Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bunga Rampai Sastra Bugis-By Sartono

Bunga Rampai Sastra Bugis-By Sartono

Published by Sar tono, 2021-03-30 01:14:07

Description: Bunga Rampai Sastra Bugis-By Sartono

Search

Read the Text Version

pun dilaksanakanlah. Panji Woromporongé dikibarkan. Setelah itu beliau menjamu semua orang Bone yang hadir. Selesai santap bersama, berkatalah Arumpone, \"Kami me- nyampaikan pula kepada seluruh rakyat Bone, bahwa anak kami yang bernama I Berrigauk yang kami kehendaki menjadi raja di Bone, kalau kami meninggal nanti. Kepadanya juga kami percaya- kan memegang perjanjian kita yang kami warisi dari tuanku Mula- ie Panreng. Setelah itu orang banyak itu pun bubarlah. Dan sehari se- sudah itu, behau jatuh sakit, lalu meninggal. PASAL EMPAT Kerampeluak melahirkan Mallajange ri Cina. Setelah Ke- rampeluak meninggal, Makkalempié jadi raja di Bone, sesuai pesan orang tuanya. Ñama sebenarnya — moga-moga saya tidak kena kutuk - I Berrigauk, nama gelarnya Daeng Marowa. Behau digelar juga Makkalempié. Dinamai juga Arung Majang. Setelah jadi raja di Bone, digelar Arumpone. Behau terkenal pandai. Dalam usia yang masih muda, ia telah dimintai pertimbangan oleh orang tuanya. la kawin dengan Arung Kaju yang bernama La Tenribali. Berputera sembilan orang, dua orang di antaranya ter- sebut dalam naskah ini. Tujuh orang yang lain tercantum dalam sejarah silsilah raja-raja dahulu. Yang tersebut dalam naskah ialah — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama La Tenri- sukki dan La Tenrigora. Makkalempié menyuruh Arung Katumpi yang bernama Lada- ti pergi minta membeli bukit di negeri Cina seharga 90 ekor kerbau jantan yang belum dikebiri. Penjualan itu disetujui. Dibeli juga oleh Makkalempié bukit yang terletak di sebelah barat La- liddo. Harganya 30 ekor kerbau. Setelah itu disuruhnya beberapa orang menghuni dan me- magari bukit di negeri Cina itu. Behau menyuruh juga orang mengolah sawah yang di sebelah barat Laliddo. Dalam pada itu pagar tanah di negeri Cina dirusak habis oleh orang Katumpi, para penghuninya diganggu dan diusiknya. 99 PNRI

Arumpone menyuruh memberi peringatan kepada raja di Katumpi. Namun tiga bulan sesudah suruhan Arumpone me- nyampaikan peringatan kepada raja di Katumpi, jenang Arumpone di sana dibunuh orang. Maka Katumpi diserang oleh orang Bone. Dalam pertempuran yang berlangsung satu hari saja, Katumpi dapat dikalahkan. Harta bendanya dirampas, demikian juga sawah-sawah di sebelah timur Laliddo, dan sawah-sawah di se- belah baratnya. Akan putera bungsu Arumpone yang bernama La Tenrigora, dialah yang mewarisi negeri Majang dan negeri Ciña, dan diberi gelar Arung Majang dan Arung Ciña. Adapun putera Arumpone — moga-moga saya tidak kena kutuk dan tulah — yang bernama La Tenrisukki, kepadanyalah diserahkan keraja- an Bone. Lalu dilantiklah oleh orang tuanya, dan diberi gelar Arumpone — moga-moga saya tidak kena kutuk - La Tenrisukki ñama sebenarnya. Sembilan belas tahun lamanya Makkalempié memerintah, barulah beliau menyerahkan kerajaan kepada putera- nya, La Tenrisukki. Setelah Makkalempie selesai melantik puteranya, maka diantarnyalah masuk istana. Lalu behau pergi tinggal di Ciña ber- sama dengan putera bungsunya, La Tenrigora. Setelah empat tahun tinggal di Ciña, pada suatu hari beliau naik ke loteng dan duduk di atas para-para tenun. Tiba-tiba datanglah nyala, konon disebut orang api dewata, berkobar berputar-putar di seluruh rumah. Mula-mula api berkobar di tangga, kemudian menjalai ke dalam rumah, akhirnya naik sampai ke loteng. Setelah api dewata padam, Makkalempie tidak ada lagi kelihatan. Maka beliau di- namailah Mallajangé ri Ciña (raja yang menghilang di Ciña). PASAL LIMA Mallajangé ri Ciña melahirkan Mappajunge, La Tenrisukki. Moga-moga saya tidak kena kutuk, La Tenrisukki diangkat jadi raja. Empat tahun sesudah baginda menerima kerajaan dari orang tuanya, Mallajangé n Ciña moninggal. Baginda kawin dengan saudara sepupunya yang bernama Wé Tenrisongkek. Beliau me- lahirkan anak yang bernama La Ulio, digelar Botetek-e. Pada masa 100 PNRI

itulah Datu Luwu yang digelar Dewa Raja datang menyerang Bone. Pasukan Luwu mendarat di sebelah selatan Cellu. Dan di sanalah mereka berkedudukan. Setelah pertempuran mereda, pada waktu dinihari keluarlah serombongan wanita diantar oleh orang-orang Riattang Solo ke seberang selatan sungai. Pasukan Luwu mengikut dari belakang. Mereka akan meneruskan per- tempuran. Pasukan Bone mengambil tempat kedudukan di Biru. Keesokan harinya terlihatlah oleh pasukan Luwu wanita- wanita diantar keluar ke sebelah timur Arobiring. Mereka pun bergegas-gegaslah ke sana. Maka bertempurlah orang Riattang Salo dengan pasukan Luwu. Pasukan Luwu dihadang oleh pasukan Bone. Pasukan Luwu berlarian menyelamatkan diri. Payung kerajaan Datu Luwu dapat direbut. Datu Luwu sendiri nyaris ter- bunuh, sekiranya tidak dicegah oleh Arumpone yang berseru, 'Mangan kamu bunuh Datu Luwu!\" Maka Datu Luwu digiring sampai ke perahunya di pantai. Pasukannya sisa dua puluhan orang saja yang sampai ke perahu. Hanya sebuah perahu kecil yang dapat mereka gunakan kembali ke negerinya. Itulah asal mula Bone memiliki kembali payung kerajaan. Payung kerajaan Luwu yang direbut itu berwarna merah. Maka digelarlah — moga-moga saya tidak kena kutuk — La Ten- risukki Mappajunge (La Tenrisukki yang berpayung). Pada masa Raja Bone inilah timbul perselisihan antara orang Bone dengan orang Mampu. Berperanglah mereka, saling me- nyerang dengan hebat. Pertempuran berlangsung di sebelah selatan Itterung. Orang Mampu kalah dan dihalau sampai ke negerinya. Arung Mampu menyerah dan membayar denda perang \"sebbu kati\" (8888 real 88 duit). Arung Mampu berkata, \"Berbuatlah semaumu, Arumpone, asalkan engkau tidak memisahkan aku dengan anak isteriku!\" Arumpone berkata, \"Kembalilah, Arung Mampu! Engkau jadi raja bawahan kerajaan Bone. Engkau tidak mengingini dari padaku yang berupa emas murni dan perhiasan serta harta yang banyak, sampai kepada keturunanmu!\" Setelah itu Arung Mampu bersama pengikutnya pun disuruh- lah mengangkat sumpah setia. Selesai penyumpahan kembalilah 101 PNRI

Arumpone ke negerinya. Dua puluh tujuh tahun lamanya me- merintah, lalu jatuh sakit. Beliau menyuruh orang Bone datang berkumpul, lalu berkata, \"Kami sekarang sakit keras. Bila kami meninggal, anak kami La Ulio yang menggantikan kami.\" Bebe- rapa saat setelah berpesan itu, beliau pun meninggallah. PASAL ENAM Mappajungé melahirkan Matinroé ri Itterung. Setelah Map- pajungé meninggal. Botek-é yang diangkat jadi raja di Bone, sesuai dengan pesan orang tuanya — moga-moga saya tidak kena kutuk — La Ulio ñama sebenarnya. Beliau masih muda belia dan berperawa- kan tinggi besar. Sampai-sampai pengusungnya delapan orang. Itulah sebabnya digelar Botek-é (si gemuk). Beliau rajin bekerja. Beliaulah seorang raja yang gemar menyabung ayam. Dikenal seorang yang sabar dan tenang. Botek-é kawin dengan Wé Tenriwewang yang digelar Daraé, puteri raja negeri Pattiro, Maggadingé. Jadi puteri Maggadinge yang diperisteri Arumpone. Lahirlah anaknya — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama La Tenrirawe digelar Bongkangé. Lahir juga anaknya — moga-moga saya tidak terkutuk — yang ber- nama Laica. Lahir juga anaknya yang bernama — moga-moga saya tidak terkutuk — Tenripakkua. Dan lahir juga — moga-moga saya tidak terkutuk — yang bernama I Lempek. Botek-élah raja di Bone yang mula-mula didampingi oleh Kajao Laliddo. Beliaulah juga yang mengikat perjanjian persaha- batan dengan Raja Gowa yang bernama Daeng Matanre dengan menghadirkan Sudangé (pedang sakti kerajaan Gowa) dan Latea Riduni (keris sakti kerajaan Bone). Beliau pulalah yang mengalah- kan Datu Luwu sewaktu tinggal di Cenrana. Raja Luwu dibantu oleh Daeng Bote, anak Karaeng Matanre. Botek-e kawin juga dengan Wé\"Tenrigauk di Mampu. Melahir- kan anak bernama Daeng Palippung, yang kemudian jadi raja di Mampu. Pada masa pemerintahan Botek-é, Raja Gowa mengada- kan kunjungan yang pertama ke Bone. Sewaktu Raja Gowa meng- adakan pertemuan dengan Arumpone di sebelah selatan Laccok- 102 PNRI

kong, terjadilah perkelahian orang Gowa dengan orang Bone. Kalau orang Bone yang membunuh, Raja Gowa yang memberi kain sampul. Kalau orang Gowa yang membunuh, Arumpone yang memberikan kain sampul. Raja Bone inilah juga yang ditemani Raja Gowa pergi menerima denda perang dari orang Wajo di Topaceddo. Setelah 25 tahun lamanya jadi raja di Bone, disuruhnyalah orang Bons datang berkumpul, lalu beliau berkata, \"Kami hendak menyerahkan kerajaan ini kepada anakda La Tenrirawe.\" Orang Bone semua setuju. Maka beliau pun melantiklah anaknya tujuh hari tujuh malam. Setelah selesai pelantikan, tuanku Botek-ë keluarlah dari istana. Ada dua tempat tinggalnya. Ada kalanya di Mampu bersama isterinya, ada kalanya tinggal di Bone. Diriwayatkan Botek-ë marah kepada kemanakannya yang bernama La Paunru. Beliau marah juga kepada saudara sepupunya yang jadi raja di Paccing yang bernama La Muliang. Untuk berbaik keduanya menyerahkan diri kepada orang Mampu untuk diminta- kan ampun kepada Botek-ë. Waktu itu Botek-ë kebetulan berada di Mampu. Tetapi belum lagi orang Mampu menyampaikan mak- sud tersebut, Botek-ë sudah berangkat pergi menyabung ayam. Maka dilihatnya saudara sepupu dan kemanakannya berada di sana. Beliau pun marahlah lagi. Setelah itu kembalilah Botek-ê ke Bone. Bersepakatlah La Paunru dan La Muhang, \"Baiklah kita menyusul beliau ke Bone. Nanti kita menyerahkan diri kepada Kajao Laliddo untuk diminta- kan ampun kepada Botek-ë.\" Sesampai di Itterung, tiba-tiba Botek-ê menoleh ke belakang. Tampaklah olehnya kemanakan dan saudara sepupunya itu. Pada sangkanya dirinya akan diamuk. Beliau pun turunlah dari usung- an. Melihat keadaan ketika itu, La Paunru merasa diri tidak akan lepas lagi, maka ia pun mengamuklah. La Paunru dan Botek-ë sama-sama mati. La Muliang pun mati terbunuh. Maka Botek-ë pun digelarlah Matinroë ri Itterung (raja yang meninggal di Itte- rung). 103 PNRI

PÀSAL TUJUH Matinroe ri Itterung melahirkan Matinroe ri Givinna, Bong- kange. Bongkange jadi raja Bone. Beliau sudah dinobatkan ketika orang tuanya masih hidup. Beliau bernama — moga-moga saya tidak terkutuk — La Tenrirawe digelar Bongkange. Beliau kawin di Timurung dengan raja di Timurung yang bernama Tenripakiu. Berputera dua orang. Yang seorang bernama Puang Risompa. Dialah bakal pengganti raja di Timurung, tetapi ia mati diamuk oleh seseorang yang bernama Dakalula. Bongkange dikenal bukanlah orang yang pandai. Tetapi beliau terpuji sebagai orang penggembira. Senang mengunjungi upacara-upacara keramaian. Terpuji karena jujur lagi dermawan. Senang menyabung ayam. Terkenal juga sebagai seorang pem- berani. Cinta dan sayang kepada kaum keluarganya yang rendah, dan patuh kepada orang tuanya. Sesuatu yang menggusarkan hati- nya selalu menimbulkan kemarahan yang meluap-luap, namun hanya sebentar saja. Raja inilah yang mula-mula mengangkat Tomakkajennangeng (Penjenang) di antara para anak bangsawan, para pengiring, para pemuda dan para tukang. Demikian juga antara para suruhan, para wanita, para pencari kayu api, para pengatur upacara, para dayang-dayang dan para selir. Waktu itu jugalah baru mereka me- ngenal bedil. Pada masa pemerintahan Bongkange, Raja Gowa datang ke Bone untuk menyabung ayam. Taruhan Raja Gowa 100 kati emas. Taruhan Arumpone ialah seluruh penduduk kampung Panyula. Ayam Raja Gowa berbulu merah, ayam Arumpone berbulu putih kemerah-merahan. Raja Gowa kalah sabung, ayamnya mati. Beliau membayar taruhan 100 kati emas. Pada masa itu juga orang-orang Ajang Alek bersatu di bawah naungan kerajaan Bone. Bone mengalahkan juga Awo, Teko. Dan musuh-musuh yang ada di Attang Salo semuanya dapat di- kalahkan lagi. Bertepatan dengan itu negeri Tellu Limpoè memisahkan diri dari kerajaan Gowa dan menyatukan diri di bawah kerajaan Bone. 104 PNRI

Maka Raja Gowa pun datanglah menyerang Bone. Pertempuran terjadi di sebelah selatan Meru. Setelah pertempuran berlangsung tujuh hari, terjadilah perdamaian antara orang Bone dengan orang Gowa. Daerah batas kerajaan Bone pun dipertegas, yaitu tepi se- latan Sungai Tangka ke hulu. Pada masa pemerintahan Bongkange, Datu Soppeng mening- galkan negerinya dan pergi ke Bone. Beliau diturunkan dari takhta kerajaan, karena terjadi perselisihan rakyat dalam negeri. Datu Soppeng Rilau yang bernama La Makkarodda To Tenribali dan digelar Mabbeluak-é tidak sanggup mengatasi keadaan. Beliau lalu pergilah ke Bone. Beliau kawin dengan saudara perempuan Arum- pone yang bernama Tenripauang. Melahirkan anak yang bernama Dangke digelar Lembaé. Dia juga digelar Datuèri Mario. Seorang saudara perempuan Arumpone yang bernama I Lem- pek kawin dengan Maddanrengè (Pendamping raja) yang bernama La Saliu. Mereka masih saudara dua pupu. Dia melahirkan anak — moga-moga saya tidak terkutuk — yang bernama La Tenrirua. Setelah meninggal digelar Matinroè ri Bantaeng (raja yang mening- gal di Bantaeng). Semasa pemerintahan Matinroè ri Gucinna, kemanakan Raja Gowa yang bernama Daeng Pabeta datang berkunjung ke Bone. Karena ia pernah menangkap orang mengamuk, maka orang Bone menamainya Daeng Patobo (Si Penikam). Kemudian datang pula Raja Gowa yang bernama Daeng Bonto menyerang Bone. Pa- sukannya mendarat di Cellu. Terjadilah pertempuran antara orang Bone dengan orang Gowa. Daeng Bonto luka kena panah beri- puh. Setelah lima hari pertempuran, Raja Gowa kembali ke ne- gerinya. Dua tahun sesudah perang di Cellu, Raja Gowa datang lagi menyerang Bone. Beliau membuat benteng pertahanan di Walenna. Maka terjadilah pertempuran hebat antara orang Bone dengan orang Gowa. Daeng Patobo luka kena tombak. Setelah delapan hari bertempur, Raja Gowa jatuh sakit, lalu kembali ke negerinya. Di sanalah beliau meninggal. Tidak cukup dua bulan setelah it.u, Raja Gowa yang bernama Daeng Parukka datang lagi menyerang Bone. Orang Ajang Alek 105 PNRI

semua berbalik jadi musuh. Orang Timurung mengungsikan anak isterinya, lalu datang menyatukan diri dengan orang Bone. Hanya wanita dan anak-anak sajalah yang masih tinggal di Timurung. Orang Limampanuaé mengungsikan anak isterinya ke Cinnong, lalu datang juga menyatukan diri dengan orang Bone. Orang Awampone berbalik juga jadi lawan. Raja Gowa mpmbuat benteng pertahanan di Pappolo, lalu menyerang pasukan Bone. Separuh negeri Bukaka habis dibakarnya, demikian juga negeri Takke Ujung. Lewat tengah hari, orang Makassar hendak mulai menggiring orang-orang Bone. Maka pasukan Bone segera menghadang mereka. Orang Makassar lari cerai-berai tak berketentuan. Dalam pengejaran, Raja Gowa tersusul di Cempae. Orang Makassar ham- pir semuanya terbunuh. Raja Gowa sendiri mati dipenggal orang Bone yang bernama La Tunru. Maka untuk sementara pimpinan kerajaan Gowa berada di tangan Daeng Padulung (Raja Tallo). Raja Tallo mengirim utusan ke Bone. Utusan Raja Tallo berkata, \"Dua orang raja kami. Yang seorang kaupenggal di atas tikar (kata penghinaan), yang seorang kaupenggal di medan laga. Namun sekarang kami ingin baik, kami tidak ingin jahat.\" Berkatalah Kajao Laliddo, \"Kalau demikian katamu, besok saya pergi menemui Raja Tallo.\" Keesokan harinya keluarlah Kajao Laliddo. Raja Tallo mengucapkan ikrar sesuai dengan persepakatan mereka. Selesai perjanjian Raja Tallo yang bernama Daeng Padulung dengan orang Bone, maka diangkatlah Daeng Patobo menjadi raja di Gowa. Semasa pemerintahan Bongkangé, timbul perselisihan antara Arumpone dengan Datu Luwu yang bernama Sangkaria, karena Datu Luwu datang lagi menduduki negeri Cenrana. Maka telah dua kali orang Bone merebut Cenrana dengan kekerasan. Bongkangelah raja di Bone yang bersahabat dengan Arung Matowa Wajo yang bernama To Udama. Bersahabat juga dengan Datu Soppeng yang digelar Puang Lipuè. Mereka bertiga bertemu di Cenrana, dan bersepakat akan mempersaudarakan neeeri mereka 106 PNRI

dengan berkata, \"Baiklah kita bertemu nanti di Timurung. Di sana kita selesaikan kerja ini pada malam bulan purnama.\" Pada hari yang telah ditentukan itu, bertemulah mereka di Timurung. Orang Bone dari segala penjuru berdatanganlah. Orang Wajo dari seluruh daerah telah berdatangan juga. Demikian juga orang Soppeng semuanya telah hadir. Mereka mendirikan bangsal kerapatan di desa Bunne. Di sana jugalah tempat mereka me- nyabung ayam. Pada malam bulan perbani, berkumpullah orang Bone, orang Wajo, dan orang Soppeng. Dalam kerapatan itu duduklah bersama Arumpone, Arung Matowa Wajo, dan Datu Soppeng. Mereka mempersatukan ketiga kerajaan itu, bagaikan orang bersaudara seibu sebapak. Bone anak sulung, Wajo anak tengah, dan Soppeng anak bungsu. Lalu mereka sama berikrar. Ada pun yang mereka ikrarkan ialah: Kita tidak sahng memandang kecil, kita tidak saling menginginkan emas dan perhiasan yang indah-indah, kita tidak saling menginginkan harta yang banyak. Setelah itu mereka menanam batu, dan menamakan negeri mereka Tellumpoccoé (Tiga Besar). Raja ini sangat dicintai oleh orang Bone, juga sangat dirindu- kan. Dua tahun sesudah perjanjian itu, Bongkangé jatuh sakit. Lalu disuruhnya rakyat Bone datang berkumpul, dan berkata, \"Kami maklumkan kepada kamu sekalian, bahwa adikkulah yang akan menggantikanku.\" Beliau lalu mengundang adiknya — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama Laica. Beliau berkata, \"Saya beri- tahukan engkau, adinda, perbaiki tingkah lakumu, karena engkau- lah yang saya kehendaki jadi raja, kalau saya meninggal nanti. Selain dari pada itu, kalau saya meninggal nanti dan selesai upacara kematianku, saya inginkan engkau kawin dengan iparmu. Mudah-mudahan dengan itu engkau memperoleh anak dengan Arung Timurung. Saya kehendaki engkau memperisterinya. Mahal didapat perempuan yang baik seperti dia, lagi tinggi daya pikir- nya. Mudah-mudahan dengan itu engkau sanggup memelihara Tanah Bone.\" Setelah selesai berpesan, beliau pun meninggallah. Maka 107 PNRI

dinamailah Matinroe ri Gucinna (raja yang meninggal di gucinya). PASAL DELAPAN Matinroe ri Gucinna bersaudara dengan Matinroe ri Adde- nenna. Setelah Matinroe ri Gucinna meninggal — moga-moga saya tidak kena kutuk — Laica yang diangkat jadi raja di Bone, sesuai dengan pesan kakaknya. Setelah selesai segala upacara kematian Matinroe\" ri Gucinna, maka Laica pun dilantiklah. Beliau kemudian kawin dengan raja di negeri Timurung yang bernama Tenripakiu. Beliau melahirkan anak — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama Tenripalek digelar Toakkeppeang. Lahir juga anak- nya yang bernama Wé Tenrijellok. Dia juga digelar Makkalarue. Seorang lagi anaknya, tetapi meninggal selagi masih kecil. Pada waktu pemerintahan — moga-moga saya tidak kena kutuk — Laica, datanglah Raja Gowa hendak menyerang Bone. Tetapi belum lagi sampai ke Bone, beliau kembali ke negerinya. Akan raja inilah — moga-moga saya tidak kena kutuk — orang tak habis pikir padanya. Hanyalah karena hal ini memang telah demikian adanya, maka dimuat juga dalam naskah ini. Semasa pemerintahan raja inilah timbul perselisihan-per- selisihan antara sesama rakyat. Sekali raja memarahi seorang raja bawahannya yang bernama La Patiwongi digelar Topawawoi. Kemudian La Patiwongi dibuang ke Sidenreng. Setelah ia merasa bosan tinggal di Sidenreng, ia pun kembalilah ke Bone untuk minta maaf. Tetapi malahan ia disuruh meninggalkan lagi Bone dan pergi ke Bukie. Kemudian ia disusul, lalu dibunuh. Beberapa raja bawahan seperti Arung Paccing, Arung Awangpone dibunuh juga. Seorang yang bernama Tosaliwu Riawa dibunuh juga. Mad- danrengé di Palakka yang bernama Tosaliwu Riwawo pun di- bunuh juga. Banyaklah raja-raja bawahan dan pembesar-pembesar kerajaan Bone yang dibunuh. Lagi pula raja menyita harta orang yang tak sepantasnya disita, memberi kedudukan kepada seseorang yang tak sepantasnya. Apa lagi waktu itu merajalela benar perse- lisihan antara rakyat sesamanya. Tetapi belum juga ada gara-gara waktu itu. 108 PNRI

Ternyata kemudian meletus juga gara-gara itu. Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang kedapatan berbuat keji kepada isteri seseorang. Laki-laki itu pun hendak dibunuh orang, tetapi ia sempat melarikan diri. Maka isteri orang itulah yang dibunuh. Lalu mereka membakar rumah-rumah, separuh Bone habis terbakar, dari Matajang sampai ke Macege, Maka rakyat pun bingung, cerai-berai tak berketentuan. Beberapa orang bangsawan menyatukan diri, lalu berangkat ke Majang. Tuanku di Majang berkata, \"Mengapa sekalian datang ke man?\" Orang Bone menjawab, \"Tak dapat kami mengatakannya, Tuanku. Tengoklah ke utara, ke Bone sebelah sana!\" Maka menengoklah Tuanku di Majang ke arah sana. Sambil menampar dadanya beliau berkata, \"Binasalah kita. Kasihan jerih payah raja-raja kita dahulu. Namun belum ada yang dapat kukata- kan kepadamu, hal orang Bone sekalian. Lebih baik suruh seorang ke Mampu menjemput kemanakanda, Dan malaka. Tinggal dia seorang yang terpandang sebagai tua-tua kita.\" Mereka itu menyahut, \"Beliau sekarang ada di Palakka.\" Pergilah dijemput, dan tak lama kemudian beliau pun da- tanglah. Damalaka berkata, \"Apa kehendak Tuanku memanggil saya?\" Tuanku di Majang berkata, \"Tidakkah engkau lihat tadi Ta- nah Bone telah direbut orang?\" Damalaka berkata, \"Saya melihat itu, Tuanku.\" Berkata Tuanku di Majang, \"Itulah maka saya memanggil- mu ke mari. Bagaimana pikiranmu tentang hal ini?\" Damalaka diam saja. Setelah tiga kali ditegur, barulah ia menyahut, \"Saya takut, Tuanku. Untung baik kalau hanya pe- nyesalan saja yang saya peroleh.\" Tuanku di Majang berkata, \"Kita ini sudah sehidup semati namanya.\" Damalaka berkata, \"Kalau demikian kata Tuanku, maka tak ada lagi upaya selain dari pada menurunkannya dari takhta ke- rajaan. Dia tidaklah lebih berharga dari pada negeri kita ini. 109 PNRI

Sekali pun dengan raja-raja dahulu, negeri ini masih lebih berharga dari pada diri pribadi mereka itu. Dan meskipun tidak teradatkan, namun saya akan menurunkan dari takhta kerajaan kemanakan saya itu.\" Damalaka pun mengangkatlah para pemangku adat dan di- utus oranglah menyampaikan kepada Laica, \"Tinggalkan kerajaan ini! Bukan engkau yang sederajat dengan kerajaan ini!\" Dia masih di luar istana, ketika utusan itu tiba. Utusan itu pun menyampaikanlah pesan itu. Belum selesai ucapannya, di- bunuhnyalah utusan itu. Lalu dibakarnya rumah-rumah yang ada dalam kota Bone. Setelah diketahui bahwa rumah-rumah di kota Bone sudah musnah semua, berkatalah Tuanku di Majang, \"Bawalah saya segera ke Bone, saya akan melawan cucuku itu sampai mati. Sudah pantaslah saya melawan dia, karena dia bukan lagi raja di Bone.\" Damalaka berkata, \"Saya juga ikut pergi, karena kita telah beijanji sehidup semati.\" Orang banyak itu pergilah semuanya ke Bone. Mereka dapati Laica tinggal seorang diri. Serta dilihatnya orang banyak ber- datangan, ia pun menyerang membabi buta. Banyak orang yang dibunuhnya. Selanjutnya setiap kali ia' menyongsong musuh, musuh itu segera melarikan diri. Kalau ia balik menyongsong musuh di belakangnya, musuh tadi balik mengejarnya. Demikian- lah terus-menerus sampai ia kehabisan tenaga. Lalu pergilah ia duduk bersandar pada tangga istana. Melihat itu Taunku di Majang segera maju memenggal leher cucunya. Maka meninggallah ia, lalu digelar Matinroe ri Addenenna (raja yang meninggal di tangga). Diriwayatkan bahwa sebelas tahun lamanya memerintah Matinroe ri Addenenna, lalu meninggal. PASAL SEMBILAN Matinroe ri Addenenna saudara sepupu dengan Matinroe ri Bettung. Setelah Matinroe ri Addenenna meninggal, bermusya- warahlah orang Bone dengan Tuanku di Majang mencari calon raja. Akhirnya Tuanku di Majang mengambil kata keputusan. 110 PNRI

Berkata Tuanku di Majang, \"Tidak ada calón raja yang lebih baik, selain dari pada cucuku yang bernama La Pattawe, anak Arung Palenna, cucu Makkalempie.\" Maka orang Bone pun mupakatlah mengangkat Arung Kaju menjadi raja di Bone, dan digelar Arumpone, ñama sebenarnya La Pattawe. Setelah itu Arumpone kawin dengan raja di Mampu. Melahirkan anak — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang ber- nama We Tenrituppu. Moga-moga saya tidak kena kutuk, La Tenrirua kawin dengan saudara sepupunya yang bernama I Dang- ke. Lahirlah anaknya — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama Wé Tenrisui. Tidak ada ceritera-ceritera kejadian yang dapat kita dengar selama pemerintahan La Pattawe. Setelah tujuh tahun memerin- tah kerajaan Bone, beliau pergi ke Bulukumpa. Di sana beliau jatuh sakit, lalu meninggal. Maka digelarlah Matinroe ri Bettung (raja yang meninggal di Bettung). PASAL SEPULUH Matinroe ri Bettung melahirkan Matinroe ri Sidenreng yang bernama — moga-moga saya tidak kena kutuk — We tenrituppu. Beliaulah yang diangkat jadi Arumpone. Raja Bone inilah yang mula-mula mengangkat tujuh orang Matowa menjadi Arung Pitu (tujuh orang pendamping raja), yaitu I Matowa Tibojong diangkat jadi Arung Tibojong, 2 Matowa Ta diangkat jadi Arung Ta, 3 Matowa Táñete Riattang diangkat jadi Arung Táñete Riattang, 4 Matowa Táñete Riawang diangkat jadi Arung Táñete Riawang, 5 Matowa Macege diangkat jadi Arung Macege, 6 Matowa Ujung diangkat jadi Arung Ujung, 7 Matowa Ponceng diangkat jadi Arung Ponceng. Berkata Arumpone, \"Kami angkat kamu sekalian menjadi Arung Pitu dengan maksud agar supaya kamu mengurus dan me- melihara usaha-usaha pertanian di negeri ini serta menjemput dan menerima tamu-tamu kerajaan, karena kami ini seorang wanita. Kemudian dari pada itu kami inginkan agar kamu mencari dan mempersatukan isi istana yang telah cerai-berai. Dan sebagai 111 PNRI

Arung Pitu, janganlah kamu membinasakan negerimu Tanah Bone ini, janganlah kamu membantu musuh dari Luar, janganlah kamu mewariskan kedudukanmu itu kepada anak cucumu tanpa se- pengetahuan kami, kecuali kalau para pewaris kerajaan Tanah Bone ini telah sepakat dan memandang hal itu sebagai hal yang pantas bagimu, barulah kamu boleh mewariskan itu kepada anak dan cucumu.\" Pada masa pemerintahan Raja Bone ini, datanglah Raja Gowa menyiarkan agama Islam ke negeri-negeri di Ajang Tappareng, yang disertai dengan perang. Maka datanglah pasukan dari Tel- lumpoccoe (Bone, Wajo, Soppeng) menyerang pasukan Makassar. Pasukan Makassar dapat dikalahkan. Maka Raja Gowa pun kem- balilah ke negerinya. Setahun setelah itu, datang lagi Raja Gowa menyerang Pandang-Pandang. Tellumpoccoe mengerahkan lagi pasukannya. Pertempuran hebat berlangsung di sebelah timur Buluk Sitompok. Kemudian banyak anak pasukan yang berlagak pura-pura ber- tempur. Maka kalahlah pasukan Tellumpoccoe, Bone, Wajo, dan Soppeng. Setahun sesudah kekalahan Tellumpoccoe, datang lagi Raja Gowa menyerang Soppeng. Bone dan Wajo tidak lagi pergi mem- bantu sekutunya, Soppeng. Maka kalahlah orang Soppeng, lalu masuk Islam. Setahun sesudah Soppeng masuk Islam, datang lagi pasukan Gowa menyerang Wajo. Wajo menyerah kalah, lalu masuk Islam. Setahun juga sesudah Wajo masuk Islam, Arumpone pergi ke Sidenreng untuk mempelajari tentang hakekat keislaman. Se- sampai di Sidenreng, beliau pun masuk Islam. Tidak lama sesudah itu beliau jatuh sakit, lalu meninggal. Sembilan tahun lamanya memerintah, lalu meninggal. Maka beliau pun digelarlah Matinroe ri Sidenreng (raja yang meninggal di Sidenreng). PASAL SEBELAS Matinroe ri Sidenreng saudara sepupu dengan Matinroe ri Bantaeng. Setelah Matinroe ri Sidenreng meninggal dunia, rakyat 112 PNRI

Bone pun bermusyawarahlah. Mereka bersepakat mengangkat Arung Palakka menjadi Arumpone. Selain bergelar Arung Palak- ka, beliau digelar juga Arung Pattiro. Karena Arung Palakka adalah cucu dari Arumpone Mappajungé, maka dialah yang diangkat jadi raja — moga-moga saya tidak kena kutuk — La Tenrirua nama se- benarnya. Kepada beliaulah orang Bone berserah diri serta mer.i- percayakan timbul tenggelamnya tanah kerajaan Bone pada waktu yang akan tiatang. Belum lagi cukup tiga bulan di atas takhta, datanglah Raja Gowa bermaksud hendak mengislamkan orang Bone. Orang Makassar membuat pertahanan di Ellue, dan Raja Gowa membuat benteng pertahanan di Pallette. Mereka mengajak orang Bone memeluk agama Islam. Berkatalah Arumpone kepada orang Bone, \"Kamu sekalian telah sepakat mengangkat kami menjadi raja disertai dengan per- nyataan berserah diri serta mempercayakan timbul tenggelamnya tanah kerajaan ini kepada kami. Kini Raja Gowa datang mem- bawakan kita sesuatu kebajikan. Baiklah kita sepakati masuk Islam, karena kita telah mengikat perjanjian dengan Raja Gowa, bahwa barang siapa di antara kita yang melihat jalan kebajikan, ia harus memberitahukan dan mengajak saudaranya. Dan menurut Raja Gowa adalah suatu kebajikan jika kita berpegang pada agama Islam. Kalau kita menerima ajakan itu, Raja Gowa me- nyatakan, bahwa hanya ada dua yang besar, yaitu Gowa dan Bone. Dan sama-sama kita menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Berkata lagi Arumpone, \"Bilamana kita tidak menerima ajakan baik Raja Gowa, dan beliau tetap bersikeras, dan kita barulah menyerah kemudian setelah mereka menyerang kita, itu namanya kita sudah diperbudak. Ada pun kalau kita menerima baik ajakan beliau, namun masih memperlakukan kita secara tidak wajar, maka kita pun berani melawan. Apakah kamu mengira, kami tidak berani melawan? Kita mengangkat senjata, kalau beliau menyalahi janjinya.\" Akan tetapi orang Bone semua menyatakan tidak setuju masuk Islam. Melihat sikap orang Bone yang demikian itu, Arum- pone berdiam diri sejenak, lalu minta diri pergi ke Pattiro. Beliau 113 PNRI

diantar oleh orang-orang dalam istana. Setiba di Pattiro, beliau mengajak pula orang-orang Pattiro, tetapi mereka pun menolak masuk Islam. Arumpone sejenak berdiam diri, lalu naik ke istana menenangkan hati, diiringi oleh orang-orang dalam beserta anak dan isterinya. Sepeninggal Arumpone berangkat ke Pattiro, orang Bone berkumpullah mengadakan musyawarah. Mereka semüpakat memecat Arumpone. Seorang yang bernama Toallaung diutus pergi ke Pattiro. Sesampai di sana, ia pun naiklah ke istana me- nyampaikan pesan orang Bone, \"Saya disuruh menyampaikan pesan orang Bone kepadamu, bahwa bukanlah rakyat Bone yang menolak kamu, namun kamulah yang menolak rakyat Bone. Kamu meninggalkan negerimu, ketika musuh datang menantang kita.\" Arumpone berkata, \"Hai, Toallaung! Apakah mereka me- ngira saya ini yang menolak rakyat Bone? Sekali-kali tidak! Karena kecintaan sayalah kepada rakyat Bone, maka saya ajak mereka kepada jalan kebajikan yang terang. Saya benar-benar menunjukkan kepada mereka jalan yang terang, namun mereka menolak. Kalau demikian berpeganglah kamu kepada pahammu yang gelap, dan saya berpegang pula kepada cahaya yang teranp yang disampaikan Tuhan Yang Mahaesa kepada Nabi-Nya.\" Setelah itu Toallaung kembalilah ke Bone. Rakyat Bone semupakatlah mengangkat Arung Timurung menjadi Raja Bone. Beliau adalah anak Matinroe ri Addenenna — moga-moga saya tidak kena tulah baginda — La Tenripalek ñama sebenarnya Toakkeppeang gelarnya. Setelah meninggal digelar Matinroe ri Tallo (raja yang meninggal di Tallo). Raja inilah yang memimpin rakyat Bone dalam Perang Islam. Sepeninggal Toallaung berangkat ke Bone, Arumpone rae- ngirim utusan kepada Raja Gowa di Pallette. Beliau mengirim juga utusan ke Bone. Setelah utusan Arumpone menemui Raja Gowa di Pallette, Raja Gowa mengirim pula utusan kepada Arumpone di Pattiro. Yang diutus ialah Karaeng Pettung. Tiba-tiba orang Pattiro bersama orang Sibulué mengepung Arumpone Matinroe ri Bantaeng bersama Karaeng Pettung. Maka mengamuklah Arum- pone bersama para pengiringnya beserta Karaeng Pettung. Orang 114 PNRI

Sibulué dan orang Pattiro dapat dikalahkan, dan lari menyelamat- kan diri ke bukit-bukit di Maroanging. Setelah itu berangkatlah Arumpone menemui Raja Gowa di Pallette. Karaeng Pettung tinggal menunggu dan berjaga-jaga di Pattiro. Setelah Arumpone bertemu dengan Raja Gowa, berkatalah Raja Gowa, \"Baik benar kedatanganmu ini. Saya ingin bertanya, manakah batas-batas negeri milikmu sendiri, sekalipun engkau bukan lagi raja di Bone. Kita tahu bahwa engkau yang menguasai Bone, tetapi kita dengar bahwa kerajaan Tanah Bone telah ber- pindah daripadamu.\" Berkatalah Arumpone, \"Negeri-negeri yang dalam kekuasaan- ku sendiri ialah Palakka, demikian juga Pattiro dan Awangpone. Sedangkan Mario Riasek kepunyaan isteriku.\" Berkatalah Raja Gowa, \"Ucapkanlah kalimah syahadat. Maka semua negeri-negeri yang kamu sebut itu masuklah dalam syahadat. Dengan demikian kamu bukan lagi hamba kerajaan Bone, dan bukan juga hamba kerajaan Gowa.\" Raja Gowa berkata lagi, \"Saya tahu juga bahwa Pallette ini milikmu, namun panji-panji kami telah terpancang di sini. Berarti Pallette adalah juga milikku, dan sekarang kami serahkan kembali kepadamu.\" Kemudian Raja Gowa menyerahkan juga seperangkat pakaian perang dari beledu kuning berkancing emas murni satu kati beratnya. Berkatalah Arumpone, \"Kalau hanya karena saya tidak me- nyertai orang Bone melawan kamu, saya tidak rela menerima- nya.\" Raja Gowa menjawab, \"Bukankah kamu tahu, Besan, adat kebiasaan orang dahulu. Kalau bertemu dengan keluarganya, ada saja sesuatu tanda hidup, ganti pinang sekerat, sirih selembar.\" Arumpone menjawab, \"Kalau demikian katamu, relalah saya menerimanya, Karaeng!\" Setelah itu Arumpone bersama Raja Gowa yang mula-mula masuk Islam dan Raja Tallo yang juga mula-mula Islam sama-sama mengikat janji dengan berikrar sebagai berikut: Kami bersaksi kepada Tuhan Yang Mahaesa, kalau masih saja keturunan kami yang menjadi raja di Gowa dan Tallo, maka tak adalah orang yang 115 PNRI

berani mengusik hak milikmu atau berbuat sewenang-wenang kepadamu. Kalau kamu ditimpa kesusahan, bukakan pintu, kami ikut menyertaimu.\" Berkatalah Arumpone Matinroe ri Bantaeng \"Hai, Karaeng! Binasa aku seperti gugurnya butir-butir padi dari berkasnya, tidak akan beroleh kebahagiaan hidup, tidak akan luput dari penderita- an, kalau Tanah Gowa ditimpa kesusahan, maka dengan berpegang pada sebatang bambu sekaüpun, aku akan datang menyertaimu dalam kesusahan, sampai pada anak cucumu dengan anak cucuku, asalkan kamu tidak menyalahi janji.\" Demikianlah peijanjian antara Raja Bone Matinroe ri Ban- taeng dengan Raja Gowa. Sesaat sesudah pengukuhan peijanjian Bone dengan Gowa, maka Gowa melancarkan Perang Islam dengan menyerang dan membakar Bone. Akhirnya Bone menyerah kalah, dan bersedia masuk Islam. Setelah itu, Raja Gowa kembali ke negerinya. Sekembali Raja Gowa ke negerinya, Arumpone Matinroe ri Bantaeng diusir oleh orang Bone. Maka beliau pergilah ke Makas- sar. Di sana beliau bersama-sama dengan Datok ri Bandang. Arum- pone Matinroe ri Bantaeng diberi nama \"Adam\" oleh Datok ri Bandang. Setelah beberapa lama tinggal bersama Datok ri Bandang, Raja Gowa meminta beliau memilih tempat tinggal yang disenangi- nya. Beliau memilih Bantaeng. Lalu pergilah beliau tinggal di sana. Di sana juga beliau meninggal. Maka digelarlah Matinroe ri Banta- eng (raja yang meninggal di Bantaeng). PASAL DUA BELAS Matinroe ri Bantaeng diturunkan dari takhta oleh rakyatnya, Beliau saudara sepupu dengan Matinroe ri Tallo. Setelah Matinroe ri Bantaeng turun takhta, maka Arung Timurung yang dimupakati orang Bone menjadi raja di Bone, karena beliau adaiah anak Matinroe ri Addenenna — moga-moga saya tidak kena kutuk - La Tenripalek namanya, Toakkeppeang gelarnya. Raja inilah yang memimpin orang Bone dalam Perang Islam. 116 PNRI

Bone diserang dan dibakar. Orang Bone menyerah kalah, tetapi bebas dari denda perang, bebas dari wang tebusan, tidak dirampas, tetapi diharuskan mengucapkan kalimah syahadat, dan menjadi kerajaan taklukkan Gowa. Setelah orang Bone bersama negeri-negeri bawahannya me- nyatakan diri masuk Islam semua, maka kembalilah Raja Gowa ke negerinya. Arung Timurunglah yang menjadi raja di Bone. Setelah meninggal dunia digelar Matinroe ri Tallo (raja yang meninggal di Tallo). Matinroe ri Tallo ada dua orang adiknya. Seorang yang bernama — moga-moga saya tidak kena kutuk — We Tenrijellok digelar Makkalarué, kawin dengan Arung Sumali yang bernama La Pancai. la melahirkan anak yang bernama La Maddaremmeng, Saleh ñama Islamnya. Dialah yang dijadikan raja di Timurung waktu direbut negeri Pattiro. Dialah juga yang diangkat raja di Pattiro. Seorang adik La Maddaremmeng — moga-moga saya tidak kena kutuk — bernama Tenriampareng. Dialah yang dijadikan raja di Cellu. Seorang lagi adiknya digelar La Tenriaji, Tosenrima nama sebenarnya. Setelah meninggal digejar Matinroe ri Siang (raja yang meninggal di Siang). Dialah juga yang diangkat raja di Awangpone. We Tenrisui kawin dengan Arung Tanah Tennga yang ber- nama — moga-moga saya tidak kena kutuk — La Pottobune. Me- lahirkan anak yang bernama Daunru, anaknya meninggal semua. Yang seorang lagi bernama — moga-moga saya tidak kena kutuk - La Tenritatta, Tounru nama sebenarnya, digelar juga Malampeè Gemmekna. Dinamai juga Torisompaè. Setelah meninggal digelar Matinroe ri Bontoalek. (raja yang meninggal di Bontoalek), tidak beranak. Yang seorang lagi bernama La Tenrigenrangi, anaknya juga meninggal semua. Seorang lagi yang bernama Daompo, juga tidak beranak. Seorang lagi anaknya bernama Daemba digelar Matinroe ri Bola Sadaé. Dan seorang lagi anaknya bernama We Pappolo Bonga, Daumpek nama sebenarnya, digelar juga Maddan- rengé. Satu tahun sesudah orang Bone masuk Islam, Arumpone pergi ke Makassar. Beliau bertemu dengan Datok ri Bandang. Oleh 117 PNRI

Datok ri Bandang, Arumpone diberi nama Islam Abdullah . Raja ini terkenal sebagai orang yang menyenangkan dalam pergaul- an. Gemar dalam usaha-usaha pertanian. Beliau kawin dengan anak Arumpone Matinroe ri Sidenreng, yang bernama Kauijangé. Melahirkan seorang puteri yang bernama Dabe, yang dipertunang- kan dengan putera Raja Gowa yang mula-mula Islam. Daeng Mat- tola nama tunangan Dabe. Akan tetapi Dabe meninggal dunia sebelum sampai umur. Sebab itu Arumpone tidak mempunyai anak gahara. Raja Bone iniiah yang sering-sering berkunjung kepada Raja Gowa. Tidak sampai tiga tahun berselang, beliau berkunjung lagi ke Makassar. Sekali pada perkunjungannya ke Makassar beliau kebetulan jatuh sakit, yang menyebabkan behau meninggal dunia. Beliau dikuburkan di Tallo. Sebab itu beliau digelar Matin- roe ri Tallo (raja yang meninggal di Tallo). Dua puluh tahun lama- nya memerintah, lalu meninggal. PASAL TIGA BELAS Matinroe ri Bukaka ialah kemanakan Matinroe ri Tallo. Setelah Matinroe ri Tallo meninggal dunia, ia digantikan oleh kemanakannya — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang ber- nama La Maddaremmeng, Saleh nama Islamnya. Setelah mening- gal digelar Matinroe ,ri Bukaka. Beliaulah yang menyuruh mem- buat payung putih kerajaan. Beliau kawin dengan Khadijah, Dasenrima nama sebenarnya. Dasenrima ialah puteri Arung Ma- towa di Wajo yang bernama Towalie. Melahirkan seorang anak yang bernama Pakkokoé digelar Toangkone. Anak itu lahir se- belum Arumpone memeluk agama Islam. Raja inilah yang memperluas kota Bone ke arah timur dan selatan. Behau terkenal sebagai raja yang kuat agamanya. Selain daripada itu beliau menyuruh membebaskan semua hamba sahaya. Dimarahinya orang-orang yang tidak mau membebaskan hamba sahaya. Ibunya sendiri dimarahinya, karena menentang kemauan- nya. 118 PNRI

Oleh sebab itu diserangnya dan dirampasnya Pattiro. Ibu Arumpone, yaitu Makkalarué lari berlindung kepada Raja Gowa. Raja Gowa pun menyuruh menasihati Arumpone sebagaimana mestinya. Akan tetapi Arumpone tidak mempedulikan nasihat itu. Raja Gowa lalu menyerang Bone. Bone dikalahkan, dan Arumpone lari ke Cimpu. Ia bersama pasukannya dikejar terus sampai tertawan semua, lalu dibawa Ice Makassar. Mereka diasing- kan ke Siang. Lima belas tahun lamanya La Maddaremmeng me- merintah kerajaan Bone. Setelah meninggal dunia digelar Matin- roë ri Bukaka (raja yang meninggal di Bukaka). PASAL EMPAT BELAS Setelah Bone dikalahkan, maka saudara Matinroë ri Bukaka, yang bernama La Tenriaji Tosenrima mengambil alih kerajaan Bone. Tosenrima meneruskan perlawanan. Maka Raja Gowa datang lagi memerangi Bone. Bone kalah lagi, pasukannya di- tawan dan dibawa ke Makassar. Perang itu disebut Bêta ri Pa- sëmpe (kekalahan di Pasëmpe), karena orang Bone membuat per- tahanan terakhir di Pasëmpe. Tosenrima ditawan dan diasingkan ke Siang. Di sanaiah ia meninggal, dan dinamailah Pawëlaië ri Siang (yang meninggalkan kita di Siang). Matinroë ri Bukaka masih tinggal di sana bersama dengan orang-orang Bone yang di- tawan. Sampai di sinilah riwayat Matinroë ri Bukaka. Oleh karena tidak ada lagi raja yang memerintah di Bone, maka Raja Gowa mengangkat seorang Jenang (wakil raja) di Bone. Tobala namanya yang jadi Jenang kerajaan Gowa di Bone. Mulai saat itu Bone menjadi jajahan penuh kerajaan Gowa. PASAL LIMA BELAS Setelah tujuh belas tahun Tobala menjabat Jenang di Bone, ia memimpin lagi perlawanan orang Bone. Dalam perang itu Bone dikalahkan lagi, dan Tobala sendiri mati dipenggal. Maka di- sebutlah Beta ri Tobala (kekalahan Tobala). Matinroë ri Bontoalek menyeberang ke Buton. Maka Bone sampailah pada puncak pen- jajahan orang Makassar. 119 PNRI

PASAL ENAM BELAS Setelah Tobala meninggal dunia, maka Arung Amalilah yang diangkat jadi Jenang di Bone. Setelah tujuh tahun menjabat Jenang, ia membawa orang-orang Bone menyeberang ke Buton. Ke sar£ datang juga Matinroé ri Bontoalek bersama orang Belanda. Maka orang-orang Bone yang ada di sana menyerahkan diri kepada Matinroé ri Bontoalek. Bersamaan dengan itu juga Karaeng Bonto Mararmu beserta semua orang-orang Makassar yang berada di Buton juga menyerahkan diri kepada Matinroé ri Bontoalek. 120 PNRI

INILAH NASKAH TENTANG SEJARAH WAJO Inilah naskah sejarah Wajo. Mula pertama adanya Arung Matowa (Raja Besar) di Wajo. Moga-moga saya tidak kena tulah baginda, moga-moga saya tidak binasa menyebut ñama raja-raja yang memerintah. Maka saya minta maaf untuk menyebutnya. 1. Yang mula-mula sekali diangkat jadi Arung Matowa ialah La Palewo, nama sebenarnya Topalippung. Beliau meninggal setelah tujuh tahun memerintah. 2. Settiware yang menggantikan La Palewo jadi Arung Matowa. Pada waktu itu datanglah Datu Luwu hendak mempersekutukan kerajaan Luwu dengan kerajaan Wajo. Lima tahun lamanya beliau memerintah lalu meninggal. Beliau digelar juga Batara Wajo. 3. Settiware digantikan oleh La Tenriumpu, nama sebenarnya Tolangi jadi Arung Matowa. Tiga tahun lamanya menjabat Arung Matowa lalu meninggalkan takhtanya. 4. La Tadampare Puang ri Maggalatung menggantikan La Tenri- umpu jadi Arung Matowa. Tidak cukup seribu orang Wajo dalam pemerintahannya yang menghuni Tana Wajo. Beliaulah yang mem- perluas dan memperlebar kerajaan Wajo. Pada masa itulah negeri Baringeng melindungkan diri di bawah kerajaan Wajo, demikian pula Lompullek, Tana Tennga, Ujumpulu. Daerah-daerah yang menjadi negeri taklukan ialah Lamuru, Larompong, Batu Lappa. Negeri-negeri seperti Gilireng, Otting, negeri-negeri di Enrekang, demikian juga Mario Riawa bersama Belokka, Cerowali, Awanio, Patampanua juga sama melindungkan diri di bawah kerajaan Wajo. Arung Matowa ini sangat baik pertimbangan dan keputusan bicaranya. Tanaman padi menjadi, penduduk bertambah banyak, kerbau dan hewan peliharaan berkembang biak. Penghidupan orang banyak menjadi makmur dan sentosa, tanam-tanaman tum- buh subur, buah-buahan menjadi, tak ada hama yang merusak tanaman. Raja inilah yang mengalahkan Wajo Barat, dan mengusir Puang ri Lompi-Lompi. Hanya dalam tempo sepuluh tahun me- 121 PNRI

merintah, Wajo telah menjadi satu kerajaan yang besar, kuat lagi makmur. Beliau memerintah 30 tahun lamanya lalu meninggal. Sejak itu tiga tahun lamanya tidak ada Arung Matowa di Wajo. 5. La Tenripakado, nama sebenarnya Tonampe yang meng- gantikan La Tadampare Puang ri Maggalatung jadi Arung Mato- wa Wajo. Tuanku Sonrompalie yang jadi raja di Soppeng Riaja. Sebelas tahun lamanya La Tenripakado jadi Arung Matowa, lalu turun t^khta. Negeri-negeri taklukkan yang masih dikuasai Wajo ketika itu ialah Gihreng, Otting, Enrekang, Mario Riawa bersama Belok- ka, Cerowali, dan Awanio. Adapun Larompong, Batu Lappa masuk kekuasaan Luwu, sedangkan Lamuru masuk kekuasaan Gowa. Amali, Timurung, dan Baringeng masih bersatu dengan Wajo. Negeri Timurung disebut-sebut orang mengikut Makassar, karena Arung Timurung waktu itu kawin dengan puteri Raja Gowa yang bernama I Kawante. Lahirlah anaknya yang bernama Passarie, Pabbuae, dan Totinellek. 6. La Mallagenni menggantikan La Tenripakado Tonampe jadi Arung Matowa Wajo. Pada waktu itu orang Soppeng ditunduk- kan oleh Makassar. Adapun Lamuru dan Mario Riwawo di bawah pengaruh kerajaan Gowa, karena keduanya telah berikrar: teng- gelam satu tenggelam keduanya. Dalam pada itu datanglah Suruhan dari Gowa dan singgah bermalam di istana. Orang Tellek tidak senang melihat hal itu. Pada keesokan harinya, Suruhan itu bersama temannya dijamu makan \"lawa tedong\" (sejenis makanan dari daging kerbau yang dibumbui) di balairung. Tengah mereka itu makan, tiba-tiba di- serang oleh orang Tellek seorang lawan seorang. Maka matilah Suruhan Raja Gowa bersama semua teman-temannya. Karena itu- lah, maka orang Tellek dibawa ke Makassar sebagai tawanan. Di sana mereka disuruh membuka negeri. Sembilan tahun lamanya La Mallagenni memerintah, lalu meninggal. 7. La Temmassonge menggantikan La Mallagenni jadi Arung Matowa Wajo. Lebih dua tahun lamanya memerintah, lalu turun takhta. Kerajaan Wajo tidak kuat lagi seperti dahulu. 122 PNRI

Waktu itu Arumpone, Bongkange kawin dengan Tenripakiu, Arung Timurung. Beliau melahirkan dua orang anak, seorang bernama La Maggalatung, yang seorang lagi bernama Punna Ri- sompa. Anak yang kedua inilah yang dicalonkan jadi raja di Ti- murung, tetapi ia mati diamuk oleh seseorang yang bernama Dakalula. Oleh karena perkawinan Arumpone, Bongkange dengan Arung Timurung, Tenripakiu. maka Timurung masuklah menjadi daerah kerajaan Bone. 8. Togiang menggantikan La Temmassonge jadi Arung Matowa Wajo. Pada masa pemerintahan Arung Matowa Togiang, Raja Gowa yang bernama Daeng Bonto datang menyerang Cenrana. Orang Wajo datang membantu Cenrana melawan pasukan Gowa. Dalam perang itu, Arung Matowa Togiang dapat dikalahkan. Lima tahun lamanya Togiang memerintah, lalu meninggal. 9. La Mappapuli yang digelar Toappamadeng menggantikan Togiang jadi Arung Matowa Wajo. Beliau digelar juga Loccie. Raja inilah yang mengalahkan Batu Lappa. Setelah itu Batu Lappa masuklah kembali ke dalam daerah kerajaan Wajo. Pada masa itu juga, Raja Gowa yang bernama Daeng Bonto menyerang Bulo-Bulo, tetapi tidak terkalahkan. Maka Raja Gowa meminta bantuan Matowa Wajo menyerang Bulo-Bulo. Pako Cewa- liè di Bulo-Bulo mati dipenggal oleh Toudama dari Wajo. Maka oleh sebab itu Raja Gowa memperkenankan Wajo mem- bawahi kembali Lamuru, Mario Riawa bersama Bélokka, Cerowali, Awanio sampai ke Enrekang. Diberikannya juga membawahi negeri-negeri sampai ke Amali, Timurung, Ujumpulu, Baringeng, Lompullek, Tana Tennga. Diberikannya juga kembali Patampa- nuaé kepada Wajo. Dan karena jasa-jasanya kepada Raja Gowa, Wajo dianugerahi juga Nipae di Cenrana. lima tahun lamanya sesudah kekalahan Bulo-Bulo maka Raja Gowa yang bernama Daeng Bonto datang menyerang Bone. Teijadilah pertempuran hebat antara pasukan Bone melawan pasukan Gowa di Cellu. Setelah lima hari bertempur, Raja Gowa kembali ke negerinya. Dua tahun sesudah pertempuran di Cellu antara Bone me- lawan Gowa, kembali lagi Raja Gowa menyerang Bone. Kedua 123 PNRI

pasukan itu pun bertempurlah. Setelah kira-kira lima hari pertem- puran itu berlangsung, Raja Gowa tiba-tiba jatuh sakit. Beliau pun dibawa pulang ke negerinya, dan meninggal di sana. Beliau ber- nama Tunipallangga. Tidak cukup dua tahun sesudah Tunipallangga meninggal, datang lagi Raja Gowa yang bernama Todewata Daeng Manro- pung menyerang Bone. Orang-orang Ajang Alek berpihak kepada musuh. Hanyalah orang Timurung yang ikut melibatkan diri mem- bantu pasukan Bone. Dalam pada itu Raja Gowa meminta bantuan Arung Matowa Wajo memerangi Bone. Maka datanglah orang Wajo menyeberang Sungai Cenrana arah ke selatan. Mereka menempatkan pasukannya arah sebelah timur Paccing. Maka pertempuran pun berkecamuklah antara p^sukan-pasukan itu. Hampir seluruh pasukan Gowa tewas. Raja Gowa sendiri tewas kena pancung oleh pasukan Bone. Pasukan Wajo pun larilah meninggalkan medan perang kembali ke negeri- nya. Maka berakhirlah perang Arumpone Bongkange. 10. La Pakkoko Topabbelek menggantikan La Mappapuli To- appamadeng jadi Arung Matowa Wajo. Pada masa pemerintahan Arung Matowa inilah, maka Arung Bila yang bernama — moga- moga saya tidak kena kutuk baginda — Tomacenra La Waniaga, Arung Soppeng Riaja yang bernama — moga-moga saya tidak kena kutuk baginda — La Mataesso Ponglipue mengadakan pertemuan dengan Arung Kaju dari Bone yang bernama Tosaliwu, dan Tonda- ma dari Wajo mengenai kesamaan pendapat tentang \"rapang\", yaitu undang-undang yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diambil dari kejadian-kejadian yang pernah dilakukan pada waktu- waktu yang lalu. Lebih dua tahun sesudah Bone, Wajo, dan Soppeng meng- adakan pertemuan tersebut dan diakhiri dengan perjanjian per- sahabatan, maka La Pakkoko Topabbelek pun meninggal dunia. Beliau memerintah selama tiga tahun. 11. La Bunkace Toudama yang menggantikan La Pakkoko jadi Arung Matowa Wajo. Setelah sepuluh tahun dalam pemerintahan, datanglah Raja Sidenreng ke Wajo menyatakan pembatalan ke- 124 PNRI

putusan rapat dewan adat terdahulu. Suatu ketika Arung Matowa pergi ke Bone menyabung ayam. Ayam Arung Matowa kalah, akan tetapi dinyatakan balui, karena ayam itu masih sanggup mematuk sampai tiga kali ayam lawan- nya. Arung Matowa ini jugalah yang mengadakan peijanjian Tellumpoccoé (Tiga Besar) yang terkenal dengan Lamumpatué ri Timurung (Penanaman Batu di Timurung) dengan Arumpone yang digelar Bongkangé dan Datu Soppeng yang digelar Patolae. Beliau juga yang memasukkan Timurung dan Amali men- jadi kerajaan-kerajaan bawahan ke dalam kerajaan Bone. Beliau memasukkan juga menjadi kerajaan-kerajaan bawahan ke dalam kerajaan Soppeng negeri Ujumpulu, Lompule, Tanah Tennga, Baringeng, Mario Riawa dengan negeri-negeri pengikutnya Belok- ka, Cerowah, Awanio, dan Lamuru dengan pengikutnya Dua Kasera Bate-Bate ri Attang Lamuru. Kerajaan-kerajaan bawahan itu adalah pemberian Wajo kepada Soppeng sebagai \"adiknya\" pada perjanjian Lamumpatué ri Timurung. Empat puluh tahun lamanya La Bunkace Toudama menjabat Arung Matowa Wajo, lalu meninggal. Beliau digelar Matinroé ri Kannana (raja yang meninggal dengan perisainya), karena jenazah beliau dibakar bersama-sama dengan perisainya. 12. La Sangkuru Mula Jaji yang menggantikan La Bungka ce Toudama jadi Arung Matowa Wajo. Beliau juga raja di Peneki. Arung Matowa inilah yang mula-mula sekali memeluk agama Islam. Beliau juga yang mengislamkan negeri Timurung dan Amali, karena kedua negeri itu pada saat itu memang telah masuk dalam daerah kerajaan Wajo. Masuknya kedua negeri itu ke dalam kekuasaan Wajo, yaitu pada waktu Arumpone dibunuh oleh rak- yatnya. Maka Toakkeppeang menyerahkan negeri Timurung dan Amali kepada Datu Pammana, yang selanjutnya menyerahkan pula kepada kerajaan Wajo. Dua tahun lamanya La Sangkuru Mula Jaji menjabat Arung Matowa Wajo atau satu tahun sesudah memeluk agama Islam, beliau meninggal dunia. Beliau digelar Matinroé ri Allepperengé (raja yang meninggal pada hari lebaran). 125 PNRI

13. La Mappepulung Toappamole menggantikan La Sangkuru Mula Jaji jadi Arung Matowa Wajo. Beliau melahirkan anak yang bernama La Pangoriseng Tokegalung, Arung Bentempola. Beliau membuat peraturan, bilamana musim mengusahakan sawah telah dimulai, maka semua persengketaan yang berhubung- an dengan persawahan tidak boleh dibicarakan lagi, kecuali per- kara-perkara yang sementara dalam penyelesaian. Beliau memerintah tiga tahun, lalu meninggal. 14. La Samalewo Toappakiu menggantikan La Mappapulung Toappamole jadi Arung Matowa. Hanya lima tahun memerintah, lalu diturunkan dari takhta kerajaan oleh rakyatnya. 15. La Pakollengi Toali menggantikan La Samalewo jadi Arung Matowa Wajo. Lima tahun juga lamanya beliau memerintah, lalu turun takhta. 16. Topasawungi yang menggantikan La Pakollengi jadi Arung Matowa Wajo. Pada masa pemerintahan beliau, tanaman padi sangat berhasil di Wajo. Orang berkata padi menjadi pada Topa- sawungi. Beliau turun takhta setelah tiga tahun memerintah. 17. La Pakollengi Toali kembali diangkat kedua kalinya jadi Arung Matowa Wajo menggantikan Topasawungi. Setelah delapan tahun memerintah, behau diturunkan dati takhta kerajaan oleh rakyatnya, lalu pergi tinggal di Ugi. Kemudian beliau bersama- sama dengan orang Patampanua (gabungan empat kerajaan kecil: Ugi, Canruk, Sempek, Wage) berperang melawan Wajo. Maka Patampanua pun diserang dan dibakar habis oleh pasukan Wajo. Toali menyerah kepada Wajo dan bersumpah, bahwa anak cucunya kelak tidak akan memperoleh keselamatan dan kesejahteraan sedikit pun, bilamana ia memusuhi Wajo. Behau digelar Matinroe ri Cenrana (raja yang meninggal di Cenrana). 18. Toudama menggantikan La Pakollengi Toali jadi Arung Matowa Wajo. Hanya dua tahun memerintah, lalu meninggal dunia. Beliau digelar Matinroe ri Batana (raja yang meninggal di istananya). 126 PNRI

19. La Sigajang Tobune yang menggantikan Toudama jadi Arung Matowa Wajo. Raja inilah yang mula-mula sekali membentengi Watampajo. Beliau digelar juga Penekié. Setelah 11 tahun dalam pemerintahan, pasukan Wajo me- nyerang Peneki, yang pada waktu itu diduduki oleh Bone. Orang Bone meninggalkan Peneki setelah dirampas dan dibakarnya. Tobune tidak menerima baik perlakuan orang Bone di Peniki itu. Maka pecahlah perang antara Arung Matowa Wajo dengan orang Bone. Pertempuran hebat berlangsung di sebelah selatan Patila, di seberang sungai. Pasukan Wajo kalah, lalu lari hendak menyeberang sungai arah ke utara. Akan tetapi titian perahu yang tadinya dilalui oleh Arung Matowa menyeberang tiba-tiba patah. Maka tersusullah Arung Matowa oleh pasukan Bone, lalu beliau ditangkap dan dipancung kepalanya di Patila, di seberang selatan sungai.' Maka beliau digelarlah Matinroe ri Patila (raja yang meninggal di Patila), atau raja yang meninggal perang di sebelah selatan Patila. Beliau memerintah 11 tahun lamanya. 20. Topanemmui yang menggantikan Arung Matowa La Sigajang Tobune yang tewas dalam perang. Pada masa pemerintahan Arung Matowa ini, Raja Gowa datang menyerang Bone. Raja Gowa minta bantuan Arung Matowa memerangi Bone. Orang Bone dapat di- kalahkan, lalu dibakar dan dirampas harta bendanya. Arumpone La Maddaremmeng ditawan, lalu dibawa ke Makassar. Arung Matowa inilah yang mula-mula sekali menggali salur- an air di sebelah timur Tuwa. Belum lagi cukup dua tahun sesudah Bone dikalahkan dan dirampas oleh orang Makassar, maka Arumpone Tosenrima bang- kit kembali mela wan Gowa. Orang Wajo datang lagi membantu Gowa menyerang Bone. Pasukan Bone menyerah kalah setelah bertahan di Pasempe. Maka perang itu dinamailah Bétaé ri Pa- sèmpe (kekalahan di Pasempe). Orang-orang Bone bersama dengan rajanya menjadi tawanan lagi, lalu dibawa ke Makassar. Kemudian Arumpone diasingkan ke Siang. Setelah meninggal, beliau digelar Matinroe di Siang (raja yang meninggal di Siang). Setelah kekalahan di Pasempe, berangkatlah Arung Matowa Topanemmui bersama dengan Raja Gowa dan Datu Luwu ke 127 PNRI

Makassar. Mereka bertiga lalu mengadakan suatu upacara yang khidmat bertempat di balairung Buliae untuk mengekalkan per- janjian terdahulu di Topaceddo, yang kemudian terkenal dengan ñama Singkerruk Patolaé (perikatan petóla). Atas kehendak Arung Matowa Wajo, Datu Luwu, dan Raja Gowa, maka orang Bone dibagi atas tiga bagian. Sebagian di- bawa pergi oleh Raja Gowa, sebagian lagi dibawa pergi oleh Datu Luwu. Namun Arung Matowa Wajo tidak mau menerima bagian- nya. Arung Matowa berkata kepada Raja Gowa dan Datu Luwu, \"Ada perjanjian antara Wajo dengan Bone: lupa saling mengingat- kan, rebah saling menegakkan, saling memberitahukan dalam su- sah dan senang, tidak saling memandang enteng, tidak saling mem- perluas daerah kekuasaan masing-masing dalam lingkungan perse- kutuan, berpilin bagi kelindan, putus sama-sama putus, tidak saling menginginkan harta kekayaan masing-masing. Itulah sebab- nya kami tidak sudi mengambil orang-orang Bone sebagai tawan- an.\" Berkatalah Arung Matowa Wajo kepada Raja Gowa dan Datu Luwu, \"Sekalipun hanya sehari saja tawanan itu dalam tanganmu, lalu mereka melarikan diri, janganlah dicari lagi.\" Raja Gowa dan Datu Luwu menyetujui anjuran Arung Ma- towa itu. Arung Matowa inilah yang mendirikan sebuah istana besar di tengah-tengah kerajaan Wajo. Beliau meninggal sebelum istana itu selesai dibangun. Oleh sebab itu beliau digelar Mpelaiengi Pangarana (raja yang meninggalkan pemerintahannya). Tujuh tahun lamanya beliau memerintali, lalu meninggal. 21. La Temmassonge Puanna Daeli menggantikan Topanemmui jadi Arung Matowa Wajo. Beliau digelar juga Malinnge. Tiga tahun lamanya behau memerintah, lalu turun takhta. 22. La Paremma Puanna Tosama menggantikan La Temmassonge jadi Arung Matowa Wajo. Behau juga raja di Peneki. Tujuh tahun lamanya beliau memerintah, lalu meninggal. Beliau digelar Matin- roè ri Passirinna (raja yang meninggal di pekarangannya). 23. La Tenrilai Tosenngeng yang menggantikan La Paremma 128 PNRI

jadi Arung Matowa Wajo. Beliaulah yang mula-mula mendirikan Tosora. Dalam pada itu diriwayatkan oleh Raja Gowa, bahwa setelah 17 tahun lamanya Tóbala menjadi Wakil Raja Gowa di Bone, yaitu sejak Bétaé ri Pasempe (kekalahan di Pasémpe) Tóbala mengadakan perlawanan kepada kefajaan Gowa. Tóbala meng- ajak Datu Soppeng La Tenribali bersama-sama memerangi Gowa di Lamuru. Dalam pertempuran itu Raja Gowa berada dalam ke- adaan bahaya dikepung oleh Tóbala bersama Datu Soppeng. Kemudian datanglah.pasukan Wajo membantu Gowa menye- rang pasukan Soppeng. Pasukan Soppeng pun balik menghadapi pasukan Wajo, lalu teijadilah pertempuran yang hebat. Kesudahan- nya pasukan Soppeng menyerah kalah, dan pasukan Bone pun meninggalkan medan pertempuran kembali ke negerinya. Setelah itu orang Wajo bersama-sama orang Makassar pergi menyerang Bone. Dalam penyerangan itu Tóbala mati terpancung. Akan tetapi Arung Palakka masih siap meneruskan perlawanan kepada Wajo dan berkata kepada Raja Gowa, \"Perang kita sudah selesai, Karaeng Akan tetapi perang saya dengan orang Wajo belum selesai. Kembalilah ke Makassar, Karaeng. Saya akan me- nyusul kemudian.\" Peristiwa ini terkenal dengan Betae ri Tóbala (kekalahan Tóbala). Satu tahun sesudah Tóbala mati terpancung, maka Arung Palakka yang bernama Tounru bersiap sedia lagi meneruskan per- lawanan. Bersama-sama dengan orang Soppeng, Arung Palakka menyerang lagi Wajo. Pertempuran berlangsung di sebelah selatan Sarasa. Pasukan Wajo dapat dikalahkan dan lari ke Kera, Maiwa. Wajo dibakar habis oleh pasukan Bone dan Soppeng. Dua tahun lebih sesudah Arung Palakka mengalahkan Wajo, datanglah Raja Gowa menyerang Soppeng. Orang Wajo berke- dudukan di Maiwa dan bergabung dengan pasukan Gowa menye- rang Soppeng. Orang Soppeng menyerah kalah. Setelah itu pasukan Gowa dan Wajo meneruskan penye- rangannya ke Bone. Orang Bone pun dapat dikalahkan, dan Arung Palaka lari menyeberang ke Buton. Setelah enam tahun tinggal di Jaketara (Jakarta), kembali- 129 PNRI

Iah Malampee Gemmekna (Arung Palakka) bersama dengan Belanda menyerang Gowa. Setelah singgah sebentar di perairan Lae-Lae mereka meneruskan pelayarannya dan singgah membakar Barftaeng. Kemudian terus menyeberang ke Buton. Semua orang Bugis yang dibawa oleh Karaeng Bonto Ma- ranmu ke Buton diambil alih oleh Arung Palakka termasuk Ka- raeng Bonto Marannu sendiri bersama semua orang Makassar yang berada di Buton. Kemudian kembalilah Malampee Gemmekna bersama-sama orang Belanda menyerang Somba Opu.» Semua sekutu Gowa ber- balik menjadi musuh, kecuali orang Wajo yang setia menemani- nya. Somba Opu setelah dikepung selama tiga tahun, barulah dapat ditembus. Setelah itu Raja Gowa mengikat peijanjian dengan Malampee Gemmekna di Bungaya. Hanyalah Wajo yang tidak ikut dalam peijanjian itu. Ada 2375 lasykar yang bersumpah setia di hadapan Arung Matowa Tosenngeng, dan 1370 lasykar Soppeng. Selama tiga tahun Arung Matowa Wajo berada di Gowa ada 504 orang lasykar Wajo yang tewas. Raja Gowa berkata kepada Arung Matowa Wajo, \"Somba Opu telah tembus, Gowa dalam bahaya. Kembalilah ke negerimu dan carilah kebaikan untuk negerimu!\" Berkatalah Arung Matowa, \"Sepuluh ribu lasykar Wajo saya bawa ke Gowa. Kalau mereka sudah tewas semua, barulah Gowa menyerah.\" Raja Gowa menjawab, \"Orang Gowa berhutang jiwa 10.000 pada orang Wajo. Namun kembalilah, Saudara, mencarikan negeri- mu kebaikan dan kebajikan, supaya kelak nasib ada yang di- harapkan sebagai bibit yang baik untuk Wajo.\" Mendengar itu barulah Arung Matowa Tosenngeng kembali ke Wajo. Dalam pada itu Malampee Gemmekna menyerang lagi La- muru. Hanya sehari saja bertempur, Lamuru dapat dikalahkan. Se- telah itu Malampee Gemmekna berangkat ke Timurung. Di sana akan diadakan pertemuan antara Bone dengan Soppeng mengenai pernyataan perang. Dalam pertemuan itu Bone dan Soppeng se- pakat hendak mengingatkan Wajo lebih dahulu akan ikrar mereka dalam peijanjian Lamumpatue ri Timurung. 130 PNRI

Selesai pertemuan itu, orang Bone dan orang Soppeng ber- angkat ke Solok. Dari sanalah Malampee Gemmekna mengirim utusan rnenyuruh mengingatkan Wajo akan kedudukannya dalam perjanjian Tellumpoccoé (Tiga Besar) di Timurung. Tosawek yang diutus Arung Palakka Malampéé Gemmekna ke Wajo me- nyamnaiJkan kepada Arung Matowa Tosenngeng. Tosawek berkata kepada Arung Matowa dan kepada orang Wajo, \"Saya menyampaikan amanat keluargamu Malampee Gem- mekna. Bone, Soppeng, dan Wajo akan memperoleh kebaikan negerinya masing-masing, kalau ketiganya berpegang teguh pada perjanjian Tellumpoccoé, Bone, Wajo, dan Soppeng. Masing-ma- sing bebas dan aman melaksanakan kehendaknya menurut adat kebiasaan masing-masing.\" Arung Matowa Wajo berkata, \"Memang demikianlah sebenar- nya. Namun sebenarnya engkaulah, orang Bone sendiri yang me- nyalahi ikrar kita. Bone bersama Soppeng mengundang Belanda. Wajo takut kepada Belanda, Wajo takut kepada Dewata, dan Wajo malu menyalahi janji dan ikrar kepada Raja Gowa. Gowa mati kami mati, Gowa hidup kami hidup.\" Tosawek berkata, \"Baiklah, itulah yang dipegang teguh saudaramu, disaksikan oleh Tuhan Yang Esa. Gowa mati kamu mati, Gowa hidup kamu hidup. Meskipun saudaramu telah me- nunjukkan kamu jalan yang baik dan terang, namun kamu tidak mau. Karena Gowa telah mati, ikutlah kematiannya, dan kami memilih jalan kehidupan, serta berpegang kepada Tuhan Yang Esa. Adapun perjanjian kita, yang ditindih dengan batu di Timu- rung: lupa saling mengingatkan, rebah saling menegakkan, tidak saling menginginkan emas dan perhiasan serta harta kekayaan masing-masing, masing-masing memperluas daerah kekuasaannya di luar daerah persekutuan, tidak memperluas ke dalam, tidak putus berpilin sebagai kelindan, putus satu putus semua, biar langit runtuh bumi tenggelam, perjanjian Tellumpoccoe yang ditindis dengan batu di Timurung tidak teruraikan.\" Serta selesai perbantahan antara Tosawek dengan Arung Matowa Wajo, pada sore hari itu juga pasukan Bone menyerang Wajo. Itulah permulaan pertempuran yang hebat di Tosora. Empat 131 PNRI

hari empat malam pertempuran berkecamuk terus-menerus, tak ada yang mau mundur, tak ada yang terhalau, tak ada yang kalah tak ada yang menang. Ribuan lasykar kedua belah pihak ber- hadap-hadapan, bertahan laksana tebing terjal yang kukuh. Lasykar banyak yang tewas, mayat bergelimpangan tidak ter- urus. Serta merta Pillaé, Patolaè, Cakkuridie (para panglima perang Wajo) meminta gencatan senjata untuk membenahi mayat-mayat tersebut. Dijawab oleh Tosawek, bahwa Malampéé Gemmekna menyetujui gencatan senjata tiga hari, agar orang Wajo dapat memüngut dan membenahi mayat-mayat tersebut. Lebih kurang 1000 orang lasykar Wajo yang tewas. Arung Matowa Wajo Tosenngeng sendiri tewas dalam selekoh benteng- nya yang terbakar. Jadi, Arung Matowa Wajo Tosenngeng. gugur di medan perang. Dua puluh tahun delapan bulan La Tenrilai Tosenngeng memerintah, lalu meninggal. Beliau digelar Matinroé ri Salekona (raja yang meninggal di selekohnya) atau yang meninggalkan perang di Tosora. 24. La Palili Tomalu Puanna Gella menggantikan La Tenrilai Tosenngeng jadi Arung Matowa Wajo. Ketika itu perang belum selesai, daerah-daerah taklukan Wajo di sebelah utara dan timur kini jatuh menjadi daerah taklukan kerajaan Bone. Tiga tahun sepuluh bulan lamanya Tosora dikepung musuh, barulah dapat dihancurkan, yaitu pada 21 hari bulan Zulhijah. Dan pada 20 hari bulan itu juga, hari Kamis setelah benteng Tosora direbut musuh, maka Puanna Gella pun menyerahlah. Sembilan tahun lamanya memerintah, lalu turun takhta. 25. La Pariusi Daeng Manyampa Arung Mampu yang mengganti- kan La Palili Tomalu jadi Arung Matowa Wajo. Beliau juga raja di Amali. Beliaulah Arung Matowa yang mula-mula memakai payung kebesaran, membunyikan gendang gong, dan memerintahkan orang menari pajaga di istana. Pada masa pemerintahan beliau, Bone tidak lagi berlaku sewenang-wenang kepada orang Wajo. Seperti diketahui tiga tahun 32 PNRI

lamanya orang Bone meraj alela di Wajo. Setelah La Pariusi jadi Arung Matowa, barulah berhenti perlakuan berat orang Bone kepada orang Wajo. Dua puluh dua tahun lamanya beliau memerintah, lalu turun takhta. 26. La Tenrisessu Totimo Puànna Todenra yang menggantikan La Pariusi Daeng Manyampa jadi Arung Matowa Wajo. Pada masa pe- merintahannyalah Caleko dan Belawa menjadi daerah bawahan kerajaan Wajo. Dua tahun satu bulan behau memerintah, lalu turun takhta. Beliau digelar Puanna Todenra Petta Coraé. 27. La Mattone Tosakke Daeng Paguling yang menggantikan La Tenrisessu Totimo jadi Arung Matowa Wajo. Beliau digelar juga Puanna La Rumpang. Hanya 10 bulan 12 hari lamanya beliau me- merintah, lalu meninggal. 28- La Galigo Tosunnia yang menggantikan La Mattone Tosakke jadi Arung Matowa Wajo. Sembilan tahun lamanya La Galigo To- sunnia memerintah, lalu meninggal. 29. La Werrung Puanna Sangaji yang menggantikan La Galigo Tosunnia jadi Arung Matowa Wajo. Beliau tiga tahun memerin- tah, lalu turun takhta. 30. La Sale Arung Kampiri Totenri yang menggantikan La Wer- rung Puanna Sangaji jadi Arung Matowa Wajo. Sebagai Arung Matowa beliau memiliki gagasan-gágasan yang baik sekali. Maka banyaklah orang Wajo yang menjadi kaya raya. Beliau memajukan usaha-usaha pertanian dan perdagangan. Beliau mengumpulkan wang dari orang Wajo untuk dipinjamkan sebagai modal kepada pedagang dengan ketentuan bagi laba. Modal dijamin tidak hilang. Keuntungan yang diperoleh dibagi dua, sebagian untuk penambah modal dan sebagian dibelikan senjata, mesiu dan peluru. Beliau juga membangun gudang mesiu di Tosora. Beliau mengusahakan juga apa yang disebut \"ase limpo\", yaitu padi yang dikumpulkan dari setiap rumah petani sesudah panen jadi serupa lumbung padi. Kerbau dan kuda jarang kena wabah. 133 PNRI

Demikianlah maka Wajo banyak memiliki senjata. Lalu ditunjuklah orang-orang yang dapat memelihara senjata bedil. Sebab itu banyak orang yang mahir menembak, baik daari kalangan raja-raja, bangsawan, maupun di kalangan orang-orang besar dan para nakhoda. Setelah cukup 18 tahun beliau dalam pemerintahan, maka berhasillah usaha-usaha beliau menjadikan Wajo satu kerajaan yang kuat. Dalam pada itu setelah 28 tahun 4 bulan La Sale Arung Kampiri memerintah, datanglah Arung Singkang yang bernama La Maddukelleng bersama Arung Ta yang bernama La Delle, juga bersama Puanna Pabbola, Kapten Laut yang bernama Toassa mem- bawa armada yang terdiri dari 40 buah perahu dari Pasere (Pasir). Waktu armada itu singgah di Mandar, secara kebetulan mereka ber- temu dengan Arung Lipukasi yang bernama La Pasori, yang pergi ke sana menagih piutang pada orang Mindanao. Iniiah yang kemudian menyebabkan perang di Wajo antara Bone dengan Arung Singkang. Diriwayatkan bahwa yang menjadi perselisihan antara mereka, ada seorang orang Makassar yang bernama Kare Patasa ditagih hutangnya oleh Arung Singkang. Kemudian lari meminta perlindungan kepada Arung Lipukasi. Lalu Arung Lipukasi mem- bawa Kare Patasa kepada Raja Balangnipa. Maka timbullah per- selisihan antara Arung Singkang dengan Raja Balangnipa. Maka terjadilah pertempuran antara Arung Lipukasi dengan Toassa. Arung Lipukasi lari ke gunung, dan Toassa turun ke laut. Ada seorang pasukan Arung Singkang tewas. Melihat itu Toassa lari ke Ulu Labuang. Didapatinya orang-orang Mangaran- cang sedang berada dalam perahunya. Mereka itu semua disiksa dan ditawan oleh Toassa. Perahu mereka dibakar dan semua muatannya dirampas. Kemudian armada itu meneruskan pelayarannya, dan singgah berlabuh dipulau Binuang. Beberapa anak perahu naik ke darat berbelanja di pasar. Tiba-tiba mereka diserang oleh orang Binuang, menyebabkan 12 orang tewas. Beberapa lamanya setelah tiba bulan muda Syawal, Arung 134 PNRI

Singkang meneruskan pelayarannya dan singgah berlabuh di Pute Anging pada han Jumat pagi. 135 PNRI

INILAH NASKAH PERIHAL MULA BERDIRINYA PAMMANA SERTA PERJANJIAN DATU PAMMANA DENGAN ORANG PAMMANA Kepala merekah, mulut tercabik, lidah terbelintang. Maka saya minta maaf untuk menuturkan raja-raja dahulu kala, karena mereka raja-raja keturunan dari kayangan, dan lagi kita dapat kena kutuk baginda. Tersebutlah baginda Datu Cina - moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama La Aji Pammana dalam keadaan sakit payah. Maka orang-orang negeri Cina pun disuruhnya datang berkumpul, lalu baginda mengumumkan, \"Ketahui olehmu, hai orang-orang negeri Cina, kami ini dalam keadaan sakit payah. Bilamana kami meninggal besok lusa, namailah negeri ini menurut nama kami. Moga-moga dapat menjadi penyambung jiwa kita sepeninggalku.\" Maka orang tua-tua pun menyetujuilah hai itu. Ada dua orang matowa (pemuka) yang menerima pesan, yaitu yang per- tama Matowa Topanennungi, yang kedua Matowa Tosijang. Dua orang watampanua (pendamping raja), yaitu yang pertama Watam- pannua Toapparewek, yang kedua Watampanua Topalinrungi. Dua orang suro libate (suruhan utama), yang pertama Suroé Towa- wi, yang kedua Suroè Togeang. Tiga orang macoa su (ketua), yang pertama Macoae di Limpo Majang yang bernama Topagorok, yang kedua Macoae di Sabbamparu yang bernama Topauji, yang ketiga Macoae di Lempa-Lempa yang bernama Toappuji. Mereka itulah yang disepakati orang banyak sebagai Jenang yang me- ríerima pesan-pesan dari raja. Tidak berapa lama sesudah berpesan itu, maka meninggallah baginda Datu yang bernama To Aji Pammana. Maka bersepakat- lah orang tua-tua mengubah nama negeri Cina menjadi \"Aji Pam- mana\" (disingkat Pammana). Dan setelah itu bersepakatlah orang- orang Aji Pammana menyuruh Arung Cina Rilau yang bernama La Massarasa menjalankan pemerintahan. Selama meninggalnya Datu Pammana, selama itu pula orang Aji Pammana tidak meninggal- 136 PNRI

kan balai kerapatan, bermusyawarah mencari ahli waris yang sah sebagai pelanjut kerajaan, karena telah menjadi ketetapan negeri Pammana tidak akan merajakan orang-orang yang bukan bangsa- wan tinggi. Dalam pada itu ada lima orang püihan bakal raja. Yang pertama Datu Baringeng, yang kedua Arung Liwu, yang ketiga Arung Timurung, yang keempat Datu Bunne, yang kelima Datu Kawerang. Pada hakekatnya hanya ada empat orang bersaudara dan bersaudara sepupu yang berhak memilih, yaitu Tuanku Topanennungi, Tuanku Tosijang, Tuanku Toapparewek, Tuanku Topalinrungi. Adapun yang disepakati keempat orang bersaudara dan bersaudara sepupu itu ialah Arung Liwu — moga-moga saya tidak kena kutuk — yang bernama Tenrilallo yang akan meng- gantikan neneknya menjadi raja. Orang tua-tua dan orang banyak pun menyetujuinya. Maka mereka itu pun menetapkanlah hari keberangkatannya ke Liwu. Setelah tiba hari yang ditetapkan, berangkatlah mereka beriring-iringan ke liwu. Setelah sampai, mereka pun menghadap Tuanku Tenrilallo. Berkata tuanku yang berbahagia, \"Apa maksudmu sekalian, hai orang Aji Pammana, datang beriring-iringan bersanak ber- saudara, tua muda?\" Berkata Matowa Topanennungi, \"Kami ini, orang Aji Pam- mana datang mempersembahkan, bahwa api telah padam dan puntung perapian telah habis di Lau Bulu. Kini kami ingin ber- naung supaya tidak kepanasan, tetapi tak ada tempat kami ber- naung. Orang Pammana takut seperti padi yang hampa karena tidak ditunggui, dan kedinginan karena tidak disehmuti. Sudah tujuh bulan sepeninggal nenekmu, sudah sekian lama pula kami tidak meninggalkan balai kerapatan. Kami mencari orang yang sederajat dengan kamu, keturunan datu, yang cinta dan kasih kepada hambanya. Yang kami tahu hanya engkau satu-satunya, tidak dua tidak tiga. Maka engkaulah yang kami harapkan menjaga kami supaya tidak hampa, menyelimuti kami supaya tidak ke- dinginan, melayangkan kami menjauh mendekat, asalkan itu tidak menyalahi adat. Engkau menenggelamkan hambamu ke dalam ke- 137 PNRI

binasaan, kalau hambamu memang bernasib buruk, dan engkau pun memang tidak mujur. Engkau membcngun negerimu menjadi sejahtera. Engkau dianugerahi rahmat Tuhan dan iradat dari Yang Mahakuasa. Diakhiri dengan kebaikan, dan disudahi dengan ke- selamatan.\" Berkata tuanku yang berbahagia dan panjang pikiran, \"Hai, orang Aji Pammana, sangat besar harapanmu padaku, tetapi sangat besar pula rasa malu saya kepadamu. Kamu sangat percaya kepadaku, saya sangat senang kepadamu. Sedangkan tuan mencari budak, lagi menggembirakan, konon budak mencari tuannya, akan lebih menggembirakan. Kamu mengaku mewarisi diperintah datu, saya mengaku ahli waris kedatuan. Ketahui olehmu sekalian, bahwa orang yang dapat menjaga kita bagai menunggui padi supaya tidak hampa, dapat menyelimuti kita supaya tidak ke- dinginan, ialah orang yang mendapat karunia dari Tuhan Yang Mahaesa, dan orang yang memiliki empat macam kekuasaan. Yang pertama orang yang menguasai harta benda, yang kedua menguasai kepandaian dan kebijaksanaan dalam segala tindakan dan ucapan. Yang ketiga memiliki kekuatan jasmani untuk menjalankan pe- merintahan. Yang keempat kuasa menghimpun daña dan daya, pemurah kepada rakyatnya dan penyayang kepada sesama manusia. Orang yang demikianlah yang pantas diserahi tugas ke- datuan.\" \"Adapun saya ini amat miskin, tidak berkuasa lagi bodoh. Ñama saja sebagai raja, hanya karena disebut keturunan yang baik dari kayangan. Tak ada sesuatu padaku. Lalu kamu mengharapkan saya menduduki pemerintahan di negeri ini.\" Orang tua-tua itu berkata, \"Kursemangat, janganlah kamu menyatakan kekurangan dan kelemahanmu, karena semua itu ada di dalam kekuasaan negeri Pammana. Mengialah kamu pindah ke Pammana. Kami beri kamu makan supaya kuat, supaya kaya, dan bijaksana. Janganlah kamu tidak setuju, janganlah tidak mengia, janganlah menolak, dan janganlah menampik kebaikan yang di- sodorkan oleh negerimu.\" Berkata tuanku yang berbahagia, \"Hai, orang Aji Pammana. Saya tidak menolak dan tidak menampik kata sepakat orang 138 PNRI

Pammana. Kamu ingin diwarisi, saya ingin mewarisi. Saya tah kamu teguh memegang adat kebiasaan, dan setia pada kata se- pakat. Pammana adalah negeri yang sakti, negeri tempat keturunan raja-raja yang turun dari langit. Adapun saya ini dikelilingi orang orang yang merasa diri perkasa. Akan bagaimanalah nanti bila saya atau orang-orang sekelilingku kfrilaf melanggar adat, maka binasalah saya. Karena saya tahu benar kamu memang diperintah Datu, tetapi bukan sebarang Datu. Kamu diwarisi, tetapi tidak di wariskan. Kalau saya tidak mengikuti kemauanmu, tentulah saya diturunkan dari takhta. Akibatnya saya tidak dipercaya lag sanak saudara sesamaku. Karena orang yang tercela karena adat keturunannya pun tidak akan dipercaya lagi. Dengan demikian anak cucuku nanti tidak akan diangkat lagi jadi raja, seperti saya ini yang mewarisi kedatuan di negeri Aji Pammana.\" Berkatalah orang tua-tua itu, \"Hai, Tuanku, kami sangat bergembira mendengar perkataanmu. Adapun karena banyaknya sanak saudaramu, dan banyak keluargamu yang sehina semalu dengan kamu, justeru itulah yang sangat kami harapkan dari- padamu. Setujuilah permintaan kami, janganlah kamu tampik janganlah kamu tolak. Persatukanlah negeri warisanmu ini. Jangan khawatir, apa yang telah kami janjikan akan kami tambah ter- masuk adat dan kebiasaan yang diperuntukkan bagimu di negeri ini. Patah tiang barulah diganti, habis puntung perapian dan api padam barulah kami mencari gantimu. Kamu mewariskan per- janjian kita kepada anak cucumu. Dan kami pun mewariskan pula perjanjian dan sumpah setia kami kepada anak cucu kami.\" Berkatalah tuanku Tenrilallo, \"Hai, orang Aji Pammana. Permintaanmu telah terkabul. Benarlah pada pikiranmu. Tuhan telah menurunkan rahmatnya kepada saya. Baiklah saya panggil- kan para Adek (pemangku adat) negeri Liwu, supaya mereka menyaksikan perjanjian kita.\" Maka dipanggillah Matowa Liwu yang bernama Tosagena, Paddanreng Liwu yang bernama Toappemanu. Tidak berapa lama datanglah Matowa dan Paddanreng tersebut. Berkatalah tuanku yang berbahagia, \"Maksud saya me- manggil engkau, hai Matowa dan Paddanreng Liwu. Setelah tuanku 139 PNRI

yang senama dengan negerinya meninggal dunia, datanglah ke mari orang Aji Pammana. Mereka sepakat agar supaya saya yang me- warisi kerajaan tuanku yang senama dengan negerinya. Maka saya rrienerima kebaikan yang disampaikan kepada saya oleh orang tua-tua kita. Dan ketahuilah oleh kamu sekalian, orang Aji Pam- mana menambah janjinya kepada saya, patah tiang baru diganti. Mereka menambah adat dan kebiasaan untuk saya. Kelak bila puntung perapian telah habis dan api telah padam, barulah mereka mencari penggantiku. Mereka mengucapkan janji yang dikukuh- kan dengan sumpah.\" Matowa Liwu berkata, \"Kami sangat bergembira dan ber- bahagia melihat kedatangan sanak saudaraku orang Aji Pammana mencari bakal raja yang berasal dari keluarga keturunan raja-raja dari kayangan. Selanjutnya saya bertanya kepada Matowa, bagai- mana pula kelak kalau tiang telah patah, puntung perapian telah habis dan api telah padam di Liwu? Apakah kami pergi pula ke Pammana mencari api?\" Matowa Topanennyngi berkata, \"Bukan kami saja yang berhak mencari bakal raja yang berasal dari keturunan raja-raja dari kayangan. Kamu pun demikian, asalkan hubungan keluarga tuanku yang di barat sana dengan yang di timur sini tetap berasal dari Wawo Lonrong. Akan tetapi tuanku yang di timur tidak ber- tuan kepada yang bukan bangsawan tinggi.\" Matowa Liwu berkata, \"Kami orang liwu pun tídak bertuan kepada yang bukan bangsawan tinggi.\" Maka makin teguhlah perjanjian negeri liwu dengan negeri Pammana. Api padam di Pammana, mereka ke Liwu mengambii api. Api padam di liwu, mereka ke Pammana mengambii api. Tuanku Tenrilallo berkata, \"Hai, orang Aji Pammana. Telah ada kata sepakat Pammana dengan Liwu. Telah terkabul ke- hendakmu. Benarlah pikiranmu itu, Tuhan telah menurunkan rahmat-Nya kepadaku. Kembalilah ke negerimu memilih hari yang baik bulan yang baik, yang kita sepakati. Lalu sampaikanlah ke mari hari bulan yang baik itu. Kita berjalan seiring sebagai tanda saling mencintai, saling mengharapkan kepada kebaikan. Kita bertemu nanti di sebelah timur Sompek, di perkampungan 140 PNRI

lama, di lingkungan pekuburan nenekku, Manurungé ri Wawo Lonrong (yang turun dari langit di Wawo Lonrong). Di sana kita mengikat perjanjian. Dan kita persaksikan kepada Tuhan Yang Mahaesa. Saya akan mengundang sanak saudaraku, dan kamu pun mengundang pula sanak saudara senegerimu, orang yang berpilin bagai kelindan bersatu erat dengan kamu, bersatu dalam susah dan senang. Di Wawo Lonrong nanti kita baharui peijanjian kita, kita kukuhkan dengan kata sepakat.\" Orang Aji Pammana menyetujui ucapan-ucapan tuanku yang berbahagia. Setelah itu orang Pammana kembalilah ke negerinya. Tujuh hari sesudah pertemuan orang Aji Pammana dengan Tuanku Tenrilallo barulah ada hari yang baik dan bulan yang baik yang di- sepakati itu. Lalu diutuslah Suroé Towawing dan Suroe Togiang menyampaikan waktu yang baik itu. Dan orang Pammana pergilah mendirikan bangsal upacara di Wawo Lonrong. Setelah bangsal upacara selesai dibangun, tiba pula hari baik yang telah mereka sepakati itu. Maka berangkatlah Watampanuaé Toapparewek mengantar orang Pammana pergi menjemput Tuanku di Liwu. Datanglah Datu dengan segala perlengkapan istana. Segala harta benda yang indah-indah dan berharga disimpan di sebelah timur Sompek, di dalam sebuah rumah yang disiapkan untuk itu. Setelah itu tuanku menyuruh sampaikan hai itu kepada keempat sanak saudaranya, yaitu Arung Timurung, Datu Kawerang, Datu Bunne, dan Datu Baringeng. Dan orang Pammana pun memberitahukan hai itu kepada kaum kerabat negeri Pammana, yaitu mereka yang bersatu berpilin bagai kelindan, dan senasib sepenanggungan dalam susah dan senang. Setelah tiba hari yang ditentukan, orang Pammana segera- lah membangun tanah bangkalak (tempat pelantikan). Panjang tiga depa, lebar tiga depa, sepenggalah tingginya. Sembilan hari lamanya mereka berjaga-jaga di bangsal upacara. Empat ekor kerbau camara (kerbau hitam, kepala, ekor dan kakinya putih) dipotong. Maka berdatanganlah kaum keluarga kerajaan dan kaum kerabat Datu. Masing-masing menjamu tamunya menurut derajat kedudukan masing-masing. Tiga hari lamanya mereka menyabung ayam dan bermain sepak. Begitu nian kebesaran kerajaan Pamma- 141 PNRI

na dan kemuliaan Datu. Setelah sampailah pada hari wisyaka bulan purnama, Datu pun naiklah ke atas tanah bangkalak, lalu diucapkanlah perjanjian dan adat kebiasaan yang telah melembaga di negeri itu. Watampanuaé Topalinrungi membimbing Datu duduk berhadapan dengan para Adek. Orang Timurung duduk di samping timur tanah bangkalak, orang Baringeng duduk di samping selatan tanah bangkalak, Patampanuaé duduk di samping barat tanah bangkalak, dan orang Aji Pammana duduk di samping utaranya. Watampanuaé Toapparewek, ayah La Bucu yang meng- ucapkan kata adat itu. Kata-kata adat yang diserukan oleh Watampanuaé, \"Dengar- kan olehmu, hai sekahan kaum kerabat Datu, yang berada di samping timur dan barat, di samping selatan dan utara, kaum kerabat kedua belah pihak negeri ini, akan janji Pammana kepada rajanya demi untuk kebaikan, yaitu adat kebiasaan yang telah melembaga di negeri ini.\" Berkatalah Watampanuaé Toapparewek, \"Hai, Matowa, keraskan suaramu mengucapkan janji kepada Datu, supaya ter- dengar oleh mereka yang belum mendengarnya, dan supaya di- ketahui oleh mereka yang belum mengetahuinya!\" Adapun janji yang mula-mula diserukan oleh Matowa Topa- nennungi di atas tanah bangkalak berbunyi, \"Hai, Sang Pemberi Perintah, langit menyetujuimu, bumi membenarkanmu, Tuhan Pencipta Alam memperhatikanmu, Tuhan Yang Mahakuasa me- rahmatimu, dan atas kehendak-Nya kamu mewarisi kemuliaan nenekmu, kamu menerima kedatuan Pammana, kamu menjaga kami bagaikan menjaga padi supaya tidak hampa, kamu menyeli- muti kami supaya tidak kedinginan, engkau kami pertuan, kami engkau perhamba, kami penuhi seruanmu, kami jawab panggilan- mu, kami memenuhi undanganmu, kami laksanakan perintahmu, asalkan itu sesuai dengan adat kebiasaan, engkau laksanakan angin dan kami laksanakan daun kering, ke mana kamu bertiup, ke sana kami melayang, sesuai dengan adat kebiasaan. Di bukit-bukit kamu berdiri, di bukit-bukit kami mengelilingimu, di lembah- lembah kamu berdiri, di lembah-lembah kami mengelilingimu, sesuai dengan adat kebiasaan. Engkau bawa rakyatmu ke dalam 142 PNRI

susah dan senang, asalkan itu sesuai dengan adat kebiasaan. Engkau layangkan rakyatmu jauh dekat, asalkan itu sesuai dengan adat kebiasaan. Engkau tenggelamkan rakyatmu ke dalam ke- binasaan atau engkau mengangkat mereka ke alam kesejahteraan, asalkan sesuai dengan adat kebiasaan. Engkau maharaja tunggal di negerimu. Engkau tidur lelap semaumu, hanya Adek yang dapat membangunkan kamu. Selanjutnya kita berjanji, engkau tidak akan berlaku se- wenang-wenang kepada rakyat. Adat negeri kita tidak membenar- kan saling mendustai antara hamba dengan tuannya, tidak saling membuka kesalahan masing-masing. Selanjutnya kita berjanji, engkau tidak menakut-nakuti rakyatmu, engkau tidak menyiksa rakyatmu, engkau tidak meng- ancam dan tidak mendendam kepada rakyatmu. Kita berjanji juga, engkau tidak menggalikan lubang rakyat- mu, engkau tidak menyembunyikan jalan bagi rakyatmu. Kami pun tidak menutup jalan bagimu. Engkau Datu tunggal di negeri- mu. Kami tidak menghalang-halangi kamu di dalam kedatuanmu. Engkau persilakan, kami masuk; engkau tegah, kami keluar. Asalkan itu sepengetahuan Adek. Karena segala perkara di negeri Pammana besar kecil, semuanya adalah wewenang Adek. Kita berjanji juga, engkau tidak saling merebut wewenang dengan para Adek, engkau tidak saling menghalang-halangi me- lakukan adat kebiasaan yang telah melembaga. Engkau tak usah tahu dan tak usah khawatir apa yang telah dijanjikan kepadamu oleh adat kebiasaan negerimu. Engkau tahu adanya saja, yang tidak ada di luar tahumu. Engkau boleh tidur lelap semaumu dalam kebesaranmu. Adapun yang menjadi hak kebesaranmu ada empat macam. Pertama kami bangun istana untukmu, kedua kami mengusahakan pertanian untukmu, ketiga kami menjadi pengiringmu yang di- biayai, keempat kami akan mempersuamikan engkau atas biaya kami bersama. Ada enam sumber penghasilan kerajaanmu. Pertama orang yang jelas-jelas menipu didenda dua real. Kedüa orang yang tidak melakukan perintah Adek didenda empat real satu suku bagi orang 143 PNRI

bangsawan, dua real satu tali bagi orang kebanyakan. Ketiga orang yang melakukan pelanggaran adat kebiasaan didenda 10 real, baik bagi orang bangsawan maupun orang kebanyakan. Keempat orang yang jelas-jelas merombak adat dan perjanjian, dirampas segala harta bendanya, baik milik sendiri maupun milik keluarga- nya. Keenam orang yang padanya kedapatan barang curian, di- rampas harta bendanya bersama harta benda orang serumahnya dan harta benda orang yang bersekutu dengan dia. Tetapi anak- anak yang belum lepas menyusu dan anak-anak orang merdeka yang sudah jelas mengikuti ayah atau ibunya tidak boleh dirampas hartanya. Kita berjanji juga, engkau tidak akan mengambil sendiri barang sesuatu karena kedatuanmu. Setelah kami berikan barulah kauambil, setelah kami suapkan barulah kaumakan. Makanan yang matang sekali pun, kalau kauambil sendiri, mentah juga nama- nya. Namun makanan itu mentah, kalau Adek yang menyuapkan, matang juga namanya. Kami memeriksa duri dan tulang-tulang makananmu, supaya engkau tidak mati ketulangan. Kami me- ngipasimu supaya engkau tidak mati kepanasan. Begitulah yang menjadi kemuliaan dan kebesaranmu menurut adat yang telah melembaga. Kami menjaga kamu siang malam. Adapun adat kebiasaan yang telah melembaga di negeri ini ada empat macam. Yang pertama kalau seseorang meninggal dunia, lalu keluarganya menyembelih kerbau, paha kerbau itu di- persembahkan kepada Datu bagi keluarga orang merdeka. Bagi keluarga orang bangsawan mempersembahkan daging yang telah dimasak. Yang kedua kami memberikan hasil pertanian apa pun yang kami peroleh. Yang ketiga kami mencarikan kamu ikan di danau sekali setahun. Yang keempat kami berburu ke hutan untukmu sekali setahun. Adapun hak kemerdekaan orang Pammana yang dikukuhkan oleh adat empat macam juga. Yang pertama engkau merajai mereka, namun tidak bersimaharajalela atas mereka. Yang kedua engkau mewarisi mereka, namun engkau tidak mewariskan mereka. Artinya engkau kami rajakan karena adat, dan kami berhamba kepadamu juga karena adat. Yang ketiga bagai kerbau 144 PNRI

yang meringkuk tidak diusik-usik, ke mana pun kami pergi tidak dihalang-halangi. Yang keempat engkau tidak menghalangi kami mengadakan persepakatan antara sesama orang merdeka. Pintu Pammana terbuka bagi mereka untuk keluar, tetapi juga terbuka untuk masuk. Kaki mereka yang membawanya keluar, kaki mereka yang membawanya masuk. Selanjutnya kita berjanji, kelak kalau api telah padam, pun- tung perapian telah habis, tiang telah patah, barulah kami mencari penggantimu, yang kami pilih dari ahli warismu. Kelak yang akan diangkat jadi raja, hanyalah orang yang dapat meneruskan kebesar- an kedatuanmu, dan yang dapat memakmurkan kerajaanmu. Kita berjanji pula, kita bersatu erat-erat, berpilin bagai ke- lindan, antara tuan dengan hamba tidak saling mencurigai. Tuan mengakui hambanya, hamba mengakui tuannya. Kalau tuan yang beroleh kebaikan, ia mencari hambanya; kalau hamba yang ber roleh kebaikan, ia mencari tuannya. Kita berjanji juga, engkau dengan Adek rebah saling me- negakkan, hanyut saling mendamparkan, khilaf saling mem- peringati dan saling menerima peringatan, ber ka ta saling mem- percayai. Datu percaya akan ucapan Adek, Adek percaya akan ucapan Datu. Dan bila Datu dengan Adek saling berbuat kekeliru- an, hendaklah sama-sama mengusut kembali sampai berbaik. Adapun yang menyatakan bahwa kami adalah hamba Datu, ialah bila engkau membenarkan kami dalam kebenaran dan engkau menuntun kami kepada jalan keselamatan. Adapun kemerdekaan orang Pammana ditandai empat hal. Yang pertama engkau tidak menghalangi sesama rakyat merdeka mengikat perjanjian. Yang kedua engkau tidak menghalangi rakyat merdeka mengadakan persepakatan sesamanya. Yang ketiga tidak dirampas harta pusakanya. Keempat tidak dirugikan dalam berjual beli, namun tidak menarik keuntungan daripadamu. Sebagai tanda pengabdian diri orang Pammana kepada raja, ialah kalau Datu dalam peristiwa senang atau pun susah dan harus menyembelih hewan, maka pintu kandang hewan mereka terbuka bagimu. Kalau kerbau peliharaan harganya empat real. Kalau kerbau belian, wang pembelinya digantikan. Bila tidak ada kerbau 145 PNRI

pada orang banyak, maka orang-orang bangsawanlah yang menye- diakannya. Kerbau peliharaan orang bangsawan harganya satu tahil. Kalau kerbau belian, wang pembelinya pun digantikan. Dengarkan pula, hai sanak saudara Datu serta sanak saudara kerajaan Pammana, kamu sekalian saksikanlah akan segala per- janjian Pammana yang telah meiern baga sejak dahulu kala. Tidak saling mendustai antara tuan dengan hambanya. Tidak saling ber- pura-pura, dan tidak saling menyalahi janji dalam perkara yang benar. Engkau adalah maharaja tunggal dalam kerajaanmu. Kelak kalau api telah padam, puntung perapian telah habis, tiang telah patah, barulah dicari gantinya. Putus tah pengikat kuk, patah kuk di tengkuk kerbau, tidak saling mencurigai antara tuan dengan hamba sahaya sekali pun. Tuan mengakui hambanya, hamba mengakui tuannya. Bila tuan memperoleh kebaikan, ia mencari hambanya; bila hamba yang memperoleh kebaikan, ia mencari tuannya. Kita juga berjanji, didengar oleh seisi negeri, tidak saling merusak antara Datu dengan Adek, dan tidak saling melanggar hak masing-masing. Kalau rebah mereka saling menegakkan, kalau hanyut mereka saling mendamparkan, kalau berkata mereka saling mempercayai, kalau khilaf mereka saling mengingatkan, dan saling menerima peringatan berulang kali, dan sama-sama insaf akan dirinya kembali.\" Matowa berkata lagi, \"Saksikanlah oleh kamu sekalian, Datu dengan Adek tidak saling membiarkan dalam kekhilafan, tidak saling menghambat dalam tugas masing-masing, tidak saling me- rebut wewenang dan kekuasaan masing-masing, tidak saling me- rusak daya upaya masing-masing, tidak saling melanggar kekuasa- an masing-masing. Datu menyalahi janji binasa rakyatnya, Adek menyalahi janji hilang kebesarannya. Tidak saling berlaku jahat antara hamba dengan tuannya, tidak saling menyalahi adat ke- biasaan masing-masing. Tuan tidak menggalikan lubang hambanya, hamba tidak menutup jalan untuk tuannya. Itulah yang dipegang teguh oleh Watampanua, janji yang kekal antara kerajaan Pam- mana dengan Datu. Dan Watampanualah yang menjadi penengah. 146 PNRI

Kalau Datu yang khilaf, Datu yang diperingatinya; kalau Adek yang khilaf, Adek yang diperingatinya.\" Setelah perjanjian antara Matowa dengan Datu selesai di- ucapkan, berkatalah Watampanua Toapparewek, \"Sambutlah dengan tulus, hai Datu, janji yang telah dikekalkan negerimu, yang telah kausetujui. Peganglah teguh-teguh, dan tambatkan erat-erat dalam hatimu. Langit membenarkanmu, bumi menye- tujuimu, engkau beroleh rahmat dari Tuhan dan kehendak dari Maha Pencipta. Maka seumpama pohon engkau berdaun, berca- bang, dan beranting tempat bernaung orang Pammana. Berbahagia- lah engkau sampai kepada anak cucumu. Dan dengarkan pula, hai Datu, janji pengabdianku kepadamu, yang dikuatkan oleh adat dan ditopang oleh sumpah. Kebesaranmu akan kekal, kalau kami menjaga negerimu ini di dalam susah dan senang di padang dan di dusun. Kami menjaga harta bendamu di rumah dan di luar rumah. Engkau sudi diperingati karena kekhilafanmu, sudi dinasi- hati karena kealpaanmu akan janji kebesaran Pammana, dan engkau tidak marah kalau diperingati. Sebuah lagi tanda pengabdianku yang diserukan oleh Watam- panuae, tidak ada yang mencegah saya melarang di istana, tidak ada yang menghalangi saya berbicara di balairung. Mengatakan yang benar, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh ketika engkau berhadapan dengan Adek. Itulah yang menjadi kebesaranmu dan menjadikan panjang usiamu. Memberi kehidupan serta mendatangkan keselamatan kepada rakyat. Atas namamu saya tundukkan lawanmu yang kuat, saya menolong rakyatmu yang lemah, saya melawan rakyatmu yang pemberani. Ada dua hai kami sampaikan kepadamu, sehubungan dengan orang yang me- langgar peraturan dan melampaui larangan, dan dengan demikian dipersalahkan oleh Adek. Yang pertama mengenai putera mah- kota, yang kedua mengenai cucu Datu. Hanya dengan sepengeta- huan ketiga Adek, barulah dapat dinyatakan bersalah. Selain daripada kedua orang itu, bagi yang melanggar peraturan dan melampaui larangan, cukuplah orang Pammana yang menyatakan kesalahannya. Karena sudah jelas engkau tidak boleh menghalang- halangi mereka, dan tidak pula boleh mengambil sendiri harta 147 PNRI

benda yang telah dijanjikan kepadamu. Setelah diizinkan barulah kauambil. Bila mereka ketiadaan harta, tangguhkanlah dahulu pemberianmu kepada hambamu yang telah berjasa kepada keraja- an, demikian pula kepada hamba-hambamu orang baik-baik. Bila ada orang yang merusak sumber penghasilan yang telah dijanjikan padamu, adaiah kewajiban kami menjaganya. Demikian pula bila ada orang yang dihukum denda karena sesuatu kesalahan atau karena memperkosa, hanya separuh yang diberikan kepada- mu, separuh kami simpan sampai ada ketentuan dari Adek. Selain daripada itu, bila ada orang yang dirampas harta bendanya oleh kerajaan, adalah kewajiban kami untuk mengamati- nya sejauh mana sanak saudaranya atau sekutunya harus ikut di- sita. Anak-anak orang merdeka yang belum lepas menyusu dan anak-anak yang tidak mengikut ibu atau ayahnya tidak boleh disita. Orang Pammana diizinkan pula memungut wang tebusan dari orang-orang merdeka yang membawa barang dagangan, tetapi tidak berlaku bagi hamba sahaya.\" Watampanua berkata lagi kepada Matowa, \"Hai, Matowa, engkau telah berjanji dengan Datu menurut adat kebiasaan Pam- mana, dan telah disetujui oleh kerajaan. Kini kita lagi yang ber- janji mengingat kedudukan kita masing-masing. Kita bersama-sama menjaga Datu dalam susah dan senang, agar beliau dianugerahi umur panjang, dan dapat memberi kehidupan kepada rakyatnya. Kita sama-sama berasal dari satu pohon. Kita tidak saling berebut wewenang dan kekuasaan, tidak saling mengancam dan menakut- nakuti, tidak saling menghalangi dalam tugas masing-masing, saling memperingati di dalam kekhilafan, tidak saling membiarkan dalam kesesatan. Matowa tidak boleh melindungi orang-orang yang melanggar adat kebiasaan, saya tidak boleh menyembunyi- kan kebenaran di dalam kerajaan ini. Barang siapa yang tidak menepati janji dan melanggar sumpah, ia dan anak cucunya tidak akan memperoleh kebahagiaan. Tetapi ketahuilah, yang berikrar di sini bukan antara saya dengan engkau, tetapi antara jabatan kita masing-masing.\" Setelah Matowa, Datu, dan Watampanua selesai mengucap- kan janji dan sumpah, maka Matowa bersama Watampanua pun 148 PNRI


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook