KUMPULAN MAKALAH PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA PROF. DR. ARMAI ARIEF, M.AG DR. AHMAD SURYADI, M.PD DOSEN PENGAMPU DOSEN PENGAMPU
PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL Disusun Oleh : Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan Angkatan 2019 TRI ESA SAIDA NUR ANISA, ZULFAHMI, MELINDA INDANA NASUTION, ADYNDA, HUURIYAH, INTAN ANGGRAINI, TIARA SANGKAN NINGRUM RIZAL, ENOK KURNIASIH, INDRA MUNAWAR, TYASTI ARYANDINI, KUKUH SETIAWAN, TUTI HARYATI, PUTRI NOVITA SARI, M. ARIF SHUBCHAN, NURFAUZIAH, ISKANDAR BALAD, CHAIRINA, ROHYANAH, MUHAMMAD THOHA ABDURROHMAN, NUR HIKMAH,
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN TUJUAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Pengembangan Sistem Instruksional Dosen Pengampu : Prof. Dr. Armai Arief, MA Disusun Oleh : Indra Munawar : 2019860008 Chairina : 2019860042 Enok Kurniasih : 2019860031 Program Studi Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2020
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teori-teori tentang bagaimana siswa belajar, berkembang bermacam-macam paket atau media belajar, ditemukannya metode-metode belajar baru, telah mendorong para pendidik untuk mencari pendekatan baru dalam mengembangkan sistem dan disain instruksional. Pendekatan baru ini didasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja bersama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang mendapatkan perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem. Konsep sistem ini menurut Kemp (1977, p. 6) \"refers to the terhnleal integration of men and machine\". Konsep pendekatan sistem (systems approach) tersebut membedakan mana-mana tugas yang kiranya lebih baik bila dikerjakan oleh manusia, dan mana yang paling baik bila dilakukan oleh mesin. Diterapkan kepada kegiatan pendidikan, konsep pendekatan sistem pada hakekatnya adalah proses untuk menemukan suatu cara untuk memecahkan problem pendidikan dan mencari altematif pemecahannya. Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain instruksional, pengembangan sistem instruksional, pengembangan program instruksional, pengembangan produk instruksional, pengembangan organisasi, dan pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer yang lazim digunakan
adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan padanan dari istilah “instructional development”. Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat. Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan untuk satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan satu sistem yang lebih besar lagi. Atas dasar itulah Gustafson (dalam Sadiman, 1986:13) membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem instruksional, yakni: (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan produk, dan (d) tingkatan organisasi. Setiap tingkatan tersebut memiliki fungsi dan model-model yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. B. Rumusan Masalah 1. Apakah Pengertian dari Sistem Instruksional dan Pengembangan Sistem Instruksional ? 2. Apa saja Ruang Lingkup Sistem Instruksional ? 3. Apa saja Tujuan Pengembangan Sistem Instruksional ? C. Tujuan Permasalahan Melalui pembahasan dalam makalah ini, agar diketahui tentang 1. Pengertian dari Sistem Instruksional dan Pengembangan Sistem Instruksional 2. Ruang Lingkup Sistem Instruksional 3. Tujuan Pengembangan Sistem Instruksional
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ada banyak pengertian mengenai sistem instruksional dan pengembangan sistem intruksional yang dapat kita jumpai dalam berbagai kepustakaan, yang rumusannya saling berbeda. Untuk memperoleh pengertian yang komprehensif, berikut ini diberikan beberapa konsepsi dasar yakni: Sistem intruksional menunjukkan pengertian pengajaran sebagai suatu sistem, yaitu suatu kesatuan yang terorganisasi yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai yang diinginkan. Komponen tersebut antara lain materi pelajaran, metode, alat, dan evaluasi yang semuanya ini berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Pengembangan instruksional adalah pengembangan sumber-sumber belajar secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku. AETT (dalam Miarso, 1988: 8). Dari beberapa konsepsi dasar tentang pengembangan sistem instruksional, maka dapat ditarik kesimpulan. Pengembangan sistem instruksional adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menggunakan konsep sistem dalam kegiatan instruksional menghasilkan pemahaman yang oleh Smaldino, Sharon E, Russel, James D, Heinich, Robert, dan Molenda, Micheal (2005, hal.25) dinyatakan bahwa sebagai interrelated component that work together, effectivelly and reliably, within a particular framework to provide learning activities necessary to acomplish a learning goal. Sebagai contoh, berbagai jenis kegiatan dalam instruksional seperti tatap muka, kegiatan instruksional melalui televisi dan radio, paket belajar mandiri, berbasis web (internet/intranet), instruktional dalam laboratorium, workshop, seminar dan teleconferencing. Komponen dari setiap jenis kegiatan itu berbeda atau tidak seluruhnya sama. Namun sama-sama memiliki tujuan, alat evaluasi, isi, metode,
media/alat dan waktu instruksional. Komponen tersebut memiliki fungsi dan juga terintegrasi serta berintegrasi sebagai satu kesatuan yang mengarah pada pencapaian tujuan instruksional. Menurut Hamzah B. Uno, bahwa komponen strategi instruksional ada 5 komponen, yaitu: Kegiatan pendahuluan. Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Penyampaian Informasi. Dalam kegiatan ini, guru juga harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapinya. Dengan demikian, informasi yang disampaikan dapat diserap oleh peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi. Partisipasi Peserta Didik. Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Artinya bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Tes. Serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan apakah pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Kegiatan ini biasanya dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran. Kegiatan Lanjutan. Langkah ini dilakukan sebagi evaluasi atas proses instruksional yang telah berjalan. B. Ruang Lingkup Untuk mengembangkan suatu sistem pengajaran atau sistem intruksional maka semua komponen tersebut harus diorganisasi secara harmonis sebagaimana pengajaran yang harus kita lihat sebagai keseluruhan atau sebagai suatu sistem. Pengertian sistem intruksional dapat ditetapkan dalam ruang lingkup yang luas, ruang lingkup yang sempit dan ruang lingkup yang sangat terbatas (micro-system). Yang dimaksud dengan ruang lingkup yang luas adalah suatu
sekolah dalam tingkat tertentu, lingkup yang sempit adalah untuk meta pelajaran tertentu. C. Tujuan Pengembangan Sistem Instruksional Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan itu dapat tercapai melalui penataan pendidikan yang baik. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak yang berkompeten dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, upaya-upaya tersebut mencakup hampir disetiap komponen pendidikan seperti penyempurnaan kurikulum pendidikan, peningkatan kemampuan guru, pengadaan media belajar mengajar, penataan organisasi, dan manajemen pendidikan serta usaha-usaha lain yang berkenaan dengan peningkatan mutu dan kualitas pendidikan. Akan tetapi dalam dunia pendidikan di negeri kita ini, kebanyakan guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi masih cenderung berlangsung satu arah (one way) umumnya dari guru ke siswa. Model dan Pendekatan Pembelajaran masih bersifat konvensional yang berpusat pada guru (teacher center) dengan guru sebagai sumber belajar, akibatnya pembelajaran cenderung monoton, peserta didik cepat merasa jenuh, dan prestasi belajar jauh dari yang di harapkan. Oleh karena itu, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi model, pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Salah satu model pengajaran adalah PPSI. PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) yaitu suatu model pengajaran yang teroragisasi yang terdiri atas komponen yang menitik beratkan pada tujuan pengajaran. Sehingga pengajaran selalu mengacu pada tujuan pendidikan khususnya tujuan instruksional. Pengembangan instruksional adalah terminology yang berkembang sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu. Penerapannya di Indonesia mulai popular seiring dengan penggunaan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) pada permulaan 1970, khususnya dalam mengiringi munculnya Kurikulum 1975 yang berlaku untuk tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah. Sejak saat itu
pengembangan instruksional menjadi kegiatan yang lebih menonjol, tidak saja di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah tetapi juga di perguruan tinggi dan lembaga pendidikan dan pelatihan (Diklat). Clarence Schauer (1971) menyebutkan Pengembangan Instruksional sebagai perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasikan masalah belajar dan mengusahakan pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan suatu rencana terhadap pelaksanaan, evaluasi, uji coba, umpan balik dan hasilnya. Hamreus (1971) menyebutkan Pengembangan Instruksional sebagai proses yang sistematis untuk meningkatkan kualitas kegiatan instruksional, dan Buhl (1975) menyebutnya sebagai suatu set kegiatan yang bertujuan meningkatkan kondisi belajar bagi siswa. Kedua ahli di atas lebih menitikberatkan pengertian pengembangan instruksional pada tujuan atau maksudnya, yaitu memecahkan masalah belajar, meningkatkan kualitas kegiatan instruksional atau meningkatkan kondisi-kondisi belajar. Twelker, Urbach dan Buck (1972) mendefinisikan Pengembangan Instruksional sebagai suatu cara yang sistematis untuk mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud mencapai tujuan tertentu. Menurut Atwi Suparman (2001) bahwa yang dimaksud dengan pengembangan instruksional adalah suatu proses yang sistematis dalam mengidentifikasi masalah, mengembangkan bahan dan strategi instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan instruksional. Dalam susunan bahasa yang lain dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pengembangan instruksional adalah proses yang sistematis dalam mencapai tujuan instruksional secara efektif dan efisien melalui pengidentifikasian masalah, pengembangan strategi dan bahan instruksional, serta pengevaluasian terhadap strategi dan bahan instruksional tersebut untuk menentukan apanya yang harus direvisi. Kedua pengertian di atas mengendung pengertian yang sama, yaitu tujuan atau hasil akhir pengembangan instruksional adalah satu set bahan dan strategi instruksional yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan instruksional. Hasil ini disebut pula system instruksional. Sebagai bagian dari teknologi pendidikan, pengembangan sistem instruksional tentunya mempunyai prinsip dasar yang sama dengan teknologi
pendidikan, yakni: berfokus pada siswa, menggunakan pendekatan sistem, dan berupaya memaksimalkan penggunaan berbagai sumber belajar. Ø Berfokus pada siswa Prinsip ini memandang bahwa, dalam rangka penerapan pengembangan sistem instruksional, siswa adalah sentral kegiatan pembelajaran. Prinsip ini juga memandang bahwa dalam setiap proses pembelajaran, siswa hendaknya bertindak sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa guru adalah pihak yang pasif. Keduanya harus bertindak aktif. Ø Pendekatan sistem Prinsip ini memandang bahwa masalah belajar adalah suatu sistem. Maksudnya, penanganan terhadap satu komponen pembelajaran dalam rangka pelaksanaan pengembangan sistem instruksional harus pula mempertimbangkan integrasi komponen yang lain sehingga diperoleh efek yang sinergistik untuk memecahkan masalah-masalah belajar. Ø Pemanfaatan sumber belajar secara maksimal Prinsip ini memandang bahwa semua komponen sumber belajar baik pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar harus dimanfaatkan secara luas dan maksimal dalam rangka memecahkan masalah-masalah belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
BAB III KESIMPULAN Pengembangan sistem pembelajaran merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dikenal dengan istilah \"pengembangan instruksional. Sistem intruksional menunjukkan pengertian pengajaran sebagai suatu sistem, yaitu suatu kesatuan yang terorganisasi yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai yang diinginkan. AETT . Pengembangan sistem instruksional adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sedangkan untuk ruang lingkup sistem intruksional dapat ditetapkan dalam ruang lingkup yang luas, ruang lingkup yang sempit dan ruang lingkup yang sangat terbatas . Tujuan dari pengembangan sistem instruksional adalah sistem yang dipakai dalam usaha memecahkan masalah belajar, meningkatkan kualitas kegiatan instruksional atau meningkatkan kondisi-kondisi belajar. Sehigga hasil akhir dari pengembangan instruksional adalah strategi instruksional yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan instruksional.
DAFTAR PUSTAKA AECT. (1979). The defenitions of educational technology. Washington. Atwi Suparman, 2014, Desain Instruksional Modern, Jakarta: Penerbit Erlangga. http://fuzie14.blogspot.com/2014/12/makalah-pengembangan-sistem.html https://sayidbukhari.blogspot.com/2016/03/sistem-instruksional.html http://pengertiandanartikel.blogspot.com/2017/03/sistem-instruksional-pembelajaran- dan.html
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Sistem Instruksional Disusun Oleh : 1. Muhammad Thoha Abdurrohman (2019860016) 2. Munawwir (2019860036) 3. Ridwan Aripin (2019860033) Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Arma’i Arief, M. Ag PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 1442 H/2020 M
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kita semua, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita baginda besar Nabi Muhammad SAW. karena beliaulah yang membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang yang di terangi oleh iman, islam dan ikhsan. Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan . karena itu sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Arma’i Arief, M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Sistem Instruksional yang mana telah membimbing kami dalam proses perkuliahan. 2. Orang tua kami yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan dorongan serta bantuan baik dari segi materi, maupun moral. Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, kami sangat mengharapakan kritik dan saran, guna untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang, semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita Amin. Jakarta, 05 Oktober 2020
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................ DAFTAR ISI.......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ............................................................................ B. Rumusan maslah ........................................................................ C. Tujuan masalah............................................................................ BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian pengembangan sistem pembelajaran.......................... B. Prinsip-prinsip dasar pengembangan sistem pembelajaran.......... BAB III PENUTUP A. Simpulan...................................................................................... B. Saran............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain instruksional, pengembangan sistem instruksional, pengembangan program instruksional, pengembangan produk instruksional, pengembangan organisasi, dan pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer yang lazim digunakan adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan padanan dari istilah “instructional development”. Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat. Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan untuk satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan satu sistem yang lebih besar lagi. Atas dasar itulah Gustafson (dalam Sadiman, 1986:13) membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem instruksional, yakni: (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan produk, dan (d) tingkatan organisasi. Setiap tingkatan tersebut memiliki fungsi dan model-model yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam makalah ini akan dijelaskan secara lebih terperinci mengenai pengembangan sistem instruksional. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah: Apakah prinsip dasar pengembangan Sistem Instruksional? C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana konsepsi dasar pengembangan sistem instruksional; 2. Untuk mengetahui prinsip dasar pengembangan sistem instruksional; 3. Untuk mengetahui tingkatan pengembangan sistem instruksional; 4. Untuk mengetahui model-model pengembangan sistem instruksional D. Manfaat Pembahasan Dari pembahasan makalah ini maka diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam memahami pembahasan ini dan untuk menambah wawasan pembaca.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pengembangan Sistem Instruksional Mengenai pengertian pengembangan sistem instruksional sebetulnya sudah dijelaskan pada kelompok sebelumnya, akan tetapi sengaja kami menuliskan kembali guna sebagai review pembahasan. Ada banyak pengertian pengembangan sistem intruksional yang dapat kita jumpai dalam berbagai kepustakaan, yang rumusannya saling berbeda. Untuk memperoleh pengertian yang komprehensif, berikut ini diberikan beberapa konsepsi dasar yakni: Sistem instruksional adalah semua materi (konsep) pembelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan yang sebenarnya (Baker, 1971:16). Hal ini menunjukkan bahwa materi pembelajaran yang akan guru sampaikan kepada warga belajar harus materi yang telah teruji validitas dan reliabelnya. Materi pembelajaran yang valid dan reliabel akan sangat mendukung pencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Di samping itu, walaupun materi pembelajaran sudah valid dan reliabel, tetapi kalau cara penyampainnya kurang baik, besar kemungkinan tujuan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, diperlukan cara penyampaian atau cara pembelajarannya, yaitu metode yang telah teruji pula, yang memungkinkan dapat digunakan dengan baik pada pelaksanaan pembelajaran. Adapun yang dimaksud dengan disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam kegiatan ini termasuk pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan evaluasi hasil belajar (Briggs, 1979:2). Hal ini menggambarkan adanya pengkajian kebutuahan diperlukan warga belajar. Apabila telah ditemukan kebutuhan siswa lalu dirumuskan dalam bentuk tujuan pembelajaran. Untuk pencapai tujuan pembelajaran diperlukan teknik-teknik pembelajaran untuk mengkaji, menelaah, dan bahkan menerapkan materi pembelajaran agar mencapi tujuan yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini : 1. Perencanaan pembelajaran (disain instruksional) mencakup penyusunan bahan ajar (paket pembelajaran), ada langkah-langkah pengajaran yang disebut kegiatan mengajar, bahkan ada uji coba untuk mencari perbaikan-perbaikan (revisi), dan diakhiri dengan ke-giatan penilaian (evaluasi). 2. Pengembangan pembelajaran adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam desain, produksi, evaluasi, dan pemanfaatan sistem pembelajaran yang lengkap termasuk komponen-komponennya dan contoh manajemen penggunaannya. (AECT ,1979: 20). 3. Pengembangan instruksional adalah pengembangan sumber-sumber belajar secara sistematik agar dapat terjadi perubahan perilaku. AETT (dalam Miarso, 1988: 8).
Dari beberapa konsepsi dasar tentang pengembangan sistem instruksional, maka dapat ditarik kesimpulan. Pengembangan sistem pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sistematis dalam menilai, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem pembelajaran (peserta didik, tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi) demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. B. Prinsip-prinsip Dasar Pengembangan Sistem Instruksional Sebagai bagian dari teknologi pendidikan, pengembangan sistem instruksional tentunya mempunyai prinsip dasar yang sama dengan teknologi pendidikan, yakni: berfokus pada siswa, menggunakan pendekatan sistem, dan berupaya memaksimalkan penggunaan berbagai sumber belajar: 1. Berfokus pada siswa Prinsip ini memandang bahwa, dalam rangka penerapan pengembangan sistem instruksional, siswa adalah sentral kegiatan pembelajaran. Prinsip ini juga memandang bahwa dalam setiap proses pembelajaran, siswa hendaknya bertindak sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa guru adalah pihak yang pasif. Keduanya harus bertindak aktif. 2. Pendekatan sistem Prinsip ini memandang bahwa masalah belajar adalah suatu sistem. Maksudnya, penanganan terhadap satu komponen pembelajaran dalam rangka pelaksanaan pengembangan sistem instruksional harus pula mempertimbangkan integrasi komponen yang lain sehingga diperoleh efek yang sinergistik untuk memecahkan masalah-masalah belajar. 3. Pemanfaatan sumber belajar secara maksimal Prinsip ini memandang bahwa semua komponen sumber belajar baik pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar harus dimanfaatkan secara luas dan maksimal dalam rangka memecahkan masalah-masalah belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.1 1 Nur Fuji. Pengembangan Sistem Intruksional. Di Akses http://fuzie14.blogspot.co.id/2014/12/makalah- pengembangan-sistem.html . Pada Rabu 05 Oktober 2020, Pukul 21:04
BAB III PENUTUP A. Simpulan Prinsip pengembangan sistem instruksional tentunya mempunyai prinsip dasar yang sama dengan teknologi pendidikan, yakni: berfokus pada siswa, menggunakan pendekatan sistem, dan berupaya memaksimalkan penggunaan berbagai sumber belajar. B. Saran Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Tulisan ini dibuat sebagai wadah untuk menambah wawasan tentang konsepsi dan model-model dalam pengembangan sistem pembelajaran. Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu yang dapat membantu untuk menanamkan pemahaman tentang tentang media dan teknologi pendidikan. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen mata kuliah yang telah membimbing kami dan para mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA M. Atwi Suparman, Desain Instruksional (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004) http://fuzie14.blogspot.com/2014/12/makalah-pengembangan-sistem.html
MAKALAH MODEL PENGEMBANGAN INSTUKSIONAL Disusun oleh: Melinda Indana Nasution 2019860020 Kukuh Setiawan 2019860025 Dosen Pengampu: Prof. Dr. Armai Arief, M.A Program Studi Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini menuntut adanya usaha yang ekstra keras dalam menemukan “teknologi” yang tepat guna memperbaiki proses pembelajaran dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Pendidik sebagai penangung jawab utama dalam perbaikan proses pembelajaran dan fasilitator peserta didik dalam belajar dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih agar tujuan pembelajaran yang di laksanakan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang atau mengembangkan sumber belajar. Pembelajaran tidak harus dilakukan oleh seorang teknolog pendidikan atau suatu tim yang terdiri dari ahli media dan ahli materi ajar tertentu. Belajar adalah proses alami yang menyebabkan perubahan apa yang kita ketahui, apa yang bisa kita lakukan, dan bagaimana kita berperilaku. Namun, salah satu fungsi dari suatu sistem pendidikan adalah untuk memfasilitasi pembelajaran yang dalam rangka mencapai tujuan instruksional. Mengajar adalah proses yang dilakukan guru dalam mengadakan interaksi dengan pseserta didik, dengan penekanan pada berbagai macam kegiatan. Seorang pendidik yang memiliki pengetahuan tentang model – model pengembangan instruksional memiliki visi yang lebih luas tentang apa yang dibutuhkan untuk membantu peserta didik belajar. Instruksi lebih mungkin menjadi efektif jika direncanakan untuk melibatkan para siswa dalam kegiatan yang memfasilitasi pembelajaran. Dengan menggunakan model- model pengembangan instruksional, guru dapat memilih, atau merencanakan dan mengembangkan kegiatan terbaik untuk membantu siswa belajar. Kualitas proses pembelajaran sangat tergantung dari apa yang direncanakan guru yang dituangkan dalam sebuah “ Desain Pembelajaran “. Dengan demikian sebagai modal 2
untuk kelancaran proses pembelajaran yakni sebuah rencana pembelajaran yang representative yang merupakan panduan seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai penanggung jawab utama dalam perbaikan proses pembelajaran dan fasilitator peserta didik dalam belajar dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Dengan Demikian seorang guru tentunya harus mengetahui model model pengembangan instruksional. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah didalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa itu Pengembangan Instruksional ? 2. Apa saja Model – model Pengembangan Instruksional ? 3. Bagaimana Perbandingan antar model pengembangan instruksional ? C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan dari penulis makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui Pengembangan Instruksional ? 2. Mengetahui Model – model Pengembangan Instruksional ? 3. Mengetahui Perbandingan antar model pengembangan instruksional ? D. Manfaat a. Bagi Penulis Sebagai bahan belajar, bagi penulis agar lebih mengetahui model model pengembangan instruksional b. Bagi Akademisi Bagi akademisi sebagai wacana untuk terus menggali ilmu pengetahuan terkait dengan model – model pengembangan instruksional. 3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pengembangan Instruksional Penerapan pengembangan instruksional di Indonesia mulai populer dengan penggunaan Prosedur Pengembangan Sistem instruksional yang disingkat PPSI pada tahun 1970, khususnya dalam mengiringi munculnya kurikulum 1975 yang berlaku untuk tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Sejak saat itu perkembangan instruksional menjadi kegiatan yang lebih menonjol, tidak saja ditingkat sekolah dasar dan menengah, tetapi juga diperguruan tinggi dan lembaga pendidikan dan latihan (Diklat). Diperguruan tinggi misalnya kegiatan pengembangan instruksional dilakukan dengan lebih giat melalui penataran Proses Belajar Mengajar tahun 1979. Apakah sebenarnya pengembangan instruksional? Beberapa ahli mengemukakan defenisi pengembangan instruksional. Twelker, Urbach dan Buck (1972) mendefenisikan sebagai cara yang sistematik untuk mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Reigeluth (1978) mengartikannya sebagai tiga tahap kegiatan: 1. Desain yang bagi seorang pengembang instruksional berfungsi sebagai cetakan biru bagi ahli bangunan 2. Produksi yang berarti penggunaan desain untuk membuat program instruksional 3. Validasi yang merupakan penentuan kualitas atau validitas dari produk akhir. Sementara Atwi Suparman dalam bukunya “Desain Instruksional” mendefenisikan bahwa Pengembangan instruksional adalah suatu proses yang sistematik dalam mengidentifikasi masalah, mengembangkan bahan dan strategi instruksional serta mengevaluasi efektifitas dan efesiensi dalam mencapai tujuan instruksional. B. Model-Model Pengembangan Instruksional Penggunaan pendekatan sistem dalam desain instruksional telah menghasilkan berbagai model. Tidak semua model itu serupa. Sebagian sesuai untuk digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih luas, sebagian lagi sesuai untuk pemecahan masalah yang lebih sempit, yaitu di suatu lembaga yang mempunyai kondisi khusus. Berikut ini disampaikan lima model yang tergolong paling awal ( tahun 1960-an ). Perbandingan 4
kelima model ini diturunkan dari karya Twelker, Urbach dan Buck (1972). Judul dan pengarang kelima model yang tergolong sebagi pendahulu tersebut tampak dalam daftar berikut ini : Daftar Lima Model Desain Pendekatan Sistem dalam Pendidikan No Judul Pengarang Tahun 1 System Aproach for Educational (SAFE) Corrigan 1966 2 Michigan State University Instructional System Barson 1967 Development Model 3 Project MINERVA Instructional Systems Design Tracey 1967 4 Teaching Research System Hamreus 1968 5 Banathy Instructional Development System Banathy 1968 1. SYSTEM APPROACH FOR EDUCATION (SAFE) Menilai Kebutuhan A.1 Menentukan Tujuan Misi A.2 Menentukan Persyaratan Penampilan Missi A.3 Menentukan Hambatan A.4 Menentukan Profil Missi A.5 Melakukan Analisis Fungsioner Analisis Sistem A.6 Melakukan Analisis Tugas APA A.7 Melakukan Analisis Metode dan Alat BAGAIMANA A.8 Sistem Membuat Keputusan Final (Terus/Berhenti) Analisis S.1 Mengidentifikasi Strategi Perencanaan Masalah S.2 Mendesain Pengelolaan/Rencana Pelaksanaan Untuk Setiap Alternatif S.3 Menganalisa Alternatif dan Segi Keefektifan dan Keuntungan Biaya S.4 Memilih Rencana Pengelolaan dan Pelaksanaan yang Mempunyai Keefektifan Biaya yang Optimal S.5 Menyusun Rencana Validasi atau Tes Lapangan (Metode/Alat/Media) seperti Diperlukan S.6 Implementasi/Pengelolaan Pemantauan Rencana Pelaksanaan S.7 Mengevaluasi Penampilan (Proses dan Produk) S.8 Merevisi untuk Mencapai Prestasi yang Dipersyaratkan 5
2. INSTRUCTIONAL SYSTEM DEVELOPMENT MODEL M en en tu kan Tu ju an P en d id ikan U m u m P erg u ru an T in g g i, F aku ltas, Ju ru san , M ataku liah M en g em b an g kan R asio n al U n tu k M u lai U jian A w al d an A kh ir M en g u m p u lkan D ata M asu kan M en en tu kan S elu ru h D ata M asu kan M eren can akan S trateg i M en g ko m b in asikan S elu ru h D ata M asu kan M en g em b an g kan C o n to h P en g ajaran U n tu k Isi P elajaran Terten tu M em ilih B en tu k In fo rm asi yg R ep resen tatif M en g em b an g kan in stru m en evalu asi M en en tu kan A lat Tran sm isi dengan m enggunakan data M en g u m p u lkan , M en d esain , M em p ro d u ksi m ah asisw a d an in fo rm asi m ed ia M ed ia yg Telah D iten tu kan M eram p u n g kan Tes L ap an g an d en g an K elo m p o k S isw a M en g id en tifikasi d an M em p erb aiki K esalah an P en eraan K ep ad a M ata K u liah E valu asi d an M en g u lan g K em b ali U n tu k M em p erb aiki S eb ag aim an a D ip erlu kan 6
3. Project MINERVA Instructional System Design Mengumpulkan Merumuskan Data Tujuan Pekerjaan Penampilan Mengidentifikasi Persyaratan Latihan Merumuskan Tujuan Penampilan Memilih Memproduksi Memilih Isi Bahan Strategi Instruksional Mata Pelajaran Instruksional Melaksanakan Mengevaluasi Melaksanakan dan Menganalisa Kegiatan Kegiatan Tes Instruksional Instruksional Tindak Lanjut Lulusan 4. Desain Teaching Research System Menentukan dan (2) Mengidentifikasi (4) memilih staf Populasi pendukung Siswa Tahap Mengidentifikasi (1) Mengumpulkan (5) Pengidentifikasian Masalah bahan dan Pengelolaan Sistem Instruksional pengajaran Menentukan (3) Kontrol Pengelolaan Menganalisa (6) “Context” Instruksional Mengidentifikasi (7) Menentukan (9) Mengidentifikasi (11) Menentukan (12) Tujuan Tujuan-tujuan Tipe Kondisi Perilaku Khusus Belajar Belajar Tahap Menentukan (14) Analisis Desain Bentuk Kegiatan Instruksional Menyusun (8) Menyusun (10) Menentukan (13) Pengukur Pengukur Penyesuaian Thd Penampilan Perbedaan Individual Penampilan Khusus Mengembangkan (15) Uji Coba (17) Menganalisa (19) Memodifikasi (21) Mengulang (22) Prototipe Hasil Uji Coba Kembali Tahap Prototipe Sistem Pengembangan Instruksional Instruksional dan Penilaian Review Teknis (16) Menyelenggara (18) Menganalisa (20) dan kan Tes Tes Komunikasi Penampilan 7
5. THE BANATHY MODEL Analisis dan Analisis dan Perumusan Tugas-Tugas Belajar Perumusan Tujuan Menemukan Menilai Mengidentifikasi Maksud Sistem Tugas-tugas Kompetensi dan karakterisasi Spesifikasi Belajar Masukan tugas belajar Tujuan Tes Masukan Tes Acuan Patokan Desain dan sistem Tersebut Analisis Fungsi Analisis Komponen Distribusi Penjadwalan Implementasi dan Kontrol Kualitas Latihan Sistem Tes Sistem Pelaksanaan Mengevaluasi Mengubah untuk Meningkatkan Kelima model pendekatan sistem tersebut dapat dibandingkan dari segi penetapan prosesnya. Tiga tahap yang akan digunakan sebagai dasar perbandingan adalah : 1. TAHAP PERTAMA Definisi Masalah dan Organisasi yang meliputi: a. Identifikasi Masalah b. Analisis Setting c. Organisasi Pengelolaan 2. TAHAP KEDUA Analisis dan Pengembangan Sistem, meliputi: a. Identifikasi Tujuan b. Penentuan Metode c. Penentuan Prototipe 3. TAHAP KETIGA Evaluasi, meliputi: 8
a. Melaksanakan tes atau uji coba prototipe b. Menganalisis hasil uji coba c. Implementasi atau uji coba ulang 1. TAHAP PERTAMA, Definisi Masalah dan Organisasi yang meliputi: a. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan itu disebut kebutuhan (needs). Bila kesenjangan kedua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau diselesaikan. Kebutuhan yang besar dan ditetapkan untuk diatasi itu disebut masalah, sedangkan kebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara atau seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhan yang tidak dianggap sebagai masalah. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan umum. Bila diperhatikan, bahasa yang digunakan kelima desain di atas berbeda, tetapi maksudnya sama. Perbandingan istilah yang diguna- kan oleh kelima desain tersebut tampak sebagai berikut : MODEL KEGIATAN Teaching Research System Michigan State University Mendefinisikan masalah instruksional Instructional System Development Model Menentukan tujuan pendidikan umum: SAFE Perguruan Tinggi, Fakultas, Jurusan, Mata Kuliah Project MINERVA 1. Menilai kebutuhan Banathy 2. Menentukan tujuan misi 3. Menentukan persyaratan, penampilan (performance) misi 4. Menetukan hambatan 5. Menentukan profil misi 6. Melakukan analisis fungsional 7. Melakukan analisis tugas 8. Melakukan analisis metode dan alat 9. Membuat keputusan kelayakan final (terus atau berhenti) Mengumpulkan data pekerjaan Maksud sistem 9
b. Analisis Latar Analisis latar meliputi kegiatan menentukan karakteristik siswa dan sumber belajar yang tersedia untuk digunakan dalam pemecahan masalah. Apa bahasa yang dipergunakan oleh kelima desain di atas ? MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. Mengidentifikasi populasi siswa 2. Mengumulkan bahan pelajaran 3. Menganalisis context instruksional Michigan State University Mengumpulkan data masukan Instructional System Development Model SAFE Mengidentifikasi stategi alternatif pemecahan masalah Project MINERVA Mengidentifikasi keperluan training Banathy 1. Menilai kompetensi masukan 2. Tes masukan c. Organisasi Pengelola Kegiatan yang termasuk Organisasi Pengelolaan cukup luas yaitu meliputi: 1. Pendefinisian tugas dan tanggung jawab yang diperlukan 2. Pembentukan jaringan berkomunikasi untuk mengorganisasikan pengumpulan dan pendistribusi- an informasi kepada tim pengembangan. 3. Pembentukan rencana proyek dan prosedur kontrol Kegiatan pengembangan instruksional untuk skala luas seperti skala nasional, regional, perguruan tinggi atau lembaga, biasanya dilaksanakan oleh suatu tim. Untuk itu, perlu dibentuk suatu organisasi formal yang membagi tugas dan tanggung 10
jawab setiap anggota tim dengan jelas agar kegiatan pengembangan instruksional itu sejauh mungkin terhindar dari hambatan atau kegagalan. Selanjutnya lihat kembali kelima desain yang kemudian bandingkan masing-masing dan terminologi apa yang mereka gunakan untuk menjelaskan pengertian organisasi pengelolaan ini. MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. Menentukan dan memilih sifat pendukung 2. Menentukan kontrol pengelolaan Michigan State University Tidak ada Instructional System Development Model SAFE Mendesain pengelolaan atau rencana pelaksanaan setiap alternatif Project MINERVA Tidak ada Banathy Tidak ada 2. TAHAP KEDUA, Analisis, dan Pengembangan Sistem Hasil kegiatan tahap pertama, yaitu Definisi Masalah dan organisasi memberikan arah kepada tim atau mengembangkan instruksional untuk memulai kegiatan tahap kedua, yaitu tahap Analisis dan Pengembangan Sistem. Tahap ini meliputi tiga langkah, yaitu: identifikasi tujuan, penentuan metode, dan pembuatan prototipe. a. Identifikasi Tujuan Tujuan adalah apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan proses belajar. Tujuan ini harus bermanfaat bagi peserta didik. Ia berbentuk perilaku yang dapat diukur. Tujuan ini kemudian diuraikan menjadi 11
tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rinci dan spesifik. Selanjutnya tujuan khusus ini disusun dalam urutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran dipilih dan disajikan kepada peserta didik kelak. Kelima model yang kita bandingkan menggunakan istilah yang berbeda untuk menggambarkan pengertian tujuan tersebut. MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. Mengidentifikasi tujuan perilaku 2. Menentukan tujuan-tujuan khusus Michigan State University Menentukan secara spesifik perilaku Instructional System awal dan akhir Development Model SAFE Menentukan tujuan misi Project MINERVA Merumuskan tujuan penampilan Banathy Spesifikasi tujuan b. Penentuan Metode Penentuan metode dan media instruksional sangat penting untuk memungkinkan peserta didik mencapai tujuan instruksional. Metode yang diidentifikasi dapat lebih dari satu atau beberapa alternatif metode, karena dalam uji coba ada kemungkinan metode yang digunakan tidak efektif sehingga perlu diganti dengan metode lain. Istilah yang digunakan para ahli bervariasi. Ada yang menggunakan istilah metode instruksional untuk pengertian cara dan alat–alat yang digunakan dalam kegiatan instruksional, ada pula yang memisahkan pengertian metode dan media sebagai cara dan alat transmisi. Sebagian lagi menggunakan istilah strategi instruksional untuk menggantikan kedua kata metode dan media tersebut. 12
MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. Mengidentifikasi tipe belajar 2. Menentukan kondisi belajar 3. Menentukan penyesuaian terhadap perbedaan individual 4. Mengidentifikasi bentuk; kegiatan instruksional MODEL KEGIATAN Michigan State University 1. Merencanakan strategi Instructional System 2. Mengembangkan contoh pengajaran Development Model untuk isi pelajaran tertentu 3. Memilih bentuk informasi yang representatif 4. Menentukan alat transmisi MODEL KEGIATAN SAFE 1. Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan yang mempunyai keefektifan biaya optimal. 2. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan biaya optimal 3. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan dan keuntungan biaya 4. Memilih pengelolaan atau rencana pelaksanaan yang mempunyai efektifitas biaya yang paling optimal 13
MODEL KEGIATAN Project MINERVA 1. Memilih isi mata pelajaran MODEL 2. Memilih strategi instruksional Banathy KEGIATAN 1. Menemukan tugas-tugas belajar 2. Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang aktual 3. Menganalisis fungsi 4. Menganalisis komponen 5. Pendistribusian 6. Penjadwalan c. Pembuatan Prototipe Pembuatan prototipe merupakan permulaan produksi untuk menghasilkan barang yang sesungguhnya. Di samping itu, pada materi ini pula dimulai pengembangan desain evaluasi dan permulaan review teknis terhadap sistem tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang akan digunakan untuk mengukur perilaku siswa, baik sebelum maupun setelah uji coba. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelima desain yang dibandingkan tampak dalam tabel di bawah ini: MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. Mengembangkan prototipe instruksional 2. Menyusun alat pengukur penampilan 3. Menyusun alat pengukur penampilan khsus 14
4. Review teknis dan komunikasi MODEL KEGIATAN Michigan State University 1. Mengumpulkan, mendesain, dan Instructional System memproduksi media yang telah Development Model ditentukan. 2. Mengembangkan rasional untuk tes awal dan akhir 3. Mengembangkan instrumen evaluasi dengan informasi tentang mahasiwa dan media MODEL KEGIATAN SAFE Tidak spesifik Project MINERVA 1. Memproduksi bahan instruksional 2. Menyusun tes penampilan Banathy 1. Tes Acuan Patokan 2. TAHAP KETIGA Evaluasi Tahap akhir dari suatu proses pengembangan instruksional adalah evaluasi. Hasilnya akan menjadi dasar pengambilan keputusan tentang dua hal, yatitu: seberapa baik prototipe instruksional dalam mencapai tujuan, dan bagian mana yang masih lemah sehingga perlu direvisi serta bagaimana merevisinya. 15
Banyak ahli pengembangan instruksional berpendapat bahwa evaluasi merupakan dasar dalam pendekatan sistem, sehingga tanpa evaluasi yang memadai seluruh proses pengembangan instruksional itu kehilangan maknanya. Tahap evaluasi meliputi tiga langkah, yaitu: pelaksanaan uji coba prototipe, analisis hasil dan implementasi/penggunaannya kembali a. Uji Coba Prototipe Instruksional Uji coba prototipe biasanya mengambil bentuk-bentuk di bawah ini: 1. Uji coba pengembangan untuk melihat komponen yang perlu direvisi 2. Uji coba validasi untuk melihat seberapa jauh peserta didik mencapai tujuan instruksional. 3. Uji coba lapangan untuk menentukan apakah pengajar dan peserta didik lain dapat menggunakan bahan-bahan tersebut. Berbagai istilah dan langkah digunakan oleh pengembangan instruksional untuk melaksanakan uji coba prototipe ini. MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. 1. Uji coba prototipe 2. 2. Menyelenggarakan tes penampilan MODEL KEGIATAN Tes lapangan dengan kelompok peserta didik Michigan State University Instructional System Development Model MODEL KEGIATAN SAFE 1. Menyusun Rencana validasi atau Tes Lapangan (metode/alat/media) seperti yang diperlukan 2. Implementasi/memantau pengelolaan dan rencana pelaksanaan 3. Mengevaluasi penampilan 16
MODEL KEGIATAN Project MINERVA 1. Melaksanakan kegiatan instruksional Banathy 2. Melaksanakan dan menganalisis tes 1. Latihan sistem 2. Tes sistem b. Analisis Hasil Analisis hasil melibatkan tiga jenis kegiatan, yaitu: pertama, tabulasi dan memproses data evaluasi. Kedua, menentukan hubungan antara metode yang digunakan, hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, menafsirkan data. Kualitas revisi yang akan dibuat tergantung kepada interpretasi ini. Kelima desain yang diperbandingkan menggunakan istilah yang berbeda seperti tampak dalam tabel berikut: MODEL KEGIATAN Teaching Research System 1. Menganalisis hasil uji coba 2. Menganalisis tes Michigan State University Tidak spesifik artinya dapat menggunakan Instructional System berbagai cara tes Development Model MODEL KEGIATAN SAFE Evaluasi penampilan (proses dan produk) Project MINERVA Mengevaluasi kegiatan instruksional Banathy Mengevaluasi 17
c. Implementasi/Uji Coba Ulang Berdasarkan interpretasi data hasil uji coba, revisi dilakukan dari revisi kecil sampai revisi total. Akhirnya, keputusan harus diambil untuk mengakhiri uji coba ulang dan kemudian mengimplementasikan ke dalam pembelajaran. Kelima model yang diperbandingkan menggunakan beraneka ragam istilah untuk menyatakan revisi tersebut. MODEL KEGIATAN Teaching Research System Memodifikasi Sistem Instruksional MODEL KEGIATAN Michigan State University 1. Mengidentifikasi letak dan Instructional System mengoreksi kelemahan Development Model 2. Mengevaluasi dan mengulang kembali untuk memperbaiki sebagaimana diperlukan. MODEL KEGIATAN SAFE Merevisi untuk mencapai prestasi yang diinginkan Project MINERVA Tertuang dalam bentuk garis umpan balik Banathy Mengubah untuk memperbaiki Bila anda perhatikan perbandingan kelima desain di atas, ternyata di samping istilah-istilah yang mereka gunakan tidak sama, urutan langkah-langkah yang mereka tempuh juga tidak selalu sama. Ini menunjukkan bahwa proses pengembangan instruksional itu tidak terdiri atas urutan langkah-langkah yang baku, atau yang tidak dapat ditawar lagi. 18
Yang ada dan sudah baku adalah desain dasar untuk pengembangan instruksional, yaitu: mengidentifikasi mengembangkan, dan mengevaluasi atau merevisi C. DESAIN YANG TERBAIK Mengikuti perbandingan kelima model pendekatan sistem yang diterapkan dalam desain instruksional mungkin ada orang yang ingin memilih salah satu yang terbaik dan menganggapnya sebagai desain standar untuk semua macam kegiatan instruksional. Keinginan seperti itu sebaiknya dibatalkan, sebab setiap model itu baik dan sesuai untuk kondisi tertentu. Kondisi yang dimaksud adalah besar-kecilnya atau kompleks tidaknya suatu lembaga pendidikan, ruang lingkup tugas lembaga pendidikan, serta kemampuan pengelola. Setiap desain itu dimaksudkan untuk menghasilkan suatu sistem instruksional. Prosedur yang mirip digunakan antara satu dengan yang lain, tetapi mereka menggunakan penjelasan urutan dan bahasa yang tidak selalu sama. Seorang pengembang instruksional dapat memilih salah satu diantaranya yang dianggapnya sesuai, atau mungkin pula mengkombinasikan beberapa diantaranya untuk menyusun suatu model baru. Di dunia pendidikan masih banyak lagi desain pengembangan instruksional lain di luar yang telah diperbandingkan di atas. Lima diantaranya adalah: 1. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1975) 2. Instructional Sistem Design, karangan Gagne (1979) 3. AT & T Instructional Development Model (1985) 4. A Model of Steps in the Instruksional Proses (Rothwell and Kazanas, 2004 ) 5. Systems Approach Model for Designing Instruction karangan Dick and Carey (2009) 6. Instructional Desain : The ADDIE Approach (Branch, 2009 7. Motivasional Design for Learning and Performance (ARCS Model-Keller,2010) 19
BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN Model-model pengembangan instruksional semangkin lama semangkin banyak, karena setiap ahli, setiap institusi cenderung menciptakan model sendiri sesuai dengan kebutuhan institusi yang akan menggunakannya dan kebutuhan populasi sasaran. Tetapi pada garis besarnya setiap model dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap definisi, tahap analisis dan pengembangan system dan tahap evaluasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa langkah. Perbedaan antara model yang satu dengan yang lain terletak pada empat factor yaitu : 1. Tingkat penggunaannya seperti tingkat institusi dan tingkat mata pelaqjaran 2. Penggunaan istilah dalam setiap tahap dan langkah 3. Jumlah langkah pada setiap tahap 4. Lengkap tidaknya konsep dan prinsip yang digunakan 2. IMPLIKASI Untuk keberhasilan pembelajaran disarankan dalam mendesain pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan instruksional 3. SARAN Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah dengan membuat model – model pengembangan yang disesuaikan dengan konsep, prinsip- prinsip dan prosedur penyusunan desain instruksional 20
DAFTAR PUSTAKA Atwi Suparman, (1995) Desain Instruksional, Pusat Antar Kulia Dirjen Dikti Departemen P dan K, Jakarta : Universitas Terbuka Atwi Suparman, (2012) Desain Instruksional Modern, Jakarta : Erlangga 21
MAKALAH ASUMSI DASAR DAN MODEL –MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH: PENGEMBANGAN DESAIN INSTRUKSIOANAL DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Armai Arief, MA. DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4 TUTI HARYATI (2019860018) NURFAUZIAH (2019860034) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADYAH JAKARTA 2020
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia di era globalisasi membawa wawasan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pendidikan, yang kemudian muncul sejumlah harapan sakaligus kecemasan akan kemampuan untuk bertahan dan beradaftasi dalam pergaulan peradaban masyarakat modern. Harapan muncul karena ada perbaikan kualitas hidup dan kehidupan di satu sisi sebagai akibat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta informasi dan teknologi (INFOTEK), dan disisi lain muncul juga kecemasan, yang disebabkan karena adanya perubahan yang sangat cepat menyebabkan kondisi masyarakat yang dituntut dapat terus beradaptasi. Lembaga pendidikan sebagai wiyata mandala formal yang diharapkan dapat mempersiapkan generasi yang berkualitas merupakan dambaan setiap komponen masyarakat. Komponen masyarakat sekolah yang terdiri dari peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam arti luas yaitu orang tua atau masyarakat lain pengguna pendidikan atau simpatisan yang menaruh perhatian besar terhadap kuantitas dan kualitas output sekolah. Dalam hal ini sekolah harus dikelola dan diberdayakan agar mampu mewujudkan predikat sebagai “Lembaga Pendidikan yang berkualitas” yang mampu memproses peserta didik yang pada akhirnya akan menghasilkan produk (output) secara optimal. Dewasa ini masyarakat semakin sadar akan pendidikan sebagai unsur penting dalam kehidupan manusia. Adanya pendidikan berarti akan melahirkan manusia yang kreatif dan inovatif yang mampu mengisi masa depan yang lebih maju. Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisikondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol. Sebagai bagian penting dalam pendidikan, pendidik dituntut untuk mampu mengelola dan melahirkan situasi dan kondisi belajar bagi peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang diharapkan. Guru dituntut untuk mampu: a) Menggunakan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. b) Mengenalkan dan menyajikan sumber belajar. c) Menerangkan peranan berbagai sumber belajar dalam pembelajaran. d) Menyusun tugas-tugas penggunaan sumber belajar dalam bentuk tingkah laku. e) Mencari sendiri bahan dari berbagai sumber.
f) Memilih bahan sesuai dengan prinsip dan teori belajar. g) Menilai keefektifan penggunaan sumber belajar sebagai bagian dari bahan pembelajarannya. h) Merencanakan kegiatan penggunaan sumber belajar secara efektif. Munculnya keinginan untuk terus mengembangkan pendidikan yang berkualitas memberikan peranan penting bagi desain pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang bermakna dan menyenangkan. Desain pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar yang kondusif bagi peserta didik. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, rumusan permasalahan yang diangkat pada makalah ini yaitu : 1. Apa pengertian Asumsi Dasar dan Definisi Desain Instruksional ? 2. Apa saja Model-Model Design Instruksional? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan permasalahan yang diangkat, melalui makalah ini diharapkan dapat meraih tujuan untuk : 1. Memahami pengertian Asumsi Dasar dan Definisi Desain Instruksional. 2. Mengetahui Model-Model Design Instruksional
BAB II LANDASAN TEORI A. Asumsi Dasar Desain Instruksional Terdapat banyak model desain instruksional yang diciptakan banyak pakar. Para pengguna setiap model memilih di antara model-model tersebut berdasarkan pandangan masing-masing tentang kesesuai dan kebutuhan di tempat kerjanya. Dipihak lain, para pencipta model tersebut memiliki asumsi dasar yang membawa pikiran mereka pada saat penciptaanya. Berikut ini adalah beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam desain instruksional. Gagne, Wager, golas, & Keller (2005, hal.2-3) mengemukakan enam asumsi dasar tersebut yang diuraikan secara singkat sebagai berikut. 1. Desain instruksional dimaksudkan untuk membantu individu belajar lebih dari sekedar melaksanakan proses pengajaran. . asumsi dasar pertama ini menyatakan bahwa desain instruksional sebagai bidang keahlian dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam proses belajar yang terarah pada pencapaian hasil belajar dan peningkatan kinerja peserta didik, bukan sekedar alat bantu proses mengajar bagi kepentingan pengajar. 2. Belajar adalah proses komplek yang mempengaruhi oleh banyak variabel yang saling terkait seperti ketekunan, waktu belajar, kualitas instruksional, kecerdasan bakat, dan kemampuan belajar peserta didik. Suatu model desain instruksional tidak dapat hanya focus pada satu variabel instruksional, misalnya metode instruksional atau tes hasil belajar saja. Asumsi dasar ini menekankan pada prinsip bahwa proses desain intruksional menggunakan pendekatan system (system approach) yang merangkaikan setiap komponen instruksional secara sistemik dan sistematik. Langkah awal yang merumuskan tujuan instruksional umum berdasarkan kebutuhan instruksional diikuti langkah-langkah berikut secra runtut, tidak melompat-lompat karena hasil langkah yang sebelumnya menjadi dsar untuk melakukan langkah berikutnya. Pencipta suatu model desain instruksional terus menerus mengingatkan bahwa desain instruksional adalah suatu system yan memiliki berbagai sub-subsistem yang masing-masing memiliki fungsi sendiri dan secara bersama mempunyai satu fungsi yang terarah pada terciptanya kegiatan instruksional yang efektif dan efisien. Pada pihak pengguna suatu model desain instruksional diharapkan menempatkan diri pada posisi sejalan dengan asumsi tersebut, yaitu bekerja secara konsisten menerapkan asumsi dasar pendekatan system tersebut sepanjang proses mendesain suatu kegiatan instruksional.
3. Model desain instruksional dapat diaplikasikan pada berbagai tingkatan (levels), seperti perencanaan instruksional untuk kegiatan satu hari, beberapa hari lokakarya, perkuliahan satu smester untuk satu mata kuliah, atau program perkuliahan untuk empat tahun pada suatu program studi. Desain intruksional dapat menjadi upaya individu atau melibatkan satu tim pendesain (designers), seperti ahli materi, ahli desain grafis, ahli evaluasi pendidikan, dan tenaga produksi media cetak dan atau multimedia, dari proyek berskla kecil seperti satu-dua jam kegiatan instruksional saja. Bagi seorang pengajar yang bertekad bekerja sendiri sebagai, pendesain instruksional untuk bidang yang dikerjakan, maka ia oerlu bekerja keras untuk menguasai berbagai kehalian seperti yang dimiliki satu tim. 4. Desain adalah proses interaktif dengan melibatkan peserta didik. Asumsi ini menjelaskan bahwa desain instruksional menganut prinsip leaner-centerd atau berorientasi pada peserta didik sehingga peserta didik ikut terlibat dalam proses desain instruksional, baik pada saat awal dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah instruksionl maupun pada proses selanjutnya, hingga evaluasi formatif dan revisi. Keterlibatan peserta didik dalam proses desain instruksional menjamin relevansi produknya, yaitu model bahan instruksional atau system instruksional. Produk ini akan dapat memenuhi kebutuhan peserta didik atau memecahkan masalah instruksional yang diidentifikasi pada langkah awal desain instruksional. 5. Desain instruksional itu sendiri adalah suatu proses yang terdiri dari sejumlah subproses, mulai dari perumusan tujuan instruksional umum hingga evaluasi formatif untuk menghasilkan program atau produk instruksional. Asumsi ini mengingatkan setiap orang yang terlibat dalam proses desain instruksional bahwa yang terbentuk sebagai suatu system bukan hanya menyangkut proses pelaksanaan kegiatan instruksional saja, tetapi juga proses desain instruksional yang mendahuluinya. 6. Berbeda jenis hasil belajar yang diharapkan menuntut pula perbedaan jenis kegiatan instruksional. Asumsi ini menyatakan bahwa hasil belajar yang diharapkan dikuasai peserta didik dan kemudian didiskripsikan dalam tujuan instruksional umum dan khusus, merupakan satu-satunya acuan untuk melakukan langkah-langkah desain instruksional. Mengapa ?keberhasilan proses desain instruksional pada akhirnya ditentukan oleh tercapai tidaknya tujuan instruksional yang dilaksanakn berdasarkan hasil proses desain tersebut. Setiap orang yang berpengalaman menjadi praktisi profesional dalam kegiatan instruksional seperti para pengajar di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, tentu memiliki kepercayaan tentang bagaimana peserta didik belajar. Kepercayaan itu
bersumber dari pengalaman pribadi, refleksi diri, diskusi dengan teman sejawat, pengamatan terhadap peserta didik yang diajar, komentar dari peserta didik yang diajar, membaca hasil penelitian sendiri dan orang lain serta berbagai buku tentang belajar dan pembelajaran atau kegiatan instruksional. Dari kepercayaan seperti itu terdapat beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh pedesain instruksional, misalnya prinsip contiguity atau keberdampingan.Prinsip ini menyatakan bahwa setiap stimulus harus ditampilkan secara simultan dengan respons yang ideal.Prinsip ini mengisyaratkan keharusan bagi pendesain instruksional memperlihatakan contoh praktek yang baik bersamaan dengan deskripsi konsep atau teori yang sedang diajarkanya dalam bentuk kegiatan sesungguhnya atau minimal berbentuk media.Tanpa pemberian contoj kongkret atau praktik yang baik maka sulit bagi peserta didik untuk memahami materi yang diajarkan padanya. Prinsip lain adalah repetition (pengulangan). Prinsip ini menyatakan bahwa stimulus dan respons perlu diulang atau dipraktikan hingga respons yang ideal dapat ditampilkan oleh peserta didik.Frekuensi pengulangan itu berfariasi tergantung pada banyak faktor, seperti jenis dan tingkatan kompetensi yang ingin dicapai peerta didik, karakteristik peserta didik, karakteristik materi yang diajarkan, dan strategi instruksional.Prinsip pengulangan ini diterapkan secara konsisten dalam desain instruksioanl yang menggunakan teknologi informasi atau computer untuk kegoatan instruksional pada hampir semua bidang pengetahuan seperti matematika, bahasa, fisika, biologi, kimia, ilmu-ilmu social, keterampilan gerak, dan sikap perilaku. Prinsip lain yang seringkali digunakan oleh pendesain instruksional adalah social-cultureal principles of learning atau prinsip belajar social-budaya yang menyangkut kecepatan kegiatan instruksional, kebiasaan peserta didik belajar, urutan materi, penggunaan media dan metode, dan relevansi atau manfaat materi instruksional. Berbagai variabel tersebut menjadi bahan pertimbangan penting pada saat proses desain instruksional. Dan masih banyak prinsip instruksional yang perlu dijadikan acuan oleh pendesain instruksional sebagaimana yang telah dijelaskan pada prinsip-prinsip desain instruksional. B. Definisi Desain Intruksional Seperti dikatakan oleh Hakanson, Brad dan Gibbon, Andrew (2014, hal, v), istilah desain berasal dari bahasa Latin designare yang mengandung arti menandai, menunjukkan, menjelaskan, merancang. Desain adalah suatu lokus dari banyak ide dan teori kontemporer dalam teknologi pendidikan. Mereka menyatakan bahwa “Design- Form the latin designer, to mark out, point out,describe, design, contrive”. Istilah desain
pada awalnya sering kali digunakan dalam bidang arsitektur, desain industri, desain grafis, mode busana, dan akhirnya meluas penerapannya ke desain instruksional dalam teknologi pendidikan. Berbagai konsep yang sama dengan bidang-bidang yang disebut lebih dahulu, diterapkan dalam desain instruksional, antara lain berorientasi pada kesesuaian terhadap kebutuhan pengguna, proses yang sistematik, peningkatan kualitas, dan perubahan secara berkelanjutan, serta berorientasi pada kualitas, efektivitas, dan efesiensi produksi. Desain instruksional merupakan upaya perencanaan ke arah terwujudnya pelaksanaan kegiatan instruksional yang berkualitas, efektif, dan efesien dalam memfasilistasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik. Kobeng & Bagnall (1976) in keller, John M. (2010, hal 22) menyatakan bahwa “Design is a prosess of making dreams come true”. Definisi ini menjelaskan bahwa desain adalah proses perencanaan untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan instruksional yang dicita- citakan. Masih banyak definisi tentang desain instrukisional yang akan diungkapkan dibawah ini agar memperkaya pengertian kita. Untuk menghindari kejenuhan kita, sepuluh definisi hasil literatur review dari berbagai sumber tahun 1970-an hingga tahun 2011 akan dikutip secara berturut-turut sebelum dituangkan dalam sebuah sintesis. Kesepuluh definisi tersebut diatas dan dua definisi sebelumnyamemberikan spektrum yang jelas tentang lingkup desain intruksional dan mengerucut pada suatu sintetis sebagai berikut. Desan intruksional adalah suatu ilmu dan seni untuk menciptakan sistem intruksional berkualitas melalui proses analitik, sitematik, sistemik, efektif dan efisien ke arah tercapainya hasil belajar yang sesuai dengan kebutuhan intruksional peserta didik. Sintesis definisi desain intruksional tersebut mengandung berbagai konsep kunci. 1. Desain adalah kombinasi dari suatu ilmu dan seni yang taat pada dua azaz, yaitu azas keilmuan dalam prosedur kerjanya dan azas kesenian pada penciptaan karya produksinya. 2. Hasil akhirnya adalah suatu sistem intruksional yang terverifikasi efektif dan efisien dalam mencapai hasil belajar peserta didik. 3. Untuk memperoleh hasil belajar akhir seperti dimaksudkan dalam butir dua diatas, desain intruksional berlangsung melalui proses analitikdengan berfokus pada setiap komponen intruksional. 4. Sistematik dengan langkah – langkah yang berurutan.
5. Sistemik dengan menghubungkan, mengkombinasikan, dan mengintegrasikan semua komponen intruksional untuk berfungsi bersama dalam mencapai tujuan bersama, yaitu suatu hasil belajar peserta didik yang diharapkan. 6. Hasil belajar yang diharapkan itu sesuai dengan kebutuhan, yaitu mengatasi kesenjangan antara keadaan hasil belajar saat ini dengan keadaan hasil belajar ideal. Seperti yang terjadi dalam definisi ilmu – ilmu sosial pada umumnya, tidak ada satu definisi desain intruksional yang dapat diterima oleh semua orang. Perkembangan pandangan dan praktik desain intruksional tidak akan pernah berhenti dan akan berkembang terus sejalan dengan dinamika dan masalah intruksional di semua bidang kehidupan. Sedangkan Briggs mengemukakan bahwa desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20). Desain Instruksional adalah suatu proses sistematis, efektif, dan efisien dalam menciptakan system instruksional untuk memecahkan masalah belajar atau peningkatan kinerja peserta didik melalui serangkaian kegiatan pengidentifikasian masalah, pengembangan, dan pengevaluasian. C. Model Desain Instruksional 1. Model Kemp Di antara beberapa model desain intruksional, salah satunya adalah model kemp.Yaitu model desain intruksional yang dikembangkan dengan membentuk siklus.Karena menurut kemp, pengembangan desain pembelajaran itu terdiri atas komponen-komponen, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Maka wajar jika dalam hal ini kemp tidak menentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Karena menurutnya, untuk mengembangkan sistem intruksional itu bisa dari mana saja, asal urutan komponennya tidak diubah.Oleh karena itu, model kemp juga dikatakan sebagai model yang paling luwes dalam kerangka desainnya. Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah.
a. Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan. b. Menganalisis karakteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan. c. Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut. d. Menentukan materi pelajaran;yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan. e. Mengadakan penjajakan awal (preassesment); langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum. f. Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan; sebagai patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria; - Efisiensi - Keefektifan - Ekonomis - Kepraktisan Dalam memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternatif. g. Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi: - Biaya - Fasilitas - Peralatan - Waktu - Tenaga h. Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123