Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Report_Merck_Rev_03

Report_Merck_Rev_03

Published by Amar Hamdani, 2022-08-03 06:27:05

Description: Report_Merck_Rev_03

Search

Read the Text Version

Informasi Project 1. Project implementation Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten 2. Titlle Project Emergency Response & Recovery in 3. Grant Number/MOU Banten Province Project # 20569 4. Grant Period 1 Maret 2021 – 28 Februari 2022 5. Total Grant Funds € 47,711 / Rp. 816.000.000 6. Person Responsible Angga Andrias 7. Reporting Period 30 Juli 2022 8. Adress/Telp Kavling Nancang Jaya Indah Blok J No. 7 RT. 06 Serang –Banten / (0254) 7925783

I. Executive Summary Kabupaten Lebak sebagai kabupaten yang terluas di provinsi Banten, pada tahun 2020 terkena bencana banjir dan tanah longsor. Bencana tersebut telah merusak setidaknya 12 desa di 2 kecamatan yaitu, Cipanas, dan Lebak Gedong. Dampak dari bencana tersebut telah membawa kerugian materil baik fisik, psikis dan material bagi masyarakat sekitar. Kabupaten Lebak memiliki tantangan dalam melakukan pembangunan desa, karena geografis yang cukup luas. Data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi 2021, menyebutkan bahwa Kabupaten Lebak masih memiliki 115 desa tertinggal. Program Emergency Response and Recovery (ERR) merupakan program dukungan Merck Family Foundation (MFF) yang dilaksanakan di desa yang terkena bencana dan terpencil di 3 Desa dari 3 kecamatan yaitu, Desa Mekarjaya-Panggarangan, Desa Banjarsari-Lebak Gedong, dan Desa Pasirnangka-Muncang. Program ini dilakukan dalam rangka untuk menguatkan kesadaran kolektif masyarakat untuk menciptakan lingkungan sehat, mengembangkan ekonomi kreatif masyarakat berbasis potensi lokal, dan memperkuat perlindungan bagi kelompok perempuan dan anak. Masa periode pelaksanaan program Emergency Response and Recovery (ERR), kami telah menyelesaikan sebagaimana target yang telah kami rencanakan. Pada kegiatan Construction of sanitation buildings and water channels in the village telah terbangun 2 sanitasi dan air bersih, 2 saluran air bersih, di kegiatan Improve the skills of women victims of flash floods and landslides in creating local businesses, program telah membangun 5 kelompok usaha masyarakat yaitu 3 produk makanan ringan dan 4 kelompok jamur. Sementara di kegiatan strengthening for Village-owned enterprises, program telah membangun 2 rumah ramah perempuan sebagai sarana kelompok perempuan dalam memperkuat kapasitasnya di bidang Pendidikan dan kesehatan serta kapasitas lainnya. II. Capaian Pelaksanaan Program A. Construction of sanitation buildings and water channels in the village Bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di Kabupaten Lebak, telah menyebabkan kerusakan fisik, psikis dan material bagi masyarakat di desa yang terkena terjangan banjir dan longsor sekitar. Salah satunya adalah sarana kebutuhan MCK dan air bersih. Situasi kebutuhan sanitasi juga dirasakan oleh masyarakat di desa tertinggal, yang selama ini melakukan kebiasaan buruk dalam membuang air besar sembarangan. Melalui dukungan program, kami telah berhasil melaksanakan pembangunan sanitasi dan air bersih dibeberapa desa, yaitu: 1. Sarana Air Bersih di Kampung Corogol Desa Pasirnangka Kec. Muncang, 2. Sarana Air Bersih di Kampung Cibuah Desa Lebak Sangka Kecamatan Lebak Gedong

3. Sanitasi MCK dan Air Bersih di Kampung Cigobang Desa Banjarsari Kec. Lebakgedong, 4. Sanitasi MCK dan Air Bersih di Kampung Nagahurip di Desa Mekarjaya Kec. Panggarangan. Dalam pembangunan sanitasi dan air bersih, kami melibatkan masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunannya. Partisipasi masyarakat diberikan dalam bentuk tenaga dan juga makanan bagi pelaksana pembangunan. Pelibatan masyarakat (laki-laki dan perempuan) dilakukan secara bergiliran berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian proyek ini memfasilitasi tenaga inti pelaksana pembangunan. Keterlibatan masyarakat tidak saja dalam proses pembangunan, namun juga terlibat dalam pengelolaan setelah bangunan selesai. Hal ini searah dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya. Dalam kebijakan tersebut, terdapat lima pilar untuk mencapai sanitasi total yaitu stop buang air besar sembarang, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah tangga. Keberadaan sanitasi dan air bersih oleh proyek ini telah dapat mengurangi kebiasaan masyarakat dalam membuang air besar sembarangan dan telah mengurangi beban masyarakat untuk memperoleh air bersih, terutama bagi kelompok perempuan, lansia dan anak-anak. Mereka sudah tidak perlu lagi berjalan jauh untuk mendapatkan air bersih atau buang air besar. Masyarakat di sekitar lokasi pembangunan sanitasi dan air bersih ini telah menerima manfaat dari keberadaan proyek ini. Diperkirakan masyarakat penerima manfaat tersebut berjumlah + 400 Kepala Keluarga atau sekitar + 1.200 orang yang berada di 3 Desa. Dalam rangka membangun pengelolaan sanitasi dan air bersih dimasa depan, serta memberikan contoh dalam rangka pembangunan sanitasi berbasis masyarakat. Program menyelenggarakan peresmian terhadap bangunan sanitasi dan air bersih, kegiatan tersebut menghadirkan camat, kepala desa, tokoh masyarakat, babinkamtibmas, babinsa setempat. Bangunan tersebut diserah terimakan kepada pemerintah desa dan masyarakat untuk terus dikelola agar kemanfaatannya dirasakan oleh masyarakat. Komitmen masyarakat sangat terlihat, mereka secara bergiliran membuat dan menyusun jadwal pengelolaan sanitasi, seperti menjaga kebersihan dan juga mengeluarkan iuran untuk penerangan pada sanitasi. Hampir disemua desa yang dibangun sanitasi menyampaikan keberterimaan masyarakat sangat tinggi. Masyarakat sekitar tidak kesulitan lagi untuk bila ingin ke sanitasi di malam hari.

B. Improve the skills of women victims of flash floods and landslides in creating local businesses Program telah membentuk kelompok usaha masyarakat di 2 Desa di 2 kecamatan dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat melalui pembentukan usaha ekonomi. Penguatan usaha ekonomi masyarakat dilakukan melalui pendayagunaan sumber daya alam dan potensi yang tersedia di sekitar. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan melalui penguatan kesadaran masayarakat dan peningkatan pengetahuan terhadap potensi lokal. Hal ini akan menjadi dasar dalam rangka membangun ketahanan ekonomi masyarakat. Kelompok masyarakat juga diberikan peningkatan kapasitasnya dalam mengelola keuangan kelompok dan pemasaran. Program telah menumbuhkan kreativitas masyarakat di desa untuk mengembangkan potensi lokal yang ada disekitar mereka. Produk yang telah dihasilkan oleh kelompok masyarakat ini adalah produk makanan ringan berbahan dasar lokal seperti pisang, melinjo, dan singkong. Selain itu mengembangkan budidaya seperti tumbuhan telang (sebagai bahan teh), budidaya magot Black Soldier Fly (pakan ternak) dan budidaya jamur tiram. Budidaya ini dipilih karena selain mudah dalam produksinya, juga mudah dalam penjualannya. Budi daya jamur dikembangkan di Desa Banjarsari-Lebak Gedong. Sementara, di Desa Banjarsari-Lebak Gedong dan Desa Pasirnangka-Muncang dikembangkan juga tanaman Bunga Telang sebagai bahan untuk minuman teh yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan Magot dari Black Soldier Fly (BSF) sebagai pakan ternak. Sedangkan di industri rumahan kelompok perempuan memanfaatkan potensi lokal dengan membuat makanan ringan dengan nama KRISPO (kreasi snack produksi komunitas), dan juga penguatan terhadap kerajinan kelompok perempuan seperti menyulam produk tas dan lain-lain. Kegiatan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat di 3 Desa di Kabupaten Lebak. Berikut tabel pengembangan ekonomi kreatif yang sudah dilakukan. Desa Produk yang Pelaku ekonomi dikembangkan - Dikelola oleh 2 kelompok Desa Banjarsari-Kecamatan Lebak Gedong perempuan, masing-masing kelompok beranggotakan 10 1. Kampung - Produk Olahan: pisang, orang Huntara* melinjo, singkong - Dikelola oleh kelompok perempuan dan laki-laki - Budidaya jamur tiram masing 2. Kampung Budidaya jamur tiram Dikelola oleh kelompok terdiri Cigobang dari perempuan (8 orang) dan 2 laki-laki

Desa Pasirnangka-Kecamatan Muncang 1. Kampung - Budi daya teh Telang Dikelola oleh kelompok Corogol - Budi daya Magot BSF perempuan dan laki-laki 2. Kampung - Produk Olahan: misang, Dikelola oleh kelompok Pasirnangka melinjo, singkong perempuan, masing-masing kelompok *Huntara (Hunian Sementara) merupakan kampung yang ditempati oleh masyarakat yang terdampak bencana tahun 2020 Produk olahan kelompok masyarakat telah mendapatkan ijin Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) dan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Produk makanan olahan selain dimasukkan ke warung di sekitar mereka, juga telah dipasarkan ke toko/warung yang berada diluar desa. Produk olahan juga telah diperkenalkan pada kegiatan Bazaar Usaha Kecil Menengah ditingkat provinsi dan Kabupaten Lebak. Usaha kelompok masyarakat tersebut telah menghasilkan nilai tambah bagi ekonomi bagi masyarakat. Rata-rata dalam satu minggu kelompok usaha ini telah mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 700.000 atau 2.800.000/bulan. Hasil pendapatan bersih tersebut bisa mengurangi kebutuhan keseharian mereka. Selama masa pendampingan di Februari-Juli 2022, program memperkuat kapasitas kelompok dalam mendokumentasikan komposisi bahan yang digunakan dalam membuat produk, pengemasan, dan pemasaran produk. Kelompok dampingan ekonomi di Desa Pasirnangka, telah menambahkan menambahkan varian baru yaitu keceprek gula aren (snack crispy berbahan gula aren) dari 4 varian sebelumnya yang berbahan singkong, pisang, dan kacang. Varian ini dipilih selain stok gula aren cukup banyak, juga sebagai terobosan baru dari kelompok. Saat ini pemasaran sudah berkembang ke pasar terdekat dan tempat wisata local “Baduy” yang jaraknya sekitar 3 KM dari Desa Pasirnangka. Pemasaran semula hanya di toko dan watung kecil yang ada di desa. Dalam pengemasan produk, kelompok menyediakan bahan mentahan produk untuk dijual. Hal ini berdasarkan permintaan pembeli agar lebih aman membawanya sebagai oleh-oleh. Sementara produk olahan di Desa Banjarsari fokus pada pengemasan dan pemasaran. Saat ini proses pemasaran sudah menjangkau desa-desa tetangga dan sudah mulai menerima pesanan dari masyarakat. Kedua produk di Desa Pasirnangka dan Banjarsari saat ini telah mengikuti bazar yang diselenggarakan oleh Dinak Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Lebak dan Dinas Pertanian Provinsi Banten. Kedua produk komunitas ini sudah secara rutin mengikuti bazar tersebut. Sedangkan pada produk teh Telang, kelompok ini telah mengembangkan produknya menggunakan kantung teh, sehingga produk ini mampu memasuki toko swalayan dilokasi sekitar. Pengembangan kemasan teh Telang menggunakan kantung ini dilakukan untuk mencoba membuat produk yang lebih praktis. Omzet yang didapat dari penjualan teh celup telang setiap bulannya rata-rata terjual sebanyak 165 bungkus, dimana harga perbungkus sebesar 15.000 ribu rupiah. Sehingga gross income kelompok ini dalam sebulan sebesar Rp.

2.475.000. Agar tanaman telang ini berproduksi kelompok terus melakukan pembibitan, agar keberlanjutan produksi teh telang ini terus berlanjut, selain itu, pembibitan dilakukan karena adanya minat masyarakat untuk membeli bibit tanaman ini untuk hiasan karena tanaman ini menghasilkan bunga yang cantik. C. strengthening for Village-owned enterprises Program ERR ini memperkuat kesadaran akan hidup sehat bagi masyarakat terutama kelompok perempuan berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan perlindungan bagi perempuan dan anak. Program juga memfasilitasi pembangunan “Rompok Awewe” (rumah perempuan). Sarana ini dibuat untuk memudahkan masyarakat terutama kelompok perempuan untuk melakukan kegiatan mereka, atau menerima pengetahuan/pelayanan dari pemerintah daerah, pemerintah desa. Pembangunan Rompok Awewe ini dilakukan di Desa Banjarsari Kecamatan Lebak Gedong dan Desa Pasir Nangka Kecamatan Muncang. Saat ini, rompok awewe sudah menjadi tempat pertemuan pemerintah daerah seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lebak, Puskesmas dan Pemerintah Desa untuk membahas kesehatan reproduksi, posyandu, dan perlindungan kekerasan bagi perempuan dan anak serta pengetahuan mengenai pernikahan di usia dini, serta kegiatan lainnya dalam upaya peningkatan kapasitas, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam keseharian rompok awewe di Kampung Corogol Desa Pasirnangka digunakan untuk pengajian anak-anak selepas sholat maghrib. Kelompok perempuan yang telah menerima peningkatan kapasitas mengenai kesehatan dan hak-hak perempuan dan anak dibentuk menjadi focal point perempuan. Focal point merupakan penggerak dalam mensosialisasikan kesehatan dan perlindungan bagi perempuan dan anak, juga sebagai penghubung kepada penyelenggara layanan di tingkat kecamatan hingga kabupaten. Kesadaran kolektif kelompok perempuan juga didorong untuk lebih proaktif terhadap pembangunan di desa, melalui keterlibatannya dalam proses musyawarah perencanaan pembangunan desa. Mereka dilatih untuk berani dalam menyampaikan aspirasinya dalam forum tersebut. Pembangunan Rompok Awewe searah dengan 5 arahan Presiden terkait perlindungan perempuan dan anak kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Desa PDTT. Arahan presiden tersebut mendorong adanya kebijakan Desa Ramah Perempuan dan Perlindungan Anak (DRPPA) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Desa PDTT. Dimana sebelumnya juga pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Selain itu, telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Pelindungan Perempuan Dan Pelindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) Provinsi Banten, telah menjadikan “rompok awewe” sebagai contoh dalam kegiatan sosialisasi Desa Ramah Perempuan dan Anak di Kabupaten/Kota di Banten, dan keberadaan “rompok awewe” menjadi bagian dari materi presentasi DP3AKB kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam kurun masa pendampingan Februari-Juli kelompok ini telah melakukan advokasi kepada pemerintah desa, pemerintah daerah dan kepala puskesmas untuk mendorong mereka untuk memberikan kegiatan yang dapat menunjang aktivitas penguatan mereka. Dari hasil advokasi ini, Kelompok perempuan “rompok awewe” dilibatkan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan perempuan dan Anak Kabupaten Lebak pada April 2022. Perwakilan kelompok perempuan dipilih sebagai focal point desa sebagai penggerak perlindungan kelompok perempuan di desa. Sementara hasil advokasi kepada pemerintah desa direspon dengan adanya kegiatan yang secara rutin akan dilakukan oleh dirompok awewe seperti posyandu dan pemberian makanan tambahan bagi anak-anak. D. Penguatan terhadap Pemerintah Desa Akhir 2021 Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak telah menyelenggarakan Pemilihan Kepala Desa serentak di 265 desa untuk periode 2021-2027. Terpilihnya pemimpin baru di desa secara otomatis menuntut adanya Rencana Pembangunan Desa Jangka Menengah Desa (RPJMDesa). Melalui dukungan program ini, kami melaksanakan pelatihan bagi pemerintah desa untuk mengelola desa agar berkembang dan mandiri sebagaimana mandat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hasil dari pelatihan ini, aparat desa telah memahami bagaimana mengembangkan potensi manusia dan sumber saya alam di sekitar mereka. Dengan pemahaman yang cukup, aparat desa dapat merumuskan dokumen perencanaan pembangunan desa/ RPJMDesa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan desa. Hingga disahkannya dokumen RPJMDesa tersebut, telah memasukkan kegiatan yang telah diinisiasi oleh program, seperti penguatan masyarakat di bidang kesehatan , dan ekonomi serta perlindungan bagi perempuan dan anak terutama kesehatan reproduksi dan pernikahan usia dini. Masuknya kegiatan tersebut dalam RPJMDesa menjadi bagian dari keberlanjutan kegiatan program oleh pemerintah desa. E. Diseminasi Praktik Pelaksanaan Program Pada penghujung pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan diseminasi terhadap praktik pelaksanaan program dukungan MFF (ERR dan Sanitation in Panggarangan Program). Kegiatan yang dilakukan tanggal 30 Maret 2022 bertujuan untuk menyampaikan praktik baik dan pembelajaran yang telah dilakukan oleh program di Kabupaten Lebak, terutama di daerah terdampak bencana dan desa tertinggal. Dalam kegiatan ini disampaikan hasil kerja- kerja program dalam mendorong penguatan kapasitas masyarakat dalam menciptakan

lingkungan sehat, dan ramah terhadap perempuan dan anak, serta pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal. Kegiatan diseminasi ini mengundang pemerintah daerah Kabupaten Lebak dan Assosiasi Pemerintah Desa (APDESI) se-Kabupaten Lebak, selain itu program juga mengundang pemerintah daerah terdekat seperti Kabupaten Pandeglang dan Serang. Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Lebak, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3AKB) dan Kepala Biro Organisasi dan Reformasi Birokrasi Provinsi Banten. Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, yang diwakili oleh Bappeda menjadi narasumber dalam kegiatan ini, Bappeda memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan program di daerahnya. Bappeda menilai program ini telah membantu pekerjaan rumah mereka dalam mengatasi kebutuhan masyarakat akan air bersih dan sanitasi. Pembangunan ini akan sangat berdampak pada tingkat Kesehatan masyarakat diwilayah sekitar. Sementara DP3AKB Provinsi Banten menyoroti, adanya relevansi program dengan kebijakan nasional yang berkaitan dengan Desa Ramah Perempuan dan Anak (DRPA), Pembangunan Rompok Awewe sebagai sarana penguatan kelompok perempuan menjadi salah satu indikator DRPA, dimana ada kelompok perempuan terlatih yang dapat membantu kerja-kerja pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi kelompok rentan (perempuan dan anak serta lansia) dibidang pendidikan, Kesehatan maupun kekerasan. Selain itu, indikator lainnya adalah pengembangan ekonomi masyarakat berbasis potensi local. Sementara Biro Organisasi menyampaikan akan pentingnya seluruh perangkat daerah berorientasi pada dampak yang ditimbulkan dari setiap pelaksanaan kegiatan. Kebutuhan terhadap air bersih dan layanan bagi kelompok rentan akan berdampak pada meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Banten. Dalam kesempatan ini, Bappeda dan DP3AKB merespon akan banyak belajar dari program ini dalam mengelola komunitas masyarakat yang peduli akan kebersihan, kekerasan dan ekonomi. Dalam waktu dekat DP3AKB provinsi akan membawa keberhasilan ini dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Dinas Pemberdayaan Perempuan di Bali yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. DP3AKB merencanakan akan menyusun desain kegiatan seperti yang telah dicontohkan di tahun mendatang. III. Tantangan Pelaksanaan Program Proyek yang dilaksanakan di daerah terdampak bencana dan terpencil mengalami tantangan, yaitu: 1. Akses jalan dan komunikasi Tiga lokasi desa yang menjadi intervensi program merupakan daerah terpencil. Bila musim penghujan terutama Kampung Huntara yang terkena bencana, akses jalan menuju kelompok dampingan sulit diakses karena masih berbentuk tanah merah, terlebih oleh kendaraan.

2. Politik Desa Setelah pemilihan kepala desa yang baru, banyak tantangan yang didapat oleh komunitas. Sebagian komunitas yang tidak memilih kepala desa tidak mendapatkan dukungan dalam melakukan kegiatan khususnya kelompok perempuan. Sehingga ada pengurusan administrasi desa yang dihambat oleh pemerintahan desa. 3. Pandemi Covid Pandemi telah membatasi pertemuan dengan warga, hal ini karena pemberlakukan kebijakan pemerintah di nasional dan daerah. Kendati demikian warga di pedesaan tidak menjalankan protokol kesehatan. Upaya memitigasi dampak pandemic bagi pelaksana program, kami membatasi pelaksana program untuk melakukan pertemuan/interaksi dengan masyarakat. Namun demikian upaya yang kami lakukan tidak berbuah dengan baik, Seluruh tim program ERR Lebak yang teridentifikasi terpapar virus Covid-19 kemudian memaksa mereka menjalani masa isolasi mandiri, dan melakukan pemulihan. Situasi ini tentunya berdampak pada program terutama dalam melakukan pendampingan.

DOKUMENTASI Pembangunan Sanitasi Sanitation in Pasirrangkap-Mekarjaya village Water Clean in Pasirnangka Village Water Clean in Cibuah Village Sanitation in Banjarsari Village Lebak Gedong Ekonomi economic development creative in Banjarsari in the form of processed snacks and mushroom cultivation, there are two groups of snack product managers at the Huntara, each group consists of 10 people

Perlindungan Perempuan Banjarsari – Lebak Gedong Pasirnangka – Muncang Rompok Awewe, is a means for women's and children's groups in providing capacity building on health, education, and the economy. they need to know how to protect their health and also anticipate violence against themselves

Village official Banjarsari, Pasirnangka, and Mekarjaya training trough development plan village Dissemination project; implementation practice ERR and Sanitation Panggarangan Project with local government and head office village association in Lebak district

the health protocol. Efforts to mitigate the impact of the pandemic for program implementers, we restrain the program implementers to conduct meetings/interactions with the community. However, our efforts did not give a good result. The entire Lebak ERR program team identified as being exposed to the Covid-19 virus then forced them to undergo a period of self-isolation and recovery. This situation certainly has an impact on the program, especially in providing assistance. Emergency Response Resilience Program - Program Report 6

This dissemination activity invited the local government of Lebak Regency and the Association of Village Governments (APDESI) throughout Lebak Regency, besides that the program also invited nearby local governments such as Pandeglang and Serang Regencies. Present as resource persons in this activity were the Head Development Planning Agency of the Lebak Regency (Bappeda), the Head of the Women and Children Empowerment Service (DP3AKB) and the Head of the Bureau of Organization and Bureaucratic Reform of Banten Province. The Regional Government of Lebak Regency, represented by Bappeda as a resource person in this activity, Bappeda gave his appreciation for the implementation of the program in his area. Bappeda assessed that this program had helped their homework in addressing the community's need for clean water and sanitation. This development will greatly impact the level of public health in the surrounding area. While the Banten Province DP3AKB highlighted the relevance of the program to national policies related to Women and Child Friendly Villages (DRPA), the Rompok Awewe Development as a means of strengthening women's groups is one of the indicators of DRPA, where there is a group of trained women who can assist government work. in providing protection for vulnerable groups (women and children and the elderly) in the fields of education, health and violence. In addition, another indicator is the community's economic development based on local potential. Meanwhile, the Organizational Bureau conveyed the importance of all regional apparatuses being oriented to the impact of each activity implementation. The need for clean water and services for vulnerable groups will have an impact on improving the quality of Banten's human resources. On this occasion, Bappeda and DP3AKB responded that they would learn a lot from this program in managing communities that care about cleanliness, violence and the economy. In the near future the provincial DP3AKB will bring this success to the activities of the National Coordination Meeting of the Women's Empowerment Service in Bali organized by the Ministry of Women's and Children's Empowerment. DP3AKB plans to prepare activity designs as exemplified in the coming year. III. Program Implementation Challenges Projects implemented in disaster-affected and remote areas face challenges, namely: 1. Road access and communication The three village locations that become program interventions are remote areas. During the rainy season, especially in the Huntara Village which was affected by the disaster, it is not easy to reach the assisted groups because the main road is filled by the red soil and vehicles can not pass this. 2. Village Politics After the election of a new village head, there are challenges faced by the community. Some communities that did not elect a village head did not receive support in organizing activities, especially women's groups. So that the village administration requested by the community was hampered by the village government. 2. Covid Pandemic The pandemic has constrained meetings with residents, this is due to the implementation of government policies at national and regional levels. However, residents in rural areas do not follow Emergency Response Resilience Program - Program Report 5

Empowerment and Child Protection and the Ministry of PDTT Village. Previously, the government had also issued Law Number 23 of 2002 regarding Child Protection and Law Number 23 of 2004 regarding the Elimination of Domestic Violence. Furthermore, it has issued a policy through the Minister of Women’s Empowerment and Child Protection Regulation Number 13 of 2020 about Protection of Women and Protection of Children from Gender-Based Violence in Disasters. The Agency of Women’s Empowerment and Child Protection (DP3AKB) Banten Province, has made \"Rompok Awewe\" as a best practice in promoting activities for Women and Child Friendly Villages in Regencies/Cities in Banten, and the existence of \"Rompok Awewe\" became part of the presentation material for DP3AKB to the Ministry of Women’s Empowerment and Child Protection. During the mentoring period from February to July, this group has advocated for village governments, local governments and heads of puskesmas to encourage them to provide activities that can support their strengthening activities. From the results of this advocacy, the women's group \"rompok awewe\" was involved in a training organized by the Lebak Regency Women's and Children's Empowerment Service in April 2022. Representatives of women's groups were selected as village focal points as a driver for the protection of women's groups in the village. Meanwhile, the results of advocacy to the village government were responded to by the existence of activities that would routinely be carried out by the awewe groups such as posyandu and providing additional food for children. D. Strengthening of Village Government At the end of 2021, the Lebak Regency Government held simultaneous Village Head Elections in 265 villages for the 2021-2027 period. The election of a new leader in the village automatically demands the existence of a Medium-Term Village Development Plan (RPJMDesa). Through the support of this program, we conducted training for village governments to manage villages, so it can be developed and independent as mandated by Law Number 6 of 2014 about Villages. As a result of this training, village officials have understood how to develop human potential and natural resources around them. With enough understanding, village officials can formulate village development plan/RPJMDes according to community and village needs. Until the ratification of the RPJMDesa document, it has included activities that have been initiated by the program, such as community strengthening in the health and economic fields as well as protection for women and children, especially reproductive health and child marriage. The inclusion of these activities in the Village RPJMD is part of the sustainability of program activities by the village government. E. Program Dissemination Implementation Practice At the end of the program implementation, dissemination activities were carried out on the practice of implementing the MFF support program (ERR and Sanitation in Panggarangan Program). The activity carried out on 30 March 2022, aims to convey good practices and lessons learned by the program in Lebak Regency, especially in disaster-affected areas and underdeveloped villages. In this activity, the results of program work in encouraging the strengthening of community capacity in creating a healthy and friendly environment for women and children, as well as economic development based on local potential. Emergency Response Resilience Program - Program Report 4

group provides raw materials for products for sale. This is based on the buyer's request to make it safer to carry it as a souvenir. Meanwhile, processed products in Banjarsari Village focus on packaging and marketing. Currently the marketing process has reached neighboring villages and has begun to receive orders from the community. The two products in Pasirnangka and Banjarsari villages are currently participating in bazaars organized by the Office of Cooperatives and Small and Medium Enterprises of Lebak Regency and the Agriculture Office of Banten Province. These two community products have regularly participated in the bazaar. As for the Telang tea product, this group has developed its product using tea bags, so that this product is able to enter supermarkets in nearby locations. The development of the Telang packaging using this bag was carried out to try to make the product more practical. The turnover obtained from the sale of the telang dip every month is an average of 165 packs sold, where the price per pack is 15,000 thousand rupiah. So that the gross income of this group in a month is Rp. 2,475,000. In order for this telang plant to produce, the group continues to do nurseries, so that the sustainability of the telang production continues, in addition, nurseries are carried out because of the public's interest in buying seeds of this plant for decoration because this plant produces beautiful flowers. C. Strengthening The Village-owned Enterprises This ERR program increased the community’s awareness regarding the healthy lifestyle, especially for women related to reproductive health and the protection of women and children. This program also facilitated the construction of “Rompok Awewe” (women's houses). This facility is built to make it easier for the community, especially women's groups, to conduct their activities, or to gain knowledge/ get services from the local government, ultimately from the village government. The development of Rompok Awewe was conducted in Banjarsari Village, Lebak Gedong Sub-District and Pasir Nangka Village, Muncang Sub-District. Currently, Rompok Awewe has become a meeting place for local governments such as the Lebak Regency Women's Empowerment Service, Community Health Center, and Village Governments to discuss reproductive health, posyandu (local health post), and protection of violence for women and children as well as knowledge about child marriage, as well as other activities in an effort to increase capacity, development and community empowerment. In daily life, the Awewe groups in Corogol Village, Pasirnangka Village are used by children to learn and recite Al-Quran after maghrib prayer. Women's groups that have received capacity building about women's and children's health and rights are then prepared to become women's focal points. Focal points are a driving force in promoting health and protection for women and children, as well as a mediator to the service providers at the sub-district to district levels. Collective awareness of women's groups is also encouraged to be more proactive in village development, through their involvement in the village development planning deliberation process. They are trained to be brave in expressing their aspirations in the forum. The development of the Rompok Awewe is aligned with the President's 5 instructions regarding the protection of women and children to the Ministry of Women’s Empowerment and Child Protection and the Ministry of Villages PDTT. The president's instructions have encouraged the issuance of a Women Friendly Village and Child Protection (DRPPA) policy by the Ministry of Women’s Emergency Response Resilience Program - Program Report 3

Mushroom cultivation was developed in 2 villages, namely, Mekarjaya-Panggarangan Village, and Banjarsari-Lebak Gedong Village. Furthermore, in the villages of Banjarsari-Lebak Gedong and Pasirnangka-Muncang, Butterfly Pea Flowers were used as the main ingredient of tea and Mangot were also developed as animal feed. Meanwhile, in the home industry, a group of women take advantage of local potential by making snacks under the name KRISPO (Kreasi Snack Produksi Komunitas), as well as strengthening women's crafts such as embroidery and others. This activity is expected to contribute in strengthening the economic resilience of the community at 3 villages in Lebak Regency. The following table shows the development of the creative economy that has been carried out. Village Developed Products Economy Actor Banjarsari Village-Lebak Gedong Sub-District - Managed by 2 groups of women, each group consists of 10 people 1. Huntara Village* - Products: Misang, Gnetum - Managed by groups of women and gnemon, cassava men - Oyster mushroom cultivation Managed by a group consisting of women (8 people) and 2 men 2. Cigobang Village Oyster mushroom cultivation Managed by groups of girls and boys Pasirnangka Village, Muncang Sub-District Managed by a group of women, each 1. Corogol Village - Butterfly pea tea cultivation group - Mangot Cultivation 2. Pasirnangka - Processed Products: Misang, Village Gnetum gnemon, cassava Mekarjaya Village-Panggarangan Sub-District Mekarjaya Village Oyster mushroom cultivation Managed by a women’s group *Huntara (Temporary Residential) is a village occupied by disaster affected community in 2020 Processed products from community groups have obtained a permit from the Food and Drug Inspection Agency (BPOM) and a halal label from the Indonesian Ulema Council (MUI). Processed food products, apart from being put into stalls around them, have also been marketed to shops/warungs outside the village. Processed products have also been introduced at the Bazaar for Small and Medium Enterprises at the provincial and Lebak Regency levels. The efforts of these community groups have resulted in added value to the economy for the community. On average, in one week this business group has earned a net profit of Rp 700,000 or 2,800,000/month. The net income can reduce their daily needs. During the mentoring period in February-July 2022, the program strengthened the group's capacity in documenting the composition of materials used in making products, packaging, and marketing products. The economic assistance group in Pasirnangka Village, has added a new variant, namely palm sugar keceprek (crisp snack made from palm sugar) from the previous 4 variants made from cassava, banana, and peanuts. This variant was chosen in addition to the sufficient stock of palm sugar, as well as a new breakthrough from the group. Currently, marketing has expanded to the nearest market and local tourist spot \"Baduy\" which is about 3 KM from Pasirnangka Village. Marketing was originally only in shops and small watung in the village. In product packaging, the Emergency Response Resilience Program - Program Report 2

development implementers. Community involvement (men and women) is conducted one by one based on their abilities. This project facilitated the main development staff. Community involvement is not only in the construction process, but they are also involved in management after the development is completed. This is aligned with the Minister of Health Regulation Number 3 of 2014 concerning Community-Based Total Sanitation (STBM). The implementation of STBM aims to achieve hygienic and sanitary community behavior independently in order to improve the health condition of the community as high as possible. In the policy, there are five pillars to achieve total sanitation, namely stopping open defecation, washing hands with soap, managing household water, securing household waste, and securing household liquid waste. The existence of sanitation and clean water by this project has been able to reduce the community's habit of open defecation and has reduced the burden on the community to obtain clean water, especially for women, the elderly, and children. They are no longer have to walk a great distance to get clean water or defecate. Communities around the sanitation and clean water construction site have benefited from the existing project. It is estimated that the beneficiaries are + 400 families or about + 1,200 people in 3 villages. In order to develop sanitation and clean water management in the future, as well as to provide best practice in the context of community-based sanitation development. The program conducted the inauguration of sanitation and clean water facilities. The activity brought together the head of the sub-district, head of villages, community leaders, babinkamtibmas, local babinsa. The facilities were handed over to the local government and community to be managed continuously so that its benefits can be obtained by the community. The community's commitment is very visible, they take turns making and compiling a schedule for sanitation management, such as maintaining cleanliness and also paying fees for lighting on sanitation. In almost all villages where sanitation was built, the community's acceptance was very high. The surrounding community has no more difficulty when they want to go to sanitation at night. B. Improve the skills of women victims of flash floods and lanslides in creating local businesses This program has established small community business groups in 3 villages in 3 sub-districts in order to strengthen community economic resilience through the establishment of economic businesses. The strengthening of the community's economic business is implemented through the utilization of natural resources and the local potential that is available in their surrounding. The implementation of this activity is conducted by strengthening the public awareness and increasing knowledge of local potential. This will be the basis for creating community economic resilience. The program has improved the creativity of the community in the village to utilize the local potential in their surrounding. The products that have been produced by this community group are snack products made from local ingredients such as bananas, melinjo, and cassava. Furthermore, they cultivate economic value plants such as butterfly pea flowers (as a tea ingredient), magot cultivation (animal feed) and oyster mushroom cultivation. This cultivation was chosen because apart from being easy to produce, it is also easy to sell. Emergency Response Resilience Program - Program Report 1

I. Executive Summary Lebak Regency is the largest district in Banten province. In 2020, it was hit by floods and landslides. The disaster has damaged at least 12 villages in 2 sub-districts, namely, Cipanas, and Lebak Gedong. The impact of these disasters has brought material losses, such as physical, psychological, and material of the community. Lebak Regency faced challenges in developing its villages, because of its wide geographical area. Based on data from the Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration in 2021, stated that Lebak Regency still has 115 underdeveloped villages. The Emergency Response and Recovery (ERR) program is a program supported by the Merck Family Foundation (MFF) which was implemented in disaster-affected and remote villages in 3 villages from 3 sub-districts, namely, Mekarjaya-Panggarangan Village, Banjarsari-Lebak Gedong Village, and Pasirnangka-Muncang Village. This program is conducted in order to strengthen the collective awareness of the community to create a healthy environment, develop the creative economy of the community based on local potential, and strengthen the protection of women and children. During the implementation period of the Emergency Response and Recovery (ERR) program, we have completed the target that we planned before. In the Construction of sanitation buildings and water channels in the village kegiatan, we have built sanitation, clean water, and 2 clean water canals. In the Improvement of the skills of women victims of flash floods and landslides in creating local businesses, the program has created 5 small business groups, namely 3 snack products and 4 mushroom groups. Meanwhile, in strengthening Village-owned enterprises, the program has built 2 women-friendly houses as a facility for women to strengthen their capacity in the fields of education and health as well as other capacities. II. Achievements on Program Implementation A. Construction of sanitation facilities and water channels in the village Flash floods and landslides that occurred in Lebak Regency, have caused physical, psychological and material damage to communities in floods and landslides affected villages. One of the challenges is the need for toilets and clean water. The situation of sanitation needs is also felt by people in underdeveloped villages, who have been carrying out bad habits of open defecation. Through this program, we have successfully implemented sanitation and clean water development in several villages, namely: 1. Clean Water Facilities in Corogol Village, Pasirnangka Village, Muncang Sub-district, 2. Clean water facilities in Cibuah, Lebak Sangka, Lebak Gedong sub-district 3. Sanitation of Public Bathing, Washing, and Toilet Facilities and Clean Water in Cigobang Village, Banjarsari Village, Lebakgedong sub-district, 4. Sanitation of Public Bathing, Washing, and Toilet Facilities and Clean Water in Satong Village in Cisuren Village, Bayah Sub-District. In the development of sanitation and clean water, we involved the community in the process of construction. Community participation is provided in the form of energy and food supply for the

Project Information 1. Project implementation Regional Center for Study and Information (PATTIRO) Banten 2. Titlle Project Emergency Response & Recovery in Banten 3. Grant Number/MOU Province Project # 20569 4. Grant Period 1 Maret 2021 – 28 Februari 2022 5. Total Grant Funds € 47,711 / Rp. 816.000.000 6. Person Responsible Angga Andrias 7. Reporting Period 30 July 2022 8. Adress/Telp Kavling Nancang Jaya Indah Blok J No. 7 RT. 06 Serang –Banten / (0254) 7925783 Emergency Response Resilience Program - Program Report 1




Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook