POTENSI PARIWISATA KARST Ditemukan tiga kompleks perguaan yaitu Gua agung, Gua Terawang dan Gua Kidang serta gua-gua di kompleks Pancasona Pramuka (Gua Tumpang 1,2,3; Gua Banyu dan Gua Projo). Pancasona merupakan kompleks pramuka yang akan dijual kepada pabrik gula. Keempat lokasi ini bisa dipadukan menjadi trip satu hari wisata geologi. Kompleks Gua Terawang merupakan tujuan wisata Kompleks Gua Terawang favorit karena berada persis di pinggir jalan Kunduran- merupakan tujuan wisata favorit Tinapan. Tercatat ada 7 buah gua di kompleks ini. karena berada persis di pinggir Kompleks wisata ini berada di tanah Perhutani dan jalan Kunduran-Tinapan. menyediakan lapangan terbuka untuk panggung dangdutan di hari-hari besar nasional, seperti 17 PENGELOLAAN BAHAN GALIAN C agustus, hari raya keagamaan, dan Tahun Baru. Sungai-sungai di Kecamatan Todanan bersifat continues Selain Gua Terawang, Kompleks Gua Kidang juga yang langsung turun ke daerah rendah menuju mempunyai potensi besar. Kendala utamanya tidak Bengawan Solo. Sungai tersebut tidak mempunyai berada langsung di pinggir jalan raya Kunduran- lembah yang memperlambat arusnya secara alami. Tinapan. Namun, Gua Kidang mempunyai peninggalan Karena itu, wajar bila sifat wilayah potensi air di kawasan prasejarah berupa lingkaran batu serta ditemukan sisa hilir dari Todanan adalah fluktuatif. tulang iga dan gigi manusia (Nurani, 2009). Kawasan Blora dikenal sebagai daerah yang airnya Gua Kidang kemungkinan terbentuk akibat runtuhnya dapat melimpah-ruah pada saat hujan. Daerah bagian atap sehingga lorongnya menjadi terbuka. seperti ini mempunyai potensi banjir bandang bila Bentuknya mirip dengan luweng. Pada dasar luweng tidak ada penahan limpahan air hujan, baik batuan terdapat dua ceruk berpasir yang mempunyai tanda- karst maupun vegetasi di daerah aliran sungai. tanda peninggalan dari manusia prasejarah. Pada kaji literatur disebutkan adanya peninggalan prasejarah Pengelolaan bahan galian C perlu dilakukan dengan yang berasal dari Gua Macan di Kecamatan Jepon. hati-hati agar tidak terjadi bencana banjir bandang di kemudian hari. Galian fosfat juga perlu dihentikan Gua-gua di Kecamatan Todanan merupakan gua ketika sudah mencapai batuan karstnya. Fosfat yang horisontal yang arah lorongnya terkait dengan arah ditemukan di daerah ini merupakan bentukan dari sesarnya. Gua-gua ini juga searah dengan lembah- endapan guano di masa lampau. lembah karst. Lembah ini terlarut secara perlahan- lahan. Di beberapa tempat, atap gua runtuh dan membentuk semacam luweng. Salah satu gua yang berpotensi menjadi lokasi wisata adalah Gua agung yang berlorong sepanjang kurang lebih 150 meter. yang perlu diwaspadai terdapat jamur-jamur di lantai gua yang dapat berdampak buruk pada paru-paru. Namun, hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut. 99
PERENCANAAN TATA RUANG ANTISIPASI PABRIK GULA KAWASAN KARST KABUPATEN BLORA Pabrik Gula PT Gendhis Multi Manis (GMM) akan Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 didirikan di atas tanah Bumi Perkemahan Lembaga tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Cadika Pancasona, Kwarcab XI.16 di kawasan Hidup dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tinapan. Menurut pimpinan kwarcab, Suryanto, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, luas tanah tersebut 27 hektare. Namun, transaksi kawasan karst termasuk ke dalam kriteria Kawasan sementara yang diakui GMM hanyalah 20,2 hektare. Lindung Nasional. Karena itu, pada pembicaraan tata Perselisihan ini menunda pembangunan pabrik gula. ruang di Bapeda perlu memasukkan variabel-variabel Kapasitas produksi pabrik gula ini direncanakan batuan karbonat bukan karst dan batuan karbonat karst. 4.000 ton per hari dan sudah dilakukan peletakkan batu pertama oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Batuan karbonat yang mempunyai sungai bawah Waluyo pada 18 april 2011. tanah dan mata ait karst adalah batuan karbonat yang diklasifikasikan sebagai kawasan karst. Hal ini Komisi amdal pabrik gula diketuai oleh Djoko perlu diperhatikan karena kehadiran batuan karbonat Sutrisno yang juga Ketua Badan Lingkungan Hidup karst berfungsi sebagai pengatur keseimbangan dan (BLH) Provinsi Jawa Tengah menyatakan belum ketersediaan air. Batuan karbonat karst sering kali bisa menyajikan data yang akurat untuk memenuhi menyimpan pusaka-pusaka masa lampau, seperti kebutuhan air buat operasional pabrik gula nantinya. hunian prasejarah, situs masa megalitik, dan situs Kebutuhan air dijanjikan tidak akan mengambil dari zaman klasik. Batuan karbonat karst pada sisi pariwisata sumber air Sendang Putri. Sumber air akan didapat berpotensi menjadi tujuan wisata minat khusus. dari embung tadah hujan yang dibangun di daerah persawahan bertanah lempung. Di Kabupaten Blora, khususnya kawasan karst Kecamatan Todanan terbukti sebagai pengatur Berdasarkan hasil tinjauan, pabrik gula didirikan di keseimbangan air. Kecamatan ini juga merupakan atas batuan gamping yang sangat besar kemungkinan daerah cadangan pangan Kabupaten Blora. atas berklasifikasi karst. Pada batuan ini terdapat aliran- dasar itu, kawasan karst Todanan memenuhi kriteria aliran air bawah tanah yang mengalir dari arah barat fungsi utama kawasan lindung sesuai Undang- laut ke arah tenggara dan berujung pada Sendang Undang No. 26 Tahun 2007. Putri. Ini adalah sistem utama karst Tinapan Di dalam areal pabrik gula juga terdapat Gua Banyu dan Gua Selain itu, kawasan karst Todanan juga mengandung nilai Tumpang yang masih dalam sistem karst Tinapan. pusaka prasejarah (Gua Kidang), serta bernilai wisata (Kompleks Gua Terawang). Terdapat pula gua yang Karena itu, LPPM ITB memberikan peringatan dini. berpotensi menyimpan hayati yang unik (Gua agung). Dampak negatif pada sistem karst tidak pernah Oleh karena itu, kawasan karst di Kecamatan Todanan dapat diperbaiki kembali. Perlu dicermati lebih (minimal kawasan karst Tinapan) dapat dikategorikan lanjut tentang dampak debu batu bara terhadap sebagai kawasan strategis nasional karena menyangkut batuan karst, dampak pendirian bangunan pabrik hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial, di atas batuan karst, dampak limbah pada batuan budaya, lingkungan dan pertahanan dan keamanan karst dan dampak-dampak sosial bila di kemudian sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. hari Sendang Putri dan persawahan terganggu oleh adanya aktivitas pabrik gula. Jangan sampai Dengan demikian, pemerintah daerah jangan melihat cita-cita memulai pembangunan ekonomi, malah kawasan karbonat sebagai bahan galian saja. Pemerintah berbalik menjadi merusak Desa Tinapan sebagai Daerah Kabupaten Blora dapat bekerja sama dengan lumbung pangan Blora, serta mengganggu sumber Badan Geologi (ESDM) dan Kementerian Lingkungan air PDaM.*** Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menentukan kawasan karbonat yang bisa bisa dieksploitasi galian C-nya, dan mana yang tidak boleh digali. 100
Karst Blora 101
WBBUaArDRoAnISYgAaAnNBSLEONRIA “Tholèkthoglèng-tholèkthoglèng, ndhang-ndhang Kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang glèng, hasolé-hasolé, Barongan mata beling nèk dibuat menyerupai singo barong atau singa besar wani tak tempiling. Tholèkthoglèng-tholèkthoglèng, sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas. ndhang-ndhang glèng, hasoléhasolé, Secara filosofis, dalam seni barong tercermin sifat- sifat kerakyatan masyarakat Blora seperti spontanitas, Barongan mata cermin kalau berani saya tempeleng. kekeluargaan, kesederhanaan, kasar, keras, kompak, Begitu kira-kira terjemahan lirik yang kerap terlontar dan keberanian yang dilandasi kebenaran. dari mulut anak-anak yang tengah asyik dengan barongan mainan. Mereka juga menirukan gerakan- Berdasarkan catatan di laman resmi Pemerintah gerakan barongan yang dilihatnya dalam upacara Kabupaten Blora, tokoh singo barong dalam cerita ritual maupun pertunjukan. barongan disebut Gembong amijoyo. artinya harimau besar yang berkuasa. Kesenian barongan berbentuk Bagi masyarakat Blora, suara gamelan “tolèk tarian kelompok yang menirukan keperkasaan toglèng” merupakan pertanda adanya pertunjukan gerak seekor singa raksasa. Dalam penyajian secara barongan, baik acara ritual maupun tontonan. keseluruhan, singo barong merupakan tokoh yang Bentuknya bisa arak-arakan atau pertunjukan sangat dominan. Namun, ada juga beberapa tokoh panggung. Bila mendengar suara gamelan musik yang tidak dapat dipisahkan yaitu Bujang Ganong, iringan barongan, masyarakat akan mencari arah Pujonggo anom Joko Lodro, Gendruwo Pasukan bunyi dan berbondong-bondong mendatanginya. Berkuda dan Reog Noyontoko Untub. Pemandangan seperti itu sudah tidak asing bagi Selain tokoh tersebut, pementasan kesenian masyarakat Blora. Barongan sudah mendarah barongan dilengkapi beberapa instrumen musik daging dan tertanam di hati mereka. Barong atau seperti kendang, gedhuk, bonang, saron, demung barongan sebenarnya merupakan kesenian khas dan kempul. Seiring perkembangan zaman, ada Jawa Tengah. Namun, lebih identik dengan Blora beberapa penambahan instrumen modern berupa karena secara kuantitas keberadaannya lebih banyak drum, terompet, kendang besar dan keyboard. ditemukan di daerah ini ketimbang kabupaten/ Bahkan, dalam beberapa pementasan sering kota lain di Jawa Tengah. Tidak mengherankan jika dipadukan dengan kesenian campur sari. Kesenian kesenian ini sangat populer di tengah masyarakat barongan yang masih dilakukan setiap tahun antara Blora, terutama di pedesaan. lain upacara tradisi setelah panen yaitu lamporan yang dilanjutkan dengan sedekah desa. 102
Kesenian Barong 103
“Pada awalnya, barongan di Blora untuk kepentingan ritual. Namun, kemudian berkembang menjadi pertunjukan dalam arak-arakan dan tontonan di panggung,” kata Drs. Muksin Md, M.Sn., anggota LPPM ITB dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD). Berdasarkan fungsinya, barongan di Blora terbagi dalam tiga yaitu kawak atau klasik untuk kepentingan ritual, pakem untuk arak-arakan dan pertunjukan, serta kreasi untuk pertunjukan panggung dan hajatan. “Saya menyebut barongan pakem dan kreasi merupakan karya kreatif para perajin dan pengguna di Blora yang digunakan untuk kepentingan pertunjukan. Dari situ, barongan kreasi berkembang menjadi suvenir-suvenir,” tambah Muksin, M.Sn. Seni rupa berupa desain barongan untuk pertunjukan dan kriya pun turut berkembang di tengah masyarakat Blora. Beberapa daerah yang perajinnya cukup produktif membuat barongan untuk pertunjukan dan suvenir antara lain di Kecamatan Kunduran, Kota Blora, dan Jiken. Di ketiga daerah tersebut, kesenian maupun produksi barongan masih berjalan cukup baik. Produk yang dihasilkan dipasarkan ke berbagai wilayah di Blora dan ke luar daerah seperti Purwodadi, Tuban, Rembang, dan Kudus. Namun faktanya, pengembangan barongan sebagai saja. Hal ini terkait program Pemerintah Daerah cendera mata khas Blora belum berjalan optimal, Blora yang mengharuskan setiap kecamatan memiliki termasuk desain dan pemassalan produksinya. barongan. Jika tiap kecamatan sudah terpenuhi akibatnya, dampak perekonomiannya pun belum dan memiliki barongan, dapat dipastikan tidak ada bisa dirasakan masyarakat setempat. Berdasarkan pesanan lagi, kecuali revisi karena tiap tahun pasti ada hasil pemetaan tim LPPM ITB, sebagian besar perajin pentas arak-arakan. Hal ini berbeda dengan produk masih memproduksi barongan sungguhan (untuk suvenir yang konsumennya universal, dari mulai pertunjukan). Mereka terdapat di Tegal Gunung, mainan anak-anak sampai pajangan. Sasarannya juga Kunden, Kaliwangan, Bangkle, dan Kunduran. Bahan tidak saja pasar lokal, tetapi juga dapat dipasarkan di yang digunakan adalah kayu lokal yang banyak luar Blora dan bahkan ke luar negeri. terdapat di sekitar Blora, seperti randu, waru, dan dadap. Menyangkut konsep visual, barongan yang dibuat sudah sangat berkembang jauh dari bentuk aslinya. Jika pada awalnya terinspirasi dari kepala macan yang sangat distorsif, barongan sekarang sudah dibuat menyerupai dan bahkan sangat mirip bentuk macan. Hal ini justru membuat barongan kehilangan kekhasannya. Secara ekonomis, barongan untuk pertunjukan sangat terbatas pada pesanan dan revisi 104
SUVENIR DAN MAINAN ANAK anggota. Mereka sudah mulai memproduksi barongan untuk suvenir. Salah satunya, Wito Purwanto atau Dari sisi sumber daya manusia (SDM), ada 4 dari 16 yang kesehariannya dikenal dengan panggilan Mas kecamatan di Kabupaten Blora yang secara konsisten Wiwid. Dahulunya, Wiwid adalah seorang pemulung memproduksi barongan untuk pertunjukan, yaitu asal Blora yang beroperasi di Semarang. Kunduran, Ngawen, Blora, dan Jiken. Di empat kecamatan itu terdata sebanyak 20 perajin yang “Dahulu memang tidak ada barongan kecil (suvenir). pernah mengikuti pelatihan pengembangan Kalaupun ada, barongan besar (untuk pertunjukan) barongan sebagai produk suvenir khas Blora. Mereka yang dikecilkan. Baru pada tahun 2012, perajin mulai diharapkan bisa menjadi leader di lingkungannya membuat barongan untuk suvenir,” kata Wiwid. untuk mengembangkan kerajinan suvenir barongan. Dari simpulan yang didapat, langkah pertama yang Sebab, mereka di antaranya merupakan perajin dilakukan tim LPPM ITB adalah membuat beberapa sekaligus pelaku seni pertunjukan barongan. model pengembangan barongan sebagai cendera mata khas Blora dengan berbagai alternatif. Namun, dari 20 perajin tersebut, hanya tiga orang Beberapa model di antaranya untuk produksi suvenir yang benar-benar memiliki potensi untuk dapat mainan anak, cendera mata resepsi pernikahan dan dikembangkan menjadi basis produksi kerajinan pajangan interior rumah, gantungan kunci, hingga barongan yaitu di Galgunung (Kecamatan Blora), hiasan pensil. Jiken, dan Kunduran. Tiga orang ini membentuk kelompok di lingkungan sekitarnya dengan 3-5 Secara ekonomis, barongan untuk pertunjukan sangat terbatas pada pesanan dan revisi saja. Ilustrasi proses transisi dari barongan asli menjadi suvenir Blora 105
Kemudian, LPPM ITB melakukan transfer metode Dampak pengembangan desain produk tim LPPM pembuatan barongan untuk suvenir kepada para ITB juga dirasakan pelaku kesenian barongan. perajin dan calon perajin di Blora dalam bentuk andrik misalnya, ia mengaku kehadiran tim LPPM workshop. Dalam kegiatan ini, LPPM ITB bekerja sama ITB dengan berbagai programnya, termasuk desain dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah produk dan membuka jejaring pemasaran membuat (Bappeda) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Blora. barongan Blora semakin dikenal masyarakat. Meski tidak dibina secara langsung, Wiwid termasuk “Sebenarnya barongan itu sudah ada sejak dahulu. perajin yang bisa keluar dari pakem barongan Barongan itu tradisi masyarakat Blora. alhamdulillah besar. Terinspirasi oleh banyaknya anak-anak yang sampai sekarang masih ada. Bahkan, Pak Muksin dan suka dengan barongan mainan di sebuah pasar di kawan-kawan dari ITB bisa mengenalkan barongan Semarang, Wiwid memutuskan pulang kampung lebih luas lagi, termasuk bisa dimainkan anak-anak di ke Blora. “Belajar secara autodidak, dengan modal mana-mana,” tutur andrik. awal Rp500 ribu, saya mulai memproduksi barongan mainan anak-anak. Dengan sedikit kreasi, agar anak- andrik bercerita, sebelum LPPM ITB membantu anak tidak takut, saya buat yang lebih bagus biar mengembangkan potensi barongan, hanya ada dua harganya agak mahal. alhamdulillah, meski awalnya grup pertunjukan di kampungnya yang dikelola dan kecil-kecilan, sekarang sudah bisa memasarkan dimainkan orang tua. “Tapi, sekarang banyak grup hingga ke luar Pulau Jawa,” tutur Wiwid. Bukan anak-anak muda dan bahkan mulai disukai anak- hanya itu, harapan Wiwid untuk mempekerjakan anak. Ini bagus agar tradisi barongan tetap terjaga saudara dan tetangganya mulai terwujud. “Sekarang dan semakin dikenal masyarakat luas,” kata andrik. alhamdulillah, saya sudah bisa membuat lapangan kerja, paling tidak buat saudara dan tetangga. GARAP KEMASAN Sekarang, saya punya sembilan pekerja,” kata Wiwid. Pada 2017, perajin di Galgunung, Kedung Jenar, Purwadi, seorang perajin kayu ukir yang secara Jiken, Ngawen, Kunduran, dan sekitarnya sudah intensif dibina tim LPPM ITB mengakui manfaat banyak membuat berbagai macam produk barongan desain produk yang ditawarkan. Selain transfer berdasarkan hasil pengembangan model dari LPPM metode pembuatan barongan, pada kunjungan ITB. Mereka juga sudah mulai memasarkannya kedua juga dibentuk sebuah paguyuban perajin meskipun masih bersifat sporadis dan belum dikemas barongan untuk mempermudah proses pemantauan dengan baik. Perajin yang sebelumnya hanya fokus produksi dan pemasarannya. . “Selain paguyuban membuat barongan sungguhan (untuk pertunjukan), perajin barongan, saya berharap kepada ITB juga sudah mulai merambah pada industri kerajinan. membentuk kelompok-kelompok untuk kepentingan Kerajinan atau suvenir itu dipasarkan dan dipajang pelatihan kerajinan lain,” kata Purwadi. di kios-kios tanpa kemasan menarik sehingga kekhasannya kurang terlihat. Selain itu, suvenir kurang praktis untuk dibawa. “Setelah mengikuti pelatihan Purwadi Karena itu, tim LPPM ITB melanjutkan pengabdian ini, manfaat yang paling saya masyarakatnya dengan fokus kepada pengembangan kemasan dalam aplikasi produk dan strategi rasakan adalah ilmunya, pemasaran (branding) suvenir khas Blora. Dari kegiatan terutama menyangkut desain ini diharapkan menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran para perajin tentang pentingnya mengemas dan cara memproduksi suatu produk dan strategi pemasarannya (branding). kerajinan barongan.“ Dalam pelaksanaannya, aplikasi desain kemasan pada hasil produk dan pemasaran cendera mata khas Blora dilakukan melalui pelatihan dan workshop. Tentu saja ada pendampingan langsung pada kelompok- 106
Barongan berbentuk mainan anak Suvenir Blora 107
kelompok perajin sehingga dapat mengetahui “ langsung proses produksi cendera mata dan cara Kami fokus mencari mengemasnya. Selain itu, dibuat juga rencana alternatif desain bersama untuk meningkatkan kualitas desain, serta suvenir yang produksi dan pemasarannya. “Pengemasan menjadi berukuran kecil, penting agar produk suvenir yang dihasilkan memiliki kekhasan. Kemasan dapat menjadi solusi untuk efisiensi produksinya memperkuat image yang khas. Sebab, tiap daerah di sehingga harganya sekitar Blora memiliki produk yang sama. Setidaknya, dapat terjangkau.” kemasan bisa menjadi pembeda,” ujar Muksin, M.Sn. Ia menjelaskan, kemasan juga dapat memberikan informasi tentang produk yang khas tersebut. Menurutnya, pengemasan yang baik bisa menghadirkan kebanggaan pembelinya sebagai buah tangan ketika berkunjung ke Blora. yang tidak kalah pentingnya, kemasan juga dapat mendukung pengembangan pangsa pasar yang lebih luas dan dapat mencirikan Blora-nya sehingga diharapkan dapat menembus pasar nasional dan jika perlu sampai mancanegara. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ada beberapa titik tempat penjualan suvenir berupa kios yang menjual barongan yaitu di Kunduran, Ngawen, pasar kota Blora, dan Jiken. Suvenir barongan dijual tanpa kemasan dan rata-rata hanya satu jenis berupa barongan mainan anak-anak. Selain itu, sebagian besar perajin masih memproduksi barongan untuk pertunjukan yang jumlah pesanannya semakin menurun. Tercatat, hanya 40 persen perajin yang memproduksi kerajinan barongan untuk suvenir. alasan perajin tidak memproduksi suvenir karena tidak tertangani lantaran sebagian besar dari mereka hanya bekerja sendiri atau dibantu satu sampai dua orang. Selain itu, konsumen merasa produk suvenir masih terlalu mahal. Misalnya, untuk satu gantungan kunci dibanderol Rp10.000. “Hal ini terjadi kurang efisiensi produksi dan desain suvenir sehingga pengerjaannya lama yang berdampak pada harga yang tinggi. Makanya, kami fokus mencari alternatif desain suvenir yang berukuran kecil, efisiensi produksinya sehingga harganya dapat terjangkau,” ujar Muksin, M.Sn. Menurut Muksin, M.Sn, suvenir yang dibuat juga kurang memiliki daya saing jual karena masih terlalu rumit cara membuat dan harganya terlalu mahal. 108
MENJADIKAN “Makanya, kita masuk lagi. Sebab, kita SOSOK BARONGAN tidak ingin hanya mengembangkan DISUKAI BANYAK ORANG produk barongan jadi suvenir. Tapi, kita juga melanjutkan pengembangan DRS. MUKSIN MD, M.SN. suvenir barongan ini, dari mulai pengemasan, peningkatan kapasitas produksi hingga terpasarkan dengan baik,” kata Muksin, M.Sn. “BaRONGaN Dalam Pengembangan tisu, mainan untuk pertunjukan anak- Karena itu, Muksin, M.Sn terus Cinderamata Khas Blora”. Itulah paper anak, barongan tangan, dekorasi interior, mengupayakan pengembangan desain hasil penelitian pertama Muksin, M.Sn. wayang golek, gantungan kunci dan produk barongan Blora. Beberapa proyek dengan objek barongan, kesenian hiasan mobil, barongan keramik, dan penelitian yang dilakukan selanjutnya rakyat yang sangat populer di kalangan mainan anak. antara lain Pengembangan Produk masyarakat Blora. Karya ilmiah dosen Namun, menawarkan hal baru kepada Identitas Budaya Masyarakat Blora untuk Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut masyarakat yang sudah secara turun- Menunjang Sentra Masyarakat Kreatif, Teknologi Bandung (FRSD-ITB) ini dirilis menurun menganggap barongan aplikasi Pengembangan Cinderamata pada 2012. sebagai hal sakral tentu saja bukan Khas Blora (Barongan) dengan Sentuhan Upaya pengembangan barongan pekerjaan gampang. Di lapangan, Teknik Potong, Tempel, Pahat dan Lukis sebagai cendera mata khas Blora konsep dan bahkan desain produk yang (2013), dan Peningkatan Kapasitas berawal dari permintaan saat tim ditawarkan, baik secara terbuka maupun Produksi Pengrajin Barongan Melalui LPPM ITB mengadakan pengabdian tidak, kerap mendapatkan penolakan. Pengembangan Produk Baru di Sentra masyarakat yang sudah berjalan sejak “Pada umumnya, mereka tidak berani. Industri Dhak Gling Blora (2020). 2009. “awalnya, kegiatan pengabdian Di benak mereka, karakter barongan itu Selanjutnya, Muksin, M.Sn mengaku di Blora fokus pada kepentingan harus galak. Selain itu, pada awalnya masih punya obsesi yang belum yang utama, seperti pembangunan barongan Blora itu untuk ritual, suatu terealisasi yang berkaitan dengan city embung keruk di Randublatung dan hal yang sakral bagi warga. Itu bukan branding. “Kita ingin membuat festival pemberdayaan masyarakat di Todanan. main-main. Ketika barongan diubah barongan bertaraf nasional atau bahkan Namun, kemudian ada permintaan untuk untuk kepentingan arak-arakan dan internasional di Blora. Selain itu, kita juga pengembangan pariwisata dan budaya,” pertunjukan, sifat sakralnya tidak hilang. ingin membangun museum barongan,” ujar Muksin, M.Sn. Nah, ketika kita tawarkan menjadi suvenir, harap Muksin, M.Sn. Dari sekian banyak potensi budaya dan tentu saja sifat galak dan sakralnya hilang Untuk festival, tanpa melibatkan ITB, wisata di Kabupaten Blora, tim LPPM untuk menjembatani agar banyak orang Pemerintah Kabupaten Blora memang ITB memilih fokus pada pengembangan menyukainya,” beber Muksin, M.Sn. sudah melakukannya, baik bertaraf lokal, barongan. Selain bisa menjadi ciri Untuk mengubah mindset warga Blora regional, maupun nasional. Namun, khas Blora dan melestarikan tradisinya, itu saja, tim LPPM ITB butuh waktu karena konsepnya tidak seperti yang barongan juga berpotensi menggerakkan lebih dari tiga tahun. “Kita masuk dari ditawarkan ITB, Muksin, M.Sn. menilai, roda perekonomian warga setempat. 2012 sampai 2013. Baru pada 2015 dan festival barongan yang diadakan Pemkab Konsep yang pertama kali ditawarkan 2016, perajin mulai berani memproduksi Blora belum mampu memaksimalkan tim LPPM ITB kepada perajin adalah suvenir,” tambah Muksin, M.Sn. Tapi, seluruh potensi yang ada. mengubah sosok garang barongan persoalan tidak berhenti sampai di situ. “Kita ingin melalui festival ini semua menjadi suvenir yang disukai semua Jumlah perajin yang mau memproduksi potensi wisata Blora dimaksimalkan. orang, mulai anak-anak hingga dewasa. suvenir masih sangat sedikit. Setelah Tapi, karena penyelenggaraannya hanya Beberapa desain produk pun ditawarkan. ada kemauan membuat suvenir, mereka sehari, dari sisi promosi wisata saja tidak Setidaknya, LPPM ITB sejauh ini sudah dihadapkan pada persoalan modal dan terasa. Makanya, bekerja sama dengan membuat delapan prototipe atau kerap terkendala masalah pemasaran. perguruan tinggi – perguruan tinggi di purwarupa untuk suvenir, yaitu tempat Jawa Tengah –, kita ingin mengadakan festival barongan yang lebih baik,” tutur Muksin, M.Sn.*** 109
Untuk itu perlu dibuat desain (model) barongan Dengan menawarkan alternatif untuk suvenir sebagai alternatif yang lebih efisien desain yang unik, menarik dan dalam produksinya dengan harga jual yang bisa lebih mencoba memasuki peluang pasar murah. Salah satunya dengan membuat model replika yang masih sangat terbuka. barongan kawak untuk gantungan kunci dan hiasan magnet untuk kulkas. Kemudian dibuat cetakannya dari karet silikon (silicone rabber) yang selanjutnya dapat digunakan perajin untuk produksi. Kemudian, tim juga membuat desain alternatif kemasan “Untuk pengembangan barongan selanjutnya suvenir replika barongan kawak yang ukurannya besar diperlukan dukungan pemerintah daerah, eksplorasi dan kecil. Untuk ukuran suvenir kecil, seperti gantungan desain dan pasar, dengan menawarkan alternatif kunci dan hiasan magnet kulkas dapat dikemas dengan desain yang unik, menarik dan mencoba memasuki plastik, label sebagai penjepit plastik serta keterangan peluang pasar yang masih sangat terbuka serta tentang barongan ada di dalamnya. Mengenai ukuran mempersiapkan tenaga terampil. Dukungan dana label dapat disesuaikan dengan besar-kecilnya plastik dari pemerintah daerah dan instansi terkait tentunya kemasan dan suvenirnya. Untuk yang berukuran besar sangat diperlukan. Cendera mata khas Blora,memiliki dapat menggunakan label yang cukup diikatkan atau nilai jual, pangsa pasar dan potensi industri kreatif digantungkan pada bagian barongan suvenir dengan sebagai lapangan kerja baru bagi masyarakat,” beber tali benang. Muksin, M.Sn. *** SUATU SAAT dapur. Itu artinya, barongan punya daya tarik sebenarnya saya sudah lama bikin barongan. BARONGAN luar biasa. Dari peristiwa itulah awal keyakinan Waktu itu, pola pikir saya, dikasih saran kalau BISA DIJUAL saya terhadap potensi ekonomi barongan,” tidak cocok, ya saya bantah. Saya maunya tambah Purwadi. Karena itu, Purwadi terus begini, kalau enggak mau ya sudah,” tutur Purwadi belajar dan memproduksi barongan. Ia tak Purwadi soal awal perkenalannya dengan ITB. memedulikan cibiran orang. “Waktu itu, dari KETIKA pertama kali belajar dan membuat Pasar Blora hingga Cepu belum ada yang jualan. Kendati demikian, Purwadi tidak menyangkal barongan pada 1998, sama sekali tak tebersit Barongan buatan saya sampai menumpuk. pentingnya inovasi, kreasi, dan desain baru dalam benak Purwadi untuk menjualnya. Banyak orang ngatain buat apa bikin barongan, barongan yang ditawarkan ITB. Begitu juga Saat itu, ia hanya membuat barongan untuk siapa yang suka barongan, siapa yang mau beli, dengan teknologi terapan untuk meningkatkan memenuhi kebutuhan desanya saat ritual atau saya tetap bikin,” tutur Purwadi. kapasitas produksi barongannya. Apalagi, perayaan hari-hari besar seperti 17 Agustusan. waktu itu dan hingga sekarang, selain anggota Maklum, pada saat itu, barongan hanya sebatas Kesabaran dan kerja keras Purwadi mulai berbuah keluarga, Purwadi tidak memiliki pekerja tetap tradisi ritual dan pertunjukan rakyat di pedesaan manis ketika kakaknya mengambil barongan yang membantu proses produksinya. yang belum memiliki nilai jual. buatannya untuk pertunjukan. Tidak lama setelah itu, ada tetangganya yang pesan dan membeli Karena itu, setelah pertemuan kedua dengan Meskipun demikian, Purwadi punya keyakinan karyanya. “Kemudian, pelan-pelan nambah- tim lPPM ITB, ia mulai memproduksi barongan besar. “Suatu saat, barongan bisa dijual,” nambah pembelinya sampai sekarang sudah kecil untuk mainan anak hingga suvenir seperti gumamnya ketika melihat neneknya bergegas banyak yang pesan dari luar Jawa,” kata Purwadi. gantungan kunci, pensil, pulpen, hiasan kulkas meninggalkan masakannya di dapur hanya gara- dan pernak-pernik lainnya. Pada saat itu, gara ada arak-arakan barongan lewat dekat Awalnya, Purwadi hanya memproduksi berbagai suvenir yang diproduksi Purwadi rumahnya di Desa Jiken, Kecamatan Jiken, barongan besar untuk pertunjukan. Bahkan, ia sudah memanfaatkan resin yang mempercepat Kabupaten Blora. “Nenek saya memilih nonton tergolong perajin yang fanatik dengan desain proses produksi dan meningkatkan kualitas barongan ketimbang melanjutkan masaknya di karyanya sendiri. Termasuk ketika pertama kali produknya. “Alhamdulillah, berkat desain dan diajak teman-temannya mengikuti pelatihan teknologi yang saya pelajari dari ITB, kalau desain yang diadakan lPPM ITB bekerja sama dihitung hasilnya sudah ratusan juta. Bahkan, dengan Badan Perencanaan Pembangunan di samping bengkel ini, ada tanah yang saya Daerah (Bappeda) Kabupaten Blora, pada 2013, beli dari hasil barongan. Makanya, saya bilang Purwadi tidak langsung tertarik. “Sebelum tanah barongan,” kata Purwadi, tersenyum diajak teman ikut pelatihan ITB di Bappeda, bangga.*** 110
Purwadi, perajin barongan 111
MPUEpAaMStYBUAEpRRatDAAKBYAuATmAAiNLA TERLETaK di barat laut, Kecamatan Todanan dikembangkan karena topografi Kecamatan Todanan merupakan salah satu satu titik sentral produksi berada di daerah pegunungan yang membuat cuaca pertanian di Kabupaten Blora. Tidak mengherankan relatif dingin. karena sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Namun, hasil pertanian Selain perekonomian, Kecamatan Todanan juga mereka baru sebatas untuk memenuhi kebutuhan punya persoalan sosial. Meskipun partisipasi dalam hidup sehari-hari. Bahkan, ada juga petani yang tidak membangun desa sudah cukup baik, masyarakat mampu memenuhi konsumsi sehari-harinya. di Kecamatan Todanan masih mengalami kendala teknologi. Mereka juga kurang berinisiatif. Tanpa Siklus panen lahan pertanian di Kecamatan Todanan contoh konkret, masyarakat desa cenderung tidak biasanya dua kali dalam setahun untuk tanaman padi, mencoba hal baru. akibatnya, masyarakat sulit diselingi sekali palawija. Namun, karena bersifat berkembang dan tidak mengikuti inovasi-inovasi yang tadah hujan lantaran tak memiliki embung dan muncul. Masyarakatnya juga cenderung berpola pikir irigasi teknis, areal pertanian di Kecamatan Todanan jangka pendek. Mereka hanya berpikir bekerja untuk tergolong rawan krisis air. mendapatkan uang. Mereka praktis tak memiliki pola pikir jangka panjang untuk mengembangkan sumber Selain bertani, masyarakat Todanan memiliki mata daya dan usaha yang ada. pencaharian sampingan sebagai pembuat arang dan peternak sapi, kambing atau unggas. Mata Tidak mengherankan apabila banyak warga Todanan, pencaharian sampingan ini biasanya dilakukan untuk terutama generasi mudanya yang merantau ke tambahan pemasukan dan modal untuk kegiatan daerah lain untuk bekerja dan mendapatkan uang. insidental seperti nikahan, sunatan, dan sebagainya. “Sebenarnya, itulah salah satu ciri kota kecil. Di mana- Kebutuhan untuk mendapatkan bahan baku arang mana sama. Mereka tidak mudah berkembang karena berupa kayu jati dan kebutuhan pakan ternak berupa generasi mudanya keluar dari kota. yang tinggal di rumput biasanya diambil langsung dari hutan sekitar sana secara turun-temurun berkembang dengan kampung mereka. kondisi seadanya. Tidak ada ide dari luar masuk,” kata Prof. Edy, anggota tim LPPM ITB kelahiran Blora. Kegiatan perekonomian lain yang terdapat di Kecamatan Todanan adalah industri jamur skala Kondisi sosial dan ekonomi di Kecamatan Todanan itu rumah tangga dan industri pembuatan sapu ijuk. tertangkap tim LPPM ITB ketika diajak berkeliling oleh Industri rumahan jamur inilah yang berpotensi untuk anggota DPRD Kabupaten Blora, Singgih Hartono 112
Tempat pelatihan Upat Upat Bumi 113
Dari perpustakaan swadaya yang DATANG, sudah ada di Desa Dalangan DUDUK, sejak tahun 2008 itulah, tim DENGARKAN LPPM ITB masuk dan membantu PROF. EDY SOEWONO, PH.D mengembangkan pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar KELOMPOK keahlian Prof. Edy Soewono (PKBM) yang kemudian diberi nama adalah Matematika Industri dan Keuangan. Menilik kelompok keahlian Upat Upat Bumi. Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam Institut Teknologi pada 2009. “Di Todanan, kita dipertemukan dengan Bandung (FMIPa-ITB) ini, rasanya sulit seorang pemuda lokal bernama Supat. Dia hanya menerapkan ilmu dan teknologi yang lulusan SMP, tetapi punya pemikiran dan semangat dimilikinya pada kegiatan pengabdian mengajak masyarakat untuk maju melalui kegiatan di masyarakat yang sebagian besar perpustakaan swadayanya,” tutur Guru Besar Fakultas dilakukan di pelosok daerah. Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam ITB (FMIPa- ITB) ini. Hal itu pun disadari benar oleh profesor jebolan The Ohio University athens, Dari perpustakaan swadaya yang sudah ada di Desa amerika Serikat (1988) ini. “Kalau Dalangan sejak tahun 2008 itulah, tim LPPM ITB masuk dan membantu mengembangkan pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang kemudian diberi nama Upat Upat Bumi. Komunitas ini berkembang dan semakin dirasakan pesat setelah tim LPPM ITB turut membantu. “Waktu itu, kita membantu usulan kegiatan. Salah satunya budi daya jamur. Ketika itu, kita bawa dua orang anggota komunitas ke ITB untuk dilatih budi daya jamur hingga pemasarannya,” kata Prof. Edy. Setelah itu, tim LPPM ITB membantu dan merancang pembentukan PKBM Upat Upat Bumi. Beberapa program yang pertama kali dikembangkan PKBM antara lain Pendidikan anak Usia Dini (PaUD)/TK, Kejar Paket B dan C, dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) ”Sumber Ilmu”. Kemudian, berkolaborasi dengan LPPM ITB, diadakan juga pelatihan instalasi biogas, pembibitan dan budi daya jamur tiram, pelatihan sablon magang koperasi di Bandung, PKBM Upat Upat Bumi secara mandiri berhasil mengembangkan kursus menjahit, 114
lihat kelompok keahlian, memang datang, duduk, bersilaturahmi dan Tidak semuanya berhasil, tetapi, itu tidak nyambung sih. Tapi, pengabdian mendengarkan kebutuhan masyarakat semua kita identifikasi dan jadi bahan masyarakat itu tidak harus selalu berbasis dan apa yang bisa dibantu. Dari situ, pembelajaran tentang perlunya tokoh keilmuan. yang terpenting, kita bisa turun pelan-pelan kita menawarkan solusi muda yang betul-betul punya jiwa dan ke bawah, diterima masyarakat, dan bisa untuk kebutuhan masyarakat. Dari semangat membangun masyarakatnya. memahami kebutuhan mereka. Itu kan situlah, pengabdian masyarakat bisa Itu yang tidak mudah kita temukan tidak perlu dilatarbelakangi keilmuan terus berkembang,” kata Prof. Edy. dalam setiap kegiatan pengabdian khusus,” kata pria yang menyelesaikan masyarakat,” kata Prof. Edy. program sarjana (S-1) dan master (S-2) di Selain ketepatan ilmu dan teknologi ITB pada tahun 1979 dan 1982 ini. yang dibutuhkan masyarakat, faktor Selain keberhasilan, Prof. Edy tidak lain yang teridentifikasi sebagai salah menutup mata dengan adanya harapan Menurut Prof. Edy, pada dasarnya, satu kunci keberhasilan kegiatan dan target yang sejauh ini belum pengadian masyarakat itu berjalan pengabdian adalah tokoh-tokoh tergapai. Salah satunya adopsi dan karena ada permintaan dari wilayah lokal, khususnya kaum muda, yang replikasi program yang sudah berhasil bersangkutan. “Jadi, kita tidak bisa punya jiwa dan semangat memajukan oleh pemerintah daerah (pemda) tempat datang dengan membawa ilmu masyarakatnya. Di Blora, Prof. Edy pengabdian masyarakat dilakukan. “Kita dan teknologi untuk diterapkan di mencontohkan sosok Singgih Hartono pendekatannya dari bawah, bukan dari masyarakat. Kita pernah coba itu. dan Supat. Singgih Hartono adalah struktural. Kita pernah mencoba itu, Hasilnya tidak berkelanjutan,” tambah mantan anggota DPRD Kabupaten tidak berhasil. yang belum berhasil, Prof. Edy. Blora. Sedangkan Supat seorang bagaimana program kita diadopsi oleh pemuda Desa Dalangan, Kecamatan pemda. Ini tidak mudah. Perlu ketokohan Ia mencontohkan penerapan teknologi Todanan, Kabupaten Blora. seorang pimpinan daerah yang punya biogas di Blora dan Jepara. Pada awalnya, visi ke depan soal kemanfaatan kami. tim LPPM ITB berpikir, teknologi biogas Bagi Prof. Edy, Singgih dan Supat Sejauh ini belum ada pemda yang itu bisa bermanfaat dan menghadirkan merupakan local hero. Mereka merupakan melihat program ini berhasil dan datang nilai tambah dalam berbagai kegiatan tokoh sentral di balik keberhasilan kegiatan untuk bilang kami mau bawa ke level perekonomian yang dilakukannya. Tapi, pengabdian masyarakat di Kabupaten pemda. Itu belum bisa di mana pun,” pada kenyataannya, teknologi itu tidak Blora. Berkat keduanya, sejumlah program ujar Prof. Edy. bisa diterapkan dengan berbagai alasan. pengabdian masyarakat di Blora bisa “Di Blora, mungkin kita bantu biogas di berkelanjutan. “Pak Singgih adalah tokoh Bicara soal pengalaman selama tiga atau empat tempat. Setahun berjalan, lokal yang membawa kita berkeliling pengabdian masyarakat, Prof. Edy tapi tidak berkelanjutan. Masalahnya, menemui individu-individu dan kelompok mengaku lebih banyak sukanya. karena secara nyata tidak memberikan nilai masyarakat yang perlu dibantu. Kemudian apalagi, sebagian besar masyarakat tambah ekonomi. Karena kenyataannya, kita dipertemukan dengan Supat, tokoh tempat kegiatan pengabdian selalu biogas itu hanya untuk masak. Begitu juga muda yang sangat antusias, militan dan antusias kehadiran tim LPPM ITB. “Tidak di Jepara, meski biogasnya lebih bagus, all out ingin memajukan masyarakatnya,” hanya itu, semangat masyarakat juga tapi enggak berjalan karena warga merasa tutur Prof. Edy tentang kedua sosok yang berkelanjutan. Itu yang membuat kita repot harus mengisi limbah sapi dan itu kerap disebutkannya. selalu semangat dan happy selama dianggap tidak efesien,” beber Prof. Edy. kegiatan pengabdian masyarakat,” tutur Kiprah Singgih yang dekat dengan Prof. Edy. Dari pengalaman trial and error masyarakat dan Supat bersama Pusat di Blora tersebut, Prof. Edy Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Dukanya? “Tidak duka-duka amat, sih. mengidentifikasi salah satu faktor Upat Upat Bumi menjadi inspirasi bagi Tetapi, umumnya kita harus mencoba pendukung keberhasilan kegiatan seluruh anggota tim LPPM ITB dalam mengikuti alur kerja masyarakat pengabdian yang dilakukan LPPM ITB setiap kegiatan pengabdian masyarakat setempat walaupun kita maunya cepat itu adalah ketepatan teknologi yang di kawasan lain, terutama di pelosok maju dan bergerak. Itulah dinamika di akan diterapkan dengan kebutuhan seperti Nunukan, Jepara, Maninjau, dan lapangan,” pungkas Prof Edy.*** masyarakatnya. “Makanya, kita harus juga Selaawi Garut. 115
servis komputer, industri rumahan pembuatan aneka keripik, keterampilan limbah perca, les Matematika dan Bahasa Inggris, koperasi mandiri, pembibitan ikan nila dan lele, bengkel serta program air bersih. Sempat dicibir dan bahkan ditertawakan pada awal pendiriannya, pada 2012 Upat Upat Bumi sudah mampu mengadakan event berskala lokal yang mengangkat kebudayaan dan potensi setempat seperti Parade Obor Nusantara untuk menyambut Tahun Baru Jawa 1 Suro. Kegiatan ini terus dilaksanakan setiap tahun. Namun, menurut Supat, ada kendala dalam mengembangkan sejumlah kegiatan pemberdayaan masyarakat di antaranya keterbatasan modal dan sulitnya mendapatkan bantuan dari pemerintah. “Karena itu, saya sangat berharap kerja sama dengan ITB tidak boleh putus. Saya masih punya mimpi besar menyangkut pengembangan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. ITB jangan nanggung. ITB bisa membantu kami membuka link dan jejaring untuk mencari sumber dana buat kegiatan Upat Upat Bumi. Saya yakin ITB mampu,” kata Supat. Selain pusat belajar, Upat Upat Bumi juga memiliki kegiatan pelatihan pembibitan jamur. Pelatihan ini mampu menumbuhkan industri pengolahan jamur serta kegiatan ekonomi masyarakat lain yang diharapkan bisa mendongkrak kesejahteraan warga, termasuk koperasi simpan pinjam. Khusus untuk pengelolaan koperasi, dua pengurus Upat Upat Bumi, Slamet Eko Mulyono dan Sunaryoto sempat diberi kesempatan belajar langsung ke Koperasi Keluarga Pegawai (KKP) ITB pada 2015. Selama sebulan, keduanya melakukan studi banding tentang pengorganisasian dan kepengurusan dengan cara terlibat langsung di beberapa bidang usaha KKP- ITB, dari mulai warung serba ada (waserda), simpan pinjam, pusat jajan serba murah (pujasera) hingga rental mobil. “Selain perilaku warga, perubahan yang paling terasa tentu saja dari sisi ekonomi. Kalau dahulu banyak sekali pengangguran, sekarang warga punya kesibukan masing-masing yang menghasilkan secara ekonomi,” tutur Supat. Supat di depan Upat Upat Bumi 116
Selain kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan, Supat Keberhasilan LPPM ITB untuk memberdayakan juga mengharapkan lebih banyak pelatihan yang bisa masyarakat lewat PKBM Upat Upat Bumi diakui diberikan ITB. “Pokoknya, teknologi yang sekiranya Ketua LSM ampera, Singgih Hartono. “Dengan dibutuhkan dan bakal menghadirkan manfaat buat berbagai pelatihan yang rutin dilakukan, masyarakat, pasti akan saya minta ke ITB,” tambah masyarakat jadi tahu banyak hal. Dari mulai Supat. pembukuan di koperasi simpan pinjam, pendidikan hingga cara pengolahan dan pemasaran jamur,” Harapan Supat direspons positif oleh LPPM ITB. kata tokoh masyarakat yang pernah menjadi Buktinya, sejak 2009 hingga saat ini, setiap ada anggota DPRD Kabupaten Blora itu. kegiatan penelitian dan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Blora, Upat Upat Bumi menjadi prioritas. Singgih berharap, LPPM ITB terus meningkatkan “Saya melihat, kegiatan anak muda di Upat Upat kegiatan pemberdayaan masyarakat sambil Bumi sudah berhasil. Bayangkan, sebelumnya mereka memperkenalkan dan menerapkan teknologi tepat tidak punya kegiatan bergulir dari sisi pendapatan. guna yang dibutuhkan warga. “Kalau di sini, yang Sekarang, terutama budi daya jamurnya, menjadi paling dibutuhkan masyarakat itu adalah teknologi sentral. Mereka sudah menjadi kiblat pelatihan yang berkaitan dengan pertanian. Misalnya, ITB budi daya jamur yang sangat berhasil,” kata Prof. bisa mencarikan solusi untuk meningkatkan kualitas Nyoman, anggota tim LPPM ITB dari kelompok tanah agar produksi pertanian secara kuantitas keahlian Bioteknologi Mikroba. meningkat lagi,” kata Singgih.*** PERUBAHAN dari kehidupanan jalanannya. Ketika usianya berkumpul. Sejak saat itu, selalu saja ada BERAWAL menginjak 21 tahun, kebosanan akan kehidupan sekelompok orang yang datang, baik hanya DARI PENDIDIKAN jalanannya muncul. Entah ada bisikan dari mana, untuk mengobrol, maupun melakukan ia pun mengaku prihatin atas kondisi masyarakat aktivitas lain, seperti pelatihan berbagai NAMANYA sangat pendek. Hanya terdiri atas di desanya, terutama kalangan mudanya. Selain jenis keterampilan. Kebiasaan buruk pemuda lima huruf, Supat. Namun, pria kelahiran Blora, rata-rata berpendidikan rendah dan tidak memiliki setempat mulai berupaya diubah. langkah 21 Mei 1979 ini punya pemikiran panjang yang pekerjaan tetap, para pemuda desanya punya pertama yang dilakukannya adalah dengan bahkan menembus ruang dan waktu. “Saya kebiasaan buruk seperti mabuk-mabukan, bahkan menyediakan perpustakaan. “Tidak mudah. punya impian besar yang harus diwujudkan. suka berkelahi dan bikin onar, seperti yang pernah Bahkan banyak orang yang mencibir dengan Kalau hasilnya belum bisa dirasakan sekarang, dialaminya. “Kondisi itu sangat memprihatinkan kegiatan komunitas ini. Apalagi, saya ini hanya biarkan anak saya yang melanjutkannya,” kata dan meresahkan hati saya. Waktu itu, saya berpikir tamatan SMP dan berlatar belakang kurang Supat tentang impian besarnya memberdayakan harus bisa mengubahnya,” ujarnya. baik di mata masyarakat. Tapi, saya tetap punya masyarakat yang berada di sekitarnya. keyakinan suatu saat akan berhasil,” kata Supat. Supat tak ingin, impiannya memberdayakan Dahulunya, hidup Supat tak keruan. Di masyarakat sekadar bunga tidur. Saat Dalam perkembangannya, melalui anggota kampungnya, Desa Dalangan, Kecamatan terbangun, ia pun merintis jalan agar impian DPRD Kabupaten Blora, Singgih Hartono, Supat Todanan, Kabupatan Blora, Supat terkenal besarnya menjadi kenyataan. Salah satunya berkenalan dengan anggota tim lPPM ITB suka mabuk-mabukan dan bikin onar. Bahkan, dengan membangun komunitas yang dihuni yang tengah mengadakan kegiatan pengabdian Supat muda pernah menggelandang bertahun- pemuda dan warga yang sebagian besar masyarakat di daerahnya pada tahun 2008. tahun di jalanan. Impian Supat justru berawal tergolong orang termarginalkan. “Komunitas ini Setelah intensif berkomunikasi, muncul gagasan dihuni pengangguran, anak jalanan, anak nakal untuk mendirikan Pusat Kegiatan Belajar dan doyan berkelahi, serta putus sekolah. Ada Mengajar (PKBM) yang kemudian diberi nama anak punk, Slankers (fans Slank) dan sebagainya. upat upat Bumi. Kegiatan kami hanya berkumpul, berdiskusi membahas banyak hal seperti pekerjaan, “Saya setuju mendirikan PKBM yang bergerak kesulitan ekonomi,” tutur Supat. di bidang pendidikan. Karena menurut saya, pendidikan itu merupakan hal mendasar. Rumah Supat yang berada di tepi sawah Perubahan itu terjadi karena adanya pendidikan,” pun disulap menjadi markas tempat mereka kata Supat.*** 117
MBLMEEaEBsRNaISHADATBMAeApPAaIKnJAMUR SEBaGIaN besar warga Desa Kentong, Kecamatan salah satu jenis jamur pertanian yang banyak diminati Cepu, Kabupaten Blora, menggantungkan hidupnya masyarakat karena nilai gizi yang tinggi dan memiliki dari hasil pertanian, terutama padi. Namun, hasil prospek untuk dikembangkan. pertanian mereka tidak pernah maksimal dan bahkan kerap gagal panen akibat serbuan hama tikus. Tidak Semula, warga Desa Kentong hanya mengenal mengherankan bila tikus menjadi public enemy budidaya jamur tiram. “Kalau jamur tiram sudah nomor satu bagi warga Desa Kentongan. “Hampir lama mereka budidayakan. Nah, mereka ingin semua warga desa saya bertani. Tapi, kami punya meniru keberhasilan jamur budi daya jamur merang masalah besar yang sulit teratasi, hama tikus,” tutur di Todanan yang dilakukan PKBM Upat Upat Bumi,” Kepala Desa Kentong, Muntahar. “Meski coba kata pakar mikroba dari LPPM ITB, Prof. Nyoman. diberantas dengan berbagai cara, hama tikus tidak pernah bisa teratasi,” tambah Muntahar. Prof. Nyoman menilai, berdasarkan permasalahan yang dihadapi petani dan potensi yang tersedia, budi Sebagai alternatif penghidupan mereka, sejumlah daya jamur merang bisa menjadi usaha dan kegiatan warga memilih usaha budi daya jamur. Kebetulan, sampingan selain bertani. “Budi daya jamur merang kawasan Cepu memiliki potensi yang baik untuk juga berpeluang meningkatkan taraf masyarakat. Sebab, mengembangkan budi daya jamur karena memiliki jamur ini sangat pas dijadikan objek kewirausahaan bagi sumber substrat melimpah. Selain itu, kondisi masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan masalah lingkungan juga mendukung proses budi daya. perekonomian lainnya,” kata Prof. Nyoman. atas permintaan masyarakat yang punya keinginan kuat Kemudian, sudah sejak lama jamur juga dikenal untuk mengikuti jejak keberhasilan budi daya jamur masyarakat sebagai produk pangan yang memiliki di Kecamatan Todanan, di pengujung tahun 2019, potensi untuk dikembangkan menjadi sumber tim LPPM ITB mulai mengadakan rangkaian pelatihan pangan nutraseutikal. Beberapa jenis jamur diketahui dan pendampingan di Desa Kentong. memiliki kandungan nutrisi cukup lengkap dan senyawa dengan aktivitas antikolesterol. Salah Benar saja, pada saat pelatihan yang dilakukan pada satunya jamur merang (Volvariella volvaceae). Jamur 2-3 Desember 2019, peserta yang terdiri atas warga ini termasuk komoditas yang telah dikenal dan dan petani Cepu terlihat antusias. Beberapa peserta banyak dibudidayakan. Jamur merang merupakan aktif bertanya dan mengungkapkan ketertarikannya 118
Budi daya jamur di Cepu 119
Kegiatan pelatihan budi daya jamur 120
mengembangkan budi daya jamur merang. Namun, mereka masih belum terlalu paham prospek dan cara mengembangkannya. apalagi peralatan untuk budi daya masih tidak lengkap. Mereka pun berharap ada bantuan berkelanjutan dari ITB untuk mengembangkan proses budi daya ini. “yang namanya baru pelatihan dan pertama kali mencoba, tentu saja masih banyak kekurangan. Makanya, untuk pengembangan budi daya jamur ini, kita masih harus terus berkomunikasi dengan ITB,” kata Supri, seorang petani peserta pelatihan jamur merang. Setelah kegiatan, warga dan petani mulai Walaupun harganya mahal, memanfaatkan limbah jerami yang dihasilkan dari antara Rp30 ribu sampai proses pertanian sebagai media tumbuh jamur Rp40 ribu per kilogram, merang. Kemudian, mereka juga memiliki aktivitas jamur merang ini tetap dibeli. sampingan untuk berbudi daya jamur merang selain menjadi petani. Warga dan petani juga mampu memahami teknik dasar budi daya jamur merang yang diharapkan akan terus dikembangkan secara mandiri oleh warga. Namun, berkat ketekunan petani, mereka akhirnya termasuk pemasarannya. Pelatihan pemasaran bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas pada bermanfaat karena kita tidak ingin jualan jamur saja, saat panen kedua. “alhamdulillah, panen kedua tapi mungkin produk olahan lainnya,” kata Eko. mengalami peningkatan. Kita juga sudah bisa merasakan hasilnya, baik untuk konsumsi maupun Berkenaan dengan pasar, Eko mengaku tidak dijual. Sebab, walaupun harganya mahal, antara Rp30 khawatir. Karena diyakini memiliki nilai gizi yang ribu sampai Rp40 ribu per kilogram, jamur merang ini tinggi dan bisa bermanfaat sebagai obat, meskipun tetap dibeli,” tutur Supri. harganya tergolong mahal, Eko optimistis dengan potensi pasar jamur. Buktinya, kata Eko, dalam dua Kendati demikian, Supri tetap berharap bantuan ITB kali panen yang sudah dilakukan petani binaannya, berkelanjutan. “Jangan berhenti sampai di sini. Kami semuanya bisa dipasarkan. masih butuh bantuan dan pendampingan dari ITB. Kendala kami tidak jauh-jauh, hanya soal pemasaran “Sekarang pun, permintaan ke kita sudah banyak. dan permodalan,” kata Supri Sayang kita belum bisa produksi karena kekurangan modal, terutama setelah pandemic Covid-19. Karena Setali tiga uang, harapan serupa dilontarkan Ketua biaya produksinya agak mahal juga. Tapi, kami PKBM amal Bhakti Indonesia yang berperan membina sangat yakin prospek jamur itu bagus. Makanya, kita warga dan petani Desa Kentong, Eko Suyanto, SE. mau lanjut. Sebab, masyarakat sudah merasakan S.Pd. apalagi, tutur Eko, setelah merasakan hasilnya manfaatnya, terutama dari sisi ekonomi. Mereka dalam dua kali panen, para petani dan warga binaannya butuh tambahan pendapatan,” tandas Eko. sudah bertekad menjadikan budi daya jamur menjadi mata pencaharian utama pengganti padi. “Makanya, kita berharap sentuhan lebih lanjut dari Dengan bantuan dan pendampingan lanjutan dari LPPM ITB. Kalau kemarin kita baru mendapatkan LPPM ITB, Eko yakin, masa depan warga dan petani pelatihan dasar, ke depan kita ingin lanjutannya, binaannya akan lebih baik bersama jamur merang.*** 121
JOEmPaAhRSAusu, BUUKKIRAANNCKUAMYAU JEPaRa sangat identik dengan ukiran kayu. Tidak Di lokasi berbeda, tetapi masih di Desa Banyuputih, banyak tahu kalau Jepara juga punya potensi sebagai tepatnya di RT 02/RW 02, abdullah Kharis yang tidak daerah penghasil susu. Potensi itu bisa ditemukan lain adik kandung abdul Khakim, juga memiliki usaha di Desa Banyuputih, Kecamatan Kalinyamatan. serupa dengan label Omah Susu. Produk susu yang Sebagian besar penduduk desa itu merupakan dihasilkan dipasarkan hingga ke Kudus. peternak kambing dan sapi perah. Sayangnya, produk susu hasil peternakan di Desa Banyuputih Kemudian, kakak beradik ini berkolaborasi. belum mendapatkan tempat di hati masyarakat. Untuk urusan kambing perah, abdul Khakim yang menangani, sedangkan ia fokus di bidang adalah abdul Khakim, seorang peternak kambing pemasaran. “Soal pemasaran, sejak lama saya punya perah di Desa Banyuputih yang merintis usahanya cita-cita mengembangkan peternakan kambing dan pada tahun 2013 dengan label BM (Berkah Manunggal) sapi perah bisa menyatu dengan restoran. Dengan Farm. Sebelumnya, ia sempat mencoba peternakan begitu, selain minum susu segar dan berbagai olahan kambing biasa. Namun, karena keuntungannya kecil, sepuasnya, pengunjung juga bisa melihat langsung abdul Khakim beralih ke kambing perah. bagaimana susu dihasilkan,” tutur aris, sapaan akrab abdullah Kharis. Ketika itu, di belakang rumahnya di RT 09/RW 03, berjejer kandang yang dihuni 15 ekor kambing etawa. Oleh sang kakak, abdul Khakim, konsep tersebut Setiap kambing bisa menghasilkan 1-1,5 liter susu. dilengkapi dengan wahana bermain anak dan Pemerahan susunya bisa dilakukan dua kali dalam sarana edukasi alam. “Konsep dan keinginan itu, sehari. Pembeli biasanya datang langsung dan kalau saya sampaikan kepada seorang dosen di Unisnu kebetulan, bisa menyaksikan proses pemerahan susu (Universitas Islam Nahdlatul Ulama) Jepara,” tutur kambing. Selain membeli susu, tamu yang datang abdul Khakim. Dari dosen Unisnu itulah keluarga juga bisa belajar beternak dan bertani. “Tamu yang abdullah Kharis dan abdul Khakim berkenalan datang, termasuk warga bisa belajar memelihara dengan dosen-dosen ITB yang tengah melakukan kambing, membuat pakan fermentasi, dan bertani kegiatan pengabdian masyarakat di Jepara. juga,” kata abdul Khakim. Kebetulan, ITB dan Unisnu sudah menjalin kerja sama 122
Omah Susu, Jepara 123
Wahana bermain di Omah Susu, Jepara 124
program pengembangan desa binaan. Tim dari LPPM ITB dan Unisnu mulai melakukan pendampingan pada Oktober 2016. Kendati baru tahap awal pendampingan, pada 17 abdul Khakim mengungkapkan, selain peternakan Desember 2016, Rektor Unisnu, Dr. Sa’dullah assa’idi, dan pemerahan, pada 2017, Omah Susu juga mulai M.ag. meresmikan Omah Susu. Sentra peternakan membuka area khusus anak-anak bermain untuk kambing dan sapi perah yang dipadukan dengan mengenal alam, permainan tradisional, cara beternak restoran ini merupakan bagian dari upaya pemasaran dan memerah susu. “Pada awalnya, yang kami produk hasil olahan susu peternak Desa Banyuputih pikirkan hanya konsep edukasi dan tempat bermain yang diberi label “Moo…Moo…”. buat anak-anak yang sudah sangat bergantung pada gadget. Waktu itu, kami sama sekali tidak terpikir soal Saat memberikan sambutan, Kharis mengucapkan kemanfaatan seluruh wahana permainan ini,” kata terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tim abdul Khakim. Unisnu, ITB, dan semua pihak yang telah mendukung terwujudnya Omah Susu. Ia berharap, Omah Susu “Nah, teman-teman dari ITB itulah yang mengenalkan menjadi sarana edukasi wisata bagi masyarakat yang kemanfaatan jenis-jenis permainan yang harus ada di ingin mengetahui dan melihat secara langsung proses Omah Susu untuk anak-anak. Salah satunya, permainan pengolahan susu yang baik, mulai dari memeras yang bisa melatih motorik anak, seperti rumah pohon hingga menciptakan produk berkualitas baik. dan wahana lainnya,” kata abdul Khakim. Prof. Budi Sulistianto, perwakilan LPPM ITB yang hadir Abdul Khakim & “Nah, teman-teman dari ITB itulah pada acara peresmian, menyampaikan komitmen Abdul Kharis yang mengenalkan kemanfaatan dan dukungannya untuk pengembangan Omah jenis-jenis permainan yang harus Susu selanjutnya, mulai dari packaging, pengolahan ada di Omah Susu untuk anak-anak. susu, hingga teknologi pendukung lain yang bisa Salah satunya, permainan yang diterapkan. “Harapan kami, Omah Susu sebagai bisa melatih motorik anak, seperti contoh bagi kampung atau desa lain untuk menjadi rumah pohon dan wahana lainnya.” masyarakat mandiri,” kata Prof. Budi. Sistem biogas yang telah diterapkan di Omah Susu Karena itu, pada 2017, tim LPPM ITB kembali ke dapat dikembangkan untuk kemudian menghasilkan Banyuputih. Dipimpin Prof. Nyoman (Bioteknologi pupuk hayati. Pupuk ini diproduksi dari limbah kotoran Mikroba), tim yang beranggotakan Prof. Budi sapi yang keluar dari output reaktor biogas. Pemanfaatan Sulistianto (Teknik Pertambangan) dan Dr. Dudy pupuk dapat diaplikasikan untuk menunjang fasilitas Wiyancoko (Desain Produk Kebudayaan dan Gaya kebun yang dikembangkan di Omah Susu dan dapat Hidup) ini mengadakan sosialisasi kerja biogas dan diperjualbelikan. Selain itu, pada proses produksinya pembuatan pupuk hayati di Omah Susu. Tim ini juga dapat menyerap tenaga kerja masyarakat di dibantu asisten/mahasiswa Muhandinni Zahra, S.Si. sekitarnya. Proses sosialisasi sistem biogas dilakukan (Manajemen), Sri Utami, S.Si. (Mikrobiologi), dan untuk memberi pemahaman mengenai penggunaan anwar Fauzi Rakhmat, S.Si. (Mikrobiologi). dan perawatannya. Volume gas yang dihasilkan dikaitkan dengan jumlah ternak sapi yang dimiliki, agar Selain memberikan masukan untuk wahana hasil yang didapatkan efektif dan efisien. permainan anak, tim LPPM ITB juga melakukan pendampingan dan pelatihan untuk para peternak dan masyarakat sekitar tentang pembuatan pangan fermentasi, dilanjutkan pembuatan biogas dan eduwisata peternakan sapi dan kambing perah serta hasil olahannya. 125
Pupuk hayati yang dihasilkan berupa cair maupun padat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar yang beragam. Pengajaran pembuatan pupuk hayati juga dilakukan kandang sapi juga dapat digunakan untuk meletakkan untuk menghasilkan sistem biogas yang zero waste. panel surya karena posisinya yang sudah menghadap Karena sumber organik dari pupuk hayati merupakan ke utara dan strukturnya cukup kuat karena telah output limbah biogas itu sendiri. Pupuk hayati yang menggunakan cakar ayam. Berdasarkan pengolahan dihasilkan berupa cair maupun padat sehingga gambar, terlihat bahwa sudut kemiringan dari atap dapat memenuhi kebutuhan pasar yang beragam. kendang sapi adalah 9° sehingga dalam instalasinya “Kegiatan pelatihan fermentasi pakan ternak itu sangat diperlukan modifikasi berupa penggunaan pasak bermanfaat buat peternak dan warga sekitar sini. Kami untuk membentuk sudut 12°. sangat berterima kasih kepada ITB karena transfer ilmu dan teknologi semacam itulah yang kami harapkan Energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya terjadi di Omah Susu ini,” kata abdul Khakim. rencananya digunakan untuk kebutuhan pompa air. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Pada tahap selanjutnya, tepatnya 2018, tim LPPM Omah Susu, telah terpasang sebuah pompa air ITB mengirimkan Bayu Sutanto (Magister Teknik dengan motor listrik aC berdaya 450 watt untuk Mesin Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara) untuk sumur bor dengan kedalaman rendah (7-11 meter) perancangan panel surya di Omah Susu. Berdasarkan dan ketinggian penampung air sekitar 5 meter. Maka hasil survei, lokasi yang ideal untuk pemasangan beban listrik yang akan disuplai oleh sistem panel panel surya di Omah Susu terletak di area peternakan surya adalah sebuah pompa listrik berdaya 450 watt dan tanaman sayur karena tidak terhalang oleh yang beroperasi selama 3-4 jam setiap hari.*** pepohonan di sekitarnya. Selain itu, konstruksi atap 126
Biogas di Omah Susu, Jepara 127
128
2LINGKAR ZONA PROVINSI JAWA BARAT 129
Selaawi ITU BAMBU RUMPUN bambu atau awi dalam bahasa Sunda, berjejer di sepanjang aliran Sungai Cimanuk, tepat di pintu masuk ke Kecamatan Selaawi dari arah Limbangan, Kabupaten Garut. Selanjutnya, sejauh mata memandang, entah di dataran rendah maupun perbukitan, termasuk di sekitar permukiman warga, rumpun-rumpun bambu akan selalu ditemukan. Begitulah panorama alam yang paling khas dari Selaawi, sebuah kecamatan yang berjarak 37 kilometer dari ibu kota Kabupaten Garut. Selaawi memiliki 7 desa, yaitu Cigawir, Cirapuhan, Mekarsari, Pelitaasih, Putrajawa, Samida dan Selaawi. “Entah siapa yang memulai menanamnya. yang pasti, bambu adalah anugerah dari allah SWT untuk Selaawi dan diwariskan leluhur kita kepada generasi sekarang dan yang akan datang,” tutur H. Saripudin, seorang tokoh masyarakat Selaawi. “Bagi kami, warga Selaawi, bambu adalah sumber penghidupan yang sudah dianugerahkan allah Swt. dan diwariskan orang tua, nenek, dan buyut,” timpal Utang Mamad, perajin bambu asal Kampung Ciloa, Desa Mekarsari. Beberapa catatan menyebutkan, semula Selaawi hanyalah dusun sunyi yang hanya dihuni sekitar 25 kepala keluarga pada 1870. Mereka merupakan pengungsi dari Sumedang yang tengah mendapatkan tekanan dari pemerintahan kolonial Belanda. Konon, pada saat itu mereka mulai membangun permukiman yang seluruh terbuat dari bambu. Selain bertani, mereka juga punya kebiasaan membuat perkakas rumah tangga dengan bahan dasar bambu yang memang pohonnya bertebaran di sekitar kediaman mereka. “Mungkin, karena sumber daya alam dan kebiasaan warga yang membuat perkakas rumah tangga di sela-sela rumpun bambu itulah daerah ini dinamai Selaawi,” tutur Ridwan Effendi, Camat Selaawi yang sudah menjabat sejak 2015. 130
Ada dua faktor yang menghambat dalam pengembangan potensi di Blora yaitu pengelolaan sumber daya air dan menyangkut sumber daya manusianya. Salah satu alat di Lab Selaawi Semula, secara administratif, Selaawi merupakan sebuah desa di Kecamatan Cisewu. Pada saat ada pemekaran, Selaawi kemudian masuk ke wilayah Kecamatan Talegong. “Nah sekarang sudah 36 tahun Selaawi dimekarkan menjadi sebuah kecamatan tersendiri,” tambahnya. Ridwan Effendi sempat dianggap sebagai orang yang tak beruntung karena ditugaskan sebagai Camat Selaawi. “Wayahna di Selaawi mah ‘garing’,” demikian kira-kira anggapan kebanyakan orang yang sering sekali ia dengar. Selaawi dianggap sebagai daerah yang garing atau tidak menguntungkan, baik dari segi ekonomi, maupun lingkungan. Warga Selaawi sulit bercocok tanam karena daerahnya sangat kering, terutama di musim kemarau. Salah satu daerah paling gersang di Garut bagian utara. Daerah ini juga terbilang jauh dari aliran Sungai Cimanuk sehingga infrastruktur irigasinya juga tak memadai. Untungnya Ridwan tak langsung menyerah. Ia berkeliling untuk ngobrol dengan tokoh masyarakat setempat. Dia meyakini, tak mungkin sebuah daerah tak punya potensi sama sekali. Benar saja, dari obrolan itu Ridwan melihat potensi unggulan Selaawi ialah bambu. Potensi ini dimiliki merata di semua desa. Ia melihat langsung produk-produk tradisional yang dibuat oleh warga. Sampai suatu hari, Ridwan diajak stafnya berkunjung ke tempat salah seorang perajin bambu yang biasa dipanggil Kang Utang. “Saya lihat di tempat Kang Utang agak lain, agak nyeleneh nih produknya,” kata Ridwan. Rupanya Kang Utang sudah cukup lama didampingi oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). “Ketika mendengar nama ITB, muncul sebuah keyakinan dalam diri saya,” ujarnya. Desain produk bambu milik Kang Utang berbeda dari yang lain. Menurut Ridwan, desainnya lebih variatif dan tidak terkesan kuno. Dari sana, ia yakin produk- 131
produk bambu ini bisa membesarkan Selaawi. Sejak 2016, ia mendorong pengembangan kerajinan bambu Selaawi. Potensi bambu di setiap desa menjadi tumpuannya. Setiap desa diharapkan mempunyai produk- produk bambu unggulan yang bisa dipasarkan secara luas. Tak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga memberi daya ungkit bagi kesejahteraan warga. Embrio yang sudah berkembang di tingkat kecamatan ini kemudian dibawa ke Bupati Garut. Pada 2018, Bupati Garut menerbitkan surat keputusan yang menetapkan Selaawi sebagai Kawasan Pedesaan Industri Bambu Kreatif. Keputusan itu menyiratkan adanya sinergi antardesa. Bukan seperti membangun sentra kerajinan yang biasanya hanya terdiri atas satu desa atau kampung. Seluruh Kecamatan Selaawi menjadi pusat industri kerajinan bambu. Mereka mengatur mulai menyiapkan bahan baku, pross produksi, konsumsi, hingga bisa sampai ke tangan konsumen yang lebih luas. SINERGI DENGAN LPPM ITB Keterlibatan ITB di Selaawi semakin melembaga. Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) mendampingi Selaawi membangun kawasan industri bambu kreatif ini. Kerja sama ini dijalin dalam nota kesepahaman yang ditandatangani Bupati Garut dan Rektor ITB. LPPM ITB mendampingi perajin bambu Selaawi, utamanya dalam hal mengembangkan desain produk, selain juga pemasaran serta bantuan peralatan untuk produksi. Tidak itu saja, pendampingan juga dilakukan terkait dengan kegiatan-kegiatan lain yang bisa menunjang industri bambu dan meningkatkan kesejahteraan warga. Misalnya saja pembuatan biogas, biovlok, pelatihan budi daya ikan air tawar (lele), dan lainnya. Peranti rumah tangga Ridwan mengaku kerja sama ITB ini telah membantu warga. Dampak tradisional, kini memiliki lain yang tak kalah penting, keterlibatan ITB ini meningkatkan posisi sentuhan seni yang adaptif tawar Selaawi. “ITB saja turun ke Selaawi, masa yang lain enggak? dengan perubahan zaman. Alhamdulillah dari situ dampaknya cukup besar sehingga beberapa Bambu tak hanya berupa perguruan tinggi lain ikut bekerja sama dengan kami. ada banyak lebih boboko atau nyiru, tetapi dari enam kampus setelah melihat konsistensi LPPM ITB terus melakukan juga cangkir, aksesori, dan pendampingan,” tutur Ridwan. Kerja sama intensif dengan ITB telah mengubah banyak hal. LPPM ITB perkakas lainnya. berbagi jaringannya dengan warga Selaawi. Masyarakat belajar banyak dari para ahli, praktisi, dan tokoh bambu yang datang ke Selaawi. Kerajinan bambu yang dihasilkan lebih bervariasi, baik dari segi desain maupun jenis produk. Desainnya lebih kekinian, tetapi masih mengandung ciri khas Selaawi. Peranti rumah tangga tradisional, kini memiliki sentuhan seni yang adaptif dengan perubahan zaman. Bambu tak hanya berupa boboko atau nyiru, tetapi juga cangkir, aksesori, dan perkakas lainnya. “Itu yang kami harapkan, pengembangan produk itu betul-betul membaca kebutuhan pasar,” ujar Ridwan. Kerajinan bambu kini juga dilirik anak muda setempat. Mereka membentuk komunitas-komunitas baru untuk menghasilkan inisiatif dan produk baru. Bahkan ada juga yang banting setir dari profesinya menjadi perajin bambu. Geliat semacam ini diharapkan mampu meningkatkan kuantitas produksi yang belum optimal. Masyarakat masih kesulitan untuk membuat produksi dalam jumlah besar. Sering kali para perajin kelabakan menghadapi permintaan pasar. Meski begitu, Selaawi masih perlu lebih banyak orang yang teribat dalam industri bambu kreatif ini. Penambahan sumber daya manusianya belum signifikan. Dari 41 ribu penduduk, belum sampai 10 persen yang ikut mengembangkan kerajinan bambu. “Kami harap minimal seperempatnya, supaya betul-betul bisa mewarnai. Ketika kita bicara Selaawi jadi kawasan pedesaan dengan tematiknya industri bambu kreatif, paling tidak ketersediaan SDM perajin bisa mencapai 20-25 persen dari jumlah penduduk sehingga kita tidak kerepotan ketika ada orderan, siap mengerjakan,” kata Ridwan. 132
Hasil karya perajin bambu Selaawi 133
Hasil karya perajin bambu Selaawi 134
Dalam penataan kawasan industri bambu kreatif ini direncanakan pembuatan arboretum bambu yang digadang-gadang bisa menjadi pusat penelitian keanekaragaman bambu. Bersama ITB, pemerintah memetakan potensi di setiap desa di Selaawi. Tujuannya untuk membuat zonasi. Setiap desa bakal punya kekhasan yang berbeda dari desa yang lain. Ridwan berharap nantinya setiap desa bisa mempunyai satu produk dengan desain unik yang menjadi unggulan. Hal ini penting untuk mengembangkan kawasan industri bambu kreatif di Selaawi. ada beberapa tantangan yang masih perlu diatasi. Salah satunya soal bahan baku yang sesuai dengan permintaan pasar. Terkadang, keduanya tidak sinkron. Permintaan pasar tak bisa dipenuhi karena bahan baku yang tersedia tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebenarnya bambu sebagai bahan baku industri ini tersedia banyak. Saat ini masih tersedia 600 hektare lahan bambu yang tersebar di tujuh desa. Jumlah itu masih bisa mencukupi kebutuhan produksi saat ini. Lahan itu masih mungkin diperluas dengan memanfaatkan tanah carik yang luasnya di masing-masing desa bervariasi dari 10 sampai 100 hektare. Tanah milik Balai Besar Wilayah Sungai DaS Cimanuk juga bisa ditanami bambu. Hanya, penanaman bambu itu masih dilakukan dengan cara tradisional yang dipelajari turun-temurun. Ridwan mengatakan, dalam penataan kawasan industri bambu kreatif ini direncanakan pembuatan arboretum bambu yang digadang-gadang bisa menjadi pusat penelitian keanekaragaman bambu nusantara atau bahkan di dunia. arboretum itu bisa mengoleksi berbagai jenis bambu yang konon jumlahnya mencapai 1.200 spesies. Bisa juga menjadi tempat menyilangkan spesies-spesies dari negara yang berbeda. Selain itu, pemerintah juga akan membangun Selaawi Bamboo Creative Center (SBCC) sebagai sentra berbagai kegiatan masyarakat yang terkait dengan pengembangan produk, pemasaran bambu dan bahkan destinasi wisata minat khusus. Keberadaan SBCC diharapkan semakin menguatkan citra Selaawi sebagai kawasan kerajinan bambu nomor wahid di Indonesia. Soal rencana ini, LPPM ITB pun memberikan dukungan penuh. Bahkan, Dr. Muhammad Ihsan, M.Sn., dosen ITB dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) menyatakan, pengadaan arboretum, SBCC dan sarana-prasana pendukungnya menjadi pekerjaan rumah bagi LPPM ITB yang harus dirampungkan. “Sekarang, kita juga harus mempertimbangkan bantuan-bantuan peralatan dengan teknologi tepat guna untuk menopang keberadaan seluruh fasilitas penebangan bambu di Selaawi,” kata Dr. Ihsan.*** 135
PENINGKATAN PKeArPaAjinSIBTAamS bu BaGI warga Selaawi, Kabupaten Garut, bambu bambu yang tercatat di 7 desa di Kecamatan adalah anugerah Tuhan yang sudah menjadi bagian Selaawi hanya sebanyak 1.600 orang, sangat sedikit dalam kehidupan keseharian mereka. Maklum, dibandingkan dengan populasi 34.000 jiwa. “Soal secara turun-temurun, sebagian besar warga hampir SDM ini memang tantangan buat kami. Kalau melihat pasti bersentuhan dengan bambu dalam aktivitas data yang ada, pertumbuhannya belum signifikan. kesehariannya, mulai dari rumah, tempat bekerja Jumlah perajin bambu masih di bawah 10 persen hingga areal pertanian dan perkebunan yang dari total populasi. Harapan kami seperempat warga mereka garap. Mereka juga sudah sangat terbiasa itu perajin bambu. Jadi, ketika kita bicara Selaawi memanfaatkan bambu, dari mulai bahan bangunan sebagai kawasan pedesaan dengan tematiknya (rumah), perkakas rumah tangga, kerajinan atau kriya industri bambu kreatif, paling tidak ketersediaan hingga olahan makanan. SDM-nya setidaknya 20-25 persen dari jumlah penduduk,” beber Ridwan Effendi. “Buat warga kami, bambu bukan barang aneh. Makanya, kalau ditanya soal ketersediaan sumber Target yang dibidik Ridwan tidak terlepas dari konsep daya manusia sebagai dasar pengembangan pembangunan kawasan berbasis potensi unggulan kerajinan bambu, saya punya keyakinan warga kami lokal yang sudah dilegalkan oleh Pemerintah punya kemampuan itu. Kalau sekadar bisa, yang Kabupaten Garut pada 2018. Karena itu, Ridwan basic-nya bukan tukang bambu pun, kalau disuruh sangat berharap, pendampingan yang sudah bikin apa pun, saya yakin mereka pasti mampu,” tutur dilakukan tim LPPM ITB bisa lebih dimasifkan di Camat Selaawi, Ridwan Effendi. tujuh desa di Kecamatan Selaawi. Selain kuantitas, harapan lain yang dibidik Ridwan adalah peningkatan Keyakinan yang tidak berlebihan. Namun, kapasitas kapasitas perajin. “Jadi nantinya yang diproduksi SDM yang dimiliki Selaawi saat ini terbangun perajin bukan hanya kurung, boboko, nyiru, ayakan, secara tradisional dan turun-temurun. Kondisi ini melainkan produk lain yang sangat dibutuhkan sangat rentan tergerus perubahan zaman. apalagi, masyarakat,” tegas Ridwan Effendi. secara tradisional, warga Garut, termasuk Selaawi, khususnya generasi muda memiliki kebiasaan Berbicara soal kapasitas perajin bambu, tokoh merantau ke kota besar, terutama Bandung dan masyarakat Selaawi, H. Saripudin mengungkapkan Jakarta. Buktinya, pada 2016, jumlah perajin soal peran yayasan Selaawi Raksa Mandiri. Ia 136
Perajin bambu Selaawi 137
Pengembangan kapasitas perajin bambu di Selaawi bukan hanya menyangkut skill, tetapi juga desain produk, kapasitas produksi, dan pemasaran. mengatakan, selain fungsi sosial, yayasan ini didirikan untuk mewadahi aktivitas para perajin bambu di Selaawi, termasuk dalam hal peningkatan kapasitas, kemampuan, dan keterampilan. “Sebenarnya, kerajinan bambu itu merupakan ilmu warisan leluhur kita. Tapi, kita yang menerima warisan itu harus terus mengikuti perkembangan zaman. Terutama untuk generasi muda, kita siapkan workshop khusus yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kerajinan bambu,” kata Saripudin. Upaya peningkatan kapasitas perajin sebenarnya sudah dimulai sejak mahasiswa ITB melakukan serangkaian kegiatan studi dan penelitian di Kecamatan Selaawi pada awal dekade 2000-an. Berawal dari dukungan Kementerian Perindustrian dan dinas-dinas terkait, peneliti, dan mahasiswa ITB mengadakan pelatihan- pelatihan pengembangan produk berbahan dasar bambu untuk perajin dan warga Selaawi. Pengembangan kapasitas perajin bambu di Selaawi semakin masif setelah Pusat Penelitian Seni Rupa dan Desain (PP SRD) dibentuk pada 2005 dan berubah nama menjadi Pusat Penelitian Produk Budaya dan Lingkungan (PP PBL) pada 2011. Ketua PP PBL, Dr. Ihsan, mengatakan, pengembangan kapasitas perajin bambu di Selaawi bukan hanya menyangkut skill, tetapi juga desain produk, kapasitas produksi, dan pemasarannya. “Karena itu, dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat, kita juga melakukan pendampingan pengembangan desain produk dan bantuan peralatan dengan teknologi tepat guna. Untuk meningkatkan kemampuan perajin, bekerja sama dengan yayasan Selaawi Raksa Mandiri dan Pemerintah Kecamatan Selaawi, kita juga membangun laboratorium lapangan 138
SINERGI mendorong kerajinan bambu di RISET & KEAHLIAN daerahnya untuk lebih berkembang. PERAJIN Sampai suatu hari, Camat Selaawi meminta waktu kepadanya untuk DR. MUHAMMAD IHSAN, D.R.S.A.S. S.SN., M.SN. melakukan kunjungan langsung ke ITB sebagai awal penjajakan kerja sama SUaTU hari di awal dekade 2000-an, Ketika itu, Dr. Ihsan dan rombongan pengembangan kerajinan bambu bersama rombongan koleganya di dari LPPM ITB menyaksikan langsung dengan akademisi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian produksi sangkar burung dan anyaman Masyarakat Institut Teknologi Bandung yang dilakukan oleh Utang dan kawan- “Sekali lagi, takdir mungkin membuat (LPPM ITB), Dr. Ihsan meluncur ke kawan. Kendati baru pertama kali melihat, semuanya seperti ini. Tiba-tiba Camat Tasikmalaya. Selepas Pasar Limbangan, Ihsan mengaku sangat terkesan. “Waktu Selaawi telepon saya harus ke Bappeda mata Ihsan tertuju pada papan penunjuk itu, saya berpikir, ini beda dengan daerah Garut, saya diangkat jadi Kepala Pusat arah di tepi jalan raya yang bertuliskan lain, termasuk Tasikmalaya, tempat Penelitian Produk Budaya dan Lingkungan “Selaawi” lengkap dengan tanda panah kerajinan bambu yang sebelumnya kita ITB (2017), dan kemudian Pak Camat ke arah kiri. Secara spontan, Dr. Ihsan dampingi,” tegas Dr. Ihsan. mengagendakan kunjungan ke kampus langsung mengajak rekan-rekannya dan bilang, ‘Tolong Selaawi dibantu untuk mampir ke kecamatan paling utara Camat Selaawi,RidwanEffendikemudian dari sisi akademisnya’, menjadi rentetan di Kabupaten Garut ini. “Meski sudah meminta Dr. Ihsan mendampinginya saat peristiwa yang mewarnai kiprah penelitian tahu ada banyak perajin bambu di sana, melakukan presentasi pengembangan dan pengabdian masyarakat ITB di Selaawi waktu itu saya belum tahu di mana lokasi kerajinan bambu di Bappeda Garut. hingga saat ini,” tutur Dr. Ihsan. pastinya. Saya hanya bertanya-tanya Dalam kesempatan itu, Ihsan yang dan mengikuti arah yang ditunjukkan diminta pandangannya sebagai Selain rentetan peristiwa tersebut, oleh warga yang kita tanya,” tutur dosen akademisi menyampaikan pentingnya ada sosok lain yang turut mendorong Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) kolaborasi pentahelix antara akademisi, Dr. Ihsan menambatkan hatinya di tersebut mengawali kisah perkenalannya dunia usaha, komunitas, pemerintah, Selaawi. Dia adalah mendiang Dr. Dudy dengan para perajin bambu di Selaawi. dan media. Wiyancoko (1966-2019). “Pak Ihsan, tolong ditemenin Selaawi. Begitu pesan Setelah sempat berputar-putar, Menurut Dr. Ihsan, kesalahan yang beliau kepada saya seusai pertemuan rombongan tiba di satu tempat sering terjadi dalam pengembangan dengan Camat Selaawi di ITB. Ketika itu, yang belakangan diketahui bernama produk kerajinan di Indonesia adalah beliau menjabat Sekretaris LPPM ITB,” Kampung Ciloa, Desa Mekarsari, ketika pemerintah mengharapkan kata Dr. Ihsan. Kecamatan Selaawi. Lokasinya agak perajin bisa melahirkan inovasi desain menjorok lumayan jauh dari jalan dan mengembangkan pasar produk Sejak saat itu, Selaawi seperti kampung utama. “Oleh seorang warga, saya yang dihasilkannya. “Perajin disuruh halaman kedua buat Dr. Ihsan. Sebab, ditunjukkan rumah seorang perajin dan produksi, mengembangkan desain kegiatan penelitian dan pengabdian nomor kontaknya. Waktu ditelepon, produk, lalu jualan, menurut saya, itu masyarakat di Selaawi terus berlanjut ternyata nomor kontaknya sudah ada salah. Bayangkan, tiga kemampuan itu Kendati progresnya dinilai cukup baik, di phone book ponsel saya. Ternyata harus dimiliki perajin. Jalan keluarnya, Ihsan masih punya banyak harapan yang ditunjukkan warga itu Pak Utang ya bersinergi,” beber Dr. Ihsan. terkait pengembangan produk kerajinan (Mamad) yang sebelumnya sudah saya bambu di Selaawi. Di luar itu, Dr. Ihsan kenal,” beber Dr. Ihsan yang memiliki Paparan Dr. Ihsan dalam presentasi itu juga masih memiliki pekerjaan rumah kelompok keahlian Manusia dan Desain disambut positif. Hal itu ditunjukkan terkait teknologi tepat guna untuk Produk Industri ini. dengan antusiasme Camat Selaawi membantu perajin Selaawi meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya.* 139
Perajin bambu Selaawi 140
lengkap dengan peralatan penunjangnya. Laboratorium lapangan itu bisa digunakan sebagai tempat workshop bagi perajin bambu Selaawi,” kata Dr. Ihsan. Melalui laboratorium lapangan yang terletak di Para perajin bisa memanfaatkan Kampung Pulosari, Desa Selaawi ini, warga dan para laboratorium lapangan ITB ini perajin bisa dengan leluasa mengadakan pelatihan, untuk mengadakan pelatihan workshop, dan mencoba membuat kriya baru. dan workshop. apalagi, laboratorium lapangan ini sudah dilengkapi sejumlah peralatan bantuan dari ITB seperti mesin dan pengembangan desain produk, pola pikir warga bor duduk 13 mm, mesin ketam duduk, mesin gergaji Selaawi juga bisa terbuka akan potensi ekonomi yang scroll saw, variable speed mesin gergaji scroll saw, mereka miliki,” tegas Utang. circular saw, mesin gergaji bandsaw, mesin bubut kayu 1.000 mm, kompresor angin, mesin heat/hot Ia mencontohkan, pada 2014, seorang entrepreneur gun, mesin bor obeng baterai dan aksesori, mesin muda jebolan ITB bernama Harry anugrah Mawardi gergaji jigsaw, mesin trimmer router, mesin gerinda menawarkan kerja sama saling menguntungkan tangan, las listrik mesin, mata bor kayu kipas, mata dengan perajin. Tanpa mengubah kemampuan dasar bor besi set, klem kayu, jangka sorong manual, perajin, jebolan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) gergaji tangan kayu, gergaji tangan miter kayu dan ITB ini menawarkan sejumlah desain produk berbahan clamping box, spray gun, dan mitter saw. dasar bambu di luar sangkar burung dan anyaman, plus pemasarannya. Waktu itu, Harry sudah memiliki “Dengan peralatan yang ada, para perajin bisa label desain produknya yaitu amygdala Bamboo. memanfaatkan laboratorium lapangan ITB ini untuk mengadakan pelatihan dan workshop. Itu sangat Beberapa desain yang ditawarkan adalah lampu membantu meningkatkan kemampuan para perajin,” meja dan gantung, vas bunga, bangku, gelas keramik kata Utang Mamad, perajin yang dijadikan ITB dengan pegangan bambu, jam, dan kalung. “Meski sebagai “lokomotif” penggerak bagi rekan-rekannya teknik dasarnya sama, para perajin juga mendapatkan di Kecamatan Selaawi. pengetahuan dan kemampuan baru dari desain- desain yang ditawarkan amygdala. Begitu juga Utang mengungkapkan, pelatihan-pelatihan secara dengan edukasi cara memasarkannya,” tutur Utang. berkala diperlukan sebagai upaya regenerasi dan melanggengkan budaya kerajinan bambu di Selaawi. Utang mengaku sangat terbantu dengan desain- Meski diakui sudah menjadi budaya, Utang justru desain kerajinan bambu yang lebih modern dari menangkap sebuah tantangan bagi warga Selaawi amygdala. apalagi, produk yang dihasilkan memiliki untuk mempertahankannya. “Bagaimana budaya nilai ekonomi lebih tinggi. Secara pendapatan, ia dan tersebut bisa langgeng, masyarakat bisa menikmati kawan-kawannya di Selaawi sangat terbantu.”Nah dan menjadi kebanggaan, tentu banyak hal yang harus ke depan, kita membutuhkan pendampingan seperti dilakukan. Kita harus kerja keras mempertahankan dan amygdala ini,” tegas Utang lagi.*** bahkan meningkatkannya nilainya secara ekonomi agar masyarakat bisa menikmatinya,” kata Utang. Tidak hanya di level perajin, Utang pun berharap, muncul pengusaha-pengusaha muda dari Selaawi yang piawai dalam bidang pemasaran dan membuka akses pasar hingga ke level internasional. “Ini yang menjadi harapan saya untuk ITB selanjutnya. Saya mau LPPM ITB bisa menerjunkan pakar manajemen bisnis ke Selaawi. Dengan begitu, selain bantuan alat 141
PENGEMBANGAN KDeErSaAjinINan&BPaAmSbAuR KEMaMPUaN membuat sangkar burung dan Dodi Mulyadi Hingga 30 tahun kemudian pun menganyam boboko, nyiru dan ayakan, sudah dimiliki para perajin dapat mengambil para perajin di Kecamatan Selaawi, Kabupaten manfaat dari apa yang telah Garut, secara turun-menurun. Kendati transfer diwariskan oleh Dodi Mulyadi. keterampilannya masih terjadi secara alamiah dan tradisional, rasanya tidak ada yang meragukan Beberapa generasi berselang, Harry anugrah kemampuan dasar mereka. Mawardi, jebolan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) Institut Teknologi Bandung (ITB) bersentuhan Pada 90-an, Dodi Mulyadi (alm.), seorang desainer dengan Selaawi. Sekitar 2013 ia terlibat dalam dan pencinta bambu alumni FSRD ITB sangat aktif program penelitian dan pengabdian masyarakat mendedikasikan dan mendampingi pengembangan yang dilaksanakan LPPM ITB. Ia merupakan founder produk kerajinan sangkar burung bambu (kurung dan owner amygdala Bamboo. manuk) di Desa Selaawi. Dodi Mulyadi di bawah Dodi Craft Studio bekerja sama dengan pemerintah lokal Harry Anugrah “Keahlian mereka sangat luar menyelenggarakan banyak pelatihan dan pameran biasa. Meski hanya dikerjakan untuk mempromosikan kandang burung yang selama dengan tangan, kerapian produk ini dikenal produk tersier ‘murah’ menjadi naik kelas. sangkar burung mereka memiliki presisi desain yang hampir sama Produk sangkar burung didesain dengan berbagai dengan buatan pabrik.” detail dan pola produksi yag sistematik, seperti bagian ukir pada rangka lingkar, serta sistematisasi Setelah melakukan riset awal, salah satunya penyususnan jeruji dengan menggunaan pola, melalui dialog langsung dengan perajin, warga finishing dan pewarnaan kayu, hingga pembuatan dan tokoh masyarakat setempat, kebutuhan yang teknologi tepat guna untuk produksi sangkar burung. pertama kali diidentifikasi tim LPPM ITB ketika itu Selanjutnya, muncullah sangkar burung yang dikenal adalah keberlanjutan ketersediaan sumber daya sebagai produk premium yang meningkatkan nilai manusia (SDM), pengembangan desain produk jual berpuluh kali. dan pemasarannya. Ketika LPPM ITB melanjutkan program-program pengabdian masyarakatnya, Harry Teknik dan desain yang diperkenalkan kepada perajin fokus menggarap kerja sama pengembangan desain sangkar burung tersebut secara alamiah menarik produk kerajinan bambu dan pemasaran. Harry perhatian beberapa perajin yang kreatif karena haus mencoba mengintroduksi desain baru kerajinan akan pengembangan baru. bambu di luar sangkar burung dan anyaman. 142
Ciri khas hiasan bambu Selaawi 143
‘Pangku’ hasil karya Harry bersama perajin bambu Selaawi 144
Harry menggandeng Utang Mamad sebagai masyarakat, khususnya perajin, dan juga pemerintahan kepala produksi sekaligus menjadi leader untuk setempat, tentang tingginya nilai bambu, nama Selaawi menggerakkan komunitas perajin. Untuk menangani mulai harum ke seantero negeri, bahkan mancanegara. penganggaran dan pesanan amygdala, Utang Buktinya, pada 2019, Selaawi kedatangan rombongan dibantu oleh 7-8 orang perajin. Jumlah itu akan mahasiswa dan dosen dari Musashino art University, bertambah jika pesanan membeludak. Jepang yang tertarik dengan potensi pengembangan produk bambu. Kedatangan tersebut diinisiasi oleh Dr. Pada awalnya, Harry mencoba menawarkan desain- Dudy Wiyancoko (alm.) (Sekretaris Bid. Pengabdian desain produk kontemporer yang tetap menggunakan Kepada Masyarakat, LPPM ITB) dan Guru Besar ITB teknik tradisional yang sudah dikuasai perajin. Harry Prof. Imam Buchory Z. menyebutnya sebagai emphatical design. Ia tidak mau memaksakan teknik tertentu, apalagi sampai Camat Selaawi, Ridwan Effendi mengatakan, mereka mematikan keterampilan yang sudah dikuasai merasa tertarik dengan pengembangan produk perajin. Contohnya, kemahiran perajin membuat budaya bambu, dari mulai desain yang tradisional sangkar burung diterapkan untuk produk lain seperti hingga modern. Ia mengatakan, kunjungan kap lampu dan hiasan interior lainnya. tersebut merupakan penjajakan terkait rencana riset kolaboratif antara beberapa dosen Fakultas Seni Desain produk kap lampu ini kemudian diikutsertakan Rupa dan Desain (FSRD) ITB dan Graduate School of dalam sebuah kompetisi dan terpilih menjadi yang Engineering, Chiba University. terbaik untuk dipamerkan di Milan, Italia. “Dari desain lampu inilah kemudian orang bertanya jenis produk lain PENGEMBANGAN PASAR yang bisa dibuat,” kata Harry. Bukan hanya desain produk, amygdala juga all out Desain produk selanjutnya digarap amygdala Bamboo membantu dan mengembangkan pasar kerajinan bersama komunitas perajin Selaawi adalah stool bambu dari Selaawi. Selain mengandalkan media (bangku) dan peralatan makan dari bambu. Dalam sosial sebagai etalase produk, amygdala juga perkembangannya, Harry terus memperbanyak menjalin kerja sama bisnis dengan berbagai pihak. variasi desain, terutama untuk produk-produk yang Misalnya dengan Pori Goods dalam pembuatan kemungkinan banyak diminati pasar seperti kap lampu, cangkir bambu. Kini, cangkir bambu merupakan vas bunga, dan jam dinding. Tidak hanya itu, dilakukan salah satu produk terlaris amygdala untuk produk kombinasi dengan material lain seperti keramik peralatan makan. dan stainless. “Desain dan inovasi baru itu harus dilakukan karena ternyata, pasar sangkar burung dan amygdala juga mendapat kesempatan untuk produk anyaman itu ada musimnya juga. Jadi, perajin memasarkan produk-produknya dengan mendapatkan membutuh desain produk lain agar keberlanjutan fasilitas mengikuti pameran antara lain Seoul aktivitasnya terjaga sepanjang tahun,” kata Harry. International Handmade Fair yang difasilitasi oleh British Council di 2017, Milan Design Week yang Hingga saat ini, Harry masih terus melakukan uji difasilitasi oleh Bekraf di 2017 dan 2018 serta pasar dan percobaan pembuatan prototipe untuk pameran di dalam negeri seperti Inacraft. Berbagai menemukan teknik yang paling cocok untuk desain produk yang ditawarkan amygdala Bamboo menjembatani kemampuan perajin dengan permintaan mendapatkan sambutan para perajin. Setidaknya, pasar menggunakan dua teknik dalam pembuatan begitulah terpantau Utang Mamad, perajin yang produknya yaitu sangkar burung dan coiling atau lilitan. dipercaya amygdala menjadi komandan produksi. apalagi, kata Utang, amygdala bukan sekadar Setelah beberapa tahun berjalan, garapan LPPM memberikan desain, melainkan juga jaringan ITB terkait pengembangan desain produk dan pemasarannya. pemasaran kerajinan bambu di Selaawi, mulai berbuah manis. Selain berubahnya cara pandang “Kalau perajin, saya yakin apa pun desainnya, mereka bisa mengerjakannya. Sebab yang menjadi persoalan 145
mereka sebenarnya di pemasaran. Makanya, ke sebagai destinasi wisata berbasis perdesaan. depan kita membutuhkan pendampingan, bukan Menurut Camat Selaawi, Ridwan Effendi, hal itu hanya desain, juga memasarkannya, sehingga sangat memungkinkan karena wilayahnya masih penghasilan perajin jelas,” kata Utang. kental dengan suasana perdesaan. Utang menjelaskan, sistem kerja sama yang dibangun Salah satu konsep yang bakal dikembangkan di juga sangat meminimalisasi kerugian di pihak perajin. tujuh desa di Selaawi adalah bamboo craft tourism. Sebab, amygdala Bamboo membeli produk kerajinan Untuk mendukung konsep tersebut, kata Ridwan, yang dihasilkan perajin. “Jadi, berapa pun produk setiap desa akan memiliki lahan untuk wisata, yang dibuat, asal sesuai spesifikasi dan pesanan, itu aktivitas perajin dan penginapan yang bisa diakses akan langsung dibeli,” kata Utang. pengunjung. Ia berharap, konsep wisata desa itu bisa meningkatkan nilai ekonomi kerajinan bambu. WISATA BAMBU “Masih berkaitan dengan konsep kawasan terpadu dan wisata perdesaan, kita juga akan membangun Ketika pengembangan desain produk dan pemasaran Selaawi Bamboo Creative Center yang bersifat terus berjalan, Pemerintah Kecamatan Selaawi terus terpadu untuk pengembangan ekonomi kreatif melakukan upaya optimalisasi jalinan kerja sama bambu, seni budaya, sampai kemasan pariwisata yang sudah dibangun dengan LPPM ITB. Salah minat khusus,” kata Ridwan.* satunya dengan rencana pengembangan Selaawi BOBOKO Titik balik dalam perjalanan kehidupan utang Pertemuan dengan desainer ITB itu membuat PENEBUS IJAZAH terjadi pada saat ia lulus SMP. Ketika itu, pandangan, wawasan utang tentang bambu ijazahnya ditahan sekolah karena menunggak semakin terbuka. Ternyata, kerajinan bambu UTANG MAMAD SPP dan uang bangunan. “Saya memang bukan hanya anyaman boboko, nyiru, dan berasal dari keluarga kurang mampu,” kenang ayakan. Banyak desain produk berbahan dasar uTANG Mamad (50) lahir dan besar di utang. Tak ingin membebani orangtuanya, bambu yang bisa dikembangkan karena punya tengah keluarga perajin bambu di Kampung utang berpikir keras mencari cara untuk pasar dan nilai jual yang lebih baik. “Apa pun dan Ciloa, Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, menebus ijazahnya yang tertahan. “Makanya, bagaimanapun sulitnya desain produk yang akan Kabupaten Garut. Meskipun demikian, begitu keluar SMP, saya langsung belajar dibuat, saya yakin perajin bisa mengerjakannya. utang mengaku tidak pernah punya cita-cita anyaman. Waktu itu, saya bikin boboko Tapi, motivasi perajin untuk memproduksi menjadi perajin. Namun, jalan kehidupan (tempat nasi). Alhamdulillah, akhirnya bisa semakin kuat ketika target pasarnya sudah jelas mengarahkan utang untuk menerima dan hasilnya bisa dijual untuk menebus dan ada,” kata utang. warisan talenta dari leluhurnya. ijazah,” tutur utang. utang bercerita, sebelum mendapatkan 146 Berawal dari boboko penebus ijazah itulah pendampingan, aktivitas perajin bambu di utang mulai tertarik dan bahkan menyeriusi Selaawi sempat lesu. Penyebabnya, nilai jual kerajinan bambu. Apalagi, dalam perjalanan kerajinan mereka tidak menjanjikan. Bahkan, kehidupannya, ia banyak bergaul dengan orang- para pemuda desa setempat banyak yang orang yang punya ketertarikan serupa kepada memilih meninggalkan kampung untuk bekerja bambu, termasuk seorang desainer interior asal di kota-kota besar. ITB yang dikenalnya pada tahun 1998. “Saya masih ingat, waktu itu sedang krisis moneter. “Sekarang, setelah produk kerajinan bambu Banyak perusahaan di kota besar bangkrut. Saat terbukti punya nilai jual tinggi, banyak yang itulah saya bertemu dengan desainer interior dari awalnya bukan tukang bambu pun beralih ITB yang mengajarkan saya menggambar desain, profesi. Ini menjadi momentum untuk terus skala, menerjemahkan keinginan orang, dan mengembangkan kerajinan bambu Selaawi. sebagainya. Fokusnya ke desain produk sangkar Kami juga masih membutuhkan pendampingan burung karena waktu itu tujuannya datang ke dari ITB yang selama ini saya pikir sudah berhasil Selaawi untuk menaikkan nilai kerajinan bambu,” mengubah citra dan brand bambu Selaawi,” ujar tutur utang. Utang.***
Podium hasil karya perajin bambu Selaawi 147
MENGEMBANGKAN LBAabMLBaUpaLnEgaWnAT SEJaK awal milenium kedua, ITB sudah menjalin kerja dosen atau peneliti dalam mengembangkan produk sama dengan para perajin di Kecamatan Selaawi, atau material bambunya sendiri. Kabupaten Garut. Kolaborasi di antaranya keduanya semakin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir, Pertimbangan dan peluang tersebut disadari terutama setelah LPPM ITB mengadakan kegiatan benar oleh Pemerintah Kecamatan Selaawi. Maka, penelitian dan pengabdian masyarakat di kecamatan proposal kerja sama pengadaan laboratorium yang memiliki tujuh desa tersebut. lapangan dari LPPM ITB pun disambut baik dan akhirnya ditandatangani dengan melibatkan pihak Dr. Ihsan, personel LPPM ITB dari Fakultas Seni Rupa ketiga yaitu yayasan Selaawi Raksa Mandiri yang dan Desain (FRSD) mengungkapkan, pada awalnya, mewadahi komunitas perajin. “Kita menyadari kerja sama ITB dan perajin Selaawi hanya sebatas pentingnya laboratorium lapangan ini karena pelatihan-pelatihan yang disponsori Kementerian nantinya bukan hanya digunakan untuk kepentingan Perindustrian dan dinas-dinas terkait untuk penelitian mahasiswa dan dosen ITB, tapi juga bisa pengembangan produk berbahan dasar bambu. dimanfaatkan perajin dan warga, khususnya untuk Namun, dalam perkembangannya, beberapa tugas peningkatan kapasitas dan keterampilan mereka,” mahasiswa berupa pengembangan produk bambu kata Camat Selaawi, Ridwan Effendi. pun dilakukan di Selaawi. Di kawasan yang memiliki tujuh desa ini, mahasiswa ITB menggarap tugas Pola kerja sama dalam pengadaan laboratorium studio, tugas akhir dan bahkan tesis untuk program lapangan ini adalah ITB sebagai pihak yang magister. menyediakan peralatan produksi bambu dan kayu. Sedangkan Pemerintah Kecamatan Selaawi yang Dalam kegiatannya, baik penelitian dan pengabdian menggandeng yayasan Selaawi Raksa Mandiri masyarakat maupun penyelesaian tugas, mahasiswa menyediakan lahan dan petugas yang merawat dan dosen ITB memberikan kontribusi kreasi dan peralatan yang ditempatkan. inovasi, terutama menyangkut desain produk kerajinan bambu yang unik dan tidak biasa dilakukan perajin Pada 2019, setelah mendapatkan hibah lahan dari dengan peralatan tradisionalnya. Bahkan, beberapa seorang tokoh masyarakat bernama H. Saripudin, teknik pengerjaannya menuntut kualitas yang sangat laboratorium lapangan itu akhirnya dibangun di baik sehingga para perajin membutuhkan peralatan Kampung Pulosari, Desa Selaawi. Sesuai kesepakatan, tambahan. ITB melengkapi laboratorium lapangan ini dengan sejumlah peralatan seperti mesin bor duduk 13 Di samping itu, bambu yang selama ini menjadi mm, mesin ketam duduk, mesin gergaji scroll saw, bahan dasar kriya perajin Selaawi merupakan variable speed mesin gergaji scroll saw, circular saw, material masa depan. Selain cepat tumbuh, bambu mesin gergaji bandsaw, mesin bubut kayu 1.000 mm, juga banyak jenisnya dan punya karakter berbeda kompresor angin, mesin heat/hot gun, mesin bor satu dengan lainnya. Keanekaragaman dan potensi obeng baterai dan aksesori, mesin gergaji jigsaw, bambu ini merupakan peluang bagi mahasiswa, mesin trimmer router, mesin gerinda tangan, las listrik 148
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190