Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore landasan Pendidikan

landasan Pendidikan

Published by Ni Nyoman Rediani, 2022-08-16 13:36:21

Description: isi

Search

Read the Text Version

BAB 1 LANDASAN PENDIDIKANN Kerangka Isi Ada tiga pokok bahasan yang akan dikaji dalam kegiatan belajar ini, yaitu (1) pengertian landasan pendidikan, (2) jenis-jenis landasan pendidikan dan (3) fungsi landasan pendidikan bagi pendidik. Kajian dalam pokok bahasan pertama meliputi definisi landasan, studi dan praktek pendidikan sebagai dua bentuk kegiatan yang mesti terdapat dalam pendidikan, serta definisi landasan pendidikan. Kajian dalam pokok bahasan kedua meliputi empat jenis landasan pendidikan berdasarkan sumbernya, dan dua jenis landasan pendidikan berdasarkan sifat isi asumsinya. Adapun kajian dalam pokok bahasan ketiga berkenaan dengan fungsi landasan pendidikan bagi pendidik dalam rangka melaksanakan peranan-peranannya. Dengan demikian, setelah mempelajari kegiatan belajar ini, mahasiswa akan dapat menjelaskan pengertian landasan pendidikan, jenis-jenis landasan pendidikan, dan fungsi landasan pendidikan bagi pendidik. Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, mahasiswa akan dapat : 1) Menjelaskan pengertian landasan pendidikan, 2) Menjelaskan jenis-jenis landasan pendidikan, dan 3) Menjelaskan fungsi landasan pendidikan bagi pendidik. 1

Penata Awal (Advance Organizer) Sebuah manusia yang ideal dihasilkan dari sebuah pendidikan yang ideal juga, pendidikan yang ideal akan diperoleh ketika sebuah pendidikan itu mempunyai sebuah acuan atau pedoman penyelenggaraannya. Maka oleh itulah buku ini akan membahas tentang materi landasan pendidikan. Untuk lebih mengusai materi tentang landasan pendidikan terlebih dahulu pembaca dalam hal ini adalah mahasiswa harus: 1) Mengetahui apa saja alasan manusia membutuhkan sebuah pendidikan dan dan apa tujuan pendidikan nasional itu. Dengan memahami hal tersebut akan mempermudah memahami mengapa sebuah pendidikan yang ideal itu membutuhkan sebuah pedoman atau acuan, 2) Mempelajarai lebih rinci tentang glosarium yang ada dibagian belakang, 3) Membuat cacatan kecil untuk tiap materi yang dibaca, 4) Mengerjakan soal latihan yang disediakan Uraian Materi Landasan Pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan (Balai Pustaka, 2005:633). Selain itu, istilah landasan dikenal pula sebagai fondasi. Mengacu kepada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah suatu alas pijakan atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fondasi tempat berdirinya suatu hal. Menurut sifat wujudnya dibedakan adanya dua jenis landasan, yaitu: (1) landasan yang bersifat material dan landasan bersifat konseptual. Contoh landansan bersifat material contohnya adalah landasan udara, fondasi bangunan. Lantai, dan tanah. Sedangkan contoh landasan konseptual adalah Landaan teori dalam penelitian, UUD, tata tertib, pancasiala dan lain sebagainya. Dari ke dua jenis pengertian landasan di atas maka landasan 2

pendiidkan termasuk landasan bersifat konseptual. Selanjutnya, Landasan yang bersifat konseptual pada dasarnya identic dengan asumsi. Didalam Encarta Dictionary Tools (2003) dijelaskan, bahwa asumsi adalah sesuatu yang dijadikan titik tolak sesuatu yang diyakini benar tanpa pembuktian. Suatu yang dinyakini tanpa pembuktian tersebut dapat berupa ide, kepercayaan, hokum, Aksioma, postulat, prinsip, hukum teori dan sebagainya. Adapun sesuatu yang diyakini benar tanpa pembuktian tersebut dijadikan orang sebagai titik tolak dalam rangka berpikir (misalnya saat melakukan studi pendidikan atau mempelajari konsep pendidikan) dan/atau dalam rangka bertindak (misalnya dalam rangka melakukan suatu praktek pendidikan). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asumsi adalah sesuatu yang sudah dianggap benar tanpa adanya pembuktian lagi, yang dijadikan sebagai titik tolak dalam rangka berpikir atau dalam rangka bertindak. Dalam proses pendidikan kita kenal dua kegiatan berbeda yaitu studi pendidikan dan praktek pendidikan, dua kegiatan itu walupun berbeda tapi sama-sama mendukung proses pendidikan. Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk memahami sistem konsep pendidikan. Untuk memahami konsep pendidikan dilakukan oleh seseorang melalui proses membaca, berdiskusi, seminar dan lain sebagainya. Contohnya mahasiswa PGSD membaca buku tentang wawaasan pendidikan, seorang dosen berdiskusi dengan perhimpunan dosen membahas tentang sebuah kurikulum, dan mahasiswa PGSD Undiksha mengikuti seminar. Sedangkan praktek pendidikan adalah kegiatan bersama yang dlakukan pendidikan dan peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Contohnya mahasiswa di bimbing membuat RPP untuk persiapan melakukan proses latihan mengajar. Agar praktek pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya sehingga dapat dipertanggungjawabkan, sebelum praktek pendidikan tersebut diselenggarakan maka pendidik seharusnya melakukan studi pendidikan terlebih dahulu. 3

Berdasarkan semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Dalam pendidikan mesti terdapat studi dan praktek pendidikan.maka istilah landasan pendidikan juga dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam studi pendidikan dan praktek pendidikan. Jenis-Jenis Landasan Pendidikan Asumsi-asumsi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan itu dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu, dan hukum atau yuridis. Sehubungan dengan itu, berdasarkan sumbernya jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: 1) Landasan religius pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. 2) Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain: Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Pancasila, dan lain sebagainya. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis pendidikan Pragmatisme, dan lain sebagainya. 3) Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Sebagaimana Anda ketahui, terdapat berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, sejarah, biologi, dsb. Sebab itu, ada berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan ekonomi pendidikan, landasan politik pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan. 4) Landasan hukum/landasan yuridis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku, yang dijadikan titik 4

tolak dalam pendidikan. Contoh: Di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan: “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar” (Pasal 6); “Setiap warga Negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar” (Pasal 34). Berdasarkan sifat isi asumsi-asumsinya, landasan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) landasan deskriptif pendidikan dan 2) landasan preskriptif pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi- asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan umumnya bersumber dari hasil riset dari berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan deskriptif pendidikan disebut juga landasan ilmiah pendidika atau landasan faktual pendidikan. Sedangkan landasan preskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia yang ideal dan diharapkan yang disarankan menjadi titik tolak studi pendidikanatau praktek pendidikan. Landasan preskriptif pendidikan antara lain meliputi: landasan filosofis pendidikan, landasan religius pendidikan, dan landasan yuridis pendidikan. Fungsi Landasan Pendidikan Ada berbagai jenis landasan pendidikan yang akan kita pelajari, dan kesemua jenis jenis landasan pendidikan itu mempunyai hubungan dan saling mendukung satu sama lainnya. Di samping itu, karena adanya berbagai aliran dalam filsafat, adanya berbagai teor dalam ilmu, bahkan adanya perbedaan kepercayaan atau agama yang dianut, maka dalam rangka mempelajari berbagai jenis landasan pendidikan tersebut akan ditemukan berbagai prinsip- prinsip, hukum, teori, dan sebagainya, yang digunakan dalam proses pendidikan kita yang bergelut dalam bidang pendidikan sudah sewajarnya mempelajari itu semua sebagai wawasan. Kita bisa menggunakan landasan pendidikan sebagi titik tolak dalam melakukan proses pendidikan baik itu studi pendidikan maupun praktek pendidikan. Dengan kata lain landasan pendidikan berfungsi sebagai titik tolak dalam proses pendidikan baik dalam kegiatan studi pendidikan atau 5

praktek pendidikan. Dengan adanya landasan pendidikan seseoarang utamnaya ini pengajar akan dihindari dari kesalahan dan sikap semena-mena dan bersikap ingin menang sendiri dalam seubah system pendidikan. Rangkuman 1) Landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. 2) Berdasarkan sumbernya, jenis-jenis landasan pendidikan dapat dibedakan menjadi: 1) landasan religius pendidikan, 2) landasan filosofis pendidikan, 3) landasan ilmiah pendidikan, dan landasan hukum/yuridis pendidikan. Adapun Berdasarkan sifat isi asumsi-asumsinya, landasan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) landasan deskriptif pendidikan dan 2) landasan preskriptif pendidikan. 3) Landasan pendidikan berfungsi sebagai titik tolak dalam proses pendidikan baik dalam kegiatan studi pendidikan atau praktek pendidikan. Evaluasi 1. Jelaskan mengapa kita perlu mempelajari landasan pendidikan! 2. Berikan contoh kegiatan studi pendidikan dan praktek pendidikan! 3. Jelaskan hubungan antara studi pendidikan dengan praktek pendidikan! 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan landasan pendidikan? 5. Berikan contoh jenis landasan psikologis pendidikan! Daftar Pustaka Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional” 6

BAB 2 HAKIKAT MANUSIA Kerangka Isi Ada tiga pokok bahasan yang akan Anda kaji dalam kegiatan belajar ini, yaitu tentang: (1) hakikat manusia, (2) manusia sebagai makhluk yang perlu dididik, dan manusia sebagai makhluk yang dapat dididik. Kajian dalam pokok bahasan pertama meliputi asal-usul manusia, wujud dan potensinya, berbagai dimensi kehidupannya, serta kedudukan dan tugas manusia di dunia. Kajian dalam pokok bahasan kedua berkenaan dengan prinsip-prinsip dan perlu mendidik diri. Adapun kajian dalam pokok bahasan ketiga berkenaan dengan prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsi bahwa manusia dapat dididik. Dengan demikian, setelah mempelajari kegiatan pembelajaran ini Anda akan dapat menjelaskan hakikat manusia, serta dapat mengidentifikasi prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsi bahwa manusia perlu dididik, mendidik, dan dapat dididik. Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, mahasiswa akan dapat : 1) Menjelaskan hakikat manusia. 2) Mengidentifikasi prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsi bahwa manusia perlu dididik dan perlu mendidik 3) Mengidentifikasi prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsi bahwa manusia akan dapat dididik. 7

Penata Awal (Advance Organizer) Dalam proses pendidikan baik itu dalam kegiatan studi pendidikan atau praktek pendidikan, hal yang tidak pernah lepas dari hal tersebut adalah manusia. Manusia adalah subjek dan objek dari pendidikan itu sendiri. Manusia adalah makhluk tuhan yang utama. Dimana manusia harus dididik dan harus mampu mendidik dirinya sendiri. Pencapain manusia yang ideal sesui dengan cita-cita pendidikan Nasional akan mampu kita capai kalau semua manusia bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Sebelum kita mencapai tujuan itu kita harus kenal siapa itu manusia. Dalam bab ini akan lebih banyak dibahas tentang siapa itu manusia dan manusia harus dididik dan mendidik dirinya sendiri. Agar lebih paham akan bab ini ada hal-hal yang harus anda perhatikan antara lain: 1) Mengetahui apa saja alasan manusia membutuhkan sebuah pendidikan, siapanya sebenarnya subjek dan objek dari pendidikan itu, 2) Mempelajarai lebih rinci tentang glosarium yang ada dibagian belakang, 3) Membuat cacatan kecil untuk tiap materi yang dibaca, dan 4) Mengerjakan soal latihan yang disediakan. Uraian Materi Hakikat Manusia Manusia adalah salah satu ciptaan tuhan yang unik dibandingkan dengan ciptaan tuhan yang lain, manusia dibekali pikiran untuk mampu membantu menjalankan sebuah kehidupannya. Banyak pendapat dari beberapa ahli yang saling bertentangan dengan asal-usul manusia. Terdapat dua aliran pokok dalam filsafat yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme. Menurut Evolusionisme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta. Sebaliknya, Kreasionisme menyatakan bahwa 8

asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan YME. Menurut Julien de La Mettrie salah seorang penganut aliran Materialisme bahwa esensi manusia semata-mata bersifat badani, asensi manusia adalah tubuh atau fisiknya. Sebab itu, segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah dipandang hanya sebagai resonansi dari berfungsinya badan atau tubuh. Tubuhlah yang mempengaruhi jiwa. Contoh: Jika ada organ tubuh luka muncullah rasa sakit. Pandangan hubungan antara badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968). Sedangkan, menurut Plato adalah seseorang penganut aliran Idealisme, menyatakan bahwa esensi manusia bersifat kejiwaan/ spiritual/ rohaniah. Plato tidak mengelak adanya aspek badan, namun menurut dia jiwa mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada badan. Jiwa berperan sebagai pemimpin badan, jiwalah yang mempengaruhi badan, karena itu badan mempunyai ketergantungan kepada jiwa. Pandangan tentang hubungan badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Spiritualisme (J.D.Butler, 1968). Descartes dalam S.E. Frost Jr., 1957 menyatakan esensi manusia terdiri atas dua subtansi yaitu badan dan jiwa. Karena manusia terdiri atas dua substansi yang berbeda (badan dan jiwa), maka antara keduanya tidak ada hubungan saling mempengaruh (), demikian pandangan filosofis Descartes. Namun demikian, lain lagi dalam pandangan common sense-nya, Descartes sebaliknya mengakui adanya hubungan antara badan dan jiwa. Menurutnya badan dan jiwa satu sama lain saling mempengaruhi. Pandangan hubungan badan dan jiwa seperti ini dikenal sebagai paham Interaksionisme (Titus dkk., 1959). Pandangan-pandangan di atas dibantah oleh E.F. Schumacher (1980). Menurut Schumacher manusia adalah kesatuan dari yang bersifat badan dan rohani yang secara principal berbeda daripada benda, tumbuhan, hewan, maupun tuhan. Sejalan dengan itu, Abdur Rahman Shalih Abdullah (1991) 9

menegaskan: “meski manusia merupakan perpaduan dua unsur yang berbeda, ruh dan badan, namun merupakan pribadi yang intregral”. Sebagai kesatuan badan dan jiwa manusia hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran , memiliki penyadaran diri , mempunyai berbagai kebutuhan, instink, nafsu, serta mempunyai tujuan. Manusia mempunyai potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan potensi untuk berbuat baik, namun di samping itu karena hawa nafsunya ia pun memiliki potensi untuk berbuat jahat. Manusia utama adalah manusia yang mampu memilih jalannya sendiri, manusia dikarunia pikiran untuk mampu memlih jalan yang ditempuhnya. Dengan segala yang diberikan oleh tuhan manusia mampu membuat karyanya sendiri. dengan kata lain semua yang dicapai oleh manusia sesaui dengan jalan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri dan pilihannya sendiri. Adapun eksistensinya manusia berdimensi individual, sosialitas, moralitas, keberbudayaan dan keberagaman. Dimensi Individual Manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badan dan jiwanya, dst. Dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan pada setiap orang sehingga setiap orang, sehingga masing-masing bersifat unik. Perbedaan itu berkenaan dengan postur tubuhnya, kemampuan berpikirrnya, minat, dan lain sebagainya. Jika dibandingkan dengan manusia kembar sekalipun tidak memiliki kesamaan dalm keseluruhannya.selain itu, karena setiap manusia memiliki subjektivitas , maka hakikatnya adalah pribadi, ia adalah subjek. Sebagai pribadi atau subjek, setiap manusia bebas mengambil tindakan atas pilihan serta tanggungjawabnya sendiri (otonom) untuk menandaskan keberadaanya di dalam lingkungan. Dimensi Sosialitas Sekalipun setiap manusia itu makhluk individu, tetap saja manusia tidak bisa hidup sendiri dan tidak mungkin hidup untuk dirinya sendiri, melainkan hidupbersama dengan sesamanya. Individu mempunyai kedudukan (status) tertentu, mempunyai dunia dan mempunyai tujuan hidupnya masing-masing, 10

namun manusia juga mempunyai dunia bersama dan tujuan bersama. Melalui hidup dengan sesamnya manusia akan mengukuhkan eksitensinya. Sehubungan dengan itu Aristoteles menyebutkan manusia sebagai makhlik social atau makhluk bermasyarakat (Ernst Cassirer, 1987). Dimensi Keberbudayaan Kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan , tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat, 1985). Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu: (1) sebagai kompleks dari ide-ide ilmu pengetahuan ide-ide, ilmu pengetahuan, nilai-nilai, normal-normal, peraturan-peraturan, dan lain-lain; (2) sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat kompleks aktif;dan (3) sebagai benda-benda hasil karya manusia. Manusia menggunakan kebudayaan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan atau untuk mencapai berbagai tujuan. Kebudayaan menjadi milik manusia, menyatu dengan dirinya, ia hidup sesuai dengan kebudayaannya. Karena itu, kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, melainkan meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena dan bersama kebudayaannya. Di dalam kebudayaan dan dengan kebudayaan itu manusia menemukan dan mewujudkan diri. Berkenaan dengan ini Ernst Cassirer menegaskan: “Manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat manusia (C.A. Van Peursen, 1988). Moralitas Manusia dapat membedakan yang mana yang baik dan yang mana tidak baik, karena manusia memiliki kata hati yang menuntunya pada piliahanya sendiri, yang mana kata hati ini membuat manusia mempunyai deminsi moralitas. Karena mausia makhluk individu manusa selalu hidup dan memilih 11

jalan yang dia inginkan. Akan tetapi pilihan yang diambil akan diikat oleh sebuah norma-norma, peraturan-peraturan dan hokum yang ada. Manusia Perlu Dididik dan Perlu Mendidik Diri Manusia adalah makhluk yang tidak bisa terlepas dari kehidupan dimasalalunya dan tentunya tidak bisa terlepas dari masa depan yang berkaitan dengan tujuan hidupnya. Selama masih hidup manusia akan terus tumbuh dan berkembang. Manusia akan terus berkembang sampai menjai manusia ideal. Manusia yang ideal adalah manusia yang diharapkan atau diciata-citakan. Manusia ideal itu tidak dibawa sejak lahir melainkan diupayakan untuk dihasilkan. Sebanyak apapun kemampuan yang dibawa oleh manusia, bukan menjadikan manusia itu sesuai yang diharapkan. Karena kemampuan- kemampuan itu akan lebih beragam ketika manusia manjalankan hidup, dan kemampuan itu juaga akan diperoleh dari orang lain. Kemampuan-kemapuan ini bisa diperolah dari proses bentuk pengasuhan, pengajaran, latihan, bimbingan, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat dirangkum dalam istilah pendidikan. Sebaik apapun sebuah proses pendidikan itu diberikan, tapi semuanya dikembalikan kepada manusia itu sendiri. Dengan kata lain, yang menjadikan manusia itu ideal adalah dirinya sendiri. jadi manusia ideal akan terpenuhi apabila manusa memperoleh didikan dari pihak lain dan tentunya manusia harus mampu mendidik dirinya sendiri. “Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan Animal Educandum (M.J. Langeveld, 1980). Manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan mendidik diri. Terdapat tiga prinsip yang menjadi asumsi perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan perlunya manusia mendidik diri yaitu: (1) prinsip historitas, (2) prinsip idealitas, dan (3) prinsip posibilitas/aktualitas. 12

Manusia Sebagai Makhluk yang Dapat Didik Dari penjelasan sebelumnya, tentang manusia yang perlu dididik dan mendidik dirinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka ditemukan lima prinsip antropologi yang melandasi manusia akan dapat dididik yaitu: 1) prinsip potensialitas, 2) prinsip dinamika,3 prinsip individualitas, 4) prinsip sosialitas, dan (5) prinsip moralitas. Rangkuman 1. Manusia adalah salah satu ciptaan tuhan yang unik dibandingkan dengan ciptaan tuhan yang lain, manusia dibekali pikiran untuk mampu membantu menjalankan sebuah kehidupannya. 2. Manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan perlu mendidik diri. Prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsinya yaitu: 1) prinsip historisitas, 2) prinsip idealitas, dan 3) prinsip posibilitas/aktualitas. 3. Ada lima prinsip antropologi yang melandasi manusia akan dapat dididik yaitu: 1) prinsip potensialitas, 2) prinsip dinamika,3 prinsip individualitas, 4) prinsip sosialitas, dan (5) prinsip moralitas. Evaluasi 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan manusia utama! 2. Jelaskan alasan kenapa manusia harus mampu mendidik dirinya sendiri! 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan prinsip potensialitas! 4. Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari prinsip sosialitas! 5. Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari prinsip moralitas! Daftar Pustaka Butler, J. D., (1957), Four Philosophies and Their Practicein Education and Religion, Harper & Brothers Publishers, New York. Henderson, S. v. P., (1959), Introduction to Philosophy of Education, The University of Chicago Press, Chicago. 13

Langeveld, M.J., (1980), Beknopte Theoritische aedagogiek,Terj.:Simajuntak), Jemmars, Bandung. Van der Weij, P.A., (1988), Filsuf-Filsuf Besar tentang. Manusia (Terj.: K. Bertens), Gramedia, Jakarta. 14

BAB 3 PENDIDIKAN Kerangka Isi Ada tiga pokok bahasan dalam kegiatan belajar ini, yaitu: (1) pengertian pendidikan berdasarkan lingkupnya, (2) pengertian pendidikan berdasarkan pendekatan system, serta pengertian pendiidkan berdasarkan pendekatan Antropo-filosofis (implikasi dari pandangan tentang hakikat manusia terhadap pendidikan). Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, mahasiswa akan dapat : (1) Menjelasakan pengertian pendidikan dalam arti luas (2) Menjelasakan pendidikan dalam arti sempit (3) Menjelasakan pengertian pendidikan sebagai sistem Penata Awal (Advance Organizer) Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya.Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan 15

makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Agar lebih paham akan bab ini ada hal- hal yang harus anda perhatikan antara lain: 1. memahami hakikat pentingnya pendididiakn bagi manusia, 2. Mempelajarai lebih rinci tentang glosarium yang ada dibagian belakang, 3. Membuat cacatan kecil untuk tiap materi yang dibaca, dan 4. Mengerjakan soal latihan yang disediakan. Uraian Materi Hakikat Pendidikan Arti Luas Dalam arti luas, pendidikan berlangsung untuk siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Pendidikan tidak terbatas hanya disekolah bahkan pendidikan terjadi sejak manusia itu lahir sampai dengan meninggal dunia. Pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan dalam artiluas juga selalu dihubungkan dengan pendidikan sepanjang hayat. Jadi pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang diperoleh disegala lingkungan yang berdapak positif atau yang dapat merubah manusia menjadi lebih baik. Disadari maupun tidak disadari, pendidikan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti luas, tujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar dan tidak ditentukan dari luar individu. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, jumlah tujuan pendidikan tidak terbatas. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Redja Mudyahardjo, 2001) Hakikat Pendidikan Arti sempit Dalam arti sempit pendidikan dalam prakteknya identic dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dibawah kondisi-kondisi yang terkontrol. Dalam arti sempit, pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa atau peserta didik pada sebuah sekolah. Pendidikan dilakukan dalam bentuk pengajaran (instruction) yang terprogram dan bersifat formal. Pendididkn 16

berlangsung di sekolah atau di dalam lingkungan tertentu yang diciptakan secara sengaja dalam konteks kurikulum sekolah yang bersangkutan. Lamanya pendidikan untuk setiap orang berbeda dan bervariasi sesaui dengan kemampuan masing-masing individu ada yang hanya enam tahun ada bahkan sampai lebih dari itu. Dalam pengertian sempit, tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar individu. Tujuan pendidikan terbatas pada pengembangan kemampuan- kemampuan tertentu. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di masyarakat (Redja Mudyahardjo, 2001) Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Ilmiah Terdapat berbagai konsep hasil studi beberapa disiplin ilmu tertentu yang dipandang memiliki makna pendidikan. Munculnya berbagai konsep tersebut disebabkan setiap disiplin ilmu memiliki objek studi yang spesifik berkenaan dengan manusia. 1. Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Antropologi Pendidikan berdasaarkan antropologinya dipandang indentik dengan enkulturasi. Pendidikan merupakan sarana untuk membudayakan anak. Hal ini tercermin dari fungsi pndidikan adalah mentransformasikan nilai budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Lebih lanjut hubungan pendidikan dengan masyarakat merupakan hubungan transformatif. Artinya pendidikan memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di masyarakat kepada anak didik dengan berbagai perubahan-perubahan sebagai hasil perbaikan dari kekurangan yang ada. Dalam arti positif pendidikan dapat dipandang sebagai kegiatan inovasi (Sunaryo dan Nyoman Dantes, 1996/1997:40). Dari uraian tersebut di atas dimaksudkan melalui pendidikan di sekolah, pendidikan dalam rumah tangga maupun pendidikan di luar sekolah dapat dipakai sebagai sarana untuk pembentukan kebudayaan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk pembudayaan. 17

2. Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan ekonomi Pendidikan dipandang sebagai human investment atau usaha penanaman modal pada diri manusia untuk mempertinggi mutu tenaga kerja sehingga mempertinggi produksi barang dan/atau jasa. Sedangkan berdasarkan tinjauan politik, pendidikan didefinisikan sebagai proses civilisasi, yaitu suatu upaya menyiapkan warga Negara yang sesuai dengan aspirasi bangsa dan Negaranya. (Odang Muchtar, 1976) 3. Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan sosiologi Pendidikan dipandang identic dengan sosialisasi yaitu suatu proses membantu generasi muda agar mampu menjadi anggota masyarakat yang diharapkan. Hal ini sebagaimana didefinisikan oleh Emile Durkheim dalam Jeane H. Ballantine ,1985 bahwa: “Education is the influence exercised by adult generations on those that are not yet ready for social life. It is object is to arouse and to develop in the child a certain number of physical, intellectual and moral states which are demanded of him by both the political society as a whole and the special milieu for which he is specifically destined. (Pendidikan adalah proses mempengaruhi yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap mereka yang belum siap terhadap kehiduapan social. Sasarannya adalah membangun dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelek, dan moral pada diri anak sesuai dengan tuntutan masyarakat secara keseluruhan dan oleh lingkungan khusus tempat tinggalnya.) 4. Pengertian Pendidikan Berdasarkan pendekatan biologi Pendidikan adalah sebuah proses adaptasi, dimana pendidikan adalah sebuah proses penyesuaian diri terhadap lingkungan yang dilkaukan oleh manusia untuk menjadikan manusia ideal. 5. Pengertian Pendidikan Berdasarkan pendekatan pedagogik Dalam pendekatan pedagogic pendidikan adlah sebuah prosesyang sengaja dilakukan secara sadar oleh orang dewasa untuk membantu atau 18

mendidik anak dalam hal ini adalah manusia yang belum dewasa sehingga menjadi manusia yang dewasa sesuai dengan tujun penidikan. Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem Berdasarkan pendekatan sistem, pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (mentransformasi input menjadi output). Sistem pendidikan juga merupakan sistem buatan manusia yang bersifat terbuka, artinya sistem yang sengaja diciptakan manusia dengan mengambil input dari masyarakat dan mengembalikan output-nya kepada masyarakat. Oleh karana itu pendidikan dengan sistem-sistem yang lain yang ada di masyarakat saling mempengaruhi. Menurut P.H. Coombs dalam Odang Muchtar, 1976, ada tiga jenis sumber input dari masyarakat bagi sistem pendidikan yaitu: 1) ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang berlaku di dalam masyarakat; 2) penduduk serta tenaga kerja yang berkualitas; 3) ekonomi atau penghasilan masyarakat Dalam sistem pendidikan terjadi proses pendidikan. Dimana peserta diidik yang berasal dari lingkungan masyarakat masuk menjadi input, yang nantinya akan dilakukan sebuah proses pendidikan terhadap input yang ini, setelah proses pendidikan selesai atau tujuan dari pendidiakn ini terpenuhi maka yang anak ini akan dikembalikan kembali ke masyarakat. Anak yang sudah menyelesaikan proses pendidikan ini disebut output. Rangkuman 1 Dalam arti luas, pendidikan berlangsung untuk siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Pendidikan tidak terbatas hanya disekolah bahkan pendidikan terjadi sejak manusia itu lahir sampai dengan meninggal 19

dunia. Pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan pendidikan dalam arti sempit adalah pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa atau peserta didik pada sebuah sekolah. 2 Berdasarkan pendekatan ilmiah, ada beberapa konsep/ istilah yang dipandang indetik dengan pendidikan yaitu: sosialisasi, enkulturasi, civilisasi, adaptasi, individualisasi/personalisasi, human investment. Sedangkan menurut sudut pandang pedagogik pendidikan diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan orang dewasauntuk membantu anak untuk mencai tingkat kedewasaan. 3 Berdasarkan pendekatan sistem, pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (mentransformasi input menjadi output). Evaluasi 1. Jelaskan perbedaan antara pendidikan dalam arti luas dan sempit! 2. Berikan contoh implementasi pendidikan dalam arti luas! 3. Jelaskan pengertian pendidikan menurut pendeaktan sosial! 4. Jelaskan mengapa pendidikan dipandang sebuah sistem! Daftar Pustaka Muchtar, O., (1976), Pendidikan Nasional Indonesia, Pengertian dan sejarah Perkembangan, Balai Penelitian Pendidikan IKIP Bandung. Muchtar, O., (1991), Dasar-Dasar Kependidikan, Depdikbud, IKIP Bandung. 20

BAB 4 LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN Kerangka Isi Ada berbagai aliran filsafat pendidikan, antara lain Idealisme, Realisme, Pragmatisme, dsb. Namun demikian, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki filsafat pendidikan nasional tersendiri, yaitu filsafat pend idikan yang berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan hal ini berbagai aliran filsafat pendidikan perlu kita pelajari, namun demikian bahwa pendidikan yang kita selenggarakan hendaknya tetap berlandaskan Pancasila. Pemahaman atas berbagai aliran filsafat pendidikan akan dapat membantu Anda untuk tidak terjerumus ke dalam aliran filsafat lain. Di samping itu, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, kita pun dapat mengambil hikmah dari berbagai aliran filsafat pendidikan lainnya, dalam rangka memperkokoh landasan filosofis pendidikan kita. Dengan memahami landasanfilosofis pendidikan diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep tentang pendidikan yang akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam praktek pendidikan. Dalam bab ini akan dibahas tentang 1) mencakup pengertian serta karakteristik filsafat dan landasan filosofis pendidikan, 2) meliputi pembahasan landasan filosofis pendidikan perenialisme dan esensialisme. Kegiatan belajar 3 meliputi pemabahasan landasan filosofis Pragmatisme dan landasan filosofis pendidikan nasional, yaitu Pancasila. 21

Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, mahasiswa akan dapat : 1) Menjelaskan karakteristik filsafat. 2) Menjelaskan konsep landasan filosofis pendidikan. 3) Menjelaskan asumsi-asumsi filosofis pendidikan perenialisme. 4) Menjelaskan asumsi-asumsi filosofis pendidikan esensialisme. 5) Menjelaskan asumsi-asumsi filosofis pendidikan Pragmatisme. 6) Menjelaskan asumsi-asumsi filosofis pendidikan nasional (Pancasila). Penata Awal (Advance Organizer) Materi dalam Bab ini akan membantu Anda untuk memahami pengertian filsafat, pengertian landasan filosofis pendidikan dan konsep landasan filosofis pendidikan menurut berbagai aliran filsafat. Adapun aliran filsafat yang dimaksud yaitu: Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme, dan filsafat pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila. Lebih khusus lagi BBM ini akan membantu Anda untuk memahami implikasi konsep filsafat umum setiap aliran filsafat terhadap konsep pendidikan. Agar dapat memahami materi Bab ini dengan baik serta mencapai kompetensi yang diharapkan, gunakan strategi belajar berikut ini: 1) Sebelum membaca BBM ini, pelajari terlebih dahulu glosarium yang terdapat pada akhir yang memuat istilah-istilah khusus yang digunakan dalam Bab ini. 2) Baca uraian dalam Bab ini secara seksama, tambahkan catatan pinggir, berupa tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dll. 3) Jawablah lembar evaluasi 4) Buatlah catatan atau peta pikiran dari hasil diskusi 22

Uraian Materi Pengertian Filsafat Filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua. Bila kita membicarakan filsafat maka pandangan kita akan tertuju jauh ke masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada masa itu semua ilmu dinamakan filsafat. Dalam tradisi Yunani Kuno istilah filsafat telah digunakan. Sekitar abad keenam sebelum masehi, Pythagoras (580-500 SM) telah menggunakannya. Berkenaan dengan pengertian istilah philosophia Phythagoras pernah menyatakan bahwa dirinya bukanlah orang yang bijaksana, melainkan seorang filsuf atau seorang yang mencintai kebijaksanaan (Dagobert D. Runes, 1981). Demikian pula Socrates (470-99 SM), sebagaimana tercatat dalam salah satu tulisan Plato yang berjudul Phaedrus, Socrates dengan rendah hati menyatakan tentang filsuf sebagai berikut: “Tak akan kusebut arif bijaksana mereka itu (maksudnya: filsuf), karena sebutan demikian itu hanya berlaku bagi Tuhan; lebih suka aku menamakan mereka (para filsuf) sahabat-sahabat kebijaksanaan; begitulah gelar yang bersahaja bagi mereka” (Fuad Hassan, 1986). Gazalba (1974:7) mengatakan bahwa filsafat adalah hasil kegiatan berpikir yang radikal, sistematis, universal. Kata “radikal” berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar. Filsafat bersifat radikal, artinya permasalahan yang dikaji, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diberikan bersifat mendalam sampai ke akar-akarnya yang bagi orang awam mungkin dianggap hal biasa yang tidak perlu dibahas lagi, tetapi filsafat ingin mencari kejelasan makna dan hakikatnya. Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian- kajiannya menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan bersifat koheren (runtut). Di dalam tradisi filsafat ada paham-paham atau aliran besar yang menjadi titik tolak dan inti pandangan terhadap berbagai pertanyaan filsafat. Misal: aliran empirisme berpandangan bahwa hakikat pengetahuan adalah pengalaman. Tanpa pengalaman, maka tidak akan ada pengetahuan. Pengalaman diperoleh karena ada indera manusia yang menangkap objek- 23

objek di sekelilingnya (sensasi indera) yang kemudian menjadi persepsi dan diolah oleh akal sehingga menjadi pengetahuan. Filsafat bersifat universal, artinya pertanyaan -pertanyaan dan jawaban- jawaban filsafat bersifat umum dan mengenai semua orang. Misalnya: Keadilan adalah keadaan seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap orang selalu berusaha untuk mendapatkan keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi jawaban yang diberikan berlaku umum, tidak terbatas ruang dan waktu. Dengan kata lain, filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta (termasuk manusia di dalamnya) secara sistematis. Filsafat sering juga dapat diartikan sebagai “berpikir reflektif dan kritis”(reflective and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler (dalam Sadulloh, 2007:17) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak memuaskan, karena beberapa alasan, yaitu: 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filsafati dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filsuf atau ilmuwan. Seorang filsuf akan memperhatikan semua aspek pengalaman manusia. Pandangannya yang luas memungkinkan ia melihat segala sesuatu secara menyeluruh, memperhitungkan tujuan yang seharusnya. Ia akan melampaui batas-batas yang sempit dari perhatian yang khusus dan kepentingan individual. Titus (1984: 3) mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna- makna. Filsafat diartikan sebagai “science of science” yang bertugas memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan 24

manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup. Ada beberapa definisi filsafat yang dikemukakan Titus(1984:3-4), sebagai berikut. 1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta. 2. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran. 3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah. 4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir. Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan merupakan hasil dari filsafat dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan dan menentukan implikasinya, baik yang tersurat maupun yang tersurat dalam kehidupan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir yang khas, yaitu radikal, sistematis dan universal untuk mencari kearifan, kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu. Berfilsafat berarti berpikir merangkum tentang pokok-pokok atau dasar-dasar dari hal yang ditelaahnya. Objek dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Setiap ilmu mempunyai objek material dan objek formal masing-masing. Demikian pula halnya dengan filsafat. Sering orang mengatakan bahwa salah satu perbedaan antara ilmu empiris dan filsafat adalah karena objeknya ini. Objek material filsafat meliputi segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu itu adalah Tuhan, alam, dan manusia. Objek formal (sudut pandang pendekatan) filsafat adalah dari sudut pandang hakikatnya. Filsafat berusaha untuk membahas hakikat segala sesuatu. Hakikat artinya kebenaran yang sesungguhnya atau yang sejati, yang esensial, bukan yang bersifat kebetulan. 25

Cabang-cabang Filsafat Gazalba (1973: 5) mengemukakan bidang permasalahan filsafat berikut ini: 1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce. 2. Teori pengetahuan atau epistemologi, yang mempersoalkan: hakikat pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagaimana membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang benar dan apakah dapat diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia. 3. Filsafat nilai atau aksiologi yang membicarakan: hakikat nilai, di mana letak nilai, apakah pada bendanya atau pada perbuatannya atau pada manusia yang menilainya; mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan penilaian. Pengertian dan Karakteristik Landasan Filosofis Pendidikan Definisi Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Struktur Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan yang dideduksi atau dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum (Metafisika, Epistemologi, Aksiologi) yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Karakteristik Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan filosofis pendidikan berisi tentang gagasan-gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normative atau preskriptif. Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat normatif atau preskriptif, sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya (faktual), melainkan berisi 26

tentang konsep-k onsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan (ideal), yang disarankan oleh filsuf tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan/atau studi pendidikan. Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Karena Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat manusia. Sebagaimana halnya di dalam filsafat umum, di dalam landasan filsafat pendidikan juga terdapat berbagai aliran. Sehubungan dengan ini dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filosofis pendidikan Realisme, landasan filosofis pendidikan Pragmatisme, dsb. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Brameld (dalam O‟neil, 1999: 6) menggolongkan filsafat pendidikan Barat menjadi empat kategori: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas sehingga kemudian muncullah Perenialisme. Perenialisme sebagai gerakan dan aliran yang timbul di Amerika Serikat ingin mengembalikan pendidikan pada tradisi zaman lampau yang dipandang sudah teruji oleh waktu dan terbukti baik hasilnya. 2. Ungkapan yang lebih modern dari realisme dan idealisme tradisional sehingga muncul aliran Esensialisme yang semula berkembang di Amerika Serikat. 3. Filsafat pragmatism yang memunculkan aliran pendidikan yang bernama: Progresivisme. Tokoh utama filsafat pragmatisme dalam pendidikan adalah John Dewey. 27

4. Titik pandang “sosiologi pendidikan” yang dihubungkan dengan ide Karl Marx dan Karl Mannheim muncullah aliranRekonstruksionisme. Aliran Perenialisme Perenialisme adalah paham filsafat pendidikan yang muncul pada awal abad XX sebagai reaksi dari gerakan progresivisme di Amerika Serikat. Perenialisme sering juga disebut sebagai aliran filsafat pendidikan yang regresif, yaitu menengok ke belakang; ke zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan di Eropa yang telah menghasilkan nilai-nilai abadi (perenial) dalam kehidupan. Nilai-nilai perenial sampai kapan pun akan diperlukan oleh manusia sehingga pendidikan tidak boleh meninggalkan nilai-nilai abadi tersebut dalam usahanya untuk mengembangkan potensi manusia. Perenialisme sebagaimana aliran filsafat pendidikan lainnya mempunyai tiga landasan filsafati, yaitu landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis. 1. Landasan Ontogonis Ontologi perenialisme mengikuti paham Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk rasional (animal rationale). Benda individual adalah benda sebagaimana nampak di hadapan manusia ditangkap oleh panca indera sebagai substansi. Segala sesuatu (benda dan manusia ) ada esensinya di samping ada aksidensi. Esensi benda-benda dan manusia lebih diutamakan daripada aksidensinya. Segala sesuatu itu mempunyai unsur potensialitas yang dapat menjadi aktualitas melalui tindakan “berada”. Manusia adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas (Gutek, 1988: 271). 2. Landasan Epistemology Perenialisme berpandangan bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan bersandar pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dengan benda-benda. Kebenaran hakiki yang tertinggi dapat diperoleh dengan metode deduksi 28

Kebenaran hakiki itulah yang tertuang di dalam kajian metafisika, sedangkan kebenaran realita khusus kongkrit diperoleh dengan metode induksi yang hasilnya berupa ains (ilmu alam) dan ilmu empiris lainnya (Gutek, 1988: 272). Konsep epistemology Perenialisme secara mendasar mengikuti pola Aristoteles dan Thomas Aquinas. Aquinas (dalam Gutek, 1974: 59) mengatakan manusia secara bersama-sama berhubungan dengan realita materi melalui pemahamannya. Seperti Aristoteles, Aquinas (dalam Gutek, 1974: 59) menegaskan bahwa aktivitas kemanusiaan tertinggi adalah ratio, melatih intelektual,dan kekuatan berspekulasi. 3. Landasan Aksiologis Nilai-nilai berdasarkan azas supranatural yang abadi dan universal. Manusia sebagai subjek telah memiliki potensi untuk menjadi baik sesuai dengan kodratnya, tetapi ada kecendrungan dan dorongan untuk berbuat tidak baik. Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah itu baru kehidupan berpikir rasional. Tokoh-tokoh yang berpengaruh untuk aliran perenialisme adalah filsuf-filsuf Yunani Kuno seperti Plato, Aristoteles dan filsuf Abad Pertengahan seperti Thomas Aquinas. 4. Konsep Pendidikanmenurut Perenialisme Manusia hidup di alam dan lingkungan sosial dan memiliki jasmani. Bahwa pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan manusia menopang jasmani dan eksitensi jiwanya juga termasuk dalam kurikulum. Sebagai sebuah produk dari sejarah, manusia menciptakan biografi dirinya. Ketika hidup di masyarakat, manusia membutuhkan etika, sistem hukum, dan sistem politik dan sistem ekonomi yang memberikan keberadaan personal dan sosial yang baik. Oleh karena manusia adalah makhluk sosial dan komunal, bahasa dan keterampilan membaca menjadi penting. Hal itu menyumbang komunikasi dan bentuk komunitas dasar utama pendidikan formal. Keterampilan membaca, berbicara, dan menulis adalah bagian penting pendidikan dasar manusia. 29

Cunningham, salah seorang tokoh pendidikan perenialis (Gutek, 1974: 59) menegaskan bahwa fungsi sekolah utamanya bukan tempat pemikiran secara ekslusif. Ia menegaskan bahwa fungsi khusus sekolah adalah pengembangan intelektual siswa. Sebagai agen intelektual, Sekolah adalah sekolah yang paling memperhatikan transmisi dan penggunaan kebebasan seni dan ilmu untuk melatih dan mengolah rasionalitas manusia. Walaupun utamanya diberikan pengembangan intelektual, fisik, sosial, dan tetapi pengembangan agama tidak diabaikan. Oleh karena itu, pada umumnya konsep pendidikan realis, proses sekolah formal ditempatkan pada transmisi disiplin materi pelajaran. Essensialisme Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat. Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama sebagai warisan sejarah yang telah membuktikan keunggulan dalam kebaikan-kebaikan bagi kehidupan manusia. Humanisme merupakan filsafat yang mendasari essensialisme. Humanisme merupakan pandangan yang memberikan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu Essensialisme dipengaruhi juga oleh filsafat idealisme dan realisme dengan tokoh Plato dan Aristoteles. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang dapat memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (JalaludinIdi& Abdullah, 2010: 100). Nilai-nilai yang telah terbukti dalam kenyataan membawa kebaikan masyrakat, dan nilai-nilai berasal utamanya dari jaman renaissance. Renaissance merupakan tonggak awal munculnya aliran ini dan berkembang pesat pada pertengahan kedua abad ke- 19. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk seseorang yang berguna dan berkompeten. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, 30

kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan manusia untuk bertindak sesuai dengan kehendaknya. Kurikulum sekolah bagi esensialisme analog dengan miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran,dan keagungan. Oleh karena itu, dalam sejarah perkembangannya kurikulum esensialisme dipengaruhi olehfilsafat idealisme dan realisme. Essensialisme merupakan sebuah istilah yang menegaskan bahwa pendidikan yang baik dan benar terdiri dari pembelajaran keterampilan dasar (membaca, menulis, berhitung), seni, dan ilmu pengetahuan. Kesemuanya tadi berguna untuk manusia di masa lalu dan adanya keyakinan bahwa halinilah yang besar kemungkinan akan berguna pada kehidupan di masa yang akan datang (Gutek, 1974:86). 1. Landasan Ontologis Esensialisme Kaum essensialis mengatakan bahwa dunia ini merupakan tatanan yang tiada cela, demikian pula isinya. Sifat, kehendak, dan cita-cita manusia harus disesuaikan dengan tatanan alam semesta. Tujuan umum manusia adalah agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Essensialisme didukung dua aliran, yaitu realisme objektif dan idealism objektif. Realisme objektif berpandangan bahwa alam semesta dan manusia merupakan kenyataan yang dapat dipahami dan teratur sesuai dengan hukum alam. Aliran ini dipengaruhi oleh perkembangan dan hasil dari temuan ilmiah ilmu-ilmu alam terutama fisika. Idealisme objektif berpandangan tentang alam semesta lebih bersifat menyeluruh meliputi segala sesuatu. Totalitas alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit. Pandangan tentang makro kosmos (alam semesta) dan mikro kosmos (manusia pribadi) menjadi dasar hubungan antara Tuhan dan manusia (Sadulloh, 2007: 15). Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh suatu tata yang tidak bercela, sebuah tata yang sempurna. Tata ini mengatur isinya dengan tidak bercela. Hal ini berarti bahwa segala bentuk, sifat, kehendak, dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. 31

Dari penjelaskan di atas adalah dengan memadukan kedua pandangan (realisme dan idealisme) berarti landasan ontologis esensialsime bukan hanya berupa hukum alam yang bersifat material tetapi hukum alam ini keberadaannya bersifat rohani. 2. Landasan Epistemologis Esensialisme Pribadi manusia adalah refleksi dari Tuhan. Manusia yang mampu menyadari realitas sebagai makro-kosmos dan mikro-kosmos akan mengetahui pada tingkat apa rasio yang dimiliki dan mampu memikirkan alam semesta ini. Dengan kualitas rasio yang dimiliki ini, manusia dapat memproduksi pengetahuan secara tepat dalam ilmu-ilmu alam, biologi, sosial dan agama. Teori ilmiah adalah pendapat yang diperoleh dari upaya manusia untuk mempertahankan pola-pola umum yang dapat digeneralisasi yang bersumber dari fakta, informasi atau praktik. Logika berpikir deduktif digunakan untuk teori- teori filsafat dan ideologi. Logika induktif digunakan untuk menggeneralisasi fenomena alam (Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997: 84). Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. Pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses dimana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Pengetahuan merupakan persatuan subjek dan objek yang bersifat intensif, mendalam, dan instrinsik. Hasilnya adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan kesimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap objek (Gutek, 1974: 88). Pengetahuan bagi Esensialisme merupakan perpaduan antara aliran pengetahuan empirisme dan rationalisme. Pengetahuan tidak hanya hasil pencerapan inderawi tetapi sekaligus merupakan hasil berpikir manusia. 3. Landasan Aksiologis Essensialisme Nilai-nilai dari etika adalah hukum kosmos yang bersifat objektif. Seseorang itu dikatakan baik,jika banyak berinteraksi dan melaksanakan hukum 32

yang ada. Berbekal paham idealisme, orang-orang esensialis mengatakan bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang haruslah bersikap formal dan teratur. Ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan baik dari pakaiannya maupun dari suasana kesungguhan tersebut. 4. Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan Kaum esensialis yakin ada beberapa keahlian yang memberikan kontribusi terhadap kebaikan manusia, diantaranya membaca, menulis, dan berhitung, serta tindakan sosial yang rasional. Kompetensi tersebut merupakan elemen yang sangat baik dan dibutuhkan dalam kurikulum pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Sementara pada jenjang pendidikan menengah kurikulum terdiri dari sejarah, matematika, sains , bahasa, dan sastra. Setelah menuntaskan pelajaran tersebut, makasiswa diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial. Pendidikan merupakan persiapan bagi warga masyarakat yang beradab. Sementara itu, disiplin, keterampilan, seni dan sains memerlukan pengaturan yang tepat. Oleh karena itu, bagi esensialis diperlukan guru yang dewasa, memahamai pelajaran, dan mampu menstranformasikan pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan kepada siswa. Progresivisme Aliran progresivisme lahir di Amerika Serikat sekitar tahun 1870. Para reformis yang menamakan diri kaum progressive menentang sistem pendidikan tradisional yang sangat kaku, menuntut disiplin ketat, dan membuat peserta didik menjadi pasif. Gerakan pembaharuan yang sudah ada sejak akhir abad 19 itu mendapatkan angin baru pada abad 20 dengan munculnya aliran filsafat 33

Pragmatisme. John Dewey berusaha menjalin pendidikan progresif dengan filsafat Pragmatisme (Sudarminta, 1994: 44). Selaras dengan pandangan kaum Pragmatis yang menyatakan bahwa realitas itu terus menerus berubah. Pendidikan bagi kaum progressive merupakan proses penggalian pengalaman terus-menerus. Pendidik haruslah senantiasa siap sedia mengubah metode dan kebijakan perencanaan pembelajaran yang dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan lingkungan. Inti pendidikan tidak terletak dalam usaha penyesuaian dengan masyarakat atau dunia luar sekolah, dan juga tidak terletak dalam usaha untuk menyesuaikan dengan standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang abadi. Akan tetapi pendidikan merupakan usaha terus menerus merekostruksi (menyusun ulang) pengalaman hidup. Pendidikan merupakan tafsiran terhadap rangkaian pengalaman sedemikian rupa sehingga seseorang dapat mengertinya dengan lebih jelas dan dalam perspektif yang lebih benar. Bertambahnya pengalaman bermakna tentang masa lalu dan masa sekarang memungkinkan seseorang untuk lebih tepat mengarahkan diri pada jalan menuju pengalaman mendatang, sehingga seseorang tidak hanya mengikuti arus, tetapi dapat menentukan jalannya sejarah (Sudarminta, 1994:50). Pengalaman memiliki makna substansial dalam pengalaman belajar. Pengalaman yang dimaksud tidak sembarang pengalaman, tetapi sebuah pengalaman bermakna yang dialami oleh seseorang. 1. Landasan Ontologis Progresivisme Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu, pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita hidup manusia sampai ia mati. Bagi kaum progressif, tidak ada hal yang absolut . Tidak ada prinsip apriori atau hukum alam yang abstrak. Kenyataan adalah pengalaman 34

transaksional yang selalu berubah. Dunia selalu berubah, dinamis. Hukum- hukum ilmiah hanya bersifat probabilitas, tidak absolut. Dewey (dalam Akinpelu, 1988:142) sebagai tokoh utama progresivisme juga dipengaruhi oleh teori evolusi biologis dari Charles Darwin yang meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang berevolusi secara gradual melalui proses alam, mulai dari sel yang sangat sederhana sampai kepada struktur yang sangat kompleks sebagaimana yang tampak sekarang ini. Teori ini juga berasumsi bahwa manusia dengan kecerdasannya akan melanjutkan evolusi melalui berbagai jalan dan cara agar dapat meningkatkan kemampuan dirinya untuk bertahan hidup. Dewey meyakini bahwa manusia berevolusi, berkembang tanpa batas melalui pendidikan. Dewey (dalam Akinpelu, 1988:143-144) menolak metafisika, khususnya metafisika para filsuf idealisme dan realisme. Dewey beranggapan bahwa suatu hal yang tidak ada gunanya mencari hakikat atau fundamen kenyataan yang tidak erubah. Walaupun demikian, dengan menolak metafisika sesungguhnya Dewey juga sudah mempunyai pandangan metafisika sendiri tentang manusia. Dewey mengatakan bahwa manusia adalah pengalamannya. Manusia adalah organisme yang memiliki pengalamannya sendiri. Suatu organisme tidak dapat berada tanpa berinteraksi dengan lingkungannya. Hanya saja, Dewey tidak mau terlibat lebih jauh dalam diskursus metafisika tentang eksistensi Tuhan dan takdir manusia. Perhatian Dewey dan kaum progresif lainnya hanyalah tentang dunia ini sebagaimana dialami oleh manusia. Itulah yang dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan (sains) untuk kita semua. 2. Landasan Epistemologis Progresivisme Progresivisme memang menolak metafisika, tetapi mereka sangat vokal mengenai epistemologi. Epsitemologi ditempatkan sebagai pusat dari filsafatnya (Akinpelu, 1988: 144). Mereka meyakini bahwa pengetahuan tidak ada artinya tanpa pengalaman manusia yang terus berproses dan disempurnakan. Oleh 35

karena manusia hidup dan berinteraksi dengan makhluk lainnya, baik yang hidup maupun yang tidak, dalam suatu lingkungan hidup, manusia tidak dapat mengelak bahwa ia memperoleh berbagai pengalaman sebagai hasil dari interaksinya tersebut. Manusia memperoleh pengalaman karena ia mencoba untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalahnya yang muncul seiring dengan proses kehidupan itu sendiri. Pengalaman itu terbentuk dalam interaksi yang aktif maupun yang pasif. Jika lingkungannya memunculkan masalah, maka manusia terkena dampaknya; itulah yang disebut unsur pasif. Selanjutnya, manusia mengambil langkah-langkah aktif untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru yang diciptakan oleh lingkungannya, atau ia modifikasi dan mengubahnya. Manusia juga menanggung konsekusensi tertentu yang mungkin muncul dari langkah-langkah yang diambil terhadap lingkungan hidupnya. Dewey (dalam Akinpelu, 1988: 144) mengatakan: “When we experience something, we act upon it, we do something with it; then we suffer or undergo the consequences. We do something to the thing and the thing does something to us in return” Pengetahuan adalah produk dari interaksi organisme dan lingkungannya. Pengalaman dikumpulkan dari kehidupan sosial, diproses oleh kecerdasan manusiam dan diterapkan untuk menyelesaikan masalah hidupnya. Kecerdasan atau intelegensi bukanlah sesuatu yang abstrak; bukan substansi yang ada di kepala manusia, juga bukan bagian dari otak manusia; melainkan hanyalah suatu kualitas berpikir yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah kehidupan secara efektif. Dengan kata lain, intelegensi atau kecerdasan adalah cara kita, manusia mendekati masalahnya untuk diselesaikan. Manusia memiliki intelegensi adalah ketika dia mampu mengatasi masalahnya dengan cara-cara ilmiah. Orang yang cerdas adalah orang yang dapat berpikir dan menggunakan cara-cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah hidup yang menghadangnya. Itulah artinya bahwa manusia dapat menggunakan 36

3. Landasan Aksiologis Progresivisme Kaum progressif meyakini bahwa nilai-nilai berasal dari masyarakat. Nilai-nilai bukan suatu kualitas yang sudah tetap dalam diri subjek, juga bukan sesuatu yang berasal dari wahyu, melainkan berpusat pada manusia itu sendiri. Nilai-nilai mengungkapkan keinginan, hasrat, minat, aspirasi, dan ambisi individu-individu dan juga kelompok. Dengan kata lain, apa pun yang dipandang berharga, atau diinginkan, itulah artinya nilai bagi individu atau kelompok tersebut (Akinpelu, 1988: 146). Jadi, individu atau masyarakat menentukan nilai- nilainya sendiri. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Nilai-nilai bersifat relatif, tidak ada prinsip mutlak. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian timbul pergaulan. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan dan kecerdasan individu. Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada, bila menunjukkan kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan manusia. Kriteria tindakan etik adalah uji sosial dalam masyarakat. Kriteria keindahan (estetik) bergantung pada selera sosial. Seni tidak dibedakan antara yang tinggi dan praktis. Landasan Filosofis Pendidikan Nasional: Pancasila Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya terdapat dalam “Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena Pancasila adalah dasar Negara Indonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan nasional. Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang- Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem pendidikan Nasional” 37

menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sehubungan dengan hal di atas, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya, yaitu Pancasila. Kita perlu mengkaji nilai-nilai Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan lebih lanjut. Barangkali Anda bertanya: “jika demikian halnya, untuk apa kita mempelajari landasan filosofis pendidikan dari berbagai aliran (Idealisme, Konstruktivisme, Pragmatisme, dsb.). 1. Metafisika Bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah Sebab Pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya; dan Ia juga adalah tujuan akhir segala yang ada. Di alam semesta bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas yang bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dengan segala isi, nilai, norma atau hukum di dalamnya. Alam tersebut adalah tempat/prasarana dan sarana bagi manusia dalam rangka hidup dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai tujuan hidupnya. Di balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusia akan dimintai pertanggung jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas hidup dari Tuhan YME. Dalam uraian di atas makna adanya realitas yang bersifat absolut dan relatif, terdapat realitas yang bersifat abadi dan realitas yang bersifat fana. Termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan. Adapun yang menjadi 38

keinginan luhur tersebut yaitu: 1) negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur; 2) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 3) memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa realitas juga tidak bersifat given (terberi) dan final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”. Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono- pluralistetapi bersifat integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu akikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan YME, mendapat panggilan tugasdariNya, dan harus mempertanggung jawabkan segala amal pelaksanaan tugasnya terhadap Tuhan YME (aspek religius); asas mono dualisme: manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah pribadi atau individual tetapi sekaligus insan sosial); asas mono-pluralisme: meyakini keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dsb., tetapi adalah satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia (Bhineka tunggal Ika); asas nasionalisme: dalam eksistensinya manusia terikat oleh ruang dan waktu, maka ia empunyai relasi dengan daerah, jaman, dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa; asas internasionalisme:manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi : dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga negara, dan hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya; asas keadilan social: dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung tinggi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat, 1995). 39

2. Epistemologi Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sumber Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui Utusan-Nya (berupa wahyu) maupun melalui berbagai hal yang digelarkanNya di alam semesta termasuk hukum-hukum yang terdapat di dalamnya. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui keimanan/kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi. Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan keagamaan/revealed knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang bersifat relatif (seperti dalam pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui riset, filsafat, dsb). Pengetahuan yang bersifat mutlak (ajaran agama/wahyu Tuhan) diyakini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relatif (filsafat, sains, dll) diuji kebenarannya melalui uji konsistensi logis ide-idenya, kesesuainya dengan data atau fakta empiris, dan nilai kegunaannya bagi kesejahteraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-nilai yang bersifat mutlak. 3. Aksiologi: Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalah Tuhan YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual dan sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat dan individu. 4. Implikasi terhadap Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus mempunyai dasar dan tujuan yang jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan maupun cara-cara pembelajarannya dipilih, diturunkan dan 40

dilaksanakan dengan mengacu kepada dasar dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu, pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta didik untuk menjadi orang tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik. Karena manusia (peserta didik) hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk menjadi dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya bantuan dan memfasilitasi peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi dirinya. Upaya pendidikan adalah pemberdayaan peserta didik. Hal ini hendaknya tidak dipandang sebagai upaya dan tujuan yang bersifat individualistik semata, sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia itu multidimensi dan merupakan kesatuan yang integral. Selain hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan kebudayaan dan tugas hidup yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa pendidikan harus diselenggarakan sepanjang hayat. Pendidikan hendaknya diselenggarakan sejak dini, pada setiap tahapan perkembangan hingga akhir hayat. Sebab itu, pendidikan hendaknya diselenggarakan baik pada jalur pendidikan informal, formal, maupun nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Tujuan Pendidikan. Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral. 41

Rangkuman 1. Filsafat merupakan kegiatan berpikir yang khas, yaitu radikal, sistematis dan universal untuk mencari kearifan, kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu. Berfilsafat berarti berpikir merangkum tentang pokok- pokok atau dasar-dasar dari hal yang ditelaahnya. 2. Perenialisme berpandangan bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan bersandar pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dengan benda-benda. 3. Aliran filsafat pendidikan essensialisme yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat. Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama sebagai warisan sejarah yang telah membuktikan keunggulan dalam kebaikan-kebaikan bagi kehidupan manusia. 4. Kaum Pragmatis yang menyatakan bahwa realitas itu terus menerus berubah. Pendidikan bagi kaum progressive merupakan proses penggalian pengalaman terus-menerus. Pendidikan merupakan tafsiran terhadap rangkaian pengalaman sedemikian rupa sehingga seseorang dapat mengertinya dengan lebih jelas dan dalam perspektif yang lebih benar. 5. Bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya, yaitu Pancasila. Kita perlu mengkaji nilai- nilai Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan lebih lanjut. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). 42

Evaluasi 1. Mengapa kita perlu mengetahui landasan filosofis pendidikan? 2. Berikan jenis-jenis landasan filosofis selain yang telah dijabarkan di atas! 3. Jelaskan implementasi aliran pragmatism dalam pendidikan! 4. Jelasakan implementasi aliran essensialisme dalam pendidikan! 5. Kalau nanti anada sebagai pendidik diantara aliran yang ada anda memilih yang mana? Berikan alasan anda! Daftar Pustaka Amien, A. M., (2005), Pendidikan dari Persfektif Sains Baru: Belajar Merajut realitas, Lembaga Penerbitan Unhas. Callahan J. F., Clark, L.H., (1983), Foundation of education, Macmillan Publishing Co. Inc., New York. Henderson, S. van P., Introduction to Philosophy of Education, The University of Chicago Press, Chicago. Kneller, G., (Ed.), (1971), Foundations of Education, John Wiley and Sons, New York. Noor, M., (Ed.), (1987), Filsafat dan Teori Pendidikan: Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub Koordinator Mata kuliah filsafat dan Teori Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung. Oesman O,. Alfian, (Penyunting) (1992), Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP 7 Pusat. Power, Edward, J., (1982), Philosophy of education: Studies in hilosophies, Schooling, and Educational Policies, Prentice-Hall, Inc., Englewood Clifs, New Jersey. Syaripudin, T. dan Kurniasih, (2008), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung, Percikan Ilmu. 43

Syam, M. N., (1984), Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,Usaha Nasional, Surabaya. Suparno, P., (1997), Filsafat Konstrukstivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta. Titus, H.H., Living Issues in Philosophy, American Book Company, New York. Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. 44

BAB 5 LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN Kerangka Isi Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan termasuk landasan psikologis dalam pendidikan. Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya. Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, mahasiswa akan dapat: 1) Menjelaskan pengertian perkembangan dan prinsip-prinsip perkembangan dan implikasinya terhadap pendidikan. 2) Mengidentifikasi arah perkembangan dan implikasinya terhadap pendidikan. 3) Mengidentifikasi faktor-faktor penentu perkembangan individu dan implikasinya terhadap pendidikan. 4) Mengidentifikasi tahap dan tugas perkembangan serta implikasinya terhadap pendidikan. 5) Mengidentifikasi teori belajar dan implikasinya terhadap pendidikan. 45

Penata Awal (Advance Organizer) Untuk dapat memahami materi ini dengan baik derta mencapai kompetensi yang diharapkan, gunakan strategi belajar berikut ini: 1. Sebelum membaca modul ini, pelajari terlebih dahulu glosarium pada akhir buku ini yang memuat istilah-istilah yang digunakan. 2. Baca materi bab ini dengan seksama, tambahkan catatan pinggir, berupa tanda tanya, pertanyaan, konsep lain yang relevan, dll 3. Terdapat keterkaitan antara materi sub pokok bahasan kesatu (kegiatan belajar satu) dengan materi sub pokok bahasan kedua (kegiatan belajar kedua) dst. 4. Materi pada kegiatan belajar kesatu berimplikasi terhadap materi kegiatan belajara kedua dst. Karena itu untuk menguasai keseluruhan materi bab ini mesti di muali dengan memahami secara berururan . 5. Cermati dan kerjakan latihan/tugas yang diberikan. Dalam mengerjakan latihan/tugas tersebut, gunakan pengetahuan yang telah anda kuasai sebelumnya. 6. Pengetahuan dan penghayatan berkenaan dengan pengalaman hidup dan pengalaman kerja Anda sehari-hari akan dapat membantu penyelesaian tugas. 7. Buat catatan khusus hasil diskusi dalam tatap muka untuk digunakan dalam UTS dan UAS. Uraian Materi Landasan Psikologi Pendidikan Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh arena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan, dan ciri 46

ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang caracara paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejalagejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikit, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106). Perkembangan Individu dan Faktor yang Mempengaruhinya 1. Perkembangan Individu Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secaara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak menjadi dewasa akan mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya. Sedangkan belajar adalah sebuah proses yang berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif) dan dari tidak bisamenjadi bisa (psikomotorik), misalnya seseorang anak yang belajar mengendarai 47

sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa. Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk. Manusia dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada manusia dan aspekaspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspek- aspek dalam perkembanga tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional, dan sosial. Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembanganterdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan. Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Perkembangan terjadi secara terus menerus hingga manusia meninggal dunia, 2) Kecepatan perkembangan setiap individu berbedabeda, 3) Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya, 3) Arah perkembangan individu dapat diprediksi, dan 4) Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu. 2. Faktor-faktor Perkembangan Individu Salah satu masalah yang menjadi perhatian para ahli psikologi yaitu berkenaan dengan faktor penentu perkembangan individu. Hasil studi psikologi sebagai jawaban terhadap permasalahan tersebut dapat di bedakan menjadi tiga kelompok teori, yaitu Nativisme, empirisme, dan konvergensi. 1) Nativisme Teori nativisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa faktorfaktor turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu perkembangan 48

individu. Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel Implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik. 2) Empirisme Teori empirisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah dalam keadaan bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan dan pengalaman Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B.Watson Implikasinya teori empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik. 3) Konvergensi Teori konvergensi adalah teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini adalah gabungan dari teori empirisme dan teori konvergensi. Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst Implikasinya teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan faktor faktor heriditas yang ada pada individu. Tahapan dan Tugas Perkembangan Individu Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa mini) telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa anakanak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai keadaan fisik, sosial, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang, mereka mempunyai caracara memahami bereaksi, dan mempresepsi yang sesuai dengan usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan. 49

Robert Havighurst (1953) membagi perkembangan individu menjadi empat tahap, yaitu masa bayi dan kanakkanak kecil (0-6 tahun), masa kanak- kanak (7-12 tahun), masa remaja atau adoselen (13-18 tahun), dan masa dewasa (>18 tahun). Selain itu, Havighurst mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan (development task) yang harus diselesaikan pada setiap tahap perkembangan sebagai berikut: 1. Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanakkanak kecil (0-6 tahun): 1) Belajar berjalan Belajar makan makanan yang padat 2) Belajar berbicara/berkatakata 3) Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh 4) Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya. 5) Mencapai stabilitas fisiologis / jasmaniah 6) Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan kenyataan fisik. 7) Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua saudara- saudaranya, dan orang lain 8) Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri/kata hati. 2. Tugas perkembangan Masamasa kanakkanak (7-12 tahun): 1) Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari 2) Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh 3) Belajar bermain dengan temanteman mainnya 4) Belajar memahami perananperanan kepriaan atau kewanitaan 5) Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca , menulis, dan berhitung 6) Pengembangn konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan seharihari 7) Pengembangn kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilainilai 8) Penembangn kebebasan pribadi 50


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook