Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 1-INFORMASI RENYAH TENTANG STEM

1-INFORMASI RENYAH TENTANG STEM

Published by Djodjo Sumardjo, 2022-06-22 22:05:49

Description: 1-INFORMASI RENYAH TENTANG STEM

Search

Read the Text Version

INFORMASI RENYAH TENTANG STEM Mr. DJ 1. Pandangan Filosofi Pendidikan STEMM 2. Mengapa STEM penting? 3. Bagaimana Implementasi STEM dalam Pembelajaran? 4. Bagaimana Implementasi STEM dalam Pembelajaran? 5. Standar Guru Profesional dalam Pembelajaran STEM 6. Guru STEM Standar 1 – Standar Guru Profesional dalam Pembelajaran STEM 7. Model Pembelajaran STEM 8. Problem Based Learning: Definisi, Karakteristik, Sintaks, Kelebihan dan Kelemahannya 9. Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri 10. Pembelajaran Berbasis Proyek 11. Model Pembelajaran Langsung 12. Apa itu revolusi industri 4.0? 13. Karakteristik Soal Literasi Membaca dalam PISA

Pandangan Filosofi Pendidikan STEM HermanAnis.com – Tulisan ini akan menyajikan tinjauan atau Pandangan Filosofi Pendidikan STEM, berdasarkan buku Philosophy of STEM Education karya Nataly Z. Chesky. Akan di uraikan pembahasan tentang Filosofi STEM secara komprehensif dengan beberapa contoh subbidang STEM, seperti matematika dan pendidikan sains. Sejak awal abad ke-21, perhatian publik di Amerika Serikat terhadap Pendidikan meningkat khususnya dalam bidang matematika dan sains. Penekanan pada pendidikan matematika, sains, teknologi, dan teknik, yang disebut STEM di bingkai sebagai inisiatif kesetaraan pendidikan yang akan membantu siswa memperoleh pengetahuan yang mereka butuhkan untuk bersaing di pasar global. STEM mungkin menjadi wacana reformasi pendidikan paling indikatif di zaman kita dan telah tumbuh menjadi salah satu fokus utama kebijakan pendidikan, oleh karena adanya asosiasi yang mendukung kepada beragam industri saat ini: dari teknologi informasi dan komunikasi bidang medis, sampai kepada inovasi berkelanjutan. Fokus utama pembahasan adalah untuk mengalihkan perhatian kepada tujuan yang benar-benar bermanfaat, yang diarahkan untuk memenuhi inisiatif STEM dengan cepat dan efisien. Mengajukan pertanyaan kritis tentang jenis tujuan yang di minta oleh inisiatif STEM, asumsi apa yang di pegang oleh tujuan tersebut.

Kemungkinan implikasi atau konsekuensi apa yang dapat ditimbulkan oleh inisiatif tersebut pada berbagai kelompok sosial-ekonomi, yang dapat di salurkan melalui sistem pendidikan publik yang di kaitkan dengan insentif dan prosedur ekonomi kapitalistik. Untuk mulai menjawab pertanyaan di atas, maka akan di mulai dengan menggunakan sudut pandang filosofis untuk mempelajari kebijakan STEM sebagai fenomena politik dan sosial. Pada bagina ini, akan di perkenalkan materi buku terlebih dahulu dengan memberikan tinjauan singkat tentang sejarah pendidikan STEM , terutama yang berkaitan dengan penyelidikan Filosofi STEM yang di gunakan. Apa itu STEM? STEM di mulai dengan “SMET”, singkatan dari science, mathematics, engineering, dan technology.. Pada 1990-an National Science Foundation (NSF) menciptakan istilah tersebut untuk menekankan pentingnya empat disiplin ilmu yang berbeda ini (Sanders, 2009). Akronim di ubah menjadi STEM untuk membantu mempromosikannya, namun masih banyak orang Amerika yang mengaitkan STEM dengan penelitian sel induk (ibid). Untuk itu orang tua harus diberi tahu sepenuhnya tentang jenis reformasi yang akan diberikan kepada anak-anak mereka. Selain itu, banyak juga pendidik yang tidak jelas tentang apa itu STEM education (Breiner et al., 2012). National Science Foundation menjelaskan bahwa pendidikan STEM adalah tentang mengembangkan pentingnya keempat di siplin ilmu ini dalam komunitas pendidikan dan masyarakat pada umumnya. Akronimnya ambigu, karena pendidik juga telah menggunakannya untuk menggambarkan keterkaitan yang melekat antara empat disiplin ilmu, serta membuat kurikulum dan pedagogi yang menghubungkannya dalam ruang kelas. Berikut adalah beberapa cara yang mungkin untuk memahami inisiatif reformasi STEM :

Amerika Serikat perlu untuk menghasilkan lebih banyak pekerja yang kompeten untuk bersaing di pasar global masa depan melalui bidang Sains, matematika, teknik, dan teknologi. STEM secara inheren terkait dan oleh karena itu akan menguntungkan bagi pelajar untuk memiliki proyek langsung pada kehidupan nyata yang menjelaskan dan memanfaatkan keterkaitan mereka. Pemahaman tingkat tinggi tentang bidang STEM adalah sumber pengetahuan penting bagi semua warga negara di masa depan, terutama untuk kelompok minoritas dan yang kurang terwakili atau tidak memiliki akses ke bidang pengetahuan ini. Dengan pengetahuan ini, selain dapat membekali mereka kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang memuaskan, tetapi juga untuk hal lain seperti untuk mendapatkan pinjaman, memahami proses pemungutan suara, dan untuk mengelola kredit dan uang mereka, (Brown et al., 2011; Bybee, 2010) Lebih lanjut, melalui pendidikan STEM dapat di hasilkan warga negara yang semakin banyak yang terjun ke pekerjaan yang membutuhkan keterampilan teknologi sehingga akan membantu negara untuk bersaing dalam pasar ekonomi global. Selain itu, memahami keterkaitan antara sains, matematika, teknologi, dan teknik dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran tradisional yang sulit. Di tingkat makro nasional, sebagai pilar untuk memperkuat kemajuan epistemologis dan pragmatis dalam teknologi dan rekayasa yang di butuhkan negara agar tetap kompetitif secara ekonomi di tingkat global. Secara umum, inisiatif STEM memiliki dua tujuan utama yang saling berhubungan di tingkat makro dan mikro. Di tingkat mikro, tujuannya adalah agar setiap siswa memiliki pemahaman yang kuat tentang hubungan, tujuan, dan teknik interdisipliner yang mengkategorikan kurikulum STEM, agar mereka menjadi warga negara yang melek dan kritis sehingga dapat mendapatkan pekerjaan, dan aman secara finansial dalam kehidupan mereka (Brown et al., 2011; Bybee, 2010).

Semua ini masih bersifat spekulasi karena tidak ada cara untuk mengukur dengan jelas apa motif pembuat kebijakan dan bagaimana pertimbangan yang digunakan dalam menyusun dokumen kebijakan yang cocok dengan berbagai tujuan aksiologis pendidikan STEM. Tujuan aksiologis adalah titik awal untuk penyelidikan Filosofi STEM ke dalam pendidikan, hal ini menunjuk pada nilai-nilai yang melekat dan nilai umum sistem pendidikan yang menyediakan berbagai konstituen masyarakat. Apa yang ingin kami tekankan di sini adalah bahwa wacana kebijakan secara inheren berkaitan dengan tujuan aksiologis; oleh karena itu, sangat logis untuk mengasumsikan bahwa tujuan aksiologis akan sangat beragam dan berkembang dalam wacana seputar STEM . Tujuan aksiologis dalam kebijakan STEM berinteraksi dengan wacana lain yang ada dalam dokumen kebijakan, seperti klaim episemologis yang menentukan praktik pedagogis apa yang terbaik untuk pengajaran dan pembelajaran, seperti matematika dan sains, dan asumsi ontologis yang mengisyaratkan bagaimana Konsepsi mata pelajaran tersebut untuk membentuk cara mereka berpikir dan di gunakan dalam pendidikan. Memang, ada beberapa pengandaian internal untuk tujuan pendidikan ini, seperti konten STEM harus digunakan untuk apa, bagaimana STEM dan asumsi ontologis yang mengisyaratkan bagaimana konsepsi mata pelajaran tersebut secara fundamental membentuk cara mereka berpikir dan digunakan dalam pendidikan. Ada beberapa pengandaian internal untuk tujuan praktik dan pemikiran yang membentuk dunia modern. Konsep-konsep ini dapat di tempatkan dalam kategori filosofis ontologi, yang berusaha memahami dan mengajukan pertanyaan tentang struktur dasar dunia kita. Keyakinan yang mendasari tulisan ini adalah bahwa anggapan-anggapan ini harus di selidiki dengan cermat, tidak hanya untuk membantu dalam implementasi dan konseptualisasi reformasi kebijakan yang meyakinkan dalam pendidikan, tetapi juga dalam merefleksikan implikasi sosial yang di tunjukkan oleh upaya reformasi tersebut. Seperti di uraikan di atas, pendidikan STEM mengkomunikasikan perhatian dengan bidang konten yang saling berhubungan dengan kondisi kerja saat ini dan masa depan. Meskipun akronimnya cukup muda, penting untuk mempertanyakan usia sebenarnya dari pendidikan STEM dan untuk mempertimbangkan lintasan historis dalam kebijakan pendidikan di mana ia muncul. Seringkali di katakan bahwa pendidikan STEM, dimulai pada 1950-an atas reaksi AS terhadap peluncuran Sputnik oleh Soviet. Faktanya, penekanan pada konten pendidikan STEM terjadi lebih awal. Pada tahun 1940-an, insinyur Vannevar Bush percaya pada janji konten pendidikan STEM untuk memecahkan masalah dunia. Dia menulis pernyataan resmi kepada Presiden Eisenhower yang menyerukan struktur pendidikan untuk mempersiapkan ilmuwan masa depan bangsa, yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan National Science Foundation (Spring, 2010).

Selain tujuan social, seperti masalah kemiskinan dan lingkungan, percakapan awal juga berkaitan dengan isu pertahanan nasional ketika berakhirnya Perang Dunia II. Pada akhirnya, salah satu yang sangat menonjol adalah di luncurkannya Sputnik dan Perang Dingin. Pada tahun 1958, Kongres mengeluarkan Undang-Undang Pendidikan Pertahanan Nasional, yang memiliki penekanan khusus pada ilmu pengetahuan, matematika, dan pendidikan teknologi. Secara khusus, Presiden Eisenhower menekankan promosi karir STEM dan kemajuan pengajaran STEM (ibid). Perhatian terhadap STEM di Amerika Serikat dengan demikian di hasilkan terutama dari keprihatinan militeristik. Perhatian ini bergeser pada awal 1980-an, ketika Perang Dingin memudar dan kekhawatiran baru atas dominasi ekonomi oleh Jerman Barat dan Jepang muncul. Publikasi tahun 1983 A Nation at Risk menunjuk secara khusus pada kemajuan teknologi sebagai perhatian utama bagi vitalitas ekonomi AS. Sejak itu, percakapan STEM terus berpusat pada pelatihan tenaga kerja. Sebagai contoh, Tucker (2012), presiden National Center on Education and the Economy, berpendapat bahwa STEM adalah komponen kunci keamanan ekonomi AS dan mendukung guru STEM yang lebih kompeten untuk persiapan tenaga kerja STEM. Kritik kebijakan pendidikan STEM Perdebatkan terkait pondasi konten STEM oleh Wolfmeyer (2014) mendokumentasikan komitmen mendalam yang di miliki pendidikan matematika untuk pengembangan modal manusia, atau kualitas tak berwujud yang dapat di gunakan dalam bisnis. Tidak muda untuk kebijakan pendidikan STEM secara historis bercokol dengan tujuan nasionalistik militerisme dan keamanan ekonomi di AS. Dalam konteks pemerintahan neoliberal saat ini dan perusahaan multinasional, komitmen ini telah membawa perubahan yang lebih luas ke arah elit ekonomi dan kekuasaan global. Setelah meletakkan komitmen ini dan lintasan sejarah STEM, selanjutnya kami meninjau cara-cara untuk mengkritik kebijakan pendidikan untuk mengalihkan pada kebijakan pendidikan STEM. Kritik kebijakan pendidikan mencakup bidang-bidang yang saling terkait. Banyak kritik berpusat pada eksplorasi efisiensi kebijakan tertentu; yang lain berkonsentrasi untuk mengungkap prinsip- prinsip dasar yang keliru yang di gunakan untuk membenarkan keputusan kebijakan. Yang lain lagi mempertanyakan agenda rahasia di balik kebijakan, yang secara sengaja atau tidak sengaja berdampak negatif pada kelompok minoritas. Kebanyakan kritik kebijakan STEM sampai saat ini hanya berfokus pada yang pertama; niat kami adalah untuk mendorong percakapan melampaui efisiensi kebijakan ke arah prinsip-prinsip dasar dan agenda terselubungnya. Sebagian besar kritik terhadap efektivitas kebijakan mempertanyakan apakah kebijakan, sebagaimana di nyatakan, dapat mencapai tujuan yang di maksudkan. Misalnya, beberapa ahli berpendapat bahwa hanya ada perubahan “kosmetik” dalam pendidikan matematika tanpa perubahan nyata yang terjadi. Reys (2001) menegaskan bahwa alasan kurangnya perubahan dalam reformasi adalah sulitnya mengganti buku teks yang masih menjadi alat pengajaran utama di sekolah.

Kabupaten yang mengalami tekanan keuangan tidak memiliki dana yang diperlukan untuk mendapatkan sumber daya baru guna melengkapi pedoman yang di tentukan oleh kebijakan tertentu. Tanpa pendanaan, kebijakan menjadi retoris murni dan memiliki sedikit atau tidak ada pengaruh pada kehidupan sehari-hari guru dan siswa di kelas (Apple, 2003). Schoenfeld (2004) menyatakan bahwa Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM) dan rekomendasi standar kebijakan NSF tidak jelas dan di dukung oleh sedikit atau tidak ada bukti atau penelitian. Ini adalah contoh kritik tentang efisiensi yang tersebar luas di semua ujung perdebatan pendidikan. Persamaan antara kritik kebijakan pendidikan ini adalah bahwa mereka semua mengungkap masalah dengan cara kebijakan menentukan bagaimana perubahan akan terjadi. Berbicara lebih langsung ke keseluruhan STEM, sekelompok pakar pendidikan STEM menulis kertas putih kebijakan untuk Akademi Pendidikan Nasional (Kilpatrick, Quinn, dan Akademi Pendidikan Nasional, 2009). Argumennya mirip dengan yang di buat dalam spesifikasi pendidikan matematika: kebijakan nasional, negara bagian dan lokal yang berlaku tidak memiliki substansi untuk perubahan yang signifikan. Misalnya, sementara membayar gaji yang lebih tinggi kepada guru sains dan matematika adalah sesuatu yang mungkin berhasil, para sarjana ini berpendapat bahwa perubahan tersebut tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan perbaikan standar di tingkat nasional. Pembentukan argumentasi oleh akademisi telah selaras dengan kepentingan politik dan ekonomi lainnya (misalnya, industri penilaian) dalam mengantarkan standar nasional pada matematika dan sains (Wolfmeyer, 2014). Sekali lagi, kritik kebijakan ini terutama berpusat pada kemanjuran kebijakan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi dan militeristik di STEM. Sejauh ini hanya sedikit yang mengkritik kebijakan STEM pada istilah fundamentalnya. Pandangan mendasar dapat mencakup perspektif budaya, sosial, politik, dan filosofis. Stigler dan Hiebert (2004) mengungkapkan gagasan bahwa “implementasi tidak dapat berhasil kecuali di sertai dengan perubahan ideologis dan budaya di dalam sekolah”. Apa yang penulis hadapi ini adalah cara pendidikan STEM terkait dengan persepsi budaya kita tentang penggunaan dan nilai konten ini dalam masyarakat kita. Sebagai contoh pada matematika. Jika pendidik dan pembuat kebijakan percaya matematika adalah alat yang di perlukan untuk kemakmuran ekonomi untuk keuntungan individu dan nasional, mereka akan menekankan aspek utilitarian dari subjek dan mungkin mengabaikan keindahan bukti dan prosedur matematika, belum lagi disposisi kreatif dan imajinatif yang di perlukan untuk menikmati dan menjadi ahli matematika. Lebih lanjut, jika pendidik dan pembuat kebijakan belum mengalami kebahagiaan/kegembiraan yang di rasakan ahli matematika saat mencoba memecahkan masalah, mereka mungkin tidak menekankan pengalaman estetika semacam ini saat mengerjakan matematika. Oleh karena itu, pendidik dan pembuat kebijakan yang tidak menghargai keajaiban matematika atau melihatnya sebagai alat untuk tujuan ekonomi, akan menafsirkan dan menerapkan kebijakan

untuk mereformasi pendidikan matematika dengan cara yang mungkin berbeda dari yang awalnya dimaksudkan oleh para ahli teori dan peneliti yang telah membantu membentuk reformasi tersebut. Oleh karena itu, pekerjaan kami di sini melengkapi analisis kebijakan STEM lainnya dengan melampaui argumen yang terkait dengan inisiatif kebijakan yang efisien. Kami sedang mengembangkan analisis yang kuat yang mencerminkan kembali asumsi dan praduga fundamental dalam kebijakan yang, pada gilirannya, menggerakkan STEM ke depan sebagai ruang penuh harapan di mana guru dapat sepenuhnya terlibat. Perlu di catat bahwa perhatian pekerjaan kami pada metode filosofis sepenuhnya berada dalam semangat mengembangkan praktik pendidikan yang terinformasi. Filosofi STEM Bagian ini memberikan alasan mengapa filosofis inkuiri dapat membantu dalam memahami fenomena pendidikan. Seperti yang mulai kami sarankan di bagian sebelumnya, pekerjaan ini melengkapi pekerjaan kritik kebijakan yang berfokus pada efektivitas kebijakan. Metode filosofis adalah penerapan konsep filosofis ke wilayah studi tertentu. Ini mencakup perumusan pertanyaan, masalah dan solusi yang dapat di benarkan untuk ini. Itu tidak terjadi dengan mengumpulkan dan menganalisis data tentang pengalaman hidup, seperti halnya dengan berbagai bentuk penelitian empiris. Peneliti pendidikan telah menawarkan pendekatan kualitatif untuk lebih memahami seluk-beluk implementasi inisiatif STEM (misalnya, Lester, 2005; Schmidt, Wang, dan McKnight, 2005; Stigler dan Hiebert, 2004; Stone, 2002). Cendekiawan keadilan sosial mengkritik inisiatif STEM karena tidak menargetkan masalah ekuitas sosial yang tertanam secara retoris yang diadvokasi dalam wacana itu sendiri (misalnya, Apple, 1992; Gabbard, 2000; Martin, 2003; Wolfmeyer, 2014). Namun, sangat sedikit tulisan yang menargetkan asumsi Filosofi STEM yang melekat dalam kebijakan STEM itu sendiri, oleh karena dapat menyebabkan ketidakadilan sosial. Kami percaya ini adalah kesalahan besar karena matematika dan sains, pengetahuan dasar yang di butuhkan dalam teknologi dan teknik, keduanya tertanam kuat dalam perspektif sejarah, budaya, dan filosofis. Dengan kata lain, mereka yang memiliki perspektif kritis tentang pendidikan akan berhasil untuk mendalami kebijakan STEM , seperti yang kami harapkan di sini. Jika kita berharap untuk mengimbangi retorika neoliberal yang telah begitu meresap dalam wacana kebijakan pendidikan di Amerika Serikat, mungkin tempat terbaik untuk memulai adalah di tempat yang retorikanya terkuat. Penggunaan inkuiri filosofis di mulai dengan menggaris bawahi STEM sebagai wacana, sebuah konstruksi sosial yang di kembangkan sebagai respon terhadap berbagai peristiwa. Ada banyak studi yang di biayai untuk menyelidiki paket reformasi kebijakan dan wacana yang mengelilinginya (misalnya, Charalambous dan Phillippou, 2010; Dejarnette, 2012; Schmidt, 2012).

Penelitian ini dapat di kategorikan dalam dua agenda besar: upaya keadilan sosial untuk memahami bagaimana kelompok minoritas dapat di masukkan ke dalam “garis strategi” dan upaya pragmatis untuk memastikan distrik sekolah dan masyarakat memiliki sumber daya yang di perlukan untuk melaksanakan reformasi STEM. Agenda penelitian yang berbeda ini memang penting untuk upaya perbaikan guna meningkatkan tujuan individu dan nasional. Namun, Penelitian kebijakan pendidikan merupakan bidang studi yang tersebar luas, terutama mengingat tren terkini dalam evaluasi, penilaian, dan efisiensi. Karena tren ini, sebagian besar penelitian kebijakan di lakukan sebagai ” penelitian untuk “Kebijakan bukan” penelitian “(Cross, 2004). Riset untuk kebijakan dapat memiliki tujuan berikut: 1. untuk mempelajari proses implementasi kebijakan tertentu untuk menilai keefektifannya (misalnya, Honig, 2006) atau, 2. untuk menggunakan metode eksperimental atau observasi untuk tujuan merekomendasikan intervensi kebijakan tertentu (misalnya, Kilpatrick 2001; Radford, 2006). Meskipun ini adalah agenda penelitian yang berharga, asumsi tertentu tentang matematika dan sains sering kali tidak terbantahkan. Namun, asumsi yang di abaikan inilah yang menjadi dasar klaim epistemologis yang mendasari teori pedagogis tentang pembelajaran dan tujuan aksiologis yang menentukan untuk apa pendidikan STEM harus di gunakan. Kebijakan penelitian berusaha untuk memahami pesan eksplisit dan implisit yang tertanam dalam dokumen kebijakan, untuk meningkatkan, melalui kritik, tujuan kebijakan pendidikan secara keseluruhan. Analisis metadata sejauh ini sangat penting di lakukan oleh karena kompleksitas dan berbagai konteks di mana pendidikan di Amerika Serikat berada. Kebijakan, bagaimanapun, bukanlah entitas statis atau praktik perantara yang terkontrol, melainkan proses yang di perjuangkan oleh banyak pemangku kepentingan yang berbeda di semua tingkat pengembangan dan implementasi. Ozga (2004) berpendapat bahwa penelitian kebijakan adalah bidang penelitian yang belum berkembang, dan mendorong peneliti pendidikan untuk mengembangkan pendekatan metodologis dan interdisipliner yang ketat untuk menganalisis kebijakan. Sejalan dengan Ozga, Cross (2004) mendefinisikan kebijakan kebijakan sebagai kritik terhadap kebijakan itu sendiri sejauh ini merupakan komponen penting dari pekerjaan ilmiah yang di butuhkan dalam demokrasi negara. Ozga berpendapat bahwa penelitian kebijakan berkontribusi pada perlindungan negara demokrasi kita yang rapuh dengan meningkatkan kesadaran publik tentang kegiatan pemerintah. Selain itu, penelitian kebijakan memungkinkan munculnya refleksivitas yang memungkinkan peneliti mengajukan pertanyaan yang lebih kompleks tentang tujuan pendidikan, dan bagaimana tujuan tersebut dapat di capai secara komprehensif melalui inisiatif kebijakan. Akhirnya, hubungan antara asumsi tentang konten STEM (ontologi), klaim tentang praktik terbaik pengajaran konten STEM (epistemologi), dan tujuan reformasi kebijakan STEM aksiologi),

semuanya terkait satu sama lain dan harus di selidiki bagaimana hal ini. Hubungan di bahas dan di sajikan dalam teks kebijakan publik. Kesenjangan teoritis dalam praktik pedagogis matematika seperti yang di anjurkan oleh Standar dan Prinsip NCTM juga telah di kritik secara ketat melalui berbagai sudut pandang, termasuk memeriksa kelas, kognisi, dan masalah ras (Apple, 1992; Gutstein, 2008; Kelly, 2008; Martin , 2008). Beberapa ahli teori dan peneliti kritis berpendapat bahwa kebijakan pendidikan matematika telah di sederhanakan dan di sesuaikan hanya untuk melayani tujuan ekonomi neoliberal, yang bagi mereka antidemokrasi dan mengarah pada ketidakadilan sosial yang lazim di masyarakat AS (misalnya, Frankenstein, 1983; Gutstein, 2006; Skovsmose , 1994). Selain argumen yang menyerukan penekanan kebijakan pada kesetaraan yang lebih besar dalam pendidikan sains, ada peningkatan perhatian yang di berikan pada gagasan menempatkan pembelajaran sains ke dalam konteks sosial (misalnya, Kumar dan Chubin, 2000). Ini di sebut sebagai gerakan sains-teknologi-masyarakat (STS), tetapi beberapa menyarankan ini hanyalah permulaan. Hodson (2004) menyerukan kebijakan pendidikan sains yang mempolitisasi siswa untuk bertindak. Filsuf lain dari pendidikan sains memberikan kritik yang jelas terhadap kebijakan. Misalnya, Pierce (2012) menganggap peran pendidikan sains dalam era biokapitalis. Pada dasarnya, pendidikan sains mereduksi siswa pada sumber daya alam di mana investasi dapat di buat dan keuntungan dipetik. Dengan mengambil teori sosial, khususnya biokapitalisme Foucault, ia bergerak secara signifikan yang lebih sederhana tentang pengembangan modal manusia. Namun, pekerjaan ini beresonansi kuat dengan kritik pendidikan matematika (misalnya, Wolfmeyer, 2014). Karena tema-tema yang konsisten di seluruh sains, matematika, dan pendidikan teknologi ini muncul, kami menyaksikan kritik yang lebih luas terhadap pendidikan STEM. Perspektif Filosofi STEM yang kurang dalam penelitian pendidikan saat ini, terutama dalam hal ini penelitian kebijakan. Sarjana pendidikan yang berorientasi filosofis telah menegaskan bahwa semua penelitian pendidikan mengasumsikan komitmen filosofis (misalnya, Biesta, 2010; Bridges dan Smith, 2007; Holma, 2010; Phillips, 2007). Sementara pekerjaan telah di lakukan dengan memanfaatkan perspektif Filosofi STEM dalam matematika dan beasiswa pendidikan sains, sangat sedikit yang membahas ontology dan bahkan lebih sedikit lagi yang menganalisis kebijakan pendidikan. Penyelidikan ontologis dalam pendidikan perlahan-lahan mendapatkan momentum (misalnya, Brown, 2010; Cobb et al., 1992; Restivo, Bendegam, dan Fischer, 1993). Namun, dengan pengecualian beberapa sarjana (misalnya, Bosse, 2006), sangat sedikit pekerjaan yang menganalisis kebijakan secara khusus untuk komitmen ontologisnya. Dengan mempertanyakan konseptualisasi yang mendasari konten STEM (matematika dan sains, teknologi, dan teknik) itu sendiri, asumsi ontologisnya, penelitian kebijakan dapat memberikan model deskriptif yang kaya dari kebijakan pendidikan STEM.

Model semacam itu memberikan kerangka kerja yang lebih komprehensif untuk mengkritik kebijakan reformasi serta menyarankan kebijakan alternatif. Dengan memasukkan kerangka teori Filosofi STEM untuk menyelidiki asumsi ontologis, pendidikan STEM dapat menempatkan sifat konten STEM, peneliti dan ahli teori mungkin dapat mengajukan pertanyaan yang lebih kompleks tentang cara STEM sebagai disiplin dan sebagai pelajaran sekolah, dapat mempengaruhi nilai-nilai normative masyarakat dan tujuan pendidikan politik yang mengadopsinya. Mencari hubungan antara filsafat, STEM, dan pendidikan mengasumsikan bahwa filsafat memiliki tempat yang selayaknya dalam pendidikan. Asumsi ini dibenarkan, tidak hanya untuk pendidikan dalam arti luas, tetapi terutama untuk STEM , dan terutama matematika, karena studi matematika telah terjalin dengan filsafat yang tepat sejak zaman Yunani kuno. Di Yunani, matematika di anggap sebagai bidang keahlian yang di perlukan sebelum studi filsafat. Di era modern, tokoh penting dalam filsafat, seperti Charles Peirce, berpendapat bahwa sifat intrinsik pemikiran matematika mirip dengan penyelidikan filosofis (Campos, 2010). Banyak filsuf besar tradisi filsafat barat, seperti Immanuel Kant, Baruch Spinoza, dan Ludwig Wittgenstein, telah menggunakan matematika sebagai contoh untuk memahami batas-batas pengetahuan manusia. Memang, ada bidang filosofis terpisah yang di kenal sebagai filsafat matematika, filsafat ilmu, dan filsafat teknologi. Filsuf sains terkenal termasuk Karl Popper, Thomas Kuhn, Paul Feyerabend, dan Karen Barad. Seiring waktu, bidang ini telah melibatkan gagasan metode ilmiah, awalnya mendukungnya sebagai metode untuk studi objektif, dan baru-baru ini dalam memahami konstruksi pengetahuan ilmiah yang tertanam dalam konteks budaya dan politik. Sementara disiplin ilmu filsafat matematika dan sains telah menjadi latar belakang dalam dialog filosofis populer, disiplin filsafat pendidikan terus mempertahankan pengaruhnya yang kecil namun penting pada wacana pendidikan. Ini mungkin karena pendidikan, terutama di Amerika Serikat abad ke-21, telah menjadi sangat terlihat oleh publik. Namun, dengan semua liputan media tentang pendidikan publik, wacana yang dominan masih dominan berkaitan dengan sarana langsung dan tujuan pendidikan, seperti bagaimana cara terbaik untuk menerapkan kebijakan tertentu dan jenis kebijakan apa yang paling di butuhkan untuk memberikan dampak yang paling baik. untuk jumlah orang Amerika terbesar. Dengan demikian, tampaknya baik filosofi konten STEM maupun filosofi pendidikan tidak berdampak langsung pada upaya reformasi kebijakan. Namun, Wacana-wacana ini memiliki peran penting dalam mengkritisi upaya reformasi dan menawarkan alternatif. Peran ini dapat lebih di tingkatkan dengan memberikan jembatan teoritis antara wacana filsafat matematika dan sains dan filsafat pendidikan dengan pendidikan STEM. Dalam beberapa paragraph berikutnya, kami akan meninjau secara singkat Filosofi STEM khususnya untuk matematika dan sains dan cara awal penerapannya pada pendidikan sains dan pendidikan matematika.

Di mulai dengan matematika, ada upaya yang sangat baik untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara filsafat, pendidikan, dan matematika (Ernest, 1994, 2004; Steiner, 1987). Ada berbagai macam pendekatan. Skema pertama memiliki dukungan populer karena kutipan yang sering dikutip ini dapat membuktikan: “Semua pedagogi matematika, bahkan jika hampir tidak koheren, bertumpu pada filosofi matematika” (Thom, 1973, hal 204). Dalam skema ini semua teori pembelajaran dalam pendidikan bertumpu pada asumsi Filosofi STEM meskipun dapat terikat oleh agenda politik serta pandangan normatif sosial / budaya. Di sini, asumsi epistemik serta ontologis adalah dasar untuk berpikir tentang teori belajar mengajar terbaik untuk pendidikan matematika. Sementara kami segera tertarik pada skema ini sebagai pesaing keyakinan kami untuk penelitian kebijakan pendidikan matematika (dan STEM ), kami tidak yakin sejauh mana kategori filosofis di gunakan. Karena penekanan di sini hanya pada filsafat matematika yang berkaitan dengan pendidikan, wacana aksiologis kunci mungkin terabaikan. Skema kedua dalam filsafat pendidikan matematika berlabuh sendiri dalam masalah politik/etika dalam pendidikan, yang sangat menarik ketika berhubungan dengan matematika; Namun, dengan melakukan ini dapat membutakan dirinya sendiri terhadap masalah lain, seperti kognisi pengetahuan abstrak dan pengalaman estetika yang sering di kaitkan dengan pembelajaran matematika (misalnya, Crannell, 2009; Sinclair, 2001). Dalam skema ini, penekanannya pada masalah politik dan etika dalam pendidikan, dan bagaimana ini mengubah konteks pendidikan matematika. Jika kita berasumsi, bahwa matematika adalah bidang yang melekat dengan agenda politik eksplisit maupun implisit, masuk akal untuk mengambil sikap kritis pada pendidikannya dan memulai kritik kami dalam filsafat perspektif pendidikan yang berkaitan dengan matematika. Menuju Filsafat Kritis, Pendidikan Matematika meletakkan kerangka kerja yang sangat baik untuk berpikir secara filosofis tentang tujuan dan sarana pendidikan matematika yang harus mengenali dan melayani, yang baginya selalu bersifat politis. Menjadi ahli teori kritis, Skovsmose berpendapat bahwa hubungan kekuasaan melekat dalam matematika dan dengan demikian pendidikannya harus melayani dimensi etika dan politik warga negara yang bekerja menuju demokrasi yang bebas dan adil. Perspektif yang lebih kompleks dari filsafat pendidikan matematika, yang tidak hanya memotong dan menempelkan pandangan tertentu dari filsafat pendidikan ke dalam pendidikan matematika, berasal dari Peter Ernest (2004). Dia menyarankan agar kita melihat filosofi matematika pendidikan bukan sebagai posisi tunggal, tetapi sebagai “wilayah investigasi”. Secara tradisional, penelitian dalam pendidikan di fokuskan pada praktik pengajaran dan pembelajaran matematika, seperti teori kognitif apa yang paling sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dan jenis organisasi kelas apa yang paling memfasilitasi pembelajaran matematika? Penyelidikan Filosofi STEM ke dalam bidang penelitian tradisional ini relevan, dan banyak sarjana (misalnya, Cobb et al., 1992) telah melakukan penelitian yang berguna, namun ranah masyarakat yang lebih luas telah di biarkan tidak dianalisis.

Analisis Filosofi STEM dapat di gunakan untuk mengungkap implikasi yang lebih luas dari kebijakan pendidikan matematika. Dengan mempelajari keterkaitan melalui metanaratif, serta melalui pandangan microlevel dan bisectional. Filsafat pendidikan sains juga merupakan bidang studi yang muncul, meskipun mungkin sedikit kurang berkembang (misalnya, ada jurnal tentang filsafat pendidikan matematika tetapi tidak serupa untuk sains). Upaya telah di lakukan untuk mempertimbangkan hubungan pendidikan sains dengan filsafat sains, seperti dalam Burbules dan Linn (1991). Seperti halnya pendidikan matematika, ada beberapa sarjana yang menggunakan metode filosofis untuk memajukan pengajaran sains. Kubli (2010) mengartikulasikan perlunya filsafat pendidikan sains yang berakar terutama pada klaim epistemologis yang berkaitan dengan metode pengajaran. Demikian pula, Burgh dan Nichols (2012) menghubungkan inkuiri ilmiah dengan inkuiri filosofis sebagai sarana untuk mendukung pedagogi sains. Karya-karya ini menyajikan pendidikan sains dengan sedikit kaitannya dengan konteks politik dan ekonomi, tetapi ada sarjana pendidikan sains yang mengaitkan ide-ide filosofis saat mereka bergerak lebih dari mendeskripsikan pedagogi yang ada di ruang hampa. Misalnya, banyak sarjana berpendapat untuk di masukkannya masalah sosiologi dalam pendidikan sains, sebuah konsep yang terkait dengan STS. Dengan sendirinya, pekerjaan ini di dasarkan pada filosofi, terutama pendirian aksiologis untuk tujuan pendidikan. Selain itu, beberapa karya secara eksplisit mengaitkan argumentasi ini dengan landasan Filosofi STEM . Misalnya, Blades (2006) menjelaskan bagaimana etika, salah satu cabang filsafat, dapat mendukung pendidikan sains yang berfokus pada STS. Dalam tinjauan singkat Filosofi STEM khsusnya matematika dan pendidikan sains, kami menyarankan bahwa relevansi filosofi dengan sains dan pendidikan matematika sudah di artikulasikan dengan baik, dan dalam melakukan ini memotivasi dan membenarkan penyelidikan filosofis kami ke dalam pendidikan STEM.

Mengapa STEM penting? HermanAnis.com – Tulisan kita kali ini akan membahas tentang Mengapa STEM penting? STEM adalah pendekatan pembelajaran dan pengembangan yang mengintegrasikan bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. Mengapa STEM penting? Kebutuhan lulusan dengan kualifikasi dan keterampilan STEM yang cendrung meningkat dan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan diversifikasi peran pekerjaan.

Hal ini belum sepenuhnya didukung oleh pembelajaran di sekolah-sekolah ataupun di perguruan tinggi, sebagian besar peserta didik belum dibelajarkan dengan ataupun merencanakan karir melalui pembelajaran ini. Pekerjaan saat ini menghilang karena otomatisasi dan pekerjaan baru bermunculan setiap hari sebagai akibat dari kemajuan teknologi. Kemajuan berkelanjutan dalam teknologi mengubah cara peserta didik belajar, terhubung, dan berinteraksi setiap hari. Saat ini, 75 persen pekerjaan di industri yang tumbuh cepat membutuhkan pekerja dengan keterampilan STEM. Untuk menjadi kompetitif, tenaga kerja harus dapat beradaptasi dengan tempat kerja yang terus berubah. Pembelajaran ini memberdayakan individu dengan keterampilan untuk sukses dan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah. Yang lebih memprihatinkan adalah 60 persen kaum muda sedang belajar untuk pekerjaan yang tidak akan ada lagi karena terpengaruh oleh otomatisasi dalam 10 hingga 15 tahun mendatang. Para penyedia lapangan pekerjaan umumnya mencari pekerja yang memiliki: • Keterampilan analitis – Menganalisis dan menafsirkan informasi serta menilai tindakan terbaik. • Keterampilen ilmiah – Menguraikan konsep dan sistem ilmiah yang kompleks. • Keterampilan matematika – Mengumpulkan dan menganalisis data secara akurat. Menerapkan persamaan sederhana dan kompleks untuk menyelesaikan masalah. • Keterampilan teknis – Pemecahan masalah dan debugging sistem teknologi yang kompleks atau memperbaiki mesin. Selain itu, jika dilihat dari bagaimana pembelajaran ini diterapkan dalam pembelajaran. Penerapan Di samping memperoleh kualifikasi, mempelajarinya juga dapat memberikan keterampilan untuk bersaing di pasar kerja saat ini seperti: • problem solving • creativity • critical analysis • teamwork • independent thinking • initiative • communication • digital literacy. Pekerjaan masa depan membutuhkan keterampilan dasar yang kuat dalam sains dan matematika. Memilih mata pelajaran ini sebagai bagian dari WACE yang dapat membuka pintu ke karier yang menarik dan berkembang. Melalui pembelajaran ini kaum muda dapat memecahkan masalah dunia nyata dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan setiap perubahan yang ada.

Bagaimana Implementasi STEM dalam Pembelajaran? HermanAnis.com – Terdapat banyak pandangan terkait dengan pendidikan STEM (English, 2017; Sanders, 2008). Pembahasan dalam tulisan ini akan berfokus pada elemen kunci pendidikan STEM, pendekatan untuk pendidikan STEM terintegrasi, kegiatan STEM dan ekstrakurikuler, dan sekolah STEM yang berfokus untuk menjawab bagaimana Implementasi STEM dalam Pembelajaran? Pada beberapa kasus, STEM di deskripsikan sebagai 4 bidang disiplin ilmu yang saling terintegrasi. Pendekatan STEM dideskripsikan sebagai cara mengajar yang mengintegrasikan empat bidang ilmu dengan membuat tautan terhadap pengalaman belajar dan dunia nyata. Bentuk integrasi ini dapat bervariasi, karena Implementasi STEM dalam Pembelajaran tidak selalu harus melibatkan keempat disiplin ilmu. Pendidikan STEM tidak menggantikan kurikulum atau standar pendidikan yang ada saat ini. Sebagai contoh, di Australia, tidak ada kurikulum teknik khusus, meskipun konsep teknik dapat di temukan pada kurikulum atau mata pelajaran lainnya.

Elemen kunci pendidikan STEM Elemen kunci pendidikan STEM adalah; 1. Memungkinkan siswa untuk terlibat dalam tantangan belajar yang otentik, aktif, dan bermakna. Contohnya: pembelajaran berbasis inkuiri, dan pemecahan masalah yang memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi masalah sendiri. 2. Memungkinkan siswa untuk mempraktikkan keterampilan dan pengetahuan yang mereka pelajari dengan cara yang otentik. Siswa dapat menerapkan pembelajarannya di luar kelas. 3. Termasuk pengalaman belajar yang di rencanakan berdasarkan pengetahuan teori pembelajaran, pendekatan pedagogis, dan penelitian dalam pendidikan. Pengajaran di dasarkan pada praktik berbasis bukti. 4. Mengambil pendekatan seluruh sekolah dengan melibatkan semua siswa dan pendidik. Sukses membutuhkan dukungan dari guru, administrator, dan siswa. 5. Menggunakan kemitraan dengan organisasi eksternal, industri, universitas, dan asosiasi untuk memberikan pengalaman STEM berkualitas tinggi bagi siswa. Melalui kemitraan, siswa dapat mengakses mentor dan sumber daya jika tidak tersedia. 6. Berfokus pada hasil untuk siswa. Hal ini fokus pada apa yang siswa akan peroleh dari pengalaman belajar, daripada konten atau penilaian yang terlibat. Setelah ini diputuskan, maka guru dapat membuat koneksi ke penilaian (Sanders, 2012) dan kurikulum di berbagai bidang ilmu. Fokusnya di sini bukan pada pengetahuan konten STEM, melainkan pendekatan pengajaran. Di sinilah praktik STEM berguna, karena mereka berfokus pada praktik yang mendukung STEM dan memungkinkan guru untuk memulai dengan pengalaman siswanya untuk membawa STEM ke dalam kelas. Pendekatan Terintegrasi Mengambil pendekatan terintegrasi lebih jauh, STEM dapat di integrasikan dengan bidang studi lain seperti seni, bahasa dan ilmu sosial. Ini di sebut sebagai STEAM (sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika). Implementasi STEM dalam Pembelajaran, harus melibatkan, menghubungkan dan menggabungkan setidaknya dua atau lebih bidang disiplin STEM. Bergantung pada tingkat dan derajat integrasi, pendekatan tersebut dapat meningkat dalam kompleksitas. Salah satu tujuan pendidikan STEM terintegrasi adalah untuk menunjukkan bagaimana STEM dapat di terapkan dalam kehidupan nyata, daripada bagaimana STEM di pisahkan menjadi pengetahuan konten disipliner. Mempertimbangkan konteksnya penting untuk menjaga keaslian konten. Menggunakan contoh teknologi, Sanders (2008) berpendapat bahwa proyek yang berfokus pada teknologi tidak dapat dipisahkan dari konteksnya tanpa kehilangan keaslian.. Sifat pendekatan terintegrasi bervariasi tergantung pada struktur pendidikan STEM di sekolah. Misalnya, di sekolah dasar, integrasi dapat terjadi sepanjang hari sekolah. Di sekolah menengah, ini mungkin perlu di lakukan di berbagai kelas mata pelajaran dan selama beberapa pelajaran. Ini mungkin melibatkan pendekatan seluruh sekolah, atau hanya terjadi di beberapa kelas.

Semua pendekatan ini melibatkan sumber daya, pertimbangan, kerangka waktu, tantangan, dan peluang yang berbeda. Guru merasa lebih sulit untuk menerapkan pendekatan terintegrasi di sekolah menengah daripada di sekolah dasar. Keuntungan dari pendidikan STEM terintegrasi meliputi: 1. Meningkatnya minat siswa dalam karir terkait. Meningkatnya minat terhadap STEM juga dapat meningkatkan motivasi dan minat siswa untuk melanjutkan pendidikan STEM. 2. Peningkatan hasil belajar dan prestasi dalam mata pelajaran STEM. 3. Mahasiswa mampu melihat dan memahami keterkaitan antar bidang disiplin ilmu, daripada melihat setiap bidang disiplin secara individual dan terpisah satu sama lain. 4. Siswa dapat melihat bagaimana STEM diterapkan di dunia, yang menambah makna pada apa yang diajarkan di kelas. Mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang masalah dunia nyata dan bagaimana menyelesaikannya. 5. Siswa dapat memahami bagaimana pengetahuan di setiap disiplin digabungkan dalam karir yang berbeda. Tantangan Implementasi STEM dalam Pembelajaran Tantangan Implementasi STEM dalam Pembelajaran: 1. Waktu yang di butuhkan guru untuk mempelajari pendekatan pedagogis yang berbeda. 2. Menerapkan STEM di semua tingkat sekolah. 3. Menghambat hasil belajar. 4. Masalah terkait pemisahan pengetahuan dan penilaian konten. 5. Masalah dalam menemukan keseimbangan antara semua bidang disiplin. Beberapa menyarankan bahwa pendekatan terintegrasi berarti fokus pada setiap bidang disiplin ilmu bisa hilang. Matematika dan teknik sering di abaikan sementara teknologi menjadi lebih menonjol. Implementasi STEM dalam Pembelajaran membutuhkan cara baru untuk mengajarkan STEM, yang berarti menemukan waktu dan sumber daya. Bagaimana STEM di implementasikan juga

akan bergantung pada bagaimana guru memandang pendekatan baru serta dukungan dari administrator sekolah. Akan lebih mungkin berhasil jika ada pendekatan strategis untuk implementasi. Tingkat tahun yang berbeda menghadapi tantangan yang berbeda. Pendekatan terintegrasi untuk mengajar STEM di tahun-tahun yang lebih muda tampak lebih mudah, karena tingkat tahun yang lebih tinggi lebih di batasi oleh penilaian standar, batasan struktural di sekolah, dan masalah kolaborasi di antara guru. Guru di sekolah dasar juga memiliki lebih banyak kesempatan untuk menerapkan pendekatan terintegrasi karena mereka bisa lebih fleksibel dan tidak mengajar di bidang mata pelajaran yang terisolasi. Pendekatan lain diperlukan agar sesuai dengan siswa di tingkat sekolah yang lebih tinggi. Pendidikan STEM terintegrasi mengambil bentuk berbeda di sekolah. Saat ini sedang dan dalam program pengayaan dan penjangkauan. Pendekatan ini biasanya didasarkan pada pendekatan konstruktivis untuk belajar, menggunakan penelitian dari ilmu kognitif. Ini umumnya menggabungkan pendekatan berbasis masalah, pendekatan berbasis proyek, atau pendekatan berbasis penyelidikan untuk pembelajaran, yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan mencapai pemahaman mereka sendiri dan memecahkan masalah mereka sendiri. Implementasi STEM dalam Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek melibatkan siswa yang menyelidiki masalah, pertanyaan, atau tantangan tertentu untuk jangka waktu yang lama. Ini sering kali dalam bentuk tantangan desain. Fitur utama termasuk siswa yang terlibat dengan masalah otentik di mana siswa dapat membuat koneksi ke konteks dunia nyata dan menerapkan konsep yang mereka pelajari. Ada keuntungan dan kerugian dari pendekatan berbasis proyek. Manfaat pembelajaran berbasis Projek meliputi: 1. Peningkatan pemahaman siswa tentang koneksi antar bidang disiplin. 2. Peningkatan kinerja dalam aktivitas STEM

3. Persepsi yang lebih baik tentang karir dan disiplin STEM. Pendidikan berbasis proyek juga memiliki manfaat di luar STEM. Siswa merasa bahwa apa yang telah mereka pelajari dapat diterapkan pada bidang disiplin lain dan mereka mulai melihat pelajaran STEM sebagai pengembangan keterampilan, bukan hanya pengetahuan konten. Dengan pembelajaran ini, keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa dapat meningkat (Fan dan Yu, 2017), begitu pula kreativitasnya. Dalam pelaksnaannya umumnya guru akan mengalami kesulitan dalam-membuat hubungan antara bidang-bidang ilmu selama pembelajaran. Dengan pembelajaran Proyek hal tersebut dapat di atasi. Telah terbukti bahwa pembelajaran STEM berbasis proyek sangat membantu guru dalam pembelajaran. Implementasi STEM dalam Pembelajaran Berbasis Inkuiri Pendekatan berbasis inkuiri memicu siswa untuk mengajukan masalah, gagasan, atau pertanyaan untuk di selidiki, serta menyajikannya dengan sebuah kegiatan untuk di selesaikan. Hal ini dapat meningkatkan minat mahasiswa/siswa dalam melakukan penyelidikan dan pembelajaran. Pertanyaan dan kreativitas adalah kunci dari pendekatan ini, dan hal terpenting adalah kegiatan praktik langsung. Manfaat pendekatan berbasis Inkuiri diantaranya adalah untuk menghasilkan: 1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam mata pelajaran STEM. 2. Peningkaten sikap positif tentang karir STEM dan STEM. 3. Peningkatan pemahaman tentang bagaimana aktivitas STEM yang di terapkan dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Implementasi STEM dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa bekerja untuk memecahkan masalah terbuka. Ini biasanya merupakan masalah yang siswa hubungkan dalam kehidupan nyata. Hal ini bertujuan untuk menantang mereka untuk berpikir secara berbeda dalam menemukan solusi (English dan Mousoulides, 2015). Komponen penting dari pembelajaran berbasis masalah adalah memastikan bahwa masalah memiliki banyak solusi yang dapat di tentukan melalui pemikiran kreatif dan kritis (English dan Mousoulides, 2015). Siswa memiliki kesempatan untuk merancang, membuat, dan menguji solusi mereka, serta mendesain (English and King, 2015). Beberapa guru merasa pendekatan berbasis masalah tidak akan berhasil di kelas karena setiap kelas akan cenderung mempelajari mata pelajaran tertentu, organisasi sekolah, dan praktik pedagogis yang berubah (Asghar, Ellington, Rice, Johnson dan Prime, 2012). Sementara, yang lain merasa di batasi oleh pengujian standar yang sifatnya spesifik (Asghar dkk., 2012). Kegiatan ekstra kurikuler STEM Pengalaman STEM mungkin juga tersedia bagi siswa melalui kompetisi, “klub” sekolah, atau program liburan. Kompetisi STEM biasanya melibatkan tantangan berbasis desain, di mana siswa bersaing untuk memecahkan masalah.

Klub sekolah biasanya di adakan pada waktu makan siang atau setelah sekolah, dan merupakan tambahan pada kurikulum sekolah. Program liburan melibatkan siswa yang menghadiri program intensif yang berfokus pada proyek STEM selama beberapa hari di luar program berbasis sekolah. Pendekatan ini juga memasukkan program pengayaan dan penjangkauan STEM , karena organisasi dan lembaga eksternal menyelenggarakan banyak program. Manfaat bagi siswa meliputi: • Meningkatnya minat dalam karir STEM • Peningkaten kinerja dalam mata pelajaran STEM • Peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep STEM • Peningkaten disposisi STEM • Peningkatan kemungkinan mempelajari STEM setelah sekolah menengah (Sahin, 2013). Ini meningkat setelah keikutsertaan dalam kegiatan ekstra kurikuler. Namun, ada batasannya. Terlepas dari manfaatnya, dalam satu program sikap siswa terhadap disiplin STEM tidak serta merta meningkat (Moreno dkk., 2016). Gagalnya Implementasi STEM dalam Pembelajaran dapat di sebabkan kurangnya pengetahuan STEM, kepercayaan diri, dan kemanjuran diri dalam mengajar STEM bagi mereka yang melaksanakan program (Barker dkk., 2014). Kurangnya pengetahuan STEM dapat mempersulit pemimpin program untuk memahami kesulitan kegiatan, dan menyesuaikan kegiatan dengan usia siswa (Barker dkk., 2014). Karena program seperti ini biasanya di sediakan oleh penyedia eksternal, akses ke program tersebut untuk siswa yang kurang beruntung mungkin dibatasi. Sekolah STEM Sekolah STEM memiliki fokus khusus pada pendidikan STEM dan bidang disiplin STEM. Di Amerika Serikat, sekolah STEM inklusif berfokus pada penargetan siswa yang kurang terwakili di STEM. Sekolah-sekolah ini bertujuan untuk mengubah profil profesional STEM, dan mendorong siswa untuk mengembangkan sikap positif terhadap pendidikan STEM. Sekolah STEM melakukan ini dengan menyediakan kurikulum STEM tingkat tinggi yang di ajarkan oleh guru yang ahli di bidang disiplin STEM, dan membuat hubungan dengan industri melalui magang. Siswa sering memiliki kesempatan untuk mengikuti kursus untuk mempersiapkan mereka ke perguruan tinggi dengan akses ke pelajaran STEM yang praktis, dunia nyata, menarik. Seperti pendidikan STEM , ada beberapa pandangan tentang apa yang harus di lakukan sekolah STEM. Fitur utama sekolah berciri STEM Lafore, 2016 mengidentifikasi fitur utama yang menjadi fokus sekolah menengah STEM: 1. Sifat pengalaman belajar dan pedagogi. Memasukkan tautan ke-keterampilan kehidupan nyata. 2. Komunitas. 3. Karir. 4. Pertimbangan seputar faktor kepegawaian dan sekolah.

Pengetahuan disiplin tidak menjadi pertimbangan dalam elemen-elemen ini (Laforce dkk., 2016). Ini menunjukkan bahwa yang penting bukanlah kontennya, tetapi kombinasi pendekatan pedagogis, kemitraan, dan fokus pada koneksi kehidupan nyata. Fitur utama lain dari sekolah STEM adalah mereka memotivasi siswa untuk bekerja sama, memungkinkan siswa untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka, memberikan kesempatan untuk berkembang penalaran, pertanyaan, dan argumentasi, dan pendekatan berbasis penyelidikan. Elemen umum di semua fitur ini adalah fokus pada siswa, dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan, bukan pengetahuan konten. Ada bukti berbeda tentang dampak sekolah STEM. Beberapa menyarankan bahwa siswa yang menghadiri sekolah STEM berkinerja lebih baik daripada mereka yang tidak.

Standar Guru Profesional dalam Pembelajaran STEM HermanAnis.com – Standar Guru Profesional dalam pembelajaran STEM terdapat 7 standar. Berikut deskripsi ke tujuh standar tersebut. Teacher Standard 1. Set high expectations which inspire, motivate and challenge pupils Standar Guru STEM 1. Tetapkan harapan tinggi yang menginspirasi, memotivasi, dan menantang siswa • menetapkan ekspektasi tinggi yang menginspirasi, memotivasi dan menantang siswa • membangun lingkungan yang aman dan merangsang bagi murid, berakar pada rasa saling menghormati • menetapkan tujuan yang memperluas dan menantang siswa dari semua latar belakang, kemampuan dan disposisi • mendemonstrasikan secara konsisten sikap, nilai dan perilaku positif yang di harapkan dari siswa

Standar Guru STEM 2. Promote good progress and outcomes by pupils Standar Guru STEM 2. Mempromosikan pencapaian dan hasil yang baik dari siswa • bertanggung jawab atas pencapaian, kemajuan dan hasil siswa • sadar akan kemampuan siswa dan pengetahuan mereka sebelumnya, dan rencanakan pengajaran untuk mengembangkannya • membimbing siswa untuk merefleksikan kemajuan yang telah mereka buat dan kebutuhan mereka yang muncul • mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana hal ini berdampak pada pengajaran • mendorong siswa untuk mengambil sikap bertanggung jawab dan teliti terhadap pekerjaan dan belajar mereka sendiri Teacher Standard 3. Demonstrate good subject and curriculum knowledge Standar Guru STEM 3. Menunjukkan mata pelajaran dan pengetahuan kurikulum yang baik • memiliki pengetahuan yang aman tentang mata pelajaran yang relevan dan bidang kurikulum, membina dan memelihara minat siswa dalam mata pelajaran, dan mengatasi kesalahpahaman menyadari kemampuan siswa dan pengetahuan mereka sebelumnya, dan merencanakan pengajaran untuk membangun ini • mendemonstrasikan pemahaman kritis tentang perkembangan mata pelajaran dan bidang kurikulum, dan mempromosikan nilai beasiswa • menampilkan pemahaman dan tanggung jawab untuk mempromosikan standar tinggi keaksaraan, artikulasi dan penggunaan yang benar dari bahasa Inggris standar, apapun mata pelajaran spesialis guru Standar Guru STEM 4. Plan and teach well-structured lessons Standar Guru STEM 4. Rencanakan dan ajarkan pelajaran yang terstruktur dengan baik • memberikan pengetahuan dan mengembangkan pemahaman melalui penggunaan waktu pelajaran yang efektif • mempromosikan kecintaan belajar dan keingintahuan intelektual anak-anak • menetapkan pekerjaan rumah dan merencanakan kegiatan di luar kelas lainnya untuk mengkonsolidasikan dan memperluas pengetahuan dan pemahaman yang telah di peroleh siswa • merefleksikan secara sistematis keefektifan pelajaran dan pendekatan pengajaran • berkontribusi pada desain dan penyediaan kurikulum yang menarik dalam bidang subjek yang relevan

Teacher Standard 5. Adapt teaching to respond to the strengths and needs of all pupils Standar Guru STEM 5. Sesuaikan pengajaran untuk memfasilitasi kelebihan dan kebutuhan semua siswa • mengetahui kapan dan bagaimana membedakan dengan tepat, menggunakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk di ajar secara efektif • memiliki pemahaman yang aman tentang bagaimana berbagai faktor dapat menghambat kemampuan siswa untuk belajar, dan cara terbaik untuk mengatasinya • mendemonstrasikan kesadaran akan perkembangan fisik, sosial dan intelektual anak, dan mengetahui bagaimana menyesuaikan pengajaran untuk mendukung pendidikan murid pada berbagai tahap perkembangan • memiliki pemahaman yang jelas tentang kebutuhan semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus; berkemampuan tinggi; mereka dengan bahasa Inggris sebagai bahasa tambahan; mereka yang cacat; dan mampu menggunakan dan mengevaluasi pendekatan pengajaran yang berbeda untuk melibatkan dan mendukung mereka Standar Guru STEM 6. Make accurate and productive use of assessment Standar Guru STEM 6. Manfaatkan penilaian secara akurat dan produktif • mengetahui dan memahami cara menilai mata pelajaran dan bidang kurikulum yang relevan, termasuk persyaratan penilaian menurut undang-undang • memanfaatkan penilaian formatif dan sumatif untuk mengamankan kemajuan siswa • menggunakan data yang relevan untuk memantau kemajuan, menetapkan target, dan merencanakan pelajaran selanjutnya • memberikan umpan balik yang teratur kepada murid, baik secara lisan maupun melalui penilaian yang akurat, dan doronglah murid untuk menanggapi umpan balik tersebut Teacher Standard 7. Manage behaviour effectively to ensure a good and safe learning environment Standar Guru STEM 7. Kelola perilaku secara efektif untuk memastikan lingkungan belajar yang baik dan aman • menerapkan aturan dan rutinitas yang jelas untuk perilaku di kelas, dan bertanggung jawab untuk mempromosikan perilaku yang baik dan sopan baik di kelas dan di sekitar sekolah, sesuai dengan kebijakan perilaku sekolah • memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap perilaku, dan menetapkan kerangka kerja disiplin dengan berbagai strategi, menggunakan pujian, sanksi dan penghargaan secara konsisten dan adil • mengelola kelas secara efektif, menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan siswa untuk melibatkan dan memotivasi mereka • memelihara hubungan yang baik dengan murid, menjalankan otoritas yang sesuai, dan bertindak tegas bila perlu

Guru STEM Standar 1 – Standar Guru Profesional dalam Pembelajaran STEM HermanAnis.com – Guru STEM Standar 1, merupakan standar yang memberikan uraian tentang standar guru profesional dalam pendidikan STEM. Guru STEM Standar 1. Tetapkan harapan tinggi yang menginspirasi, memotivasi, dan menantang siswa. • menetapkan ekspektasi tinggi yang menginspirasi, memotivasi dan menantang siswa • membangun lingkungan yang aman dan merangsang bagi murid, berakar pada rasa saling menghormati • menetapkan tujuan yang memperluas dan menantang siswa dari semua latar belakang, kemampuan dan disposisi • mendemonstrasikan secara konsisten sikap, nilai dan perilaku positif yang di harapkan dari siswa Penerapan Standar 1 di dalam Kelas Guru STEM Standar 1 – Tabel ini memberikan gambaran tentang jenis kegiatan yang dapat Anda lakukan di sekolah. Ini hanyalah saran, anda dapat menjadikan ini sebagai referensi, mengambil sebagian, atau semuanya, ataupun mengembangkannya dalam Standar Guru STEM, Standar 1. No Seperti apa ini di dalam kelas Bukti yang dapat Anda kumpulkan Pasang poster aturan di dalam kelas/lab Anda. Pastikan Anda menerapkan aturan yang jelas tentang keamanan di dalam kelas. Perlihatkan sertifikat untuk menunjukkan 1 bahwa Anda telah menyelesaikan pelatihan Tegas dan lawan setiap perilaku yang mendukung sistem keamanan di kelas penindasan apa pun di kelas Anda. anda. Semua diskusi yang berkaitan dengan kejadian

intimidasi di kelas, perlu anda dokumentasikan sebagai bahan evaluasi. Pantau kehadiran atau ketepatan waktu setiap murid. Jaga catatan kehadiran sejalan dengan Register elektronik atau hard copy. Memo 2 kebijakan sekolah. Beri tahu informasi untuk guru bimbingan konseling atau ke bagian layanan konseling atau pimpinan sekolah. pimpinn sekolah tentang masalah apa pun yang berkaitan dengan keamanan Adil dalam memberikan laporan setiap siswa. Untuk siswa yang memiliki Anda dapat menambahkan informasi ini ke catatan/laporan, diskusikan perilaku ringkasan pertemuan mentor mingguan Anda 3 dengan pimpinan sekolah atau tingkat pekerjaan atau kemajuan mereka di akhir pelajaran dan setujui komentar yang akan ditambahkan ke laporan mereka. Menunjukkan penghargaan dan sanksi yang konsisten yang sejalan dengan kebijakan sekolah. Minta siswa atau guru BK untuk mencatat Pasang kebijakan/penghargaan dan contoh di mana Anda telah menerapkan sanksi di dinding kelas/lab Anda. kebijakan penghargaan dan sanksi sekolah. 4 Dalam pelajaran pertama Anda di kelas, Tempatkan ini dalam file pengajaran dan diskusikan sistem penghargaan dan pembelajaran Anda dengan evaluasi pelajaran sanksi, diskusikan bersama kelas apa Anda yang merupakan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima Lingkungan belajar yang aman adalah Mintalah siswa atau guru BK Anda untuk 6 lingkungan dimana siswa percaya diri mencatat contoh di mana Anda telah mendorong siswa yang pendiam untuk untuk berkontribusi dalam pelajaran. berkontribusi pada pelajaran Anda Menghasilkan pajangan dinding yang Ambil foto pajangan dinding Anda 7 menunjukkan karya setiap siswa. Bekerja dengan orang tua untuk Salinan kartu pos rumah, atau bukti membangun perilaku yang baik percakapan dengan orang tua 8 Hubungi mereka melalui telepon atau kartu pos ke rumah atau pertemuan tatap muka untuk membahas atau

merayakan kemajuan atau perilaku anak. Jadilah teladan, dan berikan rasa Minta siswa atau guru BK untuk mencatat hormat dan sopan santun di dalam contoh-contoh spesifik tentang rasa hormat kelas dan di lingkungan sekolah yang dan kesopanan 9 lebih luas. Panggil siswa anda dengan namanya. Pahami misi dan/atau pernyataan visi sekolah. Diskusikan dengan mentor Anda apa artinya ini bagi Anda di kelas. Catat hasil diskusi Anda dalam notulen rapat 10 mingguan mentor atau guru senior anda Periksa kebijakan sekolah dan orang tua. Menunjukkan komitmen kepada setiap anak sebagai individu yang berbeda. Sapa anak-anak dengan namanya di depan pintu di awal setiap pelajaran. Mintalah guru BK untuk mengomentari Masalah Anda membedakan pekerjaan penggunaan nama murid Anda dalam untuk memungkinkan siswa merasakan 11 observasi pelajaran, bagaimana Anda telah rasa pencapaian, tanpa terlalu memilih untuk bertindak dengan anak-anak menyederhanakan. dalam rentan waktu tertentu Memiliki kesadaran tentang masalah yang berkaitan dengan anak di luar sekolah misalnya menjadi pengasuh anak, penyakit dalam keluarga dan rasa hormat yang sesuai. Pastikan Anda memiliki daftar hadir Berikan catatan pada setiap pertemuan di dalam kelas 12 Gunakan pakaian yang menunjukkan anda seorang guru yang profesional. Gunakan catatan data siswa untuk Rencana pelajaran ditandai dengan tindakan 13 spesifik yang akan diambil, misalnya pertanyaan yang ditargetkan memaksimalkan kemajuan murid. Hargai masukan murid untuk Mintalah guru tuan rumah Anda untuk 14 memantau dan mencatat penggunaan pujian pelajaran.

Anda pada evaluasi pelajaran.Miliki ‘dinding pertanyaan’ di lab yang Anda rujuk Pastikan diferensiasi yang tepat dalam Sumber daya yang berbeda dalam file belajar 15 mengajar. perencanaan pelajaran Pastikan Anda memiliki semua data Data dalam file belajar mengajar yang tepat untuk mengidentifikasi 16 murid yang rentan dalam perawatan Anda. Rayakan keragaman dalam pelajaran Contoh yang digunakan dalam pelajaran 17 Anda untuk menciptakan ruang kelas memasukkan keragaman dan dicatat dalam rencana pelajaran dan / atau sumber daya, yang inklusif. . misalnya saat melakukan tes makanan, termasuk makanan yang beragam seperti roti naan, termasuk perkembangan dari budaya selain Inggris kulit putih misalnya perkembangan astronomi dari timur seperti observatorium di Jaipur

Model Pembelajaran STEM HermanAnis.com – Teman-teman semua pembahasan kita kali ini adalah Model Pembelajaran STEM, pembahasan akan kita mulai dari definisi atau pengertian STEM, keunggulan, Ciri–Ciri dan Langkah-langkah pembelajaran STEM. Menghadapi revolusi industry 4.0 di butuhkan pendidikan dengan pendekatan yang dapat membekali siswa dengan kompetensi yang sesuai dengan eranya. Dengan pendekatan STEAM, individu dapat bersaing secara global untuk menghadapi perubahan atau kemajuan yang lebih kompleks. Belajar dengan pendekatan STEM ini sebenarnya mampu melatih siswa untuk dapat berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta kreativitas dan inovasi sehingga peserta didik akan mampu untuk menghadapi tantangan global. Dalam tulisan ini, kami akan menyampiakan beberapa laporan studi literatur tentang medel pembelajaran STEM yang di dasarkan pada jurnal empiris dan konseptual tentang STEM.

Pengertian pembelajaran STEM STEM adalah singkatan dari Science, Technology, Engineering and Math. Beberapa kalangan ada yang menambahkan disiplin Seni (Art) ke dalamnya, sehingga menjadi STEAM. STEM yang di gagas oleh Amerika Serikat ini merupakan pendekatan yang menggabungkan keempat disiplin ilmu tersebut secara terpadu ke dalam metode pembelajaran berbasis masalah. Metode pembelajaran berbasis STEM menerapkan pengetahuan dan keterampilan secara bersamaan untuk menyelesaikan suatu kasus. Istilah STEM pertama kali di gunakan oleh NSF pada tahun 1990. Definisi dasar dari STEM berdasarkan akronim setiap kata di dalamanya adalah: • Ilmu: adalah bagian dari ilmu yang mempelajari esta alam, fakta, fenomena dan keteraturan yang ada di dalamnya. • Teknologi: di buat sebagai inovasi, perubahan, modifikasi lingkungan alami memberikan kepuasan terhadap kebutuhan dan keinginan manusia. Teknologi bertujuan untuk melakukan modifikasi pada dunia untuk memenuhi kebutuhan manusia, • Rekayasa: terdiri dari menentukan masalah (bertanya), membayangkan (membayangkan), merancang (merencanakan), membuat (menciptakan), dan mengembangkan (meningkatkan). Teknik adalah profesi di mana pengetahuan ilmiah dan matematika di peroleh melalui studi, eksperimen, dan praktik atau di terapkan untuk mengoperasikan atau merancang prosedur untuk memecahkan masalah guna memenuhi kebutuhan hidup manusia • (4) Matematika: cabang dari disiplin yang mempelajari pola atau hubungan Sebagaimana di jabarkan oleh Torlakson (2014), Definisi dari keempat aspek STEM sebagai berikut: 1. Sains (science) memberikan pengetahuan kepada peserta didik mengenai hukum-hukum dan konsep-konsep yang berlaku di alam; 2. Teknologi (technology) adalah keterampilan atau sebuah sistem yang di gunakan dalam mengatur masyarakat, organisasi, pengetahuan atau mendesain serta menggunakan sebuah alat buatan yang dapat memudahkan pekerjaan; 3. Teknik (engineering) adalah pengetahuan untuk mengoperasikan atau mendesain sebuah prosedur untuk menyelesaikan sebuah masalah; 4. Matematika (math) adalah ilmu yang menghubungkan antara besaran, angka dan ruang yang hanya membutuhkan argumen logis tanpa atau di sertai dengan bukti empiris. Masing-masing aspek STEM (Science, Technology, Engineering and Math) jika di integrasikan akan membantu peserta didik menyelesaikan suatu masalah secara jauh lebih komprehensif. Pengintegrasian seluruh aspek ini ke dalam proses pembelajaran, akan membuat pengetahuan menjadi lebih bermakna. Dalam pendekatan multidisiplin seperti gabungan dari science, technology, engineering, dan mathematics (STEM). Mengangkat masalah-masalah lingkungan sangat tepat di lakukan dengan pendekatan problem based learning (PBL). Integrasi PBL dalam STEM sangat memungkinkan mengaktualisasi literasi lingkungan dan kreativitas (Ratna Farwati, 2017). Adapun, latar belakang Gerakan Reformasi Pendidikan di Bidang STEM menurut Friedman adalah karena

• kekurangan kandidat tenaga kerja berbasis STEM • tingkat literasi yang signifikan dalam bidang STEM serta posisi capaian siswa sekolah menengah AS dalam TIMSS dan PISA (Roberts, 2012), • Amerika menyadari pertumbuhan ekonominya datar dan akan tersaingi oleh China dan India karena perkembangan sains, teknologi, enginering dan matematika. Kata STEM di gunakan sebagai slogan reformasi pendidikan di AS Abad ke-21 untuk menghasilkan SDM (STEM-workforce) berkualitas bagi peningkatan daya saing bangsa. Pembelajaran Abad ke-21 perlu memotivasi dan menginspirasi peserta didik untuk memasuki profesi science dan engineering (bidang profesi yang secara langsung menopang pertumbuhan ekonomi). Pembelajaran Abad ke-21 perlu lebih berkontribusi pada pengembangan kemampuan kerjasama, memecahkan masalah, kreativitas, dan inovatif yang berpotensi menopang ekonomi. Pendidikan STEM dalah pendekatan dalam pendidikan di mana Sains, Teknologi, Teknik, Matematika terintegrasi dengan proses pendidikan berfokus pada pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang nyata serta dalam kehidupan professional. STEM Education menunjukkan kepada siswa bagaimana konsep, prinsip, teknik sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM) di gunakan secara terintegrasi untuk mengembangkan produk, proses, dan sistem yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hakikat Pendidikan STEM adalah • Mengintegrasikan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika into a new transdisciplinary subject subjek baru antar disiplin di sekolah- sekolah, • menawarkan kesempatan bagi siswa untuk memahami dunia daripada mempelajari fenomena yang sepotong-potong. Tujuan Pendidikan STEM menurut Bybee (2013) adalah. • Peserta didik yang melek STEM, di harapkan mempunyai Pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan masalah dalam kehidupannya, • menjelaskan fenomena alam, • mendesain serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isu terkait STEM; • memahami karakteristik fitur-fitur disiplin STEM sebagai bentuk pengetahuan, penyelidikan serta desain yang di gagas manusia; • kesadaran bagaimana disiplin-disiplin STEM membentuk lingkungan material, intelektual dan kultural; • mau terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM sebagai warga negara yang konstruktif, peduli serta reflektif dengan menggunakan gagasan STEM. Tujuan STEM untuk Siswa adalah siswa mempunyai Literasi STEM, menguasai Kompetensi abad 21 dan Kesiapan Tenaga Kerja STEM, minat dan terlibat aktif dalam pembelajaran, dan membuat koneksi, sedangkan tujuan untuk pendidik adalah meningkatkan konten STEAM dan meningkatkan paedagogical content knowlwdge .

Hasil Pendidikan STEM adalah, • Belajar dan Berprestasi, • menguasai kompetensi abad 21, • ketekunan dan kegigihan belajar dalam meningkatkan prestasi, • siap dengan pekerjaan yang berhubungan dengan STEM, • Meningkatkan minat STEM, • mengembangkan identitas STEM dan kemampuan untuk membuat koneksi di antara disiplin STEM . Adapun hasil untuk Pendidik adalah perubahan dalam praktik mengajar serta peningkatan konten STEM adalah, 1. pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran STEM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan. 2. Peningkatan setiap indikator kemampuan berpikir kritis berbeda-beda 3. Hasil belajar dengan menerapkan pendekatan pembelajaran STEM pada kemampuan berpikir kritis lebih baik di bandingkan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran konvensional. . Peningkatan Pembelajaran berbasis STEM akan membentuk karakter peserta didik yang mampu mengenali sebuah konsep atau pengetahuan (science) dan menerapkan pengetahuan tersebut dengan keterampilan (technology) yang di kuasainya untuk menciptakan atau merancang suatu cara (engineering) dengan analisa dan berdasarkan perhitungan data matematis (math) dalam rangka memperoleh solusi atas penyelesaian sebuah masalah sehingga pekerjaan manusia menjadi lebih mudah. Sebagai sebuah tren yang sedang di galakkan dalam dunia pendidikan, STEM menjadi suatu pendekatan dalam mengatasi permasalahan di dunia nyata dengan menuntun pola pikir peserta didik menjadi pemecah masalah, penemu, inovator, membangun kemandirian, berpikir logis, melek teknologi, dan mampu menghubungkan pendidikan STEM dengan dunia kerjanya. Selain di Amerika Serikat, metode pembelajaran berbasis STEM kini banyak diadopsi oleh beberapa negara, seperti: Taiwan, kurikulum pembelajaran mulai diintegrasikan dengan kurikulum STEM dan membuat siswa sebagai pusat kegiatan belajar (Lou, dkk, 2010), Malaysia, Finlandia, Australia, Vietnam, Tiongkok, Filipina, dan beberapa negara lainnya termasuk Indonesia. STEM telah di kembangkan di beberapa negara selama ± 3 dekade dan semakin signifikan di tahun-tahun terakhir. Kondisi dunia pendidikan saat ini sudah banyak berubah, sehingga tuntutan pembelajaran juga harus berubah. Kita tidak dapat lagi menerapkan pola pembelajaran seperti dahulu. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka paradigma pendidikan dan pembelajaran juga harus sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi serta tuntutan zaman. STEM merupakan sebuah jembatan (bridge) yang menghubungkan antara institusi pendidikan (school) dengan dunia yang sebenarnya (real world). Suatu dunia di masa mendatang yang memiliki ketergantungan akan teknologi canggih seperti: drone, robotika, otomasi industri, smartphone, IoT (Internet of Things), dan seterusnya.

Penerapan STEM dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk mendesain, mengembangkan dan memanfaatkan teknologi, mengasah kognitif, afektif, serta mengaplikasikan pengetahuan. Pembelajaran berbasis STEM dapat melatih siswa dalam menerapkan pengetahuannya untuk membuat desain sebagai bentuk pemecahan masalah terkait lingkungan dengan memanfaatkan teknologi. STEM (Science, technology, engineering and mathematics) education saat ini menjadi alternative pembelajaran yang dapat membangun generasi yang mampu menghadapi abad 21yang penuh tantangan. Pembelajaran berbasis STEM dapat di kemas dalam model pembelajaran kooperatif, PBL, PJBL, dan pembelajaran lainnya. Membangun penguasaan konten harus di lakukan melalui proses memberikan keterampilan (Skills), yang di landasi dengan sikap, karakter, dan kebiasaan yang baik. Akhir suatu proses pendidikan pada dasarnya adalah menanamkan kepribadian. Indonesia memiliki grand design dalam pendidikan karakter ini sejak nenek moyang kita, yaitu olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga (physical and kinesthetic development), dan olah rasa/karsa (affective and creative development). STEM di butuhkan dalam pembelajaran. Literasi STEM menurut Scott R, (2017) mengacu pada: • Pengetahuan, sikap, dan keterampilan seorang individu untuk mengatasi masalah dalam kehidupan nyata, menjelaskan dunia alami dan desain, dan menjelaskan kesimpulan dari berbagai fakta yang berbeda tentang subjek STEM (Heather B. Gonzalez and Jeffrey J. Kuenzi 2012). • Pemahaman individu tentang karakteristik disiplin STEM sebagai bentuk pengetahuan, dan penyelidikan. • Sensitivitas individu tentang bagaimana STEM membentuk budaya material, intelektual, dan lingkungan • Keinginan seseorang untuk terikat pada masalah STEM dan terikat pada ide-ide STEM sebagai warga negara yang konstruktif, peduli dan reflektif. Pembelajaran STEM di mungkinkan bekerja sama dengan pembelajaran berbasis masalah. Dengan demikian, semua prestasi belajar yang di tampung oleh mata pelajaran Fisika dapat di wujudkan melalui penerapan PBL-STEM (Kelley T, 2010). Prestasi belajar di potong dengan literasi lingkungan dan kreativitas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa desain pembelajaran berbasis PBL-STEM sangat di yakini dapat meningkatkan dua kemampuan ini (Anna P, 2016). Pembelajaran STEM di mungkinkan bekerja sama dengan pembelajaran berbasis masalah. Dengan demikian, semua prestasi belajar yang di tampung oleh mata pelajaran Fisika dapat di wujudkan melalui penerapan PBL-STEM (Rodger W. Bybee , 2010 ). Prestasi belajar di potong dengan literasi lingkungan dan kreativitas. Dengan demikian, dapat di katakan bahwa desain pembelajaran berbasis PBL-STEM sangat di yakini dapat meningkatkan dua kemampuan ini. Dari hasil penelitian sebelumnya STEM telah banyak di terapkan dalam pembelajaran.

Situasi ini di tunjukkan oleh hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa penerapan STEM dapat meningkatkan prestasi akademik dan non-akademik peserta didik (Pamela W Garner 2017 ). Oleh karena itu, penerapan STEM yang awalnya hanya bertujuan untuk meningkatkan minat siswa di bidang STEM menjadi lebih luas. Situasi ini muncul karena setelah di terapkan dalam pembelajaran, STEM mampu meningkatkan penguasaan pengetahuan menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah, dan mendorong peserta didik untuk menciptakan sesuatu yang baru. Penerapan modul menggunakan pendekatan STEM untuk siswa sekolah menengah dapat memiliki efek positif (Jaka, Afriana 2016 ) sebagai berikut: • mendukung pengembangan keterampilan berpikir dan kesadaran siswa • membantu dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis • meningkatkan minat siswa dalam sains dan matematika, dan minat dalam hal-hal yang berkaitan dengan STEM • mengembangkan sifat keingintahuan, dan kemampuan untuk memecahkan masalah dan • menyediakan siswa dengan pengalaman luas dunia di sekitar mereka. (Louis S Nadelson, 2013). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telah di temukan bahwa modul menggunakan pendekatan STEM dapat meningkatkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan siswa dan meningkatkan minat siswa dalam sains dan matematika, serta mendukung keberhasilan siswa kemudian di bidang pekerjaan yang terkait dengan STEM. Belajar dengan menggunakan pendekatan STEM sangat penting, karena memberikan pelatihan kepada peserta didik untuk dapat mengintegrasikan setiap aspek sekaligus. Proses pembelajaran yang melibatkan empat aspek akan membentuk pengetahuan subjek yang sedang di pelajari lebih komprehensif. Dalam pembelajaran fisika, STEM membantu peserta didik untuk menggunakan teknologi dan mengumpulkan eksperimen yang dapat membuktikan hukum atau konsep sains. Kesimpulan ini di dukung oleh data yang di kelola secara matematis (Permanasari A, 2016). Problem Based Learning terintegrasi STEM dapat meningkatkan minat belajar siswa, belajar menjadi lebih bermakna, membantu pemecahan masalah siswa dalam kehidupan nyata (Indri S, 2017). Pendekatan STEM saat ini merupakan alternatif untuk pembelajaran sains yang dapat membangun generasi yang mampu menghadapi abad ke-21 yang menantang (Hannover, 2017). Model Pembelajaran STEM merupakan pendekatan yang menggabungkan dua atau lebih yang termuat dalam STEM yaitu sains, teknologi, teknik dan matematika. Selain itu, Model Pembelajaran STEM berfungsi sebagai kendaraaan yang sangat baik untuk mendukung keterampilan Pembelajaran sosial emosional dan abad ke-21 serta untuk menghasilkan peserta didik yang kelak pada saat terjun di masyarkat. Pembelajaran Berbasis STEM memfasilitasi siswa untuk menggunakan multidisiplin ilmu dalam problem Solving, mengenalkan proses engineering dan teknologi dan melatihkan ketrampilan abad Sekolah perlu memberikan rekomendasi kepada guru untuk mendapatkan pengetahuan,

mengimplementasikan dan mengembangkan pembelajaran berbasisi STEM di sekolah, memfasilitasi proses implementasi serta turut mengembangkan menemukan cara melatihkan ketrampilan abad 21 melalui pembelajaran STEM (Tri Mulyani, 2019). Dengan demikian maka di harapkan mereka akan mampu mengembangkan kompetensi yang di miliknya untuk mengaplikasikannya pada berbagai situasi dan permasalahan yang mereka hadapi di kehidupan sehari-hari. STEM ini termasuk ke pendekatan pembelajaran dan metode yang di gunakan yaitu diskusi, teknik yang di gunakan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran STEM. Pendidikan STEM bertujuan mengembangkan peserta didik mempunyai: 1. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain,serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isus- isu tentang STEM. 2. Memahami karakteristik fitur- fitur disiplin STEM sebagai bentukbentuk pengetahuan, penyelidikan, serta desain, yang di gagas manusia. 3. Kesadaran bagaimana disiplin–disiplin STEM membentuk lingkungan material intelektual dan kultural. Sander menyatakan bahwa pendidikan stem terintegrasi dapat di deskripsikan sebagai pendekatan yang mengeksplorasi mengajar dan belajar antara dua atau lebih cakupan STEM dan mata pelajaran STEM satu atau lebih mata pelajaran lain di sekolah. Perbedaan STEM dengan model pembelajran sains lain adalah lingkungan belajar campuran dan menunjukkan kepada peserta didik bagaimana metode ilmiah dapat di terapkan pada kehidupan sehari- hari. Pembelajaran ini menekankan beberapa aspek di antaranya: 1. Mengajukan pertanyaan science. 2. Mengembangkan dan menggunakan model. 3. Merencanakan dan melakukan investasi 4. Menganalisis dan menafsirkan data. Keunggulan Model Pembelajaran STEM Model Pembelajaran STEM. Apa saja keunggulan sistem pendidikan di Amerika? Pertama yaitu gaya belajar berbasis diskusi. Di sana, para siswa didorong untuk giat membaca sehingga mereka tak datang ke kelas dengan kepala kosong. Selain itu, kegiatan belajar mengajar bersifat lebih terbuka dan siswa dilatih untuk berani mengemukakan pendapatnya di muka umum semenjak dini. Kelas menjadi wadah berdiskusi beragam topik dengan berfokus kepada ide, bukan memperoleh informasi secara pasif. Menariknya, para siswa merupakan penggerak diskusi, bukan guru. Jadi, keduanya bisa berperan sebagai feeder maupun challenger dari sebuah gagasan. Kedua yaitu sistem pendidikan yang berbasis science, technology, engineering, and math (STEM). STEM dikenal sebagai metode pembelajaran terapan yang menggunakan pendekatan antar-ilmu.

Aplikasi STEM di barengi dengan pembelajaran aktif dan berbasis pemecahan masalah sehingga siswa dididik untuk berpikir kritis, analitis, dan fokus kepada solusi. 7 Ciri-Ciri Model Pembelajaran STEM Pembelajaran STEM bertujuan untuk memberikan peluang untuk meminati dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan. Berdasarkan tujuan tersebut maka, setidaknya ada tujuh ciri pembelajaran tersebut, ke-tujuhnya adalah: 1. Melibatkan murid dalam inkuiri 2. Melibatkan murid dalam bekerja sama yang produktif 3. Memelukan murid mengaplikasikan pemahaman STEM 4. Memberi peluang kepada murid untuk menjawab 5. Melibatkan murid mengaplikasikan kemahiran proses 6. Memerlukan perbagai jawaban 7. Meningkatkan kepekaan murid.

Problem Based Learning: Definisi, Karakteristik, Sintaks, Kelebihan dan Kelemahannya HermanAnis.com – Problem Based Learning adalah salah satu pendekatan atau model pembelajaran yang disarankan untuk digunakan dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi (PT) maupun di jenjang Sekolah Menengah. Problem Based Learning (PBL) atau biasa juga diterjemahkan sebagai pembelajaran berbasis masalah. Catatan buat pembaca: Pada setiap tulisan dalam www.hermananis.com, semua tulisan yang berawalan “di” sengaja dipisahkan dengan kata dasarnya satu spasi, hal ini sebagai penciri dari website ini. Nah, dalam tulisan ini kita akan membahas lebih jauh tentang pengertian atau definisi, karakteristik, bagaimana penilaian dalam PBL. Kemudian pada bagian akhir, akan di uraikan kelebihan dan kelemaham model PBL. Pentingnya Problem Based Learning dalam pembelajaran Salah satu kemampuan peserta didik yang masih di anggap lemah adalah kemampuan dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena, ini terjadi bukan karena peserta didik kurang memiliki informasi yang di butuhkan untuk menyelesaikan masalah, namun ini diduga di sebabkan oleh akvitas pembelajaran yang lebih banyak berisi informasi yang bersifat hafalan saja. Akibatnya, pengetahuan dan informasi yang di miliki sulit untuk di hubungkan dengan situasi yang mereka hadapi. Kita sudah sering mendengar keluhan, betapa beratnya mereka mengikuti pembelajaran di sekolah, apalagi dalam masa pandemi sekarang ini. Heuh… Dengan kondisi yang sangat terbatas, seperti sekarang ini, mereka tetap di tuntut untuk mengetahui segala hal yang di tuntut oleh kurikulum. Olehnya itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah. Sehingga, kemampuan ini dapat di kembangkan melalui pembelajaran di mana masalah di hadirkan di kelas dan peserta didik di minta untuk menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Karena, pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi mengembangkan potensi peserta didik secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif. Berdasarkan hal tersebut, guru perlu merancang pembelajaran yang mampu membangkitkan potensi peserta didik dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah.

Salah satu pendekatan pembelajaran tersebut adalah apa yang di sebut “Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)” atau “Problem Based Learning (PBL)”. Sehingga, pendekatan pembelajaran ini di pusatkan kepada masalah-masalah yang di sajikan oleh guru dan peserta didik menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat di peroleh. Selanjutnya, untuk memfokuskan bahasan, maka bahasan akan dibagi menjadi topik-topik yakni : 1) Pengertian Problem Based Learning ; 2) Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL); 3) Sintaks PBL ; 4) penilaian dalam Problem Based Learning (PBL); dan 5) kelebihan dan kekurangan Problem Based Learning. Pengertian atau Definisi Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong peserta didik untuk meningkatkan keterampilan yang di butuhkan pada era globalisasi saat ini. Lebih lanjut, PBL di kembangkan untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada. Problem Based Learning sebagai sebuah pendekatan pembelajaran di terapkan dengan alasan bahwa PBL sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana peserta didik di hadapkan pada permasalahan kemudian di tuntut untuk memecahkannya. PBL lebih tepat di laksanakan di bandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat di mengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu di hadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama di kembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya di terapkan dalan pembelajaran secara umum. Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan Problem Based Learning sebagai, “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003) mendefiniskan PBL sebagai: “…Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real- world problems”. Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi peserta didik sebagai awal pembelajaran kemudian di selesaikan melalui penyelidikan dan di terapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Beberapa definisi lain tentang Problem Based Learning (PBL) : 1. Menurut Duch, Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini di gunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. 2. Menurut Arends, Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana peserta didik di hadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga di harapkan mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya. 3. dan, Glazer, mengemukakan Problem Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran di mana peserta didik secara aktif di hadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Landasan teori PBL adalah kolaborativisme, suatu pandangan yang berpendapat bahwa peserta didik akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah di milikinya dan dari semua yang di peroleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Sehingga, hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dati transfer informasi ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya social dan individual. Menurut paham konstruktivisme, manusia hanya dapat memahami melalui segala sesuatu yang di konstruksinya sendiri. Problem Based Learning memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat di capai jika kegiatan pendidikan di pusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan di presentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar peserta didik memilki pengalaman sebagaimana nantinya mereka hadapi di kehidupan profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif di mulai dari pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyususan konsep tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan dasar untuk pembelajaran. Dari informasi tersebut dapat di simpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik . Problem Based Learning adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, di rancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau tantangan yang di butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Model Problem Based Learning bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai suatu yang harus di pelajari peserta didik .

Dengan model Problem Based Learning di harapkan peserta didik mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan yang di hafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan berpikir kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi. Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus di jadikan pedoman dalam menyajikan permasalahan. • Pertama, permasalahan harus sesuai dengan konsep dan prinsip yang akan di pelajari. • Kedua, permasalahan yang di sajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata ada dalam kehidupan sehari-hari peserta didik Sehingga dapat di simpulkan, bahwa dalam Problem Based Learning pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik, mencapai keterampilan mengarahkan diri. olehnya itu, Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual peserta didik. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Karakteristik Problem Based Learning (PBL) Barrow, Min Liu, menjelaskan karakteristik dari Problem Based Learning, yaitu : 1. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepadapeserta didik sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL di dukung juga oleh teori konstruktivisme di mana peserta didik di dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang di sajikan kepada peserta didik adalah masalah yang otentik sehingga peserta didik mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. 3. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja peserta didik belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga peserta didik berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya. 4. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka Problem Based Learning di laksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang di buat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas. 5. Teachers act as facilitators. Pada pelaksanaan Problem Based Learning, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas peserta didik dan mendorong peserta didik agar mencapai target yang hendak di capai

Ciri yang paling utama dari model pembelajaran Problem Based Learning yaitu di munculkannya masalah pada awal pembelajarannya. Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. a) Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata peserta didik, dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. b) Jelas, yaitu masalah di rumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi peserta didik yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian peserta didik, c) Mudah di pahami, yaitu masalah yang di berikan harusnya mudah di pahami peserta didik dan di sesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, d) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut harus mencakup seluruh materi pelajaran yang akan di ajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia, dan e) Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi peserta didik sebagai pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah. 2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. Masalah yang di ajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu 3. Penyelidikan autentik (nyata). Dalam penyelidikan peserta didik menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir. 4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Peserta didik bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. 5. Kolaboratif. Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar peserta didik. Adapun beberapa karakteristik proses Problem based learning menurut Tan di antaranya : 1. Masalah di gunakan sebagai awal pembelajaran. 2. Biasanya, masalah yang di gunakan merupakan masalah dunia nyata yang di sajikan secara mengambang. 3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut peserta didik menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya telah di ajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya. 4. Masalah membuat peserta didik tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. 5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). 6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. 7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Peserta didik bekerja dalam kelompok, berinteraksi Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based Learning dapat di simpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses Problem Based Learning yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada Peserta didik, dan belajar dalam kelompok kecil. Penilaian dalam Problem Based Learning (PBL) Penilaian dalam Problem Based Learning tentunya tidak hanya kepada hasilnya saja tetapi terhadap proses pembelajaran yang di lakukan oleh siswa. National Research Council (NRC), memberikan tiga prinsip berkaitan penilaian dalam PBL, yaitu yang berkaitan dengan konten, proses pembelajaran, dan kesamaan. Lebih jelasnya sebagai berikut.

• Konten: penilaian harus merefleksikan apa yang sangat penting untuk di pelajari dan di kuasai oleh siswa • Proses pembelajaran: penilaian harus sesuai dan di arahkan pada proses pembelajaran • Kesamaan: penilaian harus menggambarkan kesamaan kesempatan siswa untuk belajar Oleh karena itu, menurut Waters and McCracken penilaian yang di lakukan harus dapat : • Menyajikan situasi secara otentik • Menyajikan data secara berulang-ulang • Memberikan peluang pada siswa untuk dapat mengevaluasi dan merefleksi pemahaman dan kemampuannya sendiri • Menyajikan laporan perkembangan kegiatan siswa. Dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa penilaian dalam PBL tidak hanya kepada hasil akhir tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian proses. Sehingga, penilaian ini bisa di dasarkan pada jenis penilaian otentik (autentic assessment) di mana penilaian di fokuskan terhap proses belajar. Oleh karena itu, peran guru dalam proses PBL tidak pasif tetapi harus aktif dalam memantau kegiatan peserta didik serta mengontrol agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Sementar itu, untuk mengetahui sejauhmana hasil belajar yang telah di peroleh siswa, guru pun perlu untuk mengadakan tes secara individual. Jadi penialaian di lakukan secara kelompok juga individual. Sintaks Problem Based Learning Barret (2005) menjelaskan Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Peserta didik di beri permasalahan oleh guru (atau permasalahan di ungkap dari pengalaman peserta didik). Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang di perlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah. 2. Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. 3. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang di butuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya. 5. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.

Dalam bentuk bagan, Sintaks PBL di berikan dalam gambar di bawah ini. Gambar : Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Kelebihan dan Kelemahan PBL a. Kelebihan Sebagai suatu model pembelajaran, PBL memiliki beberapa kelebihan, di antaranya : 1. Menantang kemampuan peserta didik memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik. 2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik. 3. Membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan peserta didik untuk memahami masalah dunia nyata. 4. Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, PBL dapat mendorong peserta didikuntuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. 5. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 6. Memberikan kesemnpatan bagipeserta didikuntuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 7. Mengembangkan minat peserta didikuntuk secaraterus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 8. Memudahkan peserta didik dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia. b. Kelemahan PBL Selain kebihan, Problem based learning juga memiliki kelemahan, di antaranya: 1. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang di pelajari sulit untuk di pecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

2. Untuk sebagian peserta didik beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang di perlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang di pelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 3. PBL tidak dapat di terapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah. 4. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas 5. Problem Based Learning kurang cocok untuk di terapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok. PBL sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah. 6. PBL biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga di khawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang di harapkan walapun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi. 7. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik. 8. Adakalanya sumber yang di butuhkan tidak tersedia dengan lengkap. Selain itu ada beberapa pendapat yang menjelaskan bahwa beberapa Kelebihan dalam penerapan metode Pembelajaran Problem Based Learning antara lain: 1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah-masalah menurut cara-cara atau gaya belajar individu masing-masing. Dengan cara mengetahui gaya belajar masing-masing individu, kita diharapkan dapat membantu menyesuaikan dengan pendekatan yang kitapakai dalam pembelajaran. 2. Pengembangan keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills). 3. Peserta didik di l atih untuk mengembangkan cara-cara menemukan (discovery), bertanya(questioning), mengungkapkan (articulating), menjelaskan atau mendeskripsikan (describing)mempertimbangkan atau membuat pertimbangan (considering), dan membuat keputusan (decisionmaking). Dengan demikian, peserta didik menerapkan suatu proses kerja melalui suatu situasi bermasalah yang mengandung masalah. Selanjutnya adalah Kelemahan dalam penerapan metode Pembelajaran Problem Based Learning antara lain: 1. Pembelajaran model Problem Based Learning memnbutuhksn waktu yang lama. 2. Perlu di tunjang oleh buku yang dapat di jadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dari beberapa kelebihan dan kelemahan model pembelajaran problem based learning ini di peroleh beberapa nilai pokok yang harus di kembangkan oleh guru dalam menghidupkan suasana pembelajaran. Olehnya itu, guru tidak hanya berperan sebagai subjek utama dalam pembelajaran tapi di sisi lain guru harus melibatkan peserta didik agar kemampuan berfikir kritis peserta didik dapat berkembang walaupun masih saja dapat di nilai tidak semua materi pelajaran dapat di sajikan dalam bentuk permasalahan untuk memperoleh penyelesaian tapi setidaknya dengan bekerja sama dapat menumbuh kembnagkan minat dan bakat peserta didik secara tidak langsung.

Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri HermanAnis.com. Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri. Dalam tulisan ini akan di paparkan definisi dari inquiri, langkah-langkah atau sintaks, kelemahan dan kekurangan model pembelajaran inquiri. Apa yang dimaksud inkuiri? Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu fenomena alam, makhluk hidup atau benda, secara sistematis kritis, analitis dan logis. Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalam mengembangkan sikap dan keterampilan peserta didik, sehingga mereka dapat menjadi pemecah masalah yang mandiri (independent problem solvers). Selain itu pembelajaran berbasis inkuiri ini tidak semata berorientasi pada hasil pembelajaran semata, tetapi juga menghendaki proses pembelajaran yang bermutu. Untuk mengimplementasikan pembelajaran berbasis inkuiri ini guru dapat menerapkan langkah-langkah yang telah di kembangkan oleh para ahli dan praktisi pendidikan dalam bentuk model pembelajaran inkuiri. Dari beberapa defenisi, maka dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang mengajarkan siswa berpikir melalui proses merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan informasi, untuk kemudian menguji hipotesis yang di ajukan untuk dapat di tarik suatu kesimpulan.

Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri Enam langkah dalam Model Pembelajaran Inkuiri adalah, 1. Orientasi terhadap Masalah 2. Merumuskan Masalah 3. Mengajukan Hipotesis 4. Mengumpulkan Data 5. Menguji Hipotesis 6. Menyimpulkan Berikut penjelasan selengkapnya, Langkah 1. Orientasi terhadap Masalah Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri – Untuk mengorientasikan siswa terhadap masalah ini, guru harus memiliki kreativitas sehingga stimulus atau rangsangan yang di berikan benar- benar menarik bagi siswa. Ciptakan kondisi melalui deskripsi cerita atau kasus yang dapat merangsang rasa ingin tahu peserta didik. Guru dapat memberikan arahan atau bimbingan langsung agar peserta didik dapat berlatih menggunakan pikirannya atau mengorientasikan pemikiran pada suatu masalah yang akan di selesaikan. Langkah 2. Merumuskan Masalah Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri – Ketika rangsangan atau stimulus yang di berikan oleh guru bekerja dengan baik, maka dalam pemikiran peserta didik akan muncul pertanyaan- pertanyaan dan permasalahan-permasalahan yang akan menjadi dasar dalam merumuskan masalah.

Jika permasalahan yang di ajukan oleh peserta didik belum mencirikan permasalahan/rumusan masalah yang baik, maka guru dapat memberikan pertanyaan pemancing agar peserta didik dapat terarah dalam merumuskan masalah sesaui yang di harapkan oleh guru. Memang tidaklah mudah bagi peserta didik untuk merumuskan permasalahan secara baik jika mereka belum terbiasa dan terlatih. Tetapi, memang seharusnyalah guru berusaha membuat mereka untuk memiliki kemampuan ini. Kemampuan merumuskan masalah dalam pembelajaran inkuiri sangat penting sebagai titik awal pembelajaran peserta didik. Pertanyaan dan permasalahan yang baik akan membuat siswa benar-benar belajar, sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang sedang di pelajari. Langkah 3. Mengajukan Hipotesis Selanjutnya, setelah peserta didik merumuskan masalah, langkah selnjutnya adalah merumuskan hipotesis. Perumusan hipotesis oleh peserta didik dapat di pandu oleh guru, dengan memberikan peserta didik bahan bacaan untuk menjawab rumusan masalah. Rumusan hipotesis, atau jawaban sementara inilah yang nantinya akan diuji kebenarannya. Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri ke 4. Mengumpulkan Data Langkah Model Pembelajaran Inkuiri ke empat adalah mengumpulkan data yang sebanyak dan selengkap mungkin. Data atau informasi yang telah di peroleh kemudian harus di pilah-pilah, hanya informasi dan data yang relevan dengan tujuan atau pemecahan masalah mereka yang akan dijadikan sebagai data. Guru bukanlah satu-satunya sumber informasi, fungsi guru adalah sebagai fasilitator sehingga. Semua hal yang di butuhkan oleh peserta didik dan kelompoknya dalam mengumpulkan data atau informasi harus di pastikan lengkap dapat di akses oleh peserta didik. Peserta didik pada tahap ini diharapkan lebih banyak membaca secara mandiri, mengumpulkan bahan-bahan yang di butuhkan dari internet, melakukan eksperimen-eksperimen kecil dan sebagainya. Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri ke 5. Menguji Hipotesis Setelah berkutat dengan beragam sumber belajar (sumber informasi) yang tersedia dan sumber data yang ada, peserta didik kemudian akan di ajak untuk memproses data dan informasi yang di peroleh. Mereka dapat belajar mengorganisasikan data ke dalam tabel-tabel, daftar-daftar, atau ringkasan yang akan mempermudah mereka dalam menguji kebenaran hipotesis yang telah mereka susun dilangkah sebelumnya. Di sini mungkin saja terjadi semacam perbedaan antara informasi yang baru mereka peroleh dengan informasi yang telah mereka miliki sebelumnya. P

roses berpikir kreatif, kritis, dan analitis akan di butuhkan di tahap ini, sehingga mereka dapat menguji hipotesis. Langkah Langkah Model Pembelajaran Inkuiri ke 6. Menyimpulkan Langkah Model Pembelajaran Inkuiri terakhir adalah menyimpulkan. Dalam langkah-langkah model pembelajaran inkuiri adalah peserta didik membuat kesimpulan tentang hasil pengujian hipotesis yang telah di lakukan. Bisa saja, dari pembelajaran yang baru mereka lakukan, mereka akan menemukan informasi yang tidak sesuai dengan hipotesis, atau sebaliknya, di mana informasi baru tersebut semakin memperkuat informasi yang telah mereka miliki itu. Dari sinilah mereka akan melakukan penyimpulan, yang di dasarkan akan rasionalitas berdasarkan hasil penyelidikan ilmiah. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri ini memungkinkan peserta didik mempunyai kedalaman pemahaman terhadap materi yang mereka pelajari, dan secara kontruktif mereka membangun sendiri pengetahuan baru di atas pondasi pengetahuan yang sebelumnya mereka miliki.

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inquiri Kelebihan Model Pembelajaran Inquiri: 1. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini di anggap jauh lebih bermakna. 2. PBM ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya mereka. 3. Pembelajaran ini merupakan strategi yang di anggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar moderen yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. 4. Keuntungan lain yaitu dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di ata rata- raa. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. kekurangan model pembelajaran Inquiri; 1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa 2. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. 3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah di tentukan 4. Selama kriteria keberhasilan belajar di tentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka startegi ini tampaknya akan slit di implementasikan.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook