DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 1 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Kebocoran Tube Heat Exchanger WHB 101-C Pabrik-5 1. PENDAHULUAN Waste Heat Boiler (WHB) 101-C Pabrik-5 merupakan salah satu item kritis yang ada pada Area Ammonia. WHB pada Pabrik-5 ini merupakan tipe heat exchanger one pass shell and tube, dimana item ini berfungsi mentransfer panas dari Secondary Reformer Effluent Gas di sisi tube ke arah steam di sisi shell. Setelah beroperasi kurang lebih 2 tahun, WHB ini mengalami kebocoran dan mengakibatkan Pabrik shutdown pada tanggal 13 Juli 2017. Untuk data teknis serta spesifikasi WHB 101-C, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1. Data teknis dan spesifikasi Data Operasional Shell Side Tube Side Design Pressure (kg/cm2g) 139.7 44.7 Design Temperature (0C) Operating Pressure (kg/cm2g) 360 450 Operating Temperature (0C) Fluida 127 39.8 Material Tube 328.2 (steam) 894.5 / 440.3 Dimensi Tube Jumlah Tube Steam Secondary Reformer Effluent Gas Material Tubesheet Material Baffle Plate Data Teknis 13CrMo4-5 OD 38.0 mm x Thk 3.2 mm x L 1024 ea 13CrMo4-5 Carbon Steel Gambar 1. General Arrangement WHB 101-C
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 2 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler 2. KRONOLOGI KEGAGALAN Pada tanggal 12 Juli 2017 outlet temperature 101-C turun menjadi 4240C serta level 153-D di CO2 removal meningkat. Selain itu eliminox & phosphate ditemukan di condensate dari CO2 removal saat uji analisa laboratorium, sehingga dicurigai adanya kebocoran pada WHB 101-C sehingga pada akhirnya tanggal 13 Juli 2017 diputuskan Ammonia Pabrik-5 dishutdownkan. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan 4 tube yang bocor. Oleh karena itu, dilakukan perbaikan (tahap pertama) dengan cara memotong bagian yang bocor tersebut lalu disambung dengan tube baru. Namun setelah repair tube selesai, saat hidrotest ditemukan lagi tube yang bocor, sehingga perlu perbaikan ulang (tahap kedua). 3. HASIL PEMERIKSAAN 3.1. Pemeriksaan visual 3.1.1. Tahap pertama Pemeriksaan visual tahap pertama dilakukan pada tube yang bocor 4 ea dengan bantuan alat boroscope. Hasil pemeriksaan visual seperti terlihat pada Gambar 2,3 dan 4 berikut ab Gambar 2 a) Penipisan tube di permukaan luar b) Tube yang patah ab Gambar 3 Pemeriksaan Boroscope a) ID Tube ; b) OD disekitar tube yang patah
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 3 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Gambar 4. Pemeriksaan pada area downcomer pipe Gambar 5. Lokasi tube patah Dari hasil boroscope diketahui bahwa pola patahan berupa circumferential crack dan terdapat spiral mark pada ID tube. Selain itu, disekitar tube yang patah juga terdapat penipisan serta deposit yang tebal pada OD tube. Kemudian, pemeriksaan boroscope pada pipa downcomer terlihat ada banyak deposit dengan tebal sekitar 1.39 mm. 3.1.2. Tahap kedua Pada kebocoran tahap kedua juga dilakukan pencabutan tube dan uji visual, seperti Gambar 6 berikut Gambar 6. penampang patahan tube
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 4 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler ab Gambar 7. Letak crack pada tube a) no 21-15 b) 13-24 Terlihat bahwa crack yang terjadi berbentuk circumferential. Lokasi crack pada tube tepat dibawah support plate (tube a di baffle pertama, sedangkan tube b pada baffle kedua, sesuai Gambar 8). Gambar 8. Letak dan jarak crack pada tube di (a) baffle support pertama dan (b) kedua 3.2. Karakterisasi Deposit Pemeriksaan komposisi deposit dilakukan dengan menggunakan XRD dan EDX oleh pihak PKT, Toyo dan TWI. Deposit yang diambil merupakan yang berada didaerah tube yang mengalami penipisan. Hasil pengujian sebagai berikut Tabel 2.Hasil EDX pihak PKT % C % O % P % Mn % Fe % Na % Si % Ca % Zr 8.374 34.47 8.956 3.01 44.088 0.47 0.63 1.04 2.42
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 5 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Pengujian komposisi juga dilakukan oleh pihak TWI dan Toyo dengan hasil pada Gambar 9 dan Tabel 3 berikut Tabel 3. Hasil Uji EDX pihak TWI % wt C O P Mn Fe Si Ca Mo Cr <0.6 2 6 - 7 20-24 0.2-0.4 0.7-1 63-68 0.7 <0.3 Gambar 9 Hasil Uji XRD-EDX pihak Toyo Dari hasil pengujian baik yang dilakukan pihak PKT, TWI maupun Toyo didapatkan unsur paling dominan yang menjadi penyusun deposit adalah Fe dan O. Kemudian unsur yang terbanyak selanjutnya adalah C, P dan Na. Selain itu pihak PKT juga melakukan pengujian SEM deposit yang berada di sekitar area tube yang mengalami penipisan dan area dekat outlet tubesheet. Hasil SEM seperti pada Gambar 10 berikut ab Gambar 10. Hasil Uji SEM Perbesaran 2000x a) Area penipisan ; b) Area dekat tubesheet Tampak bahwa deposit pada area tube yang mengalami korosi memiliki karakter berlapis-lapis dan berongga, tidak seperti deposit pada area dekat outlet tubesheet yang lebih padat. 3.3. Pemeriksaan ketebalan tube Pemeriksaan awal dilakukan secara acak pada 4 tube disekitar tube yang patah. Pengambilan data dilakukan pada 9 titik dengan jarak dan lokasi sesuai dengan Gambar 11 dibawah ini
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 6 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Gambar 11. Titik pengambilan ketebalan tube Dari pemeriksaan awal, di dapatkan hasil dimana titik tertipis berada pada titik D,E,F dan G. Oleh karena itu diputuskan untuk dilakukan pengecekan di 4 titik tersebut pada semua tube, sehingga didapatkan mapping ketebalan tube, seperti pada Gambar 12 berikut Gambar 12. Mapping ketebalan tube Mapping berdasarkan nilai terkecil dari ketebalan tube yang didapat, dengan penjelasan kode warna sebagai berikut : Warna merah : Tube dengan ketebalan dibawah 2.00 mm Warna kuning : Tube dengan ketebalan antara 2.00 s/d 2.99 mm Warna biru : Tube dengan ketebalan diatas 2.99 mm
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 7 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler 3.4. Pemeriksaan RFECT 3.4.1. Tahap Pertama Pemeriksaan RFECT dilakukan pada semua tube dan disepanjang tube. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah cacat/korosi hanya terjadi pada daerah dekat inlet tubesheet atau terdapat cacat lainnya disepanjang tube. Setelah pemeriksaan didapatkan mapping cacat tube sesuai persentase seperti terlihat pada Gambar 13 dibawah ini. Mapping ini berdasarkan ketebalan yang tertipis tube pada area dekat inlet tubesheet. Keterangan : Gambar 13. Mapping tube hasil RFECT Setelah mapping dari hasil pemeriksaan UT Thickness dan RFECT digabung, maka mapping tube yang dilakukan perbaikan menjadi seperti Gambar 14 berikut Gambar 14. Mapping UT & RFECT
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 8 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Dengan keterangan sebagai berikut : 3.4.2. Tahap kedua Pemeriksan RFECT tahap kedua ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya cacat/korosi pada tube setelah repair dan hidrotest, khususnya pada area tube dibawah support plate. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya cacat/korosi yang tidak terdeteksi seperti pada tahap pertama, sehingga menyebabkan kebocoran lagi. Dengan adanya hasil tambahan ini maka jumlah tube yang direpair bertambah. Gambar 15. Hasil RFECT Tahap kedua Keterangan :
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 9 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler 3.5. Uji Metalografi 3.5.1. Tahap pertama Pihak PKT melakukan pengujian pada sampel tube yang patah (4 ea) dengan titik pengambilan sampel seperti Gambar 16 berikut Gambar 16. Lokasi pengambilan sampel. Sampel A&B pada area yang telah terjadi korosi/penipisan sedangkan sampel C&D pada area tube yang normal. Sampel A&C untuk penampang longitudinal dan sampel B&D untuk penampang melintang. Didapatkan hasil metalografi seperti pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Hasil Uji Metalografi AS POLISHED Permukaan Dalam Permukaan Luar
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 10 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler AFTER ETCH (perbesaran 200x) Sampel C Sampel D Sampel A Sampel B AFTER ETCH (perbesaran 400x) Sampel C Sampel D Sampel A Sampel B .
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 11 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Sedangkan pihak Toyo juga melakukan Uji metalografi pada tube yang patah dengan hasil seperti Gambar 17 berikut Gambar 17. Hasil Uji metalografi pihak Toyo
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 12 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Selain itu, pihak TWI juga melakukan Uji metalografi dengan hasil berikut Gambar 18. Hasil Uji Metalografi pihak TWI Hasil Uji Metalografi pada tube yang patah menunjukkan bahwa terdapat deposit korosi yang tebal pada permukaan luar tube. Deposit sudah mengalami penetrasi ke permukaan dinding luar tube. Crack yang terjadi merupakan transgranular dimana strukturmikro berupa ferrit dan pearlite. Selain itu banded microstructure masih terlihat normal pada sampe arah longitudinal. 3.5.2. Tahap kedua Pada kebocoran tahap kedua ini, PKT mengambil 2 sampel sesuai dengan Gambar 19 dan hasil pada table 5 berikut Gambar 19. Posisi sampel A) Penampang Melintang B) Penampang Longitudinal Tabel 5. Hasil Uji Metalografi Pihak PKT Penampang Longitudinal
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 13 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Penampang Melintang Sementara itul, pihak Toyo melakukan Uji metalografi pada penampang melintang saja. Hasilnya seperti pada Gambar 20 berikut Gambar 20. Hasil Metalografi tahap 2 pihak Toyo Hasil dari Pihak PKT maupun Toyo memperlihatkan terdapat deposit yang cukup tebal pada area permukaan tube Selain itu, crack yang terjadi merupakan transgranular dan tidak terdapat cabang pada ujung crack.
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 14 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Sampel tube patah tahap pertama Dari pengamatan visual pada tube yang patah, tampak bahwa circumferencial crack terjadi pada permukaan tube yang mengalami penipisan/korosi. Orientasi crack yang dihasilkan mengindikasikan adanya overload tensile stress. Patah yang terjadi ketika tube yang terkorosi sudah melebihi batas minimum tebal yang diijinkan, sehingga tebal sisa tidak dapat menahan beban lagi, dan patah karena overload dari axial tensile stress (dibuktikan dengan adanya arah deformasi 450 dari arah aksial di patahan tube seperti hasil pengamatan macrofractografi berikut). Gambar 21. Pola propagasi patahan 450 Dari hasil pengamatan metalografi tube yang patah, strukturmikro yang terbentuk berupa ferrite (terang) dan pearlite (gelap) serta nampak banded microstructure pada arah melintang. Tidak ditemukan adanya perubahan strukturmikro maupun ciri-ciri lain terjadinya overheat. Adanya deposit pada permukaan luar tube serta pola transgranular crack yang berbentuk seperti belati mengindikasikan adanya thermal-fatigue pada tube, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22. Gambar 22. Perbandingan crack pada sisi luar dengan ciri tipe Thermal Fatigue Failure 4.2. Sampel tube patah tahap kedua Lokasi tube yang mengalami patah tepat dibawah support plate. Penipisan tidak terjadi pada area ini, ketebalan tube masih diatas 3 mm. Dari pengamatan secara visual tampak bahwa terdapat beberapa beachmark yang menandakan adanya beban siklis pada tube. Selain itu bentuk patahan merupakan tipe radial fan shape yang merupakan ciri patah high load.
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 15 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Gambar 23. Beachmark pada penampang melintang patahan Beban siklis dapat berasal dari adanya vibrasi yang diakibatkan adanya gap antara tube dengan lubang support plate. Ini dibuktikan dengan banyaknya deposit pada permukaan luar tube, yang berarti ada celah cukup besar untuk masuknya deposit tersebut. Inisiasi crack berawal dari permukaan luar tube, kemudian merambat ke permukaan dalam tube. Inisiasi crack ini dapat berasal dari pitting korosi yang terjadi pada permukaan luar, sesuai hasil metalografi (Gambar 24). Gambar 24. Pitting Korosi pada permukaan luar tube 4.3. Departure from Nucleate Boiling (DNB) 4.3.1. Heat Flux Hasil karakterisasi deposit, memperlihatkan komponen utama dari deposit merupakan Fe dan Oksigen, Deposit yang terbentuk seharusnya cukup rigid, uniform dan merupakan lapisan protektive berupa Magnetite layer (Fe3O4), namun seperti pada Gambar xxx, deposit memiliki rongga serta berlapis-lapis, sehingga memungkinkan oksigen berpenetrasi kedalam tube kemudian bereaksi membentuk senyawa oksida besi sebagai produk dari reaksi korosi. Jika berlangsung terus menerus maka akan memungkinkan terjadinya penipisan Seiring dengan meningkatnya temperature, maka semakin tinggi juga laju korosi dan deposit yang terbentuk. Apabila temperature sisi luar tube meningkat hingga ke titik dimana dapat terbentuk “local boiling” pada area “steam dry” maka dapat menyebabkan terjadinya departure from nucleate boiling (DNB). Ini terjadi karena tube terkena
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 16 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler thermal-fluid fluctuation yang sangat besar antara unstable nucleate boiling dan unstable film boiling, seperti yang ditunjukkan Gambar 25. Pada kondisi tersebut, deposit korosi yang terbentuk akan mudah terkelupas. Critical Heat Flux Gambar 25. Boiling Curve Korosi yang terjadi hampir diseluruh tube berjarak sekitar 8.5-17 cm dari inlet tubesheet. Daerah ini merupakan ujung ferrule pada sisi dalam tube, sehingga memungkinkan menjadikan area ini yang paling panas dibanding area lain disepanjang tube. Hal ini dibuktikan pada permukaan sisi luar tube, terdapat oxide scale yang lebih tebal pada area ujung ferrule dibanding diarea lain disepanjang tube. Hal ini terjadi karena laju reaksi oksidasi meningkat seiring dengan temperature yang tinggi. Untuk itu kemungkinan terjadinya korosi pada permukaan luar tube dapat diakibatkan oleh tingginya local heat flux pada area tersebut. Critical heat flux sangat dipengaruhi oleh tube bundle geometry dan vapor fraction. Menurut kalkulasi pihak Toyo bahwa critical heat flux untuk menghindari adanya DNB adalah sebesar 744kW/m2, sedangkan nilai critical heat flux dari pihak Borsig sebesar 759 kW/m2. Dari hasil simulasi CFD pihak Toyo, dengan asumsi pada permukaan tube tidak ada “fouling” maka diperoleh nilai maksimum heat flux pada area ujung ferrule sebesar 883 kW/m2. Gambar 26. Hasil Simulasi Max Heat Flux by Toyo Selain itu, simulasi CFD juga dilakukan oleh pihak TWI untuk mengetahui nilai heat flux pada area ujung ferrule. Nilai heat flux hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel 6, tampak bahwa pada kondisi EOR, nilai heat flux paling tinggi (770.4 dan 843.4. kW/m2).
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 17 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Tabel 6. Nilai Heat Flux simulasi TWI Heat Flux Start of Run (SOR) End of Run (EOR) Operasional Nilai Rata-rata (kW/m2) 714.4 770.4 662.2 Nilai Maksimum (kW/m2) 780.8 843.4 727.1 Dari hasil kedua simulasi diatas, diketahui bahwa terdapat tube yang memiliki heat flux diatas critical heat flux (759 kW/m2). Distribusi tube yang mengalami kondisi tersebut ditunjukkan dengan tube yang berwarna hitam pada Gambar 27 (Hasil CFD TWI). Jika dibandingkan dengan hasil UT & RFECT, maka distribusi tube tersebut memiliki kesesuaian. . Gambar 27. Distribusi Tube yang melebihi critical heat flux 4.3.2. Distribusi Gas pada Tube Bundle Fluida gas yang masuk pada sisi tube kemungkinan tidaklah uniform pada tiap tube. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan gas flow rate pada sebagian tube, sehingga memungkinkan heat flux menjadi lebih besar pada tube tersebut. Pihak Toyo melakukan analisa simulasi CFD dengan hasil seperti pada Gambar 27.
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 18 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Gambar 27. Distribusi Gas Flow Rate Dari gambar diatas, didapatkan bahwa gas flow rate yang paling tinggi terjadi sekeliling diarea dekat center tube, dan hal ini cukup sesuai jika dibandingkan dengan hasil pengukuran UT dan RFECT, dimana penipisan tube dominan terjadi pada area tersebut (Gambar 14). 4.4. Desain Riser/Downcomer nozzle dan susunan support plate Lokasi dan jumlah dari riser/downcomer nozzle biasanya diatur agar seimbang dengan rate produksi steam sepanjang tube, sehingga interval jarak antara nozzle di ujung hot side (inlet tubesheet) harus lebih pendek dibanding pada area cold side (outlet tubesheet). Terkadang penambahan riser/downcomer nozzle diperlukan di area yang dekat dengan ujung hot side. Namun lokasi dan jumlah riser nozzle pada 101-C tidak proporsional dibanding dengan laju produksi steam di sepanjang tube. Gambar 28 memperlihatkan hal tersebut Gambar 28. Perbandingan alokasi Heat Duty dan rasio tiap riser nozzle Selain itu tidak adanya tambahan riser/downcomer nozzle dekat inlet tubesheet (hot side), sehingga terdapat kemungkinan support plate pertama menghalangi aliran steam menuju ke riser nozzle yang pertama, seperti ilustrasi pada Gambar 29.
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 19 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Gamabr 29. Susunan Riser Nozzle dan tube support plate Ketidakseimbangan jumlah riser ini juga didukung dengan hasil analisa two-phase di sisi shell, dimana vapor cenderung lebih banyak terakumulasi dekat inlet tubesheet di sisi atas. Gambar 30. Hasil simulasi volume vapor fraction 4.5. Kualitas Boiler Water 4.5.1. Korosi akibat Phospate Hideout Fenomena Phospate hideout dapat terjadi ketika hilangnya Sodium Phospate saat load dan pH meningkat, dan akan kembali ketika load dan pH turun kembali. Namun tanda-tanda terjadinya fenomena ini tidak ada berdasar data operasional (Gambar 31). Gambar 31. Kondisi pH dan PO4 saat operasional 2016
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 20 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Namun jika dibandingkan dengan control chart NALCO, 69% data operasional tahun 2017 memasuki daerah yang rawan terjadinya Acid Corrosion. Gambar 32. a) Control Chart Phospate by NALCO b) Plotting Data Operasional pada Control Chart Namun Acid Corrosion kemungkinan kecil terjadi jika dibandingkan dengan konsentrasi PO4 yang normal, data Boiler Water menunjukkan hanya sesekali konsentrasi PO4 yang melebihi rata-rata. Gambar 33 Data Operasional Konsentrasi PO4 4.5.2. Low pH dan ion Chloride Tri-Sodium Phosphate (TSP) diinjeksikan ke Boiler Water (BW) untuk mengontrol pH. Nilai pH antara BW dan BFW umumnya berdekatan, namun nilai rata-rata selama operasional pH BW berada dibawah Boiler Feed Water (BFW). Selain itu, nilai BW juga dibawah minimum pH yang ditetapkan oleh pihak Borsig.
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 21 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Tabel 7. Nilai BFW dan BW Jika pH terlalu rendah, maka dapat memicu terjadinya acidic corrosion. Namun jika dilihat persentase penurunan pH BW yang terjadi, (8.7 dibanding 9.5) hanya sekitar 9%, dan nilai pH 8.5 masih belum dapat dikategorikan termasuk daerah asam karena masih diatas pH normal yaitu 7. Selain pH rendah, ditemukan adanya ion chloride pada beberapa kesempatan selama operasional. Adanya ion chloride dapat mengakibatkan rusaknya lapisan protektif (Magnetite Fe3O4) serta mempercepat terjadinya korosi. Akan tetapi, berdasar Gambar 34, hanya sesekali hal tersebut terjadi. Gambar 34. Data Operasional Konsentrasi ion Cl 5. KESIMPULAN Dari beberapa hasil pemeriksaan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Korosi yang terjadi pada permukaan luar tube kemungkinan besar disebabkan karena adanya fenomena DNB akibat dari local heat flux yang melebihi critical heat flux 2. Heat flux yang melebihi critical heat flux terjadi pada area ujung ferrule dimana ini dapat disebabkan karena kurang proporsionalnya jumlah riser nozzle, downcomer serta letak support plate. 3. Kandungan Phospate, Chloride serta pH yang tidak sesuai pada beberapa kesempatan memungkinkan laju korosi terjadi lebih cepat pada permukaan tube.
DEPARTEMEN INSPEKSI TEKNIK-2 INSPECTION REPORT No. : Date : 20 Januari 2018 Area : Ammonia – Pabrik-5 Page : 22 of 22 Item : 101-C Item Name : Waste Heat Boiler Disusun Oleh : Disetujui Oleh : Mengetahui : Ridwan Sunarya Yudhistira P.P Wildan Hamdani Inspektor Metalurgi Superintendent Metalurgi Manager IStek-2
Search
Read the Text Version
- 1 - 22
Pages: