ibunya hanya memperturutkan saja segala kehendaknya dengan tidak melakukan kekerasan sekali juga. Rafiah seorang istri yang sabar dan yakin kepada suami. Benar cinta Hanafi kepadanya tidak ada, tak mungkin akan diperoleh oleh Rafiah. Hanafi tak dapat menimbulkan rasa yang gaib itu di dalam kalbunya karena sesungguhnya itu tak cinta kepada Rafiah. Tapi kasihan pilu ras hatinya apabila dikenangnya sikap nasib perempuan yang semalang itu yang senantiasa adab dan yakin kepada suami sebagai Hanafi yang menyia-nyiakan hidupnya dan memandang ia sebagai hamba sahaya saja serta tidak memberi tanah setapak jua tempat ia bergerak. (Salah Asuhan, karya Abdul Muis) Tokoh-tokoh dalam cuplikan novel tersebut dan karakter-karakternya dapat dilihat dalam tabel berikut.

PERHATIKAN CUPLIKAN NOVEL BERIKUT. Anak-anak asyik berpiknik hari itu. Cuaca cerah. Di mana-mana tampak bunga mekar. “Untung cuaca berubah juga, “ kata Daisy. “Yuk, kita menghamparkan mantel hujan di atas rumput. Lalu duduk di atasnya.” Buster tidak menunggu lama-lama lagi. Anak-anak memperhatikan anjing kecil itu pergi “Dia hendak memecahkan suatu teka-teki kelinci yang sulit,” kata Fatty. “Di manakah letaknya liang kelinci yang cukup lapang sehingga bisa dimasuki oleh Buster? Itulah misteri yang ingin sekali dipecahkan olehnya.” Anak-anak tertawa. “Aku pingin ada kejadian misterius lagi untuk kita,” kata Daisy. “Aneh rasanya kalau tidak ada sesuatu yang bisa dipikirkan. Aku sudah terbiasa menghadapi sesuatu yang memusingkan kepala setiap saat libura.” Hari itu berlalu dengan cepat. Tahu-tahu hari sudah sore. Kelima anak itu bersiap-siap hendak pulang. Tapi sebelumnya mereka masih menghadapi masalah kecil. Buster harus dikeluarkan dahulu dari liang kelinci yang agak lapang. Anjing kecil itu sudah menyusup sampai setengah badan ke dalamnya. Ia marah sekali ketika keluar. Kini ia duduk sambil merajuk dalam keranjang sepeda Fatty. Telinganya terkulai. Anak-anak jahat, pikirnya. Padahal ia sudah menangkap kelinci yang dikejar (Misteri Surat Kaleng, karya Enid Blyton) Pada cuplikan novel tersebut, tampak bahwa para tokoh menyenangi berbagai aktifitas mental, seperti bermain teka-teki. Meskipun sedang berpiknik, kegiatan yang melibatkan kecerdasan berpikir menjadi perhatian utama mereka. Kegiatan itu merupakan sesuatu yang menyenangkan dibandingkan melakukan kegiatan-kegiatan lain selama berwisata.

5. SUDUT PANDANG Sudut pandang (point of view) adalah posisi pengarang dalam ceritanya. Posisi pengarang ini terdiri atas dua macam. a.Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang bersangkutan. b.Orang ketiga yang berperan sebagai pengamat. Perhatikan cuplikan cerita berikut. Kang Lantip tersenyum. “Karena saya tidak percaya kepada sistem yang melahirkan dan membesarkan penguasa yang begitu kejam seperti Stalin. Sama dengan tidak percaya saya kepada sistem yang melahirkan Hitler dan Mussolini. Dan sudah tentu, juga tidak percaya saya kepada sistem yang melahirkan Amangkurat yang dengan kejamnya membunuh santri-santri. Sistem-sistem itu mengandung bibit-bibit kekerasan yang selalu akan mengambil korban ribuan orang yang tidak bersalah”. Saya terkejut mendengar suaranya. Lantip, kakang saya, yang lemah lembut, sopan, penuh tata krama, dengan sekali tebas membabat tiga sistem kekuasaan yang besar. (Para Priayi, karya Umar Kayam) Cuplikan novel tersebut menggunakan sudut pandang orang pertama. Pencerita turut terlibat dalam cerita tersebut. Hal ini sebagaimana yang tampak pada kata ganti saya yang menjadi salah seorang tokoh yang juga bereperan sebagai pencerita.

Amati pula cuplikan novel berikut. Kemudian Pak Balam membuka matanya dan memandang mencari muka Wak Katok. Ketika pandangan mereka bertaut, Pak Balam berkata kepada Wak Katok, ”Akuilah dosa-dosamu, Wak Katok, dan sujudlah ke hadirat Tuhan. Mintalah ampun kepada Tuhan yang maha penyayang dan maha pengampun, akuliah dosa-dosamu, juga supaya kalian dapat selamat keluar dari rimba ini, terjatuh dari bahaya yang dibawa harimau .... biarlah aku yang menjadi korban ....” (Harimau! Harimau!, karya Mochtar Lubis) Pencerita tidak terlibat dalam cuplikan novel tersebut. Dengan demikian, ia hanya sebagai pencerita. Pencerita dalam hal ini adalah orang ketiga yang berperan sebagai pengamat. 6. Amanat Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Amanat disampikan secara tersirat oleh pengarang dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu untuk menemukannya, tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, tetapi harus membacanya hingga tuntas.

PERHATIKAN CUPLIKAN CERITA BERIKUT. Sukamti berdiri dan dua ketukan yang kuat memecahkan bunyi tepukan itu sehingga dalam sekejap gedung yang gemuruh itu mati. Dalam sepi yang sesepi-sepinya itulah kedengaran suara Tuti membelah. Suadara-saudaraku kaum perempuan, rapat yang terhormat! Berbicara tentang sikap perempuan baru, sebagian besar ialah berbicara tentang cita-cita yang bagaimanakah harusnya kedudukan perempuan dalam masyarakat yang akan datang, jangan sekali-kali disangka bahwa berunding tentang cita-cita yang demikian semata-mata berunding tentang angan- angan dan pengelamunan yang tiada mempunyai guna yang praktis sedikit jua pun. Saudara-saudara, dalam setiap usaha hanyalah mungkin kita mendapat hasil yang baik apabila terang kepada kita apa yang hendak kita kejar dan kita capai dengan perkataan lain, dalam segala hal hendaknya, kita mempunyai gambaran yang senyata-nyatanya tentang apa yang kita cita-citakan. Demikian menetapkan bagaimana harusnya sikap perempuan baru dalam masyarakat yang akan datang, berarti juga menetapkan pedoman yang harus diturut waktu mendidik kanak-kanak perempuan waktu mendatang. (Layar Tekembang, karya Sutan takdir Alsjabana) Amanat yang ingin disampaikan pengarang dalam cuplikan novel tersebut adalah perempuan pada masa mendatang harus mempunyai cita-cita agar bisa hidup lebih maju.

7. GAYA BAHASA Penggunaan bahasa dalam sebuah cerita dapat berfungsi untuk menciptakan nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar tokoh. Kemampuan penulis menggunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan, hingga obyektif atau emosional. Selain itu, bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan-adegan yang menegangkan, mencekam dan sebagainya. BERIKUT INI DISAJIKAN ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM NOVEL NAMAKU HIROKO KARYA NH. DINI.

Tema : Gambaran sebuah lingkungan tempat tinggal dan adat kebiasaan masyarakat yang dapat mengubah sifat seseorang. Alur : Novel ini beralur maju. Pengarang menceritakan kehidupan Hiroko dan ia masih tinggal di desa sampai hidup di kota. Ketika di desa, ia hidup serba kekurangan. Selanjutnya ia pindah ke kota. Di sana ia bekerja keras hingga bis meraih segala yang diinginkannya. Ia, kemudian hidup dalam kegemerlapan dan kemewahan. Latar : Kobe, sebuah kota yang besar di Jepang. Di kota inilah cerita bermula. Ia diceritakan sebagai seorang wanita desa hingga menjadi wanita yang bergelimang harta. Diceritakan pula di kota Kobe terdapat toko Daimaru yang atapnya terbuka dengan warna tenda biru; terdapat pabrik besi terbesar di daerah Hansai. Tokoh: 1. Hiroko seorang wanita desa yang polos dan sederhana. Ia tidak memiliki kepercayaan diri. Adat dan kehidupan kota sangat mempengaruhi kehidupannya. Ia kemudian suka berhura-hura, gila harta, dan haus akan belaian seorang pria. 2. Sanao, seorang pegawai pabrik. Ia membawa Hiroko pada tingkat kedewasaan. 3. Tomiko, yang memperkenalkan kehidupan kota pada Hiroko. 4. Yoshida, suami Narshuho, namun akhirnya ia menjadi kekasih Hiroko. Sudut Pandang : Menggunakan sudut pandang orang pertama. Pengarang menceritakan tokoh utama dengan sebutan “aku” Amanat : Harta bukanlah satu-satunya tujuan hidup. Harta tidak memberi kesenangan secara mutlak. Ada hal lain yang dapat memberikan kebahagian, yakni cinta dan kasih sayang. Gaya Bahasa : Bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari sebagaimana gaya bercerita Nh. Dini yang banyak menggunakan kata- kata sederhana.

Jendela Ilmu Pengetahuan Sastra sebagai Hiburan Oleh Puji Santosa Sastra sebagai hiburan adalah karya sastra yang menyajikan sebuah karangan atau lukisan lengkap, baik puisi, cerita rekaan, maupun drama, yang berisi sesuatu yang dapat menghibur atau menyenangkan hati pembaca, dan memberikan permainan mental dalam batin pembaca. Oleh karena itu, pembaca diharapkan memperoleh nilai kenikmatan yang memberi rasa menyenangkan dari karya sastra yang dibacanya. Hiburan yang diberikan oleh sastra berbeda dengan hiburan massa yang modelnya dikemas dalam bisnis pertunjukan dan teknologi canggih, seperti permainan sulap, sihir, musik, dan akrobat. Sastra menyajikan hiburan yang berisi permainan batin mengasyikan. Karya sastra juga dapat dipentaskan sebagai pertunjukan yang menghibur, seperti musikalisasi puisi, dramatisasi puisi, pembacaan cerpen, atau pementasan fragmen novel atau cerita rakyat, bahkan karya sastra dapat dialihmediakan sebagai sinetron atau film. Meskipun demikian, janganlah karya sastra yang dipadukan dengan seni yang lain, seperti penambahan musik, tata lampu, tata busana, tata panggung, dan tata pentas, mengganggu penyampaian makna karya sastra yang menghibur dan berguna bagi kelangsungan kehidupan. Sastra yang memberikan huburan mentalitas yang bermain-main dalam batin atau jiwa kiat, harus tetap hidup sekalipun dipadukan dengan berbagai seni lain. Sastra sesungguhnya menyajikan berbagai macam hiburan. Jenis atau macam hiburan yang ada dalam karya sastra sesungguhnya juga sangat bergantung pada kepekaan dan ketajaman intuisi pembaca. Pembaca yang peka dan tajam intuisinya akan dapat menangkap hal-hal yang bersifat menghibur yang terdapat dalam karya sastra. Ketika seseorang tengah membaca dan memahami karya sastra, ia akan menemukan gejala yang bersifat menghibur. Misalnya, sebagian besar masyarakat tradisional di pedasaan menganggap bahwa sastra (cerita lisan, dongeng, legenda, mite, epos, fabel, pelipur lara, pantun jenaka dan teater rakyat) berfungsi sebagai hiburan. Hal itu berarti sastra dapat menyenangkan atau menyejukan hati mereka yang susah, resah, gelisah, dan kecewa. Dengan cara mendengarkan dan menonton pertunjukan pentas sastra lisan, mereka akan mendapatkan hiburan, yaitu hati merasa senang sehingga untuk sementara waktu mereka dapat menghilangkan rasa penat, letih, lelah, sedih, dan kesal sehabis bekerja di kebun atau sehabis pulang dari melaut. Hal itu sesuai dengan keadaan masyarakat tradisional pedesaan yang masih jauh dari peradaban dunia masa kini yang modern. Sumber : Disarikan dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/

Unjuk Kegiatan 2 Bentuklah kelompok beranggotakan 3-4 orang, lalu selesaikan kegiatan berikut dengan mengasosiasikan informasi yang telah didapat. A. Bacalah cuplikan novel berikut. “Operator, aktifkan pendingin dua dan tiga!” “Pendingin dua dan tiga siap.” Selurih mata seperti tak berkedip memandang layar komputer masing-masing. Begitu juga dengan Herdis. Meski butiran keringat dingin membasahi wajahnya, sejak empat puluh menit lalu tak sekalipun ia beranjak dari tempat duduk. Konsentrasinya penuh ke arah monitor. “Laporkan status!” Suaranya parau ke arah mikrofon yang terpasang di kepala. “Kontaminasi dapat dikendalikan.” “Suplai lstrik masih cukup.” “Tiga pendingin masih bekerja.” Mendengar jawaban tadi hati Herdis sedikit redah. Ia mulai bisa menyandarkan punggungnya ke arah kursi. Tapi, belum sempat ia menarik napas sebuah suara dari earphone membuyarkan ketenangan itu. “Lapor, Pak. Mesin pendingin jebol.” Untuk yang kesekian kalinya Herdis mengamati monitor di depan. “Coba dibantu dengan mesin pendingin ke empat,” katanya memberi solusi.

“Suplai tenaga tidak tidak cukup.” Herdis spontan berdiri, “Operator tenaga lapor status!” serunya “Tenaga sudah melebihi batas, Pak.” “Tidak bisa ditambah?” “Status tidak memungkinkan, terlalu bahaya. Kecuali ...” “Kecuali apa?” “Kecuali kita harus mematikan suplai tenaga untuk beberapa kanal, termasuk pemakaian penerangan.” Herdis berpikir sejenak, “Ok, semuanya boleh kamu switch off-kan, kecuali suplai ke ruang pengendali utama, jaringan komunikasi, dan operator 4a, 7d, dan 16x,” katanya, “Tunggu perintah selanjutnya!” “Siap, Pak.” Herdis menyeka keringat di keningnya. Membetulkan letak kacamata dan berkata melalui mikrofon, “Perhatian untuk seluruh operator,” dan dari kaca transparan, Herdis bisa menyaksikan bagaimana seluruh operator memandang ke arahnya. “Dalam beberapa detik ke depan suplai tenaga akan berkurang. Semua pengendalian selain di ruang pengendali utama hanya tinggal tiga kanal, yaitu operator 4a, 7d, dan 16x. Yang lain segera matikan.” Beberapa saat kemudian, “Operator mesin, lakukan sekarang.” Berbarengan dengan itu, seluruh lampu yang ada di ruang pengendali padam. Para operator bekerja dengan penerangan seadanya yang dibiaskan oleh monitor komputer yang masih hidup. “Laporkan status pendingin empat!” “Pendingin empat mulai bekerja.” “Operator, reaktornya bagaimana?” “Kondisi status minus enam, Pak!” Sudah melewati ambang batas bahaya satu. Berarti tinggal empat state lagi mencapai titik bahaya. Herdis membatin. Namun, ia masih berharap mesin pendingin keempat mampu membantu untuk menetralisasi panas reaktor. Lima menit kemudian, “Bagaimana status saat ini?” tanya Herdis “Reaktor mulai stabil. Status naik dari minus enam ke minus lima.” “Operator mesin?”

“Generator stabil, Pak.” “Operator reaktor?” “Mulai terkendali.” Ufh, syukurlah! Herdis menghela napas panjang. Berjalan empat langkah dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Sebagai seorang teknisi utama ia harus bis mengambil keputusan yang tepat di waktu yang sempit. “Operator mesin, kembalikan suplai penerangan.” “Tapi, kondisi belum stabil seratus persen.” “Tidak apa-apa. Reaktor sedang menuju kondisi stabil. Itu artinya kita tidak perlu memaksimalkan suplai tenaga bagi satu pendingin. Toh, suplai tenaga untuk penerangan dan komputer hanya beberapa ribu watt saja.” “Siap, Pak.” Bertepatan dengan jawaban itu ruangan terang benderang. Sempat dilihatnya ekspresi kegembiraan dari enam belas asisten operator. Dan semuanya kini kembali ke mejanya masing-masing seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Begitupun dengan dirinya. Ada kepuasan, kegembiraan, dan pembuktian setelah lolos dari bahaya meledaknya reaktor nuklir. Tak sia-sia ilmu yang didapatnya selama ini. Jika tidak, dalam radius seratus dua puluh mil seluruh makhluk hidup dari tempat ini akan terkontaminasi radiasi nuklir. Aku memang pintar, puji Herdis pada dirinya sendiri. “Pak, bahaya ... mesin pendingin empat tidak bisa bekerja.” Seperti ada bunyi meriam saja di telinga Herdis. “Generator terlalu panas. Tidak bisa dipaksakan.” Herdis cepat beranjak dari kursi, mendekati komputer pengendali utama. Ia menunduk, dan berbarengan dengan itu sebutir keringat jatuh. Belum sempat ia mengambil keputusan sebuah suara dari earphone lagi- lagi membuat jantungnya berdetak lebih keras. “Pak, mesin pendingin dua dan tiga sudah tidak bisa menahan reaksi reaktor.” Lapor, generator utama meledak.”

Dari monitor komputer, Herdis kembali menyaksikan bagaimana suplai tenaga perlahan-lahan turun. Juga, dari layar monitor itu pula disaksikannya kondisi reaktor yang sudah mencapai status minus tujuh. “pak, pendingin tiga off.” “Pendingin dua off.” “Lapor, status minus delapan.” Entahlah, apalagi yang bisa dilakukan olehnya. Kondisi seperti ini sudah tak memungkinkan untuk mencegah peledakan reaktor nuklir. “Pak, minus sembilan. Status bahaya.” Herdis hanya diam. Ia dan semua yang ada di ruang kendali ini sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tidak hanya itu, pergi menyelamatkan diri pun tak mungkin. Waktu yang tersisa tidak memungkinkan untuk keluar dari gedung ini, apalagi mencari tempat yang bebas radiasi. “Minus sembilan poin empat lima.” Herdis tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya mampu memandangi seluruh operator yang sedang pasrah menunggu meledaknya reaktor nuklir ini. Menunggu akhir dari sebuah kehidupan. Ada perasaan takut di hatinya. “Minus sembilan poin tujuh puluh delapan.” Tak terperi lagi bercampur aduk perasaannya saat ini. Hidupnya tinggal beberapa detik lagi. “Minus sembilan poin sembilan puluh lima. Sembilan puluh empat,” Herdis menarik napas panjang, sepertinya ia ingin menikmati udara dalam sisa hitungan. “Sembilan puluh dua, sembilan puluh satu, sepu ...” Brakk! Tak! “Aduuuh!” Masih dalam posisi terbaring, tangan kanan Herdis mengusap pelipis kiri, ada benjolan kecil di sana. Sementara tangan kanannya memegang keyboard komputer yang ada di atas dadanya. Dan perlu waktu yang lama hingga sadar bahwa saat ini ia berada di bawah meja belajarnya. (Demi Masa, karya Nurul Nasrullah)

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini 1.Bercerita tentang apakah cuplikan novel tersebut? 2.Siapakah Herdis dalam cuplikan novel tersebut? 3.Di mana dan kapan cerita tersebut terjadi? 4.Tunjukkanlah bagian cerita yang merupakan puncak konflik. 5.Apa yang menarik dari cuplikan novel tersebut? C. Secara berkelompok, jelaskanlah tema, latar, penokohan, alur dan konflik, pesan, serta sudut pandang novel tersebut. Kemukakan pendapat kelompok Anda dalam diskusi kelas untuk ditanggapi oleh kelompok lainnya.

Unjuk Pemahaman 2 1. Bacalah sebuah novel 2. Analisislah unsur-unsur novel tersebut berdasarkan tema, alur, latar, sudut padang, gaya bahasa, dan amanat. Sebelumnya, susunlah sinopsis atau ringkasannya. 3. Susunlah laporan hasil analisis Anda dengan menggunakan format berikut ini. a. Identitas novel : judul, pengarang, penerbit, dan jumlah halaman. b. Sinopsis c. Analisis unsur-unsur d. Kesimpulan C. Nilai-Nilai Kehidupan dalam Novel Hal menarik lainnya yang dapat dijumpai dalam sebuah novel adalah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai tersebut sangat dipengaruhi oleh adat-istiadat, budaya, dan keyakinan pengarang, serta tempat karya itu diciptakan. Sebagai contoh, novel karangan Kahlil Gibran sebagai seorang Libanon. Tata nilai Libanon banyak dijumpai dalam karya tersebut. Dengan banyak membaca novel, pemahaman kita tentang adat istiadat berbagai wilayah dan bangsa akan semakin luas. Kita akan lenih mengerti kehidupan masyarakat lain. Pada akhirnya, akan tumbuh dalam diri kita sikap rendah hati, tidak menang sendiri, dan kesadaran menghargai budaya orang lain.

Setiap bangsa memiliki budaya yang berbeda- beda. Bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan bangsa Amerika, Tiongkok, Arab, Inggris, dan bangsa-bangsa lainnya. Perbedaan itu dapat berupa perbedaan bahasa, adat istiadat, dan kebudayaan. Namun demikian, perbedaan tersebut jangan dijadikan penghalang untuk mengenal bangsa lain. Sebaliknya, tanamkan pemahaman bahwa perbedaan itu justru dapat memperluas wawawasan dan pemahaman kita mengenai budaya bangsa lain. Amati cuplikan cerita berikut. Dengan sekali pukulan dokter itu menjatuhkan lawannya. Potter berlari untuk menyelamatkan kawannya. Ia bergumul dengan dokter yang dengan mudah mengalahkannya. Akan tetapi ketika dokter beranjak bangun, si Indian menusuknya dengan sebilah pisau. Tom dan Huck ketakutan ketika melihat kejadian itu. Mereka berlari sekencang-kencangnya. Semoga si Indian tidak melihat mereka! Kalau dokter Robinson mati, para bandit itu akan dihukum gantung. Ia pasti tidak akan membiarkan saksi itu hidup. “Aku pikir, satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah kita harus tutup mulut,”kata Huck. “Tetapi, Huck, berarti kita membiarkan penjahat itu bebas,” jawab Tom. “Bapak Sheriff pun tidak akan mempercayai kita lagi. Indian ini akan menyembunyikan diri. Ia akan membunuh kita pada kesempatan pertama!” kata Huck (Tom Sawyer dan Harta Karun , karya M.J. Maury- Hemma.

Dalam cuplikan cerita tersebut, terdapat beberapa hal yang tidak dikenal dalam budaya dan pembendaharaan bahasa Indonesia. Sebagai contoh, tentang orang Indian, hukum gantung dan sheriff. Ketiga hal tersebut dapat memperluas cakrawala berpikir kita tentang orang Amerika beserta kebudayaannya. Setelah membaca kisah tersebut hingga tuntas, kita dapat memperoleh hal-hal baru yang dapat memperkaya wawasan kita tentang budaya bangsa lain. Novel memang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan, tempat dan zamannya. Adat, kebiasaan, serta kehidupan pengarang dan masyarakatnya, sedikit banyak akan tergambar dalam karyanya. Novel-novel yang dikarang pada zaman yang sama mungkin memiliki banyak persamaan. Adat dan kebiasaan merupakan unsur-unsur ekstrinsik sebuah karya sastra. Unsur tersebut akan tampak pada penokohan, tema, ataupun penggambaran latar. Sebagai contoh, novel-novel yang lahir pada zaman ’20-30-an lebih banyak mengedepankan tema kawin paksa dan berbagai budaya feodal lainnya. Pada zaman kemerdekaan, karya-karya lebih mempersoalkan kehidupan yang bersifat individualisme ataupun pemberontakan sosial. Sementara itu, budaya-budaya materialisme kini lebih banyak mempengaruhi karya-karya modern. Perhatikan cuplikan novel berikut. Kebanyakan perempuan yang jatuh ke dalam tangan Datuk Maringgi ini semata-mata karena uangnya juga. Sebab lain daripada itu, tak ada yang dapat dipandang padanya. Rupanya buruk, umurnya telah lanjut, pakaian dan rumah tangganya kotor, adat dan kelakuannya kasar dan bengis, bangsanya rendah, dan kepandaiannya pun tak ada, selain dari pada kepandaian berdagang. (Siti Nurbaya, karya Marah Rusli)

Cuplikan novel tersebut menggambarkan kehidupan yang menempatkan laki-laki yang beruang sebagai pemilik kekuasaan. Walaupun wajahnya tidak tampan dan usianya sudah lanjut, asal punya banyak uang, seorang laki-laki dapat memiliki banyak wanita. Gambaran nilai budaya tidak hanya terkait dengan perilaku para tokohnya, tetapi juga pola bahasa yang digunakan dalam ceritanya. Perhatikan cuplikan cerita berikut. Mak tergambarlah pula di muka Hanafi ke masa yang sudah-sudah. Zaman hubungan cintanya yang berhingga- hingga. Hidup bermanis-manispun berlama-lama ia kenangnya. Tahulah Hanafi sekarang: Rafiah, intan yang belum digosol, sayang ia tidak pandai menggosoknya sehingga barang iru dibanting-banting seolah tidak berharga. Sementara Corrie, berlian yang sudah digosok, harganya tidak ternilai-nilai, tetapi suami yang celaka tak pandai memakainya, dan enyahlah harta itu dari rangkulannya. Hanafi menyesali dirinya tidak berhingga- hingga. Maka ditutupnyalah mukanya dengan kedua belah tangannya, lalu menangis mengisak-ngisak sambil berseru dalam hatinya. “Oh, Corrie, Corrie istriku? Dimanakah engkau sekarang, lihatlah suamimu menyadari untung, lekaslah kembali, supaya kita menyambung hidup kembali seperti dahulu.” (Salah Asuhan, karya Abdul Muis)

Perhatikan kata-kata menyambung hidup dalam cuplikan cerita tersebut. Cobalah selidiki kekhasannya. Bandingkanlah dengan kelompok-kelompok kata yang lain, seperti menyambungkan tali, hidup sederhana, dan hidup susah. Dengan cara itu, akan lebih tampak kekhasan kata-kata tersebut. Kelompok kata yang memiliki kekhasan seperti itu, disebut sebagai ungkapan. Ungkapan adalah kata atau kelompok kata yang bersusunan tetap dan mengandung makna kiasan. Contoh ungkapan lainnya adalah lapang dada, berat hati, dan ringan tangan. Novel-novel yang terbit pada tahun ’20-30- an sering mengandung ungkapan-ungkapan yang menjadi ciri khas periode tersebut. Ungkapan-ungkapan yang banyak digunakan dalam novel-novel periode tersebut juga menggambarkan bahwa pada masa itu ungkapan merupakan bagian dari budaya masyarakatnya. Untuk lebih jelasnya, amati kutipan novel berikut.

Cuplikan 1 Sejurus pandang kedua orang besar tidak berkata-kata hanya berpandang-pandangan saja sebab keheran- heranan. Sunyi, tiba-tiba Oang Kaya Kecil berkata dengan perlahan-lahan, “Ajaib, 28 buah perahu dayung dapat lalu di Barus! Padahal, kata Tuan penjagaan Kompeni di lautan amat kuat dan rapi.” Groenewegen terperanjat seperti disengat kalajengking. “Memang,” katanya denga keras, sedangkan matanya bersinar-sinar karena marah. “Memang dio barus selisih kapal dan perahu Kompeni akan menahan bantuan dari Aceh ke Pantai Barat ini. Sudah saya peringatkan, sekalian kapal Aceh mesti ditahan dan dirampas barang-barangnya. Akan tetapi ...” Rupanya tersumbat kerongkongannya akan meneruskan perkataannya. Ia bangkit berdiri dan sejurus antaranya ia pun duduk pula. Bibirnya gemetar komat-kamit, sedangkan pipi dan telinganya merah bagai saga warnanya.” (Bekerja, Hanya Bekerja, karya Nur Sutan Iskandar)

Cuplikan 2 Tiada berapa lamanya perang itu banyaklah yang mati dan luka pada kedua belah pihaknya. Darah mengalirlah di jalan besar itu dan mayat pun tersiar-siarlah di sana- situ. Oleh sebab itu, dari kampung tiada putus-putusnya datang perusuh, tiada tertahan oleh Letnan Mas serang musuhnya itu lalu disuruhnya serdadunya mundur perlahan-lahan. Bila tiada datang bantuan daripada Letnan Van Sta, pastilah pecah perang letnan itu. Untunglah ada waktu itu juga kedengaran seorang serdadu. Letnan Van Sta, yang menyerbukan diri ke medan peperangan itu. Beberapa lemahnya kemudia daripada itu mundurlah musuh-musuh perlahan-lahan, dan akhirnya tatkala bantuan tak datang lagi pecahlah perang, musuh itu lalu lari kian kemari. Bertempuran diburu oleh serdadu-serdadu kedua letnan itu. Seketika itu, juga melompatlah pula ia ke muka hendak menyerang Letnan Mas. Letnan Mas melompat ke kanan, lalu berkata, “Tunggu dulu, Datuk Meringgih, karena banyak yang terasa dalam hatiku. Hendak kukatakan padamu sebelum aku terpaksa mencabut nyawamu.” Mendengar perkataan itu, berdirilah Datuk Meringgih karena hendak mengetahui apakah yang akan dikatakan musuhnya itu. (Siti Nurbaya, karya Marah Rusli)

Kedua cuplikan cerita tersebut berasal dari novel-novel tahun 1920-an. Apabila dilihat dari tahun penerbitannya, novel-novel itu sudah lama, bukan? Perhatikan pilihan kata yang digunakannya. Kedua cuplikan cerita tersebut banyak menggunakan ungkapan-ungkapan yang telah usang yang jarang dipergunakan saat ini.

Pengembangan Karakter Mengoptimalkan Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa Oleh Lustantini Septingingsih Sikap hidup pragmatis dari sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai luhur budaya bangsa. Demikian pula budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas, bijak, terampil, cendekia, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada karakter bangsa yang tidak sekedar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada pembentukan karakter bangsa itu dapat diwujudkan melalui pengoptimalan peran sastra. Untuk membentuk karakter bangsa ini, sastra diperlakukan sebagai salah satu media atau sarana pendidikan kejiwaan. Hal itu cukup beralasan sebab sastra mengandung nilai etika dan moral yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Sastra tidak hanya berbicara tentang diri sendiri (psikologis), tetapi juga berkaitan dengan Tuhan (religiositas), alam semesta (romantik), dan juga masyarakat (sosiologis). Sastra mampu mengungkap banyak hal dari berbagai segi. Untuk menjadikan sastra sebagai pembentukan karakter bangsa, tidak serta merta hal itu dapat terwujud. Untuk mengoptimalkan peran sastra tersebut, kemauan apresiator sangat menentukan keberhasilan. Apabila apresiator tidak memiliki kemauan, segan membaca dan mengapresiasi karya sastra, bahkan sekedar membaca dan setelah itu dilupakan, tentu sulit diharapkan sastra mampu secara optimal berperan membentuk karakter bangsa. Sebaliknya, apabila ada kemauan yang teguh dari seorang apresiator untuk berapresiasi secara total dan optimal, setelah sastra dibaca, lalu dipahami maknanya, dimengerti, dan selanjutnya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, tetu karakter bangsa akan terbentuk sesuai dengan nilai kebajikan yang termuat dalam sastra. Karakter bangsa yang diharapkan terbentuk adalah terjalinnya harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, makhluk lain, dan dirinya sendiri. Sumber : Disarikan dari httpIIbadanbahasa.kemdikbud.go.id/

Unjuk Pemahaman 3 Jawablah pertanyaan berikut dengan mengasosiasikan informasi yang sudah didapat. Bacalah cuplikan cerita berikut, kemudian tunjukkan unsur-unsur budaya yang terdapat dalam cerita tersebut. Prahara Yusuf El Fakhri berusia tiga puluh tahun ketika menarik diri dari keramaian untuk hidup sebagai pertapa di daerah terpencil di sekitar Lembah Kadeesha di Libanon Utar. Penduduk di desa-desa terdekat mengarang bermacam-macam gosip tentang Yusuf. Ada yang menceritakan bahwa dulu Yusuf berasal dari kalangan keluarga bangsawan yang kaya raya, orang lain mengatakan bahwa Yusuf pernah mencintai seorang wanita yang kemudian mengkhianatinya sehingga ia memilih hidup membujang; sedangkan orang lain lagi menceritakan bahwa Yusuf adalah seorang penyair yang meninggal-kan hirup pikuk kota dan tinggal di daerah terpencil itu untuk mencari inspirasi dan menuliskan pikiran-pikirannya. Sebagian penduduk yakin bahwa Yusuf penganut ilmu kebatinan tertentu yang meyukai alam sunyi dan dunia batin meskipun sebagian besar penduduk sekitar bersihkukuh untuk mengatakan bahwa ia adalah orang gila. Namun, aku sendiri dapat menarik kesimpulan apapun berkaitan dengan Yusuf karena aku yakin bahwa pasti ada rahasia tertentu di dalam hatinya dan untuk memahaminya tidak cukup hanya dengan didasarkan pada pandangan-pandangan spekulatif semacam itu. Oleh karena itu, aku amat berharap untuk bisa bertemu dengannya. Aku telah berusaha dengan keras dengan berbagai cara untuk menjalin persahabatan dengannya agar dapat memahami suasana hati dan mempelajari kisahnya dengan menanyakan tujuan hidupnya, namun usahaku sia-sia. Ia sedang berjalan di hutan Holy Cedar di Lebanon saat aku berjumpa dengannya untuk pertama kalinya. Aku menyapanya dengan kata-kata manis, tapi ia membalas sapaanku dengan gelengan kepala lalu melangkah pergi.

Pada kesempatan lain, aku menjumpai dia sedang berdiri di tengah-tengah kebun anggur biara dan sekali lagi aku berusaha mendekati lalu menyapanya. Aku berkata, “Penduduk desa mengatakan bahwa biara ini dibangun oleh orang-orang Suriah pada abad keempat belas. Adakah yang kau ketahui tentang sejarahnya?” Dia menanggapi dengan dingin katanya, “Aku tidak tahu siapa yang membangun biara ini dan aku tidak peduli”. Dia pun beringsut memunggungiku dan menambahkan, “Mengapa engkau tidak menanyakannya kepada kakek atau nenekmu yang lebih tua dariku dan lebih memahami sejarah lembah daripada aku?” begitu sadar bahwa sapaanku gagal, akupun meninggalkannya. Dua tahun pun berlalu, kehidupan aneh orang itu selalu mengganggu pikiran-pikiran dan menghantui mimpi-mimpiku. (Madu Beracun, karya Kahlil Gibran) Unjuk Kegiatan 3 Bentuklah kelompok beranggotakan 3-4 orang, lalu selesaikan kegiatan berikut dengan mengasosiasikan informasi yang telah diperoleh. A. Bacalah sebuah novel. Setelah itu, secara berdiskusi temukanlah adat kebiasaan dan pola kehidupan masyarakat yang diceritakan dalam novel tersebut. Tulislah hasil temuan tersebut dalam rubrik berikut. Judul novel : ...... Pengarang : ......

B. Secara berkelompok, carilah ungkapan dalam karya sastra angkatan ’20-30-an. Jelaskan makna ungkapan-ungkapan tersebut. Sajikan dalam format teori berikut. C. Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan- ungkapan berikut. 1.berat hatu 6. kaki tangan 2.berat sebelah 7. panjang tangan 3.besar kepala 8. mata-mata 4.besar mulut 9. mata keranjang 5.tangan kanan 10. mata hati

Rangkuman 1.Novel merupakan salah satu jenis karya sastra berbetuk prosa yang mengisahkan problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang. 2.Hal-hal menarik yang terdapat dalam sebuah novel dan dapat menjadi karakteristik novel tersebut adalah tema cerita yang menarik, karakter tokoh, konflik yang menegangkan, alur yang penuh kejutan, amanat atau pesan yang ingin disampaikan, dan gaya bahasa. 3.Seperti halnya cerpen, novel dibangun oleh unsur- unsurnya, yaitu tema, penokohan, alur, latar, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa. 4.Tema sebuah novel dipengaruhi oleh kebudayaan tempat dan zamannya, selain nilai agama, sosial, politik, dan nilai-nilai kehidupan lainnya. Oleh karena itu, novel tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya, seperti adat dan kebiasaan masyarakat ketika novel itu dikarang. 5.Novel-novel tahun ’20-30-an lebih banyak mengedepankan tema budaya kawin paksa dan berbagai budaya feodal lainnya. Pada zaman kemerdekaan, karya-karyanya lebih mempersoalkan kehidupan yang bersifat individualistis ataupun pemberontakan-pemberontakan sosial. Sementara itu, budaya-budaya materialis kini lebih banyak mempengaruhi karya-karya modern.

Tes Formatif Pilihlah satu jawaban yang benar. 1.Bacalah cuplikan cerita berikut. “Pokoknya Pak Lurah tidak usah berpura-pura. Pak Lurah selalu menasihati kami agar menjadi manusia berguna, yang tahu tata krama, dan sebagainya. Sekarang anak Bapak sendiri dibiarkan pergi berdua dengan seorang lelaki ke tempat sepi. Apa itu yang namanya pemimpin?” tegas Beni. Mendengar ucapan itu Pak Lurah malah tertawa, tetapi dia tidak menjawab pertanyaan dan ocehan mereka. Cuplikan cerita tersebut menggambarkan ..... a. sikap Beni yang ketakutan oleh Pak Lurah b. sikap Pak Lurah yang tak acuh terhadap Beni c. sikap Beni yang berani menentang Pak Lurah d. sikap Pak Lurah yang tidak meladeni kemarahan Beni e. sikap Beni yang tidak jelas dalam menghadapi Pak Lurah

2. Bacalah cuplikan novel berikut. Sejak dulu Andy memang jahat. Ia memaksa Aston menyerahkan kunci mobil kantor pada suatu malam untuk dipakai gila-gilaan. Esoknya, Aston kena marah benar sebab mobil itu diketemukan menabrak orang sampai mati. Karena itu, majikan Aston kena getahnya, Aston juga mendapat peringatan keras. Sejak itu Aston sama sekali tidak berani memberikan kunci kepada Andi. Andi marah, lalu berusaha memfitnah Aston. Unsur cerita yang menonjol dala cuplikan novel tersebut adalah ..... a. penokohan b. latar c.sosial budaya d. alur e. amanat 3. Bacalah cuplikan cerita berikut. “Aku tidak meminta yang bukan-bukan, Sukri. Kemiskinan telah membikin aku terbiasa menerima apa adanya. Kau tak usah memikirkan kado. Dirimu adalah kado perkawinanku yang berharga. Ambillah aku, Sukri. Sebagai istrimu aku telah bahagia. Jangan pikirkan kado yang tidak-tidak.” Watak tokoh aku yang tergambar dalam cuplikan cerita tersebut adalah ..... a.penurut dan sabar b.lugas dan setia c.sabar dan setia d.jujur dan lugas e.bertanggung jawab dan penuh syukur

4. Tahap cerita yang menceritakan konflik yang semakin meningkat disebut tahap ..... a.penampilan masalah b. penyelesaian c.pemunculan konflik d.puncak ketegangan 5. Pertea.nmyeanaunjuyaknognftliidkak dapat diajukan untuk mengetahui watak pelaku cerita adalah ..... a.Apa yang dilakukan pelaku? b.Apa yang dikatakan pelaku? c.Bagaimana sikap pelaku dalam menghadapi satu situasi? d.Mengapa pelaku mengalami nasib itu? e.Apakah perubahan tingkah laku pada tokoh itu? 6. Bacalah cuplikan cerita berikut. “Menurut rencanaku, kita bersama-sama memelopori gotong royong mengangkut air danau itu, tentulah petani-petani lainnya akan ikut,” kata Sutan Duano pada Lembak Tua. “Oh, dengan gotong royong,” Lembak Tua kecewa. “Ya, tentu saja dengan gotong royong.” “Kalau dengan mesin pompa tentu akan lebih baik.” “Tapi, di mana ada mesin pompa?” Watak Sutan Duano yang tergambar dalam cuplikan cerita tersebut adalah ..... a. optimistis b.pekerja keras c.mudah putus asa d.senang mempekerjakan orang e.antiteknologi modern

7. Bacalah cuplikan novel berikut. Rafiah dan mertuanya tidak pernah keluar rumah. Sekalian orang yang datang bertandang sudah mengetahui bahwa mereka tak usah lagi mengetuuk pintu atau berseru-seru di beranda muka, melainkan bolehlah terus ke belakang saja buat menemui orang rumah. Seorang pun di antara segala sahabat Hanafi tak datang ke rumahnya karena selama ini yang dicari oleh mereka hanyalah Hanafi saja, sedang ahli rumahnya yang lain hanyalah berguna buat menyediakan hidangan belaka. Kedua perempuan itu, mertua dan menantu, sedang asik bekerja di dapur. Syafei tidur nyenyak dalam buaian di beranda belakang, diayun-ayun oleh si Buyung. (Salah Asuhan, karya Abdul Muis) Unsur budaya Minangkabau yang tersirat dalam cuplikan novel tersebut adalah ..... a.masuk ke rumah orang perlu meminta izin terlebih dahulu b.mertua dan menantu harus rukun dan damai c.seorang menantu harus taat kepada mertua d.perempuan lebih banyak berperan dalam berumah tangga e.tamu yang diterima hanya untuk suami

8. Bacalah cuplikan cerita berikut. Ternyata Andini tidak perlu menunggu lama. Dua hari setelah Andini memberikan tugas itu, Siwi menemuinya saat dia sedang menonton berita sore di ruang duduk. “Bu, terima kasih sekali atas tugasnya. Lewat surat itu saya berhasil berbicara dnegan Maya. Dia juga sudah balas surat saya. Wah ... ternyata si Maya kaya gitu gara-gara takut gelap, Bu.” Pelajaran dapat diteladani dari cuplikan cerita tersebut adalah ..... a.seseorang harus tahu berterima kasih b.setiap siswa harus menghormati gurunya c.persahabatan sangatlah berharga dalam pergaulan hidup d.tugas sekolah harus dikerjakan dengan baik e.pekerjaan harus dihadapi dengan sabar

9. Bacalah cuplikan cerita berikut. Sri tidak merasa berdosa pada suaminya. Juga Michael tidak merasa berdosa pada istrinya. Keduanya sama-sama tidka pernah merasa berdosa pada Tuhan. Mereka tidak peduli dengan masalah dosa, yang jelas mereka sama-sama saling cinta. Hal menarik dari cuplikancerita tersebut adalah ..... a.cinta dapat melupakan segalanya b.banyak orang yang berdoa c.Tuhan mengampuni hamba-hambanya d.kesetiaan sepasang kekasih e.pengorbanan sangat diperlukan dalam kehidupan 10. Bacalah cuplikan cerita berikut. “Kita berempat sudah berunding. Karena maya takut gelap, dia harus selalu tidur lebih dulu dari kami tidur minimal setengah jam sesudahnya supaya ketika kami mematikan lampu dai sudah tidur. Kalau dia terlambat berarti resiko dia. Tapi karena kami baik, hehe...” Siwi tertawa sejenak.“Jika ternyata kami sudah tidur dan dia belum, ia boleh menyalahkan lampu minyak. Nah ... biar yang lain tidak terganggu sinarnya lampu minyak itu, dia pindah ke tempat tidur yang paling ujung, bergantian dengan Dinda. Begitu, Bu.” Cuplikan cerita tersebut berisi nilai-nilai ..... a. kesetikawanan b. kecermatan c. kesabaran d. keadilan e. ketuhanan

Proyek Pengembangan Literasi A. Perkayalah wawasan dan pemahaman Anda dengan membaca berbagai referensi, baik berupa buku, e-book, artikel, maupun sumber-sumber lainnya. Manfaatkanlah sumber-sumber yang ada di perpustakaan ataupun internet. B. Laporkanlah hasil kegiatan Anda itu dalam rubrik berikut ini. Refleksi Berilah tanda centang ( ✔ ) pada tabel berikut sesuai dengan kompetensi yang anda capai dalam bab ini.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook