Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Panduan Umum Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Panduan Umum Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Published by Dagu Komunika Bookcases, 2021-10-05 04:21:24

Description: Adapun tujuan penyusunan panduan umum ini pada hakekatnya adalah dalam rangka menjelaskan tahapan proses penyediaan lahan untuk kepentingan pembangunan rumah terutama MBR di Indonesia.

Keywords: Kementerian PUPR,Penyediaan Lahan Perumahan,Lahan,Perumahan

Search

Read the Text Version

Panduan Umum Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan Tahun Anggaran 2021

Griya Lembah Hijau - Palembang, Sumatera Selatan 2 Anti-Mager untuk Indonesia Maju

Kumpulan Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi, 2015-2019 3

Kata Pengantar Dalam pelaksanaan pembangunan perumahan terdapat dua permasalahan pokok berkaitan dengan keterbatasan penyediaan rumah dan peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai. Terkait dengan dukungan terhadap upaya penyediaan rumah tentu saja diperlukan ketersediaan lahan yang layak bagi pengembangan perumahan, terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Lahan yang akan diusahakan oleh para pengembang, walaupun secara lokasi sudah memadai, namun memiliki nilai lahan yang relatif tinggi sehingga kurang terjangkau 4 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Kehendak Presiden Jokowi begitu kuat untuk membawa Indonesia Maju, terhormat dan menjadi pemenang diantara bangsa-bangsa. oleh MBR. Begitu pun sebaliknya, lahan yang ditawarkan cukup terjangkau namun secara lokasi kurang layak, misalnya terlalu jauh dari pusat atau sub pusat kegiatan kota serta ketersediaan infrastruktur wilayah yang minim. Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Buku Panduan Umum Fasilitasi Penyediaan Lahan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan panduan umum ini pada hakekatnya adalah dalam rangka menjelaskan tahapan proses penyediaan lahan untuk kepentingan pembangunan rumah terutama MBR di Indonesia. Jakarta, Juli 2021 Penyusun Direktorat Rumah Umum dan Komersial 5

Daftar Isi Kata Pengantar 4 Daftar Isi 6 BAB BAB 01 Pendahuluan 10 03 Identifikasi dan 45 • Latar Belakang Inventarisasi Subyek • Maksud dan Tujuan dan Obyek Tanah • Batasan, Ruang Lingkup • Pengumpulan Data dan dan Alur Pekerjaan Informasi BAB Ketentuan Teknis 20 • Pengolahan dan Analisis Data 02 Potensi Penyediaan • Perhitungan Daya Perumahan Tampung Perumahan Baru • Arahan Penyediaan BAB Perumahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang 04 Verifikasi dan 62 Wilayah (RTRW) • Perumahan Analisis Kelayakan • Lahan Potensial untuk Perumahan Baru Lahan serta Potensi Lahan • Pengumpulan Data • Verifikasi dan Analisis Kelayakan Lahan • Analisis Potensi Lahan 6 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Daftar Tabel Tabel 2.1 Tingkat Kepadatan Penduduk Tabel 2.2 Kriteria Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Berdasarkan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tabel 2.3 Kebutuhan Rumah Susun berdasarkan Kepadatan Penduduk Tabel 2.4 Kriteria Lahan Potensial Pengembangan Perumahan Baru Tabel 3.1 Identifikasi Lahan bagi Perumahan Baru di Wilayah Kabupaten dan Kota Tabel 3.2 Status Penguasaan Lahan dan Ketersediaan Prasarana Utama pada Lahan Perumahan Baru di Wilayah Kabupaten dan Kota Tabel 3.3 Identifikasi Dukungan Rencana Penyediaan Sarana dan Prasarana pada Lahan Permukiman Baru di Wilayah Kabupaten dan Kota Tabel 3.4 Segmentasi Pasar Perumahan Baru di Wilayah Kabupaten dan Kota Tabel 3.5 Perhitungan Daya Tampung Perumahan baru di Wilayah Kabupaten dan Kota Tabel 4.1 Rangkuman Verifikasi Kelayakan Lahan Tabel 4.2 Parameter Internal Lahan Tabel 4.3 Parameter Eksternal Lahan Tabel 4.4 Bobot Masing-masing Parameter Tabel 4.5 Analisis Potensi Pada Masing-masing Parameter Tabel 4.6 Prioritas Potensi Lahan Daftar Gambar Gambar 1.1 Bagan Alur Pemikiran dan Keterkaitan Pekerjaan Gambar 2.1 Skema Satuan Unit Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai UU 01/2011 tentang PKP Gambar 2.2 Contoh Peta Rencana Pola Ruang – RTRW Kabupaten Gambar 2.3 Contoh Peta Rencana Pola Ruang – RTRW Kota Gambar 2.4 Contoh Peta Penutup Lahan Gambar 3.1 Langkah-Langkah Identifikasi dan Inventarisasi Subyek dan Obyek Tanah Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pelaksanaan Verifikasi Kelayakan dan Potensi Lahan Gambar 4.2 Proses Verifikasi dan Analisis Kelayakan Lahan Gambar 4.3 Kerangka Analisis Potensi Lahan Direktorat Rumah Umum dan Komersial 7

Duta Mulia Indah - Bengkalis, Riau

BAB 01 Pendahuluan • Latar Belakang • Maksud dan Tujuan • Batasan, Ruang Lingkup dan Alur Pekerjaan

01 Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman merupakan pembangunan multisektoral yang penyelenggaraannya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik Pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah, swasta, maupun masyarakat. Dalam pelaksanaannya, pembangunan perumahan masih dihadapkan pada dua permasalahan pokok yaitu keterbatasan penyediaan rumah dan peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai. Dalam rangka mengatasi permasalahan pokok tersebut, terkait dengan dukungan terhadap upaya penyediaan rumah tentu saja diperlukan 10 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

MBR di Manado, Sulawesi Utara ketersediaan lahan yang layak bagi pengembangan perumahan, terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Arti kata layak dalam konteks ini adalah tanah atau lahan yang tersedia dalam harga yang dapat dijangkau oleh segmen pasar MBR namun secara lokasi memenuhi persyaratan administrasi dan teknis untuk dibangun perumahan. Kerap kali terjadi lahan yang akan diusahakan oleh para pengembang, walaupun secara lokasi sudah memadai, namun memiliki nilai lahan yang relatif tinggi sehingga kurang terjangkau oleh MBR. Begitu pun sebaliknya, kerap kali pula lahan yang ditawarkan cukup terjangkau namun secara lokasi kurang layak, misalnya terlalu jauh dari pusat atau sub pusat kegiatan kota serta ketersediaan infrastruktur wilayah yang minim. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 11

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, upaya penyediaan tanah khususnya bagi pengembangan rumah umum, dapat dilakukan melalui cara atau model sebagai berikut: 12 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Pendahuluan Terkait dengan upaya-upaya tersebut di atas pada dasarnya fasilitasi penyediaan tanah untuk pengembangan rumah umum merupakan salah fungsi yang diemban oleh Direktorat Rumah Umum dan Komersial, sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri PUPR No. 13/2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PUPR. Dalam rangka mendukung fungsi tersebut maka dirasakan perlu untuk menyusun Panduan Umum Fasilitasi Penyediaan Tanah bagi Pengembangan Rumah Umum, yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan internal Direktorat Rumah Umum dan Komersial, serta kalangan lain dalam lingkungan Kementerian PUPR baik di Pusat maupun di daerah, khususnya yang terkait dengan Perumahan. Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan penyusunan Panduan Umum Fasilitasi Penyediaan Tanah ini adalah agar penyelenggaraan fasilitasi penyediaan tanah bagi pengembangan rumah umum dapat berjalan lebih optimal. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah tersusunnya panduan umum untuk keperluan kegiatan: 1. Identifikasi dan inventarisasi subyek dan obyek tanah, yang dapat diarahkan sebagai lokasi pengembangan perumahan, khususnya untuk rumah umum, baik pada skala kabupaten maupun kota. 2. Proses verifikasi dan analisis kelayakan lahan, serta analisis potensi lahan, menurut status penguasaannya, yaitu perorangan, badan hukum, pemerintah, baik Pusat maupun daerah, serta Kementerian dan Lembaga Negara (termasuk Kementerian PUPR). Direktorat Rumah Umum dan Komersial 13

Batasan, Ruang Lingkup dan Alur Pekerjaan Penyediaan tanah untuk perumahan pada dasarnya terdiri dari beberapa rangkaian pengkajian yang ditinjau dari aspek-aspek yang terkait, yang terbagi menjadi aspek utama dan aspek pendukung. Aspek utama meliputi: 14 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Pendahuluan Batasan dari panduan umum fasilitasi penyediaan tanah bagi perumahan, khususnya bagi pengembangan rumah umum adalah pedoman yang secara umum menjelaskan mengenai tahapan dan tata cara pelaksanaan kegiatan (1) identifikasi dan inventarisasi subyek dan obyek tanah, yang dapat diarahkan sebagai lokasi pengembangan perumahan, serta tata cara pelaksanaan kegiatan (2) verifikasi dan analisis kelayakan lahan, serta analisis potensi lahan, bagi tanah yang dikuasai oleh pemerintah, baik Pusat maupun daerah, serta Kementerian dan Lembaga Negara (termasuk Kementerian PUPR). Direktorat Rumah Umum dan Komersial 15

Ruang lingkup dari kegiatan penyusunan panduan umum fasilitas penyediaan tanah ini pada dasarnya sebagai bagian dari Proses Bisnis Pendataan Lahan untuk Perumahan Direktorat Rumah Umum dan Komersial. Penjelasan mengenai lingkup kegiatan ini adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi dan inventarisasi subyek dan obyek tanah ∙ Analisis data spasial (peta) berbasis sistem informasi geografis atau geographical information system (GIS) yang berbasis internet-online (web-GIS) terutama terkait dengan GIS-Taru serta informasi Nilai Tanah dan Status Penguasaan Tanah dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN). ∙ Tabulasi data; identifikasi lahan bagi pengembangan perumahan baru di wilayah kabupaten dan kota. Arahan pengembangan perumahan baru mengacu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Kota, serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) apabila telah tersedia. ∙ Proses dan tata cara seleksi dan perhitungan luas lahan yang diarahkan bagi pengembangan perumahan baru, kapasitas daya tampung, kepadatan bangunan, dan perhitungan lainnya yang terkait penyediaan perumahan, mengacu pada peraturan dan perundang-undangan, serta pedoman dan standar yang berlaku dan relevan dengan bidang perumahan dan kawasan permukiman. 16 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Pendahuluan (2) Verifikasi dan analisis kelayakan lahan, serta analisis potensi lahan ∙ Aspek Legal Lahan; status dan nama kepemilikan tanah, luas tanah, dan lainnya. ∙ Aspek Internal Lahan; bentuk tapak, Rencana Peruntukan menurut RTRW/RDTR, Intensitas Bangunan, Posisi Lokasi Tanah, Kontur Tanah, Penggunaan Tanah saat ini, dan Ketersediaan Drainase. ∙ Aspek Eksternal Lahan; aksesibilitas menuju tapak, ketersediaan infrastruktur wilayah, ketersediaan jaringan utilitas baik atau kurang, ketersediaan moda transportasi umum melewati lahan/ tapak, kegiatan sekitar tapak, kedekatan dengan pusat kegiatan dan fasilitas umum. Sementara itu untuk penjelasan mengenai alur pemikiran pekerjaan dan keterkaitannya dalam proses pendataan lahan dapat dijelaskan pada gambar di bagian berikut ini. Gambar 1.1 Bagan Alur Pemikian dan Keterkaitan Pekerjaan Direktorat Rumah Umum dan Komersial 17

Kampar, Riau

BAB 02 Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan • Arahan Penyediaan Perumahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) • Perumahan • Lahan Potensial untuk Perumahan Baru

02 Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Arahan Penyediaan Perumahan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PKP), Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka aspek spasial atau keruangan memiliki peran yang penting di dalam pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. 20 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Kec. Bangko, Kab. Rokan Hilir, Provinsi Riau Di dalam rencana tata ruang, perumahan dan kawasan permukiman merupakan komponen penting dalam perwujudan pola ruang wilayah. Selanjutnya di Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dijelaskan struktur perwilayahan peruntukan permukiman, yang diselaraskan dengan pusat dan distribusi pelayanan sosial, ekonomi, dan jasa pemerintahan, yaitu sebagai berikut: Direktorat Rumah Umum dan Komersial 21

1. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 2. Lingkungan hunian adalah bagian dari Kawasan Permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. 3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. 4. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 5. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Dalam rangka penataan ruang bagi kawasan peruntukan permukiman, terdapat satuan unit perumahan dan kawasan permukiman yang dapat disiapkan untuk dibangun, yaitu Kawasan Siap Bangun yang setara dengan unit lingkungan hunian. Kawasan siap bangun (Kasiba) adalah sebidang tanah yang fisiknya serta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Lingkungan Hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. 22 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Unit yang lebih kecil yang menjadi komponen Kasiba adalah Lingkungan Siap Bangun, yang setara dengan Permukiman. Lingkungan siap bangun (Lisiba) adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Lebih jelas mengenai satuan unit perumahan dan kawasan permukiman ini dapat dijelaskan pada gambar di bagian berikut ini. Gambar 2.1 Skema Satuan Unit Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai UU 01/2011 tentang PKP Direktorat Rumah Umum dan Komersial 23

Arahan Pengembangan Perumahan untuk Wilayah Kabupaten Pada prinsipnya lahan potensial bagi pengembangan perumahan baru diarahkan dalam Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten, yaitu arahan kawasan peruntukan permukiman. Di dalam RTRWP Kabupaten kawasan peruntukan permukiman meliputi: 1) kawasan Peruntukan Permukiman Perkotaan, dan 2) Peruntukan Permukiman Perdesaan (Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten Dan Kota). Kawasan peruntukan permukiman yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten, baik permukiman perkotaan maupun perdesaan, tidak seluruhnya direncanakan sebagai lingkungan hunian, permukiman serta perumahan. Selain itu terdapat pula arahan peruntukan bagi pusat-pusat pelayanan sosial, pelayanan ekonomi, dan jasa pemerintahan. Pengertian kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU 01/2011 tentang PKP). Berdasarkan hal tersebut di atas maka dari luas kawasan permukiman tersebut perlu dialokasikan pula ruang untuk pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Untuk mengalokasikan luas lahan bagi permukiman tersebut, menurut 24 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan kriteria dan batasan teknis menurut Peraturan Menteri PU Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan. Proporsi alokasi lahan untuk peruntukan permukiman menurut Permen PU 41 Tahun 2007 di atas tidak secara spesifik ditujukan bagi kawasan permukiman perkotaan atau perdesaan, atau dengan kata lain berlaku untuk keduanya. Terkait dengan perbedaan karakteristik antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dijelaskan bahwa: 1. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 2. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perbedaan antara perkotaan dengan perdesaan adalah intensitas kegiatan, dimana pada perkotaan intensitas kegiatan utamanya lebih padat dibandingkan dengan Direktorat Rumah Umum dan Komersial 25

perdesaan yang kegiatan utamanya adalah pertanian. Perbedaan intensitas kegiatan ini berdampak pada kepadatan bangunan dan penduduk di masing-masing kawasan permukiman. Perbedaan ini dijelaskan dalam kriteria kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan dalam PP 13/2017, yaitu sebagai berikut: 1. Kawasan perkotaan menurut kriteria besarannya meliputi: a) kawasan perkotaan kecil; b) kawasan perkotaan sedang; c) kawasan perkotaan besar; d) kawasan metropolitan; dan e) kawasan megapolitan. Batas perbedaan antara perkotaan dan perdesaan adalah pada kawasan perkotaan kecil, dimana salah satu kriteria kawasan perkotaan kecil adalah jumlah penduduk paling sedikit 50.000 (lima puluh ribu) jiwa dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) jiwa; 2. Mengacu pada kriteria perkotaan kecil tersebut maka apabila jumlah penduduknya kurang dari 50.000 jiwa maka termasuk dalam kriteria kawasan perdesaan. Sementara itu salah satu kriteria Kawasan Perdesaan yang mendukung perbedaan kepadatan penduduk tersebut adalah kerapatan sistem permukiman dan penduduk yang rendah. Penetapan tingkat kepadatan penduduk ini dapat merujuk kepada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, dimana sebagai berikut. 26 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Tabel 2.1 Tingkat Kepadatan Penduduk Klasifikasi RENDAH KEPADATAN SANGAT Kawasan SEDANG TINGGI PADAT Tingkat Kepadatan < 150 151 – 200 201 – 400 > 400 penduduk jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Untuk mendukung perhitungan kepadatan penduduk dan bangunan rumah ini diperlukan juga angka jumlah anggota keluarga rata-rata, yang berdasarkan SNI 03-6981-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan perumahan SederhanaTidak Bersusun di Daerah Perkotaan yang berkisar antara 4 – 5 jiwa / keluarga. Dengan demikian kriteria kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dapat disarikan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.2 Kriteria Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Berdasarkan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tipologi Kawasan Kriteria Permukiman Jumlah Kepadatan Penduduk Penduduk Kawasan Permukiman ≥ 50.000 jiwa Rendah, Sedang, Perkotaan Tinggi, Sangat Padat Kawasan Permukiman < 50.000 jiwa Rendah, Sedang Perdesaan Sumber: Hasil Analisis, 2021 Direktorat Rumah Umum dan Komersial 27

Gambar 2.2 Contoh Peta Rencana Pola Ruang - RTRW Kabupaten Arahan Pengembangan Perumahan untuk Wilayah Kota Seperti halnya wilayah kabupaten, untuk pengembangan perumahan baru di wilayah kota diarahkan menurut RTRW Kota, yaitu mengacu kepada Rencana Pola Ruang Kawasan Perumahan di wilayah kota. Rencana pola ruang bagi peruntukan hunian di wilayah kota, menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota, diarahkan langsung kepada pola ruang perumahan, yang menjadi salah satu bagian dalam pola ruang kawasan permukiman. Pengaturan peruntukan perumahan di wilayah kota ini diarahkan pada tingkat kepadatan perumahan (tinggi, sedang, dan rendah), 28 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan yang mengacu kepada tingkat kepadatan penduduk dan bangunan. Penetapan tingkat kepadatan penduduk untuk wilayah kota ini sama dengan tingkat kepadatan di wilayah kabupaten, yang mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, seperti yang telah disajikan pada Tabel 2.1 di bagian sebelumnya. Untuk memperjelas arahan pengembangan perumahan menurut RTRW Kota di bagian berikut ini disajikan contoh Rencana Pola Ruang dalam RTRW Kota. Gambar 2.3 Contoh Peta Rencana Pola Ruang – RTRW Kota Direktorat Rumah Umum dan Komersial 29

Perumahan Penggolongan Perumahan Penggolongan perumahan ini mengacu kepada UU 01/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Menurut Undang-undang tersebut, Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum. Rumah dibedakan menurut jenis dan bentuknya. Hak untuk menghuni rumah dapat berupa: hak milik; atau sewa atau bukan dengan cara sewa. Pengertian rumah itu sendiri adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi: 30 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Rumah khusus dan rumah negara disediakan oleh Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah. Bentuk rumah dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan. Bentuk rumah meliputi: 1. Rumah tunggal; adalah rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling. 2. Rumah deret; adalah beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kaveling sendiri. 3. Rumah susun; adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi. Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman dapat dilakukan melalui: 1. Pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; 2. Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; 3. Peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah; Direktorat Rumah Umum dan Komersial 31

4. Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; 5. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau 6. pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggolongan rumah susun mengacu pada UU 20/2011 tentang Rumah Susun. Jenis-jenis rumah susun terbagi menjadi: 1. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. 3. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. 4. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara itu untuk pelaksanaan pengembangan rumah susun dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. 2. Pembangunan rumah susun umum yang dilaksanakan oleh setiap orang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pemerintah. 32 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan 3. Pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba dan badan usaha. 4. Pembangunan rumah susun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap orang. Rumah susun dapat dibangun di atas tanah: 1. Hak milik; 2. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan 3. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan: 1. Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau 2. Pendayagunaan tanah wakaf. Pengembangan Perumahan Baru Rumah Tapak Pengembangan perumahan baru sebagai upaya penyediaan perumahan sangat terkait dengan aspek perencanaan. Berdasarkan UU 01/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah. Perencanaan perumahan merupakan bagian dari perencanaan permukiman. Perencanaan perumahan terdiri atas: 1. perencanaan dan perancangan rumah; dan 2. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) perumahan. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 33

Perencanaan perumahan tersebut mencakup rumah sederhana, rumah menengah, dan/atau rumah mewah. Perimbangan proporsi pengembangan hunian berupa rumah sederhana, menengah, dan/ atau mewah ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan PP 14/2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang adalah Perumahan atau Lingkungan Hunian yang dibangun secara berimbang antara Rumah sederhana, Rumah menengah, dan Rumah mewah. Dalam rangka pemenuhan penyediaan Perumahan bagi MBR diatur bahwa Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan wajib mewujudkan Perumahan dengan Hunian Berimbang. Sebagai langkah strategis, diatur alternatif pemenuhan kewajiban pemenuhan Hunian Berimbang bagi pelaku pembangunan, yakni dengan adanya konversi ke dalam bentuk Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama atau bentuk dana untuk pembangunan Rumah umum. Untuk mewujudkan pemenuhan kewajiban serta percepatan penyediaan Rumah umum yang layak dan terjangkau bagi MBR, menjamin kepemilikan, penghunian, dan tercapainya asas manfaat dari Rumah umum tersebut, serta pelaksanaan dari berbagai kebijakan, termasuk dalam melakukan pengelolaan Dana Konversi sebagai alternatif pemenuhan kewajiban Hunian Berimbang bagi pelaku pembangunan sebagaimana tersebut di atas, dibentuklah suatu badan yakni Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan. 34 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Perumahan dengan Hunian Berimbang meliputi: 1. Perumahan skala besar; dan 2. Perumahan selain skala besar. Selanjutnya penjelasan Perumahan skala besar adalah kumpulan Rumah yang terdiri paling sedikit 3.000 (tiga ribu) unit Rumah. Sementara itu Perumahan selain skala besar merupakan kumpulan Rumah yang terdiri atas 100 (seratus) unit Rumah sampai dengan 3.000 (tiga ribu) unit Rumah. Pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang harus memenuhi kriteria: 1. Lokasi; Lokasi merupakan tempat Rumah umum dibangun: a. Pembangunan Perumahan skala besar dengan Hunian Berimbang harus dilakukan dalam 1 (satu) hamparan; atau b. Pembangunan Perumahan selain skala besar dengan Hunian Berimbang dilakukan dalam 1 (satu) hamparan atau tidak dalam 1 (satu) hamparan. ∙ Pembangunan Perumahan selain skala besar dengan Hunian Berimbang tidak dalam 1 (satu) hamparan harus dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota. ∙ Permohonan pengesahan rencana tapak tiap hamparan pada pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam 1 (satu) hamparan disampaikan secara bersamaan. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 35

2. Klasifikasi Rumah; a. Rumah Mewah; merupakan Rumah yang harga jualnya di atas 15 (lima belas) kali harga Rumah umum yang ditetapkan Pemerintah Pusat. b. Rumah Menengah; merupakan Rumah yang harga jualnya paling sedikit 3 (tiga) kali sampai dengan 15 (lima belas) kali harga jual Rumah umum yang ditetapkan Pemerintah Pusat. c. Rumah Sederhana; merupakan Rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas lantai dan harga jual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Komposisi; merupakan perbandingan jumlah Rumah mewah, Rumah menengah, dan Rumah sederhana: a. Pembangunan Perumahan skala besar yaitu 1 (satu) Rumah mewah berbanding paling sedikit 2 (dua) Rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; dan b. Pembangunan Perumahan selain skala besar terdiri atas: ∙ 1 (satu) Rumah mewah berbanding paling sedikit 2 (dua) Rumah menengah dan berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; ∙ 1 (satu) Rumah mewah berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana; atau ∙ 2 (dua) Rumah menengah berbanding paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana. Paling sedikit 3 (tiga) Rumah sederhana adalah terdiri atas Rumah sederhana subsidi dan Rumah sederhana nonsubsidi dengan perbandingan untuk: 36 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan ∙ Kawasan perkotaan besar, 1 (satu) Rumah sederhana subsidi berbanding 3 (tiga) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 75% (tujuh puluh lima persen) Rumah sederhana nonsubsidi; ∙ Kawasan perkotaan sedang, 2 (dua) Rumah sederhana subsidi berbanding 2 (dua) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 50% (lima puluh persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 50% (lima puluh persen) Rumah sederhana nonsubsidi; atau ∙ Kawasan perkotaan kecil, 3 (tiga) Rumah sederhana subsidi berbanding 1 (satu) Rumah sederhana nonsubsidi dengan perhitungan komposisi persentase 75% (tujuh puluh lima persen) Rumah sederhana subsidi berbanding 25% (dua puluh lima persen) Rumah sederhana nonsubsidi. Rumah Susun Berdasarkan Undang-undang Nomor 20Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Perencanaan pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan: 1. Kepadatan bangunan; 2. Jumlah dan kepadatan penduduk; 3. Rencana rinci tata ruang; 4. Layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum; 5. Layanan moda transportasi; 6. Alternatif pengembangan konsep pemanfaatan rumah susun; 7. Layanan informasi dan komunikasi; 8. Konsep hunian berimbang; dan 9. Analisis potensi kebutuhan rumah susun. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 37

Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, untuk pengembangan perumahan baru yang berupa rumah susun dapat dikembangkan pada kawasan-lingkungan perumahan yang direncanakan untuk kepadatan penduduk > 200 Jiwa/ha, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen rencana lainnya, yaitu kawasan-kawasan: 1. Pusat kegiatan kota; 2. Kawasan-kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah mendekati atau melebihi 200 jiwa/ha; dan 3. Kawasan-kawasan khusus yang karena kondisinya memerlukan rumah susun, seperti kawasan-kawasan industri, pendidikan dan campuran. Kriteria teknis mengenai kebutuhan pengembangan rumah susun ini yang didasarkan atas kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.3 Kebutuhan Rumah Susun berdasarkan Kepadatan Penduduk Klasifikasi KEPADATAN Kawasan RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT PADAT Tingkat < 150 jiwa/ha 151 – 200 201 – 400 > 400 jiwa/ Kepadatan jiwa/ha jiwa/ha ha penduduk Kebutuhan Alternatif Disarankan Disyaratkan Disyaratkan Rumah (untuk (untuk pusat (peremajaan (peremajaan Susun kegiatan kota lingkungan lingkungan kawasan dan kawasan permukiman permukiman tertentu) perkotaan) perkotaan) tertentu) Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan 38 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Lahan Potensial untuk Perumahan Baru Untuk perhitungan potensi luas lahan bagi pengembangan perumahan baru perlu diidentifikasi lahan yang termasuk dalam rencana kawasan permukiman yang belum dibangun, dalam arti secara fisik belum ada bangunan baik berupa gedung, perumahan, sarana dan infrastruktur. Untuk mengidentifikasi hal tersebut diperlukan data pendukung spasial berupa Peta Penutup Lahan atau Land Cover. Untuk mendapatkan hasil identifikasi lahan yang belum terbangun dilakukan proses overlay (tumpang susun atau pertampalan), antara Peta Rencana Pola Ruang RTRW (Kabupaten dan Kota) dengan Peta Penutup Lahan dengan skala yang sesuai, yaitu untuk Wilayah Kabupaten minimal 1 : 50.000 dan untuk Wilayah Kota minimal 1 : 25.000. Klasifikasi penutup lahan yang digunakan mengacu pada SNI 7645:2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan. Klasifikasi penutup lahan dalam SNI 7645:2010 ini berisi kumpulan klasifikasi dan deskripsi penutup lahan di Indonesia pada peta tematik penutup lahan skala 1:1.000.000, 1:250.000, dan 1:50.000 atau 1:25.000. Lahan rencana kawasan permukiman yang potensial bagi pengembangan perumahan baru adalah lahan dengan Klasifikasi Daerah Bervegetasi (menurut SNI 7645:2010), yang meliputi: 1. Daerah pertanian: sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak, sawah pasang surut, polder, ladang pertanian, perkebunan, perkebunan campuran, dan tanaman campuran. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 39

2. Daerah bukan pertanian: hutan lahan kering, hutan lahan basah, belukar, semak, padang rumput, sabana, padang alang-alang, dan rumput rawa. Berdasarkan klasifikasi di atas maka dirasakan perlu untuk memberikan urutan prioritas lahan potensial bagi pengembangan perumahan baru. Urutan prioritas menurut klasifikasi lahan adalah: Pertimbangan prioritas tersebut didasarkan atas faktor-faktor: 1) pelestarian hutan sebagai kawasan yang berfungsi lindung (polusi, resapan air, dan lain-lain), 2) mempertahankan lahan produktif pertanian, dan 3) tingkat kesulitan lahan untuk dibangun (rawa, dan perairan lainnya). 40 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Hasil pertampalan Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Permukiman dengan Peta Penutup Lahan yang berupa Peta Lahan Potensial (1, 2, 3) bagi Pengembangan Perumahan Baru. Pada peta lahan potensial tersebut akan terdapat blok-blok dengan luas yang bervariasi. Adapun pengertian blok adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Lisiba, terdiri dari sekelompok rumah tinggal atau persil (SNI 03- 1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan). Dalam hal pengembangan perumahan baru blok disini adalah berbentuk persil atau umum juga disebut kavling. Hal lain yang penting untuk dikaji adalah status penguasaan serta nilai atau harga tanah/lahan potensial tersebut. Informasi terkait status lahan tersebut dapat diakses dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Badan Pertanahan Nasional (BPN), yaitu Peta Status Penguasaan (Kepemilikan) Tanah dalam format GIS (.shp) dengan skala yang mencukupi (minimal 1:50.000 untuk wilayah kabupaten dan 1:25.000 untuk wilayah kota). Status penguasaan lahan terdiri dari: ∙ Lahan yang dikuasai oleh Badan Hukum ∙ Lahan yang dikuasai oleh instansi/pemerintah ∙ Lahan yang dikuasai oleh perorangan Berdasarkan kemudahannya untuk dikembangkan perumahan, terutama terkait peralihan statusnya dan biaya, maka lahan yang dikuasai oleh instansi/pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan lahan yang lebih “favorable” untuk menjadi prioritas. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 41

Sementara itu untuk Peta Nilai atau Harga Tanah dalam format GIS (.shp) yang juga bersumber dari Kementerian ATR / BPN; diharapkan bisa diakses dalam informasi peta dengan skala yang mencukupi (minimal 1:50.000 untuk wilayah kabupaten dan 1:25.000 untuk wilayah kota). Nilai atau harga tanah berdasarkan informasi tersebut, dapat diklasifikasikan menurut tingkatan harganya. Namun untuk mengklasifikasikannya diperlukan upaya untuk merumuskan berapa nilai atau harga tanah yang sesuai bagi pengembangan perumahan sesuai target pasarnya, yaitu untuk MBR, menengah, dan tinggi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka dapat dirumuskan kriteria dari lahan yang potensial bagi pengembangan perumahan baru, baik di kabupaten maupun kota. Lebih jelasnya mengenai hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bagian berikut ini. Tabel 2.4 Kriteria Lahan Potensial Pengembangan Perumahan Baru KEPADATAN RINCIAN SEDANG TINGGI SANGAT RENDAH PADAT Nilai tanah: Kriteria Pola Ruang : Klasifikasi Daerah Penguasaan: ∙ Rendah Lahan ∙ Kawasan Bervegetasi ∙ Badan Hukum ∙ Sedang ∙ Bukan Pertanian ∙ Instansi/ ∙ Tinggi Permukiman ∙ Pertanian ∙ Perumahan Pemerintah Rendah- ∙ Perorangan Sedang: MBR & MBM Prioritas Sesuai Bukan pertanian: Instansi/ peruntukan: mudah dibangun, pemerintah: Perumahan; non produktif, untuk MBR Permukiman tidak berupa hutan (potensi lindung) Sumber: Hasil Analisis 2021 42 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Ketentuan Teknis Potensi Penyediaan Perumahan Gambar 2.4 Contoh Peta Penutup Lahan Direktorat Rumah Umum dan Komersial 43

Kampar, Riau

BAB 03 Identifikasi dan Inventarisasi Subyek dan Obyek Tanah • Pengumpulan Data dan Informasi • Pengolahan dan Analisis Data • Perhitungan Daya Tampung Perumahan Baru

03 Identifikasi dan Inventarisasi Subyek dan Obyek Tanah Pengumpulan Data dan Informasi Tahapan pengumpulan data dan informasi meliputi : 1. Peta Rencana Struktur Ruang RTRW (Kabupaten dan Kota) dalam format GIS (.shp); skala 1:50.000 untuk RTRW Kabupaten dan 1:25.000 untuk RTRW Kota. 2. Peta Rencana Pola Ruang RTRW (Kabupaten dan Kota) dalam format GIS (.shp); skala 1:50.000 untuk RTRW Kabupaten dan 1:25.000 untuk RTRW Kota. 3. Peta Penutup Lahan dalam format GIS (.shp) dengan Klasifikasi Penutup Lahan yang sesuai dengan SNI 7645:2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan; dengan skala yang mencukupi (minimal 1:50.000 untuk wilayah kabupaten dan 1:25.000 untuk wilayah kota). Untuk keperluan ini dapat digunakan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). 46 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

4. Peta Status Penguasaan (Kepemilikan) Tanah dalam format GIS (.shp) dengan skala yang mencukupi (minimal 1:50.000 untuk wilayah kabupaten dan 1:25.000 untuk wilayah kota). Peta status kepemilikan atau penguasaan lahan yang bersumber dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Badan Pertanahan Nasional (BPN). Status penguasaan lahan terdiri dari: ∙ Lahan yang dikuasai oleh Badan Hukum ∙ Lahan yang dikuasi oleh instansi/pemerintah ∙ Lahan yang dikuasai oleh perorangan 5. Peta Harga Tanah dalam format GIS (.shp) yang bersumber dari Kementerian ATR / BPN; dengan skala yang mencukupi (minimal 1:50.000 untuk wilayah kabupaten dan 1:25.000 untuk wilayah kota). 6. Pedoman dan standar perencanaan perumahan dan kawasan permukiman, serta referensi lain yang relevan. Pengolahan dan Analisis Data Tahapan pengolahan data dan analisis data meliputi : 1. Pengolahan data spasial berbasis GIS agar dapat digunakan dalam analisis spasial. 2. Analisis spasial dengan metode overlay antar peta-peta tematik yang sudah disiapkan. 3. Pengolahan hasil analisis ke dalam bentuk tabel melalui proses tabulasi data. 4. Analisis kebutuhan pengembangan perumahan baru dan perhitungan potensi perumahan baru. Direktorat Rumah Umum dan Komersial 47

Hasil analisis spasial dan tabulasi tersebut diharapkan dapat menghasilkan hasil identifikasi sebagai berikut: a. Potensi Lahan bagi Perumahan Baru untuk Wilayah Kabupaten dan Kota b. Status Kepemilikan Lahan dan Ketersediaan Prasarana Utama pada Lahan Perumahan Baru c. Dukungan Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana bagi Lahan Perumahan Baru d. Segmentasi Pasar Perumahan Baru Perhitungan Daya Tampung Perumahan baru Tahapan perhitungan daya tampung perumahan baru meliputi : 1. Daya tampung: jumlah unit rumah atau hunian (baru) yang dapat dibangun di wilayah kabupaten dan kota, menurut segmen pasar, sebaran lokasi kebutuhan, dan jenis penyediaan perumahan. 2. Kebutuhan PSU perumahan dan prasarana wilayah untuk pengembangan perumahan baru di wilayah kabupaten dan kota. 3. Hasil perhitungan daya tampung perumahan baru dan kebutuhan prasarana dapat bermanfaat sebagai bahan untuk menyusun kebijakan dan strategi penyediaan perumahan berdasarkan pada prioritas penanganan di wilayah kabupaten dan kota. Penjelasan mengenai proses dan langkah-langkah analisis pemetaan potensi penyediaan perumahan untuk wilayah kabupaten dan kota dapat dilihat pada gambar dan tabel-tabel di bagian berikut ini. 48 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

Identifikasi dan Inventarisasi Subyek dan Obyek Tanah Graha Echa - Kampar, Riau Direktorat Rumah Umum dan Komersial 49

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Identifikasi dan Inventarisasi Subyek dan Obyek Tanah 50 Panduan Umum, Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan


Panduan Umum Fasilitas Penyediaan Lahan Perumahan

The book owner has disabled this books.

Explore Others

Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook