Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore E book Pengalaman RS Ui sebagai RS Rujukan Covid-19

E book Pengalaman RS Ui sebagai RS Rujukan Covid-19

Published by Lembaga Penerbit, 2021-08-06 02:31:39

Description: E book Pengalaman RS Ui sebagai RS Rujukan Covid-19

Keywords: rsui; covid

Search

Read the Text Version

Berbagai upaya telah dilakukan RSUI untuk melaksanakan physical distancing di seluruh area rumah sakit, mulai dari pengaturan berdiri di dalam lift, kursi di area ruang tunggu, dan lain sebagainya. Di bagian registrasi dilakukan pembatasan antara petugas dan pasien yang ingin melakukan administrasi dengan cara dipasangkan plastik mika pembatas. Sebelum pandemik Covid-19, pelayanan dental di RSUI sangat ramai. Dalam sehari, klinik gigi dapat menampung lebih dari 200 pasien. Tetapi setelah adanya pandemik ini, pasien klinik gigi sangat berkurang drastis. Oleh karena itu, RSUI melakukan berbagai macam cara agar pasien tidak takut lagi untuk datang berobat. Begitu juga di poli anak, anak-anak yang ingin diimunisasi tidak perlu masuk ke hospital building karena sudah disediakan pelayanan imunisasi di luar hospital building. Untuk keamanan staf dan pasien, RSUI melakukan dekontaminasi seluruh area rumah sakit dengan menggunakan sinar UV dan zat kimia lain yang dilakukan setiap 5 hari. Untuk keamanan staf, setiap hari para staf harus mengisi formulir monitoring klinis harian pegawai yang disajikan dalam google form sehingga pengisian formulir tersebut dapat diisi secara daring. Tempat kerja di rumah sakit diatur sedemikian rupa untuk mencegah penularan Covid- 19 di cluster kantor. RSUI menyiasati pengaturan jarak di area kerja (kantor) berupa layout berbentuk zig-zag (lihat Gambar 9). Gambar 9. Pengaturan dan layout berbentuk zig-zag yang diterapkan di area kerja (kantor) RSUI R S U I | 50

RSUI memisahkan ruang rawat untuk pasien Covid-19 dan non-Covid-19. Untuk pasien Covid-19, terdapat 68 tempat tidur yang dapat digunakan dengan pembagian 13 tempat tidur untuk ruang intensif dewasa, 7 tempat tidur untuk ruang intensif anak, 4 tempat tidur untuk NICU, dan 44 tempat tidur untuk ruang isolasi. Sedangkan untuk pasien non-Covid-19 disediakan 30 tempat tidur. Di ruang intensif, anak dan dewasa masing-masing terdapat 3 tempat tidur, di ruang rawat inap anak terdapat 8 tempat tidur, dan sisanya yaitu 19 tempat tidur untuk ruang rawat inap dewasa. Perawatan pasien Covid-19 dibagi berdasarkan tingkat gejala sakitnya menjadi tiga level, yaitu: 1) Level 1: pasien ada gejala, mandiri, maksimal oksigen saja 2) Level 2: pasien sesak, butuh monitoring ketat 3) Level 3: pasien butuh ventilator Pasien dengan kategori level 1 dirawat di ruang isolasi. Pasien kategori level 2 dirawat di ICU tanpa menggunakan ventilator, dan untuk kategori level 3 dibutuhkan ruangan ICU dengan fasilitas ventilator. Semua ruangan untuk pasien Covid-19 dirancang dengan tekanan negatif. Layanan lain bagi pasien Covid-19 yang disediakan oleh RSUI adalah kamar operasi dan kamar bersalin khusus Covid-19 yang bertekanan negatif. Tersedia juga pelayanan forensik untuk jenazah Covid-19. Pelayanan non-Covid-19 yang tersedia di RSUI di antaranya adalah ICU, NICU, PICU, Special Care Nursery, Cardiac Care Unit, Stroke Care Unit, High Care Unit, kamar operasi non-Covid-19, dan kamar bersalin non-Covid-19. Selain itu, terdapat juga cardiac centre, seperti cathlab biplane dan MRI cardiac. Laboratorium RSUI mampu melakukan pemeriksaan PCR dengan kapasitas 400 sampel per hari dengan target hasil pemeriksaan 1x24 jam. Layanan telemedicine tersedia untuk penyakit yang tidak terlalu berat. Prinsip layanan telemedicine RSUI adalah sebagai berikut: a. Mendukung social distancing, physical distancing, dan PSBB. b. Membantu masyarakat yang membutuhkan akses layanan kesehatan tetapi khawatir untuk datang ke rumah sakit. c. Mencegah penyebaran dan penularan Covid-19. d. Menjunjung tinggi etika kedokteran dan profesionalisme dokter. e. Menjaga konfidensialitas informasi pasien dan keutuhan rekam medik. R S U I | 51

Dengan fasilitas RSUI yang memadai, terutama perawatan khusus Covid-19, RSUI menjadi rujukan bagi rumah sakit sekitar Kota Depok. Bahkan bukan hanya sekitar Kota Depok, melainkan rujukan rumah sakit yang lokasinya cukup jauh, antara lain RS BMC Cicurug, RSUD Jonggol, dan RS Sekarwangi (Kabupaten Sukabumi). Rujukan pro-operasi pasien Covid-19 yang telah dilakukan di RSUI antara lain operasi mata, bedah, dan sectio caesarea. RSUI sebagai rumah sakit pendidikan telah melakukan berbagai macam pelatihan dan edukasi kepada tenaga kesehatan maupun kepada masyarakat luas. Pelatihan yang telah dilakukan di antaranya adalah pelatihan pemeriksaan swab yang diikuti oleh 60 peserta tenaga medis dan tenaga kesehatan. Selain itu, ada juga seminar untuk masyarakat awam yang bertema “Bicara Sehat Virtual” dengan berbagai topik yang telah terselenggara tiga kali dengan total 750 peserta. R S U I | 52

Sesi 2 PERSIAPAN PELAYANAN RSUI MENJADI RS RUJUKAN COVID-19 R S U I | 53

Persiapan Laboratorium BSL 2 di RSUI Oleh: dr. Ardiana Kusumaningrum, Sp.MK Wakil Kepala Laboratorium RSUI Pendahuluan Laboratorium Biologi Molekuler di RSUI merupakan bagian dari Unit Laboratorium Terpadu RSUI. Sebagai unit penunjang layanan di Rumah Sakit, Laboratorium Terpadu sudah mulai melakukan layanan Kesehatan sejak pertama kali Rumah Sakit beroperasi. Secara bertahap, berbagai jenis pemeriksaan dapat dilakukan di Laboratorium Terpadu, terutama layanan laboratorium Patologi Klinik, Patologi Anatomik, dan Mikrobiologi Klinik. Namun, layanan laboratorium Biologi Molekuler baru mulai diaktifkan pada semester kedua tahun 2020. Namun demikian, sejak awal RSUI sudah mempersiapkan ruangan laboratorium untuk pembukaan beberapa layanan laboratorium lain, termasuk layanan bank darah dan parasitologi klinik, yang saat ini belum mulai berjalan mandiri. Kondisi pandemik Covid-19 pada awal tahun 2020 menjadi momentum percepatan aktivasi laboratorium Biologi Molekuler di RSUI. Ketersediaan ruangan yang memang direncanakan untuk layanan ini merupakan modal dasar yang krusial dalam persiapan pengaktifan layanan. Untuk menghadapi tingginya permintaan pemeriksaan, laboratorium ini diaktifkan dalam rentang waktu yang cukup singkat. Beberapa hal yang dipersiapkan untuk layanan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Persiapan Sarana dan Prasarana Sejak awal, ruangan khusus untuk pemeriksaan deteksi molekuler sudah disiapkan di Laboratorium Terpadu RSUI. Ruangan tersebut didesain sesuai standar laboratorium BSL 2. Tersedia ruang khusus untuk logistik, ekstraksi, mixing, adisi, juga prosedur PCR, baik yang menggunakan open system maupun yang close system. Disertai pula pemisahan area bersih dan kotor, pemisahan alur masuk orang, barang, dan spesimen klinik. Ruangan laboratorium juga memiliki alur khusus dan disertai akses terbatas sehingga hanya orang yang berkepentingan yang dapat keluar-masuk area laboratorium. Hal ini perlu diperhatikan dengan sangat hati-hati sedari awal karena pengkondisian ini dapat meminimalkan risiko kontaminasi dalam pengerjaan pemeriksaan, yang sangat memengaruhi kualitas pemeriksaan dan interpretasi hasil. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah seluruh peralatan serta perangkat dengan spesifikasi yang sesuai dan terkalibrasi secara berkala. Sebelum pengaktifan layanan ini, R S U I | 54

terdapat beberapa alat yang belum tersedia di RSUI dan kemudian disediakan dalam waktu yang cukup cepat. Hal ini dapat terselenggara dengan baik berkat adanya dukungan yang sangat kuat dari pihak manajemen RSUI serta Pemerintah Kota Depok. Selain itu juga dipersiapkan berbagai reagen yang sesuai kebutuhan. Reagensia dan bahan habis pakai lain juga dapat disediakan dalam waktu yang cukup cepat karena adanya dukungan dari Pemerintah Kota Depok, serta koordinasi dengan pemerintah pusat, baik melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) atau langsung dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Laboratorium RSUI juga mendapat dukungan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pengadaan beberapa peralatan dan reagensia ini. Koordinasi yang sangat baik dengan berbagai pihak memungkinkan layanan pemeriksaan ini dapat berlangsung secara berkelanjutan. 2. Persiapan Sumber Daya Manusia Sejak awal, beberapa dokter yang memiliki pengalaman dalam pemeriksaan molekuler sudah bergabung dengan RSUI. Hal ini juga menjadi bekal utama dalam mempersiapkan pengaktifan layanan pemeriksaan molekuler, yaitu dalam mendeteksi dan mempersiapkan berbagai kebutuhan layanan serta dalam menyusun sistem kerja internal dan analisis hasil yang bisa dipertanggungjawabkan, terutama pada era pandemik seperti sekarang. Meskipun demikian, belum ada satu orang analis yang terlatih untuk pemeriksaan molekuler yang terbilang rumit. Untuk mengatasi hal tersebut, RSUI sangat terbantu dengan adanya proses rekrutmen tenaga relawan yang didukung oleh Pemerintah Kota Depok. Rekrutmen ini memungkinkan penerimaan tenaga dalam waktu yang cukup singkat. Dari tenaga relawan yang direkrut, hanya sebagian tenaga yang memiliki pengalaman dalam mengerjakan pemeriksaan molekuler sehingga untuk mengatasi gap pada kondisi tersebut, tenaga relawan dilatih secara cepat dengan cara diminta untuk bermagang di laboratorium yang sudah terlebih dahulu melakukan layanan molekuler deteksi Covid-19 serta mengikuti pelatihan secara internal. Pelatihan lain, misal terkait biosafety dan biosecurity, juga dilakukan secara mandiri untuk memastikan seluruh tenaga analis siap bekerja. Berbagai reagen yang baru tersedia selama pandemik ini juga mendorong setiap analis harus belajar dan menyesuaikan dengan cepat, sembari memastikan kualitas pemeriksaan tetap terjaga dengan optimal. R S U I | 55

3. Persiapan Sistem Kerja Sistem kerja dipersiapkan sedemikian rupa untuk dapat melakukan pemeriksaan dengan optimal dan kapasitas yang cukup besar. Sistem ini dievaluasi berkala karena perubahan peralatan dan reagensia berlangsung dengan sangat dinamis dan perlu penyesuaian. Awalnya pemeriksaan hanya terbatas sebanyak 20 sampel per hari. Namun saat ini sudah bisa dikerjakan mencapai 250 sampel per hari. Spesimen yang diterima juga tidak hanya berasal dari RSUI, tetapi juga rujukan dari berbagai fasilitas kesehatan lain. Penerapan sistem kerja yang optimal juga memungkinkan penambahan jumlah pemeriksaan, yang pada bulan Maret hanya dapat dilakukan sekitar 800 sampel, pada bulan April mencapai 2.400 sampel, dan pada bulan Mei menjadi sekitar 4.000 sampel. Sistem kerja tersebut secara umum memisahkan antara tenaga yang melakukan prosedur administrasi, baik penerimaan spesimen maupun pelaporan hasil, serta yang melakukan prosedur pemeriksaan di laboratorium. Hal ini dilakukan agar proses berlangsung efektif, terutama dengan jumlah sampel yang banyak. Selain itu, juga disusun beberapa prosedur pengarsipan data laboratorium yang terstruktur sehingga dapat diminimalisir kemungkinan kesalahan pemeriksaan dan pelaporan hasil. Setiap diperoleh reagen atau jenis spesimen yang baru juga dilakukan uji fungsi serta validasi pemeriksaan sebelum dilakukan menggunakan sejumlah besar sampel dan hasil dilaporkan. 4. Persiapan Sistem Informasi dan Administrasi Persiapan sistem informasi dan administrasi juga tidak kalah penting, terutama karena laboratorium biologi molekuler merupakan bagian dari Rumah Sakit, berbeda dengan beberapa laboratorium rujukan deteksi Covid-19 yang murni merupakan instansi laboratorium tersendiri. RSUI memiliki sistem informasi rumah sakit dan sistem informasi laboratorium yang perlu disinkronisasi apabila terdapat penambahan jenis pemeriksaan atau layanan baru. Persiapan ini dilakukan dengan cepat sehingga hasil pemeriksaan untuk pasien internal dapat dilihat secara real-time saat hasil sudah dimasukkan ke dalam sistem informasi laboratorium. Proses administrasi yang baik juga menjadi salah satu penunjang yang baik untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak luar, terutama yang mengirimkan sampel ke RSUI. R S U I | 56

Kesimpulan Pengalaman pengaktifan Laboratorium Biologi Molekuler RSUI yang berlangsung kurang dari satu bulan dapat terwujud karena adanya dukungan manajemen rumah sakit yang sangat besar serta kerja sama tim yang solid. Evaluasi dan perbaikan senantiasa dilakukan secara berkala dan terus-menerus sehingga bisa diperoleh pemeriksaan berkualitas dan dapat dipertanggung- jawabkan. Semoga sedikit yang dilakukan ini dapat memberikan manfaat yang banyak untuk kebaikan semua. R S U I | 57

Pembentukan Sistem Skrining dan Poli Khusus Covid-19 Oleh: Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N. Manajer Penunjang Medik RSUI Covid-19, penyakit menular yang menjadi wabah global, hingga saat ini masih terus bertambah. Wuhan, Tiongkok menjadi tempat pertama terjadinya wabah ini pada Desember 2019. Covid- 19 disebabkan oleh jenis corona virus yang menyebar sangat cepat dan kini menjadi permasalahan pandemik yang berdampak pada individu, keluarga, dan masyarakat luas. Banyak hal terkait pengelolaan pelayanan kesehatan yang perlu disesuaikan agar dapat berkompetisi dengan corona virus. Data dari laman Worldometers, hingga Sabtu (25/7/2020) menunjukkan total kasus Covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 15.632.787 (15,6 juta) kasus. Berdasarkan kasus terkonfirmasi, sebanyak 9.526.465 pasien telah sembuh dan 635.416 orang meninggal dunia. Amerika Serikat, Brazil, India, dan Rusia adalah 4 negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak. Sementara itu, terjadi penambahan 1.868 konfirmasi kasus positif pada 25 Juli 2020 di Indonesia. Total kasus terkonfirmasi mencapai 95.418 kasus yang tersebar pada 464 kota/kabupaten di Indonesia. Sebanyak 37.339 pasien dalam perawatan, 53.945 pasien telah sembuh, dan 4.665 orang meninggal dunia. Jawa Timur menjadi provinsi dengan insiden Covid- 19 tertinggi (https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/25/112700465/melebihi-batas-who- positivity-rate-Covid-19-di-indonesia-12-3-persen-apa?page=all). Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) merupakan salah satu RS yang ditunjuk untuk menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19 berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 445/Kep.224-Dinkes/2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 445/Kep.186-Dinkes/2020 mengenai Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, yang ditandatangani Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pada 13 April 2020. RSUI telah berusaha agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi utamanya, yaitu melayani pasien non-Covid-19 dengan berkontribusi secara langsung dalam pelayanan pasien Covid-19. Perubahan pelayanan dilakukan di RSUI sebagai realisasi rujukan Covid-19 dengan strategi berdasar pada Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. RSUI mengubah mindset dengan melihat sisi positif Covid-19 dan melihat dampak positif yang terjadi, antara lain dengan meningkatnya pelaksanaan universal precaution dalam menangani pasien yang kemungkinan positif Covid-19, mengedepankan asas kehati-hatian dengan mengenakan APD yang sesuai standar dan tidak mengabaikan risiko tertular, serta R S U I | 58

meminimalkan risiko kesakitan dan kematian tim pelayanan dan penunjang (Sutoto, 2020). Upaya perilaku pencegahan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak secara fisik, kebiasaan mencuci tangan sesuai langkah-langkah mencuci tangan yang benar juga disosialisasikan untuk pegawai RSUI. Selain itu RSUI juga melakukan langkah-langkah untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan keamanan karyawan dan pasien dengan cara menjalankan triase IGD atau skrining Covid-19 dan pengendalian sumber. Upaya meminimalkan risiko kesakitan Covid-19 di antara pegawai RSUI telah dilakukan dengan pemeriksaan swab untuk pegawai RSUI, dokter part timer, relawan, petugas cleaning service, dan security. Total pegawai RSUI yang di swab hingga Juni 2020 mencapai 74,49%. Sementara itu, upaya melindungi keselamatan dan keamanan pegawai RSUI salah satunya dilakukan dengan mengaktifkan sistem skrining dan membuat poli khusus Covid-19 yang lokasinya di luar area gedung RSUI. Pelayanan skrining dilakukan RSUI tanpa memungut bayaran dari pengunjung. Pengelolaan sistem skrining dilakukan sebaik mungkin, meliputi persiapan lokasi sesuai jalur infeksius, persiapan petugas, dan pelayanan yang diberikan. Skrining atau penapisan awal dilakukan untuk semua pengunjung RSUI, calon pasien, pasien yang akan kontrol, tamu, dan calon relawan. Lokasi skrining ditempatkan di depan IGD menggunakan tenda sumbangan dari Kemenkes RI. Pelayanan skrining dilakukan di dua tenda terpisah. Pemilahan sesuai prioritas kelompok rentan diterapkan dalam pelaksanaan skrining. Tenda skrining khusus bagi kelompok rentan, yaitu usia bayi, balita, ibu hamil, lanjut usia, dan pasien yang datang dengan kondisi lemah. Tenda untuk kelompok umum bagi pasien usia remaja dan dewasa. Pelaksana skrining terdiri dari para perawat, pegawai RSUI dari unit penunjang, bidan, dan relawan. Pelayanan skrining dimulai pada pukul 08.00 WIB dan ditutup pukul 15.30 WIB. Tim yang bertugas dibagi dalam 2 shift, yaitu pagi hari pukul 08.00-12.00 WIB dan siang hari pukul 11.30-15.30 WIB. Para petugas skrining menggunakan APD level 2 sehingga masa bertugas di tenda skrining hanya dapat dilakukan maksimal 4 jam. Perlengkapan yang disiapkan petugas skrining untuk memberikan pelayanan berupa peralatan untuk melakukan pemeriksaan fisik, yaitu thermo scanner, oximetry, dan alcohol swab. Penapisan dilakukan menggunakan formulir skrining yang dikembangkan tim Covid-19 RSUI berupa penapisan gejala dan risiko Covid-19 yang mungkin dimiliki oleh pengunjung. Pengisian formulir skrining dilakukan secara daring. Terdapat keterbatasan sumber aliran listrik karena pelayanan skrining dilakukan di tenda. Namun hal ini dapat diatasi dengan menggunakan gadget para petugas skrining yang telah disiapkan dalam plastik khusus. Penggunaan kertas diminimalkan di pelayanan skrining karena R S U I | 59

dapat menjadi media yang dapat menyebar infeksi. Perlengkapan lain di tenda skrining meliputi hand sanitizer, masker bedah untuk pengunjung yang tidak menggunakan masker, dan stiker berwarna untuk penanda hasil skrining. Klasifikasi hasil skrining terdiri dari stiker warna hijau diberikan bagi pengunjung yang tidak memiliki keluhan kesehatan dan risiko terkait Covid-19. Stiker warna kuning diberikan bagi pengunjung yang menunjukkan keluhan kesehatan terkait Covid-19 (diare/batuk/pilek/demam <39° C) dan memiliki risiko Covid-19 baik ringan maupun berat. Stiker warna merah diberikan bagi pengunjung yang memiliki keluhan sesak napas (RR hitung manual ≥ 30x/menit, demam ≥ 39° C (memiliki gejala klinis seperti tanda-tanda dehidrasi, agitasi), hasil pengukuran oksimetri < 92% (memiliki tanda klinis seperti: sianosis, CRT > 2 detik, akral dingin) serta memiliki faktor risiko berat (WHO, 2020). Hasil skrining ini menjadi dasar diizinkan atau tidaknya pengunjung masuk ke gedung RSUI. Pengunjung (pendamping pasien atau tamu) dengan stiker hijau dapat memasuki gedung RS. Jika pengunjung adalah pasien dengan stiker kuning, maka akan diarahkan ke poli Covid- 19, yaitu Poli Melati. Pasien akan tetap memperoleh pelayanan komprehensif mulai dari asesmen awal oleh perawat, pemeriksaan oleh dokter umum dan dokter spesialis, serta pelayanan farmasi dan laboratorium di poli ini. Pengunjung RSUI yang tidak mengalami keluhan kesehatan maupun risiko Covid-19, disarankan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, seperti menggunakan masker, menjaga jarak fisik, tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan tertentu, dan jika merasakan keluhan kesehatan ringan seperti demam dapat melakukan pemeriksaan diagnostik Covid-19 di RSUI. Namun, pengunjung atau pasien yang memiliki keluhan kesehatan dan risiko berat diberikan stiker merah dan segera diarahkan ke IGD RSUI untuk mendapatkan pelayanan di ruang isolasi. Ppengunjung dengan stiker merah yang tidak merasakan keluhan kesehatan, memperoleh edukasi kesehatan terkait demi upaya peningkatan imunitas fisik, seperti informasi makanan bergizi seimbang, kecukupan kebutuhan cairan (50 ml/kg BB dalam 24 jam), kebutuhan olahraga rutin minimal 30 menit per hari, dan kecukupan tidur 6-8 jam per hari. Selain imunitas fisik, edukasi tentang upaya pencegahan penularan juga diberikan, antara lain penjelasan pentingnya menjaga jarak fisik minimal 2 meter, menghindari kerumunan atau kegiatan yang melibatkan minimal 20 orang, menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan atau dilakukan di luar rumah. Tata cara melaksanakan isolasi mandiri juga diberikan agar tidak terjadi stigma diri negatif pada individu yang memiliki risiko berat Covid-19, tetapi tidak mengalami keluhan kesehatan. R S U I | 60

Pengalaman menerapkan sistem skrining menunjukkan pentingnya perencanaan ketenagaan dan fasilitas. Petugas skrining yang bertugas lebih dari 4 jam di tenda skrining, cenderung akan mengalami penurunan daya tahan tubuh karena petugas skrining tetap akan bekerja 40 jam per minggu sehingga waktu untuk pemulihan tenaga terbatas. Keterbatasan SDM perawat di RSUI menyebabkan ketersediaan perawat di area skrining tidak dapat dipenuhi karena perawat ditugaskan di poli Covid-19 dan ruang rawat. Selain itu, penggunaan gadget menjadi kendala di masa awal pelaksanaan pelayanan skrining. Karena petugas harus mengisi hasil skrining online pada gadget-nya, sering kali terjadi kesulitan saat menginput data skrining karena penggunaan handscoen dan hand sanitizer. Akibatnya, pengisian hasil skrining cukup menyita waktu. Lama skrining yang pada awalnya 20 menit dapat dipercepat menjadi kurang dari 5 menit setelah pelayanan skrining berjalan 2 minggu. Ketersediaan APD juga menjadi perhatian khusus agar pelayanan skrining dapat berjalan optimal. Kehabisan cover all, masker, handscoen, alcohol swab beberapa kali pernah terjadi. Selain SDM dan APD, fasilitas yang digunakan untuk pelayanan skrining dapat menjadi kendala pelayanan. Kota Depok yang memiliki curah hujan tinggi dan angin besar telah menyebabkan tenda skrining perlu diperbaiki beberapa kali untuk dapat digunakan kembali. Pelayanan skrining yang diberikan untuk para pengunjung RSUI dilanjutkan dengan penyelenggaraan poli khusus Covid-19 yang dilakukan di luar gedung RS. Poli khusus Covid- 19 pada awalnya dilaksanakan di tenda donasi BNPB, tetapi karena hujan dan angin yang sangat kencang, rangka tenda patah dan berisiko membahayakan pasien. Maka, poli khusus Covid-19 dipindahkan ke ruangan baru yang berada di gedung parkir RSUI. Poli khusus Covid-19 selanjutnya disebut Poli Melati, yang merupakan poli rawat jalan yang melayani pasien dengan hasil skrining stiker kuning dan pengambilan sampel pemeriksaan swab. Poli Melati disiapkan untuk melayani pasien-pasien yang tidak dapat memperoleh layanan di dalam gedung RSUI karena memiliki risiko berat Covid-19. Pelayanan di Poli Melati dilengkapi mulai dari petugas pendaftaran, kasir, perawat, dokter umum, dokter spesialis, laboran, dan apoteker. Pelayanan diberikan dari pukul 08.30 WIB hingga pukul 16.30 WIB dan tidak ada pengurangan jenis layanan yang diperoleh pasien. Waktu kerja maksimal bagi petugas di Poli Melati adalah 4 jam untuk 1 shift, yaitu pukul 08.30 hingga 12.30 WIB dan pukul 12.30 hingga 16.30 WIB. Persiapan petugas di Poli Melati dalam 1 shift meliputi satu orang admisi dan satu orang kasir yang menggunakan APD level 1 dan bekerja dengan PC yang terhubung dengan sistem keuangan secara daring, 3 perawat, dan 2 dokter umum yang menggunakan APD level 3. Para R S U I | 61

dokter umum dan perawat melakukan pemeriksaan fisik, asuhan medis, dan asuhan keperawatan. Selanjutnya, dokumentasi asuhan dilakukan di electronic health report system dengan unit komputer yang disiapkan. Dokter spesialis akan memberikan asuhan medis sesuai rujukan dari dokter umum setiap hari. Petugas lain yang ada di Poli Melati adalah apoteker dan laboran. Namun dengan keterbatasan SDM yang ada, peran laboran sering digantikan oleh perawat. Kondisi ini terjadi karena RSUI sebagai RS Rujukan Covid-19 harus menyiapkan diri untuk menerima rujukan pemeriksaan baik rapid test maupun PCR. Oleh karena itu, RSUI menyiapkan pelayanan khusus untuk PCR di ruang infeksius dan drive thru. Lesson learnt yang diperoleh RSUI selama menyelenggarakan pelayanan skrining dan Poli Melati meliputi keberhasilan menekan insiden mewabahnya Covid-19 di antara pegawai RSUI. Hasil PCR pegawai sampai bulan Juni 2020 menunjukkan 12% kasus konfirmasi positif Covid-19 dari 659 pegawai yang diperiksa. Selanjutnya, komunikasi efektif menjadi hal mendasar kekuatan RSUI pada saat awal menjadi RS Rujukan Covid-19. Komando yang jelas dari direksi, tim gugus tugas Covid-19 yang siap merespons kebutuhan, dukungan dari manajemen dalam penyiapan petugas, sarana dan prasarana untuk pelayanan skrining dan poli Melati, menjadi unsur-unsur penguat jalannya poli khusus Covid-19 ini. Selain itu, proses kolaborasi interprofesional yang nyata terealisasi sebagai proses pembelajaran yang sangat berharga. Unit pelayanan (medis dan keperawatan), penunjang medis (laboratorium, farmasi, radiologi, rekam medik, dan gizi), administrasi, dan keuangan dituntut untuk mampu berkolabolasi secara dinamis dan telah terbukti dapat melakukan kolaborasi dengan baik. Daftar Pustaka 1. Covid-19 dalam Angka-https://infeksiemerging.kemkes.go.id/ 2. Herdman, T. H. (2011). Nanda Diagnosis Keperawatan (Definisi dan Klasifikasi). EGC. 3. IPKKI. (2017). Panduan Asuhan Keperawatan (I; J. Sahar, Riyanto, & W. Wiarsih, Eds.). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Pres). 4. Sutoto. (2020). Strategi Rumah Sakit di Era Covid-19 sesuai SNARS ED 1.1. Materi IKAMARS FKM UI Talk 5. Update virus corona di dunia https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/24/082500365/update-virus-corona-di-dunia- 24-juli--15-6-juta-orang-terinfeksi-kasus-Covid?page=all 6. WHO. (2020). Severe Acute Resporatory Infection Treatment Centers. Geneva: World Health Organization. R S U I | 62

Manajemen Pelayanan Ruang Rawat Inap Intensif dan Nonintensif Oleh: Dr. dr. Andi Ade Wijaya Ramlan, Sp.An-KAP Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI (Periode 2019 - April 2020) Pada Maret 2020, Indonesia pertama kali mengonfirmasi adanya kasus Covid-19 yang terjadi di Kota Depok, Jawa Barat. Setiap hari kasus selalu bertambah sehingga membuat tenaga kesehatan kesulitan untuk mengidentifikasi pasien yang datang ke rumah sakit. RSUI menjadi salah satu rumah sakit yang ditunjuk menjadi pusat rujukan Covid-19 di Kota Depok. Namun pada saat yang sama, RSUI belum siap untuk melakukan pelayanan yang lebih masif terhadap pasien Covid-19 sehingga dibentuk tim penanggulangan Covid-19 untuk melakukan mitigasi pada pelayanan ruangan rawat inap intensif dan nonintensif. Di samping itu, tindakan ini juga penting dilakukan untuk memelihara aset rumah sakit, seperti sarana, prasarana, dan sumber daya manusia. RSUI melakukan persiapan sistem manajemen insiden untuk perawatan intensif dan nonintensif sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid-19. Diperlukan komponen penting hospital preparedness untuk pandemik Covid-19, di antaranya: 1. Komunikasi 2. Kesinambungan pelayanan kesehatan esensial dan perawatan pasien 3. Surge capacity atau lonjakan kapasitas 4. Sumber daya manusia 5. Pembekalan logistik dan manajemen, termasuk farmasi 6. Layanan dukungan esensial 7. Pencegahan dan pengendalian infeksi 8. Manajemen kasus 9. Surveilans (peringatan dini dan pemantauan) 10. Layanan laboratorium Persiapan pada sistem manajemen insiden lain yang dilakukan adalah mitigasi dan tata laksana yang dilakukan berdasarkan acuan Crisis Resources Management (CRM), yaitu: 1. Panggilan bantuan lebih awal 2. Ansitipasi dan perencanaan 3. Mengenal lingkungan 4. Menggunakan semua informasi yang tersedia R S U I | 63

5. Mengalokasikan perhatian dengan bijak 6. Mobilitas sumber daya 7. Menggunakan alat bantu kognitif 8. Komunikasi secara efektif 9. Membagi beban kerja 10. Menetapkan kejelasan peran Surge Capacity Surge capacity atau lonjakan kapasitas merupakan kemampuan fasilitas kesehatan untuk berkembang atau meluaskan cakupan layanan melebihi kapasitas normalnya untuk memenuhi peningkatan kebutuhan pelayanan. Saat sebelum pandemik Covid-19, RSUI hanya memiliki 34 tempat tidur di ruang rawat inap, yang terdiri dari 3 tempat tidur di ICU (Intensive Care Unit) dan 2 tempat tidur di HCU (High Care Unit), termasuk ruangan rawat inap pediatri, serta memiliki layanan poliklinik dan layanan operasi yang sudah berjalan. Saat pandemik Covid-19, RSUI perlu meningkatkan kemampuan pelayanan yang sangat tinggi untuk jangka waktu panjang guna memenuhi kebutuhan yang meningkat. Pasien Covid-19 banyak yang datang ke RSUI dengan severity level yang tinggi sehingga tidak dapat mengandalkan ruangan rawat inap dan fasilitas yang ada serta harus mengembangkan layanan. Cara mengidentifikasi untuk meningkatkan kapasitas pelayanan rumah sakit adalah dengan menghitung jumlah tempat tidur beserta peralatan, kapasitas layanan pasien krisis, ruangan isolasi, tambahan ruangan atau area, logistik dan penyederhanaan proses pada setiap layanan. Hal-hal tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan rumah sakit sekitar. 2. Membuka penerimaan relawan, atau alternatif layanan bagi pasien berisiko rendah, alternatif layanan bagi pasien kronik, dll. 3. Tunda layanan nonesensial 4. Penyesuaian kriteria admisi dan pemulangan pasien sesuai kemampuan rumah sakit, dengan prioritas pada pelayanan klinis yang lebih berat. Persiapan mitigasi yang dilakukan RSUI dimulai dengan membuat alur pasien, kriteria diagnosis dan algoritma rencana terapi, memperkirakan tempat serta jumlah tempat tidur yang dibutuhkan oleh pasien, serta pedoman praktek klinis. Untuk melokalisasi pelayanan Covid-19, diperlukan ruangan rawat khusus di suatu area yang terlindungi sehingga memusatkan perhatian hanya ke satu area tersebut. R S U I | 64

Pelaksanaan tugas tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim Covid-19 harus ditunjang dengan kemampuan ruangan perawatan dan pelayanan intensif, yang tidak lepas dari kolaborasi semua unit sehingga pelayanan terhadap pasien dapat terlaksana dengan baik. Mitigasi yang dilakukan oleh RSUI antara lain sebagai berikut: 1. Persiapan di IGD sebagai pintu masuk pasien dengan memisahkan ruangan tunggu pasien dan menempatkan pasien tersangka yang tidak tertampung di ruangan rawat inap (ini dikarenakan ruang rawat inap belum memadai). RSUI memiliki dua ruangan isolasi di setiap ruangan rawat inap, tetapi hanya 2 lantai ruangan rawat inap yang dapat digunakan sehingga harus dibuat area pelayanan Covid-19 yang dapat melindungi SDM dan aset yang ada di RSUI. 2. Persiapan proses skrining. Skrining yang baik akan menentukan bagaimana pelayanan setelah skrining dilakukan. 3. Persiapan kondisi SDM agar seluruh pegawai dapat bekerja dengan tenang, dengan cara menunjang kebutuhan APD, vitamin, dan makanan yang bergizi. 4. Persiapan diagnostik dan obat-obatan, hambatan diagnostik akan memengaruhi pelayanan terhadap pasien karena tidak dapat menentukan dengan pasti jika pasien terkonfirmasi Covid-19 atau tidak. Persiapan obat-obatan dilakukan dengan meminta bantuan obat-obatan ke setiap networking yang dimiliki. 5. Mengumpulkan peralatan yang dibutuhkan untuk ruangan perawatan dan pelayanan intensif dan nonintensif, di antaranya pakaian dan kebutuhan lain pasien, juga tempat sampah besar yang dapat menampung banyak sampah. Tenaga kesehatan yang melayani pasien Covid-19 harus menggunakan cover all. Setelah membuka semua APD, tenakes harus mandi sehingga setiap orang membutuhkan paling tidak dua lembar handuk untuk mandi dan ganti baju. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah peralatan intubasi, alat bantu pernapasan, ventilator, serta monitor. 6. Koordinasi dengan stakeholders, misalnya dengan Dinas Kesehatan Depok, Dinas Kesehatan Jakarta, dan gugus tugas Covid-19. RSUI juga bekerja sama dengan SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) untuk rujukan pasien karena banyak pasien yang rujuk lepas. 7. Persiapan SDM, salah satunya dengan melatih cara pemakaian APD. Kriteria ruangan perawatan untuk mencegah penyebaran infeksi adalah sebagai berikut: 1. Pasien dengan klinis Covid-19 biru (orang tanpa gejala) di ruangan biasa. 2. Pasien dengan klinis Covid-19 hijau di ruangan isolasi biasa 12 ACH (air change per hour). R S U I | 65

3. Pasien dengan klinis Covid-19 kuning di ruangan isolasi khusus dengan > 12 ACH (air change per hour) atau hepafilter portable bila ada. 4. Pasien dengan klinis Covid-19 merah di ruangan intensif isolasi tekanan negatif. Standar kondisi tekanan ruang ICU adalah menggunakan tekanan positif. Sedangkan ruangan intensif untuk perawatan pasien Covid-19 harus bertekanan negatif agar tidak terjadi penyebaran ke tempat lain. RSUI hanya memiliki tiga ruangan yang tidak sepenuhnya bertekanan negatif, namun masih terlokalisir. Standar tekanan negatif ruangan intensif isolasi adalah minus 15, namun RSUI hanya berhasil sampai ke minus 7 dan minus 10. Cakupan layanan intensif di RSUI adalah ICU/HCU, prone position, CRRT, Tele KIE untuk edukasi pasien dan keluarga, dan bronkoskopi. Persiapan fasilitas ruangan perawatan dilakukan dengan sebisa mungkin sehingga membuat ruangan menjadi bertekanan negatif. Di setiap dinding ditempeli label, pengumuman, dan peraturan supaya semua dapat berjalan dengan baik. Layanan transfer pasien dari IGD ke ruang rawat inap terdapat alur dan lift khusus sehingga lift hanya dapat berhenti di lantai tempat perawatan pasien Covid-19. Pasien dipantau dari jarak jauh tanpa mengabaikan keselamatan dan kebutuhan pasien dengan bantuan CCTV. Fasilitas untuk staf, terdiri dari area ganti, mandi, serta tempat untuk makan dan duduk dengan tetap menjaga jarak. Rumah sakit dibagi menjadi area merah, kuning, dan hijau. Area hijau merupakan area yang bebas mengenakan APD karena berharap tidak ada kontaminasi yang terjadi di area ini. Terdapat pula kendala yang dihadapi tim penanggulangan Covid-19 RSUI, yaitu dokter yang terkunci karena salah alur, pasien yang sempat terlewat untuk dirawat, serta kehabisan stok obat dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai). Namun kendala-kendala tersebut dapat segera ditemukan dan dikontrol langsung oleh Dinas Kesehatan. R S U I | 66

Pengelolaan Keperawatan RSUI Era Covid-19 Oleh: Dr. Debie Dahlia, S.Kp., M.H.S.M. Manajer Keperawatan RSUI Pendahuluan Pandemik Covid-19, yang sedang berlangsung di seluruh dunia, menempatkan Rumah Sakit Universitas Indonesia menjadi rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien terinfeksi virus Covid-19 di Kota Depok sejak April 2020. Penetapan tersebut memicu perubahan yang sangat cepat dan besar terhadap struktur dan system RSUI. Keperawatan merupakan salah satu bagian dari rumah sakit yang terkena dampak paling berat, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi untuk menjalani regulasi tersebut, terutama keterbatasan resources untuk memberikan asuhan keperawatan yang aman. Tantangan lain yang perlu diperhatikan juga adalah masalah kontrol infeksi, perlindungan terhadap tenaga kesehatan, dan adaptasi layanan terhadap perubahan yang cepat. Oleh karena itu, diperlukan adanya strategi untuk meningkatkan produktivitas keperawatan secara efektif dan efisien dengan minimal error serta malpractice. Jumlah ketenagaan perawat saat RSUI ditunjuk menjadi rujukan penanganan pasien terinfeksi virus adalah 145 orang dan bidan sebanyak 6 orang, dengan komposisi terbesar adalah associate nurse (Tabel 3). Kategori associate nurse di RSUI adalah perawat pelaksana dengan jenjang pendidikan D3 atau pendidikan perawat yang memiliki pengalaman kerja kurang dari 3 tahun. Komposisi ketenagaan diciptakan seperti ini karena RSUI merupakan rumah sakit yang baru diresmikan pada bulan Januari 2019 sehingga banyak mempekerjakan perawat yang baru saja lulus dari pendidikan. Meskipun demikian, para fresh graduate tersebut dapat turut memberikan pelayanan yang terbaik dengan kemampuan yang mereka miliki. Untuk menunjang visi RSUI, yaitu menjadi rumah sakit kelas dunia pada tahun 2030, maka bidang keperawatan berusaha memberikan yang terbaik untuk dapat mencapai visi tersebut dengan komposisi tenaga keperawatan 80% yaitu perawat dengan pendidikan Ners, dan sisanya merupakan diploma, magister, dan dokter spesialis (Grafik 3). R S U I | 67

Tabel 3. Profil Keperawatan RSUI Jumlah Jabatan 1 1 Manajer Keperawatan Spesialistik 1 Asmen Manajemen Mankep 6 Asmen Manajemen Askep 6 Clinical Care Manajer 31 Head Nurse 99 Primary Nurse 6 Associate Nurse 151 Midwife Total Grafik 3. Komposisi Tenaga Keperawatan dan Bidan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Komposisi Tenaga Keperawataan dan Bidan 7% 4% 1% 2% 86% Doktor Magister Spesialis Ners Diploma R S U I | 68

Peran Perawat Dalam Penanganan Covid-19 Para perawat dalam rutinitas sehari-hari, khususnya saat terjadi bencana pandemik seperti sekarang ini, berada di “garis depan” dan bertanggung jawab untuk memberikan perawatan holistik bagi semua pasien. Mengingat fakta bahwa perawat merupakan mayoritas penyedia layanan kesehatan, perawat memiliki fungsi penting dalam sistem perawatan kesehatan. Perawat sebagai bagian dari tim rumah sakit merupakan kekuatan dalam mencegah dan merespons pandemik apa pun, termasuk Covid-19. Ada banyak peran yang dilakukan perawat dalam merawat pasien Covid-19, mulai dari triase (proses penentuan atau seleksi pasien yang diprioritaskan untuk mendapatkan penanganan terlebih dahulu) dengan pendekatan pengkajian pada jalan napas, pola napas, sirkulasi, kesadaran dan kontak riwayat; mendeteksi dan mengedukasi kasus yang dicurigai infeksi Covid-19 di Poli Rawat Jalan; memberikan perawatan penting dalam keadaan darurat; memberikan asuhan keperawatan holistik pada pasien dengan kondisi akut di ruang ranap isolasi maupun kondisi kritis di ruang ICU. Dalam menjalankan perannya, perawat harus memastikan kualitas asuhan yang diberikan, mendahulukan keamanan pasien (patient safety), menjaga keamanan dirinya sendiri terhadap paparan virus dengan mematuhi pencegahan dan mengontrol infeksi, mempertahankan komunikasi dengan keluarga pasien serta selalu melakukan asuhan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, untuk menyiapkan perawat dengan peran tersebut di atas membutuhkan kepemimpinan dan skill manajemen yang efektif mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Perencanaan Berbagai strategi telah dirancang sedemikian rupa agar RSUI dapat memberikan pelayanan terbaik dalam perannya menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19. Di antara strategi perencanaan yang dilakukan oleh RSUI, keperawatan berkontribusi besar dalam merencanakan perubahan struktur untuk meningkatkan pelayanan selama pandemi. Perencanaan-perencanaan tersebut meliputi: 1. Ruangan Rumah sakit harus menyediakan poliklinik khusus dan ruangan isolasi rawat inap, perawatan intensif, kamar operasi yang membutuhkan tekanan negatif dan secara geografis terpisah dengan area pelayanan lain (non-Covid-19). Penempatan pasien isolasi dipisahkan berdasarkan risk levels, cohort, dan single room beds. Jika single rooms terisi penuh, kohort pasien harus dilakukan minimal dengan jarak 2 meter. Hal lain yang tidak boleh dilewatkan berkaitan dengan ruangan yaitu pengaturan alur pasien dan staf, penempatan nursing station, CCTV di setiap bed pasien, dan monitor untuk setiap pasien. R S U I | 69

Identifikasi secara cepat kasus suspek, probable, terkonfirmasi, dan kontak erat, membutuhkan protokol triase dan akses untuk pemeriksaan diagnostik secara cepat. Di RSUI, semua pasien harus melewati proses screening di area rawat jalan dan IGD. Berdasarkan hasil pertanyaan screening (travel dan riwayat kontak), gejala, dan diagnostik (lab dan rontgen), pasien diklasifikasi ke dalam risk level dan masuk dalam perawatan ringan, sedang, dan high care (perawatan intensif). Pasien dengan klasifikasi ringan dan sedang ditempatkan dalam isolasi rawat inap dengan single room. Sedangkan pasien dengan high care dan perawatan intensif ditempatkan di open room dengan jarak minimal 2 meter. Untuk kondisi-kondisi khusus, RSUI memiliki single rooms untuk perawatan intensif maupun high care. Seluruh ruangan memiliki tekanan negatif dengan kontrol dan pengaturan alur pasien yang telah ditetapkan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Selama masa pandemik, kapasitas perawatan intensif meningkat lebih dari 100%. Sebelum pandemi, ruang ICU di RSUI hanya memiliki 3 tempat tidur. Dengan kebutuhan yang sangat mendesak untuk dapat menerima berbagai kasus berat (pasien kritis), maka kapasitas intensif khusus Covid-19 ditingkatkan menjadi 13 tempat tidur, dengan tetap menerima pasien intensif untuk kasus non-Covid-19 sebanyak 3 tempat tidur. Dengan lonjakan kapasitas perawatan intensif yang tinggi di tengah keterbatasan tenaga keperawatan yang ada, RSUI melakukan kohort pasien dengan desain ruangan yang memudahkan perawat untuk bekerja. Selain itu discharge pasien yang sudah memungkinkan step down ke ruang rawat inap dilakukan sesegera mungkin agar ketersediaan tempat tidur menjadi cepat. Pada awal- awal RSUI sebagai RS Rujukan Covid-19, demi efesiensi tenaga perawat, pembedahan elektif dilakukan tidak setiap hari dan dijadwalkan pada waktu tertentu. Pelayanan MCU pun ditangguhkan sementara waktu. 2. Ketenagaan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan hal penting untuk melindungi pasien dan tenaga kesehatan dari terpaparnya virus corona. Mengingat risiko tinggi penularan melalui udara, perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling berisiko mengalami penularan infeksi. Tindakan sederhana, seperti pemberian nasal kanul, memungkinkan mereka yang berisiko tinggi terlindungi dari terpaparnya Covid-19. Terlebih lagi, di unit intensif banyak prosedur keperawatan yang menimbukan aerosol, dan para perawar banyak melakukan kontak dengan pasien sehingga menjadikan para perawat rentan terhadap paparan infeksi virus. R S U I | 70

Oleh karena itu, kepatuhan terhadap tindakan pencegahan, seperti mencuci tangan dengan benar, penggunaan pelindung mata, penggunaan masker, keamanan dalam melakukan donning dan doffing alat pelindung diri, menjadi pertahanan utama terhadap transmisi. Edukasi merupakan bagian yang paling penting untuk pengendalian infeksi yang efektif. Sebelum para perawat ditugaskan di dalam ruang rawat isolasi maupun ICU khusus Covid-19, mereka dibekali pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi, yang meliputi kepatuhan cuci tangan dan standard precautions, cara memakai dan melepaskan APD (hazmat), penggunaan masker, dan perilaku selama menggunakan masker. Selain pelatihan, buku panduan serta video-video pencegahan dan pengendalian infeksi menjadi bacaan dan tontonan yang wajib dilihat oleh semua perawat RSUI yang akan bertugas di ruang perawatan pasien Covid-19. Pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi juga diberikan kepada para health care assistant (asisten perawat) dan cleaning service dengan fokus utama tentang disinfektan alat-alat yang sudah digunakan, peralatan medis, benda-benda disekitar pasien serta cara penanganan specimen dan limbah medis secara tepat. Kebutuhan akan pengendalian infeksi yang ketat, berdampak kepada jumlah kebutuhan ketenagaan perawat meningkat. Mobilisasi tenaga dari ruang rawat non-Covid- 19 dan poliklinik sebagian besar dialokasikan ke ruang rawat isolasi & ICU Covid. Penempatan tenaga di ruang Covid-19 dipersyaratkan untuk perawat yang tidak memiliki penyakit asma, diabetes, hipertensi serta tidak sedang hamil dan menyusui. Rasio ini harus benar-benar dihitung karena pada saat pandemik seperti saat ini sangat penting untuk mampu beradaptasi secara cepat. Dengan keterbatasan tenaga yang dimiliki, semaksimal pihak rumah sakit mungkin dapat menolong masyarakat yang membutuhkan perawatan di RSUI. Kebutuhan tenaga juga harus dihitung Kembali. Perbandingan rasio perawat dan pasien dikaji secara regular. Dengan mengacu ke beberapa literatur ketenagaan selama pandemik Covid-19 di berbagai jurnal, maka perhitungan kebutuhan tenaga ditetapkan dengan cara yang sederhana, yaitu berdasarkan tingkat ketergantungan pasien. Perbandingan staf perawat dan pasien dengan tingkat ketergantungan mandiri adalah 1:10. Tingkat ketergantungan pasien ringan adalah 1:8. Tingkat ketergantungan sedang adalah 1:5. Tingkat ketergantungan total adalah 1:2, dan perbandingan perawat dengan pasien intensif yaitu 1:1,5. Selama pandemi, lonjakan kebutuhan ruang rawat intensif secara signifikan meningkat. Ruang rawat intensif diperlukan bagi pasien-pasien yang mengalami R S U I | 71

perburukan gagal napas atau kritis. Oleh karena itu kebutuhkan perawat yang memiliki kemampuan intensif pun meningkat. Dengan mengandalkan sumber daya yang ada, perawat nonintensif yang selama pandemik ditugaskan di ruangan ICU mendapat pelatihan secara langsung dengan para perawat intensif sebagai supervisor mereka. Pemberian materi diberikan secara daring lewat video-video instruksional dan praktikum yang diberikan untuk mempercepat kemampuan mereka dalam merawat pasien intensif. Untuk memenuhi lonjakan kebutuhan tenaga perawat di ruang-ruang perawatan isolasi dan rawat jalan khusus Covid-19, maka RSUI membuka rekrutmen relawan bagi tenaga keperawatan. Dalam prosesnya, RSUI bekerja sama dengan pihak krisis Fakultas Ilmu Keperawatan Univesitas Indonesia dalam membantu memberikan pengayaan materi sebelum tenaga relawan--yang sebagian besar adalah mahasiswa keperawatan tingkat akhir--ditempatkan di ruang-ruang isolasi Covid-19. Materi-materi tersebut termasuk asuhan keperawatan pasien Covid-19, pencegahan dan pengendalian infeksi, dan penanganan psikososial. Selain itu, sebelum bekerja para relawan ini diorientasi tentang tata alur, proses, dan prosedur RSUI. 3. Supplies (Persediaan) Selama wabah penyakit Covid-19, kebutuhan peralatan dan persediaan termasuk APD meningkat pesat. Kami mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk layanan bersama- sama dengan medis, farmasi, laboratorium, dan bagian pengadaan untuk persediaan prioritas tertinggi BMHP dan obat-obatan yang dibutuhkan. Pihak manajemen rumah sakit juga menjamin ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD), BMHP, medication, dan alat-alat dengan mengidentifikasi vendor-vendor alternatif untuk menghindari kerentanan rantai pasokan. Alat-alat yang digunakan untuk pasien Covid-19 merupakan single-use items, dan penyimpanannya dipisahkan dengan alat-alat untuk pasien non-Covid-19. Untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali, penting untuk dipastikan bahwa alat-alat tersebut telah didisinfektan dan disetrilisasi dengan cepat. Rumah sakit menjamin adequate cleaning services dan kapasitas manajemen pembuangan sampah medis dan nonmedis. 4. Standar Pada awal-awal penyakit ini muncul, RSUI masih memiliki pemahaman yang kurang dalam penatalaksanaan penyakit akibat Covid-19. Berdasarkan evidence based, tingkat keparahan penyakit sangat bervariasi dari gejala asimptomatik atau ringan hingga kritis sampai mengalami kematian. Penting bagi kami untuk menyusun standar pelayanan yang R S U I | 72

beberapa kali mengalami perubahan sesuai perubahan panduan, baik oleh WHO, Kemenkes, atau evidence based yang ditemukan. Rumah sakit menyusun berbagai panduan, SOP, aturan, dan regulasi terkait pelayanan pasien Covid-19. Dengan keterbatasan tenaga perawat yang dimiliki, RSUI menyusun pengkajian pasien secara daring dengan menggunakan Google form yang dapat diisi oleh pasien secara mandiri dengan panduan yang telah kami berikan. Manajemen Keperawatan juga menyusun Panduan Asuhan Keperawatan (PAK) pasien Covid-19, untuk menjadi acuan para perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Pengorganisasian Untuk bisa melayani dengan baik, dibutuhkan pengorganisasian yang baik pula dalam pendistribusian ketenagaan. Dengan memperhatikan perhitungan kebutuhan ketenagaan berdasarkan tingkat ketergantungan mandiri, ringan, sedang, total & intensif, jam kerja perawat mengalami beberapa modifikasi. Berdasarkan rekomendasi CDC akan penggunaan APD, maka perawat yang masuk ke ruang isolasi (red zone) dengan menggunakan hazmat, harus keluar tidak lebih dari 4 jam. Jadwal dinas dalam satu shift tetap dihitung 7 jam, dengan pembagian 4 jam di zona merah dan 3 jam di zona hijau, juga melakukan pencatatan dan pelaporan ke DPJP, komunikasi dengan keluarga, serta berkoordinasi dengan unit lain, seperti farmasi, laboratorium, dan radiologi. Sistem penugasan asuhan keperawatan di RSUI dilakukan dengan metode primary nurse. Seorang Primary Nurse (PN) bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien (sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien) dari mulai datang sampai pulang. Dalam melaksanakan pekerjaannya PN akan dibantu oleh Associate Nurse (AN). Primary Nurse akan merencanakan asuhan keperawatan untuk setiap pasien yang menjadi tanggung jawabnya, berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditegakkan. Selama PN tidak bertugas, maka AN yang akan melanjutkan asuhan keperawatan yang sudah direncanakan dalam rekam medik elektronik (EHR). Untuk memastikan diagnosa keperawatan dan rencana asuhan yang ditegakkan PN sudah sesuai kebutuhan pasien, di setiap ruang rawat terdapat seorang clinical care manager (CCM) yang memastikan kualitas asuhan keperawatan diberikan dengan baik kepada pasien. Clinical care manager memastikan pengkajian yang dilakukan seorang PN telah lengkap dan evaluasi asuhan keperawatan sesuai dengan objektif perawatan. R S U I | 73

Tugas lain dari seorang CCM adalah menumbuhkan budaya kerja yang mendukung pengembangan skill dan profesionalisme, mendesiminasikan evidence based nursing practice dalam praktik sehari-hari, memberikan pendampingan dan latihan pada perawat di unit perawatan, mengkaji kebutuhan belajar staff perawat, serta menjadi mentor asuhan keperawatan pada proses pembelajaran staf perawat di unit tersebut. Selain CCM yang berfokus pada pelayanan, setiap ruangan memiliki Head Nurse yang menjamin kecukupan tenaga di unit perawatan, mengatur penjadwalan dinas perawat, melaksanakan pembinaan dan pengembangan staf keperawatan, merencanakan pengelolaan dan pengendalian sarana dan prasarana keperawatan dan sarana penunjang yang terkait dengan asuhan di unit, serta menjalankan fungsi-fungsi manajemen lain. Metode penugasan dan sistem pembagian yang jelas ini sangat membantu proses adaptasi seluruh staf, baik dalam pemberian asuhan maupun mobilisasi ke unit perawatan baru. Beban kerja yang tinggi dan kecemasan akan terjadinya penularan terhadap penyakit ini dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan mental secara signifikan. Untuk memastikan seluruh staf dalam kondisi kesehatan yang baik, maka setiap hari dilakukan surveillance kesehatan yang harus diisi staf. Hanya staf yang dalam kondisi kesehatan baik yang diperbolehkan datang dan bekerja. Selain itu, kebutuhan fisik seperti pemeriksaan kesehatan, penambahan suplemen, makanan tambahan, snack, penginapan, dan dukungan emosional perawat juga mendapat perhatian. Status kesehatan mental emosional perawat RSUI selama pandemik Covid-19 ini dievaluasi setiap 3 bulan melalui survei dengan menggunakan Self-Reporting Questionnaire (SQR) yang dikembangkan oleh WHO. Dukungan emosional diberikan melalui doa bersama setiap memulai dan mengakhiri tugas, motivasi dari manajemen keperawatan dalam whatapp group serta staff gathering yang dilaksanakan secara virtual. Staff gathering berisi saling memberikan semangat antarperawat, pembacaan puisi, games online serta hiburan lain. Pengarahan Fungsi pengelolaan keperawatan yang tidak kalah pentingnya adalah pengarahan. Dalam melaksanakan pekerjaannya, manajer keperawatan RSUI dibantu oleh dua asisten manajer, yaitu asisten manajer pelayanan dan asisten manajer asuhan. Di bawah asisten manajer masing- masing membawahi head nurse untuk asisten manajer pelayanan dan clinical care manajer untuk asisten manajer asuhan. Proses pengarahan dilakukan berjenjang agar proses pemahaman disemua level sama. Pengarahan dilakukan untuk dapat menciptakan kerja sama yang efektif dan efisien antara staf. R S U I | 74

Selama Covid, pengarahan dilakukan meliputi standar, proses keperawatan, asuhan keperawatan, dan proses alur rumah sakit yang selama pandemic mengalami modifikasi. Pengarahan dilakukan secara virtual, kunjungan langsung ke unit serta melalui whatsapp group. Selama pandemic, pengarahan melalui whatsapp group sangatlah intens, untuk memastikan pelayanan berjalan dengan lancar dan kendala-kendala dapat segera diatasi dengan baik. Setiap pagi HN & CCM melaporkan kondisi dan kendala yang ada di masing-masing unit perawatan. Kapan pun kendala muncul, pelaporan dilakukan melalui WhatsApp group atau melalui telefon. Pengendalian Pengendalian manajemen sangat diperlakukan dalam memastikan semua perencanaan dan aktivitas yang dilakukan berjalan dengan baik. Selama pandemic ini, banyak hal yang dapat memungkinkan terjadinya chaos, jika fungsi pengendalian tidak berjalan. Pengendalian dilakukan tetap dilakukan berjenjang yang meliputi kepatuhan akan pencegahan dan pengendalian infeksi, kepatuhan akan standar prosedur operasional, tata alur rumah sakit, komunikasi yang efektif, saling menghargai antar sesama Ners dan profesi lainnya, serta menjaga kesehatan diri baik fisik maupun emosional. Rincian pengendalian berjen jang yang dilakukan, meliputi: a. Supervisi Manajer /Asman Keperawatan ke HN & CCM • Keselamatan pasien (pelayanan sesuai PAK, SPO) • Kepuasan dan kenyamanan pasien • Keselamatan staf (APD standar, ergonomi, psikososial) b. Pengendalian penjaminan keselamatan pasien • Supervisi CCM dalam kinerja klinis staf (nursing care plan, patient safety, kepuasan pasien, kenyamanan pasien) c. Pengendalian keselamatan staf • Supervisi HN terhadap disiplin, protokol kesehatan, keselamatan kerja, motivasi kerja d. Penilaian Kinerja Klinis e. Penilaian Staf R S U I | 75

Kesimpulan Pandemik Covid-19 meberikan dampak perubahan yang besar bagi tatanan pelayanan kesehatan sehingga dibutuhkan strategi yang efektif dan efisien dalam pengelolaan sumber daya dengan tetap menjamin ketersediaan layanan non-Covid-19 berlangsung dengan baik. Selama pandemic, perawat menghadapi tantangan dan concern terbesar dalam sepanjang profesinya. Mutu asuhan, keselamatan pasien, dan tenaga kesehatan tetap menjadi prioritas dalam pengelolaan selama terjadinya wabah ini. Pandemik Covid-19 dapat menjadi bahan pembelajaran yang sangat berharga bagi semua pelaku profesi kesehatan. R S U I | 76

Persiapan Penunjang Pandemik Covid-19 Dari Pengadaan Radiologi, Laboratorium, dan Farmasi Oleh: dr. Rakhmad Hidayat, Sp.S (K), M.A.R.S. Manajer Pelayanan Medik RSUI World Health Organization (WHO) telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemik dunia. Hingga 21 Juli 2020, Covid-19 diketahui telah menginfeksi lebih dari 14 juta jiwa di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia per tanggal 21 Juli 2020, coronavirus telah menginfeksi 89.869 orang di Indonesia, dengan angka kematiannya mencapai 4.320 orang1. Kota Depok merupakan salah satu kota yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19 di Jawa Barat. Lokasi Kota Depok yang berdekatan dengan DKI Jakarta sebagai pusat episentrum wabah, disertai tingginya mobilisasi warga Depok ke kota lain, dapat meningkatkan risiko penyebaran kasus Covid-19 di Kota Depok2. Pandemik Covid-19 memberikan dampak luas bagi seluruh aspek pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). RSUI merupakan salah satu rumah sakit tipe B yang berada di Kota Depok, yang ditunjuk sebagai salah satu rumah sakit rujukan untuk melayani dan melakukan pemeriksaan pada pasien Covid-19, seperti yang tertuang dalam beberapa peraturan: 1. RS Dedikasi Penanggulangan Covid-19 di Kota Depok a. SK Wali Kota Depok No. 440/140/Kpts/Dinkes/Huk/2020 b. Rujukan pasien level 2 dan 3 dan laboratorium diagnostik (PCR real time) 2. RS Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu di Daerah Provinsi Jawa Barat a. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 445/Kep.224-Dinkes/2020 (tanggal 13 April 2020) 3. Rumah Sakit Jejaring Pelayanan Covid-19 a. Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor: HK.02.02/I/0883/2020 tentang Jejaring Pelayanan Covid-19 di Rumah Sakit Pemberi Pelayanan Nonrujukan PIE (tanggal 19 Maret 2020) 4. Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Covid-19 (nasional) a. KMK No. HK. 01.07/MENKES/214/2020. R S U I | 77

Sebagai salah satu rumah sakit yang berperan dalam menangani pasien Covid-19, RSUI mengalami beberapa dampak dari pandemik pada beberapa aspek rumah sakit, seperti farmasi, laboratorium, serta radiologi. Dampak pandemik Covid-19 pada farmasi meliputi ketersediaan alat pelindung diri (APD), obat-obatan, dan Barang Medis Habis Pakai (BMHP). Pada aspek laboratorium, rumah sakit menghadapi kendala pada ketersediaan lab berstandar biosafety level 2 (BSL-2), reagen, pemeriksaan gene expert, dan biaya. Sedangkan pada radiologi, adanya Covid-19 memengaruhi kapasitas pelayanan infeksius, jumlah sumber daya manusia, dan perlengkapan. Tabel 4. Tantangan yang dihadapi RSUI Aspek Tantangan Farmasi Alat Pelindung Diri Obat Barang Medis Habis Pakai (BMHP) Laboratorium Laboratorium Standar Biosafety Level 2 Reagen Biaya Pemeriksaan Gene Expert Radiologi Kapasitas Pelayanan Jumlah SDM Perlengkapan 1. Tantangan Farmasi yang Dihadapi pada Era Covid-19 Terdapat tiga aspek tantangan dari Farmasi RSUI yang dihadapi sejak pandemik Covid- 19. Tabel 5. Tantangan Farmasi pada Tiga Aspek Aspek Tantangan APD Harga Melonjak Persaingan mendapatkan barang Terbantu oleh bantuan APD Obat Perubahan PPK Izin dari Kemenkes Perubahan sistem pembayaran vendor menjadi cash only BMHP BMHP yang berbeda dari biasanya Sirkulasi barang yang cepat R S U I | 78

a. Alat Pelindung Diri Berdasarkan transmisinya, SARS-CoV-2 disebarkan melalui droplet dan dapat menjadi airborne pada situasi tertentu sehingga dibutuhkan APD saat melakukan kontak dengan pasien, maupun pengelolaan sampel saat pemeriksaan di laboratorium. APD yang dibutuhkan adalah masker N95, masker bedah, sarung tangan, boots, dan hazmat suit/coverall.3 Pada awal masa pandemi, terjadi lonjakan demand APD karena supply yang terbatas sehingga harganya melonjak tajam. Misalnya, pada awal masa pandemi, harga masker N95 bisa mencapai Rp50.000,00 per lembar. Harga baru mulai turun ketika banyak penelitian mengatakan bahwa masker kain sudah cukup untuk mencegah transmisi. Selain harganya yang mahal, peningkatan demand terhadap APD juga membuat rumah sakit sulit mendapatkan barang karena harus berebut dengan instansi lain. RSUI berhasil mengatasi masalah ini dengan bantuan dari pihak alumni UI dan swasta yang menyumbangkan APD bagi tenaga kesehatan di RSUI. Tabel 6. Beberapa Bantuan Hibah yang Didapatkan RSUI R S U I | 79

b. Obat Ketersediaan obat di RSUI dipengaruhi oleh perubahan PPK yang cepat. Misalnya, pada awal masa pandemi, hidroklorokuin dinyatakan dapat digunakan sebagai terapi Covid- 19 sehingga RSUI berencana menyediakan hidroklorokuin dalam jumlah banyak. Namun, setelah PPK terbentuk, hidroklorokuin dinyatakan tidak dianjurkan untuk digunakan karena memiliki efek samping pada jantung.4 Sehingga ada beberapa obat yang sudah terbeli, tetapi tidak dapat digunakan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa obat yang tercantum dalam PPK tetapi belum tersedia sehingga harus segera dibeli. Pembelian obat menjadi sulit diprediksi tanpa PPK yang jelas. Manajer pelayanan unggulan RSUI berperan dalam menentukan prioritas obat yang harus disediakan RSUI berdasarkan PPK. R S U I | 80

Gambar 10. PPK Covid-19 RSUI PPK RSUI di atas dibuat berdasarkan data penelitian terbaru dan peraturan dari Kemenkes. Terapi menurut PPK RSUI juga dibuat berdasarkan klasifikasi klinis dan mencantumkan beberapa obat terbaru sesuai penelitian, seperti Oseltamivir, Remedesivir, Avigan, Aluvia, dan plasma IVIG. RSUI juga terlibat dalam penelitian di Indonesia sehingga terapi yang diberikan juga mengikuti protokol penelitian tersebut. Selain itu, beberapa obat juga harus melalui izin dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Aluvia merupakan obat anti-HIV yang diteliti efektif dalam menghadapi R S U I | 81

virus SARS-CoV-25, tetapi pemberiannya harus melalui izin Kemenkes karena penggunaan yang berlebihan dikhawatirkan dapat memicu resistensi Aluvia terhadap virus HIV. Sistem vendor obat juga mengalami perubahan, yaitu vendor meminta pembayaran melalui cash, akibat kekurangan cashflow. Hal tersebut menyulitkan RS karena tidak semua RS mampu menyediakan dana cash dalam jumlah besar dan cepat untuk memenuhi kebutuhan obat RS, khususnya pada masa pandemic saat banyak rumah sakit yang cashflow-nya terhambat. c. BMHP Pada masa Covid-19, rumah sakit banyak membutuhkan BMHP terkait pelayanan intensif. Sedangkan sebelumnya, jumlah cadangan BMHP yang dimiliki RS terbatas. Misalnya, kebutuhan optiflow meningkat pada masa pandemik padahal sebelum pandemik pun jarang tersedia. Selain itu, sirkulasi BMHP juga menjadi semakin cepat untuk memastikan kebutuhan pasien terpenuhi. 2. Tantangan Laboratorium yang Dihadapi pada Era Covid-19 Pemeriksaan laboratorium menjadi aspek penting dalam penanggulangan Covid-19, baik dalam diagnosis maupun deteksi dini. Pemeriksaan diagnostik Covid-19 membutuhkan fasilitas khusus, seperti alat PCR, laboratorium berstandar BSL-2, beserta reagennya. Pada awal masa pandemi, laboratorium pemeriksaan Covid-19 terpusat di dua lembaga, yaitu Balitbangkes dan Eijkman. RSUI selanjutnya ditunjuk menjadi salah satu Jejaring Pemeriksaan Covid-19 (level nasional) berdasarkan Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/214/2020. Mulai tanggal 14 April 2020, RSUI mampu memeriksa hingga 400 sampel per hari. Beberapa tantangan yang dihadapi pada aspek laboratorium adalah sebagai berikut: Tabel 7. Tantangan pada Aspek Laboratorium Aspek Tantangan Reagen Barang Inden  PO dimuka Terbantu oleh sumbangan Biaya Cost unit Penunjukan sebagai laboratorium rujukan Isu komersialisasi Pemeriksaan Tidak semua memiliki gene expert Keterbatasan reagen R S U I | 82

a. Reagen Reagen termasuk benda penting dalam pelaksanakan pemeriksaan laboratorium. Namun, reagen awalnya sulit didapat karena termasuk barang inden dan perlu pre-order di muka. Para produsen regaen baru bisa menyediakan barang pada bulan Mei 2020, sedangkan pemeriksaan direncanakan pada bulan Maret 2020. RSUI lalu melapor ke Litbangkes Nasional dan mendapat bantuan untuk melaksanakan uji coba lab. RSUI juga mendapat bantuan kit PCR dan ekstraksi dari BNPB, Maritim, Litbangkes, Labkesda Bandung, dan Labkesda Jawa Barat. Tabel 8. Beberapa Bantuan Reagen yang Didapatkan RSUI b. Cost unit Cost unit merupakan biaya pemeriksaan satu sampel yang meliputi biaya direct dan indirect. Biaya pemeriksaan sampel Covid-19 di RSUI adalah sebesar Rp600.000,- hingga Rp700.000,- (direct cost, meliputi BMHP, alat, dll) dengan tambahan indirect cost sebesar Rp400.000,-. RSUI telah ditunjuk sebagai laboratorium pemeriksaan Covid-19 rujukan nasional, tetapi mengalami kesulitan biaya untuk pemeriksaan. RSUI lalu bekerja sama dengan Pemerintah Kota Depok, dan dibayarkan per sampel. RSUI juga menyediakan pemeriksaan mandiri bagi warga yang ingin memeriksakan dirinya. R S U I | 83

Akibatnya, muncul isu bahwa rumah sakit mengomersialkan pemeriksaan. Nyatanya, pemeriksaan mandiri dan bantuan pemerintah biayanya sama, hanya berbeda sedikit pada biaya konsultasi dokter. Pemeriksaan mandiri ini diselenggarakan oleh RS untuk memudahkan masyarakat yang ingin periksa mandiri dan membantu RS dalam mempertahankan cashflow di tengah pandemi. c. Gene expert Pemeriksaan gene expert merupakan salah satu pemeriksaan cepat molekuler yang dapat membantu dalam mendiagnosis Covid-196. Pemeriksaan gene expert untuk Covid-19 dapat menggunakan alat pemeriksaan gene expert untuk TB, namun membutuhkan cartridge, khusus untuk pemeriksaan Covid-19. Belum semua RS memiliki alat gene expert dan cartridge untuk Covid-19 dan keduanya juga masih sulit didapatkan sehingga RSUI memutuskan untuk tidak menggunakan gene expert. 3. Tantangan Radiologi yang Dihadapi pada Era Covid-19 Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting untuk mendiagnosis Covid-19. Pemeriksaan radiologi juga mengalami beberapa tantangan dalam era Covid-19, yaitu: R S U I | 84

Tabel 9. Tantangan RSUI pada Aspek Radiologi Aspek Tantangan Kapasitas Rontgen polos perlu dilakukan di ruang IGD Pelayanan isolasi CT scan tidak digunakan untuk diagnosis MRI digunakan untuk pasien non-Covid-19 Sumber daya SDM terbatas manusia Kesulitan rekruitment Keahlian Perlengkapan Kebutuhan alat digital Peningkatan kebutuhan jumlah mesin dan apron timbal infeksius a. Kapasitas Pelayanan Rontgen polos merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam mendiagnosis Covid-19. Untuk mencegah penyebaran infeksi, pemeriksaan ini dilakukan menggunakan rontgen portable yang diletakan di ruang isolasi IGD dan rawat inap pasien Covid-19. Namun, pemrosesan hasil gambarnya tetap harus dilakukan di unit radiologi sehingga petugas harus tetap berpindah dari ruang isolasi ke ruang radiologi. Untuk memudahkan petugas, RSUI menyediakan alat rontgen digital sehingga gambar dapat langsung diproses. Pemeriksaan radiologis lain, seperti CT scan dan MRI tidak diperuntukan bagi pasien Covid-19, kecuali jika pasien memiliki tertentu. b. Sumber Daya Manusia Tantangan lain selain saran dan prasana adalah sumber daya manusia. RSUI mengalami keterbatasan SDM dan sulit dalam melakukan rekruitmen. Hal tersebut diakibatkan banyaknya radiografer yang pindah ke rumah sakit rujukan. Selain itu, tidak semua radiografer mampu mengoperasikan alat digital sehingga menjadikan SDM semakin terbatas. c. Perlengkapan Jumlah kebutuhan alat radiologi digital meningkat pada pasien Covid-19 untuk memudahkan dan mempercepat pemeriksaan. Selain itu, jumlah alat pelindung diri, seperti apron timbal, juga semakin meningkat karena seluruh petugas harus tetap terlindungi selama melaksanakan tugasnya. R S U I | 85

DAFTAR PUSTAKA 1. Covid-19 GTPP. Peta Sebaran | Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 [Internet]. Covid19.go.id. [cited 2020 Jul 20]. Available from: https://Covid19.go.id/peta- sebaran 2. Hidayat R. Langkah Strategis Kota Depok dalam Memitigasi Risiko Pandemi Covid-19: A Lesson Learnt from Kota Depok - ANTARA News Megapolitan [Internet]. 2020 [cited 2020 Aug 4]. Available from: https://megapolitan.antaranews.com/berita/102978/langkah- strategis-kota-depok-dalam-memitigasi-risiko-pandemi-Covid-19-a-lesson-learnt-from- kota-depok 3. Organization WH. Rational use of personal protective equipment (PPE) for coronavirus disease (Covid-19): interim guidance, 19 March 2020. 2020 [cited 2020 Aug 4]; Available from: https://apps.who.int/iris/handle/10665/331498 4. Chloroquine or Hydroxychloroquine for Covid‐19: Is Cardiotoxicity a Concern? | Journal of the American Heart Association [Internet]. [cited 2020 Aug 4]. Available from: https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/JAHA.120.016887 5. Cao B, Wang Y, Wen D, Liu W, Wang J, Fan G, et al. A Trial of Lopinavir–Ritonavir in Adults Hospitalized with Severe Covid-19. New England Journal of Medicine [Internet]. 2020 May 7 [cited 2020 Aug 4];382(19):1787–99. Available from: https://doi.org/10.1056/NEJMoa2001282 6. Wolters F, van de Bovenkamp J, van den Bosch B, van den Brink S, Broeders M, Chung NH, et al. Multi-center evaluation of cepheid xpert® xpress SARS-CoV-2 point-of-care test during the SARS-CoV-2 pandemic. J Clin Virol [Internet]. 2020 Jul [cited 2020 Aug 4];128:104426. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7211760/ R S U I | 86

Sesi 3 PERSIAPAN SARANA PENDUKUNG PELAYANAN RSUI MENJADI RS RUJUKAN COVID-19 R S U I | 87

EXECUTIVE SUMMARY: Persiapan Sarana Pendukung Pelayanan RSUI Menjadi RS Rujukan Covid-19 Oleh: Dr. Novita Dwi Istanti, S.K.M., M.A.R.S. Ketua Komite Mutu, Keselamatan dan Kinerja RSUI Pada akhir bulan Desember 2019, muncul kasus pneumonia berat yang diikuti dengan peningkatkan jumlah penderita kasus pnemunonia yang kemudian dinamakan Covid-19 di berbagai negara. Pada tanggal 11 Maret 2020, Coronavirus Disease (Covid-19) telah dinyatakan oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO sebagai pandemi. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Indonesia juga menyatakan masalah wabah virus corona sebagai bencana nasional nonalam melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional. Sejak saat itu, Indonesia dinyatakan sebagai darurat bencana Covid-19. Dari keputusan tersebut, Direksi RSUI harus mengubah strategi program kerja setelah diumumkannya kasus pertama Covid-19 di Depok pada tanggal 2 Maret 2020 dan kemudian disusul kebijakan Pemerintah, seperti Protokol Kesehatan Covid-19. Terdapat beberapa dorongan eksternal, yaitu sebagai berikut: • Semakin meningkatkannya jumlah penderita Covid-19 di Jabodetabek, Indonesia, dan di banyak negara lain di dunia; • WHO menyatakan sebagai pandemik Coronavirus Disease (Covid-19) pada tanggal 11 Maret 2020; • Pemerintah Indonesia juga menyatakan masalah virus corona sebagai bencana nasional nonalam melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19); • Sulitnya mendapatkan rumah sakit rujukan Covid-19 di wilayah Depok dan sekitar Jabodetabek; • Dukungan Pemerintah Kota Depok, Direkorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan stake holder RSUI. R S U I | 88

Terdapat beberapa dorongan internal, yaitu sebagai berikut: • Plt. Direktur Utama RSUI sebagai anggota tim pakar Covid-19 di Pemerintah Kota Depok; • kompetensi SDM baik tenaga medis, keperawatan, dan tenaga penunjang; • sistem manajemen kerja yang meliputi seluruh regulasi baik manajerial maupun klinis • sarana dan prasarana memadai; • aspek kewilayahan RSUI di Kota Depok dan perbatasan wilayah DKI Jakarta; • sebagai instansi pelayanan kesehatan rujukan tipe B, RSUI sudah seharusnya ikut berupaya dalam pencegahan dan penyebaran Covid-19; • kesepakatan bersama seluruh jajaran manajer, kepala unit, dan para pelaku pelayanan kesehatan, seperti dokter dan perawat, agar RSUI dapat menjadi rumah sakit rujukan pasien Covid-19. Ditunjuknya Rumah Sakit Universitas Indonesia menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid- 19, berdasarkan SK Wali Kota Depok Nomor: 440/140/Kpts/Dinkes/Huk/2020 Tentang Penetapan Rumah Sakit Universitas Indonesia Sebagai Rumah Sakit Dedikasi Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 di Kota Depok yang ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2020, membuat Rumah Sakit Universitas Indonesia harus siap siaga mempersiapkan berbagai hal agar dapat beroperasi menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19 sesuai keputusan Pemerintah. Selain itu, RSUI juga menjadi RS Rujukan Covid-19 sesuai dengan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Nomor HK.02.02/I/0883/2020 tanggal 19 Maret 2020 yang menyatakan bahwa RSUI adalag jejaring pelayanan Covid-19 di rumah sakit pemberi pelayanan nonrujukan PIE. Atas dasar tersebut di atas, dalam melaksanakan kesiapsiagaan menghadapi kasus Covid- 19 di lingkungan rumah sakit, Manajemen RSUI melakukan langkah awal yaitu melakukan mitigasi risiko. Dalam pelaksanaan kesiapsiagaan Covid-19 tersebut, RSUI telah melakukan pembahasan terkait mitigasi risiko RS dalam kewaspadaan terhadap penyakit Covid-19 ini, baik dalam tata laksana pelayanan, tata laksana supporting system, dan tata laksana manajemen dengan pembahasan terkait Covid-19 sebelum adanya kasus terkonfirmasi pertama di Indonesia. Penyiapan Kebutuhan SDM Dalam Persiapan Rujukan Kebutuhan dukungan meliputi relawan, pelatihan, dan APD. Terdapat potensi risiko, mengingat RSUI baru beroperasi 1 tahun, yaitu terbatasnya jumlah SDM dan jumlah bed yang dioperasionalkan sehingga dibutuhkan tenaga tambahan untuk penanganan pasien Covid-19. R S U I | 89

SDM yang direkrut tersebut juga harus mendapatkan berbagai pelatihan yang harus dilaksanakan dalam waktu singkat. RSUI menyiapkan SDM baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Rekrutmen tenaga relawan sebagai upaya meningkatkan jumlah SDM yang dibutuhkan sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan di RSUI. Dilakukan pula kegiatan orientasi umum, orientasi khusus, dan pembekalan kompetensi untuk menjaga kualitas pelayanan SDM RSUI kepada pasien. Persiapan Pembentukan Sarana dan Prasarana Covid-19 Gedung RSUI memiliki bangunan seluas 82.074 m2 dengan kapasitas layanan 300 bed. Saat ini, area layanan di RSUI belum seluruhnya difungsikan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai area layanan untuk pasien Covid-19. Gedung utama RSUI terdiri dari 14 lantai, sebelum ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan Covid-19, tetapi RSUI baru memakai 6 lantai untuk pelayanan operasional. Setelah ditunjuk, RSUI menggunakan lantai 3, lantai 13, dan lantai 14 untuk melayani pasien Covid-19. Sarana dan prasana RSUI juga sangat perlu untuk dipersiapkan dengan tetap mengacu pada prosedur penanganan pasien Covid-19 dan mitigasi risiko dalam hal infection control untuk persiapan sarana dan prasarana. Manajemen Data Pasien Covid-19 Kebijakan alur data yang disiapkan oleh Kemenkes dan BNPB bahwa data yang dikumpulkan oleh rumah sakit harus dilaporkan ke puskesmas setempat, laboratorium, dan juga Dinkes. Pelaporan kepada Puskesmas dan Dinkes bertujuan untuk contact tracing, penyelidikan epidemiologi untuk dilakukan swab, dan lain sebagainya. Selain pelaporan kepada Puskesmas setempat, laboratorium, dan juga Dinkes, RSUI juga membuat laporan data untuk RSUI sendiri, kemudian akan dimasukan ke dalam sistem RS online yang akan dilanjutkan kepada tim Bersatu Lawan Covid-19 (BLC) yang disiapkan oleh BNPB. BLC tersebut dapat diakses oleh Pusat Krisis Kemenkes, Unit Kemenkes lain, dan juga gugus tugas, baik gugus tugas daerah, provinsi, dan nasional. Agar data Covid-19 aman dan dapat digunakan dengan baik, maka harus ada satu pintu koordinator yang mengelola data, mulai dari input penyelidikan epidemiologi, rekap pasien, Sirs Yankes, all new record, dan BLC. Hal tersebut harus dilakukan untuk memudahkan dalam pendataan dan validasi. RSUI juga perlu berkoordinasi ke Puskesmas dan Dinkes Kota Depok karena harus memvalidasi data-data pasien positif Covid-19 yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Tidak hanya data nama pasien, tetapi perlu juga tempat tinggal, tempat lahir, rekam medis, beserta kontak tracing pasien tersebut. Koordinasi ke Dinkes Jawa Barat dan DKI Jakarta juga harus dilakukan karena banyak pasien RSUI yang bukan hanya tinggal di Depok, melainkan tinggal di daerah R S U I | 90

luar Depok, seperti Bogor, Bekasi, Jakarta, dan kabupaten atau kota lain di sekitar Depok. Koordinasi dengan Kemenkes dan BPJS penting dilakukan, terutama untuk pelaporan dan validasi data untuk pengajuan data klaim rumah sakit. Infection Control (PPI) Komite PPI RSUI menyiapkan dan mendampingi dalam proses penyiapan RSUI dalam membuka pelayanan pasien Covid-19. Menyusun dan mensosialisasikan pedoman/panduan PPI Covid-19 yang merujuk pada referensi terbaru yang relevan, seperti dari WHO, CDC, dan Kemenkes. Selain itu, PPI juga melakukan revisi program kerja tahun 2020 terutama yang berkaitan dengan penanganan penyakit infeksi emerging/re-emerging. PPI melakukan surveilans Covid-19 terutama berkaitan dengan staf yang berkoordinasi dengan K3 RSUI. Memberikan rekomendasi dalam pengaturan tata letak, persiapan sarana dan prasarana, kesehatan dan keselamatan SDM, serta modifikasi bentuk pelayanan kepada pasien RSUI dalam upaya menekan atau meminimalkan keterpaparan/kontak pajanan selama berada di lingkungan RSUI. Pengelolaan Limbah dan Penyehatan Ruangan di Era Covid-19 Pelayanan sanitasi lingkungan yang banyak berperan dalam masa pelayanan kasus Covid-19 adalah pengelolaan limbah dan penyehatan lingkungan. Jenis limbah, tertutama dalam pengelolaan pasien Covid-19, adalah pengelolaan limbah cair, limbah padat (domestik dan B3 medis dan nonmedis), dan limbah gas. Pengelolaan limbah Covid-19 dikerjakan berdasarkan tata kelola pengelolaan limbah infeksius. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Era Covid-19 Sebagai garda terdepan di rumah sakit, tenaga kesehatan memiliki risiko tertinggi mengalami paparan Covid-19. RSUI melalui Unit K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menyusuan berbagai strategi perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan serta meminimalkan angka kematian tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. Beberapa langkah strategis yang dilakukan antara lain: • melakukan penilaian dan mitigasi risiko K3 terkait Covid-19, • menyusun protokol keselamatan dan kesehatan kerja untuk seluruh staf, • menyusun prosedur deteksi dini kasus Covid-19 dan penanganan kasus konfirmasi Covid-19 pada staf, dan • mementingkan 3T (Test, Tracing, and Treatment) dalam pengendalian Covid-19 di lingkungan kerja RSUI. R S U I | 91

Mitigasi risiko K3 menjadi bagian penting yang harus dilakukan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan seluruh staf RSUI di era pandemik khususnya. Adapun mitigasi risiko dan penilaian yang dilakukan, antara lain revisi HVA (Hazard Vulnerability Assessment) dan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko (IBPPR) terkait Covid-19. Bersama dengan unit terkait, selama pandemik berlangsung PPI menjaga pengendalian risiko dengan menggunakan hierarkinya seperti eliminasi dan substitusi, rekayasa teknik, pengendalian administrasi, dan alat pelindung diri. Unit K3 RSUI juga menyusun protokol K3 RSUI selama pandemik Covid-19 dan melakukan upaya deteksi dini kasus Covid-19 pada staf RSUI, seperti skrining mandiri harian staf yang dilakukan melalui pengisian formulir secara online juga tes Covid-19 secara berkala pada seluruh staf. Persiapan Akreditasi Selama Pandemik Covid-19 RSUI wajib memenuhi standar pelayanan sesuai SNARS, sebagaimana ditentukan oleh KARS dan Kemenkes RI. Sejak pertama tim akreditasi terbentuk, yaitu melalui Surat Keputusan Direktur No 037/SK/DIRUT/RSUI/2019 tertanggal 29 April 2019 lalu, direvisi dengan versi terbaru yaitu Surat Keputusan Direktur No 097/SK/DIRUT/RSUI/2019 yang diterbitkan 28 Agustus 2019. Panitia persiapan akreditasi telah melakukan empat tahapan kegiatan yaitu kegiatan bimbingan akreditasi, apel siaga akreditasi, asesmen internal oleh tim asesor internal, dan kegiatan asesmen oleh tim pendamping akreditasi RSUI dari RSCM. Seluruh kegiatan persiapan akreditasi dilakukan dengan memerhatikan dan menaati prosedur Covid-19. Persiapan Pendampingan Internal Akreditasi Selama Pandemik Covid-19 Upaya peningkatan mutu dalam sebuah organisasi dapat dilaksanakan baik secara internal dan eksternal. Pelaksanaan pengawalan mutu secara internal kita kenal dengan Quality Improvement (QI) dan secara eksternal salah satunya adalah dengan pelaksanaan penilaian dan pengakuan dari organisasi ekternal melalui proses akreditasi. Peran mendamping adalah melaksanakan pengecekan kelengkapan dan kesesuaian kebijakan dengan mempertanyakan jika kebijakan sudah mendapat legalisasi, jika sudah ada bukti sosialisasi dan evaluasi pemahaman serta implementasinya, verifikasi, dan membuat self-assessment. Perlu ada tindak lanjut kejelasan peran dan fungsi pendamping pasca-akreditasi agar perannya sejalan dengan konsep peningkatan mutu yang tidak pernah berhenti, tetapi selalu menuju ke arah perbaikan. R S U I | 92

Penyiapan Kebutuhan SDM Dalam Persiapan Sebagai RS Rujukan Covid-19 Oleh: Indah Fajariani, S.E. Kepala Seksi Administrasi dan Perencanaan SDM RSUI Latar Belakang Ditunjuknya Rumah Sakit Universitas Indonesia menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19 berdasarkan SK Wali Kota Depok Nomor: 440/140/Kpts/Dinkes/Huk/2020 Tentang Penetapan Rumah Sakit Universitas Indonesia Sebagai Rumah Sakit Dedikasi Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 di Kota Depok, yang ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2020, membuat Rumah Sakit Universitas Indonesia harus bersiap siaga untuk mempersiapkan berbagai hal agar dapat beroperasi menjadi RS Rujukan Covid-19 sesuai keputusan pemerintah. Kondisi Ketenagaan Sebelum Pandemik Covid-19 di RSUI Kondisi tenaga kesehatan di Rumah Sakit Universitas Indonesia sebelum terjadinya pandemik Covid-19 terdiri dari total 257 orang tenaga kesehatan purna waktu, yang jumlah tenaga kesehatan terbesarnya adalah perawat. RSUI pada bulan Maret 2020 memiliki 15 dokter umum purna waktu, 23 dokter spesialis purna waktu, 3 dokter gigi umum purna waktu, dan lain-lain sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 4. Grafik 4. Jumlah Tenaga Kesehatan RSUI R S U I | 93

Pandemik Covid-19 Saat pandemik Covid-19 terjadi dan dengan ditunjuknya Rumah Sakit Universitas Indonesia sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid-19 oleh Pemerintah, RSUI harus mempersiapkan diri dan siaga untuk menjalankan keputusan Pemerintah dengan mengimplementasikan berbagai kebijakan pandemik Covid-19 dan perumusan atas pelayanan yang harus dioperasikan demi dapat memenuhi tanggung jawab yang telah diberikan pada Rumah Sakit Universitas Indonesia. Hal-hal yang dilakukan oleh Rumah Sakit Universitas Indonesia adalah dengan melakukan penambahan kapasitas ruang isolasi yang pada saat itu masih difokuskan di lantai 3 ruang intensif Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan Maret, persiapan pembukaan pelayanan PCR yang dapat dijalankan di laboratorium, persiapan dan renovasi untuk dapat menambah kapasitas ruang rawat inap pada bulan April, penambahan ruang rawat inap Covid- 19 di lantai 13 dan 14 pada akhir April hingga awal Mei, dan persiapan akreditasi RSUI yang akreditasinya dilaksanakan pada 9‒13 Juni 2020 (mendapatkan predikat Akreditasi Paripurna dari KARS). Gambar 11. Perubahan pada Perjalanan RSUI dari Maret hingga Juni 2020 Manajemen SDM RSUI Selama Pandemik Covid-19 Manajemen SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia berfokus pada 3 (tiga) prioritas utama, yaitu: 1. Kesehatan dan keselamatan staf 2. Penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian transmisi Covid-19 3. Penguatan atas imbauan tidak bekerja di luar jam kerja, yang telah ditentukan kepada seluruh staf SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia menilai Sumber Daya Manusia sebagai suatu aset yang sangat penting dan memiliki potensi serta pengaruh yang sangat besar terhadap keberlangsungan operasional Rumah Sakit. SDM bagian administrasi (backoffice) tidak akan R S U I | 94

berfungsi optimal tanpa keberadaan SDM pada bagian pelayanan, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia berkoordinasi dan bekerja sama dengan seluruh Unit Kerja Rumah Sakit Universitas Indonesia dalam mengkaji kebijakan-kebijakan khususnya yang berkaitan dengan pandemik Covid-19. Contohnya, SDM bekerja sama dengan K3RS, PPI, dan Gugus Covid-19 RSUI dan bergerak cepat dalam menentukan zona kerja, kebijakan SWAB berkala staf berdasarkan risiko zona kerja, dan lain-lain. Perubahan Alur Pelayanan RSUI pada Era Covid-19 Ketika Rumah Sakit Universitas Indonesia ditunjuk oleh Pemerintah menjadi Rumah Sakit Rujukan Covid-19, terdapat beberapa kebijakan yang menyebabkan terjadinya perubahan alur pelayanan pada RSUI sebagaimana dijelaskan pada Gambar 12 berikut ini. Gambar 12. Perubahan Alur Pelayanan RSUI saat Indonesia Dinyatakan Pandemik Covid-19 Kebutuhan SDM pada Era Pandemik Covid-19 Atas dasar perubahan pelayanan Rumah Sakit Universitas Indonesia sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid-19 dan demi dapat menjalankan fungsi manajemen SDM seoptimal mungkin dengan memenuhi prioritas yang telah ditetapkan dalam era pandemik Covid-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia, maka SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia berkoordinasi dengan seluruh unit kerja RSUI, dengan didampingi oleh jajaran direksi RSUI, bersama-sama merumuskan evaluasi ketenagaan dan mencari solusi atas scarce human resources yang akan berimbas pada pemanjangan jam kerja ataupun kondisi burnout pada staf. R S U I | 95

Berdasarkan evaluasi ketenagaan yang telah dilakukan, dirumuskan bahwa kekurangan tenaga kesehatan terbesar ada pada unit kerja Keperawatan (perawat, asisten perawat), Pelayanan Medik (dokter umum, dokter spesialis), serta Farmasi (apoteker, asisten apoteker). Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di Grafik 5. Atas dasar kebutuhan SDM tersebut, maka Direksi dan Unit SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia memutuskan untuk melakukan perekrutan tenaga relawan karena telah mempertimbangkan bahwa perekrutan pegawai pada masa pandemik Covid-19 saat itu tidak memungkinkan untuk dijalankan. Grafik 5. Diagram Lingkaran jumlah Pekerja RSUI sebelum Perekrutan Rekrutmen Relawan Rekrutmen relawan yang dilakukan oleh Unit SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia berjalan dengan massive dan sangat cepat, mengingat kebutuhan SDM saat itu yang sangat urgent demi keberlangsungan operasional dan menyokong perubahan pelayanan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada era pandemik Covid-19. SDM RSUI berkoordinasi dan bekerja sama dengan BNPB dan PPNI dalam mengumpulkan data kandidat relawan yang mungkin untuk dilakukan pendekatan dan diproses untuk bergabung menjadi relawan RSUI. R S U I | 96

Tantangan yang dirasakan pada saat itu cukup besar karena dari sekitar 3.000 data kandidat relawan yang berhasil didapatkan oleh Unit SDM RSUI, dan setelah dilakukan seleksi administrasi oleh Unit SDM, hanya sedikit tenaga yang masih available dan bersedia bergabung menjadi relawan RSUI. Rata-rata kandidat relawan yang dihubungi oleh Unit SDM RSUI mengaku telah menjadi relawan di Wisma Atlet Jakarta sehingga tidak bisa bergabung menjadi relawan di RSUI. Usaha Unit SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia dalam mengumpulkan kandidat relawan berlanjut dengan koordinasi dan kerja sama dengan FIK UI, khususnya untuk tenaga perawat. Selain itu, Unit SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia juga melakukan rekrutmen mandiri dengan Open Recruitment RSUI Call for Volunteer sebanyak 2 (dua) batch. Proses rekrutmen yang dilakukan oleh Unit SDM RSUI terdiri dari: 1. Pendaftaran online 2. Seleksi administrasi (oleh Unit SDM) 3. Wawancara (phone interview oleh SDM, video call interview oleh User/Unit terkait) 4. Penawaran/Offering (oleh Unit SDM) 5. Orientasi umum (SDM – Diklitlat – K3RS – PPI – KMKP) 6. Relawan Onboarding 7. Penandatanganan kontrak penugasan relawan 8. Orientasi khusus (SDM – User/Unit kerja terkait) Orientasi Umum dan Khusus Orientasi Umum dilaksanakan sebelum para relawan aktif memulai masa penugasan. Unit SDM berkoordinasi dan bekerja sama dengan Diklitlat, K3RS, PPI, dan KMKP dalam pemenuhan pembekalan berisikan materi-materi yang harus diketahui dan dipelajari oleh para relawan sebelum mereka mulai aktif memulai masa penugasan sebagai relawan di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penjelasan perihal materi yang diberikan sesuai dengan Gambar 13. Usai pemberian Orientasi Umum oleh SDM, Diklitlat, K3RS, PPI, dan KMKP, Unit SDM kemudian mengarahkan para relawan ke User/Unit Kerja terkait masing-masing untuk kemudian diberikan Orientasi Khusus di unit kerja masing-masing sebelum akhirnya para relawan siap memulai masa penugasan. R S U I | 97

Gambar 13. Beragam Materi yang Diberikan kepada Relawan RSUI sebelum Masa Penugasan Dimulai Fasilitas Relawan dan Staf Pada masa pandemik Covid-19, Rumah Sakit Universitas Indonesia mendapatkan dukungan yang luar biasa sebagaimana dijelaskan di Gambar 14. Gambar 14. Berbagai Dukungan kepada RSUI Pendanaan atas pengadaan program relawan Rumah Sakit Universitas Indonesia sendiri didapatkan dari Dana Hibah, yakni Dana BTT Depok. R S U I | 98

Kondisi Ketenagaan Selama Pandemik Covid-19 Atas segala upaya yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Universitas Indonesia, Unit SDM RSUI berhasil mendapatkan total 123 (seratus dua puluh tiga) relawan tenaga kesehatan. Tenaga relawan paling besar adalah sebanyak 47 tenaga perawat, 26 tenaga asisten perawat, 15 tenaga farmasi (apoteker/asisten apoteker), 14 tenaga dokter umum, dan lain-lain sebagaimana ditunjukkan di Grafik 6. Grafik 6. Tenaga Relawan RSUI setelah Dilakukan Open Recruitment Perlindungan Staf Prioritas utama dari Manajemen SDM Rumah Sakit Universitas Indonesia adalah kesehatan dan keselamatan staf, termasuk relawan yang bertugas di RSUI. Dalam hal perlindungan staf, yang dilakukan oleh Unit SDM RSUI adalah berkoordinasi dan bekerja sama dengan Direksi serta seluruh Unit Kerja di RSUI dalam memprioritaskan perumusan kebijakan-kebijakan yang berpotensi tinggi untuk menjaga dan memberikan perlindungan kepada seluruh staf RSUI sebagaimana dipaparkan di Gambar 15. R S U I | 99


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook