Observasi adalah langkah pertama sebelum perencanaan. Beberapa strategi berbasis game dapat diterapkan. Beberapa melalui kegiatan klasikal. Penekannya tidak sekedar menyenangkan tapi lebih pada pengecekan secara menyeluruh, sehingga guru dapat mengambil langkah yang bijak dalam pembelajaran berikutnya. Tentu strategi yang dipilih harus memiliki tingkat penerapan yang tinggi, mengingat waktu, jumlah siswa, jumlah kelas yang diajar, dan jenis kelas (tradisional/ melek teknologi). Hal itu dimaksudkan agar ia tidak kemudian menyulitkan guru saat memeriksanya. It should be as simple as dipping a stick to check the oil in your car (Finley:2014). Jangan lupa untuk menyediakan “imbalan” atau “hukuman” bagi siswa yang bersangkutan. Implementasi di Kelas Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa strategi yang pernah dipakai dan dapat diterapkan di sekolah dimana penulis mengajar. Strategi-strategi tersebut dapat dikelompokkan sesuai peruntukkannya, apakah sesuai waktu atau kuantitas siswa yang terlibat. Sesuai waktu maksudnya adalah proses pengecekkan dikelompokkan berdasarkan penempatan waktu pemakaiannya apakah di awal pertemuan, di tengah pertemuan/ pembahasan sebuah materi dalam beberapa pertemuan, atau di akhir pertemuan/ di akhir sebuah bahasan atau unit yang di bahas di beberapa pertemuan. Sedangkan sesuai kuantitas siswa maksudnya adalah dilakukan secara perseorangan, berpasangan, kelompok atau whole class (kelas secara umum). Penulis tidak menyertakan strategi yang berbasis teknologi dikarenakan beberapa keterbatasan fasilitas di tempatnya bertugas. Berikut beberapa diantaranya. A. Strategi pengecekkan untuk perseorangan. 1. Color card (Kartu Warna) a. Merah : \"Stop, Aku butuh bantuan/ Aku tidak mengerti.\" b. Hijau : \"Lanjutkan! Aku mengerti.\" c. Kuning : \"Aku kebingungan.\" Strategi ini dapat diterapkan di tengah pembelajaran. Berikan jeda setiap satu poin pembahasan dan tanyakan respon siswa terhadap materi yang tengah di bahas. 44
2. Hand signal (Penanda dengan Tangan) Jika sebelumnya kertas warna memerlukan persiapan alat, untuk hand signal tidak memerlukan peralatan apapun, cukup lima jari yang kita miliki. Siswa menunjukkan berapapun jumlah jari mereka sesuai pemahaman yang dimiliki, lima jari seandainya mereka sangat mengerti dan satu jari untuk tidak mengerti. Strategi ini dapat digunakan di awal, tengah atau akhir pembelajaran. 3. 3-2-1 a. 3 : Tiga hal yang aku mengerti b. 2 : Dua hal yang menarik perhatian dan ingin diketahui lebih lanjut c. 1 : Satu pertanyaan yang masih belum dipahami Strategi ini membantu siswa untuk merefleksikan proses KBM yang telah mereka jalani dan membantu guru untuk memahami kecenderungan siswa. Cara ini dapat diterapkan di awal, tengah, atau akhir pembelajaran. 4. Ticket out the door (Tiket Keluar Kelas) Strategi ini mungkin adalah strategi yang paling sederhana dan paling tua di antara strategi-strategi yang lain. Dimana siswa diberikan pertanyaan secara klasikal dan siswa yang bisa menjawab boleh istirahat atau pulang terlebih dahulu. Jawaban bisa tertulis atau lisan. Strategi ini di sebut “dipeuncil” di daerah tempat penulis mengajar. Walaupun jawaban diberikan secara individu, kegiatan ini dapat di modifikasi dengan membolehkan orang yang dapat menjawab untuk mengajak teman sebangku, sejumlah teman atau satu barisannya untuk istirahat atau pulang terlebih dahulu. 5. 60 second paper (Kertas 60 Detik/ 1 menit) Dengan waktu yang sangat terbatas siswa diminta untuk menjelaskan hal-hal yang telah mereka pahami dan yang belum mereka pahami. Tepat digunakan di awal atau di akhir pembelajaran. 6. Summarize (Membuat ringkasan) B. Strategi pengecekkan untuk berpasangan. 1. Think-pair-share Strategi ini mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan secara perseorangan, kemudian membandingkan jawaban dan mendiskusikannya dengan pasangannya lalu menyampaikan hasil diskusi kepada teman-temannya. C. Strategi pengecekkan untuk kelompok. 1. Jeopardy 45
Jeopardy sebenarnya adalah nama sebuah game show yang sangat terkenal di Amerika. Dalam permainan tersebut peserta disediakan sebuah papan berisi teka teki. Setiap teka teki dikelompokkan berdasarkan kategori soal dan nilai. Jawaban teka-teki harus diawali dengan kata tanya. Sumber : https://www.pftq.com/jeopardy/ Misalnya, untuk kategori ke-3 yaitu kategori pie nilai 100, teka teki yang diberikan adalah, it is a combination of sugar, flour, egg and apple, maka jawaban yang benar adalah, what is apple pie?. Untuk penerapannya di kelas, penulis menerapkan bentuk yang lebih sederhana, di mana siswa tidak perlu menjawab dalam bentuk pertanyaan tapi cukup dalam bentuk jawaban biasa. Yang menjadikannya menarik, permainan ini juga menguji keberanian memilih nilai (berkisar dari 100 sampai 500) untuk setiap kategori (kategori dapat dibuat sesuai kebutuhan materi yang ingin di ulas, misalnya kategori vocabularies of the day, it’s a good story, what if, what’s your response, dll ). Bagi kelas menjadi dua atau beberapa tim, lalu minta mereka untuk memilih kategori dan nilai yang diinginkan. Untuk mempertajam kompetisi, siswa hanya diberikan waktu sepuluh detik masing-masing untuk memilih pertanyaan dan menjawab pertanyaan. 2. Tic-tac-toe Strategi ini lebih cocok diterapkan dikelas yang lebih kecil dengan jumlah siswa yang tidak terlalu banyak. Seperti permainan tic- tac- toe pada umumnya, guru menyediakan papan permainan, bisa memakai papan tulis biasa yang telah digambar sejumlah kotak yang di beri angka. setiap tim berusaha untuk membentuk tiga tanda X atau O paralel, atas, bawah atau samping, dengan menjawab pertanyaan di balik angka-angka tersebut, sedangkan tim lain berusaha menjegal tim lawan. 46
Sumber:https://medium.com/@alialaa/tic-tac-toe-with-javascript-es2015-building- the-tic-tac-toe-board-f914a93d317 3. Race at board/ run to the board (berlomba menuju papan) Sumber: dokumentasi ETW Kelas dibagi menjadi dua tim. Setiap tim diposisikan berbaris ke belakang. Satu perwakilan dari tiap grup berusaha menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan cara berlari memilih jawaban yang telah disedikan di papan tulis (untuk menghindari cedera saat memilih jawaban, sediakan alat pemukul lalat atau alat scan kartu tol sebagai alat bantu peserta) atau dengan cara siswa menuliskan jawabannya di papan tulis jika jawaban tidak disediakan oleh guru. Jika tidak ada peserta yang berhasil menjawab pertanyaan, maka pertanyaan dilemparkan ke seluruh kelas. D. Strategi pengecekkan untuk seluruh kelas. Selain beberapa strategi perseorangan, berpasangan, dan berkelompok yang telah dibahas di atas, dua strategi sederhana berikut ini dapat membantu guru untuk mengetahui pemahaman siswa di kelas secara umum. 1. Misconception check Tampilkan sebuah contoh yang salah dari materi yang sedang dibahas. Dapat berupa pancingan (‘seolah’ guru tidak sadar sedang membuat kesalahan), 47
kemudian di lihat apakah ada siswa yang menyadari kesalahan tersebut dan mengkoreksinya. Atau siswa diberitahu dulu sebelumnya bahwa akan ditampilkan beberapa konsep salah dan beberapa yang benar, kemudian mereka diberikan kesempatan untuk berpendapat, setuju atau tidak setuju terhadap apa yang ditampilkan di depan dan siswa harus menjelaskan mengapa mereka setuju atau tidak. 2. Pair Checking and Teaching (Pengajaran Teman Sebaya) Tarik seorang siswa atau beberapa siswa, minta siswa yang bersangkutan untuk menjelaskan materi yang telah dibahas. Cara ini dapat dipakai untuk mengecek pemahaman perseorangan, kelompok, atau kelas secara keseluruhan. Jika siswa mampu menjelaskan, maka pembahasan dianggap sudah tuntas, dan siswa memahami pembelaaran. Jika masih ada yang belum paham, maka siswa yang sudah mengerti diberi tugas sebagai tutor sebaya bagi siswa yang masih belum mengerti. Kegiatan tutor sebaya dapat dilakukan di luar jam pelajaran. Strategi ini diterapkan karena seringkali siswa lebih mengerti bahasa sebaya dibandingkan dengan bahasa guru. Perlu dipastikan tutor yang menjelaskan harus memiliki pemahaman yang sesuai dengan maksud dan konten materi yang dibahas oleh guru. Untuk menambah keseruan di kelas, guru dapat menyediakan beberapa door prizes bagi pemenang. Hadiah dapat berupa barang sederhana, diskon beberapa soal latihan, bebas pekerjaan rumah, keluar kelas lebih awal, bebas piket selama satu minggu, dan lain-lain. 48
11 Gaya Belajar? Kenali Yuk! Tintin Sri Suprihatin SMP Negeri 9 Bandung Pendahuluan Dalam proses pembelajaran, seorang guru haruslah memperhatikan karakteristik peserta didiknya agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. Karakteristik peserta didik memiliki cakupan luas yang meliputi aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, dan latar belakang sosial-budaya. Sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Thun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Salah satu karakteristik peserta didik yang perlu dikenali guru adalah gaya belajar peserta didik. Kemampuan setiap anak dalam memahami dan menyerap materi pelajaran sudah pasti tidak sama dan berbeda tingkatannya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu, sebagai guru kita harus paham betul gaya belajar apa yang sesuai dengan peserta didik, sehingga mereka dapat menerima dan memahami sebuah informasi dan menyimpannya di memori otak mereka. Hamzah (2008) menyatakan bahwa “Ada beberapa tipe gaya belajar yang bisa kita cermati dan mungkin kita ikuti apabila memang kita merasa cocok dengan gaya itu, diantaranya: gaya belaja visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik”. Gaya belajar tertentu juga memengaruhi prestasi dan kemampuan anak pada bidang tertentu. Misalnya, anak dengan gaya belajar visual senang dan pandai dalam matematika, anak dengan gaya belajar auditori pandai dalam bercerita, anak dengan gaya belajar kinestetik pandai dalam olahraga, dan sebagainya. Mengetahui gaya belajar yang efektif sangatlah penting untuk dapat menyelesaikan atau mengatur tugas dengan baik. Gaya belajar yang baik bagi seseorang tidak dapat ditentukan oleh orang lain. Namun, berasal dari pemahaman terhadap diri sendiri. Apabila seseorang memiliki indera pengelihatan yang tajam dan minat terhadap warna, bentuk, dan model. 49
Berdasarkan hasil penelitian oleh Dunn dan Dunn yang dilangsungkan sejak 1979 mengungkapkan bahwa tiga perlima gaya belajar bersifat genetis, dan sisanya bisa dikembangkan memalui pengalaman. Gaya belajar seorang anak adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi, dan ini merupakan modal belajar yang harus ia temukan dan kembangkan. Namun, tentunya bagi peserta didik sangatlah sulit untuk menyadari dan mengetahui gaya belajarnya. Tugas kita adalah membantu menemukan gaya belajar yang mereka miliki. Bila gaya belajar peseta didik sudah dikenali, maka guru akan menjadi efektif dalam menentukan strategi atau metode pembelajaran, sehingga dengan demikian peserta didik akan belajar dengan lebih mudah dan menyenangkan. Tidak masalah bila nantinya kita menemukan gaya belajar peserta didik yang berbeda-beda. Karena tidak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap orang adalah individu yang unik dan berbeda. Demikian pula halnya dengan gaya belajar peserta didik. Meskipun mereka bersekolah di sekolah yang sama, di kelas yang sama, atau bahkan duduk bersampingan, bisa saja mereka mempunyai gaya belajar yang berbeda dan bermacam-macam. Dari banyak gaya belajar yang ada, artikel ini akan mengulas gaya belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik. Sehingga pada akhirnya, artikel ini dapat membantu pembaca baik itu peserta didik, guru, bahkan orang tua untuk dapat mengidentifikasi kecenderungan gaya belajar peserta didik dengan tepat, baik secara individual maupun klasikal dalam satu kelas. Implementasi di Kelas Jika guru ingin mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai suatu materi sebelum pembelajaran dimulai, guru bisa melakukan pre-test, atau bisa juga melakukan tanya jawab sehingga guru mempunyai gambaran berapa persen penguasaan materi tersebut, sehingga fokus pembelajaran bisa disesuaikan. Demikian halnya dengan gaya belajar peserta didik. Akan lebih mudah bagi guru dan orang tua untuk mengetahui gaya belajar apa yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat menentukan metoda, teknik dan pendekatan yang sesuai bagi mereka. 50
1. Observasi mendetail dapat dilakukan oleh guru di kelas. a. Gunakan metode ceramah, catat peserta didik yang kuat bertahan lama dalam menyimak. Klasifikasikan mereka kedalam dua kelompok: kelompok A yang suka mendengarkan dan kelompok B yang tidak suka mendengarkan. Dengan demikian, kita bisa mengetahui bahwa peserta didik yang berada di kelompok A adalah mereka yang mempunyai gaya belajar Auditorial. b. Putar film, tunjukan gambar atau poster, atau mungkin tunjukan peta atau diagram. Lakukan hal yang sama, membagi mereka kedalam kelompok A, yang menunjukkan antusiasme dalam mengikuti pelajaran, sementara kelompok B adalah peserta didik yang kurang antusias. Dengan demikian, kita bisa mengetahui bahwa peserta didik yang berada di kelompok A adalah mereka yang mempunyai gaya belajar Visual. Gambar 1. Belajar melalui gambar c. Setelah itu, cobalah dengan metode praktik, para peserta didik dengan gaya belajar Kinestetik tentunya akan bersemangat mengikuti proses pembelajaran. Catat mereka dan pisahkan kedalam kelompok A, yang menyukai praktik, dan kelompok B, yang tidak menyukai. Gambar 2. Praktik membuat kalimat di papan tulis 51
Dengan melakukan observasi ini beberapa kali, kita dapat mengetahui kecenderungan gaya belajar apa yang dimiliki peserta didik. Bila guru kesulitan melakukan observasi bersamaan dengan berlangsungnya pembelajaran, MGMP sekolah bisa diikutsertakan. Dengan demikian, hasil observasi dapat lebih tepat dan objektif. 2. Berikan tugas untuk membuat atau melakukan sesuatu. Cara ini juga dapat dlakukan orang tua di rumah. Misalnya, berikan tugas menghias kipas, peserta didik dengan gaya belajar visual akan mencari contoh kipas hias yang sudah ada dan akan mulai membuat dengan meniru kipas tersebut. Peserta didik dengan gaya belajar auditorial akan mendengarkan atau membaca instruksi mengenai cara menghias kipas tersebut. Sementra peserta didik dengan gaya belajar kinestetik akan langsung menghias kipas tersebut. Gambar 3. Menghias Kipas Variasi kegiatan dapat disesuaikan dengan materi pembelajaran. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Inggris, ada praktik membuat kartu ucapan. Membuat miniatur bangunan dalam pelajaran prakarya, dan lain sebagainya. 3. Mengisi angket untuk menentukan gaya belajar. Contoh angket sederhana. (Dengan peserta didik sebagai pengisi angket) 52
Pilihlah jawaban yang menurutmu paling tepat 1. Pada saat belajar untuk ulangan, kamu akan …. A. membaca catatan, membaca judul dan sub-judul, melihat diagram dan ilustrasi B. meminta seseorang untuk memberi anda pertanyaan, atau menghafal dalam hati sendirian C. membuat catatan pada kartu dan atau membuat diagram 2. Apa yang kamu lakukan pada saat mendengarkan lagu? A. berkhayal (melihat benda-benda yang sesuai dengan lirik lagu yang kamu dengarkan) B. berdendang mengikuti alunan musik tersebut. C. menggerakan anggota tubuh, mengetukan tangan atau kaki mengikuti irama musik tersebut 3. Pada saat kamu menghadapi masalah, kamu akan …. A. membuat daftar atau langkah-langkah pemecahan masalah, kemudian mengeceknya setelah langkah itu dilakukan B. menelpon teman untuk membicarakan masalah yang kamu hadapi C. melakukan semua langkah pemecahan masalah yang kamu pikirkan 4. Kamu senang membaca …. A. buku petualangan dengan banyak gambar didalamnya B. cerita misteri yang penuh percakapan didalamnya C. buku yang memberikan pengetahuan yang dapat memecahkan masalahmu 5. Untuk mengetahui cara mengoperasikan alat elektronik yang baru kamu beli, kamu akan …. A. menonton video tutorial mengenai cara kerja alat tersebut B. bertanya kemudian mendengarkan seseorang menjelaskan cara mengoperasikan alat tersebut C. mencoba-coba sendiri cara mengoperasikan alat tersebut 6. Kamu harus membeli sesuatu di sebuah pusat pembelajaan, tetapi kamu tidak tahu persis letak tokonya. Kamu akan …. A. melihat sekeliling, kemudian menemukan denah toko pada pusat pembelajaan tersebut B. bertanya pada satpam atau penjaga toko yang kamu temui C. teralihakan perhatian kepada benda yang menurutmu menarik, baru setelah itu berkeliling mencari toko yang dimaksud. 53
7. Jenis restoran yang tidak kamu sukai. A. restoran yang lampunya terlalu terang B. restoran yang musiknya terlalu keras C. restoran yang kursinya tidak nyaman 8. Kamu lebih menyukai pelajaran …. A. menggambar B. musik C. olah raga 9. Ketika kamu menghadiri sebuah pesta tanpa ada satu orang pun yang kamu kenal sebelumnya, keesokan harinya kamu akan ingat …. A. muka orang-orang, tapi tidak namanya B. nama orang-orang, tapi tidak mukanya C. kejadian dalam pesta tersebut 10. Pada saat menyampaikan satu cerita, kamu akan …. A. menuliskannya B. menceritakannya secara lisan C. memerankannya 11. Konsentrasi kamu akan terganggu jika …. A. banyak orang hilir mudik didepanmu B. temanmu mamainkan lagu kesukaannya terlalu keras C. merasa lapar atau memikirkan hal lain 12. Kalau kamu marah kamu akan …. A. cemberut, atau memperlihatkan mimic muka tidak suka B. berteriak C. membanting pintu Cara mengetahui hasil angket: - Hitung berapa banyak pilihan jawaban A, B, dan C. - Apabila skor A yang menonjol, ini berarti kamu mempunyai kecenderungan gaya belajar Visual. Kamu cenderung belajar dengan cara melihat sesuatu. - Apabila skor B yang menonjol, ini berarti kamu mempunyai kecenderungan gaya belajar Auditorial. Kamu cenderung belajar dengan cara mendengar. - Apabila skor C yang menonjol, ini berarti kamu mempunyai kecenderungan belajar kinestetik. Kamu cenderung belajar melalui aktifitas fisik dan melibatkan diri langsung. 54
Setelah peserta didik mengisi angket dan mengetahui kecenderungan gaya belajar masing-masing, guru dapat mendata kecenderungan gaya belajar apa yang paling banyak ditemukan di kelas tersebut, sebagai modal untuk memilih strategi apa yang tepat digunakan dalam kelas. Hasil ini juga dapat disampaikan pada orang tua peserta didik agar bersama-sama dapat memaksimalkan hasil belajar peserta didik. Dengan menempuh tiga cara di atas, sekarang baik peserta didik, guru maupun orang tua dapat mengidentifikasi gaya belajar peserta didik, sehingga pemilihan strategi bisa tepat. Guru bahkan dapat memetakan peserta didik sesuai dengan gaya belajarnya. Untuk siswa dengan gaya belajar visual, mereka bisa memilih atau kita tempatkan di barisan bangku yang paling depan, variasi kegiatan dalam proses pembelajaran bisa ditambah dengan lebih banyak menampilakan gambar, atau bahkan memutarkan film. Ketika di rumah, orang tua tidak usah khawatir bila mendapati anaknya mengerjakan tugas sambil mendengarkan musik, karena bisa jadi gaya belajar mereka adalah gaya Auditorial. Lebih baik lagi jika orang tua membantu anak yang memiliki gaya belajar ini dengan latihan tanya jawab seputar materi yang sedang diplejarinya. Guru seringkali kesal bila mendapati peserta didik yang tidak mau diam, selalu keluar dari bangku ketika proses pembelajaran. Hal ini seharusnya bisa dimaklumi ketika kita mempunyai data bahwa peserta didik tersebut cenderung mempunyai gaya belajar Kinestetik. 55
12 Two Faced Card Membuat Diskusi Menjadi Lebih Hidup Kartika Arum SMP Negeri 1 Padalarang Pendahuluan Sebenarnya pembuatan media pembelajaran berupa kartu yang mempunyai dua sisi ini, awalnya berdasarkan dari pengamatan di beberapa kelas di mana banyak peserta didik yang sering keliru dalam menggunakan format kata kerja (Verb), maupun kata bantu (Auxiliary Verb) dalam pola kalimat Simple Present Tense. Mereka sering keliru atau mungkin tidak sadar akan adanya aturan yang berbeda, contohnya: Ali goes to school every day, tetapi mereka menyatakan Ali go to school. Sementara itu, Simple Present merupakan unsur kebahasaan yang dominan untuk memahami banyak Kompetensi Dasar (KD) di Kelas VII. Tentunya di level ini, peserta didik harus diberi pondasi yang kuat supaya dapat memahami materi di tingkat selanjutnya. Berdasarkan hal inilah, penulis ingin membantu peserta didik supaya selalu mengingat dan tentunya memahami aturan yang berbeda dalam Simple Present Tense ini, maka dibuatlah kartu dengan dua sisi. Yang terdiri dari kartu berisi kata kerja contohnya di satu sisi tertulis go tetapi di sisi lainnya goes, juga ada kartu berisi kata bantu di satu sisi do dan di sisi lainnya does. Kegiatannya dirancang sederhana yaitu menyusun kalimat. Dampak dari penggunaan media pembelajaran sederhana berupa kartu dua sisi ini ternyata luar biasa. 56
Implementasi di Kelas Seperti sudah diuraikan sebelumnya, penggunaan kartu dua sisi ini bertujuan untuk membantu peserta didik dalam memahami pola kalimat Simple Present Tense yang ternyata berdampak luar biasa karena selain paham, dengan adanya alat bantu atau media pembelajaran ini, peserta didik lebih hidup dalam berdiskusi dan semua antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, setiap kelas berbeda skenario kegiatannya, diantaranya ada yang langsung dengan permainan setiap peserta didik diberi satu kartu kemudian mereka harus menyusun kalimat yang dipampang di sebuah “Pocket Chart”. Berikut adalah pemaparan dengan skenario yang merupakan paling efektif. 1. Peserta didik dibagi dalam kelompok kecil, yaitu 1 kelompok terdiri atas 4 orang jadi ada 10 kelompok dalam 1 kelas. 2. Guru menjelaskan bahwa setiap kelompok akan menerima 2 (dua) set kartu yang terdiri dari kartu berwarna kuning yang berisi subjek (I, You, We, They, dll.) dan kartu berwarna merah yang berisi kata kerja tanpa tambahan dan di sisi sebaliknya kata kerja dengan tambahan s/es. Diberikan salah satu contoh kalimat, misalnya “I get up” tapi kalau subjeknya di rubah jadi Sinta maka berubah menjadi “Sinta gets up”. 3. Peserta didik dalam kelompoknya mendiskusikan dan menyusun kartu menjadi dua kalimat lalu menuliskan dalam kertas kelompok. 57
4. Peserta didik bertukar kartu dengan kelompok lain dengan mengacak kartu terlebih dahulu, sehingga setiap kelompok mendapat tugas untuk mendiskusikan, menyusun dan menuliskan 4 ( empat ) kalimat positif. 5. Kelompok mengumpulkan hasil kerjanya dan langsung dikoreksi oleh guru. 6. Guru menjelaskan lagi tentang aturan kalimat positif dalam Simple Present. 7. Mengulang kegiatan diatas untuk mengetahui hasilnya setelah dijelaskan aturan. 8. Peserta didik bekerja dalam kelompok besar dan berlomba: Tim putra (20 orang) melawan Tim Putri (20 orang) 9. Masing-masing tim mendapat 10 set kartu (terdiri dari 20 kartu untuk 10 kalimat). 10. Masing-masing tim duduk dalam 2 (dua) lingkaran. 11. Secara estafet setelah aba-aba mulai “Go”, kartu dibagikan kepada anggota tim sehingga masing-masing anggota mendapat 1 kartu. 12. Masing-masing anggota mencari, mendiskusikan dan menyusun kartu menjadi kalimat. 13. Guru mengoreksi hasil kerja tim dan mengumumkan pemenang. Semua tahapan ini dilakukan untuk kalimat negative dan kalimat tanya. Banyak temuan yang penulis dapatkan selama mengamati kegiatan ini. 1. Pada kegiatan kelompok kecil semua kelompok teramati berdiskusi, tentunya dengan kualitas diskusi yang berbeda karena pembagian kelompoknya tidak heterogen dari low sampai high achiever, tetapi berdasarkan posisi tempat duduk yaitu dua bangku yang berdekatan menjadi satu kelompok. Ada satu kelompok yang terdiri dari 1 high achiever, 1 medium dan 2 low, teramati high dengan prior knowledge yang dia miliki membimbing teman-temannya, kemudian low mencoba untuk menyusun kalimat, ketika masih terjadi kesalahan pada pemilihan kata kerja, peserta didik yang medium mengoreksi. Lain cerita pada kelompok yang terdiri dari 1 medium dan 3 low, diskusinya terbatas pada pemilihan kata kerja dengan mengatakan, “Kata aku mah yang ini” tanpa menjelaskan sebabnya. Karena ada 10 (sepuluh) kelompok maka ada 10 diskusi yang beragam kualitasnya. 2. Pada saat pertukaran kartu dengan kelompok lain teramati semua kelompok antusias untuk segera bertukar dan mendiskusikan kalimat yang akan disusun. 3. Penilaian yang dilakukan langsung pada setiap sesi membangkitkan semangat semua kelompok untuk berdiskusi dan menyusun kalimat dengan benar. 58
4. Setiap sesi kedua adalah sesi penjelasan oleh guru, karena ingin benar dalam pengerjaan kalimatnya maka setiap individu mendengarkan dengan seksama. 5. Hasil pada setiap sesi kedua relative lebih baik dibandingkan sesi satu. 6. Pada kegiatan tim besar di mana dilombakan antara tim putra dan putri ada reaksi yang berbeda, ternyata tim putra bereaksi cepat dan berhasil menyusun kalimat dengan benar sebanyak 9 dari 10 kalimat. Sementara tim putri agak lambat dan berhasil menyusun 7 kalimat dengan benar dari 10 kalimat. 7. Pada saat kegiatan tim besar, masing-masing peserta didik menerima satu kartu dan hal ini memberikan rasa tanggung jawab yang besar pada individu dan bersikap proaktif terhadap kartu dan terhadap proses yang dijalani oleh kelompok. 59
13 Cooperative Learning Melalui Strategi Numbered Head Together (NHT) Hendra Sanjaya SMPN 4 Lembang Pendahuluan Salah satu aspek yang penting dalam pengajaran adalah memastikan siswa menerima, memproses, menyimpan, dan memahaminya. Ada beberapa cara untuk mengetahui hal tersebut, kita bisa melakukan kolaborasi antara dua siswa atau lebih, hal ini melibatkan mereka tentang pelajaran dan memantau pemahaman siswa, disini akan terlihat mana siswa yang membutuhkan dukungan tambahan dan mana siswa yang tidak mengerti. Menggunakan pasangan kolaboratif, terutama bila menggunakan Numberred head together (NHT) dapat memberikan guru dan siswa cara untuk memeriksa pemahaman. Berbicara tentang apa yang mereka pelajari, memungkinkan siswa untuk mencerminkan, memproses, berlatih, memperjelas, dan menyimpan informasi baru. Pertama mulailah dengan memasangkan siswa yang berkolaborasi dengan baik bersama dan meningkatkan keterlibatan aktif. Ketika membuat pasangan, telah ditemukan bahwa pasangan kemampuan yang paling efektif adalah tinggi-menengah, menengah-tengah dan menengah-rendah. Gunakan pasangan kolaboratif secara konsisten dan pervasif, terutama selama pengajaran kelompok besar. Selama penelitian berlangsung, siswa menjadi aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Saat Anda mengajar, periksa pemahaman dengan menghentikan sebentar pelajaran Anda beberapa kali dan menggunakan pasangan kolaboratif. Strategi ini akan membuat siswa Anda mengatakan atau melakukan sesuatu dengan informasi yang baru saja mereka pelajari. Rendahnya minat baca teks naratif baik yang berbahasa daerah, bahasa Indonesia, apalagi berbahasa Inggris merupakan kunci permasalahan selama ini. Hal ini dibuktikan dalam sebuah mini riset yang dilakukan pada satu kelas dimana terdapat temuan yaitu hampir seluruh siswa tidak begitu mengetahui cerita-cerita lain selain Cinderella, Putri Salju atau legenda Tangkuban Perahu. 60
Sebenarnya teks naratif adalah teks yang seharusnya digemari siswa karena berupa cerita-cerita baik fabel, cerita rakyat, cerita dewa-dewi dan sebagainya. Apalagi apabila melihat menfaat dari teks naratif ini seperti yang dilaporkan oleh Collie dan Slater (1987) dalam penelitiannya : 1. Budaya. Saat siswa membaca sebuah karya sastra pada waktu yang bersamaan, siswa akan menemukan informasi mengenai kebiasaan, kepercayaan, adat istiadat dari sebuah masyarakat yang diangkat dalam teks tersebut. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat membandingkan budayanya dengan budaya yang mereka temukan. 2. Keterlibatan diri. Proses yang terjadi saat siswa membaca sebuah cerita pendek ataupun novel adalah keterlibatan dirinya kedalam “dunia” yang tengah mereka jelajahi lewat bacaan tersebut. Hal ini dikarenakan siswa melibatkan pula perasaan, pikiran dan emosinya saat membaca baris demi baris teks. 3. Kekayaan bahasa. Penggunaan kata-kata maupun kalimat dalam sebuah karya sastra akan lebih mudah diingat oleh pembaca. Hal ini dikarenakan bahasa yang ditemui adalah bahasa yang sering digunakan oleh penutur asli. Oleh karenanya, pembaca pun mendapatkan gambaran dalam keadaaan apa kata- kata atau kalimat tersebut digunakan. Tujuan dari artikel ini diharapkan menjadi masukan yang berarti dalam pengembangan pendekatan pembelajaran disekolah, untuk meningkatkan keterampilan guru dalam mengadaptasi keragaman metode dan media pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan teks naratif, untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, untuk mencari solusi akan permasalahan dalam pengajaran. Sehingga, guru dapat mengaktifkan dan memotivasi siswa agar pengajaran menjadi lebih bermakna dan hasil belajar menjadi lebih baik. Teknik-teknik yang akan diterapkan termasuk kedalam pendekatan pembelajaran kooperatif dengan alasan sebagai berikut: a. Johnson (1995) yang mengatakan dampak positif dari Cooperative Learning, sebagai berikut: “The students who learn cooperatively tend to be more highly motivated to learn because of increased self-esteem, the proacademic attitudes of groupmates, appropriate attributions for success and failure and greater on task behavior. They also score higher on test of achievement and problem solving.” 61
Ini menunjukkan bahwa teknik-teknik yang termasuk ke dalam Cooperative learning dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar sehingga tumbuh rasa percaya dirinya untuk melaksanakan semua tugas dan berkeinginan kuat untuk mengejar prestasi. Dalam hal ini, paska penerapan teknik-teknik tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keaktifan siswa terutama melalui kegiatan gemar baca yang mana hal ini sudah mulai diterapkan dengan adanya literasi sekolah. b. Roger and Johnson ( 1997) yang lebih menjelaskan dinamika yang terjadi pada saat siswa di kelompokkan dengan mengatakan: “ in a cooperative learning situation, interaction is characterized by positive goal interdependence which requires acceptance by a group that they “sink or swim together” Keberhasilan ini dilaksanakan melalui kegiatan belajar berkelompok yang diharapkan dapat berpengaruh pada prestasi siswa saat mereka belajar secara individual. Implementasi di Kelas Berikut tahapan implementasi di kelas: 1) Buatlah kelompok beranggotakan 5 - 6 orang siswa yang heterogen. 2) Tiap anggota kelompok diberi nomor 1 - 5 3) Berikan persoalan (problem) materi bahan ajar 4) Bekerja kelompok untuk mufakat 5) Presentasi kelompok menurut siswa dengan nomor tertentu 6) Kuis individual 7) Buat skor perkembangan siswa 8) Umumkan hasil kuis 62
Pada tahapan ini siswa dibentuk ke dalam kelompok yang berjumlah 5-6 orang dengan menggunakan teknik Cooperative Learning yang mengelompokkan siswa secara heterogen dengan tujuan agar siswa yang lebih pandai bisa menjadi tutor sebaya bagi kawannya. Numberred Head Together dimana siswa diberi lembaran cerita Three little pig yang memiliki beberpa rumpang yang harus diisi oleh siswa secara berkelompok. Setelah itu setiap kelompok mendapatkan sejumlah pertanyaan yang didasarkan pada cerita Three little pig. Kemudian siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan, Pada tatap muka selanjutnya siswa diminta untuk menuliskan cerita Three little pig sesuai dengan pemahaman dan menggunakan kalimat sendiri. Terakhir siswa diminta menuliskan kesan dan pesan baik mengenai isi cerita maupun pelaksanaan teknik Numberred Head Together. 63
14 Serupa tapi Tak Sama (Suatu Analisis Perbandingan Metode Mengajar Kelas Paralel) R.R. Purnomowulan SMPN 19 Bandung Pendahuluan Pernahkah Anda membayangkan mengajar satu mata pelajaran yang sama dalam 7 (tujuh) kelas atau 7 (tujuh) rombongan belajar sekaligus dalam satu minggu? Bapak/ Ibu guru yang mengajar dengan jumlah jam banyak pasti pernah mengalaminya. Mengajar berkali-kali dengan materi yang sama akan menyebabkan tingkat kejenuhan tinggi di pihak pengajar. Kejenuhan mengajar pasti akan berdampak pada siswa. Guru harus menjelaskan materi yang sama berulang-ulang di tujuh kelas dalam beberapa minggu. What a boring life! Meski setiap individu memiliki keunikan yang berbeda-beda, penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah di Indonesia masih menggunakan prinsip homogenitas. Serupa dalam kemampuan dan standar awal pengetahuan. Siswa memiliki rentang nilai yang hampir sama (diambil dari nilai ujian nasional/ujian sekolah yang telah distandardisasikan) dan hampir seluruh lulusan dari sekolah dasar/ menengah pertama/ madrasah hampir tidak ada siswa yang meloncat dari Taman Kanak- Kanak langsung ke Sekolah Menengah Pertama tanpa melalui Sekolah Dasar, kecuali bila siswa tersebut betul-betul jenius. Katakanlah sekarang Anda harus mengajar 7 (tujuh) kelas dengan materi yang sama, dengan siswa yang memiliki pengetahuan seragam. Bagaimana cara Anda menyiasati kejenuhan mengajar? Tulisan berikut membahas cara mengolah materi pelajaran dengan tahapan kreativitas, implementasi, dan evaluasi. Katakanlah kita harus mengajar 7 (tujuh) rombongan belajar atau 7 (tujuh) kelas dengan materi ajar yang sama dengan waktu dan tahun pelajaran yang sama. Bagilah tujuh kelas tersebut dengan standardisasi kemampuan belajar (Anda dapat membaginya berdasarkan hasil pre-test dan post-pest atau pengamatan terhadap keaktifan kelas). Kelompokkan kelas berdasarkan kemampuan kelas (low achiever class; middle achiever class, atau high achiever class). Anda mungkin akan mendapatkan 2 kelas tingkat keaktifan rendah; 3 kelas dengan keaktifan sedang; 64
dan 2 kelas dengan keaktifan tinggi. (Gebhard dalam Nation & Macalister, 2010:15- 19). Pertama-tama, tentu kreativitas tidak dapat dilepaskan disini. Di tengah-tengah kesibukan mengajar dan tendensi untuk menyelesaikan materi pelajaran sebelum akhir semester tentu akan membuat kreativitas sedikit menurun. Kreativitas kadang membutuhkan waktu senggang, pikiran yang tenang, dan kondisi yang memungkinkan atau bahkan kreativitas dapat timbul di saat-saat waktu hampir mencapai titik akhir (deadline). Hal ini seluruhnya tergantung kemampuan Bapak/ Ibu mengkondisikannya. Tulislah dalam buku catatan kecil atau buku tulis biasa bila ide-ide kreativitas itu muncul tiba-tiba, ingat ya Bapak/ Ibu, dalam sebuah buku dan diletakkan di tempat tertentu! karena bila Anda menulisnya dimana- mana (misalnya dalam secarik kertas kecil) dan Anda meletakkannya dimana saja, walhasil, bila diperlukan, Anda lupa mengingat dimana meletakkannya! (Richards dalam Gebhard, 2009:9). Kedua, implementasi/ perwujudan kreativitas. Implementasi membutuhkan pemikiran yang tepat dengan apa yang harus dilakukan di kelas sesuai dengan kemampuan kelas. Seorang guru yang baik tentu akan sadar bahwa tidak semua kelas sama dalam hal menyerap kemampuan materi pelajaran. Kelas dengan keaktifan rendah tentu tidak mungkin diberi materi setingkat materi kelas tingkat dengan keaktifan tinggi meskipun acuan kompetensi serupa di semua kelas. (Branston & Stafford, 2003;Ur, 2009; Tomlinson, 1998). Terakhir, evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk memperbaiki kekurangan- kekurangan yang terjadi waktu implementasi. Evaluasi dapat berwujud refleksi diri dan kemudian akan dipergunakan untuk kelas yang sama ataupun kelas yang berbeda. Refleksi pun dapat digunakan untuk tahun berikut atau semester berikut dengan melihat situasi dan kondisi siswa maupun kelas (Oxford, 1989:193-196; Joyce & Feez, 2012:147-166). Implementasi di Kelas Setiap strategi di dalam pengajaran tentu harus dilakukan dengan siswa sebagai pusat kegiatan. Usahakan guru hanyalah sebagai fasilitator! Kelas kecil (5-10 siswa) tentu memungkinkan guru memberi perhatian optimal pada siswa. Namun kelas besar (dengan maksimum 30-40 siswa) perlu pengkondisian tertentu. Guru dapat meminta siswa yang telah menguasai materi untuk menjadi mentor teman sebayanya. Tentu seluruhnya di bawah koordinasi guru. 65
Pemerintah Indonesia telah menyediakan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang dapat Bapak/ Ibu gunakan ketika menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan melaksanakan strategi kegiatan pembelajaran. 1. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berikut beberapa bagian dari RPP untuk satu kali pertemuan yang ditujukan untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 8 Semester 2: a. Kompetensi Inti 1) Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2) Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri. 3) Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret. b. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, Peserta didik dapat menulis pesan pendek agar orang lain melaksanakan apa yang diinginkan. KD INDIKATOR 3.7 Membanding-kan 3.7.1 Peserta didik fungsi sosial, struktur dapat menyebutkan teks, dan unsur fungsi sosial teks kebahasaan beberapa teks pendek pesan pendek dengan 3.7.2 Peserta didik memberi dan meminta dapat menulis teks informasi terkait, sesuai pesan pendek dengan konteks penggunaannya 2. Strategi Kegiatan Pembelajaran RPP menuntun guru melaksanakan strategi pembelajaran. Strategi kegiatan pembelajaran tentu tergantung bagaimana siswa menerima sepenuhnya materi yang telah dipersiapkan oleh guru. Guru tentu telah memahami cara siswa merespon materi pelajaran yang diberikan. Ada kelas yang lambat menerima materi pelajaran, sedang, atau sangat cepat menyerap dan mempraktekkan materi pelajaran. Silahkan kelompokkan kelas berdasarkan kemampuan kelas (low achiever class; middle achiever class, atau high achiever class). (Ur,2009). Misalkan Anda harus mengajar 7 (tujuh) kelas paralel, Anda mungkin akan mendapatkan 2 kelas tingkat keaktifan rendah; 3 kelas dengan keaktifan sedang; dan 2 kelas dengan keaktifan tinggi. Namun, pembagian tingkat keaktifan kelas ini dapat 66
berubah-ubah sejalan dengan meningkatnya keaktifan kelas. Berikut strategi yang dapat dilakukan di tiga tingkat keaktifan: a. Kelas dengan keaktifan rendah/ Low Achiever Class Kelas dengan keaktifan rendah cenderung diam dengan motivasi rendah. Guru harus membangkitkan motivasi siswa terus menerus. Awal dari kegiatan cenderung bersifat ‘book minded’ atau hanya berfokus pada buku. Siswa dapat diberikan tugas-tugas terstruktur dari buku paket yang dimiliki masing-masing siswa. (When English Rings the Bell, 2017:208) Siswa mengobservasi pesan pendek yang tertera dalam buku paket “When English Rings the Bell”. Siswa berpasangan menganalisis bentuk pesan pendek dan mendiskusikannya dengan guru. b. Kelas dengan keaktifan sedang/ Middle Achiever Class Siswa-siswa di kelas dengan keaktifan sedang mulai mengenali perkembangan teknologi dan berusaha menggunakan teknologi untuk berkomunikasi. Berikut adalah contoh penugasan siswa untuk memberi dan menerima pesan pendek dengan menggunakan aplikasi WhatsApp yang ada di telepon pintar masing- masing siswa. 67
Terlihat di gambar di atas siswa telah mulai dapat mengimplementasikan penggunaan pesan pendek melalui aplikasi WhatsApp meskipun masih terbatas dalam penyempurnaan gramatika dalam bahasa Inggris. c. Kelas dengan keaktifan tinggi/ High Achiever Class Materi pelajaran di kelas dengan keaktifan tinggi memadukan teknologi dengan kemampuan berinteraksi secara global (Suherdi, 2012:88). Kurikulum 2013, menurut Permendikbud, menekankan adanya tantangan eksternal, antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif, budaya, dan perkembangan di tingkat internasional (Permendikbud No 59 Tahun 2014). Materi yang dikembangkan untuk kelas keaktifan tinggi ini dapat berupa publikasi luas. Siswa di kelas dengan keaktifan tinggi dapat merancang suatu karya tulis yang akan dipublikasikan baik secara individu maupun kelompok. Genre teks dapat beraneka dari mulai naratif teks, deskriptif, atau recount teks. 68
15 Pemanfaatan Google Dokumen dalam Penilaian Formatif Dadan Bandung Independent School Pendahuluan Dalam pembelajaran terdapat 3 jenis penilaian (assessment) yang biasanya dilakukan oleh guru, yang pertama dilakukan di awal proses pembelajaran (pre- assessment), selama proses pembelajaran berlangsung (formative assessment) dan di akhir pembelajaran/ unit pembelajaran (Summative Assessment). Ketiganya memiliki fokus yang berbeda namun semuanya berperan signifikan bagi efektivitas pembelajaran dan tercaipainya tujuan pembelajaran. Artikel ini difokuskan pada strategi yang bisa dilakukan oleh guru dalam mengembangkan penilaian formatif. Regier (2012) mengungkapkan bahwa penilaian formatif bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai perkembangan belajar siswa dan guru dapat melakukan perubahan terhadap instruksi pembelajaran seuai dengan temuan pada tahapan ini. Ada banyak strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk penilaian formatif. Beberapa di antaranya adalah: self-assessment, peer-assessment, exit card, brainstorming, discussions dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui penggunaan strategi tersebut dapat digunakan oleh guru (dan siswa) untuk mengukur apa yang sudah diketahui oleh siswa dan memberikan umpan balik mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh siswa untuk menyesuaikan dengan target akhir pembelajaran. Pada tahapan ini guru dapat mengindentifikasi keahlian (skills) yang perlu dikembangkan/ ditingkatkan dari masing-masing siswa. Salah satu strategi penilaian formatif yang akan disampaikan dalam artikel ini adalah strategi yang memanfaatkan googledoc- dihubungkan dengan keahlian menulis (Writing). Siswa mendapat tugas untuk menulis sebuah ulasan dari film yang sudah mereka tonton. 69
Implementasi di Kelas Pada tahapan awal, masing-masing siswa sudah diberikan informasi mengenai ‘kriteria sukses’ dari kegiatan menulis ini. Mereka mempelajarinya dan ada sesi diskusi dengan guru memastikan mereka benar-benar faham dengan ekspektasi dari kriteria sukses tersebut- sehingga bisa dimunculkan dalam tulisan mereka. Siswa diberikan waktu untuk menulis draft 1 teks ulasan film. Pada saat menulis, mereka harus memperhatikan poin-poin apa saja yang ada di dalam kriteria sukses. Pada tahapan selanjutnya, setelah teks selesai, siswa akan mengisi kolom ‘self assessment’. Kemudian guru akan menugaskan siswa lain untuk melakukan pemeriksaan silang dan siswa tersebut akan mengisi kolom ‘peer assessment’ dan memberikan komentar di googledoc siswa yang diperiksa. 70
Guru mengisi kolom ‘teacher’ dan memberikan komentar terhadap tulisan siswa. Berikut tampilan akhir dari tahap penilaian formatif di masing-masing halaman siswa: Setelah tabel lengkap dan siswa mendapatkan komentar tulis dari teman dan guru, siswa tersebut akan memperbaiki tulisannya dan diserahkan kepada guru untuk mendapat penilaian akhir. 71
16 Learning by Doing dalam Pembelajaran Kontekstual Nonny Irayanti Penulis Independen Pendahuluan Sebuah pepatah mengatakan, “pengalaman adalah guru terbaik”. Seorang siswa yang melalui proses pembelajaran dengan mengalaminya sendiri akan memperoleh pemahaman yang lebih baik daripada siswa lain yang hanya belajar dari membaca buku saja. Siswa yang mengoptimalkan segenap panca indranya dalam proses belajar tentu akan lebih mudah mencerap materi pelajaran daripada siswa yang belajar secara pasif. Dan tentu saja, siswa yang belajar praktek akan jauh lebih baik dari siswa yang hanya belajar sebatas teori. Sebagai contoh, pada anak-anak usia dini. Kemampuan berfikir mereka baru ada pada level konkret. Maka menjadi lebih baik jika anak mengenal kucing secara langsung, dengan menggunakan matanya untuk melihat kucing, telinga untuk mendengar suara kucing, dan tangannya untuk mengelus-elus bulu kucing sebagai indra perabanya. Apa yang diproses di otaknya akan berbeda dengan anak yang mengenal kucing hanya melalui media, terlebih ketika yang dikenalkan berupa animasi, bukan gambar kucing yang asli. Pada siswa yang lebih besar, siswa mulai mampu berfikir konkret dan abstrak. Maka metode pembelajaran dapat diberikan dengan memberikan teori untuk santapan akalnya sekaligus praktek untuk mewujudkan teori menjadi realitas. Sebagai contoh, siswa yang mempelajari rangkaian listrik secara langsung. Siswa tersebut mempraktikan membuat rangkaian lampu-lampu baik seri maupun parallel. Tingkat pemahaman yang diperolehnya tentu akan berbeda dengan siswa lain yang hanya diberikan sejumlah teori, disertai dengan contoh-contoh soal mengenai rangkaian seri dan parallel. Walaupun siswa yang belajar teori mampu memecahkan berbagai soal latihan tentang rangkaian listrik tetapi ketika dihadapkan pada persoalan yang sama dalam kehidupan sehari-hari, ia belum tentu dapat memecahkannya. Sedangkan yang belajar praktik langsung, ia mengalami proses pembuatan rangkaian listrik, sehingga setidaknya ia telah memiliki informasi untuk menyelesaikan masalah rangkaian listrik yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. 72
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Edgar Dale (1946). Dale menggambarkan sebuah piramida mengenai pembelajaran. Piramida ini kemudian dikenal dengan Cone of Experience. Piramida ini memperlihatkan aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan porsinya dan sebesar apa siswa mengingat proses pembelajaran yang diperolehnya. Posisi puncak adalah aktivitas pembelajaran dengan porsi terkecil. Artinya dengan melakukan aktivitas ini, siswa cenderung sedikit mengingat apa yang dipelajarinya. Sebaliknya, piramida yang terbawah adalah aktivitas pembelajaran yang mana siswa cenderung lebih banyak mengingat proses pembelajaran, sehingga menjadi memori untuk membentuk pemahaman yang komprehensif. Dalam piramida di atas, jelas terlihat bahwa secara umum siswa cenderung mengingat 10% dari apa yang mereka baca dan 20 % dari apa yang mereka dengar. Dalam dua aktivitas ini siswa diharapkan mampu untuk mengenal istilah dengan menyebutkan definisinya, menggambarkan, membuat list, dan menjelaskannya. 73
Kemudian secara umum siswa dapat mengingat sebesar 30% dari apa yang mereka lihat, semisal melihat gambar dan menyaksikan video. Lalu sebesar 50% dari apa yang mereka dengar dan lihat secara langsung. Aktivitasnya adalah menghadiri pameran atau situs-situs, menyaksikan sebuah demo seperti demo percobaan ilmiah misalnya. Pada tahapan ini, diharapkan siswa mampu untuk mendemonstrasikan apa yang dia peroleh dari proses belajarnya, mengaplikasikan serta mempraktikan hal yang dipelajarinya. Sementara itu siswa secara umum akan mengingat 70% dari apa yang mereka katakan dan mereka tulis. Aktivitas yang dilakukan diantaranya adalah partisipasinya dalam sebuah workshop atau merancang beberapa kolaborasi pembelajaran. Yang paling tinggi adalah siswa yang belajar dengan apa yang mereka laksanakan. Secara umum yang diingatnya adalah 90%. Aktivitas yang dilakukannya bisa berupa menstimulasi, menjadi bagian atau mengalami proses pembelajaran; merancang atau memberikan persentasi dalam proses belajar yang telah siswa tersebut lalui. Siswa diharapkan akan mampu menganalisa, mendefinisikan, berkreasi dan mengevaluasi apa yang dia lakukan dalam proses pembelajaran, lebih jauh terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. Hal ini berkaitan erat dengan pembelajaran kontekstual. Johnson (2002) mendefinisikan pembelajaran kontekstual (Contestual Teaching and Learning (CTL) sebagai proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa melihat makna dalam materi pembelajaran dengan menghubungkan subjek akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka yaitu dengan konteks situasi pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem ini mencakup delapan komponen berikut: membuat koneksi yang berarti, melakukan pekerjaan yang signifikan, mengatur diri sendiri, berkolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, membina individu, mencapai standar tinggi, menggunakan penilaian otentik. Sementara itu, menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003:5) pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).” 74
Dari dua definisi tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendekatan kontekstual adalah mengkaitkan apa yang dipelajari siswa di bangku sekolah dengan realisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Proses yang terjadi dalam pendekatan kontekstual ini adalah bagaimana siswa dapat menemukan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Dengan demikian siswa memperoleh pemahaman yang utuh atas apa yang dipelajarinya dan lebih memaknai pengetahuannya. Lebih jauh, siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga mereka mampu memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang mereka hadapi dalam dunia nyata. Implementasi di kelas Menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris berarti bagaimana agar siswa mengkaitkan ilmu yang diperolehnya dalam hal ini Bahasa Inggris, dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dalam pembelajaran ini, materi yang diajarkan adalah procedure text. Kegiatan yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari salah satunya adalah memasak. Karena mempelajari Bahasa adalah mempelajari budaya, sehingga resep masakan yang dipilih adalah resep masakan barat. Maka pembelajaran kontektual dalam tulisan ini adalah belajar Bahasa Inggris sambil memasak. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Siswa dibekali teks prosedur berupa teks masakan. Resep yang diambil adalah resep sederhana membuat pancake https://www.jamieoliver.com/recipes/eggs-recipes/easy-pancakes/ 75
2. Siswa membaca, menganalisa dan mencatat kosa kata Bahasa inggris yang digunakan dalam kegiatan memasak 3. Siswa menyaksikan video mengenai tayangan cara memasak pancake, kemudian merangkumnya menjadi sebuah teks prosedur. https://www.youtube.com/watch?v=idMwGlFxy3w 4. Setelah memperoleh beberapa informasi dan kosakata mengenai memasak pancake, siswa diminta untuk berkelompok mencari resep sederhana untuk kemudian dipresentasikan di hadapan kelas. 5. Saatnya presentasi. Siswa bekerjasama untuk membuat masakan dari resep yang telah mereka dapatkan. Presentasi dilaksanakan dihadapan kelas dengan menggunakan Bahasa inggris, layaknya seorang chef dalam acara memasak. Disisi lain ada siswa yang berperan untuk membuat video dari presentasi tersebut. 6. Hasil akhirnya berupa video hasil presentasi atas apa yang mereka dapatkan dalam pelajaran memasak dalam Bahasa Inggris. Demikianlah, semoga dengan menjalani proses pembelajaran dari mulai membaca, mencatat, menyaksikan, mencari hingga mempraktekkannya, diharapkan siswa mengetahui dan memahami mengenai teks prosedur, mengenal dan menghapal kosa kata, khususnya dalam hal memasak. Lebih jauh, siswa mampu mengingat proses pembelajaran dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 76
17 PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN KONTEKSTUAL MELALUI INTERDISCIPLINARY TEACHING Winy Mustikasari SMAN 1 Parongpong Pendahuluan Inti dari Kurikulum 2013 adalah adanya upaya penyederhanaan, dan tematik integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu, Kurikulum 2013 disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan (Afidah dalam tautannya yang dapat diakses pada laman Nurulafidah23.blogspot.com). Oleh sebab itu, SMAN 1 Parongpong yang sejak dari tahun 2016 melaksanakan Kurikulum 2013, berupaya untuk mengimplementasikan hal tersebut dengan menyesuaikan kebutuhan siswa.juga agar dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari dan menunjang karir mereka setelah lulus dari SMA nantinya. Maka dari itu, untuk menunjang pelaksanaannya dibutuhkan pembelajaran yang efektif dan kontekstual. Pembelajaran efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja berfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka (www.proprofs.com). Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari hari. (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:5). Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan kontekstual, maka di SMAN 1 Parongpong dilaksanakan interdisciplinary teaching. Interdisciplinary teaching is a method, or set of methods, used to teach a unit across different curricular disciplines. For example, the seventh grade Language Arts, Science and Social Studies teacher might work together to form an interdisciplinary unit on rivers (www.wikipedia.org). Sederhananya, interdisciplinary teaching adalah pembelajaran terpadu mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman yang bermakna dan dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari. 77
Implementasi di Kelas Dalam pelaksanaan interdisciplinary teaching , penulis berkolaborasi dengan guru Biologi dan ekonomi. Siswa kelas XI IPA melakukan proyek Biologi mengenai teknologi pengolahan pangan dari bahan khas Parongpong. Daerah Paronpong yang terkenal dengan tanaman sayuran, dimanfaatkan para siswa untuk diolah menjadi produk makanan. Mereka bersama sama, dibimbing guru Biologi membuat makanan seperti cheese stick yang berbahan dasar wortel, kurma tomat, pie labu dan masih banyak lagi produk pangan yang dihasilkan dari proyek ini. Bentuk tagihan untuk penilaian adalah berbentuk laporan dan produk. Setelah produk jadi, pembelajaran selanjutnya adalah menentukan harga jual produk, karena produk akan dipasarkan di lingkungan sekolah sebagai sampling, sebelum dipasarkan di masyarakat luas. Disinilah peran guru Ekonomi untuk membimbing siswa bagaimana menentukan harga yang terjangkau, sekaligus mendatangkan keuntungan. Setelah melihat hasil sampling penjualan di lingkungan sekolah, ternyata responnya sangat baik, maka inilah waktunya untuk memasarkan produk lebih luas lagi. Disinilah diperlukan sebuah iklan yang menarik sehingga membuat orang ingin membeli.Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial adalah sarana terbaik untuk memasarkan suatu produk. Bersama guru TIK dan pembina ekstrakurikuler design grafis, siswa belajar bagaimana membuat visualisasi produk yang menarik untuk ditawarkan di media sosial. Untuk membuat iklan, tentu saja tidak hanya membutuhkan gambar atau photo produk, tetapi tentu saja membutuhkan caption atau penjelasan tentang produk tersebut. Disinilah peran guru bahasa baik Bahasa Indonesia mau Bahasa Inggris untuk membimbing bagaimana membuat penjelasan tentang sebuah produk yang mudah dipahami dan menarik orang untuk membeli produk tersebut. 78
Kesimpulan Interdisciplinary teaching memberikan manfaat bagi guru dan siswa, diantaranya : 1. Siswa dapat mengetahui hubungan hubungan yang bermakna karena materi pembelajaran dapat lebih berperan sebagai sarana atau alat dan bukan sebagai tujuan akhir. 2. Pembelajaran bisa menjadi utuh sebagai siswa mendapatkan pengertian tentang proses dan materi yang tidak terpecah pecah. 3. Adanya pemaduan antara mata pelajaran satu dengan yang lain, dengan begitu maka penguasaan konsep semakin baik. 4. Membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari hari dalam jangka panjang. 79
18 Clear Only If Known (COIK) – Pentingnya Instruksi yang Jelas dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Trisna Kristiana SMP Negeri 2 Cipatat Pendahuluan Pernahkan anda kebingungan memahami petunjuk mengoperasikan alat elektronik? Mendapati diri anda salah arah meskipun sudah bertanya? Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami hal ini. Ketika anda merasa sudah mengikuti petunjuk dengan benar tetapi masih juga tidak bisa mengoperasikan suatu alat elektronik atau tidak bisa menemukan tempat yang anda cari, bisa jadi petunjuk yang anda ikuti tidak jelas, bukan salah, tetapi tidak tersampaikan dengan jelas. Ketika bertukar informasi, bisa jadi kita pintar, berpendidikan, mengetahui banyak hal tetapi kita tidak bisa menyampaikan informasi tersebut dengan jelas, maka informasi yang ingin kita sampaikan ada kalanya tidak dapat diterima oleh lawan bicara kita. Penting bagi kita untuk yakin bahwa lawan bicara memahami apa yang kita sampaikan, agar tidak terjadi miskomunikasi. Pengertian instruksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah arahan, perintah, atau petunjuk dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas. Selain berupa penyampaian arahan atau perintah, instruksi juga merupakan penyampaian pengertian dan pengetahuan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut memiliki kecakapan sesuai dengan yang diinstruksikan agar tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Ketika guru menjelaskan sesuatu bisa berupa konten materi atau pemberian tugas haruslah diperhatikan betul bahwa hal yang disampaikannya sudah jelas. Guru seringkali mendapati peserta didiknya diam, tidak mengerjakan tugas yang diberikan karena ternyata mereka tidak tahu apa yang guru sampaikan dan tidak mengerti apa yang harus mereka perbuat. Karena sama halnya dengan petunjuk arah yang tidak jelas, instruksi guru yang tidak jelas juga bisa menyebabkan peserta didik ‘tersesat’ dalam pembelajaran. 80
Hal ini sering sekali dihadapi oleh guru bahasa, dimana peserta didik tidak pernah menggunakan bahasa tersebut dalam kesehariannya. Dalam artikel ini penulis memfokuskan topik ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Karena bahasa ini asing, bagi sebagian besar peserta didik, terutama di sekolah tempat penulis mengajar, peserta didik tidak biasa menerima, mendengar, ataupun memberi instruksi dalam bahasa tersebut. Clear Only If Known (COIK), jelas hanya jika tahu. Maka haruslah guru yakin bahwa peserta didik tahu apa yang harus mereka lakukan sebelum mengerjakan sesuatu. Ketika guru yakin bahwa peserta didik memahami apa yang guru maksud, tetapi ternyata tidak, sementara guru melanjutkan proses pembelajaran tanpa menyadari hal ini terjadi, inilah apa yang dikenal dengan COIK fallacy. Tentu saja kita ingin menghindari hal tersebut bukan? Implementasi di Kelas Ketika peserta didik tidak tahu apa yang harus dilakukan, padahal guru sudah menyampaikan instruksi, baik berupa konten materi ataupun pengerjaan tugas, alangkah baiknya guru bertanya pada diri sendiri apakah instruksi yang diberikan sudah cukup jelas? Berapa orang peserta didik yang kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan? Jika cukup banyak, saatnya guru memperbaiki cara untuk menyampaikan instruksinya. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan guru ketika memberikan instruksi di kelas untuk meminimalisir terjadinya COIK fallacy menurut Hines, Cruickshank, dan Kennedy dalam jurnalnya: 1. penggunaan contoh yang sesuai ketika menjelaskan; 2. mengulas kembali materi yang disampaikan; 3. sekali-kali bertanya untuk mengetahui pemahaman peserta didik; 4. menjawab pertanyaan dengan tepat; 5. mengulang sesuatu ketika peserta didik tidak mengerti; 6. mengajar langkah demi langkah; 7. menyediakan contoh yang cukup mengenai cara mengerjakan tugas; 8. menyediakan waktu yang cukup untuk berlatih; 9. menyampaikan materi sesuai dengan kecepatan menangkap peserta didik; 10. menjelaskan materi kemudian memberikan jeda sehingga peserta didik mempunyai waktu untuk memikirkannya; 11. menyampaikan tujuan pembelajaran atau hal yang ingin dicapai setelah peserta didik menerima materi tersebut; dan 12. menyampaikan materi secara logis.(Hines, Cruickshank and Kennedy, 1985: 87-99). 81
Selain memperhatikan sikap-sikap yang bisa guru terapkan dalam pembelajaran, guru bisa menggunakan gestur untuk memperjelas instruksi yang dimaksud. Gestur sebenarnya merupakan gerak refleks seseorang ketika bertutur. Seringkali ketika mengajar, guru menggeleng-gelengkan kepala, tersenyum, mengangkat tangan, mengangguk, dan lain sebagainya. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai bahasa tubuh karena dengan melakukan gerakan-gerakan ini guru memberikan pesan dan mempengaruhi orang lain yang melihat kita. Meski guru tidak mengatakan apa-apa, dari postur dan gestur peserta didik dapat menilai, memahami, dan menuruti guru. Gestur sangatlah sederhana, tapi bagi peserta didik yang mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa asing tentu saja sangat membantu. Contoh gestur yang bisa guru terapkan di kelas antara lain: 1. ketika guru Bahasa Inggris menginginkan peserta didiknya untuk maju ke depan, dengan mengatakan ‘Please come forward’ tetapi tidak ada seorang pun yang menuruti instruksi tersebut guru bisa memberikan gerakan tangan seperti mengajak dan mendekati kita; 2. ketika peserta didik manjawab atau berbicara tapi kurang keras ataupun kurang jelas, kemudian guru berkata ‘Pardon, me?’, akan lebih jelas bila menyertakan gestur meletakan tangan di belakang telinga dengan telapak tangan mengarah ke depan; 82
Sumber gambar: https://goo.gl/images/7x6shg 3. ketika peserta didik ribut, terlalu menggebu-gebu ketika mengemukakan pendapatnya, guru bisa mengucapkan ‘Please be quite’, atau ‘Please calm down’ sambil menunjukan gestur meletakan kedua lengan ke depan dengan telapak mengarah ke bawah dan menggerakan kedua lengan turun naik; dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan pemberian instruksi, ada hal-hal teknis yang perlu diperhatikan. Guru tentu tidak dapat memberikan instruksi jika suasana kelas sedang tidak kondusif, ribut, dan lain-lain. Berikut adalah diantaranya: 1. posisi guru hendaknya terlihat oleh semua peserta didik. Hal ini melibatkan dua indera, pendengaran dan penglihatan. Semakin banyak indera yang dilibatkan, semakin jelas instruksi yang tersampaikan. Maka pemberian instruksi akan lebih baik dilakukan ketika peserta didik berada dalam posisi duduk dan guru dalam posisi berdiri. Jika sama-sama berdiri, berdirilah di tempat yang lebih tinggi. 2. mulailah memberikan instruksi ketika peserta didik dalam keadaan tenang dan tertib; tidak jarang kita mendapati suasana kelas yang gaduh, kondisikan terlebih dahulu suasana kelas. 3. gunakan suara yang jelas dan lantang; 83
4. instruksi tidak boleh terlalu panjang, karena bisa berbelit-belit dan membingungkan, tapi juga jangan terlalu singkat sehingga instruksi yang diberikan tidak lengkap; 5. berilah kesempatan peserta didik untuk bertanya; dan 6. jangan sungkan untuk mengulang instruksi tersebut bila dirasa sangat penting. 84
19 Teknik Bertanya untuk Memaksimalkan Pembelajaran Anis Widjiyati SMKN 1 Kota Sukabumi Pendahuluan Bertanya adalah hal yang alamiah bagi guru. Seringkali guru akan membuka kelas dengan bertanya kabar para anak didiknya, tentang pekerjaan rumah mereka, menggali apa saja yang telah mereka fahami dan belum fahami. Seperti halnya sesuatu yang alamiah lainnya, bertanya sering dilakukan tanpa menyelami hakikat dan tujuannya. Pertanyaan mengalir begitu saja. Dari jawaban siswa, guru mendapatkan feedback dan gambaran pengetahuan yang siswa miliki dan membangun pengetahuan dan konsep berdasarkan konstruksi yang telah ada. Tulisan ini berisi tentang hakikat, tujuan dan statregi bertanya dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan manfaat pedagogis maksimal. Secara Bahasa bertanya adalah kalimat yang menggunaka struktur interogatif atau bermakna interogatif (Cotton, 1988). Secara spesifik, Cotton menjabarkan bahwa pertanyaan adalah salah satu petunjuk dan stimulus yang menunjukkan pengetahuann yang dimiliki dan mengarahkan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. FUNGSI BERTANYA DALAM PEMBELAJARAN Pembelajarn yang diberikan guru haruslah berdampak luas melewati dinding kelas. Dengan memberikan pertanyaan, guru memberikan contoh bagaimana belajar dan menggali pengetahuan dan pemahaman dalam kehidupan nyata yang dihadapai siswa hingga mereka dewasa. Dengan mengajukan pertanyaan yang berkualitas, guru memberi alat bagi siswa untuk menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat yang kritis. Pertanyaan yang effektif haruslah direncanakan dengan baik. Baik pertanyaannya, urutan pertanyaan dan juga teknik bertanya yang akan digunakan. Oleh karena itu bertanya sebaiknya dipertimbangkan saat merencanakan pembelajaran. Para ahli mermuskan banyak tujuan dari bertanya di kelas. Diantaranya : Menumbuhkan minat dan motivasi belajar, meringkas materi pembelajaran, mengevaluasi pemahaman, mengembangkan cara berpikir kritis dan rasa ingin 85
tahu, menilai keberhasilan pembelajaran, mendorong siswa untuk mencari pengetahuan dengan jalannya sendiri, diagnosa kesulitan belajar. JENIS DAN FUNGSI PERTANYAAN DALAM PEMBELAJARAN Pertanyaan, berdasarkan jawaban yang diinginkan, dapat dibagi menjadi closed- ended question dan open-ended question. Secara umum closed-ended question adalah pertanyaan yang memancing jawaban berupa YA atau TIDAK, atau kata dan frasa yang pendek. Contoh pertanyaan closed-ended question: Apakah BPUPKI terlibat langsung dalam upaya kemerdekaan Indonesia? Ada berapa provinsi di Indonesia pada tahun 2018? Open-ended question adalah pertanyaan dengan kemungkinan variasi jawaban yang banyak, bahkan sampai tak terhingga. Sering kali pula pertanyaan ini berupa perintah melakukan diskusi, membuat refleksi penilaian dan bahkan kreasi. Contoh pertanyaan open-ended: Kalimat manakah yang paling menarik di paragraph 3? Bagaimana caranya membuat gambar kupu-kupu agar tampak berbeda? Open-ended question adalah pertanyaan yang unggul dalam menggali dan merangsang kemapuan siswa dalam bernalar. Pertanyaan open-ended memberikan rasa percaya diri pada peserta didik karena guru percaya mereka memiliki gagasan luar biasa, mampu berpikir sendiri, dan memberi kontribusi dalam pembelajaran. Hasil yang diharapkan adalah tumbuhnya rasa percaya diri, motivasi tinggi untuk terlibat dalam diskusi dan rasa tanggung jawab dalam proses pemerolehan pengetahuan dan keterampilan (Denton, 2013). Di antara fungsi dari pertanyaan open-ended adalah menggali pemahaman peserta didik, meningkatkatkan konsentrasi dan menarik minat belajar. Pertanyaan yang menuntut siswa untuk menjelaskan, menganalisis dan mengevaluasi akan mengembangkan cara berpikir kritis yang merupakan salah satu kecakapan abad ke 21. Selain itu, pertanyaan open-ended mendorong peserta didik untuk bekerja sama (collaborative), terutama jika pertanyaan tersebut adalah bagian dari sebuah diskusi. Peserta didik akan belajar mendengar dan menghargai pendapat orang lain karena ia pun ingin pendapatnya didengar. 86
Pertanyaan open-ended dan closed-ended tidak berhubungan dengan tingkat kesulitan. Pertanyaan yang closed-ended bisa saja sulit jika menanyakan detail yang kurang banyak diketahui, seperti: Tanggal berapakah terjadinya Perang Padri? Sebaliknya, pertanyaan open-ended bisa sangat mudah. Misalnya: Apa pendapatmu tentang lukisan yang ada di papan tulis? Ada juga pertanyaan yang secara struktur Bahasa closed-ended, namun memiliki efek pertanyaan open-ended (grammatically closed, conceptually open). Contoh : Is it ever right to lie? Implementasi di Kelas Steve Darn (2007) berpendapat bahwa setiap pertanyaan harus direncanakan agar talking time guru dapat minimal dan menghasilkan respon yang diharapkan. Pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaimana menyiapkan dan mengajukan pertanyaan untuk mengoptimalkan pembelajaran. 1. Perencanaan Rencanakan dengan baik pertanyaan yang diajukan. tanpa perencanaan, pertanyaan hanya akan menjadi sekumpulan diskusi yang tak ada keterkaitan satu sama lain sehingga konstruksi pengetahuan yang ingin dibangun tidak tercapai. Walaupun demikian pertanyaan yg berdiri sendiri pun sebenarnya akan memberikan efek yang baik bagi peserta didik (Willen, 1991). Bloom taxonomy dapat dijadikan acuan oleh guru untuk memandu pertanyaannya. Susunlah pertanyaan yang runut menggali pengetahuan, pemahaman, penerapan, penalaran, penilaian dan penciptaan. Dalam merencanakan pertanyaan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut: 1. Tentukan tujuan dalam mengajukan pertanyaan. Tujuan yang jelas akan menjadi pemandu yang mengarah pada respon yang diharapkan. Mengajukan pertanyaan yang bertujuan memberikan rasa percaya diri bagi guru atas langkah pembelajaran yang diambilnya. Tujuan pertanyaan sebaiknya sejalan dan mengarah pada tujuan pembelajaran agar waktu yang digunakan menjadi efektif. 2. Pilihlah isi pertanyaan yang akan diajukan. Dengan demikian pertanyaan dapat efektif mendukung tujuan pembelajaran. 87
3. Tulis pertanyaan dalam rencana skenario pembelajaran. 4. Gunakan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti siswa. 5. Pertanyaan tidak mengandung unsur jawaban. 6. Minimalkan penggunaan pertanyaan closed-ended dan gunakan lebih banyak open-ended question untuk merangsang peserta didik menyatakan pendapat, menerangkan dengan bebas, dan melakukan diskusi. 7. Tanyakanlah hal yang penting dan hindari bertanya hal-hal sepele. 8. Pastikan talking time guru minimal sehingga peserta didik tetap mendapat kesempatan sebesar-besarnya untuk berpendapat dan berdiskusi 9. Dalam mengajukan pertanyaan: 10. Ajukan pertanyaan dengan merata, namun perhatikan kemampuan peserta didik. Pertanyaan haruslah cukup menggugah rasa ingin tahu dan mengeksplorasi kemampuan siswa namu tidak menibulkan rasa malu atau mengurangi motivasi peserta didik. 11. Seimbangkan pertanyaan yang diajukan untuk selush peserta didik di kelas dan pertanyaan individual. 12. Pastikan siswa mengerti pertanyaan yang diajukan. Parafrasa jika diperlukan. 13. Beri waktu yang cukup untuk siswa berpikir dan menjawab. 14. Bersiaplah mengantisipasi jawaban siswa dan berikan feedback yang membangun. Penelitian menujukkan bahwa waktu yang diberikan guru menetukan partisipasi dan kualitas jawaban (Arslan, 2006) 15. Tahan diri untuk mendominasi pembelajaran. Berikan kesempatan sebesar- besarnya bagi peserta didik untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat. Berikut beberapa teknik yang bisa digunakan dalam mengajukan pertanyaan selain secara langsung menanyakannya: a. Pair and Share Guru mengajukan pertanyaan. Peserta didik membagikan jawaban kepada orang yang berada paling dekat b. Random Selection Tulis pertanyaan dalam stik kertas. Ambil satu per satu dan ajukan pertanyaan dengan meminta peserta didik membacanya. c. Hot Seat Ajukan pertanyaan secara individual. Jika peserta didik kesulitan menjawab, ia besa menggunakan bantuan teman dengan cara yang ditentukan guru, contoh: phone a friend. 88
d. Mini Socratic Seminar Bagi kelas menjadi beberapa kelompok. Masing masing diberi pertanyaan untuk didiskusikan dalam kelompok kecil sebelum dibawa ke diskusi kelas. e. Quick Whiteboard Bagi kelas dalam kelompok. Siapkan papan kecil untuk menulis jawaban. Ajukan pertanyaan yang telah disiapkan dengan cepat. Peserta didik menjawab dengan menunjukkan denga cepat jawaban yang telah ditulis di papan kecil. PERTANYAAN DARI SISWA Banyak ahli pendidikan sepakat bahwa guru sebaiknya membatasi Teacher Talking Time (TTT) atau waktu bebicara guru. Semakin banyak guru berbicara, semakin sedikit kesempatan peserta didik untuk berbicara, bertanya, dan mengemukakan pendapat. Kurangi TTT dengan cara: 1. Rencanakan pembelajaran dengan seksama termasuk pertanyaan yang akan diajukan. 2. Manfaatkan open-ended question. Dengan demikian denga pertanyaan yang lebih singkat siswa berbicara lebih banyak. 3. Maksimalkan diskusi kelas dimana peserta didik akan saling bertanya dan mengurangi frekuensi TTT. 4. Pancing peserta untuk bertanya. 89
https://medium.com/@spencerideas/helping-students-ask-better-questions-by- creating-a-culture-of-inquiry-d1c4b0324a6f Memancing dan melatih siswa untuk bertanya adalah usaha mulia seorang guru untuk menyiapkan peserta didiknya menjadi pembelajar sepanjang hayat yang kritis dan bisa menghargai orang lain. Dengan kemampuan mengajukan pertanyaan yang baik, peserta memiliki kendali atas pengetahuan yang ingin diketahuinya. Peserta didik akan lebih bersemangat mencari jawaban dari pertanyaan yang mereka ajukan sendiri. Berikut beberapa cara yang bisa diaplikasikan di kelas untuk menggugah atau memaksa peserta didik untuk bertanya. Berikut beberapa aktifitas yang bisa dilakukan untuk memancing siswa bertanya dari yang terbimbing sampai akfitas mandiri: 1. Memilih Pertanyaan Guru menyiapkan dalam kotak. Peserta didik memilih pertanyaan yang mana yang akan diajukan dan didikusikan dalam kelompok atau kelas. 2. Ini Jawabannya; Apa Pertanyaannya? Guru menyiapkan jawaban yang diinginkan dan menempelnya di dinding, papan tulis, mading atau berupa QR code. Siswa membuat pertanyaan yang mengarah pada jawaban tersebut. Diskusi dapat menjadi kegiatan selanjutnya (follow up) 3. Kotak Pertanyaan Peserta didik menulis pertanyaan tentang hal yang ingin diketahuinya dalam kertas atau kartu lalu dimasukkan dalam kotak. Secara bergilir, peserta didik mengambil pertanyaan secara acak dan kemudian menjawab atau mendikusikannya 4. Wawancara Peserta mendapat tugas, baik secara individu ataupun kelompok, untuk melakukan waawancara kepada orang tertentu tentang topik yang juga telah ditentukan. Guru membimbing peserta didik dala menyususn daftar pertanyaan sebelum melakukan wawancara. 90
20 Guessing Games sebagai satu alternatif memotivasi bertanya dan menggambarkan benda dalam pembelajaran Descriptive text di kelas X Atin Supartini SMA Negeri 2 Majalaya Pendahuluan Sebagai pendidik mungkin kita mengalami kesulitan dalam memotivasi siswa untuk dapat berbicara menggunakan bahasa target terutama Bahasa Inggris, itu juga hal yang terjadi pada diri saya pribadi. Tujuan dari pengajaran bahasa Inggris berfokus pada komunikasi secara lisan tanpa meninggalkan keahlian yang lain seperti, reading, writing dan listening. Speaking adalah suatu keahlian yang seharusnya dikuasai oleh para siswa agar mereka mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lancar. Speaking adalah kegiatan yang biasanya dilakukan dengan orang lain. Dan ada baiknya jika para siswa berbicara dengan temannya dengan menggunakan bahasa Inggris secara lancar. Akan tetapi, permasalahan timbul karena siswa masih mengalami kesulitan dalam penguasaan kosakata bahasa Inggris, terutama untuk bisa ‘Speaking English’. Untuk mengatasi masalah-masalah pembelajaran tersebut, hal yang mungkin dilakukan adalah melatih siswa untuk berani berbicara dalam bahasa Inggris dengan menggunakan media yang sederhana. Yaitu permainan. Pertimbangan itu diambil untuk membantu siswa berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik dan lancar, tanpa malu serta takut jika berbuat salah, karena dengan permainan yang sederhana diharapkan siswa-siswa mampu berbicara, bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris dengan berani. Permainan ini sendiri diharapkan menyenangkan serta menciptakan situasi kelas yang kondusif, sehingga diharapkan dengan melalui permainan ini semua siswa turut ambil bagian dalam pengajaran ‘Speaking’. Permainan yang digunakan sebagai media dalam pengajaran ‘Speaking’ ini diharapkan merupakan suatu cara yang efektif bagi siswa. Permainan dapat membuat kegiatan ‘Speaking’ lebih efektif dan menyenangkan. Dalam hal ini penulis lebih berfokus pada permainan tebak kata. Dengan menggunakan permaian tebak kata/’guessing games’ ini siswa-siswa diharapkan mampu 91
menyampaikan ide mereka secara bebas karena mereka melakukan hal ini bersama sama dengan teman-teman satu kelas mereka. Dalam pembelajaran speaking ini, telah terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Hal ini dapat terlihat saat siswa menjawab pertanyaan dan adanya aktifitas permainan tebak kata. Siswa akan lebih tertarik dengan teknik pembelajaran guessing game karena menambah minat dan ketertarikan siswa dalam belajar bahasa inggris yang terlihat dalam observasi yang telah dilakukan oleh peneliti. Dilihat dari ketertarikan siswa dalam belajar speaking dengan menggunakan media guessing games, dirasa perlu untuk diteruskan cara pengajaran speaking ability dengan guessing games ini, mengingat antusias siswa juga ketertarikan mereka dengan teknik pengajaran yang baru. penerapan guessing games ini berimbas positif bagi pengajaran speaking di kelas, karena sebagian besar siswa ikut terlibat secara aktif di dalamnya, hal ini tampak dalam dokumentasi yang ada. Dari penerapan teknik guessing games ini bisa dilihat bahwa guru bahasa Inggris terbantu dengan teknik ini disamping itu dari hasil pengamatan juga bisa dilihat bahwa para siswapun antusias untuk mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas utamanya pelajaran speaking. Penerapan guessing games bagi pengajaran speaking ini sangat diperlukan bagi siswa, mengingat speaking ability dibutuhkan untuk berkomunikas saat belajar bahasa Inggris terutama di dalam kelas. Pada kenyataannya keterampilan inilah yang dibutuhkan para siswa dalam era globalisasi ini. Suatu keterampilan akan dikuasai dengan baik jika dibelajarkan dan dilatihkan secara terus menerus, jadi tidak berhenti saat diajarkan di kelas tertentu. Pembelajaran keterampilan berbicara (Speaking) yang baik dan kontinu sangat dibutuhkan mengingat pentingnya dengan keterampilan berbahasa lainnya. Keterampilan berbicara (Speaking) merupakan salah satu aspek bebahasa yang dikaji pada kegiatan ini. Keterampilan berbicara (Speaking) setidaknya mampu menjadi penunjang dan sebagai ukuran bagi individu dalam mempelajari suatu bahasa serta bersifat primer dalam menjalin komunikasi antar individu. Implementasi di Kelas Guessing Games ini di lakukan secara berkelompok dimana setiap kelompok harus menyusun 5 sampai dengan 10 tebakan, saat tebakan dibacakan oleh kelompok yang tampil kelompok lain harus menebak, dan bila kurang mengerti meraka harus menanyakan dalam bahasa target tentang benda yang harus ditebak dan bila mereka berhasil menjawab benar maka akan mendapat poin 100. 92
Skor perolehan masing-masing group dalam permainan Guessing Games pada pembelajaran Report dan Descriptive text (Foto: dokumen pribadi) PEROLEHAN SCORE Pada tahapan pelaksanaan dari Guessing Games ini penulis mencoba memaparkan pelaksanaan yang mungkin bisa diterapkan di kelas pembaca. 1. Tahap pertama, siswa berkelompok atau dikelompokkan yang berjumlah 5 orang. 2. Selanjutnya, siswa di persilahkan untuk menyusun 10 tebakan, meski pada KD di kelas X terkait dengan bangunan bersejarah, namun penulis mengembangkan tema yang lebih luas yaitu benda, binatang, tanaman atau tokoh terkenal. Dan yang akan ditampilkan hanya 5 tebakan yang 5 tebakan lainnya sebagai cadangan. 3. Setelah semua kelompok siswa selesai maka mereka tampil di depan untuk mengungkapkan tebakan mereka setiap siswa yang tampil membacakan tebakannya satu orang satu tebakan. Siswa bebas menggunakan kamus dalam kegiatan ini. 4. Kelompok yang lain menyimak dan mengajukan pertanyaan untuk memperjelas tebakan, siswa yang mau bertanya hendaknya mngangkat tangan sambil menyebutkan nama dan dari kelompok mana sehingga guru dapat menilai keaktifan siswa dengan memberikan tanda checklist di nama siswa di buku nilai, siswa boleh mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin, minimal satu kelompok satu pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yes atau no atau it could be dari pembaca tebakan yang bisa dibantu oleh teman satu kelompok. Contoh pertanyaannya “Is it an animal?” “Does it eat grass?”, “Can it fly?” dan seterusnya. Setiap tebakan dikasih 2 menit namun saat banyak pertanyaan dari kelompok lain maka waktu menyesuaikan, saat 2 menit tidak tertebak maka nilai milik kelompok yang tampil. 93
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119