berkata lagi, \"Dengarkan olehmu sekalian, yang ada di barai dan di timur, di selatan dan di utara, Datu telah menerima janjinya, yang menjunjung kebesaran Pammana sesuai dengan adat kebiasa- an Pammana. Dan Datu pun memegang erat janji dan sumpah antara hamba dengan tuannya.\" Setelah itu, bangkitlah Watampanua bertandak sambii meng- acung-acungkan kerisnya serta berkata, \"Lihatlah olehmu, hai Datu, saya inilah Watampanua Toapparewek, orang yang engkau berikan kemuhaan untuk menjaga kebesaranmu siang dan malam di rumah dan di padang lúas. Saya mengabdi dalam susah dan senangmu demi kebesaranmu, agar rakyatmu beroleh kehidupan yang layak. Barang siapa yang menghalang-halangimu di dalam kedatuanmu, akan kami lawan bermain anggar bersama dengan orang Pammana.\" Setelah itu bangkit pula Matowa Topanennungi bertandak sambii mengacung-acungkan kerisnya serta berkata, \"Lihatlah olehmu, hai Datu, saya inilah Matowa Topanennungi, orang yang diserahi oleh kerajaan Pammana memegang teguh kata yang telah disepakati, dan mendukung janji yang telah diikrarkan kepadamu. Maka barang siapa yang mencoba mengingkari janji yang telah diberikan kepadamu, kami akan melawan dia bermain anggar ber- sama dengan orang Pammana.\" 149 PNRI
KETIKA ARUNG PALAKKA DIBURU OLEH RAJA GOWA Setelah 17 t-ahun lamanya sesudah kekalahan Pasémpe, dan sudah selama itu pula Tóbala, ñama sebenarnya Tenripakalaingi menjabat Wakil Raja Gowa di Bone, Tosenngeng yang jadi Arung Matowa di Wajo, dan La Tenribali jadi Datu di Soppeng Riaja. Tersebutlah Tóbala bersama-sama dengan Arung Pitué (Menteri Kerajaan Bone) beserta orang Bone pergi ke Mampu mengajak Datu Soppeng mempersaudarakan kerajaan Bone dengan kerajaan Soppeng. Mereka menjanjikan suatu kebajikan, yang disaksikan oleh Dewata Yang Mahaesa. Maka Datu Soppeng, Arung Bila, dan Wé Dimang menyetujui ajakan Tóbala itu. Mereka setuju karena Datu Mario (Arung Palaka) berkata kepada Datu Soppeng, \"Tuan- ku, berjanjilah dengan orang Bone! Biarlah saya berdua dengan abangku Arung Bila yang menanggungkan beban ini. Karena Arung Bila adalah saudara dua pupu Arung Palakka, jadi senama saja keduanya.\" Kita beralih kepada ceritera lain. Inilah ceritera tentang pertemuan Tuanku di Soppeng, Arung Tojpala, Arung Pitué, dan orang Bone di Attapang. Tóbala berkata kepada Arung Mampu, ayahanda Datu Sop- peng, \"Adapun maksud kedatangan kami kepada anakku Datu Soppeng, ialah menyampaikan kata sepakat kami seluruh orang Bone. Kami ingin mempersaudarakan kerajaan Bone dengan kerajaan Soppeng, bagai tali tersimpul mati, bergenggaman erat- erat, bergerak maju bergandengan, tegak sama berdampingan, membangkitkan keberanian Bone dan Soppeng menantang Raja Gowa dengan tombak dan perisai kerajaan. Sama lebur sama bina- sa, sama mujur sama beruntung.\" Berkatalah Datu Soppeng kepada Arung Bila, Amanna Wé Dimang, \"Kakanda, kita buat perjanjian dengan Bone!\" Arung Bila berkata, \"Asalkan nanti orang Bone tidak me- nyalahi janji sampai kepada anak cucu kita, kita bersedia meng- ikat perjanjian dengan Bone. Karena sesungguhnya Soppeng belum sanggup menyalahi janjinya kepada Raja Gowa, apa lagi Raja 150 PNRI
Gowa tidak pernah berlaku curang kepada kerajaan Soppeng.\" Berkatalah Tuanku di Mampu, ayahanda Datu Soppeng, \"Hai, La Tenribali, jangan tergesa-gesa mengikat janji dengan Tóbala. Karena sedangkan Mampu tidak mau menurut kepada Arung Bila, apa lagi Soppeng.\" Datu Soppeng berkata, \"Tuanku, bukankah Arumpone ber- sanak saudara dengan Datu Soppeng, kerajaan Bone dengan kerajaan Soppeng!\" Berkata pula Tuanku di Mampu, \"Saya tahu itu. Saya ber- kata demikian, karena kerajaan Bone sudah tenggelam. Raja Gowa dengan Raja Bone sudah sering saling mengingkari janji. Namun Raja Gowa tidak pernah menyalahi janji kepada Soppeng. Juga tidak pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan adat kebiasaan Soppeng sampai kepada Tuanku Puang Risamang. Sedangkan sejak nenekmu membentuk persekutuan Tellumpoc- coe (Tiga Besar) dengan mengikat perjanjian di Timurung, Raja Gowa tidak pernah menegur kerajaan Soppeng, karena beliau tetap menghormati adat kebiasaan negeri kita. Untunglah kalau Bone nanti memperoleh kebajikan, lalu teringat juga olehnya akan janjinya kepada kita.\" Berkatalah Tóbala, Arung Tibojong, Arung Ujung, dan Arung Táñete, \"Itulah yang kami persaksikan kepada Dewata Yang Esa, kalau kita nanti berhasil melawan Raja Gowa, lalu Bone dan Soppeng memperoleh kemakmuran, dan Bone lupa akan perjan- jian kita di Attapang, maka orang Bone beserta anak-anak cucu- nya kelak akan hancur binasa.\" Berkatalah Arung Bila, Amanna Daeng Mabela, \"Dengarkan olehmu, hai Tóbala serta orang Bone sekalian, kerajaan Soppeng memegang erat-erat perjanjian kita. Perjanjian yang kita sepakati dengan orang Bone di Attapang, yang disaksikan oleh Dewata Yang Esa, yaitu kita melawan Raja Gowa! Kita saling mencarikan kebajikan. Kalau kita nanti berhasil melawan Raja Gowa, lalu Bone dan Soppeng memperoleh kemakmuran, maka Bone dan Soppeng hidup sederajat. Negeri kita bersaudara dan sama besar, yang satu tidak membawahkan yang lain. Sama-sama abdi Dewata. Sama-sama bebas berjalan, sama-sama bebas tinggal sekehendak 151 PNRI
hati masing-masing. Tidak saling mencarikan kebinasaan, tidak saling memandang remeh, tidak saling merebut hak milik masing- masing, tidak saling merusak karya masing-masing, dan tidak saling melanggar kekuasaan. Tidak saling memaksakan adat ke- biasaan masing-masing, saling menghormati adat kebiasaan masing- masing, dan masing-masing berjalan di atas garis ketentuan negeri- nya. Tidak saling menunggu kelengahan, dan tidak saling memper- dayakan. Saling mencarikan milik kita yang hilang, saling me- mulihkan harta kepunyaan masing-masing. Kalau Bone khilaf dan menginginkan harta yang banyak kepunyaan Soppeng, Bone harus memperingati dirinya sendiri. Bila Soppeng yang khilaf dan menginginkan harta yang banyak kepunyaan Bone, Soppeng harus memperingati dirinya sendiri. Barang siapa yang tidak mau memperingati dirinya sendiri, ia akan dibinasakan oleh Dewata.\" Berkatalah Matinroé ri Datunna (La Tenribali), \"Ada dua hal yang dapat memisahkan persaudaraan Bone dengan Soppeng. Yang pertama ialah kalau Dewata memberikan kemenangan kepada Bone dan Soppeng, dan kedua kerajaan itu beroleh kemakmuran, lalu Bone lupa akan janjinya dan memaksakan kehendaknya yang bertentangan dengan adat kebiasaan Soppeng, maka pecahlah per- saudaraan kita, karena mereka tidak lagi memandang Soppeng sebagai negeri yang telah diredai oleh Dewata Yang Esa. Yang kedua bila Soppeng sudah lemah. Maka untuk kelangsungan hidup- nya, Soppeng harus berpisah dengan saudaranya, sesuatu hal yang tak dapat kita sesalkan. Dewata yang memisahkan kita, demi kebaikan negeri kita.\" Maka Tóbala, Arung Pitué serta orang-orang Bone itu pun menyetujui hal tersebut. Maka jadilah Arung Bila membuat per- janjian dengan Tóbala di Attapang. Perjanjian Bone dengan Sop- peng itu disebut Péncara Lopié ri Attapang (Ikrar Perahu Tambang di Attapang). Kita beralih kepada ceritera lain. Setelah selesai sembahyang lohor, maka Raja Soppeng Matinroé ri Datunna berangkat ke Soppeng. Tiga malam dalam perjalanan, barulah tiba di Soppeng. Sekembali dari Attapang, Matinroé ri Datunna mengadakan per- temuan dengan Arung Pangépak (Menteri Kerajaan), Arung Pad- 152 PNRI
danrenge (Pendamping Raja), Wanglipue (Menteri Pertama), Pabbicaraé (Hakim Pengadilan), Tana Sitolo dan raja-raja bawah- an. Berkatalah Arung Bila, Amanna Wé Dimang, \"Apa pikiran orang Soppeng sekalian, orang-orang besar, dan Watanglipu ten- tang kedatangan Tóbala bersama Arung Pitue dan orang-orang Bone ke Mampu mengajak Datu Soppeng mempersaudarakan kerajaan Bone dengan kerajaan Soppeng. Mereka menjanjikan kebaikan kepada kita, yang dipersaksikan kepada Dewata Yang Esa, mereka membangkitkan keberanian untuk melawan, kita sama tegak maju berdampingan, menantang orang Makassar dengan tombak dan perisai kerajaan. Sama lebur sama binasa, sama mujur sama beruntung. Apakah kita setujui?\" Berkatalah Arung Pangepak-é, Arung Paddanrengé, Watang lipue, Pabbicaraé, Tau Tongengé (orang-orang besar), \"Sekiranya Bone datang ke Soppeng menyampaikan maksudnya, kami akan kemukakan alasan Soppeng. Karena sesungguhnya Soppeng belum sanggup menyalahi janjinya kepada Raja Gowa, apa lagi Raja Gowa tidak pernah berlaku curang kepada kerajaan Soppeng. Juga tidak pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan adat kebiasaan negeri kita, sampai kepada Raja Soppeng dahulu. Da. ketahuilah orang Bone itu kuat kuasa. Sedangkan kepada Raja Gowa mereka berani menyalahi janji, apa lagi kepada kita yang lemah.\" Berkatalah Arung Bila, Amanna Daeng Mabela, To Angke, \"Kalau orang Bone kelak mengingkari janji yang telah kita se- pakati, yang disampaikan oleh Tóbala di Attapang, itu berarti mereka tidak lagi menghormati Soppeng sebagai negeri yang di- redai oleh Dewata Yang Esa, dan bukan pula Soppeng yang akan dibinasakan oleh Dewata.\" Berkatalah Tau Tongenge, Arung Pangepak-é, Arung Pad- danrengé, \"Binasalah kerajaan Soppeng, kalau engkau bersama Datu tergesa-gesa mengikut perkataan Tóbala. Karena dengan demikian berarti kamu mengingkari Singkerruk Ceppana (Ikatan Perjanjian) Tuanku Puang Risamang dengan Raja Gowa di Mallege. Gowa tidak memandang remah Soppeng, tidak akan membawa 153 PNRI
masuk adat yang tak sesuai dengan adat kebiasaan Soppeng, yaitu adat kebiasaan dahulu kala yang dipelihara oleh Ponglipué (Datu Soppeng). Karena yang sangat kita takutkah ialah pesan Tuanku Matinroé ri Tanana (raja yang meninggal dalam kerajaan- nya) yang mengatakan bahwa akan hancur binasa anak cucu Arung Mangkaué (raja besar) yang mengingkari janjinya kepada sesama- nya raja. Adapun orang Bone kalau pun sekarang belum menyalahi janjinya, lihatlah nanti pada turunan berikutnya. Mereka akan menyalahi janjinya pada turunan ketiga, atau pada turunan ke- empat. Orang yang kuat kuasa tidak takut kepada Dewata.\" Berkatalah pamanda Babaé, \"Mudah saja penyelesaiannya bagi orang yang mengingkari janji. Dengan bertudungkan perisai berselempangkan keris dan tombak, kita amuk dia tanpa peduli!\" Berkatalah Tau Tongengé, \"Siapa bertudungkan perisai siapa bercerai kepala dengan badannya. Siapa mengamuk siapa kena tikam. Kalau demikian hancurlah Soppeng!\" Inilah asal muía keruntuhan kerajaan Soppeng, yang di- hancurkan oleh Tóbala. Bone memasang jebak yang berselubung dengan janji-janji dan harapan yang baik kepada Soppeng, lalu Soppeng mempercayainya. Dengan demikian tanpa musyawarah dengan para Pangepak, Paddanreng, Watanglipu, Pabbicara, Datu Soppeng meninggalkan perjanjiannya dengan Raja Gowa, yang intinya: Gowa tidak akan memaksakan adat yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan Soppeng dahulu. Namun demikian, karena mengharap janji-janji yang baik, akhirnya Datu Soppeng menye- tujui mengikat perjanjian dengan Bone di Attapang. Itulah sebabnya para Pangepak, Paddanreng, Watanglipu, Pabbicara merasa tidak ikut bertanggung jawab, karena pada hakekatnya Matinroé ri Datunna sendiri tidak berwenang berbuat demikian. Raja Gowa tahu sebab kejadian itu, yaitu pada saat Datu Soppeng datang mengunjungi orang tuanya di Mampu. Dengan tidak memberitahukan orang Soppeng, Tóbala bersama Arung Pitué serta orang Bone pergi ke Mampu mengajak Datu Soppeng mempersaudarakan kerajaan Bone dengan kerajaan Soppeng. Itu- lah sebab Raja Gowa segera datang menyerang Lamuru untuk 154 PNRI
memperingatkan Soppeng dan menghukum Tobala. Tidak lama datanglah utusan Bone menyampaikan kepada Datu Soppeng, \"Sekarang Raja Gowa sudah ada di Lamuru. Mari kita menyerang mereka! Tujuh hari lagi jatuhnya pernyataan perang Bone.\" Hari jatuh itu tiba pada saat pasukan Bone sedang berada di Matango dalam perjalanan ke Lamuru. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah pasukan Soppeng ke Lamuru. Setiba di Lupperencongaé, mereka mengatur per- tahanan dan mengibarkan panji perang Bakkae di sebelah selatan Wawowai. Belum lagi lepas lelah pada waktu lohor, datanglah utusan Raja Gowa, berkata, \"Hai, Arung Bila! Saya dititahkan Raja Gowa menyampaikan kepada Datu Soppeng bersama rakyatnya, kem- balilah ke negerimu, makan dan minum semaumu. Darahmu tidak keluar, kalau bukan karena lintah, jiwamu tidak melayang, kalau bukan karena Dewata, engkau hidup dalam ketenteraman dan kemuliaanmu, karena tidak ada perselisihan antara kita. Kami hanya mengejar Tobala, karena ia telah membelok. Kami kejar sampai tertangkap.\" Berkatalah Arung Bila, Amanna Wé Dimang, \"Raja Gowa mengatakan bahwa tak ada perselisihan Soppeng dengan Gowa. Kami ini pun datang berjaga-jaga di perbatasan negeri kami untuk menunjukkan kesetiakawanan kepada saudara kami, seperti yang tersebut dalam perjanjian Tellumpoccoé (Tiga Besar) di Timu- rung.\" Maka marahlah Datu Soppeng Matinroé ri Datunna, lalu berkata, \"Hai, Suruhan Gowa, pulanglah! Begitulah janji per- saudaraan kami dengan Bone.\" Suruhan itu pun kembalilah. Raja Gowa berkata, \"Celakalah Soppeng. Seolah-olah ia dibukakan peti mayat, dan dengan mendengar janji-janji yang mulük menyuruklah ia ke dalamnya. Dalam waktu yang tidak lama, pastilah Bone meninggalkan Soppeng sendirian, karena orang Bone tidak takut kepada Dewata, dan akhirnya Soppeng akan dicampakkannya.\" Maka bertempurlah Arung Bila pada sore harinya. Ada 40 155 PNRI
orang Bila tewas. La Panyanya dapat direbut musuh. Sisa dua buah panji perang Arung Bila yang belum direbut musuh. Raja Gowa kemudian dikepung oleh pasukan Bone dan Soppeng. Raja Gowa dalam bahaya. Kemudian datanglah pasukan Wajo menyerang Soppeng. Maka bahklah orang Soppeng bertempur melawan orang Wajo. Orang Soppeng kalah, lalu menyerah. Arung Bila anak ber- anak berangkat meninggalkan Soppeng. Wé Dimang pergi ke Let- tak. Daeng Mabela Toangke menyingkir ke arah timur. Mereka bersama ayah bundanya ditemani oleh Arung Apanang. Orang Angke juga pergi meninggalkan Soppeng. Orang Bone menarik diri dan meninggalkan medan perang. Orang Wajo bersama-sama dengan Raja Gowa pergi me- nyerang Bone. Tóbala akhirnya mati dipenggal. Peristiwa itu ter- kenal dengan Betaé ri Tóbala (Kekalahan Tóbala). Namun Arung Palakka yang bernama Tounruk masih bersedia meneruskan per- lawanan. Arung Palakka berkata, \"Perang kita sudah selesai, Karaeng, tetapi perang saya dengan orang Wajo belum selesai! Kembalilah, Karaeng, saya akan menyusul kemudian!\" Selang beberapa lama kemudian. Arung Palakka bersama dengan orang Bone kembali mengajak Soppeng mempersiapkan perang melawan Wajo. Raja-raja dan para bangsawan Soppeng tidak ada lagi yang mau ikut. Hanya orang-orang pemberani yang bersedia ikut menemaninya. Satu tahun sesudah Tóbala mati terbunuh, Arung Palakka bangkit meneruskan perlawanan. Orang Bone dan orang Soppeng menyerang Wajo. Pasukan Wajo bertemu dengan pasukan Bone dan Soppeng di Sarasa. Dalam pertempuran itu pasukan Wajo dapat dikalahkan. Maka orang Wajo menyingkir ke Kera di Mawoi- wa. Lalu Wajo dibakar oleh pasukan Bone dan Soppeng. Setelah itu pasukan Soppeng kembah ke negerinya. Pasukan Bone be- rangkat ke daerah-daerah sebelah barat. Maka bertemulah pasukan Bone dengan pasukan Makassar (Gowa) di sebelah utara hutan lebat di perbatasan Paria dengan Ladakka. Pasukan Bone lalu berpindah ke negeri Lisu. Di Lisu bertemu lagi kedua pasukan itu, lalu bertempur. Pasukan Bone hampir semua tewas, sedang Arung Palakka sendiri dalam keada- 156 PNRI
an bahaya. Esok paginya Arung Palakka segera menyingkir masuk gua batu di Maruala, di sebelah timur Lisu. Hanya karena tipu muslihat orang Tanete, maka Arung Palakka tidak tertangkap musuh, karena orang Tanete masih mengingat adanya perjanjian persahabatan terdahulu Datu Mario yang, bernama La Makkaterru digelar Karaeng Enjeng dengan Raja Tanete yang bernama La Marnala digelar Daeng Lempa. Selang tiga hari Datu Mario (Arung Palakka) di Maruala, lewat tengah hari tiba-tiba ia jatuh pingsan. Para pengiringnya bingung melihat beliau seperti orang kemasukan. Maka datanglah suruhan Pabbicara Tanete membawakan beras, dan berkata, \"Tinggalkanlah Maruala nanti malam. Orang-orang Palluddaé yang akan menjadi penunjuk jalan bagimu. Kalau malam nanti belum juga kautinggalkan tempat ini, besok tak ada kemungkinan lagi untuk lepas, karena pasukan Gowa sudah tiba di Lisu. Besok pasti mereka menyerang ke mari.\" Malam harinya turunlah hujan dan angin topan. Berangkat- lah Datu Mario meninggalkan Maruala. Malam itu beliau diantar oleh orang-orang dari Palluddaé. Datu Mario dengan para peng- iringnya dapat terlepas dari bahaya maut berkat tipu muslihat orang Tanete, dan yang selalu mengantarkan makanan selama dalam persembunyian. Esok paginya beliau tiba di Uaé Pelleng. Kemanakan Babaé berkata kepada Datu Mario, \"Cepat-cepat berangkat ke Wum- pungeng! Musuh sudah dekat, biar saya yang menunggu di sini untuk mengamuk.\" Setelah itu Arung Palakka masuk ke hutan mengikuti jalan ke Wumpungeng. Setelah tiba di Sokkangeng Tedongè, jalan men- daki ke Wumpungeng, kemanakan Babaé bersama tujuh orang temannya termasuk seorang pembantunya mati dipenggal musuh. Selang tiga hari Datu Mario berada di Kaddene, datanglah suruhan Raja Gowa di Soppeng, berkata, \"Hai, orang Soppeng, kiranya Datu Mario masuk ke Wumpungeng! Cari sampai ter- tangkap dan bawa kepada Raja Gowa!\" Arung Wumpungeng berkata kepada Datu Mario, \"Lebih baik Tuanku berpindah tempat ke daerah Barru. Dengan demikian 157 PNRI
dapatlah nanti saya mengangkat sumpah menyatakan, bahwa Tuanku benar-benar tidak ada di Wumpungeng!\" Setelah itu berangkatlah Arung Palakka ke Liang Titti. Arung Wumpungeng dipanggil pergi menemui suruhan Raja Gowa di Soppeng. Suruhan Gowa berkata, \"Arung Palakka sekarang ada di Wumpungeng?\" Arung Wumpungeng menjawab, \"Arung Palakka tidak ada di Wumpungeng sekarang.\" Suruhan Raja Gowa berkata, \"Yang jelas Arung Palakka pergi ke Wumpungeng setelah berhasil melepaskan diri tadi malam dari Maruala. la tidak tertangkap besoknya, karena ada beberapa orang sanak saudaranya dan seorang pembantunya yang bersedia menjadi umpan peluru di Uaé Pelleng.\" Arung Wumpungeng berkata, \"Kami tidak menyangkal hal itu, dia mencari jalan sendiri.\" Suruhan Raja Gowa berkata, \"Nah, ke mana dia sekarang, hal Arung Wumpungeng?\" Arung Wumpungeng menjawab, \"Kami tidak tahu ke mana lagi perginya. Dia menghilang ke arah timur melalui Gattareng.\" Berkatalah suruhan Gowa, \"Bersumpahlah demi negerimu, bahwa Arung Palakka benar-benar tidak ada di Wumpungeng!\" Berkatalah Arung Wumpungeng, \"Saya bersumpah demi negeriku, sesungguhnya Arung Palakka tidak ada di Wumpungeng pada hari ini, entahlah besok atau lusa.\" Setelah itu kembalilah suruhan Raja Gowa melaporkan tugas yang disuruhkan padanya itu. Sejak Datu Mario dalam pelarian itu, beliau tidak pernah lagi datang ke Mario dan Soppeng. Beliau tetap tinggal di Wum- pungeng. Pada waktu malam hari barulah ada kebebasan bergerak. Akhirnya beliau berangkat ke Bone. Oleh karena itulah beliau menanam pohon beringin di Wumpungeng dan bernazar hendak menyembelih kerbau. Dalam pada itu Datu Mario bersama dengan Datu Citta, Arung Apanang, dan Arung Bila mengadakan pertemuan di Ponna Cuce, di sebelah timur Pole Lolo. Mereka berempat bersama-sama 158 PNRI
mengucapkan janji dan sumpah setia. Dan sama-sarna hendak berlayar ke pulau Jawa, karena mereka berempat pasti dibunuh kalau kedapatan oleh Raja Gowa. Setelah itu Arung Palakka pergi menemui Datu Soppeng. Arung Palakka berkata kepada Datu Soppeng, \"Adapun saya ini tak ada lagi bumi tempatku berpjjak di Tanah Bugis. Karena tak ada lagi orang Bone yang setia, dan tak ada lagi yang mau melawan musuh. Mereka mengira dirinya hanya untuk dijadikan perisai belaka. Oleh sebab itu berikanlah saya emas kepunyaan Soppeng untuk bekal ke Jawa. Orang Soppeng harus menean ke- baikan dirinya sendiri.\" Datu Soppeng Matinroé ri Datunna bertanya, \"Siapa di antara sanak saudaramu orang Soppeng yang mau menemani- mu?\" Datu Mario berkata, \"Kakanda Arung Apanang, kemanakan- da Arung Bila, dan iparku Datu Citta. Karena kakanda Amanna Wé Dimang sudah berangkat ke Lettak. Saya tidak dapat me- nemuinya lagi.\" Datu Mario memperoleh lima macam perangkat perhiasan yang terbuat dari emas. Ada 100 kati beratnya emas kepunyaan Soppeng Riaja yang diberikan kepada Arung Palakka untuk bekal ke pulau Jawa. Berkatalah Datu Soppeng Matinroé ri Datunna kepada Datu Mario, \"Emas itu ialah pusaka kita dari Tuanku La Pawi- seang, yang membuatkan Tuanku La Pasamnoi semacam benda- benda mainan.\" Berkatalah Arung Palakka kepada Datu Soppeng, \"Saya sampaikan pula kepada Tuanku, bahwa saya tidak memperoleh emas dari daerah lain, karena hampir habis dirampas oleh pasukan Makassar. Hanya dari Mario saya memperoleh emas 20 kati.\" Malam berikutnya Arung Palakka berangkat ke Bone. Selang semalam datang pula Arung Apanang, Datu Citta, dan Arung Bila menemui Datu Soppeng. Berkatalah Daeng Mabela kepada Datu Soppeng, \"Tidak cukup 100 orang dari Soppeng Riaja yang menemani saya. Lebih banyak orang yang menemani kakak kita yang pergi ke Lettak.\" Daeng Mabela berkata lagi, \"Adapun kakanda Wé Dimang 159 PNRI
saya antar ke Mampu. Karena ibunda pun ada juga di sana.\" Berkatalah Datu Soppeng kepada Arung Bila, \"Sekali pun mukamu sampai terbentur di pinggir langit, jangan berpisah dengan Datu Mario. Jangan juga kembali ke Tanah Bugis sebelum kauperoleh orang yang sanggup melawan Raja Gowa!\" Setelah itu mereka itu memperoleh juga emas. Malam itu juga Arung Bila, Arung Apanang, dan Datu Citta berangkat mening- galkan Soppeng. Selang 10 hari setelah keberangkatan Arung Bila, Arung Apanang, dan Datu Citta meninggalkan Soppeng, maka datanglah Raja Gowa bersama pasukan Wajo menean orang- orang yang masih melawan di Soppeng. Orang Soppeng dapat dikalahkan. Maka Datu Soppeng bersama anak isterinya ber- kumpul di Lamangile bersama dengan penduduk di sana. Setelah Arung Berru Rilau mengetahui bahwa Datu Soppeng akan dipenggal kepalanya di istananya, bergegas-gegaslah Arung Berru Rilau pergi duduk di tangga istana. Behau berteman empat orang pangeran yang pemberani. Raja Gowa berkata, \"Biarlah kita pancung Datu Soppeng!\" Karaeng Karunrung berkata, \"Kita telah menerima sumpah setia Datu Soppeng. Apa lagi Arung Berru Rilau sekarang ada duduk di tangga istana.\" Karaeng Katapang berkata, \"Kita serang dia!\" Berkatalah Karaeng Karunrung, \"Kalau mereka tak bersedia dijadikan tawanan perang.\" Orang Soppeng pun ditanyailah. Mereka bersedia dibawa ke Gowa. Barulah Raja Gowa bersama pasukan Wajo pergi menye- rang Bone. Bone dapat dikalahkan. Setelah itu, orang Bone, orang Wajo, dan Raja Gowa mengejar Arung Palakka ke Pallette. Arung Palakka terbang pergi ke Buton. Tocinnong dan Tosina mati dipenggal Anrong Karaeng bersama anaknya, Wé Lelli Daoke dirampas hartanya. Arung Palakka tidak tertangkap, karena beliau bersama pengiringnya masih sempat naik ke perahu, ketika pa- sukan Wajo yang mengejarnya tiba di Pallette. Itulah sebabnya Arung Palakka bernazar 100 ekor kerbau camara (kerbau hitam yang kepala, kaki, dan ekornya putih), kalau kelak beliau selamat kembali. 160 PNRI
Terjemahan PAPPASENNA ARUNG BILA (Pesan-pesan Arung Bila) Berkatalah Arung Bila kepada anaknya yang bernama La- waniaga sebagai berikut, \"Berhati-hati dan berperasaan, tidak gegabah memutuskan dan memikirkan sesuatu setiap saat, men- carikan jalan yang baik untuk raja.\" Dan memperhatikan semua perbuatan/kelakuan orang-orang di istana. Jangan membiarkan memberikan makanan raja, makanan yang tidak halal. Kalau ia memberikan makanan yang tidak halal, berikan dia nasihat, saling memperingati sesama penduduk Soppeng dan semua pendamping raja, berikan pula nasihat. Apabila masih ia melakukan bunuhlah dia. Tetapi diusahakan kematiannya itu nanti beberapa hari baru diketahui raja. Jagalah harga dirimu, sebab semua kebaikan dan bantuan itu datangnya dari raja jua. Jangan sekali-kali berbuat kebaikan selain di daerahmu dan kepada raja. Bukan yang dimak- sud kebaikan, kalau bukan di daerah kita. Usahakanlah meng- abdi kepada raja, menjaga semua pelaksanaan pemerintahannya. Sebab kalau tidak demikian ia akan dicemooh nanti dari sesama Arung Mangkan (raja). Kita sebagai hamba, berdosa kalau kita berbuat sewenang-wenang di daerah kerajaan. Jangan pula mem- besar-besarkan sesuatu, sekalipun yang berbuat itu keturunan bangsawan pula. Sebab ia akan berdosa kepada tanah Soppeng. Kalau ada yang berbuat suatu perbuatan yang tidak pernah kita lakukan, dan tindakan itu akan berbahaya maka berhati-hatilah dan jagalah raja. Diusahakan agar setiap malam ada pengawal yang berani (pemberani) yang menjaga istana yang berani mati membela raja, dan semua orang Soppeng. Kalau ada keributan dalam rumah, jagalah baik-baik bagaimana sikap raja. Kalau ada orang yang berbuat sewenang-wenang, itu pertanda bahwa orang yang seperti itu akan pendek umurnya, dan kalau bacar mulut akan menjadi racun. Kalau ia suka menipu atau memaksa-maksa pasti akan punah keturunannya. Jangan pula takut memperingati raja, kalau memang dianggap perlu. Karena ada ketentuan-ketentu- 161 PNRI
an adat, sekalipun bertentangan dengan kemauan raja. Yang harus diturut ialah adat. Dan memegang teguh kata-kata di muka orang banyak. Apabila engkau duduk-duduk sambii jaga-jaga, berkata dan berbuatlah pada hal-hal yang berguna. Jagalah baik-baik harta benda raja. Sebab ada dua macam harta benda di Soppeng. Per- tama: harta benda tanah Soppeng, yaitu daerah kerajaan dan raja, hai ini dimengerti oleh semua orang, pengawal pribadi, anggota hadat dan ahli adat. Apabila datang musuh, laskar pemberani, semua anggota hadat harus bersatu menghadapi musuh. Semua harta benda di Soppeng, yang paling mulia ialah Datu é (Raja). Tidak boleh sembarangan orang masuk ke istana melainkan anak kandung sendiri, selain itu ialah pengawal pribadi yang berani (pemberani) dan penasihatnya. Tidak semua orang yang bermukim di Soppeng, dapat kawin-kawin dengan Datu è di Soppeng, kecuali keturunan Datu è di Ujung, Datu e di Botto, sampai di daerah Soppeng sebelah timur. Semua orang yang tersebut di atas itu, sekalipun berapa banyaknya, dapat saja mereka berkunjung dan bersenda gurau di ruman Raja dengan jalan bergiliran. Juga saya berpesan kepada anak yang diangkat sebagai anak sah, yang sebenarnya mereka hanya dari keluarga yang sudah jauh hubungan dengan kita. Jangan pula beranggapan bahwa ada kekuasaan yang lain, selain Datu e di Soppeng. Dan usahakan agar engkau jangan dibenci. Orang yang dibenci tidak dimaafkan kesalahannya sekalipun ia minta maaf, dan tidak didengar pendapatnya, sekalipun mungkin ia benar. Apabila Datu è bepergian, jagalah harta bendanya di bela- kang, jangan pula mempunyai niat jahat pada harta benda Raja, meskipun engkau melihat emas berbungkal berhamburan. Itulah keturunan yang dipercaya, apabila engkau sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Sebab ada empat kriteria perbuatan yang dila- kukan oleh orang yang bersalah ialah : 1. Musuh yang tidak jelas; 2. Selalu berdusta; 3. Ingin merebut kekuasaan raja; 4. Membunuh sesamanya, sedang dia berada di pihak yang salah. 162 PNRI
Teijemahan PERKATAAN PUANG LIPUE KEPADA ARUNG BILA DAN JAWABAN ARUNG BILA KEPADA PUANG LIPUE DAN PESAN-PESANNYA Berkatalah Puang Lipuè, \"O, Arung Bila selagi engkau me- megang kerajaan yang telah ditinggalkan, jangan engkau berbuat gegabah, carikanlah saya tempat berkumpul yang satu jurusan dari Soppeng. Saya mengharapkan perlindungan dari Tuhan yang Mahaesa agar segala niat baikmu itu sampai kepada keturunanmu, sebagai pelanjut dari kekuasaan ini. Kita semua sama-sama ber- pesan kepada keturunan, saling beri-memberi petunjuk kepada jalan yang benar menuju kebaikan, dan saling memaafkan, apabila ia berbuat salah. Jangan bermaksud jahat untuk merebut keraja- an, tidak mengingini tanggung jawabku yang sudah cukup besar ini.\" Arung Bila berkata, \"Saya sangat gembira mendengarkan belas kasihan raja, dan hai itu saya sambut dengan kedua belah tangan terbuka. Ya, Paduka Tuan, saya menjunjung tinggi di atas kepalaku segala petunjuk dan pesan yang benar, katakanlah yang salah kalau memang salah. Sebab sekalipun ia rakyat jelata, kalau memang benar, maka raja harus berdiri pada rakyat jelata tadi. Apabila tempat atau tindakan yang dilakukan raja itu salah, itu berarti rakyat semua ikut menanggung kesalahan itu. Yang kita pinta, apabila keturunan kami berbuat salah, dan salah meng- hadapi atau menyelesaikan permasalahn itu dengan baik. Tidak berpiutang harta benda dan tidak mengingini kekuasaanku di kerajaan, yaitu mendapat tantangan dari semua penjuru, apabila ada yang bermaksud menguasai kerajaan di Soppeng.\" Berkatalah Puang Lipué, \"Itulah yang saya simpan dalam hati yaitu saling memaafkan apabila terjadi kekeliruan atau ke- salahan dalam mengambil tindakan.\" Berkata pula Puang Lipué, \"Yang engkau minta Arung Bila, agar keturunanmu jangan ada yang dilukai hati raia.\" Berkata pula Puang Lipue \"O, Arung Bila, yang tidak membuktikan pembicaraannya, ia tidak akan mendapat 163 PNRI
kebaikan, sampai dengan keturunannya.\" Berkata Opue, \"Sekali Tuan berkata, sekalipun dua tiga kali aku berkata, yang diikuti ialah Tuan (Opué). Berkata pula Puatta, Puang Lipúé, \"O, Arung Bila, kalau kita mempunyai itikad jahat sesama manusia, suka mempertentangkan sesama manusia yang ada di istana, itu berarti menggoncangkan istana, yang berarti pula mengganggu ketentera- manku.\" Berkata Arung Bila, \"Tidak ada lagi pesan-pesan/nasihat- nasihat yang lebih baik dari pesan yang dipertuan, kecuali Dewata (Tuhan yang Mahakuasa).\" Berkata pula Arung Bila, berpesan kepada anaknya, \"Jangan engkau tinggalkan pesan-pesan raja itu, peganglah teguh-teguh. Selalu beritikad baiklah kepada raja, dan jangan sekali-kali mem- punyai niat jahat terhadap raja. Kasihanilah pula raja, karena masih banyak orang yang beritikad jahat kepada raja, terutama dari orang-orang yang pernah memusuhi Soppeng. Karena mereka itu masih menyimpan senjata, dan sewaktu-waktu memperguna- kan senjatanya lagi. Ada pesanan yang berasal dari Datu e Puang Soppeng Riaja, Puang Soppeng Rilau. Sewaktu Puang Lipue akan meninggalkan kerajaan itu. Ketika itu hadir pula rakyat Umpu- ngeng. Berkata Arung Umpungeng, \"Maksud kedatangan saya ini di Soppeng Riaja, yaitu agar jangan dibenarkan/diturutkan orang yang salah.\" Berkatalah Arung Bila, \"Hai rakyat Umpungeng, kupecah- kan kepalaku, kukeluarkan ususku, jika saya mempunyai niat jahat kepada Puang Lipué. Berkata pula Arung Bila, \"Agar pesanan ini disampaikan pula kepada rakyat Umpungeng. Siapa tahu jika Puang Lipue tiba masanya untuk diganti. Tidak akan memper- lihatkan kecurajigan, itulah yang menjadi pegangan, sama halnya yang pernah dibuktikan Petta Matinroé di Asseleng. Karena orang Soppeng di sebelah timurku, hanya satu yang saya pegang ialah janji yang tepat dan tidak dimungkiri. Berkatalah Umpungeng, \"Saya membenarkan kalau Saudara berhati-hati, tetapi dengan pula perkataanku, kalau perkataanku ini dusta atau pura-pura, jangan ada selamat keturunanku. Hancur 164 PNRI
semua keturunanku, apabila ada yang mau mencoba-coba ber- itikad jahat kepada Puang Lipuè. Setelah itu naiklah Arung Bila menyampaikan pernyataan orang Umpungeng. Kalau kita tidak berbuat curang, barulah kita dapat tenang. Hai ini sama halnya yang pernah ditempuh Petta Matinroe di Allengeng. Karena orang Soppeng di sebelah timur itu, sebagai kawan yang dipercaya. Untuk menjaga itu berpeganglah pada pendirian, dan berkatalah yang benar. Dengan berbuat yang demikian kita bisa merasa tenang dan tenteram. Berkata pula Puang Lipuè, \"Jangan mengeluarkan perkataan yang menyinggung perasaan, karena yang ada di situ ialah orang Soppeng yang bermukim di sebelah timur. Berkata Arung Bila, \"Saya telah memperhatikan apa yang dipesan oleh Puang Lipuè. Dan hai ini telah disampaikan kepada yang bersangkutan, dan mereka bersedia dan berjanji untuk me- laksanakan petunjuk-petunjuk itu. Berkata kembali Puang Lipué, \"O, Arung Bila, engkau sajalah bersama Protokol Raja yang mewakili negeri ini, untuk menye- lesaikan masalah-masalah.\" Berkatalah Arung Bila, \"Ya, demikian- lah adat yang berlaku di Soppeng.\" Dialihkan cerita. Ketika ia merasa didesak, ia pergi ke Gulung. Kemudian dari situ ia berkemas lalu menuju ke Bone. Baru sampai di sebelah timur sungai Walanaè, disuruh ia kembali oleh Puang Lipuè. Se- telah mendengar perintah itu, ia kembali ke kampungnya, menger- jakan pekerjaannya dan menuruti perintah raja. Berkatalah si Panjang Rambut, \"Siapkan tombak, segala perkakas perang.\" Setelah itu ia ke Bone menyampaikan maksud- nya kepada Arumpone (Raja Bone), bahwa si Panjang Rambut akan ditemani menyerbu Soppeng. Tetapi Arumpone tidak setuju, namun ia menyerbu juga melawan sesamanya raja. Karena tidak ada yang menemani akhirnya ia kembali juga. Kemudian ia pergi ke sebelah timur sungai, dan di situ ia memanggil orang yang betul-betul mau membantu. Jadi naiklah orang kepercayaan itu bersama dengan Datu è. Berkatalah orang kepercayaan itu, \"Ber- 165 PNRI
sama dengan saya, datang pula suruhan Petta Malompe é Gemmek- na ingin ketemu dengan raja.\" Berkatalah Puang Lipué, \"Lebih baik mempersatukan dahulu Soppeng, kalau sudah mufakat, barulah berangkat. Dikumpul- kanlah rakyat Soppeng, dan bermufakatlah mereka. Berangkat- lah orang kepercayaan itu menuju ke sebelah timur sungai. Ke- temulah ia dengan si Panjang Rambut. Berkatalah si Panjang Ram- but, \"Maksud saya ialah ketemu dengan engkau, saya merindukan tanah Soppeng. Perlu saya sampaikan pula bahwa saya merindu- kan pula semua famili di Soppeng, begitu pula semua hamba yang berada di Soppeng Timur dan Soppeng Barat, bermufakat dan ber- sumpah sebagai berikut, \"Kami bersumpah bahwa semua keturun- an saya akan hancur apabila ada yang berniat jahat kepada Puang Lipue.\" Setelah itu kembalilah orang kepercayaan itu menyampai- kan isi sumpah si Panjang Rambut kepada Puang Lipue. Berkatalah Puang Lipué, \"Lebih baik kita mengundang si Panjang Rambut (To Malampe é Gemmekna) datang duduk-duduk di pendopo, se- bagai tanda terima kasih atas pernyataannya itu.\" Pergilah utusan dari Soppeng mengundang Petta Malampe é Gemmekna. Berkatalah Petta Malampe é Gemmekna, \"Hai, suruh- an Puang Lipue, sampaikan kepada orang kepercayaan dan Puang Lipué, bahwa saya dan semua keturunanku tidak selamat, apabila ada yang berniat jahat kepada Puang Lipue.\" Tidak ada yang dapat melihat kebaikan, sekalipun sekecil Garrah. Apabila menjadi hamba (rakyat) di Soppeng yaitu harus bersumpah lebih dahulu menyatakan bahwa, \"Tidak ada ke- turunan saya yang boleh berniat jahat terhadap raja Soppeng.\" Sampailah di Soppeng Mabbeluaé Duduklah ia bersama-sama Datu Soppeng di barugaé (pendopo), juga hadir Puang Lipue. Mabbeluaé mengatakan, \"Engkaulah orang kepercayaan mengata- kan apa yang saya katakan.\" Dijawab oleh orang kepercayaan itu, \"Saya durhaka tuanku, apabila pesanan itu saya tidak sampaikan selengkapnya.\" Berkatalah Mabbeluaé, \"Saya berada di sini bagai- kan air pasang surut, seperti hal biasa dan berulang-ulang, menjaga dan melihat, serta memikirkan kebaikan dan kemajuan kerajaan Soppeng. Yaitu dirikan sendiri sebagai contoh.\" Dipeganglah 166 PNRI
tangannya Mabbeluaë oleh Petta Puang Lipuë. Berkatalah Puatta Puang Lipuë, Apabila nanti keturunan kami ada yang kawin- mawin, kami sama-sama mendoakan dan diiakan Puang Lipuë dan Mabbiluaë. Berkatalah Puang Lipue, \"Mudah-mudahan harapan» kami ini mendapat restu dari Dewata. Niât yang baik tetap di- laksanakan dan rahasia tetap disimpan, memegang teguh perkata- an dan menurut kemauan rakyat Soppeng. Kalau dianggap baik perkataanku, maka semua orang Soppeng mengiakannya termasuk, Mabbiluaë.\" Berdiam dengan tertegun Puang Lipuë, Mabbiluaë. Berkatalah Puang Lipuë, \"Barang siapa tidak menepati janji- nya, akan lebih tersisih dalam masyarakat, dan tidak akan melihat kebaikan sampai keturunannya.\" Sesudah Datu ë mengucap- kan janji dan bersumpah. Berkatalah Arung Bila, \"Duduklah bersama-sama orang ke- percayaan, dan kumpulkan semua famili serta semua penduduk Soppeng bahagian sebelah Timur, lalu menyampaikan segala yang kejadian di negeri ini.\" Maka dijawablah Arung Bila mengatakan, \"Nanti pada hari lain kami bicarakan ataukah hari ini juga?\" Berkatalah Puang Lipu ë, \"Nanti besoklah, karena hari telah malam.\"' Keesokan harinya diadakan lagi pertemuan dan rakyat Soppeng bersama pejabat-pejabat penting pemerintahan. Dalam pertemuan itu hadir pula Puang Lipu ë. Berkatalah Arung Bila, \"Pada saat ini saya menyampaikan pesanan Puang Lipu ë, bagai- mana pendapatmu, jika Mabbiluaë yang akan menjadi Datu di Soppeng?\" Berkatalah Datu Soppeng, \"Apa yang menjadi buah pikiran Soppeng Riaja (Soppeng Barat), Puang Lipuëlah yang akan memegang puncak pemerintahan, akan menuju kebaikan dan menjauhkan semua yang buruk.\" Berkatalah orang kepercayaan di Soppeng, \"Apa yang telah dimufakati, maka itulah yang jadi.\" Semua rakyat Soppeng bahagian sebelah Timur bermufakat. Berkata lagi Arung Bila, \"Tidak masuk di akal apabila dua orang yang memerintah di suatu negeri, dan akan sejalan pikirannya untuk meinperbaiki rakyat- nya.\" Berkatalah Datu Ujung bersama Datu Boto, \"Itulah nanti 167 PNRI
(Mabbiluaé) akan menjernihkan/menenteramkan suasana di Sop- peng. Sampaikanlah keputusan/peijanjian ini ke daerah Barru.\" Berkatalah Puang Lipu e, \"Keputusan inilah nanti yang kami sampaikan kepada keturunan kami. Dan kami bermohon keRada Dewa e (Tuhan yang Mahaesa) agar rakyat memegang teguh ke- putusan ini.\" Berkatalah Datu Ujung dan Datu Boto, \"Itulah yang kita cita-citakan dan sekaligus sebagai puncak kegembiraan atas ke- putusan yang telah ada itu. Tunggulah nanti hasilnya. Akan dilihat oleh Dewata dan disaksikan orang banyak. Itulah yang kita mufakati, semua kebaikan dan lain-lainnya engkaulah yang akan bertanggung jawab. Dua bahagian besar tanggung jawab yang perlu disejajarkan dalam pemerintahan, supaya lama memerintah. Adapun kedua macam tanggung jawab itu ialah: a. Keamanan dalam negeri; b. Kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus mengatakan yang benar, dan melaksanakan- nya. Apabila ia tidak berbuat demikian, akan dikutuk oleh Dewa- ta, termasuk keturunannya. Apabila, seorang Raja memerintah tidak menjalankan keadilan dan kebenaran, maka ia akan dikutuk oleh Tuhan, termasuk keturunannya kelak.\" Berkatalah Datu Soppeng, \"Naiklah ke atas mengambil piring yang spesial, apabila makan berkumpul-kumpul di istana. Naiklah ke atas mengambil piring makan (jarawetta) yang diberi ñama Lapoliwona.\" Diulang kembah sumpah orang Soppeng Timur mengenai isi perjanjian itu. Berkatalah Puang Lipu e, \"Suatu ketika perasaan akan ten- teram, apabila pesanan itu terlaksana.\" Dengan tiba-tiba berkata Datu é, \"Di Ujung Datu e di Botto, bahwa Arung Bila juga ber- kata, tetapi tidak dapat saya terima begitu saja. Sedangkan se- orang Datu yang diharapkan untuk memperbaiki negeri, itu belum tentu dapat tercapai. Sebab setiap manusia memang berbeda-beda sifatnya sesuai dengan fitrahnya.\" Arung Bila berkata, \"Memang saya berpesan, apabila ada kejadian, supaya dihadirkan pemuka masyarakat Soppeng, untuk 168 PNRI
menyaksikan/melihat bersama. Apabila hai itu dikehendaki adat, maka harus dilaksanakan, dan saya minta supaya hal-hal yang tidak senonoh agar jangan diketahui anak kita.\" Berkatalah Puang Lipu è, \"Siapa yang dapat menghadirkan Petta Matinro è ri Tanana, dan menyampaikan kepada behau agar memegang teguh kepada nasihat-nasihat/pesan-pesan orang tua.\" Setelah pesanan itu diiakan berangkatlah Arung Bila ber- sama Datu e dari Botto, Datu Ujung mengendarai kuda yang diberi julukan \"Lapalioddang.\" Saya dipesan oleh Datu bahwa apa saja yang menjadi keputusan bersama tentu itu baik, dan itulah pe- nunjang adat dan harus dijalankan. Cerita dialihkan. Setelah selesai semuanya, berkatalah Puang Lipu è, \"Nanti saya sampaikan kepada semua keluarga apa kebutuhan Mabbilua è yang berada di Soppeng.\" Berkatalah orang kepercayaan Datu é, \"Kita akan berikan Tellu Latte e (tellu latte = tiga petak/bagian). Ada juga seratus hamba di rumahnya bersama tanah pesawahan.\" Berkatalah Petta Puang Lipu è, \"Lebih baik tau Tongeng è menyampaikan Puang Lipu è, kalau ia akan memanggil pen- damping (penjaga pribadi) selama ia memerintah di Soppeng. Lebih baik ia mengambil/memilih orang yang lebih tangkas dari pangèpa è (pendamping).\" Berkatalah orang kepercayaan itu, \"Yang disuruhkan pemilihmu, pangèpa è, paddanreng è, dan tiga berdamping. Setelah ada hamba seratus orang, itulah yang di- kehendaki pemilihmu. Saya mengira bahwa Pangépaé (pendam- ping), tidak ada lagi di atasnya kecuali Datu è, yaitu Pangèpa è Mabbilua è, mereka tinggal kamar yang ketiga. Artinya orang ketiga dari Datu è. Mabbilua è menjadi pendamping (anggota hadat) di Soppeng.\" Arung Bila berkata, \"Ada pesan orang tua/dulu bahwa ada enam ketentuan yang harus dihindari apabila memangku jabatan Mangkau sebagai berikut: 1. Melangkahi pematang (melanggar ketentuan); 169 PNRI
2. Jangan kehilangan pokok pembicaraan atau pegangan; 3. Lebih baik diam daripada banyak bicara yang tidak me- nentu; 4. Membunuh orang tanpa ada alasan yang kuat; 5. Membuat malu keluarga orang lain, yang sebenarnya ia ter- masuk orang baik-baik; 6. Jangan purbasangka kepada sesama Mangkau. Itulah pesan orang tua kita dahulu, dan mereka akan berbahagia di akhirat apabila pesan-pesan itu dikembangkan dan diterapkan kepada masyarakat.\" Berkata pula Toriolota, \"Lebih baik cita-cita yang sederhana, yang dapat dilaksanakan, daripada cita-cita yang tinggi tetapi tidak dapat dilaksanakan.\" Berkata pula Toriolota, \"Apabila kita me- merintah, harus berpegang pada ketentuan sebagai berikut: 1. Berkata dengan benar; 2. Adat yang baik; 3. Berbicara dengan teratur dan sopan. Berbicara dengan benar, mengandung makna bahwa padi akan jadi setiap tahunnya, yang sekaligus berarti rakyat tidak kekurangan makanan. 4. Janji harus ditepati, dan prinsip tidak boleh ditinggalkan. 5. Adat yang dipegang bersama, harus kita bina dan melestari- kannya. 6. Semua keputusan bersama harus ditaati dan dijalankan. 7. Perasaan malu harus ada, sebab malu itu sebagian dari imán. 8. Apa yang dimufakati dalam negeri harus ditaati dan diindah- kan bersama. 9. Tidak boleh mempertentangkan sesama penduduk. 10. Saling hormat-menghormati. 11. Tidak mendendam kepada semua penduduk negeri, begitu pun kepada semua famili.\" Berkata pula Toriolota, \"Ada empat pensyaratan yang harus dipegang, apabila memerintah di negeri ini. Pertama : Mempunyai akal yang cerdas. Kedua : Jujur. Ketiga : Berani. 170 PNRI
Keempat : Kaya. Tanda-tanda orang yang berakal ada empat pula: a. takut kepada Tuhan yang Mahaesa (Dewata). b. takut pada hukum karma. c. takut berbuat kejahatan kepada sesama manusia. d. takut berbuat pada perbuatan yang salah. Tanda-tanda orang jujur ada empat pula: a. bertindak hati-hati. b. menyukai/mendorong suatu cita-cita. c. menyukai perbuatan yang baik. d. mencintai perbuatan yang benar. Tanda-tanda orang berani ada empat pula: a. takut/tidak mau disanjung-sanjung. b. bersedia ditempatkan di belakang. c. tidak berubah apabila mendengar kabar, baik buruk ataupun jelek. d. tidak gentar menghadapi musuh. Tanda-tanda orang kaya ada empat pula: a. tidak kehabisan usaha. b. tidak kekurangan belanja, kalau ada yang diperlukan. c. segala tindakan/perbuatannya tidak menyinggung perasaan se- sama manusia. d. tidak kehabisan rencana atau dengan kata lain, rencananya ber- kesinambungan.\" Berkata pula Arung Bila, \"Apabila hendak menjadi anggota adat/pemerintah, harus lebih dahulu memikirkan baik-baik tugas yang dibebankan itu, apakah sanggup atau tidak. Kalau memang merasa tidak sanggup janganlah diterima tugas itu. Untuk mencapai suatu cita-cita, harus diperjuangkan dan disertai pikiran yang waras. Perbuatan yang baik itu dilakukan oleh orang yang cerdik pandai. Sebaliknya perbuatan yang jahat itu dilakukan oleh orang dungu (bodoh). Perbuatan yang salah itu dipunyai oleh orang yang putus asa. Asal usul suatu adat yaitu perbuatan yang nyata dan pantas. Dan asal muía suatu aturan yaitu perbuatan yang wajar dan dimufakati bersama. Dan yang disebut undang-undang ialah ketentuan-ketentuan yang berlaku 171 PNRI
dalam kerajaan, serta telah ditulis/ditetapkan dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat untuk diindahkan.\" Berkata Arung Bila, \"Ada dua hai yang perlu diperhatikan yaitu perbuatan yang baik dan tingkah laku yang pantas. Untuk mendapatkan kebaikan itu, pertama harus membiasakan diri selalu berbuat baik, sekalipun kita dalam keadaan apa pun. Kedua, pandai-pandai membawa diri di istana. Ketiga, bersedia menolong pada sesama manusia. Keempat, bekeija dan berhati-hati. Kelima, tidak gentar menghadapi orang banyak. Keenam, apabila men- jalankan sesuatu perintah/amanah, tetap ia minta pertolongan dan perlindungan dari Tuhan yang Mahakuasa. Jangan berbuat sesuatu, apabila hai itu dirasa tidak ada pendukungnya, iangan bicara sembarangan, lebih-lebih bila mendu- duki suatu jabatan. Sebab apabila melanggar ketentuan-ketentuan di atas, akibatnya Tuhan akan memberi ganjaran.\" Berkata Arung Bila, \"Jangan melakukan suatu perbuatan yang melanggar adat, jangan memandang remeh pendapat se- seorang, jangan mempermainkan undang-undang.\" Berkata pula Arung Bila, \"Kayu lapuk itu ada empat macam yang bisa mem- bahayakan kita apabila kita bersandar kepadanya. Justru karena itu harus kita perhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, kalau perbuatan kita tidak baik, sebaiknya kita sadari bahwa perbuatan saya itu memang tidak baik. Kedua, kalau memang kita kaya, sebaiknya mengetahui diri bahwa saya ini orang kaya. Yang berarti sebahagian harta kita, harus disedekahkan kepada orang miskin. Ketiga, kalau kita raja, sebaiknya kita mengetahui bahwa saya ini raja. Yang berarti harus berpegang teguh pada adat dan undang- undang yang berlaku. Jangan sekah-kali bertindak/berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan adat dan undang-undang kerajaan.\" Berkata pula Arung Bila, \"Ada empat makna yang perlu diperhatikan di dalam baruga (gelanggang). Makna yang dimaksud sebagai berikut: a. Sudut gelanggang itu mengandung makna tempat yang strate- gis untuk mempertahankan diri apabila mendapat serangan dari musuh. b. Dapat bertukar pikiran atau bermusyawarah di atas gelang- 172 PNRI
gang. c. Memperhatikan keadaan tetangga apabila kita hendak men- dirikan/membuat suatu gelanggang, ada kemungkinan ada hal-hal yang mungkin berbahaya bagi gelanggang itu. Atau- kah mengganggu keadaan tetangga. d. Di dalam gelanggang itu sebagai tempat yang sungguh-sung- guh menentukan mati hidupnya seseorang. Sehubungan dengan itu harus berhati-hati dan memusatkan segala per- hati'an pada suatu tujuan untuk berhasil dalam bertarung atau memperjuangkan cita-cita. Ada hal lain yang perlu saya sampaikan pula sebagai berikut. Jangan iri hati atau cemburu kepada orang yang mendapat rezeki, jangan pula menertawai sesuatu yang ganjil/hina sebab semua itu adaiah kemauan Dewata. Apabila kita cemburui orang yang banyak rezeki, itu berarti rezeki kita tertutup seperti orang mati.\" Pada bagian ini yang mengutarakan petunjuk-petunjuk tentang Arung Bila, yang disampaikan oleh La Wade. Adapun yang mendampingi Datu Soppeng bernama La Makkawanengnga. La Makkawanengnga mengutarakan petuah dari Permaisuri Datu Soppeng yang bernama Watena Kawalua. Berkata Permaisuri (Petta cajiangngenngi makkunrai e). \"Jangan berniat untuk menduduki jabatan adikmu! Sebab kalau terjadi demikian, engkau bisa meninggal dalam keadaan duduk- duduk. Artinya kematian itu terjadi dengan tiba-tiba. Engkau yang harus menjaga dan menyelamatkan adikmu dalam menjalan- kan pemerintahan. Demikian pula keamanan negeri Soppeng. Apabila ada kejadian yang tidak diinginkan, yang menyang- kut keadaan negeri Soppeng dan adikmu, berarti engkau harus menangani seluruhnya. Misalnya, apabila ada sesuatu yang di- anggap baik oleh seseorang, tetapi menurut anggapanmu tidak baik, dengan cepat engkau mengambil tindakan/keputusan, demi untuk keselamatan adikmu dan negeri Soppeng. Jangan pula engkau memberi petunjuk adikmu, apabila hal itu tidak disenangi orang banyak. Sebab engkau nanti akan mendapat kutukan dari Tuhan. Engkau harus berusaha dan berdoa dengan sungguh-sungguh memohonkan kepada Dewata (Tuhan) 173 PNRI
keselamatan negeri iui dan adikmu. Engkau harus saling bantu-membantu, nasihat-menasihati. Duduk sama rendah, berdiri sama tegak. Berat Sama dipikul, ringan sama dijinjing. Pegang teguh adat-istiadat dan undang- undang yang berlaku di kerajaan ini. Sekalipun apa yang terjadi, tetap kita berpegang pada peraturan kerajaan. Itulah pesanan per- tama. Kedua, apabila ada niat Raja sendiri yang menghancurkan negeri ini, hal seperti itu harus segera diamankan. Ketiga, mem- bunuh sesamanya, sedang bukan kesalahannya, perbuatan seperti itu harus pula dituntut. Dan ini harus dijalankan, terkecuali kalau penduduk negeri ini sudah tidak mengenal lagi moral dan material. Jikalau ada cucu dari adikmu meminta keistimewaan dalam aturan pemerintahan, hal seperti itu tidak dibenarkan. Kepada anak cucu diharapkan supaya jangan berbuat se- wenang-wenang di Kerajaan. Berilah contoh kepada masyarakat semua tingkah laku yang baik, itu berarti semua penghuni negeri akan melihat kebaikan dan akan memperbuat kebaikan pula.\" 174 PNRI
SEJARAH SOPPENG ZAMAN DAHULU Pada zaman dahulu raja yang pindah ke Galigo bermukim di Sewo dan Gattareng. Setelah keturunan raja itu musnah akibat perang maka ditinggalkanlah Sewo dan Gattareng. Kemudian orang pindah bermukim di Soppeng. Orang yang berasal dari Sewo dinamaxan orang Soppeng Riaja, sedangkan orang yang berasal dari Gattareng dinama- kan orang Soppeng Rilau. Dengan demikian menjadilah enam puluh matoa (raja kecil) di Soppeng Riaja dengan Soppeng Ria- lu. Akan tetapi orang Soppeng membagi dua dirinya (daerah- nya. Salotungo, Lollok-e, Kubba, Panincong, Tagalaé^ Riattas- salo, Mangkutu, Maccile, Watu-Watu, dan Akkappéng masuk Soppeng Rilau, sedangkan Pessé, Seppang, Pising, Mattobulu, Lawunga, Ara, Lisu, Madello Rilau, Tinco, dan Lawo masuk Sop- peng Riaja. Cènrana Salokaraja, Malaka, dan Mattoanging masuk wilayah kekuasaan Soppeng. Daerah-daerah pengikut itulah mereka duai sehingga menjadi tujuh susunlah orang Soppeng itu yang menyebabkan tidak ada lagi yang memerintahnya. Yang dipertuan ketika itu ialah raja yang pindah ke Galigo. Pada waktu itu hanya matoa yang enam puluh itulah yang mengurus negeri. Maka menjadi manurung ('orang kayangan') lah Petta di Sekkanyili. Hai itu diketahui oleh matoa Tincong dan Jennampise hingga para matoa pengikut Sop- peng Riaja. Matoa Botto, matoa Ujung, dan matoa Bila berkata, \"Ada orang kayangan di Sekkanyili.\" Tetapi matoa Bila, matoa Botto, dan matoa Ujung berkata, \"Baik- lah kita memberitahukan masyarakat Soppeng Rilau dan Salo- tungo.\" Disepakatilah masyarakat Soppeng Riaja memanggilnya. Setelah itu datanglah matoa Soppeng Rilau. Kata matoa Soppeng Riaja, \"Ada orang kayangan di Sek- kanyili dan bagaimana pendapatmu?\" Kata matoa Soppeng Rilau, \"Baiklah kita pergi memper- kenalkan diri semoga beliau bersedia kita angkat menjadi raja supaya beliau melindungi Temmatipake.\" Sesudah itu keenam- 175 PNRI
puluh matoa itu pergi menemui orang kayangan. Kata matoa Ujung, matoa Bila, dan matoa Botto, \"Kami datang menghadap Tuan karena kami ingin dikasihani. Janganlah Tuan berbuat jahat! Kamulah kami pertuan untuk melindungi Temmatipake dengan seihlas-ihlasnya. Kamulah membawa kami dekat dan jauh. Walaupun pada suatu saat kami disumpahkan sesuatu yang kamu tidak senangi, kami juga tidak menyenangi- nya.\" Kata orang kayangan di Sekkanyili, \"Tidakkah engkau me- nyeleweng dan hianat?\" Sepakatlah keenampuluh matoa itu dengan Puatta 'Tuan kita' di Sekkanyili. Puatta Manurungnge 'Tuan kita orang kayangan' di Sekkanyi- li juga berkata, Saya bentahukan juga kalian bahwa ada sepu- puku orang kayangan juga di Libureng. Lebih baik kalau pergi menjemputnya supaya saya berdua berusaha mencarikan jalan untuk kebaikanmu. Itulah kalian angkat menjadi raja di Soppeng Riaja. Mupakatlah kalian kemudian kami pergi ke mari.\" Setelah itu keenampuluh matoa itu pergi ke Libureng. Sesampai di Libureng yaitu tempat yang disebutkan orang kaya- ngan di kamarnya. Ditemuilah orang kayangan itu sedang duduk di guci tempat penjelmaannya. Kata matoa Ujung, matoa Botto, dan matoa Bila, \"Kedatang- an kami Tuan, ialah kiranya Tuan bersedia mengasihani kami. Janganlah Tuan berbuat jahat supaya engkaulah kami angkat menjadi raja. Kamu yang menjaga atau memerintah Temmatipa- ke, kamulah yang membina Temmatipake, dan kamulah raja kami sekarang dan yang akan datang. Walaupun pada suatu saat engkau disumpahkan sesuatu yang engkau tidak senangi, kami juga tidak menyenanginya.\" Orang kayangan itu berkata di dalam biliknya, \"Apakah kalian tidak akan menghianat dan tidak ragu-ragu?\" Akhirnya tercapailah suatu mufakat antara mereka. Itulah yang disebut pokok perjanjian antara orang Soppeng dengan raja hingga keturunan Datu Soppeng dan masyarakat Soppeng. Begitu- lah asal mulanya sehingga dua datu di Soppeng. 176 PNRI
Pada waktu Petta Manurungnge berdua belum mempunyai anak, matoa Botto, matoa Ujung, dan matoa Bila sebagai peme- gang pokok peijanjian itu. Dan keenam puluh matoa itu me- nyepakati berita-berita yang masuk maupun berita-berita yang ke luar Soppeng. Tetapi setelah Petta Manurungnge berdua di Sop- peng mempunyai anak bercuculah, datanglah inang pengasuh, dan pembantu (paddanreng e). Diangkatlah menjadi datu anak cucu- nya. Itulah yang disepakati datu Ujung. Entah perbuatan di dalam dan perbuatan ke luar Soppeng, entah berita di dalam maupun be- òta ke luar Soppeng. Apalagi datu karena dialah (beliaulah) kita jadikan raja. Bukan yang menyebabkan aku terkutuk mengkelas-kelaskan keturunan bangsawan. La Temmamala namanya orang kayangan di Sekkanyili. la pergi ke Suppa memperisterikan We Mampu. Lahirlah La Marancina. La Marancinna memperistrikan We Kawa. Lahirlah La Bom- bang. Dialah yang menjadi datu di Suppa. Lahirlah Lamba yang menjadi datu di Soppeng Riaja. Lambalah pergi mengawini We Timang Ratu di Balusu. Lahirlah We Tekke Wanua. We Tekke Wanua datu di Soppeng Riaja. Beliaulah yang mempunyai kekuasaan di Suppa. Beliau membagi dua Malebba e dan memotong Malampe e. We Tekke Wanua menjadi datu di Suppa dalam usia muda. Beliau bersuamikan La Temmappeo di Liwereng. Anaknya tujuh orang. Anaknya yang sulung bernama La Warne. la memisahkan Bila. la yang pertama mangepa 'pembantu' di Soppeng. Adik La Wame yang pertama bernama La Makkanengnga. Beliaulah datu di Soppeng Riaja. KISAH ORANG ZAMAN LAMPAU SEJARAH BONE DAN LUWU ZAMAN DULU Ada sebilah keris yang bernama Polomalelae di Unyi. Kata Arumpone yang bernama Dewataraja, \"Alangkah baiknya apabila 177 PNRI
negeri kita hidup berdampingan bagaikan orang berfamili.\" Kata Datu Luwu, \"Baiklah Arumpone.\" Kata Arumpone, \"Hilap saling memperingati, tolong-meno- long dalam menegakkan pemerintahan, hamba-hamba adalah hamba kita bersama. Perbuatan Luwu adalah perbuatan Bone dan sebaliknya perbuatan Bone adalah perbuatan Luwu. Seia sekata dalam menghadapi kejahatan dan kebaikan. Tidak memperten- tangkan batas wilayah, mufakat dalam menentuk&n daerah ke- kuasaan. Tidak saling memperdayakan, tidak saling menunggu kehilapan. Walaupun hanya semalam setibanya orang Luwu di Bone terhitunglah mereka sebagai orang Bone. Keputusan Bone adalah keputusan Luwu, sebaliknya keputusan Luwu adalah ke- putusan Bone. Adat Bone adalah adat Luwu, adat Luwu adalah adat Bone. Tidak saling iri akan emas dan patola panjang ('ge- lang panjang') masing-masing. Barang siapa tidak menaati perjanji- an itu, ia akan dilaknat oleh Tuhan Yang Mahaesa hingga anak cucunya. la akan hancur pecah berderai negerinya seperti halnya telur jatuh di batu. KETETAPAN PERJANJIAN BONE DENGAN GOWA Sudangnge Latea Riduni di Tamalate bersama dengan Tuma- pakrisik Kallonna raja Gowa, yang meninggai dunia di Berru yang digelar La Uliyo Bótete, raja di Bone. Apabila ada yang mengganggu Bone laut akan ramai dia- rungi orang Makassar, sebaliknya jíka ada yang mengganggu orang Makassar gunung akan goyah dilalui orang Bone. Tidak saling curiga-mencurigai dan tidak saling bermusuhan. Tidak sahng iri akan emas matang dan patola panjang. Siapa saja yang memerin- tah Gowa, dialah yang menaati peijanjian itu, sebaliknya siapa saja yang memerintah Bone dialah yang menaati perjanjian itu hingga ke anak cucunya. Barang siapa yang tidak menaati perjan- jian itu negerinya akan. hancur pecah berderai bagaikan telur di- empaskan di batu. 178 PNRI
PERJANJIAN YANG DITETAPKAN PATTOLAE BAGI ORANG PACEDDO Kata Datu Luwu yang digelar Batara Latu yang berkuasa di Wajo, \"Alangkah baiknya apabila kita menjalin hubungan keija sama antara Luwu dengan Wajo. Luwu tidak akan membinasakan Wajo, sebaliknya Wajo tidak akan membinasakan Luwu. Seia se- kata menghadapi kebaikan dan kejahatan. Saling ingat- mem- peringati dalam kehilapan, bantu-membantu menegakkan pe- merintahan. Tidak saling membangkitkan rasa permu&uhan baik di gunung maupun di lembah dan tidak saling menean kesalahan ser- ta kekurangan masing-masing. Walaupun langit roboh dan bumi hancur perjanjian kita tidak akan berubah atau batal. Barang siapa ingkar terhadap perjanjian kita, ia akan hancur pecah ber- derai negerinya bagaikan telur diempaskan di batu hingga ke anak cucunya yang tidak menaati peijanjian itu.\" SEJARAH PERSATUAN KERJA SAMA ANTARA BONE, WAJO, DAN SOPPENG Kisah raja kita yang mewujudkan terciptanya persatuan keija sama antara kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng. Pemegang tampuk pemerintahan di Soppeng digelar La Mata Esso. Anaknya yang dinamakan La Mappaleppe Pattola pada waktu masih kecil dinamakan Arung Belo. Beliau pergi ke rumah yang lain mendampingi anaknya. Anaknya itu dinamainya Pollipu Soppeng Riaja. La Waniaga adalah orang yang ramah tamah kepada anak-anak. Gelar kebangsawanan anaknya ialah Arung Bila. Beliaulah bersama Towudama dan Wajo. Arung Kaju digelari To- sellu di Bone. Setelah mereka bertiga bermusyawarah ditetapkan- lah Cenrana sebagai tempat pertemuan. Adapun yang disepakati oleh mereka ialah menciptakan hubungan keija sama di antara mereka. Kata mereka, \"Alangkah baiknya kita bertemu di Timurung. Nanti pada bulan purnama kita sempurnakan permupakatan kita.\" Setelah sampai pada hari yang disepakati, mereka berkumpul 179 PNRI
di Timurung. Datanglah Arumpone yang bernama La Tanrirawe Bongkangnge, yang meninggal di Goncinna, bersama dengan orang Bone. Arung Matoa juga datang yang bernama La Bungkace yang di- namakan Towudama bersama dengan orang Wajo. Datu Soppeng Riaja juga datang yang bernama La Mappaleppe bersama dengan orang Soppeng. Mereka mendirikan balairung di Bone. Di sanalah orang menyabung. Oleh karena telah terbit bulan muda maka berkum- pullah orang Bone, orang Soppeng, dan orang Wajo. Sepakatlah Arumpone, Matoa Wajo, dan Datu Soppeng menjalin hubungan kerja sama antara kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng bagaikan orang bersaudara kandung di dalam pertemuan itu. Bone dianggap sebagai anak sulung, Wajo sebagai anak tengah, dan Soppeng sebagai anak bungsu. Kata Arung Matoa, \"Bagaimana negeri kita dapat bekerja sama karena Wajo masih di bawah kekuasaan kerajaan Gowa, sedangkan kerajaan Bone dan kerajaan Gowa bekeija sama dalam membina hubungan berdua.\" Kata Arumpone, \"Sungguh baik pendapatmu Arung Matoa, tetapi biarlah Bone, Soppeng, dan Wajo menjalin hubungan kerja sama. Bone sajalah yang bekeija sama dengan kerajaan Gowa. Kalau kerajaan Gowa masih mau memperbudak Wajo lebih baik kita angkat senjata. Kita bertiga memborongnya.\" Hal itu disepakati olen Arung Matoa. Kata pucuk pimpinan kerajaan Soppeng, \"Sungguh baik pendapatmu Arumpone negeri kita bertiga bersaudara. Dan yang saya minta ialah sebagai anak. Bone dan Wajo sebagai ayah dan ibu. Karena hanyalah orang yang sebesar dan sederajat dapat ber- saudara.\" Kata Arumpone, \"Bagaimana pendapatmu Arung Matoa karena saya membenarkan pendapat sahabat kita-Soppeng.\" Kata Arung Matoa, \"Dikatakan oleh Arumpone bahwa akan me- rusak negeri kita bertiga nanti, apabila ada yang berstatus anak.\" Kata Arumpone, \"Saya membenarkan pendapatmu Arung Matoa. Biarlah saya berikan saudara kita Soppeng Gowa-gowa se- 180 PNRI
lili (Gowa-gowa sebagian) untuk mengangkat derajatnya agar kita bertiga bersaudara.\" Kata Arung Matoa, \"Baik pendapatmu Arumpone. Biarlah juga saudara kita Soppeng kuberikan sebagian Baringeng Lompu- leng.\" Kata Datu Soppeng Rilau, \"Tau tongeng e to Paccalep- pang. Saya tidak menolak kata-kata baikmu saudara. Adapun ter- jadinya kerja sama negeri kita bertiga tidak mengandung per- tentangan keinginan kita. Nanti perbuatan yang kita sepakati yang dikerjakan bersama.\" Kata Arumpone dan Arung Matoa, \"Setelah kita sepakat, baiklah kita menanam batu itu agar disaksikan oleh Tuhan Yang Mahaesa. Barang siapa ingkar dari ikrarnya akan ditindis oleh batu itu.\" Kata Arung Matoa kepada orang pintarnya Bone yang ber- nama Kajao Laliddong, \"Tangan dulu Kajao Laliddong menanam batu itu karena saya berpendapat bahwa setelah kita bertiga bersaudara, kita tidak saling memburuk-burukkan, tidak saling memperdayakan, senasib sepenanggungan, saling ingat-memper- ingati, jangan kita berselisih karena hamba (rakyat). Barang siapa tidak mau diperingati akan diduai.\" Setelah hal itu disetujui oleh Arumpone, dan Datu Soppeng barulah mereka bersumpah seia sekata. Adapun yang diikrarkan mereka ialah ingat-memperingati dalam kehilapan, bantu-mem- bantu dalam setiap sesuatu, berat sama dipikul ringan sama di- jinjing. Tidak ada yang dianggap kecil di antara kita bertiga, tidak saling menginginkan emas matang, patola panjang, dan harta benda. Barang siapa yang tidak mau diperingati akan diduai. Barulah mereka menanam batu. Mereka menamakan negerinya Tellumpoccoe. Ketiganya sama-sama dapat memperluas pengaruhnya ke luar, tetapi tidak ke dalam wilayah anggota sekutu. Ketiganya bersatu padu bagai- kan tali berutas tiga putus seutas putuslah semuanya, tidak saling memperdayakan, binasa satu akan binasa semuanya, tidak beru- lam tidak berpucuk, tidak merebut dan tidak direbut, anak cucu- nya tidak akan ingkar (munafik) sehingga menginginkan emas 181 PNRI
matang, paiola panjang, dan harta benda banyak antara Bone, Wajo, dan Soppeng. Walaupun langit runtuh mengimpit bumi ikrar Tellumpoccoe tidak akan luntur dan musnah. Tuhan Yang Mahaesa telah menyaksikannya. Tellumpoccoe juga berikrar bah- wa kalau ada di antara kita yang lebih kuat, lebih tangkas, dan lebih kuasa kita tidak akan adu ketangkasan, kekuatan, kekuasa- an, dan kekayaan. Kita tetap harga-menghargai. Tellumpoccoe tidak mengembangkan pengaruhnya terhadap satu dengan lainnya. Itulah ikrar Tellumpoccoe. Perjanjiannya ditindih batu di Timu- rung. Tuhan Yang Mahaesa sebagai saksi. Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Itulah yang dipegang teguh oleh Arumpone, La Tenrirawe Bongkangnge, para pemuka masyarakat Bone, dan kerajaan Bone hingga anak cucunya. Peijanjian itulah yang dipegang teguh Arung Matoa Wajo yang bernama La Bungkace Towudama, Pillae, Cakkuridie, Patto- lae, arung Patappulee, orang Wajo, dan kerajaan Wajo hingga anak cucunya. Itu juga dipegang teguh oleh Datu Soppeng, Arubbila, Datu Betto, Datu Ujung, Pangepak e, Paddanrengnge, Watang Iipuk e, Pabbicarae, para pemuka masyarakat, dan kerajaan Soppeng hingga anak cucunya. Hal itu serentak diiakan oleh orang banyak. Mereka masing- masing menjatuhkan telur sebutir. Kajao Laliddong di Bone, La Makdukkelleng di Wajo, para pemuka masyarakat, dan Topacca- leppang di Soppeng. Mereka mempersaksikan kepada orang banyak, kepada raja, pemuka masyarakat, maupun kepadarakyat jelata. Mereka masing- masing menindih batu. Kemudian mereka menimbuni tanah. 182 PNRI
PERANG GOVVA Kisah Perang Gowa ketika Kerajaan Gowa Diserang Kerajaan Bone, Wajo, dan Kompani Belanda. Tujuh belas tahun setelah Passempe kalah diangkatlah To Bala menjadi sulewatang di Bone oleh raja Gowa. Ñama beliau adalah ñama sejak anak-anak. To sengngeng Arung Matoa di Wajo, La Tenribali datu di Soppeng Riaja, dan To Balalah sepakat Arung Pitue, serta orang Bone pergi ke Mampu mengajak Datu Soppeng mempererat hubu- ngan kerja sama antara kerajaan Bone dan Soppeng. Mengungkap- kan kebahagiaan yang disaksikan oleh Tuhan Yang Mahaesa. Dan sepakatlah Datu Soppeng, Arubbila, dan ibu We Dimang merestui- nya. Dia merestui ketika Datu Mario berkata, \"Restui Tuan.\" Nanti saya menyaksikan bersama kakakku Arubbila. Oleh karena Arubbila bersepupu dua kali dengan Arung Palakka sehingga beliau senama saja. Kisah lain. Kisah Pertemuan Datu Soppeng, Arung To Bala, Arung Pi- tue, dan Orang Bone di Attapang Kata To Bala kepada raja Mampu, orang tua Datu Soppeng, \"Adapun kedatanganku kepada tuanku Datu Sopeng ialah me- nyampaikan kesepakatan kami orang-orang Bone. Kami ingin menjalin hubungan kerja sama antara negeri Bone dengan negeri Soppeng. Kerja sama yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan disertai kebulatan tekad yang sesungguh-sungguhnya meng- hadang dengan segala kemampuan dan kekuatan raja Gowa, serta bersama-sama menghadapi setiap rongrongan dan mara bahaya yang mengancam dan menikmati bersama kebahagiaan.\" Kata Datu Soppeng kepada Arubbila, ayah We Dimang, \"Setujuilah Kak orang Bone!\" Kata Arubbila, \"Kalau seandainya orang Bone tidak ingkar terhadap ikrar itu hingga kepada anak cucu kita setujuilah! Oleh 183 PNRI
karena negerimu belum mampu mengingkari ikrar Karaengnge. Sebab belum ada niat jahat Karaengnge di Gowa terhadap negeri Soppeng.\" Kata Petta di Mampu, orang tua, Datu Soppeng, \"Jangan kamu ragu-ragu La Tenribali menyetujui To Bala! Karena Arub- bila kurang mampu menekan adikmu apalagi Soppeng.\" Kata Datu Soppeng, \"Kalau terjadi hubungan kerja sama yang baik antara Arumpone dengan Datu Soppeng dan negeri Bone dengan negeri Soppeng Tuan.\" Kata Petta di Mampu, \"Saya tahu juga. Adapun sampai saya mengatakan demikian karena negeri Bone lemah. Kita masing- masing mengingkari ikrar Karaengnge dengan orang Bone. Lagi pula Karaengnge belum mengingkari ikrarnya dengan Soppeng. Juga beliau belum memasukkan adat yang bukan adat orang Soppeng hingga Petta Puang di Sama. Dan bahkan ketika ketiga- nya menetapkan ikrar di Timurung Petta yang mengangkatmu tidak menegurmu karena beliau memperkokoh adat negeri kita. Dan alangkah baiknya jualah kelak apabila Bone memperoleh ke- bahagian iantas ia masih ingat akan ikrar yang telah lampau.\" Kata To Bala, Arung Tibojong, Arung Ujung, dan Arung táñete, \"Itulah yang diridhai oleh Tuhan Yang Mahaesa kalau kelak Tuan menyambut keinginan Karaengnge. Berdiri kokohlah negeri Bone dan Soppeng. la telah melupakan dan mengingkari ikrar kita. Persetujuanku di Attapang jangan sampai ada yang muncul sedikit pun dalam keturunan Bone begitu juga orang Bone.\" Kata Arubbila, ayah Daeng Mabella, \"Dengarkanlah kata- kataku To Bala, Kau juga orang Bone, \"Adapun yang dijadikan pegangan negeri Soppeng ialah ikrar kita yang disepakati orang Bone yang diputuskan di Attapang, disaksikan oleh Tuhan Yang Mahaesa, kita melawan Karaengnge, dan kita bantu-membantu mencari (mewujudkan) kebahagiaan. Kalau Karaengnge menyerang kita maka sambutlah sehingga Bone dan Soppeng berdiri sendiri. Tidak ada di bawah dan tidak ada di atas, sederajat, tidak kuasa- menguasai, hanya Tuhanlah yang memperhamba kita. Berdiri sama tegak, duduk sama rendah, tidak saling mencari kelemahan 184 PNRI
dan kehancuran kita, tidak saling memperdayakan, tidak saling loba akan harta benda, tidak kuasa-menguasai, tidak pengaruh- mempengaruhi kebudayaan. Berpegang kepada adat masing- masing, menurut peraturan masing-masing, Tidak saling menunggu kehilapan, tidak saling kucil-mengucilkan, bantu-membantu menjaga dan membina hak masing-masing. Bone merasa loba akan hak Soppeng maka Bone sendirilah menyadarkan dirinya. Soppeng merasa loba akan hak Bone maka Soppeng sendirilah menyadarkan dirinya. Barang siapa yang tidak mengendalikan dirinya, dialah yang dibinasakan oleh Tuhan Yang Mahaesa.\" Kata vang meninggal dalam kedatuannya, \"Dua faktor yang menyebabkan retak persahabatan antara Bone dan Soppeng kelak. Pertama, kalau Tuhan memberi kekuatan kepada Bone dan Sop- peng lalu keduanya telah kuasa. Kemudian Bone lupa akan ikrar kita. Kegiatan Bone ketika itu hanyalah berusaha menguasai dan memberlakukan peraturan yang bukan adat dan peraturan pe- merintah Soppeng. Putuslah hubungan kerjasama atau persahabat- an kita dan dinilainya bukan Soppeng yang diridhai oleh Tuhan Yang Mahaesa. Kedua, kalau telah kita tidak mampu membina negeri kita, satu- satunya jalan yang dapat ditempuh untuk kelanjutan hidup negeri kita adalah memutuskan hubungan kerja sama (persahabatan antara Soppeng dengan Bone. 185 PNRI
PNRI
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190