Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore MENYISIR BUMI TEUKU UMAR_Eva

MENYISIR BUMI TEUKU UMAR_Eva

Published by Tim Bonek, 2022-08-13 10:41:34

Description: MENYISIR BUMI TEUKU UMAR_Eva

Keywords: Meulaboh,Teuku Umar,UTU

Search

Read the Text Version

Gambar 25 : PLTU Nagan Raya (Sumber : cnnindonesia.com) Gambar 26 : PT Mifa Bersaudara (Sumber : Google.com) Pantai Peunaga Pasi Saksi Bisu Tsunami 2004 Seminggu sudah saya berada di Meulaboh, dan baru pertama ini saya dan suami mengunjungi destinasi wisata pantai. Pantai yang yang kami kunjungi adalah Pantai Peunaga Pasi, konon cerita pantai ini sangat ramai sekali para wisata baik dalam maupun luar Kota Meulaboh, Menyisir Bumi Teuku Umar 45

dikarenakan terjadi tsunami maka pantai ini sementara ditutup oleh pemerintah daerah, jarak yang kami tempuh dari tempat kos tidak jauh, hanya 10 menit sudah sampai di bibir pantai yang sangat mempesona dan memanjakan mata ini. Di pantai ini juga sering dijadikan tradisi “Rabu Abeh” yaitu tradisi yang dilakukan oleh warga Peunaga Pasi saat menjelang bulan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi yang sudah menjadi turun temurun ini dilakukan untuk menolak bala diiringi dengan cara doa bersama di tepi pantai dan makan bersama, selain tradisi ini banyak juga warga yang bercocok tanam mencari ikan serta menjaring udang di sekitar pantai. Namun disayangkan selain kerusakan yang terjadi pada saat tsunami, pantai ini juga tercemari oleh limbah batu bara dan limbah plastik. Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya pihak perusahaan membersihkan batu bara yang tercecer di sepanjang pantai. Walaupun batu bara yang tercecer sudah dibersihkan di sepanjang pantai, limbah plastik masih terlihat bertumpuk-tumpuk disekitaran pantai. Kondisi saat ini membuat pantai terabaikan dan nyaris terlupakan oleh manusia yang haus akan keindahan dan kedamaian. Menyisir Bumi Teuku Umar 46

Serharusnya potensi alam yang sangat indah ini dapat dijaga dan dilestarikan, bahkan jika dikelola dengan baik bisa membuka kran rizky bagi warga setempat dengan datangnya wisatawan, oleh karena itu membersihkan pantai dari tumbukan limbah plastik sangat esensial. Selain menumbuhkan ekonomi warga, pembersihan juga sangat bermanfaat untuk biota laut. Sementara itu masyarakat Peunaga Pasi kini telah berinisiatif membangun waterboom mini untuk anak-anak. Tempat ini ramai ketika hari-hari tertentu saja seperti lebaran, tahun baru dan hari meugang di Aceh. Pembangunan waterboom mini ini dilakukan dengan inovasi dari dana desa. Jika bulan suci ramadhan tiba, warga di sekitar Peunaga Pasi mencari penghasilan uang dari menjual kelapa bakar. Pembakaran kelapa dilakukan di pinggiran pantai dengan memanfaatkan limbah plastik dan potongan kayu yang bertumpuk di bibir pantai. Hal ini dilakukan oleh warga setempat untuk mengurangi sampah plastik yang masih tercecer di pesisir pantai. Sebelum berkunjung ke pantai, kami melihat kanan kiri jalan siapa tau ada makanan yang cocok untuk camilan sambil duduk-duduk di tepi pantai sambil memandang Menyisir Bumi Teuku Umar 47

gemuruh ombak yang bersautan. Akhirnya kami melihat sesuatu yang menarik yaitu ibu penjual gorengan dan jus buah, kami pun mampir dan membeli sambil sedikit bercerita-cerita. “Buk beli gorengannya, 10 ribu (untuk gorengan tidak ada bedanya dengan yang ada di Jawa).” “Iya dek, mau apa saja ?” “Bakwan, pisang, tahu isi, tempe.“ “Sepertinya adek bukan orang sini ya ?“ “Lagi-lagi pertanyaan ini muncul kembali (bicara dalam hati sambil sedikit senyum). “Benar buk kami merantau dari Jawa Timur.” “Iya soalnya ibuk dengar logatnya bukan orang Aceh, dari wajahnya juga bukan seperti orang sini (sambil senyum).” “Kami disini baru satu minggu buk, saya pindah kerja di sini buk.“ “Adek mau jalan-jalan kemana ini.“ “Iya buk ini kami mau mencoba ke Pantai Peunaga Pasi, tetapi jalannya agak masuk ya buk.“ “Oh iya dek itu pas depan ada lorong, tinggal masuk saja lurus.“ Menyisir Bumi Teuku Umar 48

“Baik buk terima kasih, bagaimana buk suasana pantainya.“ “Iya dek jadi dulu pantai Peunaga Pasi itu sangat rame sekali, pantainya bagus kalau sore jika tidak mendung dan hujan bisa melihat sunset, tetapi semenjak terjadi tsunami tahun 2004 semuanya berubah total dengan cepatnya, rumah ibuk ini dulu air sampai naik keatas, air itu seperti menggulung mau menarik yang ada di depannya. Kalau di ingat sangat mengerikan sekali dek, alhamdulillahnya ibuk sekeluarga selamat, waktu terjadi gempa dahsyat sebelum tsunami orang sudah panik berlarian semua, tetapi yang rumahnya dekat dengan pantai malah kesempatan mengambil ikan, karena waktu terjadi gempa itu air surut sampai ke tengah laut, dan orang-orang semua pada berlarian mengambil ikan. Tetapi tidak berselang lama dari gempa tersebut tiba-tiba air datang dengan cepatnya dan menghempaskan semua yang ada, pohon kelapa, perahu nelayan, rumah dan semuanya yang ada langsung di sapu bersih. Tetangga ibuk banyak yang meninggal, mayat pada berserakan, tidak ada yang peduli karena kita semua juga ingin menyelamatkan nyawa masing-masing. Waktu air datang, seperti air bah ibuk Menyisir Bumi Teuku Umar 49

sekeluarga langsung naik ke lantai 2, sambil berdoa dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.” “Jika diingat kembali sangat memilukan sekali, sampai sekarang ibuk juga masih ada rasa trauma, tetapi biar bagaimanapun ibuk putra daerah jadi harus siap dengan apapun yang terjadi, semoga tidak ada lagi kejadian tsunami yang mengerikan tersebut. (secara tidak langsung ibuk tadi bercerita panjang lebar).” “Saya sangat sedih sekali mendengar cerita ibuk, saya tidak bisa membayangkan waktu kejadian tersebut seumpama saya di posisi ibuk pada waktu itu (sedih dan merinding).“ “Iya tidak apa-apa dek, memang seperti itu adanya, itu dibuat sebagai pembelajaran dan pengalaman, jadi semisal suatu saat ada kejadian alam serperti itu lagi kita sudah siap untuk antisipasi.“ “Baik buk terima kasih sudah selesai ya gorengannya, tidak terasa ternyata sudah ngobrol lama (waktu sudah sore).“ “Iya dek, lain kali mampir lagi ke ibuk ya kalau mau ke pantai.“ Menyisir Bumi Teuku Umar 50

“Siap buk, kapan-kapan kita mampir kembali “ (sambil memberikan uang 10 ribu).” Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB sudah sore dan kami pun langsung pergi ke pantai, karena ini momentum bagus untuk melihat sunset, akhirnya sesempai di pinggir pantai kami dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa, lukisan indah dari Tuhan Yang Maha Esa membuat hati kami bergetar, sambil makan mie aceh dan gorengan menikmati segarnya jus alpukat di bibir pantai yang menjadi sejarah tragedi tsunami 18 tahun silam yang menggemparkan seluruh dunia yaitu Pantai Peunaga Pasi Meulaboh 12 Februari 2022. Gambar 27 : Makan mie aceh dan gorengan di Pantai Peunaga Pasi Menyisir Bumi Teuku Umar 51

Jembes Penghubung Kota Meulaboh Jembes kepanjangan dari Jembatan Besi, merupakan salah satu jembatan penghubung Kota Meulaboh dengan berbagai daerah dari Nagan Raya ke arah Banda Aceh, semua pusat perekonomian berada di Kota Meulaboh, konon jembatan ini habis diterjang tsunami pada tahun 2004, sehingga memutus arus perekonomian selama berbulan-bulan. Gapura pintu gerbang bertuliskan besar “Selamat Datang Meulaboh Kota Tahuid Sufi“ merupakan sebuah semboyan kota ini yang menandakan bahwa Meulaboh benar-benar syariat islamnya sangat kuat, setelah dibangun kembali pasca tsunami lambat laun perkonomian masyarakat pulih, sungai dibawah jembatan ini langsung mengalir ke arah laut, sehingga banyak kapal nelayan yang bersandar di pinggir sungai. Pada malam hari kita akan di suguhkan warna warni lampu jembatan yang sangat indah sekali, dengan angin malam sungai melengkapi kesejukan hati. Berjajar orang yang sedang memancing, menjadikan jembatan ini tetap ramai walaupun pada malam hari. Menyisir Bumi Teuku Umar 52

Gambar 28 : Gapura selamat datang dan Jembes Meulaboh (Sumber : jatman.or.id) Tradisi, Syariat Islam dan Makanan Khas Berbeda tempat pastinya berbeda pula kebiasaan masyarakat sekitar 3 bulan di Kota Meulaboh, saya lebih banyak punya cerita daripada 31 tahun saya di pulau Jawa, ini dikarenakan memang sudah sangat berbeda sekali budaya orang Aceh dengan orang yang ada di Pulau Jawa. Salah satu contoh yaitu tradisi toko tutup pada saat mau memasuki waktu maghrib dan buka kembali setelah isyak, ini sangat kontras sekali dengan yang ada di Jawa, jika di Menyisir Bumi Teuku Umar 53

Jawa pada saat mangrib isyak toko-toko malah banyak didatangi pengunjung. Saat itu kami berkeliling kota dan kebetulan waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB dan pastinya perut sudah mulai berkeroncongan karena seharian hanya makan pagi saja, dan kita muter mencari tempat makan, kebetulan waktu itu kami kepingin ayam geprek dan ayam bakar. “Tumbas (dalam bahasa Jawa).“ “Eh kok tumbas, mana ada disini yang ngerti tumabas, ini kan Aceh bukan Jawa (sahut suami).“ “Oh ya lupa he….he….he.” “Kak beli nasi dan ayam geprek 2 dimakan sini ya (kami langsung duduk).“ “Maaf ya kak, kalau dimakan ditempat tidak bisa, karena kami sudah mau tutup.“ “Lho masih jam segini kok sudah tutup kak, ini masih sore, matahari masih bersinar terang.” (celetuk saya) “Iya kak, ini tradisi di Aceh sepert ini, sudah turun temurun semua toko wajib tutup jika sudah memasuki waktu maghrib.” “Oh begitu ya, maaf ya kami tidak tahu, ya sudah kalau gitu dibungkus saja ayam geprek 2 ya.” Menyisir Bumi Teuku Umar 54

“Siap kak, ditunggu sebentar ya.” Ayam geprek sudah saya bayar dan kami langsung bersiap untuk segera balik ke kos, karena jalanan benar sudah sepi, dan toko-toko sudah pada tutup semua, ini pemandangan yang jarang kami lihat di pulau Jawa. Dari sisi syariat islamnya di sini lebih ketat, bukan berarti agama non islam tidak boleh berada di Meulaboh, tetapi memang mayoritas pemeluk agama di sini adalah islam dan sisanya agama lain non islam. Dikarenakan syariat islam yang kuat, kota Aceh di juluki sebagai “Kota Serambi Mekkah“ sedangkan Meulaboh sendiri dijuluki sebagai “Kota Tahuid Sufi“ jadi jangan heran jika disana tidak diperbolehkan kita keluar rumah menggunakan celana dan baju yang terlihat aurat, jika sampai ketahuan Mahkamah Syariah maka akan ditegur. Sebagaimana mestinya untuk yang pria wajib menggunakan celana panjang sampai lutut, untuk yang perempuan sendiri wajib memakai jilbab (kecuali yang non muslim). Untuk tempat ibadah gereja bagi umat kristiani di Meulaboh juga ada, tetapi hanya satu saja gereja yang ada yaitu di pusat kota, dikarenakan minoritas umat kristiani Menyisir Bumi Teuku Umar 55

maka pemerintah daerah hanya sedikit menyediakan fasilitas tempat ibadah. Gambar 29 : Suasana masyarakat di pasar Meulaboh Pernah suatu ketika dari cerita teman, ada yang nekat pacaran sampai dibatas kewajaran di pantai dan pada saat itu langsung didatangi petugas Mahkamah Syariah langsung di bawa ke Masjid Besar Kota Meulaboh, untuk dihukum cambuk, seabagaimana di sini masih berlaku hukum cambuk, yang diberikan karena pelaku memang telah melanggar dari batas kewajaran, hukuman ini ada 2 Menyisir Bumi Teuku Umar 56

yaitu fisik untuk memberikan rasa sakit dan psikis untuk memberikan rasa malu di depan orang banyak. Gambar 30 : Proses hukum cambuk di Meulaboh (Sumber : modusaceh.co) Untuk makanan khas dari Aceh sendiri adalah mie aceh, di Meulaboh juga ada, hanya saja mungkin lidah Jawa saya kurang cocok dengan masakan orang sini, karena terlalu asin orang sini bilang kalau lidah meraka itu tebal seperti kerbau, jadi untuk semua masakan harus asin, Menyisir Bumi Teuku Umar 57

saya langsung berfikir apa memang kerana dekat dengan laut. Ada salah satu makanan yang saya suka dan rasanya nendang sekali dengan dibalut rempah-rempah khas acehnya namanya asam durian, jika di Jawa durian dimakan langsung, tetapi di sini durian dimasak sebagai sayuran, awalnya saya tidak berekspektasi rasanya enak, karena jujur saya tidak suka makanan yang lembek-lembek begitu, akhirnya saya dipaksa sama suami. “Yank ayo dicoba dahulu, ini rasanya enak banget lho jangan lihat dari bentuknya.“ “Tidak lah aku lauk lain saja, itu kamu saja yang makan.“ “Jangan gitu, coba di incipi dahulu kasihan yang sudah masakkan.“ “Akhirnya dengan terpaksa saya incip sedikit pucuk sendok, eh ternyata benar rasanya enak jadi baunya durian tapi waktu dimakan tidak ada seperti rasa duriannya, seperti asam manis pada umumnya di Jawa. Ini sangat luar biasa sekali bisa mengolah seperti itu.” “Gimana yank, tidak mau kan ya udah aku habiskan ya ? canda suami).” Menyisir Bumi Teuku Umar 58

“Eh jangan, aku mau lagi, rasanya ternyata enak sekali (akhirnya sampai tambah nasi lagi).” Gambar 31 : Makanan khas Meulaboh asam durian Luar biasa kota yang banyak memberikan saya pengalaman dan hal-hal baru, rasa kesedihan seketika hilang, yang mulanya dari anak kota menjadi anak desa membuat kami membuka mata hati dan cakralawa jika Indonesia ini sangat luas dan indah, kebhinekaan menjadi penguat, meskipun kami berbeda suku tetapi disambut dengan baik oleh penduduk sini. Terima kasih Meulaboh. Menyisir Bumi Teuku Umar 59

Kisah Pilu Pantai Lanaga “Rata Dihempaskan Tsunami 2004” Destinasi wisata selanjutnya yang kami kunjungi adalah Pantai Lanaga, dari google maps yang kami pantau tempatnya tidak jauh dari Pantai Peunaga Pasi dan juga kos kami, tetapi mencarinya sangat sulit sekali, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Hampir 1 jam kami muter- muter tidak menemukan jalan untuk menuju lokasi, setiap mengikuti google maps, pasti keterangannya lokasi yang anda tuju sudah sampai, tetapi kami tidak merasa sampai karena tempat tersebut tidak seperti pantai pada umumnya, yang saya lihat hanya hamparan seperti air sungai dan sedikit terlihat pulau kecil tetapi tidak ada akses jalan untuk menuju kesana. Akhirnya kami turun dan melihat-lihat lokasi disekitar, saya pikir itu hanya tambak ikan penduduk. Lama kami berdiri, mesin motor kami matikan lihat kanan kiri tidak ada orang, kami pun memutuskan untuk balik arah dan mencari jalan lain, karena kami merasa salah jalan. Rasa penasaran masih tetap ada di hati saya, kenapa google maps menunjukkan tempat yang tidak sesuai, karena di google Pantai Lanaga tempatnya bagus, indah, Menyisir Bumi Teuku Umar 60

dan bisa untuk surfing. Akhirnya setelah jauh minggalkan lokasi tersebut kami bertemu orang, dan memberanikan diri untuk bertanya, karena saking penasarannya dengan pantai tersebut. “Selamat siang abang, mohon maaf apa ini benar jalan ke Pantai Lanaga.“ “Kakak mau ke Pantai Lanaga ya ?“ “Iya bang, saya ikuti google maps kok tidak menemukan pantainya ya, apakah saya salah jalan ?“ “Tidak salah jalan kak, memang benar ini jalan menuju Pantai Lanaga, tetapi itu dahulu, sekarang pantai tersebut tinggal cerita, semua sudah rata oleh tsunami 2004.” “Sambil merasa penasaran dan ikut sedih pantai sebagus seindah itu sekarang hanya tinggal nama saja.“ “Apakah tadi kalian sudah sampai jalan ujung, dan melihat ada seperti pulau kecil yang terendam air ?“ “Iya benar bang, kami tadi sudah sampai ujung jalan, dan sudah tidak ada jalan lagi.“ “Iya itulah yang tersisa dari Pantai Lanaga pasca tsunami, sekarang sudah tidak bisa digunakan lagi, pulaunya sudah habis terendam air.“ Menyisir Bumi Teuku Umar 61

“Baik bang terima kasih banyak atas informasinya (akhirnya kami balik pulang ke kos).” Padahal sebalum tsunami 2004 memporak porandakan Aceh, Pantai Lanaga sangat dikenal olah masyarakat lokal bahkan tidak sedikit pengunjung manca negara yang datang. Sejarah Pantai Lanaga berawal dari mitos yang berkembang dari mulut ke mulut sekitar tahun 1978 tentang adanya sebuah naga raksaksa yang menghubungkan area pantai dengan sungai atau muara Krueng Meureubo. Kondisi saat ini berbeda sekali, bahkan posisi Pantai Lanaga seperti layaknya sebuah pulau karena dikelilingi oleh muara. Pantai Lanaga ditetapkan sebagai objek wisata pada tahun 1996. Meskipun beberapa ujian pernah menerpa pantai ini, seperti tsunami dan sampah. Namun pantai Lanaga tetap eksis dengan keindahan alamnya yang masih asri, serta menjadi salah satu pantai primadona masyarkat Aceh. Begitulah dampak hebat tsunami yang melanda Kota Meulaboh, tidak bisa membayangkan bagaimana dulu situasi kota ini, orang pada berlarian menyelamatkan diri masing-masing, harta benda, hewan ternak meraka tinggalkan yang tersisa hanyalah puing-puing yang Menyisir Bumi Teuku Umar 62

berserakan. Pulau sebesar lanaga di ratakan habis dengan sekali hempasan, bagaimana jika terjadi pada bangunan rumah, gedung-gedung pasti akan habis tidak tersisa. Gambar 32 : Pantai Lanaga sebelum habis diterjang tsunami (Sumber : nativeindonesia.com) Masjid Agung Baitul Makmur Merupakan masjid terbesar terletak di pusat Kota Meulaboh, masjid ini menjadi kebanggan warga Meulaboh dan juga sebagai salah satu tujuan destinasi wisata. Seperti pada umumnya masjid menjadi salah satu kebanggaan tersendiri, dikarenakan kota Aceh di juluki sebagai kota Serambi Mekkah dan Meulaboh di juluki sebagai kota Menyisir Bumi Teuku Umar 63

Tahuid Safi, maka tidak heran jika masjid Agung Baitul Makmur menjadi masjid terbesar di kota ini. Kombinasi antara keluasan bangunan dan keindahan arsitektur yang membentuk satu struktur kemegahan telah menjadikan Masjid Agung Baitul Makmur masuk ke dalam 100 masjid terindah di Indonesia. Bangunan masjid tampak sangat menonjol dengan gaya arsitektur perpaduan Timur Tengah, Asia dan Aceh serta pemilihan warna cokelat cerah yang dikombinasikan dengan warna merah bata kubah masjid. Kebetulan saat itu kami sedang berbelaja ke kota, dikarenakan waktu sudah melewati ashar akhirnya kami memutuskan untuk singgah dulu sholat di masjid Agung Baitul Makmur, dari jauh sudah kelihatan besar sekali masjid ini, pandangan saya fokus ke bangunan kubahnya yang berwarna merah, selain itu ciri khas yang dapat dilihat secara kasat mata adalah tiga kubah utama yang diapit dua kubah menara air berukuran lebih kecil. Bentuk semua kepala kubah sama yakni bulat berujung lancip, khas paduan arsitektur Timur Tengah dan Asia. Pintu gerbang masjid pun merupakan keistimewaan tersendiri. Gerbang yang berdiri sendiri dengan jarak beberapa meter dari masjid ini terlihat sangat anggun. Menyisir Bumi Teuku Umar 64

Gerbang ini seakan-akan menegaskan bahwa siapa pun yang memasuki gerbang akan menjumpai pemandangan indah. Sesampai dihalaman masjid kami parkir motor, dan kami sempatkan untuk mengabadikan momen berada di masjid sebesar ini. Setelah itu kami masuk untuk mengambil air wudhlu dan siap untuk melaksanakan sholat ashar, pada saat memasuki pintu masjid saya sangat takjub sekali, bangunan masjid sangat begitu indah, di dalam masjid sangat sejuk sekali, angin berhembus dari rongga- rongga dinding masjid, serasa menyejukkan hati. Gambar 33 : Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh Menyisir Bumi Teuku Umar 65

Tugu Kupiah Teuku Umar yang Legendaris Perjalanan meuju arah barat, jaraknya lumayan jauh dari kos kami, kurang lebih 20 kilometer, tetapi tidak mematahkan semangat kami untuk mengunjungi destinasi wisata yang menjadi kebanggaan rakyat Aceh. Kupiah Meukeutop sendiri merupakan topi tradisional yang sangat legendaris, karena pahlawan dari Aceh yaitu Teuku Umar mengenakan kupiah tersebut. Dikarenakan dampak dari tsunami maka terjadi renovasi pembangunan, Tugu Kupiah yang sekarang merupakan hasil renovasi, dan di samping- samping tugu bertuliskan perjalanan hidup dari sang pahlawan Teuku Umar. Salah satu kutipan Teuku Umar yang bertuliskan di dinding membuat saya merinding adalah “Singeuh bengoh tajep kupi di Keude Meulaboh atau lon akan mate syahid lam prang suci“ yang artinya Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau saya akan syahid di Perang Suci”. Kutipan ini sangat fenomenal terukir rapi di dinding berlapis marmer. Tugu Kupiah ini sangat unik, dibangun disamping pantai, sehingga jika sore hari banyak pengujung sekalian menikmati sunset. Sore itu langit cerah, angin berhembus kencang seakan membawa kami kembali ke masa-masa Menyisir Bumi Teuku Umar 66

perjuangan sang pahlawan Teuku Umar. Hari mulai malam, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke kos, karena di lokasi tersebut tidak ada penerangan, jika sudah malam maka tidak ada aktivitas seperti siang hari. Gambar 34 : Tugu Kupiah Teuku Umar Panorama Pante Batee Puteh dari Kafe Estrella Merupakan salah satu pantai yang indah dan ramai dikunjungi di kota Meulaboh, jaraknya hanya 3 kilometer dari pusat kota Meulaboh jika dari tempat kos saya kurang lebih 20 kilometer. Disini kita bisa melihat sunset pada sore hari menjelang malam, semakin sore semakin rame pengunjung, di pinggir pantai banyak sekali kafe-kafe yang Menyisir Bumi Teuku Umar 67

ikut meramaikan suasana malam, kebanyakan kaum muda yang hanya sekedar nongkrong minum kopi. Aceh memang terkenal dengan kopinya, tidak lengkap rasanya jika ke Aceh tidak minum kopi khas Aceh yang terkenal yaitu Kopi Gayo, di Meulaboh pun sudah banyak penjual kopi gayo, rasa khas nya pun sama. Malam semakin larut, untuk kali ini kami tidak berjalan berdua, tetapi ditemani teman yang juga sama- sama merantau ke Meulaboh, untuk mengabdikan diri kepada nusa dan bangsa dengan menjadi dosen di Universitas Teuku Umar. Mereka ke Meulaboh pun pertama kali, jadi kita sama-sama masih menyesusaikan dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ternyata meraka juga dari jauh, saya dan suami sendiri dari Jawa Timur, ada yang dari Madura (Firman), Padang (Mardi dan Putra), Medan (Perry), Lampung (Rubi) berkumpul menjadi satu di Bumi Teuku Umar, merupakan perjuangan yang patut di apresiasi. Waktu sudah menujukkan pukul 19.00 WIB, sunset kelihatan indah sekali di Pante Batee Puteh, cahaya kuning kemerah-merahan menyinari lautan menjadikan pesonamu tak pernah pudar. Malam itu kita semua terhipnotis dengan Menyisir Bumi Teuku Umar 68

suasana yang hening hanya terdengar suara ombak berdeburan. Setelah waktu sunset habis, matahari pun mulai tenggelam di dasar lautan kami pun akhirnya memutuskan untuk pindah tempat ke Kafe Estrella, tidak jauh dari Pante Batee Puteh, hanya jalan kaki sudah sampai. Kafe ini sangat legendaris sekali, pengunjugnya paling ramai, dari atas kafe langsung kita bisa melihat ke arah pantai, terlihat lampu kapal yang gemerlap sangat indah seperti cahaya bintang di angkasa. Gambar 35 : Senja di Pante Batee Puteh Menyisir Bumi Teuku Umar 69

Perut sudah mulai keroncongan, langsung saja kami memesan makanan dan minuman, makanan khas adalah mie aceh dan es kelapa muda nya. Iringan musik dari penyanyi kafe mencairkan suasana malam itu, memang agak lama kita memesan makanan, karena memang sangat ramai tempatnya, akhirnya kami pun mengobrol sambil menunggu makanan datang. “Bang Perry ayo nyanyi bang, sambil nunggu makanan, keluarkan suara emas abang (sambil bercanda).” “Wah awak ini kalau nyanyi bisa lari semua pengunjung kafe ha…ha…ha . (sambil ketawa).” “Ayolah bang, orang Medan biasanya pintar nyanyi suaranya bagus, merdu, dan melengking (celetuk suami).” “Kalau abang naik panggung, nanti kita akan abadikan momen ini, biar semua kampus tau kalau ada artis dari UTU.“ “Mardi sama Putra coba naik panggung, orang padang suaranya juga bagus, seperti ngebas serak-serak basah gitu ha…ha…ha (canda saya, semua ketawa).” “Ok lah awak mau naik panggung, sebentar ada bolpoin, mau list lagu yang akan awak nyanyikan, soalnya Menyisir Bumi Teuku Umar 70

anak mamak ini biasanya penyanyi kamar mandi (sambil ketawa).” “Iya bang, ini aku carikan kertas sama bolpoin dulu, nanti nyanyi yang banyak bang, sampai kafe tutup (bercanda lagi).” “Ok lah sampai pagi pun boleh, asal awak dapat makan banyak.“ Akhirnya bang perry pun maju untuk menyanyi, diluar dugaan suaranya benar-benar bagus, semua pengunjung terhibur, sangat mendalam dan menghayati lirik lagunya. Saya pun mengabadikan momen tersebut, sambil maju kedepan untuk memotret penampilan panggung bang perry. Gambar 36 : Kebersamaan di Kafe Estrella Meulaboh Menyisir Bumi Teuku Umar 71

Makanan pun sudah datang, dan bang perry pun sudah turun dari panggung, kami langsung melahap semua makanan tanpa sisa. Setelah makan kami melanjutkan mengobrol satu sama lain, bercerita tentang pengalaman waktu mengikuti tes sampai ragam budaya daerah masing- masing. Tidak terasa waktu semakin larut, kita terhanyut dalam suasana dinginnya malam di kafe Estrella bibir Pante Batee Puteh dan kami memutuskan untuk bersiap pulang ke kosan masing-masing, kafe pun juga mau tutup sepertinya hanya kami pengunjung terakhir kafe. Menikmati Kopi Walik Pantai Suak Ribee Daya tarik pantai ini sangat berbeda dengan pantai yang kami kunjungi sebelumnya, selain menikmati keindahan alam pantai kita disuguhkan minuman khas Aceh yang sangat fenomenal dan tidak pernah kami temukan di pulau Jawa, yaitu kopi tubruk yang disuguhkan dengan cara terbalik. Dengan aroma khas kopi gayo, dan juga cara penyajiannya membuat kami terheran-heran bagaimana cara meminumnya ? ternyata penyajian kopi walik merupakan sudah tradisi turun menurun dari masyarakat sini. Menyisir Bumi Teuku Umar 72

Hampir 1 bulan sudah saya berada di Meulaboh, tidak terasa hari-hari berlalu begitu cepat, tetapi rasa penasaran akan keindahan Bumi Meulaboh masih saya rasakan. Sore hari motor sudah siap untuk kembali berpetualang, kali ini sedikit berbeda kami membawa buah, kerupuk dan bumbu rujak. Perlengkapan sudah kami siapkan, rencana kita ingin makan rujak sambil menikmati keindahan pantai. Sesampai di pantai kami melihat kawasan yang begitu bersih, dan juga banyak tumbuh pohon kelapa. Dipinggir pantai sudah tersedia kafe dengan gubuk makan yang luas, lahan parkir juga luas. Kami langsung saja mecari gubuk makan yang dekat dengan pantai, agar bisa mendengarkan gemuruh ombak yang terbawa angin, dan juga butiran pasir putih yang menyilaukan mata dikala sinar matahari membelah lautan. Langsung saja kami memesan mie aceh, es kelapa muda, dan juga tidak ketinggalan yaitu kopi waliknya. Sambil menunggu makanan yang kami pesan, kita mengobrol dan mempersiapan bahan-bahan untuk rujakan. “Ini pantai indah sekali ya, sangat kerasa sebelum kita masuk tadi.“ Menyisir Bumi Teuku Umar 73

“Iya mbak, suasananya berbeda, lebih hening dan juga makannya lebih murah disini.“ (sahut Firman) “Iya kah, tadi harga es kelapa mudah berapa.“ “Hanya Rp. 7.500 saja mbak.“ “Kok murah sekali ya, apa mereka langsung ambil dari pohon (canda saya, karena memang banyak sekali pohon kelapa di area tersebut).” “Iya kali mbak, mereka tinggal ambil makanya harganya murah dibanding kafe lainnya.“ Gambar 37 : Menikmati kopi walik khas Meulaboh dan rujak buah di Pantai Suak Ribee Menyisir Bumi Teuku Umar 74

Nanas, bengkoang, timun, kerupuk, bumbu rujak sudah siap tidak menunggu lama-lama kami pun mulai memakan sambil menikmati keindahan pantai dan juga semilir angin yang berhembus dari pantai. Akhirnya makanan pun tiba, dan kopi walik yang kami tunggu- tunggu siap untuk di sruput menghangatkan badan kita di tengah dinginnya Pantai Suak Ribee dikala senja terbenam. Penghuni Karang Pantai Ujong Kareoung Air laut dan sunset yang keemasan melarutkan rasa jenuh dan penat setelah seharian berkeliling kota Meulaboh. Pemandangan yang memanjakan mata melihat ombak berkejar-kejaran menyapu pasir dan bunga-bunga karang yang sudah mati, suasana seperti ini yang membuat kami terbawa dalam keheningan di sore hari. Sesuai dengan namanya pantai ini banyak di huni karang, jadi tidak bisa dibuat untuk mandi, hanya orang mancing, berfoto-foto atau hanya sekedar mencari angin sore. Pantai Ujong Kareung terletak di desa Suak Indrapuri, Kecamatan Johan Pahlawan Meulaboh, Aceh Barat. Lautnya yang berwarna biru, ditambah dengan pohon nyiur Menyisir Bumi Teuku Umar 75

yang berjajar disekitar sehingga membuat suasana pantai semakin terasa sejuk. Walaupun tsunami pernah menghancurkan pesisir pantai ini, sisa-sisa keindahan masih terasa. Ada salah satu bangunan yang membuat saya penasaran terletak dekat dengan pantai, tidak terawat dan hanya tinggal rangka saja, bentuknya sudah tidak berupa bangunan utuh lagi. Dengan membawa motor, sesekali saya dengan suami saling ngobrol. “Yah itu bangunan apa ya, kok sepertinya bangunan lama tapi dan tidak digunakan lagi.“ “Iya juga ya, bangunan setinggi itu seperti habis terbakar atau terhempas tsunami ya.“ “ Kayaknya terhampas tsunami yah, tetapi anehnya kok tidak roboh ya, hanya tinggal rangka saja dan berdiri kokoh.“ “Kemungkinan tsunami, berarti luar biasa hebatnya tsunami waktu menerjang wilayah ini, bangunan setinggi itu bisa habis tinggal rangka saja.“ Menurut informasi teman, ternyata di pusat kota memang paling banyak memakan korban. Jenazah pada berserakan tidak ada yang mengurus sampai berhari-hari Menyisir Bumi Teuku Umar 76

karena semua pada trauma akan bencana dahsyat tersebut, semua pada menyelamatkan diri masing-masing. Dan bangunan tersebut merupakan salah satu saksi sejarah tsunami 18 tahu yang lalu, sampai sekarang dijadikan momen bersejarang mengenang keganasan air laut yang menyapu bersih Kota Meulaboh. Gambar 38 : Tumpukan pemecah ombak di Pantai Ujong Kareung Meulaboh Menyisir Bumi Teuku Umar 77

Rindangnya Pohon Cemara di Pantai Doekata Tidak salah jika Bumi Teuku Umar memiliki pesona pantai yang sangat indah dan menawan, selain keindahan lautnya yang berwarna biru dan juga sunset yang kemerah-merahan pada sore hari Meulaboh juga memiliki pantai dengan keindahan pohon cemaranya di sepanjang bibir pantai. Pantai itu bernama Doekata, lokasinya cukup lumayan jauh dari rumah kos kurang lebih ada 40 kilometer, di sepanjang jalan yang kami lewati sebelah kanan merupakan hutan dan kiri merupakan pantai. Ini merupakan rute jalan menuju Kota Banda Aceh, jalannya lurus, halus, bagus seperti jalan pada luar negeri. Konon pembuatan jalan ini merupakan bantuan dari luar negeri pasca tsunami 18 tahun silam sehingga tidak heran jika aspalnya sangat halus dan tidak ada lubang sedikitpun, sempat dijadikan landasan pacu pesawat terbang mengirimkan makanan dan bahan pokok lainnya untuk para korban tsunami. Perjalanan kami mulai pada sore hari, cuaca pada saat itu cukup bersahabat tidak terlalu panas dan tidak juga hujan membuat kami menikmati perjalanan, sampai kami tidak menyadari ditengah perjalanan ternyata bensin motor Menyisir Bumi Teuku Umar 78

sudah menipis, sangat merasa khawatir pada waktu itu karena posisi kami ada ditengah hutan, dan jika malam tidak ada penerangan, sedangkan perjalanan masih cukup jauh dan jika kami balik arah pulang juga nanggung karena jauh juga. Kami sudah lihat kanan kiri sama sekali tidak ada orang jualan bensin, ada pun hanya satu dua rumah itu juga sangat jarang sekali. Pada akhirnya kami tetap nekat melanjutkan perjalanan berharap di depan ada perkampungan yang menjual bensin. Kami pun mencoba membuka hp dan meminta pertolongan google maps mencari pom bensin terdekat, sialnya sinyal pun tidak ada, benar-benar kami berada ditengah hutan dan pinggir lautan. Dengan rasa was-was kami berjalan pelan-pelan untuk mengirit bensin, dan pada akhirnya tidak terasa meskipun pelan ternyata kami sudah melewati hutan. Kami pun lega di depan ternyata sudah ada rambu pom bensin tandanya sebentar lagi pasti ada pom bensin, suami pun mengisi penuh bensin setelah itu melanjutkan lagi perjalanan, dan sinyal hp pun sudah mulai masuk. Suami melihat pada google maps ternyata pantai yang akan kita tuju ternyata masih 20 kilometer lagi. Menyisir Bumi Teuku Umar 79

“Yah gimana ini, ternyata pantainya masih jauh lagi, sedangkan hari sudah semakin sore, takutnya nanti pas pulang karena jalan satu-satunya hanya ini saja kita nanti melewati hutan lagi, aku takut yah kalau malam melewati hutan pakai sepeda motor.“ “Iya juga ya, tetapi mau balik pun nanggung sudah sampai sini kita.” “Ya sudah kalau gitu motornya coba di pacu lebih kencang lagi yah, jangan pelan-pelan seperti ini kan tadi sudah di isi bensin penuh.” “Iya ini aku gas pol, kamu pegangan ya.” “Iya tapi jangan mengerem mendadak (sambil tepuk pundak).” “ Ok “ Akhirnya suami pun gas motor, agar waktu pulang nanti tidak terlalu malam, memang mengerikan juga kalau pas malam melewati hutan. Kurang lebih 1 jam kami pun sampai ditempat tujuan, sekilas saya lihat benar luar biasa rindang pohon cemara di pantai ini, sangat adem sekali pantai ini, ditambah lagi dengan balutan warna hijau pohon cemara membuat hati semakin terasa sejuk meskipun cuaca panas. Di pinggir pantai seperti biasa banyak gubuk Menyisir Bumi Teuku Umar 80

warung yang menjual aneka macam makanan dan minuman khas acehnya, yang pasti mie aceh dan es kelapa muda tidak ketinggalan dalam menu hidangan tersebut. Capek, lelah, penat waktu perjalanan seperti hilang tidak tidak terasa sama sekali, sudah mulai terhipnotis dengan keindahan Pantai Doekata. Saya berpesan sama suami jika sewaktu-waktu ada liburan lagi pasti pantai ini wajib di kunjungi lagi, tidak bosan-bosannya saya memandang keindahan pantai dan hijaunya daun cemara yang melambai-lambai terbawa alunan angin pantai. Gambar 39 : Pantai Doekata dengan kerindangan pohon cemaranya Menyisir Bumi Teuku Umar 81

Pesona Pantai Lhok Bubon Wisata bahari yang satu ini cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat. Pantai ini berada di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Desa ini terkenal sejak jaman dahulu karena ada kapal dagang Belanda yang tenggelam di Ujong Pasir Lhok Bubon, selain itu pernah juga ada dua perahu yang mengangkut serdadu Belanda ditenggelamkan oleh pejuang Aceh yang menyamar sebagai nelayan dan seolah-olah ingin menunjukkan tempat persembunyian para pejuang Aceh. Saat tsunami terjadi lebih dari separuh penduduknya meninggal, satu-satunya yang tersisa adalah sebuah masjid bernama Masjid Teuku Umar. Waktu tsunami juga ada sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara yang terdampar dan tidak bisa di evakuasi sehingga bangkai kapal tersebut tetap dibiarkan berada di pantai. Di lokasi ini juga terdapat pelelangan ikan dan di sini juga bisa membeli dan memilih berbagai jenis ikan segar. Lokasi ini memang terkenal akan hasil laut yang melimpah yang bermanfaat untuk mendongkrak perekonomian para warga. Selain rutinitas nelayan mencari ikan juga banyak yang berenang di pantai ini. Kafe-kafe Menyisir Bumi Teuku Umar 82

juga fasilitas umum lumayan lengkap, banyak sekali gubuk-gubuk makan di pinggir pantai yang selalu penuh pengunjung terutama di hari libur. Waktu terbaik untuk berkunjung ke pantai ini adalah pada sore hari menjelang petang. Keindahan pegunungan di seberang pantai, pohon kelapa yang tertiup angin, hamparan pasir, dan ombak yang bersahabat ditambah dengan perahu nelayan merupakan perpaduan yang sangat pas. Ditambah lagi dengan keindangan langit berwarna jigga yang bisa menghipnotis mata. Letak pantai Lhok Bubon searah dengan pantai Doekata, jadi lumayan jauh dari tempat tinggal kami. Tempatnya sedikit rumit masuk ke lorong kecil, setelah itu sedikit berbatu. Seperti biasa kami berangkat menuju lokasi dengan sepeda motor yang selalu setia menemani petualangan kami kemanapun pergi, sore hari langsung kami menuju lokasi. Cuaca waktu itu sedikit panas, kami siap membawa bekal minum dan makanan dimaksudkan agar dari sana tidak perlu membeli makanan lagi. Setelah tiba ditempat lokasi saya dan suami melihat keadaan sekitar sangat memperhatikan sepertinya masyarakat disini terisolasi, jadi benar-benar seperti masuk ke suku Menyisir Bumi Teuku Umar 83

pedalaman. Dari cara pakaian dan rumah meraka yang sangat sederhana sekali, mengingatkan kami seperti terjadi tsunami 18 tahun silam. “Sayang ini benar jalan menuju lokasi.” “Jika dilihat dari google maps sudah benar yah.” “Iya tetapi lokasinya kok seperti ini, perasaan kita seperti masuk ke suku pedalaman.” “Iya yah, lihat itu di depan ada rumah yang hampir ambruk serpertinya terkena dampak tsunami, sampai sekarang dibiarkan tidak diperbaiki apa mau buat saksi sejarah ya ?” “Bisa jadi mungkin akan dibuat cagar budaya.” “Lihat penduduk nya, anak-anak kecil itu seperti masih di primitive pedalaman hutan.” “Iya tapi kita tetap harus saling menghormati, mungkin meraka enjoy dengan keadaan seperti itu, belum tentu kalau di kota mereka merasa nyaman suasana hatinya.” Setelah kurang lebih 15 menit melewati jalan yang sempit berbatu akhirnya kami sampai juga ditempat tujuan. Tidak disangka ternyata di jalanan yg sempit, primitive tadi Menyisir Bumi Teuku Umar 84

menyimpan pesona yang luar biasa indahnya, hamparan laut biru dan batu karang kecil memperindah suasana. Banyak sekali anak-anak kecil bermandian di tengah teriknya matahari, jika dipandang mata ibarat mutiara hitam di pinggir lautan, saking hitamnya kulit meraka mungkin terlalu sering mandi di laut pada siang hari. Dipinggir pantai ternyata juga banyak orang jualan, terutama es kelapa hijau yang membuat hati semakin sejuk. Gambar 40 : Batu karang dan biota laut di Pantai Lhok Bubon Menyisir Bumi Teuku Umar 85

Sumber Minyak di Pante Calok Meulaboh selain dikenal akan keindahan alam dan perkebunan sawit, kota ini juga kaya akan sumber alamnya yaitu berupa minyak yang berada di lepas pantai, salah satu pantai penghasil sumber minyak tersebut adalah Pante Calok. Jarak dari tempat tinggal kami tidak terlalu jauh, hanya saja jalannya yang sedikit agak kecil dan sangat kumuh sekali, pantai ini seperti tidak terawat banyak sekali sampah berserakan dipinggir jalan menuju lokasi. Tempat ini seperti dijadikan titik lokasi khusus pembuangan sampah, padahal di samping kiri kanan banyak sekali pemukiman penduduk, sampah yang berserakan seakan tidak ada yang memperdulikan, sangat terasa kalau semua masyarakat sangat acuh dan cuek akan kebersihan. Meskipun banyak sampah yang berserakan di sepanjang perjalanan, tetapi saya yakin ada rahasia besar di balik kumuhnya pantai ini. Kami melewati jalan kumuh ini sampai menutup hidung karena sangat tidak kuat dengan baunya, saya kira hanya sedikit tempat itu saja ternyata masih jauh sampah-sampah yang berserakan. Akhirnya setelah melewati jalur yang extrim kami pun terkejut Menyisir Bumi Teuku Umar 86

melihat sebelah kanan ada depo pertamina yang sangat besar. “Yah kok ada depo pertamina sebesar ini ya di Kota Meulaboh, diluar dugaan ternyata masih banyk perusahaan besar yang belum kita tahu berkembang di sini.” “Iya ini apa pertamina yang suplay semua pom bensin di Meulaboh ya ? (tanya suami).” “Kemungkinan iya, kalau ada depo pertamina sebesar ini pasti ada sesuatu yang besar di balik pantai yang akan kita kunjungi.” “Padahal sepanjang jalan tadi banyak sampah, kumuh tetapi kok ada perusahaan sebesar ini.” “Ya udah nanti kita lihat saja disana, pantainya sebagus apa dan bagaimana keadaanya, karena biasanya kalau ada depo minyak pastinya pantai tersebut ada pengeboran minyak juga di lepas pantai, karena biar tidak jauh untuk transportasinya.” Perjalanan yang cukup melelahkan, selain banyak sampah jalannya juga berlubang dan berbatu. Akhirnya kami tiba dilokasi, hal yang pertama kali yang saya lakukan adalah mengambil pasir pantai, saya genggam dan saya rasakan sepertinya ini pasar berbeda sekali dengan pantai Menyisir Bumi Teuku Umar 87

yang saya kunjungi, warna pasir hitam pekat dan juga lengket, air laut juga berwarna keruh hitam. Saya rasa pasti ada yang aneh dengan air laut disini, di depan ada kapal- kapal besar dan juga seperti ada pengeboran minyak lepas pantai. Tidak jauh dari saya berdiri melihat seseorng mengambil pasir dimasukkan kedalam karung, saya bertanya kepada abang tersebut. “Kenapa disini warna pasirnya hitam pekat bang ?” “Iya kak karena disini ada pengeboran minyak lepas pantai, dan waktu kakak sebelum ke lokasi ini tadi melihat sebelah kanan ada depo pertamina kan ?” “Iya tadi saya melihat depo pertamina besar sebelah kanan.” “Seputar pantai ini memang mempunyai sumber minyak melimpah, sampai pihak pertamina membangun depo dekat pantai.” “Berarti ada hubungannya dengan pasir dipantai ini bang yang warnanya hitam ?” “Benar, pasir disini berwarna hitam pekat karena dipengaruhi kadar minyak yang lebih banyak sehingga pasir disini berbeda dengan pasir yang berada di pantai lainnya.” Menyisir Bumi Teuku Umar 88

Gambar 41 : Anak kecil main bola di bawah terik matahari Pante Calok Kompleks Polisi Bantuan NGO Sebagai Apresiasi Membantu Korban Tsunami Tidak bisa dibayangkan memang kedasyatan tsunami yang telah menghempaskan Bumi Teuku Umar 18 tahun silam. Puluhan ribu korban berjatuhan, kerugian mencapai miliaran, semua bangunan hancur, hewan ternak mati yang hanya bisa mereka lakukan hanya menyelamatkan diri bertahan hidup. Kejadian itu membuka mata dunia media-media asing sudah memberitakan kejadian tsunami tersebut. Para Menyisir Bumi Teuku Umar 89

negara berlomba-lomba untuk menyalurkan bantuan, sebagai rasa simpati, empati dan kemanusian. Kehadiran mereka sangat membantu meringankan penderitaan korban. Kehadiran personel militer itu benar-benar menyejukkan suasana, jauh dari kesan angker. Beragam peralatan medis dan obat-obatan, makanan, minuman, pakaian, selimut, dan kebutuhan lain dibagikan kepada mereka yang selamat dari amukan tsunami. Bantuan dari dalam negeri pun terus berdatangan. Banyak pesawat domestik maupun internasional yang berterbangan mengudara di atas Bumi Aceh, para relawan aktif membantu melakukan evakuasi para korban. Khususnya untuk relawan polisi yang telah berjasa dalam menangani bencana terbesar sepanjang sejarah di Aceh mereka di berikan penghargaan dari organisasi internasional yaitu NGO (Non-Governmental Organization). Mereka dibangunkan rumah pribadi yang berlokasi di desa Peunaga Rayeuk yang sekarang menjadi Kompleks Polisi Peunaga Rayeuk. NGO merupakan entitas nirlaba yang independen dan beroprasi di luar kendali dan pengaruh pemerintahan. Menyisir Bumi Teuku Umar 90

Ditempat inilah saya sekarang tinggal, waktu itu kami memang sementara kos sambil mencari rumah sewa selama 1 tahun. Segala usaha kami lakukan mulai dari mencari sewa rumah di market place sampai setiap hari kami keluar menyusuri perumahan bertanya dari pintu ke pintu mungkin masih ada yang dikontrakkan. Akhirnya di hari ke 20 usaha kami membuahkan hasil, kami cek di salah satu market place ada rumah dikontrakkan dan lokasi yang juga tidak jauh dari tempat kerja, saya pun tidak ingin membuang waktu, karena di Meulaboh sangat susah sekali mencari rumah sewa yang pas sesuai dengan keinginan tidak seperti di kota-kota besar. Jika dilihat dari gambar rumah tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan kriteria kami, tetapi mau bagaimana lagi ada rumah lain tetapi lokasinya jauh dari tempat kerja saya. “Yank gimana dengan rumah yang aku dapat dari internet tadi, sepertinya lokasinya juga tidak jauh dari sini.” (sambil menujukkan foto rumah) “Iya kita coba dulu yah, kalau dilihat dari gambar sepertinya bangunan kuno dan tempatnya juga seperti masuk agak kedalam.” Menyisir Bumi Teuku Umar 91

“Iya juga, tetapi tidak ada salahnya kita coba dulu, kalau tidak cocok nanti kita cari rumah lain.” “Ok yah, setelah aku pulang dari kampus ya, kurang 1 jam lagi pulangnya.” Saya pun sudah tiba di kos, dan kami pun langsung menuju lokasi rumah tersebut. Sambil memegang google maps kami juga menikmati perjalanan siapa tau kanan kiri ada rumah disewakan. Kurang lebih 10 menit dari kos kami akhirnya sampai juga di lokasi, kami masih penasaran dan lihat kanan kiri apakah lokasinya sudah benar, soalnya ini seperti rumah dinas polisi, saya pun sempat ragu. “Kita sudah sampai lokasi yank.” “Iya sudah yah, google maps menunjukkan disini lokasinya.” “Apa tidak salah ya, ini seperti rumah dinas polisi, dari gapuranya sudah ada keterangan Kompleks Polisi Peunaga Rayeuk.” “Ya sudah kalau gitu kita masuk apa tidak ?” “Sebentar, coba kalau ada orang kita tanya dulu.” “Kita masuk dulu saja yah, nanti kita tanya orang didalam, siapa tau di dalam ada orang yang bisa kita tanya.” Menyisir Bumi Teuku Umar 92

Akhirnya kami masuk ke kompleks tersebut, dan memang benar sekali setiap rumah rata-rata ada mobil dan motor dinas kepolisian, ada rasa sedikit takut sebenarnya karena dikira kami nanti pencuri, karena merasa seperti orang asing. Mulai masuk kompleks dan sempat muter- muter kompleks juga, tetapi rumah yang kami cari masih belum ketemu. Setalah berputar 2 kali akhirnya kami ketemu juga dengan rumah tersebut, dari awal tadi ternyata kami salah masuk lorong, harusnya dari gapura belok kiri langsung kami belok kanan. Sesampai dilokasi tujuan kami kaget ternyata rumahnya jauh lebih bagus yang aslinya, dan tempatnya juga tidak masuk kedalam malahan dekat dengan jalan raya. Kami pun cek rumah dan telpon dengan yang punya rumah, setelah nego dan deal dengan harga akhirnya kami sepakat untuk menyewa rumah tersebut selama 1 tahun. Besok paginya sebelum ditempati, kami sempatkan untuk bersih-bersih rumah dahulu, ternyata info dari tetangga rumah kalau ini dulu rumah sudah pernah disewakan tetapi hanya sebentar saja, dan sempat kosong Menyisir Bumi Teuku Umar 93

lama sampai akhirnya kakak ini yang mau nempati sekarang. “Bang ini rumah kok besar sekali ya, dan semua hampir sama tipe bangunnya.” “Iya benar ini dulu rumah bantuan dari NGO untuk aparat kepolisian sebagai bentuk apresiasi membantu para korban tsunami.” “Maksudnya rumah ini dikasih secara gratis gitu bang kepada para polisi-polisi yang membantu korban tsunami ?” (tanya saya) “Iya, tetapi sekarang sudah banyak di huni oleh masyarakat sipil terutama dosen UTU banyak sekali yang tinggal disini, untuk polisi sebagian besar juga masih ada yang tinggal, dan banyak juga yang sudah dijual karena tau sendiri kan kalau polisi sewaktu-waktu pindah tugas.” “Terus pada saat itu dijual berapa bang ? pastinya harganya masih murah kan ?” (tanya saya) “Luas tanah 298 m2 hanya di jual 60 juta saja’” “Lho murah sekali itu bang, kalau di kota kami tidak boleh tanah seluas itu dijual dengan harga segitu.” “Iya benar, tetapi para polisi kan juga dapatnya secara gratis, jadi mereka juga untung besar.” Menyisir Bumi Teuku Umar 94


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook