Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Proposal PPK Yayuk

Proposal PPK Yayuk

Published by angarlzdomugllpzol, 2021-02-04 04:19:53

Description: Proposal PPK Yayuk

Search

Read the Text Version

LAPORAN PRAKTEK PELAYANAN KONSELING Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi sebagian syarat guna memperoleh gelar Magister Teologi Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Bambang Sriyanto, M.Th. Disusun oleh : Yayuk Lestari Nim : 18.213.103.2.061 PROGRAM STUDI PASCASARJANA PASTORAL KONSELING SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EFATA SALATIGA 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah yang kami sembah dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis mendapatkan kesempatan untuk melakukan Praktek Pelayanan Konseling. Melalui kegiatan Praktek Pelayanan Konseling ini penulis dapat mempraktekkan keterkaitan konsep dasar teori konseling pastoral yang dipelajari dalam kuliah dengan pelayanan terbimbing dalam praktek konseling di lapangan. Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Sekolah Tinggi Teologi EFATA Salatiga Program Studi Pasca Sarjana Magister Teologi Pastoral Konseling yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu. 2. Bapak Pdt. Dr. David Hadiwibisono, M.Th. selaku Kepala Sekolah Tinggi Teologi EFATA Salatiga. 3. Bapak Pdt. Dr. Bambang Sriyanto, M.Th. selaku Ketua Program Studi Pastoral Konseling Pascasarjana S2 Sekolah Tinggi Teologi EFATA Salatiga yang sudah membimbing kami dalam beberapa mata kuliah, khususnya mata kuliah Praktek Pelayanan Konseling. 4. Seluruh Staf Rumah Pemulihan EFATA Salatiga yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melakukan observasi dan melaksanakan praktek konseling. 5. Ibu Arta Fransiska, ST., selaku Kepala Sekolah Dasar Kristen Tri Tunggal Semarang, yang telah memberi kesempatan untuk melakukan praktek pelayanan konseling di SD Kristen Tri Tunggal dan memberikan ijin kepada penulis meninggalkan kelas lebih awal untuk bisa melaksanakan praktek pelayanan konseling di Rumah Pemulihan EFATA Salatiga. 6. Semua rekan perkuliahan yang saling memberi semangat dan masukan selama proses perkuliahan berlangsung. Penulis menyadari bahwa laporan praktek pelayanan konseling ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Untuk itu ii

penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi terciptanya perbaikan tulisan-tulisan selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….. i KATA PENGANTAR……………………………………………………………… ii DAFTAR ISI………………………………………………………………………... iv BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………… 1 1.1 Pendahuluan ........................................................................................... 1 2 1.1.1. Permasalahan Umum ……………………………………………… 3 1.1.2. Permasalahan Khusus …………………………………………….. 4 1.2 Schedule Kegiatan Praktik Pelayanan Konseling ..................................... 5 BAB II : LANDASAN TEORI……………………………………………………… 5 2.1 Gangguan Psikologis ............................................................................... 8 2.2 Psikologi Perkembangan …………………………………………………….. 12 2.3 Pola Asuh ………………………………………………………………………. 15 2.4 Kecerdasan Intelektual ……………………………………………………….. 17 2.5 Kecerdasan Emosional ……………………………………………………….. 22 2.6 Memahami Perilaku Agresif Anak …………………………………………… 23 2.7 Gangguan Perilaku (Skizofrenia) ……………………………………………. 24 2.8 Autisme …………………………………………………………………………. 26 BAB III : Hasil Konseling…………………………………………………………. 26 3.1 Laporan Konseling terhadap Konseli I di RPE Salatiga ............................ 35 3.2 Laporan Konseling terhadap Konseli II di RPE Salatiga ............................ 43 3.3 Laporan Konseling terhadap Konseli III di SDK TT Semarang .................. 56 BAB IV : PENUTUP ……………………………………………………………….. 56 4.1 Hasil Pelayanan Konseling di Rumah Pemulihan Efata Salatiga ............... 57 4.2 Hasil pelayanan Konseling di SD Kristen Tri Tunggal Semarang .............. 57 4.3 Manfaat Prakyik Pelayanan Konseling ....................................................... 58 4.4 Saran dan Rekomendasi untuk Rumah Pemulihan Efata Salatiga ............ 58 4.5 Saran dan Rekomendasi untuk SD Kristen Tri Tunggal Semarang ........... 60 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 61 DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Praktek Pelayanan Konseling adalah mata kuliah yang mempersiapkan mahasiswa mempelajari dan mempraktekkan keterkaitan konsep dasar teori konseling pastoral dan hal-hal teknis yang berkaitan dengan pelayanan terbimbing dalam praktek konseling. Maka dari itu untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Teologi dari Program Pascasarjana Pastoral Konseling maka mahasiswa wajib melakukan Praktek Pelayanan Konseling. Melalui Praktek Pelayanan Konseling ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Melakukan observasi dan pendekatan kepada calon konseli yang dilayani dengan benar. 2. Mempraktekkan teori-teori konseling dan ilmu psikologi yang telah dipelajari. 3. Membuat laporan praktek pelayanan konseling sesuai dengan format dan aturan baku dan telah ditentukan. 4. Mampu memberitakan Injil dalam setiap kesempatan dalam Praktek Pelayanan Konseling. Kegiatan Praktek Pelayanan Konseling dilaksanakan bulan April – Agustus 2019. Penulis melakukan Praktek Pelayanan Konseling kepada tiga orang konseli. Adapun yang menjadi obyek pelayanan konseling penulis adalah : 1. Dari Rumah Pemulihan EFATA Salatiga a. Nama : JJ Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 17 tahun b. Nama : LN Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 62 tahun 2. Dari SDK TT Semarang (Lembaga Pendidikan Kristen) Nama : AD 1

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 9 tahun 1.1.1. Permasalahan Umum A. JJ dari RPE JJ anak remaja laki-laki yang mempunyai masalah gangguan emosi (emosional). Orang tua menitipkan JJ di RPE dengan tujuan JJ bisa ditolong dalam hal pengendalian emosi. Selama ini ketika sekolah di SLB maupun di rumah JJ mudah marah, dan saat JJ marah atau emosi akibatnya bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Saat JJ emosi dia bisa memukul atau merusak benda- benda di sekitarnya, atau bahkan memukul orang lain. Selain itu JJ juga sulit berkomunikasi karena mengalami gangguan di tenggorakannya. Gangguan di tenggorakannya itu menyebabkan JJ kurang jelas dalam bicara sehingga orang lain sulit menangkap pembicaraannya. B. LN dari RPE LN adalah seorang wanita tua yang masih sehat dan lincah. Seseorang yang baru pertama kali bertemu dan berbicara dengan LN mungkin tidak akan tahu bahwa LN mengalami gangguan kejiwaan. Namun setelah beberapa kali bertemu dan berbicara, maka dari ekspresi, cara bicara, dan isi pembicaraannya, maka bisa kita temukan adanya gangguan kejiwaan pada LN. LN adalah seorang wanita yang memiliki gangguan Schizophrenia. Dia sebetulnya orang yang intim, tetapi karena hal-hal tertentu dia bisa menaruh curiga kepada seseorang. Kecurigaan itu bisa kepada saudara atau orang lain yang ada hubungannya dengan uang ataupun harta miliknya ataupun warisannya. LN pun menjadi seorang yang mudah marah jika yang menjadi keinginan hatinya tidak dituruti. Ekspresinya akan berubah seketika dari senang menjadi marah atau jengkel saat ada sesuatu 2

yang berjalan tidak sesuai keinginannya. Bahkan dia bisa mengeluarkan kata-kata yang kasar atau tidak sopan saat marah pada orang lain. Hal ini akan membuat tidak nyaman orang yang ada di sekitarnya. C. AD dari SDK TT AD adalah seorang anak laki-laki yang sangat pendiam. AD hampir tidak pernah berbicara dengan temannya. Dari pagi hari saat tiba di sekolah sampai pulang sekolah dia bisa bertahan sama sekali tidak bicara dengan orang lain. AD juga tidak mau bermain dengan teman-temannya. AD memilih duduk di tempat duduknya selama istirahat. Atau hanya sekedar berdiri sendirian melihat temannya bermain saat istirahat. Kebaikan teman-teman AD untuk mengajak bicara ataupun bermain lebih sering tidak ditanggapi oleh AD. AD juga anak yang egois, kalau ada kesalahan yang dia lakukan, dia malu kena saksi, dia akan berusaha menutupi kesalahan, dan tidak mau kena sanksi. Gengsinya yang sangat tinggi dan mentalnya yang tidak terlatih untuk menghadapi masalah mengakibatkan respon AD tidak tepat dan tidak wajar sehingga kelihatan menjadi aneh. 1.1.2. Permasalahan Khusus A. JJ dari RPE JJ mengalami gangguan perilaku (gangguan emosional). JJ suka mengganggu/usil kepada orang lain, kurang pengendalian diri, serta tindakannya sering menyebabkan orang lain terganggu dan marah. B. LN dari RPE LN mengalami gangguan perilaku (schizofrenia). LN mudah mencurigai orang lain termasuk keluarga/saudara sendiri, apalagi jika ada urusan yang menyangkut tentang harta benda atau warisan dari keluarganya. LN orang yang ekspresif, ketika senang dia akan senang sekali dan menunjukkan keceriaannya, sementara 3

saat dia sedih, jengkel, atau marah LN akan menunjukkan perasaaanya itu melalui ekspresi wajahnya dan bahasa tubuhnya. C. AD dari SDK TT AD anak yang terlalu pendiam dan mengalami masalah dalam sosialisasi dengan teman. AD secara otomatis menutup diri, dia sulit sekali untuk berinisiatif mengajak bicara teman lebih dulu, bahkan ketika diajak bicarapun AD seringnya tidak mau menanggapi. Sementara anak seumuran AD bermain dengan lincah dan gembira, AD jarang bermain dan tidak ada inisiatif untuk ikut bermain dengan teman. Dia lebih banyak berdiam diri dan terkesan tidak peduli dengan sekitarnya. 1.2. Schedule Kegiatan Praktik Pelayanan Konseling Lihat lampiran 1 4

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan psikologis Gangguan jiwa dapat timbul dari skala ringan hingga berat. Gangguan jiwa ringan misalnya depresi yang tidak terlalu berat yang ditandai oleh gejala seperti murung, tidak bersemangat, atau panik. Sementara gangguan jiwa yang lebih berat misalnya depresi yang ditandai dengan menurunnya kemampuan berpikir, kognitif, psikomotorik, dan terlalu cemas akan masa depan. Yang terberat adalah psikotik yang sudah tidak mampu membedakan imajinasi dan realitas. Semua itu awalnya dipicu oleh stres yang tidak dapat dihadapi dengan adaptasi yang baik. Karena itu, stres merupakan sebuah kondisi, bukan gangguan yang mungkin banyak dimaksudkan orang selama ini. Seberapapun beratnya gangguan jiwa, bila diterapi dengan tepat maka akan sembuh dan pasien gangguan jiwa dapat kembali normal. Terapinya sendiri terdiri dari dua macam jenis, yaitu dengan obat-obatan dan psikoterapi. Gangguan jiwa berhubungan dengan ketidakseimbangan senyawa kimia di otak atau yang disebut juga dengan neurotransmitter. Untuk memulihkannya, maka diperlukan obat-obatan. Sementara untuk memulihkan kejiwaan pasien, dibutuhkan psikoterapi yang berupa konseling. Krisis adalah keadaan gangguan keseimbangan psikologis yang bersifat secara tiba-tiba sehingga kemampuan seseorang gagal untuk mengatasi permasalahannya dan terdapat bukti tekanan serta gangguan fungsional. Krisis muncul ketika suatu kejadian yang penuh tekanan terjadi melebihi kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah secara efektif saat berhadapan dengan tantangan atau ancaman tersebut. Dampak dari krisis terhadap masing-masing individu bergantung pada sudut pandang seseorang individu terhadap kejadian tersebut sebagai penyebab timbulnya kemarahan yang besar dan atau gangguan serta ketidakmampuan seseorang untuk menyelesaikan gangguan tersebut melalui mekanisme penyelesaian permasalahan yang biasa digunakan. 5

Krisis juga dapat memicu munculnya berbagai macam reaksi emosi/perasaan seperti, ketakutan, kesedihan, perasaan bersalah, dan lain- lain. Emosi atau perasaan adalah bagian penting yang menyatu dalam kehidupan kita. Perasaan dapat berupa perasaan positif atau negatif; contohnya tidak ada yang salah bila seseorang merasakan kesedihan setelah kehilangan anggota keluarga. Namun, ketika semua perasaan ini mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan berlanjut secara bertahun-tahun, maka perlu dilakukan suatu tindakan penyesuain terhadapnya. Stres adalah reaksi tubuh terhadap setiap situasi yang tidak menyenangkan (stressor). Krisis seringkali menimbulkan stres yang dapat bersifat akut atau menjadi berkepanjangan. Pengaruh negatif dari stres adalah stres dapat menimbulkan perasaan marah, sedih, tertekan dan perasaan hancur yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, percobaan bunuh diri, dan lain-lain. Stres juga dapat mengganggu pikiran, mengurangi konsentrasi, dan melemahkan pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan orang menjadi sangat sensitif oleh karena pengaruh stres. Stres yang berkepanjangan, dan cara mengatasi stres yang tidak sehat, dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Walaupun demikian, stres terkadang juga dapat memacu orang untuk berprestasi lebih baik. Ada juga stres yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan proses alamiah dalam upaya manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Stres mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seperti aspek fisik, emosi dan perilaku kita dan dampak yang terjadi dapat bersifat positif atau negatif. Jadi, stres juga bisa memberi pengaruh positif dimana stres dapat memotivasi untuk berbuat lebih baik dan dapat mengantisipasi bila menghadapi stres berikutnya. Beberapa masalah dan krisis dapat menyebabkan stres. Anak dan remaja, sebagaimana juga dengan orang dewasa, dapat menunjukkan gejala dan tanda yang secara klinis. Banyak sekali kalangan masyarakat yang dipengaruhi oleh gangguan mental depresi. Stigma adalah penilaian buruk dan sikap negatif terhadap orang atau kelompok tertentu. Masih ada masalah besar dalam mengatasi stigma yang berhubungan dengan gangguan kesehatan mental. Kata-kata atau 6

ungkapan seperti “gila” sering diucapkan dan menjadi ditakuti. Seringkali masyarakat berpendapat bahwa orang dengan gangguan mental merupakan pribadi yang lemah dan tidak dapat beradaptasi dengan stres. Jika seseorang menderita gangguan mental, keluarga mereka seringkali menyangkal atau menyembunyikan masalah ini, seperti mereka malu atau takut dengan penilaian orang. Penting untuk diperhatikan bahwa tidak ada orang yang menghendaki atau meminta untuk mengalami gangguan mental. Orang dengan gangguan mental membutuhkan perhatian, empati, dukungan dan bantuan kesehatan yang tepat. Gangguan mental dapat menjadi penderitaan dan kesulitan berfungsi jika tidak diobati. Saat diobati dan ditangani dengan benar, orang dengan gangguan mental dapat bebas dari berbagai gejala dan berfungsi dengan baik. Selain itu, pemahaman makna perbedaan antara gangguan mental dan masalah kesehatan mental adalah hal penting untuk diketahui. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-5, 2013), gangguan mental didefinisikan sebagai berikut (hal 20): “Kumpulan gejala yang ditandai oleh gangguan klinis yang signifikan pada kognisi individu, regulasi emosi, atau perilaku seseorang, yang mencerminkan adanya disfungsi pada proses psikologis, biologis, atau perkembangan, yang mendasari fungsi mental.” Gangguan mental biasanya berhubungan dengan distres yang signifikan atau disabilitas dalam kehidupan sosial, okupasi atau aktivitas penting lainnya. Suatu keadaan yang dapat diterima atau sesuai dengan budaya, sebagai reaksi stresor yang normal atau kehilangan, seperti kematian seseorang yang dicintai, bukanlah gangguan mental. Perilaku menyimpang secara sosial (contohnya politik dan agama/kepercayaan) dan konflik yang muncul antara individu dan lingkungannya, bukanlah gangguan mental sampai penyimpangan atau hasil konflik itu menimbulkan disfungsi pada individu tersebut, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan definisi di atas, masalah kesehatan mental merupakan masalah yang berhubungan dengan cara berpikir, mengatur perasaan seseorang, dan bersikap. Diedisi self-help skills and techniques saya akan bahas mengenai kepentingan cara berpikir, perasaan dan sikap. 7

Untuk menentukan apakah respons, tanda, atau gejala memenuhi kriteria sebagai gangguan mental depresi, banyak faktor lain yang perlu diketahui. Waktu gejala tersebut ada, gangguan perilaku yang muncul, stres yang menyertai dan strategi untuk menghadapi stress perlu dinilai. Tipe dan sumber dukungan juga berbeda-beda bergantung pada derajat beratnya masalah individu tersebut. Deteksi dini melalui konsultasi profesional adalah salah satu kunci pokok. Selanjutnya intervasi atau pengelolaan stres akan diberikan dengan tujuan untuk menjaga individu tetap berada pada keadaan yang sehat baik fisik maupun mental dan dapat meraih kembali fungsi sehari-hari mereka. Selain itu, belajar untuk menerapkan self-help skills and techniques dari intervasi memberikan kemampuan yang lebih besar untuk mengendalikan stres dalam kehidupan individu tersebut dan membantu mereka untuk tetap berada pada tingkat stres yang rendah. 2.2. Psikologi Perkembangan 2.2.1 Pengertian Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan ialah suatu ilmu yang merupakan bagian dari psikologi. Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, yaitu psikologi yang mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu. 2.2.2. Kegunaan psikologi perkembangan Berikut ini akan dikemukakan kegunaan psikologi perkembangan sebagai berikut: a. Dengan mempelajari psikologi, orang akan mengetahui fakta-fakta dan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku manusia. b. Untuk memahami diri kita sendiri dengan mempelajari psikologi sedikit banyak orang akan mengetahui kehidupan jiwanya sendiri, baik segi pengenalan, perasaan, kehendak, maupun tingkah laku lainnya. c. Dengan mengetahui jiwanya dan memahami dirinya itu maka orang dapat menilai dirinya sendiri. 8

d. Pengenalan dan pemahaman terhadap kehidupan jiwa sendiri merupakan bahan yang sangat penting untuk dapat memahami kehidupan jiwa orang lain. e. Dengan bekal pengetahuan psikologi juga dapat dipakai sebagai bahan untuk menilai tingkah laku normal, sehingga kita dapat mengetahui apakah tingkah laku seseorang itu sesuai tidak dengan tingkat kewajarannya, termasuk tingkat kenormalan tingkah laku kita sendiri. f. Pengetahuan Psikiologi Perkembangan, sangat berguna bagi guru, yaitu dengan bekal psikologi perkembangan: g. Mereka dapat memilih dan memberikan materi pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik pada tiap tingkat perkembangan tertentu. h. Mereka dapat memilih metode pengajaran dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan pemahaman murid-murid mereka. 2.2.3. Pengertian perkembangan. Objek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai pribadi. Perkembangan pribadi manusia ini berlangsung sejak konsepsi sampai mati. Perkembangan yang dimaksud adalah proses tertentu yaitu proses yang terus menerus, dan proses yang menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Istilah “perkembangan “ secara khusus diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia. 2.2.4 Jenis-Jenis dan Karakteristik Perkembangan Elizabeth Hurlock mengemukakan jenis-jenis perubahan selama proses perkembangan dan sifat-sifat khusus dalam perkembangan. 1) Jenis-jenis perkembangan (Types of changes in Development) Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan digolongkan ke dalam 4 jenis; yaitu: a. Perubahan dalam ukuran (changes in size) b. Perubahan dalam perbandingan ( changes in proportion) 9

c. Pengertian wujud ( Disappearance of Old Features) d. Memperoleh wujud baru ( Acquisition of New Features) 2) Sifat-sifat khusus perkembangan (Characteristics of Development) Ada beberapa sifat khusus yang dapat kita lihat dalam perkembangan. Dan hanya diambil yang jelas menunjukkan pengaruh yang besar; yaitu: a. Perkembangan berlangsung menurut suatu pola tertentu. b. Perkembangan berlangsung dari sifat-sifat umum ke sifat-sifat khusus. c. Perkembangan adalah tidak terputus-putus. d. Perbedaan kecepatan perkembangan antara kanak-kanak akan tetap berlangsung. e. Perkembangan dari pelbagai bagian badan berlangsung masing- masing dengan kecepatan sendiri. f. Sifat-sifat dalam perkembangan ada sangkut pautnya antara satu dengan lainnya. g. Perkembangan dapat dikira-kirakan lebih dahulu. h. Tiap-tiap fase perkembangan mempunyai coraknya masing- masing. i. Apa yang disebut sikap yang menjadi persoalan kerapkali sikap biasa sesuai dengan umurnya. j. Tiap-tiap orang yang normal akan mencapai masing-masing fasenya terakhir dalam perkembangan. 2.2.5. Fase dan Ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Pendapat para Ahli mengenai periodisasi yang bermacam- macam di atas dapat digolongkan dalam tiga bagian, yaitu: 1) Periodisasi yang berdasar biologis. Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi, 10

antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin. 2) Periodisasi yang berdasar psikologis. Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis ialah Oswald Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya. 3) Periodisasi yang berdasar didaktis. Pembagian masa-masa perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A. Tilker, Ph.D dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam “Developmental Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi sampai mati dengan pembagian periodisasinya sebagai berikut: 1. Masa Sebelum lahir (Prenatal Period) Masa ini berlangsung sejak terjadinya konsepsi atau pertemuan sel bapak-ibu sampai lahir kira-kira 9 bulan 10 hari atau 280 hari. Masa sebelum lahir ini terbagi dalam 3 priode; yaitu: a. Periode telur/zygote, yang berlangsung sejak pembuahan sampai akhir minggu kedua. b. Periode Embrio, dari akhir minggu kedua sampai akhir bulan kedua. c. Periode Janin(fetus), dari akhir bulan kedua sampai bayi lahir. 2. Masa Bayi Baru Lahir (New Born). Masa ini dimulai dari sejak bayi lahir sampai bayi berumur kira- kira 10 atau 15 hari. Dalam perkembangan manusia masa ini merupakan fase pemberhentian (Plateau stage) artinya masa tidak terjadi pertumbuhan/perkembangan. Ciri-ciri yang penting dari masa bayi baru lahir ini ialah:  Periode ini merupakan masa perkembangan yang tersingkat dari seluruh periode perkembangan. 11

 Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk kelangsungan hidup/ perkembangan janin.  Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.  Di akhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan awal perkembangan lebih lanjut. 3. Masa Bayi (Babyhood). Masa ini dimulai dari umur 2 minggu sampai umur 2 tahun. Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis dalam perkembangan kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-dasar untuk kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan. 4. Masa Kanak-kanak Awal (Early Chilhood). Awal masa kanak-kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan usia pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk kelas 1 SD. 5. Masa Kanak-kanak Akhir (Later Chilhood). Akhir masa kanak-kanak atau masa anak sekolah ini berlangsung dari umur 6 tahun sampai umur 12 tahun. Selanjutnya Kohnstam menamakan masa kanak-kanak akhir atau masa anak sekolah ini dengan masa intelektual, dimana anak-anak telah siap untuk mendapatkan pendidikan di sekolah dan perkembangannya berpusat pada aspek intelek. Adapun Erikson menekankan masa ini sebagai masa timbulnya “sense of accomplishment” di mana anak-anak pada masa ini merasa siap untuk enerima tuntutan yang dapat timbul dari orang lain dan melaksanakan/menyelesaikan tuntutan itu. Kondisi inilah kiranya yang menjadikan anak-anak masa ini memasuki masa keserasian untuk bersekolah. 2.3. Pola Asuh 2.3.1 Pengertian Pola Asuh 12

Beberapa ahli sudah memberikan pengertian pola asuh keluarga. Pendidikan anak dalam keluarga merupakan awal dan pusat bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi dewasa, dengan demikian menjadi hak dan kewajiban orangtua sebagai penanggung jawab yang utama dalam mendidik anak-anaknya. Tugas orang tua adalah melengkapi anak dengan memberikan pengawasan yang dapat membantu anak agar dapat menghadapi kehidupan dengan sukses. Pengasuhan menurut Porwadarminta (dalam Amal, 2005) adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud disini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat (dalam amal, 2005) mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minumnya, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian diatas dapat dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Pola asuh adalah cara yang digunakan keluarga dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standart perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti (Mussen, 1994). Tujuan mengasuh anak adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan remaja agar mampu bermasyarakat. orangtua menanamkan nilai-nilai kepada anak-anaknya untuk membantu mereka membangun kompetensi dan kedamaian. Mereka menanamkan kejujuran, kerja keras, menghormati diri sendiri, memiliki perasaan kasih sayang, dan bertanggung jawab. Dengan latihan dan kedewasaan, karakterkarakter tersebut menjadi bagian utuh kehidupan anak-anak (Edwards, 2006). 2.3.2. Pola Asuh Otoriter Menurut Edwards (2006), pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Dalam pola asuh ini biasa ditemukan 13

penerapan hukuman fisik dan aturan-aturan tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan di balik aturan tersebut. Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau menuruti apa yang diperintahkan orang tua atau melanggar peraturan yang dibuat orang tua maka tidak akan diberi uang saku. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. a. Faktor yang mempengaruhi pola asuh otoriter Orang tua mungkin berpendapat bahwa anak memang harus mengikuti aturan yang ditetapkannya. Apa pun peraturan yang ditetapkan orang tua semata-mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau repot-repot berpikir bahwa peraturan yang kaku seperti itu justru akan menimbulkan serangkaian efek (Marfuah,2010). b. Dampak pola asuh otoriter Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, seperti ia merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, tidak mampu menyelesaikan masalah (kemampuan problem solving-nya buruk), kemampuan komunikasinya buruk, kurang berkembangnya rasa sosial, tidak timbul kreatif dan keberanianya untuk mengambil keputusan atau berinisiatif, gemar menetang, suka melanggar norma, kepribadian lemah dan menarik diri. Anak yang hidup dalam suasana keluarga yang otoriter akan menghambat kepribadian dan kedewasaannya (Marfuah,2010). c. Upaya dalam menyikapi pola asuh otoriter Menurut Edwards (2006), Seharusnya orang tua mengajari anak-anak mereka dengan empat cara: 14

1. Memberi contoh. Cara utama untuk mengajari remaja adalah melalui contoh. Remaja sering kali mudah menyerap apa yang kita lakukan disbanding dengan apa yang kita katakana. Jika kita mengatakan untuk berbicara dengan sopan kepada orang lain, tetapi kita masih berbicara kasar kepada mereka, kita telah menyangkal diri kita sendiri. Perbuatan lebih berpengaruh dibandingkan dengan kata- kata. 2. Respon positif. Cara kedua untuk mengajari remaja adalah melalui respon positif mengenai sikap mereka. Jika kita mengatakan kepada remaja betapa orang tua menghargai mereka karena telah mengikuti nasehat orang tua, mereka akan mengulangi sikap tersebut. 3. Tidak ada respons. Orang tua juga mengajari remaja dengan cara mengabaikan sikap. Sikap-sikap yang tidak direspon pada akhirnya cenderung tidak diulangi. Dengan kata lain, mengabaikan perilaku tertentu bisa jadi mengulani perilaku tersebut, khususnya jika perilaku-perilaku tersebut bersifat mengganggu. 4. Hukuman. Menggunakan hukuman yang relative ringan secara konsisten, seperti menghilangkan hak istimewa atau melarang kegiatan yang sedang dilakukan, bisa jadi cukup efektif dalam menghadapi sikap yang sulit dikendalikan. Namun bahkan hukuman ringan tidak boleh mengalahkan penggunaan pendekatan pengajaran yang lebih positif. 2.4. Kecerdasan Intelektual Kecerdasan Intelektual adalah kecerdasan yang menuntut adanya pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain. Intelectual Quotient (IQ) merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke- 20. Kemudia Lewis Ternman dari Universitas Standford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mngembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal dengan test Stanford-Binet. Pada saat itu IQ dianggap menjadi tolak ukur keberhasilan dan prestasi hidup sesorang. Kecerdasan ini 15

adalah sebuah kecerdasan yang memberikan orang tersebut kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing- masing individu tersebut.1 IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang. Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak akan ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan, diolah dan diinformasikan kembali pada saat dibutuhkan. Proses dalam menerima, menyimpan dan mengolah kembali informasi biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan otak manusia. Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu : 1. Kognisi, yang merupakan operasi pokok intelektual dalam proses belajar, 2. Mengingat merupakan proses mental primer untuk retensi atau menyimpan dan reproduksi segala sesuatu yang diketahui intelektual, 3. Berfikir divirgen, yaitu operasinya jelas mencakup potensi bakat kreatif, yang bertugas mencoba sesuatu, 4. Berfikir konvergen, yaitu berfikir yang menghasilkan informasi dari informasi yang sudah ada, yang hasilnya ditentukan oleh respon yang diberikan, 5. Evaluasi, yaitu kemampuan mencari keputusan atau mencari informasi dari kriteria yang memuaskan Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intelligence Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang dapat ditentukan seorang tersebut umur 3 tahun. Daya 1 Mochlis Solichin, Psikologi Belajar, Surabaya : Pena Salsabila, 2013, hal 189 16

tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan genetik yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu disamping faktor gizi makan yang cukup. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai orang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata- kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak. Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah : Usia mental anak X 100 = IQ Usia sesungguhnya Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan usia mental. Berati IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133. Interpretasi dari IQ adalah sebagai berikut :2 TINGKAT KECERDASAN IQ Genius Sangat super Di atas 140 Super 120 – 140 Normal 110 – 120 Bodoh 90 – 110 Perbatasan 80 – 90 Dungu 70 – 80 Inbecile 50 – 70 Idiot 25 – 50 0 - 25 2 Danim Sudarmawan, Khiril, Psikologi Pendidikan, Bandung : Penerbit Alfabeta, 2010, hal 165 17

2.5. Kecerdasan Emosional 2.5.1. Pengertian kecerdasan emosional Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 psikolog peter salovey dari Harvard university dan john meyer dari university of new hampshire (Shapiro, 1997:5). Beberapa bentuk emosional yang di nilai penting bagi keberhasilan, yaitu: 1. Empati 2. Mengungkapkan dan memahami perasaaan 3. Mengendalikan amarah 4. Kemandirian 5. Kemampuan menyesuaikan diri 6. Disukai 7. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi 8. Ketekunan 9. Kesetiakawanan 10. Keramahan 11. Sikap hormat Tingkat kecerdasan emosi tidak terkait dengan faktor genetis, tidak juga hanya bisa berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman sendiri, sehingga kecakapan-kecakapn kita dalam hal ini terus tumbuh (goleman, 2000; 9) Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan social emosional. Barangkali perbedaan paling mendasar antara IQ dan EQ adalah, bahwa EQ tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para pendidik untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam agar anak mempunyai peluang lebih besar untuk meraih kesuksesan.3 Namun, menurut sejumlah hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding kecerdasan intellectual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas 3 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung : Penerbit Alfabeta, 2009, hal. 85 18

syarat minimal dalam menggapai keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Goleman menggambarkan beberapa ciri kecerdasan emosional yang terdapat pada diri seseorang berupa 1. Kemampuan memotivasi diri; 2. Ketahanan menghadapi frustasi; 3. Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan; 4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar bebas stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdo’a Walaupun kemampuan memotivasi diri menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai wujud dari kemandirian anak, namun dalam proses perkembangan anak masih memerlukan peran orang tua untuk memfasilitasi peningkatan motifasi mereka. Untuk itu sebagai orang tua maupun guru dapat membantu mengembangkan kemampuan menumbuhkan motifasi diri anak melalui ; a. Mengajarkan anak mengharapkan keberhasilan b. Menyediakan kesempatan bagi anak untuk menguasai lingkungannya c. Memberikan pendidikan yang relevan dengan gaya belajar anak d. Mengajarkan anak untuk menghargai sikap tidak yang mudah menyerah e. Mengajarkan anak pentingnya menghadapi dan mengatasi kegagalan Adapun ciri-ciri kecerdasan emosi ada lima, yaitu : 1. Kesadaran diri (self-awareness) mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengandilan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Unsur-unsur self-awareness terdiri dari : a. Kesadaran emosi (emotional-awareness) : mengenali emosi sendiri dan efeknya; 19

b. Penilaian diri secara teliti (accurate self-awareness) : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri; c. Percaya diri (self-confidence) : keyakinan tentang hargadiri dan kemampuan sendiri. 2. Pengaturan diri (self-regulation) : menangani emosi diri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu segera pulih dari tekanan emosi. Self-regulation ini memiliki unsur-unsur : a. Kendali diri (self-control) : mengelola emosi-emosi dan desakan- desakan hati yang merusak; b. Sifat dapat dipercaya (trustworthiness): memelihara norma kejujuran dan integritas; c. Kehati-hatian (conscientiousness): bertanggung jawab atas kinerja pribadi; d. Adaptabilitas (adaptability): keluwesan dalam menghadapi peerubahan; e. Inovasi (innovation): mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru. 3. Motivasi (motivation): menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta bertahan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi. Motivation memiliki unsur-unsur : a. Dorongan prestasi (achievement): dorongan untuk menjadi yang lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan, b. Komitmen (commitment): menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga; c. Inisiatif (initiative): kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan; d. Optimisme (optimism): kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan. 4. Empati (empathy): merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. 20

Unsur-unsur empathy adalah: a. Memahami orang lain (understanding others): menginderaperasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka; b. Mengembangkan orang lain (developing others): merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka; c. Orientasi pelayanan (service orientation): mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan; d. Memanfaatkan keragaman (leveragingdiversity): menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang; e. Kesadaran politis (political awareness): mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan perasaan. 5. Keterampilan sosial (social skill): menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial. Unsur-unsur social skill adalah : a. Pengaruh: memiliki taktik untuk melakukan persuasi; b. Komunikasi (communication): mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan; c. Managemen konflik (conflict management): negosiasi dan pemecahan silang pendapat; d. Kepemimpinan (leadership): membangkitkan inspirasi, memandu kelompok dan orang lain; e. Katalisator perubahan (change catalist): memulai dan mengelola perusahaan; f. Membangun hubungan (building bonds): menumbuhkan hubungan yang bermanfaat; g. Kolaborasi dan kooperasi (collaboration and cooperation): kerjasama dengan orang lain dengan tujuan bersama; 21

h. Kemampuan tim (team capabilities): menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.4 2.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi dibagi menjadi dua, yaitu 1. Faktor internal, adalah faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang mempengaruhi kecerdasan emosinya, yang terdiri dari: a. Aspek jasmani, seperti kesehatan dan kekuatan fisik b. Aspek psikologis, seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi. 2. Faktor eksternal, adalah lingkungan sekitar seseorang yang melingkupinya, yang terdiri dari: a. Rangsangan dari pihak luar b. Budaya dan tradisi setempat c. Agama dan doktrin-doktrin d. Politik dan ekonomi 2.5.3. Langkah-langkah dalam mengembangkan kecerdasan emosional 1. Mengenali emosi diri sendiri 2. Memotifasi diri sendiri, kemampuan memotifasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi, sehingga ia cenderung produktif dan efektif. 3. Mengenali emosi orang lain, yaitu empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Kemampuan ini membuat orang tersebut lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain 4. Mengelola emosi orang lain, manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar interaksi antar manusia yang dengannya seseorang dapat membangun hubungan antar pribadi yang kokoh. 5. Memotivasi orang lain yang merupakan kelanjutan mengelola emosi orang lain, kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan 4 Baharuddin dan E. Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran , Yogyakarta : Ar-Rush Media, 2007, hal 161 22

kemampuan memimpin, menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain. Kemampuan membangun kerjasama tim yang kuat untuk mencapai tujuan bersama. 2.6. Memahami Perilaku Agresif Anak Perilaku agresif (suka menyerang) lebih menekankan pada suatu perilaku yang bertujuan untuk menyakiti hati atau merusak barang orang lain dan secara sosial tidak dapat diterima. Namun tidak semua perilaku yang kasar baik secara verbal maupun nonverbal dapat dengan mudah dikategorikan sebagai perilaku agresif harus memenuhi unsur bertujuan/inteendeed menyakiti atau merusak.5 Anak-anak yang dikategorikan berperilaku agresif biasanya menunjukkan kekonsistenan dalam berperilaku disertai beberapa ciri yang khas misalnya : cenderung mudah marah, antisosial, sering tampak tidak gembira, tidak mudah menerima pendapat orang lain, berusaha mencari perhatian dengan kekerasan dan tidak begitu, serius dengan sekolahnya. Anak yang mempunyai perilaku agresif mengakibatkan orang tuanya sering terganggu, marah, atau justru ketakutan dan tidak habis pikir kenapa anaknya berperilaku demikian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua agar agresivitas nak tidak menjadi-jadi adalah sebagai berikut : 1. Sikap dan perilaku diri sendiri untuk tidak agresif agar tidak ditiru oleh anak. 2. Melakukan pengawasan pada anak-anak agar tidak menggunakan agresi sebagai alat untuk mendapatkan keinginanannya. 3. Kontrol terhadap media yang dikonsumsi anak, misalnya diet televisi agar adegan kekerasan dalam televisi tidak dicontoh anak. 2.7. Gangguan Perilaku (Skizofrenia) Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis: 5 Anantasari, Menyikapi Perilaku Agresif Anak, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2006, hal. 80 23

persepsi dan perhatian yang keliru; afek datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas bizarre. Pasien menari diri dari banyak orang dan realitas, seringkali ke dalam kehidupan fantadi yang penuh waham dan halunisasi.6 Skizofrenia termasuk salah satu gangguan mental yang disebiu psikosis, pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas. Skizofrenia brasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi, terpecah dan phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah. Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. 2.8. Autisme Menurut Centers for Disease and Prevention (CDC) semakin lama kasus autisme di dunia semakin bertambah, makin banyak pula masyarakat yang tidak mengetahui tentang perkembangan, pengetahuan atau bahkan fakta tentang autis. Ada beberapa fakta tentang autis yang harus diketahui agar masyarakat tidak salah paham. Fakta tentang autis yang paling dasar dan harus diketahui adalah : 1. Anak autis bisa didiagnosa sejak dini Fakta autis yang pertama ini mungkin cukup mencengangkan. Faktanya banyak anak-anak berusia di bawah usia 18 bulan sudah didiagnosis memiliki gangguan spektrum autisme (ASD). Tetapi sebagian besar kondisi autisme juga bisa didiagnosis pada anak yang berusia 24 bulan atau 2 tahun. Alycia Halladay, PhD, kepala staf sains di Autism Science Foundation di New York City, mengatakan bahwa bila anak-anak berusia dua tuahun sudah memiliki masalah pada interaksi sosial mereka. Ini bisa menjadi faktor penentu diagnosis autisme pada anak. 2. Gejala autis berbeda-beda 6 Jeffrey, Spencer and Beverly, Psikologi Abnormal, Jakarta : Penerbit Erlangga, 2002, hal. 276 24

Gejala gangguan spektrum autisme pada tiap orang berbeda- beda, ada yang gejalanya parah dan ada yang tidak. Gejala autisme umumnya menyerang kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Tak jarang ia lebih sering menyendiri dibanding harus main dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak dengan gangguan spektrum autisme juga memiliki gejala yang suka mengulang beberapa gerakan dan perilaku, menghindari kontak mata lawan bicara, atau bahkan terobsesi dengan mainan tertentu. 3. Lebih banyak anak laki-laki yang mengidap autis Fakta tentang autis yang ketiga ini menemukan bahwa lwbih banyak anak laki-laki yang memiliki gangguan spektrum autisme dibanding anak perempuan. 4. Vaksin atau imunisasi tidak akan menyebabkan autisme Banyak mitos lagi yang beredar bahwa autisme disebabkan mendapat suntikan vaksin atau imunisasi. Namun sayang hal itu tidak benar. Thimorosal adalah bahan vaksin lain yang pernah meningkatkan resiko autisme. Pada akhirnya, penelitian tentang bahan vaksin ini dianggap cacat atau tidak valid. Maka tidak diemukan bukti pasti antara vaksin autisme saling berkaitan. Bahkan penelitian lanjutan lainnya secara konsisten malah menemukan vaksin aman untuk kesehatan anak dan tidak ada hubungannya dengan autisme.7 Anak autis termasuk salah satu anak yang mengalami gangguan perkembangan kompleks yang berdampak pada perkembangan sosial, komunikasi perilaku dan emosi yang tidak berkembang secara optimal. Akibat gangguan perkembangan ini anak menjadi kurang memperhatikan lingkungannya dan asyik dengan dunianya sendiri, gangguan tersebut bersumber pada gangguan otak bagian interaksi dan komunikasi sehingga para penyandang autism mengalami kesulitan pada komunikasi verbal dan non verbal, interaksi sosial, dan aktivitas bermain. Kesulitan ini 7 Dosen Psikologi.com, Autisme pada Anak-anak-Gejala-Perawatan, Jurnal, September 2017 25

menyebabkan anak kesulitan melakukan interaksi dengan orang lain dan dunia luar. Gejala-gejala anak autisme di atas, penulis jumpai pada konseli yang menjadi obyek dari penelitian. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan praktek konseling pada anak tersebut. Berikut ini sekilas gambaran tentang kehidupan konseli.8 8 Amar Suteja, Learn and Share About Everything, Jurnal : Masalah pada Anak Autis, Rabu, 8 Mei 2013 26

BAB III HASIL KONSELING 3.1. Laporan Konseling terhadap Konseli I di RPE Salatiga a. Nama Konseli : JP Nama Panggilan : Je Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 17 tahun b. Latar Belakang Konseli : Konseli adalah anak laki-laki kedua dari tiga bersaudara. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang sudah kuliah dan seorang adik perempuan kelas empat SD. Kedua orang tuanya masih hidup. Ayahnya seorang wiraswasta dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang terkadang juga membantu usaha suaminya. Keluarganya termasuk keluarga yang mampu secara ekonomi. Orang tuanya termasuk orang tua yang perhatian kepada anak. Namun karena Je punya kebutuhan khusus dan bermasalah dalam emosi, orang tuanya mengirimkan Je untuk dirawat di Rumah Pemulihan Efata Salatiga. Saat penulis datang ke RPE, konseli sudah berada di RPE sekitar 6 bulan. c. Permasalahan yang dihadapi konseli : Konseli adalah anak laki-laki remaja yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Tidak hanya Intelejen Quotion (IQ) - nya yang rendah, tetapi ternyata Emotion Quition (EQ) - nya juga rendah. Kenyataan ini membuat konseli tidak bisa disamakan dengan dengan anak-anak seusianya baik dalam kemampuan akademis, maupun dalam pengendalian diri khususnya pengendalian emosi. Seringkali konseli menjadi sangat marah, emosinya tak terbendung, dan orang-orang ataupun benda yang ada di sekitarnya bisa menjadi sasaran kemarahannya. Secara fisik konseli juga mengalami gangguan pada pita suara dan tenggorokannya, akibatnya konseli tidak bisa mengeluarkan kata-kata 26

dengan jelas saat berbicara. Butuh perhatian lebih bagi lawan bicara untuk bisa mengerti ucapan yang keluar dari mulutnya. Terkadang lawan bicara tidak bisa menangkap kata-katanya dan tidak mengerti maksudnya, akibatnya terjadi misskomunikasi dan menyebabkan konseli jengkel atau marah. Pipa kerongkongan yang kecil juga menyebabkan konseli mengalami kesulitan saat menelan makanan yang masuk ke mulutnya. Dia kadang muntah setelah makan makanan tertentu yang sulit untuk masuk ke kerongkongannya. d. Laporan Konseling Konseling I Hari,tanggal :Jumat, 5 April 2019 Pukul :14.30 – 15.30 WIB Tempat :Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : Konseli datang menemui penulis di aula diantar oleh mentor dari RPE. Penulis berkenalan dengan konseli dan mengajak konseli untuk duduk dan bercakap-cakap. Penulis menanyakan kabar konseli. Konseli menjawab dengan ragu-ragu, dan kelihatan masih bingung dengan kehadiran penulis. Penulis memberitahu kepada konseli bahwa dalam beberapa minggu penulis akan datang berkunjung ke RPE untuk mengunjunginya. Penulis menanyakan asal konseli. Lalu dijawab oleh konseli dia berasal dari Semarang dan tinggal di Graha Padma. Padahal setahu penulis berdasarkan data yg diperoleh konseli tinggal di daerah Majapahit Semarang. Ketika penulis menanyakan tentang orang tuanya, konseli mengatakan bahwa ayahnya sudah meninggal, sementara data yang penulis dapatkan bahwa kedua orang tuanya masih hidup. Selain itu saat ditanya tentang jumlah saudaranya, konseli menjawab adiknya ada 9, dan dia baru sebutkan 5 nama, sementara data yang penulis dapatkan konseli hanya punya dua saudara kandung, yaitu seorang kakak laki-laki dan seorang adik perempuan. Ketika ditanya sudah berapa lama di RPE, 27

konseli menjawab dia sudah dua tahun di RPE, sementara data yang penulis dapatkan konseli baru beberapa bulan di RPE. Dari hasil tanya jawab itu penulis menyadari bahwa konseli masih belum terbuka dengan penulis, ingin membohongi, atau bisa juga rasa humornya muncul. Ketika penulis menanyakan kebenaran jawabannya, konseli mengatakan bahwa dia menjawab benar. Penulis juga menanyakan apakah ketika di rumah dia pergi ke gereja setiap Minggu, dia menjawab bahwa ia biasa diajak oleh orang tuanya ke gereja. Konseli juga cerita kadang orang tuanya mengajaknya makan di restoran. Ketika ditanya makanan kesukaannya, dia menjawab kalau dia suka makan sushi. Kalau di RPE dia suka dibuatkan bubur ayam karena konseli memang agak susah makan makanan yang keras karena kerongkongannya bermasalah. Bahkan untuk minum saja dia tidak bisa langsung banyak karena pasti ada bagian yang tidak bisa langsung masuk mulutnya, sehingga dikeluarkan lagi. Saat bicarapun penulis mengamati beberapa kali mengeluarkan suara seperti menelan ludah. Penulis mengakhiri pertemuan hari itu dengan mendoakan konseli. Penulis juga mengingatkan agar konseli juga rajin berdoa dan belajar lebih tenang dan tidak mudah marah. Kendala yang dihadapi : Konseli kurang jelas dalam bicara. Konseli tidak langsung menjawab ketika ditanya, setelah berpikir cukup lama konseli baru menjawab pertanyaan penulis. Terkadang penulis harus mengulang pertanyaan lagi untuk mendapatkan jawaban dari konseli. Pandangan konseli kadang tidak fokus ke penulis, seakan-akan dia sedang mengamati sekeliling dan ingin mengetahui aktivitas di sekitarnya. Konseling II Hari,tanggal : Jumat, 12 April 2019 Pukul : 14.30 – 15.30 WIB Tempat : Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : Begitu bertemu penulis, konseli langsung ingat nama penulis. Saat diajak berbincang konseli memegang kepalanya, katanya pusing. Saat 28

ditanya alasannya mengapa pusing, konseli menjawab kalau setiap malam dia tidur malam karena begadang. Saat diajak melanjutkan percakapan, konseli minta permen. Penulis mengatakan nanti selesai bercakap-cakap penulis akan memberi permen. Tapi konseli terus meminta permen dengan alasan supaya tidak mengantuk. Akhirnya penulis memberi dua butir permen dan berjanji akan memberi lagi setelah bincang-bincangnya selesai. Konseli segera memakan permen itu. Meskipun kadang dia susah untuk mengunyah ataupun mengulumnya. Tidak jarang air liurnya keluar saat memakan permen. Penulispun meminta konseli mengelap mulutnya dengan memberikan tisu. Seperti biasa penulis harus bersabar untuk menunggu konseli bicara, karena saat dia sedang makan dia harus fokus supaya tidak tumpah. Saat dia sedang makan sambil bicara, maka bicaranya menjadi tidak jelas sehingga akan sulit mengerti apa yang dia bicarakan. Setelah konseli mulai fokus dan beradaptasi penulis mengulang kembali pertanyaan tentang seputar keluarga. Penulis menanyakan tentang orang tuanya, konseli menjawab berbeda dari pertemuan sebelumnya, kali ini konseli mengatakan bahwa ayah dan ibunya masih hidup dan mereka sekeluarga tinggal di sebuah daerah di daerah Semarang Timur. Ayahnya bekerja di sebuah toko mobil. Penulis menanyakan apakah orang tuanya punya mobil. Konselipun menjawab bahwa orang tuanya punya dua buah mobil. Penulis menguji konseli apakah tahu jenis-jenis mobil, ternyata bisa menyebutkan bermacam-macam jenis mobil dengan nama dan pabrik pembuatnya. Jawaban ini meyakinkan penulis bahwa konseli termasuk punya daya ingat yang baik dan memang tahu tentang mobil, hal ini bisa dihubungkan dengan pekerjaan ayahnya sebagai staff toko mobil. Penulis menanyakan tentang saudara kandungnya, konseli menjawab bahwa dia punya seorang kakak laki-laki dan seorang adik perempuan. Ketika ditanya tentang nama kakak dan adiknya, konseli juga bisa menjawab dengan lengkap dan benar seperti faktanya. Konseli juga mengatakan bahwa kakaknya kuliah di sebuah universitas swasta di Semarang dan adiknya juga sekolah di sebuah SD swasta di Semarang. 29

Tanya tentang kakak dan adiknya, dimana mereka bersekolah. Ketika penulis menanyakan apakah konseli juga sekolah, dia mejawab dengan menggelengkan kepala dan matanya berkaca-kaca. Dia cerita dia juga pernah sekolah tapi terus berhenti tanpa menceritakan alasannya. Penulis sengaja tidak menanyakan lebih lanjut karena sepertinya dia tidak mau membicarakannya. Penulis beralih kepada pertanyaan seputar hewan peliharaan, konseli mengatakan bahwa dia punya seekor anjing di rumah. Dan dia suka bermain dengan anjingnya itu. Dia juga mengatakan bahwa dia suka main sama si Loko, anjing choco kecil berbulu lebat warna coklat yang dipelihara di RPE Salatiga. Ketika penulis menanyakan apakah konseli senang tinggal di RPE Salatiga, konseli menjawab dengan menggelengkan kepala. Penulis menanyakan alasannya dan konseli menjawab kalau dia bosan. Ketika diberi saran untuk bermain dengan bergabung dengan teman yang lain agar tidak bosan, sekali lagi dia menggelengkan kepala. Konseli mulai memegangi kepala lagi, konseli menjawab kalau kepalanya pusing lagi.. Penulis menanyakan apakah sudah makan siang, ternyata konseli sudah makan siang dengan menu kesayangan yaitu bubur ayam. Dan memang dia mengatakan dia juga suka bubur ayam, alasannya karena enak dan empuk. Penulis mulai menghentikan percakapan dan menanyakan apakah ada yang mau didoakan., dia minta keluarganya didoakan dan untuk kesehatan dirinya. Pertemuan ditutup dengan doa. Saat berpamitan penulis juga berpesan agar konseli rajin berdoa, tidak tisur terlalu malam, bisa menahan emosi, belajar lebih tenang dan mengendalikan diri. Kendala yang dihadapi : 1. Di awal- awal penulis harus menunggu agak lama untuk bisa membuat konseli fokus pada pembicaraan. 2. Konseli kurang semangat dan mengeluh pusing. 3. Konseli merasa ngantuk, dan sepertinya itu alasan konseli untuk meminta permen atau makanan ke penulis. 30

4. Konseli akan bermasalah kalau dia makan permen, karena dia akan makan dengan cepat semua permen yang diberikan, dan setelah itu pasti dia akan muntah. Kejadian ini pasti akan menghentikan percakapan untuk sementara karena konseli harus membersihkan mulutnya dulu baru kemudian melanjutkan percakapan. Konseling III Hari, tanggal : Kamis, 18 April 2019 Pukul : 11.30 – 12.30 WIB Tempat : Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : Pada pertemuan ke-3 ini, penulis cukup lama menunggu konseli karena ternyata Je (konseli) membantu memasukkan kasurnya yang dijemur di luar ke dalam kamar. Saat bertemu Je langsung bertanya apakah penulis membawa makanan. Penulis lalu memberikan susu kotak dan permen marsmellow. Seperti tidak sabar, Je langsung meminum susu kotak itu, seperti yang penulis duga, Je langsung muntah, sehingga bajunya menjadi basah dan tangannya juga kotor. Penulis akhirnya membantu Je untuk membersihkan tangan dan bajunya dengan memberikan tisu basah dan tisu kering. Setelah tangan dan baju Je bersih, penulis meminta agar Je agar tidak terburu-buru saat makan atau minum, harus sedikit-sedikit makanan dan minuman bisa masuk ke kerongkongan, supaya tidak muntah lagi. Penulis mulai menanyakan kabar dan keadaan Je, seperti pertemuan sebelumnya, Je menjawab kepalanya pusing. Tanpa ditanya, Je ternyata ingat bahwa penulis pernah cerita kalau penulis punya anjing, lalu dia tanya lagi kepada penulis siapa nama anjing milik penulis. Dia juga ingat nama anak penulis. Hal ini menunjukkan sebetulnya konseli punya daya ingat yang cukup. Meskipun untuk diajak bicara hal-hal yang berat konseli belum bisa mengerti. Sehingga di 31

pertemuan ke-3 inipun penulis hanya mengajak berbincang-bincang seputar keluarganya, aktivitas di RPE, dan tentang paskah. Ketika bicara tentang Paskah, Je bercerita kalau biasanya dia pergi ke gereja bersama dengan keluarganya, penulis juga memancing apakah dia tahu arti Paskah, ternyata dia juga bisa menjawab dengan benar. Dia juga pernah ikut menyaksikan Jalan Salib, berdoa bersama keluarganya di Gua Maria Kerep, Ambarawa. Dia juga bilang ada kebaktian paskah bersama di RPE. Ketika ditanya tentang keluarganya kapan terakhir menengok dia masih asal jawabnya, dia bilang keluarganya menjenguk 2 tahun yang lalu, padahal dia baru di RPE sekitar 6 bulanan. Dan ketika dikonfirm ternyata keluarganya baru saja mengunjunginya 2 bulan yang lalu saat imlek. Dan Je malah ambil cuti 2 hari supaya bisa merayakan imlek bersama keluarga. (Syarat untuk bisa cuti, minimal sudah menetap 3 bulan di RPE.) Terus dia juga berkata kalau mamanya biasa menelponnya dengan video call menggunakan hp-nya. Ketika ditanya memang boleh bawa HP di RPE, dia bilang boleh. Dia cerita kalau dia punya HP Samsung, dan dia jualan pulsa. Setelah dikonfirm dengan mentor ternyata cerita itu tidak benar karena dilarang membawa HP di RPE. Dia juga memberitahu kepada penulis bahwa adiknya masih kelas 4 di sebuah SD swasta di Semarang. Tentang tinggal di RPE, Je merasa tidak suka di RPE. Ketika ditanya alasannya, dia menjawab karena banyak aturan. Waktu ditanya tentang luka yang ada di kepalanya, Je mengaku bahwa ada temannya di RPE yang memukulnya sampai berdarah. Ketika ditanya alasan mengapa temannya memukul Je tidak jujur menjawab, dia hanya menjawab kalau temannya tiba-tiba memukul, pada saat di cross check ke mentor ternyata karena Je biasanya usil lebih dulu, sehingga membuat teman-temannya di RPE tidak suka, dan cenderung menjauh dari Je. Dalam pembicaraan sempat Je minta uang kepada penulis, ketika ditanya penulis untuk apa minta uang, dia menjawab kalau uangnya akan dipakai untuk jajan. Kemudian penulis memberi tahu kalau penulis tidak mau memberi uang, tapi kalau Je ingin jajanan penulis akan 32

membawakan jajanan yang disukai Je saat pertemuan minggu depan. Dan Je-pun bisa mengerti, kemudian dia menyebutkan beberapa jajanan kesukaannya. Menutup pertemuan, penulis bertanya kepada Je apa yang dia harapkan saat ini, dia menjawab ingin segera pulang ke rumah. Saat penulis akan berdoa, dia minta didoakan keluarganya agar selalu sehat. Lalu kami tutup dengan doa. Penulis memimpin doa. Selesai berdoa, penulis juga menasehati agar Je bisa mengendalikan diri, tidak mudah emosi, tidak boleh usil kepada teman yang lain supaya Je tidak dipukul oleh temannya. Je mendengarkan ketika penulis memberi nasehat dan tidak membantah. Kendala yang dihadapi : 1. Konseli minta jajanan, permen, atau minuman. Meskipun sudah dijanjikan nanti akan diberi setelah bincang-bincang selesai, konseli masih terus meminta dengan alasan biar tidak mengantuk. Akhirnya penulis memberikan beberapa permen agar mood konseli terbangun. 2. Konseli kadang muntah setelah makan atau minum. Jika diberi makanan atau minuman konseli akan segera menghabiskannya. Padahal saat dia makan atau minum apapun, biasanya akan muntah. Jadi harus membersihkan mulu, tangan, dan bajunya dulu. 3. Konseli butuh waktu lama untuk menjawab pertanyaan penulis karena sepertinya dia harus berpikir dulu sebelum menjawab. Meskipun kadang jawabannya tidak sesuai kenyataan. Konseli kadang berdeham-deham dulu atau membuang air liurnya dulu untuk membuat nyaman tenggorokannya. Catatan : Setelah Konseling ke-3 dengan Je, penulis juga melakukan pertemuan singkat dengan seorang wanita pasien dari RPE Salatiga juga. Wanita dengan nama panggilan El itu ingin sekali diajak bicara oleh penulis seperti yang penulis lakukan dengan Je. 33

Konseling IV Hari, tanggal : Jumat, 26 April 2019 Pukul : 14.30 Tempat : RPE Salatiga Isi Konseling : Daftar pertanyaan untuk konseli : 1. Alasan orang tuanya mengirimnya ke RPE? 2. Sebelum di RPE apakah dia bersekolah? 3. Bagaimana perilaku Je ketika di rumah ataupun di sekolah? 4. Pernah nggak Je diajak jalan-jalan atau piknik sama keluarga? 5. Ke mana terakhir pergi rekreasi sama keluarga? 6. Saat Imlek Je ketemu sama saudara-saudara nggak? 7. Yang paling Je sukai saat ketemu sama saudara-saudara saat imlek apa? 8. Je sayang sama papa dan mama nggak? 9. Alasannya apa? 10. Lebih sayang mama atau papa? 11. Alasannya 12. Papa dan mama suka bertengkar tidak? 13. Kalau bertengkar biasanya bertengkar karena apa? 14. Kalau papa mama bertengkar Je takut tidak? 15. Apa yang Je lakukan saat papa mama bertengkar? Diam, sembunyi, berdoa, atau apa? 16. Apakah Kakek dan nenek masih hidup? 17. Tinggal di mana? Serumah sama Je atau tidak? 18. Kakek dan nenek sayang sama Je tidak? 19. Suka kasih uang, jajan, baju, atau makanan ke Je nggak? 20. Je sayang sama kakek nenek nggak? 21. Kalau pulang ke rumah, orang yang ingin Je ketemu pertama kali siapa? 22. Alasannya apa? Kendala yang dihadapi : 34

Dalam jadwal konseling ke-4 penulis tidak bertemu konseli. Ternyata konseli sudah keluar dari RPE. Dia dijemput orang tuanya pulang kembali ke rumahnya di Semarang dan diasuh langsung oleh orang tuanya. Padahal daftar pertanyaan untuk konseling ke-4 sudah penulis siapkan. Catatan : Puji Tuhan, penulis sudah membuat janji juga dengan Bu El (pasien RPE juga yang minggu lalu sempat bertemu dan berbincang-bincang) maka mentor segera memanggilkan Bu El untuk menemui penulis dan melanjutkan konseling. 3.2. Laporan Konseling terhadap Konseli II di RPE Salatiga a. Nama Konseli Nama Konseli : El Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 62 tahun b. Latar Belakang Konseli Konseli adalah seorang wanita yang sudah lanjut usia, dia adalah seorang janda. Saat Ibu El ada dalam perawatan yang cukup lama di sebuah rumah pemulihan karena gangguan kejiwaan, suaminya menikah lagi. Sekarang suaminya sudah meninggal. Konseli atau Ibu El ini mempunyai dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Ibu El berpisah dengan anak-anaknya sejak anak-anak itu masih kecil. Menurut Ibu El anaknya yang sulung (laki-laki) disekolahkan di luar negeri oleh neneknya saat masih berumur 5 tahun, sedangkan anaknya yang bungsu (perempuan) diasuh oleh neneknya. Sepertinya Keluarga Ibu El sudah melihatkan gangguan jiwa pada Ibu El sehingga keluarganya berusaha menjauhkan anak-anaknya dari Ibu El. Ibu El jarang bertemu dengan anaknya, bahkan sejak Ibu El dimasukkan oleh keluarganya di sebuah rumah pemulihan untuk gangguan jiwa, dia sudah jarang bahkan tidak pernah bertemu anak- anaknya. Dan menurut Ibu El sekarang anak-anaknya sudah besar, yang sulung tinggal di kota Jakarta dan adiknya sudah lulus kedokteran 35

dan sekarang tinggal di kota Solo. Ibu El bertemu mereka setelah mereka sudah besar-besar. Itupun hanya bertemu sebentar, ketika mereka menjenguk di RPE Salatiga. Selama ini Ibu El sudah pernah tinggal dan dirawat dibeberapa rumah pemulihan. Dan sekarang ini Ibu El tinggal di Rumah Pemulihan Efata Salatiga. Ibu El sudah sekitar tiga belas tahun di RPE Efata dan menjadi salah satu penghuni terlama. c. Permasalahan yang Konseli hadapi Konseli adalah seorang wanita tua yang berumur 62 tahun. Diamati sekilas konseli terlihat normal dan tidak ada masalah gangguan kejiwaan. Pembawaannya lincah, gesit, dan ceria. Meskipun kadang raut muka dan ekspresinya bisa berubah ketika kondisi yang diharapkan tidak sesuai dengan rencana yang diharapkan. Emosinya labil sehingga bisa marah sekali, ataupun senang sekali. Dia menganggap bahwa dirinya adalah seorang yang pelupa dan memiliki daya tangkap rendah. Tetapi melalui percakapan yang dilakukan dengan konseli, penulis bisa mengatakan bahwa konseli justru memiliki daya ingat yang tinggi, terutama dalam mengingat-ingat segala kejadian yang pernah dialaminya. Ataupun dalam menghafal ayat-ayat Alkitab yang dipelajarinya. Konseli adalah orang yang gampang curiga, bahkan rasa curiga yang berlebihan. Hal ini yang membuat kadang dia berpikir negatif kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, atau yang bermaksud baik kepadanya. Konseli juga didiagnosa mengalami gangguan skizofrenia, yaitu gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik. d. Laporan Konseling Konseling I Hari,tanggal : Kamis, 18 April 2019 Pukul : 12.30 – 13.00 WIB Tempat : Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : 36

Penulis bertemu dengan Ibu El seminggu yang lalu di kantin RPE, Ibu El menyapa penulis dan ingin diajak bincang-bincang oleh penulis. Penulis mengatakan akan memberitahu dulu kepada mentor, kalau diijinkan dan kalau ada waktu untuk konseling berarti minggu depan bisa bertemu dan konseling. Ternyata mentor mengijinkan, Setelah konseling dengan Je, penulis menyediakan waktu kurang lebih setengah jam untuk berbincang- bincang dengan Ibu El. Penulis berkenalan lebih dalam dengan Ibu El. Penulis menanyakan nama lengkap konseli, usianya, dan asalnya. Konseli langsung menjawab dengan semangat pertanyaan penulis. Penulis mangatakan bahwa konseli tampak lebih muda dari usianya, konseli menjawab bahwa dia suka berolah raga sehingga masih sehat dan kuat. Penulis mengatakan bahwa dia sudah lama tinggal di RPE dan merupakan salah satu pasien yang paling lama di RPE. Dia bercerita bahwa dia berasal dari Semarang, suaminya sudah meninggal, namun sebelum suaminya meninggal suaminya sudah punya istri lagi. Dia punya satu kakang kandung laki-laki. Tetapi kakaknya juga sudah meninggal, kedua orang tuanya juga sudah meninggal. Istri kakak kandungnya sekarang yang menguasai aset keluarga suaminya bahkan warisan atau harta orang tuanya. Dia mengatakan bahwa harusnya harta itu semua, khususnya warisan dari orang tuanya dibagi dengannya. Tetapi menurut Ibu El semua harta dikuasai oleh kakak iparnya, sedangkan dia hanya diberi sedikit uang jajan dari kakak iparnya itu. Demikian juga yang harta warisan dari suaminya yang sekarang dipegang oleh istri baru suaminya, harusnya dia mendapat bagian juga, tetapi dia hanya diberi sedikit uang jajan setiap bulannya. Konseli ini (Ibu El) memang lebih banyak bicara dibandingkan Si Je. Kadang tanpa ditanya pun Ibu El bisa bercerita tentang banyak hal, bisa tentang keinginannya, kecurigaannya, dan kekecewaannya. Ia juga meminta penulis untuk membaca semua cerita dan curahan hatinya yang sudah ditulis berlembar-lembar dalam sebuah buku tulis. Penulis mencoba membaca sekilas catatan konseli dan berusaha menangkap isi tulisan itu. Konseli mengatakan bahwa dia 37

sengaja membuat tulisan itu karena dia mudah lupa, alasannya karena daya ingatnya rendah. Isi tulisan masih seputar tentang pertemuan dengan anak perempuannya bebrepa waktu yang lalu, membawa tentang hartanya yang dititipkan kepada saudaranya, serta rasa tidak sukanya kepada beberapa orang di RPE. Sebagai penutupan konseling, penulis menasehati konseli untuk senantiasa berdoa dan mengandalkan Tuhan, tidak perlu memikirkan harta benda lagi supaya bisa merasakan damai sejahtera. Kemudian penulis menutup doa dengan mendoakan konseli. Penulis mengatakan mudah-mudah bisa bertemu lagi minggu depannya untuk berbincang- bincang lagi . Kendala yang dihadapi : Waktu untuk konseling yang singkat, karena hari ini penulis harus konseling dengan dua orang konseli. Sehingga informasi yang diterima hanya sedikit. Konseling II Hari,tanggal : Jumat, 26 April 2019 Pukul : 14.30 – 15.30 WIB Tempat : Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : Pada pertemuan kali ini penulis mengawali dengan menanyakan kabar konseli (Ibu EL), dan Ibu EL menjawab bahwa kabarnya baik, dia dalam kondisi sehat dan perasaannya juga senang. Suasana dan kondisi Ibu EL membuat penulis yakin untuk melanjutkan konseling. Penulis menanyakan aktivitas yang dikerjakan oleh ibu EL selama seminggu ini di RPE. Ibu EL menjelaskan bahwa seminggu ini dia mengikuti kegiatan kebaktian bersama pada pagi hari di aula RPE, mengikuti persekutuan wanita di gereja, cek kesehatan di kantor, dan pergi ke pasar bersama mentor. Penulis menanyakan pengalaman selama Ibu EL tinggal di RPE, Ibu EL menjawab dia senang tinggal di RPE karena dia bisa belajar 38

banyak Firman Tuhan dan imannya juga bertumbuh. Tapi kadang dia juga tidak senang karena aturannya sangat ketat. Dia juga mengatakan bahwa beberapa teman dan pekerja membuat dia jengkel, karena suka bicara tidak benar tentang Ibu El, misalnya mengatakan kalau dia ngompol, padahal kata Ibu EL dia tidak ngompol. Ada yang mengatakan juga kalau Ibu EL pemarah, dan Ibu EL mengatakan kalau dia marah pasti ada sebabnya, biasanya ada yang mengejek dia, menertawakan, atau bicara tidak sopan kepadanya. Ibu El mengatakan kalau ada beberapa teman yang baik, terkadang dia bercerita dengan temannya itu. Terkadang Ibu El juga minta tolong temannya itu untuk menuliskan buku hariannya. Seperti sebelumnya konseli membawa buku hariannya itu dan meminta penulis untuk membaca kembali buku itu. Penulis membaca catatan lama yang minggu lalu belum sempat penulis baca, dan melanjutkan dengan membaca hasil tulisan konseli yang beberapa hari ini ditulis. Terlalu banyak yang dituliskan dalam buku itu. Beberapa hal yang penulis ingat adalah pertemuan dengan anak perempuannya, masalah harta bendanya, dan cerita kehidupannya di RPE. Penulis bertanya tentang beberapa hal yang ingin tanyakan sehubungan dengan tulisannya itu. Seperti tentang anak perempuannya. Ibu EL menjelaskan bahwa beberapa waktu yang lalu anak perempuannya mengunjunginya dan memberinya uang saku Ibu EL juga mengatakan bahwa sudah lama dia tidak bertemu dengan anak perempuannya itu. Dan anak perempuannya berjanji akan mengunjungi Ibu EL. Anak perempuannya itu yang juga yang menyuruh Ibu EL menulis hal-hal penting yang harus diingat karena kata anak perempuannya Ibu EL daya ingatnya rendah. Ibu El menceritakan juga kepada penulis tentang kakak iparnya yang sekarang memegang harta suaminya (kakak kandung Ibu EL) dan seluruh peninggalan orang tuanya. Harusnya kakak iparnya itu membagi hartanya itu dengannya, sehingga anak-anak Ibu EL juga bisa menikmati harta itu. Ibu EL juga mengatakan bahwa menitip 1 ons emas kepada saudaranya itu sebelum dia masuk RPE, tetapi saudaranya mengatakan bahwa dia sama sekali tidak memegang emas itu. 39

Masalah harta ini selalu diingat oleh Ibu EL, dari rumah peninggalan orang tuanya, mobil, toko, emas, tanah, dan barang-barang lain. Ibu El bisa bercerita dengan lancar tentang harta benda itu. Sepertinya dia sangat marah dan mencurigai oarng-orang yang menguasai harta benda itu. Penulis mengingatkan kepada Ibu EL untuk tidak fokus kepada harta benda itu karena akan membuat Ibu EL menjadi emosi dan tidak damai sejahtera. Penulis menasehati agar Ibu EL bisa menikmati kehidupannya sekarang bersama dengan teman-teman dan saudara baru yang ada di RPE, lebih banyak membaca Alkitab dan memahami kehendak Tuhan dalam kehidupan Ibu EL. Ibu EL mengiyakan ucapan penulis. Dia mengatakan bahwa dia rajin mambaca Alkitab, dia mengatakan bahwa dia sudah lima kali ganti Alkitab karena Alkitabnya sudah jelek karena sering dia baca. Penulis mengakhiri konseling dengan mengajak konseli berdoa. Penulis berpamitan dan meminta konseli terus menulis kejadian-kejadian yang dialaminya sehari-hari dan agar bisa menuangkan perasaannya lewat tulisan. Kendala yang dihadapi : Konseli banyak berbicara dan bercerita dengan sangat bersemangat, sehingga penulis kadang sulit mengikuti alur ceritanya. Sehingga penulis meminta konseli untuk menjelaskan ulang bagian-bagian cerita yang terlewat karena tidak bisa ditangkap jelas oleh penulis. Konseling III Hari,tanggal : Jumat, 3 Mei 2019 Pukul : 14.30 – 15.30 WIB Tempat : Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : Pada pertemuan ketiga ini konseli menemui penulis dengan wajah ceria dan penuh semangat. Penulis menyambut dengan menanyakan kabar konseli. Konseli menjawab bahwa kabarnya baik dan sehat. 40

Penulis menanyakan tentang kegiatan konseli (Ibu EL) selama seminggu ini di RPE, Ibu EL menjawab kalau dia mengikuti aktivitas rutin di RPE termasuk senam pagi, terapi, ibadah dan persekutuan. Dia bercerita hari ini ada kebaktian bersama di aula. Dia marah karena ditertawakan teman-teman saat mendoakan salah satu mentor supaya cepat mendapatkan jodoh. Penulis mengatakan kalau teman-temannya tertawa itu berarti apa yang disampaikan konseli itu menghibur teman- temannya, dan yang disampaikan dalam doanya itu tidak salah jadi tidak perlu emosi atau marah. Ketika ditanya tentang harapan Ibu EL, dia mengatakan kalau dia ingin sekali uang sakunya yang diberikan oleh Istri kedua suaminya bisa ditambah lagi, ia meminta agar bisa punya uang saku lima juta rupiah perbulan. Penulis menanyakan uang saku sebanyak itu mau dipergunakan untuk apa. Ibu EL menjawab kalau uang saku itu nantinya akan dipakai untuk membeli kebutuhan bulanannya seperti susu, jajanan, dan lain-lain. Sedangkan sisa uang saku itu akan dia tabung untuk jalan-jalan bersama anak dan cucunya. Ibu EL mengatakan kepada penulis bahwa dia sudah lama tinggal di RPE, menurut pendapatnya dia kurang diperhatikan di RPE, dia berencana untuk pindah ke rumah pemulihan lain yang lebih baik. Konseli mengatakan bahwa kalau dia pindah ke rumah pemulihan lain dia ingin melayani Tuhan lebih lagi. Menurut Ibu EL selama di RPE dia merasa pelayanannya dibatasi.Penulis mengatakan kepada konseli sebaiknya dia memikirkan lagi keinginannya untuk pindah rumah pemulihan karena belum tentu Ibu EL nyaman ditempat lain, karena harus menyesuaikan lagi dengan tempat baru, orang-orang baru, dan kebiasaan yang mungkin berbeda. Penulis memberi masukan kalau ibu EL ingin melayani Tuhan lebih lagi, Ibu EL bisa menyampaikan kepada mentor dengan baik. Karena konseli akan mengikuti persekutuan wanita di gereja maka penulis segera mengakhiri pertemuan dengan mendoakan konseli. Kendala yang dihadapi : 41

Konseling berjalan lancar. Konseli lebih banyak bicara, bercerita, mencurahkan isi hatinya. Penulis lebih banyak mendengar dan hanya sesekali memberi masukan dan saran. Konseling IV Hari,tanggal : Jumat, 10 Mei 2019 Pukul : 14.30 – 15.30 WIB Tempat : Rumah Pemulihan Efata Salatiga Isi Konseling : Hari ini adalah konseling terakhir dengan konseli, meskipun penulis tidak memberitahukan hal ini kepada konseli. Saat penulis bertemu konseli, kami langsung saling menyapa. Penulis menanyakan kabar konseli, dan konseli menjawab bahwa kabarnya baik dia juga dalam kondisi sehat. Seperti biasa penulis menanyakan apakah ibu EL mengikuti semua kegiatan di RPE selama seminggu ini. Ibu EL menjawab dia selalu rajin mengikuti kegiatan di RPE, tetapi dia tidak suka dengan beberapa orang di RPE, diantaranya adalah teman dan pengurus di RPE. Penulis menanyakan apakah ada teman atau pengurus atau mentor yang disukai Ibu EL dan biasa dajak bercerita atau mencurahkan isi hati. Ibu EL menjawab ada orang-orang yang baik dan dia suka bercerita dengannya. Penulis menanyakan hal-hal baik apa yang Ibu EL dapatkan selama di RPE. Ibu EL menjawab kalau selama di RPE imannya semakin bertumbuh, dia punya kesempatan untuk belajar dan menghafal Alkitab. Ibu EL juga mengatakan bahwa sekarang dia menjadi rajin ke gereja dan melayani Tuhan, Ibu EL punya cita-cita kalau dia keluar dari RPE dia ingin melayani orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Penulis menanyakan kalau Ibu El keluar dari RPE apakah dia akan tinggal bersama siapa, dan di mana akan tinggal. Ibu EL menjawab dia akan tinggal di Solo karena dia punya rumah di sana. Dia akan tinggal bersama saudaranya. Kembali lagi konseli mengatakan kalau selama di RPE dia akan minta tambahan uang saku, karena selama ini ia hanya diberi uang saku 42

sangat sedikit. Dia ingin agar uang sakunya ditambah menjadi lima juta per bulan. Sudah kesekian kalinya konseli mengatakan keinginannya itu kepada penulis. Konseli juga mengatakan kalau dia sedang mencari pengacara untuk mengurus semua harta-hartanya yang masih dipegang sama istri dari kakaknya (kakak iparnya). Ibu EL kembali mencertitakan kepada penulis tentang harta peninggalan orang tuanya (rumah, mobil, dan toko) yang dulu diurus kakak laki-lakinya sekarang semuanya dipegang oleh kakak iparnya. Penulis mengalihkan pembicaraan kepada kesenangan Ibu EL dalam menghafal ayat. Penulis menanyakan bisa menyebutkan ayat- ayat yang sudah dihafal oleh Ibu EL. Ternyata ibu EL mengingat banyak sekali ayat-ayat Alkitab. Penulis memuji kemampuan menghafal Ibu El dan mengingatkan bahwa sebaiknya ayat-ayat itu tidak hanya sekedar dihafalkan tetapi dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Di akhir pertemuan penulis memberi masukan kepada konseli agar tidak terus memikirkan tentang harta yang sekarang dipegang oleh kaka iparnya, supaya Ibu El bisa hidup dengan damai sejahtera. Belajar menikmati hidup yang sekarang dan mencukupkan diri dengan apa yang ada, dan bersyukur untuk pemeliharaan Tuhan. Penulis melihat wajah Ibu EL yang masih belum bisa melepaskan pikirannya tentang semua hartanya. Penulis mengajak konseli berdoa bersama dan saling mendoakan. Kendala yang dihadapi : Tidak ada kendala yang berarti saat konseling, konseli selalu menggebu- gebu dan bersemangat saat bercerita. Penulis berusaha mendengarkan dengan seksama agar bisa mengerti dan memahami semua cerita konseli. 3.3. Laporan Konseling terhadap Konseli III di SDK TT Semarang a. Nama Konseli : AD b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Umur : 9 tahun 43

d. Latar belakang konseli : Konseli atau AD adalah seorang anak laki-laki kelas empat sekolah dasar di semarang. AD berusia 9 tahun. Dia adalah anak bungsu dari dua bersaudara. AD mempunyai seorang kakak perempuan yang berusia enam tahun lebih tua darinya. Orang tuanya adalah memiliki usaha sendiri, yaitu jasa konsultan pajak dan akuntansi. Sehingga orang tua tergolong orang tua yang sangat sibuk. Pekerjaan itu membuat keluarganya berkecukupan secara materi, namun membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran yang ekstra juga untuk orang tuanya. e. Permasalahan yang konseli hadapi : Konseli adalah anak yang sangat pendiam, sangat jarang berbicara dengan teman. Mengalami masalah dalam hubungan sosial. Sementara anak-anak sebayanya selalu ingin bermain dengan teman- teman, AD selalu menyendiri. AD tidak mau bermain dengan teman, bahkan ketika teman-teman berusaha mengajak dia untuk bermain bersama, AD tidak menanggapi, dia hanya diam bahkan tidak menanggapi dengan kata-kata. Selama di sekolah dari pagi sampai sore dia bertahan tidak bicara, tidak bermain, dan kadang tidak menjawab ketika dipanggil oleh guru. Secara nilai akademis tidak terlalu bermasalah, nilai-nilainya jika tidak terlalu jelek. Tetapi pada saat tertentu ketika dia ada dalam kondisi atau situasi yang tidak baik buat dia, misalnya : kesulitan pelajaran, tidak selesai mengerjakan tugas, ditegur karena suatu kesalahan, AD akan sangat tertekan. Dalam situasi seperti itu AD akan berusaha untuk melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, seolah-olah AD ingin menyakiti dirinya dengan cara mengarahkan gunting ke arah dadanya dan mulutnya, atau menarik-narik dasinya untuk mencekik lehernya. f. Laporan Konseli Konseling I Hari,tanggal : Senin, 5 Agustus 2019 Pukul : 12.30 – 13.30 WIB Tempat : Ruang Ekstra SDK 44


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook