Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore E-modul LSQ

E-modul LSQ

Published by Risma Herdiani Astuti, 2021-03-31 05:27:12

Description: Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris) sampai abad ke-20

Keywords: Kelas XI (1)

Search

Read the Text Version

orang yang memihak mereka di darat. Baik pernyataan perang maupun permintaan itu diterima dengan baik oleh delegasi kita. Sesudah itu delegasi Sekutu dan Belanda kembali ke kapal dengan catatan peru di adakan perundingan lanjutan lagi di waktu-waktu mendatang. Pemerintahan sipil pimpinan B.W. Lapian bersama Komandan TRISU Letkol Ch.Ch. Taulu mulai mengalami hambatan-hambatan. Kekayaan pemerintah semakin menipis untuk membagi gaji, pensiun dan pengeluaran-pengeluaran lainnya termasuk biaya kamp tawanan 8000 orang Jepang di Girian. Tersiar kabar bahwa di mana Belanda akan datang menyerang, di mana kapal perang Piet Hein mondar mandir di perairan Sulawesi Utara. Pihak Sekutu yang mengabarkan bahwa di mana mereka akan datang dengan pesawat terbang, tidak juga muncul, sementara hubungan dengan pemerintah RI tidak mungkin dilaksanakan untuk meminta bantuan (Manus, 1956: 169). Sejak suksesnya perebutan kekuasaan 14 Februari 1946, pihak pimpinan PII telah meminta agar para pimpinan pemuda segera dipersenjatai untuk mencegah kemungkinan datangnya serangan Belanda. Tetapi pimpinan TRISU terlalu lambat menyalurkan senjata yang dimaksud. Barullah pada awal Maret 1946 penyaluran pertama dilakukan hanya untuk Markas Besar PPI di Tondano. Sebelum itu para pemuda telah dilatih oleh instruktur-instuktur TRISU Manado dan Tondano. Ketika sedang berlangsung tahap berikutnya pada tanggal 11 Maret 1946, pecahlah pemberontakan. Pasukan yang ditugaskan menjaga tawanan Jepang di Girian membelot memihak Belanda. Mereka datang menyerang asrama Teling di mana sedang berlangsung pemuatan senjata-senjata ke atas kendaraan untuk para pemuda PPI. Letkol Ch.Ch. Taulu yang bermarkas pada tempat itu tidak sempat bertindak dan terpaksa menyerah. Ternyata pimpinan pemberontakan adalah J. Keseger yang sebelumnya disinyalir lebih memihak Belanda tapi dibiarkan begitu saja. Ia berkhianat dan dengan menggunakan pangkat Kapten KNIL seperti sebelum terjadinya peristiwa 14 Februari1946, ia memimpingerakan pemberontakan yang berhasil menikam dari belakang. Taululu dan para pimpinan Republik dari unsur militer, sipil dan pemuda ditangkap dan di bawa ke kapal perang Piet Hein yang sementara itu sudah berlabuh di pelabuhan Manado (42). Para pimpinan yang tertangkap oleh gerakan Kapten J. Keseger yang berkhianat itu antara lain Letkol Ch.Ch. Taulu, Residen B.W. Lapian, E.D. Johanes, W. Pangalila, F.H.L.W. Mondong, W. Pantouw, A.H.A.A. Kawilarang, Mayor S.D. Wuisan, Kapten F. Bisman, Kapten A.F. Nelwan dan staf pemerintahan sipil/militer lainnya termasuk E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 50

sejumlah pemuda dari PPI. Manado dapat dikuasai Belanda tetapi di pedalaman segera terjadi perlawanan. Yang terbesar muncul di Tondano tempat kedudukan Markas Besar PPI. Sebagian pimpinan PPI antaranya R. Palukandang, E. Lewu, A. Pangemanan dibantu oleh seorang TRISU bernama No Korompis, memimpin para pemuda dan siswa-siswa pro Rebublik untuk melawan tentara NICA pimpinan J. Kaseger. Kapten NICA ini ternyata telah diangkat selaku Territorial Commandanti KNIL oleh NICA. Barulah seminggu kemudian perlawanan bersenjata di sekitar Tondano dapat berakhir oleh menyerahnya No Korompis dan pasukan-pasukan PPI yang dipimpinnya (43). 4. Akibat Perlawanan Akibat perlawanan Minahasa terhadap Kolonialis-Imperialis Spanyol akan dijelaskan di bawah ini : 1. Akibat perlawanan rakyat Minahasa terhadap Spanyol yang berhasil itu ialah aspek-aspek positifnya yakni orang Minahasa mendapat perkembangan kepercayaan terhadap diri dan kekuatan sendiri, makin diperkuat dan dipererat persatuan dan kesatuan antara orang-orang Minahasa, lebih terlatih menentang peralatan perang orang Eropa yang lebih baik pembuatannya bahkan menguasainya (alat perang rampasan) dan orang Minahasa telah diperkaya perbendahaan kata-kata bahasa daerahnya dengan bahasa Spanyol. Tentu ada juga aspek negatif seperti kekhawatiran bahwa kembalinya Spanyol telah mengundang calon kolonialis baru yakni Belanda. 2. Akibat perlawanan rakyat Tondano/Minahasa lewat Perang Tondano, yang gagal karena perlengkapan dan persenjataan yang lemah, aspek positifnya sangat kurang dibanding dengan akibat dari perlawanan yang beraspek negatif. Aspek yang dapat disebut hanyalah teladan kepahlawanan dari rakyat dan pimpinan-pimpinannya dalam membela kebenaran dan keadilan. Sedangkan aspek negatifnya adalah : Cakar Kolonialis-Imperialis Belanda yang bernama devide et impera telah lebih dalam masuk, feodalisme yang sebelumnya tak dikenal oleh rakyat Minahasa, mulai diletakkan dasarnya oleh Belanda, terjadi kerenggangan pada kesatuan dan persatuan walak-walak di Minahasa, malah benih dikecamkan terhadap antar walak, jika patriotis dari pemimpin-pemimpin rakyat Minahasa dikendurkan dengan pembuangan tokoh-tokoh perlawanan keluar daerah Minahasa, sanjungan dan pujian E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 51

semua oleh Belanda terhadap Minahasa sebagai provinsi ke-12 dari Negara Belanda mulai ditanam. 3. Akibat perlawanan rakyat Indonesia di Minahasa dan sekitarnya terhadap kolonialis-imperialis NICA, yang belum berhasil pada mulanya tahun 1946 namun berhasil sesudahnya pada tahun 1949/1950 mempunyai banyak akibat positif seperti : perasaan kesatuan nasional sudah semakin subur, (lemah disekitar Sulawesi Utara, lari ke Jawa ke sektor Republik Indonesia yang lebih kuat), kesadaran bernegara Proklamasi telah bertempat di sanubari sebagian besar rakyat Minahasa, dan kesadaran dalam kehidupan internasional telah berkembang dan menjadi pendirian peimimpin-pemimpin rakyat Minahasa seraya berusaha terus dengan cara terang-terangan maupun dengan gerakan di bawah tanah untuk merobohkan kekuasaan Belanda lewat NICA-nya yang mau bersekongkol kembali di Minahasa sesudah Perang Dunia kedua. Namun aspek negatifnya “bukan tidak ada” tetapi sudah tidak berarti lagi misalnya segelintir keci pemimpin Minahasa dengan organisasinya “Twapro” dan “KKM” (Komite Ketatanegaraan Minahasa). E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 52

Kemampuan Tim Kecil & Keterampilan Membuat Pertanyaan secara Individu Aktivitas Kelompok 1 : Lakukan langkah-langkah aktivitas berikut! 1. Bagilah kelas menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa! 2. Tulislah secara individu pertanyaan yang belum anda pahami dari materi yang sudah dipelajari! Tanggapan terhadap Pertanyaan & Menginventarisasi Fokus Pertanyaan Aktivitas Kelompok 2 : Lakukan langkah-langkah aktivitas berikut! 1. Tukar dan diskusikan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada teman satu kelompok untuk mencari pemecahan masalahnya! 2. Carilah informasi yang mendukung dari materi yang sudah diberikan! Membuat Kesimpulan. Aktivitas Kelompok 3 : Lakukan langkah-langkah aktivitas berikut! 1. Hasil kegiatan dipresntasikan di depan kelas! E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 53

Uji Kompetensi 2 : 1. Analisislah strategi yang dilakukan Bangsa Spanyol untuk menjalin persahabatan agar mereka dapat menyebarkan agama Katholik sambil mengadakan kegiatan Perdagangan! Jawab : ................................................................................................................................. ...................................................................................................................... ........... ................................................................................................................................. .................................................................................................................... ............. ................................................................................................................................. 2. Analisislah isi rapat rahasia yang dilakukan KNIL yang bertujuan untuk merebut kekuasaan NICA ! Jawab : ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. Proyek 2 : Lakukan langkah-langkah berikut ! 1. Buatlah paper tentang proses perlawanan rakyat Minahasa terhadap Spanyol! 2. Carilah informasi yang mendukung dalam materi yang telah dipaparkan di dalam buku ini! 3. Hasil kegiatan di presentasikan di kelas! E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 54

UMPAN BALIK Koreksi hasil jawaban kalian yang ada pada bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban benar yang kalian peroleh. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat pemahaman kalian pada materi kegiatan 2. Tingkat Penguasaan = ������������������������������ℎ ������������������������������������������ ������������������������ ������������������������������ × 100% ������������������������������ℎ ������������������������ Kriteria Penguasaan: 85%-100% Sangat Baik 75% - 84% Baik 65% - 74% Cukup 55% - 64% Kurang 0 – 54% Kurang Sekali Jika tingkat penguasaan mencapai > 80%, kalian telah menguasai materi yang ada pada kegiatan 2 dan siap melanjutkan kegiatan berikutnya. Tetapi jika tingkat penguasaan kalian < 80%, kalian harus memahami kembali materi yang ada pada kegiatan 2. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 55

KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 56

PETA KONSEP 3.2 Menganalisis Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris) pada abad ke-20. 3.2.1.1 Strategi 3.2.1.2 Strategi 3.2.1.3 Strategi 3.2.1.4 Strategi Perlawanan Perlawanan Perlawanan Perlawanan Bangsa Bangsa Bangsa Bangsa Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia terhadap terhadap terhadap terhadap penjajahan penjajahan penjajahan penjajahan Bangsa Bangsa Portugis Bangsa Soanyol Belanda Bangsa Inggris 3.2.1.1.1 3.2.1.1.2 3.2.1.1.3 3.2.1.1.4 Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis Perlawanan Perlawanan Perlawanan Perlawanan terhadap terhadap terhadap terhadap Bangsa Bangsa Bangsa Bangsa Inggris Portugis Spanyol Belanda 3.2.1.1.3.1 3.2.1.1.3.2 3.2.1.1.3.3 3.2.1.1.3.3 Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis Perlawanan Perlawanan Perang Padri Perang Padri (1821-1837) (1821-1837) terhadap terhadap VOC Pattimura (1817) 3.2.1.1.3.4 3.2.1.1.3.5 3.2.1.1.3.6 3.2.1.1.3.7 Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis Perang Aceh Perang Perang Perang (1873-1906) Diponegoro Banjarmasin Sisingamanga (1825-1837) (1859-1863) raja XII (1817-1907) E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 57

STRATEGI PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAHAN BANGSA BELANDA PADA ABAD KE-20 Tujuan Pembelajaran : 1. Menyebutkan strategi perlawanan Bangsa Indonesia terhadap penjajahan Bangsa Belanda pada abad ke-20. 2. Menjelaskan strategi perlawanan Bangsa Indonesia terhadap penjajahan Bangsa Belanda pada abad ke-20. 3. Mengidentifikasi strategi perlawanan Bangsa Indonesia terhadap penjajahan Bangsa Belanda pada abad ke-20. 4. Menganalisis strategi perlwanan Bangsa Indonesia terhadap penjajahan Bangsa Belanda pada abad ke-20. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 58

Kemampuan Individu dalam Memahami Informasi. C.Perlawanan terhadap Penjajahan Belanda 1) Perlawanan terhadap VOC Pada saat VOC berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali perlawanan. Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap VOC di Batavia. Sultan Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur Batavia dari darat dan laut. Di Sulawesi Selatan VOC mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia di bawah piminan Sultan Hassanudin. Perlawanan terhadap VOC di Pasuruan Jawa Timur dipimpin oleh Untung Suropati. Sementara Sultan Tirtayasa mengobarkan perlawanan di daerah Banten. 1. Perlawanan Sultan Agung Sultan Agung adalah raja yang membawa Mataram mencapai masa Keemasaanya. Cita-cita Sultan Agung antara lain, mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Adapun alasan Sultan Agung menyerang Batavia antara lain ; a) Tindakan monopoli yang dilakukan VOC b) VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang di Malaka c) VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram d) Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa. Tepat tanggal 22 Agustus 1628 Tumenggung Baureksa memimpin Pasukan Mataram menyerang VOC di Batavia. Pasukan Mataram berusaha mengepung tetapi kekuatan VOC dengan persenjataan lebih unggul dapat memukul balik pasukan Mataram, Tumenggung Baureksa pun gugur. Serangan pertama gagal. Sultan Agung kembali menyerang Batavia pada tahun1629. Pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Singaranu, Kiaki Dipati Jumina, dan Dipati Purbaya. VOC mengetahui persiapan Pasukan Mataram, sehingga di Tegal, VOC menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras. Gubernur Jendral J..P Coen tewas dalam penyerangan yang terjadi pada tanggal 21 September 1629 itu. Dengan demikian E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 59

serangan kedua Sultan Agung juga mengalami kegagalan. Jiwa Sultan Agung untuk melawan dominasi asing di Nusantara, tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti Sultan Agung, ia meninggal pada tahun 1645, Mataram pun semakin lemah dan dikendalikan oleh VOC. 2. Perlawanan Untung Suropati Perlawanan Untung Suropati beralangsung dari tahun 1686-1706 di Kartasura (Surakarta). Untung Suropati, nama aslinya Surawiroaji. Menurut Babad Tanah Jawa ia berasal dari Bali dan ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang perwira VOC yang ditugaskan di Makassar. Kapten van Beber kemudian menjualnya kepada perwira VOC lain di Batavia yang bernama Moor. Untung Suropati pada awalnya dikenal sebagai budak belian dari Bali yang diangkat menjadi pasukan VOC di Batavia. Karena harga dirinya direndahkan dan tidak tega melihat bangsanya diperlakukan sewenang-wenang, Untung Suropati berbalik melawan VOC. Untuk menghancurkan kekuasaan VOC di Surakarta dan melawan Sultan Pakubuwono I. Ketika Untung Suropati mendapat tugas untuk memadamkan perlawanan rakyat Banten, ia berhasil menagkap Pangeran Purbaya. Meskipun Untung Suropati telah menangkap Pangeran Purbaya, ia tidak tega untuk membunuh Purbaya sehingga dituduh sebagai pegecut oleh sesama opsir Belanda. Selanjutnya, antara tahun 1686 sampai 1706, Untung Suropati dan kawan-kawannya menyingkir ke Mataram dan bekerja sama dengan Sunan Mas atau Amangkurat III untuk melakukan perlawanan terhadap kompeni Belanda (VOC) dan membangun pertahanan yang berpusat di Pauruan (Jawa Timur) dan dinobatkan menjadi Adipati dengan gelar Aria Wiranegara. Wilayah kekuasaan Untung Suropati meliputi Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Bangil, Malang, dan Kediri. Peperangan antara Sultan Pakubuwono I dan Untung Suropati dibantu oleh Sultan Amangkurat II. Peperangan tersebut dimenangkan oleh VOC dan Pakubuwono I dan langsung melumpuhkan kekuasaan Untung Suropati di Kartasura. Pasukan Suropati berhadapan dengan pasukan Mataram dan Belanda. Belanda dengan persenjataan yang modern berhasil mengalahkan pasukan Suropati. Dalam perjalanan menujuPasuruan ia meninggal dunia (1706) dan berakhir dengan jatuhnya Pasuruan ke tangan Belanda. 3. Perlawanan Trunojoyo Trunojoyo, gelarnya Panembahan Maduretno (1649-1680) adalah seorang bangsawan Madura yang pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 60

Sultan Amangkurat I dan Sultan Amangkurat II dari Mataram. Setelah Sultan Agung wafat, pemerintahan Mataram dipegang oleh Amangkurat I, yang memerintah dengan keras dan menjalin persekutuan dengan VOC. Hal ini menimbulkan gelombang ketidakpuasan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak dengan tegas oleh Amangkurat I. Ketidakpuasan terhadap Amangkurat I juga dirasakan putra mahkota yang bergelar Pangeran Adipati Anom. Namun Adipati Anom tidak mempunyai keberanian untuk memberontak secara terang-terangan. Diam-diamia meminta bantuan Raden Kajoran alias Panembanhan Rama, yang merupakan ulama dan termasuk kerabat istana Mataram. Raden Kajoran kedian memperkenalakan menantunya, yaitu Trunojoyo putra Raden Demang Melayakusuma sebagai alat pemberontakan Adipati Anom. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II, yang kemudian diasingkannya ke Lodaya, Kediri. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil membuat kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai raja merdeka di Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Pemberontakan ini diperkirakan mendapat dukungan dari rakyat Madura, karena Cakraningrat II dianggap telah mengabaikan pemerintahan. Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, kemudian juga bekerja sama dengan Karaeng Gelosong, pemimpin kelompok pelarian warga Makassar pendukung Sultan Hasanudin yang telah dikalahkan VOC. Kelompok tersebut berpusat di Damung, Panarukan. Mereka setuju untuk mendukung Trunojoyo memerangi Amangkurat I dan Mataram yang bekerja sama dengan VOC. Pasukannya yang bermarkas di Kediri pernah menyerang dan berhasil menjarah kraton Mataram tahun 1677, yang mengakibatkan Amangkurat I melarikan diri dan meninggal dalam pelariannya. Adipati Anom dinobatkan menjadi Amangkurat II, dan Mataram secara resmi menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo. Perskutuan ini dikenal dengan nama Perjanjian Jepara (September 1677) yang isinya Sultan Amangkurat II Raja Mataram harus menyerahkan pesisie Utara Jawa jika VOC membantu memenangkan terhadap pemberontakan Trunojoyo. Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang Surabaya dan berhasil menguasainnya. Speelman yang memimpin pasukan gabungan berkekuatan sekitar 1.500 orang dapat berhasil mendesak Trunojoyo. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai VOC. Pada akhirnya Trunojoyo dapat dikepung, dan menyerah di lereng Gunung Kelud pada 27 Desember 1679 kepata Kapitan Jonker. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 61

Trunojoyo kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berasa di Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo. 4. Perlawanan Siltan Hasanuddin Sultan Hasanuddin , lahir di Makassar, Sulawesi Selatan (12 Januari 1631) dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan (12 Juni 1670) pada umur 39 tahun. Setelah naik tahta sebagai Sultan, beliau mendapat gelar Sultan Hasanuddin. Beliau dilantik pada tanggal 15 Juni 1639. sultanHasanuddin melanjutkan perjuangan ayahnya melawan VOC yang menjalankan monopoli perdagangannya di wilayah Indonesia bagian Timur. VOC menganggap orang-orang Makassar dan Kerajaan Gowa sebagai penghalang dan saingan berat. Bahkan VOC menganggap sebagai musuh yang sangat berbahaya. Gambar 3. Sultan Hasanuddin (Raja Gowa XVI) Dalam perjalanannya, terjadi pertempuran yang berlangsung di medan perang Sulawesi Selatan antara orang-orang Makassar yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dengan VOC yang dipimpin oleh Laksamana Speelman. Tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Belanda berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan keci, tetapi mereka belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Karena Sultan Hasanuddin berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian Timur untuk melawan Belanda. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bongaya, pada 18 November 1667. Setelah merasa perjanjian Bongaya itu sangat merugikan bagi rakkyat dan kerajaan Gowa akhirya pada12 April 1668 perang kembali pecah. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan segit. Bantuan tentara dari luar, menambah kekuatan paasukan Belanda, hingga akhirnya berhasil menerobos benteng terkuat kerajaan Gowa yaitu Benteng Sombsopu pada tanggal 24 Juni 1669. Sultan Hasanuddin sudah bersumpah E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 62

tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke-16 setelah 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan Nusantara. Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan tanggal 23 Muharram 1081 Hijriah. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun. Beliau dimakamkan di suatu bukit pemakaman Raja-raja Gowa di dalam benteng Kale Gowa di kampung Ternate. 5. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa Perlawanan Banten terhadap VOC terasa semakin menjadi ketika Banten dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa. Sejak abad ke-16, Kesultanan Banten sudah menjadi salah satu pusat perdagangan dunia. Kedatangan kali pertama VOC ke Banten yang di pimpin oleh Corelis de Houtman, mendapat kecurigaan dari rakyat Banten. VOC sering melakukan keonaran dan kekerasan, sehingga timbullah permusuhan di antara keduanya. Permusuhan ini semakin meningkat pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682) dan setelah dikuasainya Jayakarta (Batavia) oleh VOC pada 1619. Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai nama asli Abu’l Fath Abdul Fattah. Beliau lahir di Banten pada tahun 1631. Beliau diangkat menjadi Raja Banten pada usia 20 tahun. Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang sangat gigih menentang VOC. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan musuh VOC tangguh. Pihak VOC ingin mendapatkan monopoli lada di Banten. Pada tahun 1656 terjadi perpecahan yang mengakibatkan perang. Gambar 4. Sultan Ageng Tirtayasa Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik internal dalam keluarga Kerajaan Banten. VOC dalam menghadapi Sultan Ageng Tirtayasa menggunakan politik devide et impera, yaitu politik adu domba antara Sultan Ageng dengan putranya bernama Sultan Haji yang dibantu oleh VOC. Dalam pertempuran ini Sultan Ageng Tirtayasa terdesak dan ditangkap. Perlawanan Sultan Ageng dapat dilumpuhkan setelah VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen melakukan politik adu domba terhadap putra mahkota kerajaan, yaitu Sultan Haji. Akhirnya terjadi pertentangan antara ayah dan anak. Sultan E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 63

Haji mendapat bantuan VOC untuk menurunkan ayahnya dari takhta kesultanan. Kemudian Sultan Haji (Putra Sultan Ageng Tirtayasa) diangkat menjadi Sultan menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tahun 1750 meletus gerakan perlawanan terhadap pemerintahan Sultan Haji yang dipimpin oleh Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Perlawanan dapat dipadamkan berkat bantuan VOC. Sultan Haji melakukan perundingan dengan VOC yang isinya mengharuskan Banten menyerahkan beberapa bagian daerah kekuasaannya, yaitu: 1. Sultan Haji harus mengganti biaya perang. 2. Banten harus mengakui di bawah kekuasaan VOC. 3. Kecuali VOC, pedagang lain dilarang berdagang di Banten. 4. Kepulauan Maluku tertutup bagi pedagang Banten. 2) Perlawanan Pattimura (1817) I. Latar Belakang Patimura Menghadapi Kolonial Belanda Pergolakan yang terjadi di Saparua pada tahun 1817 tidak terlepas dari adanya pergantian kekuasaan dari tangan Inggris kepada pemerintah kolonialisme Belanda. Perubahan penguasa tersebut menyebabkan berubah pula kebijakansanaan dan peraturan yang berlaku. Berkaitan dengan peraturan yang dijalankan Belanda sangat berbeda dengan pola kebijaksanaan yang dijalankan pada masa pemerintahan Inggris. Dibandingkan dengan sikap Belanda terhadap rakyat, pemerintah Inggris bersikap sedikit lebih lunak. Pemerintahan Inggris berusaha mengadakan pendekatan-pendekatan dengan raja-raja dan melakukan perbaikan-perbaika. Adapun perbaikan yang dilaksanakan antara lain keharusan untuk menjalankan pelayaran hongi diperingan, gaji-gaji guru yang lama tidak dibayar oleh pemerintah Belanda dibayar oleh pemerintah Inggris, penguasa setempat dilarang menghukum rakyat secara sewenang-wenang apabila melanggar akan dipecat( Kartodirdjo, 1992: 376). Berkaitan dengan tindakan Belanda yang kembali ke Maluku, dari kantor- kantor gubernur dikeluarkan bermacam-macam peraturan yang pada intinya merugikan rakyat. Perdagangan bebas dilarang, bagi rakyat yang melanggar dianggap sebagai penyelundup dan dikenakan sangsi berat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan peraturan pada masa pemerintahan Inggris, dimana pada saat itu rakyat bebas melakukan hubungan dagang dengan siapa saja baik dari dalam maupun luar negeri. Kondisi seperti E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 64

itu menimbulkan rasa tidak senang rakyat atas kembalinya pemerintah kolonialisme Belanda (Nanulaita, 1981: 48-49). Sumber keresahan lainnya adalah sirkulasi uang kertas pada masa V.O.C penduduk selalu menerima uang logam dari hasil penjualan cengkeh, akan tetapi adanya penyelewengan menyebabkan para pejabat menuntut rakyat yang membeli bahan-bahan kebutuhan digudang milik Belanda diharuskan membayar dengan uang logam. Aabila rakat membayar dengan uang kertas pegawai residen tidak bersedia menerimanya. Adapun bagi rakyat Saparua yang menolak menerima uang kertas akan ditangkap dan dihukum cambuk bahkan diangkut ke Batavia (Leirissa, 1975: 45). Kebencian rakyat Saparua kepada Belanda semakin meningkat karena residen dan pegawai-pegawainya dalam menjalankan perintah dari gubernur sangat keras dan tidak bijaksana. Hal ini terlihat dari tindakan residen yang memaksa rakyat membuat garam dan ikan asin untuk kapal-kapal Belanda yang berlabuh di Ambon, tetapi perintah tersebut ditolak oleh rakyat dan dianggap terlalu berat sebab bayaran yang diterima terlalu kecil. Selain itu banyaknya kerja rodi yang harus dilaksanakan rakyat seperti menanam pala, cengkeh, dan kopi untuk kepentingan Belanda (Hardi,1988: 25-27). Kewajiban lain yangmemberatkan rakyat adalah keharusan menyediakan kayu atau bahan bangunan dalam jumlah yang banyak. Pada masa pendudukan Inggris kewajiban tersebut dihapuskan dan seluruh keperkuan bahan bangunan dibayar oleh Inggris. Setelah digantikan perjabat-pejabat Belanda pada pertengahan tahun 1817 sistem lama dihidupkan kembali. Dalam hal ini rakyat mengalami kesulitan menerima uang bayaran disebabkan birokrasinya yang sulit (Nanulaita, 1981:50-53). Penyebab keresahan lainnya adalah penyederhanaan sistem pendidikan dengan menghapuskan sekolah-sekolah desa dan dipusatkan disatu sekolah atau dua negeri, yang bertujuan untuk menghemat uang negara. Dalam hal ini adanya salah faham antara Belanda dengan rakyat. Rakyat menganggap bahwa Belanda akan menutup sekolah-sekolah dan memberhentikan guru-guru, akan tetapimaksud Belanda adalah untuk menyatukan sekolah-sekolah. Sementara itu pihak Belanda atau para residen tidak mampu menetralkan suasana sehingga di mana-mana timbul keresahan (Leirissa, 1975:44-45). Adanya kerja rodi dan penarikan pajak maka residen mengadakan perjalanan keliling untuk catat jiwa dan bagi rakyat yang datang terlambat dihukum cambuk. Residen memerintahkan kaum laki-laki untuk kerja paksa, tetapi bagi mereka yang ingin E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 65

terbebas dari kerja rodi harus memberi uang sogok pada residen. Tindakan residen ini disebabkan pada masa berakhirnya pemerintahan Inggris surat bebas dapat dibeli dari pegawai-pegawai Inggris, demi keuntungan dirinya maka residen melakukan hal yang sama. Adanya pencatatan jiwa itu menimbulkan rasa curiga dikalangan rakyat, mereka khawatir dipaksa memasuki dinas kemiliteran dan dibawa ke Jawa (Batavia) sehingga tidak ada yang menghidupi keluarganya. Itulah sebabnya setiap kali residen datang, banyak laki-laki yang meninggalkan negeri pergi kehutan (Hardi, 1988: 26-28). Residen juga sering kali menjatuhkan vonis dan menghukum sendiri orang- orang yang bersalah tanpa memeriksa dengan teliti dan adil. Perlakuan seperti ini dialami pula oleh Antoni Rhebok dan Philip Latumahina yang merupakan sahabat karib Thomas Mattulessy. Hukuman cambuk itu membangkitkan rasa dendam dan tekat untuk meawan residen (Kartodirdjo, 1992:376). Kebencian Pattimura terhadap Belanda sudah tertanam sejak kecil yaitu ketika ia menyaksikan sendiri keluarga dan orang-orang sekampung dipaksa untuk kerja rodi, bahkan iapun ketika masih muda tidak lepas dari kerja rodi. Dari pengalaman hidupnya itulah timbul tekanan atau dorongan dalam dirinya untuk melepaskan belenggu penjajah. Demi untuk mewujudkan cita-cita itu ia terus berjuang tanpa memikirkan kepentingan pribadinya bahkan selama hidup tidak pernah menikah karena betapa besar tanggung jawab yang harus dilaksanakan karena ia sebagai seorang pemimpin dari seluruh negeri. Gambar 5. Kapitan Pattimura Jadi latar belakang Kapitan Pattimura menghadapi Kolonialisme Belanda adalah adanya eksploitasi sumber daya manusia maupun sumber daya alam penjajah diberbagai bidang diantaranya dalam bidang politik adalah melemahnya penguasa E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 66

pribumi dan semakin tergantung pada kekuasaan asing (Belanda), bidang sosial adanya kesenjangan sosial yaitu perbedaan status antara Belanda sebagai penguasa yang lebih tinggi derajatnya dari pada penduduk pribumi, sedangkan eksploitasi dalam bidang ekonomi menyebabkan adanya berbagai kewajiban menanam tanaman eksport dan mentaati politik monopoli perdagangan yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian penduduk dan mengakibatkan penderitaan rakyat Maluku sehingga mendorong mereka untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. II. Peranan Patimura Dalam Perjuangan Rakyat Maluku Menghadapi Kolonial Belanda tahun 1817 Perjuangan yang dilakukan oleh Patimura dan rakyat Maluku untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda yang terjadi pada tahun 1817 melalui strategi bidang politik dan militer. 1) Bidang Politik Sejak awal bulan Maret 1817 berbagai kelompok penduduk Maluku sibuk mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membicarakan situasi baru akibat adanya rencana-rencana pemindahan kekuasaan dari pemerintah Inggris kepada Belanda. Pertemuan-pertemuan tersebut dilakukan secara rahasia agar tidak diketahui pihak Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 diadakan rapat yang pertama di hutan Saniri, yang dihadiri kurang lebih 100 orang. Dalam rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan diantaranya akan mengadakan perlawanan terhadap penjajah, menyerang benteng Duuretede dan membunuh semua orang Belanda yang berada di benteng. Hal lain yang terpenting yakni bagi orang-orang yang berkhianat akan diancam hukuman mati beserta seluruh keluarganya (Sapija, 1984: 47-48). Pada tanggal 9 Mei 1817, di tempat yang sama dilangsungkan rapat kedua. Dalam rapat tersebut dibuka oleh Thomas Matullessy dengan beberapa keputusan diantaranya menghukum dua orang pengkhianat yaitu patih negeri Haria dan raja Siri Sori Serani. Selain itu rakyat juga disuruh berkumpul dan mengadakan rapat lagi di hutan Saniri pada tanggal 14 Mei (Notosusanto, 1990:155). Berdasarkan pengumuman pada rapat kedua, maka tanggal 14 Mei dilansungkan pertemuan bersejarah di hutan Saniri (Saparua), yang datang dalam rapat tersebut meliputi, rakyat Hanimua, Nusa Laut, dan Haruku dengan dipimpin oleh tokoh- tokoh masyarakat. Adapun hasil keputusan yakni kebulatan tekat untuk menentang dan membebaskan rakyat dari penindasan penjajah, serta merebut benteng Duurstede sebagai E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 67

lambang kolonialisme di Saparua serta membunuh semua penghuninya. Selain itu, mempersiapkan segala macam persenjataan, perbekalan bahan makanan serta mengatur siasat perang (Kartodirdjo, 1992: 376). Usaha Patimura selain mempersiapkan pasukannya juga mengutus Antoni Rhebok dan Philip Latumahina sebelum mengadakan peperangan di Benteng Duurstede untuk berunding dengan Residen Van Den Berg. Adapun maksud kedatangan mereka tidak hanya berunding tetapi membawa tugas rahasia dari Patimura yang pada intinya untuk mengetahui situasi di dalam benteng dan persiapan militer serta kekuatannya. Usaha untuk mendapatkan informasi berhasil, maka pagi-pagi sekali mereka meninggalkan benteng (Kamajaya, 1981:1). Setelah berhasil menguasai Benteng Duurstede Pattimura beserta pasukannya berhasil pula mengamankan pasukan Betje di Pantai walsisil yang bertujuan untuk merebut kembali Benteng Durstede yang telah dikuasai Pattimura. Gambar 6. Benteng Duurstede Walaupun kemenangan demi kemenangan telah diraihnya akan tetapi pattimura dan pasukannya selalu siap untuk menjaga kemungkinan yang akan terjadi berkaitan dengan langkah-langkah yang akan diambil Pattimura beserta kawan-kawan seperjuangan mengadakan pertemuan di rumah Pattimura. Adapun yang dibicarakan menyangkut tiga rencana penting pertama, akan diadakan musyawarah besar dengan raja-raja dan patih Haria yang dilaksanakan tangal 26 Mei 1817, kedua membahas keberatan rakyat terhadap pemerintah Belanda yang menyebabkan rakyat mengadakan perlawanan terhadap Belanda, ketiga akan mengadakan serangan terhadap Benteng Zeelandia di Haruku sebab Haruku merupakan jembatan loncatan bagi Belanda untuk menyerang Saparua (Kamajaya, 1981:12). E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 68

Pada hari yang telah ditetapkan tanggal 26 Mei 1817 Pattimura beserta para kapitan dan pemuka rakyat mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah tersebut menghasilkan sebuat pernyataan yang dikenal sebagai proklamasi Haria. Adapun inti dari isi proklamasi Haria adalah keberatan-keberatan rakyat terhadap pemerintah Belanda dan sebab-sebab rakyat mengadakan perlawanan terhadap Belanda serta pengukuhan Thomas Mattulessy sebagai pemimpin dari seluruh negeri di wilayah Maluku dengan gelar Pattimura. Setelah diikrarkan proklamasi Haria, Pattimura dan tokoh-tokoh lainnya mengatur pertahanan untuk melanjutkan perlawanan terhadap penjajah (Nanulaita, 1981:83). Pattimura terus mengadakan koordinasi serta mengawasi atau memantau perkembangan tiap-tiap negeri di Maluku yang terus mengadakan perlawanan tehadap Belanda. Pengalaman dan kecakapan Pattimura yang sudah terlatih sejak masuk korp anggota 500 itu nampak ketika Belanda mengajaknya untuk melakukan perundingan, setelah sekian lama Pattimura dan pasukannya mengadakan perjuangan dan membutuhkan waktu untuk istirahat maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh Pattimura dengan menerima ajakan Belanda untuk berunding. Perundingan itu dilakukan tanggal 10 Juni 1817 di Hotawano. Kapten Over Broot dan kawan-kawannya berhasil dipancing dan turun ke darat, akan tetapi sebelum dicapai kesepakatan Over Groot menghentikan perundingan dan memutuskan kembali ke kapal dengan maksut untuk menghindari kemungkinan buruk yang akan terjadi. Sebelum meninggalkan tempat perundingan Groot berpesan agar mereka segera mengirim surat ke kapal untuk memberi alasan sebab-sebab rakyat mengadakan perlawanan. Dalam hal ini kapten Lukas dan pasukkannya yang bertugas menjaga keamanan tidak bisa berbuat banyak sebab adanya instruksi dari Saparua agar tidak melakukan apa-apa sebelum pasukan Pattimura datang. Melihat sikap Belanda seperti itu Pattimura beserta pemimpin rakyat lainnya menolak untuk berunding akan tetapi tetap terus berjuang dan tidak mau tunduk terhadap pemerintah Belanda (Leirissa, 1975:47-48). Dalam bidang politik peranan kapitan Pattimura sebagai pemimpin perjuangan rakyat Maluku adalah mengadakan koordinasi dengan para pemimpin tiap- tiap negeri di Maluku serta berusaha untuk menerima tawaran berunding dari pihak Belanda. 2) Bidang Militer E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 69

Rencana penyerbuan terhadap Benteng Duurstede hampir saja mengalami kegagalan disebabkan karena golongan pemuda Porto tidak sabar dengan melakukan penyitaan terhadap perahu-perahu yang bermuatan kayu milik Belanda yang akan diangkut ke Ambon. Atas peristiwa tersebut, tanggal 15 Mei 1817 Residen Van Den Berg segera berangkat ke Porto. Ketika residen tiba di Haria dan singgah di rumah Petih Haria untuk meminta laporan, rumah tersebut dikepung oleh rakyat dengan maksud membunuh residen, akan tetapi atas pertimbangan Pattimura dan kawan-kawannya, Residen Van Den Berg diperbolehkan kembali ke Benteng Duurstede (Nanulaita, 1985:65-66). Pasukan rakyat sudah siap siaga disekeliling benteng untuk menyerang. Dipihak lain ketika residen mengetahui kekuatan rakyat sangat besar maka sebelum Pattimura mengeluarkan perintah menyerbu, Residen mengirim utusan untuk menemui Pattimura untuk berunding tetapi ditolak. Pada tanggal 16 Mei 1817 tengah hari Pattimura beserta pasukannya mengadakan penyerangan yang tidak dapat dibendung oleh Belanda dari dalam Benteng. Pada saat serbuan semakin hebat, Van den Berg berdiri di dinding Benteng dan mengibarkan bendera putih tetapi rakyat tidak memperdulikan dan terus menyerang. Pada hari itu juga Benteng berhasil direbut pasukan Pattimura. Dalam pertempuran iu residen Van den Berg beserta keluarganya meninggal dan seluruh penghuninya (Sapija, 1984:61-64). Pemerintah Belanda di Ambon yang mengetahui kejadian itu segera mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Mayor Beetjes dengan kekuatan 300-500 tentara untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Pada tanggal 17 Mei pasukan Beetjes diberangkatkan dari Ambon ke Saparua dengan jalan kaki sebab di Ambon tidak ada negeri yang bersedia menyerahkan perahu-perahunya untuk mengangkut pasukan Beetjes. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 1817 seluruh pasukan Beetjes tiba di pelabuhan Saparua, karena ombaknya yang dahsyat dari arah Banda menyebabkan Beetjes kesulitan mencari tempat pendaratan sehingga dipilihnya pantai Walsisil yang terletak disebelah barat Duurstede (Kamajaya, 1982:10-11). Dipihak lain pasukan rakyat yang telah berkumpul ±1000 orang, oleh Pattimura diperintahkan mengambil posisi disepanjang pesisir teluk Saparua dan di dalam Benteng Duurstede. Mereka juga ditempatkan di jalan-jalan yang akan dileawati pasukan Beetjes, tetapi ternyata Beetjes memutar haluan ke Walsisil dan menyusuri pantai menuju Benteng Duurstede. Ketika pasukan Beetjes mulai mendarat, oleh pasukan Pattimura diserang dari balik hutan belukar sehingga banyak tentara Belanda yang tewas E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 70

apalagi saat itu dalam kondisi tidak siap. Pasukan Beetjes semakin terdesak ada sebagian yang terlempar ke laut dan banyak yang mati tenggelam. Melihat kondisi yang semakin memburuk maka Beetjes memerintahkan semua pasukannya untuk mundur akan tetapi pasukan Pattimura terus mengejarnya. Dalam pertempuran di Walsisil ini pasukan Beetjes hancur dan Beetjes sendiri beserta komandan bawahannya tewas.kekalahan yang kedua kali ini menimbulkan kegemparan dikalangan pemerintah Belanda (Notosusanto,1990:154-157). Dengan kemenangan yang diraihnya membuktikan kecakapan Pattimura dalam memimpin pasukannya. Sebenarnya setelah menyerang Benteng Duurstede, Patimura sudah merencanakan penyerbuan ke Benteng Zeelandia si pulau Haruku, tetapi penyerbuan ke sana mengalami penundaan sebab pasukan Beetjes yang akan ke Saparua tiba di Haruku. Setelah pasukan Beetjes berhasil dihancurkan, rencana tersebut dihidupkan kembali. Negeri-negeri yang memihak Pattimura mengirim pasukannya untuk membantu penyerbuan di Haruku (Notosusanto, 1990:157-158). Adapun pasukan yang berhasil dihimpun ±2000 orang, diantaranya 1000 dari pulau Seram, 500 dari Haruku, dan 500 dari Saparua. Dalam penyerangan ini dibawah komando Kapten Lukas Selano dibantu Patisaba. Pada tanggal 30 Mei pasukan rakyat mulai menyerang pos Belanda di Haruku, serangan tersebut menimbulkan kerugian besar dipihak Belanda dan akan lebih besar lagi bila kapal perang Inggris The Swallow tidak lekas membantu Pasukan Belanda yang nyaris kalah. Akibatnya pasukan rakyat tidak berhasil menduduki Benteng (Sapija, 1984:102-103). Pada tanggal 4 Juni 1817 serangan dilancarkan kembali oleh pasukan rayat, akan tetapi mengalami kegagalan. Benteng Zeelandia semakin diperkuat dengan 300 orang Belanda dan 70 orang Pribumi. Kapal perang Inggris The Swallow nampak diperairan Haruku unuk membantu Belanda. Selanjutmya, tanggal 9 dan 14 Juni 1817 pasukan rakyat menyerang lagi akan tetapi tidak berhasil. Hal ini tidak lain disebabkan adanya bantuan dari kapal-kapal Inggris The Swallow sehingga menghalangi pasukan rakyat untuk memusnahkan pasukan Belanda (Kamajaya, 1981:13). Meskipun Belanda berhasil mempertahankan Benteng Zeelandia namun pasukan Belanda sudah jauh berkurang. Oleh karena itu komandan benteng mengirim utusan untuk menyerahkan surat kepada Kapitan Pattimura, surat tersebut tidak dihiraukan. Belanda merasa usahanya gagal mencoba mengubah taktik dengan politik adu domba. Firnandus raja Haruku yang pro Belanda disuruh membujuk raja agar E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 71

mengajak rakyatnya memihak pada Belanda. Ajakan tersebut ditolak bahkan rakyat menjadi marah sehingga Firnandus beserta rombongngannya dibunuh dan hanya empat orang yang berhasil melarikan diri. Mereka melaporkan kejadian itu pada residen Uitenbroek dan komando Zeelandia Van Driel (Nugrohonotosusanto, 1990: 158-159). Setelah perunndingan di Hotawano tanggal 19 Juni 1817 antara Over Groot dengan Pattimura gagal dan tidak mencapai kata sepakat, Belanda melakukan penyerangan kembali pada tanggal 21 Juni 1817. Dari kapal-kapal perang Reygeroberg, Irie dan The Dispatch melepaskan tembakannya ke darat untuk melindungi pasukan Belanda yang akan mendarat. Usaha Belanda untuk mendaratkan pasukannya tidak berhasil, kegagalan itu disebabkan peluru-peluru yang dilancarkan Belanda tidak berhasil menembus kubu pertahanan rakyat yang berupa pagar dari batu karang yang tebal. Meskipun demikian pasukan Belanda terus melakukan penyerangan tetapi dapat di halau pasukan rakyat dan dipukul mundur, sehingga mulai tanggal 26 Juli 1817, Belanda mulai menghentikan penembakan dan pendaratan karena banyaknya korban yang jatuh (Sapija 1984:123-126). Komandan Groot yang telah merencanakan pendaratan di Saparua dan telah mendapat informasi dari Patih Okoon bernama Dominggus Tuwanakotta segera meninggalkan perairan Hatawano menuju ke Saparua. Pada tanggal 2 Agustus 1817 Kapal Maria Reggerebergen dan The Dispath memasuki teluk Saparua. Kedua kapal itu mendekati benteng Duurstede dan mulai menyerang disekitar Benteng. Ketika pasukan Belanda terus mengadakan penyerangan, pasukan rakyat tidak nampak memberikan serangan balasan. Melihat situasi yang aman maka Groot memerintahkan semua pasukannya untuk mendarat d an tanggal 3 Agustus 1817 Benteng berhasil direbut. Meskipun Benteng berhasil diduduki tetapi pasukan rakyat terus mengepung disekitar Benteng sehingga menyulitkan Belanda untuk bergerak. Menurut siasat yang telah direncanakan Pattimura, Benteng tidak akan dipertahankan tetapi memancing musuh memasuki hutan belukar sebagai tempat pertahanan rakyat. Tetapi ternyata musuh tidak terpancing karena telah mendapat informasi dari patih Akoon. Dengan demikian pihak Belanda merebut Benteng tanpa adanya perlawanan (Kamajaya, 1981:131-132). Perlawanan rakyat maluku cukup memusingkan pejabat-pejabat Belanda di Batavia sehingga Belanda mengambil tindakan dengan mengirimkan laksamana muda Buyskes ke Maluku. Pada tanggal 1 September 1817 Buyskes tiba di Ternate dan tanggal 30 September di Ambon dengan menggunakan kapal Prins Frederik. Adapun tindakan- E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 72

tindakan yang akan dilakukan Buyskes setelah mempelajari situasi di Maluku pertama, menaklukan Jazirah Hitu, memutuskan hubungan antara Nusa Laut dan Saparua lalu menaklukannya, dan yang terakhir menaklukan Seram. Untuk merealisasikan rencananya pada tanggal 15 Oktober Buyskes beserta pasukannya berangkat ke Hitu, pasukan itu terdiri dari pasukan Belanda dan pasukan dari Tidore (Nanulaita, 1981:140-146). Pada tanggal 16 Oktober 1817 pasukan Belanda menyerang Hitu dibawah pimpinan Meyer. Dalam pertempuran tersebut pasukan rakyat yang dipimpin Kapitan Ullupaha dikepung dari segala arah, tidak bisa bertahan dan mundur kehutan-hutan tetapi mereka terus dikejar oleh pasukan dari Ternate dan Tidore yang pro Belanda. Ketika ekspedisi Belanda kembali ke Ambon tanggal 17 Oktober kesempatan itu dipergunakan Ullupaha untuk menyerang kembali Benteng Larike tetapi tidak berhasil. Kapitan Ullupaha segera mengirimkan berita kepada Pattimura di Haria atas peristiwa tersebut (Leirissa, 1975:46-47). Jatuhnya Hitu mendorong Pattimura dan para Kapitan di Haruku untuk merebut kembali Benteng Zeelandia. Pattimura segera mengatur siasat dengan mengepung Benteng dan menugaskan Kapitan Selano sebagai komandan pertempuran. Ketika Kapitan Selano dan Patisaba sedang mengepung Benteng, pada tanggal 30 Oktober armada Belanda datang dan menyerang sehingga kubu-kubu pengepungan hancur dan Kapitan Selano beserta pasukannya mundur ke Kailole dan Pelau. Tetapi, pasukan Mayer terus mengejarnya dan menyerang kubu-kubu pertahanan rakyat, akhirnya semua negeri di kepulauan Haruku jatuh ketangan musuh dan semua isi negeri kecuali Pelau dibakar sehingga rakyat berlindung ke hutan-hutan (Ricklefs, 1992:206- 209). Tekanan Belanda semakin lama semakin berat dan kedudukan Pattimura mulai terdesak. Pasukan Mayer yang berada di Haruku dikirim ke Saparua pada tanggal 8 Nopember 1817. Pada waktu yang telah ditentukan pasukan Lisnet dan Mayer tiba di Benteng pertahanan Tiow, Benteng tersebut merupakan kubu pertahanan yang dibuat untuk mengimbangi benteng Duurstede. Pasukan Pattimura terkepung dalam dua jurusan (darat dan pantai). Akan tetapi Pattimura dengan sebagian pasukannya berhasil menarik diri kedalam benteng dan memberikan serangan balasan. Bekas anggota korps 500 (bekas tentara Inggris) ini memperlihatkan keberanian dan ketangguhannya sehingga dibeberapa tempat musuh dapat dipukul mundur. Pasukan Mayer terus mengejar dan masuk ke dalam Benteng sehingga Pattimura beserta pasukannya semakin terdesak dan akhirnya Benteng E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 73

dapat direbut musuh. Pasukan Pattimura mundur ke hutan Bool (Nanulaita, 1982: 162- 170). Pattimura membangun kembali pertahanan di bukit Bool (Saparua) dan berusaha menyusun rencana untuk melanjutkan penyerangan lagi. Tetapi pada tanggal 11 Nopember 1817 ketika pasukan Pattimura dalam kondisi tidak siap siaga, Belanda dibawah pimpinan Letnan Peterson dengan raja Bool J.M Pattlasima sebagai penunjuk jalan mengepung persembunyian Pattimura. Dialah yang melaporkan kepada Belanda tempat Pattimura berada sehingga padamalam itu Pattimura tertangkap dan tidak sempat mengadakan perlawanan. Sementara itu Kapitan Lucas Latumahina dan patih Touw tertangkap pada tanggal 13 Nopember. Selain itu tertangkap pula beberapa raja dan Kapitan Siri Sori (Said Parentah), Antoni Rhebok, Kapitan Paulus Tiahahu dari Nusa Laut semuanya dibawa ke kapal Evereen (Hardi, 1998:30-31). Pada awal Desember 1817 tokoh-tokoh perlawanan dihadapkan kedepan pengadilan kolonial. Mereka dipersalahkan karena memberontak terhadap kekuasaan yang sah, susudah beberapa kali sidang putusan dijatuhkan, empat orang yang dianggap sebagai otak pemberontakan dijatuhi hukuman gantung, mereka adalah Kapitan Pattimura, Antoni Rhebok, Said Parentah dan Philip Latumahina. Di padi hari tanggal 16 Desember 1817 hukuman gantung dilaksanakan satu persatu diantara mereka dibawa ketiang gantungan di lapangan Viktoria Ambon, begitu juga dengan Kapitan Paulus Tiahahu. Akan tetapi mereka memperlihatkan ketenanan yang mencerminkan keteguhan hatinya (Kartodirdjo, 1992: 377). Peranan Kapitan Pattimura dalam perjuangan rakyat Maluku menghadapi kolonialisme Belanda tahun 1817 adalah memimpin perang dengan memotivasi serta menggerakkan rakyat untuk bersama-sama menghadapi Belanda dalam bidang politik dengan menerima tawaran dari pihak Belanda untuk berunding, sedangkan dalam bidang militer dengan mengadakan perang gerilya maupun perang fronal dan berakhir dengan dijatuhkannya hukuman gantung kepada Kapitan Pattimura dan para pemimpin perjuangan rakyat Maluku lainnya. 3) Perang Padri (1821-1837) Dilatarbelakangi oleh perselisihan antara kaum adat dan kaum Padri di Minangkabau. Kaum Padri sendiri merupakan sekelompok ulama yang baru kembali dari Timur Tengah dan kembali memurnikan ajaran Islam di daerah Minangkabau. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 74

Peran ini didasari oleh konfik antara kaum Adat dan kaum Padri mengenai masalah penerapan syariat di Tanah Minang. Kaum Padri berusaha untuk menghilangkan unsur adat karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Unsur adat tersebut antara lain kebiasaan seperti perjudian, penyambungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Kaum Padri ini sendiri yang melakukan hal tersebut merupakan suatu aliran dalam Islam. Kaum Padri beraliran Islam Wahabi (Fundamentalis). Gerakan Padri di Minangkabau, bermula dengan kedatangan tiga orang Haji asal Minangkabau dari Mekkah tahun 1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Ketiga haji itu membawa perubahan baru dalam masyarakat Minangkabau dan sekaligus ingin menghentikan kebiasaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran agama Islam. A. Proses Terjadinya Perang Padri 1. Periode 1803-1821 (Perang antara Kaum Padri Melawan Kaum Adat) a. Sebab Tejadinya Perang Pada tahun 1803, Minangkabau kedatangan tiga orang yang telah menunaikan ibadah haji di Mekah, yaitu: H. Miskin dari pantai Sikat, H. Sumanik dari Delapan Kota, dan H. Piabang dari Tanah Datar. Di Saudi Arabia mereka memperoleh pengaruh gerakan Wahabi, yaitu gerakan yang bermaksud memurnikan agama Islam dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik. Mereka yang hendak menyebarkan aliran Wahabi di Minangkabau menamakan dirinya golongan Paderi (Kaum Pidari). Gambar 7. Perang Padri Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki kaum Padri terhadap kaum Adat karena kebiasaankebiasaan E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 75

buruk yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan buruk yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. kebiasaan ini semakin meluas dan mempengaruhi kaum mudanya. Ternyata aliran wahabi ini ditentang oleh Kaum Adat (ajaran Islam yang bercampur dengan adat setempat) yang terdiri dari pemimpin-pemimpin adat dan golongan bangsawan. Pertentangan antara kedua belah pihak itu mulamula akan diselesaikan secara damai, tetapi tidak terdapat persesuaian pendapat. Akhirnya Tuanku Nan Renceh menganjurkan penyelesaian secara kekerasan sehingga terjadilah perang saudara yang bercorak keagamaan dengan nama Perang Padri (1803 – 1821). b. Jalannya Perang Perang saudara ini mula-mula berlangsung di Kotalawas. Selanjutnya menjalar ke daerah-daerah lain. Pada mulanya kaum Padri dipimin Datuk Bandaro melawan kaum Adat dibawah pimpinan Dauk Sati. Karena Datuk Bandaro meninggal, selanjutnya perjuangan kaum Padri dilanjutkan oleh Muhammad Syahab atau Pelo (Pendito) Syarif yang kemudian dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol karena berkedudukan di Bonjol. Tuanku Imam Bonjol merupakan anak dari Tuanku Rajanuddin dari Kampung Padang Bubus, Tanjung Bungo, daerah Lembah Alahan Panjang. Dalam perang itu, kaum Padri mendapat kemenangan di mana- mana. Sejak tahun 1815 kedudukan kaum Adat makin terdesak karena keluarga kerajaan Mnangkabau terbunuh di Tanah Datar, sehingga kaum Adat (Penghulu) dan keluarga kerajaan yang masih hidup meminta bantuan kepada Inggris (dibawah Raffess yang saat itu masih berkuasa di Sumatra Barat). Karena Ingggris segera menyerahkan Sumatra Barat kepada Belanda, maka kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda, dengan janji kaum Adat akan menyerahkan kedaulatan seluruh Minangkabau (10 E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 76

Februari 1821). Permiintaan itu sangat mengembirakan Belanda yang memang sudah lama mencari kesempatan untuk meluaskan kekuasaannya ke daerah tersebut. c. Pemimpin yang Terlibat 1) Kaum Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro, Dauk Malim Basa, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, dan Tuanku Nan Cerdik. 2) Kaum Adat dipimpin oleh Datuk Sati. 2. Periode 1821-1837 (Perang antara Kaum Padri Melawan Belanda) Sejak disetujuinya perjanjian antar kaum adat dengan Belanda mengenai penyerahan kerajaan Minangkabau kepada Belanda pada tangha 10 Februari 1821, hal ini menjadi tanda dimulainya keikutsertaan Belanda dalam melawan kaum Padri Dalam perang antara kaum Padri melawan Belanda, jalannya perang dibagi menjadi tiga periode : a. Periode I (1821-1825) Periode pertama ini ditandai dengan meletusnya perlawanan di seluruh daerah Minangkabau. Di bawah pimpinan Tuanku Pasaman, kaum Padri menggempur pos-pos Belanda yang ada di Semawang, Sulit Air, Sipinan, dan tempat-tempat lain. Pertempuran menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Tuanku Pasaman, kemudian mengundurkan diri ke daerah Lintau, sebaliknya Belanda yang telah berhasil menguasai lembah Tanah Datar, mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar (Fort Van den Cepellen) dan Benteng Fort de Kock di Bukittinggi. Ternyata Belanda hanya bertahan di benteng-benteng itu saja. Daerah luar benteng masih tetap dikuasai oleh kaum Padri. Belanda mengalami kekalahan di mana-mana, bahkan pernah mengalami kekalahan total di Muara Palam dan di Sulit Air. Untuk itu, Belanda mulai mendekati kaum Padri untuk melakukan perdamaian dan pada tanggal 22 Januari 1824 Belanda berhasil mengadakan perdamaian dengan kaum Padri di Masang dan di daerah VI Kota, yang isinya: kedua belah pihak akan mentaati batasnya masing-masing. Adanya perundingan ini sebenarnya hanya menguntungkan pihak Belanda untuk E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 77

menunda waktu guna memperkuat diri. Setelah berhasil memperkuat pertahanannya, Belanda tidak mau mentaati perjanjian dan dua bulan kemudian Belanda meluaskan daerahnya. b. Periode II (1825-1850) Pada periode ini ditandai dengan meredanya pertempuran.kaum Padri perlu menyusun kekuatan, sedangkan pihak Belanda daam keadaan sulit, sebab baru memusatkan perhatiannya dan pengiriman pasukan untuk menghadapi perlawanan Diponegoro di Jawa Tengah. Belanda mencari cara agar dapat berdamai dengan kaum Padri. Dengan perantaraan seorang bangsa Arab yang bernama Sulaiman Alfarid, Belanda berhasil mengadakan perdamaian dengan kaum Padri pada tanggal 25 November 1825 di Padang, yang isinya : 1. Kedua belah pihak tidak akan saling serang menyerang. 2. Kedua belah pihak saling melindungi orang-orang yang sedang pulang kembali dari pengungsian. 3. Kedua belah pihak akan saling melindungi orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan berdagang 4. Belanda akan mengakui kekuasaan Tuanku-Tuanku di Lintau, Limapuluhkota, Telawas dan Agam. c. Periode III (1830-1837) Periode ketiga ini ditandai dengan perlawanan di kedua belah pihak yang makin menghebat. Perang diponegoro di Jawa Tegah telah dapat diselesaikan Belanda dengan tipu muslihatnya. Perhatiannya lalu dipusatkan lagi ke Minangkabau. Maka berkobarlah perang Padri Periode ketiga. Belanda telah mengingkari perjanjian Padang. Pertempuran mulai berkobar di Naras daerah Pariaman. Naras yang dipertahankan oleh Tuanku Nan Cerdik diserang oleh Belanda sampai dua kali tetapi tidak berhasil. Setelah Belanda menggunakan senjata yang lebih lengkap di bawah pimpinan Letnan Kolonel Elout yang dibantu Mayor Michiels, Naras dapat direbut oleh Belanda. Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol, selanjutnya daerah- daerah kaum Padri dapat direbut oleh Belanda satu demi satu, sehingga pada tahun 1832 benteng Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 78

Pada tahun 1832, Tuanku Imam Bonjol berdamai dengan Belanda. Akan tetapi ketentraman itu tidak dapat berlangsung lama, karena rakyat diharuskan : 1) Membayar cukai pasar dan cukai menadu ayam. 2) Kerja rodi untuk kepentingan Belanda. B. Akhir dari Perang Padri Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan langsung ke benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini disertai penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain. Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar benteng. Di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837. Gambar 8. Tuanku Imam Bonjol Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda yang menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada tanggal 25 Oktober 1837. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan kaum Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 79

masih terus berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh Belanda. C. Tokoh-tokoh yang Terlibat Perang Padri 1. Pihak Padri (Indonesia) a. Tuanku Imam Bonjol b. Tuanku Koto Tuo (Ulama) c. Tuanku Nam Renceh (Murid dari Tuanku Nan Tuo) d. Haji Miskin (Ulama Pandai Sikek) e. Haji Sumanik (Ulama Delapan Kota) f. Haji Piobang (Ulama Limo Puluah Kota) g. Tuanku Bansa h. Tuanku Galung i. Tuanku Lubuk Aur j. Tuanku Padang Lawas k. Tuanku Padang Luar l. Tuanku Kubu Ambelan m. Tuanku Kubu Sanang n. Tuanku Raja Muning Alamsyah (Pagaruyung) o. Tuanku Tangsir Alam (Utusan dari Tuanku Rajo Muning Alamsyah dalam menemui Jendral Rafless) p. Tuanku Saruaso q. Muhammad Syabab r. Datuk Bandaro s. Tuanku Lintau t. Tuanku Nan Gelek u. Tuanku Mansiangan (Pemimpin Padri) v. Tuanku Keramat w. Tuanku Tambusi 2. Pihak Belanda (Penjajah) a. Du Puy (Residen di Padang) b. Letkol Raaff (Residen pengganti Du Puy) c. Van Geen d. De Stuers E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 80

e. Said Salim al-Jafrid (Penghubung dalam perdamaian antara Kaum Padri dengan Belanda) f. Kolonel Elout g. Letnan Thomson h. Jendral Cochius i. Jendral Van Den Bosch j. Tuanku Limbur (Pengkhianat). D. Perjanjian Perang Padri Karena gagal dalam penyerangan fase pertama, Belanda masih terus mengupayakan perjanjian damai dengan kaum Padri. Namun, karena sudah dikhianati di perjanjian Masang, kaum Padri menjadi berhati-hati dalam melakukan perjanjian dengan Belanda. Karena itu, Kolonel De Stuers yang menjadi penguasa sipil dan militer si Sumatra Barat berusaha untuk melakukan kontak dengan tokoh-tokoh kaum Padri. Hal ini dilakukan Belanda untuk menghentikan perang dan melakukan perjanjian damai. Akhirnya, Belanda meminta bantuan kepada seorang saudagar keturunan Arab bernama Sulaiman Aljufri untuk membujuk tokoh-tokoh dari kaum Padri supaya bisa diajak berdamai. Sulaiman Aljufri menemuai Tuanku Imam Bonjol supaya mau berdamai dengan Belanda. Namun, Tuanku Imam Bonjol menolak. Setelah itu ia menemui Tuanku Lintau dan menerima ajakan tersebut. Akhirnya, pada tanggal 15 Noember 1825 dilakukanlah penandatanganan Perjanjian Padang. Isi dari Perjanjian Padang itu antara lain : 1. Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di Batusangkar, Saruaso, Padang, Guguk Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin pelaksanaan sistem agama di daerahnya. 2. Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang. 3. Kedua belah pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan perjalanan. 4. Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam. E. Peninggalan dari Perang Padri 1. Benteng Bonjol E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 81

Gambar 9. Benteng Bonjol 2. Masjid Bingkudu Gambar 10. Masjid Bingkudu 3. Tongkat Bersambung yang Tangguh Gambar 11. Tonkat Bersambung yang Tangguh 82 E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ

F. Nilai-nilai yang Dapat Diambil dari Perang Padri Perang Padri terjadi karena pihak agama adat dan pihak adat telah diadu dommba oleh pihak Belanda, perang ini berakhir ketika pihak adat dan pihak agama melakukan aksi damai di bukit yang bernama bukit marapalam, sehingga terbentuklah piagam bukti marapalam. Adapun nilai-nilai yang bisa diambil dari perjuangan perang padri ialah sebagai berikut : 1. Adat dan agama itu tidak saling menghancurkan, tetapi berdampingan sau sama lain. 2. Tiap-tiap golongan tidak boleh pecah karena telah diadu domba. 3. Tiap golongan harus bersatu. 4) Perang Diponegoro (1825-1830) Sejak Deandels berkuasa, maka wilayah kekuasaan raja-raja Jawa, terutama Yogyakarta dan Surakarta, makin dipersempit. Hal ini disebabkan karena banyak daerah yang diberikan kepada Belanda sebagai imbalan atas bantuannya. Adapun daerah yang diinginkan Belanda adalah daerah pantai utara Jawa. Karena itu daerah-daerah tersebut berangsur-angsur diambil-alih oleh Belanda. Daerah Kerawang dan Semarang dikuasai oleh Belandapada tahun 1677, dan pada tahun 1743 daerah Cirebon, Rembang, Jepara, Surabaya, Pasuruan dan Madura. Dengan hilangnya daerah-daerah pesisir, kerajaan Mataram makin melepaskan kegiatan pelayaran dan perdagangannya, dan memusatkan kegiatannya pada bidang pertanian. Di samping makin sempitnya wilayah kerajaan yang bisa memperkecil kekuasaan raja, juga dapat menyebabkan kecilnya penghasilan kerajaan. Raja makin lama makin tergantung kepada Belanda. Untuk membiayai pemerintahan kerajaan saja ia semakin tergantung pada uang pengganti dari Belanda di samping dari hasil pajak penghasilan dari daerah yang masih dikuasainya. Untuk menambah penghasilan, banyak dilakukan penarikan cukai sebagai sumber penghasilan tertentu yang diborongkan kepada orang Cina. Pemborongan itu misalnya terjadi pada cukai jalan, jembatan, dan darang burung. Akibat dari sistem pemborongan ini beban rakyat semakin berat. Pemborong banyak melakukan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga pemungutan pajak sering dilakukan secara sewenang-wenang. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 83

Jembatan-jembatan pasar dan sebagainya terdapat gerbang cukai. Orang- orang yang melaui gerbang itu harus membayar cukai. Hal ini sangat menyusahkan lalu lintas, meninggikan harga barang dan menyusahkan kehidupan rakyat. Juga gerbang-gerbang ini disewakan kepada orang Cina dengan akibat-akibatnya yang tak menyenangkan. Pemerintah Belanda tidak mau menghapuskan gerbang-gerbang itu, lantaran gerbang-gerbang mendatangkan penghasilan yang bukan sedikit bagi pemerintah. Pada tahun 1823 Gubernur Jendral van der Capellen memerintahkan agar tanah-tanah yang disewa dari kaum bangsawan dikembalikan lagi kepada yang empunya, dengan perjanjian, bahwa uang sewa dan biaya lainnya harus dibayar kembali kepada penyewa. Dengan demikian beban para bangsawan juga sangat berat karena uang sewa itu sudah dibelajakan. Perpecahan di kalangan keluarga kerajaan di Mataram tidak saja melemahkan kerajaan, tetapi juga menyebabkan pengaruh Belanda makin menjadi kuat. Setiap pertentangan antar keluarga bangsawan di Kraton akan mengundang campur tangan pihak Belanda, yang pada akhirnya merugikan kerajaan itu sendiri sebagai keseluruhan. Pada masa Daendels terdapat usaha mencampuri urusan tatacara di Istana. Misalnya, Daendles menghendaki persamaan derajat dengan Sultan pada waktu upacara kunjungan resmi diadakan di Kraton. Dalam upacara tersebut, pembesar Belanda supaya diijinkan duduk sejajar dengan raja, dan sajian sirih supaya dihapuskan. Raffles juga meneruskan usaha yang sama terhadap kehidupan kraton. Kondisi seperti itu menimbulkan rasa kekecewaan dan ketidaksenangan di antara beberapa golongan bangsawan. Mereka menganggap bahwa martabat kerajaan menjadi merosot akibat tindakan Belanda tersebut. Tambahan lagi setelah kebiasaan minum-minuman keras beredar dikalangan kaum bangsawan atau rakyat umum, kekhawatiran dan kekecewaan di kalangan golongan agama di Istanamakin meningkat. Kekecewaan di kalangan kraton dan semakin beratnya bebean rakyat menyebabkan sebagian besar rakyat merasa tertekan hidupnya. Ibarat api dalam sekam, kebencian rakyat sewaktu-waktu dapat meledak, bila sumbu letupnya sudahterbakar. Suasana pada umumnya gelisah, dan jika ada sesorang saja yang dapat menyusun tenaga rakyat, niscaya akan meletus api pemberontakan yang besar. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 84

Pada saat segenting itu munculah seorang pemimpin besar, yang dapat membimbing rakyat, yaitu Pangeran Diponegoro. Ia adalah putra sulung Sultan Hameng Kubuwono (HB) III dari gerwa ampeyan. Dilahirkan pada tanggal 11 November 1785 dengan nama kecil Raden Mas Ontowiryo. Sejak kecil beliau dididik oleh nenekna, Ratu Ageng di Tegalrejo, terkenal sebagai orang yang amat saleh. Buah usahanya ternyata ada pada diri Diponegoro. Beliau selalu berusaha memperdalam soal agama. Gambar 12. Pageran Diponegoro Untuk memperkuat imannya, beliau sering mengasingkan diri di tempat- tempat yang jauh bertapa dan mengembara, sehinga denan sendirinya banyak orangtertarik oleh kepribadiaannya. Sebagai orang yang sangat saleh, beliau tidak mementingkan keduniawian, dan selalu mengingat kepentingan umum. Terdesak oleh keadaan maka beliau bertindak untuk memperahankan kedudukan para bangsawan dan membela nasib rakyat kecil. Sewaktu Inggris masih berkuasa, Sultan Hamengku Buwono III dan Raffles pernah menjanjikan kepada Pangeran Diponegoro akan naik tahta sebagai pengganti ayahnya. Namun setelah Sultan Hamengku Buwono III wafat ahun1814, yang menggantikan bukan Diponegoro tetapi adiknya yakni Mas Jarot dengan gelar Sultan Hamengku Buwono IV (HB IV), sedang pangeran Diponegoro diangkat sebagai penasehatnya. Pengaruh Pangeran Diponegoro terhadap Sultan Hamengku Buwono IV besar sekali. Atas desakan Pangeran Diponegoro, Sultan Hamengku Buwono IV pernah mencabut keputusan yang telah disampaikannya kepada residen Belanda. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 85

Karena kehidupan Sultan Hamengku Buwono IV yang kebarat-baratan, maka wafatnya yang tiba-tiba tahun 1822, dianggap oleh Diponegoro sebagai kutukan. Sepeninggan Sultan Hamengku Buwono IV, yang diangkat sebagai Sultan bukan Pangeran Diponegoro tetapi Raden Mas Menol dengan gelar Sultan Hamengku Buwono V. Karena raja tersebut baru berusia tiga tahun,maka pemerintah Belanda mengangkat beberapa orang wali yaitu Pangeran Diponegoro, Pangeran Mangkubumi, Ibu dan Nenek Sultan. Dengan kedudukannya itu pengauh pangean Diponegoro semakin bertambah besar. Melihat pengaruh Diponegoro yang besar itu, baik dikalangan istana maupun di segala lapisan masyarakat, sebetulnya pemerintah Belanda menyesal memilih beliau sebagai wali Sultan. Dari sebab itu diaturnya supaya wali-wali tersebutjangan sampai ikut campur dalam pemerintahan. Melihat kondisi Kesultanan dinilai mengancam kekuasaan Belanda, maka Belana menetapkan bahwa pemerintah diserahkan kepada Patih Danurejo dan dibawah pengawasaan residen. Pangeran Diponegoro yan menyadari maksud dan tujuan siasat Belanda itu menganggap bahwa kedudukannya sebagai wali Sultan bertentangan dengan aturan-aturan agama sehingga ia menolak pengagkatan tersebut. Lebih-lebih karena Pangeran Diponegoro melihat sendiri tindakan-tindakan pegawai pemerintah Belanda yang benar-benar menyakitkan hati, misalnya: 1. Residen Nahuys memasukkan adat-istiadat dan pakaian Eropa di kraton. 2. Makin banyak tanah disewakan kepada orang-orang Eropa, bahkan Nahuys sendiri membuka kebun yang luas. 3. Tindakan-tindakan pegawai pemerintah Belanda yang bersikap mengejek terhadap Pangeran Diponegoro. Kebijakan lain yang dianggap melecehkan Diponegoro adalah perbuatan residen dan patih yang sealu mengambil keputusan-keputusan dengan tidak dirundingkan terlebih dahulu dengan Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi. Misalnya, mengangkat sesorang penghulu itu adalah hak Sultan. Tetapi waktu penghulu Rachmanudin berhenti lantaran berbeda pendapat dengan patih, maka residen dan patih mengangkat penggantinya tidak dengan persetujuan para wali. Pangeran Diponegoro menganggap pengangkatan itu tidak sah. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 86

Sekali peristiwa Pangeran Diponegoro diperlakukan tidak pantas oleh dua orang pegawai Belanda, dalam pesta di rumah patih. Beliau terus meninggalkan perayaan tersebut, lalu mengasingkan diri Tegalrejo. Pada waktu residen dan patih menyuruh menyambung jalan dari kota ke Tegalrejo (jalan Notoyudan) yang akan memuali tempat yang dianggap keramat oleh Diponegoro, maka Diponegoro menentangnya. Di samping akan melalui tempat yang keramat dan tidak dirundingkan lebihdahulu, Pangeran Diponegoro menilai bahwa jalan tersebut akan digunakan untuk memperlancar serangan Belanda ke Tegalrejo. Pemerintah Belanda mengutus Pangeran Mangkubumi ke Tegalrejo untuk memanggil Diponegoro mempertanyakan tindakan-tindakan Diponegoro itu. Beliau tahu bahwa beliau akan ditangkap jika beliau mengabulkan panggilan itu. Pangeran Mangkubumi sendiri akhirnya tidak mau pulang ke kota. Akibatnya pasukan Belanda menyerbu ke Tegalrejo sehingga akhirnya pada tanggal 25 Juli 1825 berkobarlah perlawanan Diponegoro. Dalam pertempuran tersebut, Pangeran Diponegoro bersama keluarganya berhasil melepaskan diri dari serbuan Belanda itu. Setelah pertempuran di Tegalrejo ini, Diponegoro dengan pasukannya menyingkir ke Gua Selarong, sekitar 15 km sebelah barat daya kota Yogyakarta, guna mengatur siasat perang selanjutnya. Keluarga Pangeran Diponegoro diungsikan ke Dekso (Kulon Progo). Kabar mengenai meletusnya perlawanan Diponegoro terhadap Belanda meluas ke berbagai daerah. Rakyat petani yang telah lama menderita dalam kehidupannya, banyak yang segera datang untuk ikut serta dalam perlawanan. Demikian pula para ulama dan bangsawan yangkecewa terhadap Belanda bergabung dengan Diponegoro. Daerah-daerah lain juga menyambut perlawanan Diponegoro dengan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Kyai Mojo, seorang ulama dari daerah Surakarta, datang untuk bergabung dengan Diponegoro. Bersama dengan Kyai ini dibentuklah kelompok pasukan. Semboyan Perang Sabil dikumandangkan ke segenap pengikutnya, baik yang ada di daerah Selarong maupun yang ada di daerah lain. Malahan seorang Kyai yang bernama Hasan Besari diutus Diponegoro untuk menyebarkan Perang Sabil di daerah Kedu. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 87

Di samping para tokoh ulama, Diponegoro juga mendapat dukungan para bupati Monconegoro. Diantaranya yang terkenal adalah Alibasya Sentot Prawirodirjo dari Madiun yang kemudian menjadi panglima Perang Diponegoro. Itulah sebabnya pada tahun-tahun pertama pertempuran dengan cepat meluas sampai ke daerah Pacitan, Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Semarang, Remmbang, Kertosono, dan Madiun. Sementara itu tokoh-tokoh yang memihak Belanda untuk menentang perlawanan Diponegoro adalah Patih Danurejo, Sunan Surakarta, dan raja-raja dari Madura (Kho0, 1976). Dalam pertempuran Kertosono rakyat dipimpin langsun oleh Bupati Kertosono, pertempuran di Banyumas, rakyat dipimpin oleh Pangeran Suriatmojo, perlawanan di Madiun dipimpin oleh Bupati Kertodirjo dan Pangeran Serang, sedang perlawanan di Plered dipimpin oleh Kertopengalasan. Dalam pertempuran di daerah Lengkong (1826), Belanda dipukul mundur, seorang letnan Belanda gugur dan dua orang bangsawan tewas. Dalam pertempuran-pertempuran dari tahun 1825 sampai 1826 kemenangan ada di pihak Diponegoro. Hal ini disebabkan (1) Semangat perang pasukan Diponegoro masih tinggi, (2) Siasat gerilya yang dilakukan Diponegoro belumtertandingi, dan (3) Sebagian pasukan Belanda masih berada di Sumatera Barat dalam rangka perang Padri. Karena itu tawaran Belanda untuk melakukan perdamaian selalu ditolak oleh Diponegoro. Melihat semakin kuatnya Diponegoro dan semakin meluasnya medan pertempuran, maka Belanda menilai bahwa perlawanan Diponegoro sangat membahayakan kedudukan Belanda di Indonesia. Itulah sebabnya Belanda lalu menggelar berbagai siasat untuk menumpas atau menghentikan perlawanan Diponegoro itu. Dalam rangka untuk menghadapi perlawanan Diponegoro itu, Belanda melakukan siasat-siasat sebagai berikut: 1. Sultan HB II (Sultan Sepuh) yang dibuang Raffles ke pulau Penang, dikembalikan ke Yogyakarta dengan tujuan mendatangkan perdamaian sehinga para bangsawan yang memihak Diponegoro diharapkan kembali ke kraton. Usaha tersebut gagal karena Sultan Sepuh kurang berwibawa lagi bahkan tidak lama kemudian beliau wafat sehingga para bangsawan tetap melakukan perlawanan. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 88

2. Jendral de Kock berusaha memecah belah pengikut Diponegoro. Para bangsawan dibujuknya supaya pulang ke ibu kota. Mereka tidak akan dituntut. Juga kedudukan, uang dan sebagainya kerapkali dipergunakan sebagai pemikat hati. Usaha de Kock ini rupanya berhasil juga, sebab Kyai Mojo, Pangeran Kusumonegoro, Sentot dan lain-lain meninggalkan Diponegoro, sehingga akhirnya beliau tinggal seorang diri. Kyai Mojo diasingkan ke Minahasa, sedang sentot dikirim ke Sumatera unuk memerangi kau Padri, namun akhirnya ditangka lagi dan dibuang ke Bengkulu. 3. Untuk mempersempit ruang gerak Diponegoro, Jendral de Kock menggunakantaktik benteng stelsel (perbentengan), yaitu mendirikan benteng-benteng di tiap daerah yang direbut dan kemudian dijaga oleh pasukan prajurit, dan benteng itu saling berhubungan. Penduduk daerah itu tetap tenang dantidak ikut bertempur. Benteng-benteng tersebut dibangun di Gombong, Purworejo, Magelang, Ambarawa dan Salatiga. 4. Sesudah Diponegoro semakin terjepit, Belanda melakukan pendekatan agar Diponegoro mau diajak unuk melakukan perundingan perdamaian. Perundingan semacam itu pernah di lakukan juga di Klaten pada tahun 1827, tapi gagal. Karena bala bantuan Belanda terus berdatangan, maka posisi tentara Pangeran Diponegoro semakin terjepit sehingga sering terjadi pertempuran terbuka. Akibatnya, pengikut-pengikut setianya semakin kecil sebab Pangeran Suryomataram dan Prangwodono tertangkap, sedangkan Pangeran Serang dan Pangeran Notoprojo menyerah. Pangeran Airo Papak dan Sosrodilogo (Rembang) juga menyerah. Pada tahun 1829 Pangeran Mangkubumi dan Alibasya Sentot Prawirodirjo mengambil keputusan menyerahkan diri sebelum dikalahkan. Sampai tahun 1829 tersebut kira-kira 200 ribu pasukan Diponegoro telah gugur. Oleh karena kondisinya yang semakin terdesak dan melihat kedudukannya yang sudah tidak ada harapan lagi, maka Diponegoro bersedia untuk melakukan perundingan. Melalui Kolonel Kleerens, pada tanggal 16 Pebruari 1830 Diponegoro mau melakukan pertemuan di desa Romo Kamal. Dalam pertemuan itu dibuat syarat- syarat perundingan sebagai berikut: E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 89

a. Bilamana dasar perundingan tidak dapat disetujui oleh Diponegoro, beliau boleh kembali secara bebas. b. Dalam perundingan itu Diponegoro harus jauh dari tentaranya, sedang tentaranya tidak boleh membawa senjata. Rencana perundingan perdamaian itu dilakukan di kota Magelang. Karena pada saat itu kebetulan bulan puasa, maka perundingan tersebut ditunda. Dalam waktu itu telah bertambah pengikut Diponegoro yang masuk kota Magelang. Sehabis puasa Jendral de Kock mengajak melakukan perundingan. Namun Diponegoro belum bersedia karena masih dalam suasana Lebaran. Setelah berunding Jendral de Kock mendesak Diponegoro mengemukakan tuntutan-tuntutannya. Pada saat itu Diponegoro menghendaki menjadi kepala agama Islam (Penatagama) di Jawa agar supaya dapt memelihara kerohanian rakyat. Tuntutan itu ditolak oleh pemerintah Belanda. De Kock takut kalau Diponegoro akan menyerang lantaran pengikutnya kian hari kian banyak yang masuk kota Magelang. Sementara pemerintah Negeri Belanda mendesak de Kock agar segera menghentikan perlawanan dengan cara apapun agar melapangkan jalan bagi pelaksaan Culturstelsel. Di samping itu, de Kock juga terancam dipecat jika Diponegoro sampai lepas kembali. Gambar 13. Lukisan Peristiwa Penangkapan Pangeran Diponegoro Dengan berbagai alasan tersebut, Pangeran Diponegoro ditangkap di tempat perundingan tersebut. Diponegoro kemudian dibawa ke Manado dan pada tahun 1834 dipindahkan ke Makasar dan di sana beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 90

5) Perang Banjarmasin (1859-1863) Perang Banjar diawali dari perebutan tahta yang terjadi di dalam keluarga Kesultanan Banjar. Sultan Adam yang meninggal pada 1857 mewariskan tahta kepada Pangeran Hidayat. Namun, Belanda di bawah Gubernur Jendral Rochussen ikut campur menentukan pewaris tahta tersebut. Sultan Adam cenderung untuk memilih Pamgeran Hidayatullah. Alasannya memiliki perangai yang baik, taat beragama, luas pengetahuan, dan disukai rakyat. Sebaliknya Pangeran Tamjid kelakuannya kurang terpuji, kurang taat beragama dan bergaya hidup kebarat- baratan meniru orang Belanda. Pangeran Tamjid inilah yang dekat dengan Belanda dan dijaokan oleh Belanda. Belanda menekan Sultan Adam dan mengancam supaya mengangkan Pangeran Tamjid. Belanda menginginkan Pangeran Tamjid Ullah menjadi Sultan karena Belanda mengharapkan izinnya untuk menguasai daerah pertambangan batu bara yang berada di wilayah kekuasaan Pangeran Tamjid Ullah. Belanda kemudian mengangkat Pangeran Tamjid Ullah sebagai Sultan dan Pangeran Hidayat diangkat sebagai mangkubumi (Nurhadi, 2009). Oleh karena itu, timbullah keresahan dan pemberontakan di kalangan rakyat daerah pedalaman karena rakyat mengehendaki Pangeran Hidayat yang menjadi Sultan. Pada akhirnya, kekuasaan di Kesultanan Banjar diambil alih pemerintah Belanda, setelah menurunkan Pageran Tmjid Ullah dari tahta Kesultanan. Cucu Sultan Adam Al Wasikbillah ada 2 orang, yaitu : a. Pangeran Hidayatullah, putra Sultan Muda Abdurrakhman dan permaisuru putri keraton Ratu Situ, Putri dari Pangeran Mangkubumi Nata. b. Pangeran Tamjid adalah putera Abdurrakhman dengan istri wanita biasa keturunan China yang bernama Nyai Aminah. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Rakyat Banjar. a. Belanda memaksakan monopoli perdagangan di Kerajaan Banjar. Dalam monopoli prdagangan lada, rotan, dannar, dan hasil-hasil tambang seperti emas dan intan, Belanda bersaing dengan saudagar-saudagar Banjar dan para bangsawan Banjar. Dari persaingan menjadi permusuhan karena Belanda berusaha menguasau beberapa wilayah Kerajaan Banjar. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 91

b. Pemerintah Kolonial Belanda ikut mencampuri urusan dalam Keraton terutama dalam pergantian sultan-sultan kerajaan Banjar. Misalnya Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi sultan pada tahun 1857. Hak Pangeran Hidayat menjadi sultan disisihkan padahal yang berhak menjadi sultan yang sebenarnya adalah Pangeran Hidayat sendiri. c. Pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan bahwa Kesultan Banjarmasin akan dihapuskan. Jalannya Perlawanan Rakyat Banjar dan Pangeran Antasari Kedatipun Pangeran Hidayat tidak menjadi Sultan Kerajaan Banjar, tetapi ia telah mempunyai kedudukan sebagai Mangkubumi. Pengaruhnya cukup besar di kalangan rakyatnya. Campur tangan Belanda di kraton makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayat sebagai Mangkubumi makin terdesak. Oleh karena itu ia memutuskan untuk mengadakan perlawanan bersama sepupunya Pangeran Antasari. Di mana-mana timbul suara ketidakpuasan masyarakat terhadap Sultan Tamjidillah II (gelar Sultan Tamjid setelah naik tahta) dan kebencian rakyat terhadap Belanda. Kebencian rakyat lama-lama berubah menjadi bentuk perlawanan yang terjad di mana-mana. Perlawanan tersebut dipimpin oleh seorang figur yang didambakan rakyat, yaitu Pangeran Antasari. Gambar 14. Pangeran Antasari Pangeran Antasari, seorang bangsawan yang sudah lama hidup dikalangan rakyat yang berusaha mempersatukan kaum pemberontak. Pada April 1859, pasukan Pangeran Antasari menyerang pos Belanda di Martapura dan Pengaron. Pada Maret 1860, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1278 Hijriah, para alim ulama dan para E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 92

pemimpin rakyat menobatkan Pangeran Antasari menjadi Panembahan Amirudin Kalifatul Mukminin, atau pemimpin tertinggi agama. Pangeran Antasari seorang pemimpin perlawanan yang amat anti Belanda. Ia bersama pengikutnya, Kyai Demang Leman, Haji Nasrun, Haji Buyasin dan Haji Langlang, berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 3000 orang. Ia bersama pasukannya menyerang pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron pada tanggal 28 April 1859. Pertempuran hebat terjadi di salah satu pusat kekuatan Pangeran Antasari, yaitu Benteng Gunung Lawak. Belanda berhasil menduduki Benteng Gunung Lawak pada 27 September 1859. Niat Belanda yang sebenarnyaadalah menghapuskan kerajaan Banjar. Hal ini baruterlaksana setelah Kolonel Andresen dapat menurunkan Sultan Tamjidillah, yang dianggapnya sebagai penyebab kericuhan, sedangkan Pangeran Hidayat sebagai Mangkubumi telah meninggalkan kraton. Belanda menghapuskan kerajaan Banjar pada tanggal 11 Juni 1860 dan dimasukkan ke dalam kekuasaan Belanda. Pangeran Hidayat terlibat dalam pertempuran yang hebat melawan Belanda pada tanggal 16 Juni 1860 di Anbawang. Adanya ketidakseimbangan dalam persenjataan dan pasukan yang kurang terlatih, menyebabkan Pangeran Hidayat harus mengundurkan diri. Belanda menggunakan siasat memberikan kedudukan dan jaminan hidup kepada setiap orang yang bersedia menghentikan perlawanan dengan menyerahkan diri kepada Belanda. Ternyata siasat ini berhasil, yaitu dengan menyerahkan Kyai Demang Leman pada tanggal l 2 Oktober 1861. I. Faktor Terjadinya Perang Banjar Pada pertengahan abad ke-19 pecahlah perang Banjar yang terkenal. Perang ini merupakan semesta dari rakyat Banjar melawan musuh bebuyutannya, imperialis Belanda. Definisi yang dimaksud dengan rakyat adalah sebagian besar raja-raja Banjar, golongan bangsawan, golongan ulama, golongan tetuha masyarakat dan para petani yang mendiami daerah kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan/ Tenggara. Dalam kerajaan Banjar dahulu hingga sekarang ada tiga jenis golongan orang Banjar, yaitu : 1. Orang Banjar Kuala yang tinggal di daerah Banjarmasin sampai dengan martapura. 2. Orang Banjar Batang Banyu yang tinggal di daerah sungai Tabalong dari margasari sampai dengan Kelua. E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 93

3. Orang Banjar Pahuluan yang mendiami daerah luar martapura arah ke utara sampai daerah Tanjung (Saleh, 2004:80). Perang banjar disebut gerakan perlawanan semesta rakyat Banjar, karena dalam waktu singkat telah meliputi daerah perlawanan yang lebih luas lagi dari daerah kerajaan Banjar sendiri yaitu daerah Barito (Muara Tewe) di utara sampai Tabanio di Selatan, pulau petak di sebelah Barat (Dekat Kuala kapuas) sampai Sebuhur di Sebelah Timur. Perang ini berlangsung dari tahun 1859 sampai tahun 1863. Perlawanan rakyat tetap berlangsung walaupun terputus-putus, seperti tahun 1870 yang dipimpin oleh Demang Wangkang, tahun 1899 perlawanan hantarukung oleh Bukhari dan baru selesai tahun 1905 setelah kekuasaan pegustian di Menawing habis dan Sultan Muhammad Semman tewas dalam pertempuran itu. Kerajaan Banjar sendiri telah lama dihapuskan oleh pemerintah Belanda tahun 1860 (Saleh,1982). Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan telah terjadi sejak kedatangan bangsa asing yang ingin menjajah Indonesia dengan berbagai dalih yang dilakukannya demi untuk mengeruk keuntungan daritanah jajahannya. Pertentangan pertama antara Belanda dengan kerajaan Banjar, dalam hal ini Panembahan Mahrum di satu pihak dan Belanda di pihak lain telah terjadi pada tanggal 14 Februari 1606 dengan terbunuhnya nahkoda kapal Belanda Gillis Michielzoon beserta anak buahnya di Banjarmasin. Dalam rangka pembalasan dan memamerkan kekuatanya, beberapa kapal Belanda pada tahun 1612 secara mendadak telah menyerang dengan melakukan penembakan dan pembakaran di daerah Kuin. Dengan demikian pusat pemerintahan Banjar teraksa dipindahkan ke Martapura, ke keraton baru yang dikenal dengan sebutan “kayu tangi” (Suriansyah, 2007). Pertikaian menghangat lagi pada tahun1638, dimana di Banjar Anyar telah terbunuh 64 orang Bangsa Belanda di dalam satu penyergapan. Untuk pembalasan terhadap ini Belanda mengirim dua buah kapal menuju Banjarmasin dan Kotawaringin. Mereka menahan perahu-perahu rakyat dan mengadakan penganiayaan kejam sesuai dengan intruksi dari Batavia, membunuh dan menyiksa tanpa pandang bulu, baik laki-laki maupun perempuan atau anak-anak suku Banjar, tanpa perikemanusiaan. Kekejaman ini tidak mudah dilupakan oleh rakyat dikerajaan Banjar, dan sejak 1600 sampai abad ke-18, walaupun telah ada perjanjian, selalu E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 94

terjadi pertempuran-pertempuran antara orang-orang Banjar melawan Portugis, Belanda dan Inggris. Abad ke-18 diakhiri dengan pemerintahan Sultan Tahmidullah II yang dikenal dengan gelar Susuhunan Nata Alam. Sultan ini meninggal tahun 1801, dandiganti oleh puteranya Sulta Sulaeman al Mutamidullah (1801-1825). Sultan Nata dikenal sangat licik menghadapi Belanda, Sultan ini berhasl mengelabuhi Belanda, sehingga tidak memperoeh keuntungan dari perjanjian yag dibuatnya, bahkan mengalami kerugian. Selama Sultan Nata, kerajaan Banjar dapat mempertahankan kedaulatannya ke dalam dan luar. Akhirnya Belanda meninggalkan Banjarmasin 1809. Abad ke 19 dimulai dengan pemerintahan Sultan Sulaiman Al Mutamidullah. Setelah sultan dilantik, Belanda mengadakan perjanjian dengan sultan pada 19 April 1802 (BANI, 1965). Perjanjian hanya mengingatkan kembali bahwa kerajaan Banjar telah diserahkan kepada pemerintah Belanda seperti perjanjian 1787. Dalam perjanjian itu diitambahkan bahwa sultan berusaha menangkap dan menghukum potong kepala orang-orang Dayak yang telah melakukan pemotongan kepala. Hukuman potong kepala terhadap Dayk itu harus dilakukan di muka loji Belanda. Selebihnya dalam perjanjian itu pemerintah Belanda mengharapkan agar Sultan dapat memelihara kebun-kebun lada, agar hasil lada menjadi lebih baik. Sebelum Belanda meninggalkan Banjarmasin tahun 1809, Belanda kembali membuat perjanjian dengan sultan.perjanjian ini hanya lebih menitikberatkan pada usaha pemeliharaan kebun lada, agar lada dapat berproduksi sebagaiaman yang diharapkan oleh Belanda. Dalam perjanjian itu Belanda tetap mengakui kedaulatan Sultan dan tidak menyinggung tentang masalah pemerintahan termasuk hubungan dagang ke luar negeri. Dengan demikian selama Sultan Sulaiman al Mutamidullah kerajaan banjar tetap mempunyai kedaulatan secarautuh ke dalam dan ke luar. Belanda meninggalkan Banjarmasin sebelum Belanda menyerahkan Batavia kepada Inggris. Dalam perebutan kekuasaan dan perebutan jalan perdagangan di laut, Belanda kalah menghadapi Inggris dan pada tahun 1811 Belanda menyerahkan Batavia kepada East India Company (EIC) kompeni perdagangan Inggris (Ideham, 2007). East India Company (EIC) mengadakan perjanjian persahabatan dengan kerajaan Banjar. Dalam perjanjian itu EIC Inggris tidak menyinggung masalah kedaulatan pemerintahan Sultan tetapi lebih banyak masalah perdagangan. EIC E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 95

Inggris, menduduki beberapa daerah yang dulu pernah diduduki Belanda seperti pulau Tatas, Kuin, Pasir, Pulau laut, Pagatan, Bakumpai. Selanjutnya EIC Inggris mempertahankan dan melindungi hak-hak Sultan dan kekuasaan Sultan begitu pula hak milik Sultan terhadap serangan Eropa lainnya dan juga terhadap musuh bangsa Asia. Perjanjian itu selain Sultan juga ditanda tangani oleh para bangsawan kerajaan lainnya yaitu Pangeran Panembahan Adam. Perjanjian Belanda dan Inggris memutuskan bahwa Belanda diperbolehkan kembali menduduki bekas kekuasaannya dan dengan perjanjian ini IEC terpaksa melepaskan kembali Batavia pada tahun 1816. Kerajaan Banjar pun ditinggalkan EIC Inggris dan pada tahun tersebut Belanda kembali menanamkan kuku penjajahannya dengan cara kembali membuat perjanjian dengan Sultan.untuk menanam pengaruh pemerintah Belanda membuat perjanjian dengan Sultan Sulaiman al Mutamidullah pada tahun 1818 dan tahun 1823. Perjanjian-perjanjian itu dibuat oleh Belanda untuk lebih mengigatkan pada Sultan tentang keberadaan Belanda dalam wilayah kerajaan Banjar. Ada beberapa hal yang menarik dari perjanjian itu, sebagai berikut: 1. Kerajaan Banjar dahulu selama abad ke-17 dan pertengahan abad ke-18 mempunyai wilayah pengaruh yang cukup luas meliputi kerajaan Berau, Kutai, Paser, Dayak Besar, Sampit, Kotawaringin, Lawai. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa daerah-daerah tersebut berada dalam wilayah pendudukan Belanda. 2. Orang bukan Bangsa Banjar adalah orang asing, seperti : Bugis, Makassar, Bali, Mundar, Jawa, begitu pula Cina, Eropa dan Arab. Semua orang asing diperlakukan hukum eropa oleh Belanda kalau mereka berbuat tindak pidana. 3. Atas permintaan Belanda, Sultan berusaha mengadakan tanaman kopi, dan lada. Kopi dan lada merupakan jenis komoditi ekspor yang menjadi andalan saat itu. Sultan Adam al Wasik Billah menggantikan Sultan Sulaiman al Mutamidullah pada tahun 1825 setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia. Setelah Sultan dilantik Belanda memperbarui perjanjian dengan Sultan yang baru. Perjanjian itu ditanda tangani kedua belah pihak pada tahun 1826. Perjanjian ini menjadi dasar E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 96

bagi Belanda untuk berpijak ke langkah pengaruh yang lebih dalam untuk mencampuri urusan pemerintahan Sultan. Pada abad ke-18 di Eropa mengalami Revolusi Industri. Dengan dimulai Inggris sebagai Negara yang mengalami revolusi akhrnya menjalar ke Benua Eropa lainnya. Kapal uap ditemukan dan Belanda pada pertengahan abad ke-19 sudah menggunakan kapal uap sebagai pengganti kapal layar. Mula-mula kapal uap yang memakai roda berputar di bagian sisi kiri kanannya, dan paling akhir memakai baling-baling biasa. Kapal-kapal uap ini memakai batu bara sebagai sumber energi yang di impor batu barabertambah besar. Belanda memperoleh informasi bahwa di daerah Riam Kiwa ditemukan lapisan batu bara. Informasi ini meyakinkan Belanda dan sejak itu perhatian terhadap kerajaan Banjar lebih intensif. Belanda menjalankan taktik dan strategi untuk memperoleh konsesi ini Belanda berhasil mengadakan perjanjian tahun 1845 itu menetapkan batas-batas wilaya Kerajaan Banjar. Wilayah ini dibanding dengan wilayah sebelumnya lebih kecil tetapi seluruhnya meliputi daerah inti dari kerajaan Banjar yang asli. Meskipun daerah ini paling kecil tapi padat penduduknya. Daerah kerajaan Banjar berdasarkan perjanjian 1845 ini terbagi sebagai berikut: 1. Daerah Banjarmasin terletak di sebelah kanan sungai kuin martapura sampai dengan sungai kelayan, kemudian pinggir sebelah kanan sungai Kuwin dan sepanjang sungai Barito. Di daerah ini terletak keraton Kerajaan Banjar yang mula-mula telah hancur karena serangan Belanda Tahun 1612. 2. Daerah Martapura meliputi daerah Sungai Riam Kanan dan daerah Sungai Riam Kiwa. 3. Daerah Benua Ampat yang meliputu daerah Benua Halat, Benua Gadung, Parigi, dan lawahan-tambaruntung. Di daerah Lawahan ini mengalir sungai Muning. 4. Daerah Benua Lima yang meliputi daerah-daerah negara, Amuntai, Alabio, kalua dan Sungai Banar (Ideham, 2007). Berdasarkan perjanjian di atas maka daerah kerajaan banjar tidak mempunyai jalan ke laut, karena semua daerah pesisir dikuasai oleh Belanda. Hal ini mempunyai dampak yangnyata pada pola hidup Orang Banjar kalau dalam abad- E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 97

abad sebelumnya Orang Banjar adalah bangsa pelaut yang secara rutin pelayarannya sampai ke Couchin Cina dan Brunei, dalam abad ke-19 keterampilan sebagai pelaut sudah banyak berkurang karena faktor pembatasan daerah oleh Belanda. Proses Jalannya Perang Banjar Terhadap Kolonial Belanda Dalam Perebutan Kerajaan Banjar 1. Perlawanan Ofensif Yang Berlangsung Dalam Jangka Pendek (1859-1863 M). Perlawanan rakyat terhadap Belanda mulai berkobar di daerah-daerah yang dipimpin oleh Pangeran Antasari yang berhasil menghimpun 3000 orang dan menyerbu pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron diserang oleh Pangeran Antasari pada tanggal 28 April 1859. Disamping itu, kawan-kawan seperjuangan Pangeran Antasari juga telah melakukan penyerangan terhadap pasukan-pasukan Belanda yang dijumpainya. Pada saat Pangeran Antasari mengepung benteng Belanda di Pangaron (Soeroto, 1973), Kyai Demang Leman dengan pasukannya telah bergerak di sekitar Raim Kiwa dan mengancam benteng Belanda di Pangaron. Lalu bersama-sama dengan Haji Nasrun pada tanggal 30 Juni 1859 ia menyerbu pos Belanda yang berada di istana Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 Kyai Demang Leman bersama Haji Buyasin dan Kyai Langlang berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio. Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran juga terjadi dibenteng gunung Lawak yang dipertahankan oleh Kyai Demang Leman dengan para pasukannya. Dalam pertempuran ini kekuatan pasukan Demang Lemang ternyata lebih kecil dari kekuatan musuh, sehingga ia terpaksa mengundurkan diri. Karena rakyat berkali-kali melakukan penyerangan gerilya maka Belanda yang menduduki benen tersebut dalam waktu beberapa lama kemudian merusak dan meninggalkannya. Ketika meninggalkan benteng, pasukan Belanda mendapatkan penyerangan terhadap pasukan Kyai Demang Leman yang masih aktif melakukan perang gerilya di daerah sekitarnya. Sementara itu Tumenggung Suropati menyanggupi Belanda untuk membantu menangkao Pangeran Antasari. Setelah mengadakan perlindukan di atas kapal Onrust pada bulan Desember 1859, ia dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara Belanda yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebut senjata mereka dan menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 98

Surapati di Lambang mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat dari pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan benteng tersebut. Pada tanggal 16 Juni 1860 Pangeran Hidayat bertempur selama seminggu di Ambarawang, kemudian terpaksa mundur karena persenjataan Belanda ternyata lebih kuat. Pasukan Pangeran Hidayat akhirnya sampai di Wang Bangkal. Tidak lama di sini pasukan diserangoleh pasukan Belanda pada tanggal 2 Juli. Pasukan yang datang ke Wang Bangkal ini berasal dari posnya di Martapura. Dalam pertemmpuran ini pun Pangeran Hidayat terdesak dan terpaksa mundur lagi. Selama dalam pengundurannya ini pasukan selalu mengadakan gangguan-gangguan terhadap pasukan-pasukan Belanda berupa penyergapan secara gerilya. Mereka bertahan di tempat itu dan baru tanggal 10 Juli pasukan Pangeran Hidayat pindah ke tempat ini setelah mendapat pikulan berat dari pasukan Belanda. Sementara di daerah lain pasukan Pangeran Antasari masih giat melakukan serangan terhadap pos-pos Belanda. Pada permulaan bulan Agustus 1860 pasukan Antasari berada di Ringkau Katan. Dalam pertempuran itu pasukan Antasari mengalami kekalahan meskipun dapat membunuh dan melukai beberapa orang tentara Belanda dan kemudian Pangeran Antasari bersama pasukannya mengundurkan diri Ringkau Katan. Kekalahan Pangeran Antasari ini terutama karena datangnya bala bantuan Belanda yang dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan masuknya kembali pasukan Antasari ke Ringkau Katan (Saleh, 1993). Gerakan cepat dari Pangeran Hidayat dari satu daerah ke daerah lain cukup menyulitkan Belanda. Pasukan Pangeran Hidayat yang berada di gununng Mandela dapat diketahui. Belanda mendatangkan pasukan sebanyak 140 orang dari Pantai Ambarawang bersenjatakan senapan berbayonet. Akan tetapi pasukan Belanda yang bermaskud menangkap Pangeran Hidayat tidak menjumpainya, karena pasukan Pangeran Hidayat sudah meninggalkan Gunung Mandela menuju Haroman. Pasukan Pangeran Hidayat dikejar oleh dua kelompok pasukan lain pada tanggal 20 Juli. Akan tetapi pasukan Hidayat membuat Belanda kesal. Pangeran Hidayat diancam akan tetap dianggap sebagai pemberontak dan akan ditindas jika tidak mau menyerah secepatnya. Sementara itu Pangeran Antasari semakin giat melakukan perlawanan, terlebih setelah mendengar kabar tentang diasingkannya saudara sepupunya, yaitu E-Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia Berbasis LSQ 99


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook