Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Antara Kita dan Kisah

Antara Kita dan Kisah

Published by Jariah Publishing, 2023-02-05 04:30:33

Description: Ebook - Antara Kita dan Kisah

Search

Read the Text Version

Pada tanggal 2 Mei 2021, hari itu kelulusan saya diumumkan lewat sebuah amplop dari sekolah. Sebelum menerima amplop tersebut, saya berdoa di dalam hati agar diberi kelulusan dengan nilai yang sesuai kemampuan saya. Merasa takut, cemas, namun saya penasaran untuk membukanya, jantung mulai berdebar kencang. Melihat teman-teman sekolah sudah membuka amplopnya semuanya bergembira, lalu ketika menerima amplop tersebut dari wali kelas jantung saya semakin kencang berdebar. Perlahan saya membukanya dengan membaca bismillah dan berdoa kepada Allah sambil berharap diluluskan. Setelah mengetahui isi amplop tersebut, alhamdulillah akhirnya semua perasaan itu lega, utang saya kepada ibu sedikit demi sedikit berkurang karena saya lulus ujian nasional. Saya sangat bersyukur karena Allah SWT telah menjawab doaku. Tidak sabar, saya ingin membagi kebahagiaan ini kepada orang tuaku. Saya segera pulang menemui orang tua dan memberi tahunya bahwa saya lulus dan itu membuat orang tua saya terharu. Sorenya saya kembali bergabung bersama teman-teman untuk merayakannya. Kami pergi ke tempat perkumpulan semua sekolah seperti SMA, SMK, dan MA. Kebanyakan orang di sana mengecat baju seragam mereka dengan berbagai pola 92

hiasan. Namun saya tidak karena kepala sekolah melarang kami untuk mengecat baju. Jadi saya lebih memilih untuk menyumbangkan seragam saya kepada junior saya, karena yakin banyak adik-adik di sekolah yang membutuhkan seragam. Saya juga paham bagaimana orang tua bersusah payah untuk melengkapi kebutuhan sekolah anaknya. Saya sangat ingin sekali melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Akan tetapi saya lebih memilih masuk ke Pondok Tahfiz yang ada di Makassar namanya PTQ Ulul Albaab Makassar untuk menambah hafalan Al-Qur‘an saya sebelum masuk dunia perkuliahan. Setelah tahun ke 2, pasca saya lulus SMA saya pun mendaftar kuliah di UIN Alauddin Makassar jalur UMPTKIN dengan memilih prodi yaitu pilihan pertama Bahasa dan Sastra Arab, kedua Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir, ketiga Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah) dan alhamdulillah saya lulus di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Setelah lulus di UIN Alauddin Makassar, saya juga mendaftar di UMI di situ saya memilih 3 prodi, pertama Pendidikan bahasa Arab, kedua, bahasa dan sastra Arab, ketiga Hukum Keluarga (Ahwal Al-Syakhshiyyah) dan alhamdulillah saya dinyatakan bebas tes. Di situlah saya mulai bimbang antara kuliah di UMI 93

atau di UIN. Saya pun meminta pendapat kepada orang tua, guru, ustaz, serta teman dan sahabat saya. Akan tetapi mereka malah mengembalikan pendapatnya kepada saya, dan saya pun meminta petunjuk kepada Allah Subhanahu Wata‘ala, dan akhirnya saya memilih UIN Alauddin Makassar sebagai tempat kuliah. Di kampus saya mempunyai banyak teman yang bisa berbagi satu sama lainnya. Berbagai macam tingkah laku dari teman-teman saya di sini. Ada yang lucu, ada yang cerewet, dan lain sebagainya. Meskipun kami berasal dari beragam daerah, tapi kami tetap satu jua. Sekarang saya baru semester satu dan tidak akan lama lagi insya Allah akan semester 2. Harapanku semoga bisa mendapatkan nilai yang sangat memuaskan tentunya. Semua itu tidak akan terkabul tanpa DUIT (Doa, Usaha, Ikhtiar dan Tawakal). Saya akan terus berusaha demi sebuah kesuksesan, dari sekarang dan untuk masa depan yang akan datang. 94

Malaikat di Langit Senja Oleh: Muh. Hidayat Nur Zaidin Ya, namaku Dayat, lahir di Palu, ini adalah flashback memory indahku. Pagi itu, suasana sangat tenang, bagaikan dunia ini milik sendiri. Kubangun dari zona nyamanku untuk menggenggam selembar kertas yang mungkin sebagian orang menganggap hal itu tidak akan mengubah nasib, memulai aktivitas dan memeluk kedua malaikatku. Aku sangat bersyukur karena mempunyai keluarga yang lengkap, terutama, seorang bidadari yang selalu membuat hati ini berwarna. Di balik tubuhnya yang mungil tersimpan senyum yang tulus. Ya, namanya Nayla. Hari itu aku tidak menyangka, tepat tanggal 6 September 2015, adik perempuanku lahir. Sepulang sekolah, aku langsung berlari menuju rumah sakit tempat adikku lahir. ―Mama!‖ ujarku. Aku khawatir dengan keadaan ibuku yang saat itu, terbaring lemah setelah melawan sakitnya operasi. 95

―Mama nda apa-apa Nak, tadi belajar apa di sekolah?‖ Ucap ibuku. ―Belajar tentang tumbuhan.‖ Ucapku sembari menghapus air mata dengan lengan bajuku. Aku tahu ibuku berbohong dengan rasa sakit yang dideritanya saat ini. Dia membuat senyum palsu untuk menenangkanku. Aku tahu dia sedang menahan sakit setelah operasi. Tepat seperti kata orang-orang, manusia terkuat adalah seorang ibu. Tepat di sebelah ibuku, ayahku berbaring di lantai yang dingin, kulihat wajahnya yang pucat. Dalam hatiku berkata, ‖Bapak nda tidur satu malam kayaknya.‖ Ayahku tidak bisa tenang saat ibuku dimasukkan ke ruang operasi, cemas dan takut tercermin di wajah ayahku kala itu yang sedang berkeringat dingin. Di umurku yang masih terbilang bocah, aku hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hingga satu jam berlalu, paman dan adik laki-lakiku datang. Namanya Rian, kami hanya selisih 1 tahun. Kami saling menguatkan satu sama lain. Tepat pada pukul 7 malam, sesuatu yang kami tunggu-tunggu akhirnya hadir di tengah keluarga kami yang kecil ini. Ya Nayla, dia baru saja dipindahkan dari kamar bayi. 96

Nayla atau yang bermakna orang sukses. Nama itu diberikan kedua orang tuaku kepada putri kecil. Tangisan pertamanya membuatku terharu. Momen paling menakjubkan dalam hidupku. Tak terasa sudah pukul 10 malam, aku berada di rumah sakit. ―Om, sudah agak malam, besok saya mau sekolah.‖ Ucapku pada paman. Karena ibu dan adikku belum diperbolehkan untuk pulang, ayahku tinggal untuk menjaga mereka berdua. Aku pun pamit pulang ke rumah. Itu adalah kisah awal aku bertemu dengan sosok bidadari tak bersayap. Selang waktu 2 tahun, aku yang mulai dewasa bertanggung jawab penuh sebagai seorang kakak kepada adik-adiknya. Nayla yang sudah pandai berjalan, bahkan berlari pun membuatku dan Rian agak kelelahan menjaganya. Saat dia berumur 2 tahun lebih beberapa bulan, ibuku memasukkannya di sebuah Taman Pendidikan Al-Qur‘an untuk anak seusianya. Dia lebih cepat dalam menghafal surah pendek ketimbang berbicara bahasa Indonesia. Aku merasa kagum sekaligus iri dengannya. 97

Ibuku berkata, ‗Dikalahki nanti sama Nayla, itu sudah pintar hafal An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas. Dayat, Rian, rajin belajar juga ya? Biar tidak dikalah sama Nayla!‖ ―Ok, Mama‖ ucap kami berdua secara serentak. Aku sangat bahagia, bahkan sampai-sampai aku merasa adalah orang paling beruntung di dunia ini, mempunyai kedua orang tua yang hebat, adik yang lucu dan pandai, kami semua saling menguatkan satu sama lain. Kalender telah menunjukkan bulan September telah tiba, menjelang umur Nayla yang ke-3 tahun, kami sekeluarga berencana rekreasi. Kami sangat bersemangat. Saat rekreasi itu, aku sangat bahagia, sembari menatap wajah orang tua dan adik-adikku. Tepat hari ulang tahunnya, adikku yang selalu merengek kue ulang tahun, dikarenakan dia selalu menonton kartun yang memperlihatkan kue ulang tahun, akhirnya orang tuaku menghadiahkannya. Momen paling berharga dalam hidupku adalah melihat senyuman adik dan orang tuaku, hingga satu minggu sebelum itu tiba. Tepat di sekolah, aku dan teman-temanku menuntut ilmu, sebuah gempa yang membuat seisi sekolah panik. Gempa itu tidak terjadi hanya satu kali, melainkan setiap beberapa jam 98

sekali, gempa selalu mengguncang tanah, akhirnya sekolahku memutuskan untuk memulangkan semua siswa dan siswi. Kejadian ini selalu terulang hingga beberapa hari. Kami yang sudah terbiasa dengan gempa ini, tidak merasakan takut lagi, hingga pada akhirnya… Tepat hari sebelum sesuatu akan datang. Nayla bertingkah tidak seperti biasanya. Pagi itu saat ia hendak bangun, tidak seperti kebanyakan balita pada umumnya yang merengek dan harus digendong sebelum bangun. Nayla hanya tersenyum sambil mulai perlahan berdiri dari kasur imutnya. Ketika siangnya, dia meminta kami semua untuk mendengarkan hafalan surahnya sampai habis, dan sorenya dia tidak menggangguku dan Rian sedang bermain bulutangkis, dikarenakan biasanya dia ingin mengambil raketku ketika kami sedang bermain. Tepat pukul 06.00 Magrib menandakan waktu salat, aku dan Rian bersiap ke mesjid untuk melaksanakan salat Maghrib, dan….. Semua sudah terlambat, gempa berkekuatan 7,4 SR menyerang di saat azan berkumandang. Langit berwarna merah bagaikan api, tanah bergoyang tanpa permisi. Semua orang terkejut hingga pikirannya kosong tak tahu harus 99

berbuat apa. Mereka bahkan ada yang melawan bencana ini atas nama Tuhannya, ibuku memegang erat adikku, menghindari hantaman benda, bibirku tak luput dari ucapan zikir. Gempa mengguncang 5-10 menitan, akhirnya senyap setelah beberapa saat. Untuk menghindari gempa susulan, kami semua mencari tempat terbuka, tapi apalah daya. Tuhan berkehendak lain, kami terlalu fokus ke arah langit seperti api, ternyata lumpur likuifaksi datang dari arah berlawanan, lumpur menghantam semua yang ada di depannya, aku dan Rian langsung menyadari bahaya itu. Tanpa pikir panjang, kami berdua lari dengan hanya membawa nyawa, aku sempat menengok arah belakangku, melihat semua orang termasuk Nayla yang dipeluk erat oleh kedua orang tuaku, dimakan oleh ganasnya lumpur. Pikiranku yang sudah kosong di kala itu hanya bisa terus berlari, bagaikan telur di ujung tanduk. Akal pikiranku yang mengatakan bahwa kita berdua tidak akan selamat oleh cepatnya arus lumpur yang terus mengejar. Tuhan mungkin masih memberiku kesempatan untuk menjadi yang lebih baik. 100

Di saat itu juga, sebuah hal menakjubkan terjadi. Entah kenapa, kami berdua seperti dikendalikan oleh sesuatu. Kami seakan-akan tidak berlari, tetapi bagaikan melayang. Tepat saat jalan telah buntu, lumpur itu berhenti seketika. Warga yang berhasil selamat akhirnya membawaku ke tempat evakuasi. Setelah beberapa saat, pikiranku yang mulai berangsur sadar, mulai mencari Nayla dan kedua orang tuaku. Kami berdua hanya bisa terus berkeliling di sekitar tempat evakuasi sembari meneriakan nama orang yang kukenal. Kupasrahkan semua, menggangap semuanya telah sirna, hingga pada momen itu… Ada seseorang yang menunjukkanku kepada ayahku. Aku pun kaget melihat ayahku yang masih bisa berdiri tegap dengan luka di sekujur tubuhnya. Kupeluk dia dengan erat seakan tak ingin kehilangannya lagi, ayahku berkata padaku, ‗Nak, ada mama di sana, di lapangan dekat jalan raya.‖ Ucapnya. Kami pun buru-buru bertemu dengannya, dia memanggilku dengan suaranya yang serak, menahan pedihnya luka. Aku ketakutan saat melihat telinganya sobek. Di saat wajahku menunduk tak ingin memperlihatkan tangisku kepadanya, kedua tangannya memegang wajahku yang basah. 101

―Mama nda apa-apa Nak, Dayat tidak kenapa-napa kan?‖ Ucap ibuku. Aku tak bisa membendung semuanya, kutumpahkan semua air mata di pelukan kedua orang tuaku. Adikku Rian masih memperlihatkan wajah yang tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia berkata. ―Mama, Bapak mana ade Nayla?‖ucap Rian ―Sudah nda ada Nak, Nayla nda ada Nak!‖ Jawab ayahku. Saat mendengar berita itu, mentalku mulai kacau. Tak percaya, salah satu orang yang paling berpengaruh dalam hidupku telah tiada. Kami duduk membendung duka di bawah terangnya sinar bulan. Hanya ada teriakan meminta pertolongan dan tangisan malam itu. Bulan dan bintang menjadi saksi bisu diikuti oleh bayang- bayang penyesalan. Beberapa hari setelah kami dievakuasi ke tempat lebih aman, aku selalu sedih melihat ibuku yang menggangap adikku Nayla masih ada di sampingnya. Dia selalu bercerita tentang tanda- tanda sebelum Nayla pergi kepadaku. Terkadang suara ambulans menyertai ceritanya. Ayahku yang selalu kuanggap orang yang tegar dan kuat, wajahnya berlinang air mata tepat di hadapanku, ini seperti kiamat bagi kami. 102

Aku hanya bisa menyimpan semua pertanyaan ini hingga tiba suatu masa, saat pertanyaan ini akan terjawab. Tanggal, 28 September 2018 ―Dari sini aku belajar tentang akan datang suatu masa di mana semuanya akan sirna, jadi manfaatkan sebaik mungkin waktu yang telah diberikan. Pegang tangan orang-orang yang kalian sayangi, luangkan waktu bersama mereka. Mungkin saja kita dapat bertemu hari ini, tetapi belum tentu bisa ketemu di hari esok.‖ PESAN UNTUK PEMBACA ―Aku tahu bahwa mengingat kembali air mata akan membuatku tertawa, tetapi aku tidak pernah tahu bahwa melihat ke belakang pada tawa itu membuatku menangis‖ ―Jangan terperangkap dengan masa lalu, kini mereka hanya kenangan, bagaikan anime, hanya bisa dilihat tetapi tak bisa disentuh. Begitupun dengan masa lalu, hanya bisa diingat, tak bisa kembali. Tataplah masa depan, di sanalah terdapat impian.‖ 103

Bawakaraeng Oleh: Nasrullah Tujuh Belas Agustus adalah peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal tersebut masyarakat Indonesia berlomba-lomba memperingati hari kemerdekaan dengan berbagai kegiatan. Ada warga masyarakat yang mengadakan lomba panjat pinang dan ada pula yang rela menguras tenaganya demi pendakian gunung yang tujuannya hanya untuk memperingati hari kemerdekaan. Ada pula beberapa kelompok yang melakukan aksi tarik tambang dan ada pula yang dengan adat daerahnya masing-masing. Begitupun kami empat pemuda yang bisa dikatakan bersahabat sangatlah akrab. Kami berempat seorang pemuda Indonesia memperingati hari kemerdekan dengan melewati perjalanan panjang yang bisa dikatakan perjalanan yang seru dan sangat melelahkan yaitu mendaki gunung, yang bisa dikatakan gunung tertinggi di Sulawesi-Selatan. Gunung yang sangat sakral untuk didaki oleh para pemuda-pemuda Indonesia yang memang hobi dalam pendakian yaitu Gunung Bawakaraeng. Nah gunung inilah yang dari dulu sudah lama 104

dinanti-nanti untuk kami empat bersahabat ingin sekali mendakinya. Seminggu sebelum pendakian, kami sudah menyiapkan beberapa perlengkapan pendakian termasuk dana yang akan kami pakai. Nah sangking inginnya kami pergi mendaki, uang belanja kami yang seharusnya dipakai untuk memenuhi empat sehat lima sempurna, kami tabung demi terlaksananya keinginan pendakian di Gunung Bawakaraeng. Pada hari Senin tepat 15 Agustus 2022 tibalah saatnya pendakian kami menuju puncak Gunung Bawakaraeng. Kami berangkat dari rumah menuju lokasi pendakian, tepat pukul 14:00 WITA. Singkat cerita, kami tiba di lokasi pendakian tepat pukul 15:20. Setelah tiba di lokasi, kami menuju tempat registrasi pendakian. Nah setelah selesai registrasi, kami memulai pendakian pukul 15:40. Kami berjalan dan melewati banyak rintangan dan hal-hal yang mengerikan, kadang kami melewati sungai-sungai yang indah dan jernih dan kadang juga kami melewati tanjakan yang sangat menguras tenaga, yang biasa orang katakan tanjakan cinta yang dimana setelah kita melewatinya bisa dibilang sangat menantang. Akan tetapi sangatlah seru dan kadang setelah 105

melewati tanjakan yang sangat tinggi itu, kita langsung di hantam penurunan yang sangat melelahkan yang membuat lutut kita bergetar minta ampun. Akan tetapi semua itu sangatlah indah kami lewati bersama. Kami rasakan pendakian itu sangatlah panjang. Kami beristirahat biasanya di pos yang ada mata airnya. Di jalur pendakian itu ada beberapa pos yang kami lewati. Di Gunung Bawakaraeng ada 13 pos, akan tetapi pendaki biasanya hanya camp di pos 10 dekat puncak. Singkat cerita tibalah kami di puncak Gunung Bawakaraeng di pos 10 tepat pukul 01:45, saat kami tiba di atas kami merasa sangatlah senang. Rasa lelah kami terbayar dengan indahnya pemandangan di puncak Gunung Bawakaraeng. Saking indahnya tiada kata-kata yang bisa menjelaskan keindahan puncak Gunung Bawakaraeng. Di puncak, kami menikmati indahnya pemandangan dan dinginnya cuaca. Menikmati dengan beberapa kegiatan yang sangat seru, tiba pukul 08:00 kami para pendaki melaksanakan upacara bendera sekaligus memperingati hari kemerdekaan Indonesia. 106

Setelah upacara bendera kami para pendaki bersiap- siap (packing) untuk pulang ke tempat asal (rumah) masing- masing. Setelah packing, kami kembali melakukan perjalanan panjang untuk kembali ke tempat awal registrasi. Singkat cerita kami telah sampai di tempat regis dengan raga dan jiwa yang selamat dan sangatlah bersyukur atas banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada kami, terutama nikmat sehat dan keselamatan. Setelah regis kembali, maka kami pun balik ke rumah masing-masing. Hanya itu cerita singkat saya yang bisa dibilang kurang detail (tidak jelas), karena jujur saya sangatlah sulit untuk menjelaskan betapa indahnya pendakian di Gunung Bawakaraeng. Saking indahnya itu, sehingga sulit untuk digambarkan dengan kalimat-kalimat betapa indah dan serunya pendakian itu. 107

About Me Oleh: Nurmayanti Nama saya Nurmayanti, lahir pada tahun 2003. Tanah kelahiran saya di Desa Salumaka Mamasa. Desa sederhana dengan kearifan lokal dan budaya yang unik. Anak keempat dari 5 bersaudara, lahir dan tumbuh atas didikan dan kasih sayang dari kedua orang tua yang sangat saya hormati. Beliau adalah Bapak Sukarman dan Ibu Zainab. Sekarang tinggal jauh dari orang tua dan keluarga, karena saya menyelesaikan pendidikan di tempat orang. Abang pertama dan Abang kedua memilih menikah setelah pendidikan SMA-nya, kemudian pada tahun 2017 kakak perempuan saya mengikuti jejak kedua abang saya yaitu menikah setelah pendidikan SMA-nya, Nurssawali Husna si bungsu masih duduk di bangku SMP kelas 1. Dengan kesederhanaan, bapak saya berprofesi sebagai petani dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pada tahun 2009 saya langsung masuk ke Sekolah Dasar atau SD, karena dulu belum ada yang namanya PAUD dan saat itu juga belum TK. Dulu saya selalu berangkat bersama sepupu dan teman- teman karena jarak antara rumah dan sekolah tidak terlalu jauh. Kemudian, saya memulai pendidikan saya di Sekolah Dasar Negeri 012 Bulo, menempuh pendidikan SD selama 6 tahun. 108

Jarak rumah antara dengan SD hanya 200 meter. Di jenjang SD saya banyak mengikuti kegiatan lomba, salah satunya Lomba Bulu Tangkis se-Kecamatan Mambi. Kemudian lulus SD dengan nilai di atas rata-rata pada tahun 2015. Setelah itu saya melanjutkan ke jenjang berikutnya di SMP Negeri 3 Mambi, di masa ini saya mulai mengembangkan akademik. Jujur saya tidak terlalu pandai dalam akademik, tapi saya bisa di nonakademik salah satunya vokalis. Setelah itu saya lulus pada tahun 2017, dan melanjutkan pendidikan di SMK Harapan Rante Bulahan, salah satu sekolah kejuruan favorit yang ada di Desa Rante Bulahan. Saya mengambil Jurusan Teknik Komputer. Saat kelas 1 semester pertama, saya pindah sekolah ke SMA Antang Makassar Kelas IPA. Tahun kedua di SMA kemudian pindah lagi karena suatu alasan ke Rumah Tahfiz. Selama 2 tahun di Rumah Tahfiz, kemudian menyelesaikan masa putih abu-abu di Rumah Tahfiz itu. Masa–masa SMA di pondok adalah masa saya mendapatkan banyak pengalaman, cerita, dan teman yang sangat berharga. Ketika belajar bersama, bercerita bersama, dihukum bersama, dan menghabiskan waktu bersama- sama. Di pondok kemudian saya diangkat menjadi seorang musyrifa atau setara kedudukannya dengan guru. Melalui ini saya mendapat pengalaman yang sangat berharga dalam mengajar dan menghadapi berbagai karakter anak-anak tentang cara menjadi orang yang disiplin, loyal, dan empatik terhadap sekitar. 109

Saya juga pernah mengikuti lomba menghafal. Saat itu saya hanya mengandalkan Allah dan kepercayaan diri, padahal saat itu saya baru masuk pondok dan memulai dari dasar serta kegiatan–kegiatan lainnya. Akhirnya tepat pada bulan Mei tahun 2020 saya tamat di sekolah pertama saya dulu yaitu SMK Harapan. Alhamdulillah melalui jalan ini, Tuhan masih mengizinkan saya untuk kembali melanjutkan pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri Makassar (UIN Alauddin Makassar). Melalui jalur Bidikmisi UM PTKIN saya diterima di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada September 2022. Sampai sekarang saya sedang belajar di sini dengan Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Arab. Next target saya ingin lulus selama 4 tahun dengan IPK Cumlaude 3,8 Amin. Dulu saat usia kita bisa dihitung dengan jari, ada banyak rasa kesal dan jengkel yang kita rasakan. Ini itu dilarang dan semua serba dibatasi. Saking sebalnya kepada orang tua, kita pernah menduga bahwa kita anak tiri. Lantas, kita pun mulai memandang jauh ke depan. Bercita-cita segera menjadi orang dewasa, sehingga kita tidak lagi diatur-atur lagi. Sekarang aku sudah di sini. Menapaki setiap momen dalam kehidupan yang dulu kita idam-idamkan. Merasakan rasanya dianggap orang dewasa, yang mana pendapatnya selalu didengarkan. Sekarang tak ada lagi yang mengataiku ―Anak kecil nggak usah ikut-ikutan!‖ Tapi apakah semua seindah yang dulu kita 110

bayangkan? Ternyata tidak. Ada banyak tahap di mana aku merasa menjadi dewasa adalah cara hidup yang ―salah‖. Ada banyak momen yang membuatku merasa ingin kembali menjadi sosok kecil yang tak didengar pendapatnya. Karena, ternyata menjadi dewasa tidak semudah itu. Ingat tidak saat dulu segala hal terasa membingungkan buat kita? Lantas kita pun merepotkan banyak orang dengan bermacam- macam pertanyaan. Dari yang umum sampai yang super aneh sehingga orang bingung. Tak ada yang keberatan, semuanya menganggap kita lucu dan menggemaskan. Sekarang, isi pikiranku masih sama ruwetnya. Ada banyak tanya yang tersimpan di sana, tapi sulit untuk bisa diutarakan tanpa harus dianggap aneh oleh orang-orang dan di-judge yang bukan-bukan. Dulu seberat-beratnya masalah, paling hanya soal keisengan teman yang kelewatan. Atau sedih saat kita tak bisa mendapatkan mainan yang kita inginkan. Tapi itu semua mudah, sebab segala persoalan yang kita hadapi entah jengkel, sedih, bahkan sakit, kita tinggal mengadu pada orang tua. Sementara saat ini, dengan sedih harus kukatakan bahwa menyampaikan kabar pada orang tua harus dipilah sedemikian rupa. Sebab menjadi dewasa, ternyata memaksa kita untuk pandai-pandai menyimpan persoalan agar orang tua tak ikut cemas berlebihan. Masih ingat tidak dengan anak cowok sok preman yang kita benci? Atau anak cewek yang begitu menyebalkan sehingga kita 111

memutuskan untuk tidak mau lagi main dengannya? Ya, pertemanan dulu begitu murni dan polos. Tak perlu segan berkata tak suka jika memang tak suka. Sekarang? Sayang sekali, ada banyak hal yang kita pertimbangkan untuk tetap memasang sikap manis meski di belakang rasa jengkel seperti sedang kayang. Betul, di usia dewasa, aku juga harus pandai-pandai memasang poker face demi kebaikan bersama. Dulu kita bisa dengan mudah menjawab pertanyaan mau jadi apa kalau sudah besar. Guru! Dokter! Polisi! Pengacara! Presiden! Tak pernah terbersit di pikiran bahwa profesi-profesi keren itu butuh perjuangan berat. Alangkah ironis, bila kini setelah dewasa aku justru tak tahu mau jadi apa. Setiap cita-cita yang muncul di kepala, dibarengi dengan berbagai pertimbangan akan risiko. Ketinggian nggak ya? Emangnya aku mampu? Ah, tapi aku nggak bisa ini dan itu. Bingung! Dulu segalanya diatur dan ditentukan oleh orang-orang dewasa yang sudah berpengalaman. Bahkan termasuk mau tidur jam berapa. Bisa tidak sih, kita memilih sendiri mau ngapain?? Entah sudah berapa lama momen itu berlalu, tahu-tahu kita sudah berdiri di sini dengan segepok tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang hidup kita sendiri. Orang lain mungkin bisa memberitahu ini dan itu, tapi tetap saja segalanya ada di tanganmu. Pada akhirnya aku menyadari, bahwa mengambil keputusan adalah posisi tak enak yang penuh dengan tanggung jawab besar. 112

Dulu kita terbiasa menyerahkan segalanya pada orang dewasa. Yah, terkadang kita memang melakukan kesalahan yang merugikan. Tapi tak apa-apa, karena ada orang tua atau kakak yang akan membereskan. Sekarang setelah dewasa, segala persoalan kita tanggung sendiri. Setiap hal yang kita lakukan harus dipertanggungjawabkan sendiri. Setiap persoalan menuntut kita selesaikan sendiri. Setiap kesulitan harus kita lewati, tanpa bisa berharap waktu akan menyelesaikannya sendiri. Pada akhirnya, kita harus berjuang sendirian. Dear diriku yang dulu, menjadi dewasa ternyata jauh dari yang kita bayangkan. Ada banyak momen yang kita sesalkan. Terutama saat kita mengutuk keputusan bodoh yang kita lakukan. Kita membuat kesalahan, kita mempermalukan diri sendiri, kita menangis dan menyesali, namun dari sanalah kita terus memperbaiki diri. Terima kasih atas segala proses yang sudah kita lalui bersama-sama. Meski sulit, tapi kita pasti bisa Gowa, Oktober 2022 113

Rasa Pilu di Waktu Itu Oleh: A. Erlangga Darmawangsa Masih teringat jelas di dalam benakku di saat kau jatuh tersungkur di depan mata kepala, merupakan awal kesedihan dari segala penderitaan, nafasku menderu-deru membangunkanmu dengan air mata yang terus berjatuhan membasahi tubuhmu walaupun tak kau gubris sedikit pun. Lalu terdengar suara yang tak asing di telinga semua manusia yaitu suara melengking dari bunyi mobil ambulans, yang segera membawamu ke gedung yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Tempat dimana semua orang mengharapkan kesembuhan yang ditemani dengan rasa kesedihan yang mendalam, kulihat kau terbaring tak berdaya dari balik kaca dengan pandangan yang tak pernah kualihkan, mengharapkan semua yang terbaik untukmu dan semua kembali seperti semula. Kulantunkan segala doaku kepada Sang Pemilik Segala Kepemilikan, agar kau bisa terbangun dan kembali mengendapku di dalam pelukanmu. Tiap waktu mataku ingin terlelap, namun nihil. Enam jam telah berlalu kau masih saja terlelap di atas kasur putih itu, malam itu kau habiskan dengan mata yang tertutup tanpa pernah merespons semua panggilan 114

dari orang di sekelilingmu. Kucari tumpuan di atas lantai putih di samping kasurmu merehatkan sejenak pikiran dan jiwa ragaku sambil memikirkan segala kejadian yang telah terjadi hari ini, hingga kuterlelap di dalam pikiran yang masih terteduh memikirkan tentang kesembuhanmu. Kuterbangun dan langsung segera melihat kondisimu yang masih saja membuatku terheran mengapa kau sungguh tenang tidur di atas kasur putih itu dan dikelilingi oleh selang yang dimasukkan ke dalam tubuhmu, hingga di saat matahari telah menerangi ruanganmu, kau terbangun dengan segala rasa sakit di sekujur tubuhmu dan terheran-heran dengan apa yang telah terjadi pada dirimu. Namun kau belum bisa mengucapkan sepatah kata pun. Kuhanya melihat putaran bola matamu yang terus mengamati sekitarmu. Sambil tersedu-sedu, pujaan hatimu memelukmu sembari menceritakan segala kejadian yang telah kau alami saat itu. Sejak hari itu kau menghabiskan waktumu hanya terbaring di atas kasur itu tanpa bisa mengucapkan sepatah kata yang jelas lagi. Hari-hari kujalani dengan menemanimu, merawatmu bersama pujaan hatimu, hingga tak terasa satu 115

bulan telah kita lewati di tempat itu dengan mengharapkan kesembuhanmu, namun nahasnya kondisimu kian memburuk tiap harinya, ribuan doa telah kulantunkan demi kesembuhanmu. Namun kau tak memberikan tanda kesembuhanmu sedikit pun. Hingga di malam itu, saat jarum jam telah mengarah ke langit kau mengalami hal yang tak terduga dan memaksaku lari mencari pertolongan dari staf dan dokter di gedung ini hingga kau dilarikan ke ruangan yang membuat semua orang kembali cemas. Empat jam kau lewati melawan penyakitmu hingga mungkin kau tak mampu lagi dan menyerahkan segala sesuatu kepada Sang Pencipta, hingga dokter dari ruanganmu keluar membawa berita yang belum siap diterima oleh keluargamu. Kepergianmu untuk selama-lamanya membuat segala kesedihan dari orang di sekitarmu. Kau biarkan kami menangis tersedu-sedu dengan semua kabar itu. Kumasuki ruanganmu dengan melihatmu yang tak menghembuskan nafas lagi membuatku membasahi tubuhmu dengan tangisan yang selalu kusembunyikan dari semua orang. Kau pergi meninggalkan kami sehari sebelum hari kelahiranmu, membawa kesedihan di sekelilingmu yang 116

semestinya kau tertawa riang di waktu itu. Kami semua tak mengikhlaskan kepergianmu, namun tak ada hal yang bisa diperbuat selain merelakan kepergianmu. Kesedihan kau bawa hingga kami membawamu ke liang lahatmu, kembali ke rumah yang terasa sepi tanpa kehadiran tawamu yang menghangatkan nuansa keluarga kecilmu ini. Kami semua belum bisa menerima kenyataan yang telah kau hadapi, kutak tahu harus bagaimana memulai pagiku tanpa melihat kehadiranmu saat kutelah terbangun dari lelapku. Seiring bergantinya hari kami telah belajar tanpa kehadiranmu, memaksa pujaan hatimu bekerja keras seorang diri untuk menghidupi ke empat buah hatinya yang masih menjunjung dunia pendidikan. Kesedihan serta kesepian telah kami lalui dari waktu kepergianmu hingga saat ini. Namun semua itu telah kami lalui selama 12 tahun melewati hari-hari tanpa tawa candamu lagi, belajar untuk menciptakan keharmonisan keluarga ini tanpa hadirnya sosok seorang punggung keluarga. Kulantunkan segala terima kasihku kepadamu walaupun singkat waktunya kau menemaniku, namun ada sejuta kenangan yang tak akan kulupakan hingga kapan pun. Terima kasih Ayah. 117

Cara Terbaik untuk Sukses adalah Mencoba Lebih Dari Satu Kali Oleh: Nur Muslimah Nur Muslimah, akrab disapa Ima. Namun, terkadang ada yang lebih suka memanggil saya dengan sebutan Muslimah, tinggal di sebuah kabupaten yang jaraknya beberapa kilo meter dari pusat Kota Makassar, kurang lebih 5- 6 jam perjalanan. Lebih tepatnya di sebuah desa yang sejuk dan kaya akan rempah-rempah, orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan Tampo. Pada tanggal 25 Februari 2004 sekitar 18 tahun silam, sosok seorang wanita hebat mempertaruhkan hidup dan matinya demi kelahiran saya ke dunia ini. Sosok yang sampai hari ini mendukung, dan doanya yang selalu merestui di mana pun dan kapan pun saya berada. Hingga sampai pada saat ini saya dapat merasakan bagaimana kerasnya kehidupan, bagaimana mengatasi masalah, dan saya percaya bahwa pasti ada hikmah di balik semua kejadian di dalam hidup saya sendiri. Sebagai seorang anak perempuan dan terlahir sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Umar dan Ibu Syamsinar, 118

saya merasa memiliki rasa tanggung jawab yang sangat besar karena selain menjadi harapan kedua orang tua dan keluarga, juga menjadi sosok kakak yang mengayomi dan menjadi contoh untuk adik-adik saya. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di tingkat perguruan tinggi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Setelah melewati beberapa tingkatan pendidikan, yang pertama Taman Kanak-Kanak (TK) pada tahun 2009. Saya memulai pendidikan paling dasar di sebuah TK yang berdiri tidak jauh dari kediaman saya. Teringat jelas dalam benak ini bagaimana hari pertama masuk ke dunia sekolah, itu membuat saya merasa takut bahkan air mata sampai menetes karena tidak mau berpisah dengan ayahku yang mengantarkan saya ke sekolah. Saya benar-benar takut karena harus bertemu dengan orang yang baru termasuk guru baru. Ekspektasi yang terlalu tinggi tentang guru yang galak, teman-teman yang cuek ternyata salah. Mereka semua bahkan sangatlah baik dan ramah kepada saya. Setelah melewati masa TK selama kurang lebih 1 tahun, saya melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri yang letaknya juga tidak jauh dari TK. Selama kurang lebih 6 tahun, masa-masa SD ini masih menjadi 119

kesempatan untuk bermain-main, menghabiskan waktu bersama teman-teman, walaupun terkadang kita dipaksa untuk lebih serius untuk menjadi pelajar yang rajin belajar. Setelah mengenyam pendidikan Sekolah Dasar 6 tahun tersebut. Pada akhirnya saya menentukan di mana akan melanjutkan pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Waktu itu saya dan kedua orang tua sedang berdiskusi tentang di mana akan melanjutkan pendidikan, awalnya ibu menawarkan untuk masuk ke Pondok Pesantren Tahfiz, namun saya menolak. Saya lebih memilih untuk masuk ke SMP umum. Entah mengapa pada malam harinya, saya tiba-tiba kepikiran untuk memilih masuk ke pesantren. Akan tetapi, pesantren yang saya inginkan ini bukan pesantren seperti yang ibu saya tawarkan. Tibalah saya di salah satu pondok pesantren yang ada di Kabupaten Enrekang, letaknya tepat di Kecamatan Maiwa. Pondok Pesantren Modern Rahmatul Asri namanya. Untuk melewati masa-masa ini, alias masa-masa hidup di asrama pesantren, sangatlah sulit bagi saya. Apa lagi saya yang notabenenya sangat manja dengan orang tua. Di lingkungan pesantren dan jauh dari kedua orang tua, di situ saya dididik dan ajarkan harus mandiri. 120

Beradaptasi dengan lingkungan hidup yang baru dan mencari teman yang baru lagi. Nah di sini maksudnya mencari teman yang baru, bukan berarti teman yang lama kita lupakan. Saya masuk di pesantren tidak sendiri, ada teman dari SD bahkan dari TK yang juga masuk ke pesantren itu. Selama hidup di pesantren, banyak sekali lika-liku kehidupan yang harus dihadapi dan memaksa kita untuk menjadi lebih baik, disiplin waktu, mandiri, lebih banyak bersabar dan ikhlas. Sebagai contoh bagaimana kita harus mengutamakan antri dalam hal apa pun misalnya untuk makan, mandi, dan lain-lain. Di pesantren selain mendalami ilmu agama, disiplin ilmu pengetahuan umum juga dipelajari. Kita juga dididik untuk menghargai waktu, menghargai sesama manusia. Di sana saya menghabiskan waktu 6 tahun, tingkat SMP 3 tahun dan tingkat SMA 3 tahun. Waktu yang tidaklah singkat, usia-usia seginilah kita diuji terutama dalam hal bersabar, hari pertama saya masuk ke pesantren, perasaan yang sangat aneh, bahkan heran melihat orang-orang yang menangis karena ingin berpisah dengan orang tuanya. Saya heran dengan diri sendiri yang bahkan tidak bersedih sedikit pun saat hari pertama itu. Saya berpikir bahwa mungkin saya memang tidak 121

sedih, ternyata itu salah. Setelah 2 hari tinggal di pesantren barulah saya menangis tersedu-sedu, karena rindu sosok ibu dan ayah. Bahkan saya pernah mencoba membujuk Ibu untuk memindahkan saya kembali ke sekolah umum dengan alasan tidak sanggup menjalani kehidupan di pesantren. Ibu tidak mengizinkan saya untuk pindah dari pesantren, Beliau berkata ‖Sudahlah Nak, jangan menangis, jangan terus-terusan bersedih, jalani saja, ibu dan ayah akan selalu mendukungmu. Toh yang pilih untuk melanjutkan sekolah di pondok juga kamu sendiri, yang sabar dan kuatkan dirimu saja Nak‖. Berkat doa dan dukungan dari kedua orang tua, saya memutuskan untuk mencoba lebih bersabar dan ikhlas lagi untuk menjalani semua yang menjadi aturan yang ada di pondok. Karena sebenarnya di pondok itu semuanya diatur mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Setelah mencoba untuk manjalaninya dengan sabar dan ikhlas, ternyata saya mampu menjalani semua. Saya percaya janji Allah kepada hamba-Nya bahwasanya, ―Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan.‖ Setelah melewati masa-masa pesantren, saatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. 122

Nyatanya untuk masuk ke perguruan tinggi sangatlah sulit karena harus bersaing dengan ribuan isi kepala yang berbeda- beda. Tibalah masanya di mana kita benar-benar harus berjuang demi masa depan yang jauh lebih baik lagi, memang sulit tapi harus untuk dijalani. Langkah awal untuk masuk ke Perguruan Tinggi adalah melakukan pendaftaran. Pada proses ini ada beberapa jalur yang dapat ditempuh seorang calon mahasiswa, pertama jalur SN (seleksi nasional) pada jalur ini saya mendapatkan kesempatan untuk memilih kampus dan jurusan yang diimpikan. Di sini saya masih bingung, ―Mau ambil jurusan apa sih?‖ Lalu saya mencoba untuk mencari saran dari Ustaz dan Ustazah di pesantren. Tak sedikit yang memberikan saran, saya pun memutuskan untuk memilih Jurusan Ilmu Gizi di salah satu perguruan tinggi swasta ternama yaitu Universitas Hasanuddin. Setelah menyelesaikan tes dan seiring berjalannya waktu, tibalah hari yang dinanti-nantikan, keluarlah hasil pengumuman dan ternyata saya dinyatakan tidak lulus. Mungkin kecewa pasti, karena itulah jurusan yang saya ingin masuki. Saya tidak ingin berlarut-larut dalam kekecewaan karena tidak lulus, untuk itu saya kemudian mulai mencoba 123

keberuntungan lain. Berdampingan dengan ketidaklulusan saya di Unhas, ternyata ada jalur yang namanya SPAN-PTKIN jalur ini sama dengan jalur SN namun bedanya jalur ini dikhususkan untuk kampus yang dinanungi oleh Kementerian Agama (KEMENAG). Saya mulai mendaftar pada jalur ini dengan Jurusan Kesehatan Masyarakat, karena memang sebenarnya saya sangat ingin dan bercita-cita menjadi seorang tenaga medis yang setelah kuliah ingin kembali dan mengabdi kepada masyarakat. Lagi dan lagi keberuntungan belum berpihak kepada saya, kemudian setelah mendengar pengumuman yang sudah keluar saya juga dinyatakan tidak lulus. Selain mendaftar di Jurusan Kesehatan Masyarakat, di sisi lain juga saya mencoba untuk mendaftar diri di salah satu kampus kesehatan yang ada di Kota Makassar. Sayangnya masih juga belum lulus. Masih sama dengan semangat dan tekad untuk kuliah, saya terus mencoba pada tahap kedua Jalur SBMPTN. Saya kembali mendaftar juga belum lulus- lulus. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik, jadikan masa lalu untuk mendewasakan diri, jangan menyerah dan jangan putus asa, Sebab, setiap masalah pasti punya makna indah. Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri, 124

dan hari ini adalah anugerah. Lupakan kemarin, jangan khawatir untuk besok dan hiduplah hari ini. Hidup tidak ditentukan oleh orang lain,. Tetapi, oleh kita sendiri. Kebanyakan dari kita tidak bersyukur atas apa yang sudah kita miliki, tapi kita kebanyakan menyesali sesuatu hal yang belum kita capai. Berhati-hatilah jangan sampai lupa diri, hidup ini harus disyukuri bukan untuk dikufuri, sebuah kesalahan terbesar adalah ketika kita tidak percaya pada apa yang kita miliki. Semua yang sudah Tuhan berikan sudah tertakar dan tidak akan pernah tertukar. Dengan yang lain, semua orang sudah punya porsinya masing-masing untuk menjalani hidup. Masalah sekecil apa pun akan terasa besar ketika masuk pada hati yang sempit. Dan masalah sebesar apa pun akan terasa kecil ketika masuk pada hati yang lapang. Hampir putus asa dengan keadaan, lagi dan lagi sosok ayah dan ibu tak pernah lelah perihal men-support dan mendoakan saya. Ibu kemudian menyarankan untuk kembali mendaftar, dan mencoba untuk kembali mencari keberuntunganku yang mungkin tertunda. Saya mulai lagi mendaftar di kampus keagamaan yaitu UIN Alauddin Makassar lewat Jalur UM-PTKIN. 125

Setelah melewati proses panjang, alhamdulillah berkat usaha dan kerja keras, tak lupa juga doa dan dukungan dari kedua orang tua, saya akhirnya dinyatakan lulus. Di sini saya berpikir bahwa mungkin inilah yang terbaik menurut Allah untuk hamba-Nya ini, dengan berusaha berpikir positif kepada Allah. Saya percaya kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, cara yang terbaik untuk sukses adalah mencoba lebih dari satu kali. Hidup bukan cuma mewajibkan kita untuk menghadapi dan mencari jalan keluar dari sebuah masalah. Namun, juga tentang caranya untuk kita rela menerima adanya masalah. Sebab, tidak semua masalah perlu untuk dihindari, sebagian adalah ujian dari Tuhan yang Maha Penyayang, untuk kita nikmati. Apa yang terjadi pada diri kita itu adalah yang terbaik untuk kita, terkadang kita juga harus menikmati derita. Sebab, setiap individu memiliki masalahnya sendiri. Apa yang kita anggap itu baik belum tentu baik untuk diri kita, dan begitupun sebaliknya, apa yang kita anggap buruk terkadang itulah yang terbaik. Sebab apa yang terlihat baik belum tentu benar-benar baik, apa yang terlihat buruk belum tentu benar-benar buruk. Perbuatan kita sendirilah yang 126

membuat kita bahagia atau menderita, bukan kebajikan atau kejahatan orang lain. Ukuran bahagianya manusia tidak terlepas pada kata sabar, syukur, dan ikhlas. Hidup terus menjadi sebuah misteri, kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Kenyataan itu pahit, makanya dianggap sebagai sebuah keniscayaan dalam hidup, sehingga berani untuk menghadapinya adalah sebuah sebuah keharusan, dan itu lebih baik ketimbang membiarkan diri tenang dalam ketidaktahuan, membiarkan diri tenang dalam kepalsuan dunia. Maka yang perlu kita ingat bahwasanya manusia sudah punya tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, dan hidup kita ini akan membawa dampak atau nasib pada kehidupan yang lain, entah itu pada manusia terkhususnya atau alam semesta pada umumnya. Hiduplah seakan-akan kita akan meninggal besok pagi, dan belajarlah selayaknya kita akan hidup selama-lamanya. Ada yang berubah dan ada yang bertahan seiring berkembangnya zaman. Tapi satu yang pasti, kepercayaan harus terus diperjuangkan. Jika sudah waktunya tiba, kita semua mungkin akan mencapai suatu titik di mana kesendirian dan kesepian menggerogoti isi kepala, kegelisahan bermunculan tapi 127

terkadang kita tidak mengerti dan mengetahui apa yang sebenarnya sedang kita gelisahkan. Bagaimana sistem kerja gelisah itu sendiri menjadi sesuatu hal yang abstrak. Semuanya terasa berat dalam ruang dan waktu yang kadang melelahkan batin. Kita terlalu dititikberatkan pada dunia yang kadang tidak bisa dikendalikan dalam genggaman. Kita punya rencana tapi Tuhan punya kehendak, yakin dan percayalah bahwa Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Kita tidak bisa melawan waktu, sebab apa yang dikatakan dalam puisi oleh seorang Sastrawan Indonesia almarhum Bapak Sapardi Djoko Damono, itu ada benarnya ―Kita abadi dan yang fana itu waktu‖ Bahagialah secukupnya dan bersedihlah seadanya saja, jangan terlalu berlarut dalam kesedihan. Sangatlah penting untuk tetap bersikap baik-baik saja meskipun sedang dalam keadaan sedih, karena itulah salah satu cara bertahan yang baik secara bertahap, kita bisa karena terbiasa. Setelah melewati proses yang panjang yang berliku. Awal pertama kali dinyatakan lulus, betapa bahagianya saya, meskipun tidak sesuai dengan jurusan yang saya inginkan tetapi saya bersyukur bisa sampai melanjutkan pendidikan ke 128

perguruan tinggi. Mungkin Ini adalah jurusan yang terbaik menurut Allah. Saya percaya bahwa Tuhan tidak akan membebani seorang hamba-Nya melainkan dengan kesanggupan seorang hamba-Nya, dalam artian Tuhan maha tahu apa yang terbaik buat saya secara peribadi, orang tua, keluarga, agama dan bangsa. Tuhan tahu bahwa saya sanggup untuk melewati sebuah proses dalam perkuliahan ini, sehingga apa yang menjadi kesulitan pasti ada kemudahan. Mungkin saya berpikir bahwa saya salah dalam memilih jurusan ini, tapi ini adalah sebuah rezeki yang memang harus saya syukuri. Bertemu dengan orang-orang baru, dan bagaimana hubungan kemanusiaan bisa terjalin. Biarkan semuanya berjalan seperti semestinya dan berakhir dengan seharusnya. Nikmati proses dan jangan banyak protes, sekecil apa pun proses hargailah, itu sangat berharga, karena akan berdampak pada sebuah perubahan yang lebih baik ke depannya. Banyak orang yang kemudian berpikir untuk bisa mengubah suatu tatanan berskala universal, tapi lupa dengan mengubah dirinya terlebih dahulu. Jadilah diri kita sendiri, orang yang paling mengerti kita, orang yang paling menghargai kita adalah orang yang sebenarnya kita lihat saat berada di depan cermin, yaitu diri kita sendiri dan bukan orang 129

lain. Mereka hanya mengenal siapa kita, tapi tidak pernah mengenal tentang bagaimana cerita kita, bahagia bukan milik orang-orang yang hebat dalam segalanya. Namun, orang- orang yang mampu temukan hal sederhana dalam hidupnya. Kita harus siap berkorban materi, waktu, tenaga, pikiran, perasaan, dan air mata. Jangan pernah berhenti untuk terus belajar, karena hidup akan senantiasa memberikan pelajaran hidup yang akan mendewasakan. Sederhanakan diri, ingatlah bahwa ke depannya masih sangat panjang perjalanan hidup untuk dihadapi. Jangan pernah merasa diri kita paling lemah, berhentilah untuk mengasihani diri sendiri, kita harus ingat bahwa kita terlahir dari perjuangan seorang wanita mulia yang hebat. Pemenang itu bukan yang tidak pernah gagal. Tapi, yang tidak pernah berhenti untuk terus berjuang. Ikuti alurnya, nikmatilah prosesnya, hasil tidak akan mengkhianati proses dan Tuhan Maha tahu kapan kita harus bahagia, jangan pernah khawatir untuk hari esok, karena segala yang terbaik sudah Tuhan siapkan untuk kita yang senantiasa bersyukur. Kita tidak perlu menjadi hebat untuk memulai. Tetapi, kita perlu memulai untuk menjadi hebat, cara yang paling sederhana 130

adalah tidak perlu berusaha untuk jauh lebih baik dari orang lain, cukup berusaha untuk jauh lebih baik dari diri kita yang dahulu. Setelah mengikuti rangkaian agenda penerimaan mahasiswa baru atau biasanya disebut orang terkhusus mahasiswa UINAM, yaitu, Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK). Awal menjalani perkuliahan tentunya semua orang pasti akan bahagia, merasa bangga sebagai seorang mahasiswa, begitu pun dengan saya sendiri dan semester- semester awal pastinya sangat bersemangat untuk menjalani perkuliahan. Namun apa yang diinginkan semasa SMA tidak sesuai dengan ekspektasi, seiring berjalannya waktu, mata kuliah pun dirasa sangat sulit untuk dipahami, tugas-tugas menumpuk dan tuntutan dari dosen untuk bisa memahami mata kuliah yang diberikan. Bahkan keluhan kebanyakan teman-teman saya adalah jangan sampai salah jurusan. Sudahlah, tidak perlu lagi banyak alasan, dunia tidak peduli keluh kesah kita, sekarang yang terpenting adalah tinggal kita yang membuktikannya saja. Kita bukan pecundang dan penakut yang mencoba lari dari masalah dan masalah tidak akan menghancurkan kita. Bangunlah jiwa dan 131

bangunlah raga untuk melawan rasa tidak baik-baik saja. Entah itu bahagia atau tidak, itu bukan bergantung pada situasi, keadaan, dan nasib hidup. Tapi hanya sekadar suasana perasaan dalam hati kita saja. Semakin kita lihai dalam bersabar dan bersyukur, maka semakin besar kita bisa tenang dan bahagia. Hidup itu tidak rumit, hidup itu tidak susah, hanya saja akal dan pikiran kita saja yang membuat hidup itu semakin rumit. Sebab, kita terlalu memikirkan apa yang belum seharusnya kita pikiirkan, apa yang memang tidak penting dalam keberlangsungan hidup. Kita selalu over thinking dan insecure untuk melihat dunia yang sebenarnya tidak ideal. Kita selalu membanding-bandingkan sesuatu hal yang dimiliki orang lain, dan itu yang kemudian membuat kita pesimis, tidak percaya diri. Seharusnya kita bersyukur dan ikhlas menerima diri kita yang memang pada hakikatnya adalah tidak sempurna. Teruntuk semua pejuang kehidupan, ucapan terima kasih dari saya, karena tidak pernah menyerah, masih berdiri tegar. Jangan pernah menyerah, jangan pernah berhenti walau langkah semakin berat, bertambahnya beban yang tertancap di pundak. Gagal itu biasa, tapi, jangan buat kegagalan itu menjadi suatu kebiasaan. Mungkin di ujung nanti banyak hal- 132

hal baik yang menanti untuk dijemput. Tetap semangat karena kita tidak tahu apa yang sedang Tuhan persiapkan di akhir perjuangan. Tuhan tidak akan membebani kita dengan percuma, melainkan sesuai dengan kesanggupan kita. Tuhan tahu kita pasti mampu untuk menjalankan ini semua, makanya janji Tuhan itu tidak akan pernah mengecewakan kita sebagai hamba-Nya yang tiada daya dan upaya ini. Bahwasanya sesungguhnya bersama kesulitan pasti akan ada kemudahan. Sabar, selalu ada bahagia di akhir rintangan. Bahagia untuk kita semua.... 133

Kehidupanku di Masa Covid-19 Oleh: Muh. Idris Aku anak bungsu dari empat bersaudara. Pada tgl 2 Maret 2020 munculnya virus baru yang bernama COVID-19. Di saat melanda, di situlah awal mulanya sesuatu yang berbeda terlihat di pandanganku tentang dunia luar. Yang awalnya dunia ini berwarna-warni menghiasi pandanganku, tetapi di saat COVID-19 melanda, pandanganku serasa suram dunia ini. Semua kantor, sekolah, dan tempat kerja ditutup. Sehingga para karyawan terpaksa diberhentikan dan mengakibatkan warga Indonesia bertambah pengangguran dengan jumlah 14,4%, dan orang tua saya juga mengalami 2 tahun tidak bekerja dan tidak ada pemasukan. Di sisi lain pejabat kelihatan begitu santai dan koruptor di mana-mana. Saya sering sekali bertanya pada diriku sendiri, ―Ada apa dengan dunia ini, apakah Tuhan mulai bosan melihat tingkah laku kita?‖ Sambil melihat-lihat orang, penuh dengan kekerasan dan susah payah banting tulang demi sesuap nasi. Di mana-mana orang begitu takut berkomunikasi dengan tetangganya, menimbulkan sikap acuh tak acuh terhadap sesamanya. 134

Di saat yang bersamaan orang tua saya begitu takut setiap melihat berita yang beredar. Raut wajahnya begitu cemas, membuktikan bahwa dia sedang panik sehingga orang tua memutuskan untuk pulang kampung sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Dengan terus berjalannya waktu, hari demi hari, sudah tak terasa dua bulan begitu hampa. Aku rasakan begitu bosan dengan keadaan sekitar, tak punya kawan untuk diajak ngobrol. Di sisi lain aku merenung, mengapa waktu sekolah begitu senang ketika mendengar yang namanya libur……pada waktu yg bersamaan, kutanya bapak kapan kembali ke Makassar. Bapak; ―Jangan dulu COVID-19 masih melunjak-lunjak sampai-sampai masjid ditutup meski salat Jumat.‖ Aku; ―COVID-19 hanya dibesar-besarkan oleh pemerintah itu bukan jumlah kasus yang benar, orang bersin, batuk, puyeng langsung dikatakan COVID-19.‖ Sembari aku mematikan TV yang ditontonnya. Dua pekan setelahnya. Bapakku memutuskan untuk balik ke Makassar. 135

Sesampainya di Makassar kami dilarang untuk keluar rumah selama 2 hari, meski hari-hari setelahnya dibatasi. Hari berlalu sampai kami kehabisan simpanan belanja. Di saat bersamaan SPP sekolah juga sudah melonjak banyak, terpaksa aku memutuskan berhenti sekolah tanpa memberi tahu guru. Waktu itu pula aku ikut ke sepupu dari Ibuku untuk ikut ke tempat kerjanya yaitu diko mobil (cat mobil). Gajiku pagi hingga petang Rp. 50 ribu. Kerjaku hanya mengamplas, hari demi hari satu bulan tak terasa aku bekerja gajinya selalu telat, diakibatkan oleh bosnya yang juga kehabisan dana. Saat itu kuputuskan untuk berhenti. Empat minggu berlalu, ada temanku mengajakku untuk kerja bangunan, yang gajinya Rp. 60 ribu per hari. Gajinya tidak pernah telat, tetapi tubuhku yang lelah dan tidak tahan dengan pekerjaan tersebut. Saat itu saya hanya bertahan dua minggu lalu kuputuskan untuk berhenti. Hari terus berjalan COVID-19 sudah mulai reda. Kakak saya mengajak untuk kerja di Pasar Butung, dengan resiko harus 136

buang yang namanya rasa malu-malu dikarenakan pegawainya wanita semua. Kuputuskan untuk ikut demi mendapatkan pekerjaan, daripada menganggur tdk jelas, dan juga orang tua saya pekerjaannya penjahit pakaian sekolah. Pastilah tidak ada pemasukan diakibatkan tutup sekolah. Awal aku masuk sebagai pegawai toko, aku sangat malu karena cuma saya laki-laki. Aku disuruh untuk memanggil pembeli, dan kupanggilah dengan suara begitu kecil. Hari-hari sudah berlalu dan membuatku terbiasa dengan keadaan. Waktu pun mulai normal sekolah, kantor, pekerjaan sudah mulai kembali normal, dan orang tuaku menyarankanku untuk melanjutkan pendidikanku. Maka kulanjutlah dengan perasaan gelisah akan namanya mogok kelas memenuhi pikiranku. Tetapi kuberanikan ke sekolah. Sesampainya di sana pandanganku bagaikan orang asing, sekali kubertemu dengan sahabatku, dia menyemangatiku untuk tidak panik. Alhamdulillah aku tidak mogok sekolah diakibatkan adanya COVID-19. 137

Inilah kisahku, saya atas nama Muh.Idris, pesanku selalulah bersyukur di setiap cobaan, karena setiap cobaan mempunyai pelajaran tersendiri. 138

My Life Oleh: Dheby Septiani Hidup adalah sebuah perjalanan, yang membawa kita dari sebuah titik menuju titik berikutnya. Setiap titiknya saling berhubungan sehingga membentuk sebuah kata yaitu kehidupan. Yang diawali dengan kelahiran dan berujung kematian, salah satunya ada tawa dan air mata. Hanya saja terkadang membuat kita takut, bingung, harus berbuat apa, bagaimana, dan terkadang kita berputus asa. Yaa seperti itulah kehidupan. Aku tidak pernah berpikir tentang masa depanku. Hingga muncul di benakku akan jadi seperti apa aku di masa depan? Namaku Dheby aku hanyalan seorang gadis biasa dan menjalani hidup sederhana. Saya melanjutkan pendidikanku di salah satu sekolah di kampungku yaitu SMKN 2 WAJO dan dipertemukan dengan teman yang baik, yang selalu men- support dan mendukungku dalam segala hal. Tidak lama lagi kami akan melaksanakan ujian dan itu tinggal menghitung hari, sebab itu kami sesering mungkin mengadakan pertemuan, membuat acara bersama. Tepat pada bulan Mei 2022, ujian 139

dimulai dalam waktu satu minggu dan dilanjutkan acara perpisahan. Setelah ujian dan acara selesai kami berkumpul lagi untuk yang terakhir kalinya di rumahku dan di situlah kami saling sharing langkah apa yang harus kami tempuh selanjutnya dan hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun temanku. Salah satu mereka bertanya padaku, \"Dheby kamu ingin melanjutkan kuliahmu di mana dan ingin jurusan apa? \"Aku ingin melanjutkan kuliahku di Universitas Hasanudin dan jurusan yang sesuai dengan jurusanku di SMK.\" Jawabku. Mereka sangat men-support dan menyemangatiku. Kata mereka aku harus berjuang untuk mencapai apa yang kunginkan dan saling mendoakan semoga kita semua sukses dan bertemu kembali. Merekapun juga mengatakan apa yang mereka inginkan dan di situlah perkumpulan terakhir di masa SMK, sambil berpelukan tak terasa air mata mengalir di pipiku. ―Sampai jumpa di tangga kesuksesan.‖ Pendaftaran SNMPTN tinggal beberapa hari lagi kupersiapkan segala berkas persyaratannya. Tibalah hari yang kutunggu, pendaftaran pun terbuka dengan mengucapkan bismillah. Kubuka link pendaftaran dan mengisi semua linknya 140

sesuai dengan apa yang ditentukan oleh universitas pada saat itu. Aku mendaftar di dua universitas, pertama di Universitas Hasanuddin dengan Jurusan Teknik Sipil, dan kedua di Universitas Negeri Makassar dengan Jurusan Manajemen. Pada saat pengumuman SNMPTN aku melihat warna merah layar komputer itu menandakan bahwa tidak lulus seleksi tersebut. Aku terdiam sejenak melihat layar komputer, yah tidak semua hal akan berjalan sesuai dengan keinginan sambil tersenyum dan menjadi takdirku. Tapi aku tidak boleh menyerah sampai di sini selama nafas kehidupan masih terhembuskan dan selagi ada dukungan dari orang tua aku tidak boleh kehilangan harapan. Pendaftaran SBMPTN kembali terbuka, kudaftarkan diriku di dua universitas, pertama kembali Universitas Negeri Makassar dengan Jurusan Teknik Sipil dan kedua di Politeknik Negeri Ujung Pandang dengan Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan. Kuberharap pendaftaran kali ini lulus tapi ternyata kembali dikecewakan yang kedua kalinya. Pada waktu itu harapan dipatahkan, dan langkah yang dihentikan paksa, dunia yang luas terasa begitu menyesakkan. Beberapa hari kemudian pendaftaran UM-PTKIN terbuka kucoba daftar lagi bersama temanku karena berharap 141


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook