Shakti Rahadiansyah, ST., M.Sc. SISTEM SELEKSI KEGIATAN PRIORITAS SUMBER DAYA AIR MELALUI UNIT DESAIN Dalam konteks percepatan kedaulatan pangan melalui ketahanan air dukungan terhadap prioritas kegiatan- kegiatan mendesak merupakan kunci utama dalam penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air. Oleh karena itu, SO-smud (Serayu Opak-Selection Matrix Unit Design) memberikan pilihan kegiatan-kegiatan prioritas yang mendesak dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya air dalam pelayanan publik. BALAI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PUPR WILAYAH V YOGYAKARTA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Kerangka Kriteria Kesiapan dKanEMMonEeNv UTsEulRanIAKeNgiaPtaEnKSuEmRbeJrADAayNa AUirMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
PENINGKATAN KINERJA SATUAN KERJA TUGAS DIKLAT PEJABAT INTI SATUAN KERJA (PISK) SISTEM SELEKSI KEGIATAN PRIORITAS SUMBER DAYA AIR MELALUI UNIT DESAIN Disusun Oleh: SHAKTI RAHADIANSYAH, ST., M.Sc. NIP.198303272008011012 BALAI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PUPR WILAYAH V YOGYAKARTA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2022 Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain i
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah dengan tersusunnya Buku Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain ini. Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PRT/M/2015 tentang Rencana Dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan pasal 1 disebutkan bahwa tata pengaturan air adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung didalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan rakyat. Dalam konteks percepatan kedaulatan pangan melalui ketahanan air dukungan terhadap prioritas kegiatan-kegiatan mendesak merupakan kunci utama dalam penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air. Percepatan merujuk pada pengertian bahwa masyarakat memiliki dukungan infrastruktur sumber daya air yang proses penyediaanya diutamakan dan dipercepat pada tahapan-tahapannya. Proses dukungan ini harus dapat diketahui oleh berbagai para pihak yang berkepentingan sehingga mereka memiliki kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh informasi tentang tindak lanjut percepatan usulan kegiatan & kegiatan aparatur pemerintahan, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Sedangkan integrasi program prioritas – stok perencanaan eksisting merupakan kegiatan yang mensinkronkan kegiatan yang karena sebuah sifat urgensinya menjadi prioritas Pemerintah Daerah, Balai, dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Oleh karena itu, SO-smud (Serayu Opak-Selection Matrix Unit Design) menjadi sistem seleksi yang dapat dimanfaatkan secara obyektif untuk menilai kriteria-kriteria kesiapan sebuah kegiatan sumber daya air yang akan diakselerasi kelengkapannya kembali melalui Kegiatan Unit Desain. Sistem ini mencakup dokumen-dokumen serta proses pemilihan prioritas kegiatan, program, dan perencanaan yang susunan serta sifatnya mengacu pada pelayanan publik berupa infrastruktur sumber daya air yang mendasar. Yogyakarta, Mei 2022 Shakti Rahadiansyah, ST., M.Sc. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain ii
DAFTAR ISI • Kata Pengantar …………………………………………………….. • Daftar Isi …………………………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang………………………………………................ 1 2. Tugas Pokok dan Fungsi .………………………..................... 3 3. Area Organisasi Yang Menjadi Fokus Area Peningkatan Kinerja 5 4. Tujuan ……………………………………............................... 6 5. Manfaat................................................................................. 6 6. Kriteria Keberhasilan …………………………………….......... 7 7. Konsep Peningkatan Kinerja Serta Identifikasi Gap dan Intervensi 7 8. Pemangku Kepentingan Peningkatan Kinerja Satuan Kerja.. 8 9. Strategi Komunikasi.............................................................. 9 Bab II SISTEM SELEKSI KEGIATAN PRIORITAS 1. Tinjauan Umum Kriteria Kesiapan....................................... 11 2. Kesesuaian Terhadap Tugas dan Fungsi BBWS................ 12 3. Kesesuaian Aset..........................................………………... 36 39 4. Kesesuaian Status Tanah.............................................. 41 43 5. Kesiapan Desain (DED)....................................................... 45 6. Kelengkapan Feasibility Study............................................. 47 7. Kebutuhan Dokumen Lingkungan Hidup............................. 8. Kelengkapan KAK dan RAB…............................................ BAB III KERANGKA SISTEM MONITORING DAN EVALUASI SO-smud 1. Tinjauan Umum.................. ……………………………...... 49 2. Masukan (Input) SO-smud, …………………………............... 51 3. Kerangka Proses SO-smud, ………………………………........ 55 4. Keluaran (Output) SO-smud................................................... 58 5. Milestones Monitoring dan Evaluasi SO-smud....................... 61 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan, ……………………………………........................ 65 B. Rekomendasi, ………………………………………………...... 65 Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi BBWS Serayu Opak............................................................ 4 Gambar 1.3 Konsep Peningkatan Kinerja Satuan Kerja dan Pengurangan Gap.................... 7 Gambar 1.4 Hubungan Antara Para Pemangku Kepentingan................................................ 8 Gambar 1.5 Posisi Pemangku Kepentingan Peningkatan Kinerja Satuan Kerja..................... 9 Gambar 1.6 Strategi Komunikasi Terhadap Para Pemangku Kepentingan............................ 10 Gambar 2.1 Tinjauan Umum Kriteria Kesiapan dalam SO-smud............................................ 11 Gambar 2.2 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi dalam SO-smud.......... 14 Gambar 2.3 Jaringan Irigasi DI Progopistan Temanggung..................................................... 16 Gambar 2.4 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Irigasi....... 17 Gambar 2.5 Perkuatan Sungai Ijo Kebumen........................................................................... 18 Gambar 2.6 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Sungai..... 19 Gambar 2.7 Embung Langensari Kota Yogyakarta................................................................. 21 Gambar 2.8 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang DSE......... 22 Gambar 2.9 Bendungan Wadaslintang Kebumen................................................................... 23 Gambar 2.10 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Bendungan............... 25 Gambar 2.11 SPAM Keburejo Kebumen................................................................................. 26 Gambar 2.12 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang ATAB...... 28 Gambar 2.13 OP Embung Tambakboyo.................................................................................. 29 Gambar 2.14 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang OP.......... 32 Gambar 2.15 Penanganan Banjir Lahar Merapi....................................................................... 33 Gambar 2.16 Tinjauan Umum Kriteria Ketentuan Darurat Penanggulangan Bencana Alam... 35 Gambar 2.17 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Status Aset............................................... 38 Gambar 2.18 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Status Tanah............................................ 40 Gambar 2.19 Tinjauan Umum Kriteria Kesiapan Desain.......................................................... 42 Gambar 2.20 Tinjauan Umum Kriteria Feasibility Study........................................................... 44 Gambar 2.21 Tinjauan Umum Kriteria Dokumen Lingkungan Hidup........................................ 46 Gambar 2.22 Tinjauan Umum Kriteria Kelengkapan KAK dan RAB......................................... 48 Gambar 3.1 Kerangka Umum Monitoring dan Evaluasi SO-smud............................................ 50 Gambar 3.2. Input SO-smud...................................................................................................... 54 Gambar 3.3. Kerangka Proses SO-smud.............................................................................. 56 Gambar 3.4. Keluaran SO-smud.......................................................................................... 59 Gambar 3.5. Penanda Tahapan SO-smud............................................................................. 61 Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain iv
1Bab PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sumber daya air adalah sumber daya terbarukan, meskipun penyediaan air bersih terus berkurang. Permintaan terhadap air saat ini telah melebihi ketersediaan air, dimana populasi penduduk terus mengalami peningkatan, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah semakin pesat. Kondisi demikian tentunya berbanding lurus dengan peningkatan permintaan terhadap air baik untuk air bersih, air minum maupun air untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. Baik untuk keperluan rumah tangga, perkotaan, dan industri, maupun untuk menunjang penyediaan pangan dan juga penyediaan energi terbarukan. Perhatian terhadap kepentingan global dalam mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama sejak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersama dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang tinggi biodiversitasnya saat ini terus berkurang lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem laut ataupun darat. Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat sebagaimana disebutkan di atas, telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10/PRT/M/2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan berupa suatu kerangka dasar pengelolaan sumber daya air terpadu antar sektor, antar wilayah dan antar berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Hierarki perencanaan dalam upaya mewujudkan keterpaduan pengelolaan sumber daya air diawali pada level yang paling tinggi yaitu Prioritas Nasional dalam mencapai kedaulatan pangan dan ketahanan energi sebagaimana tercantum dalam RPJM Nasional 2015 – 2019. Selanjutnya prioritas tersebut didukung pada tingkat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui sasaran strategis ke enam yaitu: meningkatnya ketahanan air, sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis Kerangka Kriteria Kesiapan dan Monev Usulan Kegiatan Sumber Daya Air 1
Kementerian PUPR 2015 – 2019. Lebih lanjut Direktorat Sumber Daya Air sebagai unit organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang membidangi sumber daya air mendukung upaya tersebut melalui sasaran strategis ke tujuh yaitu: meningkatnya keterpaduan tata kelola sumber daya air, sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Sumber Daya Air 2015 – 2019. Pada tingkat pelaksana teknis Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak menegaskan pentingnya keterpaduan pengelolaan sumber daya air dengan memformulasikan sasaran kegiatannya yang kelima yaitu: meningkatkan keterbukaan, keselarasan serta ketersediaan data dan informasi dalam pengelolaan sumber daya air di Wilayah Sungai Serayu Opak, sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis BBWS Serayu Opak 2015 – 2019. Untuk mendukung keterpaduan tersebut, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu–Opak melalui Bidang Program dan Perencanaan Umum yang berperan sebagai pendorong dalam Peningkatan Kinerja Satuan Kerja ini akan mengoptimalkan integrasi aspirasi kegiatan yang diacu dari berbagai dokumen perencanaan maupun berasal dari usulan berbagai pihak, yaitu pemerintah daerah, institusi partner, legislator, masyarakat, maupun pemangku kepentingan lainnya. Sebagai dasar penyelarasan perencanaan dan pemrogramanpengelolaan sumber daya air dilakukan berbasis pada daerah aliran sungai (DAS) dan wilayah sungai (WS) yang merupakan gabungan beberapa DAS. Pengelolaan DAS yang terkelola dengan baik dan efektif akan menciptakan keseimbangan antara potensi sumberdaya yang tinggi dan manfaat yang bisa diperoleh. Dukungan penyediaan bahan baku untuk pemenuhan permintaan barang dan jasa akan dapat berkelanjutan apabila degradasi lingkungan dapat dikendalikan. Melalui pengelolaan DAS yang komprehensif kelestarian dan kemampuan pemulihan alamiah yang lebih besar dari kapasitas produksi pada akhirnya memberikan jaminan pendapatan yang memadai bagi masyarakat. Pengelolaan DAS terpadu juga harus memperhatikan pemerataan kesejahteraan antara masyarakat di hulu dan di hilir yang perannya relatif berbeda. Masyarakat di hulu sungai biasanya lebih diarahkan untuk melakukan konservasi hutan, tanah dan air sedangkan masyarakat di hilir lebih banyak menikmati keberhasilan upaya konservasi tersebut atau sebaliknya menerima dampak dari kegagalan kegiatan konservasi di hulu. Pengelolaan DAS terpadu melibatkan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor dan wilayah administrasi pemerintahan dari hulu sampai hilir. Para pemangku kepentingan seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Kementerian Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian dan institusi-institusi tekait, Pemerintah Daerah serta masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama, memiliki tujuan akhir yang sama yaitu kelestarian daerah aliran sungai. Koordinasi antar para pihak tersebut mutlak diperlukan sebagai kerangka integrasi, sinkronisasi dan sinergi Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 2
kebijakan, program dan kegiatan pengelolaan sumber daya dalam bingkai pencapaian tujuan pengelolaan DAS tersebut. Pengelolaan sumber daya air dalam lingkup wilayah sungai (WS) dilakukan oleh berbagai institusi dan pihak yang berkepentingan dengan sumber daya air, khususnya aliran air permukaan. Masing-masing stakeholder memiliki dimensi dan kapasitas yang berbeda pula dalam kaitannya dengan penggunaan dan pengelolaan sumber daya air. Pada tingkat institusi Kementerian/Lembaga, kaitan tersebut disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda dengan orientasi yang berbeda pula. Pembagian tugas antar institusi dalam pengelolaan sumber daya air dalam kerangka kerja wilayah sungai perlu disinkronkan agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dalam upaya mencapai hasil pengelolaan yang maksimal. Kebutuhan pengelolaan sumber daya air perlu diidentifikasi, dikuantifikasikan untuk kemudian dipetakan sesuai tugas spesifik masing-masing institusi. Terhadap tugas dan fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, hasil identifikasi kebutuhan pengelolaan sumber daya air di bawah lingkup tugas dan fungsinya menjadi acuan program pembangunan sesuai kebutuhan dan potensi wilayah sungai tertentu. Namun terhadap institusi lain yang berkaitan dengan wilayah sungai tersebut yang kebutuhan pengelolaan sumber daya airnya turut diidentifikasi untuk kemudian diusulkan, maka usulan kegiatan ini dapat menjadi masukan untuk pengelolaan sumber daya air yang lebih fokus dan terpadu. 1.2. TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 16 Tahun 2020 tentang tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. Berdasarkan peraturan tersebut Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak termasuk dalam BBWS Tipe A, dimana susunan struktur organisasi yang ada di dalamnya terdiri dari beberapa bidang yang di tunjukan sebagaimana pada gambar dibawah ini: Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 3
Gambar 1.1 Struktur Organisasi BBWS Serayu Opak Fokus area Peningkatan Kinerja yang dilakukan dalam proposal ini adalah berdasarkan pada Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air. Sebagai bagian dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu–Opak, Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan keterpaduan pola, program dan rencana kegiatan pengelolaan sumber daya air, analisis dan evaluasi kelayakan program dan kegiatan pengelolaan sumber daya air, analisis dampak lingkungan, penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja Balai, koordinasi dan fasilitasi penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, fasilitasi pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan koordinasi terkait pengadaan tanah, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di bidang program dan perencanaan umum pengelolaan sumber daya air, pengelolaan sistem hidrologi serta sistem informasi dan data sumber daya air, dan pelaksanaan koordinasi terkait pengadaan tanah. Dalam menyelenggarakan tugasnya, bidang Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air di bantu oleh Subkoordinator sebagai berikut: Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 4
a. Subkoordinator Pelaksana Tugas Program Subkoordinator Pelaksana Tugas Program mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan program dan pengeloaan SDA, Penyiapan bahan dokumen LAKIN, penyiapan bahan dokumen penetapan kinerja, penyiapan bahan dokumen kelayakan pengeloaan SDA wilayah sungai, penyiapan bahan dokumen renstra, penyiapan bahan dokumen RKP, penyiapan bahan dokumen RKT, penyiapan bahan RKA-KL, penyiapan bahan fasilitasi rencana umum pengadaan barang dan jasa, penyiapan data dan informasi SDA wilayah sungai, penyiapan bahan fasilitasi kegiatan audit mutu internal, penyiapan bahan dokumen mutu balai, penyiapan bahan fasilitasi bimbingan teknis mutu keselamatan dan kesehatan kerja, penyiapan bahan fasilitasi usulan masyarakat dalam penyiapan program dan perencanaan umum, penyipan bahan fasilitasi penilaian kerja balai (self assessment RBO). b. Subkoordinator Pelaksana Tugas Umum Subkoordinator Pelaksana Tugas Umum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan keterpaduan pola pengelolaan wilayah sungai, penyiapan bahan keterpaduan rencana pengelolaan wilayah sungai, penyiapan bahan dokumen kelayakan pengelolaan SDA wilayah sungai, penyiapan bahan dokumen lingkungan, penyiapan bahan koordinasi pengadaan tanah, penyiapan bahan pengelolaan sistem hidrologi dan system informasi sumber daya air, penyiapan bahan bimbingan teknis mutu perencanaan, penyiapan bahan fasilitasi usulan masyarakat dalam penyiapan program dan perencanaan umum, penyiapan bahan kajian penetapan kemam[puan sungai dalam rangka penyiapan bahan rekomendasi teknis (Rekomtek). 1.3. AREA ORGANISASI YANG MENJADI FOKUS AREA PENINGKATAN KINERJA Area Peningkatan Kinerja yang akan dilaksanakan adalah pada PPK Perencanaan dan Program Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak melalui kegiatan peningkatan kinerja satuan kerja melalui pembangunan instrumen seleksi kegiatan prioritas yang dilakukan dalam unit desain berdasarkan kriteria kesiapan untuk diacu dalam penyusunan kegiatan usulan masyarakat, Pemerintah Daerah dan mitra internal BBWS Serayu Opak, dan memperbaiki sistem program dan perencanaan yang adaptif terhadap aspirasi para pihak yang dapat dimonitor secara real time dalam rentang waktu perencanaan strategis hingga evaluasi pasca pelaksanaannya. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 5
1.4. TUJUAN Tujuan Peningkatan Kinerja Satuan Kerja yang akan dicapai dalamjangka pendek (empat minggu) antara lain: ➢ Tersedianya kerangka seleksi penilaian baku pada aspek-aspek attribute usulan kegiatan yang standar, objektif dan mudah digunakan. ➢ Tersedianya system seleksi dan evaluasi calon-calon kegiatan direktif yang mudah diakses, direvisi dan diputuskan. ➢ Termanfaatkannya hasil produk unit desain yang kredibel dan valid serta rekomendasi tindak lanjut kegiatan yang tidak lulus seleksi. ➢ Tersedianya tred aksesiblitas unit desain, gambaran nyata kasuistik kegiatan-kegiatan tipikal yang dapat diakomondasi dalam unit desain UPT BWS/BBWS. 1.5. MANFAAT Manfaat yang ingin dicapai dari Peningkatan Kinerja Satuan Kerja ini adalah: 1. Memberikan kemudahan dalam kerangka penilaian seleksi kegiatan-kegiatan unit desain bagi Kepala BBWS Serayu Opak untuk memonitoring kegiatan prioritas pengelolaan sumber daya air. 2. Pemerintah dan masyarakat dapat mengusulkan kegiatan prioritas dan dapat memonitor kegiatan yang diusulkan dalam sistem integrasi program dan perencanaan melalui BBWS Serayu Opak. 3. Tersedianya monitoring usulan stakeholders: a. Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat memonitor usulan kegiatannya, b. Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat mengetahui kekurangan usulan kegiatan dengan mudah, dan secara elektronik sehingga kegiatan tersebut dapat terealisasi dengan cepat. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 6
1.6. KRITERIA KEBERHASILAN Kriteria keberhasilan Peningkatan Kinerja Satuan Kerja yang akan dicapai pada jangka pendek atau selama berlangsungnya pelaksanaan Diklat PISK antara lain : ➢ Tersusunnya Metodologi Kerangka Seleksi Sub-sub Kegiatan Unit Desain, ➢ Tersusunnya Manual Petunjuk Instrumen Seleksi Sub-sub Kegiatan Unit Desain, ➢ Tersedianya Form dan Aplikasi So-SMUD (Serayu Opak Selection Matrix Unit Design). 1.7. KONSEP PENINGKATAN KINERJA SERTA IDENTIFIKASI GAP DAN INTERVENSI Berdasarkan masalah pokok tersebut, dilakukan identifikasi gap antara kondisi awal dengan kondisi yang diharapkan dan intervensi untuk meminimalisasi gap tersebut. Oleh karena itu, dalam Peningkatan Kinerja Satuan Kerja ini, intervensi yang akan dilakukan adalah: • Gap pada tahap perencanaan: dengan menyusun kerangka keterpaduan usulan program dan perencanaan. • Gap pada tahap proses: dengan menyusun aplikasi monitoring yang dapat dimonitor secara real time dalam rentang waktu perencanaan. Gambar 1.3 Konsep Peningkatan Kinerja Satuan Kerja dan Pengurangan Gap Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 7
1.8. PEMANGKU KEPENTINGAN PENINGKATAN KINERJA SATUAN KERJA Pemangku kepentingan yang akan dilibatkan dalam Peningkatan Kinerja Satuan Kerja yang terdapat pada Bidang Program dan Perencanaan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak antara lain sebagai berikut: 1. Pemangku Kepentingan Internal, yaitu Kepala Balai Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Kepala Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak dan PPK Perencanaan Program Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. 2. Pemangku Kepentingan Eksternal, yaitu Kepala Bidang, Kepala SNVT, Kepala Dinas/ PDAM, Pemerintah Desa, TKPSDA, Akademisi, Masyarakat, Komunitas Sungai dan Organisasi lainnya. Posisi hubungan satu sama lain antar pemangku kepentingan dalam Peningkatan Kinerja Satuan Kerja dipandang pada hubungan kerjanya ditunjukkan dalam gambar berikut ini. Gambar 1.4 Hubungan Antara Para Pemangku Kepentingan Posisi pemangku kepentingan dalam kuadran identifikasi Peningkatan Kinerja Satuan Kerja ditunjukkan dalam gambar berikut. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 8
Gambar 1.5 Posisi Pemangku Kepentingan dalam Identifikasi Peningkatan Kinerja Satuan Kerja 1.9. STRATEGI KOMUNIKASI Strategi yang dipakai dalam membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan Eksternal yaitu dengan pola pendekatan pertemanan antar sesama pegawai (pimpinan) unit kerja yang memang selama ini telah berjalan dengan baik, dengan semangat kekeluargaan. Kondisi inilah yang akan dipergunakan sebagai strategi dalam mencari dukungan dari para stakeholder yang ada di luar unit kerja Bidang Program dan Perencanaan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 9
Gambar 1.6 Strategi Komunikasi Terhadap Para Pemangku Kepentingan Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 10
2Bab SISTEM SELEKSI KEGIATAN PRIORITAS 2.1. TINJAUAN UMUM KRITERIA KESIAPAN Keberhasilan sebuah kegiatan ditentukan oleh beragam faktor, salah satunya adalah kriteria kesiapan. Rencana kegiatan menjadi dapat dimulai secepat mungkin dan dilakukan dengan lancar pada sepanjang rencana pelaksanaannya ditentukan pada kesiapan komponen yang diperlukan pada project tersebut. Pada ketentuan umum readiness criteria biasanya terdiri atas AMDAL, FS, kesiapan tanah dan desain). Gambar 2.1 Tinjauan Umum Kriteria Kesiapan dalam SO-smud 11 Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain
Sebagaimana dapat disimak pada Gambar 2.1 sebelumnya, dalam studi ini ditambahkan tiga kriteria lagi yaitu: kesesuaian tugas dan fungsi, status aset, serta kelengkapan KAK dan RAB. Secara keseluruhan kriteria kesiapan yang digunakan adalah tujuh kriteria yang secara berturut-turut: kesesuaian tugas dan fungsi, status aset, status tanah, kelengkapan feasibility study, kebutuhan desain, kebutuhan dokumen lingkungan hidup dan kelengkapan KAK dan RAB. Setiap kriteria kesiapan mempunyai fungsi penting masing-masing dalam urutan pelaksanaan kegiatan. Kesesuaian tugas dan fungsi serta status aset menjadi syarat penting administratif kegiatan sehingga pada saat paska pelaksanaannya, kegiatan tidak menimbulkan permasalahan tambahan dan tuntutan legal yang tidak perlu. Kriteria status tanah, kebutuhan desain dan kelengkapan KAK dan RAB akan mempengaruhi pelaksanaan konstruksi secara langsung untuk dapat dimulai secara lebih cepat, sesuai tuntutan percepatan infrastruktur pada saat ini. Dua kriteria terakhir yang belum disebutkan yaitu kelengkapan feasibility study dan kebutuhan dokumen lingkungan hidup akan meletakkan integrasi kegiatan kepada kerangka cakupan tujuan nasional yang lebih besar dan keberlanjutan kelestarian lingkungan. 2.2. KESESUAIAN TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI BBWS Tugas dan fungsi yang dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai adalah turunan dari tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan sumber daya air sesuai sifat khusus wilayah sungai lingkup kerjanya. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2020 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 40), yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor : 13 Tahun 2020 tentang Organisasi Dan Tata Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, telah ditetapkan Tugas dan Fungsi unit-unit kerja di lingkup Direktorat Jenderal SDA yang merupakan unsur pelaksana pemerintahan, dipimpin oleh Menteri PUPR yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, serta menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Pelakdanaan kebijakan di bidang konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air termasuk air tanah, serta pengendalian daya rusak air termasuk air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 12
c. Penysusunan norma, standar prosdur dan kriteria di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan. d. Pemberian bimbingan teknis dan supervise di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan sumber daya air. f. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air; dan. g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Selanjutnya untuk pelaksanaan Bidang Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air memiliki delapan unit organisasi setingkat eselon II dengan sub bidang yang berbeda. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air tersebut terdiri dari unit-unit sebagai berikut: a. Sekretariat Direktorat Jenderal, b. Direktorat Sistem dan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air, c. Direktorat Sungai dan Pantai, d. Direktorat Irigasi dan Rawa, e. Direktorat Bendungan dan Danau, f. Direktorat Air Tanah dan Air Baku, g. Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan, h. Direktorat Bina Teknik Sumber Daya Air, dan i. Direktorat Keepatuhan Intern. Kesembilan unit eselon II tersebut memiliki tugas pada sub bidang teknis dan dukungan administratif serta layanan sumber daya air. Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air, dan Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air berkecimpung pada pembinaan teknis yang bersifat software dan dukungan. Kelima unit eselon II yang lain berkecimpung pada pembinaan pelaksanaan teknis adalah Direktorat Sungai dan Pantai, Direktorat Irigasi dan Rawa, Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan, Direktorat Bendungan dan Danau, dan Direktorat Air Tanah dan Air Baku. Selanjutnya, masing-masing tugas fisik konstruksi sumber daya air sesuai dengan direktorat pembinanya disusun menjadi kriteria kesesuaian tugas dan fungsi BBWS. Tugas dan fungsi tersebut harus didefinisikan dengan jelas untuk membedakan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota). Khusus tugas dan fungsi Sub Bidang Danau, Situ dan Embung, perlu dibuat kriteria khusus dari bendungan disebabkan kriteria bendungan menjadi kegiatan PSN (Prioritas Strategis Nasional) yang terus menerus dipantau oleh Tim Kepresidenan. Selanjutnya kriteria kesiapan berdasarkan tugas pokok dan fungsi organisasi diklasifikasian sebagai berikut: a. Sub Bidang Irigasi dan Rawa, b. Sub Bidang Sungai dan Pantai, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 13
c. Sub Bidang Danau, Situ dan Embung, d. Sub Bidang Bendungan, e. Sub Bidang Air Tanah dan Air Baku, dan f. Sub Bidang Operasi dan Pemeliharaan 2.2.1. Ketentuan Umum Tugas dan Fungsi BBWS Setelah diformulasikan keenam kriteria kesesuaian tugas dan fungsi, masing-masing sub bidang akan didefinisikan batasan kewenangannnya berdasarkan regulasi dan peraturan yang memayunginya berdasarkan UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini: Gambar 2.2 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi dalam SO-smud Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2 tersebut setiap unit kerja pelaksanaan fisik di tingkat BBWS yaitu Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) Serayu Opak dan Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Serayu Opak, melakukan koordinasi dan komunikasi intensif dengan direktorat pembinanya. SNVT PJPA Serayu Opak yang memiliki tugas dan fungsi pada sub bidang irigasi dan rawa serta sub bidang air tanah dan air baku berkonsultasi berkelanjutan dengan Direktorat Irigasi dan Rawa serta Pusat Air Tanah dan Air Baku. Sementara itu, SNVT PJSA Serayu Opak yang memiliki tugas dan fungsi pada sub bidang sungai dan pantai, danau situ embung, serta bendungan berkonsultasi berkelanjutan dengan Direktorat Sungai dan Pantai serta Pusat Bendungan. Yang terakhir adalah Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan (Satker OP) Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 14
memiliki tugas dan fungsi sub bidang operasi dan pemeliharaan berkonsultasi intensif dengan Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan. 2.2.2. Sub Bidang Irigasi dan Rawa Untuk menentukan kewenangan antar tingkat Pemerintahan di Sub Bidang Irigasi dan Rawa, beberapa peraturan perlu dirujuk. Peraturan tersebut adalah: a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, b. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, c. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi, d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Status Daerah Irigasi, e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Sistem Irigasi. Terdapat batasan penting yang menjadi dasar pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Pada Pasal 12 huruf c Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa bagian dari urusan pemerintahan konkuren yang merupakan urusan pemerintahan wajib, yang berkaitan pelayanan dasar, dan berdasarkan pasal 15 dan lampiran huruf C. Pembagian urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang adalah sebagai berikut: a. Pemerintah (Pusat) : pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya >3.000 ha, dan daerah irigasi lintas negara, lintas provinsi dan strategis nasional. b. Daerah Provinsi : pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1.000 ha-3.000 ha, dan daerah irigasi lintas daerah kabupaten/kota. c. Daerah Kab/Kota : pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1.000 ha dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota. Namun demikian baik Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota dapat saling bekerja sama dalam pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder atas dasar kesepakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Status Daerah Irigasi disebutkan bahwa sebagian wewenang pemerintah dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 15
Gambar 2.3 Jaringan Irigasi DI Progopistan Temanggung Dalam hal pemerintah daerah provinsi belum dapat melaksanakan sebagian wewenang dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) pemerintah daerah provinsi dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada Pemerintah Pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Wewenang yang dapat diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya meliputi pelaksanaan pembangunan, peningkatan, atau rehabilitasi sistem irigasi. Pelaksanaan penyerahan sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan penyerahan dari pemerintah daerah provinsi kepada Pemerintah Pusat yang disertai dengan alasan yang mencakup ketidakmampuan teknis dan/atau finansial. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 16
Gambar 2.4 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Irigasi Sebagaimana dapat terlihat dalam Gambar 2.4, kriteria 3.000 Ha luasan irigasi, irigasi lintas negara, irigasi lintas daerah provinsi dan daerah irigasi strategis nasional menjadi batasan antara kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Namun demikian, dengan adanya kerjasama antara kedua level pemerintahan tersebut dapat dimungkinkan adanya pelimpahan kewenangan dan kerjasama dalam penanganan pembangunan pada sub bidang irigasi dan rawa. 2.2.3. Sub Bidang Sungai dan Pantai Sub bidang sungai dan pantai adalah salah satu sub bidang sumber daya air yang banyak dipandang oleh Pemerintah Daerah sebagai sub bidang yang didominasi oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah menginginkan pembagian peran (role sharing) yang lebih besar dari kewenangan daerah saat ini. Namun hal ini sedikit terbentur dengan teknis regulasi UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menjadikan seluruh proses desentralisasi yang telah berjalan sebelumnya nampak seperti dimulai dari awal kembali. Meskipun demikian ke depan role sharing yang lebih seimbang dapat terus diupayakan tanpa menyebabkan disintegrasi dalam konsep One River One Policy One Management. Pembagian peran dan kewenangan antar tingkat Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah di sub bidang Sungai dan Pantai sebenarnya telah berjalan dengan cukup seimbang. Untuk menentukan kewenangan antar tingkat Pemerintahan di Sub Bidang Sungai dan Pantai, beberapa peraturan telah menggambarkan pembagian tersebut dengan jelas. Peraturan tersebut adalah: Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 17
Gambar 2.5 Perkuatan Sungai Ijo Kebumen a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, b. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13/PRT/M/2015 tentang Penanggulangan Bencana Akibat Daya Rusak Air, e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26/PRT/M/2015 tentang Pengalihan Alur Sungai dan atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai, dan f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 18
Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa pelaksanaan pengelolaan sumber daya air untuk air permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Selanjutnya pada Pasal 5 ayat 2 tertulis bahwa wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. wilayah sungai lintas negara; b. wilayah sungai lintas provinsi; c. wilayah sungai strategis nasional; d. wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan e. wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Kewenangan Pemerintah Pusat secara jelas disebutkan pada pasal 5 bahwa pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c menjadi wewenang dan tanggung jawab Menteri. Gambar 2.6 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Sungai dan Pantai Seperti yang terlihat dalam Gambar 2.6, masing-masing wilayah sungai di Indonesia telah terbagi habis kewenangannya antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kerangka pembagiannya didasarkan atas wilayah sungai secara keseluruhan dalam satu kesatuan yang dikelola utuh oleh satu tingkat pemerintahan baik Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 19
Pusat maupun Daerah. Dapat dicontohkan dalam peraturan Menteri PUPR tersebut di Provinsi Jawa Tengah, Wilayah Sungai Jratunseluna, Bengawan Solo, Serayu Bogowonto, Progo Opak Serang berada pada kewenangan Pemerintah Pusat. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki kewenangan pada Wilayah Sungai Bodri Kuto dan Pemali Comal, sementara Pemerintah Kabupaten Jepara bertugas pada Wilayah Sungai Wiso Gelis dan Kepulauan Karimun Jawa. Kriteria SO-smud pada sub bidang Sungai dan Pantai juga akan disesuaikan dengan metodologi ini, sehingga usulan yang dapat ditindaklanjuti kepada direktorat pembina adalah usulan yang berada di wilayah sungai kewenangan pusat ini. 2.2.4. Sub Bidang Danau, Situ dan Embung Pada dasarnya danau, situ dan embung adalah bendungan kecil. Yang membedakannya, danau dan situ terbentuk secara alami, sementara embung adalah cekungan tampungan air buatan. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan. Sementara embung adalah kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau. Keduanya adalah tampungan air yang dapat berguna untuk menampung kelebihan air di musim penghujan untuk dapat digunakan pada musim kemarau. Danau, situ dan embung disatukan dalam satu kriteria sub bidang tersendiri dalam SO-smud disebabkan sub bidang ini memiliki entitas tersendiri yang berbeda dengan bendungan yang lebih diprioritaskan. Selain itu memisahkan danau, situ dan embung dari sub bidang bendungan akan memberikan penilaian yang lebih jelas dan spesifik dalam menilai prioritas kegiatan strategis nasional pada sub bidang bendungan. Lebih lanjut diperlukan pendalaman terminologi mengenai danau, situ dan embung. Danau sebagai tampungan air yang terbentuk secara alamiah memiliki banyak istilah. Yang termasuk danau antara lain danau paparan banjir, situ, telaga, ranu, rano, atau nama lain sesuai dengan penyebutan daerah setempat. Danau paparan banjir adalah tampungan air alami yang merupakan bagian dari sungai yang muka airnya terpengaruh langsung oleh muka air sungai. Sempadan danau adalah luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau. Badan danau merupakan ruang yang berfungsi sebagai wadah air. Batas garis sempadan danau, ditentukan paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi badan danau. Dalam hal terdapat pulau di tengah danau, seluruh luasan pulau merupakan daerah tangkapan air danau dengan sempadan danau di dalamnya. Batas badan danau ditentukan berdasarkan tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi. “Muka air tertinggi yang pernah terjadi’ adalah elevasi muka air danau tertinggi yang diperoleh dari catatan muka air historis dan/atau pengamatan beberapa penduduk senior setempat yang telah dikonfirmasi melalui kesepakatan para warga masyarakat. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha irigasi, air baku, pertanian, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 20
perkebunan dan peternakan terutama pada saat musim kemarau. Embung merupakan cekungan yang dalam di suatu daerah perbukitan. Air embung berasal dari limpasan air hujan yang jatuh di daerah tangkapan. Embung adalah bangunan penyimpan air yang dibangun di daerah depresi. Tinggi embung adalah perbedaan antara elevasi permukaan pondasi dan elevasi mercu embung. Apabila pada embung dasar dinding kedap air atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui hulu mercu embung dengan permukaan pondasi alas embung tersebut. Yang dimaksud dengan panjang embung adalah seluruh panjang mercu embung yang bersangkutan, termasuk bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut. Apabila bangunan pelimpah atau bangunan penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar bangunan-bangunan pelimpah tersebut diperhitungkan pula dalam menentukan panjang embung. Gambar 2.7 Embung Langensari Kota Yogyakarta Peraturan-peraturan yang digunakan untuk menyusun kriteria kesesuaian sub bidang danau, situ dan embung didasarkan pada: a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 21
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Gambar 2.8 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Danau, Situ dan Embung Seperti yang dapat dicermati di Gambar 2.8, diagram alir dibedakan untuk danau dan situ serta embung. Pada kualifikasi kriteria danau, garis sempadan danau memegang peran penting dalam penentuan danau, sementara kualifikasi embung didasarkan pada spesifikasi teknis yang berkuantifikasi jelas seperti luas genangan, daya tampung dan ketinggian tubuh embung. Kriteria kualifikasi danau lebih diarahkan pada aspek konservasi seperti status danau kritis/rusak, danau/situ di kawasan berkembang, danau/situ dengan flora dan fauna spesifik, serta danau/situ dengan keaneka-ragaman hayati yang tinggi. Sub bidang danau, situ dan embung ini mempunyai sifat yang berbeda dengan sub bidang lainnya terkait dengan kewenangan tugas dan fungsinya. Seluruh tingkatan pemerintahan tidak dikualifikasikan secara kuantitatif mengenai batasan embung yang dapat dibangun. Lebih lanjut, pembangunan embung tidak hanya terbatas pada institusi di Bidang Ke-PUPR-an saja, namun dapat dilakukan oleh institusi lain pada bidang seperti Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam pembangunan embung, yang adalah perbedaan orientasinya. Pada Bidang Sumber Daya Air, pembangunan danau, situ dan embung diarahkan pada tiga orientasi yaitu konservasi, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 22
2.2.5. Sub Bidang Bendungan Sejarah pembangunan bendungan di Indonesia dimulai sekitar tahun 1910-1917 dengan dibangunnya bendungan Nglangon dan bendungan Tempuran di Jawa Tengah, bendungan Prijetan (Jawa Timur) dan bendungan PLTA Cileunca (Jawa Barat). Sampai saat ini jumlah bendungan yang sudah dibangun oleh Kementerian PUPR di Indonesia adalah sebanyak 209 buah, 128 buah diantaranya menurut kriteria International Commission on Large Dam (ICOLD) masuk dalam golongan bendungan besar. Bila diperhitungkan termasuk bendungan-bendungan skala kecil (small dam) dan embung, jumlahnya mencapai total seribuan. Gambar 2.9 Bendungan Wadaslintang Kebumen Pada pemerintahan Kabinet Kerja, sub bidang bendungan menjadi prioritas dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Peran bendungan menjadi salah satu tumpuan yang sangat diharapkan oleh Kabinet Kerja untuk bisa membangun. Dalam Program Utama Kabiner Kerja yang disebut Nawacita pada awalnya akan dibangun sejumlah 25 bendungan, selanjutnya berkembang menjadi 30 bendungan, lalu setelah rapat kerja dengan para Gubernur pada 2014 target dinaikkan menjadi 49 bendungan yang harus dimulai dibangun dalam Kabinet Kerja ini. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 23
Melalui kegiatan pembangunan bendungan baru, diharapkan potensi baru dari bangunan penampung air besar ini dapat diperoleh. Pada sub bidang irigasi, akan diperoleh kenaikan menjadi 17,5% penggunaan air irigasi teknis dari bendungan baru, dari sebelumnya yang hanya 10,7%. Pada saat ini volume tampungan total sebesar 12,61 milyar m3 dari 209 bendungan eksisting, akan diupayakan meningkat menjadi 19,13 milyar m3 dari 274 bendungan pada tahun 2022. Selain itu terdapat potensi energi yang cukup besar dari pembangunan bendungan-bendungan baru tersebut. Terdapat potensi listrik hingga 75 Gigawatt dari aliran air di Indonesia, namun pemanfaatannya masih minim. PLTA yang ada baru memanfaatkan potensi sebesar 5,25 % sekitar 4000 megawatt. Dalam studi terakhir yang dilaksanakan periode 1989-2011 terdapat potensi tambahan sekitar 12,8 GW listrik untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Studi yang dilakukan tersebar di 89 lokasi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua dan NTB. Ke depan daya 12,8 GW tersebut akan bertambah lagi karena saat ini sedang diupayakan pembangunan 49 bendungan baru yang dilengkapi dengan PLTA. Melalui pembangunan PLTA, diharapkan dapat membantu PLN dalam memenuhi kebutuhan konsumsi energi listrik yang diproyeksikan akan terus meningkat sebesar 9 persen per tahun. Peraturan-peraturan yang digunakan untuk menyusun kriteria kesesuaian sub bidang bendungan didasarkan pada: a. Undang-Undang No . 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, b. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja d. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, e. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, f. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Perubahannya, g. Undang-Undang No 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, h. Undang-Undang No 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, i. Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Susunan formulasi kriteria bendungan seperti yang dapat disimak pada Gambar 2.6 didasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Kriteria bendungan meliputi: a. bendungan dengan tinggi 15 (lima belas) meter atau lebih diukur dari dasar fondasi terdalam; Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 24
b. bendungan dengan tinggi 10 (sepuluh) meter sampai dengan 15 (lima belas) meter diukur dari dasar fondasi terdalam dengan ketentuan: 1. panjang puncak bendungan paling sedikit 500 (lima ratus) meter; 2. daya tampung waduk paling sedikit 500.000 (lima ratus ribu) meter kubik; atau 3. debit banjir maksimal yang diperhitungkan paling sedikit 1.000 (seribu) meter kubik per detik; atau c. bendungan yang mempunyai kesulitan khusus pada fondasi atau bendungan yang didesain menggunakan teknologi baru dan/atau bendungan yang mempunyai kelas bahaya tinggi. Gambar 2.10 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Bendungan Sub bidang bendungan sepenuhnya adalah kewenangan Pemerintahan Pusat. Meskipun demikian terdapat beberapa bendungan yang bukan milik Pemerintah Pusat cq. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bendungan-bendungan tersebut adalah bendungan PLN yang digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 25
2.2.6. Sub Bidang Air Tanah dan Air Baku Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 4 Tahun 2020 tentang Prosedur Operasional Setandart Pyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Sementara itu air tanah merupakan air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan air permukaan. Gambar 2.11 SPAM Keburejo Kebumen Pengelolaan sumber daya air untuk peningkatan ketersediaan air baku bagi domestik, pertanian dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat resiko akibat daya rusak air antara lain ditujukan untuk upaya menjaga dan meningkatkan ketahanan air yang dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, pola distribusi sumber daya air dan pola pemanfaatan sumber daya air dan upaya penyediaan air baku untuk mendukung pemenuhan kebutuhan bagi pemukiman (perkotaan dan domestik), khususnya penyediaan air baku untuk air minum. Strategi penyediaan air baku diantaranya dengan meningkatkan pembangunan tampungan-tampungan air sebagai sumber air baku dan optimalisasi sumber air baku yang ada dengan melakukan operasi dan pemeliharaan dan pengendalian pemanfataan air tanah untuk Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 26
pemenuhan kebutuhan air baku sejalan dengan upaya peningkatan penyediaan air baku dari air permukaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan air baku, diantaranya adalah penyediaan air baku bersifat regional, adanya aspek keterpaduan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), desain secara menyeluruh terdiri unit air baku, unit produksi dan unit distribusi, kesiapan lahan yang akan dipakai dan penggunaan low cost technology dan green technology. Peraturan-peraturan yang digunakan untuk menyusun kriteria kesesuaian sub bidang air tanah dan air baku didasarkan pada: a. Undang-Undang No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, b. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, c. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, d. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 344, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5801, e. Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 345, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5802), f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 19/PRT/M/2016 tentang Pemberian Dukungan Oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Dalam Kerjasama Sistem Penyediaan Air Minum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 752), g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Oleh Badan Usaha (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1006), h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Prosedur Operasional Setandart Pyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 27
Gambar 2.12 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Air Tanah dan Air Baku Sub Bidang Air Tanah dan Air Baku adalah sub bidang dengan kewenangan yang sangat majemuk. Selain perbedaan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, juga terdapat kualifikasi Pemerintah dan Swasta. Dalam Pemerintah Pusat pun sub bidang ini ditangani lebih dari satu Direktorat Jenderal, yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Seperti dapat disimak pada Gambar 2.12, kewenangan Pemerintah Pusat cq. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air adalah pada intake dan pipa transmisi. Sementara itu Direktorat Jenderal Cipta Karya memiliki kewenangan pada instalasi pengolah air hingga jaringan distribusi utama. Pemeritah Daerah bertugas dari reservoir pembagi hingga sambungan rumah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usulan pada bangunan selain intake dan saluran transmisi adalah di luar kewenangan BBWS. 2.2.7. Sub Bidang Operasi dan Pemeliharaan Kegiatan operasi dapat didefinisikan sebagai pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber daya air. Sementara itu kegiatan pemeliharaan dapat dimaknai sebagai merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air. Sehingga kegiatan operasi dan pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai pemeliharaan sumber air serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air meliputi kegiatan pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air. Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air terpadu berarti melakukan operasi dan pemeliharaan terhadap infrastruktur-infrastruktur yang berada dalam lingkup tugas Direktorat Jenderal Sumber Daya Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 28
Air yang mencakup sub bidang irigasi dan rawa, sungai dan pantai, danau, situ, embung, bendungan serta air tanah dan air baku. Kegiatan tersebut dilakukan dengan berdasarkan dokumen Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP) pada setiap sub bidang yang disusun berdasarkan pola dan rencana wilayah sungai, serta manual prasana baik rutin, berkala dan khusus untuk mencapai umur layanan sesuai rencana dan terjaganya keamanan operasional infrastruktur. Gambar 2.13 OP Embung Tambakboyo Dalam upaya menjaga kondisi dan fungsi sarana dan prasarana sumber daya air sesuai umur layanannya, perlu diperhatikan bahwa: 1. Semua aset sumber daya air harus di OP, baik dengan kualifikasi kondisi baik/rusak ringan/rusak sedang serta infrastruktur yang selesai dibangun dan direhab, 2. Seluruh regulasi yang mendasari pelaksanaan legal OP sudah diselesaikan, 3. Pemenuhan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pelaksana OP SDA, dan 4. Pemenuhan AKNOP seluruh sarana dan prasarana OP SDA. Peraturan-peraturan yang digunakan untuk menyusun kriteria kesesuaian sub bidang air tanah dan air baku didasarkan pada: 1. Undang-Undang No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 29
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja 3. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, 4. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, 5. Undang-Undang No No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 6. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Perubahannya, 7. Undang-Undang No 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, 8. Undang-Undang No No 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, 9. Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, 10. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, 11. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 344, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5801, 12. Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 345, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5802), 13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, 14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 6/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Sumber Air dan Bangunan Pengairan, 15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 8/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi, 16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 10/PRT/M/2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan, 17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 11/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut, 18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, 19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13/PRT/M/2015 tentang Penanggulangan Bencana Akibat Daya Rusak Air, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 30
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Status Daerah Irigasi, 21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 16/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Rawa Lebak, 22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 18/PRT/M/2015 tentang Iuran Eksploitasi dan Pemeliharaan Bangunan Pengairan, 23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 21/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tambak, 24. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset Irigasi, 25. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26/PRT/M/2015 tentang Pengalihan Alur Sungai dan atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai, 26. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. 27. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, 28. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa, 29. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Sistem Irigasi, 30. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 19/PRT/M/2016 tentang Pemberian Dukungan Oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Dalam Kerjasama Sistem Penyediaan Air Minum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 752), 31. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Oleh Badan Usaha (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1006), 32. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 27/PRT/M/2016 Tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 31
Gambar 2.14 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Tugas dan Fungsi Sub Bidang Operasi dan Pemeliharaan Seperti yang dapat disaksikan pada Gambar 2.14, usulan kegiatan operasi dan pemeliharaan yang sesuai dengan sub-sub bidang sumber daya air dapat ditindak-lanjuti. Hal itu menjadi dimungkinkan karena kesesuaian dengan sub-sub bidang berarti telah sesuai dengan tugas, fungsi serta kewenangan BBWS yang merupakan unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2.2.8. Penanggulangan Darurat Bencana Alam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi karena terletak pada ring of fire (cincin api), sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan dan infrastruktur, kerugian harta benda, serta dampak psikologis. Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang merupakan serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan penanggulangan bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya. Maka dari itu dengan berlandaskan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 297/KPTS/M/2013 tentang Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Bencana di Kementerian Pekerjaan Umum, dibentuklah Satgas Tanggap Darurat Bencana. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 32
Salah satu fungsi dan tugas Satgas ini yaitu melaksanakan tugas kemanusian dalam tanggap darurat bencana alam seperti membantu pengungsi korban bencana dalam bentuk penyediaan air bersih, perlindungan terhadap daya rusak air lebih lanjut, serta penanganan darurat lainnya. Satgas ini terdiri dari Aparatur Sipil Negara (atau yang memenuhi persyaratan) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dapat diandalkan dengan bekal teknis, mental maupun fisik, sehingga setiap saat siap dimobilisasi ke daerah yang mengalami bencana. Hal ini mengingat dalam penanggulangan bencana perlu adanya koordinasi dan penanganan yang cepat, tepat, efektif, efisien, terpadu dan akuntabel, agar korban jiwa dan kerugian harta benda dapat diminimalisasi. Gambar 2.15 Penanganan Banjir Lahar Merapi Peraturan-peraturan yang digunakan untuk menyusun kriteria kesesuaian sub bidang air tanah dan air baku didasarkan pada: 1. Undang-Undang No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, 2. Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, 3. Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, 4. Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga dan badan hukum tertentu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya menyelenggarakan usaha pengendalian daya rusak air dan lingkungannya, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 33
5. Peraturan Presiden No. 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, 6. Peraturan Presiden No. 15 tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumaha Rakyat, 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13 tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13 tahun 2015 tentang Pedoman Penanggulangan Darurat Bencana Akibat Daya Rusak Air. Dalam hal terjadi suatu bencana akibat daya rusak air, maka Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai sebagai unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air harus segera melakukan penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak air dilakukan melalui tahapan: 1. Membentuk dan menugaskan tim teknis kaji cepat. 2. Dalam melakukan kaji cepat dampak kerusakan bencana akibat daya rusak air Tim Teknis Kaji Cepat berkoordinasi dengan Tim Kaji Cepat BNPB/BPBD. 3. Menyusun rencana aksi. 4. Mengevaluasi ketersediaan sumber daya. 5. Melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana alam. 6. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan penanggulangan bencana. Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13 tahun 2015 tentang Pedoman Penanggulangan Darurat Bencana Akibat Daya Rusak Air disebutkan bahwa Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana pada setiap BBWS adalah ujung tombak pelaksanaan penanggulangan bencana. Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana dibentuk oleh Kepala BBWS/BWS pada setiap awal tahun. Dalam hal terjadi bencana akibat daya rusak air, Kepala BBWS/BWS menugaskan sebagian anggota Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana bertindak sebagai tim teknis kaji cepat. Tim teknis kaji cepat beranggotakan: 1. Unsur struktural balai (Kepala Bidang/Kepala Seksi); 2. Pejabat pembuat komitmen; 3. Pegawai di lingkungan Balai/Satuan Kerja; dan 4. Satuan Tugas Balai serta instansi terkait. Tim teknis kaji cepat melaporkan hasil penyusunan rencana aksi kepada Kepala BBWS/BWS. Rencana aksi tersebut berisi: Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 34
1. inventarisasi mengenai jenis, lokasi, kondisi prasarana dan sarana sumber daya air, tingkat kerusakan, dan penyebab kerusakan; 2. identifikasi data dan analisis tingkat kerusakan; 3. identifikasi data dan analisis terhadap ancaman dampak kerusakan prasarana dan sarana sumber daya air; 4. pelaksanaan survai dan pengukuran; 5. pembuatan desain dan rencana penanggulangan darurat; 6. pengkajian terhadap hasil desain dan penanggulangan darurat; 7. penyusunan skala prioritas tindakan penanggulangan bencana berdasarkan tingkat kepentingan; dan 8. penyusunan pendanaan. Gambar 2.16 Tinjauan Umum Kriteria Ketentuan Darurat Penanggulangan Bencana Alam Usulan terkait darurat penanggulangan bencana juga harus mengikuti ketentuan tersebut. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.16, rencana aksi tim kaji cepat menjadi dokumen induk yang harus dipelajari dan dimengerti oleh pengusul. Sebelum itu, status kedaruratan akibat bencana alam menjadi awal proses penanggulangan bencana oleh semua pihak. Tim kaji cepat selanjutnya menyusun dokumen rencana aksi penanggulangan bencana alam dan menentukan skala prioritas pelaksanaan penanggulangan darurat bencana alam. Usulan harus sesuai dan memenuhi kedua ketentuan tersebut. Selanjutnya kebutuhan pembiayaan usulan disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya serta mendapat rekomendasi verifikasi dari tim Ditjen Sumber Daya Air yang disusun khusus dalam upaya penangan bencana alam. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 35
2.3. KESESUAIAN STATUS ASET International Accounting Standard Committee (IASC) mendefinisikan aset sebagai suatu sumber daya yang dikendalikan oleh suatu entitas sebagai hasil kejadian masa lalu yang mana manfaat ekonomis masa depan diharapkan didapatkan oleh perusahaan. Sedangkan Kerangka konseptual Akuntansi Pemerintah (PP No. 71 tahun 2010) mendefinisikan aset lebih luas lagi, yaitu sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh suatu pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari padanya diperoleh manfaat ekonomi baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, dan dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset yang dimiliki oleh sebuah institusi negara lebih dikenal dengan istilah BMN (Barang Milik Negara). Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan BMN/Daerah, Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No.29/PMK.06/2010 tentang kodifikasi barang, Barang Milik Negara dirinci menjadi Persediaan, Tanah, Mesin dan Peralatan, Gedung dan Bangunan, Jalan, Jaringan dan Irigasi, Aset Tetap Lainnya, Konstruksi Dalam Pengerjaan, serta Aset tidak Berwujud. Contoh dari aset tidak berwujud adalah aset tetap dalam bentuk software komputer dan hasil kajian. BMN tersebut tidak terbatas hanya yang berada dan penguasaan kementerian/lembaga/Pemerintah Daerah, namun juga yang berada pada Perusahaan Negara dan BHMN atau bentuk-bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkan statusnya. Khusus BMN yang berada dalam penguasaan Perusahaan Negara, BHMN dan Lembaga lainnya yang belum ditetapkan statusnya menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Batasan pengertian barang-barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah adalah : 1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undangan; atau 4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengertian Barang menurut Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 36
dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang. Namun demikian pengertian barang pada manajemen pengelolaan BMN sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 hanya dibatasi yang berwujud (tangible) sebagaimana dimaksud Bab VII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sementara pengertian atau batasan “Negara” dalam kata “Barang Milik Negara (BMN)” adalah Pemerintah Republik Indonesia, dalam arti kementerian negara/lembaga. Pengertian lembaga adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 6 ayat (2) huruf b UU No. 17 Tahun 2003, yaitu Lembaga Negara/Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian Negara dan batasan “Daerah” adalah Gubernur/Walikota/Bupati selaku Kepala Pemerintahan Daerah. Dalam pengelolaan aset terdapat beberapa konsepsi dasar yang digunakan sebagai batasan dalam penilaian suatu usulan kegiatan yaitu: 1. Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan BMN yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. 2. BMN yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan. 3. Penjualan BMN dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diatur dengan peraturan pemerintah. 4. BMN yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI yang bersangkutan. 5. Bangunan milik negara harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. 6. BMN dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat. 7. BMN dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman. 8. Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap : • barang bergerak milik negara baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; • barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara; • barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 37
Gambar 2.17 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Status Aset Seperti dapat disimak pada Gambar 2.17, status aset sangat penting sebagai syarat kriteria kesiapan sebuah usulan. Kesiapan aset menjadi jaminan bagi dimulainya kegiatan fisik karena menyangkut kelancaran proses konstruksi dan status legal bagi kelangsungan keberfungsian infrastruktur di masa operasionalnya. Aset yang telah berstatus sebagai aset BBWS akan sangat mudah untuk dibangun atau direhabilitasi. Apabila aset usulan bukan berstatus aset BBWS, dua hal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemindah-tanganan kepada BBWS atau menyusun memorandum of understanding (MoU) dan kerjasama operasional antara BBWS dan pemilik aset yang semestinya adalah aset pemerintah daerah atau institusi daerah lainnya. Namun demikian dapat terjadi mis-interpretasi terhadap sebuah aset disebabkan oleh proses pencatatannya. Dalam beberapa situasi, lamanya sebuah aset menjadi permasalahan dalam pencatatannya, dimana yang semestinya dapat tercatat namun terjadi kealpaaan dalam catatan tersebut. Jika hal ini yang terjadi maka pemeriksaan kembali dan penyesuaian terhadap dokumen- dokumen yang lain dapat dilakukan untuk memastikan status sebuah aset. Pemeriksaan ini memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, namun hasil kepastian status jelasnya akan meminimalisasi permasalahan di masa mendatang baik pada proses operasionalisasinya maupun terhadap tinjauan legal hukumnya. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 38
2.4. KESESUAIAN STATUS TANAH Pada mulanya, kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan dengan menggunakan tanah negara, namun karena terbatasnya tanah negara, maka kemudian mulai ada kebijakan untuk menggunakan tanah masyarakat yang telah dilekati dengan sesuatu hak atas tanah. Salah satu tanah yang digunakan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yaitu tanah yang dilekati dengan hak milik. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk kepentingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan memperoleh tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil alih” tanah inilah yang disebut dengan “Pengadaan Tanah”. Pembangunan terus meningkat dan persediaan tanah pun semakin terbatas. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan konflik, karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan. Tidak lama setelah penerbitan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada tanggal 7 Agustus 2012. Perpres Pengadaan Tanah tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan. Selain itu, Perpres tersebut mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 serta peraturan pelaksanaannya, kecuali untuk proses pengadaan tanah. Peraturan-peraturan yang digunakan untuk menyusun kriteria kesesuaian status tanah didasarkan pada: a. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, b. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, c. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum d. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum e. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum f. Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 39
g. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, h. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan, i. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah, dan j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Penggunaan BMN. Gambar 2.18 Tinjauan Umum Kriteria Kesesuaian Status Tanah Dalam kerangka kriteria integrasi SO-smud, status tanah adalah hal yang sangat penting untuk diformulasikan sebagai salah satu syarat kriteria kesiapan. Sebagaimana dapat disimak pada Gambar 2.18 status tanah adalah syarat utama dari kesiapan usulan untuk ditindaklanjuti. Apabila status tanah adalah aset BBWS maka usulan langsung dapat ditindaklanjuti. Selanjutnya, status tanah sebagai aset pemerintah daerah atau desa masih dapat dilakukan kerjasama atau diserah-terimakan apabila akan digunakan untuk pelaksanaan usulan kegiatan. Selain itu, apabila tanah adalah tanah kehutanan diperlukan kajian teknis dan kerjasama dengan pengelola hutan untuk dapat dilakukan kegiatan sesuai usulan. Apabila tanah adalah tanah milik perseorangan atau swasta, diperlukan upaya pembebasan dengan skema ganti untung atau proses sertifikasi lebih lanjut lainnya. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 40
2.5. KESIAPAN DESAIN (DED) Proses desain teknis adalah sejumlah langkah metodik yang digunakan oleh perancang dalam merancang proses dan fungsi produk. Proses tersebut bersifat iteratif, beberapa bagian proses seringkali perlu diulang beberapa kali sebelum proses yang lain dapat dimulai. Desain adalah proses pengambilan keputusan dengan menggunakan pengetahuan dasar, matematika dan pengetahuan keteknikan untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa elemen dasar dari proses desain adalah penentuan kriteria dan tujuan, sintesis, analisis, kerangka, uji coba dan evaluasi. Salah satu kerangka proses desain rekayasa tersusun atas langkah-langkah berikut: penelitian, pengonsepan, penilaian kelayakan, penentuan kebutuhan desain, desain pendahuluan, detail desain, perencanaan produk dan dukungan desain serta produksi/konstruksi. Penentuan analisis kebutuhan terhadap desain, seringkali disebut definisi permasalahan, adalah tahapan terpenting dalam proses desain. Tahap ini seringkali dilakukan di periode yang sama dengan analisis kelayakan (feasibility). Kebutuhan terhadap desain mengendalikan desain kegiatan pada keseluruhan proses desain. Hal ini mencakup aspek dasar seperti fungsi-fungsi, sifat-sifat dan berbagai spesifikasi setelah mengukur kebutuhan pengguna. Desain memerlukan beberapa penyerta mencakup parameter hardware dan software, keterawatan, ketersediaan dan keterujian. Desain pendahuluan seringkali menjembatani gap antara konsep desain dan detail desain terutama pada kondisi dimana pencapaian konseptualisasi ide tidak cukup teliti untuk evaluasi penuh. Pada tahapan ini keseluruhan konfigurasi sistem didefinisikan. Skema, diagram, dan layout kegiatan mewujudkan konfigurasi awal kegiatan. Dalam optimalisasi dan detail desain parameter bagian-bagian yang dibangun akan berubah namun desain pendahuluan berfokus pada menciptakan kerangka umum kegiatan. Tahapan selanjutnya adalah detail desain. Tahapan ini juga melingkupi penyediaan kebutuhan untuk merancang. Elaborasi lebih lanjut atas aspek-aspek kegiatan dilakukan pada tahap ini dengan menyusun deskripsi lengkap atas permodelan kenyataan, gambar desain dan spesifikasi. Pada keenam sub bidang sumber daya air, hanya sub-bidang irigasi yang memiliki standar desain yang detail dan operasional. Melalui Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi, desain jaringan irigasi distandarkan. Kriteria perencanaan tersebut terdiri atas sembilan bagian yaitu: a. KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi, b. KP – 02 Bangunan Utama (Head Works), c. KP – 03 Saluran, d. KP – 04 Bangunan, e. KP – 05 Parameter Bangunan, f. KP – 06 Petak Tersier, Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 41
g. KP – 07 Standar Penggambaran, h. KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi – Perencanaan, Pemasangan, Operasi dan Pemeliharaan, dan i. KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi – Spesifikasi Teknis. Sementara sub bidang yang lain belum memiliki atau masih dalam proses penyusunan standar perencanaan dan desain. Gambar 2.19 Tinjauan Umum Kriteria Kesiapan Desain Dalam kerangka kriteria integrasi SO-smud, kesiapan desain dinilai sebagai salah satu syarat mutlak sebuah usulan dapat ditindak-lanjuti. Seringkali sebuah desain tidak cukup terkini untuk dapat langsung dijadikan dasar pelaksanaan. Pada kondisi tersebut desain memerlukan review untuk distandarkan sesuai dengan standar terkini. Peran BBWS dalam memfasilitasi review tersebut menjadi vital sebagai jembatan atas gap desain yang ada. Selain itu pengukuran yang standar dan terkini juga dibutuhkan dalam pelaksanaan konstruksi. Seiring dengan pembentukan BIG (Badan Informasi Geospasial) yang menggantikan Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) pada tahun 2011, orientasi pengukuran mengalami perubahan. Acuan terhadap titik-titik ukur yang baru telah mengubah acuan-acuan lama sehingga perlu dilakukan reorientasi pengukuran yang baru. Pada akhirnya, akibat perubahan tersebut BM dan CP lama yang telah terpasang perlu dikalibrasi ulang pada seluruh desain yang telah disusun sebelumnya. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 42
2.6. KELENGKAPAN FEASIBILITY STUDY Secara umum feasibility study adalah pengukuran kepraktisan suatu kegiatan atau proyek yang diusulkan. Feasibility study bertujuan menunjukkan kekuatan dan kelemahan usulan kegiatan secara obyektif dan rasional, ancaman dan peluang terhadap lingkungan alamiah, kebutuhan sumber daya dan prospek akhir kesuksesan pelaksanaan usulan. Secara sederhana, dua kriteria utama untuk menentukan kelayakan adalah biaya yang dibutuhkan dan nilai yang dapat diperoleh. Feasibility study yang baik menyertakan latar belakang historis kegiatan, deskripsi produk dan layanan, ketentuan-ketentuan akuntansi, detail operasional dan pengelolaan, penelitian dan kebijakan marketing, data finansial, landasan hukum dan kewajiban perpajakan. Secara umum feasibility study mengawali perencanaan teknis dan implementasi kegiatan. Feasibility study mengevaluasi potensi sukses kegiatan, sehingga persepsi sasaran adalah faktor penting kredibilitas studi terhadap potensi investor dan institusi penyokong. Oleh karena itu, studi kelayakan harus dilakukan dengan tujuan dan pendekatan yang tidak bias untuk menghasilkan informasi sebagai dasar formulasi berbagai pilihan. Studi kelayakan sebuah kegiatan adalah pelaporan komprehensif yang menyajikan detail pemeriksaan atas lima kerangka utama. Studi tersebut juga memberi pertimbangan terhadap empat “P”, resiko, dan titik kelemahan serta parameter uniknya. Lima kerangka utama adalah kerangka definisi, kerangka resiko kontekstual, kerangka potensi, kerangka parametris dan kerangka dominan serta strategi kritis. Empat “P” adalah plan (rencana), processes (tahapan proses), people (pemangku kepentingan) dan power (kekuatan). Resiko adalah hal yang dipertimbangkan sebagai faktor eksternal (sebagai contoh kondisi cuaca) dan terbagi atas delapan kategori: (rencana) finansial, organisasional (sebagai contoh struktur organisasi pemerintahan untuk kegiatan swasta), (tahapan proses) lingkungan, teknologi, (pemangku kepentingan) pemasaran, sosiokultur, (kekuatan) legal, serta politis. Titik kelemahan adalah berbeda dengan resiko pada aspek asalnya yaitu dari faktor internal dan cenderung dapat dikendalikan atau bahkan dihilangkan. Selanjutnya parameter unik adalah parameter standar waktu, biaya dan norma kualitas yang dapat ditentukan dan diukur secara obyektif pada siklus proses kegiatan. Sesuai dengan sifat kegiatannya, porsi kajian menentukan lingkup feasibility study. Kegiatan yang lebih kecil mungkin tidak memerlukan pengkajian lingkungan yang menyeluruh. Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 43
Gambar 2.20 Tinjauan Umum Kriteria Feasibility Study Dalam kerangka kriteria integrasi SO-smud, feasibility study akan mendasari arah tindak lanjut usulan serta memberikan batasan-batasan bagaimana usulan dapat dilakukan selanjutnya. Selain itu komprehensi usulan akan dapat digambarkan dengan baik melalui feasibility studynya yang seringkali menjadi dasar bagi pemeriksaan ketentuan-ketentuan administratif. Studi kelayakan tersebut seringkali dilakukan secara umum sehingga bisa jadi telah dilakukan oleh berbagai institusi. Hal ini menjadikan studi kelayakan dapat ditemukan atau tersedia untuk digunakan sebagai dasar suatu usulan. Namun terdapat diskresi terhadap ketentuan feasibility study jika usulan adalah Direktif Presiden atau Menteri PUPR. Pejabat politik dapat memberikan arahan sebuah kegiatan yang dirasa mendesak tanpa perlu studi pendahuluan karena kecepatan proses dimulainya pelaksanaan kegiatan dianggap sangat penting dan tidak dapat menunggu lebih lama lagi. Sebagai gambaran prospek akhir kesuksesan pelaksanaan usulan digunakan nilai benefit – cost ratio (BCR), interest rate of return (IRR), dan net present value (NPV). Apabila nilai BCR > 1 maka potensi keuntungan usulan dapat dikatakan melebihi biaya pelaksanaannya sehingga usulan dinilai menguntungkan. Apabila nilai IRR > nilai tingkat bunga saat ini maka potensi hasil usulan dapat dikatakan melebihi perlemahan nilai antar waktu sehingga usulan dinilai menguntungkan. Apabila nilai NPV > 0 maka usulan memiliki nilai melebihi nilai modal bersih awalnya sehingga usulan dinilai memiliki nilai lebih sehingga menguntungkan. Meskipun demikian, nilai-nilai prospek akhir kesuksesan pelaksanaan usulan tidak serta merta menjadi syarat mutlak dalam memutuskan tindak lanjut suatu Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 44
usulan. Kadangkala kegiatan-kegiatan yang tidak menguntungkan tetap harus dilaksanakan karena telah menjadi tugas dan kewajiban Pemerintah sesuai amanat undang-undang. 2.7. KEBUTUHAN DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP (DLH) Dokumen Lingkungan Hidup diperlukan sebagai upaya mewujudkan lingkungan yang lestari dan berkelanjutan. Disamping itu, dokumen lingkungan diperlukan dalam rangka memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Kepemilikan dokumen lingkungan untuk setiap usaha/kegiatan yang memberi dampak terhadap lingkungan akan memberikan kepastian hukum bagi pemrakarsa usaha/kegiatan. Beberapa regulasi menunjukkan pentingnya dokumen lingkungan hidup dalam pelaksanaan usulan kegiatan. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya pentingnya isu lingkungan kembali ditegaskan dalam pasal 33 ayat 4 UUD 1945 menyebutkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sebagaimana tertulis pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa dokumen lingkungan dapat berupa analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL – UPL), maupun Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL). AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Di dalam AMDAL, lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang. Apabila tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen AMDAL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. Dokumen lingkungan non AMDAL yaitu Dokumen UKL-UPL adalah bentuk pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Sementara itu SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya. Terdapat batas yang jelas antara ketiga dokumen tersebut. AMDAL disusun apabila kegiatan berdampak penting terhadap lingkungan hidup serta diatur melalui Peraturan Menteri Sistem Seleksi Kegiatan Prioritas Sumber Daya Air Melalui Unit Desain 45
Search