Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Moderasi Beragama

Moderasi Beragama

Published by JAHARUDDIN, 2022-01-27 00:26:21

Description: Buku tulisan bersama dari berbagai perspektif. Diantaranya tentang urgensi pengembangan pendidikan perdamaian bagi generasi Z, Mega Project Bhineka Tunggal Ika: Perawatan toleransi dalam pendidikan berbasis rumah tangga, Kerukunan dan toleransi antar umat beragama dalam membangun rasa persaudaraan negara RI, Membumikan moderasi beragama di lembaga pendidikan islam pada masyarakat multicultural, moderasi aplikasi fikih ekonomi syariah di Indonesia, dll.
Menarik untuk dibaca, segera miliki.

Keywords: Moderasi Beragama,Toleransi

Search

Read the Text Version

dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrem. Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku. Radikalisme sering dkaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat melakukan cara apa pun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham dengan mereka. Radikalisme bisa muncul karena persepsi ketidakadilan dan bahaya yang dialami seseorang atau sekelompok orang. Persepsi ketidakadilan dan perasaan terancam memang tidak serta-merta melahirkan radikalisme, tetapi jika dikelola secara ideologis dengan memunculkan kebencian terhadap kelompok yang dianggap sebagai pembuat ketidakadilan dan pihak-pihak yang mengancam identitasnya. Ketidakadilan mempunyai dimensi yang luar, seperti tidak adilan sosial, ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan politik, dan sebagainya. Implementasi moderasi beragama dapat dilihat dalam aspek-aspek yang saling terkait tersebut. Dalam hal ini, komitmen bernegara bisa diletakkan sebagai kekuatan daya tahan yang bisa menjadi menjadi penawar dari resiko intoleransi dan radikalisme atas nama agama. Jika seseorang mempunyai daya tahan kuat, maka dia akan cenderung mampu untuk menahan pengaruh intoleransi dan radikalisme.(Munir & Nasution, 2020) Fanatisme merupakan sikap senang yang diekspresikan secara berlebihan oleh sauatu individu, maupun kelompok tertentu. Selanjutnya reaksi dari individu, maupun kelompok 84 Moderasi Beragama

tertentu tersebut terakumulasi dengan cara yang sistematis, dan membentuk energi yang besar, sehingga tingkah laku, maupun ekspresi dari pelakunya tidak dapat terbendung lagi. Berangkat dari sinilah, Kita tentunya melihat posisi moderasi dalam beragama menjadi suatu yang urgen, dan mengambil perannya tersendiri dalam melawan sikap fanatik berlebihan. Fanatisme tidak hanya menimbulkan masalah sosial disuatu tepat tertentu, melainkan dia dapat menggerus keberagaman masyarakat yang damai tak terbatas oleh ruang dan waktu. Sehingga, posisi agama sebagai sebuah kepercayaan harusnya memiliki andil dalam membentuk karakter penganutnya bila ini dipraktekkan, dan dipahami secara benar. Sebab, posisi moderasi beragama menjadi salah satu pilar inti dalam melawan fanatisme berlebihan, guna tercapainya masyarakat yang aman, damai, dan berkeadilan. Moderasi memiliki beberapa makna menurut ahlinya, diantaranya makna moderasi dalam bahsa Arab diartiakan alWasathiyah. Seacara bahasa al-Wasathiyah berasal dari kata wasath. Al-Asfahaniy mendefenisikan wasath dengan sawa‟un yaitu tengahtengah diantara dua batas, atau dengan keadilan, yang tengah-tengah atau yang standar atau yang biasa-biasa saja. Wasathan juga bermakna menjaga dari bersikap tanpa kompromi bahkan meninggalkan garis kebenaran agama. 132 Sedangkan makna yangsama juga terdapat dalam Mu‟jam al- Wasit yaitu adulan dan khiyaran sederhana dan terpilih.Berikutnya, jika Kita kaji lebih dalam, maka wujud dari moderat atau jalan tengah dalam Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat wilayah pembahasan, yaitu: 1. Moderat dalam persoalan aqidah; 2. Moderat dalam persoalan ibadah; 3. Moderat dalam persoalan perangai dan budi pekerti; dan 4. Moderat dalam persoalan tasyri‟ (pembentukan syariat). Sri Mulyono 85

Pada dasarnya, fanatik agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, namun biasanya merupakan dampak dari fanatik etnik atau kelas sosial tertentu. Sehingga, sejatinya fanatisme merupakan usaha perlawanan kepada kelompok dominan dari kelompok-kelompok minoritas yang umumnya tertindas. Dalam hal ini, minoritas bisa dalam artian jumlah manusia (kuantitas), dan bisa juga dalam arti minoritas peran (kualitas). Pada saat ini, kehidupan umat beragama dinilai masih belum dapat mencapai puncak dari kedewasaan. Karena dalam kurun waktu yang relatif singkat banyak terjadi konflik, bahkan menimbulkan peperangan hanya karena satu alasan perbedaan suatu pandangan dalam peribadatan dan kurangnya toleransi untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial. Namun dalam beberapa kasus, kehidupan damai dan dipenuhi sikap toleransi tinggi beragama justu muncul dari wilayah yang memiliki latar belakang yang majemuk. Hal tersebut diperoleh tidak dengan cara singkat, namun didapatkan dengan cara yang simultan, dan diterapkan secara terus menerus, bahkan kepada generasi selanjutnya. Penyebaran pemahaman luar bukan harus dibelenggu, namun di filter, agar mendapatkan pemahaman murni yang menyatukan, bukan memecah belah.(Kurniawan, 2020) Daftar Pustaka Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat Keagamaan. Dakir, & Anwar, H. (2019). Nilai-Nilai Pendidikan Pesantren Sebagai Core Value;Dalam Menjaga Moderasi Islam Di Indonesia. Jurnal Islam Nusantra. Kurniawan, I. (2020). Moderasi Beragama Sebagai Pilar Melawan. Bengkulu: Penerbit CV.Zigie Utama. 86 Moderasi Beragama

Mahyuddin, Pikahulan, R. M., & Fajar, M. (2020). Peran Strategis IAIN Ambon Dalam Merawat Toleransi Sosial dan Moderasi Beragama di Ambon Maluku. KURIOSITAS MediaKomunikasi Sosial dan Keagamaan. Munir, A., & Nasution, A. (2020). Literasi Moderasi Beragama. Bengkulu: CV.Zigie Utama. Sri Mulyono 87

Biografi SRI MULYONO, lahir pada 24 September1979 di Jakarta.menempuh pendidikan formal di SDN Karya Satria 2 Bekasi,dan lulus tahun 1992. Selanjutnya meneruskan sekolah di SMP Negeri 1 Bekasi, tamat tahun 1995, dan di SMA Bani Saleh, tamat tahun 1998. Selepas SMAmelanjutkan pendidikan di Universitas Darma Persada Jurusan Ekonomi lulus tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di STIE Indonesia Banking School dengan mengambil jurusan yang sama dan lulus tahun 2017. Pengalaman menulis pernah bekerja di PT. Buana Alexander Trada tahun 2004-2011, di PT. Voksel Electric Tbk tahun 2011-2012, PT. Supellex tahun 2012-2013, sebagai Branch Manager di LP3I Course Center tahun 2013-2016, di 88 Moderasi Beragama

Mentari Intercultural School sebagai Assiten Teacher dan Library tahun 2016-2019 berkiprah di dunia pendidikan sebagai Dosen di Institut Daarul Qur‟an saat ini dan mengajar di SMK Muhammadiyah 5 Jakarta sebagai Guru Ekonomi Bisnis dan Sejarah Indonesia Penulis ini dapat dihubungi pada alamat berikut. Alamat kantor: Institut Darul Qu‟an, Jl. Cipondoh Makmur Raya, RT.003/RW.009, Cipondoh Makmur, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang, Banten 15148 Telepon 081291801748 Hp. 081519929830. Alamat e-mail: [email protected] Sri Mulyono 89

Peran Startegis Madrasah Menyemai Moderasi Beragama Sebagai Upaya Mereduksi Radikalisme Dr. Zetty Azizatun Ni’mah, M.Pd.I Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Kediri K eberagamaan umat Islam di Indonesia di saat ini mengalami krisis dan cenderung terjadi perpecahan antara fenomena keberagamaan tekstual-formalistik dan model liberal- kontekstual. Model keberagamaan formalistik cenderung melahirkan radikalisme keagaamaan yang menganggap orang lain yang berbeda idiologi dengan dirinya adalah salah sehingga harus dimusuhi, dan model liberal kontekstual yang memahami Islam secara substansi (Maimun & Mohammad Kosim, 2019: 3). Fenomena radikalisme di nusantara mulai berkembang abad 20. Warisan penjajahan Barat pada wilayah-wilayah Islam berupa terpecahnya bangsa-bangsa dan proyek modernisasi yang merupakan kebijakan birokrasi pemerintahan baru yang berhaluan Barat dan sekuler menjadikan respon keras bagi 90 Moderasi Beragama

umat Islam karena bertentangan dengan ideologi dan moral yang selama ini dipegang teguh(Muthohirin, 2015). Perlawanan terhadap rezim yang berkuasa dianggap merupakan penyelesaian di antaranya adalah perang Padri. Kehidupan Bangsa Indonesia yang damai dengan latar beragam baik agama, kepercayaan, suku bangsa, bahasa, dan ribuan pulau diikat dalam kerukunan. Nilai-nilai toleransi yang diwariskan para leluhur dalam bentuk tolong-menolong, gotong-royong, bekerjasama, dan saling menghormati tanpa mempedulikan perbedaan ras, suku dan agama menjadi tereduksi dengan munculnya fenomena radikalisme yang diklaim sebagai bagian ajaran Islam. Istilah jihad yang viral baru-baru ini digaungkan kelompok garis keras dengan dimunculkan dalam bentuk verbal azan (hayyalalfalah menjadi hayyalah jihad) merupakan ajakan berjihad dalam makna tekstual, disinyalir dapat memantik permusuhan dan konflik beragama dan berbangsa. Fenomena radikalisme semakin berkembang di ruang publik, ditandai dengan kemunculan: Pertama, aksi-aksi terorisme baik yang skala besar maupun kecil dan terjadi secara berulang-ulang. Kedua, muncul kelompok yang menyuarakan kembali pada piagam Jakarta sebagai dasar Negara. Responsif ini memunculkan pemerintah daerah berbasiskan Syari‟ah seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Yogyakarta, Banten, Riau dan kota serta daerah lainnya. Ketiga, dijadikanlah masjid, musala, kampus, kos sebagai pusat kajian, indoktrinisasi dan mobilisasi benih-benih Islam radikal melalui program halaqah, usrah, daurah. Keempat, menguatnya gerakan radikalisme Islam ditingarai keberadaan laman, akun di media sosial, portal online serta penerbitan-penerbitan berbasis Islam yang memang bertujuan mempropagandakan ideologi kekerasan, Zetty Azizatun Ni‟mah 91

ujaran kebencian, pendirian Negara Islam dengan gaung istilah khilafah, hujatan pada prodak Barat dan kecaman pada Islam tradisional dan anti pada budaya lokal (Muthohirin, 2015). Beberapa situs banyak memuat konten radikalismedi antaranya: www.arahmah.com,www.thoriqatuna.wordpress.com,www.jiha d.hexat.com,www.millahibrahim.wordpress.com, http://almuwahhidin. wordpress.com.Kelima, hadirnya beberapa organisasi lokal (tidak ada kaitannya dengan gerakan Islam Transnasional) mengatas namakan Islam, seperti Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Islam (MMI), Forum Umat Islam (FUI), beberapa organisasi yang sudah dibekukan izinnya oleh Kemenkumham berganti dan melebur menjadi organisasi baru seperti Pergerakan Umat Islam (PUI) tahun 2020 Kediri Raya yang memperjuangkan bumbung kosong pada Pilkada 9 Desember 2020. Di tengah semakin menggejalanya paham radikal, wawasan moderasi Islam ini perlu terus digali dan dikembangkan untuk menjaga keutuhan umat Islam dan menampilkan ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam merespon upaya-upaya kontra radikalisme, mendorong sekolah, madrasah dan pesantren melakukan penguatan terhadap moderasi Islam melalui penanaman nilai-nilai moderat serta penerapan pembelajaran yang berbasis moderasi. Penguatan tersebut bertujuan untuk menjaga pengajaran Islam yang moderat di lembaga pendidikan sekolah dan pesantren. Menjamurnya pemikiran pelajar tingkat SLTA baik di SMA maupun di Madrasah Aliyah yang mengamini ide-ide radikal seperti jihad, anti pancasila, konsep khilafah dan doktrin purifikasi ekstrim, bahkan terdapat guru PAI salah satu 92 Moderasi Beragama

madrasah aliyah yang menuliskan ide-ide khilafah dalam penulisan soal-soal ujian semester yang dipakai seluruh madrasah sekota dan kabupaten, hal ini bersumber dari kurangnya sosialisasi terkait bahayanya pemikiran konservatif radikalis di kalangan guru madrasah. Fenomena ini yang semacam ini bila berkembang akan menjadikan intoleransi dalam kehidupan beragama baik internal maupun eksternal dan kehidupan berbangsa. Banyak hal yang menjadikan perilaku remaja terpapar doktrin radikalis. Penyebab utama para remaja yang terpapar radikalis adalah doktrinisasi keluarga, organisasi yang diikuti, media sosial yang menjadi sumber pengetahuan pelajar, lingkungan sekolah yang mendukung baik dari konstruksi guru atau lembaga yang mengarah pada doktrinisasi Islam radikal. Membangun karakter moderat melalui pendidikan menjadi hal penting sebagai suatu kebutuhan dalam sistem pendidikan Nasional. Moderasi Islam ada dua indikator yaitu ideologi yang linier dan meletakkan pemahaman agama sesuai dosisnya. Yang pertama, pemahaman agama linear dengan ideologi bangsa. Hal ini sejalan dengan apa yang didakwahkan Walisongo di nusantara, menyebarkan Islam dengan cara damai menjauhi kekerasan dan konfrontasi dengan masyarakat nusantara, menghormati dan mengakomodasi budaya lokal sebagai media strategis untuk ekselerasi dakwah Islam di Jawa sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Konsep toleransi, damai dan kultural yang telah dijalankan dewan Walisongo membawa kepada moderasi Islam yang dipandang tidak kaku dalam memaknai al-Qur‟an dan bersikap toleran terhadap budaya setempat.. Yang kedua adalah memposisikan agama sesuai dengan dosisnya (Arifin & Aziz, 2019). Berada di antara dua pemikiran yang sekuler liberal dan ekstrimis radikal. Zetty Azizatun Ni‟mah 93

Karena pemahaman akan sekuler maupun radikal akan berimbas kepada agama dan bangsa, sehingga pemahaman yang moderat harus tertanam pada masyarakat Indonesia. Pentingnya pemahaman moderasi pada generasi selaras dengan apa yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional, untuk itu penanaman karakter moderasi dan pemahaman Islam moderasi menjadi hal penting untuk diimplementasikan di lembaga pendidikan: sekolah, madrasah, pesantren ataupun perguruan tinggi. Madrasah adalah lembaga pendidikan nasional yang berada di bawah naungan kementerian agama republik Indonesia. Tugas guru di madrasah adalah menemukan potensi, bakat dan minat peserta didik madrasah untuk meningkatkan kualitas lulusan madrasah. Potensi yang ada dioptimalkan melalui kegiatan intra maupun ekstra kurikuler. Selain potensi bakat aspek lain yang tak kalah penting adalah penguatan karakter peserta didik madrasah pada aspek moderasi beragama dan revolusi mental. Slogan madrasah hebat bermartabat yang dicanangkan sejak 2018 diharapkan dapat tercapai: hebat dalam artian meningkatnya kualitas peserta didik dalam aspek akademik dan non akademik, bermartabat berkaitan dengan pembentukan dan pembangunan karakter peserta didik sehingga tercapai akhlakul karimah pada peserta didik madrasah. Kata wasatan dalam surat Al Baqarah ayat 143 secara etimologi digunakan sebagai term wasatiyah (Mardliyah & Rozi, 2019). Watak Moderat (Tawassuth) merupakan ciri Ahlussunah wa al Jama‟ah yang menonjol, di samping juga i'tidal (bersikap adil), tawazun (bersikap seimbang), dan tasamuh (bersikap toleran), yang menolak segala bentuk tindakan dan pemikiran yang ekstrim (tatharruf) cenderung melahirkan penyimpangan 94 Moderasi Beragama

dan penyelewengan dari ajaran Islam. Dalam pemikiran keagamaan, juga dikembangkan keseimbangan (jalan tengah) antara penggunaan wahyu (naqliyah) dan rasio ('aqliyah) sehingga memungkinkan terjadi akomodatif terhadap perubahan-perubahan di masyarakat sepanjang tidak melawan doktrin-doktrin yang dogmatis (Zainuddin, 2016). Karakter moderasi mempunyai ciri sebagai berikut: Tawassuth, tawazun, i‟tidal, tasamuh, musawah, syura, islah, awlawiyah, tathawwur wal ibkar, tahadhur.(Mudawinun, 2018) Ciri karakter moderasi di atas mencakup bagaimana merealisasikan persaudaraan baik nilai ukhuwah basyariyah (Persaudaraan sesama manusia), nilai ukhuwah wathaniyyah (Persaudaraan sesama warga Negara), nilai ukhuwah islamiyah (Persaudaraan sesama muslim). Pengarusutamaan moderasi beragama di lingkungan kementerian Agama seiring sejalan dengan revolusi mental pembangunan karakter SDM Pemerintah Joko Widodo-Ma‟ruf Amin. Untuk memuluskan program pengarusutamaan moderasi beragama di madrasah, Kementerian Agama memfasilitasi modul moderasi beragama serta menjadikan misi moderasi beragama di setiap aktifitas kegiatan madrasah. Beberapa tawaran strategi madrasah untuk membangun karakter moderasi di madrasah adalah sebagai berikut: 1. Membangun kehidupan beragama di madrasah dengan pembiasaan sikap yang toleran, inklusif dan moderat. Kebiasaan menurut Covey didefinisikan sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan dan keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis yang berkenaan dengan apa dan mengapa yang harus dilakukan, ketrampilan tentang bagaimana melakukannya, ketrampilan berkenaan dengan how to do, serta kehendak melakukannya.(Sari, 2013) Zetty Azizatun Ni‟mah 95

Ketiga hal tersebut melandasi kebiasaan seorang jika kurang dari satu bukanlah disebut kebiasaan. Oleh karena itu karakter adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan mengakar kuat dalam kehidupannya.Nilai-nilai seperti kedisiplinan, ketaatan, ukhuwah isla>miyyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah bashariyyah diterapkan di semua mata pelajaran, pembelajaran, kegiatan kesiswaan dan pembiasaan pada budaya sekolah. Gerakan penumbuhan karakter moderasi di madrasah dirasakan akan lebih mengena jika dilakukan dengan serangkaian kegiatan pembiasaan di antaranya: 1) menumbuhkembangkan nilai- nilai moral dan spiritual lewat pengamalan nilai moral dan perilaku nyata sehari-hari contohnya melalui ibadah amaliyah. Salat berjamaah yang dilakukan secara kontinue akan bisa terambil hikmah makna esensial yang terkandung dalam pelaksanaanya: dimensi sosial (sejajar dan setara dalam saf, kebersamaan, bersalaman), dimensi ketaatan kepada pemimpin (pengangkatan imam salat sesuai aturan fiqhiyyah). 2) Menumbuh kembangkan nilai-nilai kebangsaan: karakter cinta tanah air dan hubbul Wathan tidak akan muncul dengan tiba-tiba tanpa ada pembiasaan. Pelaksanaan Upacara bendera setiap senin dan ketika peringatan Hari besar Nasional, menyanyikan lagu Indonsesia raya dan pembacaan Pancasila ketika awal pembelajaran setelah membaca Al Qur‟an secara bersama- sama merupakan pembiasaan menumbuh kembangkan rasa kebansaan dan nasionalisme. 3) Mengembangkan interaksi positif antara siswa dengan guru, antara guru dengan wali murid, antara sesama peserta didik, antara guru dan masyarakat. Komunikasi yang terjalin baik dalam civitas akademia madrasah dan dengan pihak wali murid serta 96 Moderasi Beragama

masyarakat akan bisa menjembatani permasalahan yang terjadi pada peserta didik berkaitan dengan pergaulan yang terindikasi radikalisme untuk dicari bersama problem solvingnya. 2. Sosialisasi materi moderasi beragama (modul yang dirumuskan kementerian agama) untuk Madrasah. Kementerian Agama Republik Indonesia memberi rumusan keseragaman materi dalam menyampaikan pendidikan karakter moderasi di madrasah. Rincian materi dapat dilihat dalam gambar berikut: Pembangunan Pengenalan Berlaku adil Kita Semua Akomodasi Bersikap Pribadi Kreatif, Karakter Kebangsaan terhadap Bersaudara Budaya Lokal Santun dan Inovatif dan Moderat sesama Mandiri Realitas Ukhuwah Melestarika bijak Welas Asih keragaman Kesetaraan Basyariyah n Budaya Berpikir dan toleran lokal Perilaku terbuka Prinsip Anti Ukhuwah santun Penanaman Kemajemuk diskriminasi Wathaniyah Melestarika Bernalar akhlak n Etos kerja Dakwah kritis karimah an Ramah Ukhuwah santun lingkungan Islamiyah Melestarika Berjiwa Agama Empat pilar n nilai kompetitif untuk kebangsaan sastra kemaslahat leluhur n Gambar 1: Materi pokok dan sub materi Membangun karakter Moderat (Modul Membangun Karakter Moderat MTs-MA) 3. Mengadakan sosialisasi penanaman nilai-nilai moderasi melalui pembelajaran dan berbagai kegiatan madrasah. Pembelajaran PAI perspektif wasatiyah perlu dikembangkan sebagai alternatif pengembangan proses pembelajaran serta membongkar cara pandang konvensional pembelajaran kearah konstruktif dengan menggabungkan pendekatan PAI yang bersifat dogmatis-normatif-doktriner dengan pendekatan santifik kontekstual. (Harto & Tastin, 2019). Sosialisasi ini perlu diadakan bahkan sejak awal penerimaan Zetty Azizatun Ni‟mah 97

peserta didik baru madrasah. MATSAMA (Masa Ta‟aruf Siswa Madrasah) adalah program yang mengawali sosialisasi moderasi keberagamaan. Bahkan pada teknis pelaksanaan MATSAMA, materi moderasi beragama yang mencakup ukhuwah basyariyah, ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah Wathoniyah menjadi materi yang wajib disampaikan di sesi tertentu. 4. Memberikan penjelasan tentang Islam secara memadai. Misi ajaran Islam yang sebenarnya sangat mulia dan luhur seringkali justru mengalami distorsi akibat pemahaman yang keliru terhadap beberapa aspek ajaran Islam yang berpotensi menimbulkan faham radikalisme. Istilah ini bisa disebut dengan pembelajaran bermakna (Hilmy, 2013). Beberapa isu keagamaan yang butuh perhatian dan kehati- hatian dalam pemaparannya, seperti: Jihad, qital, murtad, ahli kitab, kafir dhimmi, kafir harbi, darussalam, dan darul harbi. Kontroversi pemaknaan jihad yang berbeda-beda mempunyai akibat hukum syariat yang berbeda dan kadang bersinggungan dengan akidah. Jihad yang dimaknai qital identik dengan penegakan kebenaran dengan fisik dan senjata yang identik dengan peperangan berimplikasi pada radikalisme dalam penegakan hukum syariat. Sebagian menyatakan jihad adalah mencurahkan segala kemampuan, upaya dan kesungguhan untuk mendapatkan kebenaran. Secara historis, istilah jihad dipakai pada dakwah Islam di Makkah, pemakaian kata qital setelah hijrah Rasulullah ke Madinah. Al Qur‟an menyebut kata “jihad” sebanyak 36 kali dan hanya sepuluh ayat yang menyatakan qital, Selebihnya kata tersebut merujuk kepada segala aktivitas lahir dan batin, serta upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak Allah di muka bumi ini, yang pada 98 Moderasi Beragama

dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, mulai penegakan keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia dalam kehidupan ini. Guru menyampaikan pengertian jihad tidak dititik poinkan pada jihad bermakna qital tapi dengan makna lain, jihad dengan berbagai makna (Munip, 2012): a) Perang. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak pernah gentar berperang di jalan Allah. Apabila kaum muslim dizalimi, fardhu kifayah bagi kaum muslim untuk berjihad dengan harta, jiwa dan raga. Jihad dalam bentuk peperangan diijinkan oleh Allah dengan beberapa syarat: untuk membela diri, dan melindungi dakwah. b) Haji Mabrur. Haji yang mabrur merupakan merupakan ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi perempuan, haji yang mabrur merupakan jihad yang utama. c) Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim. d) Berbakti kepada orang tua. Jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, tidak hanya ketika mereka masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. e) Menuntut Ilmu dan Mengembangkan Pendidikan. Bentuk jihad yang lainnya adalah menuntut ilmu, memajukan pendidikan masyarakat. f) Membantu Fakir-Miskin. Jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama, menyantuni kaum du‟afa. 5. Pengenalan tentang hubungan ajaran Islam dengan kearifan lokal Islam yang datang dari Arab bukanlah Islam yang bebas dari relasi sejarah lokal yang mengitarinya. Artinya, memahami Islam tidak bisa dicerabut dari akar sosio- historis di mana Islam berada. Keberadaan Islam di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosio- Zetty Azizatun Ni‟mah 99

historis masyarakat Indonesia yang juga telah memiliki kearifan lokal. Pemahaman ini meminimalkan fanatisme puritanis yang bertolok pada Arab dengan mengindahkan budaya lokal. 6. Membangun komunikasi dan interkoneksi antar madrasah dan sekolah dalam bidang pengembangan kehidupan beragama peserta didik. Upaya ini dilaksanakan dengan bekerja sama dengan ormas-ormas keagamaan yang memiliki pandangan Islam moderat. Dalam konteks Indonesia, Islam Moderat yang mengimplementasikan Ummatan Wasathan terdapat pada dua organisasi masyarakat yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya mencerminkan ajaran Ahlussunnah wa al-Jama‟ah yang mengakui toleransi serta kedamaian dalam berdakwah (Harto & Tastin, 2019) 7. Mengedepankan dialog dalam pembelajaran agama Islam. Pembelajaran Agama Islam yang mengedepankan indoktrinasi faham tertentu dengan mengesampingkan faham yang lain hanya akan membuat para siswa memiliki sikap eksklusif yang pada gilirannya kurang menghargai keberadaan liyan atau others. Sudah saatnya para guru PAI membekali dirinya dengan pemahaman yang luas dan lintas madzhab sehingga mampu mememenuhi kehausan spiritual siswa dan mahasiswa dengan pencerahan yang bersendikan kedamaian dan kesejukan ajaran Islam. 8. Pemantauan terhadap kegiatan dan materi mentoring keagamaan siswa. Keberadaan kegiatan mentoring agama Islam atau kegiatan Rohis yang lain di sekolah sesungguhnya sangat membantu tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Namun jika guru PAI tidak melakukan pendampingan dan monitoring dikhawatirkan 100 Moderasi Beragama

terjadi pembelokan kegiatan mentoring dan Rohis lainnya. Bagi pengurus Rohis, sudah seharusnya mereka selalu berkonsultasi dengan pihak guru Agama atau pihak-pihak lain yang dipandang memiliki wawasan keislaman moderat agar tidak terbawa arus pada pemahaman Islam yang sarat dengan muatan radikalisme. Rohis di sekolah-sekolah menengah umum kegiatan keagamaan mereka sangat rentan dimasuki faham radikalis dari link alumnus yang berfaham radikalis secara aktif dan progresif menyuarakan ide-idenya agar diikuti. Organisasi keagamaan siswa Madrasah Aliyah harus aktif menggandeng organisasi Rohis agar tidak kebablasan menerima faham radikal. Kolaborasi dua organisasi dari sekolah umum dan madrasah diharapkan akan meramaikan kajian-kajian deradikalisasi, bahayanya ekstrimisme, diskusi tentang berbagai faham yang menyesatkan dan memaparkan faham yang ideal yaitu Islam moderasi 9. Sarana dan prasana yang bebas dari unsur radikalis. Melakukan seleksi buku-buku referensi dan buku ajar yang berafiliasi dengan faham radikalis, melarang peserta didik menelusuri situs web faham radikalis dengan menyebutkan data alamat web yang sudah terdata di madrasah. Madrasah dengan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan visi-misi Kementrian Agama untuk membangun moderasi keberagamaan dan kultur budaya moderatnya menjadi lembaga ideal untuk menginternalisasikan ideologi tertentu dan nilai-nilai moderasi. Kebijakan stakeholder lembaga madrasah memberi tindakan preventif dan kuratif berpengaruh besar sebagai rem untuk membendung perkembangan faham radikalisme baik di kalangan pelajar atau bahkan guru. Zetty Azizatun Ni‟mah 101

Daftar Pustaka Harto, K., & Tastin, T. (2019). Pengembangan pembelajaran PAI Berwawasan Islam Wasatiyah: Upaya Membangun Sikap Moderasi Beragama Peserta Didik. At-Ta‟lim: Media Informasi Pendidikan Islam, 18(1), 89–110. Hilmy, M. (2013). Whither Indonesia‟s Islamic Moderatism? A reexamination on the moderate vision of Muhammadiyah and NU. Journal of Indonesian Islam, 7(1), 24–48. Maimun, N., & Mohammad Kosim, K. (2019). MODERASI ISLAM DI INDONESIA. LKiS. Mardliyah, A. A., & Rozi, S. (2019). Karakter Anak Muslim Moderat; Deskripsi, Ciri-Ciri dan Pengembangannya di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan dan Keislaman, 8(2), 231– 246. Mudawinun, K. (2018). Integrasi Nilai-Nilai Moderasi pada Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Living Values Education (LVE). Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars, Series 2, 721–730. Munip, A. (2012). Menangkal radikalisme agama di sekolah. Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 159–181. Muthohirin, N. (2015). Radikalisme Islam dan pergerakannya di media sosial. Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies, 11(2), 240–259. Sari, N. M. (2013). KONSEP PEMBENTUKAN KARAKTER: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN STEPHEN R. COVEY DAN KH. IMAM ZARKASYI [PhD Thesis]. UIN Sunan Ampel Surabaya. 102 Moderasi Beragama

Zainuddin, M. (Ed.). (2016). Islam moderat: Konsepsi, interpretasi, dan aksi (Cetakan I). UIN Maliki Press. Biografi Penulis Dr. Hj. Zetty Azizatun Ni’mah, M.Pd.I. lahir di Kota Kediri tanggal 10 April 1978. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Manisrenggo tahun 1984- 1990, MTsN 1 Kediri tahun 1990-1993, MAN-PK (Pendidikan Khusus) pada MAN 3 Kota Malang Jl. Bandung tahun 1993-1996, 1996 belajar di LPBA MASA Surabaya, 1997 mengenyam pembelajaran di Pesantren Tahfidz Al Batul Mantung Pujon Kab.Malang. Tahun 2000-2004 meneruskan studi pada jurusan Tarbiyah Prodi PAI di STAIN Kediri. Pertengahan Tahun 2004, penulis mengabdikan diri sebagai guru Zetty Azizatun Ni‟mah 103

mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MAN I Kota Kedirihingga sekarang dan Dosen Luar Biasa Fakultas Tarbiyah Prodi PAI IAIN Kediri serta mendedikasikan diri sebagi pengasuh Yayasan Pesantren Ulul Albab Kota Kediri. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Pascasarjana STAIN Kediri sebagai mahasiswa perdana tahun 2011. Awal tahun 2016 dengan berbekal izin dari suami (Dr. Ahmad Rifa‟I, M.Pd) menimba ilmu sebagai mahasiswi S3 Pendidikan Agama Islam Berbasis Studi Interdisipliner di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan menyelesaikan study doktoralnya akhir tahun 2020. Penulis aktif menulis buku dan jurnal di antaranya: Buku: Genealogi Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Konvergensi Pemikiran Kependidikan KH.Ahmad Dahlan dan KH.M.Hasyim Asy‟ari) yang diterbitkan MADANI, Intrans Publishing Malang tahun 2017. Buku Antologi: Eksistensi Perguruan Tinggi di Era Society 5.0: Peran dan Tantangan (Upaya Madrasah Vokasi Dalam Membangun Entrepreneurship) 2020. Jurnal: 1) Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20, Jurnal At Tajdid Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tahun 2015 Vol 4 No 1. 2) Implementasi Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, solusi Problematika Pembelajaran PAI, Jurnal At Tajdid Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tahun 2016, vol 5 No 1. 3) Pemikiran Pendidikan Islam Perspektif KH. Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari, Jurnal Didaktika Relegia Pasca Sarjana STAIN Kediri, Tahun 2014 vol 2 No 1. 104 Moderasi Beragama

4) Diskursus Nasionalisme dan Demokrasi Perspektif Islam, Jurnal Universum STAIN Kediri, Vol 10 No 1 Tahun 2016. 5) Formulasi Model Pengembangan Pendidikan Islam: Kajian Integrasi Madrasah, sekolah dan Perguruan Tinggi dengan pesantren, Jurnal Didaktika Relegia Pasca Sarjana STAIN Kediri, Tahun 2016 Vol 4 No 1. 6) Internalisasi Nilai-nilai Religi pada Usia Dini dalam Menyongsong Generasi yang Islami, Jurnal Pendidikan Islam TA‟ALLUM IAIN Tulungagung, Volume 05, No 02, November 2017. 7) Urgensi Penelitian Tindakan Kelas bagi Peningkatan Profesionalitas Guru antara Cita dan Fakta, Jurnal REALITA STAIN Kediri 2017 Vol.15 No.2, Juli 2017. 8) Prosiding Vol 3 Pasca IAIN Kediri 2020: Urgensi Madrasah dalam Membangun Karakter Moderasi di Tengah Perkembangan Radikalisme. 9) Dedaktika Religia Pasca Sarjana IAIN Kediri Volume 08, No 2, Desember 2020: Selawat in The Contruction Of Local Sufis and Revivalists In Indonesia. Zetty Azizatun Ni‟mah 105

Literasi Digital Ditengah Keluarga Sebagai Kunci Terwujudnya Moderasi Beragama I Putu Yoga Purandina, M.Pd. Dosen Jurusan Dharma Acarya Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja H ampir semua orang di dunia dewasa ini tidak bisa lepas dari cengkraman teknologi digital. Teknologi digital sejatinya telah mulai dikenal sejak awal tahun 1990an. Proses pengenalan ini sampai pada tahun awal tahun 2000an dan hingga kini telah menjadi sebuah kebiasaan atau hal pokok sebaga kebutuhan manusia di muka bumi (Sari, 2018). Sejak dikenalnya internet, dunia mulai memasuki dunia digital kemudian diciptakannya smartphone dan pada saat ini kemudian dikenal pula Big Data. Pada awalnya memang dunia digital diciptakan dengan maksud untuk memudahkan tugas atau pekerjaan manusia dalam hal pengolahan data, penyimpanan data, komunikasi dan informasi. Namun belakangan internet memiliki sisi negatif pula. Terlepas dari sisi negatif dari dunia digital, dunia digital telah menyuguhkan berbagai website, aplikasi atau fitur-fitur yang memudahkan setiap kegiatan manusia. Seperti misalnya 106 Moderasi Beragama

Google, Amazon, Yahoo, dll. Yang tidak kalah bermanfaat pula misalnya website penyedia pertukaran informasi dan komunikasi atau media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dll. Media cetakpun telah beralih pula ke dunia digital, sehingga hal ini ditandai dengan perubahan perilaku manusia itu sendiri (Brown, 2018). Manusia sejatinya telah beralih ke dunia digital. Hampir lebih besar waktu atau kegiatan manusia sekarang ini dihabiskan di dunia digital. Setiap generasi tentu kadang menggunakan aplikasi- aplikasi ini dengan tujuan maksud tertentu misalnya media sosial, game, harian/koran digital, e-learning, dan aplikasi pelayanan seperti gojek dll. Memang tidak bisa disamakan aplikasi apa yang sering digunakan oleh setiap generasi namun yang pasti pergerakan atau kehidupan di dunia sekarang ini sudah hampir seimbang dengan dunia nyata. Malah kadang dunia digital lebih aktif sekarang ini. Bahkan beberapa orang mengandalkan penghasilannya dengan hanya bekerja dan bermain di dunia maya. Misalnya pekerjaan yang dilakukan secara daring seperti online business, online sales marketing, online teaching, gamers, content creator, dll. (Sheldon, 2015). Namun walaupun umat manusia sekarang ini telah megenal dan terbiasa dengan dunia digital, nyatanya kita masih tidak mampu memanfaatkan dunia digital ini dengan baik. Sehingga masih banyak dampak negatif dari dunia digital ini kita dapatkan. Permasalahan yang terjadi belakangan ini adalah seringnya terjadi kegaduhan dalam menyikapi sebuah fenomena di media sosial. Memang perbedaan pendapat atau sikap merupakan sesuatu keniscayaan atau kewaajaran dalam negara demokrasi. Diskusi, menyampaikan pendapat, memberikan solusi, dll merupakan hal yang baik dalam negara demokrasi. Malah hal ini akan selalu mengobarkan api I Putu Yoga Purandina 107

semangat kebersamaan sebagai bangsa yang besar. Namun belakngan hal yang terjadi bukanlah sebuah diskusi perbedaan yang indah dan menyejukkan, melainkan sebuah debat kusir yang tidak ada ujung pangkalnya. Lebih parah lagi diskusi yang terjadi di media sosial telah bersinggungan dengan SARA. Misalnya seperti membuli, menyerang perseorangan, memaki, berkata kasar, menyebarkan hoax, kampanye hitam, melakukan pembunuhan karakter, dll. Mungkin masih ingat dengan Pilgub Jakarta pada tahun 2017 dimana terdapat tiga pasang calon dan kemudian dilanjutkan sampai pada putaran ke-dua yang bertarung adalah dua pasang calon. Aktivitas politik sangat memanas sampai juga di dunia digital terutama media sosial seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, dll. Malah sengitnya pertempuran politik justru berada di dunia digital (Winarni et al., 2019). Sangat menghawatirkan, pertarungan politik di dunia digital sudah melewati batas, sehingga banyak yang tidak menghiraukan aturan atau norma yang ada. Bahkan banyak individu melakukan black campaign bahkan red campaign dengan menyerang personal, berupa makian atau perkataan kasar, berita palsu atau hoax, bahkan gambar atau meme yang menyerang fisik seseorang (Amin dkk., 2017). Cara-cara jahat ini terus berkembang bahkan menjalar hingga ke daerah atau pelosok negeri. Tujuannya yaitu membuat kegaduhan, mematikan figur seseorang, hingga kejahatan lainnya seperti penipuan, hasutan, kebencian, dll. Ada yang berasil diterapkan di sebuah daerah, adapula yang tidak berasil. Hal ini tergantung tingkat literasi digital dan kesadaran masyarakatnya sendiri. Individu yang tingkat kesadaran dan literasi digitalnya rendah akan sangat mudah dihasut dan bahkan tanpa disadari akan menjadi penghasut 108 Moderasi Beragama

juga dengan membuat status yang berisi kebencian, dan menyebarkan berita bohong atau palsu (hoax)(Harahap, 2019). Biasanya yang banyak dimainkan adalah isu agama. Isu agama ini sangatlah menarik untuk dimainkan (Ramadlan & Masykuri, 2018)(Kurniawan, 2018). Masyarakat Indonesia terkenal dengan masyarakat yang religius. Hampir setiap individu dan daerah sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religius. Interaksi sosial berupa adat dan budaya yang menyatu dengan agama itu sendiri. Hampir pada setiap nafas dan gerak mengacu kepada agama. Contohnya di Bali yang sangat kental dengan budaya Hindunya. Agama yang menyatu di dalam sebuah budaya yang bahkan sudah tidak bisa dipisahkan lagi. Begitu pula di daerah-daerah lainnya, tergantung agama apa yang dipeluk oleh masyarakatnya. Sehingga ketika isu ini yang dimainkan, maka setiap individu akan rela membela agama, budaya dan masyarakatnya. Imbasnya adalah masyarakat sendiri, warga digital aakan mendapat dampak yang signifikan. Kurangnya kemampuan dalam mengelola informasi di dunia digital menyebabkan mudahnya mengkonsumsi informasi yang kebenarannya masih diragukan. Tidak jelas dan malah berisi hasutan. Seperti layaknya ketika Adolf Hitler berkuasa yang terkenal dengan Paham Nazi-nya, dimana memiliki strategi menyebarkan kebongan informasi. Mereka percaya bahwa sebuah kebohongan disebarkan berkali kali dan didukung oleh banyak orang mampu membuat orang lain percaya dan dapat menghasut orang lainnya. Sehingga terjadi sebuah perusakan karakter di sini. Di samping itu isu agama, isu-isu intoleran in terus dimainkan sehingga terus memancing keruhnya suasana kebangsaan yang dapat mengoyak persatuan. Bangsa ini akan I Putu Yoga Purandina 109

menjadi lemah mudah diobrak abrik. Padahal agama merupakan sebuah jalan untuk menebar kebaikan, keejukan, kerukunan, kemanusian. Semestinya melalui agamalah kita menebar persatuan yang menyatukan setiap perbedaan yang kita miliki sebagai bangsa yang besar. Sehingga kita sebagai bangsa janganlah mudah untuk dipengaruhi dengan informasi- informasi yang tidak jelas di dunia digital. Memperhatikan hal tersebut, semestinya hal ini tidak dapat dibiarkan saja. Pemerintah, influencer, dan setiap individu harus terus bergerak menyadarkan individu itu sendiri bagaimana pentinyanya menjaga kedamaian di dunia digital. Jangan sampai Negara ini rusak atau hancur gara-gara segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya mementingkan dirinya saja. dengan demikian perlu adanya pendidikan literasi digital yang digaungkan oleh pemerintah dengan didukung oleh setiap individu masyarakat dunia maya dengan menyebarkan hal positif yang tidak memicu permasalahan. Kunci utamanya adalah Literasi Digital (Digital Literacy). Pemerintah harus mengupayakan kesadaran setiap individu untuk lebih melek terhadap kemampuan dalam menggunakan dengan bijak media sosial tersebut dan bagaimana cara bertingkah laku di dunia digital itu sendiri. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi, kemampuan seseorang untuk menalisis, mengevaluasi dan menyimpulkan berbagai isu atau berita yang berkembang (Purandina & Winaya, 2020). Mana yang benar, mana yang bohong, mana yang baik, dan mana yang buruk. Kemampuan inilah yang sejatinya harus dikuasai setiap pengguna media sosial atau bagi yang berinteraksi di dunia digital 110 Moderasi Beragama

Dalam arti sempit literasi merupakan kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis atau sering disebut dengan melik huruf. Namun dalam arti luas, literasi tidak sekedar membaca dan menulis, namun sebuah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahmi informasi secara menyeluruh dengan melakukan proses membaca dan menulis(Fitriarti, 2019). Seseorang harus mampu memilah dan memilih informasi yang sesuai fakta dan tidak berisi ujaran kebencian yang menyinggung SARA. Sedangkan literasi digital merupakan kemampuan sesorang dalam membaca dan menulis dengan kaitannya mengolah informasi di dunia digital, baik menulis, membaca, membagiakan, dan mengomentari informasi. Sebagai bangsa yang besar semestinya kita harus mampu mengupgrade kemapuan literasi kita yang tidak hanya mampu dalam mebaca dan menulis saja. namun harus pula mampu mengolah informasi yang didapat khususnya di dunia maya. Informasi yang dibaca, ditulis, dan digaikan hendaknya informasi yang benar sesuai data dan fakta yang sebenarya di lapangan. Sehingga tidak akan mudah dihasut, menghasut, dipolitisi, mempolitisi, serta lebih dewasa dalam menggunakan media sosial. “Saring sebelum Sharing”, merupakan istilah yang tepat untuk menggambarkan hal ini. Sebagai bangsa yang maju tidaklah cukup jika sekedar menjadi bangsa yang melek huruf dalam hal ini baca dan tulis saja. Lebih baik jika kemampuan literasi secara lebih luas untuk dikuasai. Untuk menguasai kemampuan literasi yang lebih baik dan luas memang tidaklah gampang. Perlu adanya sebuah upaya peningkatan kemampuan membaca dan menulis itu sendiri, dibarengi dengan peningkatan pengetahuan umum, I Putu Yoga Purandina 111

kepekaan nalar dalam memilah informasi, serta santun dalam berujar. Pada era revolusi industry 4.0 ini setiap individu harus mampu meningkatkan soft skill seperti (a) Menyelesaikan Masalah secara Sietematis (Complex Problem Solving), (b) Berfikir Kritis (Critical Thinking), (c) Kreatif (Creativity), (d) Kemampuan Memimpin/Leadership(People Management), (e) Menjalin Hubungan Baik dengan Setiap Orang (Coordinating with Other), (f) Mampu Mengelola Emosi (Emotion Intelligence), (g) Mampu Mengambil Keputusan dengan Cepat (Judgment and Decision Making), (h) Melayani (Service Orientation), (i) Menjadi Negosiator yang Handal (Negotiation), (j) Mampu Berfikir sesuai dengan Kebutuhan (Cognitive Flexibility)(Eshet-Alkalai, 2004). Sepuluh kemampuan yang harus dikuasai setiap individu tersebut akan membantu melengkapi kemapuan membaca dan menulis, untuk meningkatkan kemampuan literasi di era digital ini. Semua pihak harus sadar dengan hal ini, kalau tidak komunikasi yang terjadi di dunia digital akan sangat tidak manusiawi (barbar). Wibawa bangsa akan jatuh dihadapan masyarakat dunia. Untuk itu, para insan pendidik, baik guru, dosen, pemerintah, orang tua dan masyarakat hendaknya menanamkan literasi yang lebih luas khususnya literasi digital kepada anak kita, sebagai penerus kemajuan dan kewibawaan bangsa kita tercinta ini. Para orang tua hendaknya mampu mengenalkan dan menumbukan budaya literasi di tengah-tengah keluarga. Sehingga sedari kecil anak-anak mampu memiliki karakter yang toleran terhadap orang lain, baik besrsosialisasi di dunia digital dan bahkan sampai di dunia nyata (Wahidin, 2017). Jika nilai- nilai toleransi ini tumbuh, niscaya moderasi beragama akan tercipta di bumi nuasantara ini. Membawa kedamaian, 112 Moderasi Beragama

kesejukan, yang merawat bangsa Indonesia dari dalam diri setiap individunya. Kerukunan akan tercipta di setiap pelosok bumi nusantara ini dengan rasa persaudaraan seperti layaknya keluarga, yang menganggap sebuah perbedaan adalah sifat dasar manusia dan merupakan suatu hal biasa di muka bumi ini. Marilah bersama-sama kita tanamkan literasi digital ini kepada para anak-anak, adik-adik kita mulai dari lingkungan keluarga. Daftar Pustaka Amin, K., Dziqie, M., Alfarauqi, A., & Khatimah, K. (2017). Social Media , Cyber Hate , and Racism. Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 10(1), 3–10. Brown, J. (2018). Apa saja bukti pengaruh media sosial kehidupan Anda. BBC Future. Eshet-Alkalai, Y. (2004). Digital Literacy: A Conceptual Framework for Survival Skills in the Digital era. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia, 13, 93–106. Fitriarti, E. A. (2019). Urgensi Literasi Digital Dalam Menangkal Hoax Informasi Kesehatan Di Era Digital. Metacommunication: Journal of Communication Studies, 4(2), 219. Harahap, H. I. (2019). Hate Speech in Election: Increasing Trends and Concerns. 203(Iclick 2018), 2015–2017. Kurniawan, B. (2018). Politisasi Agama di Tahun Politik: Politik Pasca-Kebenaran di Indonesia dan Ancaman bagi Demokrasi. Jurnal Sosiologi Agama, 12(1), 133. I Putu Yoga Purandina 113

Purandina, I. P. Y., & Winaya, I. M. A. (2020). Berkarakter dalam Literasi Digital : Menjaga Kedamaian Umat di Era Digital. 1–18. Ramadlan, F. S., & Masykuri, R. (2018). Marketing Isu Agama Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Indonesia 2015- 2018. Jurnal Penelitian Politik, 15(2), 249. Sari, Y. K. P. (2018). Perkembangan Teknologi Informasi “Tradisi Media Lisan, Cetak, Era First Age Media, Second Age Media, Era Digital.” Binus University School of Information System. Sheldon, P. (2015). Social Media: Principles and Applications. Lexington Books. Wahidin, U. (2017). Literasi Keberagamaan Anak Keluarga Marjinal Binaan Komunitas Di Kota Bogor. Edukasi Islami : Jurnal Pendidikan Islam, 6(02), 14. Winarni, L., Agussalim, D., & Bagir, Z. A. (2019). Memoir of Hate Spin in 2017 Jakarta‟s Gubernatorial Election; A Political Challenge of Identity against Democracy in Indonesia. Religió: Jurnal Studi Agama-Agama, 9(2), 134– 156. 114 Moderasi Beragama

Biografi Penulis I Putu Yoga Purandina adalah staf pengajar Bahasa Inggris di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kututuran, Singaraja, Bali. Menamatkan pendidikan sarjana dan magister di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali dalam bidang Pendidikan bahasa Inggris. Sebagai peneliti, beliau tertarik meneliti di bidang Linguistik Terapan (Applied Linguistic) Pendidikan Bahasa Inggris, TESOL, TEYL, termasuk juga bidang Pendidikan Karakter (Character Education), Pendidikan berbasis Nilai-Nilai Budaya Lokal (Local Wisdom Education). Penelitian beliau beberapa telah diterbitkan dalam jurnal nasional.Beliau aktif sebagai peserta dan pembicara dalam seminar nasional dan internasional tentang pengajaran Bahasa Inggris. Serta menjadi anggota Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), TEFLIN, dll. Beliau bisa dihubungi I Putu Yoga Purandina 115

lewat email: [email protected]/yogapurandina@stahnmpukutura n.ac.id 116 Moderasi Beragama

Moderasi Beragama Melalui Pergaulan Sesama Manusia Sebagai Upaya Mewujudkan Kemaslahatan Bersama Endro Tri Susdarwono, S.Pd., S.H., M.Si. Universitas Peradaban, Brebes, Indonesia M asyarakat yang beragam budaya dengan sifat kemajemukannya dapat ditemukan dalam Bangsa Indonesia. Keragaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya, agama, ras, bahasa, tradisi, suku dan sebagainya. Dengan adanya keragaman yang terdapat dalam masyarakat multibudaya, ketegangan dan konflik antar kelompok budaya acapkali sering terjadi yang berdampak pada keharmonisan hidup (Akhmadi, 2019). Pluralitas Indonesia ini sering dihadapkan pada munculnya kelompok eksklusivisme dimana kelompok ini mempunyai paradigma yang tertutup terhadap perbedaan atau dengan perkataan lain kelompok tersebut seperti memiliki pembatas terhadap kondisi pluralitas bangsa yang besar ini (Fauzi, 2018). Di sisi yang lain dengan munculnya kelompok liberal yaitu paham yang memperjuangkan kebebasan di semua Endro Tri Susdarwono 117

sendi kehidupan juga memunculkan wajah Islam di Indonesia yang kurang bersahaja dan rahmat (Daris, 2016). Penyegaran keberagaman yang lebih mendalam dapat menghadirkan rekonstruksi (upaya membangun) sebagai nilai- nilai ajaran Islam, penyegaran ini harus dihadirkan sebagai pemahaman yang substansial karena Islam bukan merupakan representasi bentukan manusia beringas, rakus akan kekerasan demi memecahkan pemahaman dengan Islam dangkal (Siradj, 2013). Terhadap segi pemahaman yang dangkal sangat diperlukan adanya penanaman nilai-nilai yang sifatnya lebih sosial, seperti: kewarganegaraan, kerja sama, menghargai orang lain, toleransi dan pemecahan masalah atas perbedaan secara damai (Hambali, 2017).Dalam pemikiran Islam, moderat adalah lebih mengedepankan adanya sikap toleran terhadap perbedaan. Keterbukaan dalam menerima keberagaman (inklusivisme) baik dengan adanya keberagaman dalam mazhab maupun keberagaman dalam beragama. Kerjasama dengan asas kemanusiaan tidak dapat terhalangi dengan perbedaan (Darlis, 2017). Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan), sedangkan kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan “al- wasathiyyah”. Secara bahasa “al-wasathiyyah” berasal dari kata “wasath”(Faiqah & Pransiska, 2018; Rozi, 2019). Moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi, dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di atas. Dalam KBBI, kata “adil” diartikan: 1) tidak berat sebelah/tidak memihak; 2) berpihak kepada kebenaran; dan 3) sepatutnya/tidak sewenang wenang (Kementerian Agama RI, 2019). Moderatisme dalam Islam juga mengajarkan inklusivisme, persaudaraan, toleransi, 118 Moderasi Beragama

perdamaian dan Islam sebagai rahmatan lil‟alamin (Sumarto & Harahap, 2019). Moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama. Pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama di Indonesia buka Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat karenaIndonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat (Intizar 2019). Karakter moderasi Islam menurut Quraish Shihab menggambarkan sifat moderat yang dimiliki oleh umat Islam, yakni tidak condong kearah berlebih-lebihan (ifrâth) ataupun meremehkan (tafrîth) dalam berbagai permasalahan yang terkait dengan agama atau dunia. Pergaulan adalah kata yang dalam terminologi sosial bersinonim dengan “hubungan sosial”. Ia menjadi contoh yang menunjukkan aktivitas sosial yang berlangsung secara timbal balik antara dua individua tau lebih. Ada sosiolog yang berpendapat bahwa semua hubungan social bersandar pada proses komunikasi. Itulah sebabnya, komunikasi menunjukkan urgensi imbal balik antara berbagai individu dan komunitas, dalam terjadinya pergaulan social dan kesinambungannya. Manusia tidak akan pernah hidup sendirian di planet ini. Ia selalu bersekutu dengan manusia lain yang bertebaran di sebagian besar daratan bumi. Manusia tidak diciptakan dalam keadaan sempurna, sebagaimana pula lingkungannya yang menjadi tempatnya hidup. Itulah sebabnya manusia harus bergaul dengan manusia lain guna menyempurnakan kekurangan diri dan lingkungannya. Dalam hal ini, tidak ada kelebihan manusia yang satu jika dibandingkan dengan manusia yang lain. Alih-alih, setiap mansuia membutuhkan manusia lain. Endro Tri Susdarwono 119

Manusia dalam pergaulannya dengan saudaranya sesama manusia, tidak punya pilihan apa-apa selain dua jalan. Jalan yang pertama adalah jalan orang-orang yang lurus; yaitu jalan pergaulan dan kerja sama denganmanusia lain guna mencapai maslahat Bersama bagi semua pihak yang saling bekerja sama. Jalan yang satu ini melahirkan banyak manfaat yang tidak terbatas. Jalan yang kedua adalah jalan orang-rang yang sengsara; yaitu jalan benturan dengan bangsa lain yang emmiliki sesuatu yang melengkapi kekurangan pihak yang memusuhinya. Disinilah orang yang gemar memusuhi orang lain it uterus bergerak dengan egoisme, keangkuhan, dan kecongkakan, untuk menggapai maslahat pribadi tanpa peduli pada maslahat orang lain.Demikianlah kita harus berjalan menempuh salah satu di antara kedua jalan ini: jalan pergaulan untuk mencapai maslahat Bersama atau jalan benturan untuk mencapai maslahat pribadi, tanpa memperdulikan maslahat orang lain. Adalah maslahat Bersama yang menggerakkan bangsa-bangsa itu menuju tempat-tempat subur dan sumber- sumber air. Jadi, amatlah tepat jika bangsa-bangsa ini saling bergaul dan hidup Bersama bahkan saling menikah dan berketurunan, untuk membentuk sebuah masyarakat manusia pertama yang berlandaskan prinsip hidup Bersama yang damai (As-Sirjani, 2015) Sungguh, pergaulan dan hidup bersama dipandang sebagai keperluan yang mendesak oleh para pemikir bangsa- bangsa yang pertama seperti kita pahami melalui firman Allah: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal (Al-hujurat: 13). Sebenarnya, salah satu hal yang menjadikan manusia 120 Moderasi Beragama

istimewa adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang cepat beradaptasi, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup dengan rukun. Di mana pun berada, manusia selalu mencari makhluk-makhluk lain yang mirip dan serupa dengannya serta satu spesies dengannya. Di mana pun manusia berada, di situ pastilah terjadi kehidupan sosial antar manusia dan pergaulan antarkeluarga kecil, yang berlanjut pada hubungan antarkeluarga besar, sampai akhirnya tingkat pergaulan antarmanusia itu mencapai tingkat yang tertinggi dan tahap yang paling maju. Kemurahan hati Maslahat Individu Pergaula Cinta Maslahat bersama n Maslahat Itsar bersama Gambar 1. Pergaulan untuk Maslahat Bersama Pergaulan sosial yang berlangsung secara timbal balik dan oleh para pakar sosiologi dijadikan sebagai salah satu syarat terwujudnya pergaulan. Ini adalah bukti terjadinya pertemuan pada sebuah maslahat bersama. Prinsip maslahat ini dapat diketahui oleh setiap manusia dengan menggunakan fitrah, naluri, dan akalnya. Bahkan, prinsip ini juga dikenal oleh semua makhluk hidup yang ada dalam kehidupan ini berkat dorongan naluri mereka. Atau, mengutip pernyataan Imam Al- Endro Tri Susdarwono 121

Ghazali: “Meraih manfaat dan menangkal bahaya adalah tujuan makhluk dan kebaikan makhluk dalam mewujudkan semua tujuan mereka.” Itulah sebabnya, prinsip yang satu ini diakui oleh semua agama dan falsafah, kendati ada aneka perbedaan besar di antara semua agama dan falsafah. Bahkan, semua agama, hukum, dan jalan hidup yang ada, sebenarnya lahir demi mewujudkan maslahat ini. Disebabkan maslahat inilah dan ini menjadi satu-satunya alasan, Allah menurunkan Kitab-kitab suci, mengutus rasul-rasul, dan menetapkan hukum-hukum syariat. Juga, disebabkan maslahat ini pula, akal pikiran semua filsuf, pakar, dan pemikir mengalirkan segala peninggalan umat manusia yang luas. Prinsip “halal” dan “haram” telah diketahui oleh smua bangsa sejak zaman dulu, meski mungkin mereka berda dalam standar, jenis, dan penyebab keharaman sesuatu. Imam Al-Ghazali telah merinci pengertian dari maslahat yang menjadi penyebab turunnya hukum-hukum syariat. Dia menyatakan: Tujuan penetapan hukum syariat terhadpa manusia ada lima, yaitu: untuk melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta mereka. Jadi, segala sesuatu yang termasuk upaya untuk melindungi kelima pokok ini adlaah maslahat. Sedangkan segala sesuatu yang bertentangan dengan pokok-pokok ini adlaah mafsadat, dan segala upaya untuk menangkalnya juga maslahat. Demikianlah jelas Al-Ghazali. Pengertian seperti ini pun sudah jelas dalam keterangan Allah untuk Nabi-nya Muhammad melalui firman-Nya: Dan tidaklah Kami untus engkau, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta (Al-Anbiya: 107) 122 Moderasi Beragama

Sifat inilah yang berulang kali dituturkan Rasulullah berkenaan dengan dirinya, seperti dalam sabdanya: “Wahai manusia, aku ini hanyalah rahmat yang diberi petunjuk.” Rasulullah juga menandaskan prinsip maslahat, bahkan beliau juga menekankan agar manusia selalu berusaha mencari segala hal yang maslahat bagi diri mereka. Rasulullah bersabda: “Sungguh-sungguhlah dalam segala hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan Allah, dan janganlah lemah.” Syaikhul Islah Ibnu Taimiyah mengomentar hadits ini, “Hadits ini mengandung perintah untuk berupaya melaksanakan hal yang diperintahkan, yaitu bersungguh- sungguh dalam meraih manfaat. Selain itu, ada perintah untuk bertawakkal dan meminta pertolongan Allah.Islam mengecam keras sikap mengabaikan usaha dan keinginan mencari maslahat dengan dalih tawakal pada Allah. Suatu ketika, penduduk Yaman pernah melaksanakan perjalanan haji tanpa membawa bekal seraya berkata, “Kami adalah orang-orang yang tawakal.” Stibanya mereka di kota Makkah, mereka mengemis kepada orang-orang. Allah pun berfirman: “Dan berbekallah kalian, karena sesungguhnya bekal terbaik adalah takwa.” (Al Baqarah: 197) Dalam Al-Qur‟an ada perintah untuk saling menolong dalam urusan maslahat. Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa…” (Al-Maidah: 2) Imam Al Qurthubi berpendapat bahwa ini adalah perintah kepada semua manusia untuk tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa. Anjuran ini muncul karena tolong menolong dalam kebajikan dan takwa memunculkan rasa suka Endro Tri Susdarwono 123

untuk meraih kedual hal itu, sehingga upaya untuk mencapainya menjadi hal yang mereka sukai. Tidaklah berdosa bagi siapa saja untuk menolong siapa saja dalam urusan kebajikan dan takwa, termasuk menolong musuh sekalipun. Jika musuh itu adalah orang-orang kafir maka mereka bolah ditolong dalam kebajikan yang mereka lakukan, karena kebaikan akan menuntun kea rah ketakwaan. Juga, dapat dilihat bahwa ayat ini menyebut kebajikan (Al-Birr) dan ketakwaan (At-Taqwa). Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Mawardi bahwa yang dimaksud dengan Al-Birr adalah keridhaan manusia, sedangkan At- Taqwa adalah keridhaan Allah. Dari sini kita dapat melihat bahwa tolong menolong demi maslahat manusia adalah perintah Allah. Oleh karena itu, pergaulan atau saling mengenal adalah prinsip Ilahi guna mengokohkan sendi-sendi maslahat Bersama antarmanusia.Moderasi beragama melalui pergaulan sesama manusia dalam mencapai tujuan maslahat bersama dilandasi oleh beberapa hal: 124 Moderasi Beragama

Mo der KESAMAAN UMUM KESAMAAN asi MANUSIA TERTINGGI Ber aga ma KESAMAAN KESAMAAN SEKUNDER KHUSUS MANUSIA MANUSIA Pergaulan sesama manusia Gambar 2. Matrix Landasan Pergaulan Sesama Manusia 1. Kategori kesamaan tertinggi, kelompok kesamaan manusia yang pertama ini hanya terdiri atas satu jenis kesamaan, yaitu akidah. Kesamaan yang satu ini merupakan kesamaan terpenting yang menjadi keistimewaan manusia sekaligus merupakan milik manusia yang paling berharga, dan anugerah paling utama berupa “identitas” tertentu. Setiap manusia memiliki gambaran tertentu tentang Tuhan. Gambaran itulah yang menjadi keyakinan (akidah) yang kuat, sehingga tidak mudah untuk dicabut selamanya. Keyakinan inilah yang dapat menjadi tempat bernaung puluhan suku, ras, dan warna kulit. Namun, seiring dengan Endro Tri Susdarwono 125

itu, ia juga dapat menjadi penyebab konflik yang parah. Oleh sebab itu, yang harus dilakukan adalah jangan pernah mengusik keyakinan pihak lain. 2. Kesamaan umum manusia, kelompok kesamaan manusia yang kedua adalah kesamaan umum manusia, yaitu segala hal yang sama-sama dimiliki oleh seluruh manusia, baik pada bagian pokok maupun cabangnya. Berikut ini adalah delapan kesamaan umum manusia: kebutuhan primer, akal, akhlak, kepemilikan, kehormatan, kebebasan, ilmu pengetahuan, dan pekerjaan. Itulah delapan kesamaan yang setiap manusia tidak mungkin hidup tanpanya. Seutas tali yang mengikat kedelapan jenis kesamaan uimum manusia ini, tali yang dimaksud adalah “fitrah”. Jadi, berbagai jenis kesamaan yang dimiliki manusia itu pada hakikatnya adalah fitrah yang telah Allah tetapkan bagi semua manusia. 3. Kesamaan khusus manusia, pada hakikatnya, aneka kesamaan ini yang termasuk dalam kategori ini adalah beberapa kesamaan yang ada di setiap umat dan dihargai oleh setiap manusia. Kesamaan khusus manusia ini terdiri atas delapan hal, yaitu: budaya, domisili, ras, sejarah, bahasa, adat serta tradisi, aturan undang-undang, dan akhlak-akhlak luhur. 4. Kesamaan sekunder manusia, kesamaan sekunder manusia ini merupakan buah dari kesamaan khusus manusia, dan bukan sesuatu yang sepadan dengannya. Khususnya, karena ia jelas terbentuk sebagai hasil dari budaya, adat-istiadat, dan tradisi. Juga sebelum itu, sebagai hasil dari akidah dan agama. Alasan kedua, karena tidaklah lazim terjadi konflik atau peperangan akibatnya. Sejarah manusia penuh dengan berbagai kejadian dan peristiwa yang menegaskan bahwa manusia selalu mencari 126 Moderasi Beragama

maslahat bersama dengan berangkat dari kaidah pokok yang sangat kuat yang bernama “pergaulan” dan “kebersamaan”. Itulah sebabnya kita dapat melihat dengan jelas bahwa amat jarang ada peradaban yang bersala dari satu jenis bangsa saja. Kebanyakan peradaban dunia adalah campuran dari beberapa jenis peradaban. Bumi, dengan segala keragaman letak geografis, iklim dan lingkungannya, menjadi factor utama yang mendorong manusia untuk berkenalan dengan manusia lain. Keragamana itu yang membuka jalan melalui pertemuan dan pergaulan menuju penyempurnaan antar umat manusia, sehingga terciptalah moderasi beragama. Pergaulan sesama manusia ini dilandaskan pada kesamaan tertinggi, kesamaan umum manusia, kesamaan khusus manusia, dan kesamaan sekunder manusia. Daftar Pustaka Akhmadi, Agus. 2019. „Moderasi Beragama dalam Keragaman Indonesia‟. Jurnal Diklat Keagamaan 13 (2): 45-55. As-Sirjani, Raghib. 2015. The Harmony of Humanity. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Daris. 2016. „Peran Pesantren As‟adiyah dalam membangusn Moderasi Islam di Tanah Bugis‟. Al-Misbah 12 (1): 111- 140. Darlis. 2017. „Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat Multikultural‟. Rausyan Fikr 13 (2): 225-255. Fahri, Mohamad & Zaenuri, Ahmad. 2019. „Moderasi Beragama di Indonesia‟. Intizar 25 (2): 95-100. Faiqah, N., & Pransiska, T. 2018. „Radikalisme Islam vs Moderasi Islam: Upaya Membangun Wajah Islam Indonesia yang Damai‟. Al-Fikra 17 (1): 33–60. Endro Tri Susdarwono 127

Fauzi, Ahmad. 2018. „Moderasi Islam, Untuk Peradaban dan Kemanusiaan‟. Jurnal Islam Nusantara 2 (2): 232-244. Hambali. 2017. Filsafat Ilmu Islam dan Barat Bandung: Alfabeta. Kementerian Agama RI. 2019. Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Rozi,S. 2019. „Pendidikan Moderasi Islam KH. Asep Saifuddin Chalim; Mencegah Radikalisme Agama dan Mewujudkan Masyarakat Madani Indonesia‟. TARBIYAH ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman 8 (1): 26–43. Siradj, Said Aqiel. 2013. „Tasawuf Sebagai Basis Tasamuh: Dari Social Capital Menuju Masyarakat Moderat‟. Al-Tabrir. Sumarto & Harahap, Emmi Kholilah. 2019. „Mengembangkan Moderasi Pendidikan Islam Melalui Peran Pengelolaan Pondok Pesantren‟. RI„AYAH 4 (1): 21-32. Zamimah, Iffati. 2018. „Moderatisme Islam dalam Konteks Keindonesiaan‟. Al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 1 (1): 75-90. 128 Moderasi Beragama

Biografi Endro Tri Susdarwono was born in Pemalang, graduated from Bachelor of Mathematics and Natural Sciences University of DR. Soetomo Surabaya, Bachelor of Law, University of Semarang, Master of Political Science, Diponegoro University and has studied at the Defense University Defense Economics Study Program, now active as a Lecturer in the Communication Studies Program at the University of Peradaban. Endro Tri Susdarwono 129

Urgensi Moderasi Beragama di Indonesia Zaedun Na’im, M.Pd.I Dosen STAI Ma‟had Aly Al-Hikam Malang) Pendahuluan D alam menjalani kehidupan beragama, seseorang butuh yang namanya kenyamanan, dan ketenangan dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya tanpa diganggu oleh pemeluk agama lain, sehingga diperlukan suatu penanaman nilai-nilai akan terwujudnya kehidupan antar umat beragama yang baik. Oleh karenanya perlu adanya suatu konsep agar kerukunan umat beragama di negeri ini tetap bisa berjalan dengan baik, dalam hal ini melalui konsep moderasi beragama. Dengan moderasi beragama, umat beragama bisa lebih arif dan bijak dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya melalui pengamalan ajaran agama dengan benar dan adanya sikap toleransi antar umat beragama Dengan demikian, hal ini menunjukkan pentingnya moderasi beragama di negeri ini demi tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan pentingnya moderasi beragama di Indonesia sebagaimana di 130 Moderasi Beragama

bawah ini. Konsepsi Moderasi beragama Kata moderasi berasal dari Bahasa latin “moderatio”, yang berarti ke-sedang-an (tidak berlebihan dan tidak kekurangan). Kata ini juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat berlebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1) n pengurangan kekerasan, dan 2) n penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem (Kemenag RI. Moderasi beragama, 2019:15) Dalam Bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara (Kemenag RI. Moderasi beragama, 2019:15) Sedangkan dalam Bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i‟tidal (adil), dan tawazun (berimbang) (Kemenag RI. Moderasi beragama, 2019:16). Ketiga ungkapan tersebut memiliki arti yang sangat berdekatan, ketiganya bisa disarikan dan disatukan menjadi wasaṭiyyah (moderat). (Al Azhari, 2020:27) Menurut Afifuddin Muhajir (2017), wasaṭiyyah berarti jalan tengah atau keseimbangn antara dua hal yang berbeda atau bertentangan, seperti keseimbangan antara ruh dan jasa dunia dan akhirat, ilmu dan amal, dan Seterusnya (Al Azhari, 2020:28) Zaedun Na‟im 131

Adapun lawan moderasi adalah berlebihan, atau tatharruf dalam Bahasa arab, yang mengandung makna extreme, radical, dan excessive dalam Bahasa Inggris. Kata extreme juga bisa berarti “berbuat keterlaluan, pergi dari ujung ke ujung, berbalik memutar, mengambil tindakan/jalan yang sebaliknya”. Dalam KKBI, kata ekstrem didefinisikan sebagai “paling ujung, paling tinggi, dan paling keras”. Kalau dianalogikan, moderasi adalah ibarat gerak dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu/sentripetal, sedangkan ekstremisme adalah gerak sebaliknya menjauhi pusat atau sumbu, menuju sisi terluar dan ekstrem (sentrifugal. Ibarat bandul jam, ada gerak yang dinamis, tidak berhenti di satu sisi luar secara ekstrem, melainkan bergerak menuju ke tengah-tengah). Jika dikaitkan dengan agama, maka moderasi beragama dapat dipahami sebagai “cara pandang, sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama” (Kemenag RI. Moderasi beragama, 2019:17) Adapun ciri khas wasaṭiyyah (moderasi) bagi agama Islam sendiri dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur‟an, yakni Al- Baqarah ayat 143, yang artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu Hal ini ditegaskan pula oleh Yusuf Qardhawi, menurut beliau Islam memiliki watak wasathiyah/tawazun (moderat). Watak tersebut sangat melekat dalam ajaran Islam. Yang dimaksud dengan moderat di sini adalah bahwa ajaran Islam merupakan „jalan tengah‟ di antara dua kutub yang saling berlawanan. Menurut Abu Yazid, dalam tataran yang lebih 132 Moderasi Beragama

rinci, bentuk-bentuk keseimbangan dalam Islam dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai prnanata kehidupan beragama, yaitu (Syarkun dan Arifin, 2015: 63) 1. Keseimbangan dalam iman dan keyakinan (I‟tiqad) 2. Pengamalan ritual keagamaan (ibadah) 3. Perangai dan budi pekerti (akhlaq karimah) 4. Pensyariatan ajaran agama (tasyri‟) Istilah „al-wasathiyah” dalam pengertian Islam mencerminkan karakter dan jatidiri yang khusus yang dimiliki oleh manhaj (jalan/pegangan) Islam dalam pemikiran dan kehidupan, dalam pandangan, pelaksanaan, dan penerapannya.(Syarkun dan Arisin, 2015: 63) Ternyata dalam terwujudnya moderasi beragama tidak hanya agama Islam melalui konsep washatiyahnya untuk dijalankan oleh umatnya, namun agama lain pun juga ada ajaran bagi umatnya ke arah terwujudnya moderasi beragama, antara lain (Sutrisno, 2019: 324-325): 1. Dalam tradisi Kristen, moderasi beragama menjadi cara pandang untuk menengahi ekstremitas tafsir ajaran Kristen yang dipahami sebagian umatnya. Salah satu kiat untuk memperkuat moderasi beragama adalah melakukan interaksi semaksimal mungkin antara agama yang satu dengan agama yang lain, antara aliran yang satu dengan aliran yang lain dalam internal umat beragama. 2. Dalam Gereja Katolik istilah “moderat” tidak biasa.Yang dipakai adalah “terbuka” terhadap “fundamentalis” dan “tradisionalis” (yang menolak pembaruan dalam pengertian Gereja Katolik). 3. Dalam tradisi Hindu, akar ruh moderasi beragama, atau jalan tengah, dapat ditelusuri hingga ribuan tahun ke belakang. Periode itu terdiri dari gabungan empat Yuga yang Zaedun Na‟im 133


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook