Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Karya Tulis Ilmiah Final - Bunda

Karya Tulis Ilmiah Final - Bunda

Published by Kastamonline, 2017-08-02 05:06:49

Description: Karya Tulis Ilmiah Final - Bunda

Search

Read the Text Version

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan salah satu panca indera yang paling penting dalam kehidupan manusia, dengan mata manusia bisa menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan yang begitu luar biasa. Maka dari itu jagalah kesehatan mata agar mata kita tetap sehat dan terhindar dari penyakit, karena mata adalah jendela dunia. Banyak sekali penyakit mata yang dapat menyerang mata kita sewaktu waktu, salah satunya adalah penyakit lupus. Penyakit Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus atau disebut SLE. Istilah lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti Anjing Hutan atau Srigala, sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah - merahan. Pada saat itu di perkirakan penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini disebabkan oleh gigitan anjing hutan, karena itulah penyakit ini diberi nama lupus atau disebut juga dengan Autoimun mata, karena penyakit tersebut selain menyerang sistem organ, sekaligus menyerang syaraf penglihatan. Penyakit Lupus adalah penyakit baru yang mematikan dan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengidap penyakit ini tidak tertolong, dikarenakan mereka menganggap penyakit biasa, dikarenakan tidak kontrol secara teratur. Di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang dan lebih dari 100.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tubuh tetap sehat. Namun apa jadinya, jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus atau SLE diduga berkaitan dengan sistem 1

imunologi yang berlebih dan penyakit yang tergolong misterius. Lebih dari 5 juta orang dalam usia produktif di seluruh dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau disebut SLE ( Systemic Lupus Erythematosus) yaitu penyakit Autoimun Kronis yang menimbulkan bermacam - macam penyakit sesuai dengan target organ atau sistem organ yang terkena, itu sebabnya Lupus disebut juga penyakit 1000 wajah. Gambar 1. Penderita Lupus (Odapus) Penyakit Lupus atau Autoimun mata menyerang ke syaraf penglihatan mata dan penyakit ini menyebabkan rusaknya syaraf penglihatan serta gangguan fungsional penglihatan yang mempengaruhi tajam penglihatan maupun sensitivitas kontras, hilangnya lapang Pandang, diplopia, distorsi penglihatan serta gangguan persepsi penglihatan. Menurut data pustaka di Amerika Serikat di temukan 14,6 sampai 50,8 per 100.000. Di Indonesia bisa di jumpai sekitar 50.000 penderita nya, 2

sedangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat dari 71 kasus yang ditangani sejak awal 1991 sampai akhir 1996 dan 1 dari 23 penderitanya adalah laki-laki, artinya lebih banyak wanita yang terkena Lupus. Saat ini ada sekitar 5 juta pasien lupus diseluruh dunia, dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki laki dan perempuan. Sembilan puluh persen, kasus Lupus Erythematosus Systemic menyerang wanita muda pada usia 15-40 tahun, selama masa reproduktif dengan rasio wanita dan laki-laki 5:1. Penyakit Lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit Lupus atau SLE biasanya menyerang wanita produktif. Meski kulit wajah penderita Lupus dan sebagian tubuh lainnya muncul bercak - bercak merah, tetapi penyakit ini tidak menular. Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, maupun pada penglihatan. Banyak Faktor yang diduga dan sangat berperan terserangnya penyakit Lupus adalah faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat dan virus, oleh karena itu bagi para penderita Lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 saat bepergian, penderita harus memakai sunblock (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) dan melindungi mata dengan menggunakan kacamata hitam atau Sunglass sebagai pelindung mata dari sinar ultra violet dan menggunakan topi untuk penutup kepala. Oleh karena itu penyakit Lupus merupakan penyakit Autoimun Systemic dimana pengaruh utamanya lebih dari satu organ yang ditimbulkan. Serta efek dari Lupus mempengaruhi bagian syaraf opticus atau atrophy papil saraf terganggu, sehingga menyebabkan penglihatan menjadi low vision. 3

B. Rumusan Masalah 1. Penulis menjelaskan rumusan masalah yang terjadi pada penderita Lupus (Odapus) yang berkaitan dengan penglihatan. 2. Memberikan penjelasan mengenai jenis - jenis penyakit lupus 3. Memberikan penjelasan mengenai penyebab penyakit lupus 4. Memberikan penjelasan mengenai gejala dan tanda pada penyakit lupus yang berhubungan dengan Atrophy Papil 5. Memberikan penjelasan mengenai pencegahan penyakit lupus yang mengarah ke Atrophy Papil 6. Pengobatan atau terapi low vision akibat dari penyakit lupus C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dari hasil laporan, penulis berharap, semoga laporan ini bermanfaat untuk yang membaca, untuk adik adik kelas, keluarga serta pengetahuan bagi masyarakat luas. 1. Untuk mengetahui apa definisi dari penyakit lupus atau SLE ( Systemic Lupus Erythematosus) 2. Pengaruh Penyakit Lupus berakibat penglihatan menjadi Low Vision. 3. Memberikan Penanganan yang serius terhadap penderita Lupus dengan Alat bantu Low Vision. 4. Dan untuk memenuhi syarat kelulusan program Diploma III (D3) di Akademi Refraksi Optisi Kartika Indera Persada Jakarta. 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Definisi Low vision berdasarkan pengukuran tajam penglihatan dan lapang pandang. Menurut WHO (World Health Organization) mendefinisikan Low Vision pada tahun 1992 adalah merupakan orang yang mengalami kerusakan fungsi penglihatan setelah penatalaksanaan koreksi refraksi standar dan kondisi lemahnya penglihatan yang tidak dapat dibantu dengan menggunakan kacamata biasa, maka gangguan penglihatan berupa penurunan tajam penglihatan 6/18 s/d persepsi cahaya dan luas lapang pandang hanya 10 derajat dari titik fiksasi. Kondisi ini akan mengakibatkan kesulitan terutama pemeriksaan sensitivity kontras, scotoma sentral serta keluhan peningkatan kepekaan terhadap cahaya, kelainan persepsi warna, adaptasi gelap, motilitas mata dan fusi, maka sangat berpengaruh terhadap penglihatan seperti bepergian, membaca, menulis dan lain-lain. Kurang optimalnya seseorang dalam mencapai prestasi, baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan agar penderita bisa menjalankan aktivitasnya sehari – hari maka memerlukan alat bantu optik dan non optic. 5

Gambar 2. Alat bantu Low Vision Gambar 3. Alat bantu Low Vision optic non optic 2. Ciri – ciri Low Vision 2.1. Ciri – ciri umum penderita Low vision adalah :  Hanya bisa menulis dan membaca dalam jarak dekat dibantu dengan alat optik dan non optik  Kesulitan membaca tulisan dipapan tulis meskipun sudah memakai kacamata  Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar  Memicingkan mata atau mengernyitkan dahi ketika melihat cahaya yang terang  Tidak menatap lurus kedepan ketika memandang sesuatu  Kondisi mata tampak lain, berkabut, atau berwarna putih pada bagian luar  Blepharoplasma atau kelopak mata berkedip terus menerus atau kedipan mata tidak normal  Nystagmus atau gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah  Mengerutkan atau merubah wajah  Terlalu sensitive terhadap cahaya  Sulit melihat pada malam hari 6

 Sering kali kehilangan baris bila sedang membaca dan tidak dapat kembali pada baris yang dimaksud  Sulit membaca dekat atau jauh  Sulit membaca tulisan yang ada di papan tulis  Berusaha mengkoordinasikan mata atau tangan  Selalu kelihatan bingung pada suatu tempat, seperti mencari suatu benda dan gerakan postur tubuhnya serta wajahnya menunjukkan rasa kesal. 3. Kategori Kerusakan Penglihatan Low Vision Kategori kerusakan penglihatan yang dimaksud dalam hal ini antara lain sebagaimana tercantum dalam tabel berikut : Tajam Definisi Standar WHO Kategori Penglihatan Fungsional Definisi setelah Koreksi (WHO – 1992) 6/6 – 6/18 Normal Normal 0 Kerusakan 1 6/18 – 6/60 Low Vision Penglihatan Kerusakan 2 < 6/60 – 3/60 Low Vision Penglihatan Berat < 3/60 – 1/60 Buta Low Vision 3 < 1/60 – Persepsi 4 Buta Low Vision Cahaya Tidak ada 5 Buta Buta Total Persepsi Cahaya 7

4. Penyebab Utama Low Vision : 1. Katarak 2. Glaukoma 3. Makula Degenerasi 4. Retinitis Pigmentosa 5. Myopia Progresive 6. Atrophy Nervus Opticus 7. Retinopathy Diabetika 8. Retina of Premature 9. Lupus Inilah penyebab utama dari low vision yang dapat diakibatkan oleh berbagai penyakit yang dapat mempengaruhi mata dan sistem penglihatan baik dari cacat bawaan, kecelakaan atau penyakit tertentu yang bisa menyerang semua usia. Salah satunya adalah Penyakit lupus atau autoimun mata yang menyerang saraf penglihatan mata oleh karena itu perlu diwaspadai atau diperhatikan agar selalu melakukan pemeriksaan secara rutin pada dokter spesialis yang menangani sehingga penyakit lupus bisa terkontrol dan selalu ada perbaikan kesehatannya, baik itu tubuh maupun saraf penglihatan. B. Pembahasan Masalah 1. Definisi Lupus Lupus/Penyakit mata autoimun atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam- macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka 8

yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLE ini menyerang perempuan kira – kira delapan kali lebih sering daripada laki – laki. Di Amerika Serikat, penyakit ini menyerang perempuan Afrika Amerika tiga kali lebih sering daripada perempuan Kaukasia. Jika penyakit ini muncul pada usia diatas 60 tahun, biasanya akan lebih mudah diatasi (Sylvia dan Lorraine, 2005) Lupus merupakan penyakit autoimun kronis, dimana terdapat kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem syaraf mata dan sistem tubuh. Sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misal : bakteri, virus) karena autoantibodi (antibody yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibody yang terikat pada antigen) didalam jaringan. (Underwood, 1999) 2. Jenis – jenis penyakit Lupus a. Lupus Erythematosus Diskoid (DLE), merupakan lupus kulit . Terutama penderita lupus yang diserang pada kulit muka terutama hidung, pipi telinga atau leher. Diskoid lupus tidak serius dan jarang sekali melibatkan organ – organ lain. (Robbins dkk, 1999) b. Lupus Erythematosus Sistemik (SLE), merupakan penyakit demam sistemik, kronik, berulang dengan gejala yang berhubungan dengan jaringan terutama pada sendi, kulit, otak, paru – paru, pembuluh darah, jari – jari tangan atau kaki, ginjal, jantung, sel – sel darah, otot (retina), kelopak mata, kornea, retina dan syaraf optic.. (Robbins dkk, 1999). c. Drug Indiced Lupus (DIL), lupus yang disebabkan obat – obatan. Penyakit ini muncul setelah seseorang menggunakan obat – obatan jenis tertentu, misal obat penyakit jantung (prokainamid), obat hipertensi (hidralazin) dan obat antibiotic. Penyakit ini timbul 9

akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri dengan menghentikan obat terkait. (Robbins dkk, 1999). 3. Penyebab Lupus Faktor (penyebab) yang diduga sangat berperan untuk seseorang terserang penyakit Lupus/Autoimun mata dikarenakan factor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stress, beberapa jenis obat dan virus. Faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor kepekaan dan faktor pencetus adanya infeksi. Pemakaian obat – obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB dan stress. Penyakit ini kebanyakan diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun, namun ada juga pria yang mengalami Lupus (Aulawi, 2008) penyebab lain yang menjadi fokus penelitian ada 3 faktor yaitu : genetik/riwayat keluarga, hormon yang sebagian besar dalam usia produktif, serta factor lingkungan yang diduga berperan kuat mencetuskan lupus, diantaranya infeksi, zat kimia, racun, rokok, peradangan pada syaraf mata serta paparan dari sinar matahari atau sinar ultra violet. (Djoerban, 2002) Lupus atau Penyakit Mata/Autoimun yang terjadi pada mata banyak permasalahan yang diderita oleh pasien lupus atau sering disebut dengan Odapus (Penyandang Lupus). Permasalahan yang terjadi adalah penglihatan terganggu, mulai dari bagian depan sampai bagian belakang mata yang dapat menyebabkan penurunan penglihatan. Penderita SLE 20% dapat mengenai mata pada bagian kelopak mata, kornea, retina, dan syaraf optic (susunan saraf yang berfungsi untuk menerima informasi visual/penglihatan) kemudian diteruskan ke otak atau saraf kranial II. Penderita lupus yang terserang pada kasus retina dapat terjadi Retinopati maupun konjungtivitis sicca (KCS). Jika Retinopati berkelanjutan menjadi lebih berat dan mengenai area bintik kuning Makula 10

Retina, maka dapat menyebabkan kebutaan. Jadi pada stadium awal harus di monitor ketat dan pengobatan yang teratur sehingga bisa tertangani. Retinopati adalah penyakit retina. Retina adalah lapisan saraf yang melapisi bagian belakang mata, karena retina bagian dari mata yang mengambil gambar dan mengirim gambar ke otak. Banyak orang dengan diabetes/kencing manis mengalami retinopati. Dan mengenai Konjungtivitis sicca suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang diakibatkan oleh berkurangnya fungsi air mata. (Rudy Soedjono,2008) Penglihatan yang terkena penyakit autoimun mata menyebabkan sistem saraf pada organ mata menjadi terganggu penglihatannya dan berpenglihatan low vision. Hal ini disebabkan karena terganggunya atrofi papil nervus optikus. Nervus optikus merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel – sel ganglioner pada seluruh retina. Satu mata mengandung 1.25 juta akson. Nervus optikus membentang dari bagian poles posterior mata sampai kiasma optikum. Setelah bersilangan, serabut saraf berjalan melalui traktus optikus menuju badan genikulafum laterale dengan total panjang nervus optikus 35 – 55 mm. Atrofi papil merupakan degenerasi saraf optik yang tampak sebagai papil berwarna pucat, akibat menghilangnya serabut saraf dan kapiler. Hal ini disertai dengan kemunduran tajam penglihatan atau kelainan lapang pandang, yang merupakan stadium akhir suatu proses yang terjadi di retina, papil nervus optikus atau pada saraf retro bulbar. Atrofi papil dibedakan menjadi : Atrofi akuisita dan herediter. Kondisi ini bersifat irreversible, sehingga tidak ada terapi definitive yang dapat diberikan selain tindakan pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus optikus. Untuk itu perlu mengetahui secara cermat gejala dan etiologi papil ini untuk memperlambat timbulnya komplikasi kebutaan. 11

Anatomi dan fisiologi retina merupakan reseptor dari impuls penglihatan. Retina mewakili perluasan kedepan dari otak dan terdiri atas 3 lapisan neuron. Neuron pertama mengandung photoreceptor yaitu sel batang dan sel kerucut. Neuron kedua mengandung bipolar dan Neuron ketiga mengandung sel – sel ganglion. Sekitar 1 juta akson dari sel – sel ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papilla atau kaput saraf optikus, melewati lamina kribiosa dari sclera mata dan akhirnya mencapai korpus genikulatum lateral dari talamus. Nervus optikus meninggalkan orbita lewat kanalis optikus bersama – sama opthalmica dan masuk ke cranium. Di dlam orita saraf ini dikelilingi oleh meningen (duramater, arachnoid, piamater). Disini meningen menyatu dengan sclera, sehingga kavum subarachnoid dengan liquor serebospinalisnya meluas ke depan dari fossa kranii media, melalui kanalis optikus sampai ke bola mata. Maka peningkatan tekanan liquor serebrospinalis di dalam rongga kranium diteruskan ke bagian belakang bola mata. Saraf pada kedua sisi kemudian bergabung membetuk kiasma optikum, disini serabut saraf yang berasal dari belahan nasal retina menyebrang ke kontra lateral, sedangkan serabut dari belahan temporal retina tetep pada sisi yang sama. Tractus optikus keluar dari sudut posterolateral kiasma optikum dan berjalan ke belakang mengitari sisi lateral otak tengah, sampai ke korpus genikolatum lateral. Sebelum traktus optikus mencapai korpus genikulatum lateral, sejumlah kecil serat yaitu berkas pupilosensorik medial berlanjut ke kolekulus superior dan nucleus pada area pretektal. Akson – akson sel saraf dari korpus genikulatum lateral berjalan ke posterior sebagai radiatio optica dan berakhir pada korteks visual hemisfer cerebri (korteks kalkarina). 12

Reflek cahaya rangsangan saraf parasimpatis merangsang otot sfingter pupil, sehingga memperkecil celah pupil atau miosis. Jika cahaya disinarkan ke dalam mata pupil akan miosis. Serat aferen dari arkus reflek menyertai saraf dan traktus optikus dan meninggalkan traktus optikus dekat korpus genikulatum lateral sebagai berkas medial yang berlanjut ke kolikulus superior dan berakhir pada nucleus area pretektal. Neuron interakalasi berhubungan dengan nucleus Edinger-Westphal parasimpatik dari kedua sisi yang menyebabkan reflek cahaya menjadi konsensual, yaitu cahaya yang jatuh pada satu mata juga menyebabkan penyempitan papil kontralateralnya. Seret eferen motoric berasal dari nucleus Edinger-Westphal dan menyertai saraf okulomotorius ke dalam orbita dan mempersarafi otot sfingter papil. Optic disc normal Optic Disc abnormal pada lupus Gambar 4. Fundus normal dan tidak normal Jadi Saraf mata berfungsi untuk meneruskan rangsang cahaya yang telah diterima untuk mengirim informasi visual tentang kuatnya cahaya dan warna ke otak dan hasilnya kita bisa melihat benda tersebut. 13

Gambar 5. Proses melihat setelah bayangan diretina ke otot saraf mata dan dilanjutkan ke otak. Optic Atrophy (OA) adalah istilah generik yang menggambarkan degenerasi atau memburuknya saraf optic. Saraf optic atas mengirimkan pesan dari retina ke visual kortex di otak. OA dapat mengganggu berbagai proses penglihatan, termasuk ketajaman penglihatan, bidang pandang dan kepekaan terhadap kekontrasan dan dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan pada bidang sentral ataupun peripheral dan menimbulkan kesulitan dalam beradaptasi dengan keadaan cahaya yang kurang terang. Optik Atrophy dapat berdiri sendiri atau dapat juga terkait dengan kondisi – kondisi lain dan dapat bersifat progresif ataupun non progresif . Gangguan/peradangan pada saraf optic atau saraf mata mempengaruhi penglihatan yang menyebabkan hilangnya fungsi mobilitas dan sensorik bersamaan dengan kondisi gangguan penglihatan yang lainnya sampai dengan kebutaan permanen. 4. Gejala dan tanda Gejala dan tanda pada kasus lupus yang bermasalah pada Atrophy papil dimana lupus dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES). 14

Eritomatosus artinya kemerahan sedangkan sistemik bermakna menyebar luas ke berbagai organ tubuh. Gejala dan tanda umumnya adalah sebagai berikut :  Kulit yang mudah gosong atau terbakar akibat sinar matahari  Pada kulit akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu – kupu sering disebut butterfly rash, bisa juga muncul diseluruh tubuh berbentuk cakram, menonjol dan kadang – kadang bersisik.  Timbulnya gangguan pencernaan  Sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal – pegal, dimana hal ini terjadi pada masa aktif sedangkan pada masa non aktif menghilang.  Anemia yang diakibatkan oleh sel – sel darah merahnya dihancurkan oleh lupus  Rambut yang sering rontok  Pada mata, penglihatan terganggu. Hal ini disebabkan oleh saraf penglihatan dan fungsional penglihatannya terganggu, hilangnya lapang pandang, diplopia, distorsi penglihatan dan gangguan persepsi pada penglihatan.  Untuk atropy papil pada lupus, merupakan degenerasi saraf optic dimana tampak papil yang berwarna pucat dimana disertai dengan penurunan visus. Dari gejala dan tanda secara umum tersebut diatas akan menimbulkan permasalahan antara lain: 1. Penurunan visus 2. Gangguan persepsi warna 15

3. Gangguan lapang pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya 5. Pencegahan Dalam melakukan pencegahan ada berbagai masalah yang dihadapi oleh penderita lupus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penyakit lupus dan dampak lupus terhadap kesehatan. Upaya preventif yang harus dilakukan adalah berusaha mengembangkan penelitian – penelitian mengenai penyakit lupus mengingat bahaya dan dampak negative yang bisa ditimbulkan oleh penyakit ini. Sedangkan bagi penderita lupus agar penyakit lupusnya tidak kambuh adalah:  Menghindari stress  Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari  Mengurangi beban kerja yang berlebihan  Menghindari pemakaian obat tertentu (Djoerban, 2002) Disamping itu penderita lupus bisa memeriksakan diri pada dokter – dokter pemerhati penyakit ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultasi hematologi, rheumatology, ginjal, hipertensi, alergi imunologi, berobat dengan teratur dan minum obat dari dokter secara teratur (biasanya seumur hidup) maka penderita bisa hidup layaknya orang normal. 6. Cara Pengobatan atau Terapi Lupus Penyakit lupus memang tidak menular, tapi bisa berbahaya bahkan berpotensi mematikan. Lupus tidak bisa disembuhkan sehingga tujuan 16

pengobatannya adalah untuk mengurangi tingkat gejala serta mencegah kerusakan organ lainnya. Beberapa puluh tahun yang silam, lupus atau autoimun mata dipandang sebagai penyakit yang berujung kematian. Ketakutan ini disebabkan oleh banyaknya penderita pada saat itu yang meninggal dunia akibat komplikasi dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis mengidap penyakit lupus. Tetapi kondisi zaman sekarang pengobatan lupus sudah jauh lebi baik dan bisa membantu para penderita lupus. Berkat pengobatan yang teratur serta pengobatan lupus yang terus berkembang hampir semua penderita lupus saat ini dapat hidup normal atau setidaknya mendekati tahap normal. Penderita lupus atau autoimun mata akan memiliki kemampuan melihat yang amat terbatas bahkan mendekati buta. Seringkali mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari – hari seperti berjalan ditempat umum, membaca buku, memasak dan sebagainya dimana hal ini dikategorikan sebagai kondisi low vision, sehingga perlu dirujuk ke bagian khusus low vision. Untuk itu diperlukan asessment baik secara klinis maupun fungsional untuk : 1. Menentukan penglihatan terbaik dengan kacamata atau kaca pembesar untuk jarak dekat dan telescope untuk jarak jauh atau dengan alat bantu elektronik 2. Menentukan alat bantu non optik yang dibutuhkan seperti pencahayaan, kepekaan kontras dan posisi melihat 3. Menentukan media belajar yang dibutuhkan seperti huruf yang diperbesar, Braille atau kombinasi 4. Latihan penggunaan alat bantu penglihatan 5. Latihan penglihatan efektif pada bayi, pra sekolah dan usia sekolah 17

6. Evaluasi latihan dan follow up secara berkala. Saat ini layanan yang diberikan terhadap penderita Low Vision akibat lupus dengan alat bantu Low Vision yang tepat sehingga penderita Low Vision tetap menjadi individu yang mandiri. Jadi kesuksesan seseorang dalam menguasai alat bantu Low Vision sangat tergantung pada motivasi dan cara dirinya menyikapi keadaannya sendiri. Dengan mengoptimalkan penglihatan yang tersisa, seorang Low Vision dapat menguasai segala hal yang dapat dilakukannya saat masih memiliki pernglihatan normal walaupun mungkin dengan cara berbeda. Dukungan keluarga tak kalah penting dan sangat dibutuhkan, mengingat keluarga adalah orang yang paling dekat dan selalu berinteraksi dengan penderita. 18

BAB III PEMECAHAN MASALAH A. Kasus  Data pasien : Nama : DM Usia : 12 tahun Pendidikan : Kelas VI SD Alamat : Aceh Rujukan : RSCM Kirana Jakarta Diagnosa : Lupus Athropy Papil Binokuler  Riwayat : Pada bulan Desember 2015 – Mei 2016 pasien dirawat di Rumah Sakit Aceh, dikarenakan penyakit lupus. Pada awal Juli 2016 dilakukan pemeriksaan mata karena penglihatan jauh ODS kabur. Pada bulan Agustus 2016 pasien di bawa ke Jakarta untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di RSCM Kirana dimana pasien harus dirawat selama 1 bulan, selama perawatan penglihatan pasien semakin menurun dan terjadi pembengkakan pada papil/papil edema. Dari kondisi inilah pasien dirujuk ke Low Vision untuk segera ditangani supaya terbantu tajam penglihatan jauh dan dekatnya.. 19

B. Penanganan Kasus Pasien datang ke Klinik Low Vision ARO Kartika dengan membawa surat rujukan dari RSCM Kirana Jakarta untuk melakukan pemeriksaan pada tanggal 15 November 2016. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil sebagai berikut : Pemeriksaan tajam penglihatan jauh :  Test menggunakan : Snellen Huruf, Streak Retinoscope  Sin Corection : o AVOD : 3/60 o AVOS : 1/60 o AVODS : 3/60  Cum Corection : o AVOD : S -2.00  3/30 o AVOS : FC o PD : 60/58  Jarak baca : 10 cm/2M  Media belajar : Print  Fiksasi : ODS  Central  Kekontrasan : 10 %, merupakan kontras tinggi dan sensitivitasnya rendah Kontras tinggi dengan menggunakan Lea Screnner atau tes dengan Hiding Heidy. Begitu juga bisa menggunakan writing frame, buku low vision atau buku bergaris tebal, dengan typoscope dan spidol hitam, filter plastic atau lensa filter dan cahaya. Pada proses ujicoba dengan trial lens dengan ukuran tersebut diatas hasil penglihatan pasien kurang nyaman, kemudian dicoba dengan alat teleskop pada mata kanannya ukuran 8 x 20 visusnya mencapai 3/30 20

Ukuran teleskop : M = Visus Awal = 3/30 = 10 X  TS 10 X Visus Target 3/3 Pemeriksaan Tajam Penglihatan dekat :  Tes menggunakan : tes baca dan buku pelajaran  AVOD : 10 cm/3M  ditarget 1M Dengan menggunakan Rumus Low Vision: M = r x d 3 = 0.1 x d = 30 D Jadi pasien diberikan kaca pembesar dengan ukuran +30 D dengan alat bantu yang dipilih CCTV portable. Untuk jarak fokal : 100/dioptri  100/30 D  3 cm  Penilaian fungsi penglihatan lainnya: o Kepekaan kontras 10 % dengan kontras sensitivity Lea Screaner/lea o Prediksi kecepatan membaca 80 kata/menit  lancar membaca  Luas pandang penglihatan : terbatas  Cahaya ruangan yang disukai : cahaya ekstra jika didalam ruangan, misal : membaca dan menulis  Untuk penglihatan warna yang dilakukan pengetesan dengan menggunakan contoh warna panel 15 dari warna muda sampai warna tua, pasien masih bisa membedakan tetapi dari ke – 15 warna ada 21

satu warna yang salah sebut seperti warna orange disebut warna kuning atau warna sekunder.  Hasil assessment klinis sebagai alat bantu non optik dengan solusi untuk pasien sebagai berikut : o Pencahayaan untuk membaca o Topi/sunglass untuk keluar rumah o Khusus keluar rumah di malam hari harus ada pendamping awas Tujuan yang akan dicapai setelah dilakukan assessment klinis pada penderita low vision adalah :  Membaca o Teks atau bacaan yang berkelanjutan (majalah, Koran, buku) o Bacaan kecil (seperti tagihan/struk, surat, label harga, nomer telepon dan resep)  Menulis o Menulis kata pendek misal tanda tangan, menulis cek, menulis nomer telepon) o Menulis kalimat panjang misal menulis surat, menulis daftar kontak alamat  Melihat jam dinding dan jam tangan  Menelepon  Menggunakan alat rumah tangga yang menggunakan angka dan perlu diputar  Mengenali warna dan kondisi baju  Memasak dengan aman dan efisien  Melihat muka dan mengenali orang  Menonton televisi  Bergerak dengan aman dengan berbagai kondisi lingkungan o Dalam satu ruangan/rumah misal tangga, pintu masuk 22

o Diluar rumah misal ke supermarket, masjid dan menyeberang jalan Terapi yang diberikan :  Peresepan kacamata, kacamata pembesar, telekop dan electronic magnifier  Peresepan alat bantu non optic seperti typoskop (jendela baca), lampu baca yang dibutuhkan, filter baca, penyangga buku, tongkat putih dan lain – lain  Latihan membaca, menulis huruf atau Braiille  Latihan orientasi dan mobilitas terutama pada orang dewasa yang baru mengalami Low Vision  Latihan penglihatan efektif dan stimulasi penglihatan Tujuan yang akan dicapai :  Tajam penglihatan untuk dekat dan jarak kerja dekat  Visus untuk baca (terutama tulisan bersambung)  Kacamata untuk jauh atau rekomendasi lensa kontak  Efek dari kacamata baik untuk jauh maupun dekat  Rekomendasi untuk melepaskan kacamata saat membaca maupun tugas tugas lain  Meresepkan alat bantu pembesar untuk dekat, sedang dan jarak jauh  Mengoptimalkan jarak kerja  Memperhatikan ukuran huruf dan mencarikan alat bantu yang pas  Rekomendasi ketika duduk dan pencahayaan serta buta warna  Rekomendasi alat untuk membantu ketika mengalami kesulitan  Kerusakan lapang pandang yang tidak bisa diperbaiki  Rekomendasi dilakukan pemeriksaan tambahan  Rekomendasi untuk pemeriksaan lanjutan 23

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan a. Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dengan organisme asing (misal bakteri dan virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh itu sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan. b. Hubungan antara penyakit Lupus dengan kondisi penglihatan menurun adalah karena penyaki lupus jenis Lupus Erythematosus Sistemik (SLE) menyerang saraf optikus atau athrophy papil saraf terganggu sehingga menyebabkan penglihatan menjadi low vision. SLE atau lupus meyerang perempuan kira – kira lima kali lebih sering daripada laki – laki. c. Pencegahan penyakit lupus bisa dilakukan dengan cara menghindari stress, menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari, mengurangi beban kerja berlebihan dan menghindari pemakaian obat tertentu. d. Pengobatan/terapi pada penyakit lupus ditujukan untuk mengurangi tingkat gejala serta mencgah kerusakan organ lainnya. 24

B. Saran a. Pasien disarankan kontrol 3 - 6 bulan sekali ke Dokter dan Klinik Low Vision agar bisa dilihat perkembangan penglihatannya. b. Pencahayaan untuk membaca perlu diperhatikan, jika keluar rumah pakailah topi/sunglass dan jika keluar di malam hari harus ada pendamping awas, dan direkomendasi menggunakan CCTV portable. c. Berusaha untuk mengoptimalkan penglihatan yang terisisa d. Perlu dukungan dari keluarga terhadap penderita low vision 25

DAFTAR PUSTAKA 1) Djoerban, Zubairi, Prof.dr.Sp.KHOM 2002, Systemic Lupus Erythematosus, Yayasan Lupus Indonesia, Jakarta 2) Sylvia, A.P & Lorraine, M.W 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, EGC, Jakarta 3) Robbins, S.L, Cotran R.S. & Kumar, V 1999, Dasar Patalogi Penyakit, EGC, Jakarta 4) Underwood. J.C.E 1999, patologi Umum dan Sistemik, EGC, Jakarta 5) Harsono, E.S 2014, Buku Kuliah Low Vision, Jakarta, ARO Kartika 6) Harsono, E.S 2015, Materi Foundation Low Vision, Annie L. CORN and Alan J. Koening Editors, Jakarta, ARO Kartika 7) Harsono, E.S 2015, Materi Penglihatan Sub Normal, Jakarta, ARO Kartika 8) Rudy Soedjono, http://dorestia.blogspot.co.id , 2016 26


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook