Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Jurnal Vol 6 No 1 final cetak

Jurnal Vol 6 No 1 final cetak

Published by bpsdmhumas, 2020-09-01 00:18:55

Description: Jurnal Vol 6 No 1 final cetak

Search

Read the Text Version

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 PENGANTAR REDAKSI P uji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas petunjuk dan bimbingan-Nya penerbitan “JURNAL WIDYAISWARA” Hukum dan HAM Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 ini dapat selesai dan terbit sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dalam Volume 6 Nomor 1 ini kami sajikan 6 (enam) karya tulis yang penulisannya masih dalam lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, yaitu Widyaiswara dan Assessor SDM Aparatur BPSDM Kementerian Hukum dan HAM. Kami berharap tulisan ini dapat menjadi bahan referensi dan/atau rujukan informasi bagi para pembaca. Adapun pokok bahasan dalam penerbitan ini antara lain : 1. Assesment Center, Metode Uji Kompetensi Sumber daya Manusia yang mengupas relevansi pusat penialain sebagai metode uji kompetensi sumber daya manusia; 2. Peran Assessor SDM Aparatur Aparatur Dalam Mewujudkan Kementerian Hukum dan HAM Corporate Universityyang menjelaskan 3 (tiga) peran Assessor SDM Aparatur : Pertama : memastikan kembali pegawai mempunyai kompetensi sesuai standar kompetensi, khususnya kompetensi managerial. Kedua : melakukan assessment terhadap peserta pelatihan yang telah kembali ke lingkungan kerja sebagai upaya mewujudkan model experiental learning. Ketiga : mengusulkan adanya struktur organisasi yang mendukung pengelolaan pengetahuan; 3. Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku dalam Rangka Penguatan Peran Pelayanan Publik. yang menyoroti tentang bagaimana urgensinya ketaatan penerapan kode etik dan kode perilaku ASN dengan pelayanan public; 4. Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Dilingkungan Kemenkumham dan Regulasinya. Tulisan ini membahas berbagai regulasi sebagai turunan dari Jurnal i WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menjelaskan bagaimana Kemenkumham melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan pelayanan pubik; 5. Analisa Pertentangan Antara Diskresi dengan Tindak Pidana Korupsi. Tulisan ini menanalisa fenomena kasus- kasus diskresi yang seharusnya berada dalam ranah hokum administrasi negara yang terseret kedalam ranah hokum pidana atau tindak pidana korupsi; 6. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Sistim Peradian Anak. Tulisa tersebut mengaitkan dengan pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak. Akhir kata, redaksi mengucapkan terima kasih kepada Widyaiswara dan Assessor SDM Aparatur yang telah berpartisapasi mengisi media ini dengan harapan kedepan akan lebih baik.Kepada para pembaca kami harapkan saran dan kritik guna meningkatkan profesioalisme dan inovasi dalam pembuatan Jurnal ini. SELAMAT MEMBACA Redaksi ii Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 KATA SAMBUTAN P uji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya Jurnal Widyaiswara Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 telah diterbitkan. Terdapat 6 (enam) Karya Tulis Ilmiah yang merupakan hasil penelitian dan kajian dari para Widyaiswara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia. Semua Karya Tulis Ilmiah yang diterbitkan telah melewati proses telaah oleh 3 (tiga) orang reviewerMitra Bestari. Karya Tulis Ilmiah (KTI) Widyaiswara adalah karya tulis ilmiah yang disusun secara substantif terkait dengan tugas dan fungsi Widyaiswara dalam lingkup pendidikan, pengajaran, dan pelatihan dalam rangka pengembangan spesialisasi Widyaiswara. Tujuan dari pembuatan Jurnal Widyaiswara ini adalah untuk menyebarluaskan informasi ke masyarakat terkait teknis pekerjaan dan tugas fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan kompetensi pegawai. Pada Jurnal Widyaiswara edisi ini terdapat beberapa tulisan terkait dengan Assessment Center, Metode Uji Kompetensi Sumber Daya Manusia (ditulis oleh Mardjoeki, Assesor Sumber Daya Manusia Aparatur Ahli Utama), Peran Assesor Sumber Daya Manusia Aparatur dalam Mewujudkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Corporate University(ditulis oleh Sudirman D. Hury, Assesor Sumber Daya Manusia Aparatur Ahli Utama), Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku dalam Rangka Penguatan Peran Pelayanan Publik (ditulis oleh Sugiyo, Widyaiswara Ahli Utama), Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik di Lingkungan Kemenkumham dan Regulasinya (ditulis oleh Elis Widyaningsih, Widyaiswara Ahli Madya), Analisa Pertentangan antara Diskresi dengan Tindak Pidana Korupsi (ditulis oleh Arisman, Widyaiswara Ahli Madya) dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Anak (ditulis oleh Haidan, Widyaiswara Ahli Madya). Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan apresiasi danucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian Jurnal Widyaiswara ini. Jurnal iii WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini.Semoga jurnal ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya dan juga untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta, Juli 2020 Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia, Dr. Asep Kurnia iv Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 ASSESSMENT CENTER, METODE UJI KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA Mardjoeki Assessor Sumber Daya Manusia Aparatur Ahli Utama BPSDM Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM Jl. Raya Gandul No.4 Cinere, Depok [email protected] ABSTRAK Banyak perubahan di lingkungan kerja yang membuat inovasi dalam fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menggunakan cara terbaik untuk meningkatkan dan mengembangkan karakteristik sumber daya manusia yang relevan untuk mendukung organisasi. Banyak alternatif dapat digunakan, tetapi belum sepenuhnya dipahami, termasuk dalam praktik Manajemen Aparatur Sipil Negara. Dalam karya tulis ini, pusat penilaian akan dibahas untuk mendapatkan pemahaman dan melihat relevansinya sebagai metode uji kompetensi sumber daya manusia. Sebagai alternatif, metode pusat penilaian telah banyak digunakan oleh berbagai organisasi untuk memutuskan sumber daya manusia yang tepat untuk dipilih atau dipromosikan, mendiagnosis kekuatan dan kelemahan keterampilan yang relevan dan mengembangkannya. Metode pusat penilaian menggunakan banyak teknik, banyak penilai melakukan penilaian, pengamatan, klasifikasi dan mengintegrasikan informasi yang dikumpulkan dalam latihan / simulasi sementara peserta di seluruh di pusat penilaian. Ada banyak kritik tentang diadakannya pusat penilaian, tetapi kelebihan metode pusat penilaian tidak sebanding dengan kelemahan metode alternatif lainnya. Lebih dari itu, Metode Pusat Penilaian cukup fleksibel untuk diadaptasi ke berbagai filosofi manajemen sumber daya manusia, dan menggabungkan penggunaan teknologi informasi dalam Metode Pusat Penilaian adalah suatu keharusan. Kata Kunci: assessment center, SDM, kompetensi Jurnal 1 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 ABSTRACT Many changes in the work environment that make innovation in the functions of Human Resource Management use the best way to improve and develop the characteristics of relevant human resources to support the organization. Many alternatives can be used, but not yet fully understood, including in the practice of State Civil Apparatus Management. In this paper, an assessment center will be discussed to gain understanding and see its relevance as a human resource competency test method. As an alternative, the assessment center method has been widely used by various organizations to decide on the right human resources to be selected or promoted, diagnose the strengths and weaknesses of relevant skills and develop them. The assessment center method uses many techniques, many assessors carry out assessments, observations, classifications and integrate information collected in exercises / simulations while participants throughout in the assessment center. There is a lot of criticism about the holding of the assessment center, but the advantages of the assessment center method are not comparable to the weaknesses of other alternative methods. More than that, the Assessment Center Method is flexible enough to be adapted to various human resource management philosophies, and incorporating the use of information technology in the Assessment Center Method is a necessity. Keywords: Assessment center, human resources, competency I. Pendahuluan S etiap pekerjaan membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan (tertentu). Hal ini bergantung pada jenis, tingkat kesulitan dan detail pekerjaan, serta sifat pekerjaan. Semakin tinggi tingkat kesulitannya terhadap pekerjaan tersebut, maka pengetahuan dan keterampilan terhadap pekerjaan tersebut juga akan semakin tinggi. Sifat pekerjaan yang terus berubah menciptakan tantangan tambahan. Oleh karena itu, satu organisasi harus dapat mengukur kontribusi yang diperlukan untuk sukses dalam pekerjaannya, 2 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 termasuk kemampuan beradaptasi, akulturasi, kesiapan dan motivasi untuk belajar keterampilan lain agar dapat dikembangkan. Dalam hal ini, ada banyak perubahan yang terjadi di dalam dan di sekitar dunia kerja.(George C. Thornton III & Rupp, 2006, p. 3) Pertama, pasar kerja tumbuh secara signifikan (contoh sederhana di lingkungan birokrasi pemerintahan munculnya berbagai jenis pekerjaan/jabatan fungsional baru). Kedua, ada perubahan yang terjadi dalam cara organisasi mengelola sumber daya manusia (SDM) pegawainya. Banyak organisasi modern menyusun pekerjaan untuk menciptakan “sistem kerja berkinerja tinggi” yang bertujuan untuk memaksimalkan keselarasan antara sistem sosial dan teknis. Ketiga, “pekerja berpengetahuan” (yaitu, individu dengan pengetahuan yang sangat terspesialisasi) yang membentuk hampir setengah dari pertumbuhan pekerjaan saat ini dan yang diproyeksikan akan terus berkembang dimasa yang akan datang. Perubahan-perubahan di atas membutuhkan inovasi dalam Manajemen SDM secara umum, dan secara khusus memberikan tekanan tambahan pada fungsi-fungsi Manajemen SDM untuk menggunakan cara terbaik untuk mengevaluasi dan mengembangkan sifat yang menjadi ciri khas atau kemampuan SDM yang relevan untuk efektivitas organisasi. Ada kebutuhan besar bagi organisasi untuk mengembangkan, memvalidasi, dan mengelola praktik-praktik SDM dalam memutuskan siapa SDM yang akan dipilih atau dipromosikan, serta mengembangkan pekerjaan, dan keterampilan yang relevan. Oleh karena itu, bagi setiap unit organisasi akan selalu berkepentingan untuk memperoleh kecocokan terbaik antara persyaratan jabatan atau pekerjaan dengan kemampuan dan karakteristik SDM yang dibutuhkan. Terkait dengan hal ini, sekecil apapun unit organisasi pasti akan membutuhkan SDM yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan menempatkannya pada posisi yang tepat dalam pekerjaan organisasi, seperti sebuah ungkapan the right man on the right place. Dengan demikian, menjadi keniscayaan bagi setiap unit organisasi untuk mengembangkan cara yang akan memungkinkan organisasi untuk memilih dan atau merekrut, melatih, bahkan mempertahankan talenta terbaik dari SDM yang tersedia. Cara yang diharapkan dapat membangun transparansi, dan rasa keadilan Jurnal 3 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 dalam mengelolanya. Cara yang bebas dari berbagai bentuk diskriminasi, bias kepentingan politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan. Jadi, apa arti semua perubahan ini bagi manajemen SDM?. Perubahan dalam lingkungan organisasi telah mengubah kebutuhan untuk berbagai alat manajemen SDM, serta menggunakannya sebagai cara terbaik untuk mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi dalam praktiknya, secara umum harus diakui bahwa penggunaan cara/metode dalam pengelolaan SDM belum dilakukan secara menyeluruh untuk dipahami. Begitu juga secara khusus ini terjadi dalam praktik Manajemen SDM di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam tulisan ini akan dibahas cara alternatif yang dapat di pergunakan untuk memutuskan SDM yang tepat untuk dipilih atau dipromosikan. Selain itu, cara alternatif untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan terhadap keterampilan yang relevan dan mengembangkannya dalam pekerjaan. Cara ini di sebut assessment center, dimana cara ini merupakan salah satu cara/ metode alternatif yang berdasarkan pada teori dan pengalaman para praktisi Manajemen SDM. Cara ini relevan di pergunakan untuk menguji kompetensi, dengan tujuan untuk memperoleh SDM yang tepat bagi keberhasilan pencapaan tujuan suatu pekerjaan. Dengan kata lain dapat dimaknai bahwa keberhasilan suatu pekerjaan dapat ditentukan oleh kesesuaian SDM yang kompeten di bidang pekerjaan tersebut, karena “jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” II. Metode Penelitian Sebelum menjelaskan metode penelitian dalam penulisan ini akan menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian. 1. Tujuan penelitian 1.1. Untuk memperoleh pengetahuan tentang assessment center. 1.2. Untuk menelaah relevansi assessment center sebagai alternatif metode uji kompetensi sumber daya manusia. 1.3. Untuk mengembangkan pengetahuan tentang assessment center yang sudah ada. 4 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 2. Metode penelitian. Penelitian dalam penulisan ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif yang merupakan metode yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, serta akurat berdasarkan informasi yang relevan diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, internet, dan sumber-sumber lain. Dengan melakukan studi kepustakaan tersebut, penulis memanfaatkan informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitian ini. III. Pembahasan 1. Relevansi Metode Assessment Center dalam Manajemen Sumber daya Manusia a. Sejarah Metode Assessment Center Metode Assessment Center pertama sekali digunakan di Angkatan Darat Jerman pada tahun 1920 yang mula-mula bernama situation testing, untuk memilih calon perwira yang berkualitas tinggi. Kemudian metode ini ditiru oleh Inggris pada tahun 1942 untuk menyeleksi perwira War Office Selection Board (WOSB), yang merupakan dewan penyeleksian militer Inggris untuk menyeleksi perwira yang akan bertugas di Perang Dunia ke II, dengan menggunakan wawancara psikologis, tes tertulis, simulasi individual dan kelompok dalam assessment center-nya. Dalam pelaksanaannya, cara ini menggunakan tim assessor yang terdiri dari psikiater dan ilmuan psikologi yang bertanggungjawab langsung kepada pejabat senior yang nantinya akan membuat keputusan final mengenai perekrutan. Selama Perang Dunia Ke II para psikolog Amerika Serikat pertama kali mengunakan metode ini secara ekstensif. Perkembangan selanjutnya, tidak beberapa lama setelah perang dunia ke II pada tahun 1948, militer Amerika menggembangkan penggunaan metode assessment center dalam proses seleksi agen intelijennya. Sementara itu, The British Council of Shopping Centres (BCSC) yang merupakan komisi pelayanan publik Inggris menjadi pionir dalam penggunaan assessment center di area Jurnal 5 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 non-militer pada tahun 1945. Mereka menggunakan assessment center untuk tujuan menyeleksi karyawan baru, menggunakan proses penyeleksian bertingkat; tes tertulis dan wawancara penyaringan, kemudian diikuti dengan 2-3 hari asesmen, dan diakhiri dengan wawancara dan keputusan oleh Dewan Seleksi Final (FSB – Final Selection Board). Adaptasi pertama kali metode assessment center di dunia industri dilakukan oleh AT&T (Michigan Bell Company/Bell Telephone) pada tahun 1956 hingga 1965 dalam proses penelitian pengembangan manajemen. Penelitian ini dirancang dan dipimpin oleh Dauglas Bray yang merupakan penelitian dalam pengembangan karir manajerial terbesar yang paling lama dan komprehensif yang pernah dilakukan. Tujuannya adalah berusaha untuk memahami karakter apa saja (kognitif, motivasi atau sikap) yang penting bagi kemajuan karir karyawan- karyawan muda yang bekerja di sistem perusahaan Bell, dari posisi awal mereka bergabung dengan perusahaan hingga ke tingkat manajemen madya dan manajemen senior. Contoh lain yang berhasil penggunaan assessment center dalam praktek manajemen SDM adalah Palmore Fire Department/PFD (George C. Thornton III & Rupp, 2006, p. 19) yang menggunakan assessment center untuk membantu memutuskan siapa yang akan dipromosikan dari pangkat Letnan ke pangkat Kapten. Selama bertahun-tahun, PFD tidak senang dengan manajemen talenta petugas yang dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi. Seringkali Letnan dengan keterampilan pemadam kebakaran terbaik dipromosikan ke manajemen yang lebih tinggi, mungkin Letnan ini memiliki kinerja yang sangat baik (“bekerja”) sebagai pemadam kebakaran dan sebagai pengawas garis depan, akan tetapi hal itu tidak selalu berarti bahwa mereka akan unggul dalam posisi manajemen yang lebih tinggi di mana tugas pekerjaan sangat berbeda dari pada tugas operasional dasar. Selain daripada itu, PFD juga ingin melembagakan metode yang adil untuk kandidat minoritas dan perempuan. Dengan demikian, organisasi memutuskan untuk mengadakan 6 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 assessment center promosi untuk membantu mengidentifikasi para Letnan berprestasi yang juga memiliki bakat untuk dikembangkan menjadi kapten yang efektif. Pada tahun 1970-an, metode assessment center tersebar luas secara masif hingga banyak perusahaan menggunakan metode ini untuk tujuan seleksi, promosi dan perencanaan pengembangan SDM. Metode assessment center yang digunakan di Amerika menyebar ke negara-negara lain. Sementara itu, di Indonesia perusahaan nasional pertama yang menjadi pionir pengguna metode assessment center adalah PT. TELKOM (Persero) yang dinamakan Assessment Center Indonesia (ACI). PT. Telkom Indonesia yang merupakan salah satu unit bisnis Telkom yang bertujuan untuk melakukan proses identifikasi kompetensi terhadap kandidat-kandidat terpilih yang nantinya akan menduduki posisi tertentu di dalam perusahaan. Sejak tahun 1988, PT. TELKOM (ACI PT Telkom) sudah mengembangkan dan menggunakan metode assessment center untuk tujuan seleksi, promosi dan rencana pengembangan SDM. Perjalanan panjang penggunnaan assessment center pada PT Telkom dan terhitung pada tanggal 10 November 1990 resmi menggunakan metode Assessment Center dalam (hampir) setiap tahapan proses pengelolaan Human Resources PT. Telkom. Banyak pihak memberikan apresiasi atas konsistensi PT Telkom dalam menggunakan metode assessment center, antara lain: Dr. George C Thomton III “you did a lot, on Telkom use the AC. Keep Up the Good Work. Jenderal TNI (Purn) Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) menyatakan bahwa “Kerjasama KSP dengan Assessment Center Telkom Indonesia untuk melakukan pengembangan SDM sangat positif. Selain membantu mengembangkan potensi talenta dari tenaga professional Kantor Staf presiden yang berjumlah kurang lebih 100 orang diharapkan juga, manajemen talenta Kantor Staf Presiden dapat tercapai”. Jurnal 7 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Dalam hal ini, Darmawan Prasodjo, menyatakan bahwa “hasil asesmen Telkom akurat, tes ini bagus, akurat, saya bisa review kinerja 4 tahun ini, dan dari tes ini kita bisa mencari ruang yang masih bisa di optimalkan. Saya berterima kasih kepada Telkom. Luar biasa. Saya senang. Selain dari pada itu, Indrawan Sumantri (PT Citra Persada Infrastruktur) berpendapat bahwa “Pelayanan kooperatif, hasil yang diberikan membantu kami memetakan kompetensi dan kualifikasi karyawan sebagai bahan pertimbangan dalam pengisian formasi jabatan” (ACI PT Telkom). Keberhasilan PT. Telkom bertahan menggunakan assessment center (lebih dari 23 tahun), hal ini karena : 1). Komitmen top management berupa dukungan yang konsisten dalam memanfaatkan hasil Assessment Center dalam setiap keputusannya merupakan faktor dominan yang harus dimiliki. 2). Manajemen memberikan kesempatan bagi karyawan pengelola Assessment Center untuk mengikuti program-program pelatihan, seminar-seminar, dan juga ikut serta dalam kongres-kongres internasional. 3). Hasil Assessment Center yang akurat menambah keyakinan manajemen untuk memanfaatkan dalam berbagai proses pengelolaan SDM. 4). Sikap transparan diterapkan dalam Assessment Center melalui sosialisasi dijelaskan apa yang dimaksud dengan metode ini, apa manfaatnya bagi perusahaan dan juga bagi karyawan. 5). Assessment Center PT. Telkom secara konsisten mengacu pada “Guidlines and Ethical Considerations for Assessment Center Operations”. b. Metode Assessment centers sebagai alat Uji Kompetensi Sumber Daya Manusia George C. Thomson III dalam bukunya Assessment Centers in Human Resource Management Strategies for Prediction, Diagnosis, and Development (2006) mengemukakan, “The assessment center method is a procedure used by human resource management (HRM) to evaluate and develop personnel in terms of attributes or 8 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 abilities relevant to organizational effectiveness”. Sementara itu Badan Kepegawain Nasional (BKN) mendifinisikan dalam Peraturan Kepala BKN (PerkaBKN) Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri Sipil, Metode Assessment Center adalah metode terstandar yang dilakukan untuk mengukur kompetensi dan prediksi keberhasilan pegawai dalam suatu jabatan dengan menggunakan beberapa alat ukur atau simulasi berdasarkan kompetensi jabatan dan dilakukan oleh beberapa orang Assessor. Metode assessment center menawarkan sebagai alat uji yang komprehensif dan fleksibel untuk menilai dan mengembangkan karyawan di lingkungan kerja modern, karena sebagai alat uji, metode assessment center memiliki kekuatan-kekuatan untuk mengukur sifat-sifat perilaku pegawai/ karyawan dalam pekerjaan, memprediksi kinerja karyawan, potensi-potensi yang dimilki bahkan pelatihan-pelatihan yang diperlukan untuk pengembangan karier. Sebagaimana dikemukakan oleh George C. Thomson III (2006) bahwa “Assessment centers have many strengths: (a) They can measure complex attributes, (b) they are seen as fair and “facevalid” by those who participate in them, (c) they show little adverse impact, (d) they predict a variety of criteria (e.g., performance, potential, training success, career advancement;….” Metode assessment center serupa dengan beberapa prosedur asesmen yang lain, tetapi sama sekali berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut ada pada Penilaian Individu ( Individual Assessment), Umpan Balik dari berbagai sumber (Multisource Feedback), Wawancara Latar belakang perilaku (Behavioral Background Interview), Wawancara situasional (Situational Interview), Tes Kemampuan Kognitif (Cognitive Ability Test), Kuesioner Kepribadian (Personality questionnaire), dan lain-lainnya yang lazimnya dipergunakan untuk berbagai tujuan asesmen. Sebagai contoh. misalnya untuk tujuan membuat keputusan antara kesesuaian seorang dengan suatu pekerjaan, Jurnal 9 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 dengan tehnik Individual Assessment, seorang psikolog akan menggunakan tehnik tersebut untuk melakukann penilaian yang holistik terhadap seseorang untuk memperoleh relevansi antara kharakteristik pekerjaan dengan potensi seseorang. Contoh lain tentang asesmen untuk tujuan pengembangan pegawai, dapat menggunakan tehnik Behavioral Background Interview (mis. dari Supervisor, rekan kerja, bawahan) dengan menggunakan pengumpulan survei tentang efektivitas pegawai terhadap serangkaian kompetensi. Jadi, tiap-tiap metode assesmen memiliki kekuatan dan memiliki efektivitas untuk memprediksi keberhasilan dalam tujuan-tujuan assesmen. Assessment center memiliki beberapa perbedaan dari teknik penilaian yang lain seperti adanya beberapa tes, latihan-latihan simulasi, dan wawancara. Dalam hal ini, assessment center menggunakan lebih banyak simulasi yang mempresentasikan pekerjaan pada target jabatan/ pekerjaan yang ditujukan untuk melakukan observasi terhadap prilaku calon (yang umumnya kompleks) terhadap relevansinya dengan kompetensi manajerial, dan dilakukan oleh banyak assessor. Dalam proses assessment juga seringkali melibatkan pimpinan- pimpinan tinggi, serta melakukan evaluasi integrasi terhadap informasi yang dikumpulkan. Agar lebih jelas bagaimana perbandingan kharakteristik dari metode assesment alternative dengan metode assessment center dapat dilihat dalam tabel 1. Melalui metode assessment center dapat menyumbangkan informasi berharga ke sejumlah fungsi dari sistem manajemen SDM di suatu organisasi, merekrut, memilih, melatih, memberikan kompensasi, mengevaluasi, dan mempertahankan personil organisasi. Dalam hal ini, metode assessment center dapat memberikan keadilan bagi setiap orang dari ras, suku, agama, jenis kelamin, dan kelompok dan dengan demikian sangat berguna dalam memajukan tujuan organisasi. Fitur anessential dari metode assessment center adalah penggunaan latihan simulasi untuk mengamati perilaku spesifik para peserta (International Task Force, 2000 dalam George C. Thomson III (2006). 10 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Table 1 Perbandingan Karakteristik Metode Asesmen Alternatif dan Metode Assessment Centers Teknik Penilaian Alternatif: Methode Assessment Center: Individual Assessment:  Penilaian dibuat khusus, yang dapat  Penilaian dilakukan secara menyeluruh  Penilaian dilakukan oleh satu orang digabungkan ke dalam penilaian  Satu individu dinilai pada satu waktu keseluruhan  Penilaian dibuat oleh beberapa assessor Multisource Feedback:  Beberapa individu dapat dinilai secara  Penilai menerima pelatihan terbatas/ bersamaan (mis., 6–12) tanpa pelatihan  Para assessor menerima pelatihan  Umpan balik sebagian besar ditulis ekstensif.  Banyak penilai yang digunakan, seperti;  Umpan balik seringkali dilakukan lisan supervisor, rekan kerja, bawahan, atau dan tulisan pelanggan  Banyak assessor yang digunakan, dan Behavioral background interview: biasanya juga menggunakan  Laporan tentang perilaku masa lalu manajemen atas, atau SDM di luar  Bisa dipalsukan organisasi Situational interview:  Pengamatan terhadap perilaku aktual  Laporan dari niat untuk berperilaku saat ini  Sulit untuk dipalsukan: kandidat harus menunjukkan perilaku yang sebenarnya  Pengamatan perilaku aktual saat ini Cognitive ability tests:  Masalah konkret, terkait pekerjaan yang  Masalahnya abstrak ditugaskan  Kemampuan terlijat dari respons  Mendemonstrasikan perilaku terbuka terhadap setiap item tes  Sedikit dampak buruk yang ditimbulkan  Dapat menyebabkan dampak buruk Personality questionnaire:  Sulit dipalsukan  Mudah palsukan  Deskripsi oleh pengamat  Deskripsi diri  Dapat mengukur sifat-sifat yang stabil  Mengukur sifat-sifat yang stabil  Validitasnya rendah dan keterampilan yang dapat dikembangkan  Peserta merespons dengan baik Sumber : George C. Thomson III (2006:16) Latihan simulasi itu dapat melibatkan peserta, misalnya, situasi yang mengharuskan peserta untuk menyiapkan laporan tertulis setelah menganalisis masalah tertentu, membuat presentasi lisan, menjawab surat atau memo dalam kotak (in- basket), atau berbicara dengan pelanggan tentang keluhan layanan. Jurnal 11 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Selain latihan perseorangan, latihan kelompok sering digunakan jika interaksi kelompok adalah bagian dari sifat pekerjaan. Dalam setiap latihan/simulasi para assessor yang terlatih mengamati perilaku yang ditampilkan para peserta dan para assessor membuat evaluasi independen atas apa yang telah mereka lihat. Selanjutnya berbagai sumber informasi diintegrasikan dalam diskusi di antara para assessor dan hasil integrasi ini merupakan evaluasi kekuatan dan kelemahan terhadap masing-masing peserta selama latihan/simulasi dan menjadi hasil akhir dari keseluruhan penilaian. Ada banyak perubahan yang terjadi di dalam organisasi modern dalam mengelola SDM, termasuk dalam organisasi pemerintah khususnya dalam penilaian dan pengembangan untuk menghasilkan SDM yang kompeten, profesional dan berintegritas. Selain itu, peningkatan jumlah pegawai pada organisasi/instansi pemerintah, ditambah dengan perubahan sifat pekerjaan dan tantangan lingkungan organisasi memberikan tekanan tambahan pada pengelolaan SDM aparatur pemerintah atau ASN untuk mengangkat, melatih, dan mempertahankan talenta terbaik (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara). Undang-undang tersebut mengatur bahwa setiap kali mengangkat ASN dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan PNS: a) Jabatan Administrasi, b) Jabatan Fungsional, c) Jabatan Pimpinan Tinggi diantaranya harus memiliki kompetensi yang meliputi; komptensi teknis, kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosio Kultural berdasarkan evaluasi oleh tim penilai kinerja PNS (Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil). Kompetensi teknis, berkenaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. Kompetensi manajerial, berkenaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. Sedangkan kompetensi sosial kultural yakni yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan 12 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi, dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi, dan jabatan. Oleh karena itu, berbagai kementerian/Lembaga mengembangkan alat pengukuran kompetensi, menggunakan Metode Assessment Center dalam memilih para pejabat di lingkungan kementerian/lembaga yang bersangkutan. Namun, sering muncul pertanyaan kritis berkenaan dengan bagaimana mengukur kompetensi teknis, siapa yang melakukan pengukuran, bagaimana cara mengukurnya. Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Penilaian Kompetensi BKN pada tanggal 17 Desember 2019, peserta Assessor SDM Aparatur Ahli Utama (saat ini baru berjumlah 9 orang) dari beberapa Kementerian/Lembaga (BKN, Kementerian Kelautan, Kementerian Pertanian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara) dan beberapa Assessor SDM Aaparatur ahli Madya, dipimpin oleh Kepala Pusat Penilaian Kompetensi BKN, sangat mencermati pertanyaan yang sering muncul tersebut (bahkan dari kalangan internal assessor). Dalam diskusi dipahami betul bahwa untuk mengukur Kompetensi ASN perlu adanya standar kompetensi dan kamus kompetensi yang meliputi; kamus kompetensi teknis; kamus kompetensi manajerial; maupun kamus kompetensi sosial kultural. Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara bahwa Standar kompetensi manajerial dan standar kompetensi sosial kultural jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, dan jabatan fungsional ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini. Sedangkan, standar kompetensi teknis (mengacu pada kamus kompetensi teknis yang sesuai dengan karakteristik tugas jabatan) disusun dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Kementerian/Lembaga, PPK Sekretariat Lembaga Negara, dan PPK Sekretariat Lembaga Nonstruktural sesuai dengan urusan pemerintah yang menjadi kewenanganya dan mendapat persetujuan dan Menteri PAN&RB. Jurnal 13 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Dalam diskusi mencermati betapa tidak sederhana untuk menyusun standar kompetensi taknis, dan atau kamus kompetensi teknis mengingat karakteristik tugas jabatan dalam kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah sangat bervariasi. Variasi tugas dalam setiap jabatan itu membutuhkan standar/kamus kompetensi masing-masing. Akhirnya, diskusi mengerucut pada Perka BKN yang berkenaan adanya ruang untuk dapat melibatkan Narasumber dalam Penilaian Kompetensi (“dengan menggunakan simulasi presentasi”) dengan persyaratan tertentu. Persyaratan dan kriteria Narasumber sebagaimana dimaksud dalam Perka BKN itu meliputi; a). Pejabat Pimpinan Tinggi/Pakar; b). memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang yang akan dinilai/ terkait substansi jabatan yang akan dinilai; c). mengetahui proses penilaian kompetensi; dan d). menguasai teknik wawancara kompetensi. Metode assessment center, merupakan sebuah metode yang seperti sudah dijelaskan sebelumnya memilki perbedaan- perbedaan dengan alternatif metode pengukuran lainnya, bahkan dilihat dari validitas dan realibilitas sebagai sebuah alat ukur memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik. Metode Assessment Center memiliki validitas/tingkat keakuratan lebih tinggi, seperti dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Koefisien validitas untuk keputusan promosi Metode Pengukuran Validitas Metode Pengukuran Validitas 1. Assessment Center 0,65 2. Work Sample Test 0.54 3. Cognitive Ability Test 0.53 4. Modern Personality Test 0.39 5. Biodata 0.38 6. References 0.23 7. Interviews 0.19 Sumber : Sally Walker. Assessment Center (materi pelatihan assessor BKN 2019) 14 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 2. Persyaratan Dasar Assessment Center Ada beberapa persyaratan dasar untuk proses penilaian agar secara sah disebut Assessment Center: a. Analisis pekerjaan/jabatan. Brannick & Levine menyatakan bahwa analysis of job requirements is the first step in developing any human resource management procedure.(George C. Thornton III & Rupp, 2006, p. 40) Analisis pekerjaan menjadi langkah pertama yang dilakukan dan sangat penting dalam mengembangkan prosedur manajemen SDM; untuk memastikan bahwa prosedur seleksi ini memberikan rasa keadilan bagi semua kandidat. Dengan analisis pekerjaan ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang pekerjaan dan situasi organisasi, termasuk dimensi kompetensi yang akan dinilai (yaitu, keterampilan, kualitas, sifat, motivasi, pengetahuan yang diperlukan oleh pekerjaan tersebut), dan tingkat kompetensi yang diharapkan dalam pekerjaan/jabatan tersebut. Dalam hal ini, ada lima alasan utama mengapa analisis pekerjaan adalah langkah pertama yang penting dalam membangun assessment center. (George C. Thornton III & Rupp, 2006, p. 81) Pertama, menganalisis situasi pekerjaan memungkinkan kita untuk menentukan dimensi kompetensi yang akan dinilai. Mengidentifikasi tingkat kemahiran dalam organisasi yang diharapkan memberi kita indikasi tingkat kesulitan untuk dimasukkan ke dalam latihan simulasi. Mengetahui tugas pada target pekerjaan akan memberi informasi tentang konten dan jenis latihan simulasi yang akan digunakan. Kedua, untuk memastikan akurasi pengambilan keputusan dalam merekrut, mempromosikan, dan melatih orang- orang terbaik untuk suatu pekerjaan., Melalui analisis pekerjaan, dimensi kompetensi yang relevan dengan pekerjaan dapat dipilih dan digunakan untuk mengidentifikasi karyawan dengan potensi tertinggi. Ketiga, melalui analisis pekerjaan memberi kita informasi penting yang digunakan untuk melatih para assessor. Jurnal 15 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Karena, analisis pekerjaan akan memberikan informasi terperinci tentang sifat dimensi kompetensi, tingkat kemahiran yang diperlukan pada setiap dimensi kompetensi, dan perilaku yang umumnya ditampilkan relevan dengan setiap dimensi kompetensi. Hal ini akan sangat berguna dalam pelatihan assessor, karena asesor harus mencapai pemahaman yang sama tentang makna dimensi kompetensi tersebut. Keempat, penggunaan assessment center untuk seleksi atau promosi harus didasarkan analisis pekerjaan yang menyeluruh, termasuk karakteristik pekerjaan yang secara eksplisit disyaratkan dalam pekerjaan tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kelima, analisis pekerjaan dapat dipergunakan untuk mengembangkan pelatihan yang benar-benar valid di mata unit/instansi pengguna dan peserta assessment center. Karena konten pelatihan harus memiliki relevansi yang dirasakan oleh organisasi, dan peserta, serta memotivasi peserta pelatihan untuk belajar, mengembangkan, dan mengejar pelatihan lanjutan. Selain itu, peserta assessment center mengharapkan organisasi untuk mengevaluasi mereka berdasarkan keterampilan dan pengalaman yang relevan dengan pekerjaan mereka, bukan karakteristik lain seperti popularitas atau karakteristik demografis, dan lain-lain. Relevansi dari program penilaian, dan pelatihan dimulai dengan adanya informasi yang lengkap dan akurat tentang pekerjaan dan persyaratan organisasi yang berasal dari analisis pekerjaan. Dalam tahapan ini, berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri Sipil, dapat diperoleh melalaui wawancara substansi kepada pihak instansi pengguna untuk mengumpulkan data/dokumentasi/bahan tentang instansi, tujuan penilaian kompetensi, target jabatan, termasuk jumlah pegawai yang akan mengikuti penilaian kompetensi. 16 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Bagi program seleksi dan promosi, kementerian/lembaga biasanya tertarik menggunakan assessment center untuk membantu mengidentifikasi kandidat yang memiliki kemampuan dan potensi untuk belajar dan tumbuh di posisi baru. Oleh karena itu, program penilaian ini harus dapat menilai sifat-sifat/ciri-ciri yang terkait dengan kemampuan dan potensi orang tersebut (misalnya, keterampilan interpersonal dan pemecahan masalah). Di sini, analisis pekerjaan dirancang sebagai upaya untuk mengidentifikasi sifat-sifat yang harus difokuskan oleh assessor dalam setiap latihan/simulasi. Sifat-sifat ini harus diklarifikasi oleh semua assessor sehingga mereka memiliki kerangka acuan yang sama untuk pengamatan mereka. b. Menggunakan banyak teknik penilaian Berbagai teknik penilaian digunakan dalam assessment center untuk mengevaluasi peserta; wawancara, tes, kuesioner, dan latihan simulasi. Teknik-teknik tersebut dirancang untuk memberikan banyak peluang untuk mengamati perilaku (yang bersifat kompleks) terkait dengan dimensi kompetensi yang diidentifikasi dalam analisis pekerjaan. Dalam hal ini, BKN menetapkan ada 3(tiga) alat ukur dalam metode assessment center antara lain: a) simulasi, b) wawancara kompetensi, dan c) tes psikologi. Dan untuk simulasi yang dapat digunakan diantaranya adalah sebagai berikut : a) in-tray/in-basket, b) proposal writing, c) presentation, d) case analysis, e) leaderless group discussion, f) role play, g) business games, dan h) fact finding ( PerkaBKN Nomor 26 Tahun 2019). Salah satu fitur yang membedakan dari metode penilaian lain adalah latihan simulasi. Bray & Grant mengemukakan “one of the distinguishing features of the assessment center method is the simulation exercise.”(George C. Thornton III & Rupp, 2006, p. 40) Salah satu fitur yang membedakan dari metode assessment center adalah latihan simulasi, karena dengan latihan simulasi akan menggambarkan aspek-aspek penting dari target pekerjaan. Jurnal 17 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Oleh karena itu, jika analisis pekerjaan mengungkapkan tugas, masalah, dan situasi yang harus dihadapi dalam pekerjaan, maka dalam latihan simulasi dibuat yang sangat mirip dengan fitur-fitur penting dari situasi pekerjaan tersebut. Ciri umum dari latihan simulasi ini adalah bahwa peserta dihadapkan dengan serangkaian kondisi kompleks yang mewakili situasi yang mungkin secara riil terjadi pada pekerjaan. Dengan demikian, peserta diharapkan menampilkan beberapa perilaku yang konsisten dengan perilaku yang diperlukan pada pekerjaan. Misalnya, dalam diskusi kelompok, peserta menawarkan saran tentang program atau prosedur baru; dalam studi kasus, peserta menulis analisis kritis dan rekomendasi. Sedangkan bagi assessor, mereka mencatat secara terperinci apa yang dikatakan dan dilakukan oleh peserta. Di sini, pengamatan perilaku oleh assessor berupa pernyataan dari tindakan peserta yang dapat diamati dan bahkan kata-kata yang sebenarnya diungkapkan oleh peserta, tidak berisi kesimpulan tentang, seperti “dia marah,” atau interpretasi, seperti “dia membuat kesan buruk pada peserta lain”. Dalam praktiknya, banyak cara di mana organisasi memasukkan nilai inovasi dan memberikan perhatian khusus pada penggunaan teknologi dengan pertimbangan masalah multinasional/lintas budaya, integrasi hasil assessment center ke dalam fungsi manajemen SDM yang lebih besar, assessment center sumber daya, assessment center non-manajerial, dan penilaian kemampuan dan kepribadian dalam assessment center. Dalam Perka BKN tersebut di atas, juga memberikan ruang untuk menggunakan media teknologi informasi secara komprehensif dan bersifat massal, meskipun hanya dapat dilakukan untuk paling tinggi jabatan administrator atau jabatan fungsional yang setara. c. Menggunakan banyak assessor Dalam metode assessment center, menggunakan lebih dari satu orang assessor yang terlibat dalam mengevaluasi 18 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 peserta. Karena pengamatan dari beberapa assessor akan membantu memastikan mengurangi bias individual dari salah satu assessor yang mempengaruhi proses penilaian, bisa dari satu assessor dapat diminimalkan dengan menyatukan pengamatan dari beberapa assessor. Dalam hal ini, para assessor dapat menilai dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Selain itu, dapat memberikan kontribusi yang valid untuk evaluasi kompetensi profesional. Perbedaan seperti itu diharapkan menjadi informasi yang berharga dan digunakan sebagai bagian dari prinsip menggunakan pengamatan oleh beberapa assessor. Perlu digaris bawahi bahwa dalam PerkaBKN Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi PNS yang dimaksud dengan assessor adalah assessor SDM Aparatur. Dalam teorinya, ada 2 calon, yaitu Assessor SDM Aparatur dan Assessor Independen. Pengertian Assessor SDM Aparatur adalah PNS yang menduduki formasi Assessor SDM Aparatur, dan telah mengikuti Pelatihan Assessor Aparatur BKN tetapi belum diangkat dalam jabatan fungsional Assessor SDM aparatur. Sedangkan Assessor Independen adalah assessor yang tidak berstatus PNS, memiliki sertifikat Assessor kompetensi manajerial, serta bernaung atau bekerja pada Lembaga penilaian kompetensi manajerial dan sosial kultural. Dalam Perka BKN itu yang dimaksud dengan Assessor SDM Aparatur adalah pejabat fungsional Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan penilaian kompetensi manajerial dan sosio kultural di lingkungan instansi pemerintah. Selain itu, terdapat kriteria assessor dalam melakukan penilaian kompetensi dengan metode assessment center : a). Calon Assessor SDM Aparatur melakukan penilaian Calon Assessor SDM Aparatur melakukan penilaian kompetensi Jabatan Pelaksana dan jabatan fungsional yang setara; Jurnal 19 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 b). Assessor SDM Aparatur jenjang pertama melakukan penilaian kompetensi Jabatan Pelaksana, Pengawas, serta jabatan fungsional yang setara; c). Assessor SDM Aparatur jenjang muda melakukan penilaian kompetensi Jabatan Administrator dan JPT Pratama di instansi pusat dan Provinsi/ Kabupaten/ Kota serta jabatan fungsional yang setara kecuali jabatan Sekretaris Daerah. d). Assessor SDM Aparatur jenjang madya dan utama melakukan penilaian kompetensi Jabatan JPT Pratama Sekretaris Daerah di Kabupaten/Kota, JPT madya Sekretaris Daerah di Provinsi, serta JPT madya dan Utama pada Instansi Pusat serta jabatan fungsional yang setara. Dalam hal ini, terdapat pengecualian bagi Penyelenggara Penilaian Kompetensi tidak terdapat Assessor SDM Aparatur yang memenuhi kriteria itu, maka: a). Dapat menunjuk Assessor SDM Aparatur satu jenjang di bawahnya atau Assessor SDM Aparatur yang sesuai kriteria dari Penyelenggara Penilaian Kompetensi instansi pemerintah lain. b). Jika terdapat keterbatasan jumlah Calon Assessor SDM Aparatur atau Assessor SDM Aparatur, maka dapat menunjuk dan menugaskan pejabat pimpinan tinggi/pejabat administrasi yang telah mengikuti diklat dan memiliki sertifikat Assessor. Kemampuan Assessor perlu terus menerus dilatih untuk menjalankan fungsi penilaian yang kompleks tersebut. Beberapa elemen pelatihan assessor dapat meliputi diskusi tentang makna dimensi kompetensi yang akan dinilai, praktik dalam mengamati dan mengevaluasi perilaku, integrasi informasi dalam tim asesor (assessor meeting), serta memberikan umpan balik kepada peserta. Hal itu dimaksudkan untuk mempertahankan/memelihara kesetaraan kompetensi para assessor untuk melakukan pengamatan perilaku, mencatat pengamatan tersebut dengan cara tertentu, mengklasifikasikan perilaku ke dalam dimensi kompetensi yang dinilai, membuat penilaian 20 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 tentang tingkat kinerja yang ditampilkan oleh kandidat. Seorang assessor juga harus dapat menggambarkan pengamatannya kepada assessor lain, mengintegrasikan pengamatan perilaku dari berbagai latihan dalam beberapa kasus/simulasi, membuat evaluasi keberhasilan secara keseluruhan dan memberikan saran untuk pengembangan di masa yang akan datang. Meskipun ada banyak keuntungan yang terkait dengan metode assessment center, tetapi dalam pelaksanaannya banyak menerima kritik juga. Beberapa kritik bersifat praktis, misalnya; prosesnya rumit dan membutuhkan waktu bagi manajer utama/pimpinan untuk bertindak sebagai pengguna. Orang-orang mempertanyakan apakah manfaatnya lebih besar daripada biayanya, terutama jika dibandingkan dengan prosedur penilaian yang lebih murah. Selain itu, penyelenggaraan assessment center dikritik karena dianggap hanya menghasilkan sebagian keputusan dan sangat sulit untuk dikelola. Melalui assessment center seseorang tidak dapat ditempatkan secara massal, seperti yang dilakukan dengan penilaian melalui tes tulis. Dalam assessment center, kelompok-kelompok kecil menghabiskan hingga sebagian atau beberapa hari untuk menyelesaikan latihan/simulasi. Selain itu, kualitas peringkat assessment center tergantung pada kualitas assessor yang harus dilatih dan dipantau terus kesetaraan kompetensinya. Bahkan dengan pelatihan yang memadai, assessor masih menghadapi beban kognitif yang substansial dalam menjalankan tugasnya. Akhirnya, penting untuk memahami bahwa tantangan/kritikan seputar penggunaan assessment center seringkali tidak sebanding dengan keunggulan metode assessment center dan kelemahan metode alternative lainnya. Jadi, “Kapan dan dalam kondisi apa assessment center harus digunakan,?” Ini bukan pertanyaan yang mudah dijawab. Ketika suatu organisasi berkomitmen untuk menggunakan metode yang tepat untuk membuat keputusan promosi, untuk memiliki sumber daya yang memadai, untuk Jurnal 21 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 menilai dan / atau mengembangkan seseorang di posisi tingkat yang lebih tinggi, di mana organisasi membutuhkan untuk memperoleh informasi yang banyak dan terperinci tentang pegawainya/karyawanyna (yang kompleks) tentang kekuatan dan kebutuhan pengembangan, maka assessment centers sesuai digunakan. Namun, ini bukan untuk mengatakan bahwa metode assessment center tidak berguna dalam situasi yang lain. d. Menggunakan Lembaga/unit Penyelenggara Penilaian Kompetensi Seperti dalam pembahasan sebelumnya, ada contoh-contoh organisasi telah menggunakan assessment center untuk tujuan seleksi/promosi, diagnostic dan untuk tujuan pengembangan. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan penilaian kompetensi diperlukan organisasi/uni Penyelenggara Penilaian Kompetensi. Dalam bahasan ini hanya akan disampaikan berkenaan dengan Penyelenggara Penilaian Kompetensi PNS. Dalam PerkaBKN Nomor 26 tahun 2019 menyatakan bahwa Penyelenggara Penilaian Kompetensi PNS adalah Penyelenggara Penilaian Kompetensi pada instansi pemerintah setelah terlebih dahulu mendapatkan pengakuan kelayakan dari Instansi Pembina (BKN) dan Penyelenggara Penilaian Kompetensi selain pada instansi pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari Instansi Pembina. Instansi pemerintah yang belum memiliki Lembaga Penilaian Kompetensi dapat menyelenggarakan penilaian kompetensi dengan ketentuan: a). menunjuk Penyelenggara Penilaian Kompetensi dari instansi lain yang telah diakui kelayakannya baik Penyelenggara Penilaian Kompetensi pada Instansi Pemerintah atau Penyelenggara selain pada instansi pemerintah; atau b). difasilitasi oleh unit kerja yang bertanggung jawab pada penilaian kompetensi ASN di Instansi Pembina. Perlu digaris bawahi adalah bahwa uji kelayakan Lembaga/ uni penyelenggara penilaian kompetensi menentukan kewenangan Penyelenggara Penilaian Kompetensi sesuai 22 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 dengan tingkat kategori pengakuan kelayakan (akreditasi); a). Penyelenggara Penilaian Kompetensi dengan pengakuan kelayakan (akreditasi) kategori A dapat melakukan penilaian kompetensi paling tinggi jabatan pimpinan tinggi Pratama atau jabatan fungsional yang setara, b). Penyelenggara Penilaian Kompetensi dengan pengakuan kelayakan (akreditasi) kategori B dapat melakukan penilaian kompetensi paling tinggi Jabatan Administrator atau jabatan fungsional yang setara, c). Penyelenggara Penilaian Kompetensi dengan pengakuan kelayakan (akreditasi) kategori C dapat melakukan penilaian kompetensi paling tinggi Jabatan Pengawas atau jabatan fungsional yang setara, d). Penyelenggara Penilaian Kompetensi dengan pengakuan kelayakan (akreditasi) kategori D dapat melakukan penilaian kompetensi Jabatan Pelaksana atau jabatan fungsional yang setara di lingkungan instansi masing-masing. Sedangkan Penilaian kompetensi Jabatan Pimpinan Tinggi Utama dan Madya menjadi kewenangan BKN, dan dapat melibatkan Assessor SDM Aparatur jenjang madya dan utama dari instansi pemerintah lainnya serta Assessor Independen yang sesuai dengan persyaratan dan kriteria. Dalam hal ini, catatan penting dalam penyelegaraan penilaian kompetenjsi PNS adalah bagi instansi (Instansi Pengguna) yang melaksanakan penilaian kompetensi menggunakan Penyelenggara Penilaian Kompetensi yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dalam Perka BKN itu, hasil penilaiannya tidak dapat dipertanggung jawabkan dan tidak dapat dimasukkan dalam database sistem informasi kepegawaian yang dikelola oleh Instansi Pembina (BKN). IV. Kesimpulan Dari pembahasan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Metode assessment center adalah prosedur yang digunakan oleh manajemen sumber daya manusia untuk; (a) memutuskan siapa yang akan dipilih atau dipromosikan, (b) mendiagnosis kekuatan dan kelemahan terhadap keterampilan yang terkait dengan pekerjaan, dan (c) mengembangkan pekerjaan/ keterampilan yang relevan, untuk efektivitas organisasi. Jurnal 23 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 2. Beragam metode penilaian tidak dapat diartikan bahwa semua metode penilaian adalah sejenis atau metode assessment center hanya satu cara untuk melakukan uji kompetensi. Desain metode penilaian tergantung pada tujuan, dan pada iklim yang ingin dibangun oleh organisasi, karena sistem manajemen sumber daya manusia organisasi dan iklim organisasinya saling terkait erat. Bahwa praktik manajemen sumber daya manusia dan metode penilaian memiliki efek yang kuat pada sikap dan perilaku karyawan. Metode assessment center menjadi jawaban sebagai alat uji yang komprehensif dan memiliki kekuatan dan efektivitas untuk memprediksi keberhasilan dalam tujuan-tujuan assesmen. 3. Metode assessment center cukup fleksibel untuk dapat disesuaikan dengan berbagai filosofi manajemen sumber daya manusia. Memasukkan inovasi penggunaan teknologi adalah suatu keniscayaan dalam Metode assessment center Daftar Pustaka George C. Thornton III, & Rupp, D. E. (2006). ASSESSMENT CENTERS IN HUMAN RESOURCE MANAGEMENT, Strategies for Prediction, Diagnosis, and Development. LAWRENCE ERLBAUM ASSOCIATES, PUBLISHERS Mahwah. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara. Peraturan Badan Kepegawaian Nasional Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri Sipil. ********** 24 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 PERAN ASSESSOR SDM APARATUR DALAM MEWUJUDKAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM CORPORATE UNIVERSITY Sudirman D. Hury Assessor Sumber Daya Manusia Aparatur Ahli Utama BPSDM Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM Jl. Raya Gandul No.4 Cinere, Depok [email protected] ABSTRAK Corporate University merupakan tren baru yang berkembang sejak tahun 1980an. Di Indonesia, beberapa lembaga BUMN telah melaksanakan corporate university, yang kemudian diikuti oleh Kementerian Keuangan. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah mencanangkan corporate university sejak Desember 2019. Tulisan ini membahas bagaimana peran Assessor SDM Aparatur dalam ikut mewujudkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia corporate university, sehingga peran Assessor SDM Aparatur dituntut untuk ikut merealisasikannya. Melalui metode deskriptif kualitatif, disimpulkan bahwa terdapat tiga peran Assessor SDM Aparatur, yaitu memastikan kembali pegawai mempunyai kompetensi sesuai standar kompetensi khususnya kompetensi manajerial; melakukan asesmen terhadap peserta pelatihan yang telah kembali ke lingkungan kerja sebagai upaya mewujudkan model experiental learning; serta mengusulkan adanya struktur organisasi yang mendukung pengelolaan pengetahuan. Kata Kunci: Corporate University, Assessor SDM Aparatur, peran Jurnal 25 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 ABSTRACT Corporate University is a new trend that has developed since the 1980s. In Indonesia, several BUMN institutions have implemented a corporate university, which was then followed by the Ministry of Finance. The Ministry of Law and Human Rights has also launched a corporate university since December 2019. This paper discusses how the role of Apparatus HR Assessor in participating in realizing the Ministry of Law and Human Rights corporate university. There are at least three roles that can be performed by Apparatus HR Assessor, which is to ensure that employees have competencies according to competency standards, especially managerial competencies; assessing trainees who have returned to the work environment in an effort to realize the experiential learning model; and proposes an organizational structure that supports knowledge management. The methodology used in this scientific work is a qualitative descriptive study with secondary data sources. Keywords: Corporate University, Apparatus HR Assessor, role CI. Pendahuluan orporate University (CorpU) menjadi semangat baru bagi institusi swasta maupun pemerintah dewasa ini. Berkembang sejak dua dasawarsa lalu tepatnya mulai dikenal sekitar tahun 1980an yang kemudian berkembang pesat dalam satu dekade (Blass, 2005), dari sekitar 400 pada tahun 1988 menjadi sekitar 1000 pada tahun 1998.(Heinz, 2001) Alasan adanya CorpU yaitu ketidakpuasan dengan pendidikan yang diberikan dalam program universitas tradisional serta untuk mengukur efektivitas program pelatihan.(Allen & McGee, 2004) Selanjutnya CorpU digunakan sebagai kendaraan untuk transfer pengetahuan yang terintegrasi serta inovasi - baik di dalam maupun di antara organisasi. (Rademakers, 2005) CorpU juga digunakan sebagai strategi bisnis organisasi yaitu konsep yang berkaitan dengan pendekatan khusus untuk pengorganisasian dan pengelolaan pembelajaran, di dalam organisasi serta sebagai strategi pengembangan sumber daya manusia dan perannya dalam organisasi pembelajaran dan manajemen pengetahuan. (Prince & Stewart, 2002) 26 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Semangat CorpU juga melanda Indonesia baik di kalangan privat maupun lembaga publik. Garuda Corporate University menerapkan leadership organizing dan leadership profesional, sementara program pengembangan kompetensi para pegawainya melalui pembelajaran yang diapit oleh learning management system (LMS) dan knowledge management (KM). Proses pembelajaran ini tentunya menghasilkan knowledge yang akan dicapture, kemudian dishare melalui e-learning. (Islamiyah & Friesskk, n.d.). Pegadaian menggunakan CorpU sebagai strategi bisnis yang dikenal dengan tiga pola relationship yang meliputi Business to Business (B2B), Business to Education (B2E) serta Business to Society (B2S) relationship. Sedangkan pengembangan kompetensi karyawannya dilakukan melalui pendidikan dan penciptaan pengetahuan melalui learning organization yang dapat memberikan kontribusi signifikan kepada perusahaan. (Iit Septyaningsih, 2018). BNI CorpU merupakan salah satu strategic engine organisasi yang mengintegrasikan seluruh “Learning Resources, Process & People” dalam perusahaan, untuk meningkatkan kinerja melalui peningkatan knowledge, skill & attitude beliefs setiap individu dalam “business eco-system”. (BNI, 2016). Oleh sebab itu menjadi relevan definisi yang disampaikan oleh El-Tannir bahwa CorpU adalah model yang muncul untuk pelatihan berkelanjutan di dunia usaha dan pembelajaran berkelanjutan untuk karyawan.(Firdaus, 2017) Kementerian Keuangan merupakan kementerian pertama kali yang mengibarkan bendera CorpU. Kick off dimulai pada tahun 2015 dan setahun kemudian mencanangkan adanya Kementerian Keuangan CorpU, berdasar pengalaman antara lain benchmarking ke Pertamina CorpU dan Telkom CorpU. Penetapan Kementerian Keuangan CorpU melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 974 Tahun 2016 dan membuat blue print melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 140 Tahun 2017. Kementerian Keuangan CorpU merupakan strategi yang digunakan untuk mencapai visi dan misi Kementerian Keuangan, dengan mewujudkan link and match antara pembelajaran, pengelolaan pengetahuan, dan penerapan nilai-nilai dengan target kinerja Kementerian Keuangan. Semangat membangun CorpU juga diikuti oleh Kementerian Hukum dan HAM. Genderang CorpU telah ditabuh pada 2 Desember 2019 melalui Workshop Pengembangan Kompetensi Kemenkumham CorpU. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi ASN di Jurnal 27 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Kementerian Hukum dan HAM melalui pendekatan pembelajaran organisasi untuk pengembangan pegawai dalam mendukung kinerja organisasi. CorpU berperan dalam membangun dan mengembangkan keterampilan sebagai kendaraan organisasi untuk menghubungkan inisiatif pembelajaran dengan tujuan organisasi.(Rademakers, 2005). Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM yang merupakan pusat pengembangan dan pelatihan pegawai sebagai penggerak utama dalam mewujudkan Kementerian Hukum dan HAM CorpU (Kemenkumham CorpU). Selama ini BPSDM Hukum dan HAM dalam melaksanakan pelatihan belum memenuhi kinerja institusi. Beberapa pelatihan yang diberikan kepada para pegawai hanya berhenti sebagai pengetahuan bagi pegawai tersebut. Transfer knowledge kepada pegawai sekerja atau implementasi untuk kemajuan organisasi belum terasa. Demikian juga perencanaan pelatihan belum menggambarkan kebutuhan sesungguhnya dari unit organisasi Kementerian Hukum dan HAM. Model pembelajaran yang mengandalkan klasikal dan e-learning belum aplikatif sehingga kurang berdampak kepada pencapaian tujuan organisasi. Selain melakukan pengembangan kompetensi di Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dan Hak Asasi Manusia dan Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kepemimpinan, BPSDM Hukum dan HAM juga melakukan penilaian kompetensi melalui Pusat Penilaian Kompetensi yang bertugas melakukan penilaian kompetensi pegawai Kementerian Hukum dan HAM baik yang akan promosi, mutasi maupun untuk menduduki jabatan tertentu. Tugas tersebut diperkuat dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-05.IN.04.02 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Assessment Center dan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penilaian kompetensi ini dilakukan oleh Assessor Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Assessor Sumber Daya Manusia Aparatur dan Angka Kreditnya, bahwa tugas pokok Assessor yaitu melakukan kegiatan penilaian kompetensi manajerial, yang meliputi pelaksanaan penilaian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan penilaian dan pemanfaatan hasil penilaian, serta 28 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 pengembangan metode penilaian. Bertolak dari latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat permasalahana bagaimana peran Assessor SDM Aparatur dalam mewujudkan Kemenkumham CorpU? II. Metode Penelitian Penelitian ini bermula dengan melakukan tinjauan literatur dengan kelahiran konsep CorpU dan implementasinya di beberapa lembaga non kementerian dan kementerian di Indonesia sebelum membahas pelaksanaan CorpU di Kementerian Hukum dan HAM. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui pendekatan deskriptif dengan studi pengembangan tindak lanjut melalui pengumpulan data yang direncanakan untuk memprediksi hubungan antar variabel. (Pandey & Pandey, 2015). Bahan kepustakaan diperoleh dari beberapa literatur yang relevan dengan tema seperti jurnal ilmiah, buku, proceeding atau beberapa hasil penelitian lainnya. Bahan kepustakaan tersebut kemudian dibaca, ditelaah dan dikaji untuk menjelaskan tema tulisan ini. III. Pembahasan A. Pemahaman Corporate University Pemilihan kata universitas dimaksudkan sebagai padanan kata pembelajaran, bahwa universitas merupakan tempat pembelajaran. Karananya, di dalam CorpU seluruh unit organisasi merupakan organisasi pembelajaran. Hal ini tentu berbeda dengan unit kerja pelatihan yang hanya melakukan kegiatan pelatihan, CorpU selain melakukan pelatihan juga memberikan banyak kegiatan lainnya, seperti asesmen, pengembangan manajerial dan eksekutif, desain pembelajaran dan manajemen program e- learning, pemasaran program internal dan eksternal, kemitraan dengan universitas, perekrutan yang strategis, orientasi karyawan baru, perencana karir, perencanaan suksesi, manajemen pengetahuan, penelitian dan pengembangan, perubahan budaya, strategi perubahan, pengukuran dan evaluasi (Allen & McGee, 2004). Dalam kaitan tersebut, Allen membagi CorpU menjadi empat tingkatan. Pertama adalah CorpU yang hanya mengadakan Jurnal 29 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 pelatihan. Pada tingkat ini, CorpU hanya berurusan dengan kegiatan pelatihan dan biasanya setelah pelatihan peserta mendapat sertifikat atas prestasinya. Kedua adalah CorpU yang menjalankan pelatihan plus pengembangan manajerial dan/atau eksekutif. Pada tingkat ini, kompetensi manajerial dimasukkan dalam pelatihan. Di tingkat ketiga, CorpU menawarkan kursus yang memberikan kredit akademik kepada peserta pelatihannya yang memenuhi syarat di beberapa universitas jika peserta pelatihan ingin mengejar gelar akademik. Level terakhir adalah CorpU yang memberikan gelar akademik. CorpU di level ini biasanya memiliki fungsi yang sama dengan universitas tradisional lainnya.(Firdaus, 2017) Perkembangan pembelajaran tersebut yang demikian pesat selain bidang ekonomi dan bisnis, pemerintahan serta pendidikan mendorong adanya Kemenkumham CorpU. Lebih lanjut kebutuhan CorpU di Kemenkumham disebabkan oleh: (Harison Citrawan dkk, 2019) 1) perubahan sosial masyarakat yang menuntut adanya penyesuaian dalam kinerja Kemenkumham 2) penyelarasan budaya organisasi untuk dapat mencapai tujuan bersama organisasi (shared vision), mengingat Kemenkumham terdiri dari sebelas unit utama dengan tiga puluh tiga kantor wilayah dan unit pelaksana teknis (UPT) yang berkecimpung dalam fungsi yang beragam berikut dengan corak budaya organisasi masing-masing. 3) penyesuaian sistem pembelajaran yang saat ini dilakukan secara klasikal dan non klasikal melalui e-learning di BPSDM Hukum dan HAM. 4) penyesuaian infrastruktur dan sarana kerja yang menjadi pendorong dalam pengembangan sumber daya manusia. 5) memerlukan dukungan manajemen SDM profesional yang memungkinkan organisasi dapat bergerak lincah dan inovatif dalam menjalankan tugas dan fungsi Kemenkumham. 6) penyelarasan struktur organisasi yang merupakan salah satu faktor enabler dalam konsep CorpU. Kemenkumham CorpU menerapkan pembelajaran dengan model 70:20:10. Hal ini agar pembelajaran lebih aplikatif dengan pembelajaran formal (education) yang dipadukan dengan 30 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 pembelajaran sosial (social learning) dan pembelajaran berdasarkan pengalaman (experiental learning). Model ini memberikan manfaat: (Joshi, 2018) 1). sebagai instrumen perubahan Melalui model ini, pembelajaran melakukan dilakukan perubahan dengan sarana teknologi serta kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan atas dasar inisiatif para pegawai dengan bimbingan mentor yang berkualitas dan berpengalaman, pelaksanaan pekerjaan tidak hanya berdasar instruksi namun atas kesepakatan kelompok dan diskusi bersama. 2). sebagai sarana pergeseran pembelajaran Adanya pergeseran pembelajaran kelas tradisional ke pembelajaran yang lebih dinamis di tempat kerja sehingga mampu melakukan pengembangan dan kemajuan organisasi. Berbagai organisasi seperti IBM - dan banyak lainnya - telah menerapkan model ini dan menganggapnya sangat efektif, dan sangat diperlukan di zaman modern. 3). organisasi menjadi efektif Penerapan model 70:20:10 akan membawa budaya arus belajar yang berkelanjutan, pegawai cenderung mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka cita-citakan, mendorong pimpinan untuk mendukung lingkungan belajar yang berkelanjutan yang mengarah pada pembelajaran on-demand, membangun budaya di tempat kerja yang didukung dan diberdayakan oleh pembelajaran sosial informal. 4). memberikan tanggapan yang lebih cepat Pada saat pegawai terlibat dalam pembelajaran sepanjang waktu di tempat kerja, mereka merasa diberdayakan sehingga lebih respon dan fokus pada karirnya. Respon ini cenderung mengarah pada pegawai pegawai sangat ingin berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka dan mencoba untuk terhubung dengan para pemimpin dan mentor mereka; pegawai dapat mengembangkan dan mempertahankan hubungan dengan sesame serta memilih langkah belajar yang lebih cepat karena mereka sangat termotivasi untuk Jurnal 31 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 membuktikan diri; kebutuhan belajar diidentifikasi berdasarkan kinerja, pegawai siap untuk terlibat dalam program pembelajaran, sehingga mereka dapat menggunakan sumber belajar lebih cepat daripada melalui program pembelajaran formal. 5). biaya yang dikeluarkan lebih efektif Penerapan model 70:20:10 pada akhirnya mengarah pada efektivitas biaya pelatihan dan pengembangan. Ini terjadi karena faktor anggaran pelatihan dapat dikurangi secara signifikan karena sebagian besar waktu pegawai terlibat dalam program pembelajaran melalui interaksi dengan rekan kerja dan mentor / pemimpin mereka; biaya pengeluaran pembelajaran yang bisa dihemat terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran formal, waktu instruktur, biaya perjalanan untuk instruktur dan peserta pelatihan, dan teknologi dan sarana pendukung lainnya. Adapun pembelajaran model 70:20:10 yaitu 70% belajar dan mengembangkan melalui pengalaman (informal), 20% belajar dan mengembangkan melalui orang lain (informal) dan 10% belajar dan mengembangkan melalui program terstruktur (formal). Alan Rogers memberikan penjelasan tentang Pembelajaran informal dan formal. Pembelajaran informal merupakan hasil belajar informal dari kegiatan sehari-hari yang terkait untuk bekerja, keluarga atau liburan. Ini tidak terstruktur (dalam hal tujuan pembelajaran, waktu belajar atau dukungan belajar) dan biasanya tidak mengarah perolehan sertifikasi. Pembelajaran informal mungkin disengaja tetapi dalam banyak kasus memang tidak disengaja. Sedang pembelajaran formal terjadi sebagai hasil dari pengalaman di lembaga pendidikan atau pelatihan, dengan tujuan pembelajaran terstruktur, pembelajaran waktu dan dukungan yang mengarah pada sertifikasi. Pembelajaran formal disengaja dari perspektif pelajar. (A. Rogers, 2014) Ketiga model pembelajaran tersebut akan meningkatkan kompetensi individu dan memperkuat kinerja organisasi. Melalui pembelajaran, kompetensi akan meningkat sehingga mampu meningkatkan kinerja organisasi. Peningkatan kompetensi individu meliputi kompetensi manajerial, kompetensi teknis dan kompetensi 32 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 sosio kultural. (Pasal 1 angka 13, 14 dan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil). Dalam kaitan ini Allen menyatakan bahwa CorpU adalah entitas pelatihan yang merupakan alat strategis yang dirancang untuk membantu organisasi induknya dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan yang menumbuhkan pembelajaran, pengetahuan, dan kecakapan individu dan organisasi. (Firdaus, 2017). CorpU mengintegrasikan proses pengembangan pribadi, kelompok, dan organisasi dalam mendukung visi strategis dan memungkinkan perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui peningkatan kinerja dan produktivitas tenaga kerja. (Abel & Li, 2012) Pengetahuan yang tersebar di 11 unit utama dan 33 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM diperlukan pengelolaan. Pengelolaan pengetahuan dapat menambah nilai organisasi yaitu: (Edosio, 2014) 1). Pengambilan keputusan lebih cepat Pengelolaan pengetahuan dapat membantu meningkatkan efektivitas suatu organisasi melalui peningkatan kualitas Keputusan dengan bantuan teknologi yang menyimpan sekaligus dapat melakukan penyebaran pengetahuan 2). Keunggulan kompetitif Tingginya persaingan di lingkungan bisnis, banyak organisasi memanfaatkan pengetahuan mereka sebagai aset untuk memberikan keunggulan kompetitif. Organisasi juga dapat memperoleh, menganalisis, dan menyebarkan pengetahuan untuk memandu proses pengambilan keputusan. Berdasar pertimbangan tersebut di atas organisasi dapat memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat. 3). Inovasi Pengetahuan yang diperoleh dari mengelola dan menganalisis pengetahuan dapat membantu organisasi memberikan produk inovatif dan layanan kepada pelanggan. Ini akan membantu perkembangan pengambilan keputusan yang lebih informatif dan berkualitas dan kepuasan pelanggan yang lebih baik. Jurnal 33 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Pengelolaan pengetahuan meliputi pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang atau implisit dan pengetahuan yang berasal dari luar atau eksplisit. Secara umum pengetahuan implisit dikenal sebagai tacit knowledge, biasanya berbentuk pengalaman pribadi dan tidak tertulis. Pengetahuan implisit ini lahir antara lain dari pengalaman bekerja, pengalaman keterampilan, kecakapan teknis yang tersimpan dalam diri (know how), maupun pengalaman hidup. Adapun pengetahuan eksplisit diperoleh antara lain dengan membaca referensi, mendengar dan melihat suatu keadaan tertentu. Kedua pengetahuan tersebut tidak terpisah dan saling melengkapi. BPSDM Hukum dan HAM sebagai penggerak CorpU seyogyanya dapat mengupayakan pengelolaan pengetahuan yang tersebar. Peran organisasi dalam proses penciptaan pengelolaan pengetahuan adalah untuk mendukung dan merangsang kegiatan- kegiatan yang menumbuhkan pengetahuan individu dan kelompok dan untuk menyediakan wadah yang sesuai untuk mereka. (Nonaka et al., 1996). Hal ini juga tidak terlepas dari definisi pengelolaan pengetahuan yang diberikan oleh Nonaka dan Takeuchi dalam buku The Knowledge Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation yaitu “alat, teknik dan proses yang berkontribusi pada manajemen aset intelektual organisasi yang paling efektif dan efisien”.(Allen, 2005) B. Peran Assessor SDM Aparatur Sebagai penilai kompetensi, Assessor SDM Aparatur akan memastikan bahwa kompetensi pegawai Kemenkumham sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan kinerja organisasi, khususnya kompetensi manajerial. Adapun tolok ukur kompetensi manajerial sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara meliputi integritas, kerja sama, komunikasi, orientasi pada hasil, pelayanan publik, pengembangan diri dan orang lain, mengelola perubahan, dan pengambilan keputusan. 34 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Melalui penilaian demikian akan mampu melahirkan pimpinan baik level bawah, menengah maupun pimpinan tingkat atas yang memiliki kompetensi dan menerapkannya sehingga menghasilkan kinerja yang handal. Manajer yang memiliki dan menerapkan kompetensi dengan benar akan menghasilkan kinerja yang unggul dalam pekerjaan sehingga memiliki efek positif terhadap kinerja organisasi. (M. Rogers et al., 2014). Oleh sebab itu, pengembangan kompetensi manajerial harus diprioritaskan untuk mencapai kinerja organisasi. Pengembangan kompetensi manajerial yang efektif merupakan salah satu kebutuhan mendesak yang dibutuhkan organisasi dalam menghadapi persaingan global dan perubahan lingkungan teknologi yang cepat. Lingkungan bisnis yang dinamis membutuhkan kompetensi manajerial untuk mencapai tujuan organisasi dan sebagai alat signifikan untuk mencapai keunggulan kompetitif. (Konigova et al., 2012). Di samping itu, kepemimpinan juga merupakan kompetensi kunci untuk mewujudkan kinerja organisasi. (Šparl et al., 2013). Lebih lanjut berdasarkan hasil asesmen, sebagai bagian dari talent management Kemenkumham akan mempunyai talent pool sehingga mempermudah proses pengambilan keputusan pada saat terjadi mutasi, promosi dan rotasi jabatan. Jadi talent management merupakan alat untuk meningkatkan nilai dari aset organisasi yang paling berharga yaitu sumber daya manusia.(Allen, n.d.) Asesmen merupakan salah satu unsur utama dalam pelatihan. Tidak hanya melakukan penilaian tentang keberhasilan peserta dalam menguasai materi pelatihan, asesmen sebaiknya juga memberikan kontribusi terhadap program pelatihan yang telah dilakukan. Ini berarti bahwa asesmen/penilaian dilakukan sebelum, saat, dan setelah pelatihan. Dengan demikian pemahaman model pembelajaran 70:20:10 akan mudah diterapkan. Sebelum pelatihan, peserta seyogyanya memahami tujuan pelatihan, bagaimana pelatihan dilaksanakan dan sebagainya melalui social learning (20%) seperti mencari saran dan pendapat dari orang yang pernah mengikuti pelatihan baik secara langsung maupun melalui jejaring sosial seperti blog, whatsapp, instagram atau melalui diskusi kelompok, termasuk berdiskusi dengan Jurnal 35 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 pimpinannya tentang apa yang diharapkan dari pelatihan yang akan diikuti sehingga pada saat pelatihan (10%) sudah sedikit memahami materi pelatihan. Akhirnya hasil pelatihan dapat dimanfaatkan dan diterapkan di tempat kerja (70%). Di sini letak peran Assessor SDM Aparatur agar mampu mendorong dan memastikan bahwa peserta pelatihan akan mencapai level 3 dari 4 model evaluasi pelatihan dari Kirkpatrick. 4 model tersebut terdiri atas reaksi (1), pembelajaran (2), perilaku (3), dan hasil (4). (Smidt et al., 2009). Level 3 yang dapat disarankan yaitu agar Assessor SDM Aparatur dapat melakukan asesmen pasca pelatihan yaitu mengukur kemampuan peserta pelatihan yang telah menerima pengetahuan dan/atau keterampilan yang dipelajari, di tempat di mana peserta pelatihan bekerja. Level ini untuk memastikan bahwa pengetahuan dan/atau keterampilan baru yang diperoleh bisa diterapkan atau digunakan saat kembali ke lingkungan kerja. Evaluasi reaksi (level-1) ditujukan kepada peserta pelatihan setelah menerima materi. Evaluasi ditujukan untuk mengetahui kesan mereka terhadap program pelatihan, apakah memuaskan dan menyenangkan sehingga tertarik, termotivasi dan berminat dengan materi pelatihan. Jadi hanya mengukur tingkat kepuasan dan bukan mengukur apakah mereka telah belajar. Hal ini dilakukan di level ke-2, pembelajaran, di mana peserta diukur apakah telah belajar dalam hal pengetahuan dan/atau keterampilan. Evaluasi pembelajaran ini dapat mencakup tes tertulis atau permainan peran untuk menunjukkan keterampilan mereka. Pada level ini evaluasi ditujukan untuk mengetahui pemahaman kemampuan peserta terhadap pengetahuan dan/ atau keterampilan saat pembelajaran. Level ke-4 yaitu hasil, mengukur dampak pelatihan secara keseluruhan, termasuk dampak finansial atau moral. Apakah hasil pelatihan mampu menyelesaikan masalah yang ada dalam lingkungan kerja dan membantu mencapai tujuan organisasi. Penyesuaian organisasi sebagaimana lembaga universitas juga menjadi saran Assessor SDM Aparatur. Pengelolaan pengetahuan dalam CorpU membutuhkan organisasi yang mendukung. Oleh sebab itu diperlukan struktur organisasi yang mendukung transfer sebanyak mungkin pengetahuan. Struktur organisasi yang tidak 36 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 menghambat organisasi, memungkinkan pengetahuan mengalir dan terwujud dalam tindakan yang menjamin kesuksesan bagi organisasi.(Claver-Cortés et al., 2007). Pembaharuan struktur organisasi dimaksud lebih kepada teknis operasional pengelolaan pengetahuan. Hal ini dapat melakukan patok banding ke instansi pemerintah yang telah berhasil mengembangkan organisasi bernuansi CorpU seperti Kementerian Keuangan. Walau tentu saja disesuaikan dengan kondisi Kemenkumham. Di sana antara lain terdapat bidang pembelajaran pengembangan lingkungan (learning environment development), bidang pembelajaran pengembangan organisasi (learning organization development), bidang pengembangan pengelolaan pengetahuan (knowledge management development), bidang alisansi dan kerja sama (alliance and partnership). Sedangkan secara struktural terdapat dekan yang dipegang oleh pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Kepala Kelompok Keterampilan (skill group owners’ leader) yaitu para pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Koordinator Kelompok Pemilik Keterampilan (coordinator skill group owners) yaitu para pejabat Administrator serta Kelompok Pemilik Keterampilan (skill group owners). IV. Kesimpulan Corporate University merupakan strategi bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewujudkan link and match antara pembelajaran, pengelolaan pengetahuan, kompetensi, dan pencapaian sasaran kinerja organisasi. Pembelajaran yang diterapkan menggunakan model 70:20:10 di mana peranan pembelajaran di tempat kerja dan penerapan pembelajaran atau experiental learning mendapat porsi sebanyak 70%. Sedangkan social learning dan education masing-masing sebanyak 20% dan 10%. Pengelolaan pengetahuan (explicit knowledge dan tacit knowledge) yang tersebar juga perlu diperhatikan, mengingat Kementerian Hukum dan HAM mempunyai 11 unit dan 33 Kantor Wilayah. Sedangkan kompetensi baik manajerial, teknis maupun sosio kultural juga perlu dikembangkan sesuai dengan standar kompetensi ASN. Ketiga komponen tersebut digunakan untuk mencapai tujuan Kementerian Hukum dan HAM. Setidaknya terdapat tiga peran Assessor SDM Aparatur dalam mewujudkan Kemenkumham CorpU yaitu pertama, memastikan Jurnal 37 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 seluruh pegawai mempunyai standar kompetensi, khususnya manajerial sehingga mampu memenuhi kebutuhan organisasi. Peran kedua yaitu memberikan asesmen pasca pelatihan sehingga para peserta pelatihan mampu mencapai level-3 dari model Kirkpatrick dengan menerapkan pengetahuan dan/atau keterampilan di tempat kerja agar model experiental learning dapat tercapai. Sedang peran ketiga yaitu memberikan usulan atas struktur organisasi bayangan sesuai dengan semangat CorpU di mana pembelajaran, pengelolaan pengetahuan dan kompetensi pegawai dapat bersinergi guna mencapai sasaran dan tujuan Kemenkumham. Daftar Pustaka Abel, A. L., & Li, J. (2012). Exploring the Corporate University Phenomenon. Human Resources Development Qualterly, 23(1), 103–126. https://doi.org/10.1002/hrdq Allen, M. (n.d.). Talent Management on Organizational Success. https:/ /gbr.pepperdine.edu/2014/04/talent-management-and-corporate- universities/ Allen, M. (2005). Talent Management and Corporate Universities. Journal of the Brazilian Computer Society, 11(1), 51–62. https:/ /doi.org/10.1590/s0104-65002005000200004 Allen, M., & McGee, P. (2004). Measurement and evaluation in corporate universities. New Directions for Institutional Research, 2004(124), 81–92. https://doi.org/10.1002/ir.133 Blass, E. (2005). The rise and rise of the corporate university. Journal of European Industrial Training, 29(1 SPEC. ISS.), 58–74. https:/ /doi.org/10.1108/03090590510576217 BNI. (2016). BNI Corporate University. https://university.bni.co.id/ Claver-Cortés, E., Zaragoza-Sáez, P., & Pertusa-Ortega, E. (2007). Organizational structure features supporting knowledge management processes. Journal of Knowledge Management, 11(4), 45–57. https://doi.org/10.1108/13673270710762701 Edosio, U. Z. (2014). Knowledge Management Concept. Research Gate, July, 1–14. https://www.researchgate.net/profile/Uyoyo_Edosio/ 38 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 publication/264129318_Knowledge_Management_Concept/links/ 53cf8d0c0cf2f7e53cf81109/Knowledge-Management- Concept.pdf?origin=publication_detail Firdaus, A. (2017). The Implementation of Corporate University in Public Sector: CaseStudy Ministry of Finance of Indonesia. Institute of Social Studies. The Hague, The Netherland, December. Harison Citrawan dkk. (2019). Meniti Strategi Corporate University: Refleksi Kemenkumham sebagai Organisasi Pembelajaran (O. W. Budijanto (ed.); 1st ed.). Balitbang Kumham. Heinz, K. (2001). Corporate University: Lesson in Building a World Class. 48(1), 112–113. Iit Septyaningsih. (2018, October 19). Pegadaian Corpu. https:// republika.co.id/berita/pgtekd368/pegadaian-dirikan-corporate- university. Islamiyah, S., & Friesskk. (n.d.). Garuda Corpu. https:// indocorpu.wordpress.com/garuda-corporate-university/ Joshi, M. (2018). 70:20:10 Model for Learning (1st ed.). bookboon. Konigova, M., Urbancova, H., & Fejfar, J. (2012). Identification of Managerial Competencies in Knowledge-based Organizations. Journal of Competitiveness, 4(1), 129–142. https://doi.org/ 10.7441/joc.2012.01.10 Nonaka, I., Umemoto, K., & Senoo, D. (1996). From information processing to knowledge creation: A paradigm shift in business management. Technology in Society, 18(2 SPEC. ISS.), 203– 218. https://doi.org/10.1016/0160-791X(96)00001-2 Pandey, P., & Pandey, M. M. (2015). Research methodology: Tools and Techneques. In Bridge Center. Prince, C., & Stewart, J. (2002). Corporate universities – an analytical framework. Journal of Management Development, 21(10), 794– 811. https://doi.org/10.1108/02621710210448057 Rademakers, M. (2005). Corporate universities: Driving force of knowledge innovation. Journal of Workplace Learning, 17(1–2), 130–136. https://doi.org/10.1108/13665620510574513 Jurnal 39 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Rogers, A. (2014). The Base of the Iceberg. In Verlag Barbara Budrich. https://doi.org/10.3224/84740632 Rogers, M., Centrine, N., & Suzan, S. (2014). Corporate Governance , Managerial Competences , Accountability and Financial Performance of Commercial Banks in Uganda. International Journal of Economics, Commerce and Management, II(9), 1– 15. http://ijecm.co.uk Smidt, A., Balandin, S., Sigafoos, J., & Reed, V. A. (2009). The Kirkpatrick model: A useful tool for evaluating training outcomes. Journal of Intellectual and Developmental Disability, 34(3), 266– 274. https://doi.org/10.1080/13668250903093125 Šparl, P., Žnidaršiè, A., Kasper, H., Mühlbacher, J., & Kovaè, J. (2013). Management Competencies and Organizational Performance in CEE: A Comparison of Slovenia and Austria. Organizacija, 46(5), 214–220. https://doi.org/10.2478/orga-2013-0022 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Assessor Sumber Daya Manusia Aparatur dan Angka Kreditnya. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-05.IN.04.02 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Assessment Center dan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. ******* 40 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 PENEGAKAN KODE ETIK DAN KODE PERILAKU DALAM RANGKA PENGUATAN PERAN PELAYANAN PUBLIK Sugiyo Widyaiswara BPSDM Hukum dan Ham [email protected] Abstact Civil Servants are a profession that carries out the service function to the community. The community will give trust to the public service providers when the services provided are based on the principle of public service in accordance with statutory regulations. Many violations committed by civil servants and ASN both related to violations of PNS discipline in accordance with PP No.53 of 2010 as well as violations of the Code of Ethics and code of conduct. The data shows there are still many violations of the law committed by State civil apparatus. To answer this problem, this paper discusses the urgency of adhering to the application of the of the code of ethics and State civil apparatus code of conduct with public services. In the process of solving the problem used descriptive research methods. To be able to obey the application of the code of ethics and code of conduct, knowledge, understanding through internalization are needed. With the provision of good understanding and obedience, it is expected that the State Civil Apparatus can maintain its dignity and honor, which will influence the strengthening of the implementation of the service function to the community. Key word : Code of ethics, Code of conduct, Publik service Jurnal 41 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 Abstrak Pegawai Aparatur Sipil Negara merupakan profesi yang mengemban fungsi pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat akan memberikan kepercayaan kepada penyelenggara pelayanan masyarakat manakala pelayanan yang diberikan berdasarkan asas pelayanan publik yang sesuai peraturan per-Undang-Undangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh PNS dan ASN baik terkait pelanggaran disiplin PNS sesuai PP No.53 Tahun 2010 maupun pelanggaran Kode Etik dan kode pereilaku. Data menunjukkan masih banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh ASN. Untuk menjawab permasalahan ini penulisan ini membahas tentang bagaimana urgensinya ketaatan penerapan kode etik dan kode peilaku ASN dengan pelayanan publik. Dalam proses pemecahan masalah dipergunakan metode penelitian deskritf. Untuk dapat mentaati penerapan kode etik dan kode perilaku, dibutuhkan pengetahuan, pemahaman melalui internalisasi. Dengan bekal pemahaman dan ketaatan yang baik diharapkan Aparatur sipil Negara dapat menjaga martabat dan kehormatannya yang berpengaruh terhadap penguatan pelaksanaan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Kata Kunci : Kode Etik, Kode Perilaku, Pelayanan Publik. I. Pendahuluan A paratur Sipil Negara (ASN) memiliki peran besar dalam kancah penyelenggaraan pemerintahan. Secara bersama-sama diharapkan keberadaan aparatur Negara dapat diandalkan dalam rangka mewujudkan tujuan Negara sebagaimana tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan peran yang menjadi ranah Aparatur Sipil Negara di dalam penyelenggaran pemerintahan telah dinyatakan dengan jelas; sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik dan perekat pemersatu bangsa.(UU No/ : 5 Tentang Aparatur Sipil Negara, 2014). Sebagai bagian dari penyelenggara Pemerintahan ASN senantiasa harus berkomitmen dalam mewujudkan good gobernance (tata kelola pemerintahan yang baik) dan clean 42 Jurnal WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 government (pemerintahan yang bersih). Good governance artinya tata pemerintahan yang baik, yaitu tata pemerintahan yang menaati hukum, menghorma hak asasi manusia (HAM), menghargai nilai- nilai dasar yang dianut oleh masyarakat, secara sadar dan sistematis membangun fasilitas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat, bersikap egaliter, dan menghormati keragaman termasuk etnis, agama, suku, dan budaya lokal (Ulisah, 2016). Pendapat yang lain dikemukakan : “Good Governance” dapat pula diartikan sebagai paradigma, sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang mengindahkan prinsip- prinsip: (1) Supremasi hukum, (2) Kemanusiaan, (3) Keadilan, (4) Demokrasi, (5) Partisipatori, (6) Transparansi, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas, serta (9) Memiliki komitmen tinggi terhadap tegaknya nilai dan prinsip dari : (a) Desentralisasi, (b) Daya guna, (c) Hasil guna, (d) Pemerintahan yang bersih, (e) Bertanggung jawab, dan (f) Berdaya saing (Rompas et al, 2010). Menurut UNDP (United Nations Development Program) menyatakan bahwa krakteristik atau prinsip yang harus dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan good governance (Ulisah, 2016) adalah sebagai berikut : 1. Partisipasi (participation) yaitu setiap warga Negara diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan politik/kebijakan publik; 2. Aturan Hukum (rule of law) yaitu Pemerintah menjamin tegaknya hukum dan terjaminnya hak-hak asasi manusia; 3. Transparansi (transparency), yaitu semua kebijakan publik harus transparan, mulai dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Arus informasi tidak boleh terhalang; 4. Daya Tanggap (responsiveness), yaitu semua lembaga pemerintahan harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan stakeholder (fihak yang berkepentingan); 5. Berorientasi Konsensus (consensus orientation), yaitu kebijakan yang diambil didasarkan pada pilihan-pilihan yang terbaik, berdasarkan kesepakatan semua unsur masyarakat; 6. Berkeadilan (equity), yaitu adanya kesempatan yang sama bagi semua warganegara, baik laki-laki maupun perempuan untuk meningkatkan kesejahteraannya; Jurnal 43 WIDYAISWARA

Volume 6 Nomor 1 Tahun 2020 7. Efektif dan Efisien (effectiveness and efficiency), yaitu proses- proses dan kegiatan-kegiatan lembaga harus menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang digariskan dan menggunakan sumber daya sebaik mungkin; 8. Akuntabilitas (accountability), yaitu para pembuat keputusan dalam pemerintahan, lembaga swasta dan masyarakat bertangggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholder; 9. Visi Strategis (strategic holders), yaitu para pemimpin dan publik memiliki visi strategis jauh ke depan, membangun masa depan yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan menyejahterakan. Dalam rangka menjalankan fungsinya setiap aparatur sipil Negara di manapun melakukan aktivitas sesuai bidang tugas masing-masing, tidak hanya harus memiliki kompetensi melainkan harus juga memiliki sikap dan perilaku.sesuai harapan masyarakat. Sikap dan perilaku ASN telah dikemas dalam bentuk peraturan yang dikenal dengan kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku merupakan pedoman diri (self control) selama ASN melakukan tugas dan fungsinya sehingga kinerjanya dapat memenuhi standar kualitas yang diharapkan masyarakat dan instansinya dimana mereka bekerja. Badan Administrasi Negara (LAN) dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2018 menyampaikan bahwa pada tahun 2018 jumlah jumlah pelanggaran sebesar 2.460 pelanggaran, sedangkan pada tahun 2017 pelanggaran sebesar 2.875(BKN, 2018). Sejalan dengan laporan tersebut, Bidang Pengkajian dan Pengembangan KASN melaporkan bahwa pelaksanaan tugas dengan segenap kewenangannya ASN sering melakukan pelanggaran, dimana tahun 2017 terdapat 1879 Pegawai Negeri Sipil tersangkut kasus hukum, baik tersandung kasus, kasus narkoba maupun kasus lain seperti perlindungan anak, penipuan, kekerasan dalam rumah tangga dan kasus lainnya. Terkait kasus hukum tersebut Komisi Aparatur Sipil Negara menyatakan “Saat ini, pelanggaran terhadap kode etik dan kode perilaku di kalangan pegawai ASN masih tinggi. Beberapa faktor penyebabnya adalah belum efektifnya penegakan kode etik dan kode 44 Jurnal WIDYAISWARA


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook