Bab 2 Ejaan 41 d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata Tono, “Saya juga minta satu.” e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”. Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya. Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris. 13) Tanda Petik Tunggal (‘...’) a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya: Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?” “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan. b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.) Misalnya: feed-back ‘balikan’ 14) Tanda Garis Miring (/) a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya: No. 7/PK/1973 Jalan Kramat III/10 tahun anggaran 1985/1986 b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya: dikirimkan lewat darat/laut (dikirimkan lewat darat atau laut) harganya Rp 25,00/lembar (harganya Rp 25,00 tiap lembar)
42 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 15) Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘) Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan) Malam t’lah tiba. (‘lah = telah) 1 Januari ‘88 (‘88 = 1988) 5. Penulisan Unsur Serapan Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. a. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de l’homme par I’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. b. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. 1) Kaidah ejaan Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut. aa (Belanda) menjadi a pal paal bal baal oktaf octaaf ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e aerobe aerob aerodinamics aerodinamika ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e haemoglobin hemoglobin haematite hematit ai tetap ai trailer trailer kaison caisson
Bab 2 Ejaan 43 au tetap au audiogram audiogram autotrof autotroph tautomer tautomer hidraulik hydraulic kaustik caustic c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k kalomel calomel konstruksi construction kubik cubic coup kup klasifikasi classification kristal crystal c di muka e, i, oe, dan y menjadi s sentral central sen cent sibernetika cybernetics sirkulasi circulation silinder cylinder selom coelom cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k accomodation akomodasi acculturation akulturasi acclimatization aklimatisasi accumulation akumulasi acclamation aklamasi cc di muka e dan i menjadi ks aksen accent aksesori accessory vaksin vaccine cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k saccharin sakarin charisma karisma cholera kolera chromosome kromosom technique teknik
44 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi ch yang lafalnya s atau sy menjadi s eselon echelon mesin machine ch yang lafalnya c menjadi c cek check Cina China ç (Sanskerta) menjadi s sabda çabda sastra çastra e tetap e efek effect deskripsi description sintesis synthesis ea tetap ea idealis idealist habeas habeas ee (Belanda) menjadi e stratosfer stratosfeer sistem systeem ei tetap ei eikosan eicosane eidetik eidetic einsteinium einsteinium eo tetap eo stereo stereo geometri geometry zeolit zeolite eu tetap eu neutron neutron eugenol eugenol europium europium
Bab 2 Ejaan 45 f tetap f fanatik fanatic faktor factor fosil fossil gh menjadi g sorgum sorghum gue menjadi ge ige igue gige gigue i pada awal suku kata di muka vokal tetap i iambus iambus ion ion iota iota ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i politik politiek riem rim ie tetap ie jika lafalnya bukan i varietas variety pasien patient efisien efficient kh (Arab) tetap kh khusus khusus akhir akhir ng tetap ng kontingen contingent kongres congress linguistik linguistics oe (oi Yunani) menjadi e estrogen oestrogen enologi oenology fetus foetus
46 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi oo (Belanda) menjadi u kartun cartoon pruf proof pul pool zoologi koordinasi oo (vokal ganda) tetap oo gubernur zoology kupon coordination kontur fase ou menjadi u jika lafalnya u fisiologi gouverneur spektograf coupon pseudo contour psikiatri psikosomatik ph menjadi f pterosaur phase pteridologi physiology ptialin spectograph akuarium frekuensi ps tetap ps ekuator pseudo rapsodi psychiatry rombus psychosomatic ritme retorika pt tetap pt pterosaur pteridology ptyalin q menjadi k aquarium frequency equator rh menjadi r rhapsody rhombus rhythm rhetoric
Bab 2 Ejaan 47 sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk scandium skandium scotapia skotapia scutella skutela sclerosis sklerosis scriptie skripsi sc di muka e, i, dan y menjadi s senografi scenography sintilasi scintillation sifistoma scyphistoma sch di muka vokal menjadi sk skema schema skizofrenia schizophrenia skolastisisme scholasticism t di muka i menjadi s jika lafalnya s rasio ratio aksi action pasien patient th menjadi t teokrasi theocracy ortografi orthography tiopental thiopental trombosis thrombosis metode methode u tetap u unit unit nukleolus nucleolus struktur structure institut institute ua tetap ua dualisme dualisme akuarium aquarium
48 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi ue tetap ue sued suede duet duet ekuinoks konduite ui tetap ui fluoresein equinox kuorum conduite kuota prematur uo tetap uo vakum fluorescein vitamin quorum televisi quota kavaleri xantat uu menjadi u xenon prematuur xilofon vacuum eksekutif taksi v tetap v eksudasi vitamin lateks television eksepsi cavalry ekses eksisi x pada awal kata tetap x eksitasi xanthate xenon xylophone x pada posisi lain menjadi ks executive taxi exudation latex xc di muka e dan i menjadi ks exception excess excision excitation
Bab 2 Ejaan 49 xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk excavation ekskavasi excommunication ekskomunikasi excursive ekskursif exclusive eksklusif y tetap y jika lafalnya y yakitori yakitori yangonin yangonin yen yen yuan yuan y menjadi i jika lafalnya i itrium yttrium dinamo dynamo propil propyl psikologi psychology z tetap z zenith zenith zirkonium zirconium zodiak zodiac zigot zygote 2) Konsonan ganda Konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya: gabbro gabro accu aki effect efek commision komisi ferrum ferum solfeggio solfegio tetapi: massa mass Catatan a. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah Misalnya: kabar, sirsak, iklan, perlu, bengkel, hadir.
50 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi b. Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu digunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus. 3) Akhiran asing Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen. -aat (Belanda) menjadi -at advokat advokaat -age menjadi -ase persentase percentage etalase etalage -al, -eel (Belanda) menjadi -al struktural structural, structureel formal formal, formeel normal normal, normaal -ant menjadi -an akuntan accountant informan informant -ary, -air (Belanda) menjadi -er komplementer complementary, primer complementair sekunder primary, primair secondary, secundair -(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si action, actie aksi publication, publicatie publikasi -eel (Belanda) menjadi -el ideel ideëel materiel materieel morel moreel
Bab 2 Ejaan 51 -ein tetap -ein kasein casein protein protein -ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika logic, logica logika phonetics, phonetiek fonetik physics, physica fisika dialectics, dialektica dialektika technique, techniek teknik -ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ikelektronik electronic, electronisch mechanic, mechanisch mekanik ballistic, ballistisch balistik -ical, -isch (Belanda) menjadi -is ekonomis economical, economisch praktis practical, practisch logis logical, logisch -ile, iel menjadi -il modernisme percentile, percentiel komunisme mobile, mobiel -ism, -isme (Belanda) menjadi -isme modernism, modernisme communism, communisme -ist menjadi -is publisis publicist egois egoist -ive, -ief (Belanda) menjadi -if deskriptif descriptive, descriptief demonstratif demonstrative, demonstratief
52 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi -logue menjadi -log katalog catalogue dialog dialogue teknologi fisiologi -logy, -logie (Belanda) menjadi -logi analogi technology, technologie analog physiology, physiologie epilog analogy, analogie hominoid anthropoid -loog (Belanda) menjadi -log trotoar analoog repertoar epiloog direktur inspektur -oid, -oide (Belanda) menjadi -oid amatir hominoid, hominoide formatur anthropoid, anthropoide diktator korektor -oir(e) menjadi -oar universitas trottoir kualitas repertoire struktur prematur -or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir director, directeur inspector, inspecteur amateur formateur -or tetap -or dictator corrector -ty, -teit (Belanda) menjadi -tas university, universiteit quality, qualiteit -ure, -uur (Belanda) menjadi -ur structure, struktuur premature, prematuur
Bab 3 KALIMAT A. PENGERTIAN KALIMAT Setiap orang mampu membuat kalimat, baik secara lisan maupun tulisan, terlepas dari pemahaman mereka mengenai makna kalimat itu sendiri. Namun, belum tentu kalimat yang mereka buat dapat dikatakan kalimat yang baik dan benar. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.6 Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.7 Kalimat ialah satuan bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.8 Dari beberapa definisi kalimat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penekanan definisi-definisi kalimat di atas terletak pada bahasa lisan. Hal ini terbukti dengan adanya kata-kata: ujaran, kesenyapan, intonasi, turunnya suara, dan adanya jeda panjang yang disertai nada naik atau turun. Kalimat ialah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran utuh secara ketatabahasaan.9 Kalimat ialah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang berdiri sendiri dan yang menyatakan makna lengkap. Dalam bahasa tulis biasanya 6 Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2008), hlm. 66. 7 Ramlan, M, Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, (Yogyakarta: U.P. Karyono, 1981), hlm. 6. 8 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Ende Flores: Nusa Indah, 1982), hlm. 140. 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan, 1993), hlm. 254.
54 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi diawali huruf besar (kapital) dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru; dalam bahasa lisan, kalimat dituturkan dengan pola lagu kalimat atau intonasi tertentu10. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disampaikan bahwa yang dimaksud sebagai kalimat adalah rangkaian kata yang berisi/mengungkapkan/mengandung satu pemikiran utuh apabila dalam tataran tulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. B. UNSUR KALIMAT Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa lama biasa disebut jabatan kata dalam kalimat, yaitu subyek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subyek dan predikat. Fungsi unsur yang lain (obyek, pelengkap, dan keterangan) dalam suatu kalimat tidak wajib hadir. 1. Predikat Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana subyek (pelaku). Selain menyatakan tindakan atau perbuatan subyek (S), sesuatu yang dinyatakan oleh P dapat pula mengenai sifat, situasi, status, ciri atau jadi diri S. Predikat dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga nomina atau frasa nominal. Perhatikan contoh berikut. a. Ibu sedang tidur siang. b. Putrinya cantik jelita. c. Kota Jakarta dalam keadaan aman. d. Kucingku belang tiga. e. Sutan mahasiswa baru. Kata-kata yang dicetak miring, tidur siang, cantik jelita, dalam keadaan aman, belang tiga dan mahasiswa baru adalah predikat yang memberitahukan atau menjelaskan bagaimana atau apa yang dilakukan masing-masing pelaku atau subyek setiap kalimat tersebut. 2. Subyek Subyek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, sosok (benda), sesuatu hal, atau masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subyek biasanya diisi oleh jenis kata/frasa verbal. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut. a. Meja direktur besar. b. Ayahku sedang melukis. c. Yang berbaju batik dosen saya. d. Berjalan kaki menyehatkan badan. e. Membangun jalan layang sangat mahal. 10 Effendi, S, Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1999), hlm. 19.
Bab 3 Kalimat 55 Kata-kata yang dicetak miring pada contoh di atas adalah subyek. Bagian yang menunjukkan pelaku diisi oleh kata dan frasa, meja direktur dan ayahku, yang diisi klausa, yang berbaju batik, dan yang diisi frase verbal, berjalan kaki dan membangun jalan layang. 3. Obyek Obyek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Obyek pada umumnya diisi oleh nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O seperti pada contoh di bawah ini. a. Nani menimang.... b. Arsitek merancang.... c. Juru masak menggoreng.... Verba transitif menimang, merancang, dan menggoreng pada contoh kalimat di atas adalah P yang menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang melengkapi P bagi ketiga kalimat itulah yang dinamakan Obyek. contoh : a.1 Nani menimbang bayi a. 2 Arsitek merancang bangunan a. 3 Guru masak menggoreng ayam 4. Pelengkap Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang berupa verba. Posisi itu juga ditempati O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nominal, frasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatian contoh berikut, a. Indonesia berasaskan Pancasila b. Gamelan merupakan kesenian tradisional Kalimat di atas adalah kalimat aktif dengan pelengkap kata Pancasila dan kesenian tradisional. Posisi kata Pancasila dan kesenian tradisional tidak bisa dipindahkan seperti halnya obyek pada kalimat pasif. Pancasila dilandasi Indonesia dan Kesenian tradisional dirupakan gamelan adalah kalimat yang tidak gramatikal. Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain diisi oleh nomina dan frasa nominal, Pel dapat pula diisi oleh frasa adjektival dan frasa preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalu persis di belakang P. Kalau dalam kalimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat. a. Sutardji membacakan penggemarnya puisi kontemporer. b. Ayah membelikan adik rumah baru. c. Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.
56 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 5. Keterangan Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal tentang bagian kalimat yang lainnya. Unsur keterangan dapat berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel. Posisinya bersifat manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket. adalah frasa nominal, frasa preposisional, adverbia, atau klausa. Dalam contoh di bawah, bagian yang dicetak miring adalah Ket. a. Karena malas belajar, mahasiswa itu tidak lulus. (Ket. Penyebaban) b. Polisi menyelidiki masalah itu dengan hati-hati. (Ket. Cara) c. Anak yang baik itu rela berkorban demi orang tuanya (Ket. Tujuan) C. POLA KALIMAT DASAR Kalimat dasar bukanlah nama jenis kalimat, melihat acuan atau patron untuk membuat berbagai tipe kalimat. Kalimat dasar terdiri atas beberapa struktur kalimat yang dibentuk dengan unsur kalimat yaitu S, P, O, Pel, Ket. Sejalan dengan batasan bahwa struktur kalimat minimal S-P, sedang O, Pel., Ket. merupakan tambahan yang berfungsi melengkapi dan memperjelas arti kalimat, maka kalimat yang paling sederhana adalah yang bertipe S-P, dan yang paling komplek adalah yang bertipe S-P-O-Pel-Ket. Berdasarkan fungsi dan peran gramatikalnya ada tujuh tipe kalimat yang dapat dijadikan model dasar kalimat bahasa Indonesia. Ketujuh tipe kalimat yang dimaksud seperti contoh kalimat di bawah ini. 1. Kalimat Dasar Tipe S – P a. Orang itu sedang tidur b. Saya mahasiswa 2. Kalimat Dasar Tipe S – P – O a. Ayahnya membeli mobil baru b. Rani mendapat hadiah 3. Kalimat Dasar Tipe S – P – Pel a. Beliau menjadi ketua koperasi b. Pancasila merupakan dasar negara kita 4. Kalimat Dasar Tipe S – P – Ket a. Kami tinggal di Jakarta b. Kecelakaan itu terjadi tahun 2011 5. Kalimat Dasar Tipe S – P – O – Pel a. Dia mengirimi ibunya uang b. Yuni mengambilkan adiknya air minum 6. Kalimat Dasar Tipe S – P – O – Ket a. Pak Raden menyimpan uang di bank b. Beliau memperlakukan kami dengan baik
Bab 3 Kalimat 57 7. Kalimat Dasar Tipe S – P – O – Pel - Ket a. Ratna mengirimi kakeknya tasbih minggu lalu b. Ahmad membelikan anaknya boneka tadi siang D. KALIMAT EFEKTIF 1. Pengertian Kalimat Efektif Kalimat yang baik dan benar dapat memudahkan orang lain untuk memahaminya. Kalimat yang baik haruslah mengikuti kaidah-kaidah tata bahasa, pilihan kata (diksi), penalaran dan keserasian.11 Kelengkapan unsur sebuah kalimat sangat menentukan kejelasan sebuah kalimat. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Sebuah kalimat yang efektif mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili secara tepat isi dan pikiran atau perasaan pengarang, bagaimana ia dapat mewakilinya secara segar, dan sanggup menarik perhatian pembaca dan pendengar apa yang dibicarakan.12 Hal ini berarti bahwa kalimat efektif haruslah disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis kepada pembacanya. Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula.13 Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, dan enak dibaca.14 Dari keseluruhan pendapat tersebut dapat dilihat bahwa ketepatan informasi sebagai syarat mutlak sebuah kalimat efektif. Agar pembaca tertarik pada apa yang disampaikan, maka sebuah kalimat efektif harus disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang dapat menyampaikan gagasan atau pikiran secara tepat. Sebagai sarana komunikasi, setiap kalimat terlibat dalam proses penyampaian dan penerimaan. Apa yang disampaikan dan apa yang diterima itu mungkin bersifat ide, gagasan, pesan, pengertian, atau informasi. Kalimat dikatakan efektif jika mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung sempurna. Dari pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa hakikat kalimat efektif yaitu apabila kita akan membuat kalimat yang baik dan benar harus berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku dan kalimat tersebut mudah dipahami oleh orang lain. 2. Ciri-ciri Kalimat Efektif Agar kalimat yang ditulis dapat memberikan informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis, perlu diperhatikan beberapa hal terkait ciri-ciri kalimat 11 Soedjito, Kalimat Efektif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 1-2. 12 Gorys Keraf, Komposisi, (Ende Flores: Nusa Indah, 1994), hlm. 35. 13 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Buku Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003), hlm. 91. 14 Asih Anggarani, dkk., Mengasah Keterampilan Menulis Ilmiah di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 1.
58 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi efektif. Ida Bagus Putrayasa menuliskan bahwa kalimat efektif mempunyai empat sifat/ciri, yaitu kesatuan, kehematan, penekanan, dan kevariasian.15 Sebuah kalimat, baik kalimat inti maupun kalimat luas, agar tetap berkedudukan sebagai kalimat efektif, haruslah mengungkapkan sebuah ide pokok atau satu kesatuan pikiran. Kesatuan tersebut bisa dibentuk jika ada keselarasan antara subjek-subjek, objek-objek, dan predikat keterangan. Selain itu kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata sehingga tidak ada kata yang mubajir atau tidak terpakai sehingga dapat disingkirkan. Penekanan atau penegasan juga salah satu ciri kalimat efektif. Penekanan dalam kalimat adalah upaya pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat yang diberi penegasan itu lebih mendapat perhatian dari pendengar atau pembaca.16 Penulisan yang mempergunakan kalimat dengan pola kalimat yang sama akan membuat suasana menjadi monoton atau datar, sehingga akan menimbulkan kebosanan pada pembaca. Oleh sebab itu, dalam membuat kalimat yang efektif harus memperhatikan kevariasian. Pendapat yang hampir sama dengan pendapat di atas adalah yang dikemukakan oleh R. Kunjana Rahardi yang menuliskan ciri-ciri kalimat efektif yaitu adanya kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata.17 Prinsip kesepadanan struktur itu di antaranya terlihat dari 1) adanya kejelasan subjek, 2) tidak adanya subjek ganda, 3) tidak adanya kesalahan dalam pemanfaatan konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat, dan 4) adanya kejelasan predikat kalimat.18 Kejelasan subjek dapat dijamin dari tidak ditempatkannya preposisi atau kata depan di depan subjek kalimat. keparalelan bentuk, ketegasan makna, dan kehematan kata. Ciri kalimat efektif yang kedua adalah keparalelan bentuk. Adapun yang dimaksud dengan keparalelan bentuk itu adalah kesejajaran atau kesamaan bentuk atau jenis kata yang digunakan di dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama dalam konstruksi beruntun menggunakan verba, maka bentuk yang kedua dan ketiga juga harus menggunakan verba. Ciri yang ketiga adalah adanya ketegasan makna. Kalimat efektif harus mengemban makna yang tegas supaya menjadi jelas. Dapat dilihat dari fakta perulangan bentuk kebahasaan yang dilakukan secara proporsional. Ciri yang keempat adalah kehematan kata. Kalimat efektif adalah kalimat yang hemat, kalimat yang tidak berbelit-belit, kalimat yang tidak rumit dan sulit untuk memahaminya. Sementara menurut Zaenal Arifin dan Amran Tasai, sebuah kalimat efektif mempunyai ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa.19 Berikut penjelasan masing-masing ciri kalimat efektif. 15 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 54. 16 Ibid., hlm. 56. 17 R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 93-94. 18 Ibid., hlm. 93. 19 Arifin dan Amran Tasai, op. cit., hlm. 97.
Bab 3 Kalimat 59 a. Kesepadanan Kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai.20 Kesepadanan artinya hubungan timbal balik antara subjek dengan predikat, antara predikat dengan objek serta dengan keterangan-keterangan yang menjelaskan unsur-unsur kalimat tadi.21 Setiap kalimat yang baik harus jelas memperhatikan kesatuan gagasan. Kesatuan gagasan berarti kalimat tersebut harus utuh dan mempunyai satu ide pokok. Jika kalimat itu utuh dan terdapat satu ide pokok, maka kalimat tersebut telah memenuhi ciri sebagai kalimat yang memiliki kesepadanan dan kesatuan gagasan. Kesepadanan kalimat mempunyai beberapa ciri, sebagai berikut: 1) Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat yang jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek. Contoh: a) Bagi semua siswa sekolah ini harus membayar iuran bulanan. (Salah) b) Semua siswa sekolah ini harus membayar iuran bulanan. (Benar) 2) Tidak terdapat subjek yang ganda. a) Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para guru. b) Soal itu saya kurang jelas. Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara berikut. a) Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para guru. b) Soal itu bagi saya kurang jelas. 3) Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal. Contoh: a) Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. b) Kakaknya membeli sepeda motor Yamaha. Sedangkan dia membeli sepeda motor Honda. Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut. a) Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. Atau 20 Ibid. 21 Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK Press, 2011), hlm. 64.
60 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama. b) Kakaknya membeli sepeda motor Yamaha, sedangkan dia membeli sepeda motor Honda. Atau Kakaknya membeli sepeda motor yamaha. Akan tetapi, dia membeli sepeda motor Honda. 4) Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang. Contoh: a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting. Perbaikannya adalah sebagai berikut. a) Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting. b. Keparalelan Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu.22 Keparalelan atau kesejajaran bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan tersebut harus jelas dan logis. Kesejajaran membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama.23 Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam komunikasi, tetapi sekadar merupakan suatu alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau maksud dengan sejelas-jelasnya. Contoh: a) Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes. Kalimat a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terjadi dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes. b) Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecetan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang. Kalimat b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang, pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nominal, sebagai berikut. 22 Arifin dan Amran Tasai, op. cit., hlm. 99. 23 Keraf, op. cit., hlm. 47.
Bab 3 Kalimat 61 Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecetan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang. c. Ketegasan Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat.24 Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan.25 Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. Penekanan juga dapat dimunculkan dari bagian yang terpenting dalam kalimat dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat. 1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat). Contoh: Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Penekanannya ialah Presiden mengharapkan. 2) Membuat urutan kata yang bertahap. Contoh: Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak yatim. Seharusnya: Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak yatim. 3) Melakukan pengulangan kata (repetisi). Contoh: Saya suka akan budi pekerti mereka, saya suka akan sikap mereka. 4) Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan. Contoh: Anak itu tidak bodoh dan malas, tetapi pintar dan rajin. 5) Mempergunakan partikel penekanan (penegasan). Contoh: Saudaralah yang harus bertanggung jawab. 24 Arifin dan Amran Tasai, op. cit., hlm. 100. 25 Keraf. op. cit., hlm. 41.
62 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi d. Kehematan Kehematan di sini bahwa tidak selalu yang hemat kata-kata, yang pendek bentuknya, pasti bersifat efektif. Kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu.26 Kalimat efektif harus memperhatikan kehematan kata yang digunakan, sehingga tidak ada kata yang mubazir atau tidak terpakai. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan. 1) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek. Contoh: Jika penumpang berbeda namanya dengan tiket, penumpang batal berangkat. Seharusnya: Jika berbeda namanya dengan tiket, penumpang batal berangkat. 2) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata. Pada hari Kamis tanggal 25 Januari 2007 Direktur PT Pelangi Renata Kanaratih Jaya yang berbendera warna merah, kuning, dan hijau meresmikan berdirinya perusahaan yang memproduksi lampu neon. Semua orang mengetahui bahwa Kamis adalah nama hari, jadi tidak perlu kita tulis hari. Begitu pula pada ungkapan 25 Januari 2007 dan merah, kuning, dan hijau, lampu neon. Jadi, sebelum kata-kata tersebut, tidak perlu didahului kata tanggal, warna, dan lampu. Pada kamis, 25 Januari 2007, Direktur PT. Pelangi Renalz Kanartih Jaya, yang berbendera merah, kuning, dan hijau, meresmikan berdirinya perusahaan yang memproduksi neon. 3) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat. Kata naik bersinonim dengan ke atas. Kata turun bersinonim dengan ke bawah. Kata hanya bersinonim dengan kata saja. Kata sejak bersinonim dengan kata dari. Contoh: a) Dia hanya membawa badannya saja. b) Sejak dari pagi ia termenung. Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi: a) Dia hanya membawa badannya. b) Sejak pagi ia termenung. 26 Arifin dan Amran Tasai, op. cit., hlm. 101.
Bab 3 Kalimat 63 4) Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak. Misalnya: Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku Para tamu-tamu Para tamu Beberapa orang-orang Beberapa orang Para hadirin Hadirin e. Kecermatan Prinsip kecermatan berarti cermat dan tepat menggunakan diksi.27 Kecermatan sangat diperlukan dalam membuat suatu kalimat, dengan cara menyusun kalimat dengan penuh kehati-hatian, sehingga hasilnya tidak akan menimbulkan tafsir ganda. Contoh: a) Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah. Kalimat a) memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal, mahasiswa atau perguruan tinggi. b) Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri. Kalimat b) salah pilihan katanya karena dua kata yang bertentangan, yaitu diceritakan dan menceritakan. Kalimat itu dapat diubah menjadi: Yang diceritakan ialah putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri. f. Kepaduan Kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.28 Kepaduan (koherensi) adalah adanya hubungan yang padu (koheren) antarunsur kalimat.29 Kepaduan antarunsur kalimat jelas sekali akan sangat berpengaruh terhadap makna atau maksud sebuah kalimat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kalimat efektif itu salah satunya harus memenuhi kepaduan bentuk dan kepaduan makna. Sebuah kalimat akan dikatakan padu apabila tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris. Kalimat yang bertele-tele, biasanya sama sekali tidak dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide yang tepat, padat, pendek, dan akurat. Misalnya, kalau dengan kata “rapat” saja cukup jelas, kenapa harus dibuat bentuk “menyelenggarakan rapat” atau “mengadakan rapat”. Demikian pula kalau dengan bentuk “menembak” saja cukup, kenapa harus diungkapkan dengan bentuk “melemparkan peluru”. 27 Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), hlm. 144. 28 Arifin dan Amran Tasai, op. cit., hlm. 103. 29 Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, op. cit., hlm. 75.
64 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi g. Kelogisan Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.30 Kelogisan kalimat adalah kemampuan sebuah kalimat untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan logika.31 Kelogisan kalimat berhubungan dengan penalaran. Kalimat yang logis itu berarti kalimat yang bernalar. Contoh: a) Waktu dan tempat kami persilakan. b) Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan acara ini. c) Taufik Hidayat meraih juara pertama Indonesia Terbuka. Kalimat di atas tidak logis (tidak masuk akal). Supaya menjadi kalimat yang logis, kalimat tersebut diperbaiki sebagai berikut. a) Bapak Menteri kami persilakan. b) Untuk menghemat waktu, kita teruskan acara ini. c) Taufik Hidayat meraih gelar juara pertama Indonesia Terbuka. 30 Arifin dan Amran Tasai, op. cit., hlm. 106. 31 Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, op. cit., hlm. 69.
Bab 4 PARAGRAF A. PENGERTIAN Membaca sebuah buku atau teks panjang akan melelahkan apabila tidak ada penghentian secara wajar dan formal lebih lama daripada penghentian akhir kalimat. Oleh karena itu, karangan terbagi-bagi dalam beberapa paragraf. Pertama, perlu disebutkan bahwa paragraf sesunguhnya merupakan sebuah karangan mini. Dikatakan sebagai karangan mini karena sesungguhnya segala sesuatu yang lazim terdapat di dalam karangan atau tulisan, sesuai dengan prinsip dan tata kerja karang- mengarang dan tulis-menulis pula, terdapat pula dalam sebuah paragraf. Secara sederhana, paragraf dapat diartikan sebagai rangkaian kalimat yang disusun untuk menjelaskan sebuah ide pokok.32 Secara visual paragraf atau alinea ditandai oleh dua hal: (1) baris pertama ditulis atau diketik menjorok ke dalam sebanyak lima ketukan dari marjin kiri; (2) selalu diawali baris baru.33 Paragraf merupakan bagian bab dalam suatu karangan, biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru.34 Paragraf merupakan bagian karangan tulis yang membentuk satu kesatuan pikiran atau ide atau gagasan yang disebut paratone. Paratone dan paragraf sesungguhnya merujuk pada hal sama, yakni kesatuan pengungkapan 32 Syamsuddin A.R., Kompetisi Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2005), hlm.12. 33 Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia, untuk Karang-mengarang (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), hlm.158. 34 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008).
66 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi pikiran atau ide atau gagasan. Kealphaan pemahaman paragraf dan paratone menyebabkan penulisan dan pelisanan tidak beraturan dan bahkan bisa jadi berantakan. Setiap paragraf dan paratone dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok harus dikemas dalam sebuah kalimat, yakni kalimat topik atau kalimat utama. Dari kalimat topik atau kalimat utama itulah kalimat-kalimat penjelas dituliskan atau dilisankan terperinci. Perincian dapat panjang atau terurai, tetapi dapat pula pendek atau singkat, tergantung dari ketajaman intuisi lingual penulis atau penutur akan ketuntasan ide pokok yang dijelaskan atau dijabarkan. Paragraf merupakan bagian karangan atau tulisan yang membentuk satu kesatuan pikiran atau ide atau gagasan. Setiap paragraf dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok paragraf harus dikemas dalam sebuah kalimat, yang disebut kalimat utama. Dari kalimat utama paragraf itulah kalimat-kalimat penjelas, baik yang sifatnya mayor maupun minor, dituliskan secara tuntas, lengkap, terperinci.35 Paragraf adalah satuan bahasa tulis yang terdiri dari beberapa kalimat. Satu hal lagi yang harus dicatat di dalam sebuah paragraf, yakni bahwa paragraf itu harus merupakan satu kesatuan yang padu dan utuh. Jadi, pertautan yang terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang lainnya itu mengandaikan terjadinya kepanduan dan kesatuan unsur-unsur yang membangun paragraf itu. Dengan pemahaman seperti di atas dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya sebuah paragraf harus mengemban ide pokok atau ide utama. Margaret J. Miller mengatakan bahwa “Sebagaimana halnya suatu kalimat harus memiliki kesatuan pikiran (unity of thought), begitu juga paragraf harus mempunyai kesatuan topik (unity of topic). Kalimat-kalimat dalam paragraf harus menyusul satu sama lain dengan urutan yang logis. Gagasan dalam setiap kalimat harus timbul secara wajar dari pikiran yang telah diisyaratkan oleh kalimat-kalimat yang muncul sebelumnya. Selanjutnya Miller mengatakan, “Paragraf itu harus mempunyai kesatuan perlakuan dan kesatuan suasana. Gaya atau ‘style’ penulisan yang diterapkan mulai dari awal paragraf hingga akhir paragraf, hendaknya tetap sama. Keseluruhan kalimat dalam paragraf harus dikendalikan oleh salah satu ide pokok yang dikemas dalam kalimat efektif. Kalimat yang berisi ide pokok paragraf itulah yang disebut topic sentence.” Frank Chaplen (dalam Rosihan Anwar, 2004) mengatakan bahwa paragraf yang baik ialah paragraf yang memungkinkan pembaca memahami kesatuan informasi yang terkandung di dalamnya. B. UNSUR-UNSUR PARAGRAF Paragraf memiliki hierarki dan unsur-unsur lahiriah dan nonlahiriah. Unsur lahiriah paragraf berupa kalimat, frasa, kata, dan lain-lain; sedangkan unsur nonlahiriah paragraf berupa makna atau maksud penulis yang dikandung di dalam keseluruhan jiwa paragraf itu. 35 H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi (Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2004).
Bab 4 Paragraf 67 Secara lahiriah, lazimnya paragraf tersusun dari: (1) kalimat topik atau kalimat utama; (2) kalimat pengembang atau kalimat penjelas; (3) kalimat penegas; (4) kalimat transisi. Unsur- unsur lahiriah paragraf haruslah padu; unsur-unsur nonlahiriah paragraf juga harus satu. Kepaduan lahiriah paragraf disebut koherensi; kesatuan nonlahiriah paragraf disebut kohesi. Salah satu unsur penting dalam sebuah paragraf adalah unsur kalimat penjelas (support sentences). Dapat dikatakan sebagai kalimat penjelas karena tugas dari kalimat itu memang menjelaskan dan menjabarkan lebih lanjut ide pokok dan kalimat utama yng terdapat dalam paragraf tersebut. Adapun kalimat penjelas terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Kalimat Penjelas Mayor Kalimat penjelas mayor (major support sentences) adalah kalimat penjelas yang utama. Kalimat penjelas yang utama itu bertugas menjelaskan secara langsung ide pokok dan kalimat utama yang terdapat di dalam paragraf itu. Jadi, hubungan antara kalimat utama dan kalimat penjelas utama di dalam sebuah paragraf itu bersifat langsung. 2. Kalimat Penjelas Minor Dapat dikatakan kalimat penjelas minor karena kalimat penjelas itu tidak secara langsung menjelaskan ide pokok dan kalimat utama paragraf. Akan tetapi, kalimat penjelas minor demikian itu menjelaskan kalimat penjelas mayor tertentu secara langsung. Jadi, sebuah kalimat penjelas minor telah menjelaskan secara langsung kalimat penjelas utama yang lainnya. C. STRUKTUR PARAGRAF Paragraf non-naratif atau paragraf yang sering digunakan dalam karya ilmiah dapat disusun dengan kemungkinan-kemungkinan struktur sebagai berikut: (1) struktur 1,2,4,3; (2) struktur 1,2,3; (3) struktur 1,2; (4) struktur 2,1; (5) struktur 2,4,1; (6) struktur 1,4,2,3; (7) struktur 2,3,4,1. Kalimat topik atau kalimat utama paragraf hanya dimungkinkan muncul di depan sendiri, atau sebaliknya di bagian belakang sendiri. Kalimat topik atau kalimat utama yang ditempatkan di depan, paragraf ini disebut dengan paragraf deduktif. Sementara itu, jika ditempatkan di bagian paling belakang paragrafnya disebut paragraf induktif. Kerangka paragraf deduktif dapat digambarkan seperti berikut: Kalimat topik/ide topik berada di awal paragraf, selanjutnya diikuti dengan kalimat penjelas/ide penjelas pertama; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, lalu diikuti dengan kalimat penjelas/ide penjelas kedua; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada. Sebaliknya, pada kerangka paragraf induktif dapat digambarkan sebagai berikut: kalimat penjelas/ide penjelas pertama; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, kalimat penjelas/ide penjelas kedua; (a) kalimat
68 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, kalimat topik/ide topik berada di akhir paragraf.36 Dalam referensi lain, ada juga jenis paragraf abduktif. Yaitu jenis paragraf yang kalimat topik atau kalimat utamanya diletakkan baik di bagian awal, maupun di bagian akhir paragraf. Kalimat topik yang letaknya di akhir paragraf hanya berfungsi sebagai pengulang, atau penegas dari kalimat topik yang terdapat di awal paragraf. D. TEKNIK PEMAPARAN PARAGRAF 1. Paragraf Deskriptif Paragraf jenis ini disebut juga paragraf lukisan, yakni melukiskan atau menggambarkan apa saja yang dilihat di depan mata penulisnya. Paragraf deskriptif bersifat loyal terhadap tata ruang atau tata letak objek yang dituliskan itu. Penyajiannya dapat berurutan dari atas ke bawah atau sebaliknya, dari depan ke belakang atau sebaliknya, dari pagi ke petang atau sebaliknya, dari siang ke malam atau sebaliknya. Pelukisan untuk paragraf deskriptif ini berkaitan dengan segala sesuatu yang ditangkap atau diserap oleh pancaindra. Paragraf deskriptif adalah sebuah paragraf yang bertujuan menggambarkan sejelas- jelasnya suatu objek. Penulis seolah-olah berada di tempat itu sehingga ia dapat melihat dan mendengar sendiri segala hal yang ada di tempat itu. Oleh karena itu, paragraf deskriptif dapat dikatakan lebih menekankan pada dimensi ruang.37 Ciri-ciri dari paragraf deskriptif ialah: a. Menggambarkan atau melukiskan suatu benda, tempat, atau suasana tertentu. b. Penggambaran dilakukan dengan melibatkan panca indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan). c. Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri objek yang dideskripsikan. d. Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan suatu objek secara terperinci. 2. Paragraf Ekspositoris Paragraf jenis ini disebut juga paragraf paparan. Tujuannya adalah untuk menampilkan atau memaparkan sosok objek tertentu yang hendak dituliskan. Penyajiannya tertuju pada satu unsur dari objek itu saja, dan teknik pengembangannya dapat menggunakan analisis kronologis maupun analisis keruangan. Ciri-ciri paragraf ekspositoris: a. Memaparkan definisi dan memaparkan langkah-langkah, metode atau melaksanakan suatu tindakan. 36 P. Tukan, Mahir Berbahasa Indonesia ( Jakarta: Yudhistira, 2006), hlm.65. 37 Syamsuddin A.R., Kompetisi Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2005), hlm. 29.
Bab 4 Paragraf 69 b. Gaya penulisannya bersifat informatif. c. Menginformasikan/menceritakan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh panca indra. d. Paragraf eksposisi umumnya menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana. 3. Paragraf Argumentatif Paragraf jenis ini sering disebut juga paragraf persuasif. Tujuannya adalah untuk membujuk dan meyakinkan pembaca tentang arti penting dari objek tertentu yang dijelaskan dalam paragraf itu. Paragraf ini banyak digunakan untuk kepentingan propaganda, demonstrasi, promosi, negosiasi, dan lain sebagainya. Ciri-ciri paragraf argumentatif, yaitu: a. Menjelaskan suatu pendapat agar pembaca yakin. b. Memerlukan fakta untuk membuktikan pendapatnya biasanya beruapa gambar/grafik, dan lain-lain. c. Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian. d. Penutup berisi kesimpulan. 4. Paragraf Naratif Paragraf naratif berkaitan sangat erat dengan penceritaan atau pendongengan dari sesuatu. Paragraf naratif banyak ditemukan dalam cerita-cerita pendek, pendongengan, novel, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk menghibur para pembaca, kadangkala, bahkan membawa para pembaca bertualang bersama, karena demikian terpesona dengan apa yang dinarasikan itu. Ciri-ciri paragraf naratif, antara lain: 1. ada kejadian atau peristiwa. 2. ada pelaku. 3. ada waktu dan tempat kejadian. E. JENIS PARAGRAF Pemahaman Anda ihwal penulisan paragraf yang telah disampaikan di depan sangat bermanfaat sebagai bekal untuk beranjak menuju tataran tulisan yang lebih besar. Marilah kita sekarang memulainya dengan jenis-jenis paragraf di dalam karangan. Paragraf dalam sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga jenis, yakni paragraf pembuka, paragraf pengembang, dan paragraf penutup. Karangan atau tulisan minimal dalam bidang apapun, hampir selalu memiliki konstruksi tiga paragraf demikian ini. 1. Paragraf Pembuka Paragraf ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian di dalam sebuah karangan. Sebagai pengantar, paragraf
70 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi pembuka harus benar-benar menarik, kadangkala diawali dengan sebuah sitiran dari pendapat tokoh tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk memikat dan memusatkan perhatian dari para pembacanya. Dapat dikatakan bahwa paragraf pembuka tugas pokoknya memang untuk membuka, mengembangkan dan mengantarkan pembaca agar dapat memasuki paragraf-paragraf pengembang berikutnya. 2. Paragraf Pengembang Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti atau esensi pokok beserta seluruh jabarannya dari sebuah karya tulis itu sendiri. Dengan paragraf pengantar, para pembaca budiman sesungguhnya dibawa dan diarahkan untuk dapat masuk ke dalam paragraf-paragraf pengembang ini. Paragraf ini mengembangkan ide pokok pembicaraan yang sudah dirancang. Paragraf ini mengemukakan inti persoalan yang hendak dikemukakan di dalam sebuah karangan. Jumlah paragraf pengembang ini tidak ada batasan. Ukuran atau pembatas paragraf ini adalah ketuntasan pengungkapan pikiran/gagasan karangan secara keseluruhan. 3. Paragraf Penutup Paragraf penutup ini merupakan kesimpulan pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya. Paragraf penutup mungkin hanya sebuah rangkuman, atau mungkin juga sebuah penegasan ulang dari hal-hal pokok yang dipaparkan pada paragraf- paragraf sebelumnya. Paragraf penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau karangan. Semua karangan pasti diakhiri dengan paragraf penutup untuk menjamin bahwa permasalahan yang dipampangkan pada awal paragraf karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di dalam paragraf-paragraf pengembangan, dan disimpulkan atau ditegaskan kembali di dalam paragraf penutup. Kalimat-kalimat reflektif, pertanyaan-pertanyaan retoris sering kali dipakai untuk mengakhiri paragraf penutup untuk meninggalkan bekas-bekas akhir yang tidak mudah dilupakan dan menurut pemikiran lanjutan. Lazimnya, paragraf penutup dari sebuah tulisan terdiri dari satu paragraf saja. Akan tetapi, sesungguhnya tidak selalu harus demikian. Dalam sebuah karya ilmiah yang panjang misalnya, bagian kesimpulan dan saran itu merupakan penutup. Bisa jadi bagian itu terdiri dari sejumlah paragraf. Dalam sebuah makalah ilmiah atau mungkin naskah pidato yang cukup panjang, bisa jadi diakhiri dengan bagian yang disebut ‘catatan penutup’. Lazimnya pula, catatan penutup itu terdiri dari sejumlah paragraf. F. CARA PENGEMBANGAN PARAGRAF Paragraf harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau pengarang dengan model pengembangan yang variatif. Berikut ini setiap model pengembangan paragraf itu akan dipaparkan maksudnya:
Bab 4 Paragraf 71 1. Pola Pengembangan Ruang dan Waktu Pola ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian/peristiwa atau cara membuat sesuatu, selangkah demi selangkah digambarkan menurut perturutan ruang dan waktu. 2. Pola Pengembangan Sebab-Akibat Pola ini biasanya digunakan di dalam karangan-karangan ilmiah untuk mengemukakan alasan tertentu berikut justifikasinya, menerangkan alasan terjadinya sesuatu, menjelaskan suatu proses yang berpautan dengan sebab dan akibat dari terjadinya hal-hal tertentu. 3. Pola Pengembangan Susunan Pembanding Pola pembanding ini digunakan untuk memperbandingkan dua hal atau dua perkara, bahkan bisa juga lebih, yang di satu sisi memiliki kesamaan sedangkan pada sisi yang lain mengandung perbedaan. 4. Pola Pengembangan Ibarat Pola ini digunakan untuk menjelaskan sesuatu hal yang memiliki keserupaan atau kemiripan dengan hal tertentu. Di dalam jenis paragraf ini orang sering menggunakan bentuk-bentuk peribaratan, personifikasi, metafora, dan lain-lain. 5. Pola Pengembangan Susunan Daftar Pola ini lazimnya digunakan dalam karya-karya ilmiah dan keteknikan yang sering kali harus mengemukakan informasi dalam bentuk-bentuk daftar, tabel, grafik, dan semacamnya. 6. Pola Pengembangan Susunan Contoh Dalam susunan paragraf ini, kalimat rinciannya lazim menggunakan contoh-contoh tentang apa yang dimaksudkan dalam kalimat topik atau kalimat utama. Pola susunan contoh juga banyak sekali ditemukan di dalam tulisan-tulisan ilmiah. 7. Pola Pemgembangan Susunan Bergambar Gambar atau ilustrasi tertentu dimaksudkan untuk memperjelas apa yang telah atau akan dituliskan di dalam sebuah paragraf. Pola susunan bergambar juga sangat lazim ditemukan dalam karya-karya ilmiah. G. KOHERENSI DAN KOHESI PARAGRAF Kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf harus berkaitan antara yang satu dan lainnya. Keberkaitan itu harus mencakup dua macam hal, yakni bentuk maupun isinya. Bilamana
72 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi keberkaitan dalam hal bentuk dan isi paragraf itu dapat dibangun, maka paragraf semacam itu dapat disebut sebagai paragraf yang kohesif dan koheren. Kepaduan dalam bidang isi dan makna, lazimnya dapat dibangun dengan berpegang teguh pada prinsip bahwa setiap paragraf hanya dapat mengembangkan satu ide pokok. Ide pokok yang dapat diletakkan dalam posisi yang variatif itu harus dikembangkan dan dijabarkan secara tuntas melalui kalimat-kalimat mayor, kalimat-kalimat minor, dan kalimat- kalimat penegasnya. Adapun kepaduan dalam bidang bentuk, lazimnya dilakukan dalam dua cara. Pertama dengan memerantikan kata ganti persona, dan kedua dengan memerantikan kata-kata transisi. Kata ganti persona lazimnya hadir setelah sebelumnya terdapat penunjukan-penunjukan yang merupakan nomina. Dengan penunjukan pada nomina oleh serta ganti persona itulah penanda bahwa keberkaitan itu memang benar-benar ada. Selanjutnya, kepaduan paragraf dapat juga diciptakan dengan pemanfaatan kata-kata transisi seperti ditunjukkan berikut ini: 1. Kata transisi penunjuk hubungan tambahan: lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu pula, lagi pula. 2. Kata transisi penunjuk hubungan pertentangan: akan tetapi, namun, bagaimana pun, walaupun, sebaliknya, lain halnya. 3. Kata transisi penunjuk hubungan perbandingan: sama dengan itu, sehubungan dengan itu, dalam hal yang demikian itu. 4. Kata transisi penunjuk hubungan akibat: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, karenanya. 5. Kata transisi penunjuk hubungan tujuan: untuk itu, untuk maksud itu, untuk tujuan itu, dengan maksud itu. 6. Kata transisi penunjuk hubungan singkatan: singkatnya, pendeknya, akhirnya, dengan kata lain, sebagai kesimpulan. 7. Kata transisi penunjuk hubungan tempat dan waktu: sementara itu, segera setelah itu, berdekatan dengan itu, berdampingan dengan itu.
Bab 5 PERENCANAAN KARANGAN A. PENGERTIAN Perencanaan karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Kegiatan menulis bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah direncanakan. Dengan begitu, penulis benar-benar siap mengungkapkan gagasannya melalui tulisan. “Secara teoretis, perencanaan karangan terdiri atas tiga tahapan, yaitu prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan (revisi).” Pada tahap prapenulisan, seorang penulis dituntut untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan tulisan. Persiapan ini meliputi penentuan tema, topik, ataupun judul, tujuan penulisan, masalah yang akan dibahas, teknik pengumpulan bahan atau teknik penelitian, penentuan buku rujukan penyusunan kerangka karangan, dan sebagainya. Pada tahap penulisan, penulis dituntut untuk mengembangkan kerangka yang sudah dibuat tadi. Dengan kalimat, ungkapan, frase, kata-kata, penulis mengembangkan kerangka tersebut menjadi paragraf subbab, bab, wacana, akhirnya menjadi karya tulis yang utuh. Pada tahap pascapenulisan, penulis mengurangi segala kekeliruan dan kekurangan yang mungkin timbul. Pada tahap ini, penulis juga dapat menambah referensi dan merevisi penulisan yang telah diketik sehingga menjadi tulisan yang sempurna. Tahap ini biasa disebut dengan tahap revisi.38 38 Desy widiarti, “Perencanaan Karangan”, http://desywidiarti.blogspot.com, diakases pada 20 Nopember 2011
74 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi B. STRUKTUR KARANGAN Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur, serta memungkinkan seorang penulis membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan-gagasan tambahan. Sebuah kerangka karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat mengalami perubahan dan perbaikan untuk mencapai suatu bentuk yang semakin lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana, tetapi dapat juga berbentuk mendetil, dan digarap dengan sangat cermat.39 C. MANFAAT PERENCANAAN KARANGAN Penyusunan kerangka karangan sangat dianjurkan, karena akan menghindarkan penulis dari kesalahan-kesalahan yang tak perlu terjadi. Kegunaan kerangka karangan bagi penulis adalah sebagai berikut: 1. Kerangka karangan dapat membantu penulis menyusun kerangka secara teratur, tidak membahas atau gagasan sampai dua kali, dan dapat mencegah penulis keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul. 2. Kerangka karangan akan memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan, sekaligus memberi kemungkinan bagi penulisnya untuk memperluas bagian-bagian tersebut. Hal ini akan membantu penulis menciptakan suasana yang berbeda-beda, sesuai variasi yang diinginkan. 3. Kerangka karangan akan memperlihatkan kepada penulisnya,bahan atau materi apa yang dibutuhkan dalam pembahasan yang akan ditulisnya nanti. Pada umumnya,bentuk kerangka karangan dibedakan atas kerangka kalimat dan kerangka topik. Kerangka kalimat menggunakan kalimat berita yang lengkap dalam merumuskan tiap topik, subtopik, maupun sub-sub topik. Sedangkan, di dalam kerangka topik, tiap butir dalam kerangka tersebut terdiri atas topik yang berupa frase. D. PENYUSUNAN KERANGKA KARANGAN Langkah-langkah dalam menyusun kerangka karangan adalah sebagai berikut, 1. Rumuskan tema 2. Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi . 3. Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah kedua di atas. 39
Bab 5 Perencanaan Karangan 75 4. Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga dikerjakan berulang–ulang untuk menyusun topik – topik yang lebih rendah tingkatannya. E. TEMA, TOPIK, DAN JUDUL KARANGAN 1. Tema Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu. Oleh karena itu karangan harus diawali dengan tema yang baik. Tema yang baik disyaratkan sebagai berikut. a. Tema menarik perhatian penulis. Tema yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha terus- menerus mencari data untuk memecahakan masalah-masalah yang dihadapi, penulis akan didorong terus-menerus agar dapat menyelesaikan karya tulis itu sebaik-baiknya. b. Tema dikenal/diketahui dengan baik. Maksudnya bahwa sekurang-kurangnya prinsip-prinsip ilmiah diketahui oleh penulis. Berdasarkan prinsip ilmiah yang diketahuinya, penulis akan berusaha sekuat tenaga mencari data melalui penelitian, observasi, wawancara, dan sebagainya sehingga pengetahuannya mengenai masalah itu bertambah dalam. Dalam keadaan demikian, disertai pengetahuan teknis ilmiah dan teori ilmiah yang dikuasainya sebagai latar belakang masalah tadi, maka ia sanggup menguraikan tema itu sebaik-baiknya. c. Bahan-bahannya dapat diperoleh. Sebuh tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di sekitar kita atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya. d. Tema dibatasi ruang lingkupnya. Tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya. 2. Topik Pengertian topik adalah berasal dari bahasa Yunani “topoi” yang berarti tempat, dalam tulis menulis berarti pokok pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan suatu artikel. Agar tidak terlalu luas, topik perlu dibatasi.
76 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan mempergunakan cara sebagai berikut: a. Tetapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral. b. Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih dapat dirinci lebih lanjut? Bila dapat, tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik pertama tadi. c. Tetapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih. d. Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat dirinci lebih lanjut atau tidak. 3. Judul Karangan Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan lain- lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersifat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan. F. POLA SUSUNAN KARANGAN Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis. 1. Pola Alamiah Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu (urutan kronologis), urutan berdasarkan ruang (urutan spasial), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada. a. Urutan waktu Urutan waktu atau urutan kronologis adalah urutan yang didasarkan pada runtutan peristiwa atau tahap-tahap kejadian. Tahapan yang paling mudah dalam urutan ini adalah mengurutkan peristiwa menurut kejadiannya atau berdasarkan kronologinya. Suatu corak lain dari urutan kronologis yang sering dipergunakan dalam roman, novel, cerpen, dan dalam bentuk karangan naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan sorot balik sejak awal mula perkembangan hingga titik yang menegangkan tadi . Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu-satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah . b. Urutan ruang Urutan ruang atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang diuraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat . Urutan ini terutama digunakan dalam tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif .
Bab 5 Perencanaan Karangan 77 c. Topik yang ada Suatu pola peralihan yang dapat dimasukkan dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang ada . Suatu barang, hal, atau peristiwa sudah dikenal dengan bagian-bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian-bagian itu harus dijelaskan berturut-turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas bagian-bagiannya itu 2. Pola logis Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis. Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan penulis. Macam-macam urutan logis yang dikenal : a. Urutan Klimaks dan Anti Klimaks Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol . Bila posisi yang paling penting itu berada pada akhir rangkaian maka urutan ini disebut klimaks . Dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian-bagian dari topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang paling rendah kepentingannya, bertingkat-tingkat naik hingga mencapai ledakan pada akhir rangkaian. Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks. Penulis mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur-angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya. b. Urutan kausal Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan-persoalan yang di hadapi umat manusia pada umumnya . Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan dengan perincian -perincian yang berusaha mencari sebab-sebab yang menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab . c. Urutan Pemecahan Masalah Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang-kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternative- alternative untuk jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut .
78 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus benar-benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan sebab-sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak. f. Urutan Familiaritas Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal, kemudian berangsur-angsur pindah kepada hal-hal yang kurang dikenal atau belum di kenal. Dalam keadaan-keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi. g. Urutan Akseptabilitas Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah dikenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah suatu pendapat disetujui atau tidak oleh para pembaca. G. MACAM-MACAM KERANGKA KARANGAN 1. Berdasarkan Perincian Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan sementara (informal) dan kerangka karangan formal. a. Kerangka Karangan Sementara (informal) Kerangka karangan sementara atau informal merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan-perombakan yang di anggap perlu. Karena kerangka karangan ini hanya bersifat sementara, maka tidak perlu di susun secara terperinci. Tetapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus memungkinkan pengarangnya menggarap persoalannya secara dinamis, sehingga perhatian harus dicurahkan sepenuhnya pada penyusunan kalimat-kalimat, alinea- alinea atau bagian-bagian tanpa mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan bagian-bagiannya. Kerangka karangan informal (sementara) biasanya hanya terdiri dari tesis dan pokok- pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah kerangka karangan semntara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan itu.
Bab 5 Perencanaan Karangan 79 H. KERANGKA KARANGAN FORMAL Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan digarap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya. Proses perencanaan sebuah kerangka formal mengikuti prosedur yang sama seperti kerangka informal. Tesisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat, kemudian dipecah-pecah menjadi bagian-bagian bawahan (sub-ordinasi) yang dikembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. Tiap sub-bagian dapat diperinci lebih lanjut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sejauh diperlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas-jelasnya. Dengan perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan dapat mencapai lima atau tiga tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka formal. Supaya tingkatan-tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka di pergunakan pula simbol-simbol dan tipografi yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat. Pokok-pokok utama yang merupakan perincian langsung dari tesis di tandai dengan angka- angka Romawi : I, II, III, IV, dst. Tiap topik utama (Tingkat I) dapat di perinci menjadi topik tingkat II, yang dalam hal ini di tandai dengan huruf-huruf capital : A, B, C, D, dst. Topik tingkat II dapat di perinci masing-masingnya menjadi topik tingkat III yang di tandai dengan angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst. Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok tingkat lima di tandai dengan (1), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat VI, kalau ada, akan di tandai dengan huruf kecil dalam kurung (a), (b), (c ), (d), dst. Tanda-tanda itu harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah di lihat, misalnya seperti bagan di bawah ini Tesis : .............................................................................................................................................................. Pendahuluan ...................................................................................................................................... I. ..................................................................................................................................................... A. ............................................................................................................................................ 1. .................................................................................................................................. a. ......................................................................................................................... (1). ................................................................................................................ (2). ................................................................................................................ b. ......................................................................................................................... (1). ................................................................................................................ (2). ................................................................................................................
80 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi 2. .................................................................................................................................. a. ......................................................................................................................... (1). ................................................................................................................ (2). ................................................................................................................ b. ......................................................................................................................... B. ............................................................................................................................................ 1. .................................................................................................................................. a. ......................................................................................................................... (1). ................................................................................................................ (2). ................................................................................................................ b. ......................................................................................................................... 2. .................................................................................................................................. a. ......................................................................................................................... b. ......................................................................................................................... (1). ................................................................................................................ (2). ................................................................................................................ c. ......................................................................................................................... II. ..................................................................................................................................................... dst. I. ..................................................................................................................................................... dst. I. BERDASARKAN PERUMUSAN TEKSNYA 1. Kerangka Kalimat Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit-unit utama dan unit-unit bawahannya. Perumusan tesis dapat mempergunakan kalimat majemuk bertingkat, sebaliknya untuk merumuskan tiap unit hanya boleh mempergunakan kalimat tunggal. Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain : a. Memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topik yang akan di uraikan. b. Perumusan topik-topik dalam unit akan tetap jelas, walaupun telah lewat bertahun- tahun. c. Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapa pun, seperti bagi pengarangnya sendiri. 2. Kerangka Topik Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok-pokok utama maupun pokok-pokok bawahan, di rumuskan dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap.
Bab 5 Perencanaan Karangan 81 Kerangka topik di rumuskan dengan mempergunakan kata atau frasa. Sebab itu kerangka topik tidak begitu jelas dan cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka topik manfaatnya kurang bila di bandingkan dengan kerangka kalimat, terutama jika tenggang waktu antara perencanaan kerangka karangan itu dengan penggarapannya cukup lama. Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah kerangka kalimat, misalnya dalam pembagiannya, penggunaan simbol, sub-ordinasinya, dan sebagainya. J. SYARAT KERANGKA YANG BAIK 1. Tesis atau Pengungkapan Maksud Harus Jelas Tesis atau pengungkapan maksud merupakan tema dari kerangka karangan yang akan di garap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus dirumuskan dengan jelas dalam struktur kalimat yang baik, jelas menampilkan topik mana yang di jadikan landasan uraian dan tujuan mana yang akan di capai oleh landasan tadi. Tesis atau pengungkapan maksud yang akan mengarahkan kerangka karangan itu. 2. Tiap Unit dalam Kerangka Karangan Hanya Mengandung Satu Gagasan Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit atasan maupun unit bawahan, tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang di rumuskan dalam dua kalimat, atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat majemuk bertingkat, atau dalam frasa koordinatif. Bila ada dua atau tiga pokok di masukkan bersama- sama dalam satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas. Bila terjadi hal yang demikian maka unit itu harus segera di revisi. Bila kedua gagasan itu berada dalam keadaan setara, maka masing-masingnya harus di tempatkan dalam urutan simbol yang sama derajatnya. Bila terdapat gagasan-gagasan yang tidak setara, maka ide-ide yang berbeda tingkatnya itu harus di tempatkan dalam simbol-simbol yang berlainan derajatnya. 3. Pokok-pokok dalam Kerangka Karangan Harus disusun Secara Logis Kerangka karangan yang di susun secara logis dan teratur mempersoalkan tiga hal, yaitu: a. apakah tiap unit yang lebih tinggi telah di perinci secara maksimal b. apakah tiap perincian mempunyai hubungan langsung dengan unit atasan langsungnya c. apakah urutan perincian itu sudah baik dan teratur 4. Harus Mempergunakan Pasangan Simbol yang Konsisten Penggunaan pasangan simbol yang konsisten mencakup dua hal yaitu pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit-unitnya, tipografi yaitu penempatan angka dan huruf penanda tingkatan dan teks dari tiap unit kerangka karangan. Pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit-unit kerangka karangan biasanya mengikuti konvensi berikut :
82 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (1) Angka Romawi : I, II, III, IV, dsb. Di pakai untuk Tingkatan pertama. (2) Huruf Kapital : A, B, C, D, dsb. Di pakai untuk Tingkat ke dua. (3) Angka Arab : 1, 2, 3, 4, dsb. Di pakai untuk menandai Tingkat ke tiga. (4) Huruf Kecil : a, b, c, d, e, dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke empat. (5) Angka Arab dalam kurung : (1), (2), (3), (4), dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke lima. (6) Huruf kecil dalam kurung : (a), (b), (c), (d), dsb. Di pakai untuk menandai tingkatan ke enam. Sebaliknya konvensi yang menyangkut tipografi adalah : semakin penting atau tinggi sebuah unit, semakin ke kiri tempatnya. Semakin berkurang kepentingan unitnya, semakin ke kanan tempatnya. Namun ada satu hal yang tidak boleh di lakukan yaitu merubah nilai simbol-simbol itu di tengah-tengah kerangka karangan. Pokok-pokok yang memiliki kepentingan atau tingkatan yang sama harus mempergunakan simbol yang sama, sedangkan pokok-pokok yang berbeda kepentingannya tidak boleh mempergunakan simbol tadi.
Bab 6 DIKSI A. PENGERTIAN DIKSI Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dan makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang akan disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Pemilihan kata harus sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Fungsi dari diksi antara lain : 1. Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis. 2. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif. 3. Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal. 4. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca. 5. Serangkaian kalimat harus jelas dan efektif sehingga sesuai dengan gagasan utama. 6. Cara dari mengimplementasikan sesuatu kedalam sebuah situasi. 7. Sejumlah kosakata yang didengar oleh masyarakat harus benar-benar dikuasai. Untuk dapat memilih kata dengan tepat perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan makna seperti
84 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi B. MACAM-MACAM HUBUNGAN MAKNA 1. Sinonim Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan/kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh : Kata buruk dan jelek, mati dan wafat. 2. Antonim Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna/ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil. 3. Polisemi Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain. 4. Hiponim Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan. 5. Hipernim Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain. 5. Homonim Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti. 6. Homofon Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda. 8. Homograf Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Bab 6 Diksi 85 C. MAKNA KATA 1. Makna Denotatif dan Konotatif Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Makna denotatif sering disebut juga makna konseptual. Misalnya kata makan, bermakna memasukkan ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti itu adalah makna denotatif. Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul. Makna konotatif tidak tetap, berbeda dari zaman ke zaman. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (donotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah makna denotatif atau konotatif. Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Misalnya : Rumah gedung, wisma, graha Penonton pemirsa, pemerhati Dibuat dirakit, disulap Sesuai harmonis Makna denotatif ialah arti harfiah kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, peranan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus. Contoh : Dia adalah wanita cantik (denotatif) Dia adalah wanita manis (konotatif) Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita. Dipihak lain kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotatif referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Contoh : Sejak dua tahu yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
86 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata pekerjaan membanting subuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang merupakan sebuah kata hiasan. Kata membanting tualang dapat kita masukan ke dalam golongan kata yang bermakna konotatif. Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua benyuk idiom atau ungkapan dalam kata yang bermakna konotatif. Kata-kata ungkapan adalah sebagai berikut : Keras kepala Panjang tangan Sakit hati 2. Makna Umum dan Makna Khusus Kata umum adalah kata yang cakupannya lebih luas. Kata khusus adalah kata yang memiliki cakupan yang lebih sempit atau khusus. Misalnya bunga termasuk kata umum, sedangkan kata khusus dari bunga adalah mawar, melati, anggrek. 3. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan. Contoh: Kata nyamuk, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit. Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan pengulangan kata, seperti kata: meja yang bermakna “sebuah buku,” menjadi meja-meja yang bermakna “ banyak meja.” 4. Makna Peribahasa Makna pribahasa adalah makna yang bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dl peribahasa. 5. Makna Kias dan Lugas Makna kias adalah kataataupun kalimat yang tidak mengandung arti yang sebenarnya. Contoh: raja siang, bermakna matahari. 6. Kata Konkret dan Kata Abstrak Kata konkret adalah kata yang dapat diserap oleh panca indra. Misalnya meja, air, dan suara. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang sulit diserap oleh panca indra. Misalnya kemerdekaan, kebebasan.
Bab 6 Diksi 87 7. Majas atau Gaya Bahasa Dalam karangan, kadang-kadang perlu digunakan kata-kata berbentuk ungkapan agar lebih hidup dan terlihat konkret. Makna yang dikandung oleh ungkapan-ungkapan itu disebut majasi. Makna majasi diperoleh bila sebuah makna denotasi kata dipakai untuk menyatakaan makna denotasi yang lain. Kata-kata yang mengandung majasi disebut majas. Beberapa majas atau gaya bahasa yang perlu diketahui : a. Majas Persamaan atau Simile Majas persamaan yaitu, persamaan dua hal. Kedua hal itu dapat disela oleh kata seperti, ibarat dan bagai. Contohnya : Ia manis bagai putri dari kayangan b. Majas Perumpamaan Hampir sama dengan simile, tetapi persamaan tidak mempunyai unsur disamakan. Contohnya : Bagai air di daun talas c. Majas Metafora Metafora adalah majas yang mengimplisitkan persamaan. Metafora menyatakan secara langsung dua benda yang sama. Kalau simile mengungkapkan : Gadis itu seperti bunga melati, metafora mengungkapkan dengan cara lain, yaitu : Aku bertemu dengan bunga melaati kampung kami. Contohnya : Ia sampah masyarakat d. Majas Metonimi Metonimi adalah majas yang beriontasi pada bagian kecil suatu benda. Melati adalah metonimi dari bunga. Untuk menyebutkan sesuatu, cukup disebutkan bagian metoniminya saja agar makna kalimat itu lebih jelas. Contohnya : Ia datang dengan Corolla. e. Majas Personifikasi Majas ini adalah majas pemanusiaan alam. Alam dianggap manusia, dapat berbicara, bertindak, dan bergerak. Contohnya : pembangunan kini membelah desa dan kota. f. Majas Litotes Litotes adalah majas yang merendahkan diri secara berlebih-lebihan. Contohnya : Engkau menganggap ceritaku hanya angin lalu. g. Majas Hiperbola Hiperboal adalah majas yang melebih-lebihkan sesuatu dengan cara meninggikan hal- hal yang tidak semestinya. Contohnya : harga-harga sekarang mencekik leher h. Klimaks Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik.
88 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi i. Antiklimaks Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu. j. Antithesis Adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang pertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. k. Repetisi Adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. l. Erotesis atau Pertanyaan Retoris Adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan ntuk uk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. m. Sinekdoke Adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratip, yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). n. Eufimisme Eufimisme adalah ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata yang dirasakan menghina ataupun menyinggung perasaan. Anak Anda memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti anak-anak lainnya. (=bodoh) o. Sarkasme Sindiran langsung dan kasar.kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain; cemoohan atau ejekan kasar. p. Pleonasme Disebut pleonasme apabila kata yang berlebihan yang jika dihilangkan, artinya tetap utuh. Contohnya : Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri. Ungkapan di atas adalah pleonasme karena semua kata tersebut memiliki makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata: dengan telinga saya,
Bab 7 NOTASI ILMIAH Dalam penulisan karya ilmiah diperlukan penunjang-penunjang sebagai bahan bukti berbagai pendapat dan ulasan dari penulis. Untuk menambah keilmiahan tulisan, maka perlunya berbagai notasi ilmiah yang berupa kutipan dan penulisan referensi baik dalam catatan kaki maupun daftar pustaka (bibliografi). A. KUTIPAN 1. Pengertian Kutipan Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah. Mengutip itu tidak tercela. Bahkan, sepanjang dilakukan secara jujur, mengutip merupakan suatu keniscayaan dalam menulis karya ilmiah. Namun begitu, jika dilakukan tanpa kejujuran mengutip merupakan suatu tindakan plagiat (penjiplakan). Oleh sebab itu, sedapat mungkin dalam sebuah karangan ilmiah, kutipan ditulis dengan catatan (notes) supaya terlepas dari tuduhan menjiplak 2. Prinsip-prinsip Mengutip a. Jangan mengadakan perubahan Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Contoh pertentangan dan sebagainya. Dalam hal yang demikian penulis harus memberikan tanda kurung segi empat [….] bahwa perubahan
90 Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi teknik itu di buat sendiri oleh penulis, dan tidak ada dalam teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi empat itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huruf miring dari saya, Penulis]. b. Bila ada kesalahan Bila dalam kutipan terjadi kesalahan atau keganjila, entah dalam persoalan ejaan maupun soal-soal ketatabahasaan, penulisan tidak boleh memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Ia hanya mengutif sebagaimana adanya. Misalnya kalau kita tidak setuju dengan bagian itu,maka biasanya diberi catatan: [sic!] kata sic! Yang di tempatkan dalam kurung segi empat menunjukan bahwa penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai dengan apa yang terdapat dalam naskah aslinya. c. Menghilangkan bagian kutipan Penghilangan kutipan biasanya di nyatakan dengan menggunakan [. . .]. Jika unsure yang dihilangkan pada akhir sebuah kalimat, maka ketika titik berspasi itu ditambahkan sesudah titik yang mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yan dihilankan terdiri dari satu alenia atau lebih, maka biasanya dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris halaman. 3. Jenis Kutipan Menurut jenisnya, kutipan dapat di bedakan atas kutipan langsung dan kutipan tidak langsung (kutipan isi). Kutipan langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut. 4. Cara-cara Mengutip a. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris Sebuah kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat baris ketikan, akan dimasukan dalam teks dengan cara-cara berikut: 1) Kutipan itu di integrasikan langsung dengan teks 2) Jarak antara baris dengan baris dua spasi 3) Kutipan itu diapit dengan tanda kutip 4) Sesudah kutipan selesai di beri no urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu. Misalnya: Guru tak dapat memperhatikan muridnya demi seorang demi seorang. Dalam seminar “ The teaching of modern languages” oleh sekretariat UNESCO di Nuwara Eliya, sailan, pada bulan Agustus 1953 dikatakan: because of the very special nature of language,
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130