Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Biografi Alfred Adler: Pre-test

Biografi Alfred Adler: Pre-test

Published by robotfernanda, 2021-11-22 10:20:47

Description: Biografi Alfred Adler

Search

Read the Text Version

Biografi Alfred Adler Alfred Adler lahir pada tanggal 7 Februari 1870 di Rudolfsheim, sebuah desa dekat Wina. Ibunya, Pauline, adalah ibu rumah tangga yang sibuk dengan ketujuh anaknya. Ayahnya, Leopold, adalah pedagang gandum kelas menengah dari Hungaria. Semasa kecil, Alder seorang anak yang lemah dan sakit-sakitan, bahkan pada umur lima tahun ia hampir meninggal karena radang paru-paru. Adler kecil bermain seluncur es dengan anak laki-laki yang lebih tua yang kemudian meninggalkan Adler sendirian. Kedinginan dan menggigil, Adler berhasil menemukan jalan pulang dan ia segera jatuh tertidur di sofa ruang tamu. Ketika Adler mulai sadar, ia mendengar dokter berkata pada orang tuanya, “Jangan repot-repot. Anak ini sudah meninggal” (Hoffman, 1994, hlm. 8). Pengalaman ini, bersamaan dengan kematian adik laki-lakinya, memotivasi Adler untuk menjadi seorang dokter. Kesehatan Adler yang buruk sangat berlawanan dengan kesehatan kakak laki-lakinya Sigmund Adler. Beberapa ingatan masa kecil Adler berhubungan dengan persaingan yang tidak menyenangkan antara kesehatan kakaknya yang baik dan penyakit Adler. Sigmund Adler, saingan masa kecil yang ingin dikalahkan Adler, tetap menjadi saingannya yang berharga. Beberapa tahun kemudian, Sigmund mencapai kesuksesan dalam bisnis dan bahkan membantu keuangan Adler. Akan tetapi, menurut standar yang ada, Adler lebih terkenal daripada Sigmund Adler. Seperti banyak anak urutan kedua lainnya, Alfred melanjutkan persaingan dengan kakaknya sampai usia tengah baya. Ia pernah mengatakan pada penulis biografinya, Phyllis Bottome (1939, hlm. 18), “ Kakak laki-lakiku adalah pengusaha yang baik-ia selalu berada di depanku … dan ia masih tetap di depanku!” Kehidupan Freud dan Adler punya kesamaan yang menarik. Walaupun kedua pria ini berasal dari orang tua Yahudi Wina kelas menengah atau menengah ke bawah namun mereka tidak ada yang religius. Akan tetapi, Freud lebih sadar akan darah Yahudinya dibandingkan Adler dan mempercayai bahwa dirinya dianiaya karena latar belakang Yahudinya. Di sisi lain, Adler tidak pernah menyatakan dirinya diperlakukan tidak baik, dan pada tahun 1904 ketika masih menjadi anggota lingkaran dalam Freud, ia beralih keyakinan menjadi Protestantisme. Walaupun terjadi perubahan keyakinan, ia tidak mempunyai pendirian religius yang dalam, dan sesungguhnya. salah seorang penulis biografinya (Rattner, 1983) mengenal ia sebagai seorang agnostik. Seperti Freud, Adler mempunyai adik laki-laki yang meninggal ketika masih bayi. Pengalaman awal ini sangat memegang pengaruh keduanya namun dalam cara yang sangat berbeda. Freud, dengan ceritanya sendiri, telah berharap dengan tidak sadar untuk kematian saingannya dan ketika bayi Julius benar-benar meninggal, Freud dipenuhi rasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri, kondisi yang berlangsung hingga ia dewasa. Sebaliknya, Adler kelihatan mempunyai alasan yang lebih kuat untuk trauma atas kematian adiknya Rudolf. Saat berumur empat tahun, pada suatu pagi, Adler terbangun dan menemukan Rudolf meninggal di tempat tidur di sebelahnya. Bukannya merasa ketakutan atau merasa bersalah, Adler malah menilai pengalaman ini, sama dengan pengalamannya sendiri yang hampir meninggal karena radang paru-paru, sebagai tantangan untuk mengalahkan kematian. Jadi, pada umur lima tahun, ia memutuskan bahwa tujuan hidupnya adalah untuk menaklukkan kematian. Oleh karena ilmu kedokteran menawarkan

kemungkinan untuk mencegah kematian, pada usia yang masih muda, Adler memutuskan untuk menjadi seorang dokter (Hoffman, 1994). Walaupun Freud dikelilingi oleh keluarga besar, termasuk tujuh adik laki-laki dan perempuan, dua kakak tiri yang sudah dewasa, serta seorang keponakan laki-laki dan perempuan yang umurnya sebaya dengannya, Freud lebih terikat secara emosional dengan orang tuanya, terutama ibunya, daripada dengan anggota keluarganya yang lain. Sebaliknya, Adler lebih tertarik pada hubungan sosial, dan saudara-saudara kandungnya juga teman-temannya mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan masa kecilnya. Perbedaan kepribadian antara Freud dan Adler terus berlanjut sampai dewasa, di mana Freud lebih suka hubungan yang mendalam dengan seseorang, sedangkan Adler merasa lebih nyaman dengan situasi kelompok. Perbedaan ini juga terlihat dalam organisasi profesional mereka. Vienna Psychoanalytic Society dan International Psychoanalytic Association milik Freud sangat terstruktur dalam bentuk piramid, dengan lingkaran oligarki ke atas. Sedangkan Adler lebih demokratis, sering bertemu dengan rekan kerja dan teman-temannya di kedai kopi di Wina dimana mereka bermain piano dan bernyanyi. Society for Individual Psychology milik Adler sebenarnya mengalami kegoyahan dalam organisasi dan Adler bersikap santai terhadap detail bisnis sehingga tidak mendorong perkembangan aktivitasnya (Ellenberger, 1970). Adler menjalani pendidikan menengahnya tanpa ada kesulitan ataupun prestasi yang memuaskan. Akan tetapi, ketika ia masuk di Gymnasium untuk persiapan sekolah kedokteran, prestasinya sangat buruk sehingga ayahnya mengancam untuk mengeluarkannya dari sekolah dan membekalinya dengan keahlian untuk menjadi pembuat sepatu (Grey, 1998). Ketika menjadi mahasiswa kedokteran, ia sekali lagi menyelesaikan pendidikannya tanpa mendapat tanda kehormatan khusus. Hal ini mungkin terjadi karena ketertarikannya untuk memedulikan pasien berlawanan dengan tuntutan profesornya untuk melakukan diagnosis yang tepat (Hoffman, 1994). Ketika ia menerima gelar dokter di akhir tahun 1895, ia telah mencapai tujuannya semasa kecil, yaitu untuk menjadi seorang dokter. Oleh karena ayahnya lahir di Hungaria, maka Adler adalah warga negara Hungaria dan harus menjalani wajib militer di ketentaraan Hungaria. Adler memenuhi kewajibannya itu segera setelah ia menerima gelar dokter dan kemudian kembali ke Wina untuk kuliah pascasarjana (Adler menjadi warga negara Austria pada tahun 1911).Ia mulai membuka praktek sebagai spesialis mata, tetapi menghentikan prakteknya dan peralih ke psikiatri dan kedokteran umum. Pascasarjana tidak sepaham tentang pertemuan pertama Adler dan Freud (Bottome, 1939; Ellenberger,, 1970; Fiebert, 1997; Handbauer, 1998), tetapi semua setuju bahwa pada akhir musim gugur tahun 1902, Freud mengundang Adler dan tiga dokter WIna lainnya untuk menghadiri pertemuan di rumah Freud untuk mendiskusikan psikologi dan neuropatologi. Kelompok ini dikenal sebagai Wednesday Psychological Society sampai tahun 1908 kemudian berubah nama menjadi Vienna Psychoanalytic Society. Walaupun Freud memimpin diskusi-diskusi dalam kelompok ini, Adler tidak pernah menganggap Freud sebagai mentornya dan ia percaya, dengan agak naif, bahwa dirinya dan yang lainnya mampu memberikan kontribusi kepada psikoanalisis-kontribusi yang akan diterima oleh Freud. Walaupun Adler adalah anggota awal dari lingkaran dalam Freud, kedua pria ini tidak pernah mempunyai hubungan interpersonal yang hangat. Tidak satupun dari keduanya cepat

menyadari adanya perbedaan teoritikal di antara mereka, bahkan setelah tahun 1907 ketika Adler menerbitkan Study of Organ Inferiority and Its Psychinal Compensation (1907/1917), yang mengasumsikan bahwa kekurangan fisik-bukan seks-membentuk dasar motivasi manusia. Selama beberapa tahun berikutnya, Adler menjadi semakin yakin bahwa psikoanalisis seharusnya lebih luas daripada pandangan Freud tentang seksualitas kanak-kanak. Pada tahun 1911, Adler, yang waktu itu menjabat sebagai presiden Vienna Psychoanalytic Society, mempresentasikan pandangannya di depan kelompok tersebut dan menyatakan ketidaksetujuan terhadap kecenderungan seksual dari psikoanalisis. Ia juga bersikeras bahwa dorongan untuk superioritas lebih sesuai sebagai motivasi dasar daripada seksualitas. Adler dan Freud akhirnya menyadari bahwa perbedaan mereka tidak bisa disatukan kembali dan pada Oktober 1911, Adler mengundurkan diri dari jabatan presiden dan keanggotaannya di Psychoanalytic Society. Bersama dengan sembilan orang anggota awal dari lingkaran Freud, ia membentuk Society for Free Psychoanalytic Study, sebuah nama yang menjengkelkan Freud karena implikasinya bahwa psikoanalisis Freudian dianggap bertentangan dengan ekspresi bebas dari suatu gagasan. Adler segara mengubah nama organisasinya menjadi Society for Individual Psychology-sebuah nama yang jelas mengindikasikan bahwa ia telah meninggalkan psikoanalisis. Seperti Freud, Adler dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi selama Perang Dunia I. Keduanya mengalami kesulitan keuangan dan keduanya enggan meminjam uang dari kerabat-Freud dari iparnya Edward Barneys dan Adler dari kakaknya Sigmund. Masing-masing dari mereka juga membuat perubahan penting dalam teorinya. Freud menganggap agresi selevel dengan seks setelah melihat kekejaman perang, sedangkan Adler mengusulkan bahwa minat sosial dan belas kasihan seharusnya menjadi landasan dari motivasi manusia. Tahun-tahun peperangan juga membawa kekecewaan besar bagi Adler ketika lamarannya untuk menduduki posisi unpaid lecturer di University of Vienna ditolak. Adler menginginkan posisi ini agar mendapatkan forum untuk menyebarkan pendapatnya. Ia juga sangat ingin mencapai posisi prestisius yang telah dipegang Freud selama lebih dari dua belas tahun. Adler tidak pernah mencapai posisi ini, tetapi setelah perang ia berhasil memperbaiki teorinya melalui pengajaran, mendirikan klinik bimbingan anak, dan pelatihan guru. selama beberapa tahun dalam hidupnya, Adler kerap mengunjungi Amerika Serikat, di mana ia mengajar psikologi individual di Columbia University dan di New School for Social Research. Pada tahun 1932, ia menjadi warga negara Amerika Serikat dan memegang posisi Profesor Tamu untuk Psikologi Kedokteran di Ling Island College of Medicine, yang sekarang menjadi Downstate Medical School State University of New York. Tidak seperti Freud, yang tidak menyukai orang Amerika dan pemahaman mereka yang dangkal tentang psikoanalisis, Adler terkesan dengan orang Amerika dan mengagumi optimisme serta keterbukaan pikiran mereka. Popularitasnya sebagai pembicara di Amerika Serikat selama pertengahan 1930-an hanya tersaingi oleh beberapa rival dan ia membidik pasaran Amerika yang reseptif untuk menjual beberapa buku terakhirnya. Adler menikah dengan wanita Rusia yang sangat independen, Raissa Epstein, pada Desember 1897. Raissa adalah seorang feminis awal dan lebih politis dibandingkan suaminya. Pada tahun-tahun berikutnya, ketika Adler tinggal di New York, istrinya lebih

banyak tinggal di Wina dan bekerja untuk mengembangkan pandangan Marxist-Leninist yang cukup berbeda dengan gagasan Adler tentang kebebasan dan tanggung jawab individual. Setelah beberapa tahun Adler meminta istrinya pindah ke New York, Raissa akhirnya tinggal di New York hanya beberapa bulan sebelum kematian Adler. Ironisnya, Raissa yang tidak memiliki kecintaan yang sama dengan suaminya terhadap Amerika, terus tinggal di New York sampai hari kematiannya, yaitu hampir seperempat abad setelah Adler meninggal (Hoffman, 1994). Raissa dan Alfred memiliki empat orang anak: Alexandra dan Kurt, yang menjadi psikiater dan melanjutkan pekerjaan ayahnya; Valentine (Vali), yang meninggal sebagai tahanan politik di Uni Soviet sekitar tahun 1942; dan Cornelia (Nelly), yang berkeinginan menjadi aktris. Relaksasi favorit Adler adalah musik, tetapi ia juga mempertahankan minatnya terhadap seni dan sastra. Dalam pekerjaannya, ia sering mengambil contoh-contoh dari dongeng, Alkitab, Shakespeare, Goethe, dan banyak karya sastra lainnya. Adler menyamakan dirinya dengan orang-orang awam atau biasa, dan sikap juga penampilannya konsisten dengan identifikasinya tersebut. Pasien-pasiennya sebagian besar mencakup orang-orang dari kelas menengah dan kelas bawah, suatu hal yang jarang dilakukan oleh psikiater pada waktu itu. Kualitas personalnya mencakup sikap optimis terhadap kondisi manusia, daya saing kuat yang dipadukan dengan sifat ramah dan menyenangkan, serta kepercayaan kuat terhadap kesamaan gender dasar, yang dikombinasikan dengan kesediaan untuk sekuat tenaga menyokong hak-hak wanita. Dari pertengahan masa kanak-kanak sampai ulang tahunnya yang ke-67, Adler menikmati kesehatan yang baik. Kemudian, di awal tahun 1937, ketika risau dengan nasib anak perempuannya (Vali) yang menghilang di Moskow, Adler merasakan nyeri dada saat sedang menjadi pembicara keliling di Belanda. Mengabaikan saran dokter untuk beristirahat, ia melanjutkan ke Aberdeen, Skotlandia, di mana pada tanggal 28 Mei 1937 ia meninggal karena serangan jantung. Freud, yang empat belas tahun lebih tua dari Adler, hidup lebih lama dari lawannya. Ketika mendengar kabar meninggalnya Adler, Freud (seperti dikutip dalam E. Jones, 1957) berkata dengan nada menyindir, “Untuk seorang anak Yahudi dari pinggiran kota Wina, kematian di Aberdeen menunjukkan karirnya yang tidak dikenal dan bukti seberapa jauh ia telah sampai. Dunia sangat menghargai pelayanannya karena ia telah menyangkal psikoanalisis” (hlm. 208).


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook